Anda di halaman 1dari 26

KEBIJAKAN MANAJEMEN DAN PENGGUNAAN OBAT

RSU MITRA DELIMA

A. Kebijakan Pelayanan Farmasi


1. Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian meliputi seleksi, perencanaan, pengadaan, produksi,
penyimpanan, distribusi atau penyaluran, pelayanan sediaan farmasi dan pemantauan.
2. Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap semua sediaan farmasi/ perbekalan farmasi yang
beredar di rumah sakit.
3. Pelayanan farmasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan rumah sakit yang
utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk
pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
4. Pelayanan farmasi dilaksanakan dengan sistem satu pintu.
5. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker, berijazah sarjana farmasi yang telah lulus
sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, yang telah memiliki Surat
tanda Registrasi Apoteker dan SIPA.
6. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan –
peraturan farmasi baik terhadap administrasi sediaan farmasi dan pengawasan distribusi.
7. Sediaan farmasi / perbekalan farmasi terdiri dari obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia,
radiofarmasi, dan gas medis
8. Mengenai pelaksanaan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi
kepala instalasi sebagai penanggung jawab dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan / atau
tenaga tehnis kefarmasian.
9. Obat hanya dapat diberikan berdasarkan resep atau pesanan dari dokter, dan apoteker
menganalisa secara kefarmasian
10. Lembaran resep dilayani apabila sudah memenuhi persyaratan administrasi,meliputi :
 Nama, Tanggal Lahir, Umur, Jenis kelamin, Berat badan pasien
 Nama, nomor SIP, alamat dan paraf dokter
 Tanggal resep
11. Obat pasien rawat inap dikembalikan jika alergi atau pasien meninggal dunia atau hal lain
dengan persetujuan dokter
12. Penyediaan obat berdasarkan pada formularium rumah sakit
13. Setiap ruang rawat inap harus mempunyai penanggung jawab obat
14. Besarnya persediaan obat atau alkes di gudang farmasi ditentukan maksimum untuk pemakaian
satu bulan, kecuali untuk obat-obat yang dikategorikan “fast moving” persediaan dapat
ditingkatkan sampai dengan maksimum
15. Formulir pemakaian obat pengganti resep harus ditandatangani oleh kepala Instalasi farmasi
16. Jumlah persediaan obat / alkes ditentukan maksimum untuk penjualan satu minggu
17. Penerimaan obat / alkes di gudang farmasi dengan kadaluarsa paling lambat satu tahun hanya
untuk obat-obat yang digolongkan “cito” dan segera dikeluarkan/ dipakai
18. Untuk menjaga kualitas, semua obat atau alkes dari pedagang besar farmasi (PBF) yang resmi
19. Permintaan narkotika dan psikotropika di tulis dokter atau dokter yang berwenang dengan
dengan mencantumkan nomor izin praktek (SIP), alamat lengkap dan tanda tangan
20. Tidak menyediakan alcohol 70 % di jual bebas
21. Memberikan pelayanan selama 24 jam ke seluruh unit kerja yang terkait seperti IGD, rawat inap,
rawat jalan, rawat intensif
22. Tidak menyediakan susu bayi (< 6 bulan ) untuk dijual bebas

1
B. Kebijakan Penulisan Resep
1. Dokter yang boleh menulis resep di Rumah Sakit Umum Mitra Delima adalah semua dokter yang
telah mendapatkan Surat Penugasan (Clinical Appointment) dari Direktur Rumah Sakit Umum
Mitra Delima yang memuat kewenangan klinis (Clinical Privileges) yang boleh dilakukan di
Rumah Sakit Umum Mitra Delima.
2. Lembaran resep dilayani apabila sudah memenuhi persyaratan administrasi, meliputi :
a. Identitas penulis resep / nama dokter.
b. Tempat dan tanggal penulisan resep (pada pojok kanan atas resep).
c. Identitas pasien : nama pasien, nomor medical record, umur, alamat, berat badan
jikadiperlukan, khususnya untuk pasien anak-anak.
d. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan item resep atau item obat.
e. Nama obat (generik atau paten bila diperlukan), satuan dosis/kekuatan, rute atau bentuk
sediaan, jumlah obat, signa obat dituliskan dengan jelas.
f. Penulisan k/p, atau prn harus disertai dengan indikasi penggunaan atau kapan diperlukannya,
misalnya : prn sakit kepala atau prn mual.
g. Bila ada permintaan obat yang tulisannya mirip dengan obat lain (lihat daftar obat NORUM),
beri tanda garis bawah atau huruf kapital.
h. Tanda tangan / paraf dokter penulis resep dibagian akhir penulisan resep sesuai dengan
undang-undang yang berlaku
i. Tanda seru atau paraf dokter untuk resep obat yang mengandung obat dengan jumlahdosis
yang melebihi dosis maksimum.
3. Pada penulisan obat narkotika dan psikotropika/khusus agar sah harus dibubuhi tanda
tangandokter (bukan paraf).
4. Tanda tangan dan paraf dokter dalam penulisan resep sesuai dengan spesimen tanda tangan dan
paraf.
5. Resep resmi harus ditulis oleh dokter peminta, bila pesanan obat per telepon, resep
dituliskanoleh dokter jaga IGD sesuai dengan advis per telepon oleh dokter spesialis.
6. Resep harus ditulis pada lembar kertas resep yang memiliki logo atau kop resmi.
7. Resep harus ditulis lengkap dengan tulisan tangan yang jelas dan mudah dibaca.
8. Ada prosedur Rekonsiliasi Obat saat pasien masuk rawat inap yang dilaksanakan oleh dokter.

C. Kebijakan Pelabelan obat dan Bahan Kimia / Reagensia yang Digunakan Untuk Menyiapkan Obat
1. Penyimpanan obat dan bahan kimia/ reagensia yang digunakan harus dilengkapi dengan label
yang telah ditetapkan
2. Obat dan bahan kimia / reagensia yang digunakan untuk menyiapkan obat/ pemeriksaan diberi
label secara akurat menyebutkan isi, tanggal kadaluarsa dan peringatan
3. Setiap kemasan bahan beracun dan berbahaya wajib diberikan symbol sesuai dengan
klasifikasinya
4. Klasifikasi B3 adalah sebagai berikut :
a. Bahan yang mudah meledak (explosif)
b. Bahan yang mudah mengoksidasi (oxidizing)
c. Bahan yang sangat mudah sekali menyala (extremely flammable)
d. Bahan yang mudah menyala (highly flammable)
e. Bahan mudah menyala (flammable)
f. Bahan sangat beracun (highly toxic)
g. Bahan beracun (toxic)
h. Bahan berbahaya (harmful)

2
i. Bahan yang mudah mengiritasi (irritant)
j. Bahan korosif (corrosive)
k. Bahan berbahaya bagi lingkungan (dangerous to environtment)
l. Bahan karsionogenik (carcinogenic)
m. Bahan teratogenik (teratogenic)
n. Bahan mutagenc (mutagenic)
o. Bahan lain berupa gas bertekanan (pressure gas)
5. Simbol yang digunakan untuk B3 berbentuk bujur sangkar yang diputar 450 sehingga
membentuk belah ketupat, dengan warna dasar putih dan garis tepi warna merah tebal
6. Simbol yang dipasang pada kemasan ukurannya disesuaikan dengan besar kemasan
7. Simbol B3 berupa sticker yang menempel dengan baik pada kemasan, tahan lama, tahan air dan
tahan terhadap tumpahan isi kemasan B3
8. Simbol terpasang pada sisi yang mudah dilihat
9. Jenis simbol yang dipasang harus sesuai dengan karakteristik bahan yang terdapat dalam
kemasan
10. Simbol tidak boleh dilepas sebelum kemasan kosong

D. Kebijakan Pelaporan Obat dari Unit


1. Pelaporan obat dari tiap unit layanan dilakukan setiap pasien akan pulang atau obat yang
digunakan dihentikan oleh dokter atau alergi, dikembalikan ke bagian farmasi dengan membawa
formulir pengembalian obat. Sedangkan obat untuk stock unit tersebut selalu dipantau
ketersediaannya dan expired date obat tersebut agar dikembalikan ke instalasi farmasi
2. Obat obat emergency disimpan di trolley emergency yang dilengkapi dengan segel, jenis obat
dan jumlah obat yang disimpan dalam trolley emergency didaftar dalam list daftar obat
emergency. Pengecekan Obat dilakukan dua kali dalam satu bulan yaitu setiap tanggal 15 dan 30,
dan bila ada pemakaian obat emergency yang ditandai dengan terbukanya segel trolley oleh
petugas medis, petugas medis langsung melaporkan ke petugas instalasi farmasi dan petugas
farmasi wajib mengganti selambat-lambatnya 1 X 24 jam. Troli emergency disimpan di ruang
perawatan, pada lokasi yang dapat terakses segera, mudah dijangkau pada saat terjadi kondisi
kegawat daruratan. Pengecekan Expired date obat-obat dalam trolley emergency dilakukan dua
kali dalam satu bulan yaitu tanggal 15 dan 30.
3. Penarikan obat dapat dilakukan dengan alasan
a. Industri farmasi yaitu pemastian kualitas obat
b. BPOM menyangkut adanya keluhan dari pelanggan tentang kualitas obat
c. Penarikan obat dari instalasi farmasi dan ruangan perawatan harus dilengkapi dengan
dokumen resmi BPOM atau dari industri farmasi
d. Penarikan obat yang ada di instalasi farmasi dan ruangan perawatan dilakukan pelg petugas
farmasi
4. Obat – obat yang rusak/ Expired date dari semua unit dikumpulkan dan didata di gudang
farmasi, dan dimusnahkan menggunakan insenerator yang disaksikan oleh BPOM, Dinas
Kesehatan Kabupaten Malang dan Direktur RSU Mitra Delima beserta Management
5. Berita acara pemusnahan obat dengan lampiran obat yang dimusnahkan sebanyak 4 rangkap
dan ditandatangani pleh petugas yang melakukan pemusnahan, dengan saksi Apoteker
Penanggung Jawab Instalasi Farmasi dan Diketahui oleh Direktur RSU MItra Delima
6. Obat-obat yang mendekati Expired date 3 bulan sebelumnya dikembalikan ke PBF atau ditukar
dengan Expired date yang jauh.
3
7. Obat yang dikirim tidak sesuai dengan purchasing order langsung dikembalikan ke PBF
8. Obat yang rusak atau pecah dari PBF dibuatkan berita acara pecah barang atau rusak lalu
diinfokan ke PBF untuk mengganti atau pemotongan pembayaran
9. Untuk pasien Unit Operasi obat dilaporkan ke farmasi setelah pasien dioperasi. sedangkan obat
untuk stok unit selalu dipantaui ketersediaan dan expired date obat tesebut.

E. Kebijakan Penarikan Obat


1. Penarikan dilakukan pada :
a. Obat – obat yang izin edarnya dicabut oleh badan pengawas obat dan makanan
b. Obat yang karena sesuatu hal sehingga pabrik menarik produknya
2. Penarikan dilakukan oleh BPOM atau pabrik produser obat
3. Penarikan obat dilakukan disemua unit yang menyimpan obat tersebut yaitu instalasi farmasi,
gudang farmasi, Unit Perawatan dan instalasi gawat darurat
4. Semua obat yang ditarik harus dicatat, pencatatan dilakukan oleh bagian Gudang instalasi
farmasi

