DISUSUN OLEH
KELOMPOK VII
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Mini Riset tentang Tingkat
Keberhasilan Inseminasi Buatan di Peternakan Enggtal Mukti Kabupaten Deli
Serdang Sumatera Utara.
Mini Riset ini telah disusun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatannya. Untuk itu, penulis
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan Mini Riset ini.
Penulis berharap agar Mini Riset ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis. Pengamatan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai tingkat keberhasilan inseminasi buatan pada sapi potong.
Kelompok VII
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Program IB di Kabupaten Deli Serdang mempunyai tujuan antara lain untuk
meningkatkan mutu genetic ternak yaitu meningkatkanya kelahiran ternak unggul
yang mempunyai mutu genetik tinggi seperti Simmental, Limousine, Brangus,
Brahman dan Peranakan Ongole (PO), meningkatkan produktivitas ternak yang
ditandai dengan meningkatnya rata-rata pertambahan bobot badan harian,
meningkatnya harga jual pedet, dan meningkatnya bobot badan akhir setelah
dewasa serta meningkatkan pendapatan peternak dari hasil penjualan ternak sapi
hasil IB.
5
Bagaimanakah angka konsepsi dan S/C sapi potong yang menggunakan IB?
BAB II
KAJIAN TEORI
6
Inseminasi buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun
lima puluhan oleh Prof. B Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga
Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan istimewa (RKI)
didirikanlah beberapa stasiun IB di daerah Jawa Tengah (Ungaran dan Mirit/Kedu
Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikola/Sukabumi) dan Bali
(Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk
melayaani daerah Bogor dan sekitarnya. Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu
bersifat hilang timbul sehingga mengurangi kepercayaan masyarakat.
Inseminasi buatan telah pula digalakkan atau diperkenalkan oleh FKH IPB,
di daerah Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan pernah pula dilakukan pameran
pedet (Calf Show) pertama hasil IB. Kemajuan tersebut disebabkan adanya sarana
penunjang di daerah tersebut yaitu 1) rakyat pemelihara sapi telah mengenal
7
tanda-tanda berahi dengan baik, 2) rakyat telah tahu dengan pasti bahwa
peningkatan mutu ternak melalui IB merupakan jalan yang sesingkat-singkatnya
menuju produksi tinggi, 3) pengiriman semen cair dari Bogor ke Pengalengan
dapat memenuhi permintaan, sehingga perbaikan mutu genetik ternak segera
dapat terlihat.
8
Untuk kerbau pernah pula dilakukan IB, yakni di daerah Serang, Banten, dengan
IPB sebagai sponsornya (1978). Namun perkembangannya kurang memuaskan
karena dukungan sponsor yang kurang menunjang, disamping reproduksi kerbau
belum banyak diketahui. IB pada kerbau pernah juga diperkenalkan di Tanah
Toraja Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara dan Jawa Timur.
Yang dimaksud dengan Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah
suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (spermatozoa atau semen) yang
telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan
ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat
khusus yang disebut insemination gun.
9
a) Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
b) Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
c) Menjegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
d) Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat disimpan
dalam jangka waktu yang lama;
e) Semen baku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian
walaupun pejantan telah mati;
f) Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena
fisik pejantan terlalu besar;
g) Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang
ditularkan dengan hubungan kelamin.
Kerugian Inseminasi Buatan adalah sebagai berikut :
a) Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat
maka tidak akan terjadi kebuntingan;
b) Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang
digunakan berasal dari pejantan dengan breed/turunan yang besar dan
siinseminasikan pada sabi betina keturunan/breed kecil;
c) Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku
dari pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama;
d) Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila
pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui
suatu progeny test).
10
3. Penampungan semen sapi pejantan, sapi pejantan dan sapi betina disatukan
kemudia sapi-sapi itu akan melakukan fisin (pemanasan sebelum kawin),
bila penis jantan telah kelihatan merah, tegang dan kencang, maka penis
langsung dimasukkan ke vagina buatan.
4. Kemudian sperma dalam vagina buatan dibawa ke laboratorium untuk
diperiksa.
a. Bila sperma berwarna hijau, ada kotoran yang terdorong.
b. Bila sperma berwarna merah, segar, venis teriritasi.
c. Bila sperma berwarna cokelat, penis ada yang luka.
d. Bila sperma berwarna krem susu bening, maka itu lah sperma yang
bagus.
5. penentuan konsentrasi semen segar.
6. proses pengenceran sperma.
7. Proses filling dan sealing, memasukkan sperma ke dalam ministrow isi I
strow 0,25 CC.
8. Proses pembekuan.
9. After throwing dan intubator test.
11
tahun 2010 baik pada sapi potong dan sapi perah sebanyak 54.996 ekor atau
bertambah 6.203 ekor atau naik sebesar 8.88 % dari akseptor IB tahun 2009 yaitu
48.793 ekor.
Pada tahun 2010 semen beku kerbau yang telah didistribusikan adalah 194
dosis. Realisasi pelaksanaan inseminasi buatan (IB) pada kerbau 50 dosis dengan
jumlah akseptor sebanyak 46 ekor.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode Analisis Data Hasil penelitian yang berupa data primer yang
bersifat kualitatif dipaparkan secara dekskriptif, sedangkan yang bersifat
kuantitatif di analisis secara statisitik yaitu ditentukan nilai rata-rata kemudian
12
diinterprestasikan menurut angka statistik tersebut. Analisis hasil dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
13
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Karakteristik peternak digambarkan dengan umur, pendidikan, lama
peliharaan sapi potong, mata pencarian pokok dan jumlah kepemilikan sapi.
Karakteristik peternak dilokasi pengkajian IB tertera pada Tabel 1.
Uraian Peternak
1. Umur peternak < 44 th
2. Tingkat Pendidikan (%) 36,67%
Pendidikan dasar 9 th>
3. Pengamalan beternak sapi potong 11,60 6,09
(tahun)
4. Pekerjaan pokok (%) 46,67
Bertani 20
Buruh 6,67
14
Berdagang 20
15
petani melakukan diversifikasi dan melakukan usaha sambilan sebagai salah satu
sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Rata-rata 2
ekor, hal ini menunjukkan bahwa usaha peternakan sapi potong tersebut belum
diarahkan untuk produksi daging melainkan untuk pembibitan yang masih bersifat
sederhana dan tradisional dengan bermacam-macam tujuan dan kegunaan seperti
tabungan, tenaga kerja dan penghasil pupuk. Komposisi kepemilikan untuk
ditampilkan pada tabel 2.
Keterangan :
Dewasa: ternak sapi berumur >2,5 tahun atau sudah beternak satu kali
16
Keberhasilan pelaksanaan Inseminasi Buatan adalah dengan kebuntingan.
Penentuan terjadinya pembuahan adalah pemeriksaan kebuntingan sesudah
dilakukan inseminasi. Tanda-tanda sapi potong bunting menurut peternak di
peternakan Enggal Mukti Kabupaten Deli Serdang adalah peningkatan nafsu
makan, tidak menunjukkan gejala birahi lagi dan perilaku menjadi lebih tenang.
Kebuntingan pada sapi potong secara pasti dapat diketahui dengan memeriksa
secara teliti terhadap sapi yang telah di IB tersebut.
Dari penelitian diperoleh nilai S/C yaitu 2,2 ± 1,13, hal ini menunjukkan
bahwa S/C di peternakan objek penelitian belum baik dan kesuburan ternaknya
rendah. Menurut Toeliehere (1981) bawa S/C yang baik adalah1,6 sampai 2,0 kali.
Nilai S/C menunjukkan tingkat kesuburan ternak. Semakin besar nilai S/C maka
semakin rendah tingkat kesuburannya. Tingginya nilai S/C disebabkan oleh
keterlambatan peternak maupun petugas IB dalam mendeteksi birahi serta waktu
yang tidak tepat untuk di IB. Keterlambatan IB menyebakan kegagalan
kebuntingan. Selain faktor manusia, faktor kesuburan ternak juga sangat
berpengaruh, betina keturunan bangsa exotic cenderung kesuburannya rendah bila
17
di IB, akan tetapi lebih baik bila dikawinkan secara alam. Perlu diperhatikan
terjadinya inbreeding mengingat program IB sudah berkembang sejak tahun 1976,
sehingga tingkat kesuburan menjadi menurun.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan hasil pembahasan, maka dapat disimpulkan secara
umum bahwa peternakan Enggal Mukti Kab. Deli Serdang ditinjau dari kondisi
daaerah, penduduk, dan keadaan ternak cukup mendukung perkembangan sapi
potong melalui program IB. Namun keterampilan peternak untuk deteksi birahi
bila sapinya birahi masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari rataan angka konsepsi
dan S/C yang belum optimal. Bahkan nilai S/C masih di atas 2,0 kali, lebih tinggi
dari yang disarankan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal dari usaha
pembibitan sapi potong.
5.2 Saran
Merujuk pada kesimpulan di atas, ada beberapa rekomendasi yang bisa
dilakukan yaitu untuk meningkatkan keberhasilan IB dapat dilakukan dengan
penyuluhan kepada para peternak sapi potong, agar peternak lebih terampil dalam
pengamatan birahi dan memahami manfaat IB. Dengan demikian usaha
peningkatan produksi ternak khususnya sapi potong melalui program IB dapat
dicapai.
18
DAFTAR PUSTAKA
Mosher, A.T. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian Cetakan ke 12.
Jakarta: Yasaguna.
Saragih, B. 2000. Agribisnis Berbasis Peternakan. Jakarta: USESE Foundation
dan Pusat Studi Pembangunan IPB.
Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung: Angkasa.
Toelihere, M.R. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung: Angkasa.
19