Perlu dipahami bahwa dari satu persoalan kecil saja, filmmaker dapat mengangkatnya
menjadi bermacam film karena bisa muncul berbagai ide. Misalnya saja seorang
filmmaker mencoba mengangkat tentang ‘sendok’, maka yang dibicarakn bisa menjadi
sangat banyak antara lain fungsi sosialnya, budayanya, pengaruh terhadap mental dan
sebagainya. Oleh karena itu filmmaker perlu mem-fokus-kan idenya pada satu titik
persoalan saja.
Sedangkan hal–hal yang harus diriset oleh filmmaker adalah segala sesusatu yang belum
dipahami olehnya. Oleh karena itu seorang filmmaker perlu memahami metodologi
penelitian, walaupun banyak dari mereka yang hanya mengandalkan observasi
(pengamatan) semata untuk membuat filmnya. Celakanya, banyak juga yang tidak
mencatat dan hanya bergantung pada ingatan sehingga sering mengambil jalan pintas
dengan cara membawa kamera video saat riset. Dalam pembuatan sebuah film
sebenarnya hal ini tidaklah ‘haram’, akan tetapi menjadi sangat mengganggu dalam
proses pembuatan secara benar. Dikarenakan dengan membawa kamera biasanya akan
mengacaukan orientasi filmmaker tersebut sebab dia / mereka akan sulit membedakan
antara shooting dan riset karena hasil pengambilan gambar saat riset banyak yang
masuk ke dalam film yang akan dibuat. Dengan membawa kamera saat riset, maka
kerugian adalah bahwa ia akan mengambil gambar tanpa punya cerita sebagai
acuannya.
TAHAPAN PENULISAN SKENARIO
Setelah mendapatkan data yang sudah ‘matang’ maka filmmaker baru bisa membuat
skenarionya. Menulis skenario film dokumenter sebaiknya menggunakan tahapan
penulisan skenario sebab bagaimanapun kemampuan mengingat dari manusia terbatas
sehingga tahapan ini dapat membantu filmmaker dari mulai memastikan rumusan ide
hingga cerita lengkap yang hendak disajikan kepada penonton.
Selama ini banyak filmmaker dokumenter ketika menuliskan skenario ternyata lebih
banyak memasukkan data-data riset dibandingkan cerita (story) yang hendak
disampaikan kepada penonton sehingga ketika masuk ke lokasi shooting mereka tidak
memahami apa yang mau diambil secara spesifik terutama yang berkaitan dengan
ceritanya.
Tahapan yang harus dilalui oleh seorang penulis skenario dokumenter ada beberapa
tahapan dari mulai membuat ide pokok atau premis, tema dari film tersebut, storyline
sebagai dasar cerita, sinopsis, outline atau treatment yang bisa dipilih salah satu dan
yang terakhir adalah skenario yang biasanya justru jarang dibuat dikarenakan
treatment dianggap bisa menjadi ‘blue print’ untuk pembuatan film dokumenter.
Ide pokok biasanya ditulis dalam satu kalimat perenungan yang merupakan inti dari
permaslahan yang akan diangkat di dalam film. Sedangkan tema adalah kalimat yang
menjelaskan apa yang dilakukan subjek terhadap pemasalahannya. Subjek dalam
sebuah film tidak selalu seorang tokoh, namun juga bisa sebuah komunitas ataupun
kelompok manusia. Bahkan subjek juga bisa sesuatu yang bukan manusia seperti
binatang, tumbuhan, benda mati misalnya rumah, bir, udara, botol dan bahkan bisa
sesuatu yang abstrak contohnya perjuangan, cinta, konflik tradisional - modern dan
sebagainya.
Contoh :
1. Ide Pokok : Setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan
Tema : Bowo Leksono dan kawan-kawannya mengorbankan
pekerjaannya di Jakarta untuk membuat sebuah festival film non-
profit.
Storyline berfungsi memberikan pondasi cerita pada film yang hendak dibuat. Secara
teknis biasanya tulisannya dibuat pendek sekitar setengah halaman kuarto. Dalam
storyline, penulis skenariosudah memasukkan unsur–unsur seperti setting (ruang &
waktu), tokoh utama (bila ada), permasalahan, alur cerita, opening, ending.
III. SINOPSIS
Sinopsis bukan ringkasan cerita seperti yang ada di koran-koran, tapi adalah sebuah
tulisan yang berfungsi untuk mendeskripsikan secara lengkap alur cerita dari sebuah
film. Dengan kata lain saat membuat sinopsis seorang filmmaker harus memilih dan
menuliskan plot yang akan dituangkan ke dalam filmnya sehingga peristiwa-
peristiwa yang dianggap tidak penting bisa dihindari (tidak digunakan). Secara
teknis sinopsis tampak seperti sebuah cerpen namun bahasa yang digunakan
haruslah bahasa yang filmis, artinya sebuah bahasa yang tidak sekedar deskriptif
namun segala yang akan diwujudkan filmmaker nantinya. Jelasnya, apa yang
dituliskan oleh penulis skenario di dalam sinopsis haruslah segala sesuatu yang
nantinya akan tampak oleh mata (mise en scene, termasuk di dalamnya action para
manusianya) dan terdengar oleh telinga (suara, terutama speech dan sound effect).
Disebuah ruangan kamar tidur, Nunu sedang menggambar sketsa logo mata
dibukunya dengan pensil mekanik pantel 2B yang bewarna hitam diatas
meja komputernya. Nunu berambut panjang sedikit ikal memakai celana
pendek dan kaos belel.
Siang hari, Nunu turun dari bis Metromini 17 dan berjalan kaki menuju
Tugu Taman Ismail Marzuki. Nunu melewati pintu masuk yang bertuliskan
Institut Kesenian Jakarta. Nunu memakai kaos bewarna hitam dan celana
panjang jeans dan sepatu keds dan memakai tas kain. Setelah itu Nunu
melakukan pembimbingan dengan dosennya diatas kursi kayu dilorong
kampus Seni Rupa Gedung B. Dosennya mengenakan celana panjang bahan
dan kemeja. Nunu memperlihatkan desain-desain sketsanya dan
menjelaskan kepada dosennya. Dosen memberikan pengarahan kepada Nunu
lalu menandatangani lembar pembimbingan Nunu. Nunu pamit dan pergi
meninggalkan pembimbingnya.
Malam hari, disebuah gedung yang bernama EMAX. Sebuah band yang
memainkan lagu diacara tersebut. Ada orang yang melihat karya. Ada
beberapa orang yang mengobrol. Nunu dan pacarnya Ari, datang keacara
pameran ini melalui pintu depan. Nunu mengenakan pakaian kemeja
bermotif cerah dan Ari mengenakan sweater bewarna gelap. Nunu menyapa
teman-temannya yang berada didalam tempat pameran. Nunu juga berbicara
dengan temannya. Terlihat sebuah poster desain. Sebuah band masih
memainkan lagu diacara tersebut. Setelah itu Nunu dan teman-temannya
keluar dari tempat pameran dan ia berbicara dengan temannya bahwa ia
akan melakukan pembimbingan.
Siang hari, terlihat tampak depan sebuah rumah Nunu. Kamar Nunu
dipenuhi gambar-gambar yang berbau desain. Nunu berada didepan
komputer kamar rumahnya, ia mendesain poster dikomputernya.
Siang hari, terlihat tampak depan Seni Rupa Gedung A. Nunu melakukan
pembimbingan kembali dengan dosennya disebuah ruangan. Dosennya
kembali memberikan masukan atas logonya. Dosen lalu memberikan tanda
tangan di lembar pembimbingan Nunu.
Malam hari, Nunu dan Ari datang kesebuah acara musik. Nunu dan Ari
menyapa teman-temannya sambil bersenda gurau. Sebuah band tampak
sedang memainkan lagu. Panggung terletak ditengah lapangan basket. Ada
beberapa orang sedang menonton kearah panggung. Sebuah band masih
memainkan lagu diacara tersebut. Nunu tampak menikmati band yang
sedang tampil bersama teman-temannya. Nunu dan Ari lalu berpamitan
pulang dan berjalan kaki keluar.
Nunu dan temannya menaiki motor menuju depan kantor Tabloid Gaya Hidup
Sehat. Nunu dan temannya menaiki life menuju lantai 4. Nunu dan
temannya menyalami Bu Widya. Didalam kantornya Nunu melakukan
pembimbingan di meja kantor pembimbingnya. Bu Widya menandatangani
lembar pembimbingan Nunu.
Siang hari, Nunu dan Ari datang kesebuah acara musik yang bernama “We
Are Pop”. Nunu dan Ari menyapa teman-temannya sambil bersenda gurau.
Sebuah band tampak sedang memainkan lagu. Panggung terletak ditengah
lapangan basket. Ada beberapa orang sedang menonton kearah panggung.
Sebuah band masih memainkan lagu diacara tersebut. Nunu tampak
menikmati band yang sedang tampil bersama teman-temannya. Nunu dan Ari
lalu berpamitan pulang dan berjalan kaki keluar.
Pada sebuah siang Nunu menghampiri kelas untuk melakukan preview tugas
karya akhirnya. Di dalam kelas terdapat dosen-dosen, setelah
memperlihatkan karyanya, dosen-dosen tersebut memberikan komentar dan
masukan kepada Nunu. Nunu lalu meninggalkan ruangan tersebut. Diluar
ruangan Nunu berbicara dengan teman-temannya perihal karyanya.
Malam hari terlihat tampak depan rumah Nunu. Dikamarnya, Nunu kembali
meneruskan desainnya dikomputer. Nunu juga menscan gambar melalui
scanner yang terletak diatas meja komputernya yang bermerk Vista.
Yusri pun tampak melakukan hal yang sama, dia bergegas meninggalkan
rumah untuk menuju ke ladang sawitnya. Dia hanya membawa sebilah badik
dan memakai sepatu boot perusahaan yang sudah usang. Sesampainya di
lading, dia melakukan absen di pos dan mulai bekerja di area nya,
mengumpulkan buah sawit untuk kemudian dikumpulkan untuk perusahaan.
Outline untuk film dokumenter sebenarnya mirip dengan outline untuk film cerita.
Akan tetapi di dalam film cerita antar adegannya (scene) biasanya sudah memiliki
keterhubungan dengan adanya kausalitas (sebab-akibat). Oleh karena itu outline
film dokumenter ditambah dengan kontribusi pesannya dan hubungan antar
adegannya (scene) .
Contoh Outline Film ‘Nunu’ (Adhitya Utama) :
1. bertuliskan Tumpukan buku di meja dalam rumah Nunu
Pesan : Informasi tentang tempat tinggal Nunu
Hubungan dengan Scene 2 : Established dari kamar Nunu.
dst .........
V. TREATMENT
Treatment berfungsi memberikan deskripsi dalam penyusunan struktur dramatik.
Dalam treatment ini banyak pembuat film yang terjebak hanya memasukkan data-
data riset sehingga menjadi rancu yang dibuat ini treatment atau laporan riset dari
awal pembuatan film. Secara teknis pada tahap ini tetap harus menggunakan bahasa
filmis sebab dalam treatment, kru yang nantinya akan membaca bisa memahami
gambar dan suara apa saja yang akan diambil untuk kebutuhan film tersebut.
Contoh Treatment Film ‘Around The Sea’ (Bernard Realino Danu Kristianto):
Interview:
Tanya: Seberapa jauh jarak tempuh perahu Pak Unding?
Jawab: Perahu telah saya bawa hingga bekasi, cakung, dan
sekitarnya. Kalau ke arah barat, hingga merak, bahkan
mendekati kepulauan seribu. Perahu ini sudah tiga tahun
menemani saya dalam berternak kerang hijau. Tapi itupun
sudah sangat berbeda situasinya bila dibanding bertahun-
tahun lalu sebelum adanya pabrik-pabrik yang dibangun di
pinggir pantai.
Tampak Pak Unding sedang bersama anak dan istrinya duduk santai
di rumahnya. Mereka sedang menonton televisi bersama. Seorang putrinya
datang sepulang sekolah. Ia mencium kedua tangan orang tuanya.
Di rumah Pak Parman, seorang wanita tampak menemani beberapa
orang anak yang sedang tertidur pulas. Jam dinding menunjukkan pukul
sepuluh malam.
Di pagi harinya, aktivitas para nelayan seperti biasanya, seorang
anak kecil berada di atas perahu besar dengan bertumpuk jala berada di
sampingnya. Abas dan ayahnya hendak pergi menjala ikan di tengah laut.
Perahu putih yang lebih besar dibanding perahu nelayan kerang hijau
tersebut melaju meninggalkan pantai. Warna air laut terlihat hitam
pekat, ditambah refleksi sinar matahari yang memantul dari permukaan
air.
Interview pakar pengetahuan LIPI:
Tanya: Apa penyebab utama kotornya laut Cilincing?
Jawab: Itu sedang kami teliti lebih lanjut. Namun berdasarkan
proses yang sudah kami lakukan, data riset mengatakan
bahwa kotornya laut Cilincing didukung juga oleh sampah
rumah tangga. Dalam sampah tersebut tentunya mengandung
bahan-bahan makanan kimia dan sebagainya. Itulah yang
mencemari perairan Cilincing sehingga warnanya menjadi
hitam pekat.
Lama kelamaan, semakin jauh dari pantai, warna air laut berubah.
Jauh dari pantai, bahkan pantai tak lagi terlihat, air laut berwarna
hijau. Seorang nelayan segera mematikan mesin motor. Beberapa orang
nelayan yang lain segera melemparkan jalanya. Mereka menanti
tertangkapnya ikan hingga terik matahari berada di atas kepala. Peluh
di dahi dan tubuh mereka bermunculan, bersamaan dengan senyum di wajah
karena jala sudah penuh dengan ikan. Sekembalinya ke pantai, Abas
segera bergabung dengan teman-temannya. Mereka besenda gurau di tepi
laut yang penuh dengan sampah. Istri Pak Unding berjalan keluar rumah
dengan sekantong plastik penuh sampah di tangannya. Ia membuang sampah
tersebut pada sebuah bak penampungan sampah yang sudah sangat penuh.
Beberapa sampah plastik berjatuhan dari atas bak karena sudah sangat
penuh. Di sekitar sebuah bak penampungan sampah tersebut, sampah
berserakan mengelilinginya.
VISUAL AUDIO
Scene 1. Kelas - Pagi - Atmosfir suasana kelas
- Gesekan kursi dan meja
Suasana kelas tenang, semua murid
menduduki bangkunya masing-masing,
namun tak ada yang bersuara. Hanya
terdengar suara gesekan kursi dan
meja. Sekejap murid-murid berdiri di
samping bangku masing-masing. Tampak
di bagian paling belakang dinding
ruang kelas tersebut sebuah peta
Indonesia tergantung.
Untuk perekrutan seorang editor, Michael Rabiger dalam bukunya Directing The
Documentary sempat menyinggung bahwa sutradara merangkap editor akan menjadi
satu keputusan yang riskan, kecuali hanya untuk film yang terbatas ataupun untuk
latihan membuat film saja. Dikarenakan dengan merangkap editor, seorang sutradara
biasanya tidak bisa berjarak dengan materi–materi shot-nya (hasil shooting-nya) dan
dengan begitu resiko yang diambilnya terlalu besar, terutama keputusan-keputusan
yang berkaitan dengan adegan yang tidak penting dan membutuhkan keberanian untuk
menghilangkan atau mengurangi. Perlu diketahui bahwa film dokumenter
bagaimanapun nantinya akan disuguhkan untuk penonton sehingga sutradara
memerlukan pendapat kedua (second opinion) dari ‘orang lain’ agar filmnya lebih
‘objektif’.
Sedangkan penata suara juga tidak kalah pentingnya sebab bagaimanpun produksi film
akan membutuhkan penggunaan suara secara prima sehingga bisa dioptimalkan agar
nantinya film yang dihasilkan menjadi baik. Belum lagi kalau film tersebut memang
membutuhkan perekaman suara secara langsung (direct sound), dengan kata lain,
unsur–unsur suaranya tidak banyak tersedianya di sound library yang dimiliki oleh
penata suaranya. Selain itu banyak sutradara yang tidak menguasai unsur suara ini
sehingga tidak lagi membutuhkan opini kedua (second opinion), namun memang
memerlukan masukan tentang desain suara yang baik untuk filmnya.
Perekrutan kru utama ini adalah anjuran yang keras untuk sebuah produksi memiliki
biaya yang cukup. Apabila memang tidak ada anggaran untuk kru utama tersebut
memang tidak perlu dipaksakan ada, tapi sekali lagi pekerjaan yang dirangkap akan
beresiko tidak optimalnya hasil produksi, bahkan seringkali malah beresiko
pembengkakan anggaran dari yang semestinya. Seperti yang dikatakan oleh Michael
Rabiger, untuk sebuah produksi terbatas berdurasi pendek ataupun untuk latihan
produksi film dokumenter, perangkapan jabatan bisa dimaklumi. Akan tetapi bila
produksi tersebut memang sebuah pembuatan film yang serius dan dibutuhkan untuk
tujuan yang juga serius maka sebaiknya resiko–resiko seperti di atas sebaiknya
dihindari dan dipikirkan lagi lebih jauh.
Selain itu, bila memang diperlukan perekrutan kru tambahan bisa dilakukan karena
kebutuhan pada hal–hal tertentu misalnya waktu yang terbatas, bentuk rekonstruksi
yang banyak dan besar sehingga membutuhkan seorang penata artistik yang handal,
penggunaan kamera yang lebih dari satu sehingga memerlukan pembagian kerja yang
lebih rumit dari biasanya, ataupun ahl-hal lain yang memang menuntut penambahan
kru dari yang semestinya.
ANALISIS SKENARIO
Analisis skenario lebih merujuk pada breakdown (pemecahan seluruh komponen)
adegan dari mulai subjek atau tokoh–tokohnya, setting ruang atau lokasi–lokasinya,
kostum–kostum yang dikenakan tokoh dan properti–properti yang ada di dalam film.
Tidak sekedar mem-brekdown, namun harus pula setiap unsur diklasifikasi secara
spesifik menjadi beberapa aspek seperti unsur tersebut akan muncul di adegan yang
mana saja dan juga kontribusinya untuk adegan.
I. ANALISIS SETTING
Dikarenakan analisis properti bisa menjadi sangat banyak dan rumit, maka sebaiknya
apa yang dimasukkan ke dalam breakdown menuruti skala prioritas tiap adegannya,
dari yang paling penting sampai yang dianggap tidak terlalu penting untuk dimasukkan
ke dalam adegan. Misalkan subjek dari film ini memiliki seorang kawan yang pemabuk
dan sering masuk ke rumahnya membawa botol minuman, maka untuk kebutuhan shot
(gambar) yang akan masuk ke dalam adegannya diperlukan. Apabila filmmaker-nya
sangat malas untuk membuat breakdown ini, setidaknya properti yang memang penting
dan berpengaruh dalam film ini harus dibuatkan analisis propertinya.
Analisis kostum diperlukan pada film dokumenter yang subjeknya adalah mannusia
baik individu maupun kelompok orang. Memang tidak perlu dibuat mendetil seperti
halnya dalam film fiksi. Seperti juga pada properti, setidaknya filmmaker bisa membuat
skala prioritas ataupun klasifikasi yang dibuat berdasarkan kostum keseharian yang
dikenakan oleh tokoh. Untuk mengingatkan saja kostum tidak hanya berhubungan
dengan pakaian (wardrobe) saja namun segala hal yang melekat pada tokoh dan
konsisten ketika dikenakan misalnya kacamata, ikat pinggang, topi, peci dan sebagainya.
Analisis tokoh tidak seperti menganalisis dalam fiksi, sebab tujuannya sedikit berbeda.
Apabila dalam fiksi, analisis tokoh diarahkan untuk menegaskan seluruh aspek
fisionomi dan psikologis tokoh (karakter) supaya bisa meyakinkan saat disuguhkan
kepada penonton. Sedangkan dalam film dokumenter, lebih diarahkan untuk
mendapatkan informasi tokoh yang akan muncul dalam itu secara lengkap sehingga
tidak terjadi kehilangan informasi tentang tokoh tersebut.
1. Film Statement
Contoh film statement dari ‘Time Bomb’ (Rizky Ika Safitri dan ):
2. Film Treatment
Film treatment adalah hal-hal yang diinginan filmmaker dalam mewujudkan film itu
nantinya, misalnya tujuan-tujuan dari konsepsi penceritaan, mise en scene,
sinematografi dan penataan suaranya. Konsepsi ini ditujukan bagi filmmaker dan
para krunya agar seluruh orang yang terlibat produksi memahami apa yang akan
dibuat nantinya supaya tidak terjadi silang–sengkarut mengenai hal–hal yang
sifatnya mendasar.
A. KONSEP PENCERITAAN
Bentuk film ini adalah non-naratif Konsep penceritaannya
C. KONSEP SINEMATOGRAFI
- KONSEP VISUAL
Kerja keras para pembuat film sangat diperlukan untuk dapat
menyajikan keindahan rangkaian visual dan informasi yang apik
dan menarik bagi para penontonnya. Tujuan utama para pembuat film
adalah menempatkan bahasa visual sebagai sarana utama dalam
penyajian cerita, sehingga selalu berusaha memberikan segala
kemampuan yang dimilikinya untuk mendapatkan keindahan yang
dimaksud.
- PENCAHAYAAN
Konsep pencahayaan yang digunakan adalah high key yang secara
teknis lebih mengarah pada available light. Hal ini bertujuan
agar lebih dekat dengan konsep kesehariannya.
- GERAK KAMERA
Gerak kamera yang digunakan adalah panning dan tilting untuk
membuat rasa tenang dan tanpa ketergangguan. Sedangkan gerak
handheld justru untuk menciptakan ketergangguan pada tokoh
utamanya.
D. Konsep Editing
Konsep editing yang digunakan adalah Continuity Editing dan lebih
mengutamakan agar perwujudan tentang ketenangan lebih bisa
didapatkan. Sedangkan metode editingnya adalah continuity cutting
yang lebih menekankan pada kesinambungan gerak yang lebih kuat.
Kebutuhan artistik dan content film maksudnya adalah segala sesuatu yang sudah
dianalisis kemudian dicocokkan dengan kondisi yang sebenarnya seperti lokasi,
kostum, properti dan tokoh / karakter yang akan masuk di dalam film. Sedangkan
kebutuhan manajerial produksi adalah mengecek segala sesuatu yang bisa membantu
kelancaran produksi tersebut seperti tempat makan, klinik kesehatan, kakus dan
sebagainya yang menjadi kebutuhan dasar manusia.