F. Kebijakan Peresepan Obat


1. Yang berhak menulis resep adalah staf medis RSU Mitra Delima, dan dokter tamu yang bertugas
dan mempunyai surat izin praktik di RSU Mitra Delima.
2. Yang berhak menulis resep narkotika adalah dokter yang memiliki nomor SIP (Surat Izin Praktik)
atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif) di RSU Mitra Delima.
3. Yang berhak menulis obat anestesi untuk sedasi adalah dokter yang memiliki nomor SIP (Surat
Izin Praktik) atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif) di RSU Mitra Delima dan memiliki kewenangan
melalui ketetapan dari direktur utama RSU Mitra Delima.
4. Obat-obat yang sedang digunakan pasien sebelum masuk rumah sakit harus dicatat pada rekam
medis dan diketahui oleh petugas farmasi, dan dapat diakses oleh petugas kesehatan lain yang
terkait.
5. Resep pertama harus dilakukan penyelarasan obat (medication reconciliation). Penyelarasan
obat adalah membandingkan antara daftar obat yang sedang digunakan pasien sebelum admisi
dan obat yang akan diresepkan agar tidak terjadi duplikasi, terhentinya terapi suatu obat
(omission) atau kesalahan obat lainnya.
6. Penulis resep harus memperhatikan kemungkinan adanya kontraindikasi, interaksi obat, dan
reaksi alergi.
7. Terapi obat dituliskan dalam resep dan rekam medik hanya ketika obat pertama kali diresepkan,
rejimen berubah, atau obat dihentikan. Untuk terapi obat lanjutan pada rekam medik dituliskan
“terapi lanjutkan” dan pada catatan pemberian obat tetap dicantumkan nama obat dan
rejimennya.
8. Resep dibuat secara manual pada blanko lembar resep berkop RSU Mitra Delima yang telah
dibubuhi stempel Unit Pelayanan tempat pasien dirawat/berobat.
9. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan yang lazim sehingga
tidak disalahartikan.

4
10. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalam daftar Look Alike Sound Alike (LASA) yang
diterbitkan oleh Unit Farmasi, untuk menghindari kesalahan pembacaan oleh tenaga kesehatan
lain.
11. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium RSU Mitra Delima.
12. Pasien dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus diresepkan obat sesuai Formularium
Nasional (Fornas). Jika dibutuhkan obat non Fornas, maka harus mendapatkan persetujuan Tim
Pengendali di Unit Pelayanan.
13. Alat kesehatan yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam Daftar Alat
Kesehatan RSU Mitra Delima.
14. Jenis-jenis resep yang dapat dilayani : resep reguler, resep cito, resep pengganti obat emergensi.
15. Penulisan resep harus dilengkapi/memenuhi hal-hal sebagai berikut :
 Nama pasien
 Nomor rekam medis
 Tanggal lahir
 Berat badan pasien (untuk pasien anak)
 Nama dokter
 Tanggal penulisan resep
 Nama ruang pelayanan
 Memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat dengan mengisi kolom riwayat alergi obat pada
bagian kanan atas lembar resep.
 Obat ditulis dengan nama generik atau sesuai dengan nama Formularium , dilengkapi
dengan bentuk sediaan obat (contoh : injeksi, tablet, kapsul, salep), serta kekuatannya
(contoh : 500mg, 1gram)
 Jumlah sediaan
 Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan jumlah bahan obat
(untuk bahan padat : microgram, miligram, dan gram dan untuk cairan : tetes, mililiter, liter).
 Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan, kecuali sediaan
dalam bentuk tersebut campuran tersebut telah terbukti aman dan efektif.
 Penggunaan obat off-label (obat yang indikasinya di luar indikasi yang disetujui oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI) harus berdasarkan clinical pathway atau panduan
pelayanan medik yang ditetapkan
 Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu atau “prn”
atau “pro re nata”, harus dituliskan indikasi (contoh : bila nyeri, bila demam dsb) dan dosis
maksimal dalam sehari
16. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin terjadi akibat penggunaan
obat.
17. Perubahan terhadap resep/instruksi pengobatan yang telah diterima oleh apoteker/asisten
apoteker harus diganti dengan resep/instruksi pengobatan baru.
18. Resep/instruksi pengobatan yang tidak memenuhi kelengkapan yang ditetapkan , tidak akan
dilayani oleh petugas farmasi.
19. Jika resep/instruksi pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka
perawat/apoteker/asisten apoteker yang menerima resep/instruksi pengobatan tersebut harus
menghubungi dokter penulis resep sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Penanganan
Resep Yang Tidak Jelas.
20. Instruksi lisan (Verbal Order) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat High Alert tidak
diperbolehkan kecuali dalam situasi emergensi. Instruksi lisan tidak diperbolehkan saat dokter

5
berada di ruang rawat. Pelaksanaan instruksi lisan mengikuti Standar Prosedur Operasional
Instruksi Lisan.
21. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam rekam medik.
22. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab lain harus dituliskan
kembali dalam bentuk resep/instruksi pengobatan baru.

G. Kebijakan Pelabelan Obat Yang Keluar Dari Wadah Asli


Obat yang keluar dari wadah asli harus diberi identitas atau label. Label obat dilakukan sesuai
spesifikasi dan persyaratan antara lainlabel obat secara tepat harus disertai nama pasien, nomor rekam
medis pasien, nama obat, dosis dan frekuensi penggunaan,cara penggunaan, tanggal penyiapan, serta
tanggal kadaluwarsa.

H. Kebijakan Pemberian Label Etiket


1. Pemberian label etiket obat dilakukan oleh petugas farmasi dan harus sesuai dengan data yang
tertera pada resep
2. Pada etiket obat harus tercantum :
a. Tanggal penyiapan / pengemasan obat
b. Nomor resep
c. Identitas pasien (nama pasien, tanggal/bulan/tahun lahir pasien, nomor rekam medis)
d. Nama obat (nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan obat) jumlah obat
e. Aturan pakai / cara penggunaan obat
f. Waktu kadaluarsa obat

g. Nama dokter penulis resep


3. Etiket putih digunakan untuk etiket obat penggunaan oral
4. Etiket biru digunakan untuk etiket obat penggunaan selain oral

I. Kebijakan Pemesanan Obat, Pencatatan Obat


1. Pengadaan Perbekalan Farmasi
Instalasi Farmasi RSU Mitra Delima memperoleh obat atau perbekalan farmasi berasal dari
Pedagang Besar Farmasi(PBF) atau dari apotek lain. Pedagang Besar Farmasi secara intensif
mensuplai ketersediaan obat, jarak pengirimannya memiliki waktu yang berbeda-beda, ada yang
datang untuk mensuplai setiap tiga kali perminggu, bahkan juga ada pengiriman datang setiap hari.
Waktu pengiriman barang berbeda-beda, ada yang sekarang pesan, besok barang dikirim, adapula
yang selang satu hari setelah pemesanan.System pembayaran yang dilakukan terhadap Pedagang
Besar Farmasi (PBF) dapat dilakukan secara tunai ataupun kredit.
2. Pemesanan Obat
Pemesanan obat yang dilakukan di instalasi farmasi RSU Mitra Delima yaitu dengan system
pemesanan regular (umum). Oleh karena itu, surat pesanan yang digunakan adalah surat pesanan
regular, atau bisa juga menggunakan fasilitas media komunikasi.
3. Penerimaan Perbekalan FarmasI
Selang satu atau dua hari barang yang dipesan akan datang dan disertai dengan faktur pembelian.
Ketika barang datang, Apoteker/Asisten Apoteker harus segera mengecek faktur dan surat pesanan

6
serta memeriksa kesesuaian barang yang dipesan. Pengecekan barang datang dilakukan dengan cara
:
a. Mencocokan nama barang, nomor batch, jumlah barang, harga barang, expired date dengan
keterangan yang tertera pada surat pesanan dan faktur.
b. Setelah semua barang sesuai dengan pesanan maka faktur diparaf dan distempel. Namun
apabila terjadi ketidaksesuaian barang, maka pihak rumah sakit meretur barang tersebut disertai
dengan bukti returnya.
c. Faktur asli diberikan kepada ke PBF, sedangkan copyannya disimpan sebagai arsip di rumah sakit.
d. Apabila pembayaran obat sudah lunas faktur asli yang berada di PBF diserahkan ke rumah sakit.

4. Penyimpanan Perbekalan Farmasi


Penyimpanan perbekalan farmasi rsu mitra delima digolongkan berdasarkan :
a. Bentuk sediaan (tablet, sirup, drops, salep, dan bentuk sediaan lainnya) yang disusun secara
alfabetis.
b. Berdasarkan FIFO (First In First Out), yaitu obat-obat yang pertama masuk dan pertama keluar
dan FEFO (First Expired First Out), yaitu obat-obat yang kadaluarsanya cepat, pertama keluar.
c. Berdasarkan sifat obatnya yang meliputi penyimpanan obat berdasarkan suhu yang telah
ditentukan.
d. Berdasarkan golongan obatnya, seperti untuk obat golongan bebas dan bebas terbatas disimpan
di etalase bagian depan (tidak apa-apa terlihat oleh konsumen), karena golongan obat ini dijual
secara bebas kepada pasien. Sementara untuk golongan obat keras dan keras terbatas disimpan
di etalase bagian timur menghadap ke barat (tidak boleh terlihat oleh konsumen), karena obat
golongan ini tidak dijual secara bebas kepada pasien. Begitu pula, untuk golongan obat
psikotropika disimpan di suatu lemari yang terpisah dari obat-obat lainnya.

7
5. Kartu Stock
Fungsi dari kartu stock ini untuk mencatat barang yang masuk dan keluar yang ditulis perjenis obat.
6. Pelayanan Perbekalan Farmasi
Bentuk atau sistem saluran distribusi perbekalan farmasi sesuai dengan kebijakan atau peraturan
seperti yang tercantum dalam undang-undang kesehatan.

Perbekalan Farmasi menurut Undang-Undang Kesehatan meliputi :

8
a. Obat d. Alat Kesehatan
b. Bahan Baku
e. Kosmetik
c. Obat Tradisional (Obat asli Indonesia)

9
Obat terdiri dari enam golongan yaitu :

10
a. Obat Narkotik d. Obat Wajib Apotek
b. Obat Psikotropika
e. Obat Bebas Terbatas
c. Obat Keras
f. Obat Bebas

11
7. Pelayanan Resep Dokter
Resep dapat diartikan sebagai pernyataan tertulis dari seorang dokter.Resep harus tertera jelas dan
lengkap supaya tidak terjadi kesalahan dalam pemberian obat kepada pasien. Ketidakjelasan/
kesimpangsiuran pada resep harus segera dikonfirmasi pada dokter yang menulis resep tersebut.
Resep-resep dari dokter tersebut akan diarsipkan, kemudian arsip resep tersebut disimpan selama 5
tahun di apotek. Setelah 5 tahun resep itu akan dimusnahkan dengan cara dibakar serta akan dibuat
acara beritanya.
8. Pelayanan Informasi Obat
Di instalasi farmasi rsu mitra delima memberikan informasi obat berusaha secara detail, contohnya
seperti menjelaskan penggunaan obat tersebut dan memberitahukan fungsi obatnya.
9. Pengelolaan Obat Psikotropika
Menurut Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1997 psikotropika adalah zat atau obat baik alamiyah
ataupun sintetis, bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada sistem
syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada mental dan perilaku.
Obat psikotropika yang ada di instalasi farmasi rsu mitra delima, adalah sebagai berikut :

12
a. Opineuron tablet e. Stesolid rectal 5 mg
b. Valdimex 5 mg tablet
f. Stesolid rectal 10 mg
c. Stesolid injeksi
g. Frixitas 0,5 mg tablet
d. Braxidin tablet
h. Frixitas 1 mg tablet
Pemesanan obat psikotropika dapat dilakukan dengan menyertakan Surat Pesanan (SP) khusus dan
dipisahkan dari SP obat-obat lain. SP obat psikotropika ini dibuat rangkap tiga, hanya saja
pemesanan obat psikotropika dapat dipesan dari beberapa Pedagang Besar Farmasi (PBF) tertentu.
10. Penyimpanan Obat Narkotika dan Psikotropika
a. Instalasi Farmasi memiliki tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika berupa
lemari khusus.
b. Lemari khusus penyimpanan narkotika dan psikotropika terbuat dari bahan yang kuat,
tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda, diletakkan
di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, dan kunci lemari khusus dikuasai
oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang
dikuasakan.

11. Pelaporan Obat Psikotropika


Obat Psikotropika dalam hal kepemilikannya harus dilaporkan ke Dinas Kesehatan (Dinkes)
Kabupaten. Di instalasi farmasi rsu mitra delima pelaporannya dilakukan tiap satu bulan sebelum
tanggal 10. Laporan ini ditanda tangani oleh Apoteker.
12. Pengelolaan Obat Rusak Dan Kadaluarsa
Obat-obat yang masa kadaluarsanya kurang dari 1 bulan atau sesuai kontrak kesepakatan
akan diretur kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF). Jika PBF tidak bersedia, maka obat-obatan
tersebut akan dikumpulkan dan dimusnahkan sesuai dengan pemusnahan obat kadaluarsa.

SPO Obat yang Akan Kedaluarsa


1. Membuat daftar obat yang akan kedaluarsa meliputi nama obat, zat aktif, kekuatan,
jumlah, tanggal kedaluarsa, dan distributor
2. Mengembalikan obat yang memenuhi syarat kepada distributor sesuai kontrak
kesepakatan
3. Obat yang tidak dapat dikembalikan kepada distributor tetap digunakan hingga
memasuki tanggal kadaluarsa

SPO Obat yang Sudah Kadaluarsa


1. Membuat daftar obat yang akan dimusnahkan meliputi nama obat, zat aktif, kekuatan,
jumlah, dan tanggal kedaluarsa
2. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan
3. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait
4. Menyiapkan tempat pemusnahan
5. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta peraturan
yang berlaku
13. Administrasi instalasi farmasi rsu mitra delima
Administrasi pembukuan ini berguna untuk mencatat seluruh kegiatan-kegiatan dan transaksi-
transaksi yang telah dillaksanakan. Di instalasi farmasi rsu mitra delima, buku-buku yang digunakan
adalah sebagai berikut :
a. Buku barang habis
b. Buku SP
c. Buku
Faktur

J. Kebijakan Penelaahan Resep


1. Aspek yang ditelaah dalam pengkajian resep meliputi :
A. Persyaratan administrasi
1. Tanggal resep
2. Nama pasien, Tanggal lahir pasieno dan No rekam Medis
3. Berat Badan
4. Nama Dokter
5. Nama Obat
6. Paraf Dokter
7. Tulisan Dokter Tidak Terbaca
B. Persyaratan farmaseutika
1. Bentuk sediaan
2. Kekuatan sediaan
3. Stabilitas sediaan
4. Dosis dan jumlah obat
5. Waktu dan frekuensi pemberian
6. Cara pemberian
C. Persyaratan klinis
1. Indikasi
2. Waktu penggunaan
3. Duplikasi pengobatan
4. Interaksi obat

5. Data alergi obat pasien


6. Polifarmasi
Kriteria resep yang harus ditelaah di RSU Mitra Delima:
1. Resep untuk anak.
2. Resep yang lebih dari lima komponen obat (polifarmasi)
3. Resep racikan
4. Petugas yang melakukan penelaahan resep adalah Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang
kompeten dan tenaga teknis kefarmasian yang dapat melakukan konfirmasi dengan dokter
penulis resep bila ditemukan persyaratan resep tidak tepat (tetap dalam pertanggungjawaban
Apoteker).
5. Penelaahan atau pengkajian ketepatan obat dapat dikecualikan atau tidak mutlak dilakukan pada
:
1. Kondisi / keadaan darurat atau
2. Bila dokter pemesan hadir untuk pemesanan, pemberian dan monitoring pasien (di kamar
bedah dan IGD), atau
3. Dalam tindakan radiologi intervensional, atau
4. Diagnostic imaging dimana obat merupakan bagian dari prosedur
6. Temuan selama telaah resep harus dicatat dan dilakukan evaluasi.

K. Kebijakan Penyimpanan Produk Nutrisi


1. Produk nutrisi disimpan dalam wadah dan suhu penyimpanan yang dapat menjamin stabilitas
produk
2. Produk nutrisi yang disimpan harus dilengkapi dengan label tanggal kadaluarsa

L. Kebijakan Penyimpanan Obat Radioaktif


RSU Mitra Delima tidak mengelola obat-obatan radioaktif.
M. Kebijakan Pelayanan Farmasi
11. Pengaturan Dan Manajemen
a. Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian meliputi pemilihan, perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan,
pengendalian, dan administrasi.
b. Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap semua perbekalan farmasi yang
beredar di rumah sakit.
c. Perbekalan farmasi terdiri dari obat, alat kesehatan, reagensia dan gas medis.
d. Pelayanan farmasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan
rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat
yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua
lapisan masyarakat.
e. Pelayanan farmasi dilaksanakan dengan sistem satu pintu.
f. Instalasi Farmasi dipimpin oleh Apoteker, berijazah sarjana farmasi yang telah lulus
sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, yang telah
memilliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dan Surat Izin Praktik Apoteker
(SIPA).
g. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan
peraturan-peraturan farmasi baik terhadap administrasi sediaan farmasi dan
pengawasan distribusi.

2. Pemilihan dan Pengadaan


a. Pengadaan obat di rumah sakit dilaksanakan mengacu pada Formularium RSU Mitra
Delima dan Formularium Nasional untuk JKN - BPJS. Proses pengadaan dilaksanakan
sesuai undang-undang yang berlaku, yang melibatkan jalur distribusi obat yang
resmi, dengan pengelolaan yang dikendalikan secara penuh oleh rumah sakit.
b. Dasar penyusunan Formularium RSU Mitra Delima adalah Formularium Nasional dan
pola penyakit di RSU Mitra Delima.
c. Kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium RSU Mitra Delima adalah
mengutamakan penggunaan obat generik, memiliki rasio manfaat-risiko yang paling
menguntungkan penderita, mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas,
praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan, praktis dalam penggunaan dan
penyerahan, menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien,
memiliki rasio manfaat-biaya yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak
langsung, dan obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman yang
paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau.
d. Pemilihan obat yang masuk dan penghapusan obat dari Formularium RSU Mitra
Delima harus mengikuti kriteria yang berlaku.
e. Instalasi Farmasi tidak menerima produk obat sampel dan alat kesehatan trial.
f. Bila suatu obat dalam resep tidak tersedia di instalasi farmasi, ada proses yang sudah
ditetapkan rumah sakit untuk pemberitahuan kepada dokter penulis resep, saran
substitusi, atau pengadaannya.
g. Pengawasan penggunaan obat di rumah sakit dilaksanakan oleh Panitia Farmasi
danTerapi.
h. Anggota Panitia Farmasi dan Terapi telah diputuskan sesuai SK Direktur.
i. Panitia Farmasi dan Terapi terlibat dalam proses pemesanan, penyaluran, pemberian
dan monitoring pengobatan pasien, evaluasi dan penggunaan obat dalam
Formularium RSU Mitra Delima.
j. Kriteria dan prosedur untuk penambahan dan pengurangan obat dari Formularium
RSU Mitra Delima ditetapkan oleh rumah sakit.
k. Panitia Farmasi dan Terapi melakukan monitoring penggunaan obat baru serta
timbulnya KTD akibat obat baru yang ditambahkan dalam Formularium RSU Mitra
Delima.
l. Formularium RSU Mitra Delima ditelaah minimal satu kali dalam satu tahun,
berdasarkan informasi tentang keamanan dan efektivitasnya. Proses telaah
dilakukan oleh Panitia Farmasi dan Terapi.
m. Prosedur persetujuan dan pengadaan obat-obat yang diperlukan dalam pelayanan
tetapi tidak tersedia dalam stok telah ditetapkan oleh rumah sakit.

3. Penyimpanan
a. Penyimpanan obat dan perbekalan farmasi dilaksanakan dan dipantau berdasarkan
prosedur yang telah ditetapkan rumah sakit.
b. Sebagai proses monitoring dan evaluasi kondisi penyimpanan obat dan alat
kesehatan ditunjuk satu orang petugas farmasi untuk melakukan inspeksi secara
berkala setiap dua minggu sekali.
c. Rumah sakit tidak melakukan penyimpanan dan pengelolaan obat sitostatika, Total
Parenteral Nutrition (TPN) dan produksi steril karena belum ada fasilitas Biological
Safety Cabinet (BSC).
d. Perbekalan farmasi khusus meliputi obat-obat narkotika dan psikotropika, obat-obat
high-alert, elektrolit pekat, bahan berbahaya dan beracun dan produk nutrisi,
dikelola dengan prosedur yang telah ditetapkan rumah sakit.
e. Obat yang dibawa pasien dari rumah, setelah melalui proses rekonsiliasi obat dan
terapi boleh dilanjutkan, disimpan di Instalasi Farmasi rumah sakit untuk dilakukan
proses UDD (Unit Dose Dispensing).
f. Obat emergency tersedia di unit-unit pelayanan pasien dan pengelolaannya
dimonitor sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan rumah sakit.
g. Rumah sakit menetapkan proses dan peralatan untuk pengamanan obat dan
perbekalan farmasi lainnya.
h. Sistem penarikan obat telah diatur sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
rumah sakit.
i. Obat-obat yang kadaluarsa dipisahkan, disimpan dan dimusnahkan sesuai dengan
prosedur yang sudah ditetapkan oleh rumah sakit.

4. Penyiapan Dan Pengeluaran


a. Rumah sakit menyediakan fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan yang
memenuhi ketentuan dan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku.
b. Pelayanan obat dilaksanakan dalam area yang bersih dan aman, sesuai dengan
prosedur yang sudah ditetapkan rumah sakit.
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Mitra Delima memberikan pelayanan 24 jam.
d. Petugas farmasi yang kompeten melaksanakan proses skrining resep sebelum
melayani resep.
e. Ada prosedur yang ditetapkan rumah sakit bila resep dokter tidak terbaca.
f. Pelayanan resep di rawat jalan dilaksanakan dengan sistem pelayanan resep
individual.
g. Pelayanan resep di rawat inap dilaksanakan dengan sistem Unit Dose Dispensing
(UDD).

5. Pemberian
a. Petugas farmasi yang berwenang memberikan obat adalah Apoteker yang telah
memiliki STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker) dan SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker).
b. Dalam proses serah terima obat di rawat inap dari Apoteker atau TTK (Tenaga Teknis
Kefarmasian) dengan perawat, hanya perawat yang telah mendapatkan kewenangan
klinis dari rumah sakit yang boleh melakukan proses serah terima obat dari farmasi.
c. Dalam pemberian obat pada pasien rawat inap, wewenang pemberian obat
didelegasikan kepada perawat. Perawat yang berwenang memberikan obat adalah
perawat yang telah mendapatkan kewenangan klinis dari rumah sakit.
d. Dokter yang berwenang memberikan obat adalah semua dokter yang telah
mendapatkan Rincian Kewenangan Klinis (RKK) dari Direktur RS.
e. Petugas farmasi melakukan proses telaah obat sebelum memberikan obat pada
pasien.
f. Rumah sakit menyediakan sarana edukasi dan konseling bagi pasien yang
menggunakan obat sendiri.
g. Proses dokumentasi dan pengelolaan obat yang dibawa pasien saat masuk ke rumah
sakit, dilakukan dalam proses Rekonsiliasi Obat oleh apoteker, dan pengelolaan obat
berikutnya dilakukan oleh Instalasi Farmasi.
h. Rumah sakit tidak melakukan penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian obat
sampel yang ditujukan untuk uji klinis kepada pasien.

6. Pemantauan
a. Ada proses Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dan Pemantauan Reaksi Obat Tidak
Dikehendaki (ROTD) yang dilaksanakan secara kolaboratif antara apoteker dengan
dokter dan perawat sesuai prosedur yang sudah ditetapkan rumah sakit.
b. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dan Pemantauan Reaksi Obat Tidak
Dikehendaki (ROTD) yang terpantau, ditulis di dalam dokumen rekam medik pasien
dan dilaporkan selambat – lambatnya 2 x 24 jam dalam bentuk laporan MESO.
c. Instalasi Farmasi ikut serta dalam proses peningkatan mutu dan keselamatan pasien
bersama Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

N. Kebijakan Penulisan Resep (Memuat 9 Elemen)


Elemen pemesanan / penulisan resep yang lengkap :
1. Data identifikasi pasien yang akurat
2. Elemen dari pemesanan/penulisan resep.
3. Bilamana nama generik atau nama dagang diperlukan
4. Bilamana indikasi untuk penggunaan diperlukan pada suatu “prn”/bila perlu atau pesanan obat
lain.
5. Prosedur khusus pemesanan obat LASA
6. Tindakan yang harus diambil bila pemesanan obat tidak lengkap, tidak terbaca, atau tidak jelas.
7. Jenis pemesanan tambahan yang diijinkan seperti pada pesanan dan setiap elemen yang
dibutuhkan dalam pemesanan yang emergensi, dalam daftar tunggu (standing) automatic stop
8. Pemesanan obat secara verbal atau melalui telepon : write back, read back, reconfirmation.
9. Jenis pesanan yang berdasarkan BB (pasien anak)
Penjelasan :
1. Identifikasi data pasien :
a. Rawat inap : nama lengkap, TTL, Nomor rekam medis, diberi gelang identitas pasien.
b. Rawat jalan : Nama lengkap, Nomor rekam medis.
2. Elemen penulisan resep
a. Identifikasi dokter : Nama, SIP, alamat rumah dan praktik, NO. Telepon, Hari & jam praktek.
b. Inscriptio : Nama kota tempat praktek, tanggal penulisan resep.
c. Invocatio : Tanda R/ sebagai tanda pembuka penulisan resep.
d. Praescriptio / Ordinatio : Nama obat, jumlah & kekuatan obat, cara pembuatan, bentuk
sediaan obat yang dipilih dan jumlahnya.
e. Signatura : aturan penggunaan obat (frekuensi, jumlah perkali pakai, waktu obat diminum,
dan informasi lain yang diperlukan)
f. Identifikasi pasien : Nama pasien pada bagian “pro”, bila pendirita anak anak atau lansia
perlu dituliskan umurnya, sebaiknya cantumkan pula berat badan pasien dan alamat pasien.
g. Penutup : tanda penutup dan tanda tangan dokter penulis resep.
3. Prosedur khusus pemesanan obat LASA
LASA (Look alike Sound Alike), obat yang memiliki kemasan mirip atau obat yang memiliki nama
terdengar mirip. Contoh : Ceftazidime vs Cefepim, Calme Eye Drops vs Calme Ear Drop (kemasan
mirip), Proneuron vs Forneuron, Klorpromazin vs Klorpropamid.
PENANGANAN :
a. Permintaan Tertulis :
1) Tambahan merk dagang dan nama generiknya pada resep, terutama untuk obat-obat
yang “langganan” bermasalah.
2) Tulis secara jelas menggunakan huruf tegak kapital.
3) Hindari singkatan-singkatan yang membuat bingung.
4) Tambahkan bentuk sediaan juga di resep, misalnya metronidazol 500 mg; sediaan
tablet dan infusnya sama-sama 500 mg.
5) Sertakan kekuatan obat.
6) Sertakan petunjuk penggunaan.
7) Tambahkan juga tujuan/indikasi pengobatan, supaya semakin jelas.
8) Pihak dokter yang meresepkan obat diharapkan menulis nama obat yang dapat dibaca
dengan jelas oleh pembaca resep, atau menggunakan fasilitas resep yang dicetak
elektronik tanpa tulis tangan jika memang sudah tersedia.
9) Menggunakan tall-man lettering, penebalan, atau warna huruf berbeda pada pelabelan
nama obat, misalnya :
 ChlorproMAZINE vs ChlorproPAMIDE
 HydrALAzine vs HydrOXYzine
 MeFINTER vs MeTIFER, dsb
b. Permintaan Lisan :
1) Batasi permintan verbal, hanya untuk obat-obatan tertentu, misalnya hanya dalam
keadaan emergency.
2) Sebisa mungkin menghindari order obat secara lisan terutama melalui telepon,
kemungkinan kesalahan mendengar sangat tinggi.
3) Diperlukan teknik mengulang permintaan, dibacakan lagi permintaannya, jadi ada
kroscek.
c. Bagi Tenaga Kesehatan :
1) Apoteker mengidentifikasi obat yang diresepkan dengan teliti, disesuaikan dengan
nama dagang, nama generik, indikasi, serta kekuatan sediannya.
2) Apoteker mengetahui dengan pasti persediaan obat-obatan yang termasuk kategori
SALAD.
3) LASA disimpan dengan jarak yang berjauhan satu sama lain.
4) Tidak menyimpan obat-obat LASA secara alfabet, tetapi di tempat terpisah, misalnya
obat fast moving.
5) Cocokkan indikasi resep dengan kondisi pasien sebelum dispensing atau administrating.
6) Membuat strategi pada obat yang penyebab errornya diketahui, misalnya pada obat
yang kekuatannya berbeda atau pada obat yang kemasannya mirip.
7) Laporan error yang aktual dan potensial (berpeluang terjadi error)
8) Diskusikan penyebab terjadinya error dan strategi ke depannya.
9) Sewaktu penyerahan, tunjukkan obat sambil memberikan informasi, supaya pasien
mengetahui wujud obatnya dan untuk mereview indikasinya.
10) Di rumah sakit, panitia farmasi dan terapi (PFT) bisa membuat kebijakan untuk obat-
obat ini. Misal, aturan penulisan obat atau logo obat-obat LASA.
4. SOP bila resep tidak terbaca atau tidak jelas
a. Resep yang diterima oleh petugas apotek dilakukan identifikasi kelengkapan resep, yaitu :
 Tanggal resep, nama dokter, nomor resep, nama pasien, tanggal lahir pasien.
 Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian) ditulis dengan jelas.
 Resep obat dari golongan Narkotika dan Psikotropika harus dibubuhi dengan tandatangan
yang lengkap, alamat & nomor telepon yang dapat dihubungi dari dokter yang menuliskan
resep.
 Tidak menggunakan istilah dan singkatan sehingga mudah dibaca dan tidak
disalahgunakan.
b. Resep yang kurang jelas penulisannya didiskusikan terlebih dahulu bersama staf
apotek dan membaca riwayat pengobatan pasien.
c. Jika resep belumjelas maka apoteker mengkonfirmasikan ke dokter penanggung
jawab pasien.
d. Apabila dokter tidak dapat dihubungi maka dapat menghubungi ke bagian
pelayanan medik untuk selanjutnya meneruskan informasi ke dokter/SMF/ dokter
jaga apakah resep tersebut obatnya harus diganti.
e. Apabila sudah mendapatkan kejelasan dari dokter, maka perawat secepatnya
mengkonfirmasikan resep ke instalasi farmasi untuk segera dilayani dan disiapkan
obatnya.

5. Jenis pemesanan tambahan yang diijinkan


a. RS mengidentifikasi petugas yang kompeten yang diijinkan untuk menuliskan resep atau
memesan obat-obatan.
b. Dalam situasi emergensi, RS mengidentifikasi petugas tambahan yang diijinkan untuk
menuliskan resep/pesanan obat.
c. Obat yang diijinkan bila elemen resepnya lengkap :
 Obat emergensi : Epinefrin, Lidocain, Sulfas Atropin, Ephedrin. Resep emergensi
(darurat) diberi tanda CITO ! atau cito (digarisbawahi atau diberi tanda seru) pada
bagian atas resep diparaf. Selain CITO, bisa juga menggunakan URGENT (penting),
STATIM (penting), atau PIM (Periculum In Mora = berbahaya bila ditunda)
 Obat automatic stop order (Narkotik, sedatif, hipnotik, antikoagulan). Obat-obat ini
harus jelas aturan pakainya, bila saat penggunaan tidak sesuai dengan aturan pakai,
apoteker dapat menghentikan obat.

O. Kebijakan Pelabelan Obat dan Bahan Kimia/ Reagensia yang digunakan untuk Menyiapkan Obat
1. Penyimpanan obat dan bahan kimia/ reagensia yang digunakan harus dilengkapi dengan label
yang telah ditetapkan
2. Obat dan bahan kimia / reagensia yang digunakan untuk menyiapkan obat/ pemeriksaan diberi
label secara akurat menyebutkan isi, tanggal kadaluarsa dan peringatan
3. Setiap kemasan bahan beracun dan berbahaya wajib diberikan symbol sesuai dengan klasifikasinya
4. Klasifikasi B3 adalah sebagai berikut :
a. Bahan yang mudah meledak (explosif)
b. Bahan yang mudah mengoksidasi (oxidizing)
c. Bahan yang sangat mudah sekali menyala (extremely flammable)
d. Bahan yang mudah menyala (highly flammable)
e. Bahan mudah menyala (flammable)
f. Bahan sangat beracun (highly toxic)
g. Bahan beracun (toxic)
h. Bahan berbahaya (harmful)
i. Bahan yang mudah mengiritasi (irritant)
j. Bahan korosif (corrosive)
k. Bahan berbahaya bagi lingkungan (dangerous to environtment)
l. Bahan karsionogenik (carcinogenic)
m. Bahan teratogenik (teratogenic)
n. Bahan mutagenc (mutagenic)
o. Bahan lain berupa gas bertekanan (pressure gas)
5. Simbol yang digunakan untuk B3 berbentuk bujur sangkar yang diputar 450 sehingga
membentuk belah ketupat, dengan warna dasar putih dan garis tepi warna merah tebal
6. Simbol yang dipasang pada kemasan ukurannya disesuaikan dengan besar kemasan
7. Simbol B3 berupa sticker yang menempel dengan baik pada kemasan, tahan lama, tahan air dan
tahan terhadap tumpahan isi kemasan B3
8. Simbol terpasang pada sisi yang mudah dilihat
9. Jenis simbol yang dipasang harus sesuai dengan karakteristik bahan yang terdapat dalam
kemasan
10. Simbol tidak boleh dilepas sebelum kemasan kosong

P. Kebijakan Pengelolaan Trolley Emergency


a. Obat-obat emergency di RSU Mitra Delima berada di trolley emergency yang terletak di
IGD, HCU, IKO, IRNA 1, IRNA 2, IRNA 3, dan Kamar Bersalin.
b. Jumlah dan jenis obat dalam trolley emergency harus sesuai dengan daftar yang dibuat.
c. Trolley emergency harus dilengkapi kunci yang beregister.
d. Petugas medis yang telah menggunakan obat atau membuka kunci trolley emergency
harus segera melaporkan kepada petugas farmasi yang telah ditunjuk sebagai
penanggung jawab atau yang sedang bertugas.
e. Apabila dalam kurun waktu paling lama dua minggu petugas farmasi tidak memperoleh
laporan dari petugas medis, maka petugas farmasi wajib melakukan pengecekkan pada
tiap trolley emergency yang berada di seluruh unit layanan untuk memastikan masih
dalam keadaan terkunci dan kondisi obat masih dapat digunakan (belum kadaluarsa).

Anda mungkin juga menyukai