Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berkembangnya peradaban Islam didukung oleh berkembangnya ilmu
pengetahuan. Para ulama atau ilmuwan muslim telah membentuk revolusi
ilmu pengetahuan. Pada awal berkembangnya peradaban Islam, muncullah
para ilmuwan yang ahli di bidang mereka. Seperti dalam bidang ilmu
kedokteran.salah satu tokoh-tokoh di bidang ilmu kedokteran antara lain Ibnu
Nafis, Ibnu Sina, Abu Bakar Ar-Razi, Ibnu Baithar dan Az-Zahrawi.
Merekalah tokoh-tokoh ilmu kedokteran yang berperan penting dalam
perkembangan peradaban ilmu pengetahuan dalam penemuan-penemuannya
yang masih digunakan sampai saat ini. Di dalam makalah ini, penulis akan
membahas tentang riwayat hidup dan karya-karya para tokoh yang
mempengaruhi perkembangan ilmu kedokteran.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah riwayat hidup Ibnu Nafis, Ibnu Sina, Abu Bakar Ar-
Razi, Ibnu Baithar dan Az-Zahrawi?
2. Apa saja karya-karya dan penemuan mereka?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswi dapat mengetahui riwayat hidup Ibnu Nafis, Ibnu
Sina, Abu Bakar Ar-Razi, Ibnu Baithar dan Az-Zahrawi.
2. Agar mahasiswi dapat mengetahui karya-karya dan penemuan dari
Ibnu Nafis, Ibnu Sina, Abu Bakar Ar-Razi, Ibnu Baithar dan Az-Zahrawi.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ibnu Nafis
1. Riwayat Hidup Ibnu Nafis
Alaudin abu Al-Hassan Ali bin Abi-Hazm al-Qarshi al-Dimashqi,
yang dikenal sebagai Ibn al-Nafis lahir pada tahun 1213 di Damaskus. Dia
hadir di Rumah Sakit Medical College ( Bimaristan Al-Noori) di
Damaskus. Selain obat-obatan, Ibn al-Nafis belajar ilmu hukum, sastra dan
teologi. Ia menjadi seorang ahli di sekolah hukum Syafi'i dan ahli dokter.

Pada tahun 1236, Al-Nafis pindah ke Mesir. Dia bekerja di Rumah


Sakit Al-Nassri, dan kemudian di Rumah Sakit Al-Mansouri, di sana ia
menjadi kepala dokter dan dokter pribadi Sultan.

Ibn al-Nafis meninggal pada 17 Desember 1288 (umur 74-75) di


Kairo. Sumber lain mengatakan wafat pada 11 Dzulqaidah tahun 678 H
( 17 Desember 1288 M) dan ada juga yang mengatakan, dia wafat pada
tahun 696 H (1297 M). Ketika meninggal ia menyumbangkan rumah,
perpustakaan dan klinik miliknya ke Rumah Sakit Mansuriya.

Ibnu Nafis adalah salah satu cendekiawan islam penemu ilmu


peredaran darah dalam dunia kedokteran. Ada sementara kalangan yang
menyatakan, mengungkap kejayaan Islam dalam bidang sains di masa lalu
tak lebih sekadar kenangan belaka. Lebih banyak mudharatnya. Sepintas,
klaim seperti itu mungkin ada benarnya. Tapi, bila dikaji lebih akurat lagi
dan mendalam, pengungkapan kembali masa keemasan Islam, terutama di
era abad pertengahan itu, sebenarnya mengandung pesan penting, bahwa
selama ini telah terjadi semacam distorsi sejarah terkait penemuan-
penemuan para Ilmuwan Muslim di masa lalu.

Yang paling dikenal saat ini tentu saja penemuan-penemuan


ilmuwan Barat, dalam banyak bidang. Padahal, jauh sebelum ilmuwan
Barat itu menemukan satu teori, teori tersebut telah ditemukan ratusan
tahun sebelumnya oleh putra-putra terbaik Islam. Di sinilah relevansi
pengungkapan kembali khazanah yang ’dilenyapkan’ oleh penulisan
sejarah secara sepihak itu.

Salah satu yang menjadi korban distorsi sejarah itu adalah Ibnu
Nafis. Pakar kedokteran yang bernama lengkap ’Alauddin Abu Hassan Ali
Ibnu Abi Al-Hazm Al-Qurasi ini, dikenal sebagai ahli di bidang peredaran
darah paru-paru. Sejauh ini, ilmuwan yang dikenal khalayak sebagai

2
penemu teori peredaran darah paru-paru adalah ilmuwan kedokteran asal
Inggris bernama William Harwey (1578-1675 M).

Selain Harwey, ada ilmuwan Barat lainnya yang juga mengklaim


sebagai penemu bidang ini, yakni Michael Servetus, dan beberapa
ilmuwan lainnya. Padahal, 300 tahun sebelumnya, seorang ulama yang
juga dokter Muslim asal Mesir telah berbicara dan cukup mendetil
mengungkap teori tersebut. Ibnu Nafis, ilmuwan Muslim inilah yang
mengungkap dan menemukan teori tersebut.1

2. Karya Ibnu Nafis


Karya Ibnu Nafis yang paling tebal dari buku-bukunya adalah Al-
Shamil fi al-Tibb, yang direncanakan menjadi sebuah ensiklopedia yang
terdiri dari 300 volume, tapi tidak selesai karena Ibnu al-Nafis terlebih
dahulu meninggal dunia. Naskah ini tersedia di Damaskus.

Bukunya tentang oftalmologi sebagian besar adalah hasil karya asli


dari Ibnu al-Nafis. Bukunya yang paling terkenal adalah Ringkasan
Hukum (Mujaz al-Qanun). Buku terkenal lainnya adalah tentang efek diet
kesehatan, berjudul Kitab al-Mukhtar fi al-Aghdhiya. Al-Risalah al-
Kamiliyyah fil Siera al-Nabawiyyah, diterjemahkan di Barat dengan judul
Theologus Autodidactus.

Ia juga menulis sejumlah komentar pada topik hukum dan


kedokteran. Komentarnya terdapat satu di buku karya Hippocrates, dan
beberapa bukukarya Avicenna "The Canon of Medicine". Selain itu, ia
menulis sebuah komentar pada buku Hunayn Ibn Ishaq.

Karya Ibnu Nafis antara lain:

a. Syarh Tasyrih Al-Qanun Sebuah buku yang berisi kumpulan dari


buku pertama dan ketiga dari buku"Al-Qanun" karya Ibnu Sina yang
membahas tentang anatomi. Dalam buku "Syarh Tasyrih Al-Qanun"
ini, Ibnu An-Nafis menguraikan apa yang ditulis oleh Ibnu Sina di
dalam buku "Al-Qanun" serta menyebutkan beberapa kesalahan Ibnu
Sina. Buku ini telah menguatkan penemuan Ibnu An-Nafis tentang
sirkulasi darah kecil sebagaimana yang kita paparkan sebelumnya.
b. Al-Mujaz Fi Ath-Thib Buku ini merupakan ringkasan dari buku
"Al-Qanun" karya Ibnu Sina. Ibnu An-Nafis membagi buku ini kepada
empat bagian; Pertama, kaidah-kaidah kedokteran (teori dan praktek).
Kedua, makanan dan obat-obatan. Ketiga, penyakit organ tubuh.
Keempat, penyakit yang pada umumnya menjangkiti semua organ
tubuh.

1 http://www.zulfanafdhilla.com/2014/04/second.avicenna.html diakses pada 22 Januari 2018

3
c. Syarh Mufradat Al-Qanun
d. Al-Muhdzib Fi Al-Kuhl
e. Tafsir Al `Ilal Wa Asbab Al-Amradh
f. AI-Mukhtar Min Al-Aghdziah
g. Mausu'ah Asy-Syamil Fi Ath-Thib Ketika hendak menulis buku ini,
Ibnu An-Nafis berniat untuk menjadikannya sebagai buku referensi
besar yang mencakup delapan ratus juz. Namun belum lagi buku
tersebut rampung dan hanya tinggal delapan puluh juz lagi, dia telah
menemui ajalnya. Meskipun demikian, apa yang ditulisnya
menujukkan kedalaman ilmu dan kecemerlangan pemikirannya.2

B. Ibnu Sina
1. Riwayat Hidup Ibnu Sina
Ibnu Sina adalah Abu `Ali al-Husain ibnu `Abdillah ibn Hasan ibnu
`Ali Sina. Di Eropa (dunia Barat) Ibnu Sina lebih dikenal dengan sebutan
Avicenna akibat terjadinya metamorphose Yahudi- Spanyol-Latin. Dari
bahasa Spanyol kata Ibnu untuk Ibnu Sina diucapkan Aben atau Even.
Terjadinya perubahan ini berawal dari usaha penerjemahan naskah-naskah
Arab ke dalam bahasa Latin pada pertengahan abad kedua belas di
Spanyol. Ibnu Sina dilahirkan pada tahun 370 H/980 M di Afshana,
sebuah kota kecil dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (bagian
dari Persia), dan wafat pada jum`at pertama Ramadhan tahun 428 H/1037
M dalam usia 57 tahun, jasad Ibnu Sina dikebumikan di Hamadzan
(Tehran).3

Ayah Ibnu Sina bernama Abdullah dari Balkh merupakan seorang


sarjana terhormat Ismaili, berasal dari Balkh Khurasan, pada saat kelahiran
putranya yaitu Ibnu Sina, ayah Ibnu Sina menjabat sebagai gubernur suatu
daerah di salah satu pemukiman Nuh Ibnu Mansur, sekarang wilayah
Afghanistan (Persia).4 Ibu Ibnu Sina bernama Satarah berasal dari daerah
Afshana. Saat berusia 10 tahun dia banyak mempelajari ilmu agama Islam
dan berhasil menghafal Al-Qur'an. Ia dibimbing oleh Abu Abdellah Natili,
dalam mempelajari ilmu logika untuk mempelajari buku Isagoge dan
Prophyry, Eucliddan Al-Magest Ptolemus. Setelah itu dia juga mendalami
ilmu agama dan Metaphysics Plato dan Aristoteles.

Suatu ketika dia mengalami masalah saat belajar ilmu Metaphysics


dari Aristoteles. Empat Puluh kali dia membacanya sampai hafal setiap

2 http://www.zulfanafdhilla.com/2014/04/second.avicenna.html diakses pada 22 Januari 2018

3 Jon Mc Ginnis, Avicenna: Great Medieval Thinkers, (Oxford University Press: New York,
2010), h. 17.

4 Ibid h .18

4
kata yang tertulis dalam buku tersebut, namun dia tidak dapat mengerti
artinya. Sampai suatu hari setelah dia membaca “Agradhu kitab ma
waraet thabie’ah li li Aristho”nya Al-Farabi (870 - 950 M), semua
persoalan mendapat jawaban dan penjelasan yang terang benderang,
bagaikan dia mendapat kunci bagi segala ilmu Metaphysics.

Setelah berhasil mendalami ilmu-ilmu alam dan ketuhanan, Ibnu


Sina merasa tertarik untuk mempelajari ilmu kedokteran. Ia mempelajari
ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya. Meskipun secara teori dia belum
matang, tetapi ia banyak melakukan keberhasilan dalam mengobati orang-
orang sakit. Setiap kali menghadapi kesulitan, maka ia memohon kepada
Allah agar diberikan petunjuk, maka di dalam tidurnya Allah memberikan
pemecahan terhadap kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapinya.

Setelah ayah Ibnu Sina meninggal saat beliau/Ibnu Sina berusia 22


tahun, beliau (Ibnu Sina) hijrah ke Jurjan, suatu kota di dekat laut kaspia,
disanalah ia (Ibnu Sina) mulai menulis ensiklopedianya tentang ilmu
kedokteran kemudian terkenal dengan nama al-Qanun fi al-tibb (the
Qanun). Kemudian Ibnu Sina pindah ke Ray, kota di sebelah Teheran,
selanjutnya /Ibnu Sina bekerja kepada Ratu Sayyedah dan anaknya Majd
al-Dawlah. Kemudian Sultan Syams al-Dawlah penguasa di Hamdan (di
bahagian Barat dari Iran) mengangkat Ibnu Sina menjadi Menterinya.
Kemudian Ibnu Sina Hijrah ke Isfahan, Ibnu Sina meninggal dunia sebab
sakit yang diderita Ibnu Sina yaitu penyakit disentri pada pada tahun 428
hijriah bersamaan dengan tahun 1037 Masehi di Hamazan (sekarang
wilayah iran).

2. Karya Ibnu Sina


Ibnu Sina memulai pendidikannya pada usia lima tahun di kota
kelahirannya, Bukhara. Pengetahuan yang pertama kali yang dia pelajari
adalah membaca Al-Qur’an, setelah itu ia melanjutkan dengan
mempelajari ilmu-ilmu agama Islam seperti Tafsir, Fiqih, Ushuluddin dan
lain sebagainya, berkat ketekunan dan kecerdasannya, beliau berhasil
menghapal Al-Quran dan menguasai berbagai cabang ilmu-ilmu agama
tersebut pada usia yang belum genap sepuluh tahun. Dalam bidang
Pendidikan lain, beliau juga mempelajari beberapa disiplin ilmu
diantaranya matematika, logika, fisika, kedokteran, astronomi, hukum, dan
sebagainya.

Kemampuan Ibnu Sina dengan cepat menyerap berbagai cabang


ilmu pengetahuan membuatnya menguasai berbagai materi intelektual dari
perpustakaan kerajaan. Karena kejeniusannya itu, Ibnu Sina mendapatkan
gelar ilmiah, diantaranya Syaikh Ra`is serta Galenos Arab. Gelar tersebut
diraih oleh Ibnu Sina ketika umurnya masih remaja. Pada usianya yang
5
kedua puluh satu tahun, bertepatan dengan tahun 391 H/1001 M, Ibnu Sina
mulai menyajikan karya-karyanya, seperti Kitab al- Majmu’ tentang
matematika, Kitab al-Hasil wa al-Mahsul yang terdiri dari dua puluh satu
jilid tentang berbagai macam sains.

Pada usia 16 tahun beliau mulai dikenal sebagai ahli pengobatan,


dan sudah benar-benar dikenal pada saat beliau berumur 17 tahun dengan
pembuktian bahwa beliau telah berhasil menyembuhkan penyakit yang
diderita sultan Samani Nuh Ibn Mansur. Untuk menambah ilmunya, beliau
juga banyak menghabiskan sebahagian waktunya dengan membaca serta
membahas buku-buku yang beliau anggap penting di perpustakaan
kerajaan Nuh Ibnu Manshur yang bernama kutub Khana, disinilah beliau
melepaskan dahaga belajarnya siang malam sehingga semua ilmu
pengetahuan dapat dikuasainya dengan baik.

Karya yang ditulis oleh Ibnu Sina diperkirakan antara 100 sampai
250 buah judul. Karya-karya Ibnu Sina yang terkenal dalam Filsafat
adalah As- Shifa, An-Najat, dan Al-Isyarat. Karyanya yang terkenal dalam
bidang kedokteran adalah Al-Qanun. Kualitas karyanya yang bergitu luar
biasa dan keterlibatannya dalam praktik kedokteran, mengajar, dan politik,
menunjukkan tingkat kemampuan yang luar biasa. Selain itu, ia banyak
menulis karangan-karangan pendek yang dinamakan Maqallah. Beberapa
Karyanya diantara lain:

a. Al-Qanun fi Thiib (aturan pengobatan) merupakan karya Ibnu Sina


dalam bidang ilmu kedokteran. Buku ini pernah menjadi satu-satunya
rujukan dalam bidang kedokteran di Eropa selama lebih kurang lima
abad. Buku ini merupakan iktisar pengobatan Islam juga diajarkan
hingga kini di Timur.
b. Asy Syifa (terdiri dari 18 jilid berisi tentang berbagai macam ilmu
pengetahuan). Merupakan karya Ibnu Sina dalam bidang filsafat. Kitab
ini antara lain berisikan tentang uraian filsafat dengan segala aspeknya.
c. Al-Inshaf (buku tentang keadilan sejati).
d. An-Najah (buku tentang kebahagiaan Jiwa). Merupakan kitab
tentang ringkasan dari kitab Asy-Syifa, kitab ini ditulis oleh Ibnu Sina
untuk para pelajar yang ingin mempelajari dasar-dasar ilmu hikmah.
e. Kitab al- Isyarat wa al-Tanbihat, isinya mengandung uraian
tentang logika dan hikmah.
f. Kitab Fi Aqsam al-Ulum al-Aqliyah, merupakan karya Ibnu Sina
dalam bidang ilmu fisika. Buku ini ditulis dalam bahasa Arab juga
masih tersimpan dalam berbagai perpustakaan di Istanbul,
penerbitannya pertama kali dilakukan di Kairo pada tahun 1910 M,
sedangkan terjemahannya dalam bahasa Yahudi dan Latin masih
terdapat hingga sekarang.

6
g. Al-Musiqa (Buku tentang musik).

C. Ar-Razi
1. Riwayat Hidup Ar-Razi

Filosof muslim terkemuka yang muncul sesudah Al-Kindi adalah


Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Ar-Razi. Ar-Razi dikenal sebagai
dokter, filsuf, kimiawan, dan pemikir bebas, (250-313 H/864-925). Abu
Bakar Muhammad Ibn Yahya al-Razi lahir di Rayy, pada tanggal 1
Sya’ban, tahun 251 H/865 M. Pada masa mudanya, ia jadi tukang intan
(Baihaqi), penukar uang (ibn abi Usaibi’ah), atau lebih mungkin pemain
kecapi (ibn Juljul, Sa’id, ibn Khalikan, Usaibi’ah, al-Safadi) yang pertama
meninggalkan musik untuk belajar alkimia.5

Selain al-Razi sang ahli filsafat, ada lagi beberapa nama tokoh lain
yang juga dipanggilkan al-Razi, yakni Abu Hatim al-Razi, Fakhruddin al-
Razi dan Najmuddin al-Razi. Oleh karena itu, agar dapat membedakan al-
Razi, sang filosof ini dari tokoh-tokoh lain, perlu ditambahkan dengan
sebutan Abu Bakar, yang merupakan nama kun-yah-nya (gelarnya).6

Perlu diingat tentang lingkungan Al-Razi tempat ia berdomisili.


Telah dimaklumi bahwa Iran, yang sebelumnya terkenal dengan sebutan
Persia, sejak lama sudah dikenal dengan sejarah peradaban manusia. Kota
ini merupakan tempat bertemunya berbagai peradaban, terutama
peradaban Yunani dan Persia. Oleh karena itu tidak mengherankan kota-
kota di Persia (Iran) ini telah mengenal peradaban yang tinggi sebelum
bangsa Arab mengenalnya. Agaknya suasana lingkungan ini termasuk
yang mendorong bakat Al-Razi tampil sebagai seorang intelektual. Pada
masa mudanya, ia menjadi tukang intan, penukar uang dan pemain musik
(kecapi). Kemudian, ia menaruh perhatian yang besar terhadap ilmu kimia
dan meninggalkannya setelah matanya terserang penyakit akibat
eksperimen-eksperimen yang dilakukannya. Setelah itu, ia beralih dan
mendalami ilmu kedokteran dan filsafat. Al-Razi terkenal sebagai seorang
dokter yang dermawan, penyayang kepada pasien-pasiennya, karena itu ia
sering memberikan pengobatan cuma-cuma kepada orang-orang miskin.7

Karena reputasinya di bidang kedokteran ini, Al-Razi pernah diangkat menjadi


kepala rumah sakit Rayy pada masa pemerintahan Gubernur Al Mansyur Ibnu
Ishaq ibn Ahmad selama enam tahun (290-296 H / 902-908 M). pada masa ini
5Abdurrahman Badawi, A History of Muslim Philosophy, Chapter 22 Vol. 1 Book 3, Ahlul Bayt
Digital Islamic Library Project, 1995-2017

6Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia. 2010), hlm. 68

7http://mgmpkimia.wordpress.com/tokoh-kimia/al-razi-865-925. 09 Januari 2011.

7
juga Al-Razi menulis bukun al-Thibb al- Mansyuri yang dipersembahkan kepada
Mansyur Ibnu Ishaq ibn Ahmad. Dari Rayy kemudian Al-Razi ke Baghdad dan
atas permintaan Khalifah Al-Muktafi (289-295 H / 901-908 M), yang berkuasa
pada saat itu, ia memimpin rumah sakit di Baghdad. Kemasyhuran Al-Razi
sebagai seorang dokter tidak saja di Dunia Timur tapi juga di Barat, ia kadang-
kadang dijuluki The Arabic Galen.

Setelah khalifah Al-Muktafi wafat, Al-Razi kembali ke Rayy, dan


kemudian ia berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri yang lain.
Meninggal dunia pada tanggal 5 Sya'ban 313 H/ 27 Oktober 925 M dalam
usia 60 tahun. Disiplin ilmu Al-Razi meliputi ilmu falak, matematika,
kimia, kedokteran, dan filsafat. Ia lebih dikenal sebagai ahli kimia dan ahli
kedokteran dibanding sebagai seorang filosof.

2. Karya Ar-Razi

Buku-buku Ar-Razi sangat banyak. Beliau sendiri telah banyak


mempersiapkan katalog yang ditujukan terhadap buku-buku yang
ditulisnya dan kemudian diproduksi oleh Ibn Al-Nadim salah satunya. Dan
karyanya lebih banyak dianggap sebagai buku induk dalam bidang
kedokteran. Menurut Al-Biruni, ada sekitar dua puluh satu karya Ar-Razi
tentang alkemi, yang terbesar diantaranya adalah Sirr Al-Asrar. Sesuai
dengan semangat Al-Razi anti hermetis, rahasia-rahasia disini bukan
misteri-misteri mistik, tetapi rahasia-rahasia keahlian seorang alkemis (ahli
alkemi), yang dengan bebas dipaparkan Ar-Razi dalam pembahasannya
mengenai bahan-bahan, perangkat-perangkat, dan metode-metode alkemi
itu. Tujuannya adalah meretas batas-batas yang memilahkan satu bentuk
substansi dari substansi lainnya, dengan menggunakan substansi kuat yang
akan menembus dan mengubah unsur dasar, dengan menambahkan dan
menghilangkan sifat-sifat spesifik, mengubah logam dasar menjadi emas
atau batu menjadi permata. Akan tetapi Al-Razi juga menggunakan
sebagian dari preparat dalam praktik kedokterannya; dan metode-
metodenya sebagai seorang alkemis lebih bernuansa ilmu bedah dari pada
klenik atau sihir.

Ar-Razi termasuk seorang filosof yang rajin belajar dan menulis.


Bahkan beliau tidak kurang dari 200 karya tulis yang ditinggalkannya
didalam berbagai ilmu pengetahuan. Tetapi banyak karya-karyanya yang
telah hilang dan karya-karyanya dapat dikelompokkan menjadi beberapa
kelompok,diantaranya adalah :

a. Ilmu kedokteran
b. Ilmu fisika
c. Logika

8
d. Matematika dan astronomi
e. Komentar ringkasan dan ikhtisar
f. Filsafat dan ilmu pengetahuan hipotesis
g. Metafisika
h. Theologi
i. Ateisme
j. Campuran

Dan berikut beberapa karya-karya yang ditulis oleh Ar-Razi yang


banyak diterapkan dan dipakai bukunya adalah :

a. Kitab Al-Asrar (bidang kimia, diterjemahkan ke dalam bahasa Latin


oleh Geard of Cremon)
b. Al-Hawi (merupakan ensiklopedia kedokteran sampai abad ke-XVI di
Eropa, setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin tahun 1279
dengan judul Continens).
c. Al-Mansuri Liber al-Mansoris (bidang kedokteran, 10 jilid)
d. Kitab Al-Judar wa Al-Hasbah (tentang analisa penyakit cacar dan
campak serta pencegahannya), sedangkan dalam bidang filsafat.
e. Al-Thibb al-Ruhani
f. Al-Sirah al-Falsafiyyah
g. Amarah al-Iqbal al-Dawlah
h. Kitab al-Ladzdzah
i. Kitab al-'Ilm al-Illahi
j. Makalah fi ma ba' dengan al-Thabi'iyyah
k. Al-Shukuk 'ala Proclus
l. Dan lain-lain.8

Ar-Razi tidak hanya ahli di bidang ilmuan kimiawi tapi juga ahli
dengan filsafat. Karyanya yang banyak dikenal seperti logika, metafisika,
moral dan etika dan juga kenabian.pertama pada filsafat metafisikanya
filsafatnya yang terkenal dengan doktrin lima yang kekal yakni: Allah
SWT, Jiwa Universal, Materi pertama, Ruang Absolut, Masa/waktu
Absolut. Dan menurutnya dalam ilmu yang kekal tersebut hidup dan aktif,
yaitu Tuhan dan Jiwa/ Roh Universal. Satu dari padanya tidak hidup dan
pasif yaitu; materi. Dan dua lainnya tidak hidup, tidak aktif dan tidak pula
pasif yaitu; pada ruang dan masa atau waktu.

Menurut Al-Razi, alam semesta tidak qadim, baharu, meskipun


materi asalnya qadim, sebab penciptaan disini dalam arti disusun dari
bahan yang telah ada. Penciptaan dari tiada, bagi Al-Razi tidak dapat

8 Dikutip dari : Husain Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1995), hlm. 120.

9
dipertahankan secara logis. Pasalnya, dari satu sisi bahan alam yang
tersusun dari tanah, udara, air, api, dan benda-benda langit berasal dari
materi pertama yang telah ada sejak azali. Pada sisi lain, jika Allah
menciptakan alam dari tiada, tentu Ia terikat pada penciptanya segala
sesuatu dari tiada, karena hal ini merupakan modus perbuatan yang paling
sederhana dan cepat. Namun kenyataannya penciptaan seperti itu adalah
tidak mungkin.

Jiwa universal merupakan al-Mabda' al-qadim al-sany (sumber


kekal yang kedua). Padanya terdapat daya hidup dan bergerak, sulit
diketahui karena dia tanpa rupa, tetapi karena ia dikuasai naluri untuk
bersatu dengan al-hayula al-ulam (materi pertama), terjadilah pada dzatnya
rupa yang dapat menerima fisik. Sementara itu, materi pertama tanpa fisik,
Allah datang menolong roh dengan menciptakan alam semesta termasuk
tubuh manusia yang ditempati roh.

Begitu pula Allah menciptakan akal. Ia merupakan limpahan dari


Allah. Tujuan penciptaannya untuk menyadarkan jiwa yang terlena dalam
fisik manusia, bahwa tubuh itu bukanlah tempat yang sebenarnya, bukan
tempat kebahagiaan dan tempat abadi. Kesenangan dan kebahagiaan yang
sebenarnya adalah melepaskan diri dari materi dengan jalan filsafat.

Materi pertama adalah kekal (jauhar qadim). Ia disebut juga hayula


muthlaq (materi mutlak), yang tidak lain adalah atom-atom yang tidak bisa
dibagi lagi. Pendapat Al-Razi seperti ini terkesan mirip dengan
demokritos, namun pendapatnya jelas berbeda.

