Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENYAKIT BAKTERIAL DAN MIKAL

Colibacillosis

Oleh:

Vincent M. Leonardo B04150123

Vyola Tamara B04150133

Dalila Putri A. D. U. B04150135

Olivia Kristal B04150139

BAGIAN MIKROBIOLOGI MEDIK


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESMAVET
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Kolibasilosis merupakan penyakit bakterial yang disebabkan oleh bakteri


Escherchia coli galur patogen (Santosa 2016). Penyakit sering menyerang hewan
yang berusia masih muda. Infeksi penyakit ini dihubungkan dengan penyakit di
beberapa hewan seperti anak sapi, babi, anak babi, ayam, maupun di manusia.
Penyakit yang ditimbulkan di masing-masing hewan tersebut berbeda tergantung
dengan strain/serotipe yang menginfeksi dan efek infeksi lokal yang
ditimbulkannya (Tarmudji 2003).

Penyebaran bakteri ini sangat luas. Walaupun bakteri ini merupakan flora
normal yang ada dan ditemukan dalam usus terutama di daerah kolon, baik di hewan
maupun di manusia. Bakteri ini sering dihubungkan dengan berbagai kejadian
seperti infeksi pusar, infeksi persendian, mastitis, cervicitis, dan metritis pada sapi.
Pada babi dapat menyebabkan penyakit yang dikenal dengan nama gut edema atau
bowel edema yang disebabkan oleh E. coli yang bersifat hemolitik. Di unggas
kolibasilosis dapat terjadi pada ayam pedaging maupun petelur, juga bisa
menyerang kalkun dan itik (Charlton et al. 2000). Pada unggas muda dapat
menyebabkan omphalitis. Tingkat mortalitas yang disebabkan oleh infeksi penyakit
ini dapat mencapai 50% dan persentase tertinggi ini terjadi pada anak babi.

Kolibasilosis dapat menimbulkan gangguan pertumbungan pada ternak, lalu


menyebabkan penurunan produksi, peningkatan jumlah ternak yang diafkir,
penurunan kualitas karkas ternak. Adanya infeksi oleh bakteri E. coli ini merupakan
salah satu faktor pendukung timbulnya penyakit kompleks pada saluran
pernapasan, pencernaan, dan juga reproduksi yang sulit untuk ditanggulangi
(Suryani et al. 2014). Bakteri E. coli dibagi menjadi lima kategori utama yaitu
Enterotoxigenic (ETEC), Enteropathogenic (EPEC), Enteroinvasive (EIEC),
Enterohemorhagic (EHEC), dan Cytotoxin necrotizing factor-producing E. coli.
Perbedaan kategori ini disebabkan oleh adanya perbedaan serotipe (Gonzales et al.
2013).

Gejala klinis yang ditimbulkan dapat berbeda-beda tergantung dengan jenis


serotipe yang menyerang dan sesuai dengan ternak yang diserang. Namun penyakit
ini memiliki diagnosa banding salmonellosis, diare karena makanan. Pada anak
babi dapat keliru dengan diare karena ransum yang kekurangan kandungan Fe atau
zat besi. Pada unggas dapat keliru dengan penyakit sepsis akut seperti
salmonellosis, pasteurellosis, dan streptococcis.

2. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk mempelajari tentang colibacillosis, mengetahui


gejala klinis colibacillosis pada hewan, patogenesa, diagnosa, dan cara pencegahan
serta pengobatan colibacillosis.

MORFOLOGI

Colibacillosis disebabkan oleh bakteri Escherichia coli. Bakteri ini


merupakan salah satu spesies bakteri dari famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini
berbentuk batang tidak berkapsul, bersifat gram negatif, dan non spora. Selain itu,
E. coli termasuk bakteri yang motil karena memiliki flagel (Kannan 2016).

Sifat koloni E. coli dalam blood agar adalah licin, berwarna abu-abu, dan
memiliki diameter 2-3 mm. Berbeda saat di agar MAC, E. coli yang positif laktosa
memiliki koloni berwarna pink sampai merah, datar, kering, dan memiliki diameter
2-3 mm. Strain E. coli yang negatif laktosa menghasilkan koloni yang tidak
berwarna pada agar MAC (Engelkirk dan Duben-Engelkirk 2008).

KLASIFIKASI

Klasifikasi E. coli menurut Songer dan Post (2005) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
Ada tiga macam struktur antigen yang penting dalam klasifikasi E. coli
yaitu, antigen O (Somatik), antigen K (Kapsel) dan antigen H (Flagella).
Determinan antigen (tempat aktif suatu antigen) O terletak pada bagian
liposakarida, bersifat tahan panas dan dalam pengelompokannya diberi nomor 1,2,3
dan seterusnya. Antigen K merupakan polisakarida atau protein, bersifat tidak tahan
panas dan berinterferensi dengan aglutinasi O, sedangkan antigen H mengandung
protein, terdapat pada flagella yang bersifat termolabil.
Berdasarkan perbedaan serotipe dan virulensi, strain E. coli patogen yang
menyebabkan penyakit pada saluran pencernaan dibedakan menjadi enam
golongan, yaitu enterotoksigenik (ETEC), enteroinvasif (EIEC), enteropatogenik
(EPEC), enterohemorhagik (EHEC), enteroagregatif (EAEC), dan nekrotoksigenik
(NTEC)
A. Enteropathogenic E. coli (EPEC)
Golongan EPEC merupakan penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara
berkembang. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil. Akibat dari infeksi EPEC
adalah diare yang cair, biasanya susah diatasi namun tidak kronis. ETEC
merupakan penyebab diare pada wisatawan yang mengunjungi negara yang standar
higienitas makanan dan air minum lebih rendah dari negara asalnya. Selain itu juga
merupakan penyebab penting diare pada bayi di Negara berkembang (Brooks et al.
2005).
B. Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
Galur ETEC merupakan penyebab diare enterotoksigenik pada mamalia, seperti
anak sapi, anak babi, dan anak domba. Gejala klinis yang terjadi antara lain diare,
dehidrasi, asidosis, bahkan kematian (Hanif et al. 2003). Faktor virulensi yang
digunakan untuk identifikasi ETEC adalah enterotoksin dan antigen pili (fimbriae).
Enterotoksin ETEC berupa toksin labil panas (heat-labile toxins/LT) dan toksin
stabil panas (heat-stabile toxins/ST). ETEC dapat menghasilkan satu atau dua
enterotoksin tergantung pada plasmid (massa DNA ekstra kromosom)
C. Enterohaemorrhagic E. coli (EHEC)
EHEC memproduksi verotoksin. Nama toksin didasarkan pada efek sitotoksik pada
sel vero, yang merupakan biakan sel ginjal monyet hijau di Afrika. EHEC banyak
dihubungkan dengan hemorrhagic colitis, sebuah diare yang parah dengan
sindroma uremic hemolytic, yang merupakan penyakit akibat kegagalan ginjal akut,
microangiopathi hemolytic anemia dan thrombocopenia. E. coli O157:H7 akhir-
akhir ini diketahui merupakan bakteri patogen penyebab
foodborne disease.
D. Enteroinvasive E. coli (EIEC)
EIEC merupakan penyakit yang sangat mirip dengan shigellosis. Penyakit ini sering
terjadi pada anak–anak di Negara berkembang dan para wisatawan yang menuju ke
Negara tersebut. EIEC melakukan fermentasi laktosa dengan lambat dan tidak
bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus.
Diare ini ditemukan hanya pada manusia (Pelczar 1988).
E. Enteroaggregative E. coli (EAEC)
EAEC telah ditemukan di beberapa negara di dunia ini. Transmisi dapat melalui
food-borne maupun water-borne. Patogenitas EAEC terjadi karena bakteri melekat
pada bagian mukosa intestinal sehingga menimbulkan gangguan. Mekanisme
terjadinya diare yang disebabkan oleh EAEC belum jelas diketahui, tetapi
diperkirakan menghasilkan sitotoksin yang menyebabkan terjadinya diare.
Beberapa strain EAEC memiliki serotipe seperti EPEC. EAEC menyebabkan diare
berair pada anak-anak dan dapat berlanjut menjadi diare persisten
