Anda di halaman 1dari 76

PROPORSI PENDERITA BATU EMPEDU DENGAN

DISLIPIDEMIA DAN DIABETES MELITUS DI RUMAH


SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PADA TAHUN
2015 – 2016

Laporan Penelitian Ini Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sarjana
Kedokteran

OLEH :
JEWAQA BRAKO MUZAKKI
NIM: 11141030000063

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1439 H / 2017 M
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kahadirat Allah SWT, tuhan semesta
alam, yang dimana berkat rahmat, berkah dan kasih sayang yang selalu
dicurahkanNya, penulis dapat menyelesaikan sebuah laporan penelitian sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh sarjana kedokteran di Program Studi Kedokteran dan
Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dengan judul “PROPORSI PENDERITA BATU EMPEDU DENGAN
DISLIPIDEMIA DAN DIABETES MELITUS DI RUMAH SAKIT UMUM
PUSAT FATMAWATI PADA TAHUN 2015 DAN 2016” dengan Alhamdulillah
tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa dengan selesainya pengerjaan laporan penelitian ini,
ini semua tidak lepas dari dukungan, doa, bantuan dan juga semangat yang diberikan
selama proses pembuatan laporan penelitian ini. Oleh karena itu, dengan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M. Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. dr. Nouval Shahab, SpU, PhD, FICS, FACS, selaku Ketua Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
3. dr. Femmy Nurul Akbar, SpPD, K-GEH, FINASIM, selaku dosen
pembimbing 1 kami yang selalu meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya
dalam membimbing dari awal penelitian hingga terselesaikannya laporan
penelitian ini
4. Dr. dr. Mukhtar Ichsan, SpP(K), MARS, FIRS, selaku dosen pembimbing 2
kami yang selalu meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam
membimbing dari awal penelitian hingga terselesaikannya laporan penelitian
ini
5. dr. Hari Hendarto, SpPD-KEMD, PhD, FINASIM, selaku dosen penguji 1
kami yang telah meluangkan waktu, dan pikirannya dalam menguji dan
memberikan masukan kepada penelitian ini
v
6. Dr. dr. Fransisca A. Tjakadidjaja, MS, SpGK, selaku dosen penguji 2 kami
yang telah meluangkan waktu, dan pikirannya dalam menguji dan
memberikan masukan kepada penelitian ini
7. Pak Chris Adhiyanto, S.Si, M.Biomed, PhD, selaku penanggung jawab riset
mahasiswa Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014
8. Kedua Orang tua penulis, Jonedi Simbi dan Khuzaemah Asyufria, yang selaku
mendoakan, memberikan dukungan juga motivasi, dan yang selalu
mengingatkan penulis dalam mengerjakan laporan penelitian hingga selesai
sekarang
9. Para pengajar dan staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
10. Sahabat Seperjuangan Riset, Regi Azistha Amri, yang telah menjalani
penelitian ini dari awal hingga selesainya laporan penelitian dengan melewati
berbagai hal suka ataupun duka
11. Teman teman Penulis, Rahmy Nursafitri, Indira Khairunnisa, Fadhlurrahman
Ananditya, Fheby Syabrina, Silma Rahima Zahra, Sherly Trisna, Desy
Islamiati, Muhammad Abdurrahman Faris, Annisa Luthfi, Azifa Anisatul dan
teman teman Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter Angkatan 2014
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu juga
memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian
ini
12. Teman teman dari National Committee on Human Rights and Peace 2016-
2017 serta Official National CIMSA 2017-2018, terutama Adriana Damayanti,
Bonita Nabilla, Yolanda Wulandari, Athaya Ardellia, dan Audi Yudhasmara,
yang selalu memberikan semangat dan juga membantu segala hal disaat
penulis sedang mengerjakan laporan penelitian
13. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu pada kata
pengantar ini
Demikian yang bisa sampaikan, besar harapan penulis semoga penelitian ini
dapat bermanfaat bagi kita semua
Jakarta, Oktober 2016

Jewaqa Brako Muzakki


vi
ABSTRAK

Jewaqa Brako Muzakki. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Proporsi Penderita Batu Empedu dengan
Dislipidemia dan Diabetes Melitus di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
tahun 2015 dan 2016. 2017
Latar Belakang: Penyakit batu empedu adalah partikel keras yang berkembang
didalam kandung atau saluran empedu, dan disebabkan oleh beberapa faktor risiko,
seperti obesitas, dislipidemia dan diabetes melitus. Prevalensi batu empedu di India
dengan dislipidemia sebesar 76%, dan diabetes melitus sebesar 29%. Tujuan:
Mengetahui proporsi dan gambaran pasien batu empedu dengan dislipidemia ataupun
diabetes melitus. Metode: Penelitian menggunakan metode observasional dengan
pendekatan cross sectional deskriptif, data diperoleh dari rekam medis yang
terdiagnosis batu empedu di RSUP Fatmawati tahun 2015-2016 serta memiliki risiko
dislipidemia dan diabetes melitus secara consecutive sampling dengan total sampel
sejumlah 69 sampel. Hasil: Karakteristik pasien batu empedu berdasarkan jenis
kelamin terbanyak pada perempuan sebesar 62,3%, dan kelompok usia terbanyak 56 –
65 tahun sebesar 40,6%. Proporsi pasien batu empedu dengan dislipidemia adalah
20,3%, dengan kelainan fungsi lipid berupa peningkatan kolesterol total sebesar
17,4%, peningkatan kolesterol LDL sebesar 26,1%, peningkatan trigliserida sebesar
7,2%, dan penurunan kolesterol HDL sebesar 5,8%. Dan juga proporsi pasien batu
empedu dengan diabetes melitus adalah 15,9%. Kesimpulan: Proporsi batu empedu
dengan dislipidemia sebesar 20,3% dan dengan diabetes melitus sebesar 15,9%.

Kata Kunci : Batu Empedu, Dislipidemia, Diabetes Melitus

ABSTRACT

Jewaqa Brako Muzakki. Medical Study Program and Doctor Profession UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Proportion of Cholelithiasis Patients with Dyslipidemia and
Diabetes Mellitus in Fatmawati Central General Hospital 2015 to 2016. 2017
Background: Gallstones disease is hard particles that develop in the gallbladder or
bile duct, and caused by many risk factors, such as obesity, dyslipidemia and diabetes
mellitus. Prevalence of gallstones in India with dyslipidemia of 76%, and diabetes
melitus by 29%. Aim: To know the proportion and description of cholelithiasis
patiens with dyslipidemia or diabetes mellitus. Methods: This study used
observational methods with descriptive cross sectional approach, data was obtained
from medical records of patients diagnosed with cholelithiasis in Fatmawati Central
General Hospital 2015 to 2016 that also has the risk factor of dylipidemia and
diabetes mellitus by consecutive sampling with 69 samples. Results: Characteristics
of cholelithiasis patients by gender was most frequent in women 62.3%, and age
group 56 to 65 years 40.6%. The proportion of cholelithiasis with dyslipidemia was
20.3%. Proportion of high total cholesterol by 17,4%, high LDL cholesterol by
26.1%, high triglycerides by 7,2%, dan low HDL cholesterol by 5,8%. The proportion
of cholelithiasis patients with diabetes mellitus was 15.9%. Conclusions: Proportion
of gallstones with dyslipidemia was 20.3% and with diabetes mellitus was 15.9%.

Keywords : Gallstone, Dyslipidemia, Diabetes Mellitus

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL....................................................................................................... i
LEMBAR PENYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................................v
ABSTRAK ................................................................................................................ vii
DAFTAR ISI............................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ..........................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xi
DAFTAR ISTILAH ................................................................................................. xii

BAB 1 : PENDAHULUAN .........................................................................................1


1.1. Latar Belakang Masalah ..................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................3
1.3.Tujuan Penelitian ..............................................................................................3
1.4.Manfaat Penelitian ............................................................................................3
1.5.1 Bagi Peneliti .............................................................................................3
1.5.2 Bagi Institusi ............................................................................................3
1.5.2 Bagi Masyarakat ......................................................................................3

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................4


2.1 Batu Empedu .....................................................................................................4
2.1.1 Definisi Batu Empedu ...........................................................................4
2.1.2 Anatomi Kandung Empedu...................................................................4
2.1.3 Fisiologi Pembentukan Empedu ...........................................................5
2.1.4 Epidemiologi Batu Empedu ..................................................................7
2.1.5 Klasifikasi Batu Empedu ......................................................................8
2.1.6 Faktor Risiko Batu Empedu ..................................................................9
2.1.7 Patogenesis Batu Empedu Kolesterol .................................................11
2.1.8 Gejala Klinis Batu Empedu ................................................................13
2.1.9 Diagnosis Radiologi pada Batu Empedu ............................................15
2.1.10 Tatalaksana Penyakit Batu Empedu....................................................16
2.1.11 Komplikasi Batu Empedu ...................................................................18
2.1.12 Prognosis Batu Empedu ......................................................................18
2.2 Dislipidemia ....................................................................................................18
2.2.1 Sintesis Kolesterol di Hepar................................................................18
2.2.2 Definisi Dislipidemia ..........................................................................20
2.2.3 Epidemiologi Dislipidemia .................................................................21
2.2.4 Klasifikasi Dislipidemia......................................................................22
2.2.5 Pemeriksaan Laboratorium pada Dislipidemia ...................................23
2.2.6 Terapi untuk Dislipidemia ..................................................................25
2.2.7 Hubungan Dislipidemia dengan Batu Empedu ...................................28
2.3 Diabetes Melitus .............................................................................................30
2.3.1 Definisi dan Epidemiologi Diabetes Melitus ......................................30
2.3.2 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 ..................................................30
2.3.3 Gejala Klinis Diabetes Melitus ...........................................................32
2.3.4 Diagnosis Laboratorium pada Diabetes Melitus .................................33
viii
2.3.5 Komplikasi pada Diabetes Melitus .....................................................34
2.3.6 Hubungan Diabetes Melitus pada Batu Empedu ................................34
2.4 Pandangan dokter muslim terhadap batu empedu ..........................................35
2.5 Kerangka Teori ...............................................................................................36
2.6 Kerangka Konsep ............................................................................................36
2.7 Definisi Operasional .......................................................................................37

BAB 3 : METODE PENELITIAN ..........................................................................39


3.1 Desain Penelitian ............................................................................................39
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .........................................................................39
3.3 Populasi dan Sampel .......................................................................................39
3.3.1 Populasi Target ...................................................................................39
3.3.2 Populasi Terjangkau............................................................................39
3.3.3 Besar Sampel ......................................................................................39
3.3.4 Cara Pengambilan Sampel ..................................................................40
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ..........................................................................40
3.5 Cara Kerja Penelitian ......................................................................................41
3.6 Analisis Data ...................................................................................................41
3.7 Alur Penelitian ................................................................................................42

BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................43


4.1 Deskripsi Sampel ............................................................................................43
4.1.1 Berdasar Jenis Kelamin .......................................................................43
4.1.2 Berdasar Usia ......................................................................................44
4.2 Proporsi Pasien Batu Empedu dengan Dislipidemia ......................................45
4.3 Proporsi Pasien Batu Empedu dengan Diabetes Melitus ................................48
4.4 Keterbatasan Penelitian ...................................................................................51

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................52


5.1 Kesimpulan .....................................................................................................52
5.2 Saran ...............................................................................................................52
5.2.1 Untuk Penelitian Selanjutnya ..............................................................52
5.2.2 Untuk RSUP Fatmawati......................................................................53
5.2.3 Untuk Masyarakat ...............................................................................53

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................54


LAMPIRAN...............................................................................................................57

ix
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Daftar Tabel
Tabel 2.1 Tabel Klasifikasi Batu Empedu ....................................................................9
Tabel 2.2 Jenis Lipoprotein, Apoprotein dan Kandungan Lipid ................................21
Tabel 2.3 Interpretasi kadar lipid plasma berdasarkan NECP ....................................24
Tabel 2.4 Pengaruh perubahan gaya hidup terhadap kadar lipid ................................26
Tabel 2.5 Klasifikasi statin menurut ACC/AHA 2013 ...............................................27
Tabel 2.6 Obat obat hipolipidemik .............................................................................28
Tabel 2.7 Proporsi profil lipid pada preoperasi kolesistektomi ..................................29
Tabel 2.8 Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes ...34
Tabel 4.1 Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin .................................................43
Tabel 4.2 Distribusi Sampel berdasarkan kelompok usia ...........................................44
Tabel 4.3 Proporsi Batu Empedu dengan Dislipidemia ..............................................45
Tabel 4.4 Sebaran Data Profil Lipid pada Pasien Batu Empedu dengan
Dislipidemia ................................................................................................46
Tabel 4.5 Mean ± Standar Deviation dari Laboratorium Fungsi Lipid pasien Batu
Empedu di RSUP Fatmawati ......................................................................48
Tabel 4.6 Proporsi Batu Empedu dengan Diabetes Melitus .......................................48
Tabel 4.7 Sebaran Data Glukosa Darah pada Pasien Batu Empedu dengan
Diabetes Melitus .........................................................................................50
Tabel 4.8 Mean ± Standar Deviation dari laboratorium glukosa darah pasien batu
Empedu .......................................................................................................51

Daftar Gambar
Gambar 2.1 Anatomi Vesica Biliaris beserta duktusnya ............................................5
Gambar 2.2 Patogenesis Kolelitiasis di Kandung Empedu ......................................13
Gambar 2.3 Klinis Batu Empedu berdasarkan letak dari batu empedu ....................15
Gambar 2.4 Sintesis Kolesterol di Jaringan ..............................................................19
Gambar 2.5 Biosintesis dan Penguraian Asam Empedu Gambar .............................20
Gambar 2.6 Organ yang Berperan dalam hiperglikemia pada DM Tipe 2 ...............32

