Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUHAN

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Dapat menyiapkan dan menyusun formula sediaan parenteral volume kecil
(ampul)
2. Dapat membuat protap sesuai cpob
3. Dapat melakukan pengujian terhadap zat aktif dan zat tambahan
4. Menghitung tonisitas sesuai rumus
5. Dapat mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan ampul
6. Dapat mengetahui masalah apa saja yang terjadi pada pembuatan sediaan ampul
serta mengetahui cara pengatasannya
7. Dapat membuat sediaan ampul skala laboratorium sesuai dengan persyaratan
sediaan steril yang telah ditentukan
8. Dapat melakukan pembakaran ampul
9. Dapat melakukan sterilisasi sediaan
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril.
Konsep ini menyatakan steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relatif,
dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme
hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetik angka kematian mikroba. Produk
steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Pada prinsip ini termaksud sediaan parenteral
mata dan iritasi. (Voight, 1995).
Sediaan parenteral adalah sediaan untuk injeksi atau infuse. Injeksi adalah
sedian steril yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau
melalui kulit atau selaput lendir. Injeksi dapat berupa emulsi, larutan atau serbuk
sterilyang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahuluh sebelum digunakan. Obat
suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang
dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral menunjukkan
pemberian lewat suntikan. (Voight, 1995)
Pada praktikum kali ini kami membuat sediaan injeksi yaitu ampul. Ampul
adalah wadah bentuk silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung runcing
(leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20, dan
kadang-kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal oleh
karena total jumlah cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali
pemakaiannya untuk satu kali injeksi. (Voight, 1995).

2. Keuntungan :
a. Obat memiliki onset yang cepat.
b. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti.
c. Bioavabiltas sempurna atau hampir sempurna.
d. Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinalis dapat dihindarkan .
e. Obat dapat diberikan kepada penderita yang sedang sakit keras ataupun
koma. (Syamsuni, 2007)
3. Kerugian :
a. Rasa nyeri saat disuntikkan.
b. Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik.
c. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki,
terutama setelah pemberian secara intra vena.
d. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita di rumah sakit atau di tempat
praktik dokter oleh tenaga medis yang kompeten. (Syamsuni, 2007)
4. Persyaratan sediaan parenteral:
a. Sesuai antara kandungan bahan obat yang ada didalam sediaan dengan
pernyataan tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas selama
penyimpanan akibat kerusakan obat secara kimiawi dan sebagainya.
b. Penggunaan wadah yang cocok, sehingga tidak hanya memungkinkan sediaan
tetap steril, tetapi juga mencegah terjadinya ineraksi antara bahan obat
dengan material dinding wadah.
c. Tersatukan tanpa terjadi reaksi.
d. Bebas kuman.
e. Bebas Pirogen.
f. Isotonis.
g. Isohidris.
h. Bebas partikel melayang. (Syamsuni, 2007)
5. Klasifikasi sediaan parenteral :
a. Larutan sejati dengan pembawa air, contohnya injeksi vitamin C
b. Larutan sejati dengan pembawa minyak, contohnya injeksi kamfer
c. Larutan sejati dengan pembawa campuran, contohnya injeksi Phenobarbital
d. Suspensi steril dengan pembawa air, contohnya injeksi calciferol
e. Suspensi steril dengan pembawa minyak, contohnya injeksi Bismuth
subsalisilat
f. Emulsi steril, contohnya Infus Ivelip 20%
g. Serbuk kering dilarutkan dengan air, contohnya Injeksi Solumedrol.
(Voight, 1995).

