PENDAHULUAN
Tonsil atau yang lebih dikenal sebagai amandel adalah massa jaringan
limfoid yang terletak di rongga mulut. Tonsil berada dalam kapsul yang
sebagian besar terletak dalam fossa tonsil dengan perantaraan jaringan ikat
radang dalam folikel, tonsil membengkak dan terbentuk eksudat yang masuk
saluran dan keluar sebagai kotoran putih pada kripta yang dinamakan detritus.
paling sering terjadi pada anak-anak, tetapi orang dewasa juga bisa terinfeksi.
Penyakit ini ditularkan secara droplet infection, melalui alat makan atau
makanan.1,2
Barr, enterovirus, dan virus herpes simplex. Salah satu penyebab paling sering
30% dari tonsilitis anak dan 10% kasus dewasa dan juga merupakan penyebab
radang tenggorokan.3
1
Tonsilitis kronik merupakan peradangan pada tonsil yang persisten.4
merupakan salah satu penyakit yang paling umum dari daerah oral dan
bagian atas karena peningkatan volume tonsil. Kondisi ini mungkin memiliki
submandibula.5
1.3 Aspek Disiplin Ilmu yang Terkait dengan Pendekatan Diagnosis Holistik
Komprehensif pada Tonsilitis
Untuk pengendalian permasalahan tonsilitis pada tingkat individu dan
masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan dengan Standar
Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program profesi dokter
Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepanitraan klinik pada
bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan
2
primer (Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang
dilandasi oleh profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan
diri, serta komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan
berupa pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran,
keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan.
Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1): Untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian penyakit tonsilitis secara
individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama, etik
moral dan peraturan perundangan.
2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2): Mahasiswa mampu
mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis, sosial dan
budaya sendiri dalam penangan penyakit tonsilitis, melakukan rujukan bagi
kasus tonsilitis, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang
berlaku serta mengembangkan pengetahuan.
3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3): Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian penyakit tonsilitis.
4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4): Mahasiswa mampu memanfaatkan
teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan dalam praktik
kedokteran.
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5): Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian penyakit tonsilitis secara holistik dan
komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas berdasarkan
landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang optimum.
6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6): Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah penyakit tonsilitis dengan
menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
3
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7): Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat secara
komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif, dan berkesinambungan
dalam konteks pelayanan kesehatan primer.
4
3. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan
Masyarakat dalam upaya pengendalian dan pencegahan tonsillitis secara
holistik dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas.
5
menghindari faktor resiko juga merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan.
6
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS
Oral Hygience
Bakteri / Virus
7
2.2 Pendekatan Konsep Mandala
Gaya Hidup
- Sering jajan sembarangan.
- Sering mengkomsumsi
gorengan dan minum
Perilaku Kesehatan minuman dingin. Lingkungan Psiko-Sosio-
- Berobat jika hanya ada keluhan berat
Ekonomi
- Kebiasaan Ibu jarang mencuci tangan - Ibunya khawatir penyakitnya
dengan sabun sebelum menyuapi bertambah parah.
anaknya makan - Tingkat pengetahuan tentang
- Jarang sikat gigi. penyakit tonsilitis masih kurang.
- Berobat saat keluhan semakin - Ekonomi keluarga pasien
tergolong menegah ke bawah.
memburuk.
Pasien
- Status Generalis: Gizi
cukup
Pelayanan Kesehatan - Nyeri menelan,
- Jarang memeriksakan diri ke disertai batuk ,flu, Lingkungan Kerja
Puskesmas demam -Pasien biasa bermain
ditempat berpasir dan kotor
- keluarga memiliki asuransi - Dialami sejak 4 hari
kesehatan Jamkesda yll
- - Permeriksaan fisik:
- Lingkungan Fisik
Faktor Biologi T2-T2 hiperemis - Sumber air minum kurang bersih
- Intake Makanan: Keluarga dan Pasien - Ventilasi dan sinar matahari
kurang memperhatikan kebersihan kurang
makanan yang dikonsumsi, akibat - Rumah Jarang dibersihkan
kurang baiknya penyimpanan makanan - Kedekatan jamban dengan sumur
sehingga paparan bakteri dapat
sebagai sumber air minum
meningkat
Komunitas
- Lingkungan padat
penduduk.
