1. Definisi
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium
terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H,
2002). Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai
dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan
jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses
peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).
2. Klasifikasi
Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi:
a. Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang
nyata
b. Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik
yang jelas. Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses
hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara
klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis hati atas:
a. Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau
sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk karena
banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler,
chirrosis alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis terjadi
sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
c. Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah
menderita hepatitis.
Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:
a. Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis
b. Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
c. Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat
kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk
membentuk saluran empedu baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan
jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran empedu yang baru dan
tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.
3. Etiologi
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada
dua penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg
pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka
diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati
sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B
lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi
gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan
hepatitis virus A
2. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan
berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alcohol.
Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun peminum yang
bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim hati.
3. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu:
a. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
b. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari
Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita
ada ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine
berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah
terjadi syndrome hepatorenal.
2. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,
ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh
darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen
yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.
3. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –
kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik
dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah
mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik
anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.
4. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi
penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis
globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap
hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya
dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari.9 Kadar normal albumin dalam
darah 3,5-5,0 g/dL38. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing
diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum.
Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. 39 Selain
itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka
untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.
b. Sarana Penunjang Diagnostik
a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan
fototoraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography
(PTP)
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan
di hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat
berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak
hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut
terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati
yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam
batas nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati
akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul
yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi
biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.
8. Penatalaksanaan Medis
1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000
kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III
(1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-
3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma
atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II)
untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan
kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau
meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat
mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein
yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang
jelas tidak hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial
berantai cabang dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari pengumpulan
data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat
kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu
dikaji pada klien degan chirrosis hepatis :
Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa otot/tonus.
Sirkulasi
Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik,
kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), Distrimia, bunyi jantung ekstra
(S3, S4).
Eliminasi
Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan atau
tidak ada bising usus, Feces warna tanah liat, melena, urin gelap, pekat.
Nutrisi
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima, Mual, muntah,
Penurunan berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan, Edema
umum pada jaringan, Kulit kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma spider, Nafas
berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
Neurosensor
Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental,
perubahan mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
Nyeri
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer, Perilaku
berhati-hati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.
Respirasi
Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, Ekspansi paru
terbatas (asites), Hipoksia
Keamanan
Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik, ekimosis, petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
Seksualitas
Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut
(dada, bawah lengan, pubis).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat
badan
b. Perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada
sirosis.
c. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status imunologi
yang terganggu
e. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
f. Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan mekanisme
pembekuan dan gangguan dalam proses detoksifikasi obat.
g. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang membesar
serta nyeri tekan dan asites).
h. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema.
i. Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan
peningkatan kadar ammonia
j. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi
pengembangan toraks akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan
dalam rongga toraks
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
Intoleransi Tujuan: Peningkatan 1. Tawarkan diet 1. Memberikan kalori
aktivitas energi dan partisipasi tinggi kalori, bagi tenaga dan
berhubungan dalam aktivitas tinggi protein protein bagi proses
dengan kelelahan Kriteria Hasil: (TKTP). penyembuhan
dan penurunan Melaporkan 2. Berikan 2. Memberikan
berat badan peningkatan suplemen nutrien tambahan.
kekuatan dan vitamin (A, B 3. Menghemat tenaga
kesehatan pasien. kompleks, C pasien sambil
Merencanakan dan K) mendorong pasien
aktivitas untuk 3. Motivasi untuk melakukan
memberikan pasien untuk latihan dalam batas
kesempatan melakukan toleransi pasien.
istirahat yang latihan yang 4. Memperbaiki
cukup. diselingi perasaan sehat
Meningkatkan istirahat secara umum dan
aktivitas dan 4. Motivasi dan percaya diri
latihan bersamaan bantu pasien
dengan untuk
bertambahnya melakukan
kekuatan. latihan dengan
Mengenali gejala
yang dapat
dilaporkan: melena,
pendarahan yang
nyata.
Resiko cedera Tujuan: Pengurangan
berhubungan resiko cedera
dengan Kriteria Hasil: 1. Amati setiap 1. Memungkinkan
hipertensi portal, Tidak feses yang deteksi perdarahan
perubahan memperlihatkan dieksresikan dalam traktus
mekanisme adanya untuk gastrointestinal.
pembekuan dan perdarahan yang memeriksa 2. Dapat
gangguan dalam nyata dari traktus warna, menunjukkan
proses gastrointestinal. konsistensi dan tanda-tanda dini
detoksifikasi Tidak jumlahnya. perdarahan dan
obat. memperlihatkan 2. Waspadai gejala syok.
adanya ansietas, rasa 3. Mendeteksi tanda
kegelisahan, rasa penuh pada dini yang
penuh pada epigastrium, membuktikan
epigastrium dan kelemahan dan adanya
indikator lain kegelisahan. perdarahan.
yang 3. Periksa setiap 4. Menunjukkan
menunjukkan feses dan perubahan pada
hemoragi serta muntahan untuk mekanisme
syok. mendeteksi pembekuan darah.
Memperlihatkan darah yang 5. Memberikan dasar
hasil pemeriksaan tersembunyi. dan bukti adanya
yang negatif 4. Amati hipovolemia dan
untuk perdarahan manifestasi syok.
tersembunyi hemoragi: 6. Meminimalkan
gastrointestinal. ekimosis, resiko perdarahan