Anda di halaman 1dari 17

KONSEP DASAR ASFIKSIA

1. DEFINISI

Asfiksia adalah perubahan patologis yang disebabkan oleh kekurangan


oksigen dalam udara pernafasan yang mengakibatkan hipoksia dan hiperkapnia
(Dorland,2002). Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum
lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau
masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan
(Asuhan Persalinan Normal, 2007).

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahirSubianto,2009).
Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau
segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila
penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan
dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 2002).

Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada


bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi. Asidosis, gangguan kerdiovaskular
serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab
utama kegagalan adaptasi bayi baru lahir (James, 1958). Kegagalan ini akan
sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari pertama
setelah lahir (James, 1959).

Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan


dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin

1
timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu
dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.

2. ETIOLOGI

Faktor penyebab terjadinya asfiksia neonatorum menurut Winkjosastro, 2002


adalah sebagai berikut:

1. Faktor dari pihak janin


a. Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat
b. Defresi pernapasan karena obat-obat anastesi dan analgesic yang diberikan
pada ibu, perdarahan intra kranial, dan kelainan bawaan.
2. Faktor dari pihak ibu
a. Gangguan HIS
b. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan misalnya pada plasenta
previa
c. Hipertensi pada eklampsia
d. Gangguan mendadak pada plasenta
e. Partus lama atau partus macet
f. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
g. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
3. Faktor Neonatus
a. Trauma persalinan, perdarahan rongga tengkorak
b. Kelainan bawaan, hernia diafragmatik atresia atau stenosis jalan nafas

Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi


untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka
hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya
tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau
(sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu,
penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan
persalinan.

3. PATOFISIOLOGI

Selama kehidupan di dalam rahim,paru-paru janin tidak berperan dalam


pertukaran gas karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2

2
keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru-paru janin tidak berisi udara,
sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru
janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalamparu- paru saat ini
sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena
konstriksi dari arteriol dalam paru-paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru
akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam
arteriol paru.

Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis),
pada saat ini paru-paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan
mengembang lalu udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan
meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan
mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara memadai.
Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya
tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang
sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam aorta akan mulai memberi aliran
darah yang cukup berarti kedalam arteriol paru yang mulai mengembang, Duktus
Arteriosus (DA)akan tetap tertutup sehingga bentuksirkulasi ekstrauterin akan
dipertahankan.

Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan
penurunan perfusi paru-paru yang berlanjut dengan asfiksia pada awalnya akan
terjadi konstriksi arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga
penyediaanoksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan meningkat.
Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan
cardiac outputsehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital
dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy” (HIE)
yang akan memberikan gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan
kematian bayi baru lahir. “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy” (HIE) ini pada
bayi baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam bila tidak diatasi
secara cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997).

3
4. KLASIFIKASI ASFIKSIA

Asfiksia Neonatorum dapat dibagi dalam tiga klasifiasi yaitu:

1) Asfiksia neonatorum ringan/ Vigorus Baby : Skor APGAR 7-10.


Dalam kondisi ini anak dianggap sehat, dan tidak memerlukan
tindakan istimewa atau khusus.
2) Asfiksia neonatorum sedang/ Mild-Moderate Asphyksia : Skor
APGAR 4-6.
Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada.
3) Asfisia neonatorum berat : Skor APGAR 0-3.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang
pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia yang lebih berat,terjadi
asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang
tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung
menghilang post partum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat.

5. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala terjadinya asfiksia neonatorum menurut Nadasuster (2003)


adalah:

a. Hipoksia
b. RR >6x/menit atau <3x/menit

4
c. Nafas megap-megap/gasping sampai terjdi henti napas
d. Bradikardi
e. Tonus otot berkurang
f. Warna kulit sianotik/pucat

Gejala klinis bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi


pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut,
gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan
tonus neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki
periode apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara
lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis dan nadi
cepat.