6. Tonisitas larutan sediaan injeksi :


a. Isotonis
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel
darah merah, sehingga tidak terjadi pertukaran cairan di antara keduanya,
maka larutan dikatakan isotoni (ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl)
b. Hipotonis
Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum
darah, sehingga menyebabkan air akan melintasi membran sel darah merah
yang semipermeabel memperbesar volume sel darah merah dan
menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar
menyebabkan pecahnya sel-sel darah merah. Disebut Hemolisa.
c. Hipertonis
Turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari serum
darah merah, sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi
membran semipermeabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel-sel
darah merah, disebut plasmolisa.
7. Secara umum ada 2 prosedur pembuatan sediaan steril yaitu :
a. Cara sterilisasi akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan dalam
pembuataan sediaan steril. Zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air
dan suhu Sterilisasi. Dengan cara ini sediaan disterilkan pada tahap terakhir
pembuatan sediaan. Semua alat setelah lubang – lubangnya ditutup dengan
kertas perkamen, dapat langsung digunakan tanpa perlu disterilkan terlebih
dahulu.
b. Cara Aseptis
Cara ini terbatas penggunaannya pada sediaan yang mengandung zat aktif
peka suhu tinggi dan dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja
farmakologinya. Antibiotik dan beberapa hormon tertentu merupakan zat
aktif yang sebaiknya diracik secara aseptis. Cara aseptis bukanlah suatu cara
sterilisasi melainkan suatu cara untuk memperoleh sediaan steril dengan
mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan.

8. Teknologi pengemasan sediaan ampul


Bahan pengemas yang bisa digunakan sebagai sediaan steril yaitu gelas,
plastik, karet, metal. Pengemasan sediaan suntik harus mengikuti prosedur
aseptis dan steril karena pengemasan ini langsung berinteraksi dengan sediaan
yang dibuat, termaksud dalam hal ini wadah. Wadah merupakan bagian yang
menampung dan melindungi bahan yang telah dibuat. (ansel, 1989).
Wadah obat suntik termaksud tutupan harus tidak berinteraksi dengan
sediaan, baik secara fisik maupun kimia karena akan mengubah kekuatan dan
efektifitasnya. Bila wadah dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak
berwarna atau berwarna kekuningan, untuk memungkinkan pemeriksaan isinya.
(Ansel, 1989)
Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yang kedap udarah yang
mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian
parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat
kembali dengan jaminan tetap steril. (ansel, 1989)
9. Proses pengemasan dimulai dari
a. Pembersihan
Pada umumnya, ampul kosong yang dipasarkan dalam keadaan terbuka
memiliki leher yang lebar untuk memudahkan pembersihan. Dengan cara
pengisian ampul berulang kali dengan cairan pencuci dan akhirnya
dikosongkan dapat diperoleh ampul yang bersih dan menjamin bahwa seluruh
partikel pengotor dan serpihan gelas telah dihilangkan.
(Voight, 1995)
b. Pengisian
Pengisian ampul dalam skala laboratorium dilakukan menggunakan spuit.
c. Penutupan
Penutupan ampul dapat dilakukan dengan 2 cara. Pertama cara peleburan,
dimana semburan nyala api diarahkan pada leher ampul yang terbuka dan
ampul ditutup dengan membakar disatu lokasi lehernya sambil diputar
kontinyu. Kedua cara tarikan, dimana seluruh alat penutup ampul otomat yang
digunakan. (Voight, 1995)
10. Cara tarik dalam membakar ampul
Pada alat ini sebuah semburan api diarahkan pada bagian tengah leher
ampul. Setelah gelas melunak bagian atas leher dijepit dengan sebuah pinset atau
dilakukan oleh alat khusus kemudian ditarik keatas kemudian ampul dapat
ditutup. (Voight, 1995)

BAB II

FORMULA

A. FORMULA ASLI

R/ vitamin B6 2,5 %

B. FORMULA STANDAR (FORNAS hal. 262)

PYRIDOXINI INJECTION
Injeksi piridoksina
Injeksi vitamin B6

Komposisi : tiap ml mengandung

Pyridoxini hydrochloridum 50 mg

Aqua pro injectione hingga 1 ml

Penyimpanan: dalam wadah dosis tunggal, terlindung dari


cahaya

Dosis: sehari 1 ml sampai 3 ml dalam bagi

Catatan :

1. pH 2,0 sampai 3,8


2. Disterilkan dengan cara sterilisa A atau B
3. Sediaan berkekuatan lain: 100 mg
C. FORMULASI MODIFIKASI

PT. ASEPTIS FARMA

Jl. Adisucipto Penfui Kupang

Injeksi pyridoxini hydrochloridum 2,5 % @ 2 ml

S. F

M.F Ampul 2 ml

D. PREFORMULASI ZAT AKTIF (FI III, 541)


Zat Aktif Pyridoxini HCL

Sinonim Pridixini hydrochloridum, piridoksina hidroklorida,


vitamin B6

Struktur Molekul

Rumus Molekul C8H11NO3. HCL

Titik Lebur 204° dan 208°, disertai peruraian

Pemerian Hablur putih atau tidak berwarna, atau serbuk hablur


putih, tidak larut dalam eter P.
Kelarutan Mudah larut dalam air sukar larut dalam etanol
(95%)P, praktis tidak larut dalam eter P.
Stabilitas
1. pH Menurut FI Edisi III : pH larutan lebih kurang 3
Menurut Fornas : stabil pada pH 2,0 -3,8
2. OTT Larutan alkali, garam besi dan larutkan pengoksidasi
Kesimpulan:
1. Bentuk ZA pH 2,0-3,8 : asam
(basa/asam
/ester
2. Bentuk injeksi
sediaan
Cara sterilisasi Larutan disterilisasi dengan cara otoklaf pada suhu
115°C- 116°C selama 30 menit

E. PREFORMULASI EKSIPIEN(FI III, 97)


Nama Bahan Obat Aqua pro injeksi

Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, air steril


untuk injeksi dikemas dengan cara yang sesuai tidak
mengandung bahan antimikroba atau bahan
tambahan lainnya.

F. FORMULASI YANG DIUSULKAN


NO Bahan Jumlah satuan ditulis Alasan penambahan bahan
1. Pyridoxini HCL 950 mg Zat aktif larut dalam air,
sehingga dapat dipakai
sebagai sediaan injeksi volume
kecil karena akan dibuat
sediaan injeksi dan larutan
berupa larutan sejati.
2. Aqua P.I Ad 38,25 ml Aqua pro injeksi digunakan
sebagai pelarut.
G. IDENTIFIKASI
NO Jenis evaluasi Standar Hasil Kesimpulan
1 Pemerian Hablur putih atau Sesuai Fenol : hablur
tidak berwarna, tidak dengan bentuk jarum,
berbau, rasa asin standar tidak berwarna
2 Kelarutan Mudah larut dalam Sesuai Fenol : larut
air sukar larut dalam dengan dalam 12 bagian
etanol (95%) P standar air mudah larut
dalam etanol
(95%)P
3 Identifikasi Vitamin B6 + AgNO3 Sesuai Vitamin B6
dengan tambah AgNO3
NaOH larut sebagian standar menghasilkan
NaOH larut
sebagian
4 Pemeriksaan Vitamin B6 + Na Sesuai Vitamin B6
lain asetat larut dengan tambah Na aseat
standar dapat larut

H. PERHITUNGAN TONISITAS

Metode: Penurunan Titik Beku (PTB) Dijawab : W = 0,52 – a. C


Rumus : W = 0,52 – a. C b
b = 0,52 – 0,213 x 2,5
perhitungan: Dik : 0,576
a : PTB vitamin B6 = 0,213 = - 0.021 / 100 ml
b : PTB NaCl = 0,576 Untuk 2 ml = 2 ml x – 0,021
c : [vit.B6] = 2,5 100 ml
Dit : w........? = - 0,00042 g
Kesimpulan : bersifat hipertonis (tidak
perlu penambahan NaCl)

I. P ERSIAPAN ALAT /BAHAN /WADAH


1. Alat
NO Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi Waktu
1. Spatel logam 1 Diflambir (bakar) 30 detik
2. Pinset logam 2 Diflambir 30 detik
3. Batang pengaduk 1 Bakar ovem 170°C 30 detik
4. Kaca arloji 15 Oven 170°C 20 detik
5. Gelas ukur 2 Otoklaf 121°C 15 menit
6. Pipet tetes tanpa 2 Otoklaf 121°C 15 menit
karet
7. Karet pipet 2 Direbus 30 menit
8. Corong 2 Otoklaf 121°C 15 menit
9. Kertas saring 20 Oven 170°C 60 menit
10. Beaker glass 4 Oven 170°C 60 menit
11. Erlenmeyer 4 Oven 170°C 60 menit
12. Ampul 15 Oven 170°C 60 menit

2. Bahan
NO Bahan Jumlah Cara Sterilisasi Literatur
1. Pyridoxini HCl Ampul Sterilisasi cara A: FI Edisi III
Dan API yang 2 ml pemanasan dalam halaman 18
sudah jadi otoklaf sediaan yang akan
Injeksi disterilkan ke dalam
wadah yang cocok
kemudian ditutup kedap.
Jika volume dalam tiap
wadah tidak lebih dari 100
mL, sterilisasi dilakukan
dengan uap jernih pada
115°C – 116°C selama 30
menit. Jika volume dalam
tiap wadah lebih dari 100
mL, waktu sterilisasi
diperpanjang.
J. PENIMBANGAN BAHAN
1 ampul 13 ampul
V = (n+2)V’ V = (n+2)V’ + (2x3)
=(1+2)2,15 = (13+2)2,15 + 6
= 6,45 mL = 38,25 ml

Pyridoxini HCl = 2,5 g x 6.45 Pyridoxini HCl = 2,5 g x 38,25


100mL 100mL
= 0, 161 g = 0,95 g

Aqua pro injeksi ad 6,45 mL Aqua pro injeksi ad 38,25 mL

K. PROSEDUR PEMBUATAN
Ruang Prosedur
Ruang Dibungkus alat yang akan disterilkan dan disterilkan
sterilisasi menggunakan cara yang sesuai.
Ruang 1. Pada grey area, praktikan menggunakan penutup kepala,
penimbangan masker, dan sarung tangan untuk meminimalisasikan
(grey area) kontaminasi mikroorganisme.
2. Diukur aqua pro injeksi dengan gelas ukur sebanyak 38,25
mL
3. Ditimbang vitamin B6 sebanyak 0,95 mg dengan kaca arloji
Ruang 1. Sebagian API yang akan digunakan dalam pembuatan
pencampuran sediaan obat dimasukan ke dalam beaker glas.
( white area) 2. Ditambah sedikit demi sedikit vitamin B6, aduk sampai
larut.
3. Disiapkan erlenmeyer, corong dan kertas saring serta
membasahkan kertas saring yang digunakan dengan sedikit
API
4. Dilakukan pengukuran pH hingga sesuai dengan pHsediaan
yaitu 2,5 – 3,8 (jika asam tambah NaOH, jika pH diatas 2,5
tambah HCl)
5. Disaring larutan vitamin B6 menggunakan corong dan
erlenmeyer yang telah disiapkan.
6. Dimasukan larutan obat kedalam ampul dengan
menggunakan spuit
Ruang 1. Ditutup ampul dengan menggunakan panas api dipijarkan
penutupan sampai warna merah dari bunsen
2. Ditutup ampul dengan kertas aluminium foil untuk siap
dilanjutkan ke tahap berikut
Ruang Disterilkan sediaan dalam otoklaf pada suhu 115°C-116° C
sterilisasi selama 30 menit
Ruang Diberi etiket dan brosur. Masukan dalam wadah sekunder
pengemasan
Ruang evaluasi 1. pH: menggunakan kertas lakmus/ kertas indikator
2. uji organoleptis
a. warna
b. bau
c. bentuk
3. uji kebocoran: wadah sediaan (ampul) diletakan terbalik.
Jika ada kebocoran maka cairan didalamnya akan keluar
dan wadahnya akan kosong.
4. Uji kejernian: diliat dengan mata biasa yaitu dengan
menyinari wadah dari samping dengan latar belakang
hitam, dipakai untuk menyelidiki kotoran berwarna muda
sedangkan latar belakang putih untuk menyelidiki kotoran
warna gelap.
5. Uji keseragaman bobot: pengijian dilakukan dengan alat
ukur volume (gelas ukur) pada tempat rata dan sejajar.
Larutan tiap wadah harus sedikit lebih dari volume yang
tertera pada etiket.
6. Uji penetapan kadar : FI Edisi III halaman 543
Larutan uji, sejumlah volume injeksi yang diukur seksama
setara dengan lebih kurang 100 mg piridoxina hidroklorida
encerkan bertahap dengan air secukupnya hingga kadar
10mg/mL. Larutan uji timbang dan serbukkan tidak kurang
dari 20 tablet. Sejumlah serbuk yang ditimbang seksama
setara dengan lebih kurang 10 mg piridoxina hidroklorida
masukan dalam labu erlenmeyer dan pertolongan air,
tambahkan 5 mL asam klorida p, encerkan dengan air
secukupnya hingga 25,0 mL, panaskan diatas tangas uap.
Dinginkan, pindahakn ke labu terukur 100mL. Encerkan
dengan air secukupnya hingga 1000,0 mL. Dapar amonia
amonium klorida larutan 16 gram amonium klorida p,
dalam 70 mL air, tambah 16mL amonia p, encerkan dengan
air secukupnya hingga 100,0 mL campur dan saring.
Larutkan klorimida, larutkan 40mg diklorkinon klorimida p,
dalam 100 mL isopropanol p, simpan dalam lemari es dan
gunakan waktu selama 1 bulan. Jika larutan berwarna
merah jambu tidak boleh digunakan. Larutan pembanding
sediaan, timbang seksama 25 mg piridoxina hidroklorida
pekat yang telah dikeringkan dalam hampa udara diatas
silikagel p selama 4jam larutkan dalam 250,0 mL asam
klorida p 1% v/v campur . Siapkan larutan botol berwarna
coklat ditempatkan ditempat yang sejuk. Larutan
pembanding encerkan 10,0 mL larutan pembanding
persediaan dengan air secukupnya hingga 100,0 mL,
campur larutan harus dibuat baru. Cara (a) pipet 5,0 mL
beningan larutan uji kedalam labu, tambahkan 25,0 mL
isopropanol p. Campur pipet 5,0 mL encerkan ke dalam
gelas ukur 25 mL bersumbat kaca atau ke dalam tabung
kimia dan tambahkan sedkit demi sedkit sambil diaduk tiap
kali penambahan 1,0 mL dapat amonia amonium klorida
1,0 mL, larutan natrium asetat p 20% b/v dalam 1,0 mL air.
Dinginkan hingga suhu 25%, tambahkan 1,0 mL larutan
klorimida, kocok kuat selama 10 detik dan kemudian
selama 60 detik. Ukur serapan pada panjang gelombang
serapan maksimal lebih kurang 650 nm terhadap blangko
air. Serapan yang diproleh dinyatakan sebagai Au. (b)
ulangi cara (a) dengan mengganti 1,0 mL larutan asam
borat p 5% b/v untuk 1,0 mL air .Serapan yang diperoleh
dinyatakan sebagai Au. (c) ulangi cara (a) dengan
mengganti 5,0 mL larutan pembanding untuk 5,0 mL
larutan uji serapan yang diperoleh dinyatakan sebagai Ais.
Hitunglah jumlah dalam mg C8H11NO3. HCl dalam piridoxin
𝐴𝑢−𝐴𝑢′
a hidroklorida yang digunakan rumus : 𝐶( )
𝐴𝑠−𝐴𝑠′

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PREFORMULASI
Pada percobaan praktikum kemarin yang telah dilakukan sediaan Ampul
steril. Dimana dalam praktikum ini bertujuan untuk dapat membuat sediaan Ampul
piridoxina HCl. Sediaan ampul adalah, Ampul adalah wadah bentuk silindris yang
terbuat dari gelas yang memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran
nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20, dan kadang-kadang juga 25 atau 30 mL. Ampul
adalah wadah takaran tunggal oleh karena total jumlah cairannya ditentukan
pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali injeksi.
Secara umum untuk obat ampul harus diperhatikan :
1. Sebaiknya digunakan pelarut air
2. pH larutan sebaiknya diatur sekitar 2,5-3,8 dan agar pH (jika asam tambah
NaOH, jika pH diatas 2,5 tambah HCl)
3. Usahakan agar larutan hipertonis
Hal-hal yang harus diperhatikan, dalam pembuatan ampul, antar lain:
1. Tidak perlu pengawet karena merupakan takaran tunggal
2. Tidak perlu isotonis
3. Diisi melalui buret yang ujungnya disterilkan terlebih dahulu dengan alkohol
70%
4. Buret dibalas dengan larutan obat sebelum diisi
Membuat preformulasi untuk memudahkan praktikan dalam membuat sediaan
karena dalam preformulasi terdapat monografi – monografi yang membantu kita
dalam pencampuran.Jadi preformulasi itu sangat penting dalam sebuah praktikum
agar sediaan yang dihasilkan itu sesuai standar.
B. IDENTIFIKASI
Identifikasi bahan awal sangat penting dilakukan dengan mengamatinya dari segi
warna, bentuk, rasa bau dan secara kualitatif. Identifikasi dilakukan dengan tujuan
agar praktikan tidak salah dalam mengambil bahan-bahan untuk formulasi dalam
menentukan zat yang akan digunakan.
C. PENIMBANGAN
Pada saat melakukan penimbangan bahan, ada sebagian bahan yang masih
tersisa dikaca arloji dan ada sebagian bahan yang tumpah pada timbangan, sehingga
bobot zat tidak sesuai dengan perhitungan pengambilan bahan pada sediaan ampul.

D. CARA KERJA
Dalam proses pencampuran alat-alat yang digunakan dalam pencampuran
sudah disterilkan namun karena keterbatasan waktu praktikum maka dilakukan
praktikum 2 minggu setelah dilakukannya sterilisasi alat .sehingga kemungkinan alat
yang sudah disterilisasi, sedikit terkontaminasi dengan mikroorganisme dan pada
bahan-bahannya sama sekali tidak mengalami sterilisasi sehingga ampul yang
disediakan tidak aseptis atau tidak memenuhi syarat. Pada proses pencampuran,
erlenmeyer yang digunakan tidak dikalibrasi sehingga volume-nya tidak tepat. Pada
saat melakukan pengisian masih terdapat gelembung pada dispo sehingga larutan
yang dimasukan kedalam ampul volumenya tidak tepat.
E. EVALUASI
Setelah sediaan dibuat, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan evaluasi
pada sediaan yang dibuat. Adapun tujuan dari evaluasi sediaan adalah untuk
menjamin mutu serta kualitas sediaan berdasarkan sifat fisiknya. Adapun evaluasi
sediaan yang dilakukan pada percobaan ini adalah :
1. Uji organoleptis
Pada pengujian organoleptis pada percobaan ini adalah mempunyai tujuan untuk
mengetahui sifat fisis dari suatu sediaan. Pengujian organoleptis pada percobaan
ini meliputi pengujian dengan cara pengamatan visual maupun dengan panca
indera. Adapun hal-hal yang harus diamati pada pengujian organoleptis ini adalah
bentuk, warna, bau, rasa dan kejernihan maupun konsentrasi produk. Adapun
pada pengujian organoleptis dengan cara pengamatan secara visua. Dari hasil
pengamatan didapatkan hasil bahwa pada formula ampul phyridoxini HCl warna
larutan sediaan ialah jernih, bentuknya larutan, dan tidak berbau.
2. Uji pH
Pada pengujian pH percobaan ini adalah mempunyai tujuan untuk mengetahui
apakah sediaan yang dihasilkan mempunyai pH yang sudah aman atau sesuai
digunakan untuk atau sesuai dengan pH yang terdapat dalam tubuh manusia.
Adapun pengujian pH merupakan salah satu bagian dari kriteria pemeriksaan
secara fisika dan kimia dalam memprediksi kestabilan dari produk sediaan.
Pengujian pH dilakukan untuk menentukan stabilitas bahan aktif dalam suasana
asam maupun suasana basa. Adapun cara pengujian pH pada percobaan ini adalah
dengan cara menggunakan pH stick yang dicelupkan ke sampel sediaan dan
dicocokkan dengan Indikator pH yang telah tersedia, kemudian dicatat hasilnya.
Dari hasil pengujian didapatkan hasil pH ampul piridoxina HCl ialah 3,7 maka
pHnya cocok dengan stabilitas pH yaitu 2,5 – 3,8 (FORNAS
3. Uji kebocoran
wadah sediaan (ampul) diletakan terbalik. Jika ada kebocoran maka cairan
didalamnya akan keluar dan wadahnya akan kosong. Dari uji kebocoran yang
dilakukan terdapat 3 Ampul yang kosong, sebagian ampul mengalami kekurangan
volume, dan 4 ampul yang tidak mengalami kebocoran sama sekali.
4. Uji keseragaman bobot
pengijian dilakukan dengan alat ukur volume (gelas ukur) pada tempat rata dan
sejajar. Larutan tiap wadah harus sedikit lebih dari volume yang tertera pada
etiket. Setelah melakukan uji keseragaman bobot dengan menggunakan gelas
ukur terdapat 4 Ampul yang memiliki volume yang sama sehingga 4 Ampul ini
dapat di kemas.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pada praktikum ini kami dapat menyusun formula sediaan parenteral volume
kecil yakni pyridoxini HCl
2. Kami juga membuat protap sesuai dengan CPOB dalam melaksanakan praktikum
ini sehingga pada saat kami melaksanakan praktikum kami memegang protap
masing-masing
3. Dapat melakukan pengujian terhadap zat aktif dan zat tambahan yakni
denganmembuat identifikasi kualitatif
4. Menghitung tonisitas sesuai rumus dengan menggunakan rumus w = 0,52 – a . c
b
5. Dapat mengetahui tahapan –tahapan dalam pembuatan ampul seperti
menyiapkan ruangan dan alat- alatnya sekaligus mensterilisasi, penimbangan
bahan-bahan, melarutkan atau mencampur, menyaring, mengisi ke dalam
wadah, sterilisasi sediaan dan pemberian etiket dan label.
6. Dapat mengetahui masalah yang terjadi dalam melaksanakan praktikum misalnya
pada saat pembutan sediaan, seperti pada pengisian ada kekurangan volume, dan
juga pada saat penutupan sehingga sediaannya berkurang dan tidak memenuhi
syarat.
7. Kami dapat membuat sediaan ampul skala laboratorium sesuai dengan
persyaratan sediaan steril yang telah ditentukan
8. Melakukan pembakaran ampul artinya bagian tengah leher ampul diarahkan
pada api. Setelah gelas melunak bagian atas leher dijepit dengan sebuah pinset
atau dilakukan oleh alat khusus kemudian ditarik keatas kemudian ampul dapat
ditutup. (voight, 1995)
9. melakukan sterilisasi sediaan yakni sediaan diletakkan terbalik dalam beaker glass
dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 115oC – 116oC selama 30 menit.
B. Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan dalam praktikum ampul ini,
diharapkan kepada praktikan untuk teliti karena ketelitian ini sangat diharapkan
karena sediaan injeksi ampul ini tidak menggunakan pengawet dan digunakan untuk
satu kali pemakaian sehingga ampul yang dibuat harus steril.
Lampiran 1, Gambar Praktik

Gambar 1 : Identifikasi Bahan Awal

Gambar 2 : Penimbangan Gambar 3 : penyerahan bahan awal

Gambar 4 : Pencampuran Gambar 5 : Pengisian

Gambar 6 : Penutupan
Gambar 7 : Pengemasan
DAFTAR PUSTAKA

American Hospital Service. DrugInformation 88 Jilid II. USA : 1998


Ansel,H.C., 1989. Pengatar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia. Edisi III.
..........1979. Jakarta : Direktor Jenderal POM.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia Edisi IV.


..........1995. Jakarta : Direktor Jenderal POM

Moh. Anief. 1997. Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktik.Yogyakarta:


……….Gadjah Mada UniversityPress.

Pharmaceutical Excipient Edisi II. London: The Pharmaceutical


.........Press, 1994

Syamsuni. 2007. Ilmu Resep. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran.


Voight. R,. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah Dr. Soendani
Noerono. Edisi kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai