Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI STERIL

PERCOBAAN VI
PEMBUATAN LARUTAN RINGER LAKTAT

Oleh :
1. Astari Khoirunisa (M3515004)
2. Dyah Ayu Candra P (M3515015)
3. Judith Ade A (M3515025)
4. Niken Kusuma A (M3515033)
5. Rumaisya Azizah (M3515045)

Kelompok :9
Hari / Tanggal Praktikum : Jum’at/ 08 Desember 2017
Asisten : Arifin, Nurandini, Ulfa

D3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI STERIL
PERCOBAAN 6
PEMBUATAN LARUTAN RINGER LAKTAT

I. TUJUAN
Dapat memahami dan membuat infus ringer laktat.
II. DASAR TEORI
Injeksi adalah penyemprotan larutan (atau suspensi) ke dalam tubuh untuk
tujuan terapeutik atau diagnostik. Mereka dapat berlangsung dalam aliran darah tetapi
juga dalam jaringan dan dalam organ. Suatu kerja optimal dan tersatukan dari larutan
obat yang diberikan secara parenteral kemudian hanya diberikan jika persyaratan
berikut terpenuhi :
1. Penyesuaian dari kandungan bahan obat yang dinyatakan dan nyata-nyata
terdapat, tidak ada penurunan kerja selama penyimpanan melalui perusakan
secara kimia dari obat dan sebagainya.
2. Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya menginginkan suatu
pengambilan steril, melainkan juga menolak antaraksi antara beban obat dan
materi dinding.
3. Tersatukan tanpa reaksi. Untuk itu yang bertanggung jawab terutama bebas
kuman, bebas pirogen, bahan pelarut yang netral secara fisiologis, isotoni,
isohidri, bebas bahan terapung (Voight, 1994).
Sediaan Injeksi Volume Besar adalah larutan produk obat yang disterilisasi
akhir dan dikemas dalam wadah dosis tunggal dengan kapasitas 100 ml atau lebih dan
ditujukan untuk manusia. Parenteral volume besar meliputi infus intravena, larutan
irigasi, larutan dialisis peritonal & blood collecting units with antikoagulant (Ario
Dewangga dan Vicky Sumarki Budipramana, 2011).
Infus merupakan sediaan steril, berupa larutan atau emulsi dengan air sebagai
fase kontinu; biasanya dibuat isotonis dengan darah. Prinsipnya infus dimaksudkan
untuk pemberian dalam volume yang besar. Infus tidak mengandung tambahan berupa
pengawet antimikroba.Larutan untuk infus, diperiksa secara visible pada kondisi yang
sesuai, adalah jernih dan praktis bebas partikel-partikel. Emulsi pada infus tidak
menujukkan adanya pemisahan fase (Perdana dan Iman, 2016).
Keuntungan pemberian secara intravena (Ansel,1989) :
1. Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti pada keadaan
gawat.
2. Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama dengan
baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui
oral.
3. Penyerapan dan absorbsi dapat diatur.
Kerugian pemberian secara intravena (Ansel,1989) :
1. Pemakaian sediaan lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien.
2. Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi.
3. Lebih mahal daripada bentuk sediaan non sterilnya karena lebih ketatnya
persyaratan yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis bebas
partikel).
Ringeris Lactatis adalah larutan steril dari Kalsium Klorida, Kalium klorida,
Natrium klorida dan Natrium Lactat dalam air untuk injeksi. Tiap 100 ml
mengandung tidak kurang dari 285,0 mg dan tidak lebih dari 315,0 mg natrium
(sebagai NaCl dan C3H5NaO3), tidak kurang dari 14,1 mg dan tidak lebih dari 17,3
mg Kalium (K, setara dengan tidak kurang dari 27,0 mg dan tidak lebih dari 33,0 mg
KCl), tidak kurang dari 4,90 mg dan tidak lebih dari 6,00 mg kalsium (Ca, setara
dengan tidak kurang dari 18,0 mg dan tidak lebih dari 2,0 mg CaCl2.2H2O), dan tidak
kurang dari 231,0 mg dan tidak lebih dari 261,0 mg laktat (C3H5O3, setara dengan
tidak kurang dari 290,0 mg dan tidak lebih dari 330,0 mg C3H5NaO3). Injeksi Ringer
Laktat tidak boleh mengandung bahan antimikroba (Anonim, 1995).
Pada umumnya metode sterilisasi digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan-
bahan yang dapat tahan terhadap temperatur yang dipergunakan dan penembusan uap
air, tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air tersebut.metode ini
juga dipergunakan untuk larutan dalam jumlah besar, alat – alat gelas, pembalut
operasi dan instrumen. Tidak digunakan untuk mensterilkan minyak-minyak, minyak
lemak, dan sediaan-sediaan lain yang tidak dapat ditembus oleh uap air atau
pensterilan serbuk terbuka yang mungkin rusak oleh uap air jenuh (Ansel., 1989).
Metode-metode cara sterilisasi menurut Farmakope Indonesia Edisi III,
Sediaan di sterilkan dengan cara berikut :
a. Pemanasan dalam otoklaf.
Sediaan yang aan disterilkan diisikan kedalam wadah yang cocok, kemudian
ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100 ml, sterilisasi
dilakukan dengan uap air jenuh pada suhu 115o sampai 116o selama 30 menit.
Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 100 m, waktu sterilisasi
diperpanjang, hingga seluruh isi tiap wadah berada pada suhu 115o sampai 116o
selama 30 menit.
b. Pemanasan dengan bakterisida.
Sediaan dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan bahan obat dalam
larutan klorkresol P 0,2 %b/v dalam air untuk injeksi atau dalam larutan
bakterisida yang cocok dalam Air untuk injeksi. Isikan kedalam wadah, kemudian
ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, panaskan
pada suhu 98o sampai 100o, selama 30 menit. Jika volume dalam wadah lebih 30
ml waktu sterilisasi diperpanjang, hingga seluruh isi tiap wadah berada pada suhu
980 sampai 100o selama 30 menit. Jika dosis tunggal injeksi yang digunakan
secara intravenous lebih dari 15 ml, pembuatan tidak dilakukan dengan cara ini.
Injeksi yang digunakan secara intrateka, intrasistema, atau peridura tidak boleh
dibuat dengan cara ini.
c. Penyaringan.
Larutan disaring melalui penyaring bateri steril, diisikan kedalam wadah akhir
yang steril, kemudian ditutup kedap menurut Teknik aseptic.
d. Pemanasan kering.
Sediaan yang akan disterilkan dimasukkan kedalam wadah kemudian ditutup
kedap atau penutupan ini dapat bersifat sementara untuk mencegah cemaran. Jika
volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, panasan pada suhu 150o selama
1 jam. Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 30 ml, waktu 1 jam dihitung
setelah seluruh isi tiap wadah mencapai suhu 150o. wadah yang tertutup
sementara, kemudian ditutup kedap menurut Tenik aseptic.
e. Teknik Aseptik.
Proses aseptic adalah cara pengurusan bahan steril menggunakan teknik yang
dapat memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran kuman hingga seminimum
mungkin.
Teknik aseptic dimaksudkan untuk digunakan dalam pembuatan injeksi yang
tidak dapat dilakukan proses sterilisasi akhir, karena ketidak mantapan zatnya .
teknik ini tidak mudah diselenggarakan dan tidak ada kepastian bahwa hasil akhir
sesungguhnya steril. Sterilitas hasil akhir hanya dapat disimpulkan, jika hasil itu
telah memenuhi syarat uji sterilitas yang tertera pada Uji keamanan hayati. Teknik
aseptic menjadi hal yang penting sekali diperhatikan pada waktu melaukan
sterilisasi menggunakan Cara sterilisasi C dan D sewaktu memindahkan atau
memasukan bahan steril ke dalam wadah akhir steril. Dalam hal tertentu untuk
meyakinkan terjadi cemaran atau tidak sewaktu memindahkan atau memasukkan
cairan steril kedalam wadah steril menggunakan cara ini. Perlu diuji dengan cara
berikut : kedalam salah satu wadah masukan medium biakan bakteri sebagai ganti
cairan steril. Tutup wadah dan eramkan pada suhu 32o selama 7 hari. Jika terjadi
pertumbuhan kuman, menunjukan adanya cemaran yang terjadi pada waktu
memasukan atau memindahkan cairan kedalam wadah akhir. Dalam pembuatan
larutan steril menggunakan proses ini, obat steril dilarutan atau didispersikan
dalam zat pembaea steril, diwadahkan dalam wadah steril, akhirnya ditutup kedap
untuk melindungi terhadap cemaran uman. Semua alat yang digunakan harus
steril. Ruangan yang digunakan untuk melakukan pekerjaan ini harus disterilkan
terpisah dan tekanan udaranya diatur positif dengan memasukan udara yang telah
dialirkan melalui penyaring bakteri. Lagi pula, pekerjaan ini harus dilakukan
dengan tabir pelindung atau dalam aliran udara steril. Pakaian pekerja harus
khusus dan steril, dilengkapi dengan penutup muka dan topi.

III. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan:
1. Timbangan 1 buah
2. pH meter 1 buah
3. Kompor listrik 1 buah
4. Batang pengaduk 1 buah
5. Flakon 100ml 1 buah
6. Gelas beker 1 buah
7. Gelas ukur 1 buah
8. Corong kaca 1 buah
9. Autoclave 1 set
10. Mortir &stamper 1 buah

Bahan yang digunakan :


1. Na Laktat 0,31 gram
2. NaCl 0,6 gram
3. CaCl.2H2O 0,01 gram
4. KCl 0,03 gram
5. Aqua P.I 100ml
6. Carbo absoreben secukupnya
7. pH stik secukupnya

IV. FORMULA

R/ Na Laktat 0,31 g
NaCl 0,6 g
KCl 0,03 g
CaCl2.2H2O 0,01 g
Aqua p.i ad 100 ml

V. CARA KERJA
Tonisitas Uji pH, kejernihan, partikel
dihitung asing, kebocoran
Nilai tonisitas
dihitung
Sterilisasi autoclave suhu
NaCl yang ditambahkan 121oC selama 15 menit

dididihkan

Aquadest Wadah infuse 100ml


dimasukkan
ditambahkan
Larutan jernih
Na Laktat 0,31g, NaC 0,6 g,
CaCl.2H2O 0,01 g, KCl 0,03 g Hingga

Aqua P.I Kertas saring


ditambahkan disaring

Sedikit aquadest panas Carbo absorben


Diukur digojok

pH 5 - 7 Sisa Aquadest
Ditambahkan, bila kurang asam ditambahkan

HCl 0,1 N NaOH 0,1 N


Ditambahkan , bila kurang basa
VI. HASIL
Perlakuan Hasil
Nilai tonisitas 0,2429
Uji Ph 7
Uji kebocoran Tidak ada kebocoran
Uji partikel dan kejernihan Sediaan jernih dan tidak ada
partikel asing

