Anda di halaman 1dari 29

“MUSEUM MINI SEKOLAH “

SEBAGAI TEMPAT ALTERNATIF PROSES BELAJAR ANAK DIDIK


TINGKAT SMA/MA SEBAGAI BENTUK MEMAHAMKAN
MATERI ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Oleh Agus Ali Imron


Staf PUSKOMAD (Pusat Komunikasi Madrasah)
MAN Tulungagung 1
Alamat: Jl. Ki Hadjar Dewantara, Beji, Boyolangu, Tulungagung 66233

Abstraksi:
Proses pembelajaran merupakan indikasi untuk pemahaman materi
terhadap anak didik. Sebagai pengajar membiasakan proses
mengajarnya selalu ada pembaharuan, secara tidak langsung anak
didik tidak merasa bosan ataupun jenuh. Selama ini mayoritas
mengajar masih menggunakan metode ceramah, dan penggambaran
pola pikir secara abstrak, sehingga anak didik masih mengalami
kesulitan secara pengaplikasian sebuah contoh materi ajar. Sehingga
dengan adanya konsep pengajaran melalui museum mini yang ada di
lingkungan lembaga pendidikan, setidaknya memberikan pembaharuan
dalam metode pengajaran untuk memahamkan suatu materi ajar
kepada peserta didik. Mengajar dengan pengaplikasian contoh yang
nyata setidaknya akan mempercepat pemahaman anak didik terhadap
suatu materi, daripada dengan menggunakan metode ceramah yang
hanya memberikan contoh materi yang monoton.

Keyword: Museum Mini, Pembaharuan Belajar, Memahamkan Materi Ajar

Pendidikan secara tidak langsung akan berdampak positif terhadap keberadaan


anak didik, ketika lingkungan selalu mendukung proses pembelajaran. Dengan adanya
lingkungan yang kondusif, kreatif, dan inovatif, bisa mengakibatkan pola prilaku
berpikir positif bagi anak didik. Dunia belajar anak didik pada suatu lembaga
pendidikan sekolah, mempengaruhi proses berpikir, pola tingkah, dan kemajuan
kepribadian anak dalam segi pengembangan dirinya. Anak didik akan mempunyai

1
peningkatan kreativitas berpikir, manakala guru mampu dengan baik mengarahkan,
membimbing, dan memberikan pencerahan serta pembaharuan. Kehidupan lingkungan
lembaga pendidikan mampu memberikan karakter positif terhadap peserta didiknya.
Menurut Hilgrad dan Bower (Fudyartanto, 2002), belajar (to learn) memiliki arti:
1). To gain knowledge, comprehension, or mastery of trough experience or study, 2). To
fix in the mind or memory, memorize, 3). To acquire trough experience, 4). To become
in forme of to find out. Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian
memperoleh pengetahuan, atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman,
mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapat informasi atau menemukan. Dengan
demikian, belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan
tentang sesuatu (dalam Baharuddin & Wahyuni, 2010:13). Sehingga pada dasarnya,
belajar merupakan suatu aktivitas yang menitikberatkan kepada pola prilaku anak didik
menuju kebaikkan.
Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi,
keterampilan, dan sikap. Dengan adanya pengembangan dan pemberdayaan kreatifitas
dalam suatu lembaga pendidikan, setidaknya dari pihak intern mampu mendorong dan
mendukung keberadaan pengembangan dan pemberdayaan yang menjadi terwujudnya
kebersamaan pembaharuan dalam dunia pendidikan yang harmonis, dinamis, dan saling
mendukung satu sama lainnya. Proses pendidikan bermula dari kebudayaan yang
dimiliki pada sebuah lingkungan lembaga pendidikan itu sendiri, sehingga tercermin
sudah manakala pendidikan itu terjadi proses transferisasi dari pengajar ke anak didik.
Pembelajaran merupakan proses pemahaman, pengetahuan, pengembangan, serta
pembimbingan terhadap anak didik, agar mereka bertambah wawasan ilmu
pengetahuannya. Dengan berproseslah anak didik tentunya mampu mencerna segala
aktivitasnya dalam lingkungan lembaga pendidikan, untuk dijadikan pembelajaran
dalam dirinya. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2007:97-98), pendidikan
merupakan kegiatan untuk membantu perkembangan peserta didik mencapai tujuan-
tujuan pendidikan. Kegiatan pendidikan berintikan interaksi antara peserta didik dengan
pendidikan dan sumber-sumber pendidikan lain, dan berlangsung dalam suatu
lingkungan pendidikan.
Lingkungan sekolah juga mempunyai peran aktif dalam rangka mendukung proses
kegiatan belajar mengajar, hal itu diperlukan untuk memenuhi hasrat kegiatan belajar

2
dan mengajar untuk peserta didik. Adapun salah satu konsep yang juga memiliki
indikasi nilai-nilai pembelajaran yang dibutuhkan oleh pengajar dan anak didik yaitu
diadakannya museum mini di lembaga pendidikan sekolah. Keperluan dari keberadaan
museum mini ini untuk menambah wawasan pengetahuan kearifan lokal, maupun
wawasan nasional, yang masih ada kaitannya dengan materi pembelajaran.
Keberadaan lingkungan pendidikan, pada dasarnya sangat mempengaruhi
keberadaan proses belajar mengajar. Berbagai inovasi, kreatifitas, dan imajinasi serta
pembaharuan yang dapat mendukung proses belajar setidaknya menjadi peran utama
dalam rangka meningkatkan, memahamkan, serta memberi wawasan terhadap peserta
didik. Lembaga pendidikan yang kreatif, tidak meninggalkan sisi nilai-nilai yang baik
untuk mencerminkan dunia pendidikan yang kreatif, inovatif, dan dinamis.

Ruang Lingkup Penulisan


Proses pembelajaran memang memerlukan bukti autentik dalam belajarnya,
sehingga untuk mencontohkan suatu materi ajar kepada peserta didik memerlukan bukti
yang nyata. Untuk itulah dalam konsep tulisan ini menyajikan betapa dibutuhkannya
suatu ruangan khusus “Museum Mini”. Keberadaan ruangan tersebut untuk dijadikan
tempat untuk pemahaman anak didik dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
ditingkat SMA/MA. Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial ditingkat SMA/MA dapat kita
ketahui ada beberapa macam, seperti: sejarah, antropologi, sosiologi, ekonomi, akutansi,
dan geografi.
Dengan cabang mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang diajarkan ditingkat
SMA/MA tersebut pada dasarnya memerlukan bukti fisik saat materi ajar sedang
berlangsung. Keberadaan museum mini ini diharapkan mampu mencontohkan materi
ajar secara positif kepada peserta didik. Koleksi yang berada di museum mini tersebut
mencangkup materi kesejarahan, materi antropologi, materi sosiologi, materi ekonomi,
materi akuntansi dan materi geografi. Guru sebagai pengajar tidak mengalami kesulitan
saat memberikan contoh kepada anak didiknya, manakala museum mini terbentuk
secara aktif dalam mendukung proses pembelajaran.
Konsep keberadaan Museum Mini yang berada di lembaga pendidikan, setidaknya
mampu meng-update koleksinya. Berbagai materi barang fisik, maupun materi dalam
bentuk multimedia, mampu menyesuaikan perkembangan proses pembelajaran. Hal itu

3
merupakan indikasi sikap lembaga yang konsisten untuk meningkatkan dan
memperdayakan dunia pendidikan lebih maju. Lembaga pendidikan yang baik,
manakala mampu menyesuaikan kebutuhan mengajar untuk memahamkan peserta
didik.

Manfaat Bagi Guru


Museum mini yang berada di lembaga pendidikan memang terkonsep untuk
memahamkan anak didiknya dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan
pemahamannya. Keberadaan museum mini memiliki nilai-nilai kemanfaatan bagi
pengajar atau guru, diantaranya:
1. Guru senantiasa dengan mudah memberikan pemahaman terhadap anak didik
dengan memberikan contoh materi ajar secara nyata.
2. Keberadaan museum mini bagi guru yang mengajar IPS merupakan wujud
perhatiannya untuk mengembangkan dunia pendidikan.
3. Guru dapat langsung menilai peserta didik dalam segi perkembangan pola
pikirnya, ketika guru mengajak di museum mini yang berada di lembaga
pendidikannya.
4. Untuk mencari inovasi dalam pembelajaran, sehingga tidak hanya monoton di
kelas, melainkan anak didik bisa dibawa ke ruang museum mini.
5. Dengan fasilitas yang sudah memadai dalam proses mengajar, guru setidaknya
memiliki asupan semangat untuk terus memberikan yang terbaik bagi
pendidikan.

Manfaat Bagi Anak Didik


Anak didik pergi ke sekolah, tentunya dengan niat untuk mencari ilmu yang
bermanfaat, dan ilmu yang mampu menjadikan dirinya membentuk karakter pribadi
ketika nanti sudah berada di masyarakat. Ilmu sendiri tidak hanya sekedar dicari,
melainkan juga harus dipahami, dimaknai, serta diamalkan. Begitu pula manfaat
keberadaan museum mini bagi anak didik memiliki nilai-nilai positif yang mampu
ditelaah oleh mereka, yaitu:
1. Dengan adanya contoh pengajaran yang nyata, anak didik mampu memaknai,
meresapi, dan mengetahui contoh materi ajar yang sedang dibahas.

4
2. Adanya perkembangan inovasi dalam proses pembelajaran IPS, anak didik
semakin semangat untuk terus meningkatkan belajarnya.
3. Perubahan berpikir, pola prilaku, akan sangat memperngaruhi anak didik
ketika mereka langsung diberikan contoh materi ajar di museum mini.
4. Bagi anak didik keberadaan museum mini merupakan wujud apresiasi positif
dari lembaga pendidikan kepada anak didik sehingga terdapat pembaharuan
dalam proses pembelajaran.
5. Dengan berbagai bentuk contoh fisik, yang berada di museum mini,
setidaknya anak didik semakin giat belajar untuk menambah wawasan
pengetahuan materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

KERANGKA TEORITIK
Teori Museum Mini
Museum mini yang berada di lembaga pendidikan, merupakan museum yang sarat
dengan materi koleksi, disesuaikan dengan materi pelajaran. Keberadaan museum mini
memiliki ciri-ciri yang educative, innovative, creative, dan mampu memberikan sifat
pemahaman terhadap peserta didik. Belajar di ruangan museum mini, setidaknya
mampu merubah pola pikir anak dari abstrak menuju realita. Sebab, apabila guru
mengajar di ruang kelas anak didik nampak monoton, tanpa ada contoh fisik materi
yang nyata. Sehingga dengan adanya ruang museum mini, akan menjadi setereosasi
pembelajarannya, yaitu ada contoh bukti fisik untuk materi pelajaran.
Museum dikenal dengan ciri-ciri memiliki gedung yang tinggi, kokoh, dan
terdapat berbagai arca-arca dan koleksi sejarah. Namun tidak semacam itu keberadaan
museum mini yang ada di lembaga pendidikan. Museum mini ini menampung berbagai
bukti fisik yang dijadikan contoh pada saat materi ajar yang sedang dipelajari. Sehingga
inti dari konsep keberadaan museum mini adalah untuk memahamkan materi ajar
kepada peserta didik melalui bukti fisik sebagai contoh saat materi pelajaran yang
dibahas. Namun juga harus disadari, keberadaan museum mini hanyalah sebagai alat
untuk memahamkan, sehingga perlu peng-update-an koleksi.
Didalam ruangan museum mini, pengajar dan yang diajar tidak hanya monoton
melihat benda koleksi saja, namun komunikasi aktif menjadi sinergi positif. Berbagai
diskusi, sesi pertanyaan, serta Tanya jawab, menjadi komunikasi aktif agar anak didik

5
mampu menghayati, memahami, serta merespon materi pelajaran yang sedang diajarkan
oleh guru. Komunikasi yang aktif antara pengajar dan anak didik saat berada di ruang
museum mini, secara tidak langsung akan memberikan kontribusi membentuk karakter
anak didik.
Inti dari keberadaan museum mini adalah koleksi dan pembelajaran, sehingga
perlunya desain museum mini yang menarik bisa membuat anak didik betah dan
semangat untuk belajar. Dengan adanya museum mini tersebut, guru tidak perlu
membawa siswanya untuk keluar areal sekolah dalam rangka berkunjung di museum
luar. Dengan dilandasi ingin memberikan pengetahuan yang luas bagi siswa-siswinya,
setidaknya museum mini merupakan alternatif yang bersifat positif dalam memahamkan
mata pembelajaran IPS.
Menurut siswi yang bernama Triola Handayani, Perlu sekali dibangunkannya
museum mini di lingkup lembaga pendidikan, selain untuk menambah ilmu pngetahuan,
dan dapat mendekatkan museum dengan siswa itu sendiri, dan dapat menambah
pengetahuan, serta para siswa tidak perlu jauh-jauh lagi untuk ke museum luar, jadi
sangat perlu sekali keberadaan museum mini (wawancara, 10 Juni 2013/07:14 WIB).
Sedangkan menurut Reny Anggarwati, keberadaan museum di lembaga pendidikan
sangat diperlukan, meskipun koleksinya semacam layang-layang, boneka, Arca, serta
tidak hanya sejarah. Hal semacam itu untuk meningkatkan pendidikan siswanya
(wawancara, 10 Juni 2013/13:28 WIB).
Museum, berdasarkan definisi yang diberikan International Council of Museums
disingkat ICOM, adalah institusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik, dengan
sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha pengoleksian, mengkonservasi, meriset,
mengomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan
studi, pendidikan, dan kesenangan. Karena itu ia bisa menjadi bahan studi oleh kalangan
akademis, dokumentasi kekhasan masyarakat tertentu, ataupun dokumentasi dan
pemikiran imajinatif pada masa depan dan sejak tahun 1977 tiap tanggal 18 Mei
diperingati sebagai hari Hari Museum Internasional
(http://id.wikipedia.org/wiki/Museum).
Museum sebagai wahana pembelajaran yang kreatif, dan mampu untuk membuat
anak didik semakin menyukai proses pembelajaran, terutama pada mata pelajaran IPS
(Ilmu Pengetahuan Sosial). Materi koleksi yang mencukupi museum mini, tentu akan

6
berdampak positif, guru mudah mengajar dengan memberikan contoh, dan siswa akan
menjadi senang, nyaman, dan semangat untuk belajar. Pada dasarnya dengan adanya
sedikit pembaharuan dalam proses pembelajaran, akan membuat pembelajaran terasa
dinikmati, nyaman tanpa ada rasa beban baik bagi guru maupun peserta didiknya.
Secara etimologis, museum berasal dari kata Yunani, mouseion, yang sebenarnya
merujuk kepada nama kuil untuk sembilan Dewi Muses, anak-anak Dewa Zeus yang
melambangkan ilmu dan kesenian. Bangunan lain yang diketahui berhubungan dengan
sejarah museum adalah bagian kompleks perpustakaan yang dibangun khusus untuk
seni dan sains, terutama filosofi dan riset di Alexandria oleh Ptolemy I Soter pada tahun
280 SM. Museum berkembang seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan manusia
semakin membutuhkan bukti-bukti otentik mengenai catatan sejarah kebudayaan. Di
Indonesia, museum yang pertama kali dibangun adalah Museum Radya Pustaka. Selain
itu dikenal pula Museum Gajah yang dikenal sebagai yang terlengkap koleksinya di
Indonesia, Museum Wayang, Persada Soekarno, Museum Tekstil serta Galeri Nasional
Indonesia yang khusus menyajikan koleksi seni rupa modern Indonesia.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Museum).
Perlunya museum mini sebagai pembaharuan dalam proses pemahaman mata
pembelajaran IPS pada tingkat SMA/MA memang sangat dibutuhkan. Wawasan Ilmu
Pengetahuan Sosial setiap detiknya mengalami penambahan informasi, perkembangan
wawasan, serta kita harus pandai dalam mengambil informasi yang baik. Museum mini,
konsep pembaharuan dalam memberikan contoh bukti fisik dalam proses pembelajaran
IPS, sebagai wadah informasi anak didik dan tentunya bagi warga lembaga. Sehingga
kedepannya museum mini menjadi education centers hang of social science.
Pendidikan yang khas merupakan identitas suatu lembaga pendidikan yang dapat
diunggulkan, mampu diberdayakan dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
mengajar dan peserta didik. Lembaga pendidikan merupakan kesatuan sistem yang
harus optimal dalam memberikan proses pembelajaran dengan baik, dan mudah
dilaksanakan oleh pengajar serta memahamkan peserta didiknya. Dengan adanya sistem
yang dipermudah dan harmonis, akan melahirkan kelancaran dalam melahirkan anak
didik sebagai generasi yang cerdas, terampil, berpikir inovasi, dan mampu
membanggakan pribadi, lembaga, dan keluarganya serta memiliki akhlak yang baik.

7
Konsep Belajar di Museum Mini
Ruangan museum mini tentu didesain berbeda daripada ruangan kelas yang biasa
dipakai mengajar setiap harinya, sehingga kenyaman belajar diutamakan. Ruangan
museum mini tertata layaknya museum-museum yang sering kita kunjungi, dengan
dinamisnya keberadaan ruangannya tertata secara rapi, pencahayaan yang baik, dan
diutamakan kebersihannya. Sebagai pengajar memang membutuhkan media fisik yang
harus ditunjukkan kepada anak didiknya agar mereka paham dan mengetahui secara
langsung. Koleksi di museum setidaknya selalu memberikan perubahan pola pikir pada
peserta didik. Pendidikan pada dasarnya merupakan merubah dari yang belum tahu
menjadi mengetahui, dari yang baik agar menjadi sangat baik. Sehingga keberadaan
museum mini di lembaga pendidikan merupakan tempat alternatif dalam proses
memahamkan pembelajaran IPS.
Didalam proses belajar, tentunya berbagai permasalahan sangat komplek sekali,
terutama dalam pembahasan materi ajar. Sehingga salah satu alternatif memecahkan
permasalahan materi ajar, terlabih dahulu kita mencari referensi maupun literatur yang
dapat dijadikan sumber pengetahuan. Dengan kontens dan karakteristik yang dimiliki
oleh museum mini, mampu mempertahankan sudut pendidikannya. Karakter yang
mampu membangun olah pikir peserta didik, serta dengan adanya museum mini,
mampu bernarasi dengan baik untuk menambahkan wawasan pengetahuan anak didik.
Didalam konsep pengajaran di museum mini yang dimiliki oleh lembaga
pendidikan, setidaknya memberikan ruang waktu bagi pengajar dan anak didik agar
mampu merubah setigma proses pembelajaran yang selama ini masih dianggap
monoton. Dengan keberadaan lingkungan lembaga pendidikan yang kondusif,
harmonis, serta variatif dalam proses pembelajarannya, akan menjadi daya tarik sendiri.
Menurut Adler, seperti halnya potongan tumbuhan dipengaruhi oleh tanah, cahaya, air,
dan perhatian individual, demikian juga perkembangan siswa di sekolah bergantung
pada lingkungan kelas dan perhatian yang mereka terima. Kepedulian, perhatian
terhadap tiap individu, harus menjadi bagian dari lingkungan sekolah mereka.
Lingkungan membentuk orang. Bahkan, percakapan yang sangat singkat memiliki
tenaga untuk mengikis atau memperkuat pemahaman seseorang atau dirinya sendiri
(dalam Elaine B. Johnson, 2010:226-227).

8
Menurut paradigma konstruktivistik, ilmu pengetahuan bersifat sementara terkait
dengan perkembangan yang dimediasi baik secara sosial maupun kultural, sehingga
cenderung bersifat subyektif. Belajar menurut pandangan ini lebih sebagai proses
regulasi diri dalam menyelesikan konflik kognitif yang sering muncul melalui
pengalaman konkrit, wacana kolaboratif, dan interpretasi. Belajar adalah kegiatan aktif
siswa untuk membangun pengetahuannya. Siswa sendiri yang bertanggung jawab atas
peristiwa belajar dan hasil belajarnya. Siswa sendiri yang melakukan penalaran melalui
seleksi dan organisasi pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah
diketahui. Belajar merupakan proses negosiasi makna berdasarkan pengertian yang
dibangun secara personal. Belajar bermakna terjadi melalui refleksi, resolusi konflik
kognitif, dialog, penelitian, pengujian hipotesis, pengambilan keputusan, yang
semuanya ditujukan untuk memperbaharui tingkat pemikiran individu sehingga menjadi
semakin sempurna (dalam makalah I Wayan Santyasa).
Inovasi dalam proses pembelajaran, merupakan tindakan positif yang harus
mendapatkan apresiasi dari lembaga pendidikan. Sehingga dengan adanya
perkembangan dan pemberdayaan dalam proses pembelajaran akan menjadi acuan
dalam pengembangan-pengembangan metode pembelajaran berikutnya. Pengajar jangan
sampai disibukkan dengan administrasi yang berlebihan, agar mereka mampu untuk
berkreasi dan konsentrasi secara optimal. Proses pembelajaran dengan adanya museum
mini, tidak harus mengeluarkan kinerja yang terlalu besar, sebab guru sebagai pengajar
yang aktif dalam membimbing peserta didiknya di dalam museum mini tersebut.
Pengasahan pola pikir anak didik, menjadi keutamaan yang dinamis. Guru membimbing
dengan pengetahuan yang dikuasainya, sehingga keberadaan museum mini sebagai
tempat untuk pemahaman pada materi ajar.
Setiap peserta didik memiliki kewajiban dan hak untuk mengembangkan serta
memberdayakan kapasitasnya secara optimal, kreatif, dan mengadaptasikan dirinya
sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan lembaga pendidikannya. Setiap individu
anak didik mampu melakukan customization baik ketika proses pembelajaran, maupun
sudah berada di masyarakat nantinya. Wawasan yang mumpuni akan memberikan
peluang baik selama anak didik mampu mengoptimalkan potensi diri dan lingkungan
yang ada. Pembelajaran seharusnya menjadi aktivitas yang bermakna, mampu
mengaktualisasikan seluruh potensi yang ada. Pada dasarnya pembelajaran itu terletak

9
pada prosesnya, museum mini sebagai wadah proses pemahaman, anak didiklah yang
setidaknya mampu menyimpulkan dari proses tersebut sebagai pembelajaran.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)


Secara umum, tentunya pasti mengenal atau pernah mendengar istilah keberadaan
Ilmu Pengetahuan Sosial atau biasa disingkat IPS. Sejak duduk dibangku Sekolah Dasar
bahkan sesudah lulus sarjana, mendengar istilah Ilmu Pengetahuan Sosial sudah tidak
asing lagi. Sehingga secara tidak langsung Ilmu Pengetahuan Sosial atau IPS merupakan
ilmu masyarakat, lingkungan, dan kepribadian, yang selalu bersinggungan langsung
dengan kehidupan disekitar. Ketika nanti sudah berada di masyarakat, tetap memakai
Ilmu Pengetahuan Sosial dalam bersinggungan dengan lingkungan.
Istilah pendidikan IPS dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia masih
relatif baru digunakan. Pendidikan IPS merupakan padanan dari social studies dalam
konteks kurikulum di Amerika Serikat. Istilah tersebut pertama kali digunakan di
Amerika Serikat pada tahun 1913 mengadopsi nama lembaga Sosial Studies yang
mengembangkan kurikulum di Amerika Serikat (Marsh, 1980; Martoella, 1976, dalam
internet http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/03/12/karakteristik-mata-pelajaran-
ilmu-pengetahuan-sosial-ips/).
Ilmu sosial (Inggris: social science) atau ilmu pengetahuan sosial (Inggris: social
studies) adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang
berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan seni
dan humaniora karena menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari
manusia, termasuk metode kuantitatif dan kualitatif. Istilah ini juga termasuk
menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan
meliputi perilaku dan interaksi manusia pada masa kini dan masa lalu. Berbeda dengan
ilmu sosial secara umum, IPS tidak memusatkan diri pada satu topik secara mendalam
melainkan memberikan tinjauan yang luas terhadap masyarakat
(http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_sosial).
Namun pengertian di atas merupakan makna secara meluas pemahamannya
mengenai pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Dalam tingkat SMA/MA
keberadaan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial memang pelajaran yang mendasar.
Keberadaan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sendiri dibagi menjadi;

10
sejarah, antropologi, sosiologi, ekonomi, akutansi, dan geografi. Sehingga dengan
adanya pengembangan dan pemberdayaan mengenai pemahaman materi ajar mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, dapat memberikan ruang dan waktu bagi peserta
didik untuk menambah wawasan pengetahuan sosial.
Sebutan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai mata pelajaran dalam dunia pendidikan
dasar dan menengah di negara kita, secara historis muncul bersamaan dengan
diberlakukannya Kurikulum SD, SMP, dan SMA tahun 1975. IPS memiliki kekhasan
dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni kajian
yang bersifat terpadu (integrated), interdisipliner, multidimensional bahkan cross-
diciplinary (Numan Somantri, 2001: 101, dalam Internet
staff.uny.ac.id/sites/default/files/Pendidikan%20IPS%20SD.pdf).
Menurut siswa-siswi yang bernama Muhammad Barul dan Aning Septiani, yang
mengambil kelas Jurusan IPS Unggulan di MAN Tulungagung 1, makna dari Ilmu
Pengetahuan Sosial adalah sebuah ilmu yang sangat penting karena IPS adalah ilmu
yang menyangkut keseluruhan pengetahuan sosial, di dalam IPS banyak mengandung
unsur-unsur yang mempelajari tentang masyarakat, budaya, sejarah, ekonomi dan lain
sebagainya. Ilmu IPS merupakan ilmu yang sangat luas. Karena ilmu IPS harus
mengetahui bagian-bagiannya secara mendetail. Tanpa kita tahu bagian yang kecil
terlebih dahulu kita tidak akan mengerti bagian yang besar. Karena itu ilmu IPS adalah
ilmu yang luas. Misalnya, tanpa kita membaca kita juga tidak akan mengerti apa
maksud dari hal yang diinginkan. Dan ilmu IPS juga tidak bisa di kira-kira, karena
sudah ada fakta pada zaman dahulu atau hal yang berkaitan dengan zaman sekarang
(Wawancara, 15 Juni 2013/11:30 WIB).
Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Sosial adalah suatu ilmu pengetahuan yang
mempelajari keberadaan sosial, baik sosial lingkungan sekitar, sosial masyarakat, dan
sosial-sosial yang lainnya. Dengan ilmu yang dimiliki anak didik, maka akan terjadi
pemahaman yang baik mengenai keberadaan pengertian sosial secara nyata dalam dunia
pendidikan maupun ketika mereka sudah berada di masyarakat.

Komunikasi Pengajar dengan Anak Didik


Kualitas proses pembelajaran dipengaruhi oleh efektif tidaknya dalam komunikasi
antara pengajar dan anak didik. Komunikasi yang efektif akan memberikan ruang dan

11
waktu bagi peserta didik untuk menangkap materi, memahami, serta mengerti
transformasi ilmu yang disampaikan oleh pengajar. Sehingga guru sebagai transformasi
ilmu kepada anak didiknya, selayaknya memiliki kemampuan komunikasi aktif yang
baik. Sebagai seorang guru memiliki tanggungjawab penuh terhadap komunikasi
didalam proses pembelajaran, sebagai pengajar dituntut memiliki komunikasi yang baik,
sopan dan santun, agar proses pembelajaran berjalan lancar tanpa ada komunikasi yang
monoton.
Menurut Onong Ucahyana mengatakan, komunikasi sebagai proses komunikasi
pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran, atau perasaan oleh seorang
komunikator kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan,
informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa
keyakinan, kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan
sebagainya yang timbul dari lubuh hati (Ucahyana, 2002:11 dalam Bungin, 2009:31).
Sehingga komunikasi bisa efektif apabila guru (komunikan) memiliki wawasan yang
luas, untuk ditranformasikan kepada peserta didik. Ketika wawasan luas dan selalu
memberikan pemahaman kepada anak didik, merupakan wujud guru yang harmonis dan
mampu menempatkan posisi sebagai pendidik yang baik.
Guru sebagai kelompok sosial tentunya memiliki strategi komunikasi yang
optimal, ketika memberikan pengajaran kepada siswa-siswinya. Guru setidaknya
memiliki pemahaman bahasa komunikasi yang baik, sehingga anak didik tidak
mengalami kesulitan ketika menyimak pembahasan materi ajar. Melihat sasaran
objeknya, guru harus sesering mungkin memahami karakteristik anak didik di setiap
kelas, untuk itu guru mampu berkomunikasi dengan baik agar dapat memahami
kekurangan dan kelebihan anak didiknya dalam menutut ilmu.
Sehingga sebagai guru maupun pengajar harus memiliki pengetahuan yang luas
dan memadai, hal tersebut untuk memberikan wawasan pula kepada anak didiknya.
Pengetahuan adalah hasil dari belajar pula yang didapat dari pengalaman, baik
pengalaman pengindraan, membaca buku, berpikir maupun dari referensi, sehingga kita
mampu mengetahui dan memahami materi tersebut. Dengan sikap yang tegas sebagai
pengajar, mampu mendidik anaknya menuju kepribadian berkarakter positif. Menurut
Bonner bahwasanya, kebutuhan utama manusia dan untuk menghadirkan jiwa yang
sehat, manusia membutuhkan hubungan sosial yang ramah. Kebutuhan ini dapat

12
terpenuhi dengan sempurna bila manusia membina komunikasi yang baik dengan orang
lain (Bonner, 1953, dalam Rahmad, 2003:89).
Komunikasi selalu dibarengi dengan naluri kejiwaan sebagai seorang pengajar,
namun setidaknya menjadi pengajar harus memiliki talenta dalam berkomunikasi yang
baik, bahasa positif, tanpa mengeluarkan kata-kata negatif, maupun tidak menyinggung
perasaan anak didiknya. Guru sebagai makhluk yang sosial harus mampu menempatkan
dirinya pada posisi yang baik, tidak mematikan karakter anak didiknya, bahkan kalau
perlu sebagai pendidik selalu memotivasi anak didiknya. Pengajar dan yang diajar
membutuhkan hubungan sosial yang harmonis, dinamis, serta bersinergi, dengan adanya
komunikasi yang baik pulalah akan membentuk sinergi positif dalam menambah
pengetahuan, antara pengajar dan yang diajar.
Tentunya yang kita harus ingat dalam komunikasi adalah memposisikan bahasa
sebagai alat untuk memahamkan dalam komunikasi. Sehingga didalam komunikasi
posisi kebahasaan sangatlah penting sekali untuk bisa dipahami makna yang
dikomunikasikan. Menurut Brown dan Yule (1983:3-4), bahwasanya komunikasi adalah
aktivitas sosial (dalam Suparno, 2000:2). Sehingga komunikasi dan bahasa, merupakan
wujud kesatuan yang harus dimiliki setiap pengajar, agar mampu mengajar dengan baik
dan benar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2002:88), bahwasanya
pengertian bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh
semua orang atau anggota masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan
mengidentifikasi dalam bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan
santun.
Bahasa sebagai sarana atau media pemahaman ilmu pengetahuan yang tidak
terlepas dari tujuan, yaitu bahasa sebagai alat pemahaman. Dengan berbahasa yang baik
dan benar, secara tidak langsung akan menunjukkan sifat penalaran yang baik dan logis,
dengan bernalar yang baik pula dapat dilatih dengan berbahasa yang baik, tutur kata
yang sopan, meskipun itu seorang pendidik. Tujuan utama dalam berbahasa sebagai
media komunikasi adalah untuk memperoleh sifat-sifat pemahaman dari komunikan,
serta mampu menelaah nilai-nilai dari yang dikomunikasikan dengan baik.
Di dalam pemakaian bahasa ditemukan sejumlah ragam bahasa. Ragam bahasa
merupakan salah satu dari sejumlah variasi yang terdapat dalam pemakaian bahasa.
Variasi itu muncul karena pemakaian bahasa memerlukan alat komunikasi yang sesuai

13
dengan situasi dan kondisinya. Agar banyaknya variasi itu tidak mengurangi fungsi
bahasa sebagai alat komunikasi yang efisien, dalam bahasa timbul mekanisme untuk
memilih variasi tertentu yang cocok untuk keperluan tertentu. Variasi itu disebut ragam
standar (Kridalaksana, 1985:134).
Sehingga komunikasi antara pengajar dan yang diajar, setidaknya memiliki sifat
memahamkan yang baik, tidak negatif. Namun keberadaan bahasa yang baik juga akan
memberikan sinergi yang positif, untuk menghasilkan khasanah wawasan pengetahuan
yang baru. Keberadaan museum mini yang menjadi konsep sebagai tempat
memahamkan materi ajar Ilmu Pengetahuan Sosial, setidaknya sebagai pengajar juga
memberikan komunikasi yang baik untuk memahamkan materi ajar kepada anak didik.
Museum mini, komunikasi dengan bahasa yang baik, dan sifat memahamkan materi ajar
dengan contoh yang nyata, setidaknya menjadi trobosan dalam mengajar.

METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian ini, merupakan langkah untuk mendapatkan sumber data
maupun referensi didalam penulisan. Sehingga dengan adanya metode penelitian
mampu mengoptimalkan pencarian sumber data, atau sumber referensi untuk
menghasilkan data yang baik, dan tentunya sesuai dengan yang diharapkan.

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian untuk mengembangkan dan memberdayakan objek penelitian yang
pada dasarnya bisa diberdayakan secara positif. Kegunaan penelitian ini untuk
mengetahui perkembangan proses pembelajaran secara baik. Waktu penelitian kali ini
peneliti mulia dari tanggal 15 Mei 2013 hingga 20 Juni 2013. Mengambil tempat
penelitian di lembaga pendidikan Islam MAN Tulungagung 1, dengan alamat Jl. Ki
Hadjar Dewantara, Beji, Boyolangu, Tlp. 0355 321693, Kabupaten Tulungagung, Kode
Pos 66233, Propinsi Jawa Timur.
Di MAN Tulungagung 1 pada tahun pelajaran 2013/2014 akan mulai diadakannya
keberadaan museum mini, dengan konsep sebagai media pembelajaran. Maka dari itu
penulis mengambil objek penelitian di MAN Tulungagung 1 dengan mengambil tema
proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan indikator pemahaman
materi ajar Ilmu Pengetahuan Sosial, di ruang Museum Mini.

14
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian kali ini teknik pengumpulan data sangat diperlukan, sebagai bahan
literatur dan pengkajian referensi. Adapun teknik pengumpulan sumber data yang
peneliti lakukan, diantaranya:

Wawancara
Peneliti menggunakan metode wawancara, karena dengan adanya hasil
wawancara untuk melengkapi hasil penelitian dengan secara langsung dari pendapat
anak didik serta warga, baik bapak ibu guru di MAN Tulungagung 1. Wawancara
merupakan metode untuk melengkapi keberadaan penelitian sebagai sumber literatur
sekunder. Dengan wawancara maka kita langsung bertatap muka untuk mencari
informasi-informasi yang sedang peneliti butuhkan.
Wawancara merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh data dengan cara
bertanya langsung kepada responden atau sumber informan. Data yang diperoleh dari
hasil wawancara ini dijadikan sebagai pembanding untuk menguatkan argumen-
argumen (Bungin, 2001:58-59). Metode wawancara atau metode interview, mencakup
cara yang dipergunakan kalau seseorang, untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba
mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan
bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu. Dalam hal ini, suatu percakapan
meminta keterangan yang tidak untuk bertujuan suatu tugas, tetapi yang hanya untuk
bertujuan beramah-tamah, untuk tahu saja, atau untuk ngobrol saja, tidak disebut
wawancara (Koentjaraningrat, 1997:129).

Observasi Lapangan
Observasi, peneliti pergunakan sebagai keabsahan untuk menunjang penulisan ini,
dengan observasi dapat melihat secara langsung keberadaan lokasi penelitian. Pada
dasarnya memang sudah ada tempat atau ruangan yang akan dipakai sebagai museum
mini, sebagai tempat pembelajaran. Menurut Waka Humas MAN Tulungagung 1 Bapak
Masrohaini, dulunya ruangan yang akan dijadikan tempat museum mini adalah ruang
multimedia.
Penelitian lapangan pada hakikatnya merupakan metode untuk menemukan secara
khusus dan realitas apa yang terjadi di objek penelitian itu. Maka dengan itu dapat

15
diperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan
secara faktual, memaparkan dan melaporkan keadaan suatu objek apa adanya.
Ringkasnya penelitian lapangan pada umumnya bertujuan untuk memecahkan masalah-
masalah dalam menyingkap fakta apa adanya (Koentjoroningrat, 1997:108-110).

Instrument Penelitian
Alat yang peneliti pergunakan untuk penelitian kali ini diantaranya;
a. Komputer, sebagai alat menulis hasil penelitian sampai pengolahan data
secara optimal.
b. Heandphone, sebagai alat untuk merekam saat wawancara dengan sumber
informan, sebelum diolah dalam bentuk tulisan yang sistematis.
c. Buku tulis dan boll point, untuk mencatat hal-hal yang diperlukan saat
observasi.

Sumber Data yang Didapat


Dengan penelitian, baik secara wawancara, observasi, dan pengoptimalisasian
penelitian dengan pengolahan sumber data, peneliti tentunya mendapatkan hasil yang
memuskan. Seperti halnya buku referensi yang mengenai dunia pendidikan dan
pengajaran, teknik pembelajaran yang kondusif, inovatif, serta kreatif, dan buku literatur
yang menyangkut inovasi pembelajaran. Adapun yang diperoleh secara observasi,
seperti wawancara dengan sumber informan, dan melihat tempat observasi secara
langsung. Dengan sumber data yang ada, peneliti olah secara optimal untuk
menghasilkan tulisan yang sistematis, dan kontruktif.

MUSEUM MINI:
RUANG PEMBELAJARAN UNTUK MEMAHAMKAN MATERI AJAR IPS

Museum: Konsep Berpikir


Pembelajaran yang tidak melelahkan atau pembelajaran tidak mencuri waktu yang
lama, sehingga bisa belajar dengan santai, tenang, namun mengena terhadap pola pikir
anak didik. Konsep belajar di museum mini yang ada di dalam lingkup lembaga
pendidikan ini setidaknya mampu memberikan wawasan kearifan lokal maupun global

16
tanpa meninggalkan materi ajar yang semestinya. Keberadaan museum mini yang
terdapat pada lembaga pendidikan, memiliki sifat penyampaian informasi terhadap anak
didik. Pengembangan berpikir secara kreatif merupakan dasar kita untuk memahami
hakikat pengetahuan.
Museum mini merupakan wadah akselerasi antara budaya, seni, sejarah, ekonomi,
dan lain sebagainya untuk menjalin berkesinambungan antara waktu ke waktu. Ruang
dan waktu menjadi sisi kehidupan dalam proses pembelajaran yang memberikan
interaksi yang dinamis antara koleksi museum, pengajar, dan yang diajarkan.
Komunikasi yang dinamis akan membuat prosesi pembelajaran menjadi senang tanpa
kejenuhan (setereosasi). Dinamika dalam pembelajaran akan menunjukkan nilai-nilai
yang realita mana yang kurang dan mana yang harus dibenahi, serta mana yang harus
diberdayakan sesuai tujuan pembelajaran.
Kontribusi perubahan yang positif dalam sektor pembelajaran, akan memberikan
wawasan yang baik dalam proses pembelajaran. Ketrampilan berpikir merupakan hal
penting dalam proses kegiatan belajar. Dengan ketrampilan berpikir, peserta didik dapat
merespon dengan adanya wacana dalam mata pelajaran yang sedang dibahas. Sehingga
dengan adanya dukungan untuk mengolah pikiran, setidaknya menjadi khasanah
berpikir bagi generasi pelajar. Keberadaan kearifan lokal yang ada di lingkungan sekitar
tentunya bisa dijadikan suatu media pembelajaran. Maka dengan adanya konsep
alternatif pembelajaran di tempat museum mini, diharapkan memudahkan pemahaman
anak didik terhadap materi yang sedang diajarkan.
Museum mini yang berada di lingkungan lembaga pendidikan, mampu
memberikan sikap pemahaman terhadap anak didik, terutama mengenai materi ajar IPS.
Mengolah pemikiran dengan baik, akan mendasari anak didik senang dalam
mengapresiasikan hasil pemikirannya. Memberdayakan lingkungan yang educative
mencerminkan pengelolaan lingkungan yang baik dan mampu mengkondusifkan untuk
ruang belajar anak didik.
Pembelajaran IPS perlu dirancang sedemikian rupa, sehingga berpotensi untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik. Pengembangan dan
pemberdayaan berpikir kreatif perlu dilakukan seiring dengan pengembangan proses
pengevaluasian dan mengukur kemampuan anak. Berpikir kreatif menekankan aspek
pemahaman, gagasan, keluwesan, pengamatan, dan ide-ide yang baik. Sehingga untuk

17
mengukur kemampuan berpikir kreatif seorang anak didik adalah dengan memberikan
evaluasi secara tertulis, teks, maupun dengan komunikasi yang dilakukan oleh gurunya.
Selain ruang kelas, keberadaan ruang museum mini merupakan wadah untuk
tempat berpikir, terutama mengenai wawasan pengetahuan IPS. Menurut Utami
Munandar (2009:31), agar kreativitas anak dapat terwujud, maka diperlukan dorongan
atau motivasi baik dari diri sendiri (motivasi instrinsik) dan dorongan dari luar atau
lingkungan (motivasi ekstrinsik). Motivasi dari lingkungan sangat dibutuhkan oleh anak
dalam mengembangkan pikirannya ketika anak tersebut mulai membentuk hubungan-
hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya sepenunya.
Keberadaan ruangan museum mini tersebut, menjadi ruangan yang mampu
mengembangkan potensi berpikir kreatif anak didik, melalui koleksi museum mini.
Kreativitas berpikir memang sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran, dengan
otak yang aktif untuk berpikir setidaknya memiliki ide-ide cemerlang dalam materi ajar
yang sedang dipelajari. Masih menurut Utami Munandar (2009:1), bahwasanya
kreativitas secara umum mencakup tiga hal, yaitu kognitif (berpikir), afektif (sikap dan
kepribadian), dan psikomotor (keterampilan dan prilaku).

Belajar Tidak Harus Menunggu Diajar


Pada dasarya dunia pendidikan memang memerlukan instrument untuk
memahamkan peserta didik dalam suatu materi ajar, sehingga perlunya alat pemahaman
terhadap materi yang disampaikan memang diperlukan. Sepatutnya sebagai pengajar
atau guru mempunyai imajinasi mengajar yang lebih luas serta mampu memanfaatkan
alam dan lingkungan sekitar sebagai media pembelajaran yang positif. Hakikat
pendidikan tidak hanya terpaku dalam ruang yang bernama kelas, melainkan
keberadaan museum, alam sekitar, dan alat lainnya dapat menjadi alternatif lain yang
positif. Belajar tidak harus menunggu untuk diajar, melainkan ketika pengajar sudah
mampu memobilisasi anak didik, maka yang ada secara tidak langsung anak didik akan
mampu berjalan sendiri dalam proses pembelajaran.
Keberadaan museum mini di suatu lembaga pendidikan, bisa menjadi alternatif
dalam proses pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Kalau kita ketahui
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di tingkat SMA/MA, seperti halnya: Sejarah,
Antropologi, Geografi, Ekonomi, Akutansi, dan Sosiologi. Sehingga ketika guru

18
mengajar bisa langsung mengena materinya kepada anak didik ketika dimasukan ke
dalam ruangan museum mini yang dimiliki oleh lembaga pendidikan yang
bersangkutan. Di dalam museum ini sendiri, tentunya terdapat berbagai sajian menu
koleksi contoh yang sesuai dengan materi Ilmu Pengetahuan Sosial.
Seperti contoh ketika materi sejarah, maka di museum mini itulah para
pengajar dapat menerangkan langsung dengan instrument kesejarahan yang sudah
dikoleksi. Begitu pula dengan materi mata pelajaran ekonomi, maka seperti contoh uang
kartal, struk pembayaran/penarikan uang di bank, giro, cek, dan contoh perbankan
lainnya. Pada mata pelajaran Sosiologi, seperti film kemasyarakatan, dan lain
sebagainya tentunya yang dapat mewakili materi ajar.
Inti dari keberadaan museum mini sendiri sebagai wadah proses pembelajaran
yang langsung melalui benda-benda koleksi. Museum mini, bisa terwujud apabila
kebutuhan bapak/ibu guru sebagai pengajar sudah mampu berpikir secara rasional,
bahwasanya mencerdaskan, memintarkan, dan memahamkan peserta didik tidak hanya
terpaku pada teks-teks dan model ceramah. Namun dengan adanya fasilitas museum
mini tersebut pengajar langsung menerapkan proses pembelajarannya secara contoh
bukti fisik.
Lembaga pendidikan yang baik apabila mampu memenuhi kebutuhan peserta
didiknya agar mampu membentuk karakteritik yang baik, pola berpikir yang dinamis,
serta mampu mewujudkan keselarasan antara kehidupan pribadi, lembaga, dan
masyarakat. Wujud karakteristik sedemikian rupa, bisa terjadi apabila keharmonisan
terhubung dengan baik antara lembaga, peserta didik, wali murid, dan guru, sebagai
pengajar yang memahami betul karakteristik siswa-siswinya, karena sebagai guru pasti
sering bertatap muka langsung dengan anak didiknya.
Pengajar yang sering bertatap muka, tentunya mampu menilai keberadaan anak
didiknya, kekurangan, dan kelebihan. Sehingga untuk memenuhi kekurangan
pemahaman anak didiknya, maka selayaknya ada museum mini sebagai alternatif
ruangan yang bisa dijadikan sebagai tempat pembelajaran. Museum mini yang didesain
dengan khas interaksi pembelajaran akan menjadikan kenyaman peserta didik dalam
memahami materi yang diajarkan oleh guru.
Didalam ruangan museum mini tersebut, setidaknya anak didik sudah
mempunyai gambaran atau menambah wawasan pengetahuan. Ketika anak memasuki

19
museum mini, pola pikiran anak didik sudah terjadi reaksi positif. Setidaknya museum
mini memiliki apresiasi keilmuan terhadap anak didik, pengajar, dan lembaga.
Guru, istilah orang Jawa biasa diartika “Digugu lan Ditiru”, sifat keguruan
harus mencerminkan adab sopan, santun, tutur tinutur yang baik, tidak menyinggung
perasaan anak didik maupun orang lain. Sehingga guru setidaknya terus melakukan
pembaharuan terhadap diri, dan proses inovasi pembelajaran. Pembaharuan dalam skala
kecil, dimulai dari kepribadian, dan selanjutnya bisa diterapkan pada anak didik. Hal
sedemikian rupa yang bisa dianggap belajar tidak harus menunggu untuk diajar.

Peralatan di Museum Mini IPS


Museum mini yang ada di lembaga pendidikan, merupakan wadah untuk
pemahaman dalam materi pelajaran IPS yang sedang berlangsung. Peralatan adalah alat,
media, atau barang benda, yang bisa mendukung terjadinya proses interaktif dalam
pembelajaran dengan materi yang sedang diajarkan oleh pengajar. Didalam museum
mini IPS, terdapat pula peralatan pendukung proses pembelajaran. Sehingga keberadaan
museum mini IPS, ruang lingkup koleksinya mengenai mata pelajaran sejarah,
antropologi, sosiologi, ekonomi, akutansi, dan geografi, adapun desain ruangan museum
mini IPS diberi prasarana seperti: karpet, AC, tempat sampah, dan pewangi ruangan.
Adapun peralatan lainnya sebagai pendukung keberadaan museum mini IPS yang
penulis dapat dari Waka SasPras (Sarana Prasarana) MAN Tulungagung 1, yang
berbentuk proposal ini diantaranya:

No Barang Keperluan Volume Keterangan


Terdiri:
1. Monitor
2. CPU
1 Komputer 1 set
3. Printer
4. Sound
speaker

Untuk tepat duduk


2 Karpet 1 ruang lesehan saat proses
pembalajaran.

20
Penyimpanan
6 buah
3 Lemari kaca peralatan media
bersaf
pembelajaran

Menyimpan barang
media pembelajaran,
dengan ukuran:
4 Etalase 6 buah P: 1,5 meter
L: 0,5 meter
T: 1 meter
Persaf: 30 cm

Ukuran: 1 m x 1 m
5 Meja kecil 10 buah Sebagai tempat
berdiskusi

Tempat menulis
Papan tulis (White bapak/ibu guru untuk
6 2 buah
Board) menerangkan materi
pelajaran

Tempat penyimpanan
7 Rak CD/DVD 1 buah CD/DVD media
pembelajaran

Selain itu penulis dapat menambahkan, tidak hanya barang yang berwujud fisik
saja untuk dijadikan contoh materi ajar. Melainkan dengan adanya komputer PC, bisa
diberi program multimedia pembelajaran, seperti program Encarta, software penyebaran
Islam di Indonesia, software perbankan, dan film yang bertema pembelajaran. Sehingga
sinergi yang baik untuk mendukung pembelajaran merupakan sesutau kebaikkan dalam
mengembangkan dunia pendidikan. Peralatan yang dimaksud dalam tatanan museum
mini IPS merupakan suatu media untuk proses pemahaman dalam pembelajaran materi
ajar. Sehingga apa yang dimaksud dengan peralatan disini adalah suatu alat untuk media
pembelajaran. Mata pelajaran IPS sendiri terbagi menjadi enam bagian, seperti sejarah,
antropologi, sosiologi, ekonomi, akutansi, dan geografi. Setidaknya di dalam ruangan
museum mini terdapat berbagai koleksi yang mewakili materi ajar IPS.

21
Seperti hal sejarah dan antropologi, terdapat koleksi arca, uang kuno, kitab
klasik, lontar, serta lain sebagainya. Begitu pula dengan sosiologi, berbagai media yang
bersinggungan juga ada, seperti gambar adat masyarakat, media film kerusuhan
masyarakat, demonstrasi, dan rekaman wawancara masyarakat. Materi ajar yang lainnya
seperti ekonomi dan akutansi juga memiliki koleksi tersendiri, untuk melengkapi
museum mini, seperti contoh fisik uang kartal, giro, cek, software perbankan, cara
pelayanan di bank maka dibuatlah mini bank, dan contoh fom akuntan (debet kredit).
Dengan adanya koleksi museum mini yang bisa dijadikan materi ajar
pemahaman terhadap anak didik, merupakan kesatuan sistem untuk mengembangkan
dan memperdayakan lingkungan sekitar. Setidaknya lembaga pendidikan sendiri juga
memperhatikan peng-update-an koleksi yang berada di museum mini, hal tersebut untuk
menjadikan proses pembelajaran semakin mudah.

Denah Museum Mini


KONSEP DENAH MUSEUM MINI IPS
SEBAGAI TEMPAT PEMAHAMAN MATERI AJAR IPS
s
2 2
3 4

12
1 1

5 5

9
8
5 5 5

10
10 5 5

6
11

7 13 Pintu

22
Keterangan gambar:
1. Lemari kaca menyimpan koleksi benda
2. Etalase kaca menyimpan koleksi benda
3. Koleksi Arca
4. Bendera panji-panji lembaga
5. Meja lesehan untuk anak didik
6. Meja komputer
7. LCD dan Layar
8. Rak koleksi CD/DVD materi pembelajaran
9. Bank mini
10. Papan tulis (white board)
11. Bunga-bunga sebagai penghias
12. Lambang dan makna logo pendidikan
13. Tempat absen dan jurnal penggunaan ruang museum mini

Sekilas gambaran penggunaan museum mini IPS, agar tidak terjadi


kecanggungan dalam pemakaiannya, yaitu:
1. Saat mata pelajaran IPS yang sedang diampu guru memerlukan contoh atau
suasana yang kondusif untuk mengajar, sehingga guru bisa mempergunakan
ruangan museum mini IPS.
2. Guru setidaknya memberikan pengarahan kepada anak didiknya sebelum ke
museum mini IPS, dan guru sudah mempersiapkan agenda kegiatan terlabih
dahulu sebelum mengajar di museum mini.
3. Guru harus berkoordinasi terlabih dahulu dengan penjaga/pengurus museum
mini, untuk mempersiapkan apa yang diperlukan ketika mengajar, sehingga
pengajar setidaknya berkomunikasi terlebih dahulu.
4. Setelah semua kesiapan optimal, guru memanggil anak didiknya yang berada di
kelas untuk menuju ke museum mini IPS, tentunya ketika masuk ke museum
mini dengan rapi, sopan, dan santun, serta absen terlebih dahulu ketika masuk
museum mini IPS, guru yang memakai mengisi jurnal pemakaian ruangan
terlebih dahulu.