Atom-atom yang tidak terbagi itu, menurut Al-Razi, mempunyai


volume ('azhm). Oleh karena itu, ia dapat dibentuk. Dengan penyusunan
atom-atom tersebut terbentuklah alam dunia. Partikel-partikel materi alam
menentukan kualitaskualitas primer dari materi tersebut. Partikel yang
lebih padat menjadi unsur tanah, partikel yang lebih renggang daripada
unsur tanah menjadi unsur air, partikel yang lebih renggang lagi menjadi
unsur udara, dan yang jauh lebih renggang menjadi unsur api.

Untuk memperkuat pendapatnya tentang kekekalan materi


pertama, Al-Razi mengajukan dua argumen. Pertama, adanya penciptaan
mengharuskan adanya Pencipta. Materi yang diciptakan oleh Pencipta
yang kekal tentu kekal pula. Kedua, ketidakmungkinan penciptaan dari
creatio ex nihilo. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa alam
diciptakan Allah dari bahan yang sudah ada, yakni materi pertama yang
telah ada sejak azali.

10
Telah disebutkan bahwa materi bersifat kekal karena ia menempati
ruang, maka ruang juga kekal. Oleh sebab itu, ruang, menurut Ar-Razi,
dapat dibedakan menjadi dua macam : ruang partikular (al-makan al-juz'i)
dan ruang universal (almakan al-kully). Ruang yang pertama terbatas dan
terikat dengan suatu wujud yang menempatinya. Ruang tersebut tidak akan
ada tanpa adanya maujud sehingga dia tidak bisa dipahami secara terpisah
dengan maujud. Ruang partikular ini akan terbatas dengan terbatasnya
maujud, berubah dan lenyap sesuai dengan keadaan maujud yang ada
didalamnya. Sementara yang kedua tidak terikat dengan maujud dan tidak
terbatas. Sebagai bukti ketidakterbatasan ruang, Ar-Razi mengatakan
bahwa wujud (tubuh) memerlukan ruang dan ia tidak mungkin ada tanpa
adanya ruang, tetapi ruang bisa ada tanpa adanya wujud tresebut. Ruang
universal ini sering juga disebut al-khala (kosong) dan ruang inilah yang
dikatakan Ar-Razi ruang yang kekal.

Sebagaimana ruang, Ar-Razi membagi waktu kepada dua bagian


yaitu waktu mutlak (al-dahr) dan waktu relatif (Almahsuratau al-waqt). Al-
dahr adalah zaman yang tidak mempunyai awal dan akhir serta bersifat
universal, terlepassama sekali dari ikatan alam semesta, dan gerakan falak.
Kekekalan zaman ini merupakan konsekuensi dari kekekalanmateri.
Karena materi mengalami perubahan, dan perubahan menandakan zaman,
maka kalau materi kekal, zamanmesti kekal pula. Al-mahsur atau al-waqt
adalah bersifat partikular dan bersifat tidak kekal, serta terbatas karena
iaterikat dengan gerakan falak, terbit dan tenggelamnya matahari.

Dan terhadap logikanya Al-Razi adalah termasuk seorang


rasionalis murni. Ia hanya mempercayai kekuatan akal. Didalam
kedokteran studi klinis yang dilakukannya menemukan metoda yang kuat,
berpijak kepada observasi dan eksperimen. Sebagaimana yang terdapat
pada kitab al faraj ba’d al Syaiddah, karya Al-Tanukhi (wafat 384 H).
Dalam Operasi Philosophia volume 1, hlm. 17 sampai 18 juga
menunjukkan metoda tersebut. Bahkan pemujaan Al-Razi terhadap akal
tampak sangat jelas pada halaman pertama dari bukunya “al-Thibb”. Ia
mengatakan: “...Tuhan segala puji bagi-Nya, yang telah memberi kita akal
agar dengannya kita dapat memperoleh sebanyak-banyaknya manfaat,
inilah karunia terbaik Tuhan kepada kita. Dengan akal kita dapat melihat
segala yang berguna bagi kita dan yang membuat hidup kita baik dengan
akal, kita dapat mengetahui yang gelap, yang jauh dan yang tersembunyi
dari kita, dengan alat itu pula kita dapat memperoleh pengetahuan tentang
Tuhan, suatu pengetahuan tertinggi yang dapat kita peroleh, jika akal
sedemikian mulia dan penting, maka kita tidak boleh merendahkannya,
kita tidak boleh menentukannya, sebab ia adalah penentu atau tidak boleh
mengendalikan, sebab ia adalah pengendali atau memerintah, sebab ia

11
pemerintah tetapi kita harus kembali kepadanya dalam segala hal dan
menentukan segala masalah dengannya, kita harus susuai perintahnya.9

Dan yang berkaitan dengan moral atau etika yang dibahas Ar-Razi
pada filsafatnya adalah Berkaitan dengan jiwa, Al-Razi mengharuskan
seorang dokter untuk mengetahui kedokteran jiwa (al-Thibb al-Ruhani)dan
kedokteran tubuh (al-Thibb al-Jasmani) secara bersama-sama, karena
manusia memerlukan hal itu secara bersama-sama pula. Karena itu, faktor
jiwa menjadi salah satu dasar pengobatan bagi Ar-Razi. Menurutnya
terdapat hubungan yang erat antara tubuh dan jiwa. Misalnya, emosi jiwa
tidak akan terjadi, kecuali dengan melalui persepsiindrawi. Emosi jiwa
yang berlebihan akan mempenganruhi keseimbangan tubuh, sehingga
timbul keragu-raguan dan melankolik.

D. Az-Zahrawi
1. Riwayat Hidup Az-Zahrawi
Nama lengkapnya adalah Abu al-Qasim Khalaf Ibn al-Abbas Al-
Zahrawi. Ditemukan pula pada referensi lain bahwa nama lengkapnya
adalah Abu al-Qasim Az-Zahrawi al-Qurtubi. Ia dilahirkan pada tahun
936 M di kota al-Zahra pada zaman kerajaan di Andalus, sebuah kota
berjarak 9,6 km dari Cordoba, Spanyol. Al-Zahrawi merupakan keturunan
Arab Ansar (Ansar Madinatul Munawwarah) yang berhijrah ke Andalusia
dan menetap di Spanyol. Di kota Cordoba itulah dia menimba ilmu,
mengajarkan ilmu kedokteran, mengobati masyarakat, serta
mengembangkan ilmu bedah bahkan hingga ia tutup usia.10

Abu al-Qasim mendedikasikan separuh abad masa hidupnya untuk


praktik dan mengajarkan ilmu kedokteran. Sebagai seorang dokter
termasyhur, Al-Zahrawi pun diangkat menjadi dokter istana pada era
kekhalifahan Al-Hakam II di Andalusia. Berbeda dengan ilmuwan muslim
kebanyakan, Al-Zahrawi tak terlalu banyak melakukan perjalanan. Ia lebih
banyak mendedikasikan hidupnya untuk merawat korban kecelakaan serta
korban-korban perang.Kejeniusannya diakui oleh para dokter di zamannya
terutama di bidang bedah. Dan jasanya dalam mengembangkan ilmu
kedokteran sungguh sangat besar.

Di Barat Al-Zahrawi dikenal sebagai Albucasis. Dia dikenal


sebagai bapak ilmu bedah modern, bukan hanya itu, bahkan dia juga
disebut sebagai ahli bedah pertengahan Islam terhebat. Karena
kemahiranya dalam ilmu bedah dan penemuan-penemuan alat-alat

9 Dikutip dari : Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia. 2010),
hlm. 72

10 Dikutip dari Koran Republika.Anestesi di Era Peradaban Islam. Kamis, 22 Januari 2009.

12
bedahnya hingga dia disebut sebagai cahaya dikegelapan masa
pertengahan di Eropa. Az-Zahrawi adalah seorang dokter bedah yang amat
fenomenal.Karya dan hasil pemikirannya banyak diadopsi para dokter di
dunia Barat.Di puncak kejayaannya, Cordoba memiliki tak kurang dari 50
rumah sakit yang menawarkan pelayanan yang prima.

Az-Zahrawi pada waktu itu memang meningkatkan ilmu


kedokteran dan ilmu bedah melalui usaha-usahanya. Dia belajar dan
mendeskripsikan atau menjelaskan tentang flora dan fauna Spanyol juga
tanaman, binatang dan mineral. Namun selain sebagai ahli ilmu bedah, ia
juga merupakan pendidik yang ahli dan sekaligus seorang psikiater.
Sebagai seorang guru ilmu kedokteran, Al-Zahrawi begitu mencintai
murid-muridnya. Dalam Al-Tasrif, dia mengungkapkan kepedulian
terhadap kesejahteraan siswanya. Al-Zahrawi pun mengingatkan kepada
para muridnya tentang pentingnya membangun hubungan yang baik
dengan pasien. Menurut Al-Zahrawi, seorang dokter yang baik haruslah
melayani pasiennya sebaik mungkin tanpa membedakan status sosialnya.

Dalam menjalankan praktik kedokterannya, Al-Zahrawi


menanamkan pentingnya observasi tertutup dalam kasus-kasus individual.
Hal itu dilakukan untuk tercapainya diagnosis yang akurat serta
kemungkinan pelayanan yang terbaik untuk pasien. Al-Zahrawi pun selalu
mengingatkan agar para dokter berpegang pada norma dan kode etik
kedokteran, yakni tak menggunakan profesi dokter hanya untuk meraup
keuntungan materi.

Al-Zahrawi tutup usia di kota Cordoba pada tahun 1013M-dua


tahun setelah tanah kelahirannya dijajah dan dihancurkan. Al-Zahrawi
wafat di umur 77 tahun. Meski Cordoba kini bukan lagi menjadi kota bagi
umat Islam, namun namanya masih diabadikan menjadi nama jalan
kehormatan yakni ‘Calle Albucasis’. Di jalan itu terdapat rumah nomor 6
yaitu rumah tempat Al-Zahrawi pernah tinggal. Kini rumah itu menjadi
cagar budaya yang dilindungi oleh Badan Kepariwisataan Spanyol.

2. Karya Az-Zahrawi
Al-Zahrawi meninggalkan sebuah karya yang sangat luar biasa dan
fenomenal bagi ilmu kedokteran, yakni kitab at-Tasrif li man ‘ajiza ‘an al-
Ta’lif (Medical Vademecum atau Buku Pedoman Kedokteran) sebuah
ensiklopedia kedokteran. Ditulis pada abad ke-10 M, Kitab al-Tasrif telah
turut berjasa mengubah dunia kedokteran moden. Kehebatan buku
kedokteran karya dokter bedah legendaris Muslim dari Andalusia itu telah
diakui para dokter dan ilmuwan Barat.11

11 Dikutip dari Republika.co.id, Kitab Al-Tasrif Rujukan Para Dokter, Kamis, 25 Januari 2018

13
Kitab al-Tasrif terdiri dari 30 volume yang mengupas dan
membahas tentang: deskripsi anatomi, klasifikasi penyakit, informasi
nutrisi, bagian-bagian pada obat-obatan, ortopedi, ophtalmologi,
farmakologi, gizi, terutama operasi. Berikut ini berbagai macam penemuan
al-Zahrawi yang tertulis dalam Kitab al-Tasrif:

a. Pembedahan pada wanita


Al-Zahrawi menjelaskan alat bedah yang unik untuk wanita,
seperti penggunaan forseps dalam pemeriksaan vagina. Dia juga orang
yang pertama kali melakukan operasi pengecilan payudara dengan
menggunakan metode yang menyerupai teknik modern, seperti yang
dijelaskan dalam Kitab al-Tasrif.
b. Operasi gigi
Dalam kedokteran gigi dan perbaikan gigi, Kitab al-Tasrif
merupakan buku pertama yang berisi penjelasan medis untuk
menangani operasi gigi secara rinci dan mendetil. Dia memberikan
metode yang rinci dan jelas untuk mencabut gigi dan menggantinya
dengan gigi palsu yang baru.
c. Pembedahan
Al-Zahrawi memiliki pengaruh yang besar dalam pengembangan
studi pembedahan dan anatomi tubuh. Dia menekankan pentingnya
pembedahan dalam bab bedah di Kitab al-Tasrif. Dia menemukan
sejumlah alasan mengapa tidak ada ahli bedah yang berpraktik pada
zamannya. Sebab belajar ilmu bedah kedokteran membutuhkan waktu
yang sangat lama. Selain itu, ilmu bedah juga membutuhkan banyak
latihan sebelum terjun berpraktik. Untuk mengetahui masalah
pembedahan, seseorang harus mempelajari anatomi tubuh terlebih
dahulu.
Selain itu seorang ahli bedah harus mengetahui bentuk dan bagian-
bagian dari fungsi tubuh, dia juga harus mengetahui bagaimana bagian
tubuh tersebut terkait satu sama lain. Yang jelas, seorang ahli bedah
harus tahu tentang fungsi tulang, saraf, dan otot, pembuluh darah,
arteri, serta vena tubuh. Orang-orang yang melakukan pembedahan
tanpa mengetahui anatomi tubuh manusia sama saja dengan merusak
sebuah kehidupan dan itu merupakan sebuah kesalahan yang sangat
fatal.

d. Lithotomy dan Urologi (batu ginjal)


Dalam urologi dan lithotomy, Al-Zahrawi merupakan dokter
pertama yang berhasil menemukan sebuah pisau untuk menghancurkan
batu ginjal besar di dalam kandung kemih. Inovasi ini penting untuk
pengembangan operasi batu ginjal karena secara signifikan mampu

14
mengurangi angka kematian sebelumnya yang disebabkan oleh
operasi-operasi yang gagal.
e. Bedah syaraf
Al-Zahrawi juga mengembangkan materi dan desain teknis yang
masih digunakan dalam bedah saraf modern. Dia telah melakukan
bedah plastik yang pertama kalinya pada masa zaman kuno Sushruta di
india. Dia juga mengembangkan metode sayatan, penggunaan benang
sutera untuk melakukan jahitan yang baik. Az-Zahrawi juga
menemukan prosedur operasi pengurangan mammoplasty untuk
memperbaiki ginekomastia.

Meski telah berusia 1.000 tahun, Kitab al-Tasrif hingga kini masih
diperbincangkan dunia kedokteran modern. Selain berhasil menjelaskan
berbagai teori penyembuhan dan operasi penyakit, Al-Zahrawi dalam
Kitab al-Tasrif, juga mengungkap beragam peralatan medis yang
ditemukannya. Beberapa penemuan sang dokter legendaris itu antara lain:

a. Alat bedah
Dalam al-Tasrif, al-Zahrawi telah memperkenalkan koleksi alat-
alat bedah yang jumlahnya lebih dari 200 buah. Kebanyakan instrumen
itu tidak pernah digunakan sebelumnya oleh para ahli bedah
terdahulu. Sekurang-kurangnya terdapat 26 instrumen bedah inovatif
yang diperkenalkan oleh Abu al-Qasim. Salah satu alat bedah
penemuan Zahrawi adalah catgut.Cutgut berbentuk benang jahitan dari
bahan alam enzyme, sifatnya lentur dan kuat. Dapat diterima tubuh,
sebagai benang yang dijahitkan kebagian tubuh yang terbelah saat
dioperasi. Kemudian yang terbelah itu dipersatukan kembali dengan
menjahitnya menggunakan benang catgut ini.
b. Perban perekat dan Plaster
Pada buku kedokterannya, Al-Zahrawi juga mengungkapkan
keberhasilannya menciptakan perban perekat dan plester, yang masih
digunakan di rumah sakit di seluruh dunia hingga zaman modern ini.
Penggunaan perban perekat digunakan untuk pasien yang mengalami
patah tulang. Hal itu juga menjadi praktik standar untuk dokter di
wilayah Arab, meskipun praktik ini tidak diadopsi secara meluas di
Eropa sampai abad ke-19.
c. Senar dan Forsep
Al-Zahrawi pun mengungkapkan penggunaan senar untuk menjahit
luka. Hal itu juga masih dipraktikkan di dalam metode bedah modern.
Senar tampaknya menjadi satu-satunya zat alami yang mampu
melarutkan dan dapat diterima oleh tubuh. Ia juga menemukan forsep
untuk mengeluarkan janin yang sudah mati, seperti digambarkan
dalam Kitab Al-Tashrif.
d. Penggunaan kapas

15
Al-Zahrawi adalah ahli bedah pertama yang menggunakan kapas
sebagai alat medis untuk mengendalikan perdarahan. Dengan
menempelkan kapas pada tubuh yang terluka dan berdarah, maka
pendarahan yang berlebihan bisa segera dicegah dengan baik.
e. Kimia dan Kecantikan
Ia juga dikenal sebagai seorang ahli kimia dan mempersembahkan
sebuah bab tentang ilmu kimia pada volume ke-19 Kitab al-Tasrif
untuk tata rias. Dia juga menemukan obat kosmetik termasuk
deodoran, alat pencabut bulu, losion tangan, pewarna rambut untuk
mengubah rambut menjadi berwarna pirang atau hitam, obat untuk
perawatan rambut untuk memperbaiki struktur rambut, obat untuk
mengeriting rambut.
Dalam bab tersebut, dia juga menggambarkan bahan-bahan yang
memiliki manfaat banyak sebagai obat. Misalnya, untuk
menghilangkan bau mulut yang dihasilkan karena makan bawang putih
atau bawang merah.Ia menyarankan mengkonsumsi kayu manis, pala,
kapulaga dan mengunyah daun ketumbar.
Kosmetika lainnya yang ditemukan Abu al Qasim antara lain;
lipstik yang wangi yang diletakkan dalam cetakan khusus, minyak
mineral yang digunakan untuk tujuan pengobatan maupun tujuan
estetika dan kecantikan. Dia juga menggambarkan perawatan dan
kecantikan baik rambut, kulit, gigi dan bagian lain dari tubuh, yang
dianjurkan dalam hadis.
f. Kosmetik gigi
Dalam kedokteran gigi, kosmetika juga diperlukan.Dia
menjelaskan metode untuk memperkuat gusi serta metode untuk
pemutihan gigi dengan menggunakan pemutih gigi. Sehingga gigi
tampak rapi, bersih dan putih, sehingga si pemilik gigi akan tampak
lebih cantik atau tampan kala tersenyum.

E. Ibnu Baithar
1. Riwayat Hidup Ibnu Baithar
Ibnu Al-Baithar lahir di Málaga dengan nama Abdullah bin Ahmad
Ad-Din bin Al-Baithar Al-Malaki pada tahun 589 H/1193 M. Beliau
berasal dari keluarga Al-Baithar di kota tersebut. Pertama kali, beliau
menuntut ilmu di Sevilla, Spanyol. Pada masanya, beliau mengumpulkan
tumbuh-tumbuhan di sekitar kota tersebut bersama beberapa orang
gurunya, yaitu Abu Al-'Abbas An-Nabati, Abdullah bin Shalih, dan Abu
Al-Hajjaj. Sekitar tahun 617 H/1221 M, beliau melintasi Afrika Utara
menuju Asia Kecil dan Suriah. Di sanalah beliau belajar banyak ilmu
tumbuhan dan mendapat kenalan tabib-tabib setempat yang terkenal.

Semenjak kecil, Ibnu Baitar sudah meminati bidang tumbuh-


tumbuhan. Beranjak dewasa, beliau mulai belajar banyak mengenai ilmu

16
botani dan berguru pada Abu al-Abbas al-Nabati yang pada masanya
merupakan ahli botani terkemuka.

Ibnu Al-Baitar dikenal sebagai ahli botani (tumbuhan) dan farmasi


pada masanya, disebabkan kepakarannya dalam bidang tumbuh-tumbuhan.
Nama lengkapnya Abu Muhammad Abdallah Ibn Ahmad Ibn al-Baitar
Dhiya al-Din al-Malaqi. Ibnu Baitar dilahirkan pada akhir abad 12 di kota
Malaga (Spanyol). Beliau wafat di Damaskus pada tahun 1248. 12

2. Karya Ibnu Baithar


1. Al-Jami’ li Mufradat Al-Adweya wa Al-Aghtheya (dibawa ke
Barat dan diterjemahkan menjadi The Complete [book] in Simple
Medicaments and Nutritious Items); Al Baitar adalah salah satu
penyumbang utama perkembangan ilmu kedokteran dunia. Kitab al-
Jami fi al-Adwiya al- Mufrada merupakan buku yang sangat populer
dan merupakan kitab paling terkemuka mengenai tumbuhan dan
kaitannya dengan ilmu pengobatan Arab. Kitab ini menjadi rujukan
para ahli tumbuhan dan obat-obatan hingga abad 16. Hal tersebut
berkaitan dengan hasil kerjanya yang penuh sistematik terutama pada
awal penglibatannya dalam dunia botani. Ensiklopedia farmasi yang
ada dalam kitab ini mencakup 1.400 item tanaman untuk makanan dan
obat-obatan, disertai cara dan dosis menggunakannya. Disusun
berdasar abjad alfabet berdasar observasinya. Ada pula pembahasan
zat-zat non tumbuhan, tetapi dosisnya hanya sedikit. Ibn Al-Baitar
membuat satu atau dua komentar singkat dan memberikan ekstrak
singkat dari beberapa penulis seebelumnya tentang item-item
tumbuhan dan tanaman dalam bukunya disetiap item.

