2.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan PT. Total Optima Prakarsa merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batuan komoditas Granodiorit dan telah memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Batuan sesuai Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No: 943/DISTAMBEN/2016 Tanggal 29 Desember 2016, yang berlokasi di Desa Peniraman, Kecamatan Sungai Pinyuh, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat dengan luas wilayah 7,16 hektar. (Laporan Triwulan PT. TOP, 2017) 2.1.2. Batas Wilayah Administrasi Wilayah penelitian terletak di IUP PT. Total Optima Prakarsa di Desa Peniraman, Kecamatan Sungai Pinyuh, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Secara geografis lokasi penelitian terletak antara 109° 07’ 44,5” BT - 109° 07’ 56” BT dan 00° 13’ 42” LU - 00° 14’ 04” LU dan dengan batas-batas lokasi sebagai berikut (Laporan Pelaksanaan UKL-UPL PT. TOP, 2017) : Batas Utara : Lahan milik H. Nawawi Batas Selatan : Lahan milik PT. Semangang Batas Barat : Lahan milik H. Tohir Batas Timur : Lahan milik H. Nawawi Berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No: 943/DISTAMBEN/2016 Tanggal 29 Desember 2016, Koordinat IUP PT. Total Optima Prakarsa adalah sebagai berikut : Tabel 2.1. Koordinat Wilayah Izin Usaha Pertambangan PT. Total Optima Prakarsa No. Bujur Timur Lintang Utara/Lintang Selatan Titik Derajat Menit Detik Derajat Menit Detik LU/LS 1 109 7 46.50 0 13 52.72 LU 2 109 7 54.00 0 13 52.72 LU 3 109 7 54.00 0 13 52.00 LU 4 109 7 56.00 0 13 52.00 LU 5 109 7 56.00 0 13 44.50 LU 6 109 7 53.50 0 13 44.50 LU 7 109 7 53.50 0 13 42.00 LU 8 109 7 49.50 0 13 42.00 LU 9 109 7 49.50 0 13 46.00 LU 10 109 7 48.00 0 13 46.00 LU 11 109 7 48.00 0 13 50.50 LU 12 109 7 46.50 0 13 50.50 LU Sumber : dokumen laporan triwulan PT Total Optima Prakarsa,2017 Lokasi penambangan PT. Total Optima Prakarsa berupa daerah terbuka dengan tanaman-tanaman tropis dan semak belukar. Penggunaan tanah di Kecamatan Sungai Pinyuh berjumlah 12.112 Ha yang digunakan antara lain untuk tadah hujan (1.349 Ha), pasang surut (34 Ha), tegal/kebun (743 Ha), perkebunan (4.475 Ha), hutan rakyat (454 Ha), tambak (24 Ha), kolam/tebar/empang (4 Ha), rumah-bagunan dan halaman sekitarnya (1.131 Ha), hutan negara (2.797 Ha), dan peruntukan lainnya (643 Ha). (Laporan Triwulan IV PT. Total Optima Prakarsa, 2017) Gambar 2. 1. Peta Lokasi Daerah Penelitian PT.TOP Sumber : IUP PT. Total Optima Prakarsa, 2016 2.1.3. Kesampaian Lokasi Penelitian Lokasi penambangan batuan PT. Total Optima Prakarsa dapat ditempuh dari Kota Pontianak dengan jalur darat menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua menuju Desa Peniraman dengan waktu tempuh ±1¼ jam, kemudian dilanjutkan menuju lokasi quarry dengan jarak tempuh ± 2 Km. Kondisi prasarana transportasi menuju Desa Peniraman ini merupakan jalan Provinsi/Negara yang sebagian besar beraspal baik dengan kondisi jalan hotmix. (Laporan Triwulan IV Tahun 2017 PT. TOP, 2017) Gambar 2. 2. Peta Kesampaian Daerah Peneltian PT.TOP Sumber : IUP PT. Total Optima Prakarsa, 2016 2.2. Morfologi Morfologi Regional berupa perbukitan, perbukitan bergelombang lemah dan dataran yang merupakan daerah dataran banjir dari daerah pantai dan sungai- sungai besar, termasuk stadia dewasa. Dicirkan dengan bentuk sungai berbentuk huruf “U” dan bermeander dengan tingkat erosi yang sudah melemah. Struktur Geologi yang berkembang di daerah ini adalah struktur kekar. Struktur kekar yang terdapat di daerah ini terdiri dari kekar jenis gash fracture dan shear fracture. kekar-kekar tersebut pada umumnya mempunyai arah timur laut-barat daya dan barat laut-tenggara. Secara fisiografi daerah Kabupaten Mempawah terdiri dari suatu zona pantai, dataran alluvial dan undakan pasir putih di bagian barat, serta perbukitan bergelombang rendah yang meningkat sampai perbukitan curam yang terisolasi di bagian timur. Dari hasil peninjauan lapangan dan pengamatan topografi maka dapat disimpulkan bahwa daerah penyelidikan berdasarkan klasifikasi “Van Zuidam, 1979” dibagi menjadi 2 satuan morfologi, yaitu (Laporan Triwulan PT. TOP, 2017): Satuan Morfologi Dataran Merupakan dataran tanah alluvial dan dataran rawa dengan ketinggian 0 – 2 meter di atas permukaan air laut. Satuan Morfologi Perbukitan Meliputi seluruh perbukitan yang merupakan daerah potensial penambangan dengan ketinggian antara 2 – 140 meter di atas permukaan air laut serta kemiringan lereng hingga mencapai 70 %. Tabel 2.2.1. Pembagian Satuan Morfologi Berdasarkan “Van Zuidam” Ketinggia Satuan Relief n Dataran atau hampir datar 0-2m Bergelombang/Miring Landai 3-7m Bergelombang/Miring 8 - 13 m Berbukit Gelombang/Miring 14 - 20 m Berbukit Tersayat Tajam/Miring 21 - 55 m Pegunungan Tersayat Tajam/Sangat 56 - 140 m Terjal Pegunungan/Sangat Curam >140 m Sumber: verstappen dan van zuidam, 1970 dan 1982 2.3. Stratigrafi Berdasarkan Peta Geologi Lembar Singkawang skala 1 : 250.000 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung Tahun 1993, stratigrafi yang menempati wilayah penambangan di Desa Peniraman dan skitarnya berturut-turut dari tua ke muda adalah sebagai berikut : 1. Batuan Terobosan Granodiorit (Klm) Terdiri dari/ terutama granodiorit dengan granit, diorit kuarsa, diorit, adamelit, tonlit. 2. Endapan Alluvial dan Rawa (Qa) Terdiri dari lumpur, pasir, kerikil, sisa tumbuhan. Secara umum daerah penambangan PT. Total Optima Prakarsa dan sekitarnya adalah daerah perbukitan yang menempati satuan batuan granitik atau formasi batuan terobosan granodiorit (Klm) yang terdiri dari granodiorit, granodiorit hornblend-biotit, ademelit, tonalit, monzogranit, syenogranit, tonalit diorite kuarsa, monzoit kuarsa granit dan aplit ; kemagnetan sedang sampai kuat; umumnya terubah dan termodifikasi; setempat tergeruskan kuat, terlimonitkan dan terbreksikan; mengandung batuan asing (senolit) batuan gunung api dan sedimen; berbutir sedang dan equgranular batuan ini berupa batolit dan sedikit retas dan stock, menerobos Batuan Gunungapi Kerabai, Betupasir Bengkayang dan kompleks Batuan Beku dan Malihan Embuoi. Berumur 87 sampai 128 juta tahun yang lalu (Kapur Awal). Satuan batuan ini merupakan satuan batuan tertua dan banyak tersingkap di seluruh daerah penyelidikan. Secara genesis menerobos satuan batuan diatasnya. (Laporan Triwulan PT. TOP, 2017 2.4. Topografi Regional Sebagian besar wilayah Kabupaten Mempawah merupakan wilayah datar (dengan kemiringan lahan 0-2%). Wilayah-wilayah dengan kemiringan lahan yang kecil ini menyebar memanjang dari utara ke selatan wilayah pesisir pantai Kabupaten Mempawah pada ketinggian 0-25 meter. Pada wilayah pantai ini, banyak terdapat areal dataran yang relatif rendah dari permukaan pasang air laut tertinggi sehingga sangat rawan mangalami banjir. Keadaan banjir sangat rawan terjadi pada saat air dalam keadaan pasang terutama pada bulan-bulan yang memiliki curah hujan tinggi (Oktober-Januari). Adapun wilayah yang berkemiringan lebih dari 2% dijumpai