I. HUNTING PLAN
1. Kebutuhan Artistik
A. Lokasi
NO LOKASI SCENE KETERANGAN
1 Rumah dari kayu dan bilik 2, 32 Rumah Pak Sadi
2 Pendopo Jawa 5, 10, 13 Tempat latihan tari
3 Kamar kost 7,9,11, 14,15 Kamar tempat Lorin kost
4 Lapangan badminton 6, 8, 22 Tempat anak-anak bermain bola
5 dst ....
B. Tokoh
NO NAMA SCENE KETERANGAN
1 Pak Sadi 4, 13, 15 Tokoh utama korban bencana
2 Bu Kamria 5, 10, 13 Istri Pak Sadi, saksi mata bencana
3 Lorin 7,9,11, 14,15 Relawan bencana dari Bogor
4 Supandi 6, 8, 22 Relawan lokal
5 dst ....
C. Kostum
NO KOSTUM SCENE TOKOH KETERANGAN
1 Kaos singlet, sarung, dan peci 4, 13, 15 Pak Sadi Kostum Pak Sadi di rumah
2 Kemeja lusuh, celana bahan, 5, 10, 12 Pak Sadi Kostum Pak Sadi saat bertemu
arloji, ikat pinggang besar dengan para pejabat
dan peci pemerintah
3 Kebaya, kemben dan kain 7,9,11 Bu Kamria Kostum Ibu Kamria di rumah
4 Kaos, celana jeans, arloji dan 6, 8, 22 Lorin Kostum Lorin di lapangan
topi
5 Kaos dan celana pendek 1, 2, 14 Lorin Kostum Lorin di kost-nya
6 Kaos dan celana pendek 15, 16, Supandi Kostum di rumah dan di
19 lapangan
7 dst ....
D. PROPERTI
NO KOSTUM SCENE TOKOH KETERANGAN
1 Meja, kursi dan lemari kecil 4, 13, 15 Pak Sadi Properti di rumah Pak Sadi
dai kayu.
2 Tungku dan berbagai 5, 10, 12 Pak Sadi Properti dapur rumah Pak Sadi
peralatan dapur
3 Lemari Plastik, meja kayu 7,9,11 Lorin Properti di kost
kecil, alat pemanas dan
beberapa alat rias
4 dst .............
2. Kebutuhan Produksi
A. Akomodasi
NO KEBUTUHAN LOKASI
1 Tempat menginap - Rumah Pak Sadi
- Rumah Pak Jumali
2 Tempat istirahat kru - Pos jaga Hansip
- Rumah Ibu Sunani
3 Tempat menyimpan alat - Kost Lorin
- Kost Anjar
5 dst ....
B. Transportasi
NO KENDARAAN KETERANGAN
1 Mobil L-300 Untuk mengangkut kru
2 Mobil Box Untuk mengangkut peralatan
3 Sepeda motor Untuk mencapai lokasi bencana
4 Sepeda onthel Untuk mencapai basecamp terdekat
5 dst ....
C. Logistik
NO NAMA KETERANGAN
1 Makan pagi Catering
2 Makan siang Rumah warga dan membayar ke mereka langsung
3 Makan malam Rumah warga dan membayar ke mereka langsung
4 Camilan / Kudapan Belanja di toko swalayan
5 dst ....
D. Lain-Lain
NO KEBUTUHAN KETERANGAN
1 Klinik / Puskesmas Untuk kru yang sakit
2 Kakus Terutama di lokasi bencana
3 Warung Untuk membeli kebutuhan yang mendadak
5 dst ....
II. LAPORAN (HUNTING REPORT)
1. Kebutuhan Artistik
E. Lokasi
NO LOKASI SCENE KETERANGAN LAPORAN
1 Rumah dari kayu dan bilik 2, 32 Rumah Pak Sadi Masih ada
2 Pendopo Jawa 5, 10, 13 Tempat latihan tari Sebagian kayunya keropos
3 Kamar kost 7,9,11, Kamar tempat Lorin Sudah pindah ke tempat lain
14,15 kost
4 Lapangan badminton 6, 8, 22 Tempat anak-anak Masih utuh
bermain bola
5 dst ....
F. Tokoh
NO NAMA SCENE KETERANGAN LAPORAN
1 Pak Sadi 4, 13, 15 Tokoh utama korban Sedang sakit keras
bencana
2 Bu Kamria 5, 10, 13 Istri Pak Sadi, saksi mata Ada di rumah namun sibuk
bencana mengurus suaminya
3 Lorin 7,9,11, 14,15 Relawan bencana dari Bogor Masih menjadi relawan
namun sudah pindah desa
4 Supandi 6, 8, 22 Relawan lokal Sedang mengantar ibunya,
beberapa bulan lagi baru
kembali
5 dst ....
G. Kostum
NO KOSTUM SCENE TOKOH LAPORAN
1 Kaos singlet, sarung, dan peci 4, 13, 15 Pak Sadi Pak Sadi sudah jarang menggunakan
singlet dan lebih sering menggunakan
kemeja walaupun di rumah
2 Kemeja lusuh, celana bahan, 5, 10, 12 Pak Sadi Pak Sadi menolak menemui para
arloji, ikat pinggang besar pejabat
dan peci
3 Kebaya, kemben dan kain 7,9,11 Bu Kamria Tetap digunakan Ibu Kamria
4 Kaos, celana jeans, arloji dan 6, 8, 22 Lorin Masih tetap
topi
5 Kaos dan celana pendek 1, 2, 14 Lorin Masih tetap
6 Kaos dan celana pendek 15, 16, Supandi Masih tetap
19
7 dst ....
H. PROPERTI
NO KOSTUM SCENE TOKOH LAPORAN
1 Meja, kursi dan lemari kecil 4, 13, 15 Pak Sadi Sudah dijual untuk memenuhi
dai kayu. kebutuhan sehari-hari
2 Tungku dan berbagai 5, 10, 12 Pak Sadi Masih tetap
peralatan dapur
3 Lemari Plastik, meja kayu 7,9,11 Lorin Sudah berubah posisinya
kecil, alat pemanas dan
beberapa alat rias
4 dst ............
2. Kebutuhan Produksi
E. Akomodasi
NO KEBUTUHAN LOKASI LAPORAN
1 Tempat menginap - Rumah Pak Sadi Semua kru menginap di
- Rumah Pak Jumali rumah Pak Jumali agar
koordinasi lebih baik
2 Tempat istirahat kru - Pos jaga Hansip - Masih bisa digunakan
- Rumah Ibu Sunani - Pindah ke rumah Ibu
Asti
3 Tempat menyimpan alat - Kost Lorin - Masih boleh
- Kost Anjar -
5 dst ....
F. Transportasi
NO KENDARAAN KETERANGAN LAPORAN
1 Mobil L-300 Untuk mengangkut kru Sewa di Vehicle Rent Car
2 Mobil Box Untuk mengangkut peralatan Sewa di Vehicle Rent Car
3 Sepeda motor Untuk mencapai lokasi bencana Sewa pada Bang Kubir
4 Sepeda onthel Untuk mencapai basecamp terdekat Sewa pada Bang Jubling
5 dst ....
G. Logistik
NO NAMA LAPORAN
1 Makan pagi Catering dari kost Lorin
2 Makan siang Rumah Pak Lurah, Desa Wungkal, gratis
3 Makan malam Rumah Pak Sadi, gratis
4 Camilan / Kudapan Belanja di toko swalayan yang jaraknya 2 km dari
penginapan
5 dst ....
H. Lain-Lain
NO KEBUTUHAN LAPORAN
1 Klinik / Puskesmas - Ada klinik berjarak 100 m dari penginapan
- Puskesmas jaraknya 500 m dari lokasi shooting namun jalannya
Rusak
2 Kakus - Di penginapan harus bergantian
- Di lokasi shooting ada di beberapa tempat dan tidak jauh
3 Warung Tidak ada dan harus menyiapkan dari tempat penginapan
5 dst ....
Sebaiknya dalam memberi laporan hunting (hunting report) juga disertai foto–foto yang
bisa memberi gambaran lengkap tentang kondisi dan situasi dari lokasi dan keadaan
tempat filmmaker akan shooting nantinya. Selain itu foto–foto ini juga memberi
informasi yang berguna bagi pembuatan final shooting script. Dalam tahapan ini
filmmaker sebenarnya sudah bisa membawa kamera, namun tetap tidak dianjurkan
agar tidak rancu dengan proses shooting nantinya.
PEMBUATAN FINAL SHOOTING SCRIPT
Pembuatan final shooting script dimaksudkan agar bisa didapatkan finalisasi dari cerita
yang akan diangkat dan sudah sesuai dengan kondisi di lapangan nantinya. Selain itu
final shooting script ini juga yang menjadi panduan ketika hasil shooting akan diedit dan
menjadi pertimbangan apakah filmmaker harus membuat editing script atau tidak.
VISUAL AUDIO
Scene 1. Kelas - Pagi - Atmosfir suasana kelas
- Gesekan kursi dan meja
Suasana kelas tenang, semua murid
menduduki bangkunya masing-masing, dan
mereka saling bercanda satu sama lain.
Kelas tersebut sangat gaduh. Mereka - “Selamat pagi Bu !”
langsung panik ketika ibu guru masuk.
Mereka serentak mengucap salam. Tampak
di bagian paling belakang dinding
ruang kelas tersebut sebuah peta
Indonesia tergantung.
Ibu guru tersebut menanyakan kepada - “Anak-anak, ada yang tahu lagu
para murid seberapa tahu mereka Rayuan Pulau Kelapa? Lagu
tentang lagu Rayuan Pulau Kelapa. tersebut diciptakan oleh
Bapak Ismail Marzuki
inspirasinya adalah perairan
laut Cilincing, Jakarta Utara
Scene 2. Perkampungan - Siang - Atmosfir suasana perkampungan
Contoh Floorplan :
DESAIN JADWAL
Sebanarnya tidak ada format yang baku digunakan dalam produksi film. Semua format
dapat dicoba untuk didapatkan format yang terbaik untuk sebuah produksi ataupun
format yang lebih nyaman digunakan oleh fimmaker-nya. Jadi setiap fimmaker
dipersilahkan untuk menggunakan format yang dirasa lebih nyaman mereka gunakan.
TRANSPORTASI -
TELEKOMUNIKASI 500.000
Voucher
1. Dept. Penyutradaraan
2. Dept. Produksi
3. Dept. Artistik
4. Dept. Editing
5. Dept. Suara
II PRA PRODUKSI
6. Dept. Kamera
Internet
Fax
RISET 200.000
Referensi (Buku/DVD/dll)
HUNTING 500.000
TRANSPORTASI -
III PRODUKSI
PERALATAN 20.000.000
Paket Kamera
Package
Peralatan Suara 1.500.000
Paket Lampu (incl. grip, dolly
Package
crane) 7.500.000
Package
Bensin, Solar & Oli 2.000.000
LOKASI 1.000.000
Sewa Lokasi
Perijinan -
Akomodasi 1.500.000
MISC. 250.000
Lain-lain 500.000
SUARA 500.000
Rekaman Ulang (Dubbing)
Mixing
Musik
Lain-lain
IV PASKA PRODUKSI
PENYUNTINGAN (ONLINE) 3.000.000
Sesuai dengan namanya shot list merupakan daftar shot yang akan dieksekusi di
lapangan oleh fimmaker. Bisa dibuat berdasarkan urutan scene-nya ataupun bisa
juga dibuat berdasarkan lokasinya, walaupun tidak terlalu detil seperti director
shot di dalam pembuatan film fiksi di mana type of shot, camera angle dan gerak
kamera wajib ada. Jadi shot list ini dibut lebih umum dan biasanya hanya daftar
shot yang akan diambil saja karena fimmaker dianggap telah mengetahui type of
shot, camera angle dan gerak kamera seperti apa yang akan diambil nantinya.
A. Berdasarkan Scene
A. Berdasarkan Lokasi
Breakdown shot dibuat berdasarkan lokasi, agar shooting nantinya efektif dan
efisien dan dibuat lebih mendetil dibandingkan shot list berdasarkan lokasi. Jadi
setiap lokasi dan scene yang di-shoot maka dibuat lebih detil agar tidak ada materi
yang tertinggal nantinya.
Daftar kru dibuat untuk memudahkan masalah koordinasi dan komunikasi baik
saat persiapan, di lokasi shooting atau bahkan saat pasca-produksi. Dalam crew list
biasanya akan memasukkan nama, alamat, nomor telpon hingga alamat email.
CHECK
NO ALAT UNIT STATUS
BOX
1 Kamera 1 Sewa di Jamile Rental √
2 Tripod 1 Pinjam dari Yantox √
3 Lampu Red Head 5 Sewa di Hiping Rental √
4 Kabel per Length 10 Pinjam Paidi √
5 ... dst
Aktivitas ini harus dan wajib dilakukan agar segala sesuatunya bisa dibilang 99 %
siap dan dipastikan dapat dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Tujuannya agar
segala sesuatu yang bisa saja menghambat, misalnya baterai kamera ketinggalan,
alat yang ternyata tidak berfungsi, shot yang belum siap dan sebagainya.
PRODUKSI
SHOOTING
Perekaman gambar dan suara merupakan tindakan eksekusi dari segala hal yang sudah
direncanakan sebelumnya. Setiap harinya seluruh hal tetap harus dicek dan diricek agar
dapat diketahui prima dan tidaknya peralatan yang akan digunakan, shot yang akan
diambil, shot mana yang kurang dan sebagainya. Oleh karena itu setiap aktivitas
shooting harus dilengkapi dengan shooting report dan transkrip interview bila memang
melakukannya.
SHOOTING REPORT
Shooting report dalam film dokumenter tidak sama persis bila membuat film fiksi
karena yang dibutuhkan dari shooting report di sini lebih merupakan checking scene
dan beberapa checking shot yang memang dibutuhkan oleh editor nantinya ketika
mengedit film tersebut.
TRANSKRIP WAWANCARA
Transkrip wawancara harusnya dilakukan ketika aktivitas shooting dalam 1 hari selesai
dan dikerjakan oleh seorang penata suara. Namun pada masa sekarang, filmmaker
seringkali malas melakukannya karena dianggap merepotkan. Justru dengan
melakukan transkrip wawancara ini banyak hal yang menguntungkan antara lain :
1. Filmmaker bisa mendapatkan informasi lebih dari narasumber mengenai
gambar–gambar (shot) yang tidak sempat masuk baik saat riset, hunting atapun
shooting.
2. Dengan transkrip wawancara di tempat shooting, filmmaker juga bisa
diuntungkan apabila ternyata narasumber menggunakan bahasa asli dan sulit
ditemukan penerjemahnya.
3. Bisa membantu dalam menyusun ulang penceritaan saat di meja editing.
PASCAPRODUKSI
TAHAPAN PROSEDUR EDITING
1. SINKRONISASI
Sinkronisasi gambar dan suara, proses ini umumnya digunakan apabila perekaman
gambar dan suara terpisah. Misalnya menggunakan bahan baku seluloid untuk
perekaman gambar dan pita ¼ inchi untuk perekaman suaranya.
3. SELECTION SHOT
- Logging
Sebelum memilih shot-shot yang akan kita gunakan, kita harus membuat catatan
yang komprehensif shot-shot tersebut agar dapat memudahkan kita dalam mencari
materi yang diperlukan
Contoh Logging :
Kalau misalnya, bahan baku yang digunakan menggunakan memory card, maka yang
perlu reel / kaset diganti dengan folder yang berisikan materi shooting dalam 1 hari,
sedangkan time code diganti dengan durasi shot.
Editing Script
Khusus untuk Dokumenter, setelah pemilihan shot kita membuat EDITING SCRIPT.
Tahapan ini berfungsi menyelaraskan antara script yang kita buat dan shot-shot yang
kita punya.
4. ASSEMBLY
Pada film cerita / iklan dan iklan layan masyarakat, diartikan sebagai pengurutan
seluruh shot yang ada secara numerik. Umumnya slate / klep masih terlihat. Assembly
ini berfungsi untuk melihat struktur global film kita. Sedangkan pada produksi film
dokumenter lebih cenderung mengumpulkan dalam 1 scene atau 1 sequence dari
shot-shot yang akan kita edit.
6. ROUGH CUT
Kita sudah melakukan pemotongan dan penyambungan shot-shot dalam film, editing
ini masih kasar sehingga masih memungkinkan untuk berubah baik cutting, struktur
maupun plotnya. Pada pengerjaannya rough cut ini kita dapat melakukannya
sebanyak yang kita perlukan. Artinya masih mungkin untuk mendapatkan rough cut
1, rough cut 2 dst. Bentuk fisik dari rough cut adalah setiap pemotongannya masih
dibuat lebih panjang sedikit dari cutting point-nya agar bisa member kemungkinan
kepada editor. Pada masa sekarang tahapan ini sudah jarang dipakai karena pada
non-linear editing kesalahan potong bisa materi dikembalikan lagi seperti semula.
Pada tahapan ini kita sudah memotong dan menyambung shot-shot sesuai dengan
apa yang kita harapkan dan bila tidak ada masalah, maka kita tinggal membuat
penajaman (trimming). kalaupun ada perubahan jumlahnya sedikit. Biasanya sudah
tidak ada lagi perubahan mengenai struktur.
Hasil akhir dari sebuah editing, sebenarnya istilah off-line secara tepat adalah pada
tahapan ini sebab tahapan ini merupakan kesepakatan final antara sutradara,
produser dan editor.
CATATAN :
- Dari tahapan assembly hingga trimming, sutradara baru boleh masuk ruangan
editing ketika satu tahapan selesai. Hal ini dimaksudkan agar tidak
mengganggu kerja editor yang nantinya akan memperlama pekerjaan.
- Sampai pada tahap ini semua pemotongan masih menggunakan Cut To Cut
8. ON – LINE EDITING
Pada tahapan ini kita sudah dapat membuat Opening Sequence (Main Title) dan Credit
Title. Selain itu kita juga dapat menambahkan optical effect (dissolve, fade & wipe)
sesuai dengan kebutuhan film. Penambahan lain yang juga sesuai dengan tuntutan
ide, script atau konsep adalah visual effect & animasi.
Catatan :
Mengedit film dokumenter, sebenarnya seperti bermain PUZZLE, sehingga perlu
kecermatan dan ketepatan dalam penempatan setiap shot-nya.
MENGOLAH SUARA (SOUND MIXING)
Dalam menggabungkan ketiga unsur suara yang ada kita seringkali dihadapkan pada
masalah dominasi yang akan kita munculkan. Bagaimanapun pembuat film wajib
melakukan seleksi suara yang betul-betul akan kita gunakan dan memang dibutuhkan
oleh gambarnya. Dalam tahapan ini biasanya tidak mempedulikan apakah unsur yang
dupilih itu akan dominan dalam shot tertentu atau tidak.
Setelah itu penata suara film akan memisahkan (alteration) agar dapat memperjelas
posisi suara tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Secara informasi, dramatik ataupun
estetikanya, suara manakah yang harus dominan ? Dalam hal ini seorang penata suara
tentunya akan banyak menggunakan loudness untuk membedakan suara yang dominan
dan yang tidak.
A. Preview Materi
Penata suara akan memutar lagi materi yang dimiliki untuk dapat mengetahui materi
apa saja yang didapat dan kualitas suara tersebut, tetapi umumnya penata suara
akan megikuti suara dari gambar yang dibuat terutama pada sistem perekaman
single system (alat perekam gambar dan suara menjadi satu seperti kamera video).
B. Seleksi Suara
Penata suara dapat menyeleksi suara mana saja yang akan digunakan dan dipilih
berdasarkan kesesuaian dengan gambar atau penata suara juga dapat memilih suara
lain (sound library) untuk ditambahkan saat pengolahan (mixing) nantinya.
C. Singkronisasi
Singkronisasi gambar dan suara, proses ini umumnya digunakan apabila perekaman
gambar dan suara terpisah (double system misalnya pada kamera film yang tidak
menyimpan suaranya di dalam badan kameranya seperti halnya pada kamera video).
Misalnya menggunakan bahan baku seluloid untuk perekaman gambar dan pita ¼
inchi untuk perekaman suaranya. Umumnya yang penata suara singkronkan terlebih
dahulu adalah suara pembicaraan (dialog, narasi atau direct address).
Sedangkan kalau menggunakan single system kita tetap perlu melakukan proses ini
agar tetap mempertahankan ketelitian, sebab bagaimanapun juga alat mixing suara
tetap saja teknologi yang punya banyak kelemahan.
D. Track Laying
Penata suara akan meletakkan suara-suara itu sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
gmbarnya. Pada tahapan ini biasanya yang diletakkan adalah efek suara atau musik
natural. Jalur untuk speech, efek suara dan musik natural pastinya harus dipisahkan.
E. Mixing
Penata suara meratakan (balancing) suara setiap track-nya baik jalur untuk speech,
jalur untuk efek suara & atmosfer juga jalur untuk musik natural.
F. Spotting Music
Setelah meratakan seluruh suara, baru kita menempatkan musik fungsional di jalur
khusus agar tidak bercampur dan membingungkan.
E. Final Mixing
Dalam proses ini penata suara akan mengatur loudness dan memilih suara manakah
yang akan dominan pada satu adegan (scene) secara hirarkis. Hal ini penting agar
penonton bisa mendengar secara prima suara–suara dari sebuah adegan.
Penyatuan gambar dan suara sebagai hasil akhir dari film agar nantinya dapat
dihasilkan Release Copy dan dapat diperbanyak atau digandakan.
CATATAN TERAKHIR
Tahapan atau proses produksi film dokumenter dengan menggunakan metode seperti
yang tertulis ini belum tentu disepakati oleh banyak orang, terutama pembuat
dokumenter pada masa sekarang. Selain dianggap merepotkan, asumsinya proses ini
juga lebih banyak menghambat.
Setidaknya metode dengan tahapan ini dapat digunakan oleh para pembuat film yang
baru memasuki dunia film dokumenter, sehingga tidak semua peristiwa atau moment
diperlakukan spontan sebab tidak semua moment itu tidak berpola, namun malah
banyak dalam kehidupan manusia peristiwa itu justru banyak yang berpola misalnya
bekerja, sekolah, mencari makan, memasak dan lain sebagainya. Tahapan ini hanya
untuk membantu memahami permasalahan yang diangkat agar diperlakukan dengan
seksama serta bisa menghasilkan film yang optimal.