Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Hidrokel adalah akumulasi cairan abnormal yang paling sering terjadi pada skrotum (pria)
atau labia majora (wanita)1
Hidrokel adalah akumulasi cairan serosa yang abnormal dalam ruang antara lapisan
parietal dan visceral tunica vaginalis, yang disebut cavum peritoneum scroti.2
1. Donkor, P. et al. Essential Surgery: Disease Control Priorities. 3rd edition. Volume 1.
Washington DC. 2015
2. Cimador, M. et al. Management of Hydrocele in adolescent patients. 2010

B. ANATOMI, FISIOLOGI DAN EMBRIOLOGI

Skrotum adalah salah satu organ reproduksi pria anatomi yang vital yang dibentuk oleh
karung kulit yang menggantung dan otot polos yang memiliki dua kantong, terletak di
bawah penis. Asimetri dari testis adalah eksplisit yaitu satu testis biasanya lebih rendah
dari yang lain, yang fungsinya adalah untuk menghindari kompresi jika terjadi benturan.
Secara klasik, testis kiri lebih rendah pada pria tangan kanan, sedangkan testis kanan
lebih rendah pada pria tangan kiri.3
Raphe perineum adalah tanda berupa garis memanjang, vertikal, sedikit mengangkat kulit
skrotum. Ini adalah garis longitudinal tipis yang membentang dari depan ke belakang
melewati seluruh skrotum (Gambar 1 a & b). Kandungan skrotum pada fasia spermatika
eksternal, testis, epididimis, dan duktus deferens (Gambar 2 a & b). Ini adalah distensi
perineum, dan membawa beberapa jaringan perut seperti arteri testis, vena testis, dan
pleksus pampinform. Skrotum menjadi tertutup dengan rambut kemaluan saat pubertas,
karakter seks sekunder. Secara biologis homolog dengan labia majora pada wanita.3
a b

Gambar 1: a & b Menampilkan anatomi normal skrotum.3

Gambar 2: a & b Mendefinisikan konstituen anatomis terdapat di dalam skrotum.3

Batas skrotum4
Anterior : Penis
Posterior : Perineum dan Anus

Lapisan scrotum:4
 Cutis scroti : lapisan kulit luar scrotum
 Tunica dartos : terdapat muskulus dartos yang di persarafi oleh saraf simpatis yang
mengakibatkan scrotum menggerut pada saat dingin atau menggendur pada suhu panas.
 Fascia spermatica externa : adalah lanjutan dari muskulus oblique eksternus
abdominalis.
 Tunica cremaster : terdapat muskulus cremaster lanjutan dari muskulus oblique
internus abdominalis. Musculus cremaster dapat di uji kontraksinya dengan cara
menggores kulit paha bagian dalam. Ini di uji untuk melihat Refleks Cremaster. Serabut
aferen berjalan pada ramus femoralis nervus genitofemoralis sedangkan serabut eferen
berjalan pada ramus genitalis nervus geniofemoralis. Muskulus scremaster berfungsi
mengangkat testis pada suhu dingin.
 Fascia spermatica interna : berasal dari fascia transversalis.
 Tunika vaginalis testis : terbagi menjadi dua yaitu lamina viceralis ( epiorchium )
adalah bagian yang langsung melekat pada testis. Lamina parietal ( periorchium ) bagian
yang tidak melekat langsung dengan testis.

Gambar 3. Lapisan Skrotum4

Suplai saraf: Permukaan skrotum untuk tujuan dibagi menjadi antero-lateral, yang
dipasok oleh cabang genital nervus femitoralis, anterior yang dipasok oleh nervus
skrotum anterior, cabang saraf illoinguinal, posterior oleh skrotum skrotum posterial,
cabang saraf perineum, sementara permukaan inferiornya dipasok oleh cabang perineum
nervus kutan femoralis posterior.3

Suplai darah: Pembuluh darah skrotum adalah arteri skrotum posterior anterior dan
posterior, dan vena testis.3

Integument: Integral Skrotum relatif tipis dan menunjukkan fasia dasar yang tebal,
tunika dartos. Ini terdiri dari jaringan kulit yang terkait yaitu rambut, kelenjar sebaceous,
kelenjar keringat Apocrine dan otot-otot halus. Kulit pada skrotum berpigmen
dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya. Septum adalah membran jaringan ikat yang
membagi skrotum menjadi dua rongga.3

Sistem limfatik: Hal ini dibentuk oleh pembuluh limfatik yaitu kelenjar limfatik inguinal
superfisial, kelenjar ini merupakan bagian superficial dari kelenjar subinguinal
superficial.3

Embriologi, Pertumbuhan dan Skrotum adalah homolog dengan labia minora dan labia
majora. Pembentukan organ dan jaringan reaktif pada wanita dan pria, dimulai selama
minggu ke-5 setelah pembuahan. Punggung gonad tumbuh di belakang membran
peritoneum. Pada minggu ke-6, jaringan yang menyerupai tali, jenis kelamin utama
bentuk tali di dalam punggungan gonad yang membesar, secara eksternal, pembengkakan
tuberkulsi genital, muncul di atas membran kloaka.Sampai minggu ke-8 setelah
pembuahan, organ reproduksi tidak tampak berbeda antara pria dan wanita, dan sulit
dibedakan, sekresi testosteron dimulai selama minggu ke-8, mencapai tingkat puncak
pada minggu ke-13, dan akhirnya menurun ke tingkat yang sangat rendah pada
akhir trimester kedua. Testosteron menyebabkan maskulinisasi lipatan labio-skrotum ke
dalam skrotum. Rapica skrotum terbentuk pada saat ketika embrio, alur uretra menutup
pada minggu ke-12. Meskipun testis dan skrotum terbentuk di awal kehidupan embrio,
pematangan seksual hanya dimulai saat memasuki pubertas, menyebabkan penggelapan
kulit setelah peningkatan sekresi testosteron.3

Fisiologi: Skrotum mengatur suhu testis, dan mempertahankannya pada 35 derajat


Celsius (350C) / 95 derajat Fahr- enheit (950F), yang 2 derajat di bawah suhu tubuh
normal 370C atau 98,60F Suhu yang lebih tinggi dapat mempengaruhi spermatogenesis.
Kontrol suhu dilakukan oleh otot-otot halus skrotum yang menggerakkan testis lebih
dekat atau lebih jauh dari perut tergantung pada suhu sekitar, yang dicapai oleh otot
cremaster di perut dan dartos fasciav. Selanjutnya, skrotum dan testis yang terletak di luar
rongga perut ditakdirkan untuk memberikan keuntungan tambahan bahwa skrotum tidak
terpengaruh oleh tekanan abdominal, yang dapat mencegah pengosongan testis sebelum
sperma matang cukup untuk pembuahan. Ini juga melindungi testis dari guncangan dan
kompresi.3
3. Malhotra, A. et al. Scrotal Swellings: Scrotal Anatomy and Physiology (part I)

Investigative Dermatology and venerology Research. 2016

4. Ligouri, G. et al. Anatomy Scrotum. 2016

C. EPIDEMIOLOGI

Tidak ada perbedaan demografis atau ras. Tidak mudah untuk memastikan insiden
hidrokel yang tepat karena tidak dilaporkan oleh banyak orang tua atau anak-anak.
Pengumpulan cairan skrotum hadir pada 60% -80% laki-laki saat lahir tetapi menurun hingga
di bawah 0,2% di atas 2 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan secara keseluruhan dihitung
pada 500: 1.5
5. Fourie, N. et al. Pediatric Hydrocele: A Comprehensive Review.2016

D. ETIOLOGI

Epidural hematom utamanya disebabkan oleh gangguan struktur duramater dan pembuluh
darah kepala biasanya karena fraktur. Akibat trauma kapitis, tengkorak retak. Fraktur yang
paling ringan, ialah fraktur linear. Jika gaya destruktifnya lebih kuat, bisa timbul fraktur yang
berupa bintang (stelatum), atau fraktur impresi yang dengan kepingan tulangnya menusuk ke
dalam ataupun fraktur yang merobek dura dan sekaligus melukai jaringan otak (laserasio).
Pada pendarahan epidural yang terjadi ketika pecahnya pembuluh darah, biasanya arteri, yang
kemudian mengalir ke dalam ruang antara duramater dan tengkorak.3

E. PATOFISIOLOGI

EDH akut terdapat diantara dura mater dan bagian dalam skull. EDH membentuk
biconvex atau bentukan lensa sebagai akibat darah yang mendorong lapisan dura sedangkan
bagian dalam periosteal keras. EDH sering kali berada di temporal atau temporotemporietal
dan seringkali disebabkan karena rebeknya arteri meningea media akibat fraktur. Tipe EDH
ini sangat klasik dan menyebabkan kematian. Hematoma ini dapat dengan sangat cepat
terakumulasi, meskipun tipe progresi lambat dapat terjadi dalam beberapa jam. EDH dapat
juga berasal dari vena, vena diploic atau dari bridging vein yang terobek sepanjang
perjalanannya menuju sinus vena. Hematom bertekanan rendah ini berkembang lambat, dan
seringkali self limited, akan tetapi hal ini tidak dapat diprediksikan dengan imaging.
Robeknya dura karena benturan dipostulatkan menjadi mekanisme alternative.7

EDH ditandai oleh tanda klasiknya yaitu lucid interval. Lucid interval ditandai dengan
menurunnya kesadaran setelah terjadi benturan diikuti dengan periode sadar kemudian
mengalami deteriorasi kesadran karena meningkatnya ICP dan efek massa. Hal ini terjadi
pada 15-30% kasus. Sedangkan 20 hingga 55%nya sudah koma saat datang atau sesaat
sebelum pembedahan. Meskipun EDH didiagnosis initial dengan CT scan, dokter harus
waspada dengan kemungkinan terjadinya EDH khususnya pada lokasi yang tidak ada fasilitas
CT scan.7
EDH biasanya tidak berhubungan dengan kerusakan parenkim, sehingga evakuasi
pembedahan yang dilakukan secepat mungkin biasanya menunjukkan kesuksesan. Arteri
meningea media masuk ke dalam kranial melalui foramen spinosum dan jalan antara
duramater dengan tulang permukaan dan os temporal. Perdarahan yang terjadi
mengakibatkan hematoma epidural dan semakin mendesak dan melepaskan lapisan
duramater sehingga hematoma bertambah besar. Hematoma yang membesar menekan lobus
temporalis ke arah bawah dan medial sehingga mengakibatkan herniasi di bawah pinggiran
tentorium yang mengakibatkan deficit neurologis. Tekanan pada daerah unkus pada sirkulasi
arteri yang bertanggung jawab sebagai formation retikularis di mengakibatkan hilangnya
kesadaran.Edema otak local dan hematoma dapat mendorong atau menyebabkan herniasi
otak. Girus cingulate mendorong falx cerebri (hernias subfalcine), dorongan pada lobus
temporal medial (uncus) mengkompresi midbrain (herniasi uncal) terdapat nuclei saraf
okulomotorius yang menyebabkan dilatasi pada pupil ipsilateral. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis mengakibatkan kelemahan respon motorik kontralateral. Dengan makin
besarnya hematoma maka akan terjadi kenaikan tekanan intracranial. Karena perdarahan ini
berasal dari arteri maka hematoma dapat bertambah terus menerus.8
Kontusio atau perdarahan intracranial yang lain sering kali menyebabkan edema otak
karena proses proses metabolik atau iskemik. Peningkatan ICP menurunkan CBF,
menyebabkan iskemik dan mengakibatkan kompensasi autoregulasi otak gagal. Autoregulasi
otak mengatur vasodilatasi dan vasokonsriksi sehingga mempertahankan CBF yang optimal
sebagai akibat dari fluktuasi tekanan darah sistemik. Pada peningkatan ICP yang parah dapat
terjadi cushing’ responseyang diindikasikan dengan peningkatan tekanan darah sistemik
untuk menjaga CBF. Hal ini terjadi bersama dengan respon parasimpatis berupa bradikardi
dan laju pernpasan yang rendah.8

Gambar 6. Epidural Hematoma dan Herniasi.8

F. PENEGAKAN DIAGNOSIS.1,3

1. Anamnesis
Anamnesa yang perlu ditanyakan antara lain ialah
 Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, suku.
 Mekanisme injuri. Jika pasien merupakan kecelakaan maka ditanyakan juga faktor
resiko seperti tidak memakai helm.
 Waktu kejadian
 Hilangnya kesadaran setelah injuri
 Tingkat kesadaran saat itu
 Amnesia : retrograde, antegrade
 Nyeri kepala: ringan, sedang, berat.
Gejala yang biasanya muncul ialah lucid interval, pasien tidak sadar setelah kejadian,
kembali sadar kemudian secara progresif mengalami penurunan kesadaran. Cedera kepala
dapat mengalami gejala yang bermacam-macam. Gejala yang sering tampak ialah penurunan
kesadaran, gangguan orientasi, berbicara, membaca, menulis, bingung, penglihatan kabur,
nyeri kepala hebat, keluar cairan dari hidung atau telinga, nampak luka yang dalam atau
hematoma di kepala, mual, muntah, pusing, kejang, amnesia.9

2. Pemeriksaan Fisik.9,10
Untuk menentukan keparahan cedera otak dilakukan pemeriksaan Glasgow coma scale.

Tabel 1. Glasgow Coma Scale

Perlu dilakukan pemeriksaan secara general dan menyeluruh untuk mengeksklusi injuri
sistemik, pemeriksaan neurologis lengkap yang meliputi nervus kranialis, seperti
pemeriksaan nervus III okulomotorius untuk melihat apakah adanya pupil anisokor, reflex
fisiologis dan patologis serta pemeriksaan neurologis yang lain untuk melihat apakah ada
deficit neurologis meliputi motoric dan sensorik. Perlu juga untuk melakukan pemeriksaan
pada cervical spine untuk menentukan apakah aman atau tidak.9,10

3. Pemeriksaan Penunjang.7,10
Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intra kranial akibat trauma kepala lebih mudah
dikenali.

a) Foto Polos Kepala


Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural hematoma.
Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami trauma pada
film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media.
Gambar 7. Fraktur impresi dan linier pada tulang parietal, frontal dan temporal.7

b) Computed Tomography (CT-Scan)


Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara
intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat
pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah
temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline
terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma,
Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 – 90 HU), ditandai dengan adanya
peregangan dari pembuluh darah.

Gambar 8. CT Scan Epidural hematom.7


Gambar 9. Hematoma Epidural Klasik yang Berbentuk Lentiform.7

Gambar 10. Hematoma Epidural Venous karena Hantaman dari Belakang Kepala occipital
(coup) yang diindikasikan soft tissue scalp yang bengkak (panah putih), pada tempat
hantaman berbentuk lentiform (coup).7

c) Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi
duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat
menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan
yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.

G. PENATALAKSANAAN.11,12
a) Penanganan darurat
 Dekompresi dengan trepanasi sederhana
 Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom

b) Terapi Medikamentosa
 Cairan intravena
Cairan intravena, darah, dan produk darah digunakan untuk resusitasi pasien dan
mempertahankan normovolemia.Cairan hipotonik ditak boleh digunakan.Selanjutnya
penggunaan cairan yang mengandung gula dapat mengakibatkan
hiperglikemia.Sehingga direkomendasikan Ringer lactate atau normal saline untuk
resusitasi.Kadar sodium harus dimonitoring ketat pada pasien karena hiponatremia
berhubungan dengan edema otak.

 Hiperventilasi
Penggunaan hiperventilasi digunakan jika:

1. Hiperventilasi dlakukan hanya jika dilakukan sementara untuk pembedahan


definitive pada deteriorasi neurologis yang cepat dengan peningkatan ICP atau
tanda-tanda herniasi seperti:
- Reflex cushing (hipertensi dan bradikardi)
- Pasien koma dengan pupil reaktif yang awalnya normal kemudian menjadi
dilatasi dengan atau tanpa hemiparese
2. Hiperventilasi juga digunakan untuk mendapatkan pCO2 35-40 mmHg dengan
intubasi dan hiperventilasi. Efek yang diinginkan ialah vasokonstriksi yang
disebabkan oleh menurunnya kadar karbon dioksida yang juga menyebabkan
iskemik serebri. Akan tetapi hal ini tidak digunakan sebagai profilaksis pada
cedera otak berat. Hiperkarbia > 45 mmHg membuat vasodilatasi dan
meningkatkan ICP hal ini harus dihindari.
3. Hiperventilasi memiliki onset 30-60 detik dan peak pada 8 menit. Cek BGA dan
titrasi ventilasi mekanik,
4. Periode cepat hiperventilasi 25-30mmHg diperlukan untuk deteriorasi akut ketika
tata laksana lain dilakukan.12

 Manitol
Manitol digunakan untuk menurunkan ICP.Manitol yang tersedia ialah 20% per
100 ml solution (20 gram manitol dalam 100 ml solusio).Manitol sebaiknya tidak
digunakan pada pasien hipotensi karena manitol tidak menurunkan ICP pada
hipovolemia dan berpotensi osmotic diuresis.Hal ini kemudian dapat mengeksaserbasi
hipotensi dan iskemik serebri.Penurunan neurologis secara cepat seperti dilatasi pupil,
hemiparesis, atau hilangnya kesadaran ketika pasien diobservasi, merupakan indikasi
kuat diberikan manitol pada pasien yang euvolemik. Bolus manitol 1g/kgBB
diberikan cepat (dalam 5 menit) dan pasien segera di lakukan CT scan dan segera
dioperasi jika indikasi (ATLS, 2013). Perhatian sebelum diberikan manitol kateter
urin, pastikan pasien tidak hipotensi dan gagal ginjal kronis (Lee and Oei,
2015).Berdasarkan Brain Trauma Foundation, Manitol efektif untuk mengkontrol
dosis 0.25 g/kgBB hingga 1g/kgBB. Arterial hipotensi <90mmHg harus dihindari.12

 Barbiturate
Barbiturat efektif untuk menurunkan ICP refrakter.Barbiturat tidak boleh
digunakan jika hipotensi dan hipovolemi.Barbiturat seharusnya tidak digunakan pada
pasien dengan hipovolemik dan hipotensi.Barbiturate tidak diindikasikan untuk
resusitasi fase akut.Half life yang panjang pada barbiturate akan memperpanjang
waktu untuk brain death pada pasoien yang tampaknya nonsurvivable.11,12

 Anti konvulsan
Epilepsi post trauma terjadi pada 5% kasus dengan injuri kepala tertutup dan 15%
pada cedera obat berat. Kejang akut dapat dikontrol dengan antikonvulsan, akan tetapi
antikonvulasan yang digunakan awal tidak mengubah outcome kejang trauma jangka
panjang. Antikonvulsan dapat menghambat recovery otak, sehingga hanya digunakan
jika sangat diperlukan. Phenytoin dan forphenytoin adalah obat yang biasanya
digunakan pada fase akut. Untuk dewasa loading dose ialah 1 gram diberikan
intravena dengan kecepatan 50 mg/menit. Dan dosis maintenance 100 mg/8jam,
dengan dosis titrasi untuk mendapatkan level serum terapeutik. Diazepam dan
lorazepam biasanya digunakan sebagai tambahan bagi phenytoin untuk menghentikan
kejang. Kontrol kejang yang berkelanjutan memungkinkan dibutuhkan anestesi
general. Kejang akut penting untuk dikontrol secepat mungkin, karena kejang yang
berkepanjangan (30 hingga 60 menit) dapat mengakibatkan TBI sekunder.12

c) Terapi operatif
Operasi di lakukan bila terdapat : 15
 Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)
 Keadaan pasien memburuk
 Pendorongan garis tengah > 3 mm
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk
fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi
operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak
ruang.8
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
 > 25 cc  desak ruang supra tentorial
 > 10 cc  desak ruang infratentorial
 > 5 cc  desak ruang thalamus
Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
 Penurunan klinis
 Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
 Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan
klinis yang progresif.

Tabel 2. Indikasi operasi cedera otak


Terapi operatif pada EDH meliputi membuka kalvaria pada tempat terjadinya
perdarahan. EDH akan tampak setelah mengankat flap tulang, dan dibersihkan. Koagulasi
perdarahan pembuluh darah dura biasanya dilakukan.Penjahitan epidural dari dura menuju ke
tepi tulang kraniotomi dan ke tengah falp kraniotomi untuk mentampon perdarahan epidural
dari area di tepi kraniotomi dan mencegah berulangnya perdarahan. Perdarahan sinus vena
ditampon dengan sponge gelatin dan kapas strip dan peninggian kepala, untuk mencegah
emboli udara.11,12
Gambar 11. Kraniotomi Hematoma.11

H. PROGNOSIS
Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena
kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan
kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma
sebelum operasi.2,3

Anda mungkin juga menyukai