Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut WHO kematian ibu adalah kematian seorang wanita saat hamil
atau sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, karena tuanya kehamilan
dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Angka Kematian Ibu
(AKI) di Indonesia masih sangat tinggi. Gambaran penurunan AKI menurut
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dari tahun 1994, 1997,
sampai 2000 adalah 390/100.000 kelahiran hidup, 334/ 100.000 kelahiran hidup,
dan 307/ 100.000 kelahiran hidup. Tingkat kematian secara umum berhubungan
erat dengan tingkat kesehatan walaupun penyebab kematian dapat dibedakan
sebagai penyebab secara langsung maupun tidak langsung.
Penyebab langsung tingginya AKI adalah perdarahan, terutama perdarahan
post partum (28%), keracunan kehamilan/eklamsia (24%), infeksi (11%),
komplikasi masa puerperieum (8%), persalinan macet (5%), abortus (5%) dan
lain-lain (11%). Sedangkan penyebab tidak langsung tingginya AKI adalah karena
kondisi masyarakat seperti pendidikan, sosial-ekonomi, dan budaya serta keadaan
sarana pelayanan yang kurang siap. Persalinan premature berpotensi
meningkatkan kematian perinatal sekitar 65-67%, umumnya berkaitan dengan
berat badan lahir rendah (Nugroho, 2012). Indonesia memiliki angka kejadian
partus prematurus sekitar 19% dan merupakan penyebab utama kematian
perinatal (Manuaba,2004).
Partus prematurus dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang
disertai dengan perdarahan dan dilatasi serviks serta turunnya kepala bayi pada
wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (Oxorn,2003).
Angka kematian ibu dan bayi merupakan tolak ukur dalam menilai derajat
kesehatan suatu bangsa, oleh karena itu pemerintah sangat menekankan untuk
menurunkan angka kematian ibu dan bayi melalui program-program kesehatan.

1
Dalam pelaksanaan program kesehatan sangat dibutuhkan sumber daya manusia
yang kompeten, sehingga apa yang menjadi tujuan dapat tercapai.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Partus Prematurus Iminens


2.1.1 Definisi
Menurut Oxorn, partus prematurus atau persalinan prematur dapat
diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai
pendataran dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil yang
usia kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari
pertama haid terakhir (Oxorn, 2010).
Menurut Nugroho persalinan preterm atau partus prematur adalah
persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37
minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram (Nugroho 2010).
Partus preterm adalah kelahiran setelah 20 minggu dan sebelum
kehamilan 37 minggu dari hari pertama menstruasi terakhir (Benson, 2012).
Menurut Rukiyah, partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan
kurang dari 37 minggu atau berat badan lahir antara 500-2499 gram (Rukiyah,
2010).
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui bahwa Partus
Prematurus Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana
timbulnya tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20
minggu-37 minggu) dan berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram (Oxorn,
2010).
2.1.2 Epidemiologi

Pemicu obstetri yang mengarah pada PPI antara lain: (Harry dkk, 2010)
1. Persalinan atas indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi
ataupun seksio sesarea
2. PPI spontan dengan selaput amnion utuh
3. PPI dengan ketuban pecah dini,

3
Terlepas apakah akhirnya dilahirkan pervaginam atau melalui seksio
sesarea. Sekitar 30-35% dari PPI berdasarkan indikasi seksio sesarea, 40-45%
PPI terjadi secara spontan dengan selaput amnion utuh, dan 25-30% PPI yang
didahului ketuban pecah dini (Harry dkk, 2010).
Konstribusi penyebab PPI berbeda berdasarkan kelompok etnis. PPI pada
wanita kulit putih lebih umum merupakan PPI spontan dengan selaput amnion
utuh, sedangkan pada wanita kulit hitam lebih umum didahului ketuban pecah
dini sebelumnya (Harry dkk, 2010).
PPI juga bisa dibagi menurut usia kehamilan: sekitar 5% PPI terjadi pada
usia kehamilan kurang dari 28 minggu (extreme prematurity), sekitar 15% terjadi
pada usia kehamilan 28-31 minggu (severe prematurity), sekitar 20% pada usia
kehamilan 32-33 minggu (moderate prematurity), dan 60-70% pada usia
kehamilan 34-36 minggu (near term). Dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan
angka kejadian PPI, yang sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah
kelahiran preterm atas indikasi (Harry dkk, 2010).
2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro yaitu (Wiknjosastro, 2010) :


1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD,
pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion.
2. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk
uterus, riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks,
pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus.
Namun menurut Nugroho ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan
partus prematurus yaitu (Nugroho, 2010) :
1. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus,
serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks
mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat
abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem

4
sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi
konisasi, dan iritabilitas uterus.
2. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam
setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10
batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada
trimester I lebih dari 2 kali.
Sedangkan menurut Manuaba, faktor predisposisi partus prematurus
adalah sebagai berikut (Manuaba, 2009):
1. Faktor ibu : Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35
tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu seperti;
hipertensi, jantung, ganguan pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan yang
terlalu berat.
2. Faktor kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan
antepartum, komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban
pecah dini.
3. Faktor janin : Cacat bawaan, infeksi dalam rahim.
2.1.4 Patofisiologi

Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang


bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama
kehamilan atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau
membebani jalur persalinanan normal sehingga memicu dimulainya proses
persalinan secara dini. Empat jalur terpisah, yaitu stress, infeksi, regangan dan
perdarahan (Norwintz, 2007).
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah,
aliran darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi
aktifitas yang menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan persalinan
prematur.
Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu. Pada
janin, menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga terjailah

5
imaturitas jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah imaturitas paru
yang menyebabkan resiko cidera pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko tinggi
pada kesehatan yang menyebabkan ansietas dan kurangnya informasi tentang
kehamilan mengakibatkan kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga
kesehatan saat kehamilan.
2.1.5 Tanda dan Gejala
Partus prematurus iminen ditandai dengan :
1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
2. Rasa berat dipanggul
3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
4. Keluarnya cairan pervaginam
5. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari
kewaspadaan tenaga medis.
Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan berkelanjutan akan
terjadi tanda klinik sebagai berikut :
1. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu jam

2. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm,


perlunakan sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan serviks.

2.1.6 Diagnosis

Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI


(Wiknjosastro, 2010), yaitu:
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
2. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap
7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
3. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa
tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
4. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,

6
5. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau
telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
6. Selaput amnion seringkali telah pecah,
7. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan
The American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk
mendiagnosis PPI ialah sebagai berikut:
1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau
delapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
2.1.7 Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
 Pemeriksaan kultur urine
 Pemeriksaan gas dan pH darah janin
 Pemeriksaan darah tepi ibu
 Jumlah lekosit
C-reactive protein . CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi
akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi
polisakarida somatik nonspesifik kuman Pneumococcus yang disebut fraksi C.
CRP dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF.
2. Pemeriksaan ultrasonografi
Penipisan serviks: Iams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan seviks < 3cm
(USG) , dapat dipastikan akan terjadi persalinan preterm. Sonografi serviks
transperineal lebih disukai karena dapat menghindari manipulasi intravagina
terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta previa.
2.1.8 Penatalaksanaan

7
Ibu hamil yang diidentifikasi memiliki risiko persalinan preterm dan yang
mengalami gejala persalinan preterm membakat harus ditangani seksama untuk
meningkatkan keluaran neonatal.

1. Akselerasi pematangan fungsi paru


Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12 mg im. 2 x
selang 24 jam. Atau dexamethasone 6 mg tiap 12 jam (im) sampai 4 dosis.
Thyrotropin releasing hormone 400 ug iv, akan meningkatkan kadar tri-
iodothyronine yang dapat meningkatkan produksi surfaktan. Suplemen inositol
juga merupakan pilihan karena inositol merupakan komponen membran
fosfolipid yang berperan dalam pembentukan surfaktan.

2. Pemberian tokolitik
Indeks tokolitik > 8 menunjukkan kontraindikasi pemberian tokolitik
0 1 2 3 4
Kontraksi Tidak ada Irregular Regular - -
Ketuban Tidak ada - Tinggi/tidak - Rendah/peca
pecah jelas h
Perdarahan Tidak ada Spotting Perdarahan - -
Pembukaan Tidak ada 1 cm 2 cm 3 cm 4 cm

 Nifedipin 10 mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam.


Umumnyahanya diperlukan 20 mg dan dosis perawatan 3 x 10 mg.
 Golongan beta-mimetik
 Salbutamol Perinfus : 20-50 µg/menit Per oral : 4 mg, 2-4 kali/hari
(maintenance) atau :
 Terbutalin Per infuse : 10-15 µg/menit, Subkutan: 250 µg setiap 6 jam. Per
oral : 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance)
Efek samping : Hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi
miokardial, edema paru
3. Magnesium sulfat

8
Parenteral : 4-6 gr/iv pemberian bolus selama 20-30 menit, infus 2-4gr/jam
(maintenance)
Efek samping : Edema paru, letargi, nyeri dada, depresi pernafasan (pada ibu
dan bayi)
Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.
Mercer dan Arheart (2007) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika
yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis
neonatorum.Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung
risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral,
yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan
lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan
antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian ko-
amoksiklaf karena risiko necrotising enterocolitis.
Untuk menghambat proses PPI, pasien juga perlu membatasi aktivitas
atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.
Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan
intrauterine terbukti tidak baik, seperti:
a. Oligohidramnion
b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c. Preeklamsia berat
d. Hasil nonstrees test tidak reaktif
e. Hasil contraction stress test positif
f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien
stabil dan kesejahteraan janin baik
g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.
Manajemen persalinan preterm atau persalinan prematur tidak dapat
dicegah apabila (Wiknjosastro, 2010):
1. Selaput ketuban pecah
2. Pembukaan serviks mencapai 4 cm

9
3. Taksiran berat janin > 2000 gram atau usia kehamilan >34 minggu
4. Gawat janin langsusng dilakukan terminasi
5. Penyebab atau komplikasi persalian preterm lebih besar apabila kehamilan
dipertahankan
6. Kemampuan neonatal intensive care facilities memadai
2.1.9 Komplikasi

Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens yang


terjadi pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat menyebabkan
infeksi endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya
penyembuhan luka episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur memiliki resiko
infeksi neonatal lebih tinggi seperti resiko distress pernafasan, sepsis neonatal,
necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventikuler.
Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya utama yang
mengancam neonatus prematur, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung
kongestif, perdarahan intraventrikel dan kelainan neurologik, hiperilirubinemia,
sepsis dan kesulitan makan.
Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada
persalinan prematuritas adalah :
1. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur

2. Gangguan respirasi

3. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan


immaturitas jaringan otak

4. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding bayi
aterm

5. Cerebral palsy

6. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi
prematur (meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum
aterm).

10
2.1.10 Prognosis

Pada pusat pelayanan yang maju dengan fasilitas yang optimal, bayi yang
lahir dengan berat 2.000 sampai 2.500 gram mempunyai harapan hidup lebih dari
97 persen. 1500 sampai 2.000 gram lebih dari 90 persen dan 1.000 sampai 1.500
gram sebesar 65-80 persen (Mansjoer, 2002).
Prematurnya masa gestasi akan dapat mengakibatkan ketidakmatangan pada
semua sistem organ. Baik itu pada sistem pernapasan (organ paru-paru), sistem
peredaran darah (jantung), sistem pencernaan dan sistem saraf pusat (otak).
Ketidakmatangan pada sistem-sistem organ itulah yang membuat bayi prematur
cenderung mengalami kelainan dibandingkan bayi normal. Kelainan itu bisa
berupa :
a. Sindroma gangguan pernapasan.
Kelainan ini terjadi karena kurang matangnya paru-paru, sehingga jumlah
surfaktan (cairan pelapis paru-paru) kurang dari normal. Ini menyebabkan paru-
paru tidak dapat berkembang sempurna.
b. Perdarahan otak
Biasanya terjadi pada minggu pertama kelahiran, terutama pada bayi prematur
yang lahir kurang dari 34 minggu. Pendarahan otak ini menyebabkan bayi
prematur tumbuh menjadi anak yang relatif kurang cerdas, dibanding anak yang
lahir normal.
c. Kelainan jantung
Yang sering terjadi adalah Patent Ductus Arteriosus, yaitu adanya hubungan
antara aorta dengan pembuluh darah jantung yang menuju paru-paru.
d. Kelainan usus
Ini disebabkan akibat imaturitas atau kurang mampu dalam menerima nutrisi.
e. Anemia dan infeksi

11
Belum matangnya fungsi semua organ tubuh, membuat bayi prematur
menghadapi berbagai masalah. Seperti mudah dingin, lupa napas, mudah infeksi
karena sensor otaknya belum sempurna, pengosongan lambung terhambat
(refluks), kuning dan kebutaan (Rinawati, 2007)

2.2 Oligohidramnion
2.2.1 Definisi
Definisi oligohidramnion yang digunakan beragam oleh karena tidak ada titik
potong yang ideal sewaktu dilakukan pengukuran. Oligohidramnion mempunyai
karakteristik seperti di bawah ini (Wiknjosastro, 2010):
 Berkurangnya volume cairan amnion
 Volume cairan amnion < 500 mL pada usia kehamilan 32-36 minggu
 Single deepest pocket (SDP) < 2 cm
 Amniotic fluid index (AFI) < 5 cm atau < 5 percentile dari umur kehamilan
 Tidak ditemukan kantong yang bebas dari tali pusat pada pengukuran minimal
1 cm pada pengukuran SDP
Volume cairan amnion bergantung pada usia kehamilan, karena itu , definisi
yang paling baik adalah Amniotic fluid index (AFI) < 5 cm atau < 5 percentile
(Wiknjosastro, 2010).
2.2.2 Insiden
Insiden sekitar 3,9 % dari seluruh kehamilan, namun estimasi sekitar 12 %
dari kehamilan usia 40 minggu atau lebih (Wiknjosastro, 2010).
2.2.3 Etiologi
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion adalah
kelainan kongenital, PJT (pertumbuhan janin terganggu), ketuban pecah,
kehamilan postterm, insufisiensi plasenta, dan obat-obatan (golongan
antiprostaglandin). Kelainan congenital yang paling sering menimbulkan
oligohidramnion adalah kelainan system saluran kemih (kelainan ginjal bilateral
dan obstruksi uretra) dan kelainan kromosom (triploidi, trisomi 18 dan 13).

