Anda di halaman 1dari 8

KONJUNGTIVITIS GONORE PADA BAYI

Surasmiati, Ni Made Ayu


Bagian/SMF IK Mata FK Universitas Udayana, RSUP Sanglah Denpasar

Abstract
Ophthalmia neonatorum refers to conjunctivitis occuring in the first month of life. The most
serious form of ophthalmia neonatorumis caused by neisseria gonorrhoeae. Severe cases
have marked chemosis, copious discharge and potentially rapid corneal ulceration and
perforation of the eye. Gram stain of the conjunctival exudate showing gram negative
intracellular diplococci allows a presumptive diagnosis of N gonorrhoeae infection and
treatment should be started immediately.

Keyword : Ophthalmia neonatorum, neisseria gonorrhoeae, gram negative intracellular


diplococci

Pendahuluan
Infeksi konjungtivitis yang terjadi pada bayi berumur sampai satu bulan dikenal
dengan istilah oftalmia neonatorum. Kondisi ini dapat disebabkan oleh bakteri,
virus dan agen toksis kimia. Insiden oftalmia neonatorum tinggi di daerah yang
tinggi angka kejadian penyakit menular seksual. Insiden bervariasi antara 0,1%
pada negara berkembang sampai 10% pada daerah di Afrika Timur.
Penyebab dari oftalmia neonatorum yang paling berbahaya adalah bakteri
Neisseria gonorrhoeae yang merupakan bakteri diplokokus intraselular gram
negatif. Onsetnya bersifat hiperakut dan dapat menimbulkan gejala klinis berupa
kemosis berat, sekret mata yang purulen, keterlibatan kornea berupa ulkus dan
perforasi bola mata.
Konjungtivitis gonore mengenai bayi yang ditularkan oleh ibunya dimana
infeksi terjadi pada saat bayi melewati jalan lahir. Infeksi juga dapat terjadi secara
tidak langsung, yaitu dapat melalui tangan, sapu tangan, handuk atau sebagai auto
infeksi pada orang-orang yang menderita uretritis atau servisitis gonoroika.

Patofisiologi
Patofisiologi konjungtivitis neonatus dipengaruhi oleh anatomi jaringan
konjungtiva pada bayi baru lahir. Inflamasi pada konjungtiva dapat menyebabkan
dilatasi pembuluh darah, kemosis, dan sekresi berlebihan. Infeksi yang terjadi
cenderung lebih berat pada neonatus karena kurangnya imunitas, tidak adanya
jaringan limfoid pada konjungtiva dan tidak adanya air mata saat lahir.
Bakteri gonokokus merusak membran yang melapisi selaput lendir terutama
kanalis endoserviks dan uretra. Infeksi ekstragenital di faring, anus, dan rektum
dapat dijumpai pada kedua jenis kelamin. Penularan terjadi melalui kontak
langsung antara mukosa ke mukosa. Risiko penularan laki-laki kepada perempuan
lebih tinggi daripada penularan perempuan kepada laki-laki terutama karena lebih
luasnya selaput lendir yang terpajan dan eksudat yang berdiam lama di vagina.
Infeksi gonokokus dapat menyebar melalui aliran darah, menimbulkan
bakteremia Bakteremia dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Perempuan
berisiko paling tinggi mengalami penyebaran infeksi pada saat haid karena
terjadinya peningkatan pH diatas 4,5 saat menstruasi. Penularan perinatal kepada
bayi saat lahir, melalui ostium serviks yang terinfeksi, dapat menyebabkan
konjungtivitis dan akhirnya kebutaan pada bayi apabila tidak didiagnosis dan
diobati.

Karakteristik Neisseria Gonnorhoeae


Neisseria gonorrhoeae adalah diplokokus gram negatif dan merupakan infeksi
virulen yang menyebabkan konjungtivitis neonatus. Gonokokus dapat penetrasi
pada sel epitel yang intak dan membelah diri secara cepat di dalamnya. Diagnosis
dengan pewarnaan Gram atau Giemsa yang diambil dari pengerokan pada mukosa
genitourinary atau ocular didapatkan karakteristik diplokokus gram negatif
intraselular.
Gambar 1. Patogenesis Neisseria Gonorrhea
Gonokokus memiliki protein pili yang membantu perlekatan bakteri ini ke sel
epitel yang melapisi selaput lendir, terutama epitel yang melapisi kanalis
endoserviks dan uretra. Pertama-tama mikroorganisme melekat ke membran
plasma (dinding sel), lalu menginvasi ke dalam sel dan merusak mukosa sehingga
memunculkan respon inflamasi dan eksudasi.
Gonokokus akan menghasilkan berbagai macam produk ekstraseluler yang
dapat mengakibatkan kerusakan sel, termasuk diantaranya enzim seperti
fosfolipase, peptidase dan lainnya. Kerusakan jaringan ini tampaknya disebabkan
oleh dua komponen permukaan sel yaitu LOS (lipooligosakarida) yang berperan
menginvasi sel epitel dengan cara menginduksi produksi endotoksin yang
mengakibatkan kematian sel mukosa dan peptidoglikan. Mobilisasi leukosit PMN
menyebabkan terbentuknya mikroabses subephitelial yang pada akhirnya akan
pecah dan melepaskan PMN dan gonokokus.

Manifestasi Klinis
Oftalmia neonatorum biasanya menyerang kedua mata secara serentak, sedang
pada bentuk yang lainnya, biasanya menyerang satu mata kemudian menjalar ke
mata yang lainnya. Pada umumnya akan terlihat akumulasi pus, kelopak mata bayi
bengkak dan lengket akibat akumulasi pus di bawahnya, dan konjungtiva hiperemi
dan kemosis.

Gambar 2. Sekret purulen dan edema palpebra pada bayi baru lahir dengan
konjungtivitis gonococcal
Durasi konjungtivitis dapat mengarahkan dugaan bakteri penyebab. Neisseria
gonorrhoeae menyebabkan konjungtivitis hiperakut yang terjadi kurang dari 12
jam. Bakteri lain yang menyebabkan konjungtivitis hiperakut antara lain Neisseria
kochii dan Neisseria meningitidis.
Onset konjungtivitis neonatorum muncul saat bayi berumur 3-4 hari kehidupan
namun dapat juga saat berumur 3 minggu.
Dibedakan menjadi 3 stadium:
a. Stadium Infiltratif
Berlangsung 1-3 hari. Ditandai dengan palpebra bengkak, hiperemi, tegang,
blefarospasme. Konjungtiva palpebra hiperemi, bengkak, infiltrative, mungkin
terdapat pseudomembran di atasnya. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi
konjungtival yang hebat, kemotik. Terdapat sekret, serous, terkadang berdarah.
b. Stadium Supuratif atau Purulen
Berlangsung 2-3 minggu. Gejala tak begitu hebat. Palpebra masih bengkak,
hiperemis, tetapi tidak begitu tegang. Blefarospasme masih ada. Sekret
bercampur darah, keluar terus menerus. Kalau palpebra dibuka, yang khas
adalah sekret akan keluar dengan mendadak, oleh karenanya harus hati-hati
bila membuka palpebra, jangan sampai mengenai mata pemeriksa.
c. Stadium Konvalesen (penyembuhan), hipertrofi papil
Berlangsung 2-3 minggu. Gejala tidak begitu hebat lagi. Palpebra sedikit
bengkak, konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltrative. Konjungtiva bulbi:
injeksi konjungtiva masih nyata, tidak kemotik. Sekret jauh berkurang.

Gejala khas konjungtivitis gonore adalah reaksi inflamasi berat disertai nyeri hebat,
sekret sangat banyak dan berwarna kehijauan, edema palpebra, hiperemi, kemosis
konjungtiva serta pembesaran kelenjar limfe preaurikular. Pada kasus berat, kornea
menjadi keruh dan edema. Jika proses berlanjut dapat terjadi nekrosis sentral, ulkus
bahkan perforasi kornea yang mengakibatkan kebutaan. Neiserria gonorrhoeae
mengeluarkan enzim protease yang dapat melisiskan kornea utuh tanpa didahului
defek epitel.

Diagnosis Banding
Konjungtivitis purulen pada bayi sebaiknya dibedakan dengan oftalmia
neonatorum lainnya seperti klamidia konjungtivitis (inclusion blenore), infeksi
bakteri lain, virus dan jamur.
Gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium akan memberikan gambaran
yang khusus untuk jenis infeksi, yang akan memperlihatkan tanda-tanda infeksi
virus, jamur dan bakteri pada pemeriksaan sitologik.

Tabel 1. Diagnosis banding oftalmia neonatorum


Penyebab Onset Temuan Sitologi dan
laboratorium
Toksik (AgNO3: Hitungan jam Hiperemi, sekret Kultur negative
silver cair dan mukoid
nitrate; profilaksis
Credé’s)
Gonococci Hari ke-2 Konjungtivitis akut Diplokokus gram
(gonococcal hingga ke-4 purulent negatif intraselular;
conjunctivitis) kultur positif pada
agar darah dan agar
coklat.
Bakteri lainnya Hari ke-4 Konjungtivitis Organisme gram
(Pseudomonas hingga ke-5 mukopurulen positif atau gram
aeruginosa, negatif; Kultur positif
Staphylococcus pada agar darah
aureus,
Streptococcus
pneumoniae,
Haemophilus)
Chlamydia Hari ke-5 Konjungtivitis Giemsa-positive
(inclusion hingga ke-14 mukopurulen, cytoplasmic inclusion
conjunctivitis) jarang purulen; bodies pada sel epitel;
Mukus viscous kultur negatif.
Herpes simplex Hari ke-5 Watery blepharo- Multinucleated giant
virus hingga ke-7 conjunctivitis, cells, cytoplasmic
adanya keterlibatan inclusion bodies;
kornea, manifestasi Kultur negative
sistemik

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah dengan pemeriksaan sekret
mata dengan pewarnaan metilen biru, di mana akan didapatkan adanya diplokok di
dalam leukosit. Kemudian dengan pemeriksaan Gram, akan terdapat sel intraselular
atau ekstraselular dengan sifat Gram negatif.
Pemeriksaan gram yang dilakukan tidak dapat membedakan antara neisseria
gonorrhoeae dengan neisseria meningitidis. Diagnosis definitif yang dapat
dikerjakan adalah kultur sekret mata. Bayi yang terinfeksi konjungtivitis gonore
sebaiknya diperiksakan infeksi concomitan lainnya seperti HIV, klamidia dan sifilis

Gambar 2. Pewarnaan Gram konjungtiva yang menunjukkan karakteristik Gram-


negative intracellular diplococci (gonococci).
Terapi
Pengobatan segera dimulai bila terlihat pada pewarnaan Gram negative
diplokok batang intraselular dan sangat dicurigai konjungtivitis gonore. Bayi baru
lahir yang menderita konjungtivitis gonore harus dirawat dan diisolasi di rumah
sakit. Terapinya adalah seftriakson 25-50 mg/kg/BB secara intramuskular atau
intravena dengan maksimum 125 mg dosis tunggal. Seftriakson tidak dsarankan
untuk diberikan pada neonatus dengan hiperbilirubinemia. Terapi lainnya adalah
sefotaksim 100 mg/kgBB intramuskular atau intravena. Antibiotika topikal
berspektrum luas berupa salep mata seperti gentamisin, kuinolon, kanamisin,
tetrasiklin dan kloramphenikol dapat diberikan sebagai terapi tambahan. Terapi
antibiotika topikal diindikasikan bila ada keterlibatan kornea.
Pengobatan suportif adalah membersihkan sekret mata secara rutin setiap 5
menit menggunakan lidi kapas basah dan irigasi mata dengan NaCl steril dua kali
sehari. Pembersihan sekret mutlak dilakukan karena sekret mengandung enzim
protease yang dapat melisiskan kornea. Untuk mengurangi iritis diberikan sulfas
atropin 1% topikal 1-2 kali sehari.
Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat
setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif.

Prognosis dan Komplikasi


Prognosis pada konjungtivitis neonatus pada umumnya baik bila diberikan
penanganan yang tepat. Antibiotik telah mempengaruhi prognosis secara signifikan
pada konjungtivitis neonatus, terutama pada infeksi Neisseria gonorrhoeae.
Penyulit yang dapat terjadi adalah ulkus kornea marginal terutama bagian atas.
Ulkus ini mudah perforasi akibat adanya daya lisis kuman gonokok. Pada anak-
anak sering terjadi keratitis ataupun ulkus kornea sehingga sering terjadi perforasi
kornea. Perforasi kornea dapat mengakibatkan endoftalmitis dan panoftalmitis
sehingga terjadi kebutaan total.
Komplikasi tersering dari N. Gonorrhoeae yang paling sering adalah di kornea
namun kadang kadang dapat juga timbul iridosiklitis. Komplikasi sistemik
meskipun jarang dapat berupa artritis gonorea, endokarditis, meningitis dan
septikemia.
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara membersihkan mata bayi segera
setelah lahir dengan larutan garam fisiologik dan memberikan salep eritromisin atau
tetracyclin.
Edukasi
Penting untuk mengedukasi orang tua atau keluarga pasien untuk menjaga
kebersihan tangan secara rutin, ini bertujuan untuk mencegah transmisi oftalmia
neonatus. Juga penting untuk mengedukasi ibu hamil mengenai pentingnya
pemeriksaan reguler untuk mendeteksi infeksi menular seksual seperti herpes
simplex, gonorrhea, dan chlamydia untuk menurunkan insiden oftalmia neonatus.

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta; Yulianti, Sri Rahayu. (2014). Ilmu Penyakit Mata edisi kelima. Badan
Penerbit FK UI: Jakarta.
Lang, Gerhard. (2000). A Short Textbook of Ophtalmology. Thieme Stuttgart: New York.
McCourt, Emiliy; Dahl, Andrew. (2017). Neonatal Conjunctivitis (Ophthalmia
Neonatorum). Diakses di: http://emedicine.medscape.com/article/.
Price SA, Wilson LMC. (2002). Pathophysiology Clinical Concept of Disease Processes.
Edisi 6.
Sitompul, Ratna. (2016). Panduan Pemberian Antibiotik Untuk Terapi Infeksi Mata. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

American Academy Of Ophthalmology: Pediatric Ophthalmology and Strabismus in


Basic and Clinical Science Course, Section 6, 2012-2013, page 186-189.

American Academy Of Ophthalmology: external disease and cornea in Basic and Clinical
Science Course, Section 8, 2009-2010, page 169-174.

Hoyt Creig S and Taylor David: Pediatric Ophthalmology and Strabismus, fourth edition,
section 3 chapter 12 , 2013, page 85-88

Anda mungkin juga menyukai