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal dan Anggaran Penelitian


Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dari RSUP Fatmawati
Lampiran 3. Hasil Analisis dan Grafik pada SPSS
Lampiran 4. Daftar Riwayat Hidup

xi
DAFTAR ISTILAH

Apo : Apolipoprotein
BB : Berat badan
CCK : Kolesistokinin
CT : Computerized tomographic
DM : Diabetes Melitus
DPP-4 : dipeptidyl peptidase-4
FFA : free fatty acids
FKIK : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
GDP : Glukosa darah puasa
GDS : Glukosa darah sewaktu
GD2PP : Glukosa Darah 2 jam post-prandial
GLP-1 : Glucagon-like Peptide 1
HbA1c : Hemoglobin A1c
HDL : High-density Lipoprotein
HGP : Hepatic Glucose Production
IDL : Intermediate-density Lipoprotein
IM : Intramuscular
IMT : Indeks Massa Tubuh
IV : Intravena
KoA : Koenzim-A
Kol : Kolesterol
LDL : Low-density Lipoprotein
MG : Monogliserida
MRI : Magnetic resonance imaging
NCEP ATP : National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel
NSAID : Non-Steroid Anti-Inflammatory Drug
NHANES : National Health and Nutritional Examination Survey
PF : Pemeriksaan Fisik
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
SD : Standar deviasi
TB : Tinggi Badan
UDCA : ursodeoxycholic acid
UIN : Universitas Islam Negeri
USG : Ultrasonography
VLDL : Very low-density lipoprotein
WHO : World Health Organization

xii
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Batu empedu adalah sebuah masalah kesehatan di dunia yang sering dikaitkan
dengan gaya hidup sehari hari, seperti pola makan, ataupun aktivitas. Batu
empedu merupakan partikel keras yang berkembang di dalam kandung ataupun
saluran empedu. Secara garis besar, batu empedu terdiri dari 3 jenis yakni batu
kolesterol, batu pigmen, dan batu campuran. Penyakit batu empedu ini umumnya
bersifat asimtomatik, dan dapat bersifat timbul gejala atau simtomatik apabila
batu sudah berukuran lebih dari lima mm yang penatalaksanaannya sebagian besar
harus dilakukan kolesistektomi.(1) Risiko penyakit batu empedu dapat meningkat
apabila terdapat faktor risiko pada seorang pasien. Faktor risiko batu empedu
tersebut mencakup fat (obesitas), forty (umur), female (jenis kelamin), fertile
(estrogen), dan fair (etnik), yang disingkat menjadi 5F. Faktor risiko lainnya
adalah sindrom metabolik yang terdiri dari diabetes melitus, ataupun dislipidemia,
dan ada juga karena intensitas aktivitas yang rendah.
Terdapat sekitar dua juta orang atau 10 hingga 15% penduduk Amerika
mempunyai atau menderita batu empedu. Jenis kelamin perempuan dua kali lebih
banyak dibandingkan jenis kelamin laki laki. Batu empedu merupakan penyakit
serius saluran cerna kedua setelah penyakit refluks esophagus di wilayah
Amerika. Sebuah penelitian menyebutkan, di beberapa negara berkembang, lebih
dari 85% batu empedu merupakan jenis batu kolesterol.(2) Begitu juga di sebuah
penelitian menyebutkan prevalensi batu empedu asimptomatik di China sebesar
12,12%.(3) Hal ini semakin membuktikan bahwa konsumsi makanan yang tinggi
lemak, seperti junkfood, memiliki pengaruhnya kepada penyakit batu empedu ini.
Meski banyak penelitian yang menyebutkan prevalensi batu empedu yang cukup
tinggi dibeberapa negara, seperti Amerika, negara di Eropa, dan lainya, tetapi
untuk negara negara di Asia , khususnya di Indonesia, masih kurang dalam
penelitian yang berkaitan dengan batu empedu ataupun prevalensi penderitanya.
Padahal sebagaimana yang diketahui, pola atau konsumsi makan di Indonesia
sudah mulai mengikuti pola makan yang “west-life” tersebut, yang dapat
2

meningkatkan prevalensi penderita batu empedu di Indonesia karena terjadi


peningkatan kolesterol darah yang akan berefek ke pembentukan batu.
Sebagaimana disebutkan diatas, diabetes melitus (DM) dan dislipidemia dapat
menjadi faktor risiko dari pembentukan batu empedu. Dislipidemia adalah
kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan
fraksi lipid dalam darah. Dislipidemia mempunyai suatu hubungan mekanisme
yang dapat menyebabkan supersaturasi kolesterol di saluran bilier, sehingga
meningkatkan risiko terbentuknya batu empedu. Pada sebuah penelitian Bikha
Ram et al di Pakistan tahun 2010, ditemukan 58 dari 72 pasien , yaitu sekitar 81%
pasien batu empedu mengalami dislipidemia.(4) Hal serupa juga dapat dilihat pada
penelitian Ajaz Malik et al di India tahun 2011, pada 73 pasien batu empedu
dengan kolesistektomi, yang memiliki lebih dari satu abnormalitas pada profil
lipid mereka atau mengalami dislipidemia sebesar 76,7%.(5)
Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolik yang disebabkan oleh total
(atau relatif) tidak adanya insulin, yang secara klinis bermanifestasi ke
peningkatan gula darah. Dari definisi tersebut, maka bisa diartikan bahwa ciri
khas penderita DM adalah terjadi peningkatan glukosa darah. Diabetes melitus
mempunyai efek patogenesis berupa peningkatan kadar kolesterol, hipomotilitas,
dan peningkatan nukleasi sehingga kemungkinan dapat meningkatkan risiko
terbentuknya batu empedu. Menurut studi kohort di suatu negara, prevalensi
pembentukan batu empedu pada populasi penderita DM 24,8% dibandingkan
dengan pembentukan batu empedu di populasi umumnya yakni hanya 13,8 %,
yang berarti pembentukan batu empedu dua hingga tiga kali lebih tinggi pada
pasien DM jika dibandingkan dengan pasien non diabetes melitus.(6) Dari
beberapa penelitian di India menunjukkan didapatkan pada tahun 1999 prevalensi
diabetes melitus pada batu empedu sebesar 12,77%. Tahun 2005, prevalensi batu
empedu asimptomatik dengan DM tipe 2 sebesar 31%. Terakhir pada tahun 2008,
pasien DM dengan gambaran batu empedu pada USG sebesar 29%. (7)
Dari penjelasan penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penilitan mengenai gambaran dislipidemia dan DM pada pasien batu empedu.
3

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana gambaran penderita batu empedu dengan dislipidemia dan
diabetes melitus di RSUP Fatmawati tahun 2015 – 2016 ?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah,
a. Mengetahui karakteristik subjek penelitian yang meliputi usia dan
jenis kelamin pasien batu empedu di RSUP Fatmawati tahun 2015
– 2016
b. Mengetahui proporsi dan gambaran dislipidemia pada pasien batu
empedu di RSUP Fatmawati tahun 2015 – 2016
c. Mengetahui proporsi dan gambaran diabetes melitus pada pasien
batu empedu di RSUP Fatmawati tahun 2015 – 2016
d. Mengetahui sebaran jenis kelamin pada laboratorium profil lipid
dan glukosa pasien batu empedu di RSUP Fatmawati 2015 – 2016
e. Mengetahui rerata dan standar deviasi dari profil lipid dan glukosa
pasien batu empedu di RSUP Fatmawati 2015 – 2016

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
1. mendapatkan pengalaman juga ilmu tambahan mengenai penelitian
dibidang saluran cerna dan hati
2. sebagai salah satu syarat mendapat gelar sarjana kedokteran di fakultas
kedokteran dan ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.4.2 Bagi Institusi
Sebagai tambahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan di FKIK UIN
Jakarta dan juga sebagai bahan penelitian selanjutnya
1.4.3 Bagi Masyarakat
Sebagai tambahan informasi kepada masyarakat tentang batu empedu
beserta faktor risikonya
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batu Empedu


2.1.1 Definisi Batu Empedu
Batu empedu adalah partikel keras yang berkembang di dalam
kandung atau saluran empedu. Terdapat beberapa istilah dalam penyakit
batu empedu, yaitu : (1) Kolelitiasis, berarti Batu Empedu (secara umum),
(2) Kolesistolitiasis, berarti batu yang berada di kandung empedu, (3)
Koledokolitiasis, berarti batu yang berada di duktus koledokus, (4)
kolangiolitiasis berarti batu yang berada pada cabang duktus hepatikus,
dan cabang lain di hati. (8)
2.1.2 Anatomi Kandung Empedu
a. Definisi Kandung Empedu / vesica biliaris (felea)
Suatu kantung berbentuk buah pir yang terletak pada facies
visceralis lobus dekstra hepatis di dalam suatu fossa di antara lobus
dexter hepatis dan lobus quadratus
b. Struktur Kandung Empedu / vesica biliaris (felea)
Struktur ini dibagi menjadi 3 bagian : (1) fundus, terletak pada
margo inferior hepar, (2) corpus, bagian paling besar, terletak di
depan kolon transversum dan pars superior duodeni , (3) collum,
mempunyai tunika mukosa yang melipat spiral
c. Sistem duktus untuk empedu
Empedu dihasilkan di hati, dimana dari hati mengalir melewati
duktus hepatikus dekstra dan sinistra. Keduanya bergabung
menjadi duktus hepatikus komunis. Duktus ini bergabung dengan
duktus sistikus yang berasal dari vesika felea menjadi duktus
koledokus. Duktus koledokus terus melewati posterior duodeni dan
bergabung dengan duktus pankreatikus menuju muaranya yaitu
papilla duodeni mayor.(9)
5

Gambar 2.1 Anatomi Vesica Biliaris beserta duktusnya


(Gray, 2013)9
d. Perdarahan Kantung Empedu / vesica biliaris (felea)
Suplai arteri untuk vesica felea adalah arteria sistica cabang
dari arteria hepatica dextra (ramus dexter arteria hepatica propria)
2.1.3 Fisiologi Pembentukan Empedu
a. Fungsi sistem empedu
Sistem empedu dalam manusia terdiri dari Hati, Kandung
empedu, dan saluran saluran terkait. Adapun Fungsi hati adalah:
1) sekresi garam empedu, yang membantu pencernaan dan
penyerapan lemak
2) tempat metabolisme protein, lemak dan karbohidrat
3) membentuk protein plasma, yang mengangkut hormon
tiroid dan kolesterol di dalam darah
4) penyimpanan glikogen, lemak,besi, tembaga dan beberapa
vitamin
5) mengeksresikan kolesterol dan bilirubin
Unit fungsional hati sendiri adalah lobulus, dimana diantara
lobulus lobulus hati ini terdapat sinusoid hati. Di sela sela hepatosit
di lobulus ini terdapat juga kanalikulus biliaris, dimana hepatosit
terus menerus mengeluarkan empedu ke dalam saluran tipis ini,
yang akan diteruskan menuju duktus biliaris di tepi dari lobulus
hati. Dari duktus biliaris ini, menyatu menjadi duktus biliaris
komunis yang mengangkut empedu menuju duodenum melewati
sfingter Oddi. Saat makan, sfingter Oddi ini akan menutup dan
6

empedu dialirkan balik menuju kandung empedu, dimana empedu


akan disimpan dan dipekatkan dalam kandung empedu selama
waktu makan. Setelah makan, akan terjadi proses pengosongan
lambung, dan juga peningkatan sekresi empedu, 2 hal ini akan
memicu dibukanya sfingter Oddi, dan empedu mengalir menuju
duodenum. Jumlah empedu yang diekskresikan per hari berkisar
antara 250 mL sampai 1 liter, bergantung pada derajat
perangsangan. Dimana semakin sering makan. Maka sfingter oddi
dan peneksresian empedu semaking sering.(10)
b. Pembentukan garam empedu
Empedu mengandung beberapa konstituen organik, yaitu
garam empedu, kolesterol, lesitin dan bilirubin, dalam suatu cairan
encer alkalis. Garam empedu merupakan turunan kolesterol.
Garam empedu ini di daur ulang melalui mekanisme yang disebut
sirkulasi enterohepatik, dimana garam empedu diekskresikan dalam
empedu masuk ke duodenum, yang nantinya akan diserap oleh
ileum melalui mekanisme transport aktif khusus di ileum terminal,
setelah diserap garam empedu dikembalikan ke sistem porta hati,
untuk diekskresikan kembali dalam empedu.(10)
Garam empedu ini membantu pencernaan lemak di usus
melalui mekanisme emulsifikasi. Proses emulsifikasi ini merujuk
pada kemampuan mengubah gumpalan lemak besar menjadi
emulsi/butiran butiran lemak. Garam empedu ini terdiri dari 2
bagian yaitu larut lemak dan larut air, oleh karena itu garam
empedu dapat terserap di permukaan butiran lemak. Gerakan
mencampur oleh usus memecah butiran lemak besar menjadi
butiran yang lebih kecil, dimana jika tidak ada garam empedu
makanya butiran kecil ini akan bergabung kembali menjadi butiran
besar. Proses emulsi ini juga meningkatkan luas permukaan butiran
lemak yang memudahkan kerja lipase mencerna lemak.(10)
Selain membantu pencernaan lemak, garam empedu juga
berfungsi dalam penyerapan lemak. Dengan bergabung dengan
7

kolesterol dan lesitin, makan akan terjadi pembentukan misel,


dimana misel sendiri terdiri dari inti yang hidrofobik dan
permukaan yang hidrofilik, sehingga misel dapat melarutkan bahan
tak larut air. Bahan yang diangkut berupa MG, free fatty acid, serta
vitamin larut lemak. Mekanisme pembentukan misel ini sangat
berpengaruh kepada homeostasis kolesterol. Jumlah kolesterol
yang dapat diangkut dalam bentuk misel bergantung pada jumlah
relatif garam empedu dan lesitin dibandingkan dengan kolesterol.
Oleh karena itu ketika terjadi ketidakseimbangan antara kolesterol
dengan lesitin dan garam empedu, maka akan terjadi kelebihan
kolesterol di empedu menjadi mikrokristal yang menggumpal,
sehingga dapat memicu terjadinya batu empedu(10)
Zat lainnya dalam empedu adalah bilirubin. Bilirubin
merupakan pigmen empedu utama, berasar dari produk akhir
penguraian heme pada hemoglobin dalam sel darah merah yang
sudah tua. Bilirubin berwarna kuning dan menjadi warna coklat
seperti tinja karena pengaruh enzim enzim bakteri usus.
Sekresi empedu dapat ditingkatkan oleh beberapa
mekanisme:(10)
1) mekanisme kimiawi (garam empedu), ketika makan saat
garam empedu dibutuhkan dan sedang digunakan, sekresi
empedu oleh empedu akan meningkat.
2) mekanisme hormon , hormon sekretin akan merangsang
peningkatan sekresi empedu alkalis cair oleh duktus
biliaris.
3) mekanisme saraf (nervus vagus), mendorong peningkatan
aliran empedu hati selama fase sefalik pencernaan.

