Anda di halaman 1dari 40

REFERAT

OSTEOSARKOMA

Pembimbing
dr. Budi Widarto Sp.Rad

Disusun oleh:
Indri Lestari Hazizah 201710401011016

SMF ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN
R REFERAT
OSTEOSARKOMA

Referat dengan judul “Osteosarkoma” telah diperiksa dan disetujui


sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan
Dokter Muda di bagian Radiologi.

Surabaya, April 2018


Pembimbing

dr. Budi Widarto Sp.Rad

ii
KATA PENGANTAR

‫الر ِحيم‬
‫الرحْ َم ِن ه‬ ‫بِس ِْم ه‬
‫َّللاِ ه‬

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan
rahmat-Nya yang telah dikaruniakan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas referat dengan judul “Septic Arthritis”.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak, rekan sejawat, dan terutama dr. Budi Widarto Sp.Rad yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing sehingga tugas makalah ini dapat
selesai dengan baik.
Penulis menyadari bahwa referat ini memiliki banyak kekurangan.Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis butuhkan guna
menyempurnakan tugas makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
rekan dokter muda dan masyarakat.

Surabaya, April 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang Manusia .................................................3
2.2 Definisi ...................................................................................................5
2.3 Etiologi ...................................................................................................6
2.4 Epidemiologi ..........................................................................................6
2.5 Patofisiologi ...........................................................................................7
2.6 Faktor Resiko ........................................................................................8
2.7 Gejala Klinis ..........................................................................................8
2.8 Klaifikasi ...............................................................................................9
2.9 Diagnosis ............................................................................................14
2.9.1 Anamnesis dan Pemeriksaan fisik .............................................14
2.9.2 Pemeriksaan Penunjang ............................................................14
2.10 Klasifikasi histology dan stadium osteosarkoma .............................23
2.11 Diagnosi banding ...............................................................................24
2.12 Penatalaksanaan ...............................................................................25
2.13 Prognosis .........................................................................................30
BAB 3 KESIMPULAN .........................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................33

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skeletal Manusia ................................................................................3
Gambar 2.2 Klasifikasi Tulang ..............................................................................4
Gambar 2.3 Bagian-bagian pada Tulang panjang ....................................................4
Gambar 2.4 Proses Pembentukan Tulang ................................................................5
Gambar 2.5 Pasien dengan Osteosarkoma di Femur distal ......................................9
Gambar 2.6 Foto polos gambaran Codman Triangle ............................................18
Gambar 2.7 Perubahan periosteal berupa Codman triangles (white arrow) .........18
Gambar 2.8 Sunburst appearance pada osteosarkoma di femur distal ..................19
Gambar 2.9 MRI kortikal destruksi dan adanya massa jaringan lunak..................20
Gambar 2.10 Patologi Anatomi : Gambaran histologinya bervariasi ...................22
Gambar 2.11 Angiografi pada Osteosarkoma ........................................................23

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarkoma adalah suatu neoplasma ganas
yang berasal dari sel primitive (poorly differentiated cells) di daerah metafise tulang
panjang pada anak-anak. 1 Disebut osteogenik oleh karena perkembangannya berasal
dari seri osteoblastik sel mesensim primitif. Osteosarkoma merupakan neoplasma
primer dari tulang yang tersering nomor 2 setelah myeloma multipel. 1,3
Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang dimana lempeng
pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) yang sangat aktif; yaitu pada distal femur,
proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus dan pelvis. Pada orang tua umur di atas
50 tahun, osteosarkoma bisa terjadi akibat degenerasi ganas dari paget’s disease,
dengan prognosis sangat jelek..1,3,4
Osteosarkoma adalah tumor tulang dengan angka kematian 80% setelah 5 tahun di
diagnosis. Osteosarkoma klasik didefinisikan dengan sarkoma sel spindel dengan
derajat malignansi tinggi dan sangat khas memproduksi matriks osteoid. Osteosarkoma
didapatkan kira-kira 3 orang per 10.000 di United States.5
Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui. Adanya hubungan
kekeluargaan menjadi suatu predisposisi, begitu pula adanya hereditery retinoblastoma
dan sindrom Li-Fraumeni. Dikatakan beberapa virus dapat menimbulkan osteosarkoma
pada hewan percobaan.5 Radiasi ion dikatakan menjadi 3% penyebab langsung
osteosarkoma, begitu pula alkyleting agent yang digunakan pada kemoterapi.2,5,6 Akhir-
akhir ini dikatakan ada dua tumor suppressor gene yang berperan secara signifikan
terhadap tumorigenesis pada osteosarkoma, yaitu protein p53 (kromosom 17) dan Rb
(kromosom 13).3 Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang
memunculkan perkiraan adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma.
Osteosarkoma mulai tumbuh bisa di dalam tulang atau pada permukaan tulang dan
berlanjut sampai pada jaringan lunak sekitar tulang. Epifisis dan tulang rawan sendi
bertindak sebagai barier pertumbuhan tumor ke dalam sendi.3 Osteosarkoma
mengadakan metastase secara hematogen, paling sering ke paru atau pada tulang

1
lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami metastase pada saat
diagnosis ditegakkan. Metastase secara limpogen hampir tidak terjadi.3
Dahulu osteosarkoma memiliki prognosis yang buruk dengan presentase sekitar
20%, meskipun untuk osteosarkoma yang masih terlokalisir. Perkembangan
kemoterapi dan teknik operasi mampu menurunkan morbiditas secara signifikan 5
tahun dapat mencapai diatas 60%.21
Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan keterampilan dan sarana yang
tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran.21 Penanganan
penyakit ini membutuhkan kerja sama yang erat dan terpadu. Penemuan osteosarkoma
pada stadium terlokalisir akan sangat membantu penderita, dan diagnosis dalam waktu
yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik
dalam perjalanan penyakitnya.21

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang Manusia


Sistem rangka manusia (Skeleton) merupakan susunan berbagai macam
tulang yang berjumlah 206 tulang, dimana satu sama lain disambungkan
dengan sendi. Skeleton terdiri dari tulang, tulang rawan, sendi.

Gambar 2.1
Skeletal manusia1
Klasifikasi Tulang
1. Tulang Panjang (Long bones)
2. Tulang Pendek (Short bones)
3. Tulang Pipih (Flat bones)
4. Tulang tidak beraturan (Irregular bones)

3
Gambar 2.2
Klasifikasi tulang 1

Bagian Tulang Panjang:

Gambar 2.3
Bagian-bagian pada tulang panjang 1

4
Proses Pembentukan tulang

Gambar 2.4
Proses Pembentukan Tulang 1

Fungsi Tulang sebagai berikut :


1. Penompang (Support): Menahan seluruh badan
2. Gerak (Motion and Locomotion) : Gerak (motion), perpindahan dari satu
tempat ke tempat yang lain (locomotion)
3. Proteksi : melindungi bangian organ tubuh lain
4. Pembentukan sel-sel darah (Hematopoesis) pada sumsum tulang
5. Cadangan Mineral (Storage)
6. Memberi bentuk struktur tubuh

2.2 Definisi
Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarkoma adalah suatu neoplasma ganas yang
berasal dari sel primitive (poorly differentiated cells) di daerah metafise tulang panjang
pada anak-anak. 1 Disebut osteogenik oleh karena perkembangannya berasal dari seri

