Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH IV ADMIXTURE

Nama : Ayu Dwi Lestari

Npm : 210102033

Dosen Pengampu : apt. Senya Puteri A, M. Farm

PRODI S1 FARMASI KLINIS DAN

KOMUNITAS SEKOLAH TINGGI ILMU

KESEHATAN ISFI BANJARMASIN

TAHUN AJARAN 2023-2024


1. IV ADMIXTURE

a. Pengertian IV Admixture
IV admixture atau pencampuran sediaan parenteral adalah pencampuran
dua atau lebih produk parenteral di rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan
terapeutik pasien secara individual. Salah satu dari obat parenteral adalah
larutan infus. Ruang lingkup dari IV admixture adalah pelarutan atau
rekonstitusi serbuk steril, penyiapan suntikan intravena sederhana, dan
penyiapan suntikan intravena kompleks.

b. Tujuan IV Admixture
1) Mengencerkan larutan injeksi yang iritan
2) Menghindari konsentrasi obat yang tinggi saat memberikan obat yang
cepat
3) Mempertahankan kadar terapi obat dalam plasma
4) Pertimbangan via lisan kurang efektif (contoh pasien pada kondisi
kritis), pemberian im absorpsi kurang baik karena gangguan sirkulasi,
mengencerkan suatu obat jika terlalu pekat diberikan secara iv bolus
5) Memelihara atau menjaga keseimbangan cairan tubuh
6) Lebih praktis dalam pemberian karena dapat mencampurkan beberapa
larutan dan obat sekaligus untuk pemberian intra vena

7) Mengurangi waktu perawat dalam menyiapkan obat, sehingga waktu


perawat dapat digunakan untuk mengurus pasien

c. Syarat IV Admixture
Produk steril yang dihasilkan dari proses compounding harus
memenuhi syarat antara lain :

1) Bebas dari mikroba atau steril. Bakteri ataupun mikroorganisme


lainnya dianggap sebagai kontaminan yang tidak dapat diterima dalam
produk steril.
2) Bebas pirogen. Meskipun sediaan telah dinyatakan steril, parameter
ini tetap harus dipastikan karena dapat menyebabkan reaksi demam
pada manusia. Oleh karena itu, pirogen dianggap sebagai kontaminan
yang tidak dapat diterima dalam produk steril.

2
3) Jernih atau bebas dari partikel melayang. Kehadiran partikel
yang terlihat dapat dipertimbangkan sebagai penyesuaian untuk
produk nutrisi parenteral.
4) Ketercampuran dan bebas dari padatan yang tidak larut, seperti
tidak ditemukan adanya endapan.
5) Memiliki pH ideal 7,4 atau rentang pH 3-9 masih dapat
ditoleransi oleh vena perifer. Jika kurang dari 3 akan
menyebabkan rasa sakit dan jika lebih dari 9 akan
menyebabkan nekrosis jaringan.
6) Memiliki tekanan osmotik yang sesuai dengan darah dan
cairan fisiologis lainnya. Produk steril yang diberikan secara
parenteral biasanya memberikan tekanan osmotik 150-900
m0sm/kg. Semakin besar volume sediaan yang disuntikkan,
semakin dekat dengan tonisitas. Pemberian sediaan yang
sangat hipotonik dapat menyebabkan hemolisis sel darah
merah, sedangkan sediaan yang hipertonik dapat merusak
jaringan dan menyebabkan nyeri pada penyuntikan.
7) Tidak terjadi perubahan warna setelah penyimpanan.

2. Teknik Sterilisasi dan Teknik Aseptis

a. Pengertian Sterilisasi Dan Teknik Aseptis


Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari
mikroba hidup, baik patogen maupun apatogen, bentuk vegetatif,
maupun spora. Sedangkan sterilisasi adalah suatu proses untuk
membuat ruangan/benda menjadi steril.

Teknik aseptis didefinisikan sebagai prosedur kerja yang


meminimalisir kontaminan mikroorganisme dan dapat mengurangi
risiko paparan terhadap petugas. Kontaminan kemungkinan
terbawa ke dalam daerah aseptis dari alat kesehatan, sediaan obat,
atau petugas jadi penting untuk mengontrol faktor-faktor ini
selama proses pengerjaan produk aseptis

3
Teknik aseptik biasanya dikerjakan di bawah alat Laminar Air
Flow (LAF) yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya
cemaran mikroba seminimal mungkin.

Teknik ini digunakan dalam pembuatan / pencampuran sediaan


injeksi yang tidak dapat dilakukan proses sterilisasi akhir karena
bahan yang tidak stabil.

b. Macam-macam Teknik Sterilisasi


1. Cara sterilisasi dengan pemanasan kering
a. Pemijaran
Dilakukan dengan cara pemijaran menggunakan nyala api (bunsen)
tidak berwarna secara langsung, dengan syarat seluruh permukaan alat harus
kontak langsung dengan api selama tidak kurang dari 20 detik. Cara ini
sangat sederhana, cepat, tetapi penggunaannya terbatas hanya untuk
beberapa alat atau bahan saja. Bahan atau alat yang dapat disterilkan dengan
cara ini antara lain: Benda logam (pinset, penjepit krus), batang pengaduk,
kaca arloji, mortir, stamper, ZnO, Sodium chloride, dan talk.
b. Sterilisasi dengan udara panas kering menurut Fl edisi IV
Menggunakan oven dilengkapi dengan udara yang dipanaskan dan
disaring. Rentang suhu spesifik yang dapat diterima di dalam bejana
sterilisasi kosong adalah sekitar 15°C selama 1 jam. Bahan atau alat yang
dapat disterilkan dengan cara ini adalah : Alat-alat dari gelas (gelas beaker,
gelas ukur, pipet ukur, erlenmeyer, botol dan corong kaca), minyak, vaselin
dan lemak.

2. Sterilisasi dengan pemanasan basah


a. Dimasak dalam air mendidih
Waktu sterilisasi 15 menit dihitung setelah air mendidih, biasanya
digunakan untuk sterilisasi alat-alat kedokteran. Spora tidak dapat dimatikan
dengan cara ini, penambahan bakterisida (fenol 5% atau lisol 2-3%) dapat
mempersingkat waktu sterilisasi.

4
b. Dengan uap air jenuh bertekanan tinggi menurut Fl edisi IV (autoklaf)

Sterilisasi ini menggunakan suatu siklus autoklaf untuk media atau pereaksi
selama 15 menit pada suhu 121°C kecuali dinyatakan lain. Mekanisme kerjanya
adalah sebagai berikut: Denaturasi atau koagulasi protein sel, dimana obyek akan
terpapar langsung dengan uap air bertekanan tinggi pada suhu dan waktu tertentu
sehingga terjadi pelepasan energi laten uap yang mengakibatkan pembunuhan
mikroorganisme secara ireversibel.
c. Tindalisasi atau pasteurisasi
Digunakan untuk bahan yang tidak tahan pemanasan tinggi dan tidak dapat
disaring dengan penyaring bakteri (emulsi dan suspensi).

Cara:

i. Pemanasan menggunakan uap air pada suhu 70-80°C atau 60-65°C


selama 40-60 menit (mematikan bentuk vegetatif).
ii. Pendinginan dan penyimpanan pada suhu 30°C selama 24 jam
(mengubah sporamenjadi bentuk vegetatif).
iii. Ulangi pemanasan selama 3-5 hari berturut-turut
d. Dengan uap air 100°C
Menggunakan alat, dimana alat yang akan disterilkan harus dimasukkan
setelah air mendidih dan uapnya sudah terlihat keluar. Keuntungan cara ini adalah
uap air mempunyai daya bakterisida lebih besar jika dibandingkan dengan
pemanasan kering karena mudah menembus dinding sel mikroba dan akan
menggumpalkan zat putih telur pada bakteri.

e. Peran Apoteker dalam Pembuatan IV Admixture


Pembuatan IV admixture meliputi pelarutan atau rekonstitusi serbuk
steril, penyiapan suntikan intravena sederhana, penyiapan suntikan intravena
kompleks dan pencampuran obat kanker (sitostatika) merupakan peran/tugas
dari Apoteker di bagian dispensing (pencampuran) sediaan steril.
Seorang Apoteker berperan untuk menjamin sterilitas produk, terkontrolnya
kompatibilitas obat, terjaminnya kondisi penyimpanan yang baik sebelum
maupun sesudah pencampuran serta mencegah kesalahan dalam perhitungan
pencampuran obat.

5
3. Penyelesaian Kasus
Kasus 1
Apoteker di ruang produksi steril menerima resep kemoterapi untuk
pasien (TB 150 cm, BB 53 kg). Lakukan penyiapan kemoterapi (diisian
apoteker). Diketahui dosis lazim Doksorubisin = 50 mg/m2.

6
a) Perhitungan Doksorubisin
Doksorubisin
1. Sediaan dipasaran doksorubisin 50mg/25ml
2. Dosis yang diminta doksorubisin 75 mg
3. Perhitungan pelarut yang digunakan 50 ml sodium chlorid 0,9%
4. Penyesuaian dosis (BB 53 Kg, TB 150 cm, dosis lazim 50 mg/m2
Hitung BSA

53 𝑘g 𝑥 150 𝑐𝑚
BSA = = √2.208 = 1.4860 m2
3600

Penyesuaian dosis :

BSA x Dosis Lazim = 1.4860 x 50 = 74,3 mg/m2


(Dosis sesuai permintaan)

5. Volume obat yang diberikan

50 𝑚𝑔 25 𝑚𝑙
=
𝑥
75 𝑚𝑔

50 . x = 25 x 75
1875
x = = 37,5 ml
50

b) Langkah atau Prosedur Pencampuran Doksorubisin


- Alat : Spuit, alcohol swab, APD petugas lengkap, LAF
- Bahan : Infus sodium chlorid 0,9%, injeksi doksorubisin 50 mg/25ml
Langkah pencampuran :
1. Siapkan alat dan bahan, dikerjakan pada ruang steril
2. Nyalakan LAF dengan mensterikan terlebih dahulu
3. Buka kemasan spuit dan letakkan pada daerah kerja LAF
4. Ambil injeksi Doksorubisin sebanyak 2 vial, usap bagian karet vial
dengan alkohol swab
5. Siapkan sodium chloride 0.9% sebanyak 50ml untuk melarutkan injeksi
doksorubisin
6. Masukkan sodium chlorid 0.9% secukupnya ke dalam kedua injeksi
doksorubisin 50mg untuk melarutkan serbuk
7
7. Kemudian hasil rekonstitusi pada vial diambil dan dimasukkan pada infus
dengan volume 50 ml untuk melarutkan injeksi doksorubisin
8. Ambil sebanyak 37.5ml sediaan doksorubisin yang telah di konstitusi
apabila ingin memberikan Doksorubisin 75mg/24 jam kepada pasien.

c) Wadah Doksorubisin
Doksorubisin injeksi yang telah di rekonstitusi hasilnya disimpan
pada infus dan jauhkan dari cahaya matahari langsung.

d) Etiket Doksorubisin
No. Parameter Jawaban
1 Pelarut Sodium chlorid 0,9%
2 Masa BUD 24 Jam
3 Kondisi 25oC
Penyimpanan
4 Kebutuhan Bahan Doksorubisin Injeksi 50mg/25ml
Sodium chlorid 0,9% 50 ml
5 Etiket
Rumah Sakit ISFI
Jl. Flamboyan, Banjarmasin
Telp. (0511) 1234567
Nama :Z
No. Rm :-
Ruang : Kemoterapi ODC
Obat : Doksorubisin injeksi 75mg dalam 37,5ml
sodium chlorid 0,9%

Rute Pemberian Intravena


Petugas Peracik Apt. Ayu Dwi Lestari,M.Farm

Tanggal & waktu 2 Januari 2024


peracikan 17.00 WITA
Tanggal & waktu 3 Desember 2024
kadaluarsa 17.00 WITA
Penyimpanan 25oC
Paraf Apt.

8
a) Perhitungan Rituximab
1. Sediaan dipasaran rituximab 500mg/50ml
2. Dosis yang diminta rituximab 560 mg
3. Pelarut yang digunakan 100 ml sodium chlorid 0,9 % [9]
4. Volume obat yang diberikan

500 𝑚𝑔 50 𝑚𝑙
=
𝑥
560 𝑚𝑔

500 . x = 50 ml x 560 mg
28000
x = = 56 𝑚𝑔/𝑚𝑙
500

b) Langkah atau Prosedur Pencampuran Rituximab


- Alat : Spuit, alcohol swab, APD lengkap
- Bahan : Infus sodium chlorid 0,9%, injeksi rituximab 500 mg/50ml
Langkah Pencampuran :
1. Siapkan alat dan bahan, dikerjakan pada ruang steril
2. Nyalakan LAF dengan mensterikan terlebih dahulu
3. Buka kemasan spuit dan letakkan pada daerah kerja LAF
4. Ambil injeksi Rituximab sebanyak 2 vial, usap bagian karet penutup
dengan alkohol swab
5. Siapkan Sodium chloride 0.9% sehanyak 100ml untuk melarutkan injeksi
Rituximab
6. Masukkan Sodium chloride 0.9% secukupnya ke dalam kedua injeksi
Rituximab 500mg untuk melarutkan serbuk
7. Kemudian hasil rekonstitusi pada vial diambil dan dimasukkan pada infus
dengan volume 100 ml untuk melarutkan injeksi Rituximab
8. Ambil sebanyak 56 mi sediaan Rituximab yang telah di rekonstitusi
apabila ingin memberikan Rituximab 560mg 24 jam kepada pasien.

c) Wadah Rituximab
Rituximab injeksi yang telah di rekonstitusi hasilnya disimpan pada
infus dan jauhkan dari cahaya matahari langsung.

9
d) Etiket Rituximab
No. Parameter Jawaban
1 Pelarut Sodium chlorid 0,9%
2 Masa BUD 24 Jam
3 Kondisi 2-8oC
Penyimpanan
4 Kebutuhan Bahan Rituximab Injeksi 50mg/25ml
Sodium chlorid 0,9% 100 ml
5 Etiket
Rumah Sakit ISFI
Jl. Flamboyan, Banjarmasin
Telp. (0511) 1234567
Nama :Z
No. Rm :-
Ruang : Kemoterapi ODC
Obat : Rituximab injeksi 560 mg dalam 56 ml sodium
chlorid 0,9%

Rute Pemberian Intravena


Petugas Peracik Apt. Ayu Dwi Lestari, M.farm
Tanggal & waktu 2 Januari 2024
peracikan 17.00 WITA
Tanggal & waktu 3 Januari 2024
kadaluarsa 14.50 WITA
Penyimpanan 2-8oC
Paraf Apt

10
e) Kompatibilitas
- Pelarut doksorubisin sudah sesuai dengan petunjuk
- Pelarut rituximab sudah sesuai dengan petunjuk
- Antar kedua obat tidak ada interaksi

f) Evaluasi pada sediaan IV Admixture


Evaluasi sediaan infus diantaranya sebagai berikut :

a. Evaluasi Fisika
1. Uji Bahan Partikulat dalam Injeksi
Tujuan : Menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang ukuran tertentu.
Prinsip : Prosedurnya dengan cara memanfaatkan sensor penghamburan
cahaya, jika tidak memenuhi batas yang ditetapkan maka dilakukan
pengujian mikroskopik. Pengujian mikroskopik ini menghitung bahan
partikulat subvisibel setelah dikumpulkan pada penyaring membran
mikropori.
Mikroskopik: Injeksi memenuhi syarat jika partikel yang ada (nyata atau
menurut perhitungan) dalam tiap unit tertentu diuji melebihi nilai yang sesuai
dengan yang tertera pada Fl.
2. Penetapan pH
Tujuan : Mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan
Prinsip : Pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter. Persyaratan
3. Uji Kejernihan
Uji kejernihan untuk larutan steril adalah dengan menggunakan latar
belakang putih dan hitam di bawah cahaya lampu untuk melihat ada tidaknya
partikel viable.
4. Uji Kebocoran
Tujuan : Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume
serta kestabilan sediaan.
Prinsip :
- Untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran tunggal yang masih
panas setelah selesai disterilkan dimasukkan ke dalam larutan metilen biru

11
0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen biru akan masuk ke
dalam karena perubahan tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut
sehingga larutan dalam wadah akan berwarna biru.
- Untuk cairan yang berwarna (b) lakukan dengan posisi terbalik, wadah
takaran tunggal ditempatkan diatas kertas saring atau kapas. Jika terjadi
kebocoran maka kertas saring atau kapas akan basah.
Hasil : Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi
biru (prosedur a) dan kertas saring atau kapas tidak basah (prosedur b)
5. Uji Kejernihan dan Warna
Tujuan : Memastikan bahwa setiap larutan obat suntik jernih dan bebas
pengotor
Prinsip : Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan
menyinari wadah dari samping dengan latar belakang hitam untuk
menyelidiki pengotor berwarna putih dan latar belakang putih untuk
menyelidiki pengotor berwarna
Hasil : memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan.
b. Evaluasi Kimia
1. Penetapan kadar
2. Identifikasi
c. Evaluasi Biologi
1. Uji Sterilitas
Tujuan : Menetapkan apakah sediaan yang harus steril memenuhi syarat
berkenaan dengan uji sterilitas seperti tertera pada masing-masing monografi.
Prinsip: Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya
pertumbuhan mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi
langsung atau filtrasi secara aseptik.
Hasil : memenuhi syarat jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba setelah
inkubasi selama 14 hari.
2. Uji Endotoksin Bakteri
Tujuan: Mendeteksi atau kuantisasi endotoksin bakteri yang mungkin
terdapat dalam suatu sediaan.

12
Prinsip: Pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte Lysate
(LAL). Teknik pengujian dengan menggunakan jendal gel dan fotometrik.
Teknik Jendal Gel pada titik akhir reaksi dibandingkan langsung enceran dari
zat uji dengan enceran endotoksin yang dinyatakan dalam unit endotoksin Fl.
Teknik fotometrik (metode turbidimetri) yang didasarkan pada pembentukan
kekeruhan.
Hasil : Bahan memenuhi syarat uji jika kadar endotoksin tidak lebih dari yang
ditetapkan pada masing-masing monografi.
3. Uji Pirogen untuk volume sekali penyuntikan > 10 mL
Tujuan : Untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat
diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
Prinsip : Pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji
secara IV dan ditujukan untuk sediaan yang dapat ditoleransi dengan uji
kelinci dengan dosis penyuntikan tidak lebih dari 10 ml/kg bb dalam jangka
waktu tidak lebih dari 10 menit.
Hasil : Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat bila
tak seekor kelinci pun dari 3 kelinci menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau
lebih. Jika ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5 atau lebih
lanjutkan pengujian dengan menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari
3 ekor dari 8 ekor kelinci masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5"
atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci tidak lebih
dari 3,3" sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.

13
DAFTAR PUSTAKA

A. P. M. F. I. Press, Pelayanan Farmasi Teknik Pembuatan Sediaan Obat.


Bogor, 2017.

D. Christin Ayuning Putri and S. Hartati Yuliani, “Evaluation of Compounding


Sterile Preparations for Hospitalized Pediatric Patients at ‘X’ Hospital, Semarang
City, Indonesia,” JMPF, vol. 8, no. 3, pp. 128–135, 2018.

“Drugs Interactions Checker.” Diakses: 31 Desember 2023. [Daring]. Tersedia


pada: https://www.drugs.com/interactions-check.php?drug_list=938-
0,2022-0

D. Juliati dan S. Farm, “Laporan praktek..., Debora Juliati, FMIPA UI, 2011,”
2011.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Alat Kesehatan departemen


Kesehatan RI, “Pedoman Dasar Dispensing Steril,” Pedoman Dasar
Dispens.Sediaan Steril, hal. 1–35, 2009.

H. Lucida et al., “Kajian Kompatibilitas Sediaan Rekonstitusi Parenteral dan


Pencampuran Sediaan Intravena Pada Tiga Rumah Sakit Pemerintah di
Sumatera BArat,” Pros. Semin. Nas. dan Work. “Perkembangan Terkini
SainsFarm. dan Klin. IV,” hal. 172–180, 2014.

L. Maharani, A. Achmad, dan E. D. Utami, “472-436-1-Pb,” J. Keperawatan


Soedirman (The Soedirman J. Nursing), vol. 8 (2), no. 2, hal. 87–91,
2013.

M. Nguyen, “Handbook on Injectable Drugs,” Critical Care Medicine, vol.


41, no. 8. hal. e190, 2013. doi: 10.1097/ccm.0b013e31829b1c93.

M. S. Dr. apt. Erza Genatrika, M. S. Dr. apt. Ika Puspitasari, M. K. Dr. apt.
Susi Ari Kristina, dan M. S. Dr. apt. TN Saifullah Sulaiman, “Pedoman
DasarPenyiapan Produk Steril Non Sitostatika,” 2022.

Medscape, “Rituximab.” [Daring]. Tersedia pada:


https://reference.medscape.com/drug/342243?src=mbl_msp_android&ref
=sha re#11%0A

“Medscape.” Diakses: 31 Desember 2023. [Daring]. Tersedia pada:


https://reference.medscape.com/drug/342243?src=mbl_msp_android&ref
=sha re#11%0A

Universitas Esa Unggul, PENUNTUN PRAKTIKUM Compounding & Dispensing.


2019.

14

Anda mungkin juga menyukai