1/1/2010
BENTUK I :
SIGNIFIKANSI BENTUK FILM
Bentuk dipahami sebagai sesuatu yang menjadi sumber keteraturan, kesatuan dan
identitas sebuah objek. Dari bentuk ini segalal sesuatu bisa menjadi tertib dan mudah
dimengerti. Begitu pula dengan film, sebagai sebuah produk tentu saja memiliki bentuknya
sendiri dan dengan bentuk ini pula film kemudian menjadi mudah untuk dipahami oleh
pembuat dan penontonnya, termasuk para kriktikus. Pada sebuah film, yang dikategorikan
sebagai bentuk adalah penceritaannya dan sebelum bebicara jauh mengenai bentuk film, maka
harus diketahui terlebih dahulu apa yang menjadi dasar pemikiran bentuk film ini perlu ada,
dengan catatan bahwa pembahasan bentuk ini dilihat dari sudut pandang penontonnya.
1. Bentuk Film Sebagai Sistem
Bila mengenal teori sistem, maka bentuk film merupakan salah satu yang
menggunakannya sebab terdiri dari unsurunsur yang memiliki hubungan secara organik.
Unsurunsur itu adalah cerita, plot, ruang, waktu, karakter, hubungan sebabakibat dan
lain sebagainya. Setiap unsur memiliki fungsinya masingmasing dan saling bergantung
antara satu unsur dengan unsur yang lainnya, sehingga kesatuan (fungsi dan saling
ketergantungan) dari unsurunsur itulah yang disebut dengan sistem. Dengan kata lain, bila
salah satu unsur itu hilang, maka bentuk film akan terganggu ataupun tidak bisa berjalan
sesuai yang diharapkan. Kita ambil contoh, apabila menonton sebuah film yang yang tidak
memiliki cerita, pastinya kita bingung untuk bisa menyimpulkan apa yang sudah dilihat.
Contoh lain, sebuah film yang tidak memiliki karakter, maka kita sebagai penonton akan
bingung mengidentifikasi sosok yang akan kita ikuti di dalam film. Oleh karena itu
kesadaran bahwa unsurunsur itu saling berkaitan menjadi sangat penting bagi para
pembuat film.
kusen_dony_hermansyah
saat awal mereka berkenalan, artinya urutan waktunya berjalan mundur. Secara isi bisa jadi
sama persis, namun secara bentuk waktunya berjalan mundur maka kesan yang ditangkap
penonton akan berbeda.
kusen_dony_hermansyah
kusen_dony_hermansyah
7. Evaluasi
Unsur terakhir dari urgensi adanya bentuk dari sebuah film adalah adanya evaluasi
yang dilakukan penonton terhadap film yang dilihatnya. Penilaian paling sederhana oleh
penonton adalah film yang dilihatnya dianggap baik atau buruk karena beberapa
pertimbangan :
- Kriteria Realistik
Kriteria ini merupakan aspek yang paling sering di mana penonton merasa bahwa film
yang dilihatnya dianggap bagus karena memenuhi kriteria realistik atau memenuhi
kusen_dony_hermansyah
kusen_dony_hermansyah
BAGIAN II :
PRINSIP-PRINSIP BENTUK FILM
1. Fungsi Bentuk
Bentuk berfungsi sebagai anatomi dari cerita film mudah dipahami oleh
penontonnya. Dikarenakan yang hendak disampaikan kepada penontonnya adalah pesan
atau informasi, maka fungsi lain dari bentuk adalah sebagai tempat bergulirnya cerita,
artinya dengan adanya bentuk maka cerita dapat berjalan dan diharapkan pesan sampai di
benak penontonnya.
kusen_dony_hermansyah
3. Pengembangan Cerita
Pengembangan cerita wajib dilakukan oleh pembuat film, gunanya agar penonton
tidak merasa alurnya berputar disitu-situ saja yang bisa membuat mereka meninggalkan
bioskop. Terutama pada bagian eksposisi di mana permasalahan sang tokoh dipaparkan
sehingga penontonnya bisa mengetahui lebih detil apa saja yang membuat tujuannya
berubah.
4. Kesatuan / Ketidaksatuan
Sekali lagi bahwa bentuk film (cerita) adalah sebuah sistem, sehingga harus
diingatkan lagi bahwa bentuk film tampak sebagai kesatuan yang utuh sehingga hubungan
antar unsurnya jelas. Dikarenakan ketidaksatuan menyebabkan penonton akan kecewa
ataupun bingung dengan penceritaannya. Misalnya, film Pink Floyd : The Wall (1981) karya
Alan Parker, di mana untuk bisa memahami ceritanya harus membaca lirik lagu dari album
The Wall (1979) karya band Pink Floyd, sehingga penonton yang tidak membaca lirik lagu
sebelumnya maka akan sangat bingung dengan cerita film tersebut, sebab alurnya maju
mundur tanpa panduan yang jelas.
kusen_dony_hermansyah
BAGIAN III :
KLASIFIKASI BENTUK FILM
Klasifikasi dalam film ada beberapa, baik yang disebut bentuk, jenis (genre), tipe dan
sebagainya. Dalam Film Art : An Introduction, David Bordwell membagi klasifikasi bentuk
menjadi :
A. Bentuk Naratif
Bentuk naratif merupakan sebuah bentuk penceritaan yang peristiwanya memiliki
hubungan sebab akibat yang jelas dan terjadi dalam ruang serta waktu yang jelas pula.
Dikarenakan penceritaan dalam film didasari oleh sastra dan drama, maka bagaimanapun
juga selain adanya story, tentunya penceritaan itu terbagi lagi menjadi plot. Selain naratif di
dalam film memiliki struktur yang berbeda dengan sastra (roman) maupun drama, yaitu
setidaknya ada dua struktur besar, Struktur Hollywood Klasik (dikenal di Indonesia dengan
Struktur 3 Babak) dan lawannya, Struktur Art Cinema Naration.
B. Bentuk Non-Naratif
Bentuk ini bukannya tidak bercerita, hanya saja cara menceritakannya berbeda
dengan nartif yang seperti orang mendongeng, maka cara bercerita non-naratif ini sangat
beragam. Setidaknya ada empat cara bercerita dalam bentuk ini :
-
Categorical
Film dibuat kategori agar dapat dikumpulkan per sub-temanya. Bordwell mengibaratkan
cara ini seperti memasuki supermarket dimana setiap barang akan dikategorikan
menurut jenisnya dan bukan merknya. Banyak film dokumenter yang masuk dalam
wilayah ini, misalnya film dokumenter musik, film behind the scene dan sebagainya.
Rethorical
Film ini memiliki persuasi yang kuat untuk mempengaruhi penonton sehingga kesan
propaganda melekat erat dalam bentuk ini. Film yang banyak menggunakan metode ini
adalah film iklan dan dokumenter propaganda, seperti film dokumenter dari jenis
company profile ataupun dokumenter yang dibuat oleh Leni Refensthal (Triumph of the
Wheel, Day of Freedom dan Olympia) dan Frank Cappra (Why We Fight ?).
kusen_dony_hermansyah
Abstract
Penceritaan film ini mengikuti sebuah usaha untuk mengeluarkan suatu ekpresi paling
dalam dari pembuatnya. Umumnya sulit untuk dicerna oleh penonton, namun karena
didasari oleh kebebasan berekspresi sehingga sering permasalahan penonton tidak lagi
menjadi yang utama. Film eksperimental atau sekarang dikenal dengan video art adalah
contoh dari film dengan bentuk abstrak, seperti film-film dari Hans Richter, Walter
Ruttman, Luis Bunnuel dll. Selain itu juga ada beberapa video musik menggunakan
bentuk ini.
Associational
Film-film dalam bentuk ini sekilas mirip dengan bentuk abstrak, namun sesungguhnya
sangatlah berbeda. Film bentuk ini biasanya menggunakan gambar-gambar yang tidak
memiliki hubungan ruang, waktu ataupun peristiwa, namun memiliki tujuan yang sama
untuk mengarah pada sau tema atau sub-tema penceritaan. Dokumenter dengan jenis
association picture story menggunakan bentuk ini, seperti karya Man With A Movie
Camera (Dziga Vertov), Powwaqqatsi (Geodfrey Regio), Baraka (Ron Fricke),
menggunakan juga video musik.
kusen_dony_hermansyah
BAGIAN IV :
PRINSIP KONSTRUKSI CERITA
DALAM FILM NARATIF
1. Plot Dan Cerita (Story)
Bayangkan bila sebuah peristiwa yang berlangsung berharihari disuguhkan kepada
penonton seluruhnya, mungkin tidak ada seorangpun yang mau menonton film. Oleh karena
itu agar masyarakat berkenan menonton film yang dibuat, maka peristiwaperistiwa penting
saja yang dipilih oleh pembuat filmnya disajikan dengan ringkas. Bagianbagian ringkas dan
terpilih inilah yang disebut dengan plot, namun apa yang harus disajikan kepada penonton
yaitu sesuatu yang nantinya terlihat dan terdengar penonton.
Akan tetapi rangkaian peristiwaperistiwa yang disusun nantinya harus terbayang
oleh penonton sebagai kesatuan dari sebuah cerita utuh, sehingga harus ada upaya dari
pembuatnya untuk selalu menjaga keutuhannya. Konstruksi imajiner penonton dari
rangkaian peristiwa yang ditontonnya inilah yang disebut dengan story (cerita).
Kita ambil contoh yang sederhana, dalam film Titanic (1997) karya James Cameron di
mana seharusnya berlangsung beberapa hari, namun berbagai macam peristiwa yang terjadi
di kapal itu, kemudian harus dipilih oleh sutradaranya dan yang ahirnya dipilih adalah
peristiwa percintaan sepasang pemudapemudi yang akhirnya menyaksikan kapal Titanic
menabrak karang hingga akhirnya turut tenggelam bersama. Pada akhirnya story (cerita)
tenggelamnya kapal itu terkonstrusksi di benak penonton secara utuh bersama percintaan
sepasang kekasih tersebut.
2. Sebab-Akibat
Setiap peristiwa yang dipilih harus saling memiliki hubungan sebab-akibat yang jelas,
sebab hal inilah yang bisa membuat penonton menkonstruksi seluruh peristiwa yang
diperlihatkan. Bahkan dalam buku Teknik Menulis Skenario Film Cerita, Misbach Yusa Biran
dikatakan bahwa sebuah peristiwa dikatakan sebuah plot bila ada hubungan sebabakibat,
contohnya dalam kalimat ratu menangis, raja mati. Kalimat tersebut bukanlah sebuah plot
karena tidak memiliki hubungan sebabakibat yang jelas. Seharusnya ditulis ratu menangis
karena raja mati yang akhirnya membuat kalimatnya jauh lebih jelas.
Dalam film dokumenter, film animasi dan film eksperimental tidak harus atau tidak
selalu memiliki hubungan sebabakibat yang jelas, dikarenakan kebutuhan tipe film di atas
berbeda dari kebutuhan film cerita.
kusen_dony_hermansyah
3. Waktu
A. Urutan Waktu (Temporal Order)
Waktu dalam kehidupan manusia adalah waktu yang berjalan linear progresif dan
tidak terinterupsi atau tidak terpenggal. Film mencoba menerjemahkan bentuk waktu ini
ke dalam rangkaian gambar serta suara dalam urutannya. Akan tetapi dengan adanya
material film (seluloid) urutan waktu itu justru memungkinkan untuk dibolak-balik sesuai
dengan keinginan pembuatnya sehingga kita bisa menyisipkan waktu lampau (flash back)
atau waktu yang akan datang (flash forward). Contohnya, bila kita meminjam tanda
Alphabetic maka kita dapat mengurutkan waktu dalam film seperti :
LINEAR
: A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N ....dst
Bila waktu yang berjalan seharusnya linear namun karena diantara M dan N serta
R dan S disisipkan peristiwa pada waktu lampau (A,B,C dan D,E,F,G) maka adegan masa
lampau tersebut disebut flash back.
K, L, M, A, B, C, N, O, P, Q, R, D, E, F, G, S, T, U, V....dst
Flash Back
Flash Back
Bila waktu yang berjalan seharusnya linear namun karena diantara C dan D serta G
dan H disisipkan peristiwa masa mendatang (K,L,M dan S,T,U,V) maka adegan masa
datang tersebut disebut flash forward.
A, B, C, K, L, M, D, E, F, G, S, T, U, V, H, I, J....dst
Flash Forward
Flash Forward
kusen_dony_hermansyah
Plot Rumah
Plot Kantor
Jadi bila mau dihitung dan diperkirakan, durasi yang harus diperhatikan oleh para
pembuat film ini bila diperinci kirakira seperti dalam film Braveheart (1995) karya Mel
Gibson, di mana peristiwa yang berlansung kurang lebih 30 tahun (story duration)
diringkas menjadi sekitar 2 tahun (plot duration) yang diceritakan dalam waktu 177 menit
/ 3 Jam (screen duration).
C. Frekuensi Waktu (Temporal Frequency)
Frekuensi berhubungan dengan adanya kemungkinan waktu yang diulang di
tampak di dalam film. Yang paling sederhana adalah mengulang shot-shot yang sudah
pernah kita gunakan sehingga terjadi pengulangan waktu. Misalnya pada film V For
Vendetta tokoh V yang terbakar muncul sebagai flashback sang dokter, kemudian shot
tersebut muncul lagi saat tokoh perempuan bebas dari ujian V.
Frekuensi waktu yang jauh lebih kompleks pernah digunakan pada film Babel (2006)
karya Alejandro Gonzlez Irritu, yaitu ketika adegan sang bapak menelpon anak sambil
menangis. Pada plot kedua, dalam adegan yang ditunjukkan hanya anak yang sedang
menerima telpon ditemani pembantunya. Sedangkan pada plot lain adegan yang
ditunjukkan adalah si bapak yang sedang menelpon anak yang ada di belahan bumi lain.
4. Space
A. Story Space
Bila story adalah konstruksi imajiner penonton dari rangkaian peristiwa yang disajikan,
maka ruang besar / utuh yang terkonstruksi secara imajiner di benak penonton
merupakan story space (ruang cerita).
kusen_dony_hermansyah
B. Screen Space
Ruang dalam film yang hanya diperlihatkan di layar adalah screen space, jadi segala
macam action dan unsur visual yang terlihat di layar pasti terjadi dalam screen space.
C. Plot Space
Akan tetapi apa yang terlihat di layar bisa jadi merupakan bagian dari ruang yang lebih
besar di mana tokoh melakukan action. Ruang yang lebih besar inilah yang disebut
dengan plot space.
Dalam film Titanic misalnya peristiwanya terjadi di sebuah kapal besar yang berlayar
di samudera (story space) di mana kapal tersebut memiliki ruangruang seperti gudang
kapal, lorong, kabin penumpang dan sebagainya (plot space) dan kedua tokoh diperlihatkan
sempat berada di buritan, sebuah mobil di gudang kapal, di bagian kamar si perempuan dan
sebagainya yang diperlihatkan kepada penonton (screen space).
kusen_dony_hermansyah
PERTENGAHAN
Paparan terhadap usaha tokoh
protagonis menyelesaikan masalah,
tentu saja di dalamnya pasti ada :
- konflik
- pengembangan masalah
- konfrontasi antara protagonis dan
antagonis
PENUTUP
Tokoh
protagonis
harus
menyelesaikan
masalahnya
sehingga dalam bagian ini akan
berisi :
- konfrontasi akhir (klimaks)
- resolusi
- tujuan
- anti-klimaks
kusen_dony_hermansyah
kusen_dony_hermansyah
karya Herwin Novianto yang memasang tokoh Jagad sebagai narrator-nya, walaupun
dalam film tersebut dia tidak sendiri (kemanamana selalu bersama para sahabatnya).
Narrator dalam sebuah film tidak selalu berhubungan dengan cerita tersebut,
artinya bisa saja dia berada di luar cerita, contohnya narrator dalam film dokumenter
yang suaranya sering disebut dengan Voice of God. Namun ada yang unik dari film
seperti Million Dollar Hotel (2000) karya Wim Wenders, di mana narrator-nya adalah
tokoh sudah meninggal dunia, yaitu Tom-Tom. Akan tetapi narrator juga bisa selain
manusia (noncharacter narrator) terutama bila tipe film yang digunakan adalah animasi
seperti Beauty and the Beast (1991), Nightmare Before Christmast (1993) ataupun
Finding Nemo (2003).
kusen_dony_hermansyah
BAGIAN V :
STRUKTUR NARATIF FILM
Pada awal pembahasan sudah disinggung bahwa bentuk film pasti akan menggunakan
pola agar ceritanya mudah diikuti oleh penonton. Pola yang digunakan secara utuh akan
berwujud struktur di mana fungsinya untuk meletakkan adeganadegan yang diinginkan oleh
pembuatnya. Dalam dunia perfilman struktur cerita yang dikenal bisa dibedakan menjadi dua
besar yaitu :
kusen_dony_hermansyah
Yang terakhir adalah hasrat (desire) yaitu sebuah keinginan untuk mendapatkan
sesuatu yang abstrak dan yang paling sederhana adalah menyelesaikan permasalahan yang
sedang dihadapi tokohnya, misalnya dalam film Speed (1994) karya Jean de Bont, di mana
hasratnya adalah bagaimana menyelematkan penumpang bus yang di dalamnya ada bom.
B. Setting Yang Jelas
Setting adalah ruang dan waktu di mana tokohnya berada dan peristiwanya itu
terjadi. Membahas ruang dalam Struktur Hollywood Klasik, maka pembuat film harus bisa
memperlihatkan secara kongkrit dan jelas, misalnya dapur, ruang tamu, taman dan
sebagainya di mana ruangruang itu haruslah jelas artinya jangan sampai ada unsur visual
yang mengganggunya, misalnya di dapur tibatiba ada perangkat kosmetik yang tertata rapi,
ataupun di ruang tamu ada pajangan penggorengan, cobek dan sebagainya.
Untuk membahas waktu juga melibatkan unsur visualnya terutama pencahayaan
(lighting), namun secara sederhana dalam sebuah film penonton harus dapat menangkap
dengan jelas kapan peristiwa itu terjadi, misalnya siang, malam, senja atau pagi. Bisa juga
dengan waktu yang lebih spesifik seperti tahun, bulan, tanggal, jam, menit dan detik
sehingga penonton bisa mengidentifikasi waktunya dengan sangat lugas.
Dua aspek (karakter dan setting) di atas ditambah dengan pemasalahan utama, biasanya akan
muncul dari awal film dengan wujud pembukaan (opening) di mana nantinya akan terus
berkembang seiring perkembangan cerita yang disajikan kepada penonton.
C. Perkembangan Cerita Yang Progresif
Masalah utama dalam sebuah film harus bisa diinformasikan dengan jelas kepada
penonton, sebab dari masalah utama inilah maka tokoh akan memiliki motif (goal, need &
desire) agar masalah yang menimpanya bisa diselesaikan. Akan tetapi ketika motif berjalan
dengan adanya action dari tokoh protagonis, maka akan ada hambatan pasif (seperti
bencana alam, gedung roboh dll) ataupun hambatan aktif (dari tokoh antagonis) yang
membuatnya sulit menyelesaikan masalah.
Titik temu antara motif dengan hambatan inilah yang disebut dengan konflik.
Munculnya secara terusmenerus konflik (antara tokoh protagonis dengan antagonis) dalam
peristiwa yang berjalan dalam cerita film harus memiliki peningkatan nilai dramatik yang
membuat penonton semakin ingin melihat permasalahan tersebut selesai. Misalnya dalam
filmfilm laga (silat), tokoh protagonisnya akan mengahadapi para pendekar dari yang hanya
bisa sepuluh jurus sampai harus berhadapan dengan yang menguasai seratus jurus.
Meningkatnya ujian yang dihadapi tokoh protagonis inilah justru yang akan membuat
penonton semakin percaya dengan kemampuannya.
Tentu saja perkembangan cerita ini tidak terlepas dari peristiwaperistiwa yang
dihadirkan menggunakan pengulangan (dupikasi dan repetisi) dan juga variasi yang
bertujuan agar penonton mendapatkan informasi yang meningkat bobotnya, juga
penceritaan itu berjalan secara progresif. Selain itu unsur kausalitas (sebabakibat) harus
tetap dipertahankan dalam cerita hingga akhir film, sebab hal ini pulalah yang mengikat.
kusen_dony_hermansyah
D. Penutup (Closure)
Bila dalam sebuah film ada opening dan juga perkembangan ceritanya, pastilah film
itu memiliki penutup (closure) yang dalam Struktur Hollywood Klasik haruslah berakhir
bahagia (happy ending). Hal ini bertujuan agar penonton tidak kecewa dan juga tidak boleh
membawa persoalan film ketika keluar dari gedung bioskop. Itulah mengapa, terkadang
setelah menonton film Hollywood banyak penonton yang merasa pesan moralnya hanya
dirasakan saat berada di gedung bioskop, sedangkan ketika mereka keluar bioskop, pesan
moral itu terlupakan begitu saja.
Ini adalah struktur standar yang digunakan dalam Struktur Hollywood Klasik.
Penggunaannya sangatlah ketat, artinya tidak boleh ada satupun yang dilanggar atau
terlewat. Opening (Babak I) berisikan pengenalan terhadap tokoh utama (tokoh protagonis,
tokoh antagonis dan beberapa tokoh pembantu utama), ruang, waktu serta pemasalahan
utamanya, bahkan menurut beberapa sumber Hollywood hanya memberi batas maksimal 20
menit untuk menjabarkan adeganadegan opening dan semakin pendek dianggap semakin
baik sebab memberikan kesempatan lebih luas kepada Babak II.
Sebelum masuk ke tahap middle (Babak II) akan dimunculkan satu tahap pendek
bernama point of attack (biasanya sebuah scene utuh) yang fungsinya adalah mengubah
tujuan tokoh di awal, misalnya dalam film Gladiator (2000) karya Ridley Scott, point of attack
muncul saat Maximus berhasil kabur dari eksekusi mati yang sedang dijalani. Dalam film
Avatar (2009) karya James Cameron, point of attack-nya ketika menjalankan tugas
pertamanya, Jack Sully (dalam wujud yang berbeda) ditinggal oleh kawankawannya di
hutan dan harus bertahan hidup sampai esok paginya. Kemudian dia bertemu dengan Neytiri
kusen_dony_hermansyah
Syarat-syarat di atas adalah mutlak, artinya tidak boleh ada satupun yang dirubah
atau tidak digunakan di dalam film yang sedang dibuat, karena apabila ada satu syarat saja
yang tidak dipakai, maka film tersebut akan masuk ke dalam Art Cinema Narration.
kusen_dony_hermansyah
jelas, plot, cerita maupun perkembangan ceritanya juga sulit dicerna. Apalagi akhir ceritanya
yang tidak jelas akan dibawa ke mana.
FILM CERITA
Film cerita pendek dan panjang pada dasarnya memiliki pondasi yang sama dalam
penceritaan, hanya saja film cerita pendek umumnya hanya menceritakan 1 ide sederhana
dan bisa saja menjadi liar sekali. Sedangkan film cerita panjang bisa menceritakan banyak
hal sehingga konsentrasi penonton haruslah tetap dijaga.
kusen_dony_hermansyah