2.1.4 Epidemiologi Batu Empedu


Menutut NHANES, prevalensi penyakit batu empedu di Negara
barat 10 – 15%. Dimana dari 10% hingga 15% tersebut, rinciannya adalah
7,9% ditemukan pada pria, dan 16,6% pada wanita, dan ras paling banyak
8

ditemukan pada ras Mexican-America.(1) Dari penderita batu empedu


tersebut, 80% nya ditemukan berupaka batu kolesterol.(11) Prevalensi batu
empedu di Negara timur, seperti korea sebesar 2 – 17%, dimana prevalensi
ini lebih rendah jika dibandingkan dengan prevalensi batu empedu di
Negara barat yang sebesar 13,3 – 50,5%.(12) Selain itu, prevalensi batu
empedu asimptomatik di China sebesar 12,12%.(3) Di Srilanka juga
menyebutkan prevalensi batu kolesterol pada kandung empedu sebesar
80%.(13) Prevalensi kolelitiasis pada orang dewasa di Chili sebesar 26,7%
pada tahun 2015.(14)
Dari penderita batu empedu tersebut, ditemukan 24,8 % nya
mengalami diabetes melitus, sedangkan 13,8 % merupakan pasien non-
diabetik, Hal ini berarti pasien batu empedu lebih banyak ditemukan pada
pasien diabetik dibandingkan yang non- diabetik.(6) Selain itu, sebuah
penelitian di Nigeria menemukan terdapat 17,5% pasien batu empedu
dengan faktor risiko diabetes melitus.(15) Tetapi di Indonesia sendiri, belum
ada data prevalensinya, dikarenakan masih sedikitnya penelitian batu
empedu di Indonesia.

2.1.5 Klasifikasi Batu Empedu


Ada 3 tipe dari batu empedu yaitu:(16)
a. Batu Kolesterol
Mengandung beberapa zat seperti kalsium karbonat, fosfat,
bilirubinat, palmitat, fosfolipid, glikoprotein, dan
mukopolisakarida. Dengan >50% nya mengandung kolesterol
monohidrat plus.
b. Batu Pigmen Hitam
Mengandung bilirubin indirek, kalsium fosfat dan karbonat,
dan tidak mengandung kolesterol. Sering terjadi pada hemolisis
kronik, sirosis, ataupun Chrons’ disease.
c. Batu Pigmen Coklat
Mengandung calcium bilirubinat, palmitat, dan stearate. Jarang
terjadi. Sering terjadi pada infeksi bilier
9

Tabel 2.1 Tabel Klasifikasi Batu Empedu (Dooley, 2011)17


Kolesterol Pigmen Hitam Pigmen Coklat
Lokasi Kandung dan Kandung dan Saluran empedu
Saluran empedu saluran empedu
Kandungan Mayor Kolesterol Polimer pigmen Kalsium
bilirubin bilirubinate
Konsistensi Kristalin dengan Keras Halus, rapuh
nukleus
% Radio-opak 15% 60% 0%
Lainnya - Sering disertai Sering disertai
dengan sirosis dengan infeksi

2.1.6 Faktor Risiko Batu Empedu


Pembentukan batu kolesterol dipicu oleh beberapa faktor risiko,
yaitu:(17)
a. Genetik
Terjadi mutasi di beberapa titik gen seperti di ABCG5
(transporter kolesterol kanalikular) pada 11% kasus batu
kolesterol, ABCB4 (transporter fosfotydil kolin) pada 50%
kasus batu empedu, dan lainnya (seperti ABCB11, ABCB4).
b. Gaya hidup
Bermula dari aktivitas yang rendah, sehingga menyebabkan
dislipidemia, sindrom metabolik, ataupun DM. Dimana kondisi
ini bisa menyebabkan hipersekresi kolesterol bilier, ataupun
sintesis asam empedu yang tidak adekuat.
c. Obesitas
Ini berhubungan dengan peningkatan sintesis kolesterol.
Dimana 50% pasien obesitas memiliki riwayat operasi batu
empedu. Dimana penelitian di Ghana juga menyebutkan bahwa
obesitas diidentikasikan sebagai faktor risiko utama pada
perkembangan kolelitiasis.(18)
10

d. Faktor makanan
Di Negara barat, batu empedu berhubungan dengan makanan
rendah serat dan masa transit usus yang lama, dimana ini akan
menyebabkan dehidrooksilasi asam kolik di kolon oleh bakteri
feses sehingga akan menyebabkan asam deoksikolik di asam
empedu. Makanan rendah karbohidrat dan tidak makan
sepanjang malam akan melindungi dari batu empedu.
e. Umur
Prevalensi semakin meningkat pada usia 50 hingga 70 karena
masalah penuaan. Selain itu juga, terjadi sebuah peningkatan
prevalensi kolelitiasis yang signifikan pada usia diatas 40
tahun. (18)
f. Jenis kelamin dan estrogen
Batu empedu dua kali lebih banyak ditemukan pada perempuan
daripada laki-laki, terutama lebih meningkat pada wanita hamil
periode akhir, dan pemakaian pil estrogen pada wanita.
g. Faktor serum
Risiko tertinggi batu empedu ditemukan berhubungan dengan
HDL yang rendah dan trigliserida yang tinggi.
h. Sirosis
Pada penyakit hepatoseluler ini akan mengurasi sekresi asam
empedu, sering berhubungan dengan pembentukan batu
pigmen
i. Infeksi
Bakteri dapat mengalami dekonjugasi garam empedu, dimana
ini akan menyebabkan pengurangan kelarutan kolesterol
j. Diabetes melitus
Bata empedu dengan diabetes lebih berisiko dalam yang non
diabetes, dan mempunyai prevalensi yang cukup tinggi.
Dimana diabetes menyebabkan pengisian dan kontraksi
kantung empedu yang buruk, dimana kita menyebut dengan
kondisi “diabetic neurogenic gallbladder syndrome”. Selain
11

itu, DM juga berhubungan dengan peningkatan saturasi


kolesterol pada kandung empedu.(18)
k. Faktor lainnya
Faktor lain yang ditemukan juga berisiko untuk batu empedu
adalah hepatitis C, gastrektomi, terapi kolestiramin jangka
panjang, dan lainnya

2.1.7 Patogenesis Batu Empedu Kolesterol


Dalam pembentukan batu kolesterol, ada 3 prinsip dalam
mekanisme pembentukannya yaitu : supersaturasi kolesterol, peningkatan
nukleasi dari kristal kolesterol, dan hipomotilitas kandung empedu.
Supersaturasi kolesterol terjadi ketika terdapat peningkatan rasio
antara kolesterol dengan asam empedu dan fosfotidilkolin/lesitin.
(19)
Peningkatan ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
a. peningkatan sekresi kolesterol
Hal ini terjadi karena terdapat peningkatan aktivitas enzim 3-
hidroxy-3-methylglutaryl [HMG]- CoA- Colesterol reductase,
dimana peningkatan akan mengakibatkan peningkatan uptake
kolesterol dari darah ke hepar, sehingga sekresi kolesterol
mengalami peningkatan. Peningkatan enzim HMG-Koa-
reduktase ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti genetik,
makanan kaya kolesterol dan atau tinggi kalori, dan lainnya.
Selain itu, peningkatan sekresi kolesterol bisa disebabkan oleh
adanya inhibisi proses esterifikasi kolesterol oleh progesteron
pada masa kehamilan.
b. pengurangan sekresi asam empedu
Terjadi ketika terdapat peningkatan konversi asam kolat
menjadi asam deoksikolat. Hal ini terjadi karena peningkatan
proses hidroksilasi asam kolat dan peningkatan absorpsi asam
deoksikolat ke hati yang baru terbentuk. Peningkatan
deoksikolat inilah yang dapat mengakibatkan hipersekresi
kolesterol ke empedu.
12

c. pengurangan sekresi lesitin / fosfotidilkolin


Prinsip kedua dalam pembentukan batu empedu adalah terjadinya
peningkatan nukleasi dari kristal kolesterol. Peningkatan kristal kolesterol
monohidrat ini bisa dihasilkan karena peningkatan faktor pronukleasi atau
dapat juga karena defisiensi faktor antinukleasi. Yang merupakan contoh
dari faktor pronuklease adalah musin kandung empedu, alpha-1
glycoproteinic acid, aminopeptidase N, immunoglobulin M and G,
haptoglobin, fibronectin and alpha-1 antichymotrypsin , sedangkan yang
termasuk faktor antinukleasi adalah Apo A-1 dan A-II , protein empedu, dan
immunoglobulin A. Nukleasi dan pertumbuhan kristal kolesterol
monohidrat terjadi di dalam lapisan gel musin, dimana vesikel fusi yang
merupakan kristal cair mengalami nukleasi menjadi kristal yang padat.
Pertumbuhan kristal ini terjadi oleh nukleasi langsung oleh molekul
kolesterol dari vesikel empedu jenuh unilamelar ataupun multilamelar.(19)
Prinsip terakhir dari pembentukan batu empedu adalah
hipomotilitas kandung empedu. Pasien yang memiliki presentasi tinggi
terkena batu empedu menunjukan abnormalitas pengosongan kandung
empedu. Suatu studi menunjukkan pada batu empedu terjadi peningkatan
volume kandung empedu selama puasa dan juga setelah makan (volume
residu), dan karena stimulasi kandung empedu tersebut maka terjadi
penurunan pengosongan empedu tersebut. Selain itu, kelainan pengosongan
kandung empedu dapat juga terjadi karena berkurangnya sekresi
kolesistokinin (CCK) yang dibebaskan sehingga mengakibatkan
berkurangnya asam lemak bebas yang dihasilkan, menyebabkan stimulus
kontraksi kandung empedu melemah.(20)
Dua kondisi lainnya yang menyebabkan pembentukan batu
kolesterol adalah kehamilan dan penurunan berat badan yang cepat melalui
diet sangat rendah kalori. Pada kehamilan terutama trimester 3 terjadi
peningkatan saturasi kolesterol.
13

Gambar 2.2 Patogenesis Kolelitiasis di Kandung Empedu (Silbernagl, 2009)20

2.1.8 Gejala Klinis Batu Empedu


Berdasarkan gejala klinisnya, batu empedu dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu batu empedu asimtomatik, batu empedu simtomatik, dan
batu empedu dengan komplikasi (seperti kolesistitis akut, ikterus,
kolangitis, dan pankreatitis). Batu asimptomatik terjadi pada 60 – 80 %
pada penderita batu empedu secara keseluruhan, inilah yang membuat
diagnosis terlambat pada penderita. (1)
Gejala yang timbul dari batu empedu adalah nyeri kolik atau kolik
bilier. Nyeri terjadi karena terdapat obstruksi intermitten di abdomen
kuadran kanan atas atau epigastrium, dan dapat menyebar ke punggung
yaitu di region interskapular dan skapula kanan. Nyeri ini ditandai dengan
nyeri yang mengakibatkan perut mules, bersifat konstan atau stabil
(persisten) , derajat berat, durasi nyerinya bersifat lama yaitu sekitar 15 –
30 menit hingga beberapa jam, dan nyeri dimulai tiba tiba serta berhenti
atau mereda secara bertahap/cepat. Kolik bilier ini dapat dipicu oleh
makan makanan berlemak, bisa saat konsumsi besar setelah periode puasa
yang lama atau bisa saat konsumsi normal.(1)
Nyeri kolik bilier ini disebabkan karena batu yang menyumbat
duktus sistikus atau duktus biliaris komunis. Dimana sumbatan ini akan
mengakibatkan peningkatan tekanan intraluminal, dan juga peningkatan
kontraksi peristaltik dari saluran empedu. Dua hal inilah yang akan
menstimulasi persarafan sehingga menyebabkan nyeri visceral di daerah
14

yang dihambat oleh batu empedu ini. Selain itu, kontraksi peristaltik dari
saluran empedu ini akan bersifat berulang, dimana empedu akan terus
merespon saluran empedu untuk terus melakukan kontraksi peristaltik
dengan guna mengeluarkan batu itu dari saluran empedu. Kontraksi yang
berulang ini bisa mengakibatkan distensi viskus saluran empedu yang
bahkan bisa mengakibatkan overdistensi, hal inilah yang akan
menstimulasi nervus vagal sehingga pada pasien batu empedu ditemukan
gejala mual dan muntah.(2)
Batu empedu yang berbentuk beraneka ragam (kecil maupun besar,
halus maupun kasar), terutama yang berbentuk kasar dan tajam, hal ini
dapat menimbulkan iritasi atau trauma pada epitel kandung atau saluran
empedu. Iritasi ini mengakibatkan pelepasan prostaglandin dan fosfolipase
A2 oleh epitel kandung atau saluran empedu. Fosfolipase ini akan
mengakibatkan pemecahan fosfotidilkolin menjadi lisolesitin.
Prostaglandin yang dilepaskan ini akan menstimulasi set point hipotalamus
yang akan mengakibatkan timbulnya gejala demam pada pasien batu
empedu.(20) Iritasi yang berkepanjangan pada kandung empedu ini dapat
mengakibatkan perforasi kandung empedu, dan juga dapat mengakibatkan
inflamasi yang dapat disebut oleh kolesistitis akut. Penyebab kolesistitis
akut ini biasanya karena terdapat infeksi bakteri, seperti Escherichia coli,
Klebsiella, Streptococcus spp., dan Clostridium spp. Gejala dari kolesistits
akut adalah nyeri memberat dan memanjang lebih dari 5 jam di perut
kanan atas, dapat disertai demam, mual, dan muntah. Pada PF, dapat
ditemukan nyeri tekan di perut kanan atas, dan juga Murphy’s Sign, yaitu
pasien merasakan nyeri pada inspirasi saat dilakukan palpasi di bawah
batas akhir kostae kanan. Pada pemeriksaan penunjang, sering
menyebabkan kelainan berupa leukositosis, dan dapat juga terjadi
kenaikan ringan faal hati dikarenakan dampak dari kompresi lokal pada
saluran empedu. Adapun patogenesis dapat terjadinya komplikasi
kolesistitis adalah akibat tertutupnya duktus sistikus oleh batu, sehingga
terjadi hidrops kandung empedu yang menyebabkan penambahan volume
atau edema kandung empedu. Dimana edema ini menyebabkan iskemi dari
15

dinding kandung empedu yang dapat berkembang menuju nekrosis dan


perforasi. Awalnya kolesistitis hanya berupa peradangan steril, tetapi jika
dibiarkan dapat menjadi infeksi bakteri.(17) Selain itu, dapat juga timbul
kolangitis yaitu infeksi pada duktus hepatikus, dengan gejala ikterus
obstruktif, atau dapat juga terjadi pankreatitis apabila batu sudah
menyumbat di duktus pankreatikus.

Gambar 2.3 Klinis Batu Empedu berdasarkan letak dari batu empedu
(Wang, 2012)2

2.1.9 Diagnosis Radiologi pada batu empedu


Diagnosis radiologis untuk batu empedu kadang sangat dibutuhkan
untuk mengetahui seorang pasien terkena batu empedu atau tidak.
Pencitraan radiologis ini tidak hanya sebagai keperluan diagnosis, tetapi
juga dapat menjadi upaya terapi awal. Pencitraan radiologis digunakan
pada 2 daerah yaitu gallbladder (kandung empedu) dan saluran
empedu.(17)
A. Gallbladder
Untuk pencitraan di gallbladder sendiri dapat menggunakan 3
metode radiologi, yaitu: (1) Ultrasonography (USG), dimana
metode ini sangat efektif dalam menunjukkan kondisi dinding
dari kandung empedu, dimana hasil akan lebih akurat jika
pasien berpuasa sebelum melakukan pemeriksaan USG, (2) CT
16

dan MRI, satu satunya pencitraan yang dapat menunjukkan


batu di dalam kandung empedu, (3) Scintigraphy , sangat
disarankan pada dugaan diagnosis kolesistitis akut. (17)
B. Saluran Empedu (bile duct)
Pencitraan dalam saluran empedu dapat menggunakan
beberapa metode, yaitu: (1) USG, metode yang sering dipilih,
dimana apabila pada gambaran USG terlihat dilatasi duktus
biliaris (>5-7 mm) maka kemungkinan besar terdapat obstruksi
pada saluran empedu, (2) CT Scan, contohnya bisa
menggunakan CT-cholangiography, (3) Magnetic resonance
cholangiopancreatography (MRCP), akurat untuk melihat batu
di duktus biliaris terutama yang berukuran >6mm, (4)
Endoscopic Ultrasound (EUS), untuk membedakan
penyempitan benign/maligna pada duktus biliaris, (5) Oral
Cholecystography (OCG) and Intravenous cholangiography,
jarang digunakan, (6) Scintigraphy, (7) Endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) juga merupakan salah satu
standar yang juga digunakan sebagai diagnosis pada batu
saluran empedu, dan juga sering dijadikan sebagai salah satu
prosedur terapi utama pada batu empedu. (8) Percutaneous
transhepatic cholangiography (PTC). 2 metode yang terakhir
merupakan metode yang sangat berisko untuk timbul
komplikasi seperti peradangan, bleeding, perforasi, ataupun
lainnya.(17)

2.1.10 Tatalaksana Penyakit batu empedu


Batu Empedu dapat dicegah dengan perbaikan gaya hidup, yaitu
dengan mengurangi pemasukan kalori total. Selain itu, dapat diberikan
juga terapi pencegahan pembentukan batu empedu pada pasien yang
berisiko tinggi, maka dapat diberikan ursodeoxycholic acid (UDCA)
dengan dosis 10 – 15 mg/KgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/ hari secara
oral. UDCA ini bekerja dengan mengurangi saturasi kolesterol di empedu,
17

menstimulasi produksi kristal lamelar cair pada empedu sehingga akan


terjadi dispersi kolesterol, dan juga mengurangi nukleasi kristal kolesterol.
Obat ini juga dapat di indikasi pada batu empedu dengan ukuran <10 mm,
obat diberikan sampai batu berukuran sekitar kurang dari <5 mm, dan
kurang efektif jika diberikan pada batu dengan ukuran >15 mm. (19)
Pada batu empedu simtomatik, untuk mengatasi keluhan kolik
bilier, dapat diberikan terapi emergensi dengan 2 pilihan obat, yaitu
spasmolitik, atau golongan NSAID (seperti diklofenak 75 mg IM, atau
metamizol 1 gram IV).
Rekomendasi kolesistektomi pada pasien batu empedu
berhubungan dengan 3 faktor yaitu: (16)
(1) munculnya gejala yang bisa melihat keluhan pasien ringan atau
berat yang berhubungan dengan aktivitas rutinnya,
(2) munculnya komplikasi batu empedu (seperti riwayat kolesistitis
akut atau kronik, pankreatitis, atau fistula kandung empedu),
(3) terdapat penyakit yang mendasari yang dapat meningkatkan
risiko komplikasi batu empedu.
Indikasi lainnya dari kolesistektomi adalah apabila diameter batu
empedu berukuran >3 cm dan apabila menderita batu empedu kongenital.
Kolesistektomi dengan laparaskopi adalah pendekatan terapi untuk
pengangkatan kandung empedu bersamaan dengan batunya, dimana terapi
ini sekarang merupakan terapi pilihan untuk batu empedu simtomatik.
Dikatakan pilihan, karena kolesistektomi dengan laparoskopi mempunyai
tingkat penyembuhan lebih cepat dan waktu di rumah sakit lebih cepat jika
dibandingkan dengan kolesistektomi terbuka. Batu empedu asimtomatik
dengan belum munculnya komplikasi batu empedu maka tidak di
indikasikan melakukan kolesistektomi, kecuali jika diameter batu sudah
lebih dari > 3 cm, maka boleh dilakukan kolesistektomi karena ditakutkan
akan menjadi kanker kandung empedu.(8)
18

2.1.11 Komplikasi Batu Empedu


Komplikasi dari batu empedu yang cukup sering adalah kolesistitis.
Kurang lebih 15% pasien dengan batu simtomatik mengalami kolesistitis
akut. Komplikasi lain dapat timbul akibat batu yang berpindah-pindah.
Komplikasi yang dapat timbul ialah kolangitis, dan pankreatitis akut. Pada
Kolangitis akut dapat dikenal gejala Trias Charcot, terdiri dari nyeri
persisten, demam dan ikterus. Diagnosis dini dari komplikasi ini adalah
dengan USG atau MRCP. Terapinya mencakup terapi suportif dan
kolesistektomi (apabila sudah gawat darurat). (17)

2.1.12 Prognosis Batu empedu


Prognosis kolelitiasis dengan pengobatan adalah baik. Tingkat
mortalitas setelah terapi bedah adalah kurang dari 0,1%. Seringkali,
setelah kolesistektomi pasien mengeluh nyeri persisten atau rekurens, yang
biasa disebut “sindrom post-kolesistektomi”. Bila sudah timbul komplikasi
berupa kolesistitis akut, maka prognosis bisa menjadi dubia atau malam,
bahkan tingkat mortalitas dapat lebih dari >50%. Kolesistitis tanpa
kolesistektomi tingkat kekambuhannya sekitar 60% selama 6 tahun. (21)

2.2 Dislipidemia
2.2.1 Sintesis Kolesterol di Hepar
Kolesterol merupakan lipid amfipatik dan merupakan komponen
struktural esensial pada membran dan lapisan luar lipoprotein plasma.
Senyawa ini disintesis di jaringan dari asetil koA, dan merupakan
prekursor dari beberapa hal, seperti kortikosteroid, hormon seks, dan asam
empedu. LDL Plasma berguna untuk membawa kolesterol dan ester
kolesterol ke banyak jaringan, sedangkan HDL plasma membawa
kolesterol bebas dari jaringan untuk diangkur ke hati.
Biosintesis kolesterol dibagi menjadi 5 tahap: (1) Biosintesis
mavelonat, berawal dari asetil KoA yang diubah menjadi asetoasetilKoA
dan dikatalisis oleh HMG-KoA reduktase menjadi mevalonat, sintesis
HMG-KoA reduktase ini sendiri dihambat oleh mavelonat dan kolesterol.
19

(2) Pembentukan unit isoprenoid, terjadi fosforilasi mevalonat menjadi


isopentenil difosfat. (3) Enam unit isoprenoid membentuk skualen. (4)
Pembentukan lanosterol, setelah melalui proses oksidase dan proses
dengan enzim oksidoskualen maka terbentuk lanosterol. (5) Pembentukan
kolesterol, lanosterol berubah menjadi zimosterol, lalu menjadi
desmosterol dan mengalami proses reduksi menjadi kolesterol.
Peningkatan kolesterol sel dapat terjadi karena penyerapan lipoprotein
yang mengandung kolesterol oleh reseptor (contoh Reseptor LDL),
penyerapan kolesterol bebas dari lipoprotein ke membrane sel, atau
hidrolisis ester kolesteril oleh enzim. Sedangkan penurunan kolesterol sel
dapat terjadi karena efluks kolesterol dari membran ke HDL, atau dapat
juga karena pemakaian kolesterol untuk steroid/asam empedu/lainnya. (22)

Gambar 2.4 Sintesis Kolesterol di Jaringan (Marks, 2010)22


Dalam makanan terkandung ester kolesterol, yang nantinya akan
dihidrolisis menjadi kolesterol dan diserap oleh usus, dan mengalami
esterifikasi dengan asam lemak rantai panjang di mukosa usus. Sebagian
besar kolesterol disalurkan ke hati dalam bentuk chylomicron remnants,
dan sisanya disekresikan oleh hati dalam bentuk VLDL, lalu menjadi IDL,
20

dna akhirnya LDL yang diserap oleh reseptor LDL di hati dan jaringan
ekstrahepatik.
Asam empedu primer disintesis di hati dari kolesterol, dalam
bentuk asam kolat dan asam kenodeoksikolat. 7α-hidroksilase pada
kolesterol adalah tahap regulatorik pertama dan terpenting dalam
biosintesis asam empedu dan dikatalisis oleh kolesterol 7α-hidroksilase.
Asam empedu primer maupun sekunder diserap semata-mata di ileum, hal
ini disebut sirkulasi enterohepatik. Untuk lebih jelasnya, biosintesis asam
empedu dapat dilihat pada gambar 2.5 (23)

Gambar 2.5 Biosintesis dan Penguraian Asam Empedu (Murray, 2013)23

2.2.2 Definisi Dislipidemia


Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai
dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam darah.
Beberapa kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar
21

kolesterol total, kolesterol LDL, dan atau trigliserida, serta penurunan


kolesterol HDL.(24)
Agar lipid dapat larut dalam darah, molekul lipid harus terikat
dengan molekul protein. Senyawa lipid dengan molekul protein dikenal
sebagai lipoprotein. Terdapat lima jenis lipoprotein yaitu kilomikron, very
low density lipo protein (VLDL), intermediate density lipo protein (IDL),
low-density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Dari
total serum kolesterol, kolesterol LDL berkontribusi 60-70 %, mempunyai
apolipoprotein yang dinamakan Apo B-100 (apo B). Kolesterol LDL
merupakan lipoprotein aterogenik utama, dan dijadikan target utama untuk
penatalaksanaan dislipidemia. Kolesterol HDL berkontribusi pada 20-30%
dari total kolesterol serum. Apolipoprotein utamanya adalah Apo A-1 dan
Apo A-II.(25)

Tabel 2.2 Jenis lipoprotein, apoprotein, dan kandungan lipid (Arsana, 2015)25
Jenis Jenis Kandungan Lipid (%)
Lipoprotein Apoprotein Trigliserida Kolesterol Fosfolipid
Kilomikron Apo B-48 80-95 2-7 3-9
VLDL Apo B-100 55-80 5-15 10-20
IDL Apo B-100 20-50 20-40 15-25
LDL Apo B-100 5-15 40-50 20-25
HDL Apo A-1 dan 5-10 15-25 20-30
Apo A-2

2.2.3 Epidemiologi Dislipidemia


Data dari American Heart Association tahun 2014 memperlihatkan
prevalensi dari berat badan berlebih dan obesitas pada populasi di Amerika
adalah 154.7 juta orang yang berarti 68.2 % dari populasi di Amerika
Serikat yang berusia lebih dari 20 tahun. Populasi dengan kadar kolesterol
≥ 240 mg/dl diperkirakan 31.9 juta orang (13.8 %) dari populasi.
Data di Indonesia yang diambil dari riset kesehatan dasar nasional
(RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan ada 35.9 % dari penduduk
22

Indonesia yang berusia ≥ 15 tahun dengan kadar kolesterol abnormal


(berdasarkan NCEP ATP III, dengan kadar kolesterol ≥ 200 mg/dl) dimana
perempuan lebih banyak dari laki-laki dan perkotaan lebih banyak dari di
pedesaan. Data RISKESDAS juga menunjukkan 15.9 % populasi yang
berusia ≥ 15 tahun mempunyai proporsi LDL yang sangat tinggi (≥ 190
mg/dl), 22.9 % mempunyai kadar HDL yang kurang dari 40 mg/dl, dan
11.9% dengan kadar trigliserida yang sangat tinggi (≥ 500 mg/dl).(24)

2.2.4 Klasifikasi Dislipidemia


Berdasar patologiknya, dislipidemia digolongkan menjadi 2,
1) Dislipidemia Primer
Dislipidemia primer adalah dislipidemia akibat kelainan
genetik. Terdapat 2 jenis yaitu kategori sedang dan berat.
Dislipidemia sedang dapat disebabkan karena hiperkolesterolemia
poligenik dan dislipidemia kombinasi familial. Dislipidemia berat
umumnya disebabkan karena hiperkolesterolemia familial,
dislipidemia remnant, dan hipertrigliseridemia primer.
2) Dislipidemia Sekunder
Dislipidemia sekunder adalah dislipidemia yang terjadi akibat
suatu penyakit lain misalnya hipotiroidisme, sindroma nefrotik,
diabetes melitus, dan sindrom metabolik. Penyebab dari
dislipidemia sekunder sendiri adalah:(25)
a. Diet. Mengkonsumsi makanan berkalori tinggi, lemak
saturasi tinggi bahkan seorang yang anoreksia dapat
menimbulkan peningkatan kolesterol LDL. Selain itu,
makanan rendah lemak dapat juga menimbulkan
penurunan kolesterol HDL.
b. Obesitas
c. Diabetes Mellitus
d. Hipotiroidism. Biasa terjadi genetik, dimana akan berefek
kepada penurunan sintesis reseptor LDL di hepar.
23

e. Penyakit ginjal kronik. Terdapat peningkatan kreatinin


klirens disertai dengan hipertrigliseridemia dan penurunan
kolesterol HDL.
f. Penyakit Sirosis hepar, meningkatkan trigliserida dan LDL
g. Cushing Syndrome. Efek glukokortikoid berlebih dapat
mengakibatkan peningkatan VLDL dan
hipertrigliseridemia.
h. Lipodistrofi
i. Obat- obatan, seperti 
-blocker (terutama yang non-
kardioselektif), diuretic thiazide, estrogen eksogen,
glukokortikoid, isotretinoin, dan golongan inhibitor
protease.
j. Kehamilan. Pada trimester dua terjadi peningkatan
kolesterol, dan juga pada pertengahan trimester tiga terjadi
peningkatan kolesterol LDL diikuti dengan trigliserida.

2.2.5 Pemeriksaan laboratorium pada dislipidemia


Pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam
menegakkan diagnosa. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan:
kadar kolesterol total , kolesterol LDL , kolesterol HDL 
, dan t
rigliserida
plasma. Untuk pemeriksaan trigliserida membutuhkan puasa 12 jam
sebelum pengambilan darah, begitu juga dengan kolesterol LDL.
Sedangkan untuk kolesterol total dan kolesterol HDL dapat dilakukan
dalam keadaan tidak puasa.(26)
24

Tabel 2.3 Interpretasi kadar lipid plasma berdasarkan NECP (National Cholesterol
Education Program) (Sosialine, 2011)26
Profil Lipid Nilai Laboratorium Kesimpulan Interpretasi klinis
Kolesterol <200 mg/dl Normal
Total 200-239 mg/dl Borderline
>240 mg/dl Tinggi
-
Kolesterol <100 mg.dl Optimal
LDL 100-129 mg/dl Mendekati optimal
130-159 mg/dl Borderline
160-189 mg/dl Tinggi Dapat terjadi pada
hiperlipidimia
bawaan atau pada
penyakit jantung
koroner. Dan DM
>190 mg/dl Sangat tinggi
Trigliserida <150 mg/dl optimal
150-199 mg/dl Borderline
200-499 mg/dl Tinggi Dapat terjadi pada
anoreksia nervosa,
obstruksi bilier,
DM,
hiperproteinemia,
obat steroid
>500 mg/dl Sangat tinggi
Kolesterol <40 mg/dl Rendah Sirosis hepar, DM,
HDL dll
>60 mg/dl tinggi Pengguna steroid
25

2.2.6 Terapi untuk Dislipidemia


Pengelolaan pasien dislipidemia terdiri dari terapi non
farmakologis dan farmakologis. Dianjurkan untuk memulai terapi non
farmakologis terlebih dahulu selama kurang lebih 3 bulan, baru jika belum
ada atau minimal perbaikan, maka tambahkan terapi farmakologi yaitu
obat penurun lipid. Terapi non farmakologis meliputi perubahan gaya
hidup, yang terdiri dari:
a. Aktivitas Fisik. Meliputi program latihan yang mencakup
setidaknya 30 menit aktivitas fisik dengan intensitas sedang
(menurunkan 4 – 7 kkal/menit), 4 – 6 kali/minggu, dengan
pengeluaran minimal 200 kkal/hari. Latihan yang disarankan
adalah jalan cepat, sepeda statis ataupun berenang.
b. Terapi Nutrisi. Diet rendah kalori yang terdiri dari buah-
buahan dan sayuran (≥ 5 porsi/hari), biji-bijian (≥ 6 porsi/hari),
ikan dan daging tanpa lemak. Batasi asupan lemak jenuh, lemak
trans dan kolesterol. Makronutrien yang menurunkan kadar LDL-
Kolesterol harus mencakup tanaman sterol (2 gram/hari) dan serat
larut air (10 – 25 gram/hari). (27)
c. Merokok. Karena merokok memiliki efek negatif pada
HDL-Kolesterol dan trigliserida. Berhenti rokok minimal 30 hari
dapat meningkatan HDL-Kolesterol secara signifikan. (28)
26

Tabel 2.4 Pengaruh perubahan gaya hidup terhadap kadar lipid


(Reiner, 2011)27
Pengaruh perubahan gaya hidup terhadap penurunan
kolesterol total dan LDL
Mengurangi diet lemak jenuh +++
Mengurangi diet lemak trans +++
Meningkatkan asupan serat ++
Mengurangi diet kolesterol ++
Konsumsi makanan mengandung fitosterol +++
Pengaruh perubahan gaya hidup terhadap penurunan
trigliserida
Menurunkan berat badan +++
Mengurangi asupan alcohol +++
Mengurangi asupan mono dan disakarida +++
Diet rendah karbohidrat ++
Pengaruh perubahan gaya hidup terhadap peningkatan
HDL
Mengurangi asupan lemak trans +++
Meningkatkan aktivitas fisik +++

Terapi farmakologi dari dyslipidemia berupa obat penurun lipid.


Macam macam obat penurun lipid dapat dilihat pada gambar 6. Terdapat
beberapa golongan dari obat penurun lipid ini, yaitu:
a. Bile Acid Sequestrans (Golongan Resin)
Bekerja mengikat asam empedu di usus halus, sehingga asam
empedu yang dikembalikan ke hati akan menurun, lalu akan
menstimulasi pemecahan kolesterol darah menjadi asam empedu,
hal inilah yang akan menurunkan kadar kolesterol dalam darah.
Terdapat 2 sediaan yaitu kolestiramin 8 – 16 gr/hari dan kolestipol
10 – 20 gr/hari ,
b. HMG-KoA Reduktase Inhibitor (Golongan Statin)
27

Menghambat enzim HMG-CoA Reduktase sehingga akan


menurunkan sintesis kolesterol di hati, dimana akan menurunkan
sintesis Apo B100. Selain itu, akan berefek juga ke peningkatan
reseptor LDL di permukaan hati, menyebabkan LDL-Kolesterol
dalam darah akan ditarik ke hati. Dua hal ini akan menurunkan
kadar LDL-Kolesterol dalam darah.(29) Adapun klasifikasi dan
sediaan statin dapat dilihat di gambar 2.7

Tabel 2.5 Klasifikasi statin menurut ACC/AHA 2013 (Tone, 2013)29


Statin high intensity Statin moderate intensity Statin low intensity
Menurunkan kolesterol Menurunkan kolesterol Menurunkan kolesterol
LDL >50% LDL 30 – 50% LDL <30%
Atorvastatin 40-80 mg Atorvastatin 10-20 mg Simvastatin 10 mg
Rosuvastatin 20-40 mg Rosuvastatin 5-10 mg Lovastatin 20 mg
Simvastatin 20-40 mg Fluvastatin 20-40 mg
Lovastatin 40 mg

c. Derivat Asam Fibrat


Bekerja dengan mengaktifkan lipoprotein lipase sehingga akan
memecahkan trigliserida dalam darah, yang akan membuat
penurunan kadar trigliserida dalam plasma. Selain itu, obat ini juga
meningkatkan kadar HDL-Kolesterol dengan meningkatkan
Apoprotein A-1 dan A-II. Sediaan obat golongan ini yang tersedia
di Indonesia adalah Gemfibrozil 600 – 1200 mg dan fenofibrat 160
mg.(30)
d. Asam Nikotinik
Bekerja dengan menghambat enzim hormon sensitif lipase di
jaringan adipose sehingga mengurangi asam lemak bebas. Dari
penurunan asam lemak bebas ini, akan berefek ke penurunan
sintesis VLDL di hati dan mempengaruhi ke kadar LDL-Kolesterol
dan trigliserida di serum yang juga akan menurun. Obat ini bisa
juga meningkatkan kadar HDL-Kolesterol. Salah satu sediaannya
28

adalah niasin, dimana dosisnya mulai dari dosis rendah lalu


ditingkatkan (dari 50-100 mg, ditingkatkan 1 – 2,5 gram 3 kali
pemberian)(31)
e. Ezatimibe
Bekerja di usus halus dengan menurunkan absorpsi kolesterol
di usus halus, sering dikombinasikan dengan golongan penurun
lipid lainnya seperti golongan statin. Sediaan obatnya adalah 10
mg/hari.
f. Asam Lemak Omega 3 (Minyak Ikan)
Menurunkan sintesis VLDL dan kadang juga kolesterol.

Tabel 2.6 Obat obat hipolipidemik (Merz, 2009)31


Golongan Efek terhadap
Efek samping Kontraindikasi
obat lipid
Statin LDL < 18-55% Miopati, Penyakit hati akut atau
HDL > 5-15% peningkatan kronik
TG < 7-30% enzim hati
Bile acid LDL < 15-30% Gangguan TG>400 mg/dl
sequestrant HDL > 3-5% pencernaan, Disbetalipoproteinemia
konstipasi
Asam LDL < 5-25% Flushing, Penyakit liver kronik,
nikotinat HDL > 15-35% hiperglikemia, penyakit gout yang
TG < 20-50% hiperurisemia berat
Fibrat LDL < 5-20% Dispepsia, Penyakit ginjal dan
HDL >10-20% batu empedu, hati yang berat
TG < 20-50% miopati

2.2.7 Hubungan Dislipidemia dengan Batu Empedu


Sekitar setengah dari pasien batu empedu akan mempunyai sebuah
profil lipid abnormal. Ketika konsentrasi kolesterol melebihi kelarutan
kapasitas empedu, kolesterol tidak akan tersebar dan bernukleasi menjadi
kristal monohidrat kolesterol padat. 3 kondisi yang membuat pembentukan
29

batu empedu kolesterol adalah supersaturasi empedu oleh kolesterol,


nukleatif aktif yang cepat, dan kristal kolesterol berada di kandung
empedu dalam cukup lama sehingga beragregasi menjadi sebuah batu.
Selain itu, stasis kandung empedu memegang peran penting dalam
pembentukan dan pertumbuhan batu.
Pada sebuah penelitian Bikha Ram et al di Pakistan tahun 2010,
dari 72 pasien, ditemukan 81% pasien batu empedu mengalami
dislipidemia.(4) Selain itu juga, pada penelitian Ajaz Malik et al di India
tahun 2011, dari 73 pasien batu empedu, terdapat 76,7% yang memiliki
abnormalitas fungsi lipid atau mengalami dislipidemia.(5)
Studi eropa terbaru menunjukkan bahwa hipertrigliseridemia,
hiperkolesterolemia, dan level HDL yang rendah adalah hal yang biasa
ditemukan pada pasien kolelitiasis. Di sebuah jurnal penelitian disebutkan
bahwa pada preoperative (masa sebelum operasi), 80% wanita dan 70%
pria penderita batu empedu mempunyai data profil lipid yang abnormal.
Yang paling khas adalah hiperkolesterolemia (80% pada wanita dan
71,42% pada pria penderita batu empedu mengalami peningkatan
kolesterol), diikuti oleh hipertrigliseridemia (44,4 % pada wanita dan
39,28% pada pria penderita batu empedu mengalami peningkatan level
trigliserida). Studi tersebut juga menyebutkan peningkatan profil lipid ini
akan menurun mulai dari hari ke-3 post-operative kolesistektomi, dan akan
terus turun hinggal 6 bulas pasca kolesistektomi. Hal ini dapat dikarenakan
perubahan sirkulasi enterohepatik.(5)

Tabel 2.7 Proporsi profil lipid pada preoperasi kolesistektomi (Malik, 2011)5
Lipid Profile Female Male
Cholesterol > 5 mmol/L 36/45 (80%) 20/28 (71,42%)
Triglycerides >1,92 mmol/L 20/45 (44,4%) 11/28 (39,28%)

HDL Cholesterol > 1 mmol/L 5/45 (11,11%) 5/28 (17,85%)


LDL Cholesterol > 3 mmol/L 10/45 (22,22%) 3/28 (10,71%)
30

2.3 Diabetes mellitus


2.3.1 Definisi dan Epidemiologi Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus (DM) tipe 2, menurut American Diabetes
Association (ADA) adalah kumpulan gejala yang ditandai oleh
hiperglikemia akibat defek pada kerja insulin (resistensi insulin) dan
sekresi insulin atau kedua-duanya. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013, terjadi peningkatan dari 1,1% (2007) menjadi
2,1% (2013). Proporsi penduduk ≥15 tahun dengan diabetes melitus (DM)
adalah 6,9%. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM tipe 2
di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada
tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation
(IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM
dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030.
Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya
menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3
kali lipat pada tahun 2030.(32)

2.3.2 Patogenesis Diabetes Mellitus Tipe 2


Patogenesis DM Tipe 2 disebabkan oleh delapan hal (omnious
octet) , yaitu sebagai berikut:(33)
a) kegagalan sel beta pancreas
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta
sudah sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui
jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4
inhibitor .
b) Liver
Pada DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang akan memicu
glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal
oleh liver (hepatic glucose production) meningkat.
c) Otot
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin
yang multipel di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin
31

sehingga timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot,


penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. 

d) Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak
bebas dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan
otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang
disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoksisitas. 

e) Usus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar
dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal
sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1
(glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent
insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory
polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-
1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera
dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4, sehingga hanya bekerja
dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja
DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. 
S aluran pencern
juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui
kinerja ensim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi
monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat
meningkatkan glukosa darah setelah makan.
f) Sel alfa pankreas
Sel alfa berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan
puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini
menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara
signifikan dibanding individu yang normal. 

g) Ginjal
Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan
puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali
32

melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-Transporter) pada


bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di
absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan
asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada
penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang
menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan
kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan
dikeluarkan lewat urine. (34)
h) Otak
Pada individu yang obes baik yang DM maupun non-DM,
didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme
kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan
makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang
juga terjadi di otak.

Gambar 2.6 Organ yang Berperan dalam hiperglikemia pada DM Tipe 2


(DeFronzo, 2009)34

2.3.3 Gejala Klinis Diabetes Mellitus


Pada pasien diabetes mellitus, terdapat 2 keluhan yaitu keluhan
klasik DM dan keluhan lainnya. Adapun keluhan klasik DM merupakan
gejala khas dari DM, yang bila ada keluhan tersebut maka kemungkinan
DM dapat ditegakkan. Keluhan klasik DM tersebut adalah:(35)
a) Polifagi (banyak makan ). Disebabkan karena menurunnya
intake glukosa ke dalam jaringan, sehingga menstimulasi pusat
lapar yang membuat pasien akan banyak makan.
33

b) Poliuria. Disebabkan karena glokosa dalam urin yang banyak,


sehingga menarik air ke lumen tubulus ginjal
c) Polidipsi. Disebabkan karena respon dehidrasi karena
kehilangan banyak cairan terutama melalui urin
d) Penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya. Disebabkan
karena lipolisis dan proteolisis yang meningkat
Sedangkan keluhan lainnya dari DM timbul ketika sudah timbul
beberapa komplikasi DM seperti neuropati yang menimbulkan rasa
kesemutan, retinopati yang menimbulkan keluhan penglihatan kabur,
disfungsi ereksi atau pruritus vulvae, dan luka yang sulit sembuh.

2.3.4 Diagnosis Laboratorium pada Diabetes mellitus


Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan
glukosa darah kapiler dengan glukometer.(32)
Adapun kriteria diagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium glukosa adalah: (33)
1) pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa
adalah kondisi tidak adanya asupan kalori minimal 8 jam,
atau
2) Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75
gram, atau
3) Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan
keluhan klasik, atau
4) Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode
yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin
Standarization Program (NGSP)
34

Tabel 2.8 Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis daibetes dan prediabetes
(Soelistijo, 2015)33
Klinik HbA1c (%) Glukosa Darah Glukosa plasma 2
Puasa (mg/dl) jam setelah TTGO
(mg/dl)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
Pre Diabetes 5,7 – 6,4 100- 125 140 – 199
Normal <5,7 <100 <140

2.3.5 Komplikasi pada Diabetes mellitus


Komplikasi dari diabetes mellitus sendiri terdiri dari beberapa
golongan yaitu:(24)
a. Komplikasi akut. Terdiri dari ketoasidosis diabetik,
hyperosmolar non ketotik dan hipoglikemia
b. Komplikasi kronik. Terdiri dari makroangiopati, pembuluh
darah jantung (pembuluh besar dan coroner), pembuluh
darah perifer, dan pembuluh darah otak
c. Mikroangiopati . terdiri dari nefropati dan retinopati
diabetik.
d. Penyakit Neuropati
e. Lainnya, seperti kardiomiopati, rentan infeksi, kaki diabetic
dan disfungsi ereksi

2.3.6 Hubungan Diabetes melitus dengan batu empedu


Suatu studi menyebutkan bahwa morbiditas pasien batu empedu
pada grup diabetes lebih tinggi yaitu 21 persen dibandingkan dengan grup
non diabetes yang hanya 9 persen. Beberapa penelitian di India
menunjukkan prevalensi batu empedu dengan diabetes melitus sebesar
12,77%. Tahun 2005, terdapat 31% pasien batu empedu asimtomatik
dengan diabetes melitus tipe 2. Dan terakhir pada 2008. Pasien diabetes
melitus dengan gambaran batu empedu pada USG sebesar 29%.(7)
35

Pasien diabetes meningkatkan risiko pembentukan batu empedu,


melalui 2 mekanisme. (1) Peningkatan sintesis kolesterol total di tubuh
yang memudahkan pembentukan batu kolesterol, (2) Pasien diabetes
memiliki kandung empedu lebih besar dengan kemungkinan penurunan
motilitas yang meningkatkan pembentukan Kristal kolesterol. Batu
empedu pada diabetes mellitus tipe II lebih bersaturasi di banding pada
diabetes mellitus tipe I. Faktor utama kontraksi kandung empedu adalah
stimulasi nervus vagus dan hormone kolesistokinin (CCK). Kemampuan
motilitas atau pengosongan kandung empedu yang berkurang
(hipomotilitas kandung empedu) pada pasien DM berhubungan dengan
komplikasi neuropati diabetik yang menyerang saraf autonom, yang lebih
dikenal dengan gastroparesis diabetik.(36) Dimana pasien DM dengan
neuropatik autonom memiliki CCK yang sedikit atau pengeluaran CCK
yang berkurang, sehingga menyebabkan kontraktilitas kandung empedu
berkurang.(37)

2.4 Pandangan dokter muslim terhadap batu empedu


Sebagaimana yang kita tahu bahwa salah satu yang menyebabkan batu
empedu adalah pola makan berlebih yang tinggi kolesterol, oleh karena itu salah
satu pencegahannya dengan melakukan modifikasi gaya hidup. Hal ini juga
dijelaskan pada QS. Al A’raaf ayat 31 yang artinya sebagai berikut :
“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap
(memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh,
Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan “ (Al A’raaf : 31)
Dari ayat diatas, dapat kita ketahui bahwa Allah tidak menyukai hambanya
yang berlebih-lebihan terutama saat makan. Oleh karena itu, kita sebagai
hambanya janganlah berlebihan ketika makan agar terhindar dari segala penyakit.
Sebagai contoh, ketika kita berlebihan dalam memakan makanan berlemak, maka
dapat timbul obesitas, dislipidemia ataupun DM, yang sebagaimana kita tahu
ketiga hal ini merupakan faktor risiko dari batu empedu.
36

2.5 Kerangka Teori

2.6 Kerangka Konsep

Batu Empedu

Dislipidemia Diabetes Mellitus


37

2.7 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Alat Ukur Cara pengukuran Skala
1 Batu Empedu partikel keras Rekam Medis Data dari rekam medis Nominal
yang berkembang dan data mulai dari anamnesis, (Ya atau
di dalam kandung radiologis pemeriksaan fisik, tidak)
atau saluran (USG pemeriksaan lab jika
empedu abdominal) ada, hasil USG
abdominal, atau sudah
menjalani operasi
kolesistektomi
2 Dislipidemia Kelainan Rekam Medis Berdasarkan Nominal
metabolisme lipid dan Data anamnesis yang (dislipidemia
yang ditandai Laboratorium memiliki riwayat atau tidak
dengan dislipidemia dan juga dislipidemia)
peningkatan berdasarkan data nilai Normokolest
maupun kolesterol darah, erol atau high
penurunan fraksi trigliserida, LDL, dan kolesterol
lipid dalam HDL yang diambil
dalam, dimana dari laboratorium LDL Normal
mencakup pemeriksaan profil atau High
kenaikan kadar lipid darah LDL
kolesterol total, -Kolesterol Total
kolesterol LDL Meningkat: ≥ 200 HDL Normal
dan trigliserida, mg/dl atau Low
serta penurunan -Trigliserida HDL
kolesterol HDL Meningkat: ≥ 150
mg/dl TG<150 atau
-Kolesterol LDL TG>150
Meningkat: ≥ 100
mg/dl
-Kolesterol HDL
Menurun: <40 mg/dl
38

3 Diabetes kumpulan gejala Rekam Medis Berdasarkan Nominal


Melitus yang ditandai dan data anamnesis berupa (DM atau
oleh Laboratorium riwayat DM tidak DM)
hiperglikemia sebelumnya atau juga
akibat defek pada gekala klinis trias DM
kerja insulin (polyuria, polidipsi,
(resistensi insulin) polifagi) dan dari hasil
dan sekresi laboratorium yang
insulin atau menunjukkan nilai
kedua-duanya glukosa darah puasa
Peningkatan : ≥ 126
mg/dl
Normal : <126 mg/dl
atau
Glukosa darah
sewaktu
Peningkatan : ≥ 200
mg/dL
Normal: <200 mg/dL
atau
Glukosa darah 2 jam
post-prandial
Peningkatan: ≥ 200
mg/dL
Normal: < 200 mg/dL
39

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kategorik dengan
pendekatan cross-sectional untuk mengetahui proporsi riwayat dislipidemia dan
diabetes melitus pada penderita batu empedu.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dan pengumpulan data dilakukan di RSUP Fatmawati.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei – Juli 2017.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi Target
Pasien dengan diagnosis menderita batu empedu di RSUP Fatmawati dari
2015 – 2016 .
3.3.2 Populasi Terjangkau
Pasien yang terdiagnosis menderita batu empedu di RSUP Fatmawati dari
2015 – 2016, dengan dislipidemia dan diabetes melitus yang dilihat dari riwayat
pada anamnesis dan pada pemeriksaan laboratorium yang mendukung
3.3.3 Besar Sampel
Dari rumus menentukan besar sampel berikut :
𝑍𝑍𝑍𝑍2 . 𝑃𝑃. 𝑄𝑄
𝑛𝑛 =
𝑑𝑑 2
keterangan :
n = jumlah sampel
Z = nilai Z pada derajat kemaknaan
α = level signifikan
P = prevalensi batu empedu pada penelitian sebelumnya
= 76,7% prevalensi batu empedu dengan dislipidemia di Pakistan
= 29% prevalensi batu empedu dengan diabetes melitus di India
Q=1–P
40

d = kesalahan prediksi yang masih bisa diterima (presisi)

Maka dapat ditentukan besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian


adalah :

(1,96)2 . (0,767). (0,233)


𝑛𝑛 =
(0,1)2

(3,8416). (0,1787)
=
0,01

0,6865
=
0,01

= 69 sampel

atau,

(1,96)2 .(0,29).(0,71)
𝑛𝑛 = (0,1)2

(3,8416). (0,2059)
=
0,01

0,7909
=
0,01

= 79 sampel

Dari kedua rumus besar sampel diatas, maka peneliti mengambil sampel
berjumlah 79 sampel yang digunakan dalam penelitian.

3.3.4 Cara Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.4.1 Kriteria Inklusi
1. Pasien dewasa dengan usia 18 – 65 tahun yang menderita batu empedu
dengan atau tanpa komplikasi
41

2. Pasien batu empedu yang menjalani rawat jalan ataupun rawat inap
3. Pasien batu empedu yang memiliki dislipidemia dengan abnormalitas
lipid darah lebih dari satu
4. Pasien batu empedu yang memiliki diabetes melitus
3.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Pasien dengan status gizi obesitas

3.5 Cara Kerja Penelitian


1. melaksanakan persiapan penelitian (menentukan pembimbing,
menentukan judul, dan membuat proposal)
2. Melakukan survei ke tempat penelitian di RSUP Fatmawati
3. Mengurus perizinan penelitian di RSUP Fatmawati
4. Mengambil data berupa rekam medis dan data laboratorium terkait
5. Melakukan pengolahan data
6. Menampilkan hasil dari pengolahan data

3.6 Analisis Data


Data dalam penelitian ini di gambarkan dengan metode deskriptif kategorik
menggunakan aplikasi SPSS 2.4 dengan melihat gambaran pada pasien batu
empedu berupa Nama, Kategori umur, jenis kelamin, BB, TB, IMT, Hasil
Rontgen atau USG, dan juga data laboratorium yang mencakupi GDP, GDS,
GD2PP, HDL, LDL, kolesterol total, dan trigliserida.
42

3.7 Alur Penelitian


Populasi Target : Pasien
yang didiagnosis
menderita batu empedu di
RSUP Fatmawati pada
tahun 2015 – 2016
Kriteria inklusi :
Pasien 18-65 tahun,
dengan/tanpa
komplikasi, rawat
jalan/inap
N = 142 sampel
Inklusi : DM dan atau
dislipidemia
Eksklusi : status gizi
obesitas

n = 79 sampel

Analisis Data
43

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Sampel


Penelitian ini mengambil sampel dari RSUP Fatmawati, Sampel diperoleh
dengan cara data sekunder yaitu melalui rekam medis penderita batu empedu
tahun 2015 – 2016. Dalam rentang dua tahun tersebut, didapatkan beberapa pasien
batu empedu. Dari beberapa pasien batu empedu tersebut, berdasarkan kriteria
inklusi yang telah ditetapkan, didapatkan sebanyak 215 pasien. Dari 215 pasien
tersebut, terdapat beberapa sampel yang tidak memiliki variabel yang lengkap,
seperti umur, jenis kelamin, BB, TB, diagnosis, dan lain, sehingga didapatkan
sebanyak 142 pasien yang memiliki variabel yang lengkap. Dan dari 142 pasien
tersebut, berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan, maka
jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian kali ini berjumlah 79 sampel
pasien.

