Anda di halaman 1dari 11

TOKOH ISLAM

“IBNU AL – NAFIS”

GURU PEMBIMBING :
Fita Oktavia Rosida, S.Pd.I

 Oleh kelompok :4
 Nama anggota kelompok :
1. Afida Nur Syafaah (02)
2. Amin Yazid Ahmad (03)
3. Mahendra Putra Pratama (20)
4. Nurmalaya Farzana Silmi (23)
5. Nurul Hidayati (24)
6. Soraya Alifa Ni’mah Alfarida (28)

SMAN 1 SUMBERREJO
TAHUN PELAJARAN 2019/2020

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nama lengkapnya adalah Ala al-Din Abu al-Hassan Ali bin Abi-Hazm al-Qarshi al-
Dimashqi, dan dia biasa disebut sebagai Ibn al-Nafis. Ia lahir di Damaskus pada tahun 1213.
Dia menghafal Quran, belajar membaca dan menulis, dan mempelajari yurisprudensi, Hadits,
dan bahasa Arab. Kemudian, dia mengarahkan upayanya untuk mempelajari pengobatan dan
gurunya adalah Muhaththab Ad-Deen `Abdur-Raheem` Ali yang dikenal sebagai Ad-
Dikhwaar. Pada usia 23, dia pindah ke Kairo tempat dia pertama kali bekerja di Rumah Sakit
Al-Nassri dan kemudian berada di Rumah Sakit Al-Mansouri, tempat dia menjadi kepala
dokter.
Ketika berusia 29 tahun, dia mempublikasikan karyanya yang paling penting, The
Commentary on Anatomy di Canon Avicenna, yang mencakup pandangannya pada sirkulasi
paru dan jantung. Dia juga menulis sebuah buku berjudul, The Comprehensive Book of
Medicine. Buku ini merupakan ensiklopedia medis terbesar yang harus dicoba pada saat itu
dan masih dikonsultasikan oleh para ilmuwan. Ibnu al-Nafis adalah seorang Muslim Sunni
ortodoks dan menulis secara ekstensif di bidang di luar bidang kedokteran, termasuk hukum,
teologi, filsafat, sosiologi, dan astronomi. Dia juga menulis salah satu novel Arab pertama
yang diterjemahkan sebagai Theologus Autodidactus.
Dia adalah ilmuwan yang sangat terpelajar dan multi talenta, dan pelopor dalam bidang
kedokteran. Melalui penelitian dan penemuannya, dia berhasil melampaui ilmuwan
kontemporer. Dia, sendiri, berhasil menulis ensiklopedia medis terbesar dalam sejarah. Ibn
An-Nafees bekerja di rumah sakit sebagai dokter, dan kemudian sebagai guru pengobatan.
Karena sifatnya yang rajin dan unggul dalam bidang kedokteran, ia menjadi kepala Rumah
Sakit dan manajer sekolah kedokterannya. Beberapa tahun kemudian, dia pindah untuk
bekerja sebagai kepala Rumah Sakit Mansoori yang didirikan oleh Sultan Al-Mansoor Ibn
Qalawoon pada tahun 680. Ibn An-Nafees menduduki beberapa posisi sampai dia menjadi
tabib Sultan Ath-Thaahir Beibers. Ibnu An-Nafees terkenal di seluruh penjuru negeri.
Dia menjalani kehidupan makmur di Kairo. Dia membangun sebuah rumah yang luas
dan mengalokasikan sebagiannya untuk menjadi perpustakaan yang penuh dengan buku
referensi di semua bidang pengetahuan. Di tempat ini, Ibn An-Nafees biasa bertemu dengan
ilmuwan, pangeran, orang berprestasi, dan pelajar yang paling terkenal untuk mempelajari
isu-isu yang berkaitan dengan kedokteran, yurisprudensi, dan bahasa.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana biografi seorang ibnu al – nafis?

2. Apa saja karya ibnu al – nafis?

3. Apa saja peninggalan ibnu al – nafis?

BAB II
PEMBAHASAN
Biografi Ibnu Al Nafis

Nama lengkap Ibnu Nafis adalah al-Din Abu al-Hasan Ali Ibn Abi al-Hazm al-

Qarshi al-Dimashqi. Dia biasa dipanggil dengan Ad-Dimasyqi, karena ia dilahirkan di Syam
dan awal masa mudanya ia habiskan di kota Damaskus, sebagaimana dia juga dipanggil
dengan Al Mishri, karena ia telah mengabiskan sebagian besar usianya di kota Cairo dan
memiliki ikatan yang kuat dengan Mesir dan penduduknya. Selain itu, ia juga mempunyai
nama panggilan lain, yaitu The Second Avicenna (Ibnu Sina Kedua), yang diberikan oleh
para pengagumnya.

Ibnu Nafis lahir pada tahun 1213 di Damaskus referensi lain menyebutkan ia dilahirkan
di Syria pada tahun 607 H (1210 M). Ia menghabiskan masa kecilnya di kota tersebut hingga
menjelang dewasa. Dia tinggal dan menetap di Mesir hingga ajal menjemputnya.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, Ibnu Nafis menempuh pendidikan kedokteran di
Medical College Hospital. Gurunya adalah Muhalthab al-Din Abd al-Rahim. Selain itu, ia
juga mempelajari hukum Islam. Di kemudian hari, selain sebagai dokter, Ibnu Nafis juga
dikenal sebagai pakar hukum Islam bermazhab Syafi'i. Pada tahun 1236, setelah
menyelesaikan pendidikannya di bidang kedokteran dan hukum Islam, Ibnu Nafis
meninggalkan tanah kelahirannya menuju Kairo, Mesir. Di sana, ia belajar di Rumah Sakit al-
Nassiri. Prestasinya yang gemilang membuat ia kemudian ditunjuk sebagai direktur rumah
sakit tersebut.

Sebagai seorang dokter, Ibnu Nafis tidak pernah merasa puas dengan ilmu kedokteran
yang dimilikinya. Ia terus memperkaya pengetahuannya melalui berbagai observasi. Hal
inilah yang membuat namanya terkenal. Ia adalah dokter pertama yang mampu menerangkan
secara tepat tentang paru-paru dan memberikan gambaran mengenai saluran pernapasan, juga
interaksi antara saluran udara dengan darah dalam tubuh manusia. Ibnu Nafis dikenal sebagai
seorang dokter muslim yang mempunyai pendapat dan pemikiran yang masih murni, terbebas
dari berbagai pengaruh Barat.
Dalam studinya, Ibnu Nafis menggunakan beberapa metode, yaitu observasi, survei,
dan percobaan. Ia mempelajari ilmu kedokteran melalui pengamatan terhadap sejumlah
gejala dan unsur yang mempengaruhi tubuh. Menurut Ibnu Nafis, selain melakukan
pengobatan, memeriksa unsur-unsur penyebab munculnya penyakit juga perlu. Selain itu, ia
juga memaparkan mengenai fungsi pembuluh arteri dalam jantung sebagai pemasok darah
bagi otot jantung (Cardiac Musculature). Penemuannya mengenai peredaran darah di paru-
paru ini merupakan penemuan yang menarik. Sehubungan dengan hal itu, Nafis dianggap
telah memberikan pengaruh besar bagi perkembangan ilmu kedokteran Eropa pada abad XVI.
Lewat penemuannya tersebut, para ilmuwan menganggapnya sebagai tokoh pertama dalam
ilmu sirkulasi darah.

Kepribadiannya

Ibnu An-Nafis merupakan seorang ilmuwan yang taat beribadah, wara', dan gemar menimba
ilmu hingga dia tidak sempat untuk menikah. Sifat keberanian ilmiahnya telah
mengantarkannya untuk mengemukakan pendapat-pendapatnya tentang kedokteran,
sekalipun pendapat itu berbeda dengan pendapat dua ilmuwan besar, yaitu Ibnu Sina dan
Galenus. Padahal pada saat itu berbeda pendapat dengan keduanya adalah suatu kesalahan
yang tidak bisa dimaafkan.

Karena kepasrahannya kepada Tuhan dan agamanya, dia menolak untuk diobati dengan
meminum arak -padahal saat itu dia sedang berbaring di ranjang kematian. Dia tidak mau
menemui Tuhannya dalam keadaan mulutnya berbauk arak, yaitu minuman yang telah
diharamkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Penemuannya

1. Penemuan terpenting Ibnu An-Nafis adalah keberhasilannya menemukan sirkulasi


darah kecil (Pulmonary Circulation), yang berfungsi sebagai tempat mengalirnya
darah dari hati ke dua paru-paru untuk membuang karbondioksida dan
menggantikannya dengan oksigen. Sedangkan hemoglobin berfungsi membawa darah
ke aliran darah dan menambah sel-sel tubuh sesuai dengan kebutuhannya. Darah
kemudian kembali mengalir ke hati untuk menyalurkannya ke seluruh organ tubuh
melalui peredaran darah umum bagi tubuh. Ibnu An-Nafis telah menulis
penemuannya tersebut dalam sebuah buku yang berjudul "Syarhu Tasyrih Ibnu
Sina." Akan tetapi penemuannya belum dikenal sebelum seorang dokter
berkewarganegaraan Mesir, Muhyiddn At-Tathawi, yang diutus ke Jerman
menemukan manuskrip buku tersebut di salah satu perpustakaan Jerman. Di dalam
buku ini ditegaskan secara pasti bahwa Ibnu An-Nafis telah berhasil menemukan
sirkulasi darah kecil (Pulmonary Circulation). Selanjutnya dokter Mesir ini
mempelajari manuskrip karya Ibnu An-Nafis dan membandingkannya dengan riset-
riset kedokteran modern. Hasil kajiannya dia tuangkan ke dalam sebuah buku yang
diberi judul "Ad-Daurah Ad-Damawiyah Tab'an Li Al-Qurasyi. "

Pada tahun 1924 Masehi, Muhyiddin At-Tathawi mengajukan buku yang dia tulis ke
Universitas Freiburg Jerman untuk meraih gelar doktor. Anehnya, para dosen At-
Tathawi di universitas itu merasa terkejut dan meragukan apa yang dia tulis, karena
menurut sepengetahuan mereka bahwa penemu Pulmonary Circulation adalah seorang
dokter Inggris, yaitu William Harvey (1578-1657 M). Di dalam bukunya, Harvey
telah menyebutkan sirkulasi darah secara umum termasuk di antaranya sirkulasi darah
kecil tanpa mencantumkan referensi Arab. Harvey belajar kedokteran di Padua
University yang terkenal di kota Venicia, Italia. Di antara dokter yang pernah belajar
di universitas itu, selain Harvey adalah seorang dokter Spanyol yang telah
mempelajari kedokteran Arab Andalusia dan menetap di Spanyol hingga setelah kaum
muslimin diusir dari negeri itu. Dokter Spanyol itu bernama Miguel Serveto. Dia telah
menempatkan bukunya di Padua University.

Di dalam buku itu, dia membahas tentang sirkulasi darah kecil dan hal-hal lain
sebagaimana yang telah dibahas oleh Ibnu An-Nafis di dalam bukunya. Tidak
diragukan lagi bahwa Harvey telah mempelajari buku Serveto, dari buku itu dia
mengetahui penemuan Ibnu An-Nafis tentang sirkulasi darah kecil yang kemudian dia
pakai untuk menemukan sirkulasi darah umum. Para dosen yang membimbing
penulisan desertasi At-Tathawi merasa harus merujuk kembali karya-karya dokter
Arab agar mereka mengetahui kebenaran yang dipersembahkannya. Lalu mereka
memilih seorang ilmuwan Jerman yang berprofesi sebagai dokter dan orientalis,
Mairhov. Setelah mempelajari manuskrip Ibnu An-Nafis, dia menyimpulkan pendapat
yang memperkuat kebenaran pendapat Dr. At-Tathawi, yaitu Ibnu An-Nafis adalah
penemu sirkulasi darah kecil yang pertama. Demikianlah Ibnu An-Nafis mendapatkan
pengakuan secara resmi setelah sekian lama dia tidak diakui.

2. Ibnu An-Nafis juga mempelajari ilmu anatomi, sekalipun dia telah menafikannya di
dalam beberapa bukunya. Bukti bahwa dia telah menggeluti ilmu anatomi banyak
ditemukan di dalam buku-bukunya. Di dalam bukunya dia telah membuat beberapa
kesimpulan hasil eksperimennya. Dr. Amir An Najjar telah menyimpulkannya kepada
kita di dalam bukunya "Fi Tarikh At Thib Fi Ad Daulah Al Islamiyah" .

3. Ibnu Nafis menyebutkan bahwa peradaran darah ke hati dilakukan melalui urat
darah halus yang tersebar di seluruh bagian hati dan bukan di jantung sebelah kanan
saja. Ini merupakan bukti bahwa Ibnu Nafis menemukan sirkulasi darah di pembuluh
darah jantung (coronary arteries). Ibnu Nafis berani mengungkapkan penemuannya ini
sekalipun bertentangan dengan pendapat Ibnu Sina.

4. Ibnu An-Nafis menegaskan bahwa darah mengalir dari hati ke paru-paru untuk
mendapatkan udara dan bukan untuk memberi makan paru-paru, sebagaimana
kesimpulan itu diyakini secara umum di kalangan semua dokter pada masanya.

5. Ibnu An-Nafis menyebutkan adanya hubungan antara urat darah halus dan
pembuluh darah di paru-paru yang berfungsi mengalirkan darah, akan tetapi
penemuan ini diklaim oleh seorang dokter Italia, Matteo Colombo (1516-1559 M),
sebagai penemuannya.

6. Ibnu An-Nafis berkesimpulan bahwa pembuluh darah pada kedua paru-pare hanya
berisi darah saja, dan dia menafikan adanya udara di dalamnya atau endapan
sebagaimana yang diyakini oleh Gelenus.

7. Ibnu An-Nafis menyebutkan bahwa dinding urat darah halus pada kedua paru-paru
lebih tebal dari pada dinding dinding pembuluh darah, karena ia terdiri dari dua
lapisan. Namun yang sangat disayangkan, sejarawan Eropa mengatakan bahwa ini
ditemukan oleh Serveto. Kita masih meragukan ini, karena bisa jadi dia mengutipnya
dari Ibnu An-Nafis atau dari salah seorang yang mengutip darinya tanpa menyebutkan
sumbernya.

8. Ibnu An-Nafis menafikan adanya lubang apapun pada dinding pemisah antara
kedua bagian hati. Kesimpulan ini sesuai dengan kedokteran modern.

9. Ibnu An-Nafis adalah orang yang pertama kali menemukan jalannya darah pada
pembuluh rambut (capillaries), yaitu sebuah tempat penampungan darah yang sangat
tinggi dan dindingnya sangat lembut.

10. Ibnu An-Nafis memperhatikan dasar-dasar ilmu kedokteran secara umum, atau
dengan mempelajari berbagai fenomena dan faktor-faktor yang berpengaruh kepada
badan, serta mempelajari sebab-sebab orang sakit, melebihi perhatiannya kepada
terapi secara medis.

11. Ibnu An-Nafis selalu menghindari penggunaan obat-obatan untuk mengobati


orang sakit, selama me-mungkinkan untuk disembuhkan dengan makanan yang sesuai
baginya. Apabila terpaksa menggunakan obat-obatan, dia menghindari obat-obatan
yang terdiri dari berbagai bahan campuran, selama masih memungkinkan mengobati
dengan satu macam obat saja.
12. Ibnu An-Nafis meninggalkan gedung kedokteran yang besar, Al-Bimarstan Al-
Manshuri, bagi bangsa Mesir. Gedung ini juga berfungsi sebagai rumah sakit yang
dibangun oleh Sultan Mesir pada saat itu, Al-Manshur Al-Qalawun. Di rumah sakit
ini, Ibnu An-Nafis menjabat sebagai kepala dokter selama bertahun-tahun. Perlu
diketahui bahwa Al-Bimarstan Al-Manshuri dibangun untuk menyaingi Al-Bimarstan
An-Nuri, tempat dia belajar ilmu kedokteran di Damaskus.

Karyanya

Salah satu karya terbaik Ibnu Nafis adalah Commentary on the Anatomy of Canon of
Avicenna. Buku ini merupakan rangkuman hasil pemikiran Ibnu Nafis mengenai anatomi,
patologi, dan fisiologi. Karya tersebut berhasil mengungkap sebuah fakta ilmiah penting,
yang kemudian diabaikan begitu saja, yaitu gambaran tentang peredaran darah paru-paru.
Salah satu ilmuwan Barat yang mempelajari pengobatan Arab di Jerman menyatakan bahwa
catatan tersebut merupakan salah satu karya ilmiah terbaik, meskipun sebelumnya telah ada
teori yang hampir sama yang dilontarkan oleh Galen pada abad II. Teori tersebut
menerangkan bahwa darah mengalir dari bilik kanan jantung ke bilik kiri jantung melalui
pori-pori yang terdapat pada katup jantung.

Dalam teorinya, Galen juga menyebutkan bahwa sistem pembuluh vena terpisah dari sistem
pembuluh arteri, kecuali terjadi kontak antara keduanya melalui pori-pori. Sebaliknya, Ibnu
Nafis meyakini bahwa darah yang berasal dari bilik kanan jantung pasti mengalir ke bilik kiri
jantung, namun tidak ada penghubung antara kedua bilik tersebut. Katup jantung tidak
berlubang dan berpori sama sekali. Selain itu, Ibnu Nafis juga menambahkan bahwa darah
dari bilik kanan jantung mengalir melalui pembuluh arteri ke paru-paru. Proses selanjutnya
adalah darah tersebut bercampur dengan udara dan mengalir melalui pembuluh vena ke bilik
kiri jantung.
Ibnu Nafis juga menyatakan bahwa nutrisi untuk jantung diekstrak dari pembuluh darah yang
melalui dinding jantung. Ibnu Nafis mengomentari Qanun fi al-Thibb, karya Ibnu Sina yang
dituangkannya dalam sejumlah manuskrip yang ditulis terpisah. Komentar tersebut
dilengkapinya pula dengan sejumlah perbaikan dan disusun berdasarkan pengelompokkan.
Pada bagian ini, Ibnu Nafis juga menambahkan teori ciptaannya tentang sirkulasi darah,
yakni The Lesser of Pulmonary Circulation of the Blood. Di kemudian hari, sejumlah
komentar Ibnu Nafis diterjemahkan dalam bahasa Latin.

Karya tulisnya dibidang kedokteran berjumlah empat belas judul buku. Dari sekian banyak
karya Ibnu Nafis, teori The Lesser of Pulmonary Circulation of the Blood dianggap sebagai
prestasinya yang paling penting dalam bidang kedokteran. Karyanya yang paling populer lain
adalah sebagai berikut:
1. Syarh Tasyrih Al-Qanun Sebuah buku yang berisi kumpulan dari buku
pertama dan ketiga dari buku"Al-Qanun" karya Ibnu Sina yang membahas tentang
anatomi. Dalam buku "Syarh Tasyrih Al-Qanun" ini, Ibnu An-Nafis menguraikan apa
yang ditulis oleh Ibnu Sina di dalam buku "Al-Qanun" serta menyebutkan beberapa
kesalahan Ibnu Sina. Buku ini telah menguatkan penemuan Ibnu An-Nafis tentang
sirkulasi darah kecil sebagaimana yang kita paparkan sebelumnya.
2. Al-Mujaz Fi Ath-Thib Buku ini merupakan ringkasan dari buku "Al-Qanun"
karya Ibnu Sina. Ibnu An-Nafis membagi buku ini kepada empat bagian; Pertama,
kaidah-kaidah kedokteran (teori dan praktek). Kedua, makanan dan obat-obatan.
Ketiga, penyakit organ tubuh. Keempat, penyakit yang pada umumnya menjangkiti
semua organ tubuh.
3. Syarh Mufradat Al-Qanun
4. Al-Muhdzib Fi Al-Kuhl
5. Tafsir Al `Ilal Wa Asbab Al-Amradh
6. AI-Mukhtar Min Al-Aghdziah
7. Mausu'ah Asy-Syamil Fi Ath-Thib Ketika hendak menulis buku ini, Ibnu An-
Nafis berniat untuk menjadikannya sebagai buku referensi besar yang mencakup
delapan ratus juz. Namun belum lagi buku tersebut rampung dan hanya tinggal
delapan puluh juz lagi, dia telah menemui ajalnya. Meskipun demikian, apa yang
ditulisnya menujukkan kedalaman ilmu dan kecemerlangan pemikirannya.

Korban Distorsi Sejarah

Ibnu Nafis adalah salah satu cendekiawan islam penemu ilmu peredaran darah dalam dunia
kedokteran. Ada sementara kalangan yang menyatakan, mengungkap kejayaan Islam dalam
bidang sains di masa lalu tak lebih sekadar kenangan belaka. Lebih banyak mudharatnya.
Sepintas, klaim seperti itu mungkin ada benarnya. Tapi, bila dikaji lebih akurat lagi dan
mendalam, pengungkapan kembali masa keemasan Islam, terutama di era abad pertengahan
itu, sebenarnya mengandung pesan penting, bahwa selama ini telah terjadi semacam distorsi
sejarah terkait penemuan-penemuan para Ilmuwan Muslim di masa lalu.
Yang paling dikenal saat ini tentu saja penemuan-penemuan ilmuwan Barat, dalam banyak
bidang. Padahal, jauh sebelum ilmuwan Barat itu menemukan satu teori, teori tersebut telah
ditemukan ratusan tahun sebelumnya oleh putra-putra terbaik Islam. Di sinilah relevansi
pengungkapan kembali khazanah yang ’dilenyapkan’ oleh penulisan sejarah secara sepihak
itu. Meluruskan sejarah, kira-kira begitu.

Salah satu yang menjadi korban distorsi sejarah itu adalah Ibnu Nafis. Pakar kedokteran yang
bernama lengkap ’Alauddin Abu Hassan Ali Ibnu Abi Al-Hazm Al-Qurasi ini, dikenal sebagai
ahli di bidang peredaran darah paru-paru. Sejauh ini, ilmuwan yang dikenal khalayak sebagai
penemu teori peredaran darah paru-paru adalah ilmuwan kedokteran asal Inggris bernama
William Harwey (1578-1675 M).

Selain Harwey, ada ilmuwan Barat lainnya yang juga mengklaim sebagai penemu bidang ini,
yakni Michael Servetus, dan beberapa ilmuwan lainnya. Padahal, 300 tahun sebelumnya,
seorang ulama yang juga dokter Muslim asal Mesir telah berbicara dan cukup mendetil
mengungkap teori tersebut. Ibnu Nafis, ilmuwan Muslim inilah yang mengungkap dan
menemukan teori tersebut.

Pengakuan Dunia untuk Sang Dokter

George Sarton, bapak sejarah Sains mengakui bahwa penemuan sirkulasi paru-paru yang
dicapai Ibnu Al-Nafis sangat penting artinya bagi dunia kedokteran. Jika kebenaran teori Ibnu
Al-Nafis terbukti, maka dia harus diakui sebagai salah seorang dokter yang telah memberi
pengaruh terhadap William Harvey. Ibnu Al-Nafis adalah seorang ahli fisiologi terhebat di
abad pertengahan, ungkap Sarton tanpa tedeng aling-aling.

Pengakuan yang sama juga diungkapkan Max Meyrholf, seorang ahli sejarah yang meneliti
jejak kedokteran di dunia Arab. Meyrholf pun berkata, Kita telah melihat bahwa Ibnu Al-
Nafis telah mengungkapkan penampakan sa luran antara dua jenis pembuluh paru-paru.
Penemuan yang mengguncang itu, papar dia, ditemukan tiga abad sebelum Realdo Colombo
(wafat 1559 M) - dokter Barat -- mencetuskannya.

Dalam William Osler Medal EssayEdward Coppola pun sepakat bahwa Ibnu Al-Nafs adalah
penemu sirkulasi paru-paru. Dalam esai itu, Coppola berkata, Teori sirkulasi paru-paru yang
telah ditemukan Ibnu Al-Nafis pada abad ke-13 M sungguh tak dapat terlupakan. Berabad-
abad setelah kematiannya, hasil investigasi anatomi yang dilakukannya telah banyak
memberi pengaruh terhadap Realdo Colombo dan Valverde.
Malah, Encarta Encyclopedia 2003 secara tegas mematahkan klaim Barat yang selama
berabad-abad mengklaim William Harvey se bagai pencetus teori sirkulasi paru-paru. Beri
kut ini pernyataan Encarta Encyclope dia: Ib nu Al- Nafis begitu termasyhur lewat tulisan-tu
lis annya tentang fisilogi dan kedokteran. Kitab yang di tulisnya, Sharh Tashrih Al-
Qanunmam pu men jelaskan sirkulasi paru-paru be berapa abad sebelum dokter Inggris,
William Harver menjelaskan sirkulasi darah pada tahun 1628 M.

