Anda di halaman 1dari 14

POTENSI MINERAL LOGAM EMAS DI TAMBRAUW

A. SEBARAN POTENSI EMAS TAMBRAUW


Kabupaten Tambrauw memiliki berbagai potensi mineral yang salah satunya adalah mineral logam.
Berdasarkan penyelidikan (survei tinjau) dari Badan Geologi Kementrian ESDM, bahwa Formasi
Tambrau yang merupakan formasi batuan vulaknik moon memiliki potensi akan adanya kandungan
emas dengan ditemukannya kandungan emas selain mineral logam lainnya dalam batuan yang
menjadi sampel penelitian. Merujuk kepada kondisi dimana lokasi ditemukannya adalah di formasi
batuan beku yang disebabkan oleh aktivitas vulkanik, maka dapat diasosiasikan potensi emas di
formasi tambrauw merupakan endapan primer atau biasa disebut batuan dengan karakteristik urat
emas. Pada umumnya emas ditemukan dalam bentuk logam (native) yang terdapat di dalam
retakan-retakan batuan kwarsa dan dalam bentuk mineral yang terbentuk dari proses magmatisme
atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses
metasomatisme kontak dan aktifitas hidrotermal, yang membentuk tubuh bijih dengan kandungan
utama silika. Cebakan/endapan emas primer mempunyai bentuk sebaran berupa urat/vein dalam
batuan beku, kaya besi dan berasosiasi dengan urat kuarsa. Formasi Tambrauw yang memiliki
simbol Tmm sendiri berdasarkan Peta Geologi (gambar 1) memanjang dari barat ke timur di bagian
utara Kabupaten Tambrauw.

Gambar 1. Peta Geologi Sebagian Wilayah Kabupaten Tambrauw.


Formasi Tambrauw sendiri berada di sebelah utara dari Blok Izin Usaha Pertambangan yang di miliki
oleh PT. Papua Metalindo, akan tetapi Formasi Tambrauw sendiri berada dalam kawasan Taman
Nasional Jamursa Medi, sehingga potensi mineral logam yang terdapat di formasi ini tidak bisa untuk
dimanfaatkan. Formasi Tambrauw yang merupakan batuan vulkanik memiliki pengaruh yang besar
dengan formasi yang ada disekitarnya, salah satu yang mendapat pengaruh dari aktivitas vulkanik
Pegunungan Tambrauw adalah formasi komplek batuan intrusif Netoni. Merujuk kepada formasi
tambrauw yang memiliki potensi besar kandungan mineral logamnya, melalui proses vulkanik yang
sama dengan karakter penyusunan berbeda dimana pada formasi batuan intrusif, batuan beku yang
tecipta berasal dari aliran lava yang menyusup disetiap celah lapisan tanah hingga muncul ke lapisan
tanah paling atas. Dari proses vulkanik yang sama akan menghasilkan karakteristik batuan yang
sama dengan formasi tambrauw. Merujuk kepada data peta geologi maka dapat diketahui bahwa
batuan pada formasi intrusif dengan kode unsur TRn ini juga memilik potensi mineral emas dan
dengan kondisi terbentuknya urat emas dalam batuan sehingga dapat dikategorikan potensinya
juga sebagai endapan emas primer. Formasi batuan intrusif juga berada diarah utara dan berbatasan
langsung dengan blok IUP PT. Papua Metalindo dan termasuk kedalam Taman Nasional Jamursa
Medi, sehingga potensi mineralnya juga akan terjaga selama status Taman Nasional tidak
mengalami perubahan. Blok Wilayah Izin Usaha Pertambangan PT. Papua Metalindo sendiri berada
di formasi Endapan Danau, berdasarkan letak geografis dan proses-proses geomorfik yang
berlangsung jutaan tahun dengan kondisi pembentukan endapan lebih muda dari formasi
tambrauw dan formasi batuan intrusif, serta bentangan alam, maka secara teori endapan dari
formasi endapan danau ini terbentuk dari proses pelapukan batuan beku vulkanik dan batuan
intrusif dari kedua formasi diatas. Selain formasi endapan danau, terdapat juga formasi batupasir,
formasi gamping dan lempung. Akan tetapi lebih dari separuh formasi yang terdapat di blok WIUP
merupakan formasi endapan danau. Selama perjalanan waktu, batuan-batuan beku dan intrusif
akan mengalami proses pelapukan dan peluruhan sehingga berpindah ke lokasi lain karena adanya
sirkulasi air sehingga kangungan emas primer pada batuan beku dan vulkanik juga akan ikut
bergeser mengikuti aliran sedimentasi. Sedimentasi dari proses pelapukan batuan beku tersebut
menyebabkan juga terlepas dan terdispersinya emas. Terlepas dan tersebarnya emas dari ikatan
bijih primer dapat terendapkan kembali pada rongga-rongga atau pori batuan, rekahan pada tubuh
bijih dan sekitarnya, membentuk kumpulan butiran emas dengan tekstur permukaan kasar. Akibat
proses tersebut, butiran-butiran emas pada cebakan emas sekunder cenderung lebih besar
dibandingkan dengan butiran pada cebakan primernya. Dimana pengkonsentrasian secara mekanis
melalui proses erosi, transportasi dan sedimentasi yang terjadi terhadap hasil disintegrasi cebakan
emas pimer menghasilkan endapan emas letakan/aluvial (placer deposit).

Sebaran cebakan emas aluvial/ letakan dapat dijumpai dalam dimensi kecil, dengan sumber daya
beberapa kilogram logam emas, dapat juga dalam dimensi besar sumber daya beberapa ton emas.
Prospek emas aluvial di beberapa wilayah di Indonesia umumnya berada pada daerah terpencil,
perlu dikembangkan secara optimal dengan mengolah emas beserta mineral/ bahan ikutannya.
Eksplorasi cebakan emas aluvial relatif mudah sementara penambangan dan pengolahan dapat
dilakukan dengan peralatan sederhana, sehingga berpotensi untuk pengembangan pertambangan
rakyat. Penambangan dan pengolahan cebakan emas aluvial menggunakan peralatan sederhana
dengan kapasitas terbatas, berpotensi menyisakan bahan galian. Perolehan penambangan dan
pengolahan yang kurang optimal berpotensi menyisakan emas dan mineral ikutannya baik dalam
bentuk cebakan insitu maupun tailing. Lebih jauh lagi bahwa reklamasi lahan bekas tambang
umumnya tidak dilakukan oleh pertambangan rakyat. Pengembangan emas aluvial seharusnya
melibatkan pelaku usaha pertambangan dengan sekala yang disesuaikan dengan dimensi sebaran
cebakan, dan mengutamakan kepentingan masyarakat setempat, serta berwawasan lingkungan.

B. CEBAKAN EMAS ALUVIAL


a. Ganesa
Emas dalam bentuk cebakan di alam dijumpai dalam dua tipe, yaitu cebakan emas primer dan
emas sekunder. Cebakan emas primer umumnya terbentuk oleh aktifitas hidrotermal, yang
membentuk tubuh bijih dengan kandungan utama silika. Cebakan emas primer mempunyai
bentuk sebaran berupa urat atau dalam bentuk tersebar pada batuan. Proses oksidasi dan
pengaruh sirkulasi air yang terjadi pada cebakan emas primer pada atau dekat permukaan
menyebabkan terurainya penyusun bijih emas primer. Proses tersebut menyebabkan juga
terlepas dan terdispersinya emas. Terlepas dan tersebarnya emas dari ikatan bijih primer dapat
terendapkan kembali pada rongga-rongga atau pori batuan, rekahan pada tubuh bijih dan
sekitarnya, membentuk kumpulan butiran emas dengan tekstur permukaan kasar (Gambar 1).
Akibat proses tersebut, butiran-butiran emas pada cebakan emas sekunder cenderung lebih
besar dibandingkan dengan butiran pada cebakan primernya.
Gambar 2. Emas sekunder dari rekahan pada cebakan emas primer

Proses erosi, transportasi dan sedimentasi yang terjadi terhadap hasil disintegrasi cebakan
emas pimer menghasilkan cebakan emas letakan/aluvial. Emas letakan dapat berada pada
tanah residu dari cebakan emas primer, sebagai endapan koluvial, kipas aluvial, dan umumnya
terdapat pada endapan fluviatil. Emas aluvial dapat membentuk sumber daya yang besar,
apabila permukaan tubuh bijih yang tererosi merupakan sumber dispersi luas. Tubuh bijih yang
berpotensi menghasilkan cebakan emas letakan/aluvial ekonomis harus mempunyai dimensi
sebaran besar dan luas. Cebakan emas aluvial dapat berupa hasil dispersi dari cebakan bijih
emas primer, atau hasil pengendapan ulang dari cebakan emas aluvial yang lebih tua.

