Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

SUBDURAL HYGROMA

Pembimbing
dr. Ananda Haris Sp.BS

Disusun oleh:
Indri Lestari Hazizah 201710401011016

SMF ILMU PENYAKIT BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2017
LEMBAR PENGESAHAN

R REFERAT

SUBDURAL HYGROMA

Referat dengan judul “Subdural Hygroma” telah diperiksa dan disetujui

sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan

Dokter Muda di bagian Bedah.

Surabaya, 14 November 2017


Pembimbing

dr. Ananda Haris Sp.BS

ii
KATA PENGANTAR

‫الر ِحيم‬
‫الرحْ َم ِن ه‬ ‫بِس ِْم ه‬
‫َّللاِ ه‬

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan

rahmat-Nya yang telah dikaruniakan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas referat dengan judul “Subdural Hygroma”.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak, rekan sejawat, dan terutama dr. Ananda Haris Sp.BS yang telah

meluangkan waktunya untuk membimbing sehingga tugas makalah ini dapat

selesai dengan baik.

Penulis menyadari bahwa referat ini memiliki banyak kekurangan.Oleh

karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis butuhkan guna

menyempurnakan tugas makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

rekan dokter muda dan masyarakat.

Surabaya, 14 November 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ....................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................3
2.1 Anatomi Sirkulasi CSS .........................................................................3
2.2 Fisiologi Aliran Serebrospinal ..............................................................5
2.3 Definisi ...................................................................................................7
2.4 Insiden ...................................................................................................7
2.5 Etiologi ...................................................................................................8
2.6 Patogenesis ...........................................................................................10
2.7 Gejala Klinis ........................................................................................11
2.8 Diagnosis .............................................................................................12
2.9 Diagnosis Banding ...............................................................................13
2.10 Penatalaksanaan ................................................................................13
2.11 Prognosis ...........................................................................................14
2.12 Komplikasi .......................................................................................14
BAB 3 KESIMPULAN .........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................16

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tanda & Gejala pada pasien dengan Higroma Subdural .......................12

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pleksus Koroideus, ventrikel lateral, tertius dan quartus pada otak ....4
Gambar 2.2 Potongan koronal (vena, meningeal dan granulatio araknoidea) ........5
Gambar 2.3 Aliran cairan serebrospinal ..................................................................6
Gambar 2.4 Skema Patofisiologi Subdural Hygroma ...........................................11
Gambar 2.4 Gambaran CT scan dan MRI Subdural Hygroma .............................13

vi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Subdural hygroma pada bayi dan anak-anak disebut juga dengan Subdural

fluid collection (terdapatnya cairan pada subdural), Subdural effusion (efusi

subdural). Hal ini dikarenakan tidak ada diagnostik pasti metode untuk

membedakan nya. Jika penatalaksanaan pada pengobatan Subdural hygroma

tidak tepat maka akan terjadi perdarahan dan berkembang menjadi hematoma

subdural dalam 3-4 minggu (Jun Beom Cho, et al, 2005).

Insiden Subdural hygroma pada orang dewasa sebanyak 35,6% akibat

trauma yang diketahui setelah di rawat di rumah sakit selama 7 hari. 45,2%

diakibatkan karena adanya massa intrakranial pada pasien. Pada orang

dewasa tingkat perkembangan dari Subdural hygroma menjadi Subdural

hematom kronis sebanyak 8-50% (Sohn IT et al, 1997).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jun Beom et al di Korea

insiden Subdural hygroma pada anak-anak, dari 1 Januari 1998 sampai

dengan 31 Desember 2002 pada 25 pasien dengan rentang usia 2-120 bulan

(rata-rata usia 6 bulan) didapatkan hasil 17 pasien (68%) dari 25 pasien yaitu

pada usia kurang dari 1 tahun (mayoritas 3-5 bulan), 16 pasien laki-laki, dan

9 pasien perempuan. Penyebab paling umum dari Subdural hygroma yaitu

idiopatik sebanyak 9 kasus (36%) dimana 8 kasusnya terjadi pada usia kurang

dari 1 tahun, selain itu akibat prosedur pembedahan sebanyak 7 kasus (28%),

6 kasus akibat pasca trauma, 2 kasus terjadi karena komplikasi dari infeksi

1
Leptomeningeal dan 1 kasus setelah terjadi perdarahan intraserebral.

Berdasarkan gejala klinisnya yaitu kejang (13 kasus), peningkatan tekanan

intrakranial yang ditandai dengan mual dan muntah sebanyak 6 kasus,

makrokrania 4 kasus, dan perubahan kesadaran 2 kasus. Berdasarkan

gambaran radiologinya dengan menggunakan MRI atau CT scan didapatkan

gambaran unilateral sebanyak 5 kasus dan 20 kasus yaitu bilateral.

Di Indonesia sendiri belum ada catatan nasional mengenai prevalensi

angka kejadian subdural hygroma, maupun morbiditas dan mortalitas dari

higroma subdura. .

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Sirkulasi CSS terdiri dari pleksus koroideus, ventrikulus, ruang

subaraknoid dan granulatio araknoidea. (Kahle, et al 2008)

1. Pleksus koroideus

Pleksus koroideus terletak pada ventrikulus lateralis, tertius dan

quartus. Pada saat embrio, pleksus ini berkembang dari invaginasi

mesenkim pada daerah mielensefalon selama minggu keenam intra-uterin.

Pada usia minggu ke-7 sampai ke-9, pleksus koroideus mulai kehilangan

jaringan mesenkimal dan ditutupi oleh sel-sel ependimal. (Kahle, et al

2008)

2. Sistem ventrikulus

a. Ventrikulus Lateralis

Ventrikulus lateral berjumlah dua buah dan berbentuk huruf C, secara

anatomi, ventrikel ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu bagian kornu

anterior, korpus dan kornu posterior. Corpus dari ventrikulus lateralis

menjadi dasar dari septum pelusida. (Kahle, et al 2008)

b. Ventrikulus Tertius

Ventrikulus tertius berada diantara dua thalami dan dibatasi oleh

hypothalamus di bagian inferior. Bagian anterior dari ventrikulus tertius

berhubungan dengan lamina teminalis dan foramen interventrikularis atau

3
foramen Monroe. Sedangkan bagian posteriornya berhubungan dengan

ventrikulus quartus melalui aquaduktus cerebri Sylvii. (Kahle, et al 2008)

c. Ventrikulus Quartus

Ventrikulus quartus terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian superior

(bagian dari isthmus rhombensefalon), intermedius (bagian metensefalon)

dan inferior (bagain mielensefalon). Dinding dari ventrikel ini dibatasi oleh

sel-sel ependim, berlanjut ke bawah oleh canalis sentralis dari medulla dan

bagian superior oleh aquaduktus cerebri sylvii dan melebar ke foramen

lateralis/foramen Luschka. (Kahle, et al 2008)

Gambar 2.1. Pleksus Koroideus, ventrikel lateral, tertius dan quartus

pada otak (Kahle, et al 2008)

3. Ruang Subaraknoid

Otak dan medulla spinalis dibungkus oleh meningeal yang terdiri dari tiga

lapisan. Dari luar ke dalam di mulai dari duramater, araknoid dan piamater.

Duramater merupakan lapisan paling superfisial dan melekat pada calvaria

cranii, kemudian lapisan kedua adalah araknoid dan selaput otak, yang

4
langsung melekat pada girus otak adalah piamater. Antara araknoid dan

piamater terdapat spatium subaraknoid. Spatium subaraknoid diisi oleh CSS

dan arteri-arteri utama yang memperdarahi otak. Pada bagian tertentu spatium

subaraknoid melebar dan membentuk suatu cisterna. (Kahle, et al 2008)

4. Granulatio dan Vili araknoidea

Telah diketahui bahwa granulatio dan vili araknoidea sangat berperan

penting dalam mengatur aliran CSS ke sistem venosus pada tubuh manusia.

Gambar 2.2 Potongan koronal memperlihatkan vena, meningeal dan

granulatio araknoidea (Kahle, et al 2008).

2.2 Fisiologi Aliran Serebrospinal (CSS)

Cairan CSS memiliki beberapa funsi penting, antara lain:

- Mencegah kontak antara susunan saraf dengan kerangka otak (Fossa

cranium)

- Menyongkong otak. Masa otak adalah 1400 gram di udara, ketika

diselubungi cairan CSS massanya hanya 50 gram

- Penyalur nutrisi dan pesan-pesan kimia (Bahrudin, 2012)

5
Sebagian besar (sekitar 70%) CSS diproduksi oleh pleksus choroideus

yang terletak di dalam sistem ventrikel, terutama pada ventrikel lateralis.

Produksi CSS normal adalah 0,20- 0,35 mL / menit; atau sekitar 300-500

ml/hari (Islam A.A, 2012 ). Kapasitas ventrikel lateralis dan tertius orang

yang sehat adalah 20 mL dan total volume CSS pada orang dewasa adalah

120 -160 mL. Aliran CSS dimulai dari pleksus choroideus yang terdapat pada

ventrikulus lateralis kemudian ke ventrikel tertius melalui foramen

interventrikular (foramen Monroe), dari ventrikel tertius CSS dialirkan ke

dalam ventrikulus quartus melalui aquaductus cerebri Sylvii, dan pada

akhirnya ke ruang subaraknoid melalui foramen Luschka dan Magendie dan

selanjutnya diabsorbsi di granulatio dan vili araknoidea ke sistem sinus

venosus (Satyanegara et al, 2014)

Gambar 2.3 Aliran cairan serebrospinal (Kahle, et al 2008)

6
2.3 Definisi

Subdural hygroma adalah hematom subdural kronis/lama yang mungkin

disertai pengumpulan cairan serebrospinal di dalam ruang subdural. Kelainan

ini agak jarang ditemukan dan dapat terjadi karena robekan selaput araknoid

yang menyebabkan cairan serebrospinal keluar ke ruang subdural

(Sjamsuhidayat, de jong, edisi 3).

Sumber lain mengatakan Subdural hygroma adalah akumulasi dari cairan

CSF di ruang subdural (Pedro T, et al 2014). Subdural hygroma digambarkan

sebagai koleksi protein kaya, jelas, berwarna merah muda, atau xanthochromic

dalam ruang subdural (D.Wittschierber et al, 2015)

2.4 Insiden

Insiden Subdural hygroma pada orang dewasa sebanyak 35,6% akibat

trauma yang diketahui setelah di rawat di rumah sakit selama 7 hari. 45,2%

diakibatkan karena adanya massa intrakranial pada pasien. Pada orang dewasa

tingkat perkembangan dari Subdural hygroma menjadi Subdural hematom

kronis sebanyak 8-50% (Sohn IT et al, 1997).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jun Beom et al di Korea

insiden Subdural hygroma pada anak-anak, dari 1 Januari 1998 sampai dengan

31 Desember 2002 pada 25 pasien dengan rentang usia 2-120 bulan (rata-rata

usia 6 bulan) didapatkan hasil 17 pasien (68%) dari 25 pasien yaitu pada usia

kurang dari 1 tahun (mayoritas 3-5 bulan), 16 pasien laki-laki, dan 9 pasien

perempuan.

Berdasarkan gejala klinisnya yaitu kejang (13 kasus), peningkatan tekanan

intrakranial yang ditandai dengan mual dan muntah sebanyak 6 kasus,

7
makrokrania 4 kasus, dan perubahan kesadaran 2 kasus. Berdasarkan

gambaran radiologinya dengan menggunakan MRI atau CT scan didapatkan

gambaran unilateral sebanyak 5 kasus dan 20 kasus yaitu bilateral.

Di Indonesia sendiri belum ada catatan nasional mengenai prevalensi

angka kejadian subdural hygroma, maupun morbiditas dan mortalitas dari

higroma subdura

2.5 Etiologi

Penyebab paling umum dari Subdural hygroma yaitu idiopatik sebanyak 9

kasus (36%) dimana 8 kasusnya terjadi pada usia kurang dari 1 tahun, selain

itu akibat prosedur pembedahan sebanyak 7 kasus (28%), 6 kasus akibat pasca

trauma, 2 kasus terjadi karena komplikasi dari infeksi Leptomeningeal dan 1

kasus setelah terjadi perdarahan intraserebral. Ada beberapa etiologi dari

higroma subdural yang menyebabkan penumpukan akumulasi cairan

serebrospinalis. Pada umumnya higroma subdural disebabkan pecahnya

araknoid sehingga LCS mengalir dan terkumpul membentuk kolam.

Menurut Iskandar J, dalam buku Cedera Kepala bahwa Post-traumatic

kecelakaan ,merupakan kasus yang umum terjadi yang dapat menyebabkan

subdural higroma, contohnya cedera kepala.1 Cedera kepala dapat melibatkan

setiap komponen yang ada, mulai bagian terluar (scalp) sampai bagian

terdalam (intrakranial) yang tiap komponen tersebut terkait erat dengan

mekanisme cedera yang terjadi. Dengan demikian cedera yang terjadi dapat

berupa cedera jaringan lunak, fraktur tulang kepala, dan cedera otak yang bisa

menyebabkan higroma subdural. (Iskandar J, 2004).