Sementara itu, Joseph Schacht, mengungkapkan bahwa teori-terori yang diungkapkan Ibnu
Al-Nafis begitu berpengaruh terhadap dokter-dokter di Barat. Selain itu, dia juga memuji Al-
Nafis yang mampu melontarkan kritik terhadap Ibnu Sina dan Galen. Al-Nafis mampu
mendirikan aliran kedokteran Nafsian dengan membuat penambahan bagian-bagian anatomi
manusia. Kemungkinan Colombo telah mendalami teori-teori Ibnu Al-Nafis, papar Schacht.

LAhli sejarah lainnya, Taj al-Din al-Subki (wafat 1370 M ) dan Ibnu Qadi Shuhba pun
mengakui kehebatan Al-Nafsi. Menurut keduanya, tak pernah ada dokter di dunia ini yang
seperti Al-Nafis. Sebagian orang mengatakan tak ada lagi dokter yang hebat setelah Ibnu Sina
selain Ibnu Al-Nafis. Namun, sebagian menyatakan bahwa Al-Nafis lebih baik dari Ibnu Sina,
papar keduanya. Begitulah dunia mengakui dedikasi dan keberhasilan sang dokter agung itu.

Wafat

Sebagian sumber referensi berbeda pendapat tentang tahun wafatnya. Sebagaian ahli sejarah
mengatakan bahwa dia wafat pada 11 Dzulqaidah tahun 678 H ( 17 Desember 1288 M) dan
ada juga yang mengatakan, dia wafat pada tahun 696 H (1297 M). Di akhir hayatnya, Al-
Nafis menyumbangkan rumah, perpustakaan dan klinik yang dimilikinya kepada Rumah
Sakit Masuriyah agar digunakan bagi kepentingan masyarakat.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ibnu Nafis menyebutkan bahwa peradaran darah ke hati dilakukan melalui urat darah
halus yang tersebar di seluruh bagian hati dan bukan di jantung sebelah kanan saja. Ini
merupakan bukti bahwa Ibnu Nafis menemukan sirkulasi darah di pembuluh darah jantung
(coronary arteries). Ibnu Nafis berani mengungkapkan penemuannya ini sekalipun
bertentangan dengan pendapat Ibnu Sina.
Ibnu An-Nafis menegaskan bahwa darah mengalir dari hati ke paru-paru untuk
mendapatkan udara dan bukan untuk memberi makan paru-paru, sebagaimana kesimpulan itu
diyakini secara umum di kalangan semua dokter pada masanya. Ibnu An-Nafis menyebutkan
adanya hubungan antara urat darah halus dan pembuluh darah di paru-paru yang berfungsi
mengalirkan darah, akan tetapi penemuan ini diklaim oleh seorang dokter Italia, Matteo
Colombo (1516-1559 M), sebagai penemuannya.
Ibnu An-Nafis berkesimpulan bahwa pembuluh darah pada kedua paru-paru hanya berisi
darah saja, dan dia menafikan adanya udara di dalamnya atau endapan sebagaimana yang
diyakini oleh Gelenus. Ibnu An-Nafis menyebutkan bahwa dinding urat darah halus pada
kedua paru-paru lebih tebal dari pada dinding dinding pembuluh darah, karena ia terdiri dari
dua lapisan. Namun yang sangat disayangkan, sejarawan Eropa mengatakan bahwa ini
ditemukan oleh Serveto. Kita masih meragukan ini, karena bisa jadi dia mengutipnya dari
Ibnu An-Nafis atau dari salah seorang yang mengutip darinya tanpa menyebutkan sumbernya.
Ibnu An-Nafis menafikan adanya lubang apapun pada dinding pemisah antara kedua bagian
hati. Kesimpulan ini sesuai dengan kedokteran modern.

B. Saran
Semoga apa yang kami tulis dalam makalah ini, isinya dapat membantu teman-teman
sekalian dan dapat bermanfaat bagi kita semua selain sebagai pengetahuan kita juga dapat
mengambil pelajaran dari pemikiran seorang Ibnu Al Nafis. Adapun kami juga mengharapkan
saran ataupun kritik dari teman-teman Karena kami menyadari makalah yang kami buat ini
masih jauh dari kata sempurna.

Anda mungkin juga menyukai