Anda di halaman 1dari 20

PENYAJIAN KASUS

1. Identitas
Nama : An. MAF
Tanggal Lahir : 19 Oktober 2018
Jenis Kelamin : Laki laki
Usia : 8 bulan 22 hari
Agama : Islam
Alamat : Jl. Dusun Sui Bundung 012/003 Sungai Kunyit , Kab.
Mempawah
Urutan Anak : Anak pertama dari dua bersaudara
Tanggal MRS : 10 Juli 2018

Identitas Ayah Ibu


Nama Tn. ARF Ny. KA
Umur 25 Tahun 25 Tahun
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Satpam Ibu Rumah Tangga

2. Anamnesis (Dilakukan pada tanggal 25 Mei 2017)


2.1. Keluhan Utama
Sesak sejak 7 jam SMRS
2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 minggu SMRS pasien demam. Demam dirasakan terutama malam
hari, naik perlahan, tanpa disertai menggigil. Demam dirasakan tidak terlalu
tinggi, namun berangsur-angsur meningkat setiap harinya. Oleh ibunya, pasien
diberikan obat penurun panas dan kemudian panas turun beberapa saat setelah
minum obat, namun kemudian naik lagi. Panas tidak terus menerus sepanjang
hari, meningkat terutama pada malam hari dan tidak terlalu panas pada pagi dan
siang hari. Buang air besar dan buang air kecil seperti biasa.

1
2

Sejak 1 minggu SMRS, pasien mengalami batuk. Awalnya batuk tidak


berdahak (kering), namun sejak 5 hari SMRS batuk menjadi berdahak, dahak
berwarna putih. Batuk dirasakan sering dan terjadi sepanjang hari, serta berkurang
saat istirahat.
Sejak 7 jam SMRS pasien sesak. Keluhan sesak muncul tiba-tiba. Keluhan
berkurang ketika pasien tidur dan beristirahat, keluhan sesak disertai merintih dan
tidak dipengaruhi oleh cuaca. Ibu pasien juga menyangkal adanya badan kebiruan
pada tubuh pasien.

2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami keluhan yang serupa. Riwayat sesak tiba-
tiba tidak ada. Riwayat asma, alergi makanan dan obat disangkal. Riwayat kejang
ada.
Simpulan : tidak terdapat riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan
penyakit saat ini.

2.4. Riwayat Penyakit Keluarga


Orangtua pasien tidak memiliki riwayat batuk lama maupun demam. Kakek
pasien memiliki riwayat pengobatan TB selama 9 bulan dan telah dinyatakan
sembuh oleh dokter. Tidak terdapat riwayat alergi, asma, penyakit jantung bawaan
dalam keluarga. Riwayat alergi makanan disangkal.
Simpulan : Tidak terdapat riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit saat ini.

2.5. Genogram
Keterangan;

: Perempuan

: Laki-laki

: Pasien
3

2.6. Riwayat Kehamilan


Selama kehamilan, ibu pasien memeriksakan kehamilan melalui bidan di
Puskesmas. Antenatal care rutin dilakukan sebanyak 4 kali. Pada saat masa
kehamilan ibu pasien sempat mengalami demam dan batuk selama 4 hari. Selama
hamil pasien hanya mengkonsumsi obat dari bidan, namun pasien tidak ingat jenis
obat yang diberikan. Riwayat konsumsi obat secara bebas dan jamu disangkal.
Riwayat pijit disangkal. Riwayat keputihan serta perdarahan diangkal.
Simpulan : Riwayat kehamilan kurang baik

2.7. Riwayat Persalinan


Pasien lahir dengan sectio caesaria di rumah sakit Kab Mempawah dengan
indikasi letak sungsang dan gemeli pada usia kehamilan 38 minggu dengan BBL
2200 gram dan panjang badan 43 cm. Bayi lahir langsung menangis. Warna
ketuban putih jernih Bayi kemudian mendapat ASI beberapa saat setelah
kelahiran.
Simpulan : Riwayat persalinan baik

2.8. Riwayat Pemberian Makan


Pasien mengonsumsi ASI sejak lahir hingga usia 1 bulan. Ibu pasien
memberikan susu formula sejak usia 2 bulan. Ibu pasien memberikan makanan
berupa bubur susu 3-4 kali sehari pada saat pasien berusia 6 bulan hingga usia
sekarang.
Simpulan: Riwayat pemberian makan kurang baik secara kualitas dan kuantitas.