b. Karakteristik Cebakan
Sebaran cebakan emas aluvial pada umumnya menempati cekungan Kuarter, berupa lembah
sungai yang membentuk morfologi dataran atau undak. Cebakan terdiri dari bahan bersifat
lepas, atau belum terkonsolidasi secara sempurna, berukuran pasir – kerakal, dapat berselingan
dengan lapisan lempung dan atau lanau. Lapisan pembawa emas, berbentuk lapisan tunggal
atau perulangan, kemiringan relatif datar, ketebalan hingga beberapa meter dengan kedalaman
relatif dangkal. Kelimpahan kandungan emas ke arah vertikal dan lateral sangat heterogen
(erratic). Bentuk butiran emas umumnya cenderung pipih.
Endapan pembawa emas aluvial disusun oleh fragmen dan matriks, terpilah buruk sampai baik.
Fragmen berukuran kerikil sampai kerakal, kadang disertai berangkal sampai bongkah,
umumnya berbentuk membulat. Matriks berukuran pasir terdiri dari mineral berat dan mineral
ringan. Jenis mineral berat tergantung pada jenis batuan induk serta tipe mineralisasi dari
endapan emas primernya, umumnya berupa magnetit dan ilmenit, dan dapat disertai monasit,
pirit, arsenopirit, kasiterit, wolframit, shilit, sinabar, bismuth, galena, platinoid, turmalin,
garnet, kromit, rutil, barit, korundum, zirkon dan limonit. Jenis mineral ringan umumnya
feldspar dan kuarsa.

c. Mineral / Bahan Ikutan


Fragmen dan matriks penyusun cebakan emas aluvial dapat berpotensi menjadi produk
sampingan dari tambang emas aluvial (Tabel 1) yang dapat bernilai ekonomis. Pada tahap
pengolahan mineral berat sebagai bagian dari penyusun matriks dapat ikut terpisahkan/
termurnikan sehingga dapat meningkatkan nilai ekonominya.

Tabel 1. Batuan asal endapan aluvial dan mineral/ bahan ikutan (modifikasi dari Mc. Donald,
1983)
Batuan Asal Mineral/ Bahan Ikutan
Ultramafik dan mafik Kelompok mineral platina (PGM)
Granitoid, pegmatit dan Kasiterit, monasit, zirkon, rutil,
Basaltis Magnetit, ilmenit
greisen
Zirkon, mineral tanah jarang termasuk uranium dan
Sienitik dan pegmatit
Metamorfik kontak-skarn mineral
Scheelite,mengandung thorium
rutil, korundum
Kimberlit Intan
Metamorfik tingkat tinggi Rutil, zirkon, gemstone
Busur serpentin Platinum, kromit, magnetit
Rutil, ilmenit, magentit, mineral tanah jarang, uranium,
Karbonatit
niobium, thorium, zirkon
Beberapa jenis batuan Aneka bahan

Fragmen silika, dan bahan lain dengan bentuk membulat, berpeluang juga menjadi bernilai
ekonomis, yang bisa digunakan untuk ornamen. Fragmen silika sebagai batu mulia biasa
digunakan untuk pembuatan batu cincin.
d. Tipe Cebakan Emas Aluvial
Cebakan emas letakan/ aluvial dapat dijumpai berupa tanah lapukan dari cebakan bijih emas
primer (eluvial), endapan koluvial, endapan fluviatil dan endapan pantai. Cebakan emas pada
tanah lapukan dari cebakan emas primer mempunyai sumber daya kecil, umumnya berasal dari
batuan resisten yang cenderung membentuk morfologi terjal, sehingga tanah penutup
cenderung tipis dan mudah tererosi. Cebakan emas koluvial mempunyai pemilahan buruk,
fragmen penyusun berukuran bervariasi hingga dapat mencapai ukuran bongkah. Penyebaran
pada daerah sempit di sekitar tekuk lereng perbukitan.

Pada alur sungai stadia muda, cebakan emas aluvial dapat dijumpai berupa sebaran sempit
pada sepanjang badan sungai, dengan fragmen penyusun umumnya berukuran kasar, sebagian
besar mengandung bongkah Pada endapan fluviatil stadia dewasa sampai tua dapat dijumpai
cebakan emas dengan sebaran luas. Ketebalan aluvial mengandung emas dapat mencapai
beberapa meter, lebar beberapa ratus meter dan panjang beberapa kilometer. Selain umumnya
terdapat pada endapan berumur Resen - Kuarter, cebakan emas letakan dapat dijumpai juga
pada batuan lebih tua berupa konglomerat. Cebakan emas aluvial yang umum ditemukan di
Indonesia adalah dalam bentuk endapan kipas aluvial, endapan gravel bars, endapan channel,
endapan dataran banjir, dan endapan pantai.

Cebakan emas aluvial umumnya terdiri dari bahan berifat lepas, berada pada permukaan atau
dekat permukaan, sehingga penambangan yang sesuai adalah dengan cara tambang terbuka.
Penambangan didahului dengan pengupasan lapisan penutup. Selanjutnya dilakukan
pelumpuran terhadap endapan aluvial melalui penyemprotan agar bisa dihisap menggunakan
pompa penghisap, kemudian diproses menggunakan konsentrator, sluice box atau meja
goyang. Pengolahan selain menghasilkan emas juga mineral berat yang ikut terpisahkan dan
dapat menjadi bernilai ekonomis. Bahan galian yang terkandung pada cebakan emas aluvial,
selain emas sebagai komoditas utama, terdapat mineral/ bahan ikutan yang kemungkinan
berpotensi ekonomis. Mineral/ bahan ikutan tersebut sebagai matriks maupun fragmen dari
endapan aluvial.

Sumber daya emas aluvial pada beberapa daerah prospek, umumnya telah dimanfaatkan, baik
oleh pelaku usaha pertambangan maupun masyarakat. Kegiatan penambangan sebagian masih
berlangsung sampai saat ini, sehingga sumber daya emas aluvial tersisa dalam kondisi insitu
berjumlah relatif sedikit. Akan tetapi mengingat perkembangan kebutuhan komoditas tertentu
seperti zirkon dan pasir besi yang terkandung juga sebagai mineral/ bahan ikutan pada cebakan
emas aluvial, maka bahan galian pada beberapa wilayah bekas tambang emas aluvial,
khususnya yang tersisa dalam bentuk tailing, dapat diolah kembali untuk memperoleh
mineral/bahan ikutannya yang pada masa lalu belum mempunyai nilai ekonomis. Selain
perolehan zirkon, tailing tambang emas aluvial telah dimanfaatkan juga kandungan pasir
besinya, batu mulia berupa fragmen silika untuk batu cincin, serta pemanfaatan tailing sebagai
sirtu untuk bahan bangunan. Pengolahan kembali tailing tambang emas aluvial untuk
mendapatkan komoditas ikutannya, umumnya masih menghasilkan juga emas

C. HIPOTESA POTENSI EMAS DI BLOK PT. PAPUA MINERALINDO


Merujuk ke data peta geologi dimana formasi endapan danau merupakan formasi endapan aluvial
dan sebagian lainnya formasi fluvial. Kondisi dimana endapan yang mengandung konsentrasi
mineral logam emas, dianggap sebagai endapan sekunder. Berdasarkan pada proses trasnportasi
sedimentasinya akan sangat berpengaruh pada bentangan alam yang berupa lembah dari formasi
batuan yang mengangung endapan primernya. Dari melihat arah trasnportasi sedimentasinya
dikorelasikan dengan bentangan alam dan karakteristik dari berat jenis mineral logam dengan
material lain pembawanya, maka akan terdapat wilayah konsentrasi dari kandungan minerial logam
emas dalam bentuk formasi aluvial. Melihat dari kecuraman bentangan batuan formasi primer
terhadap kedudukan lembah yang menjadi tujuan aliran dari sedimentasi dengan rujukan peta
togografi (gambar 3), maka dapat diasumsikan akan ada 2 area konstrasi mineral di blok wilayah izin
pertambangan PT. Papua Metalindo.

Gambar 3. Potensi Area Sebaran Aluvial pada Blok WIUP PT. Papua Metalindo - Kontur
Area A merupakan area dengan titik ketinggian terendah dari Lembah yang merupakan formasi
endapan danau. Dalam karakteristik endapan, mineral-mineral non logam biasanya akan terdispersi
dari batuan induk yang mengalami pelapukan dan akan hanyut terbawa mengikuti aliran menuju
daerah endapan dimana biasanya akan mencapai titik terendah dari suatu bentangan. Sementera
di Area B merupakan singgahan pertama dari proses aliran sedimentasi endapan danau dari arah
kanan formasi batuan intrusif diatas blok WIUP PT. Papua Metalindo, daerah B juga dapat menjadi
pusat konstreasi karena merupakan penumpukan pertama dari sedimen sehingga kandungan
mineral dapat tertahan di karena adanya halangan bentangan di daerah ini. Sehingga di area A dan
B ini menjadi sangat layak untuk dilakukan penelitian dengan pengambilan sampel menggunakan
mencari potensi singkapan atau mencari potensi alluvial yang memilik keterdapatan mineral emas
dilapisan permukaan, juga dengan melakukan pengeboran sampling untuk meneliti lapisan endapan
sampai di kedalam tertentu.

Gambar 4. Potensi Area Sebaran Aluvial pada Blok WIUP PT. Papua Metalindo – Formasi Geologi

Proses Pemboran diawali dengan melakukan proses study regional dimana didalamnya untuk
mengetahui geologi struktur, stratigrafi serta bagaimana geomorfologi yang ada didalamnya,
setelah itu dilakukan mapping yaitu proses pembuatan peta singkapan beserta struktur geologinya,
kemudian dilakukan planning pemboran didalamnya mencakup penentuan titik, mengenai berapa
jarak interval, kedalaman yang harus dilakukan proses pemboran serta luasan wilayah yang akan
dilakukan pemboran. Setelah dilakukan planning dan telah ditentukan titik yang akan dibor pada
skema model maka dilakukan proses penentuan titik bor dilapangan, kemudian melakukan survey
layout dan ploting dilokasi pemboran yaitu melakukan preparasi pemboran dimana proses ini
mencakup proses dilakukanya persiapan lokasi, yaitu dengan pembuatan mud pit (tempat sirkulasi
air), apabila daerah pemboran berada di daerah lereng dan bergelombang maka dilakukan perataan
tanah sehingga daerah titik pemboran rata dan tidak mengganggu jalannya proses pemboran dan
juga termasuk keamanan/safety pada daerah tersebut diperhatikan.

Setelah semua tahapan dan semua persiapan tempat pemboran selesai maka alat-alat pengeboran
dan alat pendukung lainya di setting di tempat tersebut sehingga jalan pengeboran dapat
berlangsung dengan lancar, setelah semua persiapan selesai maka sesuai dengan planning awal
apakah pemboran akan dilakukan dengan metode full core/coring maupun open hole dan apakah
pemboran dilakukan dengan model miring atau vertikal
1. Open Hole
Drilling open hole merupakan pengeboran yang dilakukan untuk mendapatkan data-data
bawah permukaan tanah sehingga menjadi data geologi. Pengeboran ini menghasilkan
lubang terbuka dengan kedalaman sesuai dengan target kedalaman yang diinginkan.
Selama proses pengeboran berlangsung, diperoleh data cutting yang merupakan material
hasil gerusan mata bor (bit) yang mengalir keluar ke permukaan
bersama fluid. Cutting tersebut diambil setiap interval 1,5 meter yang menjadi
representasi jenis litologi yang sedang dibor pada kedalaman interval tersebut.
2. Coring
Drilling coring merupakan pengeboran yang dilakukan untuk mengambil contoh sampel
(coring) pada lapisan litologi di bawah permukaan sebagai data geologi. Coring dilakukan
pada interval kedalaman tertentu berdasarkan dari interpretasi data logging geofisika atau
data cutting yang diperoleh melalui drilling open hole sebelumnya. Drilling coring dapat
juga dilakukan dengan metode Touch Coring (single hole), artinya pengeboran coring yang
tidak didahului drilling open hole. Touch Coring dilakukan diawali dengan drilling open
hole kemudian ketika menemukan cutting batubara telah muncul kemudian langsung
dilakukan coring atau dengan menggunakan data model/ korelasi titik di sekitarnya,
kemudian diprediksikan keterdapatan mineral tertentu di area tersebut.

D. METODE PENAMBANGAN ALLUVIAL MINING


Tambang alluvial merupakan metode penambangan yang diterapkan pada endapan alluvial atau
endapan placer atau dengan kalimat lain merupakan penambangan yang mengeksploitasi cadangan
mineral yang berupa material lepas, bersifat kohesif dan nonconsildated, misalnya pasir dan kerikil
atau aluvial yang mineral-mineral berat beraharga dalam keadaan lepas. Misalnya biji timah, emas
sekunder, dan pasir besi.

Mekanisme pengambilan material dengan metode ini berbeda dari mekanisme pengambilan
material metode tambang terbuka pada umumnya. Metoda ini berhubungan dengan air atau cairan
untuk memperoleh mineral dari dalam bumi, baik dengan aksi hidrolik maupun dengan serangan
cairan. Sehingga bisa dibilang bahwa penambangan dengan metode ini adalah proses penambangan
yang sifatnya unik.

Untuk tipe cebakan emas sekunder, yang pada umumnya terdapat pada permukaan bumi, yakni
berupa endapan eluvial dan/atau aluvial dan komponen materialnya bersifat lepas (gravel, pasir,
lanau), walaupun kadangkala cebakan tersebut tertutup oleh lapisan tanah yang cukup tebal. Oleh
karena itu, penambangan pada umumnya dilakukan dengan sistem tambang terbuka (surface
mining). Metoda penambangan dapat dilakukan baik secara konvensional, maupun dengan
cara.mekanis (menggunakan alat berat) dan / atau dengan cara semi mekanis (pompa, monitor).
Penerapan sistem tambang terbuka dengan cara ini seperti yang dilakukan pada penambangan
timah di P. Bangka dan penambangan intan di Martapura (Kalimantan Selatan).

Ada 2 (dua) jenis penambangan di dalam metoda ini yaitu:


1. Placer mining atau biasa disebut juga dengan alluvial mining digunakan untuk
mengeksploitasi cadangan mineral yang berupa material lepas, bersifat kohesif dan
nonconsildated, misalnya pasir dan kerikil atau aluvial yang mineral-mineral berat
beraharga dalam keadaan lepas. Metode ini menggunakan air untuk menggali,
mentransportasi dan mengkonsentrasikan mineral-mineral berat seperti emas murni dan
platina, intan, timah dalam bentuk casiterit, dan titanium berupa rutil dan ilmenit. Placer
mining terdiri dari hydraulicking dan dredging.
2. Solution mining adalah metoda yang membuat cair mineral-mineral sehingga dapat
ditransportasikan dengan menggunakan air atau cairan pelarut. Solution mining terdiri dari
borehole extraction dan leaching.

Ditinjau dari cara atau mekanisme pengambilan material, ada beberapa metode yang dapat dipakai
dalam eksploitasi placer mining yaitu:
a. Sluicing Dan Rocking
Sluicing dilakukan pada waktu dahulu untuk mendapatkan gold, pada saat ini telah
digantikan dengan suatu metoda penambangan dengan produksi lebih besar. Air dan sluice
box dipakai dalam pemisahan ore dari waste. Kemiringan dari sluice diperlakukan
sedemikian rupa agar air dapat mengalir sambil membawa material melalui sluice box.

Alat pencuci ini berbentuk bak dapat digunakan juga untuk pencucian gravel sebagaimana
pan (dulang), akan tetapi dengan kapasitas yang lebih besar. Untuk keperluan pencucian
dengan sluice box, air yang cukup peerlu disediakan. Bila air tidak mencukupi, sebuah
“rocker” (alat pemecah / pemberai batuan) dapat juga dipakai.

Mekanisme pemecahannya dilakukan dengan cara menggoyang “rocker” ke depan dan ke


belakang. Gravel yang berukuran kasar akan tertahan pada screen (saringan) yang kemudian
akan dibuang secara periodik, sehingga hanya material-material halus saja yang dapat lolos
menuju riffle-riffle (penyekat). Walau rocker memiliki kapasitas yang lebih kecil dari “sluice”
namun lebih cepat dibandingkan dengan pan (dulang).

b. Hydraulic Mining (Hydraulic Giant Dan Ground Sluice)


Secara geologi, suatu endapan placer adalah suatu konsentrasi mekanik dari mineral berat,
yang dapat menjadi suatu endapan bijih jika menguntungkan dari segi nilainya. Pada
umumnya endapan ini adalah emas, intan, timah (cassiterite), titanium (rutile), platina,
tungsten (sheelite), kromit, magnetit dan phospat. Placer diklasifikasikan oleh media sebagai
aluvial (continental detrital), eolian (angin), marin dan glacial. Dari segi lokasi, endapan ini
dikategorikan sebagai residual (aluvial), jenjang (samping bukit), stream (fluvial), pantai,
buried atau padang pasir.

Metode hidrolik yaitu cara pengambilan material dengan menggunakan tenaga hidrolik
(semprotan air) dengan menggunakan kombinasi pompa dan hydraulic/giant (monitor).
Syarat utama dari metode ini adalah tersedianya air yang cukup. Material hasil penggalian
ditampung dalam suatu sumuran. Selanjutnya dipompa ke sebuah instalasi yang disebut jig.
Tinggi jenjang yang disemprot pada umumnya berkisar antara 5–15 m, tetapi dapat
mencapai 60 m (Morrison & Russell, 1973). Gambar 4.9 memperlihatkan metoda
hydraulicking.
1. Hydraulic Giant
Penambangan ini biasa ada pada suatu placer deposit yang luas dan mengandung gravel
dan boulders. Untuk membongkar batuan yang mengandung mineral (deposit)
diperlukan air dengan jumlah besar bertekanan tinggi, melalui pipa-pipa dan “nozzles”
(giants). Bila persediaan air mencukupi dan pembuangan tailing tidak bermasalah, maka
metoda penambangan “hydraulic giant dan ground sluice” dapat digunakan. Hydraulic
giant (pipa penyemprot) merupakan sebuah alat penyemprot air bertekanan tinggi yang
dapat berputar. Bila sejumlah air yang berada pada ketinggian yang cukup (memiliki
“head” yang cukup tinggi terhadap pipa semprot), maka air yang keluar dari “nozzle”
(mulut pipa) akan bertekanan tinggi dan akan dapatmemecahkan lapisan tanah yang
kemudian mengalir menuju “sluice box”. Sand, gravel dan mineral-mineral berharga
diambil oleh pompa gravel yang kemudian dialihkan kembali menuju sluice atau alat
pemisah. Penanganan solid yang tersuspensi dalam pipa-pipa disebut “hydraulic
transport”. Monitor mampu bekerja pada ketinggian face dari 5 - 20 meter bahkan
sampai 50 meter masih dapat dilakukan dengan menggunakan remote controlled
monitors. Kemiringan/slope dari bedrock diperlukan melebihi 2% dan 5% untuk coarse
material. Produksi tergantung kepada tersedianya air dan pressure head yang cukup,
ketebalan deposit, ukuran boulder, dan kemiringan bedrock.

Gambar 5. Hydraulicking (Tambang Semprot Di PT Tambang Timah, Bangka)


Contoh klasifikasi dari monitor pada tambang semprot dapat dilihat sebagai berikut.
Diameter nozzle 40–150 mm
Head 30–140 N/cm3 atau 300–1400 kPa
Debit 30–250 liter/detik
Debit water jet :
Pasir 0,15 m/detik
Kerikil (gravel) 1,5 m/detik
Boulders 3,0 m/detik

Gambar 6. Penampang cross section dari convensional jig cell. Emas nugget tertahan
pada dasar ragging dan emas dengan ukuran kecil akan lolos melewati jig screen

2. Ground Sluice
Pada penambangan dengan metoda ground sluice, aliran air dengan tekanan tinggi
diarahkan pada daerah penggalian (lapisan yang menuruni suatu kemiringan) untuk
menggali material berharganya menuju sluice box. Sejumlah air dikumpulkan terlebih
dahulu (dibagian hulu) dan dengan tiba-tiba dialirkan dalam satu waktu hingga
membentuk satu aliran yang kuat. Terkadang lapisan yang akan ditambang dengan cara
ini diberaikan terlebih dahulu dengan menggunakan peledakan.
Gambar : Peralatan Ground Sluice Pertambangan Alluvial

Anda mungkin juga menyukai