Anda di halaman 1dari 3

Nama Kelompok :

 Shafira Putri Pertiwi (152210101150)


 Lelyta Septiandini (152210101151)
 Noer Sidqi Muhammady (152210101152)
 Malikatur Rosydah (152210101154)
 Febrina Icha Isabellita (152210101155)

SOAL DISKUSI
1. Pemerintah Indondesia mengeluarkan FORNAS (Formularium nasional). Apakah
penetapan FORNAS akan meningkatkan rational prescribing di Indonesia?
FORNAS atau Formularium nasional merupakan daftar obat terpilih yang
dibutuhkan dan tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai acuan dalam
pelaksanaan JKN (Dirjen Binfar & Alkes, 2014). Obat yang dibutuhkan dan tidak
tercantum di dalam formularium nasional dapat digunakan dengan persetujuan
komite medik dan direktur rumah sakit setempat (Depkes RI, 2013).
Adapun manfaat formularium nasional salah satunya yaitu untuk
pengendalian mutu dan untuk mengoptimalkan pelayanan pada pasien (Kemenkes
RI, 2013). Ketidakpatuhan terhadap formularium akan mempengaruhi mutu
pelayanan rumah sakit terutama mutu pelayanan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(Krisnadewi et al., 2014).
Penggunaan obat pada pasien yang mengacu pada formularium nasional
sesuai dengan standar pelayanan minimal. Selain itu terdapatnya perbedaan yang
bermakna antara kesesuaian penulisan resep dengan formularium terhadap suatu
mutu pelayanan. Semakin tinggi persentase kesesuaian resep dengan formularium
nasional maka mutu pelayanan instalasi farmasi semakin baik.

2. Rumah sakit di Indonesia memiliki tim PPRA (Panitia Pengendali Resistensi


Antibiotik). Apakah adanya tim PPRA berkaitan dengan upaya untuk peresepan
Antibiotik secara rasional di Indonesia?
Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba yang selanjutnya disingkat KPRA
adalah komite yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan dalam rangka
mengendalikan penggunaan antimikroba secara luas baik di fasilitas pelayanan
kesehatan dan di masyarakat (pasal 1 ayat 3 Permenkes no 50 tahun 2015). Strategi
yang dilakukan oleh PPRA untuk mengatasi resistensi adalah meningkatkan
pelayanan farmasi klinik dalam memantau dan memandu penggunaan antibiotik
secara rasional. Berdasarkan kandungan permenkes no 50 tahun 2015 tentang PPRA
secara tersirat untuk menerapkan penggunaan obat secara rasional terhadap
penggunaan obat antibiotic (Kesehatan, 2015).
3. Meskipun telah dilakukan berbagai upaya untuj meningkatkan rational prescribing,
namun irrational prescribing terus berjalan. Aapa saja yang dapat menjadi penyebab
terus terjadinya irrational prescribing dan apa akibat dari terus berlangsungnya
irrational prescribing?
Peresepan yang tidak tepat adalah manifestasi penggunaan obat irasional
yang terjadi ketika obat-obatan tidak diresepkan sesuai dengan pedoman
berdasarkan bukti ilmiah untuk memastikan penggunaan yang aman, efektif, dan
ekonomis (Management Sciences for Health, 2012). Penggunaan obat yang tidak
rasional sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Peresepan obat tanpa indikasi
yang jelas; penentuan dosis, cara, dan lama pemberian yang keliru, serta peresepan
obat yang mahal merupakan sebagian contoh dari ketidakrasionalan peresepan.
Penggunaan suatu obat dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak negatif
yang diterima oleh pasien lebih besar dibanding manfaatnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh sadaf et al pada tahun 2016
yang dilakukan di kota Hyderabad dalam satu tahun dengan 500 resep menunjukkan
bahwa pasien dengan tanpa informasi berat badan, usia dan tinggi badan sebesar 24
%, dosis resep antibiotik tidak tepat sebesar 37 % dan durasi terapi tidak tepat
sebesar 49 %. Dari penelitian tersebut terdapat sebanyak 60 % terjadi pengguanaan
obat yang irasional (Hayat Laghari, Sadaf dkk, 2017).
Penyebab dari terjadinya irasional preskripsi yaitu kurangnya intervensi
informasi terutama kepada masyarakat. Bagi dokter intervensi informasi berguna
untuk memberikan kemudahan dalam memperoleh informasi ilmiah yang diperlukan
dalam penunjang pekerjaan keprofesiannya. Bagi apoteker berguna untuk
mempermudah dalam melaksanakan tugas keprofesiannya. Sedangkan untuk
masyarakat atau pasien berguna untuk mendidik agar memahami dengan benar
setiap upaya pengobatan yang diberikan, karena keberhasilan terapi sangat
ditentukan oleh ketaatan pasien untuk menjalankan setiap upaya pengobatan yang
diberikan oleh tenaga medis. Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional
sangat beragam dan bervariasi tergantung dari jenis ketidakrasionalan
penggunaannya. Dampak negatif ini dapat saja hanya dialami oleh pasien yaitu
berupa efek samping, dan biaya yang mahal, maupun oleh populasi yang lebih luas
berupa resistensi kuman terhadap antibiotik tertentu dan mutu pelayanan
pengobatan secara umum.
Secara ringkas dampak negatif ketidakrasionalan penggunaan obat dapat
meliputi:
a. Dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan.
b. Dampak terhadap biaya pengobatan.
c. Dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek lain yang tidak diharapkan.
d. Dampak terhadap mutu ketersediaan obat.
e. Dampak psikososial.
(Kemenkes RI, 2011).
DAFTAR PUSTAKA :

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 328/Menkes/ SK/VIII/2013 tentang Formularium Nasional.
Jakarta: Depkes RI

Dirjen Binfar & Alkes. (2014). Keputusan Direktur Jendral Bina Kefarmasian & Alat Kesehatan
No.02.03//III/1346/2014 tentang Pedoman Penerapan Formularium Nasional.
Jakarta: Dirjen Binfar & Alkes.

Hayat Laghari, Sadaf; Dayo, abdullah; Ali ghoto, Muhammad; Suheryani, Imran; Memon,
Naheed; Gul, Ali; saleem, Hina and Abbas, J. 2017. Irrational prescribing of
antibiotics in different outpatients settings at hyderabad, sindh. World Journal of
Pharmaceutical Research. 6(2):222–230.

Kemenkes RI. 2011. Modul penggunaan obat rasional. Modul Penggunaan Obat Rasional. 8–
10.

Kesehatan, M. 2015. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8


TAHUN 2015. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Krisnadewi, Kusuma, A., Subagio, P.B., & Wiratmo. (2014). Evaluasi standar pelayanan
minimal instalasi farmasi RSUD Waluyo Jati Kraksaan sebelum dan sesudah Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. e-Jurnal Pustaka Kesehatan, 2
(2),192- 198.

Management Sciences for Health. 2012. Promoting rational prescribing. Managing Access to
Medicines and Health Technologies

Anda mungkin juga menyukai