Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

PTERIGIUM

Pembimbing:

dr. Agah Gadjali, SpM

dr. Gartati Ismail, SpM

dr. Hermansyah, SpM

dr. Henry A. W, SpM

dr. Mustafa K. Shahab, SpM

Disusun oleh:

Nur Zanirah

1102013218

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.1 RADEN SAID SUKANTO

PERIODE 02 JULI 2018 – 04 AGUSTUS 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

0
BAB I
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : Ny. SD
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 10 Mei 1965
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Status : Menikah
Alamat : Komp. Lubang Buaya blok C2/9 RT 4/9, Jakarta Timur
Tanggal Pemeriksaan : 4 Juli 2018

ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 4 Juli 2018
Keluhan utama: Mata kanan terasa ada yang mengganjal sejak 1 bulan SMRS
Keluhan Tambahan: Mata terasa seperti tertusuk
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Polri dengan keluhan mata kanan terasa seperti
mengganjal sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh mata kanannya
terasa seperti tertusuk. 1 minggu terakhir keluhan dirasa semakin memberat. Sebelumnya,
pasien sering bepergian keluar rumah dan diantar oleh dengan menggunakan sepeda motor
tanpa menggunakan kacamata dan tanpa menutup kaca helm. Nyonya SD hanya memakai
kacamata ketika membaca dan menonton televisi. Pasien memiliki riwayat slinder selama 1
tahun terakhir. Mata pasien perih jika lama menatap layar handphone. Keluhan penglihatan
menurun dan banyak kotoran disangkal oleh pasien.

Pasien juga tidak mengeluhkan adanya batuk, demam, mual, muntah sebelumnya.
Tidak ada keluhan sering mimisan atau mudah lebam serta luka yang sukar sembuh, pasien
juga tidak sedang mengkonsumsi obat-obat tertentu.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal

1
- Riwayat menggunakan kacamata astigmatisma

- Riwayat hipertensi disangkal

- Riwayat trauma disangkal

- Riwayat alergi obat dan makanan disangkal

- Riwayat pakai lensa kontak disangkal

- Riwayat operasi mata disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat keluarga dengan sakit yang sama disangkal

- Riwayat penyakit diabetes disangkal

- Riwayat penyakit hipertensi disangkal

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36 º C

STATUS OFTALMOLOGI
OD OS
Visus Sine Koreksi 6/21 6/15

Visus Kacamata
Koreksi C -1.50 x 20 → 6/6 C -1.00 x 80 → 6/6

2
Kedudukan bola ortoforia
mata
Normal ke segala arah: Normal ke segala arah:
Gerakan Bola Mata

Palpebra Superior Edema (-) Edema (-)


Benjolan (-) Benjolan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hematom (-) Hematom (-)
Palpebra Inferior Edema (-) Edema (-)
Benjolan (-) Benjolan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hematom (-) Hematom (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Papil (-) Papil (-)
Tarsalis Superior
Edema (-) Edema (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Papil (-) Papil (-)
Tarsalis Inferior
Edema (-) Edema (-)
Konjungtiva Bulbi Tampak jaringan Injeksi siliar (-)
fibrovaskular tipis Injeksi konjungtiva (-)
berbentuk segitiga yang Perdarahan subkonjungtiva
puncak di bagian sentral, + (-)
1 mm dari tepi limbus
sampai sudut dalam mata
kanan. Injeksi Konjungtiva
(+)
Kornea Jernih Jernih
Ulkus (-) Ulkus (-)
Infiltrate (-) Infiltrate (-)
Sikatriks (-) Sikatriks (-)
Bilik mata depan Dalam, jernih Dalam, jernih
(COA)
Iris Bulat, batas tegas, Bulat, batas tegas,
Kriptae (-) Kriptae (-)
Sinekia (-) Sinekia (-)
Pupil Bulat, berada di sentral, Bulat, berada di sentral,
diameter 3 mm, refleks diameter 3 mm, refleks
cahaya langsung dan tidak cahaya langsung dan tidak
langsung (+) langsung (+)
Lensa Jernih Jernih

3
Vitreus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Fundus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

PEMERIKSAAN MATA KLINIS

RESUME
Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Polri dengan keluhan mata kanan terasa seperti
mengganjal sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh mata kanannya
merah dan berair. Sebelumnya, pasien sering bepergian keluar rumah dan diantar oleh dengan
menggunakan sepeda motor tanpa menggunakan kacamata dan tanpa menutup kaca helm.
Nyonya SD hanya memakai kacamata ketika membaca dan menonton televisi. Pasien memiliki
riwayat silinder selama 1 tahun terakhir. Mata pasien perih jika lama menatap layar handphone.
Keluhan penglihatan menurun dan banyak kotoran disangkal oleh pasien.

Pada pemeriksaan, ditemukan:


Konjungtiva bulbi OD: Tampak jaringan fibrovaskular tipis berbentuk segitiga yang puncak di
bagian sentral, + 1 mm dari tepi limbus ke sudut dalam mata kanan.

PEMERIKSAAN TAMBAHAN
- Tidak ada pemeriksaan tambahan yang dilakukan

DIAGNOSIS KERJA
- Regresif pterigium grade I oculi dextra

4
DIAGNOSIS BANDING
- Pinguekula
- Pseudopterigium

PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
- Cendo Cenfressh 5 ml 3x2 tetes sehari
- Cendo Vitrolenta 5 m 3x1 tetes sehari
- Optimax 2x1 kaplet sehari
B. Non Medikamentosa (edukasi)
- Menghindari pajanan seperti sinar matahari, asap, debu. Mengenakan topi dan
kacamata hitam saat bepergian.
PROGNOSIS

OD :
Quo ad vitam : ad Bonam
Quo ad fungsionam : ad Bonam
Quo ad sanationam : ad Bonam
Quo ad cosmetican : ad Bonam

Planning Assesment

Diagnostik

- Pemeriksaan penunjang :

 Pemeriksaan visus
 Slit lamp
 Pemeriksaan histopatologis

- Terapi

 Terapi simtomatis untuk pengobatan radang :


- Artifisial eye drop : Cenfresh 5 ml 3x2 tetes sehari
- Tetes mata kortikosteroid : Bentagentam eyedrops 5 ml 2x3 tetes tetes sehari
- Analgetik oral : Bentagentam eyedrops 5 ml 2x3 tetes tetes sehari
 Rencana pembedahan dengan indikasi pterigium :
- >3mm melewati limbus kornea
- Keluhan mata merah, berair, silau, pandangan kabur yang semakin memberat
- Kosmetik

5
- Monitoring

 Keluhan iritatif (mata mengganjal, mata merah, mata berair)


 koreksi astigmatisme
 Perkembangan pterigium
 Edukasi : menghindari pajanan seperti sinar matahari, asap, debu. Mengenakan topi
dan kacamata hitam saat bepergian.

Follow Up

Follow up pertama setelah pemeriksaan awal

S : Keluhan merah pada mata kanan dan berair sudah berkurang tetapi rasa mengganjal pada
mata masih ada. Demam disangkal, kotoran mata yang banyak disangkal.

O: Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital : Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 84 kali / menit

Respirasi : 20 kali / menit

Suhu : 36ºC

Status Oftalmologis

OD OS
Visus Sine Koreksi 6/15 6/15

Visus Kacamata
Koreksi C -1.50 x 20 → 6/6 C -1.00 x 80 → 6/6
Kedudukan bola ortoforia
mata
Normal ke segala arah: Normal ke segala arah:
Gerakan Bola Mata

Palpebra Superior Edema (-) Edema (-)


Benjolan (-) Benjolan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hematom (-) Hematom (-)

6
Palpebra Inferior Edema (-) Edema (-)
Benjolan (-) Benjolan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hematom (-) Hematom (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Papil (-) Papil (-)
Tarsalis Superior
Edema (-) Edema (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Papil (-) Papil (-)
Tarsalis Inferior
Edema (-) Edema (-)
Konjungtiva Bulbi Tampak jaringan Injeksi siliar (-)
fibrovaskular tipis Injeksi konjungtiva (-)
berbentuk segitiga yang Perdarahan subkonjungtiva
puncak di bagian sentral, + (-)
1 mm dari tepi limbus
sampai sudut dalam mata
kanan berwarna putih
kekuningan. Injeksi
Konjungtiva (+)
Kornea Jernih Jernih
Ulkus (-) Ulkus (-)
Infiltrate (-) Infiltrate (-)
Sikatriks (-) Sikatriks (-)
Bilik mata depan Dalam, jernih Dalam, jernih
(COA)
Iris Bulat, batas tegas, Bulat, batas tegas,
Kriptae (-) Kriptae (-)
Sinekia (-) Sinekia (-)
Pupil Bulat, berada di sentral, Bulat, berada di sentral,
diameter 3 mm, refleks diameter 3 mm, refleks
cahaya langsung dan tidak cahaya langsung dan tidak
langsung (+) langsung (+)
Lensa Jernih Jernih
Vitreus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Fundus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
TIO Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

A : Regresif pterigium grade I

P: Terapi lanjut

- Cendo Cenfressh 5 ml 3x2 tetes sehari


- Cendo Vitrolenta 5 m 3x1 tetes sehari

7
- Optimax 2x1 kaplet sehari

Edukasi : menghindari pajanan seperti sinar matahari, asap, debu. Mengenakan topi dan
kacamata hitam saat bepergian.