5
osteoblastik sel mesensim primitif. Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari
tulang yang tersering nomer setelah myeloma multipel. 1,2,3
2.3 Etiologi
Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui. Adanya hubungan
kekeluargaan menjadi suatu predisposisi, begitu pula adanya hereditery retinoblastoma
dan sindrom Li-Fraumeni. Dikatakan beberapa virus dapat menimbulkan osteosarkoma
pada hewan percobaan.5 Radiasi ion dikatakan menjadi 3% penyebab langsung
osteosarkoma, begitu pula alkyleting agent yang digunakan pada kemoterapi.2,5,6 Akhir-
akhir ini dikatakan ada dua tumor suppressor gene yang berperan secara signifikan
terhadap tumorigenesis pada osteosarkoma, yaitu protein p53 (kromosom 17) dan Rb
(kromosom 13).3
2.4 Epidemiologi
Menurut badan kesehatan dunia ( World Health Oganization ) setiap tahun
jumlah penderita kanker ± 6.25 juta orang. Di Indonesia diperkirakan terdapat
100 penderita kanker diantara 100.000 penduduk per tahun. Dengan jumlah
penduduk 220 juta jiwa terdapat sekitar 11.000 anak yang menderita kanker
per tahun.
Menurut Errol Untung Hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah
Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004)
tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas
(72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang
osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari
seluruh jenis tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari
jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut.
Kanker tulang ( osteosarkoma ) dapat terjadi pada usia 5 sampai 30 tahun,
lebih sering menyerang kelompok usia 15 – 25 tahun ( pada usia pertumbuhan
). Rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian
pada anak laki-laki sama dengan anak perempuan. Tetapi pada akhir masa
remaja penyakit ini lebih banyak di temukan pada anak laki-laki. dengan
perbandingan 3:2.5 Hal ini bisa disebabkan masa pertumbuhan tulang pada pria lebih
lama dari pada wanita. Sampai sekarang penyebab pasti belum diketahui. Insiden
osteosarkoma dapat meningkat kembali pada usia diatas 60 tahun berhubungan

6
dengan penyakit Paget (Paget’s disease), sehingga penyakit ini disebut juga
memiliki distribusi yang bersifat bimodal.21
Tumor Frequency %
Telangiectatic 3.5-11
Parosteal 3-4
Periosteal 1-2
Gnathic 6-9
Small cell 1
Intraosseous, low grade <1
Surface, high grade <1
Secondary 5-7

2.5 Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit pada osteosarkoma belum dapat diketahui
dengan jelas dan pasti, dari beberapa penelitian mengungkapkan adanya
pembelahan sel-sel tumor disebabkan karena tubuh kehilangan gen suppressor
tumor, sehingga sel-sel tulang dapat membelah tanpa terkendali.
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel
tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses
destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses
pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik,
karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang
baru dekat tempat lesi terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang
abortif.
Adanya tumor tulang

Jaringan lunak di invasi oleh tumor

Reaksi tulang normal


Osteolitik (destruksi tulang)
Osteoblastik (pembentukan tulang)

Destruksi tulang local

7
Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi

Pertumbuhan tulang yang abortif (terhenti)

2.6 Faktor resiko


Menurut Fuchs dan Pritchad (2002) osteosarkoma dapat disebabkan oleh beberapa
faktor : 21
1. Senyawa kimia: Senyawa antrasiklin dan senyawa pengalkil, beryllium dan
methylcholanthrene merupakan senyawa yang dapat menyebabkan perubahan
genetik
2. Virus: Rous sarcoma virus yang mengandung gen V-Src yang merupakan
proto-onkogen, virus FBJ yang mengandung proto- onkogen c-Fos yang
menyebabkan kurang responsif terhadap kemoterapi.
3. Radiasi, dihubungkan dengan sarcoma sekunder pada orang yang pernah
mendapatkan radiasi untuk terapi kanker.
4. Penyakit lain: Paget’s disease, osteomielitis kronis, osteochondroma,
poliostotik displasia fibrosis, eksostosis herediter multipel dll.
5. Genetik: Sindroma Li-Fraumeni, Retinoblastoma, sindrom Werner,
Rothmund-Thomson, Bloom

2.7 Gejala klinis


1. Nyeri dan/ atau pembengkakan ekstremitas yang terkena.
Penderita biasanya datang karena nyeri atau adanya benjolan. Pada hal
keluhan biasanya sudah ada 3 bulan sebelumnya dan sering kali
dihubungkan dengan trauma. Nyeri semakin bertambah, dirasakan bahkan
saat istirahat atau pada malam hari dan tidak berhubungan dengan
aktivitas.Terdapat benjolan pada daerah dekat sendi yang sering kali
sangat besar, nyeri tekan dan tampak pelebaran pembuluh darah pada kulit
dipermukaannya. Tidak jarang menimbulkan efusi pada sendi yang
berdekatan. Sering juga ditemukan adanya patah tulang patologis.
2. Fraktur patologik
3. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan
yang terbatas.

8
4. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya
pelebaran vena
5. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam,
berat badan menurun dan malaise.

Lokasi (2)
Osteosarkoma konvensional muncul paling sering pada metafisis tulang
panjang, terutama pada distal femur (52%), proximal tibia (20%) dimana
pertumbuhan tulang tinggi. Tempat lainnya yang juga sering adalah pada
metafisis humerus proximal (9%). Penyakit ini biasanya menyebar dari
metafisis ke diafisis atau epifisis. Kebanyakan dari osteosarkoma varian juga
menunjukkan predileksi yang sama, terkecuali lesi genetik pada mandibula
dan maksila, lesi intrakortikal, lesi periosteal dan osteosarkoma sekunder
karena penyakit paget yang biasanya muncul pada pelvis dan femur proximal.

Gambar 2.5

Pasien dengan osteosarkoma di femur distal 2

2.8 Klasifikasi
Berdasarkan atas gradasi, lokasi, jumlah dari lesinya, penyebabnya, maka
osteosarkoma dibagi atas beberapa klassifikasi atau variasi yaitu:2,8
1. Osteosarkoma klasik.
2. Osteosarkoma hemoragi atau telangektasis.
3. Parosteal osteosarkoma.
4. Periosteal osteosarkoma.
5. Osteosarkoma sekunder.
6. Osteosarkoma intrameduler derajat rendah.
7. Osteosarkoma akibat radiasi.
8. Multifokal osteosarkoma.

9
Osteosarkoma Klasik
Osteosarkoma klasik merupakan tipe yang paling sering dijumpai. Tipe ini
disebut juga: osteosarkoma intrameduler derajat tinggi (High-Grade
Intramedullary Osteosarcoma). Tipe ini sering terdapat di daerah lutut pada
anak-anak dan dewasa muda, terbanyak pada distal dari femur.8 Sangat jarang
ditemukan pada tulang- tulang kecil di kaki maupun di tangan, begitu juga
pada kolumna vertebralis. Apabila terdapat pada kaki biasanya mengenai
tulang besar pada kaki bagian belakang (hind foot) yaitu pada tulang talus dan
calcaneus, dengan prognosis yang lebih jelek.2,9,10
Penderita biasanya datang karena nyeri atau adanya benjolan. Pada hal
keluhan biasanya sudah ada 3 bulan sebelumnya dan sering kali dihubungkan
dengan trauma. Nyeri semakin bertambah, dirasakan bahkan saat istirahat atau
pada malam hari dan tidak berhubungan dengan aktivitas. Terdapat benjolan
pada daerah dekat sendi yang sering kali sangat besar, nyeri tekan dan tampak
pelebaran pembuluh darah pada kulit di permukaannya. Tidak jarang
menimbulkan efusi pada sendi yang berdekatan. Sering juga ditemukan adanya
patah tulang patologis.5,11,12
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan alkaline
phosphatase dan lactic dehydrogenase, yang mana ini dihubungkan dengan
kepastian diagnosis dan prognosis dari osteosarkoma tersebut.
Gambaran klasik osteosarkoma pada plain foto menunjukkan lesi yang
agresif pada daerah metafise tulang panjang. Rusaknya gambaran trabekule
tulang dengan batas yang tidak tegas tanpa reaksi endoosteal. Tampak juga
campuran area radio-opak dan radio-lusen, oleh karena adanya proses destruksi
tulang (bone destruction) dan proses pembentukan tulang (bone formation).5,8
Pembentukan tulang baru pada periosteum, pengangkatan kortek tulang,
dengan pembentukan: Codman’s triangle, dan gambaran Sunburst dan disertai
dengan gambaran massa jaringan lunak, merupakan gambaran yang sering
dijumpai. Plain foto thoraks perlu juga dibuat untuk menentukan adanya
metastase pada paru.
CT (Computed Tomographic) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
dikerjakan untuk mengetahui adanya ekstensi dari tumor ke jaringan

10
sekitarnya, termasuk juga pada jaringan neurovaskuler atau invasinya pada
jaringan otot.4,8 CT pada thoraks sangat baik untuk mencari adanya metastase
pada paru-paru.4,7,13 Sesuai dengan perilaku biologis dari osteosarkoma, yang
mana osteosarkoma tumbuh secara radial dan membentuk seperti bentukan
massa bola. Apabila tumor menembus kortek tulang menuju jaringan otot
sekitarnya dan membentuk seolah-olah suatu kapsul (pseudocapsul) yang
disebut daerah reaktif atau reactive zone. Kadang-kadang jaringan tumor dapat
invasi ke daerah zone reaktif ini dan tumbuh berbetuk nodul yang disebut
satellites nodules. Tumor kadang bisa metastase secara regional dalam tulang
bersangkutan, dan berbentuk nodul yang berada di luar zone reaktif pada satu
tulang yang disebut dengan skip lesions. Bentukan-bentukan ini semua sangat
baik dideteksi dengan MRI.7
Bone scan (Bone Scintigraphy): seluruh tubuh bertujuan menentukan
tempat terjadinya metastase, adanya tumor yang poliostotik, dan eksistensi
tumor apakah intraoseous atau ekstraoseous. Juga dapat untuk mengetahui
adanya skip lesions, sekalipun masih lebih baik dengan MRI. Radio aktif yang
digukakan adalah thallium Tl 201. Thallium scantigraphy digunakan juga
untuk memonitor respons tumor terhadap pengobatan kemoterapi dan
mendeteksi rekurensi lokal dari tumor tersebut.7
Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan angiografi
dapat ditentukan diagnose jenis suatu osteosarkoma, misalnya pada High-grade
osteosarcoma akan ditemukan adanya neovaskularisasi yang sangat ekstensif.
Selain itu angiografi dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan pengobatan
preoperative chemotheraphy, yang mana apabila terjadi mengurang atau
hilangnya vaskularisasi tumor menandakan respon terapi kemoterapi
preoperatif berhasil.7
Biopsi merupakan diagnosis pasti untuk menegakkan osteosarkoma.
Biopsi yang dikerjakan tidak benar sering kali menyebabkan kesalahan
diagnosis (misdiagnosis) yang lebih lanjut akan berakibat fatal terhadap
penentuan tindakan. Akhir-akhir ini banyak dianjurkan dengan biopsi jarum
perkutan (percutaneous needle biopsy) dengan berbagai keuntungan seperti:
invasi yang sangat minimal, tidak memerlukan waktu penyembuhan luka

11
operasi, risiko infeksi rendah dan bahkan tidak ada, dan terjadinya patah tulang
post biopsi dapat dicegah.7 Pada gambaran histopatologi akan ditemukan
stroma atau dengan high-grade sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas,
yang akan membentuk jaringan osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan
terjadi mineralisasi yang banyak, sedangkan bagian perifer mineralisasinya
sedikit. Sel-sel tumor biasanya anaplastik, dengan nukleus yang pleomorphik
dan banyak mitosis. Kadang-kadang pada beberapa tempat dari tumor akan
terjadi diferensiasi kondroblastik atau fibroblastik diantara jaringan tumor yang
membentuk osteoid.5 Secara patologi osteosarkoma dibagi menjadi high-grade
dan low-grade variant bergantung pada selnya yaitu pleomorfisnya, anaplasia,
dan banyaknya mitosis. Secara konvensional pada osteosarkoma ditemukan sel
spindle yang ganas dengan pembentukan osteoid.7 Pada telengiektasis
osteosarkoma pada lesinya didapatkan adanya kantongan darah yang
dikelilingi oleh sedikit elemen seluler yang mana elemen selulernya sangat
ganas sekali.8
Parosteal Osteosarkoma
Parosteal osteosarkoma yang tipikal ditandai dengan lesi pada permukaan
tulang, dengan terjadinya diferensiasi derajat rendah dari fibroblas dan
membentuk woven bone atau lamellar bone. Biasanya terjadi pada
umur lebih tua dari osteosarkoma klasik, yaitu pada umur 20 sampai 40
tahun. Bagian posterior dari distal femur merupakan daerah predileksi yang
paling sering, selain bisa juga mengenai tulang-tulang panjang lainnya.14
Tumor dimulai dari daerah korteks tulang dengan dasar yang lebar, yang makin
lama lesi ini bisa invasi kedalam korteks dan masuk ke endosteal.5
Pengobatannya adalah dengan cara operasi, melakukan eksisi dari tumor dan
survival ratenya bisa mencapai 80 – 90%.5,14
Periosteal Osteosarkoma
Periosteal osteosarkoma merupakan osteosarkoma derajat sedang
(moderate-grade) yang merupakan lesi pada permukaan tulang bersifat
kondroblastik, dan sering terdapat pada daerah proksimal tibia.5 Sering juga
terdapat pada diafise tulang panjang seperti pada femur 8 dan bahkan bisa pada
tulang pipih seperti mandibula.15 Terjadi pada umur yang sama dengan pada

12
klasik osteosarkoma. Derajat metastasenya lebih rendah dari osteosarkoma
klasik yaitu 20% – 35% terutama ke paru-paru.5,8 Pengobatannya adalah
dilakukan operasi marginal-wide eksisi (wide-margin surgical resection),
dengan didahului preoperatif kemoterapi dan dilanjutkan sampai post-operasi.
Telangiectasis Osteosarkoma
Telangiectasis osteosarkoma pada plain radiografi kelihatan gambaran lesi
yang radiolusen dengan sedikit kalsifikasi atau pembentukan tulang.5 Dengan
gambaran seperti ini sering dikelirukan dengan lesi binigna pada tulang seperti
aneurysmal bone cyst. Terjadi pada umur yang sama dengan klasik
osteosarkoma. Tumor ini mempunyai derajat keganasan yang sangat tinggi dan
sangat agresif. Diagnosis dengan biopsi sangat sulit oleh karena tumor sedikit
jaringan yang padat, dan sangat vaskuler. Pengobatannya sama dengan
osteosarkoma klasik, dan sangat resposif terhadap adjuvant chemotherapy.
Osteosarkoma Sekunder
Osteosarkoma dapat terjadi dari lesi jinak pada tulang, yang mengalami
mutasi sekunder dan biasanya terjadi pada umur lebih tua, misalnya bisa
berasal dari paget’s disease, osteoblastoma, fibous dysplasia, benign giant cell
tumor.2 Contoh klasik dari osteosarkoma sekuder adalah yang berasal dari
paget’s disease yang disebut pagetic osteosarcomas. Di Eropa merupakan 3%
dari seluruh osteosarkoma dan terjadi pada umur tua. Lokasi yang tersering
adalah di humerus, kemudian di daerah pelvis dan femur. Perjalanan penyakit
sampai mengalami degenerasi ganas memakan waktu cukup lama berkisar 15 –
25 tahun dengan mengeluh nyeri pada daerah inflamasi dari paget’s disease.
Selanjutnya rasa nyeri bertambah dan disusul oleh terjadinya destruksi tulang.
Prognosis dari pageticosteosarcoma sangat jelek denganfive years survival rate
rata-rata hanya 8%.2 Oleh karena terjadi pada orang tua, maka pengobatan
dengan kemoterapi tidak merupakan pilihan karena toleransinya rendah.
Osteosarkoma Intrameduler Derajat Rendah
Tipe ini sangat jarang dan merupakan variasi osseofibrous derajat rendah
yang terletak intrameduler. Secara mikroskopik gambarannya mirip parosteal
osteosarkoma. Lokasinya pada daerah metafise tulang dan terbanyak pada
daerah lutut. Penderita biasanya mempunyai umur yang lebih tua yaitu antara

13
15 – 65 tahun, mengenai laki-laki dan wanita hampir sama.2 Pada pemeriksaan
radiografi, tampak gambaran sklerotik pada daerah intrameduler metafise
tulang panjang. Seperti pada parosteal osteosarkoma, osteosarkoma tipe ini
mempunyai prognosis yang baik dengan hanya melakukan lokal eksisi saja.2
Osteosarkoma Akibat Radiasi
Osteosarkoma bisa terjadi setelah mendapatkan radiasi melebihi dari
30Gy.2 Onsetnya biasanya sangat lama berkisar antara 3 – 35 tahun, dan
derajat
keganasannya sangat tinggi dengan prognosis jelek dengan angka
metastasenya tinggi.6.
Multisentrik Osteosarkoma
Disebut juga Multifocal Osteosarcoma. Variasi ini sangat jarang yaitu
terdapatnya lesi tumor yang secara bersamaan pada lebih dari satu tempat. Hal
ini sangat sulit membedakan apakah sarkoma memang terjadi bersamaan pada
lebih dari satu tempat atau lesi tersebut merupakan suatu metastase.5 Ada dua
tipe yaitu: tipe Synchronous dimana terdapatnya lesi secara bersamaan pada
lebih dari satu tulang. Tipe ini sering terdapat pada anak-anak dan remaja
dengan tingkat keganasannya sangat tinggi. Tipe lainnya adalah tipe
Metachronous yang terdapat pada orang dewasa, yaitu terdapat tumor pada
tulang lain setelah beberapa waktu atau setelah pengobatan tumor pertama.
Pada tipe ini tingkat keganasannya lebih rendah.2
2.9 Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan anamnesis (usia umumnya muda, adanya keluham
nyeri), pemeriksaan fisik (lokalisasi, besar tumor), dan pemeriksaan
penunjang.21
2.9.1 Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Dari anamnesis dapat ditemukan tanda dan gejala, antar lain nyeri lokal
yang semakin progresif (yang awalnya ringan dan intermiten namun
lama kelamaan menjadi semakin hebat dan menetap. Sementara pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan edema, keterbatasan gerak,
penurunan berat badan, anemia, dan fraktur.2
2.9.2 Pemeriksaan Penunjang

14
2.9.2.1 Laboratorium
Kebanyakan pemeriksaan laboratorium yang digunakan
berhubungan dengan penggunaan kemoterapi. Sangat penting
untuk mengetahui fungsi organ sebelum pemberian kemoterapi
dan untuk memonitor fungsi organ setelah kemoterapi.
Pemeriksaan darah untuk kepentingan prognosa adalah lactic
dehydrogenase (LDH) dan alkaline phosphatase (ALP). Pasien
dengan peningkatan nilai ALP pada saat diagnosis mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk mempunyai metastase pada
paru. Pada pasien tanpa metastase, yang mempunyai
peningkatan nilai LDH prognosis untuk sembuh lebih kecil
dibandingkan dengan pasien yang mempunyai nilai LDH
normal.
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang penting termasuk:
o LDH
o ALP (kepentingan prognostik)
o Hitung darah lengkap
o Hitung trombosit
o Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (AST), alanine
aminotransferase (ALT), bilirubin, dan albumin.
o Elektrolit : Sodium, potassium, chloride, bicarbonate, calcium,
magnesium, phosphorus.
o Tes fungsi ginjal: blood urea nitrogen (BUN), creatinine
o Urinalisis
2.9.2.2 Radiografi
Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang
digunakan untuk investigasi. Ketika dicurigai adanya
osteosarkoma, MRI digunakan untuk menentukan distribusi
tumor pada tulang dan penyebaran pada jaringan lunak
sekitarnya. CT kurang sensitif bila dibandingkan dengan MRI
untuk evaluasi lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk

15
menentukan metastase pada paru-paru. Isotopic bone scanning
secara umum digunakan untuk mendeteksi metastase pada
tulang atau tumor synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat
menggantikan bone scan.
Radiologi : Didapat 3 macam gambar radiologi yaitu:
1. Gambaran osteolitik, dimana proses destruksi merupakan
proses utama.
2. Gambaran osteoblastik, yang diakibatkan oleh banyak
pembentukan tumor tulang.
3. Gambaran campuran antara proses destruksi dan proses
pembentukan tumor tulang.
a. X-Ray
Gambaran foto polos dapat bervariasi, tetapi kebanyakan
menunjukkan campuran antara area litik dan sklerotik. Sangat
jarang hanya berupa lesi litik atau sklerotik. Lesi masif dapat
berupa moth eaten dengan tepi tidak jelas atau kadangkala
terdapat lubang kortikal multipel yang kecil.
Penyebaran pada jaringan lunak sering terlihat sebagai
massa jaringan lunak. Apabila dekat dengan persendian,
penyebaran ini biasanya sulit dibedakan dengan efusi. Area
seperti awan karena sclerosis dikarenakan produksi osteoid yang
maligna dan kalsifikasi dapat terlihat pada massa seringkali
terdapat ketika tumor telah menembus kortek. Berbagai
spektrum perubahan dapat muncul, termasuk Codman
triangles dan multilaminated, spiculated, dan reaksi sunburst,
yang semuanya mengindikasikan proses yang masif.3
Pertumbuhan neoplasma yang cepat mengakibatkan
terangkatnya periosteum dan tulang
reaktif terbentuk antara periosteum yang terangkat dengan
tulang dan padaX-Ray terlihat
sebagai segitiga Codman. Kombinasi antara tulang reaktif dan
tulang neoplastik yang

16
dibentuk sepanjang pembuluh darah berjalan radier dari kortek
tulang ke arah masa tumor
membentuk gambaran Sunbrust.(1)

Gambaran x-ray pada kasus-kasus osteosarkoma.21


1. Osteosarkoma konvensional menunjukkan lesi osteolitik
moth eaten atau permeatif, lesi osteoblastik, destruksi
korteks, reaksi periosteal tipe agresif (segi tiga Codman,
sunburst, hair on end), massa jaringan lunak, dan formasi
matriks (osteoid maupun campuran osteoid dan khondroid).
2. Osteosarkoma parosteal menunjukkan massa eksofitik
berlobulasi dengan kalsifikasi sentral berdensitas tinggi,
berlokasi di dekat tulang, kadang disertai gambaran string
sign. Osteosarkoma periosteal memperlihatkan massa
jaringan lunak dengan reaksi periosteal perpendikuler, erosi
kortikal, dan penebalan korteks.
3. High grade surface osteosarcoma menunjukkan ossifikasi
berdensitas tinggi, reaksi periosteal, erosi dan penebalan
korteks. Dapat juga ditemukan invasi intramedular.
4. Osteosarkoma telangiektatik memperlihatkan lesi litik
geografik ekspansil asimetrik, tepi sklerotik minimal dan
destruksi korteks yang menunjukkan pola pertumbuhan
agresif. Dapat ditemukan fraktur patologik dan matriks
osteoid minimal.
5. Small cell osteosarcoma memperlihatkan lesi litik permeatif,
destruksi korteks, massa jaringan lunak, reaksi periosteal,
serta kalsifikasi matriks osteoid.
6. Low grade central osteosarcoma memperlihatkan lesi litik
destruktif ekspansil, disrupsi korteks, massa jaringan lunak
dan reaksi periosteal.
Pasca kemoterapi, radiografi konvensional dapat digunakan
untuk menilai pengurangan ukuran massa, penambahan

17
ossifikasi, dan pembentukan peripheral bony shell. Foto x-ray
thorax proyeksi AP/PA, untuk melihat adanya metastasis paru
dengan ukuran yang cukup besar. 21

Gambar 2.6
Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle
(arrow) dan difus, mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak.23

Gambar 2.7
Perubahan periosteal berupa Codman triangles (white arrow) dan masa
jaringan lunak yang luas (black arrow). 23

18
Gambar 2.8
Sunburst appearance pada osteosarkoma di femur distal. 23

b. Computed Tomography (CT) Scan


CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto polos
membingungkan, terutama pada area dengan anatomi yang
kompleks (contohnya pada perubahan di mandibula dan maksila
pada osteosarkoma gnathic dan pada pelvis yang berhubungan
dengan osteosarkoma sekunder). 21
Gambaran cross-sectional memberikan gambaran yang lebih
jelas dari destruksi tulang dan penyebaran pada jaringan lunak
sekitarnya daripada foto polos. CT dapat memperlihatkan matriks
mineralisasi dalam jumlah kecil yang tidak terlihat pada
gambaran foto polos. 21
CT terutama sangat membantu ketika perubahan periosteal
pada tulang pipih sulit untuk diinterpretasikan. CT jarang
digunakan untuk evaluasi tumor pada tulang panjang, namun
merupakan modalitas yang sangat berguna untuk menentukan
metastasis pada paru. 21
CT sangat berguna dalam evaluasi berbagai osteosarkoma
varian. Pada osteosarkoma telangiectatic dapat
memperlihatkan fluid level, dan jika digunakan bersama kontras

19
dapat membedakan dengan lesi pada aneurysmal bone cyst
dimana setelah kontras diberikan maka akan terlihat peningkatan
gambaran nodular disekitar ruang kistik. 21
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan modalitas terpilih untuk evaluasi ekstensi
lokal tumor dan membantu menentukan manajemen bedah yang
paling sesuai. MRI dapat menilai perluasan massa ke
intramedular (ekstensi longitudinal, keterlibatan epifisis, skip
lesion), perluasan massa ke jaringan lunak sekitarnya dan
intraartikular, serta keterlibatan struktur neurovaskular. 21
Pemberian kontras gadolinium dapat memperlihatkan
vaskularisasi lesi, invasi vaskular, dan area kistik atau nekrotik.
Penilaian batas sayatan diperoleh dari jaringan intramedulari
segmen tulang proksimal. 21
Pasca kemoterapi, MRI digunakan untuk menilai ekstensi
massa dan penambahan komponen nekrotik intramassa. Dynamic
MRI juga dapat digunakan untuk menilai respon pasca
kemoterapi. 21

Gambaran 2.9
MRI menunjukkan kortikal destruksi dan ada massa jaringan lunak23
d. Ultrasound
Ultrasonography tidak secara rutin digunakan untuk
menentukan stadium dari lesi. Ultrasonography berguna sebagai

20
panduan dalam melakukan percutaneous biopsi. Pada pasien
dengan implant prostetik, Ultrasonography mungkin merupakan
modalitas pencitraan satu satunya yang dapat menemukan
rekurensi dini secara lokal, karena penggunaan CT atau MRI dapat
menimbulkan artefak pada bahan metal. Meskipun ultrasonography
dapat memperlihatkan penyebaran tumor pada jaringan lunak,
tetapi tidak bisa digunnakan untuk mengevaluasi komponen
intermedula dari lesi.22
e. Kedokteran Nuklir
Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan
ambilan dari radioisotop pada bone scan yang menggunakan
technetium-99m methylene diphosphonate (MDP). Bone
scintigraphy digunakan untuk menunjukkan suatu skip lesion (
metastasis) atau suatu osteosarkoma multisentrik dan penyakit
sistemik.21 Namun skip lesion paling konsisten jika menggunakan
MRI. Karena osteosarkoma menunjukkan peningkatan ambilan
dari radioisotop maka bone scan bersifat sensitif namun tidak
spesifik. 22
f. Biopsi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan menggunakan
biopsi jarum halus (fine needle aspiration biopsy-FNAB) atau
dengan core biopsy bila hasil FNAB inkonklusif.1,2 FNAB
mempunyai ketepatan diagnosis antara 70- 90%.
Penilaian skor Huvos untuk mengevaluasi secara histologis respons
kemoterapi neoadjuvant. Pemeriksaan ini memerlukan minimal 20
coupe. Penilaian dilakukan secara semi kuantitatif dengan
21
membanding kan luasnya area nekrosis terhadap sisa tumor:
Grade 1 : sedikit atau tidak ada nekrosis (0 - 50%)
Grade 2 : nekrosis>50 - <90 %
Grade 3 : nekrosis 90 - 99 %
Grade 4 : nekrosis 100 %
Penilaian batas sayatan diperoleh dari jaringan

21
intramedulari segmen tulang proksimal.
g. Patologi anatomi
Gambaran patologi anatomi kriteria untuk diagnosis adalah
didapatnya stroma sarkoma dengan pembentukan osteoid
neoplastik dari tulang disertai gambaran anaplasia yang menyolok.
Sel-sel ganas menembus rongga antara kumpulan osteoid.
Gambaran patologis ditemukannya stroma sarcoma dan anaplasia

Gambar 2.10
Patologi Anatomi : Gambaran histologinya bervariasi.23

h. Angiografi
Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif.
Dengan angiografi dapat ditentukan diagnose jenis suatu
osteosarkoma, misalnya pada High-grade osteosarcoma akan
ditemukan adanya neovaskularisasi yang sangat ekstensif. Selain
itu angiografi dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan
pengobatan preoperative chemotheraphy, yang mana apabila
terjadi mengurang atau hilangnya vaskularisasi tumor menandakan
respon terapi kemoterapi preoperative berhasil.

22
Gambaran 2.11
angiografi pada Osteosarkoma 23

2.10 Klasifikasi histologi dan stadium osteosarkoma


 Klasifikasi histology
Terdapat tiga jenis sub tipe secara histologi: 21
1. Intramedullary
a. High- grade intramedullary osteosarcoma
b. Low-grade intramedullary osteosarcoma
2. Surface
a. Parosteal osteosarcomas
b. Periosteal osteosarcomas
c. High –grade surface osteosarcoma
3. Extraskeletal
 Penentuan stadium
Terdapat 2 jenis klasifikasi stadium, yaitu berdasarkan
Musculoskeletal Tumor Society (MSTS) untuk stratifikasi tumor
berdasarkan derajat dan ekstensi lokal serta stadium berdasarkan
American Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi ke 7. 21

23
Sistem Klasifikasi Stadium MSTS (Enneking):
I. Didefinisikan sebagai derajat keganasan rendah,
A. lokasi intrakompartemen, tanpa metastasis
B. lokasi ekstrakompartemen, tanpa metastasis
II. Didefinisikan sebagai derajat keganasan tinggi
A. lokasi intrakompartemen, tanpa metastasis
B. lokasi ekstrakompartemen, tanpa metastasis
III. Didefinisikan sebagai osteosarkoma dengan metastasis
Sistem Klasifikasi AJCC edisi ke 7
IA didefinisikan sebagai derajat keganasan rendah, ukuran ≤ 8
IB didefinisikan sebagai derajat keganasan rendah, ukuran > 8 atau
adanya diskontinuitas
IIA didefinisikan sebagai derajat keganasan tinggi, ukuran ≤ 8
IIB didefinisikan sebagai derajat keganasan tinggi, ukuran > 8
III didefinisikan sebagai derajat keganasan tinggi, adanya
diskontinuitas
IVA didefinisikan sebagai osteosarkoma dengan metastasis paru
IVB didefinisikan sebagai osteosarkoma dengan metastasis di organ
lain

2.11 Diagnosis Banding


Beberapa kelainan yang menimbulkan bentukan massa pada tulang sering
sulit dibedakan dengan osteosarkoma, baik secara klinis maupun dengan
pemeriksaan pencitraan. Adapun kelainan-kelainan tersebut adalah:
1. Ewing’s sarcoma
2. Osteomyelitis
3. Osteoblastoma
4. Giant cell tumor
5. Aneurysmal bone cyst
6. Fibrous dysplasia

24
2.12 Penatalaksanaan
Kemoterapi
Sebelum penggunaan kemoterapi (dimulai tahun 1970), osteosarkoma
ditangani secara primer hanya dengan pembedahan (biasanya amputasi).
Meskipun dapat mengontrol tumor secara lokal dengan baik, lebih dari 80%
pasien menderita rekurensi tumor yang biasanya berada pada paru-paru.
Tingginya tingkat rekurensi mengindikasikan bahwa pada saat diagnosis
pasien mempunyai mikrometastase.21
Oleh karena hal tersebut maka penggunaan adjuvant kemoterapi sangat
penting pada penanganan pasien dengan osteosarkoma. Pada penelitian
terlihat bahwa adjuvant kemoterapi efektif dalam mencegah rekurensi pada
pasien dengan tumor primer lokal yang dapat direseksi. Penggunaan
neoadjuvant kemoterapi terlihat tidak hanya mempermudah pengangkatan
tumor karena ukuran tumor telah mengecil, namun juga dapat memberikan
parameter faktor prognosa. 21
Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk
osteosarkoma adalah: doxorubicin (Adriamycin®), cisplatin (Platinol®),
ifosfamide (Ifex®), mesna (Mesnex®), dan methotrexate dosis tinggi
(Rheumatrex®). Terapi kemoterapi tetap dilanjutkan satu tahun setelah
21
dilakukan pembedahan tumor. Pemberian kemoterapi postoperatif paling
baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah operasi.16
Protokol standar yang digunakan adalah doxorubicin dan cisplatin dengan
atau tanpa methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi induksi (neoadjuvant)
atau terapi adjuvant. Kadang-kadang dapat ditambah dengan ifosfamide.
Dengan menggunakan pengobatan multi-agent ini, dengan dosis yang intensif,
terbukti memberikan perbaikan terhadap survival rate sampai 60 – 80%.7
Pemberian kemoterapi berguna untuk mengontrol mikrometastasis,
memungkinkan penilaian histopatologi untuk melihat respons kemoterapi
(Huvos), memungkinkan perencanaan limb salvage surgery (LSS) serta
memudahkan tindakan reseksi tumor pada saat tindakan LSS.7
Pembedahan merupakan terapi utama osteosarkoma melalui prinsip
reseksi secara en bloc dengan mempertahankan fungsi semaksimal mungkin.

25
Protokol penatalaksanaan osteosarkoma meliputi pemberian kemoterapi 3
siklus neoadjuvan terlebih dahulu. Jika setelah neoadjuvan ukuran tumor
mengecil tanpa disertai keterlibatan struktur neurovaskular utama (sesuai
indikasi LSS), yang ditunjang oleh pemeriksaan radiologi (restaging),
dilanjutkan dengan pembedahan LSS.21 Sebaliknya, bila terjadi pertumbuhan
tumor yang progresif disertai keterlibatan struktur neuro-vaskuler utama atau
ekstensi jaringan yang sangat luas, amputasi menjadi pilihan utama
pembedahan. Pasca pembedahan, pasien dipersiapkan untuk peberian
kemoterapi adjuvant 3 siklus dengan regimen yang sama (bila hasil Huvos
minimal 3); Bila hasil Huvos kurang dari 2, regimen kemoterapinya harus
diganti dengan obat anti kanker lainnya (second line).
Kontraindikasi untuk tindakan LSS adalah bila; ada keterlibatan pembuluh
darah ataupun struktur saraf, fraktur patologis (kontra indikasi relatif), biopsy
yang tidak bersih, infeksi, umur tulang yang masih muda, ekstensi tumor yang
sangat luas.21
Amputasi pada osteosarkoma dilakukan bila persyaratan LSS tidak
terpenuhi. Pada osteosarkoma derajat keganasan tinggi yang tidak
memungkinkan pemberian kemoterapi neoadjuvan (misalnya: adanya ulkus,
peradarahan, tumor dengan ukuran yang sangat besar) maka langsung
dilakukan pembedahan terlebih dahulu, selanjutnya diikuti dengan pemberian
kemoterapi adjuvant. 21
Pada pasien osteosarkoma yang sudah bermetastasis maka
penatalaksanaannya juga terbagi menjadi dua yaitu resectable dan
21
unresectable. Pada yang resectable (metastasis paru, visceral) maka terapi
untuk tumor primernya sama dengan penatalaksanaan osteosarkoma derajat
keganasan tinggi dan didukung dengan kemoterapi dan juga metastasectomy.
Metastasis ke organ lain bukanlah kontraindikasi untuk LSS. Sedangkan pada
yang unresectable penatalaksanaan yang dilakukan adalah kemoterapi,
radioterapi dan melakukan evaluasi ulang tumor primer untuk mengontrol
tumor secara lokal, paliatif treatment. 21
Pada pembedahan dengan margin positif yang memberikan respons buruk
terhadap kemoterapi maka pertimbangkan mengganti kemoterapi dan juga

26
terapi tambahan secara lokal (surgical resection) dan atau radioterapi. Pada
pasien yang menolak dilakukan tindakan pembedahan amputasi. pemberian
kemoterapi dan radioterapi dipertimbangkan sebagai pilihan terapi utama. 21
Pada osteosarkoma, radioterapi berperan relatif kecil karena kanker ini
masuk dalam golongan kelompok radioresisten dan sifat metastasisnya yang
cenderung hematogen tidaklah begitu sesuai dengan konsep radioterapi
21
sebagai terapi lokoregional. Walaupun demikan peran radioterapi saat ini
menjadi lebih besar karena kemajuan teknologi dan komputer. Radioterapi
terutama diberikan sebagai ajuvan pasca bedah; dukungan radiasi dosis sangat
tinggi pada limb sparing surgery; pada kelompok derajat keganasan relatif
rendah, Ewing sarcoma, Chondrosarkoma dan pada tindakan paliatif untuk
daerah metastasis. 21 Radioterapi juga diindikasikan pada lokasi axial skeleton
dan osteosarkoma pada tulang muka karena keterbatasan tindakan bedah dan
masalah kosmetis. Oleh karena di Indonesia sebagian besar kasus datang
sudah dalam stadium lanjut maka radioterapi juga dipertimbangkan pada
kasus sisa tumor pasca operasi/ margin positif, dan kasus yang sangat lanjut,
serta pada kasus residif yang tak mungkin di operasi. 21
Operasi
Tujuan utama dari reseksi adalah keselamatan pasien. Reseksi harus
sampai batas bebas tumor. Semua pasien dengan osteosarkoma harus
menjalani pembedahan jika memungkinkan reseksi dari tumor prmer. Tipe
dari pembedahan yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor yang harus
dievaluasi dari pasien secara individual.
Batas radikal, didefinisikan sebagai pengangkatan seluruh kompartemen
yang terlibat (tulang, sendi, otot) biasanya tidak diperlukan. Hasil dari
kombinasi kemoterapi dengan reseksi terlihat lebih baik jika dibandingkan
dengan amputasi radikal tanpa terapi adjuvant, dengan tingkat 5-year survival
rates sebesar 50-70% dan sebesar 20% pada penanganan dengan hanya radikal
amputasi. Fraktur patologis, dengan kontaminasi semua kompartemen dapat
mengeksklusikan penggunaan terapi pembedahan limb salvage, namun jika
dapat dilakukan pembedahan dengan reseksi batas bebas tumor maka
pembedahan limb salvage dapat dilakukan.

27
Pada beberapa keadaan amputasi mungkin merupakan pilihan terapi,
namun lebih dari 80% pasien dengan osteosarkoma pada eksrimitas dapat
ditangani dengan pembedahan limb salvage dan tidak membutuhkan amputasi.
Limb Salvage Surgery dengan Megaprostesis
Limb Salvage Surgery Limb salvage surgery (LSS) merupakan suatu
prosedur pembedahan yang dilakukan untuk menghilangkan tumor, pada
ekstremitas dengan tujuan untuk menyelamatkan ekstremitas. Prosedur LSS
merupakan tindakan yang terdiri dari pengangkatan tumor tulang atau
sarkoma jaringan lunak secara en-bloc dan rekonstruksi defek tulang atau
sendi dengan megaprostesis (endoprostesis), biological reconstruction
(massive bone graft baik auto maupun allograft) atau kombinasi megaprostesis
dan bone graft.21
Dalam melakukan tindakan LSS harus dipertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Rekurensinya dan survival rate pasien tidak lebih buruk daripada amputasi
2. Prosedur yang dilakukan tidak boleh menunda terapi adjuvant
3. Fungsi ekstremitas harus lebih baik dari amputasi. Fungsi ekstremitas
pascarekonstruksi harus mencapai functional outcome yang baik,
mengurangi morbiditas jangka panjang dan mengurangi/meminimalkan
perlunya pembedahan tambahan.
4. Rekonstruksi yang dilakukan tidak boleh menimbulkan komplikasi yang
membutuhkan pembedahan berikutnya atau hospitalisasi yang berulang-
ulang.
Megaprostesis adalah alat yang terbuat dari logam yang didesain sebagai
pengganti segmen tulang dan atau sendi pada defek tulang yang terjadi pasca
reseksi. Penggunaan megaprostesis, memungkinkan pasien lebih cepat pulih
dan lebih awal menjalani rehabilitasi dan weight bearing.21 Dalam dua minggu
pasca operasi latihan isometrik atau non-bending exercise dapat dimulai.
Dalam periode enam minggu pasien sudah berjalan weight bearing sesuai
dengan toleransi pasien. 21
Saat ini prosedur Limb Salvage merupakan tujuan yang diharapkan dalam
operasi suatu osteosarkoma. Maka dari itu melakukan reseksi tumor dan

28
melakukan rekonstrusinya kembali dan mendapatkan fungsi yang memuaskan
dari ektermitas merupakan salah satu keberhasilan dalam melakukan operasi.
Dengan memberikan kemoterapi preoperatif (induction = neoadjuvant
chemotherpy) melakukan operasi mempertahankan ekstremitas (limb-sparing
resection) dan sekaligus melakukan rekonstruksi akan lebih aman dan mudah,
sehingga amputasi tidak perlu dilakukan pada 90 sampai 95% dari penderita
osteosarkoma.7 Dalam penelitian terbukti tidak terdapat perbedaan survival
rate antara operasi amputasi dengan limb-sparing resection.17 Amputasi
terpaksa dikerjakan apabila prosedur limb-salvage tidak dapat atau tidak
memungkinkan lagi dikerjakan.
Setelah melakukan reseksi tumor, terjadi kehilangan cukup banyak dari
tulang dan jaringan lunaknya, sehingga memerlukan kecakapan untuk
merekonstruksi kembali dari ekstremitas tersebut. Biasanya untuk
rekonstruksi digunakan endo-prostesis dari methal.18,19,20 Prostesis ini
memberikan stabilitas fiksasi yang baik sehingga penderita dapat menginjak
(weight-bearing) dan mobilisasi secara cepat, memberikan stabilitas sendi
yang baik, dan fungsi dari ekstremitas yang baik dan memuaskan. Begitu juga
endoprostesis methal meminimalisasi komplikasi post- operasinya dibanding
dengan menggunakan bone graft.
Follow-up Post-operasi
Post operasi dilanjutkan pemberian kemoterapi obat multiagent seperti
pada sebelum operasi. Setelah pemberian kemoterapinya selesai maka
dilakukan pengawasan terhadap kekambuhan tumor secara lokal maupun
adanya metastase, dan komplikasi terhadap proses rekonstruksinya. Biasanya
komplikasi yang terjadi terhadap rekonstruksinya adalah: longgarnya
prostesis, infeksi, kegagalan mekanik. Pemeriksaan fisik secara rutin pada
tempat operasinya maupun secara sistemik terhadap terjadinya kekambuhan
maupun adanya metastase. Pembuatan plain-foto dan CT scan dari lokal
ekstremitasnya maupun pada paru-paru merupakan hal yang harus dikerjakan.
Pemeriksaan ini dilakukan setiap 3 bulan dalam 2 tahun pertama post
opersinya, dan setiap 6 bulan pada 5 tahun berikutnya.7

29
2.13 Prognosis

Faktor-faktor seperti sifat tumor, kondisi pasien, dan pengobatan yang


diterima dapat mempengaruhi prognosis pasien osteosarkoma. 23

Sifat tumor seperti lokasi tumor, ukuran tumor, histopatologi (high


grade, low grade), luasnya (infiltratif, kelenjar regional, metastasis lokal, atau
jauh), respon terhadap pengobatan, respon histologi terhadap kemoterapi
(Huvos), tipe dan margin operasi dapat dipertimbangkan untuk menentukan
pronosis penyakit. Selain itu ALP, LDH, dan D dimer juga dapat diperiksa
untuk menggambarkan luasnya lesi dan gangguan hiperkoagulasi yang dapat
terjadi.23

Pada pasien, usia, status gizi (BMI), status performa, komorbiditas


(mis. TB, hepatitis, gagal ginjal, gagal jantung) penting terhadap prognosis
kesintasan dan toleransi pengobatan yang diberikan pada pasien. Selain itu
terkait pengobatan, diagnosis dan terapi yang terlambat, pengalaman dan
keterampilan tenaga medis (operasi, kemoterapi, radiasi dan suprtif terapi),
serta kurangnya fasilitas (tenaga dan alat) dapat menurunkan prognosis
menjadi lebih buruk. 23

Angka harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika


belum terjadi penyebaran ke paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan hidup
sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Sayangnya penderita kanker
tulang kerap datang dalam keadaan sudah lanjut sehingga penanganannya
menjadi lebih sulit. Jika tidak segera ditangani maka tumor dapat menyebar
ke organ lain, sementara penyembuhannya sangat menyakitkan karena
terkadang memerlukan pembedahan radikal diikuti kemotherapy. 23

Pada permulaannya prognosis Osteosarkoma adalah buruk 5 years


Survival Rate-nya hanya berkisar antara 10-20%. Belakangan ini dengan
terapi adjuvan berupa sitostatik yang agresif dan intensif yang diberikan
prabedah dan pasca bedah maka Survival Rate menjadi lebih baik dapat

30
mencapai 60-70%. Berkat terapi adjuvan juga terapi amputasi belakangan ini
sudah berkurang, sekarang pada pusat-pusat pengobatan. 23

Belakangan ini Osteosarkoma mempunyai prognosis yang lebih baik,


disebabkan oleh prosedur penegakkan diagnosis dan staging dari tumor yang
lebih baik, begitu juga dengan adanya pengobatan yang lebih canggih. Dalam
penanganan osteosarkoma modalitas pengobatannya dapat dibagi atas dua
bagian yaitu dengan kemoterapi dan dengan operasi. 23

31
BAB 3
KESIMPULAN

Osteosarkoma merupakan tumor ganas ke dua dari tulang. Didapatkan


pada umur antara 5-30 tahun, dan terbanyak pada umur 10 – 20 tahun. Terdapat
pada metafise tulang panjang yang pertumbuhannya cepat, terbanyak pada daerah
lutut. Diagnose ditegakkan dengan gejala klinis, pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan radiografi seperti plain foto, CT scan, MRI, bone scan, angiografi
dan dengan pemeriksaan histopatologis melalui biopsi. Prognosis osteosarkoma
tergantung pada staging dari tumor dan efektif-tidaknya penanganan. Penanganan
osteosarkoma saat ini dilakukan dengan memberikan kemoterapi, baik pada
preoperasi (induction=neoadjuvant chemotherapy, dan pascaoperasi (adjuvant
chemotherapy). Pengobatan secara operasi, prosedur Limb Salvage merupakan
tujuan yang diharapkan dalam operasi suatu osteosarkoma. Follow-up post-
operasi pada penderita osteosarkoma merupakan langkah tindakan yang sangat
penting.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Ethel Sloance, Anatomi dan Fisiologi, ECG, 2010

2. Salter, Robert B. Textbook of disorders and inju- ries of the


musculoskeletal system. 3rd ed.Philadeiphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 1999.p.400-3.

3. Skinner, Harry B. Current diagnosis & treatment in orthopaedics. Lange


Medical Book. 3rd ed. New York: McGraw-Hill; 2003.p.312-8.

4. Patterson FR. 2008. Osteosarcoma. In: Timothy AD, editor. Orthopaedic


Surgery essential. oncol- ogy and basic science. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2008.p.177-87.

5. Solomon L, Warwick D. Nayagam S. Apley’s sys- tem of orthopaedics


and fractures. 8th ed. NewYork: Oxford University Press Inc; 2001.p.185-
218.

6. Gebhardt, Mark C, Hornicek, Francis J. Osteosa- rcoma. Orthopaedic


knowledge update muscu- loskeletal tumors. American Academy of
Ortho- paedic Surgeons. 1st ed. New York: McGraw-Hill; 2002.p.175-82.

7. Bechler JR, Robertson WW, Meadows AT, Womer RB. Osteosarcoma as


a second malignant neo- plasm in children. J Bone Joint Surg Am
1992;74:1079-83.

8. Wittig, James C, Bickels J, Priebat D, et al. Osteosarcoma: a


multidisciplinary approach to diagnosis and treatment. A peer reviewed
Journal of American Academic of Family Physicians 2002.

9. Frassica, Frank J, Frassica, Deborah A, McCarthy, Edward F.


Orthopaedic pathology. In: Miller, Mark D, editors. Review of
orthopaedics. 4th ed. Philadelphia: Saunder; 2004.p.440-58.

33
10. Tsuji Y, Kusuzaki K, Kanemitsu K, et al. Calca- neal osteosarcoma
associated with werner syn- drome. The Journal of Bone and Joint Surgery
2000;82:9-12.

11. Katagiri H, Takahashi M, Takagi T, Nakagawa M. Osteosarcoma of the


talus treated successfully with limb-sparing surgery. A case report. J Bone
Joint Surg Am 2008;90:869-74.

12. Scully SP, Ghert MA, Zurakowski D, Thompson RC, Gebhardt MC.
Pathologic fracture in osteosa- rcoma: prognostic importance and
treatment im- plications. J Bone Joint Surg Am 2002;84:49-57.

13. Bacci G, Scully SP, Ghert MA, et al. Pathologic fracture in osteosarcoma.
J Bone Joint Surg Am 2003;85:1848-9.

14. Palmerini E, Staals EL, Ferrari S, et al. Nonresectable multiple lung


metastases of high- grade osteosarcoma of the humerus: stable after twelve
years. A case report. J Bone Joint Surg Am 2008;90:2240-4.

15. Lewis VO, Gebhardt MC, Springfield DS. Parosteal osteosarcoma of the
posterior aspect of the distal part of the femur. J Bone Joint Surg Am
2000;82:1083.

16. Koyama J, Ito J, Hayashi T. Periosteal osteosar- coma of the mandibule.


Dentomaxillofascial Ra- diology 2002;31:63-4.

17. Imran H, Enders F, Krailo M, et al. Effect of time to resumption of


chemotherapy after definitive surgery on prognosis for non-metastatic
osteosarcoma. J Bone Joint Surg Am 2009;91:604-12.

18. Simon MA, Aschliman MA, Thomas N, Mankin HJ. Limb-salvage


treatment versus amputation for osteosarcoma of the distal end of the
femur. J Bone Joint Surg Am 2005;87:2822.

19. Muscolo DL, Ayerza MA, Aponte-Tinao LA. Ranalletta M. Partial


epiphyseal preservation and intercalary allograft recostruction in high-
grade metaphyseal osteosarcoma of the knee. J Bone Joint Surg Am
2004;86:2686-93.

34
20. Chun Li W, Sen Yang R, Yih Tsauo J. Knee prop- rioception in patients
with osteosarcoma around the knee after modular endoprosthetic
reconstruc- tion. J Bone Joint Surg Am 2005;87:850-6.

21. Hoffmann C, Gosheger G, Gebert C, Jurgens H, Winkelmann. Fanctional


results and quality of life after treatment of pelvic sarcoma involving the
acetabulum. J Bone Joint Surg Am 2006;88:575-82.

22. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran, Osteosarkoma, Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia, 2017.

23. Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Edisi 2. Hal.522-


533. Binarupa Aksara : Tangerang. 2008.

35

Anda mungkin juga menyukai