- Sistem Drainase buruk
8
2.3 Pendekatan Diagnosis Holistik pada Pelayanan Kedokteran Keluarga di
Layanan Primer
9
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan pathogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interval kunjungan terapi.
10
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara
terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu
11
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
12
2.4 TONSILITIS
2.4.1 DEFINISI
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian
dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsila faucial), tonsila lingual (tonsila pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius
(lateral band dinding faring/ Gerlach’s tonsil). Peradangan pada tonsila palatine
biasanya meluas ke adenoid dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi
melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada
semua umur, terutama pada anak.1,2
Tonsilitis kronik merupakan peradangan pada tonsil yang persisten.4
Terdapat referensi yang menghubungkan antara nyeri tenggorokan yang
memiliki durasi 3 bulan dengan kejadian tonsilitis kronik. Tonsilitis kronis
merupakan salah satu penyakit yang paling umum dari daerah oral dan
ditemukan terutama di kelompok usia muda. Kondisi ini karena peradangan
kronis pada tonsil. Data dalam literatur menggambarkan tonsilitis kronis klinis
didefinisikan oleh kehadiran infeksi berulang dan obstruksi saluran napas
bagian atas karena peningkatan volume tonsil. Kondisi ini mungkin memiliki
dampak sistemik, terutama ketika dengan adanya gejala seperti demam
berulang, odynophagia, sulit menelan, halitosis dan limfadenopati servikal dan
submandibula.5
2.4.2 Etiologi
Beberapa organisme dapat menyebabkan infeksi pada tonsil, termasuk
bakteri aerobik dan anaerobik, virus, jamur, dan parasit. Pada penderita
tonsilitis kronis jenis kuman yang paling sering adalah Streptokokus beta
hemolitikus grup A (SBHGA). Streptokokus grup A adalah flora normal pada
orofaring dan nasofaring. Namun dapat menjadi pathogen infeksius yang
memerlukan pengobatan. Selain itu infeksi juga dapat disebabkan Haemophilus
13
influenzae, Staphylococcus aureus, S. Pneumoniae dan Morexella catarrhalis.6
14
2.4.4 EPIDEMIOLOGI
A. Trias epidemiologi
1. Agent
Tonsilitis bisa disebabkan oleh beberapa jenis bakteri dan
virus. Tonsilitis akut dan tonsilitis kronik memiliki perbedaan
penyebabnya yaitu tonsilitis akut lebih sering disebabkan oleh kuman
grup Astreptococusβ-hemolyticus, pneumococcus, Streptococcus viridans
dan Streptococcus pyogenes, sedangkan tonsilitis kronik kuman
penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang pola
kuman berubah menjadi kuman dari golongan gram negatif. Selain itu,
penggunaan antibiotik yang luas pada pengobatan ISPA, tanpa bukti
empiris yang jelas, telah menyebabkan terjadinya peningkatan resistensi
berbagai strain mikroba dari Staphylococcus aureus, Streptococcus
pneumonia, Haemofilus influenzae, Moraxella catarrhalis dan lainnya
terhadap antibiotik.10
2. Host (pejamu)
Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih
merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak.
Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak sering
menderita ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat
atau dibiarkan.7
3. Environtment
Faktor lingkungan yang bisa memicu serangan tonsilitis adalah
terpapar cuaca dingin yang berlebihan, iklim lembab atau perubahan
cuaca. Perlu diingat bahwa bakteri dan virus cenderung berkembang di
daerah yang ramai sehingga sekolah dan taman merupakan tempat
dimana seseorang rentan terhadap tonsilitis.11
15
B. Variabel epidemiologi
1. Distribusi Menurut Orang
a. Distribusi Menurut Umur
Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit Tonsilitis
Kronis merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun
dan dewasa muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu penelitian prevalensi
karier Group A Streptokokus yang asimptomatis yaitu: 10,9% pada
usia kurang dari 14 tahun, 2,3% usia 15-44 tahun, dan 0,6 % usia 45
tahun keatas. Menurut penelitian yang dilakukan di Skotlandia, usia
tersering penderita Tonsilitis Kronis adalah kelompok umur 14-29
tahun, yakni sebesar 50 %. Sedangkan Kisve pada penelitiannya
memperoleh data penderita Tonsilitis Kronis terbanyak sebesar 294
(62 %) pada kelompok usia 5-14 tahun.7
b. Distribusi Menurut jenis kelamin
Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Serawak di
Malaysia diperoleh 657 data penderita Tonsilitis Kronis dan
didapatkan pada pria 342 (52%) dan wanita 315 (48%). Sebaliknya
penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Pravara di India dari 203
penderita Tonsilitis Kronis, sebanyak 98 (48%) berjenis kelamin pria
dan 105 (52%) berjenis kelamin wanita.7
2. Distribusi Menurut Tempat
Prevalensi tonsilitis kronis di Indonesia sendiri berdasarkan
survey epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun
1994-1996, tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%)
yaitu sebesar 3,8%.10 Di Amerika Serikat prevalensi tonsilitis kronis pada
tahun 1995 adalah sebesar 7 per 1000 penduduk atau 0,7%, di Norwegia
11,7%, di Turki tonsilitis rekuren ditemukan pada 12,1% anak. 6
Penelitian yang dilakukan di Malaysia di poli THT Rumah Sakit Sarawak
16
selama 1 tahun dijumpai 8118 pasien dan jumlah penderita penyakit
tonsilitis kronis menempati urutan keempat yakni sebanyak 657 (8,1%)
penderita.12
3. Distribusi Menurut Waktu
Berdasarkan waktu berlangsung (lamanya) penyakit, tonsilitis
terbagi menjadi 2, yakni tonsilitis akut jika penyakit (keluhan)
berlangsung kurang dari 3 minggu dan tonsilitis kronis jika inflamasi atau
peradangan pada tonsil palatina berlangsung lebih dari 3 bulan atau
menetap. tonsilitis.12
2.4.5 PATOGENESIS
Tonsillitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana
kuman menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil
menyebabkan pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman
sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi
pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan
suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada
saat keadaan umum tubuh menurun.6 Bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear. Karena proses radang berulang yang timbul maka
selain epitel mukosa juga jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan
mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak
diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan
akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris.
Pada anak disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submadibularis.1
17
dan saluran napas. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam,
namun tidak mencolok.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang
tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Terasa ada
yang mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan napas yang
berbau.1 Pada tonsillitis kronik juga sering disertai halitosis dan pembesaran
nodul servikal.2 Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara
menyeluruh dimasukkan kedalam kategori tonsillitis kronik berupa (a)
18
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
Gambar 4. Rasio Perbandingan Tonsil Dengan Orofaring
19
Gambar 5. (A) Tonsillar Hypertrophy Grade-I tonsil. (B) Grade-II tonsil. (C) Grade-
III tonsil. (D) Grade-IV tonsil (“kissing tonsils”)
2.4.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita
Tonsilitis Kronis:
Mikrobiologi
Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi
kuman patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan
mengeradikasi organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian
antibiotika atau penetrasi antibiotika yang inadekuat (Hammouda et al,
2009). Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil.
Berdasarkan penelitian Kurien di India terhadap 40 penderita Tonsilitis
Kronis yang dilakukan tonsilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa kultur
yang dilakukan dengan swab permukaan tonsil untuk menentukan diagnosis
yang akurat terhadap flora bakteri Tonsilitis Kronis tidak dapat dipercaya
dan juga valid. Kuman terbayak yang ditemukan yaitu Streptokokus beta
hemolitikus diukuti Staflokokus aureus.14
Histopatologi
Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey
terhadap 480 spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis
Kronis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga
kriteria histopatologi yaitu ditemukan ringan- sedang infiltrasi limfosit,
adanya Ugra’s abses dan infitrasi limfosit yang difus. Kombinasi ketiga hal
tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat dengan jelas
menegakkan diagnosa Tonsilitis Kronis.14
20
2.4.8 DIAGNOSIS
Diagnosis untuk tonsillitis kronik dapat ditegakkan dengan melakukan
anamnesis secara tepat dan cermat serta pemeriksaan fisis yang dilakukan
secara menyeluruh untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi yang
berkaitan yang dapat membingungkan diagnosis.
Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsillitis
berulang berupa nyeri tenggorokan berulang atau menetap, rasa ada yang
mengganjal ditenggorok, ada rasa kering di tenggorok, napas berbau, iritasi
pada tenggorokan, dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas, yang
paling sering disebabkan oleh adenoid yang hipertofi. Gejala-gejala konstitusi
dapat ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok. Pada anak dapat
ditemukan adanya pembesaran kelanjar limfa submandibular.1
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang
tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Pada
umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan
kedalam kategori tonsillitis kronik.
Pada biakan tonsil dengan penyakit kronis biasanya menunjukkan
beberapa organisme yang virulensinya relative rendah dan pada kenyataannya
jarang menunjukkan streptokokus beta hemolitikus.6
2.4.9 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk tonsillitis kronik terdiri atas terapi
medikamentosa dan operatif.
1. Medikamentosa
Terapi ini ditujukan pada hygiene mulut dengan cara berkumur atau obat
isap, pemberian antibiotic, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi
atau oral.1,6 Pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang
21
bermanfaat pada penderita Tonsilitis Kronis Cephaleksin ditambah
metronidazole, klindamisin (terutama jika disebabkan mononukleosis atau
abses), amoksisilin dengan asam klavulanat (jika bukan disebabkan
mononukleosis).7
2. Operatif
Untuk terapi pembedahan dilakukan dengan mengangkat tonsil
(tonsilektomi). Tonsilektomi dilakukan bila terapi konservatif gagal. Dengan
tindakan tonsilektomi.7 Pada penelitian Khasanov et al mengenai prevalensi
dan pencegahan keluarga dengan Tonsilitis Kronis didapatkan data bahwa
sebanyak 84 ibu-ibu usia reproduktif yang dengan diagnosa Tonsilitis
Kronis, sebanyak 36 dari penderita mendapatkan penatalaksanaan
tonsilektomi.7 Penelitian yang dilakukan di Skotlandia dengan menggunakan
kuisioner terhadap 15.788 penduduk mendapatkan data sebanyak 4.646
diantaranya memiliki gejala Tonsilitis, dari jumlah itu sebanyak 1.782
(38,4%) penderita mendapat penanganan dari dokter umum dan 98 (2,1%)
penderita dirujuk ke rumah sakit.7
❖ Indikasi Tonsilektomi
Indikasi absolut:
a. Hiperplasia tonsil yang menyebabkan gangguan tidur (sleep apneu)
yang terkait dengan cor pulmonal.
b. Curiga keganasan (hipertropi tonsil yang unilateral).
c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam (yang memerlukan
tonsilektomi Quincy).
d. Perdarahan tonsil yang persisten dan rekuren.
Indikasi relatif:
a. Tonsillitis akut yang berulang (Terjadi 3 episode atau lebih infeksi
tonsil per tahun).
b. Abses peritonsilar.
22
c. Tonsillitis kronik dengan sakit tenggorkan yang persisten, halitosis,
atau adenitis cervical.
d. Sulit menelan.
e. Tonsillolithiasis.
f. Gangguan pada orofacial atau gigi (mengakibatkan saluran bagian atas
sempit).
g. Carrier streptococcus tidak berespon terhadap terapi).
h. Otitis media recuren atau kronik.6,7
Adapun indikasi tonsilektomi menurut The American of Otolaryngology-
head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium 1995 adalah: 1
a. Serangan tonsillitis lebih dari 3x pertahun walaupun telah mendapat
terapi yang adekuat
b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofacial
c. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan
jalan napas, sleepapneu, gangguan menelan, gangguan berbicara dan
cor pulmonale.
d. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang
tidak berhasil hilang dengam pengobatan
e. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
f. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptokokus
beta hemolitikus
g. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
h. Otitis media efusa/otitis media supuratif
❖ Kontraindikasi Tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai kontraindikasi,
namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan
tetap memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut
23
yakni: gangguan perdarahan, risiko anestesi yang besar atau penyakit
berat, anemia, dan infeksi akut yang berat. 7,13
24
pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc drah
dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Tonsillitis difteri sering
ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi
pada usia 5 tahun. Gejala klinik terbagi dalam 3 golongan yaitu: umum,
local, dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi
lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak
nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan. Gejala
local yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor
yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membrane semu
(pseudomembran) yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat
akan mudah berdarah. Jika infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher
akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher
sapi (bull neck). Gejala akibat eksotoksin akan menimbulkan kerusakan
jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai
decompensatio cordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan
otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal menimbulkan
albuminuria.1
25
2. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulseromembranosa)
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema.