8
Kebanyakan subdural higroma terjadi sekunder akibat trauma. Cofiar et al

melaporkan kejadian perkembangan suatu higroma subdural pada pasien

Acute subdural hematoma (ASDH) atau hematom subdural akut, yang

kemudian mengalami resolusi spontan cepat dalam waktu 9 jam akibat

kontribusi terhadap pembesaran higroma subdural. Hematom subdural akut

merupakan kumpulan darah segar di bawah lapisan duramater, yang biasanya

cukup besar untuk menekan otak dan menyebabkan kematian hingga 60-80%

kasus. Resolusi spontan cepat pada kasus hematom subdural akut sangat

jarang terjadi.Salah satu mekanisme resolusi spontan yang pernah dilaporkan

adalah melalui terbentuknya higroma subdural.Resolusi hematom subdural

akut dan dampaknya terhadap higroma subdural harus dipertimbangkan

selama penatalaksanaan merupakan kumpulan cairan subdural berupa cairan

xanthochromic yang jernih atau disertai darah. Membedakan antara higroma

subdural dan hematom sulit dilakukan dan mungkin artifisial, sebab higroma

sering mengalami progresifitas menjadi hematom. (Cofiar M, 2012)

Vandenberg et al melaporkan suatu kasus higroma subdural yang terjadi

setelah tindakan anestesia spinal. Subdural hematoma dan higroma subdural

merupakan komplikasi yang jarang dari anestesia spinal. Penyebab komplikasi

ini yang mungkin terpikirkan adalah kebocoran LCS melalui fistula dural

yang terbentuk akibat tindakan punksi. Kebocoran ini menyebabkan

pemisahan otak bagian kaudal (caudal displacement of the brain), dengan

konsekuensi berupa peregangan dan rembesan dari vena-vena subdural

intrakranial..Namun, pada kebanyakan kasus, mekanisme yang ada tetap

belum diketahui dengan jelas. Vandenberg menggunakan MRI dan

9
radioisotope cisternography untuk mengelusidasi patogenesis kasus tersebut.

(VandenBerg JSP, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pedro T, et al pada tahun

2011-2013 Subdural hygroma terajdi akibat trauma brain injury (76,5%), post

craniotomy (17,6%), incidental (11,8%), post ventricular shunt (5,9%) (Pedro

T, et al, 2014)

2.6 Patogenesis

Terdapat 2 konsep terjadinya patogenesis terjadinya Higroma subdural

yaitu, konsep yang pertama Delayed Formation of Subdural Hygromas yang

dimaksud adalah pembentukannya terjadi secara lambat, artinya Proses yang

menggambarkan konversi Subdural Hematom akut (SDH) menjadi Subdural

Hematom kronik (cSDH) melalui Subdural Hygroma (SDHy) sebagai tahap

peralihan (jalur biru pada Gambar 2.4) karena SDH akut dapat sembuh dengan

cepat, karena tromboplastinin jaringan otak dan CSF yang tinggi. Apabila

terjadi SDH akut maka akan terjadi reabsorpsi spontan namun reabsorpsi ini

tidak semuanya dapat direabsorpsi total ada juga yang sebagian masih tersisa.

Selama reabsopsi SDH akut maka akan menyebabkan TIK menurun dan

terjadi celah diantara duramater dan arachnoid yang diasumsikan sebagai area

paska traumatis yang persisten. Pada orang yang normal celah ini tidak ada.

Sisa-sisa cairan SDH atau CSF akut kemudian bisa masuk ke ruang terbuka

dengan efusi dari pembuluh darah di sekitarnya atau bahkan ke ruang

subarachnoid, sehingga membentuk SDHy (D.Wittschieber, 2015).

Menurut Mack et al, CSF secara fisiologis berpindah dari ruang subarachnoid

ke ruang interstisial duramater dan kemudian melalui pleksus vena dural ke

10
sinus dural. CSF mungkin ada dalam jumlah kecil di dura setiap saat. Dalam

kasus-kasus tertentu dapat terjadi perubahan jalur penyerapan CSF misalnya

jika terjadi pendarahan ke lapisan dural, maka dapat mengganggu mekanisme

transportasi dapat menyebabkan akumulasi CSF tertunda di dalam ruang

subdural yang menghasilkan temuan pencitraan SDHy ( Mark et al, 2009)

Konsep yang ke 2 yaitu Rapid Formation of Subdural Hygromas yang

dimaksud adalah pembentukan SDHy terjadi secara cepat, yaitu SDHy

disebabkan oleh laserasi pada arachnoid bisa karena adanya trauma atau

operasi kranial dimana membran arachnoid yang terbuka, menyebabkan

transfer CSF ke dalam ruang subdural (D.Wittschieber, 2015).

Gambar 2.4 Skema patofisiologi Subdural hygroma

(D.Wittschieber,2015).

11
2.7 Gejala Klinis

Raj Kumar melaporkan dalam penelitiannya 93% pasien berusia dibawah

2 tahun, namun ada pula beberapa anak berusia < 2 tahun dengan rerata umum

10 bulan (rentangan 3 bulan – 2 tahun). Kejang merupakan gejala yang paling

sering dikeluhkan, diikuti iritabilitas dan letargia, serta fontanela yang

membesar dan membonjol . Kadang-kadang bisa disertai pula dengan

hemiparesis dan paresis nervus VI. (Raj Kumar, 2010)

SI No. Symptoms and signs Persentase (%)


1 Seizure 45.3
2 Macrocrania 37.1
3 Bulging fontanel 22.6
4 Irritability 15.4
5 Anemia 15.4
6 Psychomotor retardation 12.3
7 Lethargy 10.3
8 Cranial nerve involment 10.3
9 Hemiparesis 7.2

Tabel 2.1 Tanda & Gejala pada pasien dengan Higroma Subdural (Raj
Kumar,2010)

2.8 Diagnosis

Subdural hygroma didiagnosis berdasarkan anamnesis apakah ada riwayat

trauma atau tidak, riwayat operasi pada kepala atau tidak dan dengan

menggunakan pemeriksaan penunjang yaitu CT Scan atau MRI (D.

Wittschieber, 2015). Namun untuk perkembangan Subdural hygroma menjadi

Subdural Hematom kronik lebih akurat dengan MRI. (Seldu A et al,2015)

12
2.4 Gambaran CT scan dan MRI Subdural hygroma (D. Wittschieber, 2015)

2.9 Diangnosis Banding (D. Wittschieber, 2015)

 Chronic Subdural Hematoma.

 Benign Enlargement of the Subarachnoid Space.

2.10 Penatalaksanaan

Sejumlah modalitas terapi pernah dilaporkan, antara lain evakuasi dan


irigasi ruang subarachnoid melalui burrhole, tap subdural, drainase subdural
secara kontinyu dan penggunaan shunt subduroperitoneal. Pemasangan shunt
telah dilaporkan oleh sejumlah peneliti, namun komplikasinya cukup
merepotkan, antara lain obstruksi, migrasi, infeksi, drainase unilateral.( Raj
Kumar, 2010)
Pada higroma yang simtomatik, khususnya dengan status klinis yang
memburuk disertai dengan peningkatan volume hygroma dengan kompresi
otak yang menyebabkan herniasi, dilakukan tindakan operasi: drainase burr-
hole eksternal. Drainase tetap dilakukan selama 24-48 jam pasca operasi, jika
tidak terjadi resorpsi yang menandai shunting pada ruang subdural.
Kekambuhan setelah tindakan drainase burr-hole sederhana merupakan
hal yang sering terjadi, karena kasus yang berulang. (Ersahin Y,2009)

13
Tindakan kraniotomi dilakukan untuk menemukan lokasi kebocoran CSF
(yang mungkin sangat sulit untuk dilakukan). Juga dilakukan peletakan shunt
subdural ke peritoneal, untuk mengalirkan cairan yang berlebih menuju ruang
peritoneum. (Greaves,2010)
2.11 Prognosis

Dari segi mortalitas dan morbiditas secara neurologis, hasil akhir cedera
kepala pada anak biasanya baik. Mortalitas mencapai 10-20% pada anak
dengan GCS 8 atau kurang. Pada beberapa laporan, anak dengan GCS 5 atau
lebih tanpa syok, mortalitas mencapai 10 persen, sedangkan anak dengan GCS
dibawah 5, mortalitas mencapai 50-70%. Syok akan memperburuk hasil
akhir.11 Berdasarkan literatur lain prognosis higroma sendiri berprognosis
baik, tetapi prognosis lebih ditentukan oleh cedera otak primernya.( Vanden
Berg JSP,2011)
2.12 Komplikasi

Komplikasi pada pasien dengan Higroma Subdural adalah Perdarahan dan


infeksi pasca pembedahan. Bisa juga terjadi adanya Herniasi batang otak
karena penumpukan cairan serebrospinal yang banyak. (Sjamsuhidajat R,
2009)

14
BAB 3

KESIMPULAN

Dari penjelasan yang telah disampaikan, dapat diambil kesimpulan berupa:

1. Subdural hygroma sendiri merupakan pengumpulan cairan likuor


cerebrospinalis (LCS) oleh kapsul dibawah duramater.
2. Penyebab terbanyak subdural hygroma ini adalah trauma kepala dan juga
bisa disebabkan karena adanya infeksi misalnya meningitis. Selain kejang
yang merupakan gejala klinis terbanyak pada subdural hygroma terdapat
gejala-gejala lain misalnya bulging fontanel, gelisah, anemia,
keterbelakangan mental, kaku, dan gangguan nervus kranial.
3. Untuk menegakkan diagnosis higroma subdural, selain anamnesis, gejala
klinis dan pemeriksaan fisik, diperlukan juga penunjang seperti berupa
radiologi diagnostic yaitu CT Scan dan MRI. Pada gambaran radiologis
terlihat seperti gambaran bulan sabit pada kedua sisi.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia jilid 3, edisi 6, sistem saraf dan
alat-alat sensoris. Kahle, Leonhardt, Platzer.2008 (Hipokrates, hal 262-
271).

2. Bahrudin, 2012, Neuro Anatomi, UMM Press, hal 8-9

3. Cofiar M, Eser O, Aslan A, Ela Y. Rapid Resolution of Acute Subdural Hematoma and
effects on the Size of Existent Subdural Hygroma: A CaseRepor Turkish.
Neurosurgery 2012, Vol: 17, No; 3,224-227
4. D. Wittschieber, B. Karger, T. Niederstadt, H. Pfeiffer and M.L.
Hahnemann, Subdural Hygromas in Abusive Head Trauma: Pathogenesis,
Diagnosis, and Forensic Implications, 2015.

5. Ersahin Y, Tabur E, Kocaman S, Mutluer S. Complications of


subduroperitoneal shunting . Child Nerv Syst 2009; 16:33–36.
6. Greaves, I., and Johnson, G. Head And Neck Trauma.Dalam: Greaves, I.,
and Johnson, G. Practical Emergency Medicine., 2010.p233 – 245.
7. Iskandar J. Cedera Kepala. Jakarta: Gramedia, 2004. h.2-5

8. Jun Beom Cho, M.D., Ki Hong Cho, M.D., Se Hyuk Kim, M.D et al,
2005, Surgical Treatment of Chronic Subdural Hygromas in Infants and
Children, Department of Neurosurgery, Ajou University School of
Medicine, Suwon, Korea

9. Listiono LD. Ilmu bedah saraf satyanegara Edisi III. Jakarta: Gramedia,
1990. h.175
10. Mack J, Squier W, Eastman JT. Anatomy and development of the
meninges: implications for subdural collections and CSF circula- tion.
Pediatr Radiol 2009;39:200–10
11. Raj Kumar. Chronic Subdural Fliud Collection in Children. Journal of
Medical Education and Research;2010.Vol;7,No:1

16
12. Sohn IT, Lee KS, Doh JW, Bae HG, Yun IG, Byun BJ : A prospective
study on the incidence, patterns and premorbid conditions of traumatic
subdural hygroma. J Korean Neurosurg Soc 26 : 87-93, 1997.
13. Satyanegara, Arifin Z, Hasan Yusni, dkk, Buku Ilmu Bedah Saraf Edisi V,
Jakarta 2014. (hal 511-530)
14. Shu-qing Y, Ji-sheng W, Nan J. Compressive brainstem
deformation resultingfrom subdural hygroma after neurosurgery:
a case report.Chinese Medical Journal 2010; 121(11):1055-1056
15. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
2009.EGC:1110
16. VandenBerg JSP, Sijbrandy SE, Meijer AH, Oostdijk AHJ. Subdural
Hygroma:A Rare Complication of Spinal Anesthesia. Anesth Analg;;2011.94:1625–7

17

Anda mungkin juga menyukai