4.1.1 Berdasar Jenis kelamin


Karakteristik subjek penelitian dikelompokkan berdasarkan jenis
kelamin, sebagaimana tertera pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin


Jenis Kelamin Frekuensi Proporsi (%)
Laki Laki 27 34,2
Perempuan 52 65,8
Total Sampel 79 100

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa jenis kelamin perempuan


memiliki proporsi 1 – 2 kali lebih besar daripada jenis kelamin laki
laki. Hal ini menyimpulkan bahwa penderita batu empedu di RSUP
Fatmawati tahun 2015 – 2016 lebih dari setengahnya berjenis
kelamin perempuan. Hal ini sama dengan sebuah penelitian Bikha
Ram di Pakistan tahun 2010 yang menyebutkan proporsi perempuan
44

pada pasien batu empedu adalah sekitar 67%.(4) Selain itu, sebuah
penelitian di India juga menyebutkan 65,38% pasien empedu berjenis
kelamin perempuan.
4.1.2 Berdasar Usia
Karakteristik subjek penelitian dikelompokkan berdasar usia pasien,
sebagaimana tertera pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi Sampel berdasarkan kelompok usia


Kelompok usia Frekuensi Proporsi (%)
18-25 Tahun 3 3,8
26-35 Tahun 3 3,8
36-45 tahun 17 21,5
46-55 tahun 25 31,6
56-65 tahun 31 39,2
Total Sampel 79 100

Dari tabel diatas, hal ini menyimpulkan bahwa kurang lebih


sebanyak 70% pasien batu empedu di RSUP Fatmawati tahun 2015 –
2016 memiliku usia diatas 40 tahun. Yang dimana hal ini sesuai
dengan teori yang mengatakan bahwa salah satu faktor risiko batu
empedu adalah forty atau berusia diatas 40 tahun.
Dimana proporsi umur ini sebanding dengan sebuah penelitian
di Pakistan yang menyebutkan bahwa dari 72 pasien batu empedu,
usia rata rata adalah 45 – 55 tahun.(4) Selain itu juga, pada penelitian
di Ghana menyebutkan terdapat sekitar 61% penderita batu empedu
berusia 40 tahun keatas.(18)
45

4.2 Proporsi Pasien Batu Empedu dengan Dislipidemia


Tabel 4.3 Proporsi Batu Empedu dengan Dislipidemia
Keterangan Frekuensi Proporsi (%)
Dislipidemia 15 19
Tidak Dislipidemia 62 81
Total 79 100

Dari 79 sampel yang diambil, terdapat 15 pasien (19%) memiliki


dislipidemia. Sedangkan 62 pasien lainnya (81%) tidak memiliki kelainan
laboratorium lipid darah. Penderita batu empedu dengan dislipidemia ini
memiliki lebih dari satu kelainan pada pemeriksaan fungsi lipid, yang dapat
terdiri dari peningkatan kolesterol LDL, kolesterol total, trigliserida serum,
ataupun penurunan kolesterol HDL. Hal ini berbeda jika dibandingkan
dengan penelitian Ajaz et al di India yang mengatakan pasien kolelitiasis
simptomatik dengan dislipidemia ada sebanyak 76%.(5) Perbedaan ini terjadi
dikarenakan kemungkinan pada penelitian di India, peneliti langsung mencari
pasien batu empedu yang memiliki abnormalitas fungsi lipid di
laboratoriumnya, tanpa memisahkan faktor risiko batu empedu lainnya,
seperti obesitas. Selain itu, di penelitian lain, oleh Bikha Ram et al di
Pakistan tahun 2010 memiliki proporsi batu empedu dengan dislipidemia
adalah 81%, hal ini karena pada penelitian mereka, mereka hanya
mengeksklusi umur <12 tahun dan menginklusi semua pasien yang memiliki
diagnosis batu empedu dengan umur 12 – 81 tahun, jadi hal ini tidak juga
menyingkirkan kemungkinan ada faktor risiko status obesitas.(4) Dan
dikarenakan peneliti pada penelitian ini mengekslusikan obesitas, jadi data
yang didapatkan sebanyak 19% ini adalah murni batu empedu karena faktor
risiko dislipidemia. Adapun jika peneliti tetap mengikut-sertakan obesitas
pada sampel penelitian ini, maka proporsi batu empedu dengan dislipidemia
menjadi sekitar 50%. Jadi disini dapat diketahui bahwa terdapat sebuah
hubungan faktor risiko dislipidemia terhadap pembentukan batu empedu.
Lalu dapat dijelaskan bahwa seseorang yang mempunyai faktor risiko
dislipidemia dapat menyebabkan penyakit batu empedu kolesterol, yaitu
46

peningkatan kolesterol total, peningkatan kolesterol LDL, peningkatan


trigliserida, dan penurunan kolesterol HDL dapat mengakibatkan peningkatan
ekskresi kolesterol dengan empedu, yang menyebabkan terbentuknya batu
empedu kolesterol. Adapun untuk rincian data profil lipidnya dapat dilihat
pada tabel 4.4 dibawah.

Tabel 4.4 Sebaran Data Profil Lipid pada Pasien Batu Empedu dengan
Dislipidemia
Male Female Total
Profil Lipid Frekuensi Proporsi Frekuensi Proporsi Frekuensi Proporsi
(%) (%) (%)
Kolesterol 5 62,5 7 50 12 54,5
Tinggi
Peningkatan 2 25 4 28,6 6 27,3
Trigliserida
LDL Tinggi 7 87,5 13 92,9 18 90,9
HDL Rendah 1 12,5 3 21,4 4 18,2

Dari 79 sampel pasien di RSUP Fatmawati, 18 pasien mengalami


peningkatan kolesterol LDL pada pemeriksaan lipid darah, dengan rincian
yaitu 13 pasien dari 14 pasien berjenis kelamin perempuan dan tujuh pasien
dari delapan pasien berjenis kelamin laki laki mengalami peningkatan
kolesterol LDL. Hal ini sesuai dengan sebuah penelitian dari Fu et al yang
menyebutkan bahwa LDL yang tinggi menggambarkan sebagai sebuah
marker dalam peningkatan risiko penyakit batu empedu kolesterol.(38) Hal ini
karena LDL merupakan sebuah lipoprotein yang mengandung kadar
kolesterol yang lebih tinggi jika dibandingkan dari lipoprotein yang lainnya,
dan juga LDL mengangkut kolesterol dari jaringan ke hati. Oleh karena itu,
jika terjadi peningkatan kadar LDL dalam serum darah, maka hal ini
menyebabkan terjadi peningkatan kolesterol kedalam hati, sehingga
menyebabkan risiko terbentuknya batu kolesterol pada kandung atau saluran
empedu. Selain itu, sebuah penelitian Anamanalp et al juga menyebutkan
47

terdapat hubungan positif antara LDL tinggi dengan tingkat batu kolesterol
yang tinggi dan juga konsentrasi batu kolesterol.(39) Lalu , hal ini juga
disebutkan pada penelitian Alireza et al di Iran yang menyebutkan dalam
sebuah tabel di penelitiannya yaitu peningkatan LDL lebih sering terjadi pada
pasien batu empedu jika dibandingan dengan fungsi lipid yang lainnya. (40)
Lalu dari 79 pasien, 12 pasien (17,4%) mengalami peningkatan
kolesterol total pada pemeriksaan lipid darah dengan rincian yaitu tujuh
pasien berjenis kelamin perempuan dan lima pasien berjenis kelamin laki laki
mengalami peningkatan kolesterol total. Hal ini dapat dikatakan sesuai
dengan penelitian Haldestam et al yang mengatakan terdapat hubungan
positif antara kadar kolesterol tinggi dengan penyakit batu empedu. (41)
Dan terdapat enam pasien (7,2%) mengalami peningkatan kadar
trigliserida serum, dengan rincian yaitu empat pasien berjenis kelamin
perempuan dan dua pasien berjenis kelamin laki laki mengalami peningkatan
trigliserida serum.
Dan juga dari 15 pasien batu empedu dengan dislipidemia, terdapat
empat pasien mengalami penurunan Kolesterol HDL, dengan rincian yaitu
tiga pasien berjenis kelamin perempuan dan satu pasien berjenis kelamin laki
laki mengalami peningkatan kolesterol HDL. Dari proporsi yang cukup
sedikit pada penurunan HDL di pasien batu empedu ini, hal ini dapat
dikatakan cukup sesuai dengan Halldestam et al yang menyebutkan tidak
ditemukan hubungan positif antara kadar HDL rendah dengan pembentukan
batu empedu, dan juga Atamanalp et al juga menyebutkan tidak ada
hubungan signifikan antara kadar HDL yang rendah dengan tingkat
pembentukan batu empedu kolesterol.(39)
Dari data fungsi lipid diatas, dapat dilihat bahwa dari semua kelainan
fraksi lipid diatas mulai dari peningkatan kolesterol LDL, kolesterol total,
trigliserida serum ataupun penurunan HDL, lebih banyak terjadi pada yang
berjenis kelamin perempuan, hal ini sesuai dengan sebuah penelitian Khare et
al dan Malik et al di India yang menyatakan dalam sebuah tabel bahwa
kelainan fungsi lipid lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki
laki.(7)
48

Dari data data diatas, didapatkan hasil mean dan standar deviasi dari
hasil keseluruhan laboratorium fungsi lipid, yang disajikan dalam tabel 4.5

Tabel 4.5 Mean ± Standar Deviation dari Laboratorium Fungsi Lipid pasien
Batu Empedu di RSUP Fatmawati
Profil Lipid Mean (𝑆𝑆𝑆𝑆)
Kolesterol LDL 148,86 (30,15)
Kolesterol Total 200,32 (27,03)
Trigliserida 125,27 (54,13)
Kolesterol HDL 46,54 (11,3)

Dari tabel diatas, dapat dilihat dari mean nya, bahwa pada terdapat
peningkatan LDL dan kolesterol total yang cukup signifikan, karena memiliki
nilai mean yang melebihi dari nilai normal yang seharusnya. Dan juga untuk
nilai mean (SD) dari trigliderida yang menunjukkan angka 125,27 (54,13), hal
ini sesuai dengan sebuah penelitian Batajoo et al di Nepal yang menunjukkan
nilai mean (SD) yaitu 130,39 (48,54), penelitian ini juga menyebutkan bahwa
terdapat peningkatan trigliserida serum pada batu empedu tapi tidak terlalu
signifikan. Hal serupa juga ditunjukkan pada mean (SD) HDL yang juga
menunjukan kesesuaian dengan penelitian Batajoo et al tersebut yakni sebesar
42,2 (3,39). (42)

4.3 Proporsi Pasien Batu Empedu dengan Diabetes Melitus


Tabel 4.6 Proporsi Batu Empedu dengan Diabetes Melitus
Keterangan Frekuensi Proporsi ( % )
Diabetes Melitus 11 13,9
Tidak Diabetes Melitus 68 86,1
Total 79 100

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari 69 pasien batu empedu
tahun 2015 – 2016 di RSUP Fatmawati, terdapat sebelas pasien (13,9%)
memiliki diabetes melitus. Dari sebelas pasien tersebut, beberapa pasien
49

mempunyai DM saja, namun terdapat sedikit orang yang juga memiliki


dislipidemia juga. Sedangkan 58 pasien lainnya (86,1%) tidak memiliki
riwayat diabetes melitus ataupun tidak menunjukkan kelainan laboratorium
glukosa darah. Hal ini sama dengan sebuah penelitian oleh Malik et al di
India yang menyebutkan prevalensi batu empedu dengan DM Tipe 2 adalah
12,77%.(43) Dari penjelasan tersebut, dapat dijelaskan bahwa seseorang yang
mempunyai riwayat diabetes melitus atau baru didiagnosis diabetes melitus
dari keluhan dan hasi laboratorium glukosa darah, dapat berisiko
menyebabkan terjadinya batu empedu tipe kolesterol. Hal ini dikarenakan
pasien DM mempunyai kadar glukosa darah yang tinggi, kadar glukosa
yang tinggi dapat menghambat glukoneogenesis, yang salah satunya adalah
lipogenesis. Ketika glukoneogenesis ini terhambat, maka lemak yang
seharusnya diubah menjadi glukosa untuk menjadi energi, akan tertumpuk
di jaringan yang menyebabkan sintesis kolesterol meningkat, sehingga akan
mengakibatkan endapan kolesterol di kandung empedu.(10) Selain itu, DM
juga dapat berefek kepada neuropati pada kandung empedu baik autonom
ataupun perifer, dengan terdapat 2 kemungkinan mekanisme yaitu
ketidakseimbangan pelepasan CCK dan otot kandung empedu yang kurang
merespon terhadap stimulus CCK, sehingga kedua kemungkinan ini
menyebabkan gangguan kontraksi batu empedu yang menyebabkan
peningkatan batu empedu untuk terbentuk.(37)
Adapun untuk rincian pemeriksaan glukosa darah pada pasien batu
empedu dengan diabetes melitus di RSUP Fatmawati dapat dilihat pada
tabel 4.7
50

Tabel 4.7 Sebaran Data Glukosa Darah pada Pasien Batu Empedu dengan
Diabetes Melitus
Blood Male Female Total
Glucose Frequensi Proporsi Frekuensi Proporsi Frekuensi Proporsi
(%) (%) (%)
GDS 3/19 15,8 5/38 13,2 8/57 14
GDP 2/8 25 1/12 8,3 3/20 15
GD2PP 2/8 25 1/12 8,3 3/20 15

Dari 11 pasien batu empedu dengan diabetes melitus, didapatkan


delapan pasien (14 %) mengalami peningkatan kadar glukosa darah sewaktu
karena memiliki kadar >200 mg/dL, dengan rincian yaitu lima pasien
berjenis kelamin perempuan dan tiga pasien berjenis kelamin laki laki
mengalami peningkatan GDS. Selain itu, terdapat juga tiga pasien (15%)
mengalami peningkatan kadar glukosa darah puasa karena memiliki kadar
>126 mg/dL, dengan rincian yaitu satu pasien berjenis kelamin perempuan
dan dua pasien berjenis kelamin laki laki mengalami peningkatan GDP.
Dari sini dapat dilihat bahwa laki-laki memiliki kemungkinan lebih besar
mengalami peningkatan GDP dibandingkan perempuan, hal ini sama
dengan sebuah penelitian di korea yang menyebutkan perbandingan laki-
laki dan perempuan pada peningkatan GDP di pasien batu empedu kurang
lebih sebesar 2:1.(12) Dan juga terdapat tiga pasien (15%) mengalami
peningkatan kadar glukosa darah 2 jam post-prandial karena memiliki kadar
>200 mg/dL, dengan dengan rincian yaitu satu pasien berjenis kelamin
perempuan dan dua pasien berjenis kelamin laki laki mengalami
peningkatan GD2PP. Pada GD2PP ini, sama seperti GDP, bahwa proporsi
laki laki lebih besar kemungkinan mengalami peningkatan GD2PP
dibandingkan perempuan. Dari data diatas, dapat dilihat bahwa proporsi
pemeriksaan glukosa darah pada pasien batu empedu dengan DM lebih
banyak pada glukosa darah sesaat dibandingkan dengan dua pemeriksaan
lainnya, hal ini kemungkinan karena pemeriksaan GDS sering dijadikan
pilihan dalam diagnosis laboratorium pada pasien DM.
51

Dari data diatas, didapatkan nilai mean dan standar deviasi dari
pemeriksaan laboratorium glukosa darah pasien batu empedu ini, yang dapat
dilihat pada tabel 4.8

Tabel 4.8 Mean ± Standar Deviation dari laboratorium glukosa darah


pasien batu empedu
Glukosa Darah Mean ± Standar Deviation
GDS 140,67 ± 89,69
GDP 102,5 ± 37,8
GD2PP 152,3 ± 91,4

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari semua laboratorium glukosa
darah, memiliki mean dengan rentang dalam batas normal, hal ini dapat
berarti kemungkinan tidak ada peningkatan yang signifikan di nilai
laboratorium glukosa darah pada pasien batu empedu dengan diabetes
melitus.

4.4 Keterbatasan Penelitian


Dikarenakan penelitian ini menggunakan data sekunder berupa rekam medik
pasien, maka hal ini menyebabkan data rekam medik yang diambil peneliti
terdapat beberapa variabel yang tidak lengkap, ataupun data pasien yang tidak
lengkap, seperti data usia, jenis kelamin, berat badan ataupun data USG, sehingga
membuat keterbatasan pada pengambilan sampel penelitian.
52

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan berupa:
5.1.1 Karakteristik pasien batu empedu di RSUP Fatmawati didominasi
oleh jenis kelamin perempuan sebesar 65,8%, dan oleh usia 56 – 65
tahun sebesar 39,2%.
5.1.2 Proporsi pasien batu empedu dengan dislipidemia di RSUP Fatmawati
pada tahun 2015 – 2016 sebesar 19%
5.1.3 Karakteristik pasien batu empedu dengan kelainan fungsi lipid pada
laboratorium meliputi sebagai berikut:
a. Pasien yang mengalami peningkatan kadar Kolesterol Total
berjumlah 54,5%
b. Pasien yang mengalami peningkatan kadar Kolesterol LDL
berjumlah 90,9%
c. Pasien yang mengalami peningkatan kadar trigliserida serum
berjumlah 27,3%
d. Pasien yang mengalami penurunan kadar kolesterol HDL
berjumlah 18,2%
5.1.4 Proporsi pasien batu empedu dengan diabetes melitus di RSUP
Fatmawati pada tahun 2015 – 2016 sebesar 13,9%.

5.2 Saran
5.2.1 Untuk Penelitian Selanjutnya
• Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam unutk
melihat hubungan antara batu empedu dengan DM atau
dislipidemia, serta faktor resiko lainnya.
• Perlu dilakukan penelitian di institusi atau daerah lain, sehingga
lebih banyak lagi penelitian batu empedu di Indonesia, dan bisa
menggambarkan prevalensi populasi.
53

5.2.2 Untuk RSUP Fatmawati


• Selalu lakukan pemeriksaan laboratorium lengkap pada penderita
batu empedu terutama glukosa darah dan fungsi lipid darah,
karena perlu dicurigai adanya kemungkinan batu empedu dengan
faktor risiko DM ataupun dislipidemia
5.2.3 Untuk Masyarakat
• Selalu menjaga kesehatan dan menghindari faktor risiko untuk
menurunkan risiko terjadinya batu empedu
54

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 ed. Vol. 1. Jakarta:
Kemenkes; 2009.

2. Wang DQ, Afdhal NH. Gallstone Disease. In Singapore: Elsevier; 2012.

3. Qiao Q-H, Zhu W-H, Yu Y-X, Huang F. Nonalcoholic fatty liver was
associated with asymptomatic gallstones in a Chinese population. Qiao Al
Med. 2017;96(38).

4. Devrajani BR, Muhammad AT, Shaikh AA. FREQUENCY OF


GALLSTONES IN PATIENTS WITH DIABETES MELLITUS (A
HOSPITAL BASED MULTIDISCIPLINARY STUDY). Med Channel. Juni
2010;

5. Malik AA, Wani, ML. Association of dyslipidaemia with cholilithiasis and


effect of cholecystectomy on the same. 14 September 2011;

6. Purnomo HD. Gallstone and Diabetes mellitus: The Indonesian Journal of


Gastroenterology, hepatology and digestive endoscopi. Diponegoro Univ.
2008;

7. Khare S dr, Gupta H dr. Prevalence and Risk Factors of Asymptomatic Gall
Stone in Patient with Type 2 Diabetes Mellitus. Gajra Raja Med Coll Gwalior.
September 2015;4(9).

8. Syamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah De Jong. Jakarta: EGC; 2016.

9. Drake RL. Gray: Dasar-dasar Anatomi. Singapore: Elsevier; 2013.

10. Lauralee S. Fisiologi Manusia : Dari sel ke sistem. Jakarta: EGC; 2013.

11. Chin Hua Chen dkk. Prevalence and risk factors of GSD in adult population
in Taiwan: An epidemiological survey. J Gastroenterol Hepatol. :2006.

12. Kim KH, Kim SB. Sex differences in prevalence and risk factors of
asymptomatic cholelitihiasis in Korean health screening examinee : a
retrospective analysis of a multicenter study. Medicine (Baltimore).
2017;96(13).

13. Weerakoon H, Navaratne A, Ranasinghe S. Chemical Characterization of


Gallstones: An Approach to Explore the Aetiopathogenesis of Gallstone
Disease in Sri Lanka. Plos One. 8 April 2015;10(4).

14. Bravo E, Cotardo J, Cea J. Frequency of Cholelithiasis and Biliary Pathology


in the Easter Island Rapanui and Non-Rapanui Populations. Asian Pac J
Cancer Prev. 2016;17(3):1485–8.
55

15. Agunloye A, Adebakin A. Ultrasound prevalence of gallstone disease in


diabetic patients at ibadan, Nigeria. Niger J Clin Pr. Maret 2013;16(1):71–5.

16. Hawkey CJ. Textbook of Clinical Gastroenterology and Hepatology. British:


Wiley-Blackwell Publishing; 2012.

17. Dooley JS. Sherlock’s Diseases of the Liver and Biliary System. 12th ed.
British: Wiley-Blackwell Publishing; 2011.

18. Gyedu A. Prevalence of cholelithiasis among persons undergoing abdominal


ultrasound at the Komfo Anokye Teaching Hospital, Kumasi, Ghana. Afr
Health Sci. Maret 2015;15(1).

19. Longo DL, Fauci AS. Harrison’s Gatroenterology and Hepatology. United
States: Mc-Graw Hill; 2013.

20. Silbernagl S. Atlas Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2009.

21. Marschall HU, Einarsson C. Journal of Internal Medicine: Gallstone


Disease. Blackwell Publ. 2007;

22. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia Kedokteran Dasar: sebuah
pendekatan klinis. Jakarta: EGC; 2010.

23. Murray RK. Biokimia Harper. 6th ed. Jakarta: EGC; 2009.

24. Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 ed. Vol. 3. Jakarta: EGC;
2009.

25. Arsana PM. Panduan Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia. Jakarta:


PERKENI; 2015.

26. Sosialine E. Pedoman Interpretasi Data Klinis. Jakarta: Kemenkes; 2011.

27. Reiner Z, Catapano AL, Backer GD. ESC/EAS Guidelines for the
management of dyslipidaemias. The Task Force for the management of
dyslipidaemias of the European Society of Cardiology (ESC) and the
European Atherosclerosis Society. Eur Heart J. 2011;

28. Erwinanto dkk. Pedoman Tatalaksana Dislipidemia. Jakarta: PERKI; 2013.

29. Tone NJ RJ, Lichtenstein AH. ACC/AHA guideline on the treatment of blood
cholesterol to reduce atherosclerotic cardiovascular risk in adults : A report of
the american college of cardiology/american heart association task force on
practice guideline. 2013.

30. Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC; 2013.
56

31. Merz CNB C. Treatment Guidelines Overview. In: Ballantyne CM, editor.
Clinical Lipidology : A Companion to Braunwald’s Heart Disease
Philadelphia. Singapore: Elsevier; 2009.

32. International Diabetes Federation. Definition and Diagnosis of Diabetes


mellitus and intermediate hyperglycemia. Geneva: WHO; 2006.

33. Soelistijo SA. Konsensus Pengelolaaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus


Tipe 2 di Indonesi. Jakarta: PERKENI; 2015.

34. DeFronzo RA. From the Triumvirate to the Ominous Octet: A New Paradigm
for the Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus. 2009;

35. Taher A. Panduan Praktis Klinis bagi Dokter di Fasilitas pelayanan Primer.
Jakarta: Kemenkes; 2014.

36. Prevalence of Cholelithiasis in Patients with Type 2 Diabetes and Obesity in a


Basic Family Health Centre in Irecê, Northeastern Brazil. Sci Res Publ.
January 16;38–42.

37. Kayacetin E, Kisakol G. Real-time sonography for screening of gallbladder


motility in diabetic patients: Relation to autonomic and peripheral neuropathy.
Neuroendocrinol Lett. April 2003;24.

38. Fu X, Gong K, Shao X. The relationship between serum lipids,


apolipoproteins level and bile lipids level, chemical type of stone.
2005;75(11):656–9.

39. Atamanalp SS. The effects of serum cholesterol, LDL, and HDL levels on
gallstone cholesterol concentration. Pak J Med Sci. 2012;29(1):187–90.

40. Moghaddam AA, Khorram A, Miri-Bonjar M, Mohammadi M, Ansari H. The


Prevalence and Risk Factors of Gallstone Among Adults in South-East of
Iran: A Population-Based Study. Can Cent Sci Educ [Internet]. 2016;8(4).
Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.5539/gjhs.v8n4p60

41. Halldestam I, Kullman E, Borch K. Incidence of and potential risk factors for
gallstone disease in a general population sample. Br J Surg.
2009;96(11):1315–22.

42. H B, NK H. Analysis of Serum Lipid Profile in Cholelithiasis Patients. J


Nepal Health Res Counc. Januari 2013;11(23):53.

43. Malik G, Jeelani G. Ultrasonographic survey of gall stones amongst diabetic


patients of Kashmir. India J Gantroenterolohy. 18 November 1999;
57

LAMPIRAN 1

2. Jadwal Penelitian
BULAN KE-
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7
1 Pengajuan Izin √ √ √
2 Pembuatan Proposal √ √ √
Penelitian
3 Presentasi Persiapan √
Penelitian di RSUP
Fatmawati
4 Pengambilan Data √
5 Pengolahan dan √
Analisis Data
6 Pembuatan Laporan √
7 Publikasi Laporan √
penelitian

3. Anggaran Penelitian
No Keterangan Total Biaya
1 Biaya Adminstratif RS 1.000.000
2 Biaya Pengambilan Rekam 120.000
Medis
3 Biaya tak terduga (transport, 1.000.000
fotokopi/print, dan lainnya)
Total Biaya 2.120.000
58

LAMPIRAN 2

4. Surat Izin Penelitian dari RSUP Fatmawati


59

(lanjutan)
60

LAMPIRAN 3
5. Hasil Analisis Data
a. Grafik gambaran pasien batu empedu di RSUP Fatmawati tahun 2015 dan
2016
61

(lanjutan)
62

(lanjutan)
b. Grafik gambaran dan tabel mean laboratorium fungsi lipid pada pasien
batu empedu
63

(lanjutan)

`
c. Tabel mean laboratorium glukosa darah pada pasien batu empedu
64

LAMPIRAN 4

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI
Nama : Jewaqa Brako Muzakki
Jenis Kelamin : Laki Laki
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 15 Juli 1996
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Alamat : Perumahan Taman Kota Blok A3 No 45, Jalan
Kimangun Sarkoro, Bekasi 12117
Nomor Telepon : 081380149011
Email : Jewaqamuzakki@ymail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN
1) Tahun 2002 – 2008 : SD Bani Saleh 1 Bekasi
2) Tahun 2008 – 2011 : SMP Islam Al Azhar 8 Bekasi
3) Tahun 2011 – 2014 : SMA Islam Al Azhar 1 Jakarta
4) Tahun 2014 – Sekarang : Program studi Kedokteran dan Profesi Dokter UIN
Syarif Hidayatulla Jakarta

Anda mungkin juga menyukai