OSTEOSARKOMA
Pembimbing
dr. Budi Widarto Sp.Rad
Disusun oleh:
Indri Lestari Hazizah 201710401011016
ii
KATA PENGANTAR
الر ِحيم
الرحْ َم ِن ه بِس ِْم ه
َّللاِ ه
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan
rahmat-Nya yang telah dikaruniakan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas referat dengan judul “Septic Arthritis”.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak, rekan sejawat, dan terutama dr. Budi Widarto Sp.Rad yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing sehingga tugas makalah ini dapat
selesai dengan baik.
Penulis menyadari bahwa referat ini memiliki banyak kekurangan.Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis butuhkan guna
menyempurnakan tugas makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
rekan dokter muda dan masyarakat.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang Manusia .................................................3
2.2 Definisi ...................................................................................................5
2.3 Etiologi ...................................................................................................6
2.4 Epidemiologi ..........................................................................................6
2.5 Patofisiologi ...........................................................................................7
2.6 Faktor Resiko ........................................................................................8
2.7 Gejala Klinis ..........................................................................................8
2.8 Klaifikasi ...............................................................................................9
2.9 Diagnosis ............................................................................................14
2.9.1 Anamnesis dan Pemeriksaan fisik .............................................14
2.9.2 Pemeriksaan Penunjang ............................................................14
2.10 Klasifikasi histology dan stadium osteosarkoma .............................23
2.11 Diagnosi banding ...............................................................................24
2.12 Penatalaksanaan ...............................................................................25
2.13 Prognosis .........................................................................................30
BAB 3 KESIMPULAN .........................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................33
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skeletal Manusia ................................................................................3
Gambar 2.2 Klasifikasi Tulang ..............................................................................4
Gambar 2.3 Bagian-bagian pada Tulang panjang ....................................................4
Gambar 2.4 Proses Pembentukan Tulang ................................................................5
Gambar 2.5 Pasien dengan Osteosarkoma di Femur distal ......................................9
Gambar 2.6 Foto polos gambaran Codman Triangle ............................................18
Gambar 2.7 Perubahan periosteal berupa Codman triangles (white arrow) .........18
Gambar 2.8 Sunburst appearance pada osteosarkoma di femur distal ..................19
Gambar 2.9 MRI kortikal destruksi dan adanya massa jaringan lunak..................20
Gambar 2.10 Patologi Anatomi : Gambaran histologinya bervariasi ...................22
Gambar 2.11 Angiografi pada Osteosarkoma ........................................................23
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1
lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami metastase pada saat
diagnosis ditegakkan. Metastase secara limpogen hampir tidak terjadi.3
Dahulu osteosarkoma memiliki prognosis yang buruk dengan presentase sekitar
20%, meskipun untuk osteosarkoma yang masih terlokalisir. Perkembangan
kemoterapi dan teknik operasi mampu menurunkan morbiditas secara signifikan 5
tahun dapat mencapai diatas 60%.21
Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan keterampilan dan sarana yang
tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran.21 Penanganan
penyakit ini membutuhkan kerja sama yang erat dan terpadu. Penemuan osteosarkoma
pada stadium terlokalisir akan sangat membantu penderita, dan diagnosis dalam waktu
yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik
dalam perjalanan penyakitnya.21
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1
Skeletal manusia1
Klasifikasi Tulang
1. Tulang Panjang (Long bones)
2. Tulang Pendek (Short bones)
3. Tulang Pipih (Flat bones)
4. Tulang tidak beraturan (Irregular bones)
3
Gambar 2.2
Klasifikasi tulang 1
Gambar 2.3
Bagian-bagian pada tulang panjang 1
4
Proses Pembentukan tulang
Gambar 2.4
Proses Pembentukan Tulang 1
2.2 Definisi
Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarkoma adalah suatu neoplasma ganas yang
berasal dari sel primitive (poorly differentiated cells) di daerah metafise tulang panjang
pada anak-anak. 1 Disebut osteogenik oleh karena perkembangannya berasal dari seri
5
osteoblastik sel mesensim primitif. Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari
tulang yang tersering nomer setelah myeloma multipel. 1,2,3
2.3 Etiologi
Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui. Adanya hubungan
kekeluargaan menjadi suatu predisposisi, begitu pula adanya hereditery retinoblastoma
dan sindrom Li-Fraumeni. Dikatakan beberapa virus dapat menimbulkan osteosarkoma
pada hewan percobaan.5 Radiasi ion dikatakan menjadi 3% penyebab langsung
osteosarkoma, begitu pula alkyleting agent yang digunakan pada kemoterapi.2,5,6 Akhir-
akhir ini dikatakan ada dua tumor suppressor gene yang berperan secara signifikan
terhadap tumorigenesis pada osteosarkoma, yaitu protein p53 (kromosom 17) dan Rb
(kromosom 13).3
2.4 Epidemiologi
Menurut badan kesehatan dunia ( World Health Oganization ) setiap tahun
jumlah penderita kanker ± 6.25 juta orang. Di Indonesia diperkirakan terdapat
100 penderita kanker diantara 100.000 penduduk per tahun. Dengan jumlah
penduduk 220 juta jiwa terdapat sekitar 11.000 anak yang menderita kanker
per tahun.
Menurut Errol Untung Hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah
Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004)
tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas
(72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang
osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari
seluruh jenis tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari
jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut.
Kanker tulang ( osteosarkoma ) dapat terjadi pada usia 5 sampai 30 tahun,
lebih sering menyerang kelompok usia 15 – 25 tahun ( pada usia pertumbuhan
). Rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian
pada anak laki-laki sama dengan anak perempuan. Tetapi pada akhir masa
remaja penyakit ini lebih banyak di temukan pada anak laki-laki. dengan
perbandingan 3:2.5 Hal ini bisa disebabkan masa pertumbuhan tulang pada pria lebih
lama dari pada wanita. Sampai sekarang penyebab pasti belum diketahui. Insiden
osteosarkoma dapat meningkat kembali pada usia diatas 60 tahun berhubungan
6
dengan penyakit Paget (Paget’s disease), sehingga penyakit ini disebut juga
memiliki distribusi yang bersifat bimodal.21
Tumor Frequency %
Telangiectatic 3.5-11
Parosteal 3-4
Periosteal 1-2
Gnathic 6-9
Small cell 1
Intraosseous, low grade <1
Surface, high grade <1
Secondary 5-7
2.5 Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit pada osteosarkoma belum dapat diketahui
dengan jelas dan pasti, dari beberapa penelitian mengungkapkan adanya
pembelahan sel-sel tumor disebabkan karena tubuh kehilangan gen suppressor
tumor, sehingga sel-sel tulang dapat membelah tanpa terkendali.
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel
tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses
destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses
pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik,
karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang
baru dekat tempat lesi terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang
abortif.
Adanya tumor tulang
7
Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi
8
4. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya
pelebaran vena
5. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam,
berat badan menurun dan malaise.
Lokasi (2)
Osteosarkoma konvensional muncul paling sering pada metafisis tulang
panjang, terutama pada distal femur (52%), proximal tibia (20%) dimana
pertumbuhan tulang tinggi. Tempat lainnya yang juga sering adalah pada
metafisis humerus proximal (9%). Penyakit ini biasanya menyebar dari
metafisis ke diafisis atau epifisis. Kebanyakan dari osteosarkoma varian juga
menunjukkan predileksi yang sama, terkecuali lesi genetik pada mandibula
dan maksila, lesi intrakortikal, lesi periosteal dan osteosarkoma sekunder
karena penyakit paget yang biasanya muncul pada pelvis dan femur proximal.
Gambar 2.5
2.8 Klasifikasi
Berdasarkan atas gradasi, lokasi, jumlah dari lesinya, penyebabnya, maka
osteosarkoma dibagi atas beberapa klassifikasi atau variasi yaitu:2,8
1. Osteosarkoma klasik.
2. Osteosarkoma hemoragi atau telangektasis.
3. Parosteal osteosarkoma.
4. Periosteal osteosarkoma.
5. Osteosarkoma sekunder.
6. Osteosarkoma intrameduler derajat rendah.
7. Osteosarkoma akibat radiasi.
8. Multifokal osteosarkoma.
9
Osteosarkoma Klasik
Osteosarkoma klasik merupakan tipe yang paling sering dijumpai. Tipe ini
disebut juga: osteosarkoma intrameduler derajat tinggi (High-Grade
Intramedullary Osteosarcoma). Tipe ini sering terdapat di daerah lutut pada
anak-anak dan dewasa muda, terbanyak pada distal dari femur.8 Sangat jarang
ditemukan pada tulang- tulang kecil di kaki maupun di tangan, begitu juga
pada kolumna vertebralis. Apabila terdapat pada kaki biasanya mengenai
tulang besar pada kaki bagian belakang (hind foot) yaitu pada tulang talus dan
calcaneus, dengan prognosis yang lebih jelek.2,9,10
Penderita biasanya datang karena nyeri atau adanya benjolan. Pada hal
keluhan biasanya sudah ada 3 bulan sebelumnya dan sering kali dihubungkan
dengan trauma. Nyeri semakin bertambah, dirasakan bahkan saat istirahat atau
pada malam hari dan tidak berhubungan dengan aktivitas. Terdapat benjolan
pada daerah dekat sendi yang sering kali sangat besar, nyeri tekan dan tampak
pelebaran pembuluh darah pada kulit di permukaannya. Tidak jarang
menimbulkan efusi pada sendi yang berdekatan. Sering juga ditemukan adanya
patah tulang patologis.5,11,12
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan alkaline
phosphatase dan lactic dehydrogenase, yang mana ini dihubungkan dengan
kepastian diagnosis dan prognosis dari osteosarkoma tersebut.
Gambaran klasik osteosarkoma pada plain foto menunjukkan lesi yang
agresif pada daerah metafise tulang panjang. Rusaknya gambaran trabekule
tulang dengan batas yang tidak tegas tanpa reaksi endoosteal. Tampak juga
campuran area radio-opak dan radio-lusen, oleh karena adanya proses destruksi
tulang (bone destruction) dan proses pembentukan tulang (bone formation).5,8
Pembentukan tulang baru pada periosteum, pengangkatan kortek tulang,
dengan pembentukan: Codman’s triangle, dan gambaran Sunburst dan disertai
dengan gambaran massa jaringan lunak, merupakan gambaran yang sering
dijumpai. Plain foto thoraks perlu juga dibuat untuk menentukan adanya
metastase pada paru.
CT (Computed Tomographic) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
dikerjakan untuk mengetahui adanya ekstensi dari tumor ke jaringan
10
sekitarnya, termasuk juga pada jaringan neurovaskuler atau invasinya pada
jaringan otot.4,8 CT pada thoraks sangat baik untuk mencari adanya metastase
pada paru-paru.4,7,13 Sesuai dengan perilaku biologis dari osteosarkoma, yang
mana osteosarkoma tumbuh secara radial dan membentuk seperti bentukan
massa bola. Apabila tumor menembus kortek tulang menuju jaringan otot
sekitarnya dan membentuk seolah-olah suatu kapsul (pseudocapsul) yang
disebut daerah reaktif atau reactive zone. Kadang-kadang jaringan tumor dapat
invasi ke daerah zone reaktif ini dan tumbuh berbetuk nodul yang disebut
satellites nodules. Tumor kadang bisa metastase secara regional dalam tulang
bersangkutan, dan berbentuk nodul yang berada di luar zone reaktif pada satu
tulang yang disebut dengan skip lesions. Bentukan-bentukan ini semua sangat
baik dideteksi dengan MRI.7
Bone scan (Bone Scintigraphy): seluruh tubuh bertujuan menentukan
tempat terjadinya metastase, adanya tumor yang poliostotik, dan eksistensi
tumor apakah intraoseous atau ekstraoseous. Juga dapat untuk mengetahui
adanya skip lesions, sekalipun masih lebih baik dengan MRI. Radio aktif yang
digukakan adalah thallium Tl 201. Thallium scantigraphy digunakan juga
untuk memonitor respons tumor terhadap pengobatan kemoterapi dan
mendeteksi rekurensi lokal dari tumor tersebut.7
Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan angiografi
dapat ditentukan diagnose jenis suatu osteosarkoma, misalnya pada High-grade
osteosarcoma akan ditemukan adanya neovaskularisasi yang sangat ekstensif.
Selain itu angiografi dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan pengobatan
preoperative chemotheraphy, yang mana apabila terjadi mengurang atau
hilangnya vaskularisasi tumor menandakan respon terapi kemoterapi
preoperatif berhasil.7
Biopsi merupakan diagnosis pasti untuk menegakkan osteosarkoma.
Biopsi yang dikerjakan tidak benar sering kali menyebabkan kesalahan
diagnosis (misdiagnosis) yang lebih lanjut akan berakibat fatal terhadap
penentuan tindakan. Akhir-akhir ini banyak dianjurkan dengan biopsi jarum
perkutan (percutaneous needle biopsy) dengan berbagai keuntungan seperti:
invasi yang sangat minimal, tidak memerlukan waktu penyembuhan luka
11
operasi, risiko infeksi rendah dan bahkan tidak ada, dan terjadinya patah tulang
post biopsi dapat dicegah.7 Pada gambaran histopatologi akan ditemukan
stroma atau dengan high-grade sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas,
yang akan membentuk jaringan osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan
terjadi mineralisasi yang banyak, sedangkan bagian perifer mineralisasinya
sedikit. Sel-sel tumor biasanya anaplastik, dengan nukleus yang pleomorphik
dan banyak mitosis. Kadang-kadang pada beberapa tempat dari tumor akan
terjadi diferensiasi kondroblastik atau fibroblastik diantara jaringan tumor yang
membentuk osteoid.5 Secara patologi osteosarkoma dibagi menjadi high-grade
dan low-grade variant bergantung pada selnya yaitu pleomorfisnya, anaplasia,
dan banyaknya mitosis. Secara konvensional pada osteosarkoma ditemukan sel
spindle yang ganas dengan pembentukan osteoid.7 Pada telengiektasis
osteosarkoma pada lesinya didapatkan adanya kantongan darah yang
dikelilingi oleh sedikit elemen seluler yang mana elemen selulernya sangat
ganas sekali.8
Parosteal Osteosarkoma
Parosteal osteosarkoma yang tipikal ditandai dengan lesi pada permukaan
tulang, dengan terjadinya diferensiasi derajat rendah dari fibroblas dan
membentuk woven bone atau lamellar bone. Biasanya terjadi pada
umur lebih tua dari osteosarkoma klasik, yaitu pada umur 20 sampai 40
tahun. Bagian posterior dari distal femur merupakan daerah predileksi yang
paling sering, selain bisa juga mengenai tulang-tulang panjang lainnya.14
Tumor dimulai dari daerah korteks tulang dengan dasar yang lebar, yang makin
lama lesi ini bisa invasi kedalam korteks dan masuk ke endosteal.5
Pengobatannya adalah dengan cara operasi, melakukan eksisi dari tumor dan
survival ratenya bisa mencapai 80 – 90%.5,14
Periosteal Osteosarkoma
Periosteal osteosarkoma merupakan osteosarkoma derajat sedang
(moderate-grade) yang merupakan lesi pada permukaan tulang bersifat
kondroblastik, dan sering terdapat pada daerah proksimal tibia.5 Sering juga
terdapat pada diafise tulang panjang seperti pada femur 8 dan bahkan bisa pada
tulang pipih seperti mandibula.15 Terjadi pada umur yang sama dengan pada
12
klasik osteosarkoma. Derajat metastasenya lebih rendah dari osteosarkoma
klasik yaitu 20% – 35% terutama ke paru-paru.5,8 Pengobatannya adalah
dilakukan operasi marginal-wide eksisi (wide-margin surgical resection),
dengan didahului preoperatif kemoterapi dan dilanjutkan sampai post-operasi.
Telangiectasis Osteosarkoma
Telangiectasis osteosarkoma pada plain radiografi kelihatan gambaran lesi
yang radiolusen dengan sedikit kalsifikasi atau pembentukan tulang.5 Dengan
gambaran seperti ini sering dikelirukan dengan lesi binigna pada tulang seperti
aneurysmal bone cyst. Terjadi pada umur yang sama dengan klasik
osteosarkoma. Tumor ini mempunyai derajat keganasan yang sangat tinggi dan
sangat agresif. Diagnosis dengan biopsi sangat sulit oleh karena tumor sedikit
jaringan yang padat, dan sangat vaskuler. Pengobatannya sama dengan
osteosarkoma klasik, dan sangat resposif terhadap adjuvant chemotherapy.
Osteosarkoma Sekunder
Osteosarkoma dapat terjadi dari lesi jinak pada tulang, yang mengalami
mutasi sekunder dan biasanya terjadi pada umur lebih tua, misalnya bisa
berasal dari paget’s disease, osteoblastoma, fibous dysplasia, benign giant cell
tumor.2 Contoh klasik dari osteosarkoma sekuder adalah yang berasal dari
paget’s disease yang disebut pagetic osteosarcomas. Di Eropa merupakan 3%
dari seluruh osteosarkoma dan terjadi pada umur tua. Lokasi yang tersering
adalah di humerus, kemudian di daerah pelvis dan femur. Perjalanan penyakit
sampai mengalami degenerasi ganas memakan waktu cukup lama berkisar 15 –
25 tahun dengan mengeluh nyeri pada daerah inflamasi dari paget’s disease.
Selanjutnya rasa nyeri bertambah dan disusul oleh terjadinya destruksi tulang.
Prognosis dari pageticosteosarcoma sangat jelek denganfive years survival rate
rata-rata hanya 8%.2 Oleh karena terjadi pada orang tua, maka pengobatan
dengan kemoterapi tidak merupakan pilihan karena toleransinya rendah.
Osteosarkoma Intrameduler Derajat Rendah
Tipe ini sangat jarang dan merupakan variasi osseofibrous derajat rendah
yang terletak intrameduler. Secara mikroskopik gambarannya mirip parosteal
osteosarkoma. Lokasinya pada daerah metafise tulang dan terbanyak pada
daerah lutut. Penderita biasanya mempunyai umur yang lebih tua yaitu antara
13
15 – 65 tahun, mengenai laki-laki dan wanita hampir sama.2 Pada pemeriksaan
radiografi, tampak gambaran sklerotik pada daerah intrameduler metafise
tulang panjang. Seperti pada parosteal osteosarkoma, osteosarkoma tipe ini
mempunyai prognosis yang baik dengan hanya melakukan lokal eksisi saja.2
Osteosarkoma Akibat Radiasi
Osteosarkoma bisa terjadi setelah mendapatkan radiasi melebihi dari
30Gy.2 Onsetnya biasanya sangat lama berkisar antara 3 – 35 tahun, dan
derajat
keganasannya sangat tinggi dengan prognosis jelek dengan angka
metastasenya tinggi.6.
Multisentrik Osteosarkoma
Disebut juga Multifocal Osteosarcoma. Variasi ini sangat jarang yaitu
terdapatnya lesi tumor yang secara bersamaan pada lebih dari satu tempat. Hal
ini sangat sulit membedakan apakah sarkoma memang terjadi bersamaan pada
lebih dari satu tempat atau lesi tersebut merupakan suatu metastase.5 Ada dua
tipe yaitu: tipe Synchronous dimana terdapatnya lesi secara bersamaan pada
lebih dari satu tulang. Tipe ini sering terdapat pada anak-anak dan remaja
dengan tingkat keganasannya sangat tinggi. Tipe lainnya adalah tipe
Metachronous yang terdapat pada orang dewasa, yaitu terdapat tumor pada
tulang lain setelah beberapa waktu atau setelah pengobatan tumor pertama.
Pada tipe ini tingkat keganasannya lebih rendah.2
2.9 Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan anamnesis (usia umumnya muda, adanya keluham
nyeri), pemeriksaan fisik (lokalisasi, besar tumor), dan pemeriksaan
penunjang.21
2.9.1 Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Dari anamnesis dapat ditemukan tanda dan gejala, antar lain nyeri lokal
yang semakin progresif (yang awalnya ringan dan intermiten namun
lama kelamaan menjadi semakin hebat dan menetap. Sementara pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan edema, keterbatasan gerak,
penurunan berat badan, anemia, dan fraktur.2
2.9.2 Pemeriksaan Penunjang
14
2.9.2.1 Laboratorium
Kebanyakan pemeriksaan laboratorium yang digunakan
berhubungan dengan penggunaan kemoterapi. Sangat penting
untuk mengetahui fungsi organ sebelum pemberian kemoterapi
dan untuk memonitor fungsi organ setelah kemoterapi.
Pemeriksaan darah untuk kepentingan prognosa adalah lactic
dehydrogenase (LDH) dan alkaline phosphatase (ALP). Pasien
dengan peningkatan nilai ALP pada saat diagnosis mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk mempunyai metastase pada
paru. Pada pasien tanpa metastase, yang mempunyai
peningkatan nilai LDH prognosis untuk sembuh lebih kecil
dibandingkan dengan pasien yang mempunyai nilai LDH
normal.