Kitab tersebut pun dirujuk oleh 150 penulis Arab sebelumnya serta
20 penulis Yunani. Buku Materia Medica Dioscorides da Kitab As-
Syifa karya Ibnu Sina yang paling sering dikutip. Kedua penulis
tersebut memiliki tata letak dan materi dengan buku Ibn Al-Baitar.
Karya beliau lebih kaya dan lebih rinci, serta ada banyak tanaman dan
tumbuhan yang tidak tercakup di dalam ke dua karya penulis tersebut.
Karya beliau telah diterjemahkan ke bahasa Latin serta dipublikasikan
pada tahun 1758.

Sebagai ilustrasi di dalam buku tersebut, beliau memberikan


informasi rinci kimia tentang memproduksi Air Mawar dan Air Jeruk.
Beliau menulis “Shurub (sirup) beraroma sering diekstrak dari bunga
dan daun langka, dengan cara meggunakan minyak dan lemak panas,

12 Ly. 2008. Ibn Al-Baytar. Diakses dari www.cahayamalamdibulanjuli pada tanggal 10


November 2017

17
lalu didinginkan dalam minyak kayu manis. Minyak yang digunakan
juga diekstrak dari wijen dan zaitun. Minyak atsiri diproduksi dengan
menggabungkan berbagai uap kental dalam sebuah tabung. Airnya
yang wangi bisa digunakan sebagai parfum dan jika dicampur dengan
zat-zat lain akan menghasilkan obat-obatan yang paling mahal.”13

2. Al-Mughni fi Al-Adweya Al-Mufrada (diterjemahkan di Eropa


menjadi The Ultimate in Materia Medica); karya fenomenal kedua Al-
Baitar adalah Kitab al-Mlughni fi al-Adwiya al-Mufrada yakni
ensiklopedia obat-obatan. Berisi pula pengetahuan tentang tanaman
yang digunakan secara luas untuk pengobatan berbagai penyakit,
seperti penyakit kepala, telinga, mata, dan lain sebagainya. Obat bius
masuk dalam daftar obat terapetik. Ditambah pula dengan 20 bab
tentang beragam khasiat tanaman yang bermanfaat bagi tubuh
manusia. Pada masalah pembedahan yang dibahas dalam kitab ini, Al-
Baitar banyak dikutip sebagai ahli bedah Muslim ternama, Abul Qasim
Zahrawi. Selain bahasa Arab, Baitar pun kerap memberikan nama
Latin dan Yunani kepada tumbuhan, serta memberikan transfer
pengetahuan.14

3. Mizan al-Tabib diterjemahkan di Eropa (The Physician’s Balance).

4. Al-Ibana wa Al-I’lam ‘ala ma fi Al-Minhaj min Al-Khalal wa Al-


Awham; Merupakan telaah kritisnya atas ilmu farmasi
sebelumnya, Minhaj al-Bayan fi ma yasta’meluhu al-Insan yang
disusun oleh Abu Ali Yahya ibn Jazla al-Baghdadi (493 H/1100 M).

5. Al-Af’al al-Ghariba wa al-Khawas al-‘Ajiba; kontribusi Al-Baitar


tersebut merupakan hasil observasi, penelitian serta pengklasifikasian
selama bertahun-tahun. Dan karyanya tersebut mempengaruhi
perkembangan ilmu botani dan kedokteran baik di Eropa maupun Asia.

6. Maqala fi’l-laymun (makalah tentang lemon) diterjemahkan oleh


Andrea Alpogo ke dalam bahasa latin.

7. Tafsir Kitab Diyusquridis; sebuah komentar cerdas terhadap empat


buku pertama karya dioscorides.15

13 Harjin, Abd Aziz. 2015. Tajuk: Ibn Baitar dalam bidang tumbuh-tumbuhan. Diakses dari
www.azizharjinesei2015oktober.blogspot.co.id pada tanggal 10 November 2017

14 ibid

15 Razi, Muhammad. 2009. 50 Ilmuwan Muslim Populer. Qultummedia. Jakarta

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam perkembangan ilmu kedokteran, tokoh muslim memiliki peran
penting dalam kemajuan disiplin ilmu ini, antara lain:
1. Ibnu Nafis; ahli di bidang peredaran darah paru-paru.
2. Ibnu Sina; sebagai ahli pengobatan dan pengarang buku Al-
Qanuun fii At-Thiib.
3. Abu Bakar Ar-Razi; seorang filsuf yang ahli dalam bidang ilmu
falak, matematika, kimia, dan kedokteran.
4. Az-Zahrawi; seorang ahli bedah dan penemu alat-alat bedah.
5. Ibnu Baithar; ahli botani dan pengobatan herbal.

19
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Husain Ahmad. 1995. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya

Anestesi di Era Peradaban Islam. Dikutip dari Koran Republika. Kamis, 22


Januari 2009

Badawi, Abdurrahman. A History of Muslim Philosophy, Chapter 22 Vol. 1 Book


3, Ahlul Bayt Digital Islamic Library Project, 1995-2017

Jah. 2011. Pioneers in Hematology-Ibn Al-Baitar: A Pioneer of Anti Cancer


Therapy. Journal of Applied Hematology. Volume 2, Nomor 3, hal. 265

Mc Ginnis, Jon. 2010. Avicenna: Great Medieval Thinkers. New York: Oxford
University Press

Razi, Muhammad. 2009. 50 Ilmuwan Muslim Populer. Jakarta: Qultummedia.

Supriyadi, Dedi. 2010. Pengantar Filsafat Islam. Bandung: CV Pustaka Setia

Array. 2008. Sejarah Ilmuwan Muslim-Ibnu Al-Baitar, Ahli Tumbuhan Obat.


Diakses dari www.republika.co.id pada tanggal 10 November 2017

Harjin, Abd Aziz. 2015. Tajuk: Ibn Baitar dalam bidang tumbuh-tumbuhan.
Diakses dari www.azizharjinesei2015oktober.blogspot.co.id pada tanggal
10 November 2017

Kitab Al-Tasrif Rujukan Para Dokter, Dikutip dari Republika.co.id Kamis, 25


Januari 2018

Ly. 2008. Ibn Al-Baytar. Diakses dari www.cahayamalamdibulanjuli pada tanggal


10 November 2017

Nur, Cendole. 2016. Biografi dan Pemikiran Ibn Al-Baytar. Diakses dari
www.goedangbiografi.blogspot.com pada tanggal 10 November 2017

20

Anda mungkin juga menyukai