Anda di halaman 1dari 44

Kegiatan Belajar 2:

FOTOGRAFI

A. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Setelah mengikuti seluruh tahapan pada kegiatan belajar ini, peserta
dapat mengetahui sejarah, konsep, prinsip, dan unsur-unsur fotografi.

B. Sub Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Mampu memahami pengertian dan sejarah fotografi.
2. Mampu menggunakan kamera foto dengan baik dan benar.
3. Mampu memahami dasar-dasar fotografi.
4. Mampu memahami metering dalam fotografi.
5. Mampu memahami komposisi dengan baik.
6. Mampu memahami fungsi white balance.
7. Mampu memahami Depth of Field (DOF) dengan baik.
8. Mampu memahami fotografi makro.
9. Mampu memahami fotografi Landscape.

C. Pokok-pokok Materi
1. Pengertian dan sejarah fotografi.
2. Menggunakan Kamera
3. Dasar-dasar Fotografi.
4. Metering
5. Komposisi.
6. White Balance.
7. Depth of Field (DOF)
8. Fotografi Makro
9. Fotografi Landscape.
D. Uraian Materi
1. Pengertian Dan Sejarah Fotografi
a. Pengertian Fotografi
Fotografi (dari bahasa Inggris: photography, yang berasal dari kata
Yunani yaitu "Fotos" : Cahaya dan "Grafo" : Melukis/menulis.). Fotografi adalah
melukis/menulis dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum,
fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari
suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut
pada media yang peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini
adalah kamera. Tanpa cahaya, tidak ada foto yang bisa dibuat.
Prinsip fotografi adalah memfokuskan cahaya dengan bantuan
pembiasan sehingga mampu membakar medium penangkap cahaya. Medium
yang telah dibakar dengan ukuran luminitas cahaya yang tepat akan
menghasilkan bayangan identik dengan cahaya yang memasuki medium
pembiasan yang disebut lensa.
Untuk menghasilkan intensitas cahaya yang tepat untuk menghasilkan
gambar, digunakan bantuan alat ukur berupa lightmeter. Setelah mendapat
ukuran pencahayaan yang tepat, seorang fotografer bisa mengatur intensitas
cahaya tersebut dengan merubah kombinasi ISO/ASA (ISO Speed), diafragma
(Aperture), dan kecepatan rana (Shutter speed). Kombinasi antara ISO,
Diafragma & Speed disebut sebagai pencahayaan (exposure). Di era fotografi
digital di mana film tidak digunakan, maka kecepatan film yang semula
digunakan berkembang menjadi Digital ISO.

b. Sejarah Fotografi
1) 1822 – Joseph Nicéphore Niépce membuat foto Heliografi yang pertama
dengan subyek Paus Pius VII, menggunakan proses heliografik. Salah satu
foto yang bertahan hingga sekarang dibuat pada tahun 1825.
2) 1826 – Joseph Nicéphore Niépce membuat foto pemandangan yang
pertama, yang dibuat dengan pajanan selama 8 jam.
3) 1835 – William Henry Fox Talbot menemukan proses fotografi yang baru.
4) 1839 – Louis Daguerre mematenkan daguerreotype.
5) 1839 – William Henry Fox Talbot menemukan proses positif/negatif yang
disebut Tabotype.
6) 1839 – John Herschel menemukan film negatif dengan larutan Sodium
thiosulfate/hyposulfite of soda yang disebut hypo atau fixer.
7) 1851 – Frederick Scott Archer memperkenalkan proses koloid.
8) 1854 – André Adolphe Eugène Disdéri memperkenalkan rotating camera
yang dapat merekam 8 citra berbeda dalam satu film. Setelah hasilnya
dicetak di atas kertas albumen, citra tersebut dipotong menjadi 8 bagian
terpisah dan direkatkan pada lembaran kartu. Kartu ini menjadi inspirasi
penyebutan (fr:carte de visite, bahasa Inggris:visiting card)
9) 1861 – Foto berwarna yang pertama diperkenalkan James Clerk Maxwell.
10) 1868 – Louis Ducos du Hauron mematenkan metode subtractive color
photography.
11) 1871 – Richard Maddox menemukan film fotografis dari emulsi gelatin.
12) 1876 – F. Hurter & V. C. Driffield memulai evaluasi sistematis pada
kepekaan emulsi fotografis yang kemudian dikenal dengan istilah
sensitometri.
13) 1878 – Eadweard Muybridge membuat sebuah foto high-speed photographic
dari seekor kuda yang berlari.
14) 1887 – Film Seluloid yang pertama diperkenalkan.
15) 1888 – Kodak memasarkan box camera n°1, kamera easy-to-use yang
pertama.
16) 1887 – Gabriel Lippmann menemukan reproduksi warna pada foto.
17) 1891 – Thomas Alva Edison mematenkan kamera kinetoskopis (motion
pictures).
18) 1895 – Auguste and Louis Lumière menemukan cinématographe.
19) 1898 – Kodak memperkenalkan produk kamera folding Pocket Kodak.
20) 1900 – Kodak memperkenalkan produk kamera Brownie.
21) 1901 – Kodak memperkenalkan 120 film.
22) 1902 – Arthur Korn membuat teknologi phototelegraphy;; yang mengubah
citra menjadi sinyal yang dapat ditransmisikan melalui kabel. Wire-Photos
digunakan luas di daratan Eropa pada tahun 1910 dan transmisi antarbenua
dimulai sejak 1922.
23) 1907 – Autochrome Lumière merupakan pemasaran proses fotografi
berwarna yang pertama.
24) 1912 – Vest Pocket Kodak menggunakan 127 film.
25) 1913 – Kinemacolor, sebuah sistem "natural color" untuk penayangan
komersial, ditemukan.
26) 1914 – Kodak memperkenalkan sistem autographic film.
27) 1920s – Yasujiro Niwa menemukan peralatan untuk transmisi
phototelegraphic melalui gelombang radio.
28) 1923 – Doc Harold Edgerton menemukan xenon flash lamp dan strobe
photography.
29) 1925 – Leica memperkenalkan format film 35mm pada still photography.
30) 1932 – Tayangan berwarna pertama dari Technicolor bertajuk Flowers and
Trees dibuat oleh Disney.
31) 1934 – Kartrid film 135 diperkenalkan, membuat kamera 35mm mudah
digunakan.
32) 1936 – IHAGEE membuat Ihagee Kine Exakta 1. Kamera SLR 35mm yang
pertama.
33) 1936 – Kodachrome mengembangkan multi-layered reversal color film yang
pertama.
34) 1937 – Agfacolor-Neu mengembangkan reversal color film.
35) 1939 – Agfacolor membuat "print" film modern yang pertama dengan materi
warna positif/negatif.
36) 1939 – View-Master memperkenalkan kamera stereo viewer.
37) 1942 – Kodacolor memasarkan "print" film Kodak yang pertama.
38) 1947 – Dennis Gabor menemukan holography.
39) 1947 – Harold Edgerton mengembangkan rapatronic camera untuk
pemerintah Amerika Serikat.
40) 1948 – Kamera Hasselblad mulai dipasarkan.
41) 1948 – Edwin H. Land membuat kamera instan yang pertama dengan merk
Polaroid.
42) 1952 – Era 3-D film dimulai.
43) 1954 – Leica M diperkenalkan.
44) 1957 – Asahi Pentax memperkenalkan kamera SLR nya yang pertama.
45) 1957 – Citra digital yang pertama dibuat dengan komputer oleh Russell
Kirsch di U.S. National Bureau of Standards (sekarang bernama National
Institute of Standards and Technology, NIST).
46) 1959 – Nikon F diperkenalkan.
47) 1959 – AGFA memperkenalkan kamera otomatis yang pertama, Optima.
48) 1963 – Kodak memperkenalkan Instamatic.
49) 1964 – Kamera Pentax Spotmatic SLR diperkenalkan.
50) 1973 – Fairchild Semiconductor memproduksi sensor CCD skala besar yang
terdiri dari 100 baris dan 100 kolom.
51) 1975 – Bryce Bayer dari Kodak mengembangkan pola mosaic filter Bayer
untuk CCD color image sensor.
52) 1986 – Ilmuwan Kodak menemukan sensor dengan kapasitas megapiksel
yang pertama.
53) 2005 – AgfaPhoto menyatakan bangkrut. Produksi film konsumen bermerk
Agfa terhenti.
54) 2006 – Dalsa membuat sensor CCD dengan kapasitas 111 megapixel, yang
terbesar saat itu.
55) 2008 – Polaroid mengumumkan penghentian semua produksi produk film
instan berkaitan dengan semakin berkembangnya teknologi citra digital.
56) 2009 - Kodak mengumumkan penghentian film Kodachrome.

2. Menggunakan Kamera
Kamera digital adalah alat untuk membuat gambar dari obyek untuk
selanjutnya dibiaskan melalui lensa kepada sensor (CCD dan CMOS) yang
hasilnya kemudian direkam dalam format digital ke dalam media simpan digital.
Karena hasilnya disimpan secara digital maka hasil rekam gambar ini harus
diolah menggunakan pengolah digital pula semacam komputer atau mesin cetak
yang daat membaca media simpan digital tersebut. Kecerahan dan ukuran yang
dapat dilakukan dengan relatif lebih mudah daripada kamera manual.

a. Prinsip Kerja Kamera


Prinsip kerja kamera adalah menangkap cahaya. Cahaya masuk ke
kamera lewat lensa (Subjek dapat dilihat terlebih dahulu melalui viewfinder),
difokuskan agar diterima oleh sensor cahaya yang memilah-milah cahaya
berdasarkan komponennya. Informasi mengenai konsentrasi komponen cahaya
ini diterjemahkan dan diubah menjadi informasi digital untuk kemudian disimpan
dalam media penyimpan.
Cahaya masuk ke dalam kamera melalui bagian yang disebut lensa.
Cahaya dipastikan hanya boleh melalui bagian lensa ini yang berupa lubang
(berbentuk lingkaran). Lubang ini ibarat jendela kamera ke dunia luar, dan
jendela ini punya ukuran lubang tertentu, persis saat kita membuka mata atau
menutup mata. Kamera sendiri juga memiliki komponen untuk mengatur
kecepatan si lubang ini membuka saat kita perintahkan. Dengan mengatur dua
properties ini, intensitas cahaya yang masuk ke kamera dapat diatur.

Gambar 2. 1. Prinsip kerja kamera.

Lensa juga berfungsi untuk mengatur supaya cahaya secara tajam


difokuskan. Fokus adalah saat kita bisa melihat obyek pada visualisasi yang
terjelasnya, kebalikan dengan yang disebut blur. Kalau menyangkut cara kerja,
fokus adalah saat cahaya yang dilewatkan tepat jatuh ke bidang sensor kamera,
seperti setelah cahaya lewat kornea mata kita dan tepat jatuh di retina maka kita
bisa fokus melihat suatu obyek.

b. Jenis-jenis Kamera
Saat ini kamera dapat dikelompokkan menjadi kamera analog dan
kamera digital. Kamera analog mengambil gambar dari cahaya yang ditangkap
lensa, kemudian menyimpan hasilnya pada negative film. Pada kamera digital
terdapat sensor penangkap gambar CCD (Charged Coupled Device) dan CMOS
(Complementary Metal Oxide) lebih dari jutaan pixel (picture element). Sensor
tersebut adalah suatu chip yang terletak tepat di belakang lensa. Semakin
banyak jumlah pixel pada sensor, maka gambar yang dihasilkan akan semakin
detail.
Sensor yang banyak dipakai oleh produsen berupa semikonduktor
dengan nama CCD (charged-couple device semiconductor) dan CMOS
(complementary metal-oxide semiconductor). Kualitas maupun ukuran dari
sensor ini salah satu dari faktor penting yang mempengaruhi kualitas dari gambar
yang akan dihasilkan. Media penyimpanan data digital gambar pada kamera
digital terpisah dengan media penangkap cahaya. Media penyimpanannya biasa
disebut memori memiliki berbagai macam jenis bergantung dari produsen
pembuat kamera. Media penyimpan yang umum digunakan adalah tipe-tipe
Compact Flash(CF), Secure Digital(SD), Multi Media Card (MMC), Memory Stick
(MS) dan XD.
Saat ini telah banyak beredar kamera digital dari banyak produsen
kamera, dengan kemampuan baik dari jumlah pixel, kapasitas memori, dan fitur-
fitur tambahan lainnya. Secara umum kamera dapat dibedakan menjadi
beberapa macam, antara lain:

1) Kamera Pocket
Kamera pocket disebut juga kamera saku, karena bentuknya yang kecil dan
mudah dibawa ke mana-mana serta sangat praktis dan mudah
menggunakannya karena tidak perlu menyetel apa-apa dan yang penting
adalah fotonya pasti jadi karena semuanya sudah diatur oleh kamera. Jadi
dalam hal ini sang fotografer tidak perlu ikut campur masalah teknis kamera,
pokoknya bidik dan jepret (point and shoot). Namun pada saat ini kamera
pocket telah cukup berkembang dengan berbagai macam fasilitas seperti
lensa zoom.

Gambar 2. 2. Kamera Pocket

2) Kamera SLR
Kamera SLR (Single Lens Reflex atau Cermin Lensa Tunggal), disebut SLR
karena cara kerja kamera ini karena pembidikannya dipantulkan melalui
prisma dan cermin lalu diteruskan pada lensa utama sehingga tidak terjadi
efek paralaks (perbedaan bidikan dan hasil gambar yang ditangkap kamera)
seperti yang terjadi pada kamera jenis range finder. Dengan kamera jenis ini,
fotografer harus menentukan kecepatan shutter speed (kecepatan rana),
aperture (bukaan diafragma) serta fokus, maka di sini fotografer adalah si
penentu kualitas foto, apakah jadi kabur tidak karuan atau lebih indah dari
aslinya. Dengan kamera SLR sang fotografer dapat berkreasi sebebas-
bebasnya dengan membuat efek-efek tertentu dengan cara membuat
kombinasi yang berbeda antara shutter speed dan aperture. Selain itu,
kamera SLR sangat banyak asesorisnya seperti berbagai jenis lensa, filter
dan lain-lain. Dengan berkembangnya teknologi di bidang fotografi, maka
saat ini kamera SLR juga memliliki kemampuan yang serba otomatis yang
menyesuaikan dengan kondisi pencahayaan, seperti fokus otomatis,
kecepatan rana otomatis, dan bukaan diafragma otomatis, Namun selain
dapat disetel otomatis, kamera tersebut dapat disetel manual. Kamera jenis
SLR paling banyak digunakan oleh amatir maupun profesional, selain karena
kemampuannya, menggunakan kamera jenis ini menurut mereka lebih
menantang (mungkin maksudnya lebih ruwet karena harus menyetel ini dan
itu.

Gambar 2. 3. Kamera Digital SLR

3) Kamera Range Finder


Disebut demikian karena pembidikannya secara langsung tanpa melalui
lensa utama (sama dengan kamera pocket) beberapa fasilitasnya mirip
dengan kamera SLR, seperti pengaturan diafragma, kecepatan rana,
penyetelan fokus serta dapat ditambah asesoris seperti filter dan lain-lain.
Kamera jenis ini sekarang sudah tidak populer lagi.
Gambar 2. 4. Kamera Range Finder

4) Kamera Medium Format

Gambar 2. 5. Kamera Medium Format

Kamera ini cara kerjanya mirip dengan SLR namun dengan ukuran film yang
digunakan lebih besar yaitu 120 mm. Dengan ukuran film tersebut maka
pembesaran yang dihasilkan akan lebih baik dari pada menggunakan film 35
mm. Kamera ini biasanya digunakan pada pemotretan Still Life (benda tidak
bergerak), model, atau pun untuk keperluan keperluan bisnis seperti iklan
dan majalah yang membutuhkan hasil gambar yang besar.
5) Kamera Large Format
Biasa disebut juga View Kamera, kamera jenis ini menggunakan film yang
lebih besar, yaitu ukuran 4x5 inci atau 8x10 inci. Jika menginginkan hasil
cetak ukuran yang sangat besar dengan kualitas yang sangat bagus
biasanya menggunakan kamera ini. Kamera ini biasanya hanya digunakan
untuk pemotretan yang lebih khusus seperti foto udara dan foto arsitektur
dari jarak dekat tanpa menimbulkan distorsi (minimal).
Gambar 2. 6. Kamera Large Format

6) Kamera Instan
Kelebihan dari kamera ini adalah kecepatannya dalam menghasilkan
gambar. Dengan kamera ini kita tidak perlu repot-repot melakukan proses
cuci cetak film, sebab beberapa detik setelah selesai pengambilan gambar,
maka hasilnya akan langsung jadi. Namun di samping kelebihan yang
dimiliki, kamera inipun memiliki kekurangan. Karena film yang digunakan
adalah film instan, yang tentunya tidak memiliki klise, maka hasil pemotretan
tidak memungkinkan untuk dicetak ulang.

Gambar 2. 7. Kamera Instan

c. Aksesoris Kamera
Aksesoris Kamera terdiri dari antara lain: lensa, tripod, remote control,
filter, dan lain-lain.
1) Lensa.
Lensa adalah ujung tombak dari pada sebuah kamera. Bagus dan tidaknya
sebuah gambar hasil pemotretan sangat tergantung dari kualitas sebuah
lensa. Ketajaman detail, kontras, dan kualitas warna sangat dipengaruhi oleh
kualitas lensa. Dalam hal ini lensa adalah faktor yang paling penting dalam
menghasilkan kualitas foto. Pada saat ini dengan bermacam-macam jenis
kamera, terutama kamera SLR, maka jenis lensa pun sangat beragam dan
jumlah maupun produsennya sangat banyak. Lensa tidak hanya diproduksi
oleh pembuat kamera tapi banyak juga produsen yang khusus hanya
memproduksi lensa.
a) Lensa Standar
Dinamakan lensa standar karena lensa ini memiliki fokus yang sesuai
dengan pandangan mata manusia. Sudut pandang lensa ini sama
dengan sudut pandang mata manusia, Jadi tidak menjauhkan obyek
maupun mendekatkan objek. Fokus pada lensa standar adalah 50 mm.

Gambar 2. 8. Lensa Standar 50 mm f/1.8

b) Lensa Sudut Lebar

Gambar 2. 9. Lensa Wide Angle 35mm f/2.

Lensa sudut lebar disebut dengan Wide Angle Lens. Dengan lensa ini
kita dapat menangkap obyek lebih banyak. Hal ini dikarenakan sudut
lensa ini lebih lebar, sesuai dengan namanya Wide Angle Lens yaitu
Lensa Sudut Lebar. Dengan menggunakan lensa ini maka obyek
menjadi lebih jauh dan mengecil. Fokus pada lensa ini adalah 17 mm,
20mm, 24mm, 28mm dan 35mm.
c) Lensa Mata Ikan
Lensa mata ikan dinamakan juga Fish Eye Lens. Mengapa dinamakan
demikian? karena sesuai dengan bentuk dari lensa ini yang memiliki
permukaan yang sangat cembung seperti mata ikan koki yang melotot.
Lensa ini sebenarnya dapat dikategorikan sebagai Lensa Sudut Lebar
namun karena dia memiliki sudut yang sangat lebar dan memiliki titik
fokus yang begitu pendek yaitu 14 mm, 15 mm atau 16 mm dan
bentuknya yang melotot seperti mata ikan maka dinamakan Lensa Mata
Ikan atau Fish Eye Lens.

Gambar 2. 10. Lensa Fish Eye 14mm f/2.8

d) Lensa Tele
Lensa yang paling digemari oleh paparazi karena dengan menggunakan
lensa ini. Fotografer dapat menangkap dan mendekatkan jarak obyek.
Dengan menggunakan lensa tele, obyek yang jauh dapat terlihat lebih
dekat, maka paparazipun dapat tersenyum senang karena berhasil
memotret sang artis dari jarak yang jauh tanpa harus mendekatinya
dengan resiko babak belur dihajar bodyguardnya, atau motret singa
yang sedang kelaparan dari jarak yang aman. Bayangkan jika harus
motret singa dari jarak 2 meter karena hanya menggunakan lensa
standar.

Gambar 2. 11. Lensa Tele 300mm f/2.8.


e) Lensa Zoom
Saat ini lensa zoom adalah lensa yang sangat populer karena
kepraktisannya. Dengan memiliki sebuah lensa zoom itu sama artinya
dengan memiliki beberapa buah lensa, karena kemampuan lensa ini
yang dapat merubah titik fokusnya. Dengan kelebihan yang dimiliki
lensa ini, kita tidak perlu membawa lensa terlalu banyak dan tidak perlu
lagi mengganti-ganti jenis lensa apabila hendak hunting foto. Ukuran
lensa zoom bervariasi seperti 28-80mm, 35-70, 80-200mm, 70-300mm.

Gambar 2. 12. Lensa Zoom 70-300mm f/3.5-f/5.6.

2) Tripod
Tripod atau bisa disebut juga kaki tiga, adalah sebuah alat yang berfungsi
untuk menahan getaran pada kamera, biasannya digunakan untuk
kecepatan rana yang lambat dan sangat lambat. Misalnya saat hendak
memotret keindahan kota di malam hari dengan kecepatan 1 detik atau
memotret obyek dengan cahaya yang sangat kurang tanpa mengunakan
lampu tambahan seperti blitz dengan kecepatan di bawah 1/10 detik.
Dengan menggunakan Tripod maka kamera terhindar dari
guncangan/goyangan yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti goyang
karena getaran tangan atau goyang karena tarikan nafas, fotopun akan tetap
tajam dan indah walau menggunakan speed yang lambat.
Selain tripod, monopod memiliki fungsi yang hampir sama dengan tripod,
namun hanya memiliki satu kaki jadi kita masih harus tetap memegangnya.
Monopod hanya menghindari getaran secara vertikal.
Gambar 2. 13. Tripod dan Monopod

3) Filter
Filter dipasang di bagian depan lensa, dibuat dari kaca bermutu tinggi.
Dalam dunia fotografi filter ada berbagai macam jenisnya, mulai dari yang
hanya berfungsi memperindah gambar, sampai dengan yang dapat
memberikan efek-efek khusus pada foto. Salah satu filter yang dianjurkan
untuk selalu dipasang pada kamera adalah type A1 Skylight atau UV. Di
samping dapat melindungi lensa dari goresan, karena filter ini sifatnya yang
netral dan tidak merubah warna aslinya. Selain kedua jenis filter di atas,
masih banyak jenis filter yang digunakan, misalnya Polarizing, yang efeknya
membuat warna langit menjadi lebih pekat dan warna permukaan air menjadi
lebih bening. Diffusion atau disebut juga Soft Focus memberikan efek yang
lembut pada foto. Filter ini biasa digunakan pada saat pengambilan closeup.
Ada juga filter Cross Screen yang memberikan efek bintang pada lampu dan
masih banyak lagi.

Gambar 2. 14. Filter Kamera.

4) Blitz
Flash atau Lampu Kilat atau orang biasanya menyebutnya Blitz, adalah
sebuah alat yang dapat memberikan cahaya buatan. Digunakan pada saat
memotret pada kondisi kurang cahaya, seperti di dalam ruangan, di tempat
yang gelap, malam hari, dan sebagainya. Ukuran kekuatan lampu kilat
disebut GN (Guide Number). Semakin besar nilai GN maka semakin kuat
juga lampu kilat menerangi obyek, dalam pengertian semakin besar GN
maka jangkauan lampu kilat ini akan semakin jauh, dan biasanya semakin
besar pula fisik lampu kilat tersebut.
Setiap lampu kilat berbeda-beda kemampuannya tergantung dari tipe dan
GN yang dimiliki. Namun yang pasti adalah efek lampu kilat ini ditentukan
pula oleh besarnya bukaan diafragma dan kecepatan film. Jadi semakin
besar bukaan diafragma, maka akan semakin jauh daya jangkau sebuah
blitz, begitu juga dengan kecepatan film, semakin besar ASA film maka daya
jangkau blitz akan semakin jauh.
Selain digunakan ditempat-tempat yang gelap atau cahaya yang kurang,
blitz dapat juga digunakan pada tempat tempat yang terang dengan tujuan
tertentu. Misalnya untuk memotret obyek yang mendapat penyinaran oleh
matahari dari sebelah kiri, maka di sebelah kanan obyek akan menampilkan
bayangan hitam yang sangat kuat, maka dengan menggunakan blitz akan
melembutkan atau mengurangi efek bayangan yang terlalu gelap yang
ditimbulkan oleh cahaya matahari yang sangat kuat tersebut. Teknik ini biasa
disebut dengan Fill in.

Gambar 2. 15. Blitz

d. Operasi Dasar Kamera


Pada prosedur percobaan ini mode operasi yang akan digukan adalah

(Auto), yaitu mode yang hanya perlu untuk mengarahkan kamera dan
mengambil gambar (point and shoot). Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1) Nyalakan kamera dengan menggeser switch ke posisi ON.
Gambar 2. 16. Menyalakan kamera

2) Pilih Mode Auto dan pilih saklar focus pada auto.

Gambar 2. 17. Memilih Auto Focus

3) Pada control panel periksalah kondisi berikut:

Gambar 2. 18. Memeriksa Control panel

4) Ambillah beberapa gambar (foto), dengan menekan tombol shutter release.

e. Fitur Kamera
1) Resolusi Kamera
Kamera digital saat ini sudah memiliki sensor penangkap gambar
(CCD/CMOS) lebih dari jutaan piksel. Semakin banyak piksel yang bisa
ditangkap akan semakin detail gambar yang dihasilkan. Untuk ukuran kartu
pos, Anda cukup membeli kamera digital kelas 1 Megapixel. Kamera ini juga
masih mencukupi untuk keperluan gambar di website. Untuk gambar yang
jauh lebih detail maka diperlukan CCD dengan kemampuan 2 Megapixel ke
atas. Untuk kelas profesional, kini sudah tersedia kapasitas 50 Megapixel
dengan hasil luar biasa yakni kamera merk Hasselblad H3D II dengan
sensor Kodak, seharga 450 juta rupiah.
Berikut ini adalah panduan media simpan yang ideal untuk berbagai resolusi
kamera digital:
a) Resolusi 1.3 Megapixel; dengan 8 MB memori minimal mempunyai 23-
105 jumlah maksimal foto, dengan 16MB memori ideal mempunyai 45-
120 jumlah maksimal foto.
b) Resolusi 2.0 Megapixel; dengan 8 MB memori minimal mempunyai 14-
90 jumlah maksimal foto, dengan 16 MB memori ideal mempunyai 27-
200 jumlah maksimal foto.
c) Resolusi 3.0 Megapixel; dengan 16 MB memori minimal mempunyai 8-
80 jumlah maksimal foto, dengan 32 MB memori ideal mempunyai 15-
170 jumlah maksimal foto.
d) Resolusi 4.0 Megapixel; dengan 16 MB memori minimal mempunyai 12-
120 jumlah maksimal foto, dengan 32 MB memori ideal mempunyai 24-
250 jumlah maksimal foto. (* Perkiraan rata-rata jumlah foto; besarnya
jumlah foto maksimal tergantung resolusi mode yang bisa dipilih pada
kamera digital, semakin tinggi resolusi semakin besar file tiap gambar
yang dihasilkan sehingga semakin sedikit gambar yang bisa disimpan).

2) Movie Recording
Selain kemampuan menangkap objek diam, kamera digital juga sering
dilengkapi fitur Movie Recording/Capture untuk menangkap objek bergerak
layaknya camcorder. Tetapi karena keterbatasan media simpan, maka objek
bergerak ini hanya bisa disimpan dalam hitungan puluhan detik. Semakin
besar media simpan, semakin lama objek bergerak dapat disimpan.

3) Zoom
Fungsi zoom ialah memperbesar gambar sehingga Anda tidak perlu
mendekati objek untuk memperoleh ukuran yang diinginkan. Kamera digital
biasanya dilengkapi dengan zoom melalui proses digital yang biasa disebut
Digital Zoom yang dikombinasikan dengan zoom melalui optik atau lensa
yang disebut Optical Zoom. Perpaduan keduanya menghasilkan zoom yang
berlipat.
4) Image Stabilizer/steady shoot
Tiap merk kamera menggunakan istilah yang berbeda-beda untuk fitur yang
satu ini. Ada image stabilizer, vibrate reduction, anti-shake, steady shot,
optical image stabilizer (OIS), vibrate compensation, dan lain-lain. Itu semua
fungsinya sama, yaitu untuk menstabilkan goncangan tangan kita. Sering
terjadi salah kaprah di dalam pengertian tentang fitur yang satu ini. Salah
kaprah yang sering terjadi adalah tertukarnya pengertian antara shutter
speed dengan image stabilizer. Ketika kita memfoto anak-anak yang sedang
berlari-lari, kalau kita ingin agar anak yang kita foto itu tetap terlihat tajam
(tidak blur), kita harus menggunakan shutter speed yang cepat, dan tidak
ada hubungannya dengan image stabilizer. Shutter speed yang cepat
berguna untuk membekukan "objek" yang kita foto, sedangkan image
stabilizer berguna untuk menstabilkan goncangan dari "subjek" yang
memfoto. Jadi, image stabilizer ini akan berguna ketika tangan kita sulit
untuk tidak bergerak ketika melakukan pengambilan foto atau tangan kita
tremor, melakukan pemotretan dengan shutter speed yang rendah (indoor,
malam hari, efek-efek cahaya bergerak, foto air terjun, dan sebagainya),
melakukan foto-foto dengan lensa tele (jarak jauh) misalnya 200 mm, serta
melakukan foto-foto makro (jarak yang sangat dekat).
Cara kerja fitur ini adalah dengan menempatkan sensor pada lensa atau
pada sensor (masing-masing produsen berbeda-beda). Sensor ini berfungsi
untuk mendeteksi gerakan lensa atau kamera. Misalnya, pada image
stabilizer yang diletakkan di lensa, ketika kamera kita bergerak ke atas,
sensor ini akan menggerakkan lensanya ke bawah, ketika kamera kita
bergerak ke kiri, sensor ini akan menggerakkan lensanya ke kanan, dan
demikian seterusnya sehingga gambar yang kita buat akan selalu
diusahakan stabil dan bebas goncangan.
Pada istilah-istilah seperti double anti-blur, 4x image stabilization, dual IS,
dan sebagainya maksudnya adalah bahwa mereka menggunakan image
stabilizer betulan dan sekaligus image stabilizer tipuan. Sehingga dengan
istilah-istilah itu produk mereka akan terlihat lebih mampu menahan
goncangan. Untungnya paling tidak sampai saat ini, masih belum ada yang
menggunakan istilah double atau dual yang ternyata isinya tidak ada image
stabilizer asli sama sekali. Mungkin pada perkembangannya nanti akan
didapati kasus seperti ini. Jadi kita harus hati-hati, kalau melihat ada fitur
seperti ini, harus dibaca dulu buku manualnya atau cari tahu dari internet
atau dari teman yang sudah tahu, apakah image stabilizernya asli
menstabilkan gerakan pada lensa atau pada kamera, atau hanya menaikkan
ISO saja

3. Dasar-dasar Fotografi
Fotografi adalah melukis dengan cahaya. Jadi esensi dari fotografi adalah
cahaya. Kamera tidak akan merekam apapun untuk menjadikan sebuah foto
tanpa cahaya. Oleh karena itu, dasar dari sebuah fotografi adalah bagaimana
seoptimal mungkin kita menyeting tingkat pencahayaan (exposure) yang masuk
ke kamera kita, sehingga memperoleh pencahayaan yang pas, tidak kelebihan
cahaya (Over Exposure) atau kekurangan cahaya (Under Exposure).
Pada dasarnya, ada tiga pengaturan kamera yang mempengaruhi tingkat
exposure kamera yaitu Shuter Speed, Aperture dan ISO. Ketiga pengaturan
dasar tersebut sering dinamakan TRIANGLE FOTOGRAFI atau SEGITIGA
FOTOGRAFI. Ketiganya harus bersinergi secara pas agar menghasilkan kualitas
gambar yang terbaik atau sesuai keinginan kita. Ketiga pengaturan tersebut
adalah:

a. Shutter Speed (Kecepatan Rana)


Shutter Speed adalah kecepatan terbuka sampai tertutupnya tirai (rana)
atau dengan kata lain lamanya waktu penyinaran sensor pada kamera digital,
dan film pada kamera konvensional. Shuter Speed dinyatakan dengan angka-
angka: 1, 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, 1/125, 1/250, 1/500, 1/1000, dan
seterusnya. Satuannya adalah detik, jadi 1/100 artinya 1/100 detik.
Pada saat kita menekan tombol Shuter, ada semacam tirai yang
membuka dan menutup di depan sensor. Semakin lama tirai terbuka semakin
banyak jumlah cahaya yang masuk dan sebaliknya, Semakin kecil angkanya
berarti semakin cepat waktu yg digunakan, hal ini akan menciptakan efek diam
(freeze), misalnya kita akan memotret objek yang bergerak, sebagai contoh mobil
berjalan dengan kecepatan 50 km/jam. Agar mobil tertangkap seolah olah
berhenti atau ter-efek diam, kita memerlukan setidaknya shutter speed di atas
1/125 detik, Sebaliknya bila kita akan memotret objek tersebut dengan efek
bergerak, maka dibutuhkan shutter speed kurang dari 1/125 detik, sehingga
terlihat obyek seperti ada bekas gerakan.
Dua hal di atas tergantung juga dari kecepatan objek tersebut bergerak,
semakin cepat objek bergerak, berarti semakin tinggi shutter speed yang
dibutuhkan agar memperoleh efek diam atau bergerak yang diinginkan. Perlu
diperhatikan, semakin rendah shutter speed, akan mengakibatkan semakin besar
juga kemungkinan terjadinya camera shaking, yang akan mengakibatkan hasil
jepretan menjadi goyang dan tidak tajam. Agar aman, gunakan shutter speed di
atas 30 atau 1/30 detik, kalo memang menginginkan shutter speed lebih rendah,
misal 1/15 detik, 1/8 detik atau yang lebih rendah, gunakan penyangga atau
tripod untuk menghindari shake (goyah) pada saat kita menekan tombol shutter.

b. Aperture (Diafragma)
Aperture adalah ukuran besar kecilnya bukaan lensa. Lensa berfungsi
memasukkan dan meneruskan cahaya ke sensor atau film. Ukuran besar
kecilnya diatur melalui diafragma. Pada kamera umumnya tertera 1,8 ; 2,8; 3,5 ;
4; 5,6 ; 7,1 dst. angka angka tersebut dikenal sebagai f-number atau biasa
disebut aperture (bukaan): f/1.8 ; f/2,8; f/3,5 ; f/4; f/5,6 ; f/7,1 dan seterusnya.
Semakin besar bukaan lensa semakin kecil f-numbernya sebaliknya semakin
kecil bukaan semakin besar f-number nya jadi f/4 lebih kecil bukaannya daripada
f/1,8.
Cara kerja aperture mirip pupil pada mata manusia, semakin besar
bukaan berarti semakin banyak cahaya yang masuk, semakin kecil bukaan maka
semakin sedikit cahaya yang masuk. Aperture sangat berhubungan dengan
ruang tajam atau depth of field. Semakin besar bukaan lensa maka semakin tipis
DOF nya, hal ini mengakibatkan efek blur di belakang obyek atau fokus sehingga
bagus untuk FOTOGRAFI MAKRO. Sebaliknya semakin kecil bukaan lensa
maka semakin lebar DOF nya, hal ini mengakibatkan gambar tetap tajam mulai
dari obyek terdekat hingga background foto yang terjauh dari obyek. Bukaan
kecil sering digunakan untuk FOTOGRAFI LANDSCAPE.

c. ISO/ASA (Tingkat Kepekaan Sensor)


ISO adalah tingkat kepekaan sensor atau film dalam merekam cahaya.
Pada kamera digital dituliskan dengan angka 100, 200, 400, 800, 1600 dan
seterusnya. Peranan ISO juga penting, semakin tinggi ISO yang digunakan,
maka kepekaan terhadap cahaya pun makin besar, sehingga pada pencahayaan
kurang pun, shutter speed maupun aperture masih dapat digunakan secara
maksimal. Tapi perlu diingat, semakin tinggi ISO yang digunakan, akan semakin
tinggi tingkat noise atau pun grain yang dihasilkan.
Untuk mengetahui apakah exposure sudah tepat atau belum, pada
kamera digital atau konvensional tersedia fasilitas metering. Sehingga terjadinya
over exposure (kelebihan pencahayaan) atau under exposure (kekurangan
pencahayaan) dapat diminimalkan.

4. Metering
Fotografi tidak bisa lepas dari cahaya dan metering. Metering sendiri
adalah proses mengukur seberapa terang objek foto supaya kamera bisa
mendapatkan exposure yang tepat (tidak over dan tidak under). Mata manusia
punya kemampuan beradaptasi pada berbagai tingkat intensitas cahaya
sehingga meski berada di tempat terang atau temaram, mata kita masih mampu
memberikan eksposur yang normal. Selain itu, mata manusia pun punya
jangkauan dinamis (dynamic range) yang luar biasa baik, kita bisa melihat benda
yang punya perbedaan terang gelap yang sangat lebar. Saat memotret, kita
dihadapkan pada kenyataan kalau kamera, tak peduli seberapa pun canggihnya,
tidak mampu menangkap segala keindahan yang bisa dilihat oleh mata.

a. Cahaya dan metering


Bagi para profesional, sebelum memotret mereka selalu mengukur
cahaya dengan alat khusus bernama Light Meter. Alat ini berupa sensor yang
peka cahaya dan bisa menghitung berapa nilai shutter dan aperture untuk
berbagai suasana, baik terang atau gelap. Cahaya yang diukur tentu sama
dengan cahaya yang mengenai obyek (dinamakan incident light) dan menjadi
patokan seberapa terang cahaya sekitar di saat itu. Itulah yang dinamakan
metering menurut para profesional.
Gambar 2. 19. Light Meter
Kita yang terbiasa memakai kamera modern dan serba otomatis tentu
awam dengan alat semacam itu. Wajar karena di dalam kamera modern sudah
tersedia fasilitas metering yang memudahkan dan juga tersedia berbagai mode
metering seperti Center Weighted atau Spot metering. Kamera DSLR bahkan
mampu menampilkan skala light meter pada layar LCD (dan pada viewfinder)
sehingga mampu menunjukkan apakah setting shutter dan aperture yang kita
atur sesuai dengan hasil pengukuran kamera (lihat gambar di bawah ini).

Gambar 2. 20. Skala Light Meter

Untuk sebagian besar kasus, metering kamera sudah mampu


menggantikan fungsi alat light meter khusus yang mahal. Bila memakai kamera
otomatis (kamera ponsel, kamera saku, dan sebagainya), metering kamera akan
mulai bekerja saat layar LCD menampilkan gambar dan terus menerus
mengevaluasi kondisi cahaya hingga tombol rana ditekan setengah. Saat tombol
ditekan setengah, metering akan dikunci (AE-lock) dan juga auto fokusnya (AF-
lock) hingga tombol ditekan penuh barulah foto akan diambil. Bagaimana
hasilnya? Mayoritas foto yang diambil dengan mode otomatis memberi eksposur
yang tepat. Pada beberapa kasus adakalanya metering meleset, agak gelap atau
terlalu terang, kita bisa kompensasikan dengan Exposure Compensation ke arah
minus atau plus.
b. Permasalahan
Kondisi apa saja yang berpotensi mengganggu metering kamera?
Utamanya adalah saat terdapat perbedaan terang gelap yang ekstrim dalam
sebuah foto. Bila foto dominan terang atau dominan gelap, metering kamera juga
akan tertipu. Kita ambil contoh seperti foto berikut ini. Mata kita mampu melihat
foto di bawah ini dengan lebih baik, dimana apa yang jadi detail dari jendela bisa
dilihat sedangkan warna dari kursi dan tembok masih tampak jelas. Ini karena
sekali lagi mata kita punya dynamic range dan kemampuan metering yang
istimewa.

Gambar 2. 21. Permasalahan Metering

Kedua foto di atas adalah contoh bagaimana sebuah bidang foto dengan
perbedaan terang gelap yang ekstrim. Bagi kamera, kondisi foto di atas ini
menyulitkan. Pertama, perbedaan terang gelap seperti ini sulit direproduksi
seperti asilnya karena jauh melampaui kemampuan dynamic range dari sebuah
sensor kamera, bahkan kamera film sekalipun. Kedua, metering kamera atau
sang fotografer akan dihadapkan pada dua pilihan: menyelamatkan detail di
daerah terang (highlight) atau menyelamatkan detail di daerah gelap (shadow).
Tidak ada pilihan yang enak. Mengejar highlight artinya area lain akan jadi gelap,
sedang mengejar shadow akan merusak highlight sehingga wash-out/blown/
detilnya hilang (lihat bagian jendela pada foto di atas sebelah kanan).
Gambar 2. 22. Foto yang dynamic range-nya baik

c. Metering Sebagai Penentu Eksposur


Bagaimana sebenarnya kerja metering kamera? Sederhananya, kamera
yang bekerja secara otomatis akan melakukan langkah-langkah berikut ini:
- Mengukur cahaya
- Menebak eksposur yang tepat
- Menentukan nilai shutter dan aperture (dan ISO bila perlu).
Perhatikan langkah pertama dan kedua. Inilah dua proses yang dilakukan
kamera yang paling banyak peluang kesalahannya. Langkah pertama adalah
kamera harus mengukur cahaya, di mana kamera sebenarnya hanya mengukur
cahaya yang masuk melalui lensa. Artinya cahaya yang masuk ke dalam kamera
pada intinya adalah cahaya yang datang dari objek, bukan cahaya yang
mengenai objek. Bedakan itu. Cahaya yang mengenai objek namanya incident
light sedang yang dipantulkan oleh objek namanya reflected light.

Gambar 2. 23. Incident light dan reflected light.

Pada kamera DSLR, tentunya ada sebuah tombol yang namanya


AEL/AFL (Auto Exposure Lock/ Auto Focusing lock). Fungsi tombol tersebut bisa
bergantian dengan fungsi tombol shutter yang ditekan setengah. Untuk
pengaturannya, silahkan buka buku manual kamera masing-masing. Fokusing
harus diarahkan ke POI tetapi metering tidak harus diarahkan ke POI. Metering
bisa diarahkan ke mana saja bahkan bisa juga dan dianjurkan diarahkan ke grey
card. Untuk itulah maka tersedia exposure lock pada kamera, yaitu untuk bisa
mengunci exposure pada bagian lain dan fokusing dan komposisi pada bagian
lain.
Metering sangat erat kaitannya dengan exposure yang telah dibahas
pada bagian terdahulu. Secara garis besarnya metering adalah melakukan
pengukuran pada suatu objek utama (POI) agar mendapatkan exposure yang
tepat. Metering adalah juga pengamatan terhadap cahaya, pengamatan terhadap
highlight, shadow dan middle tone lalu memutuskan pada bagian manakah
exposure akan didasarkan, ataukah akan diambil nilai rata-rata terhadap kondisi
yang ada. Metering adalah jiwa dari fotografer. Semakin paham dan piawai
dalam satu masalah ini, maka akan semakin mendekatilah apa yang ada dibenak
fotografer dengan foto yang dihasilkannya. Bukankah kita selalu berkeluh kesah,
wah…saya maunya begini kok hasilnya begitu…semua itu adalah masalah
metering, jadi perdalam masalah ini dan hasil foto yang diharapkan akan bisa
didapatkan.
Metering kamera bekerja dengan mengkalkulasi objek menjadi middle
grey. Kalau kamera diarahkan pada objek berwarna putih terang yang memenuhi
frame kamera maka metering kamera tersebut akan menset objek tersebut
menjadi middle grey, maka hasilnya akan under exposure. Kalau kamera di
arahkan pada objek hitam pekat yang memenuhi frame kamera maka metering
kamera akan mensetnya juga menjadi middle grey, maka hasilnya akan menjadi
over exposure. Bukankah itu yang sering kita alami? Perhatikan Diagram 1
berikut untuk memperjelas pemahaman mengenai masalah ini.

Gambar 2. 24. Diagram 1


Setelah mengenal apa itu metering, langkah selanjutnya adalah
mengetahui bagaimana metering itu bekerja. Untuk itu perlu dipahami dulu
amunisi apakah yang dimiliki oleh kamera untuk masalah metering ini. Secara
umum sebuah kamera saat ini paling tidak telah dilengkapi oleh 3 buah jenis
metering:

1) Matrix metering

Gambar 2. 25. Matrix metering

Matrix metering adalah penemuan terbaru dari sistim metering kamera.


Metering ini bekerja dengan cara membagi frame ke dalam grid-grid kecil.
Setiap grid akan dianalisis oleh kamera dan hasilnya akan digabungkan
untuk dicocokkan dengan database yang telah disimpan di dalam sebuah
processor dalam kamera tersebut. Hasil kecocokan tersebut adalah hasil
metering yang akan digunakan untuk merekam foto yang dibidik.
Database itu sendiri adalah hasil exposure dari ribuan sample exposure
berbagai kondisi pencahayaan yang dihasilkan oleh ratusan fotografer
profesional. Untuk itu pabrikan kamera mengklaim bahwa metering system
ini sangat ampuh dan presisi untuk digunakan dalam berbagai keadaan.
Kalau metering ini digunakan maka maka kasus objek putih, kita tidak lagi
perlu melakukan kompensasi penambahan exposure untuk mendapatkan
hasil putih seperti yang terlihat, atau pengurangan exposure pada warna
hitam untuk mendapatkan warna hitam seperti yang terlihat.
Jika sistem metering ini sangat ampuh, mengapa di setiap kamera masih
disediakan metering yang lain? masih ada center weighted dan spot
metering. Pertanyaan sederhana namun sedikit sulit dijawab. Tapi
bagaimana pun kompleknya sistem ini dan bagaimana pun banyaknya
database yang tersedia, tetap saja kondisi yang kita hadapi adalah unik.
Yang dilakukan oleh kamera adalah tetap menghitung rata-rata dari kondisi
yang ada. Kita bisa puas dengan hasilnya atau tidak.
2) Center weight metering

Gambar 2. 26. Center weight metering

Metering ini menekankan pada bagian tengah foto, dengan asumsi bahwa
POI sebuah foto biasanya berada di tengah. Perhatikan gambar di atas.
Apa yang dilakukan oleh sistem metering ini adalah melakukan analisa dan
mengambil nilai rata-rata dari kondisi pencahayaan yang terjadi pada bidang
tengah foto. Bagaimana pun nilai yang dihasilkan adalah nilai rata-rata,
maka akan selalu terjadi ketidak-sesuaian antara kondisi sebenarnya dan
kondisi yang dihasilkan. Sebagai contoh, seorang model yang berada
dipantai dengan langit yang mendominasi sebagian besar bagian tengah
foto, maka saat kalkulasi dilakukan maka yang paling dominan adalah nilai
cahaya langit, maka hasil akhirnya akan lebih cenderung untuk
mendapatkan exposure langit dan bukan model itu sendiri.
Pada kondisi pencahayaan normal, artinya kondisi hightligh dan shadow
yang tidak terlalu kontras, maka biasanya sistem metering ini bisa
diandalkan. Kompensasi diperlukan untuk menyesuaikan dengan kondisi
sebenarnya, seperti pada kasus hitam dan putih di atas.

3) Spot metering

Gambar 2. 27. Spot metering

Spot metering bekerja dengan kemampuan menangkap exposure pada


bagian kecil foto, pada kamera biasanya sekitar 3% dari total frame foto,
pada light meter malah lebih kecilnya lagi sehingga mencapai 1% dari total
frame foto. Dengan kemampuan ini spot metering mampu mengkalkulasi
sebuah exposure pada sebuah bidang tanpa dipengaruhi oleh exposure
bidang lainnya. Tidak perlu nilai rata-rata di sini. Kita bisa menangkap
exposure pada bidang paling terang, paling gelap, menengah sesuai
kehendak kita mengarahkan kamera. Konsekuensinya exposure yang
diharapkan akan bisa kita kendalikan sendiri.
Ada dua hal yang bisa dilakukan dengan spot metering ini. Pertama lakukan
pengukuran pada bidang paling terang atau bidang paling terang atau pada
bidang mana saja, kemudian lakukan kompensasi yang diperlukan untuk
menangkap area yang diinginkan tersebut terlihat sebagaimana aslinya.
Kedua, lakukan pengukuran pada beberapa bidang yang berbeda yang
mencakup bidang paling terang ke bidang paling gelap kemudian switch
kamera ke mode Manual lalu tentukan sendiri nilai yang dirasa paling cocok
berdasarkan pengukuran yang tadi dilakukan.
Spot metering memberikan pengukuran yang sangat presisi namun
memerlukan campur tangan yang cukup banyak dari fotografer itu sendiri.
Itulah mengapa spot metering banyak digunakan oleh fotografer yang ingin
mengontrol exposure sepenuhnya oleh diri sendiri dan bukan oleh kamera.
Setiap scene adalah unik, setiap fotografer adalah unik dan untuk itulah spot
metering ini dibuat.

5. Komposisi
a. Simpel (Simplicity)
Pada forum-forum kritik foto, sering kita dengar komentar-komentar
seperti ini: “simple tapi menarik…”, atau “backgroundnya terlalu ramai sehingga
POI kurang menonjol…” dan lain-lain. Tujuan komposisi ini adalah memberikan
penonjolan pada objek utama foto (point of interest – POI)agar langsung terlihat
secara utuh tanpa gangguan elemen-elemen lain yang tidak diperlukan. Karena
itu saat melihat sebuah objek yang hendak difoto, pastikan benar bahwa elemen-
elemen yang masuk ke dalam frame kamera adalah elemen-elemen yang benar-
bener diperlukan. Cobalah zoom lebih dekat atau cari sudut pandang lain jikalau
hal itu terjadi.

b. Rule of Third
Panduan komposisi rule of third mungkin yang paling populer dan paling
sering diterapkan. Pada prinsipnya panduan ini adalah menempatkan objek
utama tidak pada tengah frame tetapi pada salah satu dari 1/3 bagian sisi pojok
foto, lihat grafik berikut.

Gambar 2. 28. Rule of Third

Menempatkan objek utama di tengah frame akan menghasilkan foto yang


kurang dinamis dan terkesan snapshot. Menempatkan objek utama pada prinsip
rule of third akan memberikan efek yang lebih dinamis. Dan berdasarkan
penelitian, mata kita memang lebih terasa nyaman pada posisi tersebut.

c. Golden Mean/Golden Section


Golden mean juga dikenal dengan golden section adalah sebuah
panduan komposisi yang didasarkan pada perhitungan matematika yang unik.

Gambar 2. 29. Golden Mean/Golden Section

Panduan komposisi ini pertama kali didokumentasikan oleh seniman


Yunani kuno dan sampai saat ini masih digunakan meskipun popularitasnya
agak tertutupi oleh panduan komposisi rule of third. Prinsipnya, panduan
kompoisi ini hampir sama dengan rule of third namun titik interesnya lebih sempit
sekitar 5% ke arah tengah.
Pada teorinya, golden mean ini bisa digunakan pada semua scene foto,
tapi pada prakteknya lebih mudah diaplikasikan pada foto portrait formal/klasik.
Pada scene lain lebih mudah menggunakan komposisi rule of third.

d. Kurva
Komposisi objek membentuk baris kurva baik S,V atau garis garis
lengkung sejajar.

e. Diagonal
Obyek menyerupai bentuk diagonal

6. White Balance
Sebuah benda berwarna putih akan tetap tampak putih di mata kita walau
disinari cahaya kekuningan. Itu terjadi karena mata kita melakukan adaptasi, juga
nalar kita membantu memberi tahu bahwa benda yang kita lihat berwarna putih.
Namun, kalau benda berwarna putih itu disinari cahaya kekuningan lalu difoto,
benda itu akan tampak berwarna kekuningan pada fotonya, tidak putih lagi. Hal
itu terjadi karena kamera tidaklah berpikir. Dia hanya merekam apa adanya.
Kalau putih akan dia rekam putih, dan kalau merah akan dia rekam merah.
Kamera tidak peduli dari mana warna itu datang: apakah warna asli ataukah
warna akibat cahaya yang datang.
Atas dasar inilah, dalam dunia fotografi digital dikenal adanya
penyesuaian pada warna putih ini, yang dikenal dengan istilah white balance
atau biasa disingkat WB. Penyesuaian ini dilakukan agar benda berwarna putih
akan terekam putih dengan cahaya berwarna apa pun. Keaslian warna sangat
penting pada foto-foto yang membutuhkan akurasi warna seperti foto kain,
lukisan, dan benda komersial lain.
Alasan mengapa warna putih yang dipilih sebagai dasar koreksi adalah
karena hanya warna ini yang absolut pada perubahan. Diberikan cahaya kuning
dia akan jadi kuning dan seterusnya. Sedangkan warna lain, kalau diberi warna
kuning, akan berubah jadi warna baru yang sangat tidak terukur. Masalah terukur
ini jadi penting karena kita perlu tolok ukur asli untuk mengoreksi agar warna bisa
kembali ke aslinya. Hanya warna putih yang akurat. Tak ada putih muda, putih
tua, putih kekuningan, atau putih kehijauan.
White balance adalah aspek penting dalam dunia fotografi dan
berpengaruh pada hasil akhir foto. Alasan kenapa kita perlu memahami white
balance adalah karena kita ingin warna foto kita seakurat mungkin. Jadi, white
balance berpengaruh terhadap warna foto.
Agar lebih jelas silahkan lihat contoh foto di bawah ini:

Gambar 2. 30. Efek white balance

Ketiga foto di atas adalah foto yang identik, bahkan ketiganya berasal
hanya dari satu foto. Saya hanya mengubah setting white balance-nya dan
hasilnya: ketiganya sangat berbeda warnanya. Foto A tampak sangat kebiruan,
foto B terlihat cukup normal dan foto C terlihat kekuning-kuningan.
Perhatikan warna cahaya lampu neon dan lampu bohlam, beda bukan? itu
karena masing-masing neon dan bohlam memiliki ”temperatur warna“ yang
berbeda. Cahaya yang kekuningan (bohlam) disebut hangat sementara cahaya
yang kebiruan (neon) disebut dingin.
Alasan kenapa kamera memerlukan setting white balance adalah karena
kita memotret dalam kondisi pencahayaan yang berubah-rubah. Mata telanjang
kita adalah alat yang super canggih dan mampu beradaptasi (menyeimbangkan)
terhadap perubahan warna cahaya, jadi kertas putih di mana pun akan tampak
putih bagi kita. Namun kamera tidaklah secanggih mata, karena itu kertas putih
belum tentu terlihat putih bagi kamera dalam warna pencahayaan yang berbeda.
Jadi tujuan setting white balance adalah memerintahkan kamera agar
mengenali temperatur sumber cahaya yang ada. Supaya yang putih terlihat
putih, merah terlihat merah dan hijau terlihat hijau, atau dengan kata lain agar
kamera merekam warna objek secara akurat dalam kondisi pencahayaan apa
pun.
7. Depth of Field (DOF)
Setelah kita bahas exposure dan metering, maka saat ini kita akan bahas
tentang depth of field (DOF). Bahasan ini mempunyai kaitan dengan aperture
dan exposure, karena bukaan diafragma akan mempengaruhi DOF sekaligus
mempengaruhi exposure secara keseluruhan. Tidak semua objek di depan
kamera kita terlihat jelas apabila kita foto. Hal ini tergantung benda tersebut ada
di daerah fokus apa tidak, sehingga kita perlu memutar ring focus baik secara
manual atau auto untuk menjadikan obyek tersebut terlihat jelas atau tajam.
Daerah tajam atau daerah fokus inilah yang disebut Depth Of Field (DOF). Dof
ada yang tipis dan ada yang tebal hal ini dipengaruhi oleh 3 hal:

a. Besar kecilnya Diafragma


Semakin besar bukaan diafragma (angka aperture kecil) maka semakin
tipis DOFnya. Sebaliknya semakin kecil bukaan diafragma (angka aperture
besar) maka semakin Luas DOFnya.

b. Jarak Obyek dengan Kamera


Semakin dekat jarak objek maka semakin tipis DOF, semakin jauh jarak
objek maka semakin luas DOF-nya.

c. Panjang Focal Length (Panjang Lensa)


Semakin panjang focal length yang digunakan semakin dangkal DOF,
Semakin pendek focal length yang digunakan semakin dalam DOF.

Untuk hal ketiga (focal length), memang masih menjadi perdebatan


karena menurut beberapa pendapat, DOF yang dihasilkan hanyalah merupakan
persepsi saja karena semakin panjang focal length maka gambar yang tampak
akan semakin besar dan ini mengakibatkan DOF terlihat semakin nyata.
Sedangkan pada focal length pendek, DOF tidak begitu terlihat, tetapi jika
dilakukan cropping maka DOFnya sebenarnya sama saja. Terlepas dari
pendapat tersebut, focal length yang panjang memang memberikan persepsi
DOF yang lebih dangkal.
Secara garis besar, rumusnya adalah sebagai berikut: (1) DOF semakin
tipis, maka background semakin blur; dan (2) DOF semakin tebal (luas), maka
background semakin jelas.
Gambar 2. 31. Depth of Field (DOF)

Bidang putih dalam gambar memperlihatkan rentang ketajaman dari


sebuah gambar, sedangkan warna abu-abu adalah bagian gambar yang tidak
focus (blur). Semakin bear bukaan diafragma, semakin sempit rentang ketajaman
gambarnya.

Gambar 2. 32. Rentang ketajaman


8. Fotografi Makro
Essensi dari fotografi makro adalah meminimalkan daerah fokus (DOF) ,
hal ini dimaksudkan agar dengan membuat daerah fokus setipis mungkin, obyek
yang kita kehendaki menjadi lebih detail tanpa terganggu pemandangan lain
yang tidak diperlukan. Secara garis besarnya fotografi makro diperlukan di
beberapa bidang antara lain:
a. Kedokteran : untuk bahan penelitian contohnya foto serangga, larva, bakteri,
dan lain-lain.
b. Biologi : Untuk bahan identifikasi species (satwa/tumbuh-tumbuhan).
c. Teknik : Untuk kebutuhan engineering, metallurgy, manufacture.
d. Periklanan :Untuk tujuan promosi/marketing suatu benda/hewan/tumbuh-
tumbuhan.
e. Seni : Untuk keindahan, bahwa di dunia ini ada makhluk lain ciptaan Tuhan
yang tidak bisa kita melihat keindahannya dengan mata biasa.
Detail suatu benda/objek, komposisi dan bentuk suatu benda yang kecil,
pastilah kita akan selalu luput memperhatikannya, maka dengan makro fotografi
kita akan bisa melihat dengan jelas secara detail, baik warna maupun bentuknya.
Jadi melalui fotografi makro kita dapat melihat dengan jelas detail mata/facet
sebuah lalat (yang mungkin kita akan jijik ketika melihat lalatnya) akan menjadi
indah bentuk dan warnanya, proses penyerbukan putik pada bunga oleh lebah,
kupu-kupu yang sedang menghisap madu, lekuk detail ukiran sebuah koin,
bahkan membekukan sebuah lebah yang sedang terbang.
Seiring dengan bertambah majunya era digitalisasi saat ini, mempelajari
fotografi makro adalah hal yang tidak sulit, tidak seperti di era fotografi saat
masih menggunakan kamera analog plus negatif film. Oleh sebab itu, pada saat
era digital saa ini, fotografi makro dapat dilakukan oleh siapa saja, tua maupun
muda, lelaki atau perempuan, bahkan untuk fotogafer pemula dan kamera yang
bukan pro, asal saja dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Fotografi makro adalah salah satu kategori fotografi yang membuat
pembesaran terhadap suatu objek. Atau bisa dengan kata lain dunia fotografi
yang diperkecil ke dalam dunia micro. Pembesaran tersebut bisa dilakukan
dengan medekatkan obek dengan kamera, atau pun dari jarak terentu dengan
menggunakan lensa tele. dan harus tetap mengusung konsep “foto yang
berbicara” dengan melibatkan unsur komposisi, POI dan keseimbangan.
Benda-benda yang dapat dimakro adalah:
a. Benda mati/diam
Seperti: sendok/garpu,perhiasan, uang koin, perangko, bunga, miniatur,
mobil-mobilan, souvenir, dan lain-lain.

Gambar 2. 33. Fotografi Makro Benda Mati

b. Makhluk Hidup
Seperti : serangga, kupu-kupu, bunga tanaman, laba-laba, dan lain-lain.

Gambar 2. 34. Fotografi Makro Makhluk Hidup

Semua kamera DSLR kini sudah memiliki fasilitas untuk fotografi makro
dengan menggunakan lensa yang berbeda-beda, dan biasanya jarak antara
fokus lensa ke objeknya akan berbeda tergantung jenis lensa yang digunakan.
Untuk lensa khusus makro biasanya jarak objek ke lensa bisa sampai 20 cm, tapi
apabila kita menggunakan lensa tele maka jarak terdekat yang bisa kita
dapatkan titik focus biasanya lebih dari 1 meter dari objek.
Sekarang telah banyak tersedia alat tambahan berupa filter close up,filter
Lup/Raynox dan reverse lens (sebuah lensa yang dimodifikasi) yang ditempelkan
di depan lensa, maka jarak antara objek dan lensa akan semakin dekat untuk
mendapatkan pembesaran lebih dari 1:1. Dan ada juga tele converter dan
extension tube yang dipasang di antara lensa dan bodi kamera.
Pembagian fotografi makro menggunakan kamera DSLR umum:
a. Menggunakan lensa khusus makro atau lensa zoom yang bertanda “bunga
tulip” (bisa untuk foto makro).
b. Menggunakan lensa tele atau lensa normal plus tele converter.
Untuk lebih jelasnya maka lensa-lensa di bawah ini adalah yang biasa
dipergunakan untuk fotografi makro:
a. Lensa Makro Normal : 50mm.
b. Lensa Makro Mid tele : 90-105mm.
c. Lensa Makro Tele : 150-180mm.
Ekstrem:
a. Memasang lensa tambahan lagi dengan posisi terbalik di depan lensa
dengan tambahan sebuah adapter khusus.
b. Menggunakan filter tambahan seperti filter close-up di depan lensa.
c. Memakai filter yang seperti sifatnya sebuah kaca pembesar/Lup , Raynox.
d. Atau bahkan ada juga yang menambahkan sebuah kaca pembesar yang di
lekatkan di depan lensa.
Beberapa hal yang harus diperhatikan selama pemotretan makro adalah:
a. Lighting (Pencahayaan)
Lighting sangat diperlukan untuk menambah efek dramatis pada hasil foto
yang diinginkan. Jika nkita hanya mengandalkan lighting seadanya dari
cahaya matahari (natural ligting) maka hasil foto kita menjadi flat dan tidak
menarik
b. Depth Of Field (DoF)
DOF (kedalaman fokus) dalam fotografi makro, ruang ketajaman suatu foto
akan indah bisa dilihat jikalau sesuai dengan objek yang akan kita abadikan.
Karena semakin dekat jarak antara titik fokus kamera dengan objek maka
akan semakin tipis/sempit DoFnya, ini dapat kita kontrol dengan mengatur
bukaan diafragma dari lensanya. Tentunya kita tak akan menghasilkan foto
kupu-kupu yang hanya tajam dibagian mata saja sementara keindahan dari
warna sayapnya menjadi blur.
Jadi jikalau kita ingin mendapatkan DoF yang lebih lebar, tetapi jarak antara
lensa dengan objeknya ingin lebih dekat, maka bukaan difragma haruslah di
set semakin kecil nilainya (biasanya antara f/5.6 bisa sampai f/16).
Jadi kesimpulannya, DoF yang dihasilkan adalah kombinasi dari ke 3
variabel tersebut. Pada fotografi makro, DoF yang akan dihasilkan relatif
sangatlah tipis (kebalikan dari pemotretan landscape).
c. Fokus
Focusing pada fotografi makro tidaklah sulit apabila kita lakukan pada benda
mati/diam. Tapi akan sangatlah sulit jikalau kita melakukannya pada benda
yang bergerak seperti serangga yang selalu beterbangan.
Walaupun kini semua lensa sudah dilengkapi dengan fitur auto focus, tapi
tidaklah semuanya memiliki kecepatan seperti yang kita harapkan dalam
mengikuti objek yang bergerak tersebut, jadi manual focusing sangatlah
dibutuhkan dalam hal ini. Setelah cukup terbiasa mendapatkan fokus yang
baik, barulah mencoba mengatur komposisi yang bagus.
d. Komposisi
Membuat komposisi agar sesuai dengan kaidah “Rule Of Third” sangatlah
sulit, karena objek yang akan kita foto selalu bergerak dan sangatlah kecil,
kadangkala seluruh objek tersebut mengisi frame kamera sepenuhnya.
Hanya dengan sering berlatih dan berlatihlah maka akan didapat komposisi
yang bagus dan kreatifitas seorang fotografer sangatlah berperan sekali
dalam menentukan komposisi antara foreground, background yang
mendukung objek (POI-Point of Interest) dengan DOF yang pas.
e. Lokasi
Di dalam ruangan biasanya menggunakan lampu tambahan seperti flash,
ring flash, atau bahkan lampu studio.
Di luar ruangan kita selalu memanfaatkan cahaya matahari sebagai available
lightingnya. Biasanya saat yang tepat untuk memotret makro adalah di pagi
hari sampai jam 9 pagi, atau di sore hari jam 3-5 sore.
f. Tripod atau handheld
Di saat penggunaan flash tidak memungkinkan (karena serangga yang akan
kita foto akan lari menjauh) maka untuk mendapatkan eksposure yang baik
antara bukaan diafragma yang kecil (agar DOFnya lebih lebar) dan shutter
speed sementara shutter speed yang kita dapat sangat rendah, maka
penggunaan tripod/monopod sangatlah dibutuhkan agar hasil fotonya tidak
menjadi blur.
Untuk jelasnya apabila shutter speed kita di bawah/lebih rendah/kecil dari
1/FL(focal length) lensa yang dipergunakan maka sebaiknya pergunakanlah
tripod/monopod. Contohnya kita memakai lensa yang 100 mm, maka apabila
shutter speed yang didapat di kamera 1/60 sebaiknya memakai
tripod/monopod agar/objek momen yang akan kita abadikan tidak menjadi
blur.
Penggunaan tripod sangat membantu dalam pengambilan foto makro
terutama disaat cuaca/matahari tidak sedang terik. Monopod lebih fleksibel
terutama dalam pengambilan foto makro serangga.
g. Mood dan kesabaran
Memotet adalah seperti halnya kita melukis sebuah kanvas putih, yang akan
dilukis dengan menggunakan cahaya. Mood seorang fotografer akan
tertuang di kanvas elektronik tersebut saat mengabadikannya.
Makro fotografi sangatlah menuntut kesabaran yang sangat tinggi dalam
memotret sebuah bunga mawar apalagi seekor kupu-kupu/lebah yang
sedang sibuk menghisap madu di bunga. Ingatlah, fokus, exposure dan
komposisi dari objek yang akan kita lukis di kamera apakah sudah seperti
yang akan kita abadikan sesuai dengan moodnya.
h. Moment dan keberuntungan
Moment tidaklah sesulit seperti yang kita bayangkan, kita bisa mempelajari
waktu, kebiasaan dan tempat dari setiap serangga keluar (pada umumnya
pagi). Atau saat yang tepat/terbaik kapan sebuah bunga mawar akan mekar.
Kadang kala faktor keberuntungan lah yang mempertemukan fotografer
dengan objeknya. Tapi janganlah lupa, jikalau kita tidak mendapatkan objek
baik dan menarik lantas tidak mau berusaha mengulanginya esok harinya.
Karena kunci dari fotografi makro adalah terus berlatih dan terus berusaha
semaksimal mungkin.

9. Fotografi Landscape
Fotografi Landscape (LS) merupakan cabang fotografi yang mengeksplor
keindahan alam. Fotografi ini sangat digemari oleh mereka yang suka traveling.
Fotografi ini juga banyak digunakan untuk keperluan pariwisata, perumahan, dan
percetakan. Komposisi sangat diperlukan dalam fotografi ini diantaranya yang
sering dipergunakan adalah rule of third dan komposisi kurva. Beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam Fotografi Landscape antara lain:

a. Maksimalkan Depth of Field (DoF)


Memaksimalkan DoF merupakan esensi landscape fotografi. Hal ini
kebalikan dari fotografi makro yang menggunakan DoF sesempit mungkin.
Landscape berusaha untuk memsukan semua unsur atau semua elemen dalam
keadaan fokus. Walaupun tidak mutlak, inilah konsep dasar dari fotografi
landscape. Untuk itu gunakan aperture sekecil mungkin. Dan jika perlu, terapkan
konsep hyporfocal distance. jika kita mengecilkan aperture, otomatis shutter
speed akan berkurang sehingga tripod dibutuhkan untuk mengurangi shake
karena slow speed.

b. Perhatikan Horizon
Jika kita berhadapan dengan suatu pemandangan, hampir dapat
dipastikan kita akan melihat garis horizontal yang membentang dan membelah
gambar menjadi dua bagian. Ini disebut garis horizon alam Fotografi Landscape,
jika salah satu bagian lebih menarik. Berilah porsi 2/3 dari frame. Dan yang
kurang menarik beri sisanya yaitu 1/3. Memang tidak mutlak, tetapi bila POI
berada pada bagian yang 2/3 maka kesannya akan lebih kuat.

c. Pertimbangkan langit

Gambar 2. 35. Langit


Langit adalah elemen yang cukup penting dalam landscape. Jika dalam
pemotretan langit kurang bagus, usahkan jangan menempatkan pada 2/3 frame.
Ini akan menimbulkan kesan yang flat dan membosankan. Tetapi jika keadaan
langit dan awan dalam formasi yang 'wow', jangan ragu untuk penuhi frame
dengan langit. Gunakan filter untuk meningkatkan kontras dan saturasi langit
seperti gradual neutral density dan polarizer.

d. Cari Focal Point


Focal point adalah titik di mana mata kita berhenti pada saat memandang
sebuah foto. Tanpa focal point, mata kita tidak akan fokus dalam melihat foto.
Seperti jenis fotografi lainnya, fotografi landscape juga membutuhkan focal point.
Focal point dapat berupa batu, rumput, ranting, bunga. Apapun yang sepertinya
menyatu dengan alam dapat dijadikan focal point. Jangan lupakan
pengaplikasian rule of third dalam penempatan focal point.

e. Jangan lupakan foreground


Foreground bisa menjadikan foto kita lebih berdimensi. Ada sense of
depth dari foto kita jika kita meletakan foreground dengan benar. Seringkali
foreground menjadi POI dari foto landscape kita.

Gambar 2. 36. Bunga sebagai Foreground

f. Gunakan Tripod
Mungkin sejak zaman digital orang sering melupakan tripod. Buat apa
tripod, kalau ISO tinggi sudah bagus hasilnya. Lensa sudah ada yang dengan
stabilizer. Tripod hukumnya wajib bagi landscaper. Untuk exposure di atas satu
detik, tripod is highly recomended.

g. Tangkap gerakan alam


Mungkin sebagian orang berfikir, foto landscape adalah foto yang tenang,
damai, kalem, dan lain-lain. Tapi kita bisa menambahkan sedikit "drama" pada
foto landscape kita. Dapat berupa ombak di laut, pohon yang tertiup angin, awan
yang berjalan, dan sebagainya. Jika kita berhasil menangkapnya, foto landscape
kita akan terasa "otherworld" dengan mood yang sangat kuat.
Gambar 2. 37. Gerakan Alam
.
h. Bekerja sama dengan cuaca
Cuaca tidak dapat kita prediksi. Kita cuma bisa menunggu waktu yang
tepat untuk memotret. Kebanyakan pemula berfikir foto landscape yang bagus
adalah pada saat hari yang cerah. Ini tidak sepenuhnya salah, di sini sudah
dijelaskan jenis-jenis fotografi landscape. Foto yang diambil saat hari cerah
sudah biasa dan biasa dijadikan foto kalender. Jika kita ingin foto landscape
yang sedikit berbeda, memotretlah pada saat cuaca yang tidak biasa. Misalnya
saat terjadi badai, mendung, sehabis hujan, langit gelap dengan sedikit sinar
matahari, dan kondisi "extrem" lainnya. Foto Anda akan lebih berkarakter, karena
kejadian yang anda foto tidak akan terulang lagi.

i. Golden hour
Cahaya dari samping akan menunjukan sebuah dimensi dan tekstur yang
kuat untuk sebuah objek. Dalam fotografi landscape, cahaya dari samping
muncul saat pagi hari dan sore hari. Pada waktu ini, warna-warni terlihat sangat
bagus dan landscape terlihat sangat hidup. Dinamakan golden hour karena
warna-warni pada waktu ini adalah merah-kuning-seperti-emas. Jadi,
memotretlah pada waktu ini.
Gambar 2. 38. Golden hour

j. Garis dan bentuk


Bermainlah dengan komposisi. Garis dapat menjadi focal point yang
sangat kuat karena membantu mata kita menelusuri foto landscape kita. Garis
dapat memberikan kedalaman ruang yang luar biasa, perspektif yang berbeda.
Temukan garis dalam foto anda dan jadikan itu kekuatan yang hebat!

E. Rangkuman
1. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk
menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan
cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat
paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera. Tanpa cahaya,
tidak ada foto yang bisa dibuat.
2. Prinsip fotografi adalah memfokuskan cahaya dengan bantuan pembiasan
sehingga mampu membakar medium penangkap cahaya. Medium yang
telah dibakar dengan ukuran luminitas cahaya yang tepat akan
menghasilkan bayangan identik dengan cahaya yang memasuki medium
pembiasan yang disebut lensa.
3. Kamera digital adalah alat untuk membuat gambar dari obyek untuk
selanjutnya dibiaskan melalui lensa kepada sensor (CCD dan CMOS) yang
hasilnya kemudian direkam dalam format digital ke dalam media simpan
digital.
4. Secara umum kamera dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara
lain:
a. Kamera Pocket
b. Kamera SLR
c. Kamera Range Finder
d. Kamera Medium Format
e. Kamera Large Format
f. Kamera Instan
5. Aksesoris Kamera terdiri dari antara lain: lensa, tripod, remote control, filter,
dan lain-lain.
6. Fitur kamera: Resolusi Kamera, Movie Recording, Zoom, dan Image
Stabilizer/steady shoot.
7. Pada dasarnya ada tiga pengaturan kamera yang mempengaruhi tingkat
eksposure kamera yaitu, Shuter Speed, Aperture, dan ISO. Ketiga
pengaturan dasar tersebut sering dinamakan TRIANGLE FOTOGRAFI atau
SEGITIGA FOTOGRAFI.
8. Bagi para profesional, sebelum memotret mereka selalu mengukur cahaya
dengan alat khusus bernama Light Meter. Alat ini berupa sensor yang peka
cahaya dan bisa menghitung berapa nilai shutter dan aperture untuk
berbagai suasana, baik terang atau gelap. Cahaya yang diukur tentu sama
dengan cahaya yang mengenai obyek (dinamakan incident light) dan
menjadi patokan seberapa terang cahaya sekitar di saat itu. Itulah yang
dinamakan metering menurut para profesional.
9. Komposisi pada fotografi terdiri dari: Simple (Simplicity), Rule of Third,
Golden Mean/Golden Section, Kurva, dan diagonal.
10. Tujuan pengaturan white balance adalah memerintahkan kamera agar
mengenali temperatur sumber cahaya yang ada. Supaya yang putih terlihat
putih, merah terlihat merah dan hijau terlihat hijau, atau dengan kata lain
agar kamera merekam warna obyek secara akurat dalam kondisi
pencahayaan apapun.
11. Daerah tajam atau daerah fokus yang disebut Depth Of Field (Dof). Dof ada
yang tipis dan ada yang tebal hal ini dipengaruhi oleh 3 hal: Besar kecilnya
Diafragma, Jarak Obyek dengan Kamera, dan Panjang Focal Length
(Panjang Lensa).
12. Esensi dari fotografi Makro adalah meminimalkan daerah fokus (DOF), hal
ini dimaksudkan agar dengan membuat daerah fokus setipis mungkin, obyek
yang kita kehendaki menjadi lebih detail tanpa terganggu pemandangan lain
yang tidak kita perlukan.
13. Fotografi Landscape (LS) merupakan cabang fotografi yang mengeksplor
keindahan alam.

F. Tugas
1. Buatlah sebuah karya fotografi makro dengan memperhatikan unsur-unsur
fotografi yang telah anda pelajari pada kegiatan belajar ini !
2. Buatlah sebuah karya fotografi landscape dengan memperhatikan unsur-
unsur fotografi yang telah anda pelajari pada kegiatan belajar ini !

G. Tes Formatif
1. Jelaskan istilah umum dari fotografi !
2. Siapakah yang pertama membuat foto Heliografi ? Kapan?
3. Jelaskan prinsip kerja kamera !
4. Sebutkan jenis-jenis kamera !
5. Sebutkan jenis-jenis aksesoris kamera !
6. Sebutkan fitur-fitur kamera !
7. Sebutkan unsur-unsur Triangle Fotografi !
8. Kondisi apa saja yang berpotensi mengganggu metering kamera?
9. Secara umum sebuah kamera saat ini paling tidak telah dilengkapi oleh 3
buah jenis metering, sebutkan !
10. Sebutkan unsur-unsur komposisi fotografi !

Anda mungkin juga menyukai