1
Kasus Besar Interna – qqiute
baru satu kali saja abnormal belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal,
baik kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl atau glukosa darah sewaktu > 200
mg/dl pada hari lain atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan
kadar glukosa darah pasca pembebanan > 200 mg/dl.2
2
Kasus Besar Interna – qqiute
mereka terkena DM. Keluhan tradisional dari hiperglikemia seperti polidipsi dan
poliuria sering tidak jelas, karena penurunan respon haus dan peningkatan nilai
ambang ginjal untuk pengeluaran glukosa urin. Penurunan berat badan, kelelahan
dan kencing malam hari dianggap hal yang biasa pada lanjut usia, berakibat
tertundanya deteksi adanya DM. Penampilan klinis seperti dehidrasi, konfusio,
inkontinentia dan komplikasi-komplikasi yang berkaitan DM merupakan gejala-
gejala yang tampak.
Komplikasi mikrovaskuler seperti neuropati dapat berupa kesulitan untuk
bangkit dari kursi atau menaiki tangga. Pandangan yang kabur atau diplopia juga
dapat dikeluhkan, akibat mononeuropati yang mengenai syaraf kranialis yang
mengatur okulomotorik. Proteinuria tanpa adanya infeksi, harus dicari
kemungkinan adanya DM.1
Infeksi khusus yang sering berkaitan dengan DM, lebih banyak dijumpai
pada lanjut usia antara lain otitis eksterna maligna dan kandidiasis urogenital.
Sebaliknya adanya penyakit-penyakit akut seperti bronkopneumoni, infark
miokard atau stroke dapat meningkatkan kadar glukosa sehingga berakibat
tercapainya kriteria diagnosis DM, pada mereka yang telah ada peningkatan kadar
intoleransi glukosa. Beberapa gejala unik yang dapat terjadi pada penderita lanjut
usia antara lain adalah: neuropati diabetika dengan kaheksia, neuropati diabetic
akut, amiotropi, otitis eksterna maligna, nekrosis papilaris dari ginjal dan
osteoporosis.
Bila terlambat diketahui adanya penyakit diabetes pada lanjut usia, penderita
mungkin sudah dalam keadaan status dekompensasi dari sistem metabolik seperti
hiperglikemi, hiperosmolaritas, sindroma non ketotik atau ketoasidosis diabetik.
Penderita juga dapat dijumpai gejala-helaja hipoglikemi, yang biasanya
disebabkan oleh obat-obat antidiabetik. Penampilan klinis hipoglikemia yang khas
tampak sebagai perubahan status mental dan status neurologi seperti penurunan
fungsi kognitif, konfusio, kjang, diaphoresis dan bradikadi.
Keadaan yang menyertai hiperglikemi seperti hiponatremia
(pseudohiponatremi), kondisi dehidrasi dan hipomagnesia (akibat diuresis
osmotik) dapat juga terjadi. Profil lipid pada umunya menunjukkan peningkatan
trigliserid, penurunan HDL sedangkan LDL kolesterol tidak selalu meningkat
tetapi terisi oleh small dense LDL yang lebih banyaj, yang lebih aterogenik.
3
Kasus Besar Interna – qqiute
4
Kasus Besar Interna – qqiute
glukosa dengan kadar gula darah puasa normal (<126 mg/dl) yang disebut
Isolated Postchallenge Hyperglikemia (IPH) 1
5
Kasus Besar Interna – qqiute
Diet
Diberikan diet dengan jumlah kalori sesuai BMI, dengan pembatasan sesuai
penyakit komorbid atau faktor resiko atherosklerosis lain yang ada. Komposisi
normal biasanya 60-65% karbohidrat komplek, 20% protein dan 15-20% lemak.
Disamping itu juga diberikan suplemen dan vitamin A, C, B komplek, E, Ca,
selenium, zinc dan besi.
Untuk hasil yang baik pada terapi diet ini perlu perhatian khusus pemberian
makanan pada lansia dengan diabetes:
Akses terhadap makanan:
- Disabilitas fungsional
o Keterampilan menyapkan makanan yang kurang/jelek
o Dukungan formal maupun informal yang buruk untuk
mendapatkan makanan
- Sumber daya keuangan yang terbatas
- Asupan makanan:
o Apresiasi terhadap bau dan rasa yang menurun
o Gigi yang buruk dan atau xerostomia
- Kebiasaan makan yang sudah berakar
- Kesukaan atas makanan masa lalu atau masakan tradisional
Fungsi kognitif yang menurun
Olahraga
Disesuaikan dengan kapasitas fungsionalnya. Bila masih bisa berjalan disuruh
berjalan, bila hanya bisa duduk olahraga dengan duduk. Apabila tidak dapat, bisa
dilakukan dengan gerakan atau latihan pasif di tempat tidur. Prinsip terapi
olahraga adalah dengan memperbaiki aktifitas fisik, menurunkan kadar gula
darah, mencegah terjadinya imobilitas yang mempercepat munculnya kompliasi
makrovaskuler diabetes.
Apabila dengan terapi tanpa obat di atas gula darah atau HbA1c belum turun atau
terkendali, sesuai dengan target makan diberikan terapi dengan obat
antihiperglikemik.
6
Kasus Besar Interna – qqiute
Obat
Terutama obat untuk menurunkan gula darah harus dipilih yang bekerja pendek,
mempertimbangkan kapasitas ginjal, hepar dan saluran cerna agar tidak terjadi
efek samping. Patut juga diperhatikan status sosial ekonomi penderita dalam
memilih obat mengingat obat ini biasanya dipakai dalam jangka waktu lama
bahkan dapat seumur hidup. Obat yang dipilih apakah obat anti diabetik oral atau
insulin disesuaikan dengan klisifikasi DMnya dan keadaan klinisnya seperti
penyakit komorbid atau BMI nya.
Untuk penderita diabetes lansia gemuk, obat hiperglikemik oral yang dipilih
adalah inhibitor alfa Glukosidase (acarbose), biguanide atau thiazolidinedione,
karena obat-obat ini selain menurunkan kadar gula darah juga dapat menuurnkan
berat badan, tetapi bila terdapat ganguan fungsi hati atau ginjal baik biguanide
atau thiazolodinedione tidak boleh dipakai. Sebaliknya penderita yang kurus
sebaiknya dipilih terapi dengan insulin karena dapat menungkatkan berat badan.
Sulfoniuria dan non sulfoniuria insulin secretagoue (repaglinide/nateglinide)
lebih tepat dipilih untuk penderita dengan berat badan normal.
Indikasi penggunaan insulin pada penderita diabetes antara lain: DM tipe 1,
DM tipe 2 yang tidak bisa dikontol dengan obat oral, DM tipe 2 dengan penyakit
akut berulang dan berhubungan dengan hiperglikemi, DM tipe 2 dengan penyakit
komorbid yang merupakan kontraindikasi OHO, DM tipe 2 dengan operasi yang
lama (pre/pascaoperatif), DM tipe 2 dengan malnutrisi/kurus dan malaise berat,
koma diabetik (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar nonketotik dan asidosis
laktat) dan perempuan hamil.1,4,5
Penatalaksanaan DM pada lanjut usia tidak akan berhasil bila tidak
melakukan langkah beriuktnya setelah diet, olahraga dan obat, yaitu melakukan
edukasi, evaluasi dan rehabilitasi pada penderita.
Edukasi: memberikan penjelasan mengania DM dan komplikasi yang akan terjadi
sampai kepada apa yang mesti dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh
penderita dan keluarganya. Pada edukasi perlu dibuat komitmen antara dokter,
penderita dan keluarganya mengenai tujuan akhir terapi yang diberikan, bukan
hanya sekedar mengontrol gula darah tetapi juga mencegah komplikasi dengan
mengeliminir semua faktor resiko atherosclerosis yang dimiliki oleh penderita
dan sekaligus menerapi komorbid yang ada.
7
Kasus Besar Interna – qqiute
8
Kasus Besar Interna – qqiute
DAFTAR PUSTAKA
1. Martono H, Pranaka K, Rahayu RA, Joni B, Huda IS, Murti Y. Diabetes melitus
pada lanjut usia. Dalam : Darmono, Suhartono T, dkk (editor). Naskah lengkap
diabetes melitus. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007 :
301-16
2. Gustaviani R. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam : Sudoyo AW,
Setiyohadi B, dkk (editor). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jilid III.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006: 1879-1885
3. Rochmah W. Diabetes melitus pada usia lanjut. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi
B, dkk (editor). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jilid III. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI, 2006: 1937-9
4. Darmono. Seri kuliah endokrinologi-metabolik. Semarang: Laboratorium Ilmu
Penyakit Dalam FK UNDIP, 1991. Foster DW.
5. Sidartawan, Pradana, Imam Subekti, dkk. Petunjuk praktis pengelolaan diabetes
mellitus tipe 2. Jakarta : PB Perkeni, 2002.
6. Soegondo S, Rudianto A, Manaf A, Imam Subekti, dkk. Konsensus pengelolaan
dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di indonesia. Jakarta : PB Perkeni, 2006.
7. Sofro MAU. Infeksi yang biasa menyerang pada DM. Dalam : Darmono,
Suhartono T, dkk (editor). Naskah lengkap diabetes melitus. Semarang : Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, 2007 : 178
8. Wibisono BH. Komplikasi paru pada DM. Dalam : Darmono, Suhartono T, dkk
(editor). Naskah lengkap diabetes melitus. Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, 2007 : 97
9. Mubin H. Paduan praktis ilmu penyakit dalam diagnosis dan terapi. Jakarta :
EGC, 2001 : 201
10. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL.
Harrison’s manual of medicine 16th ed. McGraw-hill international edition.
Boston. 2002: 679