Rumah Tangga
Ferryal Basbeth
Departemen Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jl. Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat
Email: fbasbeth19100@yahoo.com
Sejarah Global
UUD 1945 (Amandemen) : Pasal 29 G ayat (1) “Setiap
orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”
pasal 28H ayat (2) “Setiap orang berhak mendapat
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan”
Deklarasi Hak Asasi Manusia 1946 diskriminasi dan
kekerasan terhadap perempuan sebagai bentuk pelanggaran
hak asasi manusia
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan (CEDAW)1979
Indonesia sendiri meratifikasi Konvensi CEDAW ini pada tahun 1984
Deklarasi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Sidang Umum PBB
ke 85, 20 Desember 1993 kekerasan terhadap perempuan
merupakan pelanggaran hak-hak asasi, dan kebebasan fundamental
perempuan.
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
Pasal 33 “ Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan,
penghukuman, atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi,
merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya dan Setiap
orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan
penghilangan nyawa”.
23 Oktober 2002 lahirlah kesepakatan yang ditandatangani oleh 3
Mentri dan 1 kapolri yaitu KATMAGATRIPOL kesepakat yang
berisi penjelasan pelayanan terpadu korban kekerasan terhadap
perempuan
Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan
(UUPKDRT) ditanda tangani setelah 20 tahun ratifikasi CEDAW yaitu
tahun 2004
Akar Masalah dan Penyebab
Terjadinya Kekerasan Berbasis
Gender
Ketimpangan kekuasaan antara
perempuan, dan laki-laki
Nilai-nilai patriarki yang dianut
secara luas Buku ajar yang tidak
responsif gender
Ketimpangan kekuasaan
dipengaruhi oleh nilai sosial budaya
yang menempatkan perempuan
pada posisi lebih rendah dari laki-
laki
Faktor risiko yang berperan
pada tindak kekerasan:
1. Tingkat individu pengalaman kekerasan semasa kanak-kanak
yaitu menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga antar suami-
isteri, tidak adanya atau penolakan terhadap figur ayah, atau
kebiasaan minum alkohol
2. Tingkat hubungan/interaksi dengan pasangan, konflik
perkawinan dan kendali laki-laki terhadap harta dan pengambilan
keputusan dalam keluarga.
3. Tingkat lingkungan kecil/tingkat keluarga
Kemiskinan, yaitu: kehidupan keluarga yang kacau
disebabkan ekonomi yang tidak mencukupi, adanya
anggota keluarga yang sakit-sakitan;
Keluarga yang tidak saling mencinta dan menghargai
4. Tingkat masyarakat luas dipaksakannya peran laki-laki dan
perempuan,toleransi terhadap hukuman fisik bagi perempuan,
menerima kekerasan sebagai sarana untuk memberikan persepsi
bahwa laki-laki mempunyai kepemilikan terhadap perempuan.
Definisi Kekerasan Dalam Rumah
Tangga
Mitos Fakta
Kekerasan terhadap istri hanya Kekerasan terhadap istri juga
terjadi pada pasangan yang terjadi pada pasangan yang
memulai perkawi-nan tanpa dasar memulai perkawinan atas dasar
cinta. cinta.
Suami yang melakukan kekerasan Suami yang melakukan kekerasan
terhadap istri adalah suami yang terhadap istrinya juga
rendah tingkat pendidikannya. berpendidikan menengah, bahkan
Kekerasan terhadap istri terjadi pendidikan tinggi.
pada keluarga dengan kondisi Kekerasan terhadap istri terjadi di
sosial-konomi yang rendah. se-mua tingkat sosial-ekonomi
Suami yang melakukan kekerasan keluarga.
ter-hadap istrinya adalah suami Suami yang melakukan kekerasan
pemabuk, stress berat, tidak selalu pemabuk, stress berat,
berpengarai kasar atau mengaami berperangai kasar (bahkan justru
gangguan jiwa. berperilaku baik di masyarakat)
Suami melakukan kekerasan atau mengalami gangguan jiwa.
terhadap istrinya karena istrinya Istri yang menjadi korban
cerewet, tidak patuh dan kekerasan suami biasanya justru
menjengkelkan hati suami tipe istri yang pendiam, penurut,
dan suka mengalah.
Insidens
Studi mengenai KDRT yang dilakukan
oleh WHO di 10 negara menunjukkan
bahwa kekerasan yang dilakukan suami
merupakan bentuk kekerasan yang
paling sering terjadi pada kehidupan
seorang wanita, bahkan lebih sering
dibandingkan kekerasan atau perkosaan
yang dilakukan oleh orang asing
maupun orang yang dikenal.
Data mengenai kasus kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT) di Indonesia
masih sulit di dapat
Bentuk-bentuk Kekerasan
Kekerasan Fisik
Kekerasan Psikis
Kekerasan Ekonomi
Siklus Kekerasan Dalam Rumah
Tangga
the acute
The Tension
battering
Building
incident
Phase
phase
tranquil
phase
Dampak Kekerasan Dalam
Rumah Tangga
Merugikan kesehatan reproduksi perempuan di samping
merugikan aspek-aspek kesejahteraan fisik dan mental-
emosional
Dampak kekerasan fisik. Dampak kekerasan fisik tersebut
meliputi memar, patah tulang, terkilir, cacat fisik,
kerusakan organ reproduksi, gangguan organ reproduksi,
gangguan menstruasi, kerusakan rahim, keguguran,
terjangkit penyakit menular seksual, dan yang paling
fatal adalah kematian.
Dampak kekerasan yang dilakukan suami tidak hanya
akan dialami oleh istri saja, namun juga dapat menimpa
anak-anak yang tinggal dalam keluarga dengan
kekerasan
Kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga membuat
masyarakat tidak sehat
Mengapa Underreported?
Isu kekerasan terhadap perempuan merupakan isu
yang sangat sensitif, cenderung ditutup-tutupi karena
alasan dan kepentingan, termasuk oleh korbannya.
Karenanya, fakta kekerasan terhadap perempuan
sangat sulit diungkap secara utuh apalagi di kuantifikasi
Korban menganggap kekerasan yang dilakukan
pasangannya merupakan suatu kekhilafan
Adanya rasa cinta dan sayang terhadap pasangan
dan berusaha memaklumi dan mengerti perlakuan
pasangannya
Mitos-mitos yang terkait dengan kekerasan terhadap
perempuan masih sangat kuat diyakini oleh masyarakat
termasuk korbannya, seperti norma yang mendukung
perilaku laki-laki dapat mengendalikan perempuan dan
mengajarkan seorang isteri tidak boleh melawan suami,
kekerasan yang terjadi di dalam keluarga merupakan
suatu aib yang tidak pantas diketahui orang lain
Ada rasa takut untuk ditinggal oleh pasangan
Penanganan dan Hambatan Penanganan
dalam Kekerasan Dalam Rumah
Tangga
pembuktian hukum
PENCATATAN
Hari, Tanggal dan Jam Pemeriksaan
Identitas pasien/korban
Anamnesa
Pemeriksaan Fisik Umum
Status Lokalis Luka
Pemeriksaan Penunjang & Hasil
Diagnosa
Tindakan/Pengobatan
Tanda tangan pemeriksa
IDENTITAS
Data Umum :
Nama, Umur, Jenis kelamin, Warga
negara, Agama, Pekerjaan, Alamat
Sesuaikan dengan SPV (bila ada)
Konfirmasi ulang
ANAMNESA
Riwayat peristiwa
WHAT, WHEN, WHERE, HOW, WHO
Perlukaan
Penyebab perlukaan
Pengobatan
Riwayat sakit atau luka
sebelumnya
Pemeriksaan fisik umum
PENGANTAR :
“BANYAK DIANTARA PASIEN KAMI MENGALAMI
KETEGANGAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN
SUAMI, … dst “
TAK LANGSUNG :
“GEJALA YANG IBU ALAMI MUNGKIN AKIBAT
STRES. APAKAH IBU DAN SUAMI SEDANG
BERTENGKAR?”
LANGSUNG :
“APAKAH SUAMI PERNAH MENYAKITI?”
PEMERIKSAAN FISIK
Menyeluruh
Umum
Lokal pada (dugaan) cedera
Ginekologis
Dapat dituntun oleh temuan dalam
anamnesa
Berpedoman pada standar
Dapat dibantu dengan pemeriksaan
radiologis, USG, dll
TANDA KDRT
Tidak mengutarakan sendiri
Diawasi terus oleh pasangannya
Keluhan kronis tanpa penyakit
Cedera yang tak jelas sebabnya
Trauma fisik pada kehamilan
Riwayat percobaan bunuh diri
Terlambat cari pertolongan medis
Cedera bilateral atau multiple
Beberapa cedera dengan berbagai tahap
penyembuhan
Cedera yang tidak sesuai dengan
keterangan
Infeksi trauma urogenital
Sindrom gangguan pencernaan
Gangguan seksual
Gangguan mental
Luka Spesifik
Interpretasikan dengan tajam:
Nilai derajad keparahan, Lokasi, jumlah,
bentuk yang khas
Marginal hemarrhage
Jerat, Cekikan
Luka tusuk, Bacok, Tembak
Luka bakar : Rokok, setrika
Patah tulang
KULIT DAN RAMBUT
Cedera :
Memar,
Lecet
Luka terbuka
Jaringan parut
Hiper atau hipopigmentasi
Alopecia
Kuku-kuku
WAJAH