Anda di halaman 1dari 9

Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) PBL Manufaktur

Kelompok VI : Obat generik

Anggota kelompok : - Azizan Habibulloh


- Muhammad Fawwaz Hariz
- Al kautsar
- Hammat Ridwan

1. Topik
Obat Paten vs Obat Generik
2. Keywords
a. Obat Paten adalah obat yang ditemukan berdasarkan riset industri farmasi tersebut
dan diberikan hak paten untuk memproduksi dan memasarkannya setelah melalui
berbagai tahapan uji klinis sesuai aturan yang telah ditetapkan secara internasional.
Obat yang memiliki hak paten tidak boleh diproduksi dan dipasarkan dengan nama
generik oleh industri lain tanpa izin pemilik hak paten selama masih dalam masa
hak paten.
b. Obat Generik adalah obat yang sudah habis masa patennya , dengan demikian obat
ini bisa diproduksi oleh semua jenis perusahaan farmasi tanpa perlu membayar
royalti sepeserpun. Obat generik adalah obat dengan nama obat yang sama dengan
zat aktif berkhasiat yang dikandungnya, sesuai dengan nama resmi International
Non Propietary Names yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia.
c. Obat Generik Berlogo merupakan obat generik yang penamaannya disesuaikan
dengan zat aktif yang dikandung dan diberi logo “generic” di pemasarannya. Obat
Generik Berlogo (OGB) merupakan program Pemerintah Indonesia yang
diluncurkan pada 1989 dengan tujuan memberikan alternatif obat bagi masyarakat,
yang dengan kualitas terjamin, harga terjangkau, serta ketersediaan obat yang
cukup.
d. Obat generik Bermerek (Dagang) merupakan obat yang telah habis masa patennya,
sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar
royalti. Obat generik bermerek tertentu ini diberi nama atau merek dagang sesuai
kehendak produsen obat.
e. CPOB adalah suatu pedoman yang menyangkut seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu, bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat
senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
f. Sistem pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh BPOM
merupakan suatu proses yang komprehensif, mencakup pengawasan pre-market
dan post-market. Sistem itu terdiri dari:
- standardisasi yang merupakan fungsi penyusunan standar, regulasi, dan
kebijakan terkait dengan pengawasan Obat dan Makanan. Standardisasi
dilakukan terpusat, dimaksudkan untuk menghindari perbedaan standar
yang mungkin terjadi akibat setiap provinsi membuat standar tersendiri.
- Penilaian (pre-market evaluation) yang merupakan evaluasi produk
sebelum memperoleh nomor izin edar dan akhirnya dapat diproduksi dan
diedarkan kepada konsumen. Penilaian dilakukan terpusat, dimaksudkan
agar produk yang memiliki izin edar berlaku secara nasional.
- Pengawasan setelah beredar (post-market control) untuk melihat
konsistensi mutu produk, keamanan dan informasi produk yang dilakukan
dengan melakukan sampling produk Obat dan Makanan yang beredar, serta
pemeriksaan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan,
pemantauan farmakovigilan dan pengawasan label/penandaan dan iklan.
Pengawasan post-market dilakukan secara nasional dan terpadu, konsisten,
dan terstandar. Pengawasan post-market dilakukan secara nasional dan
terpadu, konsisten, dan terstandar. Pengawasan ini melibatkan Balai
Besar/Balai POM di 33 provinsi dan wilayah yang sulit
terjangkau/perbatasan dilakukan oleh Pos Pengawasan Obat dan Makanan
(Pos POM).
- Pengujian laboratorium. Produk yang disampling berdasarkan risiko
kemudian diuji melalui laboratorium guna mengetahui apakah Obat dan
Makanan tersebut telah memenuhi syarat keamanan, khasiat/manfaat dan
mutu. Hasil uji laboratorium ini merupakan dasar ilmiah yang digunakan
sebagai untuk menetapkan produk tidak memenuhi syarat yang digunakan
untuk ditarik dari peredaran.
- Penegakan hukum di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Penegakan
hukum didasarkan pada bukti hasil pengujian, pemeriksaan, maupun
investigasi awal. Proses penegakan hukum sampai dengan projusticia dapat
berakhir dengan pemberian sanksi administratif seperti dilarang untuk
diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar, disita untuk
dimusnahkan. Jika pelanggaran masuk pada ranah pidana, maka terhadap
pelanggaran Obat dan Makanan dapat diproses secara hukum pidana.
g. HET (Pemberian Informasi Harga Eceran Tertinggi) Harga Eceran Tertinggi
adalah harga jual tertinggi obat di apotek, toko obat dan instalasi farmasi rumah
sakit/klinik.
h. CPOB (Cara Pembuatan Obat Baik) merupakan prosedur baku dalam proses
pembuatan obat yang baik dan benar, sesuai standar dunia internasional. CPOB
bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
i. Feasibility Study adalah suatu metode penjajagan gagasan (idea) suatu proyek
mengenai kemungkinan layak atau tidaknya untuk dilaksanakan.
j. Study Pustaka bertujuan untuk membahas tentang obat generik, kualitas obat
generik melalui studi basil uji disolusi beberapa sediaan obat.
k. Formula adalah adalah susunan kualitatif dan kuantitatif zat aktif dan zat
tambahan dalam obat
l. Screning Bahan Awal merupakan tahap awal dari rangkaian penemuan suatu obat.
Pada tahap ini berbagai molekul atau senyawa yang berpotensi sebagai obat
disintesis, dimodifikasi atau bahkan direkayasa untuk mendapatkan senyawa atau
molekul obat yang diinginkan.
m. Trial Skala Lab merupakan salah satu kegiatan percobaan pembuatan produk dalam
pemilihan segala bentuk sediaan dalam skala laboratorium.
n. Trial Skala Pilot adalah sistem pengolahan kimia dengan skala kecil yang
dioperasikan untuk menghasilkan informasi tentang perilaku sistem untuk
digunakan dalam desain fasilitas yang lebih besar. Skala pilot dilakukan untuk
mengurangi risiko yang terkait dengan produksi skala besar.
o. Trial Skala Produksi adalah salah satu kegiatan percobaan pembuatan produk
dalam skala produksi menggunakan alat yang akan digunakan ntuk produksi guna
menghasilkan formula induk yang akan diproduksi massal.
p. Biaya adalah semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu proses
produksi, yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang berlaku,
baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi.
q. Uji Stabilitas yaitu dimaksudkan untuk menjamin kualitas produk yang telah
diluluskan dan beredar di pasaran. Dengan uji stabilitas dapat diketahui pengaruh
faktor lingkungan seperti suhu dan kelembapan terhadap parameter-parameter
stabilitas produk seperti kadar zat aktif, pH, berat jenis dan netto volume sehingga
dapat ditetapkan tanggal kedaluwarsa yang sebenarnya.
r. Badan POM adalah sebuah lembaga di Indonesia yang bertugas mengawasi
peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia.
3. Peta Konsep PBL Manufaktur