Gejala pada penyakit ini berupa demam sampai 30ºC, nyeri kepala, badan
lemah, rasa nyeri dimulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Pada
pemeriksaan tampak mukosa dan faring hiperemis, membran putih keabuan
diatas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut
berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibular membesar.1
3. Faringitis
Merupakan peradangan dinding laring yang dapat disebabkan oleh
virus, bakteri, alergi, trauma dan toksin.Infeksi bakteri dapat menyebabkan
kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepskan toksin
ektraseluler yang dapat menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup
jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat
terbentuknya kompleks antigen antibody.Gejala klinis secara umum pada
faringitis berupa demam, nyeri tenggorok, sulit menelan, dan nyeri
kepala.Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil
26
hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian
timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa anterior
membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.1
Gambar 8. Faringitis
4. Faringitis Leutika
Gambaran klinik tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder
atau tersier. Pada penyakit ini tampak adanya bercak keputihan pada lidah,
palatum mole, tonsil, dan dinding posterior faring. Bila infeksi terus
berlangsung maka akan timbul ulkus pada daerah faring yang tidak nyeri.
Selain itu juga ditemukan adanya pembesaran kelenjar mandibula yang tidak
nyeri tekan.1
5. Faringitis Tuberkulosis
Merupakan proses sekunder dari tuberculosis paru. Gejala klinik pada
faringitis tuberculosis berupa kedaan umum pasien yang buruk karena
anoresia dan odinofagia. Pasien mengeluh nyeri hebat ditenggorok, nyeri
ditelinga atau otalgia serta pembesaran kelanjar limfa servikal.1 Diagnosa
pasti berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur,
X-ray dan biopsy.
27
2.4.11 PROGNOSIS
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat
dan pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat
penderita Tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi
infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi
penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami
perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat
menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya,
infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-
kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti
demam rematik atau pneumonia.7
28
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS
3.1 Metodologi
Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari
hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan).
Kemudian mengikuti sepanjang periode waktu tertentu untuk melihat efek
penyakit atau masalah kesehatan untuk melakukan penerapan pelayanan dokter
layanan primer secara holistik.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara terhadap pasien dan keluarganya serta observasi dengan cara
melakukan home visit untuk mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.
Wawancara merupakan suatu cara mengumpulkan data dengan cara
mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang informan atau autoritas atau
seorang ahli yang berwenang dalam suatu masalah. Sedangkan observasi adalah
pengamatan dan juga pencatatan sistematik atas unsur-unsur yang muncul
dalam suatu gejala atau gejala-gejala yang muncul dalam suatu objek
penelitian. Hasil dari observasi tersebut akan dilaporkan dalam suatu laporan
yang tersusun secara sistematis mengikuti aturan yang berlaku.
29
Puskesmas Jongaya berlokasi di Jl. Andi Mangerangi Lorong Buntu No. 22 kelurahan
P’baeng-baeng, kelurahan Jongaya, dan kuelurahan Bongaya, yang merupakan
bagian dari kecamatan Tamalate Kota Madya Makassar, dengan batas wilayah
sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Parang Kecamatan Mamajang
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Manuruki
c. Sebelah timur berbatasan dengan Maccini Sombala
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Sambung Jawa
Luas tanahdan bangunan puskesmas Jongaya adalah 2.612 m2. Luas wilayah
kerja Puskesmas Jongaya adalah 205.25 Ha yang terdiri dari; 1) Kelurahan Bongaya
daratan: 99,8 Ha (48,62%); 2) Kelurahan Pa’baeng-baeng daratan 57,7 Ha (28,11%);
3) Kelurahan Jongaya daratan 47,75 Ha (23,26%/).
30
0 - 4 tahun : 5280 jiwa
5 – 9 tahun : 3740 jiwa
10 – 14 tahun : 3152 jiwa
20 – 24 tahun : 5827 jiwa
25 – 29 tahun : 4805 jiwa
30 – 34 tahun : 3861 jiwa
35 – 39 tahun : 2674 jiwa
40 – 44 tahun : 2206 jiwa
45 tahun ke atas : 10.489 jiwa
Jadi total keseluruhan jumlah jiwa yang berada di tiga kelurahan wilayah kerja
Puskesmas Jongaya adalah 42.034 jiwa.
31
masyarakat yang yang berfungsi sebagai pelayanan kuratif dan rehabilitatif,
dan berfungsi juga sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukan.
c. Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan
1. Gedung Puskesmas
Terdiri dari 1 (satu) gedung untuk pelayanan pasien rawat jalan
2. Kendaraan
2 (dua) unit kendaraan beroda empat yang sampai saat ini
masih dalam keadaan baik dan terpakai, yakni berupa : Mobil
Ambulance dan Mobil Home Care (Dottoro’ta). 4 (empat) unit
kendaraan beroda dua yang sampai saat ini dalam keadaan baik dan
terpakai.
3. Ruangan Medis
Lantai 1, terdiri dari : ruangan periksa, KIA/KB, ruangan obat,
WC, laboratorium, ruangan poli manula, poli umum, ruangan
konseling/EKG, UGD dan perawatan, ruangan bersalin, ruangan nifas,
ruangan perawatan laki-laki, ruangan perawatan perempuan, dan bilik
ASI.
Lantai 2, terdiri dari : Pokja, ruangan sanitasi dan surveilans,
ruangan gizi dan promkes, ruang pertemuan, ruang kepala puskesmas,
keuanagan, ruang tata usaha dan pengaduan.
32
- Unit Kesehatan Perorangan
Unit Jaringan Pelayanan Puskesmas
- Unit Puskesmas Pembantu ( Pustu )
- Unit Puskesmas Keliling ( Puskel )
- Unit Bidan Komunitas
2. Misi Puskesmas
a. Menyediakan pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau
b. Menediakan pelayanan kesehatan berbasis teknologi
c. Menciptakan lingkungan sehat berbasis masyarakat
d. Meningkatkan peran serta masyarakat untuk mendukung perilaku sehat
33
10. Upaya kesehatan jiwa
11. Upaya kesehatan indra
12. Upaya kesehatan kerja
13. Upaya pembinaan batra
14. Upaya pokja HIV /IMS
34
3.3.8 Alur Pelayanan
Pasien
Loket
Ruang Tindakan
Apotik
Pasien
35
BAB IV
36
4.1.1.2.3 Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga pernah menderita hal serupa, baik saudara ibu ataupun bapak
pasien.
37
4.1.1.2.7 Riwayat Alergi
- Alergi obat atau makanan (-)
- Riwayat alergi orang tua pasien (-)
4.1.1.2.8 Riwayat Kehamilan
- Selama hamil ibu pasien memeriksakan kehamilan ke bidan 1 kali per tiga
bulan. Ini adalah kehamilan pertama kalinya.
- Selama hamil ibu tidak menderita hipertensi, diabetes melitus, eklampsia atau
penyakit berat lainnya.
- Ibu makan dan minum sesuai anjuran bidan.
38
Usia 8 bulan sudah bisa merangkak
Usia 11 bulan sudah bisa berdiri namun masih suka terjatuh
Usia 12 bulan sudah dapat berjalan
Usia 17 bulan sudah dapat berlari
Usia 22 belajar makan sendiri
- Motorik halus :
Usia 6 bulan sudah bisa menggapai benda
Usia 10 memukulkan 2 benda (saling disentuhkan)
Usia 16 bulan membedakan beberapa benda
Usia 20 bulan menggambar garis di kertas atau pasir
- Bahasa : sudah bisa mengoceh dan bisa menyebutkan beberapa kata
- Sosial : berespon terhadap orang yang baru dikenal, dan sudah bisa tersenyum.
39
4.1.1.3.1 Keadaan Umum
Sakit Sedang/Gizi baik/Compos mentis.
Sianosis : (-)
Ikterus : (-)
Perdarahan : (-)
Turgor : norml
2. Kepala
3. Mata
40
Palpebra inferior : Tidak cekung.
4. Telinga
Bentuk : Normal.
Hiperemis : (-)
Serumen : (-)
5. Hidung
Bentuk : Normal.
Sekret : (-)
Perdarahan : (-)
6. Mulut
Lidah : Bersih.
7. Leher
Bentuk : Simetris.
41
Trachea : Di tengah.
Retraksi : (-)
8. Paru
Perkusi
9. Jantung
42
Batas jantung kiri sela iga IV garis
midklavikula sinistra.
10. Perut
Perkusi : Hipertimpani(+)
12. Ekstermitas
Akral hangat
Edema (-)
Wasting (-)
4.1.1.5 PENATALAKSANAAN
- PCT syr 3 x 1/2
- Amoxycilin 500mg 4x1/2
43
4.1.1.6 ANJURAN
- Istirahat cukup
- Banyak minum air
- Tetap diberikan ASI
- Memperbaiki cara menyapih
- Menghindari faktor pencetus
- Menghindari bermain tanah/pasir untuk mencegah terjadi diare
- Cuci tangan sebelum makan dan sehabis bermain
- Botol susu dan peralatan makanan lainnya dicuci bersih
- Makan makanan bergizi untuk meningkatkan imunitas
- Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter
- Pemeriksaan penunjang yaitu darah rutin dan pemeriksaan feses untuk
mengetahui penyebab diare akut pada anak dan untuk menentukan terapi
antibiotik yang sesuai dengan penyebab diare tersebut.
4.1.2 KELUARGA
4.1.2.1 Profil Keluarga
Pasien An. I merupakan anak pertama dari pasangan Tn. S dan Ny. A.
Dikarunia 3 anak, anak pertama umur 3 tahun perempuan, anak kedua berumur 2
tahun, anak ketiga 6 bulan ayah pasien berumur 33 tahun bekerja sebagai polisi dan
ibunya berumur 32 tahun merupakan ibu rumah tangga.
44
Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Kelamin
Kepala
1 Subhan Laki-laki 33tahun SMA Polisi
keluarga
Ibu Rumah
2 Asrina Istri Perempuan 32tahun SMA
Tangga
Anak Belum Tidak
3 Ica Perempuan 3tahun
pertama sekolah bekerja
Anak Belum Tidak
4 Eza Perempuan 2 tahun
kedua sekolah bekerja
Anak Belum Tidak
5 Zafran Laki-laki 6 bulan
ketiga sekolah bekerja
45
Luas halaman rumah : - sehat dengan lingkungan rumah yang
Bertingkat padat dan ventilasi yang tidak
Lantai rumah dari : semen memadai dan dihuni oleh 4 Orang.
Dinding rumah dari : tembok kombinasi Dengan penerangan listrik 900 watt.
papan Air sumur sebagai sarana air bersih
Jamban keluarga : ada keluarga, tapi berkedekatan dengan
Tempat bermain : tidak ada jamban.
Penerangan listrik : 900 watt
Ketersediaan air bersih : ada
Tempat pembuangan sampah : tidak ada
46
Cara mencapai pusat Keluarga menggunakan Letak puskesmas jauh
pelayanan kesehatan kendaraan pribadi dari tempat tinggal
berupa motor atau naik pasien, sehingga untuk
angkutan umum untuk mencapai puskesmas
menuju ke puskesmas. keluarga pasien dapat
Tarif pelayanan Menurut keluarga biaya menggunakan sarana
kesehatan pelayanan kesehatan angkutan umum atau
cukup murah. membawa sepeda motor
Kualitas pelayanan Menurut keluarga pribadi.
kesehatan kualitas pelayanan
kesehatan yang didapat
memuaskan.
47
4.1.2.7.2 Faktor Penghambat Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga
Walaupun suasana kekeluargaan dalam keluarga ini cukup rukun, namun kedua
orangtua belum paham betul tentang diare, tentang PHBS, akhirnya karena kasih
sayang mereka pada anaknya dengan terlalu memberi kebebasan, maka mereka
terkadang membiarkan anaknya setiap hari bermain pasir tanpa batas di halaman
depan rumah bersama saudarinya.
Lingkungan tempat tinggal kurang baik dimana lingkungan sekitar rumah
cukup padat dan lembab dan mendapatkan pencahayaan yang kurang. Sanitasi
lingkungan kurang bagus. Kebersihan lingkungan rumah jarang dibersihkan, begitu
juga dengan lingkungan rumah para tetangga di sekitar rumah Tn. S, mereka kurang
memperhatikan kebersihan lingkungan.
48
Penilaian
Hampir Selalu = skor 2
Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah =0
Total Skor
8-10= Fungsi keluarga sehat
4-7= Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit
Tabel 6 :Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita Diare
Penilaian
Hampir
Hampir Kadang-
No Pertanyaan Tidak
Selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
1. Adaptasi
Saya puas dengan keluarga saya
karena masing-masing anggota √
keluarga sudah menjalankan
kewajiban sesuai dengan seharusnya
2. Partnership (Kemitraan)
Saya puas dengan keluarga saya
karena dapat membantu memberikan √
solusi terhadap permasalahan yang
saya hadapi
3. Growth (Pertumbuhan)
Saya puas dengan kebebasan yang
diberikan keluarga saya untuk √
mengembangkan kemampuan yang
saya miliki
4. Affection (Kasih Sayang)
Saya puas dengan kehangatan/kasih √
sayang yang diberikan keluarga saya
5. Resolve (Kebersamaan)
Saya puas dengan waktu yang
√
disediakan keluarga untuk menjalin
kebersamaan
Total Skor 8
Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 8 ini menunjukkan Fungsi keluarga sehat.
49
4.1.2.8.2 Fungsi Patologis (SCREEM)
Aspek sumber daya patologi
- Sosial : Pasien dapat hidup bermasyarakat dengan baik.
- Cultural : Keluarga pasien percayakan adanya hal-hal gaib.
- Religious : Keluarga pasien rajin melakukan sholat 5 waktu, juga sering ikut
kegiatan pengajian dan tausiah.
- Economy : Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi belum tercukupi.
- Education : Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu SMA.
- Medication : Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan
dari puskesmas dan memiliki asuransi kesehatan Jamkesda.
4.1.2.8.3.3 Genogram
50
Gambar 10. Genogram Penderita Diare
Keterangan :
51
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Untuk melakukan diagnosis secara klinis meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisis dan pemeriksaan penunjang, serta mengintepretasikan hasilnya dalam
mendiagnosis tonsilitis. Dari uraian pada bab sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa, diagnosis telah dilakukan dengan baik dan benar, dimana pasien
dapat mengemukakan keluhan yang dialaminya kepada pemeriksa sehingga
dapat didiagnosis pasien menderita tonsilitis.
2. Untuk melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi tonsilitis sesuai standar
kompetensi dokter Indonesia. Dari uraian pada bab sebelumnya telah
dipaparkan mengenai penatalaksanaan pada pasien tonsilitisi berupa terapi
farmakologi berupa antipiretik, antibiotik, dan obat batuk serta memberikan
edukasi pada pasien agar menghindari faktor pemicu berupa minuman
dingin dan makanan berminyak sehingga penatalaksanaan yang diberikan
pada pasien telah sesuai standar kompetensi dokter Indonesia.
3. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan
Masyarakat dalam pendekatan holistik melakukan upaya pengendalian
tonsilitis secara holistik dan komprehensif baik secara individu, keluarga
maupun komunitas. Dari uraian pada bab sebelumnya telah dijelaskan
mengenai pendekatan holistik yang telah dilakukan dilihat dari berbagai
aspek pasien, seperti aspek personal, klinik, faktor resiko internal, resiko
eksternal, psikososial keluarga, dan fungsional sehingga pasien dan
keluarganya dapat sembuh serta mencegah dan menghindari penyakit
tonsilitis.
52
5.2 Saran
Dari masalah yang dapat ditemukan pada An. AR berupa Tonsilitis maka
disarankan untuk:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan tonsilitis.
2. Memberitahukan pasien untuk senantiasa menjaga kesehan dan tidak jajan
sembarangan.
53
DAFTAR PUSTAKA
54
12. Oktaria Annisa, dkk. Hubungan Umur, Jenis Kelamin dan Perlakuan
Penatalaksanaan dengan Ukuran Tonsil pada Penderita Tonsilitis Kronis di
Bagian THT-KL RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2013. 2015. pdf.
13. Pasha R. Pharyngeal And Adenotonsillar Disorder. In: Otolaryngology-Head and
Neck Surgery. p158-165
14. Uğraş, Serdar & Kutluhan, Ahmet. Chronic Tonsillitis Can Be Diagnosed With
Histopathologic Findings. In: European Journal of General Medicine, Vol. 5, No.
2. [online].2008.[cited, 2012 Jan 23]. Available from: URL: http://www. Bioline
International .com
15. Adams GL, Boeis LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT BOEIS Edisi
keenam:Anatomi dan Fisiologi Faring. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.1997.
16. Djaafar, Zainul, Helmi, Ratna Restuti. 2007. Tonsilitis. Dalam: Buku Ajar
55
Ruang Tamu
Kamar
Toilet
Pasien
56