Follow up kedua setelah pemeriksaan awal

S : Pasien mengatakan keluhan mata lebih merah dari yang sebelumnya, terasa gatal, berair
tanpa ada kotoran, rasa mengganjal pada mata yang semula dirasa dekat kelopak lama
kelamaan semakin ketengah. Pandangan mata pasien juga semakin kabur dan sering
merasa silau. Demam disangkal, kotoran mata banyak disangkal.

O: Keadaan umum : Baik


Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali / menit
Respirasi : 20 kali / menit
Suhu : 36ºC
Status Oftalmologis

OD OS
Visus Sine Koreksi 6/15 6/15

Visus Kacamata
Koreksi C -2.50 x 20 → 6/6 C -1.00 x 80 → 6/6
(Koreksi Astigmatisma
meningkat)
Kedudukan bola ortoforia
mata
Normal ke segala arah: Normal ke segala arah:
Gerakan Bola Mata

Palpebra Superior Edema (-) Edema (-)


Benjolan (-) Benjolan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)

8
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hematom (-) Hematom (-)
Palpebra Inferior Edema (-) Edema (-)
Benjolan (-) Benjolan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hematom (-) Hematom (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Papil (-) Papil (-)
Tarsalis Superior
Edema (-) Edema (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Papil (-) Papil (-)
Tarsalis Inferior
Edema (-) Edema (-)
Konjungtiva Bulbi Tampak jaringan Injeksi siliar (-)
fibrovaskular tebal Injeksi konjungtiva (-)
berbentuk segitiga yang Perdarahan subkonjungtiva
puncak di bagian sentral,> (-)
+ 3 mm dari tepi limbus
berwarna merah
kekuningan. Injeksi
Konjungtiva (+) Injeksi
siliar (+)
Kornea Jernih Jernih
Ulkus (-) Ulkus (-)
Infiltrate (-) Infiltrate (-)
Sikatriks (-) Sikatriks (-)
Bilik mata depan Dalam, jernih Dalam, jernih
(COA)
Iris Bulat, batas tegas, Bulat, batas tegas,
Kriptae (-) Kriptae (-)
Sinekia (-) Sinekia (-)
Pupil Bulat, berada di sentral, Bulat, berada di sentral,
diameter 3 mm, refleks diameter 3 mm, refleks
cahaya langsung dan tidak cahaya langsung dan tidak
langsung (+) langsung (+)
Lensa Jernih Jernih
Vitreus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Fundus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
TIO Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

Hasil pemeriksaan histopatologi : Didapatkan degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya


jaringan fibrovaskuler subepitelial. Kornea menunjukkan destruksi membran Bowman akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler.

9
A : Pterigium progressif grade III

P: - Terapi simptomatik

 Terapi simtomatis untuk pengobatan radang :


- Artifisial eye drop : Cenfresh 5 ml 3x2 tetes sehari
- Tetes mata kortikosteroid : Bentagentam eyedrops 5 ml 2x3 tetes tetes sehari
- Analgetik oral : Bentagentam eyedrops 5 ml 2x3 tetes tetes sehari
 Rujuk spesialis mata untuk rencana pembedahan atas indikasi pterigium :
- >3mm melewati limbus kornea
- Keluhan mata merah, berair, silau, pandangan kabur yang semakin memberat
(koreksi astigmatisme meningkat).
- Kosmetik
 Monitoring pre op :
- Keluhan Inflamasi
- Pemeriksaan Laboratorium darah lengkap
- GDS
- EKG
 Edukasi : menghindari pajanan seperti sinar matahari, asap, debu. Mengenakan topi
dan kacamata hitam saat bepergian.

H-1 Pre operasi :


S : Pasien mengatakan keluhan mata merah berkurang, gatal berkurang, tetapi mata masih
berair dan masih terasa sangat mengganjal, keluhan penglihatan membaik dengan
kacamata, demam disangkal, kotoran mata banyak disangkal.

O: Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital : Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 84 kali / menit

Respirasi : 18 kali / menit

Suhu : 36ºC

Status Oftalmologis

OD OS
Visus Sine Koreksi 6/12 6/15

Visus Kacamata
Koreksi C -2.50 x 20 → 6/6 C -1.00 x 80 → 6/6

10
(Koreksi Astigmatisma
meningkat)
Kedudukan bola ortoforia
mata
Normal ke segala arah: Normal ke segala arah:
Gerakan Bola Mata

Palpebra Superior Edema (-) Edema (-)


Benjolan (-) Benjolan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hematom (-) Hematom (-)
Palpebra Inferior Edema (-) Edema (-)
Benjolan (-) Benjolan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hematom (-) Hematom (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Papil (-) Papil (-)
Tarsalis Superior
Edema (-) Edema (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Papil (-) Papil (-)
Tarsalis Inferior
Edema (-) Edema (-)
Konjungtiva Bulbi Tampak jaringan Injeksi siliar (-)
fibrovaskular tebal Injeksi konjungtiva (-)
berbentuk segitiga yang Perdarahan subkonjungtiva
puncak di bagian sentral,> (-)
+ 3 mm dari tepi limbus
berwarna merah
kekuningan. Injeksi
Konjungtiva (+) Injeksi
siliar (+)
Kornea Jernih Jernih
Ulkus (-) Ulkus (-)
Infiltrate (-) Infiltrate (-)
Sikatriks (-) Sikatriks (-)
Bilik mata depan Dalam, jernih Dalam, jernih
(COA)
Iris Bulat, batas tegas, Bulat, batas tegas,
Kriptae (-) Kriptae (-)
Sinekia (-) Sinekia (-)