Waktu Pengembangan OBAT Waktu Pengembangan


3 tahun, Harga lebih 12-15 tahun, Harga
murah PATEN mahal

Semua obat dengan


nama sinonimnya GENERIK Masaberlaku obat
misal parasetamol selama 20 tahun
disebut obat generic
(padahal belum tentu

Obat Obat
HET ditentukan Generik Harga Ditentukan
Generik
Pemerintah Berlogo Industri
Bermerk

Harga Lebih Murah Harga biasanya lebih


mahal
Dianggap Kurang Melalui serangkaian uji mutu
Berkualitas dari industri dan peniliaian dari
BPOM
Harga tidak relevan dg
mutu Menerapkan CPOB

FORMULASI

Feasibility Study Studi Pustaka

Formula Teoritis

Screening Bahan Awal

Trial Skala Lab


Uji Stabilitas

Trial Skala Pilot


Pra Registrasi BPOM

Trial Skala Produksi Disetujui BPOM

Formula Induk UJi Bioekivalensi

Registrasi BPOM
Obat Siap Diproduksi
Massal
No. Registrasi Keluar
4. Resume
Berdasarkan peta konsep diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran
yang diperoleh dari topik ini adalah sebagai berikut :
a. Menjelaskan beda dari obat paten dan generik
Obat paten memiliki harga pengembangan yang mahal dari pada obat generik dan
membutuhkan waktu lama dari obat generik. Sehingga harga obat yang dijual obat
paten lebih mahal daripada generik.
Berikut adalah tabel singkat perbedaan Obat Generik Berlogo (OGB), Obat Generik
Bermerek, dan Obat Paten:

b. Menjelaskan pengertian obat generik


Obat Generik adalah obat yang sudah habis masa patennya , dengan demikian
obat ini bisa diproduksi oleh semua jenis perusahaan farmasi tanpa perlu membayar
royalti sepeserpun. Obat generik adalah obat dengan nama obat yang sama dengan
zat aktif berkhasiat yang dikandungnya, sesuai dengan nama resmi International
Non Propietary Names yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia. Obat
generik ada 2 macam yaitu obat generic berlogo dan obat generik bermerk.
c. Menjelaskan alur/proses terbentuknya obat generik
Obat dapat dibagi menjadi 2 yaitu obat paten dan generik. Obat Generik adalah
obat yang sudah habis masa patennya , dengan demikian obat ini bisa diproduksi
oleh semua jenis perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti sepeserpun.
Obat generik adalah obat dengan nama obat yang sama dengan zat aktif berkhasiat
yang dikandungnya, sesuai dengan nama resmi International Non Propietary Names
yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia. Obat generik ada 2 macam yaitu
obat generic berlogo dan obat generik bermerk.
Dimana terbentuknya kedua obat tersebut harus melalui serangkaian uji mulu
dari industri dan penilaian dari BPOM, salah satunya CPOB. Alur pembuatan obat
generik setelah menerapkan CPOB adalah dengan berformulasi. Formulasi dimulai
dengan study pustaka dan uji kelayakan pembuatan, selanjutnya akan terbentuk
sebuah formula yang teoritis. Setelah itu, dilakukan screening bahan awal dan
dilakukan pembuatan skala laboratorium. Dalam pembuatan skala laboratorium
dilakukan pengembangan analisa bahan hingga pembuatan sampai dengan kemasan
yang akan digunakan. Setelah itu dilakukan dalam skala pilot. Dalam skala ini
pertama dilakukan uji stabilitas, apabila uji stabilitas telah berhasil maka dilakukan
pra registrasi BPOM hingga mendapat persetujuan BPOM. Setelah itu dilakukan
uji bioekivalensi terhadap obat paten yang dijadikan induk. Apabila telah lolos
maka akan dilanjutkan dengan meminta no registrasi resmi BPOM hingga nomor
registrasinya keluar. Setelah mendapat nomor registrasi, dilakukan uji trial dalam
skala industri hingga mendapatkan formula induk. Sehingga dengan adanya
formula induk tersebut dapat dilakukan produksi dalam skala indutri.
d. Menjelaskan sifat

A. Sifat Fisik Obat


Obat mungkin berbentuk padat pada suhu kamar ( mis., aspirin, atropin ), cairan ( mis., nikotin,
etanol ), atau gas ( mis., nitrat oksida ). Faktor-faktor ini sering menentukan rute pemberian
terbaik. Berbagai kelas senyawa organik-karbohidrat, protein, lemak, dan konstituen-
konstituen mereka- semua direpresentasikan dalam farmakologi.
Sejumlah obat yang berguna atau berbahaya adalah unsur inorganik, mis. Litium, besi,
dan logam berat. Banyak obat organik adalah asam atau basa lemah. Kenyataan ini memiliki
dampak penting terhadapa cara obat ditangani oleh tubuh, karena perbedaan pH di berbagai
komponen tubuh dapa mengubah derajat ionisasi obat-obat tersebut. (katzung, 2013)
B. Ukuran Obat
Ukuran molekular obat berbeda dari sangat kecil (ion litium, BM 7) hingga sangat besar ( mis.,
alteplase [t-PA], suatu protein dengan BM 59.050). Namun, sebagian obat memiliki berat
molekul antara 100 dan 1000. Batas bawah dari kisaran sempit ini mungkin ditentukan oleh
kebutuhan akan spesifitas kerja. Agar benar-benar “pas” ke salah satu reseptor, molekul obat
harus memiliki bentuk, muatan, dan sifat lain yang unik, untuk mencegahnya berikatan dengan
reseptor lain. Untuk mencapai pengikatan yang selektif tersebut, tampaknya suatu molekul
umunya harus memiliki ukuran paling sedikit 10 satuan BM. Batas atas berat molekul terutama
ditentukan oleh kebutuhan bahwa obat harus mampu berpindah di dalam tubuh ( mis., dari
tempat pemberian ke tempat kerja). Obat yang jauh lebih besar dari 1000 BM tidak mudah
berdifusi antara kompratemen-kompartemen tubuh. Karena itu, obat yang sangat besar
(biasanya protein) sering harus diberikan secara langsung ke dalam kompartemen temat mereka
berefek. Pada kasu alteplase, suatu enzim pelarut bekuan, obat diberikan secara langsung ke
dalam kompartemen vaskular melalui infus intra-arteri atau intra vena. (katzung, 2013)
C. Reaktivitas Obat dan Ikatan Obat-Reseptor
Obat berinteraksi dengan reseptornya melalui gaya atau ikatan kimia. Ikatan ini terdiri
dari tiga tipe utama: kovalen, elektrostatik, dan hidrofobik. Ikatan kovalen sangat kuat,
terbentuk antara gugus asetil asam asetilslisilat (aspirin) dan siklo-oksigenase, enzim
sasarannya di trombosit, tidak mudah dilepaskan. Efek aspirin yang menghambat agregasi
trombosit bertahan lama setelas asam asetilsalisilat bebas telah lenyap dari aliran darah ( sekitar
15 menit)dan dikembalikan hanya oleh sintesis enzim baru di trombosit baru, suatu proses yang
memerlukan waktu beberapa hari.
Dalam interaksi obat-resepror, ikatan elektostatik jauh lebih sering terjadi daripada
ikatan kovalen. Ikatan elektrostatik bervariasi dari ikatan kuat antara molekul-molekul ionik
yang bermuatan permanen hingga ikatan hidrogen yang lebih lemah dan interaksi dipol yang
sangat lemah, misalnya gaya van der waals dan fenomena-fenomena serupa. Iktan elektrostatik
lenih lemah daripada ikatan kovalen.
Ikatan hidrofobik biasanya cukup lemah dan mungkin penting dalam interaksi obat-
obat yang sangat larut lemak dengan lemak membran sel dan mungkin dalam interaksi obat
dengan dinding internal “ kantung “ reseptor.
Sifat spesifik suatu ikatan obat-reseptor relatif kurang penting dibandingkan dengan
kenyataan bahwa obat yang berikatan mealui ikatan lemah ke reseptornya umunya lebih
selektif dibanding dengan obat yang berikatan melalui ikatan yang sangat kuat. Hal ini karena
ikatan lemah memerlukan derajat kecocokan obat yang tinggi dengan reseptornya agar dapat
terjadi interaksi. (katzung, 2013)

D. Bentuk Obat
Bentuk molekul suatu obat harus sedemikian sehingga memungkinkannya berikatan
dengan reseptornya. Secara optimal, bentuk obat bersifat komplementer dengan bentuk
reseptor seperti kunci dan gemboknya. Selain itu, fenomena chirality ( stereosomerisme )
sedemikian sering terjadi dalam biologi sehingga lebih dari separuh obat yang bermanfaat
adalah molekul chiral; yaitu mereka dapat berada sebagai pasangan enantiomerik. Obat dengan
dua pusat asimetrik memiliki 4 diastereomer. (katzung, 2013)

e. Menjelaskan mekanisme obat generik (paracetamol)


di dalam tubuh efek analgetik dari parasetamol diperantarai oleh aktivitas tak
langsung reseptor canabinoid CB1. Di dalam otak dan sumsum tulang belakang,
parasetamol mengalami reaksi deasetilasi dengan asam arachidonat membentuk N-
arachidonoylfenolamin, komponen yang dikenal sebagai zat endogenous
cababinoid.
Adanya N-arachidonoylfenolamin ini meningkatkan kadar canabinoid endogen
dalam tubuh, disamping juga menghambat enzim siklooksigenase yang
memproduksi prostaglandin dalam otak. Karena efek canabino-mimetik inilah
terkadang parasetamol digunakan secara berlebihan.
Sebagaimana diketahui bahwa enzim siklooksigenase ini berperan pada
metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin H2, suatu molekul yang tidak
stabil, yang dapat berubah menjadi berbagai senyawa pro-inflamasi.

Anda mungkin juga menyukai