Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI

SEDIAAN STERIL
“INFUS RINGER LAKTAT”

Dosen Pengampu :
Dra. Suhartinah, M. Sc., Apt.

Disusun oleh:
1. Tanti Gancarwati (21154491A)
2. Pramytha W (21554492A)
3. Lorenta Ayu (21154493A)
4. Eka Istiqomah (21154494A)
5. Mia Pratiwi (21154495A)

PROGDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
2018
I. TUJUAN
Mengetahui dan mengusai pembuatan infus secara steril

II. DASAR TEORI


Sediaan Injeksi Volume Besar adalah larutan produk obat yang disterilisasi akhir dan
dikemas dalam wadah dosis tunggal dengan kapasitas 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk
manusia. Parenteral volume besar meliputi infus intravena, larutan irigasi, larutan dialisis peritonal
& blood collecting units with antikoagulant (Ario Dewangga dan Vicky Sumarki
Budipramana, 2011).
Infus merupakan sediaan steril, berupa larutan atau emulsi dengan air sebagai fase kontinu;
biasanya dibuat isotonis dengan darah. Prinsipnya infus dimaksudkan untuk pemberian dalam
volume yang besar. Infus tidak mengandung tambahan berupa pengawet antimikroba.Larutan
untuk infus, diperiksa secara visible pada kondisi yang sesuai, adalah jernih dan praktis bebas
partikel-partikel. Emulsi pada infus tidak menujukkan adanya pemisahan fase
(Perdana dan Iman, 2016).
Keuntungan pemberian secara intravena (Ansel,1989) :
 Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti pada keadaan gawat.
 Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak
sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui oral.
 Penyerapan dan absorbsi dapat diatur.
Kerugian pemberian secara intravena (Ansel,1989) :
 Pemakaian sediaan lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien.
 Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi.
 Lebih mahal daripada bentuk sediaan non sterilnya karena lebih ketatnya persyaratan yang
harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis bebas partikel).
Syarat infuse intravena :
 Bebas pirogen
 Sebisa mungkin isotonis dan isohidris terhadap darah
 Bebas partikel dan jernih
 Tidak mengandung partikel asing dan zat dapar
Metode-metode cara sterilisasi menurut Farmakope Indonesia Edisi III, Sediaan di
sterilkan dengan cara berikut :
a. Pemanasan dalam otoklaf.
Sediaan yang aan disterilkan diisikan kedalam wadah yang cocok, kemudian ditutup kedap.
Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100 ml, sterilisasi dilakukan dengan uap air
jenuh pada suhu 115o sampai 116o selama 30 menit. Jika volume dalam tiap wadah lebih dari
100 m, waktu sterilisasi diperpanjang, hingga seluruh isi tiap wadah berada pada suhu 115o
sampai 116o selama 30 menit.
b. Pemanasan dengan bakterisida.
Sediaan dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan bahan obat dalam larutan klorkresol
P 0,2 %b/v dalam air untuk injeksi atau dalam larutan bakterisida yang cocok dalam Air untuk
injeksi. Isikan kedalam wadah, kemudian ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak
lebih dari 30 ml, panaskan pada suhu 98o sampai 100o, selama 30 menit. Jika volume dalam
wadah lebih 30 ml waktu sterilisasi diperpanjang, hingga seluruh isi tiap wadah berada pada
suhu 980 sampai 100o selama 30 menit. Jika dosis tunggal injeksi yang digunakan secara
intravenous lebih dari 15 ml, pembuatan tidak dilakukan dengan cara ini. Injeksi yang
digunakan secara intrateka, intrasistema, atau peridura tidak boleh dibuat dengan cara ini.
c. Penyaringan.
Larutan disaring melalui penyaring bateri steril, diisikan kedalam wadah akhir yang steril,
kemudian ditutup kedap menurut Teknik aseptic.
d. Pemanasan kering.
Sediaan yang akan disterilkan dimasukkan kedalam wadah kemudian ditutup kedap atau
penutupan ini dapat bersifat sementara untuk mencegah cemaran. Jika volume dalam tiap
wadah tidak lebih dari 30 ml, panasan pada suhu 150o selama 1 jam. Jika volume dalam tiap
wadah lebih dari 30 ml, waktu 1 jam dihitung setelah seluruh isi tiap wadah mencapai suhu
150o. wadah yang tertutup sementara, kemudian ditutup kedap menurut Tenik aseptic.
e. Teknik Aseptik.
Proses aseptic adalah cara pengurusan bahan steril menggunakan teknik yang dapat
memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran kuman hingga seminimum mungkin.
Teknik aseptic dimaksudkan untuk digunakan dalam pembuatan injeksi yang tidak dapat
dilakukan proses sterilisasi akhir, karena ketidak mantapan zatnya . teknik ini tidak mudah
diselenggarakan dan tidak ada kepastian bahwa hasil akhir sesungguhnya steril. Sterilitas hasil
akhir hanya dapat disimpulkan, jika hasil itu telah memenuhi syarat uji sterilitas yang tertera
pada Uji keamanan hayati. Teknik aseptic menjadi hal yang penting sekali diperhatikan pada
waktu melaukan sterilisasi menggunakan Cara sterilisasi C dan D sewaktu memindahkan atau
memasukan bahan steril ke dalam wadah akhir steril. Dalam hal tertentu untuk meyakinkan
terjadi cemaran atau tidak sewaktu memindahkan atau memasukkan cairan steril kedalam
wadah steril menggunakan cara ini. Perlu diuji dengan cara berikut : kedalam salah satu wadah
masukan medium biakan bakteri sebagai ganti cairan steril. Tutup wadah dan eramkan pada
suhu 32o selama 7 hari. Jika terjadi pertumbuhan kuman, menunjukan adanya cemaran yang
terjadi pada waktu memasukan atau memindahkan cairan kedalam wadah akhir. Dalam
pembuatan larutan steril menggunakan proses ini, obat steril dilarutan atau didispersikan
dalam zat pembaea steril, diwadahkan dalam wadah steril, akhirnya ditutup kedap untuk
melindungi terhadap cemaran uman. Semua alat yang digunakan harus steril. Ruangan yang
digunakan untuk melakukan pekerjaan ini harus disterilkan terpisah dan tekanan udaranya
diatur positif dengan memasukan udara yang telah dialirkan melalui penyaring bakteri. Lagi
pula, pekerjaan ini harus dilakukan dengan tabir pelindung atau dalam aliran udara steril.
Pakaian pekerja harus khusus dan steril, dilengkapi dengan penutup muka dan topi.
Sediaan injeksi intravena dengan volume > 10 ml harus bebas pirogen. Pirogen adalah
senyawa organic yang menyebabkan demam, berasal dari pencemaran mikroba dan
bertanggung jawab untuk banyak reaksi fibril yang timbuk pada penderita sesudah
penyuntikan. Sumber pirogen sendiri berasal dari aquadest yang dibiarkan lama yang telah
tercemar bakteri dari udara, wadah larutan injeksi dan bahan-bahan seperti glukosa, natrium
klorida dan natrium sitrat.
Cara mencegah terjadinya pirogen : Aquadest harus segera digunakan setelah
sterilisasi. Pada waktu destilasi jangan ada air yang memercik, alat-alat penampung dan cara
penampung aquadest seaseptis mungkin. Cara menghilangkan pirogen dengan larutan injeksi
digojog dengan penambahan 0,1 % karbo adsorben selama 5-10 menit lalu disaring melalui
filter asbes.
III. ALAT dan BAHAN

1. NaCl
2. KCl
3. CaCl2H2O
4. Aqua PI
5. Inkas
6. Beaker glass
7. pH meter
8. NaOH
9. Carbo Adsorbens 0,1%
10. Kertas saring steril
11. Corong pisah
12. Botol
13. Autoclave
14. Pipet
15. Batang pengaduk
16. Kaca arloji
17. Tabung reaksi
18. Kapas
19. Thioglycolate

IV. CARA KERJA

1. CARA PEMBUATAN

Buatlah aquadest steril kemudian didinginkan

Mensterilkan inkas dan peralatan yang akan digunakan

Menara kaca arloji, menimbang KCl, lalu masukkan beaker glass dilarutkan
dalam aquadest steril
Menimbang CaCl2, lalu dimasukkan beaker glass dilarutkan

Menimbang NaCl, dimasukkan beaker glass dilarutkan ad 110 ml

Cek pH (pH=7), jika asam tambahkan NaOH dan jika basa tambahkan HCl

Tambahkan Carbo Adsorbens 0,1%

Saring dengan kertas saring steril. Saringan pertama disisihkan (0,5 ml),
saringan kedua ditampung ke dalam botol yang sudah dikalibrasi dan steril

Mensterilkan obat dengan sterilisasi basah, dengan autoclave pada suhu


121OC selama 15 menit
2. UJI STERILITAS
A. PEMBUATAN MEDIUM UJI STERILITAS

Timbang 5,95 gram serbuk thioglycolate medium USP, larutkan dalam 200
ml aquadest mendidih, aduk sampai homogen dan larut

Masukkan dalam 3 tabung reaksi tiap tabung isi kurang lebih 5 ml media,
kemudian tabung reaksi disumbat dengan kapan

Sterilisasi dengan autoclave pada suhu 121OC selama 15 menit

B. PENGAMBILAN SAMPEL SEDIAAN UNTUK UJI STERILITAS

Preparasi uji sterilitas dilakukan di ruangan steril, dalam inkas yang sudah
dibersihkan dengan alkohol 70% atau desinfektan

Siapkan 3 tabung reaksi yang berisi medium thioglycolate yang sudah


disterilkan dan beri nomor 1-3

Tabung 1 : kontrol sterilitas media (Thioglycolate), tabung 2 : kontrol


ruangan (tabung tidak dibuka selama proses persiapan sampel uji sterilitas,
setelah selesai tabung ditutup kembali, tabung 3: sampel infus

Inkubasi dan catat hasil uji sterilitasnya sampai dengan7 hari


V. HASIL

1. Formula
R/ NaCl 0,6 Ptb 0,576 110/100 X 0,6 = 0,66 gram
KCl 0,03 Ptb 0493 X 0,03 = 0,033 gram
CaCl2.2H2O 0,01 Ptb 0,2 X 0,01 = 0,011 gram
Aqua PI ad 100 ml
m.f.infus Isotonis

B = 0,52 – (0,6 x 0,576) + (0,03 x 0,493) + (0,011 x 0,2)


0,576
= 0,273 gram/100 ml
= 0,3 gram/110 ml

Untuk 110 ml
 Jadi NaCl yang ditimbang untuk 110ml = 0,66 gram + 0,3 = 0,96 gram / 110 ml

2. DATA PENGAMATAN

Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3 Hari ke 4 Hari ke 5 Hari ke 6 Hari ke 7


Kontrol - - + ++ +++ ++++ ++++
negatif
Kontrol - - + ++ +++ ++++ ++++
ruang
Infius - - + ++ +++ ++++ ++++

Keterangan: - = negatif, + = positif


VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui dan menguasai pembuatan infuse
secara steril. Untuk sterilisasi dilakukan sterilisasi basah yaitu dengan autoklaf 121o selama 15
menit tetapi diawal tidak ada sterilisasi alat dan bahan hanya sterilisasi di akhir saja.
Pada proses pembuatan infus dilebihkan 10% dengan tujuan untuk membuat isotonis
dengan penambahan NaCl. Kemudian agar didapatkan bentuk cairan infus yang jernih
ditambahkan carbo adsorben untuk menyerap pirogen, lalu di saring dengan kertas saring karena
carbo adsorben tidak dapat larut dalam air. Setelah dimasukkan dalam wadah sambil disaring
diperoleh bentuk infus yang jernih.
Setelah sediaan selesai dibuat, maka dilakukan uji sterilisasi pada sediaan infus dan
dilakukan pengamatan perkembangan bakteri selama 7 hari. Pada uji sterilisasi digunakan media
Thioglycollate medium sebagai kontrol media pertumbuhan media dimana setiap kelompok
mendapatkan 3 tabung reaksi, sebagai berikut :
a. Tabung 1 : Kontrol negatif yang berisikan media thioglicollate yang telag di sterilkan
dengan autoklaf. Bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya mikroorganisme yang
mengkontaminasi, pada media menjadi keruh maka menunjukkan bahwa media telah
terkontaminasi mikroorganisme. Bila media jernih, maka media tidak terkontaminasi
mikroorganisme.
b. Tabung 2 : Kontrol ruangan yang berisikan media thioglicollate yang penutupnya dibuka
selama proses pembuatan sediaan di dalam inkas. Sebelumnya inkas telah disterilkan
dengan desinfektan. Bertujuan untuk mengetahui apakah ruang inkas yang digunakan
selama pengerjaan steril atau tidak.
c. Tabung 3 : Sampel infus ringer laktat dan media thioglicollate dimana bertujuan untuk
mengetahui apakah sediaan steril atau tidak.
Dari hasil praktikum yang diperoleh dengan pengamatan selama 7 hari. Pada hari pertama
hingga kedua sediaan infus belum terkontaminasi dengan mikroorganisme dan belum
terjadi kekeruhan. Pada hari ketiga sampai hari ketujuh semua tabung sudah keruh dan
menunjukkan sudah terkontaminasi dengan mikroorganisme. Maka sediaan infus dapat
dikatakan tidak steril, bisa disebabkan dengan saat perngerjaan ruang inkas kurang steril,
pada saat dilakukan pengamatan tutup tabung kurang rapat sehingga ada mikroorganisme
yang masuk.
VII. KESIMPULAN

Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa :


a. Mahasiswa dapat mengetahui dan menguasai pembuatan infus secara steril dengan
sterilisasi basah yaitu dengan autoklaf 121o selama 15 menit
b. Tabung reaksi kontrol negatif, kontrol ruang dan kontrol sediaan infus pada hari
pertama – kedua masih di dapatkan hasil yang steril belum keruh dan belum
terkontaminasi mikroorganisme. Sedangkan pada hari ketiga sampai hari ke tujuh
sediaan sudah terkontaminasi mikroorganisme dan keruh.
LAMPIRAN

Hari ke 1 Hari ke 2

Hari ke 3 Hari ke 4
Hari ke 5 Harike 6
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI-Press.
Ario Dewangga dan Vicky Sumarki Budipramana. 2011. Kebutuhan Optimal Cairan Ringer Laktat
untuk Resusitasi Terbatas (Permissive Hypotension) pada Syok Perdarahan Berat yang
Menimbulkan Kenaikan Laktat Darah Paling Minimal. Journal of Emergency I. Vol. 1
No.1.
Perdana Ibnu Adi dan Iman Fahruzi. 2016. Rancangan Bangun Alat Pemantau Cairan
Intravena Jenis Ringer Laktat (RL) Menggunakan Jaringan GSM. Jurnal
Nasional Informasi dan Komunikasi.

Anda mungkin juga menyukai