1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi sediaan steril
2. Untuk mengetahui cara pembuatan dan cara penggunaan sediaan steril
3. Untuk mengetahui evaluasi sediaan steril
4. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian sediaan steril
5. Untuk mengetahui alas an formulasi / tujuan sediaan steril
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi sediaan steril
Sediaan steril adalah sedian yang selain memenuhi persyaratan fisika-kimia juga
persyaratan steril. Steril berarti bebas mikroba. Sterilisasi adalah proses untuk mendapatkan
kondisi steril. Sediaan steril secara umum adalah sediaan farmasi yang mempunyai
kekhususan sterilitas dan bebas dari mikroorganisme.
2. Kelas B. Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptik, kelas ini adalah
lingkungan latar belakang untuk zona kelas A
3. Kelas C .Untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat
risiko lebih rendah.Contoh kegiatan: Pembuatan larutan
4. Kelas D. Untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat
risiko lebih rendah. Contoh kegiatan: penanganan komponen setelah
pencucian
B.1.3 Pembuatan Sediaan Steril
Gambaran umum pembuatan sediaan steril ada 2 macam, yaitu :
1. Aseptic processing: Pada pembuatannya, setiap proses dari awal persiapan hingga
sudah dikemas selalu dilakukan secara aseptik, sehingga hasil yang diperoleh
steril
2. Terminal sterilization: pada pembuatannya tidak terlalu aseptik seperti aseptic
processing, tapi di akhir proses, dilakukan sterilisasi secara menyeluruh.
B.2 Cara Penggunaan Sediaan Steril
1. Sediaan steril parenteral
Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik.
2. Sediaan steril untuk mata
1. Cuci tangan dengan air dan sabun
2. Kocok obat hingga tercampur merata (untuk tetes mata)
3. Tengadahkan kepala, tarik kebawah kelopak mata bawah sampai membentuk
cekungan
4. Tempatkan botol tetes mata atau salep dekat dengan matam jangan sampai
menyebtuh mata, wajah atau permukaan lain
5. Arahkan mata melihat keatas
6. Teteskan tetes mata sesuai dengan aturan pakai (untuk tetes mata)
7. Oleskan salep mata di dalam cekungan mata sepanjang 1 cm atau sepanjang
cekungan mata
8. Pejamkan mata selama 1-2 menit, jangan mengkedip-kedipkan mata
9. Bersihkan kelebihan tetes atau salep yang tercecer mengenai wajah
10. Beri jarak pemakaian lebih dari satu macam tetes mata atau salep mata
Asas : larutan uji + media perbenihan, inkubasi pada 20o 25Oc. Kekeruhan /
pertumbuhan mikroorganisme ( tidak steril )
7. Uji pirogenitas
Secara biologik (Metode Seibert 1920: USP XII 1942)
Asas : Berdasarkan peningkatan suhu badan kelinci yang telah disuntikkan dengan
larutan 10 mg/Kg BB dalam vena auricularis.
Cara :- Setiap penurunan suhu dianggap nol
- Memenuhi syarat : tak seekor kelinci pun menunjukkan kenaikan suhu 0,5C
atau lebih
- Jika ada kelinci dengan kenaikkan suhu 0,5C atau lebih, lanjutkan dengan
kelinci tambahan
- Memenuhi syarat : tidak lebih dari 3 ekor kelinci dari 8 kelinci masingmasing menunjukkan kenaikkan suhu 0,5C atau lebih dan jumlah kenaikkan
suhu maksimal 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3C.
tidak praktis
2.
3.
sakit
4.
risiko, kalau alergi atau salah obat maka tidak bisa langsung dihilangkan
5.
butuh personil khusus, misal di rumah sakit oleh dokter atau perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Kibbe, AH. 2000. Handbook of pharmaceutical Excipients. Third Edition. Washington D.C:
American Pharmaceutical AssociatioN.
Connors, KA. 1992. Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi. Edisi Kedua. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Indrustri. Edisi Ketiga.
Vol III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press.
Ansel HC. 1998 . Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim. Jakarta: UI-Press.
BNF 37, 1999. Royal Pharmaceutical Society of Great Britain/British Medical Association;
Maret.
Trissels, LA. Handbook of Steril Injection. 11th Edition.
Turco S, King RE. 1979. Sterile Dosage Forms. Second edition. Philadelphia: Lea & Febiger.
Drug Information, 2003. American Society of Healthy System Pharmacists.
Reynold, James EF, 1982. Martindale the extra pharmacopeia, Twenty-eight edition. The
pharmaceutical press : London.
Sulistia G. Ganiswarna. 1995. Farmakologi dan terapi. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.Jakarta.
DISUSUN OLEH :
(G 701 11 085)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita pajatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang senang tiasa
melimpahkan rahmat dan hidayahNyalah sehingga dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
ini sebagaiman mestinya.
Pada kesempatan ini, penyusun mengharapkan agar nantinya makalah ini dapat
bermanfaat untuk teman-teman serta dapat dijadikan bahan pembelajaran. Penyusun
mengucapkan banyak terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu,
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan waktu yang telah ditentukan.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kesalahan-kesalahan dan kekurangan oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Palu, 10 November
2014
Penyusun,
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
........................................................................................
DAFTAR ISI
........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang.........................................
I.2 Tujuan......................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan............................................................................
III.2 Saran......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA