PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asma
2.1.1 Definisi Asma
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama
malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan
napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan1.
Definisi lain asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan
peradangan saluran napas kronis. Hal ini didefinisikan dengan riwayat gejala
pernapasan seperti mengi, sesak napas, sesak dada dan batuk yang bervariasi dari
waktu ke waktu, dalam intensitas, dan dengan adanya variabel keterbatasan aliran
udara ekspirasi. Definisi ini dicapai dengan konsensus, berdasarkan pertimbangan
karakteristik yang khas dari asma dan yang membedakannya dari kondisi
pernapasan lainnya2.
2.1.2 Epidemiologi Asma
2
2.1.3 Faktor Resiko Asma3
3
atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe
lambat.
2.4.2 Reaksi Asma Tipe Cepat
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi
degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed
mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti
leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos
bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.
2.4.3 Reaksi Asma Fase Lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.
4
menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan
pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
2.4.6 Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada
penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul
adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.
Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya masih
diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule
protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym dan
metaloprotease sel epitel.
2.4.6 Eosinofil
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak
spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah
dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis
sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator
lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF
meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
Eosinofil yang mengandung granul protein ialah eosinophil cationic protein
(ECP), major basic protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil
derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas.
2.4.6 Sel Mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-linking
reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi
degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti histamin dan
protease serta newly generated mediators antara lain prostaglandin D2 dan
leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4,
IL-5 dan GM-CSF.
2.4.7Airway Remodeling
Reaksi inflamasi pada saluran nafas menimbulkan penyempitan yang
ireversibel pada saluran nafas(airway remodeling) akibat fibrosis subepitelial,
hipertrofi otot polos saluran nafas, penebalan pembuluh darah dan hipersekresi
mukus. Hal ini merupakan langkah terakhir terjadinya gejala dan perubahan
5
fisiologik saluran nafas pada asma, yaitu berupa kontraksi otot polos, edem,
penebalan dinding dan hipersekresi mukus. Hiperesponsif ini bersifat responsif
secara parsil terhadap obat.
6
penderita dalam pengobatan juga harus mempertimbangkan pengobatan itu
sendiri. Tabel 2 menunjukkan bagaimana melakukan penilaian berat asma pada
penderita yang sudah dalam pengobatan. Bila pengobatan yang sedang dijalani
sesuai dengan gambaran klinis yang ada, maka derajat berat asma naik satu
tingkat.
Tabel 1 Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (sebelum
pengobatan)1
7
Tabel 2 Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan1
8
2. Pemeriksaan Fisik :
3. Pemeriksaan Penunjang :
Spirometri4 :
- ( Volum Ekpirasi Paksa 1 detik ) VEP1< 70% dari nilai prediksi
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
- Tes reversibilitas : peningkatan VEP1 ≥ 12% dan ≥ 200 ml
menunjukkan reversibilitas yang menyokong diagnosis asma
Arus Puncak Ekspirasi ( APE )4 :
- Reversibilitas. Peningkatan 60 L/menit ( atau ≥ 20% ) dengan
pemberian bronkodilator ( misalnya 200-400 ugr salbutamol ), atau
variasi diurnal dari APE ≥ 20% ( dengan bacaan 2x sehari > 10% )
menyokong diagnosis asma
-
Variabilitas. Merujuk pada perbaikan atau pemburukan gejala atau
fungsi paru dalam periode tertentu misal 1 hari ( variabilitas
diurnal ), hari atau bulanan.
9
Pengukuran Status Alergi5
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma berat. Pada fase awal
serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnea (PaCO2 < 35 mmHg)
kemudian pada stadium yang lebih berat pada PaCO2 justru mendekati
normal sampai normo-kapnea. Selanjutnya pada asma yang sangat
berat terjadi hiperkapnea (PaCO2 ≥ 45 mmHg), hipoksemia, dan
asidosis respiratorik.
Foto Toraks5
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit
lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri,
obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada
serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak
memperlihatkan adanya kelainan.
2.1.7 Diagnosis Banding
Bila menemukan keluhan batuk sesak, mengi salah satu kelainan yang
perlu dipikirkan adalah obstruksi saluran nafas atas.
Diagnosis banding asma5 :
Kategori Kriteria
10
Penyakit yang menimbulkan batuk Rhinitis, sinusitis, otitis, bronkiektasis
11
kontrol/beratnya asma, tempat perawatan dan tingkat terapi yang diberikan
pada pasien yang datang ke klinik asma atau klinik emergensi. Tindak lanjut
terapi pasien ditentukan berdasarkan respon pasien hingga pasien dapat
pulang untuk berobat.
Obat Asma
Obat asma dapat digolongkan menjadi pengendali ( controller ) dan
pelega ( reliever ). Controller adalah obat yang dikonsumsi tiap hari untuk
membuat asma dalam keadaan terkontrol terutama melalui efek anti
inflamasi. Reliever adalah obat yang digunakan bila perlu berdasar efek
cepat untuk menghilangkan bronkokontriksi dan menghilangkan
gejalanya2.
Controller Reliever
Short acting b2 agonist (SABA) :
Kortikosteroid (inhalasi, sistemik) inhalasi, oral
12
Leukotriene modifeier Kortikosteroid sistemik
Anti IgE
Antikolinergik: Tiotropium
13
Tabel 6. Obat dan Dosis Kortikosteroid Inhalansi untuk anak.
b) Kortikosteroid sistemik
c) Sodium chromoglicate dan sodium Nedochromil
Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol
pada asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu
pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau
tidak.
d) Methylxanthine
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek
ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas
lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi
menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan
memperbaiki faal paru.
e) Agonis β2 kerja lama (LABA) inhalasi
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah
salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>
12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi
otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan
14
permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan
mediator dari sel mast dan basofil.
f) Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan
pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek
bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat
alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator,
juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah
preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan.
Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis
reseptor leukotrien sisteinil).
g) obat-obat anti alergi
15
Tabel 7. Obat asma controller4
16
vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi
yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah
ipratropium bromide dan tiotropium bromide.
17
dapat pula diberikan teofilin lepas lambat kepada pasien dengan gangguan
asma malam hari6.
Tahap 3. Tahap ini untuk pasien yang tidak kunjung membaik di tahap 2
selama kurang-lebih 12 minggu dan diyakini tidak ada masalah lain seperti
kepatuhan, pencetus, dan lain-lain. Pasien diberikan pengontrol kombinasi
kortikosteroid inhalasi dosis rendah dan agonis beta-2 kerja lama (LABA)
yang disebut LABACS. Alternatif lainnya sama dengan tahap 26.
Tahap 4. Tahapan setelah tahap 3 dimana harus dinilai apakah gejala
pasien sudah terkontrol sebagian atau belum terkontrol, kepatuhan pasien,
komorbiditas, dan pencetus. Pengobatan yang diberikan adalah LABACS
dimana kortikosteroid inhalasi diberikan dalam dosis sedang-tinggi6.
Tahap 5. Obat yang diberikan adalah LABACS dengan dosis
kortikosteroid inhalasi dosis tinggi dan jika perlu dapat ditambahkan
kortikosteroid oral dosis terendah. Kortikosteroid oral bekerja sistemik
sehingga diharapkan dapat mempercepat penyembuhan, mencegah
kekambuhan, memperpendek hari rawat, dan mencegah kematian6.
18
2.1.10 Prognosis6
Asma biasanya kronis , meskipun kadang-kadang masuk ke periode
panjang remisi . Prospek jangka panjang umumnya tergantung pada tingkat
keparahan.
Dalam kasus-kasus ringan sampai sedang , asma dapat meningkatkan
dari waktu ke waktu , dan banyak orang dewasa bahkan bebas dari gejala.
Bahkan dalam beberapa kasus yang parah , orang dewasa mungkin mengalami
perbaikan tergantung pada derajat obstruksi di paru-paru dan ketepatan waktu
dan efektivitas pengobatan .
Pada sekitar 10 % kasus persisten berat , perubahan dalam struktur
dinding saluran udara menyebabkan masalah progresif dan ireversibel dalam
fungsi paru-paru , bahkan pada pasien yang diobati secara agresif .
Fungsi paru-paru menurun lebih cepat daripada rata-rata pada orang dengan
asma , terutama pada mereka yang merokok dan pada mereka dengan produksi
lendir yang berlebihan ( indikator kontrol perlakuan buruk ) .
Kematian dari asma adalah peristiwa yang relatif jarang , dan kematian
asma yang paling dapat dicegah . Hal ini sangat jarang orang yang menerima
perawatan yang tepat untuk mati asma . Namun, bahkan jika tidak mengancam
nyawa , asma dapat melemahkan dan menakutkan . Asma yang tidak
terkontrol dengan baik dapat mengganggu sekolah dan bekerja , serta kegiatan
sehari-hari.
19
BAB III
RINGKASAN
Asma sudah lama dikenal namun baru akhir – akhir ini menjadi masalah
kesehatan yang menonjol. Keradangan saluran nafas pada asma sangat komplek
dalam asal mula, regulasi dan outcome. Adanya predisposisi genetic yang terjadi
reaksi inflamasi alergi. Konsekuensi dari inflamasi kronik akan terjadi airway
remodeling.
Batuk, sesak nafas, wheezing merupakan trias gejala asma. Bila gejala dan
tanda tidak spesifik sulit dibedakan dengan penyakit lain, oleh sebab itu
diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Faal paru yang menunjukkan obstruksi yang
reversible merupakan alat diagnosis pasti.
20
DAFTAR PUSTAKA
21