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang penting termasuk:
o LDH
o ALP (kepentingan prognostik)
o Hitung darah lengkap
o Hitung trombosit
o Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (AST), alanine
aminotransferase (ALT), bilirubin, dan albumin.
o Elektrolit : Sodium, potassium, chloride, bicarbonate, calcium,
magnesium, phosphorus.
o Tes fungsi ginjal: blood urea nitrogen (BUN), creatinine
o Urinalisis
2.9.2.2 Radiografi
Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang
digunakan untuk investigasi. Ketika dicurigai adanya
osteosarkoma, MRI digunakan untuk menentukan distribusi
tumor pada tulang dan penyebaran pada jaringan lunak
sekitarnya. CT kurang sensitif bila dibandingkan dengan MRI
untuk evaluasi lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk
15
menentukan metastase pada paru-paru. Isotopic bone scanning
secara umum digunakan untuk mendeteksi metastase pada
tulang atau tumor synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat
menggantikan bone scan.
Radiologi : Didapat 3 macam gambar radiologi yaitu:
1. Gambaran osteolitik, dimana proses destruksi merupakan
proses utama.
2. Gambaran osteoblastik, yang diakibatkan oleh banyak
pembentukan tumor tulang.
3. Gambaran campuran antara proses destruksi dan proses
pembentukan tumor tulang.
a. X-Ray
Gambaran foto polos dapat bervariasi, tetapi kebanyakan
menunjukkan campuran antara area litik dan sklerotik. Sangat
jarang hanya berupa lesi litik atau sklerotik. Lesi masif dapat
berupa moth eaten dengan tepi tidak jelas atau kadangkala
terdapat lubang kortikal multipel yang kecil.
Penyebaran pada jaringan lunak sering terlihat sebagai
massa jaringan lunak. Apabila dekat dengan persendian,
penyebaran ini biasanya sulit dibedakan dengan efusi. Area
seperti awan karena sclerosis dikarenakan produksi osteoid yang
maligna dan kalsifikasi dapat terlihat pada massa seringkali
terdapat ketika tumor telah menembus kortek. Berbagai
spektrum perubahan dapat muncul, termasuk Codman
triangles dan multilaminated, spiculated, dan reaksi sunburst,
yang semuanya mengindikasikan proses yang masif.3
Pertumbuhan neoplasma yang cepat mengakibatkan
terangkatnya periosteum dan tulang
reaktif terbentuk antara periosteum yang terangkat dengan
tulang dan padaX-Ray terlihat
sebagai segitiga Codman. Kombinasi antara tulang reaktif dan
tulang neoplastik yang
16
dibentuk sepanjang pembuluh darah berjalan radier dari kortek
tulang ke arah masa tumor
membentuk gambaran Sunbrust.(1)
17
ossifikasi, dan pembentukan peripheral bony shell. Foto x-ray
thorax proyeksi AP/PA, untuk melihat adanya metastasis paru
dengan ukuran yang cukup besar. 21
Gambar 2.6
Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle
(arrow) dan difus, mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak.23
Gambar 2.7
Perubahan periosteal berupa Codman triangles (white arrow) dan masa
jaringan lunak yang luas (black arrow). 23
18
Gambar 2.8
Sunburst appearance pada osteosarkoma di femur distal. 23
19
dapat membedakan dengan lesi pada aneurysmal bone cyst
dimana setelah kontras diberikan maka akan terlihat peningkatan
gambaran nodular disekitar ruang kistik. 21
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan modalitas terpilih untuk evaluasi ekstensi
lokal tumor dan membantu menentukan manajemen bedah yang
paling sesuai. MRI dapat menilai perluasan massa ke
intramedular (ekstensi longitudinal, keterlibatan epifisis, skip
lesion), perluasan massa ke jaringan lunak sekitarnya dan
intraartikular, serta keterlibatan struktur neurovaskular. 21
Pemberian kontras gadolinium dapat memperlihatkan
vaskularisasi lesi, invasi vaskular, dan area kistik atau nekrotik.
Penilaian batas sayatan diperoleh dari jaringan intramedulari
segmen tulang proksimal. 21
Pasca kemoterapi, MRI digunakan untuk menilai ekstensi
massa dan penambahan komponen nekrotik intramassa. Dynamic
MRI juga dapat digunakan untuk menilai respon pasca
kemoterapi. 21
Gambaran 2.9
MRI menunjukkan kortikal destruksi dan ada massa jaringan lunak23
d. Ultrasound
Ultrasonography tidak secara rutin digunakan untuk
menentukan stadium dari lesi. Ultrasonography berguna sebagai
20
panduan dalam melakukan percutaneous biopsi. Pada pasien
dengan implant prostetik, Ultrasonography mungkin merupakan
modalitas pencitraan satu satunya yang dapat menemukan
rekurensi dini secara lokal, karena penggunaan CT atau MRI dapat
menimbulkan artefak pada bahan metal. Meskipun ultrasonography
dapat memperlihatkan penyebaran tumor pada jaringan lunak,
tetapi tidak bisa digunnakan untuk mengevaluasi komponen
intermedula dari lesi.22
e. Kedokteran Nuklir
Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan
ambilan dari radioisotop pada bone scan yang menggunakan
technetium-99m methylene diphosphonate (MDP). Bone
scintigraphy digunakan untuk menunjukkan suatu skip lesion (
metastasis) atau suatu osteosarkoma multisentrik dan penyakit
sistemik.21 Namun skip lesion paling konsisten jika menggunakan
MRI. Karena osteosarkoma menunjukkan peningkatan ambilan
dari radioisotop maka bone scan bersifat sensitif namun tidak
spesifik. 22
f. Biopsi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan menggunakan
biopsi jarum halus (fine needle aspiration biopsy-FNAB) atau
dengan core biopsy bila hasil FNAB inkonklusif.1,2 FNAB
mempunyai ketepatan diagnosis antara 70- 90%.
Penilaian skor Huvos untuk mengevaluasi secara histologis respons
kemoterapi neoadjuvant. Pemeriksaan ini memerlukan minimal 20
coupe. Penilaian dilakukan secara semi kuantitatif dengan
21
membanding kan luasnya area nekrosis terhadap sisa tumor:
Grade 1 : sedikit atau tidak ada nekrosis (0 - 50%)
Grade 2 : nekrosis>50 - <90 %
Grade 3 : nekrosis 90 - 99 %
Grade 4 : nekrosis 100 %
Penilaian batas sayatan diperoleh dari jaringan
21
intramedulari segmen tulang proksimal.
g. Patologi anatomi
Gambaran patologi anatomi kriteria untuk diagnosis adalah
didapatnya stroma sarkoma dengan pembentukan osteoid
neoplastik dari tulang disertai gambaran anaplasia yang menyolok.
Sel-sel ganas menembus rongga antara kumpulan osteoid.
Gambaran patologis ditemukannya stroma sarcoma dan anaplasia
Gambar 2.10
Patologi Anatomi : Gambaran histologinya bervariasi.23
h. Angiografi
Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif.
Dengan angiografi dapat ditentukan diagnose jenis suatu
osteosarkoma, misalnya pada High-grade osteosarcoma akan
ditemukan adanya neovaskularisasi yang sangat ekstensif. Selain
itu angiografi dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan
pengobatan preoperative chemotheraphy, yang mana apabila
terjadi mengurang atau hilangnya vaskularisasi tumor menandakan
respon terapi kemoterapi preoperative berhasil.
22
Gambaran 2.11
angiografi pada Osteosarkoma 23
23
Sistem Klasifikasi Stadium MSTS (Enneking):
I. Didefinisikan sebagai derajat keganasan rendah,
A. lokasi intrakompartemen, tanpa metastasis
B. lokasi ekstrakompartemen, tanpa metastasis
II. Didefinisikan sebagai derajat keganasan tinggi
A. lokasi intrakompartemen, tanpa metastasis
B. lokasi ekstrakompartemen, tanpa metastasis
III. Didefinisikan sebagai osteosarkoma dengan metastasis
Sistem Klasifikasi AJCC edisi ke 7
IA didefinisikan sebagai derajat keganasan rendah, ukuran ≤ 8
IB didefinisikan sebagai derajat keganasan rendah, ukuran > 8 atau
adanya diskontinuitas
IIA didefinisikan sebagai derajat keganasan tinggi, ukuran ≤ 8
IIB didefinisikan sebagai derajat keganasan tinggi, ukuran > 8
III didefinisikan sebagai derajat keganasan tinggi, adanya
diskontinuitas
IVA didefinisikan sebagai osteosarkoma dengan metastasis paru
IVB didefinisikan sebagai osteosarkoma dengan metastasis di organ
lain
24
2.12 Penatalaksanaan
Kemoterapi
Sebelum penggunaan kemoterapi (dimulai tahun 1970), osteosarkoma
ditangani secara primer hanya dengan pembedahan (biasanya amputasi).
Meskipun dapat mengontrol tumor secara lokal dengan baik, lebih dari 80%
pasien menderita rekurensi tumor yang biasanya berada pada paru-paru.
Tingginya tingkat rekurensi mengindikasikan bahwa pada saat diagnosis
pasien mempunyai mikrometastase.21
Oleh karena hal tersebut maka penggunaan adjuvant kemoterapi sangat
penting pada penanganan pasien dengan osteosarkoma. Pada penelitian
terlihat bahwa adjuvant kemoterapi efektif dalam mencegah rekurensi pada
pasien dengan tumor primer lokal yang dapat direseksi. Penggunaan
neoadjuvant kemoterapi terlihat tidak hanya mempermudah pengangkatan
tumor karena ukuran tumor telah mengecil, namun juga dapat memberikan
parameter faktor prognosa. 21
Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk
osteosarkoma adalah: doxorubicin (Adriamycin®), cisplatin (Platinol®),
ifosfamide (Ifex®), mesna (Mesnex®), dan methotrexate dosis tinggi
(Rheumatrex®). Terapi kemoterapi tetap dilanjutkan satu tahun setelah
21
dilakukan pembedahan tumor. Pemberian kemoterapi postoperatif paling
baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah operasi.16
Protokol standar yang digunakan adalah doxorubicin dan cisplatin dengan
atau tanpa methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi induksi (neoadjuvant)
atau terapi adjuvant. Kadang-kadang dapat ditambah dengan ifosfamide.
Dengan menggunakan pengobatan multi-agent ini, dengan dosis yang intensif,
terbukti memberikan perbaikan terhadap survival rate sampai 60 – 80%.7
Pemberian kemoterapi berguna untuk mengontrol mikrometastasis,
memungkinkan penilaian histopatologi untuk melihat respons kemoterapi
(Huvos), memungkinkan perencanaan limb salvage surgery (LSS) serta
memudahkan tindakan reseksi tumor pada saat tindakan LSS.7
Pembedahan merupakan terapi utama osteosarkoma melalui prinsip
reseksi secara en bloc dengan mempertahankan fungsi semaksimal mungkin.
25
Protokol penatalaksanaan osteosarkoma meliputi pemberian kemoterapi 3
siklus neoadjuvan terlebih dahulu. Jika setelah neoadjuvan ukuran tumor
mengecil tanpa disertai keterlibatan struktur neurovaskular utama (sesuai
indikasi LSS), yang ditunjang oleh pemeriksaan radiologi (restaging),
dilanjutkan dengan pembedahan LSS.21 Sebaliknya, bila terjadi pertumbuhan
tumor yang progresif disertai keterlibatan struktur neuro-vaskuler utama atau
ekstensi jaringan yang sangat luas, amputasi menjadi pilihan utama
pembedahan. Pasca pembedahan, pasien dipersiapkan untuk peberian
kemoterapi adjuvant 3 siklus dengan regimen yang sama (bila hasil Huvos
minimal 3); Bila hasil Huvos kurang dari 2, regimen kemoterapinya harus
diganti dengan obat anti kanker lainnya (second line).
Kontraindikasi untuk tindakan LSS adalah bila; ada keterlibatan pembuluh
darah ataupun struktur saraf, fraktur patologis (kontra indikasi relatif), biopsy
yang tidak bersih, infeksi, umur tulang yang masih muda, ekstensi tumor yang
sangat luas.21
Amputasi pada osteosarkoma dilakukan bila persyaratan LSS tidak
terpenuhi. Pada osteosarkoma derajat keganasan tinggi yang tidak
memungkinkan pemberian kemoterapi neoadjuvan (misalnya: adanya ulkus,
peradarahan, tumor dengan ukuran yang sangat besar) maka langsung
dilakukan pembedahan terlebih dahulu, selanjutnya diikuti dengan pemberian
kemoterapi adjuvant. 21
Pada pasien osteosarkoma yang sudah bermetastasis maka
penatalaksanaannya juga terbagi menjadi dua yaitu resectable dan
21
unresectable. Pada yang resectable (metastasis paru, visceral) maka terapi
untuk tumor primernya sama dengan penatalaksanaan osteosarkoma derajat
keganasan tinggi dan didukung dengan kemoterapi dan juga metastasectomy.
Metastasis ke organ lain bukanlah kontraindikasi untuk LSS. Sedangkan pada
yang unresectable penatalaksanaan yang dilakukan adalah kemoterapi,
radioterapi dan melakukan evaluasi ulang tumor primer untuk mengontrol
tumor secara lokal, paliatif treatment. 21
Pada pembedahan dengan margin positif yang memberikan respons buruk
terhadap kemoterapi maka pertimbangkan mengganti kemoterapi dan juga
26
terapi tambahan secara lokal (surgical resection) dan atau radioterapi. Pada
pasien yang menolak dilakukan tindakan pembedahan amputasi. pemberian
kemoterapi dan radioterapi dipertimbangkan sebagai pilihan terapi utama. 21
Pada osteosarkoma, radioterapi berperan relatif kecil karena kanker ini
masuk dalam golongan kelompok radioresisten dan sifat metastasisnya yang
cenderung hematogen tidaklah begitu sesuai dengan konsep radioterapi
21
sebagai terapi lokoregional. Walaupun demikan peran radioterapi saat ini
menjadi lebih besar karena kemajuan teknologi dan komputer. Radioterapi
terutama diberikan sebagai ajuvan pasca bedah; dukungan radiasi dosis sangat
tinggi pada limb sparing surgery; pada kelompok derajat keganasan relatif
rendah, Ewing sarcoma, Chondrosarkoma dan pada tindakan paliatif untuk
daerah metastasis. 21 Radioterapi juga diindikasikan pada lokasi axial skeleton
dan osteosarkoma pada tulang muka karena keterbatasan tindakan bedah dan
masalah kosmetis. Oleh karena di Indonesia sebagian besar kasus datang
sudah dalam stadium lanjut maka radioterapi juga dipertimbangkan pada
kasus sisa tumor pasca operasi/ margin positif, dan kasus yang sangat lanjut,
serta pada kasus residif yang tak mungkin di operasi. 21
Operasi
Tujuan utama dari reseksi adalah keselamatan pasien. Reseksi harus
sampai batas bebas tumor. Semua pasien dengan osteosarkoma harus
menjalani pembedahan jika memungkinkan reseksi dari tumor prmer. Tipe
dari pembedahan yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor yang harus
dievaluasi dari pasien secara individual.
Batas radikal, didefinisikan sebagai pengangkatan seluruh kompartemen
yang terlibat (tulang, sendi, otot) biasanya tidak diperlukan. Hasil dari
kombinasi kemoterapi dengan reseksi terlihat lebih baik jika dibandingkan
dengan amputasi radikal tanpa terapi adjuvant, dengan tingkat 5-year survival
rates sebesar 50-70% dan sebesar 20% pada penanganan dengan hanya radikal
amputasi. Fraktur patologis, dengan kontaminasi semua kompartemen dapat
mengeksklusikan penggunaan terapi pembedahan limb salvage, namun jika
dapat dilakukan pembedahan dengan reseksi batas bebas tumor maka
pembedahan limb salvage dapat dilakukan.
27
Pada beberapa keadaan amputasi mungkin merupakan pilihan terapi,
namun lebih dari 80% pasien dengan osteosarkoma pada eksrimitas dapat
ditangani dengan pembedahan limb salvage dan tidak membutuhkan amputasi.
