Anda di halaman 1dari 13

CASE REPORT

Seorang wanita berusia 23 tahun dengan Pemphigoid Bulosa

Disusun Oleh:
Lea Rahmadinia, S. Ked (J510185096)

Pembimbing :
dr. Rully Setia Agus D, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSUD Dr. HARJONO KABUPATEN PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
CASE REPORT
Seorang wanita berusia 23 tahun dengan Pemphigoid Bulosa Disusun

Oleh:
Lea Rahmadinia, S. Ked (J510185096)

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
.........................................
Pembimbing
dr. Rully Setia Agus D, Sp.KK ( ..........................................)

Dipresentasikan dihadapan
dr. Rully Setia Agus D, Sp.KK ( ..........................................)

Disahkan Ka. Program Pendidikan Profesi FK UMS


Dr. Iin Novita Nur M, M. Sc. Sp. PD ( ............................................)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSUD Dr. HARJONO KABUPATEN PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. DCP
Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Pemeriksaan : 10 September 2018

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Muncul plenting – plenting di tangan, kaki, dan wajah.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli kulit RSUD Dr. Harjono dengan lepuh – lepuh
yang semakin banyak dan membesar, tidak mudah pecah. Lepuh terasa gatal,
tidak bertambah gatal saat berkeringat atau saat udara lebih dingin. Lepuh
muncul kurang lebih 2 minggu yang lalu. Pasien sebelumnya tinggal di
Yogyakarta, kemudian baru berkunjung ke Ponorogo dan muncul keluhan.
Awalnya berupa plenting kecil merah tapi lama – lama membesar menjadi
lepuh. Muncul mulai dari wajah kemudian tangan dan kaki yang tidak
tertutup baju lalu semakin naik. Lepuh pada kaki sempat dipakaikan kaos
kaki yang kencang kemudian saat dibuka ada plenting yang pecah dan
meninggalkan luka di jari. Sebelumnya dirumah sudah diberikan Caladin
untuk mengurangi rasa gatalnya. Pasien sudah berobat ke Puskesmas
diberikan obat cacar air tetapi belum membaik. Pasien mandi dengan air
hangat dan daun sirih.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat asma : disangkal
c. Riwayat alergi : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat alergi : disangkal
c. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
d. Riwayat hipertensi : disangkal
5. Riwayat Kebiasaan :

Pasien mengaku tidak pernah bergantian handuk ataupun pakaian dengan


anggota keluarga lain

6. Riwayat Psikososial :
Pasien mengaku sedang tidak dalam tekan apapun, hubungan keluarga
dan tetangga baik. Pasien tinggal bersama suami dan anaknya.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
c. BB : 54kg
2. Vital Sign
a. Tekanan darah :-
b. Nadi : 90 x/ menit
c. Respiration rate : 16 x/ menit
d. Suhu :-
3. Status Generalis
a. Kepala
Normocephal, dbn
b. Mata
Tidak anemis, sklera tidak ikterik
c. Leher
Tidak dilakukan
d. Thoraks
1) Pulmo : tidak dilakukan
2) Jantung : tidak dilakukan
e. Abdomen
Tidak dilakukan
f. Ekstremitas
Anggota gerak tidak melemah, akral hangat namun banyak terdapat
lepuh.
4. Status Dermatologis
a. Lokasi : wajah, tangan, dan kaki.
b. Eflorensensi : bulae tegang dan vesikulae diskret disertai ekskoriasi
pada kaki

1. Bulae eritema berdinding tegang diskret.

2. Vesikulae eritema berdinding tegang disertai erosi .

3. Bulae berdinding tegang disertai erosi.


5. Pemeriksaan khusus
Nikolsky sign (-)
D. Pemeriksaan Penunjang :
1. Histopatologi : tidak dilakukan.
2. Imunofloresensi : tidak dilakukan
E. Daftar masalah
1. Muncul lepuh – lepuh berdinding tegang dan tidak mudah pecah dibagian
wajah, lengan, dan kaki.
2. Lepuh disertai rasa gatal dan nyeri.
3. Lepuh dikaki mengganggu aktivitas seperti berjalan.
4. Pasien merupakan ibu menyusui.
5. Sudah berobat tetapi tidak membaik.
6. Pemeriksaan nikolsky sign negatif.
F. Diagnosis Banding :
1. Pemphigoid Bulosa
2. Pemphigus Vulgaris
3. Impetigo Bulosa
4. Dermatitis Herpetiformis
G. Diagnosis Kerja:
Pemphigoid Bulosa
H. Tatalaksana :
1. Non Medikamentosa
Edukasi :
a. Memberikan pengertian bahwa pemphigoid bulosa adalah penyakit yang
tidak menular karena merupakan penyakit autoimun.
b. Menjaga kebersihan untuk menghindari infeksi sekunder.
c. Tidak menggaruk lepuh bila gatal, dan tidak memakai pakaian atau kaos
kaki yang ketat.
d. Mengurangi aktivitas yang mengkibatkan trauma fisik langsung.

Tindakan :

a. Aspirasi bula yang mengganggu.


2. Medikamentosa :
a. Prednison 2-3 mg/kgbb/hari selama 4 minggu dan tappering off.
b. DDS 200-300 mg/hari.
c. Asam fusidat salep untuk bagian yang luka.
3. Monitoring :
Dari gejala klinis : muncul lepuhan baru atau terjadi infeksi sekunder
I. Prognosis
1. Quo ad Vitam : Bonam
2. Quo ad Funtionam : Dubia ad Bonam
3. Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
PEMBAHASAN

Pemfigoid bulosa adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai oleh
adanya bula sub epidermal pada kulit. Pemfigoid bulosa ditandai oleh adanya bula
subepidermal yang besar dan berdinding tegang, dan pada pemeriksaan
imunopatologik ditemukan C3 (komponen komplemen ke-3) pada epidermal
basement membrane zone, IgG sirkulasi dan antibody IgG yang terkait pada
basement membrane zone (Djuanda, 2010).

Tempat predileksi timbulnya bula sering pada abdomen bagian bawah,


ekstremitas, lengan atas, aksila dan lipatan paha. Nikolsky sign pada pemfigoid
bulosa negative, dimana tanda ini merupakan salah satu tanda klinis yang jelas, dan
bersifat untuk membedakan penyakit kulit autoimun serta bermanfaat untuk
menentukan prognosisnya (Djuanda, 2010) .

Dalam pemfigoid bulosa, sistem kekebalan menghasilkan antibodi terhadap


membrane basal kulit, lapisan tipis dari serat menghubungkan lapisan luar kulit
(dermis) dan lapisan berikutnya dari kulit (epidermis). Antibodi ini memicu aktivitas
inflamasi yang menyebabkan kerusakan pada struktur kulit dan rasa gatal pada kulit
(Barakhbah, 2005).

Tidak ada penyebab khusus yang memicu timbulnya pemfigoid bulosa,


namun beberapa faktor dikaitkan dengan terjadinya pemfigoid bulosa. Sebagian kecil
kasus mungkin dipicu obat seperti furosemide, sulphasalazine, penicillamine dan
captopril. Belum diketahui pasti apakah obat yang berpengaruh pada kasus
pemfigoid bulosa. Sinar ultraviolet juga dinyatakan sebagai faktor yang memicu
pemfigoid bulosa ataupun memicu terjadinya eksaserbasi pemfigoid bulosa.
Beberapa faktor fisik termasuk suhu panas, luka, trauma lokal dan radioterapi
diharapkan dapat menginduksi pemfigoid bulosa pada kulit normal (Wolff, 2007).

Pemfigoid bulosa dapat didahului oleh makula eritematus atau urtikaria yang
dapat bertahan selama beberapa minggu atau bulan. Pada tahap berikutnya,
perkembangan vesikel dan bula adalah ciri khasnya, biasanya disertai dengan gejala
pruritus ringan atau berat. Bula ini bisa muncul pada kulit normal atau eritematosa,
bula ada yang berukuran besar, tegang, dengan bentuk bulat atau oval, yang jika
pecah akan meninggalkan erosi yang mempunyai tendensi untuk mengadakan
reepitelialisasi, menyembuh tanpa sikatriks dan meninggalkan bekas dengan
hiperpigmentasi. Bula berisi cairan jernih, kadang sampai hemoragik, dapat juga
dijumpai cairan purulen yang terakumulasi di bagian bawah bula (Bernard, 2009).

Nikolsky sign pada PB negatif, di mana tanda ini merupakan salah satu tanda
klinis yang jelas dan bermanfaat untuk membedakan penyakit kulit autoimun serta
bermanfaat untuk menentukan prognosisnya. Nikolsky sign negatif karena tidak ada
proses akantolisis (Djuanda, 2010).

Pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan serum Ig E dan eosinofil


darah tepi dari pemeriksaan darah tepi. Spesimen yang ideal untuk pemeriksaan
histopatologi sebaiknya berupa vesikel awal yang intak dengan kulit sekitarnya.
Pemfigoid bulosa secara spesifik ditandai oleh adanya bula subepidermal yang
disertai sebukan sel radang, terutama eosinofil. Dari pemeriksaan DIF (Direct
Immuno Fluoresescence) didapatkan deposisi IgG linier dan atau C3 di BMZ (Basal
Membrane Zone) (Wolff, 2007) .
Penyakit ini dibedakan dengan pemfigus vulgaris dan dermatitis
herpetiformis. Pada pemfigus vulgaris keadaan umumnya buruk, dinding bula
kendur,generalisata, letak bula intradermal, dan terdapat IgG di stratum spinosum.
Pemeriksaan nikolsky sign positif, menunjukkan adanya proses akantolisis
yangterjadi karena peran desmoglein 1 dan desmoglein 3 (Djuanda, 2010).
Pada dermatitis herpetiformis sangat gatal, ruam yang utama adalah vesikel
yang berkelompok, terdapat IgA yang tersusun granular. Vesikel tegang tidak mudah
pecah. Diduga berhubungan dengan intoleransi glutein. Lebih sering terjadi pada laki
– laki dibanding perempuan (Djuanda, 2010)..
Impertigo bulosa merupakan salah satu pioderma yang ditandai dengan
kelainan kulit berupa bula hipopion eritema. Disebabkan oleh bakteri staphylococcus
aureus. Namun biasanya pasien datang saat bula sudah pecah maka penting untuk
menanyakan apakah sebelumnya muncul lepuhan (Djuanda, 2010)..

Tatalaksana nonmedikamentosa yang terpenting adalah menjaga kebersihan


diri untuk mencegah infeksi sekunder dan menghindari trauma fisik langsung karena
dapat menambah lepuhan. Tekanan yang kuat juga dapat membuat lepusan menjadi
erosi. Untuk bula yang mengganggu aktifitas misal letaknya ada di telapak kaki
dapat dilakukan aspirasi dengan jarum steril. Menghindari stress pikiran juga dapat
menjarangkan kekambuhan (Djuanda, 2010).

Tatalaksana medikamentosa dilakukan untuk mengurangi efek inflamasi


dengan menggunakan kortikosteroid, antibiotik, dan obat anti inflamasi. Dapat juga
dengan menggunakan immunosupresi lain untuk mengurangi efek antibodi yang
merugikan (azathioprine, methotexate, cyclophospamide, cyclosphorine) (Wolff,
2007).

Kortikosteroid yang paling sering digunakan adalah prednison dan


prednisolon. Untuk dosis awal dengan tanda yang sudah meluas ke seluruh tubuh
dapat digunakan dosis 1 mg/kgBB sampai bulla berkurang, lalu dikurangi secara
bertahap (Wolff, 2007).

Setelah pemberian kortikosteroid, azathioprine dosis 2,5 mg/kgBB/hari


adalah dosis yang paling sering digunakan. Namun disarankan penggunaan
azothioprint digunakan pada lini kedua pengobatan setelah prednisolon tidak
memberikan hasil yang adequat. Pada pasien tidak diberikan azathioprin karena
merupakan kontraindikasi bagi laktasi (Wolff, 2007)..

Tetracycline dan nicotinamide merupakan antibiotik untuk dewasa, dan dapat


dikombinasikan dengan topical kortikosteroid. Dosis untuk tetracycline adalah 500-
2000 mg/hari, doxycycline 200-300 mg/hari dan minocycline 100-200 mg/hari
(Djuanda, 2010).

Dapson merupakan anti mikroba sekaligus antiinflamasi yang dapat menekan


migrasi sel neutrofil, menghambat pelepasanenzim protease, menghambat toksisitas
leukosit, mengurangi prostaglandin dan leukotrien sehingga dapat menghambat
proses inflamasi (Wolff, 2007)..

Prognosis dari penyakit ini bersifat kronik dengan eksaserbasi dan remisi
spontan, yang biasanya mempengaruhi pasien usia tua ni biasanya merupakan
penyakit kronis,dengan eksaserbasi dan remisi spontan. Usia tua dan kondisi umum
yang buruk telah terbukti secara signifikan mempengaruhi prognosis. Dari studi
terbaru, adanya penggunaan kortikosteroid sistemik dan imunosupresif, serta adanya
penyakit penyerta juga mempengaruhi dari morbiditas serta mortalitas. Sejauh ini,
penggunaan kortikosteroid sistemik telah digunakan secara luas untuk
penatalaksanaan pemfigoid bulosa (Wolff, 2007).
KESIMPULAN
Pemfigoid bulosa ialah penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh adanya
bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang. Gambaran klinis lesi berupa
bula berdinding tegang yang terdapat diatas permukaan kulit yang normal ataupun
kulit yang eritem. Tempat predileksi timbulnya bula sering pada abdomen bagian
bawah, ekstremitas, lengan atas, aksila dan lipatan paha. Nikolsky sign pada
pemfigoid bulosa negatif.

Tujuan dari terapi adalah untuk mengurangi dan menghilangkan gejala dan
tanda dari pemfigoid bulosa (mengurangi bulla, tanda dari urtikaria, dan gatal). Pada
pasien pemfigoid bulosa usia lanjut, sering ditemukan efek samping obat.
Pengobatan dilakukan untuk mengurangi efek inflamasi dengan menggunakan
kortikosteroid, antibiotik, dan obat anti inflamasi. Kortikosteroid, prednison per-oral
dosis 30-60 mg sehari. Kasus ini cukup sensitif dengan kortikosteroid, tidak perlu
dosis tinggi. Dosis dapat diturunkan bila telah ada perbaikan , mula mula secara
cepat kemudian secara perlahan-lahan.
DAFTAR PUSTAKA

Barakbah, J., Pohan, S.S., Sukanto, H., Martodihardjo, S., Agusni, I., Lumintang, H.,
Suyoso, S., Hutomo, M.M., Zulkarnain, I., Murtiastutik, D., Ervianti, E.,
Sawitri, Listiawan, M.Y., Rosita, C., 2005. Pedoman Diagnostik dan Terapi
Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya : FK UNAIR

Bernard, P., Ziad, R. 2009. Risk Factors for Relapse in Patients With Bullous
Pemphigoid in Clinical Remission. ARCH DERMATOL/VOL 145. Available
from: URL: http://archderm.ama-assn.org/16 ( 27 September 2018)
Djuanda, A., 2010. Pemfigoid Bulosa. In: Hamzah, M., Aisah, S., editors. Buku Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta : Balai Penerbit FK UI
pp.210-211

Jusuf, Barakbah., 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Sutomo Surabaya.

Wolff, K., Johnson, R A., 2007. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology. 6th ed. New York: Mc Graw-Hill

Anda mungkin juga menyukai