Anda di halaman 1dari 7

Probiotik atau Yogurt Konvensional untuk Mengobati Diare

Terkait Antibiotik: Penelitian Uji Klinis


1 * 2 2 3
Majid Khademian , Mohammad Ali Kiani , Seyed Ali Jafari , Hamid Ahanchian , Niloofar
Sedghi2, Fatemeh Behmanesh3, Ali Khakshour2, Hamidreza Kianifar312
1
Departement Pediatrik, Fakultas Kedokteran Universitas Ishafan, Ishafan, Iran
2
Departement Pediatrik, Fakultas Kedokteran Universitas Masshad, Masshad, Iran
3
Pusat Penelitian Alergi, Universitas Masshad, Masshad, Iran

Abstrak
Latar Belakang
Popularitas penggunaan probiotik sedang meningkat. Meskipun terdapat manfaat dari
antibiotic, kesehatan gastrointestinal terancam oleh diare. Penelitian ini bertujuan untuk
mengamati apakah yogurt probiotik dapat mencegah insidensi diare dibandingkan yogurt
konvensional.
Bahan dan Metode
Penelitian ini adalah uji acak terkontrol double-blind yang merekrut 48 anak yang dirawat di
rumah sakit yang terapinya termasuk berbagai macam antibioik. Mereka dibedakan menjadi
dua kelompok A dan B dengan rasio 1:1 secara acak. Kelompok pertama diinstruksikan untuk
mengkonsumsi yogurt probiotik (rantai Bifidobacterium dan Lactobacillus acidophilus),
sementara yang kedua diminta mengkonsumsi yogurt konvensional (placebo yang
mengandung Streptococcus thermophiles dan Lactobacillus bulgaricus) selama sekurang-
kurangnya 7 hari. Insidensi diare, onset, dan durasi dibandingkan antar kelompok.
Hasil
Temuan mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistic antara
kelompok eksperimental dan control (p > 0.05). Tidak ada penurunan signifikan yang diamati
dari insidensi diare antar kelompok setelah disesuaikan dengan CRP negatif (p > 0.05).
Kesimpulan
Berdasarkan hasilnya, konsumsi yogurt, baik probiotik maupun konvensional, mengurangi
insidensi, durasi, dan onset diare terkait antibiotic pada populasi pediatric. Penelitian ini tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan bagi yogurt probiotik dibandingkan yogurt
konvensional.
Kata Kunci: Diare, pediatric, probiotik, konsumsi yogurt
PENDAHULUAN

Diare dikarenakan penggunaan antibiotic menjadi salah satu morbiditas dan mortalitas di
seluruh dunia. Komplikasi ini terjadi ketika pasien diberikan antibiotic spectrum luas,
terutama golongan beta-laktam, klindamisin, dan vankomisin, yang menyebabkan perubahan
flora normal usus, pertumbuhan beberapa rantai yang tidak diinginkan (Staphylococcus,
Candida, Enterobacteriaceae, Klebsiella, dan Clostridium), atau mukosa intestinal dan
motilitas. Oleh karena itu kejadian tersebut lebih sering menyebabkan kepatuhan yang kecil
terhadap terapi antibiotic. Kejadian diare akibat antibiotic tergantung tidak hanya dari definisi
diare, namun juga berdasarkan kategori usia pasien. Diare akibat antibiotic dilaporkan terjadi
pada 30% anak yang mengkonsumsi antibiotic.
Pada sisi lain, probiotik mengacu kepada mikroorganisme hidup yang dalam jumlah cukup
bermanfaat bagi kesehatan inangnya. Terdapat beberapa bukti yang mendukung keamanan
dan efektivitas probiotik sebagai manajemen diare. Mekanisme yang mungkin di balik efek
tersebut muncul dari kerja antimicrobial, peningkatan fungsi perlindungan mukosa, dan
imunomodulasi dari system imun bawaan dan adaptif. Lebih lagi, probiotik dapat
menyebabkan kompetisi reseptor, pembatasan nutrisi, pencegahan perlengketan pathogen
terhadap epitel, atau menurunkan pH kolon untuk meningkatkan pertumbuhan rantai
nonpatogen dan mengurangi gangguan microbiota usus.
Berbagai jenis spesies probiotik telah digunakan, seperti Lactobacillus, Bifidobacterium,
Saccharomyces, Enterococci, Streptococci, dan Escherichia coli. Probiotik ini dapat
diaplikasikan dalam bentuk kapsul, tablet, dan yogurt. Pada anak, kebanyakan penelitian
menggunakan tablet dan bubuk probiotik terjadap diare terkait antibiotic. Karena yogurt
menarik untuk anak-anak, beberapa percobaan telah digunakan untuk memberikan probiotik
serta vitamin, mineral, dan protein lain. Sebuah tinjauan sistematik dan metaanalisis
menunjukkan bahwa terdapat kekurangan konsistensi melibatkan konsumsi yogurt sehingga
diperlukan uji klinis acak lebih lanjut. Karena bukti tersebut, kami bertujuan untuk
membandingkan pengaruh yogurt probiotik untuk mencegah diare dibandingkan yogurt
konvensional.
MATERIAL DAN METODE
Desain Studi dan Populasi
Penelitian klinis terkontrol, acak, double-blind ini dilakukan di Departemen Anak RS
Ghaem, salah satu rumah sakit pendidikan dan klinis milik pemerintah di Mashhad, Iran. Ini
memiliki sampel berupa 48 anak yang dirawat di departemen ini. Untuk analisis two-tail,
penelitian ini menggunakan α = 0.05 dan β = 80.0% untuk mendeteksi efek sebesar 0.165.

Pengukuran Laboratorium
Data, meliputi karakteristik demografik dan analisis biokimia, dikumpulkan dalam dua fase.
Awalnya variabel demografis dikumpulkan sebagai data awal: usia, jenis kelamin, jenis
penyakit, terapi antibiotic, lama perawatan, tipe pemberian makanan, dan terapi obat-obatan
lain. Dengan antibiotic, tipenya sebelum dan sesudah pemulangan, serta lama terapi
diperhitungkan. Tipe pemberian makanan mengacu kepada dietnya, pemberian ASi serta
makanan tambahan dan pemberian melalui pipa nasogastric. Parameter darah seperti sel
darah putih, hemoglobin, dan mean cell volume (MCV) diukur dengan menggunakan analisis
hematologi otomatis K-21 (Sysmex Corporation, Japan). Kadar serum C-reactive protein
(CRP) dianalisis dengan kit Pars Azmoon (Pars Azmoon Co., Iran). Kadar serum potassium
diukur dengan fotometri api.

Intervensi
Pasien yang dimasukkan dalam penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu A dan B. yang
sebelumnya diinstruksikan mengkonsumsi yogurt probiotik sementara grup B sebagai control
menerima yogurt konvensional. Jumlahnya adalah 100ml setiap konsumsi, dan meminta
untuk menginformasikan pengamat bila terjadi diare. Yogurt probiotik dibeli dari supplier
local yaitu Razavi, Pegah, dan Kaleh (Dibuat di Mashhad, Iran). Produk komersil ini
mengandung Streptococcus thermophiles, Lactobacillus bulgaricus (sebagai bakteri dasar di
yogurt konvensional), rantai Bifidobacterium dan Lactobacillus acidophilus (sebagai bakteri
probiotik). Tiap gram yogurt mengandung 106 colony forming units (CFUs) probiotik.
Meskipun intervensi dengan pemberian yogurt, semua pasien tetap menjalani dietnya seperti
biasa. Intervensi ini diberikan hingga 24 jam setelah pemberian antibiotic. Semua anak
awalnya dimonitor konsumsi yogurtnya, kepatuhan mengkonsumsi yogurt, frekuensi
pergerakan usus, dan konsistensi feses pada temuan harian. Bila terjadi insidensi diare, uji
skrining dilakukan untuk mendeteksi infeksi diare berdasarkan mucus feses dan leukosit
feses, serta infeksi Clostridium difficile dari toksinnya. Setelah yakin penyebabnya non
infeksius, terapi (oral rehydration solution [ORS], air, dan elektrolit), serta intervensi (yogurt
dan probiotik) dilanjutkan seperti biasa.
Partisipan diterapi hingga pemberian antibiotiknya selesai yaitu setidaknya tujuh hari. Pasien
yang dipulangkan lebih awal melanjutkan intervensinya di rumah. Penelitian ini juga
menggunakan telepon ke rumah pasien selama dua minggu setelah pemulangan.