2.9. Riwayat Imunisasi


Menurut ibu pasien, pasien mendapatkan imunisasi program berupa hepatitis
B0 dan polio sebelum pulang dari RS.
Simpulan: Riwayat imunisasi program tidak lengkap
4

2.10. Riwayat Tumbuh Kembang


Pada usia 3 bulan pasien sudah bisa mengangkat kepalanya membentuk
sudut 45’ namu tidak sampai tegak. Pada usia 6 bulan tidak dapat mengangkat
dada dengan lengannya dan mempertahankan posisi kepala dengan tegak. Pada
usia 8 bulan tidak dapat duduk tanpa di sangga. Pasien tidak mengalami
keterlambatan tumbuh kembang bila dibandingkan dengan anak normal lainnya.
Simpulan: Riwayat tumbuh kembang kurang baik

2.11. Riwayat Sosioekonomi, Tempat tinggal dan Lingkungan


Pasien berobat dengan BPJS . Pasien merupakan peserta BPJS kelas II.
Sumber pendapatan keluarga berasal dari ayah pasien yang bekerja sebagai
satpam di PT Gudang Garam dengan pendapatan 1 juta – 2 juta rupiah per bulan.
Ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Pasien tinggal serumah bersama ayah dan ibu pasien, di rumah milik pribadi
yang terbuat dari semen, ventilasi dan pencahayaan cukup. Air untuk minum dari
air hujan yang di masak. Air unutk keperluan MCK menggunakan air PDAM.
Pasien merupakan anak pertama. Ayah pasien tidak merokok. Pasien tinggal di
lingkungan yang tidak terlalu padat, namun disekitar rumah terdapat sekolah dan
banyak warung yang menjajakan makanan.
Simpulan : Riwayat sosioekonomi dan tempat tinggal baik

3. Pemeriksaan Fisik (Dilakukan pada tanggal 10 juli 2018)


3.1. Keadaan Umum : Lemah
3.2. Kesadaran : Compos Mentis
3.3. Tanda Vital
a. Frekuensi Nadi : 132x/menit, irama reguler
b. Frekuensi Nafas : 48 x/menit, reguler
c. Suhu : 37,8, oC
Simpulan : Takipneu, febris
5

3.4. Antropometri
Berat Badan : 7,5 kg
Panjang Badan : 68 cm
Status Gizi
BB / U : -2 SD ( underweight)
PB / U : 0<z<-2 ( stunted )
BB/TB : -1 SD ( gizi baik )
Simpulan : Status gizi baik

3.5. Status Generalis


a. Kulit : warna kulit kuning langsat, ikterik (-), sianosis (-),
turgor kulit cepat kembali.
b. Kepala : normocephali, wajah sembab (-).
c. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), , refleks
cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung
(+/+), pupil isokor (3mm/3mm), edema palpebra (-/-).
d. Telinga : AS : sekret (-), meatus tidak eritem, tidak edem,
membran timpani tidak dinilai
AD : sekret (-), meatus tidak eritem, tidak edem,
membran timpani tidak dinilai
e. Hidung : edema mukosa (-/-), pernafasan cuping hidung (-)
f. Mulut : stomatitis (-), typhoid tongue (-), bibir sianosis (-),
bibir kering (-), perdarahan gusi (-).
g. Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1), detritus (-)
h. Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), massa tiroid
normal, JVP tidak meningkat
i. Thorax : simetris, retraksi subkostal (+) ringan
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC 5 linea midclavicula
6

sinistra,
Perkusi : batas jantung jelas
Auskultasi : S1S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru
Inspeksi : bentuk dada simetris, statis dan dinamis
Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus taktil kiri dan kanan baik
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas dasar vesikuler (+/+), rhonki (+/+),
wheezing (-/-), krepitasi (-/-)
j. Abdomen
Inspeksi : bentuk cembung, distensi (-) venektasi (-) striae (-)
spider nevi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, bruit (-)
Perkusi : pekak beralih (-), undulasi (-)
Palpasi : soepl (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
k. Anus/Rektum : eritema (-), perdarahan (-), massa (-)
l. Ekstremitas : akral hangat, nadi teraba kuat, edema (-) di keempat
ekstremitas, CRT < 2 detik

Simpulan : retraksi subkostal (+) dan rhonki (+/+)

3.6. Status Neurologis


a. Refleks fisiologis
1. Refleks biceps (++/++)
2. Refleks triceps (++/++)
3. Refleks patella (++/++)
4. Refleks achilles (++/++)
b. Refleks patologis
1. Refleks babinski (-/-)
2. Refleks oppenheim (-/-)
3. Refleks chaddock (-/-)
4. Ankle clonus (-/-)
7

c. Tanda Rangsang Meningeal:


1. Kaku kuduk : (-)
2. Brudzinsky 1 : (-)
3. Brudzinsky 2 : (-)
4. Laseque : Tidak ada tahanan
5. Kernig : Tidak ada tahanan
Simpulan : Status Neurologis tidak ada kelainan

4. Pemeriksaan Penunjang
4.1. Darah Rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan (3 tahun)
Hb 10,1 g/dl 10,5-12,9g/dl
HCT 29,9 % 35-43 %
Leukosit 18.800 /uL 6000-17500 /uL
Trombosit 289.000/uL 217.000-497.000
Eritrosit 3,65 x 106/uL 3.6-5.2 x 106/uL

Simpulan : Leukositosis
8

4.2. Rontgen Thorax

Temuan radiologis:
a. Trakea tak tampak deviasi
b. Cor: bentuk dan letak normal, CTR 48%
c. Pulmo: corakan vaskular kasar, tampak infiltrat pada pulmo
kanan
d. Diafragma kanan setinggi setinggi costa 9 posterior
e. Sinus costofrenikus kanan dan kiri lancip
Kesan:
a. Cor: Tak membesar
b. Pulmo: Bronkopneumonia

5. Daftar Masalah
1. By. Laki-laki usia 8 bulan 22 hari
2. Demam 2 minggu SMRS
3. Batuk sejak 1 minggu SMRS
4. Sesak 7 jam SMRS
5. Nafsu makan menurun
6. Penurunan berat badan 1 kg selama sakit
7. Anak gizi baik dengan stunting
9

8. Pada pemeriksaan fisis ditemukan suara rhonki di kedua lapang paru dan
retraksi subkostal
9. Pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis
10. Pada foto thoraks AP ditemukan gambaran Bronkhopneumonia

6. Diagnosis
- Bronkopneumonia
- Gizi baik dengan stunting

7. Tatalaksana (IGD)
a. Non Medikamentosa
1. Rawat inap di bangsal anak dengan O2 ½ lpm
2. Observasi tanda vital per 4 jam dan bila ada perburukan
3. Monitor BAK dan BAB per 6 jam
4. Makan minum seperti biasa dengan kebutuhan minum per oral 400 cc
per hari

b. Medikamentosa
1. O2 nasal kanul ½ Lpm
2. IVFD D5 ¼ NS 20tpm
3. Inj Ampicilin 3 x 320 mg
4. Inj Cefotaxim 3 x 400 mg
5. Inj Ranitidin 2 x 15 mg
6. Inj Dexametason 3 x 1 mg
7. PCT infus 80 mg (k/p T> 39’C )
8. Nebu Fentolin ½ resp / 8 jam
9. PO :
Ambroxol 8 mg
Salbutamol 0,8 mg
CTM 0,8 mg
3 x 1 pulv
10

8. Prognosis
Prognosis pada pasien ini adalah
ad vitam : Dubia ad bonam
ad function : Dubia ad bonam
ad sanationam : Dubia ad bonam
9. Ringkasan Follow Up Harian
Keluhan

Keluhan HP-1 HP-2 HP-3 HP-4

Sesak (+) (+) - -

Demam - - - -

Batuk (+) (+) (+) (+)

Pilek - - - -
11

PEMBAHASAN

Sejak 2 minggu SMRS pasien demam. Demam dirasakan terutama malam


hari, naik perlahan, tanpa disertai menggigil. Demam dirasakan tidak terlalu
tinggi, namun berangsur-angsur meningkat setiap harinya. Oleh ibunya, pasien
diberikan obat penurun panas dan kemudian panas turun beberapa saat setelah
minum obat, namun kemudian naik lagi. Panas tidak terus menerus sepanjang
hari, meningkat terutama pada malam hari dan tidak terlalu panas pada pagi dan
siang hari. Buang air besar dan buang air kecil seperti biasa..
Sejak 1 minggu SMRS, pasien mengalami batuk. Awalnya batuk tidak
berdahak (kering), namun sejak 5 hari SMRS batuk menjadi berdahak, dahak
berwarna putih. Batuk dirasakan sering dan terjadi sepanjang hari, serta berkurang
saat istirahat.
Sejak 7 jam SMRS pasien sesak. Keluhan sesak muncul tiba-tiba. Keluhan
berkurang ketika pasien tidur dan beristirahat, keluhan sesak disertai merintih dan
tidak dipengaruhi oleh cuaca. Ibu pasien juga menyangkal adanya badan kebiruan
pada tubuh pasien.
Batuk adalah pengeluaran sejumlah volume udara secara mendadak dari rongga
toraks melalui epiglotis dan mulut. Melalui mekanisme tersebut dihasilkan aliran udara
yang sangat cepat yang dapat melontarkan keluar material yang ada di sepanjang saluran
respiratorik, terutama saluran yang besar. Dengan demikian batuk mempunyai dua fungsi
penting, pertama sebagai salah satu mekanisme utama pertahanan respiratorik.
Mekanisme lain yang bekerja sama dengan batuk adalah bersihan mukosilier
(mucociliary clearance). Batuk akan mencegah aspirasi makanan padat atau cair dan
berbagai benda asing lain dari luar. Batuk juga akan membawa keluar sekresi berlebihan
yang diproduksi di dalam saluran respiratorik, terutama pada saat terjadi radang oleh
berbagai sebab. Kedua sebagai gejala yang mengindikasikan adanya gangguan/ kelainan/
penyakit di sistem respiratorik umumnya, dan sebagian di luar sistem respiratorik.1,2
Batuk kronik pada anak cukup banyak dijumpai dalam praktek sehari-hari. Pada
pasien anak, gejala batuk yang kronik atau berulang dapat mengganggu aktivitas sehari-
hari, mengurang nafsu makan, dan pada akhirnya dapat mengganggu proses tumbuh
12

kembang. Orang tua juga akan terganggu terutama bila gejala batuk lebih sering dan lebih
berat pada malam hari.
Batuk akan timbul jika reseptor batuk terangsang. Pada anak, berbagai hal,
keadaan, atau penyakit dapat bermanifestasi sebagai batuk. Sebagian besar etiologi
berasal dari sistem respiratorik, sebagian kecil karena kelainan di sistem non-respiratorik.
Namun batuk tidak selalu berarti patologis atau abnormal. Seperti telah dikemukakan di
atas, sebagai mekanisme pertahanan respiratorik, batuk diperlukan untuk membersihkan
jalan napas dari mukus sekresi respiratorik. Sebuah studi yang mengukur batuk secara
obyektif menemukan bahwa anak sehat dengan rata-rata umur 10 tahun biasanya
mengalami 10x batuk dalam 24 jam, sebagian besar batuk terjadi pada siang hari. Angka
ini meningkat selama infeksi respiratorik, yang bisa terjadi hingga 8x lipat per tahun pada
anak sehat. Walaupun sebagian besar anak batuk tidak mengalami kelainan paru yang
serius, batuk dapat sangat mengganggu dan sulit untuk diatasi.3
Pada pasien ini, keluhan batuk disertai dengan sesak napas yang terjadi secara akut.
Berikut ini adalah diagnosis banding anak usia 2 bulan hingga 5 tahun yang datang
dengan batuk.3
Tabel 1. Diagnosis banding anak umur 2 bulan hingga 5 tahun yang datang dengan batuk
dan atau kesulitan bernapas.3

No Diagnosis Gejala yang Ditemukan


1 Pneumonia  Demam
 Batuk dengan napas cepat
 Crackles (ronki) pada auskultasi
 Kepala teranggung-angguk
 Pernapasan cuping hidung
 Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
 Merintih (grunting)
 Sianosis
2 Bronkiolitis  Episode pertama wheezing pada anak umu r < 2
tahun
 Hiperinflasi dinding dada
 Ekspirasi memanjang
 Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai
 Kurang/tidak ada respons dengan bronkodilator
3 Asma  Riwayat wheezing berulang
4 Gagal jantung  Peningkatan tekanan vena jugularis
 Denyut apeks bergeser ke kiri
 Irama derap
 Bising jantung
 Crackles / ronki di daerah basal paru
13