Berikut ini adalah gejala lanjut pada asfiksia :

1. Pernafasan megap-megap dalam

2. Denyut jantung terus menurun

3. Tekanan darah mulai menurun

4. Bayi terlihat lemas (flaccid)

5. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)

6. Meningkatnya tekanan CO2 darah (PaO2)

7. Menurunnya PH (akibat asidosis respiratorik dan metabolik)

8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob

9. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular

10. Pernafasan terganggu

11. Detak jantung berkurang

12. Reflek atau respon bayi melemah

5
13. Tonus otot menurun

14. Warna kulit biru atau pucat

Diagnosis asfiksia neonatorum juga dapat ditegakkan dengan cara


menghitung nilai APGAR, memperhatikan keadaan klinis, adanya sianosis,
bradikardi dan hipotoni. Pemeriksaan dan kardiotokografi (KTG) nilai
APGAR 7-10 dikategorikan sebagai asfiksia ringan atau bayi normal, nilai
APGAR 4-6 dikategorikan sebagai asfiksia sedang, nilai APGAR 1-3
dikategorikan sebagai asfiksia berat.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Analisa darah (ph kurang dari 7,20)

b. Penilaian apgas scor meliputi (warna kulit,usaha bernafas dan tonus otot)

c. Pemeriksaan EEG dan CT jika sudah terjadi komplikasi

d. Pengkajian spesifik

7. KRITERIA DIAGNOSA

Menurut Wiknjosastro (2005) diagnosis asfiksia adalah sebagai berikut :

1. DJJ

6
Keadaan di mana denyut jantung janin frekuensi turun sampai di bawah
100/menit di luar his, atau denyut jantung tidak teratur elektro kardiogram
janin digunakan untuk terus menerus mengawasi jantung janin.

2. Mekonium dalam air ketuban

Terdapatnya mekonium pada presentasi kepala, menunjukkan gangguan


oksigenasi, dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan.

3. Pemeriksaan pH darah janin

Dengan menggunakan amnioskop diambil contoh darah janin, adanya


asidosis menyebabkan turunnya pH. Bila pH turun sampai di bawah 7,2
merupakan tanda bahaya bagi janin.

8. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan khusus pada bayi asfiksia neonatorum adalah dengan


tindakan resusitasi segera setelah lahir. Resusitasi segera setelah lahir adalah
upaya untuk membuka jalan nafas, mengusahakan agar oksigen masuk tubuh
bayi dengan meniupkan nafas ke mulut bayi (resusitasi pernafasan),
menggerakkan jantung (resusitasi jantung) sampai bayi mampu bernafas spontan
dan jantung berdenyut spontan secara teratur.

Resusitasi dilakukan sesuai dengan tahap resusitasi dan sangat bergantung


pada derajat asfiksia (ringan, sedang dan berat), keadaan tidak bernafas disertai
gangguan fungsi jantung, keadaan tidak bernafas dengan keadaan jantung tidak
berdenyut, serta ada tidaknya aspirasi mekonium. Pada asfiksia berat diperlukan
pemasangan endotrakheal tube. Natrium Bikarbonat hanya diberikan pada
keadaan asidosis metabolik dan diberikan secara hati-hati, karena cairan ini
bersifat hipertonis yang memudahkan terjadinya perdarahan intracranial.

7
Selain tindakan resusitasi, bayi dengan asfiksia neonatorum juga
membutuhkan terapi suportif dan terapi medikamentosa. Terapi suportif
diberikan dalam bentuk cairan infus dextrose 5-10% untuk mencegah
hipoglikemia, cairan elektrolit untuk mencukupi kebutuhan elektrolit dan
pemberian oksigen yang adekuat. Terapi medikkamentosa dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya oedema cerebri dengan pemberian kortikosteroid (masih
kontroversi) dan phenobarbital untuk melokalisir perdarahan dan mengurangi
metabolism serebral.

Pada intinya penanganan asfiksia pada bayi baru lahir yaitu dengan tindakan
resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC
(Airway, Breath, Circulation) resusitasi, yaitu :

1. Memastikan saluran terbuka


a. Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi dan bahu diganjal 2-3 cm
b. Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea
c. Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan
saluran pernafasan terbuka
2. Memulai pernafasan
a. Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan
b. Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa endotrakheal
dan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi)
3. Mempertahankan sirkulasi
a. Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah
b. Kompresi dada
c. Pengobatan

9. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat muncul pada asfiksia neonatorum antara lain :

1. Oedema otak dan perdarahan otak


Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlanjut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun. Keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang

8
berakibat terjadinya oedema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan
otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan
ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya yang disertai
dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak
mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan
ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas
dan transport O2sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anakkarena perfusi
jaringan tidak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya yaitu hipoksemia dan perdarahan pada
otak.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA

1. PENGKAJIAN

A. Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa,
jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi
karena berkaitan dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum.
B. Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas
C. Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi
belakang kaki atau sungsang
D. Kebutuhan dasar
1. Pola Nutrisi

9
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh
terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk
mencegah terjadinya aspirasi pneumonia
2. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama
pencernaan belum sempurna
3. Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama
saat b.a.b dan b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya
4. Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
E. Pengkajian Primer
- Airway : Bayi tidak menangis atau tidak ada usaha untuk bernafas
pada asfiksia berat (Boxwell 2000), kadang-kadang terasa hembusan nafas
pada asfiksia ringan
- Breathing : Apnea pada asfiksia berat (Saifudin 2001)
- Circulation : HR <100x/menit (Boxwell 2000), HR>100x/menit pada
asfiksia ringan
- Disability : Tonus otot lemah (Saifudin 2001)
- Exposure : Seluruh tubuh berwarna biru, pucat, sianosis (Boxwell,
2000), cairan ketuban ibu bercampur mekonium atau sisa mekonium pada
tubuh bayi (Ghai et al 2010), BBLR (berat badan lahir rendah)

APGAR : Asfiksia berat bernilai 0-3, asfiksia sedang 4-6, asfiksia ringan
7-9, bayi normal bernilai 10 (Ghai et al 2010).
F. Pengkajian Sekunder
a. Pemeriksaan fisik
1. Kulit
warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada
bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
2. Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,
ubun-ubun besar cekung atau cembung.
3. Mata
Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding
konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi
terhadap cahaya.
4. Hidung

10
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
5. Telinga
Perhatikan kebersihan dan adanya kelainan
6. Mulut
Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
7. Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
8. Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara
wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 x/menit.
9. Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae
pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti
adanya asites/tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising
usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat
retensi karena GI Tract belum sempurna.
10. Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda- tanda
infeksi pada tali pusat.
11. Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak
muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia
mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang
perdarahan.
12. Anus
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta
warna dari faeces.
13. Ekstrimitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah
tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan
serta jumlahnya.

2. DIAGNOSA

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan


Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan atau ekspirasi tidak adekuat
Batasan karakteristik :
- Penurunan tekanan inspirasi atau ekspirasi

11
- Penurunan pertukaran udara per menit
- Menggunakan otot pernafasan tambahan
- Nasal flaring
- Dyspnea
- Orthopnea
- Perubahan penyimpangan dada
- Nafas pendek
- Assumption of 3-point position
- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi bberlagsung sangat lama
- Paningkatan diameter anterior-posterior
- Pernafasan rata – rata atau minimal
 Bayi <25 atau >60
 Usia 1-4 : <20 atau >30
 Usia 5-14 : <14 atau >25
 Usia >14 : <11 atau >24
- Kedalaman pernafasan
 Dewasa volume tidalnya 500 ml saat istirahat
 Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg
- Timing rasio
- Penurunan kapasitas vital

Faktor yang berhubungan :

- Hiperventilasi
- Deformitas tulang
- Kelainan bentuk dinding dada
- Penurunan energi atau kelelahan
- Perusakan atau pelemahan muskulo-skeletal
- Obesitas
- Posisi tubuh
- Kelelahan otot pernafasan
- Hipoventilasi sindrom
- Nyeri
- Kecemasan
- Disfungsi Neuromuskuler
- Kerusakan persepsi atau kognitif
- Perlukaan pada jarringan syaraf tulang belakang
- Imaturitas Neuologis

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi lendir


Definisi : ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas

12
Batasan karakteristik :
- Dipsneu, penurunan suara nafas
- Orthopneu
- Cyanosis
- Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
- Kesulitan berbicara
- Batuk, tidak efektif atau tidak ada
- Mata melebar
- Produksi sputum
- Gelisah
- Perubahan frekuensi dan irama nafas

Faktor – faktor yang berhubungan :

- Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi


- Fisiologis : disfungsi neuromuscular, hyperplasia dinding bronkus, alergi jalan
nafas, asma
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya
mukus , adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di
alveolus, adanya benda asing di jalan nafas

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kelemahan
Definisi : intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolise tubuh
Batasan karakteristik :
- Berat badan 20% atau lebih di bawah ideal
- Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recommended
Daily Allowance)
- Membrane mukosa dan konjungtiva pucat
- Keemahan otot yang digunakan untuk menelan atau mengunyah
- Luka, inflamasi pada rongga mulut
- Mudah terasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
- Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
- Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
- Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
- Miskonsepsi
- Kehilangan BB dengan makanan cukup
- Keengganan untuk makan
- Kram pada abdomen
- Tonus otot jelek
- Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
- Kurang berminat terhadap makanan

13
- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
- Diare atau steatirrhea
- Kehilangan rambut yang cukup banyak
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi, misinformasi

Faktor – faktor yang berhubungan :

Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau


mengabsorpsi zat – zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis
atau ekonomi

d. Hipotermi berhubungan dengan paparan lingkungan dingin, BBL

3. INTERVENSI

DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


Pola nafas Setelah dilakukan asuhan 1.Kaji tanda vital – pernafasan, 1.Sebagai
tidak efektif keperawatan diharapkan pola nadi, tekanan darah. indicator
adanya
berhubungan nafas pasien efektif dengan
gangguan dlm
dengan kriteria hasil system
kelemahan - Mendemonstrasikan 2.Kaji frekwensi, kedalaman pernafasan
pernafasan dan tanda-tanda
otot batuk efektif dan suara
sianosis setiap 2 jam.
pernafasan nafas yang bersih, tidak 2.Berguna
ada sianosis dan dalam
evaluasi
dyspneu (mampu
derajat
mengeluarkan sputum, distress
mampu bernafas dengan 3.Dorong pengeluaran sputum, pernafasan
mudah, tidak ada pursed pengisapan (suction) bila adan/atau
diindikasikan. kronisnya
lips) proses
- Menunjukkan jalan
penyakit.
nafas yang paten (klien Sianosis
tidak merasa tercekik, mungkin

14
irama nafas, frekuensi 4.Lakukan palpasi fokal perifer
pernafasan dalam fremitus (terlihat pada
kuku) atau
rentang normal, tidak
5.Observasi tingkat kesadaran, sentral
ada suara nafas selidiki adanya perubahan (terlihat
abnormal) sekitar bibir
- Tanda – tanda vital dalam dan atau
rentang normal (tekanan telinga).
Keabu-abuan
darah, nadi, pernafasan) dan sianosis
6.Kolaborasi dengan tim medis sentral
pemberian O2 sesuai dengan mengindikasi
indikasi kan beratnya
hipoksemia.

3.Kental, tebal
dan
banyaknya
sekresi adalah
sumber utama
gangguan
pertukaran gas
pada jalan
nafas kecil,
pengisapan
dibutuhkan
bila batuk
tidak efektif.
4.Penurunan
getaran
vibrasi diduga
ada
pengumpulan
cairan atau
udara
terjebak.
5.Gelisah dan
ansietas
adalah

15
manifestasi
umum pada
hipoksia,
GDA
memburuk
disertai
bingung/somn
olen
menunjukkan
disfungsi
serebral yang
berhubungan
dengan
hipoksemia.
6.Dapat
memperbaiki /
mencegah
memburuknya
hipoksia.

5. IMPLEMENTASI

Pada tahap implementasi atau pelaksanaan dari asuhan keperawatan meninjau


kembali dari apa yang telah direncanakana atau intervensi sebelumnya, dengan tujuan
utama pada pasien dapat mencakup pola napas yang efektif, peredaan nyeri,
mempertahankan pola eliminasi yang baik, pemenuhan istirahat tidur yang adekuat,
pengurangan kecemasan, peningkatan pengetahuan

6. EVALUASI

a. Klien tampak rileks dalam bernafas

16
b. Jalan nafas klien kembali lancar
c. Kesadaran klien kembali membaik.

DATAR PUSTAKA

Aliyah Anna, dkk. 1997. Resusitasi Neonatal. Jakarta : Perkumpulan


perinatologi Indonesia (Perinasia).

Manuaba, I. 1997.- Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga


Berencana Untuk Pendidikan Bidan Kedokteran. Jakarta. EGC

Purwadianto. A. 2000. Kedaruralan Medik. Bina Rupa Aksara Jakarta

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.


Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas. 1998, Edisi 1. Kedokteran


Jakarta. EGC

Wong. L Donna. 2004. Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Kedokteran. Jakarta.


EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai