Anda di halaman 1dari 40

BAGIAN PROSTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN

Karya Tulis Ilmiah


13 September 2018

Pendekatan Original untuk Memperbaiki dan Menambahkan Restorasi Pasak


dan Inti ke Gigi Tiruan Jembatan yang Telah Ada
(An Original Approach to Retrofitting A Post and Core Restoration to An Existing Bridge)

Nama : Audwin Rheza Nugroho


NIM : J014171029
Penguji : drg. Acing Habibie, Ph.D
Hari/Tanggal : Kamis, 13 September 2018
Tempat : RSGM Kandea
Jurnal Acuan : Journal of Oral Health and Dental Science
2018; 2(2): 1-7

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN PROSTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ........................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang ......................................................................... 1

1.2. Rumusan masalah ................................................................... 3

1.3. Tujuan penulisan ...................................................................... 4

1.4. Manfaat penulisan .................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Restorasi pasak dan inti ........................................................... 5

2.1.1. Prinsip pasak ................................................................. 5

2.1.2. Efek ferrule ................................................................... 5

2.1.3. Konfigurasi pasak ......................................................... 6

2.1.4. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan ketika akan


menempatkan pasak ....................................................... 6

2.2. Gigi tiruan jembatan ................................................................ 7

ii
2.2.1. Definisi gigi tiruan jembatan ......................................... 7

2.2.2. Jenis-jenis gigi tiruan jembatan ..................................... 7

2.2.3. Komponen-komponen gigi tiruan jembatan .................. 8

2.2.4. Indikasi dan kontraindikasi gigi tiruan jembatan .......... 12

2.2.5. Syarat-syarat gigi penyangga pada pembuatan gigi


tiruan jembatan .............................................................. 13

2.2.6. Kegagalan gigi tiruan jembatan ..................................... 15

2.2.7. Prinsip preparasi ............................................................ 19

2.3. Resin duralay ........................................................................... 21

2.4. Biomekanika gigi tiruan jembatan pada gigi penyangga yang


telah dibangun restorasi pasak dan inti ..................................... 22

BAB III LAPORAN KASUS ...................................................................... 23

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................ 29

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 32

5.1. Kesimpulan .............................................................................. 32

5.2. Saran ........................................................................................ 32

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 33

LAMPIRAN ..................................................................................................... 35

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Efek ferrule ................................................................................ 6

Gambar 2.2. Perbandingan mahkota-akar ...................................................... 13

Gambar 2.3. (a) Dimensi fasolingual akar lebih lebar daripada mesiodistal.
(b) Akar dengan potongan melintang bulat ............................... 14

Gambar 2.4. (a) Akar divergen. (b) Akar fusi ................................................ 14

Gambar 2.5. Luas permukaan akar gigi-geligi rahang atas ............................ 15

Gambar 2.6. Luas permukaan akar gigi-geligi rahang bawah ........................ 15

Gambar 3.1. Radiografi panoramik ................................................................ 23

Gambar 3.2. Gigi tiruan jembatan yang dilepas ............................................ 23

Gambar 3.3. Pemeriksaan klinis gigi penyangga setelah desementasi gigi


tiruan jembatan yang lama dan ekstraksi gigi 15 ...................... 24

Gambar 3.4. Ahiran preparasi dua gigi (13 dan 16) dipertahankan setelah
preparasi dinding koronal ......................................................... 24

Gambar 3.5. Celah yang terlihat antara gingiva dan pontik .......................... 25

Gambar 3.6. Celah tidak terlihat ketika tersenyum ....................................... 25

Gambar 3.7. Pasak plastik dibasis kembali dengan resin Duralay .............................. 26

Gambar 3.8. Pasak dipotong .......................................................................... 26

iv
Gambar 3.9. Gigi tiruan jembatan dicobakan pada interkuspasi maksimum 27

Gambar 3.10. Pasien diminta untuk menutup mlutnya pada posisi


interkuspasi maksimum ............................................................. 27

Gambar 3.11. 2 Model pasak dan inti yang dicor setelah penghalusan ........... 27

Gambar 3.12. Gigi tiruan jembatan yang lama dengan dua model pasak dan
inti Duralay ............................................................................... 27

Gambar 3.13. 2 Model pasak dan inti yang dicor logam ................................. 28

Gambar 3.14. Resin komposit light cure diisi pada permukaan dalam gigi 15 28

Gambar 3.15. Dua pasak dan inti logam disementasi ...................................... 28

Gambar 3.16. Gigi tiruan jembatan disementasi ............................................. 28

v
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Kegagalan pada penggunaan gigi tiruan jembatan ........................ 17

Tabel 2.2. Keuntungan dan kekurangan garis akhiran ................................... 20

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Salah satu masalah yang dapat terjadi pada restorasi mahkota penuh adalah
fraktur mahkota klinis. Fraktur pada zona estetik gigi yang telah dirawat endodontik
dan dibuatkan mahkota (crown) dapat mengakibatkan rasa malu baik bagi pasien
maupun dokter gigi. Penelitian yang dilakukan Tjan AH et all (1984) terhadap 454
senyuman, baik wanita maupun pria berusia 20 sampai 30 tahun, menunjukkan
bahwa jika seorang tersenyum, pada umumnya memperlihatkan gigi-geligi anterior
dan premolar atas. Zona estetik sering kali juga mencakup gigi molar pertama
maksila. Zona ini berbeda untuk tiap orang, bergantung pada ukuran mulut, lebar
senyum, panjang gigi, ukuran bibir, dan kelenturannya, serta yang paling penting
adalah citra pasien.1,2

Penyangga gigi tiruan sebagian cekat yang rusak parah karena karies atau fraktur
memberikan tantangan bagi dokter gigi. Gigi tiruan sebagian cekat perlu dilepas
untuk perawatan endodontik disertai pembuatan pasak dan inti. Beberapa metode
telah dijelaskan dan diperkenalkan dari beberapa referensi untuk membentuk kontur
gigi asli atau untuk me-retrofitting mahkota yang ada, apabila margin struktur
koronal yang tersisa sepenuhnya baik dan setidaknya 2 mm (ferrule), maka gigi yang
fraktur dapat diperbaiki. Mahkota (crown) yang telah kembali dibuat sebaiknya
sesuai secara presisi pada akhiran preparasi yang sebelumnya ada. Oleh karena itu,
ketika salah satu penyangga pada gigi tiruan sebagian cekat atau splint mengalami
fraktur, inti yang diperbaiki harus terpasang dengan tepat pada lokasi yang sama
dengan inti sebelumnya. Pembuatan pasak dan inti yang diikuti dengan pembuatan
mahkota (crown) merupakan pilihan perawatan yang umum untuk mengembalikan

1
bentuk, fungsi, dan estetik gigi yang telah dirawat endodontik. Retrofitting pasak dan
inti sangat meningkatkan stabilitas protesa.1,7

Gigi pasca perawatan endodontik selama ini dipercaya menjadi lebih rapuh
sehingga mudah fraktur. Hal ini disebabkan oleh hilangnya kelembaban dan adanya
perubahan struktur jaringan kolagen pada dentin, namun pendapat tersebut telah
disanggah oleh penelitian terbaru sebab kerapuhan yang terjadi lebih disebabkan
karena hilangnya struktur mahkota dan integritas struktural yang diakibatkan oleh
preparasi akses kavitas. Pada gigi posterior, apabila sisa jaringan keras gigi setelah
preparasi inti mahkota selesai dilakukan dan masih memadai struktur jaringannya
maka tidak diperlukan pasak sebab pada dasarnya pasak tidak memperkuat gigi
maupun akar gigi. Pasak digunakan apabila pada suatu kasus hanya terdapat sisa
jaringan keras koronal yang minimal yang tidak memungkinkan dilakukannya
pembentukan inti. Restorasi mahkota penuh porselen fused to metal (PFM) adalah
salah satu pilihan perawatan yang optimal untuk merestorasi kasus fraktur gigi
posterior. Alasan digunakannya restorasi jenis ini adalah untuk memperoleh
gabungan antara kekuatan dari substruktur logam dengan kualitas estetik porselen.3,4

Perkembangan gigi tiruan jembatan sangatlah cepat, terbukti dengan adanya


berbagai macam gigi tiruan jembatan seperti all ceramic bridge dan adhesive bridge.
Walaupun demikian, gigi tiruan jembatan PFM masih menjadi pilihan karena secara
klinis dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama dan bersifat biokompatibel.
Penelitian yang dilakukan Karlsson (1986) melaporkan 93% angka keberhasilan
penggunaan gigi tiruan jembatan PFM dalam jangka waktu 10 tahun. Palmqvist dan
Swartz (1993) melaporkan tingkat keberhasilan penggunaan gigi tiruan jembatan ini
selama 18 – 23 tahun sekitar 79%. Kegagalan yang ditemukan pada perawatan gigi
tiruan jembatan PFM biasanya adalah fraktur lapisan porselen.4,6,7

Jenis gigi tiruan jembatan PFM digunakan secara luas untuk menggantikan
kehilangan dalam jumlah yang banyak terutama gigi posterior. Keuntungan gigi

2
tiruan jembatan PFM antara lain penampilan struktur yang dapat diprediksi, estetis
yang lebih baik, dan biaya yang relatif terjangkau. Jembatan ini menggabungkan
kekuatan dan keakuratan dari metal serta sifat estetik dari porselen.2,4

Tipe jembatan ini juga memiliki kekurangan, antara lain terjadi pigmentasi
gingiva berwarna biru keabu-abuan akibat pengaruh alloy logam Ni-Cr yang menjadi
koping. Hal ini terjadi karena kondisi lingkungan mulut sehingga terjadi korosi yang
menyebabkan terlepasnya ion-ion logam.4

Berdasarkan uraian tersebut maka sangat penting agar setiap dokter gigi untuk
mengetahui kaitan antara restorasi pasak dan inti dengan gigi tiruan jembatan. Hal ini
membuat penulis merasa tertarik untuk membuat Karya Tulis Ilmiah tentang
pendekatan original untuk memperbaiki dan menambahkan restorasi pasak dan inti ke
gigi tiruan jembatan yang telah ada.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan dalam Karya


Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah cara pendekatan original untuk memperbaiki dan menambahkan
restorasi pasak dan inti ke gigi tiruan jembatan yang telah ada?
2. Apa sajakah alat dan bahan yang digunakan pada pendekatan original untuk
memperbaiki dan menambahkan restorasi pasak dan inti ke gigi tiruan jembatan
yang telah ada?
3. Bagaimanakah biomekanika dari gigi tiruan jembatan pada gigi penyangga yang
telah dibangun restorasi pasak dan inti?

3
1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui cara pendekatan original untuk memperbaiki dan
menambahkan restorasi pasak dan inti ke gigi tiruan jembatan yang telah ada.
2. Untuk mengetahui alat dan bahan yang digunakan pada pendekatan original untuk
memperbaiki dan menambahkan restorasi pasak dan inti ke gigi tiruan jembatan
yang telah ada.
3. Untuk mengetahui biomekanika dari gigi tiruan jembatan pada gigi penyangga
yang telah dibangun restorasi pasak dan inti.

1.4. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat umum penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah wawasan pembaca mengenai Kedokteran Gigi di bidang prostodontik.

Adapun manfaat khusus penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah wawasan mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi mengenai pendekatan
original untuk memperbaiki dan menambahkan restorasi pasak dan inti ke gigi
tiruan jembatan yang telah ada.
2. Dapat dijadikan bahan baca untuk penulisan laporan kasus dalam bidang
prostodontik.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Restorasi pasak dan inti

2.1.1. Prinsip pasak

Jenis pasak yang digunakan dalam kedokteran gigi, baik pasak buatan pabrik
(pre-fabricated post) atau pasak yang dibuat sendiri/ custom made oleh dokter gigi
(pasak individual/ cast post), harus memenuhi prinsip pasak sebagai berikut:5,6,7
1. Panjang pasak
Panjang pasak sangat penting dalam prinsip pasak karena kemungkinan
fraktur dapat terjadi pada gigi yang sudah dipasangkan pasak. Lengan pengungkit
dapat terbentuk dari sisi oklusal gigi sampai puncak tulang alveolar (fulkrum),
meluas hingga apikal gigi. Panjang pasak dibuat sedemikian rupa sehingga
meninggalkan (minimal) 3-4 mm atau 1/3 bahan pengisi saluran akar pada apikal
gigi untuk mempertahankan integritas penutupan apikal pada saluran akar, selain
itu panjang pasak dibutuhkan untuk mencegah terjadinya stress berlebihan secara
internal pada akar.
2. Dinding pasak sejajar atau sedikit melebar ke arah insisal.
3. Bentuk pasak mengikuti bentuk saluran akar.
4. Pasak sejajar dengan sumbu panjang akar.
5. Pemakaian prinsip ferrule effect.

2.1.2. Efek ferrule

Ferrule dapat didefinisikan sebagai suatu cincin logam atau topi yang diletakkan
di sekitar ujung suatu alat, untuk menambah kekuatan. Efek ini digunakan pada
preparasi pasak dalam bentuk kontrabevel melingkari gigi (circumferential
contrabevel). Kontrabevel ini menguatkan aspek koronal dari restorasi pasak dan inti,

5
menghasilkan suatu dudukan oklusal, dan bertindak sebagai bentuk antirotasi. Efek
ini juga digunakan apabila ada sedikit saja sisa mahkota klinis, dengan jalan membuat
kontrabevel yang luas pada permukaan akar, dengan batas akhir preparasi mahkota
lebih apikal daripada unit pasak dan inti. Idealnya, dinding aksial dentin setelah
dipreparasi memiliki ketinggian minimal 2 mm di atas akhiran tepi restorasi dan
sejajar dengan dinding mahkota tiruan sehingga memberikan efek ferrule.7,8

Gambar 2.1. Efek ferrule


(Sumber: Soeprapto A. Buku pedoman dan tatalaksana praktik kedokteran gigi. Editor: Wijaya YE.
Yogyakarta: STPI Bina Insan Mulia; 2017. hal. 203.)

2.1.3. Konfigurasi pasak

Panjang pasak bukanlah satu-satunya faktor utama yang dipertimbangkan dalam


mendesain restorasi. Pada suatu studi perbandingan mengenai pengaruh panjang,
diameter, dan bentuk pasak terhadap kekuatan tarik, Johnson et all menemukan
bahwa pasak dengan dinding sejajar bergurat-gurat mempunyai retensi 4½ kali lebih
besar dibandingkan pasak berbentuk kerucut. Penelitian ini juga menemukan bahwa
penambahan pada panjang atau diameter pasak hanya akan meningkatkan retensi
sebesar 30% sampai 40%7,8

2.1.4. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan ketika akan menempatkan


pasak

Adapun faktor-faktor yang harus dipertimbangkan ketika akan menempatkan


pasak adalah sebagai berikut:2,5,7
1. Jumlah struktur gigi yang tersisa – ferrule effect.

6
2. Retensi yang cukup untuk pembuatan inti
3. Panjang saluran akar
4. Kelengkungan saluran akar.
5. Ketebalan dentin di saluran akar.
6. Faktor oklusi.

2.2. Gigi tiruan jembatan

2.2.1. Definisi gigi tiruan jembatan

Gigi tiruan jembatan didefinisikan sebagai gigi tiruan sebagian yang


disementasikan secara cekat/ permanen pada gigi asli yang telah dipreparasi untuk
memberikan dukungan utama pada gigi yang digantikan/ protesis.2,10

2.2.2. Jenis-jenis gigi tiruan jembatan

Adapun jenis-jenis gigi tiruan jembatan adalah sebagai berikut:


1. Fixed-fixed bridge/ rigid fixed bridge/ fixed bridge
Suatu gigi tiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada kedua sisi oleh
satu atau lebih gigi penyangga. Pada bagian gigi yang hilang yang terhubung
dengan gigi penyangga, harus mampu mendukung fungsional dari gigi yang
hilang.
2. Semifixed bridge/ fixed-movable bridge
Suatu gigi tiruan yang didukung secara kaku pada satu sisi, biasanya pada
akhir distal dengan satu atau lebih gigi penyangga. Satu gigi penyangga akan
menahan perlekatan intrakoronal yang memungkinkan derajat kecil pergerakan
antara komponen rigid dan penyangga gigi lainnya atau gigi.
3. Cantilever bridge
Suatu gigi tiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau lebih
abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi beban
oklusal dari gigi tiruan.

7
4. Spring cantilever bridge
Suatu gigi tiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke gigi
atau gigi penyangga. Lengan dari bar yang berfungsi sebagai penghubung ini
dapat dari berbagai panjang, tergantung pada posisi dari lengkung gigi penyangga
dalam kaitannya dengan gigi yang hilang.
5. Compound bridge
Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigi tiruan jembatan
dan bersatu menjadi suatu kesatuan.
6. Adhesive bridge/ resin—bonded fixed partial denture/ maryland bridge
Merupakan tipe GTJ yang sangat konservatif karena preparasinya sangat
minimal. Dilakukan preparasi gigi penyangga hanya sebatas email. GTJ tipe
initerdiri dari satu atau beberapa pontik yang didukung retainer tipis yang
direkatkan dengan semen dengan system etching bonding ke email gigi penyangga
di bagian lingual dan proksimal.

2.2.3. Komponen-komponen gigi tiruan jembatan

1. Retainer
Retainer adalah mahkota atau restorasi yang disementasikan pada abutment.
Major retainer adalah retainer yang menutupi seluruh oklusal gigi contohnya full
veneer crown, partial veneer crown. Minor retainer adalah retainer berupa
perluasan logam kecil yang disementasikan pada gigi contohnya inlay, onlay.2
Adapun tipe dari retainer yaitu:2,11
a. Berdasarkan penutupan gigi
i. Full veneer crown
Retainer menutupi lima permukaan gigi abutment. Dibuat seperti topi
dan diindikasikan untuk gigi dengan kerusakan yang luas. Retainer ini
sangat retentive dan ideal karena desainnya tahan terhadap tekanan
kunyah dari segala arah

8
ii. Partial veneer crown
Retainer ini lebih disukai dibanding full veneer crown karena
membutuhkan preparasi gigi yang lebih sedikit. Tapi, kurang retentive
dibanding full veneer crown.
iii. Conservative retainer
Retainer ini membutuhkan preparasi yang minimal. Indikasi utama
retainer ini yakni pemakaian untuk gigi anterior.
b. Berdasarkan bahan yang digunakan
i. All metal retainers
Dapat berupa partial atau full veneer crown. Retainer ini
membutuhkan preparasi gigi minimal.
ii. Metal ceramic retainers
Membutuhkan preparasi gigi yang lebih banyak.
iii. All ceramic retainers
Membutuhkan preparasi gigi yang maksimal.
iv. All acrylic retainer
Untuk gigi tiruan jembatan dalam jangka waktu yang lama.
2. Pontik
Pontik merupakan bagian gigi tiruan jembatan yang menggantikan fungsi dan
menempati daerah yang ditinggalkan gigi asli. Adapun klasifikasi pontik yakni:2,11
a. Kontak mukosa
Berdasarkan berkontak tidaknya dengan mukosa, pontik terbagi atas:
i. Berkontak dengan mukosa
 Saddle/ saddle-ridge-lap pontic
Pontik yang berkontak bidang dengan edentulous ridge.
Pontik tipe ini tidak memiliki akses untuk dental floss sehingga
tidak dapat dibersihkan dan menyebabkan akumulasi plak.

9
 Modified ridge-lap pontic
Kombinasi antara pontik tipe saddle dan hygienic memiliki
permukaan fasial yang menutupi residual ridge dan bagian
lingual tidak berkontak dengan ridge, sehingga estetiknya
bagus dan mudah dibersihkan.
 Conical pontic
Pontik yang hanya memiliki satu titik kontak pada titik
tengah residual ridge, sehingga mudah dibersihkan.
Diindikasikan untuk mengganti gigi yang hilang pada ridge
yang pipih di daerah posterior.
 Ovate pontic
Pontik yang sangat estetis, dasar pontik membulat dan
masuk ke dalam cekungan (concavity) residual ridge, sehingga
mudah dibersihkan. residual ridge cekung dapat dibuat dengan
cara penempatan GTJ smentara segera setelah ekstraksi,
dengan memperluas pontik ¼ bagian servikal dan dimasukkan
ke residual ridge atau juga dapat dibentuk dengan tindakan
bedah. Diindikasikan untuk kebutuhan estetika yang optimal,
misalnya pada kehilangan gigi insisif, kaninus, dan premolar
rahang atas.
ii. Tidak berkontak mukosa
 Sanitary/ hygienic pontic
Pontik yang mudah dibersihkan karena tidak berkontak
dengan edentulous ridge. Dengan kondisi tersebut akan
memudahkan plaque control, dengan cara menyisipkan dental
floss di bawah pontik. Pontik tipe ini diindikasikan untuk gigi
posterior rahang bawah atau pasien dengan oral hygine yang
buruk.

10
 Modified sanitary (hygienic) pontic/ perel pontic
Merupakan modifikasi dari sanitary pontic. Permukaan
dasar pontik cekung/ melengkung pada arah mesiodistal dan
fasolingual. Konektor yang menghubungkan pontik ini dengan
retainer dapat dibuat dengan ketebalan maksimal. Sehingga
konektor lebih dapat menahan stress.
b. Bahan yang digunakan
Berdasarkan bahan yang digunakan, pontik terbagi atas:
i. Metal and porcelain veneered pontic
ii. Metal and resin veneered pontic
iii. All metal pontic
iv. All ceramic pontic
c. Metode pembuatan
i. Custom made pontic
ii. Prefabricated pontic
 Trupontic
 Interchangeable facing
 Sanitary pontic
 Pin-facing pontic
 Modified pin-facing pontic
 Reverse pin-facing pontic
 Harmony pontic
 Porcelain fused to metal pontic
iii. Prefabricated custom modified pontic
3. Konektor
Konektor merupakan bagian gigi tiruan jembatan yang menghubungkan
retainer-retainer, pontik-pontik, dan retainer-pontik. Konektor diklasifikasikan
sebagai:2,12

11
a. Rigid Connector
Digunakan untuk menghubungkan retainer dan pontik pada fixed-
fixed bridge. Konektor ini digunakan ketika seluruh tekanan pontik
ditransfer langsung ke abutment.
b. Non-Rigid Connector
Konektor ini diindikasikan pada kasus gigi penyangga nonparalel
sehingga arah insersi satu arah sulit dilakukan, terjadi gerakan terbatas
antara retainer dan pontik.2,11,12

2.2.4. Indikasi dan kontraindikasi gigi tiruan jembatan

1. Indikasi gigi tiruan jembatan:2,14


a. Menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang.
b. Daerah tidak bergigi masih dibatsi oleh gigi asli pada kedua sisinya.
c. Gigi yang dijadikan sebagai penyangga harus sehat dan jaringan periodontal
baik.
d. Pasien berumur 25-55 tahun.
2. Kontraindikasi gigi tiruan jembatan:2,14
a. Kehilangan yang besar pada tulang alveolar akibat trauma.
b. Pasien yang berusia muda (dibawah 20 tahun) karena memiliki ruang pulpa
yang besar.
c. Gigi yang mengalami kelainan bentuk secara kongenital sehingga tidak dapat
memberikan dukungan yang adekuat terhadap gigi tiruan jembatan.
d. Pasien yang tidak dapat kooperatif terhadap prosedur perawatan.
e. Pasien yang memiliki penyakit sistemik seperti leukimia, hipertensi.
f. Prognosis yang buruk dari gigi penyangga.

12
2.2.5. Syarat-syarat gigi penyangga pada pembuatan gigi tiruan jembatan
1. Perbandingan mahkota-akar
Merupakan perbandingan antara jarak oklusal gigi ke alveolar crest dan
panjang akar yang tertanam di dalam tulang alveolar. Jika terdapat resorpsi
tulang alveolar yang besar, maka gaya lateral pada gigi dapat menyebabkan
rusaknya ligamentum periodontal, kemudian mengakibatkan gigi goyang. Bila
derajat mobilitas gigi tinggi, gigi dapat lepas dari soket. Perbandingan mahkota-
akar yang optimal untuk gigi penyangga GTJ adalah 2:3 atau minimal 1:1.2

Gambar 2.2. Perbandingan mahkota-akar.


(Sumber: Shillingburg HT, Sather DA, Wilson EL, Cain JR, Mitchell DL, Blanco LJ, Kessler JC.
Fundamental postodontik cekat. Alih bahasa: Subrata G. Editor edisi bahasa Indonesia: Elias S. Editor
penyelaras: Juwono L. Edisi keempat. Jakarta: EGC; 2015. hal. 85.)

2. Konfigurasi akar
Gigi penyangga yang memiliki akar dengan dimensi fasolingual lebih
lebar daripada mesiodistal lebih baik daripada gigi penyangga yang berakar
bulat. Sedangkan gigi posterior yang memiliki bentuk akar yang menyebar/
divergen akan mendapatkan dukungan periodontal lebih baik daripada bentuk
akar yang konvergen atau berfusi.2

13
Gambar 2.3. (a) Dimensi fasolingual akar lebih lebar daripada mesiodistal. (b) Akar
dengan potongan melintang bulat.
(Sumber: Shillingburg HT, Sather DA, Wilson EL, Cain JR, Mitchell DL, Blanco LJ, Kessler JC.
Fundamental postodontik cekat. Alih bahasa: Subrata G. Editor edisi bahasa Indonesia: Elias S. Editor
penyelaras: Juwono L. Edisi keempat. Jakarta: EGC; 2015. hal. 85.)

Gambar 2.4. (a) Akar divergen. (b) Akar fusi.


(Sumber: Shillingburg HT, Sather DA, Wilson EL, Cain JR, Mitchell DL, Blanco LJ, Kessler JC.
Fundamental postodontik cekat. Alih bahasa: Subrata G. Editor edisi bahasa Indonesia: Elias S. Editor
penyelaras: Juwono L. Edisi keempat. Jakarta: EGC; 2015. hal. 86.)

3. Luas ligamentum periodontal


Jumlah luas permukaan perlekatan ligamen periodontal ke tulang alveolar.
Gigi yang lebih besar memiliki luas ligamen periodontal lebih besar, sehingga
dapat menahan tekanan yang lebih besar. Perlekatan ligamen periodontal yang
baik, berawal dari cemento-enamel junction dan ke dalam sulkusnya adalah
1,8 – 3 mm. Penggantian kehilangan gigi dengan GTJ harus sesuai dengan
hukum Ante, yaitu bahwa luas permukaan akar gigi penyangga harus sama
atau lebih besar daripada gigi yang akan digantikan.2

14
Gambar 2.5. Luas permukaan akar gigi-geligi rahang atas.
(Sumber: Shillingburg HT, Sather DA, Wilson EL, Cain JR, Mitchell DL, Blanco LJ, Kessler JC.
Fundamental postodontik cekat. Alih bahasa: Subrata G. Editor edisi bahasa Indonesia: Elias S. Editor
penyelaras: Juwono L. Edisi keempat. Jakarta: EGC; 2015. hal. 86.)

Gambar 2.6. Luas permukaan akar gigi-geligi rahang bawah.


(Sumber: Shillingburg HT, Sather DA, Wilson EL, Cain JR, Mitchell DL, Blanco LJ, Kessler JC.
Fundamental postodontik cekat. Alih bahasa: Subrata G. Editor edisi bahasa Indonesia: Elias S. Editor
penyelaras: Juwono L. Edisi keempat. Jakarta: EGC; 2015. hal. 86.)

2.2.6. Kegagalan gigi tiruan jembatan

1. Klasifikasi kegagalan pada gigi tiruan jembatan:


a. Kegagalan saat sementasi disebabkan oleh retainer yang tidak adekuat, terbagi
menjadi:2,13,14
i. Partial, disebabkan oleh mahkota yang pendek, preparasi terlalu tapered,
dan proses casting yang tidak terlalu keras.

15
ii. Complete, disebabkan oleh teknik sementasi yang buruk, kesalahan pada
pemilihan bahan, pencampuran atau pengadukan yang tidak benar, bahan
yang terkontaminasi, serta sementasi yang tertunda.
b. Kerusakan mekanis, akibat:2
i. Fraktur pada bahan metal, ketebalan yang tidak adekuat, dan teknik casting
yang tidak benar serta oklusi yang salah.
ii. Kesalahan atau kegagalan solder joint disebabkan oleh teknik soldering
yang tidak benar.
iii. Kesalahan pontik, kekuatan bahan yang kurang, dan kesalahan oklusi pada
bagian atau sisi lateral.
iv. Kesalahan bonding pada bahan porselen diakibatkan oleh desain yang salah,
preparasi pada bagian oklusal yang salah serta kekuatan pada bagian
interproksimal tidak adekuat.
c. Iritasi gingiva
Resesi gingiva diakibatkan oleh GTJ yang salah, kesalahan pada tepi
retainer, kesalahan pada bagian anatomis oklusal gigi, serta kelebihan kontur
pada retainer.2
d. Kerusakan periodontal
i. General, disebabkan oleh penyakit sistemik.
ii. Local, disebabkan oleh desain bridge yang buruk, kesalahan pemilihan gigi
abutment, dan oklusi traumatik.2
e. Karies
Diakibatkan oleh kesalahan tepi restorasi dan kesalahan pada saat
sementasi.2
f. Nekrosis pulpa
Disebabkan oleh teknik preparasi yang buruk serta meningkatnya beban
kunyah pada gigi akibat oklusi yang salah.2

16
2. Kegagalan pada penggunaan gigi tiruan jembatan:2

Tabel 2.1. Kegagalan pada penggunaan gigi tiruan jembatan


Keluhan Penyebab
Rasa sakit Kekasaran pada daerah tepi; alveolar
ridge yang tajam, tekanan yang tidak
merata pada gigi tiruan, relasi rahang
yang salah, alveolar ridge yang tidak
merata, gigi tiruan yang tidak sesuai,
sisa akar pada ridge, alergi terhadap
basis gigi tiruan.
Perbaikan – Hilangkan penyebabnya dan
menyesuaikan gigi tiruan.

Gigi tiruan jembatan yang longgar Adaptasi yang buruk pada gigi tiruan
(retensi sedikit) jembatan terhadap gigi penyangga,
alveolar ridge yang rendah; kontur yang
tidak tepat dari permukaan bukal dan
lingual. Kesalahan pada relasi rahang.

Gigi tiruan yang berpindah Alveolar ridge yang rendah, distorsi dari
(ketidakstabilan) cetakan, relasi rahang yang salah,
overbite,

Penampilan yang buruk Kontur labial dan bukal yang salah,


kesalahan dalam pemilihan warna,
bentuk, ukuran gigi, posisi gigi yang
salah, pasien dengan tuntutan yang
terlalu banyak, gigi terlihat terlalu

17
banyak.
Kesulitan pada saat makan Ketinggian cusp yang kurang, karena
sakit, gigi tiruan jembatan yang longgar.

Gangguan pada saat berbicara Gigi tiruan jembatan yang longgar pada
bagian anterior, open bite, posisi yang
salah dari gigi anterior.

Adanya bunyi pada gigi tiruan Penggunaan gigi tiruan dari porselen,
interferensi cusp.

Rasa mual dan muntah Pasien yang sensitif, gigi tiruan


jembatan yang tidak stabil.

Ketidaknyamanan secara umum Dimensi vertikal dan bidang oklusal


yang salah.

Tergigitnya pipi dan lidah Kekurangan dimensi vertikal,


kekurangan overjet, kekurangan ruang
pada lidah.

Makanan akan terselip pada gigi tiruan Gigi tiruan jembatan yang kurang
sesuai.

(Sumber: Shillingburg HT, Sather DA, Wilson EL, Cain JR, Mitchell DL, Blanco LJ, Kessler JC.
Fundamental postodontik cekat. Alih bahasa: Subrata G. Editor edisi bahasa Indonesia: Elias S. Editor
penyelaras: Juwono L. Edisi keempat. Jakarta: EGC; 2015. hal. 90-6.)

18
3. Penyebab kegagalan pembuatan gigi tiruan jembatan:2
1. Retensi dan stabilitas yang kurang sehingga gigi tiruan jembatan menjadi
longgar.
2. Relasi rahang yang salah: relasi sentrik yang salah, oklusi sentrik yang salah,
dimensi vertikal yang salah.
3. Gangguan cusp.
4. Alveolar ridge yang rendah.
5. Pasien yang kurang kooperatif.
6. Estetik yang kurang.
7. Dokter gigi yang kurang terampil.

2.2.7. Prinsip preparasi

Adapun prinsip adalah sebagai berikut:2,13,14


1. Pemeliharaan Struktur Gigi
Perawatan di lakukan untuk mencegah kelebihan pada saat preparasi gigi
2. Bentuk Retensi dan Resistensi
Retensi di artikan sebagai kemampuan dari bagian preparasi untuk mencegah
adanya perpindahan restorasi retensi diklasifikasikan menjadi 2 yaitu retensi
primer di dapatkan dari permukaan vertical dari gigi antagonis dari gigi yang
dipreparasi. Sedangkan retensi sekunder di dapatkan dari pin dan groove.
3. Daya Tahan Restorasi
Kemampuan restorasi untuk mencegah kerusakan terhadap tekanan yang di
berikan hal ini terkait dengan ketebalan restorasi. karena ketebalan restorasi
tergantung pada preparasi gigi
4. Integritas Tepi Restorasi
Margin restorasi sebaiknya di letakan pada bagian supragingiva karena
memiliki beberapa keuntungan yaitu mudah di selesaikan, mudah diatur, di
adaptasi marginal yang buruk akan berdampak pada aturan oral yang dapat
membuat “Marginal Leakage” ataupun karies sekunder.

19
Tabel 2.2. Keuntungan dan kekurangan garis akhiran
Garis akhiran Keuntungan Kekurangan
Chamfer Kerusakan giginya minimal Mengurangi kekuatan
Tegangannya minimal mahkota (keramik)
Estetik buruk (keramik)

Chamfer yang dalam Kerusakan gigi sedang Mengurangi kekuatan


Tegangan minimal pada gigi mahkota
Berpotensi membentuk
bibir

Bahu klasik Estetik maksimal Kerusakan maksimal


Kekuatan mahkota maksimal Tegangan pada gigi
maksimal

Bahu radial Estetik maksimal Kerusakan pada gigi


Kekuatan mahkota sangat Tegangan lebih besar
bagus dibanding chamfer
Kurang ada tegangan jika
dibanding bahu klasik

Bahu radial dengan Kekuatan mahkota sangat baik Kerusakan pada gigi
bevel Tegangan lebih kecil dibanding Tegangan lebih besar
bahu klasik dibanding chamfer
Estetik lebih buruk
(membutuhkan kerah
logam)

20
Knife edge Kerusakan minimal Kontur berlebihan
(keramik)
Estetik buruk
Tapi mahkota lebih lemah

(Sumber: Shillingburg HT, Sather DA, Wilson EL, Cain JR, Mitchell DL, Blanco LJ, Kessler JC.
Fundamental postodontik cekat. Alih bahasa: Subrata G. Editor edisi bahasa Indonesia: Elias S. Editor
penyelaras: Juwono L. Edisi keempat. Jakarta: EGC; 2015. hal. 143.)

5. Pemeliharaan Jaringan Periodonsium


Penempatan batas/akhiran preparasi mempengaruhi resstorasi dan juga hasil
perawatan. Akhiran preparasi, harus di tempatkan pada daerah yang mudah di
jangkau agar dapat dengan mudah di selesaikan oleh dokter gigi dan dibersihkan
oleh pasien secara efektif.

2.3. Resin duralay

Resin duralay merupakan resi akrilik autopolimerisasi (self-cured/ cold cured/


chemical cured resin/ swapolimerisasi) dengan waktu polimerisasi sekitar 8 menit
dengan rasio 20 g/ 10 ml, terdiri dari komposisi bubuk/ powder berupa MMA (methyl
methacrylate, copolymer, dialkylphthalate, pigments, benzoyl peroxide) dan cairan/
liquid berupa MMA (methyl methacrylate) dan DMT (dimethyl p-toluidine). Resin
duralay digunakan sebagai bahan pembuatan pola pasak dan inti custom made secara
langsung (direct) di dalam mulut pasien. Resin ini memiliki keakuratan dan stabilitas
dimensi yang tinggi sehingga dapat mengatasi masalah kurang akuratnya batas tepi
restorasi pasak dan inti yang dapat menimbulkan masalah baru berupa karies dan lesi
periapikal.1,15

Inlay wax telah lama digunakan sebagai bahan pembuatan pola pasak dan inti,
tetapi inlay wax memeiliki banyak kekurangan diantaranya adalah memiliki koefisien
ekspansi termal yang tinggi, sifatnya termoplastik sehingga cenderung mengalami

21
distorsi. Sedangkan, resin duralay memiliki keakuratan dan stabilitas dimensi yang
lebih baik dibandingkan dengan inlay wax, mudah untuk dimanipulasi dan
diaplikasikan ke dalam saluran akar dengan menggunakan plastic sprue, serta dapat
dibentuk menggunakan instrument bor tanpa terjadi distorsi. Resin duralay memiliki
banyak keuntungan sehingga dapat digunakan sebagai bahan alternatif selain inlay
wax untuk membuat pola pasak dan inti, terutama apbila pemendaman (investment)
pola pasak dan inti tidak segera dilakukan.7,15

2.4. Biomekanika gigi tiruan jembatan pada gigi penyangga yang telah
dibangun restorasi pasak dan inti

Pembuatan pasak memiliki tujuan untuk membantu mencegah secara kompleks


pasak, inti, dan/ mahkota tiruan, di mana ferrule disemen, terhadap pemisahan dari
akar gigi penyangga (abutment) pada bidang fraktur yang terletak secara teoritis kira-
kira pada tingkat mahkota atau margin ferrule. Secara khusus, kekuatan ikatan pada
luas permukaan pasak, yang ada pada permukaan struktur pasak antara margin sub-
ferrule dan margin supra-ferrule, memberikan kontribusi terhadap kekuatan ikatan
keseluruhan dari luas permukaan pasak, inti, dan/ mahkota tiruan yang ada pada
tingkat margin mahkota yang telah diproyeksikan, sehingga mencegah fraktur gigi
penyangga dari gigi tiruan jembatan.2,5

22
BAB III

LAPORAN KASUS

Seorang pasien perempuan berusia 46 tahun yang sehat tanpa penyakit sistemik
datang ke klinik gigi departemen prostodontik cekat di Monastir dalam keadaan
darurat untuk dilakukan sementasi ulang pada gigi tiruan jembatannya. Gigi tiruan
jembatan memiliki 3 retainer yaitu pada kaninus, premolar kedua, dan molar pertama
serta pontik yang menggantikan premolar pertama. Gigi tiruan tersebut mengalami
kelonggaran sebagian pada sisi kaninus. Gigi tiruan jembatan sangat goyang, tetapi
dalam kondisi yang baik. Menurut pasien, gigi tiruan jembatan telah berusia 6 tahun.
Selain itu, pasien meminta solusi estetik dan fungsional yang cepat dan segera, pasien
membawa foto panoramiknya yang lama (Gambar 1). Gigi tiruan jembatan sangat
goyang sehingga sangat mudah dilepas menggunakan manual crown and bridge
remover yang dikaitkan pada sisi palatal untuk menghindari fraktur atau terlepasnya
permukaan veneer bukal. Gigi tiruan jembatan tidak memiliki retakan apapun setelah
penggunaan crown remover (Gambar 2).

Gambar 3.1. Radiografi panoramik Gambar 3.2. Gigi tiruan jembatan yang
dilepas

(Sumber: Imen D, Jilani S, Zohra N, Belhassen H, Mounir C. An original approach to retrofitting a


post and core restoration to an existing bridge. JOHDS 2018 Jan; 2(2): 2.)

23
Gambar 3.3. Pemeriksaan klinis gigi Gambar 3.4. Ahiran preparasi dua gigi
penyangga setelah desementasi gigi tiruan (13 dan 16) dipertahankan setelah
jembatan yang lama dan ekstraksi gigi 15 preparasi dinding koronal

(Sumber: Imen D, Jilani S, Zohra N, Belhassen H, Mounir C. An original approach to retrofitting a


post and core restoration to an existing bridge. JOHDS 2018 Jan; 2(2): 2.)

Pemeriksaan klinis pada gigi penyangga menunjukkan bahwa kaninus rusak,


terdapat karies supragingiva. Pada gigi tersebut, pasak screw yang ada dilepaskan
menggunakan classic smooth flat pliers. Gigi 15 merupakan sisa akar dengan dinding
yang lunak dan karies yang sangat dalam. Prognosisnya tidak menguntungkan
sehingga diputuskan untuk diekstraksi. Gigi 16 menunjukkan restorasi yang luas
dengan resin komposit (Gambar 3). Pemeriksaan oklusi menunjukkan interkuspasi
maksimum yang stabil.

Pemeriksaan radiografi menunjukkan dukungan tulang yang sangat baik untuk


gigi 13 dan 16 yang tersisa. Gigi kaninus dan molar pertama tersebut dirawat
endodontik dengan struktur koronal yang tersisa cukup dan dapat diterima. Setiap
gigi penyangga diperiksa secara menyeluruh, termasuk keberadaan karies residual
dan restorasi yang ada, kemudian semen dihilangkan. Akhiran preparasi pada dua
gigi (13 dan 16) dipertahankan setelah preparasi dinding koronal (Gambar 4).

Pada kasus ini, pontik berada di atas gingiva agar mudah dibersihkan
menggunakan sikat gigi interdental. Masalah pada pilihan ini adalah terdapat celah

24
yang sangat terlihat antara gingiva dan pontik sehingga tidak nyaman untuk dilihat
(Gambar 5). Untungnya, celah ini tidak terlihat ketika tersenyum dan tidak
menyebabkan masalah estetik untuk pasien setelah keadaannya dijelaskan (Gambar
6). Pasien meminta untuk menggunakan gigi tiruan jembatan lamanya sebagai solusi
gigi tiruan sementara yang cepat.

Gambar 3.5. Celah yang terlihat Gambar 3.6. Celah tidak terlihat
antara gingiva dan pontik ketika tersenyum

(Sumber: Imen D, Jilani S, Zohra N, Belhassen H, Mounir C. An original approach to retrofitting a


post and core restoration to an existing bridge. JOHDS 2018 Jan; 2(2): 3.)

Prosedur tersebut berupa memperbaiki dan membangun kembali permukaan


dalam retainer dari gigi tiruan jembatan yang ada menggunakan resin Duralay pada
interkuspasi maksimum. Keputusan akhir dibuat dengan kerjasama penuh dan
informed consent dari pasien.

Kunjungan pertama:

Pasien dirujuk ke departemen Penyakit Mulut dan Bedah Mulut untuk diekstraksi
gigi 15. Obat kumur dan analgesik diresepkan untuk menyembuhkan gingiva dan
meredakan rasa nyeri setelah operatif. Sering kali, gigi tiruan cekat yang ada dapat
dipakai kembali oleh resin akrlik dengan atau tanpa menggunakan pasak logam yang
mengubah gigi tiruan cekat yang asli menjadi restorasi semetara yang efektif.

25
Kunjungan setelah 4 minggu:

Penyembuhan gingiva pada soket meningkat dengan baik. Setelah memilih


ukuran pasak plastik yang sesuai (Para-Pasak, Whaledent International, New York,
N.Y.), pasak diinsersi ke dalam saluran akar yang telah dipreparasi. Pasak plastik
dibasis kembali dengan melapisi pasak menggunakan bahan akrilik autopolimerisasi
(Duralay, Reliance Dental Mfg Co, Alsip, Ill.) untuk memastikan adapatasi yang
lebih baik ke struktur gigi (pasak pada ruang pasak 13 dan ruang pasak palatal 16)
(Gambar 7). Panjang pasak disesuaikan dengan memotong pasak menggunakan disk
sehingga tidak mengganggu permukaan dalam retainer yang dapat membahayakan
dudukan yang akurat dan oklusi yang tepat (Gambar 8).

Gambar 3.7. Pasak plastik dibasis Gambar 3.8. Pasak dipotong


kembali dengan resin Duralay

(Sumber: Imen D, Jilani S, Zohra N, Belhassen H, Mounir C. An original approach to retrofitting a


post and core restoration to an existing bridge. JOHDS 2018 Jan; 2(2): 3-4.)

Selapis lubrikan diberikan pada setiap permukaan dalam retainer dan struktur
gigi untuk memudahkan pelepasan gigi tiruan jembatan setelah waktu setting resin.
Gigi tiruan jembatan dicobakan pada interkuspasi maksimum (Gambar 9). Bahan
resin Duralay kemudian dicampur dan diisi pada permukaan dalam retainer,
kemudian dipasang di atas pasak plastik dan pasien diminta untuk menutup mulutnya
pada posisi interkuspasi maksimum untuk menghindari sur-occlusion hingga bahan
resin terpolimerisasi sempurna dan kemudian dilepas (Gambar 10).

26
Gambar 3.9. Gigi tiruan jembatan Gambar 3.10. Pasien diminta untuk menutup
dicobakan pada interkuspasi maksimum mlutnya pada posisi interkuspasi maksimum

(Sumber: Imen D, Jilani S, Zohra N, Belhassen H, Mounir C. An original approach to retrofitting a


post and core restoration to an existing bridge. JOHDS 2018 Jan; 2(2): 4-5.)

Pasak dan inti Duralay yang dibuat dicek sehingga tidak ada kekurangan bahan,
kemudian kontur pasak dan inti tuang sebelumnya dibuat kembali dan bahan inti yang
berlebihan yang tersisa di atas margin dikeluarkan menggunakan probe. Waktu
setting resin Duralay adalah 5 menit, 2 model pasak dan inti diperhalus menggunakan
bur intan pada turbin yang menggunakan irigasi untuk menciptakan ruang tambahan
bagi semen antara gigi penyangga dan retainer, kemudian dikirim ke laboratorium
untuk dicor dengan logam (Gambar 11, 12 dan 13). Dengan jelas, pada tahap ini
menambahkan groove atau box ke pasak dan inti Duralay yang dibuat (penyangga
baru) membatasi path of placement, sehingga retensi meningkat.

Gambar 3.11. 2 Model pasak dan inti yang Gambar 3.12. Gigi tiruan jembatan yang lama
dicor setelah penghalusan dengan dua model pasak dan inti Duralay

(Sumber: Imen D, Jilani S, Zohra N, Belhassen H, Mounir C. An original approach to retrofitting a


post and core restoration to an existing bridge. JOHDS 2018 Jan; 2(2): 5.)

27
Di lab, penyesuaian permukaan retainer 15 yang telah diekstraksi, dibersihkan
dan dipreparasi dengan air-abrading disertai 50 mm alumina, kemudian di klinik,
diisi dengan resin komposit light cure untuk diubah menjadi pontik (Gambar 14).

Gambar 3.13. 2 Model pasak dan inti yang Gambar 3.14. Resin komposit light cure
dicor logam diisi pada permukaan dalam gigi 15

(Sumber: Imen D, Jilani S, Zohra N, Belhassen H, Mounir C. An original approach to retrofitting a


post and core restoration to an existing bridge. JOHDS 2018 Jan; 2(2): 5.)

Kunjungan berikutnya:

Pasak dan inti tuang dicobakan di dalam mulut tanpa gigi tiruan jembatan untuk
memastikan adaptasi yang baik dan sempurna, kemudian gigi tiruan jembatan
dicobakan tanpa adanya over-occlusion. Selanjutnya, pasak dan inti disementasi
dengan glass ionomer cement adesif (Gambar 15). Terakhir, gigi tiruan jembatan
disementasi menggunakan zinc phosphate cement (Gambar 16).

Gambar 3.15. Dua pasak dan inti logam Gambar 3.16. Gigi tiruan jembatan
disementasi disementasi

(Sumber: Imen D, Jilani S, Zohra N, Belhassen H, Mounir C. An original approach to retrofitting a


post and core restoration to an existing bridge. JOHDS 2018 Jan; 2(2): 6-7.)

28
BAB IV

PEMBAHASAN

Restorasi mahkota pasak pada umumnya dibuat pada gigi dengan kerusakan
mahkota yang sangat luas atau pada gigi yang telah dirawat saluran akar. Pada
umumnya restorasi mahkota pasak yang dibuat konstruksi dua unit, yaitu inti yang
berpasak dan mahkota yang nantinya disemenkan pada inti tersebut. Konstruksi dua
unit ini memiliki keuntungan jika dibandingkan dengan konstruksi satu unit. Pada
konstruksi dua unit, jika restorasi mahkotanya ingin diganti tidak perlu melepas pasak
dari saluran akar, dan adaptasi pinggiran mahkota terhadap permukaan akar dan
posisi mahkota terhadap gigi-gigi tetangganya serta gigi antagonisnya tidak
bergantung pada keakuratan dari pasak terhadap saluran akar.5,16

Kegagalan yang terjadi pada gigi yang telah dirawat endodontik adalah karena
berkurangnya atau berubahnya struktur gigi yang disebabkan oleh karies dan/atau
restorasi sebelumnya, fraktur atau trauma dan berkurangnya kelembapan. Akhiran
preparasi yang tidak berubah pada dua gigi penyangga sangat penting untuk
penggunaan kembali gigi tiruan jembatan yang lama sebagai gigi tiruan sementara
dan untuk merekonstruksi dua pasak dan inti tuang.1

Pada kasus klinis, penggantian dua premolar menggunakan kaninus dan molar
sebagai gigi penyangga tanpa kehilangan tulang merupakan solusi yang sesuai. Gigi
penyangga tersebut memungkinkan untuk menahan gaya aksial normal atau oblik
selama fungsi. Berdasarkan hukum Ante, yaitu bahwa luas permukaan akar gigi
penyangga harus sama atau lebih besar daripada gigi yang akan digantikan. Total luas
permukaan akar gigi penyangga pada kasus berupa kaninus rahang atas (273 mm2)
dan molar pertama rahang atas (433 mm2) yaitu 706 mm2. Sedangkan, luas
permukaan akar gigi yang akan digantikan berupa premolar pertama rahang atas (234

29
mm2) dan premolar kedua rahang atas (220 mm2) yaitu 454 mm2. Dengan demikian,
penggantian dua gigi yang telah hilang dengan menggunakan gigi tiruan jembatan
yang didukung oleh dua gigi penyangga pada kasus sesuai dengan hukum Ante.1,2

Pendekatan yang berbeda dari beberapa peneliti telah diajukan, pada referensi
untuk memperbaiki dan membangun kembali mahkota: Sabbak menggunakan bahan
cetak polyvinyl siloxane (PVS) bening sebagai matriks. Chan mengadaptasi lembaran
polytetrafluoroethylene sebagai medium pemisah pada bagian dalam mahkota untuk
menyisakan ruang tambahan bagi semen antara mahkota dan inti. Berksun
menggunakan plastic foil yang dibuat secara manual sebagai template untuk
membangun kembali inti, Jahangiri dan Feng menggunakan die awal atau replikanya
serta matriks polyvinyl siloxane. Rosen H, pada artikelnya yang dipublikasikan pada
tahun 1998, menjelaskan prosedur chair side untuk memperbaiki dan membangun
kembali pasak dan inti, serta pada kunjungan yang sama, mengubah gigi tiruan cekat
yang lama menjadi restorasi sementara yang efektif.1,2

Artikel ini menjelaskan prosedur sederhana mengenai pencatatan kontur pasak


dan inti logam perlu dibuat, menggunakan resin Duralay di bawah tekanan oklusal
dengan memperbaiki dan membangun kembali permukaan dalam retainer pada gigi
penyangga yang fraktur, dapat menjadi pilihan perawatan. Bahan resin akrilik
mengalami kontraksi volumetrik (penyusutan) selama proses polimerisasi. Salah satu
penelitian melaporkan bahwa 80% dari semua penyusutan resin Duralay terjadi
sebelum 17 menit dan 95% terjadi 3 jam pada temperatur ruangan.1,7,15

Selain itu, mereka menemukan penyusutan polimerisasi yang besar sebagai hasil
rasio monomer/polimer yang tinggi dan menyarankan untuk membuat campuran
setebal mungkin untuk meminimalkan efek terburuk polimerisasi.1

Pada kasus klinis ini, resin Duralay yang digunakan dalam konsistensi tebal
seperti yang direkomendasikan dan penggunaan monomer yang berlebihan dihindari
sebanyak mungkin. Untuk menyisakan ruang tambahan bagi semen antara penyangga

30
dan retainer, digunakan bur intan rotary untuk mengurangi sedikit permukaan dari
dua pasak dan inti. Karena gigi tiruan jembatan yang lama dapat digunakan, masalah
waktu dan biaya tambahan berupa preparasi kembali, pencetakan kembali, dan
pembuatan mahkota yang baru dapat dihindari. Sederhana untuk dilakukan,
memperbaiki dan membangun kembali pasak dan inti sangat meningkatkan stabilitas
untuk gigi tiruan cekat sementara serta untuk pembuatan ulang gigi tiruan cekat tetap.
Sering kali, gigi tiruan cekat yang sudah ada dapat digunakan sebagai restorasi
sementara.1,15

Restorasi optimal pada kasus fraktur gigi posterior dapat dicapai dengan
memperhatikan berbagai persyaratan. Beberapa persyaratan seperti pemilihan jenis
restorasi, jenis pasak, kelayakan jaringan keras gigi tersisa dan jaringan pendukung
gigi wajib untuk dipertimbangkan dalam mendapatkan hasil restorasi yang baik dan
memenuhi syarat retensi maupun resistensi. Restorasi yang memenuhi kaidah dapat
mewujudkan suatu bangunan gigi tiruan jembatan yang mampu memulihkan fungsi
estetika, fungsional, mastikasi, dan perlindungan terhadap jaringan pendukung gigi
sehingga memiliki prognosis yang baik.7,16

31
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Pemilihan perawatan dengan mahkota pasak merupakan indikasi pada gigi


dengan kerusakan yang cukup luas dan memerlukan perawatan saluran akar, sehingga
dikhawatirkan tidak cukup kuat jika hanya dengan restorasi komposit atau hanya
dibuatkan mahkota jaket. Keberhasilan perawatan tersebut untuk gigi tiruan jembatan
yang ada membutuhkan pemilihan kasus yang selektif, perencanaan desain yang
tepat, dan prosedur perawatan yang benar. Ketahanan gigi tiruan jembatan juga
didukung kemampuan dan kemauan pasien untuk menjaga kebersihan mulutnya.

Teknik retrofitting dapat menjadi pilihan untuk memperbaiki dan membangun


kembali mahkota akibat fraktur gigi penyangga. Teknik ini juga bergantung pada
perluasan dan keparahan fraktur serta dapat diistilahkan dengan teknik retrograde,
tampilannya sederhana, tetapi membutuhkan akurasi. Teknik ini dapat mengurangi
waktu dan biaya chairside. Sering kali, gigi tiruan sebagian cekat yang sudah ada
dapat digunakan sebagai restorasi sementara.

5.2. Saran

Perlunya penelitian dan penerapan lebih lanjut mengenai perbaikan dan


pembangunan kembali restorasi pasak dan inti ke gigi tiruan jembatan yang telah ada.
DAFTAR PUSTAKA

1. Imen D, Jilani S, Zohra N, Belhassen H, Mounir C. An original approach to


retrofitting a post and core restoration to an existing bridge. JOHDS 2018 Jan; 2(2):
1-7.

2. Shillingburg HT, Sather DA, Wilson EL, Cain JR, Mitchell DL, Blanco LJ, Kessler
JC. Fundamental postodontik cekat. Alih bahasa: Subrata G. Editor edisi bahasa
Indonesia: Elias S. Editor penyelaras: Juwono L. Edisi keempat. Jakarta: EGC;
2015. hal. 79-97, 203-28.

3. Rahmi E. Replacement of posterior missing teeth with porcelain fused to metal


(PFM) bridge. Andalas Dental Journal 2018; 1(2): 159-64.

4. Sumartati Y, Dipoyono HM, Sugiatno E. Pembuatan cantilever bridge anterior


rahang atas sebagai koreksi estetik. Maj Ked Gi 2012; 19(2): 167-70.

5. Mamoun J. Post and core build-ups in crown and bridge abutments: Bio-mechanical
advantages and disadvantages. J Adv Prosthodont 2017; 9: 232-7.

6. Saputra DC, Nugraheni T. Restorasi mahkota jaket porselin fusi metal dan crown
lengtening pada gigi 11 dan 21 pasca trauma. MKGK 2015 Des; 1(2): 140-6.

7. Patel S, Barnes JJ. Prinsip endodontik. Alih bahasa: Paath SL, Widyasari R. Editor
edisi bahasa Indonesia: Aryanto M. Editor penyelaras: Rianti N. Edisi kedua.
Jakarta: EGC; 2016. hal. 119-39.
8. Soeprapto A. Buku pedoman dan tatalaksana praktik kedokteran gigi. Editor:
Wijaya YE. Yogyakarta: STPI Bina Insan Mulia; 2017. hal. 196-213.

9. Anand, Shetty D, Shetty N, Jabir A. Modified cast dowel core for treatment of
mutilated crowns – case reports. Global Journal of Medical Research: J Dentistry
and Otolaryngology 2014; 14(2): [5 p.].

10. Hameed, NASA. Endondontic prosthodontic rehabilition of an over erupted and


protruded anterior tooth. EC Dental Science 3.6 2016: 642-8.

11. Samran A, Nassani MZ, Aswad M, Abdulkarim A. Case report: a modified design
for posterior inlay-retained fixed dental prosthesis. Hindawi Publishing
Corporation: Case Report in Dentistry 2015: [5 p.].

12. Albernathy S. Case report: restoring a fixed-bridge abutment with advanced endo/
perio bone destruction using twinlight® periodontal and PIPS® endodontic
treatment. Journal of The Laser and Health Academy 2107; 2017(1): 1-3.
13. Hadzhigaev V, Zlatev S, Manchorova N. Clinical evaluation of tree-unit FPD with
endocrown preparation of the distal abutment tooth. Journal of IMAB 2017 Oct-
Dec; 23(4): 1773-7.

14. Fatmawati DWA. Cantilever bridge design as esthetic restoration on post


endodontic treatment: case report. Indonesian Journal of Dental Research 2013 Jan
19: 16-19.

15. Hardhitari R, Kamizar. Pembuatan post core dengan autopolimerisasi resin duralay
pada restorasi pasca endodontik. Prosiding Kongres IKORGI IX dan Seminar
Ilmiah Nasional: 2011 Nop 25-27; Surabaya, Indonesia.

16. Onoral O, Ulusoy M, Seker E, Etikan I. Influence of repeated firings on marginal,


axial, axio-occlusal, and occlusal fit of metal-ceramic restorations fabricated with
different techniques. JPD [serial online] 2018 Sep; 120(3):[internet]. Available from
https://www.thejpd.org/article/S0022-3913(17)30836-3/. Accessed September 9,
2018.

Anda mungkin juga menyukai