PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
10. Bagaimanakah asuhan keperawatan yang tepat pada pasien denagan sepsis
neonatorum?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penulisan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
- Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi
selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara
1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).
- Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan
gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis
dapat berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan
yang memadai sehingga neonatus dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48
hari. (Surasmi, 2003)
- Sepsis neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada bayi dalam 28 hari
pertama setelah kelahiran. (Mochtar, 2005)
B. Etiologi
- Streptococus group B
- Stophylococus aureus
- Enterococus
- Listeria monocytogenes
- Klepsiella
- Entererobacter sp
- Pseudemonas aeruginosa
- Proteus sp
- Organisme anaerobic
Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran.
Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling
tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita
hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur
yang menjalani perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun
mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-
prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan
bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang
normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke
dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas.
1. Faktor Maternal
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu
(kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor
resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih
rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta
terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi
imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat.
Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki
empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor Lingkungan
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan
dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi
oleh E.colli.
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus
masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi
adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes,
sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui
jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks
naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis,
selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu
saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi
dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian
menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi
pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi
melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang
melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea.
C. Patofisiologi
Neonatus sangat rentan terhadap infeksi sebagai akibat rendahnya imunitas non
spesifik (inflamasi) dan spesifik (humoral), seperti rendahnya fagositosis,
keterlambatan respon kemotaksis, minimal atau tidak adanya imunoglobulin A
dan imunoglobulin M (IgA dan IgM), dan rendahnya kadar komplemen.
Sepsis pada periode neonatal dapat diperoleh sebelum kelahiran melalui plasenta
dari aliran darah maternal atau selama persalinan karena ingesti atau aspirasi
cairan amnion yang terinfeksi.
Sepsis awal (kurang dari 3 hari) didapat dalam periode perinatal, infeksi dapat
terjadi dari kontak langsung dengan organisme dari saluran gastrointestinal atau
genitourinaria maternal. Organisme yang paling sering menginfeksi adalah
streptokokus group B (GBS) dan escherichia coli, yang terdapat di vagina. GBS
muncul sebagaimikroorganisme yang sangat virulen pada neonatus, dengan
angka kematian tinggi (50%) pada bayi yang terkena Haemophilus influenzae
dan stafilokoki koagulasi negatif juga sering terlihat pada awitan awal sepsis
pada bayi BBLSR.
Infeksi pascanatal didapat dari kontaminasi silang dengan bayi lain, personel,
atau benda – benda dilingkungan. Bakteri sering ditemukan dalam sumber air,
alat pelembab, pipa wastafel, mesin penghisap, kebanyakan peralatan respirasi,
dan kateter vena dan arteri terpasang yang digunakan untuk infus, pengambilan
sampel darah, pemantauantanda vital. (Donna L. Wong, 2009).
Syok didefinisikan dengan tekanan sistolik dibawah persentil ke-5 menurut umur
atau didefinisikan dengan ekstremitas dingin. Pengisian kembali kapiler yanng
terlambat (>2 detik) dipandang sebagai indikator yang dapat dipercaya pada
penurunan perfusi perifer. Tekanan vaskuler perifer pada syok septik (panas)
tetapi menjadi sangat naik pada syok yang lebih lanjut (dingin). Pada syok septik
pemakaian oksigen jaringan melebihi pasokan oksigen. Ketidakseimbangan ini
diakibatkan oleh vasodilatasi perifer pada awalnya, vasokonstriksi pada masa
lanjut, depresi miokardium, hipotensi, insufisiensi ventilator, anemia. (Nelson,
1999).
↓ ↓
↓ ↓
resiko
infeksi
Infeksi/Kuman menyebar
↓ ↓ ↓
↓
↓ ↓ ↓
↓
Cairan tubuh
↓
Hiperbilirubin
Jaundice (ikterif)
Ke Otak
Enselopati
↓
Kemit ikterik(kejang)
resiko cedera
D. Manifestasi klinis
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat
menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-
gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah,
diare, dan perut kembung
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
E. Pemeriksaan penunjang
- Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi
dapat mendeteksi organisme.
F. Prognosis
Pada umumnya angka kematian sepsis neonatal berkisar antara 10–40% dan
pada meningitis 15–50%. Tinggi rendahnya angka kematian tergantung dari
waktu timbulnya penyakit penyebabnya, besar kecilnya bayi, beratnya penyakit
dan tempat perawatannya. Gejala sisa neurologik yang jelas nampak adalah
hidrosefalus, retardasi mental, buta, tuli dan cara bicara yang tidak normal.
Kejadian gejala sisa ini adalah sekitar 30 – 50% pada bayi yang sembuh dari
meningitis neonatal. Gejala sisa ringan seperti gangguan penglihatan, kesukaran
belajar dan kelainan tingkah laku dapat pula terjadi.
G. Komplikasi
- Dehidrasi
- Asidosis metabolic
- Hipoglikemia
- Anemia
- Hiperbilirubinemia
- Meningnitis
- DIC.
H. penatalaksanaan
- Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg
BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur < 7 hari dibagi 3 dosis), dan
Netylmycin (Amino glikosida)dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2
dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila
diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian ½ sampai 1 jam pelan-
pelan).
I. Pencegahan
a. Pada masa antenatal
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptic, yang artinya dalam
melakukan pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik.Tindakan
intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar
diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses
persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan menghindari
perlukaan kulit dan selaput lendir.
c. Sesudah persalinan
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal,
pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap
bersih, setiap bayi menggunakan peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus
secara steril. Tindakan invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-
prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan
dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang
setiap bayi. Pemantauan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data
yang benar dan baik. Semua personel yang menangani atau bertugas di kamar
bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular di isolasi, pemberian antibiotik
secara rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes
resistensi. (Sarwono, 2004)
BAB III
A. Pengkajian
1. Biodata / identitas
higienis
2. Riwayat Kesehatan
4. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: normal
5. Vital sign: TD :
Kepala: Bentuk kepala mikro atau makrosepali, trauma persalinan, adanya caput,
kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung.
Telinga : Kebersihan
c. Dada
Paru : Sonor
d. Abdomen
Inspeksi : Flat / datar, terdapat tanda – tanda infeksi pada tali pusat (jika
infeksi melalui tali pusat), keadaan tali pusat dan jumlah pembuluh darah (2
arteri dan 1 vena)
Perkusi : Pekak
e. Kulit
f. Genetalia
Suhu pada daerah akral panas, Apakah ada cacat bawaan, kelainan bentuk,
Fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai, hipertoni sehingga bayi dapat
diangkat bagai sepotong kayu.
6. Pemeriksaan Spefisik
a. Apagar score
c. Sistem neurologis
7. Pemeriksaan laboatorium
b. fenil ketonuria
c. hematokrit
C. Diagnosa Keperawatan
(Doenges, 2000)
D. Rencana Keperawatan
a. tujuan: Mengenali secara dini bayi yang mempunyai resiko menderita infeksi.
INTERVENSI
RASIONAL
1. Isolasi luka linen dan mencuci tangan adalah yang dibutuhkan untuk
mengalirkan luka, sementar pengunjung untuk menguranagi kemungkinan
infeksi.
b. Kriteria Hasil
- Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal
110-120 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
INTERVENSI
RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan pantau warna kulit
3. Berikan kompres denga air hangat pada aksila, leher dan lipatan paha, hindari
penggunaan alcohol untuk kompres.
Kompres pada aksila, leher dan lipatan paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar
besar yang akan membantu menurunkan demam. Penggunaan alcohol tidak
dilakukan karena akan menyebabkan penurunan dan peningkatan panas secara
drastis.
Kolaborasi
4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan jika panas tidak turun.
b. Kriteria Hasil
- BB pasien optimal
- intake adekuat
INTERVENSI
RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan pantau warna kulit
Kompres air hangat lebih cocok digunakan pada anak dibawah usia 1 tahun,
untuk menjaga tubuh agar tidak terjadi hipotermi secara tiba-tiba. Hipertermi
yang terlalu lama tidak baik untuk tubuh bayi oleh karena itu pemberian
antipiretik diperlukan untuk segera menurunkan panas, misal dengan
asetaminofen.
Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal diperlukan untuk mencegah bayi dari kondisi
lapar dan haus yang berlebih.
b. Kriteria Hasil:
- Pernafasan 30 – 40 x/menit
Rasional
Berikan o2 tambahan melalui jalur yang sesuai, misalnya kanula nasal, masker
E. Implementasi
F. Evaluasi
PENUTUP
A. Kesimpulan
8. Penatalaksanaan:
9. Pencegahan:
B. Saran
A.H. Markum, 1996, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid I.Jakarta : Gaya
Baru. 15 April 2012 10.00
http://jatiarsoeko.blogspot.com/2012/01/makalah-askep-sepsis-neonatus.html