VII. PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk membuat sediaan steril berupa sediaan infus
ringer laktat. Infus adalah proses mengekstraksi unsur – unsur substansi terlarut
(khususnya obat) atau terapi dengan cara memasukkan cairan ke dalam tubuh.
Pemberian infus kepada pasien dilakukan melalui intravena. Terapi intravena adalah
tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan, elektrolit, obat intravena
dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh melalui intravena. Tindakan ini sering kali
merupakan tindakan life saving seperti saat kehilangan banyak cairan, dehidrasi dan
syok.
Pembuatan infus ringer laktat dibuat dengan sterilisasi akhir. Sediaan infus
ringer laktat harus dibuat steril sebab berhubungan langsung dengan darah atau cairan
tubuh serta jaringan tubuh yang pertahanannya terhadap zat asing tidak selengkap
pada bagian lain tubuh seperti saluran cerna atau gastrointestinal. Dengan kondisi
sediaan steril dan bebas mikroba maupun pirogen diharapkan terhindar dari adanya
infeksi sekunder.
Sediaan infus RL mengandung zat aktif Na Laktat, KCl, CaCl2.2H2O, dan
NaCl. Sedangkan bahan lainnya yaitu Aqua p.i, carbo adsorben, HCl 0,1 N, dan
NaOH 0,1 N. NaCl dapat dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy),
mengganti cairan tubuh atau elektrolit dalam tubuh yang hilang, dan sebagai
pengencer sel darah merah sebelum transfusi. Na Laktat berfungsi sebagai buffering
agent dan isotonis agent, selain itu laktat dalam RL juga berguna untuk memperbaiki
keadaan seperti asidosis metabolik. KCL berfungsi sebagai antimikroba, sedangkan
CaCl2.2H2O berfungsi sebagai zat penyerap air dan antimikroba, sementara kalium
(Ca+ ) sendiri sebagai fungsi pemeliharaan dan kasus defisit kalium. Aqua p.i
berfungsi sebagai pelarut, merupakan air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas
dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan lainnya.
Carbo adsorben berfungsi sebagai pengikat pengotor yang mungkin ada, sedangkan
HCl 0,1 N untuk menambah tingkat keasaman dan NaOH sebagai penambah tingkat
kebasaan.
Tonisitas larutan perlu dihitung dahulu sebelum pembuatan sediaan, dengan
tujuan agar dapat diketahui apakah larutan tersebut sudah isotonis atau belum, sebab
hal itu berhubungan dengan tekanan osmose larutan terhadap cairan tubuh yang akan
diberi larutan infus. Larutan yang isotonis adalah larutan larutan yang memiliki
tekanan osmose sama dengan tubuh, dalam keadaan isotonis larutan yang diinjeksikan
tidak akan menimbulkan rasa sakit. Sedangkan larutan yang hipotonis akan
menimbulkan sel cairan tubuh akan pecah atau lisis, karena tekanan diluar sel lebih
rendah, maka cairan dalam sel akan menggembung dan pecah, mengingat tekanan
osmose berjalan dari cairan konsentrasi rendah (encer) ke cairan bertekanan tinggi
(pekat) sebaliknya pada keadaan hipertonis akan mengakibatkan keadaan di luar sel
lebih tinggi dibandingkan di dalam sel. Sehingga keadaan sel mengkerut. Keadaan
hipotonis lebih berbahaya dibandingkan hipertonis, sebab larutan hipotonis bersifat
irreversible (sel sudah pecah), sedangkan hipertonis bersifat reversible (sel dapat
lembali normal).
Dari perhitungan tonisitas pada larutan ringer laktat yang dibuat sesuai dengan
formula, larutan tersebut memiliki sifat hipotonis, karena hasil yang diperoleh 0,243 <
0,28. Oleh karena itu agar larutan isonotis maka ditambahkan NaCl 0,9%. Menurut
perhitungan jumlah penambahan NaCl 0,9% sebanyak 0,098 g/100 ml.
Pada proses pembuatan sediaan digunakan aqua p.i sebagai pelarut.
Sebelumnya botol yang digunakan dikalibrasi terebih dahulu pada volume 100 ml,
agar penambahan aqua p.i tepat pada volume 100 ml. Kemudian hasil larutan di
tambah dengan carbo adsorben dan diaduk dengan batang pengaduk kaca. Pemilihan
penggunaan batang pengaduk kaca sebab bahan kaca bersifat inert, sehingga resiko
larutan terkontaminasi kecil. Kemudian larutan disaring menggunakan kertas saring,
dengan tujuan agar carbo adsorben dan pengotor tersaring dan larutan bebas dari
pengotor. Setelah larutan disaring dan dihasilkan larutan yang jernih, larutan
dimasukkan dalam wadah yang sesuai dan ditutup rapat untuk untuk melindungi isi
terhadap masuknya bahan cair, bahan padat atau uap dan mencegah kehilangan atau
menguapnya bahan selama penanganan, pengangkutan dan distribusi. Wadah yang
dipilih pada praktikum kali ini yaitu botol vial 100 ml. botol vial dipilih karena dapat
digunakan untuk berulang kali dan tutup terbuat dari karet yang bersifat elastis dan
dapat ditutup kembali. Kemudian larutan dalam botol vial disterilisasi dengan
autoclave suhu 121oC selama 15 menit. Proses sterilisasi dengan suhu tinggi dan
tekanan ini dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme dan bakteri. Sehingga
larutan yang dihasilkan bebas dari pyrogen dan steril sampai saat akan digunakan.
Larutan ringer laktat yang sudah disterilisasi akhir kemudian dilakukan
beberapa pengujian. Tujuan dari pengujian – pengujian tersebut antara lain untuk
memenuhi standar sediaan yang di inginkan, layak untuk dipakai atau tidak, karena
bentuk sediaan infus dalam bentuk vial harus memiliki kejernihan yang tinggi, tidak
ada partikel, steril, tidak bocor dan mempunyai PH yang sesuai. Pertama diperiksa
tingkat keasamannya dengan uji pH. Pengujian dilakukan dengan menggunakan stik
pH dan indikator pH, diketahui pH larutan ringer laktat 7 yang berarti netral. Hal ini
sesuai dengan pH larutan tubuh dan telah memenuhi syarat isohodidris. Isohidris
adalah keadaan dimana pH larutan sama dengan pH darah. Uji kebocoran, dilakukan
untuk memastikan bahwa vial yang digunakan benar-benar baik sehingga dosis yang
didapatkan sesuai dengan dosis yang diinginkan. Selain itu adanya kebocoran dapat
menyebabkan partikel asing masuk, partikel ini dapat berupa mikroorganisme atau
pirogen, yang menandakan bahwa larutan tersebut tidak lagi steril. Adanya
kebocoraan juga dapat berpengaruh pada distribusi atau penanganan sediaan tersebut.
Uji kebocoran dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kebocoran pada vial atau
tidak. Pengujian dilakukan dengan mengunakan larutan methylen blue. Apabila
terdapat kebocoran pada vial, larutan di dalamnya akan berwarna biru. Pada sediaan
vial yang dihasilkan pada praktikum kali ini tidak terdapat kebocoran, sehingga
larutan tetap dalam keadaan jernih. Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap
kejernihan larutan dan adanya partikel asing. Pada uji kejernihan ini hasilnya positif
tidak terdapat partikel asing, dibuktikan dengan larutan yang jernih. Ini berarti larutan
tersebut dapat digunakan karena tidak dikhawatirkan menimbulkan emboli dan
menyebabkan rasa nyeri. Partikel ini biasanya adalah bahan yang tidak larut dan
secara tidak langsung terdapat dalam sediaan. Adanya partikel asing dalam sediaan
menandakan bahwa larutan tersebut tidak jernih, karena adanya kontaminasi partikel
asing, sehingga bila diamati lebih teliti dalam sediaan tersebut keruh dengan partikel
asing.
VIII. KESIMPULAN
Dapat dilakukan pembuatan larutan ringer laktat yang merupakan cairan
pengganti elektrolit dalam tubuh dengan sterilisasi akhir menggunakan auotoklaf suhu
121oC selama 15 menit. Larutan ringer laktat yang di hasilkan sudah sesuai dengan
persyaratan sediaan steril ringer laktat yaitu steril, bebas partikel asing, bebas pirogen,
stabil dalam penyimpanan, tonisitas, sesuai ph tubuh, dan jernih.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI-Press.
Ario Dewangga dan Vicky Sumarki Budipramana. 2011. Kebutuhan Optimal Cairan
Ringer Laktat untuk Resusitasi Terbatas (Permissive Hypotension) pada
Syok Perdarahan Berat yang Menimbulkan Kenaikan Laktat Darah Paling
Minimal. Journal of Emergency I. Vol. 1 No.1.
DepKes., 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Perdana Ibnu Adi dan Iman Fahruzi. 2016. Rancangan Bangun Alat Pemantau Cairan
Intravena Jenis Ringer Laktat (RL) Menggunakan Jaringan GSM. Jurnal
Nasional Informasi dan Komunikasi.
Voight. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi V. Jogjakarta: Gadjah Mada
University Press.

Mengetahui, Surakarta, 4 Desember 2017


Asisten praktikum Praktikan

Kelompok IX
Pertanyaan
1. Jelaskan tujuan penggunaan larutan elektrolit!
2. Sebutkan beberapa bahanyang sering ditambahkan dalam pembuatan larutan
parenteral dan beri contohnya!
3. Apa tujuan penggunaan carbo adsorben dan bagaimana cara yang dilakukan agar
carbo adsorben bekerja lebih efektif!

Jawab
1. Fungsi Larutan Elektrolit :

Secara klinis, larutan digunakan untuk mengatasi perbedaan ion atau penyimpangan jumlah
normal elektrolit dalam darah. Ada 2 jenis kondisi plasma darah yang menyimpang, yiatu :
Asidosis : Kondisi plasma darah yang terlampaui asam akibat adanya ion Cl dalam jumlah
berlebih.
Alkalosis : Kondisi plasma darah yang terlampaui basa karena kelebihan ion Na, K, Clorida.

2. Bahan-bahan yang sering ditambahkan dalam pembuatan larutan parenteral diantaranya:

a. Antioksidan. Contohnya: garam-garam sulfurdioksida (bisulfit, metasulfit, sulfit), asam


askorbat, sistein, monotiogliserol, dan tokoferol.
b. Antimikroba / pengawet. Contohnya: benzalkonium klorida, benzil alkohol, dan fenol.
c. Buffer. Contohnya: asetat, sitrat, dan fosfat.
d. Bahan pengkhelat. Contohnya: EDTA
e. Gas inert. Contohnya: nitrogen dan argon.
f. Bahan penambah kelarutan / co-solvent. Contohnya: etil alkohol, gliserin, polietilenglikol,
dan lechitin.
g. Surfaktan. Contohnya: polioksietilen dan sorbitan monooleat.
h. Bahan pengisotonis. Contohnya: dekstrosa dan NaCl.
i. Bahan pelindung. Contohnya: dekstrosa, laktosa, maltosa, albumin, dan serum manusia.
j. Bahan penyerbuk. Contohnya: laktosa, manitol, sorbitol, dan gliserin.

3. Tujuannya agar kerjanya dalam menyerap partikel-partikel kasar ( menjernihkan ) dan pirogen
dapat maksimal. Cara pengaktifan dengan memanaskan carbo adsorbrens selam 5 menit dalam
cawan. Kemudian setelah airnya dingin, larutkan semua bahan kemudian di adkan 100 ml lalu
diberi carbo adsorbens yang telah diaktifkan. Kemudian saring dengan kertas saring hingga jernih.

Anda mungkin juga menyukai