Anda di halaman 1dari 60

DIKTAT KULIAH

PENULISAN SKENARIO FILM I

DISUSUN OLEH
RADEN BESAR ARMANTONO, SSn

FAKULTAS FILM DAN TELEVISI


INSTITUT KESENIAN JAKARTA
2003
BAB I
KARAKTERISTIK FILM

FILM secara sederhana dapat didefinisikan sebagai : CERITA yang DITUTURKAN


kepada PENONTON melalui RANGKAIAN GAMBAR BERGERAK.

Dari definisi tersebut, kita mendapatkan empat elemen penting, yang akan dibahas
dalam diktat ini, yaitu :

1. CERITA
2. DITUTURKAN
3. PENONTON, dan
4. RANGKAIAN GAMBAR BERGERAK

Cerita sebenarnya dapat dikisahkan melalui berbagai media, seperti novel, drama
panggung dan sebagainya. Menuturkan cerita melalui film tentu saja berbeda dengan
apabila kita menuturkan cerita melalui novel, misalnya, karena keduanya merupakan
media yang berbeda. Dengan demikian, sebelum menggunakan media film untuk
menuturkan cerita, kita harus terlebih dahulu memahami karakteristiknya.

A. Film menggunakan UNSUR GAMBAR sebagai SARANA UTAMA untuk


menyampaikan informasi.

Se b a g a i ma n a ya n g ki ta ke ta h u i , d a l a m se j a ra h n ya , fi l m a d a l a h
kesinambungan dari fotografi. Pada mulanya film masih bisu, baru kemudian
unsur suara melengkapi unsur gambar. Gambar dan suara, keduanya secara
bersama-sama menceritakan cerita pada penonton. Keduanya mengandung
apa yang dinamakan ekspresi. Kita melihat gambar dan mendengar suara.

Bahwa film bisu mampu bercerita tanpa unsur suara memberikan kepada kita
satu pengertian, gambar mencukupi untuk mengisahkan cerita. Bertutur
menggunakan media film adalah pertama-tama bertutur visual.

Dengan demikian, apabila kita ingin menuturkan cerita melalui film, maka kita
harus BERFIKIR VISUAL. Artinya, berfikir bagaimana suatu informasi akan
disampaikan dalam bentuk GAMBAR.

Unsur SUARA (Dialog, Musik dam Efek) merupakan SARANA PENUNJANG.


Unsur suara digunakan apabila:

1. Gambar sudah tidak sanggup menjelaskan.


2. Gambar tidak efektif dan efisien.
3. Suara digunakan untuk menunjang mood, suasana atau perasaan.
4. Suara digunakan sebagai kebutuhan realitas.

B. Film memiliki KETERBATASAN WAKTU.

Pengarang novel, misalnya, bisa menentukan sendiri kapan mengakhiri


novelnya. Tetapi film memiliki panjang tertentu, antara 80 sampai 120 menit,
atau bahkan bila kita menentukan waktu 3 jam sekalipun maka batasan waktu
telah kita tetapkan.

Ataukah film kita pankang atau pendek, kita tak mungkin berhenti sebelumnya
atau belakangan. Kita tak mungkin menambah panjang film untuk
menyelesaikan cerita. Kita tak mungkin menambah panjang film untuk
menyelesaikan cerita. Bagaimana pun, batasan waktu akan menentukan
pilihan kita dalam memilih materi cerita, dan menghadapkan kita pada satu hal
yang esensial, yaitu: ekonomis dalam bercerita atau efisiensi dalam bertutur.

Oleh karena itu, kita harus menyampaikan hanya informasi yang penting saja.
Yang dimaksud INFORMASI PENTING adalah informasi yang mempunyai
kepentingan:

1. CERITA
2. ARTISTIK, dan
3. DRAMATIK

Berkaitan dengan hal ini, penonton akan selalu menganggap setiap informasi
yang disampaikan PASTI PENTING. Sehingga konsekuensinya adalah:

1. apabila kita menampilkan informasi yang sesungguhnya tidak penting,


penonton tetap akan menganggapnya penting, dan dengan demikian, pada
gilirannya akan membingungkan penonton.

2. untuk informasi kita bisa melakukan PENANAMAN INFORMASI


(PLANTING OF INFORMATION), yaitu memberikan suatu informasi yang
seolah-olah tidak ada hubungannya dengan suatu kejadian dan hasilnya
dipetik belakangan. Dalam hal ini, setiap penanaman informasi (planting)
harus selalu pada akhirnya diperlihatkan hasilnya, yang dikenal dengan
istilah “PAY OFF”. Saat planting, penonton dikondisikan untuk
mengharapkan bahwa sesuatu akan terjadi, maka melalui “pay off” harapan
ini harus dipenuhi.

C. Film MENGALIR DALAM WAKTU.

Pembaca novel, misalnya, jika lelah, bisa berhenti sebentar pada suatu
halaman tertentu untuk istirahat dan meneruskan membacanya di lain waktu.
Pembaca novel juga bisa mengulang membaca bagian-bagian tertentu yang
mungkin sulit dipahaminya. Tetapi penonton film tidak bisa melakukan hal itu,
karena film mengalir dalam waktu. Penonton tidak bisa berhenti atau memutar
ulang bagian-bagian tertentu dalam film untuk memahami bagian-bagian yang
sulit dicerna.

Penonton melihat film terus berjalan dalam sekali duduk. Maka cerita haruslah
diceritakan tanpa membuat mereka merasa lelah dan harus bisa diserap
sepenuhnya. Dengan demikian, bila ada informasi yang dianggap perlu
penekanan khusus atau dianggap sulit dipahami penonton, pembuat film yang
harus melakukan pengulangan itu bagi penonton. Pengulangan dalam film
bukanlah pengulangan biasa atau REPITISI, tetapi pengulangan yang
dinamakan dengan DUPLIKASI, yaitu pengulangan dengan:

1. CARA BERBEDA, dan atau


2. KWALITAS DRAMATIK MENINGKAT.

BAB II
CERITA

Berdasarkan definisi film adalah CERITA yang dituturkan kepada penonton melalui
rangkaian gambar bergerak, setelah kita memahami media yang akan kita gunakan
untuk menuturkan suatu cerita, maka tentu kita harus mempunyai CERITA yang akan
kita tuturkan.

A. IDE POKOK DAN TEMA

Banyak istilah dan definisi yang diajukan dalam berbagai referensi mengenai Ide
Pokok dan Tema. Daripada meributkan istilah dan definisi, disini istilah dan
pemahaman mengenai Ide Pokok dan Tema dipilih semata-mata karena
pertimbangan praktis bagi kepentingan penulisan skenario film.

IDE POKOK adalah satu kalimat perenungan yang ingin disampaikan pembuat
film pada penontonnya. Bobot Ide Pokok akan menentukan bobot suatu film.
BOBOT FILM ditentukan oleh BOBOT IDE POKOK dan CARA PENYAJIAN,
sedangkan BOBOT IDE POKOK ditentukan oleh KEDALAMAN PEMIKIRAN dan
KELUASAN JANGKAUANNYA. Artinya, makin mendalam pemikiran dan semakin
luas jangkauan pemikiran, semakin universal, renungan yang ingin disampaikan,
maka semakin berbobot ide pokoknya. Ide Pokok dirumuskan dalam SATU
KALIMAT PERNYATAAN.

Setelah kita menemukan ide pokok, maka langkah selanjutnya adalah


menetapkan TEMA. Tema menjawab pertanyaan, cerita ini bertutur tentang SIAPA
yang BAGAIMANA? Tema dirumuskan dalam bentuk:

Tentang………………..(protagonist), yang………………..(action)

Berdasarkan rumusan di atas, sejak penetapan tema kita sudah harus


menentukan siapa yang menjadi protagonisnya. Tentu saja kita tidak hanya
menetapkan tokoh protagonis saja, tetapi tokoh protagonis ini harus melakukan
aksi (action). Setiap cerita film adalah tentang karakter (atau beberapa karakter)
yang melakukan suatu aksi (action).

Sebenarnya tidak jadi masalah ataukah kita terlebih dahulu menetapkan ide pokok
dan tema. Tetapi hubungan antara ide pokok dan tema harus terlihat jernih. Tema
harus mencerminkan Ide Pokok yang ingin disampaikan, misalnya:

Ide Pokok : Cinta tidak mengenal perbedaan status social.


Tema : tentang seorang milyuner yang jatuh cinta pada pelacur.

Dari contoh tersebut, terlihat hubungannya yang jelas antara ide pokok dan tema.
Hubungan TIDAK JELAS jika, katakanlah, dengan ide pokok yang sama
dirumuskan tema “tentang seorang remaja yang jatuh cinta pada nenek-nenek”.
Remaja jatuh cinta pada nenek-nenek tidak ada hubungannya dengan
“perbedaan status sosial” tetapi mungkin rumusan ide pokoknya menjadi, “cinta
tidak mengenal perbedaan usia”. Jika tidak terlihat hubungan yang jelas antara ide
pokok dan tema, kita harus merubah rumusan ide pokok atau tema atau merubah
rumusan keduanya.

Se b a g a i ma n a ya n g te l a h d i u ra i ka n , te ma d i ru mu ska n d e n g a n :
“Tentang……………….. (protagonist) yang……………….. (action). Berdasarkan
rumusan ini, kita mempunyai dua unsur penting dari tema, yaitu PROTAGONIS
dan ACTION.

B. PROTAGONIS

Tokoh protagonis adalah tokoh yang sanggup menimbulkan PROSES


IDENTIFIKASI pada penonton. Penonton menyamakan dirinya dengan tokoh
protagonis sehingga penonton ikut merasakan suka dukanya. Proses identifikasi
terjadi bila penonton SIMPATI pada tokoh protagonis. Penonton bersimpati pada
protagonis bila tokoh protagonis melakukan suatu “KEBAIKAN”.

“KEBAIKAN” SIMPATI IDENTIFIKASI

“Kebaikan” dalam hal ini dituliskan dalam tanda kutip, karena yang dimaksud
kebaikan ini relatif sifatnya. Tidak harus tokoh protagonis itu seorang alim ulama
atau seorang pendeta, tapi bisa saja sosok penjahat kita jadikan sebagai
protagonis.

Tokoh penjahat dapat dijadikan protagonis dengan cara menutup-nutupi


kejahatannya dan menonjolkan kebaikannya. Robin Hood adalah perampok,
tetapi sebagai protagonis yang ditonjolkan dia merampok orang kaya untuk
menolong orang-orang miskin. Atau sering kita melihat film tentang kehidupan
narapidana. Yang namanya napi tentunya tokoh penjahat, tapi yang ditonjolkan
misalnya rasa setia kawan atau kesediaan melindungi napi-napi yang lemah.

C. ACTION

Setelah kita mempunyai tokoh protagonis, maka tokoh protagonis ini harus
melakukan suatu aksi (action). Action terjadi bukannya tanpa sebab. Tidak ada
action tanpa sebab, baik action dari benda mati atau manusia. Proses terjadinya
action mengikuti hukum alamiah tertentu.

Pada dasarnya manusia selalu ingin berada dalam keadaan tanpa gangguan
(undisturbed stage), yaitu kondisi dimana manusia terbebas dari “rasa sakit”.
Tetapi tidak mungkin manusia dalam keadaan tidak terganggu sepenuhnya. Kita
dilahirkan sudah dengan sifat alami yang mengganggu, seperti : lapar, haus,
dingin dan sebagainya. Ketergangguan ini menimbulkan “rasa sakit”.

Manusia akan melakukan action apabila merasakan sesuatu yang menyakitkan.


Tanpa gangguan, tak ada action. Orang harus diberi ketergangguan untuk
membuatnya melakukan action. Orang terganggu bila sesuatu atau seseorang
menimbulkan rasa sakit. Ketergangguan akan menjadi alasan (motive) bagi
mu n cu l n ya ke h e n d a k (i n te n ti o n ). Mo ti ve b e rsu mb e r d a ri mu n cu l n ya
ketergangguan. Mempertanyakan alasan (motive) seseorang melakukan aksi
tertentu, berarti mempertanyakan ketergangguannya.

Setelah motive tercipta melalui rasa sakit, motive menghasilkan kehendak untuk
mencapai suatu tujuan. Ada pun tujuan dari kehendak adalah hilangnya
ketergangguan. Karena tujuan dari kehendak adalah menghilangkan rasa sakit,
maka kehendak akan menempuh CARA YANG PALING CEPAT DAN PALING
PINTAS, karena orang ingin segera terbebas dari rasa sakit.

Tujuan tidak bisa langsung tercapai karena kehendak harus menghadapi


hambatan-hambatan. Begitu kehendak telah berhasil mengatasi hambatan-
hambatan, tujuan pasti tercapai, ketergangguan hilang dan itu berarti berakhirnya
action.

TANPA GANGGUAN
undisturbed stage

KETERGANGGUAN
disturbed

ALASAN
Motive

KEHENDAK TUJUAN
Intention Goal

HAMBATAN
1. KONDISI TANPA GANGGUAN

Tidak ada action dihasilkan dari keadaan tanpa gangguan. Sebuah film
mungkin saja diawali dengan kondisi tanpa gangguan, baru kemudian
dimasukkan situasi ketergangguan. Kita memperlihatkan keluarga bahagia,
sebelum masuk pada kedatangan orang ketiga. Jika film dimulai dengan
kondisi ketergangguan, keadaan tanpa gangguan harus terimplikasi atau
tersirat. Untuk menggerakkan action, kita harus menciptakan ketergangguan.

2. KETERGANGGUAN

Manusia merasakan sakit bila ia menginginkan sesuatu tetapi tidak


memilikinya, atau memiliki sesuatu tetapi tidak menginginkannya. Ini
dinamakan AFFINITY yang berarti menginginkan sesuatu, dan REPULSION
yang berarti membenci sesuatu. Dengan kata lain, tujuan dari action adalah
mendapatkan apa yang diinginkan atau menghilangkan apa yang tidak
diharapkan.

Dengan menciptakan tokoh yang menginginkan atau membenci sesuatu berarti


kita sudah menciptakan basis ketergangguan, tetapi bukan ketergangguan itu
sendiri. Untuk menciptakan ketergangguan, kita harus menghubungkan
keduanya. Memisahkan bagian yang saling tarik-menarik (affinity) atau
menyatukan bagian yang saling tolak-menolak (repulsion). Kita harus menjaga
ketergangguan sepanjang kita membutuhkan action, berarti panjang
keseluruhan dari keseluruhan cerita dramatik.

Ketergangguan ini bisa besar (orang yang dicintai dibunuh) bisa juga kecil
(digigit nyamuk), bisa fisik (dipukul), bisa juga psikis (dihina). Begitu
ketergangguan terjadi, action mulai bergerak. Apabila tidak jelas
ketergangguannya, maka akan tidak jelas pula actionnya. Ketergangguan
menjadi alasan (motive) terjadinya action.

3. ALASAN

Apabila orang menanyakan alasan (motive), berarti ia menanyakan


ketergangguan. Sebagaimana yang sudah dijelaskan, ketergangguan
menimbulkan rasa sakit, sehingga alasan seseorang melakukan suatu action
pastilah karena sesuatu yang menyakitkan baginya (THE MOTIVE IS PAIN).

4. KEHENDAK

Kita mendapatkan beragam kehendak (intention): kehendak yang disadari atau


tidak, kehendak untuk beraksi atau bereaksi, kehendak sukarela atau terpaksa.
Bisa langsung atau tidak langsung, tampak atau tidak kentara.
Kehendak selalu mengarah/mendorong ke masa depan (future). Segala
sesuatu yang mengarah ke depan adalah kehendak. Tidak ada sesuatu
kejadian di masa depan tanpa seseorang atau sesuatu menghendakinya
terjadi.

Kehendak bisa besar bisa juga kecil. Besar kecilnya kehendak ditentukan oleh
dua hal, yaitu BESAR KECILNYA KETERGANGGUAN dan KWALITAS
KARAKTER.

Kehendak selalu menginginkan tercapainya tujuan (goal), yaitu hilangnya


ketergangguan. Tujuan selalu berarti berakhirnya ketergangguan atau
hilangnya rasa sakit, sehingga kehendak akan bergerak secepat mungkin
untuk mencapai tujuan. Harus selalu diingat bahwa action berusaha
menempuh jalan yang paling cepat dan paling pintas. Kehendak tidak bisa
segera mencapai tujuannya karena adanya hambatan-hambatan.

5. HAMBATAN

Setiap kehendak mempunyai hambatan dalam usahanya mencapai tujuan.


Untuk mencapai tujuannya, protagonis harus berjuang untuk mengatasi
hambatan-hambatan yang menghalangi kehendaknya. Cerita tanpa suatu
perjuangan (the struggle) tidak akan pernah menjadi cerita dramatik, tetapi
hanya akan menjadi cerita deskriptif.

HAMBATAN BISA DIGUNAKAN UNTUK MENGUJI KEKUATAN KEHENDAK.


Seorang tokoh jika dihadapkan pada hambatan kecil saja sudah mundur,
berarti kehendaknya kecil. Tapi bila tokoh berani menghadapi hambatan yang
besar, berarti kehendaknya besar.

Dua atau lebih kehendak bisa menuju pada tujuan yang sama. Tujuan yang
sama bisa diarah oleh dua kehendak yang berbeda. Penjahat ingin merampok
bank, polisi ingin menyelamatkan bank. Tujuan sama, yaitu bank, tetapi goal si
penjahat positive, sedangkan goal dari polisi negative. Jika dua remaja sama-
sama ingin menikahi gadis yang sama, maka keduanya memiliki tujuan yang
identik. Tujuan yang sama mungkin dituju oleh sekelompok orang, katakanlah
group sepakbola yang ingin menang.

Hambatan bisa berupa hambatan pasif, juga bisa berupa hambatan aktif.
Hambatan pasif disebabkan oleh suatu sifat keadaan (misalnya kesulitan
bahasa atau gunung tinggi yang harus didaki) atau hambatan yang bersifat
kebetulan (jet yang mendarat karena cuaca buruk, atau pencuri yang harus
masuk rumah tapi ada orang lewat). Sedangkan hambatan aktif adalah
hambatan yang memang berusaha menggagalkan tercapainya tujuan.

Hambatan aktif menjadi hambatan yang paling efektif bagi cerita dramatik. Kita
bisa menciptakan tokoh untuk memenuhi tujuan ini, yaitu tokoh ANTAGONIS.
ANTAGONIS

ANTAGONIS adalah tokoh yang aktif menghalang-halangi perjalanan


kehendak protagonis. Atau, tokoh yang secara aktif berusaha menggagalkan
tujuan protagonis. Tokoh antagonis tidak harus tokoh penjahat, tetapi bisa saja
seorang kiai, ibu mertua, dokter, polisi atau bahkan seorang anak kecil.
Prinsipnya, sejauh dia secara aktif menghalang-halangi perjalanan kehendak
atau tercapainya tujuan protagonis, maka dia dinamakan antagonis.

Hambatan aktif akan berusaha menghalang-halangi perjalanan kehendak


sehingga menciptakan benturan-benturan atau pertarungan. Perbenturan
antara kehendak dan hambatan inilah yang dinamakan dengan KONFLIK.

KEHENDAK TUJUAN
KONFLIK

HAMBATAN

KONFLIK adalah perbenturan antara kehendak dan hambatan. Konflik bisa


besar bisa kecil. Besar kecilnya konflik ditentukan oleh dua hal: BESAR
KECILNYA KEHENDAK dan BESAR KECILNYA HAMBATAN. Memperbesar
atau mempertinggi kehendak konflik berarti memperbesar dan mempertinggi
kehendak dan hambatan.

6. TUJUAN

Kehendak mengarah pada tujuan. Tujuan tidak mungkin ada tanpa adanya
kehendak. Ketergangguan menjadi titik awal dan tujuan adalah titik akhir.
Kehendak akan berusaha secepat mungkin mencapai tujuan, karena manusia
ingin secepatnya terbebas dari ketergangguan. Tetapi di dunia ini tidak ada
yang bisa menjamin kalau tujuan pasti tercapai.

Ketergangguan selalu menjadi alasan (motive) terjadinya kehendak, kehendak


pasti mengarah pada satu tujuan, tetapi tujuan bisa tercapai atau gagal.
Meskipun demikian, tujuan selalu ada, tercapai atau tidak.

Penyelesaian (the adjustment) ditempatkan ketika tujuan tercapai yang berarti


tercapainya kondisi tanpa gangguan. Di dalam cerita tidak semua kehendak
mencapai tujuan. Dalam pertarungan protagonis dan antagonis, tujuan salah
satu dari mereka harus gagal. Bagi tercapainya tujuan yang lain. Meskipun
tidak setiap kehendak mencapai tujuan, setiap kehendak harus dibawa ke
penyelesaian, tidak menjadi masalah tujuan tercapai atau gagal.

Bila tokoh protagonis berhasil mencapai tujuannya, maka cerita diselesaikan


dengan akhir yang menggembirakan (happy ending). Bila tokoh protagonis
gagal mencapai tujuannya maka cerita diselesaikan dengan akhir yang
menyedihkan (unhappy ending).
D. PLOT

Setelah tokoh-tokoh ditetapkan dan ketergangguan diciptakan, terjadi action dan


pada gilirannya cerita bergulir dan menghasilkan alur cerita atau yang dikenal
dengan istilah PLOT. Plot bukanlah sekedar kumpulan peristiwa-peristiwa
(events), tetapi PLOT adalah RANGKAIN PERISTIWA-PERISTIWA YANG
MEMILIKI HUBUNGAN SEBAB AKIBAT YANG LOGIS.

Plot terdiri dari PLOT UTAMA (main plot) dan SUB PLOT. Plot utama adalah plot
dimana di dalamnya terdapat TOKOH UTAMA PROTAGONIS dan PROBLEM
UTAMA. Sedangkan di luar itu dinamakan sub-plot.

Sebuah film bisa saja mengandung banyak sub-plot, tetapi dengan syarat, SUB
PLOT HARUS MENUNJANG PLOT UTAMA dan KEKUATAN SUB-PLOT TIDAK
BOLEH LEBIH BESAR DIBANDING PLOT UTAMA.

E. LATAR/SETTING

Lebih jauh, kita harus menyadari bahwa sebuah cerita tidak terjadi di “ruang
kosong”. Cerita harus terjadi pada tempat dan waktu tertentu. Secara sederhana,
tempat dan waktu terjadinya cerita inilah yang disebut sebagai LATAR atau
SETTING. Latar merupakan faktor dinamis yang berperan penting terhadap nilai
sebuah film.

Latar tidak hanya sekedar menyangkut faktor-faktor temporal (waktu) maupun


faktor-faktor geografis (tempat), melainkan juga menyangkut faktor-faktor sosial
yang berhubungan dengan tempat dan waktu tersebut. Faktor-faktor sosial ini
misalnya adat-istiadat, sikap moral, struktur sosial, ekonomi, ideologi, agama dan
sebagainya.

Salah satu fungsi paling umum dari latar adalah "kemiripan dengan realitas".
Tetapi fungsi latar tidak hanya sebatas itu. Latar mempunyai pengaruh penting
baik terhadap karakterisasi dan cerita, maupun dalam membangun unsur-unsur
artistik dan dramatik film.
Latar mempunyai pengaruh penting bagi karakterisasi maupun cerita. Tokoh lahir
dan dibesarkan pada waktu, tempat dan situasi sosial tertentu, yang pada
gilirannya akan mempunyai pengaruh besar pada pembentukan karakternya.
Tokoh yang dilahirkan di Jakarta pada tahun 1965, misalnya, tentu akan berbeda
sekali dengan tokoh yang dilahirkan di Aceh pada tahun 1985. dengan demikian
latar tidak hanya sekedar "realitas", tetapi mempunyai saling-pengaruh yang
kompleks dengan karakter.

Karakter mungkin secara menyeluruh dibentuk oleh latar, tetapi juga sering terjadi,
karakter berkonfrontasi dengan lingkungannya. Kita bisa menemukan cerita yang
menggambarkan seorang tokoh yang berjuang melawan kekuatan-kekuatan
lingkungan yang dipaksakan padanya dalam usahanya mewujudkan
kebebasannya untuk memilih, suatu pilihan yang bertentangan dengan adat-
istiadat lingkungannya. Mungkin ia gagal, atau mungkin ia berhasil dan bahkan
akhirnya sanggup mengubah lingkungannya secara revolusioner.

Selain memiliki pengaruh pada cerita dan karakterisasi, latar juga mempunyai
pengaruh artistik. Sebuah film mungkin memilih keindahan padang alang-alang
yang terhampar luas dengan bukit-bukit dan pepohonannya yang rindang lengkap
dengan burung-burungnya yang berkicauan, film yang lain barangkali malah
memilih latar perkampungan kumuh di Jakarta yang sumpek disesaki sampah dan
polusi.

Disamping pengaruh yang sudah diuraikan diatas, latar juga mempunyai


pengaruh dramatik, bahkan pada film-film tertentu latar mempunyai fungsi yang
sedemikian pentingnya untuk membangun situasi dramatik film. Bukan hanya film
horor, yang hampir bisa dipastikan akan menggunakan unsur-unsur latar untuk
membangun suasana yang menyeramkan, film drama macam Titanic pun
menggunakan latar sebagai unsur yang sangat penting untuk membangun situasi
dramatik yang mencekam. Film mempunyai hubungan yang sedemikian eratnya
dengan latar, bahkan beberapa film menjadikan latar sebagai judulnya.

F. BASIC STORY

Setelah kita mempunyai tokoh Protagonis, menciptakan ketergangguan padanya


sehingga Protagonis melakukan serangkaian action untuk menghilangkan
ketergangguannya melalui perjuangan yang tidak mudah karena harus
menghadapi hambatan-hambatan terutama dengan adanya tokoh Antagonis,
sekaligus menetapkan latar (setting), maka langkah kita selanjutnya adalah
menuliskan Basic Story.

Dalam Basic Story ini kita menuliskan garis besar cerita secara ringkas, antara
seperempat sampai setengah lembar halaman kuarto. Basic Story menjadi tulang
punggung cerita. Dalam bentuknya yang ringkas, Basic Story menajamkan tulang
punggung yang menyatukan dan mengintregasikan cerita dalam satu bentuk yang
terkonsentrasi.

Basic Story memberikan pedoman bagi penulis untuk menjaga keseimbangan


pada berbagai perkembangan cerita. Apabila cerita dikembangkan nantinya, Basic
Story bisa dijadikan pegangan atau patokan, supaya cerita tetap berada dalam
jalurnya dan tidak melenceng kemana-mana.

Meskipun bentuknya ringkas, namun Basic Story sudah harus memuat garis besar
beberapa hal penting, yaitu :

1. Latar (setting), tempat dan periode waktu terjadinya cerita,


2. Tokoh Protagonis dan karakter utama lainnya,
3. Problem utama, ketergangguan yang dihadapi tokoh protagonis,
4. Hambatan-hambatan, Antagonis atau garis besar konflik-konflik utama yang
terdapat dalam cerita,
5. Deskripsi ringkas tentang perkembangan plot,
6. Klimaks dan penyelesaian.

G. SINOPSIS

Sinopsis, dalam hal ini, bukanlah ringkasan cerita tetapi justru merupakan
pengembangan dari Basic Story. Dengan Basic Story sebagai tulang
punggungnya, cerita kemudian kita kembangkan dalam Sinopsis. Kita
menciptakan peristiwa-peristiwa, memilih tempat dan waktu terjadinya peristiwa
lengkap dengan suasana dan situasi dramatiknya, kita mengembangkan plot dan
sub-plot, hambatan dan konflik, karakterisasi, dan bahkan kita sudah
memperhitungkan unsur-unsur suaranya.

Sinopsis merangkum materi-materi cerita. Sinopsis tidak harus terstruktur, mungkin


peristiwa-peristiwa masih acak dan urutan-urutan peristiwa dalam sinopsis belum
tentu berarti urutan dalam film nantinya. Tetapi satu hal penting yang menjadi
tuntutan dalam sinopsis, saat menuliskan sinopsis kita harus sadar bahwa cerita
akan kita tuturkan melalui media film, sehingga sinopsis sudah harus memberi
gambaran visual.

Karena sinopsis mengisi banyak detail dan secara jernih memperlihatkan


perkembangan plot cerita, sinopsis bisa mencapai 40 halaman. Sinopsis
merupakan ikhtisar cerita yang memuat semua data dan informasi yang diperlukan
oleh cerita tersebut untuk dijadikan film menurut panjang (running time) yang
diperlukan. Oleh karena itu, dalam sinopsis beberapa hal di bawah ini harus jelas :

1. Tempat maupun waktu kejadian,


2. Tokoh-tokoh dan karakterisasinya, termasuk pokok-pokok pembicaraan,
3. Ketergangguan, motive, kehendak dan tujuan masing-masing tokohnya,
4. Hambatan-hambatan dan penyelesaiannya, serta
5. Plot, baik plot utama maupun sub-plot.

BAB III
KARAKTERISASI

Karakter adalah sarana untuk membawa penonton kedalam perjalanan emosinya.


Adalah "melalui" karakter penonton mengalami emosi-emosinya sepanjang
perjalanan cerita. Cerita yang relatif sederhana, menjadi kompleks melalui pengaruh
dari karakter.

Karakter yang dilukiskan dengan baik mendapatkan sesuatu dalam partisipasinya


dalam cerita, dan cerita mendapatkan sesuatu dari keterlibatan karakter. Adalah
karakter yang memberi dimensi cerita dan menggerakkan cerita dalam arah yang
baru dan menentukan alur cerita atau plot, sehingga dapat dikatakan karakter adalah
sebab dan plot adalah efek.

Cerita (story) mengisahkan tentang manusia (karakter) dan yang mereka lakukan
(action). Action pada dirinya sendiri tidaklah eksis. Seseorang harus melakukan
action. Sebaliknya, tidak mungkin mengetahui manusia tanpa action-nya. Film
memperlihatkan karakter dalam action-nya. Kita melihat mereka sebagai manusia di
dalam alam film. Karakter efektif memperlihatkan suatu kesan bahwa mereka adalah
"orang yang sebenarnya".

Perilaku manusia, meskipun kelihatannya tidak terduga, tidak pernah terjadi secara
kebetulan. Karakterisasi mencakup semua fakta-fakta tentang kemanusiaan, yang
membentuk karakter menjadi unik dan individual.

Untuk mengetahui fakta-fakta kemanusiaan, kita harus memiliki pengetahuan yang


mencukupi tentang dirinya. Kita harus mengetahui umurnya, misalnya, karena umur
berbeda memberikan perilaku yang berbeda. Juga apakah dia laki-laki atau
perempuan. Kita harus tahu profesi dan jabatannya. Juga hubungannya dengan
orang lain. Kita akan menemukan dari sekian banyak pekerja, karakter individual
membedakan antara pekerja yang satu dengan pekerja yang lainnya. Maka karakter
seseorang merupakan perbedaan akhir yang membedakannya dengan yang lain.

Karakter efektif adalah karakter yang unik dengan karakteristik mereka yang individual
(a unique human being).

Tentu saja karakter tidak hanya menunjukkan satu karakteristik semacam pemarah
atau bodoh misalnya. Orang bisa jahat tapi juga bisa pintar dan teguh pendirian.
Beberapa action sepanjang cerita bisa memperlihatkan beberapa karakteristik dari
karakter, yang dapat dibangun dari tiga dimensi kemanusiaan (a human being)
seseorang yang dihasilkan dari pengalaman-pengalaman masa lalunya, yaitu :

1. Fisik (fisionomi)
2. Psikis dan
3. Sosilogis

A. KONSISTENSI DAN PERKEMBANGAN

Dalam hal ini kita harus membedakan karakter dengan emosi sesaat (passing
emotions). Orang yang marah bukan berarti ia pemarah. Perilaku yang berlanjut
atau berulang membedakan karakter dengan "Passing Emotions". Manusia akan
beraksi atau bereaksi pada kasus tertentu dengan cara tertentu. Meskipun
karakter manusia adalah percampuran dari berbagai faktor sehinga kadang
terlihat kompleks, tetapi selalu konsisten.

Kita menciptakan action-action untuk menunjukkan karakteristik, dan action yang


dipilih ini harus menunjukkan sifat konstan dari karakterisasi. Setiap satu
karakteristik diperlihatkan, karakteristik ini harus berlangsung secara konsisten.
Sifat konstan (konsistensi) merupakan atribut dari karakter. Kita tidak hanya
memperlihatkan karakter tokoh sekali saja, tetapi harus menjaganya untuk
selanjutnya, dari scene ke scene, melalui pengulangan-pengulangan sesuai
dengan konsep duplikasi.

Karakter bukanlah subyek yang berubah. Kalaupun ada perubahan, maka


perubahan itu bukanlah suatu perubahan yang mendadak. Atau kalaupun ada
perubahan mendadak, perubahan mendadak itu harus meyakinkan. Suatu film
mungkin memilih karakter yang konsisten, tetapi film lain bisa saja menampilkan
perkembangan transformasi karakter, bahkan transformasi karakter dapat menjadi
ekstrim bergerak menuju posisi yang berlawanan. Perkembangan karakter berarti
watak semula berubah pada watak terakhirnya. Karakter berkembang secara
meyakinkan dalam film hanya apabila dalam pengertian mereka belajar dari
pengalaman.

Dalam upaya membuat karakter berkembang, mereka membutuhkan faktor


penyebab perubahan meyakinkan (believeable), yang mungkin disebabkan
pengaruh cerita dan ataupun pengaruh karakter yang lain. Dalam hal ini
karakterisasi adalah "proses menjadi". Karakter belajar dan tumbuh melalui
pengalaman-pengalamannya, berkembang dan semakin dipertajam oleh
peristiwa-peristiwa dan interaksinya dengan karakter yang lain.

Adalah pada umumnya perlu waktu untuk transformasi karakter. Perubahan tidak
terjadi hanya dalam beberapa halaman saja. Hampir selalu mengambil tiga
babakan keseluruhan untuk menciptakan transformasi. Ini adalah proses yang
berlangsung secara perlahan-lahan. Umumnya karakter pada mulanya
mempunyai kekurangan atau kelemahan, yang pada klimaks cerita kekurangan
atau kelemahan, yang pada klimaks cerita kekurangan atau kelemahan itu dapat
diatasinya. Karakter pada akhirnya berubah dan mendapatkan pencerahan dan
penonton secara emosional menyukai sifat perubahan ini.

B. KARAKTER DATAR DAN DIMENSIONAL

Pada beberapa film, karakter merupakan hasil dari penyederhanaan sifat-sifat


kemanusiaan yang sebenarnya. Karakter yang hanya muncul dengan salah satu
karakteristiknya saja disebut karakter yang datar (a flat character). Film anak-anak,
misalnya, umumnya tidak menampilkan karakter yang kompleks karena anak-
anak belum bisa memahami kompleksitas. Ketika karakter muncul dengan
segenap kompleksitas karakteristiknya, karakter tersebut dapat dikatakan sebagai
karakter yang bulat (a round character), atau karakter dimensional.

Untuk menciptakan karakter dimensional, kita harus memahami apa yang


dinamakan dengan KUNCI KARAKTER (Character Key atau Character Spine),
yaitu karakteristik yang dominan pada suatu karakter. Kita mungkin menemukan
manusia dengan karakter yang sangat kompleks, tetapi serumit-rumitnya karakter
pasti ada kesan umum yang muncul secara menonjol pada karakter itu.

Kesan umum dari suatu karakter; mungkin kecantikannya, atau kecerdasannya,


atau kesombongannya; inilah karakteristik dominannya dan dengan demikian
menjadi kunci karakternya. Untuk menciptakan karakter dimensional, kita harus
terlebih dahulu menetapkan "Character Key", baru kemudian mengembangkan
dan memperkayanya dengan kepribadian di sekeliling "Character Key".

Karakterisasi membuka tempat-tempat tersembunyi dan mungkin sudut-sudut


gelap di ruang hati dan pikiran seseorang. Seperti dalam kehidupan nyata, kita
banyak menyembunyikan sisi-sisi kehidupan kita. Bahkan seperti gunung es, sisi
yang tersembunyi ini malah merupakan bagian yang paling besar dibanding yang
muncul di permukaannya. Film menyingkapkan apa yang tersembunyi itu dalam
krisis. Tekanan-tekanan akan membuat apa yang tersembunyi ini muncul ke
permukaan.

C. KONTRAS KARAKTER

Dramatik saling mempengaruhi antar karakter tergantung pada kontras. Karakter-


karakter, meskipun katakanlah berupa satu keluarga inti suami-isteri dengan satu
atau dua anak, harus mempunyai perbedaan yang nyata, baik secara fisik
maupun psikis.
Protagonis dan antagonis tidak harus berada dalam dua kutub yang terpisah.
Dapat saja keduanya bekerja di tempat yang sama, misalnya, tetapi secara
individual, mereka harus dibentuk dari karakteristiknya yang sangat berbeda.
Perbedaan yang akan menciptakan konflik dimana krisis akan muncul.

D. KARAKTER KLISE

Bila kita menyebutkan tokoh profesor, maka yang langsung terbayang di benak
kita adalah tokoh laki-laki tua dengan rambut yang sudah memutih semua,
kacamata dan mengenakan jubah putih yang menjuntai sampai ke lantai.
Karakteristik semacam ini sudah terlalu sering ditampilkan sehingga menjadi
gambaran umum dan dengan demikian sudah tidak menarik lagi. Ini dinamakan
karakter klise.

Kita harus menghindari atau bahkan menolak karakter klise. Ciptakan tokoh
dengan karakteristik yang segar, bahkan karakter yang melawan gambaran-
gambaran umum, sehingga mempunyai daya tarik pada penonton.

E. PENGUNGKAPAN KARAKTER

Karakter pada dirinya sendiri merupakan keadaan latent yang harus dimunculkan
ke permukaan. Dalam novel karakter dapat dideskripsikan secara langsung.
Tetapi, sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, film merupakan media
yang memiliki karakteristik yang berbeda dibanding novel. Film menggunakan
unsur gambar dan unsur suara, sehingga melalui dua unsur inilah karakter dapat
diungkapkan.

Ciri-ciri fisik (fisionomi) merupakan karakteristik yang secara langsung dapat


terlihat di layar. Seseorang mungkin berbadan gemuk atau kerempeng, tinggi atau
kurus, berambut keriting atau lurus, juga termasuk dalam hal ini adalah cacat fisik
yang kadang menjadi karakteristik penting, semisal pada tokoh Quasimodo dalam
"Si Bongkok dari Notredame".

Selain ciri-ciri fisik, maka action juga merupakan unsur yang mengungkapkan
karakteristik karakter. Karakter tidak bisa berdiri sendiri tanpa aksi ( action). Orang
tidak dapat dikatakan "jahat" atau "baik".

Kita membicarakan aksi dan reaksi, bukan hanya dalam batas "melakukan
sesuatu". Tetapi juga berbicara (dialog) adalah juga sebanding dengan mencuri,
mencium atau membunuh. Karakter seseorang terungkap bukan hanya pada "isi"
pembicaraan, tetapi juga "cara" melakukannya.
Sering "side-action" yang tidak penting mencukupi untuk menimbulkan lebih
banyak informasi tentang karakter daripada peristiwa berdarah pembunuhan.
Orang yang menendang anjing tetangga sepulang kantor, atau cewek yang
mencoba mengeluarkan lagi uang logamnya dari telepon umum selesai
menelpon, memberikan banyak informasi tentang karakter mereka.

Eksposisi karakter tidak hanya melalui aksinya sendiri, tetapi juga bisa melalui
action dan perilaku dari orang-orang lain terhadapnya. Dalam hal ini karakter
seseorang bisa ditampilkan dari reaksi orang lain, bahkan sebelum tokohnya
diperlihatkan.

Unsur-unsur lain juga dapat digunakan untuk makin melengkapi eksposisi


karakter. Kostum mengungkapkan karakter pemakaiannya. Ruang tamu atau
sebuah kamar mengungkapkan karakter pemiliknya, bahkan sebelum tokohnya
muncul di layar.

BAB IV
PENONTON
Telah disebutkan sebelumnya, secara sederhana film dapat diartikan sebagai cerita
yang dikisahkan kepada penonton melalui rangkaian gambar bergerak. Kita bukan
hanya bercerita, tetapi kita "Bercerita kepada penonton". Dengan demikian menjadi
penting bagi kita untuk memahami reaksi penonton saat cerita dituturkan.

Reaksi penonton bukanlah tidak terduga (unpredictable) dan juga bukannya "tidak
pasti" (uncertain). Penonton bereaksi terhadap bagian suatu cerita dalam perilaku
tertentu. Reaksi penonton tidaklah bebas (independent). Reaksi mereka disebabkan
oleh elemen tertentu dalam cerita.

A. IDENTIFIKASI

Penonton akan selalu mencari tokoh dalam film dimana mereka bisa
beridentifikasi padanya. Identifikasi berarti penonton menyamakan dirinya dengan
tokoh, dalam hal ini tokoh protagonis, sehingga penonton ikut merasakan suka
duka tokoh tersebut.

Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, proses identifikasi terjadi


apabila tokoh protagonis menarik simpati penonton, dan penonton bersimpati
kepada tokoh yang melakukan "kebaikan".

Identifikasi disebabkan hasrat atau keinginan untuk mengambil bagian pada


kehidupan orang lain. Bagian lain dari respons penonton adalah kemampuannya
untuk berempati atau memproyeksikan dirinya ke dalam situasi dramatik dalam
cerita dan mengidentifikasikan dirinya pada tokoh cerita serta aspirasi dan
perjuangannya. Karakterisasi yang efektif berarti mengembangkan keterlibatan
penonton pada tokoh-tokoh yang tampil pada layar.

Identifikasi dengan karakter berarti penonton mengalami emosi melalui karakter


tersebut. Dengan kata lain, penonton menempatkan dirinya sendiri ke dalam
karakter dan secara emosional "mengalami cerita". Melalui identifikasi, penonton
tidak lagi dihadapkan pada perjuangan tokoh protagonis yang "asing", tetapi
penonton merasakannya sebagai "perjuangan untuk mengatasi problemnya
sendiri".

Penonton hanya akan mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh yang


b e r h u b u n g a n d e n g a n h a r a p a n d a n k e i n g i n a n n y a . P e n o n to n b i s a
mengidentifikasikan diri terhadap satu peristiwa singkat dengan satu atau dua
tokoh pendukung, secepat tokoh ini memiliki hubungan dengan penonton atau
dengan harapan dan keinginannya.
Ketegangan (suspense) dapat muncul hanya apabila penonton beridentifikasi
pada protagonis, penonton harus merasa simpati pada protagonis. Gerak maju
(forward movement) juga hanya dimungkinkan apabila terdapat proses
identifikasi. Akan lebih cepat gerak maju, apabila tujuan yang tampil di layar
adalah "tujuan penonton" dan bukannya tujuan "orang lain".

Menciptakan simpati terhadap tokoh protagonis sejauh ini merupakan cara yang
paling efektif dan secara luas digunakan untuk menciptakan identifikasi.
Konsistensi juga menjadi syarat terjadinya identifikasi. Karakterisasi yang tidak
konsisten dalam menarik simpati penonton adalah membahayakan, karena
penonton akan menjadi bingung, perasaannya campur aduk dan tidak pasti.

Adalah berbahaya membuat semua tokoh simpatik. Pertarungan dua tokoh yang
sama-sama simpatik, membuat kemungkinan untuk berpihak menjadi tidak ada.
Keduanya sama-sama baik, penonton tidak dapat merasakan kemenangan atau
kekalahan pada salah satu tokoh. Cerita menimbulkan perasaan tidak nyaman,
karena salah satu tokoh simpatik pasti kalah.

B. ANTISIPASI (ANTICIPATION)

Ketika melihat layar, penonton akan mencoba memperkirakan peristiwa-peristiwa


yang akan terjadi selanjutnya. Menduga adalah kemampuan penonton untuk
melihat ke depan ke peristiwa yang kemungkinan akan terjadi. Dalam upaya untuk
membuatnya mengantisipasi peristiwa di depan, mereka harus mengetahui
sesuatu yang diharapkan atau direncanakan untuk terjadi.

Dalam beberapa kasus, antisipasi menjadi kepastian (kita mengantisipasi dengan


pasti esok matahari akan terbit), bisa juga antisipasi menjadi tidak pasti (besok
belum tentu hujan) dan kita juga mengantisipasi peristiwa yang tidak mungkin
terjadi (orang ingin meloncat ke bulan). Kita memerlukan pengetahuan untuk
menentukan kemungkinan/peluan dari pristiwa yang akan terjadi. Dan
pengetahuan ini dihasilkan dari pengalaman.

Pengalaman dihasilkan dari repetisi. Jika sesuatu yang sama terjadi dalam cara
yang sama dibawah keadaan yang sama, adalah logis kalau itu akan berlanjut
dengan cara yang sama. Pengulangan secara tetap dalam ratusan ribu kali, akan
dikristalisasi ke dalam hukum absolut keilmuan, yang memadukan antisipasi kita
dengan kepastian.

Beberapa penonton mungkin memiliki pengetahuan yang berbeda terhadap suatu


kejadian yang sama sehingga mereka mungkin mengantisipasi secara berbeda,
beberapa benar, beberapa salah, dan beberapa tidak kedua-duanya.
Semua yang kita butuhkan untuk mengantisipasi perilaku dari seseorang adalah
pengetahuan tentang karakternya.

Pengetahuan yang umum dari penonton, yang mana bervariasi secara


keseluruhan, dapat dan harus diperluas melalui informasi yang diberikan dalam
cerita terhadap seseorang atau peristiwa spesifik. Kita harus membuat penonton
mengerti kalau seorang tokoh ayah brutal untuk membuatnya mengantisipasi
bahwa ia akan memukul anaknya yang memecahkan kaca jendela melalui
rangkaian pengulangan.

Informasi, yang diberikan oleh cerita, akan menyebabkan antisipasi sepanjang


mengandung elemen repetisi. Semakin tinggi tingkat repetisinya, semakin sering
diulang, maka semakin tinggi pula tingkat antisipasinya.

Bukan hanya penonton yang mengantisipasi, tetapi tokoh di dalam cerita pun
melakukan antisipasi. Kita juga bisa memperlihatkan kontras antisipasi dua tokoh
yang berbeda. Juga dalam kaitannya dengan antisipasi penonton. Kontras
antisipasi ini menjadi sangat penting. Tokoh yang memulai bisnis baru
mengantisipasi bisnisnya akan sukses, tetapi penonton yang sudah diberikan
informasi bahwa ia mempunyai penyakit yang mematikan, akan mengantisipasi
hal yang berbeda.

C. SURPRISE

Hubungan muncul antara antisipasi dan pemenuhannya. Kita mengantisipasi


sesuatu, dan peristiwa yang terjadi seperti yang kita antisipasi. Ini dinamakan
Pemenuhan Harapan (Expectancy). Tetapi bisa jadi kita mengantisipasi sesuatu
peristiwa, tetapi yang terjadi justru peristiwa lain. Inilah yang dinamakan dengan
SURPRISE.

Surprise membalik antisipasi. Meskipun antisipasi adalah perangkat struktural


paling kuat yang dapat digunakan, kita dapat menciptakan kejutan-kejutan pada
penonton dan menyentakkan mereka keluar dari perasaan amannya. Menjaga
penonton dalam keseimbangan melalui pembalikkan action yang diantisipasi
dengan sesuatu yang secara total tidak diharapkan akan membangkitkan
keterlibatan emosional. Surprise hanya terjadi apabila terdapat antisipasi. Tak
mungkin ada surprise tanpa adanya antisipasi.

Antisipasi terhadap suatu peristiwa bisa menyenangkan atau tidak menyenangkan


bagi penonton. Baik antisipasi yang memberikan harapan atau antisipasi yang
memberikan rasa takut, keduanya bisa memberikan surprise. Dengan demikian,
surprise bisa menciptakan kegembiraan atau kesedihan. Kita harus menata
informasi cerita dalam berbagai perlakuan untuk menimbulkan antisipasi jika ingin
mendapatkan efek bernilai dari pemenuhan harapan (ecpectancy) dan surprise,
rasa takut dan harapan, kekecewaan dan kelegaan.

Tinggi rendahnya surprise ditentukan oleh tinggi rendahnya antisipasi dan tingkat
kesalah dugaannya. Semakin tinggi tingkat antisipasi, maka akan semakin tinggi
pula surprisenya.

D. SUSPENSE (KETEGANGAN)

SUSPENSE terjadi apabila penonton RAGU-RAGU apakah tokoh protagonis


berhasil atau gagal mengatasi hambatannya. Prinsip suspense adalah basis bagi
struktur dramatik. Setiap cerita yang dramatik adalah cerita yang mengandung
nilai suspense. Suspense bukanlah elemen cerita, tetapi reaksi penonton pada
cerita. Jika dikatakan cerita tidak mempunyai suspense itu berarti penonton tidak
bisa merasakan suspense pada saat cerita dikisahkan padanya.

Yang dibutuhkan pertama-kali untuk mencapai suspense adalah kehendak


(intention). Cerita tanpa kehendak, tidak mungkin menimbulkan suspense.
Kehendak (intention) menghasilkan tujuan (goal). Jika tidak ada hambatan, tidak
ada keraguan bagi kehendak untuk mencapai tujuan. Karena tidak ada keraguan,
tidak ada suspense. Dengan cepat berita bergerak menuju tercapainya tujuan.

Untuk mencapai keraguan, kehendak harus melawan hambatan-hambatan.


Perjuangan kehendak melawan hambatan menghasilkan keraguan apakah
kehendak akan berhasil atau gagal mencapai tujuannya. Dan selama penonton
merasa ragu terhadap hasil dari kehendak, mereka merasakan suspense.

Dalam usaha mencapai keraguan, dan dengan demikian suspense, peluang


terhadap keberhasilan dari kehendak dan tingkat hambatan haruslah mendekati
keseimbangan. Tidak adanya keseimbangan ini tidak akan menghasilkan
suspense, penonton tidak akan merasakan adanya harapan.

Tinggi rendahnya suspense ditentukan oleh tiga hal, yaitu :

1. Identifikasi
2. Kemungkinan Protagonis berhasil atau gagal untuk mencapai tujuannya harus
berimbang dan
3. Resiko bila protagonis gagal mencapai tujuannya

E. RASA INGIN TAHU (CURIOSITY)

Ketika tokoh, peristiwa atau situasi tidak dijelaskan secara penuh atau ketika si
jagoan harus menemukan jawaban atas suatu pertanyaan atau misteri dalam
cerita, penonton akan berputar-putar untuk mempelajari pemecahan dan
memuaskan atau memenuhi rasa ingin tahunya sendiri.

Secara gradual memberikan pertanyaan-pertanyaan, daripada menampilkan


semua informasi, film akan menanjakkan keterlibatan emosional penonton. Rasa
ingin tahu terjadi akibat KURANGNYA INFORMASI.

F. GERAK MAJU (FORWARD MOVEMENT)

Cepat lambatnya suatu film terjadi pada pikiran penonton yang harus bergerak ke
depan dari awal sampai akhir cerita. Kita harus mengetahui bentuk (form) dari film
tidaklah dari bahan-bahan yang berkesinambungan, tetapi bahkan dari gabungan
blok-blok, yang diperlihatkan oleh shot dan scene. Blok-blok ini punya
kecenderungan menjadi kepingan.

Untuk membuat agar tidak terjadi kepingan-kepingan, kita harus mencari


hubungan elemen-elemen dalam cerita. Jika elemen-elemen dari cerita
memberikan saling kelengkapan pecahan-pecahan yang disebabkan oleh
subdivisi teknis, kita dapat mencapai hubungan. Dari sini kita mengetahui bahwa
yang paling penting dari gerak maju (forward movement) dalam film adalah
sebanding dengan bentuk penceritaan.

Kita harus mencari elmen-elemen dalam cerita yang menyebabkan imajinasi kita
bergerak maju. Dalam upaya menemukannya, adalah penting kita mengetahui
elemen-elemen konstruksi dramatik.

Dalam upaya untuk menimbulkan gerak maju, tujuan harus diketahui penonton.
Begitu tujuan diperlihatkan, penonton akan mengantisipasi kemungkinan
tercapainya tujuan. Antisipasi mengekspresikan pada dirinya sebagai hasrat untuk
sampai pada tujuan. Dan hasrat ini menyebabkan gerak maju pada pikiran
penonton.

Sebagai perasaan-perasaan yang tidak nyaman, suspense membantu gerak


maju. Perasaan-perasaan tidak pasti yang diakibatkan oleh suspense, akan
mendorong penonton bergerak maju ke arah tujuan dan ke arah keputusan-
keputusan yang menjernihkan hasil kehendak.

Gerak maju dihasilkan dari antisipasi dan suspense. Untuk antisipasi, kita
memerlukan tujuan, yang hanya dapat ditempatkan apabila terdapat kehendak.
Dan untuk suspense, kita memerlukan keraguan akan hasil kehendak, yang
hanya dapat diciptakan oleh hambatan.

Kita menemukan bahwa tujuan utama cerita harus ditempatkan seawal mungkin
dalam upaya memperoleh antisipasi; ini berarti kehendak yang menempatkan
tujuan harus dimulai sangat dekat pada awal film. Untuk membuat film terasa
cepat, kita harus memasukkan keraguan. Kesulitan yang dihadapi kehendak dan
yang membuat tercapainya tujuan menjadi meragukan atau tidak pasti, harus
diekspose segera setelah kehendak dimunculkan.

Kita mengetahui bahwa klimaks akan menghentikan keraguan atau suspense.


Karena kasus ini, maka klimaks haruslah ditempatkan dekat sebelum akhir film.
Haruslah dikatakan bahwa tercapai tidaknya tujuan utama harus bertepatan
dengan akhir cerita. Gerak maju berhenti begitu tujuan tercapai.

Pada film, kita temukan bahwa gerak maju akan lebih cepat jika kita
mengantisipasi "happy ending". Tidak jadi masalah seberapa tidak
menyenangkannya atau seberapa menterornya situasi, ini tidak akan
mengganggu gerak maju, karena hanyalah sebagai tahap sepanjang jalan
menuju suatu akhir yang menyenangkan.

Sebaliknya, tak masalah betapa menyenangkannya situasi, kita akan susah payah
membuat gerak maju apabila tujuan utama mengandung antisipasi dari sesuatu
yang tidak menyenangkan. Dan ini adalah alasan penting bagi perlunya "happy
ending" dalam film.

G. KALKULASI

Kepenatan/keletihan bisa timbul karena adanya kesalahan kalkulasi


(miscalculation). Untuk itu kita harus memberikan estimasi yang benar mengenai
jarak (distance). Penonton hanya dapat mengestimasi jarak jika tujuan telah
ditempatkan. Tanpa tujuan, tidak ada jarak yang bisa diperkirakan.

Begitu mereka mengetahui tujuan, penonton memiliki perasaan berlanjut terhadap


jarak yang kini sedang dilintasi. Dan sebagaimana yang telah diuraikan, setiap
tujuan mengarah pada hilangnya ketergangguan. Dengan kata lain, pada saat
ketergangguan diciptakan, penonton akan menyiapkan sejumlah tenaga untuk
mengikuti cara penyelesaian yang lazim yang kira-kira setara dengan besar
kecilnya ketergangguan.

Jika film melampui estimasi titik akhir ini, penonton akan lelah. Jika akhir film
terlalu awal, penonton masih menyimpan kelebihan energi yang menyebabkan
perasaan tidak nyaman (dissatisfaction).
BAB V
STRUKTUR DRAMATIK

Berdasarkan definisi sederhana kita bahwa film adalah cerita yang DITUTURKAN
pada penonton melalui rangkaian gambar bergerak, maka kita sampai pada satu
pemahaman bahwa cerita harus DITUTURKAN. Dengan demikian, ini memberi
pengertian lebih lanjut, bahwa ada CARA BERTUTUR. Cara bertutur inilah yang
kemudian dikenal sebagai STRUKTUR DRAMATIK atau yang juga dikenal dengan
istilah KONSTRUKSI DRAMATIK.

Cerita yang sama oleh penulis yang berbeda boleh jadi hasilnya berbeda: yang satu
sangat menarik, yang satunya lagi membosankan. Perbedaannya terletak pada
struktur dramatiknya.
Struktur dalam pengertian Latin "structura" pada mulanya mengacu pada konstruksi
bangunan, yaitu susunan material-material yang menciptakan keutuhan arsitektural
bangunan; sedangkan kata drama berasal dari kata Yunani "dran" yang berarti aksi
(action). Konsekuensinya; dalam drama, struktur tidak hanya berhubungan dengan
materi-materi konkret yang statis, tetapi juga gerak, perubahan dan perkembangan.

Setiap bentuk kesenian memiliki karakteristik yang berbeda-beda, setiap konstruksi


dramatik yang spesifik sudah barang tentu diperlukan bagi setiap bentuk bercerita.
Konsekuensinya, setiap bentuk seni yang menceritakan suatu cerita mengandung
unsur struktur dramatik.

Struktur dramatik berbeda dengan cerita (story). Cerita adalah kejadian-kejadian


aktual (actual happening), sedangkan struktur dramatik adalah cara cerita dikisahkan.
Cerita adalah materi, struktur dramatik adalah bentuk (the form). Cerita adalah
serangkain item-item informasi. Tetapi efek yang timbul pada penonton terjadi bukan
pada urutan peristiwa-peristiwa dalam arti yang sebenarnya, melainkan dalam
metoda penyampaiannya.

Struktur terdiri atas peristiwa-peristiwa spesifik dalam film yang posisinya saling
berhubungan antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain. Bentuk (form)
adalah keseluruhan sistem dari hubungan antara elemen-elemen yang membangun
keseluruhan film.

Struktur dramatik juga berbeda dengan plot. Plot merupakan organisasi-organisasi


dalam cerita. Struktur dramatik mencakup pengertian yang lebih luas, mengambil dan
menata peristiwa-peristiwa dari cerita ke dalam bentuk.

Bukanlah suatu cerita menarik atau tidak menarik, tetapi penonton yang menentukan
ataukah ia tertarik atau tidak terhadap cerita. Kita bukan hanya bercerita, tetapi kita
"bercerita kepada penonton".

Struktur dramatik menata peristiwa-peristiwa dari cerita ke dalam bentuk untuk


mencapai mengambil fakta-fakta dari cerita ke dalam bentuk yang dengan mana
cerita mau diekspresikan, menata (arranging) dalam beberapa perlakuan untuk
mencapai efek terbaik yang diinginkan pada penonton. Menata struktur dramatik
berarti menemukan cara untuk membawa penonton "bersama-sama" (gt with) dalam
cerita dan melibatkan penonton sepanjang film.

Struktur terdiri atas peristiwa-peristiwa spesifik dalm film dan posisinya berhubungan
dengan yang lain. Struktur yang baik muncul ketika peristiwa yang tepat muncul
dalam scene atau sequence yang tepat untuk membangkitkan keterlibatan emosional
maksimum dari penonton.

Dengan demikian, struktur dramatik benar-benar tergantung dan dikondisikan oleh


tiga faktor : bentuk (the form), peristiwa-peristiwa dalam cerita dan pikiran penonton.
Adalah logika sebab-akibat terhadap struktur cerita. Satu peristiwa mendorong ke
peristiwa selanjutnya, yang pada gilirannya mendorong lagi ke peristiwa selanjutnya,
yang pada gilirannya mendorong lagi ke peristiwa berikutnya. Problem diperlihatkan
pada awal cerita melaju melalui perkembangan, sampai akhirnya terselesaikan pada
akhirnya.

Struktur dramatik yang baik dapat dilihat di bawah ini. Karena bentuknya seperti
tangga, maka struktur dramatik juga sering disebut sebagai Tangga Dramatik.

Setiap peristiwa berikutnya harus lebih atraktif dalam usaha mencapai gerak maju,
yang harus diterapkan pada setiap bagian, setiap elemen cerita. Setiap karakterisasi
harus tumbuh menuju akhir. Setiap emosi harus secara gradual makin kuat. Setiap
keputusan harus semakin penting. Setiap peristiwa harus semakin menarik. Bila suatu
bagian kehilangan perkembangan maka bagian ini akan menghasilkan stagnasi,
kehilangan daya tarik dan nilai karena bagian-bagian lain berkembang.

Struktur Dramatik yang baik.

Klimaks

Anti Klimaks

Nilai dramatik disusun semakin lama semakin meningkat menuju ke puncak tangga
dramatik yang dinamakan klimaks. Klimaks ditempatkan sesaat sebelum film berakhir.
Garis menanjak sebenarnya merupakan garis yang ditarik melintasi puncak-puncak
nilai dramatik.

Klimaks

Anti Klimaks

Nilai dramatik sebenarnya naik turun sepanjang perjalanan film. Saat nilai dramatik
turun, disebut RELEASE, penonton mendapat kesempatan untuk menarik nafas.
Sesaat setelah release, kembali nilai menanjak semakin meninggi. Bagian yang
menanjak ini dinamakan TENSION. Kembali release, lalu tension makin meningkat,
dan begitu seterusnya hingga menanjak mencapai klimaks.
A. POLA TIGA BABAK

Struktur dramatik film mengacu pada Struktur Tiga Babak; yaitu Babak I yang
disebut Babak Awal (opening, beginning, set-up), Babak II yaitu Babak Tengah
(middle, development) dan Babak III atau Babak Akhir (end, resolution).

Penentuan babakan dihubungkan dengan panjang halamannya; Babak Awal


seperempat halaman skenario, Babak Tengah setengah, dan Babak Akhir
seperempat halaman akhir skenario.

Pembagian babakan berdasarkan jumlah halaman memberikan gambaran umum,


namun penentuan babakan dengan cara seperti ini sama sekali tidak memadai
jika dikaitkan dengan tujuan pembabakan.

Bagian pertama film merupakan eksposisi dari elemen-elemen yang dibutuhkan


untuk membangun situasi dramatik selanjutnya. Adalah tidak mudah memberikan
eksposisi tanpa membuat penonton merasa bosan.

Dengan demikian, pembatasan Babak Awal yang dikaitkan dengan seperempat


halaman skenario harus merupakan pembatasan maksimal. Semakin cepat Babak
Awal selesai, semakin baik struktur dramatiknya.
Klimaks
Key Turning Point II

Antiklimaks

Key Turning Point I

I II III

Awal Tengah Akhir

Tujuan dari Babak Awal adalah memaparkan (to establish) latar (setting), karakter,
situasi dan motivasi Protagonis; tujuan dari Babak Tengah adalah membangun (to
build) kesulitan, hambatan, konflik, suspense, pace, humor, perkembangan
karakter, dan pencerahan karakter, tujuan dari Babak Akhir adalah menyelesaikan
(to resolve) segala sesuatunya, khususnya penyelesaian problem yang dihadapi
protagonis.

1. Babak awal

Beberapa menit pertama cerita menjadi bagian paling penting. Tujuan Babak
Awal adalah memberikan semua informasi-informasi vital yang diperlukan
penonton untuk memulai cerita. Kita temukan tokoh-tokoh prinsip dan mulai
terlibat bersamanya. Melalui eksposisi kita menerima latar-belakang yang
diperlukan untuk mengerti cerita.

Babak Awal menghadapkan Protagonis ke dalam situasi yang sulit, konflik


utama, problem; yang mendorong cerita ke depan saat Protagonis memutuskan
untuk melawan segala rintangan yang menghalangi tujuannya.

Babak Awal melayani empat fungsi mendasar, yaitu :

a. mengintroduksi Protagonis
b. mengguncang penonton dengan problem utama yang dihadapi
Protagonis,
c. mengintroduksi Antagonis dan
d. memperlihatkan resiko bila Protagonis gagal menyelesaikan
problemnya (disebut juga "or else factor" atau "dreadful alternative")
Dalam kaitannya dengan tokoh Protagonis, karakterisasi yang efektif bukan
hanya memperlihatkan karakteristiknya, daya tarik dan potensinya untuk
membuat penonton beridentifikasi padanya, tapi juga harus dilihat dalam arti
menampilkan Protagonis seawal mungkin.

Penonton menunggu munculnya tokoh Protagonis yang mampu menarik


simpatinya dan dengan demikian membuatnya beridentifikasi padanya.
Dengan kata lain, semakin cepat kita menampilkan tokoh ini, semakin efektif
skenario. Adalah sulit untuk diterima jika protagonis tidak muncul dalam
sepuluh menit pertama.

Apabila Protagonis telah diintroduksi, hal yang kemudian harus dilakukan


adalah mendorong Protagonis untuk beraksi. Sebagaimana yang telah
diuraikan pada bab sebelumnya, tak ada aksi dihasilkan dari keadaan tak
terganggu.

Cerita tanpa ketergangguan tak akan pernah menjadi cerita dramatik, tetapi
hanya akan menjadi cerita yang deskriptif. Tokoh harus diberi ketergangguan
untuk membuatnya melakukan aksi. Ciptakan ketergangguan pada Protagonis
seawal mungkin dan kita harus menjaga ketergangguan sepanjang kita
membutuhkan aksi dan itu berarti menjaga ketergangguan sepanjang film.

Dalam film, kita harus membuat Protagonis tidak mudah untuk menyelesaikan
ketergangguannya, karena hanya dengan cara demikian kita bisa membangun
ketegangan (suspense). Rahasia ketegangan menyangkut dua hal: "perhebat
Antagonis, perhebat malapetaka bagi Protagonis".

Penonton menunggu ketegangan sehingga Antagonis harus muncul seawal


mungkin: "seawal mungkin, ciptakan anjing yang baik dan anjing yang jahat,
berikan tulang untuk diperebutkan, ini akan menciptakan suspense sepanjang
cerita".

Selain tujuan Protagonis harus sulit untuk dicapai, protagonis juga harus
berada dalam situasi pertaruhan. Babak Awal sudah harus memperlihatkan
kepada penonton bahwa sesuatu yang besar atau berharga akan hilang bila
tokoh Protagonis gagal mencapai tujuannya.

2. Key Turning Point I

Key Turning Point adalah titik peralihan. Key turning Point I merupakan
peralihan dari Babak Awal ke Babak Tengah, dan Key Turning Point II
peralihan dari Babak tengah ke Babak Akhir. Key Turning Point merupakan
perubahan arah cerita: peristiwa-baru terjadi dan keputusan-baru dibuat, dan
sebagai hasilnya cerita mendapatkan momentum dan mempertahankan
fokusnya. Key Turning Point adalah titik dimana cerita seolah-olah dibelokkan
ke arah yang lain.

Key Turning Point melayani beberapa fungsi; yaitu membelokkan aksi ke arah
yang baru, kembali memunculkan problem utama, memunculkan pertaruhan
atau resiko dan membawa penonton ke dalam situasi baru. Key turning Point
hanya melayani semua fungsi ini, meskipun beberapa Key Turning Point hanya
melayani beberapa diantaranya. Key turning point I mendorong cerita ke
babakan selanjutnya, yaitu Babak Tengah.

3. Babak Tengah

Babak Tengah memperlihatkan berbagai tahap perjuangan Protagonis untuk


melawan bahaya yang mengancamnya. Agar penonton tetap duduk
ditempatnya, kita harus menimbulkan ketegangan-ketegangan dengan ide-ide
segar, intrik-intrik yang kian tajam dan mengintensifkan perasaan.

Babak Tengah makin menanjakkan dan memperdalam daya tarik penonton,


intensifikasi ekspektansi melalui rangkaian komplikasi-komplikasi, krisis,
konflik, subplot dan kesulitan-kesulitan, yang membuat penonton semakin ragu
akan mudahnya penyelesaian problem.

Babak Awal yang jernih akan membantu kejernihan Babak Tengah. Key
Turning Point I yang kuat sangat bermanfaat untuk mendorong Babak Tengah
bergerak. Tetapi elemen-elemen lain dibutuhkan dalam Babak Tengah untuk
menjaga daya tarik penonton.

Babak Tengah memperlihatkan bahwa segala sesuatunya menjadi semakin


buruk sebelum mencapai sesuatu yang lebih baik. Pada Babak Tengah terjadi
komplikasi : tak ada titik balik, problem-problem menjadi semakin intensif dan
situasi makin memburuk.

4. Key Turning Point II

Key Turning Point II sebagai peralihan dari Babak Tengah ke Babak Akhir,
melayani fungsi yang sama dengan Key Turning Point I. Tetapi Key Turning
Point II mempunyai fungsi tambahan yang penting; yaitu mempertinggi
kecepatan aksi dan membuat Babak Akhir lebih intens daripada Babak
Tengah.

Key Turning Point II menciptakan urgensi atau keadaan mendesak yang


menjadi momentum yang medorong cerita menuju kepada penyelesaian.
Kadang-kadang Key Turning Point II adalah ticking clock, kadang pula Key
Turning Point II terdiri atas saat-saat gelap yang diikuti dengan dorongan baru,
stimulus baru, solusi baru untuk menyelesaikan problem dan mendorong kita
ke Babak Akhir.
5. Babak Akhir

Penonton harus menemukan akhir film yang memuaskan dan secara


emosional terpenuhi atau terselesaikan. Memilih akhir terbaik terhadap cerita
adalah absolut untuk mencapai sukses artistik maupun sukses komersil.
Terdapat dua pilihan untuk mengakhiri cerita : cerita berakhir sedih (unhappy
ending) atau cerita berakhir menyenangkan (happy ending).

Penonton pada prinsipnya akan menolak akhir yang menyedihkan (unhappy


ending) karena penonton tidak akan menerima penyelesaian yang berarti
gagalnya kehendak baik, sebagaimana mereka tidak akan mempercayai
berhasilnya kehendak buruk. Kondisi ini seakan membuat cerita tidak selesai,
karena penonton menginginkan kebaikan memenangkan kejahatan. Hal ini
dinamakan unhappy ending yang keliru (a false unhappy ending).

Unhappy ending terjadi ketika eksponen kebaikan terkalahkan. Efek tragedi


yang menyebabkan unhappy ending bukanlah hasil dari kontruksi dramatik
yang salah tetapi menyangkut isi cerita (story content).

Tragedi yang baik harus memberi semangat kehidupan, sentuhan harapan,


perkembangan atau pencerahan nilai-nilai kemanusiaan. Apabila tidak
unhappy ending harus ditolak dan dikatakan sebagai looser story. Penonton
ingin mendengar bahwa hidup itu keras, hidup itu sedih dan kadang hidup itu
tragis; tetapi mereka tidak ingin mendengar bahwa hidup itu omong kosong.

Penonton pergi ke bioskop untuk melihat problem-problem diselesaikan, dan


bersama Protagonis mengatasi berbagai persoalan yang mereka hadapi. Ini
memberikan penonton harapan dan kepuasan, meskipun kehidupan nyata
mereka sendiri kusut dengan berbagai masalah. Happy Ending berarti
Protagonis berhasil mengatasi problemnya.

Dalam happy ending, pada titik kritis yang dihadapi Protagonis, kita bisa
memasukkan life-line, yaitu alat atau perangkat yang digunakan Protagonis
untuk menyelesaikan problemnya. Life-line harus logis, bukan sebagai
kebetulan. Kita harus menghindari apa yang dinamakan Deus Ex Machina,
penyelesaian problem atas pertolongan Tuhan karena penyelesaian dengan
cara ini merupakan penyelesaian yang terlalu mudah. Protagonis harus
menyelesaikan sendiri problem yang dihadapinya.

6. Klimaks

Klimaks adalah akhir cerita; saat problem diselesaikan, pertanyaan dijawab,


ketegangan memuncak, protagonis menghadapi rintangan terbesarnya,
melibatkan konfrontasi terakhir antara Protagonis dengan Antagonis dan
akhirnya penonton mengetahui bahwa "segala sesuatunya beres sudah". Titik
emosional tertinggi dari film secara jernih terselesaikan, sekali dan
menyeluruh, ketika protagonis mencapai tujuannya.

Klimaks adalah titik yang menentukan protagonis berhasil atau gagal dalam
mencapai tujuannya. Tak boleh terjadi keraguan (ambiguitas) terhadap
klimaks. Protagonis bisa berhasil mencapai tujuannya atau gagal, tetapi kita
tidak dapat meninggalkan persoalan ini tanpa penyelesaian. Penonton
menunggu saat akhir ini untuk mendapatkan jalan keluar; kita tak bisa
membiarkan mereka tergantung di awang-awang.

Akhir dari skenario boleh masih mengandung suatu elemen ambiguitas atau
suatu sub-plot yang tak terselesaikan, untuk meninggalkan penonton
mempertanyakan suatu faset tertentu dari penyelesaian. Tetapi elemen
ambiguitas ini harus tak pernah termasuk penyelesaian problem utama yang
dihadapi protagonis.

Penyelesaian berarti kondisi tanpa ketergangguan tercapai. Jika ketegangan


adalah keraguan penonton akan berhasil setidaknya protagonis mencapai
tujuannya, klimaks adalah jawabannya.

Klimaks menghancurkan ketegangan. Klimaks juga sekaligus menghentikan


action, karena tidak ada action tanpa ketergangguan. Oleh sebab itu, klimaks
harus diletakkan sedikit sebelum cerita selesai. Tidak ada daya tarik setelah
klimaks, karena tidak ada lagi ketegangan.

7. Antiklimaks

Antiklimaks adalah periode penurunan emosional yang mengikuti klimaks.


Setelah level puncak emosional terjadi pada klimaks, antiklimaks adalah
serangkaian scene yang menutup cerita dan memungkinkan penonton
menyerap pengaruh (impact) ending.

Antiklimaks tidak boleh memakan waktu yang panjang, tetapi justru mengambil
waktu yang sangat pendek. Begitu klimaks tercapai "pesta" pun usai dan tiba
saatnya untuk pulang. Meskipun masih ada sedikit informasi atau sekali lagi
suatu imaji yang ingin ditampilkan, pada prinsipnya semua sudah selesai dan
sudah waktunya untuk menuliskan kata "SELESAI".

B. TREATMENT

Dalam sinopsis kita sudah mempunyai materi-materi yang akan kita tuturkan.
Tetapi materi-materi ini harus ditata dan disusun, harus distruktur, sehingga
susunannya memenuhi struktur dramatik yang baik. Untuk memudahkan
penyusunan struktur dramatik inilah fungsi utama treatment.
Treatment adalah ringkasan detail dari struktur. Ini termasuk deskripsi karakter,
bagaimana dan kapan karakter-karater ini muncul. Ini juga termasuk deskripsi
scene, aksi, garis besar dialog dan kadang-kadang bila dianggap esensial dapat
pula dimasukkan angle kamera atau tipe shot (type of shot).

Dalam treatment, urutan-urutan peristiwanya sudah harus sama dengan urutan-


urutan peristiwa yang terjadi pada filmnya nanti. Dalam teratment kita juga
menajamkan esensi plot dan karakterisasi dan membuatnya semenarik mungkin.

Menggunakan treatment sebagai kerangka skenario, kita sudah mulai menyusun


kerangka dalam scene atau sequencenya. Salah satu teknik untuk
mengorganisasinya adalah menggunakan kartu.

Tuliskan setiap scene dalam satu kartu kecil, fragmen dari action atau dialog yang
masuk dalam scene ini. Dalam setiap kartu, sebagaimana mengintroduksi karakter
baru atau setting, tuliskan ringkasan deskripsinya. Kemudian taruh dalam
whiteboard dan kemudian kita bisa melihat keseluruhan urutan-urutannya dan
memperbaikinya atau menata ulang urutan-urutannya sehingga tercapai struktur
yang baik. Kita juga bisa membuang atau menambahkan kartu-kartu yang lain.

Treatment adalah kerangka skenario. Tugas utama treatment, membuat sketsa


penataan struktur dramatik. Dalam bentuk sketsa ini, akan lebih mudah
memindah-mindahkan letak urutan kejadiannya agar benar-benar tercipta struktur
dramatik yang tepat.

Penuturan dalam teratment sudah berupa penuturan filmis. Urutan kalimatnya


sudah merupakan urutan garis besar kejadian dalam film. Penuturan sudah
dikelompok-kelompokkan, baik berdasarkan rangkuman isi sebuah scene,
maupun berdasarkan kelompok kejadian-kejadian yang mempunyai kaitan yang
erat (sequence). Dalam treatment, pokok-pokok dialog juga sudah harus
dimasukkan.

Treatment harus baik. Skenario harus berpegang pada treatment. Perubahan


yang mendadak bisa berakibat fatal karena mungkin struktur bisa menjadi rusak
atau kacau.
STRUKTUR TIGA BABAK
"CINDERELLA"

BABAK I Cinderella bekerja bagai budak pada saudara perempuan dan ibu
tirinya yang kejam.

PROTAGONIS Cinderella yang baik hati (menolong tikus-tikus).

ANTAGONIS Saudara perempuan dan ibu tiri yang kejam.

PROBLEM Ada undangan ke pesta dansa dari istana dimana Pangeran


mencari calon isteri. Cinderella ingin pergi ke pesta, tapi
tidak punya baju dansa.

KEY TURNING Mendadak muncul ibu peri. Memberikan baju dansa, lengkap
POINT I dengan sepatu kaca. Juga kereta dari buah labu dengan tikus-
tikus yang dirubah jadi kudanya.
RESIKO
Pakaian dansa dan kereta akan hilang di tengah malam,
Cinderella pun harus pulang sebelum habis waktunya.

BABAK II Cinderella pergi ke pesta dansa. Berdansa dengan Pangeran dan


saling jatuh cinta. Cinderella lupa waktu. Tengah malam.
Pakaian Cinderella mulai rusak (kuda-kuda mulai berubah jadi
setengah tikus). Cinderella lari pulang dengan segenap rasa,
malunya. Tanpa dia sadari salah satu sepetu kacanya terlepas
saat berlari. Pangeran menemukan sepatu kaca dan menyuruh
petugas istana mencari pemiliknya. Cinderella yang telah
kembali ke kehidupan lamanya.
Satu ketika mendengar pengumuman dari istana, siapa yang
kakinya cocok dengan sepatu kaca akan dijadikan isteri
Pangeran (tak perduli miskin atau kaya, masih gadis atau
janda).

KEY TURNING Cinderella memutuskan pergi ke istana untuk mencoba sepatu


POINT II kaca.
BABAK III Saudara perempuan dan ibu tiri berusaha menghalangi
Cinderella. Cinderella berhasil ke istana. Akhirnya mendapat
kesempatan mencoba sepatu kaca.

KLIMAKS Cinderella mencoba sepatu kaca. Ukuran kakinya ternyata cocok


dengan sepatu kaca. Pangeran memutuskan Cinderella menjadi
isterinya.

ANTIKLIMAKS Mereka hidup bahagia.

BAB VI
FORMAT SKENARIO

Skenario bukan untuk tujuan diterbitkan, tetapi tujuannya adalah menjadi naskah
kerja bagi produser, sutradara, aktor dan pihak-pihak lain yang terkait dengan proses
pembuatan film. Yang mereka cari dari skenario adalah karakter manusiawi dan
emosi, tawa, fantasi, konflik dan isi gagasan. Menulis skenario bukan semata-mata
menyangkut seni kreatif, tetapi juga menyangkut ketrampilan. Kesenian terlalu abstrak
untuk dijabarkan, tetapi teknik lebih kongkrit dan dapat dijelaskan dari satu orang ke
orang lain.

Secara teknis, satuan terkecil film adalah frame. Ruang film juga dapat dibagi dalam
satuan shot yang secara sederhana dapat diartikan sebagai potongan seluloid.
Ruang film juga dapat dibagi dalam satuan scene. Scene ditentukan oleh peralihan
tempat dan atau perubahan waktu. Dengan demikian apabila tempat, waktu, atau
kedua-duanya berubah, maka berubah pula scene-nya.

Menyangkut format penulisan skenario, satuan film yang dijadikan sebagai acuan
adalah pembagian shot dan scene dan berdasarkan acuan inilah kita mengenal dua
format skenario. Skenario dapat dituliskan berdasarkan satuan shot, yang dikenal
sebagai skenario format shooting script. Sedangkan skenario yang formatnya
didasarkan pada pengelompokkan scene dinamakan skenario format master scene
(master scene-screenplay)

Sebagaimana yang telah dijelaskan, dalam pemahaman skenario format master-


scene, film dibangun dari satuan-satuan scene dan scene dibangun dari satuan
tempat dan waktu. Berkaitan dengan hal ini, film harus memberi gambaran mengenai
tempat dan waktu berlangsungnya cerita. Pemilihan tempat dan waktu didasarkan
pada pertimbangan akan kepentingannya terhadap cerita, artistik maupun dramatik.
Banyak cara dapat digunakan untuk menginformasikan tempat dan waktu.

Informasi tempat dapat dilakukan dengan title, misalnya "Cikini" atau "Jakarta" atau
"Pusat Pengendalian Nuklir", atau dengan cara memperlihatkan hal-hal yang secara
spesifik dikaitkan dengan tempat tertentu, misalnya Monas berarti Jakarta dan
binatang kangguru berarti Australia.

Tempat tidak hanya dapat dilakukan melalui unsur visual, tapi juga disampaikan
dengan menggunakan unsur suara. Pesawat mendarat di sebuah lapangan terbang,
begitu diperdengarkan MUSIK tradisional Sunda, maka akan memberikan informasi
bahwa lapangan terbang tersebut berada di Jawa Barat.

Adegan di sebuah rumah dengan latar belakang EFEK suara kereta api melintas
memberi informasi bahwa rumah dekat dengan rel kereta. Informasi tempat dapat pula
disampaikan melalui DIALOG. Misal ketika seorang tokoh dengan kagum melintasi
pusat pertokoan lalu berkata kepada temannya, "Wah, ternyata Bogor sekarang sudah
banyak berubah", maka dapat disimpulkan adegan ini terjadi di pusat pertokoan di
Bogor.

Dengan dialog, informasi tempat bahkan dapat disampaikan sebelum tempat tersebut
diperlihatkan. Apabila ada tokoh mengatakan "Saya mau pulang ke Tegal", ketika
kemudian pada adegan berikutnya diperlihatkan tokoh tersebut pulang memasuki
sebuah kampung, maka penonton sudah mengetahui bahwa kampung tersebut
adalah Tegal.

Sebagaimana halnya tempat, unsur waktu pun harus diinformakan pada penonton.
Title dapat digunakan untuk menyampaikan informasi waktu, misalnya "15 tahun
kemudian" atau dituliskan bersama-sama dengan informasi tempat, "Jakarta, 17
Agustus 1945".

Selain kalender, jam juga dapat memberikan informasi waktu, bahkan dalam satuan
detik seperti penggunaan jam untuk menggambarkan detik-detik menjelang
meledaknya sebuah bom. Aksi yang spesifik akan dikaitkan dengan waktu tertentu,
misal orang menyalakan lampu berarti hari sudah malam.

Rentang waktu dapat digambarkan melalui peristiwa yang terjadi dalam rentang
waktu tertentu yang sudah diketahui secara umum, misal bayi lahir sampai mulai
bicara berarti rentang waktunya sekitar 1 tahun. Selain melalui elemen visual,
informasi waktu juga dapat disampaikan melalui DIALOG, misal seorang ibu yang
marah pada anak gadisnya "Jam satu malam baru pulang!", atau dengan EFEK yang
dapat menjadi penanda waktu, contohnya suara kokok ayam berarti pagi.

Tentu saja "waktu" dalam film harus dipahami tidak dalam arti "waktu yang
sebenarnya". Bom yang akan meledak lima menit lagi, misalnya, tidak harus benar-
benar berlangsung lima menit. Kita dapat merentangnya. Demikian juga sebaliknya,
kita bisa membuang kejadian tertentu dalam suatu rentang waktu tertentu (time-lipse).
Bahkan kita bisa kembali ke peristiwa yang terjadi pada waktu-waktu sebelumnya,
yang umum kita kenal dengan istilah flashback.

Apapun tempat dan waktu yang kita pilih, film secara keseluruhan harus memberi
orientasi yang jelas pada penonton mengenai tempat dan waktu terjadinya cerita.
Dengan kata lain, meskipun dalam skenario format master-scene penulisannya
berdasarkan satuan-satuan scene, tetapi harus tetap membanguan suatu keutuhan
"bangunan" film.

Dalam cara penulisan skenario tentu ada variasi-variasi, meskipun hanya variasi
kecil, tetapi adalah penting untuk mengikuti aturan yang secara umum telah diterima.
Penulisan dengan format yang tidak lazim bisa jadi malah membingungkan pihak lain
yang membacanya.

A. KERTAS

Gunakan kertas ukuran kwarto atau A4 (8.5 x 11 inch). Kertas harus kertas putih
polos. Dengan kertas ukuran kwarto, skenario dengan deskripsi yang baik, setiap
satu lembarnya berarti kira-kira satu menit saat difilmkan. Dengan demikian,
sebuah skenario film cerita panjang, idealnya, berkisar antara 110 sampai 120
halaman kwarto.

B. PITA/TINTA

Untuk pita atau tinta, gunakan pita atau tinta hitam. Sebagaimana tujuannya,
skenario nantinya akan diperbanyak atau di fotocopy untuk dibagikan pada orang-
orang yang terlibat dalam pembuatan film. Bila menggunakan tinta warna,
kemungkinan warna-warna tertentu akan hilang atau menjadi tidak jelas pada saat
di fotocopy. Apalagi kalau mesin fotocopynya jelek atau rusak.

C. HURUF

Terdapat dua tipe mesin tik manual jika didasarkan pada ukuran (size) hurufnya.
Huruf dengan ukuran standard dinamakan pika, sedangkan bila ukuran hurufnya
kecil-kecil dinamakan elite.

Cara penulisan yang akan dijelaskan di sini, berdasarkan ukuran huruf yang lazim
dipakai, adalah berdasarkan huruf pika. Untuk penggunaan huruf dengan ukuran
yang lebih kecil, disesuaikan sehingga jumlah kata per lembarnya sama dengan
pada huruf pika, sehingga perkiraan per halaman skenario tetap mendekati satu
menit saat difilmkan.

Pada penggunaan komputer, pilih huruf yang ukurannya sama dengan ukuran
huruf pika. Meskipun pada komputer banyak pilihan jenis huruf dan style-nya, pilih
huruf yang sederhana dengan style reguler.

D. MARGIN

Secara keseluruhan, margin (batas) tulisan adalah 1 inch dari tepi atas, tepi
bawah, tepi kiri maupun tepi kanan kertas. Sebagai kekecualian adalah nomor
halaman, yang boleh ditempatkan di luar margin tersebut. Penulisan, baik
deskripsi visual maupun dialog, adalah rata kiri (left margin).

Yang terbaik adalah tidak menuliskannya dalam rata kanan, sekalipun


menggunakan komputer. Format skenario banyak menggunakan jarak satu spasi,
sehingga rata kanan malah bisa menyulitkan orang untuk membacanya.

Usahakan tidak menuliskan kata yang terputus pada akhir baris. Daripada
menuliskan kata yang terputus, lebih baik menyisakan ruang kosong pada akhir
baris dan memulai baris yang baru.

E. NOMOR HALAMAN

Tidak ada aturan mengenai penempatannya, tetapi lazimnya pada kanan atas
halaman. Tempatkan nomor halaman pada jarak 0,5 inch dari tepi atas dan 1 inch
dari tepi kanan kertas. Meskipun tidak ada aturan mengenai penempatannya,
nomor halaman harus dituliskan dengan angka arab. Berurut mulai dari nomor 1,
2, 3 dan seterusnya.

F. DESKRIPSI

Setelah halaman judul (cover), maka halaman berikutnya langsung masuk


halaman 1. tidak perlu menyisipkan lembar apa pun antara cover dan halaman
pertama. Pada awal halaman pertama ini, langsung dituliskan angka 1 sebagai
nomor scene. Tidak usah menuliskan opening tittle, nama perusahaan atau yang
semacamnya, kecuali kalau diminta, karena kesemuanya itu tidak menjadi
tanggung-jawab penulis skenario.

1. Nomor secene dituliskan pada margin 1 inch dari tepi kiri kertas, sehingga
nomor bisa cepat terbaca. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya,
penetapan scene ditentukan oleh perubahan tempat, perubahan waktu atau
perubahan keduanya. Tidak menjadi soal suatu scene panjang atau pendek,
secara prinsip jika berubah tempat, waktu atau berubah keduanya, berubah
pula scenenya, dan setiap kali scene berubah maka selalu diawali penomoran
baru.

Nomor scene menggunakan angka arab, dituliskan secera berurut mulai


nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7... dan seterusnya.

Penulisan nomor tidak usah menggunakan angka 0 di depannya, misal 01


atau 001, karena penulisan angka 0 ini sama sekali tidak ada manfaatnya.
Jangan menggunakan angka romawi, huruf, kombinasi angka dan huruf atau
bentuk-bentuk penomoran lain yang tidak lazim.

Kadang kita menemukan skenario dengan nomor scene yang ditulis ulang di
sisi kanan kertas. Ini biasanya digunakan bila ada kekuatiran nomor scene di
sisi kiri hilang saat diperbanyak (di fotocopy) atau menjadi tidak terbaca ketika
di jilid nantinya, sehingga untuk mengantisipasi hal itu nomor scene kadang di
tulis ulang di tepi kanan kertas, meski bukan suatu keharusan.

2. Setelah nomor scene, adalah judul scene (a scene heading), dituliskan 1,5
inch dari tepi kiri dan 1 inch dari tepi kanan kertas. Tuliskan EXT. yang
mengindikasikan lokasi luar ruangan (eksterior) atau INT. Untuk lokasi di
dalam ruangan, diikuti dengan indikasi TEMPAT dan WAKTU.

Judul scene secara keseluruhan dituliskan dengan HURUF BESAR (huruf


kapital/upper case). Tidak perlu repot-repot digaris bawahi, tidak perlu pula di
cetak tebal. Bila judul scene terlalu panjang sampai-sampai tidak bisa
dituliskan dalam satu baris, bisa beberapa baris, tetap dalam huruf besar dan
pada margin yang sama, berjarak 1 spasi.

3. Pada jarak dua spasi di bawah judul scene adalah deskripsi visual. Deskripsi
visual adalah rata kiri sejajar dengan EXT/INT pada margin 1,5 inch dari tepi
kiri dan 1 inch dari tepi kanan kertas. Deskripsi visual dituliskan dalam spasi
rapat (satu spasi), terkecuali apabila ganti alinea digunakan spasi ganda (dua
spasi).

4. Apabila dalam deskripsi visual terdapat deskripsi suara, misalnya TELPON


BERDERING, BEL PINTU BERBUNYI atau MUSIK, maka secara keseluruhan
dituliskan dalam HURUF BESAR.

5. NAMA TOKOH, apabila pertama kali muncul, dituliskan dengan HURUF


BESAR. Untuk selanjutnya nama tokoh dituliskan seperti biasanya, yaitu huruf
kecil setelah didahulukan dengan huruf besar.

6. Dialog dituliskan pada jarak dua spasi dari deskripsi visual maupun antara
dialog tokoh yang satu dengan tokoh lainnya. Dialog selalu dimulai dari nama
tokoh yang mengucapkan dialog.

Nama tokoh dituliskan dengan HURUF BESAR dalam margin 4 inch dari tepi
kiri kertas. Jangan menuliskan nama tokoh di tengah-tengah baris (center).
Meskipun nama tokohnya panjang atau pendek, selalu konsisten di mulai dari
margin 4 inch dari tepi kiri kertas.

7. Apabila ada dialog yang diucapkan, tetapi tokoh tidak terlihat pada di layar,
dituliskan (O.S) yang merupakan singkatan Off Screen atau (V.O) sebagai
singkatan Voice Over. Di tulis di belakang nama tokoh yang mengucapkannya.
Selalu dalam huruf besar dan dalam tanda kurung.

8. Petunjuk pengucapan (parenthetical directions) memperlihatkan cara


pengucapan dialog. Petunjuk pengucapan dituliskan diantara nama karakter
dan isi dialog, secara keseluruhan selalu dituliskan dengan huruf kecil dan
dalam tanda kurung, pada margin 3.5 inch dari tepi kiri dan 2.5 dari tepi kanan
kertas dalam spasi rapat.

Petunjuk pengucapan dituliskan hanya bila benar-benar dianggap perlu. Tidak


ada gunanya menuliskan petunjuk pengucapan bila isi dialog diucapkan
sebagaimana adanya. Petunjuk pengucapan baru dituliskan bila tokoh
melakukan sesuatu atau bila isi dialog tidak sama (mungkin bertentangan)
dengan cara pengucapannya dapat secara esensial mempengaruhi arti dialog
atau scene.

Apabila ada dialog yang terputus sebentar lalu kembali dilanjutkan, tuliskan
(pause) dalam huruf kecil dan tanda kurung dan cara penulisannya sama
dengan cara penulisan petunjuk pengucapan.

9. Isi dialog dituliskan pada margin 3 inch dari tepi kiri dan 2 inch dari tepi kanan
kertas. Selalu rata kiri dan bukan rata kanan. Panjang pendeknya isi dialog,
bahkan jika isi dialognya sangat pendek, selalu secara konsisten dituliskan
pada margin yang sama dan jangan pernah menuliskannya pada tengah-
tengah baris.

Mulai dari nama tokoh yang mengucapkan, petunjuk pengucapan sampai isi
dialog, dituliskan dalam jarak (1 spasi). Pergantian tokoh yang mengucapkan
dialog dituliskan dalam jarak dua spasi. Juga apabila dialog telah selesai dua
spasi dan berganti pada deskripsi visual, maka deskripsi visual berjarak dua
spasi.

10. Apabila dialog seorang tokoh terputus oleh deskripsi visual, lalu kembali pada
dialog tokoh tersebut, maka untuk menandai bahwa dialog tersebut
merupakan kelanjutannya, dituliskan (continuing) atau (lajutan), menggunakan
huruf kecil dan dalam tanda kurung. Dituliskan 1 spasi di bawah nama tokoh,
dalam margin 3.5 inch dari tepi kiri kertas, atau diperlakukan sama seperti cara
penulisan petunjuk pengucapan. Juga dapat dituliskan (Cont.) di belakang
nama tokoh yang mengucapkan.

Juga apabila dialog terputus di akhir halaman. Maka pada halaman berikutnya
juga dituliskan (continuing) atau (lanjutan) setelah terlebih dahulu KEMBALI
MENULISKAN NAMA TOKOH YANG MENGUCAPKANNYA. Jangan sekali-
se ka l i me n u l i ska n i si d i a l o g ta n p a d i d a h u l u i n a ma to ko h ya n g
mengucapkannya.

11. Tidak menjadi keharusan bagi penulis skenario untuk menuliskan istilah-istilah
teknis. Adalah bukan tanggung-jawabnya mengarahkan sutradara dalam
menetapkan tipe shot (type of shot) maupun gerak kamera (camera
movement). Tak jadi soal jika skenario di tulis tanpa istilah-istilah teknis,
karena mereka yang akan menterjemahkannya.

Tetapi meskipun istilah teknis tidak harus dituliskan, penulis sudah harus
mempunyai pemikiran filmis. "Tangannya yang memegang pistol begitu
gemetar" sudah mengarahkan tipe shot Close-up. Deskripsi "rumahnya berada
di pinggiran bukit hijau dengan padang alang-alang yang luas menghampar"
memberi gambaran Establishing Shot.

Pemikiran filmis juga akan mendorong penulis menuliskan deskripsi yang


sudah memberi gambaran urutan shot. Tetapi meskipun bukan menjadi tugas
penulis skenario, bila istilah-istilah teknis dianggap sangat perlu sehingga
ingin dituliskan, maka dituliskan dalam HURUF BESAR.

12. Apabila sebuah scene telah selesai dituliskan dan berganti pada scene
berikutnya, antara akhir scene dengan awal scene heading berikutnya
berjarak dua spasi. Penulisan CUT TO : sama sekali tidak diperlukan, karena
sudah tersirat pada setiap pergantian scene. Teknik pergantian scene baru
dituliskan bila ada transisi yang dianggap khusus, misalnya menandai
flashback atau time-lapse, maka secara keseluruhan dituliskan di tepi kanan
baris dalam HURUF BESAR, pada margin 6 inch dari tepi kiri kertas, berjarak 2
spasi dari akhir scene sebelumnya dan 2 spasi dari judul scene berikutnya.

13. Apabila skenario telah selesai, maka langsung tuliskan kata SELESAI, dalam
huruf besar dan di tengah-tengah baris.
Kertas A4/Kwarto

1.

1. INT. RESTORAN – PAGI

LOUISE seorang waitress cafe. Pada usia awal tiga puluhan, ia sudah
terlalu berumur untuk pekerjaan ini. Sangat manis dan cekatan,
sekalipun di akhir shiftnya. Ia melemparkan cangkir-cangkir kotor dari
dari counter ke dalam bus tray di bawah counter. Hal ini menimbulkan
SUARA GADUH, satu hal yang tidak diperdulikannya. Terdengar
MUSIK COUNTRY pada b.g., dan ia ikut menyenandungkannya.

2. INT. DAPUR THELMA – PAGI

THELMA ibu rumah tangga. Sudah pagi dan ia membereskan


cangkir-cangkir kotor dari meja makan ke bak cuci dapur, yang penuh
dengan sisa-sisa sarapan dan bekas-bekas makan malam
sebelumnya yang membuatnya tampak berantakan. Ia masih
mengenakan gaun malamnya. TV menyala pada b.g. dari dapur, kita
dapt melihat wallpaper yang belum rampung dikerjakan di ruang
makan, jerih payah "kerja mandiri" yang dilakukan Thelma.

3. INT. RESTORAN - PAGI

Louise berjalan ke telpon umum dan memutar suatu nomor.


4. INT. DAPUR THELMA – PAGI

TELPON BERDERING. Thelma menghampiri untuk mengangkatnya.

THELMA
(berteriak)
Tunggu sebentar! Halo?

5. INT. RESTORAN – PAGI

LOUISE
(ditelpon umum)
Saya berharap kamu sudah berkemas, adik kecil,
sebab kita akan cabut dari sini nanti malam.

6. INT. RESTORAN - PAGI

THELMA
(berbisik dengan rasa bersalah)
Baik, tunggulah. Saya akan tanyakan pada
Darryl apa saya boleh pergi.

THELMA (V.O.)
Jadi kamu belum juga nanya sama dia? Demi?
Tuhan, Thelma, dia itu suamimu atau
bokapmu?
Ini kan Cuma dua hari. Demi Tuhan, Thelma,
Jangan seperti anak kecil. Bilang saja kamu
pergi
Sama saya, demi suara jerit tangis yang
Menyayat. Bilang sama dia, kalau saat ini saya
Lagi berantakan.

Thelma menjepit gagang telpon ke dagunya ketika memotong kupon-


kupon di suratkabar dan memasangnya ke papan buletin yang telah
disiapkan untuk itu. Kita melihat bermacam-macam sobekan resep dari
majalah wanita di sepanjang baris '101 Cara Memasak Daging'

THELMA
Dia memang sudah berpikir kamu
rada-rada, Louise, saranmu nggak bakalan
ada
pengaruhnya bagi Darryl. Kamu masih di
tempat
kerja?

LOUISE (V.O.)
Nggak, saya nelpon dari Palyboy
Mansion.

THELMA
Nanti saya telpon balik.

Thelma berjalan ke arah ruang keluarga ke bagian bawah


Tangga dan menyandar di pegangan tangga.

THELMA
(lanjutan)
Darryl! Sayang, baiknya kamu agal buruan.

Louise menoleh berbalik dari kursinya sambil terus


melambaikan tangannya pada lelaki yang baru saja
menumpang mobilnya. Mereka meluncur ke jalan.
THIGHT SHOT si orang tumpangan tersenyum dan
menjauh.

CUT TO :

87. INT. MOBIL - SIANG

Thelma memandang dengan dongkol.

THELMA
Saya berharap nggak ada yang
numpang mobil kita.
G. COVER

Dalam penulisan cover (tittle page) ada kelonggaran aturan dan ditemukan banyak
variasi. Meskipun demikian, ada beberapa prinsip yang harus diikuti. Cover boleh
menggunakan kertas yang sama, baik ukuran maupun ketebalannya, sehingga
tidak perlu mencari atau membeli kertas lain. Demikian pula halnya dengan
bentuk, ukuran, style maupun warna huruf-huruf yang digunakan. Pada
hakekatnya, halaman judul atau cover, semata-mata hanya untuk menandai
skenario yang ditulis, dengan demikian jangan ada unsur-unsur lain seperti
gambar, elemen, foto, hiasan dan sebagainya.

1. Judul film secara keseluruhan dituliskan dalam HURUF BESAR, di tengah-


tengah baris, berjarak kira-kira 2,5 inch dari tepi atas kertas. Boleh diberi garis
bawah atau diberi tanda petik.

2. Empat spasi bawahnya, masih ditempatkan di tengah-tengah baris, dituliskan


"Skenario Oleh" atau "Cerita dan Skenario Oleh" dan secara keseluruhan
dituliskan dalam huruf kecil, tentunya setelah di mulai dengan huruf besar.
Dua spasi di bawahnya, tuliskan nama penulisnya, menggunakan huruf kecil
setelah diawali dengan huruf besar.

3. Bila skenario merupakan hasil adaptasi, diilhami, cerita di tulis oleh orang lain
atau penjelasan lainnya, dituliskan delapan spasi di bawah nama penulis di
tengah-tengah baris diikuti "karya" dan nama pengarang novel dua spasi
dibawahnya.

4. Pada bagian bawah halaman judul, dibagi menjadi dua. Pada sisi kiri bawah,
tuliskan "Produksi", lalu pada baris dibawahnya adalah nama perusahaan
yang akan memproduksi, di tulis dalam jarak satu spasi, menggunakan huruf
kecil setelah didahului dengan huruf besar. Bila akan menuliskan nama
sutradara atau produser, meskipun sangat tidak lazim, bisa dituliskan pula
bagian ini.

5. Pada sisi kanan, sejajar dengan baris di tepi kiri, tuliskan Draft 1 jika skenario
ini merupakan draft pertama. Bila kemudian direvisi, tuliskan Draft 2. Draft 3
jika kembali direvisi, dan demikian seterusnya. Kemudian dibawahnya, dalam
jarak satu spasi, tuliskan tanggal, bulan dan tahun yang menandai waktu
selesainya penulisan skenario ini. Akhir tulisan pada cover dihitung sehingga
kira-kira mempunyai margin yang sama antara tepi bawah dan tepi atas kertas.
HANTU

Skenario Oleh

Casper dan Dracula

Diilhami novel "Sundel Bolong"

Karya

Kuntilanak SH

Produksi Draft 1
PT. Kalang Kabut 29 April 2002

H. PENJILIDAN

Berbeda dengan pembuatan buku, skenario yang telah ditulis TIDAK USAH
DIJILID. Cukup gunakan saja penjepit kertas (binder clips) atau gunakan pelubang
kertas dengan pengancing (fasteners) dari logam atau plastik yang gampang
copot.

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, naskah skenario nantinya akan


diperbanyak. Bila skenario dijilid, selain memboroskan waktu dan uang, juga
malah sangat merepotkan saat skenario akan diperbanyak atau di fotocopy
bahkan mungkin bisa merusak naskah skenario itu sendiri. Dengan menggunakan
penjepit atau pelubang kertas, lembar-lembar skenario akan mudah dilepaskan
kembali saat nantinya diperbanyak atau di fotocopy.

I. REVISI

Skenario tidak selalu sekali diserahkan dapat langsung disetujui. Skenario


umumnya akan mengalami revisi, bahkan mungkin sampai berulang-kali. Scene-
scene tertentu mungkin akan dihapuskan, ditambahkan atau dirubah, deskripsi
visual maupun dialog barangkali harus diperbaiki.

Tidak ada perbedaan dalam cara penulisan naskah revisi. Sebagai penanda
bahwa naskah tersebut naskah revisi dapat dilihat pada sisi kanan bawah cover,
Draft 1, Draft 2, Draft 3 dan demikian seterusnya sampai skenario disetujui. Apabila
naskah skenario telah disetujui, berarti tugas penulis juga telah selesai dan tiba
waktunya menulis skenario yang lain lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Aronson, Linda. 2001. Screenwriting Updated: New (and Conventional) Ways of
Writing for the screen. Los Angeles: Silamn-James Press.

Egri, Lajos. 1960. The Art of Dramatic Writing. New York: Simon and Schuster.

Hauge, Michael. 1988. Writing Screenplay that Sell. New York : Mc Graw-Hill Book
Company.

Herman, Lewis. 1974. A Practical Manual of Screen Playwriting for Theater and
Television. New York: New American Library.

Lee, Robert, and Robert Misiorowski. 1982. Script Models. New York: Hasting House
Publishers.

Miller, William. 1980. Screenwriting for Narrative Film and Television. New York:
Hasting House Publishers.

Misbach Yusa Biran, H. Diktat dan Catatan Kuliah.

Nash, Constance, and Virginia Oakay. 1982. The Screenwriter Handbook. New York:
Harper & Row.

Root, Wells. 1980. Writing the Script. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Seger, Linda. 1987. Making a Good Script Great. New York: Dodd, Mead & Company.

Swain, Eugene. 1973. The Technique of Screenplay Writing. New York: The Universal
Library.

Wilis, Edgar E, and Camile D'Arienzo, RSM. 1981. Writing Scripts for Television, Radio
and Film. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Contoh basic story


THE AFRICAN QUEEN

Di pedalaman Afrika pada masa Perang Dunia Pertama, ROSIE, perawan tua saudara
seorang misionaris Inggris, usianya kira-kira empat-puluhan. CHARLIE kurang lebih
seusia dengannya, gelandangan kapal sungai yang pemabuk dan menjalani
hidupnya dengan membawa bekal dalam kapalnya The African Queen. Ketika Jerman
menghancurkan desanya dan menyebabkan kematian saudara laki-lakinya, Rosie
membujuk Charlie agar mereka menuruni sungai dan menenggelamkan The Lusia,
kapal perang yang digunakan Jerman untuk mengontrol bagian Afrika ini. Hanya
dengan enggan-engganan saja Charlie setuju, selain mengingat sungai yang tidak
bersahabat dan bahkan mungkin tak bisa dilintasi, The Lusia dipersenjatai dengan
persenjataan berat. Dengan keberanian Inggris yang sebenarnya, mereka berangkat
melintasi arus deras, air terjun, tembak-tembakan tentara Jerman yang berkubu di
sungai, baling-baling yang patah, kerumunan nyamuk-nyamuk, lintah-lintah dan
kehilangan alur sungai. Siap menyerahkan nyawa, yakin mereka hilang tanpa
harapan ketika gelombang air badai besar menghantam kapal mereka beberapa yard
ke dalam danau. Mereka membuat torpedo, tetapi mereka kembali dihantam badai.
The Louisa muncul mengangkat lambung The African Queen, menghantam torpedo
dan meledak. Charlie dan Rosie berenang ke daratan Inggris, membawa
keberhasilan.

Contoh basic story:


ALL THE PRESIDENT'S MEN

BERNSTEIN dan WOODSWARD adalah dua reporter muda The Washington Post
pada masa terbongkarnya skandal Watergate. Mereka pergi untuk menyingkap berita
yang sesungguhnya di balik skandal Watergate, dan pejabat-pejabat pemerintah
yang kemungkinan terlibat. Pada mulanya editor mereka ragu akan memperoleh
berita, mengingat keduanya belum berpengalaman. Kemudian mereka frustasi karena
sumber misterius mereka mengetahui lebih banyak daripada yang dikatakannya.
Mereka jadi kecut lantaran The New York Times mengalahkan mereka untuk
beberapa bagian berita. Mereka hampir tersingkir dari berita karena tidak
mendapatkan materi yang cukup. Sumber-sumber yang memungkinkan takut dan
tidak mau bicara. Peluang terputus ketika seorang wanita yang setuju bicara gagal
karena ia perempuan yang keliru. Bernstein pergi ke Florida untuk memperoleh
beberapa informasi tetapi tidak berhasil mendapatkannya sampai mereka
menggunakan akal. Mereka tidak memperoleh cukup petunjuk dan segala
sesuatunya tampak begitu terselubung. Krisis timbul ketika mereka salah menuduh
Haldeman dan itu diketahui, membuat keduanya tak lagi dipercayai. Mereka punya
cukup alasan untuk mengetahui bahwa hidup mereka terancam bahaya. Tetapi
akhirnya mereka berhasil mendapatkan beritanya, yang kemudian dimuat di koran.

Contoh sinopsis
FAREWELL MY CONCUBINE

Tahun 1977, Revolusi Kebudayaan telah berakhir. Dua laki-laki dalam kostum Opera
Peking berjalan melintasi stadium di Peking ketika penjaga tua mengenali mereka
sebagai dua orang yang menjadi pujaannya, DUAN XIAOLOU dan CHENG DIEYI,
superstar opera pada suatu masa yang lalu.

Cerita kembali ke tahun 1925, saat panglima-panglima perang menguasai Peiping,


nama yang diberikan ketika waktu itu belum menjadi ibu kota negara, dan kekuatan
nasionalis Chiang Kaishek, yang berpangkal di selatan, dapat melakukan sedikit
kontrol terhadap mereka. Tetapi sementara situasi politik di Peiping tidak stabil, ada
satu hal yang tidak berubah dalam kehidupan Peiping, yaitu opera. Semua orang dari
kalangan kaya sampai masyarakat miskin, menyukai Opera Peking. Bintang-
bintangnya jadi pujaan setiap orang.

Aktor-aktor opera mempelajari ketrampilannya di sekolah seperti All Luck dan


Happiness Academy yang berkembang cepat oleh disiplin Guru GUAN JINFA.
Tempat-tempat seperti itu boleh jadi menjadi tempat perlindungan bagi gelandangan
dan anak-anak miskin, tetapi mereka butuh ketrampilan dan keteguhan pada akhir
pendidikan yang panjang dan sulit.

Diantara murid-murid baru guru Guan adalah Douzi, seorang laki-laki yang lembut
dan cantik, yang disingkirkan oleh ibunya yang pelacur, karena si anak sudah terlalu
besar dibawa-bawa melayani langganannya. Ketika Douzi untuk yang pertama
kalinya tiba, pelajar-pelajar yang lain menghinanya karena ibunya pelacur. Tetapi
saat itu pula, Shitou berdiri untuk membelanya dan memberikan padanya
perlindungan. Keduanya pun kemudian saling bersahabat akrab.

Sebagaimana aktor-aktor Peking pada umumnya, Douzi dan Shitou dilatih dalam tipe-
tipe tertentu permainan yang menjadi spesialisasi dalam kehidupan mereka. Karena
feminitas Douzi terlihat bagus, dia dilatih untuk mengambil permainan perempuan,
sedangkan Shitou yang atletis cocok untuk peran-peran tentara.

Diantara opera yang dipelajari Shitou dan Douzi adalah "Farewell My Concubine",
kisah tentang seorang raja dengan tentar-tentaranya yang nyaris kehilangan
kerajaannya oleh musuhnya. Meskipun Raja memerintahkan selirnya untuk
meloloskan diri agar selamat, selir tetap setia dan memilih bunuh diri dengan
pedangnya ketika mereka dikalahkan musuhnya. Dalam permainan opera ini, Shitou
mendapat bagian peran Raja dan Douzi sebagi selirnya.

