Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan meningkatnya taraf kesehatan Indonesia, dimana hal ini sangat


berpengaruh terhadap kualitas SDM anak Indonesia yang cerdas, sehat untuk
masa yang akan datang maka pemerintah bersama Dinas Kesehatan beserta
jajarannya berupaya sedini mungkin untuk mengatasi masalah-masalah
kesehatan yang sangat banyak terjadi di masyarakat khususnya yang terjadi
pada anak-anak.

Diantaranya tingkat mortalitas bayi setelah lahir, dengan sepsis, malnutrisi,


BBLR dan prematurisme yang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Sepsis
neonatorum merupakan salahsatu masalah yang dapat menyebabkan kematian
pada bayi dengan insiden sepsis neonatal sangat rendah, antara 1-8 kasus per
1000 kelahiran hidup dengan Meningitis sebanyak 20%-25%, mortalitas berkisar
antara 20%-30%.

Epidemiologi infeksi neonatal dapat berubah-ubah seperti halnya bayi berat


lahir rendah yang dapat bertahan hidup untuk waktu yang lebih lama. Insiden
infeksi berbanding terbalik dengan umur kelahiran dan berat badan lahir
mungkin mencapai 25%-40% diantara bayi dengan berat badan 500-1000 gr saat
lahir dan 12%-40% pada bayi 1000-1500gr. Infeksi nasokomial pada bayi berat
badan lahir sangat rendah (< 1500gr ) rentan sekali menderita sepsis neonatal.

Selain perubahan-perubahan tersebut, spektrum etiologi bakteri dan mortalitas


sepsis neonatal yang berkembang. Pada tahun 1930, Steptococcus hemolitikus
grup A merupakan penyebab terbanyak infeksi neonatal dan dikendalikan
dengan penisilin. Pada tahun 1940 insiden infeksi gram negatif, khususnyan
E.colli, meningkat dan pada tahun 1950-an insiden staphilococcus penghasil
penisilinase ( S.aureus ) meningkat.

Sejalan dengan berkembangnya pemahaman kolonisasi pada neonatus, praktik


perawatan kulit dan tali pusat berkembang pula. Infeksi gram negatif menonjol
pada tahun 1960 dan tahun 1970 streptococcus b hemolitikus grup B yang
menonjol. Pada tahun 1980-an infeksi nasokomial merupakan masalah utama
dalam bangsal perawatan intensif. Bersamaan dengan perubahan organisme
penyebab infeksi bisa terjadi menurunnya mortalitas, mungkin sebagian
mencerminkan besarnya organisme gram positif sebagai agen etiologi yang
menonjol hingga sekarang mortalitasnya dilaporkan sebesar 11% – 20 %.

Bila tidak ditangani dengan segera dapat menyebabkan kematian dalam


beberapa jam, oleh Karena itu perlu adanya pengetahuan bagi tim kesehatan
dalam pemberian pelayanan keperawatan dan medis dalam penatalaksanaan
sepsis neonatorum, sehingga dapat mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas
bayi, dan dapat mempertahankan generasi penerus yang sehat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian sepsis neonatorum?

2. Apa saja etiologi dari sepsis neonatorum?

3. Bagaimana Patofisiologi dari sepsis neonatorum?

4. Bagaimana manifestasi klinis pada penderita sepsis neonatorum?

5. Apa saja pemeriksaan diagnostic pada penderita sepsis neonatorum?

6. Bagaimana prognosis pada penderita sepsis neonatorum?

7. Apa saja komplikasi yang terjadi pada penderita sepsis neonatorum?

8. Bagaimana penatalaksanaan pada penderita sepsis neonatorum?


9. Bagaimana pencegahan dari sepsis neonatorum?

10. Bagaimanakah asuhan keperawatan yang tepat pada pasien denagan sepsis
neonatorum?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk melengkapi tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan Anak II pada


semester VI, sertta diharapkan mhasiswa mampu memahami dan mengerti
tentang Sepsis Neonatorum

2. Tujuan Khusus

1. Agar mahasiwa mengetahui pengertian dari sepsis neonattorum

2. Agar mahasiwa mengetahui Etiologi dari sepsis nenatorum

3. Agar mahasiwa mengetahui Patofisiologi dari sepsis neonatorum

4. Agar mahasiwa mengetahui Manifestasi dari sepsis neonatorum

5. Agar mahasiwa mengetahui Pemeriksaan diagnostic dari sepsis


neonatorum

6. Agar mahasiwa mengetahui prognosis pada penderita sepsis neonatorum?

7. Agar mahasiwa mengetahui komplikasi yang terjadi pada penderita sepsis


neonatorum?
8. Agar mahasiwa mengetahui pada penderita sepsis neonatorum?

9. Agar mahasiwa mengetahui pencegahan dari sepsis neonatorum?

10. Agar mahasiwa mengetahui Asuhan keperawatan pada sepsis neonatorum

D. Manfaat Penulisan

Diharapkan penulisan makalah ini mahasiswa dapat mengidentifikasi tentang


Sepsis Neonatorum pada bayi baru lahir serta penanganannya.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

- Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan


gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis
neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga seringkali tidak terpantau, tanpa
pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48jam.
(perawatan bayi beriko tinggi, penerbit buku kedoktoran, jakarta : EGC)

- Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi
selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara
1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).
- Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan
gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis
dapat berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan
yang memadai sehingga neonatus dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48
hari. (Surasmi, 2003)

- Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik


akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan
protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. (DEPKES 2007)

- Sepsis neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada bayi dalam 28 hari
pertama setelah kelahiran. (Mochtar, 2005)

Dari beberapa pengertian diatas, kami menyimpulkan bahwa sepsis neunatorum


adalah infeksi berat karena bakteri pada aliran darah bayi selama empat minggu
pertama kehidupan dan dapat menyebabkan kematian.

B. Etiologi

Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman


seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu
disebabkan oleh bakteri.

- Bakteri escherichia koli

- Streptococus group B

- Stophylococus aureus

- Enterococus

- Listeria monocytogenes

- Klepsiella
- Entererobacter sp

- Pseudemonas aeruginosa

- Proteus sp

- Organisme anaerobic

Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran.
Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling
tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita
hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur
yang menjalani perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun
mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-
prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan
bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang
normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke
dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas.

Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar,


yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis.
Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi
tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia
tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia
ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas dan penelitian
menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial
di dalam darah. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan
sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan
sampai 3 tahun
Faktor- faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal
dari tiga kelompok, yaitu :

1. Faktor Maternal

a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi


kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya
buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih
banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.

b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu
(kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun

c. Kurangnya perawatan prenatal.

d. Ketuban pecah dini (KPD)

e. Prosedur selama persalinan.

2. Faktor Neonatatal

a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor
resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih
rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta
terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi
imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat.
Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.

b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik,


khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA
tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat.
Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3
serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida.
Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik,
bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan
aktivitas opsonisasi.

c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki
empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.

3. Faktor Lingkungan

a. ada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering


memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit
lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral
merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga
mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.

b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan


resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas,
sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan
resisten berlipat ganda.

c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran


mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering
akibat kontak tangan.

d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan
dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi
oleh E.colli.

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus


melalui beberapa cara, yaitu :

1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir.

Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus
masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi
adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes,
sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui
jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.

2. Pada masa intranatal atau saat persalinan.

Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks
naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis,
selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu
saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi
dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian
menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi
pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi
melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang
melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea.

3. Infeksi paska atau sesudah persalinan.

Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi


nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap
lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot).
Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan
terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus
(AsriningS.,2003)

C. Patofisiologi

Neonatus sangat rentan terhadap infeksi sebagai akibat rendahnya imunitas non
spesifik (inflamasi) dan spesifik (humoral), seperti rendahnya fagositosis,
keterlambatan respon kemotaksis, minimal atau tidak adanya imunoglobulin A
dan imunoglobulin M (IgA dan IgM), dan rendahnya kadar komplemen.
Sepsis pada periode neonatal dapat diperoleh sebelum kelahiran melalui plasenta
dari aliran darah maternal atau selama persalinan karena ingesti atau aspirasi
cairan amnion yang terinfeksi.

Sepsis awal (kurang dari 3 hari) didapat dalam periode perinatal, infeksi dapat
terjadi dari kontak langsung dengan organisme dari saluran gastrointestinal atau
genitourinaria maternal. Organisme yang paling sering menginfeksi adalah
streptokokus group B (GBS) dan escherichia coli, yang terdapat di vagina. GBS
muncul sebagaimikroorganisme yang sangat virulen pada neonatus, dengan
angka kematian tinggi (50%) pada bayi yang terkena Haemophilus influenzae
dan stafilokoki koagulasi negatif juga sering terlihat pada awitan awal sepsis
pada bayi BBLSR.

Sepsis lanjut (1 sampai 3 minggu setelah lahir) utamanya nosokomial, dan


organisme yang menyerang biasanya stafilokoki, klebsiella, enterokoki, dan
pseudomonas. Stafilokokus koagulasi negatif, baiasa ditemukan sebagai
penyebab septikemia pada bayi BBLR dan BBLSR. Invasi bakterial dapat terjadi
melalui tampatseperti puntung tali pusat, kulit, membran mukosa mata, hidung,
faring, dan telinga, dan sistem internal seperti sistem respirasi, saraf,
perkemihan, dan gastrointestinal.

Infeksi pascanatal didapat dari kontaminasi silang dengan bayi lain, personel,
atau benda – benda dilingkungan. Bakteri sering ditemukan dalam sumber air,
alat pelembab, pipa wastafel, mesin penghisap, kebanyakan peralatan respirasi,
dan kateter vena dan arteri terpasang yang digunakan untuk infus, pengambilan
sampel darah, pemantauantanda vital. (Donna L. Wong, 2009).

Proses patofisiologi sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi


sistemik.

Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium

perubahan ambilan dan penggunaan oksigen terhambatnya fungsi mitokondria,


dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat,
complemen cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel.
Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok,
yang mengakibatkan disseminatedintravaskular coagulation (DIC) dan kematian.
( Bobak, 2004).

Penderita dengan gangguan imun mempunyai peningkatan resiko untuk


mendapatkan sepsis nosokomial yang serius. Manifestasi kardiopulmonal pada
sepsis gram negatif dapat ditiru dengan injeksi endotoksin atau faktor nekrosis
tumor (FNT). Hambatan kerja FNT oleh antibodi monoklonal anti-FNT sangat
memperlemah manifestasi syok septik. Bila komponen dinding sel bakteri
dilepaskan dalam aliran darah, sitokin teraktivasi, dan selanjutnya dapat
menyebabkan kekacauan fisiologis lebih lanjut.Baik sendirian ataupun dalam
kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin

proradang memicu respon fisiologis untuk menghentikan penyerbu (invader)


mikroba. FNT dan mediator radang lain meningkatkan permeabilitas vaskuler,
dan terjadinya ketidakseimbangan tonus vaskuler, dan terjadinya
ketidakseimbangan antara perfusi dan kenaikan kebutuhan metabolik jaringan.

Syok didefinisikan dengan tekanan sistolik dibawah persentil ke-5 menurut umur
atau didefinisikan dengan ekstremitas dingin. Pengisian kembali kapiler yanng
terlambat (>2 detik) dipandang sebagai indikator yang dapat dipercaya pada
penurunan perfusi perifer. Tekanan vaskuler perifer pada syok septik (panas)
tetapi menjadi sangat naik pada syok yang lebih lanjut (dingin). Pada syok septik
pemakaian oksigen jaringan melebihi pasokan oksigen. Ketidakseimbangan ini
diakibatkan oleh vasodilatasi perifer pada awalnya, vasokonstriksi pada masa
lanjut, depresi miokardium, hipotensi, insufisiensi ventilator, anemia. (Nelson,
1999).

Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang


disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme secara cepat atau zat-zat
racunnya, yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar.
Zat-zat patogen dapat berupa bakteri, jamur, virus, maupun riketsia. Penyebab
yang paling umum dari septisemia adalah organisme gram negatif. Jika
perlindungan tubuh tidak efektif dalam mengontrol invasi mikroorganisme,
mungkin dapat terjadi syok septik, yang dikarakteristikkan

dengan perubahan hemodinamik, ketidakseimbangan fungsi seluler, dan


kegagalan

sistem multipel. (Marilynn E. Doenges, 1999).

Melalui Air Ketuban → Bakteri → Infeksi pada


Ibu

↓ ↓

Masuk kedalam tubuh janin


meningitis,oesteomelitis

↓ ↓

resiko
infeksi

Terjadinya Infeksi awal

Infeksi/Kuman menyebar

Keseluruh tubuh janin


Hipotalamus Organ Hati Organ pernafasan Sistem
Gastrointestinal

↓ ↓ ↓

Berespon menghasil Erirtosit banyak G3 sirkulasi O2


Muntah, Diare

kan panas tubuh Dilisis CO2 Malas


menghisap

↓ ↓ ↓

Gangguan Volume Hipertermia Fungsi tidak optimal Bayi


akan sesak

Cairan tubuh

Gangguan pola nafas

Hiperbilirubin

Jaundice (ikterif)

Ke Otak

Enselopati

Kemit ikterik(kejang)

resiko cedera

D. Manifestasi klinis

1. Umum : panas, hipotermi, tampak tidak sehat, malas minum, letargi,


sklerema

2. Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali

3. Saluran napas : apnea, dispnea, takipnea, retraksi, napas cuping hidung,


merintih, sianosis.

4. Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kulit marmorata, kulit lembab,


hipotensi, takikardi, bradikardia.

5. Sistem saraf pusat : irritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum,


pernapasan tidak teratur, ubun-ubun menonjol,high-pitched cry

6. Hematologi : ikterus,splenomegali, pucat, petekie, purpura, pendarahan.

(Kapita selekta kedokteran Jilid II,Mansjoer Arief 2008)

Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat
menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-
gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah,
diare, dan perut kembung
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:

- Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau


darah dari pusar

- Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan


koma, kejang,opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan
pada ubun-ubun

- Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan


pada lengan atau tungkai yang terkena

- Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri


tekan dan sendi yang terkena teraba hangat

- Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan


perut dan diare berdarah

E. Pemeriksaan penunjang

- Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan neutropemia dengan


pergeseran ke kiri (imatur: total seri granolisik > 0,2).

- Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.

- Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi
dapat mendeteksi organisme.

- DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan


peningkatan neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.
- Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat
menandakan adanya inflamasi.

F. Prognosis

Pada umumnya angka kematian sepsis neonatal berkisar antara 10–40% dan
pada meningitis 15–50%. Tinggi rendahnya angka kematian tergantung dari
waktu timbulnya penyakit penyebabnya, besar kecilnya bayi, beratnya penyakit
dan tempat perawatannya. Gejala sisa neurologik yang jelas nampak adalah
hidrosefalus, retardasi mental, buta, tuli dan cara bicara yang tidak normal.
Kejadian gejala sisa ini adalah sekitar 30 – 50% pada bayi yang sembuh dari
meningitis neonatal. Gejala sisa ringan seperti gangguan penglihatan, kesukaran
belajar dan kelainan tingkah laku dapat pula terjadi.

G. Komplikasi

- Dehidrasi

- Asidosis metabolic

- Hipoglikemia

- Anemia

- Hiperbilirubinemia

- Meningnitis

- DIC.

H. penatalaksanaan
- Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg
BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur < 7 hari dibagi 3 dosis), dan
Netylmycin (Amino glikosida)dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2
dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila
diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian ½ sampai 1 jam pelan-
pelan).

- Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap,


urine, lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses
(atas indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel,
kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).

- Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula


darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.

- Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi,


pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika
diberhentikan pada hari ke-7.

- Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong


infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan
2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan
Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus).

- Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama


pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika
minimal 21 hari.Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi, terapi
oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi
hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi kejang,
transfusi tukar

I. Pencegahan
a. Pada masa antenatal

Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala,


imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi
yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan
kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ketempat pelayanan yang memadai bila
diperlukan.

b. Pada saat persalinan

Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptic, yang artinya dalam
melakukan pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik.Tindakan
intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar
diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses
persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan menghindari
perlukaan kulit dan selaput lendir.

c. Sesudah persalinan

Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal,
pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap
bersih, setiap bayi menggunakan peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus
secara steril. Tindakan invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-
prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan
dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang
setiap bayi. Pemantauan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data
yang benar dan baik. Semua personel yang menangani atau bertugas di kamar
bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular di isolasi, pemberian antibiotik
secara rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes
resistensi. (Sarwono, 2004)
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Biodata / identitas

Nama : Diisi sesuai nama pasien

Umur : Biasanya menyerang pada usia neonatal 0 hari – 28 hari Infeksi


nasokomial pada bayi berat badan lahir sangat rendah (<1500gr) rentan sekali
menderita sepsis neonatal.

Alamat : tempat tinggal keluarga tempat tinggalnya padat dan tidak

higienis

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama : Klien datang dengan tubuh berwarna kuning, letargi,


kejang, tak mau menghisap, lemah

b. Riwayat penyakit sekarang: cara lahir (normal), hilangnya reflek rooting,


kekakuan pada leher, tonus otot meningkat serta asfiksia atau hipoksia.apgar
score, jam lahir, kesadaran

c. Riwayat penyakit dahulu : Ibu klien mempunyai kelainan hepar atau


kerusakan hepar karena obstruksi.
d. Riwayat kehamilan: demam pada ibu (<37,9ºc), riwayat sepsis GBS pada
bayi sebelumnya, infeksi pada masa kehamilan

e. Riwayat prenatal: Anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah,


riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya, kehamilan
dengan komplikasi, obat yang diberikanpd ibu selama hamil / persalinan,
persalinan dgntindakan / komplikasi, rupture selaput ketuban yang lama (>18
jam), persalinan premature(<37 minggu.

f. Riwayat neonatal : Secara klinis ikterus pada neonatal dapat dilihatsegera


setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampakpun ssngat
tergantung kepada penyebeb ikterus itu sendiri. Bayi menderita sindrom gawat
nafas, sindrom crigler-najjar, hepatitis neonatal, stenosis pilorus,
hiperparatiroidisme, infeksi pasca natal dan lain-lain.

g. Riwayat penyakit keluarga: Orang tua atau keluarga mempunyai riwayat


penyakit yang berhubungan dengan hepar atau dengan darah.

h. Riwayat imunisasi : Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT / DT


atau TT dan kapan terakhir

3. Activity daily living

a. Nutrisi : Bayi tidak mau menetek

b. Eliminasi : BAB 1x/hari

c. Aktifitas latihan : Kekauan otot, lemah, sering menangis

d. Istirahat tidur : Pola tidur bayi yang normalnya 18 – 20 jam/hari, saat


sakit berkurang
e. Personal hygiene : Biasanya pada bayi yang terkena Infeksi neonatorum,
melalui plasenta dari aliran darah maternal atau selama persalinan karena ingesti
atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.

f. Psikososial : Bayi rewel

4. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum: lemah, sulit menelan, kejang

Kesadaran: normal

5. Vital sign: TD :

Nadi : normal (110-120 x/menit)

Suhu : meningkat (36,5ºC– 37ºC)

Pernafasan : meningkat > 40 x/menit (bayi) normal 30-60x/menit)

b. Kepala dan leher:

Inspeksi: Simetris, dahi mengkerut

Kepala: Bentuk kepala mikro atau makrosepali, trauma persalinan, adanya caput,
kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung.

Rambut : Lurus/keriting, distribusi merata/tidak, warna

Mata : Agak tertutup / tertutup,

Mulut : Mecucu seperti mulut ikan


Hidung : Pernafasan cuping hidung, sianosis

Telinga : Kebersihan

Palpasi: Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe

Terdapat kaku kuduk pada leher

c. Dada

Inspeksi : Simetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan

Palpasi : Denyutan jantung teraba cepat, badan terasa panas

Perkusi : Jantung : Dullness

Paru : Sonor

Auskultasi : terdengar suara wheezing

d. Abdomen

Inspeksi : Flat / datar, terdapat tanda – tanda infeksi pada tali pusat (jika
infeksi melalui tali pusat), keadaan tali pusat dan jumlah pembuluh darah (2
arteri dan 1 vena)

Palpasi : Teraba keras, kaku seperti papan

Perkusi : Pekak

Auskultasi : Terdengar bising usus

e. Kulit

Turgor kurang, pucat, kebiruan

f. Genetalia

Tidak kelainan bentuk dan oedema, Apakah terdapat hipospandia, epispadia,


testis BAK pertama kali.
g. Ekstremitas

Suhu pada daerah akral panas, Apakah ada cacat bawaan, kelainan bentuk,
Fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai, hipertoni sehingga bayi dapat
diangkat bagai sepotong kayu.

6. Pemeriksaan Spefisik

a. Apagar score

b. Frekuensi kardiovaskuler: apakah ada takikardi, brakikardi, normal

c. Sistem neurologis

4. Reflek moro: tidak ada, asimetris/hiperaktif

5. Reflek menghisap: kuat, lemah

6. Reflek menjejak: baik, buruk

7. koordinasi reflek menghisap dan menelan

7. Pemeriksaan laboatorium

a. sampel darah tali pusat

b. fenil ketonuria

c. hematokrit

B. Analisa dan Sintesa DatA

Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan


mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan
kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar,
menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah
pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.

C. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap infeksi (progesi dari sepsis ke syok sepsis)


berdasarkan prosedur invasif, pemajanan lingkungan (nasokomial).

2. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat


infeksi atau inflamasi

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder


akibat demam

4. Pola nafas tidak efektif b/d perubahan pada suplai O2

(Doenges, 2000)

D. Rencana Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap infeksi (progesi dari sepsis ke syok sepsis)


berdasarkan prosedur invasif, pemajanan lingkungan (nasokomial).

a. tujuan: Mengenali secara dini bayi yang mempunyai resiko menderita infeksi.

b. kriteria hasil: penularan infeksi tidak terjadi.

c. intervensi dan rasional

INTERVENSI
RASIONAL

1. 1. Berikan isolasi/pantau pengunjung sesuai indikasi

1. Isolasi luka linen dan mencuci tangan adalah yang dibutuhkan untuk
mengalirkan luka, sementar pengunjung untuk menguranagi kemungkinan
infeksi.

2. 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukaan aktivitas walaupun


menggunakan sarung tangan steril

2. Mengurangi kontaminasi ulang.

3. 3. Dorong penggantian posisi , nafas dalama/ batuk.

Bersihkan paru yang baaik untuk mencegah pnemonia

4. Batasi penggunaan alat/prosedur invasif jika memungkinkan

3. Mencegah penyebaran infeksi melalui proplet udaraa.

5. 5. Pantau kecendrungan suhu

4. Demam ( 38,5OC- 40OC) disebabkan oleh efek dari endotoksinhipotalkus


dan endofrin yang melepaskan pirogen.

2. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat


infeksi atau inflamasi

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan suhu tubuh


dalam keadaan normal ( 36,5-37 )

b. Kriteria Hasil

- Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)


- Pasien mampu tidur dengan nyenyakPasien tidak kejang

- hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3

- Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal
110-120 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)

c. Intervensi dan Rasional

INTERVENSI

RASIONAL

1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan pantau warna kulit

Perubahan tanda-tanda vital yang signifikan akan mempengaruhi proses regulasi


ataupun metabolisme dalam tubuh.

2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi

Hipertermi sangat potensial untuk menyebabkan kejang yang akan semakin


memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan
banyak cairan secara evaporasi yang tidak diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam kondisi dehidrasi.

3. Berikan kompres denga air hangat pada aksila, leher dan lipatan paha, hindari
penggunaan alcohol untuk kompres.

Kompres pada aksila, leher dan lipatan paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar
besar yang akan membantu menurunkan demam. Penggunaan alcohol tidak
dilakukan karena akan menyebabkan penurunan dan peningkatan panas secara
drastis.

Kolaborasi
4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan jika panas tidak turun.

Pemberian antipiretik juga diperlukan untuk menurunkan panas dengan segera.

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder


akibat demam

a. tujuan: setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan kebutuhan akan


cairan terpenuhi dan TTV dalm batas normal

b. Kriteria Hasil

- Bayi mampu menetek

- BB pasien optimal

- intake adekuat

- Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam

c. Intervensi dan Rasional

INTERVENSI

RASIONAL

1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan pantau warna kulit

Perubahan tanda-tanda vital yang signifikan akan mempengaruhi proses regulasi


ataupun metabolisme dalam tubuh.

2. Observasi adanya hipertermi, kejang dan dehidrasi.

Hipertermi sangat potensial untuk menyebabkan kejang yang akan semakin


memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan
banyak cairan secara evaporasi yang tidak diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam kondisi dehidrasi.
3. Berikan kompres hangat jika terjadi hipertermi, dan pertimbangkan untuk
langkah kolaborasi dengan memberikan antipiretik.

Kompres air hangat lebih cocok digunakan pada anak dibawah usia 1 tahun,
untuk menjaga tubuh agar tidak terjadi hipotermi secara tiba-tiba. Hipertermi
yang terlalu lama tidak baik untuk tubuh bayi oleh karena itu pemberian
antipiretik diperlukan untuk segera menurunkan panas, misal dengan
asetaminofen.

4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan jumlah pemberian yang telah


ditentukan

Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal diperlukan untuk mencegah bayi dari kondisi
lapar dan haus yang berlebih.

4. Pola nafas tidak efektif b/d perubahan pada suplai O2

a. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dapat


mengatur dan membantu usaha bernapasan dan kecukupan oksigen.

b. Kriteria Hasil:

- Hipoksimia teratasi, mengalami perbaikan kebutuhan O2

- Keluarga dapat memposisikan bayinya sesuai yang diajarkan perawat

- Pernafasan 30 – 40 x/menit

- Tidak ada pernafasan cuping hidung

- Tidak ada tarikan otot bantu pernafasan

- Tidak mengalami dispnea dan sianosis

d. Intervensi dan Rasional


Intervensi

Rasional

Pertahankan jalan nafas paten. Tempatkan pasienpada posisi yang


nyamandengan kepala tempat tidur tinggi

Meningkatkan ekspansi paru-paro, upaya pernafasan

Pantau frekuansi dankedalaman pernafasan. Catatpenggunaan otot aksesoris/


upaya untuk bernafas

Pernafasan cepat atau dangkalterjadi karena hipoksemia stress dan sirkulasi


endotoksin.hipovestilasi dan dispnea merefleksikan mekanisme kompensasi
yang tida efektif dan merupakan indikasi bahwa diperlukan dukungan ventilator.

Auskultasi bunyi nafas. Perhatikan krekels , mengi, area yang mengalami


penurunan/ kehilangan ventilasi

Kesulitan pernafasan dan munculnya bunyi advevtisinus merupakan indicator


dari kongesti pulmonal/edema interstisial. Etelektasis

Catat munculnya sianosis sirkumoral

Menunjukkan ogsigen sistemik tidak adekuat/pengurangan perfusi

Selidiki perubahan pada sensorium, agitasi, kacau mental, perubahan


kepribadian, delirium, koma

Fungsi serebral sangat sensitive terhadap penurunan oksigenasi

Berikan o2 tambahan melalui jalur yang sesuai, misalnya kanula nasal, masker

Diperlukan untuk mengoreksi hipoksemia dengan menggagalkan upaya/progresi


asidosis respitorik
Tinjau sinar x dada

Perubahan menunjukkan perkembangan/ resolusi dari komplikasi pulmonal,


misalnya edema.

E. Implementasi

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan


rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat
mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan
dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )

F. Evaluasi

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data


subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan
keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini
merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya
( Santosa.NI, 1989;162).

Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik dan terencana tentang kesehatan


pasien dengan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan . Dalam evaluasi tujuan
tersebut terdapat tiga alternatif, yaitu :

a. Tujuan tercapai : pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar


yang telah ditetapkan.

b. Tujuan tercapai sebagian : pasien menunjukkan perubahan sebagian sesuai


dengan standar yang telah ditetapkan.

c. Tujuan tidak tercapai : pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan


sama sekali
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik


akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan
protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. (DEPKES 2007)
2. Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam
kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu
disebabkan oleh bakteri.

3. Proses patofisiologi sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi


sistemik.

Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium

perubahan ambilan dan penggunaan oksigen terhambatnya fungsi mitokondria,


dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat,
complemen cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel.
Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok,
yang mengakibatkan disseminatedintravaskular coagulation (DIC) dan kematian.
( Bobak, 2004).

4. Manifestasi klinis meliputi:

a. Umum : panas, hipotermi, tampak tidak sehat, malas minum, letargi,


sklerema

b. Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali

c. Saluran napas : apnea, dispnea, takipnea, retraksi, napas cuping hidung,


merintih, sianosis.

d. Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kulit marmorata, kulit lembab,


hipotensi, takikardi, bradikardia.

e. Sistem saraf pusat : irritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas


minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun menonjol,high-pitched cry

f. Hematologi : ikterus,splenomegali, pucat, petekie, purpura, pendarahan.

(Kapita selekta kedokteran Jilid II,Mansjoer Arief 2008)


5. Pemeriksaan penujang meliputi: pemeriksaan darah tepi, Kultur darah,
analisa kultur urine, DPL, CPR.

6. Pada umumnya angka kematian sepsis neonatal berkisar antara 10–40%


dan pada meningitis 15–50%. Tinggi rendahnya angka kematian tergantung dari
waktu timbulnya penyakit penyebabnya, besar kecilnya bayi, beratnya penyakit
dan tempat perawatannya.

7. Dehidrasi, Asidosis metabolic, Hipoglikemia, Anemia, Hiperbilirubinemia,


Meningnitis, DIC.

8. Penatalaksanaan:

a. Diberikan kombinasi antibiotika

b. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan

c. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama


pemberian antibiotika 10-14 hari.

9. Pencegahan:

a. Pada masa antenatal: Perawatan antenatal: meliputi pemeriksaan kesehatan


ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di
derita ibu.

b. Pada masa antenatal: Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan


ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di
derita ibu.

c. Sesudah persalinan: Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat


gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan
dan peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan peralatan tersendiri,
perawatan luka umbilikus secara steril.
10. Konsep Asuhan Keperawatan: pengkajian, analisa data, diagnose
keperawatan, NCP, implenentasi, evaluasi.

B. Saran

a. Meningkatkan mutu pelayan kesehatan

b. Meningkatkan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

c. Meningkatkan pofesionalitas kerja perawat.


DAFTAR PUSTAKA

A.H. Markum, 1996, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid I.Jakarta : Gaya
Baru. 15 April 2012 10.00

Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan


pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC. 15 April 2012 10.00

Marshall H. 1998.Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi Edisi


4.Kajarta:EGC. 16 April 2012 01.00

Ngastiyah 1997. Perawatan Anak Sakit.Jakarta:EGC. 16 April 2012 01.00

http://jatiarsoeko.blogspot.com/2012/01/makalah-askep-sepsis-neonatus.html

Anda mungkin juga menyukai