12
Trisomi 21 jarang memberikan kelainan pada saluran kemih, sehingga tidak
menimbulkan oligohidramnion. Insufisiensi plasenta oleh sebab apapun dapat
menyebabkan hipoksia janin . hipoksia janin yang berlansung kronis akan
memicu mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi
penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadi
oligohidramnion (Wiknjosastro, 2010).
2.2.4 Patofisiologi
Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari oligohidramnion.
Namun, tidak adanya produksi urine janin atau penyumbatan pada saluran kemih
janin dapat juga menyebabkan oligohidramnion. Janin yang menelan cairan
amnion, yang terjadi secara fisiologis, juga mengurangi jumlah cairan.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion adalah kelainan
kongenital, Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), ketuban pecah, kehamilan
postterm, insufiensi plasenta dan obat-obatan (misalnya dari golongan
antiprostaglandin). Kelainan kongenital yang paling sering menimbulkan
oligohidramnion adalah kelainan sistem saluran kemih dan kelainan kromosom.
(Prawirohardjo, 2010)
Pada insufisiensi plasenta oleh sebab apapun akan menyebabkan hipoksia
janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronik akan memicu mekanisme
redistribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi penurunan aliran darah
ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadi oligohidramnion (Prawirohardjo,
2010)

13
Patofisiologi oligohidramnion

1.2.5 Gambaran Klinis


 Uterus tampak lebih kecil dari UK
 Nyeri perut setiap janin gerak
 sering berakhir dengan partus prematurus
 DJJ sudah terdengar mulai bulan ke 5 dan terdengar lebih jelas
 Persalinan lebih lama biasanya
 Sangat nyeri saat HIS
Bila ketuban pecah, air ketuban sangan sedikit sekali bahkan tidak ada yang
keluar dan dari hasil USG jumlah air ketuban < 500ml.
1.2.6 Dianosis Oligohidramnion

14
Untuk mengetahui oligohidramnion dengan jelas dapat dilakukan
tindakan Amnioskopi dengan alat amnioskop.
Indikasi amnioskopi adalah (Wiknjosastro, 2010):
 Usia kehamilan > 37 minggu
 Terdapat preeclampsia berat atau eklampsia
 Bad Obstetrics History
 Terdapat kemungkinan IUGR
 Kelainan ginjal
 Kehamilan post date

Hasil yang diharapkan adalah :


1. Kekeruhan air ketuban
2. Pewarnaan dengan mekonium

Komplikasi tindakan amnioskopi adalah :


 Terjadi persalinan prematur
 Ketuban pecah menimbulkan persalinan prematur
 Terjadi perdarahan pelukaan kanalis sevikalis
 Terjadi infeksi asendens

Teknik diagnosis olihidramnion dapat mempergunakan USG yang dapat


menentukan :
1. AFI < 5 cm
2. AFI < 3cm disebut moderate oligohidramnion
3. AFI < 2-1 cm disebut severe oligohidramnion
1.2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada oligohidramnion yaitu Ketuban pecah dini
(Wiknjosastro, 2010)
1.2.8 Penatalaksanaan

Penanganan olihidramnion tergantung pada situsi klinik dan dilakukan


pada fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat prognosis janin yang
tidak baik. Kompresi tali pusat selama proses persalinan biasa terjadi pada
olihidramnion, oleh karena itu persalinan dengan secsio caesarea merupakan
pilihan yang terbaik pada kasus oligohidramnion (Wiknjosastro, 2010)

15
Penatalaksanann pada ibu dengan oligohidramnion yaitu (Wiknjosastro,
2010):
1. Tirah baring
2. Hidrasi dengan kecukupan cairan
3. Perbaikan nutrisi
4. Pemantauan kesejahteraan janin (NST)
5. Pemerikasaan USG untuk melihat volume cairan amnion
1.2.9 Komplikasi

Menurut Manuaba, dkk. (2007:500) Komplikasi oligohidramnion dapat


dijabarkan sebagai berikut :
2 Dari sudut maternal
Komplikasi oligohidramnion pada maternal tidak ada kecuali akibat
persalinannya oleh karena:
a. Sebagian persalinannya dilakukannya dengan induksi
b. Persalinan dilakukan dengan tindakan secsio sesaria

Dengan demikian komplikasi maternal adalah trias komplikasi persalinan


dengan tindakan perdarahan, infeksi, dan perlukaan jalan lahir.
3 Komplikasi terhadap janin
 Oligohidramnion menyebabkan tekanan langsung terhadap janinnya :
a. Deformitas janin :
- Leher terlalu menekuk-nekuk
- Bentuk tulang kepala janin tidak bulat
- Deformitas ekstremitas
b. Kompresi tali pusat langsung sehingga dapat menimbulkan fetal
distress.
c. Fetal distress menyebabkan makin terangsangnya nervus vagus
dengan dikeluarkannya mekonium semakin mengentalkan air
ketuban.
- Oligohidramnion makin menekan dada sehingga saat lahir
terjadi kesulitan bernapas karena paru-paru mengalami
hipoplasia sampai atelektasis paru
- Sirkulus yang sulit diatasinya akhirnya menyebabkan kematian
janin intrauterine
 Amniotic band

