PTERIGIUM
Pembimbing:
Disusun oleh:
Nur Zanirah
1102013218
0
BAB I
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : Ny. SD
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 10 Mei 1965
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Status : Menikah
Alamat : Komp. Lubang Buaya blok C2/9 RT 4/9, Jakarta Timur
Tanggal Pemeriksaan : 4 Juli 2018
ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 4 Juli 2018
Keluhan utama: Mata kanan terasa ada yang mengganjal sejak 1 bulan SMRS
Keluhan Tambahan: Mata terasa seperti tertusuk
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Polri dengan keluhan mata kanan terasa seperti
mengganjal sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh mata kanannya
terasa seperti tertusuk. 1 minggu terakhir keluhan dirasa semakin memberat. Sebelumnya,
pasien sering bepergian keluar rumah dan diantar oleh dengan menggunakan sepeda motor
tanpa menggunakan kacamata dan tanpa menutup kaca helm. Nyonya SD hanya memakai
kacamata ketika membaca dan menonton televisi. Pasien memiliki riwayat slinder selama 1
tahun terakhir. Mata pasien perih jika lama menatap layar handphone. Keluhan penglihatan
menurun dan banyak kotoran disangkal oleh pasien.
Pasien juga tidak mengeluhkan adanya batuk, demam, mual, muntah sebelumnya.
Tidak ada keluhan sering mimisan atau mudah lebam serta luka yang sukar sembuh, pasien
juga tidak sedang mengkonsumsi obat-obat tertentu.
1
- Riwayat menggunakan kacamata astigmatisma
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36 º C
STATUS OFTALMOLOGI
OD OS
Visus Sine Koreksi 6/21 6/15
Visus Kacamata
Koreksi C -1.50 x 20 → 6/6 C -1.00 x 80 → 6/6
2
Kedudukan bola ortoforia
mata
Normal ke segala arah: Normal ke segala arah:
Gerakan Bola Mata
3
Vitreus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Fundus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
RESUME
Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Polri dengan keluhan mata kanan terasa seperti
mengganjal sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh mata kanannya
merah dan berair. Sebelumnya, pasien sering bepergian keluar rumah dan diantar oleh dengan
menggunakan sepeda motor tanpa menggunakan kacamata dan tanpa menutup kaca helm.
Nyonya SD hanya memakai kacamata ketika membaca dan menonton televisi. Pasien memiliki
riwayat silinder selama 1 tahun terakhir. Mata pasien perih jika lama menatap layar handphone.
Keluhan penglihatan menurun dan banyak kotoran disangkal oleh pasien.
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
- Tidak ada pemeriksaan tambahan yang dilakukan
DIAGNOSIS KERJA
- Regresif pterigium grade I oculi dextra
4
DIAGNOSIS BANDING
- Pinguekula
- Pseudopterigium
PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
- Cendo Cenfressh 5 ml 3x2 tetes sehari
- Cendo Vitrolenta 5 m 3x1 tetes sehari
- Optimax 2x1 kaplet sehari
B. Non Medikamentosa (edukasi)
- Menghindari pajanan seperti sinar matahari, asap, debu. Mengenakan topi dan
kacamata hitam saat bepergian.
PROGNOSIS
OD :
Quo ad vitam : ad Bonam
Quo ad fungsionam : ad Bonam
Quo ad sanationam : ad Bonam
Quo ad cosmetican : ad Bonam
Planning Assesment
Diagnostik
- Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan visus
Slit lamp
Pemeriksaan histopatologis
- Terapi
5
- Monitoring
Follow Up
S : Keluhan merah pada mata kanan dan berair sudah berkurang tetapi rasa mengganjal pada
mata masih ada. Demam disangkal, kotoran mata yang banyak disangkal.
Suhu : 36ºC
Status Oftalmologis
OD OS
Visus Sine Koreksi 6/15 6/15
Visus Kacamata
Koreksi C -1.50 x 20 → 6/6 C -1.00 x 80 → 6/6
Kedudukan bola ortoforia
mata
Normal ke segala arah: Normal ke segala arah:
Gerakan Bola Mata
6
Palpebra Inferior Edema (-) Edema (-)
Benjolan (-) Benjolan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hematom (-) Hematom (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Papil (-) Papil (-)
Tarsalis Superior
Edema (-) Edema (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Papil (-) Papil (-)
Tarsalis Inferior
Edema (-) Edema (-)
Konjungtiva Bulbi Tampak jaringan Injeksi siliar (-)
fibrovaskular tipis Injeksi konjungtiva (-)
berbentuk segitiga yang Perdarahan subkonjungtiva
puncak di bagian sentral, + (-)
1 mm dari tepi limbus
sampai sudut dalam mata
kanan berwarna putih
kekuningan. Injeksi
Konjungtiva (+)
Kornea Jernih Jernih
Ulkus (-) Ulkus (-)
Infiltrate (-) Infiltrate (-)
Sikatriks (-) Sikatriks (-)
Bilik mata depan Dalam, jernih Dalam, jernih
(COA)
Iris Bulat, batas tegas, Bulat, batas tegas,
Kriptae (-) Kriptae (-)
Sinekia (-) Sinekia (-)
Pupil Bulat, berada di sentral, Bulat, berada di sentral,
diameter 3 mm, refleks diameter 3 mm, refleks
cahaya langsung dan tidak cahaya langsung dan tidak
langsung (+) langsung (+)
Lensa Jernih Jernih
Vitreus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Fundus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
TIO Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
P: Terapi lanjut
7
- Optimax 2x1 kaplet sehari
Edukasi : menghindari pajanan seperti sinar matahari, asap, debu. Mengenakan topi dan
kacamata hitam saat bepergian.
S : Pasien mengatakan keluhan mata lebih merah dari yang sebelumnya, terasa gatal, berair
tanpa ada kotoran, rasa mengganjal pada mata yang semula dirasa dekat kelopak lama
kelamaan semakin ketengah. Pandangan mata pasien juga semakin kabur dan sering
merasa silau. Demam disangkal, kotoran mata banyak disangkal.
OD OS
Visus Sine Koreksi 6/15 6/15
Visus Kacamata
Koreksi C -2.50 x 20 → 6/6 C -1.00 x 80 → 6/6
(Koreksi Astigmatisma
meningkat)
Kedudukan bola ortoforia
mata
Normal ke segala arah: Normal ke segala arah:
Gerakan Bola Mata
8
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hematom (-) Hematom (-)
Palpebra Inferior Edema (-) Edema (-)
Benjolan (-) Benjolan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hematom (-) Hematom (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Papil (-) Papil (-)
Tarsalis Superior
Edema (-) Edema (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Papil (-) Papil (-)
Tarsalis Inferior
Edema (-) Edema (-)
Konjungtiva Bulbi Tampak jaringan Injeksi siliar (-)
fibrovaskular tebal Injeksi konjungtiva (-)
berbentuk segitiga yang Perdarahan subkonjungtiva
puncak di bagian sentral,> (-)
+ 3 mm dari tepi limbus
berwarna merah
kekuningan. Injeksi
Konjungtiva (+) Injeksi
siliar (+)
Kornea Jernih Jernih
Ulkus (-) Ulkus (-)
Infiltrate (-) Infiltrate (-)
Sikatriks (-) Sikatriks (-)
Bilik mata depan Dalam, jernih Dalam, jernih
(COA)
Iris Bulat, batas tegas, Bulat, batas tegas,
Kriptae (-) Kriptae (-)
Sinekia (-) Sinekia (-)
Pupil Bulat, berada di sentral, Bulat, berada di sentral,
diameter 3 mm, refleks diameter 3 mm, refleks
cahaya langsung dan tidak cahaya langsung dan tidak
langsung (+) langsung (+)
Lensa Jernih Jernih
Vitreus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Fundus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
TIO Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
9
A : Pterigium progressif grade III
P: - Terapi simptomatik
Suhu : 36ºC
Status Oftalmologis
OD OS
Visus Sine Koreksi 6/12 6/15
Visus Kacamata
Koreksi C -2.50 x 20 → 6/6 C -1.00 x 80 → 6/6
10
(Koreksi Astigmatisma
meningkat)
Kedudukan bola ortoforia
mata
Normal ke segala arah: Normal ke segala arah:
Gerakan Bola Mata
11
Pupil Bulat, berada di sentral, Bulat, berada di sentral,
diameter 3 mm, refleks diameter 3 mm, refleks
cahaya langsung dan tidak cahaya langsung dan tidak
langsung (+) langsung (+)
Lensa Jernih Jernih
Vitreus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Fundus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
TIO Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Terapi operatif yang dilakukan oleh spesialis mata dengan pilihan teknik pembedahan
bare sclera, slinding flap, rotational flap, conjungtival autograft.
Suhu : 36,4ºC
Sekret –
Aparat lakrimalis : hiperlakrimasi -/-
Palpebra superior : Edema -/- , hiperemis -/-
Palpebra inferior : Edema -/- , hiperemis -/-
Konjungtiva tarsalis : Hiperemis -/-
Konjungtiva bulbi : Injeksi konjungtiva +/-
12
Sklera : Hiperemis -/-
Pemeriksaan refraksi : Koreksi astigmatisme mata kanan meningkat dari semula C-1,00
menjadi C-2,00
P: Medikamentosa :
- Cendo Xitrol 3.5 mg Salep Mata ; Dexamethasone, Neomycin sulfate, Polymyxin B sulfate
- Kontrol satu bulan sekali untuk melihat adanya rekurensi atau tidak.
- Komplikasi post op :
1. Infeksi
2. Reaksi material jahitan
3. Diplopia
4. Conjungtival graft dehiscence
5. Corneal scarring
6. Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan vitreous, atau
retinal detachment.
- Edukasi : menghindari pajanan seperti sinar matahari, asap, debu. Mengenakan topi dan
kacamata hitam saat bepergian.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi
Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sclera dan kelopak mata
bagian belakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva.
Konjungtiva inimengandung sel musin yang dihasilkan oleh sel goblet.2
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di
bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak. 2
14
Anatomi kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,
merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan. 2
15
5. Endotel
Berasal dari mesotellium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40µm. endotel
melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.2
Kornea dipersyarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membrane bowman melepaskan selubung schwannya. Seluruh lapis
epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause
untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong
di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.2
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan system pompa
endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak
mempunyai daya regenarasi.2
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah
depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri
pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.2
16
II. Pterigium
Definisi
Menurut kamus kedokteran Dorland, pterygium adalah bangunan mirip sayap,
khususnya untuk lipatan selaput berbentuk segitiga yang abnormal dalam fisura
interpalpebralis, yang membentang dari konjungtiva ke kornea, bagian puncak (apeks)
lipatan ini menyatu dengan kornea sehingga tidak dapat digerakkan sementara bagian
tengahnya melekat erat pada sclera, dan kemudian bagian dasarnya menyatu dengan
konjungtiva. 12
Menurut American Academy of Ophthalmology, pterygium adalah poliferasi jaringan
subconjunctiva berupa granulasi fibrovaskular dari (sebelah) nasal konjuntiva bulbar yang
berkembang menuju kornea hingga akhirnya menutupi permukaannya. 13
Pterigium adalah suatu penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga, mirip daging
yang menjalar ke kornea, pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif
dan invasif .2
17
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk
daerah diatas 40olintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-36o. Terdapat
hubungan antara peningkatan prevalensi dan daerah yang terkena paparan ultraviolet lebih
tinggi di bawah garis lintang. Sehingga dapat disimpulkan penurunan angka kejadian di
lintang atas dan peningkatan relatif angka kejadian di lintang bawah.3
Mortalitas/Morbiditas
Pterygium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti dalam fungsi visual
atau penglihatan pada kasus yang kronis. Mata bisa menjadi inflamasi sehingga
menyebabkan iritasi okuler dan mata merah.3
18
1. Jenis Kelamin
Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak
dibandingkan wanita.3
2. Umur
Jarang sekali orang menderita pterygium umurnya di bawah 20 tahun. Untuk pasien
umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien yang
berumur 20-40tahun dilaporkan mempunyai insidensi pterygium yang paling tinggi.3
Etiologi
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan
udara panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu
neoplasma, radang, dan degenerasi.2
Pterygium diduga merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, pengeringan dan
lingkungan dengan angin banyak. Faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan pterygium
antara lain uap kimia, asap, debu dan benda-benda lain yang terbang masuk ke dalam mata.
Beberapa studi menunjukkan adanya predisposisi genetik untuk kondisi ini. 12
Patofisiologi
Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan ultraviolet,
debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi
yang menjalar ke kornea.6
Pterigium ini biasanya bilateral, karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang
sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Semua kotoran pada
konjungtiva akan menuju ke bagian nasal, kemudian melalui pungtum lakrimalis dialirkan
ke meatus nasi inferior.6
Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih
banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena di samping kontak
langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung
akibat pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal konjungtiva lebih sering
didapatkan pterigium dibandingkan dengan bagian temporal.6
19
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan proliferasi
fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen
abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan
hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan
tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa
dihancurkan oleh elastase.3
Gejala Klinis
Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama
sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain:
mata sering berair dan tampak merah
20
merasa seperti ada benda asing
timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium tersebut,
biasanya astigmatisme with the rule ataupun astigmatisme irreguler sehingga
mengganggu penglihatan
pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan aksis visual
sehingga tajam penglihatan menurun.10
Pemeriksaan Fisik
Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sclera) pada
limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan kornea. Sclera dan selaput
lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan peradangan.11
A. Cap: Biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada kornea yang kebanyakan terdiri atas fibroblast, menginvasi dan
C. Badan: Bagian yang mobile dan lembut, area yang vesikuler pada konjunctiva bulbi, area paling ujung
Berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala (head) yang mengarah ke kornea dan badan.
Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup
oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis menurut Youngson
):
Derajat 1 : Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
Derajat 2 : Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2
mm melewati kornea
Derajat 3 : Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm)
21
Derajat 4 : Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.10
Diagnosa
Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada salah satu atau kedua
mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan atau bengkak. Kondisi ini mungkin telah ada
selama bertahun-tahun tanpa gejala dan menyebar perlahan-lahan, pada akhirnya
menyebabkan penglihatan terganggu, ketidaknyamanan dari peradangan dan iritasi. Sensasi
benda asing dapat dirasakan, dan mata mungkin tampak lebih kering dari biasanya.
penderita juga dapat melaporkan sejarah paparan berlebihan terhadap sinar matahari atau
partikel debu.11
Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visus terpengaruh. Dengan
menggunakan slitlamp diperlukan untuk memvisualisasikan pterygium tersebut.11 Dengan
menggunakan sonde di bagian limbus, pada pterigium tidak dapat dilalui oleh sonde seperti
pada pseudopterigium.10
Diagnosa Banding
1. Pinguekula
Penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang berwarna
kekuningan.6
2. Pseudopterigium
Pterigium umumnya didiagnosis banding dengan pseudopterigium yang merupakan suatu
reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus kornea. Pada pengecekan dengan sonde, sonde dapat
masuk di antara konjungtiva dan kornea.
22
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat akibat ulkus.
Sering terjadi saat proses penyembuhan dari ulkus kornea, dimana konjungtiva tertarik dan
menutupi kornea. Pseudopterigium dapat ditemukan dimana saja bukan hanya pada fissura
palpebra seperti halnya pada pterigium. Pada pseudopterigium juga dapat diselipkan sonde di
bawahnya sedangkan pada pterigium tidak. Pada pseudopterigium melalui anamnesa selalu
didapatkan riwayat adanya kelainan kornea sebelumnya, seperti ulkus kornea. Selain
pseudopterigium, pterigium dapat pula didiagnosis banding dengan pannus dan kista dermoid.6
23
Puncak Ada pulau-pulau Tidak ada Tidak ada (tidak ada
Funchs (bercak head, cap, body)
kelabu)
Histopatologi Epitel ireguler dan Degenerasi hialin Perlengketan
degenerasi hialin jaringan submukosa
dalam stromanya konjungtiva
Terapi
1. Konservatif
a. Non Farmakologis
Sarankan pasien untuk melindungi diri dari sinar UV: memakai topi, memakai
kacamata anti sinar UV. Hal ini dapat mengurangi resiko progesifitas pterigium
Rujuk ke dokter spesialis mata jika: aksis visual terkena, terjadi astigmatisme
yang menyebabkan gangguan visus, iritasi tidak mereda dengan pengunaan obat
b. Farmakologis
Pasien dengan pterigium hanya diobservasi kecuali lesi telah mencapai kornea
atau ada gejala kemerahan, ketidaknyamanan, dan perubahan fungsi visual yang
signifikan. Terapi farmakologis untuk pterigium antara lain tetes air mata buatan
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2
yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik
dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan
24
kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau
2. Bedah
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium.
Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium
tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian
superior untuk menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium
yaitu memberikan hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi
seminimal mungkin, angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C
(MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat komplikasi
dari pemakaian MMC juga cukup berat.10
A. Indikasi Operasi
1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena
astigmatismus
4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.6
B. Teknik Pembedahan
Tantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah kekambuhan,
dibuktikan dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea. Banyak teknik
bedah telah digunakan, meskipun tidak ada yang diterima secara universal karena
tingkat kekambuhan yang variabel. Terlepas dari teknik yang digunakan, eksisi
pterigium adalah langkah pertama untuk perbaikan. Banyak dokter mata lebih
memilih untuk memisahkan ujung pterigium dari kornea yang mendasarinya.
Keuntungan termasuk epithelisasi yang lebih cepat, jaringan parut yang minimal
dan halus dari permukaan kornea.1
1. Bare sclera : bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva dengan
permukaan sklera. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat rekurensi
pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-75%.
2. Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk
memungkinkan dilakukannya penempatan flap.
25
3. Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka bekas eksisi
untuk membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian diletakkan
pada bekas eksisi.
4. Conjungtival autograft : menggunakan free graft yang biasanya diambil dari
konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran luka kemudian
dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat jaringan (misalnya
Tisseel VH, Baxter Healthcare, Dearfield, Illionis).
Eksisi pterigium umunya dilakukan dengan setting rawat jalan dibawah anastesi
topical atau local, dan jika diperlukan dengan sedasi. Sebuah penelitian tentang eksisi
kekambuhan), mendapatkan hasil bahwa sel endotelial yang dapat dihilangkan dengan
metode bare sclera sebanyak 3,4% dan dengan metode subkonjungtiva sebanyak 4.8 %.
komplikasi yang serius dan efektif untuk mencegah kekambuhan. Setelah operasi, mata
ditutup semalam, dan diberi antibotik topical dan tetes mata anti inflamasi.
C. Terapi Tambahan
26
Tingkat kekambuhan tinggi yang terkait dengan operasi terus menjadi masalah,
dan terapi medis demikian terapi tambahan telah dimasukkan ke dalam pengelolaan
pterygia. Studi telah menunjukkan bahwa tingkat rekurensi telah jatuh cukup
dengan penambahan terapi ini, namun ada komplikasi dari terapi tersebut.1
Komplikasi
1. Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut
27
Gangguan penglihatan-Mata kemerahan
Iritasi
Gangguan pergerakan bola mata.
Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea
Dry Eye sindrom. 3
2. Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:
Infeksi
Ulkus kornea
Graft konjungtiva yang terbuka
Diplopia
Adanya jaringan parut di kornea. 3
Yang paling sering dari komplikasi bedah pterigium adalah kekambuhan. Eksisi bedah
memiliki angka kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-80%. Angka ini bisa dikurangi sekitar
5-15% dengan penggunaan autograft dari konjungtiva atau transplant membran amnion
pada saat eksisi.3
Pencegahan
Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan, petani
yang banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai kacamata
pelindung sinar matahari.6
Follow up
Menilai adanya komplikasi post operasi, seperti diplopia akibat terpotongnya musculus
rectus oculi medial, ditemukan adanya perforasi kornea, penilaian strabismus dari gerakan
bola mata, pada graft konjuntivanya ada yang terbuka atau tidaknya, dan tanda-tanda
peradangan pada intraokuler akibat otot terpotong.14
Prognosis
Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik. Kekambuhan
dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes mata atau beta radiasi.6
28
Eksisi pada pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur yang baik dapat
ditolerir pasien dan disamping itu pada beberapa hari post operasi pasien akan merasa
tidak nyaman, kebanyakan setelah 48 jam pasca operasi pasien bisa memulai aktivitasnya. .
Pasien dengan pterygia yang kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan grafting
dengan konjungtiva / limbal autografts atau transplantasi membran amnion pada pasien
tertentu.3
29
BAB III
ANALISA KASUS
Teori Kasus
Anamnesis Mata sering berair dan Pasien datang ke Poliklinik
tampak merah Mata RS Polri dengan keluhan
merasa seperti ada benda mata kanan terasa seperti
asing mengganjal sejak 1 bulan
timbul astigmatisme sebelum masuk rumah sakit. 1
akibat kornea tertarik Minggu terakhir keluhan dirasa
oleh pertumbuhan semakin memberat. Pasien
pterigium tersebut, juga mengeluh mata kanannya
sehingga merah dan berair.
mengganggu penglihatan
Pasien memiliki riwayat
pada pterigium yang
astigmatisma yang bertambah
lanjut (derajat 3 dan 4)
selama 1 tahun terakhir.
dapat menutupi pupil dan
aksis visual sehingga
tajam penglihatan
menurun.
Etiologi - Pterygium diduga merupakan - Pasien sering bepergian
fenomena iritatif akibat sinar keluar rumah dan diantar
ultraviolet, pengeringan dan oleh dengan menggunakan
lingkungan dengan angin sepeda motor tanpa
banyak. Faktor lain yang menggunakan kacamata
menyebabkan pertumbuhan dan tanpa menutup kaca
pterygium antara lain uap helm.
kimia, asap, debu dan benda-
benda lain yang terbang
masuk ke dalam mata.
Pemeriksaan Ditemukan Jaringan Konjungtiva bulbi OD: Tampak
fibrovaskular konjungtiva bulbi jaringan fibrovaskular tipis
berbentuk segitiga berwarna berbentuk segitiga yang puncak
30
putih kekuningan pada celah di bagian sentral, + 1 mm dari
kelopak bagian nasal atau tepi limbus sampai sudut dalam
temporal yang meluas ke arah mata kanan berwarna putih
kornea. Dapat dibagi menjadi 4 kekuningan (Pterigium grade I).
(Gradasi klinis menurut
Youngson ):
Derajat 1 : Jika
pterigium hanya terbatas
pada limbus kornea
Derajat 2 : Jika
pterigium sudah melewati
limbus kornea tetapi tidak
lebih dari 2 mm melewati
kornea
Derajat 3 : Jika
pterigium sudah melebihi
derajat dua tetapi tidak
melebihi pinggiran pupil
mata dalam keadaan
cahaya normal (diameter
pupil sekitar 3-4 mm)
Derajat 4 : Jika
pertumbuhan pterigium
sudah melewati pupil
sehingga
mengganggu penglihatan.
31
Tatalaksana Non Farmakologis - Cendo Cenfressh 5 ml 3x2
tetes sehari
- Sarankan pasien untuk
- Cendo Vitrolenta 5 m 3x1
melindungi diri dari sinar UV:
tetes sehari
memakai topi, memakai - Optimax 2x1 kaplet sehari
pterigium
dapat ditoleransi
inflamasi
Farmakologis
kemerahan, ketidaknyamanan,
32
dan perubahan fungsi visual yang
terjadi peradangan.
Bedah
Indikasi Operasi
1. Pterigium yang menjalar ke
kornea sampai lebih 3 mm dari
limbus
2. Pterigium mencapai jarak lebih
dari separuh antara limbus dan
tepi pupil
3. Pterigium yang sering
memberikan keluhan mata
merah, berair dan silau karena
astigmatismus
4. Kosmetik, terutama untuk
penderita wanita.
33
Daftar Pustaka
1. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. Management
of Pterygium http://www.aao.org/aao/publications/eyenet/201011/pearls.cfm?
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007. hal:2-6, 116
– 117
3. Jerome P Fisher, PTERYGIUM. 2009
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
4. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach; Edisi 6.
Philadelphia:Butterworth Heinemann Elsevier. 2006 :242-244.
5. Miller SJH. Parson’s Disease of The Eye. 18th ed. London : Churchill Livingstone
;1996. p.142
6. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata. Edisi III
penerbitAirlangga Surabaya. 2006. hal: 102 – 104
7. Voughan & Asbury. Oftalmologi umum , Paul Riordan-eva, John P. Whitcher edisi
17Jakarta : EGC, 2009 Hal 119
8. www.en.wikipedia.org/wiki/Pterygium_(conjunctiva)
9. www.eyewiki.aao.org/Pterygium
10. www.inascrs.org/pterygium/
11. www.mdguidelines.com/pterygium18
12. Anderson, Dauglas M., et all. 2000. Dorland’s Illistrated Medical Dictionary. 29th.
Philadelphia: W.B. Saunders Company.
13. American Academy of Ofthalmology. 2012. www.AAO.org
14. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. 2012. Management of
Pterygium. http://www.aao.org/aao/publications/eyenet/201011/pearls.cfm
34