Npm : 210102033
a. Pengertian IV Admixture
IV admixture atau pencampuran sediaan parenteral adalah pencampuran
dua atau lebih produk parenteral di rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan
terapeutik pasien secara individual. Salah satu dari obat parenteral adalah
larutan infus. Ruang lingkup dari IV admixture adalah pelarutan atau
rekonstitusi serbuk steril, penyiapan suntikan intravena sederhana, dan
penyiapan suntikan intravena kompleks.
b. Tujuan IV Admixture
1) Mengencerkan larutan injeksi yang iritan
2) Menghindari konsentrasi obat yang tinggi saat memberikan obat yang
cepat
3) Mempertahankan kadar terapi obat dalam plasma
4) Pertimbangan via lisan kurang efektif (contoh pasien pada kondisi
kritis), pemberian im absorpsi kurang baik karena gangguan sirkulasi,
mengencerkan suatu obat jika terlalu pekat diberikan secara iv bolus
5) Memelihara atau menjaga keseimbangan cairan tubuh
6) Lebih praktis dalam pemberian karena dapat mencampurkan beberapa
larutan dan obat sekaligus untuk pemberian intra vena
c. Syarat IV Admixture
Produk steril yang dihasilkan dari proses compounding harus
memenuhi syarat antara lain :
2
3) Jernih atau bebas dari partikel melayang. Kehadiran partikel
yang terlihat dapat dipertimbangkan sebagai penyesuaian untuk
produk nutrisi parenteral.
4) Ketercampuran dan bebas dari padatan yang tidak larut, seperti
tidak ditemukan adanya endapan.
5) Memiliki pH ideal 7,4 atau rentang pH 3-9 masih dapat
ditoleransi oleh vena perifer. Jika kurang dari 3 akan
menyebabkan rasa sakit dan jika lebih dari 9 akan
menyebabkan nekrosis jaringan.
6) Memiliki tekanan osmotik yang sesuai dengan darah dan
cairan fisiologis lainnya. Produk steril yang diberikan secara
parenteral biasanya memberikan tekanan osmotik 150-900
m0sm/kg. Semakin besar volume sediaan yang disuntikkan,
semakin dekat dengan tonisitas. Pemberian sediaan yang
sangat hipotonik dapat menyebabkan hemolisis sel darah
merah, sedangkan sediaan yang hipertonik dapat merusak
jaringan dan menyebabkan nyeri pada penyuntikan.
7) Tidak terjadi perubahan warna setelah penyimpanan.
3
Teknik aseptik biasanya dikerjakan di bawah alat Laminar Air
Flow (LAF) yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya
cemaran mikroba seminimal mungkin.
4
b. Dengan uap air jenuh bertekanan tinggi menurut Fl edisi IV (autoklaf)
Sterilisasi ini menggunakan suatu siklus autoklaf untuk media atau pereaksi
selama 15 menit pada suhu 121°C kecuali dinyatakan lain. Mekanisme kerjanya
adalah sebagai berikut: Denaturasi atau koagulasi protein sel, dimana obyek akan
terpapar langsung dengan uap air bertekanan tinggi pada suhu dan waktu tertentu
sehingga terjadi pelepasan energi laten uap yang mengakibatkan pembunuhan
mikroorganisme secara ireversibel.
c. Tindalisasi atau pasteurisasi
Digunakan untuk bahan yang tidak tahan pemanasan tinggi dan tidak dapat
disaring dengan penyaring bakteri (emulsi dan suspensi).
Cara:
5
3. Penyelesaian Kasus
Kasus 1
Apoteker di ruang produksi steril menerima resep kemoterapi untuk
pasien (TB 150 cm, BB 53 kg). Lakukan penyiapan kemoterapi (diisian
apoteker). Diketahui dosis lazim Doksorubisin = 50 mg/m2.
6
a) Perhitungan Doksorubisin
Doksorubisin
1. Sediaan dipasaran doksorubisin 50mg/25ml
2. Dosis yang diminta doksorubisin 75 mg
3. Perhitungan pelarut yang digunakan 50 ml sodium chlorid 0,9%
4. Penyesuaian dosis (BB 53 Kg, TB 150 cm, dosis lazim 50 mg/m2
Hitung BSA
53 𝑘g 𝑥 150 𝑐𝑚
BSA = = √2.208 = 1.4860 m2
3600
Penyesuaian dosis :
50 𝑚𝑔 25 𝑚𝑙
=
𝑥
75 𝑚𝑔
50 . x = 25 x 75
1875
x = = 37,5 ml
50
c) Wadah Doksorubisin
Doksorubisin injeksi yang telah di rekonstitusi hasilnya disimpan
pada infus dan jauhkan dari cahaya matahari langsung.
d) Etiket Doksorubisin
No. Parameter Jawaban
1 Pelarut Sodium chlorid 0,9%
2 Masa BUD 24 Jam
3 Kondisi 25oC
Penyimpanan
4 Kebutuhan Bahan Doksorubisin Injeksi 50mg/25ml
Sodium chlorid 0,9% 50 ml
5 Etiket
Rumah Sakit ISFI
Jl. Flamboyan, Banjarmasin
Telp. (0511) 1234567
Nama :Z
No. Rm :-
Ruang : Kemoterapi ODC
Obat : Doksorubisin injeksi 75mg dalam 37,5ml
sodium chlorid 0,9%
8
a) Perhitungan Rituximab
1. Sediaan dipasaran rituximab 500mg/50ml
2. Dosis yang diminta rituximab 560 mg
3. Pelarut yang digunakan 100 ml sodium chlorid 0,9 % [9]
4. Volume obat yang diberikan
500 𝑚𝑔 50 𝑚𝑙
=
𝑥
560 𝑚𝑔
500 . x = 50 ml x 560 mg
28000
x = = 56 𝑚𝑔/𝑚𝑙
500
c) Wadah Rituximab
Rituximab injeksi yang telah di rekonstitusi hasilnya disimpan pada
infus dan jauhkan dari cahaya matahari langsung.
9
d) Etiket Rituximab
No. Parameter Jawaban
1 Pelarut Sodium chlorid 0,9%
2 Masa BUD 24 Jam
3 Kondisi 2-8oC
Penyimpanan
4 Kebutuhan Bahan Rituximab Injeksi 50mg/25ml
Sodium chlorid 0,9% 100 ml
5 Etiket
Rumah Sakit ISFI
Jl. Flamboyan, Banjarmasin
Telp. (0511) 1234567
Nama :Z
No. Rm :-
Ruang : Kemoterapi ODC
Obat : Rituximab injeksi 560 mg dalam 56 ml sodium
chlorid 0,9%
10
e) Kompatibilitas
- Pelarut doksorubisin sudah sesuai dengan petunjuk
- Pelarut rituximab sudah sesuai dengan petunjuk
- Antar kedua obat tidak ada interaksi
a. Evaluasi Fisika
1. Uji Bahan Partikulat dalam Injeksi
Tujuan : Menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang ukuran tertentu.
Prinsip : Prosedurnya dengan cara memanfaatkan sensor penghamburan
cahaya, jika tidak memenuhi batas yang ditetapkan maka dilakukan
pengujian mikroskopik. Pengujian mikroskopik ini menghitung bahan
partikulat subvisibel setelah dikumpulkan pada penyaring membran
mikropori.
Mikroskopik: Injeksi memenuhi syarat jika partikel yang ada (nyata atau
menurut perhitungan) dalam tiap unit tertentu diuji melebihi nilai yang sesuai
dengan yang tertera pada Fl.
2. Penetapan pH
Tujuan : Mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan
Prinsip : Pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter. Persyaratan
3. Uji Kejernihan
Uji kejernihan untuk larutan steril adalah dengan menggunakan latar
belakang putih dan hitam di bawah cahaya lampu untuk melihat ada tidaknya
partikel viable.
4. Uji Kebocoran
Tujuan : Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume
serta kestabilan sediaan.
Prinsip :
- Untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran tunggal yang masih
panas setelah selesai disterilkan dimasukkan ke dalam larutan metilen biru
11
0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen biru akan masuk ke
dalam karena perubahan tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut
sehingga larutan dalam wadah akan berwarna biru.
- Untuk cairan yang berwarna (b) lakukan dengan posisi terbalik, wadah
takaran tunggal ditempatkan diatas kertas saring atau kapas. Jika terjadi
kebocoran maka kertas saring atau kapas akan basah.
Hasil : Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi
biru (prosedur a) dan kertas saring atau kapas tidak basah (prosedur b)
5. Uji Kejernihan dan Warna
Tujuan : Memastikan bahwa setiap larutan obat suntik jernih dan bebas
pengotor
Prinsip : Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan
menyinari wadah dari samping dengan latar belakang hitam untuk
menyelidiki pengotor berwarna putih dan latar belakang putih untuk
menyelidiki pengotor berwarna
Hasil : memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan.
b. Evaluasi Kimia
1. Penetapan kadar
2. Identifikasi
c. Evaluasi Biologi
1. Uji Sterilitas
Tujuan : Menetapkan apakah sediaan yang harus steril memenuhi syarat
berkenaan dengan uji sterilitas seperti tertera pada masing-masing monografi.
Prinsip: Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya
pertumbuhan mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi
langsung atau filtrasi secara aseptik.
Hasil : memenuhi syarat jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba setelah
inkubasi selama 14 hari.
2. Uji Endotoksin Bakteri
Tujuan: Mendeteksi atau kuantisasi endotoksin bakteri yang mungkin
terdapat dalam suatu sediaan.
12
Prinsip: Pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte Lysate
(LAL). Teknik pengujian dengan menggunakan jendal gel dan fotometrik.
Teknik Jendal Gel pada titik akhir reaksi dibandingkan langsung enceran dari
zat uji dengan enceran endotoksin yang dinyatakan dalam unit endotoksin Fl.
Teknik fotometrik (metode turbidimetri) yang didasarkan pada pembentukan
kekeruhan.
Hasil : Bahan memenuhi syarat uji jika kadar endotoksin tidak lebih dari yang
ditetapkan pada masing-masing monografi.
3. Uji Pirogen untuk volume sekali penyuntikan > 10 mL
Tujuan : Untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat
diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
Prinsip : Pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji
secara IV dan ditujukan untuk sediaan yang dapat ditoleransi dengan uji
kelinci dengan dosis penyuntikan tidak lebih dari 10 ml/kg bb dalam jangka
waktu tidak lebih dari 10 menit.
Hasil : Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat bila
tak seekor kelinci pun dari 3 kelinci menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau
lebih. Jika ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5 atau lebih
lanjutkan pengujian dengan menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari
3 ekor dari 8 ekor kelinci masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5"
atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci tidak lebih
dari 3,3" sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.
13
DAFTAR PUSTAKA
D. Juliati dan S. Farm, “Laporan praktek..., Debora Juliati, FMIPA UI, 2011,”
2011.
M. S. Dr. apt. Erza Genatrika, M. S. Dr. apt. Ika Puspitasari, M. K. Dr. apt.
Susi Ari Kristina, dan M. S. Dr. apt. TN Saifullah Sulaiman, “Pedoman
DasarPenyiapan Produk Steril Non Sitostatika,” 2022.
14