di bagian perbatasan timur laut kabupaten dengan kawasan pebukitan yang relatif lebih banyak jumlahnya. Pada umumnya, Kabupaten Mempawah berdaratan rendah, perbukitan dan pesisir pantainya berawa – rawa. Wilayah ini didominasi oleh kemiringan lereng 0-8 % atau < 8% dan ketinggian antar 0 - 200 mdpl. Wilayah dengan kemiringan lereng 0-8 % terdapat di Kecamatan Sungai Kunyit, Mempawah Hilir, Mempawah Timur, Sungai Pinyuh, Segedong dan Siantan. Luas wilayah Kabupaten Mempawah berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng adalah seperti pada Tabel 2.3. dibawah ini. (Pokja AMS Kab. Mempawah, 2015) Tabel 2. 3. Luas Kemiringan Lahan (Rata-Rata) Kabupaten Mempawah No Kemiringan Luas (Ha) 1 Datar (0 - 8%) 149.948 2 Landai (9 - 15%) 12.644 3 Agak Curam (16 - 25%) 28.042 4 Curam (26 – 45%) 2.852 5 Sangat Curam (> 46%) 14.331 Jumlah 207.789 (Sumber : Pokja AMS Kab. Mempawah, 2015) 2.4.1. Hidrologi Wilayah Kabupaten Mempawah terbagi menjadi 6 (enam) DAS diantaranya adalah DAS Duri, DAS Peniti, DAS Raya, DAS Kapuas, DAS Mempawah dan DAS Purun Besar. DAS (daerah aliran sungai) yang dominan melewati wilayah Kabupaten Mempawah adalah DAS Mempawah yang melewati Kecamatan Mempawah Hilir, Mempawah Timur, Anjongan, Toho, Sungai Pinyuh dan Sadaniang. (Pokja AMS Kab. Mempawah, 2015) Tabel 2. 4. Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten/Kota Nama DAS Luas (Ha) DAS Duri ± 37,700 Ha DAS Peniti ± 18,750 Ha DAS Raya ± 2,221 Ha DAS Kapuas ± 39,985 Ha DAS Mempawah (DAS yang paling dominan) ± 98,706 Ha DAS Purun Besar ± 9,538 Ha (Sumber : Pokja AMS Kab. Mempawah, 2015) 2.5. Kondisi Fisik Wilayah Penelitian 2.5.1. Geologi Daerah Penelitian Kondisi geologi wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi PT. Total Optima Prakarsa seluas 7,16 hektar di Kabupaten Mempawah berdasarkan peta geologi lokasi penelitian dengan skala 1 : 3000 didominasi oleh endapan Granodiorit (Klm). Gambar 2. 4. Peta Topografi Daerah Penelitian dengan Cross Section PT.TOP Sumber : IUP PT. Total Optima Prakarsa, 2016 2.6. Kerusakan lingkungan Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang pengolahan lingkungan, pengerusakan lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung/tidak langsung terhadap sifat fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan (Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997). Dampak lingkungan tersebut dapat berbentuk fisik seperti penggundulan hutan, pengotoran air (sungai, danau dan laut) serta pengotoran udara untuk energi. Dampak lingkungan tersebut dapat juga besifat sosial, yaitu hilangnya mata pencaharian masyarakat yang tadinya hidup dari hasil hutan maupun hasil pertambangan itu sendiri. Sebagai contoh dengan cara yang penduduk dapat memecah batu dengan cara tradisional. Dampak lingkungan pertambangan berbeda antara jenis tambang yang satu dengan yang lain. Tambang yang ada berada jauh dibawah permukaan bumi seperti tambang minyak dan gas (migas) sehingga penambangannya dilakukan dengan membuat sumur. Oleh sebab itu, penambangannya relatif tidak membutuhkan daerah yang luas di permukaan. Tambang ada yang digali di permukan atau tambang dengan membuat terowongan dekat permukaan seperti batu bara, tembga, emas dan lain-lain sehingga relatif membutuhkan daerah yang luas di ermukaannya dan sebagai akibat dampak lingkungan fisik maupun sosialnya lebih besar. Apalagi meta pencaharian penduduk setempat. Pentingnya penerapan kegiatan industri dan/atau pembangunan yang berbasis lingkungan perlu disadari oleh setiap elemen bangsa, karena persoalan lingkungan merupakan permasalahan bersama. Hanya saja dalam praktiknya, diperlukan lembaga formal pengendali yang secara yuridis berwenang untuk itu. Pengendalian kegiatan dan oprasionalisasi industri, dalam praktiknya terwujud dalam bentuk perlindungn dan pengelolaan lingkungan hidup harus bermuara pada terjaminya kelestarian lingkungan, seperti tercantum dalam Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyatakan bahwa perlindungan dan pengelolaan Lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpaduyang dilakukan untuk melestarikan fungsi ligkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan dan penegakan hukum. (Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No.32 Tahun 2009). 2.6.1. Faktor kerusakan lingkungan tambang kerusakan lingkungan tambang disebabkan oleh kegiatan usaha eksploitasi baik perubahan sosial, ekonomi, budaya, kesehatan maupun lingkungan alam. Dampak penambangan bisa positif bila perubahan yang ditimbulkan menguntungkan dan negatif jika merugikan, mencemari, dan merusak lingkungan hidup. Dampak yang diakibatkan oleh penambangan menjadi penting bial terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar. Adapun kriteria dampak penting yaitu: 1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak 2. Luas wilayah penyebaran dampak 3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung 4. Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak 5. Sifat komulatif dampak, dan 6. Berbalik (reversible) atau tidak berbalik (irreversible) dampak 2.7. Peledakan Peledakan adalah proses pembongkaran dan pemindahan massa batuan dalam volume besar akibat reaksi kimia bahan peledak yang melibatkan pengembangan gas yang sangat cepat agar material mudah untuk digali dan diangkut menuju proses selanjutnya serta memenuhi nilai ambang batas lingkungan dan syarat K3 yang telah ditetapkan oleh pemerintah. (Fitriansyah, 2016) 2.7.1. Bahan Peledak Bahan peledak adalah suatu campuran dari bahan-bahan berbentuk padat atau cair ataupun campuran dari keduanya yang apabila terkena suatu aksi misalnya panas, benturan, atau gesekan akan berubah secara kimiawi menjadi zat- zat lain yang sebagian besar atau seluruhnya berbentuk gas, dan perubahan tersebut berlangsung dalam waktu yang singkat, disertai efek panas dan tekanan yang sangat tinggi. Bahan peledak dibagi menjadi dua jenis yaitu bahan peledak industri dan bahan peledak militer, dan yang kita gunakan dalam proses penambangan yaitu bahan peledak industri. Bahan peledak yang digunakan pada lokasi pengamatan tugas akhir termasuk kedalam blasting agent. Blasting agent adalah campuran bahan-bahan kimia yang tidak diklasifikasikan sebagai bahan peledak, di mana campuran tersebut terdiri dari bahan bakar (fuel) dan oksida. Bahan peledak yang digunakan adalah ANFO. ANFO adalah singkatan dari ammonim nitrat (AN) sebagai zat pengoksida dan fuel oil (FO) sebagai bahan bakar. Setiap bahan bakar berunsur karbon, baik berbentuk serbuk maupun cair, dapat digunakan sebagai pencampur dengan segala keuntungan dan kerugiannya. Pada tahun 1950-an di Amerika masih menggunakan serbuk batubara sebagai bahan bakar dan sekarang sudah diganti dengan bahan bakar minyak, khususnya solar. (Aulia Putri, 2016). 2.7.2 Detonator Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut terhadap bahan peledak peka detonator atau primer. Adapun pengelompokkan jenis detonator didasarkan atas sumber energi pemicunya, yaitu api, listrik, dan benturan (impact) yang mampu memberikan energi panas didalam detonator, sehingga detonator meletup dan rusak. Tipe dan jenis detonator yang digunakan pada lokasi pengamatan, yaitu: a. Detonator Elektronik Adalah detonator generasi terbaru yang memiliki akurasi delay yang tinggi dibandingkan detonator nonel dan listrik. Tingkat keakuratan yang dihasilkan karena detonator ini dilengkapi dengan microelectronic circuit. Detonator elektronik ini bekerja atas dasar sinyal digital yang berasal dari permukaan. Sistem inisiasi menggunakan detonator elektronik dapat mengurangi masalah scatter time, ketidakakuratan sequence shooting, dan memberikan control yang lebih baik terhadap getaran tanah, fly rock, air blast, serta fragmentasi peledakan yang dihasilkan (Konya et al.,1991). 2.7.3 Geometri Peledakan Geometri peledakan merupakan suatu hal yang akan berpengaruh dalam pelaksanaan peledakan dan hasil peledakannya dimana menentukan hasil dari segi fragmentasi yang dihasilkan, rekahan yang diharapkan maupun dari segi jenjang yang terbentuk. (Aulia Putri, 2016). Dalam menghitung geometri peledakan terdapat beberapa cara dari para ahli, antara lain Anderson (1952), Pearse (1955), R.L. Ash(1963), Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi (1980), Olofsson (1990), Rustan(1990) dan lainnya. Cara- cara tersebut menyajikan batasan konstanta untuk menentukan dan menghitung geometri peledakan, terutama menentukan ukuran burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan jenis bahan peledak. Disamping itu produsen bahan peledak memberikan cara coba-coba (rule of thumb) untuk menentukan geometri peledakan, diantaranya ICI Explosive,Atlas Powder Company, Dyno Wesfarmer Explosive, Sasol SMX Explosive Engineer Field Guide dan lain-lain.(Aulia Putri, 2016). Menurut Aulia Putri (2016) Parameter dalam geometri peledakan yang perlu diperhatikan diantaranya adalah (Gambar 2.4.3) : 1. Burden (B) 2. Spasi (S) 3. Stemming (T) 4. Subdrilling (J) 5. Kedalaman lubang ledak (L) 6. Tinggi jenjang (H) 7. Kolom pengisian lubang ledak (PC) Gambar 2.4.3 Parameter Geometri Peledakan Sumber: sigittambang06.blogspot.co.id/2009/06/ 1. Burden Burden meruakan jarak dari freeface ke arah titk bor, burden merupakan hal penting dalam proses peledakan. Dalam menentukan burden harus di perhatikan jarak terdekat ke freeface dan arah dari hasil ledakannya selain itu perlu diperhatikan pula besarnya burden karena besarnya burden dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu dari karakteristik batuan yang akan diledakan dan karakteristik material. Pada dasarnya jarak burden erat hubungannya dengan diameter lubang bor yang digunakan. 2. Spasi Spasi Merupakan jarak di antara setiap titik bor. Spasi digunakan agar jarak tiap titik bor tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh disesuaikan dengan keadaan dilapangan dan kebutuhan. 3. Stemming Stemming adalah lubang ledak bagian atas yang tidak diisi bahan peledak, tapi biasanya diisi oleh abu hasi pemboran atau kerikil dan dipadatkan. 4. Subdrilling Subdrilling merupakan jarak tambahan kedalaman dibawah dari lubang bor yang telah direncanakan lantai jenjang (bench), hal ibi berfungsi untuk menghindari tonjolan pada lantai (toe), selain itu berfungsi juga untuk merapikan dasar lantai untuk pemboran berikutnya. 5. Kedalam Lubang Ledak Apabila kedalaman lubang ledak terlalu dangkal, dapat mengakibatkan terjadinya penghancuran batuan secara berlebihan (over break). Sebaliknya jika terlalu dalam, mengakibatkan energi bahan peledak tidak dapat membongkar batuan pada bagian bawah jenjang akibat beban batuan diatasnya dan dapat mengakibatkan terjadinya tonjolan- tonjolan pada lantai jenjang (toe). 6. Tinggi Jenjang Tinggi jenjang disini yaitu tinggi dari permukaan sampai dengan titik yang akan di bor (tinggi bench). 7. Kolom pengisian lubang ledak (PC) Panjang PC yaitu dari titik terbawah stemming sampai dengan ujung subdrilling 2.8. Efek peledakan Dalam kegiatan peledakan pemilihan metode peledakan merupakan salah satu rangkaian kegiatan peledakan yang harus dipertimbangkan dengan baik karena pemilihan metode peledakan bukanlah perkara yang mudah, banyak hal yang harus diperhatikan seperti jenis material yang akan diledakan, kekerasannya, alat yang akan digunakan, dan dampak negatif yang akan diakibatkan, salah satunya yang akan di bahas dalam skripsi ini yaitu fly rock. Fly rock adalah batuan yang terlempar pada proses peledakan akibat muatan bahan peledak yang berlebih, atau letak muatan bahan peledak yang terlalu dekat dengan permukaan. Selain proses peledakan dapat memecahkan batuan ternyata 16% energy bahan peledak digunakan untuk melempar batuan. Dimana material batuan akibat dari fly rock dapat membahayakan dan dapat menyebabkan kematian bagi pekerja disekitar lokasi peledakan Untuk mengantisipasi agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi pekerja disekitar lokasi peledakan maka perlu dilakukan kajian mengenai perkiraan jarak lemparan fly rock sebelum peledakan dan evaluasi dilapangan pada saat peledakan dengan perekaman langsung dengan camera/video. Semua akibat di atas harus dikurangi sesuai ambang batas yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2.9. Penyebab terjadinya flying rock Berikut adalah beberapa penyebab terjadinya fly rock pada aktivitas peledakan, yaitu: 1. Tidak memiliki freeface Dalam suatu aktifitas peledakan salah satu yang harus diperhatikan adalah terdapatnya ruang bebas yang dengan mudah batuan dapat bergerak atau berpindah yang akan menciptakan ruang bebas baru, sehingga peledakan pada baris berikutnya akan memudahkan batuan untuk bergerak. Suatu peledakan yang tidak memiliki freeface (freeface tunggal) akan menyebabkan pergerakan batuan relatif ke arah atas. Dalam peledakan seperti ini harus dibuat peledakan awal sebagai pembuat freeface. Contoh peledakan ini adalah peledakan dengan metoda box-cut dan harus dibuat seminimal mungkin untuk menghindari terjadinya fly rock. 2. Burden terlalu pendek Terdapatnya freeface pada lokasi peledakan akan memudahkan terbongkarnya batuan, akan tetapi pembuatan lubang tembak yang sangat dekat dengan freeface juga akan menimbulkan terjadinya fly rock. Burden awal yang pendek juga sering terjadi di freeface yang tidak lurus sehingga diperlukan extra holes atau penambahan beberapa lubang untuk meringankan beban lubang yang memiliki burden yang sangat besar. Jika penambahan lubang tersebut terlalu dekat dengan freeface akan menyebabkan burden awal jadi semakin pendek. Gambar 2.4.5. Burden Awal Pendek Sumber : himatul aulia putri 2016
3. Burden awal berlebihan
Apabila burden awal berlebih maka akan menimbulkan beban yang berat terhadap lubang yang meledak untuk mendorong beban batuan tersebut. Sehingga sulit terbentuk ruang bebas untuk peledakan berikutnya. Burden awal yang berlebih sering terjadi dikarenakan : a. Salah design, b. Freeface tidak lurus, c. Kesulitan mesin bor untuk membor dititik yang telah ditentukan.
Gambar Burden Awal Belebihan
Sumber : himatul aulia putri 2016 4. Pengaruh kemiringan lubang ledak Pengaruh pemboran lubang miring dengan kemiringan yang tidak tepat akan mudah menimbulkan terbentuknya fly rock. Apabila lubang tidak sejajar dengan kemiringan freeface akan menimbulkan terjadinya fly rock pada jarak yang pendek antara lubang dan freeface.
Gambar Pengaruh Kemiringan Lubang Ledak
Sumber : himatul aulia putri 2016
5. Kolom stemming pendek
Panjang kolom stemming merupakan faktor utama yang dapat mengungkung bahan peledak sehingga energi explosive akan bekerja optimal untuk menghancurkan batuan dan melemparkan massa batuan. Jika kolom stemming terlalu pendek akan menimbulkan berlebihnya energi vertikal dan energi explosive akan dengan mudah menerobos ke atas. Pendeknya kolom stemming ini ditandai dengan terjadinya fly rock dan terjadinya kubah-kubah cekung pada blasting material pasca peledakan. Gambar Kolom Stemming Pendek Sumber : himatul aulia putri 2016 6. Material stemming tidak bagus Disamping panjang kolom stemming, stemming juga dipengaruhi oleh kualitas material stemming yang seharusnya menahan explosive untuk dapat bekerja maksimal dalam menghancurkan batuan. Dari beberapa literatur, ukuran material stemming yang baik antara 10 – 20 mm berbentuk pipih. Jenis material yang baik adalah crushing material sehingga material stemming bisa seragam. Di lapangan pada umumnya material stemming menggunakan cutting hasil pemboran itu sendiri. Pada batuan yang kompak, cutting yang berbentuk chip akan mudah terbentuk. Kegagalan peledakan akibat material stemming terjadi jika stemming dengan material yang lembut dan lubang basah tanpa ada pemompaan sehingga material stemming menjadi lumpur. 7. Terlalu banyak baris Jumlah baris yang banyak akan mempengaruhi gelombang dan kecepatan explosive menghancurkan dan melemparkan batuan. Proses kecepatan penghancuran dan throwing pada suatu baris akan segera diikuti oleh baris berikutnya, sehingga beban lubang pada baris berikutnya akan semakin berat. Fly rock sering terjadi di baris bagian akhir. Untuk menghindari terjadinya fly rock di baris bagian belakang pada peledakan dengan banyak baris, baris bagian belakang waktu ledaknya (delay time untuk ledakan) di perbesar. Hasil peledakan yang maksimal akan terbentuk pada peledakan dengan 4 – 6 baris. 2.10. Dampak Kegiatan Penambangan Kegiatan penambangan di PT. Total Opima Prakarsa (TOP) memiliki dampak sebagai berikut :
2.10.1. Dampak Positif
a. Dapat meningkatkan perekonomian warga sekitar. b. Terbangunyya sarana dan prasarana seperti jalan dan bangunan yang bermanfaat bagi masyarakat seperti tempat ibadah. c. Dapat mengurangi tingkat pengangguran di masyarakat sekitar lokasi tambang dengan memperkerjakan masyarakat sekitar. d. Memberikan bantuan kepada masyarakat sekitar dengan berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat sekitar. 2.10.2. Dampak Negatif a. Pencemaran lingkungan b. Hilangnya kawasan hutan lindung c. Polusi udara seperti debu d. Kebisingan