23
5. Anak didik dipersilahkan mengambil posisi duduk, sesuai dengan kelompok
yang sudah dibagi atau meja yang sudah dipersiapkan petugas.
6. Setelah proses pembelajaran berlangsung, guru sekali-kali mengingatkan
terhadap anak didik pentingnya menjaga koleksi museum mini, dan juga
kebersihan ruangan, agar ketika dipakai lagi terasa nyaman. Selain itu saat
berdiskusi interaktif, anak didik tidak boleh membuat kegaduhan.
7. Ketika proses pembelajaran sudah selesai, guru mengingatkan kembali barang-
barang bawaan anak didik untuk di cek kembali, serta ketika keluar dari ruangan
tidak boleh tergesa-gesa, dan akhirnya guru menutup proses pembelajaran
dengan salam.

Intinya adalah penataan tata letak koleksi museum mini yang baik dan
kebersihan terjaga, akan membuat nyaman dalam proses pemahaman materi ajar dengan
media contoh fisik. Sinergi yang baik, akan menjadikan pembelajaran dan lingkungan
lembaga menjadi terkendali dan kondusif. Bagi Liem Khing Nio, dalam hal pendidikan,
semua amat tergantung dari yang tua. Kalau mau mendapatkan pendidikan yang baik,
yang tua harus memberi contoh yang baik pula. Ini berlaku tidak hanya di sekolah tetapi
juga di rumah. Jadi contoh itu merupakan hal yang paling penting dalam pendidikan.
Kita tidak usah banyak omong, tidak usah gembar-gembor, tidak usah menyuruh anak
membuat semboyan atau yel-yel, atau membuat maklumat lalu ditempelkan di mana-
mana dan setiap pagi diucapkan. Apa arti semua, kalau yang tua tidak memberi contoh?
Keharusan memberi contoh itu tidak hanya berlaku untuk zaman dahulu, tetapi juga
untuk mendatang, bahkan sampai akhir zaman. Contoh tidak hanya diberikan kepada
anak-anak saja, tetapi terus diberikan seiring dengan perkembangan usia dan jiwa anak.
Selama contoh itu hilang dari pendidikan, jangan harap akan diperoleh manusia yang
diharapkan (Tonny, 2004. 48-49).

24
Struktur Pengurus Museum Mini
Kepala Sekolah

Waka. Waka. Waka.


Kurikulum Humas SasPras

Ketua Jurusan Kebutuhan


IPS Museum
Mini
Ketua
Rumpun IPS Tukang
Kebersihan
Pengelola
Museum Mini

Gambaran struktur pengelolaan museum mini di atas, merupakan kesatuan


sistem untuk membangkitkan gairah pembelajaran dalam lingkup lembaga pendidikan.
Tugas kepala sekolah sendiri selain sebagai penanggungjawab, juga bisa memberikan
motivasi kepada guru maupun anak didiknya. Sedangkan waka kurikulum merupakan
penggerak aktif kepada ketua jurusan IPS maupun ketua rumpun IPS agar bisa
mengoptimalkan keberadaan museum mini IPS. Sedangkan Waka Humas, sangat
dibutuhkan dalam penginformasian yang ter-update dari keberadaan museum mini IPS
tersebut, mungkin bisa bekerja sama dengan pihak luar lembaga untuk meningkatkan
keberadaan museum mini. Sebagai Waka SasPras, bergerak dalam bidang penambahan
koleksi museum mini tentunya, serta mengerahkan tukang kebersihan untuk selalu
membersihkan, serta mengontrol ruangan.
Tugas dari pengelola museum mini sendiri memerlukan tanggungjawab yang
penuh, menginventaris, mengecek benda-benda koleksi, menjaga keamanan dan
stabilitas penggunaan ruangan, membuat absen dan jurnal pemakaian, serta
mengkondusifkan ruangan ketika ada guru atau pengajar yang sedang memakai.

25
PENUTUP
Simpulan
Model pemahaman materi ajar dengan langsung memberikan contoh berupa
koleksi yang ada di museum mini, merupakan proses pembelajaran alternatif yang
efektif. Model pembelajaran dengan konsep memahamkan materi ajar menerapkan
contoh bukti langsung, dan dibawa pada ruangan museum mini, memiliki tujuan teoritik
yang humanistic, adaptatif, dan memiliki orientasi kedepan yang baik. Di museum mini
sendiri pada dasarnya pembelajaran yang sederhana, normatif, dan juga anak didik
belajar bernarasi dengan koleksi museum mini, yang tentunya sesuai dengan materi ajar
yang sedang dipelajarinya.
Model pembelajaran dengan di bawa ke museum mini merupakan penerapan
studi yang di kemas secara koheren dengan hakikat pendidikan yang memahamkan.
Namun secara filosofi, hakikat pembelajaran adalah untuk memfasilitasi aak didik dan
pengajar dalam menumbuh kembangkan kesadaran belajar, sehingga anak didik mampu
mengolah otak untuk berpikir yang baik, dan mampu memcahkan permasalahan.
Sehingga museum mini untuk pembelajaran alternatif dalam konsep memahamkan anak
didik dalam materi ajar Ilmu Pengetahuan Sosial. 

26
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Alwi, Hasan, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Baharuddin dan Wahyuni, 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta : Ar-Ruzz
Media.
Bungin, Burhan, 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Rajawali
Grafindo Persada.
. , 2009. Sosiologi Komunikasi; Teori, Paradigma, dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : Penerbit Kencana.
Johson, Elaine B., 2010. CTL: Contextual Teaching & Learning, Menjadikan Kegiatan
Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung : Penerbit Kaifa.
Koentjaraningrat (Ed.). 1997. Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga.
Jakarta : PT Gramedia Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 1985. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Ende Flores : Nusa
Indah.
Munandar, Utami, 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : PT
Rineka Cipta.
Rahmad, Jalaluddin, 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosadakarya.
Suparno, 2000. Budaya Komunikasi yang Terungkap dalam Wacana Bahasa Indonesia.
Malang : Universitas Negeri Malang.
Tonny d. Widiastono (Ed), 2004. Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta : Penerbit
Kompas.
Ucahyana. 2000. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Makalah
I Wayan Santyasa, 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif. Disajikan dalam
Pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru-Guru SMP dan SMA
di Nusa Penida, tanggal 29 Juni s.d 1 Juli 2007.
Peraturan Pemerintah Mengenai Permuseman, Tahun 1995.

27
Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Museum (diunduh, 10/06/2013 | 23:45 WIB).
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/03/12/karakteristik-mata-pelajaran-ilmu-
pengetahuan-sosial-ips/ (diunduh, 15/06/2013 | 05:06 WIB).
http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_sosial (diunduh, 15/06/2013 | 05:25 WIB).
staff.uny.ac.id/sites/default/files/Pendidikan%20IPS%20SD.pdf (diunduh, 17/06/2013 |
03:11 WIB)

28
DAFTAR INFORMAN

Nama : Bapak Masrohaini, S.Pd., M.Pd.


Umur : 45 Tahun
Status : Waka Humas MAN Tulungagung 1
Alamat : Balesono, Kalidawir, Tulungagung

Nama : Triola Handayani


Umur : 18 Tahun
Status : Pelajar
Alamat : Kepuhrejo, Boyolangu, Tulungagung

Nama : Reny Anggarwati


Umur : 17 Tahun
Status : Pelajar
Alamat : Rejoagung, Kedungwaru, Tulungagung

Nama : Muhammad Badrul


Umur : 17 Tahun
Status : Pelajar
Alamat : Ketanon, Kedungwaru, Tulungagung

Nama : Aning Septiani


Umur : 17 Tahun
Status : Pelajar
Alamat : Pakel, Boyolangu, Tulungagung

29

Anda mungkin juga menyukai