KALIMANTAN
Pendahuluan
Pulau Kalimantan mertupakan pulau terbesar kedua di Indonesia bagian
barat. Pulau ini di bagian timur dibatasi oleh selat Makasar yang memisahkannya
dengan pulau Sulawesi dan di selatan oleh laut Jawa. Penyelidikan geologi yang
telah dilakukan pada bagian selatan pegunungan Meratus, antara Martapura,
Pelaibari, dan Kintap, mencakup sekitar 8000km2, menunjukan bahwa batuan
tertua yang tersingkap di Kalimantan Timur adalah berumur Cretaceus Tengah.
Batuan tersebut termasuk ke dalam Formasi Alino. Menurut para ahli
geologi sebelumnya, formasi ini dicirikan oleh magma orogen calco-alkali dalam
kontaknya dengan batuan sedimen. Formasi ini adalah merupakan hasil endapan
busur vulcanik (volcanic arc) yang terletak disebelah baratlaut dari jalur
penunjaman Tethys dibawah tepi Asia. Pengamatan sepintas (reconnaissance) di
Pulau Laut dan tangan barat dari Sulawesi dimana sebelumnya menjadi satu
dengan Kalimantan menunjukkan adanya facies transisi tebal yang terdapat d
Pulau Laut dan Sulawesi (prisma akresi dan/atau permulaan tumbukan) menipis
kearah arc dari Meratus, dimana disini equivalen lateralnya diwakili oleh lempung
yang mempunyai ketebalan beberapa meter, didalamya ditemukan bongkah-
bongkah batuan (blok). Jadi akan keliru berbicara melange seperti klasiknya
dibahas untuk keseluruhan endapan arc dari Formasi Alino.
Formasi Alino, yang sampai sekarang dianggap berumur Jura Hingga
Cretaceus bawah, dapat ditentukan umurnya secara tepat dari Aptian tengah
sampai Cenomanian berkat kandungan Radiolaria dan juga Orbitolina yang
terdapat sebagai sisipan yang berumur 91,6 +/- 4,6 juta tahun. Selanjutnya suatu
granit yang terletak pada bagian bawah dai Formasi ini Berumur 96,7 +/- 4,8 juta
tahun.
Diatas arc ini diobduksikan pada Cenomanian suatu nappe peridotite
berasal kemungkinan dari tethys dimana pada bagian alasnya terdapat batuan
metamorph yang umurnya secara radiometri adalah 145 +/- 7,2 juta tahun. Pada
Cretaceus atas, ditentukan umurnya secara paleontologi dari Turonian sampai
Senonian, diendapkan secara diskordan suatu seri tabal sedimen molase. Talah
Formaso Manunggal dimana bagian bawahnya dapat digabungkan Formasi
“paniungan beds” yang sebelumnya dianggap berumur Jura samapai Cretaceus
bawah. Endapan molase ini bersamaan dengan aktifitas magma orogen type calco-
alkali dimana bentuk plutonik lebih dominan. Datasi absolut (K/Ar) memberikan
umur antara 86,9 juta tahun dan 72 juta tahun.
Jadi ada penunjaman lagi dari sanudera Tethys di bawah tepi dari benua
Asia. Busur vulkanik, kurang tercermin dalam bentuk lava, tetapi tidak sampai
pada lengan barat dari Sulawesi, dimana disini diendapkan suatu sedimen flysch.
Terendapkannya batu pasir dan konglomerat hasil pengikisan dari formasi
yang lebih tua termasuk peridotite, menunjukkan besarnya intensitas erosi,
kemungkinan disebabkan oleh suatu tektonik hors dan graben yang aktif hingga
Eosen dengan endapannya kontinental sampai paralik dari Formasi Tanjung.
Formasi Tanjung ini tampak menerus diatas Cretaceus atas di cekungan Barito dan
di Pulau Laut, secara transgresi dan diskordan diatas Cretaceus tengah disisi timur
dari rantai pegunungan. Oligosen dan Miosen bawah (Formasi Berai dan
Warukin) terdiri pada gilirannya suatu siklus sedimen komplet dimulai oleh
formasi neritik dengan endapan paralik regresif dimana terdapat batu bara.
Pada saat yang sama selat makasar sedang terbuka akibat rifting,
merupakan laut tepi (mer marginal) dibanding dengan lengan barat Sulawesi yang
mengalami rotasi 450 berlawanan dengan arah jarum jam dan merupakan busur
vulkanik akibat subduction dari bagian timur dari samudra Tethys yang menopang
mikrokontinen Sula, bagian terkemuka dari lempeng Australia akibat patahan
mendatar Sorong.
Setelah phase kompresi pada miosen tengah, bersamaan dengan tumbukan
dari mikrokontinen Sula dengan Sulawesi, terendapkan formasi detritik berumur
Mio-Pliosen yang berubah diutara dengan seri delta tebal dari cekungan Kutai, di
timur, dengan seri menurun (subsidente) laut terbuka dari selat makasar. Jadi
rifting terselang dengan tidak adanya oceanisasi.
Dilihat dari segi tektonik, Meratus selatan mempunyai struktur yang
berubah sesuai dengan waktu (structur polyphase) yang sangat karakteristik.
Beruntun dalam waktu : suatu phase kompresi utama pada Cenomanian yang
memindah tempatkan peridotite dimana pada bagian alasnya terdapat batuan
metamorph. Deformasi dari phase ini sukar dilihat dan menutupi kontak dari
pemindahan tempat ini. Obduksi ini adalah hasil dari suatu benturan berasal
apakah dari percepatan mendadak dari pertemuan lempang-lempeng atau
pemblokan dari suatu mikrokontinen dimana kita tidak mempunyai bukti-bukti
atau tanda-tanda.
Suatu phase extensif Cretaceus atas – Paleogen. Patahan-patahan mendatar
(transcurrentes) NE-SW sangat memegang peranan, mempengaruhi tepi benua
Asia dari pulau Jawa hingga Kalimantan sesuai arah pergerakan dari lempeng
samudra. Patahan-patahan ini sangat penting dan membatasi daerah sedimentasi.
Suatu phase kompresi pada miosen tengah. Ini memegang peranan pada struktur
yang nampak sekarang. Ialah akibat lipatan besar melengkung dan patahan reverse
yang mengangkat Meratus diatas tepi timur dari cekungan Barito.
Suatu phase pengangkatan neotektonik. Bagian tengah dari rantai
pegunungan dalam posisi sebagai hors terdorong kearah baratlaut dan di bagian
tenggara dibatasi oleh patahan mendatar sinestar ialah patahan Meratus.
KALIMANTAN TIMUR
Daerah samarinda dan sekitarnya, Kalimantan Timur, terutama disusun
oleh batuan sediment Oligosen – Pliosen yang terlipat secara regional. Batuan
tersebut sebagian besar merupakan endapan delta, paparan dan sedikit batial yang
terendapkan di cekungan kutai. Disamping itu, dijumpai pula endapan delta
quarter yang belumterlipat didaerah pantai sebelah timur Samarinda. Penelitian
geologi di Kalimantan Timur sudah banyak dilakukan oleh berbagai perusahaan
minyak maupun Puslitbang Geologi.
Cekungan Kutai terbentuk oleh perioda tektonik Oligosen ( Van de Weerd
& Armin 1992 ). Tektonik ini mengakibatkan pengangkatan dan pembentukkan
struktur yang menyebabkan cekungan besar Kalimantan yang terbentuk pada
Eosen oleh suatu proses ekstensional terpecah menjadi beberapa cekungan,
diantaranya cekungan Kutai. Pelipatan didaerah Kalimantan Timur yanng
melibatkan sedimen Pliosen atau yang lebih tua merupakan pelipatan sejajar
dengan poros berarah baratdaya-timurlaut sampai hampir utara-selatan (Gb.1).
Daerah lipatan di Samarinda juga dikenal sebagai Antiklinorium Samarinda yang
sumbunya berarah UTL-SBD disekitar Samarinda dan berubah menjadi B-T di
tanjung Mangkalihat, dan kembali berarah UTL-SBD di aebalah barat dan utara
dan utara Tanjung Mangkalihat.
Pola Struktur
Berdasarkan pengukuran jurus dan kemiringan lapisan sepanjang beberapa
lintasan memotong perlipatan di daerah Samarinda dan sekitarnya, diketahui
bahwa di banyak tempat sekitar porosinklin lapisannya sangat landai sampai
hampir horizontal. Sebaliknya, didaeah sekitar poros antiklin, yang kemungkinan
sebagian berasosiasi dengan sesar naik, umumnya jauh lebih tajam
kemiringannya, bahkan sebagian vertikal.
Beberapa alternatif model struktur dapat dikemukakan sehubungan dengan
adanya perbedaan menyolok besarnya kemiringan lapisan antara daerah di sekitar
poros sinklin dan sekitar poros antiklin. Beberapa alternatif atau hipotesis pola
lipatan di daerah penelitian antara lain lipatan konjugasi, lipatan longsoran
( struktur nendatan ), lipatan berasosiasi dengan sesar naik bersudut tinggi, serta
lipatan berasosiasi dengan sesar naik terlipat. Kemungkinan tafsiran yang
beragam tersebut akan menjadi titik berat pembahasan dalam tulisan ini.
Lipatan Konjugasi
Lipatan konjugasi dicirikan oleh adanya daerah pelengkungan ( hinge )
ganda disertai oleh kemiringan lapisan yang atajam sehingga pada bagian tertentu
lapisannya horisontal dan pada bagian lainnya sangat terjal sampai tegak.
Termasuk dalam tipe ini adalah lipatan kotak ( box fold ) dan kink fold . Yang
pertaman dicirikan oleh hinge yang relatif bulat ( Gb.2a ) dan yang ke dua dicirak
oleh bentuk hinge yang bersudut tajam (Gb.2b ). Sebagai contoh lipatan kotak
yaitu lipatan dipegunungan jura yang terjadinya berhubungan dengan tektonik
permukaan ( thin-skimmed tectonics ) (Gb.3 ). Pada lipatan tersebut bagian sinklin
mempunyai kemiringan lapisan landai sampai horisontal sedang di daerah antiklin
kemiringannya sangat tajam.
Struktur Nendatan
Lapisan batuan yang relatif plastis bila mengalami longsoran dapat
menghasilkan struktur lipatan disharmoni, yaitu lipatan yang bidang sumbunya
tidak beraturan dan tidak membentuk bidang planar. Lipatan ini polanya tidak
seragam serta tidak menerus atau terputus – putus. Akibat pola lipatan yang tidak
teratur tersebut, dapat terjadi di suatu tempat lapisnnya mempunyai kemiringan
landai, bahkan horisontal dan di lain tempat sangat tajam (Gb.4 ).
Diapirisme
Teori dipiarisme pernah dikemukakan oleh Ott (1978) dan Biantoro drr.
(1992), namun teori ini sulit menerangkan terjadinya perlipatan sejajar secara
regional yang menerus sampai ratusan kilometer. Pada rekaman data seismik
daearah Blok runtu yang dimiliki oleh Lasmo misalnya, memang tampak bentuk
– bentuk seperti diaapir pada daerah sumbu antiklinal atau pada daerah sesar naik.
Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa tempat –tempat tersebut mempunyai
kemiringan lapisan sangat terjal sampai tegak, sangat kontras dengan daerah sayap
maupun sumbu sinklinal yang lapisannya sangat landai. Bidang oerlapisan yang
relatif tegak kedudukannya tersebut tidak berfungsi baik sebagai pemantul
gelombang seismik, akibatnya tampak bentuk – bentuk seperti diapir di tempat –
tempat tersebut.
Pembalikan
Teori tektonik pembalikan ( inversi ) sebagai penyebab terbentuknya
lipatan regional di daerah Kalimantan Timur pernah dikemukakan antara lain oleh
Biantoro drr. (1992) serta Moss drr. (1997). Terjadinya pembalikkan ini sering
dikaitkan dengan tubrukkan antara Kalimantan – Sulawesi dengan benua mikro
( pecahan benua ) dari timur seperti Banggai – Sula dan Tukang Besi (Dally drr.,
1991) serta pecahan benua dari China Selatan (Moss drr., 1997). Pambalikkan
dapat mengakibatkan sesar normal, termasuk sesar tumbuh (growth fault) yang
tampak sebagai sesar naik. Namun teori in tidak dapat menjelaskan terjasinya
kecondongan struktur (structural vergence) Antiklonorium Samarinda ke arah
timur.
Gaya Kompresi
Pada rekaman data seismik Selat makasar yang pernah dipublikasikan oleh
Bergman drr. (1996) terlihat bahwa batuan sediman yang mengisi selat tersebut
mengalami pelipatan tak setangkup dan pensesaran naik. Sesar naik yang dijumpai
berupa sesar naik terlipat serta sesar naik bersudut tinggi yang belum terlipat.
Didaerah selat Makasar bagian barat, struktur lipatan dan sesar naik mempunyai
kecondongan struktur ketimur, sama dengan kecondongan struktur di daerah
daratan Kalimantan bagian timur ( Samarinda dan sekitarnya). Sebaliknya, di
daerah selat bagian timur menunjukkan kecondongan struktur ke barat, sama
dengan yang di jumpai di daerah daratan Sulawesi bagiab barat, yaitu daerah lajur
lipatan sesar naik Majene. Tempat mulai terjadinya perubahan arah kecondongan
struktur tersebut kurang lebih-kurang di tengah – tengah selat, antara Sulawesi
bagian barat dan Kalimantan bagian timur. Pencenanggaan (deformasia) di
Sulawesi bagian barat juga melibatkan batuan muda, misalnya endapan pasir
yangbbelum termampatkan didaerah Pemboang yang diduga merupakan endapan
pantai Kuarter. Oleh karenanya tektonik pembentuk lajur lipatan dan sesar naik
tersebut diduga masih aktif sampai sekarang.
Ada kesamaan pola struktur lipatan dan sesar naik di selat Makasar bagian
barat beserta daerah Samarinda dengan struktur di selat Makassar bagian timur
beserta daerah daratannya ( Sulawesi bagian timur), namun mempunyai arah
kecondongan struktur yang berlawanan, dan ini mengindikasikan adanya suatu
gaya kompresi yang bekerja di daerah selat Makassar dengan arah gaya barat-
timur. Gaya kompresi ini diperkirakan terjadi sejak Miosen hingga kini. Gaya
kompresi diduga berasal dari tubrukan antara Kalimantan – Sulawesi dengan
pecahan – pecahan benua di sebelah timur Sulawesi dan dari cina selatan.
Deformasi perlipatan Antiklinorium Samarinda tertua yang dapat dikenali terjadi
pada akhir Miosen atas (Chambers & Dalley, 1995). Dengan demikian gaya
ekstensional yang bekerja di selat Makassar sehubungan dengan pemekaranatau
rifting yang terjadi sejak pertengahan Paleogen (Hamilton, 1979) dengan telah
berhenti sebelum Miosen awal.
Kesimpulan
Dari beberapa alternatif model struktur yang sudah dibahas dimuka, maka
dapat disimpulkan bahwa di zona lipatan Kalimantan Timur di jumpai sesar naik
terlipat. Sesar naik terlipat ini diduga membentuk struktur dupleks yang
berkembang dalam skala makroskopik, sebagaimana ditafsirkan dari citra radar,
dan pada skala mesoskopik. Pola struktur ini diduga telah mengakibatkan adanya
perbedaan tajam kemiringan lapisan batuan disekitar poros sinklin dan disekitar
poros antiklin yang sebagian berubah menjadi sesar naik. Sesar naik terlipat ini
mempunyai kecondongan (vergence) kearah barat sebagaimana terlihat pada
struktur mesoskopik di lapangan. Adanya bidang sesar naik yang bersudut landai
atau membentuk sudut kecil terhadap perlapisan menunjukkan adanya dua
kemungkinan hubungan waktu pambentukkan struktur lipatan dan sesar naik.
Kemungkinan pertama adalah keduanya terjadi bersamaan oleh suatu perioda
deformasi yang sama, dan kemungkinan kedua terjadi sesar naik terlebih dahulu
yang diikuti fase perlipatan. Dari dua kemungkinan tersebut tampaknya
kemungkinan pertama lebih mudah diterima. Alternatif yang kedua lebih kecil
kemungkinannya karena agak sulit untuk menerangkan terjadinya proses
pensesaran-naik yang merupakan hasil suatu gaya kompresi namun tanpa disertai
pelipatan, sedangkan lapisan batuannya relatif plastis atau mudah terlipat.
Disamping sesar naik bersudut rendah yang terlipat, kemungkinan
babarapa sesar didaerah Kalimantan Timur merupakan sesar naik bersudut tinggi
sebagaimana juga dijumpai di selat Makassar.
Pegunungan Meratus
Rantai pegunungan Meratus terletak dibagian tepi tenggara dari
Kalimantan.
POLA LIPATAN DAN SESAR – NAIK TERLIPAT DI DAERAH
KALIMANTAN TIMUR
S. Bachri *)
SARI
Daerah Samarinda dan sekitarnya, Kalimantan Timur, merupakan lajur lipatan
sejajar dengan poros daerah baratdaya-timurlaut sampai hamper utara-selatan.
Pemetaan dilapangan menunjukkan bahwa sebagian besar lapisan batuan didaerah
sekitar poros sinkllin mempunyai kemiringan sangat landai sampai hamper
mendatar. Secara menyolok kemiringan lapisan tersebut berubah menjadi sangat
terjal sampai tegak disekitar poros antiklin yang kemungkinan sebagian
dipengaruhi pensesaran naik. Bukti struktur mesoskopik menunjukkan adanya
sesar naik terlipat yang berasosiasi dengan lipatan yang condong ke barat. Pola
struktur inilah yang diduga menyebabkan adanya perbedaan menyolok
kemiringan lapisan di daerah antiklin dan daerah sinklin. Pada citra radar dapat
pula dikenali adanya sesar naik terlipat didaerah sebelah barat Tanjung Santan.
PENDAHULUAN