Kolibasilosis merupakan salah satu penyakit penting pada usaha peternakan
babi dan sapi perah. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri enterotoksigenik
E. coli (ETEC) yang mempunyai antigen perlekatan K99, F41 atau K99F41 (Supar
1996). Anak sapi dapat terinfeksi oleh ETEC pada umur beberapa jam sesudah
dilahirkan hingga umur beberapa hari setelah dilahirkan. Anak sapi neonatal yang
terinfeksi ETEC menderita diare terus menerus, tinja encer seperti air yang
berwarna putih kekuning-kuningan. Ternak neonatal yang menderita diare terus
menerus mengalami dehidrasi, kehilangan cairan elektrolit clan kemudian mati .
Akan tetapi infeksi E. co/i enterotoksaemik, anak sapi mati mencladak tanpa
disertai tanda-tanda klinis diare. Sedangkan E.coli yang mempunyai sifat
memproduksi "shigalike toxin" menyebabkan disentri pada anak sapi sesudah usia
neonatal.
Serotipe yang banyak menyebabkan penyakit pada unggas adalah O1, O2,
O35 dan O78 (Tabbu 2000), dan dikenal patogenitasnya cukup tinggi (Charlton et
al., 2000). E. coli O111 juga tergolong patogen, karena dapat mengakibatkan
kematian mendadak pada ayam yang sedang mulai bertelur dengan ditandai
septicemia dan poliserositis fibrinosa. Selain itu, E. coli O111 ini juga merupakan
salah satu jenis serotipe patogen terhadap manusia dan dapat menyebabkan
gastroenteritis pada bayi yang sifatnya fatal. Tiga serotipe E. coli O1 : K1, O2 : K1
dan O78 : K80 merupakan serotipe yang sering ditemukan pada isolasi sewaktu ada
wabah kolibasilosis pada ayam. Ketiga serotipe tersebut, merupakan serotipe yang
banyak menimbulkan koliseptikemia pada ayam. Artinya, E. coli masuk ke dalam
sirkulasi darah ayam, menginfeksi berbagai jaringan melalui luka usus atau saluran
pernafasannya. Biasanya mengikuti penyakit lain yang menyerang saluran
pencernaan ataupun pernafasan (Tarmudji 2003)
EHEC O157:H7 menyebabkan haemorrhagic colitis dan haemolytic uremic
syndrome. Penyakit ini terjadi akibat adanya verotoxin atau shiga like toxin yang
dihasilkan E. coli O157:H7. Serotipe ini sering disebut verotoxigenic E. coli
(VTEC) yang bersifat ekstraseluler, neurotoksik, dan imunogenik. E. coli O157:H7
memiliki patogenitas yang ditentukan oleh kemampuannya untuk menghasilkan
satu atau lebih sitotoksin yang sangat potensial yang dikenal dengan nama shiga
like toxin atau verotoxin, di samping kemampuan bakteri ini untuk melakukan
penempelan dan perlekatan terutama pada sekum dan kolon. Toksin ini bekerja
dengan cara menghilangkan satu basa adenin dari unit 28S rRNA, sehingga
menghentikan sintesis protein. E. coli O157:H7 merupakan jenis E. coli yang
patogen terhadap manusia dan banyak menyebabkan penyakit pada manusia. E. coli
O157:H7 memiliki ciri-ciri dengan kondisi lingkungan yang berbeda dengan E. coli
lainnya, E. coli tersebut dapat bertahan hidup pada kondisi suhu yang rendah dan
dalam kondisi asam. Hal ini tidak terjadi pada E. coli lain yang tidak dapat bertahan
hidup pada kondisi suhu rendah dan dalam kondisi pH asam (Madigan et al. 2009).
Penyakit E. coli O157:H7 pada manusia yaitu hemorrhagic colitis (HC), hemolytic
uremic syndrome (HUS), dan thrombotic thrombocytopenic purpura.
Haemorrhagic colitis memiliki gejala diare berdarah, kram perut, gagal ginjal, dan
menyebabkan kematian mikroflora dalam usus dan berlanjut menjadi haemolytic
uraemic syndrome yang dapat menyebabkan kerusakan sel darah merah, dan gagal
ginjal, serta diare dengan feses yang mengeluarkan darah (pendarahan yang dapat
berakibat fatal, bahkan menyebabkan kematian, khususnya pada anak-anak).
Penyakit thrombotic thrombocytopenic purpura dapat menyebabkan
thrombocytopenia, anemia, demam, kerusakan pencernaan, dan kerusakan saraf.
Penyakit - penyakit ini umumnya disebakan oleh konsumsi daging maupun sayuran
yang tidak masak. Daging maupun sayuran yang tidak masak ini merupakan habitat
dari E. coli patogen ini (Perna et al. 2001).

DIAGNOSA
Identifikasi bakteri merupakan langkah untuk mencari dan menentukan
nama dari suatu isolat bakteri berdasarkan morfologi dan uji biokimia sehingga
dapat ditentukan spesies bakteri tersebut. Di dalam laboratorium dilakukan
pengelolaan spesimen yang dimulai dari penanaman spesimen, isolasi dan
identifikasi.
Hasil pewarnaan Gram memperlihatkan bahwa E. coli berwarna merah dan
berbentuk batang pendek berwarna pink hal ini disebabkan karena E. coli memiliki
komposisi dinding sel mengandung lipopolisakarida yang lebih banyak
dibandingkan bakteri kelompok Gram positif sehingga bakteri tersebut tidak
mempertahankan zat kristal violet, namun saat diwarnai dengan safranin bakteri
tersebut akan mempertahankan warna safranin menjadi warna pink (Baehaqi et al.
2015).
Macam – macam perbenihan yang digunakan untuk isolat Escherichia coli, yaitu:
1). Agar Eosin Biru Metilen (EMB)
Merupakan media padat yang mengandung eosin dan methylen blue yang dapat
dipergunakan untuk menentukan jenis bakteri coli dengan menggunakan hasil tes
positif di dalam cawan petri. Escherichia coli akan tampak dengan warna hijau
metalik dengan titik hitam. Koloni akan berbentuk bulat, cembuk, bertekstur halus,
mengkilat dengan tepi yang rata (XXX). Media ini merupakan media selektif untuk
bakteri Gram negatif dan mempunyai keistimewaan mengandung laktosa dan
berfungsi untuk memilah mikroba yang memfermentasikan laktosa seperti
Escherichia coli. Mikroba yang memfermentasikan laktosa menghasilkan koloni
dengan inti berwarna gelap dengan titik hitam (metalik), adanya eosin dan
methylene blue membantu mempertajam perbedaan dengan koloni yang lain.
2). Agar Deoxsikholat Leifson (Mc. Conkey)
Media ini mengandung agar-agar nutrien yang ditambah dengan garam empedu
berwarna merah muda dan transparan. Media ini dipergunakan untuk pertumbuhan
mikroorganisme patogen usus. Pertumbuhan mikroorganisme lainnya akan
dihambat.
3). Agar Darah
Media ini terdiri dari nutrien yang ditambahkan darah. Permukaannya tampak
bergranular dan digunakan untuk menentukan mikroorganisme yang mampu
merusak sel-sel darah merah yang disebut hemolitik (Molita 2017).
Hasil uji indol untuk E.coli menunjukkan hasil positif karena setelah ditetesi
reagen kovac’s yang mengandung P-dimetilaminobenzaldehid, alcohol dan HCl
pekat maka terbentuk cincin merah cherry. Hal ini merupakan hasil dari pemecahan
asam amino triptofan oleh bakteri E. coli. Pentingnya uji indol ini adalah karena
hanya beberapa jenis bakteri saja yang dapat membentuk indol dan uji ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi bakteri (Agustina et al. 2013).
Pada uji TSIA, dibagian butt (bawah) bewarna kuning demikian pula pada
bagian slant (miring) juga bewarna kuning, hal ini menunjukkan suasana yang asam
pada butt dan slant. Hal ini sesuai pendapat Lebofee (2011) hasil dari uji TSIA pada
E. coli menghasilkan warna kuning. Hal ini dikarenakan E. coli pada media TSIA
dapat memfermentasi glukosa, laktosa dan sukrosa.
Untuk Uji sitrat, uji ini dapat melihat kemampuan bakteri menggunakan
sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon. Jika bakteri mampu menggunakan sitrat
sebagai sumber karbonnya maka akan menaikkan pH dan mengubah warna medium
biakan dari hijau menjadi biru. Pada penelitian ini hasilnya negatif karena E. coli
tidak dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbon (Fatimawati 2014).
Hasil uji biokimia pada identifikasi E.coli menunjukkan hasil positif.
Pentingnya uji biokimia ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi
mikroorganisme secara fisiologis berdasarkan reaksi biokimia. Jenis uji biokimia
akan dipengaruhi oleh factor atau sifat mikroorganisme, jenis media atau faktor
lingkungan (Harti 2015). Uji biokimia ini dilakukan untuk menguatkan dugaan
bahwa bakteri yang di isolasi merupakan bakteri E. coli.
Selain di uji dengan uji biokimia, bakteri yang bersifat Gram negatif ini juga
perlu di uji dengan uji gula-gula dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan
fermentasi bakteri terhadap karbohidrat. Menurut Cappucino et al. (2002), uji gula-
gula ini merupakan salah satu uji biokimia untuk mengisolasi bakteri E. coli dengan
cara mengetahui kemampuan bakteri tersebut memfermentasi karbohidrat. Uji gula-
gula yang di gunakan ini adalah sukrosa, manitol, glukosa dan sukrosa. Uji gula-
gula menunjukkan reaksi positif dengan terjadinya perubahan warna menjadi
kuning dan menghasilkan gas. Ini menunjukkan bahwa bakteri ini mampu
memfermentasi karbohidrat.
Menurut FDA (2011) identifiasi Escherichia coli (E. coli) O157:H7 tidak
seperti khas E. coli lainnya. Escherichia coli (E. coli) O157:H7 juga dapat di
identifikasi melalui media selektif yaitu Rainbow® Agar O157 dan R&F® E. coli
O157:H7.

Gambar Koloni E. coli O157:H7 pada media TC-SMAC, Rainbow® Agar


O157 and R&F® E. coli O157:H7 (FDA, 2011).

Koloni pada media SMAC tidak berwarna atau netral/abu-abu dengan pusat
berasap dan 1 - 2 mm merupakan E. coli O157:H7 sedangkan E. coli non-patogen
berwarna merah muda. Pada media Rainbow® Agar O157 atau R & F® E. coli
O157:H7, koloni E. coli O157:H7 berwarna hitam (koloni biru-hitam). E. coli
O157:H7 tidak dapat memfermentasi sorbitol. Media MacConkey Agar
mengandung sorbitol yang bukan laktosa sebagai media diferensial untuk
mendeteksi E. coli O157:H7. Penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan E. coli
O157:H7 pada MacConkey Agar dengan Sorbitol yang tebal dapat terjadi pada
kultur dengan ciri tanpa warna (colourless) atau sorbitol-nonfermenting. Colourless
atau merah muda pada koloni merah diproduksi untuk mengetahui kemampuan
isolat untuk memfermentasi karbohidrat sorbitol. SMAC-CT dimodifikasi
MacConkey Agar II menggunakan sorbitol sebagai pengganti laktosa dan di tambah
dengan cefixime (0,05 mg / L) dan kalium tellurite (2,5 mg / L). Cefixime
menghambat Proteus spp dan tellurite menghambat non-O157 E. coli dan
organisme lain, sehingga meningkatkan selektivitas SMAC-CT untuk E. coli
O157:H7.
PATOGENESIS

Mekanisme patogenesis dari E. coli galur patogen yang menyebabkan


infeksi belum banyak diketahui dan jelas. Namun ada beberapa rute infeksi yang
mungkin dapat menyebabkan terjadinya kolibasilosis: infeksi neonatal, infeksi
melalui lesio di kulit, infeksi melalui organ reproduksi, atau melalui saluran
pernapasan.

Ketika bakteri ini sudah mencapai sistem peredaran darah, maka organ
internal serta jantung akan terinfeksi. Infeksi yang terjadi di miokardium akan
menyebabkan kegagalan jantung. Selain itu septikemia juga dapat terjadi dan
menyebabkan synovitis dan osteomyelitis (Kabir 2010).

Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menentukan peran dari strain dan serotipe
baru untuk memahami bagaimana mekanisme terjadinya patogenesis dari
kolibasilosis.

GEJALA KLINIS

Gejala klinis yang tampak dari unggas yang menderita colibacillosis bersifat
tidak spesifik dan sangat bervariasi berdasarkan umur, organ yang terlibat, dan
jenisnya bersifat lokal atau sistemik. Unggas yang mengalami colibacillosis secara
umum mengalami gangguan pernapasan, penurunan napsu makan, dan gangguan
pertumbuhan (Flenders dan Gillespie 2016).

Infeksi colibacillosis dapat dibagi menjadi lokal dan sistemik. Secara lokal
bentuk infeksi dapat berupa omphalitis, cellulitis, salpingitis, dan diare. Bakteri E.
coli dapat masuk ke sistem peredaran darah dan menginfeksi berbagai jaringan
melalui luka pada usus dan saluran pernapasan sehingga menimbulkan infeksi yang
bersifat sistemik. Bentuk infeksi dapat berupa colisepticemia, panopthalmitis,
meningitis, dan coligranuloma (Swayne 2013).

Unggas muda yang mati karena septisemia akut hanya memiliki sedikit lesio,
kecuali hati dan limpa yang mengalami pembesaran dan hyperemia dengan
meningkatnya cairan pada rongga tubuh. Unggas yang selamat dari septisemia akut
akan mengalami fibrinopurulent airsacculitis, pericarditis, perihepatitis, dan
lymphocytic depletion pada bursa dan thymus (Songer et al. 2004).

PENGOBATAN

Pengobatan colibacillosis dapat menggunakan antibiotik. Namun saat ini


sudah banyak serotipe E. coli yang resisten terhadap satu atau lebih jenis antibiotik
sehingga pengobatan dengan antibiotik sering mengalami kegagalan. Untuk
mengurangi tingkat ketidakefektifan pengobatan, dapat dilakukan uji sensitivitas
bakteri sebelum pemberian obat. Jenis-jenis antibiotik yang dapat digunakan adalah
klortetrasiklin, erythromycin, neomycin, dan tylosin.

Perawatan suportif juga dapat diberikan pada unggas yang terinfeksi.


Unggas dapat diisolasi pada tempat yang aman, nyaman, dan hangat. Tempat yang
diberikan juga harus memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan makanan dan
minuman, serta jauhkan unggas dari stress (Fox et al. 2002).

PENCEGAHAN

Dalam pencegahan penyakit di suatu peternakan unggas komersial, harus


dilakukan penerapan program biosekuritas, vaksinasi dan kesehatan yang
terkoordinasi. Untuk itu, strategi pencegahan infeksi yang berbasis pengadaan bibit
yang bebas penyakit merupakan suatu hal penting yang harus diperhatikan. Oleh
karena itu, dalam pengendalian kolibasilosis sebaiknya dimulai dari aspek
manajemen pada pembibitan, mesin tetas dan sarana pemeliharaan anak ayam umur
1 hari (doc). Sanitasi mesin tetas, evaluasi pembibitan terhadap kemungkinan
adanya E.coli patogen dan penanganan sanitasi telur tetas sebelum dimasukkan ke
dalam mesin tetas. Sebab mesin tetas dan telur tetas yang telah terkontaminasi oleh
kuman patogen dapat menjadi sumber infeksi pada embrio ayam. Kualitas pakan,
sumber air minum yang bebas bakteri, sistem perkandangan yang baik,
sanitasi/desinfeksi yang ketat, program vaksinasi yang sesuai dengan situasi dan
kondisi peternakan, serta pengaturan pekerja perlu dijaga secara ketat. Pencegahan
berbagai penyakit pernafasan, pencernaan dan penyakit yang bersifat imunosupresif
hendaklah mendapatkan prioritas utama (Tabbu 2000). Pakan, air dan litter
diketahui sebagai sumber infeksi dari kolibasilosis. E. coli pernah diisolasi dari
pakan yang masih berada di dalam gudang, yang semestinya tidak mengandung E.
coli, karena pakan tersebut belum tercemar oleh tinja ayam. Begitu pula E. coli juga
dapat diasingkan dari tangki penampungan air yang mana 11 dari 14 sampel air
minum dari peternakan ayam di Jawa Barat ternyata positip mengandung E. coli.
Demikian pula dari litternya juga dapat diisolasi kuman ini. Oleh karena itu, sumber
air minum perlu dijaga terhadap kemungkinan pencemaran E. coli atau bakteri lain
dengan cara klorinasi. Yaitu, menambah kaporit ke dalam air (dosis: 150 gram
kaporit dalam tiap 10.000 galon/38.000 liter air), untuk mengurangi kandungan E.
coli dan bakteri lainnya.

Jenis antibiotika dan obat-obatan telah digunakan untuk pengobatan


kolibasilosis, yaitu tetrasikli, neomisin, golongan sulfa, fluoroquinon, dan
sebagainya. Keberhasilan antibiotic mulai dipertanyakan keberhasilanya
Escherichia coli sudah resisten terhadap antibiotic neomisi, eritromisin,
oksitetrasiklin, deksisiklin, dan streptomisin (Tarmudji 2003). Hal ini diakibatkan
oleh penggunaan antibotik yang tidak seharusnya seperti obat anti stress dan
imbuhan pakan. Namun, pengobatan dengan antibiotic yang sesuai dengan infeksi
kolibasilosis yang masih ringan mungkin masih bermanfaat. Uji sensitivitas perlu
dilakukan sebelum pengobatan.

Pencegahan terhadap kolibasilosis dalam suatu peternakan dapat dilakukan dengan:


1. Melakukan sanitasi kandang, membatasi tamu, mencegah hewan liar dan
hewan peliharaan lain masuk ke lingkungan kandang.
2. Peternakan dikelola dengan baik mulai dari jumlah ayam dan luasan
kandang tidak terlalu padat, litter tidak berdebu dan lembab (7-12 cm),
ventilasi kandang yang cukup dan sedapat mungkin dilaksanakan system all
in all out.
3. Peralatan peternakan dibersihkan, dicuci, dan didesinfeksi sesuai dengan
jadwal vaksinasi.
4. Kualitas air minum peternakan dikontrol terhadap adanya bakteri coliform
dan E. coli.
5. Ayam yang terinfeksi penyakit saluran pernapasan diberi pengobatan agar
tidak rentan terhadap E.coli.

DAFTAR PUSTAKA
Agustina D, Yulvizar C, Risa N. 2013. Isolasi dan karakterisasi bakteri pada ikan
kembung (Rastrelliger sp) asin berkitosan. Biospecies. 6(1): 15-19.
Baehaqi, Mif, Sunardi, Akhlan, Riksma, N. Ridalti, Heryati, Euis. 2005. Psikiatri:
Konsep Dasar dan Gangguan-Gangguan. Bandung(ID): PT Refika Aditama.
Brooks GF, Butel JS, Morse SA. 2005. Mikrobiologi kedokteran. Jakarta(ID):
Salemba Medika.
Cappucino JG, Sherman N. 2012. Microbiology A Laboratory Manual.
California(AS): The Benjamin Cummings Publishing Company.
Charlton BR, Bermudez AJ, Halvorson DA, Jeffrey JS, Newton LJ, Sander JE,
Wakernell PS. 2000. Avian Disease Manual 5th edition American Association of
Avian Pathologist. New Bolton Center (PA): Poultry Pathology Laboratory
University of Pennsylvania.
Engelkirk PG, Duben-Engelkirk J. 2008. Laboratory Diagnosis of Infectious
Diseases: Essentials of Diagnostic Microbiology. Philadelphia (US): Lippincott
Williams & Willkins.
Fatimawati, Bambang AG dan Kojong NS. 2014. Analisis cemaran bakteri coliform
dan identifikasi E. coli pada air isi ulang dari depot di Kota Manado. Jurnal
ilmiah Farmasi UNSRAT.
Flanders F, Gillespie JR. 2016. Modern Livestock & Poultry. New York (US):
Cengage Learning.
Fox JG, Anderson LC, Loew FM, Quimby FW. 2002. Laboratory Animal Medicine.
London (UK): Academic Press.
Gonzales L, Joffre E, Rivera R, Sjoling A, Svennerholm AM, Iniguez V. 2013.
Prevalence, seasonality and severity of disease caused by pathogenic Escherichia
coli in children with diarrhea in Bolivia. Journal of Medical Microbiology. 62:
1967-1706.
Harti AS. 2015. Mikrobiologi Kesehatan. Yogyakarta(ID): Penerbit Andi.
Kabir SML. 2010. Avian colibacillosis and salmonellosis: a closer look at
epidemiology, pathogenesis, diagnosis, control and public health concerns. Int. J.
Environ. Res. Public Health. 7: 89-114.
Kannan I. 2016. Essentials of Microbiology for Nurses 1st Ed. New Delhi (IN):
Elsevier.
Leboffe MJ, Pierre BE. 2011. A Photographic Atlas for the Microbiology
Laboratory. New Jersey(AS): Morton Publishing Company.
Madigan MT. 2009. Brock Biology of Microorganisms. 12 Ed. San Fransisco(AS):
Pearson Education, Inc.
Molita AD. 2017. Identifikasi bakteri Escherichia coli pada minuman susu kedelai
bermerek dan tidak bermerek di kota bandar lampung[skripsi]. Lampung(ID):
Universitas Lampung
Perna NT, Ill GP, Burland V, Mau B, Glasner JD, Rose DJ, Mayhew GF, Evans
PS, Gregor J, Kirkpatrick HA. 2001. Genome sequence of enterohaemorrhagic
Escherichia coli O157:H7. Nature
Santosa PE. 2016. Efektivitas berbagai preparat antiobiotik terhadap kasus
omphalitis pada ayam broiler. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 4(4): 319-322.
Songer JG, Post KW. 2005. Veterinary Microbiology: Bacterial and Fungal Agent
of Animal Disease. Philadelphia(AS): Elsevier Saunders.
Songer JG, Songer, Post KW. 2004. Veterinary Microbiology: Bacterial and
Fungal Agents of Animal Disease. New York (US): Elsevier Saunders.
Supar. 1996. Kolibasiosis pada anak sapi perah di Indonesia. Wartazoa. 5(1):26-32.
Suryani AE, Karimy MF, Istiqomah L, Sofyan A, Herdian H, Wibowo MH. 2014.
Prevalensi kolibasilosis pada ayam broiler yang diinfeksi Escherichia coli dengan
pemberian bioaditif, probiotik, dan antibiotik. Widyariset. 17(2): 233-244.
Swayne DE. 2013. Diseases of Poultry. London (UK): John Wiley & Sons, Inc.
Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Yogyakarta(ID):
Penerbit Kanisius.
Tarmudji. 2003. Kolibasilosis pada ayam: etiologi, patologi, dan pengandaliannya.
WARTAZOA. 13(2):65-73.

Anda mungkin juga menyukai