Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

A.   DEFINISI
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo
Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.
hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi.
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitasi terhadap sarcoptes scabiei varian homonis dan
produknya,Beberapa sinonim penyakit ini yaitu :Kudis,the
Itch,guding,Budukan,Gatal agogo.

B.   EPIDEMIOLOGI

        Skabies merupakan penyakit epidemic pada banyak masyarakat


,ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik scabies
.Penyakit ini banyak di jumpai pada anak dan orang dewasa muda
,tetapi dapat juga mengenai semua umur ,insidensi semua pada pria
dan wanita.

        Insidensi skabies pada negara berkembang menunjukkan siklus


fluktasi yang sampai saat ini belum dapat di jlaskan , interval dari akhir
suatu  epidemik pada permulaan epidemik  berikutnya kurang lebih 10-
15 tahun,Beberapa faktor yang dapat mempengaruh penyebarannya
adalah kemiskinan,hygiene yang jelek,seksual promiskuitas,diagnosis
yang salah,demogarfi ,ekologi dan derajat sensitasi individual,insidensi
di indonesia masih cukup tinggi ,terendah di sulawesi utara ,dan tertinggi
di jawa barat.

C.   ETIOLOGI

        Sarcoptes scabiei termasuk filum arthopoda kelas arachnida,ordo


ackarina,superfamili sarcoptes ,pada manusia disebut sarcoptes scabiei
var homini,sedangkan varietas pada mamalia lain dapat menginvestasi
manusia tetapi tidak hidup lama.

        Secara marfologik merupakan tungau kecil,berbentuk


oval,punggungnya cembung dan bagian perutnya rata,tunggau ini
transient,berwarna putih kotor dan tidak bermata tungau betina
panjangnya 300-450 mikron,sedangkan tungau jantan lebih kecil kurang
lebih setengahnya yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron Bentuk
dewasa mempunyai 4 pasang kaki dan bergerak dengan kecepatan 2,5
cm permenit di permukaan kulit.
        Sarcoptes scabiei betina setelah dibuahi mencari lokasi yang
tepat di permukaan kulit untuk kemudian membentuk terowongan,
dengan kecepatan 0,5 mm – 5 mm per hari. Terowongan pada kulit
dapat sampai ke perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum.
Di dalam terowongan ini tungau betina akan tinggal selama hidupnya
yaitu kurang lebih 30 hari dan bertelur sebanyak 2-3 butir telur sehari.

        Telur akan menetas setelah 3-4 hari menjadi larva yang akan
keluar ke permukaan kulit untuk kemudian masuk kulit lagi dengan
menggali terowongan biasanya sekitar folikel rambut untuk melindungi
dirinya dan mendapat makanan. Setelah beberapa hari, menjadi bentuk
dewasa melalui bentuk nimfa. Waktu yang diperlukan dari telur hingga
bentuk dewasa sekitar 10-14 hari. Tungau jantan mempunyai masa
hidup yang lebih pendek dari pada tungau betina, dan mempunyai peran
yang kecil pada patogenesis penyakit. Biasanya hanya hidup
dipermukaan kulit dan akan mati setelah membuahi tungau  betina.

        Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar


selama lebih kurang 7 – 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang
tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi,
karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat
terserang.

Sarcoptes scabiei var hominis


D.   PATOGENESIS

        Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies,


tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena
bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat,
menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi
disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang
memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu
kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul,
vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang
terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.

E.   GEJALA KLINIS SKABIES

Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah,iritasi dan rasa gatal


pada kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, siku, selangkangan,
dan lipatan paha. Gejala lain adalah munculnya garis halus yang
berwarna kemerahan di bawah kulit yang merupakan terowongan yang
digali Sarcoptes betina. Gejala lainnya muncul gelembung berair
(vesikel) pada kulit.

Gambar lesi skabies


Ada 4 tanda cardinal (Handoko, R, 2005) :
a.    Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan
karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan
panas.
b.    Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi.
Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya,
sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau
tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh
anggota keluarganya terkena, walaupun mengalami infestasi tungau,
tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa
(carrier).
c.     Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,
rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau
vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf
(pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya
merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela
jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat
ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong,
genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat
menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
d.    Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal
tersebut.

F.    DASAR PENEGAKKAN DIAGNOSIS PENYAKIT SKABIES

1.     Anamnesis
Menurut Rahariyani (2007), beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam
anamnesis antara lain:
1.      Biodata
Perlu dikaji secara lengkap untuk umur, penyakit scabies bisa menyerang semua
kelompok umur, baik anak-anak maupun dewasa bisa terkena penyakit ini,
tempat, paling sering di lingkungan yang kebersihannya kurang dan padat
penduduknya seperti asrama dan penjara.
2.      Keluhan Utama
Biasanya penderita datang dengan keluhan gatal dan ada lesi pada kulit.
3.      Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya penderita mengeluh gatal terutama malam hari dan timbul lesi
berbentuk pustule pada sela-sela jari tangan, telapak tangan, ketiak, areola
mammae, bokong, atau perut bagian bawah. Untuk menghilangkan gatal,
biasanya penderita menggaruk lesi tersebut sehingga ditemukan adanya lesi
tambahan akibat garukan.
4.      Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan scabies kecuali kontak
langsung atau tidak langsung dengan penderita.
5.      Riwayat penyakit keluarga
Pada penyakit skabies, biasanya ditemukan anggota keluarga lain, tetangga atau
juga teman yang menderita, atau mempunyai keluhan dan gejala yang sama.
6.      Psikososial
Penderita skabies biasanya merasa malu, jijik, dan cemas dengan adanya lesi
yang berbentuk pustul. Mereka biasanya menyembunyikan daerah-daerah yang
terkena lesi pada saat interaksi sosial.
7.      Pola kehidupan sehari-hari
Penyakit skabies terjadi karena hygiene pribadi yang buruk atau kurang
(kebiasaan mandi, cuci tangan dan ganti baju yang tidak baik). Pada saat
anamnesis, perlu ditanya secara jelas tentang pola kebersihan diri penderita
maupun keluarga. Dengan adanya rasa gatal dimalam hari, tidur penderita
sering kali terganggu. Lesi dan bau yang ridak sedap, yang tercium dari sela-
sela jari atau telapak tangan akan menimbulkan gangguan aktivitas dan interaksi
sosial.

2.     Pemeriksaan Fisik
Menurut Harahap (2000), dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa:
1.     Terowongan berupa garis hitam, lurus, berkelok, atau terputus-putus, berbentuk
benang.
2.     Papula, urtikaria, ekskoriasi dalam perubahan eksematous ialah lesi-lesi
sekunder yang disebabkan sensitisasi terhadap parasit, serta ditemukan
eksantem.
3.     Terlihat infeksi bakteri sekunder dengan impegtinasi dan furunkulosis.
     
Lokasi biasanya pada tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti: sela-
sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak
bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna
(pria) dan perutbagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tngan dan
kaki bahkan diseluruh permukaan kulit, sedangkan pada remaja dan dewasa
dapat timbul pada kulit kepala dan wajah (Siregar, 2005).
Sifat-sifat lesi berupa papula dan vesikel milier sampai lentikuler disertai
ekskoriasi. Bila terjadi infeksi sekunder tampak pustule lentiuler. Lesi yang
khas adalah terowongan (kanalikulus) milier, tampak berasal dari salah satu
papula atau vesikel, panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu-abu. Ujung
kanalikuli adalah tempat persembunyian dan bertelur Sarcoptes
scabiei (Siregar, 2005).

3.     Pemeriksaan Penunjang

Menurut Tabri (2005), diagnosis pasti ditegakkan dengan


ditemukannya  tungau pada pemeriksaan mikroskopis yang dapat dilakukan
dengan berbagai  cara, yaitu:
1.     Kerokan kulit.
Minyak mineral diteteskan di atas papul atau terowongan baru yang  masih
utuh, kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel steril untuk  mengangkat
atap papul atau terowongan, lalu diletakkan di atas gelas  objek, di tutup dengan
gelas penutup, dan diperiksa di bawah mikroskop.  Hasil positif apabila tampak
tungau, telur, larva, nimfa, atau skibala.  Pemeriksaan harus dilakukan dengan
hati-hati pada  bayi dan anak-anak  atau pasien yang tidak kooperatif

2.     Mengambil tungau dengan jarum.


Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap,
lalu  digerakkan secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum
dan  dapat diangkat keluar.
3.     Epidermal shave biopsi.
Mencari terowongan atau papul yang dicurigai pada sela jari antara ibu jari dan
jari telunjuk, lalu dengan hati-hati diiris pada puncak lesi dengan  scalpel no.16
yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi  dilakukan sangat
superficial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak memerlukan anestesi.
Spesimen kemudian diletakkan pada gelas objek, lalu  ditetesi minyak mineral
dan periksa di bawah mikroskop.
4.     Tes tinta Burrow.
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus  dengan
alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang  karakteristik
berbelok-belok karena adanya tinta yang masuk. Tes ini  mudah sehingga dapat
dikerjakan pada bayi/anak dan pasien nonkooperatif.
5.     Kuretasi terowongan.
Kuretasi superficial sepanjang sumbu terowongan atau pada puncak papul, lalu
kerokan diperiksa dibawah mikroskop setelah ditetesi minyak mineral. Cara ini
dilakukan pada bayi, anak-anak dan pasien nonkooperatif.

G.  PENGOBATAN
Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam
bentuk topikal antara lain:
1.     Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20%  dalam bentuk
salep atau krim.
Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak   25 M.
Cara pemakaiannya: sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah
mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut.
 Keuntungannya: harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya
pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.Bila kontak dengan jaringan
hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide dan pentathionic
acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara umum sulfur
bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta
efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi.
 Kerugian/Efek samping: pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.
2.     Emulsi benzil-benzoat (20-25%)
Benzil benzoat adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam peru.
 Cara Kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik pada tungau skabies.
 Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam
dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi
12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur
dan secara kosmetik bisa diterima.
 Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada
wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak
menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan
dermatitis alergi. Terapi ini  dikontraindikasikan pada wanita hamil dan
menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih
efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies.

3.     Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane ; Lindane

 Cara Kerja: Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah


sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane
diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian
keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang
kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau.
Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.
 Cara Pemakaian:  Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau
dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh
tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion.
Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu.
Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh
pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan
Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi
pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.
 Efek Samping: Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP,
kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi.
Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala,
mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari
kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa
bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan
darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pancytopenia.

4.     Krotamiton 10%
Krotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau
lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%.
 Cara pemakaian: Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari
selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher
ke bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah aplikasi kedua.
 Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka
panjang.Beberapa ahli beranggapan bahwa Krotamiton krim ini tidak memiliki
efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Krotamiton 10% dalam krim atau
losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil,
bayi dan anak kecil.

5.     Permetrin dengan kadar 5%

 Cara kerja: Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan cara
mengganggu polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan
natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi
paralise parasit. Obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan scabies
karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan
keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat
dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat dan
sebum, dan juga melalui urin. Belum pernah dilaporkan resistensi setelah
penggunaan obat ini.
 Cara pemakaian: Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan
selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa
dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin jarang
diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2 bulan, wanita hamil dan
ibu menyusui. Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak lama
sekitar 2 jam.
 Efek samping:  jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan gatal, namun
mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang sensitive
dan  terekskoriasi.

H.  UPAYA PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang
yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal
skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran
scabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang
masih dalam periode inkubasi asimptomatik. Selain itu untuk mencegah
terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan pakaian yang digunakan
dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan udara panas
karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain
pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (Orkin, 2005)

I.      DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding skabies adalah (Siregar, R.S,1996):

a)    Prurigo
Diagnosis banding berupa prurigo hampir menimbulkan gejala yang
sama dengan skabies. Namun biasanya pada prurigo ditemukan papel-
papel yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor ekstremitas. Hal ini
berbeda dengan predileksi dari skabies yang cenderung mengenai
bagian tubuh yang memiliki stratum korneum kulit yang tipis, seperti
sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, ketiak, dll.

Gambar kerion
b)    Gigitan serangga
Diagnosis banding gigitan serangga biasanya gejalanya jelas timbul
sesudah ada gigitan. Efloresensinya urtikaria papuler yang hampir sama
dengan skabies.

c)     Folikulitis
Perbedaannya dengan skabies adalah bahwa pada folikulitis
biasanya disertai nyeri berupa pustule miliar dikelilingi daerah yang
eritema.

Gambar lesi folikulitis superfisialis. Pustul multiple terlihat pada


daerah jenggot.

DAFTAR PUSTAKA

Aisah S.2007. Creeping Eruption dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi


Kelima. Penerbit Fakultas Kedokteran FKUI.
Djuanda, A., Hamzah,M. Aisah, S. 2010 Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi
keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Handoko R, Djuanda A, Hamzah M. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4.
Jakarta: FKUI.
Handoko R. 2008. Skabies. Dalam: Adhi D, Mochtar M, Siti A, editor. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin Edisi 5. Cetakan ke 3. Jakarta. Balai Penerbit FK UI.
Harahap M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates.

Anda mungkin juga menyukai