 Pembesaran hati
5 Efusi/empiema  Bila masif terdapat tanda pendorongan organ
intratoraks
 Pekak pada perkusi
6 Penyakit jantung  Sulit makan atau menyusu
bawaan  Sianosis
 Bising jantung
 Pembesaran hati
7 Tuberkulosis  Riwayat kontak positif dengan pasien TB dewasa
 Uji tuberkulin positif (≥10 mm, pada keadaan
imunosupresi ≥ 5 mm)
 Pertumbuhan buruk atau kurus atau berat
badan menurun
 Demam (≥2 minggu) tanpa sebab yang jelas
 Batuk kronis
 Pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila,
inguinal yang spesifik. Pembengkakan
tulang/sendi punggung, panggul, lutut, falang
8 Pertusis  Batuk paroksismal yang diikuti whoop, muntah,
sianosis atau apneu
 Bisa tanpa demam
 Imunisasi DPT tidak ada atau tidak lengkap
 Klinis baik di antara episode batuk
9 Pneumotoraks  Awitan tiba-tiba
 Hipersonor pada perkusi di satu sisi dada
 Pergeseran mediastinum

Pada pasien ini ditemukan adanya keluhan batuk yang sudah berlangsung
sejak 1 minggu SMRS, batuk berdahak, kental, batuk berwarna hijau kekuningan.
Pasien batuk tanpa pencetus, tidak dipengaruhi cuaca dan tidak dipengaruhi
posisi. Ibu menyangkal batuk disertai bunyi “whoops”, batuk tanpa diiringi sesak,
dan keluhan batuk disertai darah disangkal. Menurut ibu batuk terutama pada
malam hari dan akibatnya pasien terganggu tidurnya. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan retraksi subkostal dan, ronki basah halus di kedua lapang paru. Suara
napas tambahan ronki terjadi karena menutupnya saluran napas secara mendadak
selama ekspirasi dan terbukanya kembali saluran napas secara mendadak selama
inspirasi.10 Patogenesis sehingga bisa timbul adanya ronki dikarenakan adanya
14

sekret pada saluran alveolus yang terbentuk karena mekanisme pertahanan


terhadap infeksi dimana alveolus terisi oleh fibrin dan leukosit.5
Selain keluhan batuk dan sesak napas, pasien juga mengeluhkan demam sejak
2 hari SMRS. Berdasarkan pendekatan klinis anak dengan demam menurut WHO,
anak dengan demam dapat diklasifikasi menjadi demam karena infeksi tanpa
tanda lokal, demam karena infeksi disertai dengan tanda lokal, demam dengan
ruam, dan demam lebih dari 7 hari. Demam merupakan keadaan suhu tubuh di
atas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu tubuh di hipotalamus
yang dipengaruhi oleh sitokin IL-1. Demam dapat disebabkan akibat pirogen
endogen maupun pirogen eksogen. Pirogen eksogen dapat berasal dari infeksi
bakterial, virus atau jamur.3,4 Demam tanpa tanda infeksi dapat disebabkan oleh
infeksi dengue, malaria, demam tifoid, infeksi saluran kemih, sepsis dan demam
yang berhubungan dengan HIV. Demam dengan tanda infeksi dapat disebabkan
oleh infeksi saluran pernapasan atas, pneumonia, otitis media, sinusitis,
mastoiditis, meningitis, infeksi jaringan lunak dan kulit serta demam reumatik
akut. Demam dengan ruam dapat disebabkan oleh infeksi campak, rubella,
eksantema subitum, demam skarlet, demam dengue, demam berdarah dengue dan
infeksi virus lainnya seperti chikungunya dan enterovirus. Demam > 7 hari dapat
disebabkan oleh TB milier, demam reumatik, dan demam akibat endokarditis.3
Pada pasien ini demam dirasakan sudah 2 hari. Merujuk pada gejala klinis dan
hasil pemeriksaan fisik maupun penunjang, demam pada pasien ini disebabkan
oleh infeksi bakteri di sistem pernapas.5
Dari gejala klinis pada pasien berupa batuk sekitar 1 minggu yang lalu, sesak
napas, demam yang perlahan naik dan dari pemeriksaan fisik didapatkan retraksi
subkostal serta ronki di kedua lapang paru. Menurut WHO9 gejala klinis ini lebih
dekat ke bronkopneumonia. Diagnosis klinis pneumonia ditegakkan apabila
didapat batuk produktif purulen, demam, tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam, foto dada menunjukkan konsilidasi, napas cepat, dan ronki. Diagnosis
pasien ini adalah pneumonia yang dibuktikan dengan hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik mengarah kepada gejala bronkopneumonia menurut WHO dan
IDAI. Hal ini di dukung oleh hasil pemeriksaan penunjang yang didapatkan. Hasil
15

