Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Bunuh diri adalah fenomena sosial yang semakin sering terjadi di Indonesia.
Angka prevalensi kejadian ini adalah sekitar 2,9/100.000 penduduk. Bunuh diri
adalah penyebab kematian tersering ke-10 di seluruh dunia, dengan estimasi pada
tahun 2020 nanti sekitar 1,53 juta orang akan meninggal karena bunuh diri, atau
sekitar satu kematian setiap 20 detik dan satu percobaan bunuh diri setiap 1-2 detik.
Penyakit jiwa adalah faktor risiko terbesar untuk terjadinya bunuh diri. Secara
umum dianggap bahwa sekitar 90% korban bunuh diri memiliki latar belakang
gangguan jiwa. Gangguan yang tersering dialami adalah gangguan afektif, diikuti
dengan skizofrenia, lalu efek samping dari penyalahgunaan zat terlarang. Deteksi dini
dan terapi yang adekuat untuk gangguan jiwa merupakan salah satu cara pencegahan
terjadinya bunuh diri.
Bunuh diri dapat dicegah. Pencegahan utama dari bunuh diri adalah dengan
mengenali orang-orang yang berisiko bunuh diri, dan melakukan pendekatan yang
sesuai untuk memberikan dukungan bagi mereka yang berisiko. Dalam hal ini
pendekatan dilakukan melalui promosi kesehatan publik. Strategi yang tepat
diperlukan untuk memperkenalkan isu ini kepada khalayak umum, dengan harapan
bahwa program yang dibuat dapat membantu masyarakat menyadari pentingnya
kesehatan mental dan mengurangi risiko bunuh diri.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Pengertian Penyuluhan
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang
dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga
masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa
melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan (Azwar,
1983; Machfoedz, 2005:46).
2. Sasaran Penyuluhan
Sasaran penyuluhan merupakan pihak yang akan diberikan pendidikan
kesehatan, dibagi menjadi :
a. Masyarakat umum dengan berorientasi pada masyarakat pedesaan,
b. Masyarakat dalam kelompok tertentu, seperti wanita, pemuda,
remaja, kelompok pendidikan mulai dari TK sampai perguruan
tinggi,
c. Sasaran individu dengan teknik pendidikan kesehatan individual.
3. Metode Penyuluhan
Metode penyuluhan dibagi menjadi beberapa yaitu,
a. Metode berdasarkan tujuan
Tujuan dapat dikelompokkan menjadi tiga bidang yaitu
pengertian, sikap, dan ketampilan atau tindakan (Machfoedz et.al.,
2005:58). Apabila tujuan yang ingin dicapai adalah
mengembangkan pengertian, maksudnya agar peserta penyuluhan
tahu dan paham, maka menggunakan tulisan atau lisan sudah
cukup.

2
Apabila yang dibidik melalui penyuluhan adalah
mengembangkan sikap, maka penyuluh perlu membuat sasaran
merasakan atau menyaksikan, misal melalui video, foto, atau film.
Sedangkan demonstrasi, memperagakan, atau membiarkan sasaran
mencoba sendiri, digunakan untuk mengembangkan ketrampilan.
b. Metode berdasarkan sasaran
1) Metode pendidikan perorangan
Metode ini digunakan untuk membina perilaku baru,
atau membina seseorang yang mulai tertarik kepada suatu
perubahan perilaku atau inovasi (Notoatmodjo, 2007:57),
meliputi :
a) Bimbingan dan penyuluhan
b) Wawancara
Kedua cara tersebut dapat membantu individu memiliki
hubungan yanglebih intensif dan penyelesaian masalah
individu dapat lebih spesifik sesuai yang dihadapi invidu.
2) Metode pendidikan kelompok
Jumlah peserta dalam kelompok menjadi standar untuk
menentukan metode penyuluhan yang sesuai. Berikut ini
pembagian metode berdasarkan besar kecilnya kelompok :
a) Kelompok Besar
Kelompok dapat digolongkan ke dalam
kelompok besar jika pesertanya lebih dari 15 orang
(Notoatmodjo, 2007:58). Metode yang sesuai untuk
kelompok ini adalah metode ceramah dan seminar.
(1) Ceramah
Merupakan penyampaian materi secara
lisan untuk peserta yang berjumlah banyak
(Machfoedz et.al., 2005:40) dan dapat

3
digunakan untuk yang berpendidikan tinggi
maupun rendah (Notoatmodjo, 2007:58).
(2) Seminar
Seminar adalah suatu penyajian atau
presentasi dari satu ahli atau beberapa ahli
tentang suatu topik yang dianggap penting
dan biasanya dianggap hangat di masyarakat
(Notoatmodjo, 2007:59). Metode ini hampir
sama dengan ceramah tetapi lebih cocok
digunakan untuk peserta yang memiliki
pendidikan menengah ke atas.

b) Kelompok Kecil
Kelompok kecil adalah kelompok yang jumlah
pesertanya kurang dari 15 orang, berikut ini metode
yang cocok digunakan: diskusi kelompok, curah
pendapat, bola salju, kelompok-kelompok kecil,
memainkan peran, dan simulasi (Notoatmodjo,
2007: 59).
(1) Diskusi kelompok
Diskusi kelompok dapat dimulai untuk
3-15 orang yang akan membahas satu materi
dan dipimpin oleh satu orang sebagai ketua
(Machfoedz et.al., 2005:40), diskusi ini
dimulai oleh ketua dengan cara melontarkan
pertanyaan yang berhubungan dengan tema
untuk memancing seluruh anggota
berpendapat. Agar terjadi diskusi yang
hidup maka pemimpin kelompok harus

4
mengarahkan dan mengatur jalannya diskusi
sehingga semua orang dapat kesempatan
berbicara dan tidak menimbulkan dominasi
dari salah seorang peserta (Notoatmodjo,
2007:59).
Sedangkan ada peserta yang tidak
mendapat kesempatan untuk berpendapat,
waktunya lama dan tidak dapat diikuti oleh
peserta yang pengetahuannya kurang
(Machfoedz et.al., 2005: 40).
(2) Curah pendapat
Merupakan modifikasi dari metode
diskusi kelompok. Pada prinsipnya curah
pendapat hampir sama dengan diskusi
kelompok, bedanya pada permulaannya
ketua kelompok memancing dengan satu
masalah kemudian tiap peserta memberikan
pendapatnya. Dicatat semuanya kemudian
didiskusikan bersama (Notoardmodjo,
2007:60).
(3) Bola salju
Kelompok dibagi menjadi berpasang-
pasangan kemudian diberikan pertanyaan
atau masalah untuk dibahas. Setelah itu
setiap pasang disatukan kembali dalam satu
kelompok semula dan menarik kesimpulan.
Jadi seluruh anggota kelompok berdiskusi
dengan menggunakan metode ini
(Notoardmodjo, 2007:60).

5
(4) Kelompok-kelompok kecil (buzz group)
Kelompok dibagi menjadi kelompok-
kelompok kecil yang diberikan masalah
yang sama atau berbeda dengan kelompok
lain kemudian mereka diminta untuk
mendiskusikannya dan hasilnya
didiskusikan kembali melalui kelompok
besar kemudian ditarik kesimpulan
(Notoatmodjo, 2007: 60).
(5) Memainkan peran
Metode ini mirip sekali dengan
memainkan drama, setiap anggota yang
akan menjadi pemerannya. Misalnya ada
sebuah ilustrasi dan mereka diminta untuk
memperagakannya.
(6) Permainan simulasi
Permainan ini merupakan gabungan
antara memainkan peran dengan diskusi
kelompok tetapi dikemas dalam bentuk
permainan. Jenis permainan yang
digunakan misalnya monopoli, beberapa
akan menjadi pemain dan sebagian menjadi
narasumber.
c) Metode pendidikan massa
Metode ini cocok untuk
mengkomunikasikan pesan kesehatan untuk
masyarakat. Contoh metode tersebut yaitu ceramah
umum, pidato-pidato atau diskusi melalui media
elektronik, simulasi, tulisan-tulisan di majalah, dan

6
billboard (Notoatmodjo, 2007: 61). Metode –
metode tersebut dirancang untuk dapat ditayangkan
atau disebarluaskan dengan mudah, tetapi
pemahaman masyarakat tidak dapat langsung
diukur.

4. Langkah-langkah Merencanakan penyuluhan (Machfoedz et.al., 2005:51)


a. Mengenal masalah, masyarakat, dan wilayah
b. Menentukan prioritas
c. Menentukan tujuan penyuluhan
d. Menentukan sasaran penyuluhan
e. Menentukan isi penyuluhan
f. Menentukan metode yang akan digunakan
g. Memilih alat-alat peraga
h. Menyusun rencana penilaian
i. Menyusun rencana kerja

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyuluhan


Tercapainya tujuan pendidikan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu faktor input atau masukan, faktor metode, faktor materi,
pendidik, dan alat peraga (Notoatmodjo, 2007:56).
a. Faktor input yaitu peserta didik, kemampuannya dalam menerima
materi yang disampaikan dipengaruhi oleh:
1) Kematangan, yaitu kematangan baik secara fisik, psikis,
dan sosial.
2) Pengetahuan yang diperoleh sebelumnya, yaitu
pengetahuan yang diperoleh baik melalui lembaga
pendidikan formal, non formal, maupun melalui
pengalaman sebelumnya.

7
3) Motivasi, yaitu pendorong untuk mempelajari. Apabila
peserta memiliki dorongan yang tinggi untuk
memperlajari materi yang disampaikan, peserta akan
lebih memperhatikan.
b. Metode penyampaian
merupakan bagaimana cara menyampaikan yang pada dasarnya
merupakan metode belajar-mengajar (Machfoedz et.al., 2005: 39)
yang dibagi menjadi metode diktatik (satu arah) dan sokratik (dua
arah). Metode diktatik menuntut pendidik aktif dan peserta
biasanya pasif, misalnya tulisan, ceramah, siaran radio, dan lain-
lain. Sedangkan metode sokratik, peserta dan pendidik keduanya
aktif dan terjadi timbal balik, misalnya diskusi, demonstrasi,
lokakarya, dan lain-lain.
c. Materi
Materi yang disampaikan juga mempengaruhi pemahaman
peserta. Semakin komplek, tidak jelas, dan banyak beban tugas
yang harus dipikul akan membuat mempersulit peserta
(Machfoedz et.al., 2005:36). Dengan demikian penyaji harus
memilih materi dengan tepat. Materi yang benar-benar penting
dan penyampaiannya runtut dan jelas.
d. Alat bantu peraga
Keberadaan alat bantu atau peraga akan mempengaruhi
kemudahan peserta mengingat dan memahami materi. Seperti
yang diterangkan melalui kerucut Edgar Dale, yang membagi alat
peraga menjadi 11 macam sekaligus menggambarkan tingkat
intensitas tiap-tiap alat tersebut dalam sebuah kerucut. Di bagian
yang paling dasar adalah benda asli dan yang paling atas adalah
kata-kata. Artinya benda asli memiliki intensitas paling tinggi

8
dalam membantu mempersepsikan bahan pendidikan. Sedangkan
kata-kata sangat kurang efektif (Notoarmodjo, 2007:63)
e. Pendidik,
Keberadaan pendidik sangat penting sebagai pihak yang
menyampaikan materi. Pendidik harus mampu menyampaikan
materi dengan jelas, sehingga peserta paham terhadap materi yang
disampaikan.
6. Penyuluhan metode ceramah
a. Pengertian ceramah
Merupakan penyampaian materi secara lisan untuk peserta
yang berjumlah banyak (Machfoedz et.al., 2005:40) dan Notoatmodjo
(2007) menjelaskan bahwa ceramah adalah cara penyampaian bahan
pelajaran dengan komunikasi lisan.
b. Keuntungan metode ceramah
1) Ekonomis dan efektif untuk menyampaikan informasi dan
pengertian (Notoatmodjo, 2007: 177),
2) Mudah, murah, dan dapat diikuti oleh peserta didik dalam
jumlah banyak (Machfoedz et.al., 2005:40).
c. Kekurangan metode ceramah
1) Kurang diketahuinya umpan balik dan sulit untuk dinilai hasilnya
(Machfoedz et.al., 2005:40).
d. Penggunaan metode ceramah
1) Digunakan untuk jumlah peserta yang banyak,
2) Digunakan jika bahan langka,
3) Untuk memberikan pengantar atau petunjuk bagi format lain,
4) Digunakan untuk keperluan penyampaian informasi dan pengertian
(Notoatmodjo, 2007:177)
e. Persiapan ceramah, meliputi :

9
1) Persiapan materi dan mempelajarinya dengan sistematika yang
baik,
2) Persiapan alat-alat bantu penyuluhan seperti slide, modul, leaflet,
sound system dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007:58).
f. Pelaksanaan ceramah
Bagian ini merupakan kunci keberhasilan ceramah, sehingga
penceramah seharusnya dapat menguasai sasaran. Hal-hal yang dapat
dilakukan untuk menguasai sasaran :
1) Sikap dan penampilan harus meyakinkan, tidak ragu-ragu, dan
gelisah,
2) Suara cukup keras dan jelas,
3) Pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah,
4) Berdiri di depan,
5) Menggunakan alat-alat bantu semaksimal mungkin (Notoatmodjo,
2007:58).

7. Penyuluhan metode diskusi


a. Pengertian
Diskusi merupakan metode yang berfokus pada mahasiswa
(student centered method). Metode ini memberikan peluang kepada
mahasiswa untuk aktif mengkomunikasikan dan mensosialisasikan
gagasan dan konsep, memanfaatakan sumber-sumber informasi dari
kelompoknya, penerapan teori-teori yang pernah diperoleh dan
memberikan respon kepada dosen apa sebenarnya yang telah diperoleh
mahasiswa dalam kuliah. Diskusi di samping dapat mengukur apakah
mahasiswa sudah membaca buku atau belum, dapat juga mengukur
seberapa kritis dan kreatif gagasan dan pendapat mereka (Tim penulis
MPT; Mubarak et.al., 2007: 183)

10
Diskusi adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui
wahana tukar pendapat dan informasi berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang telah diperoleh diperoleh guna memecahkan suatu
masalah, memperjelas sesuatu bahan serta pelajaran dan mencapai
kesepakatan (Mubarak et.al., 2007:184).
b. Jenis diskusi
1) Diskusi forum
Diskusi yang digunakan untuk kelompok yang jumlah
anggotanya sejumlah 25 orang atau lebih disebut diskusi forum.
Diskusi ini membutuhkan seorang narasumber dan moderator
(Machfoedz et.al., 2005:40). Diskusi forum berbeda dengan
diskusi kelompok, dalam diskusi kelompok posisi seluruh anggota
kelompok sama sedangkan dalam diskusi forum ada seorang yang
memiliki pengetahuan lebih sebagai narasumber.

2) Diskusi kelompok kecil (whole group)


Diskusi dengan anggota kelompok kurang dari 15 orang.
3) Buzz group
Kelompok dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang
diberikan masalah yang sama atau berbeda dengan kelompok lain
kemudian mereka diminta untuk mendiskusikannya dan hasilnya
didiskusikan kembali melalui kelompok besar kemudian ditarik
kesimpulan (Notoatmodjo, 2007: 60).
4) Panel
Diskusi dengan kelompok kecil 3-6 orang, yang
mendiskusikan tema tertentu, dipimpin oleh seorang moderator.
Diskusi ini dapat berhadapan langsung dengan audience maupun
tidak, misalnya diskusi panel di televisi.
5) Sundicate group

11
Diskusi kelompok kecil terdiri 3-6 orang untuk mendiskusikan
topik tertentu. Pendidik menjelaskan permasalahan yang akan
dibahas secara umum dan membagi aspek yang berbeda pada setiap
kelompok. Setelah selesai, setiap kelompok akan
mempresentasikan hasilnya, didiskusikan, dan diambil kesimpulan
6) Brain stroming group
Kelompok menyumbang ide-ide baru tanpa dinilai segera
(Mubarak et.al., 2007: 186), anggota kelompok mengungkapkan
pendapat berdasarkan pengetahuan sementara yang dimilikinya.
7) Simposium
Dalam metode tersebut, beberapa orang membahas tentang
berbagai aspek dari suatu subyek tertentu, dan membacakan
dimuka peserta simposium secara singkat (5-20 menit).
Kemudian diteruskan dengan pertanyaan dan sanggahan dari
penyanggah maupun dari peserta. Bahasan dan sanggahan itu
selanjutnya dirumuskan (Mubarak et.al., 2007: 187).
8) Informal debate
Merupakan bentuk diskusi dengan mendebatkan sebuah topik
yang sesuai. Metode ini dapat dilakukan dengan membagi
kelompok besar menjadi dua kelompok.
9) Colloqium
Merupakan bentuk diskusi dengan menggunakan tanya jawab
antara narasumber dan peserta. Sehingga peserta memperoleh
pengetahuan dari tangan pertama ( Mubarak et.al., 2007: 187).
10) Fish bowl
Jika menggunakan metode ini, harus mengatur tempat duduk
setengah lingkaran dengan dua atau tiga kursi kosong menghadap
peserta diskusi. Kelompok pendengar duduk mengelilingi
kelompok diskusi, seolah-olah melihat ikan yang berada dalam

12
sebuah mangkuk. Sedang kelompok diskusi berdiskusi, kelompok
pendengar yang ingin menyumbang pikiran dapat masuk duduk di
kursi kosong dan dapat berbicara setelah ketua diskusi
mempersilakan (Mubarak et.al., 2007:187).
c. Keuntungan
Keuntungan menggunakan metode ini, pada pesertanya dapat :
1) mengembangkan kreativitas,
2) menyampaikan berbagai pendapat yang berbeda,
3) mengembangkan berbagai analisa (Machfoedz, 2005 : 40)
4) mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut,
5) melatih ketrampilan bertanya, komunikasi, menafsirkan dan
keberanian (Mubarak et.al., 2007: 185).
d. Kerugian
1) Metode ini akan dikuasai oleh peserta yang suka bicara,
2) Informasi yang didapat terbatas karena waktu,
3) Adanya berbagai sudut pandang dalam memecahkan masalah yang
menyimpang dari topik diskusi,
4) Diskusi membutuhkan penjelasan logis ( Mubarak et.al.,
2007:185).
e. Cara menggunakan metode diskusi di kelas
1) Pendidik memberi pengantar tentang topik diskusi dan materi
sudah disampaikan sebelumnya,
2) Membagi kelompok dan memilih ketua,
3) Mengumumkan aturan main,
4) Pendidik sebagai pengawas ketika kelompok berdiskusi,
5) Melaporkan hasil diskusi, dapat berupa catatan
6) Menyimpulkan (Mubarak et.al., 2007: 190)
8. Pengertian warga desa

13
Menurut Sutardjo Kartohadikusumma, desa adalah suatu kesatuan
hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri.
Masyarakat yang tinggal di desa tersebut dan berada di bawah
pemerintahan desa disebut warga desa.
9. Pengertian pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat
kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak
sengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan
terhadap objek tertentu (Mubarak et.al.,2006; Machfoedz er.al., 2005:28).
Sedangkan Notoatmodjo, 2005 : 50, menyatakan bahwa pengetahuan
merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mat, hidung, telinga, dan
sebagainya. Pengetahuan dapat diperoleh melalui kegiatan penyuluhan
10. Tingkatan pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif memiliki enam
tingkatan, yaitu :
a. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya, mengingat kembali termasuk (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan
yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
mengintepretasikan materi tersebut secara luas.
c. Aplikasi (application), diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
nyata.
d. Analisis (analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi

14
masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada
kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis), menunjukkan pada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation), ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
objek (Mubarak et.al., 2007:29).
11. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang (Mubarak et.al.,
2007:30) meliputi :
a. Pendidikan
Pendidikan yang telah ditempuh peserta baik formal maupun
nonformal akan mempengaruhi pengetahuannya. Seseorang yang
memiliki pendidikan lebih tinggi biasanya dapat lebih mudah
memahami materi yang disampaikan.
b. Pekerjaan
Lingkungan kerja seseorang dapat mempengaruhi pengetahuan
seseorang karena melalui lingkungan kerja seseorang akan
memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru.
c. Umur
Seseorang akan memiliki kematangan baik secara psikologis
maupun kognitif dengan bertambahnya usia. Kemampuan seseorang
untuk memperoleh pengetahuan sangat dipengaruhi oleh kematangan
sistem saraf dan mentalnya, misalnya daya tangkap seorang yang
berumur lima tahun dengan yang berumur 13 tahun akan berbeda.
d. Minat
Seseorang yang memiliki minat atau kesenangan pada suatu hal
cenderung akan mencoba dan lebih menekuninya sehingga ia akan
memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

15
e. Pengalaman
Pengalaman yang pernah dialami akan memberikan kesan
tertentu, berupa kesan yang menyenangkan atau kesan yang kurang
menyenangkan. Sesuatu yang menyenangkan cenderung akan
dikenang, sebaliknya pengalaman yang kurang menyenangkan
cenderung akan dilupakan. Hal yang sangat penting untuk membuat
agar penyuluhan dijadikan sebuah pengalaman yang menyenangkan.
f. Kebudayaan lingkungan sekitar
Budaya yang ada di tempat tinggal seseorang akan
mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang.
g. Informasi
Kemudahan untuk mengaskses informasi akan mempengaruhi
pengetahuan seseorang. Dua orang yang tinggal di daerah pedalaman,
yang satu memiliki kemudahan untuk mengakses internet, sedangkan
yang satu tidak memiliki akses internet. Orang yang memiliki akses
internet cenderung lebih mengetahui banyak hal dibandingkan yang
satunya.
12. Pengetahuan pencegahan bunuh diri
a. Pengertian Bunuh Diri
Bunuh diri atau suicide berasal dari kata dasar ‘sui’ dan ‘caedre’
yang artinya diri sendiri dan membunuh. Shneidman (1985)
mendefinisikan bunuh diri sebagai tindakan disengaja yang
menyebabkan peniadaan dan menekankan pada pentingnya stressor
psikososial dan ketidakmampuan untuk menyelesaikan penderitaan
atau nyeri yang tidak tertahankan dengan menghentikan ‘kesadaaran’.
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja dan
tahu akibat dapat mengakhiri hidupnya dalam waktu singkat (Maramis,
1998:431; Yosep, 2007:128). Diungkapkan bunuh diri merupakan
tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri

16
hidupnya (Keliat et.al., 2011:202). Dapat disimpulkan bahwa bunuh
diri merupakan usaha untuk menghilangkan nyawa diri sendiri secara
sadar sebagai cara memecahkan masalah yang dihadapi.
b. Macam-macam perilaku bunuh diri
1) Isyarat bunuh diri
Merupakan tanda-tanda seseorang ingin melakukan bunuh diri.
Seseorang sudah memiliki ide bunuh diri tapi belum memikirkan
caranya maupun melakukan percobaan. Ide bunuh diri adalah
pikiran melukai atau mematikan diri tetapi tidak memiliki rencana,
maksud, atau niat (Otong, 2008). Isyarat secara tidak langsung
misalnya dengan mengatakan, “ Semua akan lebih baik tanpa
saya” (Keliat et.al., 2011:202) atau “Tolong jaga anak-anak,
karena saya akan pergi jauh” (Ermawati et.al., 2009:110).
2) Ancaman bunuh diri
Pada perilaku ini, seseorang sudah memiliki ide bunuh diri yang disertai rencana lalu
mengancam akan melakukan bunuh diri, namun tidak disertai tindakan bunuh diri
(Ermawati, 2009:111). Ide yang berlanjut, akan timbul maksud bunuh diri yang
mengarah pada derajat dimana seseorang cenderung mewujudkan ide bunuh diri
(Otong, 2008). Ketika seseorang memiliki ide dan maksud, biasanya akan muncul
ancaman bunuh diri, yaitu pengungkapan dari tindakan pengrusakan diri atau melukai
diri yang jika dilakukan kemungkinan besar akan mengakibatkan kematian
(Shneidman,1985; Otong, 2008)
3) Percobaan bunuh diri
Merupakan tindakan untuk melukai diri untuk menyakiti
hidupnya (Ermawati, 2009:111), tindakan aktif untuk
menghilangkan nyawanya. Seseorang akan mencoba memotong
urat nadi, menggantung diri, minum obat racun atau yang lainnya,
asalkan dapat menghilangkan nyawanya.
c. Faktor resiko bunuh diri

17
Faktor resiko bunuh diri adalah faktor yang dapat menambah
peluang terjadinya tindak bunuh diri. Berikut ini terdapat tujuh faktor :
1) Status perkawinan
Tingkat bunuh diri seseorang yang masih sendiri adalah dua
kali lipat dibandingkan orang yang menikah. Bercerai, berpisah, atau
seorang janda memiliki kecenderungan empat kali sampai lima kali
lebih besar dari mereka yang menikah ( Jacobs et al., 2006).
2) Gender
Wanita berusaha melakukan bunuh diri lebih banyak, tapi pria
lebih berhasil dalam melakukan bunuh diri. Jumlah keberhasilan
bunuh diri sekitar 70 % untuk pria dan 30% untuk wanita. Wanita
cenderung memilih over dosis; pria menggunakan metode yang lebih
mematikan seperti menggunakan senjata api. Perbedaan antara
wanita dan pria juga dapat terlihat dari kecenderungan dari wanita
untuk mencari dan menerima bantuan dari teman atau profesional,
sedangkan pria sering menganggap bahwa mencari bantuan sebagai
tanda kelemahan (Townsend, 2009:265).

3) Usia
(a) Remaja dan dewasa awal
Bunuh diri menjadi penyebab kematian ketiga setelah
kecelakaan dan pembunuhan pada individu 14- 24 tahun.
Keturunan Amerika-India dan remaja asli Alaska memiliki
jumlah bunuh diri tertinggi (NAHIC, 2006). Faktor resiko
paling kuat pada kaum muda adalah tindak kekerasan, agresi,
perilaku depresi, dan isolasi sosial. Faktor lain yang
berhubungan dengan bunuh diri di kalangan remaja adalah :
(1) sering melarikan diri,

18
(2) sering menekspresikan kemarahan,
(3) keluarga kehilangan kestabilan,
(4) sering bermasalah dengan orang tua,
(5) menarik diri dari keluarga dan teman,
(6)mengekspresikan ide bunuh diri atau berbicara
tentang kematian atau akherat ketika sedih atau
bosan,
(7)kesulitan dalam berurusan dengan orientasi jenis
kelamin,
(8) kehamilan tidak direncanakan
(Varcarolis dan Haalter, 2009: 413-415).
(b) Dewasa Akhir
Seseorang yang berusia 65 tahun atau lebih memiliki
angka bunuh diri tertinggi di bandingkan kelompok usia
lainnya (Varcarolis dan Halter, 2009: 413-415). Faktor resiko
yang menyebabkan tingginya bunuh diri pada lansia yaitu
isolasi sosial, hidup sendiri, menjanda, kekurangan sumber
penghasilan, kesehatan buruk, dan perasaan keputusasaan
(Sadock&Sadock, 2007, Townsend, 2009)
4) Status sosial ekonomi
Individu di kelas sosial yang sangat tinggi dan sangat rendah memiliki angka
kejadian bunuh diri tertinggi dibandingkan mereka uang hidup kelas menengah
(Sadock & Sadock, 2007; Townsend, 2009).
5) Etnis
Hasil statistika memperlihatkan kulit putih beresiko paling tinggi dalam
bunuh diri, disusul oleh orang Amerika asli, Afrika Amerika, Amerika hispanik, dan
Amerika Asia (National Center for Health Statistics, 2007; Townsend, 2009).
6) Faktor lainnya

19
Seseorang dengan gangguan mood (mayor depresi dan gangguan bipolar) jauh
lebih mungkin melakukan bunuh diri daripada kelompok resiko gangguan psikiatrik
atau medis. Sadock & Sadock (2007) melaporkan bahwa 95% orang yang melakukan
percobaan atau tindak bunuh diri terdiagnosa memiliki gangguan mental, 80%
diantaranya adalah yang memiliki gangguan depresi. Gangguan psikiatrik lainnya
yang mungkin memiliki perilaku tubuh bunuh diri yaitu gangguan penyalahgunaan
zat psikoaktif, skizofrenia, gangguan kepribadian, dan gangguan cemas (Jacobs et.al.,
2006).
Derajat bunuh diri pada pasangan remaja homoseksual lebih tinggi daripada
mereka yang memiliki pasangan heteroseksual (Remafedi dan association, 1998;
Townsend, 2009). Resiko tinggi juga dihubungkan dengan riwayat bunuh diri
keluarga, khususnya yang berjenis kelamin sama. Seseorang yang pernah melakukan
usaha bunuh diri. Kehilangan cinta melalui perpisahan atau kematian, dan kehilangan
pekerjaan atau peningkatan pengeluaran, juga dapat meningkatkan resiko bunuh diri
(Varcarolis dan Haalter, 2009: 267)
d. Faktor penyebab bunuh diri
1) Teori Psikologis –penderitaan tak tertahankan
Faktor-faktor penyebab bunuh diri berikut :
a) Isolasi dan kesepian memicu perilaku bunuh diri, hal
tersebut dapat dipicu oleh hilangnya objek yang
dicintainya. Misalnya seorang suami yang ditinggal mati
anak dan istrinya. Kehilangan objek yang dicintainya
menyebabkan kemarahan batin yang secara langsung
diinternalkan (Freud, 1920; Stekel, 1967), diwujudkan
dengan usaha bunuh diri.
b) Kematian sebagai upaya penebusan dosa dari kesalahan
sebelumnya.
Kesalahan yang pernah diperbuat menimbulkan
rasa bersalah. Rasa bersalah berkontribusi dalam

20
mendorong seseorang melakukan bunuh diri (Litman, 1967;
Worret&Fortinash, 2008:463).
c) Kematian sebagai cara untuk mendapatkan kembali objek
yang dicintainya
d) Bunuh diri sebagai kelanjutan hasil dari proses depresi
mayor.
Depresi berat menjadi penyebab utama bunuh diri.
Depresi timbul, disebabkan pelaku tidak sanggup
menanggung beban permasalahannya. Tekanan yang terus
menerus, permasalahan yang menumpuk, pada puncaknya
menyebabkan timbulnya keinginan bunuh diri (Rooswita;
Yosep, 2007:133).
Dalam teori psikodinamika Freud, depresi akibat
kehilangan seseorang yang dicintai sehingga memicu
perasaan tidak berdaya, keputusasaan, bersalah, kehilangan
harga diri. Bunuh diri dianggap sebagai penyelesaian dari
rasa sakit tersebut (Marcus, 2008).
e) Ide dan perilaku bunuh diri berasal dari pengabaian
kecemasan
2) Teori interpersonal
Bunuh diri menjadi bukti kegagalan untuk menyelesaikan
konflik interpersonal (Sullivan,1956; Worret&Fortinash, 2008:463).
Padahal dari hubungan interpesonal yang memuaskan seseorang akan
memperoleh dukungan. Dukungan yang diperoleh akan membantu
dalam mengkoping stres kehidupannya.
Kebermaknaan hubungan interpersonal menjadi penyangga
untuk menghindarkan seseorang dari stress yang tidak tertoleransi dan
kerusakan akibat krisis (Antai-otong, 2008). Tetapi lain halnya

21
dengan seseorang yang tidak dapat merasakan kebermaknaan
hubungannya dengan orang lain cenderung akan merasa sendiri.
3) Teori kognitif
Menekankan peran pola pikiran : negativistik, kelemahan diri
dan pandangan suram terhadap masa depannya. Beberapa
menyimpulkan, kekakuan kognitif, ketidakmampuan mengidentifikasi
masalah dan solusinya menjadi faktor penyebab bunuh diri ketika
menghadapi stres (Rudd et.al., 1994; Marcus, 2008: 464).
Horney menyatakan bunuh diri sebagai jalan keluar untuk
seseorang yang mengalami pengasingan diri yang ekstrim sebagai
hasil dari jarak yang besar antara ideal diri dan psikososial yang
dirasakan diri (Weiss,1966; Worret&Fortinash, 2008:463).
4) Teori Sosiologis
Teori ini mengacu teori yang diungkapkan oleh Erick
Durkheim (1951), memandang bahwa bunuh diri terjadi berkaitan
dengan kehidupan sosial. Kemudian bunuh diri dikelompokan
menjadi anomic, egoistic, altruistic, dan fatalistic (Worret&Fortinash,
2008:463). Berawal dari keempat kelompok tersebut, dapat dilihat
bahwa tiap jenis memiliki penyebab berbeda, yaitu :
a) Bunuh diri altruistik, bunuh diri karena tuntutan sosial dan
mengorbakan diri dianggap sebagai hal yang terbaik untuk
masyarakat.
b) Bunuh diri anomik, terpicu oleh perubahan mendadak
dalam hubungannya dengan masyarakat. Perubahan
standar hidup mereka.
c) Sedangkan egoistik merasa terasingkan, tidak memiliki
dukungan yang penting untuk dapat berfungsi secara
adaptif. penghukuman mati diri dari individu yang
melanggar kata hati mereka sendiri.

22
d) Bunuh diri fatalistik merupakan penghukuman mati diri
sebagai hasil dari peraturan berlebihan
(Worret&Fortinash, 2008:463)

5) Faktor neurologik
Serotonin. Peneliti menemukan ketidakteraturan sistem
serotonin pada pasien bunuh diri. Serotonin memiliki peran yang
penting dalam resiko bunuh diri karena serotonin yang mengatur
suasana hati dan memodifikasi perasaan takut, kecewa, dan depresi
(Vogt, 1984; Antai-Otong, 2008). Seseorang yang bermasalah dengan
kadar serotonin memiliki potensi untuk melakukan tindak bunuh diri.
e. Tanda dan Gejala Bunuh Diri
Tanda-tanda seseorang ingin bunuh diri (Rochmawati, 2009) :
1) Membicarakan tentang kematian, seperti berandai-andai untuk mati,
menyatakan tentang kematian yang akan menyelesaikan semua
permasalahan hidupnya.
2) Berkeluh kesah menyatakan rasa putus asa, tidak ada harapan, merasa
tidak ada yang mau menolong dia, tidak berguna, tidak berharga, atau
merasa yang lain akan lebih baik jika dia tidak ada.
3) Mendadak sangat ceria atau pendiam, orang tersebut terlihat berbeda
sekali dari biasanya, bahkan tidak berminat pada hal yang sebelumnya
disenangi
4) Ditemukan surat wasiat. Tidak semua orang yang akan bunuh diri
meninggalkan surat wasiat, tetapi sebagian dari mereka menulis pesan
– pesan tertentu.

23
f. Upaya pencegahan bunuh diri
Stuart dan Sundeen (1987) dalam Ermawati (2007),
mengindentifikasi intervensi utama pada klien dengan perilaku bunuh diri
sebagai berikut :
1) Melindungi, merupakan tindakan untuk mencegah pasien
melukai diri. Melindungi dapat dilakukan dengan cara
menempatkan pasien di tempat yang aman, bukan diisolasi.
2) Meningkatkan harga diri
Pasien yang ingin bunuh diri memiliki harga diri
rendah. Menyediakan waktu dan diri perawat untuk pasien
membuktikan bahwa pasien penting sehingga dapat
meningkatkan harga dirinya.
3) Menguatkan koping konstruktif atau sehat
Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai
klien. Koping yang destruktif perlu dimodifikasi dan koping
yang positif atau konstruktif perlu dikuatkan dan dipuji.
4) Menggali perasaan
Menggali perasaan ini dimaksudkan agar perawat dapat
mengenali perasaan pasien dan menemukan faktor-faktor yang
menyebabkan perilaku bunuh diri.
5) Menggerakkan dukungan sosial
Biasanya pasien yang memiliki kecenderungan
melakukan tindak bunuh diri kurang mendapat dukungan
sosial. Sehingga sebagai perawat perlu berkolaborasi dengan
keluarga, teman, atau yang lainnya untuk membantu
meningkatkan sistem dukungan. Hal tersebut dapat dimulai
dengan membina dan meningkatkan kualitas komunikasi.
Upaya pencegahan perilaku bunuh diri yang dapat dilakukan oleh
keluarga atau masyarakat :

24
1) Mengenali tanda dan gejala perilaku bunuh diri
2) Mengamankan orang yang mengancam atau hendak
melakukan percobaan bunuh diri
Cara mengamankan :
(a) Menempatkan pada ruang yang aman dan mudah diawasi
(b) Menyingkirkan peralatan yang dapat digunakan untuk
bunuh diri
(c) Mengawasi meskipun tanda dan gejala bunuh diri tidak
muncul
(d) Tidak meninggalkan sendirian
3) Meminta bantuan kepada masyarakat atau orang lain jika ada
yang hendak melakukan percobaan bunuh diri
4) Merujuk ke puskesmas atau rumah sakit

25
BAB III
KESIMPULAN

Bunuh diri adalah fenomena sosial yang semakin sering terjadi di Indonesia.
Penyakit jiwa adalah faktor risiko terbesar untuk terjadinya bunuh diri. Gangguan
yang tersering dialami adalah gangguan afektif, diikuti dengan skizofrenia, lalu efek
samping dari penyalahgunaan zat terlarang. Deteksi dini dan terapi yang adekuat
untuk gangguan jiwa merupakan salah satu cara pencegahan terjadinya bunuh diri.
Bunuh diri dapat dicegah. Pencegahan utama dari bunuh diri adalah dengan
mengenali orang-orang yang berisiko bunuh diri, dan melakukan pendekatan yang
sesuai untuk memberikan dukungan bagi mereka yang berisiko. Dalam hal ini
pendekatan dilakukan melalui promosi kesehatan public.
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan
dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja
sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada
hubungannya dengan kesehatan di mana didalamnya terdapat sasaran penyuluhan,
metode penyuluhan, langkah-langkah penyuluhan, penyuluhan metode ceramah,
penyuluhan metode diskusi pengertian warga desa, tingkatan pengetahuan, faktor-
faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, dan pengetahuan pencegahan
bunuh diri.
Mengetahui dan memahami tentang bunuh diri terlebih dahulu dapat
membantu kita untuk melaksanakan penyuluhan seperti mengetahui tentang
pengertian bunuh diri, macam-macam perilaku bunuh diri, faktor resiko bunuh diri,
faktor penyebab bunuh diri, tanda dan gejala bunuh diri dan upaya pencegahan
bunuh diri.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. National Center for Injury Prevention and Control. 2017. Preventing Suicide: A
Technical Package of Policy, Program, and Practices. Georgia: Centers for
Disease Control and Prevention
2. Värnik, P. 2012. Suicide in the World. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 9(3), 760–771.
3. Bertolote, J. M., & Fleischmann, A. 2002. Suicide and psychiatric diagnosis: a
worldwide perspective. World Psychiatry, 1(3), 181–185.
4. Wasserman, D., Cheng, Q., & Jiang, G.-X. 2005. Global suicide rates among
young people aged 15-19. World Psychiatry, 4(2), 114–120.
5. World Health Organization. 2015. Global Health Observatory data: Suicide
rates. WHO.
6. World Health Organization. 2013. Mental health action plan 2013 – 2020. WHO.
7. Kaplan, HI, Saddock, BJ & Grabb, JA. 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri.
Tangerang: Binarupa.
8. Mubarak, Wahit dkk. 2007. Promosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses.
Yogyakarta: Graha Ilmu
9. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta
10. Dalami, Ermawati. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta: Trans Info Media

27

Anda mungkin juga menyukai