Pertimbangan Etik
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian dari Universitas Mashhad, Masshad, Iran
(IR.MUMS.fm.REC.1395.232). Intervensi ini hanya memberikan perubahan berupa
konsumsi yogurt atau yogurt probiotik yang tidak ada intervensi dengan terapi pasien.
Analisis data juga dilakukan tanpa mengidentifikasi pasien, dan diakses oleh pihak
berwenang dari departemen saja. Orang tua pasien diminta untuk menandatangani formulir
perizinan.

Kriteria Inklusi dan Eksklusi


Pasien pediatric yang dirawat berusia 1-13 tahun pada tahun 2015 yang diberikan antibiotic
dimasukkan dalam penelitian. Factor berikut menjadi eksklusi partisipan: infeksi pernapasan
berat (pneumonia), kejang berulang, status nil per os, gastroenteritis, bukti infeksi diare
berhubungan dengan demam, muntah, diare berdarah, dan kultur feses positif bagi pathogen.

Analisis Data
Pengukuran utama adalah insidensi diare, durasi, dan onset. Data yang berhubungan dengan
demografi (jenis kelamin dan usia), parameter darah, tipe antibiotic, dan durasinya juga
didokumentasikan. Pengumpulan data, analisis statistic, dan kunjungan klinis dilakukan oleh
peneliti dan klinisi yang blinded terhadap alokasi kelompok. Seluruh data dimasukkan ke
dalam SPSS versi 13.0 dan dianalisis pada nilai signifikan kurang dari 0,05. Uji normalitas
digunakan dengan uji Kolmogorov – Smirnov. Variabel kategorik dibandingkan dengan uji
Chi-square. Uji sampel independen t-test atau persamaan non parametriknya (tes Mann-
Whitney U) digunakan untuk membandingkan variabel kontinu. Regresi logistic digunakan
untuk mengeksplorasi potensi interaksi CRP negative dengan terapi efektif.

HASIL
Penelitian ini merekrut sebanyak 48 pasien yang dirawat di RS Ghaem pada tahun 2014.
Partisipan dibagi menjadi dua kelompok, A (n = 24; 58% laki-laki, 42% perempuan) dan B
(n = 24; 54% laki-laki, 46% perempuan). Rata-rata usia partisipan adalah 4.3 ± 3.5 (grup A)
dan 5.9 ± 4.4 (grup B) tahun. Kedua kelompok sebanding untuk karakteristik berbeda
seperti dipaparkan pada table 1 kecuali untuk kadar CRP (p > 0.05). Uniknya, CRP negative
terjadi lebih sedikit pada kelompok eksperimental (A) dibandingkan control (B) (p = 0.010).
Ditemukan bahwa hanya 5 kasus diare dilaporkan pada penelitian ini (Tabel 2). Rata-rata
waktu onset diare dalah 3.5 ± 2.1 hari di grup A dan 4.0 ± 2.6 hari di grup B, yang
mendemonstrasikan tidak ada perbedaan signifikan antar kedua kelompok (p = 0.767). Diare
terjadi pada dua kasus di grup A pada hari ke-2 dan ke-5. Pada grup B, tiga kasus mengalami
diare pada hari ke-2, 3, dan 7. Seperti yang dilihat dari table 2, rata-rata durasi diare adalah
2.0 ± 0.0 dan 3.3 ± 0.57 hari di grup A dan B. Dalam hal ini, tidak ada disparitas jelas yang
diamati antara kedua kelompok tersebut (p = 0.068). Mempertimbangkan CRP negative
sebagai variabel dasar yang berbeda secara signifikan antar kelompok, diindikasikan bahwa
dari 43 pasien yang tidak mengalami diare, 81.7% (n = 27) memiliki CRP negatif, sementara
empat (12.9%) pasien dengan diare (n = 5) memiliki CRP negatif.
Hasil regresi logistic mengindikasikan tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistic
pada insidensi diare (β = -0.128, p = 0.877) antar kelompok setelah disesuaikan dengan
frekuensi dasar CRP negative. Oleh karena itu, pengukuran CRP negative tidak ada efek
yang jelas terhadap respon pasien terhadap intervensi. Lebih lagi, risiko terjadinya diare
adalah 88% di grup A dibandingkan control, mensugestikan bahwa CRP negative memiliki
efek protektif terhadap insidensi diare. Juga diamati bahwa insidensi diare pada penelitian
ini tidak berhubungan dengan alasan penggunaan antibiotic (p = 0.579).

Table-1: The characteristics of the study patients in groups A and B


Study groups
Variables Group A Group B P-value
(n = 24) (n = 24)
Mean age (SD), year 4.3 (3.5) 5.9 (4.4) 0.149
Males, number (%) 14 (58) 13 (54) 0.149
Disease types, number (%)
Pneumonia 4 (16.7) 7 (29.2)
0.341
Meningitis 5 (20.8) 7 (29.2)
Others 15 (62.5) 10 (41.7)
Antibiotic type before discharge, number (%)
Ceftriaxone 11 (45.8) 7 (29.2)
Ceftriaxone-Vancomycin 8 (33.3) 10 (41.7) 0.732
Ceftriaxone-Azithromycin 2 (8.3) 4 (16.7)
Others 3 (12.5) 3 (12.5)
Antibiotic type after discharge, number (%) 0.553
Cephalexin 1(4.2) 0(0)
Coamoxyclav 2(8.3) 2 (8.3)
Cefixime 1(4.2) 0(0)
None 20(83.3) 22 (91.7)
Mean hospital stay (SD), day 8.5(3.9) 8.9(4.1) 0.748
Mean duration of antibiotic therapy (SD), day 6.3(2.9) 6.5(3.1) 0.814
Mean number of WBCs (SD), /mL 12.6 (5.9) 13.8 (6.0) 0.514
Mean serum hemoglobin (SD), g/dL 11.1 (1.6) 11.8 (1.2) 0.128
Mean serum potassium (SD), mEq/L 4.4(0.6) 4.2(0.6) 0.276
MCV (SD), fL 78.6 (6.8) 80.6 (5.1) 0.277
Negative CRP, number (%) 10(41.7) 21 (87.5) 0.010
Types of feed, number (%) 0.760
Common diet 15(62.5) 16 (66.7)
Breast feeding + Supplementary foods 9 (37.5) 7 (29.1)
Nasogastric tube feeding 0(0) 1 (4.2)
Other medicinal treatments, number (%) 0.622
Corticosteroids 10(41.7) 13 (54.2)
Albendazole, acyclovir, omeprazole, fenitoin 4 (16.7) 2 (8.3)
None 10(41.7) 9 (37.5)
SD: Standard deviation, CRP: C-reactive protein; WBC: white blood cell; MCV: Mean corpuscular volume.

Table-2: The comparisons of diarrhea-related variables


Study groups
Variables Group A Group B P-value
(n = 24) (n = 24)
Incidence of antibiotic-associated diarrhea, n (%) 2 (8.3) 3 (12.5) 0.990
Mean time to onset diarrhea (SD), day 3.5 (2.1) 4 (2.6) 0.767
Mean diarrhea duration (SD), day 2.0 (0) 3.3 (0.57) 0.068
SD: Standard deviation.

DISKUSI
Uji klinis acak ini bermaksud untuk membandingkan insidensi diare, durasi, dan onsetnya
pada pasien pediarik yang menerima terapi antibiotic setelah konsumsi yogurt probiotik
dibandingkan yogurt konvensional. Hasil penelitian ini mendemonstrasikan bahwa konsumsi
yogurt probiotik dan yogurt konvensional mengurangi insidensi diare dalam efek yang sama.
Mereka juga ditemukan mengurangi rata-rata onset dan durasi diare. Efek protektif dari
probiotik dan yogurt terhadap diare telah dikonfirmasi oleh penelitian uji acak terkontrol
yang lama. Uniknya, Patro-Golab et al melalui tinjauan sistematis mengkonfirmasi bahwa
yogurt sendiri dapat mencegah diare. Hal ini dapat membenarkan perbaikan yang
insignifikan terhadap kelompok eksperimental dibandingkan control karena kedua kelompok
mengkonsumsi yogurt (probiotik versus konvensional). Untuk diingat, yogurt konvensional
ang digunakan pada penelitian ini mengandung bakteria hidup (S. thermophiles, L.
bulgaricus) yang dapat bermanfaat pula. Berlawanan dengan temuan kami, Fox et al
menunjukkan bahwa yogurt probiotik dengan L. rhamnosus GG (dosis rerata 5.2×109
CFU/hari), L. acidophilus (dosis rerata 5.9×109 CFU/hari), and B. lactis (dosis rerata
8.3×109 CFU/hari) lebih efektif secara signifikan dibandingkan yogurt konvensional yang
mengandung S. thermophiles (dosis rerata 4.4×104 CFU/hari), dan L. bulgaricus (dosis
rerata 1.2×103 CFU/hari). Terdapat laporan lain yang menunjukkan perbaikan signifikan
diare pada pasien yang mengkonsumsi yogurt probiotik (S. thermophiles, L. bulgaricus,
Bifid bacterium, Lactobacillus dengan 109 CFU/dosis) dibandingkan yogurt tradisional.
Dilaporkan bahwa penurunan durasi diare tergantung dari dosis probiotik. Lactobacillus GG
pada konsentrasi 3 × 109 CFU/g mengurangi diare. Pada penelitian kami, rantai
Bifidobacterium dan L. acidophilus pada yogurt probiotik dan pada yogurt konvensional
digunakan pada dosis 106 CFU/g. Konsentrasi probiotik lebih rendah, sementara pada
konvensional konsentrasinya lebih tinggi dibandingkan yang dilaporkan oleh Fox et al. dan
Heydarian et al.
Ini dapat menjelaskan hasil yang insignifikan pada uji klinis kami. Mengenai perbandingan
antara yogurt probiotik dan konvensional, teradapat beberapa bukti yang melaporkan
keberadaan probiotik di yogurt tidak memberikan manfaat yang lebih. Misalnya, Meyer et al
mendokumentasikan efek yang serupa dari yogurt probiotik dan konvensional terhadap
stimulasi system imun seluler. Fabian et al juga menunjukkan baik yogurt probiotik dan
konvensional dapat meningkatkan uptake vitamin B1 dan B2. Dari seluruh parameter dasar
yang diteliti pada penelitian ini, hanya RP negative yang berkonribusi terhadap diare; dalam
hal lain, CRP negative dapat memengaruhi hasil perbandingan antar kelompok. Oleh karena
itu, regresi logistic digunakan untuk melihat tidak ada penurunan yang signifikan dari
insidensi diare antar kelompok mengikuti penyesuaian CRP negative.
Sebagai batasan penelitian ini, penelitian ini tidak dapat memberikan batasan diet karena
rentang usia populasi target; yaitu intervensi hanya terjadi dalam hal konsumsi yogurt, baik
probiotik maupun konvensional. Oleh karena itu, mereka diperbolehkan untuk
mengkonsumsi dietnya seperti biasa. Selain itu, jumlah sampel yang kecil membatasi
generalisasi temuan penelitian ini.

KESIMPULAN
Untuk disimpulkan, uji klinis acak terkontrol ini mengungkapkan bahwa da asosiasi
intervensi antara konsumsi yogurt dan penurunan insidensi diare pada anak yang dirawat di
rumah sakit dan diterapi dengan antibiotic. Efek positif ini juga ditemukan untuk durasi diare
dan onset. Namun asosiasi ini berhubungan dengan keberadaan bakteri hidup di placebo, dan
konsentrasi probiotik dan bakteri di yogurt.

KONFLIK KEPENTINGAN: Tidak ada.

Anda mungkin juga menyukai