16
Karena sedikitnya air ketunban, dapat menyebabkan terjadinya
hubungan langsung antara membran dengan janin sehingga dapat
menimbulkan gangguan tumbuh kembang janin intrauterine. Dapat
dijumpai ektremitas terputus oleh karena hubungan atau ikatan
dengan membrannya (Wiknjosastro, 2010).
3.2.5 Prognosis

Bila terjadi saat kehamilan muda akan mengakibatkan gangguan bagi


pertumbuhan janin, bahkan bisa terjadi Foetus papyreceous, yaitu picak seperti
kertas karena tekanan-tekanan. Bila terjadi pada kehamilan lanjut akan terjadi
cact bawawan, cacat karena tekanan atau kulit menjadi tebal dan kering. Selain
itu dapat menyebabkan kelainan musculoskeletal (Wiknjosastro, 2010)
Oligohidramnion yang berkaitan dengan PPROM pada janin kurang dari 24
minggu dapat mengakibatkan terjadinya hipoplasia paru. Ada tiga kemungkinan
yang terjadi, yaitu (Wiknjosastro, H. 2010):
1. Kompresi toraks, mengakibatkan pengembangan dinding dada dan paru-
paru terhambat
2. Terbatasnya pernafasan janin menurunkan pengembangan paru-paru
3. Terganggunya produksi serta aliran cairan paru-paru berakibat pata
pertumbuhan dan perkembangan paru-paru.

17
Alur penatalaksanaan pada oligohidramnion

BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

18
Nama : Ny.W
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Hasanudin Gang XI, Pasuruan
Suku : Jawa
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal MRS : 04-10-2018 (10.30 WIB)
Tanggal Pemeriksaan : 08-10-2018 (13.00 WIB)
Identitas Suami
Nama : Tn. T
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Alamat : Hasanudin Gang XI, Pasuruan
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta

3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama : Kenceng-kenceng
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
- Pasien datang ke Poli hamil RSU Haji dengan rujukan dari puskesmas
dengan keluhan kenceng-kenceng dan TFU tidak sesuai masa kehamilan.
- Keluhan kenceng-kenceng dirasakan sejak 1 hari smrs. Kenceng-kenceng
dirasakan 1-2 kali dalam 1 jam, selama ±10 detik. Kenceng-kenceng
dirasakan menjalar dan rasa tekanan pada perut bagian bawah (+).
Kenceng-kenceng makin lama tidak semakin sering dan jarak antara
kenceng-kenceng yang pertama dan selanjutnya tidak semakin dekat.

19
- Pasien juga mengeluhkan nyeri pada punggung bawah (+)
- Keluar darah dari jalan lahir (-), lendir (-) dan cairan (-).
- Keluhan lain seperti pusing (-), demam (-), mual (-) muntah (-), keputihan
(-), penurunan berat badan (-), kaki bengkak (-). Riwayat berhubungan
dengan suaminya 1 bulan yang lalu.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat MRS : disangkal
 Riwayat Darah tinggi (HT) : disangkal
 Riwayat Kencing manis (DM) : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal
 Riwayat sakit kejang : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat penyakit lambung : disangkal
 Riwayat alergi obat : disangkal
 Riwayat alergi makanan : disangkal
 Riwayat operasi : disangkal
 Trauma atau jatuh yang mengenai perut : disangkal
 Riwayat perdarahan dari jalan lahir : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
 Riwayat keluarga dengan penyakit serupa atau keguguran : disangkal
 Riwayat darah tinggi (HT) : disangkal
 Riwayat kencing manis (DM) : disangkal
 Riwayat jantung : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
5. Riwayat Sosial :
 Pasien adalah ibu rumah tangga dan tidak suka angkat-angkat barang
maupun kerja berat di rumah sejak hamil.

20
 Merokok disangkal
 Minum jamu-jamuan dan obat-obatan tanpa resep dari dokter puskesmas
disangkal
 Pijat atau perutnya diurut disangkal
 Makan 3-4 kali dalam sehari, minum ± 1,5 L perhari
3.2.1 Riwayat Obstetri
1. Laki-laki/spontan/bidan/3100gr/aterm/langsung menangis/
3th

2. Hamil ini

3.2.2 Riwayat Menstruasi

 HPHT : 04-02-2018
 TP : 09-11-2018
 UK : 34-35 minggu
 Menarche : 14 tahun,
 Siklus mens : 28 hari, teratur
 Lama : 7 hari
 Banyak darah : 2x ganti pembalut/hari
 Dismenorhe : (+) Awal menstruasi

3.2.3 Riwayat Menikah

 Menikah 1 kali, lamanya 10 tahun

3.2.4 Riwayat Kontrasepsi

 Implan selama 6 tahun

3.2.5 Riwayat ANC


 Rutin di puskesmas 1 kali tiap bulan

 Di USG hanya 1 kali saat usia kandungan 1 bulan

21
3.3 PEMERIKSAAN FISIK

3.3.1 Status generalis

 Kesadaran : Composmentis
 GCS : 456
 Keadaan umum : Cukup
 TB : 160 cm
 BB : 80 kg
 BMI : 31,2 kg/m2
 Status Gizi : Obes 1
 Vital Sign :
- TD : 110/70 mmHg
- Nadi : 79x/menit
- RR : 19x/menit
- T° : 36,4°C (axilla)
 Pemeriksaan :
- Kepala-leher :
 Normocephal
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
edema palpebral (-/-)
 Wajah : pucat (-), bibir sianosis: (-)
 Hidung : dyspneu (-/-)
 Pembesaran kelenjar getah bening (-)
 Pembesaran kelenjar tiroid (-)
 Peningkatan JVP (-)
- Thoraks :
 Pulmo:
 Inspeksi: normochest, retraksi ICS (-)
 Palpasi: fremitus simetris (dextra & sinistra)

22
+ +
+ +
+ +

 Perkusi:
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

 Auskultasi:

Vesikular Vesikular
Vesikular Vesikular
Vesikular Vesikular

Ronkhi dan Wheezing


- -
- -
- -

 Cor:
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
 Perkusi : batas jantung dalam batas normal, tidak ada
pembesaran jantung
 Auskultasi : S1 S2 normal reguler, murmur (-), gallop (-).
 Payudara: simetris, puting susu menonjol (dextra & sinistra),
- Abdomen :
 Inspeksi : perut membesar tampak gravida, luka bekas operasi
(-), strie (+), linea nigra (+)
 Palpasi : Nyeri tekan (-)
 Perkusi : pekak
 Auskultasi: bising usus (+) normal

23
- Genitalia:
Inspeksi : fluxus (-), pembesaran kelenjar Bartholin (-), kondiloma
akuminata (-), varises (-), flour albus (-), Palpasi : Nyeri tekan (-)
- Ekstremitas :
Akral hangat Pitting edema Sianosis
- - CRT <2 detik
3.3.2 Status obstetri: - -

• Abdomen:
1. Pemeriksaan Leopold :
I : TFU : 28 cm. Teraba bagian besar, lunak, tidak melenting
kesan bokong, HIS (+)
II : Sisi kiri ibu teraba bagian keras, memanjang kesan
punggung, sebelah kanan teraba bagian keci-kecil kesan
ekstremitas DJJ 121x/menit
III :Teraba bagian bulat, keras, melenting, kesan kepala,
IV : divergen
2. DJJ 121 x/menit
3. EFW : (TFU-11)x155 = (28-11) x 155 = 2.635 gram

• Vaginal touche:
- Pembukaan : 1cm
- Effacement : 25%
- Presentasi : Kepala
- Denominator : UUK
- Hodge :I
- Selaput ketuban :+

3.4 RESUME
• Ny W 31 Tahun

24
• Keluhan kenceng-kenceng dirasakan sejak 1 hari smrs, 1-2 kali dalam 1 jam,
selama ±10 detik. Nyeri pada perut (+) saat kenceng-kenceng. Kenceng-
kenceng dirasakan menjalar dan rasa tekanan pada perut bagian bawah (+).
Nyeri punggung bawah (+).
• Riwayat Obstetri
1. Hamil ini
• Riwayat Menstruasi
o HPHT : 04 – 02 – 2018
o TP : 09 - 11 - 2018
o UK : 34-35 minggu
• Status obstetri:
• Abdomen:
- Pemeriksaan Leopold :
I : TFU : 28 cm. Teraba bagian besar, lunak, tidak melenting
kesan bokong, HIS (+)
II : Sisi kiri ibu teraba bagian keras, memanjang kesan
punggung, sebelah kanan teraba bagian keci-kecil kesan
ekstremitas DJJ 121x/menit
III : Teraba bagian bulat, keras, melenting, kesan kepala
IV : divergen
- DJJ 121 x/menit
- EFW : (TFU-11)x155 = (28-11) x 155 = 2.635 gram
• Vaginal touche:
- Pembukaan : 1cm
- Effacement : 25%
- Presentasi : Kepala
- Denominator : UUK
- Hodge :I
- Selaput ketuban :+

