Anda di halaman 1dari 27

BAB II

ANATOMI PARU-PARU

2.1 Anatomi Paru-Paru


Paru-paru merupakan organ yang elastic, berbentuk kerucut, dan letaknya berada di
dalam rongga dada atau thorax. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang
berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apeks (bagian
atas paru-paru) dan basis.
Paru-paru kanan lebih besar dari pada paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi 3
lobus yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Paru-paru kanan terbagi lagi atas 10
segmen yaitu pada lobus superior terdiri atas 3 segmen yakni segmen pertama adalah segmen
apical, segmen kedua adalah segmen posterior, dan segmen ketiga adalah segmen anterior.
Pada lobus medius terdiri atas 2 segmen yakni segmen keempat adalah segmen lateral,
dan segmen kelima adalah segmen medial. Pada lobus inferior terdiri atas 5 segmen yakni
segmen keenam adalam segmen apical, segmen ketujuh adalah segmen mediobasal, segmen
kedelapan adalah segmen anteriobasal, segmen kesembilan adalah segmen laterobasal, dan
segmen kesepuluh adalah segmen posteriobasal.

Paru-paru kiri terbagi atas dua lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior. Paru-paru
kiri terdiri dari 8 segmen yaitu pada lobus superior terdiri dari segmen pertama adalah segmen
apikoposterior, segmen kedua adalah segmen anterior, segmen ketiga adalah segmen superior,
segmen keempat adalah segmen inferior.
Pada lobus inferior terdiri dari segmen kelima segmen apical atau segmen superior,
segmen keenam adalah segmen mediobasal atau kardiak, segmen ketujuh adalah segmen
anterobasal dan segmen kedelapan adalah segmen posterobasal.

2.2 Fisiologi Sistem Pernafasan


Keadaan fisiologi paru seseorang dikatakan normal jika hasil kerja proses ventilasi,
distribusi, perfusi, difusi, serta hubungan antara ventilasi dengan perfusi pada orang tersebut
dalam keadaan normal (jantung dan paru tanpa beban kerja yang berat) menghasilkan tekanan
aerosol gas darah arteri ( PaO2 sekitar 96 mmHg dan PaCO2 sekitar 40 mmHg) yang normal.
Tekanan parsial ini diupayakan dipertahankan tanpa memandang kebutuhan oksigen yang
berbeda, yaitu saat tidur kebutuhan oksigen 100 mL/menit dibandingkan dengan saat ada beban
kerja (exercise) 2000-3000 mL/Menit(6).
Respirasi adalah suatau proses pertukaran gas (pengambilan oksigen dan emilinasi
karbondioksida). Pertukaran gas memerlukan empat proses yang mempunyai ketergantungan
satu sama lain(6) :
1. Proses yang berkaitan dengan volume udara napas dan distribusi ventilasi
2. Proses yang berkaitan dengan volume darah di paru dan distribusi aliran darah

3. Proses yang berkaitan dengan difusi O2 dan CO2

4. Proses yang berkaitan dengan regulasi pernafasan.


Gambar 2.3. Fisiologi Pernafasan

Secara anatomi sistem respirasi dibagi menjadi bagian atas (nasal caviti, oral cavity,
pharynx, epiglotis, larynx) dan bagian bawah (trachea, bronchus principalis, bronchus lobaris,
bronchus segmentalis, bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratorius, alveolus). Terdapat tiga
langkah dalam proses oksigenasi yaitu : ventilasi, perfusi, dan difusi (6; 7).

1. Ventilasi

Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru. Ventilasi paru mencakup
gerakan dasar atau kegiatan bernafas atau inspirasi dan ekspirasi. Udara yang masuk dan keluar
terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara intrapleura dengan tekanan atmosfer, di mana
pada saat inspirasi tekanan intrapleural lebih negatif (752 mmHg) dari pada tekanan atmosfer
(760 mmHg) sehingga udara akan masuk ke alveoli.

Hukum Boyle’s :
Jika volume meningkat maka tekanan menurun
Jika volume menurun maka tekanan meningkat

a. Inspirasi yang Bersifat Aktif


Selama inspirasi terjadi kontraksi otot diafragma dan intercosta eksterna, hal ini akan
meningkatkan volume intrathorak sehingga akan menurunkan tekanan intratorak dan tekanan
intrapleural semakin negatif. Hal ini membuat paru mengembang dan tekanan intrapulmoner
menjadi semakin negatif sehingga udara masuk ke paru-paru.

b. Ekspirasi yang Bersifat Pasif


Selama ekspirasi terjadi relaksasi otot diafragma dan interkosta eksterna, hal ini akan
menurunkan volume intratorak dan meningkatkan tekanan intratorak. Hal ini menyebabkan
tekanan intrapleural semakin positif dan paru-paru mengempis sehingga tekanan intrapulmonal
menjadi makin positif dan udara keluar dari paru-paru.
ventilasi tergantung pada faktor :
 Kebersihan jalan nafas, adanya sumbatan atau obstruksi jalan nafas akan menghalangi
masuk dan keluarnya udara dari dan ke paru.
 Adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan.
 Adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru
 Kemampuan otot-otot pernafasan seperti diafragma, eksternal interkosta, internal
interkosta, otot abdominal.
2. Perfusi paru
Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru untuk dioksigenasi, di
mana pada sirkulasi paru adalah darah deoksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dari
ventrikel kanan jantung. Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses
pertukaran oksigen dan karbondioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru merupakan 8-9%
dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume darah
yang besar sehingga dapat dipergunakan jika sewaktu-waktu terjadi penurunan volume atau
tekanan darah sistemik.
Adekuatnya pertukaran gas dalam paru dipengaruhi oleh keadaan ventilasi dan perfusi.
Pada orang dewasa sehat pada saat istirahat ventilasi alveolar (volume tidal = V) sekitar 4,0
lt/menit, sedangkan aliran darah kapiler pulmonal (Q) sekitar 5,0 lt/menit, sehingga rasio
ventilasi dan perfusi adalah :
Alveolar ventilasi (V) = 4,0 lt/mnt = 0,8
Aliran darah kapiler pulmonar(Q) 5,0 lt/mnt
Besarnya rasio ini menunjukkan adanya keseimbangan pertukaran gas. Misalnya jika ada
penurunan ventilasi karena sebab tertentu maka rasio V/Q akan menurun sehingga darah yang
mengalir ke alveolus kurang mendapatkan oksigen. Demikian halnya dengan jika perfusi kapiler
terganggu sedangkan ventilasinya adekuat maka terjadi penigkatan V/Q sehingga daya angkut
oksigen juga akan rendah.
3. Difusi
Difusi adalah pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi tinggi ke area konsentrasi
rendah. Oksigen terus menerus berdifusi dari udara dalam alveoli ke dalam aliran darah dan
karbondioksida (CO2) terus berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Difusi udara respirasi terjadi
antara alveolus dengan membran kapiler. Perbedaan tekanan pada area membran respirasi akan
mempengaruhi proses difusi. Misalnya pada tekanan parsial (P) O2 di alveoli sekitar 100 mmHg
sedangkan tekanan parsial pada kapiler pulmonal 60 mmHg sehingga oksigen akan berdifusi
masuk dalam darah. Berbeda halnya dengan CO2 dengan PCO2 dalam kapiler 45 mmHg
sedangkan alveoli 40 mmHg maka CO2 akan berdifusi keluar alveoli.

BAB III
BRONCHITIS

3.1 Defisini
Bronkitis adalah penyakit respiratorius di mana membran mukosa pada jalur
bronkus di paru-paru mengalami inflamasi. Karena mukosa bronkus tersebut
membengkak (edema) dan menebal sehingga akan mempersempit saluran nafas yang
menuju paru-paru. Hal ini dilihat dari gejala batuk yang diikuti pengeluaran dahak dan
dapat juga disertai keluahn lainnya seperti sesak nafas. Bentuk dari penyakit ini terdiri
dari 2 bentuk, yaitu bronkitis akut (berlangsung kurang dari 3 minggu) dan bronkitis
kronik yang frekuensinya hilang timbul selama periode lebih dari 2 tahun(8).
3.2 Klasifikasi
1. Bronkitis Akut
Bronkitis akut biasanya terjadi dalam waktu yang cepat (kurang dari 3 minggu)
dan membaik dalam beberapa minggu. Bentuk dari bronkitis akut ini sering menyebabkan
serangan batuk dan produksi sputum yang dapat juga disertai oleh infeksi saluran nafas
atas. Dalam beberapa kasus, virus merupakan penyebab tersering infeksi walaupun
terkadang bakteri juga dapat menyebabkannya. Jika kondisi seseorang tersebut baik,
maka proses peradangan membran mukosa tersebut akan pulih dalam beberapa hari(8;9).
2. Bronkitis Kronik
Secara klinis didefinisikan sebagai batuk harian dengan produksi sputum selama
paling kurang selama 3 bulan dalam periode waktu 2 tahun. Bronkitis kronik ini
merupakan gangguan jangka panjang yang serius yang sering membutuhkan pengobatan
medis secara teratur. Pada bronkitis kronis terdapat inflamasi dan pembengkakan pada
dinding lumen saluran nafas yang menyebabkan penyempitan dan obstruksi jalur udara
yang masuk. Inflamsi ini akan merangsang produksi mukus di mana menyebabkan
obstruksi saluran nafas yang lebih berat lagi dan akan meningkatkan resiko infeksi oleh
bakteri pada paru-paru(;9;10)

3.3 Etiologi

1. Infeksi Virus, Bakteri, dan Mikroorganisme lain pada Bronkitis Akut


Bronkitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi seperti spesies jamur (Mycoplasma),
Clamydia pneumonia, Streptococcus pneumonia, Moraxella catarrhalis. dan Haemophilus
influenza serta virus seperti influenza, adenovirus, rhinovirus, Respiratory Syncitial Virus
(RSV), virus influenza tipe A dan B, virus parainfluenza, dan Coxsackie virus. Paparan zat
iritan seperti polusi, zat kimia, dan rokok tembakau dapat juga menyebabkan iritasi
bronkus akut(19;20).
Bordetella pertussis harus dipertimbangkan sebagai agen penyebab bronkitis akut
pada anak-anak yang tidak mendapatkan vaksinasi secara lengkap meskipun studi terbaru
melaporkan bahwa bakteri ini juga dapat menjadi agen penyebab pada orang dewasa(19;20).
2. Penyebab Bronkitis Kronik
Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkhitis, yaitu : rokok,
infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungannya dengan faktor keturunan dan
status sosial(15;16;18;20).
a. Rokok
Merokok merupakan faktor predisposisi yang meyebabkan bronkitis kronik. Faktor
resiko umum terhadap eksaserbasi akut dari bronkitis kronik adalah meningkatnya usia dan
berkurangnya Volume Ekspirasi Paksa (VEP). Sebanyal 70-80% ekserbasi akut dari
bronkitis kronis diperkirakan akibat infeksi pernafasan.
Merokok diperkirakan menyumbang 85-90% kasus dari bronkitis dan PPOK. Studi
menunjukkan bahwa merokok dapat mengganggu pergerakan silia, menghambat fungsi
makrofag alveolar, dan meyebabkan hipertrofi dan hiperplasia dari glandula pensekresi
mukus. Merokok juga dapat meningkatkan resistensi saluran nafas melalui jalur vagal yang
dimediasi oleh konstriksi otot polos.

b. Infeksi
Eksasebasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak
adalah Haemophilus influenza dan Streptococcus pneumoniae
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah
merokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia dapat juga menyebabkan bronkitis adalah
zat-zat pereduksi O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
d. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali
pada penderita defesiensi alfa -1- antitripsin yang merupakan suatu masalah dimana
kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk
jaringan paru.
e. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronkhitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah,
mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih buruk.
3.4 Manifestasi Klinis
Batuk merupakan gejala klinis yang sering diamati. Bronkitis akut mungkin akan
sulit dibedakan dari infeksi saluran nafas atas lainnya pada beberapa hari pertama.
Meskipun demikian, jika batuk berlangsung lebih dari 5 hari maka bisa diarahkan sebagai
penyakit bronkitis akut(12;16).
Pasien dengan bronkitis akut, dapat biasanya dapat terjadi selama lebih dari 10-20
hari. Produksi sputum hampir dialami pada seluruh orang yang mengeluhkan batuk akibat
bronkitis akut ini. Warna sputum biasanya jernih, kuning, hijau, atau bahkan seperti seperti
warna darah. Sputum purulen dilaporkan pada 50% orang dengan bronkitis akut.
Perubahan warna sputum dikarenakan pelepasan peroksidase oleh leukosit dalam sputum.
Karena itulah, warna sputum tidak dapat menjasi indikator terhadap adanya infeksi bakteri.
(12)

Demam bukan merupakan tanda khas dan biasanya ketika disertai dengan batuk akan
lebih mengarah pada influenza ataupun pneumonia. Mual, muntah, dan diare jarang
dikeluhkan. Kasus yang berat mungkin akan menyebabkan malaise dan nyeri dada. Ketika
keluhan berat hingga mengenai trakea, gejala dengan sensasi terbakar pada daerah
substernal akan dirasakan dan nyeri dada berhubungan pada saat batuk serta proses
bernafas(18;21).
Sesak nafas dan sianosis tidak teramati pada penyakit bronkitis ini kecuali pasien
memiliki penyakit paru obstruktif kronik ataupun kondisi lainnya yang mengganggu fungsi
paru. Gejala lain dari bronnkitis akut ini meliputi nyeri tenggorokan, hidung berair atau
tersumbat, nyeri kepala, nyeri otot dan kelelahan.(12;18).

3.5 Gambaran radiologi pada bronkitis


1. Bronkitis akut
Radang akut bronkus berhubungan dengan infeksi saluran nafas bagian atas.
Penyakit ini biasanya tidak hebat dan tidak ditemukan komplikasi. Juga tidak terdapat
gambaran roentgen yang positif pada keadaan ini. Tetapi foto roentgen berguna jika ada
komplikasi pneumonitis pada penderita dengan infeksi akut saluran nafas. Gejala biasanya
hebat(21).

2. Bronkitis kronik
Penyakit bronkitis kronik tidak selalu memperlihatkan gambaran khas pada foto
thoraks. Acapkali berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorik sudah dapat ditegakkan
diagnosisnya. Pada foto hanya tampak corakan yang ramai di bagian basal paru. Gambaran
radiogram bronkitis kronik hanya memperlihatkan perubahan yang minimal dan biasanya
tidak spesifik. Kadang-kadang tampak corakan peribronkial yang bertambah di basis paru
oleh penebalan dinding bronkus dan peribronkus. Corakan yang ramai di basal paru ini dapat
merupakan variasi normal foto thoraks. Tidak ada kriteria yang pasti untuk menegakkan
diagnosis bronkitis kronik pada foto thoraks biasa. Penyakit ini disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi, misalnya asma, infeksi, dan lain-lain(22).
Infeksi merupakan penyebab kedua tersering terjadinya bronkitis kronik. Infeksi ini
dapat spesifik maupun tidak spesifik. Penyakit bronkitis kronik dan emfisema ternyata selalu
berhubungan dengan bronkitis asma oleh adanya spasme bronkus(22).
Cor pulmonale kronik umumnya disebabkan oleh penyumbatan emfisema paru yang
kronik dan sering ditemukan pada bronkitis asma kronik(22).
Bronkitis kronik secara radiologik dibagi dalam 3 golongan, yaitu: ringan, sedang, dan
berat. Pada golongan yang ringan ditemukan corakan paru yang ramai di bagian basal paru.
Pada golongan yang sedang, selain corakan paru yang ramai, juga terdapat emfisema dan
kadang-kadang disertai bronkiektasis di pericardial kanan dan kiri, sedangkan golongan yang
berat ditemukan hal-hal tersebut di atas dan disertai cor pulmonale sebagai komplikasi
bronkitis kronik(22).
Beberapa gambaran radiologi bronkitis dapat diperlihatkan sebagai berikut:
1. Thorak
Terdapat sekitar 50% penderita bronchitis kronik memiliki gambaran roentgen thoraks
normal. Jika terdapat abnormalitas pada foto thoraks, biasanya tanda yang ditemukan adalah
akibat adanya emfisema, superimpos infeksi ataupun kemungkinan terjadinya bronkiektasis.
Gambaran radiologi yang mendukung adanya bronchitis kronik adalah dengan
ditemukannya gambaran “dirty chest”. Hal ini ditandai dengan terlihatnya corakan
bronkovaskular yang ramai. Gambaran opasitas yang kecil mungkin akan terlihat pada semua
tempat di seluruh lapangan paru namum penilaian gambaran ini bersifat subjektif. Terdapat
beberapa korelasi antara bronchitis kronik dengan adanya edema perivascular dan
peribronkial, inflamasi kronik dan fibrosis. Jika gambaran ini terlihat jelas, dengan beberapa
bayangan linear dan opasitas nodular yang berat, maka gambarannya akan mirip dengan
fibrosis interstisial, limfangitis karsinoma, maupun bronkiektasis.
Gambaran tramline maupun tubular shadow yang tipis lebih mengarah pada
bronkiektasis namun gambaran ini dapat dialami oleh penderita bronchitis kronik. Opasitas ini
berhuubungan dengan hilus dan kejelasannya akan didemonstrasikan dengan tomografi.
Namun sekali lagi, penyakit ini hanya bersifat mengarahkan dan bukan mejadi prosedur
diagnostik.

- Gambaran Dirty chest. Karena terjadi infeksi berulang yang disertai terbentuknya jaringan
fibrotik pada bronkus dan percabangannya, maka corakan bronkovaskular akan terlihat ramai
dan konturnya irregular. Ini merupakan tanda khas bronkitis kronik yang paling sering
ditemukan pada foto thoraks(23).

Gambar 2.5. Dirty chest yang menunjukkan adanya corakan bronkuvaskular yang ramai
hingga menuju percabangan perifer di paru
- Gambaran Tubular Shadow menunjukkan adanya bayangan garis-garis yang paralel keluar
dari hilus menuju basal paru dari corakan paru yang bertambah

Gambar 2.6. Adanya gambaran tubular shadow pada bronkitis kronik

- Gambaran berupa tramline shadow berupa garis parallel akibat penebalan dinding bronkus
yang juga menjadi gambaran khas bronkiektasis.
Gambar 2.7. Tramline appearance terlihat sepanjang pinggiran bayangan jantung

- Struktur bronkovaskular yang irreguler

Gambar 2.8. Sisi lapangan paru kiri atas yang diperbesar menunjukkan struktur bronkovaskuler
yang irregular dengan diameter yang bervariasi.

Gambar 2.9. Menunjukkan foto thoraks yang diperbesar dari bagian kiri paru. Garis yang
membujur secara kranio-kaudal adalah batas medial skapula. Anak panah menunjukkan pola
stuktur bronkovaskular dengan pola irregular.
- Corakan bronkovaskular ramai disertai emfisema

Gambar 2.10 Foto thoraks laki-laki yang memilki riwayat merokok lama. Terlihat adanya
corakan bronkovaskular ramai disertai emfisema. Volume paru tampak membesar, sela iga
melebar, dan difragma mendatar.

2. Computed tomography (CT) scan


- Gambaran tremline shadow appearance berupa garis paralel sejajar akibat penebalan dinding
bronkus dan dilatasi bronkus ringan akibat peradangan bronkus.
Gambar 2.11. Terlihat adanya tramline appearance

- Penebalan dinding bronkus akibat bronkitis kronis berdasarkan gambaran Computed


Tomography (CT) scan juga terlihat pada panah merah dan lendir di dalam bronkus pada
panah kuning berikut:

Gambar 2.12. Gambaran CT-Scan Thoraks Bronkitis Kronik

BAB IV
ABSES PARU

4.1 Defisini
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang
terlokalisir dengan proses supurasi sehingga membentuk kavitas yang berisi pus dalam
parenkim paru pada satu lobus atau lebih.1 Kavitas ini berisi material purulen sel radang
akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi. Bila diameter kavitas < 2 cm
dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan necrotizing pneumonia.(3)

Gambar 1. Abses Paru.

4.2 Etiologi
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi. 46% abses paru
disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri anaerob dan
aerob. Disebut abses primer apabila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang
terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder apabila infeksi terjadi pada orang
yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti obstruksi, bronkektasis dan gangguan
imunitas.

1. Bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi


- Bacteriodes melaninogenus
- Bacteriodes fragilis
- Peptostreptococcus species
- Bacillus intermedius
- Fusobacterium nucleatum
- Microaerophilc streptococcus
2. Bakteri aerob :
 Gram positif
o Staphylococcus aureus
o Streptococcus microaerophilic
o Streptococcus pyogenes
o Streptococcus pneumonia
 Gram negative
o Klebsiella pneumonia
o Pseudomonas aeroginosa
o Escherichia coli
o Haemophilus influenza
o Actinomyces Species
o Nocardia Species
3. Jamur : Aspergillus, Cryptococcus, Blastomyces, Coccidioides
4. Parasit (Paragonimus, Entamoeba)
Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara, yaitu aspirasi dan hematogen. Yang
paling sering ditemukan adalah abses paru bronkogenik akibat aspirasi. Hal ini dapat disebabkan
oleh kelainan anatomis, sumbatan bronkus maupun tumor. Sedangkan abses paru melalui
hematogen biasanya berhubungan dengan infeksi.
4.3 Gambaran Klinis
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada umumnya
yaitu:

 Demam
Dijumpai pada 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur >
400C.

 Batuk
Pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus
batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe)

 Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oroe


Dijumpai pada 40 – 75% penderita abses paru.

 Nyeri Dada
 Batuk darah
 Gejala lain : Lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.

4.4 Gambaran radilogi


1. X-RAY RADIOGRAFI
Foto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan bentuk
abses paru. Abses paru ditandai dengan peradangan di jaringan paru yang menimbulkan
nekrosis dengan pengumpulan nanah. Pada hari-hari pertama penyakit, foto dada hanya
menunjukkan gambaran opak dari satu atau lebih segmen paru, atau hanya berupa
gambaran densitas homogeny yang berbentuk bulat. Kemudian akan ditemukan
gambaran radioluse dalam bayangan infiltrate yang padat.

Abses yang terbentuk dari bahan nekrotik akan tampak sebagai jaringan lunak
sampai terhubung dengan bronkus. Hubungan ini memungkinkan pengaliran keluar
debris nekrotik. Bahan nekrotik ini akan dibatukkan keluar dan akan menimbulkan
gambaran radiologik berupa defek lusen atau kavitas.
Seiring dengan membesarnya fokus supurasi, abses akhirnya akan pecah ke
saluran napas. Oleh karena itu, eksudat yang terkandung di dalamnya mungkin keluar
sebagian, dan menghasilkan batas udara air (air-fluid level) di dalam cavitas pada
pemeriksaan radiografik

Nekrosis akan mengakibatkan hilangnya corakan bronkovaskular normal yang


diakibatkan oleh dekstruksi hampir seluruh dinding alveoli, septa interlobularis, dan
bronkovaskular pada daerah kavitas. Parenkim paru normal di sekitarnya bereaksi
terhadap jaringan nekrosis ini dengan membentuk suatu reaksi inflamasi di sekitar bahan
nekrotik dengan edema lokal dan pendarahan. Dinding kavitas dibentuk oleh infiltrat
inflamasi di sekitar lesi, edema, perdarahan, dan jaringan paru normal yang tertekan.

Posisi Posterior-Anterior (PA) :

Terdapat area berbatas tegas transparan di lobus kiri atas (panah putih).

Kavitas diisi oleh cairan dan udara (air-fluid level) (panah hitam).
Posisi Lateral

Terdapat kavitas disertai air fluid level pada lobus kanan paru (panah putih)

2. COMPUTED TOMOGRAPHY
CT dapat menunjukkan lesi yang tidak terlihat pada pemeriksaan foto polos dan
dapat membantu menentukan lokasi dinding dalam dan luar kavitas abses. Pemeriksaan
ini membantu membedakan abses paru dengan kelainan paru lain yang mempunyai lesi
berupa kavitas.
Gambaran CT pada abses paru adalah kavitas yang terlihat bulat dengan dinding
tebal, tidak teratur, terletak di daerah jaringan paru yang rusak dan tampak gambaran air-
fluid level. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada
dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Abses paru juga dapat membentuk
sudut lancip dengan dinding dada. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan bronkhus yang
berada dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan paru dapat
ditemukan di dalam rongga abses
CT-Scan pada abses paru

Tampak kavitas di lobus bawah kiri dengan dinding yang relatif tebal

(black arrow). Kavitas memiliki batas dalam yang halus dan air-fluid level

(white arrow). Terdapat reaksi inflamasi pada sekitar paru-paru (yellow

arrow).

3. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG jarang dianjurkan pada pasien dengan abses paru. Namun,
USG juga dapat mendeteksi abses paru. tampak lesi hipoechic bulat dengan batas luar.
Apabila terdapat kavitas, didapati adanya tambahan tanda hiperechoic yang dihasilkan
oleh gas-tissue interface.
Terletak dekat dengan dinding thoraks, proses di dalam paru kira-kira

sebesar 2,5x2x2 cm (pointed angle between pleura and process) dengan

dinding membran. Setelah pengobatan, hanya terdapat sisa gambaran

hipoechoic di tempat abses sebelumnya (setelah beberapa minggu)


BAB V

PNEUMONIA

5.1 Definis

Pneunomia adalah peradangan alat parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri.virus,jamur,protozoa)

5.2 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus,
jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia
bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococcus pneumonia yang menyebabkan
pneumonia streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa.
Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza.
Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan akut yang berat yang disebabkan oleh
pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus paru yang terkena. Ada
bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain, misalnya bronkopneumonia
yang penyebabnya sering haemophylus influenza dan pneumococcus.

5.3 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi infeksi
1. Pneumonia lobaris
Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri (Staphylococcus), jarang
pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda
asing atau proses keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan
konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara yang terdapat
pada percabangan bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara. Ketika
terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia lobaris/

2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)


Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis
menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi
di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi
dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan
sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat
muncul sebagai infeksi primer.

3. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil.
Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema
dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa
bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata.

5.4 Gambaran Radiologis


Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
 Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru secara
anantomis.
 Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
 Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak
deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.
 Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan jantung
hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan.
 Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
 Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir terkena.
 Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
 Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada
bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus).
Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat
mengenai beberapa lobus

1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus
kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar.
Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.

CT Scan

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.

1. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)


Foto Thorax
Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat tersumbat
oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus. Pada
gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.
CT Scan

Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar
sampai perifer.

2. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial.
Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh
perselubungan yang tidak merata.

CT Scan

 Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A)
Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B) CT
Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang irreguler
tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda panah)

Anda mungkin juga menyukai