Limb Salvage Surgery dengan Megaprostesis
Limb Salvage Surgery Limb salvage surgery (LSS) merupakan suatu
prosedur pembedahan yang dilakukan untuk menghilangkan tumor, pada
ekstremitas dengan tujuan untuk menyelamatkan ekstremitas. Prosedur LSS
merupakan tindakan yang terdiri dari pengangkatan tumor tulang atau
sarkoma jaringan lunak secara en-bloc dan rekonstruksi defek tulang atau
sendi dengan megaprostesis (endoprostesis), biological reconstruction
(massive bone graft baik auto maupun allograft) atau kombinasi megaprostesis
dan bone graft.21
Dalam melakukan tindakan LSS harus dipertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Rekurensinya dan survival rate pasien tidak lebih buruk daripada amputasi
2. Prosedur yang dilakukan tidak boleh menunda terapi adjuvant
3. Fungsi ekstremitas harus lebih baik dari amputasi. Fungsi ekstremitas
pascarekonstruksi harus mencapai functional outcome yang baik,
mengurangi morbiditas jangka panjang dan mengurangi/meminimalkan
perlunya pembedahan tambahan.
4. Rekonstruksi yang dilakukan tidak boleh menimbulkan komplikasi yang
membutuhkan pembedahan berikutnya atau hospitalisasi yang berulang-
ulang.
Megaprostesis adalah alat yang terbuat dari logam yang didesain sebagai
pengganti segmen tulang dan atau sendi pada defek tulang yang terjadi pasca
reseksi. Penggunaan megaprostesis, memungkinkan pasien lebih cepat pulih
dan lebih awal menjalani rehabilitasi dan weight bearing.21 Dalam dua minggu
pasca operasi latihan isometrik atau non-bending exercise dapat dimulai.
Dalam periode enam minggu pasien sudah berjalan weight bearing sesuai
dengan toleransi pasien. 21
Saat ini prosedur Limb Salvage merupakan tujuan yang diharapkan dalam
operasi suatu osteosarkoma. Maka dari itu melakukan reseksi tumor dan
28
melakukan rekonstrusinya kembali dan mendapatkan fungsi yang memuaskan
dari ektermitas merupakan salah satu keberhasilan dalam melakukan operasi.
Dengan memberikan kemoterapi preoperatif (induction = neoadjuvant
chemotherpy) melakukan operasi mempertahankan ekstremitas (limb-sparing
resection) dan sekaligus melakukan rekonstruksi akan lebih aman dan mudah,
sehingga amputasi tidak perlu dilakukan pada 90 sampai 95% dari penderita
osteosarkoma.7 Dalam penelitian terbukti tidak terdapat perbedaan survival
rate antara operasi amputasi dengan limb-sparing resection.17 Amputasi
terpaksa dikerjakan apabila prosedur limb-salvage tidak dapat atau tidak
memungkinkan lagi dikerjakan.
Setelah melakukan reseksi tumor, terjadi kehilangan cukup banyak dari
tulang dan jaringan lunaknya, sehingga memerlukan kecakapan untuk
merekonstruksi kembali dari ekstremitas tersebut. Biasanya untuk
rekonstruksi digunakan endo-prostesis dari methal.18,19,20 Prostesis ini
memberikan stabilitas fiksasi yang baik sehingga penderita dapat menginjak
(weight-bearing) dan mobilisasi secara cepat, memberikan stabilitas sendi
yang baik, dan fungsi dari ekstremitas yang baik dan memuaskan. Begitu juga
endoprostesis methal meminimalisasi komplikasi post- operasinya dibanding
dengan menggunakan bone graft.
Follow-up Post-operasi
Post operasi dilanjutkan pemberian kemoterapi obat multiagent seperti
pada sebelum operasi. Setelah pemberian kemoterapinya selesai maka
dilakukan pengawasan terhadap kekambuhan tumor secara lokal maupun
adanya metastase, dan komplikasi terhadap proses rekonstruksinya. Biasanya
komplikasi yang terjadi terhadap rekonstruksinya adalah: longgarnya
prostesis, infeksi, kegagalan mekanik. Pemeriksaan fisik secara rutin pada
tempat operasinya maupun secara sistemik terhadap terjadinya kekambuhan
maupun adanya metastase. Pembuatan plain-foto dan CT scan dari lokal
ekstremitasnya maupun pada paru-paru merupakan hal yang harus dikerjakan.
Pemeriksaan ini dilakukan setiap 3 bulan dalam 2 tahun pertama post
opersinya, dan setiap 6 bulan pada 5 tahun berikutnya.7
29
2.13 Prognosis
30
mencapai 60-70%. Berkat terapi adjuvan juga terapi amputasi belakangan ini
sudah berkurang, sekarang pada pusat-pusat pengobatan. 23
31
BAB 3
KESIMPULAN
32
DAFTAR PUSTAKA
33
10. Tsuji Y, Kusuzaki K, Kanemitsu K, et al. Calca- neal osteosarcoma
associated with werner syn- drome. The Journal of Bone and Joint Surgery
2000;82:9-12.
12. Scully SP, Ghert MA, Zurakowski D, Thompson RC, Gebhardt MC.
Pathologic fracture in osteosa- rcoma: prognostic importance and
treatment im- plications. J Bone Joint Surg Am 2002;84:49-57.
13. Bacci G, Scully SP, Ghert MA, et al. Pathologic fracture in osteosarcoma.
J Bone Joint Surg Am 2003;85:1848-9.
15. Lewis VO, Gebhardt MC, Springfield DS. Parosteal osteosarcoma of the
posterior aspect of the distal part of the femur. J Bone Joint Surg Am
2000;82:1083.
34
20. Chun Li W, Sen Yang R, Yih Tsauo J. Knee prop- rioception in patients
with osteosarcoma around the knee after modular endoprosthetic
reconstruc- tion. J Bone Joint Surg Am 2005;87:850-6.
35