25
3.5 PEMERIKSAAN TAMBAHAN
- USG : AFI 5,1

- NST : Low far

3.6 DIAGNOSIS
GIIP1001 UK 34-35 mgg THIU/ Letkep /Severe oligohidramnion/ TBJ 2635 gr/
Preterm/ UPD teruji

3.7 PLANNING

3.7.1 Diagnosis:
DL, FH, HIV, HBsAg, UL

3.7.2 Terapi:

 MRS

 Oksigen nasal kanul 4 lpm

 Infus RL grojog 2 kolf

 Posisi setengah duduk (30 0 ) atau miring ke salah satu sisi

 Dexametason 4x6 mg IM

3.7.3 Monitoring:
1. Keadaan umum

2. Observasi keluhan pasien

3. Vital sign (Tensi, nadi, suhu, RR)

4. Input dan output cairan

5. Nutrisi ibu

26
6. CHPB

7. USG ulang 2x24 jam

3.7.4 Edukasi:
1. Memberitahukan kepada pasien tentang kondisi yang
sedang di alami serta komplikasinya dan akan di rawat
inap guna untuk diobservasi.

2. Menjelaskan pemeriksaan penunjang apa yang akan


dilakukan dan tujuan pemeriksaan tersebut

3. Menjelaskan rencana terapi yang akan diberikan dan


kemungkinan komplikasi dari terapinya.

4. Ibu dianjurkan untuk istirahat dan mengurangi pergerakan.

BAB 4
PEMBAHASAN

Pasien Ny. W usia 31 tahun datang dengan keluhan kenceng-kenceng sejak 1


hari smrs, 1-2 kali dalam 1 jam, selama ±10 detik. Kenceng-kenceng dirasakan
menjalar dan rasa tekanan pada perut bagian bawah (+), nyeri punggung bawah

27
(+) dengan usia kehamilan 34-35 minggu. Hal ini sesuai dengan teori Partus
Prematurus Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana
timbulnya tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20
minggu-37 minggu) dan berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram yang
ditandai dengan gejala sebagai berikut (Oxorn, 2010) :
1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit

2. Rasa berat dipanggul


3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
4. Keluarnya cairan pervaginam
5. Nyeri punggung
Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan berkelanjutan akan
terjadi tanda klinik sebagai berikut :
1. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu jam

2. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm,


perlunakan sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan serviks.

Pada pasien ini tidak ada tanda-tanda klinis terjadinya proses persalinan
spontan karena dari hasil pemeriksaan obsterti didapatkan yaitu : pembukaan
1cm, efficement 25%, presentasi kepala denominator UUK, Hodge I, selaput
ketuban utuh. Sehingga masih dapat untuk dilakukan konservatif terlebih
dahulu untuk dilakukan pematangan paru dengan diberikan dexametason
4x6mg/ 24 jam dievaluasi cairan ketubannya setelah dilakukan pemberian
cairan pada ibu karena dari hasil USG didapatkan AFI 5,1(olihidramnion)
dengan tujuan dapat meningkatkan cairan amnionnya.

Hal ini sesuai dengan teori penatalaksanaan pada partus prematorus


iminens yaitu : Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12 mg
im. 2 x selang 24 jam. Atau dexamethasone 6 mg tiap 12 jam (im) sampai 4
dosis. Thyrotropin releasing hormone 400 ug iv, akan meningkatkan kadar tri-

28
iodothyronine yang dapat meningkatkan produksi surfaktan. Suplemen
inositol juga merupakan pilihan karena inositol merupakan komponen
membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan surfaktan, istirahat
dan membatasi pergerakan.

Pada pasien ini tidak diberikan tololitik karena terjadi oligohidramnion


dan hasil pemerisaan NST nya low far sehingga diberikan terapi oksigen pada
ibu. Hal ini sesuai dengan teori yaitu kontraindikasi relatif penggunaan
tokolisis ialah ketika lingkungan intrauterine terbukti tidak baik, seperti:

a Oligohidramnion
b Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c Preeklamsia berat
d Hasil nonstrees test tidak reaktif
e Hasil contraction stress test positif
f Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien
stabil dan kesejahteraan janin baik
g Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.
Pada pasien ini didapatkan nilai AFI 5,1 cm sehingga didiagnosis
oligohidramnion. Berdasarkan teori Definisi oligohidramnion yang
digunakan beragam oleh karena tidak ada titik potong yang ideal sewaktu
dilakukan pengukuran. Oligohidramnion mempunyai karakteristik seperti di
bawah ini:
 Berkurangnya volume cairan amnion
 Volume cairan amnion < 500 mL pada usia kehamilan 32-36 minggu
 Single deepest pocket (SDP) < 2 cm
 Amniotic fluid index (AFI) < 5 cm atau < 5 percentile dari umur kehamilan
 Tidak ditemukan kantong yang bebas dari tali pusat pada pengukuran
minimal 1 cm pada pengukuran SDP

29
Volume cairan amnion bergantung pada usia kehamilan, karena itu , definisi
yang paling baik adalah Amniotic fluid index (AFI) < 5 cm atau < 5
percentile.

Pada pasien ini diberikan terapi infus RL grojog dan tirah baring untuk
mengurangi pergerakan. Hal ini sesuai dengan teori pada oligohidramnion di
berikan terapi yaitu Tirah baring

1. Hidrasi dengan kecukupan cairan


2. Perbaikan nutrisi
3. Pemantauan kesejahteraan janin (NST)
4. Pemerikasaan USG untuk melihat volume cairan amnion.
Pada pasien ini di planningkan untuk dilakukan pemeriksaan darah
lengkap, Faal hemostasis, HIV, HBsAg dan urin lengkap untuk
memastikan adanya penyebab lain dari partus prematurus iminens dan
kemungkinan komplikasi pada saat persalinan.
Hal ini sesuai dengan teori penyebab atau faktor resiko terjadinya
partus prematurus iminens menurut Manuaba sebagai berikut (Manuaba,
2009):

 Faktor ibu : Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun
atau diatas 35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat,
penyakit menahun ibu seperti; hipertensi, jantung, ganguan
pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan yang terlalu berat.
 Faktor kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda,
perdarahan antepartum, komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan
eklampsi, ketuban pecah dini.
 Faktor janin : Cacat bawaan, infeksi dalam rahim

30
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Holistik
Ny. Wdengan usia 31 tahun dengan diagnosis GIIP1001 UK 34-35 mgg
THIU/ Letkep /Severe oligohidramnion/ TBJ 2635 gr/ Preterm/ UPD teruji.

31
Tinggal dalam nuclear family karenatinggal 1 rumah dengan suami dan anaknya.
Interaksi pasien dalam keluarga cukup harmonis, komunikasi antar anggota
keluarga lancar, dalam kehidupan sosial sebagai anggota masyarakat biasa.
1. Diagnosis dari segi biologis
GIIP1001 UK 34-35 mgg THIU/ Letkep /Severe oligohidramnion/ TBJ 2635
gr/ Preterm/ UPD teruji
2. Diagnosis dari segi psikologis
Kasih sayang dan perhatian yang diberikan suami dan anak sangat baik pada
Ny. W
3. Diagnosis dari segi sosial
Penderita tidak memiliki kedudukan tertentu di lingkungannya, hanya
sebagai masyarakat biasa.
5.2 Saran Komprehensif
1. Promotif
Perlu diberikan edukasi pada pasien dan keluarga pasien mengenai partus
prematurus iminen, tentang gejalanya, penyebabnya, penangannya,
komplikasinya, dan prognosisnya pada janin.
2. Preventif
a. Melakukan pengawasan hamil dengan seksama dan teratur.
b. Melakukan konsultasi terhadap penyakit yang dapat menyebabkan
kehamilan dan persalinan preterm.
c. Memberikan nasehat tentang gizi saat kehamilan, meningkatkan pengertian
KB-interval, memperhatikan tentang berbagai kelainan yang timbul dan
segera melakukan konsultasi, menganjurkan untuk pemeriksaan tambahan
sehingga secara dini penyakit ibu dapat diketahui dan diawasi / diobati.
d. Meningkatakan keadaan sosial-ekonomi keluarga dan kesehatan
lingkungan.
3. Kuratif
- Infus RL grojog kemudian dilanjutkan maintenance

32
4. Rehabilitatif
Beri perhatian dan kasih sayang pada penderita, perhatikan kualitas
makanan, gizi, bed rest, jangan terlalu banyak beraktifitas, dan tambah waktu
luang bersama keluarga serta kurangi stress.

DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C danPernoll, Martin L. 2012. BukuSakuObsetridanGinekologi.


Jakarta :PenerbitBukuKedokteran EGC.
Hariadi,R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya :Himpunan Kedokteran
Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

33
Manuaba. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta : EGC
NANDA. 2012-2014, Nursing Diagnosis: Definitions and Classification,
Philadelphia, USA
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :RinekaCipta.
Nugroho, Taufan. 2010. KesehatanWanita, Gender danPermasalahannya.
Yogyakarta: NuhaMedika.
Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human
Labor and Birth). Yogyakarta : YEM.
Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2010. Asuahan Kebidanan Patologi. Jakarta : Trans Info
Media
Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka, Sarwono
Prawirohardjo.
Wilkinson, J.M., & Ahern N.R., 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosa
NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Edisi Kesembilan. Jakarta
: EGC.
Krisnadi, SR. 2006. Dampak Infeksi Genital Terhadap Persalinan Kurang Bulan.
Cermin Dunia Kedokteran, No. 151.
Mufdillah, 2006. Panduan Asuhan Kebidanan Ibu Hamil .Jogjakarta :Nuha Medika.
Nuada I, dkk. 2004. Risiko Partus Prematurus Iminen pada Kehamilan dengan Infeksi
Saluran Kemih. Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK
Udayana RS Sanglah Denpasar. Cermin Dunia Kedokteran No. 145.
Prawirohardjo, 2008 Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

34
35

Anda mungkin juga menyukai