11
Pupil Bulat, berada di sentral, Bulat, berada di sentral,
diameter 3 mm, refleks diameter 3 mm, refleks
cahaya langsung dan tidak cahaya langsung dan tidak
langsung (+) langsung (+)
Lensa Jernih Jernih
Vitreus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Fundus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
TIO Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

A : Pterigium progressif grade III pre op

P: Terapi simtomatis untuk pengobatan radang :

- Artifisial eye drop : Cenfresh 5 ml 3x2 tetes sehari


- Tetes mata kortikosteroid : Bentagentam eyedrops 5 ml 2x3 tetes tetes sehari
- Analgetik oral : Asam mefenamat 3x500 mg

Terapi operatif yang dilakukan oleh spesialis mata dengan pilihan teknik pembedahan
bare sclera, slinding flap, rotational flap, conjungtival autograft.

H+1 Post operasi


S : Pasien mengatakan keluhan mata merah berkurang, mata tidak terasa gatal, tidak berair,
penglihatan pasien masih kabur, nyeri post operasi. Demam dan kotoran mata banyak
disangkal.

O: Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital : Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 kali / menit

Respirasi : 21 kali / menit

Suhu : 36,4ºC

Sekret –
Aparat lakrimalis : hiperlakrimasi -/-
Palpebra superior : Edema -/- , hiperemis -/-
Palpebra inferior : Edema -/- , hiperemis -/-
Konjungtiva tarsalis : Hiperemis -/-
Konjungtiva bulbi : Injeksi konjungtiva +/-

12
Sklera : Hiperemis -/-

Pemeriksaan refraksi : Koreksi astigmatisme mata kanan meningkat dari semula C-1,00
menjadi C-2,00

A : Pterigium progressif grade III post operatif

P: Medikamentosa :

- Cenfresh 5 ml 3x2 tetes sehari

- Cendo Xitrol 3.5 mg Salep Mata ; Dexamethasone, Neomycin sulfate, Polymyxin B sulfate

- Asam mefenamat 3x 500 mg per oral

- Kontrol satu bulan sekali untuk melihat adanya rekurensi atau tidak.

- Komplikasi post op :
1. Infeksi
2. Reaksi material jahitan
3. Diplopia
4. Conjungtival graft dehiscence
5. Corneal scarring
6. Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan vitreous, atau
retinal detachment.

- Edukasi : menghindari pajanan seperti sinar matahari, asap, debu. Mengenakan topi dan
kacamata hitam saat bepergian.

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi
Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sclera dan kelopak mata
bagian belakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva.
Konjungtiva inimengandung sel musin yang dihasilkan oleh sel goblet.2

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :


 Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal ini sukar digerakkan dari
tarsus.
 Konjungtiva bulbi, menutupi sclera dan mudah digerakan dari sclera dibawahnya.
 Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan
konjungtiva bulbi. 2

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di
bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak. 2

14
Anatomi kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,
merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan. 2

Kornea terdiri dari lima lapis, yaitu :


1. Epitel
 Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depanya melalui
desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit,
dan glukosa yang merupakan barrier.
 epitel berasal dari ektoderm permukaan.2
2. Membran Bowman
 Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
 Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.2
3. Stroma
 Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu yang
lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea
yang merupakan fibroblas terletak di antara seratkolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.2
4. Membrane descement
 Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan selendotel dan merupakan membran basalnya.
 Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal
40µm.2

15
5. Endotel
 Berasal dari mesotellium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40µm. endotel
melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.2

Kornea dipersyarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membrane bowman melepaskan selubung schwannya. Seluruh lapis
epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause
untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong
di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.2
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan system pompa
endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak
mempunyai daya regenarasi.2

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah
depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri
pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.2

16
II. Pterigium
Definisi
Menurut kamus kedokteran Dorland, pterygium adalah bangunan mirip sayap,
khususnya untuk lipatan selaput berbentuk segitiga yang abnormal dalam fisura
interpalpebralis, yang membentang dari konjungtiva ke kornea, bagian puncak (apeks)
lipatan ini menyatu dengan kornea sehingga tidak dapat digerakkan sementara bagian
tengahnya melekat erat pada sclera, dan kemudian bagian dasarnya menyatu dengan
konjungtiva. 12
Menurut American Academy of Ophthalmology, pterygium adalah poliferasi jaringan
subconjunctiva berupa granulasi fibrovaskular dari (sebelah) nasal konjuntiva bulbar yang
berkembang menuju kornea hingga akhirnya menutupi permukaannya. 13
Pterigium adalah suatu penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga, mirip daging
yang menjalar ke kornea, pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif
dan invasif .2

17
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk
daerah diatas 40olintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-36o. Terdapat
hubungan antara peningkatan prevalensi dan daerah yang terkena paparan ultraviolet lebih
tinggi di bawah garis lintang. Sehingga dapat disimpulkan penurunan angka kejadian di
lintang atas dan peningkatan relatif angka kejadian di lintang bawah.3

Mortalitas/Morbiditas
Pterygium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti dalam fungsi visual
atau penglihatan pada kasus yang kronis. Mata bisa menjadi inflamasi sehingga
menyebabkan iritasi okuler dan mata merah.3

Berdasarkan beberapa faktor diantaranya :

18
1. Jenis Kelamin
Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak
dibandingkan wanita.3
2. Umur
Jarang sekali orang menderita pterygium umurnya di bawah 20 tahun. Untuk pasien
umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien yang
berumur 20-40tahun dilaporkan mempunyai insidensi pterygium yang paling tinggi.3

Etiologi
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan
udara panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu
neoplasma, radang, dan degenerasi.2
Pterygium diduga merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, pengeringan dan
lingkungan dengan angin banyak. Faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan pterygium
antara lain uap kimia, asap, debu dan benda-benda lain yang terbang masuk ke dalam mata.
Beberapa studi menunjukkan adanya predisposisi genetik untuk kondisi ini. 12

Patofisiologi
Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan ultraviolet,
debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi
yang menjalar ke kornea.6

Pterigium ini biasanya bilateral, karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang
sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Semua kotoran pada
konjungtiva akan menuju ke bagian nasal, kemudian melalui pungtum lakrimalis dialirkan
ke meatus nasi inferior.6

Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih
banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena di samping kontak
langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung
akibat pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal konjungtiva lebih sering
didapatkan pterigium dibandingkan dengan bagian temporal.6

19
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan proliferasi
fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen
abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan
hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan
tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa
dihancurkan oleh elastase.3

Histologi, pterigium merupakan akumulasi dari jaringan degenerasi subepitel


yang basofilik dengan karakteristik keabu-abuan di pewarnaan H & E . Berbentuk ulat atau
degenerasi elastotic dengan penampilan seperti cacing bergelombang dari jaringan yang
degenerasi. Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel
diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan
displastik dan sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.9

Gejala Klinis
Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama
sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain:
 mata sering berair dan tampak merah

20
 merasa seperti ada benda asing
 timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium tersebut,
biasanya astigmatisme with the rule ataupun astigmatisme irreguler sehingga
mengganggu penglihatan
 pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan aksis visual
sehingga tajam penglihatan menurun.10

Pemeriksaan Fisik
Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sclera) pada
limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan kornea. Sclera dan selaput
lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan peradangan.11

A. Cap: Biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada kornea yang kebanyakan terdiri atas fibroblast, menginvasi dan

menghancurkan lapisan bowman pada kornea

B. Whitish: Setelah cap, lapisan vaskuler tipis yang menginvasi kornea

C. Badan: Bagian yang mobile dan lembut, area yang vesikuler pada konjunctiva bulbi, area paling ujung

Berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala (head) yang mengarah ke kornea dan badan.
Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup
oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis menurut Youngson
):
 Derajat 1 : Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
 Derajat 2 : Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2
mm melewati kornea
 Derajat 3 : Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm)

21
 Derajat 4 : Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.10

Diagnosa
Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada salah satu atau kedua
mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan atau bengkak. Kondisi ini mungkin telah ada
selama bertahun-tahun tanpa gejala dan menyebar perlahan-lahan, pada akhirnya
menyebabkan penglihatan terganggu, ketidaknyamanan dari peradangan dan iritasi. Sensasi
benda asing dapat dirasakan, dan mata mungkin tampak lebih kering dari biasanya.
penderita juga dapat melaporkan sejarah paparan berlebihan terhadap sinar matahari atau
partikel debu.11

Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visus terpengaruh. Dengan
menggunakan slitlamp diperlukan untuk memvisualisasikan pterygium tersebut.11 Dengan
menggunakan sonde di bagian limbus, pada pterigium tidak dapat dilalui oleh sonde seperti
pada pseudopterigium.10

Diagnosa Banding
1. Pinguekula
Penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang berwarna
kekuningan.6

2. Pseudopterigium
Pterigium umumnya didiagnosis banding dengan pseudopterigium yang merupakan suatu
reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus kornea. Pada pengecekan dengan sonde, sonde dapat
masuk di antara konjungtiva dan kornea.

22
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat akibat ulkus.
Sering terjadi saat proses penyembuhan dari ulkus kornea, dimana konjungtiva tertarik dan
menutupi kornea. Pseudopterigium dapat ditemukan dimana saja bukan hanya pada fissura
palpebra seperti halnya pada pterigium. Pada pseudopterigium juga dapat diselipkan sonde di
bawahnya sedangkan pada pterigium tidak. Pada pseudopterigium melalui anamnesa selalu
didapatkan riwayat adanya kelainan kornea sebelumnya, seperti ulkus kornea. Selain
pseudopterigium, pterigium dapat pula didiagnosis banding dengan pannus dan kista dermoid.6

Perbedaan pesudopterigium, penguikula dan pterigium


Pembedaan Pterigium Pinguekula Pseudopterigium
Definisi Jaringan Benjolan pada Perlengketan
fibrovaskular konjungtiva bulbi konjungtiba bulbi
konjungtiva bulbi dengan kornea yang
berbentuk segitiga cacat

Warna Putih kekuningan Putih-kuning keabu- Putih kekuningan


abuan
Letak Celah kelopak Celah kelopak mata Pada daerah
bagian nasal atau terutama bagian konjungtiva yang
temporal yang nasal terdekat dengan
meluas ke arah proses kornea
kornea sebelumnya
♂:♀ ♂>♀ ♂=♀ ♂=♀
Progresif Sedang Tidak Tidak
Reaksi kerusakan Tidak ada Tidak ada ada
permukaan kornea
sebelumnya
Pembuluh darah Lebih menonjol menonjol Normal
konjungtiva
Sonde Tidak dapat Tidak dapat Dapat diselipkan di
diselipkan diselipkan bawah lesi karena
tidak melekat pada
limbus

23
Puncak Ada pulau-pulau Tidak ada Tidak ada (tidak ada
Funchs (bercak head, cap, body)
kelabu)
Histopatologi Epitel ireguler dan Degenerasi hialin Perlengketan
degenerasi hialin jaringan submukosa
dalam stromanya konjungtiva

Terapi

1. Konservatif
a. Non Farmakologis

 Sarankan pasien untuk melindungi diri dari sinar UV: memakai topi, memakai

kacamata anti sinar UV. Hal ini dapat mengurangi resiko progesifitas pterigium

dan terjadinya inflamasi dan iritasi

 Monitor progress, ukur dan gambar diagram pertumbuhan pterigium

 Rujuk ke dokter spesialis mata jika: aksis visual terkena, terjadi astigmatisme

yang menyebabkan gangguan visus, iritasi tidak mereda dengan pengunaan obat

tetes, gangguan kosmetik tidak dapat ditoleransi

 Kompres dingin ketika terjadi inflamasi

b. Farmakologis

Pasien dengan pterigium hanya diobservasi kecuali lesi telah mencapai kornea

atau ada gejala kemerahan, ketidaknyamanan, dan perubahan fungsi visual yang

signifikan. Terapi farmakologis untuk pterigium antara lain tetes air mata buatan

(artificial tears ) dan tetes mata kortikosteroid jika terjadi peradangan.

Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2

yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik

dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan

24
kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau

mengalami kelainan pada kornea. 10

2. Bedah
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium.
Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium
tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian
superior untuk menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium
yaitu memberikan hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi
seminimal mungkin, angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C
(MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat komplikasi
dari pemakaian MMC juga cukup berat.10

A. Indikasi Operasi
1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena
astigmatismus
4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.6

B. Teknik Pembedahan
Tantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah kekambuhan,
dibuktikan dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea. Banyak teknik
bedah telah digunakan, meskipun tidak ada yang diterima secara universal karena
tingkat kekambuhan yang variabel. Terlepas dari teknik yang digunakan, eksisi
pterigium adalah langkah pertama untuk perbaikan. Banyak dokter mata lebih
memilih untuk memisahkan ujung pterigium dari kornea yang mendasarinya.
Keuntungan termasuk epithelisasi yang lebih cepat, jaringan parut yang minimal
dan halus dari permukaan kornea.1
1. Bare sclera : bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva dengan
permukaan sklera. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat rekurensi
pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-75%.
2. Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk
memungkinkan dilakukannya penempatan flap.

25
3. Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka bekas eksisi
untuk membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian diletakkan
pada bekas eksisi.
4. Conjungtival autograft : menggunakan free graft yang biasanya diambil dari
konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran luka kemudian
dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat jaringan (misalnya
Tisseel VH, Baxter Healthcare, Dearfield, Illionis).

Teknik Operasi Pterigium

Eksisi pterigium umunya dilakukan dengan setting rawat jalan dibawah anastesi

topical atau local, dan jika diperlukan dengan sedasi. Sebuah penelitian tentang eksisi

pterigium dengan pemberian mitomycin C dan amniotic graft (untuk mencegah

kekambuhan), mendapatkan hasil bahwa sel endotelial yang dapat dihilangkan dengan

metode bare sclera sebanyak 3,4% dan dengan metode subkonjungtiva sebanyak 4.8 %.

Penggunaan mitomycin C dalam konsentrasi rendah (0,01%) tidak menimbulkan

komplikasi yang serius dan efektif untuk mencegah kekambuhan. Setelah operasi, mata

ditutup semalam, dan diberi antibotik topical dan tetes mata anti inflamasi.

C. Terapi Tambahan

26
Tingkat kekambuhan tinggi yang terkait dengan operasi terus menjadi masalah,
dan terapi medis demikian terapi tambahan telah dimasukkan ke dalam pengelolaan
pterygia. Studi telah menunjukkan bahwa tingkat rekurensi telah jatuh cukup
dengan penambahan terapi ini, namun ada komplikasi dari terapi tersebut.1

MMC telah digunakan sebagai pengobatan tambahan karena kemampuannya


untuk menghambat fibroblas. Efeknya mirip dengan iradiasi beta. Namun, dosis
minimal yang aman dan efektif belum ditentukan. Dua bentuk MMC saat ini
digunakan: aplikasi intraoperative MMC langsung ke sclera setelah eksisi
pterygium, dan penggunaan obat tetes mata MMC topikal setelah operasi.
Beberapa penelitian sekarang menganjurkan penggunaan MMC hanya
intraoperatif untuk mengurangi toksisitas.1

Beta iradiasi juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan, karena


menghambat mitosis pada sel-sel dengan cepat dari pterygium, meskipun tidak ada
data yang jelas dari angka kekambuhan yang tersedia. Namun, efek buruk dari
radiasi termasuk nekrosis scleral , endophthalmitis dan pembentukan katarak, dan
ini telah mendorong dokter untuk tidak merekomendasikan terhadap
penggunaannya.1

Untuk mencegah terjadi kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan dengan


pemberian:
1. Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5 hari,
bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1 tetes/hari kemudian
tappering off sampai 6minggu.
2. Mitomycin C 0,04% (0,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari, diberikan
bersamaan dengan salep mata dexamethasone.
3. Sinar Beta.
4. Topikal Thiotepa (triethylene thiophosphasmide) tetes mata : 1 tetes/ 3 jam
selama 6minggu, diberikan bersamaan dengan salep antibiotik
Chloramphenicol, dan steroidselama 1 minggu.6

Komplikasi
1. Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut

27
 Gangguan penglihatan-Mata kemerahan
 Iritasi
 Gangguan pergerakan bola mata.
 Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea
 Dry Eye sindrom. 3
2. Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:
 Infeksi
 Ulkus kornea
 Graft konjungtiva yang terbuka
 Diplopia
 Adanya jaringan parut di kornea. 3

Yang paling sering dari komplikasi bedah pterigium adalah kekambuhan. Eksisi bedah
memiliki angka kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-80%. Angka ini bisa dikurangi sekitar
5-15% dengan penggunaan autograft dari konjungtiva atau transplant membran amnion
pada saat eksisi.3

Pencegahan

Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan, petani
yang banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai kacamata
pelindung sinar matahari.6

Follow up

Menilai adanya komplikasi post operasi, seperti diplopia akibat terpotongnya musculus
rectus oculi medial, ditemukan adanya perforasi kornea, penilaian strabismus dari gerakan
bola mata, pada graft konjuntivanya ada yang terbuka atau tidaknya, dan tanda-tanda
peradangan pada intraokuler akibat otot terpotong.14

Prognosis
Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik. Kekambuhan
dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes mata atau beta radiasi.6

28
Eksisi pada pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur yang baik dapat
ditolerir pasien dan disamping itu pada beberapa hari post operasi pasien akan merasa
tidak nyaman, kebanyakan setelah 48 jam pasca operasi pasien bisa memulai aktivitasnya. .
Pasien dengan pterygia yang kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan grafting
dengan konjungtiva / limbal autografts atau transplantasi membran amnion pada pasien
tertentu.3

29
BAB III

ANALISA KASUS

Teori Kasus
Anamnesis  Mata sering berair dan Pasien datang ke Poliklinik
tampak merah Mata RS Polri dengan keluhan
 merasa seperti ada benda mata kanan terasa seperti
asing mengganjal sejak 1 bulan
 timbul astigmatisme sebelum masuk rumah sakit. 1
akibat kornea tertarik Minggu terakhir keluhan dirasa
oleh pertumbuhan semakin memberat. Pasien
pterigium tersebut, juga mengeluh mata kanannya
sehingga merah dan berair.
mengganggu penglihatan
Pasien memiliki riwayat
pada pterigium yang
astigmatisma yang bertambah
lanjut (derajat 3 dan 4)
selama 1 tahun terakhir.
dapat menutupi pupil dan
aksis visual sehingga
tajam penglihatan
menurun.
Etiologi - Pterygium diduga merupakan - Pasien sering bepergian
fenomena iritatif akibat sinar keluar rumah dan diantar
ultraviolet, pengeringan dan oleh dengan menggunakan
lingkungan dengan angin sepeda motor tanpa
banyak. Faktor lain yang menggunakan kacamata
menyebabkan pertumbuhan dan tanpa menutup kaca
pterygium antara lain uap helm.
kimia, asap, debu dan benda-
benda lain yang terbang
masuk ke dalam mata.
Pemeriksaan Ditemukan Jaringan Konjungtiva bulbi OD: Tampak
fibrovaskular konjungtiva bulbi jaringan fibrovaskular tipis
berbentuk segitiga berwarna berbentuk segitiga yang puncak

30
putih kekuningan pada celah di bagian sentral, + 1 mm dari
kelopak bagian nasal atau tepi limbus sampai sudut dalam
temporal yang meluas ke arah mata kanan berwarna putih
kornea. Dapat dibagi menjadi 4 kekuningan (Pterigium grade I).
(Gradasi klinis menurut
Youngson ):

 Derajat 1 : Jika
pterigium hanya terbatas
pada limbus kornea
 Derajat 2 : Jika
pterigium sudah melewati
limbus kornea tetapi tidak
lebih dari 2 mm melewati
kornea
 Derajat 3 : Jika
pterigium sudah melebihi
derajat dua tetapi tidak
melebihi pinggiran pupil
mata dalam keadaan
cahaya normal (diameter
pupil sekitar 3-4 mm)
 Derajat 4 : Jika
pertumbuhan pterigium
sudah melewati pupil
sehingga
mengganggu penglihatan.

31
Tatalaksana Non Farmakologis - Cendo Cenfressh 5 ml 3x2
tetes sehari
- Sarankan pasien untuk
- Cendo Vitrolenta 5 m 3x1
melindungi diri dari sinar UV:
tetes sehari
memakai topi, memakai - Optimax 2x1 kaplet sehari

kacamata anti sinar UV. Hal ini

dapat mengurangi resiko

progesifitas pterigium dan

terjadinya inflamasi dan iritasi

- Monitor progress, ukur dan

gambar diagram pertumbuhan

pterigium

- Rujuk ke dokter spesialis mata

jika: aksis visual terkena, terjadi

astigmatisme yang menyebabkan

gangguan visus, iritasi tidak

mereda dengan pengunaan obat

tetes, gangguan kosmetik tidak

dapat ditoleransi

- Kompres dingin ketika terjadi

inflamasi

Farmakologis

- Pasien dengan pterigium hanya

diobservasi kecuali lesi telah

mencapai kornea atau ada gejala

kemerahan, ketidaknyamanan,

32
dan perubahan fungsi visual yang

signifikan. Terapi farmakologis

untuk pterigium antara lain tetes

air mata buatan (artificial tears )

dan tetes mata kortikosteroid jika

terjadi peradangan.

Bedah

- Pada pterigium derajat 3-4

Indikasi Operasi
1. Pterigium yang menjalar ke
kornea sampai lebih 3 mm dari
limbus
2. Pterigium mencapai jarak lebih
dari separuh antara limbus dan
tepi pupil
3. Pterigium yang sering
memberikan keluhan mata
merah, berair dan silau karena
astigmatismus
4. Kosmetik, terutama untuk
penderita wanita.

33
Daftar Pustaka

1. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. Management
of Pterygium http://www.aao.org/aao/publications/eyenet/201011/pearls.cfm?
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007. hal:2-6, 116
– 117
3. Jerome P Fisher, PTERYGIUM. 2009
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
4. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach; Edisi 6.
Philadelphia:Butterworth Heinemann Elsevier. 2006 :242-244.
5. Miller SJH. Parson’s Disease of The Eye. 18th ed. London : Churchill Livingstone
;1996. p.142
6. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata. Edisi III
penerbitAirlangga Surabaya. 2006. hal: 102 – 104
7. Voughan & Asbury. Oftalmologi umum , Paul Riordan-eva, John P. Whitcher edisi
17Jakarta : EGC, 2009 Hal 119
8. www.en.wikipedia.org/wiki/Pterygium_(conjunctiva)
9. www.eyewiki.aao.org/Pterygium
10. www.inascrs.org/pterygium/
11. www.mdguidelines.com/pterygium18
12. Anderson, Dauglas M., et all. 2000. Dorland’s Illistrated Medical Dictionary. 29th.
Philadelphia: W.B. Saunders Company.
13. American Academy of Ofthalmology. 2012. www.AAO.org
14. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. 2012. Management of
Pterygium. http://www.aao.org/aao/publications/eyenet/201011/pearls.cfm

34

Anda mungkin juga menyukai