Suatu hari, sekolah diminta untuk mempertunjukkan "Farewell May Concubine" di


sebuah rumah agung milik bekas kasim Kaisar bernama ZHANG. Tergairahkan oleh
kecamtikan dan feminitas Douzi, si bandot tua Zhang memangilnya ke kamarnya
setelah pertunjukkan berakhir dan mengganggunya. Douzi keluar dari rumah Zhang
dalam keadaan shock. Dalam perjalanan pulang ke sekolah, Douzi melihat bayi yang
dibuang dan dia membawanya.

Tahun 1937, pada malam invasi Jepang, Douzi dan Shitou yang dikenal dengan
nama panggung Cheng Dieyi dan Duan Xiaolou, telah jadi pujaan di Peking. Tetapi
tidak demikian bagi aktivis pelajar yang berharap semua orang berkumpul sepenuh
waktu dengan semangat anti-Jepang. Mereka berpikir opera adalah kegiatan yang
tidak karuan.

Duan Xiaolou terlibat romantika dengan JUXIAN, pelacur yang paling menggairahkan
di rumah bordil terkenal House of Blossom. Keduanya akhirnya bertunangan.

Kabar pertunangan Duan Xiaolou dan Juxian mengakibatkan Dieyi runtuh dalam
kecemburuan dan kesedihan yang sangat mendalam. Dia menerima undangan untuk
mengunjungi Guru YUAN, lelaki tua kaya dan terhormat yang mengharapkan Dieyi
menjadi langganannya dan sekaligus pasangan cintanya. Di rumah Yuan, Dieyi
tertarik pada pedang kuno yang pernah dilihatnya di rumah kasim Zhang beberapa
tahun silam. Guru Yuan memberikan pedang itu pada Dieyi ketika ia menerima
cumbuan Guru Yuan.

Dieyi pulang dari rumah Guru Yuan dalam keadaan sedih dan berjalan ke ruamh
Xiaolou yang meriah karena pesta pertunangan sedang berlangsung. Dieyi
memberikan pedangnya pada Xiaolou dan mengatakan dirinya tidak akan bernyanyi
lagi bersamanya. Saat itu sudah larut malam dan pasukan Jepang sedang memasuki
Peiping.

Suatu malam Dieyi menyelenggarakan opera "The Drunken Concubine", tentang selir
lain raja. Mendadak lampu padam dan suasana menjadi kacau ketika tempat
pertunjukkan penuh dengan selebaran anti-Jepang. Tentara Jepang segera menahan
orang-orang yang berada di penonton. Dieyi meneruskan pertunjukkan dan
mendapatkan tepuk tangan meriah dari penggemarnya, diantaranya adalah perwira
Jepang AOKI SABURO.

Xiaolou sedang menghadapi masalah ketika polisi tentara Jepang ingin mencoba
kostumnya. Xiaolou menolaknya dengan kasar dan menetang lalu malarikan diri.
Dieyi menerima undangan dari Aoki Saburo untuk pentas di lapangan militer Jepang.
Juxian memohon padanya untuk pergi memenuhi undangan itu demi menyelamatkan
Xiaolou. Juxian berjanji jika usaha penyelamatannya berhasil, ia akan kembali ke
rumah bordil House of Blossom....................................................
.......................................................................................................dan seterusnya.

Contoh sinopsis
BULAN TERTUSUK ILALANG

Api lampu teplok menyala, RETNO perlahan menari ritmis diiringi tembang dari
mulutnya. Tarian terasa mistis dan indah, meski Retno hanya memakai baju sehari-
hari. ILALANG KECIL duduk di ujung tempat tidur memeluk bantal, menatap takjub
sosok ibunya yang menari.
Dari lubang pintu, beberapa pasang mata liar buruh laki-laki mengintip Retno yang
sedang menari. Termasuk tukang timba air bernama BEGUG.

Retno sadar dirinya diintip. Peristiwa ini menunjukkan sebagian diri Retno, yang
tubuhnya tetap ingin di puja seperti ketika ia masih menjadi penari dan bintang
panggung. Retno terus menari, menghidupkan seluruh ruangan yang mengesankan
sebagai kamar tidur yang tidak terawat lagi. Di dinding tergantung beberapa foto
hitam putih Retno ketika masih menjadi penari Sinta – foto yang sudah pula tampak
suram.

Yang muncul dari suasana ini adalah sensualitas dan misteri keindahan gerak tari
Retno, lewat ketakjuban Ilalang Kecil sebagai anak yang mengagungkan ibunya serta
keliaran mata lelaki buruh-buruh yang mengintip.

Lampu teplok menyala. Retno perlahan membuka bajunya di kamar mandi yang
terletak di pojok pabrik. Bak kamar mandi sangat besar dan terbadi dua oleh sekat,
separuhnya menjadi bagian kamar mandi dan separuh yang lain jadi bagian sumur
tempat para pekerja mengambil air untuk proses membatik yang selalu diisi oleh
Begug. Saat itu, ketika seperti biasanya Retno mandi, Begug juga sedang mengisi
bak.

Bunyi air yang menyiram tubuh Retno, terdengar jelas dari sisi Begug. Terkadang
bayangan tubuh Retno membayang memanjang di air, terlihat oleh Begug setiap kali
mengisi air ke bak. Bunyi air ke tubuh Retno dan bayangan di riak air menimbulkan
sensualitas dalam diri Begug.

Tiba-tiba ketika Retno mengambil sabun mandi, sabun terlepas, meluncur ke dasar
bak mandi di sisi sumur. Tangan Retno mencoba meraih, tapi tak sampai. Begug
tertegun melihat tangan Retno dari riak air. Perlahan, Begug mengambil sabun dan
diserahkannya ke tangan Retno. Kedua tangan bertemu dalam air, bersentuhan dan
tergetar. Sabun berpindah tangan. Tapi jatuh lagi ke dalam air. Seiring dengan itu, api
lampu teplok mendadak padam. Kamar mandi gelap. Sunyi. Retno dan Begug terdiam
di masing-masing sisi yang terbatasi tembok. Retno minta agar Begug mengambil
minyak dan korek.

Pintu kamar mandi terbuka. Retno menutup separuh badannya dengan kain batik,
tubuhnya basah kuyup. Begug menyalakan teplok. Retno minta Begug mengambil
sabunnya.

Begug meraih sabun di dasar bak yang tak terjangkau tangan Retno. Suasana
tampak kikuk. Retno pura-pura membetulkan letak jarik yang digantung di kamar
mandi. Begug memegang sabun mandi, tubuhnya bergetar menahan sensualitas.

Ti b a -ti b a Be g u g d e n g a n sa b u n i tu me n ya b u n p u n g g u n g R e tn o ya n g
membelakanginya. Sabun menyusuri tubuh Retno, tubuh yang tak pernah diberi
perhatian oleh suaminya kini seakan diberi arti. Sejenak Retno diam saja.

Begug memeluk tubuh Retno keras-keras. Retno terkejut, refleks meraih besi yang
biasa buat narik karung beras di dinding, dengan cepat berbalik dan menikam tangan
Begug berkali-kali dengan besi pengait beras itu.

Ilalang Kecil melihat kejadian tersebut dari jauh, dari sela pintu kamar mandi yang
sedikit terbuka. Tangan kecilnya gemetar, seakan ikut merasakan kejadian yang
dilihatnya.

Lampu teplok dinyalakan menjadi besar. Ilalang Kecil menahan tangis ketika seluruh
jari tangannya diikat perban oleh ayahnya, kemudian di olesi oleh obat merah
(yodium). Ilalang kecil lalu diperbolehkan tidur disamping ibunya. Ilalang Kecil
menangis tertahan, tubuhnya lurus tegang di tempat tidur, tangannya yang diperban
mengepal gemetar, tak mungkin memegang tubuh ibunya selagi tidur, selama ini ia
terbiasa tidur dengan tangan menyusup ke dada ibunya. Hal ini membuat Ilalang
Kecil tidak bisa tidur.

Retno yang tidur memunggungi Ilalang Kecil membalikkan tubuhnya. Memeluk Ilalang
Kecil, memegang tangannya, perlahan membuka perban yang membalut tangan
Ilalang Kecil. Retno tidur lagi. Kini Ilalang Kecil menyusupkan tangannya ke dada
Retno. Ilalang Kecil tertidur dengan
lelapnya............................................. ..............................................................................................
.........dan seterusnya.

Contoh tretment:
TIME LOCK

1. Kita berada di L.A.X. Wanita menarik awal tiga puluhan, ELEANOR


ANDERSON, berdiri bersama suaminya, BILL ANDERSON depan area
boarding bertanda Phoenix, Tocson, Dallas. Bill berpenampilan
menarik, tiga puluhan tahun, berpakaian rapih dalam pakaian
konservatif yang pantas. Dia mengatakan akan kembali pada Jum'at
malam, kecuali kalau fakta-fakta urusan yang akan diperiksanya
tidak berhasil dia peroleh.

Dengan perhatian seorang isteri, Eleanor menanyakan apakah Bill


yakin semuanya sudah terbawa... kacamata, kartu kredit, buku
cek? Dijawab "Ya" pada pertanyaan pertama dan kedua, kemudian
nyengir. Bill mengatakan sengaja tidak membawa buku cek. Dia
ingin urusannya sangat buruk sehingga berpengaruh pada
putusannya. Setelah urusannya selesai, Bill ingin segera pulang
dan saat melewatkan akhir minggu akan mengingatkan bahwa
semuanya sudah berakhir. Jika urusan masih tampak baik, ia akan
pulang membawa uang.

Bill mengatakan akan menelpon malam ini, tetapi Eleanor mungkin


akan keluar nonton, maka kenapa tidak Eleanor saja yang menelpon
ke hotelnya sepulang nonton? Mereka setuju. Bill mengingatkan
Eleanor, jika petugas kolam renang datang agar memeriksa
filter.....yang menimbulkan suara aneh. Mereka berciuman, Bill
pergi melewati gerbang, menoleh dan melambaikan untuk yang
terakhir kali sebelum akhirnya menghilang dari pandangan.

Eleanor berdiri melihat ke arahnya beberapa saat, kemudian


dengan maksud tertentu berjalan dari area boarding ke eskalator.
Ketika sampai di lantai bawah, Eleanor pergi ke loket Western
Airlines dan membeli tiket ke Las Vegas pulang pergi.

2. Kita berada di Hotel Union Plaza di Vegas. Eleanor datang


melintasi pintu masuk utama Union Plaza di Vegas. Eleanor datang
melintasi pintu masuk utama, berjalan ke meja dan menanyakan Mr.
Simmons. Penjaga memeriksa daftar tamu, kembali dan menanyakan
apakah yang dimaksud Mr. Edward Simmons. Ketika Eleanor
membenarkan, petugas mengatakan Mr. Simmons sudah Check-out,
pindah ke Sal Sagev. Eleanor dapat ke sana dengan melewati jalan
Fremont.

3. Kita mengikuti Eleanor yang berjalan sepanjang jalanan Vegas


yang ramai... suara-suara dari berbagai tempat, para lelaki
dengan pakaian western, perempuan-perempuan dalam blue jeans
belel dan anting besar sampai celana ketat...

Akhirnya kita sampai di depan Sal Sagev, hotel yang kelihatan


sangat kuno dan tidak dibangun pada abad ini. Eleanor masuk ke
dalam lobi yang murung, menanyakan Mr. Edward Simmons pada
penjaga meja dan ditunjukkan pada kamar 424.

Eleanor masuk ke elevator kuno yang bergeritan dan terangkat


naik secara tidak nyaman ke lantai empat, keluar dan menemukan
kamar 424, berdiri dan di depan pintu sejenak lalu mengetuk.

4. Pintu terbuka oleh permpuan paruh baya yang masih menunjukkan


kesan-kesan sensasional masa mudanya. Tanpa make-up dan dengan
rambut di-roll, sejenak ia tampak sebagai perempuan yang paling
tidak menarik di dunia. Dia menatap
Eleanor..................................................
................................................................
...................................dan seterusnya.

TOP FLOOR
OFFICE PARTY WEAPPING
UP – Xmas Eve.
A SpliNTER gRoup
SNeaKS off to Boss
Office-UNScen by Others
at PARTY.
BASEMENT
STOSH mAKING RepAIRS,
Nipping bottle,
Getting drunker.

Lobby
LAST of mAIN pARty
Leaves, tells WATERMAN
Nobody else upsSTAIRS.
Office Boy SilenL.
(mention that cleaning
personal want be in
until noun)

TOP FLOOR
PARTY Gets cozy.
Playboy hitting on GingeR
Overland hitting on
THIRlone
JERRY Foster making
drink's
AS Lee and, Betty
Discous what's happening.
Lee turnes INNARD, to
Her own Thoughts
FLASHBACK
Lee and Jim Pearson
And his two young
Daughters on outing
Lee tells him she's
Pregnant, Pearson
Studened, withdreams

BASEMENT
Mister JANOS drops in to
Visit Stosh, making
Rounds. Stosh makes
NAemken mistake
EXPLOSION – FIRE
END ACT!

Contoh Treatment
THE ONLY WAY IS DOWN

1. LANTAI ATAS – PENCAKAR LANGIT MODERN – PETANG

Malam Natal. Pesta kantor sedang berlangsung meriah. Minum-minum. Suara-


suara tawa gembira. Saling tukar hadiah. Gedung sudah kosong kecuali pesta ini.
Orang-orang dalam pesta mulai memasuki saat-saat terakhir, mereka berharap
segera pulang pada keluarganya untuk menghabiskan liburan akhir pekan yang
panjang.

2. LANTAI ATAS – RUANG PIMPINAN

Kantor pribadi yang mewah. Kita lihat sekelompok orang dari pesta yang sedang
berlangsung, berjalan menyelinap tanpa terlihat dari pesta utama untuk
melanjutkan pestanya sendiri secara pribadi di dalam ruangan ini.

3. LANTAI ATAS – KORIDOR

Stosh, si penjaga malam, meninggalkan elevator, mengunci elevator itu dalam


keadaan terbuka. Sejenak ia melihat ke arah pesta kantor, kemudian menuruni
koridor dan mengunci pintu besi yang terdapat pada ruang tangga. Ketika ia
berbalik, beberapa orang yang ikut pesta bercanda mengatakan bahwa Stosh
telah mengunci mereka sepanjang malam ini. Stosh berusaha untuk tersenyum,
tetapi tidak cukup berhasil. Dia mengatakan mengunci lantai karena adanya
pencurian belakangan ini, dan untuk itu ia diperintahkan oleh Mister Overland.

Stosh menunggu ketika orang-orang yang berpesta mulai pergi berombongan,


mengambil mantel-mantel dan hadiah-hadiah dengan berisik, dan dalam suasana
meriah berjalan ke elevator.

4. LANTAI ATAS – RUANG PIMPINAN

Tiga orang laki-laki dan empat orang perempuan yang tadi, menyelinap pergi
tanpa terlihat dari pesta, sekarang diam-diam menunggu orang-orang pergi
meninggalkan tempat pesta. Mereka mendengarkan kepergian orang-orang dari
pintun ruangan yang tertutup, mengendap saling pandang satu sama lain,
kemudian ketika suasana menjadi sepi mereka saling toast atas kesuksesan
mereka menyelinap. Kita jadikan peristiwa ini untuk memperkenalkan tokoh-tokoh
dalam ruangan ini...............................................
..................................................................................................dan seterusnya.

Contoh Skenario
THELMA AND LOUISE

1. INT. RESTORAN – PAGI

LOUISE seorang waitress cafe. Pada usia awal tiga puluhan, ia sudah terlalu
berumur untuk pekerjaan ini. Sangat manis dan cekatan, sekalipun di akhir
shiftnya. Ia melemparkan cangkir-cangkir kotor dari counter ke dalam bus-tray di
bawah counter. Hal ini menimbulkan SUARA GADUH, satu hal yang tidak
diperdulikannya. Terdengar MUSIK COUNTRY pada b.g. dan ia ikut
menyenandungkannya.

2. INT. DAPUR THELMA – PAGI


3. INT. RESTORAN – PAGI
4.

Anda mungkin juga menyukai