TINJAUAN PUSTAKA
GARIS LINTANG
GARIS BUJUR
NO LINTANG UTARA/LINTANG
BUJUR TIMUR (BT)
TITIK SELATAN(LU/LS)
Derajat Menit Detik Derajat Menit Detik LU/LS
1 109 7 46.50 0 13 52.72 LU
2 109 7 54.00 0 13 52.72 LU
3 109 7 54.00 0 13 52.00 LU
4 109 7 56.00 0 13 52.00 LU
5 109 7 56.00 0 13 44.50 LU
6 109 7 53.50 0 13 44.50 LU
7 109 7 53.50 0 13 42.00 LU
8 109 7 49.50 0 13 42.00 LU
9 109 7 49.50 0 13 46.00 LU
10 109 7 48.00 0 13 46.00 LU
11 109 7 48.00 0 13 50.50 LU
12 109 7 46.50 0 13 50.50 LU
Sumber : Laporan Triwulan PT TOP IV, 2017
Zona pantai terdiri dari suatu dataran pantai, pematang pantai dan
tepi bagian utara delta Sungai Kapuas. Dataran alluvial terdiri dari sedimen
lembah-rawa berair penuh dan dataran banjir yang dicirikan oleh tanah
lempung dan pasir halus kaya organik kelabu sampai coklat tua yang
menutupi terus menerus, kerikil yang ditunjang matrik. Undak pasir putih
yang muncul sampai 25 meter di atas permukaan laut di dataran dekat zona
pantai dan sedimen rawa dan dataran banjir holosen.
Ketinggian
Satuan Relief
0–2m
Dataran atau hampir datar
3–7m
Bergelombang/Miring Landai
8 – 13 m
Bergelombang/Miring
14 – 20 m
Berbukit Gelombang/Miring
21 – 55 m
Berbukit Tersayat Tajam/Miring
56 – 140 m
Pegunungan Tersayat Tajam/Sangat Terjal
>140 m
Pegunungan/Sangat Curam
Jumlah 207.789
Sumber : Pokja AMS, 2015
Gambar 2.8. Peta Topografi
Sumber: Penulis
2.3. Pengertian Umum Batuan Granodiorit
Granodiorit adalah batuan beku intrusif yaitu batuan beku yang berasal dari
pembekuan magma di dalam bumi disebut juga dengan batuan plutonik. Batuan
beku bersifat asam yang kandungan silika (SiO2) > 65 %, kandungan mineral
mafic 0-30 % dengan indeks warna leucocratic.(Khairil Rusman, Muh. 2016;
Suprapto. 2016)
Pada kasus keruntuhan atau lereng yang rusak dan akan runtuh, penyebab
keruntuhan atau kerusakan lereng tersebut harus diidentifikasi secara detail dan
dijadikan acuan dalam desain pekerjaan perbaikan. (Departemen Pekerjaan
Umum, 2005)
2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng
Kestabilan suatu lereng dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagi berikut :
1) Geometri Lereng
Geometri lereng yang terdiri dari kemiringan dan ketinggian sangat
mempengaruhi kemantapan suatu lereng. Semakin besar kemiringan dan
ketinggian lereng, maka makin besar perubahan tegangan (stress) yang
dapat menyebabkan konsentrasi tegangan pada kaki lereng serta dengan
makin besarnya geometri, maka ketersingkapan struktur pun akan makin
besar sehingga menyebabkan terjadinya kelongsoran blok batuan. Selain itu
kegiatan penimbunan dan pemotongan lereng akan menyebabkan
penambahan dan pengurangan beban sehingga kesetabilan material akan
berubah. (Sujiman. 2016)
Geometri lereng yang dapat mempengaruhi kestabilan lereng
meliputi tinggi lereng, kemiringan lereng dan lebar berm (b), baik itu lereng
tunggal (single slope) maupun lereng keseluruhan (overall slope). Suatu
lereng disebut lereng tunggal (single slope) jika dibentuk oleh satu jenjang
saja dan disebut keseluruhan (overall slope) jika dibentuk oleh beberapa
jenjang.
Lereng yang terlalu tinggi akan cenderung untuk lebih mudah
longsor dibanding dengan lereng yang tidak terlalu tinggi dan dengan jenis
batuan penyusun yang sama atau homogen. Demikian pula dengan sudut
lereng, semakin besar sudut kemiringan lereng, maka lereng tersebut akan
semakin tidak stabil. Sedangkan semakin besar lebar berm maka lereng
tersebut akan semakin stabil. (Alves Mangubali, Bonaventura. 2013)
b) Porositas
Porositas didefinisikan sebagai perbandingan volume pori (yaitu
volume yang ditempati oleh fluida) terhadap volume total batuan.
Jeni-jenis porositas dibagi menjadi dua, sebagai berikut :
Porositas antar butir.
Porositas rekahan.
Ukuran butir
Susunan butir
Sudut kemiringan
Komposisi mineral pembentuk batuan.
𝑃
Kuat Tarik : 𝜎𝑡 = 𝜋𝑅𝐻
Dimana :
𝜎𝑡 = Kuat tarik
P = Beban (kg)
R = Jari-jari lingkaran percontoan batuan/sampel
H = Tinggi percontoan
Hasil pengujian kuat tarik dapat digabungkan dengan hasil uji kuat
tekan (pada percontoan batu yang sama) untuk menentukan harga
kohesi (𝑐) dan sudut geser dalam (𝜙) dari percontohan batuan tersebut.
Nilai kuat geser didapat dengan minimal tiga kali pengujian. Nilai
kuat geser beseta parameternya didapat dengan mengeplot nilai
tegangan geser dan tegangan normal dalam kurva Mohr Coloum dan
dengan persamaan, sebagai berikut :
𝜏 = 𝑐 + 𝜎𝑛 (tan 𝜙)
Dimana :
𝜏 = Kuat geser
c = Kohesi
𝜎𝑛 = Tegangan normal
b) Kekar (Joint)
Kekar merupakan struktur rekahan pada batuan dimana tidak
ada atau sedikit sekali mengalami pergeseran. Struktur kekar merupakan
salah satu struktur geologi yang paling mudah ditemukan hampir
disemua batuan yang tersingkap di permukaan. Terbentuknya struktur
kekar ini dapat terjadi bersamaan dengan pembentukan batuannya atau
sesudah batuan terlitifikasi dan dapat terjadi setiap saat.
Walupun struktur kekar ini paling mudah diketemukan, namun
merupakan bagian yang tersulit dalam menganalisinya. Kesulitan utama
dalam menganalisi struktur kekar ini, antara lain :
Dapat terbentuk kapan saja baik akibat tektonik maupun non-
tektonik.
Sulit menentukan pergeseran relative bidang kekar.
Sulit menentukan urutan pembentukan kekar yang saling
berpotongan.
Sulit menentukan jenis-jenis kekar di lapangan.
1. Tectonic Joint
Kekar akibat proses deformasi sangat berhubungan dengan
gaya yang penyebabnya, yaitu tegasan dan keterakan (stress dan
strain) dibagi menjadi tiga jenis, yakni:
a. Kekar gerus (shear joint/Compression joint), kekar yang terjadi
akibat tekanan/kompresi. Ciri-ciri di lapangan :
Mempunyai pola sejajar dengan arah yang jelas.
Bidang kekar rata dan lurus.
Rekahan tertutup.
b. Kekar tegangan (tension joint), kekar yang terbentuk akibat
tarikan, disebut juga extension fracture (terjadi akibat
peregangan/tarikan), release joint (terjadi akibat hilangnya
tegasan yang bekerja). Cirri-ciri di lapangan :
Tidak mempunyai pola dan arah yang jelas.
Bidang kekar tidak rata.
Rekahan terbuka.
c. Kekar hybrid (hybrid Joint), merupakan campuran dari kedua
kekar diatas, dan umumnya terisi mineral sekunder.
2. Nontectonic Joint
Nontectonic joint dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Columnar joint
Terjadi pada pembekuan magma, yaitu batuan beku
membentuk seperti tiang atau pilar.
b. Sheeting joint (release joint)
Terjadi akibat hilangnya atau pengurangan tekanan saat
batuan beku membeku, cirinya yaitu berlembar.
c) Lipatan ( Fold)
Lipatan merupakan hasil perubahan bentuk dari suatu bahan yang
ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan dari lengkungan pada
unsur garis atau bidang di dalam bahan tersebut. Mekanisme gaya yang
menyebabkan lipatan ada dua, sebagai berikut :
Beding (pelengkungan), disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya
tegak lurus permukaan lempeng.
Buckling (melipat), disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya
sejajar dengan permukaan lempeng. (Prastistho, Bambang., dkk.
2016)
d) Rekahan (crack)
Struktur geologi tersebut merupakan bidang-bidang lemah dan
sekaligus sebagai tempat merembesnya air dan dapat menyebabkan
terjadinya tension crack yang menyebabkan batuan menjadi mudah longsor.
(Sujiman. 2016)
6) Pelapukan
Pelapukan sangat mempengaruhi kemantapan lereng. Temperatur
yang cepat berubah dalam waktu yang singkat akan mempercepat proses
pelapukan batuan. Untuk daerah tropis pelapukan terjadi lebih cepat. Oleh
karena itu, singkapan batuan pada lereng tropis akan lebih cepat lapuk dan
ini menyebabkan lereng mudah longsor. (Sujiman. 2016)
Analisis stabilitas lereng batuan secara rutin dilakukan dan diarahkan untuk
menilai keamanan dan desain fungsional dari lereng yang digali (misalnya
penambangan terbuka, pemotongan jalan, dll.) atau kondisi keseimbangan
lereng alami. Secara umum tujuan utama analisis stabilitas kemiringan batuan
adalah:
𝐾𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐾𝑒𝑎𝑚𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝐹𝐾) =
𝐾𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑆𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙
𝑐 ′ 𝐴 + 𝑊 cos 𝜃 tan ∅′
𝐹𝐾 =
𝑊 sin 𝜃
𝑐 ′ 𝐴 + (𝑊 cos 𝜃 − 𝑈𝑏 ) tan ∅′
𝐹𝐾 =
𝑊 sin 𝜃 + 𝑈𝑟
Ketika 𝑐 ′ dan ∅′ adalah kohesi yang efektif dan sudut gesekan.
A adalah bidang kegagalan ketebalan per unit. 𝑈𝑏 dan 𝑈𝑟 adalah tekanan
rembesan. (IIT Madras, 2016)
(a)
(b)
𝑍𝑐
= (1 − cot 𝛼 tan 𝜃)
𝐻
𝑏𝑐
= √(cot 𝛼 cot 𝜃) − cot 𝛼
𝐻
𝑧 = 𝐻 − (𝑏 + 𝐻 cot 𝛼) tan 𝜃
𝐻 − 𝐶𝐷
𝐴𝐷 =
sin 𝜃
𝛾𝑟 𝐻 2 𝑧 2
𝑊= ((1 − ( ) ) cot 𝜃 tan ∅)
2 𝐻
𝑐𝐴 + 𝑤 cos 𝜃 tan ∅
𝐹𝐾 =
𝑤 sin 𝜃
Diasumsikan bahwa retakan tegangan bersifat vertikal dan diisi
dengan air hingga kedalaman zw. Diperkirakan bahwa air masuk ke
permukaan geser di sepanjang dasar retakan tegangan dan meresap di
sepanjang permukaan geser, bergerak pada tekanan atmosfer di mana
caha permukaan geser di permukaan lereng. Untuk analisis stabilitas
lereng, ketebalan satuan irisan adalah dianggap pada sudut kanan ke
permukaan lereng. Kondisi ini, tekanan air menurun linear menuju dan
keluar di ujung lereng. Distribusi tekanan ini menghasilkan gaya V
karena pengisian air dalam diskontinuitas sub-vertikal dan
meningkatkan kekuatan U karena air mengalir di permukaan antara
blok dan dasarnya. (Madras, IIT. 2016)
𝛾𝑟 𝐻 2 𝑧 2 𝛾𝑟
𝑊= ((1 − ( ) ) cot 𝜃 − cot 𝛼) + (𝑏 × tan 𝛼𝑐 )
2 𝐻 2
𝐴 = (𝐻 cot 𝛼 − 𝑏) sec 𝜃
1
𝑉= 𝛾 𝑍2
2 𝑤 𝑤
1
𝑈= 𝛾 𝑍 𝐴
2 𝑤 𝑤
tarik (ton)
H = Tinggi lereng
(𝑅𝐴 + 𝑅𝐵 ) tan ∅
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐾𝑒𝑎𝑚𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝐹𝐾) =
𝑊 tan 𝜓𝑖 cos 𝜓𝑖
𝜉 𝜉
𝑅𝐴 sin (𝛽 + ) = 𝑅𝐵 sin (𝛽 + )
2 2
𝜉 𝜉
𝑅𝐴 cos (𝛽 − ) + 𝑅𝐵 cos (𝛽 + ) = 𝑊 cos 𝜓𝑖
2 2
𝑊 cos 𝜓𝑖 sin 𝛽
𝑅𝐴 + 𝑅𝐵 =
𝜉
sin 2
sin 𝛽 tan ∅
𝑂𝑙𝑒ℎ 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑖𝑡𝑢, 𝐹𝑆 =
𝜉
sin 2 tan 𝜓𝑖
(b)
Gambar 2.26. Bentuk Permukaan Geser Khas:
(a) Radius Besar Permukaan Melingkar Dalam Homogen, Material Yang
Lemah, (b) Permukaan Tidak Melingkar Dalam Material Surfacial
Batu Yang Lemah Kuat Di Pangkalan.
Sumber : Madras, IIT. 2016
Faktor keamanan longsoran busur dilakukan berdasarkan
analisis kesetimbangan batas. Prosedur melibatkan membandingkan
kekuatan geser yang tersedia di sepanjang permukaan geser dengan gaya
yang dibutuhkan untuk mempertahankan kemiringan dalam
kesetimbangan. Penerapan prosedur ini untuk kegagalan melingkar
melibatkan pembagian lereng menjadi serangkaian irisan yang biasanya
vertikal, tetapi mungkin cenderung bertepatan dengan permukaan
geologis tertentu. Berdasarkan setiap irisan condong pada sudut 𝜓𝑏 dan
sudut gesekan A. Dalam kasus yang paling sederhana, gaya yang bekerja
berdasarkan pada setiap iris adalah resistan geser S karena kekuatan
geser batuan (kohesi c; gesekan sudut 𝜑), dan gaya E (sudut
kemiringan 𝜓; tinggi h di atas dasar) yang bekerja pada sisi-sisi irisan.
Prosedur analisis adalah untuk mempertimbangkan kondisi
kesetimbangan irisan dengan irisan, dan jika kondisi keseimbangan
yakin untuk setiap iris, maka itu juga yakin untuk keseluruhan massa
geser. (Madras, IIT. 2016)
𝑡 ℎ
∑ 𝑀𝑜 = 𝑊 cos 𝛽 ( ) − 𝑊 sin 𝛽 ( ) = 0
2 2
Maka faktor keamanannya :
𝑡 𝑡
∑(𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑚𝑒𝑛𝑎ℎ𝑎𝑛) 𝑊 cos 𝛽 (2) ( )
𝐹𝐾 = = = ℎ
∑(𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑜𝑟𝑜𝑛𝑔) ℎ tan 𝛽
𝑊 sin 𝛽 ( 2)
Dimana :
β = Sudut kemiringan
t = Tebal kolom
1) Buckling Failure
Kegagalan longsoran adalah kemungkinan melalui
diskontinuitas apapun, kira-kira sejajar dengan lereng, memisahkan
lempengan batu yang tipis. Longsoran gagal mungkin dipengaruhi oleh
kekuatan eksternal ke pelat, tekanan air tanah, kekuatan yang diterapkan
atau berat lempengan itu sendiri, terutama jika lempengan melengkung
ke atas. Mode kegagalan ini muncul di batuan sedimen yang
mengandung lempengan yang dipisahkan oleh bidang datar dan juga
penghubung batuan.
Secara umum, kegagalan longsoran bisa terjadi di lereng batu,
jika kemiringan melandai lebih tajam dari sudut gesekan internal
diskontinuitas sejajar dengan lereng. Batas dasar kondisi dapat
digambarkan sebagai berikut:
a) Set diskontinuitas utama sejajar dengan muka lereng,
b) Jarak set diskontinuitas relatif kecil,
c) Diskontinuitas memiliki sudut gesekan rendah lebih kecil dari
sudut kemiringan. (Madras, IIT. 2016)
Gambar 2.30. Bucklin Failure
3
𝜋 2 𝐸𝑑 2
𝐿 =
𝑐′
2.25 (𝛾 sin 𝑖 − 𝛾 cos 𝑖 × tan ∅′ − )
𝑑