pemeriksaan darah rutin didapatkan leukositosis yang membuktikan adanya suatu


proses infeksi oleh bakteri. Hal ini sesuai dengan epidemiologi agen infeksi
tersering penyebab bronkopneumonia, yakni bakteri. Selain dari hasil
pemeriksaan darah, diagnosis bronkopneumonia juga didukung dari hasil
pemeriksaan Chest X Ray, yakni tampak infiltrat pada parakardial kanan di mana
gambaran tersebut sugestif pada bronkopneumonia.5
Pasien tersebut tergolong bronkopneumonia berat, karena pada
bronkopneumonia yang berat, disamping adanya batuk, kesulitan bernapas, napas
cepat, keluhan juga disertai dengan adanya retraksi. Pada bayi umur 2 bulan
hingga 11 bulan ≥ 50 kali per menit, sedangkan pada anak umur 1 tahun hingga 5
tahun ≥ 40 kali per menit.3
Diagnosis asma dapat disingkirkan karena dari hasil anamnesis tidak
ditemukan adanya mengi berulang. Pada pemeriksaan fisik juga tidak didapatkan
adanya wheezing. Menurut WHO3 diagnosis asma ditegakkan apabila terdapat
riwayat wheezing berulang, riwayat keluarga atopi, hiperinflasi dinding dada,
ekspirasi memanjang, dan berespons baik terhadap bronkodilator.
Kecurigaan diagnosis bronkiolitis dapat disingkirkan karena pada
pemeriksaan tidak didapatkan adanya wheezing. Menurut WHO3, diagnosis
bronkiolitis dapat ditegakkan bila terdapat: episode pertama wheezing pada anak
umur < 2 tahun, ekspirasi memanjang, hiperinflasi dinding dada, kurang/tidak
respon terhadap bronkodilator.
Diagnosis gagal jantung dapat disingkirkan karena tidak memenuhi kriteria
diagnosis menurut WHO.3 Diagnosis gagal jantung ditegakkan apabila terdapat
peningkatan vena jugularis, denyut apeks bergeser ke kiri, irama derap, bising
jantung, ronki di basal paru dan hepatomegali.
Diagnosis efusi/empiema dapat disingkirkan karena tidak memenuhi kriteria
menurut WHO.3 Diagnosis empiema ditegakkan bila ditemukan demam persisten
walaupun telah mendapat antibiotik, pekak pada perkusi, dan foto toraks
menunjukkan adanya cairan pada lapangan paru.
Kecurigaan adanya penyakit jantung bawaan dapat disingkirkan karena tidak
memenuhi kriteria menurut WHO.3 Pada penyakit jantung bawaan ditemukan
16

adanya sulit makan karena mudah lelah, sianosis, bising jantung, jari tabuh dan
hepatomegali.
Diagnosis croup (laringotrakeobronkitis viral) dapat ditegakkan apabila
ditemukan stridor, batuk menggonggong, suara serak. Hasil pemeriksaan fisik dan
follow up tidak menunjukkan gejala tersebut sehingga diagnosis croup dapat
disingkirkan.3
Bila batuk paroksismal yang diikuti dengan whoop, muntah, sianosis atau
apnu dapat dicurigai diagnosis pertusis. Pada pasien ini tidak ditemukan gejala
atau tanda yang mengarahkan pada diagnosis banding batuk seperti yang telah
diuraikan diatas sehingga pertusis dapat disingkirkan sebagai diagnosis banding.3
Prinsip tatalaksana pasien dengan bronkopneumonia adalah pasien dengan
saturasi oksigen <92% pada saat dan bernapas dengan udara kamar harus
diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen >92%. Pada pasien ini, saturasi oksigen yang di
awal hari pertama perawatan adalah 89%, yang oleh karenanya diberikan oksigen
2 liter per menit. Beberapa prinsip terapi lainnya adalah:3
1) Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan
intravena dan dilakukan balans cairan ketat. Pada pasien ini diberikan infus
RL dengan 22 tetes per menit makro. Kemudian pasien dilakukan
pengecekan tanda vital setiap 6 jam.
2) Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak
dengan pneumonia. Pada pasien ini tidak dilakukan fisioterapi dada.
3) Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien
dan mengontrol batuk. Untuk mengatasi demam, pada pasien ini diberikan
parasetamol infus 120 mg tiap 8 jam. Untuk mengontrol keluhan batuk
pasien diberikan puyer campuran yang terdiri dari ambroxol 14 mg,
salbutamol 2 mg, CTM 1 mg. Puyer ini diberikan tiap 8 jam. Salbutamol
adalah agonis β2 adrenergik yang spesifik dan elatif selektif, obat ini
reseptor β2 dan pada dosis terapi hanya berefek di bronkus. Melalui
aktivitas reseptor β2, salbutamol menimbulkan relaksasi otot polos bronkus.
Ambroxol digunakan sebagai mukolitik yaitu obat yang dapat
17

mengencerkan sekret saluran napas dengan jalan memecah benang-benang


mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum. CTM (Chlorfeniramin
Maleat) merupakan golongan antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1).
AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah dan bermacam-
macam otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi
hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen
berlebihan. Secara umum AH1 efektif menghambat kerja histamin pada otot
polos (usus, bronkus). Bronkokonstriksi akibat histamin dapat dihambat
oleh AH1. Ranitidin merupakan golongan antagonis reseptor H2, berfungsi
untuk menghambat produksi asam melalui kompetisi reversibel dengan
histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada membran basolateral
pada sel-sel parietal. Indikasi terapeutik utama dari antagonis reseptor H2
adalah untuk meningkatkan penyembuhan ulser gastrik dan duodenum,
untuk mengobati GERD sederhana, serta untuk mencegah terjadinya stress
ulser. Ranitidin diberikan pada pasien ini dengan indikasi untuk
mengurangi keluhan gangguan gastrik dikarenakan efek samping dari obat
ceftriaxone yang diberikan pada pasien.
4) Nebulisasi dengan β2 agonis dan/ atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance. Pada pasien ini dilakukan nebulisasi
ventolin ½ resp/ 8 jam.
5) Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap
4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen. Pada pasien ini
dilakukan pemeriksaan saturasi oksigen per 24 jam.
Selain diberikan beberapa modalitas terapi seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, pasien juga dipertimbangkan untuk diberikan antibiotik. Prinsip
pemberian antibiotik pada kasus bronkopneumonia antara lain:3
1) Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <5
tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan
pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya
adalah co-amoxiclav, ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan azitromisin
18

2) M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka
antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara
empiris pada anak >5 tahun
3) Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia dicurigai
sebagai penyebab
4) Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S. pneumoniae sangat
mungkin sebagai penyebab.
5) Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau
kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin
6) Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat
menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat
pneumonia berat
7) Antibiotik intravena yang danjurkan adalah: ampisilin dan kloramfenikol,
co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime
8) Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan
setelah mendapat antibiotik intravena
Pada pasien ini diberikan antibiotik intravena, yaitu ceftriaxone 300 mg/ 12
jam IV. Setelah keadaan membaik, pasien tetap diberikan antibiotik golongan
sefalosporin namun dalam bentuk sediaan oral, yakni cefixime.
19

DAFTAR PUSTAKA

1. Chung KF. The Clinical and Pathophysiological Challenge of Cough. Dalam :


CWorld Health Organization. Diare. Dalam : Chung KF, Widdicombe J,
Boushey H, Penyunting. Cough. Massachussetts: Blackwell Publishing 2013.
H. 3-10
2. World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. 2009. Jakarta : WHO
3. Phelan PD. Cough. Dalam: Phelan PD, Olinsky A, Robertson CF. Penyunting
Respiratory Illness in Children. Oxford: Blackwell S Publications. 1994
4. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis, Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia:
2011.
5. Global Action Plan for Prevention and Control of Pneumonia ( GAPP ). 2008.
Geneva, Switzterland
6. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis, Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia:
2011.
20

Anda mungkin juga menyukai