Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI

SEDIAAN FARMASI STERIL

DOSEN PEMBIMBING :
Drs. Inding Gusmayadi, M.Si., Apt.
DISUSUN OLEH :
Ayu Ariyani Pratiwi (1804015081)
Kelas : D2

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi farmasi saat ini sangat berperan aktif dalam peningkatan
kualitas produksi obat-obatan. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya sediaan obat-obatan
yang disesuaikan dengan karakteristik dari zataktif obat, kondisi pasien dan peningkatan
kualitas obat denganmeminimalkan efek samping obat tanpa harus mengurangi atau
mengganggukinerja dari zat aktif obat.
Salah satu bentuk sediaan steril adalah sediaan parenteral. Sediaan parental
merupakan jenis sediaan yang unik di antara bentuk sediaan obatterbagi-bagi, karena
sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membranmukosa ke bagian tubuh yang paling
efesien, yaitu membran kulit danmukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi
mikroba dan dari bahan - bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian
yangtinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk iniharus dipilih
dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi,apakah kontaminasi fisik,
kimia atau mikrobiologis.
Sediaan injeksi volume kecil dikenal dengan beberapa wadah yaitudosis tunggal
(single dose) wadah ampul atau cartridge dan dosis ganda (multiple dose) wadah vial atau
flacon (Depkes, 1979). Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yang kedap udara yang
mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai
dosis tunggal, dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat kembali dengan jaminan tetap
steril. Sedangkan wadah dosis ganda adalah wadah yang memungkinkan pengambilan
isinya perbagian berturut- turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas atau kemurnian
bagian yang tertinggal (Ansel, 2005).

B. Tujuan Praktikum
1. Mampu memahami definisi atau pengertian dari injeksi parenteral volume kecil dosis
tunggal (ampul) maupun dosis ganda (vial)
2. Mahasiswa mampu membuat injeksi parenteral volume kecil dosis tunggal (ampul)
maupun dosis ganda (vial)
3. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi untuk sediaan injeksi parenteral volume kecil
dosis tunggal (ampul) maupun dosis ganda (vial)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental
preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parenteral merupakan jenis
sediaan yang unik diantara bentuk sediaan obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan
melalui kulit atau membrane mukosa ke bagian tubuh yang paling efisien, yaitu membrane kulit
dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan-bahan toksis
lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat
dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis
kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia, atau mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007).
Sediaan parenteral adalah bentuk sedian untuk injeksi atau sediaan untuk infus. Sediaan
injeksi telah digunakan untuk pertama kali pada manusia sejak tahun 1660. Injeksi berasal dari
kata injeksio yang berarti memasukkan kedalam, sedangkan infusion berarti penuangan kedalam.
Kerja optimal larutan obat yang diberikan secara parenteral hanya diperoleh jika persyaratan
berikut terpenuhi :
a. Sesuai antara kandungan bahan obat yang ada di dalam sediaan dengan pernyataan tertulis
pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas selama penyimpanan akibat kerusakan
obat secara kimiawi dan lain sebagainya.
b. Penggunaan wadah yang cocok, sehingga tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril,
tetapi juga mencegah terjadinya interaksi antara obat dan material dinding wadah.
c. Tersatukan tanpa terjadi reaksi
d. Bebas kuman
e. Bebas pirogen
f. Isotonis
Ampul adalah wadah berbentuk silindris terbuat dari gelas, yang memiliki ujung runcing
(leher) dan bidang dasar datar ukuran normalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20, kadang – kadang juga 25
atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan
pemakainannya untuk satu kali injeksi (Voight, 1995).
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakanpada
dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa takaran tunggal
atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensidengan volume
sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan, botol ini ditutup dengansejenis logam yang
dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairaninjeksi. (R. Voight hal
464).
Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran ganda):
• Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan adanya kontak
dengan lingkungan luar yang ada mikroorganismenya.
• Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung isotonis (0,6% –
0,2%) (FI IV hal. 13).
• Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya.
• Zat pengawet (FI IV hal 17) keculai dinyatakan lain, adalah zat pengawet yang cocok yang
dapat ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan dalam wadah ganda/injeksi yang dibuat
secara aseptik, dan untuk zat yang mepunyai bakterisida tidak perlu ditambahkan
pengawet.
Keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi
1. Keuntungan :
• Bekerja cepat, misalnya injeksi adrenalin pada syok anafilaktik.
• Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung,
merangsang jika masuk ke cairan lambung atau tidak diabsorpsi baik oleh
cairan lambung.
• Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin.
• Daat digunakan sebagai depo terapi.

2. Kerugian :
• Karena bekerja cepat, jika teadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan.
• Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.
• Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
• Secara ekonomis lebih mahal dibandingkan dengan sediaan yang digunakan
per oral.
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Bahan : Aqua dest
Alat : ampul, vial, jarum suntik, beaker glass, pinset, vial crimper, api tabung gas

B. Prosedur kerja

• Pembuatan ampul
1. Masukan aqua dest dengan menggunakan jarum suntik sebanyak 5,3 ml dalam
beaker glass.
2. Masukan lewat dinding, jika aqua dest tidak dapat masuk kedalam ampulnya
lakukan pengocokan
3. Lalu siapkan api tabung gas, pegang ampul pada bagian badan yang akan
dibakar leher ampul setelah itu di panaskan hingga meleleh ujungnya ditarik
menggunakan pinset sampai ujung batangnya terlepas.
4. Lubang pada leher ampulnya tertutup.

• Pembuatan vial
1. Masukan aqua dest dengan menggunakan jarum suntik sebanyak 5,3 ml dalam
beaker glass
2. Masukan kedalam vial tutup menggunakan karet yang dilapisi alumunium foil
3. Lalu melakukan pengepresan menggunakan vial crimper hinggal alumunium
foilnya tidak bergerak
BAB IV
PEMBAHASAN

Cara Sterilisasi
1. Ampul
• Ampul yang tertutup harus dibuka terlebih dahulu dengan alat pemotong ampul,
dibuat goresan kecil pada leher ampul.
• Kemudian dalam keadaan terbalik tegak lurus dengan goresan menjauhi kita, leher
ampul itu dipatahkan kearah kita, lalu ampul diketuk-ketuk untuk mengeluarkan
partikel gelas yang mungkin masuk.
• Tiap ampul dicuci sekurang-kurangnya 3 kali dan setelah diisi, dikepret untuk
mengeluarkan air dari ampul tersebut
• Setelah dicuci, ampul diletakkan dalam keadaan terbaring dalam kaleng, lalu
disterilkan dalam oven pada suhu 160oC selama 1 jam. Selama sterilisasi
berlangsung tutup kaleng dibuka sedikit untuk mengeluarkan uap air dengan
mudah.
• Setelah sterilisasi selesai kaleng ditutup terlebih dahulu dalam oven dan setelah itu
baru dikeluarkan. Dengan demikian ampul bukan saja disterilisasikan tapi juga
dikeringkan

2. Vial
• Vial dicuci dengan aqua dest yang disaring dengan filter gelas G3; pencucian dan
sterilisasi selanjutnya seperti yang tertera pada ampul.
• Tutup vial karet dicuci lalu didihkan dalm aqua dest selama 30 menit.
• Sebelum dipakai dikeringkan sebentar dalam oven (diletakkan dalam kaca arloji
yang ditutup dengan kaca arloji lainnya).

Tatacara masuk kedalam ruang steril


1. Tata cara masuk ruang C
Sebelum masuk ruang C harus melewati 2 ruang antara
➢ Ruang antara 1
Melepas aksesoris yang digunakan dan meletakkan pada tempat yang telah
disediakan. Lalu ambil 1 set pakaian kerja yang tersedia di rak pakaian. Lalu
masuk ke ruang antara yang ke 2. Pada saat ingin memasuki ruang antara ke 2
pastikan pintu ruang antara 1 telah tertutup, agar udara kotor dari luar tidak
masuk ke ruang antara ke 2 karena perbedaan tekanan udara.
➢ Ruang antara ke 2
Memakai pakaian kerja. Sebelum memakai pakaian kerja terlebih dahulu harus
cuci tangan agarbersih dan terbebas dari kuman. 5 gerakan dasar mencuci
tangan, basahi tangan dengan air yang mengalir lalu ambil sabun dan gosokan
pada kedua telapak tangan lanjutkan ke punggung tangan lanjutkan
kepergelangan tangan lanjutkan ke lengan sampai siku dan bilaslah dengan air
sampai bersih. Setelah cuci tangan lalu keringkan tangan dengan hand dryer
otomatic dan pastikan bahwa tangan benar benar kering. Setelah selesai
mencuci tangan, dapat memakai pakaian kerja. Urutan memakai pakaian kerja:
a. Menggunakan masker pastikan bahwa masker menutupi mulut dan
hidung.
b. Gunakan head cap, semua bagian rambut harus ketutup head cap. Bila
memiliki rambut panjang, rambut harus dikuncir dulu. Bagi yang
menggunakan hijab, bagian depan hijab juga harus tertutup head cap.
c. Pakai jas laboratorium, lalu pastikan semua sudah terpasang dengan
benar.
d. Lalu semprot tangan dengan alkohol 70%
Setelah semua tahap selesai, dapat masuk ke ruang C. saat membuka pintu
ruang C pastikan ruangan antara ke 2 udah tertutup. Selain itu membuka pintu
ruangan C harus menggunakan siku agar tangan yang sudah bersih dan steril
tidak kotor kembali.
2. Tata cara masuk ruang B
➢ Ruang antara
Mengganti APD. Melepas APD (Masker, head cap, jas, sarung tangan) yang
sebelumnya dipakai diruang kelas C. meletakkan jas laboratorium ke dalam
kantong plastik lalu letakkan pad arak pakaian kotor. Lalu cuci tangan dengan
5 gerakan dasar. Setelah bersih, keringkan tangan dengan pengering tangan
otomatis. Kemudian menggunakan APD baru. Selanjutnya, memakai sarung
tangan. Pastikan memakai sarung tangan dengan benar. Lalu melakukan
desinfeksi tangan dengan menggunakan alkohol 70%. Personil siap masuk ke
ruang kelas B. sebelum membuka pintu ruang kelas B pastikan seluruh pintu
dengan keadaan tertutup, kemudian buka pintu ruang kelas B menggunakan
siku, jangan menggunakan tangan yang sudah steril.

3. Tata cara masuk ruang kelas A


➢ Ruang antara 1
Mencuci tangan, lalu keringkan dengan alat pengering tangan otomatis. Lalu
pakai sarung alas kaki, pastikan bahwa sarung alas kaki menutupi seluruh alas
kaki.
➢ Ruang antara 2
Menggunakan APD yang baru. Lalu pasang sarung tangan, pastikan sarung
tangan terpakai dengan benar. Selanjutnya melakukan desinfeksi tangan
dengan menggunakan alkohol 70%. Personil siap masuk ke ruang kelas A.
sebelum membuka pintu ruang kelas A pastikan seluruh pintu dengan keadaan
tertutup, kemudian buka pintu ruang kelas A menggunakan siku, jangan
menggunakan tangan yang sudah steril.
Evaluasi sediaan
A. EVALUASI FISIKA
1. Uji Bahan Partikulat dalam Injeksi (suplemen FI IV, 1533-15)
o Tujuan : Menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang ukuran
tertentu.
o Prinsip : Prosedurnya dengan cara memanfaatkan sensor penghamburan
cahaya, jika tidak memenuhi batas yang ditetapkan maka dilakukan
pengujian mikroskopik. Pengujian mikroskopik ini menghitung bahan
partikulat subvisibel setelah dikumpulkan pada penyaring membran
mikropori.
o Hasil : Penghamburan cahaya: hasil perhitungan jumlah total butiran baku
yang terkumpul pada penyaring harus berada dalam batas 20% dari hasil
perhitungan partikel kumulatif rata-rata per ml. Mikroskopik: injeksi
memenuhi syarat jika partikel yang ada (nyata atau menurut perhitungan)
dalam tiap unit tertentu diuji melebihi nilai yang sesuai dengan yang tertera
pada FI.

2. Penetapan pH (Suplemen FI IV, hlm. 1572-1573)


o Alat : pH meter
o Tujuan : Mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan
o Prinsip : Pengukuran pH cairan uji menggunakan potensiometri (pH meter)
yang telah dibakukan sebagaimana mestinya yang mampu mengukur harga
pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator yang peka,
elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang sesuai. Hasil : pH sesuai
dengan spesifikasi formulasi sediaan yang ditargetkan.

3. Uji Kejernihan: Uji kejernihan untuk larutan steril adalah dengan menggunakan
latar belakang putih dan hitam di bawah cahaya lampu untuk melihat ada tidaknya
partikel viable.

4. Uji Kebocoran (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral, 191-192)


o Tujuan : Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume
serta kestabilan sediaan.
o Prinsip : Untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran tunggal
yang masih panas setelah selesai disterilkan dimasukkan ke dalam larutan
metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen biru
akan masuk ke dalam karena perubahan tekanan di luar dan di dalam wadah
tersebut sehingga larutan dalam wadah akan berwarna biru. Untuk cairan
yang berwarna (b) lakukan dengan posisi terbalik, wadah takaran tunggal
ditempatkan diatas kertas saring atau kapas. Jika terjadi kebocoran maka
kertas saring atau kapas akan basah.
o Hasil : Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi
biru (prosedur a) dan kertas saring atau kapas tidak basah (prosedur b)

5. Uji Kejernihan dan Warna (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral hlm 201-203)
o Tujuan : memastikan bahwa setiap larutan obat suntik jernih dan bebas
pengotor
o Prinsip : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan
menyinari wadah dari samping dengan latar belakang hitam untuk
menyelidiki pengotor berwarna putih dan latar belakang putih untuk
menyelidiki pengotor berwarna.
o Hasil : memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan.

B. EVALUASI BIOLOGI
1. Uji Sterilitas (suplemen FI IV, 1512-1519)
o Tujuan : menetapkan apakah sediaan yang harus steril memenuhi syarat
berkenaan dengan uji sterilitas seperti tertera pada masing-masing
monografi.
o Prinsip : Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya
pertumbuhan mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara
inokulasi langsung atau filtrasi secara aseptik. Media yang digunakan
adalah Tioglikonat cair dan Soybean
o Casein Digest Hasil : memenuhi syarat jika tidak terjadi pertumbuhan
mikroba setelah inkubasi selama 14 hari. Jika dapat dipertimbangkan tidak
absah maka dapat dilakukan uji ulang dengan jumlah bahan yang sama
dengan uji aslinya.

2. Uji Endotoksin Bakteri (suplemen FI IV, 1527-1532)


o Tujuan : mendeteksi atau kuantisasi endotoksin bakteri yang mungkin
terdapat alam suatu sediaan.
o Prinsip : pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte Lysate
(LAL). Teknik pengujian dengan menggunakan jendal gel dan
fotometrik.Teknik Jendal Gel pada titik akhir reaksi dibandingkan langsung
enceran dari zat uji dengan enceran endotoksin yang dinyatakan dalam unit
endotoksin FI.Teknik fotometrik (metode turbidimetri) yang didasarkan
pada pembentukan kekeruhan.
o Hasil : bahan memenuhi syarat uji jika kadar endotoksin tidak lebih dari
yang ditetapkan pada masing-masing monografi.

3. Uji Pirogen untuk volume sekali penyuntikan > 10 mL (FI IV, 908-909)
o Tujuan : untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat
diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
o Prinsip : pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji
secara IV dan ditujukan untuk sediaan yang dapat ditoleransi dengan uji
kelinci dengan dosis penyuntikan tidak lebih dari 10 mL/kg bb dalam jangka
waktu tidak lebih dari 10 menit.
o Hasil : setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat bila
tak seekor kelinci pun dari 3 kelinci menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau
lebih. Jika ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih
lanjutkan pengujian dengan menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih
dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci masing-masing menunjukkan kenaikan suhu
0,5° atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci tidak
lebih dari 3,3° sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.

4. Penetapan Potensi Antibiotik (khusus jika zat aktif antibiotik) (suplemen FI IV,
1519- 1527) Aktivitas (potensi) antibiotik dapat ditunjukkan pada kondisi yang
sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap mikroba.
o Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses
pembuatan larutan dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap
mikroba.
o Prinsip : penetapan dengan lempeng silider atau “cawan” dan penetapan
dengan cara “tabung” atau turbidimetri.
o Hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis
lurus transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji
linieritas.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel,H.C., (1989). Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press. Jakarta.


Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Voight. R,.(1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah Dr. Soendani Noerono. Edisi
Kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai