Anda di halaman 1dari 569

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/318562258

Efektifitas Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) Terhadap


Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Sub Pokok Bahasan Perpindahan
Kalor Secara Konduksi

Conference Paper · March 2016

CITATIONS READS

0 1,729

2 authors, including:

Suprianto Suprianto
Universitas Islam Madura
5 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Efektifitas Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Fisika View project

All content following this page was uploaded by Suprianto Suprianto on 20 July 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PUSAT KAJIAN PENDIDIKAN SAINS DAN MATEMATIKA (PKPSM)
IKIP MATARAM 2016

“Assessment of Higher Order Thinking Skills”

Diselenggarakan di Mataram, 12 Maret 2016


oleh Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika (PKPSM)
IKIP Mataram

Pusat Pendidikan Kajian Sains dan Matematika (PKPSM)


IKIP Mataram
2016

ISBN: 978-602-74245-0-0 i
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika (PKPSM)
IKIP Mataram 2016
ISBN: 978-602-74245-0-0

Diterbitkan:

Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika (PKPSM)


IKIP Mataram
Kampus IKIP Mataram Gedung Catur
Lt. 1 Jalan Pemuda, Nomor 59A, Mataram 83125
Telepon/Faksimil.: (0370)-632082
semnaspkpsm@gmail.com
ikipmataram.ac.id

Hak Cipta ©2016 ada pada penulis


Artikel pada prosiding ini dapat digunakan, dimodifikasi, dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersil
(non-profit), dengan syarat tidak menghapus atau mengubah atribut penulis. Tidak diperbolehkan melakukan
penulisan ulang kecuali mendapatkan izin terlebih dahulu dari penulis.

ISBN: 978-602-74245-0-0 ii
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

SUSUNAN PANITIA PENYELENGGARA


SEMINAR NASIONAL PUSAT KAJIAN PENDIDIKAN SAINS DAN MATEMATIKA (PKPSM) IKIP MATARAM
TAHUN 2016

Advisory Committee
Prof. Toho Cholik Mutohir, Ph.D
Dr. Jamaludin, M.Pd
Saiful Prayogi, M.Pd
Muhali, S.Pd., M.Sc.
Agus Mulyadi, M.Pd.
Hunaepi, M.Pd

Organizing Committee

Syahrir, M.Pd
Taufik Samsuri, M.Pd
Sri Yuliyanti, M.Pd
Muhammad Asy’ari, M.Pd
Baiq Mirawati, S.P., M.Pd.
Masjudin, M.Pd
Abdul Aziz, S.Pd

Technical Committee
Laras Firdaus, M.Pd Suryati, M.Pd L. Lian Hari Wangi, S.Pd
Ali Imran, M.Pd.Si Iwan Dody, D., M.Sc Supriadi
Wirawan Putrayadi, S.T., M.Pd. Samsun Hidayat, M.Pd Sahnan
Sabrun, M.Pd Fahriah, M. Pd
Eliska Juliangkary, M.Pd Citra Ayu Dewi, M.Pd
Syifa’ul Gummah, M.Pd Dwi Sabda Budi P. M.Sc

ISBN: 978-602-74245-0-0 iii


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb., Salam Sejahtera bagi kita semua.

Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika (PKPSM) IKIP Mataram 2016 ini
mengambil tema “Assessment of Higher Order Thinking Skills” dan diselenggarakan pada tanggal 12 Maret 2016
di Mataram, merupakan suatu kegiatan ilmiah tahunan pertama yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian
Pendidikan Sains dan Matematika (PKPSM) IKIP Mataram. Seminar ini merupakan tempat bertukar pikiran para
pelaku, pemerhati, dan stakeholder pada bidang sains, terapan, pembelajaran sains dan umum yang meliputi guru,
mahasiswa, dosen, widyaiswara, dan peneliti.
Seminar ini diikuti oleh sejumlah peserta yang terdiri atas dua orang pembicara kunci yakni Prof. Dr.
Sugiyono, M.Pd (Dosen Pascasarjana Universitas Yogyakarta) dan Dr. Wasis, M.Si. (Dosen PPs Universitas Negeri
Surabaya, UNESA), dengan keynote speaker yaitu Prof. Toho Cholik Mutohir, Ph.D (Rektor IKIP Mataram), serta
dari berbagai kalangan yang mengikuti presentasi paralel.
Segenap upaya penyuntingan Prosiding ini telah diupayakan sebaik-baiknya, namun kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam proses penyuntingan, sehingga kritik dan
saran sangat kami harapkan guna perbaikan pada penerbitan yang akan datang. Kami selaku panitia mengucapkan
terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu terselenggaranya Seminar ini serta
terselesaikannya proses penyuntingan dan penerbitan Prosiding ini. Tidak lupa juga kami memohon maaf atas
segala kekurangan dan kesalahan baik selama kegiatan Seminar berlangsung maupun masih adanya kesalahan
dalam isi Prosiding ini. Semoga acara Seminar Nasional PKPSM IKIP Mataram tahun 2016 dan penerbitan
Prosiding ini bermanfaat bagi kita semua. Sampai jumpa pada Seminar Nasional PKPSM IKIP Mataram tahun 2017
yang akan datang.
Mataram, Maret 2016
Ketua Pelaksana

Syahrir, M.Pd.

ISBN: 978-602-74245-0-0 iv
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Copyright Notice
© Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika (PKPSM) IKIP Mataram 2016
Seluruh isi dalam Prosiding ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab masing-masing penulis. Jika dikemudian hari ditemukan
indikasi plagiasi dan berbagai macam kecurangan akademik yang dilakukan oleh para penulis maka pihak penyelenggara
dan tim penyunting (editor) tidak bertanggungjawab atas segala bentuk plagiasi dan berbagai macam kecurangan akademik
yang terdapat pada isi masing-masing naskah yang diterbitkan dalam Prosiding ini. Para penulis tetap mempunyai hak penuh
atas isi tulisannya tetapi mengijinkan bagi setiap orang yang ingin mengutip isi tulisan dalam Prosiding ini sesuai dengan
aturan akademik yang berlaku.
Terbitan Pertama: Maret 2016
ISBN: 978-602-xx

Penyunting Ahli:
Prof. Toho Cholik Mutohir, Ph.D
Drs. I Ketut Sukarma, M.Pd.
Drs. Wayan Karmana, M.Pd
Muhali, S.Pd., M.Sc.
Saiful Prayogi, M.Pd
Agus Muliadi, M.Pd
Hunaepi, M.Pd.
Penyunting Pelaksana:
Laras Firdaus, M. Pd
Muhammad Asy’ari, M.Pd
Abdul Aziz, S.Pd
Suryati, M.Pd
Herdiana Fitriani, M.Pd
Diterbitkan oleh:
Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika (PKPSM)
IKIP Mataram

© HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

ISBN: 978-602-74245-0-0 v
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN SAMPUL ................................................................................................................................. i


SUSUNAN PANITIAN PENYELENGGARA .............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................... vi
MAKALAH UTAMA ................................................................................................................................... xiv

Abd. Haris1 & Muslim2


Penerapan Model Kooperatif Tipe Tps (Think Pair Share) Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Prestasi Belajar
Siswa.......................................................................................................................................................................... 1-5

Abdul Sakban
Penerapan Pendekatan Deep Dialog And Critical Thinking Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ............................................................................................................ 6-9

Ade Kurniawan
Peningkatan Penalaran Matematika Dengan Berbantuan Media Software (Program Maple).................................... 10-12

Agus Fahmi
Pengambilan Keputusan Berbasis Kecerdasan Emosi .............................................................................................. 13-15

Ahmad Muzaki
Mengukur Kemampuan Advanced Mathematical Thinking Mahasiswa Pada Analisis Real ...................................... 16-18

Ahmad Muzanni
Hubungan Antara Sosial Ekonomi Orang Tua Terhadap Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelas VII SMP Negeri 1
Kopang ....................................................................................................................................................................... 19-22

Aniza1, Ismail Efendi2, Saidil Mursali3


Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Berbantuan LKS Terhadap Pemahaman Konsep Dan Literasi Sains Siswa .. 23-26

Aris Doyan1, Susilawati2, & Wahyudi3


Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Dan Problem Based Learning Melalui Pola Lesson Study
Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Pada Matakuliah Fisika Dasar .......................... 27-30

Arshy Prodyanatasari
Implementasi Tutor Sebaya Untuk Melatih Keterampilan Proses Sains .................................................................... 31-34

Aticha Bucit Syamzuli1, Yusran Khery2, Muhali3


Mendorong Motivasi Dan Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Penerapan Modul Berkarakter Religius ....................... 35-37

Baiq Rika Ayu Febrilia1 & Indira Puteri Kinasih2


Pengembangan Keterampilan Guru Matematika Pada Perancangan Lembar Kerja Dinamis Menggunakan
Geogebra ................................................................................................................................................................... 38-40

Baiq Rina Amalia Safitri


Penerapan Model Inkuiri Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Ketuntasan Belajar Siswa SMP IT Putri Abu Hurairah
Mataram ..................................................................................................................................................................... 41-42

Baiq Rohiyatun
Analisis Keterlibatan Guru Dalam Pengambilan Keputusan (Kajian Teoritis Organisasi Sekolah) ....................... 43-48

Citra Ayu Dewi


Pengembangan Media Animasi Dalam Pembelajaran Ikatan Kimia Untuk Mahasiswa Calon Guru.......................... 49-52
ISBN: 978-602-74245-0-0 vi
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Damhuji
Penerapan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) Dalam Mata Pelajaran Sejarah Di SMP Negeri 1 Woha Kabupaten
Bima ........................................................................................................................................................................... 53-56

Dewi Dewantara1 & Nurdiansyah2


Pengaruh Brainstorming Dalam Project Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Pada Penerapan
Impuls-Momentum Dalam Kehidupan Sehari-Hari ..................................................................................................... 57-60

Duwi Purwati
Pengembangan Modul Pembelajaran Drama Berbasis Potensi Lokal Masyarakat Sasak ........................................ 61-69

Eka Kurniawati1, Saiful Prayogi2 & Syifa’ul Gummah3


Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif.................................. 70-72

Eliska Juliangkary1 & I Ketut Sukarma2


Kajian Perspektif Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Mataram Pada Metode
Ceramah .................................................................................................................................................................... 73-75

Erni Suryani1, Dwi Soelistya Dyah Jekti2, Agus Ramdani2


Pengaruh Penerapan Metode Outdoor Learning Terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif Mahasiswa Pada Mata
Kuliah Morfologi Tumbuhan ....................................................................................................................................... 76-78

Farida Herna Astuti


Pengaruh Konseling Behavioristik Terhadap Rasa Tanggung Jawab Pada Siswa Kelas VIII SMPN 13 Mataram .... 79-81

Feti Andira1 & Ade Kurniawan2


Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Masalah Matematika Kontekstual .................................................... 82-85

Fifi Fitriana Sari


Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education (Rme) Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas III SD
Negeri 20 Woja .......................................................................................................................................................... 86-91

Fitratunnayaty1, Masjudin2, & Sri Yuliyanti3


Penerapan Metode Pembelajaran Problem-Solving Dengan Media Flashcard Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 4 Praya Timur Tahun Pelajaran 2015/2016...................................................... 92-97

Fitri Astutik1 & Menik Aryani2


Pengembangan Ebook Berbasis Android Sebagai Sarana Praktis Alternatif Media Ajar Bagi Mahasiswa FIP
IKIP Mataram .......................................................................................................................................................... 98-104

Fitri Ningsi
A Descriptive Study On Teaching Writing To The First Semester Of English Program STKIP Taman Siswa Bima 105-107

Fitriani1, Sanapiah2, & Sri Yuliyanti3


Penerapan Pendekatan Rme Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Dan Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas XI IPA MA NW Ketangga ................................................................................................... 108-111

Furkan1 & Shutan Arie Shandi2


Pengembangan Multilateral Dengan Permainan Kotak Dan Bola Pada Siswa Sekolah Dasar Kelas Bawah ........... 112-118

Hadi Gunawan Sakti


Pengaruh Media Radio Pembelajaran Terhadap Kemampuan Menyimak Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Siswa Kelas V SDN Gelanggang Kecamatan Sakra Timur Tahun Pelajaran 2006/2007 .......................................... 119-125

Hanif Rafika Putri


Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Materi Pencemaran Lingkungan Untuk Melatihkan Kemampuan
ISBN: 978-602-74245-0-0 vii
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Berpikir Kreatif Kelas VII SMP ................................................................................................................................... 126-130

Happy Febry Monaliata


Implementasi Model Pembelajaran Quantum Leraning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VII
MTs. Nahdlatul Mujahidin NW Jempong .................................................................................................................... 131-134

Hariadi Ahmad
Teknik Structure Learning Approach (SLA) Sebagai Model Pembelajaran Dalam Peningkatan Self Advocacy
Siswa.......................................................................................................................................................................... 135-143

Hartati1 & Nikman Azmin2


Pemanfaatan Cairan Buah Gendola (Basella Rubra Linn.) Sebagai Biotinta Untuk Mengantikan Tinta Kimia .......... 144-146

Hasim Asyari1 & Wawan Apriawan Darmawan Putra2


Mewujudkan Pendidikan Untuk Pembangunan Yang Berkelanjutan Melalui Penerapan Model Sekolah AGSI di
SDN 5 Mataram ......................................................................................................................................................... 147-150

Herlina
Evaluasi Program Pembinaan Lembaga Kursus Terhadap Pelaksanaan Asas Pengembangan Program PLS di
Kota Mataram............................................................................................................................................................. 151-153

Hulyadi
Identivikasi Massa, Luas Permukan, Dan Suhu Optimasi Zeolit Sebagai Filter Destilat Terhadap Kemurnian
Alkohol ....................................................................................................................................................................... 154-158

Husnul Hatimah
Kajian Pengaruh Ion Cd(ii) Dan Cr(vi) Terhadap Efektivitas Fotoreduksi Ion Cu(ii) Yang Terkatalisis Oleh Tio2....... 159-163

Husnul Khotimah1, Agus Muliadi2, Ida Royani3


Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Dengan Media Gambar Terhadap
Keterampilan Berpikir Kreatif Dan Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelas X SMAN 1 Bayan........................................... 164-166

I Made Gunawan1 & Dessy Arisanti2


Pengaruh Bimbingan Konseling Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa Di SMPN 14 Mataram .......................... 167-169

I Wayan Karta
Aplikasi Teori Karl R. Popper Dalam Assesmen Pembelajaran di Indonesia ............................................................. 170-172

I Wayan Tamba1 & Zurriyanti2


Efektivitas Program PKK Kecamatan Praya Dalam Mensukseskan Gerakan Absano Di Kecamatan Praya Lombok
Tengah ....................................................................................................................................................................... 173-177

Ibnu Khaldun
Pengertian, Makna, Dan Perkembangan Ilmu Politik ................................................................................................. 178-182

Ida royani1 & Fathatul Hidayah2


Pemanfaatan Limbah Kulit Durian (Durio zibethinus) Sebagai Pupuk Organik Terhadap Laju
Pertumbuhan Tanaman Bayam (Amarantus sp) ........................................................................................................ 183-186

Iin Shoaliha
Pelanggaran Prinsip Kerjasama Dalam Acara Indonesia Lawyers Club (ILC) Di TV One ......................................... 187-190

Imamul Arif
Membangun Kesejahteraan Umat Melalui Revitalisasi Fungsi Keluarga (Perspektif Alquran) .................................. 191-197

ISBN: 978-602-74245-0-0 viii


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Intan Kusuma Wardani
Pengaruh Desain Aktivitas Laboratorium Inkuiri Terbimbing Terhadap Penguasaan Konsep Fisika Dan
Keterampilan Proses Sains Siswa SMAN 7 Mataram ................................................................................................ 198-201

Irham Azmi1, Dwi Pangga2, & Dwi Sabda Budi Prasetya3


Pemisahan Emas Pada Material Alam Di Lokasi Penambangan Emas Tradisional Sumbawa Dengan Metode
Natrium Bisulfit ........................................................................................................................................................... 202-204

Ismail Efendi1 & Safnowandi2


Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Pada Mata Kuliah Media Laboratorium Melalui Metode Pembelajaran
Demonstrasi ............................................................................................................................................................... 205-208

Ita Chairun Nissa


Interpretasi Tabel Revisi Taksonomi Bloom Dalam Bentuk Soal Matematika ............................................................ 209-212

Iwan Doddy D.1 & Lalu Bulman Wisandi2


Keanekaragaman Insecta Tanah Di Aik Sebau Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani Nusa Tenggara Barat .. 213-216

Iyan Mulyana1, Khaeruman2, & Yusran Khery3


Kemampuan Berpikir Divergen Dan Konvergen Siswa Dalam Pembelajaran Hidrokarbon Melalui Model STAD
Berbantuan Chemsketch............................................................................................................................................ 217-220

Jumailiyah
Validitas Tes Potensi Akademik Dengan Pembelajaran Statistika Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan ................. 221-224

Laras Firdaus1, Agus Muliadi2, Herdiyana Fitriani3 & Abdul Aziz4


Keterampilan Berpikir Kritis: Suatu Kajian Literatur ................................................................................................... 225-228

M. Abdurrahman Sunni
Pengaruh Pembelajaran Problem Solving Berbantuan Phet Terhadap Penguasaan Konsep Fisika Dan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMAN 8 Mataram .................................................................................... 229-234

M. Arief Rizka1, Rila Hardiansyah2, & Zulkipli3


Efektivitas Program Pelatihan Kerja Bidang Administrasi Perkantoran Bagi Calon Tenaga Kerja di Balai Latihan
Kerja (BLK) Mataram ................................................................................................................................................. 235-240

M. Eka Putra Ramandha1, Khaeruman2, & Yusran Khery3


Keterampilan Proses Sains Dan Sikap Ilmiah Siswa Dalam Pembelajaran Kimia Melalui Penerapan Context-Rich
Problems Berbasis Multimedia Interaktif .................................................................................................................... 241-245

M. Fuadunnazmi
Pengembangan Pola Lembar Kerja Mahasiswa Saintifik Berbantuan Software Electronics Workbench Pada
Pokok Bahasan Loading Effect .................................................................................................................................. 246-248

Masiah1, Saiful Ridlo2, Sri Mulyani ES3., & Dyah Rini Indriyanti4
Pengembangan Model Pembelajaran Inkuiri Untuk Membentuk Habits Of Mind Siswa ............................................ 249-252

Masihi Ariani1, Ahmad Muzaki2, & Siska Ayu Nirmala3


Mengembangkan Dan Mengukur Kemampuan Mathematical Problem Posing Siswa............................................... 253-256

Masjudin
Diagnosis Dan Scaffolding Kesulitan Mahasiswa Dalam Memahami Konsep Barisan Dan Deret
Geometri .................................................................................................................................................................... 257-262

Maulid Huda Adh Dhuhri1), Sanapiah2) & Baiq Rika Ayu Febrilia3)
Pemodelan Regresi Nonparametrik Kernel Pada Nilai Tes SPMB Terhadap Indeks Prestasi Mahasiswa ................ 263-268
ISBN: 978-602-74245-0-0 ix
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

Muh Rangga Wali


Pengaruh Penggunaan Macromedia Flash Terhadap Minat Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fisika .................. 269-275

Muh. Husein Baysha1 & Endah Resnandari Puji Astuti2


Penggunaan Teknik Membaca Tri-Fokus Steve Snyder Sebagai Upaya Meningkatkan Keterampilan
Menyimpulkan Isi Bacaan Dengan Membaca Cepat Pada Siswa Kelas VIII MTs Nurul Hikmah ....................... 276-283

Muh. Nasir
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model 5E Untuk Meningkatkan Kemampuan Berargumen
Siswa SMA ................................................................................................................................................. 284-287

Muhali
Metakognisi Sebagai Strategi Dan Model Pembelajaran Untuk Membelajarkan Keterampilan Berpikir .................... 288-291

Muhammad Asy’ari1, Saiful Prayogi2, Taufik Samsuri3, Muhali4


Literatur Reviu Tentang Kaitan Berpikir Kritis, Berpikir Kreatif, Dan Metakognisi Dalam Pembelajaran .................... 292-298

Muhammad Faqih
Kelas Karakter (Character Class) (Penerapan Model Pendidikan Karakter Berbasis Kelas Karakter di IKIP
Mataram) .................................................................................................................................................................... 299-301

Muhammad Nur1, Sukainil Ahzan2, Dwi Pangga3 & Dwi Sabda Budi Prasetya4
Identifikasi Kandungan Tembaga (Cu) Di Lokasi Penambangan Emas Tradisional Sumbawa ................................. 302-304

Mujiburrahman1 & Hardiansyah2


Pengelolaan Parenting Education In School Pada Jenjang Pendidikan Dasar di Lombok Tengah ............ 305-308

Mukaddimah1, I Wayan Karmana2, dan Baiq Mirawati3


Penggunaan Peta Konsep Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar Pada
Pelajaran IPA (Biologi) Kelas V SDN 1 Bengkel ........................................................................................................ 309-313

Musparlin Halid
Hubungan Status Sosial Ekonomi Dengan Tingkat Konsumsi Fast Food Pada Remaja ........................................... 314-321

Mustakim1 dan Baiq Sarlita Kartiani2


Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem- Based Learning) Menggunakan Teknik Mind
Mapping Pada Siswa SD di Desa Sukarara Lombok Timur ....................................................................................... 322-326

Nasaruddin1, Dwi Pangga2, & Dwi Sabda Budi Prasetya3


Identifikasi Kandungan Mangan (Mn) Pada Material Alam di Lokasi Penambangan Emas Tradisional Sekotong .... 327-329

Ni Ketut Alit Suarti


Pengaruh Bermain Puzzle Terhadap Sikap Disiplin Pada Anak Usia 5-6 Tahun ...................................................... 330-333

Ni Nyoman Sri Putu Verawati1 & Saiful Prayogi2


Reviu Literatur Tentang Keterampilan Proses Sains ................................................................................................. 334-336

Ni Wayan Rasmini
Perubahan Paradigma Pendidikan Dan Assesmen Pembelajaran Di Indonesia ....................................................... 337-341

Nofisulastri
Studi Keterampilan Proses Sains Melalui Teknik Identifikasi Hewan ......................................................................... 342-343

ISBN: 978-602-74245-0-0 x
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Nuraeni
Hubungan Stress Dengan Kecenderungan Penyalahgunaan Napza Pada Remaja Kota Mataram .......................... 344-349

Nur Ati1, Masjudin2, & Eliska Juliangkary3


Penerapan Strategi Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas
VII MTs Tahfizhul Qur’an ........................................................................................................................................... 350-355

Nur Hardiani
Berpikir Aljabar Dan Problem Solving: Suatu Tinjauan Literatur ................................................................................ 356-359

Nurrahmah
Upaya Peningkatan Kemampuan Penelaran Dan Pemahaman Konsep Matematika Dengan Penerapan
Problem Based Learning Pada Pokok Bahasan Faktorisasi Suku Aljabar Kelas VIII5 SMP Negeri 3 Woha .............. 360-363

Nurul Ismi1, Muhali2, & Pahriah3


Pengaruh Pembelajaran Model STAD Dengan Hands On Activities Terhadap Hasil Belajar .................................... 364-366

Ramdani1 & Bq.Azmi Sukroyanti2


Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMPN
3 Batukliang ............................................................................................................................................................... 367-369

Restu Wibawa1 & Wiwien Kurniawati2


Efektivitas Penggunaan Media Grafis Bergambar Besbasis Komunikasi Total Dalam Meningkatkan
Pembendaharaan Kata Siswa Tuna Rungu Kelas VII Sekolah Luar Biasa Mataram ................................................ 370-372

Rizka Linda Safitri1, Muhali2, & Ratna Azizah Mashami3


Pengaruh Model Kooperatif Tipe STAD Berbasis Minds-On Activity Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Pada Materi Reaksi Reduksi Oksidasi ....................................................................................................................... 373-377

Rohadah1, Lovy Herayanti2, & Muhammad Fuaddunazmi3


Pengembangan Media Pembelajaran Buletin Fisika Ceria ....................................................................................... 378-381

Roniati Sukaisih1 dan Armansyah2


Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Model Siklus Belajar 5E Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan
Kemampuan Berpikir Krtis Siswa MAN 1 Sengkol Lombok Tengah .......................................................................... 382-389

Rozali Jauhari Alfanani1, Moh. Iwan Fatiri2, dan Khairul Umam3 & Hendra Prasetyo4
Pendidikan Bahasa dan Sastra Berbasis Kearifan Lokal, Berkontribusi Nasional, Dan Berdaya Saing Global ......... 390-393

S. Ida Kholida
Penerapan Model Kooperatif Berbasis Asessmen Kinerja Di Tinjau Dari Praktikum Fisika Untuk Menuntaskan
Hasil Belajar Siswa Di SMP Islam An-Nidhomiyah Pamekasan ................................................................................ 394-400

Sanapiah
Mengembangkan Kemampuan Bernalar Mahasiswa Calon Guru Matematika Melalui Pembelajaran Problem
Solving ....................................................................................................................................................................... 401-405

Satutik Rahayu1, Kosim2, Muh. Taufik3 & Syahrial A4


Pengembangan Bahan Ajar Optika I : Optik Geometri Dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Mahasiswa
Universitas Mataram .................................................................................................................................................. 406-410
Septiana Dwi Utami
Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Heuristic Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa ............... 411-413

Shutan Arie Shandi1 & Furkan2


Hubungan Kedisiplinan Siswa Terhadap Prestasi Belajar Penjaskes Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Wera .............. 414-419

ISBN: 978-602-74245-0-0 xi
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Sri Yuliyanti
Kajian Perspektif Mahasiswa Pendidikan Matematika Pada Kesejajaran Geometri Non-Euclide.............................. 420-422

St. Nurbayan
Proses Sosial Dan Interaksi Sosial: Sebuah Kajian Literatur ..................................................................................... 423-427

St. Rahmadani1, Jamaluddin2, & Lalu Zulkifli3


Pengembangan Petunjuk Praktikum Biologi Dan Instrumen Penilaian Kinerja Praktikum Berbasis Model
Pembelajaran Kooperatif Dan Efektivitasnya Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa SMA/MA Kelas XI......... 428-432

Sudarsono
Proses Mengonstruksi Koneksi Matematika Siswa SMP Dalam Pemecahan Masalah Geometri ............................. 433-438

Suharyani
Evaluasi Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Non Formal Pada Satuan Kelompok Bermain ...................... 439-444

Sumarjan1 & Ika Nurani Dewi2


Pengembangan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Melalui Praktikum Biologi Dasar Berorientasi
Guided Discovery Learning............................................................................................................................ 445-447

Suprianto1 & Herman Jufri Andi2


Efektifitas Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Fisika
Siswa Pada Sub Pokok Bahasan Perpindahan Kalor Secara Konduksi .................................................................... 448-450

Suryati
Review Literatur Tentang Literasi Sains..................................................................................................................... 451-455

Susilawati1, Aris Doyan2, Harry Soepriyanto3 & Gunawan4


Penerapan Model Pembelajaran Terpadu Melalui Pola Lesson Study Pada Matakuliah Fisika Umum..................... 456-461

Syafrudin
Implementasi Model PBL (Problem Based Learning) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas
VI SDN Durian............................................................................................................................................................ 462-466

Syahrir
Pengembangan Modul Pembelajaran Matematika Berbasis Problem Based Learning Siswa SMP .......................... 467-471

Tilal Afian1, Rizka Donny Agung Saputra2 & Deni Harmoko3


Efektivitas Pembelajaran IPA Menggunakan Model Terpadu Tipe Connected Bervisi Sets Dalam Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas VII SMP Al-Ikhlas Taliwang ............................................................ 472-476

Titi Laily Hajiriah1, Adi Cahyadi2, & Hizbul Fajri3


Pengaruh Model Pembelajaran Artikulasi dengan Menggunakan Media Gambar terhadap Kemampuan Berpikir
Kritis dan Hasil Belajar Kognitif IPA Terpadu Siswa .................................................................................................. 477-482

Wahyu Hananingsih1 & Yadi Imansyah2


Pengaruh Latihan Depth Jump Dan Rim Jump Terhadap Peningkatan Ketepatan Smash Dalam Permainan
Bola Voli ..................................................................................................................................................................... 483-492

Widia
Review Model Problem Based Learning Dengan Strategi Scaffolding Untuk Melatihkan Berpikir Kreatif Siswa ....... 493-497

Wirdani1 & Saeful Jaelani2


Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kartu Arisan (Lottery Card) Materi Segitiga Untuk Meningkatkan
Motivasi Dan Prestasi Belajar Siswa .......................................................................................................................... 498-502
ISBN: 978-602-74245-0-0 xii
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

Yeti Kurniasih1, Ahmadi2, Dwi Sabda Budi Prasetya.3, Sry Agustina4


Pembuatan Kitosan Dari Cangkang Udang Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Untuk Menurunkan Kadar
Logam Cu................................................................................................................................................................... 503-505

Yeti Kurniasih1, Nova Kurnia2, Baiq Asma Nufida3


Perbandingan Aktivasi Asam Dan Basa Pada Tanah Liat Dari Tanak Awu Terhadap Karakteristik Dan Daya
Adsorbsinya Untuk Menurunkan Kadar Ion Logam Perak Dalam Air........................................................................ 506-510

Yusran Khery1, Ratna Azizah2, Pahriah3, Khaeruman4 & Baiq Asma Nufida5
Respon Siswa Dan Guru Pada Penerapan Pendekatan Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI) Di Sekolah
Swasta Dengan Standar Proses Pembelajaran Kimia Yang Rendah ........................................................................ 511-514

Zainudin
Pengembangan Sumber Belajar E-Learning Menggunakan Weblog Materi Pokok Fluida Statis Berorientasi Model
Pembelajaran Kooperatif............................................................................................................................................ 515-519

Zulfakar
Analisis Kebijakan Pendidikan Yang Merupakan Kebutuhan Publik di Indonesia ...................................................... 520-525

Zulfikar Maulana Putra1, Sukainil Ahzan2, dan Dwi Pangga3


Analisis Uji Impak Pada Elektroplating Krom Dekoratif Menggunakan Logam Basis Tembaga Dengan Variasi
Suhu ........................................................................................................................................................................... 526-528

Zulkifli
Pengaruh Media Pembelajaran Dan Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Hasil Belajar SMP ................................ 529-533

Zuriatin
Syiar Islam di Bima Abad XVII ................................................................................................................................... 534-537

I Ketut Sukarma
Membudayakan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Pemecahan Masalah ................................................................... 538-541

Eka Astuti1, Syifaul Gummah2, Bq. Azmi Syukroyanti3


Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Materi Usaha, Gaya, Energi Untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa... 542-544

Lovy Herayanti
Kajian Literatur Tentang Membelajarkan Keterampilan Berpikir Kritis Menggunakan Blanded Learning .................. 545-547

Hunaepi
Kajian Literatur Tentang Pentingnya Sikap Ilmiah ..................................................................................................... 548-550

ISBN: 978-602-74245-0-0 xiii


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS): KONSEP DAN IMPLEMENTASINYA

Wasis
wasisfaa@yahoo.com; wasis@unesa.ac.id
Universitas Negeri Surabaya

Pendahuluan
Abad XXI mengalami perkembangan teknologi yang sangat pesat, serta perkembangan yang luar biasa
dalam ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Perkembangan tersebut pada akhirnya juga
menuntut transformasi paradigma pendidikan sebagaimana ditunjukkan gambar di bawah ini (Partnership for 21st
Century Skills, 2011).

Berdasarkan gambar di atas, pendidikan abad XXI tidak cukup hanya menekankan capaian substansi
keilmuan (core subjects) sebagaimana terjadi pada abad sebelumnya, tetapi juga harus memberikan penekanan
pada berbagai dimensi keterampilan, meliputi: kecakapan hidup dan berkarir (life and career skills), keterampilan
belajar dan berinovasi (learning & innovation skills), serta keterampilan dalam pemanfaatan informasi, media, dan
teknologi (IMT skills).
Untuk membentuk kecakapan hidup dan memberikan bekal dalam pengembangan karir, diperlukan: (1)
kemampuan beradaptasi dan bersikap fleksibel, yaitu peka dan kritis terhadap perubahan, berpikir positif terhadap
masukan, serta menindaklanjuti umpan balik secara efektif; (2) memiliki inisiatif dan kemampuan mengarahkan diri
sendiri, yaitu kemampuan menggunakan waktu secara taktis dan efisien dalam mencapai tujuan, mampu bekerja
mandiri, serta memiliki komitmen terhadap pilihan; (3) memiliki kecakapan sosial dan lintas budaya, yaitu
kemampuan berinteraksi dan bekerjasama secara efektif dengan orang lain yang berbeda-beda budaya dan status
sosialnya; (4) produktif dan akuntabel, yaitu kemampuan merancang, menyusun prioritas, dan mengelola capaian
berbagai tugas dalam berbagai situasi sehingga hasilnya selalu dapat dipercaya; dan (5) memiliki jiwa
kepemimpinan dan bertanggungjawab, yaitu kemampuan memandu dan memimpin orang lain serta bersedia
menanggung resiko dari tindakan yang diambil atau dilakukan.
Untuk melatihkan keterampilan belajar dan berinovasi, diperlukan: (1) kreativitas, yaitu kreatif dalam berpikir
dan beraktivitas serta mampu melahirkan dan menerapkan inovasi-inovasi; (2) Berpikir kritis dan mampu
memecahkan masalah, yaitu menggunakan penalaran secara efektif, berpikir secara sistemik, dan mengambil
keputusan secara akurat, sehingga mampu memecahkan masalah dengan baik; dan (3) Kemampuan
berkomunikasi dan bekerjasama, yaitu mampu menyampaikan gagasan dan menjadi pendengar yang efektif
dengan memanfaatkan berbagai media, teknologi, dan bahasa serta mampu bekerjasama dengan orang lain
secara tulus, fleksibel, dan responsif.
Untuk membentuk literasi informasi, media, dan teknologi, diperlukan: (1) literasi informasi, yaitu kemampuan
mengakses informasi secara efisien dan efektif, menilai informasi secara kritis, dan menggunakan serta mengelola
berbagai informasi secara kreatif, akurat, dan bertanggungjawab; (2) literasi media, yaitu kemampuan memilih dan
menggunakan media secara kritis serta kemampuan memproduksi media yang baik sehingga memberi pengaruh
ISBN: 978-602-74245-0-0 xiv
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
yang positif pada sikap dan perilaku; dan (3) literasi teknologi, yaitu kemampuan menggunakan teknologi dalam
berbagai aspek kehidupan.
Tim Partnership for 21st Century Skills lebih lanjut merumuskan 4 (empat) keterampilan esensial abad XXI,
yaitu: berpikir kritis dan menyelesaikan masalah (critical thinking and problem solving), berkomunikasi secara efektif
(effective communication), bekerjasama (collaboration), serta berkreasi dan berinovasi (creativity and innovation).
Empat keterampilan abad XXI di atas didasari oleh keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking
skills/HoTs) yang sejak tahun 2003-an disinyalir oleh Zohar & Dori sebagai tujuan pendidikan yang sangat penting
dan harus dijadikan fokus arah perkembangan pendidikan.

Apakah HoTs itu?


Meskipun kegiatan berpikir sudah dilakukan sejak manusia ada, tetapi pengertian tentang berpikir masih
terus diperdebatkan berbagai kalangan, terutama kalangan pemikir pendidikan. Menurut Dewey berpikir
merupakan aktivitas psikologis ketika terjadi situasi keraguan, sedangkan Vygotsky lebih mengaitkan berpikir
dengan proses mental (Palmer, 2003). Secara umum para tokoh pemikir bersepakat bahwa berpikir merupakan
suatu kegiatan mental yang dialami seseorang ketika orang tersebut dihadapkan pada situasi atau suatu
permasalahan yang harus dipecahkan. Berpikir selalu berkaitan dengan proses mengeksplorasi gagasan,
membentuk berbagai kemungkinan-kemungkinan atau alternatif-alternatif yang bervariasi, dan menemukan solusi.
Salah satu taksonomi berpikir yang diacu secara luas adalah taksonomi Bloom dan telah direvisi oleh
Anderson & Krathwohl (2001). Dalam taksonomi Bloom yang direvisi tersebut, dirumuskan 6 level proses berpikir,
yaitu mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan
mencipta/mengreasi (C6). Mengingat merupakan level proses berpikir paling rendah. Mengapa? Karena mengingat
hanyalah memanggil kembali kognisi yang sudah ada dalam memori. Memahami satu level lebih tinggi
dibandingkan dengan mengingat. Seseorang yang memahami sesuatu akan mampu menggunakan ingatannya
untuk membuat deskripsi, menjelaskan, membandingkan, atau memberikan contoh terkait sesuatu tersebut. Jika
seseorang yang telah memahami sesuatu mampu melakukan kembali hal-hal yang dipahaminya pada situasi yang
baru atau situasi yang berbeda, maka orang tersebut telah mencapai level berpikir aplikasi (menerapkan).
Kemampuan menerapkan belum menjamin seseorang mampu menyelesaikan masalah, karena problem solving
sesungguhnya berkaitan dengan hal-hal yang non-rutin. Karena itu problem solving memerlukan level berpikir yang
lebih tinggi, yang sebelumnya bisa jadi belum pernah dilakukan. Level berpikir ini disebut higher order thinking atau
berpikir tingkat tinggi.
Mengutip pernyataan Lauren Resnick, Arends (2001) menuliskan bahwa berpikir tingkat tinggi memiliki
karakteristik: a) tidak algoritmik, tindakan tidak sepenuhnya dapat ditetapkan sebelumnya, b) kompleks, sehingga
tidak dapat dilihat dari satu sudut pandang saja, c) multi-solusi, tidak hanya satu penyelesaian, banyak alternatif
dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing, d) membutuhkan pertimbangan dan interpretasi, e) melibatkan
banyak kriteria yang kadang-kadang kontradiksi, f) seringkali tidak pasti, g) menuntut pengaturan diri (self-
regulation) dalam proses berpikir, h) melahirkan pemaknaan baru yang lebih tinggi, dan i) menggambarkan kerja
keras dan terjadi proses mental yang sungguh-sungguh, misalnya dalam melakukan elaborasi atau memutuskan
sesuatu.
Anderson dan Krathwohl mengatagorikan proses berpikir yang termasuk berpikir tingkat tinggi adalah
menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Menganalisis adalah kemampuan menguraikan sesuatu ke dalam
bagian-bagian yang lebih kecil sehingga diperoleh makna yang lebih dalam. Menganalisis dalam taksonomi Bloom
yang direvisi ini juga termasuk kemampuan mengorganisir dan menghubungkan antar bagian sehingga diperoleh
makna yang lebih komprehensif. Apabila kemampuan menganalisis tersebut berujung pada proses berpikir kritis
sehingga seseorang mampu mengambil keputusan dengan tepat, maka orang tersebut telah mencapai level
berpikir mengevaluasi. Dari kegiatan evaluasi, seseorang mampu menemukan kekurangan dan kelebihan sehingga
mampu menghasilkan sesuatu yang baru atau berbeda dari yang sudah ada. Level berpikir ini disebut level berpikir
mencipta. Apabila seseorang mampu mengambil keputusan dengan tepat dan mampu menghasilkan sesuatu yang
baru, maka orang tersebut berpeluang besar mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya.
Brookhart (2010) senada dengan Anderson dan Krathwohl bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi
mencakup proses berpikir menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta; dan agar seseorang mampu melakukan
proses berpikir tersebut harus memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif; sehingga mampu

ISBN: 978-602-74245-0-0 xv
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
menyelesaikan masalah. Berpikir logis adalah berpikir nalar, yaitu berpikir yang dapat diterima oleh akal sehat
karena memenuhi kaidah berpikir ilmiah. Berpikir kritis adalah berpikir reflektif-evaluatif sehingga mampu
merasakan adanya masalah dan mengambil keputusan. Sedangkan, berpikir kreatif adalah kemampuan
menemukan ide/gagasan yang baru atau berbeda. Seseorang yang mampu berpikir logis, belum tentu mampu
berpikir kritis, apalagi kreatif. Tetapi orang yang kreatif, pasti telah melewati proses berpikir logis dan kritis. Berpikir
kreatif terbukti mendasari kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Bagaimana Melatihkan dan Menilai HoTs?


Dalam konteks pembelajaran, kegiatan berpikir memegang peranan sangat penting dalam membangun
pengetahuan atau kognisi. Menurut pandangan konstruktivisme yang dimotori oleh Vygotsky dan Piaget, proses
pembentukan struktur kognitif akan efektif jika dilakukan sendiri oleh peserta didik melalui sejumlah keterampilan
berpikir. Piaget menjelaskan proses berpikir dapat dilakukan melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan
proses pengintegrasian pengalaman baru ke dalam struktur yang sudah ada. Asimilasi terjadi jika ciri-ciri
pengalaman baru cocok dengan ciri-ciri struktur kognitif yang telah ada. Bila ciri-ciri pengalaman baru tidak cocok
dengan ciri-ciri struktur kognitif yang telah ada maka siswa akan melakukan akomodasi, yaitu pembentukan struktur
baru atau pemodifikasian struktur lama agar cocok dengan pengalaman baru. Diperlukan proses berpikir yang
seimbang antara asimilasi dan akomodasi. Bila akomodasi lebih dominan dibandingkan asimilasi maka struktur
kognitif yang terbentuk banyak tetapi kualitasnya rendah. Sebaliknya, bila asimilasi lebih dominan dibandingkan
akomodasi maka struktur kognitifnya sedikit tetapi memiliki kualitas yang tinggi.
Vygotsky meyakini perkembangan struktur kognitif seseorang baik melalui asimilasi maupun akomodasi
dipengaruhi oleh interaksi sosial. Menurut Vygotsky setiap siswa memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda,
yaitu tingkat perkembangan faktual (yang dimiliki sekarang) dan tingkat perkembangan potensial (belum dimiliki,
tetapi akan dapat dimiliki setelah melakukan interaksi). Zona di antara tingkat perkembangan faktual dan potensial
disebut zona perkembangan terdekat (zona of proximal development). Siswa dapat mencapai tingkat
perkembangan potensial dengan baik jika ada interaksi sosial dengan lingkungan yang mendukung.
Lingkungan yang mendukung pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi, tentu bukan melalui
transfer knowledge melalui ceramah. Meskipun ceramah sudah dilakukan melalui penjelasan yang sangat runtut
dan sistematis, tetap tak akan menghadirkan pengalaman belajar yang utuh, apalagi untuk melatihkan keterampilan
dan menumbuhkan sikap. Pembelajaran untuk melatihkan keterampilan berpikir tingkat tinggi harus berbasis
aktivitas dan akan lebih efektif jika didasari rasa ingin tahu, karena rasa ingin tahu merupakan roh-nya
pengetahuan. Tugas guru adalah menstimulasi agar rasa ingin tahu siswa selalu muncul dan memfasilitasinya
sehingga mampu menemukan jawaban dari keingintahuan tersebut. Wheeler & Haertel dalam Forster (2004)
menyatakan bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi membutuhkan dua jenis konteks, yang pertama konteks
proses mental tinggi misalnya membandingkan, mengevaluasi, melakukan inferensi, dan mengambil keputusan,
serta konteks kedua adalah pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Mengacu pada tuntutan
keterampilan esensial abad XXI, pembelajaran untuk melatihkan keterampilan berpikir tingkat tinggi juga harus
memberikan ruang yang cukup untuk belajar bekerjasama melalui kelompok-kelompok kooperatif, dan memberikan
kesempatan yang luas untuk belajar berkomunikasi yang efektif melalui presentasi dengan memanfaatkan
informasi, media, dan teknologi secara optimal.
Jika pembelajaran telah dirancang untuk melatihkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, maka asesmen atau
penilaiannya juga harus mampu mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi tersebut. Hasil penelitian Wasis, dkk
(2014) menunjukkan bahwa instrumen penilaian keterampilan berpikir tingkat tinggi memiliki karakteristik: a) berada
pada taksonomi proses berpikir menganalisis, mengevaluasi, dan mengreasi/mencipta dan berada pada dimensi
pengetahuan konseptual, prosedural dan metakognitif; b) bersifat divergen, memungkinkan munculnya beberapa
alternatif respons atau jawaban; c) tidak hanya mengukur kompetensi pengetahuan, tetapi juga keterampilan, dan
sikap; serta d) menggunakan stimulus berupa konteks kehidupan nyata atau fenomena yang dekat dengan
kehidupan siswa. Penelitian di atas juga memberikan informasi bahwa soal PISA (Programme for International
Student Assessment) dan soal TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study) menuntut keterampilan berpikir
tingkat tinggi dengan persentase lebih besar dibandingkan soal UN (ujian nasional).
Di bawah ini disajikan contoh soal PISA, TIMSS, dan UN untuk mata pelajaran IPA-Fisika materi suhu dan
kalor.

ISBN: 978-602-74245-0-0 xvi


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

ISBN: 978-602-74245-0-0 xvii


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

Hasil komparasi ketiga soal di atas terlihat bahwa soal UN untuk topik suhu mengukur pengetahuan dimensi
pengetahuan faktual pada level C3 (menerapkan konversi skala termometer). Soal TIMSS mengukur pengetahuan
dimensi konseptual pada level C4 (menganalisis melalui komparasi/membandingkan). Soal PISA mengukur
kemampuan C4 (menganalisis) dan C5 (mengevaluasi dalam bentuk ungkapan ketidaksetujuan terhadap
pendapat orang lain). Bila dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari, ketiga soal di atas sudah terkait dengan
kehidupan sehari-hari, tetapi soal PISA memiliki bobot kontekstual paling tinggi, paling kompleks, dan paling riil.

Penutup
Keterampilan berpikir tingkat tinggi meliputi keterampilan berpikir logis, kritis, kreatif, dan problem solving
sudah selayaknya menjadi fokus pengembangan pendidikan di Indonesia. Fokus pengembangan mencakup
bagaimana mewujudkan pembelajaran yang kondusif dan mengimplementasikan sistem penilaian yang mampu
men-drive berkembangnya keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir tingkat tinggi diyakini potensial
menjadikan seseorang memiliki kecakapan hidup, mampu melakukan kreasi dan inovasi, serta memiliki literasi
dalam memanfaatkan informasi, media, dan teknologi, sehingga mampu menyelesaikan berbagai permasalahan
kehidupan yang semakin kompleks di abad XXI.

Daftar Pustaka
Anderson, L. W. & Krathwohl, D. R. (eds) (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing. A revision
of Bloom’s taxonomy of educational objectives. New York: Longman.
Arends, R. I. (2001). Learning to Teach. (5th ed.). Boston: McGraw-Hill Comp., Inc.
Brookhart, S. M. (2010). How to Assess Higher Order Thinking in Your Classroom. Alexandria: ASCD.
Forster, M. (2004). Higher order thinking skills. Research Development, 11 (13-17).
Martin, M.O., Mullis, I.V.S., Foy, P., dan Stanco, G.M. (2012). TIMSS 2011 International Results in Science. Boston
College, Chestnut Hill: TIMSS & PIRLS International Study Center.
Nebraska Department of Education. (2007). 21st Century Education Frame Work, www.21stcenturyskills.org.
OECD. (2014). PISA 2012 Results in Focus. What 15-years-old know and what they can do with what they know?
Paris: OECD.
Palmer, J. A. (eds) (2003). 50 Pemikir Pendidikan, dari Piaget sampai masa sekarang. Terjemahan. Jakarta:
Jendela.
Partnership for 21st Century Skills. (2011). Framework for 21st Century Learning, www.p21.org.
Wasis, Yuni, S.R, dan Sukarmin. (2014). Karakterisasi Instrumen Penilaian Berpikir Tingkat Tinggi dan Literasi
Sains: Studi komparatif soal TIMSS, PISA, dan UN. Laporan penelitian fundamental yang didanai oleh DP2M
Dikti.
Zohar, A. and Dori, Y. J. (2003). Higher order thinking skills and low-achieving students: Are they mutuall exclusive?.
The Journal of The Learning Sciences, 12 (2), 145.

ISBN: 978-602-74245-0-0 xviii


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE TPS (THINK PAIR SHARE) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS
DAN PRESTASI BELAJAR SISWA
Abd. Haris1 & Muslim2
1Prodi PGSD, STKIP TSB
2Prodi Matematika, STKIP TSB

E-mail: haris.suksesuny@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas VII F di MTs Al-Aziziyah Putra Kapek
Gunung Sari dengan penerapan model kooperatif tipe TPS (Think Pair Share). Penelitian ini menggunakan tindakan kelas yang dilakukan
dalam 3 siklus, yang terdiri dari 3 pertemuan. Pertemuan pertama dan kedua adalah proses pembelajaran, pertemuan ketiga untuk
evaluasi. Sampel penelitian merupakan siswa kelas VIIF yang berjumlah 26 siswa. Data hasil belajar siswa dikumpulkan melalui tes
evaluasi, data aktivitas siswa dan guru melalui lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah skor aktivitas siswa dalam
3 siklus mengalami peningkatan. Pada siklus I skor aktivitas siswa 12,65 dengan kategori cukup, pada siklus II skor aktivitas siswa 16,25
dengan ketegori tinggi, dan siklus III skor aktivitas siswa 19,33 dengan katagori sangat tinggi. Peningkatan ketuntasan belajar dapat dilihat
pada masing-masing siklus, ini terlihat dari perolehan nilai rata-rata siswa pada siklus I sebesar 57,8 dengan ketuntasan belajar siswa
68,97%, nilai rata-rata pada siklus II sebesar 64,60 dengan ketuntasan belajar siswa 81,82%, dan nilai rata-rata pada siklus III sebesar
74,17 dengan ketuntasan belajar siswa 86,96%. Kesimpulan penelitian ini bahwa penerapan model kooperatif tipe TPS dapat
meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa.

Kata Kunci: Kooperatif Tipe TPS, Aktivitas, Prestasi Belajar.

Abstract: This research aims to improve the activity and student achievement VIIF class in MTs Al-Aziziyah Putra Kapek Gunung Sari with
the implementation of cooperative models TPS (Think Pair Share). The action of this research conducted in three cycles, which consist of
3 meetings. The first and the second meeting is a learning process, the third for evaluation. The sample is graders VIIF (26 student). The
collected of data through student learning outcomes evaluation tests, the activity data of students and teachers through observation sheet.
The results showed that the number of students in the activity score 3 cycles increased. In the first cycle activity score 12.65 students with
enough categories, the second cycle activity score 16.25 students with high category, the third cycle activity score 19.33 with very high
categories. Increased mastery learning can be seen in each cycle, is evident from the acquisition value of the average student in the first
cycle of 57.8 with 68.97% mastery learning students, in the second cycle of 64.60 with 81.82% mastery learning students, the third cycle
of 74.17 with 86.96 % mastery learning students. The conclusion is the application of the model cooperative TPS can increase the activity
and student achievement.

Keywords: Cooperative Type TPS, Activities, Learning Achievement

PENDAHULUAN Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 tahun


Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib 2006 tentang Standar Isi menyebutkan bahwa kompetensi yang
dikuasai dan dipelajari oleh setiap peserta didik (siswa) pada setiap harus dimiliki oleh peserta didik setelah mempelajari matematika
jenjang pendidikan, baik itu pra sekolah maupun sampai pada di sekolah menengah yaitu: (1) Memahami konsep matematika,
jenjang yang lebih tinggi (perguruan tinggi) dan bahkan dalam menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan
aplikasi kehidupan sehari-hari. Matematika menjadi sesuatu yang konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
sangat penting bagi perkembangan dunia pengetahuan dan dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada
teknologi sehingga menuntut siswa untuk terus mengembangkan pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
pengetahuan mereka yang berkaitan dengan pemahaman dan generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
penguasaan matematika lebih lanjut. pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
2006 menyebutkan bahwa matematika merupakan ilmu universal menyelesaikan model, (4) Mengomunikasikan gagasan dengan
yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas
peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya keadaan atau masalah, dan (5) Memiliki sikap menghargai
pikir manusia. Perkembangan yang begitu pesat di bidang kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin
teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta
perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai Untuk dapat mencapai hasil belajar yang diharap pada
dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan mata pelajaran matematika SMP/MTs, peran guru menjadi salah
matematika yang kuat sejak dini. Menurut Van De Walle (2008, satu bagian terpenting dalam ketercapaian standar kompetensi
p.13), matematika adalah ilmu tentang pola dan aturan. tersebut, sebagai mana diungkapkan Cooney (Shumway,1980,
Matematika merupakan ilmu tentang sesuatu yang memiliki pola p.437), menyatakan bahwa prestasi belajar siswa di pengaruhi
keteraturan dan urutan yang logis. Menemukan dan oleh faktor guru. Untuk mendapatkan hasil belajar siswa sesuai
mengungkapkan keteraturan atau urutan ini dan kemudian dengan ketuntasan minimal yang diinginkan, guru hendaknya
memberikan arti merupakan makna dari mengerjakan matematika. dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai
kurikulum dan pola pikir siswa. Oleh karena itu, pembelajaran tentu

ISBN: 978-602-74245-0-0 1
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
membutuhkan guru yang sesuai dengan standar tenaga lebih jelas tentang batasan prestasi, Jhonson & Johnson (2002: 8)
kependidikan. Guru adalah guru yang berkompetensi. Kompetensi menyatakan bahwa definisi prestasi siswa diharapkan mampu
tersebut diharapkan adalah sebagai agen pembelajaran yang menunjukkan: (a) prestasi yang berhubungan erat dengan perilaku
meliputi kompetensi padegogik, kompetensi kepribadian, (kemampuan untuk berkomunikasi, bekerjasama, menampilkan
kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. (Peraturan aktivitas tertentu, dan menyelesaikan masalah yang kompleks); (b)
Pemerintah No 19 pasal 28 ayat 3, 2005). prestasi yang berhubungan erat dengan produk/hasil (menulis
Sebagi seorang guru yang baik, tentunya juga tema atau hasil laporan, hasil seni, hasil kerajinan); atau (c)
memperhatikan faktor lingkungan berupa interaksi dalam belajar prestasi yang berhubungan erat dengan sikap dan
dalam lingkungan tersebut siswa akan belajar matematika dengan disposisi/pengaturan (menyediakan pekerjaan, menginginkan
mengeksplorasi konsep-konsep matematika, menemukan prinsip- untuk meningkatkan suatu kompetensi secara kontinu, komitmen
prinsip matematika, bekerjasama menyelesaikan masalah, dan pada kualitas, lokus internal dari kontrol, harga diri).
sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan suatu lingkungan yang Pentingnya siswa memiliki motivasi serta keaktifan
memungkinkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam belajar dan dalam belajar matematika hal ini sangat berperan dalam proses
mampu memenuhi standar ketercapaian kompetensi yang pembelajaran siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang baik.
ditentukan. Aktivitas belajar adalah berbagai aktivitas yang diberikan pada
Pembelajaran bukanlah suatu proses pemindahan pembelajaran dalam situasi belajar mengajar (Sudjana, 2006).
pengetahuan yang dimiliki guru kepada siswa, melainkan suatu Aktivitas merupakan suatu bentuk partisipasi siswa dalam proses
kesempatan bagi siswa untuk menemukan ide dan konsep. Siswa belajar mengajar yang dapat dilihat dari bentuk interaksi siswa
tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi diberikan dengan guru dan interaksi siswa dengan siswa.
kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep dibawah Hadi (2005, p.11) menyatakan bahwa proses
bimbingan guru. Oleh karena itu pembelajaran harus dikemas pembelajaran matematika selama ini yang terjadi belum sesuai
sehingga siswa dapat dengan mudah mempelajari ilmu dengan yang diharapkan. Ciri praktik pendidikan selama ini adalah
pengetahuan termasuk matematika. Untuk itu salah satu upaya pembelajaran berpusat pada guru. Guru menyampaikan pelajaran
pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan sekolah adalah dengan menggunakan metode ceremah atau ekspositori,
perbaikan proses belajar mengajar yang berkualitas. sementara siswa mencatatnya pada buku catatan. Dominasi guru
Sebagaimana dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No dalam proses pembelajaran menyebabkan kecenderungan siswa
41 tahun 2007 tentang standar proses, menyebutkan proses lebih bersifat pasif sehingga mereka lebih banyak menunggu
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara sajian guru dari pada mencari dan menemukan sendiri
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi pengetahuan, keterampilan atau sikap yang mereka butuhkan.
peserta didik untuk berpartisipatif aktif serta memberikan ruang Pembelajaran matematika seperti ini menyebabkan siswa
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai mengalami kesulitan untuk memahami materi pelajaran yang
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi abstrak. Hal senada juga disampaikan oleh (Muijs & Reynalds
peserta didik. 2005, p.212) mengatakan bahwa kondisi ini mengakibatkan mata
Dalam proses pembelajaran matematika masih dijumpai pelajaran matematika masih dipandang sebagai mata pelajaran
guru yang mengeluhkan rendahnya kemampuan peserta didik, yang sulit oleh para pelajar maupun masyarakat umumnya.
dan berdampak pada rendahnya kualitas proses dan prestasi Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan
belajar matematika peserta didik dan guru lebih melihat siswa dari interaksi yang dinamis antara pandidikan yang melaksanakan
kemampuan kognitif. Menurut Soedjadi (2000, p.179) mengatakan tugas mengajar dengan anak didik yang melaksanakan kegiatan
bahwa guru matematika perlu merenungi kembali sebenarnya belajar, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.
untuk apa matematika diajarkan kepada siswa, tentu bukan untuk Menurut undang-undang sistem pendidikan No 20 tahun 2003
mengetahui semua matematika yang ada atau sebanyak mungkin pasal 1, menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi
mengetahui matematika. Jawaban yang harus menjadi perhatian peserta didik dengan pendidik. Proses interaksi ini sangat penting
adalah matematika diberikan kepada siswa untuk membantu siswa sekali dalam kelangsungan proses belajar mengajar, karena
agar tertata nalarnya, terbentuk kepribadiannya serta terampil dalam proses belajar mengajar pendidik menyampaikan suatu
menggunakan matematika dan penalarannya dalam pesan berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan etika kepada
kehidupannya kelak. peserta didik melalui proses interaksi.
Penelitian yang dilakukan oleh Noer (2009, p.475) Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu
mengatakan bahwa rendahnya kualitas pendidikan terlihat pula pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek
dari standar kelulusan ujian nasional. Standar kelulusan siswa pembelajaran (student oriented), dengan suasana kelas yang
sekolah menengah meskipun dari tahun ke tahun makin demokratis serta saling berbagi untuk memberi kesempatan
meningkat, namun standar kompetensi masih tergolong rendah. peluang lebih besar dalam memberdayakan potensi siswa secara
Proses pembelajaran matematika masih banyak guru matematika maksimal. Tujuan pembelajaran kooperatif yang diungkapkan oleh
yang menganut paradigma transfer of knowledge, dalam hal ini Jacobsen, Eggen, & Kauchak (2009, p.231) siswa dapat
interaksi dalam pembelajaran hanya terjadi satu arah yaitu dari mengembangkan keterampilan-keterampilan kerja sama dan juga
guru sebagai sumber informasi dan siswa tidak diberikan banyak sasaran-sasaran konten pembelajaran.
kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Arends (2008, p.6), menyatakan bahwa pembelajaran
Prestasi belajar menjadi salah satu tujuan utama yang kooperatif dapat menguntungkan bagi siswa yang berprestasi
ingin dicapai dalam setiap pembelajaran. Manusia pada rendah maupun tinggi yang mengajarkan tugas akademik
hakikatnya dapat belajar di mana saja dan kapan saja. Dan setiap bersama-sama. Mereka yang berprestasi tinggi mengajari teman-
proses belajar pasti akan membuahkan suatu hasil yang ditandai temannya yang berprestasi lebih rendah, sehingga memberikan
dengan adanya perubahan tingkah laku dari diri pebelajar. Hasil bantuan khusus dari sesama temannya. Melalui pembelajaran
capaian belajar inilah yang disebut dengan prestasi belajar. Agar kooperatif diharapkan kepada siswa lebih aktif menyalurkan
ISBN: 978-602-74245-0-0 2
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pengetahuan, gagasan dan menerima gagasan dari temannya. yang diberikan untuk tahap ini. Interaksi
Adanya interaksi yang baik dalam kelompok dapat menumbuh yang diharapkan adalah siswa dapat
kembangkan sikap positif dan minat tinggi terhadap pelajaran berbagi jawaban dari pertanyaan atau ide
matematika sehingga dapat meningkatkan standar kompetensi bila persoalan telah diidentifikasi.
matematika (prestasi belajar siswa). Hal ini sesuai dengan hasil Sepasang siswa kemudian diminta untuk
penelitian Zakaria, Chin & Daud (2010, p.1) dalam penelitiannya berbagi dan mereka mendiskusikannya
yang berjudul “the effects of cooperative learning on student’ dengan seluruh siswa dalam kelas.
Share
mathematics achievement and attitude toward mathematics” Mereka diminta tidak hanya
menemukan bahwa pendekatan yang berpusat pada siswa seperti mendiskusikan isinya tetapi juga tentang
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar cara mereka memikirkannya.
matematika dan sikap belajar siswa terhadap matematika. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat kita
Kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) yang simpulkan bahwa pada pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair
dikembangkan oleh Frank Lyman dari university of Maryland Share (TPS), siswa dikelompokan secara berpasangan, yang
(Slavin, 2005: 132), siswa berperan aktif dalam mengajukan mengakibatkan terjadinya interaksi di antara siswa tersebut.
pertanyaan selama pembelajaran di kelas adalah cara yang tepat Dalam pengelompokannya, siswa dipasangkan secara heterogen
untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Terkait berdasarkan nilai awal mereka yang bertujuan memberikan peran
penerapan Think Pair Share (TPS) Slavin (2005: 132) menjelasan aktif siswa dalam proses belajar kelompok. Berdasarkan uraian
bahwa ketika guru mengajar di kelas, siswa diarahkan untuk duduk diatas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana
berpasangan dalam timnya. Kemudian guru mengajukan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
pertanyaan. Siswa diarahkan untuk memikirkan sebuah jawaban dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa.
mereka sendiri, kemudian siswa duduk berpasangan dengan
pasangannya untuk memperoleh jawaban yang disepakati berdua. METODE PENELITIAN
Terakhir guru meminta siswa untuk berbagi pendapat dengan Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas
kelompok lain dalam kelas. (classroom action risearch), menurut Suyanto (Mansur Muslich,
Menurut Kinzie & Markovchick (2005: 1) Think-Pair- 2009) PTK adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif
Share menjelaskan bahwa merupakan strategi yang dirancang dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat
untuk mendorong keterlibatan siswa. Tahap pertama, siswa memperbaiki dan meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di
mendengarkan pertanyaan guru. Kemudiak memikirkan sebuah kelas secara profesional. Penelitian ini dilaksanakan di MTs AL-
jawabannya. Mereka berpasangan dengan seorang siswa lainnya Aziziyah Putra Kapek Gunung Sari kelas VIIF Semester II tahun
dan mendiskusikan jawaban mereka. Terakhir, mereka diminta pelajaran 2009/2010. Banyak Siswa kelas VIIF sebanyak 26 orang
untuk menjelaskan/berbagi jawaban dengan kelompok lain. Pada siswa. Penelitian ini dimulai tanggal 12 April sampai tanggal 10 Mei
umunya tiap tahap ditentukan waktunya. 2010. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini dengan
Menurut Ledlow (2001: 1) Think-Pair-Share adalah pembelajaran kooperatif tipe TPS, setiap tiap siklus terdiri dari
strategi berisiko rendah untuk membuat banyak siswa secara aktif empat tahap yaitu: Perencanaan, Kegiatan yang dilakukan adalah:
terlibat dalam kelas dari berbagai ukuran. Prosedurnya sederhana: 1). Merancang RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), 2).
setelah mengajukan pertanyaan, guru menyampaikan kepada mempersiapkan materi pembelajaran, 3). membuat LKS (Lembar
siswa untuk berpikir tentang jawabannya dengan diam atau tanpa Kerja Siswa), 4). menyiapkan alat dan bahan yang digunakan, 5).
bertanya pada teman. Sebagai variasi, siswa dapat diarahkan membuat lembar observasi aktivitas guru dan siswa, dan 6).
untuk menulis jawaban masing-masing, hal ini tentu tergantung membuat alat evaluasi, Pelaksanaan Tindakan, Kegiatan yang
pada kompleksitas dari pertanyaan dan jumlah waktu, untuk dilakukan adalah melaksanakan kegiatan belajar mengajar
kegiatan ini idealnya diberikan waktu dari 10 detik sampai lima berdasarkan RPP yang dirancang, observasi dilakukan oleh
menit untuk bekerja secara individual. Kemudian minta para siswa pengamat terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan
untuk berpasangan dengan pasangannya untuk membandingkan lembar observasi, dan refleksi dilakukan berdasarkan hasil analisis
atau mendiskusikan tanggapan mereka. terakhir, guru memanggil data yang didapat, untuk melihat kekurangan-kekurangan yang
secara acak beberapa siswa untuk meringkas diskusi mereka atau ada, mengidentifikasi hal-hal yang sudah dan belum tercapai,
memberi jawaban mereka. mengapa terjadi demikian dan langkah apa saja yang perlu
Arends & Kilcher (2010: 247) menjelaskan, “TPS dilakukan untuk perbaikan pada siklus berikutnya.
consists of three steps: thinking, pairing, sharing”.Dari penjelasan Variabel dalam penelitian ini ada dua macam yaitu
di atas dapat dipahami bahwa Think-Pair-Share terdiri dari tiga variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen).
tahap: Adapun variabel bebasnya adalah model pembelajaran kooperatif
Tabel 1. Sintak Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS tipe TPS, yang menjadi variabel terikat adalah meningkatkan
Tahapan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Instrument penelitian
Aktivitas pembelajaran
Pembelajaran adalah Lembar observasi untuk mendapatkan data kualitatif yaitu
Guru mengajukan sebuah pertanyaan berupa data aktivitas guru dan siswa pada proses pembelajaran
atau isu dan meminta setiap siswa dan Tes hasil belajar untuk mengetahui prestasi belajar yaitu
Think mempergunakan waktu beberapa menit berupa data kuantitatif maka digunakan instrumen berupa tes.
untuk memikirkan jawaban mereka secara Jenis tes yang digunakan adalah dalam bentuk essay. Setiap tes
mandiri untuk beberapa saat. berisikan 5 soal dengan bobot skor yang sama. Hal ini
Siswa diminta untuk berpasangan dengan dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan
siswa lain dan meminta mendiskusikan siswa dalam memahami materi yang telah diberikan. Skor yang
Pair
apa yang telah dipikirkan pada tahap diperoleh selanjutnya dikonversi sehingga menjadi nilai dengan
pertama. 4–5 menit adalah waktu normal rentang antara 0 sampai dengan 100. Skor tersebut kemudian
ISBN: 978-602-74245-0-0 3
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
digolongkan dalam kriteria berdasarkan Kriteria Ketuntasan 1. Menentukan skor yang diperoleh
Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah untuk mata pelajaran Skor setiap individu tergantung banyaknya perilaku yang
matematika yaitu 65. Nilai KKM ini digunakan untuk menentukan dilakukan guru dari sejumlah indikator yang diamati.
persentase banyak siswa yang mencapai kriteria ketuntasan. Data Skor 4 diberikan jika 3 deskriptor yang nampak
hasil belajar yang diperoleh dengan memberikan tes kepada Skor 3 diberikan jika 2 deskriptor yang nampak
siswa, yang diberikan setiap berakhir siklus dan data tentang Skor 2 diberikan jika 1 deskriptor yang nampak
situasi belajar mengajar pada saat di laksanakanya tindakan Skor 1 diberikan jika tidak ada deskriptor nampak yang
diperoleh dari lembar observasi. dilakukan guru.
Ketuntasan secara klasikal diperoleh dengan 2. Menentukan Mi dan SDi
menggunakan rumus sebagai berikut : Mi = ½ (skor tertinggi + skor terendah)
K SDi = 1/3 . Mi
KK = x 100 % Keterangan:
Z
SDi = Standar Deviasi Ideal
Keterangan:
Mi = Mean Ideal
KK : Ketuntasan klasikal
Tabel 4. Kriteria aktivitas guru
K : Jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 65
Interval Kriteria
Z : Jumlah seluruh siswa
Sesuai dengan petunjuk teknis penilaian kelas dikatakan A ≥ Mi + 1,5 Sdi Sangat baik
tuntas secara klasikal terhadap materi yang disajikan jika Mi + 0,5 SDi ≤ A < Mi + 1,5 SDi Baik
ketuntasan klasikal mencapai ≥ 85 % siswa mendapat nilai > 65 Mi – 0,5 SDi ≤ A < Mi + 0,5 SDi Cukup baik
(Depdikbud, 1994). Mi – 1,5 SDi ≤ A < Mi – 0,5 SDi Kurang baik
Aktivitas siswa diamati secara klasikal menggunakan A < Mi – 1,5 Sdi Sangat kurang
lembar observasi. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Menentukan skor aktivitas belajar siswa dengan rumus: HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus, dari hasil
A
X observasi diperoleh data kualitatif tentang aktivitas siswa dan guru,
n yang memberikan gambaran tentang kegiatan guru dan siswa
selama proses belajar mengajar dan data kuantitatif berupa hasil
Keterangan:
evaluasi belajar siswa yang diperoleh melalui tes yang dialakuakan
A : Skor rata-rata aktivitas belajar siswa
pada setiap akhir siklus.
 X : Jumlah skor tiap deskriptor Tabel 5. Hasil observasi aktivitas siswa dan guru
n: Banyaknya deskriptor
(Nurkencana, 1993)
2. Menentukan skor yang diperoleh
Skor aktivitas siswa tergantung dari banyaknya siswa
dalam kelas yang aktif melaksanakan aktivitas sesuai dengan
deskriptor dari sejumlah indikator yang diamati. Adapun
aturannya sebagai berikut: Tabel 6. Hasil prestasi belajar siswa
Tabel 2. Penentuan skor aktivitas belajar siswa
A ≥ 75% siswa melakukan deskriptor
Skor 3 jika
yang nampak
50% ≥ A <75% siswa melakukan
Skor 2 jika
deskriptor yang nampak
25% ≥ A <50% siswa melakukan
Skor 1 jika
deskriptor yang nampak
A < 25% siswa melakukan deskriptor yang
Skor 0 jika
nampak
Berdasarkan data hasil observasi yang diperoleh dapat
3. Menentukan Mi dan SDi
dinyatakan bahwa aktivitas siswa dan guru dan hasil belajar siswa
Mi = ½ (skor tertinggi + skor terendah)
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS di
SDi = 1/3 . MI
VIIF di MTs Al-Aziziyah Putra Kapek Gunung Sari mengalami
Ket:
peningkatan pada tiap siklusnya. Pada siklus I, ketika dibentuk
Mi = Mean Ideal
kelompok diskusi beberapa siswa masih belum bisa bekerja sama
SDi = Standar Deviasi Ideal
sesuai tahap TPS dimana siswa yang berkemampuan tinggi masih
Tabel 3. Kriteria aktivitas belajar siswa
sibuk menjawab soal yang diberikan secara individual. Belum ada
Interval Kategori
pembagian tugas sesuai arahan yang diberikan guru, sehingga
A ≥ Mi + 1,5 Sdi Sangat tinggi siswa yang berkemampuan rendah masih bersifat sebagai
Mi + 0,5 SDi ≤ A < Mi + 1,5 Sdi Tinggi penerima. Guru kurang membimbing siswa dengan baik dan
Mi – 0,5 SDi ≤ A < Mi + 0,5 Sdi Cukup memandu siswa dalam melaksanakan tahaptahap pembelajaran
Mi – 1,5 SDi ≤ A < Mi – 0,5 Sdi Kurang kooperatif tipe TPS.
A < Mi – 1,5 Sdi Sangat rendah Berdasarkan refleksi siklus I, maka dilakukan perbaikan-
Data hasil observasi aktivitas guru selama pembelajaran perbaikan pada siklus II. Individualization yaitu saling membagi
berlangsung dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut : tugas, mengoreksi jawaban dan membantu teman yang kurang
ISBN: 978-602-74245-0-0 4
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
memahami materi serta yang berkemampuan rendah. Pada Disarankan pada peneliti yang berminat untuk menerapkan kedua
pelaksanaan siklus II saat diskusi kelompok masih ada siswa yang pembelajaran pada materi yang lain sehingga dapat memberikan
kurang aktif bertanya kepada temannya dimana letak kesulitannya bukti yang lebih kuat menggenai pengaruh pembelajaran model
dalam menjawab soal. Pada siklus II ini siswa diberi arahan untuk kooperatif tipe TPS.
lebih terbuka kepada sesama serta agar menjawab soal yang
mudah dulu bagi siswa yang berkemampuan rendah. Disamping itu DAFTAR PUSTAKA
guru juga memberikan motivasi dan arahan betapa pentingnya Arends, R.I & Kilcher, A. (2010). Teaching for student learning
untuk bekerja sama agar tugas menjadi ringan dan dapat selesai “becoming an accumplhised teacher”. Madision Avenue:
tepat pada waktunya, dan pada siklus III dengan pengalaman pada Routladge.
siklus I dan siklus II hasil belajar siswa sanagat meningkat, berkat Arends, R. I. (2008). Learning to teach (Terjemahan Helly Prajitno
bimbingan dan arahan guru serta ada kerja sama dan interaksi guru Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto). New York: McGraw
dengan siswa dan siswa dengan siswa. Hill Companies. (Buku asli diterbitkan tahun 2007).
Guru sudah baik dalam membimbing siswa dan interaksi Depdiknas. (2007). Peraturan menteri pendidikan nasional RI
antar anggota kelompok sudah baik dan antusias dalam Nomor 22, tentang Standar Isi.
menyelesaikan soal-soal. Siswa yang berkemampuan tinggi sudah Hadi, S. (2005). Pendidikan matematika realistik dan
perduli dan merasa bertanggung jawabuntuk membantu temannya. implementasinya. Yogyakarta.
Sehingga siswa yang punya kemampuan rendah lebih Jacobsen, D.A, Kauchak D., & Eggen P. (2009). Methods for
bersemangat dalam belajar. Hasilnya sangat terlihat pada teaching. (Terjemahan Achmad Fawaid &Khoirul Anam).
sebagian siswa yang biasanya malas dan tidak memperhatikan New Jersey: Peason Education, Inc. (Buku asli diterbitkan
ketika belajar. Dimana dengan penerapan model pembelajaran ini tahun 2009).
mereka ada keinginan untuk belajar dan mereka dapat menjawab Johnson, D.W. & Johnson, R.T. (2002). Meaningfull assessment: a
soal hitungan, yang selama ini mereka anggap sulit. Mereka mulai manageable
mengerti bahwa kesulitan tersebut didasari dari ketidak mauan and cooperative process. Boston, MA: Allyn and Bacon.
mereka untuk memperhatikan serta malu bertanya kepada guru Ledlow, S. (2001). Using Think-Pair-Share in the College
atau teman tentang kesulitan-kesulitan yang mereka rasakan. Di Classroom. Diambil tanggal 9 Januari 2010, dari
samping itu siswa juga semakin aktif dalam mengeluarkan http://clte.asu.edu/active/usingtps.pdf
pendapat maupun memberi tanggapan terhadap hasil presentasi Muijs, D., & Reynolds, D. (2008). Efective teaching. (Terjemah
kelompok lain. Helly Prajitno Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto). London:
Sage Pulication Ltd. (Buku asli diterbitkan tahun 2008)
SIMPULAN Nurkencana & Sunartana. 1990. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya:
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat Usaha Nasional
disimpulkan sebagai berikut: (1) Model pembelajaran kooperatif Noer, S.R. (2009). Peningkatan kemampuan berpikir kritis
tipe TPS dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VIIF di matematis siswa SMP melalui pembelajaran berbasis
MTs Al-Aziziyah Putra Kapek Gunung Sari, (2) Model masalah. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional
pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan prestasi Pendidikan Matematika, di Universitas Negeri Yogyakarta.
belajar siswa kelas VIIF di MTs Al-Aziziyah Putra Kapek Gunung Slavin, R.E. (2005). Cooperative learning: teory, research, and
Sari yang mereka peroleh. Secara umum prestasi belajar siswa practice (2nd ed). Sydney: AllymandBroon.
mengalami peningkatan setiap siklus. Hal ini dapat disebabkan Shumway, R.J. (1980). Research in mathematics education.
oleh beberapa faktor diantaranya siswa dapat lebih memahami Virginia: The National Council of Teacher of Mathematics.
konsep yang diberikan dengan adanya demonstrasi yang dilakukan Sudjana, (2006), Penilaian hasil proses belajar mengajar. Remaja
guru. Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap siswa bekerja Rosda Karya:
sama dan saling membantu dalam memahami materi melalui Bandung.
diskusi. Dalam memecahkan masalah siswa juga dibimbing oleh Soedjadi. (2000). Kiat pendidikan matematika di Indonesia.
guru baik secara individu maupun kelompok. Jakarta: Raja Grasindo Persada.
Van De Walle, J. A. (2008). Sekolah dasar dan menengah:
SARAN pengembangan pengajaran. (Terjemahan Suyono ). New
Berdasarkan hasil dan temuan penelitian, saran yang Jersey: Peason Education, Inc. (Buku asli diterbitkan tahun
dapat disampaikan adalah sebagai berikut: (1) Bagi dinas 2007).
pendidikan atau pihak sekolah, hendaknya mengadakan pelatihan Zakaria E., Chin, LC., & Daud, Md.Y. (2010). The effects of
kepada para guru metematika untuk menguasai dan cooperative learning on students’ mathematics
mengembangkan pembelajaran dengan model pembelajaran achievement and attitude towards mathematics. Selangor:
kooperatif tipe TPS, dengan harapan dapat meningkatkan aktivitas Journal of Social Sciences, 272-275.
belajar matematika sehingga dapat memberikan pengaruh positif
terhadap proses belajar dan hasil untuk siswa, (2) Disarankan
kepada guru untuk menerapkan inovasi-inovasi baru dalam
pembelajaran matematika dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam proses pembelajaran, (3)
Disarankan kepada peneliti yang berminat agar mempergunakan
populasi yang lebih besar sehingga generalisasi hasil penelitian
lebih akurat, misalnya dengan mengambil SMP satu kabupaten
sebagai populasinya dan sampelnya dipilih berdasarkan tingkat
kualitas sekolah seperti rendah, sedang, dan tinggi, dan (4)
ISBN: 978-602-74245-0-0 5
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENERAPAN PENDEKATAN DEEP DIALOG AND CRITICAL THINKING TERHADAP KETERAMPILAN
BERPIKIR KRITIS SISWA PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Abdul Sakban
Dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Mataram

Abstrak: Pendekatan Deep Dialogue and Critical Thinking merupakan pembelajaran yang membina keberagaman siswa dengan cara
dialog antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru kemudian berpikir kritis berhubungan dengan memilih dan memutuskan suatu
konsep. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh penerapan pendekatan Deep Dialogue and Critical Thinking terhadap
keterampilan berpikir kritis siswa pada pembelajaran pendidikan kewarganegraan di SMP Negeri 7 Mataram. Metode penelitian digunakan
adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan quasi eksperimental, pengumpulan data menggunakan teknik observasi, angket, tes, dan
dokumentasi, serta alat menganalisis data menggunakan statistic deksripsi dan statistic inferensial regresi linear sederhana. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dalam menerapkan pendekatan Deep Dialogue and Critical Thinking dapat mempengaruhi keterampilan
berpikir kritis siswa pada pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Cara berpikir kritis yang dikembangkan siswa adalah
mengidentifikasi masalah, mampu menjelaskan cara pandang mereka, menelusuri berdasarkan fakta atau hasil temuan, menyusun ide
atau gagasan dan mampu mengambil keputusan.

Kata Kunci: Deep Dialogue and Critical Thinking, Berpikir Kritis

PENDAHULUAN yang aktif dimana siswa diajak untuk berkomunikasi satu arah
Kenyataan dan realitas sosial yang terjadi pada abad 21 ini antara kelompok satu atau dengan kelompok lain dan atau
sangat bervariasi terutama berhubungan dengan tingkat berpikir komunikasi guru dengan siswa. Hal ini disenada dengan
kritis siswa yang masih minim, sulitnyanya siswa menyampaikan pernyataan “To open oneself to Deep-Dialogue it is also necessary
pendapat pada saat berdiskusi, belum mampu memahami konsep- to develop the skills of thinking carefully and clearly, of Critical-
konsep pendidikan kewarganegaraan secara alamiah. Oleh sebab Thinking (critical, from the Greek, krinein, to choose, to judge)”
itu diperlukan salah satu solusi pembelajaran yang membentuk (Swidler, 2010: 31).
daya berpikir tinggi (higher thinking), karakteristik anak bangsa Dalam pandangan tersebut disimpulkan bahwa dialog
yang kritis dan memiliki wawasan kebangsaan yang sangat luas mendalam dapat membuka diri untuk itu diperlukan untuk
serta berkepribadian patriotisme. Kita ketahui bersama bahwa mengembangkan keterampilan berpikir secara hati-hati dan jelas
pendidikan kewarganegaraan merupakan pembelajaran yang kemudian berpikir kritis diamksud untuk memilih dan menilai
membentuk watak dan karakter anak bangsa, akan tetapi tidak pengetahuan. Jadi dalam pembelajaran diperlukan juga metode
hanya membentuk watak dan karakter anak bangsa saja, maka belajar yang mendorong siswa membuka cakrawala berpikir secara
diperlukan juga membentuk berpikir kritis dan wawasan variatif terhadap objek atau permasalahan yang sedang diamati
kebangsaan, sehingga mereka mampu mendorong sikap dan secara indrawi.
perilaku menjadi lebih baik dan membentuk karakter yang kritis, Dalam perkembangan keilmuan, ada beberapa penulis
aktif, berpikir logis dan berakhlak mulia serta berjiwa patriotisme. yang telah meneliti tentang pendekatan Deep Dialogue and Critical
Sehubungan dengan itu, sangat diperlukan pola pikir atau cara Thinking pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan,
pandang seorang guru dalam merancang pendekatan, metode, menurut Untari (2007: 81) menyatakan bahwa “…model
strategi atau teknik pembelajaran berbasis siswa aktif dan mampu pembelajaran Pendidikan Kewarganeganaan dengan pendekatan
menerapkan sifat, kritis dan wawasan yang luas dalam kehidupan Deep Dialog and Critical Thinking merupakan pembelajaran
sehari-hari baik pada lingkungan sekolah, keluarga maupun alternatif yang membawa siswa belajar melalui mengalami,
masyarakat dan bangsa. merasakan, mendialogkan dan bukannya menghafal semata….”.
Mengingat pentingnya pembelajaran yang membentuk Demikian juga dengan Sukma (2011: 1) menyatakan
berpikir kritis dan wawasan kebangsaan, maka penelitian ini bahwa “dalam menerapkan pendekatan Deep Dialogue and Critical
penting dilakukan untuk mengkaji, memahami dan mengetahui Thinking dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa”
lebih dalam lagi tentang pelaksanaan pendekatan pembelajaran senada pula dengan pernyataan Handariyanti (2010: 1)
yang akan diujicobakan dalam penelitian ini. Disamping itu pula menunjukkan bahwa “dalam menerapkan pendekatan
bahwa pencapaian keberhasilan siswa kadang dipengaruhi oleh pembelajaran Deep Dialog and Critical Thinking dapat
ketepatan pendekatan atau cara menyajikan materi ajar di dalam meningkatkan proses belajar dan hasil belajar siswa pada mata
kelas. Oleh karena itu, salah satu cara untuk meningkatkan pelajaran PKn”. Pembelajaran dengan pendekatan Deep Dialogue
pengetahuan dan sikap kritis siswa dapat dilakukan dengan and Critical Thinking dianggap sebagai pendekatan alternative
menerapkan pendekatan Deep Dialogue and Critical Thinking yang memberikan peluang aktivitas belajar melalui mengalami,
dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan, karena merasakan, mendialogkan dan bukannya menghafal semata,
berdasarkan kutipan seorang pemerhati pendidikan menyatakan selain itu dapat juga meningkatkan aktivitas dan hasil belajar serta
bahwa “pendekatan pembelajaran Deep Dialogue and Critical meningkatkan proses belajar dan hasil belajar siswa.
Thinking mengutamakan adanya dialog mendalam dan berpikir Sehubungan dengan hal tersebut, bahwa pendekatan
kritis dalam proses pembelajaran di kelas. Deep Dialogue and Critical Thinking merupakan penggabungan
Dialog dimaksud dapat terlihat selama proses dua definisi kata yaitu deep dialogue yang berarti dialog mendalam
pembelajaran berlangsung, baik dialog antara guru dengan siswa kemudian berpikir kritis berarti memilih dan memutuskan suatu
ataupun siswa dengan siswa, siswa/guru dengan lingkungannya” konsep. Maka secara definisinya bahwa Deep Dialogue and Critical
(Widarwati, 2006: 9). Pendekatan ini memberikan pembelajaran Thinking yang dipelopori oleh Swidler menyatakan bahwa dialog

ISBN: 978-602-74245-0-0 6
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
mendalam, apabila dilakukan akan membuka diri untuk negara yang patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara,
mengembangkan keterampilan berpikir secara hati-hati dan jelas, beragama, demokrati, Pancasila sejati (Somantri, 2001: 279).
sedangkan berpikir kritis diamksudkan untuk memilih dan menilai Maksudnya bahwa pendidikan kewarganegaraan
pengetahuan. merupakan pembelajaran yang membentuk karakter siswa yang
Demikian juga menurut pandangan lain yang menyatakan bertoleransi, cinta tanah air, selalu setiap membela Negara atau
bahwa pendekatan Deep Dialogue and Critical Thinking membela daerah atau lembaga pendidikan dalam kegiatan
mengandung prinsip: komunikasi multi arah, pengenalan diri perlombaan. Artinya bahwa ada harapan dalam pendidikan ini
sendiri untuk mengenal dunia orang lain, saling memberi yang membina perilaku aktif siswa dalam pembelajaran. Pendapat lain,
terbaik, menjalin hubungan kesederajatan, saling memberadabkan Wahab mengemukakan bahwa "...kewarganegaraan yang
(civilizing) dan memberdayakan (empowering), keterbukaan dan dikembangkan haruslah mengandung pengetahuan, keterampilan-
kejujuran serta empatisitas yang tinggi (Al Hakim, dkk. 2002) dalam keterampilan, nilai-nilai dan disposisi yang idealnya dimiliki
Untari, 2007: 71). Penjelasan menurut beberapa pendapat tersebut warganegara…." (Wahab, 2006: 62). Jika warganegara sudah
pada esensi merupakan suatu konstruktif cara belajar yang terbentuk dalam aspek-aspek tersebut maka tujuan pendidikan
membangun karakter siswa untuk bercakap, berkomunikasi saling kewarganegaraan (PKn) sudah dapat dikatakan berhasil.
memberikan informasi dan pengalaman yang disampaikan secara
kritis untuk memberikan kemampuan dalam perpendapat. METODE PENELITIAN
Berpikir kritis dapat juga dinamakan sebagai `berpikir Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian
reflektif`dalam definisinya adalah sebagai pertimbangan yang aktif, kuantitatif dengan pendekatan quasi eksperimental, karena
persistent (terus-menerus), dan teliti mengenai sebuah keyakinan penelitian ini mengggunakan quasi eksperimental maka paradigma
atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari yang dipakai adalah rancangan penelitian menggunakan
sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan- paradigma ganda dengan dua variabel dependen untuk
kesimpulann lanjutan yang menjadi kecenderungannya (Dewey menunjukkan hubungan atau pengaruh antara variable independen
dalam Fisher, 2008: 2). Sehubungan dengan itu, penggunaan terhadap variable dependen, kemudian pengumpulan data
berpikir kritis dapat dilakukan dalam pembelajaran sehingga dapat menggunakan teknik observasi, angket, tes, dan dokumentasi,
memberikan dorongan cara berpikir siswa, berikut langkah-langkah serta alat menganalisis data menggunakan statistic deksripsi dan
penerapan strategi berpikir kritis adalah sebagai berikut: statistic inferensial regresi linear sederhana.
a. Guru memberikan peserta didik tugas atau bahan ajar yang
akan dikaji. HASIL DAN PEMBAHASAN
b. Guru menyampaikan aturan main dalam mengkaji bahan ajar a. Hasil Penelitian
tersebut (boleh dilakukan secara kelompok atau mandiri). Data keterampilan berpikir kritis siswa dapat dideskripsikan
c. Peserta didik (secara kelompok atau mandiri) mengidentifikasi dan diambil kesimpulan berdasarkan kategori yang ditentukan.
hakikat dari objek yang dikaji. Data keterampilan berpikir kritis bertujuan untuk mengetahui
d. Siswa menggunakan sudut pandang atau menentukan pengaruh perlakuan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa
pendekatan yang digunakan dalam menganalisis bahan ajar pada pembelajarana pendidikan kewarganegaraan. Secara
tersebut. ringkas, data keterampilan berpikir kritis siswa pada pembelajaran
e. Siswa mencari dan membuat alasan yang mendasari pendidikan kewarganegaraan dapat dideskripsikan dengan Tabel
temuannya. 1.
f. Siswa membuat berbagai asumsi yang mungkin terjadi (boleh Tabel 1. Deskripsi Data Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
menggunakan penyataan jika, maka). Berpikir Kritis Siswa
g. Siswa merumuskan pandangannya dengan bahasa yang Deskripsi
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
sesuai. Mean 72,02 76,81
h. Siswa menyediakan bukti-bukti empiris berdasarkan data. Nilai maksimum 82,00 84,00
i. Siswa membuat keputusan berdasarkan bukti empiris Nilai minimum 59,00 65,00
j. Guru dan Siswa bersama-sama melakukan evaluasi terhadap Standar Deviasi 6,27 5,12
implikasi yang ditimbulkan dari hasil keputusan tersebut (Yaumi Variansi 39,34 26,25
dan Nurdin, 2013: 69-70). N 42 43
Jadi dalam kegiatan aktivitas berpikir kritis, siswa (secara
kelompok atau mandiri) dianjurkan untuk mengidentifikasi hakikat Berdasarkan data deskripsi keterampilan berpikir kritis
dari objek yang dikaji secara mandiri sesuai dengan kemampuan siswa pada Tabel 1.1 menunjukkan bahwa untuk kelas kontrol nilai
mereka sendiri. mean mencapai 72,02, maksimum mencapai 82,00, minimum
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang studi mencapai 59,00, standar deviasi 6,27 dan variansi mencapai
yang bersifat multifaset dengan konteks lintas bidang keilmuan. 39,34. Sedangkan untuk kelas eksperimen menunjukkan bahwa
Namun secara filsafat keilmuan ia memiliki ontology pokok ilmu nilai mean mencapai 76,81, maksimum mencapai 84,00, minimum
politik khususnya konsep “political democracy” untuk aspek “duties mencapai 65,00, standar deviasi mencapai 5,12 dan variansi
and rights of citizen (Chreshore,1886; dalam Yosaphat, 2011, 149). mencapai 26,25.
Dari ontologi pokok inilah berkembang konsep “civics”, yang secara
harafiah diambil dari bahasa latin “civicus” yang artinya warga b. Pembahasan
negara pada jaman Yunani kuno, yang kemudian diakui secara Pelaksanaan penelitian dengan menerapkan pendekatan
akademis sebagai embrionya “civic education”, yang selanjutnya di Deep Dialogue and Critical Thinking dengan diawali dengan
Indonesia diadaptasi menjadi“pendidikan kewarganegaraan“. pengenalan topik yang akan dipelajari pada papan tulis. Guru
Tujuan dari pendidikan kewarganegaraan adalah mendidik warga menanyakan kepada siswa apa yang mereka ketahui mengenai
negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan ‘warga negara demokrasi. Guru menjelaskan indikator-indikator materi
ISBN: 978-602-74245-0-0 7
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pembelajaran kepada siswa untuk dipelajari lebih mendalam, sebagai bukti kemampuannya dalam menganalisa bahan ajar,
kemudian setiap siswa memiliki lembar kerja yang diberikan oleh kemudian langkah keenam adalah siswa saling tukar pandangan
guru untuk diamati secara seksama. Kegiatan ini dibentuk sebelum menurut pemahaman mereka terhadap konsep-konsep pendidikan
dilaksanakan proses pembelajaran berlangsung, setelah persiapan kewarganegaraan, serta langkah terakhir adalah langkah ketujuh
tersebut sudah lengkap maka kegiatan pembelajaran Deep pembentukan kepribadian siswa yang kritis dan berwawasan luas.
Dialogue and Critical Thinking dilaksanakan. Hal inilah yang menyebabkan aplikasi dari pendekatan
Langkah pertama, masing-masing siswa akan mengamati Deep Dialogue and Critical Thinking dapat mempengaruhi
LKS/gambar dan artikel singkat, kemudian langkah kedua, siswa keterampilan berpikir kritis siswa.
mencari tahu, mencermati, menyelidiki apa saja simbol yang Fakta ini didukung oleh perbedaan hasil berpikir kritis siswa
dihasilkan pada lembar kerja siswa (LKS), gambar dan artikel kelas VIII1 (kelas eksperimen) yang diajarkan dengan pendekatan
singkat. Langkah ketiga, menguraikan dan menuliskan pada Deep Dialogue and Critical Thinking dan siswa kelas VIII3 (kelas
lembaran kerja menurut pendapat atau pandangan siswa secara kontrol) yang diajarkan dengan pendekatan konvensional. Jika
mendalam. dikaitkan dengan hasil rata-rata dimana kelas eksperimen total
Langkah keempat siswa merefleksi atau melihat kembali rata-ratanya (76,81) lebih tinggi dari kelas kontrol (72,02), demikian
hasil analisisnya untuk diketahui ada kata-kata ataupun kalimat juga dengan nilai uji t secara parsial menunjukkan (0,891) lebih
yang tidak logis sehingga mereka bisa memperbaikinya sesuai tinggi dibandingkan kelas kontrol (0,597), hal tersebut dibuktikan
materi pembelajaran yang dibahas. Langkah kelima, siswa dalam tabel 2 dan tabel 3 sebagai berikut.
menguraikan pendapat atau gagasan melalui diskusi atau tulisan

Tabel 2. Koefisien Regresi Linear Variabel Berpikir Kritis (Kelas Eksperimen)


Model Unstandardized Standardized t Sig.
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constan
75,240 11,240 6,576 0,000
ta)
pendekat
an deep
dialogue
0,021 0,152 0,022 0,138 0,891
and
critical
thinking

Sedangkan pengujian uji t secara parsial untuk kelas kontrol menunjukkan:

Tabel 3. Koefisien Regresi Linear Variabel Berpikir Kritis (Kelas Kontrol)


Model Unstandardized Standardize t Sig.
Coefficients d
Coefficients
B Std. Beta
Error
(Constant) 60,123 16,664 3,838 0,000
pendekata
1 n
0,161 0,211 0,119 0,761 0,451
konvensio
nal

Sehubungan dengan uraian tabel di atas, maka dapat dengan pendekatan Deep Dialogue and Critical Thinking dapat
disimpulkan bahwa pendekatan Deep Dialogue and Critical meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa terhadap pendidikan
Thinking lebih tinggi pengaruhnya dari pada pendekatan kewarganegaraan.
konvensional dalam aspek kemampuan berpikir kritis siswa. Pendekatan Deep Dialogue and Critical Thinking dapat
Sejalan dengan hasil penelitian Hadi (2008: 34) mempengaruhi peningkatan kemampuan keterampilan berpikir
menunjukkan bahwa “… dalam menerapkan pendekatan Deep kritis siswa baik di dalam kelas maupun luar kelas. Keterampilan
Dialog and Critical Thinking dapat menumbuhkan pengetahuan berpikir kritis yang tinggi, dapat diartikan sebagai nilai positif karena
yang beragam, dapat mengetahui perkembangan pembelajaran ada faktor yang mempengaruhi transformasi kemampuan berpikir
pendidikan kewarganegaraan yang selalu monolitik, dan adanya kritis siswa sehingga dapat menambah penguasaan konsep pada
harapan mahasiswa untuk memperbaiki kualitas pembelajaran pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
pendidikan kewarganegraan….”. Hal itu, dipengaruhi oleh cara Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan melalui
belajar yang variatif, lebih banyak siswa aktif, mengamati, pendekatan Deep Dialogue and Critical Thinking ini dapat
menganalisa objek-objek yang diberikan dalam lembar kerja siswa mempengaruhi keterampilan berpikir kritis siswa karena cara yang
dan selalu diberikan motivasi. Demikian pula dengan, hasil dikembangkan relevan dengan materi sistem pemerintahan,
penelitian Sukma (2011: 1) mengatakan bahwa pembelajaran hukum dan konstitusi dan pendidikan antikorupsi.

ISBN: 978-602-74245-0-0 8
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
KESIMPULAN Somantri, M. N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan
Dalam menerapkan pendekatan Deep Dialogue and IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Critical Thinking dapat mempengaruhi keterampilan berpikir kritis Sukma, S. F. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Deep
siswa pada pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di SMP Dialogue/Critical Thinking dalam Pembelajaran PKn untuk
Negeri 7 Mataram. Cara berpikir kritis yang kembangkan siswa Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV
adalah mengidentifikasi masalah, mampu menjelaskan cara SDN Bareng 03 Kecamatan Klojen Kota Malang. Skripsi.
pandang mereka, menelusuri berdasarkan fakta atau hasil temuan, UPT. Perpustakaan Universitas Negeri Malang UM,
menyusun ide atau gagasan dan mampu mengambil keputusan. (Online), (http://library.um.ac.id/, Diakses 06 Januari
Pendekatan Deep Dialogue and Critical Thinking merupakan suatu 2015).
strategi pembelajaran yang berbasis siswa aktif, karena Swidler, L. 2010. From Diatribe to Deep-Dialogue: The Technology
pendekatan ini memberikan peluang siswa untuk berpikir of Deep-Dialogue/Critical-Thinking. ©copyright ebook
mendalami suatu kasus yang akan diamati dalam objek (Online), (http://xa.yimg.com/, Diakses 30 Januari 2015).
pembelajaran misalnya mengamati, mencari tahu, menganalisis, Untari, S. 2007. Penerapan Pembelajaran Deep Dialogue Critical
menuliskan ide berdasarkan pengamatan dan menyampaikan ide Thinking dalam PKn untuk Meningkatkan Aktivitas,
gagasan secara konseptual. Kreativitas, dan Rasa Senang Siswa SD Sriwedari Malang.
Jurnal Kependidikan, 17, (1), 69-84.
DAFTAR PUSTAKA Wahab, A. A. (2006). Pengembangan Konsep dan paradigm
Al Hakim, Suparlan & Milan R. 2002. Strategi Pembelajaran Kewarganegaraan baru Indonesia Bagi Terbinanya warga
Berdasarkan Pendekatan Deep Dialogue/Critical Thinking, Negara Dimensional Indonesia. Dalam Pendidikan Nilai
Malang, PPPG PMP-IPS. Moral dimensi PKn Menyanbut 70 tahun Prof. Drs. H. A.
Chreshore (1886) “Education“ in The Citizens and Civics, Vol.VII, Kosasih Djahiri. Bandung: Laboratorium PKn FPIPS UPI.
p.204. Dalam Yosaphat, H. N. 2011. Filsafat dan Eksistensi Winataputra, U. S. 1992. “Model-model Pembelajaran” dalam
Ekstrakurikuler dan Pendidikan Kewarganegaraan. Jurnal Belajar dan Pembelajaran, Soekamto dkk, 1992, Jakarta:
Prospektus, Tahun IX Nomor 2, 145-158. PAU PPAI Ditjen Dikti Depdikbud.
Dahar, R. W. 1998. Teori-teori Belajar. Jakarta: Depdikbud. Widarwati. 2006. Strategi dan Metode Pembelajaran Bernuansa
Hadi, W. 2014. Kajian Teoritik Pengembangan Kemampuan Deep Dialogue and Critical Thinking (DD/CT). Departemen
Berpikir Kritis-Dialogis Mahasiswa Melalui Pendekatan Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan
DD/CT dalam Perkuliahan Pendidikan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Pusat
Kewarganegaraan/CE di Perguruan Tinggi. Artikel Pengembangan Penataran Guru IPS dan PMP Malang.
(Online), (http://wirajunior.blogspot.com/, Diakses 06 Yaumi, M. & Nurdin, I. 2013. Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Januari 2015). Jamak (Multiple Intellegences) Mengidentifikasi dan
Handariyanti, D. S. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Deep Mengembangkan Multitalenta Anak. Jakarta: Prenada
Dialog/Critical Thinking (DD/CT) untuk meningkatkan Media Group.
proses dan hasil belajar PKn kelas V di SDN Pakisaji 2 Yosaphat, H. N. 2011. Filsafat dan Eksistensi Ekstrakurikuler dan
tahun pelajaran 2009. Skripsi. UPT. Perpustakaan Pendidikan Kewarganegaraan. Jurnal Prospektus, Tahun
Universitas Negeri Malang UM, (Online), IX Nomor 2, 145-158.
(http://library.um.ac.id/, Diakses 06 Januari 2015).

ISBN: 978-602-74245-0-0 9
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENINGKATAN PENALARAN MATEMATIKA DENGAN BERBANTUAN MEDIA SOFTWARE (PROGRAM
MAPLE)

Ade Kurniawan
Fakultas Pendidikan Matematika dan IPA, IKIP Mataram
Email: ade.berare@yahoo.co.id

Abstrak: Salah satu prinsip pengembangan KTSP adalah penguasaan teknologi dalam pembelajaran ,Mengingat Perkembangan
teknologi pada abad 21 mengarah kepada penggunaan software dan aplikasi yang bernuansa digital. Oleh karena itu guru seharusnya
mempunyai keterampilan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan perkembangan teknologi dan media
pembelajaran salah satu yang upaya yang dapat dilakukan adalah pemamfaatan teknologi ( software maple) program komputer untuk
merancang media pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan penalaran matematika.pada makalah ini penulis menguraikan
pentingnya penggunaan software dalam pembelajaran serta contoh penggunaannya dalam matematika.

Keywords : software maple, keterampilan, penalaran matematika

PENDAHULUAN Penalaran merupakan terjemahan dari reasoning, dimana


Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2006) penalaran merupakan salah satu kompetensi dasar matematika yaitu
dinyatakan bahwa tujuan mata pelajaran matematika adalah agar (1) mengenal, memahami, dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip
siswa mampu memahami konsep matematika, menggunakan dan ide matematika (2) menyelesaikan masalah matematika
penalaran pada pola dan sifat, dan mengaplikasikan konsep atau (mathematical problem solving) (3) bernalar matematika
algoritma, secara luwes, akurat dan efisien. Andriani (2012) (mathematical reasoning) (4) melakukan koneksi matematika
menyatakan bahwa tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam (mathematical connection) dan (5) komunikasi matematika
bidang Matematika adalah agar peserta didik mampu menghadapi (mathematical communication), Sumarmo (2003). Penalaran itu
permasalahan Matematika pada khususnya dan permasalahan sendiri merupakan proses berpikir yang dilakukan dengan satu cara
kehidupan sehari-hari pada umumnya. Bernard (2015) menyatakan untuk menarik kesimpulan. Lebih lanjut Keraf (1982: 5) menjelaskan
salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah untuk melatih penalaran (jalan pikiran atau reasoning) sebagai: “Proses berpikir
cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan serta mampu yang berusaha menghubung- hubungkan fakta-fakta atau evidensi-
mengungkapkan pendapatnya dengan rasa percaya diri dan evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan”.
kejujuran yang timbul dari seseorang untuk memecahkan masalah Berdasarkan berbagai pendapat ahli sebelumnya maka penulis
yang dihadapi. Berdasarkan kemampuan siswa bahwa tujuan menyimpulkan Penalaran adalah salah satu kemampuan proses
pembelajaran dapat ditetapkan hendak dicapai dan dikembangkan berpikir matematika yang mengkaitkan masalah yang ada disekitar
serta diapresiasikan. Hal ini sejalan dengan pendapat bahwa dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan fakta-
penalaran merupakan salah satu dari lima standar proses yang fakta atau bukti yang kongkrit sehingga mampu menarik
dicanangkan National Council of Teachers of Mathematics kesimpulan bagaimana cara mendapatkan serta menggunakan
(NCTM). Kelima standar proses itu adalah: problem solving konsep atau metode yang diperolehnya.
(penyelesaian masalah), reasoning and proof (penalaran dan Adapun ciri-ciri penalaran adalah (1) adanya suatu
pembuktian), communication( mengkomunikasikan) , connections kegiatan dengan pola berpikir logis menurut suatu pola tertentu
(keterkaitan), dan representation (menyajikan). OECD menetapkan atau menurut logika tertentu. (2) proses berpikir yang
bahwa penalaran merupakan salah satu dari lima komponen mengandalkan diri pada suatu kegiatan secara analitik dengan
kecakapan dasar matematis (The Strands of Mathematical logika penalaran yang bersangkutan. Sedangkan dalam hal
Proficiency). Kelima komponen itu adalah: conseptual kemampuan perserta didik melakukan penalaran meliputi (1)
understanding (pemahaman konsep), prosedural fluency penalaran umum yang berhubungan dengan kemampuan untuk
(kelancaran berprosedur), strategic competence ( kompetensi menemukan penyelesaian atau pemecahan masalah; (2)
stategis), adaptive reasoning (bernalar adaptif), productive kemampuan yang berhubungan dengan penarikan kesimpulan,
disposition (pemanfaatan) seperti pada silogisme, dan yang berhubungan dengan
Penalaran (bernalar) merupakan landasan pokok dalam kemampuan menilai suatu argumentasi, (3) kemampuan untuk
memahami matematika secara luas sehingga ini bisa menjadi melihat hubungan-hubungan, tidak hanya hubungan antara benda-
fondasi bagi siswa dalam memahami matematika lebih dalam, hal benda tetapi juga hubungan antara ide-ide, dan kemudian
ini dijelaskan oleh Ball, Lewis & Thamel (dalam Widjaya, 2010) bahwa mempergunakan hubungan itu untuk memperoleh benda-benda
“mathematical reasoning is the foundation for the construction of atau ide-ide lain.
mathematical knowledge”. Yang kurang lebih maksudnya adalah Sumarmo (2012: 17) berpendapat kemampuan penalaran
penalaran matematika merupakan fondasi untuk mendapatkan atau dapat diklarifikasikan dengan dua jenis yaitu penalaran induktif dan
menkonstruk pengetahuan matematika. Selanjutnya Jhonson dan penalaran deduktif. Banyak pandangan pada umumnya
Rising (1972) menyatakan bahwa “mathematics is a creation of the berpendapat bahwa penalaran induktif adalah proses melakukan
human mind, concened primarily with idea processes and reasoning”. pengamatan dari khusus ke umum dengan melakukan beberapa
Ini berarti bahwa matematika merupakan kreasi pemikiran manusia percobaan sampai mendapatkan kesimpulan berdasarkan
yang pada intinya berkait dengan ide-ide, proses-proses dan pengamatan sampai mendapat kesimpulan dari hasil pengamatan,
penalaran. Dengan demikian seorang tenaga pengajar harus mampu dan penalaran deduktif adalah melakukan pernyataan definisi atau
mengembangkan kemampuan penalaran yang di miliki dalam proses pengertian yang sudah kesepekatan untuk menyelesaikan suatu
pembelajaran matematika.
ISBN: 978-602-74245-0-0 10
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
masalah tertentu atau bisa dikatakan dari umum untuk berlaku pada kesulitan atau kerumitan komputasi matematis atau bahkan
kepada pernyatan khusus. pada kesulitan atau kerumitan komputer.
Penalaran induktif tidak hanya sekedar dari dari khusus ke Maple merupakan paket aplikasi matematika yang dapat
umum tetapi penalaran induktif memiliki beberapa kegiatan yaitu, digunakan untuk melakukan berbagai perhitungan matermatis baik
a) Penalaran transduktif yaitu proses penarikan kesimpulan, b) secara eksak (analitik) maupun numerik. Dengan kemampuan
penalaran analogi yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan yang dimiliki, Maple merupakan sebuah alat bantu yang handal
keserupaan proses atau data, c) penalaran generalisasi yaitu untuk pemecahan masalah matematika, baik masalah komputasi
penarikan kesimpulan secara umum berdasarkan data yang numerik, aljabar simbolik, maupun visualisasi (grafik).
terbatas; d) Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan: Sesungguhnya, Maple tidak hanya berguna untuk melakukan
interpolasi dan ekstrapolasi; e) memberikan penjelasan terhadap perhitungan matematis saja, namun juga dapat digunakan sebagai
model, fakta, sifat, hubungan atau pola yang ada; f) Menggunakan editor teks untuk menghasilkan dokumen yang memuat penjelasan
pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun atau uraian verbal dan berbagai perhitungan matematis. Dengan
konjektur. kemampuan visualisasi matematis interaktif, sebuah antarmuka
Penalaran deduktif adalah penarik kesimpulan grafis tempat menuliskan masukan dan menampilkan keluaran
berdasarkan aturan yang disepakati. Dan beberapa kegiatan yang yang menyerupai notasi matematika yang sesungguhnya, fasilitas
tergolong pada penalaran deduktif diantaranya adalah, a) pengolahan kata, dan bahasa pemrograman, Maple telah
Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus digunakan oleh jutaan pemakai di seluruh dunia di kalangan
tertentu secara konsep, kemampuan ini tergolong berpikir pendidikan, lembaga riset, dan industri.
matematik tingkat rendah, karena hanya melakukan perhitungan Maple menggunakan dua buah komponen, yakni kelompok
saja; b) Penalaran logis matematik berdasarkan aturan inferensi, eksekusi (Execution groups) dan tabel (spreadsheets), yang
memeriksa validitas, argumen, membuktikan dan menyusun membantu pemakainya berinteraksi dengan mesin komputasi
argumen yang valid; c) Menyusun pembuktian langsung, Maple. Kedua komponen tersebut merupakan sarana utama bagi
pembuktian tak langsung dan pembuktian dengan induksi pemakai untuk memerintahkan Maple melakukan perintah dan
matematika. Jadi penalaran deduktif, tidak perlu melakukan menampilkan hasilnya. Perintah-perintah Maple dapat dituliskan
percobaan atau dugaan benar dan salah, tetapi cukup melihat dari pada kedua komponen tersebut
aturan-aturan yang sudah disepakati, hanya yang dipelu a. Kelompok Eksekusi (Execution Groups)
diperhatikan untuk menyelesaikan masalah harus menggunakan Kelompok eksekusi merupakan unsur komputasi dasar di dalam
kalimat-kalimat matematika logika sehingga peserta didik lembar kerja Maple. Elemen tersebut merupakan gabungan satu
mendapatkan jawabannya. atau lebih perintah Maple beserta hasil (output)-nya sebagai satu
Dari pengertian penalaran induktif dan deduktif maka kesatuan yang dapat dijalankan ulang dengan sekali menekan
penalaran adalah proses berpikir untuk menyelesaikan masalah tombol ENTER pada saat kursor berada di suatu kelompok
dari beberapa bukti apakah berdasarkan percobaan atau eksekusi. Sebuah kelompok eksekusi di dalam lembar kerja Maple
pengalaman peserta didik tentang konsep matematika yang ditandai dengan sebuah tanda kurung siku di sebalah kiri baris
mereka kuasai, Ini sejalan menurut Suria Sumantri (Jupri, 2004:16) perintah.
Penalaran adalah suatu proses berpikir dalam menarik kesimpulan Contoh
yang berupa pengetahuan, kegiatan berpikir yang mempunyai Kelompok eksekusi di bawah ini memuat sebuah paragraf dan
karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran, dan berpikir sebuah baris perintah Maple yang berisi satu perintah (ekspresi)
penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Maple. Seperti di atas, pada Maple ketika kursor berada di baris
Maple adalah salah satu program aplikasi matematika yang perintah dan Anda menekan ENTER, hasilnya akan ditampilkan.
berbasis computer. Maple mampu melakukan perhitungan- Sebuah perintah (ekspresi) Maple dan hasil perhitungannya.
perhitungan dengan cepat, mampu menyelesaikan persamaan- > expand((a+b)^3);
persamaan dalam matematika, serta mampu menggambarkan 𝒂𝟑 + 𝟑 𝒂𝟐 𝒃 + 𝟑𝒂 𝒃𝟐 + 𝒂𝟑
grafik fungsi matematika, simulasi modeling bahkan dapat Terdapat dua hal yang perlu Anda perhatikan di dalam
menampilkan gambar dalam bentuk animasi. Program maple menuliskan perintah-perintah (ekspresi) Maple:
mampu menjadi solusi dalam berbagai topik matematika, seperti 1. Setiap baris perintah (tepatnya, setiap ekspresi Maple) harus
analisis numerik, aljabar simbolik, kalkulus, persamaan diferensial, diakhiri dengan tanda titik koma (;) agar hasilnya dapat
aljabar linear, simulasi dan visualisasi. Maple merupakan software ditampilkan. Maple akan memberikan pesan ERROR apabila
matematika buatan waterloo maple inc. Dengan kerja yang cukup suatu ekspresi tidak diakhiri dengan tanda titik koma.
handal untuk menangani berbagai komputasi analitis dan numeric. 2. Apabila Anda tidak ingin segera menampilkan hasil sebuah
Software ini terus berkembang hingga versi terbarunya, software perintah Maple, akhiri perintah tersebut dengan tanda titik dua
maple termasuk kategori software komputasi simbolik, yang (:). Cara ini berguna untuk menampilkan hasil (output) Maple di
berkerja berdasarkan model-model matematika (dalam bentuk lain tempat. Sudah tentu Anda harus menyimpannya ke dalam
symbol atau ekspresi atau persamaan matematika). sebuah variabel agar hasil tersebut dapat Anda panggil di
Program aplikasi maple mampu melakukan komputasi tempat lain.
matematis secara mudah dan cepat tanpa mensyaratkan b. Tabel Komputasi (Spreadsheets)
menguasai suatu bahasa pemrograman komputer tertentu, Maple memungkinkan penggunakanya untuk menampilkan tabel
sehingga bagi orang yang tidak manguasai bahasa pemrograman (lembar kerja seperti MS Excel) yang memuat ekspresi-ekspresi
komputer sekalipun akan mampu menggunakan program maple numerik maupun simbolik. Fasilitas ini memberikan kemudahan
ini. Menurut Kartono (2005), program maple dapat membantu untuk menampilkan tabel rumus.
seseorang yang sedang mencari penyelesaian matematis (seperti
bagi peneliti, pengguna/peminat matematika, dosen, guru, atau
mahasiswa/pelajar) secara mudah dan cepat tanpa harus terjebak
ISBN: 978-602-74245-0-0 11
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2012)
Kata “media” dalam pembelajaran berarti perantara atau membuktikan bahwa penggunaan media pembelajaran (software
pengantar, sedangkan kata “pembelajaran” sendiri diartikan maple) dapat meningkatkan penalaran matematika, adapun hasil
sebagai suatu kondisi yang diciptakan untuk membuat seseorang penelitiannya adalah Pertama,praktikum dengan menggunakan
melakukan kegiatan belajar. Dengan demikian, “media program maple sangat efektif kegunaannya untuk proses
pembelajaran” merupakan wahana penyalur pesan atau informasi pembelajaran. Kedua, kemampuan penalaran dan representasi
belajar dalam proses komunikasi pembelajaran (Kariadinata, peserta didik terhadap pengembangan bahan ajar praktikum
2010). Dengan kata lain, pada saat kegiatan belajar berlangsung, dengan program maple meningkat secara signifikan dan tercapai,.
bahan belajar (learning material) yang diterima peserta didik Ketiga, sikap peserta didik terhadap pelaksanaan praktikum
diperoleh melalui media. Hal ini sesuai dengan pendapat Lesle J. dengan menggunakan program maple sangat positif dan
Briggs yang menyatakan bahwa media pembelajaran itu menyatakan sangat setuju terhadap proses pembelajaran
merupakan the physical means of conveying instructional content praktikum.
(dalam Andriani et al., 2012).
Media pembelajaran yang berupa program maple (software DAFTAR PUSTAKA
maple) memerlukan panduan dalam pelaksanaannya yaitu dapat Andriani, Siti et al. (2012). “Evaluasi Formatif Mahasiswa terhadap
berupa buku praktikum yang disusun sendiri oleh guru/tenaga Karakteristik dan Keterampilan Mengajar Dosen Berkaitan
pengajar pada bidangnya tersebut, hal ini dapat mengefektifkan dengan Prestasi Belajar Matematika di Jurusan Pendidikan
pengajaran. Senada dengan pendapat Rahayu Kariadinata (2010) Matematika FKIP Universitas Suryakancana Cianjur”
yang mengatakan bahwa perangkat pembelajaran yang dalam Prosiding Seminar Nasional. Bandung: UNPAS
dikembangkan oleh dosen akan lebih efektif bagi peserta didik, [Universitas Pasundan], hlm.23-24
karena guru lebih mengetahui kemampuan dan karakteristik Andriani, Siti. 2012. Pengembangan bahan ajar praktikum kalkulus
peserta didik yang diajarnya melalui program maple untuk meningkatkan penalaran dan
Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran representasi mahasiswa. Jawa Barat. Tidak diterbitkan
merupakan salah satu cara untuk menarik minat dalam mengikuti Bernard, Martin. 2015. Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
dan memahami pengajaran matematika. Sebagaimana Dan Penalaran Serta Disposisi Matematik Siswa Smk
dikemukakan oleh Lesh bahwa komputer sebagai salah satu media Dengan Pendekatan Kontekstual Melalui Game Adobe
pembelajaran, baik secara fisik ataupun manipulasi gambar dan Flash Cs 4.0. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika
kata-kata yang ditulis bisa menghubungkan antara ide matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 4, No.2.
yang berbentuk kongkrit dengan ide Matematika yang berbentuk Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
abstrak (dalam Marwati, 2008). Disamping itu, belajar dengan Jakarta: Balitbang Depdiknas.
menggunakan berbantuan manipulasi komputer (media) dapat Jhonson, D.A.; Rising, D.R. 1972. Guidelines for Teaching
menumbuhkan sikap minat belajar. Ditambahkan pula bahwa Mathematics. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
aktivitas komputer dapat membuat konsep Matematika menjadi Kebudayaan.
lebih bermakna, karena melalui aktivitas komputer itulah dapat Keraf, G. (1982). Arguned dan Narasi. Komposisi Lanjutan III.
melihat konsep-konsep Matematika yang abstrak dari sisi kongkrit Jakarta: Gramedia
(Nurlaelah, 2009) NCTM (2000) : Principles and Standards for School Mathematics,
Rahayu Kariadinata (2010) menyatakan bahwa Reston, Virginia.
pembelajaran berbantuan komputer, secara teoritis dan empirik, Riyanto dan Rusdy. 2011. Meningkatkan Kemampuan Penalaran
sesuai untuk digunakan. Salah satunya adalah maple untuk Dan Prestasi Matematika Dengan Pendekatan
Kalkulus. Setiap guru yang memangku mata pelajaran tertentu Konstruktivisme Pada Siswa Sekolah Menengah
hendaknya mengembangkan perangkat pembelajaran sebelum Atas.jurnal pendidikan matematika, volume 5 No 2.
melakukan kegiatan pembelajaran. Dengan perangkat yang Sahid. 2009. Penggunaan Maple untuk pembelajaran Aljabar.
dikembangkan oleh guru maka peserta didil dapat memahaminya FPMIPA UNY.Malakah
secara lebih efektif, karena guru lebih mengetahui kemampuan dan Sumarmo, U. (2012). Bahan Belajar Matakuliah Proses Berfikir
karakteristik peserta didik yang diajarnya. Matematik. Bandung: Tidak diterbitkan
Peningkatan penalaran yang maksud oleh penulis dalam Widjaya, Wanti. 2010. Design Realistic Mathematics Education
makalah ini adalah dimana peserta didik dapat menggunakan Lesson. Makalah Seminar Nasional Pendidikan, Program
nalarnya serta dapat menganalisa masalah yang diberikan Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Palembang 1 Mei 2010
kemudian analisa dan disimpulkan sehingga menghasilkan suatu Winarno, Surahmad, 1980. Metodologi Pengajaran. Jakarta: Rineka
gagasan baru. ini berarti penalaran yang dimaksud sudah berjalan Cipta
karena mampu merepresentasikan apa yang dilihat kedalam
kedalam bentuk lainnya. Hal ini didasarkan oleh ciri-ciri dari
penalaran yang telah dipaparkan sebelumnya.

KESIMPULAN
Penggunaan media dalam belajar matematika maka
diperlukan keilmuan serta keseriusan dalam merancang
pengajaran yang optimal, jika perencanaan pembelajaran disusun
serta diajarkan dengan benar maka hasil yang akan dicapai adalah
peserta didik mampu berpikir kritis, berargumen secara logis, dan
menyusun justifikasi untuk suatu penyelesaian yang diperoleh dari
proses berpikir logis.
ISBN: 978-602-74245-0-0 12
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS KECERDASAN EMOSI
Agus Fahmi
Program Studi Administrasi Pendidikan, FIP IKIP Mataram.
Email: raktzha86@yahoo.co.id

Abstrak: Kecerdasan emosional sejatinya harus dimiliki oleh setiap individu, pengambilan keputusan yang baik dilakukan pada saat
kondisi emosi seseorang dalam keadaan stabil. Pemimpin sebagai penentu kebijakan apabila dilandaskan pada kecerdasan emosional,
maka keputusan yang diambil cenderung berhasil. Oleh karena itu, pemimpin paling tidak memiliki 5 (lima) elemen utama dalam
kecerdasan emosional dalam kepemimpinannya yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial.
Memutuskan rencana terbaik untuk mencapai tujuan tertentu juga merefleksikan keputusan untuk mengadopsi satu arah tindakan sebagai
pilihan dari tindakan lainnya. Sifat utama dari pembuatan sebuah keputusan yang baik adalah memiliki fleksibelitas (flexibility). Makalah
prosiding ini dianalisis dari berbagai studi pustaka, dan dikomparasi juga dari hasil penelitian penulis yang berjudul “Proses Decision
Making Kepala Sekolah dengan melibatkan Stakeholder Sekolah” (Fahmi:2012). Penulis menemukan bahwa pengambilan keputusan
seorang pemimpin haruslah mewakili kebutuhan seluruh anggota organisasi, sehingga keputusan tersebut merupakan keputusan
bersama. Selain itu, dalam proses pembuatan keputusan harus berbasis pada kecerdasan emosional, baik yang dimiliki oleh seorang
pemimpin maupun seluruh stakeholder yang ada. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu menjadi teladan yang baik bagi
orang lain, terutama dalam hal pengendalian emosi, cepat dan tepat dalam pengambilan keputusan, dan pemimpin dapat mencontohkan
perilaku melalui tindakan mereka sendiri atau melalui dorongan yang positif kepada anggotanya untuk melakukan sesuatu yang
membangun kemampuan emosi kelompok

Kata Kunci: Pengambilan Keputusan, Kecerdasan Emosi

PENDAHULUAN keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, dan


Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja
memahami tentang perasaan dan emosi diri sendiri, dan dalam tim.
bagaimana emosi ini dapat mempengaruhi orang lain. Pemimpin Secara lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:
yang memiliki kecerdasan emosional cenderung untuk tidak lepas 1. Kesadaran Diri
kontrol, memiliki kepercayaan penuh terhadap karyawannya, Pemimpin dengan kesadaran diri yang tinggi adalah pemimpin
mendengarkan tim-nya dan selalu berhati-hati dalam membuat yang mengetahui apa yang sedang dia rasakan, dan
keputusan. Pengambilan keputusan yang didasarkan pada memahami bahwa emosi dan tindakan yang dilakukannya
kecerdasan emosi menghasilkan keputusan yang baik dan dapat dapat mempengaruhi orang sekelilingnya. Pemimpin dengan
diterima oleh seluruh stakeholder. Kemampuan berpikir seorang kesadaran diri yang tinggi juga memiliki pemahaman yang jelas
pemimpin akan dipengaruhi juga oleh kontrol emosi yang stabil, tentang kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.
sehingga sejumlah keputusan yang diambil tidak berdasarkan atas 2. Pengendalian Diri
kemauan sendiri, kebutuhan sendiri, dan ambisi sendiri walaupun Pemimpin yang memililiki pengendalian diri sangat jarang
keputusan tersebut bersumber dari pemikiran pribadi pemimpin. berkata kasar kepada orang lain, membuat keputusan yang
elemen utama dalam kecerdasan emosional yaitu: kesadaran diri, terburu-buru dan emosional, ataupun mengkompromikan nilai-
pengendalian diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial. nilai yang mereka anut. Pemimpin dengan pengendalian diri
Ada 5 (lima) elemen utama dalam kecerdasan emosional selalu dapat mengontrol dirinya dan tindakan yang
menurut Goleman (2002:513-514) membagi kecerdasan dilakukannya.
emosional kedalam 5 (lima) komponen yaitu kesadaran diri, 3. Motivasi
pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial. Pemimpin yang memiliki motivasi diri adalah pemimpin yang
Kesadaran diri adalah mengetahui apa yang dirasakan pada suatu secara konsisten mengejar tujuan-tujuan mereka, dan memiliki
saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan standard yang tinggi atas kualitas kerja yang mereka lakukan.
keputusan diri sendiri. Selain itu kesadaran diri juga berarti Pemimpin dengan motivasi diri biasanya selalu optimis dan
menetapkan tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan selalu mencari sisi positif atas situasi yang sedang mereka
kepercayaan diri yang kuat. Pengaturan diri adalah menguasai hadapi.
emosi diri sedemikian sehingga berdampak positif, kepada 4. Empati
pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda Pemimpin dengan empati yang tinggi adalah pemimpin yang
kenikmatan sebelum tercapainya sesuatu sasaran dan mampu memiliki kemampuan untuk menempatkan diri mereka dalam
pulih kembali dari tekanan emosi. Motivasi menggunakan hasrat situasi orang lain. Mereka membantu anggota timnya untuk
yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun seseorang mengembangkan diri, memberikan umpan balik yang
menuju sasaran. Motivasi membantu seseorang mengambil inisiatif konstruktif, dan mau mendengarkan keluhan mereka.
dan bertindak sangat efektif dan untuk bertahan menghadapi Pemimpin dengan empati yang tinggi cenderung akan
kegagalan dan frustasi. Empati adalah merasakan yang dirasakan mendapatkan respek dan loyalitas dari anggota timnya.
orang lain, mampu memahami persepektif orang lain, 5. Keterampilan Sosial
menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri Pemimpin yang memiliki ketrampilan sosial yang tinggi
dengan berbagai macam orang. Keterampilan social adalah dapat biasanya juga adalah komunikator yang hebat. Mereka terbuka
menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang untuk mendengarkan berita baik ataupun berita buruk.
lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, Pemimpin dengan ketrampilan sosial yang tinggi biasanya
berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan- mampu membangkitkan dukungan dari anggota timnya, dan
ISBN: 978-602-74245-0-0 13
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
mampu untuk membangkitkan semangat anggota timnya untuk terhadap kriteria, d) mengembangkan alternatif, e) mengevaluasi
terlibat dalam tugas-tugas baru. alternatif, f) memilih alternatif terbaik (Robbins, 2003:181).
Dari uraian diatas akan digambarkan dalam siklus seperti 2. Kecerdasan Emosi Mempengaruhi Efektifitas Pengambilan
di bawah ini: Keputusan
Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memahami
bahwa emosi dan tindakannya akan mempengaruhi orang-orang
disekitarnya. Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang dapat
bekerjasama dengan orang lain. Untuk itu seorang pemimpin harus
belajar untuk mengembangkan kemampuannya dalam hal
kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi, empati, serta memiliki
ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam kepemimpinan. Dalam
hidup, pemahaman falsafah yang kita jalani akan membantu kita
melihat bagaimana diri ideal kita mencerminkan nilai-nilai kita.
Falsafah juga akan mendorong tindakan, pikiran, dan perasaan
dengan cara yang berbeda. Setiap orang memiliki perbedaan
dalam menyelaraskan tindakan dengan nilai-nilai atau cara
menginterpretasikan nilai-nilainya. Perbedaan ini bisa
mencerminkan perbedaan falsafah yang dijalankan, yang paling
umum adalah falsafah pragmatis, intelektual, dan humanistik.
Gambar 1. Siklus Kecerdasan Emosional Emosi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu emosi positif
dan emosi negatif. Emosi positif adalah cinta, penerimaan,
bersyukur, pemahaman, persahabatan, kebahagiaan, dan
PEMBAHASAN kepuasan. Sedangkan emosi negatif terdiri dari kemarahan,
1. Pengambilan Keputusan kebencian, iri hati, keserakahan, dan frustrasi. Kita berpikir dengan
Pengambilan Keputusan merupakan inti atau sentral dari bantuan otak kita, tapi sebagian besar waktu kita mendengarkan
kegiatan manajemen atau administrasi. Saat orang-orang dengan hati kita. Beberapa orang yang lebih emosional bias dalam
melaksanakan kerjasama dalam suatu organisasi, diperlukan mengambil keputusan. Emosi mempengaruhi keputusan kita,
penetapan tujuan, pembuatan perencanaan, pengorganisasian, seperti tertarik membeli suatu barang sampai karir yang ingin kita
penempatan orang-orang, dan lain sebagainya (Rohiat, 2012:20). kejar, atau sesuatu yang sama pentingnya ketika mencari
Lebih lanjut telah ditulis dalam bukunya Hoy dan Miskel (2005) pasangan hidup yang bisa mencintai, memahami, dan mendukung
yakni siklus tindakan tentang proses pembuatan keputusan secara kita secara emosi. Emosi ini bertanggung jawab dalam banyak
umum terdiri dari lima langkah. Langkah pertama yaitu mengenali keputusan penting di kemudian hari. Kenyataannya memang emosi
dan mendefinisikan masalah, langkah kedua menganalisis mempengaruhi keputusan kita setiap hari. Oleh karena itu
kesulitan pada situasi yang ada, langkah ketiga menetapkan pengambilan keputusan secara rasional, logis, dan sistematis
kriteria untuk solusi yang baik, langkah keempat mengembangkan harus menjadi pegangan bagi seorang pemimpin. Keputusan yang
rencana atau strategi tindakan, dan langkah kelima memulai diambil adalah untuk kepentingan bersama.
rencana tindakan. Langkah-langkah tersebut dimulai dari 3. Pemimpin Cerdas Secara Emosional
pendefinisian sebuah masalah yang diakhiri dengan tindakan nyata Para pemimpin yang cerdas emosinya tahu bagaimana
atau implementasi tindakan. mengelola emosinya sendiri yang sedang terganggu sehingga
Sebagaimana yang dikatakan oleh Sunarto dalam bukunya mereka bisa mempertahankan fokusnya, berpikir dengan jelas di
yang berjudul Manajemen (2007) bahwa pembuatan keputusan bawah tekanan. Mereka tetap lentur, menyesuaikan dengan realita
merupakan landasan perencanaan. Pembuatan keputusan adalah baru, jauh sebelum orang-orang lain melakukannya dan bukan
katalis yang mendorong proses perencanaan. Tujuan organisasi bereaksi terhadap kritis hari itu. Bahkan di tengah-tengah
berasal dari keputusan yang dibuat oleh berbagai manajer. perubahan yang cepat, mereka bisa melihat jalan mereka ke masa
Memutuskan rencana terbaik untuk untuk mencapai tujuan tertentu depan yang lebih cerah, mengkomunikasikan visi itu dengan baik,
juga merefleksikan keputusan untuk mengadopsi satu arah dan memimpin jalannya organisasi.
tindakan sebagai pilihan dari tindakan lainnya. Sifat utama dari
pembuatan sebuah keputusan yang baik adalah memiliki SIMPULAN
fleksibelitas (flexibility). Sejalan dengan hal tersebut maka Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu
keputusan yang efektif mengisyaratkan pembuatan keputusan menjadi teladan yang baik bagi orang lain, terutama dalam hal
memahami situasi yang mendorong keputusan. Sebagian besar pengendalian emosi, cepat dan tepat dalam pengambilan
orang akan menganggap bahwa keputusan yang efektif keputusan, dan pemimpin dapat mencontohkan perilaku melalui
mengoptimalkan beberapa rangkaian faktor seperti laba, tindakan mereka sendiri atau melalui dorongan yang positif kepada
penjualan, kesejahteraan karyawan, dan pangsa pasar (Sunarto, anggotanya untuk melakukan sesuatu yang membangun
2007: 273). kemampuan emosi kelompok. Penetapan aturan dasar yang benar
Proses pembuatan keputusan merupakan serangkaian memerlukan seorang pemimpin yang cerdas secara emosional.
tindakan yang dimulai dari identifikasi masalah sampai pada Fluktuasi emosi akan mempengaruhi sejumlah keputusan yang
implementasi keputusan itu sendiri (Soetopo, 2010:153). diambil, sehingga berdampak pada perkembangan organisasi.
Keputusan hendaknya diambil berdasarkan pemilihan alternatif
yang terbaik atau dikatakan keputusannya harus rasional dan DAFTAR PUSTAKA
meliputi langkah-langkah, seperti: a) mendefinisi masalah, b) Boyatziz R, Goleman D & McKee A.2004. Kepemimpinan
mengidentifikasi kriteria keputusan, c) mengalokasikan bobot Berdasarkan Kecerdasan Emosi. Jakarta: Gramedia
ISBN: 978-602-74245-0-0 14
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Goleman, Daniel. 2002. Emotional Intelligence (terjemahan). Rohiat.2012. Manajemen Sekolah. Bandung: Refika Aditama
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sunarto. 2007. Manajemen (Volume 1). Yogyakarta: Amus.
Hoy, K.W & Miskel, C.G. 2005. Educational Administration (Theory,
Research, and Practice). New York: McGraw-Hill, Inc.
Robbins, S.P. 2003. OrganizationalBehaviour. Upper Saddle River,
New Jersey: Pearson Education, Inc.

ISBN: 978-602-74245-0-0 15
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
MENGUKUR KEMAMPUAN ADVANCED MATHEMATICAL THINKING MAHASISWA PADA ANALISIS REAL
Ahmad Muzaki
Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, FPMIPA IKIP Mataram
E-mail: zackyborju@gmail.com

Abstrak: Pengembangan kemampuan advanced mathematical thinking dan cara mengukurnya menjadi salah satu fokus pembelajaran
matematika. Salah satu cara mengukur kemampuan advanced mathematical thinking adalah dengan soal terbuka, yaitu soal yang memiliki
beragam solusi atau strategi penyelesaian. Cara lainnya adalah dengan metode problem posing, yaitu pembuatan soal dari suatu
pernyataan, pertanyaan, atau pernyataan terkait soal atau situasi matematis tertentu. Kedua cara tersebut digunakan untuk mengukur
aspek-aspek kemampuan advanced mathematical thinking, yaitu proses representasi; proses abstraksi; hubungan refresentasi dan
abstraksi; kreativitas mathematis dan bukti matematis.
.
Kata Kunci: Kemampuan Advanced Mathematicalthinking, Soal Terbuka, Problem Posing.

PENDAHULUAN satu dengan yang lain. Bahkan representasi mental yang terbentuk
bisa beragam. Sebagai contoh, representasi mental dari konsep
Pada dasarnya, kemampuan berfikir matematis tingkat fungsi dapat berbentuk grafik, formula aljabar, diagram panah,
lanjut (advanced mathematical thinking) merupakan kemampuan himpunan pasangan berurutan dan tabel nilai.
yang perlu dikembangkan pada mahasiswa. Kemampuan ini Komponen lain dari representasi adalah memodelkan yang
sangat diperlukan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugas diartikan sebagai menemukan representasi matematis dari suatu
perkuliahan matematika tingkat perguruan tinggi khususnya mata situasi, objek atau prosesmatematika. Dalam kasus tertentu,
kuliah analisis real. Pemilikan kemampuan tersebut akan mampu proses merepresentasi beranalogi dengan proses memodelkan,
membuat mahasiswa memiliki kemamapuan untuk bersaing dan namun keduanya tidak sama. Dalam memodelkan situasi yang
secara bersamaan mampu bekerja sama menghadapi tantangan disajikan dapat bersifat fisik dan modelnya bersifat matematis,
global yang semakin ketat. sedangkan pada proses merepresentasi, objeknya adalah struktur
Pengertian istilah advanced mathematical thinking (AMT) matematika dan modelnya adalah struktur mental. Dengan
dapat tertukar dengan istilah berfikir matematik tingkat tinggi (high demikian representasi mental berelasi dengan model matematis
order mathematical thingking). Ditinjau dari segi proses yang dan model matematis berelasi dengan sistem fisik.
berlangsung, dalam beberapa kondisi proses high order b. Abstraksi
mathematical thinking juga dijumpai pada proses AMT, misalnya Kemampuan abstraksi meliputi: menggeneralisasi,
keduanya memuat proses kognisi yang tidak sederhana, namun mensintesa dan membuat ringkasan. Kemampuan
sebaliknya terdapat proses AMT yang tidak berlangsung dalam menggeneralisasi merupakan kemampuan membuat
proses high order mathematical thingking. Proses perpindahan dari pengumuman berdasarkan contoh khusus. Sebagai contoh:
elementer ke AMT memuat transisi dari melukiskan ke 1) Misalkan 𝑓(𝑥) = 𝑥 tentukan 𝑓′(𝑥) = 𝑥. Dengan
mendefinisikan, dari meyakinkan ke membuktikan secara logik menggunakan definisi turunan fungsi, 𝑓′(𝑥) =
𝑓(𝑥+ℎ)−𝑓(𝑥)
.
(Tall, 1991). Proses yang kedua tidak terjadi pada low order (𝑥+ℎ)−(𝑥) ℎ

mathematical thingking ke high order mathematical thingking, diperoleh 𝑓′(𝑥) = lim =lim =1
ℎ→0 ℎ ℎ→0 ℎ
karena yang berlangsung pada transisi kedua adalah proses 2) Misal diberikan 𝑓(𝑥) = 𝑥 2 . Tentukan 𝑓′(𝑥). Dengan
sederhana yang algoritmik atau prosedural ke proses menyadari 𝑓(𝑥+ℎ)−𝑓(𝑥)
menggunakan definisi turunan fungsi 𝑓′(𝑥) =
tindakan yang dilaksanakan atau dari hafalan ke proses yang ℎ
(𝑥+ℎ)2 −(𝑥)2 2𝑥ℎ−ℎ2 2𝑥ℎ
bermakna. diperoleh 𝑓′(𝑥) = lim = lim =lim =
ℎ→0 ℎ ℎ→0 ℎ ℎ→0 ℎ
lim 2𝑥 = 2𝑥.
PEMBAHASAN ℎ→0
1. Kemampuan Advanced Mathematical Thinking. Dengan cara yang serupa akan diperoleh 𝑓 ′ (𝑥 3 ) = 3𝑥 2 ,
′ (𝑥 4 )
Proses yang tergolong dalam AMT diantaranya adalah 𝑓 = 4𝑥 3 , dan seterusnya. Dengan mengamati sifat-sifat
proses representasi, proses abstraksi, hubungan representasi dan pada proses menurunkan di atas, maka secara induktif akan
abstraksi, kreativitas matematis dan bukti matematis. diperoleh generalisasi 𝑓 ′ (𝑥 𝑛 ) = 𝑛𝑥 𝑛−1 . Selanjutnya untuk
a. Representasi membuktikan kebenaran dari generalisasi tadi maka harus
Ketika kita memberikan suatu simbol untuk suatu ide dilakukan dengan pembuktian yang deduktif.
matematik tertentu, maka simbol tersebut memiliki makna khusus Proses mensintesa adalah proses mengkombinasikan atau
yang mewakili ide tersebut. Misalkan simbol ∫ untuk menyusun bagian-bagian sedemikian hingga membentuk suatu
menyatakan integral, dan simbol lim untuk menyatakan limit. keseluruhan, kesatuan atau entitas. Keseluruhan tersebut bukan
Representasi dapat dalam bentuk representasi simbol atau sekedar jumlah bagian-bagiannya, namun lebih dari itu karena
representasi mental. Representasi simbol misalnya dalam proses dalam proses tersebut berlangsung juga proses mengaitkan
bagian-bagian yang saling lepas menjadi satu entitas yang saling
pembuktian limit suatu fungsi ditulis lim 𝑓(𝑥) = 𝐿 dikenalkan
𝑥→𝑐 berelasi. Sebagai contoh dalam menggambar grafik suatu fungsi
bilangan kecil positif disimbolkan dengan 𝜀 dan 𝛿. perlu dicari dulu titik esensial pada grafik, antara lain titik potong
Sedangkan representasi mental terlukis ketika individu grafik dengan sumbu-sumbu koordinat, turunan fungsi: ekstrim
merumuskan, mendefinisikan, mengilustrasikan atau memberi fungsi, fungsi turun dan fungsi naik, kurva cekung ke atas, cekung
contoh atau non contoh suatu konsep matematika. Representasi
mental seorang mahasiswa sangat mungkin berbeda antara yang
ISBN: 978-602-74245-0-0 16
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
ke bawah. Selanjutnya pengetahuan yang saling lepas tersebut manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Dari penjelasan di
digabungkan untuk memperoleh grafik fungsi yang cermat. atas terlihat bahwa kreativitas mempunyai peranan penting dalam
c. Kreativitas kehidupan, sehingga kreativitas perlu dikembangkan terutama
Poerwadarminta (Syukur, 2004), mengartikan berpikir pada generasi muda yang mengemban cita-cita sebagai penerus
sebagai penggunaan akal budi manusia untuk mempertimbangkan bangsa.
atau memutuskan sesuatu. Sedangkan Herdian (2010) Menurut Pehkonen (Mahmudi, 2010), kreativitas tidak
berpendapat bahwa berpikir merupakan aktivitas mental yang hanya terjadi pada bidang-bidang tertentu, seperti seni, sastra,
disadari dan diarahkan untuk maksud tertentu. Maksud yang dapat atau sains, melainkan juga ditemukan dalam berbagai bidang
dicapai dalam berpikir adalah memahami, mengambil keputusan, kehidupan termasuk matematika. Pembahasan mengenai
merencanakan, memecahkan masalah dan menilai tindakan. Dari kreativitas dalam matematika lebih ditekankan pada prosesnya,
kedua pendapat diatas, tampak bahwa kata berpikir mengacu pada yakni proses berpikir kreatif. Oleh karena itu, kreativitas dalam
kegiatan akal yang disadari dan terarah. matematika lebih tepat diistilahkan sebagai berpikir kreatif
Terdapat bermacam-macam cara berpikir, diantaranya matematis. Meski demikian, istilah kreativitas dalam matematika
berpikir vertikal, lateral, kritis, analitis, kreatif dan strategis. Tetapi dipandang memiliki pengertian yang sama dengan berpikir kreatif
pada tuisan ini akan difokuskan pada berpikir kreatif. Menurut matematis, sehingga istilah keduanya dapat digunakan secara
Hariman (Huda, 2011), berpikir kreatif adalah suatu pemikiran yang bergantian.
berusaha menciptakan gagasan yang baru. Berpikir kreatif dapat Krutetski (Mahmudi, 2010) mendefinisikan kemampuan
juga diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan berpikir kreatif matematis sebagai kemampuan menemukan solusi
seorang untuk membangun ide atau pemikiran yang baru. masalah matematika secara mudah dan fleksibel. Menurut Livne,
Pendapat lain dari Pehkonen (Huda,2011), beliau memandang berpikir kreatif matematis merujuk pada kemampuan untuk
berpikir kreatif sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan menghasilkan solusi bervariasi yang bersifat baru terhadap
berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam masalah matematika yang bersifat terbuka.
kesadaran. Maksud berpikir divergen sendiri adalah memberikan Dari pendapat tokoh-tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa
bermacam-macam kemungkinan jawaban dari pertanyaan yang berpikir kreatif matematis adalah aktivitas mental yang disadari
sama. Sementara itu Munandar (Huda,2011) menjelaskan secara logis dan divergen untuk menemukan jawaban atau solusi
pengertian berpikir kreatif adalah kemampuan menemukan banyak bervariasi yang bersifat baru dalam permasalahan matematika.
kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana d. Pembuktian
penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keberagaman Kemampuan melaksanakan pembuktian dalam matematis
jawaban. Pengertian ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir meliputi kemampuan membaca bukti, kemampuan mengkonstruksi
kreatif seseorang makin tinggi, jika ia mampu menunjukkan banyak bukti dan kemampuan menuliskan bukti.
kemungkinan jawaban pada suatu masalah. Tetapi semua jawaban 1) Kemampuan membaca bukti
itu harus sesuai dengan masalah dan tepat, selain itu jawabannya Kemampuan membaca bukti merupakan kemampuan
harus bervariasi. untuk mengungkapkan ide atau gagasan yang termuat dalam teks
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka berpikir tersebut secara lisan atau tulisan. Hal ini sejalan dengan yang
kreatif dapat diartikan sebagai berpikir secara logis dan divergen diungkapkan Sumarmo (2003) yang menyatakan bahwa seorang
untuk menghasilkan ide atau gagasan yang baru. Produk dari pembaca dikatakan memahami teks matematika misalnya sajian
berpikir kreatif itu sendiri adalah kreativititas. Sebagaimana bukti matematis, apabila ia dapat mengemukakan gagasan
dikemukakan oleh beberapa tokoh mengenai definisi kreativitas matematika yang termuat dalam teks tersebut dengan bahasanya
berikut ini (Huda, 2011): sendiri. Dengan demikian, ia tidak hanya sekedar melafalkan
1) Menurut Munandar kreativitas merupakan kemampuan umum uraian suatu bukti, melainkan mengemukakan makna yang
untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan terkandung di dalam bukti yang bersangkutan.
untuk memberi gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan 2) Kemampuan mengkonstruksi bukti
dalam pemecahan masalah atau sebagai kemampuan untuk Sedangkan kemampuan mengkonstruksi bukti merupakan
melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang kemampuan menyusun suatu bukti yang didasarkan pada definisi,
sudah ada sebelumnya. prinsip dan teorema.
2) Barron menyatakan bahwa kreativitas merupakan 3) Kemampuan menulis bukti.
kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu Pembuktian matematis akan mudahdifahami oleh orang
yang baru. lain apabila pembuktian tersebut ditulis. Menulis bukti matematis
3) Siswono menjelaskan bahwa kreativitas merupakan produk berarti melibatkan penjelasan informasi masalah, merinci
dari berpikir (dalam hal ini berpikir kreatif) untuk menghasilkan informasi, mengorganisasi cara berfikir dan menggunakan istilah-
suatu cara atau sesuatu yang baru dalam memandang suatu istilah matematis.
masalah atau situasi. Untuk mengases bahwa mahasiswa dapat menulisdengan
4) Solso menjelaskan bahwa kreativitas merupakan aktivitas baik maka peneliti menggunakan rubrik yang dimodifikasi dari
kognitif yang menghasilkan sesuatu yang baru dalam Brown dan Michel (2010). Menurut Brown dan Michel (2010), ada
menghadapi masalah. tiga aspek penting yang dinilai terkait dengan kemampuan menulis
Sementara itu, Munandar (Huda, 2011) mengemukakan bukti matematis mahasiswa, antara lain yaitu: (1) aspek logika atau
alasan mengapa kreativitas pada diri siswa perlu dikembangkan. penalaran, (2) aspek pemahaman dan istilah yang digunakan
Pertama, dengan berkreasi maka orang dapat mewujudkan dirinya dalam pembuktian, (3) aspek komunikasi. Aspek logika atau
(Self Actualization). Kedua, pengembangan kreativitas khususnya penalaran meliputi urutan langkah logis dan seluruh rangkaian
dalam pendidikan formal masih belum memadai. Ketiga, bersibuk penalarannya menunjukkan rincian yang tepat. Aspek pemahaman
diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat tetapi juga memberikan dan penggunaan istilah-istilah dalam pembuktian meliputi
kepuasan tersendiri. Keempat, kreativitaslah yang memungkinkan ketepatan dan keajegan penggunaan bahasa, definisi, teorema
ISBN: 978-602-74245-0-0 17
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dan esensinya. Sedangkan aspek komunikasi meliputi kemampuan SIMPULAN
untuk mengekspresikan dengan jelas yang memuat keterbacaan, Kemampuan advanced mathematical thinking merupakan
menulis dengan struktur kalimat dan tanda bahasa yang sesuai kemampuan matematis pada level tertinggi. Salah satu cara
dengan aturan serta rangkaian susunan keseluruhan tulisan. mengukur kemampuan advanced mathematical thinking adalah
Berbagai cara dapat diterapkan dalam mengkonstruksi dengan soal terbuka, yaitu soal yang memiliki beragam solusi atau
bukti matematis menurut Hammack (2013) yakni (1) bukti langsung strategi penyelesaian. Cara lainnya adalah dengan metode
(direct proof), (2) bukti dengan kontrapositif (contrapositive proof), problem posing, yaitu pembuatan soal dari pernyataan semi
(3) bukti dengan kontradiksi (proof by contradiction), (4) contoh terstruktur, pertanyaan, atau pernyataan terkait soal atau situasi
penyangkal (counterexamples), dan (5) induksi matematis matematis tertentu. Kedua cara tersebut digunakan untuk
(mathematical induction). mengukur aspek-aspek kemampuan advanced mathematical
2. Mengukur Kemampuan Advanced Mathematical Thinking. thinking, yaitu proses representasi; proses abstraksi; hubungan
Mengukur kemampuan advaced mathematical refresentasi dan abstraksi; kreativitas mathematis dan bukti
thinkingmahasiswa dapat dilakukan dengan cara mengeksplorasi matematis.
hasil kerja mahasiswa yang merepresentasikan proses berpikirnya.
Sementara menurut McGregor (2007), mengukur kemampuan DAFTAR PUSTAKA
berpikir kreatif mahasiswa dapat pula dilakukan dengan Brown, D. E., Michel, S. (2010). Assesing Proofs With Rubrics: The
mendasarkan pada apa yang dikomunikasikan mahasiswa, secara RTV Methode. Proceding of the 13th Annual Conference
verbal maupun tertulis. Apa yang dikomunikasikan mahasiswa on Research in UndergraduateMathematics education.
tersebut dapat berupa hasil kerja mahasiswa terkait tugas, [Online]. Tersedia di:
penyelesaian masalah, atau jawaban lisan mahasiswa terhadap http://sigma.maaa.org/rume/crume2010/Archive/Brown_D.
pertanyaan dosen. Pdf[Diakses 3 Juni 2015].
Jensen (Park, 2004) mengukur kemampuan berpikir kreatif Herdian. (2010). Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. [Online].
matematis dengan memberikan tugas membuat sejumlah Tersedia :
pertanyaan atau pernyataan berdasarkan informasi pada soal-soal http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-
yang diberikan. Soal-soal yang diberikan tersebut disajikan dalam berfikir-kreatif siswa/.
bentuk narasi, grafik, atau diagram. Huda, C. (2011). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Cara atau metode pengukuran kemampuan advanced dalam Memecahkan Masalah Matematika dengan Model
mathematical thinking mahasiswa yang digunakan Balka, Pembelajaran Treffinger pada Materi Pokok Keliling dan
Torrance, dan Jensen di atas sering disebut tugas problem posing Luas Persegipanjang. [Online]. Tersedia http://digilib.sunan
atau problem finding atau production divergen. Tes ini mengukur ampel.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptiain--
tiga aspek kemampuan berpikir kreatif matematis, yaitu chotmilhud-9908.
kelancaran, keluwesan, dan kebaruan. Aspek kelancaran berkaitan Livne, N. L. (2008). Enhanching Mathematical Creativity through
dengan banyaknya pertanyaan relevan. Aspek keluwesan Multiple Solution to Open-Ended Problems Online.
berkaitan dengan banyaknya ragam atau jenis pertanyaan. [Online]. Tersedia: http://www.
Sedangkan aspek kebaruan berkaitan dengan keunikan atau Iste.org/Content/NavigationMenu/Research/NECC_Resea
seberapa jarang suatu jenis pertanyaan. rch_Paper_Archive/NECC2008/Livne.pdf.[Diakses 3 Juni
Di samping itu, untuk mengukur kemampuan advanced 2015].
mathematical thinking yakni dengan soal terbuka (open-ended Mahmudi, A. (2010). Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif
problem). Menurut Becker dan Shimada (Livne, 2008), soal terbuka Matematis. Makalah, Yogyakarta.
(open-ended problem) adalah soal yang memiliki beragam jawab. McGregor, D. (2007). Developing Thinking Developing Learning.
Contoh. Poland: Open University Press.
a. Misalkan 𝑥 ∈ 𝑍. Jika 7𝑥 + 9 genap maka 𝑥 ganjil. Park, H. (2004). The Effects of Divergen Production Activities With
Soal ini merupakan soal terbuka, strategi penyelesaiannya Math Inquiry and Think Aloud of Students With Math
yang digunakan untuk membuktikan pernyataan tersebut Difficulty. Disertasi [Online]. Tersedia:
bermacam-macam, antara lain dengan strategi bukti langsung, http://txspace.tamu.edu/bitstream/handle/1969.1/2228/etd-
kontrapositif maupun bukti tidak langsung. tamu-
Bentuk contoh di bawah in merupakan tugas problem 2004;jsessionid=BE099D46D00F1A54FDB51BF2E73CC6
posing yakni membuat pertanyaan dari beberapa pernyataan semi- 09?sequence=1. [Diakses 3 Juni 2015].
struktur yang diberikan. Sumarmo,U. (2003). Pembelajaran Keterampilan membaca
b. Susunlah pertanyaan yang berelasi dengan pernyataan di Matematika pada Siswa Sekolah Menengah. Disampaikan
bawah ini. Jangan batasi pertanyaan yang anda buat pada pada Seminar Nasional Pendidikan MIPA di FPMIPA UPI.
pertanyaan yang pernah anda lihat atau dengar. Syukur, M. (2004). Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis
𝑎
1) Elemen 𝑅 yang dapat dituliskan dalam bentuk , dimana Siswa SMU Melalui Pembelajaran Matematika dengan
𝑏
Pendekatan Open-Ended. Tesis Magister pada FPS UPI
𝑎, 𝑏 ∈ 𝑍 dan 𝑎 ≠ 0 disebut bilangan rasional. √2 bukan
Bandung: tidak diterbitkan.
bilangan rasional.
Tall, D. (1991). Advanced Mathematical Thinking. Dordrecht:
2) Nilai mutlak (absolute value) dari suatu bilangan real 𝑎, Kluwer Academic Publisher.
dinotasikan dengan |𝑎|, didefinisikan sebagai
𝑎, jika … . .
|𝑎| ≔ {0, jika 𝑎 = 0
−𝑎, jika … .

ISBN: 978-602-74245-0-0 18
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
HUBUNGAN ANTARA SOSIAL EKONOMI ORANG TUA TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA
KELAS VII SMP NEGERI 1 KOPANG
Ahmad Muzanni
Prodi Bimbingan dan Konseling IKIP Mataram
E-mail: Ezan.pgsd@gmail.com

Abstrak: Sosial ekonomi merupakan posisi yang disandang anggota masyarakat yang berdasarkan pekerjaan, kepemilikan materi dan
lain sebagainya. Dengan status sosial ekonomi yang berbeda yang dimiliki setiap siswa tentu berpengaruh pada hasil belajar kognitif
siswa. Hasil belajar kognitif menjadi masalah penting dalam evaluasi pembelajaran. Hasil belajar kognitif sangat dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan fisik yang pada gilirannya dapat memicu terjadinya perubahan emosional, perubahan kognitif yang memberikan
pemikiran logis tentang cara berpikir yang mendasari tingkah laku, serta perubahan nilai dalam peran sosial melalui pengasuhan orang
tua dan aktivitas individu. Secara spesifik, masalah hasil belajar menuntut suatu kesiapan fisik maupun emosional untuk mengatur,
mengurus dan melakukan aktivitas atas tanggung jawabnya sendiri tanpa banyak menggantungkan diri pada orang lain. Sedangkan
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara sosial ekonomi orang tua terhadap hasil belajar kognitif siswa
kelas VII SMPN 1 Kopang. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui hubungan antara sosial ekonomi orang
tua terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas VII SMPN 1 Kopang. Metode yang digunakan dalam penentuan subyek penelitian yakni
dengan stratified random sampling, dengan pengambilan sampel secara acak. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 64 orang siswa.
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode angket. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode
statistik dengan rumus korelasi product moment. Hasil analisis data yang diperoleh dalam penelitian adalah rhitung lebih besar dari nilai
rtabel (rhitung >rtabel ) yaitu (5,293 >0,254) yang berarti penelitian ini signifikan. Dengan kata lain hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis
yang diajukan (Ha) diterima, dengan demikian kesimpulnya adalah ada hubungan antara sosial ekonomi orang tua terhadap hasil belajar
kognnitif siswa kelas VII SMPN 1 Kopang.

Kata Kunci: Sosial Ekonomi, Hasil Belajar Kognitif

PENDAHULUAN mengatur waktu belajar yang teratur, membangun struktur


Peningkatan mutu pendidikan sangat dipengaruhi oleh kognitifnya, memiliki buku pelajaran yang baik, dan memiliki inovasi
faktor dengan status sistem dimana satu sama lainnya tidak boleh yang baik. Untuk mengembangkan kreativitas belajar dan hasil
mengalami ketimpangan. Oleh karena itu dalam lingkungan belajar kognitifnya, anak perlu diberi kebebasan dan pengawasan
sekolah harus terjadi pola hubungan serasi dan seimbang antara atau kontrol yang baik dalam belajar.
keberadaan guru, sarana dan prasarana belajar, keadaan ekonomi Seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan yang relatif
siswa, lingkungan sekitar sekolah dan kebijakan pemerintah. Salah tinggi cenderung lebih baik hasil belajarnya dibandingkan dengan
satu komponen pendidikan yang perlu mendapat perhatian serius seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan yang relatif rendah.
adalah siswa, karena siswa merupakan salah satu komponen Kreativitas belajar merupakan faktor yang sangat penting dalam
penting dalam kemajuan pendidikan. Siswa juga merupakan target proses belajar guna mencapai hasil belajar kognitif yang
yang dibelajarkan dalam sistem pendidikan. Dengan demikian, diharapkan. Hal ini disebabkan karena kreativitas belajar
peran siswa dalam sistem pendidikan di Indonesia sangat sentral merupakan pendorong dan penggerak individu yang dapat
karena tanpa siswa maka pendidikan tak akan pernah berjalan menimbulkan dan memberikan arah bagi individu untuk melakukan
lancar. aktivitas-aktivitas tertentu dalam mencapai tujuannya
Pernyataan di atas diperkuat oleh Sunarto dan Hartono pembelajaran yaitu hasil belajar yang memuaskan.
(2008: 131) yang menjelaskan bahwa: Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang
“Sebelum memasuki pendidikan formal, keluarga guru bidang studi, hasil belajar siswa di SMP Negeri 1 Kopang
merupakan pendidikan pertama dan utama karena anak mengenal secara umum relatif rendah. Hal ini terlihat dalam dari perolehan
pendidikan yang pertama kali adalah keluarga, bahkan pendidikan nilai dari beberapa hasil ulangan rata-rata setiap siswa.
tersebut dapat berlangsung pada saat anak masih dalam Penyebabnya rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa
kandungan ibunya, pendidikan dalam keluarga kodrati apalagi disebabkan oleh pengerjaan tugas dan aktivitas di kelas kurang
setelah lahir, pergaulan diantara keluarga dan anakanaknya semangat, tidak ada konsekuensi tugas harus dikumpulkan maka
meliputi rasa cinta kasih, ketentraman dan kedamaian hanya sebagian kecil saja siswa yang aktif dalam mengerjakan
anakanaknya akan berkembang kearah dewasaan dengan wajar”. tugas, dan kurangnya kreativitas siswa di dalam belajar. Kebiasaan
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan secara umum tersebut menjadi kebiasaan yang kurang baik pada diri siswa.
adalah siswa dilatih untuk mengembangkan penalaran, terutama Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada ketertarikan untuk
dalam ilmu pengetahuan. Setiap manusia mempunyai aktivitas- mengadakan penelitian tentang “hubungan antara sosial ekonomi
aktivitas atau perilaku yang bereksistensi seacara micro atau orang tua dengan kemandirian pada siswa kelas VII SMP Negeri 1
dalam kaitan yang kecil. Secara khusus siswa dipandang insan Kopang.”
pelajar yang hidup dalam struktur sosial yang micro yaitu keluarga Adapun rumusan masalah dapat dirumuskan dalam
dan latar belakang interaksi-interaksi sosialnya yang berlangsung. penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara status sosial
Di sisi lain, keberhasilan siswa dalam mempelajari suatu ekonomi orang tua terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas VII
materi pelajaran terletak pada kemampuan mereka dalam SMP Negeri 1 Kopang?
mengembangkan kreativitas belajarnya. Hal ini tentunya terlihat
pada rencana efektif yang disusun oleh siswa seperti pembagian

ISBN: 978-602-74245-0-0 19
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
1. Sosial Ekonomi Bloom (Dalam Sumarni, 2007 : 30) menyebutkan ada tiga
Masyarakat pada umumnya mengenal tentang sosial ranah belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar
ekonomi didasarkan pada materi/kekayaan yang dimiliki merupakan keluaran dari suatu pemprosesan masukan. Masukan
seseorang. Hal ini cenderung mengakibatkan orang yang dengan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi
status ekonomi tinggi memiliki banyak harta dan dihormati. Samuel sedangkan keluarannya adalah perbuatannya atau kinerja.
(1997: 96) mengemukakan bahwa status sosial ekonomi Perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi
merupakan posisi yang disandang anggota masyarakat dan hasil belajar dapat dikelompokkan kedalam dua macam saja
berdasarkan pekerjaan dan kepemilikan materi atau kekayaan yaitu pengetahuan dan keterampilan. Masih menurut (Sumarni
yang dimiliki. Hal senada juga dijelaskan oleh Gunarsa (1981: 23) 2007 : 35), pengetahuan terdiri dari 4 kategori, yaitu 1)
yang mengemukakan bahwa sosial ekonomi adalah keadaan atau pengetahuan tentang fakta, 2) pengetahuan tentang prosedur, 3)
kedudukan seorang masyarakat yang menetapkan pada posisi pengetahuan tentang konsep, dan 4) pengetahuan tentang prinsip.
tertentu. Keterampilan juga terdiri atas empat kategori, yaitu 1) keterampilan
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat untuk berpikir atau keterampilan kognitif, 2) keterampilan untuk
disimpulkan bahwa status sosial ekonomi adalah kedudukan atau bertindak atau keterampilan motorik, 3) keterampilan bereaksi atau
posisi seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan tingkat bersikap, 4) keterampilan berinteraksi.
pendidikan, tingkat pendapatan, pekerjaan, pemilikan kekayaan Lebih lanjut, Soedijarto (Masnaini, 2007 : 6) menyatakan
atau fasilitas serta jenis tempat tinggal. bahwa Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh
Salah satu faktor yang menjadi pengaruh dalam rendahnya pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan
status sosial ekonomi adalah tingkat pendidikan. Kebutuhan tujuan pendidikan. Hasil belajar dalam kerangka studi ini meliputi
terhadap pendidikan terkadang diabaikan oleh masyarakat, kawasan kognitif, afektif, dan kemampuan/kecepatan belajar
padahal pendidikan dapat meningkatkan kualitas hidup seorang pelajar. Sedangkan Keller (Abdurrahman, 2002 : 39),
masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam UU. RI. Tahun 2003 yang mengemukakan hasil belajar adalah prestasi aktual yang
berbunyi: ditampilkan oleh anak, hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya
“Pendidikan bertujuan untuk, Mencerdaskan kehidupan usaha (perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu belajar) yang dilakukan oleh anak.
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua
Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri
ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang siswa (Sudjana, 2002 : 39). Lebih lanjut Clark (2000: 21)
mantap dan bertanggung jawab kemasyarakatan dan mengemukakan bahwa faktor hasil belajar dimaksud adalah faktor
kebangsaan.” dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya serta
Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan hasil belajar siswa disekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan
diselenggarakan melalui jalur pendidikan sekolah (pendidikan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor
formal) dan jalur pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal). dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa
Jalur pendidikan sekolah (pendidikan formal) terdapat jenjang kualitas pembelajaran (Sudjana, 2002 : 39). "Belajar adalah suatu
pendidikan sekolah, jenjang pendidikan sekolah pada dasarnya perubahan perilaku, akibat interaksi dengan lingkungannya" (Ali
terdiri dari pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan Muhammad, 2004 : 14). Perubahan perilaku dalam proses belajar
menengah dan pendidikan tinggi. terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya
Di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat pembeda berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan
posisi atau kedudukan seseorang maupun kelompok di dalam berhasil. apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya
struktur sosial tertentu. Perbedaan kedudukan dalam masyarakat apabila terjadi perubahan dalam diri individu maka belajar tidak
dalam sosiologi dikenal dengan istilah lapisan sosial. Lapisan dikatakan berhasil.
sosial merupakan sesuatau yang selalu ada menjadi ciri yang
umum di dalam kehidupan manusia. Dalam buku sosilogi sebagai METODE PENELITIAN
suatu pengantar dijelaskan bahwa lapisan sosial adalah perbedaan Rancangan pada dasarnya merupakan keseluruhan
penduduk atau masayakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat proses pemikiran dan penentuan matang tentang hal-hal yang
(Soejono Soekanto, 2003: 228). akan dilakukan”. Ia merupakan landasan berpijak, dapat pula
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dijadikan dasar penilaian baik oleh peneliti itu sendiri maupun
kelas-kelas sosial ekonomi adalah tingkat atau kedudukan ekonomi orang lain terhadap kegiatan penelitian.
orang tua siswa yang ada di dalam masyarakat yang biasanya Dengan demikian rancangan penelitian bertujuan untuk
terdiri dari tiga tipe yaitu sebagai berikut : 1) kelas ekonomi atas; 2) memberikan pertanggung jawaban terhadap semua langkah yang
kelas ekonomi menengah dan 3) kelas ekonomi rendah. diambil. Agar rancangan dapat memperkirakan hal-hal apa yang
2. Hasil Belajar Kognitif akan dilakukan dan dipegang selama penelitian. (Margono, 2005:
Hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa yang 100). Rancangan pada dasarnya merupakan penggambaran
telah mengikuti proses belajar mengajar. Hasil pada dasarnya mengenai keseluruhan aktivitas peneliti selama kerja penelitian
merupakan sesuatu yang diperoleh dari suatu aktivitas, sedangkan mulai dan persiapan sampai dengan pelaksanaan penelitian.
belajar merupakan suatu proses yang mengakibatkan perubahan Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini tergolong penelitian
pada individu, yakni perubahan tingkah laku, baik aspek kuantitatif (penelitian statistik), dalam buku statistik untuk penelitian
pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Hasil dijelaskan jenis penelitian kuantitatif yang diangkakan/scoring
belajar merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan (Sugiyono, 2010: 50).
tingkat keberhasilan yang dicapai oleh seseorang setelah Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
melakukan usaha tertentu. berupa angket. Dalam penelitian angket ini merupakan alat
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
ISBN: 978-602-74245-0-0 20
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pertanyaan secara tertulis kepada responden untuk dijawab secara koofisien correlation product moment untuk mendapatkan nilai rxy
tertulis pula. Dalam penelitian ini, angket disusun dalam bentuk (rhitung) sebagai berikut.
sejumlah pertanyaan untuk dijawab oleh responden (siswa)
kaitannya dengan hubungan sosial ekonomi orang tua terhadap
hasil belajar kognitif pada siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Kopang
tahun pelajaran 2013/2014.
Sedangkan untuk jawaban alternatif angket terdiri dari 3
jawaban alternatif yaitu : untuk jawaban ya (Y) skornya 3, untuk
jawaban kadang-kadang (KK) skornya 2, sedangkan untuk
jawaban untuk tidak pernah (TP) skornya 1.
Teknik pengumpulan data merupakan bagian terpenting Dari hasil perhitungan diperoleh dalam penelitian ini adalah
dalam suatu penelitian. Adapun metode yang digunakan dalam 5,293. Selanjutnya nilai tersebut dikonsultasikan dengan rtabel
penelitian ini yaitu: 1) angket, 2) observasi, dan 3) dokumentasi. Product Moment pada taraf signifikasi 5% dengan N = 64 adalah,
Adapun selengkapnya sebagai berikut. maka diperoleh nilai rtabel ProductMoment sebesar 0,254
Azwar (2010: 123) mengemukakan bahwa Analisis data kenyataan tersebut menunjukkan bahwa nilai r-hitung lebih besar
merupakan pengolahan data penelitian yang sudah diperoleh dari niali r-tabel atau (5,293 > 0,254). Dengan demikian, hasil
dengan maksud mengorganisasikan data sedemikian rupa analisa data dalam penelitian ini dinyatakan signifikan.
sehingga dapat dibaca dan dapat ditafsirkan. Kegiatan dalam Berdasarkan taraf signifikan 5% dan N= 66 , maka
analisis data adalah: mengelompokkan data berdasarkan variabel hipotesis nihil (H0) yang berbunyi: Tidak ada hubungan antara
dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, sosial ekonomi orang tua terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas
melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan VII SMP Negeri 1 Kopang tahun pelajaran 2013/2014 dinyatakan
melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah ditolak, maka sebaliknya hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan
diajukan (Sugiyono, 2012: 147). Analisis data merupakan suatu yakni Ada hubungan antara sosial ekonomi orang tua terhadap
cara dalam mengelola data yang telah diperoleh di lapangan, hasil belajar kognitif siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kopang
sehingga dapat diperoleh berbagai informasi yang berguna diterima.
sebagaimana yang diharapkan. Analisis dalam penelitian ini harus
sesuai dengan metode penelitian yang digunakan yaitu metode B. Pembahasan
penelitian kuantitatif. Hasil analisis data diatas kemudian dikonsultasikan pada
Untuk memperoleh hasil data yang akurat dan dapat rtabel dengan taraf signifikasi 5% dan N = 64 diperoleh r-tabel =
dipertanggung jawabkan kaitannya dengan rumusan masalah dan 0,329, hasil ini menunjukkan bahwa rhitung > r-tabel (5,293 >
tujuan penelitian serta hipotesis yang diajukan yaitu hubungan 0,254). Karena r-hitung > r-tabel maka dapat dikemukakan bahwa
antara sosial ekonomi orang tua dengan kemandirian pada siswa hipotesis nihil (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima,
kelas VII di SMP Negeri 1 Kopang tahun pelajaran 2013/2014. maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ada
Maka peneliti menggunakan analisis data dengan rumus Hubungan Antara Sosial Ekonomi Terhada Hasil Belajar Kognitif
correlationproduct moment karena data yang dinilai sifatnya Siswa Kelas VII di SMP Negeri 1 Kopang.
bergolong atau pengelompokkan. Hasil belajar kognitif merupakan hasil yang diperoleh oleh
Adapun analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan siswa melalui proses belajar yang konsisten. Hasil belajar bukanlah
menggunakan rumus koefisien korelasi r Product Moment sebagai bawaan sejak lahir atau keturunan, melainkan pola yang dapat
berikut. dibentuk oleh siswa sendiri serta lingkungan pendukungnya. Suatu
∑𝑥𝑦
rxy = (∑𝑥²)(∑𝑦²) tuntutan atau tekad serta cita-cita yang ingin dicapai dapat
mendorong seseorang untuk membiasakan dirinya melakukan
Keterangan: sesuatu agar apa yang diinginkannya tercapai dengan baik. Sosial
rxy = Koefisien correlation product moment ekonomi orang tua yang tinggi akan dapat mempengaruhi hasil
∑xy = Jumlah dari hasil perkalian variabel x dan y belajar kognitif siswa, sebaliknya sosial ekonomi orang tua yang
∑x2 = Jumlah skor dari variabel x kuadrat rendah cenderung menimbulkan hasil belajar kognitif siswa
∑y2 = Jumlah skor dari variabel y kuadrat menjadi tinggi. dengan demikian ada hubungan antara sosial
(Suharsimi, 2006: 170) ekonomi orang tua terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas VII di
SMP Negeri 1 Kopang.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil SIMPULAN
Untuk keperluan perhitungan analisis statistik, maka Berdasarkan hasil analisa data yang dipaparkan dalam bab
hipotesis yang berbunyi: ada hubungan antara sosial ekonomi IV, diketahui nilai rhitung sebesar 5,293 dengan nilai rtabel sebesar
terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas VII di SMP Negeri 1 0,254 pada taraf signifikan 5% dengan N = 64, kenyataan ini
Kopang tahun pelajaran 2013/2014. Maka perlu diubah terlebih menunjukkan bahwa rhitung lebih besar dari rtabelproduct moment
dahulu ke dalam sebuah hipotesis nol (Ho) sehingga berbunyi: atau 5,293 > 0,254 yang berarti hasil penelitian ini
tidak ada hubungan antara sosial ekonomi dengan hasil belajar adalahsignifikan. Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
kognitif siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Kopang tahun pelajaran antara sosial ekonomi orang tua terhadap hasil belajar kognitif
2013/2014. siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kopang tahun pelajaran 2013/2014.
Berdasarkan tabel kerja di atas diketahui ∑x2 =
2431.992; ∑y2 = 1970.25; ∑x.y = 11588.33; dan N = 64. DAFTAR PUSTAKA
Selanjutnya, nilai-nilai tersebut dimasukkan ke dalam rumus Abdulsyani. (2003). Sosiologi skematika teori dan terapan. Jakarta:
Bumi Aksara.
ISBN: 978-602-74245-0-0 21
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Ahmadi. (2003). Pengantar sosiologi. Jakarta: Rineka Cipta. Jonggat tahun pelajaran 2007/2008”. IKIP Mataram. Tidak
Ali dan Asrori. (2004). Psikologi remaja. Jakarta: Rineka Cipta diterbitkan.
Saifuddin, A. (2010). Metodologi penelitian. Yogyakarta: Pustaka Margono, S. (2004). Metodelogi penelitian pendidikan. Jakarta: PT.
Pelajar. Rineka Cipta
Bossard. (1991). Sosiologi skematika 2. Jakarta: Rineka Cipta Riduwan, 2012. Metode dan teknik menyusun Tesis. Bandung:
Gunarsa. (1981). Psikologi untuk keluarga. Jakarta: BPK Gunung Alfabeta.
Mulia. Sahirun, (2008), “Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi Orang Tua
Sutrisno, H. (2004). Pengantar statistic. Yogyakarta: UGM Press terhadap Motivasibelajar siswa di SMU Labu Api Tahun
Herdiansyah, H. (2010). Metodologi penelitian kualitatif (untuk ilmu- Pelajaran 2007/2008”. Tidak diterbitkan.
ilmu sosial). Jakarta: Salemba Humanika. Samuel H, dkk. (1997). Sosiologi 1. Jakarta: Fakultas Psikologi UI
Kluckhon dan Sjarkawi.(1991). Psikologi perkembangan peserta Sugiyono. (2012). Metode Penelitian kuantitatif Kualitatif daan R &
didik. Bandung: Alfabeta. D. Bandung, Alfabeta.
Maftukah, (2006), “hubungan antara sosial ekonomi orang tua ________(2012). Metodologi penelitian administrasi Dan R&D.
dengan prestasi belajar siswa pada kelas XII SMA 1 Bandung Alfabeta
Soekanto, S. (2004). Psikologi remaja. Bandung: PT. Rineka Cipta.

ISBN: 978-602-74245-0-0 22
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN LKS TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP
DAN LITERASI SAINS SISWA
Aniza1, Ismail Efendi2, Saidil Mursali3
1Pemerhati Pendidikan
2Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram
3Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram

e-mail: aniza@ymail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kontekstual berbantuan LKS terhadap pemahaman konsep
dan literasi sains siswa. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment dengan rancangan penelitian pretest-posttest control group
design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MA Ad-Diinul Qayyim Gunungsari dengan sampel kelas XD sebagai
kelas eksperimen dan XC sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purpossive sampling. Data pemahaman
konsep siswa diperoleh dengan memberikan tes diakhir pertemuan dan kemudian dianalisis menggunakan uji-t menggunakan program
SPSS. Sedangkan data literasi sains siswa diperoleh dengan lembar observasi dan kemudian dideskripsikan. Hasil analisis data
pemahaman konsep pada kelas kontrol mencapai nilai rata-rata 62, sedangkan pada kelas eksperimen nilai rata-rata 77,63, sehingga
hasil uji hipotesis diperoleh nilai thitung sebesar 6,73 dan ttabel 2,021 artinya thitung > ttabel. Selain itu, hasil literasi sains siswa diperoleh kelas
kontrol memiliki nilai rata-rata cukup baik sedangkan kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata baik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pembelajaran kontekstual berbantuan LKS terhadap pemahaman konsep dan literasi sains siswa.

Kata Kunci: Pembelajaran kontekstual, LKS, Pemahaman konsep, Litersi sains.

PENDAHULUAN Ada banyak model dan stategi pembelajaran yang


Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional dikembangkan oleh para ahli dalam usaha mengoptimalkan hasil
menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam menyiapkan belajar siswa, salah satunya adalah pembelajaran kontekstual.
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu bersaing di era Pembelajaran kontekstual merupakan suatu model pembelajaran
global. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 UU Republik Indonesia yang menekankan pada proses keterlibatan peserta didik secara
nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mendorong peserta didik untuk dapat menerapkan dalam
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual kehidupannya (Toharudin, dkk, 2011). Proses pembelajaran
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak kontekstual ini, peneliti memadukannya dengan berbantuan lembar
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, kegiatan siswa (LKS). LKS merupakan panduan siswa yang
bangsa, dan Negara (Aqib, 2009). digunakan untuk melakukan penyelidikan atau pemecahan
Upaya yang tepat untuk menyiapkan Sumber Daya masalah. Lembar kegiatan siswa dapat berupa panduan untuk
Manusia yang berkualitas dan satu-satunya wadah yang dapat latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk
dipandang dan seyogyanya berfungsi sebagai alat untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk
membangun SDM yang bermutu tinggi adalah pendidikan. Salah panduan eksperimen atau demonstrasi. LKS memuat sekumpulan
satu masalah pokok dalam pembelajaran formal atau sekolah kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk
dewasa ini adalah rendahnya daya serap peserta. Pada arti yang memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan
lebih substansial, bahwa proses pembelajaran dewasa ini masih kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar yang
memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak harus ditempuh. Berdasarkan uraian latar belakang yang telah
didik untuk berkembang secara mandiri melalui proses dan dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
berpikirnya (Trianto, 2008). Pada proses pembelajaran, guru penelitian dalam bentuk Penelitian Quasi Experimen dengan judul
dituntut untuk mampu membimbing dan memfasilitasi siswa agar “Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Berbantuan LKS Terhadap
dapat memahami kekuatan serta kemampuan yang dimiliki, untuk Pemahaman Konsep dan Literasi Sains Siswa”.
selanjutnya memberikan motivasi agar siswa terdorong untuk Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses yang ditandai
bekerja atau belajar sebaik mungkin untuk mewujudkan dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan
keberhasilan berdasarkan kemampuan yang dimiliki sebagai hasil dari proses belajar dapat diindikasikan dalam
(Aunurrahman, 2010). Di Indonesia, pemahaman tentang berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman
pembelajaran sains yang mengarah pada pembentukan literasi sikap dan tingkah laku, kecakapan, keterampilan dan kemampuan,
sains peserta didik, tampaknya masih belum sepenuhnya dipahami serta perubahan aspek-aspek yang lain yang ada pada individu
dengan baik oleh para guru pengajar sains (biologi). Akibatnya, yang belajar. Menurut Kimble dan Garmezi (dalam Trianto, 2008)
proses pembelajaran pun masih bersifat konvensional dan menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang
bertumpu pada penguasaan konseptual peserta didik. Hal ini dapat relatif permanen terjadi sebagai hasil dari pengalaman.
dilihat dari beberapa hasil pengukuran mutu hasil pembelajaran Pembelajaran kontekstual atau biasa disebut dengan CTL
sains peserta didik yang dilakukan secara internasional. Hasilnya menurut Nurhadi (2003 dalam Sugiyanto, 2010) adalah konsep
menunjukan bahwa pencapaian peserta didik Indonesia masih jauh pembelajaran yang mendorong guru untuk menghubungkan antara
di bawah kemampuan peserta didik negara-negara lain di dunia materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa dan juga
(Toharudin, dkk, 2011). mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan peserta didik

ISBN: 978-602-74245-0-0 23
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
sendiri. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha (diadaptasi dari Multazam, 2011 dalam Fatmalia, 2013).
siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru Keterangan: Kelas kontrol diajarakan dengan metode
ketika siswa belajar. Sedangkan menurut Sanjaya (2006 dalam konvensional, sedangkan kelas eksperimen diajarkan dengan
Toharudin, dkk, 2011), menyatakan bahwa pembelajaran pembelajaran kontekstual berbatuan LKS.
kontekstual merupakan pembelajaran yang menekankan pada
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X
proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk menemukan
di MA Ad-Diinul Qayyim Gunungsari yang terbagi dalam empat
materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kelas, dengan sampel diambil dua kelas yaitu satu kelas
kehidupan nyata sehingga mendorong peserta didik untuk dapat
eksperimen dan satu untuk kelas kontrol. Sampel yang digunakan
menerapkannya dalam kehidupan peserta didik.
pada penelitian ini adalah kelas XD sebagai kelas eksperimen dan
Menurut Djaramah (2002 dalam Handayani, 2011)
kelas XC sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan
mengatakan bahwa konsep adalah satuan arti yang mewakili
dengan menerapkan prinsip purpossive sampling atau sampel
sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Konsep
yang bertujuan.
sangat penting bagi manusia, karena digunakan dalam
Instrumen dalam penelitian ini terdiri atas tes pemahaman
berkomunikasi, berpikir ilmiah, belajar atau mengaplikasikan pada
konsep, lembar observasi untuk literasi sains dan lembar observasi
masalah yang sedang dihadapi. Sebagian besar apa yang
keterlaksanaan pembelajaran. Adapun teknik pengumpulan data
dipelajari di sekolah terdiri dari konsep-konsep. Selama menuntut
dilakukan dengan tes untuk mengumpulkan data pemahaman
ilmu, siswa dituntut untuk menguasi konsep kata-kata tertentu.
konsep dan observasi untuk mengumpulkan data literasi sains
Melalui pemahaman konsep siswa diharapkan tidak sekedar untuk
siswa dan keterlaksanaan pembelajaran.
memilikinya, tetapi siswa diharapkan dapat menggunakan konsep
Teknik analisis data untuk pemahaman konsep siswa dilakukan
yang dimilikinya untuk mengorganisasikan dan mengklasifikasikan
dengan uji-t yang dioperasikan menggunakan program SPSS.
pengalamannya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Sebelum dilakakan uji-t, terlebuh dahulu data tersebut ditentukan
Sebab dengan pemahaman konsep didapatkan pengertian atas
homogenitasnya dengan menggunakan uji-F. Analisis data
kata-kata yang dipelajari. Seseorang yang tidak menguasai konsep
kemamuan literasi sains siswa dan keterlaksanaan pembelajaran
kata-kata tertentu akan mengalami kesulitan memahami suatu
dilakukan dengan deskriptif berdasarkan table dibawah ini:
kalimat yang dibaca. Ini berarti belajar konsep mempunyai arti
Tabel 2. Kriteria Literasi Sains Siswa
penting bagi keberhasilan belajar.
Interval
Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan membaca Katagori Kriteria
danmenulis tentang sains dan teknologi, namun literasi sains lebih Skor
sekedar mengingat istilah-istilah sains. Pada dasarnya, literasi 16 – 20 A Sangat Baik
sains meliputi dua kompetensi utama. Pertama, kompetensi belajar 14 -15 B Baik
sepanjang hayat, termasuk membekali peserta didik untuk belajar 10 – 13 C Cukup Baik
di sekolah yang lebih lanjut. Kedua, kompetensi dalam ≤ 10 D Kurang Baik
menggunakan pengetahuan yang dimilikinya untuk memenuhi (Diadopsi dari Permendiknas, 2008)
kebutuhan hidupnya yang dipengaruhi oleh perkembangan sains Tabel 3. Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran
dan teknologi. Proses sains merujuk pada proses mental yang Interval Kriteria
terlibat ketika peserta didik menjawab suatu pertanyaan atau Persentase
memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan ≥ 85% Sangat Baik
menginterpretasi bukti, serta menerangkan kesimpulan. Tujuan 71 - 84% Baik
pendidikan sains adalah meningkatkan kompetensi siswa untuk 56 - 70% Cukup Baik
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai situasi ≤ 55% Tidak Baik
sehingga siswa akan mampu belajar lebih lanjut dan hidup di (Arikunto, 2006 dalam Ernawaty, 2012)
masyarakat yang saat ini banyak dipengaruhi oleh perkembangan
sains dan teknologi. Upaya yang dapat dilakukan untuk HASIL DAN PEMBAHASAN
membenahi proses pembelajaran sains adalah mengkaji faktor- Penelitian ini dilakukan di MA Ad-Diinul Qayyim
faktor penyebab rendahnya prestasi sains peserta didik Indonesia Gunungsari dengan subjek penelitian adalah siswa kelas X.
(Toharudin, dkk, 2011). Adapun hasil penelitian, sebagai berikut:
Hasil Pemahaman Konsep Siswa
METODE PENELITIAN Hasil pemahaman konsep siswa diperoleh dari hasil
Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment atau posttest yang dilakukan pada akhir pertemuan di kelas kontrol (25
disebut juga eksperimen semu, penelitian eksperimen semu adalah siswa) dan di kelas eksperimen (22 siswa) dengan alokasi waktu
penelitian mencari hubungan sebab akibat kehidupan nyata, di 2x45 menit untuk 15 butir soal, tabel berikut akan menguraikan
mana pengendalian perubahan sulit dilakukan (Masyhuri dan hasil pemahaman konsep siswa.
Zainudin, 2011). Penelitian ini menggunakan 2 kelas sebagai Tabel 4. Hasil Analisis Data Pemahaman Konsep Siswa
sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Desain pada Kelas
Aspek Kelas Esperimen
penelitian ini menggunakan pretest-posttest control group design. Kontrol
Rancangan penelitian yang akan digunakan oleh peneliti disajikan Jumlah peserta didik 25 siswa 22 siswa
pada tabel berikut. yang mengikuti tes
Tabel 1. Rancangan Penelitian Nilai tertinggi 73 91
Kelas Pretest Perlakuan Posttest Nilai terendah 40 60
XC (Kelas Kontrol) Ya Ya Ya Nilai rata-rata 62,28 77,63
XD (Kelas Ya Ya Ya Ketuntasan klasikal 44% 95,45%
Eksperimen) t hitung 6,73
ISBN: 978-602-74245-0-0 24
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Kelas Berdasarkan data di atas dari kedua kelas, pada kelas
Aspek Kelas Esperimen
Kontrol kontrol siswa yang mendapatkan nilai A sebanyak 2 siswa
t tabel 2,021 sedangkan pada kelas eksperimen sebanyak 5 siswa, nilai B pada
kelas kontrol didapatkan oleh 9 orang sama halnya dengan kelas
Berdasarkan tabel di atas, pada kelas kontrol diperoleh nilai eksperimen sedangkan pada kriteria literasi sains C, untuk siswa
tertinggi 73 dan nilai terendah 40 dengan nilai rata-rata 62,28, kelas kontrol diperoleh oleh 14 siswa sedangkan pada kelas
sedangkan pada kelas eksperimen diperoleh nilai tertinggi sebesar eksperimen sebanyak 8 siswa.
91 dan nilai terendah sebesar 60 dengan rata-rata 77,63. Kriteria Hasil di atas menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis
Ketuntasan Klasikal (KKM) untuk mata pelajaran Biologi di MA Ad- kontekstual berbantuan LKS ini, juga mampu mengembangkan
Diinul Qayyim Gunungsari adalah 66, sehingga dari hasil literasi sains siswa. Siswa dalam kegiatan pembelajaran
perhitungan dapat ditentukan kentuntasan klasikal (ketuntasan mengalami secara langsung, bukan sekedar menghafal, karena
peserta didik yang memenuhi KKM) setiap kelas yaitu kelas kontrol dengan mengalami peserta didik akan lebih mudah mengingat
44% dan kelas eksperimen 95,45%. kembali pelajaran yang didapatkan dari kegiatan yang sudah
Data hasil penelitian sebelumnya telah dilakukan uji dilakuan dibandingkan dengan menghafal. Pembelajaran
homogenitas dengan hasil data homogen. Selanjutnya hasil uji kontekstual merupakan proses pembelajaran yang menekankan
hipotesis dengan uji-t diperoleh nilai thitung sebesar 6,73, sedangkan pada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat
ttabel sebesar 2, 021. Hal ini menunjukkan t hitung > t tabel yang artinya menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya
hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan diterima, oleh karena itu dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong peserta didik
pembelajaran kontekstual berbantuan LKS berpengaruh terhadap untuk dapat menerapkan dalam kehidupannya (Toharudin, dkk,
pemahaman konsep siswa. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian 2011).
Mustika (2008) yang menunjukkan bahwa pembelajaran
kontekstual dapat meningkatkan hasil hasil belajar siswa pada Data Hasil Keterlaksanaan RPP
pelajaran biologi. Hal ini juga didukung oleh Sapriati (2010) Data keterlaksanaan pembelajaran merupakan data hasil
menemukan bahwa ada pengaru LKS berbasis kontekstual observasi proses pembelajaran yang disesuai dengan RPP.
terhadap pencapaian KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) siswa Berikut hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran yang
pada mata pelajaran Biologi. berlangsung:
Pembelajaran kontekstual berbantuan LKS akan Tabel 6. Data Hasil Keterlaksanaan Pembelajaran
menciptakan ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi
Eksperimen
lebih aktif dan bukan hanya pengamat yang pasif. Disamping itu Kontrol
peserta didik lebih bertanggung jawab terhadap belajarnya, karena Pertemuan
2 3 1 2 3
dalam pembelajarannya ini menggunakan pendekatan lingkungan, 1
yang didukung dengan alat yang sederhana sehingga dengan Persentase (%) 8 9 9 6 9
keterlibatnya siswa secara langsung dalam proses pembelajaran, Keterlaksanaan 97,5 5,7 7 9 5
menjadikan siswa lebih cepat memahami dan mengingat materi RPP 2,7% % % % % %
yang diajarkan oleh guru. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Rata-Rata
Trianto (2008) bahwa untuk membantu siswa memahami konsep- Persentase
konsep dan memudahkan dalam mengajarkan konsep-konsep 87%
Keterlaksanaan 92,06%
tersebut diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang RPP
langsung mengkaitkan materi konteks pelajaran dengan
pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kategori Sangat Baik
Sangat Baik

Literasi Sains Siswa Data keterlaksaan RPP dilakukan selama proses


Data literasi sains siswa diperoleh dari hasil lembar observasi pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar
literasi sains siswa yang diisi oleh tiga observer yaitu guru mata observasi keterlaksanaan RPP. Lembar observasi keterlaksanaan
pelajaran Biologi MA Ad-Diinul Qayyim Gunungsari dan 2 RPP berisikan 3 kegiatan yang harus dilakukan oleh guru dan
mahasiswa IKIP Mataram, kemudian data yang diperoleh akan siswa selama proses pembelajaran yaitu kegiatan pendahuluan,
dianalisis secara deskriptif. Berikut akan dipaparkan hasil literasi kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi, dan komfirmasi) dan yang
sains siswa kedua kelas. terakhir kegiatan penutup. Masing-masing kegiatan memiliki
Tabel 5. Hasil Analisis Data Literasi Sains Siswa kriteria nilai yang harus diberikan oleh observer yaitu nilai 4
Nilai Jumlah siswa diberikan oleh observer jika kegiatan terlaksanaan dengan sangat
Katago
No (Rentang Kelas Kelas baik, nilai 3 diberikan jika kegiatan terlaksana dengan baik, nilai 3
ri
Skor) Kontrol eksperimen diberikan jika kegiatan terlaksana cukup baik, dan nilai 1 diberikan
Sangat jika kegiatan terlaksana kurang baik, kemudian hasil observasi ini
1 A (16 - 20) 2 siswa 5 siswa
Baik dianalisis secara deskriptif yaitu mendeskripsikan data yang telah
2 B (14 - 15) 9 siswa 9 siswa Baik terkumpul. Berdasarkan tabel di atas, nilai rata-rata keterlaksanaan
C (11 - Cukup pembelajaran pada kelas kontrol sebesar 92,06% sedangkan pada
3 14 siswa 8 siswa
13) Baik kelas eksperimen 87%, kedua hasil tersebut memiliki kategori
Kurang keterlaksanaan pembelajaran yang sangat baik. Hasil tersebut
4 D (≤ 10) - -
Baik menunjukkan bahwa proses pembelajaran sudah berjalan seperti
yang direncanakan dalam RPP. Hal ini semakain memperkuat

ISBN: 978-602-74245-0-0 25
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
bahwa pembelajaran yang diterapkan memang mempengaruhi Darmadi, H. 2013. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial.
hasil belajar siswa baik pemahaman konsep maupun literasi sains. Pontianak: Alfabeta.
Depdiknas. 2008. Peneilaian Hasil Belajar. Jakarta: Dirjen
SIMPULAN Dikdesmen.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebegai Ernawaty. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Screamble
berikut: 1) ada pengaruh pembelajaran berbasis kontekstual Menggunakan Metode Pendukung Talking Stick untuk
berbantuan LKS terhadap pemahaman konsep siswa kelas X di MA Meningkatkan Kreativitas dan Ketuntasan Belajar Bidang
Ad-Diinul Qayyim Gunungsari; 2) penggunaan pembelajaran Studi IPA Terpadu Siswa Kelas VII MTs Raudatusshibiyan
berbasis kontekstual berbantuan LKS memiliki pengaruh yang baik NW Belencong Tahun 2012/2013. Skripsi IKIP Mataram.
terhadap literasi sains siswa, ini dapat dilihat dari nilai rata-rata Fatmalia, E. 2013. Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran
literasi sains pada kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran Flashcard yang dipadukan dengan Model Pembelajaran
biasa memiliki nilai 13,83 dengan kriteria cukup baik, sedangkan Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Terhadap Motivasi
pada kelas eksperimen yang diajarkan dengan kontekstual dan Prestasi Belajar Biologi Kelas VII MTs Negeri Kelebuh
memiliki nilai rata-rata literasi sains 14,36 dengan kriteria baik. Tahun Ajaran 2013/2014. Skripsi IKIP Mataram.
Handayani, D. F. 2011. Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa
SARAN Melalui Pendekatan Keterampilan Proses Pada Konsep
Dari hasil penelitian, penulis menyarankan: 1) untuk Laju Reaksi. Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif
mencapai keberhasilan di dalam proses pembelajaran harus Hidayatullah. Jakarta.
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses Masyhuri dan Zainudin, M. 2011. Metodelogi Penelitian. Bandung:
pembelajaran sehingga hasil pembelajaran yang akan didapatkan PT Refika Adiatma.
lebih maksimal; 2) untuk peneliti selnjutnya dapat mencoba Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta:
pembelajaran kontekstual berbantuan LKS ini pada materi yang Yuma Pustaka.
berbeda untuk menguji keunggulan pembelajaran kontekstual Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R &
terhadap pemahaman konsep dan literasi sains siswa. D. Bandung: Alfabeta.
Toharudin, U. Hendrawati, S. dan Rustaman,
DAFTAR PUSTAKA A. 2011. Membangun Literasi Sains Peserta Didik.
Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Pontianak: Bandung: Humaniora.
Alfabeta. Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual (Contekstual
Aqib. 2009. Menjadi Guru Profesional Berstandar Nasional. Teaching and Learning) di Kelas. Jakarta: Cerdas Pustaka
Bandung: Yrama Widya. Publisher.

ISBN: 978-602-74245-0-0 26
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DAN PROBLEM BASED LEARNING
MELALUI POLA LESSON STUDY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL
BELAJAR PADA MATAKULIAH FISIKA DASAR
Aris Doyan1, Susilawati2, & Wahyudi3
Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Mataram
E-mail:-

Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui penerapan model pembelajaran inkuiri
terbimbing dan problem based learning melalui pola lesson study terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar fisika. Data hasil
kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa diperoleh dari hasil pretest dan postest. Soal yang digunakan sebagai pretest dan postest
telah diuji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda. Hasil pretest diperoleh nilai rata-rata kelas untuk kelas eksperimen I
adalah 30.91 sedangkan untuk kelas eksperimen II adalah 29.45. Hasil postest diperoleh nilai rata-rata kelas untuk kelas eksperimen I
adalah 67.82 sedangkan untuk kelas eksperimen II adalah 63.27. Berdasarkan hasil uji hipotesis pertama diperoleh thitung sebesar 0,26
dan ttabel sebesar 2.02 pada taraf signifikan 5%. thitung < ttabel berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Hipotesis kedua diperoleh thitung sebesar
0,41 , ttabel sebesar 2.02 pada taraf signifikan 5%. Karena thitung < ttabel berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Hipotesis ketiga diperoleh thitung
sebesar 3,17 , ttabel sebesar 2.02 pada taraf signifikan 5%. Karena thitung > ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hipotesis keempat
diperoleh thitung sebesar 3,82 , ttabel sebesar 2.02 pada taraf signifikan 5%. Karena thitung > ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hipotesis
kelima diperoleh thitung sebesar 4,78 , ttabel sebesar 2.02 pada taraf signifikan 5%. Karena thitung > ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Kata Kunci : inkuiri terbimbing, Problem based learning, kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar fisika.

PENDAHULUAN sekali tidak memahami keterampilan-keterampilan berpikir yang


Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains berkaitan dengan dibicarakan [2].
cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA Berdasarkan uraian di atas, salah satu permasalahan yang
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa menjadi fokus penelitian ini adalah terkait dengan proses
fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga pembelajaran fisika yang masih menggunakan metode ceramah.
merupakan suatu proses penemuan. Dengan kata lain, IPA Hal itu berimbas pada rendahnya kemampuan berpikir kritis dan
merupakan kombinasi dari unsur produk berupa pengetahuan dan hasil belajar fisika siswa. Terlihat pembelajaran fisika masih belum
proses. Fisika sebagai salah satu rumpun ilmu IPA, pada maksimal karena pembelajaran fisika masih menekankan pada
hakikatnya juga terdiri atas aspek produk dan proses. Sebagai hasil belajar saja, belum melihat fisika sebagai proses.
sebuah produk, fisika merupakan sekumpulan pengetahuan Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka perlu
tentang fakta, konsep, generalisasi, prinsip, teori dan hukum fisika. dilakukan perbaikan dalam kegiatan pembelajaran fisika agar
Sementara sebagai suatu proses, fisika merupakan serangkaian kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar fisika siswa dapat
proses ilmiah yang dilakukan dalam menemukan pengetahuan- meningkat. Oleh karena itu, peneliti berusaha menawarkan sebuah
pengetahuan tentang fisika, maka pemahaman terhadap fisika solusi atau alternatif berupa dua model pembelajaran. Terdapat
seharusnya tidak hanya memandang fisika sebagai produk tetapi dua jenis kegiatan pembelajaran yang dianggap cocok untuk
juga sebagai proses. Dalam proses pembelajaran fisika, kegiatan mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar
pembelajaran tidak hanya ditekankan pada aspek produk saja, siswa, kedua model tersebut yaitu kegiatan pemecahan masalah
tetapi juga harus diimbangi dengan aspek proses. (problem based learning) dan kegiatan pembelajaran penemuan
Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga (inkuiri terbimbing). Dalam dua jenis kegiatan pembelajaran
memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup tersebut, siswa diberi suatu permasalahan yang kemudian siswa
selaras berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya alam diminta menemukan jawaban dari permasalahan itu melalui suatu
dan lingkungan serta pengurangan dampak bencana alam tidak proses ilmiah. Melalui proses ilmiah dalam dua model
akan berjalan secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang pembelajaran tersebut siswa dapat menumbuhkan dan
fisika [1]. mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar fisika.
Dalam beberapa tahun terakhir, “berpikir kritis” telah
menjadi suatu istilah yang sangat popular dalam dunia pendidikan. METODE PENELITIAN
Para pendidik menjadi lebih tertarik mengajarkan keterampilan- Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yaitu
keterampilan berpikir dengan berbagai corak dari pada penelitian yang dilakukan dengan memberikan treatment
mengajarkan informasi dan isi. Tentu saja, kita bisa melakukan (perlakuan) dan akibat dari perlakuan itu langsung diukur
keduanya, tetapi dimasa lalu penekanan sebagian besar (dievaluasi). Penelitian eksperimen merupakan metode penelitian
pengajaran yang disampaikan kepada peserta didik pada isi yang mengungkapkan hubungan antara dua variabel atau lebih
sejarah, fisika, geografi, atau apa saja dan meskipun banyak atau mencari pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya.
pengajar mengatakan bahwa mereka telah mengajarkan kepada Dalam hal ini, pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
para siswanya tentang “bagaimana berpikir”, sebagian besar akan [3].
mengatakan bahwa mereka melakukannya secara tidak langsung Desain penelitian yang digunakan adalah desain faktorial
atau secara implisit, yaitu sembari menyampaikan isi materi 2x2. Desain faktorial 2x2 terdiri dari dua variabel bebas dan dua
pelajaran mereka. Lambat laun, para pendidik mulai meragukan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model
efektifitas mengajarkan “keterampilan-keterampilan berpikir” pembelajaran problem based learning (X1) dan inkuiri terbimbing (X2).
dengan cara seperti ini, karena hampir sebagian besar siswa sama
ISBN: 978-602-74245-0-0 27
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai χ²hitung kelas
berpikir kritis (Y1) dan hasil belajar (Y2). eksperimen I dan eksperimen II lebih kecil dari nilai χ²tabel. Hal ini
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu berarti bahwa data kedua kelas terdistribusi normal.
dengan Purposive sampling. Purposive sampling yaitu teknik
pemilihan sampel yang didasarkan atas tujuan tertentu atau 2. Deskripsi data hasil Posttest
pertimbangan tertentu (menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki a. Data hasil Postest
sampel). Ciri spesifik tersebut bergantung pada penilaian dan Data hasil postest kelas eksperimen I dan eksperimen II disajikan
pertimbangan yang diambil peneliti. Adapun yang menjadi sampel dalam tabel berikut:
penelitian mahasiswa semester 1 kelas A dengan jumlah 25 orang Tabel 4. Data hasil Postest
sebagai kelompok eksperimen I dan mahasiswa semester 1 kelas Jumlah
Nilai Nilai Rata- Standar
B dengan jumlah 25 orang sebagai eksperimen II. Kelas Siswa
Minimum Maximum rata Deviasi
Instrument penelitian yang digunakan berupa tes pilihan (n)
ganda sebanyak 30 soal dan soal essay sebanyak 10 soal. Analisis Eksperimen
22 52 84 67.82 9.11
data tes akhir menggunakan uji-t beda mean, uji-t dua sampel dan I (PBL)
Eksperimen
uji manova. II (IT)
22 44 84 63.27 11.88

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan tabel 4 di atas, terlihat bahwa rata-rata nilai
1. Deskripsi data hasil Pretest tes akhir (post-test) kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II
a. Data Pretest memiliki perbedaan. Kelas eksperimen I memiliki nilai rata-rata
Data hasil pretest kelas eksperimen I dan eksperimen II disajikan yang lebih besar dibandingkan dengan kelas eksperimen II. Selisih
dalam tabel berikut: nilai rata-rata kedua kelas tersebut adalah 4,55.
Tabel 1. Data hasil pretest b. Uji homogenitas data hasil postest
Rata- Standar
Jumlah
Nilai Nilai rata Deviasi
Uji homogenitas data hasil postest ini perlu dilakukan
Kelas Siswa sebagai prasyarat uji hipotesis. Uji homogenitas ini menggunakan
Minimum Maximum
(n)
uji-F dengan taraf signifikansi 5%. Hasil yang diperoleh disajikan
Eksperimen 30.91 9.66
I (PBL)
25 16 52 oleh tabel 4.8. berikut ini.
Eksperimen 29.45 9.12 Tabel 5. Uji Homogenitas data hasil postest
25 16 48
II (IT) Kelas Varians Fhitung 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Kesimpulan
(𝑆 2 )
Berdasarkan tabel 1 di atas, terlihat bahwa kelas eksperimen I Eksperimen 83.01
memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas I (PBL)
eksperimen II. Selisih nilai rata-rata kedua kelas tersebut adalah 1.70 2.08 Homogen
Eksperimen 141.16
1.46. II (IT)
b. Uji homogenitas hasil pretest
Selanjutnya dilakukan uji homogenitas data hasil pretest Berdasarkan nilai yang tertera dari tabel 5 di atas, terlihat
menggunakan uji-F dengan taraf signifikansi 5%. Uji homogenitas bahwa nilai 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Sehingga kedua sampel berasal
ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah siswa kelas dari populasi yang homogen.
eksperimen I dan eksperimen II memiliki kemampuan yang sama. c. Uji normalitas data hasil postest
Hasil yang diperoleh disajikan oleh tabel berikut ini Hasil uji normalitas untuk masing-masing kelompok
Tabel 2. Uji Homogenitas data hasil pretest ditunjukkan dalam Tabel 6
Kelas Varians Fhitung 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Kesimpulan
(𝑆 2 )
Tabel 6. Uji normalitas data hasil postest
2
Eksperimen 92,32 Kelas 𝜒ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 2
𝜒𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Kesimpulan
I (PBL) Eksperimen
1,23 2,08 Homogen 7.520 9.488 Normal
Eksperimen 75,26
II (IT)
I (PBL)
Eksperimen
8.078 9.488 Normal
Berdasarkan nilai yang tertera dari tabel 2 di atas, terlihat II (IT)
bahwa nilai 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Sehingga kedua sampel (kelas
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai χ²hitung kelas
eksperimen I dan eksperimen II) berasal dari populasi yang
eksperimen I dan eksperimen II lebih kecil dari nilai χ²tabel. Hal ini
homogen.
berarti bahwa data kedua kelas terdistribusi normal.
c. Uji normalitas hasil pretest
3. Data Kemampuan Berpikir Kritis
Hasil uji normalitas untuk masing-masing kelompok
1. Data Kemampuan Berpikir Kritis Tes Awal (Pre-test)
ditunjukkan dalam Tabel dibawah ini:
Deskripsi tes awal siswa untuk kemampuan berpikir kritis
Tabel 3. Uji normalitas nilai pretest
Kelas 2
𝜒ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 2
𝜒𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Kesimpulan
siswa
Eksperimen
5.481 9.488 Normal
I (PBL)
Eksperimen
2.948 9.488 Normal
II (IT)

ISBN: 978-602-74245-0-0 28
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
b. Hasil Belajar Fisika Dasar
60 Kelas Eksp I Kelas Eksp II
52 72%
50
70% 69.52%
42
40 68%

30 27.41 66%
25.27

64%
20
62%
10 10 62%
10
60%
0
Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rata-rata 58%
Gambar 4. Histogram Hasil Belajar Fisika Dasar
Gambar 1 Histogram Kemampuan Berpikir Kritis Tes Awal Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan
mengambil data dari hasil pretest dan postest dari kelas
2. Data Kemampuan Berpikir Kritis Tes Akhir (Post-test) eksperimen I. Hasil pretest dan postest kelas eksperimen I diolah
dengan membandingkan selisih kedua mean. Pengujian
Kelas Eksp I Kelas Eksp II perbedaan mean dihitung dengan rumus uji-t. Setelah data
100 dianalisis menggunakan uji t diperoleh hasil 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 0.41 dan
90 86 84 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2,02 pada dk=42 dengan taraf kepercayaan 5%.
80 Didapatkan bahwa 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 > 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 artinya H01 diterima dan Ha1
ditolak hasil menunjukkan bahwa model pembelajaran problem
70 62.27 60.95 based learning melalui pola lesson studi tidak berpengaruh
60 signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar
50 fisika siswa.
38 Pengujian hipotesis Kedua dilakukan dengan mengambil
40 data dari hasil pretest dan postest dari kelas eksperimen II. Hasil
28
30 pretest dan postest kelas eksperimen II diolah dengan
20 membandingkan selisih kedua mean. Pengujian perbedaan mean
dihitung dengan rumus t-test. Setelah data dianalisis menggunakan
10 uji t diperoleh hasil 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 0.26 dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2,02 pada
0 dk=42 dengan taraf kepercayaan 5%. Didapatkan bahwa 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rata-rata > 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 artinya Ho diterima dan Ha ditolak menunjukkan bahwa
model pembelajaran problem based learning melalui pola lesson
study tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan berpikir
Gambar 2 Histogram Kemampuan Berpikir Kritis Tes Akhir
kritis dan hasil belajar fisika siswa.
Berdasarkan hasil uji hipotesis pertama dan kedua, Ha1 dan
4. Histogram N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil
Ha2 ditolak karena masing masing kelas eksperimen I dan II diberi
Belajar
perlakuan yaitu kelas eksperimen I diberi perlakuan model
a. Kemampuan Berpikir Kritis
pembelajaran problem based learning dan kelas eksperimen II
60.10% diberi perlakuan model pembelajaran inkuiri terbimbing dimana
60% kedua perlakuan yang diberikan pada masing-masing kelas
60.00% berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar
59.90% fisika siswa. Karena dalam analisis uji-t , untuk mendapatkan nilai
59.80% dari t hitung, kita harus mencari selisih rata-rata dari kedua kelas.
Akibat dari kedua perlakuan tersebut berpengaruh maka pada hasil
59.70% uji hipotesis pertama dan kedua, maka Ha1 dan Ha2 ditolak.
59.60% Pengujian hipotesis ketiga dilakukan dengan
59.5% membandingkan hasil dari postest kemampuan berpikir kritis pada
59.50% kelas eksperimen I yang diberi perlakuan model pembelajaran
59.40% problem based learning (PBL) dengan kelas eksperimen II yang
diberi perlakuan model pembelajaran inkuiri terbimbing (IT).
59.30% Berdasarkan data yang didapatkan bahwa Ho ditolak dan Ha
59.20% diterima, ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan
berpikir kritis antara siswa yang mengikuti model pembelajaran
Gambar 3. Histogram Kemampuan Berpikir Kritis problem based learning dengan siswa yang mengikuti model
ISBN: 978-602-74245-0-0 29
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pembelajaran inkuiri terbimbing melalui pola lesson study. pembelajaran inkuiri terbimbing. Hal ini berarti ada hubungan
Berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh pada hasil post test, antara kemampuan berpikir kritis dengan hasil belajar, artinya
menunjukkan bahwa siswa yang mengikuti model pembelajaran apabila siswa memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi maka hasil
problem based learning memiliki kemampuan berpikir kritis sedikit belajarnya juga tinggi begitupun sebaliknya.
lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti model
pembelajaran inkuiri terbimbing, artinya siswa dapat lebih mudah KESIMPULAN DAN SARAN
menumbuh kembangkan kemampuan berpikir kritis mereka melalui Berdasarkan data yang dikumpulkan dan hasil dari analisis
masalah-masalah yang diberikan kepada siswa, siswa bisa data yang diperoleh dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:
menjadi berpikir aktif dan membangun sendiri pengetahuan yang 1. Model pembelajaran problem based learning melalui pola
didapatkan melalui proses pemecahan masalah. Berbeda dengan lesson study tidak berpengaruh signifikan terhadap
siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri terbimbing yang kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar fisika.
menekankan pada belajar mandiri. Siswa yang memiliki 2. Model pembelajaran inkuiri terbimbing melalui pola lesson
kemampuan kurang mengalami kesulitan pada saat proses study tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan
pembelajaran berlangsung. Hal ini sesuai dengan apa yang berpikir kritis dan hasil belajar fisika.
dikemukakan pendapat ahli tentang penggunaan masalah nyata 3. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa
dapat mendorong minat dan keingintahuan peserta didik karena yang mengikuti model pembelajaran problem based learning
mereka mengetahui kebermanfaatan pengetahuan yang dipelajari dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri
[4]. terbimbing melalui pola lesson study. Siswa yang diajar
Pengujian hipotesis keempat dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning
membandingkan hasil dari postest hasil belajar pada kelas memberikan kemampuan berpikir kritis yang lebih tinggi
eksperimen I yang diberi perlakuan model pembelajaran problem dibanding dengan siswa yang diajar menggunakan model
based learning (PBL) dengan kelas eksperimen II yang diberi pembelajaran inkuir terbimbing.
perlakuan model pembelajaran inkuiri terbimbing (IT). Berdasarkan 4. Terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang mengikuti
data yang didapatkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini model pembelajaran problem based learning dengan siswa
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri terbimbing melalui
yang mengikuti model pembelajaran problem based learning pola lesson study. Siswa yang diajar menggunakan model
dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuir pembelajaran problem based learning memberikan hasil
terbimbing melalui pola lesson study. Berdasarkan hasil test akhir belajar fisika yang lebih tinggi dibanding dengan siswa yang
yang dilakukan bahwa siswa yang mengikuti model problem based diajar menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing.
learning memiliki hasil belajar fisika yang lebih baik dibandingkan 5. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis dan hasil
dengan siswa yang mengikuti model inkuiri terbimbing. Pada saat belajar antara siswa yang mengikuti model pembelajaran
proses pembelajaran siswa yang mengikuti model inkuiri problem based learning dengan siswa yang mengikuti model
terbimbing mengalami kesulitan berfikir dalam mengungkapkan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui pola lesson study.
hubungan konsep-konsep, yang tertulis atau lisan sehingga pada Meninjau dari keseluruhan penelitian yang telah dilakukan,
gilirannya siswa menjadi malas belajar (frustasi). Hal ini sesuai maka peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu sebagai berikut:
dengan apa yang dikemukakan pakar pendidikan bahwa 1. Pelaksanaan model pembelajaran problem based learning dan
pengajaran inkur terbimbing lebih cocok untuk mengembangkan inkuiri terbimbing membutuhkan waktu yang relatif lama. Oleh
pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, karena itu, dibutuhkan strategi atau aturan tertentu agar waktu
keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat yang tersedia dapat dimanfaatkan seefektif mungkin sehingga
perhatian [5]. kegiatan pembelajaran dapat berjalan lebih lancar.
Kemudian pengujian hipotesis kelima dilakukan dengan 2. Peneliti merekomendasikan agar kedua tipe model
uji manova. Setelah dianalisis didapatkan harga 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 4,78 pembelajaran ini dapat diterapkan oleh dosen/guru dalam
lebih besar dari 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2.02 sehingga Ho ditolak dan hipotesis proses pengajaran, karena dapat meningkatkan kemampuan
alternatif diterima. Hal ini berarti terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa.
berpikir kritis dan hasil belajar antara siswa yang mengikuti model 3. Peneliti merekomendasikan agar model pembelajaran
pembelajaran problem based learning dengan siswa yang discovery learning diterapkan pada siswa yang memiliki
mengikuti model pembelajaran inkuiri terbimbing melalui pola kemampuan cukup-atas agar dapat lebih efektif pada saat
lesson study. Peranan kemampuan berpikir kritis terhadap proses pembelajaran.
pencapaian hasil belajar dapat terwujud jika pengajar mampu
menyesuaikan model pembelajaran yang digunakan dengan DAFTAR PUSTAKA
karakteristik siswanya. Siswa yang menggunakan model [1] Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
pembelajaran problem based learning memiliki kemampuan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta:
berpikir kritis dan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan model Departemen Pendidikan Nasional.
pembelajaran inkuiri terbimbing, tetapi model inkuir terbimbing [2] Fisher, Alec. 2007. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar.Bandung:
tetap bisa meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil Erlangga.
belajar siswa. Berdasarkan hasil hipotesis pertama dan kedua [3] Sugiyono.2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
sebelumnya, siswa yang mengikuti model pembelajaran problem R&D. Bandung : Alfabeta
based learning memiliki kemampuan berpikir kritis lebih baik [4] Priyatni, Endah Tri. 2014. Desain pembelajaran bahasa
dibandingkan dengan inkur terbimbing, serta siswa yang mengikuti Indonesia dalam Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara.
model problem based learning memiliki hasil belajar yang lebih baik [5] Kurniasih,Imas.2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum
juga dibandingkan dengan siswa yang mengikuti model 2013. Jakarta: Kata Pena.

ISBN: 978-602-74245-0-0 30
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
IMPLEMENTASI TUTOR SEBAYA UNTUK MELATIH KETERAMPILAN PROSES SAINS
Arshy Prodyanatasari
Fakultas Ilmu Kesehatan, Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
Email: r.shy.sari@gmail.com

Abstrak: Kemampuan keterampilan proses sains mahasiswa pada mata kuliah Teknologi Analisa Fisika masih rendah. Hal ini dikarenakan
persepsi mahasiswa tentang sulitnya mata kuliah fisika dan orientasi pembelajaran yang hanya ditekankan pada rumus-rumus fisika tanpa
adanya aplikasi dan contoh nyata dalam bidang kefarmasian. Kegiatan pembelajaran cenderung berpusat pada dosen, sehingga aktivitas
dan kreativitas serta proses perolehan informasi yang dilakukan oleh mahamahasiswa sangat sedikit. Hal ini menyebabkan
mahamahasiswa menjadi pasif selama proses pembelajaran dan kurang termotivasi untuk mencari informasi-informasi terkait materi yang
dipelajari. Selain itu pengkotak-kotakan rumpun ilmu juga menjadi penghambat proses pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut diperlukan
pelatihan keterampilan proses sains untuk meningkatkan peran aktif mahasiswa dalam pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan solusi peningkatan kemampuan keterampilan proses sains, motivasi belajar, dan hasil belajar mahamahasiswa pada mata
kuliah Teknologi Analisa Fisika, khususnya pada materi Fluida melalui implementasi tutor sebaya. Implementasi tutor sebaya untuk melatih
keterampilan proses sains dipandu dengan Lembar Kegiatan Mahamahasiswa (LKM). Subjek penelitian adalah mahamahasiswa D-3
Analisis Farmasi dan Makanan Tahun Akademik 2014/2015 yang berjumlah 20 mahasiswa dengan desain penelitian pretes-postes
kelompok tunggal. Analisis data menggunakan analisis deskriptif dan analisis statistik inferensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
keterlaksanaan pembelajaran berjalan dengan baik sesuai dengan SAP, kemampuan keterampilan proses mahasiswa mengalami
peningkatan dengan ketuntasan klasikal sebesar 92,15%. Ketuntasan hasil belajar produk pada materi Fluida secara klasikal sebesar
87,50%. Simpulan dari hasil analisis statistika inferensial menunjukkan bahwa implementasi tutor sebaya untuk melatih keterampilan
proses sains berpengaruh positif untuk meningkatkan kemampuan keterampilan proses dan hasil belajar mahasiswa pada materi Fluida.

Kata Kunci: Tutor Sebaya, Keterampilan Proses Sains, Fluida

PENDAHULUAN Adanya implementasi keterampilan proses dapat


Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh membantu mahasiswa untuk lebih aktif dalam proses perolehan
melalui latihan yang melibatkan kemampuan kognitif dan materi, sehingga mahasiswa tidak hanya memfungsikan indera
kemampuan kinerja untuk membangun suatu gagasan atau penglihatan dan pendengaran saja tetapi menggunakan
pengetahuan baru, untuk meyakinkan dan menyempurnakan suatu kemampuan dan keterampilan mereka dalam proses perolehan
gagasan yang sudah terbentuk dan hasilnya tampak dalam bentuk informasi tersebut.
kreativitas. Keterampilan proses meliputi dua tahap, yaitu: tahap Salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai
merencanakan eksperimen dan tahap melakukan eksperimen. mahasiswa dalam perkuliahan Teknologi Analisa Fisika adalah
Pada tahap merencanakan eksperimen, meliputi: merumuskan menggunakan alat ukur. Kompetensi dasar tersebut dapat
masalah, merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, definisi dijabarkan menjadi indikator-indikator, antara lain cara
operasional variabel, merencanakan alat dan bahan, dan penggunaan alat ukur yang benar, cara mengukur yang tepat, dan
menyusun urutan langkah kerja dalam melakukan eksperimen. membaca skala ukur pada alat ukur, serta cara melakukan analisis
Pada tahap kedua yaitu tahap melakukan eksperimen, hasil pengukuran yang benar. Untuk mencapai indikator-indikator
meliputi: pengambilan data, analisis data, dan membuat simpulan. tersebut dapat dilakukan dengan melatihkan keterampilan-
Keterampilan proses tersebut perlu dilatihkan kepada mahasiswa keterampilan penggunaan alat ukur, sehingga mahasiswa tidak
dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan hanya melihat dan mendengar dosen mendemonstrasikan atau
mahasiswa dalam menemukan dan mengimplementasikan menjelaskan, tetapi mahasiswa melakukan sendiri proses tersebut.
konsep-konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Adanya Berdasarkan uraian tersebut, pentingnya keterampilan
keterampilan proses akan menjadikan pembelajaran lebih proses untuk memperoleh informasi sangat diperlukan. Adanya
bermakna karena mahasiswa menemukan sendiri informasi yang keterampilan proses membantu mahasiswa lebih mahir dalam
dibutuhkan. Pada keterampilan proses lebih mengutamakan menggunakan alat ukur dengan benar.
proses perolehan informasi, sehingga mahasiswa dituntut untuk Berdasarkan latar belakang permasalahan yang
lebih aktif dalam proses pembelajaran. dikemukakan di atas, peneliti tertarik mengimplementasikan tutor
Berdasarkan hasil obeservasi dan wawancara diperoleh sebaya untuk melatih keterampilan proses sains. Mahasiswa yang
data bahwa dalam proses pembelajaran, dosen cenderung memilih dipilih sebagai tutor adalah mahasiswa yang memiliki kemampuan
pendekatan dan strategi pembelajaran yang hanya mengacu dan dipandang pandai di kelas serta telah tuntas terhadap bahan
mahasiswa untuk mengingat dan menghafal konsep-konsep yang perkuliahan. Mahasiswa tersebut dipilih berdasarkan IPK semester
ada tanpa ada pemberian contoh nyata yang ada di sekitar serta sebelumnya, wawancara berkaitan dengan mata kuliah Teknologi
kurangnya implementasi dari konsep-konsep yang diperoleh. Analisa Fisika, serta konsep-konsep Fisika yang dikuasai
Proses pembelajaran hanya menggunakan metode ceramah mahasiswa, serta hasil pretes mata kuliah Teknologi Analisa Fisika.
dengan cara komunikasi satu arah dengan 90% keaktifan terletak Mahasiswa yang telah terpilih menjadi calon tutor,
pada pengajar, sedangkan mahasiswa hanya memfungsikan kemudian dibimbing dan dilatih keterampilan proses oleh dosen.
indera penglihatan dan pendengaran saja. Proses pembelajaran Keterampilan yang dilatihkan kepada calon tutor sampai para calon
juga lebih menekankan pada hasil (produk) dan kurang tutor dapat dianggap mampu dan mahir dalam membimbing
memperhatikan proses perolehan materi. keterampilan proses kepada temannya. Aspek-aspek keterampilan
proses yang dilatikan dosen kepada calon tutor sama dengan

ISBN: 978-602-74245-0-0 31
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
aspek-aspek keterampilan proses yang akan dilatihkan calon tutor untuk melatih keterampilan proses sains pada materi Fluida
kepada teman sekelasnya. terhadap hasil belajar mahasiswa.
Calon tutor yang telah mendapat bimbingan dan latihan
keterampilan proses dari dosen, kemudian diseleksi lagi untuk METODE PENELITIAN
mendapatkan tiga orang tutor yang lebih mahir dan mampu Penelitian ini merupakan praksperimen dengan
melatihkan keterampilan proses sains kepada teman sekelasnya. menggunakan rancangan penelitian pretes-postes kelompok
Calon tutor yang telah terpilih menjadi tutor akan tunggal dan analisis menggunakan uji Wilcoxon untuk menguji
bertugas membimbing dan melatih keterampilan proses kepada hipotesis penelitian. Populasi penelitian ini adalah seluruh
mahasiswa dalam meyelesaikan suatu permasalahan yang mahasiswa Prodi D-3 Analisis Farmasi dan Makanan Tingkat 1
diberikan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Semester Genap Tahun Akademik 2014/2015 berjumlah 20
Implementasi tutor sebaya untuk melatih keterampilan mahasiswa.
proses mahasiswa bertujuan untuk meningkatkan keaktifan Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: (1)
mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan dan meningkatkan hasil keterlaksanaan implementasi tutor sebaya untuk melatih
belajar mahasiswa. Hasil belajar merupakan perubahan tingkah keterampilan proses sains, (2) kemampuan keterampilan proses
laku sebagai akibat dari proses belajar yang dapat diukur secara sains mahasiswa, dan (3) hasil belajar produk mahasiswa. Data
langsung. Hasil belajar, meliputi ranah kognitif, ranah afektif, dan dikumpulkan melalui lembar pengamatan yang dilakukan oleh dua
ranah kinerja. orang pengamat, tes hasil belajar proses, dan tes hasil belajar
Setiap ranah memiliki beberapa tingkatan, misalnya produk.
untuk ranah kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu: (1) Instrumen penelitian yang digunakan, antara lain lembar
pengetahuan atau ingatan; (2) pemahaman; (3) penerapan; (4) pengamatan keterlaksanaan pembelajaran, lembar keterlaksanaan
sintesis; (5) analisis; dan (6) kreasi. Pada penelitian ini, hasil belajar tutorial keterampilan proses oleh tutor sebaya, tes hasil belajar
yang diamati ditekankan pada ranah kognitif dan ranah kinerja. proses, dan tes hasil belajar produk. Adapun teknik pengumpulan
Hasil belajar mahasiswa akan dikatakan tuntas jika nilai yang data menggunakan Lembar Pengamatan dan Tes Hasil Belajar.
diperoleh mahasiswa mencapai standar kompetensi Minimal Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah
(SKM) yang ditentukan oleh Program Studi. SKM yang ditentukan analisis deskriptif dan analisis statistik inferensial. Analisis
oleh Prodi D-3 Anafarma adalah 55 atau setara dengan nilai huruf deskriptif bertujuan untuk menjabarkan hasil penelitian dalam
C. bentuk persentasi, grafik, dll. Hasil penelitian yang menggunakan
Implementasi tutor sebaya untuk melatih keterampilan analisis deskriptif adalah keterlaksaan pembelajaran dan
proses mahasiswa didasarkan atas teori belajar konstruktivis dan keterlaksanaan tutorial keterampilan proses oleh tutor sebaya.
teori belajar kognitif. Pada teori belajar konstruktivis menekankan Analisis statistik inferensial digunakan untuk menguji
pada peran aktif mahasiswa dalam membangun pemahaman, hipotesis penelitian. Adapn hipotesis penelitian yang akan diuji,
menemukan dan menerapkan informasi komplek, mengecek yaitu adakah pengaruh implementasi tutor sebaya terhadap
informasi baru dibandingkan dengan aturan lama, dan kemampuan keterampilan proses sains mahasiswa dan adakah
memperbaiki aturan lama itu apabila tidak sesuai lagi. Teori ini lahir pengaruh implementasi tutor sebaya untuk melatih keterampilan
dari gagasan Piaget dan Vigotsky. proses sains terhadap hasil belajar mahasiswa pada materi Fluida.
Salah satu prinsip penting yang dikemukakan Vigotsky
adalah scaffolding. Scaffolding, yaitu dukungan tahap demi tahap HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
untuk belajar dan pemecahan masalah. Scaffolding ini didasarkan A. Hasil
pada konsep pembelajaran dengan bantuan, yaitu metode Hasil pengamatan keterlaksanaan pembelajaran yang
mengajar dimana dosen memandu pengajaran sedemikian rupa, dilakukan oleh dosen mendapatkan nilai rata-rata untuk setiap
sehingga mahasiswa akan menguasai tuntas dan aspek yang diamati ≥3,00. Hal ini dapat dikategorikan bahwa
mendarahdagingkan keterampilan yang memungkinkan proses pembelajaran yang dilakukan dosen berjalan dengan baik
pemfungsian kognitif yang lebih tinggi. sesuai dengan rencana yang dimuat dalam Satuan Acara
Pada teori belajar kognitif lebih mementingkan proses Perkuliahan (SAP).
belajar daripada hasil belajar. Teori ini menekankan bahwa perilaku Hasil pengamatan terhadap keteraksanaan tutorial
seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang keterampilan proses sains yang dilakukan olen tutor sebaya
situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya, sehingga mendapatkan hasil yang baik juga. Hal ini terlihat dari hasil
keterampilan proses sangat penting untuk dilatihkan kepada penilaian pengamat terhadap proses tutorial berdasarkan lembar
mahasiswa. pengamatan tutorial keterampilan proses yang mendapat nilai rata-
Menurut Suyono (2011:75), pendekatan kognitif dalam rata ≥3,00.
kaitannya dengan teori pemrosesan informasi, unsur terpenting Pada pertemuan berikutnya setelah proses pembelajaran
dalam proses belajar adalah pengetahuan yang dimiliki setiap SAP 3, mahasiswa diberikan posttes yang meliputi tes hasil belajar
individu sesuai dengan situasi belajarnya. Perspektif kognitif proses dan tes hasil belajar produk. Berdasarkan tes tersebut
membagi jenis pengetahuan menjadi tiga, yaitu: pengetahuan diperoleh nilai postes tes hasil belajar proses dan tes hasil belajar
deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional. produk.
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Berdasarkan nilai pretes tes hasil belajar proses yang
Mengevaluasi keterlaksanaan implementasi tutor sebaya untuk diperoleh di awal pertemuan sebelum pembelajaran SAP 1,
melatih keterampilan proses sains pada materi Fluida, (2) kemudian dibandingkan dengan hasil postes di akhir pembelajaran
Mengevaluasi pengaruh implementasi tutor sebaya terhadap dan dianalisis ketuntasan mahasiswa yang mengikuti
kemampuan keterampilan proses sains mahasiswa pada materi pembelajaran. Data nilai pretes dan postes kemudian dianalisis
Fluida, dan (3) Mengevaluasi pengaruh implementasi tutor sebaya menggunakan uji normalitas untuk mengetahui apakah sampel
berdistribusi normal atau tidak dan uji homogenitas. Perhitungan
ISBN: 978-602-74245-0-0 32
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
untuk uji normalitas dan homogenitas menggunakan software Tutor sebaya membimbing mahasiswa untuk menyelesaikan
SPSS for Windows versi 15.0. diperoleh bahwa sampel tidak tugas-tugas yang terdapat pada LKM tahap demi tahap. Langkah-
berdistribusi normal dan homogen, maka salah satu syarat untuk langkah menyelesaikan tugas yang bertahap bermanfaat untuk
menggunakan uji-t tidak terpenuhi. Jika salah satu syarat uji-t tidak melatih keterampilan proses sains mahasiswa dan membantu anak
terpenuhi, maka analisis inferensial menggunakan statistik mampu berfikir induktif, yaitu mampu menemukan konsep
nonparametrik, yaitu uji Wilcoxon. berdasarkan persoalan yang diberikan.
Berdasarkan uji Wilcoxon yang dilakukan dengan Adanya pelatihan keterampilan proses akan membuat
menggunakan software SPSS for Windows versi 15.0 diperoleh pembelajaran menjadi lebih bermakna, sehingga mahasiswa lebih
nilai signifikansi sebesar 0,000 dan nilai signifikansi ini lebih lama dalam mengingat materi yang diperoleh, karena memori
kecildari 0,050. Jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari tersebut akan masuk kedalam memori jangka panjang mahasiswa.
0,050; maka hipotesis null ditolak. Jika hipotesis null ditolak. Jadi Proses pembelajaran ini tidak hanya menekankan pada hasilnya
implementasi tutor sebaya berpengaruh positif terhadap tetapi juga pada proses perolehan informasi mahasiswa. Hal ini
kemampuan keterampilan proses mahasiswa. dimaksudkan agar mahasiswa dapat menguasai kompetensi dasar
Data yang digunakan untuk uji hipotesis pada rumusan yang diharapkan.
masalah ketiga adalah nilai pretes dan postes THB produk Berdasarkan hasil penilaian keterampilan proses untuk tiap
mahasiswa. Berdasarkan nilai pretes dan postes THB produk, kelompok, diketahui bahwa kemampuan keterampilan proses tiap
dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas kelompok berkategori baik. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata tiap
Berdasarkan uji Wilcoxon terhadap nilai pretes dan postes kelompok diatas 3,00. Hasil penilaian terhadap kemampuan
THB produk, diperoleh bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 dan keterampilan proses sains pada saat menyelesaian persoalan yang
lebih kecil dari 0,050. Hal ini berarti bahwa hipotesis null ditolak dan terdapat pada LKM telah menunjukkan bahwa mahasiswa telah
hipotesis alternatif diterima. Jika hipotesis null ditolak, maka dapat tuntas dan menguasai aspek-aspek keterampilan proses yang
disimpulkan bahwa implementasi tutor sebaya untuk melatih dilatihkan. Setelah kegiatan pembelajaran, mahasiswa diberikan
keterampilan proses sains berpengaruh positif terhadap hasil tes hasil belajar proses untuk mengetahui kemampuan
belajar mahasiswa. keterampilan proses mahasiswa secara individu.
Tes hasil belajar proses terdiri dari sepuluh soal essay yang
B. Pembahasan mencerminkan aspek-aspek keterampilan proses yang sudah
Proses pembelajaran yang dilakukan adalah menekankan dilatihkan kepada mahasiswa. Hasil yang diperoleh pada tes hasil
pada proses belajar dengan bantuan atau scaffolding dari teman belajar proses menunjukkan peningkatan antara nilai pretes dan
sebaya agar mahasiswa mampu menemukan sendiri konsep atau postes mahasiswa. Perbedaan hasil yang cukup signifikan
informasi penting, sehingga mampu mengimplementasikan dalam menunjukkan bahwa implementasi tutor sebaya efektif digunakan
kehidupan sehari-hari. untuk melatih keterampilan proses sains.
Adanya implementasi dari konsep dan informasi yang Pada tes hasil belajar proses ditemukan 17 mahasiswa
diperoleh menjadikan pembelajaran lebih bermakna. Hal ini (85,00%) telah tuntas dalam menguasai keterampilan proses yang
mengingat bahwa mahasiswa merupakan unsur pokok dalam dilatihkan dan 3 mahasiswa (15,00%) belum tuntas. Ketuntasan
pengajaran, maka mahasiswa yang harus menerima dan mencapai klasikal yang diperoleh sebesar 85,00%, hal ini menunjukkan
berbagai informasi pengajaran yang pada akhirnya dapat bahwa pelatihan keterampilan proses yang dilakukan oleh tutor
mengubah tingkah laku sesuai dengan yang diharapkan. sebaya dapat dikatakan berhasil. Mahasiswa yang belum tuntas
Proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh tutor sebaya pada tes hasil belajar proses disebabkan karena satu mahasiswa
pada masing-masing kelompok akan membantu proses sering absen (tidak mengikuti perkuliahan) dan dua mahasiswa
pemagangan kognitif mahasiswa. Proses pemagangan kognitif lainnya kurang aktif dan tidak bis mengikuti kegiatan pembelajaran
mahasiswa merupakan proses dimana seorang mahasiswa secara dengan baik dikarenakan kurangnya pengetahuan yang mereka
tahap demi tahap akan mencapai tingkat kepakaran dalam miliki serta ketidakingintahuan tentang materi yang sedang
berinteraksi dengan pakar. Pakar dalam pemagangan kognitif dipelajari, serta kebiasaan malas dan mencontek dalam
dapat berasal dari dosen, orang dewasa, maupun teman sebaya menyelesaikan tugas yang diberikan dosen. Berdasarkan hasil
yang lebih tinggi pengetahuannya. Proses pemagangan kognitif wawancara dengan kedua mahasiswa diperoleh bahwa kedua
yang diberikan harus berada dalam zona perkembangan terdekat mahasiswa tidak mengerti mengenai tugas yang harus
dari mahasiswa pada usia tersebut. Hal ini dimaksudkan agar diselesaikan tiap kelompok, sehingga mereka hanya diam dan
perkembangan mahasiswa, baik perkembangan kemampuan melihat anggota kelompoknya melakukan eksperimen dan mereka
akademik maupun interaksi sosial sedikit diatas tingkat tinggak mencontek hasil yang diperoleh kelompok kerjanya.
perkembangan mahasiswa seusianya. Proses pemagangan Pada hasil postes, persentase mahasiswa yang tuntas
kognitif dapat dilatihkan dengan pembelajaran scaffolding. sudah melebihi 75%, maka pelatihan keterampilan proses sains
Pembelajaran scaffolding yang diberikan oleh tutor sebaya dapat dikategorikan tuntas dan tujuan pembelajaran telah tercapai.
akan membuat mahasiswa menjadi lebih aktif dalam menggali Untuk skor peningkatan yang diperoleh mahasiswa pada uji awal
pengetahuan dan menemukan konsep serta informasi baru. Sesuai (U1) dan uji akhir (U2) terdapat skor peningkatan tiap mahasiswa
dengan teori belajar kognitif, pembelajaran scaffolding lebih antara 45-70, sehingga besarnya skor peningkatan rata-rata
menekankan pada proses belajar daripada hasil belajar. Pada saat secara klasikal sebesar 61,92.
kegiatan pembelajaran, akan terjadi pemrosesan informasi baru, Adanya perbedaan nilai rata-rata pretes dan postes yang
sehingga mahasiswa akan menyimpan informasi baru tersebut dan signifikan, terlihat dari nilai rata-rata mahasiswa setelah
menghubungkannya dengan informasi awal yang telah pembelajaran jauh lebih baik daripada uji awal. Hal ini berarti
diperolehnya. adanya implementasi tutor sebaya mampu meningkatkan
LKM yang dibuat oleh peneliti bertujuan sebagai panduan kemampuan keterampilan proses sains mahasiswa. Apabila
dalam melatihkan keterampilan proses sains kepada mahasiswa. keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh tutor sebaya
ISBN: 978-602-74245-0-0 33
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dalam melatih keterampilan proses sains berjalan baik dan Brady, L. 1995. Curriculum Development. Australia: Prentice Hall
diperoleh nilai keterlaksanaan yang memuaskan, maka of Australia Pty Ltd.
kemampuan keterampilan proses yang dikuasai mahasiswa juga Carin, A. A. 1993. Teaching Modern Science. New York: Macmillan
akan semakin baik. Publishing Company.
Pada hasil postes tes hasil belajar produk, persentase Cism, N. V. N. 2007. Peer Review of Teaching. Bolton: Anker
mahasiswa yang tuntas sudah melebihi 75%, maka pembelajaran Publishing Company, Inc.
pada materi Fluida dapat dikategorikan tuntas dan tujuan Collete, Alfred T., and Chiappetta, Eugene L. 1994. Science
pembelajaran telah tercapai. Untuk skor peningkatan yang Insruction In The Middle and Secondary Schools Third
diperoleh mahasiswa pada uji awal (U1) dan uji akhir (U2) terdapat Edition. New York: Macmillan Publishing Company.
skor peningkatan tiap mahasiswa antara 40-75, sehingga besarnya Dimyati & Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
skor peningkatan rata-rata secara klasikal sebesar 55,81. Adanya Rineka Cipta.
perbedaan nilai rata-rata pretes dan postes yang signifikan, terlihat Gray, K., Steer D., McConnell D., and Owens K. 2010. “Using a
dari nilai rata-rata mahasiswa setelah pembelajaran jauh lebih baik Student Manipulated Model to Enhance Student in a Large
daripada uji awal. Lecture Class”. Review of Educational Research. Diakses
Pada tes hasil belajar produk ditemukan 16 mahasiswa melalui http://www. highbeam.com/doc/1G1-2351946
(80,00%) telah tuntas dalam menguasai keterampilan proses yang 09.html pada tanggal 2 September 2015.
dilatihkan dan 4 mahasiswa (20,00%) belum tuntas. Ketuntasan Groundlund, N. E. 1985. Constructing Achievement Test. Fifth
klasikal yang diperoleh sebesar 80,00%, hal ini menunjukkan Edition. New York: Prentive Hall, Inc.
bahwa pelatihan keterampilan proses yang dilakukan oleh tutor Indahwati, S. 2004. “Pengembangan Perangkat Pembelajaran
sebaya dapat meningkatkan kemampuan kinerja mahasiswa. Fisika SLTP Materi Tekanan dengan Model Penemuan
Ketidaktuntasan yang dialami ketiga mahasiswa Terbimbing Berorientasi Pendekatan Keterampilan
dikarenakan waktu yang diberikan dalam mengerjakan tugas Proses”. Tesis Magister Pendidikan, Universitas Negeri
kinerja terlalu sedikit, sehingga tidak cukup untuk menyelesaikan Surabaya.
tes produk yang diberikan. Jika waktu yang diberikan untuk Julianto, Suprayitno, dan Supriyono. 2011. Teori dan Implementasi
mengerjakan soal-soal sesuai dengan yang dibutuhkan, ketiga Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surabaya: University
mahasiswa tersebut yakin dapat menyelesaikan tes produk dengan Press Unesa.
baik. Berbeda dengan satu mahasiswa yang juga belum tuntas Kemp, J. E., Morrison. G. R., Ross, S. M. 1994. Designing Effective
dalam pembelajaran. Ketidaktuntasan pembelajaran pada Instruction. New York: Merril.
mahasiswa ini mahasiswa tersebut tidak pernah mengikuti McGee, G. G., Almeida, M. C., AzmRoFP, B. S., and Fedman, A.
perkuliahan (absen). R. 1992. “Promoting Reciprocal Interactions Via Peer
Incidental Teaching”. Review of Educational Research.
SIMPULAN diakses melalui http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa /articles/PMC1279660/pdf/jaba00015-0119.pdf pada
implementasi tutor sebaya berpengaruh positif terhadap tanggal 1 Januari 2011.
keterampilan proses sains dan hasil belajar konsep pada materi Mellita, D. 2008. “Metode Pembelajaran Peer Teaching dan
Fluida. Problem Based Learning untuk Memotivasi Sosialisasi
dalam Kelas Pada Pembelajaran Statistika”. Jurnal Online.
DAFTAR PUSTAKA Diakses melalui http://isjd.pdii.lipi. go.id/
Anderson L. W. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and admin/jurnal/12088798.pdf pada tanggal 10 Januari 2011.
Assessing. New York: Addison Wesley Longman, Inc. Slavin, R. E. 1994. Educational Psycology Theory and Practice.
Arends, R. I. 1997. Clasroom Instruction and Management. United Boston: Allyn and Bacon.
States of America: McGraw-Hill Companies, Inc. Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung:
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik PT. Remaja Rosda Karya.
Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta. Tipler. 1996. Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga Jilid 2.
Arikunto, S. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Terjemahan Soegijono. Jakarta: Erlangga.
Bumi Aksara. Tuckman, B. W. 1978. Conducting Educational Research, Second
Borich, G. D. 1994. Observational Skill for Effective Teaching. Edition. New York: Harcourt Brace Jovanovich.
Englewood Clift: Merril Publishers.

ISBN: 978-602-74245-0-0 34
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
MENDORONG MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA MELALUI PENERAPAN MODUL
BERKARAKTER RELIGIUS
Aticha Bucit Syamzuli1, Yusran Khery2, Muhali3
1Praktisi pendidikan
2,3Dosen Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram

Email:Atichaucitz36@gmail.com

Abstrak:Makalah ini mendeskripsikan tentang hasil penelitian yang mempelajari pengaruh penerapan modul struktur atom berkarakter
relugius terhadap motivasi dan hasil belajar kimia siswa. Penelitian ini tergolong ke dalam jenis quasi experimental research dengan
menggunakan rancangan pretest-posttest control group design. Sampel terdiri dari 2 kelas yaitu kelas eksperimen yang dibelajarkan
dengan modul berkarakter religius dan kelas kontrol yang dibelajarkan dengan modul konvensional. Pengumpulan data dilakukan
menggunakan angket motivasi belajar dan tes hasil belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata motivasi belajar siswa di
kelas eksperiman sebesar 81,65 lebih tinggi dari kelas kontrol sebesar 77,6. Sedangkan rata-rata hasil belajar siswa di kelas eksperimen
lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hasil uji-t terhadap data hasil belajar dengan bantuan SPSS 16.0 for windows menunjukkan nilai
signifikansi sebesar 0.024 ≤ 0.05. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa modul berkarakter religius dapat mendorong motivasi belajar
dan hasil belajar kimia siswa.

Kata kunci: Motivasi Belajar, Hasil Belajar, Modul Berkarakter Religius.

PENDAHULUAN dasar kimia. Salah satu cara untuk mengkomunikasikan konsep-


Berbagai permasalahan muncul di dunia pendidikan konsep kimia yang terkandung dalam materi pelajaran yang
karena rendahnya motivasi belajar siswa. Seperti banyaknya disajikan di kelas agar siswa termotivasi untuk belajar dengan
pencapaian hasil belajar siswa yang rendah, keinginan mencapai menggunakan proses pembelajaran yang dikaitkan dengan agama
cita-cita dengan instan dan tawuran antar pelajar. Survei tentang islam (dalil-dalil al-qur’an). Berdasarkan hasil penelitian kegiatan
kemampuan siswa Indonesia pada artikel online tahun 2013, pada sosialisasi internalisasi tauhid melalui materi termokimia sangat
tahun 2007 survei ‘Trends in International Math and Science’ efektif berdasarkan hasil pandangan siswa terhadap internalisasi
Global Institute mencatat hanya 5% siswa Indonesia mampu nilai tauhid melalui materi kimia yang positif dengan tingkat
mengerjakan soal berkategori tinggi yang memerlukan penalaran. internalisasi rata-rata 79%. Selain itu, kegiatan ini juga dapat
Sebanyak 78% siswa Indonesia justru dapat mengerjakan soal- memotivasi kelompok siswa yang memiliki kemampuan kognitif
soal kategori rendah yang hanya memerlukan hafalan, hasil lainnya termokimia rendah sehingga tidak terbedakan dengan kelompok
yaitu catatan Programme for International Student Assessment siswa yang memiliki kemampuan kognitif tinggi dalam hal ini
(PISA) tahun 2009, Indonesia menempati peringkat 10 besar memberikan konstribusi terhadap perolehan rata-rata tingkat
terbawah dari 65 negara peserta PISA. Survei diadakan setiap tiga internalisasi nilai tauhid yang tinggi (Ayi, 2013).
tahun sekali sejak 2000 (Nur, 2014). Salah satu penyebab menurunnya hasil belajar siswa
Menurut catatan PISA pada tahun 2009, siswa di adalah metode guru masih dominan menggunakan metode
Indonesia secara umum hanya dapat menguasai pelajaran sampai konvensional atau metode ceramah dan tanya jawab. Metode ini
level 3 saja, sedangkan banyak siswa negara lain yang menguasai apabila digunakan secara berulang-ulang, maka selain tidak
pelajaran hingga level 4, 5, bahkan 6. Survei Global Institute 2007 menimbulkan motivasi belajar siswa juga menjadi jenuh dan proses
dan hasil PISA 2009 dirangkum dalam satu kesimpulan: prestasi pembelajaran menjadi sangat membosankan (Muratni, 2011).
siswa Indonesia rendah dibanding negara lain. Sedangkan Integrasi sains (kimia) dan agama diharapkan dapat
perolehan hasil survey PISA tahun 2013 menyatakan bahwa dari berkembang luas dalam pembelajaran di sekolah atau madrasah,
total 65 negara dan wilayah yang masuk survei PISA, Indonesia sehingga integrasi tidak hanya menjadi wacana menuju spiritualitas
menduduki ranking ke-64. Rendahnya prestasi siswa Indonesia sains, tetapi menjadi fakta pembelajaran yang meningkatkan
tidak hanya karena motivasi belajar, namun juga faktor pengajaran, kompetensi intelektual dan spiritual peserta didik. Oleh karena itu,
lingkungan belajar siswa dan kemampuan dari siswa sendiri (Nur, Islam harus menjadi ciri utama dari seluruh materi pembelajaran di
2014). sekolah atau madrasah. Ayat-ayat Al Qur’an atau hadits dapat
Salah satu cara meningkatkan motivasi belajar siswa menjadi bagian yang memperdalam atau memperluas suatu kajian
yaitu dengan menerapkan perangkat pembelajaran berupa modul. konsep-konsep Kimia (Nurul, 2013).
Terutama modul yang dikaitkan dengan ajaran agama islam,
dimana materi kimia dikaitkan dengan dalil-dalil al-qur’an. METODE
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arifudin Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu
Muhammad tahun 2014, pada tahap uji kelayakan dosen ahli, guru (quasi experimental research) dengan desain penelitian
bidang studi dan uji coba kelompok siswa secara berurutan Randomized Control Group Pretest-Postest Design. Pada desain
masing-masing memberikan penilaian dengan rata-rata ini kelompok eksperimen diberi perlakuan dan kelompok kontrol
persentase kelayakan sebesar, 85%, 80% dan 94%. Secara tidak diberi perlakuan. Secara ringkas desain penelitian dapat
keseluruhan prototipe berupa bahan ajar cetak jenis modul kimia dilihat pada tabel 1.
berkarakter religius pada materi struktur atom dinyatakan layak dan Tabel 1. Randomized Control Group Pretest-Postest Design
dapat digunakan dalam pembelajaran. Kelompok Pre test Perlakuan Posttest
Dalam membelajarkan siswa secara efektif, efisien dan Eksperimen (E) HB1, M1 X1 HB3, M3
berkesinambungan, maka siswa perlu memahami konsep-konsep Kontrol (K) HB2, M2 X2 HB4, M4
ISBN: 978-602-74245-0-0 35
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Keterangan:
HB1,HB2 : hasil belajar siswa pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol pada 100
pretest 90
M1, M2 : motivasi siswa pada kelompok eksperimen
80
dan kelompok kontrol pada pretest
HB3,HB4 : belajar siswa pada kelompok eksperimen 70
dan kelompok kontrol pada posttest 60
M3, M4 : motivasi siswa pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol pada posttest 50 96.6 92
X1 : Perlakuan terhadap kelompok eksperimen 40
yaitu dengan menerapkan modul struktru 30
60
56
atom berkarakter religius
X2 : Perlakuan terhadap kelompok kontrol yaitu 20
dengan menerapkan modul konvensional 10
Teknik pengumpulan data berupa tes pilihan ganda yang
0
bertujuan untuk mengukur hasil belajar siswa dalam rana kognitif. pretets pretets posttets posttets
Adapun angket motivasi belajar bertujuan untuk mengukur kelas kelas kelas kelas
seberapa besar motivasi belajar siswa. eksperimen kontrol eksperimen kontrol
Data hasil belajar siswa dianalisis menggunakan uji-t
dengan bantuan SPSS 16.0 for windows. Sebelum dilakukan Gambar 1:Grafik Motivasi Belajar Siswa
pengujian hipotesis dilakukan uji prasyarat yakni uji normalitas dan
uji homogenistas varians. Berdasarkan grafik diatas dapat disimpulkan bahwa nilai
angket motivasi belajar kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan
HASIL DAN PEMBAHASAN kelas kontrol baik pretest maupun posttest.
a. Motivasi Belajar
Penilaian motivasi belajar siswa dilakukan dengan b. Hasil Belajar
menggunakan angket. Pada tiap pertemuan motivasi belajar siswa Adapun data hasil belajar siswa berdasarkan hasil
selalu diamati oleh peneliti dan observer melalui lembar pengujian hipotesis diperoleh nilai signifikansi (sig) sebesar 0,024,
pengamatan. Angket motivasi belajar siswa juga dibagikan kepada karena signifikan < 0,05 sehingga dapat disimpulkam bahwa modul
siswa sebelum melakukan pembelajaran dan sesudah berkarakter religius berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hal
pembelajaran untuk melihat motivasi belajar siswa menurut ini dapat dilihat dari nilai rata-rata untuk kelas eksperimen yaitu
individu siswa masing-masing. 88,6 dengan ketuntasan klasikal sebesar 90% dan nilai rata-rata
Berdasarkan data pretest angket motivasi belajar, untuk kelas kontrol yaitu 82,15 dengan ketuntasan klasikal sebesar
diperoleh hasil pretest kelas eksperimen memiliki skor tertinggi 60 85%. Adapun grafik persentase ketuntasan klasikal pada grafik 2 :
pada katagori sedang dan skor terendah 53,3 pada katagori
rendah, sedangkan kelas kontrol memiliki skor tertinggi 56 pada
katagori sedang dan skor terendah 49,3 pada katagori rendah. Dan 90
data hasil posttest angket motivasi belajar kelas eksperimen 89
memiliki skor tertinggi 96 dan skor terendah 67,3, sedangkan kelas 88
kontrol memiliki skor tertinggi 92 dan skor terendah 63,3. Hal ini 87
dikarenakan Pada kelas eksperimen setiap pemberian tugas dan 90
86
latihan soal siswa terlihat sangat antusias dalam mengerjakan soal
evaluasi yang ada pada modul berkakter religius yang disertakan 85
ayat-ayat Al-Qur’an sehingga memiliki skor tertinggi. Grafik 84 85
motivasi belajar siswa sebelum (pretets) dan sesudah 83
pembelajaran pada gambar 1. 82
kelas kelas kontrol
eksperimen

Gambar 2 : Grafik Ketuntasan Klasikal

Perbedaan hasil belajar tersebut disebabkan karena


perbedaan perlakukan. Hal ini dikarenakan pembelajaran
menggunakan modul berkarakter religius kegiatan belajarnya
dikaitkan dengan pemehaman ajaran agama islam dan bagaimana
hubungan materi struktur atom dengan dalil-dalil al-qur’an dan
sunnah. Dengan diterapkannya modul berkarakter religius
membuat siswa lebih aktif belajar karena siswa tidak perlu mencari
bahan atau materi dari beberapa referensi, membimbing siswa
untuk aktif belajar, mengalami sendiri pengalaman-pengalaman

ISBN: 978-602-74245-0-0 36
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
belajar salah satunya melalui latihan-latihan yang ada pada modul. DAFTAR PUSTAKA
Dengan demikian akan memberikan dampak positif pada Darmana, Ayi. 2013. Pandangan Siswa Internalisasi Nilai Tauhid
peningkatan hasil belajar siswa. Melalui Materi Termokimia.SMA Al-Azhar Medan
Sumatra utara: FPMIPA Universitas Lampung.
Rata-rata Hasil Fauziyah, Nur.2014. Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi
Rendahnya Motivasi Belajar Siswa Kelas IX Smp Negeri
Belajar 22 Semarang Tahun Ajaran 2013/2014.Semarang:
Universitas Negeri Semarang.
90
Ismail, Muratni.2011. Meningkatkan Hasil Belajar Ikatan Kimia
88 Dengan Menerapkan Strategi Pembelajaran Peta
Konsep Pada Siswa Kelas X Di SMA Negeri I
86 Telaga.Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.
84 Muhammad, Arifudin.2014. Pengembangan Bahan Ajar Kimia
88.6
Berkarakter Religius Pada Materi Struktur Atom.
82 Mataram: Ikip Mataram
82.15 Nurul Inyatul Hikmah.2013.Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam
80
Proses Pembelajaran Kimia Berbasis Integrasi Sains
78 Dan Agama Pada Materi Larutan Penyangga Kelas XI
kelas kelas kontrol IPA SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang.Semarang:
eksperimen Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Institut Agama
Islam Negeri Walisongo
Gambar 3 : Grafik Rata-Rata Hasil Belajar Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Administrasi Dilengkapi
Dengan Metode R&D. Bandung: Alfabeta.
Pada pembelajaran menggunakan modul berkarakter
religius ini, siswa melakukan diskusi dengan teman kelompoknya.
Pembelajaran dimulai dengan pemahaman siswa terhadap
hubungan materi struktur atom dengan ayat-ayat al-qur’an yang
dilakukan oleh siswa dengan kelompoknya, setelah itu siswa
diberikan tugas pada tiap kegiatan belajar yang ada pada modul
harus dijawab melalui diskusi. Kemudian salah satu dari teman
kelompoknya mempresentasikan jawabannya di depan kelas.
Pada materi struktur atom dengan pokok bahasan perkembangan
teori atom.
Modul dalam proses pembelajaran merupakan suatu
media untuk memperoleh pengetahuannya, dengan media yang
berbeda dari biasanya (buku paket) maka akan didapatkan suatu
persepsi yang berbeda dari siswa. Modul berkarakter religius
adalah modul kimia yang komponen kegiatan belajarnya dikaitkan
dengan pemahaman ajaran agama islam terhadap materi struktur
atom. Timbulnya motivasi sebagai respon dari stimulus berawal
dari adanya persepsi siswa tentang belajar. Seringkali siswa
memiliki persepsi bahwa belajar itu membosankan, maka dengan
digunakannya modul berkarekter religius diharapkan siswa
menyadari bahwa materi struktur atom merupakan tanda-tanda
kebesaran Allah sehingga siswa medapatkan dorongan dan
kesadaran untuk meningkatkan ibadah kepada Allah, serta siswa
mendapat rangsangan yang kemudian akan mengubah persepsi
belajar yang membosankan menjadi menyenangkan.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai rata-
rata motivasi belajar siswa kelas eksperiman lebih tinggi sebesar
81,65 dibandingkan kelas kontrol sebesar 77,65. Nilai rata-rata
hasil belajar kelas eksperimen sebesar 88,6 dengan ketuntasan
klasikal 90% sedangkan nilai rata-rata hasil belajar kelas kontrol
sebesar 82,15 dengan ketuntasan klasikal sebesar 85%. Hasil uji
hipotesis (uji-t) pada hasil belajar menunjukkan nilai signifikan
sebesar 0.024 ≤ 0,05. Maka dari itu dapat disimpulakan bahwa
penerapan modul berkarakter religius dapat mendorong motivasi
dan hasil belajar kimia siswa.

ISBN: 978-602-74245-0-0 37
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN KETERAMPILAN GURU MATEMATIKA PADA PERANCANGAN LEMBAR KERJA
DINAMIS MENGGUNAKAN GEOGEBRA

Baiq Rika Ayu Febrilia1 & Indira Puteri Kinasih2


1&2Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, FPMIPA IKIP Mataram
Email : rika.febrilia@gmail.com

Abstrak: Makalah ini memaparkan tentang kegiatan pengembangan keterampilan guru dalam memanfaatkan teknologi. GeoGebra
digunakan sebagai platform untuk merancang lembar kerja dinamis matematika. Kegiatan yang dirancang selama satu hari ini ditujukan
untuk membantu guru mengenal GeoGebra dan memanfaatkannya sebagai bahan baku media pembelajaran matematika yang interaktif
dan dinamis. Kegiatan ini melibatkan 6 orang guru matematika, 2 orang calon guru dan 1 orang laboran fisika. Modul GeoGebra sederhana
yang dapat memandu guru dalam proses perancangan lembar kerja dinamis dirancang dan dikembangkan untuk mendukung proses
belajar guru. Umpan balik yang diperoleh dari partisipan menunjukkan bahwa mereka sangat tertarik untuk memanfaatkan teknologi dalam
proses belajar mengajar. Mereka mendapatkan alternatif baru dalam membuat media pembelajaran yang dapat membantu untuk
menyiapkan materi ajar bagi siswa. Partisipan juga mengkehendaki diadakannya workshop sejenis dengan durasi yang lebih lama, peserta
yang lebih banyak dan materi yang lebih mendalam. Selama kegiatan workshop berlangsung, guru telah menghasilkan 5 macam produk
untuk topik matematika tertentu, diantaranya garis lurus dan gradien garis lurus, dua garis lurus dan titik potongnya, pembuktian teorema
Phytagoras, penjumlahan/pengurangan dan perkalian bilangan bulat.

Kata Kunci: Lembar Kerja Dinamis, Geogebra, Teknologi, Workshop

PENDAHULUAN pelatihan keterampilan pemanfaatan teknologi dalam proses


Pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran matematika belajar-mengajar. Beberapa guru tersebut diantaranya merupakan
sudah menjadi isu yang hangat dalam beberapa dekade terakhir. guru matematika.
Adanya aspek visual dalam teknologi membuat siswa lebih mudah Mempertimbangkan pentingnya pemanfaatan teknologi
dalam membayangkan beberapa ilustrasi dalam matematika GeoGebra dalam pembelajaran matematika guru di NTB, maka
karena tidak terbatas pada kertas dan pulpen saja. Lebih jauh lagi, muncul pertanyaan tentang bagaimana mengembangkan
pemanfaatan teknologi dapat meningkatkan hubungan dinamis dari keterampilan guru dalam memanfaatkan teknologi dalam
beberapa representasi dalam memfasilitasi visualisasi siswa merancang media pembelajaran matematika yang dinamis dan
karena siswa dapat mengeksplorasi, memecahkan, dan interaktif. Untuk menjawab pertanyaan ini kami mengadakan
mengkomunikasikan konsep-konsep matematika dalam berbagai kegiatan workshop yang dirancang selama satu hari. Kegiatan ini
cara, seperti menggunakan beberapa representasi dinamis dan ditujukan untuk membantu guru mengenal GeoGebra dan
pemodelan matematika karena jika hanya menunjukkan gambar memanfaatkannya sebagai bahan baku media pembelajaran
atau angka saja tidak cukup untuk mendorong siswa dalam matematika yang interaktif dan dinamis.
memvisualisasikan atau menggunakan berbagai representasi
(Haciomeroglu et al, 2009). METODE
Salah satu teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam Dalam membantu guru untuk mengembangkan
pembelajaran matematika adalah GeoGebra. GeoGebra keterampilannya pada perancangan lembar kerja dinamis, kami
merupakan software matematika yang bersifat dinamis, interaktif mengadakan kegiatan workshop satu hari yang dilengkapi dengan
dan dapat dimiliki secara bebas. Software ini menggabungkan modul Geogebra yang akan digunakan oleh guru. Modul GeoGebra
kemudahan penggunaan software geometri dinamis dengan yang dirancang terdiri dari dua jenis modul. Modul pertama
beberapa fitur dasar dari sistem aljabar komputer (Hohenwarter et membahas tentang cara instalasi, fitur dasar, dan aplikasi
al, 2007). GeoGebra dapat membantu guru dalam merancang sederhana dari GeoGebra sedangkan modul kedua membahas
lembar kerja dinamis. GeoGebra juga cocok untuk membuat tentang 5 konstruksi grafik dinamis yang dapat digunakan guru dan
kegiatan menggabungkan beberapa representasi dari konsep- atau peserta didik sebagai alat bantu untuk memahami materi
konsep matematika yang terkait secara dinamis, tanpa harus terkait. Konstruksi yang dimaksud diantaranya: konstruksi garis
menghabiskan sejumlah besar waktu di dalam kelas untuk lurus, konstruksi dua garis lurus, konstruksi pembuktian teorema
menggambar tokoh, benda, atau fungsi, siswa dapat Phytagoras, konstruksi penjumlahan/pengurangan dan perkalian
mengeksplorasi konsep-konsep matematika dan secara dinamis bilangan bulat. Modul ini menyajikan beberapa ide dasar konstruksi
menghubungkan aljabar, grafis, dan representasi numerik dari dinamis dari suatu topik matematika tertentu tingkat SMP/MTs.
konsep-konsep ini (Haciomeroglu et al, 2009). GeoGebra Kegiatan ini melibatkan 6 guru matematika, 2 orang calon
memberikan beberapa representasi objek matematika dan dapat guru dan 1 orang laboran fisika. Dari 9 peserta tersebut, 5 orang
membantu siswa menemukan hubungan antara objek matematika diantaranya laki-laki dan 4 orang lainnya perempuan. Di bagian
dan representasi grafis mereka (Dikovic, 2009). awal kegiatan, guru diperkenalkan pada software GeoGebra
Akan tetapi, dalam praktiknya terdapat kesulitan yang termasuk diantaranya cara instalasi, beberapa fitur dasar dan
dihadapi oleh guru ketika merancang media pembelajaran contoh penggunaan GeoGebra pada materi matematika tertentu.
matematika berbasis teknologi. Salah satunya adalah minimnya Setelah guru cukup mengenal menu dan toolbars dari software,
pengetahuan guru dalam penggunaan teknologi. Hal ini terbukti guru kemudian diarahkan untuk merancang lembar kerja dinamis
melalui Survey Analisis Kebutuhan yang diadakan oleh Lembaga yang didampingi oleh beberapa pemandu. Di akhir sesi, guru
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Nusa Tenggara Barat (NTB) diminta untuk memberikan feedback mengenai keterlaksanaan
yang menunjukkan bahwa 89,13% guru masih membutuhkan workshop. Feedback yang diberikan oleh guru meliputi beberapa
ISBN: 978-602-74245-0-0 38
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
item seperti manfaat, tanggapan, saran, frekuensi penggunaan
teknologi dalam proses belajar-mengajar dan ketertarikan untuk
mengikuti workshop sejenis.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kegiatan ini berlangsung lancar tanpa hambatan. Selama
proses kegiatan berlangsung guru tampak sangat antusias. Rasa
ketertarikan ini mereka tuangkan pada lembar feedback yang kami
bagikan diakhir kegiatan. Menurut guru, pemanfaatan GeoGebra
merupakan alternatif yang baru karena guru masih kurang familiar
dalam menggunakan teknologi terlebih lagi jika teknologi tersebut Gambar 2
digunakan untuk merancang media pembelajaran. Penguasaan Lembar kerja dinamis untuk topik dua persamaan garis
teknologi guru masih terbatas pada pemanfaatan LCD atau lurus ditunjukkan oleh Gambar 2. Siswa dimungkinkan untuk
Powerpoint. Minimnya keterampilan dalam menggunakan mengatur kemiringan kedua persamaan garis lurus dan
teknologi tidak membuat guru menjadi bosan dalam mengikuti menentukan titik potongnya. Melalui media ini siswa juga dapat
kegiatan ini, mereka justru menghendaki diadakannya workshop melihat fenomena garis yang tidak saling berpotongan dan garis
sejenis dengan durasi yang lebih lama, peserta yang lebih banyak yang berhimpit.
dan materi yang lebih mendalam. Sehingga guru dapat membuat
lembar kerja dinamis dengan menggunakan GeoGebra secara
mandiri.
Selama kegiatan ini berlangsung, guru telah
menghasilkan 5 produk untuk topik matematika tertentu,
diantaranya: garis lurus yang berhubungan dengan peran gradien
pada kemiringan garis yang dibuat, dua garis lurus yang dapat
diatur kemiringan dan titik potongnya, pembuktian teorema
Phytagoras, penjumlahan/pengurangan dan perkalian bilangan
bulat. Gambar berikut merupakan produk yang dihasilkan guru
dengan topik terkait.

Gambar 3
Gambar 3 menunjukkan simulasi atau ilustrasi dari
pembuktian teorema Phytagoras dengan menggunakan 3 macam
persegi. Melalui simulasi ini siswa akan lebih mudah dalam
memahami teorema Phytagoras, tidak hanya menghafal rumus
semata.

Gambar 1
Gambar 1 menunjukkan lembar kerja dinamis yang
dibuat oleh guru untuk topik persamaan garis lurus. Lembar kerja
ini digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa terkait
dengan kemiringan garis lurus. Siswa dipercayai akan lebih mudah
membayangkan hubungan antara suatu persamaan garis lurus
dengan gradien. Pada gambar nampak sebuah garis lurus yang Gambar 4
dilengkapi dengan gambar segitiga siku-siku di bawahnya. Segitiga Mengingat masih banyaknya siswa yang mengalami
tersebut terbentuk melalui garis-garis baru yang ditarik secara kesulitan dalam menjumlahkan/mengurangkan dua buah bilangan
vertikal dan horizontal dari garis lurusnya. Segitiga ini umumnya bulat, maka kami merasa guru perlu untuk merancang sebuah
digunakan sebagai alat untuk menghitung gradien garis lurus. lembar kerja dinamis untuk membantu siswa mengilustrasikan
konsep penjumlahan/pengurangan seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4. Dua buah slider yang dibuat menunjukkan dua nilai
pada bilangan bulat yang direpresentasikan oleh gambar panah
dan warnanya saling bersesuaian. Hasil penjumlahan/
pengurangannya dicari dengan cara menghitung jarak yang
terbentuk dari dua buah garis panah.

ISBN: 978-602-74245-0-0 39
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dan titik potongnya, pembuktian teorema Phytagoras,
penjumlahan/pengurangan bilangan bulat dan perkalian bilangan
asli.
Dua orang calon guru yang terlibat beranggapan bahwa
kegiatan semacam ini sangat bermanfaat untuk mendukung
keterampilannya dalam mengajar nanti. Keduanya sepakat bahwa
workshop seperti ini perlu untuk terus dilaksanakan mengingat
manfaatnya yang luar biasa.
Salah seorang guru menunjukkan antusiasme yang
sangat tinggi ketika mengonstruksi media pembelajaran untuk topik
pembuktian teorema Phytagoras. Guru tersebut merasa penasaran
tentang bagaimana visualisasi pembuktian teorema Phytagoras
Gambar 5 melalui GeoGebra. Terlebih lagi GeoGebra memberikan fasilitasi
Selain pada penjumlahan/pengurangan bilangan bulat, penggunanya untuk membuat animasi dari produk yang dibuat.
banyak siswa juga merasa kesulitan dalam menghitung perkalian Peserta lain adalah laboran fisika sekolah. Setelah
bilangan bulat. Ilustrasi seperti pada Gambar 5 merupakan lembar mengikuti kegiatan ini, dia mampu mendapatkan ide media
kerja dinamis yang dirancang untuk memberikan kemudahan pembelajaran yang baru. Menurutnya, GeoGebra dapat
kepada siswa dalam merepresentasikan hal tersebut. Akan tetapi membantunya dalam menjelaskan konsep pencerminan. Lebih
lembar kerja ini belum rampung diselesaikan guru karena lanjut lagi, beberapa materi pada pelajaran fisika dipercayai dapat
terkendala oleh waktu. Lembar kerja ini seharusnya menunjukkan divisualisasi melalui GeoGebra.
kotak-kotak kecil berukuran 1×1 yang disusun sedemikian Berdasarkan lembar feedback yang diberikan oleh guru
sehingga membentuk kotak besar berukuran 10×10 (lihat Gambar dapat disimpulkan bahwa guru sangat tertarik dalam menggunakan
6). GeoGebra sebagai lembar kerja dinamis pembelajaran
matematika. Mereka berpendapat bahwa GeoGebra dapat
membantu untuk menyiapkan materi ajar yang dinamis dan
interaktif bagi siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Dikovic, Ljubica. 2009. Implementing Dynamic Mtahematics
Resources with GeoGebra at the College Level. iJET, Vol
4, Issue 3. Dapat diakses pada laman : http://online-
journals.org/i-jet/article/view/784
Gambar 6 Haciomeroglu et al. 2009. Learning to Develop Mathematics
Kotak-kotak inilah yang merepresentasikan perkalian 1 Lessons with GeoGebra. MSOR Connections, Vol 2, No. 2.
sampai 10. Nantinya siswa bisa mengatur slider horizontal dan Dapat diakses pada laman :
vertikal sesuai dengan bilangan mana yang ingin dicari hasil https://www.heacademy.ac.uk/sites/default/files/msor.9.2g
kalinya. Misalkan saja slider horizontal diatur pada 9 dan slider .pdf.
vertikal diatur pada 7 (ini artinya kita akan menghitung hasil 9×7). Hohenwarter et al. 2007. Incorporating GeoGebra into Teaching
Secara otomatis akan terbentuk kotak-kotak kecil berukuran 1×1 Mathematics at the College Level. Proceeding of ICTCM.
yang tersusun sehingga terbentuk kotak besar berukuran 9×7. Dapat diakses pada laman :
Hasil perkaliannya dihitung melalui banyaknya kotak- kotak kecil http://archives.math.utk.edu/ICTCM/i/19/S100.html
yang terbentuk. Hohenwarter, Judith dan Markus. 2013. Introduction to GeoGebra
Harapannya, kelima produk yang dihasilkan dapat Version 4.4. Dapat diakses di
digunakan secara maksimal oleh guru dalam proses belajar- https://static.geogebra.org/book/intro-en.pdf
mengajar matematika. Selain menghasilkan produk lembar kerja http://www.geogebra.org
dinamis, kami mengupayakan guru dapat merancang penugasan
kepada siswa melalui lembar kerja yang telah dirancang, akan
tetapi hal ini tidak berjalan sesuai dengan rencana karena durasi
kegiatan yang tidak cukup. Kegiatan berikutnya akan disusun untuk
mencapai tujuan ini.

KESIMPULAN
Workshop yang dirancang satu hari ini menggunakan
GeoGebra sebagai platform dalam merancang lembar kerja yang
dinamis dan interaktif. Peserta yang terlibat sebanyak 9 orang yang
terdiri atas 6 orang guru, 2 orang calon guru dan 1 orang laboran
fisika. Modul GeoGebra sederhana dirancang dan dikembangkan
untuk memandu proses belajar guru dalam merancang lembar
kerja untuk bahan ajar siswa. Selama kegiatan berlangsung, guru
menghasilkan 5 macam produk pada topik tertentu, yaitu
persamaan garis lurus dan gradiennya, persamaan dua garis lurus

ISBN: 978-602-74245-0-0 40
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENERAPAN MODEL INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KETUNTASAN BELAJAR SISWA
SMP IT PUTRI ABU HURAIRAH MATARAM
Baiq Rina Amalia Safitri
Pemerhati Pendidikan Fisika
E-mail:-

Abstrak: Penelitian ini dilaksanakan untuk meningkatkan aktivitas dan ketuntasan belajar siswa pada mata pelajaran fisika. Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas VIII A yang terdiri
dari 39 siswa dengan menerapkan model inkuiri pada materi getaran dan gelombang. Hal ini ditunjukkan dengan data hasil aktivitas dan
ketuntasan belajar yang diperoleh dari tiap siklus yang meningkat. Hasil observasi tentang aktivitas belajar siswa pada siklus I sebesar
3,3 berkategori sangat aktif dan pada siklus II sebesar 3,55 berkategori sangat aktif sedangkan untuk ketuntasan belajar pada siklus I
diperoleh nilai rata-rata kelas sebesar 69,95 dan persentase ketuntasan 66,67% sedangkan pada siklus II siswa memperoleh nilai rata-
rata 80,20 dengan persentase ketuntasan 87,18%. Dapat di simpulkan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan Penerapan
Model Inkuiri di kelas VIII A SMP IT Putri Abu Hurairah Mataram dapat meningkatkan aktivitas dan ketuntasan belajar siswa pada pokok
bahasan getaran dan gelombang.

Kata Kunci: Model Inkuiri, Aktivitas Dan Ketuntasan Belajar Siswa

PENDAHULUAN Tabel 1. Data Nilai Ujian Tengah Semester Siswa SMP IT Putri Abu
Proses pembelajaran pada siswa kurang didorong untuk Hurairah Mataram
mengembangkan aktivitas dan kemampuan siswa dalam mencari Nilai
Ketuntasan
dan menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan, akan No Kelas rata- KKM
Klasikal
tetapi proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada rata
kemampuan siswa untuk menghafal informasi. Siswa dipaksa
untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut VIII A 57.5 12.82% 75
1
untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk
menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga, VIII B 63.5 32.43% 75
2
lulusnya siswa dari Sekolah berdampak siswa pintar secara teoritis,
namun tidak dalam aplikasi (Sanjaya, 2011). Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang
Siswa pintar secara teoritis tetapi lemah dalam aplikasi diperoleh siswa yaitu sebesar 57.5 untuk kelas VIII A dan 63.5
menurut Lalu dan Asep (2012), hal ini disebabkan karena proses untuk kelas VIII B belum memenuhi standar ketuntasan, dalam arti
pembelajaran yang digunakan yaitu pembelajaran konvensional. belum mencapai KKM yang telah ditentukan oleh sekolah yaitu
Proses pembelajaran konvensional merupakan proses sebesar 75. Rendahnya ketuntasan belajar siswa dipengaruhi oleh
pembelajaran yang berorientasi pada guru yang menyampaikan beberapa faktor, salah satunya faktor eksternal seperti metode
materi, sedangkan siswa berperan menerima informasi saja. pelajaran yang diterapkan kurang bervariasi. Oleh karena itu,
Dalam hal ini siswa dianggap sebagai individu yang pasif dengan diupayakan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan
tugas hanya sebatas mendengarkan, mencatat dan menghafal aktivitas dan ketuntasan belajar siswa.
informasi yang diberikan oleh guru, sehingga siswa merasa bosan Elsy (2012) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis
dan minat belajar siswa berkurang serta siswa tidak semangat inkuiri ini akan membawa dampak belajar bagi perkembangan
dalam proses belajar mengajar. Fakta ini menunjukkan bahwa mental positif siswa, sebab melalui pembelajaran ini, siswa
aktivits dan kemampuan menemukan sendiri dari siswa masih mempunyai kesempatan yang luas untuk mencari dan menemukan
kurang dilatih secara optimal. sendiri apa yang dibutuhkannya terutama dalam pembelajaran
Pada kenyataannya, di SMP IT Putri Abu Hurairah yang bersifat abstrak.
Mataram, khususnya pada kelas VIII terlihat bahwa aktivitas belajar Menurut Sund (dalam Elsy, 2012) menyatakan bahwa
siswa masih kurang. Hal ini disebabkan karena siswa kurang seorang siswa harus menggunakan segenap kemampuannya dan
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, yaitu kurang aktifnya bertindak sebagai ilmuan (scientist) yang melakukan eksperimen
siswa dalam bertanya, mengeluarkan pendapat, menjawab dan mampu melakukan proses mental berinkuiri yang digambarkan
pertanyaan dari suatu permasalahan, dan ketika proses dengan terapan-terapan yang dilaluinya.
pembelajaran berlangsung hanya sebagian siswa yang Model pembelajaran inkuiri yang diterapkan, diharapkan
memperhatikan guru yang menyampaikan materi. Sehingga lebih bermakna dan menarik, karena siswa dapat berbagi tanggung
mempengaruhi ketuntasan belajar siswa pada bidang studi fisika jawab, dan bersama-sama mencari dan menemukan jawaban dari
khususnya pada ujian tengah semester belum mencapai suatu permasalahan, sehingga dapat membantu meningkatkan
ketuntasan belajar yang maksimal. Hal ini dapat dilihat dari nilai aktivitas dan ketuntasan belajar siswa secara maksimal.
rata-rata bidang studi IPA fisika yang masih belum mencapai Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran inkuiri
standar, seperti terlihat pada Tabel 1 berikut ini : dipandang sebagai model pembelajaran yang tepat untuk
meningkatkan aktivitas dan ketuntasan belajar siswa, maka perlu
dilakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Inkuiri Untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Ketuntasan Belajar Siswa Kelas VIII
SMP IT Putri Abu Hurairah Mataram”.

ISBN: 978-602-74245-0-0 41
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
METODE pada siklus I sebesar 3,3 sedangkan pada siklus II sebesar
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas 3,55 berkategori sangat aktif.
(classroom action research atau PTK). Penelitian tindakan kelas Berdasarkan hasil tersebut diperoleh keterangan
adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar yang sengaja bahwa aktivitas siswa menggunakan model inkuiri mengalami
dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan peningkatan pada setiap siklus, sehingga dapat disimpulkan
(Suyadi, 2012). bahwa aktivitas siswa dengan penggunaan model inkuiri
Penelitian tindakan kelas ini direncanakan beberapa meningkat.
siklus. Prosedur ini dilaksanakan dengan harapan dapat 2. Ketuntasan Belajar Siswa
memberikan gambaran analisis data yang akurat sesuai dengan Pembelajaran menggunakan model Inkuiri
perubahan yang ingin dicapai. Perolehan data dari setiap siklus dinyatakan dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa.
dijadikan sebagai dasar untuk melakukan tindakan pada siklus Jumlah siswa yang tuntas atau siswa yang memperoleh nilai ≥
berikutnya. Seperti pada gambar 1 berikut ini: 75 pada siklus I yaitu 26 orang dan jumlah siswa yang yang
memperoleh nilai ≤ 75 berjumlah 13 orang, sehingga
Perencanaan persentase ketuntasan yang diperoleh sebesar 66,67 %. Hasil
tersebut belum dapat dinyatakan tuntas karena belum
Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan mencapai standar ketuntasan yaitu 85 %, dan pembelajaran
dilanjutkan ke siklus II. Pada siklus II siswa yang memperoleh
nilai ≥ 75 berjumlah 34 orang dan jumlah siswa yang
Pengamatan memperoleh nilai ≤ 75 sebanyak 5 orang, sehingga diperoleh
presentase ketuntasan klasikal sebesar 87,18 %. Hasil tersebut
mengalami peningkatan.
Perencanaan
Tercapainya ketuntasan belajar menggunakan model
inkuiri karena selama proses pembelajaran berlangsung siswa
SIKLUS II Perencanaan
lebih aktif dalam mengemukakan pendapat dan lebih bersedia
Refleksi
dalam menjawab pertanyaan dalam LKS, sehingga proses
tersebut memancing siswa lain untuk lebih berani mengajukan
Pengamatan pendapatnya masing-masing. Hal ini membuat suasana belajar
mengajar menjadi lebih hidup.
Diterapkannya model inkuiri maka pembelajaran
Gambar 1. Skema Penelitian Tindakan Kelas (Sumber : Arikunto, akan menjadi lebih menyenangkan, tidak membosankan, dan
2007) bermakna. Sehingga siswa lebih bergairah dalam belajar dan
motivasi belajarpun meningkat. Jadi dengan menerapkan
Data yang diambil dalam penelitian ini ada dua yaitu data model inkuiri dapat meningkatkan aktivitas dan ketuntasan
hasil observasi dan tes evaluasi. Data hasil observasi dilihat dari belajar siswa.
lembar observasi aktivitas siswa pada saat pembelajaran
berlangsung, sedangkan ketuntasan belajar diperoleh dengan cara SIMPULAN
memberikan tes evaluasi kepada siswa setelah materi diberikan. Berdasarkan analisis data dan pembahasan dalam
Adapun tempat penelitian yang dilaksanakan di kelas VIIIA SMP IT penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model inkuiri
Putri Abu Hurairah Mataram. dapat meningkatkan aktivitas dan ketuntasan belajar fisika siswa
kelas VIIIA pada mata pelajaran fisika SMP IT Putri Abu Hurairah
HASIL DAN PEMBAHASAN Mataram.
1. Keterlaksanaan penggunaan model inkuiri
Adanya hasil keterlaksanaan proses mengajar DAFTAR PUSTAKA
menggunakan model inkuiri, merupakan salah satu cara yang Ria, Lalu dan Saepul, Asep. 2012. Pengaruh Metode Inkuiri
dilakukan dalam penelitian ini untuk melakukan upaya terhadap Keterampilan Proses Dan Hasil Belajar Ipa Fisika
perbaikan secara bertahap melalui kegiatan refleksi yang Siswa Kelas VIII SMP Negeri 6 Singaraja. Jurnal Teknologi
dilakukan antara peneliti dengan observer, sehingga Pendidikan. Program pascasarjana UIKA Bogor. Volume 2
berdasarkan kegiatan tersebut proses belajar mengajar Nomor 1.
selanjutnya dapat dilakukan dengan baik. Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Hasil keterlaksanaan proses belajar mengajar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
menggunakan model inkuiri dapat dilakukan dengan baik pada Suyadi. 2012. Buku Panduan Guru Professional-Penelitian
setiap siklus. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan hasil Tindakan Kelas (PTK) dan Penelitian Tindakan Sekolah
pengamatan lembar observasi aktivitas siswa yang diperoleh (PTS). Yogyakarta: Andi Offset.
pada siklus I dan siklus II. Rata-rata keterlaksanaan diperoleh Zuriyani, Elsy. 2012. Strategi Pembelajaran Inkuiri pada Mata
Pelajaran IPA. Jurnal.Widiyaswara BDK Palembang.

ISBN: 978-602-74245-0-0 42
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
ANALISIS KETERLIBATAN GURU DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN (KAJIAN TEORITIS
ORGANISASI SEKOLAH)
Baiq Rohiyatun
Dosen Program Studi Administrasi Pendidikan, FIP IKIP Mataram
E-mail: rbaiq@yahoo.co.id

Abstrak: Membuat keputusan dan pemecahan masalah merupakan salah satu peranan yang harus dimainkan setiap leader dan
manajer. Semua fungsi manajemen seperti perencanaan, pengarahan, dan pengawasan. Kepala sekolah adalah anggota dalam
organisasi sekolah yang secara formal memikul tanggung jawab administrator di sekolahnya. Dalam memikul tanggung jawabnya, kepala
sekolah dihadapkan kepada berbagai masalah yang muncul dalam rangkaian kegiatan administrasi atau managemen. Masalah itu di
samping beragam juga sangat kompeks sehingga memerlukan pemahaman dan keterampilan untuk menemukan dan
mempertimbangkan sejumlah alternatif pemecahanya ini tidak lain terkait dengan proses pengambilan keputusan. Pengambilan
keputusan yang efektif adalah apabila setiap prosesnya dilakukan secara cermat dan menghasilkan keputusan yang tepat dalam
kaitannya dengan tujuan organisasi. Dalam organisasi sekolah, untuk dapat menghasilkan keputusan yang tepat, kepala sekolah dapat
melibatkan guru dalam proses penentuan keputusan. Keterlibatan guru dalam pengambilan keputusan sangat berpengaruh besar dalam
peningkatan kualitas guru. Kualitas tidak hanya dimaknai bahwa guru tersebut semakin banyak menguasai materi dan tehnik mengajar,
tetapi dari segi moral kerja dan motivasi melaksanakan tugas dan tanggung jawab juga akan berdampak positif. Keterlibatan guru dalam
kerjasama pengambilan keputusan memiliki nilai yang sangat penting karena cenderung akan menghasilkan keputusan yang lebih
berkualitas dari pada keputusan yang bersumber dari seorang individu saja.

Kata Kunci: Keterlibatan, Pengambilan Keputusan, Organisasi Sekolah

PENDAHULUAN apa yang seharusnya dilakukan. Keputusan pun dapat


Sekolah sebagai sebuah organisasi penyelenggara merupakan tindakan terhadap pelaksanaan yang sangat
pendidikan memiliki berbagai dimensi yang saling berhubungan menyimpang dari rencana semula. Keputusan yang baik pada
satu dengan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah sebagai dasarnya dapat digunakan untuk membuat rencana yang baik
suatu organisasi tersebut mempunyai karakteristik tersendiri, yang pula. Untuk itu, dalam mengambil keputusan hendaknya
tidak dimiliki oleh organisasi lain. Karakteristik yang dimiliki sekolah dipertimbangkan berbagai kemungkinan yang dapat
adalah merupakan tempat berlangsungnya proses belajar mempengaruhi keputusan tersebut sehingga dengan berbagai
mengajar, tempat khusus yang dimiliki sekolah adalah merupakan pertimbangan, keputusan yang telah diambil jika dilaksanakan
tempat khusus untuk membudayakan kehidupan manusia yang akan tepat sasaran dan dapat memecahkan permasalahan yang
memiliki potensi yang bagus. Karena kepala sekolah, guru dan sedang dialami.
karyawan merupakan pelaku-pelaku penting dalam pelaksanaan Membuat keputusan dan pemecahan masalah
kegiatan proses belajar dan mengajar di sekolah. merupakan salah satu peranan yang harus dimainkan setiap
Kepala sekolah adalah orang yang paling dominan dan leader dan manajer. Semua fungsi manajemen seperti
berperan dalam pengelolaan administrasi sekolah. Kepala sekolah perencanaan,
mempunyai peranan penting dalam mencapai tujuan pendidikan pengarahan, dan pengawasan. Perubahan situasi dan
sebagaimana yang tercantum dalam Permendiknas No 13 tahun kondisi yang sangat cepat menjadi faktor yang harus
2007 tentang standar kepala sekolah/Madrasah. Baik atau dipertimbangkan dalam manjemen yang mendorong manajer untuk
tidaknya pengelolaan dalam penyelenggaraan pendidikan yang mampu membuat sejumlah keputusan dalam waktu yang tepat dan
dilakukan oleh kepala sekolah pada sekolah formal akan cepat. Untuk mampu mengimbangi cepatnya perubahan waktu,
berpengaruh terhadap efektifitas dan efisiensi pencapaian tujuan seorang manajer harus sanggup menghadapi minimal 3 (tiga)
pendidikan melalui sekolah tersebut. tantangan, yaitu (1) keadaan yang sangat kompleks, (2) keadaan
Kepala sekolah adalah anggota dalam organisasi yang tidak menentu, dan (3) tuntutan untuk dapat bertindak luwes.
sekolah yang secara formal memikul tanggung jawab administrator Kualitas suatu keputusan merupakan cermin dari daya pikir
di sekolahnya. Dalam memikul tanggung jawabnya, kepala manajer, oleh karena itu, berfikir dalam hubunganya dengan
sekolah dihadapkan kepada berbagai masalah yang muncul dalam pengambilan keputusan dan memecahkan masalah harus
rangkaian kegiatan administrasi atau managemen. Masalah itu di diusahakan agar tidak tersesat kejalan yang tidak efektif dan
samping beragam juga sangat kompleks sehingga memerlukan efisien.
pemahaman dan keterampilan untuk menemukan dan Dalam organisasi sekolah, peranan pengambilan
mempertimbangkan sejumlah alternatif pemecahanya ini tidak lain keputusan dipegang oleh kepala sekolah, sedangkan yang
terkait dengan proses pengambilan keputusan. Kepala sekolah dilibatkan dalam kerjasama pengambilan keputusan adalah guru.
sebagai pengambil keputusan adalah sosok penentu dan Untuk dapat memanfaatkan kerjasama dengan guru, kepala
sebagai pemegang peranan utama dalam hal melaksanakan sekolah harus berhati-hati dan selektif dalam menempatkan guru-
proses pendidikan dimana sekolah itu berada. Kelancaran dan gurunya. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Baxter (1986)
kesusksesan pelaksanaan tugas kepala sekolah tergantung pada dalam Yanti (2013) disarankan kepada kepala sekolah pada
kecakapan kepala sekolah dalam hal pengambilan keputusan. berbagai jenis dan jenjang sekolah untuk mengembangkan
Kepala sekolah dituntut untuk bisa mengambil keputusan dengan struktur organisasinya secara lebih baik agar memungkinkan
cepat. lancarnya proses pengambilan keputusan.
Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan tentang Dalam kaitan hal ini, Galdwell dan Spink (1993) seperti

ISBN: 978-602-74245-0-0 43
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dikutip ole h Sulthon (2009) menyatakan bahwa kepemimpinan a. Intuisi. Keputusan berdasarkan perasaan subjektif dari
yang partisipatif dari kepala sekolah akan dapat meningkatkan pengambil keputusan. Sehingga sangat dipengaruhi oleh
semangat atau “morale” kerja para guru. Salah satu indikator sugesti dan faktor kejiwaan.
kepemimpinan partisipatif adalah pelibatan guru dalam b. Rasional, Pengambilan keputusan bersifat objektif, logis,
pengambilan keputusan di sekolah. Pengambilan keputusan transparan dan konsisten karena berhubungan dengan
yang efektif adalah apabila setiap prosesnya dilakukan secara tingkat pengetahuan seseorang.
cermat dan menghasilkan keputusan yang tepat dalam kaitannya c. Fakta, Pengambilan keputusan yang didasarkan pada
dengan tujuan organisasi. Dalam organisasi sekolah, untuk dapat kenyataan objektif yang terjadi sehingga keputusan yang
menghasilkan keputusan yang tepat, kepala sekolah dapat dimabil dapat lebih sehat, solid dan baik.
melibatkan guru dalam proses penentuan keputusan. Keterlibatan d. Wewenan, Pengambilan keputusan ini didasarkan pada
guru sangat memungkinkan karena latar budaya bangsa dan wewenang dari manajer yang memiliki kedudukan lebih
kajian studi menunjukkan peluang dan kesempatan untuk tinggi dari bawahannya.
bekerjasama. Kerjasama dalam pengambilan keputusan akan e. Pengalaman, Pengambilan keputusan yang didasarkan
bermakna apabila persyaratannya dapat dipenuhi. Sebaliknya, pada pengalaman seorang manajer.
kerjasama tidak akan pernah bermakna atau akan merusak 3. Fungsi Keputusan
tujuan jika dilakukan secara sembarangan. Menurut Hasan (2002:10) pengambilan keputusan
Keterlibatan guru dalam pengambilan keputusan sebagai sebagai suatu kelanjutan dari cara pemecahan masalah
wujud kerjasama dengan kepala sekolah memiliki arti yang sangat memiliki fungsi antara lain sebagai berikut:
penting bagi guru itu sendiri di samping dapat bermakna bagi a. Pangkal permulaan dari semua aktivitas manusia yang
kualitas keputusan. Selanjutnya untuk memaksimalkan keterlibatan sadar dan terarah, baik secara individual maupun secara
guru dalam proses pengambilan keputusan, timbul pertanyaan kelompok, baik secara institusional maupun secara
yang masih perlu dicari jawabanya yaitu: pada kondisi apakah guru organisasional;
dilibatkan, pada tingkat apakah dan bagaimanakah guru b. Sesuatu yang bersifat futuristik, artinya bersangkut paut
dilibatkan, dan peranan apakah yang lebih efektif bagi kepala dengan hari depan atau masa yang akan datang, di mana
sekolah itu sendiri ?. efeknya atau pengaruhnya berlangsung cukup lama.
4. Jenis-Jenis Pengambilan Keputusan
KAJIAN PUSTAKA Setiap pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
1. Definisi pengambilan keputusan pimpinan memiliki pola- pola yang berlainan, antara pemimpin
Konsep dasar dari istilah pengambilan keputusan organisasi yang satu dengan yang lain. Hal ini berkaitan
adalah “keputusan”, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan konteks permasalahan dan lingkungan yang ada.
dengan istilah “decision”. Keputusan merupakan hasil dari Berdasarkan kriteria yang menyertainya, pengambilan
proses aktivitas “membuat” atau “to make”, yang kemudian keputusan menurut Hasan (2002:17) dapat diklasifikasikan
dalam bahasa Indonesia lebih banyak dikomunikasikan atas beberapa jenis, yaitu:
dengan kata “mengambil’. Kata “membuat” atau “mengambil” a. Berdasarkan programnya, pengambilan keputusan dapat
mengandung pengertian adanya proses yang dinamis. Kedua dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sebagai berikut:
kata dari bahasa Inggris itu akhirnya dirangkai menjadi 1) Pengambilan keputusan terprogram
“pengambilan keputusan”. Pengambilan keputusan yang terprogram
Kamaluddin (2003:89) mengemukakan dengan adalah pengambilan keputusan yang bersifat rutinitas,
singkat, bahwa pengambilan keputusan dapat diartikan berulang-ulang dan cara menanganinya telah
sebagai pemilihan di antara banyak alternatif. Penentuan ditentukan. Menurut Hasan (2002:17) Pengambilan
alternatif ini merupakan akhir dari proses panjang yang harus keputusan terprogram ini digunakan untuk
dilalui. Sedangkan Stoner (2003:205) memandang menyelesaikan masalah-masalah yang terstruktur
pengambilan keputusan sebagai proses pemilihan suatu arah melalui hal-hal berikut:
tindakan sebagai cara untuk memecahkan sebuah masalah a) Prosedur, yaitu serangkaian langkah yang
tertentu. Menurut Handoko (2001:129) melihat pengambilan berhubungan dan berurutan yang harus diikuti
keputusan sebagai proses di mana serangkaian kegiatan oleh pengambil keputusan;
dipilih sebagai penyelesaian suatu masalah tertentu. b) Aturan, yaitu ketentuan yang mengatur apa yang
Dari beberapa pengertian yang dijabarkan oleh para harus dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh
ahli sebelumnya dapat disimpulkan, bahwa pengambilan pengambil keputusan;
keputusan adalah pemecahan masalah melalui proses yang c) Kebijakan, yaitu pedoman yang menentukan
sistematis guna memilih alternatif terbaik dari beberapa parameter untuk membuat keputusan.
pertimbangan pemecahan permasalahan yang ada. Sebagai 2) Pengambilan keputusan tidak terprogram
seorang pemimpin, memiliki tanggung jawab terhadap Pengambilan keputusan tidak terprogram
berlangsungnya seluruh kegiatan dalam usaha pencapaian adalah pengambilan keputusan yang tidak rutinitas dan
tujuan, maka aktivitas yang dilakukan tentu akan terkait sifatnya unik, sehingga memerlukan pemecahan yang
dengan jabatannya sebagai pemimpin, yang salah satu khusus. Pengambilan keputusan yang tidak
fungsinya adalah sebagai pengambil keputusan untuk terprogram ini digunakan untuk menyelesaikan
menentukan arah kebijakan yang sejalan dengan tujuan yang permasalahan yang tidak terstruktur.
telah direncanakan sebelumnya. b. Berdasarkan lingkungannya, keputusan dapat dibedakan
2. Dasar-dasar pengambilan keputusan menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut:
Menurut George Terry (dalam Hasan, 2002:12-13) 1) Pengambilan keputusan dalam kondisi pasti
dasar-dasar pengambilan keputusan adalah : Menurut Hasan (2002:18) pengambilan
ISBN: 978-602-74245-0-0 44
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
keputusan dalam kondisi pasti adalah pengambilan dan penuh tanggung jawab. Menurut Kamaluddin
keputusan di mana berlangsung hal-hal berikut: (2003:31) prosedur teknik ini meliputi empat tahap
a) Alternatif yang harus dipilih hanya memliki satu atau aturan dasar, yaitu:
konsekuensi/jawaban hasil; a) Tidak boleh memberikan kritik terhadap ide-ide
b) Keputusan yang akan diambil didukung oleh yang disampaikan oleh anggota kelompok;
informasi/data yang lengkap, sehingga diramalkan b) Bebas mengemukakan ide (pendapat), makin
akurat atau eksak hasil dari setiap tindakan yang radikal suatu nilai, maka akan semakin baik;
dilakukan; c) Makin besar jumlah ide-ide yang diperoleh, maka
c) Biasanya selalu dihubungkan dengan keputusan semakin besar kemungkinan memperoleh
yang menyangkut masalah rutin, karena kejadian penyelesaian yang baik;
tertentu di masa yang akan datang dijamin terjadi. d) Diharapkan ada kombinasi dan perbaikan ide.
2) Pengambilan keputusan dalam kondisi berisiko 2) Teknik Synectics
Menurut Hasan (2002:18) pengambilan Teknik ini didasarkan pada asumsi, bahwa
keputusan dalam kondisi berisiko adalah pengambilan proses kreatif dapat dijabarkan dan diajarkan dengan
keputusan di mana berlangsung hal-hal berikut: maksud untuk meningkatkan keluaran aktivitas
a) Alternatif yang dipilih mengandung lebih dari satu individual dan kelompok dalam pengambilan
kemungkinan hasil; keputusan. Menurut Kamaluddin (2003:32) mekanisme
b) Pengambil keputusan memiliki lebih dari satu teknik ini meliputi dua tahap dasar, yaitu:
alernatif tindakan; a) Membuat yang aneh menjadi lazim. Tahap ini
c) Resiko terjadi karena hasil pengumpulan membiarkan setiap individu membuat ide-ide yang
keputusan tidak dapat diketahui dengan pasti, dapat dikemukakan di forum, atau disampaikan
walaupun diketahui nilai probabilitasnya. secara tertulis agar ide itu berkembang. Pada
3) Pengambilan keputusan dalam kondisi tidak pasti tahap ini lebih analitis dan biasanya ada
Pengambilan keputusan dalam kondisi tidak penyelesaian yang dicapai;
pasti menurut Hasan (2002:19) adalah pengambilan b) Membuat yang lazim menjadi aneh. Tahap ini
keputusan di mana: dilakukan dengan maksud untuk melihat masalah
a) Tidak diketahui sama sekali hal jumlah kondisi dari sudut pandangan yang sepenuhnya berbeda
yang mungkin timbul serta kemungkinan- dengan selama ini yang pernah ada. Tujuannya
kemungkinan munculnya kondisi-kondisi itu; agar setiap individu mempunyai kreatifitas lain
b) Yang diketahui hanyalah kemungkinan hasil dari guna mencari penyelesaian masalah yang
suatu tindakan, tetapi tidak dapat diprediksi berapa dihadapi. Teknik ini dapat membantu dalam
besar probabilitas setiap hasil tersebut; pengambilan keputusan dasar atau yang
c) Hal yang diputuskan relatif belum pernah terjadi. mengandung risiko besar dan ketidakpastian.
4) Pengambilan keputusan dalam kondisi konflik 3) Teknik Pengambilan Keputusan Partisipatif
Menurut Hasan (2002:19) pengambilan Teknik ini melibatkan individu-individu dan
keputusan dalam kondisi konflik adalah pengambilan kelompok-kelompok pada organisasi dalam proses
keputusan di mana: pengambilan keputusan. Proses ini dapat bersifat
a) Kepentingan dua atau lebih pengambil keputusan formal, dapat juga informal dan menyangkut
saling bertentangan dalam situasi persaingan; keterlibatan intelektual dan emosional serta
b) Pengambil keputusan saling bersaing dengan keterlibatan fisik. Pada praktiknya, besar kecilnya
pengambil keputusan yang rasional, tanggap dan keterlibatan individu dalam pengambilan keputusan
bertujuan untuk memenangkan persaingan dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu siapa yang
tersebut. mengajukan gagasan, berapa porsi bawahan
5. Tehnik-Tehnik pengambilan keputusan melaksanakan setiap tahapan dalam pengambilan
Dalam pengambilan keputusan, diperlukan teknik keputusan, dan besarnya bobot seorang pelaksana
atau metode tertentu agar apa yang diharapkan dalam mempengaruhi gagasan yang dia terima. Teknik-teknik
pencapaian tujuan dapat berjalan dengan baik serta sesuai partisipasi ini dapat diterapkan secara informal
tidak melenceng dari alurnya. Menurut Kamaluddin (2003:30) dengan basis individual atau kelompok dengan
ada tiga teknik pengambilan keputusan yang dianggap paling basis program formal.
efektif dalam organisasi, yaitu: b. Teknik Pengambilan Keputusan Modern
a. Teknik Pengambilan Keputusan Kreatif Teknik pengambilan keputusan modern dapat
Teknik ini menekankan pada setiap individu dalam dibedakan menjadi dua, yaitu:
organisasi untuk memanfaatkan semua fasilitas yang ada 1) Teknik Delphi
guna melatih dalam pengambilan keputusan, sehingga Teknik ini digunakan mana kala situasi dan
diharapkan tiap individu dapat terangsang kreativitasnya. kondisi masa yang akan datang sudah tidak mampu
Dalam aplikasinya, teknik pengambilan keputusan kreatif lagi diprediksikan dengan data empiris (data masa
dibedakan menjadi teknik Brainstorming dan Synectics. lalu). Teknik ini dapat menggunakan berbagai program
1) Teknik Brainstorming perencanaan dan masalah-masalah yang rumit dalam
Teknik ini berusaha menggali dan suatu organisasi, dengan cara mendatangkan para
mendapatkan kreativitas maksimal dari kelompok pakar dalam bidang masalah masing-masing untuk
dengan memberikan kesempatan para anggota dimintai pendapat terhadap masalah yang dihadapi.
untuk melotarkan ide- ide mereka, tanpa rasa takut Prosedur umum yang dapat digunakan untuk
ISBN: 978-602-74245-0-0 45
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
merealisasikan penggunaan teknik Delphi, menurut tersebut dalam urutan yang telah ditentukan
Kasim (dalam Kamaluddin, 2003:35) adalah sebagai sebelumnya;
berikut: d) Usahakan para anggota menggunakan rank
a) Langkah 1 Rumuskan masalah yang akan voting (memilih ide kreatif yang baik dan
dipecahkan dengan teknik Delphi kemudian desain memberikan urutan dari yang terbaik sampai
kuesioner dengan seksama akan lebih baik jika ada dengan yang tidak baik) untuk menyampaikan
test kuesioner terlebih dahulu. pendapat mereka tentang ide tersebut;
b) Langkah 2 Tentukan siapa yang harus e) Diskusikan hasil penilaian (voting) tersebut dan
berpartisipasi dan minta mereka berpartisipasi. tentukan apakah proses (langkah ke 4) perlu
c) Langkah 3 Kritik semua materi yang diperlukan dan diulangi.
kuesioner untuk ronde pertama kepada semua 6. Proses Pengambilan keputusan
peserta Pengambilan keputusan merupakan suatu proses
d) Langkah 4 Buatlah tabulasi dan analisis serta dengan langkah-langkah yang sistematis sebagai suatu
buatlah ringkasan hasil dari ronde pertama tindakan atas konteks permasalahan yang ada. Dari
kemudian desain kuesioner untuk ronde kedua. definisi- definisi yang telah dikemukakan para ahli
e) Langkah 5 Kirimkan semua ringkasan sebagai sebelumnya, maka pengambilan keputusan merupakan suatu
umpan balik dan kuesioner ronde kedua kepada proses, yaitu adanya kegiatan yang sistematis sebagai upaya
para peserta. mencapai alternatif pemecahan dari analisis permasalahan.
f) Langkah 6 Analisis hasil kuesioner ronde kedua. Simon (1957) mengemukakan proses pengambilan
Lebih lanjut Kamaluddin (2003:35) keputusan pada dasarnya terdiri atas tiga langkah
mengemukakan, bahwa para pakar berpendapat, (Reksohadiprodjo & Handoko, 2001:144-145; Hasan,
teknik Delphi ini akan digunakan dengan baik, lebih 2002:24), yaitu: (1) Kegiatan Intelejen, menyangkut pencarian
cocok dari teknik lain dalam lima kondisi (situasi), berbagai kondisi lingkungan yang diperlukan bagi
yaitu: keputusan; (2) Kegiatan desain, merupakan pembuatan,
a) Bilamana dari individu-individu diperlukan pengembangan dan penganalisaan berbagai rangkaian
kontribusi pengetahuan mereka untuk menguji kegiatan yang mungkin dilakukan; (3) Kegiatan pemilihan,
masalah yang kompleks dan mereka tidak yakni memilih serangkain kegiatan tertentu dari alternatif-
mempunyai sejarah tentang proses komunikasi alternatif yang tersedia.
yang cukup dan proses komunikasi tersebut harus Proses pengambilan keputusan memerlukan analisis
dibuat secara terstruktur untuk memudahkan saling yang peka terhadap realita baik anggota maupun kondisi
pengertian; lingkungan. Oleh karena itu diperlukan pola proses
b) Bilamana masalah sangat luas, lebih banyak pengambilan keputusan yang rasional dan teliti. Aktivitas-
individu yang diperlukan daripada kemampuan aktivitas proses itu meliputi:
interaksi dalam saling bertukar pendapat pada a. Merumuskan masalah
suatu tatap muka; Pada tahapan ini merupakan pendefinisian
c) Bilamana terdapat ketidaksepahaman yang masalah, dengan cara menjelaskan bagaimana mengenal,
sangat tajam di antara individu- individu, proses mengidentifikasi, menentukan masalah dan
komunikasi harus diwasiti; merumuskannya secara operasional. Adanya masalah
d) Bilamana individu-individu yang terlibat sangat dalam suatu organisasi, berpangkal dari ketidak-
sibuk atau mereka datang dari tempat yang seimbangan antara tujuan dengan hasil dan situasi yang
sangat berjauhan, tidak mungkin sering ada, dari sinilah kebutuhan organisasi itu diketahui,
mengadakan rapat; sehingga dengan demikian dapat dilakukan analisis untuk
e) Bilamana tambahan proses komunikasi kelompok mengorganisir, dan membatasi masalah, serta mengetahui
bersifat konduktif bagi peningkatan efisiensi secara mendalam suatu fakta yang diidentifikasi apakah
pertemuan tatap muka selanjutnya. suatu masalah ataukah bukan.
2) Teknik kelompok nominal b. Mengindentifikasi alternatif pemecahan masalah
Teknik ini digunakan dalam rangka Secara prinsip setiap alternatif yang diperoleh
memperoleh pengakuan dari sekelompok orang dalam perlu dijelaskan dan disertai alasan yang rasional,
organisasi tentang ide-ide dari pimpinan dalam sehingga alternatif yang didapat dapat dikembangkan dan
membuat keputusan. Teknik ini digunakan untuk disusun menurut rentangan prioritasnya.
mengidentifikasi kekhawatiran dan perhatian dari c. Menentukan kriteria
anggota kelompok sehubungan dengan penyelesaian Kriteria menggambarkan, bahwa pengambilan
masalah yang akan ditempuh. Menurut Kamaluddin keputusan menggunakan pikirannya secara relevan.
(2003:36) untuk mencapai hasil yang terbaik terhadap Dalam suatu organisasi, adanya kriteria sebagai petunjuk
implementasi teknik ini, perlu ditempuh langkah- manajerial untuk mengevaluasi dan menilai satu atau
langkah sebagai berikut: seperangkat aktivitas pemecahan untuk menghasilkan
a) Usahakan para anggota dalam kelompok keputusan. Kriteria yang digunakan dibimbing oleh dan
menemukan ide-ide dan informasi dalam situasi konsisten dengan misi organisasi serta memperhatikan
kelompok nominal; kondisi khusus yang dihadapi.
b) Usahakan agar para anggota mengutarakan ide- d. Menguji alternatif pemecahan
ide mereka melalui mekanisme giliran; Pada tahap ini, strategi dan rencana tindakan
c) Usahakan para anggota mendiskusikan ide-ide dipertimbangkan bersamaan dengan pengujian alternatif,
ISBN: 978-602-74245-0-0 46
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
sekaligus memprediksi konsekuensi-konsekuensinya. sebagai proses dari seseorang dalam memahami lingkungannya
Pengambil keputusan yang kreatif dapat menguji dengan yang melibatkan pengorganisasian dan penafsiran sebagai
baik tiap alternatif itu jika cukup waktu diberikan untuk rangsangan dalam suatu pengalaman psikologis. Sedangkan
pengujian tersebut. Robbins (2003: 169) mendefinisikan persepsi sebagai proses yang
e. Memilih alternatif pemecahan terbaik dan digunakan individu dalam mengelola dan menafsirkan kesan
melaksanakannya dari sejumlah alternatif yang telah teruji indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada
konsekuensi dan prediksi manfaat yang dihasilkannya, lingkungan mereka. Dalam konteks teori ini peran serta para guru
dipilihlah alternatif pemecahan yang terbaik. Rivai adalah bagaimana mereka mempersepsikan pandangan,
(2004:152) menjelaskan, bahwa proses pengambilan penghayatan, perasaan mereka sebagai sesuatu yang bermakna
keputusan yang analisis harus dapat diimplementasikan. dan dapat disumbangkan bagi kemajuan pembelajaran dan
Implementasi alternatif adalah melaksanakan keputusan sekolah.
yang telah ditetapkan. Pelaksanaan ini menyangkut Konsep kedua adalah aspirasi. Aspirasi dalam bahasa
pemberian kekuatan legal terhadap keputusan yang Inggris aspiration yang berarti cita-cita, keinginan (Nasution,
diambil, seperti menerbitkan surat keputusan, 1990:14). Jadi aspirasi guru dan staf adalah keinginan- keinginan
mengusahakan agar keputusan dapat diterima orang yang atau kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan oleh para guru dan staf
terkena keputusan dengan memberikan informasi, sekolah untuk dipenuhi guna peningkatan kesejahteraan kerja
melakukan persuasi dan memberikan pengarahan dalam rangka mereka berpartisipasi dalam pengambilan
bagaimana melaksanakan hasil keputusan tersebut. keputusan di sekolah.
f. Evaluasi Keputusan Aspirasi guru dan staf sekolah pada umumnya ada yang
Proses terakhir dalam memecahkan persoalan ini tinggi dan ada yang rendah. Menurut Thurnburg (Prayitno, 1989,
adalah evaluasi. Setiap langkah diadakan pemantauan, dalam Rawis, 2000:40 ) ada faktor- faktor yang menimbulkan
hasilnya segera dievaluasi apakah pelaksanaan tersebut tinggi-rendahnya tingkat aspirasi. Faktor yang menyebabkan
sesuai dengan keinginan dan harapan. Proses evaluasi ini aspirasi tinggi adalah : (1) pengalaman sukses, (2) tugas-tugas
dilakukan secara bersama antara pimpinan dan para staf yang sukar menuntut kerja keras, (3) merasa terkontrol oleh diri
yang ada di sekolah dan harus konsisten dengan apa yang sendiri, (4) tugas-tugas yang relevan dengan kebutuhan akademis
telah diputuskan. maupun jabatan yang diharapkan, (5) infromasi yang berguna, (6)
kelompok orang yang homogen, (7) tujuan yang realistic untuk
PEMBAHASAN dicapai. Sedangkan faktor yang menyebabkan aspirasi rendah
Keterlibatan guru dalam pengambilan keputusan sangat adalah : (1) pengalaman gagal, (2) tugas-tugas yang mudah
berpengaruh besar dalam peningkatan kualitas guru. Kualitas tidak sehingga dengan usaha yang sedikit dapat menyelesaikannya,
hanya dimaknai bahwa guru tersebut semakin banyak menguasai (3) tergantung oleh kontrol orang lain, (4) tugas-
materi dan tehnik mengajar, tetapi dari segi moral kerja dan tugas yang dirasakan relevan dengan kebutuhan akademik
motivasi melaksanakan tugas dan tanggung jawab juga akan maupun jabatan yang diharapkan, (5) informasi dirasakan tidak
berdampak positif. Keterlibatan guru dalam kerjasama berguna, (6) kelompok yang heterogen, (7) tujuan yang tidak
pengambilan keputusan memiliki nilai yang sangat penting karena realistik.
cenderung akan menghasilkan keputusan yang lebih berkualitas Menurut Ubben, Hughes & Norris (2004:57) terdapat tiga
dari pada keputusan yang bersumber dari seorang individu saja. tingkatan pengambilan keputusan dalam lingkup sekolah di mana
Organisasi adalah sekumpulan orang yang bekerja bersama untuk para guru dapat terlibat, yakni ; (1) pengambilan keputusan oleh
mencapai tujuan. Jadi dalam suatu organisasi mengandaikan guru sebagai individu, (2) pengambilan keputusan dibuat secara
adanya pribadi-pribadi yang disebut anggota organisasi. bersama antara kepala sekolah dan guru, (3) pengambilan
Keterlibatan seluruh anggota organisasi dalam penentuan keputusan secara bersama dari para guru, kepala sekolah, orang
kebijakan dan pengambilan keputusan suatu organisasi dan siswa.
sangatlah penting. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mendekati
Dalam kaitannya dengan kepuasan kerja karyawan, Fielder (1967) hasil keputusan yang efektif adalah dengan melibatkan pihak-pihak
dalam Yanti (2013) mengemukakan bahwa kebanyakan studi yang terkait dalam melakukan pengambilan keputusan. Seperti
organisasi menyimpulkan bahwa para karyawan dalam suatu pendapat Stoner (1996 : 195) dalam Supana (2006) yang
organisasi lebih puas di bawah pimpinan yang partisipatif dari menyatakan bahwa ada bukti yang kuat bahwa keterikatan pada
pada pemimpin yang non-partisipatif (Reksohadiprodjo dan keputusan biasanya meningkat jika para bawahan dilibatkan
Handoko, 2001: 291). Banyak ahli riset dan manajer yang percaya dalam proses pengambilan keputusan. Pelibatan ini menentukan
bahwa sebagian besar anggota organisasi ingin memperoleh kualitas dan sambutan atas berbagai keputusan yang dihasilkan.
kesempatan untuk ikut terlibat dalam proses pembuatan dan Di lingkungan sekolah, kepala sekolah yang mampu melibatkan
pengambilan keputusan. Mereka yakin bahwa semakin besarnya para guru dalam mengambil keputusan akan dapat
keterlibatan mereka dalam proses tersebut akan meningkatkan menghasilkan keputusan yang lebih berkualitas, sehingga dapat
keikatan kepada organisasi, kepuasan kerja, pertumbuhan dan memberi pengaruh sangat positif terhadap berbagai pemecahan
perkembangan pribadi serta sikap menerima perubahan. masalah, selanjutnya dapat mengantarkan para guru tumbuh
Keterlibatan dan partisipasi segenap komponen sekolah menjadi dalam jabatan, dan pada gilirannya menimbulkan dampak positif
unsur yang menentukan kinerja dan keberhasilan bagi kemajuan sekolah. Sebaliknya kepala sekolah yang tidak
penyelenggaraan sekolah sebagai lembaga pendidikan. melibatkan guru dalam pengambilan keputusan, berarti kurang
Sehubungan dengan keterlibatan guru dalam memikirkan kemajuan sekolah secara lebih luas, karena
pengambilan keputusan di sekolah ada dua konsep yang perlu dipandang kurang dapat membangun motivasi kerja dan rasa
dikaji, yakni persepsi dan aspirasi (Rawis, 2000:35). Gibson, kerjasama antara sesama warga sekolah, dan kurang dapat
Ivancevich dan Donnelly (1996: 241) mengartikan persepsi membimbing para guru untuk tumbuh berkembang dalam karier
ISBN: 978-602-74245-0-0 47
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
mereka. dalam proses membuat keputusan dan peluang tersebut tidak
Hasil penelitian Barley (1987) dalam Supana (2006) di dibatasi dengan kriteria-kriteria tertentu. Hal ini adalah untuk
Amerika Serikat menyimpulkan bahwa jika suatu keputusan bukan memastikan keputusan tersebut dapat diterima dan dilaksanakan
diambil berdasarkan permufakatan bersama, maka keputusan itu oleh setiap warga sekolah dengan lebih efektif. Walaupun guru
akan sukar dilaksanakan dan hasilnya kurang memuaskan. Pada seyogyanya harus melibatkan diri dalam proses membuat
lingkungan sekolah, hampir semua keputusan yang diambil oleh keputusan tetapi kepala sekolah mempunyai tanggungjawab dan
kepala sekolah, langsung maupun tidak langsung bersinggungan keputusan terakhir tetap ditentukan oleh kepala sekolah. Oleh
dengan kepentingan guru. Guru merupakan ujung tombak karena itu, kebijakan kepala sekolah adalah penting
pelaksanaan keputusan-keputusan yang diambil oleh memandangkan setiap keputusan yang dibuat akan memberi
pimpinannya. Oleh karena itu, pelibatan guru dalam perencanaan implikasi kepada warga sekolah khususnya murid dan guru.
sebuah keputusan menjadi sebuah modal awal bagi Kebijakan dalam menentukan keputusan akan mempengaruhi
terlaksananya keputusan yang diambil oleh kepala sekolah. sikap guru untuk turut terlibat dalam membuat keputusan. Sikap
Pelibatan guru dalam pengambilan keputusan setidaknya dapat positif guru seterusnya akan memberi kesan kepada perubahan
dilakukan pada tataran meminta pertimbangan yang bersifat teknis positif guru dalam membuat keputusan di sekolah.
operasional dari pelaksanaan tugas keguruan. Pelibatan guru
dalam proses pengambilan keputusan oleh kepala sekolah DAFTAR PUSTAKA
merupakan bentuk penghargaan. Guru merasa “dimanusiakan”. Hasan, M. I. 2002. Teknik Pengambilan Keputusan. Jakarta:
Apalagi bila keputusan kepala sekolah itu diambil berdasarkan Ghalia.
usulan guru-guru yang terlibat di dalamnya. Pemberian Handoko, H., 2001, Manajemen edisi 2, Fakultas Ekonomi
penghargaan melalui pelibatan guru dalam bentuk partisipasi itu Universitas Gajah Madah, Yogyakarta: BPFE.
memberikan kepuasan tersendiri bagi guru yang bersangkutan. Reksohadiprodjo, S., dan Handoko, H., 2 0 0 1 . Organisasi
Dengan demikian, kepuasan guru terwujud karena partisipasinya Perusahan, Teori, Struktur danPerilaku, edisi 2, Fakultas
dalam pengambilan keputusan dan kepuasan dalam penentuan Ekonomi UGM Yogyakarta: BPFE.
keputusan. Pada akhirnya guru terdorong untuk melaksanakan Kamaluddin. 2003. Pengambilan Keputusan Manajemen. Malang:
keputusan kepala sekolah dengan sebaik- baiknya. Dioma Malang.
Berdasarkan hasil penelitian (Rahmad Sukor Ab. Samad Rahmad Sukor Ab. Samad & Norliza Shoib. (2006). Amalan
& Norliza Shoib, 2006; Mualuko, Mukasa & Judy, 2009). kolaboratif dalam pembuatan keputusan dalam kalangan
Menjelaskan bahwa sikap dan perilaku guru menjadi lebih positif, guru sekolah menengah di Kuala Lumpur. Jurnal
merasa lebih dihargai dan termotivasi serta lebih terbuka apabila Pendidikan. Kuala Lumpur: Universiti Malaya.
diberi peluang untuk terlibat dalam proses membuat keputusan. Reksohadiprodjo, S., dan Handoko, H., 2 0 0 1 . Organisasi
Dapat terjadi dalam masalah-masalah tertentu keterlibatan guru Perusahan, Teori, Struktur dan Perilaku, edisi 2, Fakultas
secara langsung dalam proses pengambilan keputusan tampak Ekonomi UGM Yogyakarta: BPFE.
bermanfaat, namun pada masalah-masalah lain keikutsertaan guru Rivai, V. 2004. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta:
secara langsung dalam proses pengambilan keputusan kurang Raja Grafindo Persada.
begitu diperlukan. Owen (dalam Grover (1976 : 70) menunjukkan Supana (2006). Hubungan Tingkat Partisispasi Guru dan Proses
bahwa guru tidak begitu ingin dilibatkan terlalu jauh dalam Pengambilan Keputusan Kepala Sekolah Terhadap
pengambilan keputusan pada setiap masalah. Keterlibatan yang Kepuasan guru. Tesis tidak dipublikasikan. Pascararjana
tidak perlu dalam pengambilan keputusan akan mengganggu dan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
meresahkan kepala sekolah. Sebaliknya, pelibatan guru yang Syamsi, I. 2000. Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi.
begitu jauh pada pengelolaan sekolah akan mengganggu dan Jakarta: Bumi Aksara.
meresahkan guru karena ia harus menjaga rahasia. Ia harus Stoner, J.A.F, & Winkel C., 2003, Perencanaan dan Pengambilan
menutup diri dengan temannya atau setidaknya harus berbicara Keputusan dalamManajemen, (alih bahasa: Simamora
tidak objektif guna menjaga rahasia itu. Suatu keputusan yang Sahat), Jakarta: PT Rineka Cipta.
diambil akan mudah diterima oleh yang langsung terlibat dalam Sulthon, M. (2009). Membangun Semangat Kerja Guru.
pelaksanaannya, jika keputusan itu diambil berdasarkan skala Yogyakarta: LaksBang.
prioritas yang jelas, yang sekaligus juga mengindikasikan Ubben, G., Hughes L.W., & Norris C.J., 2004, The Principal
adanya hal-hal yang penting untuk didahulukan. Creative Leadership for Excellence in Schools, Boston-
Pelibatan guru dalam pengambilan keputusan tidaklah USA: Pearson Education Inc.
selalu memperlancar tindak lanjutnya. Pada kasus-kasus tertentu Rawis, J.A.M., 2000, Partisipasi Guru Dalam Pengambilan
pelibatan tersebut justru menimbulkan masalah baru. Bahkan, bisa Keputusan di Sekolah Menengah Berprestasi (Studi
jadi dalam pengambilan keputusan itu menimbulkan pertentangan Kasus pada Sekolah Menengah Umum Negeri I Manado),
atau friksi antara kepala sekolah dengan guru atau antara guru Tesis, Malang: Universitas Negeri Malang.
dengan guru (yang dilibatkan). Jika terjadi hal yang demikian, Yanti. H. (2013). Persepsi Guru Terhadap Pengambilan
situasi kerja di sekolah tidak harmonis. Oleh karena itu, dalam Keputusan Oleh Kepala Sekolah. Jurnal. Bahana
hal ini diperlukan kejelian kepala sekolah dalam mengelola guru Manajemen Pendidikan Volume 1 No 1 hal 84-461 (2013)
dalam pengambilan keputusan tersebut.

SIMPULAN
Secara keseluruhan, paparan diatas telah menjelaskan
bahwa sikap guru positif ditunjukkan oleh mereka yang diberi
peluang untuk terlibat dalam membuat keputusan di sekolah.
Oleh k a r e n a itu, guru-guru perlu diberi peluang yang seimbang
ISBN: 978-602-74245-0-0 48
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN MEDIA ANIMASI DALAM PEMBELAJARAN IKATAN KIMIA UNTUK MAHASISWA
CALON GURU
Citra Ayu Dewi
Dosen Program Studi Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram
E-mail: Ayudewi_citra@yahoo.co.id

Abstrak: Ikatan Kimia merupakan salah satu materi yang dipelajari dalam Matakuliah Kimia Dasar yang konsep-konsepnya dianggap sulit
bagi sebagian besar mahasiswa. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor: 1). Konsep-konsep ikatan kimia sebagian besar bersifat abstrak,
2). Masih kurangnya pemanfaatan alat bantu mengajar berupa media pembelajaran, 3) Ketidakcocokan teori belajar, media, metode
pembelajaran dan bahan ajar yang diterapkan dalam proses pmbelajaran. Adapun solusi untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan
mengembangkan media pembelajaran berupa media animasi dalam pembelajaran ikatan kimia. Penelitian ini bertujuan untuk
menghasilkan media animasi dalam pembelajaran ikatan kimia untuk mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Semester ganjil IKIP
Mataram. Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu: studi pendahuluan, studi
pengembangan, dan pengujian produk. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa skor rata-rata yang diperoleh dari hasil validasi
ahli media yaitu 85%, sedangkan skor rata-rata yang diperoleh dari pengajar mitra yaitu 90% dengan kategori sangat layak. Hasil ujicoba
terbatas yang telah dilakukan pada mahasiswa diperoleh sebesar 86%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa media animasi dalam pembelajaran
ikatan kimia yangn telah dikembangkan berkategori sangat layak untuk digunakan dalam pembelajaran ikatan kimia pada matakuliah
kimia dasar 1.

Kata kunci: Media Animasi, Ikatan Kimia.

PENDAHULUAN
Ilmu kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus Pengajar tampaknya kurang mengembangkan
yaitu membekali peserta didik dengan pengetahuan, pemahaman kreativitasnya untuk merencanakan, menyiapkan dan membuat
dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk dapat media pembelajaran secara matang yang kaya inovasi sehingga
mempelajari konsep-konsep kimia yang lebih tinggi serta menarik bagi peserta didik.Ini tentu menjadi persoalan serius,
mengembangkan ilmu dan teknologi.Akan tetapi, mahasiswa persoalan yang tidak sekedar bisa dipecahkan dalam dataran
sering menganggap bahwa ilmu kimia merupakan salah satu ilmu wacana semata, namun harus ada aksi nyata guna mengatasi
yang sulit untuk dipahami karena berisi teori dan konsep yang persoalan dan mencapai tujuan perlu adanya perbaikan.
terkadang bersifat abstrak, yang salah satunya pada materi ikatan Perbaikan yang dimaksud disini adalah melakukan
kimia. Anggapan itu terjadi karena adanya berbagai faktor pengembangan terhadap media pembelajaran berupa media
terutama ketidakcocokan teori belajar, media, metode animasi yang sudah ada dengan menambah atau mengurangi
pembelajaran dan bahan ajar yang diterapkan oleh dosen. materi pembelajaran dengan ketentuan (1) media animasi yang
Tingkat kesulitan kimia dasar khususnya materi ikatan disusun harus mampu meningkatkan kualitas hasil proses
kimia disusun berdasarkan tingkat abstraksinya, kualitas materi, pembelajaran di kelas baik dari penguasaan konsep, keterampilan
perhitungan pemecahan soal dan grafik, serta kualitas materi yang maupun motivasi bagi mahasiswa, (2) media animasi bersifat
berupa informasi tentang pemahaman konsep dan aturan dari kompeten, praktis, dan efektif serta (3) materi yang disajikan dalam
materi yang bersangkutan. Disisi lain, mahasiswa kemungkinan media animasi harus memenuhi tuntutan kurikulum. Dimana media
dapat lebih memahami materi yang disajikan, bila penyajiannya pembelajaran yang akan dikembangkan oleh peneliti adalah media
dilakukan secara sistematis, misalnya dimulai dengan materi yang animasi menggunakan Macromedia Flash yang akan menyajikan
termudah kemudian dilanjutkan ketingkat yang selanjutnya. Untuk pembelajaran yang menarik, kreatif, menantang dan
itu perlu diterapkan media pembelajaran agar mahasiswa mudah menyenangkan bagi mahasiswa. Cara kerja dari Macromedia
memahami materi tersebut. Flash ini berupa penyajian animasi secara visual dalam bentuk
Berdasarkan hasil wawancara dengan dosen pengampu tulisan, gambar dan lain-lain yang dapat digerakkan sesuai yang
matakuliah kimia dasar, yang dilakukan sebagai kegiatan diinginkan sehingga konsep tentang ikatan kimia mudah dipahami
investigasi awal di Prodi Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram, mahasiswa.
diperoleh informasi bahwa hasil belajar mahasiswa prodi Menurut penelitian Salim, dkk, (2011) Macromedia Flash
pendidikan kimia IKIP Mataram mulai dari angkatan tahun ke-12 adalah salah satu Future Splash animator yang memudahkan
(tahun 2010) sampai dengan ke-15 (tahun 2013 semester ganjil) ± pembuatan animasi pada layar komputer dalam menampilkan
50% dalam katagori cukup, ±10% katagori baik, ≤ 5% katagori gambar secara visual dan lebih menarik. Flash adalah salah satu
sangat baik, dan sisanya kurang dari cukup bahkan masih terdapat software yang merupakan produk unggulan pembuatanimasi
mahasiswa dengan kategori sangat kurang. Rendahnya hasil gambar vektor, sehingga sangat membantu dosen dalam
belajar mahasiswa pada matakuliah kimia dasar disebabkan membuat instrumen pembelajaran. Menurut Nilawasti, dkk, (2013)
karena media pembelajaran yang masih kurang dimanfaatkan oleh Macromedia flash 8 merupakan perangkat lunak yang dapat
pengajar dan mengakibatkan mahasiswa jenuh untuk belajar, dan digunakan untuk membuat sebuah animasi. Animasi adalah
cenderung membosankan. Isi suatu media pembelajaran akan “susunan objek yang diatur sedemikian rupa sehingga
berpengaruh kepada output yang dihasilkan oleh pembelajaran menghasilkan suatu gerakan yang mampu menarik setiap orang
masih tergolong rendah sehingga kemampuan mahasiswa untuk untuk melihatnya”. Menurut Badi, dkk, (2013) animasi memberikan
memahami materipun rendah. informasi secara kreatif yang membuat mahasiswa mampu
ISBN: 978-602-74245-0-0 49
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
mengingatnya sehingga mengakibatkan retensi pengetahuan yang HASIL DAN PEMBAHASAN
lebih baik dan kinerja akademik ditingkatkan. A. Hasil Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini penting Kegiatan penelitian pengembangan dengan judul
dilakukan untuk mengembangkan media animasi dalam “Pengembangan Media Animasi dalam Pembelajaran Ikatan Kimia
pembelajaran ikatan kimiadengan harapan dapat meningkatkan untuk mahasiswa calon guru“ telah dilaksanakan mulai bulan
pemahaman konsep mahasiswa pada matakuliah kimia dasar. Januari sampai Februari 2016 di FPMIPA IKIP Mataram. Seluruh
Penelitian ini difokuskan pada pengembangan media animasi kegiatan yang telah dilaksanakan melibatkan ahli pakar media,
menggunakan Macromedia Flash. pengajar mitra, dan mahasiswa pendidikan kimia semester ganjil.
Pengembangan Media Animasi dalam Pembelajaran Ikatan Kimia
METODE PENELITIAN bertujuan untuk memperoleh media pembelajaran yang baik.
Penelitian ini adalah penelitian pengembangan yang Nantinya, produk ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam upaya
berorientasi pada produk dalam bidang pendidikan. Fokus meningkatkan pemahaman konsep mahasiswa pada materi ikatan
penelitian pengembangan untuk menghasilkan produk tertentu. kimia. Dalam penelitian ini, telah dikembangkan media
Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa media animasi pembelajaran berupa media animasi dengan materi ikatan kimia
untuk mahasiswa pada matakuliah kimia dasar.\Penelitian yang mengacu pada pedoman akademik yang terdapat di program
dilaksanakan pada semester ganjil tahun akademik 2015-2016 studi pendidikan kimia FPMIPA IKIP Mataram. Penelitian ini
dengan subyek penelitian mahasiswa IKIP Mataram Program Studi dilakukan melalui tahap pengembangan media pembelajaran
Pendidikan Kimia Semester 1. Lokasi penelitian di IKIP Mataram dengan menggunakan model pengembangan yang dikembangkan
Jl. Pemuda No. 59A Mataram Nusa Tenggara Barat. oleh sugiyono meliputi: tahap studi pendahuluan, tahap studi
Pengembangan media animasi menggunakan desain pengembangan dan tahap pengujian produk.
pengembangan R&D (Research and Development). Secara garis 1. Tahap Studi Pendahuluan
besar R&D terdiri dari tiga langkah: (1) studi pendahuluan meliputi Tahap studi pendahuluan yang telah dilakukan terdiri dari
analisis kebutuhan, studi pustaka dan survei lapangan untuk analisis kebutuhan dan studi lapangan. Analisis kebutuhan meliputi
mengamati produk dan kegiatan yang ada, (2) tahap analisis mahasiswa dan analisis tugas.
pengembangan produk meliputi penyusunan draf produk, dan (3) 1) Analisis Kebutuhan
tahap pengujian produk (Sugiyono, 2013). a. Analisis mahasiswa
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini Tahap ini merupakan suatu tahapan yang menjelaskan
terdiri dari angket persepsi mahasiswa dan lembar penilaian mengenai hal-hal yang harus dipelajari oleh mahasiswa. Analisis
validasi produk. Aspek penilaian validasi produk meliputi: ini juga digunakan untuk mengklarifikasi apakah ada masalah yang
kelayakan materi, kelayakan konstruksi dan kelayakan bahasa. akan dihadapi sehingga nantinya dapat menemukan solusi yang
Sedangkan angket persepsi mahasiswa terkait dengan tepat untuk menghadapi masalah dalam penyelenggaraan
penggunaan media animasi dalam pembelajaran kimia pada program pembelajaran. Dalam penelitian ini, yang menjadi subjek
matakuliah kimia dasar. penelitian adalah mahasiswa semester ganjil program studi
Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa pendidikan kimia FPMIPA IKIP Mataram.
deskriptif melalui uji validasi produk dan angket persepsi b. Analisis tugas
mahasiswa yang akan dijelaskan sebagai berikut: Pada analisis tugas dilakukan dengan merinci tugas isi
a. Uji Validitas Produk materi ikatan kimia dalam bentuk garis besar. Analisis ini
Uji validitas yang dilakukan adalah validitas isi mencakup analisis struktur isi. Berdasarkan pedoman akademik
produk.Untuk menganalisis validitas isi produk ini dinilai oleh para program studi pendidikan kimia pada matakuliah kimia dasar 1
ahli.Validitas isi ditetapkan berdasarkan penilaian dan dianalisis dan diperoleh hasil yaitu standar kompetensi yang harus
pertimbangan dari pakar pendidikan dan pakar pengajar mitra. dikuasai oleh mahasiswa tentang konsep-konsep pokok kimia
Hasil validasi dari validator kemudian dihitung persentasenya sebagai landasan untuk mempelajari kimia lebih lanjut meliputi:
untuk mengetahui validitas isi produk yang digunakan. Suatu Struktur atom, Sistem Periodik Unsur, Ikatan kimia dan struktur
instrumen secara keseluruhan dikatakan valid jika harga molekul, Kimia unsur, Stoikiometri, Energetika kimia, Kimia koloid,
persentase pemberian skor adalah ≥ 75%. Senyawa karbon dan biokimia. Kompetensi dasar yang harus
b. Angket Persepsi Mahasiswa dikuasai, yaitu: Membandingkan proses pembentukan ion, ikatan
Angket digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang kovalen, ikatan koordinasi dan ikatan logam serta hubungannya
respon mahasiswa terhadap media animasi dalam pembelajaran dengan sifat fisika senyawa yang terbentuk. Beberapa konsep-
ikatan kimia yang dikembangkan. Angket diberikan setelah konsep yang dituangkan dalam media pembelajaran ini adalah:
mahasiswa selesai mempelajari matakuliah kimia dasar. Standar kestabilan dalam suatu ikatan kimia, pembentukan ikatan ion,
untuk menentukan persepsi mahasiswa terhadap penggunaan ikatan kovalen, ikatan kovalen tunggal, rangkap dua, dan rangkap
media animasi digunakan kriteria sebagai berikut: tiga, kepolaran ikatan kovalen, ikatan kovalen koordinasi dan
Jika R = 0-20% = mahasiswa berpendapat sangat negatif ikatan logam.
Jika R = 21-40% = mahasiswa berpendapat negatif 2) Studi Lapangan
Jika R = 41-60% = mahasiswa berpendapat netral Pada studi lapangan ini dikaji masalah mendasar yang
Jika R = 61-80% = mahasiswa berpendapat positif dihadapi di lapangan sehingga perlu dilakukan pengembangan
Jika R = 81-100% = mahasiswa berpendapat sangat media animasi dalam pembelajaran ikatan kimia. Pada langkah ini,
Positif (Sugiyono, 2013). peneliti mengamati permasalahan-permasalahan yang muncul
dalam pembelajaran ikatan kimia. Permasalahan yang ada antara
lain, mahasiswa merasa bahwa pembelajaran ikatan kimia

ISBN: 978-602-74245-0-0 50
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
merupakan salah satu materi yang dianggap sulit karena memiliki dilakukan dimana saja dan kapan saja, dapat mengubah peran
tiga representatif yaitu: makroskopik, mikroskopik, dan simbolik. pengajar ke arah yang lebih positif dan produktif. Dengan
Sehingga diperlukan suatu pemahaman konsep secara benar. memanfaatkan media ini secara baik, seorang pengajar bukan lagi
Artinya, mahasiswa tidak mengalami kekeliruan dalam memahami menjadi satu-satunya sumber belajar bagi mahasiswa. Dengan
masing-masing konsep yang terdapat pada materi tersebut, adanya media ini pengajar tidak perlu menjelaskan seluruh materi
sehingga dapat menerapkan solusi yang tepat untuk setiap pembelajaran, karena bisa berbagi peran dengan media dengan
permasalahan yang berbeda dan mampu mengaplikasikan dalam demikian pengajar akan lebih banyak memiliki waktu untuk
kehidupan nyata sehingga pembelajarannya menjadi lebih memberikan perhatian kepada aspek-aspek edukatif lainnya,
bermakna. seperti membantu kesulitan belajar mahasiswa, pembentukan
2. Tahap Studi Pengembangan kepribadian, memotivasi belajar, dan sangat membantu pengajar
Pada tahap studi pengembangan, produk yang akan dalam proses belajar mengajar dan membuat mahasiswa belajar
dikembangkan yaitu media animasi mengacu pada pedoman lebih mandiri lagi.
akademik prodi pendidikan kimia. Dalam tahap ini berisi identifikasi Menurut penelitian Salim, dkk, (2011) Macromedia Flash
terhadap program. Melalui identifikasi ditentukan judul, tujuan dan adalah salah satu Future Splash animator yang memudahkan
pokok-pokok materi yang akan dituangkan pada program tersebut. pembuatan animasi pada layar komputer dalam menampilkan
Studi pengembangan merupakan tahap setelah proses analisis gambar secara visual dan lebih menarik. Flash adalah salah satu
dimana tahap ini adalah tidak lanjut atau kegiatan inti dari langkah software yang merupakan produk unggulan pembuatanimasi
analisis. Studi pengembangan produk juga dikatakan sebagai gambar vektor, sehingga sangat membantu dosen dalam
rancangan dalam proses pengembangan produk. Studi membuat instrumen pembelajaran. Menurut Nilawasti, dkk, (2013)
pengembangan produk disusun dengan mempelajari masalah, Macromedia flash 8 merupakan perangkat lunak yang dapat
kemudian mencari solusi melalui identifikasi dari tahap analisis digunakan untuk membuat sebuah animasi. Animasi adalah
kebutuhan pada proses sebelumnya. Salah satu tujuan dari tahap “susunan objek yang diatur sedemikian rupa sehingga
ini adalah menentukan strategi pembelajaran yang tepat agar menghasilkan suatu gerakan yang mampu menarik setiap orang
mahasiswa dapat mencapai tujuan dalam proses pendidikan, untuk melihatnya”. Menurut Badi, dkk, (2013) animasi memberikan
khususnya dalam mencapai standar kompetensi yang telah informasi secara kreatif yang membuat mahasiswa mampu
ditentukan dalam proses pembelajaran. mengingatnya sehingga mengakibatkan retensi pengetahuan yang
3. Tahap Pengujian Produk lebih baik dan kinerja akademik ditingkatkan. Penelitian lain yang
Media pembelajaran hasil pengembangan, sebelum telah dilakukan oleh Sigit Priatmoko, Dkk (2011). Dari hasil
diujicobakan divalidasi terlebih dahulu oleh ahli media, pengajar penelitiannya bahwa ada perbedaan hasil belajar kimia siswa yang
mitra (praktisi) dan mahasiswa (subyek uji coba) untuk mengetahui disampaikan melalui pendekatan CET dengan media macromedia
kelayakan dari produk yang telah dikembangkan. Validasi produk flash dan media microsoft powerpoint pada pokok bahasan
dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif melalui lembar validasi. Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia.
1) Data Validasi Produk
Berdasarkan hasil validasi yang telah dilakukan oleh ahli KESIMPULAN
media diperoleh hasil validasinya sebesar 85% dengan kategori Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
layak. Sedangkan hasil validasi dari pengajar mitra sebesar 90% validitas media animasi hasil pengembangan mengacu pada hasil
dengan kategori sangat layak. Hal ini menunjukan bahwa media penilaian validasi ahli serta ujicoba terbatas. skor rata-rata yang
animasi hasil pengembangan dinyatakan sangat layak untuk diperoleh dari ahli media dan pengajar mitra masing-masing sebesar
digunakan sebagai media pembelajaran dalam ikatan kimia. 85% dan 90% dengan kategori sangat layak. hasil ujicoba terbatas
Masukan dari ahli media dan pengajar mitra berupa penilaian, diperoleh sebesar 86% sehingga media animasi yang telah
komentar dan saran dijadikan sebagai pedoman dalam merevisi dikembangkan layak untuk digunakan dalam pembelajaran ikatan
produk awal. Produk hasil revisi tahap pertama dan kedua akan kimia
digunakan untuk uji coba terbatas. .
2) Data Ujicoba Terbatas DAFTAR RUJUKAN
Berdasarkan hasil uji coba terbatas yang telah dilakukan Badi, H. J. Zeki, A.M. Faris, W. F. Othman, R. B. 2013. Animation
pada mahasiswa semester ganjil prodi pendidikan kimia diperoleh as a Problem Solving Technique in Mechanical
hasil uji coba sebesar 86% dengan kategori layak. Engineering Education. International Jurnal of Scientific &
Engineering Reseach. Vol. 4. No. 5. ISSN 2229-5518.
B. Pembahasan Nilawasti Z.A. 2013. Penggunaan Macromedia Flash 8 Pada
Berdasarkan masukan saran dan tanggapan dari ahli Pembelajaran Geometri Dimensi Tiga. Prosiding Semirata
media, pengajar mitra sebagai praktisi dan mahasiswa sebagai FMIPA Universitas Lampung.
subyek uji coba maka diperoleh media animasi dalam Priatmoko, S. Prasetya, A. 2011. Komparasi Hasil Belajar Siswa
pembelajaran ikatan kimia sesuai dengan yang diharapkan. Media Dengan Media Macromedia Flash dan Microsoft Powerpoit
animasi ini dapat memudahkan pengajar dalam menyajikan yang Disampaikan Melalui Pendekatan Chemo-
informasi mengenai materi yang cukup kompleks dalam Edutaintment. Semarang: FPMIPA Universitas Negeri
kehidupan, memotivasi mahasiswa untuk memperhatikan karena Semarang.
menghadirkan daya tarik bagi mahasiswa karena media dilengkapi Salim, S. Toifur, M. 2011. Pemanfaatan Media Pembelajaran
dengan suara, media dapat menumbuhkan sikap positif (Macromedia Flash) Dengan Pendekantan Kontruktivis
mahasiswa terhadap materi ikatan kimia dalam proses belajar, Dalam Memecahkan Efektipitas Pembelajaran Fisika Pada
media animasi ini memungkinkan proses pembelajaran dapat

ISBN: 978-602-74245-0-0 51
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Konsep Gaya. Seminar Nasional Penelitian: Fakultas
MIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

ISBN: 978-602-74245-0-0 52
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENERAPAN CARA BELAJAR SISWA AKTIF (CBSA) DALAM MATA PELAJARAN SEJARAH DI SMP
NEGERI 1 WOHA KABUPATEN BIMA
Damhuji
Dosen STKIP Taman Siswa Bima
E-mail:-

Abstrak: Penelitian bertujuan untuk mengetahui penerapan Cara Belajar Siswa Aktuf (CBSA) dalam mata pelajaran Sejarah di SMP
Negeri 1 Woha dan untuk mengetahui Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam mata pelaran Sejarah SMP Negeri 1 Woha kabupaten
Bima. Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi, populasi penelitian yaitu seluruh siswa sebanyak 411 orang siswa, sedangkan sampel
penelitian sebanyak 30 orang siswa, teknik analisis data yaitu Deskriptif Presentase. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, penerapan
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam mata pelajaran Sejarah di SMP Negeri 1 Woha yaitu diterapkan secara intensi dalam rangka
meningkatkan kualitas siswa. Faktor penghambat Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) seperti: Kurangnya buku paket Sejarah, kurangnya
media belajar dan kurangnya tiangkat kreatifitas siswa terhadap materi yang diberikan oleh guru.

Kata Kunci: Penerapan cara belajar siswa aktif, mata pelajaran sejarah.

PENDAHULUAN didiknya, maka ditentukan untuk selalu memberikan perhatian dan


Apa yang telah digariskan di dalam Undang-Undang dorongan kepada siswanya, maka dituntut untuk selalu
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tidak memberikan perhatian dan dorongan kepada muridnya untuk
lain merupakan manifestasi langsung dari tujuan pendidikan. Hal belajar. Dalam kaitan dengan belajar, seorang anak perlu
ini didasarkan bahwa pendidikan memegang peranan ganda mendapatkan perhatian dan dorongan serta penghargaan untuk
sebagai soko guru pendidikan, juga merupakan wadah atau memperlancar proses belajar siswa yang diinginkan.
wahana mencetak dan mendidik manusia yang dibutuhkan dalam Faktor lain yang turut mempengaruh prestasi belajar
pembangunan. Oleh karena itu untuk mewujudkan hal demikian siswa ditemukan adanya faktor kelancaran cara belajar, apabila hal
maka dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak khususnya tenaga ini dapat diwujudkan, maka rencana pendidikan yang dicanangkan
pendidik. setiap program studi khususnya program studi Sejarah dapat
Wujud dari keberhasilan pendidikan dapat dilihat dari berjalan sesuai dengan tujuannya.
kemajuan pendidikan formal adalah pelaksanaan proses belajar Kelancaran cara belajar yang digambarkan diatas
mengajar. Dengan demikian proses pengajaran yang dilaksanakan menjadi daya tarik tersendiri bagi penulis untuk mencoba
disamping sebagai proses yang bertujuan, artinya proses belajar memahaminya lewat penulisan skripsi dengan memilih judul :
mengajar terikat pada tujuan, terarah kepada tujuan, dan Penerapan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) Dalam Mata Pelajaran
dilaksanakan semata-mata untuk mencapai tujuan. Oleh karena Sejarah Di SMP Negeri 1 Woha kabupaten Bima.
itu, bagaimanapun bentuk serta jenisnya pendidikan, harus Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas, maka
dapatmenunjang tercapinya tujuan pendidikan itu sangat luas dapat dirumuskan sebuah rumusan masalah dari skripsi ini yaitu :
serata sangat abrtrak, maka dalam pelaksanaannya tujuan yang (1) bagaimana penerapan cara belajar siswa aktif dalam mata
kongkrit dan operasional, atau dari tujuan pendidikan nasional pelajaran sejarah di SMP Negeri 1 Woha kabupaten Bima?, (2)
samapai tujuan internasioanal. Setiap jenjang tujuan tersebut faktor yang menjadi penghambat penerapan Cara Belajar Siswa
tidakerdiri sendiri secara tersendiri, melainkan tujuan-tujuan yang Aktif (CBSA) dalam mata pelajaran Sejarah di SMP Negeri 1 Woha
lebih rendah berfungsi sebagai sarana penunjang pencapaian kabupaten Bima?.
tujuan yang lebih tinggi, dimana pada garis besarnya dapat menjadi Adapun tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui
cermin di dalam pencapaian tujuan pendidikan. penerapan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam mata pelajaran
Acuan yang dapat digunakan dalam pencapaian tujuan Sejarah di SMP Negeri 1 Woha kabupaten Bima, (2) untuk
pendidikan, adalah pemerintah dapat menyiapkan kurikulum yang mengetahui faktor penghambat penerapan Cara Belajar Siswa
sesui dengan jenis dan jenjang pendidikan. Kerikulum ini dibuat Aktif (CBSA) dalam mata pelajaran Sejarah di SMP Negeri 1 Woha
secara terpusat, oleh karena itu sifatnya masih global dan harus kabupaten Bima.
dilaksanakan oleh lembaga pendidikan di seluruh wilayah Proses belajar mengajar merupakan suatu indikator
Indonesia dan pelaksanaannya harus dilaksakan secara dalam pencapaian tujaun pendidikan, oleh karena yang dapat
berkesinambungan. dijadikan ukuran yang menunjukkan keberhasilan proses belajar
Salah satu wujud dari tujuan pendidikan, yaitu penerapan mengajar siswa dan keberhasilan proses belajar mengajar guru
cara belajar siswa secara kontinyu. Dimana merupakan suatu dalam mencapai pada suatu tujuan pengajaran tertentu. Dengan
proses yang kompleks, banyak faktor yang berpengaruh demikian kelancaran proses belajar mengajar dapat diartikan
didalamnya, yaitu faktor internal dan faktor eksternal, Dalam sebagai efektifitas proses belajar mengajar.
pelaksanaannya, guru harus mampu mengorganisir fakor-faktor Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari
tersebut, sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan secara dua sudut menurut Nana Sudjana(1992:35) yaitu: “Dari sudut
terencana. prosesnya dan dari hasil yang dicapai”. Dari sudut proses,
Dengan adanya penerapan cara belajar siswa yang baik dimaksudkan bahwa proses belajar mengajar sebagai suatu
merupakan salah satu faktor penunjang prestasi belajar siswa proses merupakan interaksi dinamis, sehingga siswa sebagai
bidang studi Sejarah yang penulis tertarik untuk mengkajinya subyek yang belajar mampu mengembangkan potensinya melalui
adalah faktor perhatian guru. Mengingat pentingnya peranan guru belajar mandiri, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat
dalam mempengaruhi perkembangan dan kemajuan anak tercapai secara efektif. Sedangkan dari sudut hasil yang dicapai,
ISBN: 978-602-74245-0-0 53
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
ditekankan pada tingkat penguasaan tujuan oleh siswa baik dari dasar CBSA berasal dari teori kurikulum yang berpusat pada anak
segi kuantitatif maupun kualitatif. yang penerapannya berdasarkan pada teori belajar yang
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang menekankan pada belajar melalui proses aktif untuk memperoleh
kompleks, artinya di dalam usaha menyelenggarakan proses pemahaman.
belajar mengajar tersebut diperlukan semua komponen dasar Pada kurikulum yang berpusat pada anak, siswa
sampai dengan faktor penunjang yang mempengaruhinya. mempunyai peran yang sangta penting dalam menentukan bahan
Selama proses belajar mengajar berlangsung interaksi pelajaran, karena siswa sendiri yang membuat perencanaan dan
yang terjadi tidak hanya dipengaruhi keterlibatan guru secara menentukan bahwa pelajaran dan corak proses belajar mengajar
pribadi, namun juga persiapan yang dibuat saling ketergantungan yang diinginkan guru hanya bertindak sebagai kordinator saja.
antara komponen tersebut. Adapun komponen yang terlibat antara Penerapan teori kuirkulum semacam ini tentu saja memperkecil
lain guru, tujuan pengajaran, materi pengjaran, media pendidikan, peranan guru mengajar. Dalam perkembangan selanjutnya teori ini
sistem pelajaran, manajemen interaksi belajar mengajar. mengalami modifikasi dengan menyumbangkan guru disatu pihak
Peranan dan tugas guru dalam upaya peningkatan mutu dan siswa dilain pihak. Dari hasil modifikasi inilah kemudian yang
proses belajar mengajar di sekolah tidak dapat dipisahkan dari selanjutnya melahirkan system pengajaran yang dikenal dengan
keseluruhan bidang-bidang operasional tersebut merupakan nama konsep CBSA. Dalam konsep ini baik guru maupun siswa
unsur- unsur yang terarah pada pencapaian tujuan pengajaran, masing-masing terlibat aktif dalam proses belajar mengajar.
oleh karena itu dalam upaya peningkatan mutu guru mempunyai
dua tugas pokok yaitu : METODE PENELITIAN
a. Tugas profesional, yaitu yang berhubungan dengan Variabel penelitian dari skripsi ini adalah variabel tungggal
profesinya.Tugas profesional ini meliputi tugas mendidik (tugas yaitu Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dan Desain penelitian ini
mengembangkan kepribadian siswa), mengajar (untuk yaitu deskriptif adalah penelitian yang akan menggambarkan
mengembangkan ketrampilan siswa). penerapan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam mata pelajaran
b. Tugas kemasyarakatan (civic mission) ialah tugas sebagai Sejarah.
anggota masyarakat dan warga negara. Dalam hal ini guru Gambaran dari variabel penelitian ini akan digambarkan
bertugas membimbing siswa menjadi warga negara yang baik. dalam defenisi operasional variabel adalah penerapan cara belajar
Mengajar erat kaitannya dengan belajar, karena di dalam siswa aktif (CBSA) adalah merupakan kondisi dan situasi yang
aktivitas mengajar selalu diikuti dengan peristilaan belajar. telah dirancang oleh siswa untuk mencapai tingkat tingkat belajar
Mengajar sering diidentikkan dengan kegiatan guru, sedangkan secara efektif.
belajar merupakan kegiatan siswa walaupun sering terjadi di dalam Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu
mengajar guru juga melakukan kegiatan belajar, terutama dalam Penelitian Kepustakaan (Library Research) dan Penelitian
upaya meningkatkan kemampuannya untuk mengajar. Lapangan (Field Research) dimana penelitian lapangan ini
Jika diperhatikan beberapa definisi mengajar yang mencakup observasi, angket, dan wawancara.
dikemukakan oleh ahli pendidikan di atas, akan diperoleh Data yang telah dikumpulkan baik melalui penelitian
keragaman rumusannya. Hal ini karenakan adanya perbedaan pustaka maupun penelitian lapangan akan dianalisis dengan
sudut pandang atau penekanan terhadap makna dari mengajar itu menggunakan teknik analisis data yaitu: :”Analisis Deskriptif
sendiri. Presentatif”, yaitu analisis data yang digunakan di mana penulis
Menurut Umar Usman (1991:3) mengatakan bahwa: akan mengetahui penerapan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Mengajar adalah suatu usaha mengorganisir lingkungan di dalam dalam pembelajaran bidang studi Sejarah SMP Negeri 1 Woha
hubungannya dengan anak didik dan materi pelajaran sehingga kabupaten Bima dengan menggunakan rumus :
menimbulkan proses belajar mengajar”. Mengajar merupakan
suatu kegiatan untuk mengorganisir atau mengatur lingkungan oleh F
pihak guru, agar terjadi suatu proses belajar mengajar secara P x100 %
N
efektif di dalam situasi belajar siswa yang efektif.
Keterangan:
Mengajar adalah kegiatan melaksanakan kurikulum suatu
lembaga pendidikan, agar dapat mempengaruhi para siswa untuk P = Populasi penelitian
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya.
F = Feekuensi
Abu Ahmadi (2003:206) bahwa: “Cara Belajar Siswa Aktif
adalah merupakan istilah yang memiliki makna sama dengan N = Sampel
Student Active Learning yang merupakan cara, teknik atau
teknologi“. Sedangkan menurut Rahman Natawijaya (1995:5) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
mengatakan bahwa: Cara Belajar siswa aktif adalah suatu system 1. Penerapan cara belajar siswa aktif dalam mata pelajaran
belajar mengajar yang menekankan kepada keaktifan siswa secara sejarah di SMP Negeri 1 Woha kabupaten Bima.
fisik, mental intelektual dan perpaduan antara aspek kognitif dan Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa
psikomotorik. CBSA adalah salah satu strategi belajar mengajar prinsip CBSA dalam proses belajar mengajar mata pelajaran
yang menutut keaktifan dan partisipasi subyek didik seoptimal Sejarah di SMP Negeri 1 Woha kabupaten Bima dapat dilihat
mungkin sehingga siswa mampu mengubah tingkalahkunya secara dari beberapa dimensi seperti: Guru, siswa dan dimensi
efektif dan efisien. (Nana Sudjana 1999:12). program.
Dengan demikian CBSA merupakan suatu bukti atau cara Berdasarkan hasil penelitian penulis membuktikan
yang ditempuh dalam strategi belajar mengajar yang menuntut bahwa penerapan CBSA di SMP Negeri 1 Woha kabupaten
keterlibatan dan partisipasi subyek didik secara fisik, mental Bima telah berjalan dengan baik. Hal ini dapat dibuktikan dari
intelektual dan emosional dalam proses belajar mengajar. Konsep hasil observasi penulis dan hasil angket yang disebarkan

ISBN: 978-602-74245-0-0 54
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
kepada responden. tanggapan siswa yang mengatakan 27 orang atau 90% sangat
Indikator adanya penerapan prinsip CBSA yakni menarik, 3 orang atau 10% yang mengatakan tidak menarik.
bilamana dalam proses belajar mengajar ditemukan keaktifan Sebagai bukti bahwa penerapan CBSA sudah terlaksana
dari siswa. Hal ini penulis melihat dari siswa ketika mata dengan baik, sebagai factor yang turut menunjang adalah minat
pelajaran Sejarah diajarkan nampak adanya keaktifan dari siswa dalam mengikuti pelajaran Sejarah yang sangat besar. Hal
siswa yang belajar. ini dapat dilihat dari angket yang disebarkan oleh penulis dimana
Untuk membuktikan hal tersebut, dapat dilihat dari hasil 90% menjawab sangat suka dengan mata pelajaran Sejarah.
angket yang telah dianalisis seperti pada tabel berikut ini. Tabel 3. Tanggapan siswa terhadap intensitas menjawab
Tabel 1. Tanggapan Siswa Tentang Keaktifan Dalam Bertanya pertanyaan pada proses belajar mengajar berlangsung
Frekuensi Frekuensi
Frekuensi Frekuensi No. Tanggapan Siswa
No. Tanggapan Siswa Absolut Relatif
Absolut Relatif
1. Selalu 18 60
1. Selalu 25 83,3
2. Kadang-kadang 8 26,7
2. Kadang-kadang 3 10
3. Jarang 2 6,7
3. Jarang 2 6,7
4. Tidak pernah 2 6.7
4. Tidak pernah - -
Jumlah 30 100
Jumlah 30 100
Dari tabel diatas dapat diperoleh gambaran bahwa
intensitas siswa menjawab pertanyaan adalah selalu, hal ini
Dari tabel diatas dapat diperoleh gambaran bahwa
terbukti dari tanggapan siswa dimana 18 orang atau 60% yang
keatifan siswa dalam bertanya selalu dilakukan, hal ini terbukti dari
mengatakan selalu, 8 orang atau 26,7% mengatakan kadang-
tanggapan siswa yang mengatakan 25 orang atau 83,3% selalu, 3
kadang, 2 orang atau 6,7% dan 2 orang atau 6,7% yang
orang atau 10% yang mengatakan kadang-kadang dan 2 orang
mengatakan tidak pernah.
atau 6,7% yang mengatakan tidak pernah.
Dengan hasil tabel diatas, nampak adanya keterlibatan
Tanggapan siswa di atas sejalan dengan apa yang
siswa dalam kegiatan belajar mengajar dalam bentuk feed back
dikatakan oleh guru Sejarah Hermansyah bahwa: “Sebenarnya
atas adanya umpan balik sehingga terwujud tujuan pembelajaran.
penerapan prinsip CBSA di sekolaj ini khususnya dalam mata
Dalam bentuk lain siswa juga menunjukkan keberaniannya di
pelajaran Sejarah telah tercapai, hal ini karena siswa selalu
dalam mengajukan pertanyaan terhadap materi yang dianggap
menggunakan kesempatan yang diberikan kepadanya untuk
kurang jelas, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
bertanya. Jadi proses belajar mengajar semakin nampak karena
Tabel 4. Tanggapan siswa mengenai kesempatan untuk
penekanan mengajar dari guru adalah bagaimana menjadikan
mengajukan pertanayaan terhadap materi yang kurang
suasana kelas menjadi hidup dengan adanya metode mengajar
jelas
yang bervariasi”.
Penerapan prinsip CBSA dalam proses belajar mengajar Frekuensi Frekuensi
No. Tanggapan Siswa
mata pelajaran Sejarah dengan menggunakan menggunakan Absolut Relatif
metode mengajar bervariasi sangat menarik bagi siswa. Hal
tersebut nampak dalam menerima materi pelajaran, disini penulis 1. Selalu 21 70
melihat adanya interaksi yang baik antara pihak guru dengan siswa 2. Kadang-kadang 6 20
setelah guru menjelaskan pokok bahasan yang diajarkan, nampak
adanya motivasi siswa untuk bertanya ini senantiasa terwujud 3. Jarang 3 10
dalam mengikuti mata pelajaran Sejarah. 4. Tidak pernah - -
Pelajaran Sejarah yang umumnya dominan dengan
aspek kognitif, maka karenanya lebih efisien jika metode mengajar Jumlah 30 100
yang digunakan adalah metode bervariasi, seperti metode diskusi, Dari tabel diatas dapat diperoleh gambaran bahwa
tanya jawab dan ceramah, sebagaimana tercermin dari sikap siswa kesempatan siswa untuk bertanya adalah selalu, hal ini terungkap
yang dapat dilihat pada tabel berikut ini. dari hasil tanggapan responden di mana 21 orang atau 70% yang
Tabel 2. Tanggapan Siswa Mengenai Metode Mengajar Guru yang mengatakan selalu, 6 orang atau 20% yang mengatakan kadang-
Bervariasi kadang dan 3 orang atau 10% yang mengatakan jarang.
Frekuensi Frekuensi Disini nampak bahwa adanya keterlibatan siswa dalam
No. Tanggapan Siswa
Absolut Relatif kegiatan belajar mengajar dan bentuk mengajukan pertanyaan
1. Sangat menarik 27 90 yang kurang jelas akan memberikan motivasi kepada siswa untuk
memecahkan permasalah belajar yang dihadapinya.
2. Tidak menarik 3 10 2. Faktor Penghambat Penerapan Cara Belajar Siswa Aktif
Jumlah 30 100 (CBSA) Dalam Mata Pelajaran Sejarah SMP Negeri 1 Woha
kabupaten Bima
Sudah menjadi tekad bersama para guru di SMP Negeri
Dari tabel diatas dapat diperoleh gambaran bahwa metode 1 Woha bahwa kualitas siswa merupakan sasaran yang
mengajar guru yang bervariasi sangat menarik, hal ini terbukti dari diutamakan, disamping bagaimana caranya seupaya tingkat
kelulusan siswa semakin baik dalam rangka melanjutkan

ISBN: 978-602-74245-0-0 55
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi.
Menurut Firdamayanti, S.Pd bahwa: “Proses SARAN
pelaksanaan prinsip CBSA di sekolah kami khususnya dalam mata 1. Disarankan supaya guru dalam proses belajar mengajar mata
pelajaran Sejarah sudah lama diterapkan karena memang cara pelalajaran Sejarah supaya menggunakan prinsip CBSA.
tersebut sangat efektif”. Namun demikianproses penerapan CBSA 2. Disarankan kepada pihak sekolah untuk melengkapi media
dalam proses belajar mengajar mata pelajaran Sejarah diakui pembelajaran Sejarah.
masih dirasakan adanya faktor penghambat, baik oleh pihak guru 3. Disarankan kepada siswa untuk selalu aktif dalam proses
maupun oleh pihak siswa sendiri. belajar mengajar mata pelajaran Sejarah.
Adapun hambatan yang dirasakan tersebut antara lain
sebagai berikut : DAFTAR PUSTAKA
a. Kurangnya buku paket Sejarah Abdu Mali, 2000. Pengelolaan Fasilitas Pengajaran, Malang, FIK –
Akibat kurangnya buku paket Sejarah yang dimiliki oleh IKIP,
pihak guru terlebih bagi siswa menyebutkan adanya keluhan- Achmad, A. 1995. Tanya Jawab Ilmu Jiwa Pendidikan, Jakarta,
keluhan di dalam penerapan materi. Hal ini diakui oleh guru Sejarah Rajawali Press.
bahwa: “Pada dasarnya proses belajar mengajar akan semakin Ali Muhammad, 2001. Penelitian Kependidikan, Prosedur dan
efektif kalau ditunjang dengan buku paket Sejarah yang tidak Strategi, Bandung, Bina Aksara.
hanya dimiliki oleh guru, tetapi juga oleh siswa agar supaya materi Hadi Sutrisno, 2000. Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia.
dapat dijelaskan, siswa tidak lagi mencatatnya karena materi Joni Raka, T. , 1994. Pengelolaan Kelas, Jakarta, Depdikbud Dirjen
tersebut sudah ada buku. Keuntungan lain adalah membiasakan Dikti.
siswa memahami materi tersebut dengan cepat sebelum Maman Achdiat, 1999. Mengajar Yang Efektif, Jakarta, Depdikbud.
diterangkan oleh guru”. Moh. Uzer Usman, 1991. Menjadi Guru Profesional,Jakarta, Bina
b. Kurangnya media belajar Aksara.
Peranan media dalam proses belajar mengajar sangat Nana Sudjana, 1992. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar,
penting, sebab dapat menambah semangat siswa dalam kegiatan Bandung, Sinar Baru.
belajar mengajar. Hambatan yang dirasakan dalam menerapkan Poewadarminta, W.J.S, 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia,
CBSA ialah terbatasnya media pengajaran seperti penggunaan Jakarta, Ghalia Indonesia.
gambar-gambar serta fasilitas lainnya yang biasa digunakan dalam Sardiman,1982. Membina Hasrat Belajar di Sekolah, Bandung,
kegiatan belajar mengajar. Remaja Rosda.
Meskipun pengaruh media tidaklah selalu menentukan, Suriabrata Sumadi, 1982. Pedoman Didaktik Metodik MPM,
namun demikian setidaknya dapat menciptakan suasana yang Surabaya, Pn. Nasional.
kondusif ditambah dengan adanya motivasi belajar yang tinggi. Suwarno, 1995. Proses Belajar Mengajar PMP, Surabaya, Usaha
c. Rendahnya keberanian siswa untuk memberikan tanggapan Nasional.
terhadap materi yang belum jelas dari guru The Liang Gie. 1992. Proses Belajar Mengajar Keterampilan
Realita yang terjadi ketika proses belajar mengajar Dasar, Bandung Remaja Karya.
berlangsung, yakni masih rendahnya keberanian siswa untuk Tomdike,1995. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta,
memberikan tanggapan terhadap materi yang dianggap jelas. Pada Raja Grafindo Persada.
hal dari penjelasan guru masih banyak yang belum ditangkap dan Wibowo, Sudiarjo, 1999, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar,
dimengerti oleh siswa karena dengan bahasa yang terlalu tinggi Bandung, Sinar Baru.
serta adanya materi yang memerlukan penjelasan yang sejelas-
jelasnya.

SIMPULAN
Adapun yang akan menjadi kesimpulan dari skripsi ini
adalah sebagai berikut:
1. Penerapan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam mata
pelajaran Sejarah di SMP Negeri 1 Woha kabupaten Bima yaitu
diterapkan secara intensif dalam rangka meningkatkan kualitas
siswa dan juga kualitas kelulusan untuk selanjutnya memberi
kesempatan dan peluang siswa untuk menlanjutkan
pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi.
2. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar mata pelajaran
Sejarah di SMP Negeri 1 Woha kabupaten Bima, masih
dijumpai adanya bebrapa faktor penghambat seperti:
kurangnya buku paket Sejarah yang dimiliki oleh pihak guru
terlebih bagi siswa ketika kegiatan belajar mengajar
berlangsung, kurangnya media belajar yang menunjang dan
kurangnya tingkat kreatifitas siswa terhadap materi yang
diberikan oleh guru.

ISBN: 978-602-74245-0-0 56
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH BRAINSTORMING DALAM PROJECT BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN
BERPIKIR KREATIF PADA PENERAPAN IMPULS-MOMENTUM DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Dewi Dewantara1 & Nurdiansyah2
E-mail: dewantarafisika@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh brainstorming dalam PjBL terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa
pada materi penerapan impuls-momentum dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed methods:
embedded experimental design. Penelitian dilakukan pada kelas XI MIA 1 SMAN 8 Malang tahun ajaran 2014/2015. Data kuantitatif
berupa nilai kemampuan analisis dan berpikir kreatif siswa diambil melalui pretest dan posttest dan dianalisa melalui uji-t berpasangan.
Hasil analisis data kuantitatif dilengkapi dan diperkuat oleh hasil analisis data kualitatif. Data kualitatif diambil melalui observasi langsung
dan wawancara open-ended kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Seluruh tahapan dalam
pelaksanaan PjBL dengan brainstorming mampu melatih siswa dalam mengoptimalkan dan mengembangkan kemampuan berpikir
kreatifnya karena siswa yang diwajibkan memberikan ide (brainstorming) dalam proyek; 2) terdapat perubahan kemampuan berpikir kreatif
antara sebelum dan sesudah pelaksanaan PjBL dengan brainstorming.

Kata Kunci: Brainstorming, Project-Based Learning, Kemampuan Berpikir Kreatif, Impuls-Momentum

PENDAHULUAN kemampuan berpikir kreatif siswa dalam dekade terakhir ini. Hal ini
Fisika adalah ilmu yang mempelajari sifat materi, energi sesuai dengan hasil tes kemampuan analisis dan kemampuan
dan gejala yang dialami benda-benda di alam, serta menjadi dasar berpikir kreatif oleh siswa kelas XII SMAN 8 Malang pada bulan
perkembangan ilmu teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Salah april 2014. Tes ini dilakukan pada materi fluida dinamis yang
satu pokok bahasan dalam fisika di sekolah menengah atas (SMA) memiliki tuntutan kurikulum yang serupa dengan impuls-
adalah impuls-momentum. Sub-materi yang dijarkan pada pokok momentum. Tes tersebut meminta siswa untuk memodifikasi
bahasan impuls-momentum adalah: (1) impuls: berkaitan dengan bentuk pesawat yang telah disediakan serta menganalisis
gaya yang bekerja interval waktu tertentu yang sangat singkat modifikasinya tersebut. Hasil modifikasi dan analisis siswa tersebut
(Young & Fredman, 2002: 228); (2) momentum: ukuran kesukaran akan menunjukkan pola kemampuan berpikir kreatif siswa.
untuk memberhentikan gerak suatu benda (Kanginan, 2014:200); Aspek yang diukur dalam melihat kemampuan berpikir
(3) hukum kekekalan momentum: momentum total sistem sesaat kreatif siswa yang sangat rendah tersebut adalah attention to
sebelum tumbukan sama dengan momentum total sistem sesaat purpose, attention to aesthetics, dan working at the edge one’s
sesudah tumbukan, asalkan tidak ada luar yang bekerja pada competence (Costa, 1985:60-61). Hasil yang diperoleh tidak jauh
sistem (Kanginan, 2014:213); dan (4) tumbukan: tumbukan lenting berbeda dengan kemampuan analisis siswa, yakni kemampuan
sempurna, tumbukan lenting sebagian, dan tumbukan tidak lenting berpikir kreatif siswa masih sangat rendah. Pada aspek attention
sama sekali (5) penerapan impuls-momentum dalam kehidupan to purpose masih rendah dimana 64% siswa kurang mampu
sehari-hari. menggambarkan hasil modifikasi sesuai dengan tujuan serta
Belajar pada materi penerapan impuls-momentum dalam kurang sesuai dengan penjelasan (analisis) materi yang
kehidupan sehari-hari. di SMA tidak hanya menghapal rumus dan diuraikannya. 36% siswa mampu menggambarkan sesuai dengan
menyelesaikan soal saja tetapi siswa diharapkan mampu tujuan dan materi fluida dinamis. working at the edge one’s
memahami, mengamati, menganalisis, menyelesaikan masalah, competence siswa masih sangat rendah karena dari seluruh
menerapkan, dan mengkreasikannya dalam kehidupan sehari- jawaban siswa hanya terdapat empat variasi jawaban karena 86%
hari. Mengacu pada Kompetensi Dasar SMA/MA (Kemdikbud, siswa memiliki jawaban yang sama dengan rekannya sehingga
2013), siswa diharapkan mampu: (3.5) menerapkan konsep hanya 14% siswa yang memiliki jawaban tunggal. Hal ini
momentum dan impuls, serta hukum kekekalan momentum dalam menunjukkan bahwa siswa masih belum bekerja secara maksimal
kehidupan sehari-hari; dan (4.5) memodifikasi roket sederhana untuk melebihi kompetensi yang dimiliki oleh orang lain bahkan
dengan menerapkan hukum kekekalan momentum. Dengan dirinya sendiri. Walaupun seluruh siswa mampu mengembangkan
demikian, Kurikulum 2013 menghendaki dalam pembelajaran gagasan awal pesawat menjadi konteks baru, kemampuan siswa
impuls-momentum siswa memiliki kemampuan analisis dan dalam attention to aesthetics tetap saja masih sangat rendah. Hal
kemampuan berpikir kreatif. ini dikarenakan 86% siswa kurang mampu membuat bagan
Kemampuan berpikir kreatif materi impuls-momentum pesawat secara menarik.
adalah keterampilan untuk berpikir berbeda dengan yang telah Fakta mengenai rendahnya kemampuan berpikir kreatif ini
ada, dimana keterampilan ini meliputi (a) attention to aesthetics: dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pembelajaran penerapan
kemampuan membuat karya dengan kualitas yang terbaik dan impuls-momentum dalam kehidupan sehari-hari yang menekankan
menarik secara estetika, (b) attention to purpose: menghasilkan pada kemampuan berpikir kreatif yang sesuai kurikulum 2013
karya yang tidak lepas dari tujuan proyek serta materi impuls- belum pernah dilaksanakan. Pada kurikulum sebelumnya,
momentum, (c) working at the adge of one’s competence: kebutuhan akan kemampuan analisis tidak diiringi dengan
kemampuan bekerja lebih dari kompetensi yang dimiliki siswa lain pembelajaran yang mendukung perkembangan hal tersebut.
bahkan dirinya sendiri. Mihardi,dkk (2013) dan Luthvitasari,dkk (2013) menyebutkan
Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan penyebabnya adalah pembelajaran tidak berkembang hingga ke
permasalahan masih belum mencapai yang diharapkan. Hasil tahap yang mengembangkan kemampuan analisis siswa.
penelitian Kim (2011) yang menunjukkan penurunan drastis Pembelajaran terkadang hanya berupa penyampaian materi dan
ISBN: 978-602-74245-0-0 57
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pengerjaan soal terkait rumus-rumus impuls-momentum yang tidak PjBL diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir
sesuai dengan target kognitif yang dikehendaki kurikulum. kreatif siswa sekolah pada materi penerapan impuls-momentum
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk
kemampuan analisis dan berpikir kreatif pada impuls-momentum mengidentifikasi pengaruh brainstorming dalam PjBL terhadap
menuntut tenaga pendidik untuk memperbaiki dan menemukan kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi penerapan impuls-
solusi dari permasalahan tersebut. Dari permasalahan tersebut, momentum dalam kehidupan sehari-hari.
diperlukan pembelajaran yang mengasah kemampuan berpikir
kreatif siswa hingga mampu menerapkan konsep impuls METODE
momentum dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang baik Desain penelitian ini adalah mixed method. Model
haruslah mengupayakan siswa untuk terjun langsung dalam penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah embedded
kehidupan sehari-hari untuk menerapkan secara kreatif berbagai design: embedded experimental model. Tahap pertama dalam
konsep fisika dalam kehidupan (Munawaroh,dkk. 2013; desain ini adalah pengambilan data qual before invention dengan
Luthvitasari,dkk. 2012). Pembelajaran juga harus menggunakan wawancara open-endded sebelum pelaksanaan
mendayagunakan kemampuan berpikir kreatif siswa hingga PjBL dengan brainstorming. Tahap selanjutnya adalah
mampu mencipta/memodifikasi produk yang menerapkan konsep pengambilan data QUAN measure yang diambil berupa pretest
impuls momentum. Pembelajaran yang tepat menjadi solusi dalam untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa. Intervention
pencapaian kemampuan berpikir kreatif tersebut adalah project yang diberikan adalah PjBL dengan brainstorming dengan proyek
based learning (PjBL). berupa pembuatan roket sederhana yang disertai eksperimen
PjBL adalah sebuah model pembelajaran yang sistematik untuk memperoleh pengetahuan tentang impuls dan momentum.
yang melibatkan siswa dalam mempelajari pengetahuan dasar dan Selama intervention, dilakukan wawancara dan observasi
kecakapan hidup melalui sebuah perluasan, proses penyelidikan, mengenai perencanaan proyek, pelaksanaan proyek, dan produk
pertanyaan otentik, serta perancangan produk dan kegiatan yang hasil proyek yakni roket dan poster. Setelah pembelajaran
seksama. Ketika siswa diberikan proyek dalam PjBL yang berakhir, diambil data QUAN measure yakni posttest
berkaitan dengan materi penerapan impuls-momentum dalam menggunakan soal yang sama dengan pretest. Setelah itu,
kehidupan sehari-hari, maka siswa akan mampu meningkatkan dilakukan wawancara open-endded terhadap responden yang
kemampuan berpikir kreatif siswa. Hal ini didukung oleh hasil sama untuk memperoleh data qual after intervention. Tahapan
penelitian Yalcin,dkk (2009) dan Munawaroh,dkk (2013) yang selanjutnya adalah menginterpretasikan data yang diperoleh yakni
mengemukakan bahwa PjBL dapat meningkatkan prestasi belajar, data kuantitatif diolah dan dianalisis kemudian dilengkapi dan
sikap fisika, dan keterampilan proses sains. Kemampuan berpikir diperkuat oleh hasil analisis data kualitatif. Subjek penelitian terdiri
kritis dan kreatif dapat ditingkatkan berdasarkan hasil penelitian dari 1 kelas yakni kelas XI MIA 1 di SMA Negeri 8 Malang dengan
Luthvitasari, dkk (2012) dalam penelitiannya menggunakan PjBL. jumlah subjek sebanyak 30 siswa. Penelitian dilaksanakan pada
Salah satu proses yang dapat disisipkan dalam model bulan Oktober 2014, semester ganjil tahun ajaran 2014/2015di
pembelajaran PjBL guna meningkatkan kemampuan analisis dan SMA Negeri 8 Malang, Jawa Timur.
kemampuan berpikir kreatif siswa adalah brainstorming.
Brainstorming adalah salah satu proses pembelajaran inovatif HASIL DAN PEMBAHASAN
dimana seluruh siswa dituntut untuk mengeluarkan ide-ide kreatif Proyek dalam pembelajaran ini melatih pendayagunaan
yang berbeda dari siswa lain serta sesuai dengan konsep fisika. kemampuan analisis siswa secara maksimal. Hal ini sesuai
Adanya brainstorming membuat siswa-siswa wajib mengasah dengan hasil penelitian Luthvitasari, dkk (2012) dan Jack (2013)
kemampuan berpikir kreatifnya sehingga ide-ide tidak hanya yang menyatakan bahwa PjBL mampu meningkatkan kemampuan
diwakili oleh siswa tertentu saja. Syarat wajib dalam brainstorming berpikir siswa dalam pembelajaran fisika. Berdasarkan hasil
adalah kesesuaian konsep fisika dengan ide yang diberikan. wawancara, siswa telah mampu menganalisis kasus karena
Brainstorming yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir rangkaian kegiatan dalam PjBL dengan brainstorming membantu
kreatif siswa dalam memecahkan permasalahan didukung oleh siswa memahami konsep dan penerapan materi impuls-
hasil penelitian Al-Khatib (2012) dan El-Rabadhi (2012). momentum. Siswa mampu memahami konsep impuls-momentum
PjBL dengan brainstorming materi penerapan impuls- dari eksperimen menggunakan roket sederhana yang telah dibuat
momentum dalam kehidupan sehari-hari adalah suatu siswa. Diskusi kelas yang membahas hasil eksperimen roket
pembelajaran dimana siswa diberikan suatu permasalahan yang sederhana siswa membantu siswa menggeneralisasi konsep yang
diselesaikan dengan melakukan perancangan roket sederhana, telah didapatkan kepenerapan lain yang lebih luas dalam
pengimplementasian rancangan roket sederhana, serta kehidupan sehari-hari. Poster yang dibuat oleh siswa merupakan
penyelidikan autentik terhadap suatu masalah melalui suatu rangkuman dari keseluruhan hasil yang telah dikerjakan dan
proyek pembuatan roket sederhana untuk mengkonstruk diperoleh siswa selama pembelajaran.
pengetahuannya pada materi impuls-momentum. Ketika membuat PjBL dengan brainstorming memaksimalkan tahapan
rancangan proyek roket sederhana secara individu, rancangan brainstorming yang salah satunya dilakukan ketika siswa
secara kelompok, analisis hasil proyek, serta analisis hasil merancang roket sederhana baik secara individu maupun yang
eksperimen, seluruh siswa diwajibkan memberikan ide hasil berkelompok. Brainstorming mendayagunakan seluruh
pemikiran mereka sendiri. Tahapan dalam PjBl dengan kemampuan analisis siswa agar mampu mengidentifikasi konsep
brainstorming adalah (a) mendeskripsikan tujuan pembelajaran, fisika yang berkaitan pada rancangan roket sederhana yang dibuat
(b) mendeskripsikan masalah, (c) meneliti masalah, (d) memahami siswa. Siswa akan mengidentifikasi apakah rancangan dapat
dan mencari ide (brainstorming), (e) menyusun rencana proyek diwujudkan dalam praktik. Cara siswa dalam merancang kegiatan
(brainstorming), (f) implementasi rencana proyek (brainstorming), eksperimen dan analisis hasil eksperimen dapat meningkatkan
dan (g) evaluasi dan refleksi. Penekanan brainstorming dalam kemampuan analisis siswa karena hasil eksperimen yang

ISBN: 978-602-74245-0-0 58
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
diperoleh dapat dibangun menjadi struktur pengetahuan baru Brainstorming dalam PjBL sangat membantu siswa dalam
dalam pengetahuan siswa oleh siswa itu sendiri. Hal ini sesuai mendayagunakan kemampuan berpikir kreatifnya. Pada tahapan
dengan pernyataan El-Rabadhi (2012) bahwa brainstorming pembuatan rancangan roket dan rancangan eksperimen
mampu menciptakan pembelajaran yang berpusat pada siswa menggunakan roket serta pada pembuatan poster, maka disitulah
untuk membangun potensi mereka sendiri. ide-ide kreatif siswa didayagunakan. Setelah siswa terbiasa
Pretest dan posttest untuk mengetahui kemampuan mengeluarkan ide kreatifnya masing-masing, maka ketika
berpikir kreatif siswa terdiri dari tiga soal tentang materi impuls- diberikan kasus yang berkaitan dengan impuls-momentum, siswa
momentum. Materi impuls momentum dibagi menjadi tiga kasus telah mampu menjawabnya dengan ide-ide kreatif mereka.
yakni: impuls dan momentum; hukum kekekalan momentum; dan Keefektifan brainstorming dalam PjBL untuk meningkatkan
tumbukan. Tiap-tiap materi dikategorikan level kemampuan kemampuan berpikir kreatif siswa sesuai dengan pernyataan Al-
berpikir kreatifnya dalam level rendah, sedang, dan tinggi. Berikut Blwi (2006) yang menyatakan bahwa brainstorming mampu
ini adalah tabel perbandingan dari pretest dan posttest meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan cara
kemampuan berpikir kreatif. membimbing siswa dalam menumbuhkan suatu permasalahan
Tabel 1. Pretest dan Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif yang memungkinkan siswa untuk menumbuhkan idenya. Zarif
Persentase (2013) juga menyatakan bahwa brainstorming dalam
Materi Level pembelajaran mampu membantu siswa mendatangkan ide-ide
Pretest Posttest
Rendah 96,7 23,3% baru dan membantu siswa mendapatkan keuntungan dari gagasan
Impuls dan orang lain melalui pengembangan dan rekonstruksi mereka.
Sedang 3,3% 46,7%
momentum Kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi impuls-
Tinggi 0% 30%
Rendah 100% 33,3% momentum masih rendah sebelum pelaksanaan PjBL dengan
Hukum kekekalan brainstorming. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa
Sedang 0% 56,7%
momentum mendayagunakan kemampuan berpikir kreatif dalam
Tinggi 0% 10%
Rendah 100% 20% pembelajaran fisika. Berdasarkan hasil wawancara, siswa belum
pernah diajarkan atau diberi penugasan yang mengasah
Tumbukan Sedang 0% 56,7%
kemampuan berpikir kreatif baik dalam bentuk soal, maupun dalam
Tinggi 0% 23,3%
praktik nyata. Siswa juga belum pernah melaksanakan proyek dan
Dari hasil uji-t untuk kemampuan berpikir kreatif siswa
brainstorming dalam pembelajaran fisika. Alasan lain adalah siswa
yang dilakukan pada dua kelompok nilai dari satu kelompok
belum mengetahui tentang impuls dan momentum yang
sampel menunjukkan nilai thitung sebesar13,614 Lebih besar dari
ditunjukkan oleh hasil wawancara dimana 90% siswa tidak
ttabel sebesar 1,699 Berdasarkan kriteria tersebut, maka Ho ditolak
mengetahui tentang impuls dan momentum.
dan H1 diterima. Hasil uji-t menunjukkan bahwa μo ≠ 0, sehingga
terdapat perbedaan pada hasil pretest dan posttest. Jadi, siswa
SIMPULAN
mengalami perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara sebelum
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang
dan sesudah dilakukan PjBL dengan brainstorming.
diuraikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Gain score akan menunjukkan bagaimana posisi atau
1. Seluruh tahapan dalam pelaksanaan PjBL dengan
peningkatan dari hasil pretest terhadap hasil posttest. Hasil
brainstorming mampu melatih siswa dalam mengoptimalkan
perhitungan menunjukkan bahwa gain score pada pretest dan
dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya. Hal ini
posttest kemampuan analisis bernilai 0,598. Dengan demikian gain
dikarenakan ketika pelaksanaan brainstorming dalam PjBL,
tersebut berada pada level sedang, yakni terdapat peningkatan
siswa yang diwajibkan memberikan ide (brainstorming) dalam
sebesar 59,8% antara nilai pretest dan posttest. Hasil perhitungan
proyek akan terlatih untuk mengembangkan kemampuan
juga menunjukkan bahwa gain score pada pretest dan posttest
berpikir kreatifnya.
kemampuan berpikir kreatif siswa bernilai 0,6302. Dengan
2. Terdapat perubahan kemampuan berpikir kreatif antara
demikian gain tersebut berada pada level sedang, yakni terdapat
sebelum dan sesudah pelaksanaan PjBL dengan
peningkatan sebesar 63,02% antara nilai pretest dan posttest.
brainstorming. Perubahan kemampuan berpikir kreatif
Kriteria dari kemampuan berpikir kreatif yang digunakan
ditunjukkan melalui hasil analisis uji-t berpasangan, hasil
dalam penelitian ini merupakan kriteria yang dijabarkan oleh
analisis pretest-posttest, wawancara, dan observasi selama
Perkins (dalam Costa, 1985) yakni attention to aesthetics, attention
pembelajaran berlangsung. Terdapat peningkatan
to purpose, dan, working at the egde one’s competence.
kemampuan berpikir kreatif sebesar 63,02% antara sebelum
Peningkatan kemampuan berpikir kreatif ini terbukti dari tiga kasus
dan sesudah pelaksanaan PjBL dengan brainstorming. Rata-
yang diberikan, terlihat bahwa sebelum pembelajaran hasil
rata skor kemampuan analisis berubah dari 15,00 menjadi
kemampuan berpikir kreatif siswa dominan berada pada level
68,57.
rendah. Setelah pelaksanaan PjBL dengan brainstorming, hasil
kemampuan berpikir kreatif siswa lebih dominan pada level tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Proyek pembuatan roket sederhana yang disertai eksperimen
Al-Khatib, B.A. 2012. The Effect of Using Brainstorming Strastegy
menggunakan roket tersebut membantu siswa dalam
in Developing Creative Problem Solving Skills Among
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Ketika tahapan
Female Students in Princess Alia University College.
proyek yakni pembuatan dan eksperimen dengan roket sederhana,
American Internation Journal of Contemporary Research,
siswa mengasah kemampuan berpikirnya untuk memberikan ide-
(Online), 2 (10): 29-38, (http://www.aijcrnet.com), diakses
ide mereka. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mihardi, dkk
9 Februari 2014.
(2013), Balkevicius, dkk (2013), Munawaroh, dkk (2012), dan
Balkevicius,M., Mazeikiene, A., & Svediene,S. 2013. The First
Luthvitasari, dkk (2012) yang menyatakan bahwa PjBL mampu
Steps of Project-Based Education in Lithuanian High
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
ISBN: 978-602-74245-0-0 59
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Schools. Procedia-Social and Behavioral Sciences, Education Sciences, (Online), 1 (1): 81-105,
(Online), 83 (2013): 483-492, (http://www.iojes.net), diakses 2 Februari 2014.
(http://www.sciencedirect.com), diakses 6 Februari 2014. Young, H.D. & Fredman, R.A. 2000. Fisika Universitas Jilid 1.
El-Rabadhi, I.G.S. 2012. The Effect of Brainstorming Strategy on Terjemahan Silaban,P. 2002. Jakarta: Erlangga.
Grade Eight Students Achievement in General Science in Zarif, T. & Mateen, A. 2013. Rule of Using Brainstorming on
Aljun Governorate-Jordan. Research Journal of Student Learning Outcomes During Teaching of S.Studies
Commercee and Behavioral Science, (Online), 02 (02): 5- at Middle Level. Interdisciplinary Journalof Contemporary
11, (http://www.theinter-nationaljournal.org), diakses 9 Research in Business, (Online), 4 (09): 1089-1096,
Februari 2014. (http://ijcrb. webs.com), diakses 2 Februari 2014.
Jack, G.U. 2013. The Influence of Identified Student and School
and School Variables on Students’ Science Process Skills
Acquisition. Journal of Education and Practice, (Online), 4
(5): 15-23, (http://www.liste.org), diakses 13 Februari 2014.
Kanginan, M. 2014. Fisika Jilid 2 Untuk SMA/MA Kelas XI:
Kelompok Peminatan Matematika dan Ilmu Alam. Jakarta:
Erlangga.
Kanginan, M. 2007. Fisika untuk SMA Kelas XI Semester 1: 2A.
Jakarta: Erlangga
Kemdikbud. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
No 65 Tahun 2013 tentang standar Pengelolaan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Kim, K.H. 2011. The Creativity Crisis: The Decrease in Creative
Thinking Scores on The Torrance Tests of Creative
Thinking. Creativity Research Journal, (Online), 23 (4):
285-295, (http://www.tandfonline.com), di akses 3 Maret
2014.
Krathwohl, D.R. 2002. A Revision of Bloom’s Taxonomy: An
Overview. Theory into Practice, (Online), 41 (4): 212-264,
(http://www.tandfonline.com), diakses 14 Maret 2014.
Luthvitasari, N. Made, N.D.P, & Linuwih, S. 2012. Implementasi
Pembelajaran Fisika Dengan Proyek terhadap
Keterampilan Berpikir Kritis, Berpikir Kreatif, dan
Kemahiran Generik Sains. Journal of Innovative Science
Education, (Online), 1 (02): 92-97,
(http://journal.unnes.ac.id), diakses 6 Februari 2014.
Mihardi, S., Harahap, M.B., & Sani, R.A. 2013. The effect of Project
Based Learning Model with KWL Worksheet on Student
Creative Thingking Process in Physics Problems. Journal
of Education and Practice, (Online), 4 (25): 188-200, (http://
www.liste.org), diakses 6 Februari 2014.
Munawaroh, R., Subali, B., & Sopyan,A. 2012. Penerapan Model
Project Based learning dan Kooperatif untuk Membangun
Empat Pilar Pembelajaran Siswa SMP. Unnes Physics
Educational Journal, (Online), 1 (1): 33-37,
(http://journal.unnes.ac.id), diakses 9 Februari 2014.
Perkins, D.N. 1984. What Creative Thinking Is. Dalam A.L. Costa
(Ed.), Developing Minds (hlm. 58-62). Virginia: ASCD.
Teodorestu, R.E., Bennhold, C., Feldman, G., & Medsker, L. 2013.
New Approach to analyzing physics problem: A Taxonomy
of Introductory Physics Problems. Physical Review Special
Topics- Physics Education Research, (Online), 9 (01): 1-
20, (http://journals.aps.org), diakses 11 Februari 2014.
Tipler, P.A. 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik Jilid 1.
Terjemahan Lea P. & Adi R.W. 1998. Jakarta: Erlangga.
Yacob, Y. 1996. The Efficacy of the Interactive Methods in teaching
Islamic Education. Unpublishe M.A. Thesis. Syria:
Damascus University.
Yalcin, S.A., Turgut, U., & Buyukkasai, E. 2009. The Effect of
Project Based Learning on Science Undergraduates’
Learning of Electricity, Attitude Towards Physics and
Scientific Process Skills. International Online Journal of

ISBN: 978-602-74245-0-0 60
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN DRAMA BERBASIS POTENSI LOKAL MASYARAKAT SASAK
Duwi Purwati
Fakultas Pendidikan, Prodi Sendratasik, Universitas Nahdhatul Ulama NTB
Email: karimbumiarsyal@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul pembelajaran drama berbasis potensi lokal masyarakat Sasak. Penelitian
ini merupakan Research and Development (R&D). Pengembangan dilakukan dengan mengacu pada model 4-D dengan tahapan Define,
Design, Develop, dan Disseminate. Penelitian ini hanya sampai pada Develop, Tahap Disseminate tidak dilaksanakan. Subjek uji coba
pada penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Selong Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner,tes (pre-test dan
post-test), dan lembar observasi. Masukan terhadap modul hasil pengembangan digunakan untuk dasar perbaikan modul pada uji coba
tahap berikutnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa modul pembelajaran drama potensi lokal masyarakat Sasak adalah sebagai
berikut. (1) Prosedur pengembangan yang digunakan, yaitu tahap pendefinisian meliputi analisis kurikulum, analisis siswa, analisis tugas,
dan analisis tujuan pembelajaran. Tahap perancangan meliputi pemilihan format dan desain modul. Tahap pengembangan meliputi hasil
validasi, uji coba terbatas, dan uji coba lapangan. (2) Kualitas modul pembelajaran berdasarkan hasil penilaian ditinjau dari aspek
kelayakan isi, aspek bahasa dan gambar, aspek penyajian, dan aspek kegrafisan secara keseluruhan berkualitas “baik”. Berdasarkan
penilaian dari para ahli, guru, dan teman sejawat dapat dikatakan bahwa modul pembelajaran hasil pengembangan tersebut layak
digunakan. (3) Penerapan modul pembelajaran berbasis potensi lokal masyarakat Sasak secara umum dapat terlaksana. (4) Respon
siswa terhadap modul pembelajaran drama termasuk dalam kategori “baik”.(5) Pembelajaran dengan modul dapat meningkatkan
pemahaman siswa yang ditunjukkan oleh peningkatan skor post-test terhadap pre-test sebesar 17,2 dan persentase ketuntasan siswa
sebesar 96%. Pembelajaran juga mampu melatih kemandirian siswa dalam belajar, meningkatkan kemampuan siswa bekerjasama dan
menumbuhkan sikap untuk menghargai potensi lokal yang ada.

Kata Kunci: Pengembangan, Modul, Drama, Potensi Lokal

PENDAHULUAN Salah satu alternatif yang dilakukan oleh peneliti adalah


Dalam konteks kehidupan masyarakat masa kini, nilai- Pengembangan Modul Drama Berbasis Potensi Lokal Masyarakat
nilai kearifan yang ada pada naskah-naskah harus mulai Sasak. Ini bertujuan untuk memperkokoh kelestarian dari potensi
ditonjolkan dikalangan peserta didik untuk digali dan dikaji agar lokal yang dimiliki dan budaya daerah yang merupakan unsur
dapat diketahui oleh generasi berikutnya. Nilai-nilai luhur tersebut kebudayaan bangsa, yang meliputi upacara adat, daur hidup, seni
dapat dijadikan sebagai jati diri masing-masing individu dan sistem daerah, permainan rakyat, pelestarian peninggalan purbakala,
nilai kearifan budaya lokal Suku Sasak. keberadaan potensi lokal sehingga tetap hidup dalam masyarakat khususnya bagi generasi
yang terdapat pada naskah-naskah tersebut sangat menunjang selanjutnya. Selain itu, dengan bahan ajar berbasis potensi lokal
dalam setiap pembelajaran di sekolah, hal ini yang mendorong akan dapat meningkatkan mutu pembelajaran, mengurangi
peneliti untuk mengembangkan potensi lokal yang terdapat pada kesenjangan antara tuntutan kurikulum dengan kemampuan guru,
naskah-naskah tersebut dalam kawasan pembelajaran di sekolah. dan menghindarkan guru dari spekulasi dalam memilih atau
Pengembangan bahan ajar berbasis potensi lokal yang menggunakan bahan ajar. Dengan menggunakan produk bahan
dimaksud peneliti adalah pemanfaatan naskah-naskah lontar yang ajar berbasis potensi lokal siswa akan terbantu dalam belajar
dimiliki oleh masyarakat Sasak khususnya yang sudah dibukukan mengenal potensi lokal yang dimiliki oleh daerah mereka. Siswa
dan ditransliterasi. Naskah-naskah lontar merupakan aset yang juga dapat memberikan penghargaan sehingga diharapkan
tidak ternilai harganya. Naskah-naskah tersebut selama ini hanya pemahaman dan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia lebih
menjadi pajangan di museum. Naskah-naskah inilah yang komunikatif, interaktif, efektif, dan menyenangkan.
seharusnya mulai dikembangkan oleh para guru untuk dijadikan Pengembangan bahan ajar ini merupakan upaya yang
bahan ajar tambahan dalam kawasan pembelajaran di sekolah. dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan agar siswa
Selain bisa mengenalkan keragaman potensi lokal yang ada, siswa bisa lebih menghargai potensi lokal yang dimiliki oleh daerah
juga bisa lebih menghargai potensi lokal yang ada di daerah mereka melalui peningkatan proses belajar mengajar. Proses
mereka khususnya pada masyarakat Sasak di Lombok. belajar mengajar merupakan kunci keberhasilan pendidikan kita.
Proses pembelajaran pada materi-materi yang Pendidikan berbasis potensi lokal yang diberikan di sekolah
membutuhkan praktik langsung yaitu menulis naskah drama merupakan pembelajaran yang bisa memberikan warna baru
termasuk yang jarang sekali dilakukan, ini terjadi karena referensi dalam pendidikan, memiliki nilai keunikan, kebermaknaan,
atau buku acuan yang dimiliki oleh guru untuk mengajar materi kebermanfaatan terhadap perkembangan peserta didik dan
drama di sekolah sangat langka bahkan sulit ditemukan di mempermudah guru dalam mengajar khusunya pada materi
beberapa toko buku. Materi drama cenderung dilakukan hanya menulis naskah drama.
dalam rangkaian pengenalan dari drama tersebut tanpa ada Potensi lokal yang dikembangkan dalam penelitian ini
penindaklanjutan. Hal ini yang membuat peneliti bekerja keras dan diharapkan dapat membantu/memudahkan siswa dalam
mencari alternatif lain agar bisa menghasilkan bahan ajar yang memahami potensi lokal melalui pembelajaran Bahasa dan Sastra
sesuai dengan keperluan peserta didik, keperluan guru dalam Indonesia; menumbuhkan apresiasi positif terhadap potensi lokal;
mengajar, guru tidak akan merasa kesulitan dalam mencari bahan serta meningkatkan motivasi dan kemandirian belajar siswa.
ajar yang akan disajikan pada saat proses pembelajaran di kelas Secara keseluruhan penelitian pengembangan ini bertujuan pada
berlangsung. beberapa hal berikut ini.

ISBN: 978-602-74245-0-0 61
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
1. Memaparkan prosedur pengembangan modul pembelajaran antara lain, dengan sosial budaya, politik, dan hankam.
drama berbasis potensi lokal masyarakat Sasak yang layak (Asef Juanda dan Kaka Rosdiayanto, 2006: 343).
digunakan untuk pembelajaran. Sedangkan Tekstur merupakan unsur yang
2. Menghasilkan produk penelitian berupa modul pembelajaran menjadikan teks itu terdengar dan terlihat (Soemanto C.
drama berbasis Potensi Lokal Masyarakat Sasak yang layak Soebakti, 2001:86). Tekstur terdiri dari dialogue, mood, dan
digunakan. spectacle. Dialogue selanjutnya disebut dengan spektakel.
3. Mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran menggunakan Dialog, suasana hati, dan spektakel disajikan secara
modul pembelajaran drama berbasis potensi lokal masyarakat bersama-sama. Dialog merupakan ciri khas dalam naskah
Sasak. drama yang membedakan antara drama dengan karya
4. Mendeskripsikan respon siswa selama pembelajaran sastra yang lainnya.
menggunakan modul pembelajaran drama berbasis potensi b. Strategi Menulis Naskah Drama
lokal masyarakat Sasak. Kegiatan menulis naskah drama tidaklah semudah
5. Mendeskripsikan keefektifan modul pembelajaran drama yang dibayangkan. Siswa dituntut untuk mengembangkan
berbasis potensi lokal masyarakat Sasak untuk kegiatan unsur—unsur yang menjadi kekuatan sebuah naskah
pembelajaran. drama sehingga naskah tersebut lebih mantap dan hidup,
baik dari segi aktualisasi tema, alur, penggambaran tokoh,
KAJIAN PUSTAKA setting maupun penyususnan dialog.Untuk itu dalam
1. Pengertian Drama pelajaran menulis, siswa harus memahami langkah-
Drama merupakan bentuk kiasan yang langkah yang dilakukan. Dengan demikian tulisan siswa
menggambarkan kehidupan dan watak manusia melalui akan mudah dipahami oleh pembaca. Ada beberapa tahap
tingkah laku (akting) yang dipentaskan. Drama dapat pula yang umum dilakukan siswa dalam menulis yaitu
diartikan sebagai karya sastra yang diproyeksikan di atas mempersiapkan kata, ide. gagasan dan mempunyai
pentas. Berbeda dengan karya sastra lainnya, seperti puisi dan kemampuan dalam mengorganisasikan pesan dengan
prosa, drama terbentuk atas dialog-dialog atau biasanya baik. Terkait dengan pembelajaran menulis di kelas
disebut sebagai seni pertunjukan atau teater. Drama dapat pula Urguhart & Mclver (2005:69) menjelaskan beberapa hal
diartikan sebagai bentuk karya sastra yang menggambarkan berikut ini.
kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi
melalui lakuan dan dialog. Lakuan dan dialog dalam drama “Previewing the writing strategies that you mat
tidak jauh berbeda dengan lakuan serta dialog yang terjadi ask your student to use allows you to better understand
dalam kehidupan sehari-hari. (Asef Juanda dan Kaka the difficulties they may experience from actually getting
Rosdiayanto, 2006: 343). words on paper coherently to hazarding a public reading.”
Selain itu, pembicaraan tentang drama yang muncul Dalam pengajaran menulis, guru perlu
di tengah masyarakat lebih banyak terfokus pada pementasan memperhatikan model, metode dan teknik dalam
atau seni lakonnya Padahal, sesungguhnya drama sendiri pembelajaran menulis. Pemahaman tersebut berimplikasi
mempunyai dua dimensi, yakni dimensi sastra dan dimensi terhadap kesuksesan dalam proses belajar mengajar.
pemanggungan. Masing-masing dimensi dalam drama Pemahaman model, metode, dan teknik akan
tersebut dapat dibicarakan secara terpisah untuk kepentingan memudahkan guru dalam pengajaran menulis. Disamping
analisis. (Hassanuddin, 1996:9 dalam Cahyaningsih 2010: 2). itu, guru akan dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi
Drama juga bisa dikatakan kualitet komunikasi, oleh siswa dalam menulis. Hal ini perlu diorganisir dengan
situasi, action, (dan segala apa saja yang terlihat dalam pentas baik agar informasi atau pesan yang disampaikan dapat
baik secara objektif atau subjektif, nyata atau khayalan), yang dipahami. Terkait dengan apa saja yang kita tulis dijelaskan
menimbulkan kehebatan, keterenyuhan dan ketegangan oleh Burton, Quirke, Reichman, & Peyton (2009: 8) sebagai
perasaan pada pendengar atau penontonnya. atau juga suatu berikut:
bentuk cerita konflik sikap dan sifat manusia dalam bentuk “The reflective writing process begins with writing
dialog, yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan what you already know, or believe, about an incident,
percakapan dan gerak (action) dihadapan pendengar atau topic or problem and then increasingly questioning the
penonton (Karmini, 2011: 142-143). substance and meaning of what you wrote in relation to
Kaitannya dalam pembelajaran sastra anak (Taufik the other events, resources, practices and
Ampera, 2010:40) menjelaskan bahwa harus dirancang suatu environments.”
bentuk pertunjukan drama yang tidak terlalu rumit. Intinya Menulis adalah salah satu cara untuk
siswa mampu bermain peran dan memahami dasar-dasar mengkomunikasikan perasaan, peristiwa, dan
bermain drama. Siswa tidak perlu melakukan suatu kepercayaan kepada pembaca. Dengan menulis dapat
pertunjukan utuh suatu naskah drama, melainkan dapat menyalurkan pokok-pokok pikiran, menawarkan ide-ide,
memainkan pragmen atau sempalan dalam suatu naskah dan konsep-konsep kepada orang lain, dan menseirkan
a. Unsur dan Tekstur Drama pengetahuan dan pengalaman dan pengalaman. Menulis
Drama tersusun dari unsur instrinsik dan ekstrinsik. berbeda dengan berbicara, kebanyakan bahasa yang
unsur instrinsik adalah unsur yang membangun sebuah diujarkan secara spontan, tidak kompleks, dan
drama dan berada di dalam drama itu sendiri, seperti tokoh, berhubungan dengan situasi-situasi yang ada.
dialog, alur, latar, dan sebagainya. adapun unsur ekstrinsik 2. Modul
adalah unsur yang berada di luar drama, namun berkaitan Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran
dengan cerita drama tersebut. unsur yang dimaksud, yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara

ISBN: 978-602-74245-0-0 62
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah
untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan dimengerti serta istilah yang umum digunakan merupakan
tingkat kompleksitasnya (Depdiknas, 2003:1). Modul biasanya salahsatu bentuk user friendly.
disajikan dalam bentuk pembelajaran mandiri (self instruction). 3. Desain Modul Pembelajaran Berbasis Potensi Lokal
Siswa dapat mengatur kecepatan dan intensitas belajarnya Masyarakat Sasak
secara mandiri. Waktu belajar untuk menyelesaikan satu modul Bahan ajar berbasis potensi lokal, yaitu program
tidak harus sama, berbeda beberapa menit sampai beberapa pembuatan bahan ajar yang isi dan media penyampaiannya
jam.n Definisi modul juga dikemukakan oleh Meyer (1978 :2), dikaitkan dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya
beliau mengatakan definisi modul sebagai berikut: serta kebutuhan daerah. Potensi lokal yang dimaksud oleh
”A module is a relatively short self-contained, peneliti adalah memberdayakan kembali kearifan lokal dari
independent unit of instruction designed to achive a limited set beberapa naskah asli yang sudah ditransliterasi untuk dijadikan
of specific and well-defined educational objectives. It usually sebagai dasar dari pembuatan bahan ajar. Beberapa cerita
has a tangible format as a set or kit of co-ordinated and highly rakyat NTB khususnya cerita rakyat yang berkembang dalam
produced materials involving a variety of media. A module may masyarakat Sasak juga ditonjolkan.
or may not be designed for individual self paced learning and Senada dengan Karmini, Murti Bunanda dalam
may employ a variety of teaching technique.” seminar sastra anak dengan tema “Membangun Karakter
Modul adalah suatu unit desain pembelajaran yang Bangsa Menjemput Masa Depan” (2011:9-10) menyatakan
isinya relatif singkat dan spesifik, yang disusun untuk mencapai bahwa cerita rakyat menembus batas umur, suku bangsa,
tujuan pembelajaran. Modul biasanya memiliki suatu rangkaian maupun bangsa. Cerita rakyat dapat dinikmati dan untuk
kegiatan yang terkoordinasi dengan baik berkaitan dengan siapapun tanpa batasan asal usul dan tingkatan. Karena itu,
materi dan media serta evaluasi. Modul dapat digunakan berbagai cerita rakyat Nusantara juga menjadi bahan cerita
secara individual dan dapat pula digunakan dalam kelompok yang banyak dituliskan kembali oleh penulis luar dan
seperti kelas. Modul berisi tujuan pembelajaran yang ingin diterbitkan oleh penerbit luar juga. Bila pendukung
dicapai melalui kegiatan belajar, materi yang berisi bahan ajar, kebudayaannya sendiri meremehkan budayanya, maka kelak
media yang digunakan dan langkah pembelajaran serta mungkin terjadi generasi mendatang Indonesia akan
evaluasi. Berikut dijabarkan karakteristik Modul (Depdiknas, mendatangkan, mendapatkan, dan mengenalnya dari penulis
2003:6-8). luar. Hal ini telah terjadi dan beberapa contoh akan dipaparkan
a. Self Instructional dapat diartikan bahwa melalui modul dalam bagian ini.
tersebut siswa mampu membelajarkan diri sendiri, tidak
tergantung pada pihak lain. Sesuai dengan tujuan modul METODE
adalah agar siswa mampu belajar mandiri Penelitian ini adalah jenis penelitian dan pengembangan
b. Self Contained yaitu seluruh materi pembelajaran dari (R&D). Adapun yang akan dikembangkan dalam penelitian ini
satu kompetensi atau subkompetensi yang dipelajari adalah modul pembelajaran drama berbasis potensi lokal
terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari masyarakat Sasak yang mampu meningkatkan hasil belajar siswa
konsep ini adalah memberikan kesempatan siswa pada materi menulis naskah drama. Model yang digunakan untuk
mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena dasar pengembangan modul pembelajaran drama berbasis potensi
materi dikemas ke dalam kesatuan utuh. Jika harus lokal masyarakat Sasak ini merupakan hasil adaptasi dari
dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari pengembangan perangkat model 4-D (four-D model) yang
kompetensi/subkompetensi harus dilakukan dengan hati- dikemukakan oleh Thiagarajan (1974:5).
hati dan memperhatikan keluasan Tahap pertama dari model 4-D adalah Define
kompetensi/subkompetensi yang harus dikuasai oleh (pendefinisian), Kemudian diikuti dengan tahap Design
siswa. (perancangan),Develop (pengembangan), dan satu tahap lagi
c. Stand Alone atau berdiri sendiri yaitu modul yang tersebut adalah tahap Disseminate (penyebarluasan). Karena hasil
dikembangkan tidak tergantung pada bahan ajar lain. penelitian ini tidak disebarkan pada sekolah lain (selain tempat
Dengan menggunakan modul, siswa tidak perlu bahan ajar peneliti) maka hanya digunakan tiga tahap, yaitu sampai tahap
yang lain untuk mempelajari atau mengerjakan tugas pada develop.
modul tersebut. Jika siswa masih menggunakan dan Subjek penelitian dalam penelitian pengembangan modul
bergantung pada bahan ajar lain tidak dikategorika sebagai ini adalah siswa kelas XI SMA N Selong. Jumlah total subjek
modul berdiri sendiri. ujicoba ada 49 siswa dengan rincian sebagi berikut:
d. Adaptif. Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi 1. 20 orang siswa digunakan untuk uji kelompok kecil yang terdiri
terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan dari yaitu 5 siswa dari kelas XI IPA 1, 5 Siswa dari kelas XI IPA
adaptif jika modul tersebut dapat menyesuaikan 2 , 5 siswa dari kelas XI IPA 3 dan 5 siswa dari kelas X1 IPA 4
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta SMA N 1 Selong. Subjek uji coba terbatas ini dipilih secara acak
fleksibel digunakan diberbagai tempat. Modul yang adaptif pada masing-masing kelas.
adalah jika isi materi pembelajaran dan perangkat lunaknya 2. 29 orang siswa kelas XI IPA 5 digunakan untuk uji lapangan.
dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu. Instrumen penelitian ini terdiri dari: a) lembar validasi, b)
e. User Friendly. Modul hendaknya juga memenuhi kaidah lembar observasi pengelolaan pembelajaran, c) lembar observasi
‘user firendly’ atau bersahabat/ akrab dengan pemakainya. aktivitas, d) angket respon siswa, dan e) instrumen berupa tes hasil
Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat belajar menulis naskah drama awal dan akhir. Kriteria penilaian
membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk yang dipakai untuk penilaian ini berupa faktor-faktor yang berkaitan
kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan penilaian karangan siswa berupa naskah drama seperti

ISBN: 978-602-74245-0-0 63
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
yang diungkapkan oleh Hertfield dkk melalui Nurgiyantoro (2004: memahami pementasan drama dan menulis naskah drama.
307) yang diadaptasi dari Lisa Yunita (2011: 30) sebagai kriteria Materi pada kompetensi dasar tersebut dapat digunakan untuk
penilaian. Skor tersebut dikumpulkan dan digunakan sebagai pembelajaran modul drama berbasis potensi lokal masyarakat
bahan analisis. Sasak. Materi dikemas dalam pembelajaran modul ini dapat
Teknik analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif. membantu siswa dalam mempelajari konsep-konsep dalam
data yang dianalisis meliputi analisis kelayakan, respon siswa, hasil materi yang diberikan dengan aplikasinya dalam kehidupan
belajar, dan keterlaksanaan pembelajaran. sehari-hari.
1. Analisis kelayakan modul oleh ahli,guru,teman dan respon 2. Tahap Design (Perancangan)
siswa Hasil rancangan terhadap pengembangan modul
Teknik analisis data untuk kelayakan modul dan pembalajaran drama berbasis potensi lokal masyarakat Sasak
respon siswa terhadap modul, dilakukan dengan langkah- ini adalah sebagai berikut:
langkah sebagai berikut. a. Modul pembelajaran yang dikembangkan terbagi dalam
a. Tabulasi semua data yang diperoleh untuk setiap tiga kegiatan belajar, yaitu kegiatan belajar 1 (bentuk-
komponen, sub komponen dari butir penilaian yang bentuk drama, unsur-unsur drama, perbedaan drama
tersedia dalam instrumen penilaian. dengan novel, cerpen, dan puisi), kegiatan belajar 2 (kiat-
b. Menghitung skor total rata-rata dari setiap komponen kiat menulis naskah, memanfaatkan potensi lokal) dan
dengan menggunakan rumus. kegiatan belajar 3 (teknik membuat dialog dalam naskah
𝑋̅ =
∑𝑋 drama, teknik menyunting naskah, contoh naskah).
𝑛 Kegiatan belajar tersebut terdiri dari bagian-bagian sebagai
Keterangan :
berikut:
𝑋̅ = skor rata-rata 1) Tujuan berisi kompetensi yang harus dicapai siswa
∑ 𝑋 = Jumlah skor
setelah mempelajari materi dalam setiap kegiatan
n= Jumlah penilai belajar.
c. Mengubah skor rata-rata menjadi nilai dengan kategori. 2) Advance Organizer berisi gambar dan kalimat-kalimat
Adapun acuan pengubahan skor menjadi skala lima pembuka yang berfungsi untuk menambah motivasi
tersebut menurut Sukardjo (2006:53) adalah sebagai dan daya tarik dalam mempelajari materi yang terbuat
berikut: dalam sub tema (kegiatan belajar).
Tabel 1. Kategori penskoran 3) Gambar dan Ilustrasi yang berfungsi sebagai sarana
membantu pemahaman materi.
4) Asah Pemahaman terdapat tugas individu berisi soal-
soal latihan yang digunakan sebagai sarana untuk
meningkatkan kemampuan dan pemahaman siswa
dalam mempelajari materi dalam subtema yang
dibahas.
5) Tugas Kelompok berisi kegiatan percobaan yang
berfungsi sebagai sarana untuk menguji dan
Keterangan: menerapkan kaidah atau konsep bahasa dan sastra
X = Skor aktual (skor yang dicapai)
𝑥̅ = Rerata skor ideal
Indonesia serta sebagai sarana bagi siswa
= (1/2) (skor ideal + skor terendah ideal) mengembangkan kreatifitas dan keaktifan dalam
SBi = Simpangan baku skor ideal belajar. Oleh karena itu kegiatan percobaan yang
= (1/2) (1/3) (skor tertinggi ideal - skor terendah tertuang pada tugas terdapat pada tiap-tiap
ideal) pembahasan suatu konsep materi..
Skor tertinggi ideal = ∑ butir kriteria x skor tertinggi 6) Lelakak Sasak berisi pesan moral khas Sasak atau
Skor terendah ideal = ∑ butir kriteria x skor t𝑒rendah informasi pengetahuan yang berkaitan dengan pesan
Dalam penelitian ini kelayakan ditentukan dengan nilai moral. Lelakak Sasak berfungsi membahas tentang
minimal “C” dengan kategori cukup baik. Jadi jika hasil penilaian tindak tanduk dalam pergaulan yang bisa dijadikan
oleh ahli dan guru reratanya memberikan hasil akhir “C”, maka pedoman.
produk pengembangan modul pembelajaran ini sudah dianggap 7) Tokoh-tokoh berisi para tokoh atau penulis terkemuka
layak digunakan. dalam bidang tokoh terkenal. Tokoh-tokoh berfungsi
untuk menambah pengetahuan tentang naskah-
HASIL DAN PEMBAHASAN naskah drama yang terkenal pada zamannya.
Pengembangan modul pembelajaran berbasis potensi 8) Berita Budaya berisi tentang beberapa kebiasaan yang
lokal yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi empat tahap terjadi dalam masyarakat Sasak. Berita budaya
pengembangan yaitu tahap define (pendefinisian), tahap design berfungsi untuk menambah pengetahuan siswa
(perancangan) tahap develop (pengembangan), dan disseminate tentang budaya yang berkembang dalam masyarakat
(penyebaran). Secara rinci, tahap pengembangan tersebut adalah mereka.
sebagai berikut. 9) Rangkuman berisi konsep-konsep yang harus
1. Tahap Define (Pendefinisian) dipahami siswa. Rangkuman berfungsi sebagai sarana
Berdasarkan analisis kurikulum dan materi pelajaran bagi siswa agar dapat memahami garis besar materi
maka telah dipilih dua kompetensi dasar yang menjadi sasaran dalam sub tema yang dibahas.
pengembangan. Kompetensi dasar tersebut adalah

ISBN: 978-602-74245-0-0 64
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
10) Refleksi Diri berisi sarana bagi siswa untuk
merenungkan kembali apa yang telah dipelajari dalam b. Analisis Data Hasil Evaluasi Produk dari Aspek Bahasa dan
satu subtema. Gambar
b. Modul yang dikembangkan juga dilengkapi dengan Berdasarkan data pada Tabel diketahui bahwa
petunjuk bagi siswa dan motivasi menulis yang keduanya modul pembelajaran hasil pengembangan ditinjau dari
berada diawal modul, evaluasi, glosarium, daftar pustaka, aspek kelayakan isi, dari ahli diperoleh skor total 30,0, dari
yang berada di bagian belakang modul. Berikut penjelasan guru diperoleh skor total 33,5 dan dari teman sejawat
dari bagian-bagian tersebut. diperoleh skor 34,0. Berdasarkan Tabel skala penilaian
1) Tata cara penggunaan modul yaitu petunjuk bagi siswa maka dapat dinyatakan bahwa modul pembelajaran
berisi perihal ketentuan/peraturan yang harus ditinjau dari aspek bahasa dan gambar, berdasarkan hasil
diketahui, dipahami dan diikuti siswa selama belajar penilaian baik dari ahli materi maupun guru diperoleh nilai
menggunakan modul. Petunjuk bagi siswa berfungsi B dengan kategori “baik”, sedangkan dari teman sejawat
untuk memberi arahan bagi siswa agar siswa lebih diperoleh nilai A dengan kategori “sangat baik”. Hasil
cepat berhasil mempelajari modul. penilaian dari ahli materi, guru dan teman sejawat tersebut
2) Evaluasi yang berisi soal-soal untuk menentukan tergambar dalam bentuk diagram maka hasilnya adalah
kriteria dari penulisan naskah. Evaluasi berfungsi sebagai berikut:
sebagai sarana bagi siswa untuk menguji penguasaan
materi yang dipelajari dalam sub tema.
3) Glosarium berisi penjelasan kosakata. Siswa dapat
menemukan penjelasan dari istilah/kata yang ada
dalam kosakata drama.
4) Daftar Pustaka berisi rujukan tentang materi yang
disajikan. Siswa dapat mengakses alamat email yang
tersedia dalam daftar pustaka untuk menelusuri lebih
lanjut perkembangan materi. c. Data Hasil Evaluasi Produk dari Aspek Penyajian
3. Tahap Develop (Pengembangan) Berdasarkan data diketahui bahwa modul
Tahap develop (pengembangan) dalam penelitian ini pembelajaran ditinjau dari aspek penyajian, dari ahli media
meliputi hasil uji coba ahli, uji terbatas, dan uji coba lapangan. diperoleh skor total 59,5 dari guru diperoleh skor total 70,5
Uji coba ahli dilakukan untuk mengevaluasi modul dan dari teman sejawat diperoleh skor 76,0. Berdasarkan
pembelajaran menulis naskah drama berbasis potensi lokal Tabel skala penilaian dapat dinyatakan bahwa modul
yang dikembangkan berupa penilaian dan saran ataupun pembelajaran ditinjau dari aspek penyajian,hasil penilaian
masukan. Uji coba ahli dibagi menjadi empat bagian yaitu ahli dari ahli media maupun guru diperoleh nilai B dengan
materi, ahli media, guru bahasa dan Sastra Indonesia dan kategori “baik”, sedangkan dari teman sejawat diperoleh
Teman Sejawat. Setelah evaluasi dari ahli, guru dan teman nilai A dengan kategori “sangat baik”. Hasil penilaian
sejawat dilakukan, penilaian dan masukan yang diperoleh dari tersebut tergambar dalam bentuk diagram maka hasilnya
para ahli,guru, dan teman sejawat tersebut dijadikan pedoman adalah sebagai berikut:
untuk merevisi produk awal modul. Setelah produk awal modul
direvisi, selanjutnya diujicobakan siswa pada ujicoba kelompok
kecil.
4. Analisis Data Hasil Evaluasi Produk
a. Analisis Data Hasil Evaluasi Produk dari Aspek Kelayakan
Isi
Berdasarkan data pada Tabel diketahui bahwa
modul pembelajaran hasil pengembangan ini dari ahli d. Data Hasil Evaluasi Produk dari Aspek Kegrafisan
diperoleh skor total 36,5 dari guru bahasa diperoleh skor Berdasarkan data pada Tabel diketahui bahwa
total 41,5 dan dari teman sejawat diperoleh skor total 42,0. modul pembelajaran hasil pengembangan ditinjau dari
Berdasarkan Tabel skala penilaian maka dapat dinyatakan aspek kelayakan isi, dari ahli diperoleh skor total 24,0, dari
bahwa modul pembelajaran hasil penilaian baik dari ahli guru Bahasa dan Sastra Indonesia diperoleh skor total 26,0
materi maupun guru, aspek kelayakan isi mendapakan nilai dan dari teman sejawat diperoleh skor 27,0. Berdasarkan
B dengan kategori “baik”, sedangkan berdasarkan hasil Tabel skala penilaian maka dapat dinyatakan bahwa
penilaian teman sejawat diperoleh nilai A dengan kategori modul pembelajaran ditinjau dari aspek kegrafisan,
“sangat baik”. Hasil penilaian dari ahli materi, guru bahasa berdasarkan hasil penilaian baik dari ahli materi maupun
dan sastra, dan teman sejawat tersebut tergambar dalam guru diperoleh nilai B dengan kategori “baik”, sedangkan
bentuk diagram maka hasilnya adalah sebagai berikut: dari teman sejawat diperoleh nilai A dengan kategori
“sangat baik”. Hasil penilaian dari tersebut tergambar
dalam bentuk diagram maka hasilnya adalah sebagai
berikut:

ISBN: 978-602-74245-0-0 65
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
b. Analisis Respon Siswa
Respon siswa terhadap modul pembelajaran
menulis hasil pengembangan ini dari aspek materi
mendapatkan skor total 14,8 dari aspek keterbacaan
bahasa dan gambar mendapatkan skor total 22,5, dari
aspek penyajian mendapatkan skor total 45,8 dan dari
aspek tampilan mendapatkan skor 22,0. Berdasarkan tabel
skala penilaian maka dapat dinyatakan bahwa modul
pembelajaran baik dari aspek keterbacaan bahasa dan
5. Analisis Hasil Uji Coba Kelompok Kecil gambar, aspek penyajian, dan aspek tampilan
Siswa yang digunakan untuk uji coba berasal dari mendapatkan nilai B dengan kategori “baik”, sedangkan
kelas XI IPA 1 sebanyak 5 orang, XI IPA 2 sebanyak 5 orang , aspek materi mendapatkan nilai C dengan kategori “cukup
XI IPA 3 sebanyak 5 orang dan XI IPA 4 sebanyak 5 orang. baik”.
Pemilihan subjek uji coba dilakukan secara acak dengan Kesulitan siswa untuk memahami istilah-istilah
memperhatikan perbedaan kemampuan siswa (kemampuan yang digunakan dalam modul berdampak pada kesulitan
baik dan kurang). Tujuan uji coba ini adalah untuk siswa dalam memahami materi. Pembelajaran menulis
mengumpulkan informasi yang dapat digunakan sebagai naskah yang menginginkan siswa belajar secara utuh
bahan untuk memperbaiki produk dalam revisi berikutnya. menuntut siswa untuk mempelajari materi dengan cukup
Informasi yang diperoleh peneliti dalam uji kelompok kecil beragam sampai pada lintas bidang kajian potensi lokal,
terkumpul dalam data keterlaksanaan pembelajaran, data dengan demikian banyak pula istilah-istilah yang harus
respon siswa terhadap produk, dan data hasil belajar siswa. dipelajari siswa. Dalam hal ini, siswa masih perlu adaptasi
Berikut ini analisis data secara lengkap dari masing-masing dengan metode pembelajaran yang sedang diterapkan.
data tersebut. c. Analisis Ketuntasan Hasil Belajar Siswa
a. Analisis Keterlaksanaan Pembelajaran Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa
Keterlaksanaan modul pembelajaran hasil modul pembelajaran menulis naskah mampu menaikkan
pengembangan dalam pembelajaran secara sistematis rerata nilai post-test terhadap nilai pre test (dari rerata 64,2
tertuang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). menjadi 76,0). Ada kenaikkan rerata post test terhadap
Rencana pelaksanaan pembelajaran menggunakan rerata nilai pre-test sebesar 11,8. Apabila dilihat dari
produk ini adalah tiga kali pertemuan. Berdasarkan pada ketuntasan minimal belajar kognitif adalah 70, maka 85%
Tabel diketahui bahwa keterlaksanaan RPP untuk siswa yang telah tuntas belajar.
pertemuan pertama rata-ratanya adalah 95,2, pertemuan Hasil penilaian kemampuan siswa melakukan
kedua rata-ratanya 100,0 dan pertemuan ketiga rata- percobaan didapatkan rerata nilai 73,8. Artinya siswa telah
ratanya 100,0. Hasil keterlaksanaan RPP pada uji tuntas melakukan percobaan. Apabila dilihat dari nilai
kelompok kecil tersebut tergambar dalam bentuk diagram, ketuntasan minimal belajar psikomotor adalah 70, maka
maka hasilnya adalah sebagai berikut: 100% siswa telah tuntas belajar. Sedangkan untuk hasil
penilaian terhadap hasil belajar afektif siswa yang terdiri
dari “kemampuan siswa bekerjasama antar anggota
kelompok” dan “kemampuan siswa dalam belajar mandiri”
didapatkan rerata nilai 71,2. Apabila dilihat dari nilai
ketuntasan minimal belajar afektif adalah 70, maka ada
70% siswa yang telah tuntas belajar. Artinya siswa telah
tuntas dalam bekerjasama dan tuntas dalam belajar secara
mandiri.
Dari diagram tersebut dapat diketahui bahwa pada Berdasarkan hasil analisis terhadap data kegiatan
pertemuan kedua dan ketiga semua langkah dapat pembelajaran ini mengindikasikan bahwa pembelajaran
terlaksana, dan untuk pertemuan pertama ada beberapa dengan modul pembelajaran menulis hasil pengembangan
langkah yang tidak terlaksana, yaitu kegiatan penutup efektif untuk pembelajaran karena dapat menuntaskan
(guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran 85% siswa, mampu melatih siswa melakukan percobaan
dengan cara menuliskan hasil kesimpulan di papan tulis dengan baik, dan mampu melatih siswa belajar mandiri,
dan siswa mencatat kesimpulan yang disampaikan guru). serta menumbuhkan semangat kerjasama siswa.
Hal ini disebabkan guru dan siswa masih dalam proses 6. Analisis Hasil Uji Coba Lapangan
adaptasi dengan kondisi pembelajaran dengan Uji coba lapangan dilakukan pada siswa SMA N I
menggunakan cerita rakyat, dimana alokasi waktu yang Selong Lombok Timur . Siswa yang digunakan untuk uji coba
telah disediakan menuntut guru dan siswa untuk mengelola berasal dari kelas XI IPA sebanyak 29 orang. Tujuan Uji coba
waktu seefektif mungkin. Hal ini juga disebabkan lapangan adalah mengoperasionalkan produk dalam situasi
pembuatan naskah drama dalam pretes. Namun secara dan kondisi kelas yang sesungguhnya.
umum, RPP telah terlaksana dengan baik, hal ini dapat a. Analisis Keterlaksanaan Pembelajaran
dilihat terjadi peningkatan rerata keterlaksanaan RPP pada Keterlaksanaan modul pembelajaran hasil
pertemuan pertama sampai ketiga secara berurutan pengembangan dalam pembelajaran secara sistematis
sebagai berikut 95,2, 100,0, 100,0 dan 100,0. tertuang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Rencana pelaksanaan pembelajaran menggunakan

ISBN: 978-602-74245-0-0 66
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
produk ini adalah tiga kali pertemuan. Data keterlaksanaan melatih siswa melakukan percobaan dengan baik, dan
RPP ini merupakan hasil pengamatan oleh peneliti sendiri. mampu melatih siswa belajar mandiri, serta menumbuhkan
Berdasarkan pada Tabel diketahui bahwa keterlaksanaan semangat kerjasama siswa.
RPP untuk pertemuan pertama, kedua, dan ketiga rata- 7. Revisi Produk
ratanya adalah 100,0. Apabila hasil keterlaksanaan RPP a. Revisi Tahap Pertama
pada Uji coba lapangan tersebut tergambar dalam bentuk Revisi tahap pertama dilakukan setelah produk
grafik,adalah sebagai berikut: awal divalidasikan ke ahli materi, ahli media, guru dan
teman sejawat. Hasil Validasi yang berupa penilaian, saran
dan kritikan dijadikan sebagai pedoman dalam merivisi
produk awal. Revisi produk awal ini menghasilkan produk
yang layak digunakan untuk ujicoba kelompok kecil. Pada
revisi tahap pertama ini, digunakan untuk uji kelompok
kecil. Pada revisi tahap pertama ini, perbaikan dilakukan
yaitu pada hal-hal sebagai berikut:
1) Deskripsi Validasi Ahli Media dan Ahli Materi
Data yang diperoleh dari hasil validasi Ahli
Dari diagram tersebut dapat diketahui mulai Media dan Ahli Materi berupa masukan dan saran.
pertemuan pertama, kedua dan ketiga kemampuan guru Untuk memperoleh modul pembelajaran yang layak
dalam pengelolaan waktu mengalami peningkatan digunakan, maka ahli media memberikan saran dan
dibandingkan dengan pada saat uji kelompok kecil, rekomendasi perbaikan. Ahli media dan ahli materi
sehingga alokasi waktu yang disediakan sesuai. memberikan penilaian dari keseluruhan aspek dengan
b. Analisis Respon Siswa penilaian baik. Hasil Validasi ini kemudian dianalisis
Berdasarkan data diketahui bahwa respon siswa dan dapat dipakai untuk merevisi modul pembelajaran
terhadap modul pembelajaran menulis hasil menulis naskah drama berdasarkan masukan ahli.
pengembangan ini dari aspek materi mendapatkan skor Adapun saran perbaikan dari ahli adalah
total 14,7, dari aspek keterbacaan bahasa dan gambar perbaikan pada cover,perbaikan soal-soal pada uji
mendapatkan skor total 22,3, dari aspek penyajian kemampuan dan evaluasi dan perbaikan lembar
mendapatkan skor total 22,5. Berdasarkan tabel skala observasi, ahli media dan ahli materi memberikan
penilaian maka dapat dinyatakan bahwa modul perbaikan yaitu pada tujuan dalam rencana
pembelajaran menulis baik dari aspek materi, aspek pelaksanaan pembelajaran perlu diubah, materi agar
keterbacaan bahasa dan gambar, aspek penyajian dan lebih disesuaikan dengan tujuan, istilah-istilah yang
aspek tampilan mendapatkan nilai B dengan ategori “baik”. ada agar dijelaskan sesuai dengan lingkungan peserta
c. Analisis Ketuntasan Hasil Belajar Siswa didik dan menggunakan fenomena-fenomena yang
Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa bisa menambah pengetahuan siswa tentang potensi
modul pembelajaran mampu menaikkan rerata nilai post lokal yang terdapat di daerahnya sehingga siswa
test terhadap rerata nilai pre test (dari rerata 63,1 menjadi menjadi lebih mengenal budaya, dan penilaian proses
80,3). Ada kenaikan sebesar 17,3, dan nilai tersebut agar dinilai dengan melakukan lembar observasi selain
merupakan nilai kebermaknaan siswa (effect size) ketika dengan tes tulis.
belajar menggunakan modul hasil pengembangan. Hal ini 2) Deskripsi validasi teman sejawat
membuktikan terjadinya peningkatan pemahaman siswa Teman sejawat memberikan penilaian
tentang konsep menulis. Dengan kata lain ada terhadap modul pembelajaran termasuk dalam kategori
kebermaknaan belajar menggunakan modul pembelajaran. baik dan layak digunakan untuk pembelajaran.
Bila dilihat dari ketuntasan belajar minimal sebesar 70, Perbaikan-perbaikan yang dilakukan yaitu pada
maka dapat dikatakan bahwa 90% siswa telah tuntas. pemilihan beberapa naskah lontar yang sudah
Hasil penilaian terhadap kemampuan siswa ditransliterasi. Penggunaan istilah bahasa daerah agar
melakukan percobaan didapatkan rerata nilai 86,6. Artinya di berikan penjelasan dalam bahasa Indonesia,
siswa telah tuntas melakukan percobaan. Apabila dilihat penambahan unsur Lelakak yang berisi pesan moral,
dari nilai ketuntasan minimal belajar psikomotor adalah 70, dan untuk bagian pada berita budaya agar memilih
maka 100% siswa telah tuntas belajar. Sedangkan untuk fenomena-fenomena yang menarik dan pernah dialami
hasil penilaian terhadap hasil belajar afektif siswa yang oleh siswa namun fenomena tersebut tidak diketahui
terdiri dari” kemampuan siswa bekerjasama antar anggota maknanya sehingga siswa bisa mengenal lebih dalam
kelompok” dan “ kemampuan siswa dalam belajar mandiri” potensi lokal.
didapatkan rerata nilai 76,7. apabila dilihat dari nilai b. Revisi Tahap Kedua
ketuntasan minimal belajar afektif adalah 70 maka ada 96% Revisi terhadap produk pada tahap ini dilakukan
siswa yang tuntas belajar. Artinya siswa telah tuntas dalam oleh guru bahasa dan sastra Indonesia. Validasi oleh guru
bekerjasama dan tuntas dalam belajar secara mandiri. tersebut dilakukan sebelum uji coba terbatas. Masukan/
Berdasarkan hasil analisis terhadap data dari saran dan rekomendasi untuk perbaikan dari guru yang
kegiatan pembelajaran pada uji coba lapangan ini dapat dilakukan adalah butir soal harus disesuaikan dengan
dikatakan bahwa pembelajaran dengan modul waktu pada saat pembelajaran berlangsung. Perbaikan
pembelajaran hasil pengembangan efektif untuk pada beberapa kalimat dan istilah yang digunakan agar
pembelajaran karena menuntaskan 80% siswa, mampu bisa lebih di sesuaikan.

ISBN: 978-602-74245-0-0 67
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
c. Revisi Tahap Ketiga kenaikan rerata skor pemahaman siswa (effect size =
Revisi terhadap produk yang diujicobakan secara 17,2).
terbatas ini dilakukan setelah uji kelompok kecil b. Adanya keterampilan siswa dalam melakukan percobaan
dilaksanakan. Revisi ini berdasarkan hasil kegiatan atau uji kreativitas.
pembelajaran menggunakan modul hasil pengembangan Berdasarkan klasifikasi tingkatan hasil belajar
serta berdasarkan data observasi yang dilakukan pada uji psikomotor menurut kemampuan melakukan percobaan
kelompok kecil. Pada revisi tahap kedua, perbaikan yang termuat dalam modul termasuk kemampuan
dilakukan yaitu pada hal-hal sebagai berikut: melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah
1) Perbaikan pada aktivitas 1. Berdasarkan hasil dilihatnya tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk
observasi keterlaksanaan pembelajaran saja. Dalam modul hasil pengembangan, terdapat petunjuk
(keterlaksanaan RPP) diketahui bahwa alokasi waktu dalam melakukan percobaan menulis sehingga siswa
yang disediakan untuk mempelajari aktivitas 1 masih dapat melakukan percobaan secara mandiri sesuai dengan
kurang, sehingga perlu adanya perbaikan pada petunjuk. Dengan demikian, pembelajaran dengan
aktivitas belajar 1. Perbaikan dilakukan dengan cara menggunakan modul hasil pengembangan mampu
mengurangi jumlah soal pada asah pemahaman. menuntaskan aspek psikomotor siswa “kemampuan
Pengurangan soal tersebut tidak mengurangi jumlah melakukan percobaan” sebesar 100%. Hal ini juga
soal pada tugas individu. Pengurangan soal tersebut dibuktikan dengan rerata hasil belajar klasikal psikomotor
tidak mengurangi kompetensi yang harus dikuasai yang dicapai siswa sebesar 86,6.
siswa, karena soal-soal tersebut lebih pada c. Adanya sikap kerjasama yang muncul pada saat
pengulangan saja. pembelajaran.
2) Perbaikan kesimpulan pada aktivitas belajar. Menurut Depdiknas (2004), kelakuan yang
Berdasarkan hasil observasi siswa masih merasa mencakup kerjasama, prilaku sosial, saling menghormati,
kesulitan dalam menyimpulkan hasil percobaan, maka suka membantu, dan sejenisnya merupakan bentuk
perbaikan dilakukan dengan cara mencantumkan kemampuan efektif siswa. Dalam pembelajaran
pertanyaan yang mengarahkan siswa pada kesimpulan menggunakan modul kerjasama, prilaku sosial, saling
hasil percobaan atau uji kreativitas. menghormati , suka membantu tersebut muncul dalam
d. Revisi Tahap Keempat proses pembelajaran siswa. Hal ini juga dibuktikan dengan
Revisi tahap keempat merupakan revisi terhadap rerata hasil belajar klasikal afektif siswa dalam aspek
produk yang digunakan pada uji coba lapangan. Revisi ini kemampuan kerjasama 84,3.
berdasarkan hasil kegiatan pembelajaran menggunakan d. Adanya sikap kemandirian siswa yang muncul pada saat
modul hasil pengembangan serta berdasarkan data pembelajaran.
observasi yang dilakukan pada uji coba lapangan. Pada Kemandirian merupakan salahsatu bentuk domain
revisi tahap ketiga, perbaikan dilakukan yaitu pada hal-hal afektif. Menurut Krathwohl, Bloom, & Masia (1973-175),
sebagai berikut: Kemandirian masuk dalam tingkat organizing
1) Perbaikan pada aktivitas belajar, yaitu pada bagian (pengorganisasian). Dalam kegiatan belajar mengajar,
asah pemahaman 2. Perbaikan dilakukan dengan cara sikap siswa pada tingkat ini ditunjukkan dengan mengenal
mengubah asah pemahaman menjadi tugasi individu, tanggung jawab, Mengorganisasi tugas-tugas,
hal ini dilakukan karena seringkali siswa bingung mengembangkan rencana pekerjaan. Dalam pembelajaran
apakah asah pemahaman dikerjakan secara menggunakan modul sikap tanggung jawab terhadap apa
berkelompok atau mandiri. Perbaikan juga dilakukan yang dipelajari, dan sikap mampu mengorganisasi tugas-
dengan menambah soal isian yang mulanya pilihan tugas dalam ukuran waktu tertentu, nampak dalam proses
ganda diselingi soal isian pada tugas individu. pembelajaran siswa menggunakan modul hasil
2) Perbaikan pada setiap aktivitas belajar meliputi pengembangan. Hal ini dibuktikan dengan adanya
penambahan tampilan. Penambahan ini dilakukan peningkatan rerata hasil belajar klasikal afektif siswa dalam
berdasarkan hasil observasi siswa melakukan aktivitas. aspek kemandirian pada setiap pertemuan yaitu pada
3) Perbaikan pada setiap aktivitas belajar , dilakukan pertemuan pertama, kedua, dan ketiga berturut-turut
berdasarkan masukan dari siswa, yang menyatakan adalah 66,6; 71.2; dan 74,9.
bahwa ‘gambar agar dibuat berwarna seperti gambar Berdasarkan empat temuan tersebut dapat
yang lainnya agar lebih menarik dan ditambahkan dikatakan bahwa pembelajaran menulis dengan
mengenai perbedaan drama dengan film dan sinetron”. menggunakan modul hasil pengembangan adalah efektif.
a. Prosduk hasil revisi pada tahap keempat ini merupakan Tercapainya keefektifan dalam pembelajaran tersebut
produk akhir. Produk akhir hasil pengembangan ini tentu saja didukung dengan kesesuaian pengembangan
dapat dilihat pada lampiran. modul yang diperuntukkan bagi siswa SMA. Dengan
8. Temuan pada Uji Lapangan demikian, berdasarkan kajian akhir tersebut dapat
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan dikatakan bahwa modul pembelajaran menulis hasil
modul pembelajaran hasil pengembangan pada uji coba pengembangan ini merupakan produk yang telah layak
lapangan, ditemukan hasil antara lain: untuk digunakan dalam pembelajaran menulis di lapangan.
a. Siswa memperoleh pemahaman bukan hanya drama tetapi Kelayakan tersebut juga didukung oleh rerata penilaian dari
sekaligus menulis naskah dan potensi lokal. Hal ini keempat aspek (aspek kelayakan isi, aspek bahasa dan
dibuktikan rerata pencapaian ketuntasan belajar klasikal gambar, aspek penyajian, dan aspek kegrafisan) dari ahli,
sebesar 96%, (ketuntasan uji coba lapangan) dan adanya guru, dan teman sejawat.

ISBN: 978-602-74245-0-0 68
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Karakteristik lain dari modul pembelajaran hasil ____________. (2003). Pedoman penulisan modul. Jakarta :
pengembangan ini adalah beberapa keunggulan yang Direktorat PLP, Ditjen, Dikdasmen,
dimilikinya. Keunggulan tersebut antaralain: disusun Dinas Kebudayaan & Pariwisata Provinsi NTB. (2007). Transliterasi
dengan menggunakan kaidah-kaidah penulisan modul dan terjemahan naskah lontar Doyan Neda. Mataram :
pembelajaran, terdapat umpan balik didalamnya, ada Museum Negeri Provinsi NTB.
kesempatan melatih kamandirian siswa dalam belajar, dan Karmini. N.N., (2011) Teori pengkajian fiksi dan drama. Denpasar:
dihadirkannya cerita rakyat, berita budaya, dan lelakak Pustaka Larasan.
yang memaparkan nilai-nilai pembentukan karakter dalam Meyer, R. (1978). Designing learning modules for inservice teacher
bersikap, bermoral, dan berharkat penghargaan sehingga education. Australia: Centre for Advancement of Teaching.
memungkinkan untuk diimplementasikan pada siswa Mohammad Ali & Mohammad Asrori. (2010). Psikologi remaja –
melalui pembelajaran secara klasikal, kelompok, ataupun perkembangan peserta didik. Jakarta : PT Bumi Aksara.
mandiri. Muhammad Thobroni. (2009). Pendidikan multikultural dalam
cerita tradisional yogyakarta dan urgensi implementasinya
SIMPULAN sebagai pendidikan sastra anak. Tesis magister, tidak
Pengembangan modul pembelajaran drama berbasis diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
potensi lokal dapat disimpulkan sebagai berikut. Murti Bunanta. (2011). Cerita rakyat, kearifan lokal merambah
1. Dikembangkan dengan tiga tahap meliputi, a) pendefinisian dunia: mengajarkan bersikap, bermartabat, bermoral,
tentang analisis kebutuhan, b) perancangan desain produk berkeadilan, dan menjadi tangguh. Makalah disajikan
awal, c) pengembangan produk, evaluasi, dan produk akhir. dalam Seminar Sastra Anak Membangun Karakter Bangsa
2. Kualitas modul pembelajaran ditinjau dari aspek kelayakan isi, Menjemput Masa Depan, di Universitas Negeri Yogyakarta.
aspek bahasa dan gambar, aspek penyajian, dan aspek Muslimin Ibrahim. (2005). Asesmen berkelanjutan, konsep dasar,
kegrafisan secara keseluruhan berkualitas “baik”. Berdasarkan tahapan pengembangan, dan contoh. Surabaya: Unesa
penilaian dari para ahli, guru dan teman sejawat, dapat University Press.
dikatakan bahwa modul pembelajaran hasil pengembangan Nana Sudjana. (2009). Penilaian hasil proses belajar mengajar.
tersebut layak digunakan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
3. Berdasarkan hasil observasi penerapan modul dalam Rahmanto. (1988). Metode pengajaran sastra . Yogyakarta:
pembelajaran secara umum dapat terlaksana. Hal ini Kanisius.
dibuktikan dengan hasil keterlaksanaan rencana pelaksanaan Soemanto. C. Soebakti. (2001). Makna kehadiran lakon waiting for
pembelajaran baik pada pertemuan pertama, kedua, dan ketiga godot karya Samuel becket dari Amerika dan Indonesia.
mencapai persentase keterlaksanaan sebesar 95,2%. Suatu Studi Banding. Yogyakarta: FIB UGM.
4. Berdasarkan hasil respon siswa terhadap modul pembelajaran, Sony Set. (2008). Rahasia menulis skenario profesional.
diketahui bahwa modul pembelajaran menulis termasuk dalam Yogyakarta: Liliput.
kategori “baik”. Taufik Ampera. (2010). Pengajaran sastra teknik mengajar sastra
5. Modul pembelajaran menulis berbasis potensi lokal terbukti anak berbasis aktivitas. Bandung: Widya Padjadjaran.
efektif meningkatkan rerata skor pemahaman siswa (effect size Thiagarajan & Sammel. (1974). Instructional development for
= 17,2) dan 96% siswa mencapai ketuntasan belajar. Selain itu, training teacher of exceptional children. Blommington
penggunaan modul pembelajaran juga mampu melatih Indiana: Indiana University.
kemandirian siswa dalam belajar, menumbuhkan kemampuan Tian Belawati. (2003). Materi pokok pengembangan bahan ajar.
siswa dalam bekerjasama dan menumbuhkan sikap Jakarta : Universitas Terbuka.
menghargai potensi lokal melalui kinerja dalam manulis Urguhart, V.& Mclver, M. (2005). Teaching writing in the context
naskah. area. United States of Amerika.
Vembriarto. (1975). Pengantar pengajaran modul. Yogyakarta:
DAFTAR PUSTAKA Yayasan Pendidikan Paramita.
Burton, J, Quirke, P, Reichman, C,L, & Peyton, J.K. (2009). Wagiran. (2006). Meningkatkan keaktifan mahasiswa dan reduksi
Reflective writing: A way to lifelong teacher learning. miskonsepsi melalui pembelajaran konstruktivistik model
Washington, DC. kooperatif berbantuan modul. Jurnal Ilmu Pendidikan. Jilid
Cahyaningsih Dewojati. (2010). Drama, sejarah, teori, dan 13 No.1, hal. 25-32.
penerapannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Yahya Ganda. (1990). Pendidikan seni teater buku sekolah
Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 SMA – pedoman khusus menengah pertama. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
pengembangan silabus dan penilaian mata pelajaran Kebudayaan.
bahasa dan sastra indonesia. Jakarta : Dirjen Dikdasemen,
Dir pendidikan menengah umum.

ISBN: 978-602-74245-0-0 69
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR
KREATIF
Eka Kurniawati1, Saiful Prayogi2 & Syifaul Gummah3
1Pemerhati Pendidikan Fisika
2&3Dosen Program Studi Pendidikan Fisika, FPMIPA IKIP Mataram

Email: Ekarnia80@gmaiL.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model inkuiri terbimbing terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa.
Indikator keterampilan berpikir kreatif meliputi fluency (kelancaran), flexibility (keluwesan), originality (keaslian/orisinal) dan elaboration
(perincian). Penelitian ini merupakan quasi eksperimen dengan desain postest only control group design. Populasi penelitian adalah
seluruh siswa kelas VIII SMPN 8 Mataram. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian ini terdiri
dari dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kontrol, di mana kelas eksperimen diajarkan menggunakan model inkuiri terbimbing dan kelas
kontrol menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Instrumen dalam penelitian ini berupa tes keterampilan berpikir kreatif. Hasil
analisis data postest diperoleh thitung sebesar 2,19 dan ttabel 1,67 (pada taraf signifikansi 5%). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh model inkuiri terbimbing terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa pada materi getaran dan gelombang.

Kata Kunci: Model Inkuiri Terbimbing, Keterampilan Berpikir Kreatif

PENDAHULUAN kehidupan sehari-hari, sehingga menyebabkan tingkat kemampuan


Pendidikan pada umumnya memiliki peran penting dalam berpikir dan pemahaman konsep menjadi rendah.
peningkatan mutu pendidikan, khususnya dalam menghasilkan Untuk mengembangkan keterampilan berpikir kreatif
peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berpikir yang lebih optimal, maka diperlukan suatu model pembelajaran
kritis, kreatif, logis dan berinisiatif dalam menanggapi isu di yang berbasis pada penyelidikan ilmiah, dan siswa diberikan
masyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkembangan sains kebebasan dalam melaksanakan penyelidikan ilmiah tersebut.
dan teknologi (Khan, et al, 2011 & Folmer et al, 2009). Salah satu model pembelajaran yang mampu mewujudkan hal
Untuk meningkatkan keadaan yang dimaksud perlu tersebut adalah model pembelajaran inkuiri.
adanya peningkatan mutu pendidikan. Dalam meningkatkan mutu Menurut Sanjaya (2008), pembelajaran inkuiri
pendidikan, pemerintah sudah banyak berupaya untuk memilih menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk
proses pembelajaran melalui penataran guru-guru, perbaikan mencari dan menemukan. Pembelajaran inkuiri menempatkan
kurikulum dan sebagainya. Upaya yang dilakukan pemerintah siswa sebagai subyek belajar dan peran siswa dalam pembelajaran
nampaknya belum menunjukkan hasil yang optimal kepada siswa, ini adalah untuk mencari dan menemukan sendiri inti dari materi
karena rendahnya keterampilan berpikir kreatif siswa disebabkan pelajaran sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan
oleh beberapa penyimpangan terhadap aturan yang telah pembimbing siswa untuk belajar. Apabila siswa belum pernah
ditetapkan. Salah satu bentuk penyimpangan dalam pelaksanaan mempunyai pengalaman belajar dengan kegiatan-kegiatan inkuiri,
pembelajaran adalah kegiatan inti yang dilakukan belum optimal maka diperlukan bimbingan yang cukup luas dari guru. Bimbingan
atau memenuhi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi (Asyik, inilah yang disebut dengan inkuiri terbimbing.
2009). Menurut Trianto (2007) pengajaran keterampilan berpikir Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,
kreatif di indonesia memiliki beberapa kendala, salah satunya maka peneliti akan melakukan penelitian tentang “Pengaruh Model
adalah di dominasi oleh guru dalam proses pembelajaran dan tidak Pembelajaran Inkuiri Terbimbing terhadap Keterampilan Berpikir
memberi akses pelaksanaan pembelajaran yang bersifat Kreatif Siswa”.
konvensional. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung
teacher-centered yang didominasi dengan metode ceramah dan METODE PENELITIAN
tanya jawab. Dengan metode ceramah informasi cenderung hanya Penelitian ini ada penelitian kuasi eksperimen dengan
dihafal tanpa adanya proses berpikir, sehingga siswa menjadi pasif desain postest only control group design. Pelaksanaan penelitian
dan menunggu materi yang disajikan oleh guru. Meskipun demikian dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2016. Populasi penelitian
guru lebih suka menerapkan model tersebut sebab tidak ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 8 Mataram tahun
memerlukan alat dan bahan praktik, melainkan hanya menjelaskan pelajaran 2016. Pengambilan sampel menggunakan teknik
konsep-konsep yang ada pada buku ajar atau referensi yang purposive sampling. Sampel penelitian ini terdiri dari dua kelas,
digunakan. yaitu kelas eksperimen dan kontrol, di mana kelas eksperimen
Berdasarkan hasil observasi awal di SMPN 8 Mataram diajarkan menggunakan model inkuiri terbimbing dan kelas kontrol
yang telah dilakukan peneliti tentang bagaimana cara guru menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan demonstrasi.
mengajar pada mata pelajaran IPA Fisika terdapat beberapa faktor Instrumen dalam penelitian ini meliputi instrument perlakuan
antara lain: dalam penyampaian materi masih didominasi oleh (silabus, RPP, dan LKS) dan instrument pengukuran (lembar
metode ceramah, kondisi ini kurang optimal dalam meningkatkan observasi dan tes keterampilan berpikir kreatif. Instrument tes
keterampilan berpikir siswa khususnya berpikir kreatif siswa, berupa soal uraian sebanyak 5 soal. Instrumen tes keterampilan
memberikan cara pembuktian rumus tetapi tidak ada implementasi berpikir kreatif dibuat berdasarkan indikator keterampilan berpikir
kepada siswa untuk menemukan sendiri, siswa hanya dituntut kreatif yaitu fluency, flexibility, originality dan elaboration. Sebelum
untuk menyelesaikan contoh soal sesuai dengan rumus yang ada digunakan, soal telah dilakukan uji validitas oleh satu validator.
dan siswa jarang mengaitkan materi yang disampaikan dengan Analisis data keterlaksanaan RPP dilakukan dengan analisis
deskriptif, sedangkan analisis data keterampilan berpikir kreatif
ISBN: 978-602-74245-0-0 70
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
siswa dilakukan dengan analisis statistik kuantitatif yang terdiri atas c. Data Hasil Postest Kelas Eksprimen dan Kelas Kontrol Tiap
analisis data awal (uji prasyarat analisis) berupa uji homogenitas, Indikator Keterampilan Berpikir Kreatif
uji normalitas dan uji hipotesis dengan taraf signifikan 5 % atau
0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini disesuaikan
dengan keperlun analisis, yakni analisis uji hipotesis (uji-t)
kemampuan berpikir kreatif siswa yang diajarkan menggunakan
model pembelajaran inkuiri terbimbing pada kelas eksperimen
dengan kemampuan berpikir kreatif yang diajarkan tanpa
menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada kelas
kontrol. Sehingga yang menjadi objek di dalam penelitian ini adalah
keterampilan berpikir kreatif siswa.
1. Keterlaksanaan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Berdasarkan lembar pengamatan keterlaksanaan
RPP pertemuan I dan II maka diperoleh kategori sangat baik
terbukti dari persen keterlaksanaan RPP dari 84% menjadi Gambar 2. grafik Skor Rata-rata untuk Indikator
92%, sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa tiap
pembelajaran jauh lebih baik dari pertemuan sebelumnya. Indikator.
Tabel 1. Data Hasil Keterlaksanaan RPP Gambar 2 rata-rata skor setiap indikator
Kelas % Kategori kemampuan berpikir kreatif siswa untuk kelas eksperimen
Eksperimen keterlaksanaan pada masing-masing indikator fluency, luwes, flexibility dan
pertemuan RPP elaborasi lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.
I 84 % Sangat Baik Dari tabel 2 dan gambar 2 di atas dapat disimpulkan bahwa
II 92 % Sangat Baik pada kelas eksperimen keterampilan berpikir kreatif siswa
2. Data Hasil Keterampilan Berpikir Kreatif meningkat pada indikator elaboration 85,83%, fluency
a. Data Postest keterampilan berpikir kreatif 73,33, flexibility 65,51 dan originality 60%. Sedangkan pada
Berdasarkan hasil penelitian bahwa keterampilan kelas kontrol meningkat pada indikator elaborasi 79,16%,
berpikir kreatif siswa dari postest diperoleh nilai rata-rata flexibility 62,5 originality 57,5% dan fluency 41,67%.
kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan d. Uji data prasyarat keterampilan berpikir kreatif
perolehan nilai rata-rata kelas kontrol. test keterampilan Berdasarkan hasil uji homogenitas dan
berpikir kreatif diperoleh data tabel 2 dibawah ini: normalitas, menunjukkan bahwa kedua sampel homogen
Tabel 2. Hasil Postest keterampilan berpikir kreatif dan terdistribusi normal. Terlihat pada hasil uji homogenitas
Posttest bahwa Fhitung < Ftabel yaitu 1,24<1,87 dan uji normalitas
Kelas dengan menggunakan rumus Chy Kuadrat menunjukkan
Max Min Rata-Rata
Eksperimen 90 40 66.3 bahwa X2hitung < X2tabel yaitu 9,15 < 11,07. Hasil ini
Kontrol 90 25 60 menunjukkan bahwa data terdistribusi normal dan
b. Hasil analisis kategori keterampilan berpikir kreatif siswa homogen pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah
melakukan uji homogen dan normalitas, maka dilakukan uji
hipotesis keterampilan berpikir kreatif siswa dengan uji-t
diperoleh nilai signifikansi 2,19>1,67. Berdasarkan hasil
tersebut, menunjukkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak.
Artinya bahwa dalam penelitian ini, ada Pengaruh Model
Inkuiri Terbimbing terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif
Siswa Kelas VIII SMP Negeri 8 Mataram.
Tabel 3. Hasil Uji Hipotesis Postest
Gambar 1. Diagram Hasil Analisis Kategori KBKS

Pada Gambar 1 di atas terlihat bahwa pada kelas


eksperimen terdapat 2 siswa kurang kreatif, 9 siswa
kategori cukup kreatif, 16 siswa kategori kreatif dan 3 siswa
kategori sangat kreatif. Sedangkan pada kelas kontrol
terdapat 6 siswa kategori kurang kreatif, 9 siswa kategori KESIMPULAN
cukup kreatif, 12 siswa kategori kreatif dan 3 siswa sangat Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka
kreatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kelas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan (dengan
eksperimen dikategorikan kreatif dan kelas kontrol taraf signifikan 5%) pada uji-t data postest dimana diperoleh thitung
dikategorikan cukup kreatif. 2,19 dan ttabel 1,67. Karena thitung > ttabel maka Ho ditolak dan Ha
diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
model inkuiri terbimbing terhadap keterampilan berpikir kreatif

ISBN: 978-602-74245-0-0 71
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
siswa pada materi getaran dan gelombang kelas VIII SMP Negeri 8 hadap Keterampilan Berpikir Kreatif Dan Penguasaan Kon
Mataram. sep IPA. Journal Program Pascasarjana Universitas Pendi
dikan Ganesha (Vol. 5 Tahun 2015).
DAFTAR PUSTAKA Irwandi. 2015. Pengembangan Vitur sebagai Media pembelajaran
Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Fisika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif
Jakarta: Rineka Cipta. Siswa. Skripsi : IKIP Mataram.
Armadani, Suci. 2015. Penerapan Metode Eksperimen untuk Liliasari. 2013. Berpikir Kompleks Dan Implementasinya dalam
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa Pembelajaran IPA. Makasar : Badan Penerbit Universitas
SMAN 1 Lape Sumbawa Besar. Skripsi : IKIP Mataram. Negeri Makasar.
Astuti, Widia. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Sanjaya, I Putu Hendra. 2013. Pengaruh model pembelajaran
Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa. Skripsi : IKIP inkuiri laboratorium terhadap keterampilan berpikir kreatif
Mataram. dan keterampilan proses sains siswa ditinjau dari
Charista Putri, Dotama rulin. 2013. Pengembangan model BTL kemandirian belajar siswa. jurnal.
untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Sitiatava. 2013. Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains.
Karakter Siswa SMP. Skripsi : Universitas Negeri malang. Yogjakarta : DIVA Press.
Fauziah. 2011. Analisis Kemampuan Guru Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R &
Dalam Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif D. Bandung : Alfabeta.
Siswa Sekolah Dasar Kelas V Pada Pembelajaran Ilmu Sugiyono. 2014. Statistik Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Pengetahuan Alam. Edisi Khusus No. 2, Agustus 2011. Suryani, Erma. 2013. Peningkatan Keterampilan Berpikir Kreatif
Hamruni. 2012. Strategi Pembelajaran. Yogjakarta : Insan Madani. Dan Komunikasi Matematis Siswa SMA Melalui
Hermansyah. 2014. Pengaruh penggunaan laboratorium Virtual Pembelajaran Math-Talk Learning
terhadap Penguasaan Konsep dan kemampuan Berpikir Community. Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia.
Kreatif Siswa pada Materi Getaran dan Gelombang. Jurnal Wan, Syafi’i. 2011. Kemampuan Berpikir Kreatif dan Penguasaan
Pendidikan Fisika dan teknologi (ISSN 2407-6902) volume Konsep Siswa Melalui Model Problem Based
1 No 2 April 2015. Learning (Pbl) Dalam Pembelajaran Biologi Kelas XI IPA
I Ketut Neka, dkk. 2015. Pengaruh Model Sman 2 Pekan Baru Tahun Ajaran 2010/2011. Jurnal
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis Lingkungan Ter Biogenesis, Vol. 8, Nomor 1, Juli 2011.

ISBN: 978-602-74245-0-0 72
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
KAJIAN PERSPEKTIF MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA IKIP
MATARAM PADA METODE CERAMAH
Eliska Juliangkary1 & I Ketut Sukarma2
1&2Dosen Prodi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Mataram
E-mail: eliska01juliangkary@gmail.com

Abstrak: Dari hasil kajian literatur, berupa skripsi mahasiswa pada Periode I Tahun Akademik 2014/2015 sebanyak 67 mahasiswa yang
mengerjakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Alasan yang menjadi masalah penelitian yang timbul sebagian besar mahasiswa yang
melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penggunaan metode ceramah oleh guru. Metode ceramah dianggap sebagai penyebab
utama dari rendahnya minat belajar siswa. Metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari
guru kepada peserta didik. Tujuan utama dari pembahasan metode ceramah dalam makalah ini adalah untuk memberikan jawaban serta
penjelasan singkat pada mahasiswa IKIP Mataram khususnya Program Studi Pendidikan Matematika tentang metode ceramah dalam
pembelajaran matematika. Dari kajian literatur diperoleh bahwa metode ceramah yang dianggap sebagai penyebab utama dari rendahnya
minat belajar siswa terhadap pelajaran memang patut dibenarkan, akan tetapi juga anggapan itu sepenuhnya kurang tepat karena setiap
metode pembelajaran baik metode pembelajaran klasik termasuk metode ceramah maupun metode pembelajaran modern sama-sama
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, yang saling melengkapi satu sama lain.

Kata Kunci: pengajaran, matematika, metode ceramah.

PENDAHULUAN PEMBAHASAN
Sesuai dengan Peraturan Mentri Pendidikan Dan Perlu diketahui bahwa tidak ada satu metode pun yang
Kebudayaan Republik Indonesia No. 49 Tahun 2014 tentang dianggap paling baik diantara metode-metode yang lain. Tiap
Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Khususnya yang tertera pada metode mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan
Pasal 2 (1) Standar Nasional Pendidikan Tinggi terdiri atas salah dan kelemahan masing masing. Suatu metode mungkin baik untuk
satunya yaitu Standar Nasional Pendidikan tentang Standar suatu tujuan tertentu, pokok bahasan maupun situasi dan kondisi
Kompetensi Kelulusan pada Pasal 5 dan 6 bahwa mahasiswa tertentu, tetapi mungkin tidak tepat untuk situasi yang lain.
harus melakukan penelitian. Laporan penelitian yang ditulis disebut Demikian pula suatu metode yang dianggap baik untuk suatu
juga dengan skripsi. Skripsi dalah istilah yang digunakan di pokok bahasan yang disampaikan oleh guru tertentu, kadang-
Indonesia untuk mengilustrasikan suatu karya tulis ilmiah berupa kadang belum tentu berhasil dibawakan oleh guru lain
paparan tulisan hasil penelitian sarjana S1 yang membahas suatu Ceramah merupakan suatu cara penyampaian informasi
permasalahan/fenomena dalam bidang ilmu tertentu dengan dengan lisan dari seseorang kepada sejumpa sejumlah pendengar
menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku. di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada penceramah dan
Salah satu jenis penelitian yang biasa dilakukan di komunikasi yang terjadi searah dari pembicara kepada pendengar.
Perguruan Tinggi yang berlatar belakang Pendidikan adalah Penceramah mendominasi seluruh kegiatan sedang pendengar
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas adalah hanya memperhatikan dan membuat catatan seperlunya.
penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri Metode ceramah merupakan metode mengajar yang
melalui refleksi dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya paling banyak dipakai, terutama untuk bidang studi non eksak. Hal
sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa meningkat (Aqib, 2006). ini mungkin dianggap oleh guru sebagai metode mengajar yang
Dari hasil kajian literatur, berupa skripsi mahasiswa pada paling mudah dilaksanaka. Kalau bahan pelajaran yang dikuasai
Periode I Tahun Akademik 2014/2015 sebanyak 67 mahasiswa dan sudah ditentukan urutan penyampaiannya, guru tinggal
yang mengerjakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Alasan yang menyajikan di depan kelas. Siswa-siswa memperhatikan guru
menjadi masalah penelitian yang timbul sebagian besar berbicara, mencoba menangkap apa isinya dan membuat catatan.
mahasiswa yang melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu (Suherman, 2003). Metode ceramah yaitu sebuah metode
penggunaan metode ceramah oleh guru. Metode ceramah mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan
dianggap sebagai penyebab utama dari rendahnya minat belajar saecara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya
siswa. Metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui mengikuti secara pasif. (Syah, 1995).
penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada peserta didik. Gambaran pengajaran matematika dengan metode
(Sagala, 2003) ceramah adalah sebagai berikut. Guru mendominasi kegiatan
Berdasarkan paparan di atas penulis melakukan kajian belajar mengajar. Definisi dan rumus diberikan oleh guru.
literatur sehingga dalam makalah ini akan membahas secara Penurunan rumus atau pembuktian dalil dilakukan sendiri oleh
konseptual materi tentang metode ceramah yang mengacu pada guru. Diberitahukannya apa yang harus dikerjakan dan bagaimana
beberapa buku serta jurnal hasil penelitian tentang metode menyimpulkannya. Contoh-contoh soal diberikan dan kerjakan pula
ceramah. Langkah berikutnya yang harus ditempuh adalah dengan sendiri oleh guru. Langkah-langkah yang dilakukan dengan teliti
cara menyeminarkan makalah ini dalam acara Seminar Nasional oleh siswa. Mereka meniru cara kerja dari cara penyelesaian yang
PKPSM IKIP Mataram. 2016. dilakukan oleh guru. Para pendukung dan pengeritik dari metode
Tujuan utama dari pembahasan metode ceramah dalam ceramah, antara lain, mengemukakan pendapatnya sebagai
makalah ini adalah untuk memberikan jawaban serta penjelasan berikut.
singkat pada mahasiswa IKIP Mataram khususnya Program Studi
Pendidikan Matematika tentang metode ceramah dalam
pembelajaran matematika.
ISBN: 978-602-74245-0-0 73
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Kekuatannya: kekurangan masing-masing kaitannya dengan hasil belajar
a. Dapat mnampung kelas besar, tiap siswa mempunyai siswa”. Tidak semua pendekatan, model dan metode cocok
kesempatan yang sama untuk mendenagrkan, dan karenanya digunakan dalam mencapai semua tujuan dan semua
biaya yang diperlukan menjadi relatif lebih murah. keadaan. Setiap pendekatan, model dan metode
b. Konsep yang disajikan secara hirarki akan memberikan fasilitas mempunyai kekhasan sendiri-sendiri. Hal tersebut seperti
belajar kepada siswa. yang dikemukan Killen bahwa “ No teaching strategy is
c. Guru dapat memberi tekamnan terhadap hal-hal yang penting, better than others in all curcumstances, so you have to be
hingga waktu dan energi dapat digunakan sebaik mungkin. able to use a variety of teaching strategies, and make
d. Isi silabus dapat diselesaikan dengan lebih mudah, karena guru rational decision about whwn each of the teaching
tidak harus menyesuaikan dengan kecepatan belajar siswa. strategies is likely to most effective: artinya “ Tidak ada
e. Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu strategi mengajar yang lebih baik daripada yang lain dalam
pelajaran, tidak menghambat dilaksanakannya pelajaran segala situasi, sehingga Anda harus dapat menggunakan
dengan ceramah. berbagai strategi pengajaran, dan membuat keputusan
Keelemahannya: yang rasional tentang kapan masing-masing strategi
a. Pelajaran berjalan membosankan siswa-siswa menjadi pasif, mengajar cenderung paling efektif”. (Marsella, 2014)
karena tidak berkesempatan untuk menentukan sendii konsep b. Penggunaan metode ceramah bervariasi dengan metode
yang diajarkan. Siswa hanya aktif membuat catatan saja. tanya jawab, pemberian tugas, demonstrasi dan beberapa
b. Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat metode lain yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan. yang kondusif dengan menggunakan multiple set efektif
c. Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat digunakan untuk anak yang berkesulitan belajar kelas III di
terlupakan. SDN 17 Jawa Gadut karena mempermudah siswa dalam
d. Ceramah menyebabkan belajar siswa menjadi “belajar menjawab soal perkalian tanpa menghafal tabel perkalian
menghafal” (rote learning) yang tidak mengakibatkan timbulnya dan untuk menanggulangi anak berkesulitan belajar pada
pengertian. perkalian dapat teratasi dan juga dapat meningkatkan
Matematika merupakan ilmu yang memerlukan prasyarat kemampuan anak dalam perkalian. (Novita, 2014)
untuk dapat dimengerti. Karena itu, kalau akan menggunakan c. Penerapan gabungan metode ceramah dengan metode
metode ceramah untuk mengajarkan matematika, perlu simulasi dapat berpengaruh positif terhadap prestasi dan
diperhatikan hal-hal berikut: motivasi belajar Siswa Kelas VI (enam) SDN 112186
1. Metode ceramah perlu dipakai jika: Tanjung Siram, Kec. Bilah Hulu Kab. Labuhanbatu. Tahun
a. Bertujuan untuk memberikan informasi. Pelajaran 2012/2013, serta model pembelajaran ini dapat
b. Materi yang disajikan belum ada sumber-sumber lain digunakan sebagai salah satu alternative pembelajaran
c. Materi sajian telah disesuaikan dengan kemampuan Matematika.(Siregar, 2013)
kelompok yang akan menerimanya. 2. Penelitian yang menyatakan kurang berhasilnya penggunaan
d. Materinya menarik atau dibuat menarik. metode ceramah
e. Setelah ceramah selesai diadakan acara lain untuk a. Berdasarkan hasil penelitian Pengaruh Metode Everyone
mengendapkan agar lebih lama diingat. Is A Teacher Here Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X
2. Metode ceramah tidak dipakai apabila: MAN 2 Mataram Materi Ruang Dimensi Tiga diperoleh
a. Tujuan instruksionalnya bukan hanya memberikan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara
informasi, tetapi misalnya agar siswa kreatif, terampil, atau kelas eksperimen (metode Everyone Is A Teacher Here)
menyangkut aspek kognitif yang lebih tinggi. dan kelas kontrol (metode konvensional/ceramah), dimana
b. Diperlukan ingatan yang tahan lama. nilai rata-rata hasil belajar kelas eksperimen adalah 83,62
c. Diperlukan partisipasi aktif dari siswa untuk mencapai lebih dari nilai rata-rata hasil belajar kelas kontrol sebesar
tujuan intruksional. 73,81. Selain itu, mengukur perbedaan yang signifikansi
d. Kemampuan kelas rendah. antara hasil belajar kelas eksperimen (metode Everyone Is
Dari beberapa hasil kajian dari penelitian yang telah A Teacher Here) dan kelas kontrol (metode konvensional)
dilakukan tentang metode ceramah adalah sebagai berikut. adalah dengan menggunakan uji statistik yaitu uji-t dua
1. Penelitian yang menyatakan keberhasilan penggunaan sampel. Hasil dari uji-t diperoleh thitung sebesar 3,137 dan
metode ceramah: ttabel sebesar 1,980 dan nilai thitung lebih dari ttabel maka Ho
a. Berdasarkan hasil penelitian tidak ada perbedaan hasil ditolak dan Ha diterima. Sehingga terdapat perbedaan
belajar matematika pada pokok bahasan sifat-sifat bangun yang signifikan antara hasil belajar kelas eksperimen
datar dengan menggunakan pendekatan Realistic (metode Everyone Is A Teacher Here) dan kelas kontrol
Mathematics Education dan menggunakan metode (metode konvensional/ceramah).
ceramah siswa kelas V SDN Tulesrejo dan SDN Kalirejo, b. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
Grabag, Purworejo hal tersebut disebabkan karena kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang
pendekatan Realistic Mathematics Education dan metode mengikuti pembelajaran metode pembelajaran problem
ceramah mempunyai kelebihan dan kelemahan masing- posing dan siswa yang mengikuti metode pembelajaran
masing pada saat diterapkan dalam pembelajaran. Hal konvensional pada siswa kelas IV Sekolah Dasar di Gugus
tersebut sesuai dengan pendapat Mulyani dan Johar VI Kecamatan Banjar. Penelitian ini adalah penelitian quasi
(1999) yang menyatakan bahwa “sejatinya tidak ada eksperiment dengan desain penelitian ”non-equivalent
pendekatan, model dan metode yang buruk. Setiap posttest only control group design”. Populasi penelitian ini
pendekatan, model dan metode mempunyai kelebihan dan adalah semua siswa kelas IV di gugus VI kecamatan

ISBN: 978-602-74245-0-0 74
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Banjar yang terdiri dari 6 sekolah. Pengambilan sampel termasuk metode ceramah maupun metode pembelajaran modern
ditentukan mengunakan teknik random sampling dengan sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-
sampel penelitian 27 orang siswa kelas IV di SD N masing, yang saling melengkapi satu sama lain.
Banyuseri sebagai kelas eksperimen dan 38 orang siswa
kelas IV di SD N 3 Kayuputih sebagai kelas kontrol. DAFTAR PUSTAKA
Pengumpulan data dalam penelitian ini didapatkan dari Aryani, Feny, dkk. 2015. Pengaruh Penerapan Metode Everyone Is
metode tes. Data yang didapatkan dari metode tes A Teacher Here Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X
dianalisis dengan teknik analisis deskriptif dan statistik Man 2 Mataram Materi Ruang Dimensi Tiga.
inferensial (uji-t). Hasil penelitian pada tes kemampuan Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika. Vol. 2 No. 1, ISSN
pemecahan masalah matematika siswa menunjukkan 2338-3836.
bahwa rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah Aqib, Z.,. 2006. Penelitian Tindakan kelas. Bandung: Yrama Widya
matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Marsella, Linda. 2014. Perbedaan hasil Belajar Matematika dengan
menggunakan metode pembelajaran problem posing Menggunakan Pendekatan Realistic Mathematics
sebesar 73,76. Sedangkan rata-rata skor kemampuan Education dan Menggunakan Metode Ceramah Siswa
pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti Kelas V SDN Tulerejo dan SDN Kalirejo, Grabag,
pembelajaran dengan pembelajaran konvensional sebesar Purwerejo. [Online] Tersedia. ejournal.uny.ac.id [8 Maret
62,05. Pengujian hipotesis menggunakan uji-t 2016]
menunjukkan thitung>ttabel (thitung=3,03>ttabel=2,00). Hasil Novita, Resmi. 2014. Efektivitas Penggunaan Metode Ceramah
penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat Bervariasi dalam Meningkatkan Operasi Perkalian Bagi
perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan Anak Berkesulitan Belajar.[Online]. Tersedia.
masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran http//ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu [8 Maret 2016]
dengan metode pembelajaran problem posing dengan Rasmianti, Ike & Agustina, Tri. 2013. Pengaruh Metode
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang Pembelajaran Problem Posing Terhadap Kemampuan
mengikuti pembelajaran dengan metode pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas IV SD
konvensional. Dengan demikian, metode problem posing Gugus VI Kecamatan Banjar. [Online]. Tersedia.
berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/
matematika siswa kelas IV SD di gugus VI Kecamatan view/1370 [8 Maret 2016]
Banjar tahun pelajaran 2012/2013. (Rasmianti 2013) Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran.
Bandung: Alfabeta
SIMPULAN Siregar, Amidar Pida. 2013. Penerapan Gabungan Metode
Berdasarkan uraian maka dapat kita simpulkan bahawa Ceramah dengan Metode Simulasi Untuk Meningkatkan
metode ceramah merupakan suatu cara penyampaian informasi Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas VI DSN
dengan lisan dari seseorang kepada sejumpa sejumlah pendengar 112186 Tanjung Siram Kecamatan Bilah Hulu kabupaten
di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada penceramah dan Labuhanbatu Tahun Pelajaran 2012-2013. [Online].
komunikasi yang terjadi searah dari pembicara kepada pendengar. Tersedia http//digilib.unimed.ac.id [8 Maret 2016]
Penceramah mendominasi seluruh kegiatan sedang pendengar Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika
hanya memperhatikan dan membuat catatan seperlunya. Metode Kontemporer. Bandung: Jica Universitas Pendidikan
ceramah yang dianggap sebagai penyebab utama dari rendahnya Indonesia
minat belajar siswa terhadap pelajaran memang patut dibenarkan, Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan
akan tetapi juga anggapan itu sepenuhnya kurang tepat karena Baru. Bandung: Remaja
setiap metode pembelajaran baik metode pembelajaran klasik Rosda Karya

ISBN: 978-602-74245-0-0 75
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH PENERAPAN METODE OUTDOOR LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR
KREATIF MAHASISWA PADA MATA KULIAH MORFOLOGI TUMBUHAN
Erni Suryani1, Dwi Soelistya Dyah Jekti2, Agus Ramdani2
1Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima
2Program Studi Magister Pendidikan IPA Universitas Mataram

E-mail: erny_suryani22@yahoo.com

Abstract: The nature of learning will be more meaningful if the learning is done in the real environment is natural. Conditions such as
these enable learners to improve their thinking skills, especially creative thinking. Increased creative thinking can be pursued by applying
the method of outdoor learning is good and right. The purpose of this study was to determine the effect of the application of methods of
outdoor learning to creative thinking skills of students in the course of plant morphology. This study was a quasi-experimental research
design with nonequivalent Pretest-Posttest Control Group Design. The sample was composed of students from four classes: two
experimental classes and two classes of control. Data collection instruments such as creative thinking skills test questions in essay form.
Statistical testing using anacova. The results showed that there are effects of the application of outdoor learning method significantly to
the creative thinking skills of students in the course of plant morphology

Keywords: Outdoor learning, creative thinking skills, Morphology of plants

PENDAHULUAN kreativitas peserta didik dapat terwujud dibutuhkan adanya


Outdoor learning dapat diartikan sebagai proses belajar dorongan dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dorongan
dari pengalaman dengan menggunakan seluruh panca indera, dari lingkungan (motivasi ekstrinsik). Dorongan dari pendidik
memiliki kekuatan karena situasinya memaksa pesereta didik sangat dibutuhkan peserta didik, agar proses pembelajaran
memberikan respon spontan yang melibatkan fisik, emosi dan berlangsung secara optimal. Guilford (1950) dalam (New World
kecerdasan. Peserta didik akan mengalami tiga tahapan dalam Encyclopedia, 2007) menghubungkan berpikir divergen dengan
outdoor learning, yaitu melakukan (doing), mengobservasi kreatifitas yang memiliki beberapa ciri yaitu: fluency, flexibility,
(observing) dan membuat (making) (Wibowo, 2010, Widowati, originality dan elaboration.
2010). Menurut Rizal (2008) Outdoor learning atau pembelajaran Asmani (2011), mengemukakan berpikir kreatif
di luar kelas diartikan sebagai aktivitas yang berisi kegiatan di luar membutuhkan ketekunan, disiplin diri, dan perhatian dan terdiri dari
kelas/sekolah dan di alam bebas lainnya, seperti: bermain di beberapa aktivitas mental. Aktivitas mental yang mencerminkan
lingkungan sekolah, taman, perkampungan pertanian/nelayan, daya pikir kreatif adalah selalu: (1) mengajukan pertanyaan, (2)
berkemah, dan kegiatan bersifat kepetualangan, serta mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak lazim
pengembangan aspek pengetahuan yang relevan. Pendidikan luar dengan pikiran terbuka, (3) membangun keterkaitan, khususnya
kelas tidak sekedar memindahkan pelajaran ke luar kelas, tetapi antara hal-hal yang berbeda, (4) menghubung-hubungkan
dilakukan dengan mengajak peserta didik melakukan beberapa berbagai hal dengan bebas, (5) menerapkan imajinasi pada setiap
aktivitas yang mengarah pada terwujudnya perubahan perilaku situasi untuk menghasilkan hal baru dan berbeda, (6)
peserta didik terhadap lingkungan melalui tahap-tahap mendengarkan intuisi.
penyadaran, pengertian, perhatian, tanggungjawab dan aksi atau Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti dapat
tingkah laku. menyimpulkan ada empat (4) indikator Keterampilan Berpikir
Penggunaan metode outdoor learning diharapkan dapat Kreatif (KBK) dalam penelitian ini, yaitu: (1) ketrampilan kelancaran
meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik, karena metode (fluence): kemampuan menghasilkan banyak ide, (2) ketrampilan
outdoor learning memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk berpikir luwes (fleksibel): kemampuan menghasilkan ide-ide
mengeksplorasi obyek yang ada di alam. Peserta didik dapat bervariasi, (3) ketrampilan orisinal/keaslian (originality):
memberikan berbagai respon terhadap obyek yang mereka lihat. kemampuan menghasilkan ide baru atau ide yang sebelumnya
Peningkatan berpikir kreatif dapat diupayakan dengan menerapkan tidak ada, (4) ketrampilan memperinci (elaboration ): kemampuan
metode outdoor learning secara baik dan benar. Menurut Sabandar mengembangkan atau menambahkan ide-ide sehingga dihasilkan
(2008), berpikir kreatif sesungguhnya adalah suatu kemampuan ide-ide yang rinci atau detail.
berpikir yang berawal dari adanya kepekaan terhadap situasi yang Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
sedang dihadapi, bahwa situasi itu terlihat atau teridentifikasi penerapan metode outdoor learning terhadap keterampilan berpikir
adanya masalah yang ingin diselesaikan dan munculnya unsur kreatif mahasiswa pada mata kuliah morfologi tumbuhan.
originalitas gagasan dalam benak seseorang.
Sementara Coleman dan Hammen dalam (Rohaeti, 2008), METODE PENELITIAN
bahwa berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi
meningkatkan kemurnian (originality), dan ketajaman pemahaman eksperiment). Seting pelaksanaan penelitian menggunakan
(insight) dalam mengembangkan sesuatu (generating). Menurut nonequivalent Pretest-Postest Control Group Design. Populasi
Potur & Barkul (2009), berpikir kreatif adalah kemampuan kognitif pada penelitian adalah mahasiswa yang terdiri 8 kelas semester II
orisinil dan proses pemecahan masalah. STKIP Bima tahun akademik 2013/2014. Pengambilan sampel
Menurut Munandar (2009), ciri-ciri pribadi yang kreatif dilakukan dengan teknik simple random sampling sehingga terpilih
antara lain: imajinatif, mempunyai prakarsa, mempunyai minat mahasiswa yang terdapat dalam empat kelas yaitu dua kelas
luas, mandiri dalam berpikir, senang berpetualang, penuh energi, eksperimen menggunakan metode pembelajaran outdoor learning
percaya diri, berani dan bersedia mengambil resiko. Agar

ISBN: 978-602-74245-0-0 76
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dan dua kelas kontrol menggunakan metode pembelajaran Tabel 2. Nilai keterampilan berpikir kreatif (KBK) tiap indikator
ekspositori. metode outdoor learning (kelas eksperimen) dan metode
Instrumen yang digunakan dalam mengumpulkan data ekspositori (kelas kontrol)
adalah tes keterampilan berpikir kreatif berupa soal bentuk essay. Indikator Rata-rata Nilai
Uji normalitas data menggunakan tes Kolmogorov-Smirnov, Metode Outdoor Metode Ekspositori
sedangkan uji homogenitas data menggunakan Levene test. Uji Learning (eskperimen) (kontrol)
hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis kovarian 1 76,50 77,63
(Anacova) dengan pre-test sebagai kovarian. Analisis data statistik 2 86,38 61,88
dengan bantuan SPSS 20 for Window. 3 84,25 64,50
4 77,25 78,50
HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata 81,09 70,63
Ringkasan hasil uji hipotesis menggunakan Anacova
pengaruh perlakuan terhadap keterampilan berpikir kreatif dapat Berdasarkan Tabel 2, rata-rata nilai keterampilan berpikir
dilihat pada Tabel 1 kreatif mahasiswa yang menggunakan metode outdoor learning
Tabel 1. Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Perlakuan terhadap lebih tinggi (81,09) dibandingkan dengan mahasiswa yang
Keterampilan Berpikir Kreatif menggunakan metode ekspositori (70,63). Temuan penelitian ini
Metode Nilai Rata- Sig. SD membuktikan bahwa penerapan metode outdoor learning lebih
No Pembel N Rata dapat mengembangkan keterampilan berpikir kreatif mahasiswa
Maks Min
ajaran nilai
dibandingkan dengan metode ekspositori.
Outdoor 80,74 0,00 4,88
1 55 90,63 68,75 Kegiatan outdoor learning pada penelitian ini yang
Learning
Eksposit 70,40 0,00 5,83 menonjol adalah kegiatan mengamati berbagai bentuk daun
2 ori 58 81,25 53,13 tumbuhan. Pada saat melakukan pengamatan, mahasiswa
(Kontrol) menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap masalah
yang diberikan, mereka dapat mengungkapkan keberagaman atau
Data dalam Tabel 1 menunjukkan bahwa ada pengaruh variasi jawaban sesuai dengan salah satu indikator keterampilan
penerapan metode pembelajaran terhadap keterampilan berpikir berpikir kreatif yaitu flexibility. Menurut Munandar (1999)
kreatif mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Bima menyatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif seseorang makin
pada mata kuliah morfologi tumbuhan. Hal ini terlihat dari nilai tinggi jika ia mampu menunjukkan banyak kemungkinan jawaban
signifikansi yang ditetapkan (p < 0,05). pada suatu masalah, selain itu jawaban harus bervariasi.
Berdasarkan Tabel 1 diperoleh nilai rata-rata kemampuan Hal ini didukung oleh Djojosoediro (2012) yang
berpikir kreatif pada kelas eksperimen yang menggunakan metode mengatakan bahwa keterampilan mengamati adalah kegiatan yang
outdoor learning lebih tinggi dan memiliki standar deviasi yang lebih melibatkan satu atau lebih alat indera. Hal tersebut dipertegas oleh
rendah dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan Mintohari, dkk (2011) bahwa dalam melakukan pengamatan
metode ekspositori. Standar deviasi yang lebih kecil pada kelas melibatkan semua indera yang dibutuhkan. Semakin banyak indera
ekpserimen menunjukkan data mengumpul. Dengan standar yang digunakan, semakin lengkap dan konprehensip informasi
deviasi yang lebih kecil menunjukkan kemampuan berpikir kreatif yang bisa dikumpulkan tentang obyek yang diamati.
mahasiswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan Pada kegiatan outdoor learning terjadi interaksi antara
kelas kontrol. Hal ini semakin jelas terlihat pada grafik berikut: sesama mahasiswa sehingga terjalin komunikasi yang
memudahkan mereka untuk melakukan diskusi tentang apa dan
bagaimana obyek yang diamati. Sudrajat (2004) mengatakan
Nilai Keterampilan Berpikir Kreatif bahwa pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang
berbasis sosial. Peserta didik dapat belajar lebih baik dan lebih
20 banyak apabila mereka berinteraksi dengan sesama temannya bila
dibandingkan dengan belajar sendiri. Hasil penelitian Ali (2008),
15 metode outdoor study menjadikan peserta didik lebih bersemangat,
Frekuensi

lebih berkonsentrasi pada materi sehingga dapat memahami


10 materi, peserta didik lebih berani mengemukakan pendapat,
membuat daya pikir peserta didik lebih berkembang dan membuat
5 siswa lebih aktif. Demikian halnya dengan hasil penelitian Amirudin,
dkk (2006) menunjukkan bahwa pembelajaran outdoor study pada
0 materi pelajaran IPS-Geografi dapat meningkatkan aktivitas dan
53,13
56,25
59,38
62,50
65,63
68,75
71,88
75,00
78,13
81,25
84,38
87,50
90,62
90,63

kreativitas siswa.
Lebih lanjut hasil penelitian Widowati (2010) bahwa outdoor
Nilai learning sangat kondusif untuk mengembangkan keterampilan
berpikir kreatif peserta didik. Berpikir kreatif akan mudah
KBK Outdoor Learning diwujudkan dalam lingkungan belajar yang secara langsung
memberikan peluang bagi peserta didik untuk berpikir terbuka dan
Gambar 1. Grafik Nilai Keterampilan Berpikir Kreatif Kelas Outdoor fleksibel.
Learning (Eskperimen) dan Kelas Ekspositori (Kontrol) Implikasi dari temuan-temuan dalam penelitian ini
bahwa pembelajaran biologi khususnya morfologi tumbuhan harus
Data skor dan nilai indikator keterampilan berpikir kreatif selalu disertai dengan pengajaran keterampilan dalam
masing-masing metode pembelajaran disajikan dalam Tabel 2.
ISBN: 978-602-74245-0-0 77
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
memecahkan persoalan secara kreatif, antara lain mahasiswa Mintohari. 2011. Keterampilan Proses dalam IPA. Suplemen
mampu menghasilkan banyak ide (fluency) dan mampu Pengembangan Pembelajaran IPA SD.
mengemukakan jawaban bervariasi atau beragam (flexibility). http://pjjpgsd.unesa.acid/dok/1.Suplemen-1-
Kemampuan berpikir kreatif sangat penting dilatihkan pada Ketr%20Proses%20dan%20inkuiri.pdf
mahasiswa, karena sangat diperlukan pada proses pembelajaran Munandar, U. 2009. Mengembangkan Kreativitas anak Berbakat.
pemecahan masalah. Pendidik harus dapat menciptakan suasana Jakarta: Rineka Cipta.
pembelajaran yang komunikatif sehingga dapat mengakomodasi New World Encyclopedia. 2007. Divergen Thinking. (Online)
mahasiswa belajar lebih bermakna. https://www.newworldencyclopedia.org/entry/J._P._Guilfor
d (diakses 12 Mei 2014)
KESIMPULAN Potur, A. A. & Barkul, O. 2009. Gender and Creative Thingking In
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka Education: A Theoretical and Experimental Overview. 6 (2):
diperoleh kesimpulan yaitu ada pengaruh penggunaan metode 46-57.
outddoor learning terhadap keterampilan berpikir kreatif Rizal, M. 2008. Pengertian Outdoor Activities. //dadang rizal
mahasiswa ditinjau dari kemampuan akademik awal (p = 0,000) blogspot.com/2008/07/outdooractivities-pengertian.
mahasiswa semester II mata kuliah morfologi tumbuhan pada (Diakses 29 Juni 2014)
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Bima tahun akademik Rohaeti, E. 2008. Pembelajaran dengan Pendekatan Ekspositori
2013/2014. untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan
Kreatif Matematik Siswa SMP. Disertasi Doktor pada SPS.
DAFTAR PUSTAKA UPI: Tidak diterbitkan.
Ali, H. 2008. Efektivitas Pembelajaran Biologi Melalui Out Door Sabandar, J. 2008. Berpikir Reflektif. Makalah. Prodi Pendidikan
Study dalam Upaya Meningkatkan Minat Belajar Siswa. Matematika SPS. UPI.
Jurnal Bionature Vol. 8 (1): Hlm 18 – 23, April 2008. ISSN: Sudrajat, Hari. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasisi
1411-4720. Kompetensi.Bandung: Cipta Cerah Grafika.
Amirudin, Achmad, Ach. Fatchan. 2006. Pengembangan Model Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.
Pendidikan Keterampilan Hidup (Life Skill) bagi Anjal Bandung: Alfabeta.
dengan Menggunakan Chain of Response. Dirjen Dikti, Wibowo, Y. 2010. Bentuk-Bentuk pembelajara Outdoor.
DP2m, Jakarta: Lemlit UM-Malang. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Biologi. FPMIPA UNY
Asmani. 2011. Tujuh Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Widowati, A. 2010. Dongkrak Creative Thinking Siswa dengan
Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Mencipatkan Metode Metode Outdoor Learning dalam Pembelajaran Sains
Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Diva Biologi. Jurdik Biologi FMIPA UNY. Makalah Seminar
Press. Nasional Biologi, 2010. (online)
Djojosoediro, W. 2012. Hakikat IPA dan Pembelajaran IPA SD. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132319972/Dongkra
http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/BA_DIPB k. (Diakses 5 Pebruari 2013).
PJJ_BATCH_1/Pengembangan%20Pembelajaran%20IPA
%20SD/01.%20Inisiasi%20Online%20.pdf

ISBN: 978-602-74245-0-0 78
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH KONSELING BEHAVIORISTIK TERHADAP RASA TANGGUNG JAWAB PADA SISWA KELAS
VIII SMPN 13 MATARAM
Farida Herna Astuti
Prodi Bimbingan dan Konseling IKIP Mataram
Email: farida.herna@yahoo.com

Abstrak: Konseling behavioristik harus dimiliki dan diterapkan oleh setiap siswa karena rasa tanggung jawab sangat dibutuhkan untuk
bekal siswa hidup di masa depan. Konseling behavioristik diharapkan mampu menjadi solusi pemecahan masalah siswa dalam
meningkatkan rasa tanggung jawabnya. Pada dasarnya konseling behavioristik merupakan suatu gagasan yang menyatakan bahwa siswa
mampu berprilaku secara sadar dan rasional agar dapat mengarahkan perilakunya sendiri, mengambil dan memenuhi tanggung jawab
secara efektif serta mampu memilih apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya. Rumusan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut: Apakah ada pengaruh konseling behavioristik terhadap rasa tanggung jawab siswa kelas VIII pada SMPN 13 Mataram?
Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui pengaruh pendekatan humanistik terhadap rasa tanggung jawab siswa Kelas VIII Pada
SMPN 13 Mataram. Populasi dalam penelitian ini sejumlah 68 siswa dan sampel dalam penelitian ini adalah populasi itu sendiri. Dalam
pengumpulan data menggunakan metode angket sebagai metode pokok dan metode dokumentasi, metode wawancara, dan metode
observasi sebagai metode pelengkap. Adapun teknik analisis data menggunakan rumus T-test. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini,
yaitu t hitung lebih besar dari t tabel (t hitung 16,2 > t tabel 2,000). Yang berarti hasil penelitian ini adalah signifikan, dengan demikian dapat
ditarik kesimpulan bahwa ”Ada Pengaruh Konseling Behavioristik Terhadap Rasa Tanggung Jawab Siswa pada SMPN 13 Mataram”.

Kata Kunci: Konseling Behavioristik, Rasa Tanggung Jawab

PENDAHULUAN bertanya tentang materi pelajaran, sering menghindar dari tugas


Konseling behavioristik merupakan salah satu bentuk yang diberikan oleh guru dan tidak bersungguh-sungguh mengikuti
pendekatan yang diberikan oleh guru Bimbingan dan Konseling proses pembelajaran di kelas. Perilaku siswa seperti ini jika dilihat
dalam menjalankan perannya sebagai pemberi bantuan kepada dalam pandangan humanistik sangat bertentangan dengan
siswa di sekolah. Konselings behavioristik merupakan pendekatan hakekat manusia yang sesungguhnya.
yang berorientasi pada pengubahan perilaku menyimpang dengan Konseling behavioristik adalah: penerapan aneka ragam
mengedepankan prinsip-prinsip belajar, Maka yang dimaksud teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang
Konseling behavioristik adalah: penerapan aneka ragam teknik dan belajar (Corey, 2003: 196). Sedangkan Menurut Krumboltz&
prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar (Corey, Thoresen (Surya, 1988:187) konseling behavioristik adalah suatu
2003: 196). Sedangkan Menurut Krumboltz& Thoresen (Surya, proses membantu orang untuk belajar memecahkan masalah
1988:187) konseling behavioristik adalah : suatu proses membantu interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu
orang untuk belajar memecahkan masalah interpersonal, Lubis (2011: 167-168). Adapun aspek penting dari terapi
emosional, dan keputusan tertentu. Adapun indikator konseling bahavioristik adalah: bahwa perilaku dapat di definisikan secara
behavioristikl yaitu : (1) berfokus kepada perilaku yang tampak dan oprasional, diamati, dan diukur. Para ahli beahvioristik memandang
spesifik, (2) pemecahan masalah, (3) berorientasi kepada bahwa gangguan tingkah laku adalah : akibat dari peruses belajar
modifikasi perilaku, (4) mengedepankanprinsip-prinsip yang salah. Oleh karna itu, perilaku tersebut dapat di ubah dengan
belajar.Semakin ditingkatkan konseling behavioristik dilingkungan mengubah Stevick (1991: 23-24) menyatakan ”bahwa aliran
sekolah, semakin terwujudnya kepercayan diri yang dimiliki oleh psikologi humanistik menekankan pada empat titik perhatian yaitu:
siswa (1) perasaan; termasuk diantaranya emosi pribadi dan apresiasi
”Rasa tanggung jawab harus dimiliki oleh setiap orang, estetik, (2) hubungan sosial; menganjurkan pada persahabatan
khususnya bagi pelajar dan mahasiswa. Sebab, dari rasa tanggung dan kerjasama, bertanggung jawab, (3) intelek; mempunyai
jawablah seseorang dapat hidup sukses di Dunia dan Akhirat. pengetahuan, pemikiran, dan pemahaman, berjuang keras
Dalam setiap tugas dan kewajiban harus diikiuti oleh adanya melawan apapun yang menggangu latihan pikir, (4) aktualisasi diri;
tanggung jawab, baik tanggung jawab secara moral terhadap penyelidikan bagi realisasi penuh dari kualitas diri seseorang yang
Tuhan Yang Maha Esa, maupun tanggung jawab sosial terhadap paling dalam”.
sesama manusia” (Syarbaini, 2011: 213). Oleh sebab itu, rasa Lubis (2011: 167-168). Adapun aspek penting dari terapi
tanggung jawab harus dimiliki oleh setiap siswa karena rasa bahavioristik adalah: bahwa perilaku dapat di definisikan secara
tanggung jawab sangat dibutuhkan untuk bekal siswa hidup di oprasional, diamati, dan diukur. Para ahli beahvioristik memandang
masa depan. bahwa gangguan tingkah laku adalah : akibat dari peruses belajar
Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 9 September yang salah. Oleh karna itu, perilaku tersebut dapat di ubah dengan
2013 di SMPN 13 Mataram masih banyak siswa menunjukkan rasa mengubah lingkungan lebih positif sehingga perilaku menjadi
tanggung jawab yang kurang, sebab terlihat dari perilaku siswa positif pula. Perubahan tingkah laku inilah yang memberikan
seperti tidak mampu mengumpulkan tugas tepat pada waktunya, kemungkinan dilakukannya evaluasi atas kemajuan klien secara
membuat pekerjaan rumah dengan menyontek pekerjaan lebih jelas.
temannya, sering keluar saat guru menjelaskan, melanggar tata Lasman (dalam lubis 2011: 172-174) membagi tehnik terapi
tertib sekolah, sulit untuk mau mengakui kesalahannya sendiri, behavioristik dalam dua bagian, yaitu tehnik-tehnik tingkah laku
melempar kesalahan pada temannya, tidak ada motivasi untuk umum dan teknik-teknik spesifik. Uraiannya sebagai berikut:
belajar, kesadaran mengerjakan tugas rendah, tidak
memanfaatkan waktu untuk belajar, tidak ada keberanian untuk
ISBN: 978-602-74245-0-0 79
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
a) Teknik-teknik tingkah laku umum Teknik ini di bagi menjadi atau fakta yang sering dihadapi oleh individu dalam
beberapa bentuk, di antaranya: 1). Sekedul pengutan adalah kehidupannya. Individu diajak untuk mampu mengambil
suatu teknik pemberian penguatan pada klien ketika tingkah keputusannya sendiri, karena segala sesuatu yang terjadi pada
laku baru selsai dipelajari dimunculkan oleh klien. 2). Sahping individu tersebut diakibatkan oleh dirinya sendiri.
adalah teknik terapi yang di lakukan dengan mempelajari Rasa tanggung jawab adalah keyakinan seseorang
tingkah laku baru secara bertahap. 3). Ekstingsi adalah teknik yang diwujudkan dalam bentuk respon atau tanggapan
terapi berupa penghapusan penguatan agar tingkah laku seseorang terhadap tindakan yang telah dilakukan yang
maladaptif tidak berulang. disertai kecendrungan untuk bertindak, dengan sepenuh hati
b) Teknik-teknik spesifik Teknik-teknik ini meliput: 1). dan etos kerja yang tinggi untuk mencapai prestasi terbaik
Desensitisasi sistimattik adalah teknik yang paling sering di serta mampu mengontrol dan berdisiplin diri sehingga tetap
gunakan teknik ini di arahkan kepada klien untuk menampilkan berpegang teguh terhadap pilihan dan keputusan yang diambil
respons yang tidak konsisten dengan kecemasan. 2). Pelatihan dengan cara yang pantas dan layak.
asertifitas teknik ini mengajarkan klien untuk memebedakan Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat
tingkah laku agresif, pasif, dan asertif. 3). Time-out. Merupakan disimpulkan bahwa konseling behavioristik mempunyai
teknik aversif yang sangat ringan. Apabila tingkah laku yang pengaruh yang besar terhadap rasa tanggung jawab siswa.
tidak di harapkan muncul, maka klien akan di pisahkan dari Pendekatan humanistik digunakan dengan tujuan agar siswa
pengutan positif. Time-out akan lebih efektif bila di lakukan yang memiliki rasa tanggung jawab rendah dapat mengubah
dalam waktu yang singkat. 4). Impolosion dan floding. Teknik sikapnya ke arah yang lebih baik, yakni memiliki rasa tanggung
implosion mengharapkan klien untuk membayangkan stimulus- jawab yang tinggi. Maka siswa diharapkan dapat meningkatkan
stimulus yang mengancam secara berualang-ualang. Karna di rasa tanggung jawabnya sehingga mampu menjadi siswa yang
lakukan terus-menerus sementara konsekuensi yang berhasil dan dapat mencapai prestasi yang terbaik.
menakutkan tidak terjadi, maka di harpkan kecemasan klien
akan terekudasi atau terhapus. METODE PENELITIAN
Ciri-ciri rasa tanggung jawab menurut Samani (2012: 51), Sehubungan dengan penelitian ini yaitu ingin mengetahui
dengan bentuk-bentuk sebagai berikut: (a) Melakukan tugas ada atau tidaknya ”Pengaruh Pendekatan Humanistik Terhadap
sepenuh hati, (b) Bekerja dengan etos kerja yang tinggi, (c) Rasa Tanggung Jawab Siswa Kelas VIII Pada SMPN 13 Mataram”.
Berusaha keras untuk mencapai prestasi terbaik (giving the best), Berdasarkan kedua pendapat ahli tersebut, maka
(d) Mampu mengontrol diri dan mengatasi stress, (e) Berdisiplin populasi merupakan keseluruhan subyek dan obyek yang akan
diri, (f) Akuntabel terhadap pilihan dan keputusan yang diambil. diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa
Faktor yang mempengaruhi rasa tanggung jawab dibagi kelas VIII yang terdiri dari dua kelas yakni VIII.A=34 dan VIII.B=34,
menjadi dua, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor jadi jumlah populasi yakni 68 siswa pada SMPN 13 Mataram. ”Jika
eksternal menurut Syah (Dalam Winkle, 2002: 11), meliputi: (a) populasi kurang dari 100, dianjurkan agar semuanya dijadikan
Lingkungan, (b) Suasana emosional sekolah, (c) Sikap terhadap sampel” (Arikunto, 2006: 134).
pelajaran, (d) Hubungan guru dan siswa. Sedangkan Faktor Dalam penelitian ini, instrument pengumpulan data yang
Internal menurut Winkle (2002: 13): Faktor fisiologis dan Faktor digunakan adalah instrument angket. Yaitu untuk mengetahui
psikologis. pengaruh pendekatan humanistik terhadap rasa tanggung jawab
Menurut Bertens (2007: 126), tanggung jawab dapat siswa kelas VIII pada SMPN 13 Mataram. ”Sedangkan untuk
dibedakan menurut konteks hati nurani, yaitu: (a)Tanggung jawab alternatif jawaban angket terdiri dari atas 3 jawaban alternatif, yaitu
retrospektif, (b)Tanggung jawab prospektif, (c)Tanggung jawab a = ya, skornya 3, b = kadang- kadang, skornya 2, dan c = Tidak,
langsung, (d)Tanggung jawab tidak langsung, (e)Tanggung jawab skornya 1” (Sudjana dan Ibrahim, 2004: 13).
kolektif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
Menurut pendapat Sudani, dkk (2013: 3) menyebutkan penelitian ini adalah (1)Metode angket digunakan untuk mendapat
bahwa pada dasarnya, perilaku tanggung jawab siswa yang rendah data tentang ada atau tidak adanya pengaruh pendekatan
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu: (1) kurangnya humanistik terhadap rasa tanggung jawab siswa kelas VIII pada
kesadaran siswa tersebut akan pentingnya melaksanakan hak dan SMPN 13 Mataram. (2) Metode dokumentasi dalam penelitian ini
kewajiban yang merupakan tanggung jawabnya, (2) kurang dijadikan sebagai metode pelengkap yakni untuk mencari daftar
memiliki rasa percaya diri terhadap kemampuan yang dimiliki, dan nama siswa kelas VIII SMPN 13 Mataram. (3) ”Wawancara/
(3) layanan bimbingan konseling yang dilakukan oleh Guru BK Interviuw adalah alat pengumpulan informasi dengan cara
dalam menangani perilaku tanggung jawab belajar secara khusus mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab
belum terlaksana secara optimal di kelas. secara lisan pula” (Margono, 2005: 165). ”Interviu/Wawancara
Menurut Djamarah dan Zain (2010: 87) bagi siswa adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara
yang memiliki tanggung jawab akan memberi manfaat untuk: (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara”
(1) lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar (Arikunto, 2006: 227). Dari pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan
individual ataupun kelompok, (2) dapat mengembangkan bahwa metode wawancara adalah teknik pengumpulan data
kemandirian siswa di luar pengawasan guru, (3) dapat dengan cara tanya jawab/dialog secara langsung, yang dilakukan
membina tanggung jawab dan disiplin siswa, dan (4) dapat oleh pewawancara dengan responden untuk memperoleh
mengembangkan kreativitas siswa. informasi yang diinginkan. (4) Metode observasi merupakan
1. Pengaruh Konseling Behavioristik Terhadap Rasa kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang
Tanggung Jawab Siswa muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam
Konseling behavioristik selalu berupaya untuk fenomena tersebut.
mengubah perilaku individu dengan mengajak individu untuk Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan
mengembangkan kesadarannya sesuai dengan dunia nyata adalah analisis t-test dengan rumus pendek (shot method).
ISBN: 978-602-74245-0-0 80
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Dalam penelitian ini, peneliti memberikan beberapa Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
informasi atau topik bahasan kepada siswa kelompok eksperimen ----------. (2010). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).
sebagai berikut: (a) Pertemuan I dilakukan pada hari Rabu, 23 Juli Jakarta: Bumi Aksara.
2014, dengan topik bahasan ”Perasaan”. (b) Pertemuan II Artmanda W, Frista. 2008. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.
dilakukan pada hari Kamis, 24 Juli 2014, dengan topik bahasan Lintas Media: Jombang.
”Aktualisasi Diri”. (c) Pertemuan III dilakukan pada hari Jumat, 25 Asri, Budiningsih. 2005. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: PT
Juli 2014, dengan topik bahasan ”Hubungan Sosial”. (d) Pertemuan Rineka Cipta.
IV dilakukan pada hari Sabtu, 26 Juli 2014, dengan topik bahasan Baharuddin dan Moh. Makin. 2007. Pendidikan Humanistik
”Intelek”. (Konsep, Teori dan Aplikasi dalam Dunia Pendidikan).
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
pelaksanaan pengumpulan data ini adalah sebagai berikut: (a) -----------. 2009. Pendidikan Humanistik, Konsep, Teori, dan
Pengumpulan data dengan metode observasi: Pengumpulan data Aplikasi Praksis dalam Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Ar-
dengan metode observasi dilakukan pada tanggal 9 September Ruzz Media.
2013. Data yang dikumpulkan melalui metode observasi dalam Bahri, Djamarah. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
penelitian ini adalah data tentang keadaan sekolah dan keadaan Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
atau perilaku siswa di SMPN 13 Mataram Tahun Pelajaran Boeree, CG. (1997) .Personality Theories :Melacak Kepribadian
2013/2014. (b) Pengumpulan data dengan metode wawancara : Anda Bersama Psikolog Dunia. (Alih bahasa : Inyiak
Pengumpulan data dengan metode wawancara dilakukan dari Ridwan Muzir). Yogyakarta: Primasophie.
tanggal 22 sampai 23 Juli 2014. Data yang dikumpulkan melalui Burhanuddin, Salam H. 2000. Etika Individual. Jakarta: Rineka
metode wawancara dalam penelitian ini adalah data siswa pada Cipta.
kegiatan ekstrakurikuler atau pengembangan diri. (c) Pengumpulan Corey, Gerald. (E. Koeswara. Penerjemah) 1999. Teori Praktek
data dengan metode dokumentasi: Pengumpulan data dengan Konseling dan Psikotrapi. Bandung: PT. Refika Aditama.
metode dokumentasi dilakukan pada tanggal 22 Juli sampai 23 Juli Depdiknas. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.
2014. Data yang dikumpulkan melalui dokumentasi adalah Absensi Jakarta: Balai Pustaka.
kelas VIII di SMPN 13 Mataram Tahun Pelajaran 2013/2014. (d) Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar
Pengumpulan data dengan metode angket: Data yang Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
dikumpulkan melalui metode angket dalam penelitian ini adalah Ende Supriyaqdi. 2001. Pendidikan dengan Pendekatan
data tentang rasa tanggung jawab siswa. Penyebaran angket Humanistik. Makalah. Cianjur: t.p.
diberikan sebanyak 5 kali, yaitu: 1)Penyebaran dan pengambilan Frank G. Gobel. 1987. Madzhab ketiga –Psikologi humanistic
angket awal pada kelompok kontrol yaitu pada tanggal 22 Juli 2014. Abraham Maslow. Yogyakarta: Kanisius.
2) Penyebaran dan pengambilan angket pada kelompok Hadi, Sutrisno. 2000. Statistik Jilid 2. Andi: Yogyakarta.
eksperimen setelah diberikan perlakuan yaitu pada tanggal 23 Hanna Djumhana Bastaman. 1997. Integrasi Psikologi Dengan
sampai 26 Juli 2014. Islam; Menuju Psikologi Islami, Jogjakarta: Pustaka
Pelajar.
SIMPULAN Koeswara, E. (2001) Teori-teori Kepribadian. Bandung: Eresco.
Berdasarkan analisis data dengan menggunakan analisis Mudjijono. 2012. Bimbingan dan Konseling Pribadi-Sosial.
statistik dengan rumus T-test bahwa nilai t hitung lebih besar dari Singaraja: Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu
t tabel (t hitung 16,2 > t tabel 2,000) dengan taraf signifikan 5% yang Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha.
menolak hipotesis nihil (Ho) diketahui bahwa pengaruh konseling Muhibbin, Syah 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo
behavioristik terhadap rasa tanggung jawab siswa adalah Persada.
signifikan. Konseling behavioristik digunakan dengan tujuan agar Margono, S. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. PT Rineka
siswa yang memiliki rasa tanggung jawab rendah dapat mengubah Cipta: Jakarta.
sikapnya ke arah yang lebih baik, yakni memiliki rasa tanggung Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2012. Konsep dan Model
jawab yang tinggi. Maka siswa diharapkan dapat meningkatkan pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
rasa tanggung jawabnya sehingga mampu menjadi siswa yang Offset.
berhasil dan dapat mencapai prestasi yang terbaik. Oleh sebab itu, Sudani, dkk. 2013. Penerapan Konseling Eksistensial Humanistik
Konseling behavioristik sangat berpengaruh untuk diterapkan Teknik Pemodelan Untuk Meningkatkan Perilaku
dalam meningkatkan rasa tanggung jawab siswa. Dengan adanya Tanggung Jawab Belajar Siswa Kelas VIII E SMP Negeri 1
kesadaran dan potensi terpendam yang dimiliki siswa dapat Sukasada (vol. 1 no. 1). Diunduh dari
memiliki rasa tanggung jawab dan mewujudkan sikap tanggung http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJBK/article/view/
jawab itu sendiri. Semakin baik konseling behavioristic maka 765/638 pada tanggal 19 September 2014.
semakin baik pula rasa tanggung jawab. Maka kesimpulan akhir Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Statistik Pendidikan. PT Raja
dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pendekatan humanistik Grafindo Persada: Jakarta.
terhadap rasa tanggung jawab siswa pada SMPN 13 Mataram. Sudjana dan Ibrahim.2004. Media Pengajaran. Jakarta: Gramedia.
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta.
DAFTAR PUSTAKA Syarbaini, Syahrial. 2011. Pendidikan Pancasila (Implementasi
Alwisol. (2005) Psikologi Kepribadian. Malang: Penerbit Universitas Nilai-Nilai Karakter Bangsa) Di Perguruan Tinggi. Bogor:
Muhammadyah Malang. Ghalia Indonesia.

ISBN: 978-602-74245-0-0 81
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS MASALAH MATEMATIKA KONTEKSTUAL
Feti Andira1 & Ade Kurniawan2
1 &2Fakultas Pendidikan Matematika dan IPA, IKIP Mataram
Email: fetiandira@gmail.com

Abstrak: Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan bahan ajar yang menekankan peserta didik untuk aktif dan kreatif memikirkan penerapan
dari isi materi, namun kenyataannya pada LKS yang ada soal-soal yang disajikan tidak terlalu bervariasi dan tidak ditekankan pada aplikasi
pada kehidupan sehari-hari siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Lembar Kerja Siswa berbasis masalah matematika
kontekstual pada materi segitiga yang valid, praktis, dan efektif di MTs. Namun, dengan keterbatasan penelitian maka kriteria yang
terpenuhi hanya valid dan praktis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and
develovment) dengan model pengembangan ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation). Hasil dari penelitian
ini adalah: (1) Berdasarkan penilaian dari validator ahli materi dan ahli media, LKS dikatakan valid dengan kriteria sangat valid dimana
persentase kevalidan berturut-turut dari ahli materi dan media adalah 80% dan 84,6%. (2) Tahap implementasi dengan uji coba skala kecil
kepada 14 siswa dan evaluasi LKS oleh guru matematika serta analisis hasil pengerjaan soal-soal pada LKS oleh siswa diperoleh rata-
rata persentase kepraktisan LKS adalah 76,16% dengan kriteria kepraktisan sangat praktis. Sedangkan respon siswa terhadap LKS
diperoleh dari angket dengan rata-rata 33,71 termasuk dalam kategori baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa LKS yang
dikembangkan sudah dikatakan layak untuk digunakan pada proses pembelajaran di sekolah yang menggunakan Kurikulum 2013 karena
sudah memenuhi dua kriteria kualitas LKS.

Kata Kunci: Pengembangan, Lembar Kerja Siswa, Matematika Kontekstual.

PENDAHULUAN saling berinteraksi di dalamnya. Salah satu komponen dalam


Program pendidikan di Indonesia tidak lepas dari upaya proses tersebut adalah bahan ajar. Menurut Depdiknas (2008:8)
pengembangan sumber daya manusia yang berpotensi, kritis, bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk
berkualitas, dan mampu bersaing dalam era teknologi yang akan membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
datang khsusnya dalam pendidikan karena salah satu faktor utama Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan
penentu kemajuan di suatu bangsa adalah pendidikan. Oleh tidak tertulis. Pembelajaran juga merupakan proses komunikasi
karena itu, diperlukan pembinaan dan pengembangan dalam antara guru dan peserta didik. Sebagai penunjang komunikasi guru
pembelajaran di sekolah. Pembinaan dan pengembangan dengan peserta didik, beberapa guru menggunakan sumber belajar
pendidikan diawali di bangku sekolah dimana siswa dibina untuk berupa LKS (Lembar Kerja Siswa).
mengembangkan suatu kemampuan, keahlian, dan keterampilan Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan bahan ajar yang
yang dimilikinya, untuk menguasai suatu konsep dari mata menekankan peserta didik untuk aktif dan kreatif memikirkan
pelajaran yang ditekuninya di sekolah atau lebih khususnya lagi aplikasi atau penerapan dari isi materi. LKS yang baik juga
menguasai keterampilan dan konsep dalam mata pelajaran memotivasi siswa untuk ingin belajar terus melalui bahan-bahan
matematika. rujukan yang harus dan perlu dibaca lebih lanjut. (Purwanto:2004
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang dalam Andrian:2014)
diberikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah tingkat Berdasarkan hasil pengamatan, beberapa bentuk LKS
tinggi. Menurut Erman , dkk (2003:58) tujuan pembelajaran matematika yang ada disekolah. Khususnya di MTs Nurul Huda
matematika di sekolah adalah pertama, untuk mempersiapkan Tempos kelas VII yang menjadi pegangan siswa dan guru. Materi
siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam dalam LKS tersebut disampaikan dengan sangat singkat. Soal-soal
kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan yang disajikan tidak terlalu bervariasi dan tidak ditekankan pada
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, aplikasi pada kehidupan sehari-hari siswa. Sedangkan, seperti
jujur, efektif, dan efisien. Kedua, mempersiapkan siswa agar dapat telah dipaparkan sebelumnya bahwa LKS menekankan kepada
menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam peserta didik untuk aktif dan kreatif memikirkan aplikasi atau
kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu penerapan dari isi materi. Serta menurut Wahyuni (2012) dalam
pengetahuan. Tetapi, dalam proses pembelajaran matematika penelitiannya mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika
terdapat banyak permasalahan, salah satunya adalah kesulitan hendaknya dikaitkan seoptimal mungkin dengan kehidupan dunia
siswa dalam belajar matematika itu sendiri. nyata dan alam pikiran siswa sehingga bermakna dalam kehidupan
Dalam teori belajar Jean Piaget disebutkan bahwa siswa.
pengalaman belajar menentukan seberapa besar pengetahuan Berawal dari uraian-uraian di atas, terdapat kesenjangan
yang dimiliki siswa. Dari sini terlihat bahwa seorang guru antara kriteria LKS yang diharapkan dengan yang ada di sekolah-
hendaknya mengembangkan media yang sistematis untuk sekolah khususnya MTs Nurul Huda Tempos. Oleh karena itu,
mengkonstruksi pemahaman siswa serta memberikan pengalaman penulis tertarik untuk mengembangkan bahan ajar Lembar Kerja
belajar kepada siswa secara mendalam. Konsep yang telah Siswa (LKS) pada pokok bahasan segitiga berbasis masalah
dipahami tersebut selanjutnya bisa digunakan sebagai dasar matematika kontekstual. LKS yang maksud oleh penulis adalah
memahami konsep-konsep yang tingkatannya lebih kompleks LKS yang menyajikan masalah matematika pada materi segitiga
sehingga mampu memecahkan masalah matematika. yang diambil dari situasi dunia nyata siswa dan memotivasi siswa
(Sutarto:2013) untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
Belajar mengajar sebagai suatu proses merupakan suatu dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu,
sistem yang tidak terlepas dari komponen-komponen lain yang LKS yang akan dikembangkan mengacu pada Kurikulum 2013

ISBN: 978-602-74245-0-0 82
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
yang menggunakan pendekatan Saintifik (Mengamati, Menanya, diamati adalah kevalidan, kepraktisan, dan respon siswa terhadap
Mengumpulkan Informasi, Menalar, Menyimpulkan, LKS berbasis masalah matematika kontekstual bagi siswa kelas VII
mengkomunikasikan). Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan MTs/SMP yang diperoleh dari hasil uji coba LKS.
judul Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah LKS yang telah dikembangkan akan di validasi oleh ahli
Matematika Kontekstual Bagi Kelas VII MTs Nurul Huda Tempos. materi dan ahli media, setelah itu kemudian diuji coba secara
Pengajaran yang efektif dan kreatif sangat diperlukan oleh terbatas pada siswa kelas VII MTs Nurul Huda Tempos sebanyak
peserta didik, hal ini akan tercapai dengan penggunaan perangkat 14 orang siswa. Adapun objek pada penelitian ini adalah Lembar
pembelajaran berupa Lembar Kerja Siswa yang disusun susuai Kerja Siswa berbasis masalah matematika kontekstual pada pokok
dengan kondisi dan permasalahan matematika yang ada pada materi segitiga bagi siswa kelas VII MTs/SMP.
lingkungan peserta didik sehingga pembelajaran akan lebih Adapun teknik pengunpulan data yang digunakan pada
kontekstual. penelitian ini adalah :
Menurut Depdiknas (2008 : 15), lembar kerja siswa adalah a. Validasi Lembar Kerja Siswa (LKS)
lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh Uji kevalidan LKS dilakukan dengan membagikan lembar
peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah- Validitas kepada ahli Materi dan ahli Media. Pengumpulan data
langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Suatu tugas yang dilakukan secara langsung dan pengumpulan data dilakukan pada
diperintahkan dalam lembar kerja siswa harus jelas kompetensi saat proses pengembangan LKS untuk memperbaiki kekurangan
dasar yang akan dicapainya. LKS sebelum diujikan ke sekolah.
Adapun menurut Prastowo (2014 : 204), LKS bukan Validitas Lembar Kerja Siswa (LKS), untuk mengetahui
merupakan dari Lembar Kegiatan Siswa akan tetapi Lembar Kerja kevalidan LKS yang dikembangkan ditentukan dua dosen ahli
Siswa, yaitu materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa, sebagai validator yang akan menilai LKS dari segi materi dan
sehingga peserta didik diharapkan dapat mempelajari materi ajar media yang disebut dengan ahli media dan ahli materi. Validator
tersebut secara mandiri. Dalam LKS, peserta didik akan akan mengisi lembar validasi LKS, dimana lembar validasi tersebut
mendapatkan materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan akan dianalisis hasilnya berdasarkan skor yang telah diberikan oleh
materi. Selain itu, peserta didik juga dapat menemukan arahan masing-masing validator, yaitu dengan menggunakan rumus:
yang terstruktur untuk memahami materi yang diberikan. ∑𝑋
Menurut Hendro Darmodjo dalam Andrian (2014 : 18) 𝑃= × 100%
∑ 𝑋𝑖
menyatakan bahwa syarat-syarat yang harus dimiliki dalah Keterangan:
menyusun LKS adakah sebagai berikut : P = persentase
a. Syarat-syarat didaktik, artinya LKS sebagai salah satu bentuk ∑ 𝑋 = jumlah skor yang diperoleh
sarana berlangsungnya proses pembelajaran haruslah ∑ 𝑋𝑖 = jumlah skor maksimum
memenuhi persayaratan didaktik, yaitu harus mengikuti asas- Kemudian persentase yang diperoleh disimpulkan
asas pembelajaran yang efektif berdasarkan tabel kriteria kevalidan LKS.
b. Syarat-syarat konstruksi, yang dimaksud dengan syarat-syarat Tabel 1. Kriteria Kevalidan LKS
konstruksi adalah syarat-syarat yang berkenaan dengan No. Persentase (%) Kriteria Kevalidan
penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat 1. 75 ≤ 𝑷 ≤ 100 Sangat valid
kesukaran, dan kejelasan yang pada hakikatnya haruslah tepat 2. 50 ≤ 𝑷 < 75 Valid
guna dalam arti dapat dimengerti oleh pihak penggunanya yaitu 3. 25 ≤ 𝑷 < 50 Cukup valid
peserta didik. Adapun syarat-syarat konstruksi LKS. 4. 1 ≤ 𝑷 < 25 Tidak Valid
c. Syarat-syarat teknis, yaitu tulisan, gambar, penampilan LKS.
(Adaptasi dari Yamasari dalam Fikriyaturrohmah, 2013:3)
Menurut Komalasari (2013 : 6), di dalam pembelajaran
b. Evaluasi Lembar Kerja Siswa (LKS)
kontekstual siswa menemukan hubungan penuh makna antara ide-
Untuk memperoleh data mengenai kepraktisan LKS yang
ide abstrak dengan penerapan praktis di dalam konteks dunia
dikembangkan dan diujicobakan ke sekolah yaitu dengan
nyata. Siswa menginternalisasi konsep melalui penemuan,
menggunakan lembar evaluasi LKS untuk guru matematika dan
penguatan, dan keterhubungan. Pembelajaran kontekstual
siswa kelas VII MTs Nurul Huda Tempos serta menganalis hasil
menghendaki kerja dalam sebuah tim, baik di kelas, laboratorium,
pengerjaan soal-soal pada LKS oleh siswa. Pengumpulan data
tempat kerja maupun bank.
dilakukan secara langsung dan dilakukan diakhir ujicoba LKS untuk
Menurut Komalasari (2013 : 10-11) dengan mengutip
melihat penilaian guru matematika dan siswa mengenai LKS yang
pendapat Fellows (2000 : 2-7) , menjelaskan bahwa karakteristik
dikembangkan.
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah Problem-
Setelah divalidasi oleh validator, LKS kemudian diuji coba
based (Berbasis masalah), Using multiple contexts (Penggunaan
dengan uji coba terbatas kepada 14 siswa kelas VII. Data
berbagai konteks), Drawing upon student diversity (Penggambaran
kepraktisan LKS diperoleh dari lembar evaluasi LKS yang diberikan
keanekaragaman siswa), Supporting self-regulated learning
kepada guru matematika dan siswa kelas VII sebanyak 14 siswa
(Pendukung pembelajaran pengaturan diri), Using interdependent
yang menjadi subjek uji coba. Selain itu, data kepraktisan diperoleh
learning groups (Penggunaan kelompok belajar yang saling
dari analisis hasil pengerjaan soal-soal pada LKS oleh siswa.
ketergantungan), dan Employing authentic assessment
Lembar evaluasi yang telah diisi oleh guru matematika dan siswa
(Memanfaatkan penilaian asli).
serta lembar analisis hasil pengerjaan soal-soal pada LKS akan
dianalisis hasilnya berdasarkan skor yang telah diberikan oleh
METODE
guru, siswa, dan peneliti, yaitu dengan menggunakan rumus:
Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan ∑𝑋
pengembangan (Research and Development) dengam model yang 𝑃= × 100%
dugunakan adalah model pengembangan ADDIE (Analysis, ∑ 𝑋𝑖
Design, Development, Implementation, Evaluation). Adapun yang Keterangan:
ISBN: 978-602-74245-0-0 83
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
P = persentase dikembangkan sudak sangat praktis dengan rata-rata persentase
∑ 𝑋 = jumlah skor yang diperoleh adalah 76,16%. Ketika dievaluasi hasil uji coba LKS dengan uji
∑ 𝑋𝑖 = jumlah skor maksimum coba terbatas, masih banyak siswa yang merasa kesulitan dalam
Kemudian persentase yang diperoleh disimpulkan berdasarkan mengerjakan soal-soal pada LKS hal itu terlihat pada jawaban
tabel kriteria kepraktisan LKS. siswa yang tidak sesuai dengan pertanyaan pada soal. Selain itu,
Tabel 2. Kriteria Kepraktisan LKS karena pengetahuan siswa mengenai cara mengukur
No. Persentase (%) Kriteria Kepraktisan menggunakan penggaris dan busur derajad masih minim sehingga
1. 75 ≤ 𝑷 ≤ 100 Sangat praktis hal tersebut menghambat proses pengerjaan soal-soal pada LKS
2. 50 ≤ 𝑷 < 75 Praktis terutama pada soal melukis segitiga. Namun, ditinjau dari antusias
3. 25 ≤ 𝑷 < 50 Cukup praktis siswa dalam menggunakan LKS yang diuji cobakan, siswa sangat
4. 1 ≤ 𝑷 < 25 Tidak praktis antusias.
(Adaptasi dari Yamasari dalam Fikriyaturrohmah, 2013:4) Untuk hasil angket respon siswa, diperoleh kesimpulan
c. Pembagian angket respon siswa bahwa LKS mendapat respon yang baik dari siswa dengan rata-
Pembagian angket respon siswa dilakukan setelah proses rata jumlah skor yang berikan oleh siswa adalah 33,71. Jumlah skor
pembelajaran selesai. Tujuannya, untuk mengetahui respon siswa yang diberikan oleh siswa dapat dilihat pada grafik berikut.
terhadap penggunaan LKS yang sudah dikembangkan.
Untuk megetahui respon siswa terhadapm LKS yang
Grafik jumlah skor pada angket
dikembangakan, maka angket yang telah diisi oleh siswa akan respon siswa
dianalisis hasilnya berdasarkan skor yang telah diberikan yaitu 100
dengan menggunakan rumus:

Jumlah Skor
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 50
𝑁𝑅 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎
Keterangan : 0
NR : rata-rata skor respon siswa

NH
NU

NK
HU

QA
LI
RI
RP

ZM
AR

DR

MA

DA
WS
Kemudian rata-rata yang diperoleh disimpulkan berdasarkan tabel
kriteria simpulan angket respon siswa. Responden
Tabel 3. Kriteria Simpulan Angket Respon Siswa
Interval rata-rata skor Kriteria Berdasarkan penjabaran tersebut, maka Lembar Kerja
40 < 𝑵𝑹 ≤ 50 Sangat baik Siswa berbasis masalah matematika kontekstual pada materi
30 < 𝑵𝑹 ≤ 40 Baik segitiga bagi siswa kelas VII SMP/MTs dinyatakan valid dan praktis
20 < 𝑵𝑹 ≤ 30 Cukup baik serta mendapat respon yang baik dari siswa.
10 < 𝑵𝑹 ≤ 20 Kurang baik
0 < 𝑵𝑹 ≤ 10 Sangat kurang baik KESIMPULAN
(Adaptasi dari Sukardjo dalam Andrian 2014:45) Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis masalah matematika
kontekstual pada pokok materi segitiga bagi siswa kelas VII
HASIL DAN PEMBAHASAN MTs/SMP yang dikembangkan dengan menggunakan model
Dari hasil validasi LKS yang dilakukan oleh ahli materi ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation,
sudah menyatakan bahwa LKS yang telah dikembangkan layak Evaluation), berdasarkan rumusan masalah dan hasil
diuji coba dengan revisi terlebih dahulu. Serta LKS disimpulkan pengembangan dapat disimpulkan bahwa LKS yang
sangat valid. dikembangkan tersebut mecapai kriteria kevalidan dengan sangat
Setelah melalui proses pengembangan, Lembar Kerja valid, mencapai kriteria kepraktisan dengan sangat praktis dan
Siswa berbasis masalah matematika kontekstual ini telah medapat respon yang baik dari siswa. Akan tetapi, masih perlu
dikembangkan menggunakan model ADDIE melalui serangkaian pengembangan lebih lanjut untuk mengetahui keefektivan LKS
tahap pengembangan yaitu tahap Analysis (Analisis), Design yang dikembangkan dengan uji coba yang lebih luas lagi.
(Perancangan), Development (Pengembangan), Implementation
(Implementasi), dan Evaluation (Evaluasi). DAFTAR PUSTAKA
Validitas Lembar Kerja Siswa ini telah diperiksa oleh yang Andrian, J. 2014. Pengembangan Lembar Kerja Siswa Mata
dipilih dari dosen yang mengabdi sebagai dosen tetap di IKIP Pelajaran Matematika Materi Bentuk Aljabar Dengan
Mataram. Sedangkan kepraktisan LKS ini dilihat dari penilaian LKS Pendekatan Kontekstual untuk Siswa SMP kelas VIII.
oleh Guru matematika MTs Nurul Huda dan 14 siswa kelas VII MTs Skripsi. http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/13206. Diakses
Nurul Huda. Validitas Lembar Kerja Siswa yang telah pada 11 November 2015
dikembangkan mengacu pada hasil penilaian validator (ahli materi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
dan ahli media), sehingga validitasnya diperoleh kesimpulan Jakarta : Rineka Cipta
bahwa LKS yang dikembangkan sangat valid. Pada proses validasi Aryani, F. 2008. “Pengembangan LKS Untuk Metode Penemuan
LKS, ada beberapa saran dan komentar yang diberikan oleh Terbimbing Pada Pembelajaran Matematika Kelas VIII Di
validator ahli materi dan media sehingga sebelum diuji coba secara SMP Negeri 18 Palembang”
terbatas LKS yang sudah divalidasi harus direvisi terlebih dahulu. .http://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jpm/article/view/578.
Sedangkan untuk kepraktisan LKS mengacu pada hasil Diakses pada 13 Desember 2015
evaluasi LKS oleh guru matematika dan 14 siswa kelas VII MTs Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar.Jakarta :
Nurul Huda serta analisis hasil pengerjaan soal-soal pada LKS oleh Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan
siswa, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa LKS yang Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.

ISBN: 978-602-74245-0-0 84
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Efendi, P. 2014. “Pengembangan Modul Berbasis Pendekatan
Kontekstual Pada Menulis Resensi”. Jurnal Bahasa, Sastra
dan Pembelajaran. Vol.2. No.2
.http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bsp/article/view/4995/0
. Diakses pada 13 Desember 2015
Fanrista, Y, dkk. 2014. “Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS)
Berbasis Kontekstual Untuk Materi Bilangan Bulat Pada
Pembelajaran Matematika”
.http://ejournals1.stkippgrisumbar.ac.id/index.php/matemat
ika/article/view /2115 / 2103. Diakses pada 10 November
2015
Fikriyaturrohmah. 2013. “Pengembangan Media Pembelajaran
Interaktif Hands-On Equations Berbantu Komputer Pada
Materi Persamaan Linier Satu Variabeluntuk Siswa Kelas
VII”.
http://ejournal.lpkia.ac.id/files/students/essays/journals/26
9.pdf. Diakses pada 10 November 2015
Komalasari, K. 2013. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan
Aplikasi. Bandung: PT. Repika Aditama.
Komsiyah, I. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Teras
M. Haviz. 2013. “Research and Development Penelitian di Bidang
Kepedidikan yang Inovatif, Produktif dan Bermakna”.
Vol.16. No. 1. http://ojs.stainbatusangkar
.ac.id/index.php/takdib/article/viewFile/194/187. Diakses
pada 3 Februari 2016
Mu’ammaroh, S. 2013. “Pengembangan LKS Berbasis Inkuiri
Materi Pemerolehan Nutrisi Tumbuhan SMP Kelas VIII”.
Jurnal Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi. Volume 2. No.3.
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/bioedu. Diakses pada
10 November 2015.
Prastowo, A. 2014. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif
Menciptakan Metode Pembelajaran yang Menarik dan
Menyenangkan. Jokjakarta: DIVA Press
Pratiwi, D.M. 2015. “Pengembangan LKS Praktikum Berbasis
Inkuiri Terbimbing Pada Pokok Bahasan Larutan
Penyangga Kelas XI IPA SMA”. Jurnal Pendidikan Kimia
(JPK). Vol. 4 No. 2.
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/kimia. Diakses pada
10 November 2015
Salamah, U. 2012. Matematika SMP/MTs kelas VII. Solo: PT. Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta
Suherman, E, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung: JICA
Sukardjo. 2005. Evaluasi Pembelajaran. Diktat Mata Kuliah
Evaluasi Pembelajaran Prodi TP PPs UNY.
Surmilasari, N. 2012. “Pengembangan LKS Matematika Berbasis
Konstruktivisme Untuk Pembelajaran Materi Perkalian Dua
Matriks Di Kelas XII SMA”.Volume 67.ISBN:978-979-
16353-8-7.http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/8523. Diakses
pada 10 November 2015
Tegeh, I. M, dkk. 2014. Model Penelitian Pengembangan.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Wintarti, A, dkk. 2008. Matematika Contextual Teaching and
Learning SMP kelas VII. Jakarta: Pusat Perbukuan
Depertemen Pendidikan Nasional.

ISBN: 978-602-74245-0-0 85
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) TERHADAP PRESTASI
BELAJAR SISWA KELAS III SD NEGERI 20 WOJA
Fifi Fitriana Sari
STKIP YAPIS DOMPU
E-mail:-

Abstrak: Realistic Mathematics Education (RME) atau Matematika Realistik adalah pemanfaatan realitas, lingkungan dan pengalaman
yang pernah dialami serta dilakukan siswa yang akan berpengaruh pada tingkat pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran dan
menghasilkan prestasi yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education
(RME) Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas III SD Negeri 20 Woja Tahun Pembelajaran 2015/2016. Masalah yang dijawab ini adalah
apakah ada pengaruh pendekatan Realistics Mathematics Education (RME) terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas III SD
Negeri 20 Woja tahun pembelajaran 2015/2016?. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif menggunakan pendekatan
empiris, dan dalam penelitian ini menggunakan penelitian total populasi karena semua populasi diambil semua untuk diteliti sejumlah 20
oang siswa. Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan ialah metode angket, metode tes, dan metode dokumentasi.
Dari hasil analisis diperoleh perhitungan secara lineritas didapatkan Fhitung = 1,00 ≤ Ftabel = 3,18, untuk uji signifikan didapatkan hasil Fhitung
= 4,74 ≥ Ftabel = 4,41, dan dari uji hipotesis hubungan didapatkan r hit 0,457 ≥ rtab 0,444, koefisien determinasinya sebesar r2xy = 0,2088,
yang mengandung makna bahwa 20,88% pengaruh pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yaitu proses pembelajaran yang
mengkaitkan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari yang pernah dilihat, dilakukan, serta dialami oleh siswa dapat meningkatkan
prestasi belajar, melalui persamaan regresi Y = 42,22 + 0,67 X, sisanya 79,12% ditentukan oleh faktor lain. Maka analisis dalam penelitian
ini adalah ada Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas III SD Negeri 20
Woja Tahun Pembelajaran 2015/2016.

Kata Kunci: Pendekatan, Realistic Mathematics Education (RME), Prestasi Belajar.

PENDAHULUAN keluarga, pengertian orang tua, dan latarbelakang


Pendidikan merupakan suatu proses untuk kebudayaan), Faktor sekolah (metode mengajar guru,
mengembangkan semua aspek kepribadian manusia, yang kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan
mencakup pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan. Pendidikan siswa, disiplin sekolah, alat pembelajaran, waktu sekolah,
bertujuan untuk mencapai kepribadian suatu individu yang lebih standar belajar diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar
baik. Pendidikan mengembangkan tugas untuk menghasilkan dan tugas rumah, dan, Faktor masyarakat (kegiatan siswa
generasi yang lebih baik, manusia yang lebih berkreatif dan dalam masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan
manusia yang memiliki kepribadian yang lebih baik. (Munib, dkk, masyarakat).
2004: 29). Proses pembelajaran yang mengkaitkan materi
Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar pembelajaran matematika dengan kehidupan sehari-hari siswa
Proses mengamanatkan bahwa proses pembelajaran sebaiknya adalah suatu pada saat siswa bermain kelereng, pada proses
dilakukan melalui proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi, permainan kelereng itu ada beberapa proses yang paling inti
serta tujuan umum pendidikan dimasa kini adalah untuk memberi adalah mereka melakukan pegukuran mana yang lebih dekat
bekal agar kita dapat berfungsi secara efektif di Era teknologi ini. dengan sasaran maka dia yang lebih dahulu melempar kelereng
Matematika sangat penting dalam persiapan ini karena peranan tersebut sampai keluar dari garis segi empat yang mereka gambar.
yang unik dalam setiap aspek kegiatan bersama, misalnya Dari ilustrasi permainan diatas siswa akan lebih cepat
memahami konsep dan mempunyai keterampilan yang tinggi, memahami pembelajaran dan meraih prestasi yang tinggi pada
(Wijaya A, 2012: 23). materi mengukur karena sebelumnya siswa telah melakukan
Muhibbin Syah (dalam Giyono, 2012: 1) mengemukakan pengukuran dengan cara yang tidak baku yaitu menggunakan
bahwa prestasi belajar merupakan istilah yang tidak asing lagi jengkal.
dalam dunia pendidikan, istilah tersebut lazim digunakan sebagai Maka dari itu, salah satu faktor penunjang prestasi
sebutan dari penilaian dari hasil belajar sebab penilaian tersebut belajar adalah guru, guru membutuhkan pendekatan yang tepat
bertujuan melihat kemajuan belajar siswa dalam hal penguasaan maka dengan ini pendekatan yang tepat dalam pembelajaran
materi pengajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan adalah tidak lagi menjelaskan pada pembelajaran matematika
yang telah ditetapkan. tetapi mengkaitkan materi pembelajaran matematika dengan
Menurut Daryanto (2010: 36) mengemukakan bahwa kehidupan sehari-hari. Realistic Mathematics Education (RME)
faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar banyak jenisnya, bukanlah belajar menjelaskan bahan yang untuk dijabarkan
tetapi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: rmelainkan menggunakan konteks dunia nyata. Pembelajaran
1. Faktor internal, yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang matematika realistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk
sedang belajar, faktor intern terdiri dari: Faktor jasmaniah menemukan kembali dan mengkonstruksikan pengalamannya
(kesehatan dan cacat tubuh), Faktor psikologis (intelegensi, kedalam proses pembelajaran matematika, pembelajaran
perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan), dan matematika lebih mengena dengan penekanan pada keterkaitan
Faktor kelelahan. antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman sehari-
2. Faktor eksternal, yaitu faktor dari luar individu, faktor ekstern hari (Wijaya 2012: 10).
terdiri dari: Faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi Pendekatan Matematika Realistik pada dasarnya
antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi merupakan pendekatan pembelajaran matematika yang

ISBN: 978-602-74245-0-0 86
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
memanfaatkan realitas dan lingkungan yang dipahami oleh siswa
untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga Ŷ = a + ƅX
dapat mencapai pendidikan matematika secara lebih baik dari pada
masa yang lalu.
a. Karakteristik Realistic Mathematics Education (RME) Keterangan:
Trefers (dalam Wijaya, 2012: 22-24) merumuskan lima Ŷ = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan
karakteristik pendekatan Matematika Realistik, yaitu: a = Harga Y ketika harga X = 0 (harga konstanta)
1) Penggunaan Konteks b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka
2) Penggunaan Model untuk Matematisasi Progresif peningkatan ataupun penurunan variabel independen. Bila (+)
3) Pemanfaatan Hasil Kontruksi Siswa arah garis naik, dan bila (-) maka arah garis turun.
4) Interaktivitas X = Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai
5) Keterkaitan tertentu.
b. Tujuan Pembelajaran Matematika Realistik
Menurut Kuiper dan Kouver (dalam Supinah, 2001: 15) Untuk menghitung harga a dan b dengan rumus sebagai
tujuan Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) berikut:
adalah sebagai berikut: a = (Σy) (Σx²) – (Σx) (Σxy)
1) Menjadikan matematika lebih menarik, relevan dan bermakna, . n(Σx²) – (Σx)²
tidak terlalu formal dan tidak terlalu abstrak. b = n(Σxy) – (Σx) (Σy)
2) Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa. . n(Σx²) – (Σx)² ( Sugiyono, 2014: 261)
3) Menekankan belajar matematika “learning by doing”. 1. Menghitung F hitung melalui Tabel ANOVA.
4) Memfasilitasi penyelesaian masalah matematika tanpa Tabel 1. Daftar Análisis Varians (ANOVA) Regresi Linear
menggunakan penyelesaian yang baku. Sederhana
5) Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran
matematika. Sumber dk JK KT
Wanti (2013: 2) berpendapat bahwa Prestasi belajar dapat Varian F
dikatakan sebagai ukuran kemampuan yang didapat, dicapai atau n ΣY² ΣY²
ditampilkan seseorang sebagai bukti dari usaha yang dilakukannya Total
dalam belajar. Oleh karena itu, dapat dikatakan juga bahwa yang
1 JK (a) JK (a)
disebut dengan prestasi belajar kemampuan yang diperoleh
Koef (a) 1 JK (b/a) S2reg = JK (b/a) S2reg
dengan nilai yang tinggi. Sedangkan nilai yang sedang bahkan
Reg(b/a) n-2 JK (S) S2sis = JK (S) S2sis
rendah belumlah disebut sebagai prestasi, walaupun sebenarnya
Sisa n–2
tingkatan sedang atau rendah/kurang adalah gambaran dari
kemampuan atau prestasi yang dicapai seseorang, karena
K– 2 JK (TC) S2TC = JK (TC)
kemampuan seseorang tidak ada yang sama tentunya
Tuna K–2
prestasinyapun tidak sama.
Cocok S2TC
Berdasarkan paparan ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
n-k JK (G) S2G = JK (G) S2G
prestasi belajar merupakan nilai yang diperoleh setelah melalui
n-k
kegiatan belajar ukuran kemampuan dan kecakapan siswa yang
Galat
dinyatakan dalam bentuk angka/nilai. Pengukuran dengan
2. Kesimpulan Dengan Melakukan Uji
menggunakan nilai tersebut sebagai bukti dari usaha yang
a. Uji Linearitas
dilakukan siswa dalam proses pembelajaran.
Ho : Regresi Linear
Ha : Regresi non-linear
METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
kuantitatif dengan “pendekatan empiris/deskriptif. Penelitian ini Statistik F = S2TC dibandingkan dengan F tabel
terdiri dari dua variabel yaitu variabel X pendekatan RME sebagai dengan dk
variabel independen dan variabel Y prestasi belajar siswa sebagai S2TC
variabel dependen. Sifat dari penelitian adalah regresi yaitu
menentukan tingkat pengaruh antara kedua variable.Populasi Pembilang (k – 2) dan dk penyebut (n – k). untuk
dalam penelitian ini adalah sejumlah 20 orang siswa, sehingga menguji hipotesis nol, tolak hipotesis regresi linear, jika
dalam penelitian ini menggunakan penelitian total populasi. Untuk statistik F hitung untuk tuna cocok yang diperoleh lebih
memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini maka teknik besar dari harga F tabel menggunakan taraf kesalahan
pengumpulan data menggunakan metode/teknik angket dan tes. yang dipilih dan dk yang bersesuaian.
Instrumen yang digunakan yaitu angket tertutup. Muatan b. Uji Signifikam
angket tersebut berisi pernyataan dan pilihan jawaban yang Ho : koefisien arah regresi tidak berarti (b = 0)
ditujukan kepada responden yang telah disediakan oleh peneliti Ha : koefisien itu berarti (b≠ 0)
berupa lembar angket/kuesioner. Untuk menguji hipotesis nol, dipakai statistik F = S2reg
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini S2sis
adalah teknik analisis kuantitatif dengan analisis yang digunakan
adalah teknik analisis statistik dengan rumus Regresi Linier Dibandingkan dengan F tabel dengan dk
Sederhana sebagai berikut: pembilang = 1 dan dk pennyebut = n – 2. Untuk menguji
hipotesis nol, kriterianya adalah tolak hipotesis nol apabila
ISBN: 978-602-74245-0-0 87
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
koefisien F hitung lebih besar dari harga F tabel HASIL DAN PEMBAHASAN
berdasarkan taraf kesalahan yang dipilih dan dk yang A. Hasil
bersesuaian. 1. Data yang diperoleh Melalui Pembagian Lembar Angket

Tabel 1. Rekapitulasi Data Angket

2. Data yang diperoleh Melalui Tes


Tabel 2. Rekapitulasi Data Tes
Perolehan Skor
Nama 1 2 3 4 5 Total
No
30 15 20 20 15
AA 15 20 20 15 100
1 30
JA 15 20 20 15 95
2 25
J 10 15 15 15 80
3 25
N 15 20 20 15 100
4 30
SCM 15 15 20 15 95
5 30
WYN 15 20 20 15 95
6 30
NM 10 15 15 15 80
7 25
RA 15 20 20 15 95
8 25
F 15 20 20 15 100
9 30
NS 15 15 15 15 80
10 20
E 15 20 20 15 95
11 25

ISBN: 978-602-74245-0-0 88
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

MA 15 20 20 15 100
12 30
LA 10 20 15 15 85
13 25
M.R 15 20 20 15 90
14 25
M.IR 15 20 20 15 90
15 20
M.IK 10 20 15 15 85
16 25
SN 15 15 15 15 80
17 20
RA 15 20 20 15 100
18 30
EA 15 20 20 15 95
19 25
G 15 15 15 15 80
20 20

Data diatas merupakan perolehan nilai siswa setelah Langkah-langkah dalam menganalisis rumus tersebut,
proses pemberian tes evaluasi dan dinilai oleh guru dengan bobot adalah sebagai berikut:
skor yang berbeda-beda, tes tersebut untuk mengetahui prestasi a. Mengumpulkan Data
belajar siswa dan sebagai variable Y. b. Melakukan Perhitungan Regresi Linear Sederhana.
3. Analisis Rumus Regresi Linear Sederhana
Tabel 3. Tabel Penolong untuk Menghitung Persamaan Regresi Linear Sederhana

No Nama X Y X2 Y2 XY
1 AA 75 100 5625 10000 7500
2 JA 74 95 5476 9025 7030
3 J 72 80 5184 6400 5760
4 N 61 100 3721 10000 6100
5 SCM 71 95 5041 9025 6745
6 WYN 72 95 5184 9025 6840
7 NM 71 80 5041 6400 5680
8 RA 75 95 5625 9025 7125
9 F 77 100 5929 10000 7700
10 NS 69 80 4761 6400 5520
11 E 76 95 5776 9025 7220
12 MA 78 100 6084 10000 7800
13 LA 73 85 5329 7225 6205
14 M.R 76 90 5776 8100 6840
15 M.IR 78 90 6084 8100 7020
16 M.IK 74 85 5476 7225 6290
17 SN 65 80 4225 6400 5200
18 RA 79 100 6241 10000 7900
19 EA 77 95 5929 9025 7315
20 G 60 80 3600 6400 4800

Jumlah Σx Σy Σx² Σy² Σxy


1453 1820 106107 166800 132590

Untuk mendapatkan nilai x² yaitu nilai X dikalikan dengan nilai X = 42,22


maka menghasilkan Σx² = 106107 dan untuk mendapatkan nilai Y², b = n(Σxy) – (Σx) (Σy)
maka Y dikalikan dengan Y menghasilkan Σy² = 166800, untuk . n(Σx²) – (Σx)²
mendapatkan nilai XY, nilai X dikalikan dengan nilai Y dan = 20(132590)– (1453)( 1820) = 0,67
menghasilkan Σxy = 132590.
c. Menghitung Harga a dan Harga b 20 (106107) – (1453)2
a = (Σy) (Σx²) – (Σx) (Σxy) d. Menyusun Persamaan Regresi dan Garis regresi
. n(Σx²) – (Σx)² 1) Persamaan Regresi Y atas X
= (1820) (106107) – (1453) (132590) Dari perhitungan harga a dan b maha didapatkan
20 (106107) – ( 1453)2 persamaan sebagai berikut:

ISBN: 978-602-74245-0-0 89
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Y = 42,22 + 0,67X X Kelompok n Y
Arti dari nilai 0,67
Setiap kenaikkan satu perolehan nilai yang diperoleh siswa 100
maka akan meningkatkan prestasi belajar siswa sebesar 0,67. 78 12 2
90
Arti dari nilai 42,22 78
Pada saat guru tidak melakukan proses pembelajaran 13 1 100
dengan menggunakan pendekatan RME maka siswa akan 79
memperoleh nilai sebesar 42,22. 13 20 1820
Jumlah
2) Garis Regresi Linear
f. Menghitung F hitung melalui Tabel ANOVA
Tabel 5. Daftar ANOVA untuk Regresi Linier
Y = 42,22 + 0,63X
Sumber
dk JK RJK F
Varians

Total ( T ) 20 JK(T) = 166800 -

JK(a) =
Regresi ( a ) 1 -
165620
JK(b/a)=
Reg (b/a) 1 245,89 Fhit = 4,74
Gambar 1. Garis Regresi Variabel Independen X 245,89
Terhadap .Variabel Dependen Y.
Sisa ( S ) 18 JK(S) = 934,11 51,90
e. Menghitung Jumlah Kuadrat (JK) beberpa Sumber Varian,
dimana: JK(TC) =
Tuna Cocok 9 51,97
571,61 Fhit = 1,00
Tabel 4. Skor Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics
Education (RME) (X) dan Prestasi Belajar (Y) setelah Galat ( G ) 9 JK(G) = 362,5 51,79
dikelompokkan
X Kelompok n Y
B. Pembahasan
60 1 1 80 1. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).
Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
2 1 100 merupakan suatu cara yang dilakukan guru untuk memberikan
61
kemudahan dan menciptakan suasana belajar yang
3 1 80 menyenangkan, karena pembelajaran RME merupakan
65
pendekatan pembelajaran yang mengkaitkan materi pembelajaran
4 1 80 dengan kehidupan sehari-hari siswa, lingkungan baermain yang
69
pernah dialami, dan dilihat siswa.
95 2. Prestasi Belajar
71 5 2
80 Prestasi belajar diketahui dari data yang diperoleh melalui
71
tes evaluasi pada Kompetensi Dasar (KD) yaitu “Memilih alat ukur
95 dengan fungsinya (meteran, timbangan ,dan jam) dan
72 6 2
80 menggunakan alat ukur dalam pemecahan masalah” melalui teknik
72
tes yang dibuat dan dinilai oleh guru yang mengajar saat itu, soal
7 1 85 tes ini mempunyai bobot skor yang berbeda untuk soal nomor 1
73
diberi bobot 30, nomor 2 diberi bobot 15, nomor 3 diberi bobot 20,
85 nomor 4 diberi bobot 20, nomor 5 diberi bobot 15.
74 8 2
95 3. Pengaruh Realistic Mathematics Education (RME) Terhadap
74
Prestasi Belajar.
100 Dari hasil perhitungan diperoleh dalam penelitian ini adalah
75 9 2 secara uji linearitas didapatkan Fhitung = 1,00 dan Ftabel dengan taraf
95
75 signifikan 5% dan N = 20 adalah 3,18, jadi perhitungan secara
90 lineritas ini didapatkan Fhitung = 1,00 ≤ Ftabel = 3,18, maka analisis
76 10 2 regresinya dapat dilanjutkan dengan melakukan uji signifikan
95
76 (keberartian), dari uji signifikan didapatkan hasil Fhitung sebesar
100 4,74, sedangkan nilai Ftabel dengan taraf signifikan 5% dan N = 20
77 11 2 orang siswa adalah 4,41, yaitu Fhitung lebih besar dibanding Ftabel
95
77 (Fhitung = 4,74 ≥ Ftabel = 4,41), Setelah mendapatkan nilai koefisien
ISBN: 978-602-74245-0-0 90
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
korelasi dapat ditentukan koefisien determinasi antara X dan Y Etin, dkk. 2008. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran
adalah kuadrat dari rxy = 0,4572 maka koefisien determinasinya IPS. Jakarta: Bumi Aksara.
sebesar r2xy = 0,2088, yang mengandung makna bahwa 20,88% Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi
pengaruh pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Aksara
yaitu proses pembelajaran yang mengkaitkan pengalaman siswa Nur, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA
dalam kehidupan sehari-hari yang pernah dilihat, dilakukan, serta University Press.
dirasakan oleh siswa dapat meningkatkan prestasi belajar, melalui Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.
persamaan regresi Y = 42,22 + 0,67 X, sisanya 79,12% ditentukan Cetakan ke- 4. Jakarta: PT Rineka Cipta.
oleh faktor lain, yaiu faktor bakat, minat, perhatian, kesehatan, Sudjana, Nana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar.
perhatian orang tua, dan lingkungan. Bandung: Sinar Baru Algesindo
BerdasarkaN hasil penelitian maka diketahui ada pengaruh Sudjana, Nana. 2008. Penilaian Hasil Proses BelajarMengajar.
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Terhadap Bandung: Remaja Rosdakarya.
Prestasi Belajara Siswa Kelas III SD Negri 20 Woja Tahun Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Pembelajaran 2015/2016. Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sukayasa. 2010. Karakteristik Penalaran Dalam Pemecahan
SIMPULAN Masalah Matematika. Makalah disajikan pada Seminar
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan ada Nasional Matematika Universitas Muhammadiyah Malang..
pengaruh pendekatan Realistic Mathematics education (RME) Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Konteporer
terhadap prestasi belajar siswa kelas III SD Negeri 20 Woja tahun Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi
pembelajaran 2015/2016 pola linearitas dan mempunyai hubungan Aksara
pengaruh yang poisitif dan signifikan. Hal ini dilihat dari hasil Widdiharto, Rachmadi. 2009. Pemilihan dan Pengembangan
perhitungan secara lineritas ini didapatkan Fhitung = 1,00 ≤ Ftabel = Model-Model Pembelajaran Matematika Sekolah. Makalah
3,18, untuk uji signifikan didapatkan hasil Fhitung = 4,74 ≥ Ftabel = disajikan pada Seminar Nasional Matematika Universitas
4,41, dan dari uji hipotesis hubungan didapatkan rhit 0,457 ≥ rtab Islam Malang.
0,444. Zuriah, Nurul. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan
Setelah mendapatkan nilai koefisien korelasi dapat Teori– Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara
ditentukan koefisien determinasi antara X dan Y adalah kuadrat
dari rxy = 0,4572 maka koefisien determinasinya sebesar r2xy =
0,2088, yang mengandung makna bahwa 20,88% pengaruh
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yaitu proses
pembelajaran yang mengkaitkan pengalaman siswa dalam
kehidupan sehari-hari yang pernah dilihat, dilakukan, serta dialami
oleh siswa dapat meningkatkan prestasi belajar, melalui
persamaan regresi Y = 42,22 + 0,67 X, sisanya 79,12% ditentukan
oleh faktor lain.

SARAN
Adapun saran yang diperoleh dalam penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Bagi Kepala Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi
bagi pemimpin sekolah (kepala sekolah) dalam rangka tetap
mengawasi pelaksanaan proses pembelajaran.
2. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai
bahan masukan kepada para guru bahwa menggunakan
pendekatan pembelajaran yang tepat mampu meningkatkan
prestasi belajar siswa, dan gunakanlah pendekatan
pembelajaran yang bervariasi tidak hanya penekatan (RME)
saja.
3. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat terus
meningkatkan prestasi belajar siswa, karena pembelajaran
matematika adalah pembelajaran yang menyenangkang
karena selalu ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktik. Edisi Revisi VI. Cetakan ke-13. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2003. Manajemen Penelitian Edisi Revisi VI.
Cetakan ke-6. Jakarta: Asdi Mahasatya.
ISBN: 978-602-74245-0-0 91
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM-SOLVING DENGAN MEDIA FLASHCARD UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMPN 4 PRAYA TIMUR
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Fitratunnayaty1, Masjudin2, & Sri Yuliyanti3
1FPMIPA, IKIP MATARAM
2&3Dosen FPMIPA, IKIP MATARAM

e-mail: Fitratunnayaty2703@gmail.com

Abstrak: Masalah yang ditemukan dalam pembelajaran matematika diSMPN 4 Praya Timur adalah rendahnya kemempuan pemecahan
masalah, siswa kurang dapat menjawab soal secara runtun akibatnya hasil belajar siswa menjadi rendah, oleh karena itu tujuan
penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMPN 4 Praya Timur melalui penerapan metode
problem-solving dengan media flashcard. Metode problem-solving adalah metode pembelajaran yang mengarahkan siswa berpikir
kreatif untuk mengamati masalah, memahami masalah, merencanakan masalah, menganalisis serta menemukan pemecahan dari
masalah yang dipecahkan. Sedangakan flashcard adalah alat sebagai bahan penyajian masalah dan konsep sebagai pengingat materi.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tes evaluasi hasil belajar siswa untuk mengetahui hasil belajar siswa dan angket lembar observasi siswa untuk mengukur
kegiatan siswa dalam kelas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penerapan metode pembelajaran problem-solving dengan
media flashcard diperoleh data aktivitas belajar siswa siklus I sebesar 2.42 dengan kategori cukup aktif, pada siklus II sebesar 3.18
dengan kategori aktif. Data hasil belajar siswa, dengan persentase ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar 36,84%, pada siklus II
terjadi peningkatan hasil belajar siswa menjadi 85%. Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan metode
pembelajaran problem-solving dengan media flashcard dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMPN 4 Praya Timur tahun pelajaran
2015/2016.

Kata Kunci: Metode Problem-Solving, Flashcard dan Hasil Belajar.

PENDAHULUAN jangka panjang. (2) memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui


Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari pengalaman belajar yang memadai. (3) membantu perkembangan
perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan penyesuaian diri
dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. (Slameto, 2013:79).
Perkembangan pesat dibidang teknologi, informasi dan Berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara
komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika dengan guru bidang studi matematika di SMPN 4 Praya Timur,
di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan pada tanggal 25 Juni 2015, sistem pembelajaran yang dilakukan di
matematika diskrit (Sutarto, 2013:1). sekolah belum sepenuhnya dapat mengembangkan kemampuan
Umumnya, pelajaran matematika di sekolah sering matematis siswa seperti kemampuan siswa dalam memahami
menjadi salah satu pelajaran yang ditakuti oleh sebagian besar konsep dan mengingat lebih lama konsep yang diajarkan serta
siswa. Menurut Ruseffendi, “Matematika (ilmu pasti) bagi anak- kemampuan siswa memecahkan masalah. Pembelajaran
anak merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi. Matematika matematika umumnya masih berlangsung secara tradisional
adalah ilmu yang abstrak, teoritis, penuh dengan lambang-lambang dengan karakteristik berpusat pada guru, sehingga guru lebih
dan rumus yang sulit dan membingungkan yang muncul atas mendominasi proses aktivitas pembelajaran di kelas sedangkan
pengalaman kurang menyenangkan ketika belajar matematika. siswa pasif.
Pemikiran yang seperti itu jelas akan mepengaruhi penguasaan Hal tersebut mengakibatkan rendahnya hasil belajar
matematika individu karena sebelumnya sudah ada rasa takut tidak siswa matematika dan ditunjukan pada nilai matematika siswa
bisa memahami pelajaran matematika dan malas. Akibatnya kelas VII semester genap SMPN 4 Praya Timur tahun pelajaran
pelajaran matematika tidak dipandang secara objektif lagi, mereka 2014/2015.
sudah terlebih dahulu tidak tertarik dengan matematika sebelum Tabel 1. Data Rekapulasi Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII
mencobanya (Maulana, 2008:1).” Semester Genap SMPN 4 Praya Timur
Pada dasarnya implikasi pembelajaran matematika Siswa Siswa Ketuntasan
adalah mendorong inisiatif dan memberi kesempatan berpikir No Kelas Rata- Yang Tidak Klasikal
berbeda; mendorong rasa ingin tahu, keinginan bertanya, Rata Tuntas Tuntas
kemampuan menyanggah dan kemampuan memperkirakan; 1 VII-1 69,19 12 9 57,142%
mendorong peserta didik menemukan struktur dan desain 2 VII-2 65 13 7 65 %
matematika; mendorong peserta didik menghargai penemuan 3 VII-3 64,04 10 11 47,61%
peserta didik lainnya, mendorong peserta didik berfikir reflaksif Sumber : Arsip guru kelas VII SMPN 4 Praya Timur tahun pelajaran
(Sutarto, 2013:35). 2014/2015
Saat kegiatan belajar mengajar guru mempunyai tugas Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat bahwa nilai ketuntasan
untuk mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar bagi klasikal kelas VII-3 lebih rendah dibandingkan ketuntasan klasikal
siswa, serta bertanggung jawab utuk melihat segala sesuatu yang kelas yang lain dan berada di bawah nilai KKM yang ditetapkan
terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. oleh sekolah yaitu 70. Hal ini mendorong peneliti menggunakan
Tugas guru berpusat pada (1) mendidik dengan memberikan arah kelas VII-3 sebagai objek penelitian.
dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun
ISBN: 978-602-74245-0-0 92
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Oleh karena itu guru perlu memiliki kemampuan proses penerapan metode pembelajaran problem-solving dengan
merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi yang di media flashcard dikumpulkan dengan tehnik observasi. Data
anggap cocok dengan siswa sehingga perlu diciptakan situasi mengenai hasil belajar siswa dikumpulkan melalui tes hasil belajar
dimana siswa dapat aktif, kreatif, dan responsif secara fisik. Untuk siswa.
belajar matematika siswa harusnya membangunnya untuk diri Tehnik analisis data dalam penelitian ini yaitu
mereka, mengeksplorasi, menggambarkan, mendiskusikan, 1. Data tes hasil belajar
menguraikan, menyelidiki dan pemecahan masalah, sehingga Setelah memperoleh data hasil tes
pembelajaran menjadi lebih efektif dan peserta didik mampu belajar maka data tersebut dianalisi dengan mencari
menemukan dan memecahkan masalah (Sutarto, 2013:38). ketuntasan belajar, kemudian dianalisis secara kuantutatif.
Salah satu metode yang mengajar siswa untuk a. Ketuntasan individu
memecahkan masalah adalah metode problem-solving. Upaya Setiap siswa dalam proses belajar Analisis
yang akan peneliti terapkan yaitu memadukan antara metode untuk mengetahui tes hasil belajar digunakan
pembelajaran problem-solving dengan media pembelajaran persamaan berikut :
flashcard. Problem-solving adalah suatu strategi yang merangsang
siswa untuk berpikir, menganalisis suatu persoalan dan
___
X 
X
menemukan pemecahannya serta mampu mengambil kesimpulan n
dari apa yang dipelajari. Flashcard adalah kartu bergambar yang Keterangan
dilengkapi konsep materi dan sebagai alternatif penyelesaian ___
masalah yang bertujuan agar siswa lebih cepat memahami dan X = Nilai rata-rata (Mean)
mengingat konsep pelajaran. Selain itu, flashcard juga sangat
menarik, mudah dibawa, bernilai ekonomis dan menyenangkan, X = Jumlah skor yang diperoleh siswa
(Nurseto, 2011:26). n = Banyak subyek
Berdasarkan latarbelakang diatas tujuan penelitian ini
adalah untuk meningkatkat hasil belajar matematika siswa dengan b. Ketuntasan Klasikal
penerapkan metode problem-solving dengan media flashcard pada Nilai evaluasi diperoleh setelah dilakukan
siswa kelas VIII SMPN 4 Praya Timur. tindakan kelas, kemudian dianalisis untuk mengetahui
ketuntasan hasil belajar. Ketuntasan hasil belajar secara
METODE klasikal dihitung dengan menggunakan rumus:
1. Metode pembelajaran Problem solving 𝑥
KI = 𝑥 100%
Metode problem solving adalah rangkaian penyajian 𝑧
Keterangan:
materi ajar dengan diawali penjelasan materi secara umum,
KK = ketuntasan Klasikal
penyiapan alat alat sebagai bahan pemecahan masalah
X = jumlah siswa yang tuntas secara
seperti flashcard, memberi gambaran penjelasan secara
individu (≥70)
umum masalah yang dipecahkan. Pemberian masalah
Z = jumlah seluruh siswa
bersifat realistis sebagai penerapan langsung matematika
dalam kehidupan sehari hari. Masalah tersebut diamati oleh Penentuan nilai 70 dan ketuntasan secara
klasikal 85% ini berdasarkan pada kriteria ketuntasan
siswa secara kelompok kemudian didiskusikan, serta
minimal (KKM) dan ketuntasan secara klasikal yang
memecahkan masalah sampai menemukan penyelesaiannya
ditetapkan oleh sekolah yang bersangkutan
kemudian menarik kesimpulan dari masalah tersebut.
2. Data Aktivitas Siswa
2. Flashcard
a) Pedoman Pemberian Skor
Flashcard adalah media pembelajaran dalam bentuk
Setiap indikator perilaku siswa pada penelitian
kartu bergambar. Objek gambar dibuat dengan aplikasi
ini, cara pemberian skornya berdasarkan pedoman
komputer, dicetak dengan kertas HVS dan di tempelkan pada
kardus bekas dengan ukuran yang dapat disesuaikan. Kartu berikut ini:
Skor 4 : diberikan jika 75% < D ≤ 100% (16 ─
ini dijadikan sebagai konsep pengingat materi atau sebagai
21 siswa) melakukan descriptor yang dimaksud.
penyaji masalah dan penyelesaiannya. Flashcard memiliki
Skor 3 : diberikan jika 50% < D ≤ 75% (10 ─
kelebihan antara lain menyenangkan, menarik, mudah dibuat,
15 siswa) melakukan descriptor yang dimaksud.
dan mudah dibawa.
Skor 2 : diberikan jika 25% < D ≤ 50% (4 ─ 9
3. Hasil Belajar
siswa) melakukan descriptor yang dimaksud.
Hasil belajar adalah hasil yang dicapai individu
Skor 1 : diberikan jika 0% < D ≤ 25 % (0 ─ 3
setelah pembelajaran metode pembelajaran Problem-solving
dengan media flashcard diterapkan. Data hasil belajar siswa siswa) melakukan descriptor yang dimaksud.
b) Menghitung skor aktivitas belajar siswa dengan
diperoleh dengan memberikan soal tes berbentuk tes essay.
Hasil belajar yang dicapai siswa ≥ 70 berdasarkan KKM yang rumus :
ditetapkan sekolah dengan ketuntasan klasikal 85%.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini AS 
 Xi
adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). ni
Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 4 Praya Timur pada semester Keterangan:
ganjil tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian tindakan kelas. AS = Skor rata-rata aktivitas belajar siswa.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil
belajar dan lembar hasil. Tehnik pengumpulan data dalam
 Xi = Jumlah skor aktifitas siswa masing-
penelitian ini adalah data mengenai aktivitas belejar siswa dalam masing indicator.
ISBN: 978-602-74245-0-0 93
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
ni = Banyaknya item (indicator) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
c) Menentukan skor indikator aktifitas siswa Penelitian tindakan kelas .(PTK) ini di laksanakan di SMPN
Untuk menilai katagori aktivitas 4 Praya Timur kelas VIII-3 berjumlah 21 orang. Penelitian tindakan
siswa ditentukan terlebih dahulu MI (Mean Ideal) kelas dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan
dan SDI (Standar Deviasi Ideal) dengan menerapkan metode problem-solving dengan media flashcard.
berpedoman pada skor aktivitas siswa di atas. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, siklus I dan siklus II.
Menentukan MI (Mean Ideal) dan SDI Karena hasil evaluasi siklus I belum mencapai indikator penelitian
(Standar Deviasi Ideal) dengan rumus sebagai sehingga penelitian dilanjutkan ke siklus II. Adapun hasil penelitian
berikut: tindakan kelas ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
1 Siklus I
MI  (Skor Tertinggi + Skor Terendah) (a) Hasil observasi aktivitas guru siklus I
2
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh guru bidang
1 studi matematika (Observer) selama proses belajar
SDI  .MI
3 mengajar berlangsung yang dilakukan oleh observer dengan
Data aktivitas siswa dikatakan mengisi lembar yang disiapkan. Adapun hasilnya sebagai
berhasil apabila skor aktivasi belajar siswa minimal berikut:
berkategori aktif. Tabel 2. Hasil Observasi Kegiatan Guru Siklus I
3. Aktivitas Mengajar Guru. Pertemuan I II
a. Untuk menentukan skor aktivitas guru digunakan Total skor aktivitas guru 16 17
rumus ; Banyaknya indicator 6 6
Ag 
X Nilai rata-rata 2,66 2,83
i Skor rata-rata aktivitas siswa 2,74
Keterangan: Kategori Cukup aktif
Ag = Skor rata-rata aktivitas guru
X = Jumlah skor masing-masing
(b) Hasil obsvervasi kegiatan siswa
Berdasarkan hasil observasi belajar siswa oleh observer
Indikator terdapat beberapa hambatan dan kekurangan dalam
I = Banyaknya indicator aktivitas belajar,antara lain:
b. Menentukan MI (Mean Ideal) dan SDI (Standar 1. Siswa masih kurang aktif dalam kegiatan belajar dan
Deviasi Ideal) dengan rumus sebagai berikut : tidak berani membantah jawaban siswa yang lain
1 2. Siswa yang mampu kurang peduli dengan teman yang
MI  (Skor Tertinggi + Skor
belum mampu memahami materi dan tidak mau
2
Terendah) menjelaskannya
3. Siswa kurang aktif dalam menyimpulkan hasil
1
SDI  .MI pembelajaran dan menaggapi jawaban teman
3 Hasil aktivitas siswa dapat dilihat pada tabel berikut
Setiap indicator aktivitas guru pada Tabel.3 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I
penelitian ini mengikuti aturan sebagai berikut : Pertemuan I II
a. Skor 4 diberikan jika semua descriptor yang Jumlah siswa yang hadir 19 21
Nampak. Total skor aktivitas siswa 17 21,45
b. Skor 3 diberikan jika 3 deskriptor yang Banyaknya indicator 8 8
Nampak. Nilai rata-rata 2,12 2,68
c. Skor 2 diberikan jika 2 deskriptor yang Skor rata-rata aktivitas siswa 2,42
Nampak. Kategori Cukup aktif
d. Skor 1 diberikan jika semua descriptor tidak
Nampak (c) Hasil evaluasi belajar
Indikator Kerja Evaluasi dilakukan pada akhir siklus yaitu pada
Yang menjadi indikator keberhasilan Penelian Tindakan pertemuan ke-tiga. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah
Kelas (PTK) ini adalah mencapai hasil belajar matematika siswa sudah memahami dengan baik materi yang telah
melalui penerapan metode pembelajaran problem- solving diajarkan. Untuk mengetahui hasil belajar siswa digunakan tes
dengan menggunakan media flashcard dengan ketentuan dalam bentuk essay.
berikut
1. Aktivitas siswa dikatakan meningkat apabila minimal
aktivitas belajar siswa berkatagori aktif dan aktivitas
mengajar guru dikatakan telah meningkat apabila
minimal berkatagori baik
2. Hasil belajar siswa dikatakan meningkat apabila
ketuntasan klasikal ≥ 85%, skor individu siswa dikatakan
tuntas apabila mencapai skor ≥ 70 dari skor maksimal
100.

ISBN: 978-602-74245-0-0 94
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

100 hasilnya sebagai berikut:


Tabel 5. Hasil Observasi Kegiatan Guru Siklus II
80 Pertemuan I II
Total skor aktivitas guru 21 22
60 Banyaknya indicator 6 6
Tuntas Nilai rata-rata 3.5 3.66
40 Skor rata-rata aktivitas siswa 3.58
tidak Tuntas
Kategori Aktif
20
(b) Hasil observasi aktivitas siswa siklus II
0 Pada siklus II kegiatan belajar siswa karena siswa sudah
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 aktif mengikuti proses belajar mengajar. Hasil aktivitas siswa
dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 6. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II
Gambar 1. Hasil evaluasi belajar siklus I
Pertemuan I II
Jumlah siswa yang hadir 19 21
Tabel 4. Ringkasan Hasil Evaluasi Siklus I
Total skor aktivitas siswa 25,3 25,7
Item Siklus I
Banyaknya indicator 8 8
Jumlah siswa 21 Nilai rata-rata 3,16 3.21
Jumlah siswa yang mengikuti tes 19 Skor rata-rata aktivitas siswa 3.18
Nilai tertinggi 93 Kategori Aktif
Nilai terendah 28
Jumlah siswa yang tuntas 7 (c) Hasil evaluasi belajar
Jumlah siswa yang tidak tuntas 13 Evaluasi belajar siswa dilaksanakan pada pertemuan 3
Nilai rata-rata 58 siklus II. Evaluasi dilakukan dengan memberikan soal yang
Ketuntasan klasikal 36,84 % bersifat uraian sebanyak 5 soal.
Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilaksanakan pada
(d) Refleksi siklus II diperoleh data seperti pada tabel berikut ini:
Berdasarkan hasil observasi diperoleh data aktivitas
siswa sebesar 2,42 dengan kategori cukup aktif, data aktivitas
guru sebesar 2,74 sedangkan Ketuntasan klasikal 36,84%. 100
Hal tersebut sangat jauh dari Ketuntasan yang diharapkan, hal 80
tersebut mendorong peneliti untuk melanjutkan penelitian ke
siklus II. 60
Adapun beberapa kekurangan-kekurangan yang Tuntas
terdapat yang menjadi kendala tidak tercapai hasil belajar 40
Tidak Tuntas
yang memuaskan pada siklus I dan akan diperbaiki pada
20
siklus II diantaranya:
i. Pada saat memberikan pendahuluan sebaiknya guru 0
harus memberikan motivasi lebih kepada siswa untuk 1 3 5 7 9 111315171921
belajar dan berani mengeluarkan pendapat dan
bertanya Gambar 2. Hasil evaluasi belajar siklus I
ii. Guru harus membimbing siswa dalam diskusi sehingga Tabel 7. Data Hasil Evaluasi Siklus II
mendorong siswa untuk mengeluarkan pendapat.
iii. Guru harus mendampingi siswa dan memfasilitasi Item Siklus II
dalam kegiatan belajar terutama siswa yang masih Jumlah siswa 21
kesulitan dalam menemukan konsep dan penyelesaian Jumlah siswa yang mengikuti tes 21
masalahnya.
Nilai tertinggi 95
iv. Guru harus mampu meminimalisasikan kondisi yang
dapat menggangu kegiatan belajar sehingga siswa Nilai terendah 28
belajar dengan baik Jumlah siswa yang tuntas 18
v. Guru harus aktif dalam mengatur waktu dan jalannya Jumlah siswa yang tidak tuntas 3
diskusi Nilai rata-rata 79
vi. Guru dapat mengarahkan siswa memanfaatkan waktu Ketuntasan klasikal 85%
se-efisien mungkin.
Siklus II (d) Refleksi
(a) Hasil observasi aktivitas guru siklus II Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi pada siklus II
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh salah dapat dikatakan bahwa aktivitas belajar siswa mengalami
satu guru bidang studi matematika (Observer) selama peningkatan dari siklus I sebesar 2,42 dengan katagori cukup
proses belajar mengajar berlangsung yang dilakukan oleh aktif menjadi 3,18 pada siklus II dengan kategori aktif. Begitu
observer dengan mengisi lembar yang disiapkan. Adapun juga dengan hasil evaluasinya, dimana pada siklus I
ISBN: 978-602-74245-0-0 95
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
ketuntasan klasikal hanya mencapai 38,84% meningkat dalam memberikan respon antara siswa dengan siswa maupun
menjadi 85% pada siklus II. guru, siswa tidak lagi bergantung pada temannya mampu menarik
kesimpulan hasil diskusinya. Dari hasil analisis lembar kerja
PEMBAHASAN flashcard siswa sudah bisa mengamati, merencanakan masalah,
Hasil penelitian pada siklus I diperoleh nilai rata rata kelas menyelesaikan masalah dan menarik kesimpulan sementara dari
sebesar 58,5 dan ketuntasan klasikal sebesar 36,84% (sebanyak 7 pemechan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat
orang dari 21 siswa yang tuntas) dengan skor aktivitas siswa 2,42 (Hamdani,2011:84) bahwa pemecahan masalah (problem-solving)
berkategori cukup aktif. merupakan metode kegiatan pembelajaran dengan melatih siswa
Penyebab rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa pada menghadapi berbagai masalah, baik masalah pribadi maupun
siklus I diantaranya interaksi siswa dengan guru masih kurang, hal masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-
ini karena siswa masih malu dan belum mempersiapkan diri untuk sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan
mengikuti pembelajaran serta belum beradaptasi dengan guru penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
baru, siswa enggan untuk bertanya, kerja sama kelompok masih Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa metode
kurang kegiata diskusipun ribut karena terdapat kelompok yang pembelajaran problem solving dapat meningkatkan hasil belajar
mengalami perdebatan pendapat, hal ini menurut Djamarah dan siswa. Hal ini disebabkan karena metode problem solving
Zain (dalam Fatmalia,2014:63) bahwa pada saat diskusi kelompok merupakan suatu metode yang memposisikan siswa sebagai
mungkin dikuasi oleh orang-orang yang suka bicara atau ingin pelaku belajar sehingga siswa lebih berperan aktif dalam berbagai
menonjolkan diri dan diskusi pada kelompok besar sangat sulit kegiatan dikelas seperti diskusi, bertanya, dan mengeplorasikan
untuk diterapkan. Kondisi belajar yang tidak kondusif sebab siswa hasil diskusi didepan kelas dan kegiatan-kegiatan lain yang dapat
masih banyak yang main-main ketika kegiatan belajar berlangsung, mendukung berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Dilihat dari
dan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari masih hasil diskusi siswa, siswa sudah mampu memahami masalah dan
kurang. Selain itu penggunaan waktu yang tidak efektif karena merencanakan masalah siswa sudah mampu mengerjakan dengan
problem solving membutuhkan waktu yang cukup banyak. Menurut benar. Siswa sudah bisa mencari nilai suatu konstanta yang
(Slavin, 2005: 277) bahwa para siswa mungkin tadinya hanya diminta dengan rumus kemiringan, sedangkan untuk mencari
mengerjakan lembar kegiatan mereka saja dan berpikir bahwa koordinat suatu titik, secara umum siswa belum mengerti.
mereka sudah selesai jika lembar kegiatannya selesai dikerjakan,
tanpa memperdulikan atau menyadari apakah teman satu timnya KESIMPULAN
telah memahami materi tersebut. Sedangkan (Hamdani, 2011: 86) Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil
bahwa problem-solving memerlukan alokasi waktu yang lebih penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa “Penerapan Metode
panjang dalam pemecahan masalah. Pembelajaran Problem-Solving dengan Media Flashcard Dapat
Adapun masalah yang dihadapi siswa dalam menjawab Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 4
soal antara lain: Praya Timur tahun pelajaran 2015/2016 melalui sintak
 Menggambar grafik persamaan, berdasarkan analisis guru pembelajaran yang diawali dengan penjelasan materi secara
dikarenakan skala tiap titik tidak tepat dan terlalu rapat umum oleh guru, persiapan alat yang dibutuhkan dalam
sehingga mengakibatkan garis yang dihubungkan tidak pemecahan masalah (flashcard), membagi kelompok kecil 3-4
membentuk garis lurus. Siswa sudah mampu memahami orang pada tiap kelompok dan membagikan flashcard pada
masalah (apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan) dan masing-masing kelompok, menjelaskan masalah yang akan
merencanakan masalah (misalkan), namun masih terjadi dipecahkan, siswa mengajukan pertanyaan terhadap masalah,
kekeliruan dalam menyelesaikan masalah yaitu menggambar dilanjutkan dengan guru meminta siswa untuk mediskusikan
grafik persamaan garis lurus. Siswa sudah mampu memahami masalah, memahami masalah, mencari keterangan yang dapat
masalah sedangkan untuk merencanakan masalah dan digunakan sebagai pemecahan masalah (merencanakan
menyelesaikan masalah serta menarik kesimpulan siswa masalah), menetapkan jawaban sementara dari masalah kemudian
masih keliru. secara bergantian setiap kelompok memaparkan hasil diskusinya
 Siswa sudah mampu memahami dan merencanakan masalah di depan kelas sedangkan kelompok lain menanggapi serta
namun siswa masih kurang dalam menyelesaikan masalah menarik kesimpulan dari masalah yang dipecahkan. Hal tersebut
dengan metode eliminasi serta mensubtitusi nilai suatu variable dibuktikan dengan adanya peningkatan ketuntasan klasikal belajar
pada persamaan. siswa siklus I yaitu 36,84% menjadi 85% pada siklus II, sedangkan
Pada siklus II diperoleh nilai rata rata kelas sebesar 79 dan aktitas belajar siswa meningkat dari skor 2,42 pada siklus I dengan
ketuntasan klasikal sebesar 85% (sebanyak 18 orang dari 21 siswa katagori cukup baik menjadi 3,18 dengan katagori aktif pada siklus
yang tuntas) dengan skor aktivitas siswa 3,18 berkategori aktif. II.
Proses pem belajaran pada siklus II sudah berjalan efektif,
guru menghimbau dan memotivasi siswa agar tidak malu SARAN
mengungkapkan pendapat dan pertanyaan kepada guru mengenai Saran-saran yang dapat disampaikan dengan hasil penelitian ini
hal-hal yang belum dimengerti, melakukan tanya jawab mengenai adalah:
materi prasyarat dalam pembelajaran dan konsep-konsep penting 1. Diharapkan kepada guru matematika untuk mencoba
yang menunjang kegiatan diskusi serta guru memberi bimbingan mengimplementasikan pembelajaran problem solving
yang merata ke masing-masing siswa dalam membuat suatu dengan media flashcard dalam proses pembelajaran karena
kesimpulan disetiap akhir pertemuan serta guru mampu menarik dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
perhatian siswa agar tidak terpengaruhi oleh faktor lingkungan 2. Diharapkan kepada pihak sekolah agar hasil penelitian ini
sekolah saat belajar. Hal tersebut bertimbal balik pada siswa dapat memberikan sumbangan pemikiran sebagai bentuk
dimana siswa lebih aktif untuk bertanya ketika ada yang belum inovasi pembelajaran kyang mendukung system
dimengerti, siswa aktif dalam diskusi kelompok, partisipasi siswa pembelajaran yang telah ada.
ISBN: 978-602-74245-0-0 96
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
3. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut diharapkan hcard_tejo.pdf) (diakses tanggal 16 agustus 2015 pukul
mencoba menerapkannya pada kelas lain untuk pokok 19.14 wita).
bahasan yang berbeda. Pete, Era. 2015. Desain Media Pembelajaran Komik Berbasis
Kearifan Lokal Dan Penerapannya Untuk Meningkatkan
DAFTAR PUSTAKA Aktivitas Dan Hasil Belajar. IKIP MATARAM
Hamdani, 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Slameto. 2013. Belajar dan Factor-Faktor yang Mempengaruhinya.
Setia. Jakarta: Rineka Cipta.
Maulana, Kharisma Eka. 2008. Proses berpikir siswa dalam Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning teori,riset dan
menyelesaikan soal cerita di SMU kelas X. Skripsi: praktik. Bandung: Nusamedia
Unesa. Sutarto, Syarifuddin. 2013. Desain Pembelajaran Matmatika.
Nurseto, T. 2011. Membuat Media Pembelajaran yang Menarik Yogyakarta: Samudra Biru.
(https://riskyardianti18.files.wordpress.com/2014/01/flas

ISBN: 978-602-74245-0-0 97
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN EBOOK BERBASIS ANDROID SEBAGAI SARANA PRAKTIS ALTERNATIF MEDIA AJAR
BAGI MAHASISWA FIP IKIP MATARAM
Fitri Astutik1 & Menik Aryani2
1Program Studi Teknologi Pendidikan, FIP IKIP Mataram
2Program Studi Administrasi Pendidikan, FIP IKIP Mataram

E-mail: 1pietrie_utomo@yahoo.com, 2manik.aryani@yahoo.com

Abstrak: Seorang Dosen dalam sistem pembelajaran saat ini dituntut memperhatikan buku ajar dan referensi lain. Sebagian besar dosen
menggunakan buku ajar untuk mengembangkan pokok bahasan dalam mata kuliah yang diampunya. Perlu persiapan yang matang baik
dari segi isi content bukunya, juga dari segi finansialnya untuk proses pencetakan. Sisi lain perkembangan teknologi informatika dewasa
ini telah mampu menggeser kebiasaan semua orang dalam hal membawa buku dan membacanya. Sebagian besar mahasiswa lebih
nyaman membawa smartphone atau gadget nya yang dianggap oleh mereka lebih simple dan ringan untuk dibawa. Ebook merupakan
Electronic Book atau buku elektronik. Menggunakan sarana Ebook memiliki banyak keuntungan salah satunya yaitu lebih efisien karena
menghemat kertas dan ruang karena kita tidak perlu menenteng-nenteng buku-buku tebal dan berat. Buku elektronik ini tersusun secara
digital sehingga siapa pun dapat membacanya di smartphone dan gadget lainnya. Berhubung hampir semua mahasiswa saat ini memiliki
smartphone atau gadget dan lebih mudah mengakses materi menggunakan fasilitas internet di Indonesia, khususnya di Fakultas Ilmu
Pendidikan IKIP Mataram, maka hadirnya aplikasi Ebook ini diharapkan mampu membantu mahasiswa dalam mengakses bahan ajar
mata kuliah dari dosennya. Pada artikel ini akan membahas tentang pengembangan bahan ajar Ebook berbasiskan HTML. Software yang
akan digunakan adalah menggunakan pemrograman Android. Software ini rencana akan masuk di aplikasi Android secara free atau gratis.
Obyek penelitian memanfaatkan pengembangan bahan ajar pada mata kuliah Aplikasi Dasar Komputer. Tempat penelitian dilakukan di
Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram. Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif yang memaksimalkan
objektivitas desain dalam penelitian dengan memakai struktur dan percobaan terkontrol. Analisa sistemnya menggunakan metode SDLC
dengan model Waterfall dan untuk pengujian sistem serta implementasinya menggunakan metode pengujian White Box. Hasil penelitian
ini sudah mendekati 85% berhasil karena belum proses upload ke perangkat Android. Dalam waktu dekat ini akan dilakukan proses Upload
ke perangkat Android karena saat ini masih dalam tahap proses editing isi content nya.

Kata Kunci: Ebook, Android, HTML, SDLC, Waterfall, sWhite Box.

PENDAHULUAN Android adalah sistem operasi berbasis Linux yang


Sebagian besar dosen menggunakan buku ajar untuk dipergunakan sebagai pengelola sumber daya perangkat keras,
mengembangkan pokok bahasan dalam mata kuliah yang baik untuk ponsel, smartphone dan juga tablet. Software adalah
diampunya. Perlu persiapan yang matang baik dari segi isi content komponen-komponen dalam data processing system, fungsi dari
bukunya, juga dari segi finansialnya untuk proses pencetakan. Sisi perangkat lunak adalah menyiapkan aplikasi program sehingga
lain perkembangan teknologi informatika dewasa ini telah mampu tata kerja seluruh peralatan komputer lebih terkontrol (Mohamad
menggeser kebiasaan semua orang dalam hal membawa buku dan Arif Sudarsono) , Krisnawati (2014)). Adapun perangkat lunak yang
membacanya. Sebagian besar mahasiswa lebih nyaman di gunakan adalah Appsgeyser. Menurut Hanif Irsyad (2015),
membawa smartphone atau gadget nya yang dianggap oleh dalam bukunya menyatakan bahwa Appsgeyser adalah sebuah
mereka lebih simple dan ringan untuk dibawa. Menurut Wahyuni portal online yang pertama di dunia dimana penggunaannya dapat
(2014) dalam jurnal penelitiannya bahwa Model pembelajaran yang membuat aplikasi untuk platform android dengan sangat mudah.
secara umum digunakan dosen dalam pembelajaran adalah model Appsgeyser bisa membangun sebuah aplikasi android tanpa harus
klasikal dalam bentuk ceramah (secara dominan) dan latihan- memasukkan satupun kode pemrograman. Untuk alamat
latihan yang kurang terprogram. Pembelajaran yang demikian Appsgeyser sendiri adalah www.appsgeyser.com.
biasanya menjadikan mahasiswa kurang mandiri karena terlalu Metode pengembangan sistem model pendekatan SDLC
mengandalkan penjelasan dosen, dan latihan dikerjakan hanya (System Development Life Cycle) dengan model waterfall karena
kalau ditugaskan. memiliki pendekatan yang sistematis dengan menerapkan daur
Perkembangan sains dan teknologi mengubah buku hidup dalam pengembangan sistem perangkat lunaknya dan jika
menjadi perangkat digital yang bernama e-book. Perkembangan e- terjadi kesalahan pada salah satu tahap maka tidak harus
book diawali dari majalah, koran atau surat kabar yang dapat mengulang dari awal tahap pengembangan, hanya perlu dikoreksi
dinikmati pembacanya (R.D Cahyanti dan I.Akhlis, 2015). saja pada tahap yang terjadi kesalahan atau salah satu tahap
Menggunakan sarana Ebook memiliki banyak keuntungan salah sebelumnya (Sigit Wahyudi, 2010).
satunya yaitu lebih efisien karena menghemat kertas dan ruang Penelitian ini merujuk pada beberapa jurnal penelitian
karena kita tidak perlu menenteng-nenteng buku-buku tebal dan yang sudah dilakukan oleh peneliti lainnya, di antaranya adalah:
berat. Buku elektronik ini tersusun secara digital sehingga siapa 1. Mohamad Arif Sudarsono dan Krisnawati (2014) dalam Jurnal
pun dapat membacanya di smartphone dan gadget lainnya. Hampir Ilmiah DASI vol.15 No. 02 Juni 2014, hlm 35-40, yang berjudul
semua mahasiswa saat ini memiliki smartphone atau gadget dan Analisa Dan Perancangan Aplikasi “Fun 2D Shapes
lebih mudah mengakses materi menggunakan fasilitas internet di Learning” Berbasis Mobile Android, bahwa aplikasi Android
Indonesia, khususnya di Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram, yang peneliti telah ciptakan ini berhasil membantu dan
maka hadirnya aplikasi Ebook ini diharapkan mampu membantu memfasilitasi para guru dan siswa dari sekolah dasar (SD)
mahasiswa dalam mengakses bahan ajar mata kuliah dari untuk mengetahui jenis 2D Bentuk, sifat 2D Bentuk, dan
dosennya. bagaimana untuk menghitung luas dan keliling 2D Bentuk.

ISBN: 978-602-74245-0-0 98
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
2. Rifiana Arief dan Naeli Umniati, 2012. Vol.21, No.2 dalam 1. Rekayasa sistem / Perencanaan. Tahap ini merupakan dimulai
Jurnal Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan yang berjudul dengan menetapkan bagian yang diperlukan oleh piranti lunak
PENGEMBANGAN VIRTUAL CLASS UNTUK yang ada dan dilanjutkan dengan menentukan beberapa
PEMBELAJARAN AUGMENTED REALITY BERBASIS bagian dari yang diperlukan untuk piranti lunak.
ANDROID. Hasil penelitian ini adalah berhasilnya 2. Analisis. Tahap ini merupakan proses pengumpulan data yang
diimplementasikan pengembangan konten virtual class untuk difokuskan untuk pembuatan piranti lunak. Pada tahap ini
pembelajaran augmented reality. Metode penelitian yang meliputi gambaran umum media ajar yang digunakan di FIP
dilakukan adalah Persiapan menyusun satuan acara IKIP Mataram, sistem yang berjalan dan sistem yang
perkuliahan “Augmented Reality pada Telepon Genggam ditawarkan. Gambar 2.2 berikut merupakan gambaran sistem
berbasis Android”, Menganalisa dan mengembangkan konten yang sedang berjalan. Dan gambar 2.3 merupakan gambaran
materi pembelajaran, merancang storyboard dan membuat sistem yang diusulkan.
website virtual class. 3. Perancangan (design). Tahap ini mendefinisikan kebutuhan-
3. Yayu Laila Sulastri dan Luki Luqmanul Hakim ( 2014) dalam kebutuhan fungsional dan persiapan untuk rancang bangun
Jurnal Pengajaran JPMIPA Vol 19, No.2, yang berjudul implementasi dari sistem tersebut. Berikut kebutuhan-
Pembelajaran Berbasis Mobile, bahwa aplikasi Android pada kebutuhan fungsional yang harus disiapkan :
penelitian ini berhasil mengunduh aplikasi materi pelajaran Kebutuhan Hardware:
untuk diinstall di telepon selular (handphone). a. Laptop merk Asus Series A43S,
Dari studi pustaka dan uraian dari jurnal penelitian yang b. Processor intel core i3,
sudah peneliti temukan, selama ini masih belum dilakukan c. HDD 640GB,
penelitian pengembangan Ebook berbasis kan HTML d. Memory 4 GB NVIDIA GEFORCE.
menggunakan perangkat Android dengan memanfaatkan software e. HP berbasis aplikasi Android
Appsgeyser sebagai media ajar alternatif praktis pada mahasiswa Kebutuhan Software:
di FIP IKIP Mataram. Berdasarkan latar belakang di atas, a. Pemrograman Android
dirumuskan permasalahan yakni: Bagaimana merancang dan b. Aplikasi AppsGeyser
membuat aplikasi Ebook berbasis HTML sebagai sarana praktis Bahan:
alternatif media ajar bagi mahasiswa di FIP IKIP Mataram. Adapun Data percobaan ini berupa bahan ajar dari mata kuliah Aplikasi
tujuan penelitian ini adalah sebagai salah satu pengembangan Komputer yang isi materinya diambil dari berbagai sumber
media ajar berbasis Android sebagai sarana praktis alternatif bagi referensi.
mahasiswa di FIP IKIP Mataram. 4. Pengujian (Testing). Adapun testing terhadap program
dilakukan dengan menggunakan metode white box. Pengujian
METODE terhadap perangkat lunak yang dibangun dilakukan oleh:
Penelitian ini termasuk model pengembangan sistem a. Dosen sebagai pembuat aplikasi Ebook
yang mencakup beberapa tahapan. Penjabaran secara bagan b. Mahasiswa sebagai pemakai atau user.
metode kuantitatif pada langkah-langkah penelitian ini bisa dilihat 5. Peneliharaan (Maintenance). Perubahan akan terjadi setelah
di Gambar 1 berikut. piranti lunak digunakan oleh pengguna. Perubahan-perubahan
yang terjadi pada software aplikasi disesuaikan dengan
perubahan lingkungan eksternal, contohnya adanya
perubahan teknologi ter-update yang perlu mahasiswa tahu
dan dimasukkan ke dalam Ebook tersebut.
Tahap kelima perlu diadakan pembahasan secara ilmiah
hasil penelitian. Dan tahap akhirnya atau tahap keenam adalah
menarik kesimpulan dari hasil penelitian.

Gambar 1. Langkah-langkah Penelitian


Gambar 1 menjelaskan bahwa sebelum dilakukan
pembuatan sistem, yang harus dilakukan adalah studi pustaka
terlebih dahulu. Studi pustaka meliputi informasi bacaan-bacaan
bersumber dari jurnal-jurnal penelitian yang sudah dilakukan
penelitian yang mirip dan bacaan referensi dari buku-buku yang
berkaitan dengan obyek yang akan diteliti dan yang bisa
dipertanggung jawabkan. Studi pustaka ini juga dilakukan dari hasil
riset dilapangan baik bersumber dari pengalaman peneliti maupun
dari sumber pemakai sistem itu sendiri, yaitu mahasiswa. Langkah
kedua mengidentifikasi kebutuhan penelitian baik secara hardware
atau software serta merumuskan permasalahan hasil penelitian
survey dilapangan. Sehingga menghasilkan sebuah tujuan akhir
yang diharapkan akan tercapai pada peelitian ini. Langkah ketiga
proses perencanaan pembuatan dan analisa sistem. Pada tahap
ketiga hingga keempat ini menggunakan metode pengembangan
sistem yang disebut SDLC (System Development Life Sycle).
Tahap ini terdapat beberapa langkah yang harus dilalui yaitu:

ISBN: 978-602-74245-0-0 99
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Alur Sistem Yang Sedang Berjalan Saat Mahasiswa Menerima Bahan Ajar
Dosen Mahasiswa

Start
Mengikuti
Perkuliahan

Mengajar
Unduh Bhn ajar

Beri Bhn ajar (ppt)


Lihat materi

Materi Per-
Pertemuan
Materi Per-
Pertemuan

Tidak
Pilih

ya

End

Gambar 2. Alur Proses Sistem Yang Sedang Berjalan (Sumber : Diolah oleh Penulis)

Gambar 2 menjelaskan sebagai berikut: Saat perkuliahan 1. Persiapan menyusun Silabus Acara Perkuliahan (SAP).
dimulai dikelas, seorang dosen mengajar mahasiswa di kelas Penyusunan SAP diperoleh melalui referensi yang
sesuai dengan mata kuliah yang diampunya. Mahasiswa mengikuti sudah diberikan oleh FIP IKIP Mataram. Tabel 1 adalah Satuan
perkuliahan di kelas. Saat mengajar seorang Dosen memberikan Acara Perkuliahan Mata Kuliah Aplikasi Komputer. Pada mata
materi per pertemuan adalah satu pokok bahasan. Usai kuliah SAP akan dilakukan 14 kali pertemuan, dengan 2 SKS.
perkuliahan, mahasiswa mengunduh materi setiap pertemuan di Pada Tabel 1 merupakan contoh silabus beberapa penggal
kelas. Mahasiswa melihat isi materi perkuliahan, selanjutnya akan yang akan dipakai pada penyusunan materi di Ebook.
memilih untuk memtuskan unduh isi materi, jika keputusannya ya,
maka isi materi perkuliahan hari tersebut akan terunduh, jika
pilihannya tidak untuk mengunduh, maka seorang mahasiswa
hanya melihat isi materi saja.

Gambar 3. menggambarkan alur proses sistem yang diusulkan.


Tiap proses digambar tersebut sudah sangat jelas untuk
dipahami.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kegiatan penelitian yang dilakukan dalam
pengembangan Ebook berbasis HTML adalah sebagai berikut:
ISBN: 978-602-74245-0-0 100
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 1. SAP Aplikasi Dasar Komputer
Pertemuan Ke Tanggal Materi Perkuliahan
Pelaksanaan Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan
1 1. Pengantar Aplikasi 1.1 Aplikasi Pengolah kata (Word)
Komputer 1.2 Aplikasi spreadsheet (Excel)
1.3 Aplikasi Presentasi (PowerPoint)
1.4 Aplikasi Email (Outlook)
1.5 Aplikasi Browser Explorer (IE) dan
Search Engine Google
1.6 Aplikasi Publikasi (FrontPage)
2 2. Program Office
2.1. Memulai program office
(Pengenalan Antarmuka
Microsoft Word 2010)
2.2. Pengaturan Layout Halaman
2.3. Text Formatting
2.4. Paragraph Formatting
2.4. Menyalin dan Memindahkan
Text atau Gambar
2.6. Membatalkan Kesalahan
dengan Undo & Redo
2.7. Mencari dan Menggati Text
2.8. Menggunakan Spelling &
Grammar
2.9. Penyimpanan dan Pencetakan
Dokumen
3 3. Membuat Dokumen 3.1 Menampilkan jendela word
dengan Word 3.2 Mengubah tampilan dokumen
3.3 Memeriksa ejaan dan tatabahasa
3.4 Mencari kata yang tepat
3.5 Mencari okumen

4 4. Memformat Dokumen 4.1 Memformat teks


dengan Word 4.2 Mengatur teks
4.3 Mengatur tabulasi paragraf
4.4 Membuat daftar bernomor
4.5 Bekerja dengan template
4.6 Menyisipkan halaman
4.7 Memberi alamat pada amplop dan label
5 5. Memperindah dokumen 5.1 Membuat header dan footer
5.2 Menyisipkan nomor halaman serta tanggal
dan waktu
5.3 Menyisipkan symbol
5.4 Menata teks dalam kolom
5.5 Menyisipkan daftar isi
5.6 Membuat tabel
5.7 Memasukkan teks dalam tabel
5.8 Memodifikasi tabel
5.9 Memformat tabel
6 6. Membuat worksheet
dengan Excel 6.1.Menampilkan jendela Excel
6.2.Bekerja dengan worksheet
6.3. Memasukkan teks dan angka
6.4. Mengedit isi sel
6.5. Membuat formula
6.6.Menghitung menggunakan
fungsi
6.7.Menggunakan auto calculate
dan autofil
6.8.Mencetak worksheet.

ISBN: 978-602-74245-0-0 101


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Pertemuan Ke Tanggal Materi Perkuliahan
Pelaksanaan Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan
7 7. Merancang worksheet 7.1 Memformat teks dan angka
dengan Excel 7.2 Membuat diagram
7.3 Mengaudit worksheet
7.4 Membuat daftar
7.5 Menganalisa dan menggambarkan data
menggunakan PivotTable
7.6 Memodifikasi PivotTable dan PivotChart
7.7 Memproteksi data
8 8. Membuat presentasi
dengan PowerPoint 8.1 Membuat presentasi baru
8.2. Memilih template
8.3. Membuat Slide
8.4. Memasukkan teks
8.5.Mengontrol penampilan slide
8.6. Membuat kotak teks
9 9. Menampilkan presentasi
dengan PowerPoint 9.1.Menyisipkan slide dari
presentasi lain
9.2.Menambahkan header dan
footer
9.3Menyiapkan catatan
pembicara
9.4.Membuat transisi slide
9.5.Menambahkan animasi
9.6.Mengatur waktu presentasi
9.7. Membuat slide show
9.8. Mencetak presentasi
9.9.Menyiarkan presentasi
10 Ujian Tengah Semester
11 11. Mengelola klien email dan 11.1. Mengelola klien email dan workgroup
workgroup dengan Outlook 11.2. Mengelola kalender kerja
11.3. Mengelola meeting
11.4. Mengelola jadwal tugas
12 12. Merencanakan dan
membuat web site 12.1. Merencanakan sebuah web site
dengan FrontPage 12.2. Membuat web site
12.3.Menghubungkan halaman-halaman web

13 13. Memformat dan


meningkatkan halaman 13.1.Menambahkan style ke
web halaman web
13.2.Memformat halaman web
13.3.Menambahkan multimedia
ke halaman web
14
Ujian Akhir Semester

2. Menganalisa dan mengembangkan konten materi perkuliahan. Dibawah ini adalah Gambar 4 Alur Proses Aplikasi
Strategi yang akan diterapkan adalah Appsgeyser pembuatan Ebook. Langkah pertama adalah
*)Mengembangkan modul pembelajaran dengan penerapan masuk ke link Appsgeyser yang sudah diinfokan sebelumnya
multimedia interaktif yang mengitegrasikan unsur-unsur teks di sub pokok bahasan 3. Maka tampilan Appsgeyser bisa dilihat
dan grafis untuk menciptakan modul pengajaran komunikatif, pada Gambar 4 berikut ini.
informatif dan mdah dipahami oleh mahasiswa. *) Topik mata
kuliah disusun secara inetraktif dan bida di unggah kapan saja
dan dimana saja. *) Pengembangan modul ajar yang berisi
materi pembejaran untuk diunggah ke web platform yang
digunakan.
3. Merancang alur aplikasi Appsgeyser pada perangkat Android.

ISBN: 978-602-74245-0-0 102


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

Gambar 4. Tampilan Awal Apssgeyser (Sumber: Gambar 8. Pemberian logo FIP IKIP Mataram
http://www.appsgeyser.com/)
4. Membuat aplikasi Appsgeyser Ebook pada perangkat Android. Ketika isi materi modul ajar mata kuliah Aplikasi
Gambar 5 maerupakan tampilan depan cover Ebook Komputer ini sudah lengkap, maka dipilih klik Create App.
Modul Ajar Aplikasi Komputer. Berikut ini gambarnya. 5. Implementasi Ebook pada perangkat Android
Gambar 9 merupakan salah satu implementasi
Ebook yang diambil dari tampilan depan cover Modul Ajar
Aplikasi Komputer.

Gambar 5. Tampilan Saat Pengisian Materi Ebook Mata


Kuliah Aplikasi Komputer

Isi materi selesai di masukkan kedalam APP Setting


ini, maka selanjutnya adalah memberikan nama aplikasinya
seperti yang diperlihatkan di Gambar 6 berikut ini.

Gambar 9. Tampilan dashboard Modul Ajar Aplikasi Dasar


Komputer.
Tahap terakhir pembuatan aplikasi Ebook adalah
mendaftar pada AppsGeyser agar selanjutnya aplikasi ini bisa
di-upload. Tahap terakhir ini belum dilakukan karena isi materi
modul ajar mata kuliah Aplikasi Komputer sedang proses
Gambar 6. Pemberian Nama Aplikasi Android pengeditan. Untuk sementara ini akan diperlihatkan tampilan
depan cover Modul Ajar Aplikasi Komputer saat ditampilkan di
perangkat Android.

SIMPULAN
Hasil pengujian sistem untuk pengembangan sistem ini
berhasil merancang dan membuat aplikasi Ebook berbasis HTML
sebagai sarana praktis alternatif media ajar bagi mahasiswa di FIP
IKIP Mataram. Tingkat keberhasilan pengembangan sistem ini
masih 85%, karena masih belum tahap build up disebabkan saat
ini sedang proses pengeditan isi materi ajar mata kuliah Aplikasi
Komputer di sistemnya. Kedepan akan dilakukan build up
Gambar 7. Pemberian Deskripsi Mata Kuliah selanjutnya adalah proses download di halaman AppsGeyser pada
perankat Android peneliti.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. What is SDLC ? . Diakses di :
http://www.tutorialspoint.com/sdlc/sdlc_overview.htm.
Tanggal akses: 5 Maret 2016.
ISBN: 978-602-74245-0-0 103
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Hanif Irsyad, 2015. Aplikasi Android dalam 5 menit. Penerbit : Android. Diakses di:
Elex Media Komputindo. http://journal.uny.ac.id/index.php/jptk/article/view/3262/274
Jason Morris, 2011. Android User Interface Development 3. tanggal akses: 5 Maret 2016.
Beginner’s Guide. Packt Publishing Ltd. Sigit Wahyudi, 2010. Pembuatan Aplikasi Digital Library (Studi
Mohamad Arif Sudarsono & Krisnawati, 2014. Analisis Dan Kasus Perpustakaan Sains Dan Teknologi Universitas
Perancangan Aplikasi “Fun 2D Shapes Learning” Berbasis Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta). Skripsi. Diakses
mobile Android. di:
Diakses di: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1
http://ojs.amikom.ac.id/index.php/dasi/article/viewFile/193/ 156/1/SIGIT%20WAHYUDI-FST.PDF. Tanggal akses: 5
176. Tanggal Akses: 4 Maret 2015. Maret 2016.
R Arief & N Umniati, 2015. Pengembangan Virtual Class Untuk Sri Wahyuni, 2014. Pengembangan Interactive E-Book Bidang
Pembelajaran Augmented Reality Berbasis Android. Bahasa Untuk Mengembangkan Kompetensi dan
Diakses di: Kemandirian Mahasiswa Program Pendidikan Bahasa.
http://journal.uny.ac.id/index.php/jptk/article/view/3262/274 Diakses di:
3. Tanggal akses: 5 Maret 2016. http://journal.uny.ac.id/index.php/litera/issue/view/273.
R.D Cahyanti & I Akhlis, 2015. Pengembangan E-Book Sebagai Tanggal akses: 4 Maret 2016.
Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Suryana, 2010. Metodologi Penelitian Model Praktis Penelitian
Materi Mesin ATW OOD Untuk Siswa SMAN 1 Kradenan. Kuantitatif dan Kualitatif. Buku Ajar Perkuliahan.
Diakses di: Universitas Pendidikan Indonesia.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej/article/view/47 Yayu Laila Sulastri & Luki Luqmanul Hakim, 2014. Pembelajaran
32/4353. Tanggal akses: 4 Maret 2015. Berbasis Mobile. Diakses di:
Rifiana Arief & Naeli Umniati, 2012. Pengembangan Virtual Class http://journal.fpmipa.upi.edu/index.php/jpmipa/article/view/
Untuk Pembelajaran Augmented Reality Berbasis 458/pdf_16. Tanggal akses: 5 Maret 2016.

ISBN: 978-602-74245-0-0 104


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
A DESCRIPTIVE STUDY ON TEACHING WRITING TO THE FIRST SEMESTER OF ENGLISH PROGRAM
STKIP TAMAN SISWA BIMA
Fitri Ningsi
STKIP Taman Siswa Bima
E-mail: Ningsifitri12@yahoo.com

Abstract: This research paper is intended to describe a teaching writing to the first semester of English Program STKIP Taman Siswa
Bima. Writer focuses on teaching-learning process of writing. Objectives of this research are to describe the techniques are implemented
in teaching writing, to describe kinds of difficulties faced in teaching-learning writing and to describe the kinds of strategies used by lecturer
to solve difficulties faced in class. The type of this research is descriptive which does not include any calculation or statistic procedure.
Data are taken from informant and document. The informants are students that consist of 36 students and second informant is writing
lecturer. While document are lesson plan or syllabus and textbook that used by lecturer in class. Technique of collecting data are employing
interview and analyzing document. Technique implemented in teaching learning process of writing to the first semester of English Program
STKIP Taman Siswa Bima is using portfolios. The kinds of difficulties faced in learning writing by students are vocabulary, tenses and
translation process. The kinds of strategies used by lecturer to solve students ‘difficulties are giving motivation to practice for students in
English especially writing, provide some resources and conducting learn of label.

Key Words: Descriptive Study, Teaching Writing

INTRODUCTION Based on explanation above, researcher interested in


Language is tool of communication that used by all conducting descriptive study on teaching writing at the first
people in the world. By language we can deliver our ideas, semester of English program STKIP Taman Siswa Bima to know
thoughts, feelings, etc. in communication there are two ways in the techniques are implemented in teaching writing to the first
using language, they are written and oral communication. In written semester of English program STKIP Taman Siswa Bima, to know
communication we produce some ways to deliver our feelings, kinds of difficulties faced by students in learning writing and to know
thoughts or ideas like writing a letter, making SMS, making kinds of strategies used by lecturer to solve difficulties faced in
advertisements, making notice, making announcements, making learning writing
status on social media, making song lyric, making poetries, making
short story etc. While in oral communication we have to deliver our RESEARCH METHOD
thoughts, ideas, and feelings directly by using oral way. When we The setting of this research is Program Studi Pendidikan
introduce our self to other people, making negotiations, giving Bahasa Inggris STKIP Taman Siswa Bima at first semester. The
advice or opinion or invite people, commonly we use oral type of the research is descriptive research. The writer used
communication. We cannot compare both of them because they descriptive research because the writer just describes the
have strengthens and weakness and sometimes in communication techniques that have implemented in teaching writing, the kinds of
we have to integrate both of them. However, language is most problem faced by students and teacher in teaching and learning
important as tool of communication in our life. process, the kinds of strategies used by the teacher to solve
In teaching language, there four basic skills that students problem faced in teaching learning writing to the first semester.
have to know and have to learnt. They are reading, speaking, The object of this research is teaching writing to the first
listening and writing. In reading, students are extended to master in semester of English department STKIP Taman Siswa Bima. The
reading book, magazine, newspaper or letter. In addition, they also subject of this research is writing lecturer of English program STKIP
have to analyses and find out the meaning or message of reading Taman Siswa Bima. Data used in this research is information.
itself. Then, in speaking skill students are extended have ability to Those are taking from informant and document. The informant is
speak English well. In this skill, there are many aspects to support lecturer and students that consists of 36 students. Data was gotten
speaking skill like vocabulary, pronunciations and grammar. Next, are techniques that have implemented in teaching writing, the kinds
in listening skill, students should be able to response and to catch of problem faced by students and teacher in teaching and learning
out the meaning or message from the speaker or sounds from audio process, the kinds of strategies used by the teacher to solve
device. Last is writing, in this case, learner should be able to problem faced in teaching learning writing. The document is text
produce some writings by using utterances in writing correctly. book and lesson plan. The data sources of this research are
Writing is one of the skills English that most difficult to lecturer and students.
learn. In producing some writing we have to know some utterances In technique of collecting data, writer did some ways.
in writing like how to organize paragraph, how to use appropriate They are interview and analyzing document. The process of
punctuation and capitalization, how to build correct sentences, and interview is face to face process. In this section writer tries to get
also we have to know about cohesive and coherence. In addition, information from lecturer about method, material and classroom
writing is emphasis on accuracy, so when we produce some activities in teaching writing. The writer also asked about
writings we have to use grammar and structure correctly. In this techniques that have implemented in teaching writing, the kinds of
case the English teacher or writing lecturer should have high problem faced by students and teacher in teaching and learning
capability in overcome some difficulties that encountered by process, the kinds of strategies used by the teacher to solve
students. It is caused the objectives of learning writing is to produce problem faced in teaching learning writing at second semester of
kinds of written text. So teacher/lecturer and students have to active English Program STKIP Taman Siswa Bima. Then, in analyzing
in classroom activities that involving some steps in writing process. document, writer collected lesson plan, text book and syllabus that

ISBN: 978-602-74245-0-0 105


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
teacher used in teaching. In analyzing data the writer presents lecturer checks, gives comments and grades as the
detail description of technique implemented in teaching writing, the achievement of learning progress. The next step lecturer
writer presents detail description of difficulties faced students and returns the students’ work, and then asks them to study and
lecturer in class, the writer presents detail description of strategies revise their work. Finally lecturer asks them to collect the
used by lecturer to solve difficulties faced by students and writer results of their work in a single file as individual portfolio.
draws conclusions and proposes suggestion. f. Celebrate – Praise students on their progress. Lecturers
usually gives encouraging comments, ask the students
FINDINGS AND SUGGESTION clapping or singing a song together, playing songs and
1. Technique implemented in teaching writing. other forms of enjoyable activities.
The technique used to teach at the classroom by 2. Kinds of difficulties faced by students in learning writing
lecturer is using portfolios. Based on document (lesson plan based on students’ interview.
and syllabus) that lecturer used in teaching writing for first a. Process of translation
semester on English program, there are many kinds of text that Students faced difficulties in process translation.
teacher used as material for teaching writing. They are recount, That factor makes students difficult to write. They cannot
procedure, report, descriptive text. The lecturer instructed to express their ideas in writing well and maximally. They still
students for making some text /writing related to the topic in use dictionary to translate their words.
each meeting. After students make a paper, students have to b. Vocabulary
conduct presentation. During presentation lecturer would Vocabulary is one of difficult thing that students felt
observe students activity (presentation) and after that lecturer in writing teaching and learning process. They still poor in
will give correction or revision for students’ writing and vocabulary mastery. Students still use dictionary but
presentation. unfortunately some of them did not get dictionary for
In teaching writing also lecturer basically applies helping them in writing. So that students faced difficulties in
quantum learning model combined with portfolio-based producing some sentences. This factor also sometimes
assessment. Lecturer interested in using quantum learning makes students confuse to express their idea. When
model because the principles of the model is well suited to the lecturer asked them to write something, they confuse what
characteristics of writing materials. Theoretically, “"Quantum is topic that they have to write and what they have to write
an interaction that changes energy into light." The changing of next
the energy into light means to change all the barriers c. Tenses
of learning, that have been forced so far, to continue to Students sometimes faced difficulties in tenses
be a benefit to the students themselves and to maximize when they are producing some texts. For example in
the students' natural abilities and talents. making procedure text they still confuse what the
To support the effective implementation of quantum appropriate tenses that should be apply in making
learning model, the lecturer use a portfolio-based assessment. procedure text. Whereas the appropriate tenses that they
Why? A student portfolio is a systematic collection of student have to apply in making descriptive text is using simple
work and related material that depicts a student's activities, present. The other example is when they write recount text,
accomplishments, and achievements. A process portfolio they still confuse also in using past tense form. In addition,
documents the stages of learning and provides a progressive the also faced difficulties in case S-V agreement and also
record of student growth. In its application in the classroom, used of to be and appropriate verb in a sentence.
lecturer generally performs the following activities: 3. Kinds of difficulties faced by students in learning writing
a. Enroll – Bring songs, pictures, or some regalia that relates based on lecturer’s interview.
to the topic for each meeting. Then, let the students see or The students’ difficulties faced by students in class
hear the stimulus, and ask them some questions about it. are: 1. The Lack of student mastery of vocabulary. In general
Because it is writing materials, lecturer brings a lot more students’ mastery of vocabulary is not sufficient to be able to
material related to writing, which lecturer takes from various compose, write a text. 2. The Lack of writing skills. Students are
authentic sources. not used to write in advance. At the high school level, test-
b. Experience – lecturer puts students into pairs or in small based assessments with multiple choice questions are more
group. Lecturer gives them a role play scenario that relates dominant. Thus, when lecturer apply the portfolio-based
to the lesson. As follow up, lecturer asks a few students to assessment, where students have to produce the writings of
give some feedback on how the role play or discussion various types of text, they find difficulties. 3. The Low students'
went. ability in writing sentences with correct structure. Generally, the
c. Learn and label – Introduce kind of text, the generic students find difficulties in arrange sentences, particularly with
structures of the text. the correct tense.
d. Demonstrate (portfolios based assessment). Provide an 4. Strategies used by lecturer to solve difficulties faced in
activity that gives students an opportunity to practice the teaching and learning process?
new text. In this activities lecturer do two steps. At first, joint a. To overcome the Lack of student mastery of vocabulary,
construction of the text, lecturer gives the students to do the lecturer modeling of the text. In this case, lecturer prepares
tasks, to write the text in group. Then, individual contraction and give students example of texts, based on the text
of the text, lecturer asks to write the text individually. discuss at that time. The text resources are from authentic
e. Review and reflect (portfolio based assessment) – texts, magazine, newspapers, books and others. Then
lecturer quiz students to see what they have learned. Or lecturer asks to the students, as home work can be done
lecturer asks them to quiz each other. The next step, individually or some time in group, to study and analyze the
lecturer asks them to collect their individual work; after that texts, write and make a list of difficulties words then to
ISBN: 978-602-74245-0-0 106
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
translate the texts. By these strategies, it can enrich the c. Lecturers need to know some students’ problem in each
students’ vocabularies. lecturer also asks students, more material, in order the lecturer can solve that problems as
than one texts, to write the contextual texts based on the soon as possible.
students’ daily experience.
b. To overcome the Lack of writing skills, lecturer REFERENCES
provides opportunities, chances for students to write the Arikunto, Suharsimi.2010. Prosedur Penelitian. Jakarta:Rinea
texts as many as possible. lecturer guides by the motto of Cipta
practice makes progress. lecturer read, check, correct, Brookers, Arthur and Peter Grundy.1990. Writing For Study
assess and give positive and encouragements notes on Purposes. New York: Cambridge University Press
the results of students’ writing texts and return them to the Broughton, Brumfit, Flavell, Hill and Pincas. 1980. Teaching
students as study and revise materials. English As Foreign Language. Second Edition.USA and
c. To overcome the Low students' ability in writing sentences Canada: Routledge
with correct structure, lecturer do in the step of learn and Brown, H. Douglas. 2000. Principles Of Language Learning And
label – teachers’ present content, students add information Teaching Fourth Edition.California: Addison Wesley
to their schema. In this step, lecturer discusses the Longman,Inc.
structures related to the texts. -------.2000. Teaching By Principles An Interactive Approach To
Based on finding above can formulate some Language Pedagogy Second Edition California: Addison
conclusion follows: Wesley Longman,Inc.
a. Students need to practice more for all skills especially Fauziati, Endang. 2010. Teaching English as Foreign Language.
writing for producing some text by using appropriate Surakarta:PT.Era Pustaka Utama
utterances Hinkel, Eli. 2004. Teaching Academic. ESL.Writing: Practical
b. Lecturers have to provide some good strategies to facilitate Technique In Vocabulary and grammar. London: Laurance
students learning, for example some texts or other media in Erbaum Associated,Inc
teaching. Rohmah, Ana Nailu. A Descriptive study on teaching writing to the
first year students of MTS Salafiah Kajen Margoyoso Pati.
Article publication.

ISBN: 978-602-74245-0-0 107


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENERAPAN PENDEKATAN RME UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS
DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPA MA NW KETANGGA
Fitriani1, Sanapiah2, & Sri Yuliyanti3
1Pemerhati Pendidikan
2&3Dosen Prodi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Mataram

Email: fitrianifct11@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurang aktifnya siswa dalam proses pembelajaran, siswa belum mampu menyampaikan
pertanyaan, pendapat dan menyimpulkan hasil dari suatu permasalahan. Selain itu, siswa juga belum mampu membuat sketsa/gambar
dengan benar tentang ide-ide matematis yang dimiliki, sehingga kemampuan komunikasi matematis dan hasil belajar matematika siswa
menjadi kurang dan perlu untuk ditingkatkanPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis
dan hasil belajar matematika siswa melalui pendekatan RME di kelas XI IPA MA NW Ketangga. Penelitian ini merupakan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri dari tiga pertemuan termasuk evaluasi. Instrumen yang digunakan
adalah lembar observasi untuk mengukur aktivitas guru dan kemampuan komunikasi matematis siswa sedangkan tes evaluasi digunakan
untuk mengetahui hasil belajar siswa. Adapun hasil analisis data menunjukkan hasil observasi kemampuan komunikasi matematis siswa
mengalami peningkatan dari 45,83% pada siklus I dengan kategori Sedang dan 62,29% pada siklus II dengan kategori Tinggi. Adapun
hasil belajar matematika siswa juga mengalami peningkatan dari 77,41 % pada siklus I dan 93,32 % pada siklus II. Dari observasi dan
analisis data, dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis dan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dengan
penerapan pendekatan RME.

Keyword: RME, Komunikasi Matematis dan Hasil Belajar.

PENDAHULUAN belajar siswa berdasarkan indikator yang digunakan dalam


Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting penelitian.
dalam proses pembelajaran matematika. Kemampuan komunikasi Observasi awal menunjukan bahwa kondisi awal siswa
matematika merupakan dasar atau pondasi dalam membangun kelas XI IPA MA NW Ketangga yang beranggotakan 31 siswa
pengetahuan siswa terhadap matematika baik lisan maupun sebelum tindakan, kemampuan komunikasi matematis siswa
tulisan. Kemampuan komunikasi menajdi penting ketika diskusi dalam menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis,
antar siswa dilakukan, dimana siswa diharapkan mampu gambar atau diagram serta kemampuan siswa dalam diskusi
menyatakan, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, adalah rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan
menanyakan dan bekerja sama sehingga dapat membawa siswa komunikasi matematis dan hasil belajar siswa masih rendah.
pada pemahaman yang mendalam tentang matematika (Susanto, Seperti yang terlihat dalam nilai ulangan harian siswa kelas XI IPA
2013). mata pelajaran matematika materi pokok Statistika belum
Komunikasi matematika akan berdampak pada keaktifan mencapai hasil yang sesuai dengan tuntutan kurikulum. Hasil
dan hasil belajar siswa, karena didalam proses pembelajaran belajar siswa kelas XI IPA pada ulangan semester ganjil tahun
matematika akan terjadi suatu siklus komunikasi yang melibatkan pelajaran 2015/2016 pada mata pelajaran matematika masih
siswa. Dalam proses belajar mengajar setiap siswa bebas rendah dan itu dapat kita lihat pada ketuntasan klasikal yang
mengemukakan dan mengkomunikasikan idenya dengan siswa diperoleh hanya 48%. Masih banyak siswa yang belum mencapai
lain. Keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 70 maupun Ketuntasan Klasikal
matematika sangat diperlukan sehingga apa yang dipelajari akan (KK) 85%.
lebih tertanam dalam pikiran siswa. Terkait dengan hasil belajar yang masih rendah, peneliti
Bervariasinya kemampuan komunikasi dan hasil belajar juga telah menyebarkan angket kepada siswa kelas XI IPA yang
siswa cenderung disebabkan dari metode yang digunakan guru beranggotakan 31 siswa untuk mengetahui tingkat Kemampuan
dalam mengajar. Masih banyak guru yang menerapkan metode Komunikasi Matematis siswa, dan hasil yang diperoleh dari
konvensional yang kurang efektif. Guru seharusnya menggunakan penyebaran angket tersebut dengan presentasi 40% dan
metode yang tepat sehingga siswa berani untuk menyampaikan dikategorikan rendah .
gagasannya dan mudah mengerti terhadapa apa yang sedang Berdasarkan hasil wawancara terhadap siswa,
dipelajari. pengalaman PPL, Wawancara dengan guru mata pelajaran dan
Berdasarkan pengalaman PPL tahun 2015 dan hasil hasil belajar siswa, peneliti perlu melakukan perbaikan yang
observasi pada tanggal 16 November 2105 dengan melakukan mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan
wawancara pada guru mata pelajaran matematika kelas XI IPA di hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA tersebut, solusi yang
MA NW Ketangga diperoleh informasi yaitu metode pembelajaran ditawarkan peneliti yaitu dengan menerapakan pendekatan
yang digunakan guru cukup baik, namun dinilai masih kurang Realistik Mathematics Education (RME).
mengaktifkan siswa, sehingga siswa terkesan masih pasif karena Pendekatan RME merupakan suatu pendekatan
siswa merasa bahwa pelajaran matematika membosankan dan pembelajaran matematika yang lebih menekankan realitas dan
sulit dimengerti sedangkan guru lebih aktif dalam proses belajar lingkungan sebagai titik awal dari pembelajaran. Selain itu, RME
mengajar dan kurang komunikatif karena siswa kurang aktif dalam menekankan pada keterampilan proses matematika, berdiskusi
proses belajar mengajar baik itu dalam mengajukan pertanyaan dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas
ataupun mengajukan pendapat. Hal ini dapat ditunjukkan dari sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan akhirnya
rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa dan hasil

ISBN: 978-602-74245-0-0 108


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah baik Komunikasi Matematis adalah kemampuan atau cara
secara individu maupun kelompok (Rahayu, 2010). siswa dalam menyampaikan pemahaman matematikanya.
Dalam pembelajaran pendekatan RME terdapat Kemampuan komunikasi matematis yang digunakan dalam
beberapa langkah yang dilakukan agar siswa benar–benar dapat penelitian ini adalah siswa mampu mengajukan pertanyaan,
memahami pembelajaran. Langkah–langkah dalam pembelajaran menyampaikan gagasan, mampu memberikan solusi, mampu
RME adalah 1) siswa diberikan suatu soal kontekstual yang menyelesaikan masalah, mampu memahami dan menjawab
berhubungan dengan topik sebagai titik mulainya 2) siswa diminta pertanyaan, mampu memberikan sanggahan, mampu menemukan
memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri 3) solusi, mampu menyebutkan isttilah-istilah matematika, mampu
setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya memberikan solusi yang berbeda, mampu menggunakan notasi-
didepan siswa atau kelompok lain kemudian siswa atau kelompok notasi matematis, dan mampu menyimpulkan.
lain memberikan tanggapan terhadap hasil siswa atau kelompok Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
penyaji 4) siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu hasil belajar siswa yang diperoleh diakhir setiap siklus
(Sutarto & Syarifuddin, 2013). pembelajaran. Hasil ini dapat diukur menggunakan soal, PR, dan
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin melakukan tugas tentang Komposisi Fungsi dan Invers dengan menggunakan
penelitian tentang “Penerapan Pendekatan RME Untuk pendekatan RME.
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Hasil Adapun tekhnik analisi data yang digunakan dalam
Belajar Matematika Siswa Kelas XI IPA MA NW Ketangga”. penelitian ini adalah untuk mengukur besarnya persentase
kemampuan komunikasi matematis siswa dapat diperoleh dengan
METODE rumus sebagai berikut:
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas, ∑ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎
pada penelitian PTK dilaksanakan dalam bentuk siklus, setiap 𝐾= × 100%
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu: perencanaan, pelaksanaan Keterangan :
tindakan dan pengamatan, evaluasi, serta refleksi dengan objek K = Nilai kemampuan komunikasi matematis siswa
penelitian yang menerima tindakan kelas adalah siswa kelas XI IPA ∑ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 = jumlah skor yang diperoleh siswa
MA NW Ketangga semester genap tahun ajaran 2015/2016. Skor Maksimal = jumlah nilai berdasarkan sub-indikator
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ada dua yaitu Tabel 1. Kriteria presentase kemampuan komunikasi matematis
instrumen pembelajaran yang terdiri dari Silabus, RPP, dan LKS berdasarkan lembar observasi
dan instrumen penelitian yang terdiri dari lembar observasi dan tes Persentase yang diperoleh (x) Kategori
evaluasi. Penelitian ini telah dilaksanakan di MA NW Ketangga 80% < x ≤ 100% Sangat tinggi
Kec. Suela Kabupaten Lombok Timur. Data pada penelitian ini 60% < x ≤ 80% Tinggi
didapatkan Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat 40% < x ≤ 60 % Sedang
digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Arikunto, 20% < x ≤ 40% Kurang
2006). Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu x ≤ 20% Sangat kurang
diperoleh dari kelas XI IPA MA NW Ketangga dengan jenis data (Sumber: Riduwan) dalam Ekasari (2014)
kualitatif untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis
siswa dan data kuantitatif untuk mengukur hasil evaluasi siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data diambil dengan observasi dan tes. Observasi digunakan Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 01 Februari
untuk melihat kegiatan atau aktivitas guru dan kemampuan sampai dengan tanggal 20 Februari 2016. Penelitian ini
komunikasi matematis siswa yang dilakukan oleh observer. dilaksanakan dalam dua siklus dengan enam kali pertemuan, dari
Sedangkan untuk tes yaitu berupa soal essay yang digunakan hasil observasi pelaksanaan pembelajaran data yang diperoleh
untuk mengukur hasil belajar siswa setelah mengikuti terdiri dari data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berupa
pembelajaran setiap siklusnya. lembar observasi kemampuan komunikasi matematis siswa dan
Pendekatan RME adalah suatu pendekatan yang data kuantitatif berupa data hasil evaluasi tes belajar siswa yang
digunakan peneliti dalam proses pembelajaran yang dimana dalam dilakukan dalam dua siklus. Adapun subyek penelitian dalam
pembelajarannya peneliti memberikan LKS, didalam LKS terdapat penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA MA NW Ketangga tahun
masalah kontekstual sebagai titik awal pembelajaran, kemudian pelajaran 2015/2106 dengan jumlah siswa sebanyak 31 orang.
siswa diminta untuk menyelesaikan soal tersebut dengan cara Penelitian yang dilaksanakan pada setiap siklus meliputi 4
mereka sendiri dan mendiskusikannya dengan teman kelompok komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pelaksanaan tindakan,
kemudian menuliskan jawaban mereka pada kertas yang sudah observasi dan refleksi.
disediakan, setelah berdiskusi dengan teman kelompok, siswa atau Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kemampuan komunikasi matematis dan hasil belajar matematika
kelas dan siswa atau kelompok lain memberikan tanggapan siswa. Berikut disajikan dalam bentuk tabel yang diperoleh dari 31
terhadap kelompok penyaji dan diakhir pembelajaran, setiap siswa siswa dengan dua siklus yaitu siklus I dan siklus II.
diminta untuk menyimpulkan materi yang sudah dipelajari.

ISBN: 978-602-74245-0-0 109


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 2. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Jumlah Skor
No. Indikator SIKLUS I SIKLUS II
Pert. I Pert. II Pert. I Pert. II
1 Kemampuan mengekspresikan ide-ide
matematis melalui lisan, tulisan, dan
19 26 27 38
mendemonstrasikannya serta
menggambarkannya secara visual.
2 Kemampuan memahami, menginterpretasikan,
dan mengevaluasi ide-ide matematis baik
44 63 54 72
secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk
visual lainnya.
3 Kemampuan dalam menggunakan istilah-
istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-
strukturnya untuk menyajikan ide-ide, 33 39 48 60
menggambarkan hubungan-hubungan dengan
model-moddel situasi.
Jumlah Skor Indikator 92 128 129 170
Total Skor Indikator 220 299
Rata-rata Skor Indikator 110 149,5
Persentase Kemampuan Komunikasi Matematis 45,83% 62,29%
Kategori Sedang Tinggi

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan sebagai upaya memungkinkan siswa berlatih untuk mengekspresikan
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan hasil belajar pemahaman, memverbalkan proses berfikir, dan mengklarifikasi
matematika siswa kelas XI IPA MA NW Ketangga pada materi pemahaman atau ketidakmampuan mereka. Dalam diskusi
Fungsi Komposisi dan Invers Fungsi melalui pendekatan RME. kelompok perlu diperhatikan beberapa hal, mislanya jenis tugas
Penelitian ini dilakukan 2 siklus yang dibagi menjadi 6 kali apa yang memungkinkan siswa dapat mengeksplorasi kemampuan
pertemuan belajar mengajar. kmatematikanya dengan baik. Selain itu perlu dirancang pula peran
Berdasarkan hasil observasi dan analisis data evaluasi guru dalam diskusi kelompok (Novi & Nila, 2012).
pada siklus I diperoleh persentase kemampuan komunikasi Melihat hasil yang dicapai pada siklus II menunjukkan
matematis siswa adalah 45,83% dengan kategori Sedang dan bahwa indikator kerja penelitian sudah terpenuhi. Peningkatan
ketuntasan klasikal siswa hanya 77,41% dan belum mencapai hasil belajar siswa diiringi dengan meningkatnya kemampuan
kriteria ketuntasan yaitu ≥ 85%. Rendahnya ketuntasan klasikal komunikasi matematis siswa dalam mengikuti pembelajaran
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya masih kurangnya sehingga dengan pendekatan RME ini siswa dapat memahami
keaktifan guru dalam menyampaikan materi dalam membimbing materi dengan mudah, mampu memberikan argumen dan
dan mengarahkan kelompok siswa sehingga terlihat bahwa ada pendapat, mampu mengekspresikan ide-ide matematis, mampu
beberapa anggota kelompok yang tidak ikut berdiskusi dengan memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide
anggota kelompok lainnya, sebagian besar siswa masih malu-malu matematis baik secara lisan, tulisan maupun menggambarkannya
untuk bertanya, mengeluarkan pendapat, dan menjawab secara visual, serta siswa mampu dalam menggunakan istilah-
pertanyaan dari guru sehingga menyebabkan kemampuan istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya serta
komunikasi matemastis siswa juga kurang. Penelitian Tammi mampu menarik kesimpulan dari materi yang sudah dipelajari.
(dalam Astuti & Leonard) menemukan bahwa pada kelompok siswa RME banyak diwarnai oleh pandangan freudenthal tentang
yang memiliki kemampuan komunikasi tinggi memberikan hasil matematika. Pertama, matematika harus dekat terhadap siswa dan
belajar yang tinggi pula. Sebaliknya pada kelompok siswa yang harus dikaitkan dengan situasi yang pernah mereka alami dalam
memiliki kemampuan komunikasi rendah, maka memberikan hasil kehidupan sehari-hari. Kedua, matematika sebagai aktivitas
belajar yang rendah pula. Hal ini membuktikan bahwa hasil belajar manusia, siswa harus diberi kesempatan untuk belajar melakukan
akan berjalan secara signifikan dengan kemampuan komunikasi aktivitas matematisasi pada semua topik dalam matematika
matematis siswa. (Freudenthal dalam Zulkardi, 2005).
Dari hasil observasi kemampuan komunikasi matematis Dengan demikian, pembelajaran dengan menggunakan
siswa pada siklus II mengalami peningkatan persenatse dari pendekatan RME merupakan salah satu pendekatan pembelajaran
45,83% dengan kategori Sedang pada siklus I menjadi 62,29% alternative yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan
pada siklus II dengan kategori Tinggi, aktivitas guru berkategori kemampuan komunikasi dan hasil belajar matematika siswa kelas
sangat baik dan hasil belajar mencapai ketuntasan klasikal XI IPA MA NW Ketangga pada materi komposisi fungsi dan invers
93,32%. Hal ini disebabkan karena kegiatan siswa pada proses fungsi tahun pelajaran 2016/2017.
pembelajaran berlangsung, siswa sudah mampu bekerja sama
dengan kelompoknya, guru melatih siswa agar mudah mengajukan KESIMPULAN
sebuah pertanyaan, pernyataan dan menyimpulkan dengan baik Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat
dan benar. Guru membimbing siswa yang mengalami kesulitan disimpulkan bahwa penerapan pendekatan RME dengan langkah-
mengerjakan LKS secara merata agar mengetahui kesulitan yang langkah Siswa diberikan suatu soal kontekstual yang berhubungan
dihadapi siswa dalam diskusi kelompok. Diskusi kelompok dengan topik sebagai titik mulainya yang diaplikasikan
ISBN: 978-602-74245-0-0 110
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
menggunakan LKS. Siswa diminta memecahkan masalah tersebut Astuti & Leonard. 2014. Peran Kemampuan Komunikasi
dengan cara mereka sendiri lalu mendiskusikan dengan teman Matematika Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa,
kelompoknya. Setiap siswa atau kelompok mempresentasikan Jurnal Penelitian: Universitas Indraprasta PGRI.
hasil kerjanya didepan siswa atau kelompok lain kemudian siswa Ekasari, N, N. 2014. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah
atau kelompok lain memberikan tanggapan terhadap hasil siswa Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan
atau kelompok penyaji. Siswa diajak menarik kesimpulan dari Komunikasi Matematis Siswa Kelas VIII SMPN 3 Labuapi
pelajaran saat itu, dapat meningkatkan kemampuan komunikasi Tahun Pelajaran 2014/2015. Skripsi Prodi Pendidikan
matematis dan hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA MA NW Matematika, FPMIPA IKIP Mataram.
Ketangga. Hal ini ditunjukkan dari lembar observasi kemampuan Novi & Nila. 2012. Keterkaitan Kemampuan Komunikasi Matematis
komunikasi matematis pada siklus II mengalami peningkatan Dengan Pendekatan Pendidikan Matematika. Prosiding
dengan persentase dari 45,83% dengan kategori Sedang pada Makalah Semnas: UNY.
siklus I menjadi 62,29% dengan kategori Tinggi pada siklus II, Rahayu, T. 2010. Pendekatan RME terhadap Peningkatan Prestasi
sedangkan hasil belajar matematika siswa pada siklus II juga Belajar Matematika Siswa Kelas 2 SDN Penaruban 1
mengalami peningkatan persentase dari 77,41% pada siklus I Purbalinggo, Laporan Penelitian: UNY.
menjadi 93,32% pada siklus II. Susanto, S, T. 2013. Peningkatan Kemampuan Komunikasi
Matematika dan Keaktifan Siswa Melalui Pendekatan
DAFTAR PUSTAKA Realistic Mathematics Education (RME) Pokok Bahasan
Arikunto, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Segi Empat, Jurnal Penelitian: UMS.
Aksara. Sutarto & Syarifuddin. 2013. Desain Pembelajaran Matematika.
Yogyakarta: Samudra Biru.

ISBN: 978-602-74245-0-0 111


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN MULTILATERAL DENGAN PERMAINAN KOTAK DAN BOLA PADA SISWA SEKOLAH
DASAR KELAS BAWAH
Furkan1 & Shutan Arie Shandi 2
1&2ProdiPenjaskesrek STKIP Taman Siswa Bima
Alamat : Jalan Pendidikan No 1 Palibelo-Bima
Email : furkanmaster007@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model permainan kotak dan bola untuk mengembangkan keterampilan
multilateral siswa sekolah dasar kelas bawah. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (researchand development). Subjek
penelitian ini adalah siswa sekolah dasar kelas bawah. Model yang dikembangkan adalah permainan kotak dan bola dengan tujuan untuk
mengembangkan keterampilan multilateral. Pengembangan model didasarkan pada kajian literatur,karakteristik pertumbuhan dan
perkembangan anak, pola perkembangan bermain anak, tingkat keamanan serta kreativitas guru. Penelitian ini mencakup tiga tahapan
yaitu validasi terhadap kualitas model yang dikembangkan oleh ahli (dosen ahli). Hasil validasi ahliselanjutnya dilakukan uji coba skala
kecil dengan melibatkan 6 orang siswa SD Negeri Donggobolo. Pelaksanaan uji skala kecil diobservasi langsung oleh 2 guru Penjas dan
1 dosen ahli dengan menilai hasil dokumentasi. Hasil revisi skala kecil digunakan untuk melaksanakan uji skala besar yang melibatkan
12 orang siswa. Pelaksanaan uji skala besar juga diobservasi langsung oleh 2 Guru Penjas dan1dosen ahli melalui dokumentasi
menggunakan foto dan CD. Pada tahapan uji skala besar terlihat bahwa baik guru maupun pakar telah sepakat model permainan yang
dikembangkan layak digunakan untuk mengembangkan kemampuan multilateral anakSD usia kelas bawah. Sebagian besar siswa
memberikan respon yang positif terhadap model permainan kotak dan bola. Hasil tes kemampuan siswa juga menunjukkan kemampuan
multilateral siswa semakin baik setelah mengikuti model permainan kotak dan bola. Hasil dari pengembangkan model permainan kotak
dan bola terdiri dari 8 jenis permainan yaitu: (1) permainan melempar bola dengan sasaran mengenai kotak, (2) permainan
menendang bola dengan sasaran mengenai kotak, (3) permainan keliling dunia,(4)permainan melompat kotak dilanjutkan dengan lari
zig-zag,(5) sprint kelak-kelok, (6) lari dan lompat keliling, (7) berlari menjatuhkan bola yang disimpan di atas kotak yang berada di samping
kanan dan kiri, dan (8) lomba gabungan lari danlempar. Produk akhir pengembangan model permainan berupa buku pedoman
pelaksanaan permainan yang sudah direvisi dan dibuat dalam bentuk CD.

Kata Kunci : Pengembangan Permainan Multilateral Kotak Dan Bola Kelas Bawah

Abstract: This study aims to develop a model for box and ball games to develop multilateral skills of lower class elementary school
students. This was a research and development study. The research subjects were lower class elementary school students.The developed
model was for box and ball games to develop multilateral skills. The development model was based on a literature review, characteristics
of children’s growth and development, development of children’s playing patterns, safety level, and teachers’ creativity. This study was
conducted in three stages, i.e. validation of the quality of the developed model by experts (expert lecturers). The results of the validation
by experts were then implemented in a small-scale tryout in volving 6 students of SD Negeri Bawuran Pleret Bantul. The small-scale
tryout implementation was observed by 2 physical education teachers and1expert lecturer by evaluating the documentation results. The
results of there vision based on the small-scale tryout were use data basis to implementa large-scale try out in volving 12 students. The
large-scale tryout implementation was also observed by 2 physical education teachers and 1 expert lecturer through documentation using
photo and CD. In the large-scale tryout stage, the teachers and expert reached an agreement that the developed game model was
appropriate to develop lateral skills of lowerage elementary school students. Most of the students gave positive responses to the box and
ball games. The results of the student performance test showed that the students’ multilaterall skills were better after they played the box
and ball games. The final produc to the development of the box and ball game model consisted of 8 games, i.e. (1) ag ame of throwing a
ball with a box as the target, (2) a game of kick in ga ball with a box as the target, (3) a game of going around the world, 4) a game of
jumping over a box followed by zig-zag running, (5) winding sprint, 6) running and jumping around, (7) running and taking down balls
placed on boxes on the right and left sides, and (8) a competition combining running and throwing.

Key Word: Multilateral Development through Box and Ball Games for Lower Class.

PENDAHULUAN negaranya. Pemeliharaan kebugaran jasmani harus dimulai sejak


Pendidikan jasmani merupakan pendidikan yang dini sehingga terbentuk sumberdaya manusia yang berkualitas
menggunakan aktivitas fisiksebagai media untuk mencapai tujuan secara jasmani maupun rohani. Adanya kemajuan dan
yang diharapkan, dan untuk menunjang pelaksanaan pendidikan perkembangan teknologi semakin memudahkan masyarakat untuk
jasmani dengan baik diperlukan beberapa komponen di antaranya memanfaatkan berbagai fasilitas olahraga yang beragam jenisnya.
kurikulum dan sarana prasarana pendidikan. Tujuan pendidikan Kemajuan yang ada juga berdampak kepada kemudahan akses
jasmani adalah untuk mengembangkan sumber daya manusia fasilitas olahraga yang tersebar diberbagai wilayah.
Indonesia yang tangguh, terampil, cakap, bersemangat dan Permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya
produktif, sehingga mempunyai kemampuan dalam melaksanakan kesadaran masyarakat untuk melakukan gerak jasmani, sehingga
berbagai kegiatan di dalam masyarakat. tidak jarang menimbulkan ganguan pada system organ tubuh.
Majunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Kurangnya gerak jasmani juga dapat dilihat pada anak-anak,
saat ini, setiap Negara termasuk Indonesia menghadapi tantangan dimana semakin jarangnya terlihat anak melakukan aktivitas
untuk meningkatkan dan memelihara kebugaran jasmani warga seperti berlari, bersepeda, melompat, melempar, dan melakukan
ISBN: 978-602-74245-0-0 112
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
permainan di luar rumah bersama teman sebayanya baik dalam masyarakat yang tinggal diperkotaan dan juga tidak diajarkan
cuaca panas ataupun hujan. Anak lebih senang berada di dalam disekolah-sekolah.
rumah duduk melihat televise dan bermain computer untuk bermain Kendala yang dihadapi adalah kurangnya sarana dan
game, padahal permainan itu tidak membuat anak- anak bergerak prasarana yang dimiliki sekolah. Survey report edanin creasing
dan hal tersebut didukung oleh orang tua yang menyediakan level of dissatisfaction with the adequacyof facilities available to
fasilitas permainan tersebut agar anaknya tidak bermain diluar school (Green,2008:48). Fasilitas permainan yang dimiliki oleh
rumah. sekolah sangat terbatas, contohnya bola sepak yang tersedia
Dewasa ini masih banyak orang tua yang belum hanya dua buah padahal jumlah siswa dalam satu kelas mencapai
memahami pentingnya olahraga bagi anak sehingga akan 40 siswa. Terbatasnya fasilitas yang dimiliki sekolah membuat
berpengaruh pada pertumbuhan, perkembangan, dan kesegaran proses pembelajaran kurang maksimal karena tidak semua anak-
serta kebugaran jasmaninya. Sebagai contoh setelah pulang anak bisa bermain dengan bola tersebut, sehingga anak-anak
sekolah anak langsung disuruh ikut les,di mana les yang dipilihkan cepat merasa bosan dan tidak maumengikuti pembelajaran
oleh orang tua adalah yang mengutamakan kongnitifnya saja dengan baik.
seperti les matematika, IPA, bahasa Inggris dan musik, hanya Permainan multilateral dengan menggunakan kotak dan
sedikit orang tua yang menyuruh anaknya untuk les yang bersifat bola sebenarnyan dapat digunakan sebagai variasi dalam
psikomotor seperti sepakbola, bolavoli, bulutangkis, renang dan pembelajaran. Permasalahan yang dihadapi permainan ini
sebagainya. dianggap ketinggalan jaman dan tidak cocok untuk diterapkan. Hal
Aspek kognitif sangat penting dikembangkan pada anak, ini disebabkan pada saat ini banyak bermunculan olahraga-
akan tetapi harus juga diimbangi dengan aspek afektif maupun olahraga modern. Jenis olahraga populer lah yang sering diajarkan
prikomotorik. Aspek psikomotorik sangat penting bagi anak, disekolah.
dimana anak merupakan individu yang aktif dan selalu Penelitian ini dilaksanakan di SDN Donggobolo. Sekolah
mengadakan eksplorasi dengan lingkungannya, tidak bisa tinggal ini merupakan salah satu sekolah dasar yang ada di wilayah
diam dan selalu bergerak serta cenderung ingin mengetahui hal- Kecamatan Woha. Letak geografis sekolah berada di wilayah
hal baru yang bersifat menarik, menyenangkan dan menantang. lingkungan pedesaan. Berkaitan dengan Pendidikan Jasmani
Semua rangsangan yang datang dari lingkungannya dijawab ,sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah termasuk kurang
dengan gerakan dasar termasuk melempar, melompat, berlarid memadai sehingga guru mempunyai keterbatasan untuk
alam suasana permainan. mengembangkan berbagai permainan. Dampaknya adalah materi
Melalui aktivitas bermain, anak sebenarnya sedang olahraga yang diberikan guru cenderungan monoton. Penelitian
mempraktekkan keterampilan dan anakmendapatkan kepuasan di ini mengajukan model permainan yang dapat diterapkan guru untuk
dalam bermain, yang berarti mengembangkan dirinya sendiri. mengembangkan keterampilan multilateral anak dengan
Dalam bermain, anak mengembangkan otot kasar dan otot halus, menggunakan sarana dan prasana yang sederhana sehingga
meningkatkan penalaran, dan memahami keberadaan dapat diperoleh dilingkungan sekolah.
lingkungannya, membentuk daya imajinasi, daya fantasi dan Keterampilan multilateral pada anak sangat penting
kreativitas. Aktivitas tersebut sangat sedikit melibatkan aktivitas untuk dikembangkan di antaranya dengan menggunakan
fisik sehingga tingkat kebugaran jasmani anak tidak terbentuk permainan kotak dan bola. Hal ini berkaitan dengan peningkatan
dengan baik. Pembinaan kebugaran jasmani merupakan hal yang keterampilan anak, serta kebugaran jasmani anak. Agar model
perlu diperhatikan oleh guru dan oran gtua. yang dikembangkan dapat dipertanggung jawabkan secara
Pelaksanaan pembinaan kebugaran jasmani harus teoritis dan teruji manfaatnya secara empiris maka perlu dibingkai
dilakukan secara terus menerus, terencana dan terprogram. dalam suatu penelitian pengembangan. Penelitian diterapkan
Pembentukan kualitas sumberdaya manusia yang optimal, baik pada anak SD kelas bawah karena pada usia itulah anak siap dan
secara fisik maupun psikologis sangat bergantung dari proses peka untuk diajar ketrampilan multilateral.
tumbuh dan kembang anak. Perkembangan anak adalah segala
perubahan yang terjadi pada anak yang meliputi perubahan fisik, METODE PENELITIAN
perkembangan kognitif, emosi, maupun perkembangan Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan
psikososial yang terjadi dalam usia anak. (Researchand Development). Dalam hal ini, pengembangan
Menurut Karl Groos dalam MeykeS. Tedjasaputra dilaksanakan untuk mendapatkan sebuah model aktivitas
(2001:4) bermain berfungsi untuk memperkuat insting dan pengembangan multilateral permainan kotak dan bola pada siswa
mengembangkan gerak dasar yang dibutuhkan guna sekolah dasar kelas bawah. Pengembangan ini dilakukan
kelangsungan hidup dimasa mendatang. Permainan yang berdasarkan pada kajian terhadap muatan kurikulum yang ada
dirangsang untuk mengembangkan gerak dasar secara dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar
menyeluruh disebut permainan multilateral. Agar lebih menarik terutama kelas bawah. Kemudian dalam melakukan
permainan dapat menggunakan peralatan sederhana seperti kotak pengembangan, pada tahap pemilihan bentuk aktivitas yang
dan bola. dikembangkan juga melihat pada tahap-tahap perkembangan
Permainan multilateral menggunakan media kotak dan serta karakteristik anak,sehingga model pengembangan
bola juga merupakan olahraga yang dapat digunakan untuk multilateral yang dihasilkan diharapkan cocok atau sesuai bagi
meningkatkan kesegaran jasmani anak. Permainan multilateral anak dengan tahapan perkembangan anak.
dengan menggunakan kotak dan bola pada saat ini sudah sangat Prosedur pengembangan dalam penelitian iniadalah
jarang digunakan dan dimanfaatkan lagi sebagai sarana untuk sesuai dengan langkah-langkah penelitian pengembangan
meningkatkan kesegaran jasmani. Hal ini dapat dilihat dari menurut Borgdan Gall. Menurut Borgdan Gall (1983:222) dalam
kenyataan bahwa permainan multilateral dengan menggunakan melakukan penelitian pengembangan, ada beberapa langkah yang
kotak dan bola tidak dilakukan oleh masyarakat khususnya harus ditempuh, langkah-langkah yang harus ditempuh tersebut,
dapat digambarkan sebagai berikut, (1) melakukan analisis
ISBN: 978-602-74245-0-0 113
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
terhadap informasi yang telahdikumpulkan, (2) merencanakan model yang disusun yang dianalisis oleh para pakar dan guru
penelitian, (3) mengembangkan produk awal, (4) validasi ahli dan penjas sebelum pelaksanaan uji coba di lapangan. Analisis data
revisi, (5) ujicoba lapangan dengan skala kecil dan revisi produk, yang kedua yaitu analisis data kualitatif, analisis ini dilakukan
(6) uji coba skala besar dan revisi produk. terhadap data hasil observasi para ahli dan guru penjas dalam
Dari rangkaian penjelasan di atas dapat digambarkan memberikan saran ataupun masukan serta revisi terhadap model
rangkaian penelitian yang akan dilaksanakan, adalah sebagai yang disusun terutama dalam tahap uji coba dilapangan baik
berikut pada Gambar 1: dalam skala kecil ataupun skala luas.
Analisis hasil akhir kemampuan multilateral anak
dihitung menggunakan norma yang dihitung berdasarkan nilai
mean dan standar deviasi. Kriteria standar penilaian akan dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut (SyaifudinAzwar,2000:76):

No. Rumus Kriteria


1 X≥µ+1,5σ Sanga tBaik

2 µ≤X<µ+1,5σ Baik

3 µ–1,5σ≤X<µ Cukup

4 X ≤µ–1,5σ Kurang

Keterangan:
µ :nilai rerata
σ :nilai standar deviasi
Selanjutnya data akan dianalisis menggunakan
persentase dengan rumus sebagai berikut
(AnasSudijono,2006:43):

P=F/Nx100%
Keterangan:
P :Persentaseyangdicari
F :Frekuensi
N :NumberofCases(jumlahindividu)
Gambar 1 . Flow Chart Penelitian
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Subjek coba dalam penelitian ini adalah siswa SD A. Hasil
Donggobolo kelas bawah ( yaitu kelas1, kelas2, dan kelas3). Proses pelaksanaan penerapan model permainan
Kemudian sesuai dengan tahapan penelitian, akan dilaksanakan pada siswa adalah sebagai berikut.
beberapa tahapan proses pengambilan data. Dalam penelitian ini 1. Sesi pertama : Peneliti didampingi guru menjelaskan
dilakukan uji coba model di lapangan, yaitu uji coba model skala proses uji coba, model permainan yang akan diterapkan.
kecil dan besar. Untuk Ujicoba produk skala kecil melibatkan 6 Sikap siswa cukup antusias ketika pertama kali menerima
siswa dan uji coba model skala besar melibatkan 12 siswa. penjelasan dan mengetahui model permainanyang akan
Instrumen dalam penelitian ini adalah angket yang dilakukan.
disusun oleh peneliti yang kemudian dijadikan alat penilaian dari 2. Sesi kedua : Pelaksanaan model permainan, semua siswa
3orang pakar/ahli dan 2 orang guru pendidikan jasmani SD. nampak berkonsentrasi dan cukup antusias dalam
Sedangkan dalam uji coba di lapangan instrument yang digunakan melakukan permainan. Dalam pengamatan peneliti,
untuk mengungkap pendapat dari para pakar serta guru pendidikan kendala utama yang dihadapi adalah cuaca yang panas.
jasmani adalah pedoman observasi. Pakar/ahli yang dipilih 3. Sesi ketiga: Meminta guru untuk mengisi angket observasi
merupakan seorang yang pakar/ahli dalam bidang permainan yaitu penilaian model pembelajaran yang telah diterapkan pada
Irfan, M.Or dari Prodi Penjaskesrek STKIP Taman Siswa Bima , siswa.
seorang yang ahli dalam pembelajaran pendidikan jasmani yaitu Dalam pelaksanaan uji coba skala kecil, peneliti
Rabwan Satriawan, M.Pd, dari prodi Penjaskesrek STKIP Taman melakukan proses pengambilan gambar dengan
Siswa Bima dan pakar/ahli olahraga usia dini yaitu Samsudin, M.Or menggunakan foto. Hasil dokumentasi dan pengamatan yang
Selanjutnya 2 orang guru pendidikan jasmani ( Ahmad, S.Pd dan dilakukan oleh guru di lapangan dijadikan sebagai dasar untuk
Didi Mizwar, S.Pd) diangggap perlu untuk dijadikan responden memberikan penilaian terhadap draf tmodel permainan yang
karena guru adalah yang akan menggunakan model yang disusun. diterapkan. Uji skala kecil juga dinilai oleh seorang dosen ahli
Dalam penelitian ini menggunakan instrumen tes. menggunakan dokumentasi penelitian. Adapun hasil penilaian
Tenik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yang diperoleh dari 3 orang observer yaitu 2 guru Penjas dan 1
adalah analisis data deskriptif. Ada dua macam teknik analisis data Dosen ahli dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
deskriptif yang dilakukan, yang pertama yaitu analisis data
deskriptif kuantitatif. Analisis ini dilakukan untuk menganalisis data
hasil observasi para ahli dan guru penjas terhadap kualitas draf
ISBN: 978-602-74245-0-0 114
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 1. Hasil Penilaian Guru Pendidikan Jasmani dan Ahli komponen yang mampu meningkatkan kemampuan gerak
terhadap Draft Model Dalam Uji coba Skala Kecil anak baik aspek kekuatan, kelincahan, power, daya tahan
maupun koordinasi.
Perhitungan validitas dan reliabilitas menggunakan
hasil penilaian antar rater yaitu guru Penjas diperoleh nilai
rhitung sebesar 0,816 dengan nilai koefisien alpha sebesar
0,897. Hasil ini menunjukkan bahwa model telah memenuhi
criteria valid dan reliable sehingga model permainan ini dapat
dinyatakan layak diujikan pada skala besar.
Setelah dilakukan uji skala kecil dan telah dilakukan
revisi terhadap model permainan, tahap selanjutnya adalah
melakukan uji coba skala besar. Uji coba skala besar tetap
dilaksanakan di SD negeri Donggobolo. Siswa yang dijadikan
sebagai subjek adalah sebanyak 12 orang, dengan asumsi
bahwa apabila menggunakan terlalu banyak siswa proses
pembelajaran menjadi kurang efektif.
Uji skala besar akan dilakukan menggunakan model
permainan yang telah direvisi. Penerapan model juga dilakukan
dengan langkah-langkah pembelajaran yang lebih jelas dan
terarah sesuai dengan revisi dan masukan yang diberikan oleh
guru. Persiapan sarana dan prasarana juga dilakukan secara
lebih matang, di mana sarana dan prasarana dipersiapkan
beberapa saat sebelum pelaksanaan pembelajaran.
Pelaksanaan uji skala besar dinilai langsung oleh dua
guru Penjas yang melakukan observasi langsung di lapangan.
Pada skala besar ini penilaian juga dilakukan oleh 1 dosen ahli
yang menilai melalui doukumentasi CD yang dibuat peneliti.
Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat diketahui hasil Penilaian terhadap model permainan kotak dan bola pada uji
penilaian dar iguru Penjas. Hasil tersebut menunjukkan bahwa skala besar dapat dilihat pada Tabe l8 berikut
draft model permainan yang dikembangkan telah memenuhi Tabel 2. Hasil Penilaian Guru Pendidikan Jasmani dan Ahli
item obvervasi. Hal ini dapat dilihat dari tidak ada guru yang terhadap Model Permainan Dalam Uji Skala Kecil
menilai ”tidak” pada aspek yang ditanyakan dalam kuesioner Besar.
Nilai %rerata penilaian dari pengamatan guru terhadap
pelaksanaan model permainan sebesar 72,22%.
Sebagian besar item pertanyaan dinilai telah dicakup
oleh model permainan. Beberapa item pertanyaan dinilai
kadang-kadang yaitu pada item ”model mudah dimainkan
siswa”. Penilaian dari guru dimungkinkan karena banyaknya
jenis permainan yang harus dimainkan siswa sehingga pada
permainan tertentu siswa sedikit kesulitan. Hal lain dapat
dimungkinkan karena siswa kurang paham terhadap
penjelasan prosedur pelaksanaan tes yang diberikan oleh
peneliti.
Pada item ”model permainan sudah cukup
merangsang siswa untuk melempar” .Hal ini dapat dijelaskan
karena beberapa siswa belum mampu melempar tepat pada
sasaran sehingga guru menilai kemampuan siswa belum
meningkat dengan maksimal. Hasil akan dicapai dengan baik
apabila siswa melakukan beberapa kali latihan menggunakan
model permainan lempar pada sasaran.
Pada item ”model permainan sudah cukup
merangsang siswa untuk berlari” dinilai kadang-kadang oleh
guru. Hal ini dapat dijelaskan karena setelah melakukan
beberapa model permainan terlihat stamina siswa mulai
menurun. Faktor cuaca yang panas mempunyai kontribusi
dalam hal ini, karena cuaca yang panas membuat siswa
menjadi cepat lelah.
Secara keseluruhan guru sepakat bahwa model
permainan tepat untuk merangsang kemampuan multilateral Berdasarkan Tabel 2 di atas diketahui hasil penilaian
anak. Hal ini dapat dijelaskan karena model yang ditawarkan dari guru yang melakukan pengamatan langsung terhadap
dapat dimainkan dengan baik oleh anak. Selain itu model penerapan model permainan pada anak pada uji skala besar
permainan kotak dan bola di dalamnya terdiri dari berbagai menunjukkan hasil yang semakin baik. Hasil penilaian
ISBN: 978-602-74245-0-0 115
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
menunjukkan adanya kesamaan penilaian dari guru dan dosen latihan yang sedikit menggunakan kekuatan fisik, siswa akan
ahli yang mengacu pada semakin baikny amodel permainan mengalami sedikit kelelahan. Secara keseluruhan, model
yang dikembangkan dalam meningkatkan kemampuan permainan kotak dan bola yang dikembangkan dinilai baik oleh
multilateral pada anak. Nilai % hasil penilaian meningkat siswa.
menjadi 80,56%.
Kedua guru memberikan penilai yang baik pada B. Pembahasan
sebagian besar item pertanyaan yang ada. Hal ini Penelitian ini diawali dengan merancang model
menunjukkan adanya kesesuaian antara harapan guru permainan dengan melakukan kajian literatur yang
dengan model permainan kotak dan bola yang dikembangkan. berhubungan dengan pengembangan kemampuan multilateral
Dapat diketahui dari 12 item pertanyaan guru sepakat pada 10 pada anak. Tahap selanjutnya yaitu perencanaan,
itemyang menunjukkan kualitas model permainan. Sebagian pengorganisasian berbagai bentuk modul permainan,dan
kecil item masih perlu untuk dilakukan perbaikan yaitu pada penyusunan menjadi sebuah draft awal model permainan.
aspek model mudah dimainkan siswa dan merangsang Draft awal model permainan yang telah disusun,
kemampuan lompat siswa. Secara keseluruhan dapat terlebih dahulu dilakukan revisi oleh dosen dosen ahli.
disimpulkan bahwa model permainan kotak dan bola layak Kemudian dilakukan revi sitahap I terhadap draft model
digunakan sebagai alternative model pembelajaran permainan permainan yang telah ditinjau oleh dosenahli. Hasil revisi tahap
untuk mengembangkan kemampuan multilateral pada anak I ditinjau kembali dosen ahli, dan seterusnya sampai diperoleh
sekolah dasar kelas bawah. persetujuan dari 3 dosen ahli, di mana permainan dinyatakan
Dalam penerapan skala besar, peneliti juga layak untuk dilakukan tindaklanjut uji skala kecil.
memberikan kuesioner kepada siswa. Hal ini dilakukan untuk Uji skala kecil dilakukan dengan melibatkan 6 siswa
mengetahui tanggapan dan minat siswa terhadap model sekolah dasar kelas bawah. Pelaksanaan uji skala kecil
permainan kotak dan bola yang telah dipraktikkannya. berjalan lancar, dengan sedikit terkendala faktor cuaca yang
Berdasarkan hasil pengisian angket siswa diperoleh jawaban panas. Pelaksanaan ujiskala kecil melibatkan langsung2 guru
pada Tabel 3 berikut. Penjas sekolah yang bersangkutan.Guru diberikewenangan
Tabel 3. Jawaban Angket Siswa untuk melakukan pengamatan sekaligus pengamatan
terhadap pelaksanaan model permainan.
Hasil uji skala kecil, secara keseluruhan guru
menyatakan bahwa model permainan sudah baik dan layak
untuk digunakan pada siswa kelas bawah. Beberapa revisi
yang diberikan guru berkaitan dengan model permainan yaitu
terutama pada permainan nomor 3 dan nomor 8, dimana guru
menyarankan agar jarak dipersempit agar anak lebih mudah
melakukan permainan. Revisi lain berhubungan dengan teknis
pelaksanaan proses pembelajaran.
Hasil uji skala kecil dijadikan peneliti sebagai bahan
untuk melakukan revisi sebelum penerapan pada skala besar.
Peneliti melakukan revisi jarak terutama pada permainan
nomor 3 dan nomor 8 sesuai dengan masukan dari guru. Tahap
selanjutnya adalah melakukan uji skala besar dimana pada
tahap ini peneliti melibatkan 12 orang anak sebagai subjek
penelitian. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan lebih
terencana, terarah dengan langkah- langkah teknis
pelaksanaan yang lebih baik sehingga berjalan dengan lancar.
Hasil uji skala besar menunjukkan penilaian yang
baik dari guru Penjas maupun dosen ahli. Permainan
dinyatakan baik dan layak sebagai permainan yang dapat
mengembangkan kemampuan multilateral anak. Hasil
pengisian angket siswa juga didapatkan respon yang positif di
mana siswa senang melakukan permainan, dan siswa tidak
mengalami kesulitan untuk melakukan permainan tersebut.
Hasil jawaban angket siswa diketahui, sebagian Hasil uji kompetensi siswa juga menunjukkan hasil yang baik
besar siswa memberikan respon yang positif. Siswa merasa pada kemampuan berlari, menggiringbola, menendangbola,
senang melakukan permainan dan merangsang anak untuk maupun kemampuan lompat siswa.
semakin aktif bergerak. Item yang paling banyak dijawab tidak Kemampuan multilateral anak diketahui berdasarkan
adalah takut cidera. Hal ini disebabkan karena permainan hasil tes yang dilakukan sebelum dan sesudah mengikuti
termasuk jenis permainan yang aktif. Walau demikian, model pembelajaran menggunakan model kotak dan bola. Tes
permainan telah dikembangkan dengan meminimalkan risiko pengukuran dilakukan dengan beberapa komponen tes yaitu
cedera dengan menggunakan sarana dan prasarana yang tes lari 30m, tes lari zig-zag, menggiring bola, menendang bola
tidak membahayakan siswa. Item lain yang dinilai kurang juga dan tes melompat. Secara keseluruhan menunjukkan adanya
oleh siswa adalah siswa merasa lelah setelah melakukan peningkatan kemampuan multilateral sebelum dan sesudah
permainan. Hal ini dapat dijelaskan karena aktifitas fisik siswa mengikuti permainan kotak dan bola. Dapat diartikan model
dalam keseharian masih termasuk kurang sehingga pemberian permainan kotak dan bola efektif digunakan untuk
ISBN: 978-602-74245-0-0 116
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
meningkatkan kemampuan multilateral pada anak usia SD pembelajaran permainan untuk mengembangkan kemampuan
tingkat bawah multilateral pada anaksekolah dasar kelas bawah.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa model Hasil penelitian ini berimplikasi bahwa sangat perlu
permainan yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat untuk meningkatkan kemampuan multilateral anak mengingat
digunakan untuk mengembangkan kemampuan multilateral semakin jarangnya anak melakukan permainan yang melibatkan
anak tingkat sekolah dasar terutama kelas bawah. Model aktivitas fisik. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
permainan tersebut terdiri dari 8 jenis permainan yaitu: (1) memberikan pembelajaran yang sesuai dengan usia
permainan melempar bola dengan sasaran mengenai kotak, perkembangan anak, namun di dalamnya mengandung unsur-
(2) permainan menendang bola dengan sasaran mengenai unsur yang mampu meningkatkan kemampuan multilateral
kotak, (3) permainan keliling dunia, (4) permainan melompat anak. Hasil penelitian diketahui pengembangan model permainan
kotak dilanjutkan dengan lari zig-zag, (5) sprint kelak-kelok, (6) kotak dan bola dinilai layak oleh ahli maupun guru untuk digunakan
lari dan lompat keliling, (7) berlari menjatuhkan bola yang dalam mengembangkan kemampuan multilateral terutama pada
disimpan di atas kotak yang berada di samping kanan dan kiri, anak usia sekolah dasar kelas bawah. Hal ini berimplikasi bahwa
dan (8) lomba gabungan lari dan lempar. model permainan kotak dan bola dapat dijadikan sebagai
Kemampuan multilateral merupakan kemampuan alternative model permainan yang dapat digunakan oleh guru
gerak menyeluruh yang mencakup berbagai aspek gerak terutama dalam pembelajaran pada anak usia sekolah dasar kelas
seperti berlari, melompat, menendang, melempar dan bawah untuk mengembangkan kemampuan multilateral anak.
sebagainya. Kemampuan gerak multilateral pada anak dapat Keterbatasan yang ada dalam penelitian ini diantaranya
dikembangkan melalui permainan. Model permainan yang adalah sebagai berikut:
dikembangkan dalam penelitian ini menggunakan media kotak 1. Peneliti tidak dapat mengontrol pemilihan siswa sebagai subjek
dan bola dengan modifikasi berbagai model permainan sesuai penelitian, karena pihak sekolah yang memilihkan siswa
dengan kemampuan yang ingin di capai. Hasil penelitian sebagai subjek penelitian.
diketahui bahwa model permainan kotak dan bola yang 2. Pada saat pelaksanaan penelitian, sebagian siswa ada
dikembangkan telah dinilai efektif untuk digunkan yang merasa canggung dan takut, karena peneliti sendiri yang
mengembangkan kemampuan gerak multilateral anak oleh turun langsung di lapangan sehingga dimungkinkan ada siswa
dosen ahli maupun guru. Berdasarkan hasil pengukuran yang tidak mengeluarkan kemampuannya secara maksimal.
kemampuan multilateral anak juga diperoleh hasil yang baik 3. Pengamat lapangan hanya menggunakan 2 guru Penjas yang
pada kemampuan anak setelah mengikuti pembelajaran ada di sekolah, akan lebih baik lagi apabila dilibatkan juga ahli
menggunakan model permainan kotak dan bola. untuk mengamati dan menilai pelaksanaan model permainan
di lapangan.
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah SARAN
dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan Berdasarkan kesimpulan penelitian, saran yang dapat
bahwa model permainan kotak dan bola mampu mengembangkan diberikan adalah sebagai berikut.
keterampilan multilateral anak SD kelas bawah. Permainan yang 1. Bagi guru
dikembangkan telah disesuaikan dengan karakteristik Model permainan kotak dan bola dapat digunakan
pertumbuhan dan perkembangan anak, mampu meningkatkan pada saat mengajar, sebagai salah satu alternatif model
minat dan menggembirakan anak. Permainan juga menggunakan permainan yang berhubungan peningkatan kemampuan
sarana dan prasarana yang sederhana sehingga mudah multilateral siswa kelas bawah.
didapatkan dilingkungan sekitar sekolah serta permainan juga 2. Bagi sekolah
aman bagi anak karena tidak menggunakan sarana prasarana Mendukung penggunaan model permainan dengan
yang berbahaya dengan gerak dasar yang telah biasa dilakukan menyediakan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan oleh
anak. guru dalam melakukan pembelajaran menggunakan model
Model permainan kotak dan bola tersebut terdiri dari permainan kotak dan bola.
8 model permainan. Uji coba model permainan dilakukan 3. Bagi penelitian selanjutnya
sebanyak dua kali yaitu skala besar dan skala kecil. Hasil Melakukan tindak lanjut dalam mengembangkan
pelaksanaan uji skala kecil terdapat beberapa revisi dan model permainan ini agar diperoleh model permainan yang
perbaikan model diantaranya perlu dilakukan pengelolaan kelas berkualitas baik sehingga dapat digunakan sebagai alternative
yang lebih efektif, tahapan pelaksanaan model permainan lebih model pembelajaran bagi guru dalam melakukan proses
jelas, evaluasi pada jarak pada beberapa permainan. Hasil akhir belajar mengajar.
pengembangkan model permainan ini adalah 8 model permainan
dinilai efektif digunakan untuk mengembangkan kemampuan DAFTAR PUSTAKA
multilateral anak yaitu: (1) permainan melempar bola dengan AbasSanusi. (1998). Pendekatan pembelajaran pendidikan
sasaran mengenai kotak, (2) permainan menendang bola dengan jasmani untuk siswa SD. Jurnal Pendidikan. Jawa Barat :
sasaran mengenai kotak, (3) permainan keliling dunia, (4) FKIP UNSUR.
permainan melompat kotak dilanjutkan dengan lari zig-zag, (5) ACHPER. (2007). Sport start (Mengembangkan Kemampuan
sprint kelak- kelok, (6) lari dan lompat keliling, (7) berlari Anak Anda di Rumah). Australia : ACHPER.
menjatuhkan bola yang disimpan diatas kotak yang berada di AnasSudijono. (2006) .Pengantar statistik. Jakarta : PT Raja
samping kanan dan kiri, dan (8) lomba gabungan lari dan lempar. Grafindo Persada. Biddle, StuartJ. H. and Mutrie, Nanette.
Hasil penilaian skala besar oleh guru diperoleh persen skor (2008) .Psychology of physica lactivity. New York :
penilaian sebesar 91,67%, dapat diartikan bahwa model permainan Routledge.
kotak dan bola layak digunakan sebagai alternative model
ISBN: 978-602-74245-0-0 117
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Bompa, Tudor. O. (2000). Total training for young champions. USA Hyun, E.(1998). Making sense ofdevelopmentally and culturally
: Human Kinetics. appropriate practice (DCAP) inearlychildhood education.
Borg, WalterR . & Gall., M.D. (1983). Educational research: New York: Peter Lang. Chapter 2. All rights reserved.
Anintroduction. 4th edition. New York & London : Longman. Artikel tersedia dalam:
Bunker,D.and Thorpe, R. (1986).Thecurriculum model, InR. http://ruby.fgcu.edu/courses.Diunduh 19 Januari 2009.
Thorpe, Bunker, D.,& Almond,I.,(Ed.),Rethinking games Slee, Phillip and Shute, Rosalyn. (2003). Child development:
teaching (pp.7-10). Loughborough:University of thinking about theories.NewYork: Oxford University
Loughborough. PressInc.
Cally Setiawan. (2008). Model kurikulum.Yogyakarta:FIK UNY. Smith,Peter.K.(2010). Children and play. United Kingdom: A John
Chandler, T., Cronin, M., and Vamplew, W. (2007). Sport and Wiley & Sons, Ltd.,Publication.
physical education:thekeyconcepts.Oxon:Routledge. Soepartono.(2004).Pembelajaranatletikmodul2.Jakarta:Depdiknas
Dauer, Victor P.,Pangrazi. Robert P.(1989). Dynamic physical Spence, John., C,and Lee, Rebecca., E.,L.(2002). Toward
education for elementary school children, ninth edition. acomprehensive model ofphysical activity. Journal.
New York: Mac Millan PublishingCompany. Psychology ofSport and Exercise
Duffy,B.(2006).Supporting creativity and imagination in theearl Journal.Volume4,Issue1,January2003,Pages7-24.
yyears. New York: Open University Press. Sucipto, Adi. (2008). Mengembangkan Kecerdasan Majemuk.
Ermawan Susanto. (2009). Model pembelajaran akuatik Jurnal: Paradigma Tahun III,Nomor 25,Januari-Juni2008.
prasekolah. Tesis. Semarang:UNNES.(tidak diterbitkan). Sudono,A.(2006).Sumber belajar dan alat
Hari, A.,Rachman. (2006). Model aktivitas jasmani siswa seolah permainan.Jakarta:PT.Gramedia.
dasar 10-15 menit sebelum pembelajarandimulai.Laporan Sugiyono.(2008).Metode Penelitian Bisnis.Bandung:Alfabeta.
penelitian.Yogyakarta: Fakultas Ilmu Keolahragaan Tedjasaputra, M.S.(2005).Bermain, mainan dan permainan
(tidakditerbitkan). (untukpendidikan usiadini).Jakarta:Grasindo.
Harrow, A.J. (1976). A taxonomy of the psychomotor domain. New Yudanto. (2008).Model modifikasi materi permainan sepak bola
York &London:Longman. dalam pembelajaran penjasorkes untuk siswa sekolah dasar usia
Huizinga,J.(1990).Homoludens(terjemahan:Hartanti,W.S).Jakarta: 10-12 tahun Tesis.Semarang : UNNES (tidak diterbitkan).
LP3ES. Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan
(suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, edisi ke-
5) (terjemahan: Alimuddin, T). Jakarta: Erlangga.

ISBN: 978-602-74245-0-0 118


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH MEDIA RADIO PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN MENYIMAK MATA PELAJARAN
BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V SDN GELANGGANG KECAMATAN SAKRA TIMUR
TAHUN PELAJARAN 2006/2007
Hadi Gunawan Sakti
Dosen Prodi Pendidikan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
e-mail:-

ABSTRAK: Media radio sebagai sarana komunikasi pendidikan khususnya dalam mempelajari atau meningkatkan kemampuan menyimak
siswa secara tepat dan benar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh media radio pembelajaran terhadap
kemampuan menyimak siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas V SDN 4 Gelanggang Kecamatan Sakra Timur Tahun
Pelajaran 2006/2007. Variabel penelitian meliputi media radio pembelajaran dan kemampuan. Penentuan subyek penelitiannya
menggunakan metode populasi, sedangkan pengumpulan datanya menggunakan lembar observasi (cek list). Analisis datanya
menggunakan analisis deskriptif dan analisis t-test / test-T. Hasil analisis deskriptif pada tabel 2, dimana kriteria media radio pembelajaran
pada umumnya tergolong cukup berpengaruh (cukup baik). Data tersebut di dasarkan pada jumlah frekuensi sebesar 7 atau 24%
merupakan kriteria yang tergolong kurang berpengaruh dan 14 atau 48 % merupakan kriteria yang cukup berpengaruh, sedangkan 8 atau
28 % merupakan kriteria yang tergolong kurang. Begitu juga dengan kriteria kemampuan menyimak siswa yaitu: frekuensi yang besarnya
14 atau 48 % merupakan kategori yang tergolong cukup berpengaruh sama dengan kategori berikutnya yaitu 14 atau 48 %. Berbeda
dengan kategori kurang berpengaruh yaitu memiliki jumlah frekuensi 1 atau 3 %. Dengan demikian dapat di katakana bahwa pada
umumnya pengaruh media radio pembelajaran terhadap kemampuan menyimak siswa kelas V SDN 4 Gelanggang tergolong cukup baik
(berpengaruh). Sedangkan berdasarkan pada hasil perhitungan statistik, yaitu diperolehnya t o = 2,953 yang ternyata lebih besar dari “t”
yang tercantum pada tabel nilai “t” (ttabel 5%=2,205 dan 1%=2,76), maka dapat disimpulkan 2,05 < 2,953 > 2,76. Artinya bahwa secara
meyakinkan dapat dikatakan penggunaan media radio pembelajaran telah menunjukkan efektivitasnya yang nyata, atau dapat diandalkan
sebagai metode untuk meningkatkan kemampuan menyimak siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas V SDN 4 Gelanggang
Kecamatan Sakra Timur Tahun Pelajaran 2006/2007”. Berdasarkan hasil kedua analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa “ada
pengaruh media radio pembelajaran terhadap kemampuan menyimak siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas V SDN 4
Gelanggang Kecamatan Sakra Timur Tahun Pelajaran 2006/2007. Saran-saran : 1) sekolah, untuk memberikn pelayanan pendidikan yang
efektif dan optimal dalam rangka pembinaan peserta didik yang lebih berkualitas. 2) bagi tenaga pendidik (guru) diharapkan bekerja sama
dengan pihak sekolah (kepala sekolah, guru-guru dan tenaga administrasi) untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang implikasinya
pada peningkatan proses belajar siswa yang lebih optimal terutama dalam kemampuan menyimak siswa, dan 3) bagi rekan-rekan
mahasiswa yang akan meneliti tentang media radio pembelajaran untuk senantiasa meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang
media pendidikan secara umum yang sesuai bidangnya.

Kata Kunci: Radio Pembelajaran, Kemampuan Menyimak, Bahasa Indonesia.

PENDAHULUAN langsung diharapkan lebih efektif apabila proses pembelajaran


Pada umumnya mutu pendidikan di Indonesia saat ini tidak hanya menuntut siswa untuk menulis dan menghafal materi-
masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, hal materi pelajaran saja, namun bagaimana siswa mampu
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor penghambat. Antaranya meningkatkan kemampuan menyimak dan menganalisa informasi
pelaksanaan kurikulum yang belum tepat sasaran dan sesuai (materi pelajaran) yang disampaikan melalui media radio
dengan harapan peserta didik, orang tua murid dan masyarakat pembelajaran. Sehubungan dengan hal tersebut, seorang guru
atau pihak-pihak yang berkepentingan terhadap mutu pendidikan dituntut kemampuannya dalam mengenal dan menguasai iptek
(stake holders). Ketidak sesuaian antara apa yang diharapkan terutama penggunan media pembelajaran berupa media radio
peserta didik, orang tua dan masyarakat akan produk (lulusan) untuk tercapainya tujuan pembelajaran di sekolah secara efektif
yang dihasilkan sekolah seperti lulusan yang kurang pengetahuan dan optimal.
dan keterampilan sehingga menyebabkan jumlah pengangguran Dari hasil pengamatan dan wawancara penulis dengan
yang semakin banyak dan luas. guru-guru sekolah dasar di kecamatan Sakra timur. Terdapat
Terkait dengan masalah tersebut, maka pemerintah beberapa kendala yang dihadapi di lapangan, antaranya banyak
beserta kalangan swasta bersama-sama mengupayakan siswa yang kemampuan menyimaknya kurang sehingga dalam
peningkatan mutu pendidikan dari sekolah dasar sampai perguruan setiap proses belajar siswa tampak lamban, demikian juga
tinggi. Upaya yang dilakukan seperti pembenahan kurikulum yang perhatian terhadap wacana yang di baca sangat rendah sehingga
tepat sasaran dengan berorientasi pada mutu dan keunggulan untuk menguasai materi pelajaran masih belum optimal. Faktor lain
disamping penataan untuk tenaga pendidik, dengan harapan yang menyebabkan rendahnya kemampuan menyimak serta
mampu meningkatkan dan mengembangkan proses pembelajaran prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia
proses pembelajaran di sekolah adalah tersedianya sarana dan adalah belum efektifnya system atau strategi belajar mengajar
prasarana pendidikan berupa media pembelajaran seperti buku yang diterapkan di sekolah tersebut.
pelajaran, gambar, papan planel, televisi, media radio dan lain-lain. Dengan didasari adanya perbedaan tingkat kemampuan
Adapun peranan media secara tidak langsung diharapkan belajar siswa dan efektivitas pembelajaran di SDN 4 yang masih
mampu meningkatkan proses belajar mengajar yang lebih optimal belum optimal, maka sangat tepat apabila sekolah mampu
serta tercapainya tujuan pembelajaran (pendidikan) yang telah memberdayakan sumber daya yang ada. Anataranya
ditentukan. Sedangkan peranan media pembelajaran secara meningkatkan kompetisi guru serta memanfaatkan media radio
ISBN: 978-602-74245-0-0 119
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pembelajaran unntuk memotivasi dan meningkatkan kemampuan mendengarkan serta menguasai bahan yang disiarkan serta
belajar siswa sesuai dengan tingkat kemampuan siswa tersebut. mendorong kreativitas pada anak untuk menimbulkan kreativitas
Hal tersebut terkait dengan pendapat seseorang ahli bahwa: sendiri. Media radio juga sangat berharga untuk menyampaikan
“peranan media radio yang sangat potensial dikarenakan : informasi (materi pelajaran) pada siswa yang memiliki kemampuan
a). Siaran di luar kelas seperti di dalam kelas, b). Siaran lambat belajar (slow learners) maupun kelompok siswa yang
merupakan informasi yang mudah dicerna, c). Siaran dapat cerdas (fast learners).
merangsang peserta didik dengan ide- ide baru, d). Siaran Dalam Media Pengajaran dijelaskan bahwa karakteristik
dapat menarik dan melibatkan peserta didik, misalnya saur media radio adalah sebagai berikut :
sepuh, e). Siaran dapat memproduksi dengan baik apabila 1) Pemutusan perhatian dan memperhatikan pemusatan
deprogram terlebih dahulu sehingga terarah dan dapat perhatian
dikontrol kekurangannya” (Rohani, 1996: 95). 2) Mengikuti pengarahan
Selain itu juga penggunaan media radio sebagai sarana 3) Digunakan untuk melatih daya analisasi siswa
komunikasi pendidikan khususnya dalam mempelajari atau 4) Perolehan dari suatu konteks
meningkatkan kemampuan menyimak siswa secara tepat dan 5) Memisahkan kata atau informasi yang relavan, dan yang tidak
benar. Hal tersebut dikarenakan media radio dapat : a) menambah relevan
ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan sebagainya, b) 6) Mengingati dan mengemukakan kembali ide atau bagian-
langsung dan up-to-date, c) realistis, maksudnya peristiwa atau bagian dari cerita yang mereka dengar (Nana Sudjana, 2002:
kejadian yang disiarkan lebih ril dibandingkan dengan peristiwa 130).
atau kejadian yang sama, d) dapat mengembangkan daya Sedangkan ahli lain mengatakan bahwa karakteristik
imajinasi yang baik untuk peserta didik dan dapat merangsang media radio adalah sebagai berikut :
partisipasi aktif peserta didik (pendengar). a. Memberikan berita yang up-date,
Akan tetapi penggunaan media radio dalam pembelajaran b. Menarik minat siswa,
di SDN 4 Gelanggang Kecamatan Sakra timur khususnya dan di c. Memberikan keterangan yang sebenarnya,
Indonesia pada umumnya belum bisa diterapkan secara efektif dan d. Memberikan gambaran yang jelas, terperinci dan pentng,
optimal, dikarenakan : a) tidak mampu menciptakan interaksi e. Mempunyai tinjauan yang cukup luas dan
secara spontan, b) pendengar tidak dapat dikontrol keaktifannya, f. Mendorong kreativitas siswa (Aristo Rahada, 2003: 33).
misalnya masyarakat heterogen dan c) rendahnya kemampuan Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
memindahkan pesan-pesan yang sifatnya rumit sebab daya karakteristik media radio adalah melatih daya analisa siswa, untuk
tangkap pendengaran manusia lebih rendah dibandingkan dengan megingat dan mengemukakan ide, memberikan gambaran yang
daya penglihatannya serta umpan balik dari pendengar kurang jelas serta mendorong kreatifitas siswa dalam belajar.
atau tertunda. Beberapa kelebihan dan kekurangan radio diuraikan
Mengacu pada kebaikan dan kekurangan penggunaan sebagai berikut.
media radio pembelajaran tersebut, maka dapat disimpulkan a. Kelebihan Media Radio
sementara bahwa media radio pembelajaran berpengaruh 1. Siaran dapat menjangkau pendengar dalam waktu singkat
terhadap peningkatan kemampuan menyimak siswa. Lebih lanjut 2. Mendengar yang tidak aktif dapat dipersiapakan (partisipasi
peneliti akan melakukan peneliti secara ilmiah tentang ada tidaknya aktif)
“Pengaruh Media Radio Pembelajaran Terhadap Kemampuan 3. Menambah ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan
Menyimak Siswa Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas V sebagainya.
SDN 4 Gelanggang Kecamatan Sakra Timur Tahun Pelajaran 4. Radio terjangkau harganya, bersifat ekonomis dan praktis.
2006/ 2007”. 5. Operasinya mudah, dimana saja, kemana pergi dapat informasi
Dalam buku Media Pendidikan dijelaskan bahwa media dan sudah memasyarakat,
radio adalah suatu perlengkapan elektronik yang diciptakan berkat 6. Langsung dan up-to-date
kemajuan dalam bidang teknologi modern (Oemar Hamalik, 1990: 7. Realistis, maksudnya peristiwa atau kejadian yang disiarkan
125). Ahli lain menyatakan bahwa: Radio adalah suatu alat lebih ril di bandingkan dengan peristiwa atau kejadian yang
elektronik yang dilengkapi dengan transisitor yang mengandung sama.
pesan dalam bentuk suara yang dapat merangsang pikiran, 8. Mengatasi ruang dan waktu, adanya sitem belajar jarak jauh.
perasaan, dan dalam proses belajar mengajar (Nana 9. Mempengaruhi emosi
Sudjana,2002: 129). 10. Otentik, siaran radio pendidikan dilakukan oleh orang-orang
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang ahli dalam bidangnya serta metode penyampaiannya.
media radio sebagai alat elektronik yang dapat merangsang, 11. Dapat mengembangkan daya imajinasi yang baik untuk
pikiran, perasaan, dan mengembangkan intelegensi dan peserta didik.
kemampuan tiap-tiap siswa menurut karaktristik belajar siswa. 12. Dapat merangsang partisipasi aktif peserta didik (pendengar).
Dalam Media Pengajaran dijelaskan bahwa fungsi media 13. Dapat menyajikan pengalaman dunia luar di dalam kelas.
radio adalah melatih kemampuan mendengarkan selain 14. Radio dapat membawa guru yang ahli dalam mata pelajaran
kemampuan menguasai bahan yang disiarkan (Nana Sudjana, tertentu ke dalam kelas.
2002: 129). Ahli lain mengatakan bahwa fungsi media radio adalah 15. Pelajaran lewat radio dapat lebih bermutu baik dari segi isi
rapat mendorong kreativitas pada anak-anak dalam bidang maupun metode.
tertentu, karena mereka (siswa) diberikan kesempatan untuk 16. Radio dapat menyajikan laporan in the spot.
mendengarkan berbagai kreasi orang lain dan menimbulkan daya 17. Siaran-siaran yang aktual dapat memberikan suasana
kreatifitas sendiri (Hamalik, 1986: 253 ). kegegaran pada sebagian besar topik.
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa 18. Mendorong orang tua peserta didik dan masyarakat untuk
fungsi media radio adalah melatih kemampuan untuk berpatisipasi dalam persoalan pendidikan (Rohani: 1992).
ISBN: 978-602-74245-0-0 120
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
b. Kekurangan Media Radio Kegiatan pengumpulan fakta atau informasi yang dapat
1. Tidak mampu menciptakan interaksi secara spontan dilakukan para siswa ini banyak sekali dilakukan melalui
2. Pendengar tidak dapat di control keaktifannya, misalnya menyimak.Fakta yang diperoleh melalui kegiatan menyimak ini
masyarakat heterogen kemudian dilengkapi dengan kegiatan membaca dan eksprimen.
3. Siaran mudah terganggu oleh cuaca/ gelombang lainnya Fakta atau informasi yang telah terkumpul perlu dianalisa.
4. Rendahnya kemampuan memindahkan pesan-pesan yang Hal jelas kaitannya antar unsur fakta, sebab dan akibat apa yang
sifatnya rumit sebab daya tangkap pendengar manusia lebih terkandung di dalamnya apa yang disampaikan pembicara harus
rendah dibandingkan dengan daya penglihatannya. dikaitkan dengan pengetahuan atau pengalaman menyimak dalam
5. Sifat komunikasi searah. bidang yang relevan. Proses anaslisa fakta ini harus langsung
6. Umpan balik dari pendengar tidak ada atau tertunda. secara konsisten dari saat ke saat selama proses menyimak
(Rohani, 1992: 78). berlangsung. Waktu untuk menganalisa fakta itu cukup tersedia
Istilah mendengar dan menyimak sering dijumpai dalam asal penyimak itu dapat menggunakan waktu secara ekstra.
dunia pengajaran bahasa Indonesia, lebih-lebih dalam pengajaran Menurut Supriyadi (1993:43) bahwa waktu ekstra adalah selisih
keterampilan berbahasa. Djago Taringan (1997), dalam bukunya kecepatan pembicara 120-150 kata per menit dengan kecepatan
pendidikan bahasa Indonesia I menjelaskan bahwa ketiga istilah berfikir menyimak 300-500 kata per menit. Analisa kata sangat
mendengarkan, mendengar dan menyimak itu bekaitan dalam penting dan merupakan landasan bagi penilaian fakta, penilaian
makna. Namun dalam mengartikan makna istilah tersebut satu per akan jitu apabila hasil analisa benar.
satu mulai muncul perbedaan pendapat, ada yang menganggap Tujuan proses menyimak yang ketiga adalah mengevaluasi
dapat dipertukarkan dengan makna yang sama. fakta-fakta yang telah disampaikan oleh pembicara. Dalam situasi
Pendapat lain mengemukakan bahwa pengertian ini biasanya penyimak menggunakan atau mengajukan bebrapa
mendengarkan dengan menyimak tidak sama. Peristiwa pertanyaan dalam hati antara lain: Benarkah fakta yang diajukan
mendengar biasanya terjadi secara kebetulan, tiba-tiba yang tidak relevan dan akuratkah fakta yang disampaikan ?.
diduga sebelumnya. Oleh karena itu peristiwa mendengar tidak Apabila fakta yang disampaikan pembicara sesuai dengan
direncanakan. Hal itu terjadi secara kebetulan apa yang didengar kenyataan, pengalaman dan pengetahuan penyimak, maka fakta
mungkin tidak dimengerti maknanya dan mungkin pula tidak tersebut diterima. Sebaliknya apabila fakta yang disampaikan
menjadi perhatian sama sekali. Suara yang didegarkan masuk kurang akurat atau kurang relevan dan kurang meyakinkan
telinga kanan keluar telinga kiri. Dalam hal-hal tertentu suara yang kebenarannya, maka penyimak pantas meragukan keberadaan
didengar tersebut dipahami benar-benar maknanya. Hal ini terbukti fakta tersebut. Hasil pengevaluasian fakta ini akan berpengaruh
dari reaksi si pendengar yang bersangkutan. kepada kredibilitas isi pembicaraan dan pembicaranya. Setelah
Mendengar merupakan setingkat lebih tinggi dari selesai mengevaluasi biasanya penyimak akan mengambil suatu
mendengar. Hal ini ditegaskan oleh ahli yang menyatakan bahwa kesimpulan apakah isi pembicaraan pantas untuk diterima atau
mendengarkan setingkat lebih tinggi tarafnya dari mendengar ditolak
(Djago Tarinagn, 1994 : 3). Daam peristiwa mendengar belum ada Disamping kelima tujuan menyimak di atas masih ada satu
faktor kesengajaan, maka dalam peristiwa mendengarkan hal ini tujuan menyimak sebagaimana dikemukakan oleh Djago Taringan
telah ada faktor kesengajaan. Faktor pemahaman biasanya (1994:4), bahwa tujuan menyimak yang lain adalah untuk
mungkin juga tidak ada kaena hal tersebut belum menjadi tujuan meningkatkan keterampilan berbicara. Dalam hal ini penyimak
mendengarkan telah mencakup mendengar. memperhatikan seseorang pembicara pada segi : a). cara
Dari ketiga istilah mendengar, mendengarkan dan mengorganisasikan bahan pembicaraan, b). cara menyampaikan
menyimak telah menduduki taraf yang tertinggi adalah menyimak. bahan pembicaraan, c). cara memikat perhatian pendengar, d).
Peristiwa menyimak telah terdapat faktor kesengajaan. Faktor cara mengarahkan perhatian pendengar, e). cara menggunakan
pemahaman merupakan unsur utama dalam setiap peristiwa- alat-alat bantu seperti micropon, alat peraga, f). cara memulai dan
peristiwa menyimak. Menurut Djago Taringan (1994: 3 ), mengakhiri pembicaraan.
menjelaskan bahwa faktor pemahaman merupakan unsur utama Manusia adalah makhluk tuhan yang paling sempurna di
bahkan lebih dari itu faktor perhatian, penilaian pun selalu terdapat muka bumi ini. Tanda-tanda kesempurnaan tersebut sangat
dalam peristiwa menyimak. Mendengar maupun mendengarkan banyak, antara lain kelihatan bahwa setiap manusia yang normal
telah tercakup dalam menyimak. dianugerahkan dengan satu mulut dan dua telinga. Apa yang ada
Tujuan yang bersifat umum dikemukakan oleh Djago dari kenyataan tersebut adalah untuk memberikan isyarat kepada
Taringan (1994), yang menyatakan bahwa tujuan yang bersifat semua manusia faktor menyimak sangat penting, setidak-tidaknya,
umum dapat dipecah-pecah menjadi bebrapa bagian sesuai jalur untuk mendengar berbanding jalur untuk berbicara.
dengan aspek-aspek tertentu yang ditekankan. Perbedaan dalam Kemajuan ilmu dan teknologi khususnya bidang
tujuan menyebabkan perbedaan aktivitas penyimak untuk yang komunikasi menyebabkan arus komunikasi melalui radio, tape
bersangkutan. Salah satu klafikasi tujuan menyimak adalah recorder, televisi, telepon, rekaman dan film semakin menderas.
menyimak untuk tujuan: a). Mendapatkan fakta, b). menganalisis Dalam peristiwa inipun keterampilan menyimak mutlak
data, c). mengevaluasi fakta, d). mendapatkan inspirasi, e). diperlakukan. Pendek kata seribu satu macam kegiatan menuntut
menghibur diri dan, f). meningkatkan kemampuan berbicara. setiap manusia harus memiliki keteerampilan menyimak.
Kegiatan menyimak dengan tujuan mendapatkan fakta Berdasarkan uraian di atas telah menggambarkan secara
atau informasi dapat berwujud dalam berbagai variasi.Variasi umum beberapa fungsionalnya kegiatan menyimak bagi kehidupan
tersebut misalnya dengan mendengarkan melalui radio, tape manusia. Dengan demikian peranan menyimak bagi kehidupan
recorder, televisi, penyimakan makalah seminar, pidato ilmiah, manusia adalah : a). landasan belajar berbahasa, b). penunjang
percakapan dalam keluarga, percakapan dengan tetangga, tean keterampilan berbicara, membaca dan menulis, c). pelancar
sekelas dan laim sebagainya. komunikasi lisan dan d). penambah informasi.

ISBN: 978-602-74245-0-0 121


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Menyimak berarti mendengarkan dan memahami bunyi dikutif oleh Djago Taringan (1997: 34) dalam bukunya
bahasa. Namun sebelum penyimak sampai pada tahap kependidikan keterampilan berbahasa yang menyatakan bahwa
pemahaman, yang bersangkutan harus berupaya sungguh- hal-hal yang digunakan dalam memeriksa daya simak diri itu
sungguh. Kenyataan ini membuktikan bahwa menyimak memiliki:a) kesiapan, b) konsentrasi, c) pemahaman, d)
sebenarnya sesuatu bersifat aktif. Hal tersebut terkait dengan pembuktian e) pengevaluasian.
pendapat para ahli sebagai mana dikutif oleh Djago Taringan Karakteristik atau ciri-ciri menyimak ideal biasanya
(1994: 15), bahwa para ahli pengajaran bahasa menyimpulkan diterapkan kepada orang lain. Artinya seseorang menilai apakah
bahwa menyimak adalah suatu proses. Proses menyimak tersebut orang lain penyimak ideal atau tidak, maka peneliti memeriksa
mencakup enam tahap, yakni : a). mendengar, b). mengidenfikasi, karakteristik penyimak yang dinilainya. Ciri-ciri penyimak ideal
c). menginterprestasi, d). memahami, e). menilai, dan f). menggapi. diklasifikasikan menjadi beberapa ciri yakni : a). kesiapan fisik dan
Dari setiap tahap tersebut diperlukan kemampuan tertentu mental, b). motivasi dan kesungguhan, c). objek dan menghargai
agar proses menyimak berjalan mulus. Fase mendengar bunyi pembicara, d). menyimak secara menyeluruh namun selektif, e).
bahasa diperlukan kemampuan untuk menangkap bunyi. Telinga tanggap situasi dan mengenal arah pembicaraan, f). kontak
menyimak harus peka. gangguan pada alat pendengaran dengan pembicara, g). merangkum isi pembicaraan, h). menilai
menyebabkan penangkapan bunyi kurang sempurna. Di samping dan menanggapi hasil pembicaraan (Djago Taaringan, 1997 :2.
itu penyimak dituntut dapat mengingat bunyi yang telah ditangkap 11).
oleh telinga. Kemampuan menangkap dan mengingat ini dilandasi Menyimak sangat fungsional dalam kehidupan manusia,
dengan kemampuan memusatkan perhatian. melalui menyimak seseorang memperoleh kemungkinan besar
Kemampuan penunjang yang diperlukan dalam proses dalam mendapatkan informasi. Para ahli seperti yang diikutif oleh
menyimak paling sedikit adalah tujuh butir yaitu: a). kemampuan Djago Taringan (1994:56) bahwa sebagian besar dari pengetahuan
memusatkan perhatian, b). kemampuan mengingat, c). seseorang dan nilai-nilai yang diyakini bila setiap orang lebih-lebih
kemampuan menangkap bunyi, d). kemampuan linguistic, e). peserta didik dituntut untuk terampil menyimak. Kawolda dalam
kemampuan non-linguistik, f). kemampuan menilai dan, g). buku Djago Taringan (1994: 67), menawarkan empat cara untuk
kemampuan menanggapi (Djago Taringan, 1992:18). Kemampuan mempertajam daya simak siswa, yaitu: 1). Simak ulang ucap, 2).
memusatkan perhatian dan kemampuan mengingat digunakan dan Identifikasi kata kunci, 3). Merangkum dan 4). Menjawab
dibutuhkan dalam setiap fase menyimak. Kedua kemampuan pertanyaan.
tersebut merupakan tulang punggung dalam kegiatan menyimak. Faktor penentu atau efektifitas menyimak sangat
Kualitas menyimak sesorang pun sangat ditentukan oleh tergantung kepada sejumlah faktor. Hal ini dikemukakan ahli
kemampuan orang tersebut dalam memusatkan perhatian dan bahwa: faktor-faktor yang menentukan efektifitas menyimak
mengingat. Kemampuan mengingat sangat ditentukan oleh adalah: a) pembicara, b). pembicaraan, c) situasi dan d) penyimak
kepekaan alat panca indera yaitu pendengaran. (Djago Taringan, 1994: 35). Pembicaraan marupakan orang yang
2. Jenis-Jenis Menyimak menyampaikan pesan, ide, informasi kepada para pendengar
Jenis-jenis menyimak antara lain: menyimak terputus- melalui bahasa lisan, kualitas pembicara, keahliannya,
putus, menyimak dangkal, menyimak sekelumit, menyimak social, kharismanya dan kepopulerannya sangat berpengaruh kepada
menyimak kritis, dan menyimak reponsif Djago Taringan (1994: 24) para pendengarnya.
menjelaskan bahwa paling sedikit ada tujuh titik pandang yang Situasi dalam menyimak diartikan segala sesuatu yang
digunakan sebagai dasar pengklasifikasi menyimak. Ketujuh titik menyertai peristiwa menyimak di luar pembicara, pembicaraan dan
pandang tersebut adalah: 1). Sumber suara, 2). Taraf aktifitas menyimak. Situasi tersebut sangat berpengaruh dan menentukan
menyimak, 3). Taraf hasil simakan, 4). Keterlibatan penyimak, 5). efektifitas dalam menyimak. Hal-hal yang harus diperhatikan yang
Kemampuan khusus, 6). Cara penyimakan bahan simakan, 7). termasuk dalam kategori situasi dalam proses menyimak adalah
Tujuan spesifik. ruangan, waktu, ketenangan, dan peralatan. Termasuk dalam
Menurut keterlibatan penyimak dan kemampuan khusus peralatan disini adalah alat-alat yang digunakan baik menyimak
seseorang dapat diklasifikasi menjadi beberapa kategori: a). maupun yang disimak yaitu berupa radio.
menyimak marginal, b). menyimak apresiatif, c). menyimak Hal-hal yang perlu diperhatikan yang enyangkut diri
alternative, d). menyimak analisis (Djago Taringan. 1994: 25). penyimak antara lain sebagaimana dikemukakan oleh Djago
Menurut cara penyimakan, Djago Taringan (1994: 4) Taringan (1994: 37), yaitu: a) kodisi, b). konsentrasi, c). bertujuan,
mengklasifikasikan menjadi dua jenis menyimak yaitu : 1). d). berminat, e). memiliki kemampuan linguistik maupun non
Menyimak intensif dan 2). Menyimak ekstensif. Sedangkan linguistik dan f). luas dan berpengetahuan.
menurut Butterfield sebagaimana dikutif oleh Djago Taringan Media radio merupakan salah satu media elektronik yang
(1994: 26) mengklasifikasikan jenis menyimak berdasarkan tujuan berfungsi untuk melatih kemampuan mendengarkan serta
: a. menyimak sederhana, b. menyimak diskriminatif, c. menyimak menguasai bahan yang disiarkan serta mendorong kreatifitas pada
santai, d. menyiak informative, e. menyimak literatur dan f. anak untuk menimbulkan sendiri. Sehingga memberikan daya
menyimak menilai. Logan dan kawan-kawannya (1972: 42), analisa siswa, untuk mengingat dan mengemukakan ide dan
mengklasifikasikan menyimak atas dasar tujuan khusus : a). mendorong kreatifitas siswa dalam belajar. Keberadaan media
menyimak untuk belajar, b). menyimak untuk menghibur, c). radio akan memiliki dampak positif maupun negative bagi
menyimak untuk menilai, d). menyimak apresiasif, e). menyimak perkembangan siswa. Siswa yang sedang berkembang menuju
untuk komunikasi ide dan prasaan, f). menyimak diskriminatif, g). kedewasaannya maka guru sebagai pendidik, pengajar dan pelatih
menyimak pemecahan masalah (Logan dkk dalam Djago Taringan, serta pembimbing siswa dalam perkembangan harus mampu
1994: 26). memanfaatkan media radio sebagai salah satu media belajar
Cara mengevaluasi kemampuan menyimak seseorang mengajar untuk memanfaatkan dampak positif keberadaan media
ditemukan oleh Koop yang dimotifikasi oleh Greence dan petty radio.
(1969 : 12 ) menjadi cheeking up on my listening sebagaimana
ISBN: 978-602-74245-0-0 122
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Pemanfaatan media radio sebagai media belajar dalam merencanakan tes ulanga, dan merencanakan analisa hasil
kegiatan belajar mengajar akan lebih menarik bagi siswa. Hal ulangan.
tersebut karena para siswa telah memanfaatkan sebagai media 2) Pelaksanaan tindakan, meliputi :
hiburan di lingkungan hidupnya. Siswa tidak akan merasa jenuh a) Melaksanakan scenario pembelajaran
dalam proses belajar mengajar karena minat dan perhatian b) Melaksanakan observasi oleh observer
terhadap radio telah tinggi di lingkungan keluarga dan lembaga c) Pelaksanaan tes ulangan dengan tes yang telah didesain
pendidikan, sehingga dalam penyampaian materi pekajaran akan d) Menganalisa hasil ulangan
dihafal, pengegtahuan, pemahaman serta penghayatan materi 3) Refleksi
yang disampaikan akan lebih baik dibandingkan dengan tidak a) Seorang siswa dikatakan tuntas belajar/ berhasil apabila telah
menggunakan media radio. berdasarkan uraian ini maka radio aan mencapai daya serap ≥ 65 atau nilainya ≥ 6,50.
berpengaruh positif dalam meningkatkan daya menyimak. b) Kelas dikatakan tuntas belajar/ berhasil apabila telah terdapat
85% dari jumlah siswa yang mencapai daya serap ≥ % 65 atau
METODE PENELITIAN nilainya ≥ 6,50.
Metode penelitian menyangkut alat dan teknik untuk c) Segala kekurangan dan kelemahan pada tahap pertama akan
melaksanakan penelitian. Hal yang demikian dapat dilihat dari diperbaiki dan dilengkapi pada siklus kedua.
pemilihan metode yang tepat untuk meneliti suatu masalah atau (Ramijo 1997:43).
objek penelitian, dieksperimenkan atau mengkaji setelah suatu Tahap kedua, yaitu melakukan kegiatan-kegiatan proses
masalah atau objek penelitian itu secara wajar. Adanya perbedaan belajar mengajar yang meliputi:
keadaan objek penelitian di lapangan, memungkinkan untuk 1) Perencanaan pembelajaran seperti:
memilih atau menggunakan metode yang berbeda pula. a. Pembuatan rencana satuan pembelajaran (menyimak dialog
Sebagaimana diketahui bahwa penelitian itu harus sistematis, dan menyimak puisi).
berencana dan harus mengikuti konsep-konsep ilmiah. Menurut b. Membuat scenario pembelajaran dengan radio yang
Suharsimi Arikunto (1995: 11), menyatakan bahwa sistematis menekankan pada apersepsi dan penggunaan media radio
berarti dilaksanakan menurut pola tertentu yang paling sederhana pembelajaran dan
sampai yang paling kompleks sehingga tercapai tujuan secara c. Membuat lembar observasi, yaitu untuk mengamati jalannya
efektif dan efisien. proses mengajar khususnya ketika apersepsi dan penggunaan
Penelitian harus berencana yakni penelitian harus media radio yang diberikan.
dilaksanakan dengan adanya unsur kesengajaan dimana terlebih 2) Pelaksanaan tindakan, meliputi :
dahulu diperkirakan, dipikirkan langkah-langkahnya. Dikatakan a. Melaksanakan scenario pembelajaran
ilmiah karena dari awal penelitian harus mengikuti, konsep-konsep b. Melaksanakan observasi oleh observer
ilmiah yakni menggunakan prinsip memperoleh ilmu pengetahuan. c. Pelaksanaan tes ulangan dengan tes yang telah didesain
Ridwan (1990: 94), menjelaskan bahwa pada umumnya dalam d. Menganalisa hasil ulangan
penelitian dikenal ada dua macam pendekatan yaitu eksperimen 3) Refleksi
apabila gejala yang ditelitii itu ditimbulkan dengan sengaja, dan a. Hasil analisa ulangan harian akan digunakan untuk melihat
metode eks post apabila gejala yang diteliti memang ada secara keberhasilan belajar siswa.
wajar. b. Keberhasilan belajar adalah : seorang siswa dikatakan tuntas
Berdasarkan keadaan objek penelitian ini belum ada belajar/ berhasil apabila telah mencapai daya serap ≥ 65 atau
secara wajar, artinya peneliti perlu memperlakukan objek penelitian nilainya ≥ 6,50. Kelas dikatakan tuntas belajar/ berhasil apabila
untuk menimbulkan gejala yang diinginkan. Dengan demikian telah terdapat 85% dari jumlah siswa yang mencapai daya
penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Penggunaan serap ≥ % 65 atau nilainya ≥ 6,50 (Ramijo 1997:43).
metode eksperimen ini dimaksudkan untuk memecahkan masalah Keberhasilan belajar, dilanjutkan dengan analisa data untuk
pengaruh radio terhadap peningkatan kemampuan menyimak mata pengujian hipotesis dengan statistic korelasi T “tes” untuk
pelajaran bahasa Indonesia. mengetahui keberadaan pengaruh penggunaan media radio
Prosedur penelitian eksperimen/ tindakan kelas ini akan terhadap kemampuan menyimak.
dilaksanakan melalui dua tahap. Setiap tahap akan dilaksanakan Umumnya proses pengumpulan data dilakukan dengan
sesuai dengan perubahan dan tujuan yang ingin dicapai dan dibagi metode dan instrument seperti dijelaskan di bawah ini:
menjadi beberapa tahap tersebut yaitu: Tahap pertama meliputi : 1. Tes, adalah metode pengumpulan data dengan cara
1) Perencanaan pembelajaran yang mencakup : a). Membuat memberikan tugas ataupun pertanyaan-pertanyaan secara
rencana satuan pembelajaran yaitu menyimak dialog, tertulis kepada jumlah individu/ responden tersebut untuk
menyimak puisi, b). Membuat scenario pembelajaran, yaitu menjawab dan menyelesaikan tugas atau pertanyaan tersebut.
menekankan pada apersepsi dan metode control. Apersepsi Kelebihan metode tes antara lain :
tersebut berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab a. Sebagai alat untuk memperoleh data secara kualitatif
oleh siswa dan penjelasan singkat untuk mengetahui b. Data yang diperoleh dari populasi yang jumlahnya cukup besar
sejauhmana tingkat pengetahuan siswa pada setiap materi lebih lengkap
pelajaran yang akan diberikan, selanjutnya c). Membuat lembar c. Pelaksanaan efisiensi dan waktu yang cukup singkat
observasi, yaitu untuk mengamati jalannya proses Kekurangan metode tes antara lain:
pembelajaran khususnya ketika apersepsi dan penggunaan a. Banyak rahasia pribadi yang tidak dapat diungkapkan melalui
metode mengajar (control) yang dilaksanakan. Lembar jawaban tes.
observasi ini berisikan tentang hal-hal atau aspek-aspek yang b. Pernyataan yang ada dalam tes dapat ditapsirkan berbeda oleh
diamati yaitu apersepsi, metode mengajar, media belajar dan responden (Nazir, 1994; 101).
alat evaluasi yang mencakup medesain alat evaluasi, Metode Tes dalam penelitian di jadikan sebagai metode
pokok untuk mendapatkan data kemampuan menyimak siswa.
ISBN: 978-602-74245-0-0 123
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
2. Interview/ wawancara yaitu pengumpulan data dengan menyimak siswa kelas V SDN 4 Gelanggang tergolong cukup baik
mengadakan kontak langsung dengan sumber data. (berpengaruh). Implementasinya pada penggunaan media radio
Kelebihannya dapat menilai keadaan seseorang, misalnya untuk dalam proses pembelajaran di sekolah yang dapat memberikan
mencari data tentang variabel latar belakang murid, orang tua, kesempatan lebih luas bagi siswa untuk meningkatkan
pendidikan, perhatian, sikap terhadap sesuatu. Sedangkan kemampuan belajarnya secara efektif dan inovatif. Seiring dengan
kekurangannya antaranya interview biasanya disembunyikan perbedaan kemampuan masing-masing siswa menerima
oleh pewawancara dan tidak pula yang diperlihatkan kepada pelajaran, yaitu kelompok siswa yang lambat belajar atau “slow
responden, bahkan respondenlah yang dipersilahkan learners” dan kelompok siswa yang cepat belajarnya atau “fast
memberikan tanda. learners”. Dengan penggunaan media radio tersebut siswa yang
3. Pengamatan/ observasi yaitu pengumpulan data melalui tadinya kurang dalam belajar terutama pada waktu menyimak
pengamatan dan pencatatan gejala-gejala pada objek yang wacana menjadi lebih efektif belajar dan menerima pelajaran
dilakukan secara langsung ditempat kejadian. dibandingkan sebelum menggunakan media radio.
Kelebihan observasi antaranya dapat dilakukan dengan 2. Anallisis Statistik Tentang Pengaruh Media Radio
pengamatan langsung menggunakan alat indra maupun Pembelajaran Terhadap Kemampuan Menyimak siswa
menggunakan alat seperti tes, Koesioner, rekaman gambar dan Berdasarkan hasil perhitungan di atas, yaitu diperolehnya
rekaman suara. Kekurangannya antara lain membutuhkan waktu to = 2,953 yang ternyata lebih besar dari “t” yang tercantum pada
lama, biaya dan tenaga. tabel nilai “t “ (tt abel 5% = 2,05 dan 1% = 2,76), maka dapat
Berdasarkan penjelasan di atas, maka metode yang disimpulkan 2,05 < 2,953 > 2,76. Artinya bahwa secara
digunakan adalah metode observasi/ pengamatan. Metode ini meyakinkan dapat dikatakan penggunaan media radio
dimaksudkan untuk mengumpulkan data melalui pengamatan dan pembelajaran telah menunjukkan efektivitasnya yang nyata, atau
pencatatan gejala-gejala pada objek yang dilakukan secara dapat diandalkan sebagai metode untuk meningkatkan
langsung di tempat kejadian. Berdasarkan metode yang kemampuan menyimak siswa pada mata pelajaran bahasa
digunakan, maka alat/ instrument yang digunakan adalah bentuk Indonesia kelas V SDN 4 Gelanggang Kecamatan Sakra Timur
tes (check list). Tahun Pelajaran 2006/ 2007”.
Implementasinya pada saat proses pembelajaran
HASIL DAN PEMBAHASAN berlangsung dan setelahnya, dimana proses pembelajaran diikuti
Hasil Penelitian dengan baik dan saksama oleh siswa baik yang memiliki
1. Penentuan Populasi Dan Sampel kemampuan belajar cepat maupun yang lambat. Hal tersebut
Populasi penelitian meliputi siswa kelas V SDN 4 sesuai dengan peranan media radio terhadap peningkatan
Gelanggang Kecamatan Sakra Timur Tahun Pelajaran 2006/ 2007 kemampuan belajar serta proes menyimak siswa, antara lain untuk:
yang berjumlah 29 orang, sedangkan sampelnya ditentukan a). menambah ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan
sebanyak 20 orang. Berdasarkan jumlah populasi di bawah 100 sebagainya, b). meningkatkan kemampuan menyimak dan
maka metode penentuan subyeknya menggunakan studi populasi berbicara, c). dapat menarik dan merangsang partisipasi aktif siswa
yaitu sebesar 29 siswa kelas V. (peserta didik), d). mendapatkan inspirasi dan dapat merangsang
2. Pengumpulan Data peserta didik dengan ide-ide baru, e). menghibur diri, f). siaran
Berdasarkan tujuan penelitian pada bab 1 yaitu, “untuk dapat mengurangi verbalisme dengan diselangi music dan g).
mengetahui apakah ada pengaruh media radio pembelajaran dapat mengembangkan daya imajinasi yang baik untuk peserta
terhadap peningkatan kemampuan meyimak siswa pada mata didik.
pelajaran bahasa Indonesia kelas V SDN 4 Gelanggang
kecamatan Sakra timur tahun pelajaran 2007/2008”. Proses KESIMPULAN
pengumpulan datanya menggunakan lembar observasi (ceklis), 1. Berdasarkan hasil analisis deskriptif di atas, dapat disimpulkan
dengan rekafitulasi frekuensi penilaian terdiri atas 3 (tiga) alternatif bahwa kriteria dari pengaruh media radio pembelajaran
pilihan, yaitu Berpengaruh (baik) poin 3, Cukup poin 2, dan Kurang terhadap kemampuan menyimak siswa pada pelajaran bahasa
Berpengaruh poin 1 (Suprayekti, 2004; 35). Indonesia kelas V SDN 4 Gelanggang tergolong cukup
berpengaruh.
Pembahasan 2. Berdasarkan hasil analisis statistik “T-test”, dapat disimpulkan
1. Analisis Deskriptif Tentang Kriteria Media Radio Pembelajaran bahwa hipotesa nihil (Ho) yang berbunyi tidak ada pengaruh
dan Kemampuan Menyimak variabel X (media radio pembelajaran) terhadap variabel Y
Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada tabel 2, dimana (kemampuan menyimak), ditolak. Sedangkan hipotesa
kriteria media radio pembelajaran pada umumnya tergolong cukup alternatif (Ha) yang berbunyi ada pengaruh yang signifikan
berpengaruh (cukup baik). Data tersebut didasarkan pada jumlah antara variabel X terhadap Y diterima. Artinya ada pengaruh
frekuensi sebesar 7 atau 24% merupakan kriteria yang tergolong media radio pembelajaran terhadap kemampuan menyimak
kurang berpengaruh dan 14 atau 48% merupakan kriteria yang siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas V SDN 4
cukup berpengaruh, sedangkan 8 atau 28% merupakan kriteria Gelanggang Kecamatan Sakra Timur Tahun Pelajaran 2006/
yang yang tergolong kurang. Begitu juga dengan kriteria 2007”.
kemampuan menyimak siswa yaitu : frekuensi yang besarnya 14
atau 48% merupakan kategori yang tergolong cukup berpengaruh DAFTAR PUSTAKA
sama dengan kategori selanjutnya yaitu 14 atau 48%. Berbeda Arifin, Syamsul, 1992. Islamisasi Psikologi dan Pengembangan
dengan kategori kurang berpengaruh yaitu memiliki jumlah Sumber Daya Manusia. Pelita : Jakarta
frekuensi 1 atau 3%. Arikunto, Suharsimi, 1985. Metode Penelitian Suatu Pendekatan
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada umumnya Praktis. Bina Aksara: Jakarta
pengaruh media radio pembelajaran terhadap kemampuan Aristo, Rahadi., 2003. Media Pendidikan. GRAPINDO: Jakarta
ISBN: 978-602-74245-0-0 124
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Arsyad, Azhar, 2000. Media Pembelajaran .jakarta :Grafindo Ridwan, 1990. Metode Statistik. . STKIP Hamzanwadi: Selong.
persada Rohani Ahmad, 1996. Media Edukatif. Asdi Mahasatya: Jakarta.
Djamarah, 1996. Media Pendidikan. __________ : Jakarta Siswanto, 1995. Belajar Dan Pembelajaran. UT . PT . Press:
GBPP, 1994. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Depdikbud: Jakarta
Jakarta. Sudijono, Anas, 2003. Pengantar Statistik Pendidikan. raja
Hadi, Sutrisno, 2004, Statistik 2, Andi Yogyakarta, Yogyakarta Grafindo Persada: Jakarta.
Hamalik, Oemar, 1982. Mdia Pendidikan. Alumni: Bandung Sudjana, Nana, 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Sinar
Hamalik, Owemar, 1986. Media Pembelajaran. ____________: Baru Algensindo: Bandung.
Jakarta Supomo, 1990. Aku Cinta Bahasa Indonesia. Tiga Serangkai: Solo.
Kartono, 1996. Pyskologi Pendidikan. UT Bineka Cipta: Jakarta Suprayekti, 2004. Interaksi Belajar Mengajar. Departemen
Mudyahardjo, 1994. Dasar-Dasar Kependidikan. UT Press: Pendidikan Nasional Dirjen Diksdasmen: Jakarta.
Jakarta. Supriadi, 1993. Pembelajaran Bahasa Indonesia. GARAPINDO:
Nazir, 1994. Metode Penelitian. UT. Bineka Cipta: Jakarta Jakarta.
Netra, 1979. Metode Penelitian. FKIP Unud: Singaraja Taringan, Djago, 1994. Pendidkan Bahasa Indonesia I. UT Press:
Partini, dkk. 1994. Bahasa Indonesia Jilid IV. PN. Balai Pustaka: Jakarta.
Jakarta. Winata Putra, Udin, 1995. Belajar dan Pembelajaran. PT UT Press:
Purwadarminto, 1984. Kamus Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta.
Jakarta. Yulius, 1989. Statistik Infrensial. Gunung Agung: Jakarta.
Ramidjo, 1997. Metode Penelitian. Tiga Serangkai: Jakarta.

ISBN: 978-602-74245-0-0 125


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN IPA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN UNTUK
MELATIHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF KELAS VII SMP
Hanif Rafika Putri
Dosen Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini IKIP PGRI Jember
e-mail:rafika.putri13@co.id

ABSTRAK: Tantangan masa mendatang akan semakin sulit, oleh karena itu siswa perlu dilatihkan kemampuan berpikir kreatif agar
mereka siap menghadapinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan perangkat pembelajaran IPA materi Pencemaran
Lingkungan yang layak untuk melatih kemampuan berpikir kreatif SMP kelas VII. Jenis dari penelitian ini adalah penelitian pengembangan
yang menggunakan model 4D. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), Buku ajar Siswa (BAS), serta tes kemampuan berpikir kreatif. Sasaran penelitian adalah perangkat
pembelajaran yang diuji cobakan pada 15 siswa SMP kelas VII dengan rancangan One-Group Pre test-Post Test Design. Analisis data
secara deskriptif kualitatif dengan hasil: (a) Validasi perangkat pembelajaran dengan kategori valid dan sangat valid; (b) Respon siswa
positif; (c) Kemampuan berpikir kreatif siswa terlatih (skor post test 71 yang berarti kreatif dengan N-gain 0,73); Simpulan penelitian ini,
bahwa perangkat pembelajaran IPA materi Pencemaran Lingkungan layak digunakan untuk melatihkan kemampuan berpikir kreatif.

Kata kunci: Perangkat pembelajaran IPA, berpikir kreatif.

ABSTRACT: Creative thinking required to be facilitated to students in order they are ready to face the challenge in the future which will
be more complicated. This research aimed to develop science learning materials which feseable to facilitate creative thinking skill of grade
VII junior high school. This research is development research, that is developing science learning materials including (syllabus, lesson
plan, student work sheet, student text book, and creative thinking capability test), by using 4D development model. Target of this research
is learning instrument which tested on 15 graders VII junior high school with plan One-Group Pretest-Posttest Design. Data analysis using
descriptive qualitative resulting: (a) validation of learning instrument with category valid and very valid; (b) positive student response; (c)
student creative thinking capability is trained (posttest score 71 which meant creative with N-Gain 0.73); The conclusion of this research
is that the science learning instrument is proper to be used to facilitate creative thinking skill.

Keywords: Science learning materials, creative thinking.

PENDAHULUAN di sekolah masih sangat memprihatinkan (Munandar, 1999).


Masalah dan tantangan di masa depan yang dihadapi Tampak adanya kesenjangan antara tuntutan pengembangan
siswa kita semakin sulit. Oleh karenia itu, dibutuhkan manusia yang berpikir kreatif dengan kenyataan yang ada. Pembelajaran masih
tangguh untuk mengatasi segala macam tantangan yang ada. cenderung menghambat pertumbuhan dan perkembangan
Untuk itu, diperlukan manusia yang kreatif dan inovatif agar dapat kreativitas siswa. Contoh kongkrit yang ditemukan peneliti saat
bertahan hidup dan menjadi manusia yang bermanfaat bagi melakukan observasi di sekolah adalah masih banyak siswa yang
masyarakat luas (Munandar, 1999). Sesuai dengan hal di atas, belum berani mengungkapkan ide mereka karena takut salah dan
salah satu tujuan kurikulum 2013 adalah mempersiapkan manusia dimarahi oleh guru. Mereka hanya mau mengungkapkan ide
Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi yang mereka saat mereka ditunjuk oleh guru.
produktif, kreatif dan inovatif. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru IPA kelas VII di
Guru memiliki peran penting sebagai fasilitator untuk menuntun SMP Negeri 22 Surabaya, menunjukkan bahwa (1) siswa belum
siswa agar menjadi pribadi yang kreatif dan inovatif. Dalam prakteknya di berani mengungkapkan ide baru pada saat pembelajaran, (2) siswa
lapangan, guru diharapkan mampu melatihkan kepada siswa belum pernah dilatihkan kemampuan berpikir kreatif, (3)
kemampuan berpikir kreatif. Berpikir kreatif adalah sensitif dengan keterbatasan waktu guru IPA untuk mengembangkan perangkat
masalah-masalah; mencari informasi dari berbagai sumber pembelajaran IPA sesuai tuntutan kurikulum 2013.
eksternal; mencari beberapa solusi; menduga, menciptakan Tema pada kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dapat
alternatif-alternatif untuk menyelesaikan masalah, menguji dan menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif,
menguji kembali beberapa alternatif tersebut; afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan
menyempurnakannya dan akhirnya mengkomunikasikan hasilnya yang terintegrasi (Mulyasa, 2013). Pembelajaran IPA cocok
(Torrence, 1965). Ada empat karakter berpikir kreatif menurut digunakan untuk melatihkan berpikir kreatif (Tim IPA Terpadu,
Torrance (Filasaime, 2008), yakni (1) Originality yakni keunikan 2010). Pembelajaran IPA menekankan pada kemampuan analitik
dari ide yang diungkapkan; (2) Fluency yakni kemampuan untuk terhadap konsep-konsep, dapat mengembangkan kemampuan
menciptakan ide sebanyak-banyaknya; (3) Flexibility yakni sintesis dan aplikasi konsep, kemampuan asosiatif, eksploratif dan
kemampuan untuk mengatasi rintangan mental saat mengeluarkan elaboratif. Pembelajaran IPA juga mendorong siswa tanggap
ide. Ini ditunjukkan dengan tidak adanya ide yang sama saat terhadap lingkungannya, sehingga bisa memacu siswa berpikir
seseorang diminta mengungkapkan ide atau pendapatnya; (4) kreatif untuk menyelesaikan masalah di lingkungan dengan
Elaboration ditunjukkan oleh sejumlah tambahan dan detail pada menggunakan konsep IPA yang telah dipelajari (Audrey, 2012).
setiap ide sehingga stimulus sederhana menjadi lebih kompleks. Materi IPA yang diangkat dalam pembelajaran ini adalah
Hasil penelitian menunjukkan betapa pentingnya berpikir Pencemaran Lingkungan. Materi ini dekat dengan kehidupan
kreatif, namun pembelajaran di sekolah masih belum sehari-hari siswa dan dialami oleh siswa. Ini menjadikan siswa
memperhatikan hal ini. Pengembangan kemampuan berpikir kreatif merasa tertarik untuk mempelajari konsep-konsep dalam materi

ISBN: 978-602-74245-0-0 126


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
tersebut dan tertantang untuk dapat menyelesaikan masalah yang suasana kelas yang mendorong siswa untuk berpikir divergen dan
diangkat dalam materi, sehingga siswa dapat menuangkan ide-ide saling toleransi terhadap pendapat saat diskusi kelompok maupun
kreatif mereka dalam hal penyelesaian masalah. kelas. Pemberian BAS dan LKS yang juga mendorong kemampuan
Berdasarkan uraian di atas, maka akan dilakukan berpikir kreatif siswa menjadikan mereka merasa mudah dan
penelitian dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran lancar mengerjakan soal kemampuan berpikir kreatif
IPA Materi Pencemaran Lingkungan untuk Melatihkan C. Kefektifan Perangkat Pembelajaran
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas VII SMP”. Keefektifan perangkat pembelajaran ditinjau dari
peningkatan kemampuan pada indikator berpikir kreatif siswa saat
METODE PENELITIAN pre test dan post test. Peningkatan hasil belajar siswa juga
Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian menunjang keefektifan perangkat pembelajaran yang
pengembangan (developmental research) yang mengacu pada dikembangkan. Tes yang digunakan untuk menilai kemampuan
model pengembangan 4D yang dimofidikasi sampai pada tahap berpikir kreatif adalah Guilford Alternate Use. Skor dari Guilford
develop saja, karena hanya diujicobakan pada satu kelas Alternate Use yang digunakan berhubungan dengan originality,
implementasi dengan siswa sebanyak 15 orang. fluency, flexibility, elaboration (Nur, 2014). Originality, fluency,
Ujicoba dilaksanakan di SMP Negeri 22 Surabaya dengan flexibility, elaboration merupakan karakteristik dari berpikir kreatif.
menggunakan rancangan penelitian One-Group Pretest-Postest
Design. Perangkat pembelajaran beserta instrumen yang 80
dikembangkan kemudian divalidasi oleh dua pakar. Teknik 70
pengambilan data pada penelitian ini adalah dengan observasi, tes 60
dan angket. 50 Niliai
40 Pre-
HASIL DAN PEMBAHASAN Test
30
Data yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi validitas Niliai
20
perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan (silabus, Post-
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), buku ajar siswa, 10 Test
Lembar Kerja Siswa (LKS), dan tes kemampuan berpikir kreatif), 0
dan respon siswa serta hasil kemampuan berpikir kreatif akan S1 S3 S5 S7 S9 S11 S13 S15
dijabarkan sebagai berikut:
A. Validitas Perangkat Pembalajaran Gambar 1. Diagram tes kemampuan berpikir kreatif siswa
Hasil validasi perangkat pembelajaran yang dikembangkan
adalah sebagai berikut: validitas silabus pada setiap aspek yang Kelancaran merupakan salah satu indikator yang kuat dari
dinilai memenuhi dua kategori yaitu valid dan sangat valid dengan berpikir kreatif. Kelancaran merupakan kemampuan untuk
reliabilitas 98,5%. Validitas RPP juga dengan kategori valid dan menciptakan ide sebanyak -banyaknya. Semakin banyak ide,
sangat valid dengan reliabilitas sebesar 98%. Sedangkan buku ajar semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan ide yang
siswa yang digunakan juga memenuhi kategori valid dan sangat signifikan. Indikator ini mengalami peningkatan skor yang paling
valid pada kategori format, isi dan bahasa dengan reliabilitas signifikan karena RPP yang telah dikembangkan memuat berbagai
sebesar 97%. Validitas LKS berkategori valid dan sangat valid tindakan guru saat pembelajaran untuk melatihkan kemampuan
dengan reliabilitas 96%. Validitas tes berpikir kreatif pada aspek berpikir kreatif, Contoh kegiatan guru yang dilakukan untuk
validitas isi serta bahasa juga berkategori valid dan sangat valid. merangsang berpikir kreatif adalah mengajak siswa melakukan
B. Kepraktisan Perangkat Pembelajaran sesi curah pendapat untuk menyelesaikan permasalahan
Kepraktisan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini merangsang siswa untuk aktif mengungkapkan ide-ide mereka.
ditinjau dari respon siswa. Kegiatan yang dilakukan berulang-ulang ini menjadikan siswa
Kepraktisan perangkat pembelajaran ditinjau dari hasil terbiasa untuk mengungkapkan ide sebanyak-banyaknya (Nur,
dari respon siswa terhadap pembelajaran. 2014). Ini semua menjadikan indikator kemampuan berpikir kreatif
Respon siswa merupakan tanggapan siswa terhadap yang mengalami peningkatan paling signifikan antara pre test dan
komponen-komponen perangkat pembelajaran dan suasana post test adalah aspek kelancaran (fluency).
pembelajaran yang dilakukan. Respon siswa terhadap Elaborasi menjadi salah satu indikator berpikir kreatif yang
pembelajaran IPA materi Pencemaran Lingkungan terlihat positif, memiliki perbedaan skor yang tidak signifikan antara pre test dan
yakni 80% siswa yang tertarik terhadap suasana belajar, 100% post test karena masih banyak siswa yang belum bisa
siswa menyatakan bahwa cara guru mengajar maupun menghubungkan wawasan atau konsep yang mereka miliki untuk
membimbing jelas, dan 83% siswa juga setuju jika materi pelajaran memperjelas ide yang mereka ungkap untuk menyelesaikan
lain diterapkan dengan menggunakan pembelajaran IPA yang di masalah. Indikator elaborasi (elaboration) merupakan indikator
dalamnya terdapat unsur-unsur melatihkan kreativitas siswa. Hasil yang memiliki perbedaan skor yang rendah antara pre test dan pos
ini sesuai dengan konversi data angket respon siswa test. Elaborasi (Elaboration) merupakan jembatan bagi seseorang
menggunakan skala Guttman yaitu interval skor 80%-100% untuk mengkomunikasikan ide kreatifnya kepada masyarakat.
berkategori sangat kuat (Riduwan, 2010). Elaborasi ditunjukkan oleh sejumlah tambahan dan detail yang bisa
Respon siswa terhadap instrumen tes kemampuan berpikir membuat stimulus sederhana menjadi lebih kompleks (Curtis,
kreatif yang dikembangkan juga terlihat positif, hal ini dibuktikan 2003). Sedangkan indikator keaslian (originality) merupakan
pada angket respon siswa yang menunjukkan bahwa 71% indikator yang paling sulit dilatihkan kepada siswa, ini karena siswa
menyatakan mudah mengerjakan soal kemampuan berpikir kreatif. terpaku dan terpengaruh oleh beberapa hal yang dijelaskan di buku
Ini karena selama pembelajaran siswa antusias dan aktif dalam siswa mengenai cara mengatasi permasalahan dalam materi
pembelajaran. Selama pembelajaran guru juga menciptakan pencemaran lingkungan.
ISBN: 978-602-74245-0-0 127
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Secara keseluruhan terdapat peningkatan kemampuan BSNP. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan
berpikir kreatif siwa pada ujicoba terhadap 15 siswa kelas VII Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
SMPN 22 Surabaya, seperti yang disajikan pada gambar 1. Tes Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
kemampuan berpikir kreatif siswa pada saat pre-test diperoleh rata- BSNP. (2007). Standart Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar
rata 45 dengan kategori cukup kreatif dan pada post-test diperoleh dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional
rata-rata 71 dengan kategori kreatif. Perhitungan N-gain Pendidikan.
menunjukan rata-rata 0,73 dengan kriteria tinggi. Uji sensitfitas Bungin, Burhan. (2007). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana
butir soal tes kemampuan berpikir kreatif menunjukkan nilai rata- Jakarta
rata sensitifitas soal lebih dari 0,3, sehingga semua soal yang Cain & Evans, 1990. Sciencing: An Involvement Approach to
dikembangkan dinyatakan sensitif (Gronlund & Linn, 1995). Indeks Elementary Science Methods 3rd Edition. Toronto: Merril
sensitifitas dari suatu butir soal merupakan ukuran seberapa baik Publishing Company.
butir soal itu membedakan kemampuan siswa sebelum dan Campbell, N.A & J.B. Reece. (2008). Biologi Edisi Kedealapan Jilid
sesudah pembelajaran dengan menggunakan perangkat 3. Jakarta: Erlangga.
pembelajaran (Ratumanan, 2011). Carin, Arthur A., and Sund, Robert B. (1989). Teaching Science
Semua hasil ini menunjukkan bahwa pembelajaran IPA Throught Discovery. Colombus: Merill Pubishing Company.
materi Pencemaran Lingkungan berpengaruh secara signifikan Carin. A. A. (1993). Teaching Modern Science Sixth Edition. New
terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Hal ini sesuai dengan York: Macmillan Publishing company.
penelitian (Hadzigeorgiou, 2012), bahwa pembelajaran IPA efektif Cicerone, Ralph J.. (2013). Climate Changes Evidence and
melatihkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Audrey (2012) juga Causes. National Academy of Science.
berpendapat, bahwa kemampuan berpikir kreatif cocok jika Collette & Chiappetta, 1994. Science Instruction in The Middle and
diajarkan dalam pembelajaran IPA karena imajinasi dan kreativitas Scondary School. New York: Macmilian Publishing.
merupakan hal pokok yang dipertimbangkan dalam perkembangan Conant, J. 1951. Science and common sense. New Haven, CT:
natural science atau IPA . Yale University Press.
Cook, John. (2010). Panduan Ilmiah untuk Skeptisisme
SIMPULAN Pemanasan Global. Creative Commons Attribution-
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka Noncommercial 3.0 Unported License: http:// www.
dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran IPA materi skeptical .com/ (Diakses tanggal 04 Februari 2014).
Pencemaran Lingkungan yang dikembangkan layak untuk Damayanti, dan Pentiana, D. (2013). Global warming in the
digunakan dalam pembelajaran dan dapat melatihkan kemampuan perspective of Enviromental Management Accounting
berpikir kreatif siswa SMP kelas VII. (EMA). Jurnal ilmiah ESAI Vol.7 No. 1 Januari 2013. ISSN
1978-6034.Pp 1-14.
SARAN Depdiknas. (2007). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA
Indikator berpikir kreatif yang paling sulit dilatihkan adalah Terpadu. Jakarta: Puskur, Balitbang Depdiknas.
keaslian dan elaborasi. Keaslian (originality) merupakan indikator Dharma, (2008). Kreativitas. Jakarta: Direktorat Tenaga
yang paling sulit dilatihkan kepada siswa, ini karena siswa terpaku Kependidikan, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu
dan terpengaruh oleh beberapa hal yang dijelaskan di buku siswa Pendidik dan tenaga Kependidikan Departemen
mengenai cara mengatasi permasalahan dalam materi Pendidikan Nasional.
pencemaran lingkungan. Sedangkan indikator elaborasi sulit Dimyanti dan Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
dilatihkan karena siswa perlu pemahaman konsep yang kuat agar Rineka Cipta.
mampu menambahkan rincian penjelasan dari ide yang mereka Dutch, Steven I. Encyclopedia of Global Warming Volume I: Abrupt
ungkapkan. Peneliti lain perlu menekankan kepada siswa Climate Change-Energy Policy act 1992. New Jersey:
pentingnya pemahaman konsep serta keluasan wawasan agar Salem Press.
saat memberi ide mereka dapat memberi penjelasan pada masing- Europan University Association. (2007). Creativity in Higher
masing idenya dengan baik. Education Report on the EUA Creativity Project 2006-2007.
Brussel Belgium: Europan University Association.
DAFTAR PUSTAKA Farquhar, D. G. . (2010). The Carbon Cycle and Atmospheric
Agus, R. (2008). Global Warming Mengancam Keselamatan Planet Carbon Dioxide. International Journal of Environmental
Bumi.Jakarta: Hidupmulia Science and Development, Vol. 1, No. 23, August 2010.
Anderson, L.W. & Krathwol, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning, ISSN: 2010-0264.
Teaching and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy Filasaime, Dennis, K. (2008). Menguak Rahasia bepikir Kritis dan
of Educational Objectives. New York. Logman. Kreatif. Jakarta; Prestasi Pustakaraya.
Arends, Richard. (2008). Learning to Teach. Seventh Edition. New Fledman, Lauren. (2011). Climate on Cable: The Nature and
York: McGraw-Hill. Impact of Global Warming Coverage on Fox News, CNN,
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu and MSNBC. The International Journal of Press/Politics
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka cipta. XX(X) 1 –29.
Bhattacharjee, Pijush Kanti. (2010). Global Warming Impact on The Fogarty, R. 1991. The Mindful School: How To Integrate The
Earth. International Journal of Environmental Science and Curicula. Palatine: IRI/Skylight Publishing, Inc.
Development, Vol. 1, No. 3, August 2010. ISSN: 2010-0264 Gagne, Briggs dan Wager, (1988). Principles of Instructional
Borich, G. D. (1994). Observation Skill For Effective Teaching. New Design. Toronto: Holt, Rinehart and Winstons, Inc.
York: Mac Millan Publishing Company. Giancoli.(2001). Fisika Jilid I. Jakarta: Erlangga.

ISBN: 978-602-74245-0-0 128


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Gronlund, N. E.and Linn, R. L.(1995). Measurement and Nur, M. (2011). Modul Keterampilan-keterampilan Proses dan
assesment in teaching(7th ed). New Jersey: Merril Hakikat Sains. Surabaya: PSMS Unesa.
Englewood Cliffs. Nur, M. (2014). Berpikir Kreatif Surabaya: Penelitian Unggulan
Hadzigeorgiou, Yannis. (2012). Thinking about Creativity in Perguruan Tinggi UNESA.
Science Education. Scientific Research: Creativity Ott, jack. (2002). Penilaian Unjuk Kerja (disarikan oleh kusrini &
Education. tatag YES). Surabaya: Pusat Sains dan Matemarika
Hake. (1999). Analyzing change/gain scores. (Online). Tersedia Sekolah Unesa.
http://www. physicsindiana.edu/sdi/Analyzing-Change- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58. (2014).
Gain. pdf. Tentang Kerangka Dasar Dan Struktut Kurikulum Sekolah
Hermana, (2010). Atmosfer, Sains, dan Fenomena. Pengayaan Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Jakarta:
Materi. Depdiknas
Hodson, D. (1996). Laboratory work as scientific method: Three Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Tentang
decades of confusion and distortion. Journal of Curriculum Kerangka Dasar Dan Struktut Kurikulum Sekolah
Studies. Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Jakarta:
(Online),http://65.54.113.26/Publication/3305623/laborator Depdiknas
y-work-as-scientific-method-three-decades-of-confusion- Prastowo, A. (2012). Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press.
and-distortion, diakses pada tanggal 11 Januari 2014 Pusat Kurikulum, Balitbang, Depdiknas. (2007). Panduan
Ibrahim M. (2005). Asesmen Berkelanjutan: Konsep Dasar, Pengembanagn Pembelajaran IPA Terpadu, SMP/MTs.
Tahapan Pengembangan dan Contoh. Surabaya: Unesa Ratumanan dan Lauren. (2011). Evaluasi Hasil Belajar pada
Unirvesity Press. Tingkat satuan Pendidikan Edisi 2. Surabaya. Unesa
Ibrahim, M. (2002). Pengembangan Perangkat Pembelajaran. University Press.
Modul Disajikan pada Pelatihan Terintegrasi Berbasis Riduwan. (2010). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian
Kompetensi Guru mata Pelajaran Biologi SLTP. Jakarta : cetakan ke VII. Bandung: Alfabeta.
Dirjen Dikdasmen Depdiknas Rule, Audrey C. (2012). Creativity and Thinking Skills Integrated
Ibrahim, M. (2010). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. into a Science Enrichment Unit on Flooding. Scientific
Surabaya: Unesa: University Press. Research: Creativity Education
Johnson, David, W., Roger, T., Johnson. (2002). Meaningfull Salirawati, Das. (2007). Pembelajaran IPA Terpadu untuk
Assessment. USA: Allyn and Baccon. Mendukung Kreativitas Siswa. Makalah Lokakarya Metode
Kemendikbud. (2013). KURIKULUM 2013. Jakarta: Badan Pembelajaran Inovatif dan Sistem Penilaiannya.
Penelitian dan Pengembangan. Yogyakarta : FMIPA UNY.
Khanafiyah, S & Rusilowati, A.(2010). Penerapan pendekatan Serway, A. R.and Jewett, W. J. (2014).Physics for scientists and
modified free inquiry sebagai upaya meningkatkan engineers with modern physics. United States of America:
kreativitas mahasiswa calon guru dalam mengembangkan Cengage Learning.
jeensi eksperimen dan pemahaman terhadap materi fisika. Slavin, Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik
Jurnal Pendidikan FMIPA Universitas Negeri Semarang. Edisi Kesembilan Jilid 1 : Teori dan Praktik.. Jakarta : PT
Krathwohl, D. R. (2002). A revision of Boom’s Taxonomy: An Indeks.
Overview. Diambil dari jurnal Theory into Practice Vol. 41 Sorensen, Theodore C.. (2012). Global Warming and Its Impacts
diunduh pada tanggal 21 November 2014. on Climate of India. International Journal of Environmental
Latif, A. Sutowo. (2010). Perubahan Iklim Global (Penyebab dan Science and Development, Vol. 1, No. 5, August 2010.
Dampaknya terhadap Lingkungan Hidup). Jurnal Jurusan ISSN: 2010-0264
Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang. Starko, Alan, Jordan. (2010). Creativity in The Classroom.New
Majid, Abdul. (2008). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Jersey: LEA Publishers.
Remaja Rosdakarya. Thiagarajaan, S., Semmel.D.S. & Semmel,M.I. (1974). Instructional
Mariana, I Made Alit. (2009). Hakikat IPA dan Pendidikan IPA. Development for training teacher of Exceptional Children a
Bandung: PPPPTK IPA. Sourcebook. Bloomington: Center for Innovation on
Maslin, Mark. (2004). Stormy Weather. London : Apple Press. teaching the Handicaped.
Mitarlis dan Sri Mulyaningsih. (2009). Pembelajaran IPA Terpadu. Tim IPA Terpadu. 2010. Draft Panduan Pengembangan
Surabaya: Unesa University Press. Pembelajaran IPA Secara Terpadu. Jakarta : Kementerian
Muhi, Ali Hanapiyah. (2011). Pemanasan Global. Jatinangor: Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen
Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan
Mulyasa, H. E. (2013). Pengembangan dan Implementasi Sekolah Menengah Pertama.
Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Torrence, E. Paul. (1965). Scientific Views of Creativity and Factors
Munandar, Utami. (1999). Kreativtas dan Keterbakatan Strategi Affecting it’s Growth. Daedalus, Vol. 94, No. 3, Creativity
mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: Gramedia and Learning (Summer, 1965), pp. 663-681. American
Pustaka Utama. Academy of Arts & Sciences: The MIT Press.
Munandar, Utami. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Varelas, M and Ford M. 2009. The scientific method and scientific
Berbakat Jakarta: Rineka Cipta. inquiry: Tensions in teaching and learning. USA: Wiley
Nanuru, F. Ricardo. (2013). Progresivisme Pendidikan dan InterScience.
Relevansinya di Indonesia. Jurnal UNIERA Volume 2 Waryono, Tarsoen. 2008. Upaya Pemberdayaan Masyarakat
Nomor 2; ISSN 2086-0404 dalam Pelestarian Hutan sebagai Pencegah Pemanasan
Neirburger., Edinger., and Bonner. (1995). Memahami Lingkungan Global. Kumpulan Makalah tahun 2008 tentang
Atmosfer Kita. bandung: ITB. Pemanasan Global.
ISBN: 978-602-74245-0-0 129
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Wong, Vicky. (2012). The Greenhouse Effect and Global Warming.
RSC: Advancing The Chemical Science.

ISBN: 978-602-74245-0-0 130


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM LERANING UNTUK MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VII MTs. NAHDLATUL MUJAHIDIN NW JEMPONG
Happy Febry Monaliata
Mahsiswa prodi pendidikan fisika
E-mail:-

Abstrak: Dari hasil observasi yang dilakukan di MTs. Nahdlatul Mujahidin NW Jempong mataram ditemukan bahwa ketuntasan klasikal
yang diperoleh jauh dari indikator yang telah ditentukan. Rendahnya hasil belajar siswa diduga terjadi karena penyajiannya lebih sering
menggunakan metode ceramah dan tidak ada kegiatan tanyajawab untuk membuat siswa menjadi lebih aktif. Selain itu, dalam setiap
pembelajaran yang menggunakan metode ceramah sering kali guru menjadi pusat perhatian dan murid hanya sebagai objek penerima
saja. Sehingga peserta didik tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan. Model quantum leraning mengajak siswa
agar mampu melatih kemampuan siswa dalam meningkatkan kemampuan memecahkan masalah sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi model quantum leraning pada sub pokok bahasan besran dan
satuan yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam 2 siklus
yang terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, evaluasi dan refleksi. Data penelitian berupa hasil belajar siswa diambil
dengan teknik tes dalam bentuk pilihan ganda, dengan tes pilihan ganda diperoleh hasil ketuntasan belajar 63,16% pada siklus pertama
dan 85% pada siklus kedua. Simpulan penelitian ini yaitu implementasi model quantum leraning dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Kata Kunci: Hasil Belajar, Berpikir Kritis, Problem Based Learning

PENDAHULUAN Dengan demikian diperlukan metode alternatif untuk


IPA fisika merupakan suatu mata pelajaran yang meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satunya adalah dengan
diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari menerapkan model pembelajaran quantum leraning.
Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas Model pembelajaran Quantum leraning adalah suatu
(SMA). Karena pendidikan merupakan salah satu hal penting untuk model pembelajaran yang memusatkan pada pengajaran dan
menentukan maju mundurnya suatu bangsa, maka untuk keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan
menghasilkan sumber daya manusia sebagai subyek dalam keterampilan (Pepkin, 2004). Dengan menggunakan model
pembangunan yang baik, diperlukan modal dari hasil pendidikan itu pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan aktifitas siswa
sendiri. Khusus untuk mata pelajaran biologi, pemahaman konsep dalam mempelajari fisika, sehingga siswa dapat memperoleh
yang baik sangatlah penting karena untuk memahami konsep yang manfaat yang maksimal baik dari proses maupun hasil belajarnya.
baru diperlukan pemahaman konsep sebelumnya. Selain itu Karen (2004), menjelaskan bahwa kelebihan model
Dalam proses belajar mengajar di kelas terdapat pembelajaran quantum learning meliputi melatih pendengaran,
keterkaitan yang erat antara guru, siswa, kurikulum, sarana dan ketelitian, setiap siswa mendapat peran dan melatih
prasarana. Guru mempunyai tugas untuk memilih model mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan. Berdasarkan
pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan pada hal tersebut, maka penulis ingin melakukan penelitian dengan
demi tercapainya tujuan pendidikan. Sampai saat ini masih banyak menerapkan model pembelajaran quantum leraning.
ditemukan kesulitan-kesulitan yang dialami siswa di dalam Menurut Suyitno (2000), model pembelajaran quantum
mempelajari fisika. Menurut Fowler dalam Pandoyo (2007) fisika leraning adalah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar
merupakan mata pelajaran yang bersifat konseptual, sehingga yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta
dituntut kemampuan guru untuk dapat mengupayakan metode membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan
yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa. bermanfaat. Selanjutnya Menurut Karen (2004), quantum learning
Untuk itu diperlukan metode pembelajaran yang dapat membantu merupakan penerapan cara belajar baru yang lebih melihat
siswa untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator kemampuan siswa berdasarkan kelebihan atau kecerdasan yang
pembelajaran. dimilikinya.
Menurut Sobel dan Maletsky dalam bukunya Mengajar Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
Fisika (2001) banyak sekali guru fisika yang menggunakan waktu bahwa model pembelajaran quantum learning adalah suatu model
pelajaran dengan kegiatan membahas tugas-tugas, lalu memberi pembelajaran yang menanamkan sikap positif yang dibangun
pelajaran baru, memberi tugas kepada siswa. Pembelajaran dalam diri siswa, dengan meyakinkan siswa bahwa setiap manusia
seperti di atas yang rutin dilakukan hampir tiap hari dapat mempunyai kekuatan pikiran yang tidak terbatas dalam
dikategorikan sebagai 3M, yaitu membosankan, membahayakan pembelajaran.
dan merusak seluruh minat siswa. Apabila pembelajaran seperti ini Model pembelajaran quantum leraning memiliki lima
terus dilaksanakan maka kompetensi dasar dan indikator prinsip atau kebenaran tetap. Prinsip-prinsip ini dianggap sebagai
pembelajaran tidak akan dapat tercapai secara maksimal. Hal ini chord dasar dari simfoni belajar seorang guru. Prinsip-prinsip
didukung dari hasil observasi awal peneliti terhadap siswa dan tersebut adalah
wawancara beberapa siswa di MTs. Nahdatul Mujahidin NW 1. Segalanya berbicara
Jempong didapatkan bahwa materi pelajaran fisika merupakan Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa
pelajaran yang dianggap relatif sulit dan membosankan, dan tubuh guru, dan kertas yang guru bagikan hingga rancangan
tentunya berkorelasi langsung dengan hasil belajar yang pelajaran guru, semuanya mengirim pesan tentang belajar.
dihasilkan. 2. Segalanya bertujuan

ISBN: 978-602-74245-0-0 131


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Semua yang terjadi dalam pengubahan guru Berusaha untuk memperoleh penerimaan atas solusi
mempunyai tujuan. masalah, menyusun rencana tindakan dan
3. Pengalaman sebelum pemberian nama mengimplementasikan solusi tersebut.
Otak kita berkembang pesat dengan adanya
rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan rasa ingin METODE
tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
siswa telah mengalami informasi sebelum mereka belajar. ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). pengertian penelitian
4. Akui setiap usaha tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan
Belajar mengandung resiko. Belajar berarti yang sengaja dimunculkan, dan terjadi dalam sebuah kelas
melangkah keluar dari kenyamanan. Pada saat siswa (Arikunto, 2010).
mengambil langkah itu. Mereka patut mendapat pengakuan Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas
atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. (PTK) oleh karenanya prosedur yang digunakan dalam penelitian
5. Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. ini adalah prosedur penelitian tindakan kelas. Setiap siklus
Perayaan adalah sarapan pelajar sang juara. dilakukan empat tahap perencanaan, tindakan, observasi atau
Perayaan hádala umpan balik mengenai kemajuan dan pengamatan, dan refleksi yang dapat dilihat pada gambar dibawah
meningkatkan assosiasi emosi positif dengan belajar. ini (Kasihani, 2006).
Menurut Karen (2000) model pembelajaran quantum
leraning, terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1) Klarifikasi masalah
Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan
kepada siswa tentang masalah yang diajukan, agar siswa
dapat memahami tentang penyelesaian seperti apa yang
diharapkan.
2) Pengungkapan pendapat
Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk
mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi
penyelesaian masalah.
3) Evaluasi dan Pemilihan
Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap
kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-
strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah.
4) Implementasi
Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang
dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian
menerapkannya samapai menemukan penyelesaian dari
masalah tersebut.
Langkah-langkah dalam model pembelajaran quantum
leraning menurut William E. Mitchell dan Thomas F. Kowalik
(Rahman, 2009) adalah:
1. Mess-finding (menemukan masalah yang dirasakan sebagai
pengganggu) Gambar 1. Alur Pelaksanaan Tindakan dalam Penelitian
Tahap pertama, merupakan suatu usaha untuk Tindakan Kelas
mengidentifikasi situasi yang dirasakan mengganggu.
2. Fact-finding (menemukan fakta) HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap kedua, mendaftar semua fakta yang diketahui Berdasarkan hasil evaluasi yang dilaksanakan pada
yang berhubungan dengan situasi tersebut, yang dibutuhkan tanggal 21 April 2014, diperoleh data hasil belajar siswa sebagai
untuk mengidentifikasi informasi yang tidak diketahui tetapi berikut:
esensial pada situsi yang sedang diidentifikasi dan dicari. Tabel 1. Hasil Evaluasi Belajar Siklus I
3. Problem-finding (menemukan masalah) Hasil Evaluasi Belajar Siklus I
Pada tahap menemukan masalah, diupayakan Banyak siswa keseluruhan 27
mengidentifikasi semua kemungkinan pernyataan masalah dan Banyaknya siswa yang mengikuti tes evaluasi 19
kemudian memilih yang paling penting atau yang mendasari Nilai tertinggi 100
masalah. Nilai terendah 40
4. Idea-finding Banyak siswa yang tuntas 12
Pada tahap ini diupayakan untuk menemukan Rata-rata 71,58
sejumlah ide atau gagasan yang mungkin dapat digunakan Ketuntasan klasikal 63,16%
untuk memecahkan masalah. Adapun hasil evaluasi pada siklus I sebagaimana yang
5. Solution-finding terdapat pada tabel diatas menunjukkan bahwa dari 27 siswa, yang
Pada tahap penemuan solusi, ide-ide atau gagasan- mengikuti tes evaluasi sebanyak 19 siswa dan dari tabel dapat
gagasan pemecahan masalah diseleksi, untuk menemukan ide diketahui bahwa masih ada siswa yang nilainya kurang dari 73.
yang paling tepat untuk memecahkan masalah. Ketuntasan klasikal yang dicapai pada siklus I adalah 63,16% dari
6. Acceptance-finding 19 siswa yang mengikuti tes evaluasi. Jadi berdasarkan hasil
ISBN: 978-602-74245-0-0 132
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
ketuntasan klasikal yang diperoleh belum terpenuhi ketuntasan
yang ingin dicapai yaitu 85% dari keseluruhan siswa kelas VII MTs.
Nahdatul Mujahidin NW Jempong yang mengikuti tes evaluasi.
Ketuntasan klasikal yang diperoleh pada siklus I masih
kurang dari indikator yang telah ditetapkan, maka perlu dilanjutkan
kesiklus selanjutnya.
Berdasarkan hasil observasi dan hasil evaluasi yang
silaksanakan pada siklus I ternyata masih terdapat kekurangan,
sehingga peneliti harus melanjutkan kegiatan pembelajaran pada
siklus II dengan memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus I.
Langkah-langkah yang dilakukan peneliti untuk memperbaiki
kekurangan yang ada diantaranya adalah:
Tabel 2. Kekurangan dan Langkah Perbaikan Siklus I
Kekurangan-kekurangan Langkah perbaikan
 Siswa kurang  Memotivasi siswa Gambar 2. Rata-rata Persentase Ketuntasan Tiap Siklus
memperhatikan dengan memberikan
penjelasan guru. pertanyaan-pertanyaan Penelitian tindakan kelas ini dilakukan untuk
kontekstual sesuai meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII MTs. Nahdatul
dengan materi pada Mujahidin NW Jempong tahun pelajaran 2013/2014 pada pokok
siklus II. bahasan besaran dan satuan dengan menggunakan model
 Siswa belum berani maju  Memberikan reward Quantum Leraning Penelitian tindakan kelas ini terselesaikan
ke depan untuk kepada kelompok atau dalam dua siklus, dimana pada setiap siklusnya terdiri dari empat
mengerjakan contoh- individu siswa yang bisa tahap yaitu : (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3)
contoh soal yang mengerjakan contoh soal observasi dan evaluasi, dan (4) refleksi. Pada siklus I diperoleh
diberikan guru. yang diberikan guru. hasil penelitian evaluasi hasil belajar berupa rata-rata kelas 71,58
Berdasarkan Tabel 2 sudah terlihat kekurangan- dengan persentase ketuntasan klasikal 63,16 %. Dari hasil analisis
kekurangan dalam proses pembelajaran. Kekurangan-kekurangan siklus I dapat diketahui bahwa indikator ketuntasan klasikal siswa
tersebut akan diperbaiki pada siklus selanjutnya. Dengan adanya masih kurang dari 85 %, sehingga penelitian harus dilanjutkan ke
perbaikan tersebut, diharapkan proses pembelajaran lebih efektif silkus II.
dan hasil yang diperoleh akan lebih maksimal. Berdasarkan hasil observasi siklus I diperoleh beberapa
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilaksanakan pada kekurangan-kekurangan antara lain: siswa masih kurang
tanggal 11 Mei 2014, diperoleh data hasil belajar siswa sebagai memperhatikan penjelasan guru dan belum berani maju ke depan
berikut: untuk mengerjakan contoh-contoh soal yang diberikan guru.
Tabel 3. Hasil Evaluasi Belajar Siklus II Berdasarkan kekurangan pada siklus I dilakukan
Hasil Evaluasi Belajar Siklus II perbaikan pembelajaran pada siklus II. Perbaikan itu antara lain:
Banyak siswa keseluruhan 27 memotivasi siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan
Banyaknya siswa yang mengikuti tes evaluasi 20 kontekstual sesuai dengan materi pada siklus II dan memberikan
Nilai tertinggi 86,7 reward kepada kelompok atau individu siswa yang bisa
Nilai terendah 66.7 mengerjakan contoh soal yang diberikan guru.
Banyak siswa yang tuntas 17 Berasarkan hasil pada sisklus II diperoleh hasil penelitian
Rata-rata 76,67 yaitu evaluasi hasil belajar meningkat dari rata-rata 71,58 pada
Ketuntasan klasikal 85% siklus I menjadi 76,67 dengan persentase ketuntasan kalsikal dari
Adapun hasil evaluasi pada siklus II sebagaiman yang 63,16% pada siklus I menjadi 85,00 %.. Karena semua indikator
terdapat pada tabel diatas menunjukkan bahwa dari 20 siswa, yang keberhasilan telah tercapai maka penelitian dihentikan hingga
mengikuti tes evaluasi sebanyak 20 siswa dan dari tabel dapat siklus ke II.
diketahui bahwa nilai rata-rata kelas adalah 76,67. Ketuntasan Dari penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa hasil
klasikal yang dicapai pada siklus II adalah 85% dari 20 siswa yang belajar siswa meningkat dari siklus I hingga siklus II dan dapat
mengikuti tes evaluasi. Jadi berdasarkan hasil ketuntasan klasikal tuntas pada siklus ke II, karena ketutasan kalsikal > 85, dengan
yang diperoleh, penelitian dihentikan pada siklus II karena telah demikian penerapan model Quantum Leraning dapat
mencapai indicator ketuntasan klasikal yaitu 85% dari 20 MTs. meningkatkan hasil belajar siswa.
Nahdatul Mujahidin NW Jempong yang mengikuti tes. Melalui penerapan model Quantum Leraning yang
Untuk lebih jelasnya perbandingan antara hasil belajar dilakukan dalam penelitian ini telah memberikan alternatif
siswa dari siklus I sampai siklus II serta hasil evaluasi dapat dilihat tambahan untuk dapat digunakan sebagai pilihan model
pada diagram batang berikut: pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Banyak keuntungan yang dapat diambil dalam penerapan model
ini, Quantum Leraning memberikan tantangan pada siswa
sehingga mereka bisa memperoleh kepuasan dengan menemukan
pengetahuan baru bagi dirinya sendiri serta mengembangkan
keterampilan berpikir setiap siswa. Dalam penerapan model ini hal
lain yang perlu dilakukan adalah memotivasi siswa dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya kontekstual
untuk memfokuskan perhatian mereka.
ISBN: 978-602-74245-0-0 133
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
SIMPULAN Hasibuan dan Moedjiono. 2008. Proses Belajar Mengajar.
Penerapan model Quantum Leraning dapat Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
meningkatkan hasil belajar siswa VII MTs. Nahdatul Mujahidin NW Karen. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Jempong. Mulyasa. 2007. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi.
Jakarta : G.P. Press.
SARAN Musiur. Haryadi. 2008. Prestasi Belajar Mengajar.Jakarta: Raja
Adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah Grafindo Persada.
sebagai berikut: Nurkencana. 2000. Evaluasi Hasil Relajar. Surabaya: Usaha
1. Bagi guru fisika diharapkan dapat menerapkan Quantum Nasional.
Leraning sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan hasil Mulyasa. 2007. Proses Belajar mengajar Dalam Pendidikan.
belajar siswa . Jakarta: Rineka cipta.
2. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti dengan menerapkan Pandoyo. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung :
model Quantum Leraning diharapkan dapat menggunakannya Alfabeta
dengan media pembelajaran lain yang diharapkan lebih Pepkin. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
komunikatif. Riyanto. Yatim. 2001. Metodologi Penelitian. Surabaya: SIC.
Slameto. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
DAFTAR PUSTAKA Sobel dan Maletsky. 2001. Belajar dan Faktor-faktor yang
Ariadipatinggala. 2005. Strategi Belajar Mengaja. Jakarta: Rineka mempengaruhinya, Jakarta : Rineka Cipta
Cipta. Sudjana. Nana.. 1990. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.
Azhar. 1991. Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung : Alfabeta. Boston: Kanisius.
Aqib. Z. 2003. Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Jakarta: Sugiyono. 2007. Statsistik Untuk Penelitia. Bandung: CV. Alfabeta.
P. Raja Grafindo Persada. Suharsimi. Arikunto. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.
Depdiknas. 2004. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Jakarta: Rineka Cipta.
Pelajaran Matematika. Suyitno. 2000. Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Djamarah. 1994. Prestasi belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Rosdakarya.
Usaha Nasional. Yusti. 2005. Filsafat Dalam Pendidikan. Boston: Kanisius.
Hamalik 2001. Teknologi Pembelajaran. Surabaya: Intellectual
Club (SIC).

ISBN: 978-602-74245-0-0 134


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
TEKNIK STRUCTURE LEARNING APPROACH (SLA) SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN DALAM
PENINGKATAN SELF ADVOCACY SISWA
Hariadi Ahmad
Dosen Bimbingan dan Konseling, FIP IKIP Mataram
E-mail: hariadi_memed@yahoo.co.id

Abstrak: Wajib belajar diberikan untuk memberikan bekal pengetahuan mendasar yang berguna sebagai bekal dalam berinteraksi dalam
lingkungannya. Pendidikan dasar merupakan masa depan yang sangat diperlukan individu untuk hidup, mampu memilih apa yang mereka
lakukan, mengambil bagian dalam membangun masa depan secara kolektif, dan terus menerus belajar. Pelayanan bimbingan dan
konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas tugas perkembangan, perkembangan potensi, dan penguasaan
masalah-masalah konseli. Dalam pelaksanaan tugas sebagai seorang konselor dalam sistem pendidikan nasional, konselor di tuntut harus
mempunyai sosok kompetensi konselor yang utuh yang mencakup kopetensi akademik dan profesional. Self Advocacy didefinisikan
sebagai keterampilan yang dimiliki individu dalam mengenali dan mengetahui kekurangan, kelebihan, keinginan dan minat, dapat
berkomunikasi secara efektif dalam menyampaikan pendapat, bernegoasiasi dalam memperoleh hak-haknya, serta dapat bertanggung
jawab atas segala keputusan yang diambil tanpa mengorbankan hak dan martabat diri sendiri dan orang lain, sehingga dapat memperoleh
kesuksesan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan lapangan pekerjaan. Komponen-komponen self advocacy terdiri dari: 1)
kesadaran diri (self awareness), 2) keterampilan komunikasi, 3) keterampilan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, dan 4)
kesadaran tanggung jawab. Banyak keuntungan apabila self advocacy diberikan dalam bentuk kelompok, kelompok fokus pada situasi
sosial tertentu dan diberikan suatu kesempatan yang realistis untuk menghadapi dan menantang kesulitan tersebut dalam lingkungan
yang terstruktur dan aman. Structure Learning Approach memiliki pola langkah-langkah pelatihan yang terdiri atas empat komponen yang
bersipat herarhis. aplikasi Structure Learning Approach dalam pelatihan self advocacy ini meliputi tahapan: 1) arahan/tinjauan, 2)
pemberian model, 3) bermain peran, 4) pemberian umpan balik, 5) pemberian tugas.

Kata Kunci: Structure Learning Approach (Sla), Self Advocacy Siswa.

PENDAHULUAN meliputi: (1) memahami secara mendalam konseli yang dilayani,


Pendidikan dasar dicanangkan oleh pemerintah untuk (2) menguasai landasan dan kerangka teoretik bimbingan dan
mendukung pemerataan pendidikan yang mencerdaskan bangsa. konseling, (3) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan
Pendidikan dasar tersebut dikenal dengan wajib belajar 12 tahun. konseling yang memandirikan, dan (4) mengembangkan pribadi
Wajib belajar diberikan untuk memberikan bekal pengetahuan dan profesionalitas konselor secara berkelanjutan (Permen Diknas
mendasar yang berguna sebagai bekal dalam berinteraksi dalam RI, No 27 Tahun 2008).
lingkungannya. Melalui pembelajaran yang ada di Sekolah Dalam rambu-rambu penyelengaraan bimbingan dan
Menengah Pertama diharapkan tidak hanya bekal pendidikan saja konseling pada jalur pendidikan formal (ABKIN, 2007)
yang diperoleh oleh siswa tetapi juga keterampilan tambahan yang dikemukakan standar kompetensi kemandirian peserta didik terdiri
berguna bagi masa depannya. dari beberapa aspek perkembangan yaitu: 1) landasan hidup
Dalam Naskah Akademik (Departemen Pendidikan religius, 2) landasan perilaku etis, 3) kematangan emosi, 4)
Nasional, 2007) melihat bahwa pendidikan dasar merupakan masa kematangan intelektual, 5) kesadaran tanggung jawab sosial, 6)
depan yang sangat diperlukan individu untuk hidup, mampu kesadaran gender, 7) pengembangan pribadi, 8) perilaku
memilih apa yang mereka lakukan, mengambil bagian dalam kewirausahaan, 9) wawasan dan kesiapan karir, 10) kematangan
membangun masa depan secara kolektif, dan terus menerus hubungan dengan teman sebaya.
belajar. Dengan demikian pendidikan dasar memberikan sebuah Dalam self advocacy siswa SMP dikembangkan
jalan yang sangat penting bagi setiap orang, tanpa terkecuali untuk beberapa standar kompetensi kemandirian peserta didik antara
memasuki kehidupan dalam masyarakat setempat. lain: 1) kematangan emosi, 2) kematangan intelektual, dan 3)
Perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan kesadaran tanggung jawab sosial. Pada kompetensi
konseling yaitu dari pendekatan yang berorentasi tradisional, klinis, perkembangan kematangan emosi, di kembangkan melalui
remedial, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang komponen kesadaran diri (self awareness). Kompetensi
berorentasi perkembangan atau pelayanan bimbingan dan kematangan intelektual, di kembangkan melalui dua komponen
konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian yaitu; a) komponen pemecahan masalah dan pengambilan
tugas tugas perkembangan, perkembangan potensi, dan keputusan, b) komponen keterampilan komunikasi. Sedangkan
penguasaan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas kompetensi kesadraan tanggung jawab sosial, dikembangkan
perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang melalui komponen kesadaran tanggung jawab.
harus dicapai konseli sehingga pendekatan ini di sebut standar
kopetensi kemandirian peserta didik (ABKIN, 2007). PEMBAHASAN
Dalam pelaksanaan tugas sebagai seorang konselor A. Self Advocacy
dalam sistem pendidikan nasional, konselor di tuntut harus Brinckerhoff (1994) mengatakan self advocacy
mempunyai sosok kompetensi konselor yang utuh yang mencakup merupakan keterampilan yang dimiliki oleh individu untuk
kopetensi akademik dan profesional sebagai satu keutuhan yang mengenali, mengetahui kebutuhan dan ketidakmampuan
merupakan landasan ilmiah dalam pelaksanaan pelayanan dalam belajar tanpa mengorbankan hak dan martabat diri
bimbingan dan konseling. Kompetensi akademik merupakan sendiri atau orang lain. Ada tiga keterampilan yang saling
landasan bagi pengembangan kompetensi profesional, yang terkait dalam self advocacy yaitu: a) pengetahuan tentang apa

ISBN: 978-602-74245-0-0 135


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
yang diinginkan, b) pengetahuan tentang hak yang harus keterampilan pemecahan masalah dan pengambilan
dimiliki secara hukum, c) kemampuan yang efektif dalam keputusan, dan 4) kesadaran tanggung jawab.
mencapai tujuan. 1. Komponen Self Advocacy
Menurut Van Reusen (1994;1996) mengatakan self Dalam self advocacy ini, ada empat komponen
advocacy sebagai keterampilan yang dimiliki oleh individu yang dikembangkan sebagai berikut: 1) Kesadaran diri (self
dalam berkominikasi secara efektif, menyampaikan pendapat, awareness), 2) Keterampilan pemecahan masalah dan
bernegosiasi, menyatakan minat, keinginan, kebutuhan, dan pengambilan keputusan, 3) Keterampilan komunikasi, dan
hak-haknya, serta kemampuan untuk mengambil keputusan 4) Kesadaran tanggung jawab.
dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang di ambil (Van a. Kesadaran Diri (self awareness)
Reusen, Bos, Schumaker, & Deshler, 1994; Van Reusen, Self awareness merupakan kemampuan
1996). individu dalam menyadari kelebihan dan kelemahan,
Self advocacy sebagai pembelajaran bagi siswa minat dan pilihan, dan individu di tuntut untuk dapat
sekolah menengah yang berfokus pada pengetahuan tentang memahami ketidakmampuan yang dimiliki (Van
hak dan tanggung jawab, keterampilan negosiasi, Reusen, 1996). Goleman (1997; 2001) mengatakan
mengidentifikasi dan meminta akomodasi dan intruksi untuk kesadaran diri merupakan kemampuan individu untuk
berpartisipasi dan mengarahkan pendidikan sendiri (Pacock, mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat dan
2002). Self advocacy didefinsikan sebagai kemampuan yang menggunakannya untuk memandu pengambilan
dimiliki oleh siswa dalam berbicara sesuai dengan apa yang keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis
diinginkan, dibutuhkan dan diharapkan dalam mencapai atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
kesuksesan di jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan Kesadaran diri merupakan kemampuan
lapangan pekerjaan (Schreiner, 2007). individu dalam menyadari kekurangan serta kelebihan
Self advocacy didefinisikan sebagai mempersiapkan yang dimiliki (Solso, 2008). Zeman (2001) membagi
diri dengan keterampilan yang diperlukan agar seorang individu kesadaran ke dalam beberapa kategori antara lain: (1)
agar merasa nyaman terhadap diri sendiri, menyatakan dengan kondisi terjaga, merupakan kondisi saat individu
jelas tentang kebutuhan, dan bertanggung jawab terhadap memprsepsi dan berintraksi, (2) pengalaman, yang
keputusan yang di ambil (Kurpius & Rozecki, dalam Steele, merupakan kesiagaan individu terhadap peristiwa yang
2008). Sementara itu Dr. Patricia Ganz menyatakan self berlangsung disekelilingnya, (3) kondisi mental
advocacy mengetahui tentang kekurangan dan kelebihan dan individu, yang meliputi keyakinan, harapan, niat dan
secara potensial yang dapat memberdayaan diri untuk hasrat, dan (4) kesadaran diri, yang meliputi rekognisi
bertanggung jawab (NCCS, 2009). diri, pengetahuan diri, perasaan kepemilikian atas
Menurut Astramovich dan Harris (2007) menyatakan pikiran-pikiran, ide-ide, dan perasaan-perasaan
ada beberapa kompetensi self advocacy yang dapat individu sendiri.
dikembangkan kepada siswa dalam membantu menghilangkan Karasteristik kesadaran diri meliputi: attention,
hambatan dalam meraih kesuksesan pendidikan mereka, wakefulness, architecture, recall of knowledge, dan
kompetensi tersebut berupa: kesadaran, pengetahuan dan emotive (Solso, 2008). Attention atau perhatian:
keterampilan. Kompetensi self advocacy yang dapat dilatihkan pemusatan sumber daya mental ke hal-hal eksternal
dan dikembangkan kepada calon konselor dan konselor maupun internal. Individu memperhatikan suatu objek
sekolah antara lain pengetahuan dan keterampilan (Toporek, dari luar dirinya untuk mendapatkan kesadaran. Selain
Lewis, & Crethar, 2009). isyarat-isyarat eksternal, individu dapat mengalihkan
Dari pendapat ahli di atas self advocacy didefinisikan perhatian perhatian ke dalam diri dan merenungkan
sebagai keterampilan yang dimiliki individu dalam mengenali pikiran-pikiran pribadi, memori-memori, cita-cita,
dan mengetahui kekurangan, kelebihan, keinginan dan minat, sehingga kesadaran diri akan dapat terbentuk.
dapat berkomunikasi secara efektif dalam menyampaikan Wakefull atau kesiagaan merupakan suatu
pendapat, bernegoasiasi dalam memperoleh hak-haknya, kondisi mental yang dialami seorang sepanjang
serta dapat bertanggung jawab atas segala keputusan yang hidupnya, dalam setiap hari. Architecture sebuah
diambil tanpa mengorbankan hak dan martabat diri sendiri dan aspek struktur fisiologis, dimana kesadaran bukanlah
orang lain, sehingga dapat memperoleh kesuksesan pada sebuah proses tunggal yang dilakukan oleh sebuah
jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan lapangan pekerjaan. neuron tunggal, melainkan dipertahankan melalui
Van Reusen (1996) mengemukakan ada empat sejumlah proses-proses neorologis yang diasosiasikan
komponen self advocacy, yaitu: 1) Keterampilan komunikasi, 2) dengan interprestasi terhadap fenomena sensorik,
Negosiasi, 3) Pengambilan keputusan, 4) Kesadaran tanggung sematik, kognitif, dan emosional, yang ada secara fisik
jawab. Menurut Oregon Department of Education (2001) maupun secara imajinatif. Tindakan-tindakan tersebut
mengemukakan ada empat komponen self advocacy sebagai tampaknya berlangsung otomatis sebagai hasil dari
berikut: pertama, self awareness (kesadaran diri), kedua, pengalaman.
Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, Ketiga, Recall of knowledge adalah proses
merencanakan tujuan masa depan, keempat, Keterampilan pengambilan informasi tentang pribadi yang
komunikasi. bersangkutan dan dunia disekelilingnya. Kesadaran
Dari pendapat Van Reusen (1996) dan Oregon memampukan manusia mendapatkan akses ke
Department of Education (2001) tentang komponen-komponen pengetahuan melalui proses recall dan rekognisi
self advocacy diatas, maka dapat disimpulkan bahwa terhadap informasi mengenai diri pribadi dan mengenai
komponen yang dikembangkan dalam ini terdiri dari : 1) dunia ini. Kesadaran diri ini memiliki tiga komponen
kesadaran diri (self awareness), 2) keterampilan komunikasi, 3) antara lain:
ISBN: 978-602-74245-0-0 136
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
1) Self knowlege (pengetahuan diri) adalah Menurut Friend & Cook (2010: 26 - 53)
pemahaman tentang informasi jati diri pribadi menjelaskan langkah-langkah dalam pemecahan
seseorang, individu akan sadar dengan dirinya masalah antara lain:
sendiri, bahwa individu memiliki kekurangan serta 1) Analisis konteks pemecahan masalah; langkah ini
kelebihan, serta dalam kesehariannya individu terdiri dari (1) menilai faktor yang berhubungan
sadar hal tersebut adalah dirinya. dengan keberhasilan dalam proses pemecahan
2) World knowledge (pengetahuan tentang dunia) masalah; pada tahap ini ada beberapa hal yang
merupakan kemampuan individu dalam mengingat perlu diperhatikan (a) apakah peserta dapat
sejumlah fakta dari memori jangka panjang. berkomitmen untuk terlibat dalam pemecahan
Kesadaran akan terbentuk dengan mengingat masalah, (b) apa yang akan terjadi bila masalah
peristiwa-peristiwa di luar dirinya. tersebut tidak ditangani?, (c) apakah peserta
3) Activation of knowledge (aktivitas pengetahuan), memiliki kemampuan yang diperlukan dalam
merupakan kemampuan individu dalam menyadari mengatasi masalah?, (d) apakah masalah itu
tindakan-tindakannya melalui orang lain. seimbang dengan waktu dan kemampuan dalam
Kesadaran akan terbentuk dengan melihat orang mengatasi masalah; (2) membuat keputusan
lain sebagai contoh nyata. bersama orang lain apakah pemecahan masalah
Emotive, suatu kondisi sadar, sebagai bentuk secara interpersonal merupakan pendekatan yang
perasaan atau emosi. Emosi ditimbulkan oleh kondisi tepat.
internal saat individu merespon peristiwa-peristiwa 2) Identifikasi masalah; (1) mencari data dan
eksternal, saat individu berusaha mendeskrifsikan informasi dari berbagai sumber sehingga dapat
emosi-emosi subyektif tersebut kepada orang lain, menjelaskan masalah, serta menjaga pandangan
perasaan-persaan tersebut persis sebagaimana yang dan pikiran yang berbeda pada peserta yang ikut
individu rasakan. dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan
Kesadaran diri berfungsi memampukan masalah sebagai dasar penyataan dan bahasa
individu dalam merencanakan perilaku, kemampuan yang secara spesifik, (3) memastikan bahwa
yang diperkuat dengan adanya kesadaran diri, semua peserta menyetujui diskrifsi dan identifikasi
memberikan individu kemampuan bertahan hidup yang masalah yang akan dibahas.
lebih besar dalam lingkungan (Damasio, 1999). 3) Memilih solusi yang cocok; langkah-langkahnya
b. Keterampilan Pemecahan Masalah dan sebagai berikut (1) menggunakan berbagai strategi
Pengambilan Keputusan khusus dalam mengusulkan solusi sebanyak
Van Reusen (1996) mengatakan keterampilan mungkin untuk penyelesaian masalah, (2)
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan membuat aturan seluas mungkin yang dapat
merupakan kemampuan individu dalam diterima dalam mendorong berpikir, dan
mengidentifikasi masalah, mengklarifikasi masalah, pandangan yang berbeda: termasuk mengevaluasi
mengetahui sebab-akibat masalah, mengambil perbedaan soulusi, ide solusi yang bisa dan tidak
keputusan, menyampikan pilihan, berani mengambil bisa untuk dicatat secara tertulis.
dan menerima resiko. 4) Evaluasi potensi pemecahan masalah; (1)
Dubrin (2009: 110 – 128 dan 2011: 150 -180) menghilangkan solusi yang tidak mungkin untuk
mengatakan terdapat enam langkah-langkah dalam dilaksanakan dalam menghadapi masalah yang
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yaitu dihadapi, (2) mempertimbangkan solusi yang tidak
: (1) Kesadaran akan adanya masalah, (2) digunakan dengan menggunakan strategi kusus
mengidentifikasi penyebab terjadinya masalah, (3) dan mempertimbangkan masing-masing
mencari alternatif pemecahan, (4) mempertimbangkan kekurangan, (3) memilih salah satu atau lebih dari
alternatif dan membuat pilihan, (5) menerapkan pilihan, solusi yang potensial untuk dilaksanakan dan
dan (6) mengevaluasi pilihan. Langkah-langkah dipertimbangkan secara rinci, (4) membuat
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan rencana secara rinci untuk solusi yang akan
diatas dapat dilihat dalam gambar 1 berikut ini: dilaksanakan, (5) mengatur waktu pelasanaan
secara efektif dari berbagai solusi yang dipilih.
5) Penerapan solusi masalah; (1) melaksanakan
solusi yang telah direncanakan, (2) memantau
konsitensi pelaksanaan.
6) Evaluasi hasil; (1) menggunakan data, untuk
menentukan apakah solusi yang
diimplementasikan itu tepat atau memiliki efek yang
diinginkan, (2) membuat keputusan untuk (a)
melanjutkan pelaksaan, (b) menghentikan solusi
karena masalah sudah dapat teratasi, (c) mervisi
solusi untuk meningkatkan pengaruh pada hasil,
Gambar 1. Langkah-langkah pemecahan masalah dan atau (d) menghentikan karena solusi yang tidak
pengambilan keputusan menurut DuBrint efektif untuk dilaksanakan, (3) jika solusi yang
(2011: 156). ditawarkan tidak efektif, menentukan alasan dan
kembali memasuki pada titik proses pemecahan
ISBN: 978-602-74245-0-0 137
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
masalah (contoh, menghasilkan solusi yang lebih penerima pesan terjadi kesamaan dalam
baik), (4) memiliki koneksi selama pemecahan meninterprestasikan pesan, maka komunikasi tersebut
masalah sehingga dapat membantu lebih banyak, dapat dikatakan sebagai komunikasi yang tidak efektif
sebagai contoh: dapat menggunakan bahan-bahan (Rakhmat, 2009).
dari luar dalam mencari rincian materi Dalam mengungkapkan pendapat, perasaan,
permasalahan yang dihadapi. mendengarkan apa yang dikatakan orang lain,
c. Keterampilan Berkomunikasi menyatakan pertayaan harus dikemukakan secara
Keterampilan komunikasi merupakan simbol verbal kepada orang lain secara langsung, jujur, tidak
dan sikap tubuh dalam menyatakan ide, menyatakan menyakiti orang lain dan sesuai dengan situasi. Ada
pikiran, mengungkapkan pendapat, mengungkapkan bebrapa alasan mengapa mengungkapkan pendapat,
perasaan, mendengarkan apa yang dikatakan orang ide persaaan kepada orang lain itu sangat penting
lain, menyatakan pertayaan, menerima kritikan dan karena dapat: 1) meingkatkan konsep diri yang positif,
komentar dari orang lain, serta memiliki keterampilan 2) meningkatkan keterampilan komunikasi, 3) dapat
negosiasi dalam berkomunikasi secara verbal maupun memberi kepuasan pada hubungan antara pribadi, 4)
non verbal (Van Reusen, 1996). orang lain dapat mengenal diri anda dengan lebih baik
Komunikasi meliputi pengirim pesan, penerima (Rakhmat, 2009).
pesan, pesan atau informasi, media, dan umpan balik. d. Kesadaran Tanggung Jawab
Informasi dapat berupa bahasa atau simbol yang Tanggung jawab adalah perilaku yang
disampikan melalui media tertulis atau tidak tertulis menentukan bagimana individu bereaksi terhadap
atau melalui lambang dan gambar. Umpan balik situasi setiap hari yang memerlukan beberapa jenis
berguna bagi pengirim pesan untuk mengetahui keputusan yang bersifat moral (Raths, 1978: 131).
apakah pesan yang disampaikan kepada penerima Tanggung jawab merupakan kemampuan dalam
pesan sudah dimengerti atau belum, sehingga terdapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan cara yang tidak
kesamaan presepsi atara pengirim pesan dan merugikan, merampas atau mengorbankan orang lain
penerima pesan (Rakhmat, 2009). dalam memenuhi kebutuhan mereka (Glesser dalam
Dalam buku Understanding Human Rosjidan, 1994: 44).
Communication oleh Adler dan Rodman (2006), Tanggung jawab adalah kesadaran manusia
menjelaskan dalam proses komunikasi atara dua orang akan tingkah laku atau perbuatannya yang di sengaja
atau lebih terdapat beberapa elemen mendasar yang atau tidak di sengaja. Tanggung jawab juga berarti
perlu di mengerti antara lain: berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
1) Tujuan, gagasan, dan perasaan pesan, cara kewajibannya. Tirtaraharja dan Sulo (2008: 8)
mengirim pesan, dan pesan yang akan dikirim. membagi wujud tanggung jawab diantaranya: 1)
2) Simbol pesan dari pengirim: memaknai ide, tanggung jawab kepada diri sendiri, berarti
perasaan dan maksud pesan yang dikirimkan menanggung tuntutan kata hati misalnya dalam bentuk
dengan tepat penyesalan yang mendalam. 2) tanggung jawab
3) Mengirimkan pesan kepada penerima pesan kepada masyarakat, artinya menaggung tuntutan
4) Tahap memaknai pesan norma-norma sosial. 3) tanggung jawab kepada Tuhan
5) Pemaknaan oleh penerima pesan yaitu yaitu tanggung jawab menaggung tuntutan norma-
menginterprestasikan maksud pesan yang norma agama.
disampaiakan. Interprestasi penerima pesan Menurut Cooper & Sawaf (2002: 70) kesadaran
tergantung bagaimana penerima pesan memahami tanggung jawab mempunyai manfaat sebagai berikut:
isi pesan dan maksud pengirim pesan. 1) Dapat melatih individu menjadi lebih sigap dan
6) Tanggapan pribadi penerima pesan untuk waspada dalam bertindak. 2) Dapat menjadi lebih
mengiterprestasikan pesan serius. 3) Dapat menjadi lebih diperhitungkan. 4) Dapat
7) Gangguan-gangguan dalam proses penyampaian mempraktekkan semua nilai yang baik tanpa ragu. 5)
pesan dari pengirim pesan kepada penerima Dapat menjadikan individu jarang membuat keputusan
pesan. Gangguan yang dimakasud adalah yang gegabah yang berakhir dengan akibat buruk pada
beberapa aspek yang mempengaruhi proses diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar. 6)
komunikasi. Gangguan pada pengirim pesan Menjadikan individu makin jujur secara emosi kepada
seperti sikap, prasangka, kerangka berfikir, diri sendiri dan orang lain. 7) Menjadikan individu
kesesuaian bahasa atau ekspresi dari pesan. mengerahkan perhatian yang lebih terhadap apa yang
Gangguan pada penerima pesan berupa sikap, dikerjakan dan perilakunya. 8) Menjadikan individu
latar belakang, pengalaman yang mempengaruhi tidak berbuat atau mengatakan sesuatu yang menyakiti
proses pemahaman pesan. Pada saluran diri sediri dan orang lain.
komunikasi bentuk gangguan seperti: 1) situasi Individu bisa dikatakan memiliki kesadaran
lingkungan, apakah tenang, atau ramai. 2) masalah tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, jika individu
pengucapan seperti: gagap, dan 3) perilaku- tersebut memiliki beberapa ciri-ciri tingkah laku seperti:
perilaku yang mengganggu, seperti 1) Menerima tanggung jawab. Mempunyai keyakinan
kecenderungan mengomel dan lain-lain (Adler & terhadap kemampuannya untuk mengatasi
Rodman, 2006). masalah-masalah yang dihadapinya.
Suatu komunikasi dapat dikatakan efektif 2) Berorentasi tujuan. Individu dapat merumuskan
manalkala kedua belah pihak yaitu pengirim dan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan
ISBN: 978-602-74245-0-0 138
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara untuk mengungkapkan apa yang diinginkan dan dirasakan
rasional, tidak atas dasar paksaaan dari luar, dan secara langsung dan terus terang maka siswa bisa
berupaya mencapai tujuan dengan cara menghindari munculnya ketegangan dan perasaan tidak
mengembangkan wawasan, pengetahuan, dan nyaman akibat menahan dan menyiapkan sesuatu yang
keterampilan yang dimilikinya. ingin diutarakannya. Kelima, dengan memiliki keterampilan
3) Penerimaan sosial, yaitu individu dapat self advocacy maka para siswa dapat dengan mudah
berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial dan mencari solusi dan penyelesaian dari berbagai kesulitan
memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan atau permasalahan yang dihadapi secara efektif, sehingga
dengan orang lain. tidak akan menjadi beban pikiran yang berlarut-larut.
4) Berorentasi keluar, artinya individu bersifat resfek, Keenam, self advocacy dapat membantu siswa untuk
empati terhadap orang lain, memiliki kepedualian meningkatkan kemampuan kognitifnya, memperluas
terhadap situasi dan masalah-maslah wawasan tentang lingkungan, mengembangkan kesadaran
lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berfikir, diri (self awareness) yang dimilikinya, dan dapat
menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya, menghargai perbedaan tata/cara pandang yang terjadi
merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, dalam masyarakat, memahami kelebihan dan
tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk kekurangannya sendiri dan bersedia memperbaiki
menjadi korban orang lain dan menngorbankan kekurangan tersebut. (Van Reusen, 1994; 1996).
orang lain Tujuan yang diharapakan ketika siswa memiliki
5) Dapat mengontrol emosi, merasa nyaman dengan keterampilan self advocacy yang efektif berupa: 1) Siswa
emosinya, dapat menghadapi situasi frustasi, dapat mengembangkan kesadaran diri dan dapat
depresi, atau stres secara positif atau konstruktif, menghargai perbedaan tata/cara pandang masyarakat, 2)
tidak destruktif (merusak) Siswa dapat mengembangkan pengetahuan tentang
6) Mengakui kekurangan dan kesalahan, menerima individu, kelompok dan konsekuensi sosial terhadap
akibat dari kesalahan yang dilakukan. Tanggung prasangka dan tekanan, 3) Siswa dapat mengembangkan
jawab, kesiapan individu untuk menerima resiko keterampilan self advocacy secara efektif dalam
dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Mau mempromosikan keseimbangan dan keadilan sosial
menerima resiko secara wajar dan tidak melarikan dilingkungan pendidikan dan dalam masyarakat, 4) siswa
diri dari resiko yang dihadapi. dapat mengembangkan kesadaran tanggung jawab serta
7) Memiliki komitmen terhadap tugas atau kewajiban. berani mengambil resiko dalam pengambilan keputusan
Yang ditandai dengan adanya ketetapan dan atau pilihan (Astramovich and Harris, 2007).
keteguhan terhadap dorongan-dorongan negatif B. Structure Learning Approach (SLA)
dari luar yang tidak sesuai dengan prinsip yang Remaja sering tidak terampil untuk menyatakan
dimilikinya. keinginan, kebutuhan, ide dan perasaan secara akurat dan
8) Memiliki rasa percaya diri. Hal ini terbentuk saat benar kepada orang lain. Beberapa perilaku yag tidak efektif
sesorang mengenali kemampuannya dan memiliki mungkin terjadi karena adanya paksaan kepada remaja untuk
kepercayaan untuk melakukan apa yang mampu berperilaku pasif atau dikarenakan remaja kekurangan
dikerjakan sendiri. pengetahuan dan keterampilan untuk menegaskan
9) Memiliki jiwa disiplin. Kedisiplinan mengajarkan keberadaan dirinya sendiri. Sebagaian remaja berperilaku
pada siswa tentang siapa yang harus bertanggung agresif atau pasif mungkin karena perilaku agresif sangat
jawab untuk memutuskan sikap yang layak bagi efektif untuk mendapatkan apa yang diinginkan dan hanya
mereka dan siapa yang bertanggung jawab dalam itulah cara yang diketahui untuk mempertahankan dirinya
menyakinkan bahwa mereka bersikap layak di dilingkungannya. Pendekatan lainnya bisa menghasilkan
masyarakat (Cooper & Sawaf, 2000). perasaan-perasaan yang negatif, tidak dihargai, merasa
2. Manfaat Self Advocacy bersalah, marah pada diri sendiri dan orang lain serta tidak
Memiliki keterampilan self advocacy bukanlah hal berdaya. Mempelajari perbedaan antara perilaku bagaimana
yang mudah, karena dalam self advocacy seorang individu mempertahankan diri mereka sendiri dan keterampilan-
dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur pula pada keterampilan yang dikaitkan dengan self advocacy adalah
orang lain dalam mengekspresikan perasaan, keinginan, cara-cara remaja dapat mengembangkan ekspresi diri dan
kemauan, cita-cita, harapan, pendapat, dan kebutuhan meningkatkan tanggung jawab.
secara propesional tanpa bermaksud untuk memanipulasi Kemampuan memberikan respon secara efektif
atau menderamatisir, memanfaatkan dan merugikan sangat penting khususnya bagi siswa yang berada di dalam
dirinya dan pihak lainnya (Astramovich and Harris, 2007). fase perkembangan. Dalam kaitannya dengan pemerolehan
Ada beberapa manfaat self advocacy yang dapat keterampilan-keterampilan hubungan interpersonal dimana
dikemukakan antara lain: Pertama, self advocacy akan siswa belajar untuk lebih mandiri dalam beberapa hal namun
memudahkan siswa dalam mengontrol perasaan dalam pada saat yang sama mereka sering merasakan adanya
hidupnya. Kedua, dengan menguasai self advocacy siswa hubungan yang tidak nyaman dengan teman sebaya dan
dapat membangun rasa percaya diri. Ketiga, dengan bergantung pada keputusan orang lain. Siswa yang tidak
memiliki self advocacy siswa dapat mengubah rasa putus terampil dalam menyatakan sesuatu secara efektif, tidak bisa
asa dan ketidakberdayaan menjadi perasaan penuh melawan tekanan yang berasal dari teman, orang tua, guru,
harapan. Keempat, self advocacy akan memudahkan lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakat dan mungkin
siswa bersosialisai dan menjalin hubungan dengan merasa kehilangan harga diri atau self esteem yang lemah atau
lingkungan dan luar lingkungannya, dengan kemampuan
ISBN: 978-602-74245-0-0 139
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
yang disebabkan oleh keyakinan yang dimiliki untuk dapat psikoedukasi karena terbukti efektif bagi anak-anak dan remaja
berhasil lemah, yang biasa disebut self-eficacy yang lemah. dalam seting sekolah.
Upaya konselor dalam membantu siswa agar Menurut Nelson-Jones (dalam Supratiknya, 2008)
terhindar dari cara-cara penyesuaian diri yang keliru dalam psikoedukasi sebagai gerakan pemberian layanan publik di
komunikasi interpersonal antara lain dengan menfasilitasi bidang konsultasi psikologi tidak bermakna tunggal, tetapi
perubahan perilaku siswa melalui self advocacy. Self Advocacy sebaliknya bermakna ganda meliputi upaya: a) melatih orang
adalah suatu proses yang sistematis mencakup kesadaran diri dalam mempelajari aneka life skills, b) pendekatan
(self Awareness), pengetahuan (Knowledge) dan keterampilan akdemik/ekspernsial dalam mengajarkan psikologi, c)
(skills) yang dapat mengembangkan dan melatih kemampuan pendidikan humanistik, d) melatih tenaga profesioal dalam
individu untuk menyampaikan secara langsung dan jujur atas bidang bimbingan dan konseling, e) melatih serangkaian
pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, keinginan-keinginan dan kegiatan pelayanan kepada masyarakat, dan f) memberi
kebutuhan-kebutuhannya tanpa menghilangkan martabat diri pendidikan tentang psikologi kepada publik.
sendiri dan orang lain serta dapat bertanggung jawab atas apa Model intervensi psikoedukasi menurut Rosemary
yang mereka putuskan (Brinckerhoff, 1994). Melalui pelatihan (2003), merupakan pendekatan yang lebih komprehensif dan
siswa diberikan kesempatan untuk berlatih melakukan sistematik dalam meremedisi dan meningkatkan keefektifan
penyesuaian keterampilan sosial melalui ekspresi diri tentang intrapersonal dan interpersonal. Sistem pelatihan keterampilan
perasaan, sikap, harapan, pendapat dan haknya baik secara yang komprehensif ini menekankan model pengembangan
verbal mapun nonverbal yang akan diajarkan, dilatihkan dan kecakapan hidup, antara lain dengan asumsi bahwa siswa
diitegrasikan ke dalam rangkaian perilakunya. adalah subyek yang mampu dalam mengembangkan
Pelatihan keterampilan self advocacy diberikan keterampilan hidup dan membuat perencanaan untuk
dalam kelompok. Seluruh anggota kelompok yang dilatih mengatur hidupnya. Lebih lanjut ditegaskan bahwa
diberikan itruksi, modeling, selanjutnya anggota kelompok pendekatan experiental graup lebih tepat diterapkan dari pada
bermain peran dalam meningkatkan keterampilan self pendekatan yang bersifat mendidik individu secara perorangan
advocacy. Setelah latihan atau bermain peran, setiap anggota dalam rangka menigkatkan tingkah laku yang merugikan diri.
mendapatkan umpan balik untuk memperbaiki serta Model intervensi psikoedukasi keterampilan hidup
meningkatkan keterampilan self advocacy. Setiap anggota atau life skills dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran
diharapkan dapat menunjukkan keterampilan self advocacy sosial. Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan
secara tepat pada berbagai situasi (Brinckerhoff, 1994). pandangan-pandangan behavioral tentang belajar yang
Banyak keuntungan apabila self advocacy diberikan dilengkapi dengan kajian tentang paengaruh sosial yang terjadi
dalam bentuk kelompok. Kelompok fokus pada situasi sosial dalam belajar melalui observasi terhadap orang lain. Melalui
tertentu dan diberikan suatu kesempatan yang realistis untuk pembelajaran sosial individu tidak hanya belajar bagaimana
menghadapi dan menantang kesulitan tersebut dalam melakukan sebuah perilaku, tetapi juga apa yang akan terjadi
lingkungan yang terstruktur dan aman. Namun perlu di ingat pada diri individu dalam situasi tertentu jika hal itu dilakukan.
bahwa pelatihan secara kelompok tidak cocok bagi semua Menurut Bandura (dalam Woolfolk, 2009)
orang oleh karena tidak semua individu dapat diperlakukan pembelajaran sosial melibatkan empat elmen penting, yaitu:
dengan cara yang sama (Brinckerhoff, 1994). anensi, retensi, produksi, motivasi dan penguatan.
Salah satu aspek penting dalam pelatihan adalah Keterampilan self advocacy sebagai bagian dari keterampilan
metode pelatihan. Metode pelatihan yang seseuai akan sosial-interpersonal pada dasarnya diperoleh melalui
memberikan konstribusi yang sangat penting, apakah sebuah pembelajaran dengan cara mengamati, memodel, melatih
pelatihan dapat diterima atau tidak. Dalam metode pelatihan ulang dan memberikan feedback dan selanjutnya dioptimalkan
yang dipilih hendaknya mengandung unsur-unsur feeling, melalui reinfocement (penguatan sosial: respon-respon positif
thinking, dan doing. Unsur tersebut diharapkan akan dari lingkungan sosial seseorang) dan pelatihan ulang serta
membentuk pemahaman yang integral dalam diri peserta pembinaan secara behavioaral dapat memperkuat
pelatihan terhadap materi-materi yang dilatihkan. pembelajaran itu sendiri (Brinckerhoff, 1994).
Structure Learning Approach memiliki pola langkah- Berdasarkan uarian-uaraian di atas maka dapat
langkah pelatihan yang terdiri atas empat komponen yang disimpulkan bahwa psyhcoeducational life skills intervention
bersipat herarhis. Komponen tersebut adalah modeling, feed model adalah suatu model intervensi psikoedukasi pada setting
back dan transfer of training masing-masing ditetapkan sebagai sekolah, yang mencakup pelayanan pada bidang
prosedur pelatihan. Dalam pelatihan ini menggunakan perkembangan pribadi-sosial, belajar dan karir peserta didik
Structure Learning Approach dan dikembangkan sebuah dan berorentasi pada perkembangan aneka keterampilan yang
komponen lagi yaitu; intruksi. Komponen tersebut perlu diselenggarakan berbasis kelompok dan melalui aneka
ditabahkan karena termasuk dalam keterampilan sosial pendekatan program atau Structure Learning Approach.
memiliki dua dimensi, yaitu dimensi kognitif dan dimensi Adapun aplikasi Structure Learning Approach dalam pelatihan
perilaku. Intruksi dimaksudkan untuk mengembangkan aspek self advocacy ini meliputi tahapan: 1) arahan/tinjauan, 2)
kognitif perilaku sosial (Handarini, 2000). pemberian model, 3) bermain peran, 4) pemberian umpan
self advocacy adalah latihan berperilaku yang balik, 5) pemberian tugas (Sprafkin, Gershaw, dan Goldstein,
diharapkan (Cooksley & Catt. 1995). Tujuan latihan berperilaku 1993, yang selanjutnya dikembangkan oleh Thompson, 2003)
adalah agar seseorang belajar bagaimana mengganti sesuatu Tahap-tahapan structure learning approach
respon yang tidak sesuai, dengan respon yang baru dan sesuai berdasarkan Psyhcoeducational life skills intervention model
dengan tuntutan sosial. Self advocacy dilakukan dengan dalam rangka pelatihan keterampilan self advocacy ini lebih
mengacu pada prosedur model intervensi dalam kelompok komprehensif dibandingkan dengan tahapan pembelajaran
terstruktur menurut (Sprafkin, Gershaw, dan Goldstein, 1993;
ISBN: 978-602-74245-0-0 140
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Thompson, 2003), karena rangkaian pembelajaran diawali dilakukan dengan tujuan memberi siswa pengalaman
dengan tahap intruksi atau pemberian arahan/tinjauan tentang pelatihan keterampilan-keterampilan tertentu serta
topik keterampilan yang dilatihkan. Berikut uraian tentang membahas dan mengidentifikasi tingkah laku yang efektif
tahapan dalam Structure Learning Approach: dan tidak efektif. 3) role playing dapat meningkatkan tingkat
1. Langkah pertama: intruction (arahan atau tinjauan kepercayaan diri dan kenyamanan pada seting kehidupan
tentang topik pelatihan). nyata. 4) semakin nyata berlatih bermain peran maka
Pengarahan yang dilakukan pada awal pelatihan emosi akan semakin terlibat dan meningkatkan
berupa penjelasan tentang tujuan dan makna dari seluruh pembelajaran siswa terhadap keterampilan baru yang
rangkaian kegiatan yang akan dilakukan selama pelatihan. dilatihkan. 5) melalui bermain peran terkait berbagai situasi
Arahan sangat penting diberikan pada tahap ini yang yang serupa dengan kehidupan nyata akan memungkinkan
berkaitan dengan berbagai keuntungan mempelajari topik- siswa untuk mencoba beraneka cara dalam menghadapi
topik pelatihan keterampilan self advocacy untuk situasi-situasi tanpa megalami konsentrasi yang serius bila
meningkatkan hubungan interpersonal dengan orang lain, mana metode-metode yang dicoba tersebut gagal
dan juga gambaran tentang dampak negatif karena (Rosemary, 2003).
mempelajari topik-topik keterampilan self advocacy. Role playing dalam model intervensi psikoedukasi,
Arahan atau tinjauan dapat diakhiri dengan mengajukan di nilai efektif dalam rangka: 1) mencoba, melatih ulang dan
pertayaan yang dapat membantu siswa untuk mempraktekkan pembelajaran baru dalam suatu setting
mendifinisikan makna topik keterampilan self advocacy yang aman bagi siswa, 2) mengetahui sejauh mana suatu
yang dilatihkan. keterampilan/tingkah laku yang baru dapat memberikan
2. Langkah kedua: Modeling (pemberian model) rasa nyaman bagi siswa, 3) menilai alternatif tindakan yang
Modeling adalah suatu metode untuk melahirkan paling sesuai bagi siswa, 4) melatihkan pembelajaran yang
perilaku baru atau prosedur dimana orang dapat belajar sesuai dengan realita.
perilaku yang diharapkan melalui pengamatan terhadap Berdasarkan pengertian tersebut maka metode
perilaku orang lain. Pemberian model dalam pelatihan self bermain peran yang digunakan dalam pelatihan ini lebih
advocacy, bertujuan untuk meningkatkan keterampilan self bermakna edukatif bagi para siswa untuk memahami,
advocacy dengan asumsi mengamati perilaku orang lain meningkatkan keterampilan-keterampilan, menganalisis
yang sukses dalam perilaku tertentu disertai dengan perilaku serta menunjukkan pada orang lain tentang
pemberian informasi tentang bagaimana kesuksesaan itu pentingnya keterampilan self advocacy.
diperoleh akan memunculkan reinforcement dan akan 4. Langkah keempat: Pemberian umpan balik
memotivasi seseorang untuk berbuat hal yang sama. (performance feedback)
Penggunaan metode tersebut mengisyaratkan Fokus pemberian umpan balik berkenaan dengan
kemampuan fasilitator (konselor, guru) untuk memberikan cara-cara untuk memperbaiki dan meningkatkan
model kepada seluruh anggota kelompok mengenai hal-hal penampilan siswa dalam proses bermain peran, pada
yang dianggap perlu atau tepat untuk menguasai jenis-jenis langkah tersebut perlu diperhatikan keseimbangan antara
keterampilan self advocacy yang dilatihkan. Hal ini pemberian pujian dan saran-saran yang konstruktif. Saran
memungkinkan setiap anggota kelompok untuk yang diberikan haruslah merupakan hal-hal yang dapat
memvisualisasikan proses itu sendiri. Model dapat berupa dilakukan siswa melalui latihan.
demonstrasi secara langsung ataupun simulasi dengan Hal-hal teknis perlu diperhatikan fasilitator
menggunakan presentasi media. (konselor) dalam memberikan umpan balik terhadap
3. Langkah ketiga: Bermain peran (Role Playing). penampilan siswa dalam bermain peran: a) hal-hal positif
Bermain peran mempunyai beberapa arti, yaitu: (1) perlu disampaikan terlebih dahulu sebelu informasi yang
sesuatu yang bersifat sandiwara, yaitu pemain memainkan lebih sesitif, b) jelaskan tingkah laku yang dimaksudkan, c)
peran tertentu sesuai dengan tujuan tertentu, (2) sesuatu umpan balik berfokus pada tingkah laku yang dapat diubah
yang bersifat sosiologis atau pola-pola perilaku yang bukan pada kepribadiannya, d) memberikan penjelasan
ditentukan oleh norma-norma sosial, (3) sesuatu perilaku secara spesifik tentang tingkah laku dan bukti-buktinya, e)
tiruan, dimana seseorang berusaha mengelalui orang lain anggota kelompok yang melakukan role playing
dengan jalan berperilaku yang berlawanan dengan apa diharapkan agar dapat secara seksama mendengarkan
yang sebenarya, dan (4) sesuatu yang berkaitan dengan komentar yang diberikan, f) para observer diminta
pendidikan dalam hal ini individu memerankan situasi melaporkan seberapa baik langkah-langkah pelatihan telah
imajinatif dengan tujuan untuk membantu tercapainya dilakukan, g) para observer diminta melaporkan tentang
pemahaman diri sendiri, meningkatkan keterampilan- hal-hal khusus yang disukai dan tidak disukai, serta
keterampilan, menganalisis perilaku, atau menunjukkan berbagai komentar tentang peran yang anggota kelompok
pada orang lain bagaimana seseorang harus berperilaku yang melakukan latihan ulang, h) para anggota kelompok
(Cohen, Manion, & Morridon, 2007: 448-456) yang melakukan latihan ulang diminta memberikan respon
Metode role playing efektif digunakan dalam mengenai seberapa baik penampilannya dalam mengikuti
pelatihan karena: 1) dapat memberikan gambaran setiap tahapan atau langkah pelatihan keterampilan yang
mengenai tingkah laku yang bermasalah dan membantu dilakukan.
peserta terfokus pada keterampilan tertentu yang spesifik. 5. Langkah kelima: Pemberian tugas dan pemeliharaan
Latihan keterampilan baru yang dilakukan secara berulang- (transfer of training and maintenance)
ulang dapat membantu siswa mampu merasakan Tujuan dari program pelatihan ini tidak hanya
beberapa reaksi yang sama yang akan tanpak ketika melihat bagaimana penampilan peserta di dalam pelatihan,
tingkah laku terjadi diluar seting kelompok. 2) role playing tetapi juga seberapa baik penampilan peserta di dalam
ISBN: 978-602-74245-0-0 141
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
kehidupan nyata. Dalam hal ini pemberian tugas rumah dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta. Depaartemen
merupakan kegiatan yang umum digunakan untuk Pendidikan Nasional.
mentransfer keterampilan (transfer of training) baru yang DuBrin, A, J. 2009. Human Relations Interprersonal Job Oriented
dipelajari (Sprafkin, Gershaw, dan Glodstein, 1993; Skills. Tenth edition. New jersey. Pearson Prentice Hall.
Thompson, 2003). DuBrin, A, J. 2011. Human Relations for Career and Personal
Pemberian tugas merupakan komponen yang Sucess, Consepts, Application, and Skill. Boston. Pearson
sangat penting dalam rangkaian proses pelatihan Prentice Hall.
keterampilan atau kecakapan hidup tertentu. Para Friend, M & Cook, L. 2010. Interactions Collaboration Skills for
partisipan perlu diberi kesempatan untuk mentransfer School Professionals. sixth edition. Boston. Pearson.
kecakapan hidup yang baru tersebut kedalam berbagai Goleman, D. 1997. The groundbreaking book that redefines what it
situasi yang relevan dalam kehidupan sehari-hari. Anggota means to be smart, Emotional Intelligence Why it can
kelompok yang melakukan latihan ulang tingkah laku matter more than IQ. The 10th anniversary edition. New
tertentu yang ditugaskan untuk melakukan tugas rumah. York. Bantam Books.
Tugas rumah yaitu tugas yang diberikan kepada Goleman, D. 2001. Working Whit Emotional Intelligence:
anggota kelompok yang melakukan pelatihan ulang untuk Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi.
diterapkan diantara sesi-sesi pertemuan sesi pertemuan Jakarta. PT Garamedia.
kelompok berikutnya. Pemberian tugas rumah Handarini, D. M. 2000. Pengembangan Model Pelatihan
dimaksudkan untuk menigkatkan kerja anggota kelompok Keterampilan Sosial Bagi Siswa Sekolah Menengah Umum
dalam setiap sesi, menimbulkan kesadaran anggota Terpadu. Disertasi tidak diterbitkan. Malang. Program
kelompok tentang berbagai keterampilan yang ingin Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
ditingkatkan serta melatihkan berbagai tingkah laku baru Lewis, J. A., Arnold., & Toporek, R. L. 2003. Advocacy
dalam berbagai setting yang alamiah (Thompson, 2003). Competencies. Edoresed by the ACA Governing Council
March 20-22.
DAFTAR PUSTAKA National Coalition for Cancer Survivorship (NCCS). 2009. Self-
ABKIN. 2007. Rambu-Rambu Penyelengaraan Bimbingan dan Advocacy A Cancer Survivor’s Hand Book. National
Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta. Coalition For Cancer Suvervivorship.
Departemen Pendidikan Nasional. Oregon Department of Education. 2001. Self-Determination
Adler, R. B. & Rodman, G. 2006. Understanding Human Handbook: A Resurce Guide for Teaching and Facilitating
Communication, Ninth Edition. New York. Oxford University Transition and Self-Advocacy Skills. Oregon.Public Service
Press. Building.
Astramovich R. L. and Harris K. R. 2007. Promoting Self-Advocacy Pacock A. L., Stan. L., Meagan. K., David. W. T., Bob A., Wendy.
Among Minority Students in School Counseling. Journal of W., and James E. M. 2002. Successful Strategies for
Counseling & Development. Vol 85: 269-276. Promoting Self-Advocacy Among Student With LD: The
Brinckerhoff, L. C. 1994. Developing Effective Self-Advocacy Skills LEAD Group. Intervention in School and Clinic. Vol. 37 No
in College Bound Students with Learning Disablities. Jurnal 4: 209-216.
Intervention in School and Clinic, Vol 29. No 4: 229-237. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor
Cohen, L., Manion, L., Morrison, K. 2007. Research Methods in 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Education. Sixth Edition. London. Routledge Taylor & Kompetensi Konselor. Jakarta. Departemen Pendidikan
Francis Group. Nasional
Cooksley, R. H., and Catt. R. 1995. Classroom Staregies for Rakhmat, J. 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung. PT Remaja
Teacher and Pupil Support. Dalam Philip Garner and Sarah Rosdakarya.
Sandow (Ed.), Self-advocacy and Special Needs (hlm 43- Raths, L. E., Harmin, M. & Simon, S. B. 1978. Velues and Teaching:
65). London. David Fulton Publishers. Working with Velues in the clasroom, second edition.
Cooper, R. K., dan Sawaf, A. 2002. Executive EQ Kecerdasan Colombus: Charles E Merrill Publishing Company.
Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi. Jakarta. Rosemary. S C. 2003. Planning Programs for Adult Learner A
PT Gramedia Pustaka Utama. Practical Guide for Educators, Trainers, and Staff
Damasio, A. 1999. The Feeling of What Hoppen: Baby, Emotion Developers. Second edition. San Francisco. Jossey Bass.
and the Making Conciousness. London. Heineman. Rosjidan. 1994. Modul Pendekatan-pendekatan Konseling
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Penataan Pendidikan Kelompok. Malang. IKIP. FIP. BKP.
Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Skinner. M. E. 1998. Promoting Self Advocacy Among College
Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung. Students with Learning Disablities. Intervention in School
Universitas Pendidikan Indonesia. and Clinic. Vol. 33. No. 5: 278-283.
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pedidikan dan Tenaga Solso, R. L. 2008. Psikologi Kognitif (terjemahan).Jakarta.
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Erlangga.
Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Sprafkin, R. P., Gershaw, N. J. & Goldstein, A. P. 1993. Social Skills
Bimbingan dan Konseling dan Siswa dalam Jalur for Mental Health, a structured learning approach. Boston.
Pendidikan Formal. Jakarta. Departemen Pendidikan Allyn and Bacon.
Nasional. Steele, J M. 2008. Counselor Preparation. Preparing Counseling
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga To Advocate For Social Justice: A Liberation Model.
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Journal Counselor Education & Supervision. Desember Vol
Rambu-rambu Penyelengaraan Bimbingan dan Konseling 48: 74 – 85.

ISBN: 978-602-74245-0-0 142


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Supratiknya, A. 2008. Merancang Program dan Modul Van Reusen, A. K. 1996. The Self-Advocacy Strategy for Education
Psikoedukasi. Yogyakarta. Universitas Sanata Dharma. and Transition Planning. Journal Intervention in School and
Thompson, A. R. 2003. Counseling Techniques, Second Edition, Clinic. Vol. 32. No.1: 49 – 54.
New York. Van Reusen, A. K., Bos, C. S., Schumaker, J. B., & Deshler, D. D.
Tirtaraharja, U & Sulo, L. 2008. Pengantar pendidikan. Jakarta. (1994). The self advocacy strategy for education and
Rineka Cipta. transition planing. Lawrence, KS: Edge Enterprises.
Toporek, R.L., Lewis, Judith A., & Crethar, Hugh C., 2009. Woolfolk, A. 2009. Educational Psychologi Active Learning Edition,
Promoting Systemic Change Through the ACA Advocacy Tenth Edition (Alih Bahasa: Helly Prajitno Soetjipto, Sri
Competencies. Journal of Counseling & Development. Vol Mulyantini S), Yogyakarta. Pustaka Belajar.
87: 260 – 268. Zeman, A.Z. 2001. Conciousness. London. Yale University Press.

ISBN: 978-602-74245-0-0 143


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PEMANFAATAN CAIRAN BUAH GENDOLA (Basella rubra Linn.) SEBAGAI BIOTINTA UNTUK
MENGANTIKAN TINTA KIMIA
Hartati1 & Nikman Azmin2
Program Studi Pendidikan Biologi, Sekolah tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP)
Bima, Nusa Tengara Barat, Indonesia

ABSTRAK: Tinta adalah cairan berisikan bermacam pigmen atau celupan yang digunakan untuk mewarnai bidang atau untuk
menghasilkan suatu gambar, relif atau suatu desain.Namun, untuk mendapatkan hasil yang efektif dari penggunaan tinta harus tergantung
pada kualitasnya yang diukur dari beberapa hal seperti tingkat kekentalan, daya rekat, kepekatan, transparansi/sifat tembus cahaya, daya
tahan dan aromanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan kualitas dari ciran buah Gendola (Basella rubra linn)
dengan tinta kimia. Kegunaan dalam penelitian ini adalah Memberikan nilai ekonomi bagi tanaman Gendola (Basella rubra Linn.).
Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Sekolah Tinggi Kerguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima mulai pada tanggal 23 Mei 2014
sampai dengan tanggal 23 Juli 2014. Metode yang digunakan adalah metode eksperimental dengan mengunakan Rancangan Acak
Lengakap (RAL) dengan tiga perlakuan di tambah satu perlakuan sebagai control menjadi empat perlakuan dan setiap perlakuan dilakukan
empat kali pengulangan, sehingga diperoleh 16 unit percobaan. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas tinta semakin bagus
dengan campuran gula 5 gram yang dicampurkan dengan cairan buah Gendola (Basella rubra Linn. Hasil analisis data dengan analisis of
variance (ANOVA) menunjukan hasil yang sangat signifikan pada parameter, ada satu parameter yang tidak signifikan, dimana F- hitung
lebih besar dari F- tabel (83,8 > 4,42). Perlakuan (P4) kosentarsi 15 ml dengan mengunakan spidol, yang paling berpengaruh terhadap
kualitas tinta dilihat dari kekentalan dengan hasil rata-rata tertingi 14,25 (Vikositas) dan daya rekat dengan hasil rata-rata tertinggi 12,25
(Per Satuan)

Kata-Kata Kunci : Cairan Buah Gendola (Basella rubra linn), Tinta Kimia

PENDAHULUAN MSDS akan memberikan informasi dasar tentang setiap komponen


Tinta adalah cairan berisikan bermacam pigmen atau tinta, dan hal yang harus disadari adalah pigmen sintesis yang
celupan yang digunakan untuk mewarnai suatu bidang untuk terkandung dalam tinta, tidak di rekomendasikan oleh assosiasi
menghasilkan suatu gambar pada kertas atau suatu desain pada obat dan makanan di dunia. Namun ada hal lain yang berfungsi
media gambar. Namun, untuk mendapatkan hasil yang efektif dari untuk mengantikan cairan tinta sintetis atau cairan tinta yang
penggunaan tinta harus tergantung pada kualitasnya yang diukur mengandung bahan kimia yang di buat diberbagai perusahaan,
dari beberapa hal, seperti tingkat kekentalan, daya rekat, salah satu cairan yang bisa dijakan tinta yang ramah lingkungan
kepekatan, transparansi atau sifat tembus cahaya, daya tahan dan dan tidak memberikan dampak negatif bagi pengguna sehingga
aromanya yang dimiliki tinta. Tinta disusun atas unsur-unsur aman digunakan adalah cairan tanaman dari buah Gendola
organik dan anorganik. Berdasarkan pendapat Scheder (1991) (Basella rubra Linn.)
menyatakan bahwa unsur utama dalam tinta terdiri dari zat warna Tanaman Gendola (Basella rubra Linn.) merupakan
(pigment) yang dihasilkan dari bahan-bahan kimia hasil ekstrak tanaman liar yang biasanya tumbuh di pinggir jalan dan merambat
cairan kental batu bara, hasil sampingan dalam pabrik kokas dan di pagar. Banyak ditemukan di wilayah Indonesia seperti Sumatera,
gas yang bahan bakar dari batu bara. Bahan pengikat (vehicle) dari Jawa, NTB, NTT dan Bali (Ditejenbun dan Diptan, 2007). Tanaman
alkohol/aseton, pengering (drier) dari unsur cobalt (yang terdapat Gendola (Basella rubra Linn.) memiliki buah buni, bulat
pada besi dan nikel), mangan dan timah, unsur pencair (thinner), berdiameter 4-7 mm, masih muda berwarna hijau, setelah masak
dan pengubah (modifier) yang dihasilkan dari minyak. menjadi ungu (Anonim, 2011). Cairan buahnya bila diperas
Unsur lain yang digunakan pula adalah p-Anisidine untuk berwarna merah. Sehingga cairan tanaman ini bisa digunakan
pembuatan warna dan cahaya tinta (Masbadar, 2008). Bahan- untuk mengantikan tinta sintetis
bahan kimia yang ada dalam tinta tersebut tentunya sangat Ditinjau dari unsur-unsur kimia dalam tinta yang dapat
berbahaya bagi kesehatan dan tidak ramah lingkungan. mengakibatkan efek berbahaya dan tidak ramah lingkungan. Maka,
Kebanyakan dari unsur-unsur tersebut menjadi salah satu perlu adanya inovasi yang lebih memperhatikan kesehatan dan
penyebab timbulnya kanker dan banyak menyebabkan efek ramah lingkungan. Caranya adalah mengganti unsur kimia dalam
berbahaya seperti sakit kepala luar biasa, iritasi kulit, kerusakan tinta dengan unsur alami yang lebih aman bagi lingkungan. Salah
sistem saraf, kerusakan fungsi hati, ginjal, dan sebagainya satu bahan yang bisa dijadikan alternatifnya adalah dengan
(Masbadar, 2008). Karena kandungan tinta yang berupa pigmen memanfaatkan cairan buah dari tanaman Gendola (Basella rubra
sintesis yang membahayakan bagi kesehatan tubuh hal inilah tinta Linn.). Berdasarkan pengamatan awal setelah dicampur gula pasir
diragukan keselamatannya dalam penggunaanya (Rudy, 2010). 8 gram dalam cairan buah Gendola (Basella rubra Linn.) 30 ml.
Selain itu yang menjadi perhatian penting adalah proses Gula pasir (C12H22O11) digunakan sebagai pengental cairan buah
penyuntikan tinta kedalam tabung atau media yang di ragukan Gendola (Basella rubra Linn.) sehingga didapatkan hasil yang
kehigenisannya ketika terkontaminasi dengan organ tubuh memiliki ciri seperti tinta. Oleh karena itu, diharapkan dapat
manusia. Oleh sebab itu sangat penting untuk mengetahui digunakan sebagai biotinta alternatif pengganti tinta kimiawi.
kandungan tinta baik berupa jenis pigmen yang terkandung serta Dengan demikian pengkajian lebih lanjut tentang cairan buah
kandungan dan jenis larutan pensuspensi, dengan melihat Gendola (Basella rubra Linn.) perlu dilakukan.
sebagian data nya di MSDS (Material Safety Data Sheet). Namun,
tidak semua MSDS akan mengidentifikasi semua reaksi kimia atau
resiko yang terjadi karena interaksi antara kulit dan tinta. Tetapi

ISBN: 978-602-74245-0-0 144


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
15.0

kekentalan cairan tinta


Penelitian ini di laksanakan selama Dua bulan yaitu pada

Rata-rata penambahan
tanggal 23 Mei sampai dengan 23 Juli 2015 bertempat

(Vikositas)
Laboratorium pendidikan Biologi sekolah tinggi keguruan dan ilmu 10.0
pendidikan (STKIP) Bima. Pengamatan daya rekat, warna, tahan
lama cairan buah Gendola (Basella rubra Linn.) dilakukan di
5.0
lapangan Laboratorium. Analisis kekentalan dilaksanakan Sub di
Laboratorium Kimia Universitas sunan kalijaga Jogjakarta
Cara Kerja 0.0
Jenis penelitian ini adalah eksperimen, yaitu suatu penelitian P0 P1 P2 P3 P4
yang berusaha mencari pemanfaat cairan buah Gendola (Basella
rubra linn.) sebagai biotinta untuk mengantikan tinta kimia, dan Jenis Perlakuan
yang menjadi variabel bebas adalah cairan buah Gendola terhadap
tinta kimia sebagai variabel terikat. Rancangan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Gambar 1. Rata-rata tingkat kekentalan cairan buah (Basella
dengan 4 (empat) kali perlakuan dan tiap perlakuan dilakukan 4 rubra) linn dengan berbagai perlakuan dengan
(empat) kali pengulangan, sehingga diperoleh 16 (enam belas) unit mengunakan spidol
prcobaan. Pengamatan indikator keberhasilan yang diamat, yaitu :
a. Kekentalan. Pengukuran kekentalan dilakukan untuk melihat kekentalan cairan buah Basella rubra linn terbaik terjadi
seberapa kuat cairan buah (Basella rubra linn.) seperti “daya dengan perlakuan mengunakan spidol P4 15 ml/campuran gula 3
alir” Kalau tinta secara mudah mengalir dikatakan gram dengan nilai rata-rata tertinggi pada tinggi tanaman 14,25
berkekentalan rendah, kalau tidak mudah mengalir, ia (Gambar 2). Pengaturan kekentalan tinta dibutuhkan untuk
berkekentalan tinggi membuktikan kualitas cairan tinta, dimana cairan buah Gendola
b. Daya Rekat. Dilakukan untuk melihat Daya rekat cairan seperti (Basella rubra linn) dengan campuran gula menunjukaan hasil
mudah tidaknya melekat berarti kurang daya lenturnya dan kekentalan yang berkualitas. Hasil penelitian ini didukung dengan
karenanya juga keefektifannya. Bilamana kerekatan tinta lebih hasil penelitian yang dilakukan oleh (Alva et al, 2013) menyatakan
besar dari pada kekuatan yang menahan kertas maka kertas bahwa dalam industri percetakan, kekentalan tinta akan menjadi
akan melekat pada plat/rol karet, dan akibatnya kertas akan penentu baik tidaknya kualitas hasil percetakan. Hal ini disebabkan
lepas pegangannya kekentalan tinta akan menentukan pudar dan pekatnya warna tinta
Analisis Data yang dihasilkan.
Data penelitian yang diperoleh dianalisis menggunakan 2. Daya Rekat Tinta
analisis deskriptif untuk menjelaskan faktor-faktor kualitatif maupun Daya rekat juga merupakan salah satu parameter yang
kuantitatif. Untuk mengetahui secara pasti signifikansi antar menunjukan baik dan tidaknya kualitas tinta dari cairan buah
perlakuan di lakukan dengan mengunakan Analysis of Variance Gendola (Basella rubra linn). Parameter yang terbaik pada Daya
(ANAVA) rekat tinta terjadi pada perlakuan mengunakan spidol dengan
kosentrasi P4 15 ml/campuran gula 3 gram dengan hasil nilai rata-
HASIL DAN PEMBAHASAN rata tertinggi 12,25 (Per Satuan) Gambar 2.
1. Kekentalan Hasil penelitian ini didukung pula dengan hasil penelitian
Kekentalan pada cairan buah Gendola (Basella rubra linn) yang dilakukan oleh Rudy (2010) menjelaskan bahwa sebuah tinta
merupakan salah satu parameter yang sangat berpengaruh yang baru dikembangkan apabila memenuhi persyaratan proses
terhadap keberhasilan manfaat dari tanaman Basella rubra linn. pencetaka, penulisan tinta substrat,baru akan digunakan atau
kekentalan cairan buah Gendola (Basella rubra linn) merupakan dipasarkan. Tinta harus memiliki kualitas seperti : kekentalan daya
parameter yang paling sering diamati untuk mengukur kualitas rekat pada kertas, tahan air dan cepat kering ketika ditulis.
tinta. Hasil penelitian ini didukung pula dengan hasil penelitian Alva Hasil Analysis of Variance diperoleh bahwa pada
et al (2013) menyatakan bahwa sebuah tinta yang berkualitas perlakuan empat (P4) dengan mengunakan spidol menunjukan
harus memiliki kriteria seperti tingkat kekentalan yang bagus adanya pengaruh nyata secara signifikan pada kualitas tinta dari
Hasil Analysis of Variance diperoleh bahwa pada jenis cairan buah Basella rubra linn dilihat dari daya rekat dengan nilai
perlakuan P4 dengan mengunakan spidol menunjukan adanya p-volue = 0,001
pengaruh nyata secara signifikan pada kualitas tinta dari cairan
buah Basella rubra linn dilihat dari kekentalan dengan nilai p-volue
= 0,001

ISBN: 978-602-74245-0-0 145


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang
15.0 sama menunjukan beda nyata hasil uji Duncan pada taraf uji 5%
cairan tinta (Per Satuan) KESIMPULAN
Rata-rata daya rekat
10.0 1. Pada perlakuan dengan kosentarasi cairan buah Gendola P4
menunjukan kekentalan terbaik dengan hasil rata-rata tinggi
5.0 tanaman 14,25 (Vikositas)
2. Pada perlakuan dengan kosentarasi cairan buah Gendola P4
0.0 menunjukan daya tahan rekat cairan tinta terbaik dengan hasil
P0 P1 P2 P3 P4 rata-rata tinggi tanaman 12,25 (Per Satuan)

Jenis Perlakuan DAFTAR PUSTAKA


Alva Kosasih, Mochammad Rif’an, & Zainul Abidin. 2013. Alat
Pengatur Kekentalan. Jurnal. Vol 1, No 3 (2013)
Gambar 2. Rata-rata tingkat daya rekat cairan buah Gendola
Anonim, 2011. Gendola (Basella rubra Linn.). Juli 2011.
(Basella rubra linn) dengan berbagai perlakuan
Anonim, 2011. Tanaman Obat Gendola. Pusat tanaman obat dan
menggunakan kertas
obat tradisional. download tanggal 17 Juli 2011.
Tabel 1. Data Nilai Rata-rata Hasil Uji Analysis of Variance
Ditejenbun & Diptan .2007. Tanaman Gendola (Basella rubra L).
Perlakuan Rata-rata Rata-rata
Direktorat Tanaman Semusim, Direktorat Jenderal
penambahan daya rekat
Perkebunan - Kementerian Pertanian. download
kekentalan cairan tinta
tanggal 17 Juli 2011.
cairan tinta (Per Satuan)
Eriksson, Roger . 2007. A Synopsis of Basellaceae. download
(Vikositas)
tanggal 28 September 2011.
kontrol 2,0a 2,0a
Masbadar, 2008. Tinta (Sejarah, Bahan, dan Kandungan Kimia-
P1 3,0 a 3,0a nya). download tanggal 15 Agustus 2011.
P2 3,3 b 3,3b Rudy, 2010. Bagaimana Cara Membuat Tinta Dengan Bahan
P3 4,0 b 4,0b Alami. Rudy download tanggal 20 Agustus 2011
P4 14,25c 12,25c Scheder, Georg, 1991. Perihal Cetak Mencetak. Yogyakarta :
Kanisius.

ISBN: 978-602-74245-0-0 146


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
MEWUJUDKAN PENDIDIKAN UNTUK PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN MELALUI PENERAPAN
MODEL SEKOLAH AGSI DI SDN 5 MATARAM
Hasim Asyari1 & Wawan Apriawan Darmawan Putra1
1&2Guru SDN 5 Mataram

e-mail: aryhasim5@gmail.com

ABSTRAK: Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana menerapkan prinsip dan kriteria-kriteria sekolah AGSI dalam konsep
‘ESD’ di SDN 5 Mataram. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan konsep Pendidikan untuk
Pembangunan yang Berkelanjutan (ESD) dalam model sekolah AGSI di SDN 5 Mataram. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
dengan sifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan berupa laporan, jurnal serta catatan-catatan lain yang
penting yang berhubungan dengan pelaksanaan program AGSI ini di SDN 5 Mataram. Pemaparan data serta deskripsi data dilakukan
berdasarkan teori-teori pendidikan yang mendukung serta fakta, laporan serta hasil yang telah dicapai selama program ini berjalan.
Education for Sustainable Development (ESD) sebagai program yang dikembangkan di Indonesia telah membawa pengaruh yang sangat
positif dalam pengembangan model sekolah AGSI di SDN 5 Mataram. Dalam kontribusinya, ESD ditujukan untuk pembangunan yang
berkelanjutan dengan cara pemberdayaan manusia melalui pendidikan dimana semua orang memperoleh kesempatan untuk bertanggung
jawab demi menciptakan dan menikmati masa depan yang berkelanjutan. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengamatan sementara
adalah bahwa prinsip-prinsip, ciri-ciri dan kriteria yang telah digariskan dalam ESD telah mampu menginspirasi dan membawa perubahan
dalam membentuk poses pendidikan yang membawa ke arah kemajuan dan perubahan tanpa melupakan nilai-nilai kearifan lokal serta
menyesuaikan dengan isu global terkini di SDN 5 Mataram.

Kata kunci: Pendidikan, Berkelanjutan, Adiwiyata, Green School

PENDAHULUAN pembangunan keberlanjutan yaitu: lingkungan, sosial, dan


Sejak Maret 2014 Komite Nasional Indonesia untuk ekonomi.
UNESCO (KNIU) Kemendikbud melaksanakan kerjasama dengan PBB dalam hal ini UNESCO meletakkan pendidikan
UNESCO dalam rangka program Indonesia Funds-In-Trust (IFIT); sebagai prioritas utama dalam rangka menyiapkan masyarakat
program ini akan berakhir pada bulan Nopember 2015. Nama dari dunia yang pro kepada pembangunanmemandang bahwa konsep
program IFIT ini adalah: “Promosi Adiwiyata Green School dan pembangunan berkelanjutan ini akan sangat efektif jika
Pemberdayaan Masyarakat Berpendapatan Rendah untuk Masa dilaksanakan melalui jalur pendidikan.
Depan yang Berkelanjutan di Indonesia”. Tujuan dari program Berdasarkan uraian di atas, SDN 5 Mataram sebagai
tersebut adalah untuk mengembangkan Sekolah dan Kampung pilot program mengemban amanah dan kepercayaan untuk
yang berkelanjutan untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. menjalankan program AGSI ini dengan sebaik-baiknya. Oleh
Sampai dengan bulan Juni 2015 yang lalu telah diselesaikan karena itu dalam tulisan ini, rumusan masalahnya adalah
guideline untuk sekolah AGSI dan Kampung Bekelanjutan serta Bagaimana mewujudkan konsep Pendidikan untuk Pembangunan
telah diselesaikan training material untuk guru, kepala sekolah, Berkelanjutan melalui Penerapan Model Sekolah AGSI di SDN 5
komite sekolah, pengawas sekolah, serta kader kampung. Mataram.
Implementasi dari program tersebut telah dilakukan sejak Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
bulan Juli 2015 yang lalu di Kota Mataram sesuai dengan 1) Mendeskripsikan penerapan konsep Pendidikan untuk
kesepakatan antara Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Pembangunan yang Berkelanjutan (ESD) dalam model sekolah
(KNIU) Kemendikbud dan UNESCO office di Jakarta. Adapun AGSI di SDN 5 Mataram; 2) Sebagai sarana untuk
sekolah yang ditunjuk sebagai pilot program Adiwiyata Green mensosialisasikan program sekolah AGSI untuk rekan-rekan guru
Schools Indonesia (AGSI) ada 5 sekolah jenjang Sekolah Dasar di daerah lain yang ingin menerapkannya.
(SD) yaitu SD 5 Mataram, SD 11 Mataram, SD 5 Cakranegara, SD
7 Ampenan dan SD 21 Ampenan. Sedangkan kampung yang dipilih METODE PENELITIAN
untuk pilot program kampung berkelanjutan adalah Kampung Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan sifat
Banjar dan Kampung Rembige. deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode
Diluncurkannya program ini karena berangkat dari isu kepustakaan berupa laporan, jurnal serta catatan-catatan lain yang
global yang sangat mengemuka. Dunia saat ini mengalami penting yang berhubungan dengan pelaksanaan program AGSI ini
ketidakseimbangan sumber daya alam, energi, air bersih, dan di SDN 5 Mataram. Pemaparan data serta deskripsi data dilakukan
pangan yang semakin berkurang. Ketidakseimbangan yang terjadi berdasarkan teori-teori pendidikan yang mendukung serta fakta,
diperkuuat dengan data dimana dunia kehilangan 50% hutan laporan serta hasil yang telah dicapai selama program ini berjalan.
tropis, konsentrasi CO2 di atmosfer meningkat lebih dari 25 % yang
menyebabkan perubahan iklim ekstrim, pelanggran hak asasi, dan PEMBAHASAN
kemiskinan dimana sekitar 850 juta penduduk dunia mengalami Pengertian Education for Sustainable Development (ESD)
kekurangan pangan. (KNIU, 2014:1) Educational for Sustainable Development (Pendidikan
Semua hal itu menunjukkan bahwa pembangunan untuk Pembangunan yang Berkelanjutan) merupakan proses
berkelanjutan harus dilaksanakan dengan skenario bahwa untuk pembelajaran (atau pendekatan terhadap pengajaran) yang
tinggal dalam satu planet bumi, komunitas manusia sangat perlu didasarkan pada cita-cita luhur dan prinsip-prinsip yang
menurunkan jejak ekologi melalui usaha-usaha yang tidak biasa mendasarkan pada kenerlanjutan (sustainability) dengan
dilakukan (busines unusual) yakni dengan memperhatikan 3 pilar memusatkan perhatian pada semua tingkat dan jenis pembelajaran

ISBN: 978-602-74245-0-0 147


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dalam rangka memberikan pendidikan yang berkualitas dan 5. Pengembangan kegiatan ekstrakurikuler yang berbasis
meningkatkan pengembangan pembangunan manusia yang pembangunan berkelanjutan.
berkelanjutan- “learning to know, learning to be, learning to live 6. Pengembangan SDM (guru dan tenaga kependidikan sehingga
together, learning to do and learning to transform oneself and mampu menjalankan proses pembelajaran yang berkualitas
society.” (www.unescobkk.org/education/esd-unit/definition-of- tinggi.
esd). Selain menetapkan ciri sekolah AGSI, UNESCO telah pula
ESD dalam implementasinya didasari oleh ide-ide yang menetapkan kriteria sekolah dalam Lingkup Program Pendidikan
relevan dengan kepentingan lokal dan budaya lokal sehingga untuk Pembangunan yang Berkelanjutan (ESD) yakni sebagai
program ESD akan memiliki beragam keunikan pendekatan di berikut:
seluruh dunia. Dalam kontribusinya, ESD ditujukan untuk 1. Fokus pada pembelajar
pembangunan yang berkelanjutan dengan cara pemberdayaan 2. Pendidikan yang interdisipliner dan holistik
manusia melalui pendidikan dimana semua orang memperoleh 3. Pendidikan yang menggunakan pendekatan beragam metode.
kesempatan untuk bertanggung jawab demi menciptakan dan 4. Pendidikan berbasisi pada pendekatan berpikir sistem.
menikmati masa depan yang berkelanjutan(UNESCO, 2005a 5. Pendidikan yang memunculkan nilai, berpikir kritis, dan
UNDESD dalam KNIU, Kemendikbud, 2014:10). Slogan untuk ESD kecakapan memecahkan masalah.
yang sangat dikenal yaitu belajar tentang perubahan dan belajar 6. Pendidikan yang mengedepankan pendekatan kultur lokal dan
untuk berubah atau “learning for change and learning to change”. isu lokal.
Dalam penerapan ESD di sekolah-sekolah, Unesco telah 7. Belajar sepanjang hayat ; belajar dari siapa saja, dimana saja,
menetapkan kriteria-kriteria yang nanti dapat menjadi panduan. kapanpun dan dimanapun tanpa memandang gender dan
Tujuah kriteria dalam ESD yakni sebagai berikut: status sosial.
1. Fokus pada pembelajar; berpusat pada siswa, difokuskan pada Setelah menetapkan ciri-ciri dan kriteria sekolah AGSI maka perlu
kebutuhan siswa, kemampuan, minat, dan gaya belajar. juga disusun kegiatan-kegiatan yang menjadi program dari Sekolah
2. Pendidikan yang interdisipliner dan holistik; pendidikan AGSI diantaranya adalah:
pembangunan yang berkelanjutan ada di berbagai kurikulum, 1. Pengelolaan Sekolah berdasarkan 8 Standar Nasional
tidak hanya di satu subjek. Pendidikan (SNP) ramah lingkungan
3. Pendidikan yang menggunakan pendekatan neragam metode; 2. Pembelajaran; integrasi isu pembangunan berkelanjutan
kata-kata, seni, drama, debat, pengalaman, beragam ilmu dalam pembelajaran tematik dengan metode saintifik.
paedagogi. Motivator dan peserta bekerja dan bermain 3. Membangun karakter siswa yang memiliki sikap, pengetahuan,
bersama untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. keterampilan menjadi generasi yang mampu mewujudkan
4. Pendidikan berbasis pada pendekatan berpikir sistem; pembangunan yang berkelanjutan.
mendorong orang untuk memahami adanya kompleksitas, 4. Suasana akademik; suasana sekolah sebagai taman belajar
mencari keterkaitan dan sinergiketika mencari solusiuntuk yang menyenangkan baik bagi siswa maupun guru.
suatu isu-isu yang mengancam keberlanjutan bumi dan dan 5. Kompetensi SDM, dimana kepala sekolah mampu melakukan
sistem kehidupan. pengelolaan sesuai SNP sehingga menjamin mutu sekolah.
5. Pendidikan yang memuculkan nilai;pembelajaran yang 6. Pengelolaan Sarana dan Prasarana sekolah yang lengkap,
mengedepankan norma, nilai-nilai, prinsip yang dapat diuji sehat, bersih, indah dan kondusif untuk belajar.
secara kritis, diperdebatkan, dan diaplikasikan (KNIU, Kemendikbud, 2014)
6. Pendidikan yang mengedepankan pendekatan kultur lokal, isu Sebagai salah satu sekolah rintisan SDN 5 Mataram telah
lokal disamping isu global dan menggunakan bahasa yang melakukan banyak hal dalam program ini. Berikut ini adalah
dapat domengerti oleh semua pihak. program-program yang telah dilaksanakan sebagai bentuk
7. Belajar sepanjang hayat; kegairahan belajar dapat implementasi Program AGSI
dilaksanakan atau diperoleh dimana saja, dari siapa saja, dan 1. Mengadakan sosilisasi intern maupun ekstern. Sosilisasi intern
kapanpun, oleh siapapun tanpa memandang gender dan strata adalah sosilisasi dengan sesama rekan guru yang belum
sosial serta usia; semua pihak bisa jadi pembelajar dan mengetahui program AGSI ini. Sedangkan sosialisasi ekstern
menjadi sumber belajar. (KNIU, Kemendikbud, 2014:10) adalah adalah sosialisasi dengan stakeholder sekolah dalam
hal ini dengan komite sekolah, tokoh-tokoh masyarakat sekitar
Program AGSI dan Penerapannya di SDN 5 Mataram. sekolah dan perangkat pemerintahan RT, RW dan kelurahan.
AGSI (Adiwiyata Green School Indonesia) adalah 2. Memantapkan program yang telah diperoleh. Di bawah
program membentuk sekolah bermutu (sesuai dengan Standar koordinasi kepala sekolah program disusun dengan melibatkan
Nasional Pendidikan), dan ideal sebagai landasan untuk semua guru dan pihak komite sekolah. Pelibatan komite
pembangunan manusia agar tercapai pembangunan yang sekolah dimaksudkan agar dokumen-dokumen penting
berkelanjutan dan kemakmuran Indonesia. AGSI tidak saja hanya sekolah seperti KTSP. RKS dan RKAS nantinya dapat
mencakup implementasi Pendidikan untuk Pembangunan yang menghasilkan dokumen yang benar-benar merupakan
Berkelanjutan di sekolah tetapi juga di lingkungan hunian siswa representasi dari kebutuhan sekolah dan masyarakat.
yaitu kampung 3. Pembagian tugas (Job Descriftion) guru, staf, karyawan dan
Berikut ini adalah ciri-ciri sekolah yang menerapkan siswa. Langkah berikutnya adalah membentuk satuan-satuan
Program AGSI yakni sebagai berikut: tugas pelaksana dan kepanitiaan dari program-program yang
1. Memiliki visi dan misi sekolah yang berbasis pada telah disusun. Hal ini penting dilakukan mengingat program
pembangunan yang berkelanjutan AGSI ini adalah program kolaborasi dan membutuhkan kerja
2. Materi pembelajaran model tematik melalui proses saintifik sama yang kuat dengan melibatkan semua unsur yang terkait
3. Pelayanan prima di sekolah. di dalamnya.
4. Lingkungan sekolah yang hijau, bersih dan nyaman.
ISBN: 978-602-74245-0-0 148
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
4. Mengidentifikasi lembaga atau instansi-instansi terkait untuk mereka akan merasakan kelas mereka layaknya adalah istana
program kerja sama. Hal ini penting dilakukan karena program aatau rumah mereka sendiri.
AGSI adalah program yang bercirikan interdisipliner dan Harapan yang timbul dari semua program AGSI ini
holistik. Dalam prakteknya, program AGSI membutuhkan tentunya akan bermuara pada proses pembelajaran mereka di
jalinan kerja sama dengan pihak-pihak lain yang terkait. kelas yakni sebuah kelas dengan proses pembelajaran yang
Sekolah dalam hal ini dapat mendata untuk selanjutnya PAIKEM (Pembelajaran Aktiv, Inovatif, Kreatif, Menyenangkan).
menjajaki kerja sama dengan instansi yang bersangkutan. Proses demikian akan tercapai jika seorang guru memiliki
5. Penaataan lingkungan sekolah serta pengadaan sarana dan kreatifitas dan etos kerja yang baik sebagai seorang guru. Seperti
prasarana sekolah. Lingkungan sekolah yang nyaman dan yang pernah ditulis oleh Munif Chatib dalam bukunya Sekolahnya
aman tentunya berpengaruh besar bagi kelancaran proses Manusia, menggambarkan suatu proses pembelajaran sebagai
belajar mengajar. Mempercantik sekolah dengan berikut:
memperbanyak taman-taman di pojok halaman sekolah adalah “Betapa cantiknya sebuah proses belajar dalam sebuah kelas
salah satu contohnya. Selain itu halaman sekolah dapat pula apabila guru memandang semua siswanya pandai dan cerdas;
dirancang sebagai sebagai sumber pembelajaran bagi siswa dan para siswanya merasakan semua pelajaran yang diajarkan
misalnya dengan mengadakan apotik hidup dan warung hidup. terasa mudah dan menarik. Kelas tersebut akan hidup. Apabila
6. Program daur ulang sampah. Program daur ulang sampah kelas seperti itu terjadi pada jutaan kelas di sekolah-sekolah di
adalah suatu keharusan mengingat produksi sampah setiap Indonesia, pasti negara ini akan menjadi negara maju yang
hari dari sekolah cukup besar. Langkah pertama yang diperhitungkan oleh dunia.
dilakukan adalah dengan memperbanyak bak-bak sampah di “Di setiap sekolah manapun dengan kualitas apa pun, para
setiap kelas serta di halaman depan setiap kelas. Dalam siswanya adalah amanah yang patut dijaga. Dan orang yang
program ini, telah diadakan sosialisasi tentang jenis-jenis paling bertanggung jawab adalah para guru. Sekolah unggul
sampah. Dengan bekal pengetahuan ini siswa dilatih secara adalah sekolah yang memiliki guru profesional. Dan
terus menerus untuk memilih dan memilah berbagai jenis penyelenggara sekolah yang profesional adalah yang selalu
sampah sehingga nantinya tidak ada sampah yang terbuang meikirkan kesejahteraan para gurunya.” (Chatib, 2009)
percuma karena semuanya dapat dimanfaatkan. Melihat paparan di atas, maka jelaslah betapa sosok dan
7. Mengadakan pelatihan dengan mendatangkan nara sumber peran guru sangat penting dalam proses pendidikan. Guru yang
dari luar sekolah. Program ini dilaksanakan setelah terjadinya dimaksud adalah guru yang profesional. Seorang guru profesional
kesepakatan dengan penandatanganan MoU dengan lembaga sudah barang tentu menyandang predikat sebagai guru yang
terkait. Salah satu contohnya adalah dengan Dinas Lingkungan berprestasi. Guru Berprestasi adalah guru yang memiliki kinerja
Hidup Kota Mataram. Dalam hal ini sekolah telah mendapatkan melampaui standar yang telah ditetapkan oleh satuan pendidikan,
bantuan berupa sejumlah bibit pohon pelindung, bio pori untuk yang mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
peresapan air hujan serta pengadaan peralatan untuk kompetensi profesional, kompetensi sosial; dan secara langsung
pengolahan sampah. Selain itu nara sumber dari pihak Dinas membimbing peserta didik hingga mencapai prestasi di bidang
Lingkungan Hidup juga berkesempatan memberikan pelatihan intrakurikuler dan/atau ekstrakurikuler.
sekaligus sosialisasi dalam penanganan sampah di lingkungan Kompetensi pedagogik sebagai salah satu kompetensi
sekolah. Pemanfaatan barang-barang bekas sebagai barang yang harus dimiliki seorang guru dinilai dari kemampuan seorang
kerajinan. Hal ini dilakukan untuk melatih kreatifitas siswa guru dalam memahami peserta didik, artinya mampu memahami
disamping pula sebagai bentuk kepedulian terhadap barang- dan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif dan
barang bekas atau sampah barang bekas sehingga dapat kepribadian peserta didik, serta mengidentifikasi bekal ajar awal
dimanfaatkan sebagai barang kerajinan yang unik, indah dan peserta didik. Kemampuan memahami inilah yang seharusnya
bermanfaat. Sekolah dapat memanfaatkan ketrerampilan penting dimiliki seorang guru, karena banyak sekali kegagalan
siswa maupun guru-guru untuk mengembangkan potensi ini. dalam proses pembelajaran terjadi karena para guru menunjukkan
Namun jika memungkinkan sekolah dapat pula mendatangkan ketidaksesuaian gaya mengajarnya dengan gaya belajar siswa.
tenaga luar yang memiliki kemampuan untuk memberikan Sebaliknya, apabila gaya mengajar guru sesuai dengan gaya
pelatihan. belajar siswa, semua pelajaran akan terasa mudah dan
8. Gotong royong membersihkan sarana umum di masyarakat menyenangkan. (Chatib, 2009:100).
serta program penghijauan bersama masyarakat di lingkungan Dengan demikian dapat pula dipahami bahwa faktor
sekitar sekolah. Program ini dirasakan sangat bermanfaat memahami siswa serta penyesuaian gaya mengajar siswa dengan
dalam mendekatkan hubungan sekolah dengan masyarakat. gaya belajar siswa merupakan penerapan dari prinsip-prinsip atau
Dengan demikian akan terjalin suatu hubungan yang baik dan kriteria yang ditetapkan dalam Pendidikan Pembangunan
serasi antara ke dua belah pihak. Manfaat lain yang dapat Berkelanjutan atau ESD yakni memperhatikan pembelajaran yang
dirasakan adalah mendidik para siswa untuk menumbuhkan berfokus pada siswa serta pembelajaran dengan menerapkan
sikap dan kepekaan sosial terhadap lingkungan masyarakat beragam pendekatan metode.
sekitar. Ciri lain dari sekolah AGSI adalah dengan diterapkan suatu
9. Penataan kelas dengan pajangan-pajangan karya siswa. Kelas pembelajaran yang interdisipliner dan holistik dengan memasukkan
dengan pajangan-pajangan hasil belajar siswa sangat berguna isu lokal dan global. Dengan pendekatan seperti maka yang dapat
sebagai salah satu sumber belajar bagi siswa disamping diharapkan adalah terjadinya penerimaan serta penghargaan
manfaat lain dari segi keindahan atau artistiknya. Kelas yang terhadap semua bentuk bakat, minat dan kecerdasan siswa. Setiap
ditata dengan baik dan indah menimbulkan efek yang sangat siswa dianggap cerdas dan memiliki keunikan sendiri-sendiri.
positif dalam suasana belajar anak. Akan timbul semangat dan Faktor pendukung yang berperan dalam hal ini adalah karena
kegairahan, karena anak akan merasa betah dengan suasana diterapkannya Multiple Intelligences dalam proses pembelajaran
kelas yang ditata dengan indah dan artistik. Dengan demikian oleh seorang guru. Dengan MI, guru sangat terbantu dalam proses
ISBN: 978-602-74245-0-0 149
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pembelajaran. Seperti yang dikatakan oleh Dr. Howard Gardner, 1. Program Adwiyata Green School Indonesia (AGSI) pada
penemu dari teori Multiple Intellegences ini menuturkan bahwa hakekatnya adalah kegiatan dalam rangka menguatkan 8
“Saat ini para pendidik di seluruh dunia mencari cara efektif Standar Nasional Pendidikan
menerapkan teori ini sebagaimana mereka mencari cara untuk 2. Kegiatan Adiwiyata Green School Indonesia (AGSI) adalah
membantu siswa mengenali dan mengembangkan kekuatan program yang sangat strategis untuk mengantisipasi dan
merekaa, dan dalam prosesnya, mendapatkan cara mengajar baru menjawab isu ligkungan.
yang lebih efektif.” (Gardner dalam Chatib, 2009:118) 3. Kegiatan AGSI di SDN 5 Mataram dapat berjalan apabila
Selain faktor guru, siswa serta proses yang mengirinya, terdapat kerja sama yang baik dengan semua stekholder
mewujudkan suatu pendidikandalam konsep sekolah AGSI ini pendidikan, karena program ini bersifat kerja kolektif.
memerlukan peran dan dukungan stakeholder. Peranan dan fungsi 4. Dengan pengembangan program-program yang tepat sasaran
stakeholder menjadi penting dalam perjalanan sebuah institusi atau dan kerja sama yang baik dengan semua pihak diharapkan
lembaga. Dalam prosesnya kedua belah pihak baik satkeholder program ini akan mampu mewujudkan kesadaran, budaya dan
maupun institusi adalah dua pihak yang memiliki kepentingan dan perilaku anak-anak bangsa untuk selalu mencintai dan
saling mempengaruhi. Sebagaimana dikatakan oleh Dr. Syaiful menghargai lingkungan hidup untuk pembangunan yang
Sagala, M.Pd dalam bukunya Manajemen Berbasis Sekolah dan berkelanjutan
Masyarakat, Strategi Memenangkan Persaingan Mutu menyatakan
bahwa kepentingan dan pengaruh stakeholder harus DAFTAR PUSTAKA
diperhitungkan dalam perencanaan organisasi karena merekalah Chatib, Munif. 2009. Sekolahnya Manusia Sekolah Berbasis
yang membuat organisasi itu berkiprah. (2004:148). Multiple Intellegences di Indonesia. Bandung: Mizan
Dalam hal ini di SDN 5 Mataram stakeholder adalah Pustaka
komponen penting dalam mengawal dan membantu terlaksananya Chatib, Munif. 2013. Kelasnya Manusia Memaksimalkan Fungsi
program AGSI ini. Peran dan tanggung jawab semua pihak Otak Belajar dengan Manajemen Display Kelas.
tentunya sangat dibutuhkan, karena program AGSI ini merupakan Bandung: Mizan Pustaka
program yang membutuhkan kerja kolektif dari semua pihak. Selain Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU). 2014.
itu Program AGSI merupakan program yang tidak saja hanya Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan
mencakup implementasi Pendidikan untuk Pembangunan yang (Education for Sustainable Development) di Indonesia
Berkelanjutan di sekolah tetapi juga di lingkungan hunian siswa Implementasi dan Kisah Sukses. Jakarta:KNIU untuk
yaitu kampung. Oleh karena itu keberadaan kampung dengan Indonesia.
semua stakeholdernya menjadi sangat penting dan menentukan. Sagala, Syaiful. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah dan
Masyarakat Strtaegi Memenangkan Persaingan
KESIMPULAN Mutu.Jakarta: Nimas Multima
Berdasarkan uraian di atas maka dapatlah ditarik beberapa (www.unescobkk.org/education/esd-unit/definition-of-esd).
kesimpulan dari penelitian ini yakni sebagai berikut: Diunduh Sabtu 12 Maret 2016

ISBN: 978-602-74245-0-0 150


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
EVALUASI PROGRAM PEMBINAAN LEMBAGA KURSUS TERHADAP
PELAKSANAAN ASAS PENGEMBANGAN PROGRAM PLS
DI KOTA MATARAM
Herlina
Pendidikan Luar Sekolah, FIP IKIP Mataram,
E-mail: herlina.pls.ikipmtr@gmail.com

Abstrak: Tuntutan pemenuhan asas pengembangan dalam setiap program PLS merupakan suatu keniscayaan sehubungan dengan
berbagai tantangan yang dihadapi PLS dewasa ini. Konsekuensi dari keharusan tersebut adalah perlunya penanganan, pembinaan dan
pengembangan yang serius baik oleh internal penyelenggara PLS maupun oleh pihak ekstern dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan
Masyarakat (Dirjen Dikmas) di bawah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses
pembinaan dengan tuntutan pemenuhan keempat asas pengembangan yang meliputi asas kebutuhan, asas pendidikan sepanjang hayat
asas relevansi dengan pembangunan masyarakat dan asas wawasan ke masa depan. Keempat asas tersebut dapat dievaluasi melalui
model evaluasi yang dikemukakan oleh Kaufman dan Thomas melalui model evaluasi OEM (Organisasation Element Model). Penelitian
ini menggabungkan antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif untuk mendapatkan kajian yang lebih mendalam. Penelitian ini
dilaksanakan di LPK Modes Kartini yang berada di Kota Mataram, Propinsi Nusa Tenggara Barat selama 6 bulan. Subyek penelitian terdiri
dari 1 orang pengelola, 2 orang narasumber dan 3 orang warga belajar. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut:
Pada elemen Input yakni pada segi asas kebutuhan diperoleh hasil 85% (kategori sangat efektif), pada komponen proses yakni pada segi
asas pendidikan sepanjang hayat diperoleh hasil 82% (kategori sangat efektif), pada komponen product yakni pada segi asas relevansi
dengan pembangunan masyarakat diperoleh hasil 80% (kategori efektif) dan pada komponen outcome yakni pada segi asas wawasan ke
masa depan hayat diperoleh hasil 85% (kategori sangat efektif).

Kata Kunci: Evaluasi, Program Pembinaan, dan Asas Pengembangan

Abstract: Demands the fulfillment of the principle of development in any PLS program is a necessity in connection with various challenges
facing today's PLS. The consequence of this requirement is the need for handling, training and development seriously both by internal
organizers PLS or by external parties in this case the Directorate General of Public Education (Dirjen Dikmas) under the Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (Depdiknas). This study aims to determine the fulfillment of the demands of the coaching process with the
four principles of development which include the principles of necessity, the principle of lifelong education principle of relevance to the
development of society and the principle of insight into the future. The fourth principle can be evaluated through the evaluation model
proposed by Kaufman and Thomas through modelevaluasi OEM (Organisasation Element Model). This study combines quantitative and
qualitative approaches to get deeper study. This research was conducted in LPK Modes Kartini located in Mataram, West Nusa Tenggara
for 6 months. The research subjects consisted of 1 manager, 2 speakers and 3 learners. Based on the results of this study showed the
following results: In the element Input namely in terms of the principle of necessity result 85% (category very effective), the component of
the process that is in terms of the principle of lifelong education obtained results of 82% (category very effective), the component product
that is in terms of the principle of relevance to community development result of 80% (category effective) and the components of the
outcome in terms of the principle of insight into the future of life result 85% (category very effective).

Keywords: Evaluation, Program Development and Development Principles

PENDAHULUAN kepada masyarakat, maka semakin banyak pula peminat yang


Lembaga-lembaga kursus sangat mudah ditemukan di datang untuk belajar pada lembaga tersebut.
berbagai kota besar dan kecil di Indonesia, dengan berbagai ragam Dirjen Dikmas dibawah asuhan Departemen Pendidikan
disiplin pengetahuan, keterampilan dan sikap nilai yang ditawarkan Nasional merupakan lembaga yang bertanggung jawab dalam
seyogyanya suatu lembaga dalam pelaksanaannya harus melaksanakan pembinaan terhadap berbagai lembaga kursus
berpatokan pada 4 asas pengembangan dan tidak berpatokan yang ada. Pembinaan yang dilaksanakan merupakan salah satu
pada asas profit belaka. program pengembangan yang rutin dilakukan oleh Dirjen Dikmas
Banyaknya jumlah lembaga dan jenis program sebagai orang tua asuh pada pendidikan kemasyarakatan yang
pembelajaran yang ditawarkan tersebut memunculkan banyak ada. Tugas Dirjen Dikmas adalah melaksanakan pembinaan dan
pertanyaan seperti yang telah dikemukakan di atas, yaitu apakah pengembangan terhadap lembaga kursus agar mereka dapat tetap
lembaga kursus tersebut dalam pelaksanaannya sudah eksis dan tetap berinovasi dalam memajukan lembaganya masing-
mengandung 4 asas pengembangan yang meliputi asas masing. Indicator dalam kegiatan pembinaan dan pengembangan
pengembangan program PLS yang meliputi asas kebutuhan, asas tersebut harus berpatokan pada asas kebutuhan, asas pendidikan
pendidikan sepanjang hayat, asas relevansi dengan pembangunan sepajang hayat, asas relevansi dengan pembangunan masyarakat
masyarakat dan asas wawasan ke masa depan. dan asas wawasan ke masa depan. Kegiatan pembinaan dan
Sebagai sebuah lembaga, keberlangsungan lembaga pengembangan program mutlak merujuk pada keempat asas
sangat ditentukan oleh program-program yang ditawarkan lembaga tersebut guna mendapatkan hasil yang optimal.
kursus kepada masyarakat. Semakin inovatif dan menjanjikan Dalam rangka mengetahui pelaksanaan dan kendala-
dalam membuka peluang usaha dalam program yang ditawarkan kendala yang dihadapi dalam kegiatan pembinaan terhadap
penerapan 4 asas pengembangan program PLS sehingga dapat
ISBN: 978-602-74245-0-0 151
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
diketahui keberhasilan dan kendala-kendala/problematika yang Menurut Suharsimi (2013), kriteria diartikan sebagai
muncul dalam proses pembinaan tersebut perlu dilakukan evaluasi patokan yang digunakan sebagai ukuran atau tolok ukur. Dalam
secara menyeluruh tentang program pembinaan lembaga kursus evaluasi program, kriteria digunakan untuk mengukur ketercapaian
yang dilaksanakan oleh Dirjen Dikmas terhadap pemenuhan asas suatu program berdasarkan indikator-indikator yang telah
pengembangan program pada lembaga kursus yang ada. ditentukan.
Kursus seperti tertera dalam Keppres Nomor 68 Tahun
1998 tentang Pembinaan Kursus dan Pelatihan Kerja pasal 2 ayat METODE PENELITIAN
(2) didefinisikan sebagai “lembaga pendidikan yang Jenis penelitian ini adalah penelitian evaluasi tentang
diselenggarakan bagi warga belajar yang memerlukan bekal untuk pembinaan lembaga kursus terhadap pemenuhan asas
mengembangakan diri, bekerja mencari nafkah, dan/atau pengembangan program di Kota Mataram dengan mengambil studi
melanjutkan ke tingkat atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi”. kasus di LKP Modes Kartini.
Kursus diselenggaraan oleh dan untuk masyarakat dengan Penelitian ini difokuskan pada evaluasi pelaksaaan
swadaya dan swadana masyarakat. Itulah sebabnya maka kursus penerapan asas pengembangan program PLS oleh lembaga
disebut juga dengan pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan kursus berdasarkan hasil pembinaan dari Dirjen Dikmas.
oleh masyarakat yang sering disingkat dengan PLSM atau Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan
Diklusemas. kualitatif untuk mendapatkan pembahasan yang lebih mendalam.
Secara umum PLS dalam perkembangannya menghadapi Kegiatan pengumpulan data penelitian dilakukan dengan
beberapa problematika yang meskipun tidak pararel juga dihadapi menggunakan tehnik kuisioner, observasi, dan dokumentasi.
oleh pendidikan sekolah. Problematika itu antara lain meliputi tiga Sumber data terdiri dari seorang pengelola, 2 orang narasumber
kelompok yaitu jangkauan pelayanan, efisiensi internal dan dan 3 orang warga belajar.
eksternal dan pengelolaan (Sudjana, 2005: 233-234). Ketiga Untuk mengukur penerapan empat asas pengembangan
masalah tersebut pada dasarnya adalah juga dihadapi oleh program PLS kursus digunakan rumus porsentase sebagai berikut:
lembaga-lembaga kursus sebagai salah satu bentuk satuan
pendidikan nonformal. Skor =
Jumlah jawaban responden pada setiap petanyaan
x 100%
Problematika jangkauan pelayanan berkaitan dengan Bobot jawaban
pemerataan kesempatan bagi warga belajar yang memerlukan
bekal untuk mengembangkan diri. Problematika efisiensi internal Berdasarkan hasil perhitungan tersebut kemudian
berkaitan dengan sejauhmana sumber-sumber yang tersedia atau dikonsultasikan pada tabel interprestasi nilai untuk melihat tingkat
dapat disediakan dapat didayagunakan untuk meningkatkan penerapan empat asas pengembangan berdasarkan rentang
kualitas warga belajar dan proses pembelajaran. Problematika penilaian yang dikemukakan oleh Suharsimi (2013 : 63) sebagai
efisiensi eksternal berkaitan dengan sejauhmana kursus telah berikut:
membantu warga belajar untuk memiliki keterampilan, Tabel 1. Interprestasi nilai (%)
pengetahuan, sikap dan nilai-nilai sesuai dengan lapangan kerja 81 – 100 : Sangat efektif
atau dunia usaha atau untuk memasuki satuan atau jenjang 61 – 80 : Efektif
pendidikan selanjutnya.Problematika pengelolaan berkaitan 41 – 60 : Cukup
dengan penelitian dan pengembangan, serta perencanaan dan 21 - 40 : Kurang baik
koordinasi. 0 - 20 : Gagal
Penyelenggaraan kursus haruslah dilakukan dengan asas-
asas tertentu sehingga memiliki pijakan arah dan orientasi yang Setelah hasil analisis tersebut dikonsultasikan dengan
jelas. Asas penyelenggaraan kursus dapat merujuk pada asas- kriteria yang sudah ditetapkan kemudian dilakukan pembahasan.
asas penyelenggaraan PLS pada umumnya yang oleh Sudjana Untuk mendapatkan pembahasan yang lebih luas dan mendalam
(2005: 137) diidentifikasikan terdiri dari empat asas, yaitu asas hasil penelitian tersebut dibahas dan dideskripsikan dengan
kebutuhan, asas pendidikan sepanjang hayat, asas relevansi mengaitkannya dengan teori-teori seperti yang sudah dipaparkan
dengan pembangunan masyarakat dan asas wawasan ke masa pada kajian teori.
depan.
Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengetahui HASIL DAN PEMBAHASAN
penerapan empat asas dalam penyelenggaran dan 1. Evaluasi Input
pengembangan lembaga kursus. Untuk mengetahui penerapan Evaluasi input dalam penelitian ini mencakup analisis
tersebut maka perlu dilakukan evaluasi terhadap program tersebut. masalah yang berkaitan dengan analisis kebutuhan program
Menurut Tyler (1950) evaluasi adalah proses yang menentukan bagi masyarakat. Dalam penerapan asas pengembangan
sejauh mana tujuan dapat dicapai; Guba dan Lincoln (1981) kursus PLS pada komponen asas kebutuhan berdsarkan hasil
menyatakan bahwa evaluasi adalah proses untuk menentukan analisis didapatkan bahwa komponen evaluasi input berada
sejauhmana tujuan telah direalisasikan; dan Suharsimi (2013) pada kategori sangat efektif (85%), hal ini dapat dijelaskan
mengatakan evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan berdasarkan temuan yang ada dilapangan didapati bahwa
yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh untuk melihat tingkat keberadaan kursus menjahit di LPK Modes Kartini merupakan
keberhasilan suatu program. keahlian yang sangat menguntungkan dan banyak dibutuhkan
Dalam pelaksanaannya, apakah penyelenggaraan kursus oleh masyarakat. Ini dapat dilihat dari besarnya animo
sudah berpatokan pada keempat unsur tersebut diatas maka perlu masyarakat yang tertarik untuk mengikuti kegiatan tersebut.
adanya kriteria dalam menilai program apakah dalam Berdasarkan hasil wawancara penunjang yang dilakukan dapat
penyelenggaraan dan pengembangan lembaga kursus sudah diketahui besarnya motivasi dari para warga belajar yang
berpijak pada patokan empat asas pengembangan tersebut atau tertarik untuk mengikuti kegiatan tersebut.
tidak.
ISBN: 978-602-74245-0-0 152
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
2. Evaluasi Process Pembangunan Masyarakat) karena berdasarkan data dari ADB
Evaluasi process dalam penelitian ini mencakup diketahui nilai IPM masih sangat rendah.
analisis masalah yang berkaitan dengan analisis pendidikan 4. Evaluasi Outcome
sepanjang hayat bagi masyarakat. Dalam penerapan asas Evaluasi outcome dalam penelitian ini mencakup
pengembangan kursus PLS pada komponen asas pendidikan analisis masalah yang berkaitan dengan analisis wawasan ke
sepanjang hayat berdsarkan hasil analisis didapatkan bahwa masa depan program bagi masyarakat. Dalam penerapan asas
komponen evaluasi process berada pada kategori sangat pengembangan kursus PLS pada komponen asas wawasan ke
efektif (82%), hal ini dapat dijelaskan berdasarkan temuan yang masa depan berdsarkan hasil analisis didapatkan bahwa
ada dilapangan didapati bahwa keberadaan kursus menjahit di komponen evaluasi input berada pada kategori sangat efektif
LPK Modes Kartini merupakan implementasi dari pendidikan, (85%), hal ini dapat dijelaskan berdasarkan temuan yang ada
yang mana dalam kegiatan pendidikannya tidak mengenal dilapangan didapati bahwa keberadaan kursus menjahit di LPK
usia. Sehingga siapa saja yang tertarik dan mau belajar dapat Modes Kartini merupakan modal yang sangat besar dalam
masuk dan mendaftar sebagai warga belajar. Ini dapat dilihat menyumbangkan pertumbuhan SDM yang berkualitas.
dari besarnya masyarakat yang tertarik untuk mengikuti
kegiatan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara penunjang KESIMPULAN
yang dilakukan dapat diketahui besarnya motivasi dari para Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang
warga belajar yang tertarik untuk mengikuti kegiatan tersebut “evaluasi pembinaan lembaga kursus terhadap pelaksanaan asas
diantaranya adalah untuk menambah penggalaman dan pengembangan program PLS di Kota Mataram, dapat ditarik
keterampilan sehingga mereka memiliki keterampilan yang kesimpulan:
menguntungkan. 1. Evaluasi Input pada komponen asas kebutuhan berada pada
3. Evaluasi Product kategori sangat efektif (85%).
Evaluasi product dalam penelitian ini mencakup 2. Evaluasi Process pada komponen asas pendidikan sepanjang
analisis masalah yang berkaitan dengan analisis relevansi hayat berada pada kategori sangat efektif (82%).
dengan pembangunan bagi masyarakat. Dalam penerapan 3. Evaluasi Product pada komponen asas relevansi dengan
asas pengembangan kursus PLS pada komponen asas pembangunan masyarakat berada pada kategori efektif (80%).
relevansi dengan pembangunan berdsarkan hasil analisis 4. Evaluasi Outcome pada komponen asas wawasan ke masa
didapatkan bahwa komponen evaluasi product berada pada depan berada pada kategori sangat efektif (85%).
kategori sangat efektif (80%), hal ini dapat dijelaskan .
berdasarkan temuan yang ada dilapangan didapati bahwa DAFTAR PUSTAKA
keberadaan kursus ini sangat relevan dengan pembangunan. Arikunto, Suharsimi. (2013) Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.
Peningkatan sumber daya manusia melalui program life skill Jakarta: Bumi Aksara
selalu diupayakan pelaksanaannya di masyarakat. Dalam hal Guba, E. G. & Lincoln, Y. S., (1981) Efective Evaluation. San
ini pemerintah selalu aktif untuk meningkatkan kualitas Fransisco California: Jossey-Bass Publisher..
masyarakat melalui kegiatan-kegiatan pmberdayaan manusia, Slamet, P. H. (2000) “Karakteristik Kepala Sekolah Tangguh”,
salah satunya adalah melalui kegiatan life skill diantaranya dalam Jurnal Kependidikan dan Kebudayaan, No. 025.
adalah program kegiatan kursus menjahit. Berdasarkan hasil Sudjana (2005). Manajemen Program Pendidikan.. Bandung:
wawancara dengan pengelola diketahui program life skill Falah Produktion
menjahit selain dilaksanakan oleh masyarakat juga Tyler, R.W. (1950). Basic Principles of Curriculum and Instruction.
dilaksanakan oleh pemerintah melalui program pemberian Chicago: University of Chicago Press.
dana berupa kursus gratis bagi masyarakat. Program itu
dimaksudkan dalam rangka meningkatkan IPM (Indeks

ISBN: 978-602-74245-0-0 153


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
IDENTIVIKASI MASSA, LUAS PERMUKAN, DAN SUHU OPTIMASI ZEOLIT SEBAGAI FILTER DESTILAT
TERHADAP KEMURNIAN ALKOHOL

Hulyadi
Dosen Prodi Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram
e-mail: hulyadi11@yahoo.com

Abstrak: Akhir-akhir ini banyak orang berlomba-lomba mencari energi alternatif terbarukan sebagai pengganti energi dari fosil, dimana
yang paling populer adalah pembuatan bahan bakar gasohol. Gasohol merupakan bahan bakar hasil pencampuran bensin dengan alkohol,
dimana alkohol yang dipakai sebagai campuran adalah etanol absolut. Selain sebagai campuran bensin, alkohol dapat digunakan untuk
berbagai penggunaan seperti pelarut dalam industri parfum, cat, obat, minuman beralkohol, dan sebagai disinfektan dalam dunia
kedokteran. Metode yang selama ini telah dikenal dapat menghasilkan alkohol absolut adalah metode distilasi. Metode ini kurang efisien
dalam memumikan etanol di sekitar titik azeotrope (pada saat etanol mencapai kadar 95%, dengan titik didih 78.15°C). Oleh sebab itu
diperlukan modifikasi alat destilasi untuk menghasilkan alkohol dengan kemurnian diatas 95%. Salah satu caranya mebuat filter destilat.
Filter dibuat dengan tujuan menyerap air dan asetat yang dalam destilat sampel fermentasi alkohol. Hasil penelitian menunjukkan variasi
massa, luas permukaan dan suhu optimasi filter berpengaruh secara signifikan menigkatkan kemurnian yaitu dari 26% mejadi 94,57%
dan 99,08 pada perlakuan variasi massa, 26% mejadi 94,57% dan 98,46 pada perlakuan variasi suhu optimasi, dan 26% mejadi 94,16%
dan 96,58 pada perlakuan luas permukaan filter. Peningkatan paling tinggi terdapat pada perlakuan massa filter 100 gram, luas permukan
100 mess dan suhu optimasi 6000C dan paling rendah pada perlakuan massa filter 50 gram, luas permukan 80 mess dan suhu optimasi
6000C.

Kata Kunci: Gasohol, Destilasi, Filter, kemurnian alkohol.

PENDAHULUAN Absorban yang sering digunakan dalam beberapa


Perkembangan kebutuhan energi yang dinamis, semakin penelitian adalah zeolit. Penggunaan zeolit teraktivasi mampu
terbatasnya cadangan energi fosil, dan kepedulian terhadap menigkat kadar beotanol sampai 18,24% (Novitasari dkk, 2010).
kelestarian lingkungan hidup, menyebabkan perhatian terhadap Penggunaan zeolit efektif dalam meningkatkan konsentrearasi
energi terbarukan semakin meningkat. Sebagai negara agraris dan bioetnaol karena kemampuan zeolit dalam menurunkan energi
tropis, indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah dan aktivasi air yang menyebabkan air lebih mudah diserap (Huang
dapat digunakan sebagai bioenergi (bioetanol). Bioetanol dkk, 2006). Selain zeolit penggunaan kalsium oksida dalam
merupakan energi alternatif baru yang mampu mencukupi atau pemurnian alkohol sudah banyak dilakukan karena efektif dalam
paling tidak dapat menghemat penggunaan energi dari bahan mengikat produk samping permentasi yang berupa asam asetat
bakar fosil tersebut (Turnip, dkk., 2012). Selain merupakan solusi (Onuki dkk, 2008). Penggunaan zeolit dan kalsium oksida dalam
menghadapi kelangkaan energi fosil pada masa mendatang, pemurnian alkohol sudah banyak dilakukan tetapi penenelitian
bioetanol bersifat ramah lingkungan, dapat diperbaharui dan yang mengintegrasikan alat destilasi dengan zeolit sebagai filter
harganya terjangkau oleh masyarakat. masih jarang dilakukan sehingga pengembangan alat destilasi
Bioetanol dapat digunakan sebagai pengganti bahan yang dilengkapi filter sebagai penyaring destilat perlu dilakukan.
bakar minyak tergantung dari tingkat kemurniannya. Bioetanol Mineral zeolit adalah senyawa alumina silikat hidrat
dengan kadar 99% dapat dipakai sebagai bahan substitusi dengan logam alkali yang merupakan kelompok mineral yang
premium (bensin), sedangkan kadar 75% dipakai sebagai bahan terdiri dari beberapa jenis mineral. Nama zeolit berasal dari bahasa
substitusi minyak tanah (Bustaman, 2008). Yunani yang berarti batuan mendidih (membuih), yaitu airnya akan
Bioetanol dapat diperoleh melalui proses fermentasi terlepas apabila dipanasi. Zeolit alam memang merupakan
alkohol dari bahan-bahan yang banyak mengandung gula, pati atau komoditas mineral industri yang mempunyai prospek pasar yang
selulosa dengan bantuan mikroorganisme (Sari, dkk., 2012). baik untuk dikembangkan dan diusahakan. Hampir seluruh
Mikroorganisme dapat mengkonversi gula menjadi endapan zeolit yang ditemukan di Indonesia tersusun oleh mineral
alkohol.Mikroorganisme yang biasa digunakan dalam proses klinoptilolit, mordenit atau campuran keduanya, kadang - kadang
fermentasi alkohol adalah Saccharomyces sereviceae (Bocanegra, sedikit mengandung mineral heulandit. Disamping mengandung
dkk., 2014; Naser, 2014). Ragi yang pada umumnya mengandung mineral tersebut zeolit juga mengandung mineral pengotor seperti
Saccharomyces sereviceae sehingga dapat digunakan dalam kwarsa, plagioklas, montmorilonit, pirit, kaolin dan lain - lain. Warna
proses fermentasi, terutama ragi tape (Moeksin dan Shinta, 2010). bahan galian zeolit beraneka ragam antara lain hijau, putih
Dalam beberapa penelitian yang diterbitkan dalam jurnal nasional kehijauan, putih merah daging, coklat abu - abu kebiruan dan
dan iternasional, proses fermentasi bioetanol sulit menghasilkan lainnya bergantung dengan kondisi lingkungan yang
etanol dengan konsentarasi diatas 20% karena mikroorganisme mempengaruhinya. Zeolit alam merupakan senyawa alumina silikat
sebagai agen pembentukan bioetanol tidak bisa tumbuh dan terhidrasi yang secara fisik dan kimia mempunyai kemampuan
berkembang biak pada konsenterasi alkohol diatas 20%. sebagai penyerap (adsorpsi), penukar kation dan sebagai katalis
Berdasarkan hal tersebut dibutuhkan teknik lain dalam peningkatan (Fitrah, 2006).
konsentrasi bioetanol hasil fermentasi. Salah satu teknik yang Bioetanol adalah senyawa organik yang terdiri dari
digunakan adalah dengan mengembangkan alat destilasi yang karbon, hidrogen dan oksigen. Bioetanol diperoleh melalui proses
dilengkapi dengan filter sebagai absoban produk samping fermentasi gula dari sumber karbohidrat dengan menggunakan
fermentasi yang berupa air dan asam asetat dengan harapan filtrat bantuan mikroorganisme (Restu, dkk., 2013). Sifat fisik dan sifat
yang dihasilkan memiliki konsenterasi bioetanol lebih tinggi kimia etanol dapat dilihat pada Tabel 2.2
ISBN: 978-602-74245-0-0 154
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 1. sifat fisika dan kimia senyawa etanol 1. Bahan-bahan: Bahan yang digunakan pada penelitian ini
Sifat fisika dan sifat Kimia Nilai adalah Air Kelapa, Ragi tape, Aquadest, gula pasir dan air
Massa molekul relatif, g/mol 46,1 limbah tahu, dan ziolid
Titik beku, oC -114,1 2. Alat-alat : Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah
Titik didih normal, oC 78,32 Timbangan Analitis, toples plastik, Thermometer, mantel
Densitas pada 20 oC, g/ml 0,7983 pemanas, Seperangkat Alat Distilasi, Gelas Kimia, pipet
Kelarutan dalam air 20 oC Larut sempurna volume, pipet tetes, Corong, Piknometer, kertas saring, kain,
Viskositas pada 20 oC, Cp 1,17 dan GC-MS.
Panas penguapan normal, J/g 839,31 Cara Kerja
Kalor pembakaran, 25 oC, J/g 29676,6 1. Preparasi Ragi
Panas jenis pada 25 oC, J(goC) 2,42 Ragi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ragi tape
Nilai oktan 106-111 yang didapat dari Pasar Kebon Roek Ampenan Mataram.
Wujud pada suhu kamar Cair 2. Fermentasi
Dicampur dengan natrium Bereaksi a. Pembuatan Media
Dapat terbakar Ya Sebanyak 5000 ml air kelapa yang di dapat dari industri
(Sumber: Jhonprimen, 2012) kopra ditambahkan dengan 10% gula pasir dan diaduk
Etanol merupakan senyawa yang sering digunakan merata
dalam industri kimia antara lain sebagai pelarut (40%), bahan baku b. Proses fermentasi
asetaldehid (36%), eter, glikoleter, etil asetat dan kloral (9%). Masukkan larutan media ke dalam toples plastik berbeda
Etanol juga sering digunakan dalam minuman seperti bir, anggur, dengan masing-masing volume 1000 ml. Tambahkan gula
dan berbagai jenis minuman keras lainnya. Etanol/bioetanol dan air tahu dengan variasi 0/20, 5/15, 10/10, dan 15/5
apabila dicampur dengan premium dapat meningkatkan nilai oktan, g/mL. Tutup Sampel dengan kain selama satu hari dan
dimana nilai oktan etanol/bioetanol 98% adalah sebesar 115. tutup rapat setelah hari berikutnya sampai hari ke-9.
Kandungan 30% oksigen dari etanol ini bila di campur dengan c. Destilasi Sampel
bensin dapat masuk kategori High Octane Gasoline (HOG) dimana Setelah hari ke 9 setiap sampel di ambil sesuai dengan
campuran sebanyak 15% bioetanol setara dengan pertamax (RON variasi nutriennya. Sampel hasil fermentasi dimasukkan
92) dan campuran sebanyak 24% bioetanol setara dengan kedalam labu destilasi. Destilasi dilakukan pada suhu 80-
peramax plus (RON 95) (Nugroho, 2012). 90 oC selama 2 jam (Ferdin, 2013).
Destilasi merupakan suatu cara yang digunakan untuk d. Teknik filtari destilat
memisahkan dua atau lebih komponen cairan berdasarkan 1. Massa zeolit 50 gram
perbedaan titik didihnya. Metode ini digunakan untuk memurnikan a. Saring destilat dengan zeolit sebanyak 50 gram
cairan-cairan yang tidak terurai pada titik didihnya dari pengotor- dengan ukuran 100 mess yang sudah diaktivasi
pengotor non volatil. Destilasi biasa digunakan untuk memisahkan pada suhu 6000C yang sudah dipersiapkan dalam
campuran cair-cair, misalnya air dengan alkohol atau air dengan corong pisah.
aseton. Titik didih etanol adalah 780C sedangkan air murni pada b. Buka keran corong pisah setelah semua zeolit
kondisi standar adalah 1000C (Jhonprimen, 2012). terkena dengan destilat.
c. Lakukan penyaringan selama 3 jam.
METODE PENELITIAN 2. Massa zeolit 100 gram
Metode dan Desain Penelitian a. Saring destilat dengan zeolit sebanyak 100 gram
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen di dengan ukuran 100 mess yang sudah diaktivasi
Laboratorium. Penelitian eksperimen adalah metode penelitian pada suhu 6000C yang sudah dipersiapkan dalam
yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu corong pisah.
terhadap faktor lain dalam kondisi yang terkendalikan (Hasan, b. Buka keran corong pisah setelah semua zeolit
2006). Adapun perlakuan yang diberikan adalah memvariasikan terkena dengan destilat.
massa, luas permukaan, dan suhu optimasi zeolit. Sedangkan c. Lakukan penyaringan selama 2 jam
parameter yang diamati adalah kadar bioetanol yang dihasilkan. 3. Zeolit 80 mess
Tempat Penelitian a. Saring destilat dengan zeolit sebanyak 50 gram
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia dengan ukuran 80 mess yang sudah diaktivasi
FPMIPA IKIP Mataram dan Laboratorium Analitik UNRAM. pada suhu 6000C yang sudah dipersiapkan dalam
Variabel Penelitian corong pisah.
1. Variabel Bebas atau variabel independen merupakan variabel b. Buka keran corong pisah setelah semua zeolit
yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab timbulnya terkena dengan destilat.
variabel dependen (Sugiyono, 2014). Variabel bebas dalam c. Lakukan penyaringan selama 2 jam.
penelitian ini adalah massa, luas permukaan dan suhu 4. Zeolit 100 mess
optimasi zeolit. a. Saring destilat dengan zeolit sebanyak 50 gram
2. Variabel Terikat atau variabel dependen merupakan variabel dengan ukuran 100 mess yang sudah diaktivasi
yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya pada suhu 6000C yang sudah dipersiapkan dalam
variabel bebas (sugiyono, 2014). Adapun variabel terikat dalam corong pisah.
penelitian ini adalah konsentrasi bioetanol yang dihasilkan. b. Buka keran corong pisah setelah semua zeolit
terkena dengan destilat.
c. Lakukan penyaringan selama 2 jam.
Instrumen Penelitian 5. Suhu 4000C
ISBN: 978-602-74245-0-0 155
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
a. Saring destilat dengan zeolit sebanyak 50 gram (c  a ) gram
dengan ukuran 100 mess yang sudah diaktivasi  
pada suhu 4000C yang sudah dipersiapkan dalam
corong pisah.
lru tane tanol
 piknom eter
...... Persamaan 2
b. Buka keran corong pisah setelah semua zeolit Keterangan:
terkena dengan destilat. a  massa piknometer kosong (gram)
c. Lakukan penyaringan selama 2 jam. b  massa piknometer + aquadest (gram)
6. Suhu 6000C c  massa piknometer + larutan hasil destilat (gram)
a. Saring destilat dengan zeolit sebanyak 50 gram   massa jenis air (gram/ml)
dengan ukuran 100 mess yang sudah diaktivasi
pada suhu 6000C yang sudah dipersiapkan dalam   volume larutan (ml)
corong pisah. f. Identifikasi kadar etanol menggunakan Kromatografi Gas-
b. Buka keran corong pisah setelah semua zeolit Spektrofotometer Massa
terkena dengan destilat. Sampel sebelum dan setelah disaring dimasukkan kealat
c. Lakukan penyaringan selama jam. GC-MS untuk menentukan kadar etanol yang diperoleh.
e. Pengukuran kadar etanol dalam sampel
Pengukuran densitas bioetanol dalam sampel HASIL DAN PEMBAHASAN
dilakukan dengan menggunakan piknometer. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di
Menggunakan perhitungan sebagai berikut: laboratorium Kimia IKIP Mataram dan Laboratorium Analitik
(b  a) gram UNRAM menunjukkan ada pengaruh massa, ukuran dan suhu
 picnometer


...... Persamaan 1 aktivasi zeolit sebagai filter destilat produk fermentasi air kelapa
dengan penambahan nutrien air tahu. Pengaruh ini bisa terlihat dari
aquadest
perbedaan berat jenis filterat dan kadar etanol yang ditentukan
dengan instrumen GC-MS. Pengaruh massa zeolit terhadap kadar
etanol dan asam asetat dapat dilihat pada gambar 1.

100 99.08
94.57
100
90
80
70
60 50
50
40
30
20 5.43 0.92
10
0
Massa Zolit Etanol As. Asetat

Gambar 1. Pengaruh Massa zeolit terhadap kadar etanol dan asam asetat.

Gambar 1 menunjukkan pengaruh massa zeolit yag telah semakin banyak. Flow rate etanol yang dihasilkan oleh volume
diaktivasi pada suhu 6000C dengan ukuran 100 mess. Semakin etanol yang dihasilkan dari proses destilasi absorsi itu sendiri.
besar massa zeolit menunjukkan peningkatan kadar etanol yang Volume etanol yang dihasilkan dipengaruhi oleh prositas zeolit,
dihasil dan penurunan konsentrasi asam esetat. Hal ini terjadi luas permukaan, daya serap zeolit terhadap molekul air dalam
karena meningkatnya jumlah zeolit yang mampu mengikat air dan larutan etanol. Selain mengidentivikasi pengaruh massa zeolit
asam asetat yang berasal dari produk samping fermentasi. (Nadzif peneliti juga melakukan analisis suhu optimasi terhadap kadar
dkk, 2009) juga menyatakan bahwa semakin banyak jumlah zeolit etanol dan asam asetat yang dihasilkan. Pengaruhnya dapat dilihat
dan konsenterasi alkohol mula-mula tetap maka air yang terjerap pada gambar 2.

ISBN: 978-602-74245-0-0 156


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

600
600

500
400
400

300

200
94.57 98.46
100
5.43 1.54
0
Suhu % Etanol % As. Asetat

Gambar 2. Pengaruh suhu aktivasi zeolit terhadap konsenterasi etanol dan asam asetat.

Suhu optimasi dalam penelitian divariasikan menjadi dua lebih tinggi jika dibandingkan dengan suhu aktivasi pada suhu
yaitu sebesesar 4000C dan 6000C. Berdasarkan temuan peneliti 4000C. Jika dilihat dari konsentrasi alkohol yang dihasil suhu
suhu optimasi berpengaruh secara signifikan terhadap kenaikan aktivasi tidak memberikan perbedaan yang signifikan. Pemanasan
konsentrasi alkohol dari 26% menjadi 94,57 dan 26% menjadi zeolit diatas suhu 6000C dapat merusak struktur zeolit sehingga
98,4%. Pemanasan zeolit menghilangkan air yang terikat didalam dapat mengurangi kemampuannya dalam menyerap air dan asam
zeolit. Kuatnya air terikat dalam zeolit menyembabkan zeolit butuh asetat. Selain suhu luas permuakan zeolit sebagai filter destilat
suhu yang besar untuk menghilangkan air dari zeolit. Aktivasi zeolit dapat juga mempengaruhi konsentarasi alkohol yang dihasil.
pada suhu 6000C menghasilkan alkohol dengan kemurnian yang Pengaruh luas permuakaan zeolit dapat dilihat pada gambar 3.

100
94.16 96.58
100
90 80
80
70
60
50
40
30
20 5.84 3.42
10
0
Luas Permukaan % Etanol % As. Asetat
Gambar 3. Pengaruh luas permukaan zeolit terhadap konsentrasi alkohol dan asam asetat.

Luas permukan berpengaruh terhadap kemampuan zeolit KESIMPULAN


sebagai filter destilat dalam memurnikan alkohol. Luas permukaan Pada proses filterisasi destilat perlakauan yang paling
berkaitan dengan banyaknya sisi aktif filter atau ruang yang efektif dalam menigkatkan kemurnian alkohol adalah kombinasi
disediakan dalam menyerap air dan asam asetat. Semakin besar massa zeolit 100 gram, suhu optmasi 6000C, dan luas permukan
luas permukan maka kemampuan menyerap semakin tinggi ini bisa 100 mess dengan kemurnian alkohol yang dihasilkan 99,08% dari
dilihat dari gambar 3.3. zeolit dengan luas permukaan 100 mess konsentrasi awal sebesar 26%. Konsentrasi terrendah diperoleh
menghasilkan alkohol dengan kemurnian yang lebih tinggi jika pada perlakuan massa zeolit 50 gram, suhu aktivasi 4000C dan
dibandingkan dengan zeolit yang berukuran 80 mess. luas permukaan 100 mess.

ISBN: 978-602-74245-0-0 157


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
DAFTAR PUSTAKA Seesuriyachan, P., et al. 2011. Exopolysaccharide production by
Botanegra, A.R.D.,dkk. 2014. Coconut water utilization for lactobacillus confusus TISTR 1498 using coconut water as an
bioethanolproduction. Environmental Biotechnology and alternative carbon source : the effect of peptone, yeast extract
engineering. 24 – 28. and beef extract. Songklanakarin j. Sci. TechNol. 33(4), 379
Huang, dkk. 2006. Pervaporation study of aqueous ethanol solution – 387.
through zeolite-incorporated multilayer poly(vinyl alcohol) Silva dan Bamunuarachchi. 2009. Manufacture of carbonated
membranes. Journal of Membrane Science 276 (2006) 260– tender coconut water and development of a process for the
271. utilization of coconut flesh. Asian journal of food and
Jhonprimen, HS., dkk. 2012. Pengaruh massa ragi, jenis ragi, dan agroindustri 2 (2), 210 – 213.
waktu fermentasi pada bioetanol dari durian. Jurnal Teknik Unagul , P. 2007. Coconut water as a medium additive for the
Kimia. 18(2). 43-51. production of dokosahexaenoic acid (c22:6 n3) by
Moeksin, R dan Shinta, F. 2010. Pembatan etanol dari bengkoang schizochytrium mangrovei Sk-20. Bioresource Technology.
dengan variasi berat ragi, waktu, dan jenis ragi.Jurnal Teknik 281-287.
Kimia. 17 (2). 25-30. Young, J.WH. et al. 2009. The chemical compositian and biological
Naser, A. 2014. Isolation and characterization of yeast for properties of coconut (cocos nucifera L) water. Molecules
bioethanol production, using sucarcane molasses. ISSN 1420 – 3049. (14), 5144 – 5164.
Dissertaion. Brac Univercty, Dhaka. Zely, F. 2014. Pengaruh waktu dan kadar saccharomyces
Novitasari, D., dkk. 2010. Pemurnian bioetanol menggunakan sereviciae terhadap produksi etanol dari serabut kelapa pada
proses adsorbsi dan distilasi adsorbsi dengan adsorbent proses sakarifikasi dan fermentasi simultan dengan enzim
zeolit. Jurnal teknologi kimia dan industri. selulase. Skripsi : Universitas bengkulu.
Prasad, A.,dkk. 2011. Coconut water uses, composition and
properties : a reviw. Fruits. 67(2), 87 -107.

ISBN: 978-602-74245-0-0 158


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
KAJIAN PENGARUH ION Cd(II) DAN Cr(VI) TERHADAP EFEKTIVITAS FOTOREDUKSI ION Cu(II) YANG
TERKATALISIS OLEH TiO2

Husnul Hatimah
Dosen Program Studi Pendidikan Kimia IKIP Mataram
e-mail:-

ABSTRAK: Dalam penelitian ini telah dilakukan kajian pengaruh penambahan fotokatalis TiO2, ion Cd(II) dan Cr(VI) pada pH dan
konsentrasi yang bervariasi, terhadap efektivitas fotoreduksi ion Cu(II) yang terkatalisis oleh TiO2. Proses fotoreduksi dilakukan dengan
cara menyinari campuran yang terdiri dari larutan ion Cu(II) dan serbuk fotokatalis TiO2 tanpa maupun dengan adanya ion Cd(II) dan
Cr(VI) dalam reaktor tertutup yang dilengkapi dengan lampu UV yang disertai pengadukan. Kondisi proses fotoreduksi adalah 50 mL
larutan ion Cu(II) 10 ppm (0.157 mmol/L), ion Cd(II) dan Cr(VI) dengan konsentrasi yang bervariasi, dan TiO2 seberat 20 mg, dengan
waktu reaksi selama 24 jam. Hasil fotoreduksi ditentukan berdasarkan selisih konsentrasi ion Cu(II) awal dengan konsentrasi ion Cu(II)
sisa dalam larutan setelah proses fotoreduksi yang ditentukan dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (AAS). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penambahan TiO2 dapat meningkatkan efektivitas fotoreduksi ion Cu(II) dari 9,03% menjadi 43,21%, yang diawali
dengan proses adsorpsi. Adanya ion Cd(II) dalam sistem reaksi fotoreduksi dengan konsentrasi yang semakin besar menyebabkan
penurunan fotoreduksi ion Cu(II) karena adanya kompetisi dalam adsorpsi. Sebaliknya, kenaikan konsentrasi awal ion Cr(VI) dalam sistem
reaksi fotoreduksi dapat meningkatkan fotoreduksi ion Cu(II) karena terbentuknya endapan CuCrO 4.

Kata Kunci : Cu(II), Fotoreduksi ,Cd(II), Cr(VI), TiO2.

PENDAHULUAN METODE PENELITIAN


Tembaga (Cu) merupakan salah satu unsur logam yang Bahan Penelitian
kuat, keras, tahan terhadap korosi, memiliki ketahanan yang relatif Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tinggi terhadap temperatur, dan dapat menghantarkan arus listrik CuCl2.2H2O, CdI2, K2Cr2O7, TiO2, HCl 37%(  =1,19 gr/mL,
dengan baik. Di samping itu, tembaga juga mempunyai beberapa Mr=36,46),
sifat-sifat fisik dan kimia sebagai mana terlihat pada Tabel II.1.
Tembaga (Cu) memiliki nomor atom 29 dengan konfigurasi Alat-Alat Penelitian
elektron 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d10 4s1, yang menempatkannya pada Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
golongan transisi IB dan periode ke-4 dalam tabel periodik. Cu peralatan gelas laboratorium, satu set reaktor yang dilengkapi
mempunyai 2 bilangan oksidasi yaitu +2 dan +1 (Cotton dan dengan lampu UV tipe black light blue (BLB) 40 watt 220 volt
Walkinson 1989). Di lingkungan perairan, ion Cu2+ lebih banyak dengan panjang gelombang 340-390 nm (ditunjukkan oleh gambar
ditemukan karena lebih stabil dibandingkan dengan ion Cu+. Ion III.1), magnetic plate stirrer (plat pengaduk magnetik), neraca
Cu2+ dapat mengalami reduksi dengan adanya arus listrik menjadi analitik Mettler AE 100 dan Mettler AT 200, pH meter HM-58 buatan
ion Cu+ atau Cu0, tergantung dari nilai potensial reduksinya. Reaksi TOA Electronics Ltd, Seperangkat alat sentrifuge buatan centrific
reduksi Cu(II) dan potensial reduksinya dapat dituliskan sebagai model 228 dan tabung sentrifuge. Untuk keperluan analisis
berikut (Vogel, 1990): digunakan alat Spektrofotometri UV-Visibel merk Perkin Elmer dan
Cu2+ + e- Cu+ E0 = +0,153 volt satu set alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Purkin Elmer
Cu2+ + 2e- Cu(s) E0 = +0,340 volt model 3110.
Di perairan yang kandungan oksigennya rendah dapat Prosedur Penelitian
menyebabkan ion Cu2+ tereduksi menjadi ion Cu+. Namun ion Cu(I) Tahapan penelitian terdiri dari: (1) pembuatan larutan-
dalam perairan sangat tidak stabil dan cepat berubah kembali larutan yang digunakan dalam penelitian, (2) proses fotoreduksi ion
menjadi Cu(II), Ion Cu(II) lebih mudah tereduksi menjadi Cu(0) Cu(II) yang terkatalisis TiO2, (3) analisis ion-ion logam Cu(II), Cd(II)
karena harga potensial reduksinya lebih besar dibandingkan dan Cr(VI) dengan metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).
dengan harga potensial reduksi ion Cu(II) menjadi ion Cu(I).
HASIL DAN PEMBAHASAN
2Cu+ Cu2+ + Cu(s) E° = + 0,370 Volt Dalam bab ini akan dibahas hasil penelitian tentang
Di antara spesies Cu(II) tersebut, ion Cu 2+ merupakan ion pengaruh penambahan Cd(II) dan Cr(VI) dengan konsentrasi dan
yang paling mudah tereduksi daripada spesies-spesies yang lain. pH yang bervariasi terhadap efektivitas fotoreduksi Cu(II)
Ion-ion Cu2(OH)22+, CuOH+ sulit tereduksi karena adanya terkatalisis TiO2. Proses fotoreduksi Cu(II) terkatalisis TiO2
pembentukan kompleks atom pusat Cu dengan ligan hidroksida, dilakukan dengan cara menyinari campuran yang terdiri dari larutan
yang dapat menghalangi interaksi antara elektron dengan ion Cu(II), serbuk katalis TiO2, tanpa maupun dengan adanya Cd(II)
Cu2+. Sementara itu, spesies ion Cu(OH) 3- dan ion Cu(OH)42- dan Cr(VI) disertai dengan pengadukan selama waktu tertentu
tidak dapat mengalami reduksi karena berikatan dengan ligan dengan lampu UV. Sinar UV tersebut berfungsi sebagai sumber
hidroksida membentuk senyawa kompleks yang bermuatan energi foton (hv) dalam proses fotoreduksi Cu(II), sedangkan
negatif. Senyawa kompleks ini dapat menghalangi interaksi pengadukan dilakukan agar seluruh reaktan dapat bercampur
antara Cu(II) dengan elektron karena kerapatan elektron di dengan baik dan dapat berinteraksi dengan cahaya UV secara
sekitar ion Cu(II) semakin meningkat. Spesies ion Cu(II) yang efektif.
lain yaitu endapan Cu(OH)2 tidak dapat direduksi karena berfasa Efektivitas fotoreduksi ion Cu(II) dinyatakan dalam
padat. persentase ion Cu(II) tereduksi, yaitu ditentukan berdasarkan
selisih antara konsentrasi awal ion Cu(II) dengan konsentrasi Cu(II)

ISBN: 978-602-74245-0-0 159


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
sisa setelah proses fotoreduksi. Konsentrasi ion Cu(II) sisa atau Cu(II) sebesar 9,03%. Reaksi fotoreduksi Cu(II)
yang tidak tereduksi ditentukan dengan metode Spektrofotometri dapat terjadi karena ion Cu(II) menangkap elektron
Serapan Atom (SSA). yang berasal dari fotolisis air, setelah terkena sinar
Konsentrasi Cd(II) dan Cr(VI) sisa juga ditentukan, UV. Selain melepaskan elektron, dalam fotolisis air
masing-masing dengan metode SSA dan Spektrofotometri UV-Vis. juga terbentuk ion H+ dan radikal OH (Burrows,et
Penentuan konsentrasi Cr(VI) dilakukan dengan penambahan al.,1998). Proses fotolisis air berlangsung lambat dan
pengompleks 1,5-difenilkarbazida. Ion Cr(VI) dan 1,5- hanya menghasilkan elektron dalam jumlah yang
difenikarbazida mengalami reaksi redoks, masing-masing menjadi relatif sedikit, sehingga fotoreduksi berjalan kurang
ion Cr(III) dan difenilkarbazone. Selanjutnya terjadi pembentukan efektif. Reaksi pembentukan elektron dari hasil
kompleks berwarna ungu antara Cr(III) dengan ligan fotolisis air dan reaksi fotoreduksi Cu(II).
difenilkarbazon. Senyawa kompleks tersebut memerlukan waktu Pengaruh Ion Logam Cd(II) Terhadap Efektivitas Fotoreduksi
tertentu untuk membentuk kompleks yang stabil. Menurut Rusmini Cu(II) Terkatalisis TiO2
(2005), kondisi optimum dalam pembentukan kompleks ion Cr(VI) Pengaruh adanya Cd(II) terhadap efektivitas fotoreduksi
dan difenilkarbazon dari 25 ml larutan Cr(VI) 0.5 mg/L, diperlukan Cu(II) terkatalisis oleh TiO2 dipelajari untuk mengetahui besarnya
0.6 ml 1,5-difenilkarbazid 0,5 %, dengan pH larutan awal 2 dan pengaruh keberadaan Cd(II) terhadap proses fotoreduksi Cu(II).
waktu kestabilan kompleks berkisar antara 10-45 menit. Efektivitas fotoreduksi ditentukan terhadap proses tanpa dan
Pengukuran absorbansi larutan kompleks tersebut dilakukan dengan penambahan ion logam Cd(II) pada proses fotoreduksi
dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis Lambda 20 Perkin Cu(II).
Elmer pada panjang gelombang ( maks ) 536 nm.
Proses fotoreduksi Cu(II) dilakukan terhadap campuran
yang terdiri dari 50 ml Cu(II) 0,157 mmol/L, 20 mg TiO2 selama 24
Dalam penelitian ini telah dilakukan beberapa tahapan jam, tanpa dan dengan panambahan ion Cd(II) 0,157 mmol/L.
penelitian yang terdiri dari: 1) Kajian pengaruh penambahan Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 2.
fotokatalis TiO2 dan sinar UV terhadap fotoreduksi Cu(II), 2) Kajian
pengaruh penambahan Cd(II) pada konsentrasi yang bervariasi
terhadap efektivitas fotoreduksi Cu(II) terkatalisis TiO2, dan 3)
Kajian pengaruh penambahan ion Cr(VI) pada konsentrasi dan pH
yang bervariasi terhadap efektivitas fotoreduksi Cu(II) terkatalisis
TiO2.
Pengaruh Fotokatalis TiO2 dan Sinar UV terhadap Efektivitas
Fotoreduksi Cu(II)
Pengaruh adanya fotokatalis TiO2 terhadap efektivitas
fotoreduksi Cu(II) dipelajari dengan cara melakukan proses
fotoreduksi tanpa dan dengan penambahan fotokatalis TiO2,
sedangkan untuk mempelajari pengaruh sinar UV terhadap
efektivitas fotoreduksi Cu(II) dilakukan proses tanpa dan dengan
adanya penyinaran dengan sinar UV. Proses dilakukan pada
kondisi optimum fotoreduksi Cu(II) sesuai dengan hasil yang
diperoleh Nurhayati (2007) dan Fitriani (2007). Kondisi tersebut
adalah 50 mL Cu(II) 10 ppm atau 0,157 mmol/L, 20 mg TiO2 dengan
lama penyinaran 24 jam. Hasil fotoreduksi Cu(II) dapat dilihat pada Gambar 2. menunjukkan bahwa efektivitas fotoreduksi
Gambar 1. Cu(II) dengan penambahan ion Cd(II) pada proses fotolisis (tanpa
fotokatalis TiO2) mengalami penurunan yang relatif sangat kecil
yaitu 0,19%. Penurunan ini biasanya disebabkan oleh kompetisi
dalam reaksi reduksi pada permukaan TiO2. Namun ion Cd(II) tidak
dapat tereduksi karena memiliki potensial reduksi yang bernilai
negatif yaitu Eo = -0,403 (Tremilton, 1993). Jadi penurunan
fotoreduksi Cu(II) bukan karena kompetisi pada reduksi, tapi
kemungkinan karena adsorpsi ion Cd2+ pada permukaan TiO2.
Untuk memastikan dugaan itu, telah dilakukan proses
penghilangan ion Cu2+ di tempat gelap dengan penambahan ion
Cd(II). Hasilnya juga terlihat pada Gambar IV.5, yang menunjukkan
bahwa penambahan Cd(II) dapat menyebabkan penurunan Cu(II)
yang lebih besar yaitu 7,15%. Jadi dapat dipastikan bahwa
penurunan fotoreduksi disebabkan oleh kompetisi adsorpsi.
Seperti halnya adsorpsi ion Cu2+ pada TiO2, ion Cd2+ juga
teradsorpsi pada TiO2 dengan mekanisme yang sama. Kedua ion
tersebut mempunyai muatan yang sama yaitu +2, dengan ukuran
jari-jari atom masing-masing 1,8648 Å dan 2,433Å (Ghosh and
Biswas, 2002). Ukuran atom dapat menunjukkan kemampuan
Gambar 1. menunjukkan bahwa fotoreduksi ion Cu(II) menjadi
adsorpsi suatu atom, di mana ion dengan ukuran yang lebih kecil,
Cu(0) tanpa adanya fotokatalis TiO2 dapat
biasanya akan lebih dipilih untuk teradsorp (Vogel, 1994).
berlangsung, yang menyebabkan pengurangan ion

ISBN: 978-602-74245-0-0 160


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Adsorpsi ion Cd(II) pada permukaan TiO2 dapat
mengurangi interaksi antara fotokatalis TiO2 dengan sinar UV
maupun dengan ion Cu(II). Hal ini yang menjelaskan penurunan
fotoreduksi ion Cu2+ terkatalisis TiO2 oleh adanya ion Cd(II).
Untuk memastikan bahwa di dalam larutan ion Cd(II) juga
hilang karena mengalami adsorpsi, maka juga dilakukan proses
fotolisis, fotokatalisis, dan adsorpsi terhadap Cd(II). Proses
fotokatalisis dilakukan dengan kondisi 50 ml Cd(II) 0,157 mmol/L,
20 mg TiO2 dalam waktu 24 jam. Sebagai pembanding dilakukan
proses-proses yang sama, namun dengan penambahan ion
Cu(II).

Gambar 4. memperlihatkan bahwa kenaikan konsentrasi


awal Cd(II) yang ditambahkan, menyebabkan penurunan
efektivitas fotoreduksi Cu(II) meskipun relatif kecil. Hal ini terjadi
karena semakin besar konsentrasi Cd(II) dalam larutan, maka
semakin banyak pula Cd(II) yang teradsorp pada permukaan TiO2.
Akibatnya interaksi antara TiO2 dengan sinar UV kurang efektif,
sehingga elektron yang disediakan menjadi berkurang.
Untuk memperkuat bukti terjadinya kompetisi adsorpsi
antara ion Cu(II) dan Cd(II) dalam larutan, juga dilakukan analisis
Cd(II) yang hilang setelah fotoreduksi Cu(II). Hasil yang diperoleh
dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 3 menunjukkan bahwa dalam proses adsorpsi


(tanpa penyinaran) dengan adanya TiO2, Cd(II) yang hilang dari
larutan adalah 17,69%. Hilangnya Cd(II) dari larutan dalam tempat
gelap diyakini karena terjadinya adsorpsi pada permukaan TiO2,
seperti halnya adsorpsi Cu(II) pada TiO2.
Dari Gambar IV.6 juga dapat dilihat bahwa adanya ion
Cu(II) pada proses tanpa penyinaran dapat menurunkan
konsentrasi Cd(II) yang hilang. Penurunan ini dipastikan karena
terjadinya kompetisi adsorpsi antara Cd(II) dan Cu(II) pada Gambar 5 memperlihatkan ada Cd(II) yang hilang dari
permukaan TiO2. larutan selama proses fotoreduksi Cu(II). Hilangnya Cd(II) tersebut
Selain itu juga dilakukan pengamatan proses penyinaran telah ditentukan yaitu karena proses adsorpsi. Penambahan
terhadap larutan Cd(II). Hasilnya juga dicantumkan dalam Gambar konsentrasi Cd(II) dengan konsentrasi yang berlebih semakin
IV.6, yang menunjukkan bahwa ion Cd(II) yang hilang relatif sama menurunkan persentase Cd(II) yang hilang. Hal ini dimungkinkan
dengan dalam proses adsorpsi. Hal ini dapat dipahami karena ion karena kapasitas adsorpsi fotokatalis TiO2 telah terpenuhi
Cd(II) tidak dapat tereduksi. Demikian juga dengan penurunan ion sehingga tidak mampu lagi mengadsorb ion logam.
Cd(II) oleh adanya Cu(II) pada proses penyinaran, juga kompetisi
pada adsorpsi. Pengaruh Ion Logam Cr(VI) Terhadap Efektivitas Fotoreduksi
Cu(II) Terkatalisis TiO2
Pengaruh Variasi Konsentrasi Cd(II) Terhadap Efektivitas Pengaruh Cr(VI) terhadap efektivitas fotoreduksi Cu(II)
Fotoreduksi Cu(II) Terkatalisis TiO2 terkatalisis TiO2 dipelajari mengingat bahwa ion Cr(VI) juga dapat
Dari hasil tahapan penelitian sebelumnya diketahui bahwa mengalami reduksi. Pengaruh Cr(VI) terhadap efektivitas
penambahan Cd(II) dapat menurunkan efektivitas fotoreduksi fotoreduksi Cu(II) terkatalisis TiO2 dilakukan proses fotoreduksi
Cu(II) meskipun relatif kecil. Untuk mendukung data tersebut, Cu(II) tanpa dan dengan penambahan ion logam Cr(VI). Proses
dilakukan kajian untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi fotoreduksi Cu(II) dilakukan pada 50 ml Cu(II) 0,157 mmol/L, pH
Cd(II) terhadap fotoreduksi Cu(II). Proses fotoreduksi Cu(II) 5,9 sampai 6,1, 20 mg TiO2 selama 24 jam dan sebagai
dilakukan dengan kondisi 50 mL Cu(II) 0,157 mmol/L, 20 mg TiO2 pembanding proses fotoreduksi dilakukan dengan penambahan
dan penambahan Cd(II) dengan perbandingan konsentrasi 1:0, Cr(VI) 0.078 mmol/L. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada
1:1/2, 1:1, 1:2, 1:4 terhadap Cu(II) dengan waktu penyinaran 24 Gambar 6.
jam. Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

ISBN: 978-602-74245-0-0 161


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

Gambar 6 memperlihatkan bahwa tanpa maupun dengan


adanya Cr(VI) pada proses penghilangan ion Cu(II), mempunyai
efektivitas yang berurutan semakin besar yaitu proses penyinaran
Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa penambahan Cr(VI)
tanpa penambahan fotokatalis penyinaran dengan penambahan
dapat meningkatkan Cu(II) yang hilang, namun semakin besar
fotokatalis TiO2, proses di tempat gelap dengan adanya TiO2 alias
jumlah mol Cr(VI) menyebabkan penurunan Cu(II) yang hilang.
adsorpsi, dan penyinaran dengan penambahan fotokatalis TiO2.
Jumlah Cr(VI) yang sangat banyak memungkinkan terjadinya
Selain itu data juga menunjukkan bahwa adanya Cr(VI) dapat
tumbukan antar Cr(VI) tersebut yang lebih sering terjadi daripada
meningkatkan efektivitas penghilangan Cu(II) melalui tiga proses
pembentukan kompleks antara Cr(VI) dengan Cu(II), sehingga
tersebut. Ion Cr(VI) sebagaimana ion Cu(II), juga dapat mengalami
jumlah Cu(II) yang hilang dalam larutan menurun. Selain itu
fotoreduksi. Ion Cr(VI) pada pH tersebut berada dalam bentuk
besarnya konsentrasi Cr(VI) dalam larutan dapat menghalangi
Cr2O72- dan HCrO4- yang mengalami reduksi dengan potensial
interaksi Cu(II) dengan fotokatalis maupun interaksi fotokatalis
reduksi +1,33 volt dan +1,35 volt. Reaksi reduksi dapat ditunjukkan
dengan sinar UV menyebabkan elektron yang dihasilkan
pada reaksi berikut (Stollenwerk, 1985):
berkurang, sehingga efektivitas footreduksi Cu(II) mengalami
Cr2O72- + 14H+ + 6e- 2Cr3+ + 7H2O E = penurunan.
+1.33V (IV.6) Untuk mendukung dugaan bahwa penambahan
HCrO4- + 7H+ + 3e- Cr3+ + 4H2O konsentrasi Cr(VI) dalam larutan memungkinkan terjadinya
E = + 1,35V (IV.7) tumbukan antar Cr(VI) tersebut yang lebih sering terjadi, maka
Selain itu adanya Cr(VI) sebagai HCrO4- dan Cr2O72- dilakukan juga analisis Cr(VI) yang hilang setelah fotoreduksi
dilaporkan oleh Rusmini (2005) juga dapat teradsorp pada Cu(II). Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 8.
permukaan TiO2. Kedua proses ini dapat menyebabkan kompetisi
pada fotoreduksi ion Cu(II). Jadi seharusnya adanya Cr(VI) 80
menyebabkan penurunan fotoreduksi ion Cu(II), namun data
menunjukkan sebaliknya. Kemungkinan hal ini dapat disebabkan
% Cr(VI) hilang

oleh terjadinya reaksi antara Cu2+ dengan HCrO4- dan Cr2O72- 60


membentuk endapan CuCrO4. Harga konstanta kelarutan (Ksp ) dari
CuCrO4 adalah 3,6 x 10-6 (Brady, 1999) dengan bentuk fisik berupa
larutan kuning buram. 40
Senyawa HCrO4- dan Cr2O72- terjadi pada pH 1 Sampai
6,5 dan reaksi juga fotoreduksi dilakukan pada pH ±6. Jadi
pembentukan endapan sangat dimungkinkan. Terbentuknya 20
endapan tersebut menyebabkan berkurangnya ion Cu(II) yang
dapat mengalami reduksi. Dengan demikian dapat diketahui bahwa
efektivitas reduksi ion HCrO4- dan Cr2O72- maupun adsorpsi sangat
kecil daripada efektivitas pembentukan endapan. 0
0
Pengaruh Konsentrasi Awal Cr(VI) Terhadap Efektivitas 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35
Fotoreduksi Cu(II) Terkatalisis TiO2 Konsentrasi
Tahapan ini dilakukan untuk memperjelas bahwa Cr(VI)
Cr(VI)(mmol/L)
meningkatkan fotoreduksi Cu(II), dilakukan dengan cara menyinari
larutan yang mengandung 50 mL Cu(II) dan Cr(VI) dengan Gambar 8 menunjukkan bahwa adanya Cu(II)
perbandingan konsentrasi yang bervariasi, yaitu 1:0, 1:1/4, 1:1/2, meningkatkan persen Cr(VI) yang hilang dalam larutan. Hal ini
1:1, dan 1:2, dengan 20 mg TiO2 selama 24 jam. Hasil yang terjadi karena Cr(VI) bereaksi dengan Cu(II) membentuk endapan
diperoleh ditunjukkan pada Gambar 7. CuCrO4. Dalam sistem fotokatalis, endapan CuCrO4 akan menempel
pada permukaan fotokatalis TiO2, sehingga mengurangi jumlah ion
yang larut dalam larutan. Kenaikan jumlah ion yang hilang diduga
bukan disebabkan oleh proses fotoreduksi tetapi karena terjadi
pengendapan. Jumlah Cr(VI) yang banyak menyebabkan
ISBN: 978-602-74245-0-0 162
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
terjadinya tumbukan antar Cr(VI) tersebut yang lebih sering D.W., 1995, Environmental Applications of Semiconductor
daripada bereaksi dengan Cu(II), sehingga jumlah Cr(VI) yang Photocatalysis, Chem. Rev., 95, 69-96.
hilang dalam larutan mengalami penurunan. Jayaweera, P.M., Godakumbura, P.I., dan Pathiratne, K.A.S., 2003,
Photocatalytic Oxidation of As(III) in Aqueous Solution : A
KESIMPULAN Low Cost PreOxidative
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang Treatment for Total Removal Arsenic From Water, Current
telah diuraikan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Science, 84 (4), 541-543.
1. Kenaikan konsentrasi awal ion Cd(II) dapat menurunkan Manahan, S.E., 2000, Environmental Chemistry, Seventh
efektifitas fotoreduksi Cu(II) yang terkatalisis oleh TiO2. edition, Lewis Publishers, London.
2. Kenaikan konsentrasi awal ion Cr(VI) menyebabkan Masel, R.I., 1996, Principles Adsorption and Reaction on Solid Surface,
peningkatan persentase ion Cu(II) yang hilang. John Wiley & Sons, Inc, Canada.
Merck, 2000. The Merck Index on CD-Room Version 12 : 3, Merck &
SARAN Co, Inc, USE.
Ion Cu(II) di dalam perairan juga sering ditemukan Palar, H, 1994, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, Cetakan
bersama dengan logam-logam lain seperti Pb(II), Fe(III), dan pertama, Rineka Cipta, Jakarta.
Ni(II) atau ion anorganik lainnya seperti NH3 sehingga perlu PeirÓ, A. M., AyllÓn, J. A., dan Doménech, X., 2001, TiO2-
dilakukan kajian pengaruh ion logam tersebut terhadap efektivitas Photocatalyzed Degradation of Phenol and ortho-Substituted
fotoreduksi ion Cu(II). Phenolic Compounds, Appl. Catal B: Environ., 30, 359-373.
Snoeyink, V.L. dan Jenkins, D., 1980, Water Chemistry, John Wiley and
DAFTAR PUSTAKA Sons, New York
Alberty, R.A. an F. Daniels, 1987, Physical Chemistry, 5th ed., S1 Sperling, M., Xu, S., an Welz, B., 1992, Determination Of Chromium
version, John wiley and Sons, Inc., new York. (III) and Chromium (VI)in Water Using Flow Injection on Line
Chen, D dan Ray, A. K., 2001, Removal of Toxic Metal Ions from Preconcentration with Selective Adsorption on Activated
Wastewater by Semiconductor Photocatalysis, Chem. Alumina and Flame Atomic Adsorption Spectrometric
Engineering Sci., 56, 1561-1570 Detection, Anal. Chem.
Gunlazuardi, J., 2001, Fotokatalisis pada Permukaan TiO2, Aspek Wahyuni, E.T., Hadipranoto N., Tahir, I., dan Tamtama, B.H.G., 2004,
Fundamental dan Aplikasinya, Prosiding Seminar Nasional Effect of Cr(VI) Ions on the Effectiveness of Chlorophenol
Kimia Fisika II, Jakarta. Photodegradation, Indonesian Journal of Chemistry, 49(3),
Gusman, T.A., 2008, Kajian Pengaruh Ion Sianida (CN-) Dan pH 156-160.
Larutan Terhadap Efektivitas Fotoreduksi Ion Cu(II) Zhu, X., Chunwei, Y., dan Huilan, C., 2006, Photocatalytic
Terkatalisis TiO2, Skripsi, FMIPA UGM, Yogyakarta. Degradation of Pesticide Pyridaben. 3. In Surfactant/TiO2
Hoffmann, M.R., Martin, S.T., Choi, W., dan Bahnemann, Aqueous Dispersions, Environ. Sci. Technol., 10, 1021.

ISBN: 978-602-74245-0-0 163


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DENGAN MEDIA
GAMBAR TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA
KELAS X SMAN 1 BAYAN

Husnul Khotimah1, Agus Muliadi2, Ida Royani3.


proram studi pendidikan biologi, fakultas FPMIPA, IKIP Mataram.
Email: khotimahhusnul@gmail.com.

ABSTRAK: Dari hasil observasi awal hasil belajar siswa masih tergolong rendah, siswa yang mendapatakan nilai di bawah KKM lebih
banyak dari pada siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa. Penelitian ini adalah penelitian ekseperimen semu (quasi experiment)
dengan rancangan pre-test post-test control group design Sampel penelitian adalah siswa kelas X2 dan X5 yang ditetapkan dengan teknik
purposive sampling. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan statistik parametrik (uji-t). Hasil penelitian
menunjukan bahwa keterampilan berpikir kreatif pada kelas eksperimen lebih tinggi (88,57%) dibandingkan dengan kelas kontrol (81%).
Sedangkan hasil analisi data hasil belajar yaitu nilai thitung sebesar 2,581 lebih besar dari nilai ttabel sebesar 2,048. Oleh sebab itu, dapat
disimpulkan bahwa Ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray terhadap keterampilan berpikir kreatif dan hasil
belajar kognitif siswa kelas X SMAN I Bayan.

Kata Kunci: kooperatif tipe two stay two stray, media gambar, keterampilan berpikir kreatif, hasil belajar kognitif.

PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha yang di lakukan dengan sengaja METODE PENELITIAN
dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu serta Jenis penelitian quasi eksperimen, penelitian ini di
membimbing seseorang untuk mengembangkan segala laksanakan pada bulan februari 2016 di SMA Negeri 1 Bayan tahun
potensinya sehingga siswa mencapai kualitas diri yang lebih baik. pelajaran 2015/2016. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa
Pada intinya pendidikan adalah usaha pendewasaan manusia kelas X2 sebagai kelas eksperimen dan kelas X5 sebagai kelas
seutuhnya (lahir dan batin), baik oleh diri sendiri maupun oleh kontrol yang dipilih dengan teknik purposive sampling.
orang lain, dalam arti tuntutan agar anak didik memiliki Data pada penelitian ini berupa data kuantitatif yakni data
kemerdekaan berfikir, merasa, berbicara dan bertindak serta yang diperoleh dari hasil belajar kognitif siswa yang di analisis
percaya diri dengan penuh rasa tanggung jawab dalam setiap secara statistic dengan uji-t. Data kualitatif diperoleh dari hasil
tindakan dan perilaku sehari-hari ( Basri 2007 dalam Tatang 2012 keterampilan berpikir kreatif dan keterlaksanaan proses belajar
: 14) mengajar yang dianalisis secara deskriptif.
Selama ini banyak keluhan tentang siswa yang kurang
mandiri, kurang berani berpendapat karna takut salah, kurangnya HASIL PENELITIAN
kerja sama dalam kelompok belajar, selalu ingin menonjolkan diri Data Hasil keterampilan berpikir kreatif
sendiri dan kebiasaan di dalam kelompok belajar adalah kurangnya Hasil keterampilan berpikir kreatif siswa dapat dilihat pada
rasa tanggung jawab antar individu artinya tidak semua anggota Tabel 1 kelas eksperimen dan kelas kontrol dibawah ini:
kelompok mengerjakan tugas yang di berikan oleh guru hal ini juga Tabel 1. Hasil keterampilan berpikir kreatif siswa kelas konrol dan
di sebabkan karna tugas tidak di bebankan pada setiap anggota kelas eksperimen.
kelompok, semua anggota kelompok memiliki tugas yang sama
Kelompok Kontrol eksperimen
sehingga setiap anggota terkadang bingung mengerjakan apa.
keterampilan siswa berfikir kreatif dalam mengerjakan tugas yang 1 75 90
di berikan guru masih kurang.
Dari hasil observasi awal hasil belajar siswa masih 2 75 85
tergolong rendah, siswa yang mendapatakan nilai di bawah KKM
lebih banyak dari pada siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM, 3 80 80
namun tidak sepenuhnya kesalahan siswa dalam proses belajar
mengajar model pembelajaran atau cara mengajar perlu juga di 4 80 85
perhatikan karna cara mengajar juga akan mempengaruhi hasil
5 90 95
belajar.
Sekolah Menengah Atas Negeri I Bayan merupakan 6 80 90
sekolah yang memiliki berbagai fasilitas yang mendukung proses
pembelajaran untuk menunjang proses belajar mengajar yang 7 85 95
baik, namun masih memerlukan strategi pembelajaran yang
sesuai untuk mengasilkan siswa yang memiliki keterampilan jumlah 565 620
berfikir kreatif dan hasil belajar kognitif siswa memuaskan.
Tujuan dalam penelitian ini adalah “Untuk mengetahui Rata-rata 81% 88,57%
pengaruh model pembelajaran koopertif tipe two stay two stray
Kategori Tinggi Sangat tinggi
dengan media gambar terhadap keterampilan birfikir kreatif dan
hasil belajar kognitif siswa kelas X SMAN I Bayan tahun pelajaran
2015/2016”.
ISBN: 978-602-74245-0-0 164
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Pada keterampilan berpikir kreatif siswa, nilai rata-rata terendahnya 70, nilai tertinggi 95 dengan nilai rata-rata yaitu
kelas kontrol yaitu 81% dengan kategori tinggi sedangkan nilai rata- 82,467.
rata pada kelas eksperimen yaitu 88,57% dengan kategori sangat Data Hasil Keterlaksanaan RPP
tinggi. Hasil dari keterlaksanaan RPP dalam penelitian ini berupa
data tentang keterlaksanaan pembelajaran (RPP) yang dilakukan
Grafik keterampilan berpikir guru dan siswa selama melaksanakan proses belajar mengajar.
kreatif Dapat di lihat pada Tabel 3 berikut berikut ini.
100%
Tabel 3. Hasil keterlaksanaan RPP kelas kontrol dan kelas
eksperimen
80% Kelas Jumlah yang Rata-rata
terlaksana
60% Guru Siswa
kelas Kontrol 10 10 100%
40% kontrol Eksperiment 13 13 100%
kelas Jumlah keterlaksanaan pada kelas kontrol 10 pada guru
20% eksperimen dan siswa, maka rata-rata keterlaksanaan yaitu 100%, sedangkan
pada kelas eksperimen jumlah keterlaksanaan yaitu 13 pada guru
0% dan siswa, maka rata-rata keterlaksanaan yaitu 100%.
rata-
rata Diagram
Gambar 1 Grafik keterampilan berpikir kreatif Keterlaksanaan RPP
Data Hasil Belajar Kognitif Siswa
100
Setelah memberikan pada kelas kontrol dengan metode
80
yang biasa digunakan guru pengampu mata pelajaran dan kelas
60 rata-
eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
40 rata (%)
tipe TSTS, selanjutnya diberikan post-test untuk melihat hasil
20
belajar kognitif siswa. Data akhir kelas eksperimen dan kelas
0
kontrol dapat di lihat pada Tabel 4.2 berikut ini:
Tabel 2. Hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol
Kelas Jumlah Nilai Nilai Rata-
siswa tertinggi terendah rata
Kontrol 30 91 62 76,4
Eksperim 30 95 70 82,467
Gambar 3 Keterlaksanaan RPP
en
Pembahasan
a. Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TSTS terhadap
Tabel di atas dapat diinterpretasikan dalam diagram berikut
keterampilan berpikir kreatif siswa.
ini:
Pada keterampilan berpikir kreatif siswa, nilai rata-rata
91 95 kelas eksperimen yaitu 88,57% dengan kategori sangat tinggi
100 76 70 82 sedangkan nilai rata-rata pada kelas kontrol yaitu 81% dengan
62
kategori tinggi. Jadi dapat dilihat perbandingan keterampilan
50 berpikir kreatif siswa pada kelas kontrol dengan kelas eksperimen,
dimana keterampilan berpikir kreatif pada kelas eksperimen lebih
tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen
0 kelompok yang mendapatkan kategori sangat tinggi yaitu
didapatkan oleh kelompok 1, 5, 6, dan kelompok 7 sedangkan pada
kelas kontrol

kelas eksperimen

kelas kontrol kelompok yang mendapatkan kategori sangat tinggi


yaitu kelompok 5 lebih sedikit dari kelas eksperimen karena pada
saat melaksanakan pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar
tidak terlalu memperhatikan memahami prosedur keterampilan
berpikir kreatif dan tidak fokus dalam memperhatikan materi yang
di sampaikan.
Nilai terendah Nilai tertinggi Rata-rata Kelas eksperimen saat proses belajar mengajar
berlangsung sebagian besar siswa atau kelompok memperhatikan
prosedur dan materi atau ilmu yang di sampaikan sehingga siswa
Gambar 2. Hasil belajar kognitif
sendiri mengerti apa yang harus dilakukan. Selain itu, siswa
Hasil belajar kognitif post-tes siswa pada kelas kontrol yaitu
diberikan kesempatan untuk ikut aktif dalam pelaksanaan
nilai terendahnya 62, nilai tertinggi 91 dengan nilai rata-rata 76,4
pembelajaran, dalam proses pembelajaran tidak hanya guru yang
sedangkan nilai post-tes pada kelas eksperimen yaitu nilai
berperan aktif numun siswa juga berperan aktif, dalam
ISBN: 978-602-74245-0-0 165
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pelaksanaan pembelajaran siswa diberikan kesempatan untuk dari hasil penelitian yang di lakukan, data awal sebelum melakukan
bertukar informasi sehingga semua anggota kelompok memiliki penelitian jumlah siswa yang tidak tuntas 27 sedangkan jumlah
tugas masing-masing untuk di pertanggungjawabkan. Hal ini siswa yang tuntas 19 siswa sehingga persentase ketuntasan hanya
didukung juga dengan media gambar yang digunakan sebagai 41%, siklus satu di proleh persentase ketuntasan belajar klasikal
salah satu media dalam proses belajar mengajar. Dan kekurangan- sebesar 54% jumlah siswa tuntas 25 dan yang tidak tuntas 21,
kekurangan yang ada dalam diskusi siswa diberikan tambahan pada siklus dua persentasinya meningkat menjadi 76% yang
dalam menyimpulkan materi yang dibahas. artinya sudah mencapai indikator penelitian.
b. Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TSTS terhadap
hasil belajar kognitif siswa. KESIMPULAN
Setelah memberikan tes kepada siswa baik di kelas kontrol Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada
maupun kelas eksperimen maka di peroleh nilai tertinggi pada halaman sebelumnya, maka dapat di simpulkan bahwa model
kelas kontrol yaitu 91 dan nilai terendah yaitu 62 dengan nilai rata- pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan media gambar
rata yaitu 76,4 sedangkan pada kelas eksperimen nilai tertingginya berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa kelas X
95 dan nilai terendahnya 70 dengan nilai rata-rata yaitu 82,467. SMA Negeri 1 Bayan tahun pelajaran 2015/2016 berdasarkan
Untuk keterlaksanaan RPP, pada kelas eksperimen jumlah analisis data nilai rata-rata yang diperoleh untuk kelas kontrol yaitu
keterlaksanaanya yaitu 13 dan jumlah yang harus dilaksanakan 13, 81% dengan kategori tinggi sedangkan pada kelas eksperimen
maka rata-rata keterlaksanaanya yaitu 100%. Pada kelas kontrol 88,57% dengan kategori sangat tinggi. Dan hasil belajar siswa
jumlah yang terlaksana yaitu 10 dan jumlah yang harus kelas X SMA Negeri 1 Bayan tahun pelajaran 2015/2016.
dilaksanakan yaitu 10 sehingga rata-rata keterlaksanaanya yaitu Berdasarkan hasil perhitungan uji-t diperoleh thitung =
100%. 2,581sedangkan ttabel = 2,048, atau thitung > ttabel maka hipotesis H0
Dari hasil perhitungan uji prasyarat normalitas dan ditolak dan Ha diterima.
homogenitas diperoleh pada uji normalitas data terdistribusi normal
sedangkan pada uji homogenitas diperoleh bahwa fhitung<ftabel, atau SARAN
1,05<1,84 maka data antara kelas kontrol dengan eksperimen Bagi guru diharapkan menggunakan model pembelajaran
memiliki varians yang sama (homogeny) pada taraf signifikasi 5%. yang tepat dalam proses belajar mengajar yang melibatkan siswa
Hasil uji hipotesis antara kelas eksperimen dengan kelas secara aktif dalam pembelajaran.
kontrol terlihat bahwa, perbandingan antara kedua kelas sangat Bagi kepala sekolah, dapat mengupayakan sarana
terlihat dari nilai rata-rata kelas dimana kelas eksperimen nilai rata- prasarana dan media-media pembelajaran di berbagai mata
ratanya 82,467 sedangkan kelas kontrol nilai rata-ratanya 76,4, ttabel pelajaran untuk menunjang keterampilan berpikir kreatif dan hasil
= 2,048 dan thitung = 2,581. Jadi dapat disimpulkan bahwa thitung > belajar siswa.
ttabel, maka model pembelajaran kooperatif tipe TSTS berpengaruh Kepada peneliti, diharapkan agar melakukan penelitian
terhadap hasil belajar kognitif siswa. yang lebih mendalam dan kompleks khususnya mengenai hal-hal
Hasil belajar pada kelas kontrol dan kelas eksperimen yang belum terungkap dalam penelitian.
terlihat bahwa thitung = 2,581sedangkan ttabel = 2,048, karena thitung >
ttabel maka H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan DAFTAR PUSTAKA
bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TSTS berpengaruh Isjoni. 2013. Cooperative Learning. Bandung : Alfabeta.
terhadap hasil belajar kognitif siswa, pada kelas eksperimen dalam Istirokah, 2013. Penerapan Model Two Stay Two Stray (Tsts)
proses pembelajarannya guru menggunakan media gambar untuk Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Melalui Kompetensi
membantu dalam memudahkan siswa untuk memahami materi. Dasar Mengidentifikasi Persyaratan Personil Administrasi
Dengan media yang digunakan maka siswa tidak hanya Kantor Pada Siswa Kelas X Ap Di Smk Cut Nya’ Dien
membayangkan saja mengenai materi yang disampaikan tetapi Semarang. Semarang : Universitas Negeri Semarang.
siswa memiliki media gambar untuk dilihat pada saat penyampaian Naini, I. 2013. Jurnal Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
materi. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS ini siswa Tipe Two Stay Two Stray Disertai Lds Untuk Meningkatkan
lebih aktif karena semua anggota kelompok memiliki tugas yang Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas Viii Di Smpn 9 Padang
harus di pertanggung jawabkan. Pada saat kerja kelompok tahun pelajaran 2012/2013. Sumatra Barat : Sekolah Tinggi
berlangsung siswa akan melakukan tukar informasi dengan Keguruan Dan Ilmu Pendidikan.
mendatangi kelompok lain dan anggota kelompok yang diam Riduwan. Sunarto. 2013. Pengantar Statitika. Bandung: Alfabeta
ditempat bertugas memberikan informasi. Sedangkan pada kelas Solihatin, Etin. 2012. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Bumi
kontrol menggunakan pembelajaran konvensional (ceramah, Aksara.
diskusi,dan penugasan), pembelajaran konvensional lebih banyak Sugiyono. 2010. metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D.
guru yang berperan sehingga pada saat pembelajaran siswa bandung : Alfabeta.
cenderung cepat bosan kerena siswa kurang berperan aktif dalam Sugiyono. 2010. Statistik untuk penelitian bandung: alfabeta.
pembelajaran. Tatang, S. 2012. Ilmu Pendidikan. Bandung : CV Pustaka Setia.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Istirokah, (2013). Utari, Retno. 2013. Taksonomi Bloom..
Yang berjudul Penerapan Model Two Stay Two Stray (TSTS) http://bppk.depkeu.go.id/webpkn/
Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Melalui Kompetensi Dasar attachments/article/766/1-Taksonomi%20Bloom%20-
Mengidentifikasi Persyaratan Personil Administrasi Kantor Pada %20Retno-ok-mima+ abstract.pdf. di Akses 5 Januar
Siswa Kelas X AP Di Smk Cut Nya’ Dien Semarang. Dapat di lihat

ISBN: 978-602-74245-0-0 166


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH BIMBINGAN KONSELING DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA DI SMPN
14 MATARAM
I Made Gunawan1 & Dessy Arisanti2
1&2Dosen Bimbingan dan Konseling FIP IKIP Mataram
Email: madegunawan.fipikip@gmail.com

ABSTRAK : Bimbingan dan Konseling disekolah memiliki peranan yang sangat penting tapi banyak pelaksanaannya yang belum
maksimal, lebih-lebih siswa yang mengalami kesulitan belajar, siswa yang mengalami kesulitan belajar perlu mendapatkan bimbingan
konseling yang bisa membantu mereka dalam mengatasi kesulitan belajar. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh bimbingan konseling dalam mengatasi kesulitan belajar siswa. Penelitian ini menggunakan metode populasi dan yang menjadi
populasi adalah seluruh siswa kelas VIII yang mengalami kesulitan belajar yang berjumlah 35 orang. Dalam penelitian ini, metode
pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi sebagai metode pokok sedangkan metode wawancara sebagai metode
pelengkap. Untuk menganalisis data menggunakan rumus t test. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat di
simpulkan bahwa ada pengaruh bimbingan konseling dalam mengatasi kesulitan belajarsiwa di SMPN 14 Mataram tahun pelajaran
2012/2013. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yaitu : nilai t hitung sebesar 6,673 dan nilai t tabel pada taraf signifikan 5% dengan
N=34, lebih besar dari pada nilai t pada tabel (6,673> 2,042) sehingga dapat disimpulkan “signifikan”.

Kata Kunci: Bimbingan Konseling Dan Kesulitan Belajar Siswa.

PENDAHULUAN dibandingkan dengan prestasi yang lain dalam kelompoknya.


Bimbingan dan Konseling saat ini tidak lagi terbatas Dengan norma ini, guru akan dapat menandai siswa-siswa yang
hanya pada lingkungan pendidikan sekolah, melainkan juga diperkirakan mendapat kesulitan belajar, yaitu siswa yang
dalam setting luar sekolah dan kemasyarakatan. Kehidupan mendapat prestasi di bawah prestasi (Http/17-05- 2012/Siswa
global dan kemajuan teknologi informasi yang memperhadapkan Berkesulitan Belajar).
manusia kepada perubahan pesat dan ragam informasi yang “Keberadaan guru BK dalam sistem pendidikan nasional
amat banyak, menghendaki manusia untuk selalu memperbaiki dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar
kemampuan dan kecakapannya di dalam memilih dan mengolah dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor,
informasi agar dapat mengambil keputusan secara tepat. widyaiswara, fasilitator, dan instruktur” (UU No. 20 Tahun
Perbaikan kemampuan dan kecakapan semacam ini perlu di 2003 Pasal 1 Ayat 6).
lakukan secara terus menerus dalam berbagai aspek kehidupan Kesejajaran posisi ini tidaklah berarti bahwa semua
melalui proses belajar. Proses belajar menjadi proses sepanjang tenaga pendidik itu tanpa keunikan konteks tugas dan ekspektasi
hayat menyangkut seluruh aspek kehidupan atau sejagat hayat. kinerja. Demikian juga konselor memiliki keunikan konteks tugas
Belajar sepanjang hayat dan sejagat hayat akan menjadi dan ekspektasi kinerja yang tidak persis sama dengan guru.
determinan eksistensi dan ketahanan hidup manusia. Belajar Hidupnya melalui pengambilan keputusan tentang pendidikan
sepanjang hayat dan sejagat hayat adalah proses dan aktivitas termasuk yang terkait dengan keperluan untuk memilih, meraih
yang terjadi melekat dalam kehidupan manusia sehari-hari, serta mempertahankan karir untuk mewujudkan kehidupan yang
karena dia selalu di hadapkan kepada lingkungan yang selalu produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi warga masyarakat
berubah yang menuntut manusia harus selalu menyesuaikan, yang peduli kemaslahatan umum melalui pendidikan”. Sedangkan
memperbaiki, mengubah dan meningkatkan mutu perilaku untuk ekspektasi kinerja konselor yang Hal ini mengandung implikasi
dapat memfung sikan diri secara efektif di dalam lingkungan bahwa untuk masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk guru
(Http/17-05-2012/ Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP BK, perlu disusun standar kualifikasi akademik dan kompetensi
Universitas Muria Kudus). berdasar kepada konteks tugas dan ekspektasi kinerja masing-
Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita masing. Dengan mempertimbangkan berbagai kenyataan serta
dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka pemikiran yang telah dikaji, bisa ditegaskan bahwa pelayanan
ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya ahli bimbingan dan konseling yang ditempuh oleh Konselor
secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di berada dalam konteks tugas “kawasan pelayanan yang bertujuan
sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya memandirikan individu dalam menavigasi perjalanan hampu
mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa pelayanan bimbingan dan konseling selalu digerakkan oleh motif
ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk altristik dalam arti selalu menggunakan penyikapan yang empatik,
mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, menghormati keragaman, serta mengedepankan kemaslahatan
sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat pengguna pelayanannya, dilakukan dengan selalu mencermati
menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah kemungkinan dampak jangka panjang dari tindak pelayanannya
semestinya. Kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya akan itu terhadap pengguna pelayanan (Http/17-05/2012/ Organisasi
menjadi ukuran dalam pencapaian hasil belajarnya. Siswa Pendidikan, Psikologi Pendidikan dan Bimbingan).
dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila memperoleh Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk
prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata kelompok secara melakukan penelitian yang berjudul: Pengaruh Bimbingan
keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8, Konseling Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa
siswa yang mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan
mengalami kesulitan belajar. Dengan demikian, nilai yang
dicapai seorang akan memberikan arti yang lebih jelas setelah
ISBN: 978-602-74245-0-0 167
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016 41
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
METODE PENELITIAN diperoleh setelah diberikan bimbingan dan konseling dipengaruhi
Sesuai dengan jenis penelitian, maka penelitian ini adalah oleh bimbingan yang diberikan oleh guru menyebabkan siswa
termasuk penelitian eksperiemen, yaitu peneliti melakukan lebih mudah memahami dan menerima materi yang
manipulasi terhadapa variabel bebas untuk memperoleh reaksi disampaikan dengan baik, tidak banyak bermain-main.
baru terhadap obyek penelitian. Terkait dengan jenis penelitian ini
seorang ahli mengatakan bahwa “pendekatan eksperimen adalah SIMPULAN
suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel Berdasarkan hasil analisis data dari pembahasan bab IV,
tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol maka dapat di simpulkan bahwa: Ada pengaruh bimbingan
secara ketat” (Riduwan, 2004: 50). Demikian juga dijelaskan oleh konseling dalam mengatasi kesulitan belajar siswa di SMPN 14
ahli lain bahwa “eksperimen yaitu metode penelitian yang Mataram tahun pelajaran 2012/2013. Hal ini dapat dilihat dari
digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap hasil penelitian yaitu: nilai thitung sebesar 6,673 dan nilai ttabel
yang lain dalam kondisi yang terkendalikan” (Sugiono, 2008:72). pada taraf signifikan 5% dengan df=34 diperoleh 2,042. Artinya
Penelitian ini akan menggambarkan secara sistematis, thitung lebih besar dari ttabel atau (thitung > ttabel) yaitu 6,673 >
aktual, akurat mengenai fakta yang akan diselidiki tentang 2,042. Berdasarkan kenyataan tersebut dapat disimpulkan hasil
pengaruh bimbingan konseling dalam mengatasi kesulitan belajar penelitian ini “signifikan”.
siswa di SMPN 14 Mataram tahun pelajaran 2011/2012. Dalam
penelitian ini terdapat dua Variabel yaitu Bimbingan dan konseling SARAN
sebagai Variabel X (bebas) dan Kesulitan Belajar sebagai Berdasarkan simpulan di atas, peneliti sarankan kepada:
Variabel Y (terikat). Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa 1. Kepala Sekolah, supaya dijadikan bahan sebagai
kelas VIII A, VIII B, VIII C, VIII D yang memiliki kesulitan pengambilan kebijakan untuk lebih mensosialisasikan bahwa
belajar DI SMPN 14 Mataram tahun pelajaran 2012/2013. pentingnya belajar bagi siswa/siswi di SMPN 14 Mataram
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIII dengan jumlah 132 dan memberikan kesempatan kepada guru BK untuk
siswa. Dalam penelitian ini dari 141 siswa, yang mengalami berkreasi dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan
masalah belajar adalah 35 siswa yang di peroleh dari leger belajar.
nilai siswa smester ganjil. Sampel yang memiliki ciri-ciri atau 2. Kepada Guru BK, supaya kreatif dan cepat tanggap untuk
karakteristik tertentu yaitu siswa kelas SMPN 14 Mataram tahun mengadakan bimbingan kelompok dengan memberikan
pelajaran yang mengalami kesulitan belajar adalah sejumlah 35 informasi tentang cara belajar yang efektif dan efisien kepada
orang siswa. siswa yang mempunyai masalah kesulitan belajar, serta selalu
berkoordinasi dengan guru bidang studi yang terkait dengan
HASIL prestasi belajar siswa;
Untuk keperluan perhitungan analisis statistik maka 3. Bagi Orang Tua/Wali, hasil penelitian ini dapat bermanfaat
hipotesis alternatif (Ha) yang tercantum dalam bab 1 sebagai bagi orang tua karena disini orang tua tidak perlu lagi ragu
berikut: Ada Pengaruh Bimbingan Konseling Dalam Mengatasi terhadap kompetensi seorangkonselor dalam rangka
Kesulitan Belajar Siswa Di SMPN 14 Mataram Tahun Pelajaran memecahkan kesulitan belajar siswa/siswinya, jika ada
2012/2013 diubah menjadi hipotesis nol (Ho) sebagai berikut: kesulitan dengan putraputrinya diharapkan segera
Tidak Ada Pengaruh Bimbingan Konseling Dalam Mengatasi berkoordinasi dengan guru BK dan guru bidang studi di
Kesulitan Belajar Siswa Di SMPN 14 Mataram Tahun Pelajaran sekolah;
2012/2013. 4. Kepada siswa diharapkan dengan sungguh-sungguh
Untuk menguji signifikan nilai t-test hasil penelitian di menyadari tanggung jawabnya sebagai pelajar yaitu belajar
perlukan derajat kebebasan (df) dan taraf signifikansi. Pada dengan giat agar mendapat prestasi belajar yang maksimal
penelitian ini besarnya df adalah (N-1) yakni 35-1= 34. Dalam dan diharapkan para siswa bisa menghindari diri dari hal-hal
tabel nilai-nilai t berdasarkan taraf signifikansi 5 % dengan df 34 yang bisa menimbulkan permasalahan di lingkungan sekolah
pada tabel (ttabel) menunjukan bilangan 2,042 sedangkan nilai t yang bisa menyebabkan prestasi belajar menurun
hasil penelitian (thitung) sebesar 6,673. Dengan demikian nilai
thitung hasil penelitian ini lebih besar dari nilai ttabel yaitu 6,673 > DAFTAR PUSTAKA
2.042 pada taraf signifikan 5% sehingga hasil penelitian dapat Abdurrahman, 2003. Kesulitan Belajar. Jakarta Rineka Cipta
dinyatakan “ signifikan”.jadi Ha diterima dan Ho ditolak.. Arikunto Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Pendekatan
Karena hipotesis nihil (Ho) di tolak dan hipotesis Suatu Praktek, Rineka Cipta : Jakarta
alternatif (Ha) di terima, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: Erma Suryani, 2012. Pengaruh Pendidikan Karakter Terhadap
Ada pengaruh bimbingan konseling dalam mengatasi kesulitan Perilaku Menyimpang Belajar Siswa Skripsi IKIP Mataram
belajar pada siswa SMPN 14 Mataram tahun pelajaran Husnul hidayati, 2012. Hubungan Antara Percaya Diri Dengan
2012/2013. Kesulitan Belajar Siswa Skripsi IKIP Mataram
http://Arisandi.com/Aspek Kecerdasan Kognitif Afektif dan
PEMBAHASAN Psikomotorik 11/06/12 http://17-05-2012/ Organisasi
Dilihat dari segi nilai rata-rata sebelum diberikan Pendidikan, Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
bimbingan dan konseling (pretest) yang diraih oleh siswa yang http://17-05-2012/ Susilo Rahardjo 2003, Program Studi
mengalami kesulitan belajar masih rendah dan di bawah rata- Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus
rata. Hal ini disebabkan kurangnya motivasi dari guru dan Mardalis. 2009. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal.
pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Berbeda Bumi Aksara : Jakarta
dengan nilai yang diraih pada saat post-test atau setelah Margono S. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta:
dilakukan bimbingan dan konseling. Tingginya skor rata-rata yang Reneka Cipta. Mulyadi. 2010. Diagnosis Kesulitan Belajar.

ISBN: 978-602-74245-0-0 168


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Yogjakarta: Nuha Litera. Nasution. 2008. Metode Research Subini, N. 2011. Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak.
(Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara. Jogjakarta: Javalitera.
Nurihsan, 2010. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Sugiyono, 2011 Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Remaja Rosdakarya. Pedoman Skripsi (2011) Tim Dosen Bandung : Alfabeta
IKIP Mataram Hadi Sutrisno, 2004. Metodologi Research. Fakultas Psikologi
Prayitno, 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta UGM, Yogyakarta
Rineka Cipta Sutinah, Suyatno Bangong. 2008. Metode Penelitian Sosial
Subuh, 2011. Studi Pendekatan Konseling Yang ditetapkan Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana.
Oleh Guru Bimbingan dan Konseling.Skripsi IKIP Tohirin, 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah
Mataram (Berbasis Integrasi). Jakarta: Rajagrafindo Persada. Mario
Teguh

ISBN: 978-602-74245-0-0 169


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
APLIKASI TEORI KARL R. POPPER DALAM ASSESMEN PEMBELAJARAN DI INDONESIA
I Wayan Karta
Dosen FKIP Universitas Mataram
E-mail: iwayankarta@yahoo.com

Abstark: Assesmen merupakan komponen penting dalam pembelajaran, selama sejarah perkembangan pendidikan dan pembelajaran
di Indonesia sudah banyak terjadi perubahan kurikulum, pendekatan pembelajaran, proses pembelajaran dan luaran pembelajaran yang
menuntut terjadinya penyesuaian terhadap assesemen yang digunakan mengukur, menilai dan mengevaluasi hasil belajar. Dinamika
perubahan pola assesmen pembelajaran wajib mengikuti suatu kerangka konsep, dalam hal ini digunakan konsep Popper. Perkembangan
ilmu berdasarkan konsep Popper menyatakan bahwa kebenaran ilmiah tidak dibuktikan dengan proses verifikasi induktif tetapi dengan
logika deduktif melalui falsifikasi. Falsifikasi adalah upaya membuktikan bahwa kebenaran teori yang bersangkutan tidak benar. Jika suatu
teori tidak dapat dibuktikan salah, maka teori tersebut dapat diterima sementara sampai teori tersebut terbukti salah. Berarti semua ilmu
pengetahuan kebenarannya bersifat sementara dan masih dapat dikoreksi dimasa depan. Assesmen pembelajaran juga mengikuti konsep
Popper dalam memandang kebenaran suatu ilmu, pada suatu saat tertentu assesmen konvensional yang dilakukan secara berkala
menggunakan alat tes sebagai teknik utama, dan sebagian besar hanya mengukur kompetensi kognitif dianggap cocok pada kurun waktu
tertentu. Namun karena perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap luaran pendidikan dan pembelajaran, dan perkembangan ilmu
pengetahuan yang selalu berubah menuntut assesmen pembelajaran untuk selalu mengikuti perkembangan agar assesmen tetap menjadi
bagian integral yang penting dari pembelajaran sebagai sistem. Pada saat pembelajaran berorientasi peserta didik dengan proses
pembelajaran partisipatif untuk mengembangkan peserta didik memiliki kompetensi yang utuh tentang kognitif afektif dan psikomotorik
maka diperlukan assesmen kelas dengan penilaian autentik. Diharapkan kepada pelaku pendidikan untuk mengembangkan assesmen
pembelajaran sesuai dengan perkembangan paradigma pembelajaran dan tuntutan kompetensi hasil belajar.

Kata Kunci: Aplikasi, Teori Popper dan Assesmen.

PENDAHULUAN menentukan. Pembelajaran seperti ini berimplementasi pada


Kualitas kehiupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pelaksanaan assessmen yang hanya mengukur penguasaan
pendidikan, yang berperan menciptakan kehidupan yang cerdas, materi sehingga guru akan menyusun instrument tes sebagai alat
damai, terbuka dan demokratis. Upaya memperbaiki dan ukurnya. Skor siswa terhadap kemampuan menjawab tes diterrima
meningkatkan mutu pendidikan seakan tidak pernah berhenti dari secara dogmatis oleh semua pihak sebagai data hasil belajar.
tahun ke tahun. Reformasi diagendakan baik yang telah, sedang Tinggi-rendahnya skor yang diperoleh oleh siswa dianggap
dan akan dilaksanakan secara nasional maupun satuan tingkat sebagai hasil belajar yang pinal. Banyak pertanyaan yang
pendidikan. Pembaharuan pendidikan adalah rekontrukturisasi terkandung dari skor tersebut seperti: apakah materi soal tes valid
pendidikan yaitu memperbaiki pola hubungan sekolah dengan isi dan valid susunan?, apakah alat tes yang dibuat dapat
lingkungannya dan dengan pemerintah, pola pengembangan dan mengukur semua ranah pembelajaran atau semua kompetensi
perencanaan serta pola pengembangan pengembang hasil belajar?, apakah penskoran dari tes tersebut telah memiliki
menajerialnya dan pemberdayaan guru dan restrukturisasi model- akurasi yang tinggi?, apakah pelaksanaan tes yang dilakukan
model pembelajaran. secara regular tidak mempengaruhi ingatan siswa terhadap hasil
Pada konteks pembaharuan pendidikan menurut belajar yang dimiliki?, dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lain
Nurhadi (2003) ada tiga hal utama yang perlu disoroti yaitu yang dapat dikemukakan sesuai dengan keterbatasan assesmen
pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan konvensional atau assesmen yang hanya mengungkap
assessmen pembelajaran. Dari ketiga hal ini harus komprehensif perkembangan daya pikir saja.
dan responsive terhadap dinamika sosial, relevan tidak overload, Produk pendidikan dari pembelajaran konvensional dan
dan mampu mengakomodasi keberagaman keperluan dan atau assesmen kognitif membuat banyak kendala dalam
kemajuan teknologi. Kualitas pembelajaran harus ditingkatkan memenuhi kebutuhan tenaga kerja di lapangan. Masyarakat
untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Pada tingkat satuan menuntut calon tenaga kerja yang memiliki kemampuan yang
pendidikan harus ditemukan strategi atau pendekatan komprehensif antara kecerdasan, komitmen dan keterampilan
pembelajaran yang efektif di kelas, yang lebih memberdayakan tetapi dipihak lain lembaga pendidikan hanya mampu menyediakan
potensi siswa. calon tenaga kerja yang cerdas atau memiliki kematangan daya
Perubahan paradigma pendidikan dari konvensional ke pikir. Situasi tersebut menimbulkan pertanyaan besar yaitu
pembelajaran kompetensional dituntut pula perubahan paradigma bagaimana kita dapat mendekatkan jurang pemisah antara
penilaian pembelajaran atau assessmen pembelajaran. Dalam kompetensi lulusan lembaga pedidikan dengan kebutuhan tenaga
paradigma pembelajaran konvensional penilaian pembelajaran kerja yang profesional?. Beberapa langkah telah dilakukan secara
lebih ditekankan pada hasil (produk) yang cenderung hanya bersama seperti melakukan work shop bersama antara pelaksana
menilai kemampuan aspek kognitif, dan kadang-kadang direduksi pendidikan, pemegang kebijakan dan pemakai lulusan. Salah satu
sedemikian rupa melalui bentuk tes tertulis tanpa melaksanakan hasil rumusannya adalah mampu menyediakan assessmen otentik
pengukuran dengan non tes untuk mengungkap ranah afektif dan yang dapat mengungkap hasil belajar yang konpleks yaitu
ranah psikomotor. pengembangan daya pikr nilai-nilai dan sikap serta kreativitas
Pelaksanaan kurikulum berbasis isi dengan proses keterampilan yang distandarisasi dengan kebutuhan tenaga kerja.
belajar berorientasi kelas akan terjadi pembelajaran dengan prinsif Jika program pembelajaran dan kualitas pembelajaran
trasper materi, dimana guru menjadi unsur yang paling sudah berkembang ke pembelajaran yang kompetensional akan

ISBN: 978-602-74245-0-0 170


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
sangat ganjil jika pedoman penilaian atau assessmen tidak suatu eksplanasi ilmiah tidak dibuktikan dengan proses verifikasi
dikembangkan pula menjadi assessmen otentik yaitu assessmen secara induktif. Sebaliknya, kebenaran suatu eksplanasi ilmiah
yang dilakukan secara terus menerus terhadap kesiapan dibuktikan dengan logika deduksi melalui usaha falsifikasi.
pembelajaran, proses pembelajaran, kompetensi hasil belajar yang Falsifikasi menurut Popper adalah upaya untuk membuktikan
mampu mengungkap kompetensi hasil belajar yang terdiri dari bahwa kebenaran teori yang bersangkutan tidak benar. Jika suatu
ranah kognitif, afektif dan psikomotor atau hasil belajar teori tidak dapat dibuktikan salah, maka teori tersebut masih dapat
pengembangan daya pikir (kognitif), pengembangan nilai sikap diterima, sementara jika teori tersebut dapat dibuktikan salah,
(afektif ) dan pengembangan keterampilan kreativitas (psikomotor), maka teori tersebut akan ditinggalkan. Disini, falsifikasi menjadi
Asmawi Zainul (2001). context of justification atas teori ilmiah tersebut. Popper sendiri
Pengembangan paradigma assesmen dari pembelajaran menyangkal absolutisme kebenaran eksplanasi ilmiah “We do not
komvensional ke pembelajaran berbasis kompetensi akan dikaji know: we can only guess.” (Popper, Logic of Scientific Discovery,
berdarsarkan teori Karl R. Popper. p. 278). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa menurut Popper
ilmu pengetahuan merupakan sekumpulan teori yang belum dapat
PERMASALAHAN difalsifikasi. Berdasarkan pemikiran Popper tersebut, kebenaran
Dari uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan semua ilmu pengetahuan yang kita miliki saat ini bersifat
masalah yaitu, bagaimana dinamika perkembangan assesmen provisional dan masih dapat dikoreksi dimasa depan.
pembelajaran yang terjadi di Indonesia? Berikut ini disajikan Perkembangan assessmen pembelajaran dari
beberapa sorotan terhadap kelemahan-kelemahan pelaksanaan pembelajaran konvensional dengan assessmen kognitif
assesmen pembelajaran konvesional sebagai berikut: berkembang menjadi pembelajaran berorientasi kompetensi
1. Assesmen dilakukan secara berkala seperti ujian tengah dan dengan assessmen otentik atau penilaian kelas. Yang dimaksud
akhir semester mengakibatkan banyak gejala-gejala dengan assesmen otentik atau penilaian kelas adalah proses
pembelajaran yang tidak mampu diungkap akibatnya skor tes sistematis pengumpulan informasi (angka, deskripsi verbal),
tidak menggambarkan kompetensi peserta didik. analisis, dan interpretasi informasi untuk memberikan keputusan
2. Assesmen yang menggunakan tes sebagai instrument utama terhadap kadar hasil kerja. Penilaian kelas merupakan proses
hanya mampu mengukur ranah kognitif taraf rendah seperti: pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk
aspek pengetahuan, pemahaman dan penerapan. Sedangkan pemberian keputusan terhadap hasil belajar siswa berdasarkan
aspek analisis, sintesis dan evaluasi tidak efektif diukur dengan tahapan kemajuan belajarnya sehingga didapatkan frofil
tes. Hal ini mengakibatkan hasil pengukuran data prestasi kemampuan siswa sesuai kompetensi yang ditetapkan. Penilaian
belajar tidak diperoleh secara konprehensif terhadap berbasis kelas berorientasi pada kompetensi, yang mengacu pada
keseluruhan hasil pembelajaran. patokan tertentu menggunakan berbagai teknik (Masnur, 2009).
3. Ranah kognitif taraf tinggi seperti: kemampuan menganalisis, Perkembangan assesmen ini bermula dari assessmen sebelumnya
merumuskan sintesis dan melakukan evaluasi yang tidak dapat seperti langkah penilaian masih relatif sama antara penilaian
diukur dengan tes hendaknya dilakukan pengukuran dengan konvensional dengan penilaian yang berorientasi kompetensi.
non-tes seperti pengamatan, unjuk kerja, skala sikap. Namun yang banyak berubah pada tingkat kompetensi yang diukur
4. Assesmen yang mengutamakan mengukur ranah kognitif akan seperti penilaian kelas melakukan assesmen terhadap kompetensi
mendapatkan informasi yang pincang atau tidak konprehensif yang utuh seperti ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
terhadap perkembangan individu, padahal produk pendidikan Penyempurnaan ranah yang diukur akan mengandung kosekuensi
tidak hanya mengembangkan daya piker tetapi juga perubahanterhadap alat dan jenis-jenis aktivitas assessmen.
membangun nilai-nilai dan keterampilan hidup. Kompetensi adalah pengetahuan, nilai-nilai dan sikap
5. Penggunaan tes sebagai alat ukur assessmen pembelajaran serta keterampilan yang direfleksikan/diwujudkan dalam kebiasaan
memerlukan syarat-syarat tes yang baik seperti tes harus valid berpikir dan bertindak. (Permen. Diknas. No 23 Tahun 2006
(minimal valid isi dan susuna) tes harus reliable, tes harus tentang kompetensi lulusan dalam Mulyasa, 2009). Target
memiliki tingkat kesukaran yang memadai dan tes harus assesmen kelas adalah mengungkap ketercapaian kompetensi
memiliki daya beda. Hasil observasi menunjukkan sebagian yang utuh. Hal ini menjadi kewajiban setiap individu atau kelompok
besar tes yang dipakai sebagai assessmen adalah tes buatan yang melaksanakan assesmen. Kompetensi ini pula menjadi ciri
guru yang bersangkutan tanpa diketahui kualitasnya. khas assesmen kelas pada pembelajaran berrbasis kompetensi.
6. Pengukuran data hasil belajar dengan tes hanya menghasilka Jika Popper mengatakan ilmu itu berkembang jika ilmu itu
data kuantitatif atau data dari hasil belajar yang dapat berpeluang salah begitu pulalah perkembangan kompetensi
dikuantifikasi. Jika skor hasil tes digunakan sebagai data pembelajaran yang diukur dalam assesmen. Konsep sebelumnya
merumuskan kebijakan pendidikan akan terjadi perumusan mengukur kognitif dan konsep terbaru saat ini assessmen kelas
kebijakan yang keliru. disamping mengukur kompetensi kognitif juga mengukur
7. Lulusan lembaga pendidikan yang kompetensinya hanya kompetensi afektif dan psikomotor.
pengembangan kerangka pikir akan tidak mampu memenuhi Penerapan assesmen kelas menggunakan tujuh teknik
kebutuhan tenaga kerja karena masyarakat pemakai tenaga yaitu: penilaian kinerja (performance), penilaian penugasan
kerja memerlukan lulusan yang memiliki kompetensi yang utuh (proyek/project), penilaian hasil kerja (produk/product), penilaian
antara kecerdasan intelektual, nilai-nilai dan keterampilan. tes tertulis (paper&pen), penilaian portofolio (portofolio), penilaian
sikap dan penilaian diri. Jika assesmen konvesional dominan
PEMBAHASAN menggunakan teknik tes terulis dan sangat minim menggunakan
Perkembangan assesmen pembelajaran yang menjadi non-tes namun dalam perkembangan konsep assesmen kelas
pokok permasalahan pada karya ini akan dikaji dengan teori Karl antara pengukuran tes dan non-tes hendaknya dilaksanakan
R. Popper sebagai berikut: Popper dalam bukunya Logik der secara proporsional sesuai dengan ranah dan kompetensi yang
Forschung (The Logics of Science) berpendapat bahwa kebenaran diukur. Ini berarti teknik penilaian yang digunakan dalam assesmen
ISBN: 978-602-74245-0-0 171
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
kelas merupakan penyempurnaan dari konsep penilaian mengukur kompetensi kognitif, afektif dan psikomotorik serta
konvesional yaitu tes dan non-tes serta dilengkapi dengan petunjuk pengembangan kemampuan piker nilai-nilai dan keterampilan
pelaksanaan masing-masing. hidup
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada assesmen kelas 2. Assesmen konvensional dominan menggunakan teknik tes
yaitu: 1) kompetensi yang ingin dicapai, 2) pemilihan alat yang namun assessmen kelas menggunakan teknik tes dan non-tes
sesuai dengan kompetensi, 3) penilaian dilakukan secara terpadu, secara proporsional.
4) penilaian dilakukan secara langsung, 5) penilaian dapat 3. Assesmen konvensional dilaksanakan secara berkala dan
dilaksanakan secara formal dan informal, 6) penilaian harus tidak menggunakan petunjuk yang akurat, namun assessmen
memiliki petunjuk penilaian yang jelas, 7) memiliki kriteria kelas dilaksanakan secara terus-menerus dan menggunakan
penskoran yang jelas, 8) menggunakan berbagai bentuk dan alat petunjuk yang jelas.
penilaian yang relevan dengan kompetensi. Pelaksanaan 4. Assesmen konvensional menggunakan pedoman acuan
assessmen kovensional biasanya dilakukan secara berkala dan normatif dan pedoman acuan patokan tetapi assessmen kelas
dapat agak longgar dari segi ketentuan, namun dalam assesmen hanya menggunakan acuan patokan.
kelas harus dilakukan secara terus menerus, menggunakan teknik 5. Hasil penilaian assessmen konvensional menggunakan data
yang relevan dengan kompetensi yang diukur berdasarkan kuantitatif tapi assessmen kelas menggunakan data kuantitatif
petunjuk akurat, oleh tenaga yang berpengalaman menggunakan dan kualitatif.
acuan patokan. Berdasarkan teori Popper bahwa ilmu berkembang Berdasarkan hasil temuan kajian ini menunjukkan bahwa
sesuai dengan adanya peluang-peluang kesalahan maka ilmu evaluasi pendidikan maupun assesmen pembelajaran
penyempurnaan prinsif-prinsif pelaksanaan assessmen kelas merupakan ilmu yang dinamis. Dinamikanya dapat terjadi karena
dalam rangka menutupi kelemahan-kelemahan assesmen perubahan secara internal yaitu ontology ilmunya, maupun dapat
konvesional sebelumnya. berubah secara tuntutan eksternal, seperti perubahan tuntutan
Assesmen kelas wajib menggunakan acuan patokan kompetensi lulusan yang mewajibkan perubahan paradigma
dengan maksud bahwa kreteria yang di tetapkan harus stabil assesmen dan teknik penilaian pembelajaran.
sebagai batas minimal yang harus dicapai. Acuan patokan tersebut Diharapkan kepada semua pihak yang terkait untuk
juga digunakan sebagai pemicu bagi semua pihak untuk berbuat menyadari dan memaklumi kejadian tersebut, serta wajib
dan minimal. Sedangkan acuan dalam assesmen konvesional berpartisipasi positif dan konstruktif mulai dari merencanakan,
dapat menggunakan acuan patokan dapat juga menggunakan melaksanakan dan melakukan assesmen yang relepan dengan
acuan normatif. kebutuhan pengembangan kualitas pendidikan untuk menjawab
Hasil assesmen konvensional bersifat kuantitatif namun kebutuhan masyarakat global dan perkembangan Ipteks.
karena data kualitatif tidak cukup menggambarkan totalitas
kompetensi maka assessmen kelas merumuskan hasil secara DAFTAR PUSTAKA
kuantitatif dan kualitatif. Asmawi z. dkk. 2001. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: PAU-PPAI,
Universitas Terbuka
KESIMPULAN Fuller, S. 2003. KUHN VS POPPER: The Struggle for the Soul of
Perkembangan assesmen dari assesmen konvensional Science. Duxford, Cambridge: Icon Books Ltd.
menjadi assesmen kelas baik dari kompetensi yang diukur, teknik Masnur Muslich. 2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
pengukuran, data yang diperoleh, acuan yang dipakai, dan Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: Bumi
kesimpulan hasil penilaian merupakan penyempurnaan- Aksara
penyempurnaan dari assessmen konvensional. Hal ini sesuai Mulyasa. 2009. Impliementasi Kurikulum Tingkat Satuan
dengan teori Popper yang menyatakan bahwa ilmu yang Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah.
berkembang adalah ilmu yang memiliki peluang salah. Beberapa Jakarta: Bumi Aksara
aspek perkembangan assesmen tersebut dapat disimpulkan Nurhadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teching and
sebagai berrikut: Learning/CTL). Universitas Negeri Malang. Malang
1. Assesmen konvesional memiliki kompetensi kognitif dan
pengembangan daya pikir, namun pada assesmen kelas

ISBN: 978-602-74245-0-0 172


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
EFEKTIVITAS PROGRAM PKK KECAMATAN PRAYA DALAM MENSUKSESKAN GERAKAN ABSANO DI
KECAMATAN PRAYA LOMBOK TENGAH
I Wayan Tamba1 & Zurriyanti2
1&2Dosen Pogram Studi Pendidikan Luar Sekolah FIP IKIP MATARAM
E-mail : tamba.fipikip@gmail.com

ABSTRAK: Pembangunan pendidikan di Kabupaten/kota di Provinsi NTB khususnya dalam garapan pendidikan Non Formal dan Informal,
Pemerintah Daerah Provinsi NTB sedang fokus terhadap pengembangan Program Pendidikan Keaksaraan Fungsional (KF) tingkat dasar,
guna pemberantasan buta aksara bagi masyarakat yang belum mampu membaca, menulis dan berhitung. Dan hal ini merupakan
kebijakan Pemerintah Provinsi NTB dalam menindaklanjuti Instruksi Presiden tentang Gerakan Penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun dan
Pemberantasan Buta Aksara. Pendidikan luar sekolah bertujuan untuk memberikan kesempatan belajar yang seluas-luasnya bagi
masyarakat di berbagai faktor seperti kesulitan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang kurang mendukung dan tidak mendapatkan
kesempatan untuk mengikuti pendidikan melalui jalur pendidikan formal. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui Efektivitas Program PKK Kecamatan Praya dalam pelaksanaan Program Absano. Untuk memperoleh data dalam penelitian
ini digunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan angket, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan analisis data
menggunakan model analisis interaktif. Hal ini dilakukan karena penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif, dari
penyajian data dalam bentuk persentase. Selanjutnya dideskripsikan dan diambil kesimpulan tentang masing-masing indikator
keberhasilan berdasarkan kriteria. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa program PKK Kecamatan Praya cukup efektif dalam
mensukseskan Gerakan Absano, hal ini dapat dilihat dari hasil angket dengan nilai rata-rata sebesar 44,55.

Kata kunci: Efektivitas, Program PKK, dan Gerakan ABSANO

PENDAHULUAN memuaskan. Walaupun begitu Gerakan 3-A juga masih melakukan


Perkembangan dunia modern seperti sekarang ini yang inovasi untuk mencari metode yang tepat dan akurat sesuai
sering disebut sebagai era globalisasi,tak bisa dipisahkan dengan dengan karakter Masyarakat Nusa Tenggara Barat. Maka di masa
dunia pendidikan.Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh mendatang akan menjadi tolak ukur dalam penyelenggaraan
kemajuan dunia pendidikannya,yang merupakan ladang program-program Pendidikan Keaksaraan Fungsional (KF).
pencetakan para ilmuan yang berkualitas sebagai penggerak roda Dalam dunia pendidikan Indonesia, juga dijelaskan dalam
pembangunan. Kuantitas penduduk yang melimpah merupakan Undang-Undang RI No. 2 Th. 1989 tentang Sistem Pendidikan
modal pembangunan yang potensial,tetapi akan menjadi beban Nasional dengan jelas mengatakan adanya dua jalur pendidikan
apabila tidak dibekali dengan kualitas sumber daya yang yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.
memadai,sehingga akan berbalik sebagai penghambat dalam Hal ini menunjukkan kesadaran bahwa pendidikan luar sekolah
mempercepat daya bangun bangsa. memainkan peranan penting dalam peraturan pendidikan
Melalui pendidikan inilah pemerintah terus berupaya bangsa.Sudah banyak program yang telah dilakukan di jalur
meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang pendidikan luar sekolah namun sangat disayangkan, karena masih
handal,sehat fisik maupun mental,berwawasan luas kedepan, dan sangat sedikit pakar yang tertarik untuk memperhatikan dan
berbudi luhur sehingga siap melanjutkan estafet kelangsungan mengamati bagaimana pendidikan luar sekolah itu dikembangkan
pembangunan bangsa yang utuh dan langgeng. Nusa Tenggara baik melalui tulisan maupun menjadi praktisinya (Sihombing,
Barat, dunia pendidikan terus menunjukkan perkembangan dari 1999:3-4).
tahun ketahun sejalan dengan sasaran pembangunan pendidikan Pendidikan luar sekolah bertujuan untuk memberikan
dan kebijakan pemerintah.(Gema pembangunan Nusa Tenggara kesempatan belajar yang seluas-luasnya bagi masyarakat yang
Barat – 1999 hal – 51). karena berbagai faktor seperti kesulitan ekonomi, sosial, dan
Pembangunan pendidikan di Kabupaten/kota di Provinsi lingkungan yang kurang mendukung tidak mendapatkan
NTB khususnya dalam garapan pendidikan Non Formal dan kesempatan untuk mengikuti pendidikan melalui jalur pendidikan
Informal, Pemerintah Daerah Provinsi NTB sedang fokus terhadap sekolah. Pendidikan luar sekolah juga memberikan pelayanan
pengembangan Program Pendidikan Keaksaraan Fungsional (KF) kepada mereka yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang
tingkat dasar, guna pemberantasan buta aksara bagi masyarakat lebih tinggi.
yang belum mampu membaca, menulis dan berhitung. Dan hal ini Masih banyak orang yang beranggapan pendidikan luar
merupakan kebijakan Pemerintah Provinsi NTB dalam sekolah merupakan pendidikan kelas dua, karena yang dilayani
menindaklanjuti Instruksi Presiden tentang Gerakan Penuntasan pada umumnya orang yang kurang mampu secara ekonomis, di
Wajar Dikdas 9 Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. sisi lain masyarakat Indonesia masih lebih menghargai orang yang
Sebagai tindak lanjut dari Inpres No. 5 Tahun 2005 tersebut punya ijazah dari sekolah formal karena keinginan untuk menjadi
Tim Koordinasi Gerakan 3-A (Akino, Absano, dan Adono) Provinsi pegawai negeri maupun pegawai kantor, bekerja untuk orang lain,
NTB melalui kebijakan Gubernur NTB mencoba membuat model atau menjadi buruh di tempat-tempat yang mengutamakan ijazah.
pembelajaran Pendidikan Keaksaraan Fungsional selama 32 hari Disamping itu juga tingkat buta aksara di kecamatan Praya
(adopsi sistem KF di Kabupaten Lombok Tengah), namun demikian cukup tinggi, terlihat dari banyaknya penduduk penyandang Buta
tetap mengacu pada kebijakan Direktorat Pendidikan Masyarakat Aksara yang terdiri dari 15 Desa dan 15 Kelurahan dengan jumlah
Dirjen PNFI Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2011 dengan penyandang buta aksara sebanyak 1.223 penduduk. Oleh karena
menggunakan metode ini sangat baik. Sehingga kedepan itu, Unit Pelaksana Teknis Daerah Dinas Pendidikan Kecamatan
pelaksanaanya di harapkan membuahkan hasil yang lebih Praya sebagai salah satu wadah pemberdayaan masyarakat

ISBN: 978-602-74245-0-0 173


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dipandang perlu di adakan program Pemberantasan Buta Aksara, METODE PENELITIAN
karena lebih dari 50% Kelurahan Dikecamatan Praya yang Penelitian ini merupakan penelitian dengan mengevaluaai
penduduknya masih menyandang Buta Aksara tentang evektifitas program kerja TP. PKK Kecamatan Praya dalam
Maka berdasarkan pemikiran dan penjelasan mensukseskan gerakan absano.
permasalahan di atas, peneliti berminat untuk meneliti lebih lanjut Tujuan di adakannya evaluasi ini adalah untuk mengetahui
tentang pelaksanaan pendidikan keaksaraan fungsional yang sejauh mana tingkat keberhasilan dan evektifnya program yang
bertujuan untuk memberantas buta aksara nol melalui program telah dilaksanakan dalam menujang ABSANO di Kecamatan
PKK (pemberdayaan kesejahteraan keluarga). Sehingga, judul Praya. Peneliti dalam mencari informasi yang akurat tentang
penelitian yang peneliti angkat di sini adalah ”Efektivitas program program PKK dalam mensukseskan gerakan (absano) tentunya
PKK (pemberdayaan kesejahteraan keluarga) kecamatan Praya melalui pendekatan yang kooperatif sehingga dapat di ketahui
dalam mensukseskan gerakan ABSANO (angka buta aksara nol) ketercapaian tujuan dan efektivitas dari setiap komponen program.
Tahun 2012-2013” Model evaluasi yang di gunakan adalah model Cipp (contexs-Input-
process-produck) Dari Tufflebeam. Skema evaluasi dengan model
ini adalah seperti gambar berikut:

conteks Input process produk

Gambar 1: skema model CIPP. Daniel stufflebeam dalam purwanto, 1999:19-20)

Peneliti melakukan sedikit modifikasi terhadap model di atas dengan hanya mengevaluasi pada 4 elemen, contexs, input, process,
product seperti yang di tunjukan pada gambar di bawah ini:

TAHAPAN PENCAPAIAN VISI PROGRAM ABSANO

Evaluasi
Input Proses Output
program

Orientasi Percepatan Terwujudnya


konsolidasi pencapaian bebas buta
program aksara

Proses pengumpulan data didasarkan pada prinsif yang efektif, dan tidak efektif. Untuk menentukan katagori tersebut di
dianjurkan oleh naturalistic approach pada situasi dan kondisi gunakan perhitungan sebagai berikut : prosentase pencapaian
setting penelitian, kejadian yang dialami oleh obyek penelitian dan (PP) sama dengan jumlah kesiapan yang di peroleh (JK) di bagi
subyek penelitian (individu atau kelompok) atas dasar latar dengan jumlah kesiapan ideal, yaitu jumlah kesiapan yang sudah
belakang baik history dan hubungan personal atau hubungan yang dirumuskan (JKI) di kali 100% (Wexley dan Latham, 1991:120).
terjalin antar kelompok. Teknik pengumpulan data yang di gunakan Kriteria dan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
dalam penelitian ini meliputi angket, dan dokumentasi. Table 1. Kriteria penilaian efektifitas input pengelolaan program
Untuk mengetahui apakah pengelolaan program PKK TP.PKK dalam gerakan (absano)
dalam mensukseskan gerakan absano itu efektif atau tidak perlu di
Nilai Katagori
buat criteria efektivitasnya. Criteria tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kriteria Input 81-100 Sangat efektif
Penilaian terhadap komponen input di tunjukan untuk 61-80 Efektif
menilai kelengkapan fasilitas program Absano, tenaga pelaksana, 41-60 Cukup efektif
sarana dan prasarana, dan pengelola. Persiapan dari TP.PKK di 21-40 Kurang efektif
nilai dari kesiapan dalam mengikuti kegiatan yang telah di ˂20 Tidak efektif
jadwalkan di TP.PKK, kesiapan dalam tenaga pelaksana di nilai (Wexley Dan Latham, 1991:120)
dari kesiapan melaksanakan proses kegiatan, sedangkan
persiapan pengelola di nilai dari kelengkapan fasilitas yang
menunjang kelancaran proses kegiatan. b. Kriteria proses
Data yang di peroleh melalui angket di katagorikan Dalam mengevaluasi perlu dipilah antara proses
menjadi 5 katagori yaitu sangat efektif, efektif, cukup efektif, kurang pelaksanaan program sehingga data yang diperoleh dapat dicros
ISBN: 978-602-74245-0-0 174
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
cek dengan criteria yang dibutuhkan. Pada evaluasi proses di d. Evaluasi Pelaksanaan
tujukan untuk menilai proses program kerja TP.PKK pada satu Program Pemberantasan Buta AksaraEvaluasi suatu
priode dan pencapaian target dapat terpenuhi. Pelayanan program program ditujukan untuk mengukur efek suatu program dalam
TP.PKK berdasarkan dari pengamatan terhadap program mencapaitujuan yang telah ditetapkan, sebagai pertimbangan
ABSANO dapat berjalan sesuai dengan tujuan program. Peneliti untuk pembuatan keputusan lebih lanjutmengenai program itu dan
dalam analisa data melalui proses pengorganisasi dan peningkatan program di masa yang akan datang agar lebih
mengurutkan data dalam pola, katagori dan satuan uraian dasar baik.Untuk mengukur atau menilai apakah suatu program yang
sehingga ditemukan tema dan rumusan hipotesa kerja (Moleong, dilaksanakan dapat mencapaitujuan yang telah ditetapkan atau
2005: 287) tidak, maka harus dilihat dulu pelaksanaannya. Sedangkan
Analisis data yang digunakan adalah analisis data model untukmengetahui keberhasilan dari pelaksanaan tersebut, maka
interaktif.Hal ini dilakukan karena penelitian ini menggunakan salah satunya dapat diukur atau dinilaidengan menggunakan
pendekatan Diskriptif kwantitatif.Dari penyajian data dalam bentuk model evaluasi CIPP (Contex, Input, Process, and Product) dengan
prosentase selanjutnya didiskripsikan dan diambil kesimpulan empatsasaran penilaian, yaitu: konteks, masukan, proses,
tentang masing-masing indikator keberhasilan berdasarkan produk.Penulis menggunakan model evaluasi CIPP (Contex, Input,
criteria. Process, and Product) ini untukmengevaluasi program
Pemberantasan Buta Aksara. Berikut ini hal - halyang akan peneliti
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN evaluasi:
Pelaksanaan Program Pemberantasan Buta Aksara 1) Evaluasi Konteks (Contex)
Dalam rangka pelaksanaan program Pemberantasan Buta Evaluasi konteks merupakan penilaian yang mengarah
Aksara ini, perlu dilakukanbeberapa langkah agar dicapai pada konteks kebutuhan yangterkait dengan lingkungan.Evaluasi
pelaksanaan yang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh ini menggambarkan hal - halyang perlu dipertimbangkandalam
penyelenggara. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: perencanaan program, yang menyangkut tujuan dan sasaran
1. Langkah Persiapan pelaksanaan program.
Langkah persiapan dalam program Pemberantasan Buta 2) Evaluasi Masukan (Input)
Aksara meliputi hal-hal sebagai beriku: Evaluasi masukan (Input) ini mengarah pada masukan-
a. Sosialisasi masukanyang akan diproses dalam rangka pencapaian tujuan
Sosialisasi program Pemberantasan Buta Aksara yang program. Evaluasi ini juga menentukan bagaimana penggunaan
dilakukan oleh Pemilik Pendidikan Non Formal dan Informal di Unit sumber-sumber yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan
Pelaksana Teknis Daerah Dinas Kecamatan Praya ini program.
dilaksanakan pada bulan April 2009. Pemilik Pendidikan Non 3) Evaluasi Proses (Process)
Formal danInformal mensosialisasikan tentang program Evaluasi proses merupakan evaluasi yang mengarah pada
Pemberantasan Buta Aksara pada perangkat desa dan tokoh bagaimana proses pelaksanaanprogram.
masyarakat setempat untuk dipublikasikan kepada 4) Evaluasi Produk (Product)
masyarakatnya. Namun terdapat hambatan dalam proses Evaluasi produk mengukur dan menginterpretasi
sosialisasi yaitu sulitnya meyakinkan masyarakat untukmengikuti pencapaian program selamapelaksanaan program dan pada akhir
program ini, karena memang masyarakat merasa tidak program sehingga kemudian dapat diketahui dampak
membutuhkannya. Selain itu, sosialisasi juga untuk menentukan daripelaksanaan suatu program.Dalam evaluasi produk ini, hal
pihak siapa yang bisa menjadi penyelenggara dan tutor. yang dinilai adalah mengenaidampak dari pelaksanaan program
Penyelenggara adalah orang atau lembaga yang Pemberantasan Buta Aksara dalam rangka meningkatankualitas
menyelenggarakan program Pemberantasan Buta Aksara, sumber daya manusia dan masyarakat agar mampu berperan
sedangkan tutor adalah guru atau orang yang mengajar secara aktif dalampembangunan dan mampu meningkatkan
padaproses pembelajaran program Pemberantasan Buta Aksara. efisiensi dan produktivitas bagi peningkatankesejahteraan
b. Langkah Pelaksanaan hidupnya.
Proses pembelajaran program Pemberantasan Buta Unit Pelaksana Teknis Daerah Dinas Pendidikan
Aksara dapat dilaksanakan setelah adanya akan kerja sama antara Kecamatan Praya sebagaiperpanjangan tangan dari Dinas
penyelenggara program Pemberantasan Buta Aksara Pendidikan Kabupaten Lombok Tengah berupaya untuk
denganDinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB. menggalakkanprogram Pemberantasan Buta Aksara di seluruh
c. Langkah Monitoring dan Evaluasi Kecamatan Praya. Sebelum dilaksanakanprogram ini maka
Pemantauan dan evaluasi reguler dilakukan untuk dilakukan sosialisasi dan pendataan terlebih dahulu untuk
mengetahui perkembangan kelompokbelajar dan masalah yang mengetahui tingkatbuta huruf masyarakatnya yang kemudian
dihadapi dalam proses pembelajaran. Dengan pemantauan regular sebagai acuan untuk menentukan daerah mana yangharus segera
maka kegiatan pembelajaran dapat terkendali.Monitoring dan dilaksanakan program Pemberantasan Buta Aksara. Berikut ini
evaluasi merupakan upaya pengendalian dan pembinaan yang hasil pendataan padaTahun 2012/2013.
terus menerus sejak tahap persiapan, pelaksanaan, dan tindak
lanjut.

ISBN: 978-602-74245-0-0 175


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 2. Rekap jumlah penduduk buta aksara berdasarkan jenis kelamin Kecamatan Praya Tahun 2012/2013
NO. DESA/KELURAHAN L P JUMLAH
1 Kel. Panjisari 77 32 109
2 Kel. Leneng 32 54 86
3 Kel. Renteng 23 63 86
4 Kel. Praya 69 41 99
5 Kel.prapen 21 29 50
6 Kel.tiwugalih 59 45 104
7 Kel. Semayan 67 34 101
8 Kel.Bunut baok 37 84 121
9 Kel. Gerunug 20 19 39
10 Kel. Gonjak 69 14 83
11 Jago 14 85 99
12 Aiq mual 30 76 106
13 Mertak tombok 14 10 24
14 Montong terep 38 18 56
15 Mekar damai 40 20 60
Jumlah 1223
Sumber :BPS(badan pusat statistik) Kecamatan praya

Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat buta sebagai salah satu wadah pemberdayaanmasyarakat di tingkat
aksara di Kecamatan Praya cukup tinggi.Dari Kecamatan Praya kecamatan perlu menggalakkan program Pemberantasan Buta
yang terdiri dari 15 Desa, dan terdapat 15 Kelurahanyang dengan Aksara, karenalebih dari 50% Kelurahan di Kecamatan Praya
jumlah 1223 penduduk penyandang buta aksara. Oleh karena itu terdapat penduduk yang masih menyandangbuta aksara.
Unit Pelaksana TeknisDaerah Dinas Pendidikan Kecamatan Praya
Tabel 3. Perhitungan angket program ABSANO dikecamatan Praya Tahun 2013/2014.
Butir angket
No. Nama Responden Efektivitas program absano Komponen program absano Skor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 Nurhidayah 2 3 3 2 3 3 3 3 4 4 4 3 4 4 45
2 I Aminah 3 2 3 3 2 2 2 3 4 4 2 4 4 4 42
3 I Zakiah 3 2 3 3 3 3 3 3 4 2 4 4 4 4 45
4 Ermayanti 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 48
5 Bq husna 2 2 3 2 3 2 3 3 4 3 3 4 4 3 41
6 I maimunah 3 3 3 3 3 2 3 3 4 4 4 2 4 4 45
7 Nurhayati 3 2 3 3 3 2 3 3 4 4 3 3 4 3 43
8 Salmah 3 2 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 43
9 Parida 3 2 1 3 3 1 2 3 4 4 3 4 4 4 41
10 Roudatul janah 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 48
11 Muni’ah 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 48
12 risnawati 3 3 2 2 3 2 3 3 4 3 4 4 4 4 44
13 Ayuni apriani 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 48
14 Istti trianingsih 3 2 3 3 2 3 3 3 4 4 3 3 4 4 44
15 Rina apriana 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 48
16 Pazira rizka 3 3 3 2 2 3 3 3 4 4 4 4 3 3 44
17 Hj jumaiyah 2 3 2 3 3 3 3 3 4 3 2 3 4 4 42
18 Bq wiwit 3 3 2 3 2 3 3 3 4 4 4 2 4 4 44
19 Linda cahyani 3 3 2 2 3 3 2 3 4 4 3 3 4 4 43
20 Hj aminah 3 3 3 3 3 2 2 2 4 4 4 4 4 4 45
Jumlah skor 891
Nilai rata - rata 44.55

ISBN: 978-602-74245-0-0 176


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

Butir angket
No. Nama Responden Efektivitas program absano Komponen program absano Skor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kategori Cukuf Efektif

Berdasarkan tabel 3 di atas, diperoleh skor terendah dari DAFTAR PUSTAKA


hasil angket efektivitas program absano dan komponen program Herlina. 2005. Efektivitas diklat kelompok kerja madrasah (KKM)
absano kecamatan praya adalah 41 dan yang tertinggi = 48. kepala madrasah Tsanawiyah di Kota Mataram. Tesis
Adapun nilai rata – rata perhitungan angket adalah sebagai UNY. Yogyakarta.
berikut: Iswandi. 2012. Implementasi Kebijakan Pembangunan Ntb
∑𝑋 Bersaing Dalam Peningkatan Indeks Pembangunan
𝑀𝐼 = Manusia(IPM).Mataram. Universitas Terbuka UPBJJ
𝑁
891 Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2003:284)
= Moleong, Lexy. J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta :
20
= 44,55 PT. Remaja Rosdakarya
Berdasarkan hasil angket efektivitas program absano dan Purwanto.1999. Evaluasi Program Diklat.jakarta: STIA-
komponen program absano kecamatan praya diatas diperoleh nilai LAN.
rata – rata adalah 44,55 dan tergolong kriteria cukup efektif yaitu Rasyid, harun. 1999. Gema pembangunan NTB
interval antara 41 – 60. Sehans.Data dan jenis data
penelitian.http://csuryana.Wordpress.com/20/03/25/data
SIMPULAN dan jenis data penelitian/. (online). Diakses tanggal 22
Berdasarkan hasil penenlitian dan analisi data diatas, maka februari 2014 pukul 10.46.
dapat ditarik kesimpulan bahwa: Program PKK kecamatan Soedaryanto. 2011. Panduan penyelenggaraan
prayacukup efektif dalam mensukseskan gerakan ABSANO, hal ini keaksaraan dasar
dapat dilihat dari hasil análisis diperoleh nilai rata – rata 44,55. Sugiyono. 2013. Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R
& D. Bandung:Alfabet
SARAN Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alpabeta.
1. Implementasi kebijakan Gerakan 3A (Akino, Adono, Absano) Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif R dan D.
kedepan masih masih harus dilanjutkan untuk percepatan Bandung : alpabeta.
peningkatan melek aksara se-KecamatanPraya. Suharsimi, A. 2010.Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik,
2. Untuk membangun masyarakat yang maju Program ABSANO Jakarta :rineka cipta
perlu lebih ditingkatkan, sehingga angka buta aksara menuju Susiyati. 2005. Hasil rakernas VI PKK.
nol sudah tidak ada lagi khususnya. Tim Ikip mataram. 2011. Pedoman pembimbingan dan Penulisan
Karya Ilmiah. IKIP Mataram
Wexley dan Latham. 1991. Developing and Training Human
Resources in Organizations.Penerbit: Harper Collins.

ISBN: 978-602-74245-0-0 177


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGERTIAN, MAKNA, DAN PERKEMBANGAN ILMU POLITIK
Ibnu Khaldun
Dosen STKIP Taman Siswa Bima
e-mail:-

Abstrak: Istilah “politik” (politics) sering dikaitan dengan bermacam-macam kegiatan dalam sistem politik ataupun negara yang
menyangkut proses penentuan tujuan maupun dalam melaksanakan tujuan tersebut. Di samping itu juga menyangkut pengambilan
keputusan (decision making) tentang apakah yang menjadi tujuan sistem politik yang menyangkut seleksi antara beberapa alternatif serta
penyusunan untuk membuat skala prioritas dalam menentukan tujuan-tujuan itu. Sub-bidang utama dari penyelidikan ilmu politik meliputi:
(1) pemikiran politik; (2) teori politik; (3) sejarah politik; (4) analisis politik perbandingan; (5) administrasi publik; (6) kebijakan publik; (7)
sosiologi politik; (8) hubungan internasional; (9) teori-teori kenegaraan. Ilmu politik berkembang secara pesat berdampingan dengan
cabang-cabang ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, anthropologi dan psikologi, dan dalam perkembangan ini mereka saling
berdampingan.

Kata Kunci: ilmu politik

PENDAHULUAN warga negaranya serta dengan negara-negara lain). Sedangkan J.


Secara etimologis, politik berasal dari kata polis (bahasa Yunani) Barents (1965: 23) mengemukakan: De wetenschap der politiek is
yang artinya negara kota. Kemudian diturunkan kata lain seperti de wetenschap die het leven van de staat bestudeert… een
polities (warga negara), politikos (kewarganegaraan atau civics) dan maatschappelijk leven… waarvan de staat een onderdeel vormnt.
politike tehne (kemahiran politik) dan politike episteme (ilmu politik). Aan het onderzoek van die staten, zoals ze werken, is de
Secara terminologi, politik (politics) dapat diartikan sebagai: Menurut wetenschap der politiek gewijd” (Ilmu politik adalah ilmu tentang
Laswell: “politics as who gets what, when and how”. Miriam kehidupan negara… yang merupakan bagian dari kehidupan
Budiardjo: “politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu masyarakat; ilmu politik mempelajari negara-negara itu melakukan
sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan- tugas-tugasnya).
tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Ramlan Berbeda dengan kelompok pendekatan kekuasaan (power
Surbakti: “politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat approach), seperti Harold Laswel, W.A. Robson, maupun Deliar
dalam rangka pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang Noer. Laswel (1950: 240) mengemukakan: mendefinisikan ilmu
mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam politik sebagai disiplin empiris pengkajian tentang pembentukan
suatu wilayah tertentu. dan pembagian kekuasaan, serta “tindakan politik seperti yang
ditampilkan seseorang dalam perspektif-perspktif kekuasaan”.
PEMBAHASAN Kemudian Robson (1954; 24) mengemukakan: “Political science is
Pengertian dan Makna Ilmu Politik concerned with the study of power in society… its nature, basis,
Istilah “politik” (politics) sering dikaitan dengan bermacam- processes, scope and results. The focus of interest of the political
macam kegiatan dalam sistem politik ataupun negara yang scientist… centers on the struggle to gain or retain power, to
menyangkut proses penentuan tujuan maupun dalam exercise power or influence over others, or to resist that exercise.”
melaksanakan tujuan tersebut. Di samping itu juga menyangkut (Ilmu politik adalah ilmu yang memfokuskan dalam masyarakat, …
pengambilan keputusan (decision making) tentang apakah yang yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-
menjadi tujuan sistem politik yang menyangkut seleksi antara hasilnya. Fokus perhatian seorang sarjana ilmu politik … tertuju
beberapa alternatif serta penyusunan untuk membuat skala pada perjuangan untuk mencapai atau mempertahankan
prioritas dalam menentukan tujuan-tujuan itu. Namun menurut kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau pengaruh atas orang
Brendan O’Leary (2000; 788) ilmu politik merupakan disiplin lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu).
akademis, dikhususkan pada penggambaran, penjelasan, analisis Kemudian seoang ahli ilmu politik dalam negeri kita Deliar
dan penilaian yang sistematis mengenai politik dan kekuasaan. Noer mengemukakan: “Ilmu politik memusatkan perhatiannya pada
Selanjutnya dia mengemukakan mungkin lebih tepat diberi label masalah-masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau
“politikologi”, sebagaimana sesungguhnya hal ini terjadi di negara- masyarakat (Noer, 1965: 56). Berbeda dengan mereka kelompok
negara Eropa, selain dikarenakan para praktisinya menolak yang menggunakan pendekatan Pengambilankeputusan (decision
gagasan bahwa disiplin mereka adalah seperti disiplin ilmu-ilmu making approach) seperti Joyce Mitchell maupun Karl W. Deutsch.
alam dan juga karena disiplin itu tidak mempunyai satu bangunan Mitchell (1969: 4-5) mengemukakan: “Politics is collective
teori atau paradigma yang padu. Tentu saja banyak teoretisi decisionmaking or the making f public policies for an entire society”
lainnya yang menentang pendapat tersebut. (Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan
Untuk memahami lebih jauh apa itu arti “ilmu politik” kebijakan publik untuk suatu keseluruhan masyarakat). Kemudian
sebetulnya sangat tergantung pada dari dimensi apa ia melihatnya. Deutsch (1970: 5) mengatakan: “Politics is the making of decision
Bagi kaum institusionalis atau institutional approach seperti Roger by publics means” (Politik adalah pembuatan keputusan oleh alat-
F. Soltau (1961: 4), mengatakan; “Political science is the study of alat publik).
the state, its aims and purposes… the institutions by which these Selanjutnya pengertian “ilmu politik” akan berbeda pula
are going to be realized, its relations with is individual members, menurut kelompok yang menggunakan pendekatan (public
and other states” (Ilmu politik adalah kajaian tentang negara, policy/belied approach), seperti Hogerwerf maupun David Easton.
tujuan-tujuan negara, dan lembaga-lembaga yang akan Hogerwerf (1972: 38-39) mengemukakan; Objek dari ilmu politik
melaksanakan tujuan-tujuan itu; hubungan antara negara dengan adalah kebijasanaan pemerintah, proses terbentuknya, serta

ISBN: 978-602-74245-0-0 178


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
akibat-akibatnya. Pengertian kebijaksanaan di sini adalah melainkan merupakan teks yang ditujukan kepada orang-orang
membangun secara terarah melalui penggunaan kekuasaan. yang sezaman dengan penulisnya, dan para penulis tersebut
Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Easton (1971: terlibat dalam argumen-argumen politik tertentu yang relevan
128) yang menyatakan bahwa ilmu politik “… study of the making dengan jaman mereka sendiri (Skinner: 1985; 4-20).
of public policy” (studi tentang terbentuknya kebijaksanaan umum). Bagi mereka tugas pemikiran politik adalah untuk
Penjelasan yang berbeda juga datang dari kelompok ahli menemukan makna dan konteks yang asli dari wacana klasik,
ilmu politik yang menggunakan “pendekatan pembagian” seringkali dengan cara memfokuskan pada para penulis yang
(distribution approach) yang dikemukakan Harold Laswel maupun terlupakan dan dimarjinalkan. Pendekatan kontektual dan histories
David Easton. Laswel mengemukakan bahwa “Politik adalah dikritik karena memberikan diskontinuitas radikal dalam makna dan
masalah siapa mendapat apa; kapan dan bagaimana?” (Laswel, akses abilitas teks, dan karena menyiratkan bahwa kita harus
1972: 128). Sedangkan menurut Easton, “Sistem politik adalah melakukan hal yang mustahil menjadi orang –orang sezaman
keseluruhan dari interaksi-interaksi yang mengatur pembagian dengan para pengarang dari teks besar itu guna memahami
nilai-nilai secara autoritatif (berdasarkan wewenang) untuk dan semuanya. Terlebih lagi pendekatan ini menjadi korban oleh
atas nama masyarakat (1965). Sedangkan menurut Robert Dhal perbuatan sendiri: para kritikus bertanya: “Kontroversi politik
(1994: 4) bahwa ilmu politik tentang hubungan manusia yang kontemporer apa yang sedang disampaikan oleh para ahli sejarah
kokoh, dan melibatkan secara cukup mencolok, kendali, pengaruh, ketika mereka menawarkan bacaan-bacaan teks yang otoritatif?”
kekuasaan dan kewenangan. 2. Teori Politik: Teori politik merupakan “enterprise” dan
Ruang lingkup disiplin ilmu politik kontemporer sangat jika ditelusuri akar-akarnya mempunyai silsilah yang panjang serta
luas. Menurut O’leary (2000: 794) sub-bidang utama dari istimewa (Miler, 2000:796). Ketika para pendahulu berhenti
penyelidikan ilmu politik meliputi: (1) pemikiran politik; (2) teori memandang institusi-institusi sosial dan politik mereka hanya
politik; (3) sejarah politik; (4) analisis politik perbandingan; (5) karena dikeramatkan oleh tradisi, dan mulai bertanya mengapa
administrasi publik; (6) kebijakan publik; (7) sosiologi politik; (8) mereka mengambil bentuk yang mereka lakukan, dan apakah
hubungan internasional; (9) teori-teori kenegaraan. mereka mungkin diperbaiki atau tidak, teori politik lahir. Hal-hal apa
1. Pemikiran Politik: Sub-bidang ini merupakan akumulasi saja yang seharusnya dibolehkan oleh hukum dan apa-apa saja
bangunan teks dan tulisan para filsuf besar yang membingkai yang dilarang? Siapa yang seharusnya mengatur, dan seberapa
pendidikan intelektual banyakmahasiswa ilmu politik. Di antaranya jauh seharusnya yang diatur menerima kewajiban untuk mentaati?
karya-karya besar para pemikir sejak zaman Plato dan Aristoteles, Apa itu keadilan, di antara individu-individu dan masyarakat?
zaman pertengahan dan awal modern karya-karya Aquinas, Demikian pertanyaan-pertanyaan itu bermunculan dan tak
Agustine, Hobbes, Locke, Rousseau, dan Montesquieu, serta terelakan manakala orang mulai merefleksikan secara kritis praktik-
akhirnya buku-buku para penulis moden seperti Kant, Hegel, Marx, praktik dan institusi-institusi mereka. Di sinilah teori politik mencoba
Tocqueville dan John Stuart Mill (O’Leary, 2000: 788). Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara sistematis
perkembangannya, norma tersebut banyak dikritik berulang kali (Miller, 2000: 796).
karena dianggap bersifat “etnosentrisme”, mengingat mengabaikan Sebagian teori telah memulai dengan konsepsi tentang
tradisi filsafat non-Barat yang sudah berkiprah sebelum dan sifat manusia, dan mempertanyakan pengaturan politik serta sosial
bersamaan dengan peradaban Barat serta bersifat patriarchal apa yang akan mengisi dengan baik kebutuhan-kebutuhan dan
(Okin,1980; Pateman; 1988). Oleh karena itu kelompok yang kepentingan-kepentingan umat manusia. Sebagian lain
menolak norma tersebut berangkat dari suatu asumsi bahwa suatu menafsirkan institusi-institusi yang ada sebagai bagian dari pola
sain yang matang seharusnya melampaui asal-usulnya, dan keseluruhan sejarah perkembangan, baik sebagai titik puncak dari
karenanya bahwa kajian pemikiran politik harus diserahkan kepada perkembangan pranata, atau sebagai tahapan persinggahan yang
para ahli sejarah. dipersiapkan untuk digantikan oleh sesuatu yang lain. Sedangkan
Memang para penafsir pemikiran politik selalu punya sebagian lagi memulai dengan mempertanyakan apa jenis
alasan yang berbeda dalam hal memberikan perhatian yang rinci pengetahuan yang mungkin dalam masalah-masalah politik, serrta
terhadap teks-teks klasik. Sebagian berpendapat bahwa ilmu-ilmu melanjutkan pada masalah-masalah mempertahankan pengaturan
klasik menyimpan kebenaran yang permanen kendati mereka institusi yang memberikan kekuasaan kepada rakyat sesuai
bereda pendapat dengan penulis-penulis tertentu. Dan inilah tugas dengan proporsi kapasitas untuk menggunakannya demi kebaikan
pendidik untuk meneruskan kebenaran-kebenaran ini kepada masyarakat.
generasi selanjutnya. Kelompok ini contohnya Leo Strauss yang Teori politik tersebut pada abad ke-20 mengalami
bersikukuh bahwa ilmu-ilmu klasik mengandung kebenaran- perkembangan yang pesat terutama setelah terpengaruh oleh
kebenaran abadi tetapi bahwa semua itu hanya bisa diakses oleh pemikiran positivisme. Sedangkan teori politik sebelumnya seperti
kalangan elite yang berperadaban (O’Leary, 2000: 289). Namun Plato, Aristoteles, hingga Marx dan Mill berusaha menggabungkan
sebaliknya para ahli sejarah pemikiran politik walaupun dalam keseluruhan terhadap dunia sosial dan politik. Dominasi
sependapat bahwa ilmu klasik menyampaikan persoalan- positivisme tersebut terletak adalah klaim bahwa tidak mungkin
persoalan yang tidak mengenal zaman, akan tetapi norma itu lebih ada hubungan yang logis antara proposisi empiris yang
penting untuk pertanyaan- pertanyaan yang dimunculkannya menjelaskan dunia sebagaimana adanya dan proposisi normative
daripada untuk menemukan jawaban-jawaban yang diberikannya. yang mengatakan bagaimana seharusnya kita bertindak.
Sebagai contoh; “akankah manusia-manusia rasional mengenai Penerimaan terhadap klaim ini menyiratkan bahwa teori politik
sifat negara sependapat untuk mendirikan suatu negara, dan sebagaimana dipahami secara tradisional bertmpu pada
apabila setuju, lalu tipe yang bagaimana?” Pertanyaan tersebut kesalahan.Kesalahan tersebut adalah menggabungkan sekaligus
akan membantu memperjelas konsepsi sifat manusia yang memberi penjelasan hubungan sosial dan politik dengan
diasumsikan dalam pemikiran politik serta serta sifat kewajiban rekomendasi mengenai bagaimana hubungan-hubungan itu
politik, legitimasi politik dan negara. Bahkan menurut Quentin seharusnya dikaukan untuk mendatang.
Skinner, bahwa ilmu klasik sebenarnya bukan tidak kenal zaman, Terdapat tiga bentuk “penteorian” dalam ilmu politik yakni;
ISBN: 978-602-74245-0-0 179
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
teori politik empiris, teori politik formal, dan teori politik normatif. Banyak para ahli politik kontemporer yang menghabiskan
Teori politik empiris; bisanya digunakan untuk mengacu kepada waktunya untuk memonitor, mengevaluasi, dan menghipotesiskan
bagian-bagian teoritis ilmu politik. Para ahli ilmu politik tertarik tentang asal-usul, perkembangan dan konsekuensi-konsekuensi
dalam menjelaskan peristiwa-peristiwa politik tertentu, sekaligus lembaga-lemabag politik, seperti aturan-pluralitas sistem pemilihan
tertarik pada dalam mengembangkan teori-teori yang lebih luas atau organisasi-organisasi pemerintahan yang semu. Namun
dalam satu paying politik. Kedua; teori politik formal. Merupakan sebagian lagi mereka kurang toleran dan mengklaim bahwa
teori politik yang kadang-kadang dirasakan tumpang-tindih dengan mereka terlibat dalam deskripsi-deskripsi tebal hanya karena
“teori-teori sosial” maupun “teori-teori pilihan publik” (Miller, 2002: mereka memang ilmuwan politik yang handal, bukan yang
787). Istilah ini meminjam dari ilmu ekonomi gagasan tentang kebanyakan ada.Dalam al ini, kritikus-kritikus seperti itu merasa
pelaku-pelaku rasional yang berusaha mencapai tujuan-tujuannya, skeptis terhadap kegiatan-kegiatan kolega mereka yang
yang kemudian mencoba mengembangkan model system politik merupakan sekedar spesialis-spesialis wilayah atau administrasi
dan seolah-olah mereka tersusun dari pelaku-pelaku dalam publik pada suatu negara, walaupun mereka mungkin memberikan
berbagai peran politik (politisi, birokrat, pemilih, dan lain-lain). data penting untuk ilmu politik, tetapi mereka sendiri bukanlah
Salah satu hasil yang sangat terkenal mengenai investigasi ini praktisi yang ilmiah (O’Leary, 2000: 790).
adalah teori Arrow (1963). Menurut teori tersebut tidak ada aturan 4. Sejarah politik: Banyak para ilmuwan politik yang
keputusan secara simultan bisa memenuhi sejumlah kondisi menjelaskan tentang sejarah politik walaupun sering bias terhadap
yang sanga masuk akal. Pada bagian lain pahli teori lagi-lagi sejarah kontemporer. Pada umumnya mereka percaya bahwa
mengasumsikan satu populasi dengan preferensi politik tertentu, tugas ilmuwan politik menawarkan penjelasan- penjelasan
dan melihat bagaimana partai-partai politik berprilaku dalam retrodiktif bukannya prediksi-prediksi yang kritis dan sangat
system pemilihan yang demokratis dengan asumsi bahwa setiap deskriptif. Mereka yakin bahwa kebenaran terletak pada arsip-
tujuan partai adalah memenagkan pemilihan dan masing-masing arsip pemerintah. (O’Leary, 2000: 790). Selain itu secara garis
tujuan pemilih adalah untuk mengamankan kebijakan yang sesuai besar, politik cenderung terbagi dua kubu: Pertama; hight politics
mungkin dengan preferensinya sendiri. Penerangan ini pada (politik tinggi), yaitu yang mempelajari perilaku politik para pembuat
mulanya dikembangkan oleh Antony Down (1957) dan sejak itu keputusan elit; mereka percaya bahwa kepribadian dan mekanisasi
telah dielaborasi secara meluas. para elit politik adalah kunci pembuat sejarah. Mereka juga percaya
Ketiga, teori politik normatif. Merupakan teori politik yang bahwa perluasan kekuasaan dan kepentingan diri dapat
tetap paling dekat dengan enterprise tradisional, sejauh ia menjelaskan perilaku sebagian besar kaum elit. Kedua, low politics
berkenaan dengan justifikasi institusi dan kebijakan politik (Miller, (politik bawah), atau politik dari bawah. Mereka percaya bahwa
2000: 797). Tujuannya adalah meletakkan prinsip-prinsip otoritas, perilaku politik massa memberikan kunci untuk menjelaskan
kebebasan, keadilan dan lain-lain, kemudian menghususkan pada episode- episode politik utama seperti halnya beberapa revolusi
tatanan sosial macam apa yang paling memadai untuk memenuhi yang terjadi. Selain itu bagi mereka kharisma, plot, maupun blunder
prinsip-prinsip tersebut. Selain itu, tugas teori politik menurut para pemimpin kurang begitu penting dibanding dengan perubahan
pandangan ini adalah dua. Pertama ia tercapai sebagian karena nilai-nilai kepentingan dan tindakan kolektivitas (O’Leary, 2000:
menjelaskan prinsip-prinsip dasar itu sendiri. Tugas ahli teori 790).
tersebut menurut pandangan ini adalah menjelajah apa makna 5. Politik Perbandingan; merupakan asumsi dari para
gagasan kebebasan dan kemudian menerapkannya pada ilmuwan politik bahwa fokus perbandingan memberikan satu-
masalah-masalah praktis. satunya cara untuk menjadi ilmu sosial murni. Sebab bagi ilmuwan
Kedua; spektrum itu berdiri di mana mereka memihak politik dalam pandangannya bahwa ilmu politik berkaitan dengan
kepada beberapa bentuk fondasionalisme, di mana pandangan upaya membangun hukum-hukum universal atau generalisasi-
tersebut adalah mungkin untuk menemukan landasan tujuan dalam generalisasi yang bisa memberikan penjelasan-penjelasan
mendukung prinsip-prinsip politik dasar. Kelompok yang menonjol fenomena politik yang tepat dan teruji. Lembaga-lembaga politik
di sini adalah berbagai versi teori politik “kontraktarian”. Kelompok perbandingan telah berkembang menjadi suatu disiplin yang
ini berpendapat bahwa ada seperangkat prinsip politik dasar yang meliputi; konstitusi, eksekutif, legislatif, dan yudikatif ⎯ baik di
semua orang rasional akan sependapat terhadap kondisi tertentu dalam dan luar negeri ⎯ untuk kemudian dijelaskan perbedaan-
yang sesuai. Contoh politik demikian adalah “teori keadilan” John perbedaan dalam cara di mana persoalan-persoalan politik
Rawls (1971) yang memahami keadilan sebagai prinsip individu- diproses dan diatasi. Sebenarnya analisis perbandingan politik
individu yang rasional akan menyepakatinya. Contoh serupa juga tersebut berkembang sebagai bagian dari gerakan behaviorisme
klaim Jurgen Hubermas (1971) bahwa norma-norma yang akan ilmu sosial yang mengkritik sifat formalistik dan legalistik dari
disetujui dalam “situasi pembicaraan yang ideal” di mana ilmu politik yang institusional (kelembagaan) tahun 1950-an dan
penindasan dan dominasi tidak ada, serta partisipan 1960-an. Sebab analisis-analisis konstitusional, legal dan formal
mempengaruhi atau membujuk satu sama lain secara argumentatif seringkali mempunyai sedikit dukungan empiris yang substansial.
(Miller, 2000: 798). Ia mencoba mnguji dan menghitung proposisi tentang perilaku
3. Lembaga-lembaga politik, yang merupakan kajian massa dan politik elite. Dengan perubahan pendekatan
terhadap lembaga- lembaga politik khususnya peranan konstitusi, behavioristik disertai dengan penelitian kuantitatif yang tepat
eksekutif, birokrasi, yudikatif, partai politik dan sistem pemilihan, tentang sistem pemilihan dan perilaku pemilihan, keberfungsian
yang mula-mula mendorong pembentukan formal jurusan-jurusan partai-partai politik dan sistem partai, serta pembuatan kebijakan
ilmu politik di banyak niversitas pada akhir abad ke-19 (Miller, umum dapat dikaji secara tepat.
2003: 790). Sebagian besar mereka tertarik pada penelusuran 6. Ekonomi politik; sub-bidang ini bertolak dari suatu
asal-usul dan perkembangan lembaga-lembaga politik dan pemikiran bahwa teori-teori perilaku politik sebagaimana teori-teori
memberikan deskripsi-deskripsi fenomenologis; memetakan perilaku ekonomi, harus bermula dari premis sederhana tentang
konsekuensi-konsekuensi formal dan prosedural dari institusi- manusia yang suka membangun prediksi- prediksi dari perlaku
institusi politik. mereka. Bagi para eksponen pilihan rasional, pengujian suatu teori
ISBN: 978-602-74245-0-0 180
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
yang baik terletak pada daya prediksinya, dan bukan pada ekonomi serta sosial yang ekstensif (O’Leary, 2000: 795).
kebenaran asumsi-asumsinya. Di sinilah letak hubungan ilmu Dalam kaitannya dengan bangunan pemikiran tersebut,
politik dan ekonomi, di mana manusia tidak pernah puas terdapat dua masalah tentang demokrasi. Pertama, hingga tingkat
menggapai kepentingan diri yang rakus tersebut. Pemikiran yang mana negara demokrasi dikontrol oleh rakyatnya. Untuk menjawab
demikian telah menggerakkan literature uang ekstensif, misalnya, persoalan tersebut bahwa negara dikontrol oleh masyarakatnya,
tentang ekonomi politik lingkaran bisnis, di mana para ahli teori atau setidak-tidaknya dikontrol oleh orang yang paling kuat di
mencoba memprediksi bagaimana para politisi memanipulasi alat- masyarakatnya). Sedangkan yang kedua, negara cukup otonom
alt ekonomi untuk membangun atau menciptakan dukungan politik sehingga bisa mengarahkan kembali ke tekanan yang datang dari
(Tufte, 1978). masyarakatnya ataupun yang paling kuat dalam masyarakatnya.
Secara umum para ahli ekonomi politik mencari penjelasan 9. Hubungan internasional; sebetulnya jika hubungan
bagi fenomena politik dan ekonomi. Mereka mengajukan antar negara merupakan hubungan internasional, jelas istilah
pertanyaan-pertanyaan seperti; “siapa yang diuntungkan?” dan tersebut sangat menyesatkan bagi sub-disiplin ilmu politik yang
“siapa yang membayar?” dalam mencari penjelasan- penjelasan memfokuskan pada hubungan lintas negara dan inter-negara
hasil politik. Investigasi pilihan rasional terhadap ekonomi politik dalam diplomasi, transaksi ekonomi, serta perang maupun damai.
domestik dilengkapi dengan kajian ekonomi politik internasional Asal-usul hubungan internasional terdapat dalam karya para
yang berusaha memadukan disiplin politik da ekonomi seperti teolog, yang mengajukan argumen tentang kapan dan bagaimana
pada kajian-kajian organisasi- organisasi ekonomi internasional perang itu dianggap adil, seperti karya Grotius, Pufendorf, dan
misalnya GATT, NAFTA, Uni Eropa, ASEAN dan sebagainya Vattel, yang mencoba menyatakan bahwa ada hukum bangsa-
(O’Leary, 2000: 793). bangsa yang sederajat dengan hokum domestik negara-negara,
7. Administrasi publik dan kebijakan umum: dan karya-karya para filsuf politik seperti Rousseau dan Kant, yang
Administrasi Publik dan Kebijakan Umum, kedua-duanya membahas kemungkinan perilaku moral dalam perang dan
merupakan cabang empiris dan normatif dari ilmu politik yang kebutuhan akan tatanan internasional yang stabil dan adil (O’Leary,
tumpang-tindih dengan hukum dan ekonomi. Mengapa demikian? 2000: 794).
Karena administrasi publik memusatkan perhatiannya pada Sub-bidang ilmu politik ini memfokuskan pada masalah-
susunan institusional provisi pelayanan publik, dan secara historis masalah yang beragam menyangkut organisasi-organisasi
berkenaan dengan kepastian administrasi yang bertanggung- internasional, ekonomi-politik internasional, kajian perang, kajian
jawab dan adil, sedangkan para ahli kebijakan publik menganalisis perdamaian, dan analisis kebijakan luar negeri. Namun secara
formasi dan penerapan kebijakan-kebijakan, serta memberikan normatif terbagi dalam dua mazhab pemikiran yaitu pemikiran
manfaat normatif dan empiris terhadap argumen-argumen yang idealis dan pemikiran realis. Pemikiran idealis mempercayai bahwa
digunakan untuk menjustifikasi kebijakan-kebijakan tersebut. negara dapat dan harus melaksanakan urusan-urusan mereka
Kedua bidang tersebut, tidak mempunyai satu pendekatan sesuai dengan hukum dan moralitas serta kerjasama fungsional
dominan; di mana para eksponen pluralisme, behaviorisme, pilihan lintas batas negara membentuk landasan bagi perilaku moral.
rasional, Marxisme, dan feminisme, ternyata terlibat dalam Sedang dalam mazhab realis sebaliknya; mereka percaya bahwa
perdebatan dengan ara institusionalis yang mengambil inspirasi negara pada dasarnya amoral dalam kebijakan luar negerinya;
mereka dari sosiolog Max Weber. Pada tataran analisis kebijakan hubungan antar negara diatur bukannya oleh kebaikan tetapi
publik konvensional, khususnya di negara-negara Barat kepentingan; perdamaian adalah hasil dari kekuasaan yang
merupakan suatu kuantitatif, yang dipengaruhi oleh ilmu ekonomi, seimbang, bukannya tatanan normative dan kooperatif fungsional
analisis keputusan, serta kebijakan sosial. Oleh karena itu masalah (O’Leary, 2000: 794).
pokok pada bidang ini adalah; perumusan, penerapan, dan Perkembangan Ilmu Politik
penilaian terhadap kebijakan publik. Selain itu juga para spesialis Apabila ilmu politik dipandang semata-mata sebagai
kebijakan publik, menguji siapa yang mempunyai kekuasaan untuk salah satu cabang dari ilmu-ilmu sosial yang memiliki dasar,
mengajukan proposal kebijakan pada agenda, seperti; para rangka, fokus dan ruang lingkup yang sudah jelas, maka dapat
pemilih, kelompok- kelompok kepentingan, kelompok-kelompok dikatakan bahwa ilmu politik masih muda usianya, karena baru lahir
etnis, organisasi-organisasi profesi, kelas-kelas dominan, partai- pada akhir abad ke 19. Pada tahap itu ilmu politik berkembang
partai politik, media massa; bagaimana kebijakan- kebijakan itu secara pesat berdampingan dengan cabang-cabang ilmu sosial
dibuat, dan mengeksekusi pejabat-pejabat yang terpilih dan tidak lainnya, seperti sosiologi, anthropologi dan psikologi, dan dalam
terpilih. Di sini para ahli kebijakan publik perbandingan, berusaha perkembangan ini mereka saling berdampingan.
agar para ilmuwan sosial berupaya mengokohkan keteraturan Akan tetapi, apabila ilmu politik ditinjau dalam rangka
sosial. yang lebih luas, yaitu sebagai pembahasan secara rasionil dari
8. Teori-teori kenegaraan. Teori ini sering diduga berbagai-bagai aspek negara dan kehidupan politik, maka ilmu
merupakan teori politik yang paling padu dalam memberikan politik dapat dikatakan jauh lebih tua umurnya; bahkan sering
perhatian bagi teori politik kontemporer, pemikiran politik, dinamakan “ilmu sosial yang tertua” di dunia. Pada taraf
administrasi publik, kebijakan publik, sosiologi politik, dan perkembangan itu ilmu politik banyak bersandar pada sejarah dan
hubungan internasional (O’Leary, 2000: 794). Hal ini dapat filsafat.
dipahami mengingat kebanyakan ilmu politik kontemporer Di Yunani kuno misalnya, pemikiran mengenai negara
memfokuskan pada organisasi negara dalam sistem demokrasi sudah dimulai pada tahun 450 s.M, seperti terbukti dalam karya-
liberal. Dalam hal ini demokrasi liberal, sebagai bagian dari karya ahli sejarah seperti Herodotus, atau filsuf-filsuf seperti Plato,
jawaban terhadap perkembangan kegitan negara dalam demokrasi Aristoteles, dan sebagainya. Di Asia ada beberapa pusat
kapitalis Barat, yang pada abad ke-20 telah terlihat fungsi-fungsi kebudayaan, antara lain India dan Cina, yang telah mewariskan
negara melebar melampaui inti minimal ⎯ pertahanan, tulisan-tulisan politik bermutu. Tulisan-tulisan dari India terkumpul
keteraturan dan pembuatan-hukum serta perlindungan terhadap antara lain dalam kesusasteraan Dharmasastra dan Arthasastra
agama dominan ⎯ hingga meliputi manajemen dan regulasi yang berasal dari masa kira-kira 500 s.M. Di antara filsuf Cina yang
ISBN: 978-602-74245-0-0 181
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
terkenal ialah Confusius atau K’ung Ffu Tzu (500 s.M), Mencius dari beberapa badan internasional, terutama UNESCO. Terdorong
(350 s.M) dan mazhab Legalists (antara lain Shang Yang 350 s.M). oleh tidak adanya keseragaman dalam terminologi dan metodologi
Di Indonesia kita mendapati beberapa karya tulisan yang dalam ilmu politik, UNESCO dalam tahun 1948 menyelenggarakan
membahas masalah sejarah dan kenegaraan, seperti misalnya suatu survey mengenai kedudukan ilmu politik dalam kira-kira 30
Negarakertagama yang ditulis pada masa Majapahit sekitar abad negara. Proyek ini, yang dipimpin oleh W. Ebenstein dari Princeton
ke 13 dan ke 15 M dan Babad Tanah Jawi. Saynglah bahwa University Amerika Serikat, kemudian dibahas oleh beberapa ahli
dinegara-negara Asia tersebut kesusasteraan yang mencakup dalam pertemuan di Paris dan menghasilkan buku Contemporary
bahasan politik mulai akhir abad ke 19 telah mengalami kemuduran Political Science (1948). Sebagai tindak lanjutnya UNESCO
karena terdesak oleh pemikiran Barat yang dibawa oleh negara- bersama International Political Science Association (IPSA) yang
negara seperti Inggris, Jerman, Amerika Serikat dan Belanda didirikan pda tahun 1949, menyelenggarakan suatu penelitian
dalam rangka imperialisme. secara mendalam yang mencakup kira-kira 10 negara, diantaranya
Di negara-negara benua Eropa seperti Jerman, Austria negara-negara Barat besar, disamping India, Mexico dan Polandia.
dan Perancis, bahasan mengenai politik dalam abad ke 18 dan ke Pada tahun 1952 laporan-laporan ini dibahas dalam suatu
19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum dan karena itu fokus konferensi di Cambrigde, Inggris, dan hasilnya disusun oleh W.A
perhatiaannya adalah negara semata-mata. Bahasan mengenai Robson dari London School of Economics and Political Science
negara termasuk kurikulum Fakultas Hukum sebagai matakuliah dalam buku The University Teaching of Social Science: Political
Ilmu Negara (Staatslehre). Di Inggris permasalahan politik Science. Buku ini merupakan bagian dari suatu rangkaian dari
dianggap termasuk filsafat, terutama moral philosophy, dan penerbitan UNESCO mengenai pengajaran beberapa ilmu sosial
bahasannya dianggap tidak dapat dilepaskan dari sejarah. Akan (termasuk ekonomi, anhropologi buday dan kriminologi)
tetapi dengan didirikannya Ecole Libre des Sciences Politiques di diperguruan tinggi. Kedua karya ini merupakan usaha internasional
Paris (1895) ilmu politik untuk pertama kali dalam negara-negara untuk membina perkembangan ilmu politik dan mempertemukan
tersebut dianggap sebagai disiplin tersendiri yang patut mendapat pandangan yang berbeda-beda (Miriam, 1983).
tempat dalam kurikulum perguruan tinggi. Namun demikian,
pengaruh dari hukum, filsafat dan sejarah sampai Perang Dunia II KESIMPULAN
masih tetap terasa. Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara
Perkembangan yang berbeda terjadi di Amerika Serikat. pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan
Mula-mula tekanan yuridis seperti yang terdapat di Eropa pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama.
mempengaruhi bahasan masalah politik, akan tetapi lama-lama Ilmu politik dapat diberikan makna (penafsiran yang berbeda),
timbul hasrat yang kuat untuk membebaskan diri dari tekanan tergantung pada perspektif atau sudut pandang yang digunakan.
yuridis itu dan lebih mendasarkan diri atas pengumpulan data
empiris. Kebetulan perkembangan selanjutnya bersamaan DAFTAR PUSTAKA
waktunya dengan perkembangan sosiologi dan psykhologi, Deutch, Karl W.(1970) Politics and Government: How People
sehingga kedua cabang ilmu sosial ini banyak mempengaruhi decide their Fate, Boston: Houghton Mifflin Co.
metodologi dan terminologi ilmu politik. Pada tahun 1858 seorang Easton, David (1965) A System Analysis of Political Life, New York:
sarjana kelahiran Jerman, Francis Lieber, diangkat sebagai guru Alfred A.Knopf. Inc.
besar dalam sejarah dan ilmu politik di Columbia College, dan Easton, David (1971) The Political System, New York: Alfred A.
kejadian ini di Amerika Serikat dianggap sebagai pengakuan Knopf, Inc.
pertama terhadap ilmu politik sebagai ilmu tersendiri. Laswel, Harold (1950) Politics, Who gets What, When, How, New
Perkembangan selanjutnya berjalan secara cepat, yang dapat York: World Publishing.
dilihat juga dari didirikannya American Political Science Association Miller, David (2002) “Political Theory” dalam Adam Kupper dan
(APSA) pada tahun 1904. Jessica Kupper, Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Edisi Kedua,
Sesudah Perang Dunia II perkembangan ilmu politik Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk., Jakarta: PT Raja
semakin pesat. Di negara Belanda, dimana sampai waktu itu Grafindo Persada, hlmn.796-799.
penelitian mengenai negara dimonopoli oleh fakultas hukum, Miriam, Budiarjo. 1983. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT
didirikan Faculteit der Sociale en Politieke Wetenschappen Gramedia
(sekarang namanya Faculteit der Sociale Wetenschappen) pada Mitchell,J.B. (1960) Historical Geography, London: The English
tahun 1947 di Amsterdsam. Di Indonesiapun didirikan fakultas- Universities Press Limited.
fakutas yang serupa, yang dinamakan Fakultas Sosial dan Politik Noer, Deliar (1965) Pengantar ke Pemikiran Politik, Djilid I., Medan:
(seperti pada Universitas Gajah Mada, Yogyakarta) atau Fakultas Dwipa. Nozick, Robert (1974) Anarchy, State, and Utopia,
Ilmu-Ilmu Sosial (seperti pada Universitas Indonesia, Jakarta) New York; Basic Books. Okin, S.M. (1980) Women in
dimana ilmu politik merupakan Departemen tersendiri. Akan tetapi, Western Political Thought, London.
oleh karena pendidikan tinggi ilmu hukum sangat maju, tidaklah O’leary, Brendan (2000) “Ilmu Politik” dalam Adam Kupper &
mengherankan apabila pada permulaan perkembangannya, ilmu Jessica Kupper, Ed. Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial,
politik di Indonesia terpengaruh secara kuat oleh ilmu itu. Akan Diterjemahkan Haris Munandar dkk. Jakarta: PT Raja
tetapi dewasa ini konsep-konsep ilmu politik yang baru berangsur- Grafindo Persada.
angsur mulai dikenal. Pateman, C. (1988) The Sexual Contact, Cambrindge United
Sementara itu perkembangan ilmu politik dinegara- Kingdom.
negara Eropa Timur memperlihatkan bahwa pendekatn tadisional Skinner, Quentin (1985) The Return of Grand Theory in The Human
dari segi sejara, filsafat dan yuridis masih digunakan hingga Science, Cambridge: Cambridge University Press.
dewasa ini. Pesatnya perkembangan ilmu politik sesudah Perang
Dunia II tersebut juga disebabkan karena mendapat dorongan kuat

ISBN: 978-602-74245-0-0 182


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PEMANFAATAN LIMBAH KULIT DURIAN (Durio zibethinus) SEBAGAI PUPUK ORGANIK TERHADAP LAJU
PERTUMBUHAN TANAMAN BAYAM (Amarantus SP)
Ida royani1 & Fathatul Hidayah2
Program Studi Pendidikan Biolagi, Fakultas MIPA, IKIP Mataram
Email: idaroyani709@yahoo.co.id

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk limbah kulit durian terhadap pertumbuhan bayam
(Amaranthus Sp). Penelitian dilaksanakan di Laboratorium MTs Islam Selaparang Kediri pada bulan Mei 2015 sampai Juni 2015.
Rancangan penelitian menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap). Pengambilan sampel biji bayam menggunakan Random sampling
khususnya stratified random sampling (sampel acak sederhana). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung dan
penelitian ini adalah Eksperimen dengan teknik pengumpulan data secara observasi langsung. Teknik analisis data menggunakan Analisis
Of Variance (ANOVA) dengan bantuan SPSS 18. Sampel diberikan 3 perlakuan yang berbeda dan empat kali ulangan masing-masing
perlakuan , yaitu kontrol P(A) Tanpa pemberian pupuk kulit durian, perlakuan kedua P(B) diberi pupuk limbah kulit durian 75% dan
perlakuan ketiga yaitu P(C) pemberian pupuk kulit durian 50%. Berdasarkan hasil penelitian, pertumbuhan tanaman bayam (Amarantus
SP) pada parameter tinggi batang diperoleh hasil Fhitung 1,928≤ dari pada Ftabel 4.26. Pada parameter jumlah helaian daun diperoleh
hasil Fhitung 0.296 ≤ dari pada Ftabel 4.26. Pada parameter diameter batang diperoleh hasil Fhitung 1.101 ≤ dari pada Ftabel 3,49. Dan
pada parameter panjang akar diperoleh hasil Fhitung 14, 643 ≥ daripada Ftabel 4.26. Sehingga dapat terlihat pada masing-masing
parameter ada yang segifikan yaitu pada perlakuan panjang akar. Kesimpulan penelitian yang diperoleh, ada pengaruh pemberian pupuk
limbah kulit durian sebagai pupuk organik pada pertumbuhan tanaman bayam (Amarantus SP).

Kata kunci : Limbah Kulit Durian, Pertumbuhan Bayam (Amaranthus sp).

PENDAHULUAN memperbaiki kesuburan tanah, merangsang pertumbuhan akar,


Tanaman bayam mempunyai prospek sebagai tanaman batang dan daun (Frandy 2013).
sumber vitamin dan mineral sehingga produksi tanaman bayam Kurangnya informasi yang di peroleh masyarakat
perlu ditingkatkan. Salah satu cara meningkatkan produksi khususnya petani tentang pemanfaatan limbah kuliat durian yang
tanaman bayam yakni dengan melakukan pemupukan. bisa di olah menjadi pupuk organik untuk meningkatan laju
Pemupukan bisa dilakukan dengan menggunakan pupuk organik pertumbuhan pada tanaman.
seperti pupuk kandang dan kompos. Pupuk kandang, kompos daun
dan berbagai jenis lainnya dapat digunakan sebagai METODE PENELITIAN
perkembangan tanaman secara optimal. Namun ternyata saat ini Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan
para petani lebih memilih menggunakan pupuk kimia dari pada pendekatan kuantitatif, semua data yang dikumpulkan berupa
pupuk organik. Penyebabnya adalah karena kandungan hara angka melalui pengukuran dan analisis menggunakan statistik
pupuk kimia lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk organik. Disisi seperti tinggi batang, jumlah helaian daun, warna daun, panjang
lain menggunakan pupuk kimia yang berlebihan mengakibatkan akar, dan parameter batang. Rancangan percobaan yang
kandungan bahan organik di dalam tanah menjadi semakin digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau Fully
berkurang. Kesuburan tanah pun menurun. Akibatnya, hasil panen Randomized Design yang dipergunakan bila media dan bahan
juga menurun. Pemupukan dengan menggunakan pupuk kimia percobaan seragam atau dapat dianggap seragam. (Kusriningrum,
dengan dosis tinggi bukanlah cara yang tepat untuk menjaga 2008). Teknik analisis data menggunakan Analisis Of Variance
kesuburan tanah, apalagi untuk mengembalikan kesuburan tanah (ANOVA) dengan bantuan SPSS 18. Percobaan ini terdiri dari tiga
ke kondisi seperti semula. Selain itu efek penggunaan pupuk perlakuan yaitu kontrol (A) tanpa pemberian pupuk kulit durian (B)
sintesis terhadap lingkungan yaitu pupuk sisntesis terdiri dari zat pemberian pupuk kulit durian 75% (C) pemberian pupuk kulit durian
dan bahan kimia seperti metena, karbon dioksida, ammonia, dan 50%, dengan masing-masing perlakuan diulang sebanyak empat
nitrogen. Hal ini pada saatnya akan menyebabkan pemanasan kali ulangan sehingga diperoleh 12 polybag percobaan.
global dan perubahan cuaca. Oleh karena itu, kita bisa Adapun tahapan dalam dalam penelitian ini 1) Tahap
membayangkan tentang bahayanya menggunakan pupuk sintesis persiapan penanaman tanaman bayam (Amarnthus SP) yang
bagi lingkungan (Yuliarti dan Isroi, 2009) meliputi, menyiapakan biji tanaman bayam, melakukan
Memanfaatkan limbah rumah tangga yang berupa kulit penyemaian selama 18 hari, memilih tanaman bayam (Amarnthus
durian menjadi pupuk sangat berguna bagi tanaman dan ini sangat SP) yang akan digunakan seteleh berumur 18 hari. 2) Tahap
membantu Pemerintah dalam menangulangi pencemaran pelaksanan, meliputi Mengisi polybag sesuai dengan perlakuan,
lingkungan. Limbah rumah tangga ini dapat digunakan dengan cara memindahkan tanaman bayam (Amarnthus SP) kedalam masing –
diolah lagi menjadi pupuk organik, sehingga tanaman dapat masing Polybag yang sesui dengan perlakuan, memberikan label
tumbuh dan berkembang secara optimal (Maulana, 2011). Pupuk pada masing-masing perlakuan. 3) Tahap pengamatan, dilakukan
organik dari kulit durian ini adalah mengandung unsur selulose 16 hari setelah pemberian perlakuan dan pengambilan data
yang tinggi dan kandungan lignin serta kandungan pati yang dilakukan 1 minggu sekali setelah pemberian perlakuan, untuk
rendah sehingga dapat diindikasikan bahan tersebut bisa pengukuran parameter penelitian. Data pengamatan dapat dilihat
digunakan sebagai pupuk organik olahan serta produk lainnya di bawah ini:
yang dimanfaatkan sehingga limbah kulit durian ternyata dapat

ISBN: 978-602-74245-0-0 183


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 1. Data pengamatan Dan perlakuan P (C) Pemberian pupuk limbah kulit durian 50%
Perlakuan dengan, tinggi batang tanaman rata-rata 18,4 cm. Kemungkinan
Ulangan
A B C disebabkan karena adanya faktor cahaya yang cukup atau tidak
1 P(A1) P(B1) P(C1) berlebihan untuk merangsang pertumbuhan tanaman bayam.
2 P(A2) P(B2) P(C2) Luktasari, (2012). Mengemukakan cahaya matahari yang cukup
3 P(A3) P(B3) P(C3) mempunyai peranan yang besar terhadap proses fotosintesis
4 P(A4) P(B4) P(C4) sehingga menyebabkan kulit batang tumbuh lebih cepat, pembuluh
kayu lebih sempurna, internodia lebih pendek dan daun lebih tebal.
Keterangan: Berdasarkan hasil analisis data menggunakan ANOVA satu arah
P (A) = Kontrol dengan bantuan SPSS versi 18 di peroleh data yang tidak
P (B) = Perlakuan pupuk kulit durian 75% signifikan terhadap pertumbuhan tinggi batang tanaman bayam
P (C) = Perlakuan pupuk kulit durian 50% (Amaranthus SP), karna diperoleh hasil Fhitung 1.928 ≤ daripada
Ftabel 4.26.
HASIL PENELITIAN 2. Parameter jumlah helaian daun.
1. Parameter tinggi batang Pengamatan parameter jumalah helaian daun dilakukan
Pengamatan parameter tinggi batang dilakukan setelah setelah tanaman berumur 18 hari dan pengamatan dilakukan
tanaman bayam berumur 18 hari atau selama penyemaian. Dalam selama 2 minggu, dan 1 kali seminggu pengambilan data
pengamatan ini, pengukuran tinggi batang dilakukan pada tanaman dilakukan. Dalam pengamatan ini, pengukuran jumalah helaian
bayam yang diberi pupuk limbah kulit durian sebagai polybag (A) daun dilakukan pada tanaman bayam yang diberi pupuk limbah
kontrol, polybag (B) perlakuan diberi pupuk kulit durian 75%, Dan kulit durian polybag (A) kontrol, polybag (B) perlakuan diberi pupuk
polybag (C) Perlakuan diberi pupuk kulit durian 50%. Diperoleh kulit durian, Dan polybag (C) Perlakuan diberi pupuk kulit durian
hasil seperti tertera pada Table 2 di bawah ini sebagai berikut: yang sudah tercampur tanah. Diperoleh hasil seperti tertera pada
Tabel 2. Data arameter tinggi batang (cm) Table 3 di bawah ini sebagai berikut:
Perlakuan Tabel 3. Data parameter jumlah helaian daun.
ulangan Total Perlakuan
P(A) P(B) P(C) ulangan Total
1 14 15,3 22,5 51,8 P(A) P(B) P(C)
2 14,5 15,1 18,1 47,7 1 8 11 10 29
3 10,3 13,2 16,5 40 2 9 8 9 26
4 15,6 25 17,2 57,8 3 10 9 9 28
Total 54,4 68,6 73,8 197,3 4 9 10 9 28
Rata-rata 13,6 17,1 18,4 49,32 Total 36 38 37 111
Rata-rata 9 9,5 9,25 27,75
Parameter tinggi batang tanaman bayam terlihat pada gambar 1
di bawah ini: Parameter helaian daun tanaman bayam terlihat pada gambar 2
di bawah ini :

Tinggi batang Helaian Daun

0.46 0.46
0.5 0.5 0.42
0.42
0.4 0.3
0.4
0.3 0.3
0.3 0.2
0.1
0.2
0
0.1 A B C

0 Gambar 2. Grafik helaian daun pada semua perlakuan


A B C
Gambar 2 Menujukan bahwa parameter jumlah daun
Gambar 1. Grafik tinggi batang pada setiap perlakuan paling rendah pada perlakuan P (A) yaitu sebanyak 9 helai,
selanjutnya mengalami peningkatan pada perlakuan P (B) yaitu
Grafik di atas menggambarkan bahwa pada semua sebanyak 9,5 helai, dan perlakuan P (C) yaitu sebanyak 9 helai.
perlakuan pada bayam menunjukan adanya perbedaan pada Sehingga jumlah helaian daun tertinggi ditunjukan pada
pengamatan parameter tinggi batang, yaitu perlakuan P (A) perlakuan P (B) yaitu sebanyak 9,5 helai, dan paling terendah
Kontrol, tinggi batang tanaman bayam (Amaranthus Sp) rata-rata pada perlakuan P (A) Yaitu sebanyak 9 helai. Disebabkan Karna
adalah 13,6 cm, tinggi batang tanaman bayam (Amaranthus Sp), pada penggunaan pupuk limbah kulit durian 75% akan lebih
perlakuan P (B) pemberian pupuk limbah kulit durian 75%, tinggi banyak menyerap unsur hara yang terdapat pada limbah kulit
batang tanaman bayam Amaranthus Sp) rata-rata adalah 17,1 cm. durian,di susul degan penggunaan kulit limbah 50%, pada kontrol
jumlah helaian daun paling rendah dibandingakan kedua
ISBN: 978-602-74245-0-0 184
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
perlakuan karna tidak mendapatkan unsur hara dari limbah kulit signifikan terdapat pertumbuhan diameter batang tanaman bayam
durian. masing-masing perlakuan memiliki pengaruh yang sangat ( Amaranthus SP), karna diperoleh hasil Fhitung 1,101 ≥ dari pada
besar sehingga menghasilkan pertumbuhan daun semakin Ftabel 4,26.
meningkat. Sesuai dengan pendapat Mirza (2013) 4. Parameter panjang akar.
mengemukakan fungsi nitrogen adalah untuk merangsang Pengamatan parameter panjang akar dilakukan setelah
pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, dan merangsang tanaman berumur 18 hari dan pengamatan dilakukan selama 2
pertumbuhan vegetatif (warna hijau ) seperti daun. minggu, dan 1 kali seminggu pengambilan data dilakukan.hasil uji
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan ANOVA olah data dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini:
satu arah dengan bantuan SPSS versi 18 di peroleh data yang Tabel 5. Data pengamatan parameter panjang akar
tidak segenifikan terhadap pertumbuhan jumlah helaian daun Perlakuan
ulangan Total
tanaman bayam ( Amaranthus SP), karna diperoleh hasil Fhitung P(A) P(B) P(C)
0,296 ≤ daripada Ftabel 4,26. 1 3,6 7 14,2 24
3. Parameter diameter batang. 2 5 11,5 12,1 28,6
Pengamatan parameter diameter batang dilakukan 3 6 9,5 11,2 26,4
setelah tanaman berumur 18 hari dan pengamatan dilakukan 4 5 7,2 9,3 21,5
selama 2 minggu, dan 1 kali seminggu pengambilan data Total 19,6 34,9 46,8 101,1
dilakukan. Rata-rata 4,9 8,7 11,7 25,32
Tabel 4. Data parameter jumlah helaian daun.
Perlakuan Parameter panjang akar tanaman bayam terlihat pada gambar 4
ulangan Total
P(A) P(B) P(C) di bawah ini:
1 0,31 0,41 0,43 1,15
2 0,31 0,43 0,51 1,26 Panjang Akar
3 0,31 0,31 0,51 1,13
4 0,41 0,54 0,51 1,46
Total 1,34 1,69 1,96 5 15 11.7
Rata-rata 0,33 0,42 0,46 1,25 8.7
10
Parameter helaian daun tanaman bayam terlihat pada gambar 3 4.9
di bawah ini : 5

diameter Batang 0
A B C

0.6 0.46 Gambar 4. Grafik panjang akar tanaman bayam pada semua
0.42
perlakuan.
0.4 0.3
Gambar di atas menggambarkan bahwa pada semua
0.2 perlakuan menunjukan adanya perbedaan pada pengamatan
panjang akar, yaitu perlakuan P (A) Kontrol, panjang akar tanaman
0 bayam (Amaranthus Sp) rata-rata adalah 4,9 cm, perlakuan P (B)
A B C pemberian pupuk limbah kulit durian 50% dengan panjang akar
tanaman bayam Amaranthus Sp) rata-rata adalah 8,7 cm. Dan
Gambar 3. Grafik diameter batang pada semua perlakuan perlakuan P (C) Pemberian pupuk limbah kulit durian 50%, panjang
akar tanaman bayam (Amaranthus Sp) rata-rata adalah 11,7 cm.
Pengamatan parameter diameter batang dilakukan setelah pada perlakuan P (C) disebabkan karena pemberian pupuk kulit
tanaman berumur 18 hari dan pengamatan dilakukan selama 2 durian yang di campur dengan tanah dalam jumlah yang sama
minggu, dan 1 kali seminggu pengambilan data dilakukan. Pada banyak menyebabkan pupuk dari limbah kulit durian dapat
parameter diameter batang, menujukan bahwa parameter diameter menyimpan air dengan waktu yang lama sehingga tanah menjadi
batang paling terendah pada perlakuan P (A) yaitu 0,33 cm, lembab, gembur dan memudahkan akar untuk menembus tanah.
kemudian mengalami penikatan yang ditunjukan pada perlakuan P Berdasarkan hasil analisis data menggunakan ANOVA satu arah
(B) yaitu 0,42 cm, dan perlakuan P (C) di mana pada perlakuan ini dengan bantuan SPSS versi 18 di peroleh data yang segenifikan
paling tertinggi yaitu 0,49cm ..Diameter batang pada bayam yang terdapat pertumbuhan panjang akar tanaman bayam ( Amaranthus
paling mempengaruhi adalah perlakuan P (C) yaitu dengan SP), karna diperoleh hasil Fhitung 14.643 ≥ daripada Ftabel 4,26.
pemberian perlakuan pupuk limbah kulit durian 50% memberi
pengaruh yang sangat nyata dan sesuai yang dikatakan oleh Alen SIMPULAN
Salvo Pratomo, (2011) berhasil membuat pupuk organik dari Pada parameter jumlah helaian daun diperoleh hasil
limbah kulit durian. Alen mengatakan, pemilihan kulit durian Fhitung 0.296 ≤ dari pada Ftabel 4.26. Pada parameter diameter
sebagai karya ilmiahnya dikarenakan kulit durian kaya akan serat batang diperoleh hasil Fhitung 1.101 ≤ dari pada Ftabel 3,49. Dan
yang mampu menjadi resapan air, sehingga dapat menahan air pada parameter panjang akar diperoleh hasil Fhitung 14, 643 ≥
untuk jangka waktu yang lama. daripada Ftabel 4.26. Sehingga dapat terlihat pada masing-masing
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan ANOVA parameter ada yang segifikan yaitu pada perlakuan panjang akar.
satu arah dengan bantuan SPSS versi 18 di peroleh data yang tidak Kesimpulan penelitian yang diperoleh, ada pengaruh pemberian
ISBN: 978-602-74245-0-0 185
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pupuk limbah kulit durian sebagai pupuk organik pada Kusriningrum. 2008. Perancangan Percobaan. Surabaya:
pertumbuhan tanaman bayam (Amarantus SP). Airlangga University Press.
Mirzani. 2013. http://laborr-ilmu.blogspot.com/2013/02/hara-dan-
DAFTAR PUSTAKA hubungannya-dengan-tanaman.html: Artikel (Diakses 21-
Frandy. 2013. Durian dan Kandungan Kulitnya. (Diakses. 27 Mei-2015).
September 2013)

ISBN: 978-602-74245-0-0 186


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PELANGGARAN PRINSIP KERJASAMA DALAM ACARA INDONESIA LAWYERS CLUB (ILC) DI TV ONE
Iin Shoaliha
Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP Taman Siswa Bima
E-mail: iinshoaliha@yahoo.co.id

Abstrak: Penelitian ini berjudul Pelanggaran Prinsip Kerjasama dalam Acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di TV One. Penelitian ini
didasari oleh adanya pelanggaran-pelanggaran prinsip kerjasama yang dilakukan oleh narasumber dalam acara ILC tersebut. Data yang
digunakan adalah video perbincangan di acara ILC yang membahas tentang kejahatan seksual di sekolah JIS (Jakarta International
School)diunduh pada tanggal 22 April 2014. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan
pragmatik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelanggaran-pelanggran prinsip kerjasama yang terjadi dalam acara Indonesia
Lawyers Club khususnya pada topik yang membahas mengenai kejahatan seksual di sekolah Jakarta International School. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa pelanggaran prinsip kerjasama yang terjadi pada acara ILC yakni pelanggaran maksim kuantitas,
pelanggaran maksim kualitas, pelanggaran maksim relevansi, dan pelanggaran maksim pelaksanaan.

Kata Kunci: Pragmatik, Pelanggaran Prinsip Kerjasama, ILC.

PENDAHULUAN berkaitan dengan makna dibalik tuturan yang diucapkan oleh


Dalam berinteraksi, kita menggunakan bahasa sebagai penutur, tidak hanya berkaitan dengan apa yang diucapkan secara
alat untuk memudahkan dalam proses saling memahami apa yang harfiah tapi makna yang kemudian lebih mendalam muncul dari
ingin diutarakan antara satu dengan yang lain. Bahasa merupakan tuturan tersebut.
sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan Ketika suatu percakapan terjadi, pembicara dan lawan
oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer (manasuka) dan konvensional, bicara akan mencoba memberikan informasi antar satu dengan
yang dipakai sebagai alat komunikasi oleh sekelompok manusia lain. Pertukaran penyampaian informasi ini dilakukan dengan
untuk melahirkan perasaan dan pikiran (Wibowo, 2003: 3). tujuan agar percakapan yang dilakukan dapat dipahami dengan
Bahasa menjalankan fungsinya sebagai alat informasi baik dan benar oleh mitra tutur. Di dalam ilmu pragmatik, terdapat
dan komunikasi. Bahasa dalam kaitannya dengan proses interaksi prinsip-prinsip sebagai pedoman dalam percakapan. Prinsip
sebagai media yang sangat efektif untuk mengungkapkan ide atau tersebut yakni prinsip tindak tutur, prinsip sopansantun, dan prinsip
gagasan yang ingin disampaikan pada lawan tutur. Eksistensi kerjasama. Ketika dalam percakapan yang terjadi maksud dan apa
bahasa juga memberikan kemudahan bagi kita untuk saling yang dituturkan tidak disampaikan atau tidak tersampaikan dengan
memahami tuturan-tuturan antara satu dengan yang lain ketika baik kepada mitra tutur maka dalam kondisi ini telah terjadi suatu
proses komunikasi berlangsung. pelanggaran. Dalam penelitian ini, penulis membahas mengenai
Percakapan merupakan suatu bentuk aktifitas kerjasama pelanggaran prinsip kerjasama yang terjadi dalam tuturan.
yang berupa interaksi komunikatif sebagaimana yang dikemukakan Prinsip kerjasama bertujuan agar para peserta tutur
oleh Gumperz dalam Rustono (1999: 48). Dinyatakan pula bahwa dapat melakukan tuturan dengan santun dan dapat membangun
percakapan merupakan interaksi verbal yang berlangsung secara hubungan sosial dengan mitra tuturnya.Ketika penutur mencoba
tertib dan teratur yang melibatkan dua pihak atau lebih guna berusaha membingungkan, mempermainkan, atau menyesatkan
mencapai tujuan tertentu (Rustono, 1999: 50). mitra tutur, maka terjadi pelanggaran maksim atau prinsip kerja
Dalam melakukan pertuturan atau percakapan terkadang sama.Pelanggaran terhadap prinsip kerjasama ini sering kita
terdapat makna-makna tertentu yang tidak diungkapkan secara jumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam komunikasi
jelas oleh penutur maupun mitra tutur sehingga membutuhkan langsung ketika adanya pembicaraan tatap muka atau pada acara-
pemahaman ekstra bagi penutur yang terlibat dalam komunikasi acara yang disajikan dalam televisi.
tersebut. Oleh sebab itu perlu diperhatikan aspek-aspek lainnya Penelitian inimemaparkan tentang pelanggaran-
yang terlibat didalamnya, seperti siapa penutur dan mitra tutur, pelanggaran prinsip kerjasama yang terjadi pada acara Indonesian
tempat, waktu dan sebagainya. Untuk memahami aspek-aspek ini Lawyers Club atau ILC yang disiarkan oleh TV One. Acara ini
perlu dilakukan pengkajian bahasa berdasarkan konteksnya maka merupakan acara diskusi yang membahas mengenai isu-isu terkini
digunakan cabang ilmu pragmatik. yang terjadi di Indonesia misalnya isu politik, hukum, budaya, dan
Secara harfiah pragmatik mengkaji makna yang muncul lain sebagainya. Ketika para peserta diskusi menyampaikan
dibalik ungkapan yang diucapkan oleh penutur. Wijana (2009:3-4) gagasan yang ingin diutarakan tidak jarang mereka melakukan
mengemukakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa pelanggaran terhadap prinsip kerjasama, oleh sebab itu hal ini
yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu menjadi sangat menarik untuk dikaji. Dalam penelitian ini yang
bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi. menjadi titik fokus utama adalah pendeskripsian mengenai bentuk-
Yule (1996: 3)menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bentuk pelanggaran prinsip kerjasama atau pelanggaran maksim.
bidang yang mengkaji mengenai makna yang dituturkan oleh Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; deskriptif kualitatif.Bogdan dan Taylor (1975)dalam Moleong,
(3) bidang yang mengkaji tentang makna yang lebih mendalam 2007:4)mendefinisikan “metode kualitatif sebagai prosedur
dibalik komunikasi yang diungkapkan oleh penutur tidak hanya dari penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
apa yang dikatakan; (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam diamati”. Istilah deskriptif berarti bahwa penelitian yang dilakukan
percakapan tertentu. Berdasarkan dua deskripsi singkat dari dua semata-mata hanya didasarkan pada fakta atau fenomena yang
ahli mengenai definisi pragmatik, dapat dikatakan bahwa pragmatik ada, sehingga hasilnya adalah perian bahasa yang mempunyai

ISBN: 978-602-74245-0-0 187


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
sifat pemaparan apa adanya (Sudaryanto, 1992:62). Data-data mitra tutur. Sedangkan pada tuturan (3) dikatakan melanggar
yang diperoleh dari video ILC dicatat kemudian diklasifikasikan maksim kualitas karena penutur menyarankan sesuatu yang tidak
berdasarkan jenis pelanggaran-pelanggaran maksim yang seharusnya dilakukan. Sebagai tenaga pengajar, tidak mungkin
terdapat didalamnya. menyuruh para siswanya untuk menyontek satu sama lain demi
Prinsip kerjasama merupakan sebuah prinsip dengan memudahkan dalam pemberian nilai.
tujuan agar percakapan yang berlangsung menjadi kooperatif. c. Maksim Relevansi (Maxim of Relevance)
Teori prinsip kerjasama menurut Grice (1975: 45) yaituberikan Maksim relevansi menghendaki penuturnya memberikan
kontribusi dalam percakapan yang kita ikuti secukupnya, sesuai kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Maksudnya
dengan tujuan percakapan dan arah percakapan. Pendapat bahwa suatu tuturan harus relevan dengan isi percakapan yang
mengenai prinsip atau asas kerjasama juga dikemukakan oleh sedang terjadi. Tuturan berikut ini akan memperjelas maksim ini.
Rustono (1995: 55) prinsip percakapan (conversational principle) (4) A: Where’s my box of chocolate?
prinsip yang mengatur mekanisme percakapan antar pesertanya
B: It’s in my room.
agar dapat bercakap-cakap secara kooperatif dan santun. Dari
batasan itu dapat dikemukakan bahwa prinsip percakapan itu (5) A: Where’s my box of chocolate?
mencakup dua, yaitu prinsip kerjasama (cooperative principle) dan
prinsip kesantunan (politeness principle). B: The children were in your room this morning.
Dalam percakapan, pembicara harus dapat Relevansi antara tuturan A dan B, tidak hanya terdapat
mengutarakan apa yang diucapkan dengan jelas agar maksud pada bentuk jawaban-jawaban sederhana seperti pada tuturan (4)
yang ingin disampaikan pada mitra tutur dapat tersampaikan tetapi juga pada tuturan (5). Pada tuturan (4) tampak jelas relevansi
dengan baik dan harus relevan dengan apa yang sedang antara pertanyaan A dengan jawaban B. Namun pada tuturan (5)
dibicarakan. Oleh karena itu terdapat kaidah-kaidah yang harus relevansi tidak tampak jelas jika tidak diketahui konteks
dipenuhi dalam berkomunikasi, kaidah-kaidah ini dalam pragmatik percakapan itu. Jawaban B pada tuturan (5) mengandung implikasi
dikenal dengan prinsip kerjasama. Grice (1975: 45-47) menyatakan bahwa mungkin anak-anak yang makan cokelat tersebut atau
bahwa prinsip kerjasama dapat direalisasikan dalam empat bahwa mereka setidak-tidaknya tahu di mana cokelat itu.
maksim yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim Tercapainya implikatur seperti ini dimungkinkan oleh asumsi
relevansi, dan maksim cara. bahwa penutur dan mitra tutur menaati prinsip kerja sama(bersama
Berikut ini merupakan pemaparan lebih terperinci dari dengan adanya pengetahuan latar belakang)(Leech, 1993: 145).
macam-macam maksim yang diungkapkan oleh Grice yang terdiri d. Maksim Cara/ Pelaksanaan (Maxim of Manner)
dari maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan Maksim cara menghendaki penuturnya berbicara secara
maksim cara. langsung tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebihan. Berikut ini
a. Maksim Kuantitas (Maxim of Quantity) merupakan contoh maksim cara.
Maksim kuantitas menghendaki penuturnya untuk (6) A: Kamu maunya novel romantis atau biografi?
memberikan kontribusi secukupnya atau sebanyak yang B: Aku biografi, ceritanya sepertinya lebih menarik
dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Maksudnya adalah seseorang A: Kamu maunya novel romantis atau biografi?
harus memberikan informasi sesuai dengan yang dibutuhkan oleh C:Sebetulnya novel romantis menyenangkan tapi biasanya
lawan tuturnya, tidak lebih dan tidak kurang. Berikut adalah contoh ceritanya terlalu kekanakan. Biografi juga bagus tapi
dari maksim ini pembahasannya terlalu serius.
(1) Apa pekerjaan Anda? A: Jadi kamu maunya yang mana?
(2) Saya seorang dosen bahasa Inggris.Dulu ketika S1 saya Pada percakapan (6) terlihat jawaban yang diberikan oleh
mengambil jurusan pendidikan bahasa Inggris, dan S2 (B) merupakan jawaban yang lugas tidak berlebihan. Pelanggaran
mengambil jurusan Ilmu Linguistik. Saya memiliki minat yang terhadap maksim pelaksanaan terlihat pada jawaban yang
sangat tinggi di bidang bahasa sehingga memutuskan untuk diberikan oleh (C). Jawaban yang diberikan oleh (C) merupakan
menjadikan bidang bahasa sebagai passion saya. jawaban yang kabur karena tidak bisa menentukan pilihan
Pada contoh (1) dan (2) terlihat bahwa kalimat (2) terasa sehingga menjadi tidak jelas dan memberikan jawaban yang
berlebihan dan tidak kooperatif karena memberikan informasi yang berlebih-lebihan. Oleh karena itu, seyogyanya para peserta tutur
berlebih-lebihan tentang dirinya. Jika pada tuturan (1) dirubah menyadari bahwa hanya dengan memberikan kontribusi yang
menjadi jelaskan riwayat pendidikan Anda, maka jawaban yang seharusnya dilakukan maka sebuah komunikasi dapat berjalan
diberikan kooperatif, namun jika melihat pada konteks pada contoh dengan wajar.
awal maka terjadi pelanggaran maksim kuantitas. Maksim
kuantitas mengharuskan setiap penutur memberikan kontribusi PEMBAHASAN
secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan lawan bicaranya. Pelanggaran Prinsip Kerjasama yang Terdapat dalam Acara
b. Maksim Kualitas (Maxim of Quality) Indonesia Lawyers Club (ILC)
Maksim kualitas menghendaki penuturnya untuk Berikut ini merupakan pemaparan tentang bentuk-bentuk
mengatakan hal yang sebenarnya, maksudnya adalah agar pelanggaran prinsip kerjasamayang terdapat dalam acara
penutur tidak memberikan informasi yang keliru atau salah. Untuk Indonesia Lawyers Club yang disiarkan oleh TV One. Dalam
mempertimbangkan pernyataan ini dapat dilihat pada contoh (3) makalah ini, data yang digunakan bersumber dari video ILC yang
dan (4). membahas mengenai Kejahatan Seksual di Sekolah JIS (Jakarta
(3) Silahkan menyontek saja biar nanti saya mudah memberikan International School) . Konteks dalam pembahasan ini adalah
nilai. mengenai kasus kejahatan seksual yang terjadi pada siswa TK
(4) Jangan menyontek, nilainya bisa jelek nanti. yang bersekolah di JIS.Berikut ini merupakan penjelasan dan
Pada kedua contoh tersebut terlihat bahwa pada contoh (4) penjabaran mengenai pelanggaran prinsip kerjasama yang
lebih memungkinkan terjadinya kerjasama antara penutur dan ditemukan selama diskusi mengenai kasus ini berlangsung.
ISBN: 978-602-74245-0-0 188
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
1. Pelanggaran Maksim Kuantitas Karni : Sama anak kecil dia berani?
Seperti yang telah dibahassebelumnya dalam Mawardi : Sama anak kecil juga dia tidak berani pak.
landasan teori bahwa maksim kuantitas menghendaki penutur Percakapan diatasjika tidak memperhatikan konteks
untuk memberikan kontribusi secukupnya sesuai dengan yang tuturan yang ada maka apa yang dibicarakan oleh penutur dan
dibutuhkan oleh mitra tutur. Ketika tuturan yang diberikan mitra tutur saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Apa
berlebihan lebih dari apa yang diperlukan ketika yang ditanyakan oleh Karni dijawab dengan baik dan sesuai
berlangsungnya komunikasi maka bisa dikatakan bahwa dalam dengan informasi yang dibutuhkan. Namun dalam tuturan
situasi ini terjadi pelanggaran maksim kuantitas. Berikut ini initermasuk pada bentuk pelanggaran terhadap maksim
merupakan data yang diperoleh dalam acara ILC yang kualitas karena Mawardi (paman tersangka) tidak mengatakan
termasuk dalam pelanggaran maksim kuantitas. hal yang sebenarnya. Dalam tuturan tersebut dikatakan bahwa
(7) Karni : Bisa ibu ceritakan bagaimana yang terjadi pada Awan takut terhadap anak-anak. Namun jika dilihat pada
anak ibu Teressa ini secara psikologis dan konteks tuturan ini, Awan merupakan salah satu pelaku
bagaimana cara mengatasinya? kejahatan seksual yang terjadi di JIL dengan korbannyaadalah
Eli : Yang jelas saya sangat prihatin sekali, ini anak-anak. Hal ini menunjukan bahwa Awan bukan seorang
tragedi bukan hanya terjadi di JIS tapi terjadi penakut, buktinya dia tega dan berani melakukan tindakan
secara nasional. Kekerasan seksual terjadi di 12 kejahatan seksual pada anak-anak. Sehingga tuturan diatas
provinsi di sekolah tidak perduli negeri, swasta, melanggar maksim kualitas karena tidak mengatakan hal yang
dari tingkat SD, SMP bahkan pesantren. Kalau sebenarnya dan tidak menyampaikan informasi yang
mau bicara berkaitan dengan masalah pelecehan seharusnya.
seksual tadibanyak sekali yang sudah dibahas. (9) Karni : TK ini sudah berusia 16 tahun, tapi bagaimana TK
Saya salut dengan ibu Teressa karena berani ini tidak memiliki ijin?
speak up. Yang harus dilakukan oleh ibu adalah Hari : Kami perlu menyampaikan bahwa ini bukan
pertama, anak ini memerlukan banyak sekali program yang baru, jadi tidak sejak awal dari
pelukan sehingga dia merasa sangat aman, pandangan JIS ijinnya ada kok, karena guru-
kemudian untuk sementara tidak menanyakan gurunya segala macam dapat ijin. JIS tidak punya
tentang hal itu, malam hari dilakukan hipnosili, itu intensi sama sekali untuk lost the point dengan tidak
dilakukan pada saat dia jatuh tertidur dengan mempunyai ijin karena selama ini mereka patuh.
mengatakan kamu oke-oke saja, semua kata- Karni : Buka seperti itu kepala sekolah mengatakan
kata yang diberikan kata-kata yang positif. bahwa dia sudah mengajukan ijin tetapi tidak
Berdasarkan data percakapan antara Karni dan Eli direspon oleh kementrian bukan merasa punya ijin.
terlihat bagaimana cara yang dilakukan oleh Eli dalam Pada tuturan tersebut, terlihat adanya kontroversi
menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Karni. Pada terkait dengan perijinan yang dimiliki oleh TK JIS. Sang
jawaban yang diberikan sudah sesuai dengan konteks yang pengacara mengatakan bahwa TK JIS sudah memiliki ijin
dibicarakan yakni berkaitan dengan kekerasan seksual yang pendirian sedangkan Karni mengatakan bahwa berdasarkan
terjadi di JIS, namun jawaban yang diberikan terlalu bertele-tele kererangan dari kepala sekolah JIS sendiri bahwa TK JIS
dan tidak langsung memberikan jawaban seperti yang belum memiliki ijin pendirian hal ini diamini oleh dirjen
diinginkan oleh penanya. Seharusnya Eli langsung pendidikan yang juga hadir dalam diskusi tersebut. Berdasakan
memberikan jawaban terkait dengan kondisi psikologis dan apa pada tuturan diatas, terlihat bahwa Hari tidak mengetahui
yang harus dilakukan oleh sang ibu dalam mengatasi hal yang secara pasti bagaimana sebenarnya perijinan JIS, sehingga
sedang terjadi pada anaknya untuk menghadapi kondisi informasi yang disampaikan oleh Hari masih diragukan
traumatis yang terjadi namun Eli memaparkan kasus sama kebenarannya. Oleh karena itu, tuturan diatas termasuk dalam
yang terjadi di sekolah di 12 provinsi. Jawaban ini jika mengacu pelanggaran maksim kualitas karena pernyataan yang
pada pertanyaan yang diberikan dirasakan tidak perlu untuk disampaikan tidak didasarkan pada bukti-bukti yang memadai.
diutarakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa jawaban yang 3. Pelanggaran Maksim Relevansi
diberikan oleh Eli melanggar maksim kuantitas karena Dalam maksim relevansi, setiap peserta percakapan
informasi yang diberikan terlalu bertele-tele dan melebihi apa memberikan kontribusi yang relevan sesuai dengan
yang ditanyakan oleh mitra tutur. pembicaraan. Pelanggaran maksim relevansi terjadi pada
2. Pelanggaran Maksim Kualitas tuturan berikut.
Pelanggaran terhadap maksim kualitas terjadi jika (10) Karni : Hotman, bagaimana pendapat anda mengenai
penutur tidak menjelaskan apa yang sebenarnya atau dan kasus kekerasan seksual yang terjadi di JIS?
memberikan informasi yang keliru. Berikut ini merupakan Hotman : Saya disini, diundang sebagai orangtua murid.
merupakan dialog yang termasuk dalam pelanggaran maksim Kebetulan tiga anak saya sekolah di JIS. Satu
kualitas yang terdapat dalam acara ILC dengan tema sudah lulus SMA dan lulus di fakultas hukum di
Kejahatan Seksual dalam Sekolah JIS. Inggris sekarang sudah jadi pengacara
(8) Karni :Apakah ada kelainan yang anda lihat dari internasional, terimakasih kepada JIS. Yang kedua
Awan, ponakan anda? putri saya sudah lulus dari JIS, dia sekarang di
Mawardi : Tidak, justru dia sangat penakut. Queen Mary Law School di Inggris dan benar-benar
Karni : Penakut maksudnya apa? saya sangat senang karena sangat bagus. Anak
Mawardi : Dia bergaul dan berteman seperti biasa, bungsu saya sekarang masih bersekolah di JIS.
suatu hari dia pernahHPnya dipinjam tidak Pada tuturan diatas, terlihat bahwa pertanyaan dan
dikembalikan, dia takut untuk mintanya dan jawaban yang diberikan tidak relevan. Jika konteks
minta tolong sama neneknya. pembicaraan diatas berkaitan dengan kelebihan yang ada di
ISBN: 978-602-74245-0-0 189
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
JIS maka jawaban yang diberikan oleh Hotman memiliki tentang Kejahatan Seksual di Sekolah JIS (Jakarta Internasional
korelasi, amun konteks dari pembicaraan ini mengenai kasus School) ditemukan adanya pelanggaran prinsip kerjasama
kejahatan seksual yang terjadi di JIS tetapi jawaban yang didalamnya. Pelanggaran maksim yang ada terdiri dari (1)
diberikan oleh Hotman memaparkan apa saja kelebihan JIS pelanggaran maksim kuantitas, (2) pelanggaran maksi kualitas, (3)
bahkan ia menceritakan tentang anak-anaknya. Oleh karena itu pelanggaran maksim relevansi, dan (4) pelanggaran maksim
tuturan tersebut termasuk melanggar maksim relevansi karena pelaksanaan.
kontribusi yang diberikan oleh mitra tutur tidak relevan dengan Adanya maksim kerjasama mampu menjadi tolok ukur
apa yang dibicarakan. akan terjadi komunikasi yang baik antar pengguna bahasa. Jika
4. Maksim Pelaksanaan (Maksim Cara) orang melanggar maksim-maksim yang ada, percakapan yang dia
Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta lakukan saat itu bisa jadi menjadi tidak nyaman bagi lawan
percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak bicaranya atau dalam situasi percakapannya.
taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut (Wijana
(2010:47). Berikut ini merupakan pelanggaran maksim DAFTAR PUSTAKA
pelaksanaan yang ditemukan dalam dialog JIS. Brown, Grillian, dan Yule, George. 1996. Analisis Wacana (edisi
(11) Karni : Apa penjaga keamanan atau cleaning terjemahan oleh I. Soetikno). Jakarta: PT. Gramedia
service juga yang melakukan? Pustaka Utama.
Teressa : Nah itu, karena suami saya syock kan karena Leech,Geofrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik (edisi terjemahan
saya sudah bilang kesuami saya ada mama- oleh M.D.D oka). Jakarta: Universitas Indonesia Press.
mama bilang kesaya bahwa lima tahun lalu Grice, H.P. 1975. “Logic and Conversation”. Synntax and
memang ada anak TK diperkosa sampai Semantics, Speect Act 3. New York: Holt-Saunders.
pingsan. Moleong, Lexy, J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Tuturan tersebut menandakan adanya PT Remaja Rosda Karya.
pelanggaran terhadap maksim pelaksanaan, karena jawaban Rustono. 1991. Pragmatik. Semarang: CV. IKIP Semarang Press.
yang diberikan oleh mitra tutur berbelit-belit dan sesungguhnya Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa: Pengantar
tidak menjawab apa yang diinginkan oleh penanya. Meskipun Penelitian Wahana Kebudayaan Linguistis. Yogyakarta:
dari konteks pembicaraan hal ini bisa diterima karena masih Duta Wacana Press.
berkaitan namun jika dilihat dari pertanyaan yang diberikan Wibowo, Wahyu.2003. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia.
serta jawaban yang diberikan terlihat bahwa mitra tutur Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi, Muhammad. 2010. Analisis
memberikan penjelasan yang kabur. Wacana Pragmatik : Kajian Teori dan Analisis. Surakarta:
Yuma Pustaka.
SIMPULAN Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta:
Berdasarkan pada data-data yang diperoleh dari video Andi Offset.
acara ILC (Indonesia Lawyers Club) pada edisi yang membahasa Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

ISBN: 978-602-74245-0-0 190


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
MEMBANGUN KESEJAHTERAAN UMAT MELALUI REVITALISASI FUNGSI KELUARGA
(PERSPEKTIF ALQURAN)

Imamul Arif
Dosen STKIP Yapis Dompu,
Jl. Syech Muhammad Ling. Sawete Dompu NTB.
Email: haworoninu@ymail.com

Abstrak: Tingkat kesejahteraan masyarakat indonesia dewasa ini makin mengkhawatirkan, hususnya dilihat dari kualitas dilingkup
keluarga-keluarga, baik kualitas pendidikan yang diberikan orang tua pada anak-anaknya, ekonomi, dan kualitas cinta kasih antar anggota
keluarga. Problem ini tidak bisa terlepas dari kualitas pelaksanaan fungsu-fungsi keluarga yang kurang efektif dari anggota keluarga
terutama suami dan istri. Oleh karena itu tulisan ini menawarkan revitalisasi fungsi-fungsi keluarga dalam perspektif Alquran. Pendekatan
ini diharapkan mampu mengefektivkan peran dan fungsi keluarga sehingga bisa mengantar pada peningkatan kesejahteraan, bukan
hanya kesejahteraan lahir tetapi juga kesejahteraan batin.

Kata Kunci: Fungsi keluarga, Kesejahteraan Umat, Perspektif Alquran

PENDAHULUAN dan pengamalan. Realitanya di Indonesia tidak sedikit keluarga


Agama Islam memberikan perhatian yang sangat besar yang mengalami broken home.
terhadap pembinaan keluarga, perhatian yang sepadan dengan Data perceraian di Indonesia semakin mencemaskan
perhatiannya terhadap kehidupan individu serta kehidupan umat dari waktu ke waktu. Di tahun 2013 BKKBN menyatakan tingkat
manusia secara keseluruhan karena semuanya berkaitan erat dan perceraian di Indonesia sudah menempati urutan tertinggi se
saling mempengaruhi. Salah satu bentuk perhatian itu diabadikan Asia Pasifik, sangat mudah bagi masyarakat Indonesia untuk
Allah dalam Qs. an-Nisa (4): 9 yang terjemahannya: memutuskan bercerai., Tahun 2010 : menikah 2.207.364 kejadian,
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang cerai 285.184 kejadian; Tahun 2011 : menikah 2.319.821 kejadian,
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang cerai 258.119 kejadian; Tahun 2012 : menikah 2.291.265 kejadian,
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) cerai 372.577 kejadian, Tahun 2013 : menikah 2.218.130 kejadian,
mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada cerai 324.527 kejadian. Sebagai sampel kita ambil data dua tahun
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang terakhir di 2012 dan 2013 saja. Jika diambil tengahnya, angka
benar. perceraian di dua tahun itu sekitar 350.000 kasus. Berarti dalam
Namun demikian kehadiran sang buah hati dalam satu hari rata-rata terjadi 959 kasus perceraian, atau 40
pandangan al-Quran merupakan “zinah hayah al-dunya” (hiasan perceraian setiap jam. Luar biasa fantastis.
kehidupan dunia) (Qs. 18:46), dan “qurrah a’yun” (buah hati yang Fakta lain yang harus menjadi perhatian kita semua
menyejukkan) (Qs. 25:74). Tugas dan tanggung jawab ibu bapak adalah terkait penelantaran anak. Ditahun 2015 terdapat
adalah harus mampu menjadi orang tua hebat guna menyiapkan setidaknya 4,1 juta anak terlantar di Indonesia. Sebanyak 5.900
generasi mendatang yang kuat, dan itu harus sudah dimulai dari anak mengalami penelantaran sama seperti kasus yang terjadi di
dalam rahim, bahkan sebelum kehamilan itu. Akan lebih Cibubur, 3.600 anak bermasalah dengan hukum, balita terlantar
membahagiakan lagi jika generasi yang dilahirkan adalah generasi sebanyak 1,2 juta, dan anak jalanan sebanyak 34 ribu.
yang berahlak mulia. Karena itu menjadi sangat penting bagi orang Akibat dari kasus di atas sangat fatal baik bagi anak
tua untuk mengetahui cara menanamkan ahlak yang baik serta maupun bangsa baik dalam jangka pendek atau jangka panjang,
nilai-nilai islami pada anak-anaknya. Ini tidak bisa instan saat misalnya: masalah akademik, anak akan menjadi orang yang
mereka dewasa melainkan harus dimulai sejak masa kecilnya, malas belajar, dan tidak bersemangat serta tidak berprestasi;
sebab ahlak adalah kematangan emosi yang ditanamkan secara perilaku menyimpang, mereka mulai memberontak, kasar, masa
berulang-ulang selama bertahun-tahun sampai menjadi kebiasaan. bodoh, memiliki kebiasaan merusak, seperti mulai merokok,
Jika al-Quran memerintahkan orang tua bertanggung minum-minuman keras, dan judi; masalah seksual, krisis kasih
jawab untuk menghaliskan anak keturunan yang kuat jasmani dan sayang mau coba ditutupi dengan mencukupi kebutuhan hawa
rohaninya maka dalam al- Hadis Rasulullah memberi pelajaran nafsu, homo sexual, dan sex bebas; masalah spiritual, mereka
bahwa umat muslim hususnya harus mampu menciptakan rumah kehilangan Father’s figure sehingga tuhan serta jauh dari
tangganya seperti surga. “Rumahku surgaku”, demikian ungkapan kehidupan agama. Potensi pemuda sebagai generasi penerus
Rasulullah saw. menggambarkan ketentraman, kedamaian, dan bangsa sudah tidak bisa diharapkan lagi bahkan akan membawa
kebahagiaan rumah tangganya, demikianlah seharusnya semua berbagai penyakit sosial.
rumah pengikut beliau. Menariknya, kalimat itu beliau ungkapkan Dalam Hadis Nabi saw. ditemukan petunjuk yang
ketika beliau berada di Madinah, yang secara finansial keadaannya mengatur peran suami istri dalam keluarga yang artinya: “Sahabat
sangat jauh dibandingkan ketika beliau kaya raya di Mekkah. „Abdullah bin Umar berkata, “Aku mendengar bahwa Nabi
Artinya, makna kesejahteraan dan kedamaian rumah tangga yang sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalian adalah pemimpin dan
diibaratkan surga itu bukanlah makna material. Melainkan bersifat akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya…suami
psikologis-spiritual. adalah pemimpin keluarganya dan akan dimintai
Sebagaimana nasehat agama, sedapat mungkin pertanggungjawaban atas kepemimmpinannya, istri adalah
keluarga yang terbentuk adalah keluarga yang sakinah, pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan akan dimintai
mawaddah, wa rahmah. Namun sayangnya istilah ini sangat pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
populer dikalangan masyarakat tetapi belum populer pada makna
ISBN: 978-602-74245-0-0 191
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Sayangnya banyak keluarga yang lari dari tanggung dikenal dengan istilah mawaddah dan rahmah. Kegagalan
jawab dan hanya ingin instannya saja. Anak dimasukkan dalam ini tidak sedikit membawa malapetaka baik berdampak
sekolah termahal ataupun pesantren, berharap sekeluarnya dari pada anak sebagai generasi penerus bangsa maupun bagi
sana anak bisa menjadi orang baik seperti yang diharapkan oleh orang tua itu sendiri. Dari sinilah Alquran memberikan
orang tuanya. Dari sinilah awal masalah-masalah kecil yang di perhatiannya bagaimana seharusnya fungsi cinta kasih itu
masa akan datang menjadi bom waktu bagi anak dan bangsa dijalankan, agar tercipta kedamaian dalam lingkungan
secara umum, karena anak melewatkan proses penting dalam keluarga yaitu terjalin rasa cinta kasih antara suami istri
hidupnya yaitu pendidikan dan kasih sayang dalam lingkungan serta terpenuhi kebutuhan kasih sayang sang anak.
keluarga. Pakar tafsir Al-Biqa’i sebagaimana yang dikutip
Berdasarkan fakta di atas maka penulis memandang Quraish Shihab berpendapat, rangkaian huruf yang
sangat penting untuk dibahas sebagai bentuk sosialisasi dan membentuk kata mawaddah mengandung arti kelapangan
penyadaran hususnya terhadap umat Islam akan pentingnya dada dan kekosongan. Ia adalah kelapangan dada dan
penguatan fungsi keluarga dalam membangun kesejahteraan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Jika demikian kata
umat. Dengan beralandaskan pada ayat-ayat Alquran dan hadis ini mengandung makna cinta, tetapi ia cinta plus. Ia adalah
Nabi Muhammad saw., dapat menjadi pedoman yang valid, cinta yang tampak buahnya dalam sikap dan perlakuan.
sehingga keluarga akan mampu mencapai fungsinya yang paling Karena itu siapa yang telah bersemai dalam hatinya
esensial yaitu tulang punggung kesejahteraan umat. mawaddah tidak akan lagi memutuskan hubungan,
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk sebagaimana yang terjadi pada orang yang bercinta.
mengetahui strategi membangun kesejahteraan umat melalui Jangan menduga mawaddah hadir begitu
penguatan fungsi keluarga dalam perspektif Alquran. terlaksananya perkawinan, yang benar adalah dengan
perkawinan Allah menganugerahi pasangan suami istri
PEMBAHASAN potensi untuk meraih mawaddah, selanjutnya mereka
A. Fungsi keluarga dalam perspektif Alquran harus berjuang bersama untuk meraihnya. Ada enam tahap
Membangun Keluarga harus ditopang dengan yang harus dilalui suami istri untuk mencapai kehidupan
berbagai unsur penting, seperti kesatuan aqidah, kemampuan rumah tangga yang sakinah dan yang dihiasi oleh
mewujudkan ketentraman, pergaulan yang baik, kekuatan mawaddah dan rahmah, yaitu tahap bulan madu, tahap
dalam melindungi anggota keluarga, dan pembagian tugas gejolak, tahap perundingan dan negosiasi, tahap
yang berimbang agar tercapai tujuan pernikahan. Ketenangan penyesuaian dan integrasi, tahap peningkatan kualitas
dan ketentraman dalam lingkungan keluarga tidak datang kasih sayang, dan tahap kemantapan.
dengan sendirinya, akan tetapi diperoleh melalui proses yang Tiap tahap di atas mengandung nilai ujiannya
panjang terutama faktor kesiapan sebelum mengarungi masing-masing yang harus dilewati oleh pasangan yang
keluarga seperti pengetahuan, keterampilan, fisik, mental dan mendambakan mawaddah. Bahkan pada tahap terahir pun
ekonomi. Bersatunya suami istri disimpulkan dalam hubungan masih ada riak-riak yang mewarnai kehidupan rumah
kemitraan yang diisyaratkan oleh kata zawj, yaitu kemitraan tangga, namun dianggap mudah dilewati karena ujian
dalam melaksanakan fungsi-fungsi keluarga guna tercapai terberat pada tahap-tahap sebelumnya telah berhasil
keluarga yang sejahtera. dilewati.
1. Fungsi Cinta Kasih Rahmah adalah kondisi psikologis yang muncul di
Fungsi keluarga yang pertama ini merupakan dalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan,
informasi Alquran yaitu pada QS. ar-Rum (30): 21. Yang sehingga mendorong yang bersangkutan untuk melakukan
terjemahanya: pemberdayaan. Karena itu dalam kehidupan keluarga
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya masing-masing suami dan istri akan sunggug-sungguh
ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu bahkan berusaha payah demi mendatangkan kebaikan
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram bagi pasangannya serta menolak segala yang
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih mengganggunya.
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu Suami istri harus mengasah potensi rahmat yang
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang dianugerahkan Allah swt. Ini karena suami istri harus
berfikir. merasa saling membutuhkan dan masing-masing harus
Ayat ini menunjuk pada penciptaan pasangan serta memenuhi kebutuhan pasangannya. Dalam Qs. al-
konsekuensi yang dihasilkannya. antara lain tercipta Baqarah (2): 187 diinformasikan:
ketenangan (sakinah). Pakar-pakar bahasa menegaskan Isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian
bahwa kata sakinah tidak digunakan kecuali untuk bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.
menggambarkan ketenangan dan ketentraman setelah Kalau pakaian berfungsi menutupi aurat, demikian
adanya gejolak. Cinta yang bergejolak di dalam hati dan pula pasangan suami istri, harus saling melengkapi dan
diliputi oleh ketidakpastian, akan berahir dengan sakinah, menutupi kekurangan masing-masing. Kalau pakaian
yakni ketenangan dan ketentraman dengan berkeluarga. hiasan bagi pemakainya, suami adalah hiasan bagi istrinya
Selain itu keharusan mengembangkan rasa cinta kasih demikian pula sebaliknya. Kalau pakaian mampu
(mawaddah dan rahmah), baik dicurahkan antar suami istri melindungi manusia dari sengatan panas dan dingin, suami
maupun kepada anak keturunannya. istri harus pula mampu melindungi pasangannya dari
Keluarga yang gagal dalam mempertahankan kesulitan yang dihadapi. Walhasil, suami dan istri saling
kelanggengan rumah tangganya adalah keluarga yang membutuhkan. Kesadaran inilah yang harus ada pada
gagal dalam menjalankan fungsi keluarga yang pertama ini pasangan yang mendambakan rahmah.
yaitu fungsi cinta kasih atau dalam istilah agama Islam
ISBN: 978-602-74245-0-0 192
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
2. Fungsi Pendidikan (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya
Lingkungan keluarga adalah lingkungan telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang
pendidikan pertama dan utama bagi pengembangan bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
potensi anak bangsa. Dikatakan lingkungan pendidikan Dalam pengembangan nilai-nilai Islami dalam diri
pertama karena dalam lingkungan keluargalah anak anak ada tiga tahapan strategi menurut Sudiati yang harus
mendapat pendidikan pertama kalinya bahkan sebelum dilalui, diantaranya; Moral knowing/Learning to know, moral
kelahirannya yaitu dalam kandungan sang ibu, sedangkan loving/moral feeling, moral doing/learning to do. Tahapan-
dikatakan lingkungan pendidikan yang utama karena tahap ini merupakan langkah dalam pendidikan karakter
dalam lingkungan keluarga anak menghabiskan banyak hususnya dilingkungan keluarga. Dalam tiap tahapnya
waktunya. Ditambah lagi bahwa usia anak dari 0-10 tahun diorientasikan pada penanaman pengetahuan tentang
dikenal dengan golden age, dimana pendidikan yang nilai-nilai sehingga anak harus mampu membedakan nilai-
diberikan pada usia ini akan menjadi pondasi dan nilai akhlak mulia dan akhlak tercela serta memahami
berpengaruh besar terhadap kualtas hidupnya kedepan. pentingnya ahklak mulia dan bahayanya ahlak tercela
Oleh karena itu orang tua melalui pendidikan dalam kehidupan. Pada akhirnya anak memiliki kecintaan
keluarga sedapat mungkin dilaksanakan dengan baik agar terhadap nilai-nilai positif dan terdorong untuk
anggota keluarga terlindungi dari kesengsaraan baik yang mengamalkanya. Antara lain metode dan strategi yang
bersifat jasmani maupun rohani. Qs. Al-Tahrim/66: 6. dapat digunakan oleh orang tua dalam mengembangkan
dijelaskan: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah ahlak anak di lingkungan keluarga yaitu:
dirimu dan keluargamu dari api neraka. a. Metode al-mawidhah al-hasanah
Sayyid Quthb, dalam Tafsir Fi Dzilalil Qur’an metode almawidhah al-hasanah merupakan
mengatakan: Sesungguhnya beban tanggung jawab merupakan metode yang diajarkan oleh Allah dalam al-
seorang mukmin dalam dirinya dan keluarganya Quran bagi para pendakwah, guru, maupun orang tua
merupakan beban yang sangat berat dan menakutkan. dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya,
Sebab neraka telah menantinya di sana jika gagal, dia ini dapat dirujuk dalam QS. An-nahal:125 (16) sebagai
beserta keluarganya terancam dengannya. Maka berikut: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
merupakan kewajibannya membentengi dirinya dan dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
keluarganya dari neraka ini yang selalu mengintai dan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
menantinya, sesungguhnya dia adalah neraka dan api Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang menyala-nyala serta membakar hangus. yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
Konsekuensi logis dari perintah ayat di atas adalah mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
orang tua harus mampu memainkan perannya sebagai Diakui bahwa ayat di atas memperkenalkan
pendidik pertama dan utama guna berkembangnya nilai- tiga metode yaitu bil hikmah, almauidhah al-hasanah
nilai Islami pada pribadi anak-anaknya. Allah dan jidal. Namun sebagian pakar berpandangan bahwa
menganugerahkan kepada perempuan sebagaimana bil hikmah dan jidal merupakan metode yang cocok
menganugerahkan kepada lelaki potensi dan kemampuan digunakan pada anak usia SMA dan perguruan tinggi
yang cukup agar masing-masing dapat memikul tanggung karena sudah matang pemahamannya. Sementara
jawabnya. Namun penting untuk diketahui bahwa almawidhah al-hasanah sangat cocok dengan anak-
perempuan (ibu) memiliki kecendrungan khas yang anak yang belum mampu berpikir abstrak.
membedakannya dengan lelaki (bapak), kecendrungan itu Pembahasan ini memprioritaskan penanaman nilai-
antara lain perempuan identik dengan kelembutan, penuh nilai islami pada anak yang sedang berada pada golden
kasih sayang, lebih menggunakan rasa, dan lain-lain. age (usia emas).
Kecendrungan inilah yang mengantar seorang ibu Muhammad Rasyid Ridha sebagaimana yang
mendapat porsi yang lebih dalam hal pendidikan karakter dikutip Abd. Mujib dan Jusuf Mudzakkir memberia arti
anak hususnya pada usia anak-anak. al-mawidhah dengan memberi nasehat dan peringatan
Perlu digaris bawahi pula bahwa mendidik anak yang baik dan benar yang dapat menyentuh sanubari,
bukan merupakan tugas ibu semata-mata, tetapi juga agar anak terorong untuk berbuat baik. Musthafa al-
bapak. Bahkan para peneliti Alquran, misalnya Nasarudin Maraghi memberi arti al-mawidhah tidak hanya
Umar tidak menemukan satu ayat pun dalam Alquran yang terbatas pada nasehat, karena nasehat merupakan
secara eksplisit memerintahkan perempuan untuk perintah yang disampaikan secara tiba-tiba tanpa ada
mendidik anak-anaknya, tetapi ayahlah yang diperintahkan unsur kontinuitas, tapi almawidhah adalah perintah
untuk memelihara/melindungi keluarganya dari segala yang disampaikan secara bertahap, terrencana, dan
yang dapat menjerumuskan mereka ke jurang kebinasaan. bertanggung jawab sampai perintah tersebut
Dalam Alquran ditemukan uraian tentang peran terlaksana.
bapak dalam mendidik anaknya. Bacalah misalnya, Implikasi dari metode al-mawidah al-hasanah
bagaimana Lukman memainkan peran menasehati dan adalah pemberian dan penyampaian informasi yang
mendidik anak-anaknya, hal ini ditemukan dalam QS. dapat memberikan pengetahuan, sikap, dan
Lukman : 13-15: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata keterampilan untuk mengerjakan suatu kebaikan agar
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran tercapainya kemaslahatan umat dalam rangka
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mengabdi pada Allah SWT. Metode ini pula dipandang
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya sebagai metode pokok karena bagaimana pun metode-
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman metode yang lain harus dilandasi dengan metode al-
yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia mauidhah al-hasanah ini.
ISBN: 978-602-74245-0-0 193
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
b. Pendekatan Pembiasaan janji dan ancaman ini. Janganlah Allah selalu
Pendekatan lain yang dapat diterapkan oleh digambarkan sebagai sosok yang pemarah dan suka
orang tua dalam mengembangkan nilai-nilai islami menghukum. Salah sedikit dimarahi Allah. Dosa sedikit
anak di lingkungan keluarga adalah pendekatan dihukum masuk neraka. Sungguh kita telah mendistorsi
pembiasaan. Dengan pendekatan pembiasaan ini ajaran kasih sayang didalam Islam menjadi sebuah
dapat memberikan kebiasaan bagi anak untuk ajaran yang menyeramkan. Kelak anak-anak akan
melakukan perbuatan yang baik dan terpuji. tumbuh menjadi orang-orang yang bengis dan kejam.
Pendekatan pembiasaan ini dilakukan pada anak-anak Kenalkan Allah pada anak-anak kita dalam
kecil yang belum mampu berpikir abstrak, cenderung sifat-Nya yang penuh kasih sayang, yang rahmat-Nya
meniru, dan rekreatif. mengalahkan amarah-Nya. Ketika mau berbuat apa
Karena beratnya membiasakan berbuat baik saja dianjurkan untuk menyebut nama-Nya yang Maha
maka seharusnya penanamannya harus dimulai sejak Pengasih lagi Maha Penyayang. Sifat Maha
dini, yaitu mulai dari sejak dalam kandungan seorang Pengampu-Nya selalu dikedepankan. Dengan cara ini
ibu harus menunjukkan sebagai wanita yang gemar anak-anak akan mencintai Tuhannya sepenuh jiwa dan
beribadah, Selain itu anak-anak harus dijaga dari menganggap agama menjadi pedoman hidup yang
pergaulan dan pengaruh lingkungan yang buruk sangat indah.
melalui pengawasan, bimbingan, nasihat, contoh yang 3. Fungsi Ekonomi
baik, lingkungan rumah juga harus dijaga kebersihan a. Pola Produksi Keluarga
dan kerapiannya sebagai faktor pendukung. Walaupun Islam menggarisbawahi bahwa
Menanamkan kebiasaan berbuat baik tersebut tanggung jawab dalam bidang pengadaan kebutuhan
dilakukan secara konsisten dan terus menerus, keluarga terletak di atas pundak bapak, tetapi ini bukan
sehingga benar-benar menjadi buaya yang melekat berarti bahwa ibu boleh berlepas tangan sama sekali.
dalam irinya. Dalam rumusan pakar-pakar hukum Islam kontemporer
c. Metode Keteladanan dinyatakan bahwa perempuan boleh bekerja selama
Konsep keteladanan ini telah diajarkan oleh pekerjaan ini membutuhkannya, dan/atau dia atau
Allah sendiri dengan mengutus Nabi saw. untuk keluarganya membutuhkannya, dan selama dia bisa
menjadi panutan yang baik bagi umat manusia menjaga diri untuk tidak mengganggu atau terganggu.
sepanjang sejarah. Selain QS. Al-Ahzab: 21, ayat Ada peringatan Alquran yang ditujukan kepada
Alquran yang menjadi rujukan orang tua dalam istri-istri Nabi saw., yaitu dalam firman-Nya: Wa qarna
mendidik anaknya terkait dengan metode keteladanan fii buyuutikunna. Dari Qs. al-Ahzab (33): 33 ini, biasa
adalah QS. al-Baqarah: 44: Mengapa kamu suruh diterjemahkan dengan “hendaklah kamu menetap di
orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu rumahmu”. Pemahaman yang melarang keluar rumah
melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu bagi istri-istri kurang tepat, karena dalam kamus-kamus
membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu bahasa dijelaskan bahwa kata itu pada mulanya
berpikir? bermakna “berat”, sehingga ayat ini diartikan sebagai
Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa metode perintah untuk menjadikan titik berat perhatian para istri
al-mauidhah al-hasanah dan metode pembiasaan adalah rumah tangga. Setiap pasangan harus pandai-
belum lengkap jika tidak dibarengi dengan contoh atau pandai memilah dan memilih pekerjaan yang diridhai
teladan dari orang tuanya. Pada fase-fase tertentu oleh agama Islam karena harta yang tidak halal jika
anak memiliki kecendrungan belajar lewat peniruan dikonsumsi oleh anggota keluarga akan
terhadap kebiasaan dan tingkah laku orang mempengaruhi kesehatan fisik dan psikis yang ahirnya
disekitarnya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa akan mengancam kesejahteraan keluarga.
anak adalah peniru yang sangat ulung. Karena itu Hal penting diperhatikan yang menjadi
metode keteladanan dari orang tua sangat efektif landasan guna terwujudnya kecukupan ekonomi
digunakan pada fase ini. keluarga bahwa kerja adalah keniscayaan, kerja harus
d. Teknik Pemberian Janji dan Ancaman (Targhib Wa berorientasi ibadah (Qs. al_Dzariyat(51): 56), tiada
Tarhib) saat tanpa kerja (Qs. Alam Nasrah(94): 7), menghargai
Targhib adalah harapan serta janji yang waktu (Qs. al-‘Ashr), kerja harus apik (Qs. al-An’am (6):
bersifat menyenangkan karena mendapat 135), setelah melewati rangkaian budaya kerja
penghargaan. Sebaliknya, tarhib merupakan ancaman tuntunan al-Quran ini rangkaian terahir yang tidak kalah
pada peserta didik bila ia melakukan suatu tindakan penting adalah optimisme. Kerja harus dibarengi
yang menyalahi aturan. Kedua teknik ini sangat efektif dengan optimisme dan harapan akan bantuan Ilahi (Qs.
digunakan karena dapat menumbuhkan motivasi baru Alam Nasrah(94): 7) karena satu keletihan akan
pada anak. Ayat Alquran yang dapat dirujuk terkait dibarengi dengan dua kesenangan (Qs. Alam
dengan teknik ini adalah QS. Al mu’min (40): 17 Nasrah(94): 6).
sebagai berikut: Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi Jika Ibu rumah tangga memiliki kesempatan
balasan dengan apa yang diusahakannya. tidak ada untuk membantu suami dalam mencari sumber harta
yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah Amat keluarga, maka manfaatkan kesempatan ini dengan
cepat hisabnya. sebaik-baiknya, dan harus sesuai dengan prinsip
Pengenalan eksistensi Allah sebagai Tuhan Islami. Bagi Ibu rumah tangga yang memiliki amanah
semesta alam menjadi pelajaran sentral yang harus bekerja di luar rumah, wajib menjaga kebersihan
dikenalkan pada anak-anak sejak kecil terkait dengan sumber harta dengan cara menghindari kegiatan
ISBN: 978-602-74245-0-0 194
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
korupsi, menyogok atau suap, dan muamalah lainnya membelanjakan uang dan tidak terlalu kikir. Pentingnya
yang bertentangan dengan prinsip Islam. Sedangkan menjadi moderat dalam membelanjakan uang secara
bagi Ibu rumah tangga yang memiliki kesempatan eksplisit disebutkan dalam Alquran Qs. al-Furqan: 67,
menjalankan aktifitas usaha di rumah, alangkah sebagai berikut: Dan orang-orang yang apabila
baiknya jika sambil melakukan aktivitas rutin sebagai membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan
ibu rumah tangga, dapat berkreasi dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
mengembangkan ketrampilannya untuk kegiatan yang tengah-tengah antara yang demikian.
bisa menghasilkan uang, seperti menjual kue, Ayat Alquran di atas membarikan isyarat pada
kerajinan tangan, atau sebagai reseller produk pakaian umat muslim dalam memutuskan apa yang harus
dengan memanfaatkan media online. dikonsumsi sekarang dan dimasa depan. Konsumsi
Apa pun goal atau tujuan hidup keluarga yang yang dilakukan sekarang untuk masa depan: Islam
ingin dicapai harus memiliki jiwa entrepreneur. membolehkan muslim untuk menabung atau investasi
Entrepreneur menjadi syarat penting kalau keluarga untuk masa depan. Hal ini mengindikasikan bahwa
ingin mencapai kesuksesan ekonomi. Ajarkan anak harus disusun arus kas untuk menentukan berapa
sejak dini untuk mengasah kecerdasan finansialnya, banyak pendapatan untuk dikonsumsi dan berapa
yang efeknya akan dinikmati ketika mereka telah banyak untuk di simpan.
dewasa. Dalam sejarah, wanita juga telah terbukti Investasi merupakan poin penting dalam
mampu untuk bisa berkontribusi dalam menghasilkan manajemen keuangan keluarga. Dengan investasi,
sumber harta. Terbukti Khadijah Radhiallahu Anha mudah mencapai impian masa depan. Investasi yang
berhasil menjadi pengusaha wanita sukses. tepat ditentukan berdasarkan tujuannya. Tujuan dalam
b. Pola konsumsi keluarga investasi dibedakan berdasarkan jangka waktunya.
Alquran menyebutkan bahwa harta sebagai Secara umum, aset yang dapat menjadi sarana
qiyam atau pokok kehidupan (Qs. al-Nisa:5). Karena itu investasi terbagi menjadi dua, yaitu aset riil dan aset
keputusan belanja sehari-hari keluarga selalu finansial. Aset riil adalah aset yang dimiliki dan memiliki
dihadapkan pada pilihan yang semestinya wujud yang kita simpan atau miliki. Contohnya aset riil
deselesaikan dengan bijak, karena kalau tidak, adalah rumah, tanah dan emas. Sedangkan, aset
dampaknya akan berbahaya bagi kehidupan ekonomi finansial tidak berwujud, biasanya hanya berupa kertas
keluarga. Bagaimana misalnya keputusan membeli yang merupakan bukti kepemilikan kita. Contoh
barang-barang yang bersifat barang mewah atau investasi antara lain tabungan, deposito, reksadana,
bahkan tertier dilakukan oleh keluarga. Apakah itu obligasi, saham, emas, properti, dan lainnya.
motor, hanphone, atau lainya. Ini membutuhkan B. Hakikat kesejahteraan dalam perspektif Alquran
konsep perilaku konsumen. Kata “sejahtera”, salah satu kata yang dapat
Menurut Fahmi Khan, pakar ekonomi Muslim mewakilinya jika dirujuk dalam Alquran adalah kata “as-Salam”,
yang khusus meneliti masalah konsumsi Islami dalam maknanya berkisar pada keselamatan dan keterhindaran dari
Abdurrahman, bahwa model konsumsi Islami harus segala yang tercela dan kekurangan, apa pun bentuk
didasarkan pada “konsep kebutuhan” (needs) sebagai kekurangan tersebut, baik lahir maupun batin. Kata ini terulang
lawan dari konsep ekonomi konvensional yang di dalam Alquran sebanyak 42 kali yang digunakan untuk
berbasis pada “konsep keinginan” (wants). Kebutuhan berbagai maksud, salah satunya menggambarkan keadaan
dan keinginan adalah alat yang digunakan untuk atau sifat sesuatu. Penggunaan bentuk nakirah/indefinite kata
mengukur perilaku konsumsi. Bimbingan konsumsi “as-Salam”, untuk mengisaratkan betapa besar dan banyak
hususnya keluarga diatur sedemikian rupa oleh Islam kesejahteraan itu.
sebagaimana firma Allah dalam Qs. al-A’raf (7): 31 Kata as-salam juga merupakan salah satu dari
sebagai berikut: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu asmaul husna yang berarti Yang Maha Sejahtera. Ibnu al-Arabi
yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan sebagaimana yang dikutip Quraish Shihab dalam bukunya
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan menyingkap tabir Ilahi, berpendapat bahwa, “seluruh ulama
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sepakat bahwa nama as-Salam yang dinisbahkan pada Allah
berlebih-lebihan. berarti Dzu adz-Dzalaamah, yang memiliki
Imam Syaitibi menggunakan konsep keselamatan/keterhindaran”. Hanya saja mereka berbeda
“mashlahah” terhadap pola konsumsi keluarga muslim. dalam memahami istilah ini. Ada yang memahaminya dalam
Menurut beliau mashlahah adalah sifat atau arti, Allah terhindar dari segala aib dan kekurangan. Ada juga
kemampuan barang dan jasa yang mendukung elemen yang berpendapat bahwa Allah yang menghindarkan semua
dan tujuan dasar dari kehidupan manusia di muka bumi mahluk dari penganiayaan-Nya, dan kelompok ketiga
ini yaitu jiwa, harta, agama, akal, dan berpendapat bahwa as-Salam yang dinisbahkan pada Allah itu
keluarga/keturunan. berarti, “Yang memberi salam kepada hambanya di surga
Dengan demikian, secara normatif, pada kelak”.
tingkat pendapatan tertentu, konsumen muslim, karena Seseorang yang meneladani Allah dalam sifat as-
memiliki alokasi untuk hal-hal yang menyangkut ahirat, Salam, dituntut untuk menghindarkan hatinya dari segala aib
akan mengkonsumsi barang lebih sedikit sesuai dan kekurangan, baik lahir maupun batin, seperti tulis al-
kebutuhan. Hal yang membatasinya adalah konsep Ghazali, “siapa yang selamat hatinya dari hal-hal tersebut
maslahah. maka akan selamat pula anggota badannya dari segala
Selain konsep mashlahah ada pula konsep kejahatan. Dialah as-Salam dari hamba-hamba Allah. Dari
wasatiyyah atau keberimbangan, tidak terlalu tamak pandangan ini dapat diketahui bahwa manusia yang sejahtera
ISBN: 978-602-74245-0-0 195
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
adalah manusia yang memiliki ketenangan batin, keterhindaran keluarga dan umat ini sejalan dengan ayat Alquran yang
dari penyakit hati dan ketercukupan kebutuhan lahir. merupakan doa nabi Ibrahim as. Yaitu dalam Qs. al-Baqarah
Di sisi lain Amartya sen, ekonom kelahiran India, (2): 128, sebagai berikut:
penerima Nobel ekonomi memandang bahwa indikator Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk
kesejahteraan yaitu dilihat dari indeks pembanguna patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu
masyarakat (IPM). Sementara itu hal selaras yang saat ini kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan
masih menjadi perbincangan hangat yaitu adanya keinginan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat
sebagian masyarakat yang ingin memasukkan variabel moral ibadat haji kami, dan terimalah Taubat kami.
ke dalam indikator IPM. Kesehatan, ekonomi, dan daya beli Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Penerima Taubat
masyarakat hanya mengukur kesejahteraan fisik saja lagi Maha Penyayang.
sementara non fisiknya belum terukur maka perlu memasukkan Ali Syari’ati dalam bukunya al-Ummah wa al-Imamah
variabel tersebut. Para menteri di bawah koordinasi sebagaimana yang dikutip oleh Quraish Shihab merinci arti
Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat menyepakati kata “umat” seperti yang tercantum dalam ayat Alquran di atas.
bahwa pendidikan juga menjadi tolok ukur indeks Menurutnya makna akar kata ini mengandung tiga pesan
kesejahteraan rakyat. pokok, yakni pergerakan, tujuan, serta ketetapan atas dasar
Sampai disini dapat diketahui bahwa kesejahteraan kesadaran penuh. Makna-makna ini lebih jauh mengandung
itu tidak hanya dilihat dari aspek fisik (kesehatan dan ekonomi,) makna lain yang tidak kurang dalamnya, yakni pilihan,
tetapi juga ketenangan batin (pemahaman dan ketaatan kemajuan, serta arah.
beragama, kepemilikan nilai-nilai positif, moralitas dan ahlak). Itu sebabnya dari arti kata ini juga dibentuk kata-kata
Lebih jauh lagi Alquran memandang bahwa kesejahteraan itu lain yang berarti pemimpin, keteladanan, dan kelompok, yang
tidak hanya terbatas pada kondisi kekinian dan kedisinian, kesemuanya menjadi prasyarat kemajuan umat. Jika dikaitkan
tetapi juga berorientasi ahirat yaitu kesejahteraan di surga dengan ayat Alquran di atas, “kelompok” yang dimaksud
kelak. Sebagaimana informasi Alquran dalam Qs. Maryam adalah “anggota keluarga” yakni anak keturunan Nabi Ibrahim
(19): 33 sebagai berikut: Dan kesejahteraan semoga as., yang telah menjadi pemimpin sekaligus teladan bagi
dilimpahkan kepadaku, pada hari Aku dilahirkan, pada hari Aku umatnya. Sampai disini tidak salah jika disimpulkan bahwa
meninggal dan pada hari Aku dibangkitkan hidup kembali". salah satu kekuatan yang menjadi pondasi kemajuan umat dan
Bentuk ma’rifah pada kata salam di atas bangsa adalah kekuatan keluarga. Oleh karena itu tujuan serta
mengandung informasi bahwa ‘Isa as. dalam ucapannya ini ia arah yang dituju oleh suatu bangsa melalui pemimpinya harus
bermohon kiranya segala macam salam disegala tempat dan sejalan dengan visi dan misi keluarga-keluarga yang ada
waktu melimpah padanya. tentunya kesejahteraan yang dalam bangsa itu.
dimohonkan itu mencakup kesejahteraan lahir batin serta Keluarga adalah unit terkecil yang menjadi
berorientasi dunia dan ahirat. Kesejahteraan seperti inilah yang pendukung lahirnya bangsa dan masyarakat. Selama
harus diusahakan oleh umat manusia dalam hidupnya. pembangkit itu mampu menyalurkan alur yang kuat lagi sehat,
C. Penguatan Fungsi keluarga dalam membangun selama itu pula masyarakat bangsa akan menjadi sehat dan
kesejahteraan umat perspektif Alquran kuat. Kalau dalam literatur keagamaan dikenal ungkapan
Paradigma tentang pembentukan keluarga harus “wanita adalah tiang negara”, maka tidak meleset jika dikatakan
lahir dari prinsip dan tujuan yang benar sesuai tuntunan Islam. bahwa, “keluarga adalah tiang negara, dengan keluargalah
Dengan demikian setiap orang akan memandang perkawinan negara bangkit dan runtuh”.
sebagai sesuatu yang sakral, bermuatan ibadah, dan sadar Dari segi psikologis, melalui penguatan fungsi cinta
akan tugas dan tanggung jawabnya secara menyeluruh. kasih keluarga akan mampu meredam emosi, mencegah
Pembentukan keluarga yang berkualitas pun menjadi target depresi, menjaga kesehatan mental, dan memberi ketahanan
utama pernikahan. Oleh karena itu sangat penting bagi terhadap tekanan-tekanan jiwa serta memberi dampak-
seorang muslim membangun kompetensi berumah tangga dampak psikis lain bagi anggota keluarga yang tentunya akan
yang meliputi segala pengetahuan, keterampilan, dan sikap berpengaruh juga pada harmonisnya hubungan sosial dalam
dasar yang harus dimiliki agar berhasil menjalankan fungsi- lingkungan masyarakat. Ketenangan batin akan berpengaruh
fungsi keluarga guna membangun rumah tangga yang kokoh pada kesehatan fisik (kesejahteraan lahir) hal ini dikenal
dan menjadi basis pencapaian kesejahteraan masyarakat, dengan istilah psikosomatik. Di sisi lain anak-anak yang
bangsa, dan negara. tercukupi kebutuhan kasih sayangnya akan lebih semangat
Penting bagi pemerintah melaksanakan program dalam belajar serta menghindari kenakalan remaja yang marak
rutin parenting training baik bagi pemuda pemudi yang hendak terjadi diberbagai daerah di Indonesia.
membentuk keluarga baru guna memantapkan fisik dan psikis Bangsa-bangsa yang maju bukan karena umur dan
dalam memainkan perannya sebagai suami istri atau ibu bapak lamanya merdeka, bukan juga karena jumlah penduduk dan
bagi anak-anaknya. Demikian halnya dengan yang suami istri kekayaan alam, tetapi lebih disebabkan karakter yang dimiliki
yang telah membentuk rumah tangga guna lebih memantapkan oleh bangsa tersebut. Karakter kejujuran, kedisiplinan, kerja
kompetensiyang dimiliki. keras, tanggung jawab, toleransi terhadap perbedaan, adil,
Alquran menamakan satu komunitas sebagai umat, peduli, visioner, merupakan karakter yang dimiliki oleh negara-
dan menamakan ibu yang melahirkan anak keturunan sebagai negara maju. Generasi yang berkarakter adalah investasi bagi
umm. Kedua kata tersebut terambil dari akar kata yang sama. masa depan bangsa yang sejahtera
Mengapa demikian?, agaknya karena ibu yang melahirkan itu Melalui penguatan fungsi pendidikan dalam
dan yang dipundaknya terutama dibebankan pembinaan anak lingkungan keluarga pula akan membantu anak
dan kehidupan rumah tangga yang merupakan tiang umat, mengembangkan dan memiliki pondasi sifat-sifat terpuji yang
tiang negara dan tiang bangsa. Hubungan antara pembinaan akan mengantarnya meraih ketenangan hidup dan tentunya
ISBN: 978-602-74245-0-0 196
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
orang tua akan merasakan hal yang sama ketika melihat anak- terhindar dari berbagai macam penyakit sosial serta akan
anaknya berahlak mulia. Sifat-sifat yang dapat dikembangkan tercukupi kebutuhan lahir dan batin baik keluarga itu sendiri
melalui pendidikan dalam lingkungan keluarga antara lain maupun umat yang terbentuk dari keluarga-keluarga. Inilah
cerdas (Qs. Fathir: 28), peduli (an-Nahl: 90), istiqomah (al- hakikat umat yang sejahtera.
Ahqaf: 13), berbuat baik dalam segala hal (Qs. Al-Baqarah:
112), sabar dan optimis (Qs. Hud: 115), teguh hati (Qs. Yusuf: DAFTAR PUSTAKA
87), tidak sombong dan angkuh (Qs. Lukman: 18), tanggung Abdullah, Abdurrahman. Urgensi Ekonomi Syari’ah Dalam
jawab (Qs. Al-Qiyamah: 36), lemah lembut (Qs al-Kahfi: 19) Kehidupan Sehari-Hari (makalah yang disampaikan pada
serta keteguhan iman. Sifat-sifat ini merupakan turunan dari upacara wisuda sarjana program studi manajemen STIE
asmaul husna. Siapa yang memiliki sifat-sifat ini pada dirinya YAPIS Dompu, 23 Mei 2013)
maka sesungguhnya dialah hamba Allah as-Salam (yang Maha Mujib Abdul dan Jusuf Mudzakir. Ilmu Pendidikan Islam Cet.II;
Sejahtera). Himpunan keluarga dan generasi unggul seperti ini Kencana: Jakarta
akan menjadi energi yang sangat potensial dalam merajut Mustofa, Agus. Sang Pengantin dan Generasi cinta, PADMA
“umat besar” yaitu bangsa dan negara yang sejahtera dimasa Press: Surabaya
depan. Muslim, Imam. Shahih Muslim, Juz II, nh. 3408 (Surabaya: Syarikat
Keluarga yang bermasalah dengan ekonominya tidak ‘Alawi, tt)
sedikit melahirkan masalah sosial. Perampokan, pencurian, Nasution, Mustafa Edwin. Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam,
bahkan sampai pada kasus pembunuhan dilakukan oleh suami Jakarta: Kencana Prenada, 2006
bahkan istri karena terdesak masalah ekonomi. Hal ini juga Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Dzilalil Qur’an, Jakarta: Gema Insani Pers.
dipicu oleh kenyataan bahwa masyarakat kelas menengah di 2004
Indonesia adalah masyarakat yang paling konsumtif di Shihab, Quraish. membumikan Alquran, Cet. Xxxi; mizan pustaka:
Indonesia, sehingga banyak keluarga yang mengalami “besar Bandung
pasak daripada tiang”. ---------, Lentera Hati, Cet XXIX; Mizan Media Utama: Bandung,
Demikianlah terlihat betapa besar perhatian agama 2005
Islam dalam masalah keluarga dalam kaitannya dengan ---------,Menyingkap Tabir Ilahi, Al-asma al-Husna Dalam Perspektif
kesejahteraan umat. Betapa keberhasilan secara perorangan al-Quran Cet VII; Lentera Hati: Jakarta
atau kolektif, secara pribadi atau sebagai bangsa, didunia dan ---------,Pengantin alquran Kalung Permata Buat Anak-anakku,
di ahirat kelak, banyak sekali ditentukan oleh keberhasilan Cet;VII: Lentera Hati: Jakarta
dalam melaksanakan peran dan fungsi keluarga. ---------,Secercah Cahaya Ilahi, Hidup Bersam Al-Quran, Cet;II:
Mizan Pustaka: Bandung
KESIMPULAN ---------,Tafir al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran,
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan antara lain: vol 4 Cet II; Lentera Hati: Jakarta
1. Keluarga adalah “umat kecil” yang memiliki pimpinan dan ---------,Tafir al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran,
anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak vol 10, Cet II; Lentera Hati: Jakarta
dan kewajiban bagi masing-masing anggotanya. “umat besar” Sudiati. Pendidikan Nilai Moral Ditinjau dari Perspektif Global
atau suatu negara demikian pula halnya. Keluarga adalah jiwa Yogyakarta, UNY, 2010
masyarakat dan tulang punggungnya. Kesejahteraan lahir Umar, Nasaruddin. Argumen Kesetaraan Jender Perspektif
batin yang dinikmati suatu bangsa, atau sebaliknya, adalah Alquran, Cet. II; Paramaina: Jakarta
cermin dari keadaan keluarga-keluarga yang hidup pada Zahwa, Abu. Buku Pintar Keluarga Sakinah, Jakarta:Kultumedia,
masyarakat tersebut. 2003
2. Dengan melihat realita kehidupan keluarga di Indonesia maka http://www.berita satu.com/keluarga/3169-perceraian-di-
revitalisasi fungsi keluarga mutlak dilakukan. Jika tiap keluarga indonesia-rekor-tertinggi-se-asia-pasifik.25/8/2015
sadar serta melaksanakan peran dan fungsi masing-masing /http://nasional.harianterbit.com/nasional/2015/05/16/28697//25/K
anggota keluarga sesuai petunjuk Alquran, baik fungsi cinta asusPenelantaran-Anak-Mensos-Jumlahnya-Ada-5.900.
kasih, fungsi pendidikan, maupun fungsi ekonomi maka akan 25/8/2015

ISBN: 978-602-74245-0-0 197


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

PENGARUH DESAIN AKTIVITAS LABORATORIUM INKUIRI TERBIMBING TERHADAP


PENGUASAAN KONSEP FISIKA DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA
SMAN 7 MATARAM
Intan Kusuma Wardani
Dosen Pendidikan Fisika IKIP Mataram
Email: intankusumawardani7@gmail.com

ABSTRAK: Pembelajaran fisika sebenarnya tidak bisa lepas dari pembelajaran sains. Pembelajaran sains adalah memahami fenomena
alam dan hakikat sains dengan penyelidikan dan penemuan. Pernyataan tersebut memberikan indikasi bahwa tidak hanya penguasaan
konsep fisika yang harus baik, tetapi siswa juga harus tahu bagaimana konsep itu ditemukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh laboratorium inkuiri terbimbing terhadap penguasaan konsep fisika dan keterampilan proses sains siswa. Penelitian
ini merupakan quasi experiment dengan menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah
kelas yang belajar dengan menggunakan laboratorium inkuiri terbimbing dan kelas kontrol adalah kelas yang belajar dengan
menggunakan laboratorium verifikasi. Penelitian ini dilakukan pada pokok bahasan fluida. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
kelas XI-IPA SMA Negeri 7 Mataram pada semester genap tahun ajaran 2013/2014. Sampel diambil dengan cara acak dan diperoleh
kelas XI-IPA 1 sebagai kelas kontrol dan kelas XI-IPA 5 sebagai kelas eksperimen. Data dianalisis dengan menggunakan multivariate of
anova. Hasil analisis menghasilkan bahwa hipotesis penelitian diterima. Hasil analisis dan pembahasan menunjukkan bahwa siswa yang
belajar dengan laboratorium inkuiri terbimbing mempunyai penguasaan konsep fisika dan keterampilan proses sains lebih baik daripada
siswa yang belajar dengan laboratorium verifikasi.

Kata Kunci: Desain Aktivitas Laboratorium Inkuiri Terbimbing, Penguasaan Konsep, Keterampilan Proses Sains

Abstract: Actually learning physics can not be separated from learning science . Learning science is to understand natural phenomena
and the nature of science by inquiry and discovery. The statement indicates that not only the mastery of physics concepts that should be
good, but students also need to know how the concept was found. The purpose of this study was to determine the effect of guided inquiry
labs to mastery of physics concepts and science process skills of students. This study was a quasi -experiment using two classes of
experimental class and control class. Experimental class is a class that is taught using guided inquiry labs and control class is a class that
is studying the use of laboratory verification. The research was conducted on the subject of fluid. The population in this study were all class
XI Science SMAN 7 Mataram in the second semester of academic year 2013/2014. Samples were taken in a random way and obtained
class - XI IPA 1 as the control class and class XI - IPA 5 as a class experiment. Data were analyzed using multivariate analyzes of ANOVA.
The results of the analysis yields that the research hypothesis is accepted. The results of the analysis and discussion showed that students
who learn with guided inquiry labs have mastery of physics concepts and science process skills better than students who studied with
laboratory verification.

Keywords: Design Of Guided Inquiry Lab Activity, Mastery Of Concepts, Science Process Skills

PENDAHULUAN dan keterampilan intelektual yang berhubungan dengan pelajaran


Fisika merupakan salah satu mata pelajaran di Sekolah fisika. Untuk itu dibutuhkan peralatan dan ruang laboratorium yang
Menengah Atas (SMA), sehingga pembelajaran fisika merupakan memadai agar siswa dapat bekerja secara kelompok dua atau tiga
salah satu yang dituntut untuk mewujudkan proses pembelajaran orang.
yang diharapkan pemerintah. Pada hakikatnya pembelajaran fisika Berdasarkan karakteristik materi fluida, konsep fluida
merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari pembelajaran statis lebih baik diperoleh dengan melakukan penyelidikan. Pada
sains. Pembelajaran sains adalah memahami fenomena alam dan fluida tak bergerak (statis) lebih bermakna jika diperoleh dengan
hakikat sains dengan penyelidikan dan penemuan [1]. melakukan penyelidikan (inkuiri). Hal ini didukung dengan hasil
[2] mengemukakan bahwa kegiatan laboratorium fisika di SMA wawancara dengan guru SMA kelas XI yang menghasilkan bahwa
dapat memberikan pengalaman nyata melalui fenomena, sebagai jika materi ini diterapkan dengan penyelidikan, maka pemahaman
tempat awal siswa untuk pengembangan ide-ide secara sistematis, konsep yang diperoleh siswa lebih baik dibandingkan jika dengan
dan ajang pengujian kemampuan dasar untuk prediksi penalaran konvensional.
siswa. Model pembelajaran inkuiri dimaknai sebagai model
Hasil tanya jawab peneliti dengan guru pelajaran fisika kelas XI pembelajaran yang bertujuan untuk menemukan pengetahuan
tentang pembelajaran fisika pada materi fluida statis di SMA Negeri dengan mengikuti bagaimana ilmuwan mengembangkan,
7 Mataram menyatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan memahami, dan menerapkan pengetahuan baru melalui
selama ini hanya sebatas penyampaian materi dan minimnya pertanyaan yang sistematik, mengajukan hipotesis, melakukan
kegiatan laboratorium. Secara umum fasilitas di SMA Negeri 7 eksperimen yang melibatkan penemuan untuk memverifikasi fakta
Mataram telah tersedianya laboratorium yang dapat digunakan [3]; [4]. Pembelajaran inkuiri juga dimaknai sebagai pembelajaran
untuk kegiatan laboratorium, namun tidak digunakan secara yang melibatkan siswa pada keterampilan proses sains dan dalam
maksimal. mengaplikasikan keterampilan tersebut, siswa melibatkan konsep
Dalam pelaksanaan kegiatan laboratorium, pembelajaran sains [5]
bermakna akan diperoleh siswa apabila semua siswa memperoleh Permasalahan kegiatan praktikum yang tidak dapat
kesempatan yang sama untuk mendapatkan keterampilan manual membuat siswa mempunyai penguasaan konsep fisika dan
ISBN: 978-602-74245-0-0 198
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
keterampilan proses sains siswa membutuhkan solusi. Kelebihan Setelah perlakuan
desain aktivitas laboratorium pada inkuiri terbimbing secara teori Kelas
Y1. Y2
dapat membantu siswa mengkonstruk pengetahuannya sendiri, A1 O1 O3
sehingga penguasaan konsep fisika lebih baik. Proses A0 O2 O4
pembelajaran yang sesuai dengan yang digunakan ilmuwan,
menyebabkan keterampilan proses sains siswa lebih baik. Keterangan:
Berdasarkan penjelasan di atas, perlu dilakukan penelitian dengan A1 : kelas yang belajar dengan desain aktivitas laboratorium
judul “Pengaruh Desain Aktivitas Laboratorium Inkuiri Terbimbing inkuiri terbimbing
terhadap Penguasaan Konsep Fisika dan Keterampilan Proses A0 : kelas yang belajar dengan desain aktivitas laboratorium
Sains Siswa Kelas XI SMA Negeri 7 Mataram”. verifikasi
O1, O2 : penguasaan konsep
METODE PENELITIAN O3, O4 : keterampilan proses sains
Penelitian ini dilaksanakan di SMA 7 Mataram pada Y1, Y2 : model perlakuan kelas eksperimen dan kelas kontrol
bulan April s.d Mei 2014 pada dua kelas sampel melalui teknik Peneliti menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas,
random sampling. Dari 7 kelas XI IPA yang ada, terpilih siswa kelas dan terikat. Variabel bebas yang digunakan adalah desain aktivitas
XI IPA-1 dan XI IPA-5 sebagai sampel yang telah memenuhi laboratorium pada inkuiri terbimbing dan laboratoriuam verifikasi.
persyaratan variansi yang homogen berdasarkan hasil uji Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penguasaan konsep
homogenitas varians dan uji kesamaan rata-rata dilihat dari nilai fisika dan keterampilan proses sains.
ujian. Pelaksanaan penelitian ini dibagi atas dua tahap, yaitu;
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuasi (quasi Tahap Pra Eksperimen dan Tahap Eksperimen. Pada tahap pra
experiment) dengan menggunakan dua kelas yaitu satu kelas eksperimen dilakukan kegiatan-kegiatan yaitu : Sebelum
eksperimen dan satu kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas pelaksanaan penelitian kegiatan yang dilakukan adalah : 1)
yang belajar dengan menggunakan desain aktivitas laboratorium menjabarkan SK, KD, indikator dan tujuan pembelajaran ; 2)
pada inkuiri terbimbing, kelas kontrol adalah kelas yang belajar menguraikan materi terkait sesuai dengan indikator dan tujuan
dengan desain aktivitas laboratorium verifikasi. Penelitian ini pembelajaran; 3) menyusun bahan ajar berbasis kegiatan
dilakukan pada standar kompetensi menerapkan konsep dan laboratorium ; 4) menyusun pola langkah-langkah pembelajaran
prinsip dasar fluida statis. Penelitian ini memberikan gambaran dengan kegiatan laboratorium ; 5) mempersiapkan alat dan bahan
tentang perbandingan penguasaan konsep fisika siswa dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan laboratorium ; 6) menyusun
keterampilan proses sains yang belajar dengan desain aktivitas instrumen untuk mengukur pencapaian kompetensi siswa ; 7) uji
laboratorium pada inkuiri terbimbing dan siswa yang belajar coba instrumen untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas ; 8)
dengan desain aktivitas laboratorium verifikasi. menyiapkan 1 orang observer untuk membantu penilaian proses
Desain penelitian ini menggunakan posttest only control pembelajaran.
group design dengan skema seperti Tabel 1.
Tabel 1 Skema Rancangan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 2. Persentase Kerterlaksanaan Pembelajaran
Materi
Rata-rata
Kelas 1 2 3
Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa
Kontrol 91% 85% 97% 95% 97% 97% 95% 92%
Eksperimen 92% 87% 96% 95% 97% 97% 95% 93%

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa keterlaksanaan Tabel 3. Deskripsi Data Penguasaan Konsep Siswa
pembelajaran pada kelas kontrol untuk kegiatan guru diperoleh Kelas
rata-rata 95%, sedangkan untuk kegiatan siswa diperoleh rata-rata Parameter eksperimen Kelas kontrol
92%. Pada kelas eksperimen untuk kegiatan guru diperoleh rata- N 34 34
rata 95% dan untuk kegiatan siswa diperoleh rata-rata 93%.
Terlihat pula pada setiap materi kegiatan guru dan siswa X 86,32 72,65
mengalami peningkatan persentase. Hal ini menunjukkan bahwa Xmin 75 55
proses pembelajaran semakin membaik baik dari siswa ataupun Xmax 100 85
guru.
Data penguasaan konsep fisika diperoleh berdasarkan Sd 6,78 8,09
hasil postes yang dilakukan pada dua kelas yaitu kelas XI-IPA 1
dengan penerapan laboratorium verifikasi dan kelas XI-IPA 5 Pada Tabel 2 terlihat adanya selisih nilai rata-rata
dengan laboratorium inkuiri terbimbing. penguasaan konsep antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Pada kelas eksperimen rata-rata penguasaan konsep sebesar
86,32, sedangkan kelas kontrol nilai rata-rata penguasaan konsep
sebesar 72,65 Jika ditampilkan dalam bentuk diagram seperti
gambar 1 di bawah ini.

ISBN: 978-602-74245-0-0 199


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 5. Kenaikan Keterampilan Proses Sains Setiap Materi
Penguasaan Konsep Materi
Kelas
90.00 86.32 1 2 3
NIlai Rata-rata

85.00 Kontrol 67,20 69,70 73,89


80.00
Eksperimen 76,83 78,97 83,69
75.00 72.65
.
70.00 Data pada Tabel 4 jika ditampilkan dalam bentuk grafik, dapat
65.00 dilihat pada gambar 3 berikut ini.
kelas kelas kontrol
eksperimen Kenaikan Keterampilan Proses Sains
Jenis Kelas
100.00
Gambar 1. Diagram Nilai Rata-Rata Penguasaan Konsep

NIlai Rata-Rata
80.00
Data keterampilan proses sains merupakan nilai rata-rata yang 60.00
diperoleh dari hasil observasi selama pembelajaran berlangsung 40.00 Kontrol
yang dilakukan pada kelas XI-IPA 1 dengan penerapan Eksperimen
20.00
laboratorium verifikasi dan kelas XI-IPA 5 dengan laboratorium
inkuiri terbimbing. 0.00
Tabel 4. Deskripsi Data Keterampilan Proses Sains Siswa 2 3 1
Kelas Materi
Parameter eksperimen Kelas kontrol Gambar 3: Diagram Kenaikan Keterampilan Proses Sains Setiap
N 34 34 Materi
X 79,83 70,26
Data keterampilan proses sains yang diperoleh dari hasil
Xmin 64,65 48,48 rata-rata penilaian dengan melakukan observasi selama proses
Xmax 91,92 84,85 pembelajaran berlangsung pada kedua kelas baik kelas
eksperimen (laboratorium inkuiri terbimbing) maupun kelas kontrol
Sd 5,94 8,09
(laboratorium verifikasi) bersifat normal dan homogen. Nilai rata-
rata yang diambil, dengan harapan dapat memberikan gambaran
Pada Tabel 3 terlihat adanya selisih nilai rata-rata keterampilan
semua hasil keterampilan proses sains siswa dari materi pertama
proses sains antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Terlihat
sampai materi ketiga. Begitu pula data penguasaan konsep
pada kelas eksperimen nilai rata-rata kerja ilmiah sebesar 79,83
fisikayang diperoleh dari hasil postes pada kedua kelas bersifat
dan pada kelas kontrol sebesar 70,26. Jika ditampilkan dalam
normal dan homogen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sampel
bentuk diagram seperti gambar 2 di bawah ini.
yang digunakan representatif dan memiliki keterampilan proses
sains siswa yang homogen.
Keterampilan Proses Sains Data keterampilan proses sains pada peneilitian ini setiap
85 pertemuan mengalami kenaikan. Kenaikan keterampilan proses
Nilai Rata-rata

80 sains siswa, dapat terlihat selama proses penelitian di setiap


pertemuan baik di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Fase
75 menyajikan masalah, guru menyajikan masalah yang umum, dan
siswa mencoba menjawab sesuai pengetahuan mereka.
70
[6] mengatakan bahwa seseorang memperoleh
65 pengetahuan bergantung pada kepercayaan dan pengalaman
kelas kelas kontrol dalam situasi yang setiap orang berbeda-beda. Keterampilan
eksperimen proses sains merupakan salah satu cara untuk memperoleh
pengetahuan dengan cara memberikan pengalaman kepada
Jenis Kelas
siswa, baik pengalaman terhadap alat-alat fisik (percobaan)
Gambar 2. Diagram Nilai Rata-Rata Keterampilan Proses Sains maupun pengalaman berinteraksi dengan lingkungan sosial.
Melalui keterampilan proses sains ini, kognitif siswa juga dapat
Data keterampilan proses sains setiap pergantian materi berkembang. Keterampilan proses sains juga dapat membantu
mempunyai nilai tertentu. Berdasarkan nilai setiap materi diperoleh siswa mencapai keseimbangan kognitif. Pernyataan ini senada
bahwa keterampilan proses siswa setiap materi mengalami dengan Teori Piaget yang menyatakan perkembangan dapat
kenaikan. Kenaikan keterampilan proses sains siswa untuk setiap dipengaruhi oleh empat faktor yaitu gen, pengalaman dengan alat-
materi dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini. alat fisik, pengalaman dengan lingkungan sosial dan
keseimbangan kognitif. Selanjutnya dikatakan bahwa hal yang
paling penting adalah keseimbangan kognitif karena jika siswa
tidak mencapai titik ekuibrium (keseimbangan) maka siswa belum
mendapatkan pengetahuan baru [7]. Selanjutnya dikatakan bahwa
ekuilibrium ini dapat diperoleh siswa ketika siswa melalui proses

ISBN: 978-602-74245-0-0 200


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
assimilasi dan akomodasi. Jika seseorang diberikan pengetahuan 1. Terdapat pengaruh positif yang signifikan dari penerapan
baru yang sesuai dengan struktur kognitifnya maka informasi laboratorium inkuiri terbimbing dan laboratorium verifikasi
tersebut langsung berintegrasi dengan struktur kognitif yang telah keterampilan proses sains dan penguasaan konsep fisika
ada (assimilasi), dan terbentuk pengetahuan baru (ekuilibrium). 2. Sswa yang belajar dengan laboratorium inkuiri terbimbing
Jika informasi baru yang diperoleh tidak sesuai dengan struktur memperoleh penguasaan konsep fisika lebih baik daripada
kognitif maka siswa harus merekonstruksi sampai terjadi siswa yang belajar dengan laboratium verifikasi.
penyesuaian (akomodasi) dan baru diperoleh pengetahuan baru 3. Siswa yang belajar dengan laboratorium inkuiri terbimbing
(ekuibrium). memperoleh keterampilan proses sains lebih baik daripada
Proses assimilasi dan akomodasi bergantung pada struktur siswa yang belajar dengan laboratorium verifikasi.
kognitif siswa yang diperoleh melalui pengalaman sebelumunya.
Pernyataan ini sesuai dengan pernyataan [8] mengatakan bahwa UCAPAN TERIMAKASIH
struktur kognitif siswa diperoleh melalui pengalaman sebelumnya, Sehubungan dengan selesainya kegiatan penelitian dan
tetapi struktut kognitif tersebut dapat dibangun maupun diubah makalah ini, maka kami menyam-paikan ucapan terima kasih yang
melalui pembelajaran yang menggunakan konflik kognitif dan sebesar-besarnya kepada: Kepala SMA 7 Mataram yang telah
mengikutsertakan proses assimilasi dan akomodasi. Selama mengizinkan penulis untuk melaksanakan penelitian di sekolah
keterampilan proses sains, selama itu juga siswa mengalami tersebut.
proses assimilasi atau akomodasi. Ibu Mulyati Kriswinarsih, yang telah memfasilitasi kegiatan
Kelas eksperimen atau kelas yang belajar dengan penelitian ini.
laboratorium inkuiri terbimbing mendapatkan keterampilan proses
sains dan penguasaan konsep fisika yang lebih baik daripada kelas DAFTAR PUSTAKA
kontrol atau kelas yang belajar dengan laboratorium verifikasi. Hal [1] Balım, A. G. 2009. The Effects of Discovery Learning on
ini disebabkan karena pada kelas laboratorium inkuiri terbimbing Students’ Success and Inquiry Learning Skills. Egitim
mendapatkan keterampilan proses sains secara lengkap daripada Arastirmalari-Eurasian Journal of Educational Research,
kelas kontrol, sehingga kemampuan siswa dalam menyelesaikan (Online), 35: 1-20, (http://cmc.ihmc.us/papers/cmc2004-
pertanyaan menganalisis, mengevaluasi, dan membuat lebih 036.pdf), diakses 17 April 2013
menonjol daripada kelas kontrol. Hal ini senada dengan cara [2] Carole Escobar, Paul Hickman, Robert Morse and Betty
heuristik dalam memecahkan masalah yang dikemukakan oleh [9]. Preece. (1992). Role of Labs in High School Physics,
Menurut Shunk, cara menyelesaikan masalah lebih baik diawali November 1992.
dengan memahami masalah, merancang rencana penyelesaian, [3] Opara, J. A. & Oguzor, N.S. 2011. Inquiry Instructional
melaksanakan rencana, dan mengevaluasi hasil rencana. Method and the School Science Currículum. Current
Selanjutnya dikatakan, urutan cara heuristik tersebut dapat Research Journal of Social Sciences, (Online), 3(3): 188-198,
membantu siswa lebih mudah dalam menyelesaikan masalah (http://academics.georgiasouthern.edu/ijsotl/v3n2/articles/P
tingkat tinggi. DFs), diakses 28 Maret 2013
Cara heuristik tersebut diperoleh pada kelas eksperimen, [4] Pandey, A, Nanda, G. K. & Ranjan, V. 2011. Effectiveness of
sedangkan pada kelas kontrol. Ketidaklengkapan keterampilan Inquiry Training Model over Conventional Teaching Method
proses sains yang sesuai dengan cara heuristik pada kelas kontrol on Academic Achievement of Science Students in India.
menyebabkan siswa kesulitan mengerjakan masalah tingkat tinggi Journal of Innovative Research in Education, (Online), 1(1):
dan kesetimbangan kognitif siswa belum tercapai maksimal. Dalam pp 7-20, (http://www.ejmste.com/v4n3.pdf), diakses 28 Maret
keterampilan proses sains pada kelas kontrol siswa telah mampu 2013
menerima dan memasukkan pengetahuan baru ke dalam struktur [5] McBride, J. W, Bhatti, M. I, Hannan, M. A. & Feinberg, M. 2004.
kognitif mereka, namun belum mampu mengubah struktur kognitif Using an Inquiry Approach to Teach Science to Secondary
secara maksimal dalam proses akomodasi sehingga ekuilibrium School Science Teacher. Physics Education, (Online),
tidak terjadi secara sempurna. 39(5):1-6, (www.iop.org/journals/physed), diakses 2 Juni
2013
KESIMPULAN [6,7,8,9] Shunk, D, H. 2012. Learning Theories an Educational
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, Perspective, Sixth Edition. Greensboro: Pearson Education
dapat ditarik kesimpulan secara umum sebagai berikut.

ISBN: 978-602-74245-0-0 201


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PEMISAHAN EMAS PADA MATERIAL ALAM DI LOKASI PENAMBANGAN EMAS TRADISIONAL SUMBAWA
DENGAN METODE NATRIUM BISULFIT
Irham Azmi1, Dwi Pangga2, & Dwi Sabda Budi Prasetya3
`1Pemerhati Pendidkan Fisika
2&3DosenProgram Studi Pendidikan Fisika FPMIPA IKIP Mataram

Email: IrhamAzmi94@ gmail.Com

Abstrak: Pemisahan emas menggunakan metode natrium bisulfit merupakan salah satu upaya untuk mengurangi bahaya yang di
timbulkan pada proses penambangan yang mencemari lingkungan. Dalam paper ini dipaparkan hasil penelitian yang bertujuan untuk
memisahkan logam emas dari batuan alam. Sampel yang digunakan pada penelitian ini di ambil dari wilayah penambangan emas
tradisional sumbawa. Pada penelitian ini digunakan metode natrium bisulfit. Proses natrium bisulfit dilakukan dengan cara, Sampel
dilarutan menggunakan air raja kemudian disaring dan hasil saringan diendapkan menggunakan NaHSO 3. Endapan yang dihasilkan
dipanaskan dengan suhu 10000C atau menggunakan las karbit selama 1 sampai 5 menit untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal
atau disesuaikan dengan jumlah sampel yang digunakan. Hasil dari penelitian ini diperolek rendemen sebesar 0,3% dari 10 gram sampel.

Kata kunci: Emas, Sumbawa, Natrium Bisulfit.

Abstract: Separation of gold using sodium bisulfite method is an effort to reduce the harm that caused the mining process that pollutes
the environment. In this paper presented the results of research aimed to separate the gold metal from natural rock. The sample used in
this study was taken from the traditional gold mining areas sumbawa. Pada penelitian ini digunakan metode natrium bisulfit. Proses natrium
bisulfit dilakukan dengan cara, Sampel dilarutan menggunakan air raja kemudian disaring dan hasil saringan diendapkan menggunakan
NaHSO3. The resulting precipitate was heated to a temperature of 1000 0C or using carbide weld for 1 to 5 minutes to get the maximum
results or adjusted by the number of samples used. The results of this study were obtained yield of 0.3% on 10 gram samples.

Keywords: Gold, Sumbawa, sodium bisulfite.

PENDAHULUAN pemisahan emas menggunakan metode natrium bisulfit yang akan


Emas merupakan salah satu logam mulia yang sangat dipergunakan sebagai jalan untuk mendapatkan emas dengan
berharga dan diminati oleh berbagai kalangan masyarakat. Emas tingkat bahaya yang sangat rendah dan tidak mengandung racun
bukan hanya diminati sebagai perhiasan, akan tetapi sebagai yang menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan, kesehatan
tambahan penghasilan yang sangat menjanjikan bagi masyarakat. dan ekosistem.
Berdasarkan data pemerintah NTB dan hasil observasi yang telah Metode yang menggunakan natrium bisulfit untuk
dilakukan terdapat lokasi penambangan tradisional sebagai lokasi pengendap larutan emas yang tidak berbahaya karena apabial
masyarakat untuk mengadu nasib. Dari ujung timur sampai ujung natrium bisulfit terkena oleh air maka larutan tersebut akan hilang
barat NTB terdapat lokasi penambangan tradisional yang terkenal, konsentrasinya sehingga tidak mengandung racun yang akan
antara lain sebagai berikut: Sekotong (Lombok Barat), Bangkang membahayakan kesehatan dan lingkungan.
(Lombok Tengah), Air Suning dan Taliwang (Sumbawa Barat), Penelitian ini bertujuan untuk memisahkan bijih emas
desa Dodo, Lunyuk dan Maronge (Sumbawa Besar) Bima, dan dari material alam di daerah penambangan emas tradisional
Dompu. Dari sekian banyak lokasi penambangan tersebut Sumbawa.
masyarakat sebagian besar menggunakan potasium, sianida dan Emas diperoleh dengan cara mengisolasinya dari batuan
merkuri (raksa) untuk pemisahannya. Penggunaan metode bijih emas. Metode isolasi emas yang saat ini banyak digunakan
tradisional yang menggunakan potasium, sianida dan merkuri untuk eksploitasi emas skala industri adalah metode sianida dan
(raksa) sangat berbahaya terhadap lingkungan dan kesehatan metode amalgamasi (Steele dkk, 2000). Namun demikian, kedua
manusia. Selain itu harga merkuri juga cukup tinggi sehingga metode tersebut memiliki beberapa kelemahan. Pada metode
penambang tradisional sering mengalami kerugian atau impas. sianida, kelemahan yang ditimbulkan adalah prosesnya yang
Usaha penambangan emas sekala kecil atau tambang berjalan sangat lambat dan menggunakan natrium sianida yang
emas tradisional dalam pengolahannya menggunakan zat kimia sangat beracun. Pada metode amalgamasi, penggunaan merkuri
merkuri untuk memisahkan butiran emas dari batuan alam. yang dapat berdampak mencemari lingkungan.
Pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi atau Emas dapat ditarik menjadi kawat dan ditempa menjadi
sianida dimana merkuri (Hg) digunakan sebagai media pengikat lembaran tipis, emas dapat larut dalam cairan aqua regia (air raja),
emas. Merkuri termasuk bahan beracun sehingga berdampak larutan besi (III) klorida panas, larutan sianida basa, larutan
buruk terhadap lingkungan dan kesehatan karena merkuri tiosulfat, merkurium, dan larutan klor bebas (nasens) dan emas
mengandung zat asam yang bersifat mengendap dan tidak larut biasanya dipadukan dengan tembaga atau perak. Emas memiliki
oleh air. Sifat merkuri yang disebutkan di atas dapat merusak konfigurasi elektron [Xe]4f145d106s1 dengan potensial oksidasi -
tanaman dan ekosistem (Sakti, 2012). 1,50 volt (Au/Au3+);-1,68 volt (Au/Au+) dan elektronegativitas 2,4
Berdasar permasalahan yang ditemukan, maka sehingga emas juga termasuk dalam konduktor atau penghantar
diperlukan penanganan sedini mungkin untuk mengantisipasi hal listrik (Tim Redaksi Buku SMU, 2005).
tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu menemukan Emas dalam kehidupan sehari-hari sering digunakan
dan menginformasikan metode pemisahan emas yang ramah sebagai perhiasan akan tetapi emas juga dapat digunakan sebagai
lingkungan bagi masyarakat. Begitu pentingnya penelitian tentang peralatan elektronik, seperti Komputer, Handphone, Pager,

ISBN: 978-602-74245-0-0 202


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Peralatan Sentral Telkom yang di dalamnya terdapat komponen
elektronik berupa PCB (Printed Circuit Board) yang berisi
rangkaian elektronik seperti Prosesor, IC, kristal dan lain
sebagainya. Emas dijadikan sebagai konektor dalam peralatan
elektronik karena sifatnya yang mampu menghantarkan arus listrik
tanpa hambatan (zero resistance) dan memiliki ketahanan korosi
yang sangat tinggi (Huda dkk, 2009). Keberadaan emas pada
limbah elektronik yang terdapat pada PCB diperkirakan lebih dari
10% (Li dkk, 2007).
Emas juga dapat dimanfaatkan dalam kesehatan karena
emas memilliki kandungan anti bakteri seperti untuk memperlancar
peredaran darah, menghantarkan asupan oksigen serta
membersihkan kotoran dan toksin yang menempel pada kulit.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen
murni dan penelitian ini dilakukan di laboratorium fisika IKIP
mataram. Populasi sampel yang digunakan adalah semua daerah
pertambangan tradisiona yang ada di NTB dan sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah material alam yang berasal di
wilayah penambangan emas tradisional sumbawa.
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Natrium Bisulfit yang digunakan untuk memisahkan material alam
menjadi emas. Alat yang digunakan berupa AAS (Atomic
Absorption Spectropothometer), Magnet, Pournis (Open),
Penggerus Baja, Magnetik Stirrer, Gelas Kimia, Gelas Ukur, HASIL DAN PEMBAHASAN
Corong kimia, Palu dan Neraca Ohaus. Sedangkan bahan yang
digunakan, yaitu (Bebatuan/Tanah) Material Alam, 20 mL HCL Sampel yang sudah melewati tahap peleburan sampai
35%, 20 mL Air Raja (campuran HCl 35% dan HNO3), 10 mL pengendapan dan pemanasan akan dianalisa menggunakan AAS
NaHSO3 1 M, Aquades, Kertas saring dan Pipet tetes (Atomic Absorption Spectropothometer) untuk mengetahui jumlah
Prosedur penelitian ini, yaitu: kandungan emas dalam sampel.
1. Pengambilan bahan material alam di lokasi pertambangan Berdasarkan data hasil AAS (Atomic Absorption
2. Peleburan bahan, digerus dan diayak sampai mencapai ukuran Spectropothometer) sampel tersebut dapat ditentukan jumlah
100 mesh. emas dalam sampel sumbawa terdapat 0,505 mg/L atau sama
3. Menghilangkan kandungan besi menggunakan magnet. dengan 25,154 mg/Kg (ppm)
4. Sampel yang sudah melewati tahap 2 dan 3 ditimbang Tabel 1. Hasil Analisis Sampel
sebanyak 10 geram dan diuji AAS untuk mengetahui Massa Massa Masa Logam
kandungan emas dalam sampel. Sampel
Total Emas Lain
5. Dipanaskan pada suhu 1000C -2000C untuk proses Sampel 10 g 3 mg 9,7 g
pengeringan. Penerapan metode natrium bisulfit dilakukan dengan
6. Sampel di aduk menggunakan magnetik stirrer dengan 20 mL cara merendam serbuk sampel terlebih dahulu dengan HCl
larutan HCl 35% sampai homogen. pekat(32%), larutan tersebut digunakan untuk mempercepat
7. Disaring menggunakan kertas saring (whatman) dengan proses peleburan.
ukuran No 42 diameter 125 mm. waktu yang dibutuhkan untuk mencapai homogen pada
8. Hasil penyaringan ditambah 20 mL air raja (campuran HCl 35% saat diputar menggunakan magnetik stirrer adalah 1 jam dengan
dan HNO3) dengan perbandingan 1:3 mL dan diaduk selama 3 suhu 1000C dengan putaran 2 most atau sekitar 120 putaran
jam lalu disaring kembali. permenit, setelah larutan homogen hasil residu dari penyaringan
9. Ditambahkan 10 mL NaHSO3 1 M dan dibiarkan sampai ditambahkan air raja (campuran HCL 35% + HNO3 dengan
terendap sempurna lalu disaring kembali. perbandingan 3:1) untuk melarutkan emas dalam sampel, agar
10. Endapan dicuci dengan HCl 35% kemudian diuapkan dan proses pelarutan emas dalam residu lebih cepat maka perlu
dicuci ulang dengan aquades lalu diuapkan. dilakukan perendaman selam 30 menit sebelum pengadukan,
11. Diendapkan kemudian dipanaskan pada suhu 5000C -10000C kemudian diaduk kembali menggunakan magnetik stirrer sampai
atau menggunakan las karbit. larutan menjadi homogen.
12. Amati dan analisa hasil pemisahan. Setelah larutan mencapai homogen kemudian disaring
Skema penelitian ini, yaitu: menggunakan kertas saring (whatman) dengan ukuran No 42
diameter 125mm sehingga larutan emas akan melewati kertas
saring sejalan dengan air raja tersebut karena logam emas dapat
larut pada larutan air raja.
Setelah penyaringan dilakukan larutan hasil saringan
tersebut ditambahkan NaHSO3 (Natrium Bisulfit) pada proses

ISBN: 978-602-74245-0-0 203


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pengendapkan untuk memisahkan antara larutan dengan serbuk Proses pemanasan endapan
emas atau dapat ditulis pada persamaan reaksi berikut 6
3NaHSO3+2HAuCl4+3H2O 3NaHSO4+8HCl+2Au
Hasil endapan di saring dan dicuci dengan HCl 32% dan
Aquades untuk menghilangkan pengotor dalam sampel dimana Hasil morfologi sampel
proses ini adalah proses pengambilan atau pembersihan pada 7
logam emas setelah pemanasan, dalam hal ini pemanasan atau
pembakaran dilakukan menggunakan las karbit
Dalam penelitian ini hasil yang didapatkan dari 10 geram
sampel terdapat 3 mg kandungan emas dalam sampel setelah
proses pembakaran. Metode natrium bisulfit sangat tidak efektif SIMPULAN
digunakan apabila terdapat kandungan besi dalam sampel karena Metode natrium bisulfit (NaHSO3) dapat memisahkan
senyawa besi dapat menghabat reaksi pengendapan, untuk itu emas dengan tingkat bahaya yang sangat rendah akan tetapi
penghilangan kandungan besi dilakukan dengan cara konvensional apabila massa emas dalam sampel terlalu sedikit maka sulit untuk
yaitu menggunakan magnet untuk menarik besi dalam sampel di endapkan.
akan tetapi kandungan besi tidak dapat tertarik secara Proses pengendapan atau pemisahan dilakukan dengan
keseluruhan. cara dipanaskan menggunakan las karbit atau menggunakan
Tabel 2. Hasil proses perlakuan sampel pournis 500-10000C dengan hasil 0,3% dari 10 gram sampel yang
Gambar Keterangan digunakan.
No Dalam pemisahan diusahakan kadar emas yang akan
Batuan sumbawa dipisahkan lebih dari 400 ppm apabila dalam bentuk bebatuan
disarankan dalam jumlah yang banyak minimal 20 Kg untuk di
1
proses menggunakan natrium bisulfit.

DAFTAR PUSTAKA
Serbuk sampel pada saat di magnet Ahyani,mochammad. 2011. Pengaruh Kegiatan Pertambangan
2 untuk menghilangkan kandungan besi Emas Terhadap Kondisi Kerusakan Tanah Pada Wilayah
Pertambangan Rakyat di Dambana Sulawesi Tenggara.
Tesis. Universitas diponegoro semarang.
Badri, saiful. 2012. Pemisahan Emas dari Limbah Elektronik IC
Proses penyaringan larutan melalui Pengendapan Tembaga (Cu) Secara Elektro Kimia.
3 Skripsi: Universitas Jember.
I Wayan Dasna, Parian, Dwi Mei Susiyadi. 2013. Pemisahan dan
karaktrisasi Emas dari Batuan Alam Dengan Metode
Penambagan natrium bisulfit pada natrium bisulfit. Universitas Negeri Malang.
4 larutan sampel Lestari, trilianti. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Keracunan Merkuri Pada Penambang Emas Tanpa Ijin.
Tesis. Universitas Diponegoro Semarang.
Tim redaksi buku SMU. 2005. Mengenal nsur-unsur kimia.
Hasil endapan setelah penambahan Poliyama widya pustaka: Jakarta.
5 natrium bisulfit Kuswari,Tine Maria dkk. 2007. Sains Kimia 3 SMA/MA Kelas VII.
PT Bumi aksara: Jakarta.

ISBN: 978-602-74245-0-0 204


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PROFIL KETERAMPILAN PROSES SAINS MAHASISWA PADA MATA KULIAH MEDIA LABORATORIUM
MELALUI METODE PEMBELAJARAN DEMONSTRASI
Ismail Efendi1 & Safnowandi2
1&2Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, FPMIPA IKIP Mataram
E-mail : vendhy.kaotz@gmail.com

Abstrak : Biologi sebagai salah satu cabang sains merupakan proses dan produk. Proses yang dimaksud di sini adalah proses melalui
kerja ilmiah, sedangkan produk adalah konsep-konsep, azas, prinsip, teori dan hukum. Media laboratorium merupakan mata kuliah yang
sangat berhubungan dengan kegiatan tersebut. Mata kuliah ini berbobot 3 SKS, dengan rincian 2 SKS tatap muka di kelas dan 1 SKS
praktikum. Selama ini, dosen belum pernah melakukan identifikasi semua indicator-indikator keterampilan proses sains yang muncul
selama kegiatan praktikum media laboratorium. Penilaian terhadap laporan, dan keterampilan kerja ilmiah mahasiswa sudah dilakukan,
namun belum dilengkapi dengan instrumen penilaian yang relevan, sehingga keterampilan proses sains yang sudah dimiliki mahasiswa
belum teridentifikasi dengan baik. Oleh karena itu, peneliti sangat tertarik untuk menerapkan metode pembelajaran demonstrasi dalam
membelajarkan mata kuliah media laboratorium. Penelitian ini merupakan jenis penelitian pra-eksperiment, dengan desain penelitian
menggunakan rancangan The One-Shot Case Study. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi pendidikan biologi di
FPMIPA IKIP Mataram, yang memprogramkan mata kuliah media laboratorium pada semester genap TA 2014/2015. Jenis data yang
dikumpulkan adalah data keterampilan proses sains dan respon mahasiswa. Instrumen yang digunakan adalah untuk keterampilan proses
sains lembar observasi dan tes keterampilan proses sains, sedangkan untuk data respon siswa menggunakan angket. Analisis data
menggunakan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian ini dengan menghitung lembar observasi keterampilan proses sains mahasiswa, maka
data yang diperoleh berupa beberapa kategori keterampilan proses sains, diantaranya sebanyak 23 mahasiswa memiliki persentasi
ketercapaian keterampilan proses sains, dengan kategori Sangat baik (15.86 %), sebanyak 39 mahasiswa kategori Baik (26.90%),
sebanyak 72 mahasiswa memiliki kategori Cukup (48.96%), dan sebanyak 12 mahasiswa memiliki kategori kurang (8.27%).

Kata Kunci: Keterampilan Proses Sains, Media Laboratorium, Metode Pembelajaran Demonstrasi.

PENDAHULUAN ilmiah merupakan pembelajaran dimana peserta didik dilibatkan


Pesatnya perkembangan perkembangan ilmu pada permasalahan yang terbuka, bersifat student centered dan
pengetahuan dan teknologi disertai arus globalisasi yang cepat, melibatkan aktivitas hands-on. Lebih lanjut Trianto (2009),
menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber informasi tidak menyatakan bahwa dalam pembelajaran model kerja ilmiah
mungkin lagi dapat dipertahankan. Oleh karena itu, pendekatan peserta didik dibantu untuk menyusun fakta, membentuk konsep
dengan strategi belajar mengajar yang berpusat pada guru tidak yang kemudian menghasilkan penjelasan atau teori yang
sesuai lagi dengan perkembangan yang dihadapi dunia menerangkan fenomena yang sedang diselidiki. Dengan kata lain,
pendidikan. Guru bukan orang yang serba tahu dan peserta didik dalam pembelajaran berbasis kerja ilmiah peserta didik
bukan orang yang serba tidak tahu, sehingga diperlukan suatu diperkenalkan seperangkat prosedur yang biasa dilakukan oleh
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan dapat para ahli dalam mengorganisasikan pengetahuan sampai
mengarahkan peserta didik untuk dapat terlibat secara langsung menghasilkan prinsip yang menjelaskan sebab akibat.
dan aktif dalam kegiatan belajar mengajar (Depdiknas, 2008). Matakuliah Media Laboratorium merupakan mata kuliah
Biologi sebagai salah satu cabang sains merupakan wajib bagi mahasiswa jurusan pendidikan Biologi dan Biologi
proses dan produk. Proses yang dimaksud di sini adalah proses FPMIPA UPI, berbobot 3 sks dengan praktikum. Mulai tahun 2000,
melalui kerja ilmiah, yaitu : kritis terhadap masalah, sehingga pelaksanaan praktium selain memuat konsep- konsep dasar
peserta didik mampu merasakan adanya masalah, Mikrobiologi dan keterampilan-keterampilan praktikum yang harus
mengembangkan hipotesis atau pertanyaan-pertanyaan, dimiliki mahasiswa, juga diberikan kemampuan untuk kerja ilmiah
merancang percobaan atau melakukan pengamatan untuk mulai dari menentukan masalah, mengembangkan hipotesis atau
menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan. Produk dalam pertanyaan-pertanyaan, merancang percobaan, melakukan
IPA adalah konsep-konsep, azas, prinsip, teori dan hukum. Proses pengamatan untuk menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan.
melalui kerja ilmiah ini dapat dikembangkan oleh guru, antara Selama ini, dosen belum pernah melakukan identifikasi semua
lain melalui pendekatan keterampilan proses sains. indikator-indikator keterampilan proses sains yang muncul
Keterampilan proses sains melibatkan keterampilan- selama kegiatan praktikum Mikrobiologi. Penilaian terhadap
keterampilan kognitif atau intelektual, manual, dan sosial (Ibrahim, proposal, laporan, dan presentasi hasil kerja ilmiah mahasiswa
2005). Dengan mengembangkan keterampilan proses, peserta sudah dilakukan, tetapi belum teridentifikasi kemampuan
didik akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta keterampilan proses yang sudah dimiliki mahasiswa.
dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan Pendekatan keterampilan proses sains masih perlu
nilai yang dituntut (A`yun, dkk., 2012). Dengan melakukan dikembangkan dijenjang pendidikan tinggi, karena pada
sendiri peserta didik akan lebih menghayati, berbeda halnya kenyataannya pada tingkat pendidikan dasar dan menengah
jika hanya mendengar atau sekedar membaca. Berdasarkan tidak semua sekolah mengembangkan pendekatan ini. Oleh
pernyataan tersebut, maka perlu identifikasi kemampuan karena itu perlu dilakukan penelitian tentang identifikasi
keterampilan proses sains sehingga dapat memperoleh gambaran kemampuan keterampilan proses sains mahasiswa melalui
perolehan konsep- konsep sains pada peserta didik berdasarkan pembelajaran berbasis kerja ilmiah pada praktikum Mikrobiologi.
proses. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
Menurut Efendy (2011) pembelajaran berbasis kerja tentang data awal untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang

ISBN: 978-602-74245-0-0 205


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
kemampuan dasar kerja ilmiah di perguruan tinggi, yaitu Untuk mendapatkan data penelitian, digunakan beberapa
kemampuan dasar generik. Sehingga UPI, khususnya jurusan teknik pengumpulan data, antara lain:
Pendidikan Biologi dan jurusan Biologi, dapat melahirkan guru- 1. Observasi/pengamatan.
guru sains dan sainstis yang memahami dan mengembangkan Teknik observasi atau pengamatan ini dilakukan
kerja ilmiah, terutama melalui pendekatan keterampilan proses untuk mengumpulkan data yang berkenaan dengan perilaku,
sains. dalam penelitian ini adalah data keterlaksanaan pembelajaran
Penelitian bertujuan untuk : (1) Mendeskripsikan profil dan perilaku berkarakter siswa, serta hambatan-hambatan
keterampilan proses sains mahasiswa dalam pembelajaran yang muncul selama kegiatan belajar mengajar. Pengamatan
demonstrasi pada mata kulian media laboratorium (2) dilakukan oleh dua orang pengamat secara bersamaan.
Mendeskripsikan persepsi mahasiswa dalam pembelajaran 2. Tes.
demonstrasi pada praktikum mata kuliah media laboratorium. Pemberian tes ini digunakan untuk memperoleh
informasi tentang keterampilan proses sains mahasiswa pada
METODE PENELITIAN kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Pemberian tes
Penelitian ini merupakan jenis penelitian Pra- dilakukan setelah mahasiswa menyelesaikan kegiatan
Eksperiment, dengan desain penelitian menggunakan rancangan pembelajaran.
The One-Shot Case Study (Setyosari, 2013). Yang digambarkan 3. Angket.
dengan pola sebagai berikut: Angket digunakan untuk mengumpulkan informasi
Perlakuan Pengukuran tentang respon mahasiswa terhadap kegiatan pembelajaran
X O yang dilakukan. Angket diberikan setelah mahasiswa
menyelesaikan kegiatan pembelajaran.
Keterangan : Data-data yang diperoleh dari hasil penelitian ini, akan
X = Memberikan perlakuan pada mahasiswa, yaitu pembelajaran dianalisis sesuai dengan karakteristik data itu sendiri. Adapun
dengan metode demonstrasi. tehnik analisis data dapat diuraikan sebagai berikut:
O = Melakukan penilaian atau pengukuran terhadap keterampilan 1. Analisis Data Keterampilan Proses Sains Mahasiswa.
proses sains mahasiswa. Data keterampilan proses sains mahasiswa diperoleh
dengan dua cara yaitu observasi dan tes, sehingga teknik
Subjek penelitian adalah mahasiswa semester IV analisisnyapun dilakukan dengan dua cara.
pendidikan biologi FPMIPA IKIP Mataram tahun akademik a. Data observasi keterampilan proses sains mahasiswa.
2014/2015 yang memprogramkan mata kuliah media laboratorium, Data yang diperoleh dari hasil observasi kemudian
yaitu sebanyak 45 orang. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah dijumlahkan dan dikonversikan berdasarkan tabel di bawah
semester genap. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi ini.
FPMIPA IKIP Mataram. Tabel 1. Kategori Keterampilan Proses Sains Data Hasil
Dalam penelitian ini ada 2 variabel yaitu variabel bebas Observasi.
dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah metode N Ka Jumla Keteran
demonstrasi, sedangkan variabel terikatnya adalah keterampilan o tegori h skor gan
proses sains mahasiswa. A 29-36 Sangat
Adapun instrumen yang dikembangkan dan digunakan 1 baik
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: B 25-28 Baik
1. Lembar observasi keterampilan proses sains. Instrumen ini 2
digunakan untuk mencatat keterampilan proses sains C 18-24 Cukup
mahasiswa yang ditunjukkan selama mengikuti pembelajaran. 3
Pada instrumen ini memuat indikator-indikator keterampilan D 1-17 Kurang
proses sains. 4
2. Tes keterampilan proses sains. Instrumen tes keterampilan (Diadaptasi dari Depdiknas, 2008).
proses sains digunakan untuk mengetahui seberapa besar b. Data tes keterampilan proses sains mahasiswa. Data
pencapaian mahasiswa terhadap materi yang diberikan pada keterampilan proses sains tiap indikator dalam melakukan
saat kegiatan pembelajaran. Tes dikembangkan berdasarkan kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menskor masing-
indikator-indikator keterampilan proses sains. masing indikator keterampilan proses sains. Adapun
3. Lembar Angket. Angket respon digunakan untuk mengetahui perumusan untuk menentukan nilai keterampilan proses
pendapat mahasiswa tentang pembelajaran yang telah sains adalah:
berlangsung. Angket diisi oleh mahasiswa di akhir
pembelajaran. Penilaian yang dilakukan sesuai dengan kriteria
yang diamati.
Jumlah skor jawaban yang benar
Nilai Akhir  x 100%
Jumlah skor maksimum

Hasil penskoran dideskripsikan berdasarkan tabel Tabel 2. Kategori Keterampilan Proses Sains Data Hasil Tes.
berikut: No Kategori Jumlah nilai Keterangan
1 A 80-100 Sangat baik
2 B 65-79 Baik
3 C 50-64 Cukup
ISBN: 978-602-74245-0-0 206
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
4 D 35-49 Kurang sehingga kemampuan keterampilan proses sains
5 E 01-34 Sangat kurang mahasiswa termasuk ke dalam kategori yang berbeda-
(Diadaptasi dari Depdiknas, 2008). beda. Rata-rata kemampuan mahasiswa pada masing-
2. Analisis Data Respon Mahasiswa. masing jenis keterampilan proses sains pada mata kuliah
Data angket respon mahasiswa dalam pembelajaran media laboratorium biologi termasuk ke dalam kategori cukup.
dianalisis dengan menghitung persentase jawaban untuk tiap- Faktor-faktor yang menyebabkan keterampilan
tiap pertanyakan yang diajukan dalam angket respon. Untuk mahasiswa tergolong cukup yaitu: (1) selama perkuliahan
melihat respon dapat menggunakan rumus: mahasiswa kurang berlatih dalam membuat preparat,
A sedangkan dalam pembuatan preparat dibutuhkan skill atau
Persentase respon mahasiswa  X 100 % keterampilan (2) penguasaan tentang terminologi atau arti
B kata masih kurang, dilihat pada aspek menggunakan alat dan
Keterangan: bahan, saat melihat hasil pengamatan di bawah mikroskop
A = proporsi peserta didik yang memilih. mahasiswa masih belum mengetahui apa itu revolver dan
B = jumlah peserta didik (responden). bagian mikroskop lainnya, (3) rasio tutor tidak sebanding
dengan jumlah mahasiswa, artinya dengan jumlah mahasiswa
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN yang banyak di dalam kelas, menyebabkan materi yang
A. Hasil disampaikan koordinator asisten tidak efektif, sehingga pada
Telah dilakukan penelitian mengenai keterampilan saat pelaksanaan praktikum antara koordinator asisten
proses sains mahasiswa pada mata kuliah media laboratorium dengan mahasiswa praktikan kurang komunikatif, (4)
melalui metode pembelajaran demonstrasi. Untuk mengetahui kesesuaian waktu yang diberikan dalam pembuatan preparat
keterampilan proses sains mahasiswa, dengan menganalisis tidak di manfaatkan dengan baik, sehingga mahasiswa tidak
lembar observasi keterampilan proses sains mahasiswa, dapat menyelesaikan sampai indikator pelabelan.
sehingga didapatkan data sebagai berikut : Menurut Carrol dan Feltam (2007) dalam Maknun,
Tabel 3. Kategori Keterampilan Proses Sains Mahasiswa. mahasiswa akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika
Jumlah diberi waktu yang lebih lama untuk berlatih mengenai
No Kategori Jumlah Skor Persentase
Mahasiswa keterampilan-keterampilan laboratorium. Akan tetapi, pada
1 A 29 – 36 23 Orang 15.86 % beberapa indikator sudah dapat di laksanakan dengan baik
2 B 25 – 28 39 Orang 26.90 % oleh beberapa mahasiswa, pada aspek melakukan
3 C 18 – 24 71 Orang 48.96 % pengamatan atau observasi, yaitu ketepatan memilih
bagian specimen yang akan dibuat preparat sesuai
4 D 1 – 17 12 Orang 8.27 %
ketentuan karena dalam melakukan pengamatan untuk
Keterangan: memilih bagian akar, batang maupun daun mahasiswa
Kategori A : Sangat baik menggunakan indera penglihatan, dan peraba dengan baik.
Kategori B : Baik
Kategori C : Cukup KESIMPULAN
Kategori D : Kurang Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka
Tabel 3 di atas menunjukkan hasil perhitungan dapat ditarik kesimpulan bahwa dari 145 Mahasiswa yang
akhir dari data yang terkumpul pada lembar observasi menjadi sampel di dalam penelitian ini, memiliki kemampuan dan
keterampilan proses sains mahasiswa pada praktikum media jenis keterampilan proses s a i n s yang berbeda-beda. Untuk
laboratorium. Data tersebut kemudian dianalisis dan kemampuan mahasiswa pada jenis keterampilan proses sains
dikonversi menggunakan skor berdasarkan tabel kategori dalam pembuatan preparat semi permanen praktikum media
keterampilan proses sains (dari depdiknas 2008). Maka data laboratorium memiliki keterampilan dengan kategori sangat baik
yang diperoleh berupa beberapa kategori keterampilan proses sebanyak 23 orang dengan persentasi (15.86 %); kategori baik
sains, diantaranya kategori sangat baik dengan jumlah skor sebanyak 39 orang (26.90 %); kategori cukup 71 orang dengan
29-36 yang diperoleh oleh 23 mahasiswa. Kategori baik persentasi (48.96 %); dan kategori kurang sebanyak 12 orang
dengan jumlah skor 25-28 yang diperoleh oleh 39 mahasiswa. dengan persentasi (8.27%).
Kategori cukup dengan jumlah skor 18-24 yang diperoleh oleh
71 mahasiswa. dan kategori kurang dengan jumlah skor 1-17 DAFTAR PUSTAKA
yang diperoleh oleh 12 mahasiswa. A’yun, Prihandono, dan Wahyuni. 2012. “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Multimedia
B. Pembahasan Audio Visual dalam Pembelajaran Fisika di SMP”. Jurnal
Berdasarkan hasil analisis data penelitian di atas, Ilmu Pendidikan.
dari 145 Mahasiswa yang dijadikan sebagai sampel didalam Depdiknas. 2008. Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif.
penelitian ini. diperoleh data hasil observasi selama Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan
praktikum berlangsung sebagai berikut: sebanyak 23 Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
mahasiswa memiliki Persentasi ketercapaian keterampilan Jakarta: Depdiknas.
proses sains, dengan kategori Sangat baik (15.86 %), _________. 2008. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Dirjen
sebanyak 39 mahasiswa kategori Baik (26.90 %), sebanyak Dikdasmen.
71 mahasiswa memiliki kategori Cukup (48.96 %), dan Efendy. 2011. Aplikasi Pembelajaran IPA dalam Pembelajaran
sebanyak 12 mahasiswa memiliki kategori Kurang (8.27 %). Karakter Siswa. Makalah disajikan pada Seminar Nasional
Dari data di atas dapat dikatakan kemampuan mahasiswa Sains 2011. Surabaya.
pada setiap jenis keterampilan proses berbeda-beda,
ISBN: 978-602-74245-0-0 207
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Ibrahim, M. 2005. Asesmen Berkelanjutan Konsep Dasar Tahapan Setyosari, P. 2013. Metode Penelitian & Pengembangan. Jakarta:
Pengembangan dan Contoh. Surabaya: Unesa University Kencana.
Press. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.
Surabaya: Kharisma Putra Utama.

ISBN: 978-602-74245-0-0 208


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
INTERPRETASI TABEL REVISI TAKSONOMI BLOOM DALAM BENTUK SOAL MATEMATIKA
Ita Chairun Nissa
Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, FPMIPA IKIP Mataram
E-mail: chairunnissaita@yahoo.co.id

ABSTRAK: Mencapai hasil belajar matematika yang baik terutama pada level kemampuan berpikir tingkat tinggi memang bukan persoalan
yang mudah. Diperlukan suatu alat penilaian yang tepat yang benar-benar dapat memfasilitasi siswa menaikkan kemampuan matematika
sedikit demi sedikit ke level yang lebih tinggi. Merancang alat penilaian matematika pun juga ternyata diperlukan suatu acuan yang dapat
membantu kita merumuskan secara lebih baik suatu soal matematika. Bloom sudah lama meletakkan teori mengenai evaluasi proses dan
hasil belajar matematika sejak tahun 1956 melalui suatu teori yaitu taksonomi Bloom awal (original taxonomy Bloom). Taksonomi ini
membagi dimensi proses kognitif menjadi enam yaitu (1) ingat (remember), (2) paham (understand), (3) gunakan (apply), (4) analisis
(analyze), (5) sintesis (synthesis), dan (6) evaluasi (evaluate). Kemudian seiiring dengan perkembangan dunia pendidikan yang
membutuhkan jangkauan yang lebih luas lagi, maka dilakukanlah revisi taksonomi Bloom yang terbagi menjadi dua dimensi yaitu dimensi
proses kognitif dan dimensi pengetahuan. Kedua dimensi itu bersama-sama membantu kita memetakan secara terstruktur suatu rumusan
soal matematika. Dimensi proses kognitif diubah dari kata benda menjadi kata kerja serta mengubah aspek pada level ke-5 dan ke-6,
sehingga menjadi (1) mengingat (remember), (2) memahami (understand), (3) menggunakan (apply), (4) menganalisis (analyze), (5)
mengevaluasi (evaluate), dan (6) menciptakan (create), sedangkan dimensi pengetahuan terdiri dari (1) pengetahuan faktual, (2)
pengetahuan konseptual, (3) pengetahuan procedural, dan (4) pengetahuan metakognitif. Semua komponen itu dinyatakan pada suatu
tabel revisi taksnomi Bloom yang membantu kita memetakan kebutuhan belajar siswa.

Kata Kunci : Revisi Taksonomi Bloom, Sistem Persamaan Linier Dua Variabel

PENDAHULUAN pada asumsi, struktur, dan terminologi. Perubahan penting yang


Taksonomi Bloom Awal (Original Bloom’s Taxonomy) terjadi adalah perubahan dari satu dimensi (one dimension) ke dua
Taksonomi Bloom yang original dipublikasikan oleh dimensi (two dimension). Tujuan pembelajaran pada umumnya
Bloom, dkk pada tahun 1956 (Bloom, dkk, 1956) yang memuat dirumuskan dengan kalimat yang menunjukkan hubungan kata
enam kategori pada ranah kognitif yaitu (1) pengetahuan kerja dan kata benda (verb-noun related). Revisi taksonomi Bloom
(knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3) penerapan memisahkan antara komponen noun dan verb dari original Bloom’s
(application), (4) analisis (analysis), (5) sistesis (synthesis), dan (6) taxonomy ke dalam dua dimensi yang berbeda, yaitu (1) dimensi
evaluasi (evaluation). Salah satu penggunaan yang paling sering pengetahuan (knowledge dimension) sebagai aspek noun (kata
dari taksonomi original ini adalah untuk mengklasifikasikan tujuan benda) dan (2) dimensi proses kognitif (cognitive process
pembelajaran khusus dan butir-butir tes evaluasi hasil belajar. dimension) sebagai aspek verb (kata kerja).
Bloom menunjukkan bahwa taksonomi original yang ia kemukakan Struktur dimensi proses kognitif pada taksonomi Bloom
adalah lebih dari sekedar suatu alat pengukuran hasil belajar. antara lain :
Bloom menyakini bahwa taksonomi tersebut sangat baik sebagai 1. Mengingat (remember) : mendapatkan kembali pengetahuan
(1) konsep umum mengenai tujuan pembelajaran untuk yang relevan dari memori jangka panjang. Dalam hal ini
memfasilitasi komunikasi antara guru-siswa, materi pelajaran, dan termasuk (a) mengenali (recognizing), dan (b) mengingat
tingkat kelas, (2) dasar untuk menentukan standar kurikulum dan (recalling)
tujuan pendidikan yang lebih luas, (3) pemaknaan dalam 2. Memahami (understand) : menentukan suatu makna dari
menentukan keselarasan dari tujuan pendidikan, aktivitas belajar, pengajaran melalui komunikasi lisan, tulisan, maupun grafik.
dan penilaian di dalam suatu unit materi atau kurikulum, dan (4) Dalam hal ini termasuk (a) menginterpretasi (interpreting),
gambaran dari berbagai kemungkinan bentuk pendidikan terhadap mencontohkan (exemplifying), mengklasifikasi (classifying),
keluasan dan kedalaman materi dalam kurikulum (Krathwohl, 2002 merangkum (summarizing), menduga (inferring),
dalam Amer, 2006). Pada penerapan original taksonomi Bloom, membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).
beberapa kelemahan dan keterbatasan praktis terungkap. 3. Mengaplikasikan (apply) : mengunakan suatu prosedur atau
Kelemahan yang penting untuk diingat adalah asumsi bahwa metode pada suatu situasi yang diberikan. Dalam hal ini
proses kognitif terjadi berurutan pada satu dimensi dari performansi termasuk (a) mengerjakan (executing), dan (b) menerapkan
sederhana ke kompleks. Padahal seiring perkembangan (implementing).
kebutuhan pendidikan, baik dalam hal desain pengajaran, 4. Menganalisis (analysis) : menguraikan materi menjadi bagian-
perancangan kurikulum, penilaian autentik, dsb membutuhkan bagain dan mendeteksi bagaimana bagian-bagian tersebut
suatu revisi taksonomi yang dapat menjangkau lebih luas seluruh berkaitan satu sama lain maupun secara umum. Dalam hal ini
pelaku dalam dunia pendidikan. termasuk (a) menurunkan (differentiating), (b) menyusun
. (organizing), dan (c) mengatribusikan (attributing).
Revisi Taksonomi Bloom (Bloom’s Taxonomy Revised) 5. Mengevaluasi (evaluate) : membuat keputusan berdasarkan
Untuk mengatasi kelemahan pada original taksonomi suatu kriteria dan standar. Dalam hal ini termasuk (a)
Bloom dan merespon perkembangan pendidikan dan psikologi memeriksa (checking), dan (b) mengkritik (critiquing)
baru-baru ini, maka sekelompok psikologi kognitif, peneliti bidang 6. Menciptakan (create) : meletakkan bersamaan semua unsure
kurikulum dan pengajaran, serta ahli bidang pengukuran dan untuk membuat sesuatu atau membuat produk yang original.
penilaian, merevisi original taksonomi Bloom. Revisi taksonomi Dalam hal ini termasuk (a) menggeneralisasi (generating), (b)
Bloom memuat beberapa perubahan signifikan yang mengacu merencanakan (planning), dan (c) memproduksi (producing).

ISBN: 978-602-74245-0-0 209


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Struktur dimensi pengetahuan pada taksonomi Bloom 3. Pengetahuan prosedural (procedural knowledge) : bagaimana
antara lain : cara melakukan sesuatu, menggunakan suatu metode, kriteria
1. Pengetahuan factual (factual knowledge) : pengetahuan dasar dalam menggunakan keterampilan tertentu, algoritma, teknik,
yang siswa haus ketahui untuk mempelajari materi abru atau maupun metode.
memecahkan masalah. 4. Pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge):
2. Pengetahuan konseptual (conceptual knowledge) : hubungan pengetahuan kognitif secara umum seperti kesadaran dan
antara pengetahuan-pengetahuan dasar dengan suatu struktur pengetahuan atas kognisinya sendiri.
yang lebih besar yang dapat saling mendukung satu sama lain. Berikut ini tabel taksonomi Bloom yang direvisi ke dalam
dua dimensi:

The Cognitive
The Knowledege
Process
Dimension
Dimension
Remember Understand Apply Analyze Evaluate Create
Factual
Knowledge
Conceptual
Knowledge
Procedural
Knowledge
Metacognitive
Knowledge

PEMBAHASAN sehingga dapat mengenali (recognizing) manakah sistem


Sistem persamaan linier dua variabel merupakan salah persamaan yang merupakan sistem persamaan linier dua variabel.
satu pokok bahasan matematika bidang aljabar yang diajarkan Soal matematika yang menunjukkan kemampuan
pada siswa kelas VII SMP/MTs. Penilaian matematika pada pokok mengingat (remember) terhadap pengetahuan konseptual
bahasan ini dapat dikembangkan menggunakan tabel revisi (conceptual knowledge) adalah “Sebutkan tiga jenis solusi sistem
persamaan linier dua variabel?”. Diberikannya soal matematika
taksonomi Bloom dalam rangka memfasilitasi siswa untuk dapat
tersebut akan menuntut untuk dapat memanggil kembali ingatan
mencapai hasil belajar matematika yang lebih tinggi atau memiliki (recall) mengenai konsep dasar solusi sistem persamaan linier dua
kemampuan berpikir tingkat tinggi. merancang soal matematika variabel.
yang tepat dapat membantu siswa mencapai kemampuan berpikir Soal matematika yang menunjukkan kemampuan
tingkat tinggi. mengingat (remember) terhadap pengetahuan prosedural
Bukan merupakan suatu hal yang mudah untuk mampu (procedural knowledge) adalah “Sebutkan metode-metode yang
menginterpretasikan tabel revisi taksonomi Bloom menjadi butir- dapat digunakan untuk menentukan penyelesaian dari sistem
persamaan linier dua variabel?”. Diberikannya soal matematika
butir soal yang benar-benar merepresentasikan setiap domain
tersebut akan menyebabkan terjadinya proses memanggil kembali
pengetahuan dan kemampuannya, karena diperlukan pemahaman ingatan (recall) terhadap pengetahuan mengenai suatu metode.
yang baik terhadap setiap domainnya. Oleh karena itu, berikut ini Soal matematika yang menunjukkan kemampuan
beberapa hasil kajian terhadap masing-masing domain mengingat (remember) terhadap pengetahuan metakognif
pengetahuan dan kemampuan dalam tabel revisi taksonomi Bloom (metacognitive knowledge) adalah “Buatlah diagram yang
yang dinyatakan dalam bentuk soal matematika. Diharapkan mengklasifikasi jenis-jenis solusi sistem persamaan linier dua
contoh-contoh berikut dapat membantu memberikan gambaran variabel?”. Diberikannya soal matematika tersebut akan membuat
siswa belajar untuk memberikan tanda terhadap hal-hal yang
yang jelas secara operasional, terutama pada pokok bahasan
penting dan menarik baginya, sehingga dapat tersimpan di dalam
sistem persamaan linier dua variabel. ingatan dan memudahkan dalam memanggil kembali.
Soal matematika yang menunjukkan kemampuan Soal matematika yang menunjukkan kemampuan
mengingat (remember) terhadap pengetahuan faktual (factual memahami (understanding) terhadap pengetahuan faktual (factual
knowledge) adalah “Manakah persamaan berikut ini yang knowledge) adalah “Sebutkan ciri-ciri sistem persamaan linier satu
merupakan sistem persamaan linier dua variabel?” variabel?”. Diberikannya soal ini akan menunjukkan suatu
pemahaman mengenai sistem persamaan linier dua variabel
a. 𝑥 + 𝑦 = 5
melalui fakta ciri-cirinya.
2𝑥 + 𝑦 = 8 Soal matematika yang menunjukkan kemampuan
b. 𝑥 2 + 𝑦 = 11 memahami (understanding) terhadap pengetahuan konseptual
2𝑥 + 𝑦 = 8 (conceptual knowledge) adalah “Jelaskan apa yang dimaksud
c. 2𝑥 + 1 = 7 dengan solusi dari sistem persamaan linier dua variabel!”.
2𝑥 + 𝑦 = 8 Diberikannya soal matematika tersebut akan menunjukkan
Diberikannya soal matematika tersebut akan pemahaman terhadap suatu konsep dengan cara mengungkapkan
menyebabkan terjadinya proses memanggil kembali ingatan kembali.
(recall) mengenai bentuk sistem persamaan linier dua variabel
ISBN: 978-602-74245-0-0 210
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Soal matematika yang menunjukkan kemampuan Soal matematika yang menunjukkan kemampuan
memahami (understanding) terhadap pengetahuan prosedural menganalisis (analyze) terhadap pengetahuan prosedural
(procedural knowledge) adalah “Bagaimana caranya menentukan (procedural knowledge) adalah “Pada kondisi apa suatu sistem
solusi sistem persamaan linier dua variabel melalui metode
persamaan linier dua variabel akan memiliki banyak solusi?”.
eliminasi?”. Diberikannya soal matematika ini akan menunjukkan
pemahamannya mengenai prosedur atau langkah-langkah suatu Diberikannya soal matematika tersebut akan menuntut
metode. kemampuan analisis terhadap suatu metode yang digunakan untuk
Soal matematika yang menunjukkan kemampuan menentukan solusi dan menemukan bahwa ada kondisi khusus
memahami (understanding) terhadap pengetahuan metakognif yang mencirikan solusi tertentu.
(metacognitive knowledge) adalah “Buatlah ringkasan mengenai Soal matematika yang menunjukkan kemampuan
sistem persamaan linier dua variabel dan solusinya!”. Diberikannya menganalisis (analyze) terhadap pengetahuan metakognif
soal matematika tersebut akan membantu siswa memahami dirinya (metacognitive knowledge) adalah “Bagaimana cara untuk
lebih baik dalam mengungkapkan kembali suatu konsep yang telah mengidentifikasi bahwa suatu sistem persamaan linier dua variabel
diajarkan. memiliki tepat satu solusi, memiliki banyak solusi atau tidak
Soal matematika yang menunjukkan kemampuan memiliki solusi?”. Diberikannya soal matematika tersebut akan
menerapkan (apply) terhadap pengetahuan faktual (factual membantu siswa melihat suatu ciri tertentu untuk meramalkan
3
knowledge) adalah “Apabila 𝑥 = , apakah solusi dari persamaan solusi sejak awal. Sehingga, apabila siswa telah mengetahui
2
linier dua variabel 2𝑥 + 𝑦 = 8 merupakan suatu bilangan bulat?”. bahwa suatu sistem persamaan linier dua variabel tidak memiliki
Diberikannya soal matematika tersebut menuntut kemampuan solusi, maka tidak perlu untuk meneruskan menggunakan metode
menggunakan suatu fakta mengenai bilangan bulat untuk eliminasi, subtitusi, maupun grafik.
menentukan menjawab permasalahan yang diberikan. Soal matematika yang menunjukkan kemampuan
Soal matematika yang menunjukkan kemampuan mengevaluasi (evaluate) terhadap pengetahuan faktual (factual
menerapkan (apply) terhadap pengetahuan konseptual knowledge) adalah “Apakah 𝑥 + 𝑦 = 5 dan 2𝑥 + 1 = 7 dapat
(conceptual knowledge) adalah “Berikan contoh sistem persamaan membentuk suatu sistem persamaan linier dua variabel?.
linier dua variabel yang tidak memiliki solusi?”. Diberikannya soal Diberikannya soal matematika tersebut akan menuntut
matematika tersebut akan menuntut kemampuan menerapkan kemampuan membuat keputusan berdasarkan pengetahuan
konsep yang telah dipahami melalui pemberian suatu contoh nyata. dasarnya mengenai karakteristik sistem persamaan linier dua
Soal matematika yang menunjukkan kemampuan variabel.
menerapkan (apply) terhadap pengetahuan prosedural (procedural Soal matematika yang menunjukkan kemampuan
knowledge) adalah “Tentukan solusi sistem persamaan linier dua mengevaluasi (evaluate) terhadap pengetahuan konseptual
variabel 𝑥 + 𝑦 = 5 dan 2𝑥 + 𝑦 = 8 dengan metode grafik“. (conceptual knowledge) adalah
Diberikannya soal matematika tersebut akan menuntut Soal matematika yang menunjukkan kemampuan
kemampuan menggunakan suatu metode untuk memecahkan mengevaluasi (evaluate) terhadap pengetahuan prosedural
masalah yang diberikan. (procedural knowledge) adalah “Manakah sistem persamaan linier
Soal matematika yang menunjukkan kemampuan dua variabel berikut ini yang tidak memiliki solusi?”
menerapkan (apply) terhadap pengetahuan metakognif a. 𝑥 + 𝑦 = 5
(metacognitive knowledge) adalah “Menurut anda, manakah 2𝑥 + 𝑦 = 8
metode yang lebih mudah untuk menentukan solusi dari sistem b. 3𝑥 + 𝑦 = 11
persamaan linier dua variabel?”. Diberikannya soal matematika 2𝑥 + 𝑦 = 5
tersebut menuntut siswa memiliki pemahaman mengenai kekuatan c. 𝑥 + 3𝑦 = 7
dan kelemahan diri sendiri dalam menggunakan suatu metode 2𝑥 + 6𝑦 = 14
untuk menentukan solusi dari sistem persamaan liner dua variabel Diberikan soal matematika tersebut akan menuntut
Soal matematika yang menunjukkan kemampuan kemampuan memeriksa suatu permasalahan berdasarkan hasil
menganalisis (analyze) terhadap pengetahuan faktual (factual tindakan melakukan beberapa prosedur atau metode tertentu.
knowledge) adalah “Apa perbedaan bentuk sistem persamaan Soal matematika yang menunjukkan kemampuan
linier dua variabel yang memiliki tepat satu solusi, memiliki banyak mengevaluasi (evaluate) terhadap pengetahuan metakognif
solusi, dan tidak memiliki solusi?”. Diberikan soal matematika (metacognitive knowledge) adalah “Kriteria apa yang anda
gunakan untuk memeriksa apakah suatu sistem persamaan linier
tersebut akan menuntut siswa melakukan analisis secara aljabar
dua variabel memiliki tepat satu solusi, memiliki banyak solusi, atau
untuk mengetahui fakta dalam hal spesifik bentuk umum sistem tidak memiliki solusi?”. Diberikannya soal matematika akan
persamaan linier dua variabel yang mencirikan memiliki tepat satu menuntut kemampuan melakukan evaluasi berdasarkan kriteria
solusi, memiliki banyak solusi, maupun tidak memiliki solusi. yang tepat. Semakin baik kriteria yang dikemukakan maka semakin
Soal matematika yang menunjukkan kemampuan baik pula kesadaran pengetahuannya.
menganalisis (analyze) terhadap pengetahuan konseptual Soal matematika yang menunjukkan kemampuan
(conceptual knowledge) adalah “Jelaskan solusi yang mungkin menciptakan (create) terhadap pengetahuan faktual (factual
knowledge) adalah “Buatlah suatu sistem persamaan linier dua
terjadi pada sistem persamaan linier dua variabel ditinjau dari titik
variabel yang memiliki banyak solusi dalam semesta pembicaraan
potong kedua grafik linier!”. Diberikannya soal matematika tersebut bilangan bulat!”. Diberikannya soal matematika tersebut akan
akan menuntut siswa melakukan analisis untuk dapat memahami menuntut kemampuan untuk membuat sendiri suatu sistem
konsep hubungan antara titik potong grafik linier dengan solusi persamaan linier dua variabel berdasarkan pengetahuan fakta
yang mungkin terjadi pada sistem persamaan linier dua variabel. yang diberikan.
ISBN: 978-602-74245-0-0 211
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Soal matematika yang menunjukkan kemampuan tingkat tinggi, maka tabel revisi taksonomi Bloom adalah suatu alat
menciptakan (create) terhadap pengetahuan konseptual yang sangat baik dalam memetakan setiap kebutuhan belajar
(conceptual knowledge) adalah “Tuliskan semua kemungkinan siswa. Agar memahami lebih baik setiap unsur pada domain
penyebab suatu sistem persamaan linier dua variabel tidak pengetahuan dan unsur pada domain proses kognitif, maka
memiliki solusi?”. Diberikannya soal matematika tersebut akan pikirkan terlebih dahulu mengenai aspek kata kerjanya pada
menuntut kemampuan membuat suatu hipotesis terhadap suatu domain proses kognitif (berpikir bekerja apa), kemudian dilanjutkan
permasalahan yang diberikan menggunakan konsep yang telah dengan aspek pada kata bendanya pada domain pengetahuan
dipelajari. (berpikir apa yang dikerjakan).
Soal matematika yang menunjukkan kemampuan
menciptakan (create) terhadap pengetahuan prosedural DAFTAR PUSTAKA
(procedural knowledge) adalah “Tuliskan langkah-langkah untuk Amer, Aly. 2006. Reflection on Bloom’s Revised Taxonomy.
memb Electronic Kournal of Research in Educational Psychology,
Soal matematika yang menunjukkan kemampuan 4(1): 213-230.
menciptakan (create) terhadap pengetahuan metakognif Byrd, P.Ann.2002. The Revised Taxonomy and Prospective
(metacognitive knowledge) adalah “Buatlah lima pertanyaan/soal Teachers. College of Education : The Ohio State University
berbobot yang berkaitan dengan sistem persamaan linier dua Ferguson, Chris. 2002. Using The Revised Taxonomy to Plan and
variabel!”. Diberikannya soal matematika tersebut akan membantu Deliver Team-Taught, Integrated, Thematic Units. College
dalam memahami pengetahuannya sendiri melalui pertanyaan of Education : The Ohio State University
yang dibuat sendiri. Semakin berbobot pertanyaan/soal yang Krahwohl, David.R. 2002. A Revision of Bloom’s Taxonomy : An
diajukan siswa, maka semakin baik pula pengetahuannya Overview. College of Education : The Ohio State University.
mengenai materi yang telah dipelajari. Pintrich, Paul.R. 2002. The Role of Metacognitive Knowledge In
Learning, Teaching, and Assesing. College of Education :
SIMPULAN The Ohio State University.
Dalam merancang soal matematika yang berbobot dan
mampu membantu siswa mencapai hasil belajar matematika

ISBN: 978-602-74245-0-0 212


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
KEANEKARAGAMAN INSECTA TANAH DI AIK SEBAU KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI
NUSA TENGGARA BARAT
Iwan Doddy D.1 & Lalu Bulman Wisandi2
Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, FPMIPA IKIP Mataram
Email: iwandoddydharmawibawa@gmail.com

Abstrak: Keanekaragaman adalah jenis atau macam yang menunjukan adanya perbedaan satu dengan yang lain. Insecta merupakan
salah satu mahluk hidup yang paling luas keberadaannya dan penyebarannya.Insecta tanah dapat didefinisikan sebagai hewan yang
menempati tanah sebagai habitatnya. Penelititan ini adalah penelitian deskriptif eksploratif dengan cara mengumpulkan data, menganalisis
dan akhirnya menarik kesimpulan dari objek yang diteliti. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
keanekaragaman insecta tanah di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani.Penangkapan insecta menggunakan bor tanah, kemudian
serangga dalam tanah dipisahkan menggunakan Corrong Barlese Tullgren untuk selanjutnya diiidentifikasi menggunakan Borror
(1992).Hasil penelitian ini adalah ditemukan insectatanah di daerah berkanopi diperoleh sebanyak 113 individu, 5 ordo dan 6 Famili.
sedangkaninsecta tanah yang diperoleh di daerah tidak berkanopi diperoleh sebanyak 31 individu, 3 ordo dan 4 Famili. Setelah dianalisis
indeks keanekaragaman daerah berkanopi tergolong tinggi karena berada pada interval (H’) >3, sedangkan indeks keanekaragaman pada
daerah tidak berkanopi tergolong sedang karena nilai indeks keanekaragamannya berada pada interval 1≤ H’ ≤ 3.Indeks keseragaman
pada daerah berkanopi lebih tinggi dibandingkan dengan pada daerah tidak berkanopi, pada daerah berkanopi nilai indeks
keseragamannya adalah 1,516 sedangkan pada daerah tidak berkanopi indeks keseragamannya 1,188. Sehingga indeks
keseragamaanya tergolong tinggi Karena berada pada interval e ≥ 0,6.

Kata Kunci: Keanekaragaman, Insecta Tanah, Barlese Tullgren

PENDAHULUAN pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.


Salah satu taman nasional yang ada di NTB adalah Dengan demikian upaya pengembangan TNGR sebagai kawasan
Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), merupakan kawasan taman nasional yang berfungsi ganda, yaitu sebagai kawasan
konservasi yang menjadi daerah tujuan wisata andalan dan konservasi biota dan sumber daya alam khususnya penyediaan air,
kebanggaan masyarakat Propinsi Nusa Tenggara Barat, juga serta pengembangan TNGR sebagai kawasan pendidikan berbasis
merupakan kawasan yang menjadi penyangga kehidupan alam, masih kurang. akibatnya kelompok insecta tanah yang yang
masyarakat sekitarnya. Taman Nasional Gunung Rinjani berperan penting di piramida makanan akan menjadi berkurang,
merupakan kawasan pelestarian alam dengan luas 41.330 Ha yang kemudian dengan sendirinya sumber air di TNGR lama-kelamaan
terletak dalam 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Lombok akan habis, karena tumbuhan sebagai penyedia air keberadaanya
Utara, Kabupaten Lombok Tengah, dan Kabupaten Lombok Timur. berkurang akibat tidak adanya proses penguraian zat-zat organik
Daya tarik Taman Nasional Gunung Rinjani bukan hanya pada oleh arthopoda tanah khususnya insecta tanah, yang berguna bagi
keindahan alamnya akan tetapi juga potensi yang ada didalamnya kehidupan tumbuh-tumbuhan.
khususnya flora dan fauna antara lain Musang Rinjani dan Dengan adanya penelitian keanekaragaman insecta
beberapa jenis Anggrek. (Anonim, 2012). tanah ini, bisa mengumpulkan informasi tentang kelimpahan
Kelimpahan jenis fauna yang tergolong dalam insecta arthopoda tanah khususnya insecta tanah di kawasan taman
tanah dikawasan Taman Nasional Gunung Rinjani masih banyak Nasional Gunung Rinjani untuk kalangan peneliti maupun
yang belum diteliti keberadaanya.Menurut (Setiadi 1989 dalam masyarakat lokal, dengan demikian kesadaran masyarakat akan
Rahmawaty, 2004), peranan terpenting dari organisme tanah di pentingnya hewan insecta tanah sebagai dekomposer akan
dalam ekosistemnya adalah sebagai perombak bahan organik meningkat pula, sehingga penggunkaan bahan pembasmi hama
yang tersedia bagi tumbuhan hijau. Nutrisi tanaman yang berasal tanaman pestisida akan menjadi terkendali. Selain itu penelitian
dari berbagai residu tanaman akan mengalami proses dekomposisi yang akan dilaksanakan ini diharapkan bisa menjadikan kawasan
sehingga terbentuk humus sebagai sumber nutrisi bagi tanah. Taman Nasional Gunung Rinjani menjadi kawasan yang berfungsi
Salah satu organism tanah dari berbagai organisme tanah yang ganda, yaitu sebagai kawasan konsrervasi biota dan sumber daya
ada adalah insecta tanah.Pada saat ini informasi yang terkumpul alam khususnya penyediaan air, serta pengembangan TNGR
pada kelompok insecta tanah masih belum banyak diketahui. sebagai kawasan pendidikan berbasis alam.
Dengan demikian kesadaran masyarakat akan pentingnya hewan
insecta tanah sebagai pengurai sisa bahan oraganik (dekomposer) METODE PENELITIAN
masih belum ada pula, sehingga masayarakat setempat Jenis penelitian ini adalah dekriptif eksploratif yang
menggunakan bahan pestisida secara berlebihan untuk bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman Insekta tanah di Aik
mengendalikan hama penyakit pada tanamannya, akibatnya Sebau kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani.
senyawa pathogen yang ada di dalam bahan pestisida tersebut ikut Pengambilan sampel digunakan dengan transek
termakan oleh insecta tanah. Sehingga laju penguraian bahan kuandrant, metode mutlak dan random sampling.Metode mutlak
organik akan menjadi terganggu. dilakukan dengan mengambil tanah menggunakan pipa
Menurut UU Republik Indonesia No. 5 tahun 1990 berdiameter 10 cm sampai kedalaman lapisan olah tanah 15 cm
tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada lokasi pengambilan sampel.Lokasi pengambilan sampel
pasal 1 ayat 14, Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam tanah dikawasan TNGR adalah disebelah timur TNGR lebih
yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi tepatnya di daerah hutan berkanopi dan tidak berkanopi disekitar
yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, lokasi aik sebau.Sampel Tanah yang sudah diambil dimasukkan ke

ISBN: 978-602-74245-0-0 213


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dalam kantong plastik dan dibawa ke laboratorium untuk tergolong 3 ordo dan 4 Famili seperti yang terlihat pada diagram
dipisahkan antara tanah dengan insecta tanah menggunakan dan gambar di bawah nipada halaman dibawah ini.
corong Berlese tulgreen funell.
Menyiapkan alat dan bahan digunakan saat penelitian
seperti pipa bor sederhana, corong barlese tullgren, kamera digital
kertas label, kantong plastik, alat tulis menulis, tali rapia, patok,
kaca pembesar, silet kater, buku kunci determinasi serangga, Famili Entomobryidae
Famili Formicoidae Famili
alkohol 15%, dan sampel fauna Insecta tanah.
Formicoidae
Tehnik pengumpulan data yang digunakan pada
penelitian ini adalah tehnik bor tanah sederhana dan Barlease
tulgreen funell serta tehnik random sampling.
Adapun tahap pengumpulan data yang direncanakan
adalah sebagai berikut:
Famili Staphylinidae
1. Merencanakan terlebih dahulu hal-hal yang terkait dengan
2. Meninjau atau mengobservasi lokasi penelitian yang terletak Famili Formicoidae
Famili
dikawasan TNGR, yaitu disebelah timur TNGR lebih tepatnya Enicocephalidae
di daerah hutan berkanopi dan tidak berkanopi disekitar lokasi
Aik Sebau.
3. Mempersiapkan alat dan bahan seperti pipa bor tanah, corong Famili Staphylinidae
barlese tullgren funnel, buku kunci determinasi serangga dan
lain-lain.
Famili Grillidae Famili
4. Mengumpulkan Insecta tanah dengan cara mengambil sampel
Carabyidae
tanah di dalam petak pembatas yaitu dalam kawasan hutan
berkanopi dan tidak berkanopi didaerah aik sebau yang ada di
sebelah timur kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani
dengan menggunakan pipa bor tanah sederhana yang Gambar 2. Insecta tanah yang berhasil ditangkap di seluruh
berdiameter 10 cm dan tinggi 60 cm yang sudah didesain titik pengambilan sampel
sedemikian rupa.
5. Meletakan sampel tanah di dalam kantong plastik,
6. Memisahkan sampel tanah dengan insecta tanah dengan
Teknik pemisahan sampel tanah dengan fauna tanah (Insecta
tanah) yaitu dengan Barlese Tullgren (Lewis, 1967 dalam
Fitrahtunnisa dan Liwa Ilhamdi M., 2013). Alat ini dibuat dari
corong berlapis kertas manila yang dibentuk sedemikian rupa
sehingga berbentuk corong rangka berhadapan. Di dalam
corong diberikan saringan kain kasa untuk meletakkan bahan
sampel. Di atas saringan tersebut dipasangkan lampu listrik 15
watt dengan prinsip hewan tanah bersifat fototaksis negatif
(menjauhi sinar) dan panas yang berasal dari lampu listrik yang
dipasang tersebut, sehingga hewan tanah akan bergerak ke
bawah (ke dalam gelas yang berisi alkohol 15% yang telah 2. Indeks keanekaragaman insecta tanah.
disediakan di bawah corong). Hasil analisis nilai indeks keanekaragaman insecta tanah
7. Mengidentifikasi serangga tanah menggunakan buku Borror, yang diperoleh dengan cara ekstraksi contoh tanah pada daerah
1992. berkanopi dengan daerah tidak berkanopi yang berada
disepanjang jalur menuju pemandian aiq panas Sebau (TNGR),
disajikan pada tabel dan diagram dibawah ini

Gambar 1. Corong Barlese Tulgren Funel

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
1. Keanekaragamaninsecta Tanah di Sebau TNGR.
Hasil pengamatan sampel serangga dalam tanah, dengan B. Pembahasan
cara ekstrasi contoh tanah (Balease Tulgreen), pada daerah 1. Keanekaragaman insecta Tanah di Aik Sebau kawasan
berkanopiyang diperoleh 113 individu yang tergolong 5 ordo dan 6 Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR)
Famili dan pada daerah tidak berkanopi diperoleh 31 individu yang Dari pengamatan hasil pengumpulan insecta tanah
disepanjang jalur menuju pemandian Aiq Panas Sebau (TNGR),
ISBN: 978-602-74245-0-0 214
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
serangga tanah yang diperoleh di daerah berkanopi diperoleh tanah, sehingga serangga tanah yang bersifat menjauhi panas,
sebanyak 113 individu,5 ordo dan 6 Famili. sedangkan serangga bermigrasi menuju ke daerah yang tidak tertembus cahaya secara
tanah yang diperoleh di daerah tidak berkanopi diperoleh langsung, berbeda dengan daerah berkanopi serangga tanah akan
sebanyak 31 individu, 3 ordo dan 4 Famili. Berikut adalah tetap pada habitatnya. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh
Serangga tanah yang berhasil dikumpulkan dari semua titik Fatmawati patang pada Areal Hutan Bekas Tambang Batu Bara
pengambilan sampel diantaranya adalah: Entomobryidae PT. Mahakam Sumber Jaya Desa Separi Kutai Kertanegara-
(Collembola), Staphylinidae (ordo Coleoptera), Staphylinidae (ordo Kalimatan Timur, (2010) ia mengemukakan bahwa pada umumnya
Coleoptera), Carabidae (ordo Coleoptera), Formicoidae (ordo serangga bersifat fototaksis, sehingga pada metode Barlesse-
Hymenoptera), Formicoidae (ordo Hymenoptera), Formicoidae Tulgreen, serangga akan meninggalkan contoh tanah karena
(ordo Hymenoptera), Grillidae (ordo Orthopthera), Enicocephalidae adanya pengaruh panas listrik berupa cahaya lampu listrik. Hal
(ordo Hemiptera). inilah yang menyebabkan perbedaan indeks keanekaragaman
Berdasarkan hasil penelitian, komposisi serangga disetiap serangga tanah antara daerah berkanopi dengan yang tidak
pengambilan sampel itu berbeda-beda, ada yang jenisnya bisa berkanopi yang terletak disepanjang jalur menuju pemandian aiq
didapat pada setiap pengambilan sampel, dan ada juga yang panas Sebau (TNGR).Indeks keanekaragaman pada daerah
jenisnya yang tidak didapat secara merata pada setiap berkanopi tergolong tinggi, indeks keanekaragamannya berada
pengambilan sampel, hal ini dikarenakan kehadiran serangga pada interval (H’) > 3, sedangkan indeks keanekaragaman pada
tanah dipengaruhi oleh faktor fisik dan kimia lingkungan. Hal ini daerah tidak berkanopi tergolong sedang karena nilai indeks
serupa seperti yang dikatakan dalam penelitian Fitri elisa, dkk keanekaragamannya berada pada interval 1≤ H’ ≤ 3.
(2013), Kehadiran serangga tanah pada suatu daerah sangat Menurut Fahrul, (2004 dalam Ira, dkk 2015) mengatakan
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti faktor fisika dan kimia bahwa Jika nilai H’ > 3 maka keanekaragaman spesies tinggi, dan
lingkungan. jika nilai H’ ≤ 1 ≤ H’ 3 maka keanekaragamanspesies sedang,
Ordo serangga tanah yang memiliki jumlah pengumpulan sertajika nilai H’ < 1 maka keanekaragamanspesies
paling banyak pada seluruh titik pengambilan sampel berturut-turut rendah.Semakin besarnilai indeks keanekaragaman maka
adalah Hymenóptera (Formicidae.), Colembolla (Entomobrydae), semakintinggi keanekaragaman jenis.
Dan Colleoptera (Staphylinidae). Hal ini serupa dengan penelitian 2. Indeks kemerataan insecta tanah.
Fatmawati patang, (2010) pada Areal Hutan Bekas Tambang Batu Keseragaman tidak terlepas dari kemerataan (evenness),
Bara PT. Mahakam Sumber Jaya Desa Separi Kutai Kertanegara- pada tabel 4.7 dan 4.8 memperlihatkan indeks keseragaman pada
Kalimatan Timur, yang mengemukakan bahwa ordo Collembola daerah berkanopi lebih tinggi dibandingkan dengan indeks
dan Hymenoptera mempunyai jumlah individu tertinggi. keseragaman pada daerah tidak berkanopi, yaitu pada daerah
Jenis serangga tanah yang termasuk dalam ordo berkanopi nilai indeks keseragamannya adalah 1,516 sedangkan
Collembola, Hymnoptera dan Coleoptera merupakan serangga pada daerah tidak berkanopi indeks keseragamannya 1,188. hal ini
tanah yang paling banyak ditemukan dimasing-masing memperlihatkan bahwa indeks keseragaman kedua daerah
pengambilan sampel tanah, hal ini disebabkan karena serangga tersebut tergolong tinggi, seperti yang disebutkan oleh; Odum,
jenis ini aktif dipermukaan tanah maupun didalam tanah untuk 1971, dalam Oktaviani indah, 2012. Yang mengatakan jika indeks
membuat sarang yang berupa jaringan trowongan dan lorong- kemerataan lebih besar sama dengan 0,6 maka indeks
lorong yang bisa membesar dan meluas beberapa kaki dibawah keseragaman suatu spesies dalam satu daerah tergolong tinggi.
tanah.
Famili Gryllidae dari ordo Ortoptera di daerah berkanopi SIMPULAN
bisa ditemukan sedangkan pada daerah tidak berkanopi famili Berdasarkan hasil analisis data, daerah berkanopi
Gryllidae tidak ditemukan, hal ini disebabkan karena famili disepanajang jalur menuju pemendian Aiq Panas Sebau (TNGR),
Gryllidae menyenangi tempat-tempat dingin yang tidak terpapar memiliki keanekaragaman lebih tinggi dibandingkan dengan
oleh cahaya secara langsung, hal serupa dikemukakan oleh Borror, daerah tidak berkanopi.Indeks keanekaragaman pada daerah
dkk (1992), Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Keenam, berkanopi tergolong tinggi, yaitu berada pada interval (H’) > 3,
kebanyakan jenis, telurnya hidup dalam musim dingin, diletakan sedangkan indeks keanekaragaman pada daerah tidak berkanopi
biasanya didalam tanah atau tumbuh-tumbuhan. tergolong sedang karena nilai indeks keanekaragamannya berada
Indeks keanekaragaman Sahnnon-Wiener yang paling pada interval 1≤ H’ ≤ 3.
tinggi untuk daerah berkanopi terdapat pada pengambilan sampel
titik C1 dengan nilai indexs keanekaragaman 0.644, dan untuk DAFTAR PUSTAKA
daerah tidak berkanopi nilai indexs keanekaragaman yang Anonim, (2011).Definisi Bahan Ajar (Online).
tertinggiterdapat pada titik pengambilan sampel C3 dengan nilai http://jaririndu.blogspot.com/2011/09/definisi-bahan-ajar.html.
indeks keanekaragaman 0,587. Sedangkan nilai indexs Diakses tanggal 24 Desember 2014pukul 9:58 Wita.
keanekaragaman yang paling rendah untuk daerah berkanopi Anonim, (2007).Pengertian Bahan Ajar Materi Pembelajaran
terdapat pada titik pengambilan sampel B1 dengan B2 dengan nilai (Online).
indeks keanekaragaman 0,30 dan nilai indeks keanekaragaman http://mgmpips.wordpress.com/2007/03/02/pengertian-bahan-ajar-
yang paling rendah untuk daerah tidak berkanopi terdapat pada titik materi-pembelajaran/.Diakses tanggal 27 Desember 2014
pengambilan sampel A1, B1 dan B2 dengan nilai indeks pukul 18:26 Wita.
keanekaeagaman 0,30. Anonim, (2012).Insekta Ordo Thysanura (Online).
Daerah berkanopi memiliki keanekaragaman lebih tinggi http://pelajaribiologi.blogspot.com/2012/11/insekta-ordo-
dibandingkan dengan daerah tidak berkanopi. Hal ini disebabkan thysanura.html.diakses tanggal 4 januari 2015 pukul 11:47
karena daerah berkanopi memiliki pepohonan yang rimbun bila Wita.
dibandingakan dengan daerah tidak berkanopi. Pada daerah Anonim, (2012).Pengertian dan Definisi Keanekaragaman
terang sinar matahari bisa secara langsung mengenai permukaan (Online).
ISBN: 978-602-74245-0-0 215
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
http://pengertian-definisi.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan- Borror, D.J., Charles A. T., dan Norman F. J. 1992. Pengenalan
definisi-keanekaragaman.html. Diakses 20 November Pelajaran Serangga Edisi Keenam. Soetiyono
2014 pukul 14:12 Wita. Partosoedjono. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Anonim, (2013).Resume Buku Borror Part viiiixxxi (online). Budi Samudra, F. Munifatul Izzati, dan Hartuti Purnaweni, (2013).
http://eviekepompong.blogspot.com/2013/11/resume-buku-borror- Kelimpahan dan
part-viiiixxxi.html. Diakses 25 Desember 2014 pukul 8:56 Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Lahan Sayuran Organik
Wita. “Urban Farming” (Online).
Anonim, (2014).Taman Nasional Gunung Rinjani (Online). http://eprints.undip.ac.id/40665/1/029
http://busurhujancakrawala.blogspot.com/2014/05/taman- Ferdianto_Budi_Samudra.pdf. Diakses tanggal 16 Februari
nasional-gunung-rinjani.html. Diakses tanggal 27 2015 pukul 21:20 Wita.
Desember 2014 pukul 19:02 Wita.

ISBN: 978-602-74245-0-0 216


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
KEMAMPUAN BERPIKIR DIVERGEN DAN KONVERGEN SISWA DALAM PEMBELAJARAN HIDROKARBON
MELALUI MODEL STAD BERBANTUAN CHEMSKETCH
Iyan Mulyana1, Khaeruman2, & Yusran Khery3
1Praktisi Pendidikan
2&3Dosen Program Studi Pendidikan Kimia, FPMIPA IKIP Mataram

E-mail: iyanmulyana313@yahoo.com

Abstrak: Artikel ini memaparkan hasil penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir divergen dan konvergen siswa
dalam pembelajaran hidrokarbon yang dibelajarkan dengan model STAD berbantuan chemsketch. Penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian eksperimental semu. Subjek peneitian sebanyak 48 siswa yang terbagi dalam kelompok eksperimen 25 siswa dan kelompok
kontrok 23 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir divergen dan konvergen. Data dianalisis secara
statistik inferensial dengan uji multi varian menggunakan bantuan SPSS 16 for windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) siswa
dengan kemampuan awal tinggi mempeoleh skor kemampuan berpikir divergen yang lebih tinggi dari pada siswa dengan kemampuan
awal rendah dalam pembelajaran STAD baik dengan penerapan chemsketch maupun tanpa chemsketch (2) tidak terdapat kemampuan
berpikir divergen antara siswa yang diibelajarkan dengan model STAD berbantuan chemsketch dan tanpa chemsketch (3) kemampuan
berpikir divergen siswa dengan kemampuan awal tinggi lebih baik secara signifikan daripada siswa dengan kemampuan awal rendah baik
dalam pembelajaran hidrokarbon dengan model STAD chemsketch maupun dengan model STAD biasa (4) kemampuan berpikir
konvergen yang dibelajarkan dengan model STAD berbantuan chemsketch lebih baik secara signifikan dari pada siswa siswa yang
dibelajarkan dengan model STAD tanpa chemsketch.

Kata Kunci: Berpikir Divergen, Berpikir Konvergen, STAD, Chemsketch

PENDAHULUAN kecenderungan untuk divergen atau lebih cenderung berpikir


Pelajaran kimia merupakan salah satu pelajaran yang konvergen.
memiliki karakteristik tersendiri diperlukan keterampilan khusus . Berpikir divergen digambarkan sebagai berpikir yang
dalam memecahkan masalah-masalah ilmu kimia yang berupa spekulatif, serba kemungkinan. Pemikir divergen memulai dengan
teori, konsep, hukum, dan fakta. Kean & Middlecamp (1985) sedikit fakta dan mengembangkannya menjadi beberapa jawaban
menyatakan bahwa salah satu karakteristik ilmu kimia adalah yang beralasan (Pavelich, 1982). Kemampuan berpikir divergen
sebagian besar konsep-konsepnya bersifat abstrak. Sifatnya yang penting untuk mencermati permasalahan dari segala perspektif,
abstrak menyebabkan kimia cenderung menjadi pelajaran yang dan mengkonstruksi segala kemungkinan pemecahannya yang
sulit bagi kebanyakan siswa (Taber, 2002 dalam Indrayani, 2013). reasonable dan viabel. Dalam hal ini, sebuah perspektif baru
Menurut Hartono, dkk (2015) kesulitan siswa dalam mempelajari berkaitan dengan prinsip kemampuan berpikir divergen perlu
ilmu kimia dapat bersumber pada kesulitan dalam memahami dijadikan pegangan dalam pembelajaran, yaitu bukan belajar
istilah, kesulitan ini timbul karena kebanyakan siswa hanya hafal menemukan satu jawaban benar (a correct solution) yang menjadi
akan istilah dan tidak memahami dengan benar maksud dari istilah tujuan setiap pemecahan masalah, tetapi bagaimana
yang sering digunakan dalam pengajaran kimia, kemudian mengkonstruksi segala kemungkinan jawaban yang reasonable,
kesulitan dengan angka, yaitu siswa kurang memahami rumusan beserta segala kemungkinan prosedur dan argumentasinya
perhitungan kimia. yang terlibat, bahasa yang jarang digunakan kenapa jawaban tersebut masuk akal (how to construct and to
dalam kehidupan sehari-hari. defend various reasonable solutions and its respective procedures)
Materi hidrokarbon merupakan materi yang berupa sehingga dapat diaplikasikan dalam pemecahan masalah dunia
konsep-konsep dan teori serta fakta-fakta. Kean & Middlecamp nyata lainnya, yang biasanya jauh lebih kompleks dan tak terduga
(1994), mengemukakan bahwa untuk dapat memahami suatu (Sudiarta).
konsep dengan utuh, kita harus mengenal konsep tersebut baik Berpikir konvergen adalah cara-cara individu dalam
dari tingkat makroskopis maupun mikroskopisnya (Rahmaniyah memikirkan sesuatu dengan berangggapan bahwa hanya ada satu
dkk). Menurut Agustina, (2013) untuk memahami materi jawaban yang benar (Stanley, 1995). Pemikir konvergen mampu
hidrokarbon membutuhkan pemahaman konsep yang kuat dan memutuskan penyelesaian terbaik berdasarkan informasi yang
bersifat komprehensif. Karena selain berisi konsep-konsep, materi ada. Mereka dapat memikirkan hubungan kuat antara
ini memuat hal-hal yang sifatnya mendasar dalam ilmu kimia. penyelesaian yang diambil dengan penafsiran benar/salah
Seperti bagaimana menuliskan rumus kimia dan bagaimana terhadap permasalahan (Molle dkk., 1999).
memberi nama pada senyawa kimia. Materi hidrokarbon juga Pemikir konvergen memiliki skor tinggi dalam
memberikan pengetahuan tentang nama senyawa-senyawa kimia permasalahan-permasalahan yang menghendaki sebuah
yang sangat asing bagi siswa karena lazim digunakan dalam penyelesaian yang secara umum dapat diterima dan secara jelas
kehidupan sehari-hari (Pratiwi dkk, 2013). Sehingga ketelitian, dapat diperoleh dari informasi yang tersedia (dalam tes
keterampilan dan kemampuan dalam berpikir sangat dibutuhkan kecerdasan), sedangkan di saat yang bersamaan memperoleh
dalam menguasai materi ini karena materi ini bersifat abstrak dan skor yang rendah dalam permasalahan-permasalahan yang
kompleks menghendaki munculnya beberapa penyelesaian yang sama-
Menurut Khery (2012) proses menuju pemahaman dan sama dapat diterima. Berpikir konvergen sangat menuntut alasan
penguasaan materi kimia membutuhkan proses berpikir yang yang tepat, Pemikir konvergen dapat meningkatkan pemikirannya
divergen dan konvergen akan tetapi ada siswa yang memiliki pada pertanyaan tersulit, memilih satu metode penyelesaian dan
menindak-lanjutinya secara menyeluruh (Khery, 2012).

ISBN: 978-602-74245-0-0 217


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Perbedaan kecenderungan berpikir siswa perlu METODE
mendapat perhatian dan dikembangkan agar dalam proses Subjek penelitian ini yakni 59 siswa MA NW Belencong.
pembelajaran yang terjadi dapat terarah sesuai dengan pola pikir Subjek penelitian kelas eksperimen dibelajarkan ke dalam
siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu kelompok heterogen yang terdiri dari 4-5 orang. Selanjutnya, setiap
strategi yang dapat digunakan dalam mengembanbangkan kelompok difasilitasi laptop yang dilengkapi software chemsketch.
kemampuan berpikir siswa adalah model STAD. Sedangkan kelas kontrol dibelajarakan dengan model pembelajaran
Menurut Slavin, (2015:143) STAD merupakan salah satu STAD. Pengelompokkan mahasiswa dilakukan dengan metode
metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan kategorisasi kemampuan awal tinggi dan rendah berdasarkan hasil
merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru prettes.
yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. STAD terdiri atas Dua variabel bebas dalam penelitian ini. yakni strategi
lima komponen utama yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor pembelajaran STAD berbantuan chemsketch Varibel terikatnya yakni
kemajuan individual, rekognisi tim. Hartono, dkk (2015) kemampuan berpikir divergen dan konvergen.
mengatakan bahwa dalam pembelajaran STAD semua anggota Penelitian ini dilaksanakan dengan jenis rancangan
kelompok memiliki peran yang sama dan memiliki tanggung jawab eksperimental semu, Desain ini memiliki kelompok kontrol akan
yang sama sehingga harus saling bekerja sama dalam kelompok tetapi tidak sepenuhnya dapat mengontrol variabel-variabel lain
untuk berkompetensi dengan kelompok lain. Kerja sama yang dapat mempengaruhi pelaksanaan dan hasil eksperimen
antaranggota kelompok akan menentukan keberhasilan kelompok (Arikunto, 2010:123 ). Dalam rancangan ini digunakan kelompok
tersebut. subjek yang telah terbentuk secara wajar sehingga bisa saja kedua
Penggunaan model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD kelompok subjek telah memiliki karakteristik yang berbeda (Ibnu
bertujuan untuk memaksimalkan proses dan aktifitas siswa dan dkk., 2003: 50). Dalam penelitian ini digunakan rancangan pretest-
dapat mendorong kemampuan berpikir. Menurut (Pavelich, 1982), postest Control Group Design sebagaimana disajikan dalam Tabel
pembelajaran yang dapat mendorong kemampuan berpikir harus 1.
mencakup pada tugas berpikir divergen. Tugas berpikir divergen Tabel 1. Rancangan Penelitian
dalam Kimia adalah tugas yang diberikan guru kepada siswa yang Kelompok Pretes Perlakuan Postes
dapat menimbulkan proses berpikir yang menghasilkan ide secara Eksperimen HB1 X KBD1, KBK1
simultan. Pada prosesnya, munculnya suatu ide, dapat memicu Kontrol HB2 - KBD2, KBK2
timbulnya ide yang lain sehingga siswa dapat mengembangkan Keterangan:
cara pemikiran mereka dalam memahami konsep-konsep X = pembelajaran dengan STAD
hidrokarbon selama proses pembelajaran (Supriani, 2013). berbantuan Chemsketch
Pemberian tugas divergen dalam pembelajaran tidak HB1, & HB2 = nilai tes hasil belajar kognitif awal
akan berjalan jika pembelajaran yang terjadi hanya sekedar diskusi pada kelompok eksperimen dan
kelompok, untuk mengoptimalkan model STAD dibutuhkan kontrol
pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan sehingga KBD1 & KBD2 = skor kemampuan berpikir divergen
tugas divergen yang diberikan dapat dikerjakan. Adapun salah satu pada kelompok eksperimen dan kontrol
cara yang dapat digunakan dalam menarik perhatian siswa adalah KBK1 & KBK2 = skor kemampuan berpikir
penggunaan media software Chemsketch. konvergen pada kelompok eksperimen
Menurut Tubagus Software pembelajaran kimia dan kontrol
merupakan alat modern yang mempermudah menjelaskan konsep,
khususnya konsep yang sulit dijelaskan dengan alat peraga Rancangan ini digunakan untuk mengetahui kemampuan
konvensional. Melalui visualisasi dan simulasi maka besar berpikir divergen dan konvergen siswa dalam pembelajaran
manfaatnya bagi siswa untuk memperoleh penjelasan dari pokok hidrokarbon yang dibelajarkan dengan STAD berbantuan
bahasan dengan cara mudah dan cepat dipahami oleh siswa chemsketch dan siswa yang dibelajarkan dengan model
sehingga memacu proses belajar menjadi lebih efektif, kreatif dan pembelajaran STAD.
bersifat interaktif. Beberapa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
Chemsketch adalah salah satu software untuk membuat yaitu: (1) instrument perlakuan yang meliputi silabus, RPP dan LKS; (2)
hampir semua aspek simbolis dan aspek proses dalam kimia, isntrumen evaluasi yang meliputi lembar keterlaksanaan RPP, tes
misalnya lambang atom, lambang unsure, struktur lewis, rumus kemampuan berpikir divergen dan konvergen yang berupa soal essay.
empiris, rumus molekul, rumus struktur baik dua maupun tiga Soal-soal tersebut diadaptasi dari Supriani dan Khery (2013). Data
dimensi, pemberian nama struktur senyawa kimia atau pembuatan yang diperoleh dianalisis secara statistika inferensial dengan bantuan
rumus struktur dari nama senyawa kimia, rotasi struktur senyawa SPSS 16 for Windows.
kimia, pembuatan struktur biomolekul, pembuatan struktur polimer,
persamaan reaksi, diagram, orbital atom dan peralatan kimia. HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut Sitepu (2011) dalam Redhana dkk, (2015) 1. Kemampuan Awal Siswa
melaporkan bahwa pemanfaatan media chemsketch dapat Data kemampuan awal siswa diperoleh dari prettes
meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil kemampuan
pembelajaran resitasi. awal siswa dipaparkan pada tabel 3.
Bertolak dari penjelasan di atas maka, penelitian ini Tabel 2. Uji Normalitas
bertujuan untuk mengetahui : (1) kemampuan berpikir divergen K.Awal K.awal
siswa dalam pembelajarann hidrokarbon melalui model STAD eksperimen kontrol
berbantuan Chemsketch; (2) kemampuan berpikir konvergen siswa N 25 23
dalam pembelajarann hidrokarbon melalui model STAD. Kolmogorov-Smirnov Z 1.070 .923

ISBN: 978-602-74245-0-0 218


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Sig (2-tailed) .202 .361 daripada siswa yang berkemampuan awal rendah baik dikelas
eksperimen maupun dikelas kontrol.
Data kemampuan awal siswa kelas eksperimen 2. Kemampuan Berpikir Divergen
menunjukkan nilai signifikansi Sig.= 0.202, sehingga Sig. > Deskripsi data kemampuan berpikir divergen siswa
0.05, dengan demikian data yang berasal dari populasi yang dibelajarkan dengan model STAD berbantuan
berdistribusi normal. Sedangkan data kemampuan awal kelas Chemsketch dan model STAD disajikan pada tabel 7 dan 8.
kontrol menunjukkan nilai menunjukkan nilai signifikansi Sig.= Tabel 7. Deskripsi Data
0.361, sehingga Sig. > 0.05, dengan demikian data yang kelas N Mean Std. deviation
berasal dari populasi kontrol berdistribusi normal. Maka dapat XA 25 30.6667 25.22124
dilanjutkan dengan Uji Homogenitas. KBD XB 23 28.9855 19.75698
Kemampuan awal siswa kelas XA dan XB statistik Total 48 29.8611 22.54450
parametrik melalui Uji independent t-test SPSS 16.0 for Tabel 8. Parameter Estimates KBD kelas XA dan XB
windows untuk melihat persebaran varian dua kelompok. parameter t sig
Adapun hasil uji homogenitas dan uji independendent t-tes K.Awal -2.636 .011
SPSS 16.0 ddipaparkan pada tabel 5. XA 1.041 .304
Tabel 3. Deskripsi data prettes XB
Std. Pada tabel 7 dapat dilihat nilai mean (rata-rata)
kelas N Mean
deviation kemampuan berpikir divergen kelas eksperimen lebih baik
XA 25 64.800 12.11748 dibandingkan kemampuan berpikir divergen kelas kontrol. Uji
Kawal
XB 23 65.21 8.18511 multi varian terhadap data kemampuan berpikir divergen antara
Tabel 4. Uji F dan uji t-tes siswa kelas eksperimen setelah diberi perlakuan STAD
Levene’s test of berbantuan chemsketch dengan siswa kelas kontrol setelah
t-test
variances diberi perlakuan STAD, diperoleh sig = 0,011 < 0.05 untuk
F sig t Sig. (2-tailend) perbedaan Kemampuan Awal (KA) dan sig = 0.304 > 0,05. Hal
K.awal
6.232 .016 -.139 .890 ini bermakna ada perbedaan signifikan antara kemampuan
Hasil analisis perbandingan kemampuan awal siswa berpikir divergen siswa dengan kemampuan awal tinggi dan
antara kelas XA dengan kelas XB diperoleh, nilai signifikansi siswa dengan kemampuan awal rendah baik di kelas
(Sig.) = 0.016, sehingga (Sig.) > 0.05, dengan demikian Ho eksperimen maupun kelas kontrol. Tidak terdapat perbedaan
diterima atau tidak ada beda kemampuan awal siswa pada signifikan antara kemampuan divergen siswa di kelas
kelas XA dan kelas XB, artinya kemampuan awal siswa kelas eksperimen dengan siswa di kelas kontrol.
XA dan XB memiliki varian yang sama (homogen). Hal tersebut di atas dapat disebabkan oleh
Dari hasil prettes yang dilakukan terdapat siswa yang kemampuan berpikir divergen merupakan tingkatan
memiliki kemampuan awal tinggi dan rendah. Kategori kemampuan kognitif yang lebih tinggi. Siswa baik di kelas
kemampuan siswa dipaparkan dalam tabel 5 eksperimen maupun kelas control sangat sulit untuk bisa
Tabel 5. Kategori Kemampuan Siswa mencapai skor yang tinggi sehingga mereka berada pada skor
Kelas K.Awal tinggi K.Awal rendah kemampuan berpikir divergen yang sama rendah dan tidak
Eksperimen 10 15 berbeda satu sama lain. Sedangkan siswa dengan
Kontrol 18 7 kemampuan awal tinggi memperoleh skor kemampuan berpikir
divergen yang lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan
awal rendah baik dikelas eksperimen maupun kelas kontrol.
60 51.2121 Pada dasarnya siswa kelas kontrol memiliki
kemampuan awal yang lebih baik dari pada siswa di kelas
33.5227 KBD eksperimen Hal ini ditunjukkan dari jumlah siswa kelas kontrol
40
23.03 yang masuk dalam kategori kamampuan awal tinggi lebih
eksperimen
14.714 banyak daripada di kelas eksperimen. Sehingga skor rata-rata
20 KBK kontrol kemampuan berpikir divergen siswa kelas kontrol lebih baik
dari kelas eksperimen. Selama proses pembelajaran peneliti
0 melihat bahwa kelas kontrol lebih cepat memahami pelajaran
K.Awal K.Awal dan sebagian besar siswa kelas kontrol berani menyampaikan
tinggi rendah dan menjelaskan ide atau gagasan yang mereka miliki
meskipun ide itu kurang tepat untuk menyelesaikan suatu
Gambar 1. Diagram perbandingan nilai rata-rata KBD dan KBK permasalahan.
berdasarkan K.Awal 3. Kemampuan Berpikir Konvergen
Berdasarkan presentase perbandingan nilai rata-rata Deskripsi data kemampuan berpikir konvergen siswa
kemampuan berpikir divergen dan konvergen siswa yang yang dibelajarkan dengan model STAD berbantuan
berkemampuan awal tinggi dan rendah dapat dilihat bahwa Chemsketch dan model STAD disajikan pada tabel 8
kelas eksperimen dan kelas kontrol yang berkemampuan awal Tabel 8. Deskripsi KBK kelas XA dan XB
tinggi memiliki kemmapuan berpikir divergen yang lebih baik kelas N Mean Std. deviation
daripada kemampuan berpikir divergen siswa yang XA 25 34.3030 23.54944
berkemampuan awal rendah. Sedangkan kemampuan berpikir KBK XB 23 27.7997 19.30965
konvergen siswa yang berkemampuan awal tinggi lebih baik Total 48 31.1869 21.64483

ISBN: 978-602-74245-0-0 219


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 9. Uji-t KBK kelas XA dan XB SMA Negeri ! Gubug Tahun Ajaran 2012/2013. Surakarta :
Parameter t Sig program studi pendidikan kimia, UNS Surakarta.
Intercept 5.357 .000 Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktik.
KBK XA 1.041 .019 Jakarta : Rineka Cipta
XB Hartono, R. dkk. 2015. Komparasi Model Pembelajaran Kooperatif
Pada tabel 8 dapat dilihat nilai mean (rata-rata Tipe Team Assisted Individualization (TAI) Dan Student
kemampuan berpikir konvergen kelas eksperimen lebih baik Team Achievement Division (Stad) Terhadap Prestasi
dibandingkan kemampuan berpikir konvergen kelas kontrol. Uji Belajar Siswa Ditinjau Dari Kemampuan Memori Pada
multi varian terhadap data kemampuan berpikir konvergen Materi Hidrokarbon Siswa Kelas X Semester Genap Sma
antara siswa kelas eksperimen setelah diberi perlakuan STAD Negeri 3 Boyolali Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal
berbantuan chemsketch dengan siswa kelas kontrol setelah pendidikan kimia, FKIP UNS Surakarta, vol. 4 No. 4 tahun
diberi perlakuan STAD, diperoleh sig = 0,019 < 0.05. Hal ini 2015. ISSN 2337-9995.
bermakna bahwa kemampuan berpikir konvergen kelas Ibnu, S., Mukhadis, A., & Dasna, I W. 2003. Dasar-dasar
eksperimen yang dibelajarkan dengan model STAD metodologi Penelitian. Malang: Penerbit Universitas Negeri
berbantuan chemsketch lebih baik secara signifikan dari pada Malang.
kemampuan berpikir konvergen kelas kontrol yang dibelajarkan Indrayani, P. 2013. Analisis Pemahaman Makroskopik,
dengan model STAD biasa. Selama poses pembelajaran yang Mikroskopik, danSimbolik Titrasi Asam-Basa Siswa Kelas
terjadi peneliti melihat bahwa kelas eksperimen lebih aktif XI IPA SMA serta Upaya Perbaikannya dengan
daripada kelas control dalam menanyakan hal-hal yang belum Pendekatan Mikroskopik. Malang: Program Studi
mereka pahami dalam mengerjakan soal baik menggunakan Pendidikan Kimia, Program Pasca Sarjana Universitas
chemsketch maupun tanpa chemsketch. Kelas eksperimen Negeri Malang.
lebih mempertimbangkan jawaban soal yang mereka kerjakan Khery, Y. 2012. Pengaruh Strategi Problem Based Learning pada
dengan chemsketch daripada jawaban yang mereka kerjakan Pembelajaran Kimia Bahan Alam terhadap keterampilan
tanpa chemsketch karena menurut mereka chemsketch sudah Metakognitif, keterampilan proses sains dan hasil belajar
pasti memberikan jawaban yang tepat dan benar. Sehingga mahasiswa divergen dan konvergen. Malang: Program
siswa kelas eksperimen mendapat skor kemampuan berpikir Studi Pendidikan Kimia, Program Pasca Sarjana
konvergen yang lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Universitas Negeri Malang.
Menurut pandangan peneliti, siswa yang dibelajarkan Mölle, M., Marshall, L., Wolf, B., Fehm, H.L., & Born, J. 1999. EEG
dengan model STAD berbantuan chemsketch maupun tanpa Complexity And Performance Measures of Creative
chemsketch menunjukkan perubahan berpikir siswa secara Thinking. Psychophysiology, (36): 95–104.
signifikan dimana siswa yang kemampuan awal tinggi tetap Pratiwi, D. dkk. 2013. Efektivitas Model Blended E Learning
mendapat skor kemampuan berpikir divergen dan konvergen Cooperative Approach Tipe Tgt Dilengkapi Modul
yang tinggi. Sedangkan siswa dengan kemampuan awal Terhadap Prestasi Belajar Kimia Materi Pokok Hidrokarbon
rendah mendapat skor kemampuan berpikir divergen dan Kelas X Semester Ii Sma Negeri 5 Surakarta Tahun Ajaran
konvergen yang tinggi tetapi tetap berada dibawah skor 2011/2012. Program studi pendidikan kimia, FKIP UNS
kemampuan berpikir siswa yang kemampauan awalnya tinggi. Surakarta, Vol.2 No.1 tahun 2013. ISSN 2337-9995.
Rahmaniyah, A. dkk. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis E-
KESIMPULAN Learning Pada Materi Hidrokarbon Dan Minyak Bumi Kelas
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat X Semester 2. Universitas Negeri Malang
disimpulkan hal-hal sebagai berikut. Redhana, I. dkk. 2015. Laporan PelatihanPenggunaan
1. Siswa yang dengan kemampuan awal tinggi memperoleh skor Chemsketch untuk Mendukung Pembelajaran Kimia Bagi
kemampuan berpikir divergen yang lebih tinggi dari pada siswa Guru-Guru Kimia KabubatenBuleleng. Singaraja
dengan kemampuan awal rendah dalam pembelajaran STAD Pavelich, M.J. 1982. Using General Chemistry to Promote the
baik dengan penerapan chemsketch maupun tanpa Higher Level Thinking Abilities. Journal of Chemical
chemsketch. Education, 59(9): 721-724.
2. Tidak terdapat kemampuan berpikir divergen antara siswa Supriani, D. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD berbantuan chemsketch dan tanpa chemsketch. Student Teams Achievement Divisions (STAD) Divergen
3. Kemampuan berpikir divergen siswa dengan kemampuan awal Terhadap Karakter Berpikir Divergen/Konvergen Dan
tinggi lebih baik secara signifikan daripada siswa dengan Kemampuan Berpikir Divergen Siswa. Mataram : IKIP
kemampuan awal rendah baik dalam pembelajaran Mataram
hidrokarbon dengan model STAD berbantuan chemsketch Stanley, C. 1995. Differences in Divergent Thinking as a Function
maupun dengan model STAD biasa. of Handedness and Sex. The American Journal of
4. Kemampuan berpikir konvergen siswa yang dibelajarkan Psychology, Vol. 108, Iss. 3, hlm. 311.
dengan model STAD berbantuan chemsketch lebih baik secara Slavin, R. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik.
signifikan dari pada siswa yang dibelajarkan dengan model Bandung: Nusa Media.
STAD tanpa chemsketch. Sudiarta, I. Pengembangan Kompetensi Berpikir Divergen Dan
Kritis Melalui Pemecahan Masalah Matematika Open-
DAFTAR PUSTAKA Ended. Singaraja> IKIP Negeri Singaraja
Agustina, E. dkk. Penggunaan Metode Pembelajaran Jigsaw Tubagus. W. Pengenalan Media Software Kimia Terhadap Peserta
Berbantuan Handout Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Diklat Guru Kimia Ma: Widyaiswara Pertama Balai Diklat
Prestasi Belajar Siawa Pada Materi Hidrokarbon Kelas XC Keagamaan, Manado.

ISBN: 978-602-74245-0-0 220


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
VALIDITAS TES POTENSI AKADEMIK DENGAN PEMBELAJARAN STATISTIKA PENDIDIKAN FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
Jumailiyah
Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP IKIP Mataram
E-mail: jumailiyah@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas prediksi Tes Potensi Akademik pada tes seleksi masuk IKIP Mataram,
khususya pada matakuliah yang menuntut kemampuan berpikir tinggi hasil pembelajaran Statistika Deskriptif, dan validitas kongruen hasil
ujian Mid semester dengan Ujian Akhir Semester pada Program Studi Teknologi Pendidikan FIP IKIP Mataram. Konten Tes Potensi
Akdemik yang dijadikan bidang kajian yaitu subtes numerikal dan subtes kemampuan spasial. Instrumen Tes Potensi Akademik masing-
masing subtes 20 item Mid semester terdiri dari 40 item dalam bentuk tes pilihan ganda dengan lima pilihan, sedangkan UAS
menggunakan tes esai. Sampel penelitian ini terdiri dari 50 orang mahasiswa angkatan 2014. Analisis data penelitian statistik korelasi
pada setiap subtes TPA dan dua jenis ujian semester, dengan bantuan program Excel. Hasil análisis data menunjukkan validitas congruen
pada korelasi Ujian Midsemester dengan Ujian Akhir Semester ditemukan r = 0,642 sedangkan validitas predictive pada korelasi subtes
numerikal dengan subtes kemampuan spasial berkorelasi r = 0,002 subtes numerikal dengan MID r = - 0,035. subtes numerikal dengan
UAS r = - 0,180. Kemampuan spasial dengan MID dan UAS berturut-turut r = - 0,134 dan r = - 0,18. Dengan demikian maka disimpulkan
bahwa Tes Potensi Akademik tidak memiliki validitas prediksi, dan tes hasil belajar statististika memiliki validitas kongruen yang cukup
baik.

Kata Kunci: Tes Potensi Akademik, Tes Hasil Belajar, Validitas Prediktif dan Validitas kongruen.

Abstract: This research aimed to determine the validity of prediction of academic potential test on admission test of IKIP (The Institute of
Education) Mataram, particularly in test subjects which require candidates to critically think on Descriptive Statistics, and to determine
congruent validity the result of examination in the middle and the end of semester on Study Program of Educational Technology Faculty
of Educational Science. The content of the test analyzed were numerical and spatial skill subtests. The sample was exactly 50 students
on the third semester. The test's instrument had 40 items, which were divided into 20 items in numerical and spatial skill subtests,
respectively. The item was provided in five-option question in the middle examination, whereas the end-semester examination consisted
of essay-based questions. The analysis of statistical correlation in every subtest and the two examination was done by applicating Microsoft
Excel. The result showed that the congruent validity of middle and end semester correlation was found r=0.642, whereas the predictive
validity in numerical and spatial skill subtest correlation was found r=0.002, the correlation of numerical subtest and the middle examination
was found r= -0.035, the correlation of numerical subtest and the end examination was found r= -0.180, the correlation of spatial skill
subtest and the middle examination and the correlation of spatial skill subtest and the end examination were found r = -0.134 and r= -0.18,
respectively. In conclusion, the academic potential test did not have predictive validity, and the test of Descriptive Statistics was
considerably good in the concurruent validity.

Keyword: The Academic Potential Test, Test Of Descriptive Statistics, Predictive Validity And Concurruent Validity

PENDAHULUAN variabilitas, norma standar, kurva normal dan probabilitas, testing


Tes seleksi masuk perguruan tinggi bertujuan untuk hipotesis.
memilih calon mahasiswa yang berkualitas sehingga pembelajaran Pembelajaran statistika termasuk di dalamnya
di perguruan tinggi yang dimasuki akan berhasil dengan baik. bagaimana penguasaan statistika merupakan unsur mutlak
Dasar pemikiran inilah yang juga dipedomani oleh IKIP Mataram diperlukan untuk dapat berpikir ilmiah dengan sah sering sekali
dalam memilih calon unggul, yang mampu berpikir, menalar, dilupakan orang. Berpikir logis secara deduktif sering sekali
berpikir problem solving, kreatif sehingga mampu untuk melakukan dikacaukan dengan berpikir logis secara induktif. Dasar dari teori
inovasi di lingkungan dan dimasyarakat. statistika adalah teori peluang. Teori peluang adalah cabang dari
IKIP Mataram sejak tahun 2014 melakukan seleksi calon matematika sedangkan statistika sendiri merupakan disiplin
mahasiswa dengan merubah mata uji yang semula tes tersendiri. Suriasumantri Yuyun S, 2005 : 221 - 223) Pendapat ini
kemampuan dasar dan tes bidang ilmu yaitu tes bidang Ilmu menunjukkan bahwa pembelajaran statistika termasuk pengajaran
Pengetahuan Alam dan bidang Imu Pengetahuan Sosial. yang melatih terdidik untuk berpikir, dan untuk mengajar dan
Perubahan mata uji seperti tampak pada Tes Potensi Akademik melatih untuk berpikir merupakan pembelajaran yang tidak mudah
(TPA) yang mencakup subtes verbal, numerikal dan kemampuan seperti dikemukakan Pendapat Callaert, 2006; Tempelaar, 2006;
spatial. Secara teoretis pengukuran di bidang psikologi dan Rumsey, 2002; Keeler dan Steinhorst, 2001 dalam Maizam Alias
pendidikan tes jenis disamakan dengan tes inteligensi (Jemari (2011) bahwa pemahaman konsep statistik namun tidak datang
Mardapi, 1991 : 9) dikelompokkan ke dalam tes bakat (Sumadi dengan mudah untuk banyak siswa dan dengan demikian semakin
Suryabrata, 2005 : 67) disebut juga SAT II dikelompokkan ke dalam banyak pendidik yang memulai penelitian tentang pengajaran
tes prestasi belajar ( Cohen, 2005 : 315). statistik dan belajar.
Statistika salah satu mata kuliah di porgram studi Dua poin pokok dikemukakan di atas yang memaparkan
Teknologi Pendidikan FIP IKIP Mataram yang ditawarkan pada tes potensi akademik yang mengukur kemampuan berpikir tingkat
semester I, dengan nama Statistika Deskriptif dengan materi tinggi, sebagaimana dikelompokkan ke dalam tes inteligensi, tes
penyajian data dalam distribusi frekuensi, grafik, tendensi senteral, bakat, dan ada juga mengelompkkan tes prestasi belajar. Pokok

ISBN: 978-602-74245-0-0 221


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pembahasan berikutnya terkait dengan bagaimana statistika ability test” atau tes bakat numerikal dan juga pembahasan tentang
merupakan cabang ilmu matematika yang telah berdiri sendiri, inteligensi dan bakat, kedua jenis ini mengungkapkan materi dan
pembelajaran statistika merupakan pelatihan dan pendidikan yang tujuan yang sama. SAT I mencakup materi verbal dan matematika,
pada akhirnya terdidik mampu untuk memutuskan permasalahan khusus matemaka mengukur pemahaman dan aplikasi prinsip-
dan berpikir logis. prinsip matematika seperti kemampuan penalaran angka. Materi
Suatu tinjauan pembahasan dalam keajian penelitian ini pertanyaan diasumsikan pengetahuan dan dasar-dasar operasi
memfokuskan pada asesmen berpikir tingkat tinggi, akan aritmetika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian,
mencakup instrument yang digunakan untuk mengungkap pembagian, rata-rata, prosentase, bilangan ganjil dan genap,
kemampuan berpikir. Tes berpikir tinggi dalam kajian konsep geometri dan aljabar termasuk persamaan linier dan
menggunakan tes pilihan ganda dan tes esai, dapatkah pangkat dua, perpangkatan dan memfaktorkan.
dikelompokkan tes yang berkualitas sebagaimana tercermin pada Tes potensi akademik dapat dikelompokkan pada tes
validitas predisi dan validitas koncuren. yang mengungkapkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, namun
instrument dimaksud seringkali diragukan dari segi bagaimana
KAJIAN PUSTAKA seseorang yang dites dapat menunjukkan kemampuan berpikir
Berpikir adalah “sebuah proses yang melibatkan tingkat tinggi, jika peserta tes hanya membubuhkan jawaban
operasi-operasi mental, seperti induksi, deduksi, klasifikasi dan pilihan. Tes yang baik memiliki ciri-ciri dari segi validitas reliabilitas,
penalaran” (Richard I. Arends 2004, 392). Sedangkan Solso tingkat kesukaran, daya beda soal. Validitas prediksi tes
mengemukakan tiga komponen dasar dalam berpikir yaitu: kemampuan khusus yang tercermin pada koefisien korelasi subtes
Pertama, berpikir terjadi dalam diri seseorang yang dapat dilihat verbal dan subtes numerical berkorelasi tinggi dengan prestasi
pada perilaku. Kedua, berpikir merupakan suatu proses yang belajar yaitu r = 0.70 sampai r = 0.80 dengan kriteria gabungan
melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan dalam sistem dari prestasi akademik. (Anastasi, 2003 : 62). Validitas kongruen
kognitif. Ketiga, proses berpikir diarahkan untuk mencapai yaitu validitas dua tes yang dilancarkan secara bersamaan atau
pemecahan masalah (Robert L. Solso: 2005, 418 – 419). Proses dengan jarak waktu yang singkat ( Cohen, 2005 : 99), jika korelasi
berpikir mempunyai tingkatan yang tingkat sederhana bersifat kedua tes tinggi maka dapat dikatakan memiliki validitas konkuren.
algoritmik dimana langkah-langkah pemecahan masalah kelihatan,
terstruktur secara sederhana sehingga memudahkan dalam METODE
penemuan dan penyelesaian masalah. Dan jenis berpikir tingkat Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1). Validitas
tinggi yang menuntut operasi mental yang lebih tinggi bersifat tidak prediktif tes potensi akademik dengan tes ujian tengah semester
menunjukkan urutan atau langkah-langkah yang jelas dalam dan ujian akhir semester pada mahasiswa Program Studi
penyelesaian masalah, mengandung pemecahan masalah dan Teknologi Pendidikan FIP IKIP Mataram angkatan 2014. (2).
kriteria majemuk, memiliki ketidakpastian dengan memiliki Validitas kongruen subtes numerikal dengan kemampuan spatial
beberapa kemungkinan makna penyelesaian. tes potensi akademik, dan hasil midsemester dengan ujian akhir
Lebih tegas lagi makna dan tingkatan berpikir semester pada mahasiswa program studi Teknologi Pendidikan
dikemukakan Suharnan berpikir dua tingkatan yang sebenarnya FIP IKIP Mataram.
berkesinambungan yaitu Lower order cognition (LOC) dan 2) Subyek penelitian ini mahasiswa program studi Teknologi
Higher order cognition (HOC) tingkat pertama yaitu komponen- Pendidikan yang mengikuti kuliah Statistika Deskriptif semester
komponen yang terletak pada urutan awal proses-proses kognitif Ganjil 2014/2015. Terdiri dari kelas A dan kelas B, jumlah peserta
dan masih bersifat dangkal, misalnya persepsi, pengenalan pola masing-masing 42 orang dan 43 orang. Peserta dimaksud terdiri
dan ingatan, dan tingkat kedua yaitu komponen-komponen yang dari mahasiswa selain angkatan 2014 sebanyak 16 orang dan
terletak pada urutan akhir atau lebih tinggi dari keseluruhan proses angkatan tahun 2014 sebanyak 69 orang, dari jumlah ini ditarik 50
kognitif manusia misalnya berpikir, pembentukan konsep, orang menjadi sampel dengan persyaratan lengkap pada keempat
penalaran, bahasa, pembuatan keputusan dan pemecahan macam pengukuran atau penilaian penelitian ini.
masalah. ( Suharnan, 2005: 279). Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini tes
Tes merupakan alat yang dapat mengungkap potensi akademik berbentuk tes pilihan ganda dengan lima pilihan
kemampuan orang yang dites, dalam psikologi pendidikan dan jawaban. Instrumen terdiri dari dua subtes yaitu subtes numerikal
bimbingan beberapa instrumen mampu mengungkap kemampuan dan subtes kemampuan spatial, masing-masing terdiri dari 20 item
berpikir sesuai dengan bidang, general aptitude atau bakat umum tes, sedangkan subtes numerikal tidak dimasukkan dalam
diartikan inteligensi “general aptitude or intelligence … the terms penelitian ini karena permasalahan teknis pelaksanaan. Demikian
general aptitude and intelligence are nearly synonymous ” (Daniel, pula ujian midsemester berbentuk tes pilihan ganda dengan lima
J.Reschly, 1984 : 135. Istilah aptitude atau bakat Sumadi pilihan jawaban sebanyak 40 butir tes yang komprehensif yaitu
Suryabrata menggunakan “tes potensi intelektual khusus” (Sumadi mencakup semua materi perkulihan. Materi statistika pendidikan I
Suryabrata, 2005 : 168) sedangkan Djemari Mardapi tes mencakup: penyusunan distribusi frekuensi, grafik, tendensi
kemampuan verbal, kuantitatif dan penalaran disebut inteligensi senteral, variabilitas, norma estándar, probabilitas dan kurva
(Djemari Mardapi, 1991: 9 ) normal. Tes ini dikelompokkan menjadi dua yaitu Format A dan
Kata numerikal sebagai kata sifat yang menunjukkan format B, keduanya terdiri dari ítem yang sama dan diacak dalam
penggunaan angka-angka lebih banyak daripada penggunaan penomoran tes. Pada saat pelaksanaan ujian Format A dan Format
huruf. Tes berpikir numerikal suatu tes yang mengungkapkan B diatur secara berselang seling sehingga tes dengan format yang
kemampuan peserta ujian dalam penalaran terkait dengan bentuk sama tidak akan berposisi berdekatan sehingga obyektivitas
kuantitatif, “Numerical ability mengukur kemampuan siswa jawaban mencerminkan kemampuan yang sebenarnya. Pada ujian
melakukan penalaran dengan angka-angka, memanipulasi akhir semester dengan bentuk tes essay disusun soal yang terdiri
hubungan-hubungan numerik dan untuk menghadapi secara dari empat format tes paralel, dicetak dengan warna yang berbeda.
inteligen materi-materi kuantitatif”. Dari pembahasan ini “numerical
ISBN: 978-602-74245-0-0 222
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Pada saat pengadministrasian ujian diatur sehingga peserta akan Penemuan para pakar di bidang psikologi pendidikan
menjawab format yang berbeda dengan peserta tes didekatnya. dengan penelitian sebanyak 685, mengemukakan bahwa skor
Perhitungan validitas preditif dan kongruen diperoleh SAT mempunyai daya ramal yang baik yaitu r = 048 antara skor
melalui perhitungan korelasi pada masing-masing subtes. Tes numerikal dengan nilai perkuliahan di perguruan tinggi (Cohen,
potensi akademik: subtes numerikal dan subtes kemampuan 2005 : 315), namum tanpa menyebut mata kuliah atau bidang ilmu
spatial, sedangkan ujian semester yaitu subtes midsemester dan yang ditekuni di perguruan tinggi. Korelasi antara skor SAT dengan
subtes ujian akhir semester. Angka yang dianalisis dengan teknik nilai SMA sebesar 0.55. Dengan berbagai pertimbangan maka nilai
korelasi, terlebih dahulu dilakukan pengukuran atau pensekoran, SMA memprediksi lebih bagus sehingga perkembangan berikutnya
subtes numerikal, subtes kemampuan spatial, dan ujian disusun dan dikembangkan SAT yang mengarah ke bidang ilmu,
midsemester dilakukan dengan pensekoran dikotomi, yaitu ítem yaitu tes yang tergolong tes prestasi belajar.
yang dijawab betul disekor 1 dan ítem dijawab salah disekor 0. Validitas kongruen dalam penelitian ini diketahui dari
Sedangkan pada ujian akhir semester disekor melalui pembobotan hasil korelasi subtes numerikal TPA dengan tes kemampuan
dengan skor maksimal 100,- Pensekoran dibuat pedoman Spatial, atau kedua subtes tersebut tidak berkorelasi ( r = 0.002),
pensekoran melalui model jawaban untuk masing-masing form tes, dari segi teoretis jika kedua subtes tersebut mengarah pada tes
sekor yang meungkin dapat dicapai siswa untuk setiap nomor soal. bakat maka masing-masing subtes tidak akan berkorelasi. Skor
Analisis data menggunakan program Excel, fungsi Excel numerikal atau matematika pada SAT berkorelasi 0.9 dengan
dimulai dengan mengklik “fx” dibagian atas, maka akan muncul subtes verbal (Cohen, 2005 : 315), sementara Robert J Gregory
menú dan dibagian “or select a category” pilih dengan mengklik menemukan kedua subtes tersebut berkorelasi 0.42 (Greogory,
“statistical”. Lanjutkan dengan mengklik sesuai dengan yang akan 2010: 251).
dihitung, jika rata rata-rata hitung maka klik “evarage” kemudian Tes TPA yang diterapkan dalam tes masuk IKIP Mataram
range yang akan dihitung misalnya (A1..A100) dan klik “enter” mulai tahun seleksi tahun 2014 dan dilanjutkan dengan teseleksi
maka akan tampil nilai rata-rata hitung dari sel yang diharapkan. tahun 2015 dengan subtes yang sama yaitu subtes verbal,
Jika menghitung stándar deviasi klik “stedev” kemudian range numerikal dan spatial. Secara teoretis dalam literatur dan penelitian
yang akan dihitung misalnya (A1..A100) dan klik “enter”. maka dan pengukuran bidang psikologi dan pendidikan menyebut
akan tampil nilai estándar deviasi hitung dari sel A1 sampai sel dengan SAT, yang sering dikelompokkan tes kemampuan khusus,
A100. JIka akan menghitung korelasi maka dilanjutkan dengan bahkan secara historis ada yang mengelompokkan dalam
memilih “correl” masukkan range dua variabel yang akan dihitung inteligensi umum. (Greogory, 2010: 251).
berapa koefisien korelasi misalnya variabel pertama pada posisi c1 Selanjutnya pembahasan dikonsentrasikan pada
sampai c50 dan variabel kedua dari d1 sampai d50, maka asesmen untuk berpikir tingkat tinggi, tiga jenis subtes penelitian ini
masukkan (c1…c50, d1…d50) kemudian klik “enter” maka akan menggunakan tes pilihan ganda yang seringkali dalam berbagai
tampil koefisien korelasi yang diminta. penelitian dikatakan mengungkapkan kognitif rendah. Penelitian
pernah dilakukan dengan memvariasikan bentuk tes pilihan ganda
HASIL DAN PEMBAHASAN biasa dengan bentuk tes pilihan ganda tipe interpretive excercise.
Data dianalisis maka diperoleh angka korelasi masing- Pilihan ganda interpretive execise dan bentuk tes essay mampu
masing subtes, subtes TPA numerikal dan kemampuan spatial untuk mengungkapkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Ebel,
sedangkan hasil ujian tengah semester dan ujian akhir semester 1991 : 198). Namun kesimpulan peneliti menyimpulkan bahwa tes
diukur setelah mahasiswa mengikuti perkuliahan dalam semester pilihan ganda biasa dan tes pilihan ganda bentuk interpretive
pertama exercise mempunyai kualitas butir soal yang sama yaitu dari segi
Tabel 1. Koefisien Korelasi Antar Subtes Numerikal, Spatial, MID tingkat kesukaran, daya beda, dan konsistensi internal.
dan UAS Statistika Deskriptif Prodi TP FIP IKIP Mataram (Jumailiyah, 2013). Implikasi dari penelitian ini membutuhkan
Tahun 2014 penelitian yang lebih cermat dalam mengevaluasi berpikir tingkat
Numerikal Spatial Midsemester UAS tinggi karena tes pilihan ganda bentuk interpretive sama dengan
Numerikal 0.002 -0.035 -0.180 pilihan ganda biasa.
Spatial 0.002 -0.134 -0.18
Midsemeter -0.035 -0.134 0.642 SIMPULAN
UAS -0.180 -0.18 0.642 Dari análisis data di atas maka disimpulkan: (1) Validitas
Dalam penelitian ini perhitungan dari sampel sebanyak prediksi antara nilai Tes Potensi Akademik dengan nilai matakuliah
50 orang atau N = 50 dengan tingkat signifikansi 5% atau alpha Statistika Deskriptif sangat rendah bahkan cenderung memprediksi
0,05 nilai kritis korelasi r = 0. 279. Pada Tabel 01 tampak bahwa ke arah berlawanan. (2) Validitas kongruen hasil ujian Mid
koefisien korelasi sangat kecil pada arah positif atau negatif, semester dengan Ujian Akhir Semester pada Program Studi
kecuali pada dua subtes ujian semester atau nilai MID berkorlasi Teknologi Pendidikan FIP IKIP Mataram r = 0,642 atau validitas
dengan UAS 0.642 jauh di atas nilai batas kritis. kongruen yang baik, akan tetapi validitas kongruen antara sesama
Dapat ditunjukkan bahwa validitas prediksi tes TPA pada subtes TPA tidak demikian dimana subtes numerikal dengan
subtes Numerikal dan Kamampuan Spatial sangat rendah, bahkan subtes spatial hanya berkorlasi 0.002.
berkorelasi nagatif yaitu - 0.0.035 dan – 0.134 dengan MID
sedangkan dengan UAS daya prediksi yang ditemukan juga SARAN
koefisien negatif yaitu – 0.180 dan – 0.18 wlaupun angka tersebut Disarakan untuk meneliti lebih lanjut tes masuk IKIP
tidak signifikan tetapi dapat diartikan pada siswa yang nilai TPA nya Mataram yaitu kualitas tes TPA apakah tes yang digunakan untuk
tinggi maka nilai MID dan UAS akan rendah. Dengan kata lain tes calon peserta seleksi. Pengukuran tidak bermakna apa-apa jika tes
TPA tidak mampu meramal atau memprediksi keberhasilan yang digunakan tidak memberikan manfaat dari pengetesan itu
mahasiswa dalam ujian Statistik Deskriptif. sendiri.

ISBN: 978-602-74245-0-0 223


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
DAFTAR PUSTAKA Jumailiyah, Perbedaan Pilihan Ganda Biasa dengan Tipe
Aiken, Lewis R. dan Gary Groth-Marnat. Psychological Testing and Interpretive Exercise, Tingkat Kesulitan, Daya Beda,
Assessment. Boston: Pearson Education Group, 2006. Konsistensi Internal Butir Tes Statistik Pendidikan I FIP
Anastasi, Anne, dan Susana Urbina. Psychological Testing. Alih IKIP Mataram, 2013.
Bahasa Robertus Hariono S.Iman, Jakarta: Prehalindo, Jumailiyah, Tingkat Kesulitan, Daya Beda, Konsistensi Internal
1998. Butir Dengan Pengujian Serempak - Parsial dan Konten
Cohen, Ronald Jay dan Mark E. Swerdlik. Psychological Testing Uji Pada Tes Seleksi Masuk IKIP Mataram Tahun
and Assessment, An Introduction to Tests and 2011/2012, Jurnal Media Pendidikan Matematika, Vol,2
Measurement. New York: McGraw-Hill Companies, 2005. No.1 Juni 2014.
Djemari Mardapi, “Pengembangan Tes Inteligensi untuk Tes Maizam Alias, Integrating Technology Into Classroom Instructions
Masuk ke Perguruan Tinggi,” Jurnal Kependidikan, No 3, For Reduced Misconceptions In Statistics, Internationl
Tahun XXI, Desember, 1991, hlm. 1–16. Electronic Journal of Mathematics Education, vol 4,
Dor Abrahamson and Uri Wilensky, Problab Goes To School: Number 2, July 2009.
Design, Teaching, And Learning Of Probability With Multi- Martin Podehl, Statistics In The Classroom Learning To
Agent Interactive Computer Models, Proceeding of the Understand Societal Issues, IASE/ISI Sattelite, 2003,
fourth Congress of the European Society for Research in Ottawa, Ontario, Canada, K1A 0T6
Mathematics Education (pp 570 – 579) Universitas Ramon martin.podehl@statcan.ca
Lhull: Pundemi IQS. Suharnan,. Psikologi Kognitif. Surabaya: Penerbit Srikandi, 2005.
Ebel, Robert L dan David A.Fresbie. Essential of Educational Sumadi Suryabrata, Pengembangan Alat Ukur Psikologis
Meaurement. New Jersey: Prentice Hall, 1991. (Yogyakarta: ANDI, 2005), hlm. 168.
Gregory, Robert J. Psychological Testing, History Pinciples and
Applications. Boston: Allyn and Bacon, 2000.

ISBN: 978-602-74245-0-0 224


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS: SUATU KAJIAN LITERATUR
Laras Firdaus1, Agus Muliadi2, Herdiyana Fitriani3 & Abdul Aziz4
1,2,&3DosenProgram Studi Pendidikan Biologi, FPMIPA IKIP Mataram
4Guru IPA SMK Tegar Kelana, Suranadi

E-mail: firdauslegacy19@gmail.com

Abstrak: Abad 21 identik dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi (economic growth and development), sehingga abad 21 juga
disebut sebagai abad globalisasi ekonomi. Dalam globalisasi ekonomi tersebut semua warga negara dituntut untuk dapat berkerja secara
efektif, hal ini tidak lain adalah bertujuan untuk mempertahankan kedaulatan ekonomi itu sendiri. Adalah dapat dipahami bahwa untuk
dapat berkerja secara efektif, warga negara dituntut untuk memiliki pengetahuan praktis (practical knowledge). Tujuan dari penulisan
artikel ini adalah untuk menguraikan tentang keterampilan berpikir kritis sebagai salah satu tujuan pendidikan di abad globalisasi, abad 21
ini, karen demikian, maka harapan dari tulisan ini adalah adanya suatu pandangan atau konsepsi bagi kita untuk mengintegrasikan
keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran, atau dengan lain pernyataan adanya pandangan/konsepsi tentang bagaimana kita
membelajarkan keterampilan berpikir kritis kepada siswa, serta bagaimana untuk mengevaluasinya.

Kata Kunci: Abad 21, Pengetahuan Praktis, Keterampilan Berpikir Kritis

PENDAHULUAN pendidikan/pembelajaran (Cotton, K, 1991; Connie, S, 2006;


Abad 21 identik dengan pertumbuhan dan Black, B, 2008; Lai, R, 2011; Horenstein, B & Niu, L, 2011).
perkembangan ekonomi (economic growth and development), Terdapat beberapa lasan untuk membelajarkan
sehingga abad 21 juga disebut sebagai abad globalisasi ekonomi. keterampilan berpikir kritis kepada siswa, menjadikannya
Dalam globalisasi ekonomi tersebut semua warga negara dituntut ((keterampilan berpiir kritis) sebagai tujuan
untuk dapat berkerja secara efektif, hal ini tidak lain adalah pendiidkan/pembelajaran, pertama; perlu dipahami bahwa
bertujuan untuk mempertahankan kedaulatan ekonomi itu sendiri. bahwa membelajarkan keterampilan berpikkir kritis kepada
Adalah dapat dipahami bahwa untuk dapat berkerja secara efektif, siswa bukan hanya sekadar mengikuti tren dunia, karena
warga negara dituntut untuk memiliki pengetahuan praktis memang pada hakikatnya keterampilan berpikir kritis
(practical knowledge). merupakan potensi yang terus dikembangkan. Kedua;
Pengetahuan praktis dalam hal ini merujuk pada berkaitan dengan kondisi atau permasalahn yang dihadapi
pengetahuan dan keterampilan yang menjadi kebutuhan atau pendidikan, yakni mengenai rendahnya kualitas pendidikan,
tuntutan abad 21 (the demands of 21st century skills), yakni rendahnya kualitas sumberday manusia (SDM), maka usaha
keterampilan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, untuk mengembalikan posisi pendidikan pada jalur yang benar,
keterampilan berkomunikasi kompleks, literasi (informasi, jalur yang semestinya (on the right tract), adalah dengan
teknologi, dan media), adaptabilitas, responsif, dan manajemen diri membelajarkan keterampilan berpikir kritis kepada siswa.
(self-regulated, self-direction). Ketiga; merujuk pada globalisasi atau abad 21 yang
Berpikir merupakan proses kognitif, dan sifatnya umum identik dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi,
(general), karena masih terdapat beberapa proses atau jenis yakni menekankan pada kerja efektif warga negara, dan untuk
keterampilan berpikir, seperti keterampilan berpikir kritis, dapat bekerja secara efektif, dan untuk dapat berkerja secara
menyelesaikan masalah, reflektif, dan kreatif (lateral thinking). efektif, maka warga negara harus memiliki pengetahuan
Keterampilan berpikir kritis sebagai salah satu jenis proses berpikir praktis, salah satuya adalah keterampilan berpikir kritis. Abad
(proses kognitif), juga sekaligus sebagai bagian dari pengetahuan 21, tidak hanya identik dengan pertumbuhan dan
dan keterampilan abad 21. perkembangan ekonomi, tetapi juga identik dengan
Tulisan ini merupakan tulisan kajian teori, atau artikel keragaman, integrasi antar warga negara (masyarakat global).
dalam bentuk kajian literatur (kajian pustaka) untuk mengeksplor Dalam keragaman dan integrasi tersebut, bukan hanya akan,
atau menguraikan mengenai keterampilan berpikir kritis sebagai tetapi pasti ditemukan keragaman, dalam hal ide, bahasa, dan
bagian dari agenda reformasi atau reposisi pendidikan, terutama budaya, sehingga keterampilan berpikir kritis sangat penting
menguraikan tentang definisi keterampilan berpikir kritis itu sendiri, dimiliki siswa dalam masyarakat global tersebut, atau
komponen-komponen keterampilan berpikir kritis. singkatnya keterampilan berpikir kritis penting dalam
kehidupan sosial, yakni untuk menganalisis dan
PEMBAHASAN menyelesaikan permasalahan, sehingga dari hal hal ini, dapat
A. Tujuan Pendidikan dinyatakan bahwa membelajarkan keterampilan berpiir kritis
Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu menginginkan membentuk siswa sebagai problem solver yang
jenis/tipe keterampilan dalam berpikir (Paul, R & Elder, L, baik. Keempat; dalam konteks pembelajaran dan
2011), dan merupakan keterampilan yang penting dalam hidup perkembangan kognitif, keterampilan berpikir kritis merupakan
(Mimbs, C, 2005; Marcisz, N & Woien, S, 2010; modal dasar bagi siswa untuk menjadi pebelajar yang efektif.
Mahapoonyanont, N, 2010; Udi, E & Cheng, D, 2015), sehingga Selain itu, membelajarkan keterampilan berpikir kritis kepada
mengajarkan ataupun membelajarkannya kepada siswa siswa, berari membentuk kemampuan belajar siswa.
merupakan suatu yang tidak dapat ditawar lagi, atau dengan B. Definisi Keterampilan Berpikir Kritis
lain pernyatan bahwa keterampilan berpikir kritis dalam agenda Seperti yang telah dinyatakan oleh para hli tentang
reformasi/reposisi pendidikan merupakan tujuan keterampilan berpikir kritis sebagai keterampilan yang penting
dalam hidup, dan merupakan tujuan pendidikan yang harus

ISBN: 978-602-74245-0-0 225


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dibelajarkan, maka suatu yang menjadi penting, atau tidak akan denga mudah dapat mengidentifikasi suatu
untuk diabaikan adalah mengenai apakah yang dimaksud permasalahan secara kurat, selanjutnya juga secara kurat
dengan keterampilan berpikir kritis itu sendiri. diperoleh solusi untuk menyelesaikan permasalahan.
Apa yang dimaksud dengan keterampilan berpikir Horenstein, B & Niu, L (2011), memandang
kritis, atau mengenai definisi keterampilan berpikir kritis akan keterampilan berpikir kritis sebagai suatu keterampilan yang
dijumpai pengertian atau definisi yang tidak sama. Fenomena dapat dibelajarkan dan dipelajari. Keterampilan berpikir kritis
ini adalah fenomena yang alamiah, dikarena para ahli memiliki meliputi penerapan dari ide-ide atau pemikiran, pengetahuan,
pandangan atau konsepsi yang tidak sama pula dalam kompetensi, dan kemampuan untuk memperbaiki proses
memberikan argumen atau definisi tentang keterampilan berpikir. Terdapat suatu konsepsi yang tekankan oleh
berpikir kritis itu sendiri. Horenstein & Niu mengenai keterampilan berpikir kritis, yakni
Keterampilan berpikir kritis biasanya dikonsepsikan bahwa mengajarkan atau mempelajari keterampilan berpikir
dalam istilah proses dan keterampilan. Kedua konsepsi kritis berarti juga membelajarkan tentang metakognitif, karena
tersebut (proses dan keterampilan) dalam literatur mengacu metakognitif berkaitan dengan perubahan/monitoring proses
pada kognitif dan keterampilan (Bailin, S, 2002), dan oleh kognitif (Larkin, S, 2010), sehingga Paul, R & Elder, L (2011),
Tishman & Andrade (1996), dalam Connie, S (2006), disebut menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis merupakan
sebagai kemampuan kognitif dan keterampilan. keterampilan memanajemen diri (self-directed), keterampilan
Ennis (dalam Udi, E & Cheng, D, 2015), menyatakan mendisiplinkan diri (self-disciplines), keterampilan memonoring
bahwa keterampilan berpikir kritis merupakan keterampilan diri (self-monitoring), dan keterampilan mengevaluasi diri (self-
yang berfokus pada keputusan mengenai apa yang akan correcting), keterampilan berpikir kritis mengacu pada
dilakukan dan apa yang dipercayai. Definisi mengenai metakognisi (Tempelaar, 2006 dalam Snyder, L & Snyder, M,
keterampilan berpikir kritis yang diberikan oleh Ennis tersebut, 2008), sehingga Kuhn, D (2011), menyatakan bahwa
berimplikasi pada suatu pertimbangan yang dilakukan oleh keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan
seseorang, dalam artian bahwa untuk dapat menentukan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills/HOTS) atau
pilihan mengenai apa yang akan dilakukan, dan/atau keterampilan kognitif tingkat tinggi (higher order cognitive
melakukan seperti apa yang ada di dalam benak atau skills/HOCS), dan mengembangkan kompetensi kognitif
pikirannya (he/his believe), maka sesorang harus menganalisis sangat relevan dengan keterampilan berpikir kritis, dan
dan mengevaluasi situasi-situasi yang mungkin terjadi, keterampilan berpikir kritis itu sendiri adalah metakognitif,
sehingga Ennis (Udi, E & Cheng, D, 2015) lebih lanjut karenanya mengajarkan keterampilan berpikir kritis
menerangkan bahwa keterampilan berpikir kritis itu meliputi sebenarnya mengajarkan metakognitif.
menerapkan informasi pada situasi tertentu, menganalisis C. Komponen Keterampilan Berpiir Kritis
sebab munculnya sesuatu atau motif-motif sebab terjadinya Pembelajaran yang baik belum tentu berhasil, tetapi
sesuatu, dan mengevaluasi ide, pendapat, ataupun argumen sebaliknya pembelajaran yang berhasil pasti baik.
seseorang. Pembelajaran yang berhasil dalam hal ini adalah pembelajaran
Keterampilan berpikir kritis berkaitan dengan yang efektif, dan pembelajaran yang efektif itu dipengaruhi oleh
pembentukan inferensi logis (Cottrell, 2011 dalam Ghadi, I banyak faktor, salah satunya adalah mengetahui apa yang
et.al., 2013), dan dalam membentuk atau menyusun inferensi diajarkan.
logis tersebut, proses-proses yang menyertainya meliputi Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi
atensi, seleksi, dan memutuskan (Cottrell, 2005 dalam efektifnya pembelajaran, atau efektifnya membelajarkan
Aliakbari, M & Sadeghdaghighi, A (2012), sedangkan Facione keterampilan berpikir kritis, maka suatu yang harus diketahui
(1990) dalam Aliakbari, M & Sadeghdaghighi, A (2012), adalah menegnai komponen keterampilan berpikir kritis itu
memandang keterampilan berpikir kritis sebagai suatu sendiri. Definisi keterampilan berpikir yang diberikan oleh para
keterampilan yang sengaja dilakukan sesorang untuk ahli di atas, berimplikasi pada perbedaan komponen
mengdapatkan keakuratan dalam hal melakukan interpretasi, keterampilan berpikir kritis itu sendiri.
analisis, evaluasi, inferensi, dan memberikan penjelasan. Tabel 1. Komponen Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Para
Glaser (1942) dalam Horenstein, B & Niu, L (2011), Ahli & Konferensi
mendefinisikan keterampilan berpikir kritis sebagai sikap Ahli/Konferensi
(attitude) dan aplikasi yang logis dalam menyelesaikan suatu Komponen W
F C C
Keterampilan Berpikir atson-
permasalahan. acione
Glaser
CTST TfC
Kritis
Merujuk pada definisi keterampilan berpikir kritis Inferensi √ √ √ √
yang diberikan oleh Glaser tersebut, dapat dinyatakan, Mengidentifikasi asumsi √
pertama; keterampilan berpikir kritis tidak dapat dipisahkan dari Interpretasi √ √
sikap, seperti yang dinyatakan oleh Kennedy, Fisher & Enis Evaluasi argumen √
Analisis √ √ √
(1991) dalam Yildrim, B & Ozkahraman, S (2011), yakni bahwa Evalusi √ √ √
karakteristik yang dimiliki oleh seorang pemikir kritis adalah Menjelaskan √ √
menemukan alasan yang logis, berpikir untuk menemukan Regulasi diri √
alternatif, bersikap terbuka (open minded), akurat (seeking Refleksi diri √
Sintesis √
precision). Miller & Malcolm (1990) dalam Yildrim, B & Prediksi √
Ozkahraman, S (2011), menyatakan bahwa belajar untuk Aplikasi/menerapkan √
berpikir kritis adalah praktik untuk menjaga sikap terbuka dalam Keterangan:
proses inkuiri. Kedua; keterampilan berpikir kritis adalah bagian CCTCT : California Critical Thinking Skills Test
dari proses untuk menyelesaikan suatu masalah. Hal ini dapat
dipahami bahwa dengan keterampilan berpikir kritis, seorang
ISBN: 978-602-74245-0-0 226
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
CTfC : Critical Thinking for Cambridge SIMPULAN
Tujuan pendidikan adalah untuk membangun
D. Bagaimana Membelajarkan Keterampilan Berpiir Kritis kemampuan belajar siswa. Salah satu usaha dilakukan untuk
Keterampilan berpikir kritis merupakan kemempuan membangun kemampuan belajar siswa tersebut adalah dengan
kognitif dan merupakan komponen yang esensial dalam inkuiri, mengintegrasikan keterampilan berpikir kritis dalam kurikulum, dan
atau dengan pernyataan lain bahwa keterampilan berpikir kritis hal ini juga sekaligus berimplikasi pada, pertama; merupakan
merupakan alat dari inkuiri (Allamnakhrah, A, 2013). Merujuk agenda reposisi pendidikan, kedua; berimplikasi untuk
pada hal ini dapat dinyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis membelajarkannya kepada siswa.
dapat dibelajarkan melalui inkuiri. Pembelajaran berbasis Membelajarkan keterampilan berpikir kritis kepada siswa
inkuiri merupakan salah satu basis model pembelajaran yang bukan suatu yang mudah, dalam artian bahwa siswa awalnya akan
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan mengalami kesulitan, tetapi pada dasarnya keterampilan berpikir
menyelesaikan masalah (Friedel, C et.al., 2008). Penggunaan kritis tersebut dapat dibelajarkan. Guna membantu untuk
inkuiri dalam pembelajaran dapat memfasilitasi kognitif tingkat membelajarkan keterampilan berpikir kritis tersebut, diperlukan
tinggi siswa untuk memahami prinsip-prinsip dan konsep- adanya sumber informasi terkait, salah satu sumber informasi
konsep (Unno, 1999 dalam Friedel, C et.al., 2008). tersebut adalah keberadaan artikel kajian teori keterampilan
Inkuiri sebagai suatu model yang dapat berpikir kritis ini.
membelajarkan keterampilan berpikir kritis terdiri dari beberapa Selain itu juga, para hali menyatakan bahwa
dimensi atau tingkatan, mulaidari struktur inkuiri (inkuiri membelajarkan keterampilan berpikir kritis kepada siswa
terstruktur), guided inquiry, sampai dengan inkuiri terbuka. membutuhkan lingkungan atau kondisi pembelajaran yang dapat
Dimensi atau tingkatan inkuiri tersebut tidak berbeda secara menstimulasinya, dan hal tersebut dapat dilakukan dengan
filosofi ataupun tujuan, tetapi berbeda dalam hal proses menggunakan model pembelajaran inkuiri ataupun model
ataupun metodologi implementasi. pembelajaran berbasis masalah.
Merujuk pada definisi keterampilan berpikir kritis, Keterbatasan informasi yang lengkap mengenai
yakni bahwa keterampilan berpikir kritis sebagai bagian dari keterampilan berpikir kritis dan bagaimana untuk mengajarkannya
penyelesaian masalah, maka dari definisi ini dapat dibelajarkan dalam artikel ini, sehingga pembaca disarankan untuk memperoleh
melalui pembelajaran berbasis masalah. Penelitian yang informasi yang lebih luas dan mendalam tentang keterampilan
dilakukan Raiyn, J & Tilchin, C (2015), menunjukkan bahwa berpikir kritis itu sendiri.
pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan
keterampilan analitik, keterampilan berpikir kreatif sebagai DAFTAR PUSTAKA
bagian dari komponen keterampilan berpikir tingkat tinggi. Aliakbari, M & Sadeghdaghighi, A (2012). Performance Based
Keterampilan berpikir kritis sebagai salah satu dari Assessment of Students Critical Thinking Skill: The Case of
bentuk dari keterampilan berpikir, dan untuk memudahkan Iranian MA and BA TEFL Students. International
membelajarkannya, Beyer (1991) dalam Firdaus, L (2014) Conference on Language and Culture IPEDR, Vol.33 (55 -
memberikan beberikan beberapa langkah atau strategi seperti 60). Singapore: IACSIT Press.
yang tampak pada Gambar 1 berikut. Allamnakhrah, A (2013). Learning Critical Thinking in Saudi Arabia:
Student Perceptions of Secondary Pre-Service Teacher
Education Programs. Journal of Education and Learning,
Vol. 2, No. 1, 197 - 210.
Bailin, S (2002). Critical Thinking and Science Education. Science
& Education, 361 – 375.
Black, B (2008). Critical Thinking a Definition and Taxonomy for
Cambridge Assessment: Supporting Validity Arguments
About Critical Thinking Assessment Administrated.
International Association of Educational Assessment
Annual Conference (pp. 1 - 12). Cambridge: Cambridge
University.
Connie, S (2006). Approaches to Evaluate Critical Thinking
Dispositions. APERA Conference (1 - 8). Hong Kong: Hong
Kong.
Cotton, K (1991). Teaching Thinking Skills. School Improvement
Research Series (SIRS), 1 -19.
Friedel, C, Irani, C, Rudd, R, Galo, M & Ricketts, J (2008). Overtly
Teaching Critical Thinking and Inquiry Based Learning: A
Comparison of Two Undergraduate Biotechnology
Classes. Journal of Agricultural Education, Vol. 49, No. 1,
72 - 84 .
Ghadi, I, Bakar, K, Alwi, N & Thalib, O (2013). Measuring Critical
Thinking Skill of Undergraduate Student in Universiti Putra
Gambar 1. Strategi Membelajarkan Keterampilan Berpikir Kritis Malaysia. International Journal of Asian Social Science,
Vol. 3, No. 6, 1458 - 1466.

ISBN: 978-602-74245-0-0 227


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Horenstein, B & Niu, L (2011). Teaching Critical Thinking Skills in
Higher Education: A Review of The Literarure. Journal of
College Teaching & Learning, Vol. 8, No. 2, 25 - 40.
Kuhn, D (2011). A Developmental Model of Critical Thinking.
Educational Researcher, Vol. 28, No. 2, 16 - 46.
Lai, R (2011). Critical Thinking: A Literature Review. London:
Pearson.
Larkin, S (2010). Metacognition in Young Children. London:
Routledge.
Mahapoonyanont, N (2010). Factors Related to Critical Thinking
Abilities: A Meta Analysis. Procedia Social and Behavioral
Sciences, 986 - 990.
Marczyk, DeMatteo & Festinger. (2005). Essentials of Research
Design and Methodology. New Jersey: John Wiley & Sons,
Inc.
Mimbs, C (2005). Teaching From The Critical Thinking Problem
Based Curricular Approach: Strategies, Challenges and
Recomendation. Journal of Familiy and Consumer Science
Education, Vol. 23, Number. 2, 7 - 18.
Paul, R & Elder, L (2011). Consequential Validity: Using
Assessment to Drive Instruction. Foundation for Critical
Thinking, 1 - 7.
Raiyn, J & Tilchin, C (2015). Assessment of Adaptive PBL’s Impact
on HOT Development of Computer Science Students .
Journal of Education and Practice, Vol. 6, No. 30, 51 - 58.
Udi, E & Cheng, D (2015). Developing Critical Thinking Skills from
Dispositions to Abilities: Mathematics Education from Early
Childhood to High School . Creative Education, 455 - 462.

ISBN: 978-602-74245-0-0 228


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING BERBANTUAN PHET TERHADAP PENGUASAAN
KONSEP FISIKA DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X SMAN 8 MATARAM

M. Abdurrahman Sunni
Pendidikan Fisika-Pascasarjana Universitas Negeri Malang
Email: man.sunni@gmail.com. HP: 08175741958

Abstrak: Pembelajaran fisika diarahkan agar siswa terlibat aktif sehingga dapat menguasai materi pelajaran dengan baik dan dapat
menerapkan pengetahuannya dalam memecahkan masalah. Pembelajaran problem solving merupakan pembelajaran yang menekankan
pada proses penyelesaian masalah secara ilmiah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran problem
solving berbantuan PhET, pembelajaran problem solving, dan pembelajaran konvensional terhadap penguasaan konsep fisika dan
kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen kuasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penguasaan konsep fisika dan kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan pembelajaran problem solving berbantuan
PhET lebih baik dari siswa yang menggunakan pembelajaran problem solving dan pembelajaran konvensional.

Kata Kunci: Problem Solving, Phet, Penguasaan Konsep, Kemampuan Berpikir Kritis.

Abstract: Physics learning is intended to provide students become active so that students can master the concepts well and
apply their knowledge in problem solving. Problem solving learning is a method that emphasize the scientific problem solving
process. The purpose of this study was to determine the influence of problem solving learning assisted by PhET, problem solving
learning, and conventional learning on physics concept acquisition and critical thinking skills of students. This study was a quasi
experiment study. The results of study indicated that physics concept acquisition and critical thinking skills of students used problem
solving learning assisted by PhET is better than problem solving without PhET learning and conventional learning.

Key Words: Problem Solving, Phet, Concept Acquisition, Critical Thinking Skills.

PENDAHULUAN diharapkan pembelajaran semakin bermakna bagi siswa,


Proses pembelajaran lebih menitikberatkan peran aktif sehingga apa yangtelah didapatkan lama tersimpan dalam
siswa dalam kegiatan belajar, seorang pendidik hanya sebagai memori otak. Proses pembelajaran dengan problem solving dalam
fasilitator dan motivator (Sujarwata, 2009). Siswa diharapkan bentuk kegiatan siswa bekerja dan me- ngalami, bukan hanya
dapat me- mahami pelajaran dengan menghubungkan materi mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa.
pembelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari sehingga Strategi pembelajaran problem solving dapat
membuat kegiatan pembelajaran di kelas semakin bermakna. meningkatkan hasil belajar fisika karena memiliki beberapa
Proses pembelajaran fisika dapat dikatakan bermakna apabila kelebihan atau karakteristik yang sesuai dengan bidang studi fisika
dilakukan dengan metode ilmiah (Wilhelm dkk, 2007). Pem- (Bound dan Ton, 2005). Problem solving dapat meningkatkan
belajaran akan lebih bermakna jika pembelajaran bersifat inovatif. kemampuan siswa dalam menemukan pengetahuan baru bagi
Pada bidang pendidikan, inovatif diartikan sebagai suatu siswa (Fitriyanto dkk, 2012). Misal siswa dapat menemukan sendiri
perubahan yang bersifat baru dan kualitatif, yang berbeda dengan persamaan hukum Ohm melalui kegiatan eksperimen.
hal sebelumnya dan bertujuan untuk meningkatkan sumberdaya Pembelajaran problem solving juga dapat meningkatkan aktivitas
manusia guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan pembelajaran siswa, karena siswa akan aktif dalam memecahkan
(Sujarwata, 2009). masalah dengan berdiskusi kelompok. Selain itu, problem solving
Pembelajaran fisika pada siswa yang diajarkan dengan dapat membantu mentransfer pengetahuan mereka untuk
pendekatan student centered memiliki hasil belajar yang lebih memahami masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
tinggi dibandingkan dengan pembelajaran teacher centered (Khan, disebabkan karena siswa dibiasakan dengan proses pe-
2009). Salah satu ciri pembelajaran student centered adalah ada nyelesaian masalah sehingga siswa dapat me- nyelesaikan
nya pembelajaran aktif yang ditandai dengan ada- nya peran aktif masalah yang dijumpai dalam kehidup- an sehari-hari.
siswa dalam belajar (Silberman, 2009). Pembelajaran aktif Di samping memiliki beberapa kelebihan, stra- tegi
cenderung membuat siswa lebih ingat materi pembelajaran. pembelajaran problem solving juga memiliki beberapa kelemahan.
Kondisi kelas yang aktif, menyenangkan dan kompetitif akan Kelemahan lain dalam strategi pembelajaran problem solving
berpengaruh positif pada siswa. Semangat belajar siswa akan adalah beberapa pokok bahasan untuk strategi ini sulit diterapkan
terpacu sehingga diharapkan pe- nguasaan konsep siswa akan karena terbatasnya alat-alat laboratorium dalam praktikum
mengalami peningkat- an. sehingga menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta
Salah satu pembelajaran yang berbasis student centered menyimpulkan ke- jadian atau konsep tersebut (Amalia, 2012).
adalah strategi pembelajaran problem solving. Strategi Pem- belajaran problem solving juga memerlukan alokasi waktu
pembelajaran problem solving merupakan salah satu pengajaran yang lebih panjang dibandingkan dengan strategi pembelajaran
berbasis masalah dimana guru membantu siswa untuk belajar me- yang lain. Kurangnya moti- vasi dan kegigihan siswa dalam
mecahkan masalah melalui pengalaman- pengalaman memecahkan ma- salah juga menjadi hambatan dalam strategi
pembelajaran (Jacobsen, 2009). Me- lalui strategi pembelajaran pem- belajaran ini (Santrock, 2009).
ini, siswa diharapkan dapat menyelesaikan masalah fisika sesuai Kelemahan yang ada pada problem solving dapat
dengan pemahaman masing-masing siswa yang ber- landaskan diatasi dengan memanfaatkan media pem- belajaran yang menarik
pada pengetahuan yang telah dimiliki. Dengan strategi ini dan membuat siswa termotivasi untuk belajar. Media pembelajaran
ISBN: 978-602-74245-0-0 229
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
yang tepat akan membuat pembelajaran lebih menarik dan dikembang- kan kemampuan berpikir kritis siswa untuk dapat
meningkatkan minat siswa untuk belajar serta diharapkan prestasi menguasai fisika secara mendalam.
belajarnya pun meningkat (Pusporini, 2012). Media pembelajaran Pembelajaran yang mengkolaborasikan stra- tegi
mempunyai arti penting pada proses pembelajaran. Kehadiran pembelajaran problem solving dan media simu- lasi PhET
media pembelajaran dapat membawa pengaruh po- sitif terhadap diharapkan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang
siswa. Salah satu media pembelajaran yang menarik dan dapat menarik, membuat siswa lebih aktif, dan meningkatkan motivasi
memotivasi siswa adalah media simulasi PhET (Physics Education siswa untuk me- nguasai fisika sehingga dapat membantu siswa
Tech- nology). dalam meningkatkan penguasaan konsep fisika dan kemampuan
Simulasi PhET merupakan simulasi yang dibuat oleh berpikir kritis siswa.
Universitas Colorado yang berisi si- mulasi pembelajaran fisika Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilaku- kan
untuk kepentingan pe- ngajaran di kelas atau belajar individu penelitian dengan judul Pengaruh Pembelajaran Problem Solving
(Prihatiningtyas, 2013). Kelebihan dari simulasi PhET yakni dapat Berbantuan PhET terhadap Penguasaan Konsep Fisika dan
melakukan percobaan secara ideal, yang tidak dapat dilakukan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Tujuan dari penelitian ini
dengan meng- gunakan alat yang sesungguhnya. Dipilihnya adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran problem solving
simulasi PhET karena simulasi ini bersifat inter- aktif dan berbantuan PhET, pembelajaran problem solving dan
menarik dikemas dalam bentuk seperti permainan. Simulasi- pembelajaran konvensional terhadap penguasaan konsep fisika
simulasi PhET terdiri dari objek-objek yang tidak terlihat mata di dan kemampuan berpikir kritis siswa. Hipotesis dari penelitian ini
dunia nyata, seperti atom, elektron, foton, dan medan listrik. adalah sebagai berikut. (1) Terdapat perbedaan penguasaan
Dengan animasi yang disajikan para siswa dapat menyelidiki konsep dan kemampuan berpikir kritis yang sig- nifikan antara
sebab dan akibat pada fenomena yang disajikan. Simulasi PhET siswa yang belajar dengan pem- belajaran problem solving
menekankan hubungan antara fenomena kehidupan nyata dengan berbantuan PhET, pem- belajaran problem solving, dan
ilmu yang mendasari, mendukung pendekatan interaktif dan pembelajaran kon- vensional. (2) Siswa yang belajar dengan
konstruktivis, memberikan umpan balik, dan me- nyediakan problem solving berbantuan PhET memiliki penguasaan konsep
tempat kerja kreatif (Finkelstein, 2006). fisika lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran
Salah satu tujuan pembelajaran fisika adalah menguasai problem solving dan pem- belajaran konvensional. (3) Siswa yang
konsep dasar fisika (Depdiknas, 2006). Penguasaan konsep dapat belajar dengan problem solving berbantuan PhET memiliki
membantu siswa men- definisikan konsep. Penguasaan konsep kemampuan berpikir kritis lebih baik daripada siswa yang
akan di- miliki siswa jika siswa terlibat secara langsung dalam belajar dengan pembelajaran problem solving dan pembelajaran
proses pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam aktivitas konvensional.
pembelajaran akan berdampak po- sitif pada pencapaian
penguasaan konsep yang sedang dipelajari (Arends, 2012). METODE
Dengan demi- kian, perlu dikembangkan penguasaan konsep Penelitian yang dilakukan merupakan pe- nelitian
siswa dalam pembelajaran fisika. Pengembangan pe- nguasaan eksperimen kuasi dengan menggunakan tiga kelompok kelas
konsep ini membantu siswa mengem- bangkan ilmu pengetahuan yaitu dua kelompok kelas eksperimen dan satu kelompok kelas
dan teknologi. Pengem- bangan penguasaan konsep juga kontrol. Kelas eksperimen pertama diberikan perlakuan berupa
digunakan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan ke strategi pembelajaran problem solving berbantuan media
jenjang yang lebih tinggi. simulasi PhET, kelas eksperimen kedua diberikan perlakuan
Selain penguasaan konsep, tujuan pembelajar- an berupa strategi pembelajaran problem solving, sedangkan kelas
adalah mengembangkan kemampuan berpikir (Depdiknas, 2006). kontrol diberikan perlakuan strategi pembelajaran konvensional.
Kemampuan berpikir digunakan sebagai dasar dalam suatu proses Penelitian ini memberikan gambaran tentang per- bandingan
pembelajaran (Heong, 2011). Kemampuan berpikir terdiri atas penguasaan konsep fisika dan kemam- puan berpikir kritis siswa
kemampuan berpikir dasar dan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang belajar dengan problem solving berbantuan media simulasi
(Krulik dan Rudnik, 1996). Salah satu bagian dari kemampuan PhET, siswa yang belajar dengan problem solving, dan siswa yang
berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan berpikir kritis. belajar dengan pembelajaran konven- sional. Desain penelitian ini
Kemampuan berpikir kritis sangat mempengaruhi keberhasilan menggunakan posttest only design.
siswa dalam menyelesaikan masalah. Apabila siswa mampu Populasi dalam penelitian ini adalah kelas X SMA
berpikir kritis maka masalah yang mereka hadapi akan semakin Negeri 8 Mataram pada semester genap tahun ajaran 2013/2014
sederhana dan mudah untuk dicari solusinya. Dengan demikian, yang terdiri atas delapan kelas dengan jumlah 240 siswa, serta
kemampuan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam proses jumlah siswa dari setiap kelas rata-rata 30 siswa. Sampel diambil
pembelajaran di sekolah (Thompson, 2011). dengan acak dan terpilih kelas X7 dan X8 sebagai kelas
Siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi dapat eksperimen pertama, kelas X4 dan X6 sebagai kelas eksperimen
dengan mudah menganalisis konsep, mencari bukti yang valid, kedua,serta kelas X3 dan X5 sebagai kelas kontrol.
dan mencari kesimpulan dari solusi permasalahan (Marzano, Instrumen penelitian terdiri dari silabus, RPP, LKS,
1988). Kemam- puan berpikir kritis difokuskan pada pengambilan soal penguasaan konsep fisika, dan soal kemampuan berpikir kritis
keputusan untuk memecahkan masalah (Ennis,1985). siswa. Tes penguasaan konsep siswa menggunakan tes pilihan
Penguasaan konsep fisika pada materi listrik dinamis menuntut ganda se- banyak 20 soal yang telah divalidasi oleh dosen
kemampuan berpikir kritis, oleh karena itu strategi yang ahli, kemudian dilakukan uji coba untuk menentu- kan validitas dan
dikembangkan hendaknya memfasilitasi aktivitas berpikir. Dengan reliabilitasnya. Soal pilihan ganda ini menggunakan kisi-kisi soal
menge- tahui tingkat berpikir siswa, dapat dipahami dasar dengan tingkat kognitif mulai dari C1 sampai C6 yang disesuaikan
pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah yang dengan indikator yang hendak dicapai. Soal pe- nguasaan konsep
digunakan siswa (Block dan Russel, 2012). Berdasarkan uraian dikembangkan pada materi listrik dinamis.
tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran fisika perlu
ISBN: 978-602-74245-0-0 230
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tes kemampuan berpikir kritis menggunakan tes dilakukan dengan meng- gunakan bantuan SPSS 21.0 for
uraian sebanyak 5 soal yang telah divalidasi oleh dosen ahli, Windows. Ringkasan hasil uji normalitas data penguasaan konsep
kemudian dilakukan uji coba untuk menentukan validitas dan siswa ditampilkan pada Tabel 1.
reliabilitasnya. Butir soal mempunyai karakteristik yang Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Data Penguasaan Konsep Fisika
menggambarkan indikator kemampuan berpikir kritis yang di- Siswa
adaptasi dari Ennis (1985). Penilaian dilakukan dengan ketentuan Kolmograv-Smirnov
yang ada pada rubrik penilaian. Kelompok
Statistic df Sig.
Analisis data merupakan suatu proses untuk PS + PhET 0.111 60 0.062
menguji hipotesis penelitian. Analisis data yang digunakan adalah PS 0.113 60 0.056
uji manova satu jalur dilanjutkan dengan uji Tukey. Sebelum Konvensional 0.110 60 0.067
dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat, yaitu Tabel 1 menunjukkan nilai signifikansi dari ma- sing-
uji normalitas dan uji homogenitas. masing kelompok lebih besar dari 0.05 se- hingga dapat
dinyatakan bahwa kelas yang belajar dengan pembelajaran
HASIL DAN PEMBAHASAN problem solving berbantuan PhET (PS + PhET), pembelajaran
Pada penelitian ini diperoleh dua data yaitu pe- problem solving (PS), dan pembelajaran konvensional
nguasaan konsep fisika dan kemampuan berpikir kritis. Data terdistribusi normal. Ringkasan hasil uji normalitas data kemam-
penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kritis diperoleh di puan berpikir kritis siswa ditampilkan pada Tabel 2.
akhir penelitian dengan menggunakan soal pilihan ganda untuk Tabel 2. Hasil uji normalitas data kemampuan berpikir kritis siswa.
penguasaan konsep dan soal uraian untuk kemampuan berpikir Kolmograv-Smirnov
kritis siswa. Nilai rata-rata penguasaan konsep fisika siswa Kelompok
Statistic df Sig.
terlihat pada Gambar 1. PS + PhET 0.111 60 0.062
PS 0.113 60 0.056
Konvensional 0.110 60 0.067

Tabel 2 menunjukkan nilai signifikansi dari ma- sing-


masing kelompok lebih besar dari 0.05 sehingga dapat
dinyatakan bahwa kelas yang belajar dengan pembelajaran PS
+ PhET, pembelajaran PS, dan pembelajaran konvensional
terdistribusi normal.
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah
dua kelompok data atau lebih memiliki varians yang sama.
Pada penelitian ini, uji homogenitas dilakukan dengan
menggunakan bantuan SPSS 21.0 for Windows. Ringkasan hasil
uji homogenitas data penguasaan konsep siswa ditampilkan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Data Penguasaan Konsep Fisika
Gambar 1. Diagram Nilai Rata-Rata Penguasaan Konsep Fisika Levene Statistic df1 df2 Sig.
Siswa 0.022 2 177 0.978
Tabel 3 menunjukkan hasil signifikansi sebesar
Nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa terlihat 0.978. Hasil ini lebih besar dari taraf signifikansi yang digunakan
pada Gambar 2. yaitu 0.05. Dengan demikian dapat d i n y a t a k a n bahwa data
penguasaan konsep siswa yang belajar dengan pembelajaran
PS+PhET, pem- belajaran PS, dan pembelajaran konvensional
me- miliki variansi yang sama atau homogen. Per- hitungan uji
homogenitas dari data kemampuan berpikir kritis tersaji pada
Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas Data Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa
Levene Statistic df1 df2 Sig.
0.025 2 177 0.976
Tabel 4 menunjukkan hasil signifikansi sebesar
0.976. Hasil ini lebih besar dari taraf signifikansi yang digunakan
yaitu 0.05. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa data
kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan
pembelajaran PS+PhET, pembelajaran PS, dan pembelajaran
konvensional memiliki variansi yang sama atau homogen.
Berdasarkan uji prasyarat kemudian dilakukan pengujian
Gambar 2. Diagram Nilai Rata-Rata Kemampuan Berpikir Kritis hipotesis pertama dengan menggunakan uji manova satu jalur.
Siswa Hasi dari uji manova seeperti yang telihat pada tabel 5, yaitu nilai
Hasil uji prasyarat hipotesis dipenuhi, yaitu semua data F hitung untuk Wilks’ Lambda sebesar 207.701 dengan signifikan
normal dan homogen. Uji normalitas data penguasaan konsep pada 0.000 < 0.05. Hal ini berarti terdapat hubungan yang
ISBN: 978-602-74245-0-0 231
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
signifikan antara variabel bebas dengan dua variabel terikat. Jadi dengan PS dan pembelajaran kon- vensional seperti yang terlihat
terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang belajar pada Tabel 7.
dengan pembelajaran problem solving berbantuan PhET,
pembelajaran problem solving dan pembelajaran konvensional. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 5. Hasil uji manova satu jalur Proses pembelajaran pada kelas problem solving
Effect F Sig. berbantuan PhET meliuti memahami masalah, merencanakan
Pembelajaran Wilks’ 207.701 .000 pemecahan masalah, melaksanakan rencana pemecahan
Lambda masalah, pemanfaatan media simulasi PhET, dan melakukan
Hipotesis kedua dianalisis dengan menggunakan Uji evaluasi pemecahan masalah. Pada tahapan melaksanakan
Tukey. Hasil dari uji Tukey yaitu kelas yang belajar dengan PS rencana pemecahan masalah dilaksanakan praktikum disertai
berbantuan PhET memiliki penguasaan konsep fisika lebih baik penguatan konsep dengan menggunakan media simulasi
daripada kelas yang belajar dengan PS dan pembelajaran kon- PhET.Tahap pertama pembelajaran PS berbantuan PhET yaitu
vensional seperti yang terlihat pada Tabel 6. Hipotesis ketiga memahami masalah. Pada tahap ini, siswa dierikan suatu
dianalisis dengan mengguna- kan uji Tukey. Hasil dari uji Tukey permassalahan kontekstual.
yaitu kelas yang belajar dengan PS berbantuan PhET memiliki
kemampuan berpikir kritis lebih baik daripada kelas yang belajar
Tabel 6. Hasil uji Tukey penguasaan konsep
Perbedaan Rata-Rata
Pembelajaran (I) Pembelajaran (J) Sig. Keputusan
(I-J)
PS 6.50* 0.000 PS + PhET > PS
PS + PhET
Konvensional 11.67* 0.000 PS + PhET > Konv
PS + PhET -6.50* 0.000 PS < PS + PhET
PS
Konvensional 5.17* 0.006 Ps > Konv
PS + PhET -11.67* 0.000 Konv < PS + PhET
Konvensional
PS -5.17* 0.006 Konv < PS
Tabel 7. Hasil uji Tukey berpikir kritis
Perbedaan Rata-Rata
Pembelajaran (I) Pembelajaran (J) Sig. Keputusan
(I-J)
PS 10.37* 0.000 PS + PhET > PS
PS + PhET
Konvensional 13.43* 0.000 PS + PhET > Konv
PS + PhET -10.37* 0.000 PS < PS + PhET
PS
Konvensional 3.07* 0.004 Ps > Konv
PS + PhET -13.43* 0.000 Konv < PS + PhET
Konvensional
PS -3.07* 0.004 Konv < PS

Dalam kehidupan sehari-hari yang erat kaitannya masalah fisika dalam kehidupan sehari-hari kepada siswa untuk
dengan materi listrik dinamis. Ketika siswa diberikan masalah dapat mengetahui letak pemahaman siswa pada suatu materi,
berupa pertanyaan langsung dari guru, tampak semua siswa serta mengetahui letak miskonsepsi pada siswa. Siswa
mencoba menjawab pertanyaan dari guru dengan berbagai macam diupayakan dapat bertanya di setiap proses pembelajaran.
argumen masing-masing. Apersepsi ini dilakukan sesuai dengan Kemampuan bertanya men- dukung kemampuan berpikir siswa.
karakter pelajaran fisika yang me- nyajikan gejala dalam kehidupan Pertanyaan faktual dan memprovokasi pemikiran memiliki efek
sehari-hari (Suhandi dan Wibowo, 2012). positif pada prestasi dan pemikiran siswa (Arends,2012).
Selain itu, pada tahap awal guru meng- komunikasikan Tahap kedua yaitu merencanakan pemecahan
tujuan pembelajaran. Memberitahu siswa tentang apa yang akan masalah. Pada tahap ini, siswa mengumpulkan informasi dari buku
mereka pelajari akan membantu siswa menghubungkan antara dan sumber lainnya terkait masalah yang diberikan oleh guru.
pelajaran tertentu dengan relevansinya dengan kehidupan sehari- Pemberian masalah kontekstual di awal pembelajaran dapat
hari (Osborne, 2009). Pembelajaran dengan PS berbantuan PhET membuat siswa lebih tertarik dalam pembelajaran serta
membantu siswa meng- hubungkan konsep-konsep. Kemampuan mempersiapkan siswa dalam memasuki pem- belajaran inti.
berpikir siswa dalam mengkontruksi apa yang dipelajari lebih Terkait masalah yang diberikan oleh guru, siswa harus
mudah dengan kegiatan eksperimen dibantu media simulasi PhET. menentukan alat dan bahan yang diperlukan dalam kegiatan
Hal ini mendukung ke- mampuan siswa dalam mengingat praktikum untuk me- nyelesaikan masalah di awal pembelajaran.
informasi. Siswa yang terlibat langsung dalam eksperimen riil Tahap berikutnya, yaitu melaksanakan rencana pemecahan
dan virtual di pembelajaran akan lebih mudah untuk mengasah masalah. Pada tahapan ini siswa melakukan kegiatan praktikum
kemampuan berpikir kritis. sesuai dengan masalah yang diberikan guru diawal pembelajaran.
Adanya penyajian gejala fisika dalam kehidup- an Pada tahapan melaksanakan rencana pemecahan masalah ini
sehari-hari pada pembelajaran PS menjadikan PS dapat siswa diminta untuk membuktikan hasil praktikumnya melalui
digunakan sebagai salah satu strategi pembelajaran yang dapat media simulasi PhET sehingga siswa mendapatkan gambaran
digunakan untuk melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Ini alat-alat praktikum yang ideal tentang materi yang di- pelajari. Pada
sesuai dengan pernyataan dari Miri (2007) bahwa penyajian gejala tahap ini, siswa dapat mengembang- kan kemampuan berpikir
fisika dalam kehidupan sehari-hari dalam pem- belajaran akan kritis dan dapat meng- konstruksi apa yang dipelajarinya melalui
melatih kemampuan berpikir kritis. Guru memberikan suatu kegiatan eksperimen baik riil maupun virtual.

ISBN: 978-602-74245-0-0 232


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tahapan terakhir yaitu melakukan evaluasi pe- Perbedaan ini disebabkan karena siswa lebih tertantang saat
mecahan masalah. Pada tahapan ini, siswa dapat melakukan simulasi dengan PhET. Media simulasi PhET
mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya dalam merupakan salah satu media simulasi virtual. Hal ini sesuai
menganalisis data, dan juga mampu me- ngembangkan dengan hasil penelitian Flowers (2011) bahwa simulasi virtual
penguasaan konsep melalui keaktifan siswa dalam berdiskusi. dapat meningkatkan pemahaman materi siswa.
Setelah siswa melakukan kegiatan simulasi PhET, siswa Simulasi dalam PhET bersifat interaktif di kemas dalam bentuk
selanjutnya me- lakukan kegiatan diskusi. Tingkat berpikir siswa seperti permainan sehingga siswa merasa termotivasi dan
yang diberi perlakuan dengan diskusi mempunyai tingkat berpikir tertantang untuk membuktikan hasil praktikum secara langsung
kritis lebih baik daripada siswa yang belajar secara individual melalui PhET tersebut. Hasil temuan ini sesuai dengan hasil
(Gokhale, 2004). Diskusi digunakan oleh guru untuk membantu penelitian Tuysuz (2010) yang menyatakan bahwa fenomena fisika
siswa mempelajari berbagai keterampilan komu- nikasi dan dan konsep-konsepnya yang terkait dengan simulasi serta terkait
proses berpikir. Pada saat berdiskusi guru memberikan dengan aplikasi keseharian siswa dapat menambah pengetahuan
permasalahan pada siswa untuk menstimulus agar siswa dapat siswa secara visual dan menstimulus lebih banyak siswa untuk
bertanya balik. Kemampuan bertanya distimulus untuk mencapai tingkat penguasaan yang tinggi mengenai konsep ilmu
menumbuh- kan kemampuan berpikir kritis. Guru berperan fisika.
memberikan umpan balik yang diupayakan bernilai positif. Berdasarkan hasil analisis data dan perhitungan uji
Di akhir pembelajaran, siswa diminta me- ngumpulkan Tukey diperoleh hasil bahwa kemampuan berpikir kritis siswa yang
LKS dan diberikan penghargaan berupa hadiah atau poin nilai belajar dengan pem- belajaran PS berbantuan PhET lebih tinggi
kepada siswa yang aktif dalam berdiskusi, baik dalam daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran PS.
bertanya maupun menjawab pertanyaan dari teman- temannya. Kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan
Dengan demikian, proses pembelajaran yang terjadi sudah sesuai pembelajaran PS berbantuan PhET lebih tinggi daripada siswa
dengan tahapan PS berbantuan PhET yang dimodifikasi dari yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Kemampuan
tahapan PS yang dikemukakan oleh Polya (1973). Sedang- kan berpikir kritis siswa yang belajar dengan pembelajaran PS lebih
pembelajaran yang terjadi pada kelas PS mengikuti tahapan PS tinggi daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran
tanpa adanya PhET dalam proses pembelajaran. konvensional. Dengan kata lain, kemampuan berpikir kritis
Pembelajaran yang dilaksanakan dikelas kontrol siswa yang belajar dengan pembelajaran PS berbantuan PhET
adalah pembelajaran secara konvensional yaitu pembelajaran lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran PS
dilaksanakan seperti biasanya siswa melakukan proses dan pembelajaran konvensional.
pembelajaran sehari-hari. Proses pembelajaran yang dilakukan Nilai kemampuan berpikir kritis yang belajar dengan
di kelas tersebut adalah ceramah, diskusi, dan demonstrasi. PS berbantuan PhET lebih tinggi jika dibandingkan dengan siswa
Permasalahan yang diberikan guru pada kelas kontrol sama yang belajar dengan PS dan konvensional. Hal ini dikarenakan,
dengan kelas eksperimen. Hasil pe- ngamatan terlihat bahwa siswa lebih mudah mengkonstruksi apa yang dipelajari melalui
siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional mengalami sebuah kegiatan eksperimen dibantu dengan media simulasi PhET
kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan. sehingga siswa lebih mudah me- ngingat informasi. Kemampuan
Kurangnya alat-alat praktikum disertai banyaknya alat yang rusak berpikir siswa da- lam mengkontruksi apa yang dipelajari akan
menyebabkan guru hanya me- lakukan demonstrasi pada siswa. lebih mudah juga dengan adanya pemberian stimulus. Stimulus
Antusias siswa dalam memecahkan permasalahan sangat kurang diberikan pada tahap awal pembelajaran, yaitu memberikan
di- bandingkan di kelas eksperimen. Hal ini dikarena- kan pertanyaan yang berkaitan dengan konsep materi sekaligus
kurangnya apersepsi yang menarik ketika awal pembelajaran. menyajikan masalah yang umum untuk mengetahui konsep awal
Meskipun demikian, ada beberapa siswa yang memiliki motivasi siswa.
yang tinggi untuk menyelesaikan masalah dalam diskusi tetapi
jumlah siswa tersebut sangat sedikit. SIMPULAN
Hasil analisis data menunjukkan adanya per- bedaan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat
yang signifikan penguasaan konsep siswa yang belajar ditarik kesimpulan sebagai berikut. (1) Terdapat perbedaan
menggunakan pembelajaran PS berbantuan PhET, pembelajaran penguasaan konsep dan ke- mampuan berpikir kritis yang
PS, dan siswa yang belajar konvensional. Perbedaan tersebut signifikan antara siswa yang belajar dengan pembelajaran
kemudian diuji untuk memperlihatkan mana yang lebih efektif dari problem solving berbantuan PhET, pembelajaran problem
kedua strategi tersebut. Hasil analisis dengan uji Tukey solving, dan pembelajaran konvensional. (2) Siswa yang belajar
menunjukkan bahwa penguasaan konsep fisika yang belajar dengan problem solving berbantuan PhET memiliki penguasaan
dengan pembelajaran PS ber- bantuan PhET lebih efektif daripada konsep fisika lebih baik daripada siswa yang belajar dengan
siswa yang belajar dengan pembelajaran PS dan pembelajaran pembelajaran problem solving dan pembelajaran konvensional.
konvensional. Hasil ini sesuai dengan penelitian Selcuk (2008) (3) Siswa yang belajar dengan problem solving berbantuan PhET
yang menunjukkan adanya perbaikan penguasaan konsep setelah memiliki kemampuan berpikir kritis lebih baik daripada siswa yang
siswa belajar meng- gunakan PS. belajar dengan pembelajaran problem solving dan pembelajaran
Nilai rata-rata penguasaan konsep siswa yang belajar konvensional.
dengan pembelajaran PS berbantuan PhET lebih tinggi daripada
pembelajaran PS dan pem- belajaran konvensional. Hal ini SARAN
dikarenakan siswa lebih mudah dalam menemukan dan Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan
mengembang- kan konsep pada saat melakukan kegiatan prak- oleh peneliti sebagai berikut. (1) Penelitian ini masih memiliki
tikum dibantu dengan media simulasi PhET. Siswa yang belajar kelemahan terutama dalam konteks indikator berpikir kritis dengan
dengan PS berbantuan PhET lebih antusias jika dibandingkan butir soal yang dibuat. Selain itu, dalam pengambilan nilai
dengan kelompok siswa yang belajar dengan PS tanpa PhET. kemampuan berpikir kritis hanya dilakukan berdasarkan pada 5
ISBN: 978-602-74245-0-0 233
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
indikator dari 12 indikator yang ada. Dengan demikian perlu Krulik, S., dan Rudnik, J.A. 1996. The New Source Book Teaching
dilakukan penelitian untuk mengukur kemampuan berpikir kritis Reasoning And Problem Solving In Junior And Senior High
siswa dengan menggunakan indikator berpikir kritis yang sesuai School. Massachusets: Allyn & Bacon.
dengan butir soal yang dibuat dalam problem solving. Penelitian Marzano, R.J., Brandt, R.S., Hughes, C.S., Jones, B.F.,
selanjutnya juga dapat menambahkan dengan beberapa indikator Presseisen, B.Z., Rankin, S.C. and Suhor, C. 1988.
lainnya dan bisa mengaitkan antara konsep fisika dengan konsep Dimension of Thinking. Virginia: Association for
mata pelajaran IPA lainnya. (2) Pada saat melaksanakan Supervision and Curriculum Development.
pemecahan masalah, kegiatan eksperimen riil harus dilakukan Miri, B., David, B., & Uri, Z.. 2007. Purposely Teaching for the
terlebih dahulu sebelum eksperimen virtual (simulasi PhET) agar Promotion of Higher-order Thinking Skills: A Case of
siswa tahu bagaimana sesungguhnya kenyataan di lapangan cara Critical Thinking. Res Science Education, 37(1): 353 – 369.
menggunakan alat laboratorium, kemudian menggunakan simulasi Osborne, R.E., Kriese, P., Tobey, H., dan Johnson, E. 2009.
PhET untuk mengkonstruk pengetahuan yang sudah didapat Putting It All Together: Incorporating “SoTL
sebelumnya agar pemahaman siswa semakin baik. (3) Untuk Practices” for Teaching Interpersonal and Critical
peneliti lain, jika ingin melakukan penelitian yang serupa, Thinking Skills in an Online Course. Journal of
disarankan menggunakan materi yang berbeda. Misalkan materi Scholarly Teaching, 4(1): 45-55.
gelombang dan bunyi. Materi ini memiliki karakteristik konseptual Polya, G. 1973. How to Solve It. New Jersey: Princeton University
yang menganalisis konsep dalam kehidupan sehari-hari sehingga Press.
memungkinkan siswa mengaitkan konsep fisika dengan gejala Prihatiningtyas, S., dkk. 2013. Implementasi Simulasi PhET dan Kit
yang dialaminya dalam kehidupan sehari-hari melalui kemampuan Sederhana untuk Mengajarkan Keterampilan Psikomotor
berpikirnya. Siswa pada Pokok Bahasan Alat Optik. Jurnal Pendidikan
IPA Indonesia, 2(1): 18-22.
DAFTAR RUJUKAN Pusporini, S., Ashadi, dan Sarwanto. 2012.
Amalia, R. 2012. Analisis Tingkat Pemahaman Konsep Fisika dan Pembelajaran Kimia Berbasis Problem Solving
Kemampuan Berfikir Kritis Siswa pada Pembelajaran Menggunakan Laboratorium Riil dan Virtual Ditinjau dari
dengan Model Creative Problem Solving (CPS). Jurnal Gaya Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.
Penelitian Inovasi Pembelajaran Fisika, 4(2): 8-13. Jurnal Inkuiri, 1(1): 34-43.
Arends, R.I. 2012. Learning To Teach. New York: McGraw Hill Santrock, J.W. 2009. Educational Psychology Fifth Edition. New
Companies Inc. York: Mc Graw Hill
Block, B.A. dan Russel, W. 2012. Teaching Student to Think Selcuk, G.S., Caliskan, S., dan Erol, M. 2008. The Effect Of
Critically About Fitness and Wellness Choices. Journal Problem Solving Instruction On Physics Achievement,
of Physical Education, Recreation and Dance, Problem Solving Performance And Strategy Use. Latin-
Bound & J., dan Ton, P. 2005. Handbook Problem Solving American Journal of Physics Education, 2(3): 151-
Laboratory Guide For Student. London: 166.
Departement of Materials Queen Mary University of Silberman. 2009. Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif.
London. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
Depdiknas. 2006. Permendiknas No.22 Kurikulum Fisika Suhandi, A., & Wibowo, F.C. 2012. Pendekatan Multirepresentasi
(Standar Isi). Jakarta: Depdiknas. dalam Pembelajaran Usaha-Energi dan Dampak terhadap
Ennis, H. 1985. The Critical Thinking Skills.Boston: Allyn & Pemahaman Konsep Mahasiswa. Jurnal Pendidikan Fisika
Bacon. Indonesia, 8(1): 1-7.
Finkelstein, N. 2006. High-Tech Tools for Teaching Physics: The Sujarwata. 2009. Peningkatan Hasil Belajar Elektronika Dasar II
Physics Education Technology Project. Merlot Journal of Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving
Online Learning and Teaching, 2(3): 110-121. Laboratory. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 5(1): 37-
Fitriyanto, F., Nurhayati, S., dan Saptorini. 2012. Penerapan 41.
Model Pembelajaran Problem Solving Pada Materi Thompson, C. 2011. Critical Thinking across the Curriculum:
Larutan Penyangga Dan Hidrolisis. Jurnal Chemistry Process over Output. International Journal of Humanities
Education, (Online), 1(1): 40-44, (www.unnes.ac.id) and Social Science, 1(9): 1-7.
diakses 3 Mei 2013. Tuysuz, C. 2010. The Effect of the Virtual Laboratory on Students
Flowers, L. 2011. Investigating The Effectiveness of Virtual Achievement and Attitude in Chemistry. International
Laboratories in a Undergraduate Biology Course. The Online Journal of Educational Sciences, (Online), 2(1):
Journal of Human Resource and Adult Learning, 37-53, (www.iojes.net) diakses 12 Juni 2013.
(Online), 7 (2): 1-13, (www.hraljournal.com) diakses 14 Wilhelm, J., Thacker, B dan Wilhelm, R. 2007. Creating
Juni 2013. Constructivist Physics for Introductory University Classes.
Gokhale, A.A. 2004. Collaborative Learning Enhances Critical Electronic Journal of Science Education, 11(2): 19-37.
Thinking. Journal of Technology Education, 7 (1): 1-74.
Jacobsen, D.A. 2009. Metode-Metode Pengajaran
untukMeningkatkan Belajar Siswa. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Khan, M.A. 2009. Teaching of Heat and Temperature by
Hypothetical Inquiry Approach: A Sample of Inquiry
Teaching.Journal of Physics Teacher Education, 5(2): 43-
64.

ISBN: 978-602-74245-0-0 234


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
EFEKTIVITAS PROGRAM PELATIHAN KERJA BIDANG ADMINISTRASI PERKANTORAN BAGI CALON
TENAGA KERJA DI BALAI LATIHAN KERJA (BLK) MATARAM

M. Arief Rizka1, Rila Hardiansyah2, & Zulkipli3


1,2&3ProgramStudi Pendidikan Luar Sekolah, FIP IKIP Mataram
E-mail: m.ariefrizka@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat efektivitas program pelatihan kerja bidang administrasi perkantoran bagi calon
tenaga kerja di Balai Latihan Kerja (BLK) Mataram. Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif dengan menggunakan metode deskriptif
kuantitatif. Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
statistik deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek proses pelaksanaan pelatihan dengan indikator peran instruktur pelatihan
mendapat prosentase 82,73%, indikator materi pelatihan 78,76%, indikator metode pelatihan 79,76%, sedangkan aspek hasil mengikuti
pelatihan dengan indikator ranah kognitif mendapat prosentase 84,92%, indikator ranah afektif 81,34%, indikator ranah psikomotor
79,16%, sedangkan aspek ketercapaian tujuan setelah mengikuti pelatihan mendapatkan prosentase 82,03%. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa efektivitas program pelatihan kerja bidang administrasi perkantoran bagi calon tenaga kerja di Balai Latihan Kerja
(BLK) Mataram telah terlaksana dengan efektif.

Kata Kunci : Efektivitas dan Pelatihan Kerja

PENDAHULUAN tenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan


Indonesia sebagai salah satu negara berkembang untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang
memiliki jumlah penduduk yang tinggi. Mastugino (2013) pekerjaan tertentu guna meningkatkan evektivitas dan
menyatakan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang besar produktivitas dalam suatu organisasi. (Hamalik, 2007: 10).
ditambah dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk yang Sedangkan Sastradipoera (2006) mendifinisikan tentang “pelatihan
seharusnya menjadi pendorong peningkatan kegiatan ekonomi adalah satu bentuk proses pembelajaran yang berhubungan
justru menjadi beban bagi pembangunan ekonomi. Sebab tingkat dengan upaya pengubahan tingkah laku sumber daya manusia
pertumbuhan penduduk yang tinggi tersebut tidak diiringi oleh agar tingkah laku itu sesuai dan memadai untuk kebutuhan dan
pertumbuhan kesempatan kerja. tujuan tertentu”.
Persoalan mendasar dari semua aspek kependudukan Hamalik (2007: 13) menjabarkan bahwa pelatihan
adalah tidak tersedianya tenaga kerja terdidik dan terlatih. memiliki fungsi-fungsi edukatif, administratif dan personil. Berikut
Dalam arti luas, kualitas tenaga kerja di Indonesia relatif rendah, ini merupakan penjabaran dari ketiga fungsi pelatihan tersebut. (a)
sehingga menjadi penghalang bagi pelaksanaan pembangunan. Fungsi Edukatif, Pelatihan mengacu pada peningkatan
Indonesia termasuk dalam negara yang sedang berkembang yang kemampuan profesional, kepribadian, kemasyarakatan dedikasi
memiliki sumber daya tenaga kerja yang melimpah dan sebagian dan loyalitas kepada organisasi atau lembaga. (b) Fungsi
besar masih berkualitas rendah dilihat dari latar belakang Administratif, Pelatiahan mengacu pada pemenuhan syarat-syarat
pendidikan yang diperoleh. administratif yang dituntut terhadap setiap tenaga atau pegawai,
Hal yang sering terjadi saat ini adalah banyaknya misalnya untuk promosi, pembinaan karier, memenuhi angka kredit
penduduk usia kerja yang tidak semuanya dapat memperoleh dan sebagainya. (c) Fungsi Personal, Pelatihan lebih menekankan
keterampilan dan keahlian tertentu dari pendidikan formal. pada pembinaan kepribadian dan bimbingan personal untuk
Tuntutan dunia kerja akan tenaga kerja terampil mendorong mengatasi kesulitan dan masalah dalam pekerjaan. Secara umum
pencari kerja untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kerja non pelatihan bertujuan mempersiapkan dan membina tenaga kerja,
formal untuk menambah ketrampilan dan keahlian mereka. baik struktural maupun fungsional, yaitu memiliki kemampuan
Pendidikan dan pelatihan kerja merupakan sarana penting dalam dalam profesinya, kemampuan melaksanakan loyalitas,
pengembangan sumber daya tenaga kerja. Pengembangan tenaga kemampuan melaksanakan dedikasi dan kemampuan bedisiplin
kerja ini diharapkan nantinya menjadi tenaga kerja yang siap pakai, yang baik (Hamalik, 2007: 16).
dalam arti bisa langsung terjun ke lapangan kerja. Salah satu program pelatihan di Balai Latihan Kerja
Oleh karena itu, pemerintah sebagai salah satu (BLK) Mataram yang banyak diminati oleh masyaraka adalah
komponen yang bertanggungjawab mempersiapkan sumber daya pelatihan administrasi perkantoran. Fungsi administrasi di
manusia yang berkualitas, menempuh berbagai cara dan perkantoran seringkali dianggap sebagai sesuatu yang mudah,
menetapkan berbagai kebijakan di bidang ketenagakerjaan. Dalam akan otomatis dapat dilakukan oleh semua orang sehingga
hal ini Kementerian Tenaga Kerja dalam salah satu kebijakannya seringkali keberadaanya tidak dikelola dengan perencanaan yang
yaitu mendirikan Balai Latihan Kerja (BLK) dengan tujuan baik. Sehingga sering kali aktivitas sebuah perusahaan menjadi
tercapainya dan terwujudnya peningkatan kompetensi tenaga terhambat terkendala oleh masalah administrasi dari mulai
kerja melalui program pelatihan kerja. perencanaan dan penjadwalan aktivitas yang tidak sesuai dan tidak
Dalam peningkatan, pengembangan dan pembentukan tepat waktu, arsip yang berantakan dan klasifikasi dokumen tidak
tenaga kerja dilakukan melalui upaya pembinaan, pendidikan dan konsisten, penyelesaian pekerjaan yang tidak tepat waktu dan
pelatihan. Ketiga upaya ini saling terkait, namun pelatihan pada banyak lagi hal-hal buruk yang bersumber dari pengelolaan
hakikatnya mengandung unsur-unsur pembinaan dan pendidikan. administrasi yang tidak optimal Pada akhirnya itu semua akan
Pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindakan membuat meningkatnya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan.
(upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk Oleh karena itu, saat ini ketika persaingan semakin ketat,
pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh pandangan yang menyederhanakan masalah administrasi tidak
ISBN: 978-602-74245-0-0 235
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
bisa lagi dianut. Bagian administrasi di perkantoran memegang 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
peranan yang sama penting dibagian lainnya. Mereka harus 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = × 100%
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙
dibekali dengan skill dan kemampuan yang cukup di bagiannya. Skor jawaban responden = jumlah jawaban responden pada setiap
Selain itu mereka harus pula mempunyai pandangan yang positif Pernyataan x setiap bobot jawaban
terhadap pekerjaan dan selalu berusaha untuk meningkatkan
kinerjanya menjadi terus lebih baik. Berdasarkan uraian di atas, Skor Ideal = Jumlah responden x jumlah tertinggi pada
maka dipandang penting untuk melakukan penelitian mengenai Alternatif (bobot) jawaban.
“Efektivitas Program Pelatihan Kerja Bidang Administrasi Kriteria untuk menentukan tingkat efektivitas program
Perkantoran Bagi Calon Tenaga Kerja Di Balai Latihan Kerja pelatihan kerja bidang administrasi perkantoran sebagai berikut:
(BLK) Mataram”. Tabel 1. Interpretasi Nilai (%)
Besar Nilai Persentase Nilai Interpretasi Efektivitas
METODE PENELITIAN 0% - 20% Sangat Tidak Efektif
Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif dengan 21% - 40% Kurang Efektif
pendekatan kuantitatif, Pendakatan kuantitatif yaitu data yang 41% - 60% Cukup Efektif
didapatkan dan dikumpulkan kemudian dinyatakan dalam bentuk 61% - 80% Efektif
angka-angka. Adapun metode evaluasi yang digunakan dalam 81% - 100% Sangat Efektif
penelitian ini adalah organization elements model (OEM) yang
dikembangkan oleh Roger Kaufman, penelitian ini difokuskan pada HASIL DAN PEMBAHASAN
evaluasi process, output dan outcome. Penelitian evaluasi A. Hasil
merupakan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan data, Analisis terhadap efektivitas program pelatihan kerja
menyajikan informasi yang akurat dan objektif yang terjadi di bidang administrasi perkantoran yang diselenggarakan oleh
lapangan terutama mengenai efektivitas program pelatihan BLK Mataram dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data
administrasi perkantoran bagi calon tenaga kerja perkantoran di tentang presepsi peserta pelatihan terhadap aspek-aspek
Balai Latihan Kerja (BLK) Mataram. Berdasarkan informasi yang efektivitas program pelatihan yang meliputi proses
diperoleh dari instruktur program pelatihan administrasi pelaksanaan pelatihan, hasil yang diperoleh dari mengikuti
perkantoran di BLK Mataram, jumlah warga belajar yang pelatihan dan ketercapaian tujuan setelah mengikuti program
mengikuti pelatihan administrasi perkantoran pada tahun 2015 pelatihan. Analisis ini dilakukan setelah dilakukan survei
sebanyak 42 orang. Mengingat jumlah populasi ini relatif kecil, kepada peserta pelatihan administrasi perkantoran Tahun
maka responden yang diambil adalah seluruh warga belajar yang 2015 yang berjumlah 42 orang.
mengikuti pelatihan administrasi perkantoran pada tahun 2015, 1. Analisis Persepsi Peserta Terhadap Proses
sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini adalah penelitian Pelaksanaan Pelatihan
populasi. Dalam menganalisis mengenai proses
Untuk memperoleh data yang valid dan reliabel dan pelaksanaan pelatihan terdapat tiga indikator yang diujikan
sesuai dengan yang diinginkan, dalam penelitian ini instrument untuk mengetahui efektivitas program pelatihan
pengumpulan data yang dipergunakan adalah instrumen angket administrasi perkantoran di Balai Latihan Kerja (BLK)
dengan jenis angket tertutup dengan menggunakan pilihan Mataram yaitu peran instruktur pelatihan, materi pelatihan
jawaban skala likert. “Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, dan metode pelatihan. Hasilnya adalah sebagai berikut :
pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang a. Peran Instruktur Pelatihan
fenomena sosial”. (Sugiyono, 2011:107). Skor jawaban responden untuk indikator peran
Prosedur penelitian dilakukan dengan cara membagikan instruktur pelatihan administrasi perkantoran di BLK
angket kepada warga belajar pelatihan administrasi perkantoran Mataram berdasarkan hasil persepsi warga belajar,
sebanyak 29 item pertanyaan, setelah itu data dari angket didapat hasil rata-rata skor jawaban responden 556
ditabulasi untuk dianalisis lebih lanjut terutama dalam menjawab dengan skor ideal 672, dengan demikian didapat nilai
pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan. Menurut Sugiyono persentase :
(2011:107) cara pemberian skor terhadap masing-masing 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = × 100%
pernyataan dengan menggunakan skala likert adalah : (1) Jawaban 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙
556
sangat setuju diberi bobot nilai 4. (2) Jawaban setuju diberi bobot = × 100%
672
nilai 3. (3) Jawaban kurang setuju diberi bobot 2. (2) Jawaban tidak = 82,73 %
setuju diberi bobot 1.
Untuk mengetahui tingkat efektivitas pelaksanaan Berdasarkan tabel interpretasi maka peran
program pelatihan administrasi perkantoran di Balai Latihan Kerja instruktur pelatihan administrasi perkantoran tersebut
(BLK) Mataram pada Tahun 2015, dilakukan dengan menganalisis tergolong sangat efektif dan sudah sesuai dengan
hasil pengukuran yang diperoleh dari instrumen penelitian dalam fungsi yang diharapkan dalam menyelesaikan
hal ini adalah angket. Selanjutnya data statistik dari angket pekerjaan dan mentransfer ilmu dalam pelatihan. Untuk
dianalisis dengan menggunakan skala likert untuk mengukur mengetahui tanggapan peserta pelatihan administrasi
persepsi, sikap atau pendapat dari warga belajar. Dalam penelitian perkantoran di BLK Mataram terhadap peran instruktur
ini analisis ketiga aspek efektivitas program pelatihan kerja bidang pelatihan. Maka dari hasi kuesioner yang telah
administrasi perkantoran menggunakan teknik persentase dengan disebarkan terdapat beberapa tanggapan mengenai
rumus : peran instruktur pelatihan, diantaranya adalah sebagai
berikut :

ISBN: 978-602-74245-0-0 236


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 2. Jawaban Responden Mengenai Peran dalam pelatihan administrasi perkantoran di BLK
Instruktur Pelatihan Mataram dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 4. Jawaban responden pelatihan administrasi
perkantoran BLK Mataram

b. Materi Pelatihan
Skor jawaban responden untuk indikator materi
pelatihan administrasi perkantoran di BLK Mataram,
berdasarkan hasil persepsi warga belajar didapat hasil
rata-rata skor jawaban responden 397 dengan skor 2. Analisis Persepsi Peserta Terhadap Hasil Dari
ideal 504 dengan demikian didapat nilai persentase : Mengikuti Pelatihan
Menganalisis persepsi warga belajar terhadap hasil
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 yang didapat dari mengikuti pelatihan merupakan
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = pengukuran terhadap output yang dihasilkan, dimana
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙
× 100% warga belajar dapat merasakan manfaat dari mengikuti
397 pelatihan yang akan dipergunakan didalam kehidupan
= × 100% sehari-hari. Dalam menganalisis mengenai hasil yang
504
= 78,76 % didapat warga belajar dari mengikuti pelatihan administrasi
perkantoran di BLK Mataram, terdapat tiga indikator yang
Hasil penyebaran kuesioner yang peneliti diujikan yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek
lakukan tentang materi pelatihan administrasi psikomotor. Hasilnya adalah sebagai berikut:
perkantoran di BLK Mataram dapat dilihat dalam tabel a. Aspek Kognitif
berikut ini : Skor jawaban responden untuk indikator ranah
Tabel 3. Jawaban Responden Mengenai Materi kognitif hasi dari warga belajar mengikuti pelatihan
Pelatihan administrasi perkantoran di BLK Mataram, berdasarkan
hasil persepsi warga belajar didapat hasil rata-rata skor
jawaban responden 428 dengan skor ideal 504 dengan
demikian didapat nilai persentase:
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 =
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙
× 100%
428
= × 100%
504
= 84,92 %
c. Metode Pelatihan
Skor jawaban responden untuk indikator metode Hal tersebut ditegaskan juga dari jawaban
pelatihan administrasi perkantoran di BLK Mataram, responden terhadap tiga pernyataan yang peneliti
berdasarkan hasil persepsi warga belajar didapat hasil ajukan, dimana mayoritas responden menjawab sangat
rata-rata skor jawaban responden 402 dengan skor setuju dan setuju dengan hasil pelatihan pada ranah
ideal 504 dengan demikian didapat nilai persentase : kognitif yang dirasakan seperti pengetahuan terhadap
tugas dan pekerjaan kantor yang meningkat. Hasil
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 penyebaran kuesioner yang peneliti lakukan tentang
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = hasil pelatihan yang dirasakan warga belajar pada
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙
× 100% aspek kognitif dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
402 Tabel 5. Hasil pelatihan yang dirasakan warga belajar
= × 100% pada aspek kognitif
504
= 79,76 %

Hal tersebut ditegaskan juga dari jawaban


responden terhadap tiga pernyataan yang peneliti
ajukan dimana mayoritas responden menjawab sangat
setuju dan setuju dengan metode pelatihan yang
digunakan instruktur selama proses pelatihan
administrasi perkantoran berlangsung di BLK Mataram.
Hasil penyebaran kuesioner yang peneliti lakukan
tentang metode pelatihan yang digunakan instruktur

ISBN: 978-602-74245-0-0 237


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
b. Aspek Afektif Tabel 7. Jawaban Responden Mengenai AspeK
Skor jawaban responden untuk indikator ranah Psikomotor
afektif hasil dari warga belajar mengikuti pelatihan
administrasi perkantoran di BLK Mataram, berdasarkan
hasil persepsi warga belajar didapat hasil rata-rata skor
jawaban responden 410 dengan skor ideal 504 dengan
demikian didapat nilai persentase:
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = × 100%
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙
410
= × 100%
504
= 81,34 %
d. Analisis Ketercapaian Tujuan Setelah Mengikuti
Pelatihan
Hal tersebut ditegaskan juga dari jawaban
Analisis terhadap ketercapaian tujaun pelatihan
responden terhadap tiga pernyataan yang peneliti
berbeda dengan menganalisis hasil dari pada pelatihan,
ajukan, dimana mayoritas responden menjawab sangat
karena dalam pengukuran ketercapaian tujuan warga
setuju dan setuju dengan hasil pelatihan pada ranah
belajar belajar ini merupakan outcame dari hasil pelatihan,
afektif yang dirasakan seperti peningkatan motivasi
artinya warga belajar mengetahui ketercapaian tujuannya
hidup dan peningkatan respon warga belajar terhadap
setelah warga belajar terjun kedalam pekerjaan yang
tugas kantor. Hasil penyebaran kuesioner yang peneliti
sesungguhnya. Pada saat peneliti melakukan penelitian,
lakukan tentang hasil pelatihan yang dirasakan warga
warga belajar yang mengikuti pelatihan administrasi
belajar pada aspek afektif dapat dilihat dalam tabel
perkantoran sudah pada tahap evaluasi yang dilakukan
berikut ini :
para tutor dan mulai melakuikan OTJ (on the job training)
Tabel 6. Jawaban Responden Mengenai Aspek Afektif
sehingga warga belajar sudah mengetahui ketercapaian
tujuan yang diinginkan dan dicapainya.
Skor jawaban responden untuk ketercapaian tujuan
warga belajar setelah mengikuti pelatihan administrasi
perkantoran di BLK Mataram, berdasarkan hasil persepsi
warga belajar didapat hasil rata-rata skor jawaban
responden 1378 dengan skor ideal 1680 dengan demikian
didapat nilai pesrentase:
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = × 100%
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙
c. Aspek Psikomotor 1378
Skor jawaban responden untuk indikator ranah = × 100%
1680
psikomotor hasil dari warga belajar mengikuti pelatihan = 82,03 %
administrasi perkantoran di BLK Mataram, berdasarkan Hal tersebut ditegaskan juga dari jawaban
hasil persepsi warga belajar didapat hasil rata-rata skor responden terhadap sepuluh pernyataan yang peneliti
jawaban responden 399 dengan skor ideal 504 dengan ajukan, dimana mayoritas responden menjawab setuju
demikian didapat nilai persentase: dengan ketercapaian tujuan setelah mengikuti pelatihan
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 yang dirasakan pada saat warga belajar sudah terjun
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = × 100%
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 kedunia perkantoran yang sesungguhnya dan dapat
399 mengaplikasikan ilmu yang didapat dari pelatihan
= × 100%
504 administrasi perkantoran di BLK Mataram didalam
= 79,16 %
kehidupan sehari-hari. Sedangkan hasil penyebaran
kuesioner yang peneliti lakukan tentang ketercapaian
Hal tersebut ditegaskan juga dari jawaban tujuan warga belajar setelah mengikuti pelatihan
responden terhadap tiga pernyataan yang peneliti
administrasi perkantoran dapat dilihat dalam tabel berikut
ajukan, dimana mayoritas responden menjawab sangat ini:
setuju dan setuju dengan hasil pelatihan yang
dirasakan pada ranah psikomotor seperti kecepatan
waktu pada saat mengerjakan tugas samapai dengan
kerampilan dalam menggunakan peralatan kantor.
Hasil penyebaran kuesioner yang peneliti lakukan
tentang hasil pelatihan yang dirasakan warga belajar
pada aspek psikomotor dapat dilihat dalam tabel
berikut ini:

ISBN: 978-602-74245-0-0 238


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 8. Jawaban Responden Terhadap Ketercapaian Hal ini menunjukkan ada beberapa indikator yang perlu
Tujuan Setelah Mengikuti Program Pelatihan ditingkatkan lagi efektivitasnya agar tujuan organisasi secara
umum tercapai. Dari ketiga aspek yang ada, nilai persentase
terendah pada aspek proses pelaksanaan pelatihan terdapat
pada indikator materi pelatihan yaitu 78,76 % dan yang tertinggi
didapat oleh indikator peran instruktur pelatihan yaitu 82,73 %.
Kurangnya nilai indikator materi pelatihan adminstrasi
perkantoran di BLK Mataram disebabkan karena ada 6 orang
warga belajar yang menganggap bahwa materi pelatihan yang
kurang sesuai dengan harapan dan kurangnya relevansi materi
pelatihan dengan peraktik hidup sehari-hari.
Sedangkan nilai persentase terendah pada aspek
hasil yang diperoleh dari mengikuti pelatihan terdapat pada
indikator ranah psikomotor yaitu 79,16 % dan yang tertinggi
didapat oleh indikator ranah kognitif yaitu 84,92 %. Kurangnya
nilai indiator psikomotor disebabkan karena ada 6 orang warga
belajar yang kurang setuju dan 4 orang warga belajar yang
tidak setuju yang menganggap bahwa kecepatan waktu saat
mengerjakan pekerjaan kantor kurang meningkat setelah
mengikuti pelatihan meskipun warga belajar sudah bisa
melakukan pekerjaan dan menggunakan peralatan kantor.
Akan tetapi dilihat dari nilai ketercapaian tujuan
warga belajar setelah mengikuti program pelatihan administrasi
perkantoran di BLK Mataram yaitu 82,03 %. Hal ini
menandakan bahwa ketercapaian tujuan warga belajar setelah
mengikuti pelatihan administrasi perkantoran di BLK Mataram
dapat dikatakan berhasil, karena dalam hal ini warga belajar
sudah mampu menerapkan apa yang didapatkan didalam
pelatihan kedalam dunia kerja, akan tetapi masih ada beberapa
kendala yang dihadapi warga belajar setelah terjun kedunia
B. Pembahasan perkantoran, yaitu warga belajar masih terkendala oleh waktu,
Setelah dilakukan analisis persepsi responden warga belajar mengerjakan pekerjaan kantor terkadang tidak
terhadap aspek efektivitas program pelatihan administrasi sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan juga warga
perkantoran di BLK Mataram yang meliputi proses belajar kurang didalam memanfaatkan waktu dalam bekerja.
pelaksanaan pelatihan (process), hasil yang diperoleh dari
mengikuti pelatihan (output) dan ketercapaian tujuan setelah SIMPULAN
mengikuti program pelatihan (outcome), berikut disampaikan Simpulan dari hasil penelitian ini adalah efektivitas
rekapitulasi nilai efektivitas masing-masing aspek tersebut : program pelatihan kerja bidang administrasi perkantoran bagi calon
Tabel 9. Rekapitulasi nilai efektivitas program pelatihan kerja tenaga kerja di Balai Latihan Kerja (BLK) Mataram secara
bidang administrasi perkantoran di BLK Mataram keseluruhan berada dalam kekategori efektif, yang meliputi
efektivitas proses pelaksanaan pelatihan (process) yang terdiri dari
indikator peran instruktur pelatihan diketahui berjalan dengan
sangat efektif dengan jumlah sebesar 82,37 %, materi pelatihan
berjalan dengan efektif dengan jumlah sebesar 78,76 % dan
metode pelatihan berjalan dengan efektif dengan jumlah sebesar
79,76 %. Sedangkan efektivitas hasil dari mengikuti pelatihan
(output) yang terdiri dari indikator ranah kognitif diketahui berjalan
dengan sangat efektif dengan jumlah sebesar 84,92 %, ranah
afektif berjalan dengan sangat efektif dengan jumlah sebesar 81,34
% dan ranah psikomotor berjalan dengan efektif dengan jumlah
Berdasarkan data hasil rekapitulasi nilai efektivitas sebesar 79,16 %. Dan efektivitas ketercapaian tujuan warga belajar
yang terlihat, maka dapat diketahui bahwa dari ketiga aspek setelah mengikuti pelatihan (outcome) diketahui berjalan dengan
dalam menentukan efektivitas program pelatihan administrasi sangat efektif dengan jumlah sebesar 82,03 %. Ketercapaian
perkantoran di BLK Mataram, keseluruhannya memiliki nilai tujuan warga belajar setelah mengikuti pelatihan administrasi
efektif dan sangat efektif dengan persentase yang berbeda- perkantoran di BLK Mataram dapat dikatakan berhasil, karena
beda. Nilai persentase ini didapat dari hasil perhitungan skor dalam hal ini warga belajar sudah mampu menerapkan apa yang
jawaban responden berbanding dengan skor ideal kemudian didapatkan dalam pelatihan kedalam dunia kerja.
dicocokkan dengan tabel interpretasi efektivitas.
Meskipun program pelatihan administrasi SARAN
perkantoran di BLK Mataram sudah memiliki nilai interpretasi Terkait dengan kesimpulan hasil pelatihan yang telah
efektif dan sangat efektif, namun ada perbedaan dalam nilai disampaikan sebelumnya, berikut disampaikan beberapa saran
persentase dari masing-masing indikator dalam setiap aspek. agar keberadaan program pelatihan kerja bidang administrasi
ISBN: 978-602-74245-0-0 239
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
perkantoran di BLK Mataram ini dapat berjalan dengan lebih efektif DAFTAR PUSTAKA
dimasa yang akan datang, yaitu : Atmodiwiro, Soebagio. 2005. Manajemen Pelatihan. Jakarta: PT
1. Bagi penyelenggara program diharapkan melakukan Ardadizya Jaya
pembinaan pelatihan secara berkelanjutan sehingga terjadi Bungin, Burhan. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
peningkatan kualitas dan kuantitas secara terus menerus dari Kencana
pelatihan yang diselenggarakan, penyelenggara program juga Hamalik, Oemar. 2007. Manajemen Pelatihan Ketenaga Kerjaan
perlunya melakukan koordinasi dengan pihak-pihak pemakai Pendekatan Terpadu “Pengembangan Sumber Daya
lulusan, sebagai tindak lanjut kegiatan pelatihan yang Manusia”. Jakarta: Bumi Aksara
dilaksanakan. Haryadi, Hendy. 2009. Administrasi Perkantoran untuk
2. Bagi para instruktur pelatihan diharapkan untuk terus Manajemen. Bandung : Sinar Baru
mengembangkan kreatifitas di dalam meningkatkan kualitas Hasan, Hamid. 2008. Evaluasi Kurikulum. Bandung: Rosda Karya
atau mutu pembelajaran, metode pelatihan yang digunakan Kaswan. 2011. Pelatihan dan Pengembangan untuk
hendaknya lebih variatif dan materi pelatihan sebaiknya Meningkatkan Kinerja SDM. Bandung : Alfabeta
disesuaikan dengan kebutuhan warga belajar. Moekijat. 2008. Administrasi Perkantoran. Bandung : Mandar
3. Bagi warga belajar program pelatihan administrasi perkantoran Maju
di BLK Mataram agara selalu meningkatkan pengetahuan, Sastradipoera, Komaruddin. 2006. Pengembangan dan
keterampilan dan sikap kerja terhadap bidang administrasi Pelatihan, Suatu Pendekatan Manajemen SDM.
perkantoran. Bandung: Kappa Sigma
4. Bagi para peneliti lainnya diharapkan agar hasil penelitian ini Steers, Richard, M. 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta :
dapat dijadikan salah satu bahan untuk mengadakan penelitian Erlangga
lebih lanjut dalam skala yang lebih luas tentang program Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan
pelatihan administrasi perkantoran yang belum terjangkau R&D. Bandung : Alfabeta
dalam penelitian ini. Sulchan, Mohammad. 2007. “Manajemen Pelatihan Kerja di Balai
Latihan Kerja Industri (BLKI) Semarang”. (online).
http://lib.unnes.ac.id, Diakses Tanggal 15 April 2015 pukul
17.00 wita.

ISBN: 978-602-74245-0-0 240


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN SIKAP ILMIAH SISWA DALAM PEMBELAJARAN KIMIA MELALUI
PENERAPAN CONTEXT-RICH PROBLEMS BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKTIF
M. Eka Putra Ramandha1, Khaeruman2 ,& Yusran Khery3
1Praktisi Pendidikan
2&3Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram

E-mail: ramandhap@yahoo.com

Abstrak: Artikel ini memaparkan hasil penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah
siswa, pada materi asam dan basa yang dibelajarkan dengan Context-Rich Problems (CRP) berbasis multimedia. Penelitian ini
menggunakan rancangan penelitian eksperimental semu. Subjek penelitian ini berjumlah 142 siswa yang terbagi kedalam 3 kelas,
Eksperimen 1, Eksperimen 2 dan Kontrol. Untuk menjawab tujuan penelitian nomor satu sampai dua secara berturut-turut. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) lembar observasi keterampilan proses sains; (2) lembar observasi sikap ilmiah;. Data dianalisis secara
statistik dengan menggunakan SPSS 22 for windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1 )penggunaan Context-Rich Problems (CRP)
berbasis multimedia interaktif dalam pembelajaran kimia dengan pendekatan sintifik membuat keterampilan proses sains (KPS) siswa
lebih baik dari pada penggunaan Context-Rich Problems (CRP) tanpa multimedia interaktif dan penerapan pembelajaran saintifik tanpa
Context-Rich Problems (CRP); (2) Penggunaan Context-Rich Problems (CRP) berbasis multimedia interaktif dalam pembelajaran kimia
dengan pendekatan sintifik membuat sikap ilmiah siswa lebih baik dari pada penggunaan Context-Rich Problems (CRP) tanpa multimedia
interaktif dan penerapan pembelajaran saintifik tanpa Context-Rich Problems (CRP).

Kata Kunci: Sikap Ilmiah, Proses Sains, Context-Rich Problems, Sikap Ilmiah, Multimedia Interaktif.

PENDAHULUAN Strategi Context-rich Problems akan mendorong mahasiswa


Mengacu pada Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 menerapkan suatu strategi pemecahan masalah yang logis dan
tentang Standar Penilaian Pendidikan, tercantum bahwa pada terorganisir (Khery, 2010). Dengan Context-Rich Problems, melalui
kurikulum 2013 memiliki 3 aspek penilaian khusus yaitu penilaian pertanyaan-pertanyaan pendek mereka menentukan sendiri apa
sikap, keterampilan dan pengetahuan. Kurikulum 2013 lebih yang harus dilakukan, apa yang harus diamati, bagaimana
menekankan terhadap proses ilmiah hal ini dapat dilihat dari mengamati, hubungan apa yang berlaku, persamaan apa yang
tuntutan kurikulum 2013 yang menuntut peserta didik agar perlu dipahami, dan bagaimana suatu metode diterapkan secara
menyelesaikan masalah dengan terstruktur secara ilmiah (5 M. benar selama kerja laboratorium. Multimedia interaktif akan
Mengamati, Menanya, Mengumpulkan Informasi, memberi iklim afeksi secara individual, kebutuhan belajar siswa
Mengasosiasikan, dan Mengomunikasikan). terakomodasi dengan baik, dan motivasi belajar siswa lebih baik
Sebagaimana tujuan pendidikan nasional dan tuntutan (Munadi, 2010).
kurikulum 2013, pembelajaran kimia di sekolah seyogyanya Strategi pemecahan masalah dalam pembelajaran di
mampu membentuk peserta didik menjadi problem solver yang kelas maupun laboratorium dapat dilakukan dengan menerapkan
berkarakter ilmuan. Konsekuensinya, pembelajaran kimia untuk Context-rich Problems. Context-rich Problems mencoba membawa
mahasiswa calon guru kimia juga harus mendorong pembentukan siswa memasuki permasalahan yang biasa ditemuinya di dunia
karakter sebagai ilmuan kimia. Maka dari itu, mahasiswa nyata. Dalam situasi nyata, integrasi pengetahuan adalah sangat
hendaknya dibelajarkan melalui suatu strategi yang mendorong penting guna kesuksesan pengamalan pemecahan masalah.
peningkatan keterampilan proses sains (Khery dkk., 2013). Semakin akrab konteks dimana permasalahan itu dihadirkan, maka
Menurut Ibnu (2009), peserta didik harus diarahkan untuk bertindak siswa akan semakin menyukai untuk membuat hubungan-
sebagai ilmuwan yang mampu mengumpulkan dan hubungan yang diperlukan dan tiba pada penafsiran yang tepat
mengkategorikan data, melakukan pengukuran, menganalisa terhadap permasalahan (Herron, 1996). Context-rich Problems
hubungan, dan membuat kesimpulan. Pada jenjang yang lebih didesain untuk mendorong siswa menggunakan strategi
tinggi, mereka harus mampu menyusun suatu hipotesis, pemecahan masalah yang terorganisisr dan logis. Dengan
merancang penyelesaian masalah dan melaksanakan percobaan. demikian siswa terdorong mempertimbangkan konsep-konsep
Hasil Observasi peneliti di SMA Negeri 1 Narmada pada konteks objek nyata; memandang pemecahan masalah
didapatkan hasil diantaranya : guru kesulitan membuat instrumen sebagai sebuah deretan pemilihan keputusan (Khery, 2010).
pengukuran penilaian aspek sikap, keterampilan dan pengetahuan Menurut Ango (2002), keterampilan proses sains dalam
pada saat peserta didik melakukan eksperimen di laboratorium. belajar dan pembelajaran sains mencakup keterampilan
Sehingga aspek ilmiah seperti keterampilan proses sains,dan sikap mengamati, mengukur, mengklasifikasi, memprediksi,
ilmiah tidak dapat diungkap. Padahal aspek sikap dan keterampilan menyimpulkan, mengkomunikasikan, menginterpretasi data,
tersebut penting untuk di kembangkan dan dimunculkan pada diri membuat definisi operasional, membuat pertanyaan, menyusun
peserta didik. hipotesis, melakukan percobaan dan memformulasikan suatu
Untuk menstimulasi munculnya aspek ilmiah tersebut model., membandingkan hal-hal yang diamati yang kemudian
dibutuhkan penerapan strategi yang tepat dan sesuai dengan berkembang menjadi kemampuan mencari persamaan dan
karakteristik materi yang disampaikan agar pembelajaran perbedaan.yang dihadapi. .
berlangsung efektif dan efisien dengan membuat peserta didik Sikap yang dikembangkan dalam sains adalah sikap
lebih aktif, dan dapat berinteraksi dengan guru maupun teman. ilmiah. Sikap ilmiah mengandung dua makna, yaitu attitude to
Salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi permasalahan science dan attitude of science. Pertama, mengacu pada sikap
diatas yaitu dengan mengaplikasikan Context-Rich Problems. terhadap sains, sedangkan yang kedua, mengacu pada sikap yang

ISBN: 978-602-74245-0-0 241


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
melekat setelah mempelajari sains. Multimedia interaktif dapat menggunakan cluster random sampling. Materi yang dipilih sebagai
digunakan dalam kegiatan pembelajaran sebab cukup efektif bahan uji dari penelitian ini yaitu materi Asam dan Basa.
meningkatkan hasil belajar peserta didik. Variabel bebas dalam penelitian ini. yakni Context-Rich
Penggunaan multimedia interaktif cocok untuk Problems dengan Multimedia Interaktif. Varibel terikatnya keterampilan
mengajarkan suatu proses atau tahapan, misalnya rekai kimia, proses sains dan sikap ilmiah siswa
perubahan wujud, elektrolisis, dan lain sebagainya. Kelebihan Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
multimedia interaktif sebagai media pembelajaran diantaranya ini adalah quasi experimental. Dimana Quasi Experimental
adalah sebagai berikut (Munadi, 2010). merupakan pengembangan dari true experimental, yang sulit
1. Dapat dipakai oleh siswa secara individual (mandiri). Saat dilaksanakan. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak
siswa mengaplikasikan program ini, ia diajak untuk terlibat dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-bariabel
secara audio, visual, dan kinestetik, sehingga informasi dan luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. (Sugiyono
pesan mudah dimengerti. 2015:114)
2. Kebutuhan siswa secara individual bias terakomodasi dengan Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah
baik terutama bagi yang tidak cepat memahami materi posttest only control group design. sebagaimana tersaji pada tabel
pelajaran. 1.
3. Dapat memberi ikllim yang bersifat afektif dengan cara yang Tabel 1. Desain Penelitian
lebih individual, tidak pernah lupa, tidak pernah bosan, sangat Kelas Perlakuan Postes
sabar menjalankan instruksi, seperti yang diinginkan. E1 X1 O1
4. Terakomodasinya kebutuhan belajar siswa akan menciptakan E2 X2 O2
motivasi yang lebih baik dalam diri siswa. K Y O3
5. Multimedia interaktif dapat memberikan umpan balik (respon) Keterangan:
yang segera terhadap hasil belajar siswa. E1 : Kelas Eksperimen 1
Control pemanfaatan sepenuhnya ada pada pengguna. E2 : Kelas Eksperimen 2
Penelitian Khery (2010) menunjukkan bahwa Strategi pemecahan K : Kelas Kontrol
masalah dalam pembelajaran di kelas dapat dilakukan dengan X1 : Kegiatan pembelajaran menggunakan Context-Rich
menerapkan Context-rich Problems. Context-rich Problems Problems dengan Multimedia Interaktif
dimaksudkan untuk mendorong peserta didik menggunakan suatu X2 : Kegiatan pembelajaran menggunakan Context-Rich
strategi pemecahan masalah yang logis dan terorganisir, sehingga Problems tanpa Multimedia Interaktif
kemampuan reasoning-nya pun meningkat. Hasil penelitian Y : Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik
Enghag, (2004) tentang Context Rich Problems in Physics for O1 : Post test kelas eksperimen 1
Upper Secondary School menyimpulkan bahwa CRP adalah salah O2 : Post test kelas eksperimen 2
satu cara yang dapat membantu peserta didik dalam proses O3 : Post test kelas control
pembelajaran khususnya dalam pembelajan sains. Hasil Penelitian Beberapa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
Hamdan (2015) menyimpulkan bahwa kualitas keterampilan yaitu: (1) angket sikap ilmiah terdiri dari item-item deskriptor karakter
proses sains peserta didik memperoleh nilai dengan rata-rata baik sikap ilmiah yang dikembangkan dengan mengacu pada Sardinah
(71,82%). (2012). Deskripsi komponen sikap ilmiah terdistribusi ke dalam 11 item
Bertolak dari penjelasan di atas maka, penelitian ini dengan skala 2 yakni terlaksana, dan tidak terlaksana. (2) angket
bertujuan untuk : mengetahui perbedaan keterampilan proses keterampilan proses sains diadaptasi dari Khery (2013).
sains dan sikap ilmiah siswa yang dibelajarkan dengan Context-
Rich Problems dengan Multimedia Interaktif. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbedaan Keterampilan proses sains antara siswa di Kelas
METODE Eksperimen 1 dan Eksperimen 2
Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI Ringkasan data keterampilan proses sains (KPS) siswa pada
SMA Negeri 1 Narmada Tahun Pelajaran 2015/2016, yang setiap setiap kegiatan pembelajaran yang dibelajarkan dengan
berjumlah 142 peserta didik yang terbagi dalam 3 kelas. Sampel Context-Rich Problems (CRP) berbasis multimedia interaktif, tanpa
diambil secara acak dari populasi 5 kelas. Penentuan kelas multimedia interaktif dan dengan pendekatan saintifik disajikan
pada Tabel berikut :
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Perbedaan Keterampilan Proses Sians Kelas Eksperimen 1 dan Eksperimen 2
Rerata Kelas
CRP Sig. α Alat
Variabel F
+ Multimedia CRP (p) = 0.05. analisis
interaktif
A. KPS Kegiatan 1 93,03 82,70 0,002 0,000 Uji t
B. KPS Kegiatan 2 88,41 81,33 3,295 0,000 (SPSS
C. KPS Kegiatan 3 90,69 87,62 0,791 0,033 15 for
D. KPS Kegiatan 4 94,08 91,24 10,273 0,004 Windows)
E. KPS Total 91,56 85,71 0,023 0,000

Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Perbedaan Keterampilan Proses Sains siswa kelas Eksperimen 1 dan Kontrol

ISBN: 978-602-74245-0-0 242


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Rerata Kelas
CRP Sig. α Alat
Variabel Pendekatan F
+ Multimedia (p) = 0.05. analisis
Saintifik
interaktif
F. KPS Kegiatan 1 93,03 70,07 5,219 0,000 Uji t
G. KPS Kegiatan 2 88,41 72,02 0,000 0,000 (SPSS
H. KPS Kegiatan 3 90,69 75,13 2,048 0,000 15 for
I. KPS Kegiatan 4 94,08 70,60 15,756 0,000 Windows)
J. KPS Total 91,56 71,95 0,404 0,000

Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji Perbedaan Keterampilan Proses Sains siswa kelas Eksperimen 2 dan Kontrol
Rerata Kelas
Sig. α Alat
Variabel Pendekatan F
CRP (p) = 0.05. analisis
Saintifik
K. KPS Kegiatan 1 82,70 70,07 5,672 0,000 Uji t
L. KPS Kegiatan 2 81,33 72,02 4,126 0,000 (SPSS
M. KPS Kegiatan 3 87,62 75,13 5,390 0,000 15 for
N. KPS Kegiatan 4 91,24 70,60 1,225 0,000 Windows)
O. KPS Total 85,71 71,95 0,214 0,000

Signifikansi perbedaan diuji dengan uji t sampel bebas. Eksperimen 1 dan Eksperimen 2, padahal kedua kelas tersebut
Uji t dilakukan melalui uji prasyarat yang terdiri dari uji normalitas dibelajarkan dengan Context-Rich Problems (CRP). Perbedaan ini
dengan metode Kolmogorov- Smirnov dan uji homogenitas dengan disebabkan karena, pada kelas eksperimen 1 soal-soal Context-
metode uji F. Rich Problems (CRP), di multimediakan, dan soal-soal soal
Context-Rich Problems (CRP), di multimediakan ini ada pilihan-
Keterampilan proses sains pilihan jawaban, yang mempermudah siswa dalam menjawab dan
Sebagaimana tersaji pada Tabel 3, rata-rata memvisualisasikan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan,
keterampilan proses sains siswa di kelas Eksperimen 1 lebih tinggi sehingga siswa bisa memilih, komposisi bahan, alat, tujuan, dan
daripada siswa di kelas eksperimen 2 dan dikelas kontrol. Hasil uji apa yang harus dilakukan sesuai dengan kegiatan apa yang akan
t sampel bebas menunjukkan bahwa signifikansi perbedaan dilakukan. Dengan begitu muncul kesadaran dari diri siswa,
keterampilan proses sains antara siswa yang dibelajarkan dengan bagaimana siswa itu, mengolah data, memproses data, dan
context-rich problems berbasis multimedia interaktif, tanpa menginvestigasinya. Sehingga keterampilan proses sains siswa
multimedia interaktif dan dengan pendekatan saintifik mulai dari yang dibelajarkan dengan Context-Rich Problems (CRP), berbasis
kegiatan satu hingga kegiatan 4 secara berturut-turut nilai multimedia interaktif ini terbukti membuat keterampilan proses
signifikansinya lebih kecil daripada nilai alpha (α = 0,05) sehingga sains siswa lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternative (Ha) diterima. dibelajarkan dengan Context-Rich Problems (CRP) tanpa
Kesimpulannya bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada multimedia interaktif maupun yang tanpa Context-Rich Problems
keterampilan proses sains antara siswa yang dibelajarkan dengan (CRP)/ pembelajaran saintifik.
context-rich problems berbasis multimedia interaktif, siswa yang Berbeda dengan kelas kontrol yang tanpa di berikan
dibelajarkan dengan context-rich problems tanpa multimedia perlakuan terlihat jelas, siswa tidak siap dalam mengikuti kegiatan
interaktif, dan siswa Hal ini berarti multimedia interaktif pembelajaran, siswa yang tanpa diberikan perlakuan ini tidak
berpengaruh untuk menstimulasi keterampilan proses sains siswa, mampu memvisualisasikan, dan memecahkan masalah pada saat
perbedaan secara nyata dapat terlihat saat proses kegiatan kegiatan pembelajaran terutama pada saat kegiatan praktikum,
praktikum berlangsung, dimana siswa yang dibelajarkan dengan siswa tidak mengetahui komposisi bahan yang digunakan, tidak
context-rich problems berbasis multimedia interaktif lebih siap mengetahui apa yang harus diamati, dan bahan apa yang
dalam kegiatan pembelajaran. Para siswa yang dibelajarkan digunakan. Ini yang membuat keterampilan proses sains kelas
dengan context-rich problems berbasis multimedia interaktif. kontrol lebih rendah dibandingkan dengan kelas eksperimen 1 dan
Menurut pengamatan peneliti, Siswa yang dibelajarkan eksperimen 2.
dengan dengan Context-Rich Problems (CRP) siswa lebih siap
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran terutama kegiatan Perbedaan sikap ilmiah antara siswa di kelas eksperimen 1,
praktikum, karena dengan Context-Rich Problems (CRP) siswa eksperimen 2 dan kontrol
tahu dan paham apa yang akan dilakukan, siswa dapat Ringkasan data sikap ilmiah siswa pada setiap setiap
memvisualisasikan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan kegiatan pembelajaran yang dibelajarkan dengan Context-Rich
dan dapat memecahkan masalah dengan baik. Namun, Problems (CRP) berbasis multimedia interaktif, tanpa multimedia
berdasarkan data yang tersaji pada tabel diatas terlihat bahwa ada interaktif maupun dengan pendekatan saintifik disajikan pada Tabel
perbedaan keterampilan proses sains siswa antara kelas berikut :

Tabel 5. Ringkasan Hasil Uji Perbedaan Sikap Ilmiah siswa kelas Eksperimen 1 dan Kontrol
ISBN: 978-602-74245-0-0 243
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Rerata Kelas
CRP Sig. α Alat
Variabel Pendekatan F
+ Multimedia (p) = 0.05. analisis
Saintifik
interaktif
P. KPS Kegiatan 1 84,24 67,17 0,282 0,000 Uji t
Q. KPS Kegiatan 2 81,57 60,69 1,630 0,000 (SPSS
R. KPS Kegiatan 3 83,92 65,31 0,468 0,000 15 for
S. KPS Kegiatan 4 86,06 71,20 1,677 0,000 Windows)
T. KPS Total 83,96 66,09 0,441 0,000

Tabel 6. Ringkasan Hasil Uji Perbedaan Sikap Ilmiah siswa kelas Eksperimen 1 dan Eksperimen 2
Rerata Kelas
CRP Sig. α Alat
Variabel F
+ Multimedia CRP (p) = 0.05. analisis
interaktif
U. KPS Kegiatan 1 84,24 74,46 1,994 0,000 Uji t
V. KPS Kegiatan 2 81,57 78,87 0,106 0,052 (SPSS
W. KPS Kegiatan 3 83,92 76,82 4,878 0,000 15 for
X. KPS Kegiatan 4 86,06 70,54 11,048 0,000 Windows)
Y. KPS Total 83,96 75,17 0,700 0,000

Tabel 7. Ringkasan Hasil Uji Perbedaan Keterampilan Proses Sains siswa kelas Eksperimen 1 dan Kontrol
Rerata Kelas Alat
Sig. α
Variabel Pendekatan F analisis
CRP (p) = 0.05.
Saintifik
Z. KPS Kegiatan 1 74,46 67,17 5,002 0,000 Uji t
AA. KPS Kegiatan 2 78,87 60,69 0,991 0,000 (SPSS
BB. KPS Kegiatan 3 76,82 65,31 2,432 0,000 15 for
CC. KPS Kegiatan 4 70,54 71,20 1,746 0,682 Windows)
DD. KPS Total 75,17 66,09 2,173 0,000

Sebagaimana tersaji pada Tabel 5, rata-rata sikap ilmiah ekperimen 2, memiliki keseragaman nilai kemunculan atau
siswa di kelas Eksperimen 1 lebih tinggi daripada siswa dikelas keterlaksanaan aspek sikap ilmiah, karena keseragaman nilai ini
kontrol. Hasil uji t sampel bebas menunjukkan bahwa signifikansi disinyalir yang menimbulkan tidak adanya perbedaan signifikan
perbedaan sikap ilmiah antara siswa yang dibelajarkan dengan antara siswa kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2. Keseragaman
context-rich problems berbasis multimedia interaktif, dan dengan nilai terjadi karena kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2
pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik mulai dari sama-sama dibelajarkan dengan menggunakan context-rich
kegiatan satu hingga kegiatan 4 secara berturut-turut nilai problems, dengan context-rich problems ini siswa lebih mudah
signifikansinya lebih kecil daripada nilai alpha (α = 0,05) sehingga dalam melaksanakan pembelajaran dan bisa memvisualisasikan
hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternative (Ha) diterima. pembelajaran yang akan dilaksanakan, sehingga aspek-yang
Kesimpulannya terdapat perbedaan signifikan sikap ilmiah siswa diinginkan agar terjadi perbedaan tidak dapat dibedakkan dengan
yang dibelajarkan dengan menggunakan context-rich problems baik. Secara rata-rata dari kegiatan 1 hingga kegiatan 4 terlihat
berbasis, multimedia interaktif dengan siswa yang dibelajarkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan sikap ilmiah siswa
dengan menggunakan pendekatan saintifik. Hal ini disebabkan antara siswa yang dibelajarkan dengan context-rich problems
karena, siswa yang dibelajarkan dengan context-rich problems berbasis multimedia interaktif dengan siswa yang dibelajarkan
berbasis multimedia interaktif, lebih siap dalam melaksanakan dengan context-rich problems tanpa multimedia interaktif.
kegiatan pembelajaran, tahu apa yang akan dilakukan dalam Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 7. diatas
kegiatan pembelajaran tersebut dan dapat memvisualisasikan nilai signifikansi siswa kelas eksperimen 2 dan kotrol pada kegiatan
kegiatan pembelajaran yang dilakukan. 4 lebih besar dibandingkan dengan nilai alpha (α = 0,05), hal ini
Sebagaimana tersaji pada tabel, rata-rata sikap ilmiah berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang
siswa di kelas eksperimen 1 lebih tinggi daripada siswa dikelas dibelajarkan dengan context-rich problems dan dengan siswa yang
eksperimen 2. Hasil uji t sampel bebas menunjukkan bahwa nilai dibelajarkan dengan pendekatan Sintifik. Tidak adanya perbedaan
signifikansinya lebih kecil daripada nilai alpha (α = 0,05), namun disebabkan karena, menurut pengamatan peneliti, adanya
pada kegiatan 2 nilai signifikansinya lebih besar daripada nilai keseragaman data sikap ilmiah antara siswa yang dibelajarkan
alpha, hal ini berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan sikap dengan context-rich problems maupun tanpa context-rich
ilmiah siswa baik dikelas kontrol maupun dikelas eksperimen 2, problems, dari kegiatan 1 hingga kegiatan 4, kegiatan 4 inilah yang
untuk kegiatan pembelajaran yang ke-2 Menurut pengamatan cukup rumit pembelajarannya, karena siswa di kedua kelas
peneliti, pada kegiatan 2, siswa kelas ekperimen 1 dan kelas tersebut tidak tahu apa yang harus dilakukan, tidak tahu tahapan-
ISBN: 978-602-74245-0-0 244
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
tahapan atau langkah kegiatan selanjutnya dari kegiatan Ibnu, S. 2009. Kaidah Dasar Pembelajaran Sains. Makalah
pembelajaran yang akan dilakukan, berbeda dengan siswa yang disajikan dalam kuliah Landasan Pendidikan dan
dibelajarkan dengan context-rich problems berbasis multimedia Pembelajaran IPA, PPS Universitas Negeri Malang, PSSJ
interaktif, mereka bisa memvisualisasikan kegiatan pembelajaran Pendidikan IPA (RSBI), Malang, 18 Mei.
yang dilakukan, dan tahu apa yang harus dilakukan, karena soal- Khery, Y., 2010. Context-Rich Problems dan Pengantar Bilingual
soal context-rich problems yang dimultimediakan, terdapat untuk Pengembangan Bahan Ajar Materi Kimia Larutan,
alternative-alternative pilihan jawaban, yang memudahkan mereka Prosiding Seminar Nasional Lesson Study 3 Peran Lesson
untuk memilih dan mengetahui tahapan-tahapan selanjutnya dari Study dalam Meningkatkan Profesionalitas Pendidik dan
kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan, adanya keseragaman Kualitas Pembelajarn Fmipa Universitas Negeri Malang, 9
angka terjadi pada indicator sikap ilmiah mengenai, menyimpulkan Oktober 2010 24, Hal. 24-39
kegiatan pembelajaran yang dilakukan, hal ini disebabkan Khery, Y., 2013. Kesadaran Metakognitif, Proses Sains, dan Hasil
kebingungan siswa pada saat kegiatan pembelajaran terjadi, yang Belajar Kimia Mahasiswa Divergen dan Konvergen dalam
tidak mengetahui langkah-langkah yang akan dilakukan PBL. Jurnal Pendidikan Sains.
selanjutnya setelah satu langkah pada satu kegiatan pembelajaran Kurniawan, A. 2011. SPSS Serba-serbi Analisis Statistika dengan
itu selesai. Namun secara keseluruhan setelah data sikap ilmiah Cepat dan Mudah. Indonesia: Jasakom.
dirata-ratakan dan di analisis dengan uji t terlihat bahwa nilai Mölle, M., Marshall, L., Wolf, B., Fehm, H.L., & Born, J. 1999. EEG
signifikansinya lebih kecil dibandingkan dengan nilai alpha (α = Complexity And Performance Measures of Creative
0,05), ) sehingga hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternative Thinking. Psychophysiology, (36): 95–104.
(Ha) diterima. Kesimpulannya terdapat perbedaan signifikan sikap Muzani, J.S. 2011. Pengembangan Bahan Ajar Mata Kuliah Inovasi
ilmiah antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan Pendidikan dengan Model EDDIE. Tesis tidak diterbitkan.
context-rich problems(CRP) dengan siswa yang dibelajarkan tanpa Malang: Program Pascasarjana Program Studi Teknologi
context-rich problems (CRP) Pembelajaran Universitas Negeri Malang.
Odubunmi, O., & Balogun, T.A. 1991. The effect of laboratory and
SIMPULAN lecture teaching methods on cognitive achievement in
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka integrated science. Editor Ronald G. Good. Journal of
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. Research in Science Teaching, 28(3):213 - 224.
1. Penggunaan Context-Rich Problems (CRP) berbasis Partanto, P. A. & Al Barry, M. D. 1994. Kamus Ilmiah Populer.
multimedia interaktif dalam pembelajaran kimia dengan Surabaya: Penerbit Arloka Surabaya.
pendekatan sintifik membuat keterampilan proses sains (KPS) Pavelich, M.J. 1982. Using General Chemistry to Promote the
siswa lebih baik dari pada penggunaan Context-Rich Problems Higher Level Thinking Abilities. Journal of Chemical
(CRP) tanpa multimedia interaktif dan penerapan pembelajaran Education, 59(9): 721-724.
saintifik tanpa Context-Rich Problems (CRP). Sardinah, dkk. (2012). Relevansi Sikap Ilmiah Siswa Dengan
2. Penggunaan Context-Rich Problems (CRP) berbasis Konsep Hakikat Sains Dalam Pelaksanaan Percobaan
multimedia interaktif dalam pembelajaran kimia dengan Pada Pembelajaran Ipa Di Sdn Kota Banda Aceh.
pendekatan sintifik membuat sikap ilmiah siswa lebih baik dari Universitas Serambi Mekah : Jurnal Pendidikan.
pada penggunaan Context-Rich Problems (CRP) tanpa Senocak, E., Taskesenligil, Y., & Sozbilir, M. 2007. A Study on
multimedia interaktif dan penerapan pembelajaran saintifik Teaching Gases to Prospective Primary Science Teachers
tanpa Context-Rich Problems (CRP). Through Problem-Based Learning. Research in Science
Education, (37): 279–290.
DAFTAR RUJUKAN Stanley, C. 1995. Differences in Divergent Thinking as a Function
Azwar, S. 2010. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: of Handedness and Sex. The American Journal of
Pustaka Pelajar. Psychology, Vol. 108, Iss. 3, hlm. 311.
De Bono, E. 1970. Berpikir Lateral. Terjemahan oleh Sutoyo. 1991. Suardana, I.N. 2006. Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis
Jakarta: Penerbit Erlangga. Masalah Dengan Pendekatan Kooperatif Berbantuan
Effendy. 1985. Pengaruh Pengajaran Ilmu Kimia dengan Cara Modul Untuk Meningkatkan Kualitas Proses Dan Hasil
Inkuairi Terbimbing dan dengan Cara Verifikasi terhadap Belajar Mahasiswa Pada Perkuliahan Kimia Fisika I. Jurnal
Perkembangan Intelek dan Prestasi Belajar Mahasiswa Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, (4):
IKIP Jurusan Pendidikan Kimia Tahun Pertama. Tesis tidak 239-256.
diterbitkan. Jakarta: Fakultas Pascasarjana Institut Subali, B. 2009. Pengembangan Tes Pengukur Keterampilan
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta. Proses Sains Pola Divergen Mata Pelajaran Biologi SMA.
Enghag, Margareta., 2004. Context-Rich Problems in Physics for Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Biologi,
Upper Secondary School. Science Education Internasional. Lingkungan dan Pembelajarannya, Jurdik Biologi, FMIPA,
Vol.16, No.4, December 2004 ,pp. 293-302. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 4 Juli, hlm.
Hamdan, A. 2015. Analisis keterampilan proses sains siswa kelas 581-593.
XI pada pembelajaran titrasi asam basa menggunakan Sugiyono. 2015. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
metode problem solving. Skripsi. UIN Syarif Hydayatullah. Susiwi, Hinduan, A.A., Liliasari, & Ahmad, S. 2009. Analisis
Jakarta. Keterampilan Proses Sains Siswa SMA pada “Model
Herron, J.D. 1996. The Chemistry Classroom. Washington DC: Pembelajaran Praktikum D-E-H”. Jurnal Pengajaran MIPA,
American Chemical Society. 14(2): 87-104.

ISBN: 978-602-74245-0-0 245


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN POLA LEMBAR KERJA MAHASISWA SAINTIFIK BERBANTUAN SOFTWARE
ELECTRONICS WORKBENCH PADA POKOK BAHASAN LOADING EFFECT

M. Fuadunnazmi
Dosen Program Studi Pendidikan Fisika, FPMIPA IKIP Mataram
E-mail : mr_fu_0001@yahoo.com

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berfikir saintifik atau berfikir ilmiah bagi mahasiswa IKIP
Mataram, khususnya pada Jurusan Pendidikan Fisika. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pengembangan. Objek dari penelitian
adalah efek penambahan alat ukur amperemeter dan voltmeter terhadap hasil pengukuran arus dan tegangan pada rangkaian listrik. Hasil
penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: (1) pemasangan alat ukur listrik berupa amperemeter secara seri dengan hambatan
yang akan diukur tegangannya berdampak pada akurasi hasil pengukuran tegangan pada voltmeter, sehingga untuk meminimalisir
kesalahan pembacaan alat ukur, maka harus diupayakan nilai tahanan dalam amperemeter sekecil mungkin, idealnya nol ohm; (2)
pemasangan alat ukur listrik berupa voltmeter secara paralel dengan hambatan yang akan diukur arusnya berdampak pada akurasi hasil
pengukuran arus pada amperemeter, sehingga untuk meminimalisir kesalahan pembacaan alat ukur, maka harus diupayakan nilai
tahanan dalam voltmeter setinggi mungkin, idealnya tidak berhingga ohm; dan (3) pemasangan alat ukur listrik pada saat pengukuran
besaran listrik memiliki efek pembebanan (loading effect) yang dapat mempengaruhi akurasi hasil pengukuran nilai besaran listrik.
Selanjutnya, format LKS yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi model pengembangan LKS Scientific tidak hanya pada mata kuliah
Pengukuran Besaran Listrik namun juga pada mata kuliah lain dan untuk jurusan lain diluar Pendidikan Fisika.

Kata Kunci: Saintifik Berbantuan Software Electronics Workbench, Loading Effect

PENDAHULUAN Salah satu teknologi informasi berbasis komputer yang dapat


Pendidikan Nasional sebagai salah satu sektor digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah software
pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan Electronics Workbench (EWB). Dengan memanfaatkan software
bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai EWB maka pengujian produk elektronika dapat dilakukan lebih dulu
pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan sebelum proses produksi. Dengan demikian akan dapat dilakukan
semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia simulasi-simulasi awal perilaku rangkaian listrik dengan hasil yang
yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab akurat dan hemat biaya karena tidak memerlukan biaya dalam
tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang proses desain.
berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut di
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang atas, maka penelitian pengembangan pola lembar kerja
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mahasiswa saintifik berbantuan software EWB sangat baik
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga dilakukan untuk menghasilkan pola LKS saintifik bagi peserta didik,
negara yang demokratis dan bertanggung jawab. IKIP Mataram terutama bagi mahasiswa Jurusan pendidikan Fisika di IKIP
merupakan salah satu Lembaga Pencetak Tenaga Pendidik dan Mataram.
Kependidikan (LPTK) yang juga turut serta untuk menyukseskan
visi tersebut. Salah satu mata kuliah yang diajarkan pada Jurusan METODE PENELITIAN.
Pendidikan Fisika FPMIPA IKIP Mataram adalah alat ukur listrik. Penelitian ini terkasuk dalam kategori penelitian
Melalui penelitian ini, diharapkan bahwa setelah menyelesaikan pengembangan. Model pengembangan yang digunakan adalah
mata kuliah ini, akan terbentuk pola pikir saintifik pada diri Four-D Model seperti yang disarankan oleh Sivasailam
mahasiswa. Thiagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel (1974).
Pendekatan saintifik berkaitan erat dengan metode Model ini terdiri atas 4 tahapan pengembangan, yaitu
ilmiah. Metode saintifik (ilmiah) pada umumnya melibatkan pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebaran.
kegiatan pengamatan atau observasi yang dibutuhkan untuk Namun dalam pelaksanaannya, karena keterbatasan waktu hanya
merumuskan masalah untuk kemudian dilakukan penyelidikan agar dilakukan pada tahap pendefinisian, perancangan, dan
diperoleh data yang dapat dianalisis untuk menghasilkan pengembangan pada ujicoba terbatas skala lab virtual.
kesimpulan. Berbeda halnya dengan pembelajaran konvensional Tahap pendefinisian merupakan tahap untuk
yang cenderung satu arah, pendekatan saintifik menuntut siswa menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran.
lebih aktif dalam memikirkan masalah dan mencari jawabannya Tahap ini mencakup lima langkah pokok, yaitu analisis ujung
sendiri, baik melalui studi literatur maupun eksperimen. depan, analisis siswa, analisis tugas, analisis konsep, dan
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat perumusan tujuan pembelajaran. Terkait analisis ujung depan
ini berkembang dengan sangat pesat. Keberadaan teknologi maka masalah yang ditemukan dalam proses belajar mengajar
berbasis komputer sangat potensial untuk dikembangkan sebagai adalah bagaimana mengembangkan LKS saintifik berbantuan
media pembelajaran di berbagai perguruan tinggi, khususnya di software EWB, terkait analisis mahasiswa sebagai peserta didik
IKIP Mataram. Media pembelajaran berbasis komputer sangat perlu dikembangkan kemampuan menggunakan program
memungkinkan penggunanya untuk dapat mendesain materi komputer simulasi offline untuk meningkatkan skill dan kognitif
pembelajaran dengan lebih cepat, menyajikan isi presentasi mereka. Untuk analisis konsep dipilih materi loading effect atau
dengan lebih menarik, serta melakukan proses penilaian dengan efek pembebanan sebagai pokok bahasan pada mata kuliah Alat
lebih akurat dan cepat. Inti dari semua itu adalah menciptakan Ukur Listrik. Terkait analisis tugas, terdapat bentuk-bentuk
proses belajar yang lebih efektif, efisien, menarik, dan interaktif. penugasan yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran
ISBN: 978-602-74245-0-0 246
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dengan media LKS. Perumusan tujuan pembelajaran adalah terkait
dengan kemampuan yang diharapkan akan dimiliki oleh
mahasiswa setelah mengikuti mata kuliah Alat Ukur Listrik.
Tahap perancangan bertujuan untuk merancang
perangkat pembelajaran. Empat langkah yang dilakukan pada
tahap ini, yaitu: penyusunan tes, pemilihan media yang sesuai
dengan karakteristik materi dan tujuan pembelajaran, pemilihan
format, yaitu mengkaji format-format bahan ajar yang ada dan
menetapkan format bahan ajar yang akan dikembangkan, dan
terakhir membuat rancangan awal sesuai dengan format yang
dipilih. Dalam menyusun tes, maka dalam penelitian ini dipilih soal
secara bertingkat sesuai langkah-langkah pembelajaran saintifik, Gambar 1. Pengukuran tegangan
yaitu pengamatan, membuat pertanyaan, penyelidikan (studi Pada tahap pertama ini, mahasiswa diminta untuk
literatur dan eksperimen menggunakan software), melakukan mengamati hasil pembacaan voltmeter pada software EWB
asosiasi atau analisis data, dan terakhir membuat kesimpulan. beserta nilai-nilai parameter sumber dan beban yang
Media yang digunakan untuk pembelajaran adalah LKS diberikan sesuai Gambar 1 di atas.
berbantuan software EWB. Format media pembelajaran dibuat - Mengajukan Pertanyaan
semenarik mungkin sehingga dapat menampilkan fitur gambar Pada tahap kedua, mahasiswa diminta untuk
rangkaian listrik beserta alat ukur yang digunakan sebagai menjawab pertanyaan, mengapa nilai pembacaan voltmeter
penunjang. Rancangan awal dilakukan dalam pengujian terbatas pada EWB tidak persis sama dengan perhitungan secara
menggunakan software EWB. teoritis. Secara teoritis harusnya nilai tegangan pada beban
Tahap pengembangan adalah tahap untuk menghasilkan yang dipasang paralel sama dengan nilai tegangan sumber.
produk pengembangan yang dilakukan melalui dua langkah, yaitu Dalam kasus yang diberikan, nilai tegangan sumber sebesar
penilaian ahli yang diikuti dengan revisi, kemudian ujicoba 50 volt, sedangkan nilai tegangan terbaca pada EWB
pengembangan. Tujuan tahap pengembangan ini adalah untuk sebesar 49,99 volt.
menghasilkan bentuk akhir perangkat pembelajaran setelah - Penyelidikan
melalui revisi berdasarkan masukan para pakar ahli/praktisi dan Pada langkah ketiga, mahasiswa diminta untuk
data hasil ujicoba. Pada tahap validasi poin yang diangkat adalah melakukan beberapa tugas penyelidikan sebagai berikut:
segi penampilan dan kemudahan dalam penggunaannya. Ujicoba (1) Melakukan kajian literatur terkait dengan hukum-hukum
pengembangan dilakukan untuk memperoleh masukan langsung rangkaian dasar, meliputi hukum Ohm, hukum Kirchoff I
berupa respon, reaksi, komentar siswa, dan pengamat terhadap dan II, konsep rangkaian seri-paralel, serta konsep
perangkat pembelajaran yang telah disusun. Menurut Thiagarajan, pembagian arus dan tegangan.
dkk (1974) ujicoba, revisi, dan ujicoba kembali terus dilakukan (2) Mendata semua nilai parameter sumber, beban, dan
hingga diperoleh perangkat yang konsisten dan efektif. tahanan dalam dari alat ukur baik voltmeter maupun
Proses penyebaran merupakan suatu tahap akhir amperemeter pada EWB.
pengembangan, dilakukan untuk mempromosikan produk (3) Melakukan perhitungan secara teoritis (tanpa software)
pengembangan agar bisa diterima pengguna, baik individu, suatu terhadap nilai tegangan terukur dengan
kelompok, atau sistem. Diseminasi dilakukan di kelas lain dengan memperhitungkan nilai hambatan dalam pada alat ukur.
tujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan perangkat dalam (4) Melakukan simulasi menggunakan software EWB
proses pembelajaran. Tujuan diseminasi adalah untuk dengan mengubah-ubah nilai hambatan dalam
mendapatkan masukan, koreksi, saran, dan penilaian untuk amperemeter agar didapatkan nilai tegangan terukur
menyempurnakan prosuk akhir pengembangan agar siap diadopsi yang seharusnya pada voltmeter.
oleh para pengguna produk. Beberapa hal yang menjadi perhatian - Analisis
dalam melakukan diseminasi adalah analisis pengguna, Berikut ini adalah bentuk analisis yang diharapkan
menentukan strategi dan tema, pemilihan waktu, dan pemilihan muncul pada mahasiswa:
media. Dalam penelitian ini tahap pengembangan dan diseminasi Kondisi awal yang diberikan, tegangan sumber
tidak dilakukan karena keterbatasan waktu peneliti. sebesar 50 volt, hambatan beban yang diukur sebesar 5Ω,
nilai hambatan dalam amperemeter sebesar 1mΩ.
HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan konsep pembagi tegangan berlaku rumus:
Berdasarkan pada pertanyaan penelitian yaitu: (1) 𝑣𝑢 =
𝑅𝑢
𝑥 𝑉𝑠 .........................(1)
bagaimana pengaruh pemasangan amperemeter dengan 𝑅𝑢+𝑅𝑠

hambatan dalam yang diperhitungkan terhadap akurasi Dimana


pembacaan nilai tegangan pada voltmeter, (2) bagaimana Vu: nilai tegangan pada hambatan yang diukur (Ω)
pengaruh pemasangan voltmeter dengan hambatan dalam yang Ru : nilai hambatan yang diukur (Ω)
diperhitungkan terhadap akurasi pembacaan nilai arus pada Rs : nilai hambatan dalam amperemeter (Ω)
amperemeter, dan (3) bagaimana efek pemasangan alat ukur listrik Vs : nilai tegangan sumber (volt)
dengan memperhitungkan hambatan dalam terhadap akurasi Kemudian dilakukan perhitungan sebagai berikut:
5000
pembacaan nilai besaran listrik yang diukur, maka berikut diberikan 𝑣𝑢 = 𝑥 50 𝑣𝑜𝑙𝑡
hasil secara sistematis terkait pola pengembangan LKS saintifik 5000 + 1
berbantuan software EWB. 𝑣𝑢 = 49,99 𝑣𝑜𝑙𝑡
A. Pengukuran Tegangan Langkah selanjutnya dilakukan perubahan pada nilai
- Pengamatan tahanan dalam amperemeter menjadi 0.00001mΩ, lalu
ISBN: 978-602-74245-0-0 247
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dilakukan pembacaan pada voltmeter di EWB dan Berikut ini adalah bentuk analisis yang diharapkan
perhitungan secara manual sesuai rumus pada persamaan muncul pada mahasiswa:
(1) di atas, ternyata didapatkan hasil pengukuran tegangan
sebesar 50 volt, sesuai dengan pembacaan yang Kondisi awal yang diberikan, tegangan sumber
seharusnya. sebesar 50 volt, hambatan beban yang diukur sebesar 5Ω,
- Menyimpulkan nilai hambatan dalam voltmeter sebesar 1Ω, dan hambatan
Langkah terakhir mahasiswa diminta untuk membuat dalam amperemeter sebesar 0.0001 mΩ. Berdasarkan
kesimpulan. Kesimpulan yang diharapkan adalah hukum ohm dan konsep rangkaian pembagi seri-paralel
pemasangan alat ukur listrik berupa amperemeter secara seri berlaku rumus:
dengan hambatan yang akan diukur tegangannya 𝐼𝑢 = 𝑠
𝑉
............................ (2)
berdampak pada akurasi hasil pengukuran tegangan pada 𝑅𝑇
𝑉𝑠
voltmeter, sehingga untuk meminimalisir kesalahan 𝐼𝑢 = 𝑅 𝑥𝑅
( 𝑢 𝑣)
pembacaan alat ukur, maka harus diupayakan nilai tahanan 𝑅𝑢 +𝑅𝑣

dalam amperemeter sekecil mungkin, idealnya nol ohm. Dimana


B. Pengukuran Arus Iu: nilai arus total pada rangkaian (A)
- Pengamatan Vs : nilai tegangan sumber (V)
RT :nilai hambatan total (Ω)
Rv :nilai hambatan dalam voltmeter (volt)
Ru : nilai hambatan yang diukur (Ω)
Kemudian dilakukan perhitungan sebagai berikut:
50
𝐼𝑢 = 5 𝑥 1
( )
5+1
𝐼𝑢 = 60 𝑎𝑚𝑝𝑒𝑟𝑒
Langkah selanjutnya dilakukan perubahan pada nilai
tahanan dalam voltmeter menjadi 1MΩ, lalu dilakukan
pembacaan pada voltmeter di EWB dan perhitungan secara
manual sesuai rumus pada persamaan (2) di atas, ternyata
didapatkan hasil pengukuran arus sebesar 10 ampere,
sesuai dengan pembacaan yang seharusnya.
Gambar 2. Pengukuran arus - Menyimpulkan
Pada tahap pertama ini, mahasiswa diminta untuk Langkah terakhir mahasiswa diminta untuk membuat
mengamati hasil pembacaan amperemeter pada software kesimpulan. Kesimpulan yang diharapkan adalah
EWB beserta nilai-nilai parameter sumber dan beban yang pemasangan alat ukur listrik berupa voltmeter secara paralel
diberikan sesuai Gambar 2 di atas. dengan hambatan yang akan diukur arusnya berdampak
- Mengajukan Pertanyaan pada akurasi hasil pengukuran arus pada amperemeter,
Pada tahap kedua, mahasiswa diminta untuk sehingga untuk meminimalisir kesalahan pembacaan alat
menjawab pertanyaan, mengapa nilai pembacaan ukur, maka harus diupayakan nilai tahanan dalam voltmeter
amperemeter pada EWB tidak sama dengan perhitungan setinggi mungkin, idealnya tidak berhingga ohm.
secara teoritis. Secara teoritis harusnya nilai arus pada
beban adalah sebesar tegangan sumber dibagi dengan nilai KESIMPULAN.
resistansi yang akan diukur arusnya. Dalam kasus yang Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1)
diberikan, nilai tegangan sumber sebesar 50 volt, dan nilai R pemasangan alat ukur listrik berupa amperemeter secara seri
beban sebesar 5Ω, sedangkan nilai arus terbaca pada EWB dengan hambatan yang akan diukur tegangannya berdampak pada
sebesar 60 ampere, yang seharusnya hanya 10 ampere. akurasi hasil pengukuran tegangan pada voltmeter, sehingga untuk
- Penyelidikan meminimalisir kesalahan pembacaan alat ukur, maka harus
Pada langkah ketiga, mahasiswa diminta untuk diupayakan nilai tahanan dalam amperemeter sekecil mungkin,
melakukan beberapa tugas penyelidikan sebagai berikut: idealnya nol ohm; (2) pemasangan alat ukur listrik berupa voltmeter
(5) Melakukan kajian literatur terkait dengan hukum-hukum secara paralel dengan hambatan yang akan diukur arusnya
rangkaian dasar, meliputi hukum Ohm, hukum Kirchoff I berdampak pada akurasi hasil pengukuran arus pada
dan II, konsep rangkaian seri-paralel, serta konsep amperemeter, sehingga untuk meminimalisir kesalahan
pembagian arus dan tegangan. pembacaan alat ukur, maka harus diupayakan nilai tahanan dalam
(6) Mendata semua nilai parameter sumber, beban, dan voltmeter setinggi mungkin, idealnya tidak berhingga ohm; dan (3)
tahanan dalam dari alat ukur baik voltmeter maupun pemasangan alat ukur listrik pada saat pengukuran besaran listrik
amperemeter pada EWB. memiliki efek pembebanan (loading effect) yang dapat
(7) Melakukan perhitungan secara teoritis (tanpa software) mempengaruhi akurasi hasil pengukuran nilai besaran listrik
terhadap nilai arus terukur dengan memperhitungkan
nilai hambatan dalam pada alat ukur. DAFTAR PUSTAKA
(8) Melakukan simulasi menggunakan software EWB Thiagarajan & Sammel. (1974). Instructional development for
dengan mengubah-ubah nilai hambatan dalam training teacher of exceptional children. Blommington
voltmeter agar didapatkan nilai arus terukur yang Indiana: Indiana University.
seharusnya pada amperemeter.
- Analisis
ISBN: 978-602-74245-0-0 248
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MEMBENTUK HABITS OF MIND SISWA
Masiah1, Saiful Ridlo2, Sri Mulyani ES3., & Dyah Rini Indriyanti4
Program Studi Pendidan Biologi, FPMIPA IKIP Mataram
Email: rmasiah@yahoo.com

Abstrak: Kemampuan memberdayakan pikiran sangat dibutuhkan untuk menghadapi era global. Media yang paling tepat untuk
menumbuhkan hal tersebut adalah proses pembelajaran di sekolah, sehingga pengembangan model inkuiri menjadi media yang tepat
untuk menjawab hal tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan model pembelajaran inkuiri yang dapat membentuk habits
of mind siswa. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan langkah-langkahnya meliputi; observasi potensi masalah, desain
produk, validasi desain, uji coba skala terbatas, revisi desain produk, uji coba skala luas, revisi produk. Hasil uji terbatas menunjukkan
respon siswa sangat baik, n-gain habits of mind dan hasil tes siswa dengan kategori sedang, sehingga dapat dikatakan berhasil karena
nilai n-gain >0,31. Hasil penelitian pada uji implementasi menunjukkan respon siswa dan guru sangat baik. Hasil n-gain tes 0,73 dengan
kategori tinggi dan habits of mind siswa adalah 0,62 dengan kategori sedang. Hasil observasi siswa habits of mind siswa menunjukkan
peningkatan dari pertemuan pertama hingga pertemuan terakhir. Korelasi antara habits of mind dan hasil belajar siswa sebesar 0,64
dengan kategori kuat. Sintak pembelajaran inkuiri yang dikembangkan spesifik mengarah pada pembentukan habits of mind siswa, valid
secara empiris dan berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.

Kata kunci: Model Pembelajaran, Inkuiri, Habits of Mind.

Abstract: The ability to empower the mind is absolutely needed to face the global era. The most appropriate media to grow it is a learning
process at schools, so that the development of inquiry model is a good way for answering it. This study is aimed to generate inquiry
learning model that can form the students’ habits of mind. This research used R and D procedure, included: observation of potential
problems, product design, and validation of the design, a limited scale trial and revision of product design, large-scale trial and product
revision. The results of limited trial showed that the students gave the positive response, in case of n-gain habits and the test results were
in the medium category, thus it can be said that those results were above the n-value gain set at> 0.31. The implementation test showed
that, both the teacher and students positively responded it. The N-gain test results were 0.73 (high category) and the students’ habits of
mind were 0.62 (medium category). The results of observations on the students’ habits of mind increased from the first until the last
meeting. The correlation between the students’ habits of mind and learning outcomes were 0.64 (strong category). The specific developed
syntax inquiry learning led to the formation of students’ habits of mind, was empirically valid and positively affected toward the students’
learning outcomes

Key words: Learning model, Inquiry, Habits of Mind.

PENDAHULUAN Pembelajaran inkuiri pada SMA Maraqitta’limat Lombok


Kebiasaan berpikir penting untuk diasah, dibentuk dan Timur telah diterapkan, namun dari hasil wawancara yang
dikembangkan karena memberikan bekal belajar sepanjang dilakukan peneliti dengan gurunya menunjukkan bahwa belum
hayat/life long learning (Rustaman, 2008). Kebiasaan tersebut terlihat secara maksimal habits of mind siswa. Hal ini didukung dari
sangat perlu dibentuk sejak dini karena umumnya mampu tertanam penjelasan guru bahwa ketika siswa diberikan tugas mandiri oleh
hingga dewasa. Proses pembelajaran di sekolah menjadi tempat guru mereka cenderung mengerjakannya dengan berkelompok
yang efektif dalam penanaman kebiasaan tersebut. (tidak adanya kemandirian). Selain itu dalam menjawab pertanyaan
Marzano & McTighe (1993) mengemukakan kebiasaan guru, siswa terkadang memberikan jawaban yang persis sama
berpikir (habits of mind) sebagai salah satu dimensi belajar jangka (kata, kalimat maupun contoh-contoh) dengan informasi yang
panjang (learning outcomes). Kebiasaan berpikir tersebut dapat didapat dari guru (kurang bisa menuangkan sesuatu caranya
dibedakan menjadi berpikir kritis, berpikir kreatif dan pengaturan sendiri). Berangkat dari hal tersebut peneliti mencoba untuk
diri. Irisan ketiga kebiasaan berpikir tersebut turut menentukan mengembangkan model pembelajaran inkuiri.
tingkat kepercayaan diri dan kepribadian seseorang dalam Dipilihnya model inkuiri untuk dikembangkan dilandasi
menghadapi masalah. Habits of mind berarti memiliki watak oleh alasan empiris. Berkaitan dengan hasil-hasil penelitian yang
berperilaku cerdas ketika menghadapi masalah atau jawaban yang dilakukan oleh Andriani et al., (2011), Bilgin (2009), Ergul et al.,
tidak segera diketahui (Costa & Kallick, 2000). Penalaran, (2011), McBride et al., (2004), Ozdilek et al., (2009) dan Panasan
wawasan, ketekunan, kreativitas dan keahlian adalah hal-hal yang (2010), menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri secara
sangat dibutukan dalam memecahkan masalah yang kompleks. meyakinkan efektif baik dalam meningkatkan keterampilan berpikir,
Salah satu upaya untuk membentuk habits of mind siswa meningkatkan rasa percaya diri, mempunyai sikap lebih positif,
adalah dengan mengefektifkan pembelajaran inkuiri karena memiliki pola pikir cenderung analitis dan meningkatkan keaktifan
sejatinya pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang serta prestasi belajarnya.
berprinsip bagaimana memberdayakan pikiran untuk menemukan Habits of mind sangat perlu ditanamkan sejak dini karena
sesuatu yang diinginkan. Inkuiri juga dapat akan menentukan bagaimana kedepannya ketika seseorang akan
mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, mengambil keputusan terhadap sesuatu yang sangat penting
dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai (Cinches, 2012). Richard et al., 2009 juga mengemukakan bahwa
bagian dari proses mental. Habits of Mind menjadi kendaraan untuk mengeksplor ide-ide yang
akan dirasionalisasi melalui penyelidikan.

ISBN: 978-602-74245-0-0 249


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model generalisasi, 7) menerapkan assessment. Sintak-sintak tersebut
pembelajaran inkuiri yang dapat membentuk habits of mind siswa. sesuai dengan indikator pembentukan habits of mind yang
dijabarkan oleh Costa & Kallick (2000).
METODE PENELITIAN Produk sintak pengembangan model pembelajaran
Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian inkuiri peneliti terdapat 2 point sintak tambahan, yaitu pada
ini adalah penelitian dan pengembangan yang mengikuti prosedur pendahuluan dan penutup. Sintak pada pendahuluan menekankan
Penelitian dan Pengembangan yang kembangkan oleh Sugiyono agar habits of mind siswa dapat terangsang dan terbentuk dari awal
(2012). Secara garis besar, prosedur pengembangan melalui mulai pembelajaran sehingga siswa menjadi terbiasa
tahapan sebagai berikut; 1) menemukan masalah, 2) desain mempersiapkan diri untuk selalu memberdayakan pikirannya, hal
produk, 3) validasi desain, 4) uji coba skala terbatas, 5) revisi ini sesuai dengan penjelasan Carter, et al (2005), bahwa
desain produk, 6) uji coba sekala luas, 7) revisi produk, 8) produksi membangun kebiasaan berpikir merupakan tools for self
akhir. management, yakni mengubah knowledge menjadi kegiatan dan
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Maraqitta’limat mengambil inisiatif atas nama sendiri. Sintak tambahan pada
Lombok Timur. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X. kegiatan penutup adalah menerapkan assessment. Idrus (2013),
Sampel dalam penelitian ini adalah kelas Xb sebagai kelas uji coba menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa pemberian self
sebanyak 10 orang siswa dan kelas Xa sebagai kelas uji assessment dan written feedback memberikan kontribusi terbesar
implementasi sebanyak 30 orang siswa. dalam meningkatkan critical thinking diikuti oleh self regulation dan
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) creative thinking siswa dan secara keseluruhan berkontribusi
lembar validasi pakar, 2) lembar observasi/pengamatan, 3) lembar secara signifikan dalam membentuk habits of mind siswa.
angket 4) lembar wawancara guru dan 5) soal tes. Data yang Pengembangan sintak pembelajaran tersebut sebelum
diperoleh dari lembar validasi pakar dianalisis untuk melihat diuji keefektifannya, terlebih dahulu divalidasi oleh pakar. Selain
kevalidan model yang dikembangkan secara konstruk. Data yang validasi pakar, masukan-masukan dari dosen pembimbing juga
diperoleh dari lembar observasi dan angket dianalisis untuk melihat telah memberikan perbaikan yang sangat berarti sehingga sintak
tingkat habits of mind siswa. Data dari lembar wawancara untuk yang dikembangkan sesuai dengan tujuan pengembangannya
mendapat informasi taggapan guru terhadap model yang yaitu untuk membentuk habits of mind siswa. Pengaplikasian sintak
dikembangkan sedangkan data dari soal tes untuk mengases pembelajaran yang dikembangkan tertuang dalam perangkat
korelasi antara habits of mind dan hasil belajar siswa. Adapun pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang dimaksud yaitu
materi yang diajarkan dalam penelitian ini adalah keseimbangan silabus, RPP, LKS dan bahan ajar. Penilaian validator terhadap
lingkungan, jenis-jenis dan daur ulang limbah. perangkat pembelajaran sebagai media pengaplikasian model
pembelajaran yaitu untuk silabus 4,4; RPP 4,3; LKS 4.5 dan bahan
HASIL DAN PEMBAHASAN ajar 4,5 (dari skor maksimal 5). Berdasarkan hasil penilaian
Hasil validasi pakar terhadap perangkat pembelajaran validator tersebut menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran
(sebagai media pengaplikasian model yang dikembangkan) rata- termasuk dalam kategori valid. Adapun materi yang si divalidadalah
rata menunjukkan kategori valid. Hasil penelitian pada uji coba keseimbangan lingkungan, jenis-jenis dan daur ulang limbah.
terbatas yaitu: 1) respon siswa terhadap pembelajaran dengan Menurut Dewi (2013), diperolehnya perangkat yang valid
pengembangan model inkuiri sangat baik dengan nilai rata-rata karena beberapa faktor diantaranya: komponen perangkat
4,48, 2) n-gain habits of mind siswa 0,65 yang berada pada kategori pembelajaran telah sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan
sedang, 3) hasil observasi siswa yaitu 80% siswa dengan kategori dalam instrument validitas perangkat, perangkat pembelajaran
baik dan 20% lainnya dengan kategori sangat baik, 4) n-gain hasil yang berhasil dikembangkan sesuai dengan aspek-aspek
tes siswa yaitu 0,69 dengan kategori sedang. Hasil penelitian pada pengukuran validitas yaitu telah memnuhi validitas isi dan konstruk.
uji implementasi yaitu: 1) nilai rata-rata angket respon siswa 4,52 Tampilan pada bahan ajar juga tidak kalah penting untuk
yang menunjukkan bahwa terdapat 86% siswa merespon dengan diperhatikan agar menarik minat siswa untuk membacanya karena,
kategori sangat baik dan 4% dengan kategori baik, 2) n-gain habits gambar sebagai penyambung informasi materi sekaligus dapat
of mind siswa yaitu 0,62 (kategori sedang), 3) hasil observasi siswa menjadikan siswa berimajinasi sendiri dengan hanya melihat
pada pertemuan pertama terdapat 13% dan pada pertemuan gambar.
terakhir sebanyak 43% siswa yang memiliki habits of mind dengan Menurut Pangesti (2012), kemenarikan bahan ajar
kategori sangat baik 4) n-gain hasil tes siswa yaitu 0,73 dengan terletak pada gambar-gambar yang dimuat di dalamnya. Sari, et al
kategori tinggi, 5) hasil wawancara guru terhadap pengembangan (2012) juga menjelaskan bahwa keberadaan gambar juga
model inkuiri menunjukkan respon yang positif. membantu siswa memahami isi bahan ajar yang akan digunakan
Hasil pengembangan sintak pembelajaran inkuiri yang siswa.
dapat membentuk habits of mind siswa berupa langkah-langkah Habits of mind akan dapat terbentuk ketika siswa mampu
pembelajaran, dimana dalam semua langkahnya mengarah pada merespon jawaban pertanyaan atau masalah yang belum diketahui
pembentukan kebiasaan siswa untuk selalu berpikir. Sintak-sintak sehingga bisa mengobservasi bagaimana siswa mengingat dan
yang dimaksud adalah; 1) menciptakan suasana pembelajaran menghasilkan sebuah pengetahuan (Costa & Kallick, 2000).
yang menyenangkan melalui motivasi apersepsi dengan Indikasi tersebut terdapat dalam produk pengembangan peneliti
menyentuh habits of mind (critical thinking, creative thinking dan yaitu siswa dituntun untuk mengetahui jawaban atas pertanyaan
self regulation) siswa, 2) menjaring/mengumpulkan opini siswa yang belum diketahui baik melalui penyelidikan atau kaijan teori.
untuk merumuskan masalah, 3) menggunakan/memanfaatkan Sejalan dengan hal tersebut, hasil penelusuran habits of mind pada
sumber-sumber informasi untuk merumuskan/mengembangkan uji terbatas maupun uji implementasi terlihat adanya peningkatan.
hipotesis, 4) melakukan kegiatan pengumpulan data untuk menguji Keterterapan pembelajaran inkuiri dijaring melalui angket
jawaban sementara/ hipotesis, 5) menarik kesimpulan yang respon siswa, wawancara guru serta hasil observasi guru atau
berdasarkan fakta dan data, 6) menerapkan kesimpulan dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Respon siswa
ISBN: 978-602-74245-0-0 250
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
baik pada uji terbatas maupun uji implementasi adalah sangat baik, diterapkan terlihat dari n-gain habits of mind dan hasil tes siswa
hal ini selaras dengan penjelasan Bilgin (2009), bahwa siswa akan >0,31, ketuntasan siswa yaitu 83%.
memiliki sikap yang lebih positif ketika diajarkan dengan
pembelajaran inkuiri. Begitupun dengan respon guru yang DAFTAR PUSTAKA
menunjukkan respon positif yaitu menurut guru yang diwawancarai, Andriani, N., Imron H., & Lia N. 2011. Efektifitas Penerapan
pengembangan model pembelajaran inkuiri menjadikan siswa lebih Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry )pada
kreatif dan kritis dalam menghadapi segala sesuatu. Selain itu guru Mata Pelajaran Fisika Pokok Bahasan Cahaya di Kelas VIII
yang mengajarpun menjadi lebih bersemangat karena adanya SMP Negeri 2 Muara Padang. Prosiding Simposium
keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2011 (SNIPS
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian McBridge (2004), Ozdilek 2011)22-23. [Online]. Tersedia:
(2009) dan Saptorini (2009), bahwa guru akan memiliki tingkat http://portal.fi.itb.ac.id/cps/. [19 November 2013].
kepercayaan dan motivasi yang lebih tinggi dengan pembelajaran Anwar, C. 2005. Penerapan Penilaian Kinerja (Performance
inkuiri, Assessment) dalam Membentuk Habits of Mind Siswa pada
Richard (2009), mengungkapkan bahwa memiliki Pembelajaran Konsep Lingkungan. Pascasarjana
kebiasaan berpikir (habits of mind) akan menjadi kendaraan bagi Pendidikan IPA Universitas Pendidikan Indonesia. Tesis
seseorang untuk dapat mengeksplor ide-ide dan merasionalkan Megister Pendidikan IPA. PPs UPI: Tidak Diterbitkan.
segala sesuatu melalui penyelidikan. Model yang peneliti Bilgin, I. 2009. The effects of guided inquiry instruction
kembangkan adalah untuk membentuk habits of mind siswa, ketika incorporating a cooperative learning approach on university
kebiasaan berpikir siswa sudah terbentuk maka siswa tersebut students’ achievement of acid and bases concepts and
tidak akan kesulitan ketika masalah ada dihadapannya, terlebih jika attitude toward guided inquiry instruction. Journal Scientific
bersinggungan dengan masalah pembelajaran. Jadi, ketika siswa Research and Essay Vol.4 (10), pp. 1038-1046. [02
memiliki habits of mind akan berpengaruh positif terhadap prestasi November 2013].
atau hasil belajarnya. Anwar (2005) menyatakan bahwa, habits of Carter, C., Bishop, J., & Kravits, S.L. 2005. Keys to Effective
mind secara tidak langsung menunjang hasil belajar siswa. Learning: Developing Powerfull Habits of Mind, 4th Ed.
Korelasi antara habits of mind dan hasil belajar siswa adalah 0, 644 Columbus Pearson and Prontice Hall.
yang berada pada kategori kuat. Tingkat korelasi tersebut Cinches, F. 2012. Mediating Effects of Graduate Faculty Habits of
mengindikasikan bahwa siswa yang memiliki habits of mind tinggi Mind on the Relationship Between Core-Self Evaluations
berarti siswa tersebut memiliki kecendrungan akan hasil belajarnya and Adult Learning Practices. Liceo Journal of Higher
yang tinggi pula atau dengan kata lain habits of mind berpengaruh Education Research Vol. 7 No. 1 ISSN 2094-1064. [Online].
positif terhadap hasil belajar siswa, hal ini sejalan dengan hasil Tersedia: http://dx.doi.org/10.7828/ljher.v7i1.23. [17
penelitian Idrus (2013) yang menyatakan bahwa peningkatan November 2013].
habits of mind siswa memiliki korelasi yang signifikan terhadap Costa , A.L., & Kalliks, B. 2000. Describing 16 Habits of Mind.
penguasaan konsep siswa. Habits of Mind: A Developmental Series. Alexandria, VA:
Ketuntasan siswa mencapai 83% atau sebanyak 25 ASCD.
orang siswa yang mendapat nilai ≥75 dari 30 orang siswa dan Dewi, K., W. Sadia & N.P.Ristiati. 2013. Pengembangan Perangkat
hanya 5 orang siswa yang mendapat nilai <75 atau yang Pembelajaran IPA Terpadu dengan Setting Inkuiri
dinyatakan tidak tuntas. Nilai ketuntasan siswa ini diukur dari nilai Terbimbing untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan
KKM pada sekolah tempat penelitian yaitu ≥75. Keefektifan model Kinerja Ilmiah Siswa. E-journal program Pascasarjana
pengembangan ditandai dengan pencapaian ketuntasan ≥75% Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi
(Suwartaya, 2013). Pencapaian ketuntasan ini sejalan dengan hasil Pendidikan IPA Volume 3.
penelitian Bilgin (2009), bahwa siswa akan memiliki pemahaman Ergul Remziye, Yeter S., Sevgul C., Zehra O., Sirin G., and Meral
konsep yang lebih baik jika diajar dengan model pembelajaran S. 2011. The Effects Of Inquiry-Based Science Teaching
inkuiri. Ketika siswa memiliki pemahaman konsep yang lebih baik On Elementary School Students’ Science Process Skills
maka secara otomatis siswa juga akan dengan mudah memahami And Science Attitudes. Journal Bulgarian of Science and
apa yang diterimanya (pelajaran), dengan demikian dari sisi Education Policy (BJSEP), Volume 5, Number 1. Turkey.
kognitifnya siswa juga akan dengan mudah menyelesaikan [02 November 2013].
masalah dalam pembelajarannya. Sejalan dengan hal tersebut Idrus, Tengku. 2013. Penerapan Asesmen Portofolio untuk
hasil belajar siswa menjadi meningkat pula senada dengan hal Meningkatkan Habits of Mind Siswa dan Penguasaan
tersebut hasil penelitian Panasan (2010) juga menyatakan bahwa, Konsep Siswa Kelas XI. UPI: Respository. UPI. Edu.
pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan prestasi dan mampu Marzano, R.J., & McTighe. 1993. Assessing Student Outcomes.
berpikir analitis. Performance Assessment Using the Dimension of Learning
Model. Alexandria, Virginia; Association for Supervision
SIMPULAN and Curriculum Development.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat McBride, J.W., Muhammad I.B., Mohammad A, H., and Martin
diambil kesimpulan bahwa; 1) Sintak pembelajaran inkuiri yang Feinberg. 2004. Using an inquiry approach to teach science
dapat membentuk habits of mind siswa adalah semua langkah baik to secondary school science teachers. Journal. [Online].
dari kegiatan pendahuluan, inti sampai penutup mengarah kepada Tersedia: www.iop.org/journals/physed. [17 November
pembentukan habits of mind siswa. 2) Model pembelajaran inkuiri 2013].
yang dikembangkan valid secara empiris dan logis sesuai dengan Ozdilek, Z., & Nermin B. 2009. The Effect of a Guided Inquiry
tingkat kevalidan yang ditetapkan. 3) Pengembangan model Method on Pre-service Teachers’ Science Teaching Self-
pembelajaran inkuiri berpengaruh positif terhadap hasil belajar Efficacy Beliefs. Journal of Turkish Science Education
siswa. 4) Pengembangan model inkuiri yang dikembangkan efektif
ISBN: 978-602-74245-0-0 251
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Volume 6, Issue 2. [Online]. Tersedia: di Kota Bengkulu. Prosiding ISBN : 978-979-16353-3-2.
http://www.tused.org. [19 November 2013]. Bengkulu.
Panasan, M., & Prasart N. 2010. Learning Outcomes of Project- Rustaman, Nuryani Y. 2008. Kebiasaan Berpikir dalam
Based and Inquiry-Based Learning Activitie. Journal of Pembelajaran Sains dan Asesmennya. Konaspi VI FPMIPA
Social Sciences 6 (2): 252-255,. ISSN 1549-3652. [02 Universitas Pendidikan Indonesia.
November 2013]. Sari, R.M., Nurhadi, Andajani, K. 2011. Pengembangan Bahan Ajar
Pangestu, F., Suyono, Roekhan. 2012. Pengembangan Bahan Ajar Membaca dan Menulis Naskah Drama Terintegrasi Siswa
Pendidikan Berpikir (Kritis dan Kreatif) Berbahasa SMP/MTs Kelas VIII. Artikel Skripsi Universitas
Indonesia SMA Melalui Pembelajaran Lintas Mata Muhamadiyah Malang.
Pelajaran. Artikel Universitas Negeri Malang. Saptorini. 2009. Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis
Richard K,. Coll N. T., & Mark C. L. 2009. Scientists' Habits of Mind Inkuiri Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Inkuiri
as Evidenced by the Interaction Between their Science Guru Kimia Di Kabupaten Demak. Journal of Research In
Training and Religious Beliefs. International Journal of Science Teaching. Journal.unnes.ac.id.
Science Education Vol. 31, No. 6, pp. 725– Suwartaya, Nugroho & Khumaedi. 2013. Pengembangan
755.[Online].Tersedia: perangkat Pembelajaran Model Inkuiri Terbimbing
http://www.informaworld.com/smpp/title~content=t713737 Berrefleksi pada Materi Konduktor dan Isolator Panas.
283. [21 November 2013]. Journal of Primary Education. Vol 2, No 1 (2013).
Risnanosanti. 2009. Penggunaan Pembelajaran Inkuiri Dalam Sugiyono. 2012. Penelitian Kuantitatif dan Kualitataif dan R & D.
Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA Bandung: Alfabeta.

ISBN: 978-602-74245-0-0 252


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
MENGEMBANGKAN DAN MENGUKUR KEMAMPUAN MATHEMATICAL PROBLEM POSING SISWA
Masihi Ariani1, Ahmad Muzaki2, & Siska Ayu Nirmala3
1Guru Pendidikan MIPAMTsN 1 Jonggat
2Dosen Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamIKIP Mataram
3Dosen Fakultas Kesehatan Universitas Qamarul Huda Badaruddin

E-mail: zackyborju@gmail.com

Abstrak: Problem posing merupakan konten yang penting dalam kurikulum matematika. hal ini dikarenakan, jantungnya bermatematika
adalah mengajukan masalah dan menyelesaikannya. Pentingnya konten problem posing, dimuat dalam kurikulum matematika di semua
jenjang sekolah, baik sebagai perangkat pembelajaran (kegiatan belajar yang akan menghasilkan pemahaman konsep dan prosedur yang
mendalam) maupun sebagai objek pembelajaran (kemahiran mengidentifikasi dan memformulasikan masalah dari situasi matematis yang
tidak terstruktur). Pengembangan kemampuan MPP antara lain dengan memberikan tugas latihan matematika yang baik selama
pembelajaran. Sedangkan untuk mengukur kemampuan problem posing yakni dengan menggunakan rubrik penskoran yang terdiri empat
komponen antara lain: pemahaman konsep, solusi masalah, dimensi kreatif dan solusi masalah partner.

Kata Kunci: Kemampuan Mathematical Problem Posing, Tugas Latihan Matematika, Rubrik Penskoran.

PENDAHULUAN tersebut akan mampu membimbing investigasi yang cukup besar


Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis dalam pembelajaran matematika.
dengan beberapa guru matematika, kebanyakan para guru Istilah-istilahproblem posing berelasi dengan problem
menggunakan soal yang ada di buku atau LKS. Mereka beralasan finding (menemukan masalah), problem sensing (merasakan
bahwa soal-soal yang ada di buku yang sudah memiliki ISBN tidak adanya masalah), problem formulating (merumuskan masalah),
diragukan lagi validitas maupun reliabelitasnya. Padahal soal-soal problem creating (mengkreasikan masalah), creative problem
yang ada di buku maupun LKS, walaupun sudah valid dan reliabel discovery (menemukan masalah kreatif), problematizing (membuat
tetapi belum tentu efektif dan tepat untuk mengukur kemampuan masalah), dan problem envisaging (membayangkan masalah)
yang sedang dikembangkan oleh guru tersebut. (Diltone, 1982, Jay and Perkins 1997 dalam Singer dan Voica,
Di bawah ini diberikan contoh soal yang diadopsi dari 2013). Istilah-istilah problem posing tersebut memuat arti
buku matematika. mengekstraksi atau mengidentifikasi masalah baru atau
“Pak Andi memiliki dua mesin penjahit yaitu A dan B. Mesin pertanyaan baru dari serangkaian data atau informasi yang
jahit A menghasilkan 10 baju setiap harinya dan dan mesin B tersedia. Pakar lain mendefinisikan problem posing sebagai
menghasilkan 12 baju setiap harinya. Setiap jam 12.00, kedua kegiatan menurunkan masalah (Dunker, 1945; Silver 1994), atau
mesin jahit diistirahatkan. Jika mesin A dioperasikan lagi pukul memformulasikan masalah lama ke dalam bentuk baru yang lebih
13.00 dan mesin B dioperasikan lagi pukul 14.00. Pada hari terstruktur. English mengartikan problem posing sebagai bentuk
keberapakah kedua mesin jahit tersebut akan memproduksi baju kegiatan kreatif individu yang berlangsung dalam suatu konteks
dalam jumlah yang sama?” yang berhubungan dengan pengalaman masa lalu yang kemudian
Contoh soal di atas tidak tepat digunakan untuk terjadi interaksi antara individu dengan pengetahuan yang telah
mengukur kemampuan berpikir kritis. Soal tersebut lebih tepat dimilikinya (Bonotto, 2013).
digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif. Oleh Padadasarnya, tema problem posing merupakan isu
karena itu, kemampuan mathematical problem posing sangat perlu yang sudah lama. Singer, Elerton dan Cai (2013) memandang
dimiliki oleh guru maupun calon guru. Hal senada juga sesuatu yang baru berkenaan dengan problem posing yaitu
direkomendasikan oleh NCTM (2000) yaitu melalui kemampuan kemampuan untuk mengidentifikasi dan memformulasi masalah
pengajuan masalah, pembelajaran matematika akan mampu dari situasi matematis yang tidak terstruktur. Stoyanova dan
memperluas masalah berikutnya. Pentingnya kemampuan Ellerton (dalam Bonotto, 2013) mengidentifikasi tiga jenis situasi
mathematical problem posing terlukis dalam pernyataan bahwa problem posing yaitu free (bebas), semi-structured (semi-
pengembangan kemampuan matematis membutuhkan terstruktur) dan structured (terstruktur). Dalam situasi problem
kemampuan berimaginasi kreatif matematis yang antara lain posing bebas, mahasiswa mengajukan masalah tanpa batas,
terkembangkan ketika memunculkan pertanyaan baru, mahasiswa dapat mengajukan masalah yang sukar atau yang
menciptakan peluang baru dan memandang pertanyaan lama dari mudah sesukanya. Situasi problem posing semi terstruktur
sudut pandang baru (Ellerton dan Clarkson, 1996 dalam Bonotto, melukiskan mahasiswa dihadapkan pada situasi terbuka dan
2013). diminta mengeksplor struktur situasi tersebut, kemudian
Problem posing merupakan kegiatan memformulasikan melengkapinya dengan menggunakan pengetahuannya,
masalah berkaitan dengan perencanaan karena memungkinkan keterampilannya, konsep dan hubungannya dengan pengalaman
pemberian masalah yang mewakili subtujuan untuk masalah matematis sebelumnya. Sedangkan situasi problem posing
yang lebih besar. Problem posing dipandang sebagai penekanan terstruktur yaitu mahasiswa mengajukan masalah dengan
pada formulasi masalah kunci yang akan memicu kegiatan mereformulasi masalah yang sudah terselesaikan atau
matematis yang lebih luas dan produktif daripada menyelesaikan meragamkan kondisi pertanyaan dari masalah yang diberikan.
masalah untuk menemukan solusinya. Problem posing juga Oleh karena itu, pengembangan kemampuan
dipandang sebagai proses mengajukan pertanyaan yang memicu mathematical problem posing ini sangat penting. Hal ini
berlangsungnya kegiatan matematis yang menghasilkan dikarenakan kemampuan mathematical problem posing di samping
pertanyaan kunci dan pertanyaan sekunder berikutnya. Kegiatan sebagai salah satu komponen dalam pembelajaran, juga sebagai

ISBN: 978-602-74245-0-0 253


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pemicu kemampuan-kemampuan yang lain, misalnya sebagi inkuiri yaitu: pertama: siswa diminta menghasilkan suatu daftar
pemicu kemampuan berfikir dan keyakinan diri siswa dalam belajar sifat-sifat masalah atau kondisi; Kedua: siswa fokus pada tiap
matematika. sifat pada daftar yang telah disusunnya dan kemudian
menyarankan alternatif lain dari sifat tersebut; Ketiga:
PEMBAHASAN mengajukan masalah dan pertanyaan baru berdasarkan pada
Mengukur dan Mengembangkan Kemampuan Mathematical alternatif yang muncul dalamlangkah kedua. Pendekatan ini
Problem Posing. juga mendorong siswa mempertimbangkan makna suatu
1. Mengembangkan Kemampuan Mathematical Problem Posing. masalah daripada memusatkan dan menemukan solusinya.
Pada dasarnya, kemampuan mathematical problem Kerangka Kerja Proyek Mathematical Problem
posingyang selanjutnya akan disingkat MPP siswa dapat Posing
dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran matematika
apapun. Pengembangan kemampuan MPP antara lain dengan
memberikan tugas latihan matematika yang baik selama
pembelajaran. Tugas matematika tersebut antara lain
menyusun pertanyaan/masalah matematika yang relevan
dengan konten matematika yang sedang dipelajari, mencapai
belajar bermakna, menstimuli kemampuan pemecahan
masalah dan penalaran matematis, mendorong motivasi
formulasi masalah dan tumbuhnya disposisi matematis, serta
menciptakan suasana belajar yang kondusif (Webb dan
Coxford, eds 1993, Berman dalam Costa, Ed.2001).
Pernyataan di atas sesuai dengan pendapat Rowland,
Huckstep dan Thwaits (2003 dalam Singer dan Voica, 2013)
bahwa dalam pembelajaran matematika, guru hendaknya
menampilkan tugas pemecahan masalah yang baik atau paling
sedikit merumuskan ulang susunan kata dalam suatu sosal
sesuai dengan tujuan pembelajaran. Guru hendaknya memiliki
kemampuan mengajukan masalah atau memodifikasi masalah
yang sudah ada untuk memperoleh susunan kata yang lebih
sesuai untuk belajar siswa.
Dari paragraf di atas, tergambar bahwa dalam
pembelajaran matematika pada materi apapun, salah satu
tugas guru yang penting adalah menyusun tugas matematika
yang relevan dan menantang untuk berfikir siswa.
Elerton (2013) menawarkan pengembangan Gambar 1. Kerangka kerja menempatkan mathematical
kemampuan MPP melalui pembelajaran dengan proyek tugas problemposing di kelas.
menyusun MPP pada subjek calon guru matematika. Kerangka 2. Mengukur Kemampuan Mathematical Problem Posing.
kerja pembelajaran dengan proyek tugas menyusun MPP Sejumlah pakar mengemukakan bahwa kemampuan
terlukis pada gambar 1. Pembelajaran dalamproyek ini MPP berelasi dengan kemampuan matematika lainnya,
dilaksanakan dalamdua tahap yaitu: a) Kegiatan MPP rutin. misalnya dengan pemahaman konsep matematis (English,
Siswa dihadapkan pada suatu masalah semi–struktural. 1997 dalam Harpen dan Presmeg, 2013), dan dengan
Kemudian mereka diminta menyusun pertanyaan yang serupa kemampuan berfikir kreatif matematis (Cai dan Caferelli, 1994,
atau inversnya dalamkonteks yang sama; b) Kegiatan proyek Chang dkk, 2012, Silver, 1994,1997, Singer danMascovisi,
MPP. Siswa dihadapkan pada suatu masalah metematika 2008 dalam Bonotto, 2013). Silver (1998, dalam Bonotto, 2013)
semi-struktural. Kemudian siswa secara berpasangan diminta mengemukakan bahwa MPP membantu siswa
menyusun dua bentuk masalah lain dengan konten matematika mengembangkan: berfikir matematis, keterampilan
yang sama tetapi dalam konteks yang berbeda. Bentuk mathematical problem solving (MPS), sikap dan rasa percaya
masalah pertama dalamtipe jawaban singkat dan masalah diri dalam matematika dan pemecahan masalah serta
kedua dalam tipe pilihan ganda. Tiap pasangan siswa diminta memperluas pemahaman konsep matematis.
menyelesaikan masalah yang disusunnya dan menyajikannya Sebelum kualitas MPP yang diajukan siswa dan atau
di depan kelas, dan siswa lainnya memberikan sumbangan yang disajikan guru dianalisis lebih rinci, MPP dianalisis dulu
pendapat. Selanjutnya siswa menysun refleksi secara tertulis kelayakannya melalui struktur masalah yang termuat dalam
tentang seluruh pengalamannya. Dalam kegiatan ini, guru tidak MPP tersebut seperti tercantum pada gambar 2.
memberikan petunjuk langsung kegiatan yang harus dikerjakan
siswa.
Pakar lain, Silver (Shriki, 2013) menyarankan strategi
What-If-Not (WIN) untuk mengembangkan kemampuan MPP.
Strategi WIN menuntut siswa menyusun masalah baru
berdasarkan pada masalah yang telah diselesaikan, melalui
proses meragamkan kondisi dari masalah asal. Implementasi
strategi ini mendukung pengembangan kreativitas matematis
siswa. Strategi WIN membimbing siswa melalui tiga tahap
ISBN: 978-602-74245-0-0 254
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Sedangkan menurut penulis, cara pemberian skor
MPP terdiri dari empat komponen yang didasari dari studi Rosli,
Goldsby dan Capraro (2013) yaitu: pemahaman konsep, solusi
masalah, kekreatifan masalah dan solusi masalah partner.
Pemberian skor tiap komponen berdasarkan kriteria seperti
Tabel 2.
Tabel 2. Rubrik Penskoran Mathematical Problem Posing.

SIMPULAN
Pengembangan kemampuan MPP antara lain dengan
memberikan tugas latihan matematika yang baik selama
pembelajaran. Sedangkan untuk mengukur kemampuan problem
posing yakni dengan menggunakan rubrik penskoran yang terdiri
empat komponen antara lain: pemahaman konsep, solusi masalah,
kekreatifan masalah dan solusi masalah partner.

DAFTAR PUSTAKA
Gambar 2. Analisis terhadap kualitas bentuk masalah yang Bonotto, C. (2013). Artifacts as sources for problem-posing
disajikan guru/siswa. activities. Educational Studies in Mathematics (2013)
83:37-55. DOI 10.1007/s10649-012-9441-7.
Selanjutnya MPP yang rasional (memiliki solusi) dan Chang, K-E, Wu, L-J, Weng, S-E, Sung, Y-T. (2012). Embedding
dilengkapi dengan informasi yang cukup dianalisis kedalaman Game-Based Problem-Solving Phase into Problem-Posing
atau tingkat berfikir yang termuat dalam MPP yang System for Mathematics Learning. Coputers & Educational
bersangkutan memiliki kekompleksan yang memadai dengan 58 (2012) 775-786. Journal homepage:
tingkat berfikir siswa. Bila MPP hanya memuat tugas terlalu www.elsevier.com/locate/compedu. Published online: 8
sederhana untuk siswa tingkat kelas tertentu maka MPP November 2012.
tersebut dieliminasi dalam analisis selanjutnya. Kemudian MPP Ellerton, N. F. (2013). Engaging pre-service middle-school teacher
yang telah memenuhi kelayakan (berbentuk pertanyaan atau education students in mathematical problem posing:
masalah matematika yang memiliki solusi, dan kekompleksan development of an active learning framework. Educational
memadai) dinalisis berdasarkan dimensi berfikir kreatif. Studies in Mathematics (2013) 83: 87-101. DOI
Analisis kualitas MPP yang lain ditawarkan oleh 10.1007/s10649-012-9449-z.
Chang, Wu, Weng dan Sung (2012). Chang dkk (2012) NCTM. (2000). Defining Problem Solving. [Online]. Tersedia:
melakukan studi dengan desain pretest-postest dengan http://www.learner.org/channel/courses/teachingmath/grad
memberikan kegiatan problem posing berbantuan ICT untuk esk2/session03/section03 a.html. [Diakses 12 Januari
menilai kemampuan MPS dan MPP siswa kelas 5 dan 6 SD. 2015].
Instrumen untuk mengukur MPP disusun dalam bentuk tugas Rosli, R., Goldsby, D., Capraro, M.M. (2013). Assesing Students’
menyusun soal matematika yaiut: 5 MPP bebas dan 5 MPP Mathematical Problem-Solving and Problem-Posing Skills.
semi-struktural. Selanjutnya, MPP yang disusun siswa Asian Social Science; Vol. 9, No. 16; 2013.
dianalisis berdasarkan dimensi kreatif yaitu: ketepatan, Shriki, A. (2013). A Model for Assesing the Development of
keluwesan, elaborasi, dan keaslian dengan kriteria seperti Students Creativity in the Context of Problem Posing.
tercatum pada Tabel 1. Creative Education, Vol. 4, No. 7, 430-439, 2013.
Tabel 1. Kriteria pemberian skor dimensi kreatif suatu MPP Silver, E. A. (1994). On Mathematical Problem Posing. For the
berdasarkan studi Chang dkk (2013) Learning Mathematics. 14(1), 19-28.
Singer, F. M., Ellerton, N., Cai, J. (2013). Problem Posing Research
in Mathematics Education: New Question and Direction.
Educational Studies in Mathematics (2013) 83:1-7. DOI
10.1007/s10649-013-9478-2.
Singer, F. M., Ellerton, N., Cai, J. (2013). Problem Posing Research
in Mathematics Education: New Question and Direction.
Educational Studies in Mathematics (2013) 83:1-7. DOI
10.1007/s10649-013-9478-2.
Singer, F.M and Voica, C. (2013). A Problem-Solving conceptual
framework and its implication in designing problem-posing
tasks. Educational Studies in Mathematics. (2013). 83: 9-
26. DOI 10.1007/s10649-012-9422-x.
Van Harpen, X. Y., Presmeg, N. C. (2013). An Investigation of
Relationships Between Students’ Mathematical Problem
ISBN: 978-602-74245-0-0 255
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Posing Abilities and Their Mathematical Conten
Knowledge. Educational Studiesin Mathematics. (2013)
83:117-132. DOI. 10.1007/s10649-012-9456-0.

ISBN: 978-602-74245-0-0 256


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
DIAGNOSIS DAN SCAFFOLDING KESULITAN MAHASISWA DALAM MEMAHAMI KONSEP BARISAN DAN
DERET GEOMETRI
Masjudin
Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, FPMIPA IKIP Mataram
E-mail:-

Abstrak: Salah satu tugas penting dosen Matematika adalah melakukan proses diagnosis terhadap kesulitan yang dialami mahasiswa.
Dengan diagnosis yang tepat dosen dapat mengetahui letak kesulitan mahasiswa dalam memahami konsep/materi. Setelah mengetahui
kesulitan yang dialami mahasiswa selanjutnya dosen dapat memberikan scaffolding untuk membantu mahasiswa dalam menyelesaikan
kesulitan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesulitan mahasiswa dalam memahami konsep barisan dan deret
geometri serta memberikan scaffolding untuk mengatasi permasalahan tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Prosedur
penelitian ini akan dilaksanakan sebagai berikut: (1) Melakukan tes diagnosis untuk mendiagnosis letak kesulitan; (2) Memberikan
scaffolding untuk membantu menyelesaikan masalah; (3) Melakukan wawancara dengan dengan beberapa subjek untuk mengklarifikasi
letak kesulitan yang diperoleh pada tes diagnosis dan mencari kesulitan lain yang tidak terungkap; (4) Melakukan tes akhir. Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa kesulitan yang dialami oleh mahasiswa dalam mempelajari barisan dan deret
geometri antara lain: (1) mahasiswa kesulitan dalam membuktikan rumus suku ke n dan rumus jumlah n suku pertama dari barisan
geometri. (2)Mahasiswa masih kesulitan dalam membuat model matematika dari permasalahan-permasalahan yang ada dalam
kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, Scaffolding yang efektif diberikan kepada mahasiswa yang mengalami kesulitan adalah dengan
membuatkan lembar kerja mahasiswa berbasis inquiry discovery learning

Kata Kunci: Diagnosis, Scaffolding, Kesulitan, Barisan dan Deret Geometri.

PENDAHULUAN akan mengalami persoalan belajarnya mesing-masing secara


Pada dasarnya, matematika terbentuk dari pengalaman individu, dan akan mengalami berbagai jenis kesulitan belajar yang
manusia dalam dunia secara empiris. Karena matematika sebagai berbeda pula, sesuai dengan karakteristik dan potensinya masing-
aktivitas manusia kemudian pengalaman itu diproses dalam dunia masing. Selanjutnya kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik
rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran di tersebut diberikan scaffolding sehingga kesulitan-kesulitan
dalam struktur kognitif, sehingga sampailah pada suatu kesimpulan tersebut semakin berkuring bahkan akan hilang.
berupa konsep-konsep matematika. James dan James (dalam Secara sederhana, scaffolding dapat diartikan sebagai
Eliska, 2012) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang suatu teknik pemberian bantuan belajar secara terstruktur, yang
logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep dilakukan pada tahap awal untuk mendorong peserta didik agar
yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang dapat belajar secara mandiri. Pemberian bantuan belajar ini tidak
banyak. Matematika sebagai suatu struktur dan konsep dilakukan secara terus menerus, tetapi seiring dengan terjadinya
seharusnya dipahami dengan baik sehingga dapat diaplikasikan peningkatan kemampuan peserta didik, secara berangsur-angsur
dengan baik pula. guru harus mengurangi dan melepaskan peserta didik untuk belajar
Penguasaan konsep matematika yang baik oleh peserta secara mandiri. Jika peserta didik belum mampu mencapai
didik merupakan suatu tanggung jawab pendidik. Penguasaan kemandirian dalam belajarnya, guru kembali memberikan bantuan
konsep matematika peserta didik dapat diketahui salah satunya bagi peserta didik sehingga memperoleh kemajuan sampai mereka
dengan melakukan diagnosis kesulitan peserta didik dalam benar-benar mampu mencapai kemandirian.
memahami konsep. Dengan melaksanakan diagnosis tersebut Secara operasional, scaffolding dapat ditempuh
maka akan dapat diinventaris kesulitan-kesulitan peserta didik melalui tahapan berikut:
dalam memahami konsep suatu materi. 1. Melaksanakan asesmen kemampuaan awal dan taraf
Kesulitan belajar (Learning Difficulty) adalah suatu perkembangan setiap siswa untuk menentukan Zone of
kondisi dimana kompetensi atau prestasi yang dicapai tidak sesuai Proximal Development (ZPD), yakni wilayah perkembangan
dengan kriteria standar yang telah ditetapkan. Kondisi yang siswa yang masih berpotensi dan berpeluang untuk
demikian umumnya disebabkan oleh banyak factor, diantaranya ditingkatkan dan dioptimalkan melalui bantuan guru, teman,
faktor biologis atau fisiologis, terutama berkenaan dengan kelainan atau lingkungan pembelajaran tertentu, termasuk di dalamnya
fungsi otak yang lazim disebut sebagai kesulitan dalam belajar pemanfaatan teknologi
spesifik, serta faktor psikologis yaitu kesulitan belajar yang 2. Menjabarkan tugas-tugas dan aktivitas belajar secara rinci
berkenaan dengan rendahnya motivasi dan minat belajar. sehingga dapat membantu siswa melihat zona yang perlu di-
Kesulitan Belajar adalah hambatan/ gangguan belajar scaffold.
pada anak dan remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan 3. Menyajikan struktur/tugas belajar secara jelas dan bertahap
yang signifikan antara taraf integensi dan kemampuan akademik sesuai taraf perkembangan siswa, yang dapat dilakukan
yang seharusnya dicapai. Hal ini disebabkan oleh gangguan di melalui: penjelasan, dorongan (motivasi), dan pemberian
dalam sistem saraf pusat otak (gangguan neorubioligis) yang dapat contoh (modeling).
menimbulkan gangguan perkembangan seperti gangguan 4. Mendorong siswa untuk menyelesaikan tugas belajar secara
perkembangan bicara, membaca, menulis, pemahaman, dan mandiri.
berhitung. Anak-anak disekolah pada umumnya memiliki
karakteristik individu yang berbeda, baik dari segi fisik, mental, Sementara itu, Applebee dan Langer mengidentifikasi
intelektual, ataupun social-emosional. Oleh karena itu mereka juga 5 (lima) langkah pembelajaran scaffolding yaitu:

ISBN: 978-602-74245-0-0 257


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
1. Intentionally; mengelompokkan bagian kompleks yang hendak Dalam penelitian kualitatif, instrument utama adalah
dikuasai siswa menjadi beberapa bagian yang spesifik dan peneliti sendiri atau yang lain yang membantu peneliti. Dalam
jelas dan merupakan satu kesatuan yang utuh untuk mencapai penelitian kualitatif peneliti merupakan unsur utama bagi
kompetensi secara utuh. keseluruhan proses penelitian, karena peneliti merupakan
2. Appropriateness; memfokuskan pada pemberian bantuan pada perencana, pelaksana, pengumpul data, penafsir data, dan
aspek-aspek yang belum dikuasai siswa secara maksimal. pada akhirnya sebagai pelapor hasil penelitian (Meleong, 2010)
3. Structure; memberikan model agar siswa dapat belajar dari 2. Naskah Tes Diagnosis
model yang ditampilkan. Model tersebut dapat diberikan Naskah tes diagnosis dalam penelitian ini berupa
melalui proses berfikir, diverbalkan dalam kata-kata, atau lembar soal yang akan diberikan kepada mahasiswa yang
melalui perbuatan. Kemudian, siswa diminta untuk sudah mempelajarai materi barisan dan deret geometri.
menjelaskan apa yang telah dipelajari dari model tersebut. Selanjutnya instrument Lembar tugas divalidasi oleh ahli, yaitu
4. Collaboration; melakukan kolaborasi dan memberikan respons ahli pendidikan matematika. Validasi diarahkan pada:
terhadap tugas yang dikerjakan siswa. kesesuaian masalah yang diberikan dengan tujuan penelitian,
5. Internalization: memantapkan pemilikan pengetahuan yang konstruksi masalah dan kesesuaian bahasa yang digunakan.
dimiliki siswa agar dikuasainya dengan baik dan menjadi 3. Naskah scaffolding
bagian dari dirinya. Naskah scaffolding dalam penelitian ini berupa
lembar kerja terstruktur yang akan diisi oleh peserta didik yang
Jika kita berpegang pada Permendikbud No.65/2013 akan dijadikan subjec yang mengalami kesulitan dalam
tentang Standar Proses Pembelajaran, yang di dalamnya memahami konsep barisan dan deret geometri
mengisyaratkan tentang pentingnya penerapan pendekatan 4. Pedoman wawancara
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, maka Wawancara dilakukan hanya untuk memperjelas,
penguasaan pendidik tentang Scaffolding ini tampaknya menjadi mendalami masalah atau mengklarifikasi kesulitan-kesulitan yang
penting agar peserta didik dapat mengembangkan potensi yang dikemukakan oleh mahasiswa. Karena itu wawancara yang
dimilikinya secara optimal. Pelaksanaan diagnosis dan pemberian digunakan adalah wawancara tak terstruktur, yaitu untuk
scaffolding pada dasarnya sangat penting dilakukan pada setiap menemukan informasi yang tidak baku untuk mendalami suatu
materi pelajaran. Termasuk materi barisan dan deret geometri. masalah yang menekankan pada penyimpangan, penafsiran yang
Barisan dan deret geometri merupakan salah satu materi yang tak lazim, penafziran kembali, atau pendekatan baru. Pada
sangat penting. Barisan dan deret geometri banyak kegunaannya wawancara tak terstruktur, pertanyaan tidak disususn terlebih
misalnya dalam menghitung waktu paruh, menghitung jumlah dahulu, tetapi disesuaikan dengan keadaan dan ciri yang unik dari
pertumbuhan bakteri, menghitung bunga bank, dll. responden (Subanji, 2007)
Dengan melakukan diagnosis dan pemberian scaffolding Prosedur penelitian yang akan dilakukan pada penelitian
terhadap kesulitan mahasiswa dalam melakukan proses ini adalah: (1) Melakukan tes diagnosis untuk mendiagnosis letak
pembelajaran akan memberikan hasil yang maksimal dalam proses kesulitan; (2) Melakukan wawancara dengan dengan beberapa
dan pencapaian hasil belajar. Berdasarkan uraian di atas, maka subjek untuk mengklarifikasi letak kesulitan yang diperoleh pada
dilaksanakan penelitian dengan judul “Diagnosis Dan Scaffolding tes diagnosis dan mencari kesulitan lain yang tidak terungkap; (3)
Kesulitan Mahasiswa dalam memahami konsep Barisan Dan Deret Memberikan scaffolding untuk membantu menyelesaikan masalah
Geometri”. (4) Melakukan tes akhir.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan
1. Mengetahui kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam dengan langkah-langkah: (1) menelaah seluruh data yang tersedia
memahami konsep barisan dan deret geometri dari berbagai sumber, yaitu dari hasil tes awal, wawancara, dan
2. Mendeskripsikan upaya pemberian scaffolding untuk pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, (2)
mengatasi kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam mengadakan reduksi data yang abtraksi. Abstraksi merupakan
memahami konsep barisan dan deret geometri. usaha rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan
yang perlu dijaga untuk tetap berada di dalamnya, (5)
METODE PENELITIAN menggambarkan kesulitan yang dialami mahasiswa, (6) pemberian
Penelitian ini mengungakap proses berpikir tukang bata scaffolding, (7) analisis hal-hal yang menarik dan (8) menarik
dalam memecahkan masalah menghitung jumlah produsi bata. kesimpulan.
Data yang dikumpulkan adalah data verbal dan hasil proses
konstruksi dengan mengungkapkan proses berpikir tukang bata, Keabsahan data merupakan hal yang penting dalam
maka penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian kualitatif- penelitian. Untuk mengecek keabsahan data yang digunakan
eksploratif (Subanji, 2007). Dengan demikian, pendekatan dalam teknik triagulasi data, yaitu suatu teknik pemeriksaan keabsahan
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif. data dengan menanfaatkan sesuatu di luar data itu untuk keperluan
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Kuliah pengeecekan atau sebagai pembanding terhadap data (Meleong,
Semester Pendek (KSP) semester genap di Program studi 2010).
pendidikan matematika IKIP Mataram tahun akademik 2014/2015. Tringaluasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
Subjek penelitian sebanyak 19 orang. Selanjutnya 3 orang tringaluasi dengan sumber, yaitu membanding data hasil
dijadikan sampel wawancara. Pemilihan subjek terbatas hanya 3 pengamatan teman sejawat dengan hasil observasi peneliti, data
orang karena keterbatasan peneliti, dan juga agar pengamatan hasil pekerjaan mahasiswa, dan data hasil wawancara.
menjadi lebih rinci dan mendalam.
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan
instrumen sebagai berikut:
1. Peneliti
ISBN: 978-602-74245-0-0 258
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN yang diberikan lembar tugas berjumlah 19 orang yang berasal
A. HASIL DIAGNOSIS KESULITAN MAHASISWA dari empat kecamatan yang telah disurvey. Adapun hasil
Pengambilan data dilaksanakan dengan memberikan analisis data lembar tugas disajikan pada table berikut.
lembar soal diagnosis kesulitan mahasiswa. Mahasiswa bata
Tabel 1. Hasil Analisis Tugas Mahasiswa

MAHASIS-WA NOMOR SOAL


PROSENTASE
(M)
1 2 3 4 5 6
M1 33%
M2 33%
M3 50%
M4 67%
M5 67%
M6 16%
M7 80%
M8 67%
M9 50%
M10 16%
M11 67%
M12 50%
M13 50%
M14 16%
M15 16%
M16 67%
M17 50%
M18 100%
M19 16%
Persentase
100% 36% 63% 47% 0% 0%
jawaban benar

Keterangan:
Soal yang dapat dijawab dengan benar
Soal yang dijawab dengan salah
Soal yang tidak dijawab sama sekali

Bedasar data di atas terlihat maka dapat diperoleh mahasiswa. Banyak yang tidak menjawab. Dan 2 orang
informasi bahwa: menjawab dengan salah. Kesalahan ini muncul karena
1. Semua mahasiswa dapat menjawab soal nomor satu mahasiswa tidak urut dalam menyebutkan apa yang
dengan baik dan benar. Artinya, semua mahasiswa dapat diketahui dari soal. Sehingga salah dalam membuat
mendefinisikan barisan dan deret geometri dengan baik rumus suku ke-n dan jumlah n suku pertama.
dan benar. Dengan demikian, semua mahasiswa sudah 3. Soal nomor dua adalah mendiagnosa kesulitan
memahami definisi barisan dan deret geometrid an tidak mahasiswa dalam menghitung nilai suatu suku dari
memiliki kesulitan apapun barisan geometri. Dari data tersebut diketahui bahwa
2. Soal nomor dua adalah mendiagnosa kesulitan 63% mahasiswa dapat menjawab. Dengan
mahasiswa dalam membuat model rumus suku ke-n dan memperhatikan lembar jawaban mahasiswa diperoleh
jumlah n suku pertama barisan dan deret geometri. Dari informasi bahwa 6 orang mahasiswa menjawab dengan
data tersebut diketahui bahwa 36% mahasiswa dapat rumus suku ke-n. dan 5 orang menjawab dengan
membuat model rumus suku ke-n dan jumlah n suku menghitung secara manual. Akibatnya. Mahasiswa yang
pertama barisan dan deret geometri. Artinya masih menjawab manual karena mereka tidak dapat
banyak (64%) mahasiswa yang mengalami kesulitan menemukan rumus suku ke-n pada soal nomor dua.
dalam membuat rumus suku ke-n dan jumlah n suku Uniknya, 1 orang yang lainnya yang menjawab dengan
pertama. Dengan memperhatikan lembar jawaban benar, menggunakan rumus, tapi tidak menjawab soal
ISBN: 978-602-74245-0-0 259
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
nomor 2. Hal ini disebabkan dia hanya menghafal rumus, Dalam mendefinisikan barisan geometri, mahasiswa
tapi tidak memahami dengan baik. 7 orang lainnya mendefinisikannya sebagai berikut.
menjawab soal, akan tetapi hasilnya salah. Mereka
menyelesaikan soal dengan cara manual, tapi salah
dalam menentukan apa yang diketahui dari soal.
4. Soal nomor empat adalah mendiagnosa kesulitan
mahasiswa dalam menghitung jumlah n suku pertama
dari barisan geometri. Dari data tersebut diketahui bahwa
47% mahasiswa dapat menjawab. Dengan Gambar 1. Hasil Pekerjaan dan Definisi Barisan Geometri Oleh
memperhatikan lembar jawaban mahasiswa diperoleh M1
informasi bahwa 6 orang mahasiswa menjawab dengan
baik dan benar. Dalam menyelesaikan soal mereka
menggunakan rumus jumlah n suku pertama. dan 5 orang Definisi lainnya oleh M3 sebagai berikut:
menjawab dengan menghitung secara manual.
Akibatnya. Mahasiswa yang menjawab manual karena
mereka tidak dapat menemukan rumus suku ke-n pada
soal nomor dua. Tapi mereka menjawab dengan benar.
Uniknya, 1 orang yang lainnya yang menjawab dengan Gambar 2. Hasil Pekerjaan dan Definisi Barisan Geometri oleh
benar, menggunakan rumus, tapi tidak menjawab soal M3
nomor 2. Hal ini disebabkan dia hanya menghafal rumus,
tapi tidak memahami membuat modelnya dengan baik. 7
orang lainnya menjawab soal, akan tetapi hasilnya salah. Selanjutnya pendefinisian barisan geometri oleh M17
Mereka menyelesaikan soal dengan cara manual, tapi Sebagai berikut.
salah dalam menentukan apa yang diketahui dari soal.
5. Soal nomor lima dan enam adalah mendiagnosa
kesulitan mahasiswa dalam membuktikan rumus suku ke
n dan rumus jumlah n suku pertama dari barisan
geometri. Dari data tersebut diketahui bahwa 100%
mahasiswa tidak dapat membuktikan. 18 orang tidak Gambar 3. Hasil Pekerjaan dan Definisi Barisan Geometri oleh
menjawab dan 1 orang menjawab, tapi salah. M17
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa beberapa
kesulitan yang dialami oleh mahasiswa dalam mempelajari Pendefinisian berbeda-beda namun memiliki
barisan dan deret antara lain: maksud mereka sama, mereka hanya memiliki perbedaan
1. Mahasiswa kesulitan dalam membuktikan rumus suku ke redaksi. Hal ini menyebabkan peneliti memberikan pandangan
n dan rumus jumlah n suku pertama dari barisan bahwa pendapat pendapat tersebut sudah benar. Sambil
geometri. BeM13asar hasil diskusi dengan mahasiswa, menjelaskan “Silahkan gunakan definisi masing-masing
Kesulitan ini disebabkan oleh beberapa alasan: (1) walaupun berbeda, yang penting maksud yang kalian pahami
Selama ini mahasiswa tidak diajarkan membuktikan sama”.
rumus di sekolah, baik pada materi barisan dan deret Selanjutnya, dalam menemukan rumus suku ke-n
maupun materi lainnya. Mereka hanya diajarkan dengan suatu barisan geometri. Dengan bantuan LKM, beberapa
memberikan rumus langsung, memberikan contoh soal, mahasiswa dapat menemukan rumus suku ke n. berikut hasil
dan memberikan latihan. (2) mahasiswa cepat bosan pekerjaan salah seorang mahasiswa.
dalam belajar dengan membuktikan rumus karena
membuktikan rumus dirasakan terlalu sulit dan
membosankan.
2. Mahasiswa masih kesulitan dalam membuat model
matematika dari permasalahan-permasalahan yang ada
dalam kehidupan sehari-hari. Kesulitan-kesulitan ini
disebabkan karena mahasiswa tidak menjawab soal
secara runtun, miaslnya (1) menetukan yang diketahui
dari soal; (2) menentukan yang ditanyakan; (3)
menentukan langkah penyelesaian, dan (4) melakukan
penyelesaiaan, (5) menarik kesimpulan.
B. PEMBERIAN SCAFFOLDING Gambar 4. Hasil Pekerjaan M19 tentang Rumus Suku ke-n
Proses pemberian scaffolding dilaksanakan dalam
pembelajaran. Pemberian scaffolding dilakukan dengan Dalam penyelidikan untuk menemukan rumus suku
memberikan naskah scaffolding. Naskah scaffolding yang ke-n barisan geometri, beberapa mahasiswa juga
dimaksud berupa pemberian lembar kerja mahasiswa. lembar mendapatkan suatu kesulitan sehingga peneliti membantu
kerja mahasiswa dibuat mengacu pada kesulitan-kesulitan dengan memberikan penjelasan. Demikian halnya dalam
yang dialami mahasiswa setelah dilaksanakan diagnose menemukan rumus jumlah n suku pertama suatu barisan
kesulitan mahasiswa. berikut hasil mahasiswa dalam geometri. Peneliti memberikan bimbingan dalam
mengerjakan lembar kerja mahasiswa. menyelesaikan LKM
ISBN: 978-602-74245-0-0 260
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Selanjutnya, dalam membuat model matematika, yang cukup aktif di kelas, sering mengajari teman-teman
pertama-tama peneliti memberikan contoh dan mengajarkan kelompoknya pada saat pembelajaran, memiliki kemampuan
cara menyeleasaikan permasalahan dengan mengidentifikasi yang cukup baik dalam memahami konsep, dan berdasasar
apa yang diketahui, merencanakan penyelesaian, pada hasil tes diagnose kesulitan termasuk mahasiswa yang
melaksanakan penyelesaian, dan menarik kesimpulan. berkemampuan tinggi.
Selanjutnya mahasiswa focus menyelesaiakan permasalahan Selanjutnya peneliti memilih M10 sebagai objek
yang ada pada LKM. Mahasiswa sudah mulai terbiasa dan wawancara dengan pertimbangan berdasar nilai hasil tes
terbimbing dengan menentukan yang diketahui, yang diagnose kesulitan termasuk mahasiswa yang berkemampuan
ditanyakan, dan cara menyelesaikan masalah dalam rendah. Dalam pembelajaran M10 merupakan mahasiswa
kehidupan sehari-hari. yang tergolong mahasiswa agak pendiam. Terakhir peneliti
Kegiatan scaffolding dengan memberikan bantuan memilih M13 sebagai objek wawancara dengan pertimbangan
berupa LKM cukup membantu mahasiswa dalam memahami M13 merupakan mahasiswa yang cukup aktif di kelas, berdasar
konsep barisan dan deret geometri. pada hasil tes diagnose kesulitan M13 termasuk mahasiswa
C. WAWANCARA DENGAN 3 ORANG MAHASISWA yang berkemampuan sedang
Setelah scaffolding dilaksanakan, peneliti melakukan Berdasar hasil wawancara dengan ketiga objek
wawancara dengan 3 orang mahasiswa. Kegiatan wawancara wawancara dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara lebih dalam scaffolding mahasiswa dapat menguasai konsep barisan dan
pemahaman mahasiswa dalam memahami materi barisan dan deret dengan baik.
deret. D. TES AKHIR MAHASISWA
Penentuan objek wawancara didasarkan pada hasil Pengambilan data dilaksanakan dengan memberikan
tes diagnose kesulitan. Masing-masing objek dipilih berdasar lembar soal diagnosis kesulitan mahasiswa. Mahasiswa bata
tingkat kemampuan, yaitu mahasiswa yang berkemampuan yang diberikan lembar tugas berjumlah 19 orang yang berasal
rendah, sedang, dan tinggi. Peneliti memilih M4 sebagai objek dari empat kecamatan yang telah disurvey. Adapun hasil
wawancara dengan pertimbangan M4 merupakan mahasiswa analisis data lembar tugas disajikan pada table berikut.
Tabel 2. Hasil Analisis Tes Evaluasi Mahasiswa

NOMOR SOAL
MAHASIS-WA
1 2 3 4 5 PROSENTASE
(M)
a B a b C A b c D
M1 100%
M2 100%
M3 100%
M4 100%
M5 82%
M6 100%
M7 91%
M8 100%
M9 100%
M10 100%
M11 100%
M12 100%
M13 100%
M14 100%
M15 100%
M16 91%
M17 91%
M18 100%
M19 73%
Persentase 100 100 100 100 100 100
90% 95% 84% 95% 95%
jawaban benar % % % % % %

Keterangan:

ISBN: 978-602-74245-0-0 261


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

Soal yang tidak dapat dijawab dengan benar

soal yang dijawab dengan benar pembelajaran yang lebih berorientasi kepada student
Bedasar data di atas terlihat maka dapat diperoleh center learning.
informasi bahwa hampir semua mahasiswa sudah memehami b. Membimbing peserta didik dengan cara menemukan
materi dengan sangat baik. Ada beberapa kesalahan kecil rumus, dan tidak hanya dengan menghafal rumus
yang terjadi, pada M19, tapi itu karena keteledoran dalam c. Menggunakan media pembelajaran yang dapat
memasukkan bilangan saja. mengantarkan eserta didik berfikir secara aktif dan efktif,
misalnya lembar kerja yang berorientasi pada inquiry
SIMPULAN discovery learning.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat 2. Kepada peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian
disimpulkan bahwa terkait dengan diagnose dan scaffolding, disarankan agar
1. Terdapat beberapa kesulitan yang dialami oleh mahasiswa memperbanyak subjeck wawancara dan lebih heterogen.
dalam mempelajari barisan dan deret geometri antara lain:
a. Mahasiswa kesulitan dalam membuktikan rumus suku ke DAFTAR PUSTAKA
n dan rumus jumlah n suku pertama dari barisan Juliangkar, Eliska, 2012. Proses Berpikir Mahasiswa Matematika
geometri. Berdasar hasil diskusi dengan mahasiswa, Ikip Mataram Dalam Membuktikan Keterbagian
Kesulitan ini disebabkan oleh beberapa hal: (1) Selama Berdasarkan Teori Pemrosesan Informasi. Malang:
ini mahasiswa tidak diajarkan membuktikan rumus di Universitas Negeri Malang.
sekolah, baik pada materi barisan dan deret maupun Khodijah, Nyayu. 2006. Psikologi Belajar. Palembang: IAIN Raden
materi lainnya. Mereka hanya diajarkan dengan Fatah Press Suriasumantri (ed), 1983. Psikologi
memberikan rumus langsung, memberikan contoh soal, Pendidikan. Diakses dari http://www.andragogi.com.
dan memberikan latihan. (2) mahasiswa cepat bosan Senin, 12 Desember 2012 Suryabarata
dalam belajar dengan membuktikan rumus karena Moleong, L.J. 2010. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung:
membuktikan rumus dirasakan terlalu sulit dan Remaja Rosdakarya Moleong, L.J. 2010. Metodelogi
membosankan. Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
b. Mahasiswa masih kesulitan dalam membuat model Muhammad Rizal. 2011. Proses Berpikir Siswa SD Berkemampuan
matematika dari permasalahan-permasalahan yang ada Matematika Tinggi Dalam Melakukan Estimasi Masalah
dalam kehidupan sehari-hari. Kesulitan-kesulitan ini Berhitung. Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
disebabkan karena mahasiswa tidak menjawab soal Pendidikan, dan Penerapan MIPA Tanggal 14 Mei 2011,
secara runtun, miaslnya (1) menetukan yang diketahui hal 19 -28. Yogyakarta: FMIPA, Universitas Negeri
dari soal; (2) menentukan yang ditanyakan; (3) Yogyakarta.
menentukan langkah penyelesaian, dan (4) melakukan Ruffini, Michael F. 2004.Using emindmaps as a graphic organizer
penyelesaiaan, (5) menarik kesimpulan. Dan kesalahan for instruction. Dambil pada tanggal 22 Januari 2009, dari
juga banyak terjadi karena mahasiswa tidak memahami http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132302517/mind%2
cara menyelesaikan masalah dengan model polya 0map.pdf.
2. Scaffolding yang efektif diberikan kepada mahasiswa yang Subanji. 2007. Proses Berpikir KovariasionalPseudo Dalam
mengalami kesulitan adalah dengan membuatkan lembar Mengkonstruksi Grafik FungsiKejadian Dinamika
kerja mahasiswa berbasis inquiry discovery learning Berkebalikan. Disertasitidak dipublikasikan. Surabaya:
sehingga mahasiswa dapat menemukan sendiri rumus- Pascasarjana UNESA.
rumus barisan dan deret geometri dengan bimbingan dosen Sudarman. 2009. Proses Berpikir siswa climber dalam
dan lembar kerja yang terstruktur dengan baik menyelesaikan masalah matematika. Jurnal Didaktita Vol
10 No 1, Hal 1 – 9. Diunduh dari http: //
SARAN http://eprints.uny.ac.id/10096/1/P%20-%2084.pdf. tanggal
1. Kepada dosen dan guru, dalam membelajarkan peserta didik 9 Desember 2013.
disarankan agar Vygotsky, L.S.1978. Mind and Society The Develoment of Higher
a. Melaksanakan pembelajaran tidak hanya dengan Psycologcal Processes. London. Harvad University Press.
ceramah, memberikan contoh soal, dan memberikan Widiharto, Rahmadi 2008. Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika
latihan. Akan tetapi dengan cara menerapkan SMP Dan Alternatif Proses Remidinya. Jakarta: Depdiknas
Direktorat PMPTK PPPG Matematika.

ISBN: 978-602-74245-0-0 262


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PEMODELAN REGRESI NONPARAMETRIK KERNEL PADA NILAI TES SPMB
TERHADAP INDEKS PRESTASI MAHASISWA
Maulid Huda Adh Dhuhri1), Sanapiah2) & Baiq Rika Ayu Febrilia3)
1,2,3 Fakultas
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IKIP Mataram
Email: maulidhuda@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui model regresi nonparametrik Kernel pada nilai tes Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (SPMB) terhadap Indeks Prestasi (IP) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Angkatan 2014 IKIP Mataram. Dalam
penelitian ini, peneliti mencoba mencari hubungan yang mungkin terjadi antara Nilai Tes SPMB dengan IP Mahasiswa dengan
menggunakan regresi nonparametrik Kernel. Variabel respon (Y) adalah IP Mahasiswa dan variabel prediktor (X) adalah nilai tes SPMB.
Dalam mengestimasi kurva regresi digunakan pendekatan secara nonparametrik, yaitu dengan pendekatan Kernel, fungsi Kernel Gauss,
estimator Nadaraya-Watson dan pemilihan bandwidth optimum menggunakan Cross Validation. Model regresi yang diperoleh dalam
penelitian ini dapat digunakan untuk memprediksi nilai IP Mahasiswa apabila diberikan nilai tes SPMB tertentu, agar mahasiswa lulus
dengan standar minimal IP 2.75 maka dengan model yang diperoleh peneliti memprediksi mahasiswa harus mendapat nilai tes SMPB
pada rentang 45-50. Batasan nilai tes SPMB ini, bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan kampus untuk menerima calon mahasiswa
baru IKIP Mataram.

Kata Kunci: Tes SPMB, IP Mahasiswa, Regresi Nonparametrik Kernel, Fungsi Kernel Gauss, Estimator Nadaraya-Watson

PENDAHULUAN METODE
Tujuan diadakannya SPMB di kampus IKIP Mataram Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kausal
adalah untuk menjaring dan menyaring calon mahasiswa yang komparatif. Menurut Narbuko dan Achmadi (2003) penelitian
mempunyai kemampuan akademik untuk mengikuti dan kausal komparatif bersifat ex post facto artinya dikumpulkan
menyelesaikan pendidikan sesuai dengan batas waktu yang telah setelah semua kejadian yang diperoleh berlangsung atau lewat dan
ditetapkan. Sehingga diharapkan dengan seleksi ini dapat mengambil satu atau lebih akibat serta menguji data itu dengan
dihasilkan lulusan yang berkualitas baik. Akan tetapi, harapan menelusur ke masa lalu untuk mencari hubungan sebab-akibat.
tersebut tidak selamanya dapat tercapai, karena seringkali didapat Dalam penelitian ini yang menjadi variabel 𝑋 (variabel bebas) yaitu
mahasiswa yang prestasi belajar atau indeks prestasinya kurang nilai tes SPMB dan yang menjadi variabel 𝑌 (variabel terikat) yaitu
memadai/rendah. Indeks Prestasi Mahasiswa angkatan 2104. penelitian ini
Hal tersebut di atas terjadi juga pada IKIP Mataram, menggunakan pendekatan kuantitatif karena data yang diambil
penyebab indeks prestasi mahasiswa rendah karena sistem atau dikumpulkan di lapangan adalah berbentuk angka yang cara
penerimaan mahasiswa baru IKIP Mataram berbeda dengan penyelesaiannya menggunakan hitungan statistik. Adapun teknik
perguruan tinggi lainnya. Mahasiswa baru yang masuk IKIP pengumpulan data pada penelitian ini meliputi sumber data, jenis
Mataram bebas dari jurusan manapun pada saat SMA-nya. Begitu data, dan cara pengambilan data akan dijelaskan dibawah ini:
juga yang terjadi pada jurusan Pendidikan Matematika IKIP 1) Sumber Data
Mataram. Berdasarkan angket yang disebarkan, mahasiswa Sumber data penelitian diperoleh dari IKIP Mataram
angkatan 2014 program studi pendidikan Matematika terdiri dari tahun akademik 2014/2015.
berbagai jurusan pada saat SMA-nya, mereka tidak hanya dari 2) Jenis Data
jurusan IPA, ada yang dari jurusan IPS, Bahasa, dan ada juga yang Jenis data penelitian ini adalah data sekunder.
dari jurusan Tata Boga. Karena diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui
Penyebab selanjutnya adalah kurang ketatnya media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).
penyaringan dan penjaringan mahasiswa melalui tes SPMB, 3) Cara Pengambilan Data
sehingga mahasiswa baru yang memiliki nilai tes SPMB rendah - Data nilai tes SPMB Mahasiswa prodi pendidikan
dengan mudah masuk ke IKIP Mataram. Berdasarkan paparan di matematika diperoleh melalui Wakil dekan III FPMIPA
atas, peneliti mencoba mencari model hubungan antara Nilai Tes IKIP Mataram sebagai panitia pelaksana tes SPMB
SPMB dengan Indeks Prestasi Mahasiswa Program Studi
Mahasiswa baru angkatan 2014.
Matematika IKIP Mataram. Untuk melihat pola hubungan antara
nilai tes SPMB dengan Indeks Prestasi Mahasiswa prodi - Data indeks prestasi mahasiswa prodi Matematika
matematika, peneliti menggunakan regresi nonparametrik karena FPMIPA IKIP Mataram diperoleh dari ketua tingkat
data yang peneliti gunakan tidak terikat asumsi bentuk kurva masing-masing kelas yang akan diteliti.
regresi tertentu dengan kata lain tidak ada informasi sebelumnya
mengenai bentuk kurva regresi. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kurva regresi berdasarkan pendekatan nonparametrik ini, 1) Regresi Nonparametrik Kernel
diwakili oleh model yang disebut model regresi nonparametrik. Smoothing kernel adalah suatu teknik smoothing dalam
Dalam penelitian ini, pendekatan regresi nonparametrik yang regresi nonparametrik untuk menduga kondisi yang diharapkan
digunakan adalah pendekatan kernel, karena pendekatan ini dari variabel acak. Smoothing dengan pendekatan kernel yang
memiliki bentuk yang lebih fleksibel dan perhitungan matematisnya selanjutnya dikenal sebagai kernel smoother sangat tergantung
mudah dikerjakan. pada fungsi kernel dan bandwith. Taksiran kepadatan kernel
sangat tergantung pada fungsi kernel yang digunakan, dinamakan
fungsi kernel didefinisikan dengan:

ISBN: 978-602-74245-0-0 263


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
1 𝑥
𝐾ℎ (𝑥) = 𝐾 ( ), untuk −∞ < 𝑥 < ∞, ℎ > 0 (1) maka didapatkan estimator Nadaraya-Watson sebagai
ℎ ℎ berikut:
Estimator densitas kernel untuk fungsi densitas 𝑓(𝑥) 𝑥−𝑋𝑖
∑𝑛
𝑖=1 𝐾( )𝑌𝑖
didefinisikan sebagai berikut: 𝑟̂ (𝑥) = ℎ
𝑥−𝑋𝑖
1 1 𝑥−𝑋 ∑𝑛 𝐾( )
𝑓̂ℎ (𝑥) = ∑𝑛𝑖=1 𝐾ℎ (𝑥 − 𝑋𝑖 ) = ∑𝑛𝑖=1 𝐾 ( 𝑖) (2) 𝑛
𝑖=1 ℎ
𝑛 𝑛ℎ ℎ
dimana bentuk bobot kernel ditentukan oleh fungsi kernel 𝑟̂ (𝑥) = ∑ 𝑤𝑖 (𝑥)𝑌𝑖
𝐾 dan ℎ adalah derajat smoothing kernel yang disebut parameter 𝑖=1
bandwith dan berperan untuk mengontrol penyebaran dari fungsi dengan
𝑓̂ℎ (𝑥). Dan terlihat bahwa 𝑓̂ℎ (𝑥) tergantung pada fungsi kernel 𝐾
dan parameter ℎ. Kriteria pemilihan fungsi kernel yang baik 𝑥 − 𝑋𝑖
𝐾( )
berdasarkan pada resiko kernel minimum yang dapat diperoleh dari 𝑤𝑖 (𝑥) = ℎ
kernel optimal atau kernel-kernel dengan variansi minimum 𝑥 − 𝑋𝑖
∑𝑛𝑖=1 𝐾 ( )
(Laome, 2010: 2). Fungsi Kernel yang digunakan adalah Kernel ℎ
𝑥−𝑋𝑖
Gaussian, dengan ∑𝑛
𝑖=1 𝐾 ( )

∑ 𝑤𝑖 (𝑥) = 𝑥−𝑋𝑖 =1
1 −𝑥 2 ∑𝑛
𝑖=1 𝐾 ( ℎ )
𝐾(𝑥) = (𝑒 2 ) − ∞ < 𝑥 < ∞. (4)
√2𝜋
Nadaraya dan Watson pada tahun 1964 mendefinisikan Jelas bahwa penduga yang disediakan oleh N-W
estimator regresi kernel sehingga disebut estimator Nadaraya- merupakan sebuah rataan terbobot 𝑋𝑖 dari 𝑌𝑖 (Puspitasari et al.,
Watson. Untuk mengkonstruksi penduga Nadaraya-Watson (N-W) 2012: 97).
diasumsikan bahwa baik variabel bebas maupun variabel tidak Menurut (Puspitasari et al., 2012: 97) salah satu metode
bebas, keduanya adalah variabel random. Misalkan 𝑟(𝑥) adalah pendekatan yang mungkin dilakukan untuk menemukan sebuah
densitas untuk variabel random 𝑋, 𝑟(𝑦) adalah densitas untuk estimasi yang tidak bias adalah Cross Validation (CV). Metode
variabel random 𝑌 dan 𝑟(𝑥, 𝑦) adalah densitas gabungan untuk Cross Validation atau sering disebut CV adalah metode
variabel random (𝑋, 𝑌), maka: penggunaan data untuk menunjukkan apa yang harus dilakukan
𝑛 jika pengulangan observasi tersedia. Langkah pertama observasi
1 𝑥 − 𝑋𝑖 𝑦 − 𝑌𝑖
𝑓̂ (𝑥, 𝑦) = ∑ 𝐾𝑥 ( ) 𝐾𝑦 ( ) ke-𝑗 dikeluarkan (𝑛−1 ) data yang tersisa digunakan untuk
𝑛ℎ𝑥 ℎ𝑦 ℎ𝑥 ℎ𝑦 memperoleh penghalusan pada:
𝑖=1
1 𝑥−𝑋𝑖 2
𝑓̂𝑥 (𝑥) = 𝐾𝑥 ( ) (3) 𝐶𝑉(ℎ) = 𝑛−1 ∑𝑛𝑗=1[𝑌𝑗 − 𝑟̂ℎ,𝑗 (𝑋𝑗 )] (5).
𝑛ℎ𝑥 ℎ𝑥
dimana 𝐾𝑥 (. ) dan 𝐾𝑦 (. ) adalah sebuah fungsi kernel,
2) Penerapan Regresi Nonparametrik Kernel pada nilai Tes
sedangkan ℎ𝑥 dan ℎ𝑦 adalah sebuah bilangan positif yang disebut
SPMB dan IP Mahasiswa
bandwith. Selanjutnya karena: Ditentukan estimator Kernel dan dalam penentuan

1
𝑟̂ (𝑥) = ∫ 𝑦𝑓̂ (𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 estimator Kernel dilakukan pemilihan bandwidth optimal (ℎ)
𝑓̂𝑥 (𝑥) −∞ dengan kriteria CV, sehingga diperoleh kurva regresi yang terbaik.
Berikut disajikan nilai CV dengan bandwith optimal (ℎ):
Tabel 1. Bandwith dan Nilai CV Estimator Kernel
ℎ 1.63 1.64 1.65 1.66 1.67 1.68 1.69 1.7
CV 0.248 0.248 0.248 0.251 0.255 0.258 0.258 0.258

Pada Tabel 1 diperoleh nilai CV minimum untuk


estimator kernel adalah yang bercetak tebal yaitu 0.2515668
dengan bandwith pada nilai 1.66. Nilai tersebut diperoleh melalui
persamaan (5). sebagai contoh, untuk ℎ=1.66 dan 𝑛 = 71, maka
menjadi:
[𝑌1 −𝑟̂ (𝑋1 )]2 +[𝑌2 −𝑟̂ (𝑋2 )]2 +⋯+[𝑌71 −𝑟̂ (𝑋71 )]2
𝐶𝑉 =
𝑛
𝐶𝑉
[2.54 − 2.83]2 + [2.55 − 2.38]2 + ⋯ + [2.87 − 2.69]2
=
71

𝐶𝑉 = 0.2515668
Dengan plotting data nilai bandwith estimator Kernel seperti
Gambar 1:
Gambar 1. Nilai Bandwith dan CV Estimator Kernel
Setelah mendapat bandwith optimum dengan kriteria CV,
maka ditentukan nilai estimator kurva regresi dengan
menggunakan nilai dari bandwith optimum tersebut. Nilai estimator
kurva regresi dapat dilihat pada Tabel 2.

ISBN: 978-602-74245-0-0 264


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 2 Nilai Estimator dengan Bandwith Optimum
No Estimator No Estimator No Estimator
1 2.832311 2 2.73 4 2.732500
2 2.380000 5 2500 9 2.500132
3 2.455203 2 2.81 5 2.626667
4 2.636667 6 2000 0 2.578905
5 3.740000 2 2.73 5 2.598152
6 2.812000 7 2500 1 2.832311
7 3.358171 2 2.95 5 2.945508
8 3.080000 8 2933 2 2.766667
9 2.455203 2 2.57 5 2.725000
1 2.832311 9 8905 3 2.598152
0 2.832311 3 2.76 5 2.812000
1 2.380000 0 6667 4 1.930000
1 2.455203 3 2.59 5 2.812000
1 2.636667 1 8152 5 2.455203
2 3.181829 3 2.50 5 2.806868
1 2.945508 2 0132 6 2.725000
3 2.732500 3 2.45 5 2.725000
1 2.598152 3 5203 7 2.766667
4 2.500132 3 2.59 5 1.930000
1 2.455203 4 8152 8 2.812000
5 2.945508 3 2.69 5 2.578905
1 2.455203 5 5000 9 2.725000
6 2.945508 3 2.62 6 2.695000
1 3.080000 6 6667 0
7 3 2.57 6
1 7 8905 1
8 3 2.63 6
1 8 6667 2
9 3 2.45 6
2 9 5203 3
0 4 2.94 6
2 0 5508 4
1 4 2.76 6
2 1 6667 5
2 4 2.76 6
2 2 6667 6
3 4 2.94 6
2 3 5508 7
4 4 2.83 6
4 2311 8
4 2.76 6
5 6667 9
4 2.50 7
6 0132 0
4 2.62 7
7 6667 1
4 2.59
8 8152

Setelah mendapat nilai estimator kurva regresi, maka


didapat bentuk estimator kurva regresi. Bentuk estimator kurva
regresi dengan bandwith optimum dilihat pada Gambar 2.

ISBN: 978-602-74245-0-0 265


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Dari Gambar 3 diketahui bahwa residual tersebar
acak, tidak memiliki pola tertentu serta terdapat titik-titik yang
menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, ini
menunjukkan bahwa meningkatnya nilai prediksi variabel
respon tidak memberikan pengaruh terhadap residual.
Akibatnya residual bersifat identik.

 Uji Independen
Untuk memeriksa apakah residualnya independen atau
tidak, digunakan hipotesis berikut,
𝐻0 ∶ 𝜌𝑘 = 0
𝐻1 ∶ 𝜌𝑘 ≠ 0
Pengujian dilakukan dengan melihat nilai autokorelasi pada
tiap lag, jika seluruh nilai autokorelasi berada di dalam batas selang
Gambar 2. Bentuk Estimator Kurva Regresi 2 2
kepercayaan 95% atau (− , ), dimana n adalah jumlah data.
√𝑛 √𝑛
Pada Gambar 2 terlihat bahwa estimator kurva regresi Hasil plotnya terdapat dalam Gambar 5. Dari hasil plot ACF
dapat mewakili kelompok data yang ada dengan bentuk kurva terdapat autokorelasi yang berada di luar batas kepercayaan, yaitu
regresi mendekati sebaran data. Sehingga, estimator dengan pada lag 1 dan lag 3 sehingga 𝐻0 ditolak yaitu 𝜌𝑘 ≠ 0, artinya
bandwith optimum tersebut dapat dikatakan estimator kurva terdapat korelasi antara residual satu dengan residual lainnya.
yang baik. Akibatnya residualnya tidak independen. Berikut Gambar 4 hasil
3) Uji Asumsi Model plot ACF terhadap residual.
Dalam pemeriksaan asumsi model, terdapat dua
asumsi yang harus dipenuhi yang berkaitan dengan
residualnya. Asumsi yang harus dipenuhi adalah residual
yang diperoleh harus bersifat identik dan independen.
 Uji Identik
Suatu data dikatakan identik apabila plot residualnya
menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola
tertentu. Nilai varians rata-ratanya sama antara varians satu
dengan yang lainnya (Sudjana,1996).
Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya
ketidaksamaan ini dapat dilakukan dengan melihat
scatterplot antara nilai prediksi variabel respon dengan
residualnya (Palestin, 2011: 7). Dari hasil scatterplot, dilihat
pola hubungan antara nilai prediksi variabel respon dengan
residualnya. Jika tidak terdapat pola hubungan, maka
residual tidak dipengaruhi oleh nilai prediksi variabel
responnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual Gambar 4. Plot ACF Terhadap Residual
mempunyai varian yang sama atau bersifat identik (Hadijati,
2005: 61). Untuk uji asumsi residual yang identik dilihat dari Dari uraian di atas, dengan mengabaikan asumsi model
nilai prediksi variabel respon dengan residualnya adalah residual yang independen. Maka, model kurva regresi yang
pada Gambar 3. diperoleh berdasarkan hasil penelitian ini adalah
𝑦̂ = 𝑟̂ (𝑥)
𝑛 𝑥 − 𝑋𝑗
∑𝑗=1 𝐾 ( ) 𝑌𝑗

=
𝑥 − 𝑋𝑗
∑𝑛𝑗=1 𝐾 ( )

2
1 𝑥−𝑋𝑗
− ( )
∑71
𝑗=1 𝑒
2 1.66 𝑌𝑗
= 2
1 𝑥−𝑋𝑗
− ( )
∑71
𝑗=1 𝑒
2 1.66

Dari model di atas peneliti dapat memprediksi nilai IP


Mahasiswa berdasarkan nilai tes SPMB nya. Pada umumnya
standar minimal IP Mahasiswa adalah 2.75, agar mahasiswa
mendapat IP 2.75 peneliti memprediksi mahasiswa harus
Gambar 3. Plot Residual dan Nilai Prediksi Variabel mendapat tes SPMB diantara rentang 45-50.
Respon Namun, model tersebut belum cukup baik untuk
memprediksi nilai IP Mahasiswa apabila diberikan nilai tes SPMB
tertentu, hal ini disebabkan karena terdapat satu asumsi yang tidak
ISBN: 978-602-74245-0-0 266
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
terpenuhi, yaitu residual yang dihasilkan dari model ini tidak 1. Model regresi nonparametrik Kernel antara tes SPMB dan nilai
independen. IP Mahasiswa Prodi Matematika angkatan 2014 adalah:
Penyebab residual yang dihasilkan dari model ini tidak 1 𝑥−𝑋𝑗
− ( )
2
71
independen adalah karena adanya autokorelasi pada data nilai tes ∑𝑗=1 𝑒 2 1.66 𝑌𝑗
SPMB dan IP Mahasiswa yang dilihat dari plot ACF masing-masing 𝑦̂ = 2
1 𝑥−𝑋𝑗
− ( )
kelompok data sebagai berikut. ∑71
𝑗=1 𝑒
2 1.66

Keterangan:
𝑦̂ = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐼𝑃 𝑃𝑟𝑒𝑑𝑖𝑘𝑠𝑖
𝑒 = 2.17

𝑥 = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑃𝑀𝐵 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑘𝑠𝑖 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐼𝑃 𝑛𝑦𝑎


𝑌𝑗 = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐼𝑃 𝑀𝑎ℎ𝑎𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑘𝑒 𝑗, 𝑗 = 1,2,3, … ,71
𝑋𝑗 = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑃𝑀𝐵 𝑀𝑎ℎ𝑎𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑘𝑒 𝑗, 𝑗 = 1,2,3, … ,71
Model di atas dapat digunakan untuk memprediksi nilai
IP Mahasiswa jika diberikan nilai tes SPMB.
2. Model di atas belum cukup baik digunakan memprediksi nilai
IP Mahasiswa apabila diberikan nilai tes SPMB tertentu karena
asumsi residual independen tidak terpenuhi.
3. Adanya residual yang tidak independen disebabkan karena
data tes SPMB dan nilai IP Mahasiswa memiliki autokorelasi
antar masing-masing datanya. Adanya korelasi ini disebabkan
Gambar 5. Plot ACF Terhadap SPMB oleh banyak data dari nilai tes SPMB dan IP yang sama.
4. Model tersebut tidak dapat untuk memprediksi nilai tes SPMB
di atas 50.00. Karena data nilai tes SPMB yang peneliti peroleh
dari rentang 00.00 - 46.67, sehingga data diatas nilai 46.67
tidak dapat diprediksi melalui model di atas.
5. Prediksi agar mahasiswa mendapat nilai IP 2.75 adalah pada
rentang nilai tes SPMB 45.00 sampai 50.00.
6. Jenis fungsi kernel pada regresi nonparametrik kernel tidak
berpengaruh dalam menentukan bandwith optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Alfiani ML, et al. 2014. Model Regresi Nonparametrik berdasarkan
Estimator Polinomial Lokal Pada Kasus Pertumbuhan
Balita, Mei 2014, Vol. 2, No. 1, p:34-39.
Anwar. (2001). Kualitas tes potensi akademik Universitas Wangsa
Manggala (TPA-UNWAMA) dan kemampuannya sebagai
prediktor prestasi belajar mahasiswa. Tesis. Yogyakarta:
Gambar 6. Plot ACF Terhadap IP Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
Febrilia, 2010. Model Regresi Nonparametrik Kernel antara Indeks
Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa pada plot ACF dari Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Nilai Inflasi. Skripsi.
data SPMB terdapat lag yang di luar garis batas selang Mataram: Program Studi MIPA Universitas Mataram.
kepercayaan. Akibatnya, terdapat autokorelasi antar data SPMB. Budiantara IN, et al. 2006. Pemodelan B-Spline dan Mars pada nilai
Demikian juga Gambar 6 pada data IP Mahasiswa, terdapat Ujian Masuk terhadap IPK Mahasiswa Jurusan Disain
autokorelasi antar datanya karena terdapat lag yang diluar garis Komunikasi Visual UK. Petra Surabaya, Jurnal Teknik
batas selang kepercayaan. Industri, Vol. 08, No. 1, p:1-13.
Karena data tes SPMB (𝑋) dan IP Mahasiswa (𝑌) Djarwanto. 2007. Mengenal Beberapa Uji Statistik Dalam
memiliki autokorelasi antar masing-masing datanya, maka Penelitian. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
memungkinkan residual yang dihasilkan juga memiliki autokorelasi Eubank, R.L,. 1988. Spline Smoothing and Nonparametric
(antara residual yang satu dengan yang lainnya saling Regression, New York: Mercel Dekker,.
berhubungan) atau tidak independen. Hadi, Sutrisno. 1975. Statistik: Jilid II. Yogyakarta : Yayasan
Hasil yang sama juga didapat ketika peneliti mencoba penerbitan Fak. Psikologi UGM.
mengganti jenis fungsi Kernel yang sebelumnya dari jenis fungsi Hadijati, Mustika. 2005. Estimasi Kernel dalam Regresi
Kernel gaussian menjadi jenis fungsi Kernel cossinus, triangle, Nonparametrik dengan Residual Berkorelasi. Program
uniform, dan epanechnikov. Hasil yang didapat dari keempat jenis Studi Magister Jurusan Statistika FMIPA ITS.
fungsi tersebut adalah tidak independen karena terdapat lag yang Hardle, W. 1990. Smoothing Technique with Implementation in
berada diluar batas selang kepercayaan. Statisticss. New York : Springer.
Iriansyah, A.Y. (1998). Hubungan antara tes potensi akademik, tes
KESIMPULAN bahasa inggris, tes pengetahuan dasar dengan prestasi
Berdasarkan hasil dan pembahasan, ada beberapa belajar mahasiswa Program Studi Magister Manajemen
simpulan dari penelitian ini antara lain:

ISBN: 978-602-74245-0-0 267


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Universitas Gadjah Mada, Tesis. Yogyakarta: Program Puspitasari, Icha, Suparti, Wulandari, Yuciana. 2012. Analisis
Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan
Kurnia A, Notodiputro KA. 2006. Penerapan Metode Jackknife Menggunakan Model Regresi Kernel, Juni 2012, Vol. 1 No.
dalam Pendugaan Area Kecil. Forum Statistika dan 1, p:93-102.
Komputasi, April 2006, Vol. 11 No.1, p:12-16. Rao JNK. 2003. Small Area Estimation. New Jersey: John Willey
Laome L. 2010. Perbandingan Model Regresi Nonparametrik &Sons, Inc.
dengan Regersi Spline dan Kernel, Mei 2010, Vol. 03, No.1, Sudjana. (1996) Teknik Analisis Regresi Dan Korelasi. Bandung:
p:1-7. Tarsito.
Muslimin ZI. 2012. Prestasi Belajar Mahasiswa ditinjau dari Jalur Sukarsa, Srinadi AM. 2012. Estimator Kernel dalam Model Regresi
Penerimaan Mahasiswa Baru, Asal Sekolah, dan Skor Tes Nonparametrik, Jurnal Matematika, Juni 2012, Vol. 2 No. 1,
Potensi Akademik, Mei 2012, Vol. 7, No.1, p:381-393. p:19-30.
Palestin, Halima Satila. 2011. Analisis Pengaruh Struktur Supriatna N. 2009. Daya Prediksi Nilai Rapor terhadap Prestasi
Kepemilikan, Praktik Corporate Governance dan Belajar Mahasiswa Jalur Pmdk Di FPTK Universitas
Kompensasi Bonus Terhadap Manajemen Laba. Pendidikan Indonesia, Februari 2009, Vol. 5 No. 14, p:1-19.
Universitas Diponegoro. Yusuf, Muhammad AM Naural. 2003. Konsep dan Aplikasi Regresi
Purnama, S.W. dan Wibowo, W. 2006. Perbandingan Regresi Linear Berganda. Depok.
Nonlinier dan Regresi Nonparametrik dalam Menaksir
Fungsi Pertumbuhan Anak Balita, Laporan Penelitian
Dosen Muda. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.

ISBN: 978-602-74245-0-0 268


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH PENGGUNAAN MACROMEDIA FLASH TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA PADA MATA
PELAJARAN FISIKA
Muh Rangga Wali
Mahasiswa Pascasarjana UNESA Program Studi Pendidikan Sains
Email:Rangga.pascaz@yahoo.com

ABSTRAK: Penelitian ini merupakan studi eksperimen di SMKN HANGTUAH surabaya yang meneliti tentang minat belajar siswa dengan
menggunakan media berbasis macromedia flash pada pembelajaran fisika. Penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui
perbedaan minat belajar siswa pada kelas yang menggunakan media berbasis macromedia flash dan yang menggunakan media berbasis
power point. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di SMKN HANGTUAH surabaya. Pengambilan sampel menggunakan
teknik Cluster random sampling. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain Pretest-Posttest Control Group Design.
Pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan instrumen angket. Pengujian hipotesis data minat belajar siswa diuji
dengan menggunakan statistik Uji-t dan diperoleh nilai thitung ttabel yaitu 4,47 2,00. Rata-rata skor kemajuan minat belajar siswa diperoleh
pada kelas eksperimen lebih tinggi yaitu sebesar 16,23 % sedangkan rata-rata skor kemajuan minat belajar siswa yang diperoleh pada
kelas kontrol hanya sebesar 10,46 %.

Kata Kunci: Macromedia Flash, Minat Belajar Siswa

PENDAHULUAN menarik perhatian siswa dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.


Perkembangan dunia pendidikan begitu sangat signifikan Secara etimologis, media berasal dari Bahasa Latin,
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang berarti “tengah,
Dunia pendidikan selalu diharapkan dapat mengikuti jejak perantara, atau pengantara”. Media berfungsi sebagai perantara
perkembangan teknologi global. Hal ini menjadi sebuah tuntutan, atau pengantar suatu pesan dari si pengirim (sender) kepada si
karena pendidikan merupakan modal pokok dalam membangun penerima (receiver) pesan. (Asyhar, 2012:4).
generasi muda, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta Menurut Kemp (Asyhar, 2012:5), pesan yang masih
mempersiapkan diri menjadi tenaga kerja yang handal dan mampu berada pada pikiran (mind) pembicara tidak akan sampai ke
bersaing. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah penerima pesan apabila tidak dibantu dengan sebuah media
sangat dibutuhkan guna meningkatkan kualitas sumber daya sebagai perantara. Pesan akan sampai ke penerima apabila terjadi
manusia (SDM) lewat proses pembelajaran yang dilakukan proses pengkodean (encoding) pesan tersebut. Jadi, sebelum
disekolah. sampai kepada penerima, pesan tersebut harus dikodekan terlebih
Proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah dahulu melalui simbol verbal maupun non verbal. Setelah pesan itu
merupakan sorotan utama dalam meningkatkan mutu diartikan oleh penerima pesan, barulah penerima pesan
pendidikan. Tenaga pengajar/guru yang handal diharapkan memberikan respon (umpan balik) kepada pengirim pesan.
mampu memberikan peningkatan mutu pendidikan, baik aspek Pembelajaran (Instruction) diartikan sebagai proses
kemampuan berfikir, kepribadian, karakter, dan rasa tanggung interaktif antara guru dan siswa yang berlangsung secara dinamis.
jawab. Seorang guru merupakan penutan bagi siswa, baik di Ini berbeda dengan istilah “teaching” yang berarti mengajar.
lingkungan sekolah maupun di lingkungan sosial/masyarakat. Pada Teaching memiliki konotasi proses belajar dan mengajar yang
proses pembelajaran, guru juga diharapkan dapat memberikan berlangsung satu arah dari guru ke siswa. Dalam hal ini, hanya
dorongan dan motivasi pada siswa untuk terus belajar dengan guru yang berperan aktif mengajar, sedangkan siswa bersifat pasif.
memanfaatkan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah. (Asyhar, 2012:6).
Sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah merupakan Menurut Munadi (Asyhar, 2012:7), proses komunikasi
salah satu aspek yang sangat mendukung proses pembelajaran, dalam pendidikan terjadi karena ada rencana dan tujuan yang
seperti ruang kelas yang luas dan lengkap, media pembelajaran diinginkan. Komunikasi antar pendidik dan peserta didik dalam
seperti LCD, lapangan olah raga, perpustakaan, dan laboratorium. pembelajaran diefektifkan dengan menggunakan media (channel).
Kurangnya pemanfaatan sarana dan prasarana khususnya media Bahasa adalah media yang membantu siswa untuk mendapatkan
pembelajaran menyebabkan proses pembelajaran tidak efektif, mengerti gagasan atau ide guru. Konsep komunikasi dalam
sulitnya siswa untuk memahami materi yang diajarkan oleh guru pembelajaran mangacu pada keseluruhan proses komunikasi
dan dapat membosankan bagi siswa. Pada ilmu sains khususnya informasi atau pesan dari sumber (guru, mentri, atau bahan)
fisika, pemanfaatan media pembelajaran sangat mendukung kepada penerima (siswa) melalui media atau jaringan.
seorang guru dalam menjelaskan konsep-konsep fisika sehingga Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan
proses pembelajaran lebih baik dan lebih efektif. bahwa pembelajaran adalah interaksi yang terjadi antara guru
Penggunaan media pembelajaran dengan basic dengan siswa yang dapat memberikan informasi dan pengetahuan.
teknologi memberikan dampak yang sangat positif bagi Menurut Gerlach & Ely (Asyhar, 2012:8-9), media
kemampuan dan kemauan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu termasuk
pembelajaran. Salah satu media pembelajaran yang dapat diujikan manusia, materi, atau kajian yang membangun suatu kondisi yang
yaitu menggunakan macromedia flash yang merupakan salah satu membuat peserta didik mampu memperoleh pengetahuan,
software komputer yang digunakan untuk mendesain animasi. keterampilan atau sikap. Media pembelajaran mencakup semua
Dengan proses pembelajaran yang menggunakan macromedia sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dalam
flash siswa tidak hanya menghayal, tetapi siswa dapat melihat pembelajaran, sehingga bentuknya bisa berupa perangkat keras
langsung konsep yang dijelaskan oleh guru. Hal ini tentunya bisa (hadware), seperti komputer, televisi, projektor, dan perangkat

ISBN: 978-602-74245-0-0 269


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
lunak (software) yang digunakan pada perangkat keras itu. 2. Adanya aturan kelompok;
Briggs (Hamid, 2011:150) menyatakan bahwa media 3. Adanya upaya belajar setiap kelompok;
pembelajaran adalah alat-alat fisik untuk menyampaikan materi 4. Adanya upaya yang harus dicapai dalam kelompok belajar.
pelajaran dalam bentuk buku, film, rekaman video, dan media (Ambarjaya, 2012:94)
merupakan alat untuk memberikan perangsang bagi peserta didik Lungren (Trianto, 2007:47) menyebutkan bahwa unsur-
supaya terjadi proses belajar. unsur dasar yang perlu ditanamkan kepada siswa agar
Beberapa langkah/tindakan yang dapat dilaksanakan pembelajaran kooperatif dapat berjalan efektif adalah:
oleh guru terkait dengan penggunaan media pembelajaran, antara 1. Para siswa harus memiliki persepsi sama bahwa mereka
lain: “tenggelam” atau “berenang” bersama;
1. Mengkaji bentuk media pembelajaran yang ada. 2. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain
2. Mengkaji segenap hal yang terkait dengan penggunaan media dalam kelompoknya, di samping tanggung jawab terhadap diri
pembelajaran, mulai dari bahan ajar/materi pelajaran, tujuan sendiri, dalam mempelajari materi yang dihadapi;
pembelajaran, upaya membangkitkan perhatian dan motivasi 3. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya
peserta didik, melibatkan keaktifan peserta didik, memberikan memiliki tujuan yang sama;
balikan dan penguatan, sampai dengan perhatian perbedaan 4. Para siswa harus membagi tugas dan berbagi dtanggung
karateristik peserta didik. jawab sama besarnya di antara para anggota kelompok;
3. Merancang media pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan 5. Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan
tujuan penggunaannya (ceramah, diskusi, eksperimen, yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota
simulasi dan lain sebagainya). kelompok;
4. Membahas rancangan penggunaan bentuk media 6. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka
pembelajaran dengan kepala sekolah dan rekan guru lain untuk memperoleh keterampilan bekerjasama selama belajar; dan
mendapatkan tanggapan, bimbingan, bantuan dan arahan. 7. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara
5. Apabila diperlukan, terhadap penerapan media pembelajaran individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
tertentu yang kurang dikuasai, mencari bantuan ahli yang Macromedia flash adalah salah satu program aplikasi
berasal dari dalam maupun luar sekolah. yang digunakan untuk mendesain animasi yang banyak digunakan
6. Menyusun rencana kerja penggunaan media pembelajaran. saat ini. Saat membuka situs atau halaman internet tertentu,
(Agung, 2010:62) biasanya terdapat animasi objek grafis yang bergerak dari besar
Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi bahwa suatu menjadi kecil, dari terang menjadi redup, dari bentuk satu menjadi
media itu cocok dijadikan media pengajaran dan pembelajaran, bentuk lain, dan masih banyak lagi yang lain. Adapun animasi-
adalah: animasi objek grafis tersebut dapat dikerjakan dengan macromedia
1. Tujuan pembelajaran; flash.
2. Karakteristik siswa; Macromedia Flash merupakan standar profesional yang
3. Modalitas belajar siswa (audio, visual, dan kinestetis); serta digunakan untuk membuat animasi di web. Sejak keberadaannya
4. Lingkungan ataupun ketersediaan fasilitas pendukung. pertama kali dan digunakan oleh beberapa situs web untuk
(Hamid, 2011:152) membuat animasi intro dan permainan, sehingga membuat banyak
Sudjana dan Rivai (Arsyad, 2011:24-25) orang tertarik untuk menggunakannya. Macromedia flash juga
mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses mengenalkan bagaimana membuat movie clip, animasi frame,
belajar siswa, adalah: animasi tween motion, serta perintah action script-nya.
1. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga Beberapa kemampuan macromedia flash lainya adalah
dapat menumbuhkan motivasi belajar; sebagai berikut:
2. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga 1. Dapat membuat animasi gerak (motion tween), perubahan
dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya bentuk (shape tween), dan perubahan dan transparansi warna
menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran; (color effect tween).
3. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata 2. Dapat membuat animasi masking (efek menutupi sebagian
komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, objek yang terlihat) dan animasi motion guide (animasi
sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, mengikuti jalur).
apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran; 3. Dapat membuat tombol interaktif dengan sebuah movie atau
4. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab objek yang lain.
tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas 4. Dapat membuat animasi logo, animasi form, presentasi
lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, multimedia, game, kuis interaktif, simulasi/visualisasi.
memerankan, dan lain-lain. 5. Dapat dikonversi dan di-publish ke dalam beberapa tipe seperti
Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian *.swf, *.html, *.gif, *.jpg, *.png, *.exe dan *.mov.
kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok- (Asyhar, 2012: 187).
kelompok tertentu, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah Macromedia flash terdiri dari beberapa bagian,
dirumuskan. (Ambarjaya, 2012:93). diantaranya sebagai berikut:
Eggen dan Kauchak (Trianto, 2007:42) menyatakan 1. Menu Bar merupakan barisan menu yang berisi perintah yang
bahwa, pembelajaran kooperatif merupakan kelompok strategi digunakan pada Macromedia Flash.
pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi 2. Tool panels merupakan barisan menu yang ditandai dengan
untuk mencapai tujuan bersama. berbagai ikon dan merupakan jalan pintas untuk menjalankan
Ada empat unsur penting dalam model pembelajaran menu.
kooperatif, yaitu: 3. Stage merupakan bagian dari Macromedia Flash yang
1. Adanya peserta dalam kelompok; digunakan untuk membuat dan meletakkan objek.
ISBN: 978-602-74245-0-0 270
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
4. Timeline merupakan fasilitas yang digunakan untuk membuat, Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa
mengatur format animasi yang akan dirancang. Timeline terdiri kelas X SMKN HANGTUAH surabaya yang menerima mata
dari tiga bagian yaitu Scene, Layer, dan Frame. pelajaran fisika pada tahun ajaran 2015/2016. Jumlah populasi
5. Panel berfungsi untuk mengontrol atau memodifikasi berbagai dalam penelitian ini terdiri dari tujuh kelas yaitu
atribut pada objek atau animasi secara tepat. 𝑋1 , 𝑋 2 , 𝑋 3 , 𝑋 4 , 𝑋 5 , 𝑋 6 dan 𝑋 7
6. Properties berfungsi untuk mengatur properti objek yang aktif. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
Salah satu faktor utama untuk mencapai kesuksesan teknik Cluster random sampling atau penarikan sampel secara
dalam segala bidang, baik berupa studi, hobi, kerja dan aktivitas berkelompok, yang dirandom adalah kelasnya. (Ary dkk,
apapun adalah minat. Tumbuhnya minat dalam diri seseorang akan 2011:201).
melahirkan perhatian untuk melakukan sesuatu dengan tekun Pengambilan sampel dilakukan dengan cabut lot untuk
dalam jangka waktu yang lama, lebih fokus, mudah untuk mendapatkan dua kelas dari seluruh kelas yang ada, yang
mengingat, memahami dan tidak mudah bosan dengan apa yang dianggap mewakili seluruh populasi pada kelas X yang berjumlah
dipelajarinya. 7 kelas. Kelas X1 dan X3 merupakan sampel yang terpilih,
Hilgard (Slameto, 2010:57) memberi rumusan tentang selanjutnya untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol
minat adalah sebagai berikut: dilakukan dengan melemparkan uang koin. Hal ini dilakukan untuk
“Interest is persisting tendency to pay attention to and menghindari adanya faktor memihak diantara salah satu kelas.
enjoy some activity or content”. Setelah melemparkan uang koin diperoleh kelas X1 sebagai kelas
Minat adalah kecenderungan yang tepat untuk eksperimen dan kelas X3 sebagai kelas kontrol.
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan Desain penelitian yang digunakan yaitu desain Pretest-
yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai Posttest Control Group Design yang digambarkan seperti berikut.
dengan rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena
perhatian sifatnya sementara (tidak dalam waktu yang lama) dan
belum tentu diikuti dengan perasaan senang, sedangkan minat KE : 01 X1 02
selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari situ diperoleh
kepuasan. (Slameto, 2010:57). KK : 01 X2 02
Minat merupakan kesadaran seseorang, bahwa suatu
subjek, seseorang, suatu soal atau suatu situasi yang mengandung
sangkut-paut dengan dirinya. (Arikunto, 2010:217).
Gambar 1. Desain Penelitian
Minat adalah kecenderungan yang menetap untuk
Keterangan:
memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas. Seseorang
KE = Kelompok kelas eksperimen
yang berminat terhadap suatu aktivitas akan memperhatikan
KK = Kelompok kelas kontrol
aktivitas itu secara konsisten dengan rasa senang. Minat pada
X1 = Kelas yang diberi perlakuan media berbasis macromedia
dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri
flash
sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat
X2 = Kelas yang diberi perlakuan media berbasis power point
hubungan tersebut, semakin besar minat. (Djamarah, 2008:166).
01 = Minat belajar siswa pada kelas eksperimen dan kontrol
Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu
sebelum diberi perlakuan.
pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu
02 = Minat belajar siswa pada kelas eksperimen dan kontrol
hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui
setelah diberi perlakuan. (Arikunto, 2010:210)
partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
terhadap subyek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian
penelitian ini yaitu angket dan observasi. Jenis skala yang
yang lebih besar terhadap subyek tersebut. (Slameto, 2010:180).
digunakan yaitu Skala Likert. Instrumen yang berupa angket
Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila
digunakan untuk mengukur minat belajar siswa pada mata
bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa,
pelajaran fisika, sedangkan observasi digunakan untuk melihat
siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya karena tidakada
aktivitas guru dalam pembelajaran dan sebagai pendukung
daya tarik baginya. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa,
pembahasan.
lebih mudah dipelajari dan disimpan, karena minat menambah
kegiatan belajar.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari tinjauan di atas, minat belajar adalah proses
Penelitian dengan penerapan media berbasis
penyesuaian diri atau tingkah laku siswa yang dilandasi rasa
macromedia flash merupakan sebuah penelitian eksperimen
senang, ketertarikan terhadap suatu pelajaran untuk
yang dilakukan di kelas X SMKN HANGTUAH surabaya Tahun
memperhatikan dan ikut terlibat dalam aktivitas belajar karena
Ajaran 2015/2016. Data hasil penelitian berupa skor minat
menyadari pentingnya atau bernilainya hal yang dipelajari tersebut.
belajar siswa yang diperoleh melalui angket yang diberikan
pada responden. Selanjutnya data tersebut diolah untuk
METODE PENELITIAN
mengetahui normalitas, homogenitas dan uji hipotesisnya dengan
Penelitian ini telah dilaksanakan di SMKN HANGTUAH
menggunakan statistik uji-t. Selain data minat belajar siswa,
surabaya yang terletak di Jalan kenjeran, Desa Bulotalangi,
peneliti juga mengumpulkan data hasil belajar siswa sebagai
Provinsi jawa timur. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester
data pendukung yang diperoleh melalui instrumen berupa tes
genap tahun ajaran 2015/2016 yakni pada tanggal 13 November
uraian. Data hasil penelitian skor minat belajar siswa yang
2015 sampai 20 Juni 2013. Waktu penelitian disesuaikan
diperoleh pada pre-test dan post-test dapat dilihat pada tabel 9
dengan jadwal pelajaran di sekolah. Pelaksanaannya pada hari
berikut.
selasa untuk kelas kontrol dan hari rabu untuk kelas
eksperimen.
ISBN: 978-602-74245-0-0 271
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 1. Skor minat belajar siswa
Skor Masing-Masing Indikator

Jenis Perasaan
No Kelas Partisipasi Perhatian
Angket Senang
Min Maks Min Maks Min Maks
Eksperimen 16 35 18 32 22 38
1. Pre-test
Kontrol 22 39 19 32 21 36
Eksperimen 28 45 24 38 29 45
2. Post-test
Kontrol 24 42 23 38 29 46

Berdasarkan tujuan penelitian yang dikemukakan adalah perpindahan kalor yaitu secara konduksi, konveksi dan radiasi.
untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara kelas yang Animasi yang ditampilkan bertujuan untuk mengajak siswa berpikir
menggunakan media pembelajaran berbasis macromedia flash ke arah yang lebih abstrak, sehingga siswa dengan mudah
dan kelas yang menggunakan media berbasis power point. Tahap memahami dan mengetahui penerapan konsep kalor dan
awal yang dilakukan peneliti adalah menyiapkan instrumen perpindahan kalor dalam kehidupan sehari-hari.
penelitian untuk mengumpulkan data berupa angket. Jenis angket Model pembelajaran yang digunakan dalam proses
yang digunakan yaitu angket dengan item tertutup. Sebelum pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif yang terdiri
digunakan pada penelitian, terlebih dahulu angket divalidasi untuk dari enam fase. Dari keenam fase tersebut penggunaan media
mengetahui apakah angket layak digunakan untuk mengukur minat pembelajaran memiliki peran pokok pada fase pertama dan kedua.
belajar siswa. Proses validasi dilakukan melalui beberapa tahap, Pada fase pertama memberikan apersepsi dan memotivasi siswa
yaitu melalui bimbingan dosen, guru ahli dan uji coba. Validasi yang dengan menampilkan animasi tentang konsep kalor yang dialami
dilakukan melalui bimbingan dosen dan guru ahli mencakup dalam kehidupan sehari-hari, yang bertujuan mengajak siswa
redaksi kalimat dan bahasa yang diterapkan pada pernyataan. untuk berfikir dan memudahkan untuk masuk ke materi yang akan
Sedangkan validasi melalui uji coba angket dilakukan di kelas diajarkan. Fase kedua yaitu menyampaikan informasi, memberikan
selain sampel penelitian. penjelasan tentang materi dengan menampilkan animasi-animasi
Peneliti melakukan uji coba angket di kelas X dengan tentang konsep kalor.
jumlah responden sebanyak 27 siswa. Hasil Uji coba angket Setelah diberi perlakuan, kedua kelas diberikan post-test
kemudian diolah dengan melakukan pengujian validitas dan yang bertujuan untuk mengetahui minat belajar siswa setelah
reliabilitas menggunakan rumus product moment dengan koefisien diberikan perlakuan media macromedia flash dan media power
reliabel sebesar r11 = 0,878. point. Dari hasil skor pre-test dan post-test minat belajar siswa
Sebelum kedua kelas mendapatkan perlakuan, terlebih dapat diketahui skor kemajuan minat belajar siswa untuk masing-
dahulu diberikan pre-test berupa angket awal yang bertujuan untuk masing indikator. penggunaan media pembelajaran pada kelas
mengetahui minat belajar awal siswa. Setelah itu, kedua kelas eksperimen lebih baik dibandingkan pada kelas kontrol. Dari 27
diberi perlakuan yang berbeda. Pada kelas eksperimen siswa pada kelas eksperimen 1 siswa kriteria minat baik, 17 siswa
dibelajarkan dengan menggunakan macromedia flash dan kelas kriteria minat cukup dan 9 siswa kriteria minat kurang untuk
kontrol dibelajarkan dengan menggunakan power point. Dalam partisipasi. Untuk perhatian 2 siswa kriteria minat baik, 9 siswa
pembelajaran dengan menggunakan media berbasis macromedia kriteria minat cukup dan 16 siswa kriteria minat kurang. Sedangkan
flash berisi animasi-animasi yang berhubungan dengan konsep- untuk perasaan senang 8 siswa kriteria minat baik, 15 responden
konsep fisika sehingga siswa lebih tertarik untuk belajar kriteria minat cukup dan 4 siswa kriteria minat kurang. Pada kelas
dibandingkan dalam pembelajaran yang menggunakan media kontrol dari 26 siswa, 12 siswa kriteria minat cukup dan 14 siswa
berbasis power point. Salah satu materi fisika yang diajarkan kriteria minat kurang untuk partisipasi. Untuk perhatian 11 siswa
dengan menggunakan macromedia flash yaitu materi tentang kriteria minat cukup dan 15 siswa kriteria minat kurang. Sedangkan
kalor. Pada materi kalor sangat cocok dibuat animasi yang untuk perasaan senang 11 siswa kriteria minat cukup dan 15 siswa
memberikan pemahaman pada siswa serta dari animasi yang kriteria minat kurang. Persentase siswa yang termasuk kategori
ditampilkan siswa dapat menganalisis dan menjelaskan konsep minat kurang, cukup, baik dan sangat baik pada kelas eksperimen
kalor itu sendiri. Pada materi kalor membahas tentang proses dan kelas kontrol dapat dilihat pada gambar 2 berikut.

ISBN: 978-602-74245-0-0 272


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

70
60
Persentase (%) Siswa

50 (1%-25%) Kurang
40
(26%-50%) Cukup
30
20 (51%-75%) Baik

10 (76%-100%) Sangat Baik


0

Eks Kon Eks Kon Eks Kon


Partisipasi Perhatian Perasaan Senang

Gambar 2. Distribusi Jumlah Responden Terhadap Indikator Minat Belajar Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol.

Persentase kemajuan minat belajar siswa pada masing- mempengaruhi minat belajar siswa. Proses pembelajaran
masing indikator pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan menggunakan macromedia flash dapat melatih siswa dalam
pada kelas kontrol. Perbandingan kemajuan minat belajar siswa mengajukan pendapat dan memberikan komentar tentang animasi
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol yang tertinggi yaitu pada yang ditampilkan, mendorong siswa untuk lebih giat belajar
indikator partisipasi sebesar 7,49%. Hal ini menunjukkan bahwa, terutama dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh
perlakuan yang diberikan pada kedua kelas khususnya media guru. Persentase kemajuan minat belajar siswa dapat dilihat pada
pembelajaran yang digunakan pada masing-masing kelas sangat gambar 3 berikut.
MinatBelajarSiswa

25

19,37
20 17,83
Persentase (%) Kemajuan

15 13,42 13,94

10,34 Eksperimen
10 8,85
Kontrol

0
Partisipasi Perhatian Perasaan Senang

Gambar 3. Persentase (%) Kemajuan Minat Belajar Siswa Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Untuk Setiap
Indikator.
Selanjutnya dari hasil penelitian diperoleh perbandingan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang diterapkan dalam
minat belajar siswa antara siswa laki-laki dan perempuan. Minat proses pembelajaran. Siswa laki-laki lebih tertarik dengan hal-hal
belajar siswa laki-laki pada kelas eksperimen dan kelas kontrol yang baru, terutama yang berhubungan dengan teknologi masa
lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan. Perbandingan skor kini. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dalam proses
minat belajar siswa laki-laki dan perempuan pada kelas pembelajaran dengan menerapkan media berbasis macromedia
eksperimen sebesar 2,27 sedangkan pada kelas kontrol flash dan power point minat belajar mereka lebih tinggi.
perbandingan skor minat belajar siswa laki-laki dan perempuan Perbandingan skor minat belajar siswa laki-laki dan perempuan
sebesar 3,23. Salah satu faktor yang mempengaruhi minat belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dillihat pada
siswa laki-laki lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan yaitu gambar 4 berikut.

ISBN: 978-602-74245-0-0 273


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

30
23,89
Rata -Rata Minat Belajar Siswa 25
21,17
20
15,85
Laki-Laki
15 12,62
Perempuan
10
5
0
Kontrol Eksperimen

Gambar 4. Perbandingan Rata-Rata Minat Belajar Siswa Laki-Laki dan Perempuan.


Minat memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kelas kontrol. Selisih skor rata-rata hasil belajar siswa untuk kedua
hasil belajar siswa. Semakin tinggi minat seorang siswa terhadap kelas sebesar 12,74. Hal ini membuktikan bahwa minat sangat
mata pelajaran, maka semakin tinggi pula hasil belajar yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Semakin tinggi skor
diperoleh. Sebaliknya, semakin rendah minat belajar siswa minat belajar siswa, semakin tinggi pula hasil belajar yang
terhadap mata pelajaran, maka semakin rendah hasil belajar yang diperoleh atau sebaliknya. Perbandingan skor rata-rata hasil
diperoleh. Skor rata-rata hasil belajar siswa pada kelas eksperimen belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat
lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata hasil belajar siswa pada pada gambar 5 berikut.

80 73,35
70
Rata-Rata Hasil Belajar Siswa

60,61
60
50
40
30
20
10

0 Kontrol Eksperimen

Gambar 5. Perbandingan Skor Rata-Rata Hasil Belajar Siswa

Berdasarkan hasil penelitian di atas, sangat jelas pengujian hipotesis diperoleh thitung ttabel = 4,47 > 2,00. Hal ini
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara minat belajar menunjukkan bahwa, hipotesis H0 ditolak dan H1 diterima yang
siswa yang diajarkan menggunakan media berbasis macromedia berarti terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal minat belajar
flash dan yang diajarkan menggunakan media berbasis power siswa pada kelas yang menggunakan macromedia flash dengan
point. Dalam hal ini minat belajar siswa yang diajarkan kelas yang menggunakan power point. Berdasarkan hal tersebut,
menggunakan media berbasis macromedia flash lebih tinggi penggunaan macromedia flash sangat berpengaruh terhadap
dibandingkan minat belajar siswa yang diajarkan power point minat belajar siswa.
dengan hasil pengujian hipotesis thitung > ttabel = 4.47 > 2.00 yang
menunjukkan bahwa kriteria pengujian hipotesis H0 ditolak dan H1 SARAN
diterima. 1. Kesuksesan hasil belajar dipengaruhi oleh media pembelajaran
yang digunakan. Dari hasil penelitian diharapkan guru dapat
SIMPULAN menggunakan media pembelajaran berbasis macromedia flash
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dalam pembelajaran fisika, untuk meningkatkan minat dan
diperoleh dapat disimpulkan bahwa, media pembelajaran sangat memudahkan siswa dalam memahami materi yang diajarkan.
berpengaruh terhadap minat dan hasil belajar siswa. Pengaruh 2. Untuk para peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar
tersebut dapat dilihat dari perbedaan yang signifikan antara minat untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang masalah yang
belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari hasil sama, baik ditingkat SMP maupun SMA atau yang sederajat.
ISBN: 978-602-74245-0-0 274
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
DAFTAR PUSTAKA Pembelajaran. Jakarta: Ciputat.
Agung, Iskandar. 2010. Meningkatkan Kreativitas Pembelajaran Djamarah B. Syaiful. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka
Bagi Guru. Jakarta: Bestari Buana Murni. Cipta.
Ambarjaya S. Beni. 2012. Psikologi Pendidikan & Pengajaran. Hamid, Sholeh. 2011. Metode Edutainment. Jogjakarta: DIVA
Yogyakarta: CAPS. Press. Muataqim & Wahib. 2010. Psikologi Pendidikan.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Jakarta: Rineka Cipta.
Cipta. Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya.
Arsyad, Ashar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian
Grafindo Persada. Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Ary, Donald, dkk. 2011. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
(Terjemahan Arief Furchan) Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Konstruktivistik. Jakarta:Prestasi Pustaka.
Asyhar, Rayandra. 2012. Kreatif Mengembangkan Media

ISBN: 978-602-74245-0-0 275


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGGUNAAN TEKNIK MEMBACA TRI-FOKUS STEVE SNYDER SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN
KETERAMPILAN MENYIMPULKAN ISI BACAAN DENGAN MEMBACA CEPAT
PADA SISWA KELAS VIII MTs NURUL HIKMAH
Muh. Husein Baysha1 & Endah Resnandari Puji Astuti2
1&2DosenProgram Studi Teknologi Pendidikan FIP IKIP Mataram
Email: baysha234@gmail.com

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan metode tri-focus steve snyder dalam membaca cepat
250 kata per menit (kpm) sebagai upaya meningkatkan keterampilan menyimpulkan isi bacaan pada siswa kelas VIII MTs Nurul Hikmah.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus, dengan tiap siklus terdiri
atas perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas VIII MTs Nurul Hikmah. Sumber
data penelitian berasal dari siswa, informan, dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui tes, wawancara, dan
dokumentasi foto. Pengujian validitas data, menggunakan uji instrument yang dikonsultasikan pada pembimbing dan guru bidang studi.
Teknik analisis yang digunakan yaitu teknik deskriptif presentase dan teknik deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar siswa kelas VIII MTs Nurul Hikmah dapat menerapkan pembelajaran membaca cepat 250 kpm dengan menggunakan
metode tri-fokus steve snyder. Siswa kelas VIII MTs Nurul Hikmah mengalami peningkatan kemampuan menyimpulkasn isi bacaan dengan
membaca cepat 250 kpm menggunakan metode tri-fokus steve snyder. Nilai rata-rata siswa menunjukkan dari pra siklus rata-rata hasil
tes siswa memperoleh nilai 54.13 (lima puluh empat koma tiga belas) meningkat menjadi 65.27 (enam puluh lima koma dua puluh tujuh)
pada siklus I, dan kembali mengalami peningkatan pada siklus II yaitu dengan rata-rata perolehan nilai 76,67 (tujuh puluh enam koma
enam puluh tujuh).

Kata Kunci: Membaca Cepat, Tri-Fokus Steve Snyder

PENDAHULUAN Penguasaan kemampuan membaca cepat memerlukan


Membaca merupakan keterampilan yang sangat adanya latihan yang intensif khususnya sejak duduk di bangku
dibutuhkan khususnya oleh setiap siswa dalam rangka sekolah. Dalam kurikulum 2006 Kurikulum Tingkat Satuan
meningkatkan pengetahuannya. Membaca merupakan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
kemampuan dasar dalam menunjang kemampuan yang lainnya. pada jenjang SMP (Sekolah Menengah Pertama), kompetensi
Membaca penting bagi siswa selama mereka mengikuti pendidikan dasar (KD) menyimpulkan isi bacaan dengan membaca cepat 250
di berbagai jenjang dan jenis sekolah. Membaca juga penting bagi kata per menit (kpm) terdapat pada kelas VIII. Indikator dari
siswa setelah mereka selesai bersekolah dan bekerja di kompetansi dasar (KD) tersebut adalah: 1) siswa mampu membaca
masyarakat. cepat 250 kata per menit; 2) siswa mampu menemukan pokok-
Melihat pentingnya membaca maka tidak heran jika pokok yang terdapat dalam bacaan secara cepat; 3) siswa mampu
pembelajaran membaca diajarkan pada setiap tingkat menyimpulkan isi bacaan yang telah dibaca. Sebagai upaya
pembelajaran di sekolah. Tujuan proses pengajaran membaca mencapai indikator tersebut, siswa harus berlatih dengan teratur.
adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam Guru juga harus mampu membimbing siswa dan mengajarkan
mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai dasar pembelajaran membaca cepat 250 kpm untuk dapat menyimpulkan dengan
untuk tingkat yang lebih tinggi atau membaca dapat dijadikan mudah. Selain itu, diperlukan pula pemilihan teknik dan metode
keterampilan khusus. yang tepat untuk mengajarkan siswa menyimpulkan isi bacaan
Pembelajaran membaca cepat pada siswa sangat dengan membaca cepat 250 kpm.
diperlukan, namun, untuk dapat menguasai keterampilan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Nurul Hikmah adalah salah
membaca cepat diperlukan adanya pelatihan secara bertahap. satu sekolah setingkat Sekolah Menengah Pertama yang ada di
Proses latihan membaca cepat tersebut memerlukan kerjasama Kecamatan Lembar, Lombok Barat. Berdasarkah observasi awal
antara guru dan siswa dalam pembelajaran. Kerjasama antara guru yang di lakukan di MTs Nurul Hikmah khususnya pada siswa-siwa
dengan siswa yaitu dengan cara guru memberikan latihan bertahap kelas VIII pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, peneliti
pada para siswa dalam proses pengajaran membaca cepat. menemukan lemahnya keterampilan membaca cepat, khususnya
Apabila dalam pembelajaran itu siswa mengalami kesulitan, guru pada keterampilan menyimpulkan isi bacaan dengan membaca
memberikan bantuan untuk menyelesaikan permasalahan yang cepat 250 kata per menit (kmp). Dalam keterampilan membaca
dihadapi oleh para siswa. Seorang guru harus bisa mengkoordinasi cepat, siswa belum mencapai standar ketuntasan yang telah
siswa agar proses pembelajaran membaca cepat berjalan dengan ditentukan.
lancar.
Tujuan utama membaca cepat yaitu untuk METODE PENELITIAN
mengidentifikasi dan memahami makna dari bacaan tersebut Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan
seefisien mungkin dan kemudian mentransfer informasi dalam kelas. Menurut Suharsimi Arikunto, Suhardjono & Supardi (2009 :
memori jangka panjang ke otak kita. Kemampuan membaca cepat 3) “penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan
merupakan keterampilan memilih isi bacaan yang harus dibaca terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja
sesuai dengan tujuan yang ada relevansinya dengan pembaca dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama”.
tanpa membuang-buang waktu untuk menekuni bagian-bagian lain Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari
yang tidak diperlukan. Dalam membaca cepat, prioritas utama guru yang dilakukan oleh siswa. Menurut Iskandar (2009:20)
adalah memahami isi bacaan, bukan hanya kecepatannya. pengertian PTK yaitu:
ISBN: 978-602-74245-0-0 276
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
1. Penelitian merupakan kegiatan mencermati suatu objek menyimpulkan isi bacaan. Agar pelaksanaan tes lebih mudah,
dengan menggunakan cara dan aturan metodologi untuk diperlukan instrumen dan alat bantu berupa kriteria atau aspek
memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk penilaian.
meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting Teknik wawancara dilakukan untuk mengungkapkan data
bagi peneliti. penyebab kesulitan dan hambatan dalam membaca cepat
2. Tindakan merupakan suatu gerak kegiatan yang sengaja menggunakan teknik tri-focus steve snyder. Sasaran wawancara
dilakukan dengan tujuan tertentu yang dalam penelitian adalah tiga siswa yang nilainya termasuk kategori baik, cukup, dan
berbentuk rangkaian siklus kegiatan. kurang. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kesan dan saran
3. Kelas merupakan sekelompok peserta didik yang sama dan terhadap membaca cepat menggunakan teknik tri-focus steve
menerima pelajaran yang sama dari seorang guru. snyder. Kegiatan wawancara ini dilakukan di luar jam pelajaran
Dalam penelitian tindakan kelas terdapat empat tahapan efektif.
yang lazim dilalui, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, Dokumentasi foto diambil ketika pembelajaran membaca
dan refleksi. Dalam tahap penyusunan rencana peneliti cepat dengan metode tri-focus steve snyder siklus I berlangsung.
menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa Dokumentasi foto yang diambil yaitu (1) guru memberikan
dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Dalam tahap kedua penjelasan pada siswa mengenai membaca cepat dengan metode
dari penelitian tindakan adalah pelaksanaan yang merupakan tri-focus steve snyder; 2) siswa mempraktekkan cara membaca
implementasi atau penerapan isi rancangan yaitu mengenai cepat dengan metode tri-focus steve snyder; 3) aktivitas siswa
tindakan di kelas. Dalam tahap ke-2 ini guru harus ingat dan dalam menyimpulkan isi bacaan.
berusaha menaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan, Teknik analisis data yang dilakukan peneliti pada proses
tetapi harus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat. pembelajaran membaca cepat menggunakan teknik tri-focus steve
Dalam tahap ke-3, yaitu kegiatan pengamatan yang snyder dilakukan secara deskriptif presentase dan deskriptif
dilakukan oleh pengamat. Sebenarnya kegiatan tahap ke-2 dan ke- kualitatif. Teknik deskriptif presentase dilakukan untuk
3 berlangsung bersamaan, yaitu saat peneliti melakukan tindakan, menganalisis data yang diperoleh dari hasil tes membaca cepat
peneliti juga sambil melakukan pengamatan terhadap proses menggunakan teknik tri-focus steve snyder. Hasil analisis data tes
maupun hasil dari apa yang dilakukan peneliti. secara kuantitatitf dihitung dengan cara presentase dengan
Pada tahap ke-4 merupakan kegiatan untuk langkah-langkah sebagai berikut:
mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Kegiatan 1. Menghitung masing-masing aspek;
refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah 2. Merekap nilai yang diperoleh siswa;
selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan 3. Menghitung nilai rata-rata siswa;
peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. 4. Menghitung presentasi nilai.
Penelitian tindakan kelas (PTK) di MTs Nurul Hikmah Penilaian nilai dihitung dengan rumus :
dilaksanakan melalui tahapan siklus untuk meningkatkan R
keterampilan menyimpulkan isi bacaan dengan membaca cepat NP  x100 %
250 Kmp menggunakan metode Tri-focus Steve Snyder dalam NM
mata pelajaran Bahasa Indonesia. Apabila pada siklus pertama
indikator kinerja belum tercapai, maka akan dilakukan siklus Keterangan:
berikutnya sehingga indikator kinerja dapat tercapai. NP : Nilai presentase
Desain penelitian tindakan kelas dapat digambarkan R : Jumlah nilai keseluruhan yang diperoleh
sebagai berikut : siswa
NM : Nilai total maksimal

Hasil perhitungan presentase keterampilan


menyimpulkan isi bacaan dengan membaca cepat 250 kpm
menggunakan teknik tri-focus steve snyder ini kemudian
dibandingkan antara hasil tes pada tiap siklus. Hasil ini akan
memberikan gambaran mengenai persentase peningkatan
menyimpulkan isi bacaan dengan membaca cepat 250 kpm
menggunakan teknik tri-focus steve snyder.
Teknik kualitatif dilakukan untuk memberi gambaran
tentang proses pembelajaran siswa dalam pembelajaran membaca
cepat menggunakan teknik tri-focus steve snyder. Teknik kualitatif
ini diperoleh dari data wawancara dan dokumentasi foto. Teknik
kualitatif dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menelaah seluruh data yang diperoleh dari hasil tes,
wawancara, dan dokumentasi foto
Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan Kelas 2. Menyusun dalam satuan-satuan;
3. Dikategorikan atau dikelompokkan.
Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan
teknik tes, observasi, wawancara, dan dokumentasi foto. Tes yang HASIL DAN PEMBAHASAN
digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil pekerjaan siswa A. Hasil
dalam menyimpulkan isi bacaan dengan membaca cepat. Tes ini Hasil penelitian ini diperoleh dari kegiatan prasiklus,
digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam tindakan kelas siklus I, dan tindakan kelas siklus II. Hasil tes
ISBN: 978-602-74245-0-0 277
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
prasiklus berupa kemampuan siswa dalam menyimpulkan isi Proses pelaksanaan pembelajaran
bacaan dengan membaca cepat 250 kpm sebelum menyimpulkan isi bacaan dengan membaca cepat 250
pembelajaran metode tri-focus steve Snyder. Hasil tes tindakan kpm metode tri-focus steve Snyder pada siklus I
siklus I dan siklus II berupa kemampuan siswa menyimpulkan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Hasil tes
isi bacaan dengan membaca cepat 250 kpm setelah menyimpulkan isi bacaan dengan membaca cepat 250
mendapatkan pembelajaran metode tri-focus steve Snyder. kpm adalah sebagai berikut:
1. Kondisi Awal Tabel 2. Hasil Tes Menyimpulkan Isi Bacaan dengan
Kondisi awal adalah kondisi siswa sebelum dilaksanakan Membaca Cepat 250 kpm Siklus I
pembelajaran metode tri-focus steve Snyder. Untuk
mengetahui kondisi awal siswa, maka dilakukan tes awal
membaca cepat 250 kpm untuk menyimpulkan isi bacaan
dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Tes Keterampilan Menyimpulkan Isi Bacaan

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan


bahwa pada siklus I sebanyak 2 siswa memiliki
keterampilan menyimpulkan isi bacaan dengan
membaca cepat 250 kpm dalam kategori kurang, 7
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa siswa masuk dalam kategori cukup dan 6 siswa masuk
kemampuan siswa sebelum mendapatkan tindakan yaitu dalam kategori baik. Berdasarkan hasil tersebut, dapat
sebanyak 10 siswa atau sebesar 66,67% memiliki diketahui bahwa ketuntasan individual telah dapat
keterampilan menyimpulkan isi bacaan dengan membaca dicapai oleh 6 siswa yang masuk dalam kategori baik
cepat 250 kpm dalam kategori kurang, sedangkan atau sebesar 40%. Sementara itu pencapaian
sebanyak 5 siswa atau sebesar 33,33% keterampilan ketuntasan klasikal yaitu 65,27.
menyimpulkan isi bacaan dengan membaca cepat 250 kpm Kegiatan wawancara dilaksanakan setelah
dalam kategori cukup. Nilai rata-rata menyimpulkan isi pembelajaran membaca cepat untuk menyimpulkan isi
bacaan dengan membaca cepat 250 kpm prasiklus yaitu bacaan siklus I selesai. Sasaran wawancara
sebesar 54.13 (lima puluh empat koma tiga belas) dan difokuskan kepada siswa yang mendapatkan nilai
termasuk dalam kategori kurang. tertinggi, sedang, dan terendah pada hasil tes
2. Hasil Penelitian Siklus 1 membaca cepat untuk menyimpulkan isi bacaan siklus
Pada bagian hasil siklus I akan dibahas mengenai I. Kegiatan wawancara memiliki tujuan untuk
proses pembelajaran dalam peningkatan keterampilan mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran
membaca cepat 250 kpm untuk menyimpulkan isi bacaan. membaca cepat untuk menyimpulkan isi bacaan
Peningkatan keterampilan membaca cepat 250 kpm untuk metode tri-focus steve snyder. Aspek wawancara yang
menyimpulkan isi bacaan dilihat dari hasil tes atau nilai tes digunakan sebagai pertanyaan meliputi (1) perasaan
siswa dalam membaca cepat 250 kpm untuk siswa ketika membaca cepat metode tri-focus steve
menyimpulkan isi bacaan. snyder; (2) pendapat siswa tentang metode tri-focus
a. Perencanaan Siklus I steve snyder; (3) kesan siswa selama mengikuti
Pada tahap perencanaan siklus I peneliti pembelajaran membaca cepat untuk menyimpulkan isi
melakukan berbagai persiapan pengajaran Bahasa bacaan metode tri-focus steve snyder; (4) kesulitan
Indonesia materi menyimpulkan isi bacaan dengan siswa dalam membaca cepat dengan metode tr; dan (5)
membaca cepat 250 kpm pada siswa. Perencanaan saran siswa terhadap pembelajaran membaca cepat
perbaikan pembelajaran dengan membaca cepat untuk menyimpulkan isi bacaan metode tri-focus steve
menggunakan metode tri focus steve snyder diawali snyder.
dengan menyusun Rencana Pelaksanaan Pertanyaan pertama adalah perasaan siswa
Pembelajaran (RPP) sebagai pedoman melakukan ketika membaca cepat metode tri-focus steve snyder.
tindakan perbaikan di dalam kelas. Selanjutnya peneliti Berdasarkan hasil wawancara kepada siswa yang
menyiapkan instrument penelitian yang berupa mendapatkan nilai tertinggi menyatakan bahwa mereka
instrument tes, wawancara dan dokumentasi foto untuk merasa tertarik, bersemangat, dan senang ketika
memperoleh data yang diperlukan. Selain itu, peneliti membaca cepat metode tri-focus steve snyder. Hal
juga mempersiapkan kolaborasi dengan guru mata tersebut dapat terlihat seperti pernyataan R-3 "Saya
pelajaran Bahasa Indonesia untuk mengkonsultasikan merasa senang dan bersemangat. Membaca cepat
rencana pembelajaran dan berkolaborasi dengan metode tri-focus steve snyder sangat menarik". Siswa
teman sejawat yang akan dimintai bantuannya dalam yang mendapatkan nilai sedang menyatakan bahwa
kegiatan observasi dan dokumentasi. siswa merasa senang dan tertarik ketika membaca
b. Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan cepat metode tri-focus steve snyder. Hal tersebut dapat
Menyimpulkan Isi Bacaan dengan Membaca Cepat terlihat seperti pernyataan R-5 "Saya senang dan suka
250 kpm Metode tri-focus steve Snyder Siklus I dengan metode ini. Sangat menarik". Siswa yang
ISBN: 978-602-74245-0-0 278
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
mendapatkan nilai rendah menyatakan bahwa siswa mereka dalam memahami pembelajaran membaca
merasa malas dan tidak tertarik untuk megikuti cepat untuk menyimpulkan isi bacaan. Mereka juga
pembelajaran membaca cepat metode tri-focus steve menyatakan bahwa metode tersebut mempermudah
snyder . Hal tersebut dapat terlihat seperti pernyataan mereka dalam membaca cepat untuk menyimpulkan isi
R- 1 “Saya tidak begitu suka, sulit, dan membosankan". bacaan.
Berdasarkan jawaban-jawaban tersebut, perasaan Pertanyaan keempat, kesulitan siswa dalam
siswa ketika membaca cepat metode tri-focus steve membaca cepat dengan metode tri-focus steve snyder.
snyder sangat baik. Hal tersebut terlihat dari banyaknya Siswa yang mendapat nilai tinggi, siswa menyatakan
siswa yang menyatakan senang dan tertarik ketika sejauh ini belum menemukan kesulitan dalam
membaca cepat metode tri-focus steve snyder. pembelajaran membaca cepat. Hal tersebut dapat
Pertanyaan kedua, pendapat siswa tentang terlihat seperti pernyataan R-3 "Belum ada kesulitan
metode tri-focus steve snyder. Siswa yang mendapat yang saya temukan". Siswa yang mendapat nilai
nilai tinggi menjelaskan bahwa metode tersebut sedang menyatakan memiliki kesulitan dalam hal
menarik dan memberikan kemudahan dalam menemukan pokok-pokok bacaan di setiap paragraf.
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Hal Hal tersebut dapat terlihat seperti pernyataan R-5
tersebut dapat terlihat seperti pernyataan R-3 "Menurut "Saya mempunyai kesulitan dalam menemukan mana
saya, metode tri-focus steve snyder sangat menarik, yang termasuk ide pokok dan mana yang bukan ide
dengan metode itu saya jadi mudah menyimpulkan pokok, sulit untuk mengungkapkan dengan kata-kata".
bacaan dan menemukan ide pokok bacaan". Siswa Siswa yang mendapat nilai kurang menyatakan
yang mendapat nilai sedang menjelaskan bahwa memiliki kesulitan dalam hal mencerna apa yang
metode tersebut sesuai apabila diterapkan ke dalam disampaikan oleh guru dan merasa kesulitan dalam
pembelajaran membaca cepat untuk menyimpulkan isi menemukan pokok-pokok bacaan. Siswa merasa
bacaan. Hal tersebut dapat terlihat seperti pernyataan bingung ketika membaca cepat. Hal tersebut dapat
R-5 " metode tri-focus steve snyder sangat cocok untuk terlihat seperti pernyataan R-1 "Saya sulit menangkap
pelajaran membaca cepat". Siswa yang mendapat nilai penjelasan dari guru, sulit menyimpulkan isi bacaan
rendah menjelaskan bahwa metode tersebut kurang berdasarkan ide pokok yang telah ditemukan dan saya
menarik dan menyulitkan dalam kegiatan membaca. bingung juga". Berdasarkan jawaban jawaban tersebut,
Hal tersebut dapat terlihat seperti pernyataan R-1 kesulitan siswa dalam membaca cepat dengan metode
"Metode ini kurang cocok untuk membaca cepat. tri-focus steve snyder adalah dalam menyimpulkan isi
Memahami bacaan menjadi sulit. Metode ini kurang bacaan berdasarkan ide pokok yang telah ditemukan.
menarik". Berdasarkan jawaban jawaban tersebut, Pertanyaan terakhir, saran siswa terhadap
sebagian siswa berpendapat bahwa metode tri-focus pembelajaran menyimpulkan isi bacaan dengan
steve snyder adalah metode yang menarik dan sesuai membaca cepat 250 kata per menit metode tri-focus
apabila diterapkan dalam pembelajaran membaca steve snyder. Siswa yang mendapat nilai tinggi
cepat untuk menyimpulkan isi bacaan. Mereka juga memberi saran untuk pembelajaran menyimpulkan isi
menyatakan bahwa metode tersebut mempermudah bacaan dengan membaca cepat 250 kata per menit
mereka dalam membaca cepat untuk menyimpulkan isi yang akan datang selalu menggunakan metode tri-
bacaan. focus steve snyder karena sangat membantu
Pertanyaan ketiga, kesan siswa selama meningkatkan kemampuan membaca dan
mengikuti pembelajaran membaca cepat untuk menyenangkan. Hal tersebut dapat terlihat seperti
menyimpulkan isi bacaan metode tri-focus steve pernyataan R-3 " metode tri-focus steve snyder selalu
snyder. Siswa yang mendapat nilai tinggi menjelaskan digunakan dalam pembelajaran ini karena membatu
merasa senang dan mudah memahami pembelajaran memahami bacaan dengan cepat". Siswa yang
dengan metode tri-focus steve snyder. Hal tersebut mendapat nilai sedang memberi saran untuk
dapat terlihat seperti pernyataan R- 3 "Kesan saya, pembelajaran membaca cepat yang akan datang yaitu
saya senang karena mudah memahami pelajaran agar guru memberi waktu yang lebih untuk
karena pembelajaran metode tri-focus stive snyder ". pembelajaran tersebut. Hal tersebut dapat terlihat
Siswa yang mendapat nilai sedang menjelaskan bahwa seperti pernyataan R-5 "Waktunya ditambah karena
siswa merasa senang dan tertarik mengikuti kurang untuk mengerjakan tugas". Siswa yang
pembelajaran membaca cepat dengan metode tri-focus mendapat nilai kurang memberi saran untuk
stive snyder. Hal tersebut dapat terlihat seperti pembelajaran membaca cepat berikutnya yaitu agar
pernyataan R- 5 "Saya merasa tertarik dengan metode diberi waktu lebih lama lagi untuk pembelajaran
tri-focus steve snyder dan saya juga merasa senang". membaca cepat . Hal tersebut dapat terlihat seperti
Siswa yang mendapat nilai rendah menjelaskan bahwa pernyataan R-1 "Waktunya ditambah biar cukup untuk
kurang tertarik dan tidak bisa memahami pelajaran mengerjakan tugas dari guru". Berdasarkan jawaban
yang disampaikan dengan metode tri-focus stive jawaban tersebut, kebanyakan siswa menyarankan
snyder. Hal tersebut dapat terlihat seperti pernyataan agar pembelajaran menyimpulkan isi bacaan dengan
R- 1 "Saya tidak tertarik dengan metode tri-focus steve membaca cepat 250 kata per menit yang akan datang
snyder, saya juga tidak bisa memahami pembelajaran". agar selalu menggunakan metode tri-focus steve
Berdasarkan jawaban jawaban tersebut, sebagian snyder dan memberi waktu yang lebih untuk
siswa mempunyai kesan yang menyenangkan dengan pembelajaran tersebut.
metode tri-focus steve snyder karena membantu
ISBN: 978-602-74245-0-0 279
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Berdasarkan hasil wawancara, dapat meraih nilai yang lebih baik. Guru juga menjelaskan
disimpulkan bahwa sebagian siswa mempunyai kesan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa ketika
senang dan tertarik ketika membaca cepat dengan membaca cepat pada siklus I agar siswa tidak
metode tri-focus steve snyder, namun siswa yang mengulangi kesalahannya pada siklus berikutnya.
mendapat nilai kurang menyatakan kurang tertarik
ketika membaca cepat dengan menggunakan metode 3. Hasil Penelitian Siklus II
tri-focus steve snyder. Pendapat siswa tentang metode Pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada siklus
tri-focus steve snyder yaitu metode tersebut adalah I mengacu pada hasil refleksi siklus II. Segala kekurangan
metode yang menarik dan memudahkan siswa dalam dan kelemahan yang ada pada siklus I diperbaiki pada
membaca cepat untuk menyimpulkan isi bacaan pembelajaran siklus II. Pelaksanaan pembelajaran siklus II
namun siswa yang mendapat nilai kurang menyatakan menggunakan metode tri fokus steve snyder untuk
bahwa metode tersebut kurang menarik. Perasaan meningkatkan keterampilan menyimpulkan isi bacaan
siswa ketika membaca cepat untuk menyimpulkan isi dengan membaca cepat 250 kpm.
bacaan dengan metode tri-focus steve snyder adalah a. Perencanaan Siklus II
senang, kecuali bagi siswa yang mendapatkan nilai Perencanaan perbaikan pembelajaran siklus II
kurang yang menyatakan kurang senang. Siswa dengan membaca cepat menggunakan metode tri
mengalami kesulitan dalam menemukan pokok-pokok focus steve snyder diawali dengan menyusun Rencana
yang terdapat dalam bacaan untuk disimpulkan. Siswa Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II (RPP) sebagai
menyarankan agar pembelajaran membaca cepat yang pedoman melakukan tindakan perbaikan di dalam
akan datang selalu menggunakan metode tri-focus kelas. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
steve snyder dan memberi waktu yang lebih untuk disusun berdasarkan refleksi siklus I agar kesalahan-
pembelajaran tersebut. kesalahan pada siklus I tidak diulangi kembali pada
Dokumentasi foto diambil ketika pembelajaran siklus II.
membaca cepat dengan metode tri-focus steve snyder b. Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan
siklus I berlangsung. Dokumentasi foto yang diambil Menyimpulkan Isi Bacaan dengan Membaca Cepat
yaitu (1) guru memberikan penjelasan pada siswa 250 kpm Metode tri-focus steve Snyder Siklus II
mengenai membaca cepat dengan metode tri-focus Proses pelaksanaan pembelajaran
steve snyder; 2) siswa mempraktekkan cara membaca menyimpulkan isi bacaan dengan membaca cepat 250
cepat dengan metode tri-focus steve snyder; 3) kpm metode tri-focus steve snyder pada siklus II
aktivitas siswa dalam menyimpulkan isi bacaan. mengacu pada hasil refleksi siklus I. Tindakan yang
c. Refleksi Siklus I dilakukan peneliti dalam siklus II yaitu 1) memberikan
Berdasarkan hasil tes yang telah dilaksanakan umpan balik hasil yang diperoleh pada siklus I;
pada siklus I, dapat diungkapkan bahwa target melaksanakan proses pembelajaran menyimpulkan isi
penelitian belum tercapai. Hal ini dapat dilihat dari hasil bacaan dengan membaca cepat 250 kpm
tes menyimpulkan isi bacaan dengan membaca cepat menggunakan metode tri focus steve snynder; 2)
250 kpm menggunakan metode tri-focus steve snyder menegaskan kembali metode membaca dan teknik
mencapai nilai rata-rata klasikal sebesar 65,27 yang yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu metode tri-
masih jauh di bawah target sebesar 70. Ketuntasan focus steve snynder; 3) siswa diberi motivasi agar
individu dalam keterampilan menyimpulkan isi bacaan berpartisipasi lebih aktif dan bersungguh-sungguh
dengan membaca cepat 250 kpm yang diperoleh pada dalam menyimpulkan teks bacaan dengan membaca
siklus I ini berjumlah 6 siswa atau sebesar 40% dari cepat. Pelaksanaan pembelajaran siklus II
jumlah siswa yang ada. Sementara itu ketuntasan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan.
klasikal yang dilihat dari nilai rata-rata kelas belum Hasil peningkatan keterampilan membaca
mencapai ketercapaian indikator kinerja karena nilai cepat 250 kpm untuk menyimpulkan isi bacaan metode
rata-rata kelas masih di bawah 70. Pembelajaran tri-focus steve snyder pada siklus II dapat dilihat pada
membaca cepat untuk menyimpulkan isi bacaan pada tabel berikut ini.
siklus I sudah mengalami peningkatan dibandingkan Tabel 3. Hasil Tes Keterampilan Menyimpulkan Isi
dengan kondisi awal sebelum diberikan tindakan, Bacaan dengan Membaca Cepat 250 Kpm
namun hasil tersebut belum dapat dikatakan berhasil Siklus II
sebab belum dapat mencapai indikator kinerja dan
belum memenuhi nilai ketuntasan siswa sehingga perlu
dilanjutkan pada siklus II.
Untuk mencapai pembelajaran yang sesuai
dengan yang diharapkan oleh peneliti, maka kesulitan-
kesulitan tersebut dicari solusinya untuk diterapkan
pada pembelajaran berikutnya (siklus II). Berdasarkan
diskusi dengan teman sejawat, diperoleh solusi yaitu
guru memberikan motivasi pada siswa serta membuat
suasana lebih santai agar dapat mengurangi
ketegangan. Guru membacakan garis besar nilai hasil Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui
pekerjaan siswa membaca cepat untuk menyimpulkan bahwa kemampuan siswa kelas VIII MTs Nurul Hikmah
pada siklus I agar siswa lebih bersemangat untuk pada siklus II telah mengalami peningkatan dalam
ISBN: 978-602-74245-0-0 280
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
keterampilan menyimpulkan isi bacaan dengan metode tersebut sesuai apabila diterapkan ke dalam
membaca cepat 250 kpm, yaitu 4 siswa atau sebesar pembelajaran membaca cepat untuk menyimpulkan isi
26,67% memiliki keterampilan menyimpulkan isi bacaan. Siswa yang mendapat nilai rendah
bacaan dengan membaca cepat 250 kpm dalam menjelaskan bahwa metode tersebut masih terasa sulit
kategori sangat baik. Delapan siswa atau sebesar bila diterapkan dalam membaca cepat.
53,33% telah memiliki keterampilan menyimpulkan isi Pertanyaan ketiga, kesan siswa selama
bacaan dengan membaca cepat 250 kpm dengan mengikuti pembelajaran membaca cepat untuk
kategori baik. Sebanyak 3 siswa atau sebesar 20% menyimpulkan isi bacaan metode tri-focus steve
keterampilan menyimpulkan isi bacaan dengan snyder. Siswa yang mendapat nilai tinggi menjelaskan
membaca cepat 250 kpm dalam kategori cukup, dan merasa senang dengan kemudahan dalam penerapan
tidak ada siswa (sebesar 0%) yang mendapat skor metode tri-focus steve snyder. Siswa yang mendapat
kurang dari 55 atau kategori kurang. Nilai rata-rata nilai sedang menjelaskan bahwa siswa metode tri-
menyimpulkan isi bacaan dengan membaca cepat 250 focus stive snyder sangat membantu dalam belajar
kpm siklus II mencapai 76,67 dan termasuk dalam memahami bacaan dan menyimpulkan isi bacaan.
kategori baik. Siswa yang mendapat nilai rendah menjelaskan bahwa
Kegiatan wawancara dilaksanakan setelah siswa tidak bisa memahami pelajaran yang
pembelajaran membaca cepat untuk menyimpulkan isi disampaikan dengan metode tri-focus stive snyder.
bacaan siklus II selesai. Sasaran wawancara Pertanyaan keempat, kesulitan siswa dalam
difokuskan kepada siswa yang mendapatkan nilai membaca cepat dengan metode tri-focus steve snyder.
tertinggi, sedang, dan terendah pada hasil tes Siswa yang mendapat nilai tinggi, menyatakan tidak
membaca cepat untuk menyimpulkan isi bacaan siklus menemukan kesulitan dalam pembelajaran membaca
II. Kegiatan wawancara memiliki tujuan untuk cepat. Siswa yang mendapat nilai sedang menyatakan
mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran sudahtidak menemui kesulitan lagi karena sudah
membaca cepat untuk menyimpulkan isi bacaan beberapa kali menerapkan metode ini. Siswa yang
metode tri-focus steve snyder. Aspek wawancara yang mendapat nilai kurang menyatakan memiliki kesulitan
digunakan sebagai pertanyaan meliputi (1) perasaan dalam memahami dan menemukan pokok-pokok
siswa ketika membaca cepat metode tri-focus steve bacaan. Siswa masih merasa bingung ketika membaca
snyder; (2) pendapat siswa tentang metode tri-focus cepat.
steve snyder; (3) kesan siswa selama mengikuti Pertanyaan kelima yaitu saran siswa terhadap
pembelajaran membaca cepat untuk menyimpulkan isi pembelajaran menyimpulkan isi bacaan dengan
bacaan metode tri-focus steve snyder; (4) kesulitan membaca cepat 250 kata per menit metode tri-focus
siswa dalam membaca cepat dengan metode tri-focus steve snyder. Siswa yang mendapat nilai tinggi
steve snyder; dan (5) saran siswa terhadap memberi saran untuk selalu menggunakan metode tri-
pembelajaran membaca cepat untuk menyimpulkan isi focus steve snyder karena sangat membantu
bacaan metode tri-focus steve snyde. meningkatkan kemampuan membaca. Siswa yang
Pertanyaan pertama adalah perasaan siswa mendapat nilai sedang memberi saran untuk agar lebih
ketika membaca cepat metode tri-focus steve snyder. sering menggunakan metode tersebut dalam
Berdasarkan hasil wawancara kepada siswa yang pembelajaran membaca cepat. Siswa yang mendapat
mendapatkan nilai tertinggi menyatakan bahwa nilai kurang memberi saran agar guru dapat
membaca cepat metode tri-focus steve snyder menggunakan metode lain yang lebih mudah.
memberikan kemudahan dalam memahami bacaan Berdasarkan hasil wawancara, dapat
sehingga bisa digunakan dalam pembelajaran lain. Hal disimpulkan bahwa sebagian besar siswa mempunyai
tersebut dapat terlihat seperti pernyataan R-12 "Saya kesan senang dan tertarik ketika membaca cepat
merasa metode tri-focus steve snyder sangat menarik dengan metode tri-focus steve snyder. Selain itu siswa
dan bisa dipakai dalam memahami bacaan di pelajaran juga menganggap bahwa metode trifocus steve snyder
lain juga". Siswa yang mendapatkan nilai sedang juga sangat membantu siswa dalam melakukan
menyatakan bahwa membaca cepat dengan metode aktivitas membaca dan memahami isi bacaan. Siswa-
tri-focus steve snyder merupakan suatu pengalaman siswa juga beranggapan bahwa metode trifocus steve
belajar yang sangat menarik. Hal tersebut dapat terlihat snyder tidak hanya dapat digunakan dalam
seperti pernyataan R-5 "metode itu baru saya ketahui pembelajaran Bahasa Indonesia saja melainkan dapat
dan itu adalah pengalaman yang bagus". Siswa yang pula diterapkan dalam pembelajaran lain yang
mendapatkan nilai rendah menyatakan bahwa siswa menuntut perlunya membaca cepat dan perlunya
mulai tertarik dengan motode tri-focus steve snyder, pemahaman terhadap isi bacaan.
tetapi metode tersebut dianggap sulit . Hal tersebut c. Refleksi Siklus II
dapat terlihat seperti pernyataan R- 1 “Saya mulai Melalui hasil tes, wawancara, dan dokumentasi
senang, tapi tetap saja sulit" foto, diperoleh hasil bahwa hampir semua siswa kelas
Pertanyaan kedua, pendapat siswa tentang VIII MTs Nurul Hikmah dapat mengikuti proses
metode tri-focus steve snyder. Siswa yang mendapat pembelajaran menyimpulkan isi bacaan dengan
nilai tinggi menjelaskan bahwa metode tersebut membaca cepat 250 kpm menggunakan metode tri-
menarik dan memberikan kemudahan dalam focus steve snyder dengan baik sehingga memperoleh
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Siswa peningkatan hasil yang cukup signifikan bila
yang mendapat nilai sedang menjelaskan bahwa
ISBN: 978-602-74245-0-0 281
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dibandingkan dengan sebelum diberikan tindakan proses membaca dengan tri-focus memusatkan mata pada tiga
perbaikan pembelajaran. titik yaitu kiri, tengah, dan kanan. Selain itu, dalam penelitian ini
Hasil tes yang telah dilaksanakan pada siklus II guru juga menekankan agar siswa dapat berlatih untuk
menunjukkan bahwa hasil yang dicapai pada siklus II melakukan perpindahan mata dalam membaca dengan
telah dapat dinyatakan berhasil karena telah mencapai frekuaensi yang cepat, sebab dalam memca cepat diperlukan
indikator kinerja penelitian tindakan kelas dan telah gerakan mata yang cepat. Steven Snyder juga menekankan
mencapai batas ketuntasan yaitu 80% siswa telah tentang kecepatan mata dalam membaca yaitu “the most
mencapai skor di atas 70 dalam keterampilan essential organ(s) for reading (in sighted people) are the eyes.
menyimpulkaan isi bacaan dengan membaca cepat Reading is tied very closely to the habit and behavior patterns
250 kpm. Berdasarkan data tersebut menunjukkan of the eyes. The eyes create the trigger mechanism by
bahwa penelitian telah berhasil dan dapat dihentikan perceiving the information in habitual ways and setting off a
atau tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya. chain reaction of sub-habits that hopefully result in the
comprehension of the material.” (Organ yang paling penting
B. Pembahasan untuk membaca (yang terlihat orang) adalah mata. Membaca
Penelitian ini memfokuskan masalah pada upaya sangat terikat erat dengan kebiasaan dan perilaku pola mata.
meningkatkan keterampilan menyimpulkan isi bacaan dengan Mata menciptakan memicu mekanisme dengan mengamati
membaca cepat 250 kpm menggunakan metode tri-focus steve informasi dalam kebiasaan cara dan reaksi berantai dari sub-
snyder pada siswa kelas VIII MTs Nurul Hikmah tahun kebiasaan yang diharapkan menghasilkan pemahaman
pelajaran 2012/2013. Membaca cepat merupakan suatu materi).
proses aktif yang bertujuan dan memerlukan strategi karena Penelitian tindakan kelas sebagai upaya
diperlukan waktu yang cepat untuk menyalesaikan dan meningkatkan keterampilan menyimpulkan isi bacaan dengan
memahami isi bacaan. Hal ini sesuai dengan pendapat membaca cepat 250 kpm menggunakan metode tri-focus steve
BPSDMPK dan PMP, (2012:12) yang mengatakan “membaca snyder pada siswa kelas VIII MTs Nurul Hikmah dilaksanakan
cepat adalah keterampilan memilih isi bahan yang harus dibaca dalam dua siklus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
sesuai dengan tujuan kita, yang ada relevansinya dengan kita, terjadi peningkatan dalam keterampilan menyimpulkan isi
tanpa membuang-buang waktu untuk menekuni bagian-bagian bacaan bila dibandingkan dengan keadaan sebelum adanya
lain yang tidak kita perlukan” tindakan (kondisi pra siklus).
Membaca mempunyai banyak tujuan sebagaimana Hasil tes keterampilan menyimpulkan isi bacaan
yang diungkapkan Tarigan dalam BPSDMPK dan PMP dengan membaca cepat 250 kpm menunjukkan adanya
(2012:10) mengemukakan ada beberapa tujuan membaca peningkatan dari kondisi pra siklus, siklus I dan siklus II. Pada
yaitu “(1) menemukan detail atau fakta, (2) menemukan kondisi pra siklus sebanyak 0% siswa masuk dalam kriteria
gagasan utama, (3) menemukan urutan atau organisasi sangat baik, 0% baik, 33,33% cukup, dan 66,67% masuk dalam
bacaan, (4) menyimpulkan, (5) mengklasifikasikan, (6) menilai, kriteria kurang baik. Pada siklus I terjadi peningkatan yaitu 0%
dan (7) membandingkan atau mempertentangkan”. Dalam siswa memperoleh hasil tes dengan kriteria sangat baik, 40%
penelitian ini membaca cepat 250 kpm difokuskan pada tujuan baik, 46,67% cukup, dan 13,33 % memperoleh hasil dengan
menyimpulkan isi bacaan. kriteria kurang baik. Pada siklus II kembali terjadi peningkatan
Menyimpulkan isi bacaan dengan membaca cepat pada tes hasil keterampilan menyimpulkan isi bacaan dengan
250 kpm merupakan suatu kegiatan yang memerlukan membaca cepat 250 kpm yaitu 26,67% masuk kriteria sangat
konsentrasi dan kejelian dalam membaca. Hal ini sejalan baik, 53,33% baik, 20% kriteria cukup, dan 0% termasuk
dengan pendapat Tim Penulis Modul Bahasa Indonesia kriteria kurang.
(2004:8) yang menyatakan “pemusatan perhatian atau pikiran Setelah guru menerapkan pembelajaran
pada saat membaca cepat merupakan salah satu kunci menyimpulkan isi bacaan dengan membaca cepat 250 kpm
keberhasilan membaca cepat.” Oleh karena itu, upayakan agar menggunakan metode tri-focus steve snyder, sebagian besar
dapat berkonsentrasi penuh pada saat membaca cepat. siswa memberikan tanggapan bahwa dengan metode ini siswa
Siswa kelas VIII MTs Nurul Hikmah masih mengalami memperoleh pengalaman baru dan siswa merasa terbantu
kesulitan dalam melakukan aktivitas menyimpulkan isi bacaan dengan menerapkan metode tri-focus steve snyder untuk
dengan cepat terutama jika bacaan yang dibaca merupakan membaca cepat. Dengan terus berlatih membaca cepat
bacaan panjang. Hal ini disebabkan karena masih rendahnya menggunakan metode tri-focus steve snyder siswa lebih
minat baca siswa, kurangnya kesadaran siswa tentang manfaat mudah menemukan pokok-pokok bacaan dan menyimpulkan
membaca dan masih seringnya siswa menerapkan kebiasaan bacaan. Siswa juga memberikan kesan bahwa mereka merasa
yang salah dalam membaca seperti membaca dengan senang dengan diterapkannya metode baru yang belum
bersuara, membaca dengan menunjukkan jari, serta membaca pernah didapat sebelumnya. Dengan dikenalkannya metode
dengan melakukan pengulangan kembali. Hal ini merupakan tri-focus steve snyder ini siswa mengaku mulai terbiasa dan
salah satu indikator bahwa pembelajaran membaca di sekolah mulai menikmati membaca cepat sehingga kegiatan membaca
belum maksimal sehingga guru perlu melakukan perbaikan tidak lagi dirasa membosankan.
pembelajaran untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas membaca SIMPULAN
cepat 250 kpm dengan menggunakan metode tri-focus steve Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang
snyder pada siswa kelas VIII MTs Nurul Hikmah dilaksanakan telah dilakukan tentang upaya meningkatkan keterampilan
sesuai dengan teknik membaca yang di sampaikan oleh menyimpulkan isi bacaan dengan membaca cepat 250 kpm
Steven Snyder (2000: www. menggunakan metode tri-focus steve snyder pada siswa kelas VIII
stevensnyderseminars.com//MindMattersPart2.Pdf) dimana MTs Nurul Hikmah, dapat ditarik kesimpulan yaitu :
ISBN: 978-602-74245-0-0 282
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
1. Pelaksanaan pembelajaran menyimpulkan isi bacaan dengan Irwan Widiatmoko. 2011. Super Speed Reading (Metode Lengkap
membaca cepat 250 kpm menggunakan metode tri-fokus steve dan Praktis untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca).
snyder dapat diterapkan pada siswa kelas VIII MTs Nurul Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Hikmah. Hal ini terbukti dengan ungkapan sebagian besar Iskandar. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Ciputat : Gaung
siswa melalui hasil wawancara bahwa siswa-siswa kelas VIII Persada Press
MTs Nurul Hikmah merasa terbantu dengan metode tri-fokus Komaruddin. 1974. Metode Penulisan Skripsi dan Tesis. Bandung:
steve snyder dalam menyimpulkan isi bacaan dengan Angkasa
membaca cepat 250 kpm. Muhammad Sarwono. 2003. Peningkatan Kecepatan Efektif
2. Dengan penggunaan metode Tri-focus Steve Snyder dapat Membaca (KEM) dengan Teknik Tri-fokus Steve Snyder.
meningkatkan keterampilan menyimpulkan isi bacaan dengan http://pakguruonline.pendidikan.net (diakses tanggal 6 Mei
membaca cepat 250 kata permenit pada siswa kelas VIII MTs 2015, Pukul 20.14)
Nurul Hikmah. Hal ini terbukti dengan meningkatnya rata-rata Nurhadi. 2008. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: CV Sinar
hasil tes keterampilan menyimpulkan isi bacaan dengan Baru Algensindo
membaca cepat menggunakan metode tri-focus steve snyder Riska Lismala. 2012. Pengertian Menyimpulkan dan Simpulan.
yaitu nilai rata-rata siswa menunjukkan dari pra siklus rata-rata http://blogtiamo.blogspot.com/2012/07/pengertian-
hasil tes siswa memperoleh nilai 54.13 (lima puluh empat koma menyimpulkan-dan-simpulan.html . (diakses tanggal 13
tiga belas) meningkat menjadi 65.27 (enam puluh lima koma mei 2015 pukul 16.15)
dua puluh tujuh) pada siklus I, dan kembali mengalami Soedarsono. 2010. Speed Reading (Sistem Membaca Cepat dan
peningkatan pada siklus II yaitu dengan rata-rata perolehan Efektif). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
nilai 76,67 (tujuh puluh enam koma enam puluh tujuh). Steven Snyder. AlphaLearning Accelerated Learning Systems
(Brilliance Passion And The Nature Of Mastery) . www.
DAFTAR PUSTAKA stevensnyderseminars.com (diakses tanggal 8 Juni 2015
Bobbi DePorter & Mike Hernacki. 2000. Quantum Learning: pukul 16.17)
Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Suharsimi Arikunto, Suhardjono & Supardi . 2009 .Penelitian
Bandung: Kaifa Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara
BPSDMPK dan PMP. 2012. Keterampilan Membaca (Bahan Suharsimi Arikunto. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Penerbit
Belajar Pendidikan dan Pelatihan Pasca-Uji Kompetensi PT. Rineka Cipta.
Awal bagi Guru Kelas). Jakarta : BPSDMPK dan PMP
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

ISBN: 978-602-74245-0-0 283


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MODEL 5E UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERARGUMEN SISWA SMA
Muh. Nasir
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan STKIP Bima
E-mail: perahubima@gmail.com / HP. 085 253 506 723

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran model 5E dan menganalisis pengaruh implementasinya
terhadap perbedaan kemampuan berargumen. Pengembangan perangkat pembelajaran dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah
model Dick dan Carey. Desain penelitian eksperimen menggunakan pretes-posttes non-equivalen control group desain. Populasi
penelitian eksperimen adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Woha Bima, sejumlah 10 kelas dengan populasi 350 siswa. Sampel dipilih
dengan tehnik simple random sampling dari 10 kelas yang ada diambil 4 kelas sebagai sampel dengan jumlah sampel 131 siswa. Kelas
X1, dan X2, menerapkan perangkat model 5E dan kelas X5,dan X9 menerapkan perangkat model EEK. Hasil uji ahli terhadap perangkat
yang dikembangkan memenuhi kriteria sangat layak dengan skor rata-rata sebesar 3,37 dengan kategori sangat baik. Hasil penelitian
eksperimen menunjukkan bahwa: terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berargumen siswa pada kelas eksperimen dan kontrol
(t = 4,482, p = 0,000).

Kata Kunci: Model 5E, Kemampuan Berargumen

Abstract: This study aims to develop of learning package 5E model and to analyze the effect of its implementation on the differences in
student’s Argument Skills. Development process follows R & D model by Dick and Carey. Research design follows pretest-posttest
nonequivalent control group design. The population of this study was tenth graders of SMA 1 Woha Bima. Total population is 350 students
from ten class. The sample was selected by simple random sampling technique and 131 students (four class) is obtained. X1 and X2 class
are taught using the 5E models, while the X5 and X9 class with EEK models. Expert judgement results meet the criteria for the development
of a very good result with an average value of 3.37. The results of experimental studies showed that: there is a difference in students’
Argument Skills in the experimental and control group.

Keyword: 5E Model, Argument Skills

PENDAHULUAN pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara fisik dan mental
Salah satu upaya yang sedang dilakukan pemerintah dalam proses pembelajaran (Deming, 2004).
dalam meningkatkan mutu pendidikan IPA adalah pembelajaran Salah satu model pembelajaran yang potensial untuk
berpusat pada siswa dengan cara menekankan kegiatan inkuiri, ini membantu siswa agar terlibat aktif dalam kegiatan belajar adalah
berarti bahwa pembelajaran yang dilakukan hendaknya mengacu model 5E (Bass et al, 2009). Model 5E merupakan suatu model
pada peningkatan keterampilan dan partisipasi siswa. Guru tidak yang terdiri dari lima tahapan, yaitu engage, exsplore, explain,
hanya melakukan kegiatan penyampaian pengetahuan, elaborate, dan evaluate. Setiap tahap model 5E bertujuan untuk
keterampilan, dan sikap kepada siswa, akan tetapi guru diharapkan membangkitkan rasa ingin tahu siswa. Dasna dan Sutrisno (2005)
mampu membawa siswa untuk aktif dalam berbagai bentuk menyatakan bahwa dalam model 5E siswa mengembangkan
pembelajaran diantaranya lewat kegiatan inkuiri. Pada kegiatan pemahamannya terhadap suatu konsep dengan kegiatan mencoba
inkuiri, siswa dilibatkan sebagai pelaku inkuiri secara aktif ketika (hand-on activities) sebelum diperkenalkan dengan kata-kata
melakukan observasi, eksplorasi, investigasi, pemodelan, melalui diskusi atau memperoleh informasi dari buku. Oleh sebab
perumusan hipotesis dan eksperimen terhadap berbagai gejala itu, model 5E juga dapat mengembangkan keterampilan proses
alam sedangkan peran guru dalam pembelajaran IPA sebagai siswa, memberi kesempatan kepada mereka melakukan
pemandu inkuiri (Anonim, 2011). percobaan sains secara langsung dan membuat pembelajaran
Kenyataan yang terjadi pada lembaga-lembaga bermakna.
pendidikan di Indonesia, terutama pada jenjang sekolah dasar dan Salah satu upaya untuk memfasilitasi perkembangan
menengah adalah guru masih kurang memperhatikan aspek kemampuan berargumen siswa sekolah menengah atas, maka
keterampilan berpikir dalam proses pembelajaran (Corebima, dalam penelitian ini perlu dilakukan kegiatan pengembangan
2005). Siswa hanya difokuskan pada kegiatan menghafal materi perangkat pembelajaran biologi model 5E, perangkat yang
pelajaran. Ketika siswa dihadapkan pada permasalahan yang dikembangkan meliputi silabus, RPP, PKS, LHKS dan instrumen
terjadi di lingkungan sekitarnya, siswa kurang mampu kemampuan berargumen yang diintegrasikan dengan langkah-
menggabungkan pengetahuan yang dimilikinya untuk mencari langkah pendekatan saintifik. Perangkat yang dikembangkan
penjelasan dan memberikan pendapat berupa solusi dari masalah diharapkan dapat digunakan oleh guru sebagai media
tersebut menggunakan kemampuan berargumen dan kemampuan pengembangan yang efektif dan efisien. Selain itu, juga dapat
berargumen.. Pelajaran biologi disekolah menengah dapat digunakan oleh siswa sebagai sumber belajar sehingga dapat
berperan sebagai sarana yang efektif untuk mengembangkan meningkatkan kualitas pembelajaran biologi, memotivasi siswa
kemampuan berargumen siswa. Kemampuan berargumen dalam belajar, dan ajang berlatih untuk belajar mandiri dalam
merupakan salah satu komponen kecakapan hidup yang dapat memahami konsep-konsep biologi.
dikembangkan melalui proses pembelajaran (Tim BBE, 2003. Berdasarkan atas permasalahan tersebut tujuan dari
Pengembangan kemampuan berargumen seharusnya dapat penelitian ini adalah menghasilkan Perangkat pembelajaran model
dibantu oleh guru melalui pemilihan dan penerapan model

ISBN: 978-602-74245-0-0 284


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
5E yang layak secara teoritis dan empiris dan juga mengetahui program komputer SPSS 20 for windows pada taraf signifikan
efektifitas implementasinya pada kemampuan berargumen siswa. 5%. Kriteria pengujian hipotesis: Ho ditolak apabila thitung > ttabel
atau nilai p > 0,05 maka Ho diterima, demikian sebaliknya jika
METODE p < 0,05 maka Ho ditolak.
Perangkat pembelajaran model 5E dalam penelitian ini
dikembangkan dengan mengikuti model Dick & Carey (2001) yang HASIL DAN PEMBAHASAN
terdiri dari sepuluh tahap dengan tujuan untuk menghasilkan Perangkat pembelajaran yang terdiri atas Silabus,
prototype perangkat pembelajaran yang dapat meningkatkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Petunjuk Kerja Siswa
aktifitas belajar siswa. Komponen perangkat yang dikembangkan (PKS), Lembar Hasil Kerja Siswa (LHKS) dan instrumen yang
terdiri atas Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), digunakan dalam penelitian, sebelum digunakan telah mengalami
Petunjuk Kerja Siswa (PKS), Lembar Hasil Kerja Siswa (LHKS), proses validasi oleh 3 orang ahli. Hasil validasi ahli terhadap
instrumen kemampuan berargumen perangkat pembelajaran yang dikembangkan sebagai berikut:
Penelitian Eksperimen dilaksanakan di SMA Negeri 1 Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Penilaian Perangkat Pembelajaran
Woha Bima dengan menggunakan penelitian quasi eksperiment
dengan desain Pre-test Post-Test Control-Group. Pengambilan
sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling yaitu dari
10 kelas yang ada diambil 4 kelas sebagai sampel. Subjek
penelitian berjumlah 131 orang siswa yang terdaftar pada semester
II kelas X SMA Negeri 1 Woha Bima. Siswa di kelas X1 dan X2
diberikan pembelajaran dengan perangkat model 5E dan kelas X5
dan X9 diberikan pembelajaran dengan perangkat model EEK. Hasil data pada Tabel 2. menunjukkan bahwa skor rata-
1. Analisis Data Kriteria Kelayakan Perangkat rata perangkat pembelajaran yang dikembangkan sebesar 3,37,
Data kualitatif yang dikumpulkan berdasarkan skor ini berada pada kategori sangat layak, ini berarti bahwa
penilaian kelayakan perangkat oleh ahli mencakup empat seluruh perangkat pembelajaran yang dikembangkan layak
kategori yakni: 4 untuk kategori sangat layak, 3 untuk kategori digunakan dalam penelitian.
layak, 2 untuk kategori kurang layak dan 1 untuk kategori tidak Hasil ini sesuai dengan Indriyani (2013), Purnama (2014)
layak. Adapun aspek-aspek yang diamati dan dinilai oleh menunjukkan bahwa RPP yang dikembangkan baik dan layak
validator berdasarkan instrumen lembar validasi yang dibuat digunakan dengan. Hasil penelitian serupa oleh Sari (2013)
peneliti pada masing-masing perangkat pembelajaran, yaitu: menunjukan bahwa hasil pengembangan LKS model 5E memiliki
(a) Silabus, terdiri dari: isi yang disajikan, bahasa, dan Waktu; kategori baik dan layak. Indriyani (2013) menunjukan bahwa LKS
(b) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), terdiri dari: ditinjau dari aspek kelayakan isi, aspek kebahasaan, aspek
perumusan tujuan pembelajaran, isi yang disajikan, bahasa, penyajian dan aspek kegrafikan secara keseluruhan baik dan layak
dan waktu; dan (c) Lembar Kerja Siswa (LKS), terdiri dari: isi digunakan. Shofiyah (2013) menunjukkan bahwa LKS efektif untuk
yang disajikan dan bahasa. Selanjutnya, data penilaian menumbuhkan penalaran ilmiah siswa.
kelayakan masing-masing perangkat pembelajaran ditabulasi
dan dihitung rata-rata skor, kemudian diubah menjadi nilai Kemampuan Berargumen
dalam bentuk kriteria. Adapun kriteria tersebut dapat dilihat Data kemampuan berargumen yang dideskripsikan
pada tabel 1. berikut ini Widoyoko (2012): dalam penelitian ini adalah skor rata-rata yang diperoleh subjek
Tabel 1. Kriteria Nilai Rerata Total Skor Masing-Masing penelitian dari tes kemampuan berargumen terkait materi ekologi
Komponen kelas X SMA. Skor rata-rata kemampuan berargumen kemudian
Nilai Interval Skor Kategori diklasifikasi kedalam 5 kategori yaitu, Nilai 40,00-51,40
A 3,26 – 4,00 Sangat Layak dikategorikan Sangat Kurang, 51,41-62,90 kategori Kurang, 62,91-
B 2,51 – 3,25 Layak 74,30 kategori Sedang, 74,31-85,70 kategori Baik, dan ≥ 85,71
C 1,76 – 2,50 Kurang Layak Gronlund dan Linn dalam Jufri, (2010). Rerata skor kemampuan
D 1,00 – 1,75 Tidak Layak berargumen siswa sebagai efek dari pembelajaran dengan
Nilai kelayakan produk dalam penelitian ini perangkat pembelajaran model 5Eadalah sebagai berikut:
ditetapkan minimal “B” kriteria layak. Dengan demikian, hasil
penilaian validator jika memberi hasil akhir “B” atau layak, maka
produk pengembangan layak digunakan dalam uji coba produk.
Namun sebelum di uji coba, terlebih dahulu masing-masing
perangkat pembelajaran tersebut di revisi sesuai dengan
komentar/saran yang dikemukakan diakhir lembar validasi
perangkat
2. Analisis Data Kemampuan Berargumen
Data post-test kemampuan berargumen yang
diperoleh ditabulasi kemudian dihitung nilai rata-ratanya. Data Gambar 1. Diagram Batang Rerata Skor Kemampuan Berargumen
post-test kemampuan berargumen ini digunakan untuk menguji Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa perangkat
hipotesis. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui: Apakah pembelajaran model 5E yang diterapkan pada kelas eksperimen
ada perbedaan kemampuan berargumen siswa yang belajar mempunyai kecenderungan untuk meningkatkan kriteria nilai
dengan perangkat pembelajaran model 5E dengan siswa yang kemampuan berargumen, hal ini terlihat dari rata-rata nilai pretes
belajar dengan perangkat pembelajaran model EEK. Uji kemampuan berargumen siswa sebesar 58 dengan kategori
hipotesis penelitian menggunakan uji-t dengan bantuan kurang, kemudian mengalami peningkatan setelah dilakukan
ISBN: 978-602-74245-0-0 285
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pembelajaran dengan model 5E sebesar 75, nilai ini berada pada peningkatan dari 59 dengan kategori kurang menjadi 70 pada
kategori baik. Selanjutnya rerata nilai kemampuan berargumen kategori sedang. Adapun sebaran persentase peningkatan
pada kelas kontrol yang menggunakan perangkat pembelajaran kemampuan berargumen siswa pada tiap kategori ditunjukkan
model EEK yang biasa dipakai di sekolah juga mengalami pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Persentase sebaran nilai kemampuan beragumen siswa berdasarkan N-Gain.
Tinggi Sedang Rendah
Perlakuan N
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Eksperimen 66 1 1,52% 51 77,27% 14 21,21%
Kontrol 65 0 0,0% 18 27,69% 47 72,31%

Tabel 3 menunjukkan bahwa walaupun rata-rata N-gain Kemampuan berargumen merupakan indikator hasil
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai kategori belajar yang dicapai siswa dalam proses pembelajaran. Hasil
sama yaitu sedang, tetapi frekuensi siswa pada kategori n-gain belajar siswa berkaitan dengan kemampuan siswa dalam
tinggi sebanyak 1 (1,52%) siswa, sedangkan pada kelas kontrol menyerap dan memahami bahan kajian yang diajarkan. Hasil
tidak ada siswa yang berkategori n-gain tinggi, begitu juga pada belajar dapat dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan
kategori sedang pada kelas eksperimen jumlah siswa lebih banyak pembelajaran (Usman, 1993). Selanjutnya Usman (1993)
dibanding kelas kontrol yaitu sebanyak 51 (77,27%) siswa untuk menyatakan bahwa indikator yang dapat dijadikan tolok ukur
kelas eksperimen dan 18 (27,69%) siswa untuk kelas kontrol, keberhasilan kegiatan belajar mengajar adalah: 1) daya serap
sementara pada kategori rendah, jumlah siswa pada kelas terhadap bahan pelajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi,
eksperimen lebih sedikit dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu baik individu maupun kelompok, 2) perilaku yang digunakan dalam
sebanyak 14 (21,21%) siswa untuk kelas eksperimen dan 47 tujuan pembelajaran khusus yang telah dicapai siswa baik individu
(72,31%) untuk kelas kontrol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa maupun kelompok.
peningkatan kemampuan berargumen siswa kelas eksperimen Hasil uji normalitas data dengan statistik parametrik
lebih tinggi daripada kelas kontrol. Kolmogorov – Smirnov tes menunjukkan bahwa data pada seluruh
Meningkatnya kemampuan berargumen dalam penelitian perlakuan berdistribusi normal. Demikian pula dengan hasil
ini sesuai dengan pendapat Suppe (2000) dan Osborne et al (2007) ujihomogenitas data dengan Levene’s test menunjukkan bahwa
bahwa argumentasi ilmiah adalah kemampuan koefisien statistik Leven’s untuk kemampuan berargumen adalah
mengkomunikasikan dan mengkoordinasi fakta dan teori untuk 0,80. Angka tersebut lebih besar dari 0,05 dan memberikan makna
memberikan penjelasan yang lebih mendalam tentang suatu bahwa varian data pada semua perlakuan adalah homogen,
model, prediksi atau suatu evaluasi. Argumentasi adalah eksplorasi sehingga data dapat dianalisis dengan tehnik uji-t. Hasil uji-t
yang sistimatis dari suatu konfirmasi teoritis melalui koordinasi terhadap kemampuan berargumen dari dua perlakuan eksperimen
bukti-bukti yang menggambarkan hasil observai empiris atau hasil dan kontrol disajikan pada tabel 4.
eksperimen tentang fenomena alam (Bell & Linn, 2007).
Tabel 4. Hasil Uji-t Kemampuan berargumen
Mean Std Error Sig
Df T
Diference Diference (2-talled)
Posttes_KBK equal variances 129 4,92681 1,09931 4,482 0,000
assumed
equal variances not 128,85 4, 92681 1,09947 4,481 0,000
assumed

Data pada tabel 4 menunjukkan bahwa ada perbedaan mencoba, menalar, menyimpulkan dan menyajikan) untuk
kemampuan berargumen siswa yang belajar dengan perangkat meningkatkan kemampuan berargumen siswa. Karakreistik
pembelajaran model 5E dengan siswa yang belajar dengan LKS (PKS dan LHKS) yaitu materi pengamatan memuat
perangkat pembelajaran model EEK di SMA Negeri 1 Woha (thitung konteks permasalahan yang dekat dengan kehidupan di sekitar
= 4,482 dan p = 0,000) > 0,05. Hasil ini mengindikasikan bahwa siswa, dan dirancang mengikuti tahapan model 5E, komponen
kemampuan berargumen siswa yang belajar dengan perangkat PKS meliputi judul pengamatan, masalah pengamatan, tujuan,
model 5E berbeda signifikan dengan siswa yang belajar dengan prosedur pengamatan yang memuat alat dan bahan dan
perangkat model EEK. langkah kerja, bahan diskusi, dan kesimpulan. Sementara
Instrumen kemampuan berargumen memiliki karakteristik yaitu
SIMPULAN memuat indikator kemampauan berargumen. Hasil penilaian
1. Perangkat pembelajaran model 5E yang dikembangkan perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah sangat
meliputi silabus, RPP, LKS (PKS dan LHKS), dan instrumen layak untuk digunakan dalam pembelajaran biologi khususnya
kemampuan berargumen berargumen. Karakteristik silabus pada materi ekologi.
yang dikembangkan terletak pada kegiatan pemberian 2. Ada perbedaan kemampuan berargumen siswa yang belajar
pengalaman belajar siswa yang memuat tahapan model 5E dengan perangkat pembelajaran model 5E dengan siswa yang
(Engage, Explore, Explain, Elaborate, dan Evaluasi) dan belajar dengan perangkat pembelajaran model EEK di SMA
memuat indikator pembelajaran kemampuan berargumen . Negeri 1 Woha.
Karakteristik RPP terletak pada kegiatan pembelajaran yang
disusun berdasarkan tahapan model pembelajaran 5E yang
memuat langkah-langkah saintifik (mengamati, menanya,
ISBN: 978-602-74245-0-0 286
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
DAFTAR PUSTAKA Jufri, A.W. dan Jekti, S. D. D. 2010. Efektifitas Pembelajaran Sains
Anonim, 2011. Mata Pelajaran Science. Kementrian Pendidikan Berbasis Inkuiri dengan Strategi Kooperatif dalam
Nasional. Direktorat Pendidikan Dasar. Direktorat Pembina Meningkatkan Keterampilan Berpikir Siswa SMP. Jurnal
Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Quality Endorsed Pendididkan dan Pembelajaran, vol 17, No 2. Oktober
Company. 2010.
Bass, J. EContat, T.L. and Carin, A. A. 2009. Teaching Science as Osborne, J, Erduran, S, Simon, S. 2007. Enhancing The Quality of
Inquiry. Boston: Pearson. Argument in School Science. School Science Review, June
Bell, P., & Linn, M. C., 2007. Scientific Argument as Learning 2001, 82(301).
Artifact: Designning for Learning from the Web with KIE. Purnama Sari. Ismono, Laili. 2014. Pengembangan Perangkat
International Journal of Science Education. (online): Pembelajaran Dengan Model Learning Cycle Pada Materi
http://www.designbasedresearch.org/reppubs/bell- Suhu Dan Perubahannya Untuk Siswa SMP Kelas VII.
Linn.pdf, Diakses tanggal 13 Desember 2013. Jurnal Unesa Vol 2, No 02.
Corebima, A.D. 2005. Keterampilan Proses: Pemberdayaan dan Sari.,S.I 2013. Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa
Asesmen. Makalah disajikan dalam Workshop bagi Beroreantasi Model Learning Cycle 5E pada Materi
Mahasiswa dan Guru Pelaksana PTK A2 di Batu, Malang, Ekosistem. Jurnal Unesa BioEdu vol.2/No.1/Januari.
24 Juni 2005 Shofiyah, N., Supardi, Jatmiko. 2013. Mengembangkan Penalaran
Dasna, I.W dan Sutrisno. 2005. Model-model Pembelajaran Ilmiah (Scientific Reasoning) Siswa Melalui Model
Konstruktivistik dalam Pengajaran Sains/ Kimia. Malang: Pembelajaran 5E pada Siswa Kelas X SMAN 15 Surabaya.
Universitas Negeri Malang. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia.
Deming, J.C., and M.S. Cracolice. 2004. Learning How to Think. Suppe, F., 2000. Understanding Scientific Theories: An
The Science Teacher. Assessment of Developments 1969–1998. Philosophy of
Dick,W, Carey, L, Carey, J.O. 2001. The Systematic Design of Science. (online)
Instruction. United States: Addison-Wesley Education https://www.princeton.edu/~hhalvors/teaching/phi520_f20
Publisher. 12/Suppe_2000.pdf, Diakses tanggal 25 Agustus 2014.
Gronlund, N.E & R.L Linn., 1990. Measurement and Evaluation in TIM BBE. 2003. Pola Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup,
Teaching. 6th. Ed. New York: MacMillan Publishing Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas. Lembaga
Company. Pengabdian Masyarakat UNESA_JATIM: SIC. Depdiknas.
Indriyani.,R.I. 2013. Pengembangan LKS Berbasis Siklus Belajar Usman, U.M. 1996. Menjadi Guru Profesional. Bandung:
(Learning Cycle) 7E Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Gramedia.
Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Pada Siswa Widoyoko E.P. 2012. Tehnik Penyusunan Instrumen Penelitian.
SMA Kelas X Pokok Bahasan Elektromagnetik. Tesis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
FKIP.Yogyakarta.

ISBN: 978-602-74245-0-0 287


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
METAKOGNISI SEBAGAI STRATEGI DAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MEMBELAJARKAN
KETERAMPILAN BERPIKIR

MUHALI
Dosen Program Studi Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram
e-mail: muhali231@gmail.com

Abstrak: Level 5 KKNI menuntut siswa untuk mampu menyelesaikan pekerjaan berlingkup luas, memilih metode yang sesuai dari
beragam pilihan yang sudah maupun belum baku dengan menganalisis data, serta mampu menunjukkan kinerja dengan mutu dan
kuantitas yang terukur. Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum, serta mampu memformulasikan
penyelesaian masalah prosedural. Mampu mengelola kelompok kerja dan menyusun laporan tertulis secara komprehensif; Bertanggung
jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok. Selain itu keterampilan-keterampilan
abad 21 juga mengaruskan siswa untuk menguasai beberapa keterampilan agar dapat bersaing di era globalisasi seperti: 1) kemampuan
beradaptasi atau penyesuaian diri dengan lingkungannya, 2) keterampilan berkomunikasi, dan 3) kemampuan menyelesaikan
permasalahan yang tidak rutin ditemukan siswa, 4) manajemen diri/pengembangan diri, 5) system berpikir. Tuntutan-tuntutan dalam tujuan
pendidikan nasional dan global tersebut dapat dengan membelajarkan keterampilan berpikir pada siswa sehingga ke depannya siswa
mampu secara kritis mengidentifikasi untuk merumuskan alternative pemecahan masalah yang dihadapi sehingga dapat mengambil
keputusan yang tepat. Hal tersebut berkaitan erat denganmetakognisi yang sering didefinisikan dengan berpikir tentang berpikir. Melaui
penerapan strategi maupun model pembelajaran metakognisi, siswa secara aktif dapat merefleksi proses kognisi mereka dan dapat
berdampak pada peningkatan kualitas berpikir dan ide-ide alternative pemecahan masalah.

Kata kunci: starategi pembelajaran. Model pembelajaran, metakognisi, keterampilan berpikir.

PENDAHULUAN Uraian di atas menunjukkan bahwa sangat penting untuk


Metakognisi menjadi tujuan penting dan focus dalam memahami metakognisi sebagai produk dalam pembelajaran.
pendidikan di Indonesia bahkan dunia akhir-akhir ini. Kurikulum Metakognisi dalam perkembangannya banyak digunakan sebagai
terbaru di Indonesia mencantumkan metakognisi sebagai tujuan model maupun strategi pembelajaran dengan tujuan untuk
pembelajaran agar siswa menjadi pribadi yang reflektif, mampu membelajarkan keterampilan-keterampilan berpikir siswa. Strategi
merumuskan berbagai alternative dari berbagai sudut pandang pembelajaran memegang peranan penting dalam pembelajaran,
serta mampu merumuskan pemecahan masalah procedural yang Livingstone dalam Nur (2011) menyatakan bahwa strategi
menurut level 5 KKNI merupakan keterampilan yang harus pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting agar
dibelajarkan pada siswa agar teerlatih dalam berpikir produktif pembelajaran berhasil, berhubungan dengan berpikir siswa
untuk memecahkan masalah rutin maupun non-rutin. Anderson tentang berpikir mereka sendiri dan kemampuan menggunakan
dan Krathwohl (2001) menyajikan metakognisi sebagai dimensi strategi-strategi belajar tertentu dengan tepat. Artinya bahwa
pengetahuan yang paling tinggi dalam pembelajaran. Hal tersebut pengetahuan atau kemampuan saja tidak cukup tanpa memiliki
menunjukkan bahwa metakognisi seharusnya dibelajarkan dan kemampuan memilih strategi belajar secara tepat,
menjadi tujuan dalam pembelajaran. mengorganisasikan, mengontrol, dan menggunakannya dalam
Dasna (2012) menunjukkan hasil observasi pembelajaran penyelesaian masalah. Keberhasilan seorang siswa dalam
IPA (Kimia khsusnya) pada beberapa sekolah di Malang yang menyelesaikan tugas sangat bergantung pada kesadarannya
menunjukkan fakta-fakta bahwa: (1) ketercapaian target kurikulum tentang apa yang diketahui dan bagaimana menerapkannya. Hal
bagi pengajar lebih penting dibanding kualitas pemahaman siswa, ini menunjukkan bahwa metakognisi mengikutsertakan pemikiran
(2) proses pembelajaran langsung (ekspositori) lebih dominan di seseorang (Murti, 2011). Metakognisi sangat penting untuk proses
mana pengajar menjelaskan materi yang ada pada buku siswa pembelajaran karena merupakan sesuatu yang harus dilakukan
kemudian dilanjutkan dengan latihan soal-soal, (3) penggunaan sebelum, selama, dan setelah pengajaran (Ya-Hui, 2012).
lembar kerja siswa secara langsung bukan sebagai kegiatan Pembelajaran akan berhasil apabila siswa dilatih untuk berpikir dan
penguatan retensi, (4) pembelajaran fakta lebih dominan mereka secara sadar berpikir tentang apa yang dipikirkannya.
dibandingkan dengan konstruksi konsep, (5) kegiatan praktikum Kemampuan refleksi diri dari proses kognitif yang sedang
untuk verifikasi fakta yang ada pada teori, (6) latihan soal yang berlangsung merupakan sesuatu yang unik bagi individu dan
banyak, dan (7) materi kimia (scope, sequence, dan coverage) memainkan peran penting dalam kesadaran manusia. Dalam
seperti yang ada pada buku paket. Lebih lanjut Muhali (2013) artikel ini akan dibahas konsep metakognisi, metakognisi sebagai
menyatakan bahwa 6,15% kesadaran metakognitif siswa strategi dan model pembelajaran serta kaitannya dengan
berkategori sangat baik; 32,31% dengan kategori baik; 51,15% keterampilan berpikir siswa.
dengan kategori cukup baik, 10,39% siswa dengan kategori
rendah, dan 0% dengan kategori sangat rendah. Kesadaran PEMBAHASAN
metakognitif siswa secara keseluruhan pada setiap indikator a. Konsep Metakognisi
setelah dikonversi berapada pada rentang 0%-50,9% (rata-rata Konsep metakognisi berkaitan erat dengan teori kognitif
persentase kesadaran metakognitif siswa 35,66%) dengan kategori pada umumnya. Menurut teori psikologi kognitif, kognisi
kurang baik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa metakognisi masih merupakan kemampuan mental untuk belajar dan mendapatkan
belum diketahui secara menyeluruh oleh sebagian besar lapisan pengetahuan melalui pemerosesan informasi, aplikasi
akademika. pengetahuan, merubah pandangan, di mana metakognisi mengacu
pada apa yang siswa lakukan untuk merencanakan, mengawasi
ISBN: 978-602-74245-0-0 288
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dan mengevaluasi proses yang mereka alami. Flavell merupakah sebagai fokus kajian pembelajaran dan berikan kesempatan
tokoh awal yang menggunakan istilah untuk menjelaskan proses kepada siswa untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan
berpikir tentang berpikir yang maksudnya adalah pengetahuan pengetahuan yang dimilikinya atau alasan yang diajukannya sesuai
seseorang yang berpusat pada proses kognitif dan segala sesuatu waktu yang telah ditentukan, (3) jika permasalahan atau
yang mengatribusi proses tersebut. Atas dasar inilah Flavell pertanyaan yang diajukan membutuhkan aktivitas tambahan,
berpedapat mengapa seseorang dengan umur yang berbeda berikan kesempatan kepada siswa untuk mencari informasi yang
menyelesaikan masalah dengan cara yang berbeda, dan mengapa relevan dengan permasalahan atau pertanyaan yang telah
beberapa orang lebih berhasil dari orang lain dalam menyelesaikan diajukan. Jika permaslahan atau pertanyaan yang diajukan
masalah. menuntut aktivitas tambahan seperti investigasi informasi dan atau
Metakognisi melibatkan tiga macam pengetahuan yaitu: (1) percobaan/praktikum, bimbinglah siswa untuk menyusun rumusan
pengetahuan deklaratif tentang diri seseorang sebagai pebelajar, masalah dan hipotesisnya, (4) berikan bantuan kepada siswa
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan ingatan, serta teknik penyusunan data atau informasi. Berikan kesempatan
keterampilan, strategi, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk kepada siswa untuk menganalisis, membuat interpretasi,
mengerjakan sebuah tugas (tahu apa yang akan dilakukan); (2) menjelaskan, dan membuat simpulan data yang telah
pengetahuan prosedural atau tahu bagaimana menggunakan diperolehnya, (5) tekankan kepada siswa untuk melihat fakta/bukti
strategi; dan (3) pengetahuan kondisional untuk memastikan untuk mempertimbangkan kembali penjelasannya, dan (6) berikan
penyelesaian tugas (tahu kapan dan mengapa menerapkan umpan balik posistif terhadap usaha yang telah dilakukan dan
prosedur dan strategi tertentu) (Bruning, Scrhraw, Norby, & keberhasilan proses belajarnya.
Ronning, 2004 dalam Woolfolk, 2009). Metakognisi adalah Pernyataan Costa (1988) mengenai cara mengajarkan
penerapan strategis pengetahuan deklaratif, prosedural, dan keterampilan berpikir kepada siswa tersebut diatas, lebih
kondisional untuk mencapai tujuan, dan mengatasi masalah dispesifikasikan oleh Beyer (1991), yakni sebelum mengajar
(Schunk, 2004 dalam Woolfolk, 2009). Pengetahuan strategi keterampilan berpikir kepada siswa tentukanlah keterampilan
merupakan komponen pengetahuan metakognitif yang berpikir yang akan diajarkan dan keterampilan berpikir dapat
didefinisikan sebagai strategi untuk pembelajaran, berpikir, dan dibelajarkan menggunakan pembelajaran-pembelajaran reflektif.
memecahkan masalah (Kaberman & Dori, 2008). Para peneliti Startegi-strategi dan model pembelajaran metakognitif merupakan
psikologi kognitif menghubungkan metakognisi dengan konstruksi, salah satu solusi untuk membelajarkan keterampilan berpikir siswa
termasuk metamemori, berpikir kritis, dan motivasi (Lai, 2011). karena menekankan pada refleksi proses-proses berpikir dan
tindakan atau aktivitas siswa.
b. Membelajarkan Keterampilan Berpikir Dengan Strategi
Strategi metakognisi merupakan teknik untuk
Dan Model Pembelajaran Metakognisi
meningkatkan kesadaran seseorang tentang proses-proses
Keterampilan berpikir didefinisikan sebagai proses kognitif
berpikir dan tindakan atau aktivitasnya selama menyelesaikan
untuk memperoleh pengetahuan, yang selanjutnya dijadikan
suatu permasalahan atau tugas. Oxford (1990) mengklasifikasikan
pedoman berpikir (Sidartha dan Darliana, 2005, Sutrisno, 2009),
strategi metakognitif dalam diri siswa dikategorikan sebagai: 1)
sementara Beyer (1991), menyatakan bahwa keterampilan berpikir
Memusatkan pembelajaran siswa; 2) Menata dan merencanakan
(thinking skill) sebagai gambaran (deskripsi) operasi mental atau
pembelajaran; 3) Mengevaluasi pembelajaran. Strategi
proses berpikir yang digunakan sesorang. Berdasarkan pernyataan
metakognitif lain ialah kemampuan memperkirakan apa yang
mengenai keterampilan berpikir tersebut, dapat dinyatakan bahwa
mungkin akan terjadi atau menyebutkan apa yang masuk akal dan
keterampilan merupakan alat yang digunakan seseorang untuk
yang tidak. Oxford (2003) juga telah mengembangkan strategi
memperoleh pengetahuan atau pemahaman. Hal ini sejalan
metakognitif siswa meliputi; mengidentifikasi preferensi gaya
dengan pernyataan Cotton (1991), yakni bahwa perkembangan
belajar sendiri dan kebutuhannya, perencanaan untuk tugas,
ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi kehidupan
mengumpulkan dan mengorganisir bahan, mengatur ruang belajar
sosial kemasyarakatan, dan keterampilan berpikir merupakan
dan jadwal, pemantauan kesalahan, dan mengevaluasi
perangkat atau alat yang dibutuhkan untuk menyikapi perubahan
keberhasilan tugas, dan mengevaluasi keberhasilan setiap jenis
karaktersitik sosial tersebut.
strategi pembelajaran) yang digunakan untuk mengelola proses
Pentingnya keterampilan berpikir seperti yang dinyatakan
pembelajaran secara keseluruhan.
Cotton (1991) tersebut di atas, diperkuat oleh pernyataan
Pengajaran strategi metakognitif kepada siswa dapat
Partnership for 21st Century Skills dalam BSNP (2010), pendidikan
menghasilkan peningkatan yang jelas pencapaian mereka
sekarang ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa menguasai
(Alexander, Graham & Harris, 1998; Hattie et al., 1996 dalam Slavin
berbagai keahlian dan selain itu juga mempersiapkan siswa untuk
2011). Siswa dapat belajar memikirkan proses pemikiran mereka
cinta kepada bangsa. Keahlian-keahlian yang harus dimiliki antara
sendiri dan menerapkan strategi pembelajaran tertentu untuk
lain adalah kemampaun berpikir kritis dan pemecahan masalah,
memikirkan diri sendiri melalui tugas yang sulit (Butler & Winne,
kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama, literasi teknologi
1995; Pressley, Harris & Marks, 1992; Schunk, 2000 dalam Slavin,
informasi dan komunikasi, kemampuan belajar kontekstual,
2011). Strategi bertanya kepada diri sendiri akan sangat efektif
leadership, personal responsibility, ethics, people skills,
(Zimmerman, 1998 dalam Slavin, 2011). Strategi bertanya kepada
adaptability, self-direction, accountability, social responsibility dan
diri sendiri merupakan strategi belajar yang meminta siswa
personal productivity.
mengajukan kepada diri sendiri pertanyaan siapa, apa, di mana,
Berdasarkan pentingnya mengajarkan keterampilan
dan bagaimana mereka ketika mereka membaca bahan (Slavin,
berpikir kepada siswa seperti yang dinyatakan oleh para ahli di
2011).
atas, Costa (1988) memberikan petunjuk dalam mengajarkan
Hasil studi TIMSS (Trends in International Mathematics and
keterampilan berpikir, yakni (1) guru harus menyampaikan
Science Study) tahun 2011, pembelajaran sains lebih menekankan
informasi kepada siswa, bahwa tujuan pembelajaran menekankan
pada kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori,
pada proses berpikir, (2) ajukan suatu pertanyaan atau permasalah
analisis dan penyelesaian masalah, (3) pemakaian alat, prosedur
ISBN: 978-602-74245-0-0 289
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dan penyelesaian masalah dan (4) melakukan investigasi skema pemecahan masalah yang terdiri dari beberapa kegiatan
(Kemendikbud, 2012), sehingga penting bagi siswa untuk yaitu: reading, analysis, exploration, planning, implementation, dan
dibelajarkan keterampilan-keterampilan seperti merumuskan verification. Dua tahun kemudian Schoenfield mengidentifikasi tiga
tujuan, menemukan ide utama, maupun membuat urutan akan ide- level pengetahuan dan kebutuhan yang dipercayai harus terpenuhi
ide utama yang telah dibuat, sehingga dalam penelitian ini pada jika kinerja pemecahan masalah seseorang ingin diketahui secara
tahapan awal pembelajaran siswa dituntut untuk memahami kuantitatif. Tiga level tersebut diantaranya: 1) sumber-sumber
definisi, analisis informasi dan kondisi-kondisi, penilaian (pengetahuan yang bisa digunakan pada permasalahan khusus);
kefamiliaran dengan suatu tugas awal dan penyajiannya. Hal ini 2) kontrol (pengetahuan yang dimiliki seseorang untuk mampu
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Garofalo dan memilih dan mengimplementasikan pengetahuannya pada
Lester dalam Pugalee (2004) yang menjadikan orientasi dan permasalahan); 3) sistem kepercayaan (persepsi diri, lingkungan,
organisasi sebagai langkah pertama dan kedua tahapan topik, dan atau perhitungan yang mungkin mempengaruhi
pembelajaran metakognisi. kebutuhan seseorang). Berdasarkan pendapat Schoenfield
Darling-Hammond, dkk. (2008) dalam Shannon (2008) tentang skema pemecahan masalah dan tiga level pengetahuan
memberikan strategi metakognisi seperti: dan kebutuhan seseorang dalam memecahkan permasalahan,
1. Predicting outcomes (memprediksi hasil) - Membantu siswa maka dapat diketahui bahwa, siswa harus mampu membagi waktu
untuk memahami jenis informasi yang mereka perlukan untuk mereka dalam memahami permasalahan, merencanakan
berhasil memecahkan masalah. pemecahan masalah, membuat keputusan tentang apa yang harus
2. Evaluating work (Mengevaluasi kerja) – Meninjau pekerjaan dilakukan, dan mengimplementasikan keputusan untuk
untuk menentukan di mana letak kekuatan dan kelemahan mendapatkan solusi sesuai dengan waktu yang diberikan.
mereka dalam pekerjaannya. Kroll (1988), meperluas skema pemecahan masalah
3. Questioning by the teacher (Pertanyaan oleh Guru) – Guru Schoenfield untuk memberi penjelasan monitoring dan prosedur-
menanyakan siswa saat mereka bekerja. "Apa yang Anda prosedur atau cara-cara yang digunakan seseorang selama proses
kerjakan sekarang?, Mengapa Anda mengerjakannya?, pemecahan masalah kelompok. Secara khusus Kroll
dan?" Bagaimana itu membantu Anda? mengkategorisasi kegiatan monitoring menjadi 2 (dua) yaitu 1) tipe
4. Self-assessing (Penilaian-Diri) – Siswa merefleksikan pernyataan yang disampaikan oleh seseorang atau salah satu
pembelajaran mereka dan menentukan seberapa baik anggota dalam kelompok kooperatif yang menyelesaikan
mereka telah belajar. permasalahan yang diberikan, 2) langkah-langkah dalam
5. Self-questioning (Pertanyaan-Diri) – Siswa menggunakan pemecahan masalah yaitu orientasi, organisasi, implementasi dan
pertanyaan untuk memeriksa pengetahuan mereka sendiri verifikasi. Kroll menspesifikasi 4 (empat) tipe dasar pernyataan
karena mereka belajar. yaitu refleksi diri dan kelompok, prosedur, dan penilaian secara
6. Selecting strategies (Memilih Strategi) – Siswa menentukan menyeluruh. Kroll menyatakan bahwa refleksi merupakan indikasi
strategi yang berguna untuk tugas yang diberikan. verbal keamampuan metakognitif dalam pengambilan keputusan
7. Using directed or selective thinking (Menggunakan pemikiran selama siswa memecahkan permasalahan yang diberikan,
terarah atau selektif) – Siswa memilih secara sadar untuk sedangkan penilaian merupakan indikasi verbal regulasi
mengikuti garis pemikiran tertentu. metakognisi yang digunakan. Skema Kroll dikembangkan setelah
8. Using discourse (Menggunakan wacana) - Siswa banyak analisis data interviu dilakukan, sedangkan komposisi
mendiskusikan ide dengan siswa lain dan guru mereka. paling penting dari sebuah model atau skema untuk menganalisis
9. Critiquing (Mengkritisi) - Siswa memberikan umpan balik kinerja seseorang (Kroll mengembangkan skema ini pada
kepada siswa lain tentang pekerjaan mereka dengan cara pembelajaran matematika) adalah memberi peluang seluasnya
yang konstruktif. untuk kemungkinan kebutuhan-kebutuhan dalam pembelajaran
10. Revising (Merevisi) - Siswa kembali bekerja setelah dalam hal ini kognisi. Di sisi lain, suatu model pembelajaran harus
menerima umpan balik. menyoroti aspek kinerja seseorang yang hadir dan tidak pada saat
Pembelajaran tersebut pada setiap langkah akan efektif kegiatan metakognitif.
apabila siswa memiliki pengetahuan yang cukup untuk memahami Skema pemecahan di atas dan metakomponen
dan menyelesaikan masalah sehingga siswa tidak terpaku pada pemecahan masalah oleh Sternberg (1985) yang meliputi
suatu cara untuk menyelesaikannya. Hasil penelitian pendahuluan perencanaan, pemonitoran, dan evaluasi proses pemecahan
menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam masalah yang dalam metakomponen pemecahan tersebut terdapat
menyelesaikan masalah dengan benar. Hal ini disebaban karena proses-proses seperti: 1) mengenali permasalahan; 2)
kesulitan memahami masalah, kesulitan memilih dan menggambarkan atau mengetahui hakikat atau keadaan masalah;
menggunakan informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan 3) mempersiapkan kebutuhan mental dan fisik untuk memecahkan
masalah, dan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki sehingga permasalahan; 4) menentukan cara pengumpulan informasi
mereka kesulitan melakukan evaluasi apakah jawaban mereka permasalahan; 5) menyiapkan langkah-langkah pemecahan
benar atau salah. Selanjutnya, dilihat dari indicator evaluasi-diri masalah; 6) mengkombinasikan langkah-langkah tersebut dengan
dalam lembar kegiatan, banyak diantara mereka yang tidak strategi yang tepat untuk memecahkan masalah; 7) memonitor
memberikan isian pada bagian tersebut. Hal ini sesuai dengan kemajuan pemecahan masalah selama proses tersebut
pendapat Duncker (1945) dalam Woolfolk (2009) menyatakan berlangsung; 8) mengevaluasi solusi saat pemecahan masalah
bahwa orang sering gagal dalam menyelesaikan masalah karena terselesaikan;, menjadi dasar pengembangan model kognitif-
terpaku dengan cara yang konvensional (misalnya dalam metakognitif Garofalo dan Lester (1985).
menggunakan benda), terpaku pada suatu cara untuk Pugalee (2004) mencatat model kognitif-metakognitif
merepresentasikan suatu masalah. Garofalo dan Lester terdiri atas empat kategori atau fase-fase
Beberapa model pembelajaran metakognisi yang telah pemecahan masalah sebagai berikut:
dikembangkan diantaranya Schoenfield (1983, 1985) dengan
ISBN: 978-602-74245-0-0 290
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
1. Tahap Orientasi: meliputi strategi pengertian, analisa informasi Dasna, I. W. 2012. Peran dan Tantangan Pendidikan MIPA dalam
dan kondisi - kondisi, penilaian kefamiliaran dengan suatu Menunjang Arah Menuju Pembangunan Berkelanjutan.
tugas awal dan penyajiannya, kemudian penilaian kesukaran Proseding Seminar Nasional Undiksha Singaraja.
masalah dan harapan untuk berhasil, diawali dengan siswa Flavell, J. H. 1971. First discussant's comments: What is memory
mencoba untuk menjadi terbiasa dengan situasi masalah. development the development of? Human Development,
Perilaku metakognitif yang berhubungan dengan kategori ini 14, 272-278.
meliputi; (1) reading/rereading, (2) pengenalan dan penyajian Flavell, J. H. 1976. Metacognitive aspects of problem solving. In L.
bagian-bagian, (3) analisa kondisi-kondisi dan informasi, dan B. Resnick (Ed.), The nature of intelligence (pp.231-236).
(4) penilaian terhadap tingkat kesukaran soal Hillsdale, NJ: Erlbaum.
2. Tahap Organisasi meliputi identifikasi sasaran dan tujuan Flavell, J.H. 1979. Metacognition and Cognitive Monitoring: A New
utama, perencanaan global, dan perencanaan lokal diperlukan Area of Cognitive-Developmentan Inquiry. American
guna menyelesaikan rencana global. Perilaku metakognitif Psychologist, 34 (10), 906-911.
yang berhubungan dengan kategori ini meliputi: (1) identifikasi Kaberman, Z. &Y. J. Dori , 2008. Metacognition in chemical
sasaran antara dan utama/akhir, (2) membuat dan menerapkan education: question posing in the case-based
rencana global, dan (3) organisasi data. Perilaku umum seperti computerized learning environment. Springer
ini membantu siswa dalam pemahaman bagaimana informasi Science+Business Media. Technion-Israel Institute of
pada masalah berhubungan dengan tugas pemecahan Technology.
masalah, mencakup perumusan tujuan dan rencana. Muhali, 2013. Analisis Kemampuan Metakognisi Siswa pada Mata
3. Tahap Execution meliputi pencapaian tindakan lokal, Pelajaran Kimia SMA. Jurnal Kependidikan Kimia
monitoring kemajuan rencana global dan lokal, dan menilai ‘Hydrogen”. Vol. 1 No. 1 (1-7). Program Studi Pendidikan
keputusan dalam bentuk penilaian unjuk kerja seperti: akurasi Kimia IKIP Mataram.
dan kelancaran. Perilaku Metakognitif yang berhubungan Murti, H. A. S. 2011. Metakognisi dan Theory of Mind (ToM). Jurnal
dengan kategori ini meliputi; (1) mengadakan tujuan lokal, (2) Psikologi Pitutur. Universitas Kisten Satya Wacana.
membuat kalkulasi, (3) monitoring tujuan dan (4) pengalihan Nur, M. 2011. Strategi-strategi Belajar. Surabaya: Pusat Sains dan
rencana Matematika Sekolah UNESA.
4. Tahap Verifikasi meliputi evaluasi keputusan dan hasil rencana Oxford, R.L. 1990. Language Learning Strategies. USA: Oxford.
yang dieksekusi. Peneliti menentukan bahwa empat kategori Oxford, R.L. 2003. Language Learning Styles and Strategies: An
perilaku ini berdampak pada performance penyelesaian suatu Overview. USA: Oxford
tugas matematika yang luas. Perilaku metakognitif yang Pugalee, D. K. (2004). A Comparison of Verbal and Written
berhubungan dengan kategori ini meliputi keputusan Descriptions of Students’ Problem Solving Processes. In
mengevaluasi dan keputusan hasil. Educational Studies in Mathematics. 55: 27 – 47. New
York: Kluwer Academic Publishers.
KESIMPULAN Schoenfeld A. H. (1992): Learning to Think Mathematically:
Keterampilan merupakan alat yang digunakan seseorang Problem Solving, Metacognition and Sense Making in
untuk memperoleh pengetahuan atau pemahaman. Mathematics. In D. Grouws (Ed.), Handbook of Research
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat on Mathematics Teaching and Learning, pp. 334 - 370.
mempengaruhi kehidupan sosial kemasyarakatan, dan New York: Macmillan.
keterampilan berpikir merupakan perangkat atau alat yang Schoenfeld, A. H. (1983). Episodes and executive decisions in
dibutuhkan untuk menyikapi perubahan karaktersitik sosial mathematical problem solving. In R. Lesh and M. Landau
tersebut.Metakognisi melibatkan tiga macam pengetahuan yaitu: (Eds.), Acquisition of Mathematics Concepts and
(1) pengetahuan deklaratif; (2) pengetahuan; dan (3) pengetahuan Processes, pp. 345 - 395. NY: Academic Press.
kondisional dan lima kesadaran yaitu: 1. Planning; 2. Management Schoenfeld, A. H. (1985). Mathematical Problem Solving. San
Information; 3. Monitoring; 4. Debugging; 5. Evaluation. Diego: Academic Press Inc.
Schoenfeld, A. H. (1987). What’s all the fuss about metacognition?
DAFTAR PUSTAKA Ch. 8 in A. H. Schoenfeld (Ed.), Cognitive Science and
Anderson & Krathwohl, 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching Mathematics Education. Hillsdale, NJ: Erlbaum.
and Assesing. London: Addison Wesley Longman, Inc. Sidartha dan Darliana, 2005. Keterampilan Berpikir. Departemen
Beyer, 1991. Teaching Thinking Skill: A Handbook For Secondary Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
School Teacher. Boston; Allyn and Bacon. dan Menengah Pusat Pengembangan dan Penataran Guru
Costa, 1988. Developing Mind: A Resource Book for Teaching Ilmu Pengetahuan Alam.
Thinking”. Alexandria: ASCD. Woolfolk, A. 2009. Educational Psychology Bagian Kedua Edisi
Cotton, 1991. Teaching Thinking Skills. School Improvement Kesepuluh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Research Series. http://hppa.spps.org/uploads/teaching Ya-Hui, W. 2012. A Study on Metacognition of College Teachers.
thinking skills. Diakses tanggal 12-10-12, pukul 01.17 WIB. The Journal of Human Resource and Adult Learning, Vol.
8, Num. 1 (p. 84-91), National Taitung University, Taiwan.

ISBN: 978-602-74245-0-0 291


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
LITERATUR REVIU TENTANG KAITAN BERPIKIR KRITIS, BERPIKIR KREATIF, DAN METAKOGNISI
DALAM PEMBELAJARAN

Muhammad Asy’ari1, Saiful Prayogi2, Taufik Samsuri3, dan Muhali4


1Dosen Pendidikan Fisika, FPOK IKIP Mataram
2Dosen Prodi Pendidikan Fisika FPMIPA IKIP Mataram
3Dosen Prodi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram
4Dosen Prodi Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram

Emai: asyari891@gmail.com

ABSTRAK: Workshop pendidikan sains dan pengembangan keterampilan abad 21 menganjurkan agar dalam pembelajaran, siswa lebih
ditekankan pada pembelajaran keterampilan-keterampilan abad 21 seperti: 1) kemampuan beradaptasi atau penyesuaian diri dengan
lingkungannya, 2) keterampilan berkomunikasi, dan 3) kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak rutin ditemukan siswa, 4)
manajemen diri/pengembangan diri, 5) system berpikir. Keterampilan-keterampilan tersebut perlu dibelajarkan untuk menghadapai
tuntutan global saat ini. Keterampilan-keterampilan tersebut erat kaitannya dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti keterampilan
berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatif, dan metakognisi. Jika keterampilan-keterampilan yang dianjurkan pada workshop tersebut
merupakan tujuan utama dalam dunia pendidikan saat ini, maka seharusnya keterampilan-keterampilan berpikir tingkat tinggi atau yang
lebih dikenal dengan istilah Higher Order Thinking Skills (HOTS) harus dibelajarkan dalam proses pembelajaran kelas. Keterampilan-
keterampilan berpikir kritis, kreatif dan metakognisi berdasarkan banyak literatur mutakhir dinyatakan saling berkaitan baik dalam
pengetahuan (kognitif) maupun disposisi-disposisi keterampilan berpikir tersebut.

Kata Kunci: Berpikir Kritis, Berpikir Kreatif, Metakognisi

PENDAHULUAN berpikir kritis merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang


Keterampilan-keterampilan berpikir telah lama menjadi tujuan diatribusikan oleh analisis, evaluasi, penalaran dan berpikir
pembelajaran di dunia pendidikan. Gagne (1980) menyarankan mendalam, dan membuat keputusan (Tamel, 2014).
agar tujuan pembelajaran ditekankan pada pembelajaran yang Berpikir kritis didefinisikan sebagai kehati-hatian dan focus
mengajarkan bagaimana individu berpikir dan bagaimana menjadi terhadap hasil (LeFevre dalam Cohen, 2016). Beberapa
problem solver yang baik karena dalam kehidupan nyata, individu karakteristik dari pemikir kritis adalah berpikir terbuka, kemampuan
yang dapat berpikir, bertanya, mencari, dan membuat solusi untuk melihat sesuatu dari beberapa perspektif, kesadaran akan
pemecahan masalah yang dihadapi telihat akan berhasil. Berpikir kelebihan dan kekurangannya, dan terus bekerja keras untuk lebih
didefinisikan sebagai proses individu dalam menemukan makna berkembang. Strategi-strategi yang umumnya digunakan adalah
dari alam yang ditempatinya dan menghasilkan sesuatu dari apa penalaran induktif (penalaran khusus ke umum) dan penalaran
yang telah diketahui dan terus mengembangkan pengetahuannya. deduktif (penaran umum ke khusus), pola pengetahuan, retensi,
Menjadi problem solver yang baik dan dapat membuat keputusan representasi mental, dan intuisi (Cohen, 2006). Pengertian lebih
yang tepat membutuhkan pemikiran yang kritis sehingga dapat komprehensif disampaikan oleh Giancarlo dan Facione yang
menganalisis dan mengevaluasi faktor-faktor penting dalam memandang berpikir kritis sebagai disposisi, untuk menjelaskan
permasalahan yang dihadapi melalui proses-proses kreatif. kecendrungan seseorang ketika berhadapan dengan masalah
Keterampilan berpikir kritis dan kreatif dapat dibelajarkan pada yang harus diselesaikan, ide-ide yang harus dievaluasi, atau
siswa melalui berbagai macam model pembelajaran. Pendekatan keputusan yang harus dibuat (Tamel, 2014). Glaser mendefinisikan
pembelajaran yang umum digunakan untuk membelajarkan berpikir kritis sebagai: (1) suatu sikap mau berpikir secara
keterampilan berpikir adalah pembelajran saintifik yang mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada
mengintegrasikan proses-proses kreatif sehingga menghasilkan dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan
keputusan yang kritis. Namun, kecenderungan yang sering tentang metode-metode inkuiri dan penalaran yang logis; dan (3)
dihadapi dalam pembelajaran adalah pembuatan keputusan yang suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut.
prematur sehingga siswa juga perlu dibelajarkan bagaimana Berpikir kritis menuntun usaha secara persisten atau terus
berpikir reflektif melalui disposisi-disposisi metakognitif. Artikel ini menerus untuk menguji setiap keyakinan atau anggapan
akan menjabarkan bagaimana keterampilan berpikir kritis, berpikir berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan
kreatif, dan metakognisi saling berkaitan (beririsan). lanjutan yang diakibatkannya (Glaser dalam Fisher, 2003; Burris
dan Garton, 2006).
PEMBAHASAN
Menurut Facione (2011) berpikir kritis pada dasarnya
Berpikir Kritis
merupakan deskripsi yang rinci dari beberapa karakteristik yang
Antusiasme untuk menjadikan berpikir kritis sebagai tujuan
meliputi proses interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, eksplanasi
pembelajaran belum menunjukkan penurunan. Keberagaman
dan pengaturan diri. Salah satu kontributor terkenal dalam tradisi
konsep tentang faktor keberhasilan pendidikan dan tuntutan yang
berpikir kritis adalah Robert Ennis. Ennis (1996) memberikan
beragam dari berbagai aturan membuat berpikir kritis menjadi
definisi yang sama dengan Hassard (2005) tentang konsep berpikir
tujuan pembelajaran. Berpikir kritis merupakan salah satu
kritis, yaitu berpikir kritis sebagai pemikiran yang masuk akal dan
keterampilan yang berhubungan dengan berpikir yang
reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang harus diyakini
mengevaluasi ide-ide diri sendiri maupun orang lain tanpa
atau dilakukan.
prasangka terlebih dahulu. Berpikir kritis berfokus pada bagaimana
Russel dalam Philanthananond (1993) menjelaskan
kita berpikir dan bukan pada apa yang kita pikirkan (Mulnix dalam
berpikir kritis sebagai proses memeriksa informasi dari sudut
Tamel, 2014). Lebih lanjut, Jeevanantham menyatakan bahwa
ISBN: 978-602-74245-0-0 292
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pandang fakta yang terkait, membandingkan objek atau model pemecahan masalah dan proses-proses berpikir kreatif.
pernyataan dengan beberapa aturan atau standar, dan Proses-proses tersebut umumnya memiliki karakteristik sebagai
menyimpulkan atau melaksanakan keputusan yang telah dibuat. berikut: fluency, flexibility, originality, dan elaboration. Berpikir
Scriven dan Paul; dan Scriven dalam Karen (2006), menjelaskan kreatif memiliki kaitan erat dengan keterampilan proses sains, hal
berpikir kritis sebagai suatu proses intelektual secara aktif dan ini diperkuat oleh pendapat Ostlund dalam Meador (2003) yang
terampil mengkonseptualisasi, menerapkan, menganalisis, menyatakan bahwa keterampilan proses sains merupakan alat
mensintesis, dan atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan, paling efektif untuk memproduksi dan mengumpulkan informasi
atau dihasilkan dengan mengobservasi, merefleksi, tentang alam. Keterampilan proses sains menekankan dan
mempertimbangkan, atau mengkomunikasi, sebagai panduan membelajarkan siswa untuk berpikir layakya ilmuan dan dalam
untuk dipercaya dan dilakukan. keterampilan berpikir kreatif, keterampilan proses sangat
ditekankan.
Berpikir Kreatif Charlesworth dan Lind dalam Meador (2003) memberikan
Berpikir kreatif menekankan siswa untuk menggunakan hirarki keterampilan proses sains dan mengkategorisasi
berbagai macam pendekatan untuk menyelesaikan permasalahan, keterampilan proses sains dalam kategori dasar, menengah, dan
menganalisis berbagai sudut pandang, mengadaptasikan ide, dan tinggi. Berikut disajikan table hirarki keterampilan proses dan
membuat solusi baru. Berpikir kreatif juga dikenal sebagai berpikir kategori-kategorinya. Table berikut juga menyajikan hubungan
divergen. Strategi membelajarkan keterampilan berpikir kreatif keterampilan proses sains denga berpikir kreatif.
dapat dilakukan melalui pembelajaran langsung dalam model-

Table 1. Hubungan antar Keterampilan


Hirarki Keterampilan Proses Sains Komponen Berpikir Kreatif
Keterampilan Proses Observasi Terbuka pada penyelidikan: menjadi
Sains Dasar peka dan mau mengamati
Komparasi Flexibility: melakukan perbandingan
dari berbagai sudut pandang
Kasifikasi Flexibility dan elaborasi:
mempertimbangkan berbagai cara
untuk meninjau kemungkinan
pegelompokan dan memberikan atribut-
atribut detail berdasarkan kategorinya.
Mengukur -
Komunikasi Elaborasi: meberikan penjelasan yang
jelas dan detail
Keterampilan Proses Inferensi Flexibility: memikirkan berbagai
Sains Menengah macam makna sebelum memutuskan
inferensi
Prediksi Flexibility dan creative convergence:
memberikan kemungkinan-
kemungkinan berbeda dan kemudian
memutuskan kemungkinan yang paling
mungkin terjadi
Keterampilan Proses Hipotesis Tidak membuat penyelesaian yang
Sains Tinggi prematur (dini) dan creative
convergence: membuat sebuah
hipotesis bermakna setelah
menyediakan berbagai macam
kemungkinan dan tidak langsung
membuat kesimpulan.
Mendefinisikan dan mengkontrol variable Elaborasi: hati-hati dalam
merencanakan bagaimana mengontrol
variable.

Metakognisi Ronning, 2004 dalam Woolfolk, 2009). Metakognisi adalah


Metakognisi melibatkan tiga macam pengetahuan yaitu: (1) penerapan strategis pengetahuan deklaratif, prosedural, dan
pengetahuan deklaratif tentang diri seseorang sebagai pebelajar, kondisional untuk mencapai tujuan, dan mengatasi masalah
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan ingatan, serta (Schunk, 2004 dalam Woolfolk, 2009). Pengetahuan strategi
keterampilan, strategi, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk merupakan komponen pengetahuan metakognitif yang
mengerjakan sebuah tugas (tahu apa yang akan dilakukan); (2) didefinisikan sebagai strategi untuk pembelajaran, berpikir, dan
pengetahuan prosedural atau tahu bagaimana menggunakan memecahkan masalah (Kaberman & Dori, 2008).
strategi; dan (3) pengetahuan kondisional untuk memastikan Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan
penyelesaian tugas (tahu kapan dan mengapa menerapkan tentang kognisi secara umum, dan kesadaran akan pengetahuan
prosedur dan strategi tertentu) (Bruning, Scrhraw, Norby, & tentang kognisi diri sendiri (Anderson & Karthwohl, 2010).
ISBN: 978-602-74245-0-0 293
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Metakognisi mencakup pengetahuan tentang strategi, tugas, dan seseorang menilai komponen atau variable-variabel dalam
variabel-variabel person (Flavell, 1979 dalam Anderson & arthwohl, permasalahan untuk menemukan relevansi komponen atau
2010). Lebih lanjut, Anderson & Karthwohl (2010) menekankan variable tersebut dengan permasalahan yang dihadapi.
kategori metakognisi sebagai pengetahuan siswa tentang strategi- Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan tersebut, berpikir kritis
strategi belajar dan berpikir (pengetahuan strategis), pengetahuan dapat diartikan sebagai kemampuan maupun keterampilan untuk
siswa tentang tugas-tugas kognitif, kapan dan mengapa harus mengaplikasikan pengetahuan dalam memecahkan permasalahan
menggunakan beragam strategi ini (pengetahuan tentang tugas- melalui penyusunan prosedur pemecahan terstruktur dengan
tugas kognitif), dan pengetahuan tentang diri dalam kaitannya mempertibangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan,
dengan komponen-komponen kognitif dan motivasional dari serta penilaian keputusan melalui analisis kesalahan dalam proses
performa (pengetahuan-diri). Klasifikasi komponen dasar pemecahan masalah itu sendiri.
metakognisi menurut (Wikepedia, 2008 & Efklides 2002) dalam Berpikir kreatif sendiri diatribusikan melalui aktivitas-
Louca (2008) meliputi: (1) metacognitive knowledge (juga disebut aktivitas ilmian seperti: 1) seseorang datang dengan sesuatu
metacognitive awareness) mengacu pada apa yang orang tahu misalnya ide yang belum pernah diajukan oleh orang lain; 2)
tentang diri mereka sendiri dan orang lain sebagai pemroses menemukan aplikasi baru untuk pengetahuan atau pemahaman
kognitif; (2) metacognitive regulation adalah regulasi kognisi dan yang sudah ada; 3) menghubungkan ide-ide yang telah ada untuk
pengalaman belajar melalui serangkaian kegiatan yang membantu memformulasikan atau merumuskan ide baru; 4) mahir dan
orang mengendalikan pembelajaran mereka; (3) metacognitive imajinaitif diaplikasikan dalam kegiatan rutin (The National
skills mengacu pada kesadaran proses kontrol seperti Strategies, 2010). Jika pernyataan tersebut digeneralisasi, maka
perencanaan, pemantauan kemajuan proses, alokasi usaha, berpikir kreatif merupakan kemampuan atau keterampilan untuk
penggunaan strategi dan regulasi kognisi; (4) metacognitive memunculkan ide orisinal (originality) yang tentunya sesuai
experience adalah pengalaman-pengalaman yang ada dengan zona perkembangan kognitif seseorang untuk
hubungannya dengan saat ini, upaya kognitif yang sedang memperbaiki pemahaman, keputusan, melalui penghubungan ide-
berlangsung. ide yang telah ada untuk untuk memformulasikan ide baru
Metakognisi mengacu pada kemampuan untuk (elaboration dan flexibility) yang diintegrasikan atau ditunjukkan
merefleksikan, memahami, dan kontrol belajar seseorang (Schraw melalui rutinitas diri (fluency) (Asy’ari, 2016).
& Dennison, 2004). Schraw & Dennison (2004) memberikan istilah Meskipun pengertian berpikir kritis dan kreatif memiliki
kesadaran metakognitif, yang diklasifikasikan ke dalam delapan irisan yang kuat dan sama-sama berkontibusi dalam pemecahan
sub komponen, dan digolongkan dalam dua kategori yang lebih masalah, kedua hal tersebut tidaklah sama, berpikir kritis
luas, yaitu pengetahuan tentang kognisi dan regulasi kognisi. merupakan penilaian dan berpikir kreatif merupakan proses yang
Pengetahuan tentang kognisi meliputi pengetahuan deklaratif, harus dilakukan seseorang untuk menemukan ataupun
pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional, menentukan penilaian terhadap suatu kesimpulan atau keputusan.
sedangkan regulasi kognisi meliputi perencanaan, manajemen Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Ennis (1987),
informasi, monitoring, debugging, dan evaluasi. berpikir kritis merupakan berpikir rasional dan reflektif yang
Menurut Lai (2011) menyatakan bahwa komponen difokuskan pada apa yang dipercayai atau dilakukan. Hal ini
metakognisi adalah (1) pengetahuan metakognitif (metacognitive menunjukkan bahwa berpikir kritis merupakan penialaian hasil
knowledge) merupakan: (a) pengetahuan tentang diri sendiri akhir dengan merefleksi proses-proses yang telah dilalui. Lebih
sebagai pebelajar dan faktor yang mempengaruhi kognisi meliputi: lanjut The National Strategies (2010) mencirikan berpikir kritis
pengetahuan tentang pribadi dan tugas, penilaian diri, pemahaman dalam empat karakteristik:
epistemologi, dan pengetahuan deklaratif., (b) Kesadaran dan  Berpikir atau berimajinasi/imajinatif
manajemen kognisi, termasuk pengetahuan tentang strategi  Imajinasi yang memiliki tujuan yang jelas – aktivitas imajinatif
meliputi pengetahuan procedural dan pengetahuan tentang menghasilkan hasil yang objektif
strategi; (c) Pengetahuan tentang mengapa dan kapan harus  Originality – seseorang memiliki ide yang baru dalam zonanya.
menggunakan strategi yang diberikan meliputi pengetahuan  Nilai – pada saat inilah seseorang membutuhkan pemikiran
kondisional. (2) cognitive regulation merupakan: (a) identifikasi dan yang kritis karena seseorang harus memutuskan nilai atau
pemilihan strategi dan alokasi sumber daya yang tepat meliputi manfaat apa yang didapatkan dari kegiatan yang telah
planning (perencanaan pembelajaran); (b) Memperhatikan dan dilakukan.
menyadari pemahaman dan tugas kinerja meliputi monitoring atau Jika diperhatikan dari karakteristik berpikir kreatif, kita
regulasi dan pengalaman kognitif; (c) Menilai proses dan produk mungkin dapat menyimpulkan bahwa imajinatif merupakan kunci
belajar seseorang, dan meninjau kembali dan merevisi tujuan dari berpikir kreatif, namun hal yang perlu diperhatikan adalah
pembelajaran meliputi evaluasi pembelajaran. imajinasi tanpa tujuan bukanlah berpikir kreatif. Originality dalam
Keterkaitan Berpikir Kritis, Berpikir Kreatif, dan Metakognisi sains dapat dimaknai sebagai penemuan prinsip-prinsip baru
dalam sains, namun hal tersebut berbeda di dalam kelas.
The National Strategies (2010) mensarikan beberapa Bagaimanapun aktivitas-aktivitas seperti menanya, memecahkan
definisi berpikir kritis menurut para ahli yaitu: 1) berpikir kritis masalah, dan menemukan ide baru merupakan karekteristik
merupakan pengaplikasian dengan baik pengetahuan tentang berpikir kreatif (The National Strategies, 2010). Kedua jenis gaya
sebuah masalah, untuk selanjutnya menyusun pemecahan berpikir ini beririsan pada aktivitas kognitif dan proses yang dialami
masalah atau jawaban dari masalah tersebut; 2) berpikir kritis oleh individu. Dibutuhkan keterampilan-keterampilan dalam
merupakan aktivitas ketika seseorang menyusun strategi/cara berpikir kritis untuk mengidentifikasi permasalahan pada suatu
untuk menemukan kesalahan pada argument, kesimpulan, fenomena dan dibutuhkan proses-proses kreatif untuk menemukan
maupun keputusan; 3) berpikir kritis adalah ketika seseorang solusi pemecahan masalah itu sendiri. Karena irisan inilah berpikir
mempertimbangkan segala faktor yang dapat mempengaruhi kritis dan berpikir kreatif sangat penting dibelajarkan.
pemecahan masalah yang dihadapi; 4) berpikir kritis adalah ketika
ISBN: 978-602-74245-0-0 294
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Definisi berpikir kritis oleh Ennis seperti yang telah
disampaikan sebelumnya menganjurkan beberapa proses yaitu
aktif, bekerja keras dan hati-hati (tidak terburu-buru dalam
membuat keputusan), dan penalaran serta mengevaluasi
penalaran. Dibutuhkan aturan yang bebas dalam membelajarkan
fleksibelitas berpikir dalam berpikir kreatif. Fleksibelitas berpikir
siswa dapat dibelajarkan melalui pembelajaran yang menuntut
siswa memikirkan variable lain yang mungkin mempengaruhi
fenomena yang sedang mereka alami (Maedor, 2003). Indicator
kunci dari fleksibelitas berpikir siswa adalah perhatian. Perhatian
siswa terhadap apa yang mereka pelajari sangat berpengarug
terhadap kegigihan dan dan sikap kehati-hatian siswa dalam
membuat keputusan pemecahan masalah yang mereka hadapi.
Sejalan dengan hal tersebut, Torrance dalam Maedor (2003),
menyatakan hasil yang tidak sempurna atau permasalahan yang
tidak terselesaikan umumnya disebabkan oleh terburu-burunya
individu dalam menyimpulkan. Hal ini juga disebabkan karena tidak
memahami permasalahan dengan baik, menyadari faktor-faktor
penting dalam permasalahan, dan tidak memikirkan pemecahan
alternative. Proses ini penting untuk menunda keputusan agar tidak
terjadi kesimpulan yang prematur (dini) dan merefleksi kegiatan
untuk mendapatkan penyelesaian masalah yang baik.
Di lain pihak, komponen penting dalam berpikir kreatif yang
perlu diperhatikan adalah elaborasi. Siswa dituntut untuk
menjelaskan secara detail mengenai apa yang mereka temukan
dan merencanakan pemecahan masalah lanjutan. Metakognisi
berkaitan erat dengan keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
Metakognisi menekankan pada kesadaran, pengetahuan, dan
manajemen kognisi seseorang. Paul mendefinisikan sebagai seni
berpikir tentang berpikir, lebih lanjut Ennis menguatkan pendapat
tersebut dengan mendefinisikan berpikir kritis sebagai penalaran
dan berpikir reflektif yang terpusat pada apa yang dilakukan atau
dipercayai (Kuhn, 1999). Lipman menyaakan bahwa berpikir kritis
dapat dinilai dengan menggunakan kriteria-kriteria. Pernyataan ini
mengindikasikan bahwa penilaian pengetahuan yang merupakan
karakteristik berpikir kritis berhubungan erat dengan metakognisi
karena pada dasarnya metakognisi juga dicirikan dengan penilaian
diri atau regulasi diri melalui kriteria-kriteria kesadaran metakognisi.
Beberapa kriteria metakognisi seperti perencanaan, menejemen
informasi, monitoring, debugging, dan evaluasi berkaitan erat
dengan keterampilan berpikir kritis dan berpikir kreatif.

ISBN: 978-602-74245-0-0 295


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Table 2. Irisan Berpikir Kritis, Berpikir Kreatif, dan Metakognisi
Slices of These
Critical Thinking Critical Thinking Metacognitive Metacognitive Creative Creative Thingking
No Thingking
Ability* Dispotitions Knowledge Awerness Thinking Ability Traits
Skill/Ability
1. Interpretasi Mengungkapkan makna Pengetahuan Planning merupakan Keterampilan Terbuka pada  Perhatian
dari tujuan dan deklaratif tentang diri perencanaan, berpikir lancar penyelidikan terhadap
komunikasi yang jelas seseorang sebagai penetapan tujuan, dan (fluency) (Meador, 2003) permasalahan
pebelajar, faktor- mengalokasikan yangdicirikan oleh yang dihadapi.
faktor yang sumber daya sebelum banyaknya  Membelajarkan
mempengaruhi belajar (Schraw & gagasan yang problem solving.
belajar dan ingatan, Denniosn, 2004). diajukan siswa  Menekankan
serta keterampilan, yang relevan. refleksi (tidak
strategi, dan sumber terburu-buru
daya yang dibutuhkan dan pengaturan
untuk mengerjakan diri)
sebuah tugas (tahu  Memberikan
apa yang akan kesempatan
dilakukan); pada pebelajar
untuk
mengeksplorasi
ide.
 Monitoring
 Mengevaluasi
 Menejemen
informasi.
 Menekankan
pada motivasi
internal
 Open mainded
2. Analisis focus pada tujuan dan Pengetahuan Manajemen informasi Keterampilan Memiliki rasa ingin
permasalahan prosedural atau tahu merupakan berpikir lentur tahu yang tinggi
bagaimana keterampilan dan (flexibility) yang (Runco dan Dow
menggunakan urutan strategi yang dicirikan oleh dalam Lubart dan
strategi; dan digunakan untuk beragamnya Mouchiroud, 2003)
memproses informasi gagasan relevan
dengan lebih efisien yang diajukan
(misalnya, siswa.
pengorganisasian,
mengelaborasi,

ISBN: 978-602-74245-0-0 296


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
meringkas, fokus
selektif) (Schraw &
Dennison, 2004).
3. Evaluasi Memperhatikan situasi Pengetahuan Monitoring merupakan Ketermpilan Mempertimbangkan
secara menyeluruh kondisional untuk Penilaian pembelajaran berpikir orisinil dengan baik (Lubart
memastikan atau strategi digunakan (originality) yang dan Mouchiroud,
penyelesaian tugas seseorang (Schraw & dicirikan oleh 2003)
(tahu kapan dan Dennison, 2004). jawaban yang
mengapa tidak lazim dan
menerapkan prosedur jawaban yang lain
dan strategi tertentu) daripada yang lain
4. Inferensi Mencari alasan dan Debugging merupakan Keterampilan Beradaptasi dengan
informasi yang relevan strategi yang digunakan berpikir terperinci situasi berbeda
untuk memperbaiki (elaborasi) (Witkin, Dyk,
kesalahan pemahaman dicirikan dengan Faterson,
dan kinerja (Schraw & mengembangkan, Goodenough, dan
Dennison, 2004). menambah, Karp dalam Lubart
memperkaya dan Mouchiroud,
suatu gagasan, 2003)
memperinci
dengan detail,
dan memperluas
suatu gagasan
5. Eksplanasi Berpikir terbuka Evaluasi merupakan Tidak terburu-buru
analisis kinerja dan dalam membuat
efektivitas strategi keputusan (Lubart
setelah episode dan Mouchiroud,
pembelajaran (Schraw 2003)
& Dennison, 2004),
menilai produk dan
proses regulasi belajar
seseorang dan
termasuk meninjau
kembali dan merevisi
tujuan seseorang
(Schraw et al., 2006).
6. Pengaturan diri Tidak buru-buru dalam Kesadaran diri
menyimpulkan (Lubart dan
Mouchiroud, 2003)
*dikutip dari “Critical Thinking: A Statement of Expert Consensus for Purpose of Educational Assessment and Instruction” yang ditulis oleh Facione, 1990.

ISBN: 978-602-74245-0-0 297


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
KESIMPULAN DeHaan, Robert. 2009. Teaching creativity and intentive problem
Berdasarkan uraian di atas maka dapat digeneralisasi solving in science. CBE-Life Science Education. Vol. 8, p.
beberapa kriteria-kriteria keterampilan berpikir kritis, berpikir 172-181.
kreatif, dan metakognisi saling beririsan. Mourtos, Okamoto, and Rhee. 2004. Defining, teaching, and
 Perhatian terhadap permasalahan yang dihadapi. assessing problem solving skills. UICEE-Annual
 Membelajarkan problem solving. Conference on Enginnering Education. Pg. 1-5.
 Menekankan refleksi (tidak terburu-buru dan pengaturan diri) Temel, Senar. 2014. The effect of problem-based learning on pre-
 Memberikan kesempatan pada pebelajar untuk service techers’ critical thinking dispotitions and perception
mengeksplorasi ide. of problem-solving ability. South African journal of
 Monitoring education. Vol. 34. Pg. 1-20.
 Mengevaluasi Snyder. L.G, and Snyder. M.J. 2008. Teaching critical thinking and
 Menejemen informasi. problem solving. The delta pi epsilon journal. Vol. L. pg. 90-
99.
 Menekankan pada motivasi internal
Khun, Deanna. 1999. A developmental model of critical thinking.
 Open mainded
Educational researcher. Vol. 28. Pg. 16-25.
Meador, Karen S. 2003. Thinking creatively about science:
DAFTAR PUSTAKA
Suggestion for primary teacher. Gifted child today. Vol. 26.
The National Strategies. 2008. Developing critical and creative
Pg. 25-29.
thinking: in sciece. Department for Education: Nothingham.

ISBN: 978-602-74245-0-0 298


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
KELAS KARAKTER (CHARACTER CLASS) (PENERAPAN MODEL PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS
KELAS KARAKTER DI IKIP MATARAM)
Muhammad Faqih
Program Studi Administrasi Pendidikan
Email: faqya2014@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif evaluatif. Penentuan subjek penelitian
dilakukan dengan purposive sampling yang dipilih sesuai dengan kebutuhan atau pertimbangan tertentu dari peneliti. Subjek penelitian ini
adalah dosen dan mahasiswa. Sedangkan objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah implemenetasi Model Kelas Karakter di IKIP
Mataram. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini
dilakukan dengan metode deskriptif evaluatif. Metode ini menyelidiki keadaan atau kegiatan setelah selesai lalu memaparkan hasilnya
dalam bentuk laporan. Hasil penelitian menunjukkan, Implementasi model Kelas Karakter di IKIP Mataram menunjukkan: 1) pelaksanaan
Model Kelas Karakter di IKIP Mataram sudah terpenuhi dan mempunyai kriteria baik. 2) implementasi model Kelas Karakter di IKIP
Mataram dapat dikatakan efektif. 3) faktor yang mdalah kegiatan pembiasaan.

Kata Kunci: Kelas Karakter (Character Class)

PENDAHULUAN kelompok. kompetisi invidual masih dilakukan tetapi untuk


Visi IKIP Mataram 2019 adalah Mewujudkan IKIP beberapa hal diselesaikan dalam kelompok sehingga menemukan
Mataram sebagai Lembaga Pendidikan Tinggi tenaga persamaan konsepsi dalam kelompok. Hasilnya menunjukkan
kependidikan terkemuka yang inovatif,produktif, dan berkarakter tingakat partisipasi meningkat tajam. Tingkat partisipasi mahasiswa
pada tahun 2019. Untuk mencapai visi tersebut maka mata kuliah mencapai 80 % tinggal 20% yang masih belum mampu belajar
pendidikan karakter mulai diajarkan pada tahun 2013 si IKIP berkompetisi di kelas. Mahasiswa yang berjumlah 20% tersebut
Mataram. Pembelajaran pendidikan karakter berdasarkan buku adalah mahasiswa yang memang sangat lambat beradaptasi
panduan pelaksanaan pendidikan karakter dari Kemendiknas dengan iklim kompetisi yang berkembang di dalam kelas. Suatu
bahwa pendidikan karakter bertujuan untuk: 1) mengembangkan kondisi yang sulit untuk dipaksakan.
peserta didik agar memiliki hati yang baik, sikap baik hati, dan Pada tahun ketiga (2015) pembelajaran pendidikan
perilaku yang baik; 2) membangun bansa yang berkarakter karakter menggunakan model “kelas Karakter” yaitu model
pancasila; 3) Mengembangkan potensi warga negara agar memiliki pendidikan karakter dengan menggunakan nilai-nilai karakter
sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negara serta sebagai budaya kelas. Model ini sudah dilaksanakan selama 6
mencintai ummat manusia. Berdasarkan maka tujuan dari bulan di 7 kelas yang berbeda. Model kelas karakter bertujuan
pendidikan karakter di IKIP Mataram adalah untuk: untuk mengembangkan budaya kelas yang berbasis karakter,
mengembangkan karakter mahasiswa IKIP mataram yang baik, sehingga nantinya akan muncul identitas kelas yang sesuai dengan
bersikap baik hati, dan berperilaku baik; 2) mengembangkan nilai-nilai karakter yang dipilih oleh kelas. Budaya kelas berbasis
potensi civitas akademika IKIP Mataram yang berkarakter karakter dilakukan dengan memilih salah satu nilai dari 18 nilai
pancasila; 3) membangun potensi civitas akademika IKIP Mataram pendidikan karakter sebagai nilai kelas. semua warga kelas
yang memiliki rasa percaya diri mencintai almamaternya dan bertanggungjawab untuk mengimplementasikan nilai pilihan
mencintai sesama manusia. (target) sebagai misi bersama atau misi kelas. tahap pertama nilai-
Untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan strategi nilai target kelas diturunkan dalam rumusan peraturan kelas yang
pembelajaran yang tepat dan relevan dengan tujuan pendidikan disepakati oleh semua warga kelas. bagi warga kelas yang
karakter. Untuk kepentingan tersebut maka pada tahun pertama melanggar peraturan mendapatkan sanksi (hukuman) yang
2013 pembelajaran karakter menggunakan strategi kompetitif yakni diputuskan melalui rapat kelas. dalam hal ini sanksi berbentuk ganti
dengan cara meningkatkan daya kompetitif mahasiswa IKIP rugi dengan uang dan pengurangan nilai satu kali pertemuan.
mataram di level kelas. Strategi ini dipilih karena tingkat partisipasi Selain berbentuk peraturan kelas juga dibuat program kelas (class
mahasiswa di kelas rata-rata rendah sekali. Dari total jumlah programm). Misalnya kelas I C di FPBS memilih kejujuran sebagai
peserta didik hanya 5% saja yang berpartisipasi. Dibandingkan nilai kelas maka programnya dinamakan kelas kejujuran. Di kelas
dengan tingkat partisipasi mahasiswi dengan mahasiswa, III B FPMIPA matematika memilih nilai religius maka nama
partisipasi mahasiswi jauh lebih partisipatif. Mahasiswa laki-laki programnya adalah kelas religius. Sedangkan di kelas IIIB memilih
berapartisipasi rendah pada semua kelas. Setelah menggunakan nilai gemar membaca maka nama programnya adalah Program
strategi kompetitif, partisipasi mahasiswa mengalami peningkatan Buku Keliling (book mobile programm).
hingga 20%. Pada akhir tahun diadakan evaluasi di kelas untuk Meskipun model “kelas Karakter” ini sudah dilaksanakan
mengetahui faktor yang mengahmbat mahasiswa berapartisipasi di di IKIP Mataram, akan tetapi bagaimana model pelaksanaannya,
dalam kelas.. hasil evaluasi menunjukkan bahwa partisiapsi rendah bagaimana efektivitas pelaksanaannya, dan apa saja faktor
disebabkan oleh perasaan takut salah, ketidakmampuan penghambat dan faktor pendukungnya belum banyak diketahui,
berkomunikasi dan berbicara dengan baik dan sistematis, malu oleh karena itu peneliti memandang perlu untuk melakukan
menyampaikan pendapat, takut di tertawakan teman sekelas, dan penelitian lebih lanjut mengenai impelementasi kelas karakter di
tidak menguasai bahan. IKIP Mataram.
Pada tahun kedua strategi kompetitif dikombinasikan Penelitian ini bertujuan untuk:
dengan pendekatan cooperative. Selain menggunakan strategi 1. Untuk menetahui Pelaksanaan Model Kelas Karakter di IKIP
kompetitif secara individual dikembangkan juga cooperatif dalam Mataram?

ISBN: 978-602-74245-0-0 299


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
2. Untuk menetahui Faktor apa yang menghambat dan Analisis data sebagai proses mencari dan menyusun
mendukung pelaksanaan kelas karakter di IKIP Mataram? secara sistematis data yang di peroleh dari hasil wawancara
3. Untuk mengetahui keefektifan Pelaksanaan kelas karakter? catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah
dipahami, dan temuannya dapat di informasikan ke orang lain.
KAJIAN PUSTAKA Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
Menurut Simon Philips dalam Masnur Memberikan evaluatif. Metode ini digunakan untuk menyelidiki keadaan atau
pengertian bahwa karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju kegiatan setelah selesai lalu memaparkan hasilnya dalam bentuk
pada suatu sistem, yang melandasi suatu pemikiran, sikap, dan laporan. Faktor yang menghambat kegaitan pengelolaan parenting
perilaku yang ditampilkan (Masnur Muslich, 2011: 70). Koesuma education di sekolah dasar. Faktor tersebut menjadi fokus objek
menyatakan bahwa karakter sama dengan kepribadian. penelitian yang dianalisis dengan data dan kriteria penentuan baik,
Kepribadian dianggap sebagai Ciri atau Karakteristik atau Gaya kurang baik, dan tidak baik.
atau Sifat khas dari seseorang yang bersumber dari bentukan-
bentukan yang diterima dari lingkungannya, misalnya keluarga,
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
masyarakat, atau bisa pula merupakan bawaan yang dibawa sejak
Dari data dananalisis data penelitiandapat diketahui
lahir (Koesoma, 2010: 80) Pendidikan karakter adalah pendidikan
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan
budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan
pembelajaran primer di SMKN 2 Mataram sebagai berikut:
(cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga
1. Faktor 1 tentang landasan hukum penerapannya terpenuhi,
aspek ini, pendidikan karakter tidak akan efektif, jadi yang
mempunyai kriteria baik
diperlukan dalam pendidikan karakter tidak cukup dengan
2. Faktor 2 tentang desain pembelajaran, terpenuhi, mempunyai
pengetahuan lantas melakukan tindakan yang sesuai dengan
kriteria baik.
pengetahuan saja. Hal ini karena pendidikan karakter terkaiterat
3. Faktor 3 tentang nilaikarakter yang dipilih terpenuhi dan
dengan nilai dan norma. Oleh karena itu, harus juga melibatkan
mempunyai kriteria baik.
perasaan (Akhmad Muhaimin Azzet, 2011: 27)
4. Faktor 4 tentang nilaikarakter yang diintegrasikan terpenuhi
Rohman (2012:65) mengemukakan bahwa pendidikan
dan mempunyai kriteria baik
karakter itu sendiri adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
5. Faktor 5, tentang jenisdantahapankegiatan terpenuhi dan
karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
mempunyai kriteria baik
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
6. Faktor 6, tentang kegiatanterprogram terpenuhi dan
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus
mempunyai kriteria baik
dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri,
7. Faktor 7, tentang kegiatanpembiasaan terpenuhi dan
yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,
mempunyai kriteria kurangbaik
penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
Dari hasil analisis data di atas dapat diketahui keberhasilan
sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ekstrakulikuler,
implementasi Model Kelas Karakter, dari factor 1 sampai 6 itu ada
pemberdayaan sarana dan prasarana, pembiayaan, dan etos kerja
satu faktor yang tidak terpenuhiyaitu factor 7 yakni kegiatan
seluruh warga sekolah
pembiasaan. Tidak terpenuhinya karena ada satu kegiatan
pembiasaan yang belum terpenuhi dan mempunyai kriteria kurang
METODE PENELITIAN
baik. Secara keseluruhan pelaksanaan implementasi Model Kelas
Penelitian merupakan penelitian deskriptif kualitatif
Karakter di IKIP Mataram Mataram sudah baik, dan efektif.
dengan lokasi penelitian di IKIP Mataram pada semester I kelas
Berdasarkan hasil analisis penelitian diperoleh hasil bahwa
ABCD di prodi Bahasa Inggris di FPBS, I A prodi PLS, dan I A,B
impelementasi Model Kelas Karakter di IKIP mataram merupakan
Prodi Matematika FPMIPA, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
kegiatan yang mengarahkan untuk membangun kebiasaan
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mahasiswa yang terprogram. Kegiatan yang dimulai dari
pendekatan kualitatif dengan menggunakan rancangan deskriptif
penentuan nilai target, pengimplementasi nilai, membuat peraturan
evaluatif di IKIP Mataram. Metode pengumpulan data dilakukan
kelas, dan membuat program karakter yang menjadi budaya kelas.
dengan wawancara mendalam kepada informan dan pengumpulan
data dokumen pendukung kegiatan Kelas Karakterdi IKIP mataram
DAFTAR PUSTAKA
yang diperlukan dalam mendeskripsikan model kelas karakterdi
Doni Koesuma. 2012. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak
IKIP Mataram
Zaman Global, Jakarta: Grasindo: Press,
Dalam penentukan subjek penelitian, peneliti
Muslich, Masnur 2011 Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan
menggunakan teknik purposivesampling. Pengambilan sampel
krisis Multidimensional, Jakarta: Bumi Aksara,
berdasarkan yang ingin dicapai dalam penelitian yaitu
Muhaimin Azzet, Akhmad, Urgensi Pendidikan Karakter di
mendeskripsikan impelementasi kelas karakter di IKIP Mataram.
Indonesia, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011
Adapun yang menjadi subjek penelitian ini atau informan dalam
Nurmaliyah, Faridahdkk, 2010. Perencanaan Pembelajaran: Pada
penelitian ini ialah, dosen Pendidikan karakter dan mahasiswa.
Bidang Study, Bidang Study Tematik, Muatan Lokal,
Sedangkan variabel penelitian ini adalah tentang impelementasi
Kecakapan Hidup, Bimbingan dan Konseling, Malang: UIN-
kelas karakter di IKIP Mataram
Maliki Press,
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
Rohman, Muhammad. 2012. Kurikulum Berkarakter. Jakarta:
adalah format obeservasi, wawancara, dan dokumentasi.
Prestasi Pustaka Raya
Observasi digunakan untuk mengamati kegiatan atau hasil
Wiyani, NovanArdi, 2012. Manajemen Pendidikan Karakter Konsep
kegiatan kelas karakter. Wawancara digunakan untuk
Implementasinya di Sekolah Yogyakarta: Pustaka Insan
mendapatkan informasi pelaksanaaan kelas karakter, sedangkan
Madani,
dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data tentang
Wibowo Agus. 2012. Pendidikan Karakter: Strategi Membangun
pengelola dan kegiatan parenting education di Sekolah dasar.
ISBN: 978-602-74245-0-0 300
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Karakter Bangsa Melalui Peradaban. Yogyakarta: Pustaka Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan Jakarta: Kharisma
Pelajar Putera Utama.
Zubaiedi, 2011 Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan

ISBN: 978-602-74245-0-0 301


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
IDENTIFIKASI KANDUNGAN TEMBAGA (Cu) DI LOKASI PENAMBANGAN EMAS TRADISIONAL
SUMBAWA
Muhammad Nur1, Sukainil Ahzan2, Dwi Pangga3 & Dwi Sabda Budi Prasetya4
1Pemerhati Pendidikan Fisika
2,3&4Dosen Program Studi Pendidikan Fisika FPMIPA, IKIP Mataram

Email: mnursan93@gmail.com

Abstrak: Pulau Sumbawa memiliki potensi mineral logam yang cukup beragam seperti emas, perak, tembaga, nikel dan mangan.
Keberadaan penambangan tradisional manjadi bukti nyata banyaknya kandungan logam tetapi penambang hanya terfokus pada emas
sementara logam lain menjadi limbah, misalnya Tembaga. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kandungan tembaga (Cu) dari batuan
alam di lokasi penambangan emas tradisional Sumbawa yaitu Lubang Olat Pakirum Kelurahan Sampir Sumbawa Barat, Lubang Upak
Desa Mapin Rea Sumbawa dan Lubang Olat Labaong Sumbawa. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode kopresipitasi
untuk memperoleh serbuk sampel yang berukuran sangat kecli. Sedangkan untuk menganalisa kandungan digunakan metode AAS. Hasil
pengujian menggunakan AAS dari batuan alam tersebut menunjukkan batuan Pakirum Sumbawa Barat memiliki kandungan tembaga
1063,9251 ppm, batuan Upak Sumbawa 86,5422 ppm dan Labaong Sumbawa 6,7110 ppm.

Kata Kunci: Tembaga (Cu), Kopresipitasi, AAS

PENDAHULUAN METODE
Tembaga (Cu) merupakan salah satu logam yang paling Penelitian ini tergolong penelitian murni terlaksana dalam
banyak dimanfaatkan oleh manusia selain karena kelimpahannya beberapa tahapan yaitu preparasi sampel, peleburan dengan
yang sangat besar di alam juga karena sifat-sifat yang dimiliki oleh metode kopresipitasi, pengovenan serta pengujian kandungan
tembaga. Menurut Askeland, dkk (2011) tembaga memiliki menggunakan AAS.
kondukvitas termal dan elektrik yang sangat baik, ketahanan Material alam yang digunakan berasal dari
terhadap korosi serta mudah ditempa kedalam berbagai bentuk. penambangan emas tradisional Sumbawa yaitu batu dari lubang
Hal ini menjadikan tembaga tidak asing lagi terdengar ketika Olat Pakirum kelurahan Sampir Sumbawa Barat, lubang Upak desa
disebutkan karena banyaknya pemanfaatan tembaga yang secara Mapin Rea Sumbawa dan dari lubang Olat Labaong desa Hijjrah
nyata terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bidang idustri Sumbawa
misalkan seperti komponen dan produk elektrik, logam alloy, Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisika IKIP
kawat, peralatan rumah tangga, uang logam, bodi automobil Mataram dan Laboratorium Kimia Analitik Unram dengan alat dan
bahkan bodi pesawat serta sebagai Electroplating. Unsur tembaga bahan sebagai berikut:
bersumber dari hasil pelapukan/pelarutan mineral-mineral yang 1. Alat-alat yang digunakan: Palu, Mortar Baja, Pengayak, AAS,
terkandung dalam bebatuan (Napitupulu, 2008). Di indonesia Magnetik Stirer, Oven, Termometer, Stopwatch, Corong,
tercatatat tambang tembaga hanya terdapat di pegunungan Jaya Kertas saring Whatman no. 42, Sendok, Neraca Ohuss dan
Wijaya dan Kalimantan Barat namun masih terdapat beberapa Gelas-gelas Kimia
wilayah lain yang memiliki potensi mineral logam tembaga. 2. Bahan-bahan: sampel batu penambangan tradisional
Sumbawa adalah wilayah kepulauan di provinsi Nusa Sumbawa, Larutan HCl 32%, Larutan NH4OH 25% dan
Tenggara Barat yang kaya akan hasil tambang terlihat dengan Aquades.
banyaknya bermunculan penambangan emas tradisional. Namun Sampel dilebur menggunakan metode kopresipitasi
selama ini masyarakat hanya terfokus pada penambangan emas. untuk memperoleh sampel yang berukuran sangat kecil bahkan
Sementara berdasarkan penelitian Moe’tamar dan Ernowo pada akan menuju ukuran nano melalui proses peleburan menggunakan
tahun 2011 menyebutkan bahwa Sumbawa memiliki prospek larutan asam dan pengendapan menggunakan larutan basa.
keterdapatan mineral logam selain emas dalam batuan. Pengujian kandungan ion logam Cu dari batuan ditentukan dengan
Batuan dari dalam lubang galian beberapa lokasi AAS menggunakan metode kurva kalibrasi. Hasil analisa akan
penambangan emas tradisional Sumbawa akan dijadikan sampel dikonversikan kedalam satuan (ppm) berdasarkan persamaan
untuk diidentifikasi secara terfokuskan pada kandungan berikut ini:
tembaganya. Sampel akan diberikan perlakuan pada tahap
peleburannya dengan metode kopresipitasi untuk selanjutnya diuji X=
𝑘𝑘 𝑥 𝑓𝑝
…………. (1)
kandungan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer 𝑚

(AAS) sehingga akan diketahui dengan jelas kandungan tembaga


Keterangan:
dari sampel. Metode kopresipitasi merupakan proses kimia yang
membawa suatu zat terlarut kebawah sehingga terbentuk endapan
X = Besarnya Kandungan dalam bentuk
yang dikehendaki, untuk memperoleh serbuk sampel yang
mg/Kg = ppm
berukuran sangat kecil bahkan akan menuju ukuran nano karena
kk = Kandungan yang teranalisa
material yang berada dalam ukuran nano biasanya memiliki partikel
berdasarkan Kurva (mg/L)
dengan sifat kimia dan fisika yang lebih unggul dari material yang
fp = Besarnya Fluida yang digunakan
berukuran besar (bulk) (Bukit, dkk 2015).
untuk melarutkan sampel (ml)
m = Massa sampel yang digunakan (g)

ISBN: 978-602-74245-0-0 302


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam proses kopresipitasi digunakan larutan asam
1. Bentuk Batuan Sampel dan larutan basa. Larutan asam memiliki sifat yang sangat
Mineralisasi merupakan suatu proses pengendapan korosif yang mampu menghancurkan atau meleburkan
mineral bijih (metal) dari media yang membawanya akibat kandungan logam yang terdapat dalam suatu bahan atau
perubahan lingkungan kimia dan fisik. Hal ini terbentuk dalam material. Pada penelitian ini digunakan HCl (asam klorida) 32
batuan. Pada batuan tembaga terlihat dengan bentuk urat %. Beberapa penelitian tentang material HCl digunakan
kausar asap yang bertekstur seperti sisir. Hal ini terlihat pada sebagai pelebur untuk memperoleh larutan yang homogen
batuan pulau Sumbawa (Herman, 2007). Adapun bentuk dari sehingga tidak dapat dibedakan lagi antara sampel dan larutan.
batuan yang digunakan pada penelitian ini terlihat pada Tabel Hal ini terlihat pada Gambar 1 berikut:
1 sebagai berikut:
Tabel 1. Bentuk Batuan

Bentuk Batuan
Upak Labaong
Pakirum

Gambar 1. Larutan Homogen

HCl dapat melebur serbuk sampel hingga menjadi


larutan yang homogen dengan sistem pengadukan
menggunakan magnetic sterier pada suhu 70o C seperti pada
2. Proses Kopresipitasi Gambar 1 sehingga sampel akan berada dalam ukuran yang
Metode kopresipitasi ialah istilah dari proses sangat kecil bahkan akan menuju ukuran nano pada tahap ini.
pengendapan larutan. Metode kopresipitasi bertujuan untuk Untuk mencapai tingkat homogenitas sampel penelitian
memperkecil ukuran sampel bahkan sampai menuju ukuran memerlukan waktu yang berbeda-beda karena beberapa faktor
nano. Proses kopresipitasi juga menjadi perkiraan awal tentang yang mempengaruhinya seperti pengaturan suhu, tingkat
kandungan mineral logam dari material yang diteliti terlihat dari putaran pengadukan hingga tingkat jumlah penggunaan
warna larutan hasil penyaringan (filtrat). Proses kopresipitasi larutan serta kemungkinan kandungan logam. Sampel batuan
meliputi beberapa tahap yaitu peleburan, pengendapan serta Pakirum membutuhkan waktu yang sangat lama dalam
penyaringan dan pencucian. Adapun Hasil Kopresipitasi mencapai homogenitas berbeda dengan sampel batuan Upak
terlihat dalam Tabel 2 berikut: dan Labaong.
Tabel 2. Hasil Kopresipitasi Setelah mencapai homogenitas yang sangat tinggi
Residu Filtrat digunakan larutan basa untuk mengendapkan larutan sehigga
Sampel serbuk sampel yang telah berada dalam ukuran yang sangat
kecil tersebut, dapat diperoleh lagi menjadi serbuk sampel.
Larutan basa yang digunakan ialah larutan NH4OH, dimana
apabila larutan basa dicampurkan kedalam asam maka akan
terbentuk endapan dengan reaksi kimia sebagai berikut:
Pakirum
HCl + NH4OH NH4Cl + H2O

NH4Cl adalah endapan yang terbentuk karena


terjadinya reaksi anatara asam kuat dengan basa lemah.
Endapan akan terlihat menggumpal, setiap tetesan larutan
NH4OH dalam larutan HCl. yang telah homogen akan terbentuk
gumpalan-gumpalan kecil yang menunjukkan terjadinya
Upak endapan.
Hasil endapan disaring menggunakan kertas saring
Whatman no. 42, dimana Kertas saring ini sering digunakan
dalam pemisahan larutan yang memiliki kandungan logam.
Penyaringan atau filtrasi bertujuan untuk memisahkan antara
campuran yang mengandung cairan dengan cara meloloskan
serta menahan partikel-partikel padat. Hasil dari filtrasi adalah
zat padat yang disebut residen atau residu seperti yang
Labaong digunakan dalam penelitian ini sedangkan zat cair yang lolos
disebut filtrat. Residu yang telah dikeringkan telah berada
dalam ukuran yang sangat halus bahkan menuju ukuran nano.
Residu inilah yang diuji kandungan logamnya menggunakan
ISBN: 978-602-74245-0-0 303
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
AAS. Sedangkan hasil filtrat dari proses kopresipitasi dapat tembaga paling besar yaitu 1063,9251 ppm, hal ini sesuai
dijadikan acuan kandungan logam apa yang terkandung dari dengan perkiraan pada tahap penyaringan dan pencucian
batuan terlihat dari warna larutannya. Hasil residu dan filtrat dalam proses kopresipitasi memperlihatkan hasil filtrat
terlihat pada Tabel 1. Hasil Kopresipitasi di atas. Sampel berwarna biru yang langsung menunjukkan kandungan
batuan pakirum langsung menunjukkan keterdapatan ion tembaga. Pada sampel batuan Upak memiliki kandungan
logam tembaga, yaitu ion Cu2+. Berarti dalam larutan tersebut tembaga pada urutan kedua yaitu 86,5422 ppm namun tidak
terbentuk larutan garam tembaga (II) dimana larutan ini apabila terlalu besar seperti pada batuan Pakirum, sama halnya
berada dalam air maka akan berwarna biru muda, karena ion dengan sampel batuan Labaong memiliki kandungan tembaga
Cu2+ dikelilingi oleh molekul-molekul air (Kuswati, dkk 2007). paling kecil yaitu sebesar 6,7110 ppm.
Pada larutan sampel tersebut terbentuk larutan tembaga (II)
klorida hasil reaksi dari keberadaan ion Cu2+ bereaksi dengan SIMPULAN
NH4Cl. Adapun reaksinya sebagai berikut: Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan
Cu2+ + NH4Cl CuCl2 bahwa semua sampel batuan dari lokasi penambangan emas
CuCl2 (Tembaga (II) Klorida). sebanarnya berwarna tradisional Sumbawa memiliki kandungan tembaga yang cukup
hijau apabila berada dalam larutan tetapi dengan penambahan tinggi. Besarnya kandungan tembaga dari masing-masing sampel
amonia (NH4) sehingga terbentuk warna biru dalam larutan. batuan yaitu batuan Pakirum Sumbawa Barat 1063,9251 ppm,
3. Pengujian Kandungan Tembaga batuan Upak 86,5422 ppm dan Labaong memiliki kandungan
Unsur atau atom yang diselidiki atau diuji tembaga 6,7110 ppm.
kandungannya menggunakan AAS ialah terutama unsur-unsur
yang garis resonansinya berada di bawah 500 nm. Garis DAFTAR PUSTAKA
resonansi menunjukkan panjang gelombang serapan atom Askeland, DR. Fulay, PP & Wright, JW. 2011. Sixth Edition The
maksimum berbagai atom logam yang dapat dianalisa pada Science and Engineering of Materials. United States of
AAS baik melalui metode kurva kalibrasi. Adapun garis America: Cengage Learning
resonansi logam tembaga terlihat pada grafik kurva regresi Bukit, N. Frida, E. Simamora, P. Sinaga, T. 2015. Analisis Difraksi
larutan standar Cu yaitu 324,75 nm (Sari, 2010). Konsentrasi Nanopartikel Fe3O4 Metode Kopresipitasi dengan Polietilen
larutan sampel tidak lebih 5 % larutan sampel pelarut yang Glikol 6000. Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF2015
sesuai, dalam pengujian kandungan tembaga dari masing- Universitas Negeri Jakarta. Oktober 2015, Jakarta,
masing sampel batuan pada penelitian ini digunakan pelarut Indonesia. 163-166
(fp) 50 ml dalam pengujian AAS dengan massa sampel yang Herman, DZ. 2007. Kajian Potensi Tambang Dalam pada Kawasan
digunakan masing-masing sekitar 1 gram. Adapun data hasil Hutan Lindung Daerah Taliwang, Kabupaten Sumbawa
pengujian kandungan tembaga menggunakan AAS terdapat Barat Nusa Tenggara Barat. Pemaparan Hasil Kegiatan
pada Tabel 1 berikut: Lapangan dan Non Lapangan Tahun 2007 Pusat Sumber
Tabel 2. Kandungan Tembaga Daya Geologi. 2007, NTB, Indonesia.
Sampel Batuan Kandungan (ppm) Moe’tamar & Ernowo. 2011. Penyelidikan Logam Emas Kabupaten
1063,9251 Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat. Hasil Kegiatan
Pakirum Pusat Sumber Daya Geologi Tahun 2011. 2011, NTB,
86,5422 Indonesia.
Upak Kuswati, MT. Dkk. 2007. Sains Kimia 3 SMA/MA. Jakarta: Bumi
6,7110 Aksara
Labaong Napitupulu, M. 2008. Analisis Logam Berat Seng, Kadium dan
Tembaga pada Berbagai Tingkat Kemiringan Tanah Hutan
Dari hasil pengujian terlihat bahwa semua sampel Tanaman Industri PT.Toba Pulp Lestari dengan Metode
batuan dari hasil penambangan emas tradisional Sumbawa Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Tesis. Universitas
memiliki kandungan tembaga (Cu). Berdasarkan data apabila Sumatera Utara
diurutkan, sampel batuan Pakirum memiliki kandungan Sari, NK. 2010. Analisa Instrumentasi. Klaten: Yayasan
Humaniora.

ISBN: 978-602-74245-0-0 304


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGELOLAAN PARENTING EDUCATION IN SCHOOL PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR
DI LOMBOK TENGAH
Mujiburrahman1 & Hardiansyah2
1&2Program Studi Bimbingan Konseling IKIP Mataram
Email: mujiburrahman12384@gmail.com

Abstrak: Konsep parenting bertujuan untuk mensinergikan pengasuhan dan pendidikan anak yang dilakukan oleh orang tua anak di
rumah dengan yang dilakukan guru di sekolah agar anak mencapai pekembangan maksimal. faktanya menunjukan bahwa parenting di
sekolah dasar kurang terkelola oleh pihak penyelenggara pendidikan. Karena itulah peneliti tertarik untuk mengkaji lebih mendalam
tentang pengelolaan parenting education di sekolah dasar dengan tujuan untuk mendeskripsikan pengelolaa dan jenis kegiatan parenting
education in school pada jenjang pendidikan dasar kelas 1, 2 dan 3 di SDN Jereneng dan Madrasah Ibtidaiyah Kabupaten Lombok Tengah.
Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan deskriptif evaluatif, data yang akan dikumpulkan adalah
data-data yang berhubungan dengan kegiatan parenting berupa observasi dan dokumen kegiatan, serta akan dilakukan wawancara
mendalam kepada informan. Berdasarkan hasil paparan data, ditemukan bahwa pengelolaan parenting educationdi sekolah dasar dasar
meliputi (a) pengelolaan Parenting tidak terprogram (b) parenting melibatkan pihak sekolah dengan, unsur komite sekolah, dan wali
murid. (c) Pelaksanaannya berkordinasi dengan sekolah dan tempat ibadah. Sedangkan Jenis parenting education in school pada jenjang
pendidikan dasar meliputi (a) Acara Kegiatan rutin tahunan seperti kenaikan kelas, (b) Ceramah Pendidikan dan keagamaan oleh unsur
sekolah dan Tokoh agama dan Masyarakat baik dilingkungan sekolah dan masyarakat. (c) Kegiatan pengajian rutin mingguan di masjid
lingkungan sekitar masyarakat.(d) Kunjungan guru kerumah wali murid secara peribdi. Penelitian ini merekomendasikan Pertama, kepada
Kepala Sekolah, membagi informasi yang berguna dalam mendidik anak sesuai dengan tugas dan kompentsi masing. Kedua, Guru, agar
terus meningkatkan hubungan dekat dengan wali murid. Ketiga,Wali Murid, agar senantiasa menggali informasi dan pengetahuan tentang
cara mendidik anak yang lebih efektif, selain itu terus menimba ilmu agama sebagai bekal terbaik mendidik anak. Dan keempat, Bagi
Masyarakat sekitar sekolah, menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat bagi anak merupakan bentuk dukungan nyata terhadap
pendidikan.

Kata Kunci: Parenting, Jenjang Pendidikan dasar

PENDAHULUAN dengan kesepahaman kedua belah pihak dalam memperlakukan


Ki Hajar Dewantara memperkenalkan model kemitraan anak.
parenting yang dikenal dengan istilah “tripusat pendidikan” yaitu Sinergitas dan interkoneksitas pendidikan antara sekolah
pendidikan yang dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah dan dan keluarga dilakukan dengan kegiatan-kegiatan perenting.
masyarakat (Soelaeman,1994). Pertumbuhan dan perkembangan Parenting ini ditujukan kepada para orang tua, pengasuh, dan
anak merupakan sistem interaksi yang kompleks dan saling anggota keluarga lain yang berperan secara langsung dalam
berhubungan antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Interaksi proses perkembangan anak.
ini menjadi motor atau penggerak perkembangan anak Penyelenggara pendidikan perlu memperhatikan
(Bronfenbrenner 1979, dalam Harahap, 2009). pendidikan anak di sekolah dan keluarga. Dengan kegiatan
Peran orang tua dalam pendidikan anak sudah parenting bagi para orang tua maka orang tua dapat menjalankan
seharusnya berada pada urutan pertama, para orang tualah yang tugasnya sebagai pendidik di rumah.
paling mengerti benar akan sifat-sifat baik dan buruk anak- Penerapan parenting juga sangat di perlukan di jenjang
anaknya, apa saja yang mereka sukai dan apa saja yang mereka pendidikan dasar yaitu sekolah dasar (SD) atau Madrasah
tidak sukai. Para orang tua adalah yang pertama kali tahu Ibtida’yah (MI), persoalanya adalah pengelolaan parenting di
bagaimana perubahan dan perkembangan, karakter dan sekolah sangat berperan dalam keberhasilan pelaksanaan
kepribadian anak-anaknya, program parenting di sekolah dasar, karena itu peneliti tertarik
Sekolah merupakan keberlanjutan pendidikan anak yang untuk mengkaji implementasi parenting in school pada jenjang
telah dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah juga sebagai pendidikan dasar (SD/MI).
rumah kedua bagi anak. Tanggung jawab sekolah dan keluarga Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan
adalah sama-sama memberikan pendidikan yang terbaik bagi utama penelitian ini untuk mendeskripsikan implementasi parenting
masa depan anak. Para pendidik di lingkungan keluarga mapun education in school pada jenjang pendidikan dasar, dengan rincian
sekolah harus memahami peran dan tanggung jawab bahwa tujuan sebagai berikut: 1) Mendeskripsikan pengelolaan parenting
“orang tua dalam lingkungan keluarga adalah guru pertama mereka education in school pada jenjang pendidikan dasar kelas 1, 2 dan
yang terbaik, yang memiliki wawasan dan informasi yang berharga 3 di SDN Jereneng dan Madrasah Ibtidaiyah Sunan Ampel Lombok
untuk berbagi dengan guru, sedangkan guru memiliki latar Tengah; 2) Mendeskripsikan jenis kegiatan parenting education in
belakang pengetahuan mengenai perkembangan anak yang school pada jenjang pendidikan dasar kelas 1, 2 dan 3 di SDN
menjadi sumber bagi orang tua” (Olsen dan Fuller, 2003). Jereneng dan Madrasah Ibtidaiyah Sunan Ampel Lombok Tengah.
Orang tua dan sekolah merupakan dua unsur yang
memiliki keterkaitan yang kuat satu sama lain. Hubungan antara KAJIAN PUSTAKA
orang tua dan pendidikannya bersifat sinergis, interkoneksi dan 1. Konsep Parenting
integrasi. Orang tua mendidik anaknya di rumah, dan di sekolah Mengingat belum ditemukannya literatur ilmiah oleh
untuk mendidik anak diberikan kepada sekolah atau guru sesuai peneliti yang membahas tentang konsep parenting yang
diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar. Namum

ISBN: 978-602-74245-0-0 305


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
penyelenggaraan parenting telah dilaksanakan pada pendidikan manfaat dalam pengelolaan parenting adalah: (1) terjalinnya mitra
anak usia dini (PAUD) dengan menggunakan pedoman kerja lintas sektor, misalnya dari pengusaha-pengusaha yang
penyelenggaraan dari dinas pendidikan nasional. Parenting yaitu berkaitan dengan produk yang berkaitan dengan kebutuhan
bentuk kegiatan informal yang dilakukan untuk menyelaraskan tumbuh kembang anak, instansi pemerintah, penerbit buku, dan
kegiatan-kegiatan pengasuhan dan pendidikan anak antara di lain-lain, (2) terpenuhinya kebutuhan hak-hak anak, (3)
kelompok bermain dan di rumah (Harahap, 2009). Parenting ini berkembangnya rasa percaya diri orangtua dalam mendidik anak,
ditujukan kepada para orang tua, pengasuh, dan anggota keluarga (4) terjalinnya hubungan yang harmonis pada masing-masing
lain yang berperan secara lang-sung dalam proses perkembangan anggota keluarga sesuai dengan tugasnya masing-masing, (5)
anak. Kegiatan parenting (pertemuan orang tua) sangat diperlukan terciptanya hubungan antar keluarga di lingkungan masyarakat
mengingat pentingnya pendidikan sedini mungkin. sekitar lembaga pendidikan, dan (6) terjalin-nya mitra kerja antar
Dari uraian di atas, maka parenting education in school sesama anggota parenting (Harahap, 2009).
yang dimaksudkan peneliti adalah parenting yang ditujukan kepada2.
para orang tua, pengasuh, dan anggota keluarga lain yang Pendidikan Dasar
berperan secara langsung dalam proses perkembangan anak, Pengertian pendidikan dasar dalam UU 50 yang disebut
sehingga terciptanya keselarasan pendidikan yang dilakukan oleh dengan pendidikan rendah, definisinya sangat jelas, bahwa level
keluarga dan sekolah. ini adalah level untuk menumbuhkan minat, mengasah
Jenis Parenting kemampuan pikir, olah tubuh dan naluri.
Kegiatan parenting akan lebih bermakna jika sekolah Berdasarkan pasal 17 UU RI No. 20 tahun 2003
dapat menyusun suatu kegiatan parenting sehingga mempunyai menerangkan bahwa: 1) Pendidikan dasar merupakan jenjang
makna. Harahap (2009) menyebutkan bentuk-bentuk kegiatan pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. 2)
parenting yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah
1. Think-thank, yaitu sumbang saran yaitu mengeluarkan ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah
pendapat dan diskusi tentang pembelajaran yang paling tepat menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atsu
bagi anak usia dini misalnya pembe-lajaran tematik, setiap bentuk lain yang sederajat. Ketentuan mengenai pendidikan dasar
anggota dapat menyampaikan gagasan-gagasan atau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut
permasalahan-permasalahan yang ada sekaligus melakukan dengan peraturan pemerintah.
pembahasannya. Penjelasan atas pasal 17 ayat (2) menyatakan bahwa
2. Arisan bicara, yaitu setiap anggota, secara undian bergilir “Pendidikan yang sederajat dengan SD/MI adalah program seperti
menjadi pembica-ra untuk menyampaikan gagasan sesuai Paket B yang diselenggarakan pada jalur pendidikan nonformal.
topik yang telah ditentukan. Dalam UU No. 2 tahun 1989, Pendidikan dasar
3. Seminar, mengundang narasumber dan sponsor. diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan
4. Praktek ketrampilan, misalnya membuat alat permainan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang
edukatif, memasak makanan bergizi untuk anak, dan diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan
sebagainya. peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti
5. Outbound, yakni kegiatan diluar ruangan yang dilakukan pendidikan menengah.
secara bersama-sama oleh semua anggota keluarga, yang Pendidikan dasar SD/MI sebagai keberlanjutan
disisipkan kegiatan diskusi atau praktek permainan-permainan pendidikan anak pada jenjang pendidikan berikutnya,
yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga secara bersama- pendampingan pendidikan anak seperti pada pendidikan anak usia
sama. dini masih akan berlanjut hingga ke jenjang pendidikan dasar.
6. Kunjungan lapangan, yaitu kegiatan kunjungan ke tempat- Proses perubahan pola asuh ini tidak bisa dihilangkan begitu saja,
tempat khusus yang bersifat mendidik, misalnya ke museum, sehingga pada jenjang pendidikan dasar masih memerlukan
perpustakaan umum, panti asuhan, panti jompo, ke kebun atau pelibatan orang tua dalam kegiatan parenting education in school
pertanian, dan sebagainya.
Pengelolaan Parenting METODE PENELITIAN
Pedoman pengelolaan parenting in school dapat Penelitian merupakan penelitian deskriptif kualitatif
mengadaptasi pedoman penyelenggaraan parenting pada dengan lokasi penelitian di SDN Jereneng dan Madrasah Ibtidaiyah
pendidikan anak usia dini yang di keluarkan oleh dirjen PNFI Sunan Ampel di batasi pada kelas 1, 2, dan 3 di Kabupaten Lombok
dengan langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah: (1) Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
adanya pengelola dan orang tua pada saat mendaftarkan putra- Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian
putrinya di kelompok bermain, (2) menyiapkan penanggung jawab ini adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan rancangan
kegiatan parenting atau kepengurusan, (3) mengidentifikasi deskriptif evaluatif di kedua lokasi penelitian yaitu di SDN Jereneng
kebutuhan informasi (isu-isu penting seputar pendidikan dan dan Madrasah Ibtidaiyah Sunan Ampel pada kelas 1, 2, dan 3 di
tumbuh kembang anak) yang ingin diketahui oleh orangtua, (4) Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
menyusun program-program kegiatan yang akan dilakukan untuk Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
kegiatan parenting, dan (5) menyusun jadwal kegiatan sekaligus mendalam kepada informan dan pengumpulan data dokumen
menentukan narasumber atau sponsor, misalnya, kegiatan dapat pendukung kegiatan parenting pendidik di sekolah dan di rumah
dilakukan seminggu sekali, sebulan sekali, atau memanfaatkan yang diperlukan dalam mendeskripsikan pengelolaan parenting
hari-hari libur nasional, tergantung kebutuhan. education in school pada jenjang pendidikan dasar di kelas 1, 2,
Manfaat Parenting. dan 3 SDN Jereneng dan Madrasah Ibtidaiyah Suanan Ampel
Kegiatan parenting akan menjadi suatu wadah yang dapat Lombok Tengah.
memberikan keuntungan pada semua pihak, baik kepada orang Dalam penentukan subjek penelitian, peneliti
tua, kelompok bermain, mau-pun pemerintah. Ada beberapa menggunakan teknik purposive sampling. Pengambilan sampel
ISBN: 978-602-74245-0-0 306
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
berdasarkan yang ingin dicapai dalam penelitian yaitu masjid lingkungan sekitar masyarakat. Keempat,
mendeskripsikan pengelolaan parenting education in school di Kunjungan guru kerumah wali murid secara peribadi.
SDN Jereneng dan Madrasah Ibtidaiyah Suanan Ampel lombok
tengahj. Adapun yang menjadi subjek penelitian ini atau informan
dalam penelitian ini ialah, kepala sekolah, guru, komite sekolah,B. Pembahasan
dan wali murid. Sedangkan variabel penelitian ini adalah tentang Dari temuan akhir ini dapat pengelolaan parenting
pengelolaan parenting education in school di Sekolah Dasar education di sekolah dasar masih kurang baik. Perlu adanya
Sehubungan dengan jenis penelitian kualitatif ini yang manajemen program parenting yang efektif yang sesuai dengan
lebih mengutamakan temuan observasi catapan lapangan jenjang pendidikan. Dalam pengelolaannya parenting tidak
terhadap berbagai fenomena, maka peneliti sendiri sebagai disosialisasikan secara terprogram dalam periode tertentu. Kedua;
instrumen penelitian (key instrument) secara langsung kepada pengelolaan kegiatan parenting dilakukan dengan melibatkan
subjek penelitian. Sehingga kehadiran peneliti di lokasi penelitian unsur komite sekolah, dan wali murid, dan ketiga, pengelolaanya
untuk meningkatkan intensitas peneliti berinteraksi dengan sumber berkordinasi antara sekolah dan tempat ibadah
data guna mendapatkan informasi yang lebih valid pengelolaan Sedangkan jenis kegiatannya pertama; acara kegiatan
dan jenis kegiatan parenting education in school yang dilaksanakan rutin tahunan seperti kenaikan kelas; Kedua, ceramah pendidikan
di sekolah dasar. dan keagamaan oleh unsur sekolah dan Tokoh agama dan
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini Masyarakat baik dilingkungan sekolah dan masyarakat; Ketiga,
adalah format obeservasi, wawancara, dan dokumentasi. Kegiatan pengajian rutin mingguan di masjid lingkungan sekitar
Observasi digunakan untuk mengemati pengelolaan parenting masyarakat. Keempat, Kunjungan guru kerumah wali murid secara
education di sekolah dasar. Wawancara digunakan untuk peribadi.
mendapatkan informasi pengelolaan parenting education di
sekolah, sedangkan dokumentasi digunakan untuk mendapatkan SIMPULAN
data tentang pengelola dan kegiatan parenting education di Berdasarkan tujuan penelitian, paparan, dan temuan
Sekolah dasar. penelitian, berikut ini dibuat kesimpulannya.
Analisis data sebagai proses mencari dan menyusun 1. pengelolaan parenting education di sekolah dasar bahwa (a)
secara sistematis data yang di peroleh dari hasil wawancara pengelolaannya Parenting tidak terprogram (b) parenting
catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah education melibatkan pihak sekolah, unsur komite sekolah, dan
dipahami, dan temuannya dapat di informasikan ke orang lain. wali murid. (c) pengelolaannya berkordinasi dengan sekolah
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dan tempat ibadah.
evaluatif sederhana. Metode ini digunakan untuk menyelidiki 2. Jenis parenting education in school pada jenjang pendidikan
keadaan atau kegiatan setelah selesai lalu memaparkan hasilnya dasar meliputi (a) Acara Kegiatan rutin tahunan seperti
dalam bentuk laporan. kenaikan kelas, (b) Ceramah Pendidikan dan keagamaan oleh
Faktor yang menghambat kegaitan pengelolaan unsur sekolah dan Tokoh agama dan Masyarakat baik
parenting education di sekolah dasar. Faktor tersebut menjadi dilingkungan sekolah dan masyarakat. (c) Kegiatan pengajian
fokus objek penelitian yang dianalisis dengan data dan kriteria rutin mingguan di masjid lingkungan sekitar masyarakat.(d)
penentuan baik, kurang baik, dan tidak baik. Kunjungan guru kerumah wali murid secara peribdi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN SARAN


A. Hasil 1. Bagi Kepala Sekolah, agar menciptakan hubungan yang lebih
1. Pengelolaan parenting education in school pada dekat dengan wali murid, sehingga dapat saling membagi
jenjang pendidikan dasar informasi yang berguna dalam mendidik anak sesuai dengan
Pada hakekatnya konsep tentang pengelolaan tugas dan kompentsi masing.
parenting pada pendidikan dasar dalam tulisan ini diuraikan 2. Bagi Guru, agar terus meningkatkan hubungan dekat dengan
sebagai berikut: Pertama, pengelolaan parenting tidak wali murid, terutama yang berkaitan dengan informasi tentang
terkelola secara terprogram dalam periode tertentu. Kedua, anak didik, sehingga dalam mendidik anak dapat disesuaikan
kegiatan parenting dilakukan pada acara undangan oleh dengan tingkat perkembangan dan kemajuannya.
pihak sekolah dengan melibatkan unsur komite sekolah, 3. Bagi Wali Murid, agar senantiasa menggali informasi dan
dan wali murid. Ketiga, pelaksanaannya dapat dilakukan pengetahuan tentang cara mendidik anak yang lebih efektif,
disekolah dan di tempat ibadah. selain itu terus menimba ilmu agama sebagai bekal terbaik
2. Jenis parenting education in school pada jenjang mendidik anak.
pendidikan dasar. 4. Bagi Masyarakat sekitar sekolah, menciptakan lingkungan
Temuan tentang jenis parenting yang pendidikan yang sehat bagi anak merupakan bentuk dukungan
dilaksanaakan di sekolah dasar, sangat sederhana, nyata terhadap pendidikan.
bahkan sekolah tidak menyusun program khusus yang
berkaitan dengan sosialisasi orang tua. Para orang DAFTAR PUSTAKA
mengikuti berbagai kegiatan pendidikan dilingkungan Baumrind. 1971. Program Parenting di Sekolah. (online):
sekolah dan masyarakat seperti: Pertama, Acara Kegiatan (http://www.sscdom petdhuafa.net/artikel/artikel-guru/34-
rutin tahunan seperti kenaikan kelas, Kedua, Ceramah program-parenting-di-sekolah) di akses 20 November
Pendidikan dan keagamaan oleh unsur sekolah dan Tokoh 2014.
agama dan Masyarakat baik di lingkungan sekolah dan Dirjen Pendidikan Non Formal dan Informal. 2010. Pedoman
masyarakat. Ketiga, Kegiatan pengajian rutin mingguan di Teknis Penyelengga-raan Pendidikan Keorangtuan
(Parenting). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional RI.
ISBN: 978-602-74245-0-0 307
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Harahap, M. 2009. Program Parenting Pada Kelompok Bermain Miles, M.B. & Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Pendidikan Anak Usia Dini. (online), (http://www.bpplsp- Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta : UI-
reg-1.go.id/buletin/readphp?id= Press.
80&dir=1&idStatus=0&PHPSESSID=07f07c199bbe4d2ba Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi IV.
58af01b64fe1dc9),diakses 23 November 2013. Yogyakarta: Rake Sarasin
Hariawan, R. 2011. Manajemen Program Parenting Pada PAUD Olsen, G. & Fuller, M.L. 2003. Home-School Relations. Boston:
Unggulan Nasional (Studi Multi Situs Pada PAUD Anak Allyn and Bacon.
Saleh dan PAUD Firdaus di Malang Raya). Tesis tidak Sujiono, Y. N. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.
dipublikasikan. Universitas Negeri Malang. Jakarta: PT. Indeks
__________,2012. Manajemen Parenting pada PAUD Manba’ul Soelaeman, M.I. 1994. Pendidikan dalam Keluarga. Bandung: IKIP
Khair NW Bertais Mataram. Penelitian Internal tidak Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
dipublikasikan. IKIP Mataram Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2006. Bandung:
Penerbit Citra Umbara.

ISBN: 978-602-74245-0-0 308


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGGUNAAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA
SEKOLAH DASAR PADA PELAJARAN IPA (BIOLOGI) KELAS V SDN 1 BENGKEL
Mukaddimah1, I Wayan Karmana2, dan Baiq Mirawati3
1Guru SDN 1 Bengkel
2&3Dosen Prodi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa sekolah dasar pada pelajaran IPA (Biologi)
kelas V SDN 1 Bengkel melalui penggunaan strategi peta konsep. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V semester Semester I
Tahun pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan
pendekatan kuantitatif yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Penelitian Tindakan
Kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus pada pokok bahasan organ pada manusia dan hewan, dengan subjek penelitian yaitu kelas V
SDN 1 Bengkel yang berjumlah 31 siswa. Siklus pertama dan kedua dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan yang mana dua kali
pertemuan untuk proses belajar mengajar dan satu pertemuan untuk evaluasi hasil belajar. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantitatif mengenai keterlaksanaan
kegiatan guru, keterlaksanaan kegiatan siswa, hasil belajar siswa dan motivasi belajar siswa. Hasil evaluasi meningkat dari 67%
ketuntasan klasikal pada siklus I menjadi 87% pada siklus II. Data motivasi siswa didapat melalui proses pemaparan tujuan dari
pembelajaran yang diikuti dengan penyebaran angket kepada siswa, kemudian dilanjutkan dengan melaksanakan proses kegiatan belajar
mengajar selama 2 kali pertemuan di setiap siklus. Berdasarkan data yang diperoleh, motivasi belajar siswa mengalami peningkatan
di siklus I sebesar 78,41 dan pada siklus ke II sebesar 83 sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi starategi peta konsep dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA (Biologi) siswa kelas v SDN 1 Bengkel.

Kata kunci: peta konsep, motivasi, hasil belajar

Abstract: The objective of this research is to improve motivation and learning achievement of elementary school students in science
subjects matter (Biology) of 5th grade of SDN 1 Bengkel through concept maps learning strategy. Subjects in this study were students in
second semester of 5th grade. This research is Classroom Action Research with a quantitative approach that is data expressed in numbers
and analize by statistical analysis. Class Action Research was conducted in two cycles on the subject of organ in humans and animals,
that followed by 31 students of 5th grade SDN 1 as the subject of this research. The first and second cycles carried out in three meetings
where the two meetings on the learning process and one meeting for the evaluation of learning achievement. Each cycle consists of four
stages: planning, implementation, observation and reflection. The evaluation results increased from 67% classical completeness in the
first cycle to 87% in the second cycle. Data obtained student motivation through the learning objectives of the exposure process followed
by the deployment of student’ questionnaires, followed by carrying out the process of learning during two meetings in each cycle. Based
on the data obtained, the motivation of students has increased in the first cycle that is 78.41 to 83 in the second cycle so it can be concluded
that the utilizing of concept maps learning strategy can enhance student’ motivation and learning achievement.

Keywords: concept maps, learning motivation, learning achievement

PENDAHULUAN tradisional ini pada bidang sains adalah nilai siswa mengalami
Pendidikan merupakan hal yang sangat urgen dalam kemerosotan.
mengukur tingkat kemajuan bangsa. Keberhasilan suatu bangsa Berdasarkan tujuan pembelajaran sains, maka kegiatan
sangat ditentukan dari keberhasilan bangsa itu dalam belajar mengajar sains, termasuk bidang studi IPA semestinya
mengkonstruksi sistem pendidikannya. Dalam mengkonstruksi diarahkan pada kegiatan yang mendorong siswa belajar secara
sistem pendidikan yang baik tidak terlepas dari keberhasilan dalam aktif, baik fisik, maupun mental. Selama KBM, diharapkan
proses belajar mengajar. Upaya yang dilakukan dalam keterlibatan siswa menemukan dan membangun sendiri
meningkatkan kualitas pembelajaran secara nasional dapat pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya. Hal ini
dilakukan dengan upaya pengembangan kurikulum, penyediaan didukung oleh Fisher (1975) yang mengemukakan bahwa sains
sarana, dan penelitian-penelitian yang inovatif terhadap model, adalah suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan
metode, strategi, pendekatan, dan pengembangan perangkat metode-metode berdasarkan pengamatan. Profesi guru sains
pembelajaran. mampu menyampaikan informasi tentang alam, fakta-faktanya dan
Perubahan kurikulum adalah sebuah keniscayaan, keterkaitannya dengan ilmu lain serta mampu mengembangkan
seiring perkembangan zaman serta untuk menjawab kebutuhan suatu perangkat pembelajaran yang mencerminkan kompetensi
bangsa dan masyarakat. Hal ini tercermin pada evaluasi dan siswa tentang merancang dan melakukan kinerja ilmiah untuk
perubahan dari kurikulum KTSP 2006 menjadi Kurikulum 2013. membentuk sikap ilmiah, sehingga pada akhirnya akan sejalan
Pendekatan saintifik menurut Kurikulum 2013 adalah menerapkan dengan hakikat sains yang mencakup proses, produk dan sikap
sains untuk memecahkan masalah di kehidupan sehari-hari. ilmiah.
Namun dalam kenyataannya di lapangan hal ini belum sepenuhnya Ketuntasan pembelajaran pada pelajaran IPA tidak hanya
diterapkan di lingkungan sekolah, karena masih banyak guru yang berfokus pada percobaan, tetapi siswa juga dituntut untuk
menerapkan model pembelajaran tradisional, yaitu model memahami dan menguasai konsep materi IPA itu sendiri.
pembelajaran yang didominasi dengan menggunakan metode Berdasarkan pernyataan tersebut konsep-konsep dasar diberikan
ceramah. Dampak yang terjadi akibat model pembelajaran secara benar dan memberikan penekanan pada kegiatan serta

ISBN: 978-602-74245-0-0 309


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pengamatan yang lebih konkrit terhadap sesuatu yang diajarkan. psikis yang bersifat non-intelektual, perananya yang khas adalah
Berdasarkan kondisi yang demikian maka perlu dikembangkan penumbuhan gairah, merasa senang dan bersemangat untuk
suatu pendekatan pembelajaran yang lebih berkualitas untuk dapat belajar. Salah satu upaya untuk memperbaiki hasil belajar dan
meningkatkan penguasaan konsep IPA siswa. Salah satu motivasi siswa adalah dengan menerapkan strategi belajar yang
alternatifnya adalah dengan pemilihan model pembelajaran yang berorientasi pada siswa, salah satunya yaitu metode Peta Konsep
tepat. (Concept Mapping). Hasil penelitian Wahyudi (2013) menunjukkan
Pelajaran IPA juga membutuhkan soft skill dan hard skill, bahwa hasil belajar IPA siswa yang belajar menggunakan peta
hal itu tercermin dalam 4 unsur hakikat pembelajaran IPA (1) sikap: konsep lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang belajar
rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, menggunakan pembelajaran konvensional, sedangkan hasil
serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru penelitian Adi, dkk (2012) menjelaskan bahwa kelompok siswa
yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat yang belajar mengikuti model pembelajaran inkuiri terbimbing
open ended; (2) proses: prosedur pemecahan masalah melalui berbantuan teknik peta konsep menunjukkan pemahaman konsep
metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar mengikuti
perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD
dan penarikan kesimpulan; (3) produk: berupa fakta, prinsip, teori, Kaliasem terhadap pemahaman konsep IPA.
dan hukum; dan (4) aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep Ide atau gagasan yang diperoleh siswa bertahan lama
IPA dalam kehidupan sehari-hari. karena siswa terlibat secara aktif bekerjasama dengan guru dan
Upaya pemenuhan ke-4 unsur hakikat IPA tersebut, siswa lainnya dalam proses pembelajaran dari tahap perencanaan
kendala dan kesulitan serta hasil yang kurang maksimal sering sampai akhirnya terbentuk ide tersebut. Bahkan dikaitkan langsung
dijumpai di kelas. Proses pembelajaran yang hanya berpusat pada dengan kehidupan siswa. Disimpulkan bahwa pembelajaran
guru teacher-centered yang membuat siswa menjadi pasif diduga dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing lebih
menjadi salah satu penyebabnya dan sebagai hasil akhirnya dapat menekankan kepada memanipulasi objek dan lain-lain percobaan,
dilihat pada rendahnya hasil belajar siswa pada pelajaran IPA. sebelum sampai pada generalisasi yang mana siswa aktif terlibat
Siswa sudah terbiasa menjawab pertanyaan dengan prosedur didalamnya. Artinya siswa sendiri atau kelompok secara aktif
rutin, sehingga ketika diberikan masalah yang sedikit berbeda mencari informasi baru berdasarkan informasi yang diketahui
maka siswa akan kebingungan. Hal ini terlihat jelas dari hasil sebelumnya dengan bimbingan guru. Siswa dalam pembelajaran
TIMMS 2011 (Trends in International Math and Science Survey), ini tidak lagi menjadi penerima pasif, siswa lebih aktif terlibat dalam
yang menempatkan siswa Indonesia dalam bidang sains di urutan menyelidiki, menginvestigasi, mencoba dan akhirnya menemukan
ke 40 dengan skor 406 dari 42 negara, pada kategori kemampuan sendiri konsep IPA yang dimaksud.
berpikir advance yaitu mengolah informasi, membuat generalisasi Dahar (1988) menyatakan 4 manfaat yang diperoleh
menyelesaiakan masalah non rutin, mengambil kesimpulan data siswa jika belajar dengan strategi peta konsep, yaitu: (1) strategi
skor ini turun 21 angka dibandingkan TIMSS tahun 2007 (Pusat peta konsep dapat digunakan untuk menyelidiki konsep yang telah
Penilaian Pendidikan Balitbang Kemdikbud, 2011). dimiliki siswa agar dalam proses belajar yang akan dipelajarinya
Pemerintah dalam meninjau tantangan di atas, dalam lebih bermakna, (2) peta konsep berfungsi untuk menolong siswa
Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses dalam memahami pelajaran dalam suatu bab materi yang
Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang dipelajari, (3) peta konsep dapat mengungkapkan konsep yang
perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah- salah yang terjadi pada siswa, (4) peta konsep dapat digunakan
kaidah pendekatan saintifik/ilmiah. Upaya penerapan pendekatan sebagai alat evaluasi.
saintifik/ilmiah dalam proses pembelajaran ini sering disebut-sebut Nur (2011) menyatakan bahwa “Banyak siswa merasakan
sebagai ciri khas dan menjadi kekuatan tersendiri dari keberadaan membuat peta konsep menyenangkan, dan hakikat visual peta
Kurikulum 2013, yang tentunya menarik untuk dipelajari dan konsep membantu siswa memahami hubungan antara berbagai
dielaborasi lebih lanjut. Banyak para ahli yang meyakini bahwa macam ide dan mempelajari bahan-bahan baru lebih efektif
melalui pendekatan saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan siswa daripada dengan kerangka garis besar kata-kata atau outline.”
lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam membuat
keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk melakukan peta menurut Dahar (1988), yaitu sebagai berikut: (1) memilih
penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena suatu bacaan dari suatu buku pelajaran, (2) menentukan konsep-
atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, siswa konsep yang relevan, (3) mengurutkan konsep-konsep dari yang
dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, paling inklusif ke yang paling tidak inklusif, (4) menyusun konsep-
bukan diajak untuk beropini apalagi fitnah dalam melihat suatu konsep di atas kertas, mulai dengan konsep yang paling inklusif di
fenomena. puncak ke konsep yang tidak inklusif, (5) menghubungkan konsep-
Berdasarkan observasi awal di SDN 1 Bengkel, hasil konsep dengan kata atau kata-kata penghubung.
belajar siswa ditinjau dari hasil MID Semester Ganjil siswa kelas Edmondson (2000), yang menyatakan bahwa ”Peta
VA tahun pelajaran 2015/2016 masih rendah. Ketuntasan klasikal konsep telah banyak digunakan dalam menilai pengetahuan yang
siswa kelas VA terbilang rendah yaitu 56%, masih dibawah saat ini dimiliki dan mendokumentasikan perolehan dan
tuntutan KKM yaitu 85%. Rendahnya ketuntasan klasikal siswa perkembangan pengetahuan baru. Hal ini dapat dicapai cukup
dapat dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang terlalu teoritis dengan meminta siswa untuk membuat suatu peta konsep dengan
sehingga mempengaruhi motivasi belajar dan hasil belajar siswa. menuliskan pemahaman awalnya tentang topik tertentu sebelum
Motivasi belajar merupakan daya pendorong atau penggerak yang memulai unit pelajaran. Saat siswa menyelesaikan peta konsep,
berasal dari dalam dan luar siswa yang muncul karena adanya guru dapat menentukan apa yang siswa ketahui tentang topik
suatu stimulus sehingga menimbulkan sikap untuk melaksanakan tersebut. Saat pembelajaran berlangsung, siswa dapat kembali
kegiatan belajar dalam mencapai tarap prestasi belajar yang tinggi. mengoreksi ke peta konsep yang dibuat, melakukan penambahan-
Dalam kegiatan belajar mengajar motivasi diartikan sebagai faktor penambahandengan mengutip informasi yang baru diperoleh.
ISBN: 978-602-74245-0-0 310
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Penggunaan pensil warna atau pena yang berbeda untuk setiap b. Ketuntasan klasikal tercapai bila 85% dari jumlah siswa
revisi akan membuat kita mudah memvisualisasikan bagaimana mencapai skor ≥ 73, dapat dihitung dengan menggunakan
pengetahuan dibangun dan dimodifikasi. Peta konsep kemudian rumus sebagai berikut:
berfungsi sebagai sarana untuk memulai diskusi tentang X
pengetahuan siswa sebelum dan sesudah pembelajaran. KK  x100 %
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik meneliti Z
tentang ”Penggunaan Peta Konsep untuk Meningkatkan Motivasi Keterangan:
dan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar Pada Pelajaran IPA KK = Ketuntasan Belajar Klasikal
(Biologi) Kelas V SDN 1 Bengkel” x = Jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 73
z = Jumlah siswa yang ikut tes
METODE PENELITIAN Untuk mengetahui hasil belajar siswa secara deskriptif dengan
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian menentukan skor rata-rata hasil tes. Ketuntasan belajar klasikal
ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan tercapai jika ≥ 85% siswa memperoleh skor minimal 73 yang akan
kelas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu penelitian terlihat pada hasil belajar evaluasi tiap-tiap siklus.
untuk perubahan dan perbaikan di ruang kelas yaitu peningkatan
hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa. Adapun HASIL DAN PEMBAHASAN
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hasil Penelitian
pendekatan kuantitatif yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dalam dua
angka-angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono, 2012). siklus pada pokok bahasan organ pada manusia dan hewan, yang
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) oleh dilaksanakan sejak bulan Januari sampai dengan bulan Februari
karenanya prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan objek penelitian yaitu kelas V SDN 1 Bengkel yang
prosedur penelitian tindakan kelas. Setiap siklus dilakukan empat berjumlah 31 siswa. Siklus pertama dan kedua dilaksanakan dalam
tahap perencanaan, tindakan, observasi atau pengamatan, dan tiga kali pertemuan yang mana dua kali pertemuan untuk proses
refleksi. belajar mengajar dan satu pertemuan untuk evaluasi hasil belajar.
Data angket motivasi siswa dapat dianalisis dengan cara: Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan,
a. Skala Likert, skala ini disusun dalam bentuk pertanyaan dan observasi dan refleksi. Data yang diperoleh berupa data kualitatif
diikuti oleh 5 respon yang menunjukkan tingkatan. Data dan kuantitatif mengenai keterlaksanaan kegiatan guru,
angket motivasi siswa diantaranya, sangat setuju, setuju, keterlaksanaan kegiatan siswa, hasil belajar siswa dan motivasi
kurang setuju, tidak setuju dan sangat kurang setuju. belajar siswa.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun Data mengenai keterlaksanaan kegiatan guru dan
pertanyaan dengan skala Likert adalah: keterlaksanaan kegiatan siswa diperoleh dengan menggunakan
 Bentuk standar skala Likert adalah 1 sampai 5 lembar observasi pada setiap pertemuan dalam pembelajaran
 Sebaliknya jumlah item digunakan berjumlah 20 dengan observernya adalah guru mata pelajaran IPA kelas V SDN
pertanyaan atau pernyataan, Untuk mengukur motivasi 1 Bengkel.
siswa. Soal tes yang digunakan pada masing-masing siklus
b. Menghitung skor angket motivasi belajar siswa. sebelumnya dilakukan uji validitas menggunakan validitas isi yaitu
c. Menyusun skor angket motivasi belajar siswa dengan valid tidaknya soal ditentukan oleh Dosen Pembimbing I dan Dosen
memberikan bobot untuk pilihan dalam setiap pertanyaan. Pembimbing II, dengan jumlah soal masing-masing siklus
d. Menganalisis tingkat motivasi belajar siswa dengan sebanyak 20 item.
menggunakan interval yang telah ditentukan oleh penulis, perbandingan antara hasil belajar siswa dari siklus I
diketahui jumlah soal dengan skor minimum 1 dan sampai siklus II dapat dilihat pada diagram batang berikut:
maksimum 5 yaitu:
Tabel 1. Tabel Konversi skor motivasi belajar siswa Ketuntasan Klasikal
No Skor Tingkat Motivasi
Persentase ketuntasan klasikal

1 ≥68 Sangat termotivasi 100%


2 51 – 67 Termotivasi
3 34 – 50 Cukup termotivasi 80%
4 17 – 33 Kurang termotivasi
5 1 – 16 Tidak termotivasi 60%

40% 87.00%
Setelah memperoleh data tes hasil belajar siswa dengan 67.00%
menerapkan model pembelajaran inkuiri, selanjutnya dianalisis
20%
secara kuantitatif yaitu:
a. Ketuntasan individu, setiap siswa dalam proses pembelajaran 0%
dinyatakan tuntas secara individu terhadap materi pelajaran siklus I siklus II
yang disampaikan apabila siswa mampu memperoleh nilai ≥ Gambar 1. Rata-rata Persentase Ketuntasan Tiap Siklus
73. Nilai ketuntasan individu dapat dihitung dengan rumus :
skor jawaban benar Data motivasi siswa didapat melalui proses pemaparan
KI= x 100
skor maximal tujuan dari pembelajaran yang diikuti dengan penyebaran angket
Keterangan: kepada siswa, kemudian dilanjutkan dengan melaksanakan proses
KI = Ketuntasan Individu kegiatan belajar mengajar selama 2 kali pertemuan di setiap
ISBN: 978-602-74245-0-0 311
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
siklus, peneliti melaksanakan evaluasi terhadap proses Berdasarkan hasil observasi siklus I diperoleh beberapa
pembelajaran yang telah berlangsung dengan menggunakan kekurangan-kekurangan antara lain: siswa masih kurang
model peta konsep. Berdasarkan data hasil penyebaran angket memperhatikan penjelasan guru dan belum berani maju ke depan
yang dilaksanakan sebanyak 2 kali pengukuran diperoleh data untuk mengerjakan contoh-contoh soal yang diberikan guru.
seperti pada tabel di bawah ini: Berdasarkan kekurangan pada siklus I dilakukan
Tabel 2. Data Motivasi Belajar Siswa perbaikan pembelajaran pada siklus II. Perbaikan itu antara lain:
Keterangan memotivasi siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan
No. Deskripsi kontekstual sesuai dengan materi pada siklus II dan memberikan
Siklus I Siklus II
reward kepada kelompok atau individu siswa yang bisa
1. Nilai Tertinggi 91 92 mengerjakan contoh soal yang diberikan guru.
2. Nilai Terendah 41 73 Berasarkan hasil pada sisklus II diperoleh hasil penelitian
3. Nilai Rata – rata 78,41 83 yaitu evaluasi hasil belajar meningkat dari rata-rata 75 pada siklus
I menjadi 76 dengan persentase ketuntasan kalsikal dari 67% pada
4. Peningkatan Nilai 4,59
siklus I menjadi 87%. Karena semua indikator keberhasilan telah
tercapai maka penelitian dihentikan hingga siklus ke II.
Untuk lebih jelasnya perbandingan antara motivasi belajar Dari penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa hasil
siswa dari siklus I sampai siklus II dapat dilihat pada diagram belajar siswa meningkat dari siklus I hingga siklus II dan dapat
batang berikut: tuntas pada siklus ke II, karena ketutasan kalsikal > 85%, dengan
demikian implementasi model peta konsep dapat meningkatkan
Motivasi Belajar Siswa motivasi dan hasil belajar siswa.
Melalui implementasi model peta konsep yang dilakukan
83.00 dalam penelitian ini telah memberikan alternatif tambahan untuk
82.00 dapat digunakan sebagai pilihan model pembelajaran yang dapat
81.00 meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Banyak
keuntungan yang dapat diambil dalam penerapan model ini, (1)
80.00
siswa diberi kesempatan untuk mengamati fenomena yang akan
79.00 menggiring pemikiran dan ide siswa untuk merumuskan
78.00 permasalahan. Proses mengamati fenomena alam, fenomena
77.00 sosial, dan fenomena seni budaya, kemudian bertanya dan
76.00 menalar hasil pertanyaan tersebut merupakan proses siswa untuk
Rata- menjadi kreatif (Setyaningrum, 2013).
rata (2) Masalah yang dirumuskan siswa menjadi titik awal
proses penyelidikan siswa. Proses mencari jawaban sementara
Siklus I Siklus II berupa sebuah hipotesis atas permasalahan tersebut adalah
dengan cara mengeksplorasi pengetahuan awal siswa dari
membaca buku ajar siswa kemudian menuangkanya dalam
PEMBAHASAN Concept Mapping, tujuanya agar siswa dari awal sudah aktif
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan untuk meningkatkan mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Diawali dengan
hasil belajar kelas V SDN 1 Bengkel tahun pelajaran 2015/2016 membaca buku ajar dengan sub-bab yang telah ditentukan, siswa
pada pokok bahasan system pernapasan manusia dan hewan diharapkan mampu mengekstrak konsep-konsep penting dari
dengan menggunakan model peta konsep. Penelitian tindakan bacaan dengan menggaris bawahi ide-ide pentingguna
kelas ini terselesaikan dalam dua siklus, dimana pada setiap menghasilkan keyword berupa kata-kata inklusif dan proposisi
siklusnya terdiri dari empat tahap yaitu: (1) perencanaan, (2) yang digunakan dalam membuat concept mapping. Hal ini sesuai
pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan evaluasi, dan (4) refleksi. dengan teori “pengatur kemajuan” seperti yang diungkapkan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dengan Ausuble bahwa menggarisbawahi ide-ide utama dalam suatu
Penelitian Tindakan Kelas selama 2 siklus terlihat bahwa terjadi situasi pembelajaran yang baru merupakan bentuk
peningkatan motivasi belajar yakni sebesar 4,59. Hal ini dilihat pengorganisasian awal guna mengkaitkan ide-ide baru tersebut
dari proses pengukuran diperoleh data kualitatif tentang motivasi dengan pengetahuan yang telah ada pada pembelajaran (Riyanto,
belajar siswa. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan metode 2009). Agar concept mapping yang dibuat siswa tidak terlalu jauh
statistik deskriptif. keluar konteks, maka pada pertemuan pertama guru memberikan
Motivasi belajar siswa dilaksanakan sebanyak 2 kali bimbingan berupa penentuan kata-kata inklusif untuk mengisi
pengukuran. Motivasi sebagai objek penelitian ini mengalami cabang utama.
peningkatan di siklus I sebesar 78,41 dan pada siklus ke II sebesar
83. Peningkatan ini dipengaruhi oleh siswa merasa senang KESIMPULAN
belajar biologi, dalam penyampaian pembelajaran peneliti 1. Implementasi model peta konsep dapat meningkatkan motivasi
menggunakan metode pembelajaran yang baru dalam proses belajar siswa kelas V SDN 1 Bengkel tahun pelajaran
pembelajaran siswa ikut aktif dalam proses pembelajaran. Pada 2015/2016.
siklus I diperoleh hasil penelitian evaluasi hasil belajar berupa rata- 2. Implementasi model peta konsep dapat meningkatkan hasil
rata kelas 75 dengan persentase ketuntasan klasikal 67 %. Dari belajar siswa kelas V SDN 1 Bengkel tahun pelajaran
hasil analisis siklus I dapat diketahui bahwa indikator ketuntasan 2015/2016.
klasikal siswa masih kurang dari 85% sehingga penelitian harus
dilanjutkan ke silkus II.
ISBN: 978-602-74245-0-0 312
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
SARAN Kasihani dan Wayan. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Malang:
Adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah sebagai Universitas Negeri Malang.
berikut: Novak, J.D. & Gowin D.B. 2006. Learning How to Learn. New York:
3. Bagi guru IPA diharapkan dapat menerapkan model peta Cambride University Press.
konsep sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan motivasi Nur, M. 2000. Buku Panduan Keterampilan Proses dan Hakikat
dan hasil belajar siswa. Sains. Surabaya: Unesa University Press.
4. Dalam penerapan model peta konsep hal lain yang perlu Nur, M. 2011. Strategi-Strategi Belajar. Surabaya: Penerbit Pusat
diperhatikan adalah tentang pembagian kelompok, diharapkan Sains dan Matematika Sekolah. Surabaya:Unesa
pembagian kelompok memperhatikan aspek intelektualitas dan University Press.
emosinal siswa. Purwati, Endang. 2012. ‘Efektivitas Strategi Peta Konsep untuk
5. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti dengan menerapkan meningkatkan Pengetahuan Prosedural dan Daya
model peta konsep diharapkan dapat menggunakannya media Nalar Siswa Dalam menata Dokumen (Study
pembelajaran lain yang diharapkan lebih komunikatif. Eksperimen Kuasi pada Siswa kelas XI administrasi
perkantoran di SMKN 1 Bandung)”. Tesis. UPI
DAFTAR PUSTAKA Bandung.
Adi, M. R., Sudiana, I. W., Resana, I. Dw. Pt. 2012. Pengaruh Ruiz-Primo. 2000. “On The Use of Concept Maps as An Assesment
Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantukan Tool in Science”. Revista Electronica de Investigation
Teknik Peta Konsep Terhadap Pemahaman Konsep Educativa. Universidad Autonoma de baja California.
IPA Siswa Kelas V SD Desa KaliAsem.Singaraja: PPs. Ensenada mexico. 2(1), 29-53.
PGSD.Universitas Ganesha.Tersedia di Saptorini. 2008. Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis
ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/vie Inkuiri Sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Inkuiri
wFile/3058 /2532. Diakses tanggal 15 April 2014. Guru Kimia Kabupaten Demak. Demak. Jurnal unnes.
Arends, R.I. 2009. Belajar untuk Mengajar. Penerjemah oleh Tersedia di @.id/njy/index.php/rekayasa/…/291.
Soetjipto, H.P & Soetjipto, S.M. Yogyakrta: PT. Pustaka Diakses tanggal 6 Maret 2014.
Pelajar. Stoddart, Trish. 2000. Concept Maps As Assessments In Science
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik In Aviry Learning A report of Methodology. The
(edisi revisi). Jakarta: Rineka Cipta. International Journal of Science Education, 22 p. 1221-
Badan Penelitian dan Pengembangan Nasional Kementrian 1246.
Pendidikan dan Kebudayaan. 2011. Ringkasan studi Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
PISA 2011. Jakarta: Depdiknas Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Buzan, Tony. 2006. Buku pintar mind map. Jakarta: PT. Gramedia Wahyudi, A. 2013. Pengaruh Peta Konsep dalam Pembelajaran
Pustaka Utama Inkuiri Terbimbing Ditinjau dari Kemampuan Bernalar
Dahar, R.W. 1988. Teori- Teori belajar. Jakarta: Erlangga. siswa Kelas XI. Malang: PPS. Universitas Negeri
Edmondson, K. 2000. Assessing Science Understanding Through Malang. Jurnal Pendidikan. 1 (3), 237-245.
Concept Maps. In J. Mintzes, J. Wandersee, & J. Novak Widodo, A., 2006. “Profil Pertanyaan Guru dan Siswa dalam
(Eds). Assessing Science Understanding: A Human Pembelajaran Sains”. Jurnal Ilmu Pendidikan. Vol. 4
Constructivist View. San Diego, CA: Academic Press. No. 2, pp.139-148.

ISBN: 978-602-74245-0-0 313


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN TINGKAT KONSUMSI FAST FOOD PADA REMAJA
Musparlin Halid
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada
Email: musparlinhalid@gmail.com

Abstrak: Modernisasi telah membawa pengaruh negatif kepada masyarakat termasuk pada remaja secara langsung maupun tidak
langsung yang telah mengarahkan terjadinya penyimpangan pola makan yang sehat. Fast food merupakan makanan yang mengandung
tinggi kalori, tinggi lemak dan rendah serat. Remaja merupakan kelompok yang rentan terhadap pola konsumsi makanan jenis fast food.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status sosial ekonomi dengan tingkat konsumsi fast food pada remaja. Penelitian
menerapkan studi observasional dengan rancangan cross sectional. Sampel sebanyak 373 siswa. Variabel dependen yaitu konsumsi fast
food, dan variabel independen yaitu status sosial ekonomi. Instrumen digunakan adalah kuesioner dan FFQ. Analisis data dengan cara
deskriptif dan uji Chi Square (χ²). Berdasarkan durasi per minggu, terdapat hubungan antara status sosial ekonomi dengan tingkat
konsumsi western fast food (p=0.00; RP=1.07; CI 95%=0.84-1.36) dan fast food lokal (p=0.00; RP= 0.96; CI 95%= 0.84-1.11). Berdasarkan
frekuensinya, terdapat hubungan yang signifikan antara status sosial ekonomi dengan tingkat konsumsi western fast food dengan p=0.00;
RP= 6.35; CI 95%= 3.01-13.4 dan fast food lokal dengan p=0.00; RP= 7.08; CI 95%= 4.54-11.0. Pengaruh teman sebaya signifikan
(p=0.002; RP=1.30; CI 95%=0.90-1.87) dengan tingkat konsumsi western fast food pada remaja. Kebiasaan makan makanan rumah
(makan siang dengan p=0.007 RP= 0.78; CI 95%= 0.61-0.99) dan pengaruh media massa (RP= 1.01; CI 95%= 0.91-1.12) signifikan
dengan tingkat konsumsi fast food lokal (p=0.04). Remaja dengan status sosial ekonomi yang sejahtera mempunyai peluang lebih besar
untuk mengkonsumsi fast food.

Kata Kunci: Status sosial ekonomi, Fast food

PENDAHULUAN Tujuan penelitian ini, untuk mengetahui hubungan status


Modernisasi telah membawa pengaruh negatif kepada sosial ekonomi dengan tingkat konsumsi fast food pada remaja di
masyarakat termasuk pada remaja secara langsung maupun tidak Kota Mataram.
langsung yang telah mengarahkan terjadinya penyimpangan pola
makan yang sehat termasuk dalam hal ini peningkatan konsumsi METODE
makanan tinggi kalori, tinggi lemak dan rendah serat makanan Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
yang mengandung kepadatan energi (gula) dan terjadi penurunan adalah studi observasional dengan rancangan cross sectional(12)
aktivitas fisik terutama daerah perkotaan(1,13). yang dilakukan beberapa Sekolah Menengah Atas(SMA) di Kota
Beberapa faktor yang mempengaruhi remaja dalam Mataram, yaitu SMAN 1 Mataram, SMAN 2 Mataram, SMAN 3
mengkonsumsi makanan sehari-hari terdiri dari faktor individu, Mataram dan SMAN 5 Mataram dan dilaksanakan pada bulan April
lingkungan dan makrosistem. Pengaruh individu atau - Mei 2014. Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi SMA yang ada
intrapersonal, misalnya psikososial, biologi, lingkungan sosial atau di Kota Mataram.
antar pribadi, misalnya keluarga dan teman sebaya, pengaturan Sampel penelitian sebesar 373 siswa yang diambil
lingkungan atau komunitas fisik, misalnya sekolah, keterpaparan dengan teknik purposive sampling/judgmental sampling. Variabel
lokasi restoran makanan cepat saji dan makro sistem atau dependen yaitu tingkat konsumsi fast food, dan variabel
masyarakat, misalnya media massa, pemasaran, periklanan, independen yaitu status sosial ekonomi. Sedangkan, variabel luar
norma-norma sosial dan budaya(24). adalah pengaruh media massa, pengaruh teman sebaya,
Faktor psikososial dan lingkungan memainkan peran kebiasaan makan makanan rumah dan jenis kelamin.
penting dalam pilihan makanan remaja(2) dan ini meningkat menjadi Instrumen yang digunakan adalah Food Frequency
pada masa dewasa muda(18). Selain itu, faktor status sosial Questionnaire (FFQ) dan kuesioner. Analisis penelitian
ekonomi berhubungan positif dengan tingkat konsumsi makanan menggunakan uji chi-square (χ2) dengan taraf signifikan p<0.05.
cepat saji meliputi status pernikahan, tingkat pendidikan, Sedangkan untuk mengetahui kekuatan hubungan antara variabel
pendapatan, tingkat pekerjaan(9). Disamping itu, keluarga yang dilakukan dengan melihat Rasio Prevalensi (RP) dengan
sering menyajikan fast food untuk anak remaja mereka, cenderung Confidence Interval (CI 95%).
memiliki anak-anak remaja yang memiliki pola makan yang buruk Setelah data yang diperoleh dari hasil pengisian
dibandingkan dengan keluarga yang jarang atau tidak kuesioner, selanjutnya data tersebut akan dimasukkan ke dalam
menyajikan fast food untuk anak remaja mereka(7,10,17). aplikasi Microsoft Office Exel. Kemudian data tersebut ditransfer ke
Remaja merupakan kelompok yang rentan terhadap pola software SPSS Versi 20 untuk diberikan label dan kode dan setelah
konsumsi makanan jenis fast food(3). Kepadatan energi yang tinggi, itu, data ditransfer lagi ke software Stata Versi 12.
rendah kalsium, vitamin C, vitamin A, serat, tinggi kalori dan tinggi
kolesterol(9) pada makanan cepat saji mempengaruhi sistem kontrol HASIL DAN PEMBAHASAN
nafsu makan pada manusia untuk selalu mengkonsumsinya Gambaran subyek penelitian dilakukan untuk melihat
sehingga dapat merubah kondisi tubuh yang tidak normal dan akan gambaran karakteristik dari masing-masing responden
berpeluang menimbulkan penyakit degeneratif(19). berdasarkan variabel-variabel tertentu dengan menggunakan
distribusi frekuensi.

ISBN: 978-602-74245-0-0 314


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden
No. Variabel n = 373 %
1. Jenis kelamin
Laki-laki 134 35.92
Perempuan 239 64.08
2. Umur
15-16 tahun 136 36.46
17-18 tahun 237 63.54
3. Frekuensi Konsumsi Western Fast Food
Rendah 26 6.97
Sering 347 93.03
4. Frekuensi Konsumsi Fast Food Lokal
Rendah 64 17.16
Sering 309 82.84
5. Konsumsi Western fast food berdasarkan durasi per minggu
1 kali/minggu 185 49.60
2 kali/minggu 106 28.42
≥3 kali/minggu 56 15.01
Tidak pernah 26 6.97
6. Konsumsi fast food Lokal berdasarkan durasi per minggu
1 kali/minggu 82 21.98
2 kali/minggu 149 39.95
≥3 kali/minggu 78 20.91
Tidak pernah 64 17.16
7. Status Sosial Ekonomi
Sejahtera 298 79.89
Kurang sejahtera 75 20.11
8. Kebiasaan Makan Makanan Rumah
a. Sarapan
Sering 228 61.13
Jarang 145 38.87
b. Makan Siang
Sering 330 88.47
Jarang 43 11.53
c. Makan Malam
Sering 323 86.60
Jarang 50 13.40
9. Pengaruh Teman Sebaya
Ya 356 95.44
Tidak 17 4.56
10. Pengaruh Media Massa
Ya 182 48.79
Tidak 191 51.21
Keterangan: n = Jumlah responden
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 1, memperlihatkan mempunyai status sosial ekonomi keluarga dengan kategori
persentase jenis kelamin perempuan lebih banyak sebesar 64.08% keluarga sejahtera (79.89%).
dan kebanyakan responden berumur 17-18 tahun dengan Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden lebih
persentase sebesar 63.54%. Frekuensi konsumsi makanan cepat sering mempunyai kebiasaan makan di rumah meliputi sarapan,
saji western pada remaja sangat tinggi dengan proporsi sebesar makan siang dan makan malam masing-masing sebesar 79.89%,
93.03% dan fast food lokal sebesar 82.84% dari total keseluruhan 88.47% dan 86.60%. Responden memperlihatkan lebih banyak
responden. Responden lebih dominan mengkonsumsi western fast terpengaruh teman sebaya dalam mengkonsumsi fast food
food dengan durasi 1 kali/minggu (49.60%) dan fast food lokal sebesar 95.44% terpengaruh oleh media massa (51.21%).
dengan durasi 2 kali/minggu (39.95%). Rata-rata responden
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Mengkonsumsi Western Fast Food dan Fast Food Lokal selama 1 Bulan Terakhir
Variabel n = 373 %
Variasi Konsumsi Western Fast Food
Rendah 128 34.32
Tinggi 245 65.68
Variasi Konsumsi Fast Food Lokal
Rendah 242 64.88
Tinggi 131 35.12

ISBN: 978-602-74245-0-0 315


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Keterangan: n = Jumlah responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi jenis fast food lokal, responden lebih banyak mengkonsumsi fast food <
western fast food yang dikonsumsi oleh responden lebih banyak 5 jenis (rendah) sekitar 64.88% (Tabel 2).
mengkonsumsi > 5 jenis (tinggi) sebesar 65.68%. Sedangkan untuk
Tabel 3. Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Tingkat Konsumsi Western Fast Food Berdasarkan Durasi per Minggu
pada Remaja
Western Fast Food
1x/m 2x/m ≥3x/m TP RP
Variabel χ2 p
n n n n CI 95%
% % % %
Status Sosial Ekonomi
Sejahtera 150 89 47 12
1.07
50.34 29.87 15.77 4.03 20.2 0.00*
0.84-1.36
Kurang sejahtera 35 17 9 14
46.67 22.67 12 18.67
Keterangan:
χ2 = Chi-Square RP = Rasio Prevalensi * = Signifikan
p = p-value CI 95% = Confidence Interval 95% TP = Tidak pernah

Tabel 3, menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan demikian, remaja dengan status sosial ekonomi sejahtera (50.34%)
antara status sosial ekonomi dengan frekuensi konsumsi western mempunyai peluang sebesar 1.07 kali untuk mengkonsumsi fast
fast food (p=0.00; RP=1.07 dan CI 95%=0.84-1.36). Dengan food.
Tabel 4. Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Tingkat Konsumsi Western Fast Food pada Remaja
Western Fast Food
RP
Variabel Sering Rendah χ2 p
CI 95%
n % n %
Status Sosial Ekonomi
Sejahtera 288 96.64 10 3.36 6.35
29.8 0.00*
Kurang sejahtera 59 78.67 16 21.33 3.01-13.4
Keterangan:
χ2 = Chi-Square RP = Rasio Prevalensi * = Signifikan
p = p-value CI 95% = Confidence Interval 95%

Tabel 4, memperlihatkan terdapat hubungan yang sosial ekonomi sejahtera (96.64%) mempunyai peluang 6.35 kali
signifikan antara status sosial ekonomi dengan tingkat konsumsi untuk mengkonsumsi western fast food dibandingkan dengan
fast food pada remaja di Kota Mataram dengan p=0.00; RP= 6.35 keluarga yang kurang sejahtera.
dan CI 95%= 3.01-13.4. Dengan demikian, remaja dengan status
Tabel 5. Hubungan antara Jenis Kelamin, Kebiasaan Makan Makanan Rumah, Pengaruh Teman Sebaya dan Pengaruh Media
Massa dengan Tingkat Konsumsi Western Fast Food Berdasarkan Durasi per Minggu
Western Fast Food
1x/m 2x/m ≥3x/m TP RP
Variabel χ2 p
n n n n CI 95%
% % % %
Jenis kelamin
Laki-laki 57 39 24 14
0.80
42.54 29.10 17.91 10.45 6.93 0.07
0.66-0.98
Perempuan 128 67 32 12
53.56 28.03 13.39 5.02
Kebiasaan Makan Makanan Rumah
1. Sarapan
Sering 121 54 34 19
1.19
53.07 23.68 14.91 8.33 7.61 0.05
0.97-1.45
Jarang 64 52 22 7
44.14 35.86 15.17 4.83
2. Makan Siang
Sering 166 94 47 23
1.12
50.30 28.48 14.24 6.97 1.42 0.70
0.84-1.49
Jarang 19 12 9 3
44.19 27.91 20.93 6.98
3. Makan Malam 1.03
0.45 0.92
Sering 161 92 47 23 0.77-1.38
ISBN: 978-602-74245-0-0 316
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
49.85 28.48 14.55 7.12
Jarang 24 14 9 3
48 28 18 6
Pengaruh Teman Sebaya
Ya 179 103 53 21
1.30
50.28 28.93 14.89 5.90 14.4 0.002*
0.90-1.87
Tidak 6 3 3 5
35.29 17.65 17.65 29.41
Pengaruh Media Massa
Ya 97 48 27 10
1.15
53.30 26.37 14.84 5.49 2.62 0.45
0.94-1.41
Tidak 88 58 29 16
46.07 30.37 15.18 8.38
Keterangan:
χ2 = Chi-Square RP = Rasio Prevalensi * = Signifikan
p = p-value CI 95% = Confidence Interval 95% TP = Tidak pernah

Tabel 5, memperlihatkan ada hubungan yang signifikan sebaya mempunyai frekuensi lebih tinggi (50.28%) dalam
secara statistik antara pengaruh teman sebaya (p=0.002; RP=1.30 mengkonsumsi fast food dengan durasi 1 kali/minggu. Hasil
dan CI 95%=0.90-1.87) dengan tingkat konsumsi western fast food penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara
pada remaja. Dengan demikian, remaja yang terpengaruh oleh jenis kelamin, kebiasaan makan makanan rumah dan pengaruh
teman sebaya mempunyai peluang sebesar 1.30 kali untuk media massa dengan frekuensi konsumsi western fast food
mengkonsumsi fast food. Remaja yang terpengaruh oleh teman (p>0.05).
Tabel 6. Hubungan antara Jenis Kelamin, Kebiasaan Makan Makanan Rumah, Pengaruh Teman Sebaya dan Pengaruh Media
Massa dengan Tingkat Konsumsi Western Fast Food
Western Fast Food
RP
Variabel Sering Rendah χ2 p
CI 95%
n % n %
Jenis kelamin
Laki-laki 122 91.04 12 8.96 0.65
1.27 0.26
Perempuan 225 94.14 14 5.86 0.31-1.37
Kebiasaan Makan Makanan Rumah
1. Sarapan
Sering 212 92.98 16 7.02 0.98
0.00 0.96
Jarang 135 93.10 10 6.90 0.45-2.10
2. Makan Siang
Sering 306 92.73 24 7.27 0.63
0.40 0.52
Jarang 41 95.35 2 4.65 0.15-2.61
3. Makan Malam
Sering 299 92.57 24 7.43 0.53
0.78 0.37
Jarang 48 96 2 4 0.13-2.20
Pengaruh Teman Sebaya
Ya 333 93.54 23 6.46 2.73
3.13 0.07
Tidak 14 82.35 3 17.65 0.90-8.20

Pengaruh Media Massa


Ya 171 93.96 11 6.04 1.29
0.47 0.49
Tidak 176 92.15 15 7.85 0.61-2.75
Keterangan:
χ2 = Chi-Square RP = Rasio Prevalensi
p = p-value CI 95% = Confidence Interval 95%
Tabel 6, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang dengan kebiasaan remaja makan makanan rumah menunjukkan
signifikan antara jenis kelamin, kebiasaan makan makanan rumah, bahwa frekuensi sangat tinggi pada remaja yang sering sarapan
pengaruh teman dan pengaruh media massa dengan tingkat (92.98%), makan siang (92.73%) dan makan malam (92.57%).
konsumsi western fast food dengan p>0.05. Hasil analisis juga Remaja yang terpengaruh oleh teman menunjukkan frekuensi
memperlihatkan remaja perempuan memiliki frekuensi lebih tinggi sangat tinggi sebesar 93.54% dan remaja yang tidak terpengaruh
sebesar 94.14% dalam mengkonsumsi fast food. Demikian juga media massa sebesar 92.15%.
Tabel 7. Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Tingkat Konsumsi Fast Food Lokal Berdasarkan Durasi per Minggu
pada Remaja
Fast Food Lokal RP
Variabel χ2 p
1x/m 2x/m ≥3x/m TP CI 95%

ISBN: 978-602-74245-0-0 317


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
n n n n
% % % %
Status Sosial Ekonomi
Sejahtera 64 128 68 38
0.96
21.48 42.95 22.82 12.75 22.8 0.00*
0.84-1.11
Kurang sejahtera 18 21 10 26
24 28 13.33 34.67
Keterangan:
χ2 = Chi-Square RP = Rasio Prevalensi * = Signifikan
p = p-value CI 95% = Confidence Interval 95% TP = Tidak pernah

Hasil analisis Tabel 7, menunjukkan ada hubungan yang mengkonsumsi fast food lokal. Berdasarkan hasil analisis tersebut,
signifikan antara status sosial ekonomi dengan frekuensi konsumsi remaja dengan status sosial ekonomi sejahtera mempunyai
fast food lokal (p=0.00; RP=0.96; CI 95%=0.84-1.11). Dengan frekuensi lebih tinggi dalam mengkonsumsi fast food dengan durasi
demikian, remaja yang tergolong dengan status sosial ekonomi 2 kali/minggu (42.95%).
sejahtera dapat mengurangi peluang sebesar 0.96 kali untuk
Tabel 8. Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Tingkat Konsumsi Fast Food Lokal pada Remaja
Fast Food Lokal
RP
Variabel Sering Rendah χ2 p
CI 95%
n % n %
Status Sosial Ekonomi
Sejahtera 275 92.28 23 7.72 7.08
92.9 0.00*
Kurang sejahtera 34 45.33 41 54.67 4.54-11.0
Keterangan:
χ2 = Chi-Square RP = Rasio Prevalensi * = Signifikan
p = p-value CI 95% = Confidence Interval 95%

Tabel 8, memperlihatkan terdapat hubungan yang status sosial ekonomi sejahtera (92.28%) memiliki peluang 7.08
signifikan antara status sosial ekonomi dengan tingkat konsumsi kali untuk mengkonsumsi fast food lokal dibandingkan dengan
fast food lokal dengan p=0.00; RP= 7.08 dan CI 95%= 4.54-11.0. remaja yang kurang sejahtera.
Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa remaja dengan
Tabel 9. Hubungan antara Jenis Kelamin, Kebiasaan Makan Makanan Rumah, Pengaruh Teman Sebaya dan Pengaruh Media
Massa dengan Tingkat Konsumsi Fast Food Lokal Berdasarkan Durasi per Minggu
Fast Food Lokal
1x/m 2x/m ≥3x/m TP RP
Variabel χ2 p
n n n n CI 95%
% % % %
Jenis kelamin
Laki-laki 31 53 28 22
1.02
23.13 39.55 20.90 16.42 0.20 0.97
0.91-1.14
Perempuan 51 96 50 42
21.34 40.17 20.92 17.57
Kebiasaan Makan Makanan Rumah
1. Sarapan
Sering 49 96 43 40
0.98
21.49 42.11 18.86 17.54 1.90 0.57
0.88-1.09
Jarang 33 53 35 24
22.76 36.55 24.14 16.55
2. Makan Siang
Sering 66 129 73 62
0.78
20 39.09 22.12 18.79 12.08 0.007*
0.61-0.99
Jarang 16 20 5 2
37.21 46.51 11.63 4.65
3. Makan Malam
Sering 72 127 69 55
1.02
22.29 39.32 21.36 17.03 0.59 0.89
0.88-1.19
Jarang 10 22 9 9
20 44 18 18

Pengaruh Teman Sebaya 0.90


1.68 0.64
Ya 77 141 76 62 0.65-1.23
ISBN: 978-602-74245-0-0 318
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
21.63 39.61 21.35 17.42
Tidak 5 8 2 2
29.41 47.06 11.76 11.76
Pengaruh Media Massa
Ya 41 84 33 24
1.01
22.53 46.15 18.13 13.19 8.05 0.04*
0.91-1.12
Tidak 41 65 45 40
21.47 34.03 23.56 20.94
Keterangan:
χ2 = Chi-Square RP = Rasio Prevalensi * = Signifikan
p = p-value CI 95% = Confidence Interval 95% TP = Tidak pernah

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 9, menunjukkan massa mempunyai peluang 1.01 kali untuk mengkonsumsi fast
bahwa kebiasaan makan makanan rumah (makan siang dengan food lokal.
p=0.007 RP: 0.78 dan CI 95%: 0.61-0.99) dan pengaruh media Remaja dengan kebiasaan makan siang di rumah
massa (RP: 1.01 dan CI 95%: 0.91-1.12) mempunyai hubungan (39.09%) dan terpengaruh media massa (46.15%) mempunyai
signifikan dengan tingkat konsumsi fast food lokal (p=0.04). Hasil
frekuensi lebih tinggi untuk mengkonsumsi fast food dengan durasi
RP memperlihatkan remaja yang mempunyai kebiasaan makan 2 kali/minggu. Tabel 9, juga memperlihatkan bahwa tidak terdapat
siang di rumah dapat mengurangi peluang sebesar 0.78 kali untuk hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, kebiasaan makan
mengkonsumsi fast food lokal dan remaja yang terpengaruh media makanan rumah (sarapan dan makan malam) dan pengaruh teman
sebaya dengan tingkat konsumsi fast food lokal (p>0.05).
Tabel 10. Hubungan antara Jenis Kelamin, Kebiasaan Makan Makanan Rumah, Pengaruh Teman Sebaya dan Pengaruh
Media Massa dengan Tingkat Konsumsi Fast Food Lokal
Fast Food Lokal
RP
Variabel Sering Rendah χ2 p
CI 95%
n % n %
Jenis kelamin
Laki-laki 114 85.07 20 14.93 1.23
0.73 0.39 0.75-2.00
Perempuan 195 81.59 44 18.41
Kebiasaan Makan Makanan Rumah
1. Sarapan
Sering 187 82.02 41 17.98 0.88
0.28 0.59
Jarang 122 84.14 23 15.86 0.55-1.40
2. Makan Siang
Sering 270 81.82 60 18.18 0.51
2.11 0.14
Jarang 39 90.70 4 9.30 0.19-1.33
3. Makan Malam
Sering 268 82.97 55 17.03 1.05
0.02 0.86
Jarang 41 82 9 18 0.55-2.00
Pengaruh Teman Sebaya
Ya 297 83.43 59 16.57 1.77
1.88 0.17
Tidak 12 70.59 5 29.41 0.81-3.84
Pengaruh Media Massa
Ya 154 84.62 28 15.38 1.22
0.78 0.37
Tidak 155 81.15 36 18.85 0.78-1.92
Keterangan:
χ2 = Chi-Square RP = Rasio Prevalensi
p = p-value CI 95% = Confidence Interval 95%
Hasil analisis pada Tabel 10 memperlihatkan remaja Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Frekuensi
perempuan memiliki frekuensi lebih tinggi sebesar 81.59% dalam Konsumsi Fast Food
mengkonsumsi fast food lokal. Frekuensi sangat tinggi juga Berdasarkan hasil analisis statistik membuktikan bahwa
diperlihatkan pada remaja yang mempunyai kebiasaan makan terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi status sosial
makanan rumah dengan kategori sering sarapan (82.02%), makan ekonomi keluarga dengan frekuensi konsumsi western fast food
siang (81.82%) dan makan malam (82.97%). Remaja yang maupun fast food lokal (p<0.05). Berdasarkan durasi konsumsi per
terpengaruh oleh teman sebaya mempunyai frekuensi sangat tinggi minggu, remaja dengan status sosial ekonomi sejahtera
sebesar 83.43% dan yang tidak terpengaruh media massa sebesar mempunyai peluang sebesar 1.07 kali untuk mengkonsumsi fast
81.15%. Tetapi, hasil statistik menunjukkan tidak terdapat food. Selain itu, remaja dengan status sosial ekonomi sejahtera
hubungan antara jenis kelamin, kebiasaan makan makanan rumah, mempunyai frekuensi lebih tinggi (50.34%) untuk mengkonsumsi
pengaruh teman sebaya dan pengaruh media massa dengan fast food dengan durasi 1 kali/minggu.
tingkat konsumsi fast food dengan p>0.05. Sedangkan berdasarkan frekuensinya, remaja dengan
status sosial ekonomi sejahtera mempunyai peluang 6.35 kali
ISBN: 978-602-74245-0-0 319
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
untuk mengkonsumsi fast food dibandingkan dengan keluarga frekuensi konsumsi fast food lokal pada remaja di Kota Mataram
yang kurang sejahtera. Remaja yang mengkonsumsi fast food (p>0.05). Hasil survei lainnya mengungkapkan bahwa responden
mempunyai frekuensi sangat tinggi sebesar 96.64% dari golongan cenderung sering mengkonsumsi makanan cepat saji (≥ 3
keluarga yang sejahtera. Hal tersebut, sejalan dengan hasil kali/minggu) didasari terhadap kurangnya perhatian dari teman
penelitian lainnya memaparkan bahwa terdapat hubungan yang terhadap dirinya tentang makan sehat(10,22,27). Sumber utama
signifikan (p<0.05) antara keadaan status sosial ekonomi keluarga informasi diet adalah siswa sendiri, orang tua, teman-teman, guru
dengan tingkat konsumsi fast food selama ≥1 kali/minggu pada sekolah dan ahli gizi(28).
siswa(5, 9,10,15,16).
Menurut Evans et al. menjelaskan bahwa keluarga yang Hubungan antara Pengaruh Media Massa dengan Tingkat
sejahtera lebih sering mengkonsumsi fast food dibandingkan Konsumsi Fast Food
dengan keluarga yang kurang sejahtera(8), serta terdapat hubungan Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini
yang kompleks dengan akses untuk mengunjungi restauran menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
makanan cepat saji(23). Fast food dapat menyebabkan risiko pengaruh media massa dengan tingkat konsumsi western fast food
terhadap status kesehatan individu, seperti obesitas, (p>0.05). Ditemukan hubungan antara pengaruh media massa
cardiovascular disease dan diabetes(4,26). dengan tingkat konsumsi fast food lokal pada remaja di Kota
Mataram (p<0.05). Remaja yang terpengaruh media massa
Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Konsumsi mempunyai peluang 1.01 kali untuk mengkonsumsi fast food lokal.
Fast Food Media massa merupakan faktor yang menentukan tingkat
Hasil analisis statistik membuktikan bahwa tidak terdapat konsumsi fast food pada remaja. Remaja merupakan target utama
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan frekuensi dari periklanan dalam promosi makanan cepat saji, makanan
konsumsi western fast food maupun fast food lokal (p>0.05) pada ringan dan minuman manis yang dapat mempengaruhi perilaku
remaja di Kota Mataram. Namun, frekuensi remaja yang pemilihan makanan yang baik dan sehat(14,6,22,25). Media yang
mengkonsumsi western fast food sangat tinggi pada remaja paling sering digunakan sebagai sumber informasi gizi termasuk
perempuan sebesar 53.56% dengan durasi 1 kali/minggu dan pada tentang makanan cepat saji, yaitu televisi, internet, majalah atau
fast food lokal sebesar 40.17% dengan durasi 2 kali/minggu. koran, papan buletin yang ada di kantin sekolah(28).
Serupa dengan hasil penelitian lainnya menjelaskan
bahwa negatif ditemukan hubungan yang signifikan. Selain itu, SIMPULAN
responden yang mengkonsumsi makanan cepat saji cukup tinggi Berdasarkan hasil analisis statistik dan pembahasan
berdasarkan jenis kelamin dengan durasi konsumsi ≥ 3-4 dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa ada hubungan antara
kali/minggu(5, 15,20). status sosial ekonomi dengan tingkat konsumsi western fast food
maupun pada fast food lokal pada remaja di Kota Mataram. Remaja
Hubungan antara Kebiasaan Makan di Rumah dengan Tingkat dengan status sosial ekonomi yang sejahtera mempunyai peluang
Konsumsi Fast Food lebih besar untuk mengkonsumsi fast food dari pada remaja
Hasil analisis statistik pada penelitian ini memaparkan dengan status sosial ekonomi kurang sejahtera. Selain itu,
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan pengaruh teman sebaya berhubungan dengan tingkat konsumsi
makan makanan rumha dengan tingkat konsumsi western fast food western fast food, serta pengaruh media massa dan kebiasaan
(p>0.05). Terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan makanan rumah (makan siang) berhubungan dengan
makan makanan rumah (makan siang) dengan tingkat konsumsi tingkat konsumsi fast food lokal pada remaja.
fast food lokal (p<0.05), namun tidak pada kebiasaan sarapan dan
makan malam (p>0.05). Remaja yang mempunyai kebiasaan DAFTAR PUSTAKA
makan siang di rumah dapat mengurangi peluang sebesar 0.78 kali Adriani, Merryana & Wirjatmadi, B. (2012). Peranan Gizi dalam
untuk mengkonsumsi fast food lokal. Siklus Kehidupan (1st ed.). Jakarta: Kencana Prenada
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian lainnya yang Media Group.
menjelaskan bahwa yang mempunyai kebiasaan makan siang di Akman, M., Akan, H., İzbirak, G., Tanrıöver, Ö., Tilev, S., Yıldız, A.,
rumah yang kurang baik mempunyai peluang untuk mengkonsumsi Tektaş, S., et al. (2010). Eating patterns of Turkish
fast food dengan durasi 1-2 kali/minggu dan ≥ 3 kali/minggu(10,11). adolescents: a cross-sectional survey. Nutrition Journal,
9(1), 67.
Hubungan antara Pengaruh Teman Sebaya dengan Tingkat Almatsier, S., Soetardjo, S. & Soekatri, M. (2011). Gizi Seimbang
Konsumsi Fast Food dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Berdasarkan hasil uji statistik menjelaskan bahwa Utama.
terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh teman sebaya Anderson, B., Rafferty, A. P., Lyon-Callo, S., Fussman, C., & Imes,
dengan frekuensi konsumsi western fast food pada remaja di Kota G. (2011). Fast-food consumption and obesity among
Mataram (p<0.05). Remaja yang terpengaruh oleh teman sebaya Michigan adults. Preventing chronic disease, 8(4), A71.
mempunyai peluang sebesar 1.30 kali untuk mengkonsumsi fast Arcan, C., Kubik, M. Y., Fulkerson, J. A., & Story, M. (2009).
food. Remaja yang terpengaruh oleh teman sebaya mempunyai Sociodemographic differences in selected eating practices
frekuensi lebih tinggi (50.28%) dalam mengkonsumsi fast food among alternative high school students. Journal of the
dengan durasi 1 kali/minggu. Penelitian ini sejalan dengan hasil American Dietetic Association, 109(5), 823–9.
penelitian lainnya yang mengungkapkan bahwa pengaruh teman Barr-Anderson, D. J., Larson, N. I., Nelson, M. C., Neumark-
merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat konsumsi Sztainer, D., & Story, M. (2009). Does television viewing
fast food(21). predict dietary intake five years later in high school students
Berbeda antara hasil analisis membuktikan tidak terdapat and young adults? The international journal of behavioral
hubungan yang signifikan antara pengaruh teman sebaya dengan nutrition and physical activity, 6, 7.
ISBN: 978-602-74245-0-0 320
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Bowman, S. A., Gortmaker, S. L., Ebbeling, C. B., Pereira, M. A., & intake among adolescents. Journal of the American Dietetic
Ludwig, D. S. (2003). Effects of Fast-Food Consumption on Association, 103(3), 317–22.
Energy Intake and Diet Quality Among Children in a Niemeier, H. M., Raynor, H. a, Lloyd-Richardson, E. E., Rogers, M.
National Household Survey. PEDIATRICS, 113(1), 112– L., & Wing, R. R. (2006). Fast food consumption and
118. breakfast skipping: predictors of weight gain from
Dubé, L., Bechara, A., Dagher, A., Drewnowski, A., Lebel, J., adolescence to adulthood in a nationally representative
James, P., & Yada, R. Y. (2010). Obesity Prevention: The sample. The Journal of adolescent health : official
Role of Brain and Society on Individual Behavior (1st ed.). publication of the Society for Adolescent Medicine, 39(6),
London: Academic Press. 842–9.
French, S. a, Harnack, L., & Jeffery, R. W. (2000). Fast food Prentice, A. M., & Jebb, S. A. (2003). Fast foods, energy density
restaurant use among women in the Pound of Prevention and obesity: a possible mechanistic link. Obesity reviews :
study: dietary, behavioral and demographic correlates. an official journal of the International Association for the
International journal of obesity and related metabolic Study of Obesity, 4(4), 187–94.
disorders : journal of the International Association for the Satia, J., Galanko, J., & Siega-Riz, A. (2004). Eating at fast-food
Study of Obesity, 24(10), 1353–9. restaurants is associated with dietary intake, demographic,
French, S. a, Story, M., Neumark-Sztainer, D., Fulkerson, J. a, & psychosocial and behavioural factors among African
Hannan, P. (2001). Fast food restaurant use among Americans in North Carolina. Public health nutrition, 7(8),
adolescents: associations with nutrient intake, food choices 1089–1096.
and behavioral and psychosocial variables. International Seo, H.-S., Lee, S.-K., & Nam, S. (2011). Factors influencing fast
journal of obesity and related metabolic disorders : journal food consumption behaviors of middle-school students in
of the International Association for the Study of Obesity, Seoul: an application of theory of planned behaviors.
25(12), 1823–33. Nutrition research and practice, 5(2), 169–78.
Fulkerson, J. A., Kubik, M. Y., Story, M., Lytle, L., & Arcan, C. Seubsman, S.-A., Kelly, M., Yuthapornpinit, P., & Sleigh, A. (2009).
(2009). Are there nutritional and other benefits associated Cultural resistance to fast-food consumption? A study of
with family meals among at-risk youth? The Journal of youth in North Eastern Thailand. International journal of
adolescent health : official publication of the Society for consumer studies, 33(6), 669–675.
Adolescent Medicine, 45(4), 389–95. Sharkey, J. R., Johnson, C. M., Dean, W. R., & Horel, S. a. (2011).
Gordis, L. (2014). Epidemiology (5th ed.). Philadelphia: Saunders Association between proximity to and coverage of
Elsevier. traditional fast-food restaurants and non-traditional fast-
Hadi, H. (2005). Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya food outlets and fast-food consumption among rural adults.
terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. International journal of health geographics, 10, 37.
Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Story, M., Neumark-Sztainer, D., & French, S. (2002). Individual
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. and environmental influences on adolescent eating
Jeffery, Robert W, Baxter, J., McGuire, M., & Linde, J. (2006). Are behaviors. Journal of the American Dietetic Association,
fast food restaurants an environmental risk factor for 102(3 Suppl), S40–51.
obesity? The international journal of behavioral nutrition Utter, J., Scragg, R., & Schaaf, D. (2006). Associations between
and physical activity, 3, 2. television viewing and consumption of commonly
Larson, N., Neumark-Sztainer, D., Laska, M. N., & Story, M. (2011). advertised foods among New Zealand children and young
Young adults and eating away from home: Associations adolescents. Public health nutrition, 9(5), 606–12.
with dietary intake patterns and weight status differ by Voorhees, C., Catellier, D., Ashwood, J., Cohen, D., Rung, A., Lytie,
choice of restaurant. Journal of the American Dietetic L., Conwey, T., et al. (2009). Neighborhood socioeconomic
Association, 111(11), 1696–1703. status and non school physical activity and body mass
Moore, L. V., Diez Roux, A. V., Nettleton, J. a, Jacobs, D. R., & index in adolescent girls. … of physical activity & …, 6(6),
Franco, M. (2009). Fast-food consumption, diet quality, and 731–740.
neighborhood exposure to fast food: the multi-ethnic study Wijaya, S. (2005). Studi Eksploratif Perilaku Mahasiswa Universitas
of atherosclerosis. American journal of epidemiology, Kristen Petra dalam Memilih Fast Food Restauran dan Non
170(1), 29–36. Fast Food Restauran di Surabaya. Jurnal Manajemen
Neumark-Sztainer, D., Hannan, P. J., Story, M., Croll, J., & Perry, Perhotelan, 1(2), 80–86.
C. (2003). Family meal patterns: associations with Yoon, J.-Y., Lyu, E.-S., & Lee, K.-A. (2008). Korean adolescents’
sociodemographic characteristics and improved dietary perceptions of nutrition and health towards fast foods in
Busan area. Nutrition research and practice, 2(3), 171–7.

ISBN: 978-602-74245-0-0 321


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM- BASED LEARNING)
MENGGUNAKAN TEKNIK MIND MAPPING PADA SISWA SD DI DESA SUKARARA LOMBOK TIMUR

Mustakim1 dan Baiq Sarlita Kartiani2


Dosen Bimbingan dan Konseling FIP IKIP Mataram
E-mail: mustakim.ikipmataram@gmail.com

Abstract. Problem-Based Learning using Mind Mapping technique is a model, it is the theoretical framework which oriented
constructivism. On this method, students must answer the real problem by using visual techniques for studying a topic in the class. The
purpose of this research was to increase the students’ motivation and learning outcomes using the Problem-Based Learning and
Mind Mapping technique, on sub topics: SD Negeri Sukarara The research method was a collaborative action research. The results
showed that motivation increased 10,60%, consisting of attention aspects was 8,53%,the increased relevance aspects was 10,63%,
the increased confidence aspects was 16,53%, satisfaction aspects increased 6,72%, and cognitive learning result of students increased
72,98%, and 3,06% of the affective domain. It can be concluded that a Problem-Based Learning model can increased a motivation
and learning outcomes students.

Key Words: Model Problem-Based Learning, Mind Mapping Technique

PENDAHULUAN sehingga mempengaruhi hasil belajar siswa. Hal ini


Meningkatkan mutu merupakan dambaan negara ditunjukkan dengan hasil angket motivasi siswa sebesar
Republik Indonesia dalam menyelenggarakan pendidikannya 73,54% dengan rincian rata-rata aspek attention sebesar 25,29;
karena cita-cita negara yang tertuang dalam undang-undang dan aspek relevance sebesar 21,35; aspek confidence sebesar 22,45;
peraturan pemerintah dalam meningkatkan penjaminan mutu dan aspek satisfaction sebesar 25,05. Adapun hasil belajar
pendidikan. Upaya meningkatkan mutu itu dibutuhkan upaya kerja yaitu nilai ulangan harian dari seluruh siswa SD pada materi
keras yang dilakukan oleh semua komponen stakeholder IPA pada kelas 5 dengan persentase ketuntasan sebesar
pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Peranan 29,41%, kelas 6 sebesar 20%, Berdasarkan data tersebut
guru sebagai salah satu bagian pendidikan menjadi sangat ketuntasan klasikal terendah yaitu pada kelas 6 dengan
penting untuk dapat merancang suatu proses belajar mengajar persentase 20% dan belum memenuhi kriteria ketuntasan klasikal
yang efektif, sehingga siswa dapat mengembangkan semua ranah 75% dengan nilai ≥75.
yang ada (kognitif, afektif, dan psikomotorik). Proses belajar Salah satu peningkatan hasil belajar dapat dicapai
mengajar di sekolah selama ini cenderung terpusat pada guru dengan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi
(teacher-oriented). Seringkali guru menggunakan metode agar siswa lebih mudah memahami yang diajarkan sehingga
pembelajaran yang sifatnya satu arah, dimana guru lebih banyak tujuan pembelajaran dapat tercapai. Banyak pendidik yang
memberi informasi dan siswa sebagai pendengar. Hal ini menggunakan model pembelajaran langsung namun model
membuat siswa cenderung bersifat pasif dalam belajarnya. Proses pembelajaran ini dianggap kurang efektif digunakan dalam
belajar mengajar menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. pembelajaran yang hanya berpusat pada guru saja menjadikan
Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari siswa cenderung pasif di dalam kelas. Sehubungan dengan hal ini
kurikulum sebelumnya yaitu KTSP, meskipun kurikulum tersebut guru perlu mencari model pembelajaran baru yang lebih efektif
berbeda tetapi masih terdapat hubungan diantara keduanya. untuk mengajar. Model pembelajaran yang dapat diterapkan
Kurikulum 2013 dinilai memiliki muatan pembelajaran yang salah satunya yaitu Problem-Based Learning (PBL) dengan
mampu mendorong siswa lebih kreatif sehingga siswa akan kombinasi teknik mind mapping. Model ini berorientasi pada
lebih termotivasi dalam proses pembelajaran. Kurikulum yang kerangka kerja teoritik konstruktivisme. PBL mengharuskan siswa
dikembangkan saat ini oleh sekolah dituntut untuk mengubah melaksanakan penyelidikan sebenarnya untuk mencari jawaban
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher sebenarnya dari permasalahan nyata yang diberikan. PBL ini
centered learning) menjadi pendekatan pembelajaran yang memiliki kelebihan yaitu menjadi lebih ingat dan meningkatkan
berpusat pada siswa (student centered learning). Pada saat pemahamannya atas materi ajar, meningkatkan fokus pada
melakukan observasi di SD Sukarara dan hasil wawancara pengetahuan yang relevan, mendorong untuk berpikir,
dengan membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial,
guru bidang studi bahwa guru masih mengunakan membangun kecakapan belajar, memotivasi pembelajar, realistik
metode konvensional yaitu menggunakan metode diskusi dan dengan kehidupan siswa.
presentasi. Metode ceramah digunakan guru karena metode ini PBL juga memiliki kekurangan sebagai berikut: 1) untuk
lebih mudah diterapkan dalam proses pembelajaran karena guru siswa yang malas, tujuan PBL tidak tercapai; 2) membutuhkan
tidak mengalami kesulitan dalam mengatur kegiatan setiap banyak waktu dan dana; 3) tidak dapat diterapkan pada semua
kelompok, siswa cenderung selalu ramai saat proses mata pelajaran; 4) sulitnya mencari problem yang relevan.
pembelajaran, terdapat siswa yang malas dan kurang dengan adanya permasalahan nyata yang diberikan maka
bertanggung jawab dalam berkelompok, siswa kurang memahami perlu diadakannya strategi yang bisa melengkapi model
mata pelajaran yang diajarkan, kurang fokus terhadap Problem-Based Learning untuk mempermudah pemahaman
pengetahuan yang relevan, minimnya jumlah buku penunjang siswa dalam memecahkan masalah pada materi yang
yang dimiliki oleh siswa, dan model pembelajaran yang diterapkan diberikan karena model ini membutuhkan siswa untuk berfikir
selama pembelajaran kurang inovatif menimbulkan rendahnya kritis, maka dilengkapi teknik Mind mapping. Mind mapping
tingkat motivasi siswa saat mengikuti mata pelajaran-nya merupakan suatu teknik visual yang dapat menyelaraskan
ISBN: 978-602-74245-0-0 322
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
proses belajar dengan cara kerja alami otak. Sistem ini Rata-rata tiap aspek Kategori Keterangan
sebenarnya bukanlah hal yang baru, sistem ini telah ditemukan 24,1 – 28,0 SB Sangat baik
dan dipopulerkan oleh Dr. Tony Buzzan di awal tahun 1990,
artinya sistem ini telah teruji lebih dari dua puluh tahun. 19,8 – 24,0 B Baik
Pembelajaran menggunakan mind mapping dapat 15,5 – 19,7 TB Tidak Baik
meningkatkan keaktifan siswa sehingga pembelajaran 7 – 15,4 STB Sangat Tidak Baik
mengarah pada pembelajaran aktif, menyenangkan, tidak
membosankan dan menuntut siswa untuk lebih aktif. b. Penilaian terhadap hasil belajar siswa
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti tertarik 1) Ranah Kognitif
untuk melakukan penelitian dengan judul: Penerapan Model Kriteria Ketuntasan Minimal disesuaikan dengan
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) kebijakan SD Negeri di Sukarara ditentukan:
Dilengkapi Kombinasi Teknik Mind Mapping terhadap Pada Siswa (a) Daya serap perorangan, seorang siswa dikatakan
SD di Desa Sukarara. tuntas apabila telah mencapai nilai ≥ 75 dari skor
maksimal 100.
METODE PENELITIAN (b) Daya serap klasikal, suatu kelas dikatakan tuntas
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas apabila terdapat 75% yang telah mencapai nilai ≥75
(PTK). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah sebuah penelitian dari jumlah maksimal 100. Untuk mengetahui
yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan persentase ketuntasan belajar siswa secara
merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara klasikal maka
kolaboratif dan partisipatif. Tahap pelaksanaan tindakan ini digunakan rumus [8].
terdiri atas tahap perencanaan, tahap tindakan di dalam kelas, n
tahap observasi pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung PK  x 100 %
di dalam kelas, dan tahap refleksi. Penelitian dilaksanakan N
sebanyak dua siklus dengan analisis secara deskriptif kualitatif. Keterangan:
a. Penilaian motivasi siswa Pk = persentase ketuntasan secara klasikal
Pengukur motivasi siswa menggunakan angket ARCS n = jumlah siswa yang tuntas hasil belajarnya
dengan ketentuan penskoran angket sebagai berikut. N = jumlah seluruh siswa
1) Nilai 1= pernyataan sangat tidak setuju (STS) 2) Ranah Afektif
2) Nilai 2= pernyataan tidak setuju (TS) Penilaian ranah afektif siswa meliputi aktifitas
3) Nilai 3= pernyataan setuju (S) siswa selama proses pembelajaran berlangsung, yang
4) Nilai 4= pernyataan sangat setuju (SS) meliputi: aktif bertanya dan menjawab, menghargai pendapat,
Untuk mengetahui kategori aspek adalah dan bekerjasama. Untuk mengetahui nilai hasil belajar ranah
dengan ketentuan kriteria sebagai berikut. afektif digunakan rumus:
Tabel 1. Kriteria Motivasi Siswa Aspek Attention dan
Satisfaction
Rata-rata tiap aspek Kategori Keterangan
27,5 – 32,0 SB Sangat baik HASIL DAN PEMBAHASAN
22,6 – 27,4 B Baik Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa
17,7 – 22,5 TB Tidak Baik penerapan model pembelajaran berbasis masalah (Problem
Based Learning) dilengkapi kombinasi teknik Mind Mapping
8 – 17,6 STB Sangat Tidak Baik dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
Peningkatan motivasi siswa dari hasil angket dari pra siklus I ke
Tabel 2. Kriteria Motivasi Siswa Aspek Relevance dan siklus II.
Confidence
Tabel 3. Peningkatan Motivasi Belajar Siswa dari Pra Siklus ke Siklus I
Rata-rata Persentase Rata-rata Peningkatan Persentase
Persentase
Aspek capaian Pra Siklus capaian rata-rata peningkatan
siklus I (%)
Pra Siklus (%) siklus I capaian (%)
Attention 25,29 79,03 27,08 81,43 1,79 2,40
Relevance 21,35 66,71 23,51 73,46 2,16 6,75
Comfidence 22,45 70,15 24,70 77,18 2,25 7,03
Satisfaction 25,05 78,28 28,10 84,90 3,05 9,53

Berdasarkan Tabel 3, motivasi belajar siswa mengalami dilengkapi kombinasi teknik mind mapping dan setelah
peningkatan dari pra siklus ke siklus I. Pada aspek attention diterapkannya model pembelajaran (Problem-Based Learning)
mengalami peningkatan rata-rata capaian sebesar 1,79 atau dilengkapi kombinasi teknik mind mapping. Peningkatan dari
2,40%, aspek relevance meningkat 2,16 atau 6,75%, aspek aspek attention, relevance, confidence, dan satisfaction dalam
confidence meningkat 2,25 atau 7,03%, dan aspek satisfaction pembelajaran berkelompok lebih besar dibandingkan dengan
meningkat 3,05 atau 9,53%. Hal ini berarti bahwa motivasi belajar metode pembelajaran sebelumnya. Siswa terlihat lebih
siswa menunjukkan peningkatan yang signifikan dari sebelum memperhatikan penjelasan dari teman mereka sendiri saat
diterapkannya model pembelajaran (Problem-Based Learning) presentasi baik itu presentasi topik kecil dalam satu kelompok
ISBN: 978-602-74245-0-0 323
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
maupun presentasi topik tim di depan kelas sehingga setiap sehingga dapat menumbuhkan sikap lebih percaya diri dan
siswa dapat mengaitkan topik masing-masing yang dipelajari kepuasan terhadap topik yang sudah mereka peroleh untuk
dengan topik lain dari teman mereka dalam satu kelompok dipresentasikan di kelas.
Tabel 4. Peningkatan Motivasi Belajar Siswa dari Siklus I ke Siklus II
Rata-rata Rata-rata Peningkatan Persentase
Persentase Persentase
Aspek capaian capaian rata-rata peningkatan
Siklus I (%) siklus II (%)
Siklus I siklus II capaian (%)
Attention 27,08 81,43 28,02 87,56 0,94 6,13
Relevance 23,51 73,46 24,75 77,34 1,24 3,88
Comfidence 24,70 77,18 26,16 86,50 1,46 9,32
Satisfaction 28,10 84,90 29,37 85,00 1,27 0,1

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa motivasi belajar pengukuran keempat aspek motivasi hasilnya hampir sama
siswa mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan dari dengan hasil pada siklus I. Dalam hal ini peningkatan yang terjadi
aspek attention rata-rata capaian meningkat 0,94 atau 6,13%, sudah dikatakan baik bahwa dengan menerapkan pembelajaran
aspek relevance meningkat 1,24 atau 3,88%, aspek confidence model pembelajaran (Problem- Based Learning) dilengkapi
meningkat 1,46 atau 9,32%, aspek satisfaction meningkat 1,27 kombinasi teknik mind mapping dapat meningkatkan motivasi
atau 0,1%. Hal ini karena pada siklus II siswa sudah mengetahui belajar siswa terhadap pelajaran IPA.
alur pembelajaran seperti sebelumnya pada siklus I, sehingga dari
Tabel 5. Peningkatan rata-rata dan persentase hasil belajar dari Pra Siklus ke Siklus I
Pra siklus Siklus I
Persentase Persentase
Ranah Peningkatan (%)
Rata-rata ± SD ketuntasan Rata-rata ± SD ketuntasan
klasikal klasikal
Kognitif 57,94±15,26 18,91 84,17±11,17 81,08 62,17
Afektif - - 64,41±16,85 64,35 -

Berdasarkan Tabel 5, pada hasil belajar ranah kognitif kombinasi teknik mind mapping terhadap pencapaian prestasi
persentase ketuntasan klasikal pada pra siklus ke siklus I siswa, dimana dengan menggunakan pembelajaran pembelajaran
meningkat sebesar 62,17%. Peningkatan aspek kognitif ini terjadi model pembelajaran (Problem-Based Learning) dilengkapi
karena guru terus memotivasi siswa untuk belajar dan juga kombinasi teknik mind mapping yang menggunakan tujuan
didukung oleh kesadaran diri siswa untuk lebih meningkatkan kelompok dan tanggung jawab individual yaitu dalam hal ini model
kemampuannya dalam memahami materi yang diberikan. Hal ini pembelajaran model pembelajaran (Problem Based Learning)
sesuai dengan dasar teoritis mengenai prediksi pembelajaran dilengkapi kombinasi teknik mind mapping akan meningkatkan
model pembelajaran (Problem-Based Learning) dilengkapi pencapaian prestasi siswa.
Tabel 6. Peningkatan Rata-rata dan Persentase Hasil Belajar dari Siklus I ke Siklus II.
Siklus I Siklus II
Persentase Persentase
Ranah Peningkatan (%)
Rata-rata ± SD ketuntasan Rata-rata ± SD ketuntasan
klasikal klasikal
Kognitif 84,17±11,17 18,91 82,89±7,48 91,89 10,81
Afektif 64,41±16,85 64,35 67,11±16,19 67,41 3,06

Berdasarkan Tabel 6, pada hasil belajar ranah kognitif serta lingkungan belajar dalam mendorong dan
pada siklus I diperoleh persentase klasikal 81,08%, dalam hal ini mempertahankan motivasi siswa untuk belajar. Penggunaan
persentase ketuntasan tersebut sudah memenuhi kriteria model pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning)
ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh SD Negeri Sukarara dilengkapi kombinasi teknik mind mapping dapat membantu siswa
dimana ketuntasan klasikal adalah apabila mencapai 75%, akan untuk ikut berpikir dalam situasi PBM dan baik digunakan untuk
tetapi pada aspek ranah afektif siswa masih belum tuntas maka mengetahui pengetahuan awal siswa maupun menemukan
perlu diadakan tindakan pada siklus II. Adapun pada siklus II jawaban alternative terhadap pertanyaan yang dikemukakan oleh
persentase ketuntasan klasikal menjadi 91,89% dan telah siswa. Siswa yang mengikuti pembelajaran akan dituntut untuk
memenuhi kriteria ketuntasan minimal. Peningkatan hasil belajar mampu mentransfer atau mengkomunikasikan materi pada
kognitif dari siklus I ke siklus II adalah sebesar 10,81%. Hal ini kelompoknya, juga dituntut mampu berbicara di depan kelompok
dapat terjadi karena siswa sudah berhasil dalam mengikuti yang mungkin sebelumnya tak pernah dialami. Siswa harus
pembelajaran dan memahami materi yang telah mereka terima. mampu berkomunikasi, berbicara, mengemukakan pendapat,
Pada hasil belajar ranah afektif, persentase yang diperoleh dari berfikir kritis dan aktif dalam kelompoknya masing-masing sesuai
siklus I ke siklus II hanya meningkat sebesar 3,06 %. dengan tugas yang diembannya. Dengan kata lain, siswa yang
Peningkatan motivasi belajar siswa dari hasil angket mengikuti pembelajaran dengan penggunaan model pembelajaran
motivasi yang terdiri dari empat aspek, yaitu attention, relevance, berbasis masalah (Problem-Based Learning) dilengkapi kombinasi
confidence, dan satisfaction. ARCS merupakan suatu bentuk teknik mind mapping lebih mampu meningkatkan kerjasama dan
pendekatan pemecahan masalah untuk merancang aspek motivasi tanggung jawab mereka dalam mengerjakan tugas pada
ISBN: 978-602-74245-0-0 324
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
kelompoknya masing-masing bila dibandingkan dengan metode Peningkatan hasil belajar siswa dipengaruhi oleh
pembelajaran konvensional. Hal inilah yang menyebabkan prestasi motivasi belajar siswa. Fungsi motivasi belajar bagi siswa adalah
belajar biologi siswa yang mengikuti pembelajaran dengan mendorong tercapainya prestasi. Motivasi akan berpengaruh
penggunaan model pembelajaran berbasis masalah (Problem- terhadap hasil belajar siswa, dimana semakin besar motivasinya
Based Learning) dilengkapi kombinasi teknik mind mapping lebih akan semakin besar kesuksesan belajarnya. Hasil belajar siswa
baik bila dibandingkan dengan siswa yang mengikuti metode ranah afektif dapat dilihat pada hasil observasi selama proses
pembelajaran konvensional. Aspek attention (perhatian) pembelajaran yang dilakukan oleh observer. Persentase yang
mengalami peningkatan sebesar 8,53%, dari pra siklus ke siklus diperoleh dari siklus I ke siklus II hanya meningkat sebesar 3,06%.
II. Aspek attention mengkaji beberapa aspek diantaranya yaitu, Peningkatan tersebut tidak terlalu signifikan, hal ini terjadi karena
siswa memiliki rasa senang dalam menerima pelajaran. Siswa dari penilaian ranah afektif dari siklus I ke siklus II menunjukkan
merasa senang karena siswa diajak terlibat langsung dalam karakter yang hampir sama. Hasil belajar siswa ranah kognitif pada
proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. Selain itu siklus I lebih baik jika dibandingkan dengan hasil ulangan harian
siswa senang memiliki kesempatan untuk menyalurkan bakat dan pada materi sebelum dilaksanakannya tindakan. Pada ulangan
minat sekaligus mengekspresikan diri melalui kegiatan berdiskusi harian materi sebelumnya hasil belajar siswa yang tuntas secara
kelompok, karena pada model pembelajaran (Problem Based klasikal sebesar 18,91% yaitu hanya
Learning) dilengkapi kombinasi teknik mind mapping setiap siswa 7 siswa yang tuntas dari jumlah 37 siswa. Pada siklus I hasil
dituntut untuk menyampaikan hasil temuannya kepada teman lain belajar siswa yang tuntas secara klasikal sebesar 81,08% atau
dalam satu kelompoknya. Rasa senang merupakan awal dari siswa 30 siswa yang tuntas.
untuk menumbuhkan motivasi belajarnya sendiri. Rasa senang ini Berdasarkan hasil perbandingan antara pra siklus dan
akan membantu dalam konsentrasi belajarnya dan sebaliknya sesudah siklus I, dapat dikatakan bahwa hasil belajar siswa sudah
siswa dalam kondisi tidak senang akan kurang berminat dalam mengalami peningkatan dimana menurut beberapa kajian ketika
belajarnya dan mengalami kesulitan terhadap pelajaran yang para siswa berkerja bersama-sama untuk meraih sebuah tujuan
sedang berlangsung. kelompok mereka akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk
Aspek relevance (keterkaitan) juga mengalami keberhasilan kelompok. Selain itu juga pembelajaran
peningkatan. Besar peningkatan pada aspek relevance dari pra (Problem-Based Learning) dilengkapi kombinasi teknik mind
siklus ke siklus II yaitu 10,63%. Pada aspek ini siswa mampu mapping merupakan cara efektif untuk meningkatkan kualitas
memahami materi yang dipelajari yaitu materi jamur (fungi) dan pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran dengan
peranannya bagi kehidupan. Pemahaman materi ini dapat terjadi menggunakan pembelajaran pembelajaran (Problem-Based
karena dalam proses pembelajaran siswa diajak berpikir dan Learning) dilengkapi kombinasi teknik mind mapping sudah
menyalurkan pendapat berdasarkan yang mereka amati di berhasil diterapkan. Setelah dilaksanakan siklus II diperoleh hasil
lingkungan sekitar mengenai jamur serta bagaimana peranannya belajar siswa yang tuntas 91,89% atau 34 siswa yang tuntas dan
dalam kehidupan sehingga dapat dimanfaatkan. Salah satu telah memenuhi ketetapan ketuntasan klasikal. Peningkatan hasil
tahapan dalam model pembelajaran (Problem Based Learning) belajar ini sebesar 10,81%.
dilengkapi kombinasi teknik mind mapping dimana setiap siswa
saling berbagi pengalaman kepada anggota lain dalam satu KESIMPULAN
kelompok menunjukkan adanya keterkaitan materi pelajaran Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas
dengan kehidupan sehari-hari. Motivasi akan terpelihara apabila dapat disimpulkan bahwa dengan pembelajaran berbasis
siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki masalah (Problem Based Learning) dilengkapi kombinasi
nilai, bermanfaat dan berguna bagi kehidupan mereka. teknik mind mapping ada peningkatan motivasi belajar siswa
Aspek confidence (percaya diri) mengalami peningkatan dan hasil belajar siswa SD di desa Sukarara pada pokok
16,53%. Pada aspek ini siswa memiliki rasa percaya diri dalam bahasan Jamur (fungi). Peningkatan motivasi siswa sebesar
proses pembelajaran. Rasa percaya diri ini dapat terlihat saat siswa 10,60% dengan rincian: aspek attention meningkat sebesar
melakukan presentasi baik itu presentasi topik kecil maupun topik 8,53%, aspek relevance meningkat sebesar 10,63%, aspek
tim di depan kelas. Rasa percaya diri merupakan aspek yang confidence meningkat sebesar 16,53%, dan aspek satisfaction
penting dalam proses pembelajaran karena menyangkut meningkat sebesar 6,72%.
keyakinan, ketekunan, dan usaha sungguh-sungguh untuk Ada peningkatan hasil belajar siswa SD di desa
mengatasi tantangan saat proses pembelajaran yang berlangsung Sukarara dengan menggunakan model pembelajaran berbasis
dalam kegiatan presentasi topik tim. masalah (Problem-Based Learning) dilengkapi kombinasi teknik
Aspek satisfaction (kepuasan) mengalami mind mapping dari pra siklus ke siklus II. Peningkatan ketuntasan
peningkatan 6,72%. Hal tersebut berarti siswa memiliki kepuasan klasikal ranah kognitif sebesar 72,98%. Pada ranah afektif
terhadap pembelajaran menggunakan model pembelajaran meningkat sebesar 3,06% dari siklus I ke siklus II.
(Problem Based Learning) dilengkapi kombinasi teknik mind Pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah
mapping. Siswa puas dengan pembelajaran kelompok yang (Problem-Based Learning) dilengkapi kombinasi teknik mind
membuat mereka merasa senang, karena dalam pembelajaran mapping dapat digunakan untuk melibatkan penilaian dari ranah
ini siswa dapat menyalurkan pendapat masing-masing sesuai kognitif, afektif, dan psikomotor dan dapat dijadikan alternatif dalam
dengan pengalaman yang mereka miliki terhadap materi yang pembelajaran IPA
bersangkutan, membuat peta pikirannya (mind mapping) yang
memudahkan siswa untuk memahami alur materi yang diberikan DAFTAR PUSTAKA
guru serta mereka saling bertukar pendapat dengan teman dalam Abidin, Z. 2006. “Motivasi dalam Strategi Pembelajaran dengan
anggota kelompoknya sehingga pembelajaran tidak monoton dan Pendekatan ARCS”. SUHUF. Vol. 18 (2):143-155.
membosankan. Alamsyah. 2009. Kiat Jitu Meningkatkan Prestasi dengan Mind
Mapping. Jogjakarta: Mitra Pelajar
ISBN: 978-602-74245-0-0 325
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Amir, MT. 2010. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based http://edukasi.kompas.com/read/2013/02/23/22411819/
Learning: Bagaimana Kemendikbud.Kurikulum.2013.Dorong.Siswa.Lebih.Kreat
Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan. Jakarta: if
Kencana Sardiman. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. P.T
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Raja Grafindo Persada: Jakarta
Praktik. Jakarta: Rineka cipta. Slavin, R. E. 2005. Cooperative Learning: Teori, Riset dan
Dalyono, M dan Tim MKDK IKIP Semarang. 1997. Psikologi Praktik. Bandung: Nusa Media.
Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang Press. Sutirman. (2011.April). Motivasi dalam Pembelajaran. [serial
Hamalik, O. 1995. Kurikulum dan online]. http://tirman.wordpress.com/motivasi-dalam-
Pembelajaran. Jakarta: Bumi pembelajaran/.
Aksara. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif:
Hobri. 2009. Model-model Pembelajaran Inovatif. Jember: Center Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum
For Society Studies (CSS) Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.
Kompasiana. (2013, Maret). Kemendikbud Kurikulum 2013
Dorong Siswa Lebih Kreatif. [serial online].

ISBN: 978-602-74245-0-0 326


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
IDENTIFIKASI KANDUNGAN MANGAN (Mn) PADA MATERIAL ALAM DI LOKASI PENAMBANGAN EMAS
TRADISIONAL SEKOTONG
Nasaruddin1, Dwi Pangga2, & Dwi Sabda Budi Prasetya3
1Pemerhati Pendidikan Fisika
2&3Dosen Proram Studi Pendidikan Fisika, FPMIPA IKIP Mataram

Email: Nazarcekho94@gmail.com

Abstrak: Di lokasi Penambangan emas tradisional Sekotong masyarakat hanya mengetahui kandungan emas yang sangat melimpah.
Belum ada tindak lanjut untuk mengetahui seberapa banyak jumlah kandungan-kandungan lain yang bisa dimanfaatkan selain emas
seperti aluminium, silikon, magnesium, mangan dll. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan mangan pada material
alam di lokasi penambangan emas tradisioanl Sekotong dengan melalui proses ekstrtrasi padat cair (Leaching) asam. Metode ini bertujuan
untuk melarutkan kandungan mangan ataupun mengikat ion mangan (Mn). Dari proses leaching selanjutnya disaring untuk memisahkan
residu dari filtratnya. Residu yang diperoleh dilanjutkan dengan metode sepektrofotometer serapan atom (SSA). Filtrat yang diperoleh
dari metode SSA dianalisa kandungan mangan dengan menggunakan alat sepektrofotometer serapan atom. Kandungan logam mangan
yang teridentifikasi di penambangan Merebek desa Pelangan sebesar 65,438 ppm, Pondok Ganjar logam mangan yang teridentifikasi
sebesar 94,254 ppm dan Batu Montor sebesar 22,523 ppm.

Kata kunci: Mangan, Leaching, Sepektrofotometri Serapan Atom ( SSA)

PENDAHULUAN kimia analitik UNRAM untuk metode SSA dan analisa kandungan
Mangan merupakan salah satu dari 12 unsur terbesar logam mangan dengan alat spektrofotometer serapan atom.
yang terkandung dalam kerak bumi dan banyak digunakan dalam Alat yang digunakan: Pournis (Open), Penggerus Baja,
kehidupan sehari-hari selain besi, tembaga dan nikel. Hampir 90% Magnetik Sterrir, Gelas Kimia, Sepektofotometer Serapan
mangan yang ada di dunia ini dipergunakan untuk industri besi dan Atom(SSA) TP A55, Gelas Ukur, Palu, Neraca Digital, Cawan Petri.
baja. Mangan digunakan dalam produksi Mild steel, High carbon Sedangkan Bahan yang digunakan: material Alam, H2SO4,
ferromanganese dan silicomanganese. Fungsi logam mangan ini Aquades, Pipet Tetes, Kertas saring whatman 42.
jika dipadukan dengan baja maka baja akan memiliki keuletan Prosedur penelitian ini, yaitu:
sehingga tidak mudah patah. Selain untuk kepentingan metalurgi 1. Preparasi Sampel
logam mangan juga di gunakan untuk produksi senyawa kimia Sampel yang digunakan diambil di penambangan
seperti Kalium permanganat (KMnO4) yang digunakan untuk emas tradisional Sekotong. Sampel dihancurkan dengan
desinfektan, Mangan Sulfat MnSO4 untuk pakan ternak dan menggunakan palu, dicuci dengan aquades dan dikeringkan
manganese dioxide yang digunakan sebagai komponen baterei dalam oven dengan suhu ± 90 0C. Selanjutnya sampel digerus
kering yang berfungsi untuk depolarisator. (Slamet Sumardi, 2014). dan diayak sampai halus.
Potensi bahan galian logam yang ditemukan di 2. Metode Leaching Asam
Indonesia, ada yang bersekala besar dan bersekala kecil. Potensi Sebanyak 2 gram sampel dari proses preparasi
yang bersekala besar pada umumnya dikelola oleh perusahaan ditambah 20 ml asam sulfat (H2SO4) konsentrasi 2M diaduk
pertambangan, sedangkan yang bersekala kecil dikelola oleh dengan mengunakan magnetik sterrir pada suhu 900C sampai
penambang tradisional. Salah satu wilayah yang dikelola secara mencapai homgen. Campuran disaring dan diresedu dengan
tradisional berada di provinsi Nusa Tengara Barat khususnya di aquades. Residu yang diperoleh akan diproses dengan
Kabupaten Lombok Barat tepatnya di Kecamatan Sekotong yang mengunakan metode sepektroftometri serapan atom. Filtrat
kaya akan hasil tambang. Telah kita ketahui bahwa selama ini yang diperoleh dari metode sepektroftometer serapan
masyarakat hanya mengetahui bahwa kandungan emas atom(SSA) akan dianalisa kandungan logam mangan dengan
dipenambangan tersebut begitu banyak dan melimpah maka dari menggunakan alat sepektroftometer serapan atom (SSA).
itu masyarakat hanya terfokus pada mengambil emas sedangkan
kandungan-kandungan lain terbuang begitu saja tanpa ada tindak HASIL DAN PEMBAHASAN
lanjut untuk mengetahui seberapa besar kandungan-kandungan A. HASIL
lain yang bisa dimanfaatkan selai emas yang terdapat dilokasi Hasil dari analisa sepektroftometer serapan atom
penambanagan emas tradisional Sekotong seperti silikon, ditunjukan pada tabel dan gambar diagram berikut:
tembaga, besi, magnesium, aluminium, mangan dll. Tabel 1. Tabel kadar ion mangan yang teridentifikasi.
Identifikasi kandungan mangan dilokasi penambangan Kadar ion Mangan
emas tradisional sekotong belum ditelitih dan dikaji seberapa Sampel (Mn)
banyak jumlah kandungan mangan (Mn) maka perlu dilakukan
penelitian tentang identifikasi kandungan mangan pada material 65,438 ppm
Merebek
alam dilokasi penambangan emas trasisional Sekotong.
94,254 ppm
Pondok Ganjar
METODE
Penelitian ini termasuk eksperimen murni yang telah 22,523 ppm
Batu Montor
dilaksanakan dilaboratorium fisika , kimia IKIP Mataram untuk
preparasi sampel dan metode leaching asam dan laboratorium \

ISBN: 978-602-74245-0-0 327


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

2MnO2 + 2H2SO4 2Mn2+ + O2 + 2SO42- +2H2O


Senyawa mangan (IV) bersifat tidak stabil, karena ion
mangan (IV), mudah tereduksi menjadi mangan (II).
Pemilihan Penggunaan asam sulfat sebagai pelarut
karena asam sulfat cukup tinggi untuk efektif dijadikan reagen
pelindi logam mangan (Sumardi Selamet, dkk.2014).
Pada proses leacing. Sebanyak 2 gram sampel
diekstrak 20 ml larutan asam sulfat encer kemudian dilakukan
pengadukan dengan menggunakan magnetik sterrir yang
bertujuan mempermudah terjadinya dispersi partikel yang
menyebabkan terjadinya tumbukan antar partikel menjadi lebih
cepat dilakukan dengan temperatur 90 0C sampai mencapai
homongen. Ketiga sampel yang digunakan waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai homogen 120-180 menit. Dari
proses leaching dilakukan penyaringan bertujuan untuk
memisahkan residu dan filtrat dengan menggunakan kertas
Gambar 1. Diagram Besar Kandungan Mangan yang saring whatman 42, residu yang diperoleh akan diproses
Teridentifikasi dalam ppm. kembali dengan metode SSA. Berikut adalah residu dari proses
leaching:
B. Pembahasan Tabel 3. Residu dari hasil leaching
Identifikasi kandungan mangan dilokasi Nama lokasi Residu dari hasil leaching
penambangan emas tradisional Sekotong dalam penelitian ini
dilakukan dengan tiga jenis sampel yaitu sampel penambangan
emas tradisional merebek, pondok ganjar dan batu montor. Merebek
Berikut gambar bentuk batu yang diidentifikasi:
Tabel 2. Lokasi dan bentuk batu yang diidentifikasi.
Bentuk Pondok Ganjar
No Nama Lokasi
Bebatuan

1. Merebek
Batu Montor

2. Pondok Ganjar Filtrat yang diperoleh dari proses metode


sepektrofotometer serapan atom akan dianalisis dengan
mengunakan alat sepektroftometri serapan atom untuk
3. Batu Montor mengetahui kadar mangan yang diperoleh. Berikut gambar
filtrat dari hasil metode SSA:
Sebelum dilakukan metode leaching asam sampel
diberi perlakuan khusus terlebih dahulu yaitu yang meliputi
beberapa tahap yaitu: pencucian, pengeringan, pengerusan
(grinding), dan pengayakan. Pencucian material alam dengan
aquades yang bertujuan untuk melarutkan pengotor - pengotor
yang bersifat menempel pada permukaan bijih. Pengeringan
sampel bertujuan mengurangi kandungan air yang terikat
dalam sampel yang dapat mempengaruhi pengukuran berat
sampel. Penggerusan (grinding) Proses ini dilakukan dengan
menumbuk sampel terlebih dahulu yang selanjutnya mengayak
sampel untuk memperkecil material alam di mana semakin
Gambar 2. Filtrat yang diperoleh dari hasil metode SSA. Sebelah
kecil ukuran partikel dari material alam maka reaksi yang terjadi
kiri di lokasi penambangan emas merbek, tengah
antara mangan dalam material alam dengan asam menjadi
pondok ganjar dan sebelah kanan batu montor.
semakin cepat pula. (Fitri, T.D. 2013)
Kadar ion mangan dilokasi penambangan emas
Proses leaching dimulai pada saat percampuran
tradisional sekotong yang teridentifikasi berdasarkan tabel 3.1
sampel dengan asam sulfat(H2SO4) encer dengan konsentarsi
dan gambar diagram 3.2. Kadar logam mangan yang
2M. Asam sulfat encer bereaksi dengan kebanyakan logam
teridentifikasi di lokasi penambangan Merebek adalah sebesar
menghasilkan gas hidrogen dan logam sulfat. Sebagai contoh,
65,438 ppm, kadar logam mangan (Mn) pada penambangan
asam sulfat encer bereaksi dengan besi, aluminium, seng,
emas Pondok Ganjar adalah sebesar 94,254 ppm dan kadar
mangan, magnesium, dan nikel dengan reaksi penggantian
logam mangan yang teridentifikasi pada penambangan emas
tunggal. (Wahyudi, H .2013).
tradisional Batu Montor adalah sebesar 22,523 ppm. Ini berarti
Dalam asam sulfat, mangan (IV) dioksida akan
kandungan mangan yang paling banyak dipenamabangan
tereduksi menghasilkan ion mangan (II) dan gas oksigen.
ISBN: 978-602-74245-0-0 328
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
emas tradisional Sekotong berada dipenambangan emas Fitri Dani Tiara. 2013. Ekstraksi dan Penentuan Kadar Ion
Pondok Ganjar kecematan Sekotong. Aluminium Hasil Ekkstraksi dari Abu Terbang (Fly Ash)
Batubara. Skripsi. Universitas jember.
SIMPULAN Sumardi Slamet, Mubarok Zaki Mohammad, Saleh Nuryadi. 2014.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat Selektifitas Pelindian Reduktif Bijih Mangan Nusa
disimpulkan bahwa kandungan mangan di lokasi penambangan Tenggara Timur Dengan Menggunakan Molases Sebagai
emas tradisional Sekotong yang teridentifikasi adalah 65,438 ppm Reduktor Dalam Suasana Asam. 2013. Lampung. 123-
pada penambangan emas tradisional Merebek, 94,254 ppm 129.
Pondok Ganjar, dan 22,523 ppm Batu Montor. Sugianti Titin, Sudjudi, Syahri. 2014. Penyebaran Cemaran Merkuri
pada Tanah Sawah Dampak Pengolahan Emas Tradisional
DAFTAR PUSTAKA di Pulau Lombok NTB. 26-27 September 2014.
Cahyadi Bobi. 2009. Setudi Tentang Kesensitifan Sepektrometer Palembang. 226-232.
Serapan Atom (SSA) Teknik Vapour Hydride Generation Wahyudi Hendro, dkk. 2013. Ekstraksi Mangan Dengan Proses
Accessories(VHGA) Dibandingkan Dengan SSA Nyala Leaching Asam Sulfat Menggunakan Tandan Kosong
Pada Analisa Unsure Arsen (AS) Yang Terdapat Dalam Air Sawit Sebagai Reduktor. JKK. 2(1): 34-37.
Minum. Tesis. USU.

ISBN: 978-602-74245-0-0 329


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH BERMAIN PUZZLE TERHADAP SIKAP DISIPLIN PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN
Ni Ketut Alit Suarti
Dosen FIP IKIP Mataram
E-mail: alitskip@yahoo.co.id

Abstrak: Bermain bagi anak adalah dunianya, oleh karena itu anak tidak pernah bosan untuk bermain. Bermain adalah kegiatan yang
menyenangkan bagi anak. Media yang digunakan oleh anak untuk bermain sangat bervariasi sangat tergantung dengan kemampuan
sekolah atau orangtua menyediakannya, usia serta perkembangan anak juga menjadi pertimbangan dengan yang digunakan untuk
bermain, salah satunya media puzzle. Bermain puzzle merupakan salah satu cara yang dapat menarik karena cara ini dapat memotivasi
anak untuk menyukai pelajaran biologi. Puzzle merupakan jenis permainan potongan-potongan gambar atau benda tiga dimensi yang
utuh. Kreativitas dan logika anak sangat dibutuhkan agar dapat menyelesaikan puzzle secara tepat dan cepat. Puzzle memiliki banyak
manfaat diantaranya: 1) meningkatkan kemampuan berpikir dan membuat anak belajarberkonsentrasi. Saat bermain puzzle, anak akan
melatih sel-sel otaknya untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dan berkonsentrasi untuk menyelesaikan potongan-potongan
kepingan gambar tersebut, melatih koordinasi tangan dan mata, 2) puzzle dapat melatih koordinasi tangan dan mata anak untuk
mencocokkan keping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. Puzzle juga membantu anak mengenal dan menghapal
bentuk, 3) meningkatkan keterampilan kognitif (cognitive skill) berkaitan dengan kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah,
4) dengan bermain puzzle anak mencoba memecahkan masalah dengan menyusun gambar, 5) belajar bersosialisasi dengan teman-
temannya, memupuk rasa saling membutuhkan, dan 6) meningkatkan sikap disiplin anak. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan
eksperimen, metode pengumpulan data menggunakan pedoman observasi sebagai metode pokok, dokumentasi dan wawancara sebagai
metode pelengkap, teknik penentuan subyek dengan studi populasi, sedangkan analisis data menggunakan rumus ttes dengan
menggunakan program SPSS. Hasil analisis data diperoleh (thitung) sebesar 7.654. Setelah dikonsultasikan dengan ttabel dengan db 20
pada taraf signifikansi 5% yaitu 2,086. Artinya thitung (7.654) ≥ ttabel (2,086) atau probabilitas kesalahan (0,000) < 0,05, atau probabilitas
kesalahan (0,000) < 0,05, maka Ho ditolak. Dengan demikian, terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara data skor sikap disiplin
awal dan data skor sikap disiplin setelah bermain puzzel pada anak usia 5-6 Tahun TK AL-Ishah Kabupaten Lombok Barat.

Kata Kunci: Bermain Puzzle, sikap disiplin

PENDAHULUAN mendidik anak usia dini membutuhkan perhatian dan pengetahuan


Proses pendidikan berlangsung seumur hidup dari anak yang cukup supaya para pengasuh, orangtua maupun guru
sejak lahir bahkan dari dalam kandungan sampai akhir masa memahami tentang kebutuhan anak sesuai dengan usia anak.
ayatnya. Selama proses pendidikan banyak terjadi suka atau duka Saat ini masih banyak para orangtua, pengasuh maupun
yang dialami oleh seseorang, oleh karena itu semestinya guru belum memahami secara jelas tentang manfaat bermain
seseorang perlu belajar dari pengalaman yang pernah puzzle, oleh karena itu permasalahan yang ada yaitu: Apakah
diperolehnya baik langsung maupun tidak langsung. Pendidikan bermain puzzle berpengaruh terhadap sikap disiplin pada anak
merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang termasuk usia 5-6 tahun?
anak usia dini untuk mengembangkan seluruh potensi anak didik
agar menjadi manusia yang cerdas, kreatif, inovatif, sehat jasmani KAJIAN PUSTAKA
dan rohani, berbudaya, beretika, mandiri, berkepribadian yang Bermain merupakan kegiatan yang mengandung ubsur
seimbang, dan memiliki sikap disiplin yang tinggi. Bagi anak menyenangkan, dan dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa melihat
bermain adalah dunianya, oleh karena itu salah satu manfaat usia, artinya bermain dapat dilakukan oleh siapa saja, oleh karena
bermain adalah menanamkan kebiasaan disiplin dan itu “bermain adalah aktivitas yang membuat hati seseorang anak
tanggungjawab dalam kehidupan sehari-hari (Montolalu, dkk, menjadi senang, nyaman, dan semangat” (Fadlillah, 2014: 25).
2005:1.4). Dalam bermain sebagian besar kegiatan ini menggunakan media,
Sikap disiplin sangat perlu dipupuk untuk membiasakan tergantung dengan fasilitas yang tersedia dan minat anak, salah
diri dalam mengikuti aturan, bekerja serta kegiatan lainnya. Dalam satunya adalah bermain menggunakan media puzzle yang sering
melakukan suatu kegiatan jika dilakukan dengan disiplin akan disebut dengan bermain puzzle.
memberi dampak yang positip kepada orang yang melakukannya, Bermain puzzle merupakan salah satu cara yang dapat
termasuk anak usia dini. Anak usia dini adalah sosok individu yang menarik karena cara ini dapat memotivasi anak untuk menyukai
sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan pelajaran biologi. Puzzle merupakan jenis permainan potongan-
fundamental bagi kehidupan selanjutnya (Yuliani, 2012:6). potongan gambar atau benda tiga dimensi yang utuh. Kreativitas
Demikian juga dalam sumber lain dipertegas lagi bahwa anak usia dan logika anak sangat dibutuhkan agar dapat menyelesaikan
dini adalah kelompok anak yang berusia 0 sampai dengan 6 tahun. puzzle secara tepat dan cepat (Harlock, 2001: 45). Demikian juga
Anak usia dini merupakan kelompok anak yang berada dalam Hurlock (dalam Tadkiroatun, 2005: 1) bermain dapat diartikan
proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, artinya sebagai kegiatan yang dilakukan demi kesenangan dan tanpa
memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi mempertimbangkan hasil akhir. Kegiatan tersebut dilakukan
motorik kasar dan halus), kecerdasan (daya pikir, daya cipta), sosio dengan cara suka rela, tanpa paksaan, atau tekanan dari pihak
emosional, bahasa dan komunikasi (Mutiah, 2012: 6-7). Anak usia luar. Teori kelebihan tenaga oleh Herbert Sprencer mengatakan
dini sebenarnya membutuhkan perhatian, kasih sayang, teladan, bahwa energi atau tenaga yang berlebih pada seseorang perlu
dan pendidikan dari orangtuanya atau guru yang dibuang atau dilepaskan melalui bermain (Montolalu, dkk,
mengasuh di Sekolah TK maupun di lembaga PAUD. Cara 2005:1.5). Sedangkan Isenberg dan Jalongo (Tadkiroatun, 2005:

ISBN: 978-602-74245-0-0 330


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
13) menyatakan bahwa NAECYC (National Assiciation for the 4. The letter(s) readiness puzzle, yakni puzzle yang berupa
Education of Young Children) dan ACEI (Assosiation for Childhood gambar-gambar disertai dengan huruf-huruf nama gambar
Educational Internasional) dengan bermain memungkinkan anak tersebut, tetapi huruf itu belum lengkap, dan
mengeksplorasi dunianya, mengembangkan pemahaman sosial 5. Crosswords puzzle, yakni puzzle yang berupa pertanyaan-
dan kultural, membantu anak-anak mengekspresikan apa yang pertanyaan yang harus dijawab dengan cara memasukan
mereka rasakan dan mereka pikirkan, memberi kesempatan bagi jawaban tersebut ke dalam kotak-kotak yang tersedia baik
anak untuk menemukan dan menyelesaikan masalah, serta secara horizontal maupun vertikal (Hadfield, 2008:65).
mengembangkan bahasa dan keterampilan serta konsep Berdasarkan jenis-jenis puzzle seperti di atas para
beraksara. orangtua, guru maupun pengasuh dapat menyiapkannya tentu
Adenan (2008:15) menyatakan bahwa ”Puzzle dan sesuai dengan kemampuan yang ada dan terjangkau, sehingga
games adalah materi untuk memotivasi diri secara nyata dan anak akan memilih jenis puzzle yang diinginkannya. Dengan
merupakan daya penarik yang kuat. Sedangkan Hadfield (1990:45) tersedianya puzzle yang bervariasi dapat menghindari anak cepat
puzzle adalah pertanyaan-pertanyaan atau masalah yang sulit bosan dalam bermain.
untuk dimengerti atau dijawab. Pada umumnya anak-anak Permainan puzzle memiliki banyak manfaat diantaranya:
menyukai permaian, mereka dapat memahami dan melatih cara 1) meningkatkan kemampuan berpikir dan membuat anak
penggunaan kata-kata, puzzle, crosswords puzzle, anagram dan belajarberkonsentrasi. Saat bermain puzzle, anak akan melatih sel-
palindron. Puzzle dan games untuk memotivasi diri karena hal itu sel otaknya untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dan
menawarkan sebuah tantangan yang dapat secara umum berkonsentrasi untuk menyelesaikan potongan-potongan kepingan
dilaksanakan dengan berhasil. gambar tersebut, Melatih koordinasi tangan dan mata, 2) Puzzle
Dalam dunia anak-anak terdapat berbagai jenis dapat melatih koordinasi tangan dan mata anak untuk
permainan, salah satu jenis permainan yang bermanfaat bagi anak mencocokkan keping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi
dan bersifat edukatif adalah puzzle. Puzzle merupakan permainan satu gambar. Puzzle juga membantu anak mengenal dan
yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan anak dalam menghapal bentuk, 3) meningkatkan keterampilan kognitif
merangkainya. Dengan terbiasa bermain puzzle, lambat laun (cognitive skill) berkaitan dengan kemampuan untuk belajar dan
mental anak juga akan terbiasa untuk bersikap tenang, tekun, dan memecahkan masalah, 4) dengan bermain puzzle anak akan
sabar dalam menyelesaikan sesuatu. Kepuasan yang didapat saat mencoba memecahkan masalah yaitu menyusun gambar, 5)
ia menyelesaikan puzzle pun merupakan salah satu pembangkit belajar bersosialisasi dengan teman-temannya, memupuk rasa
motifasi untuk mencoba hal-hal yang baru baginya. saling membutuhkan.
Puzzle sudah bisa dimainkan oleh anak berusia 5 tahun, Kata disiplin hampir setiap hari diucapkan oleh
tentunya dengan kepingan gambar (puzzle) yang sedikit dan kebanyakan orang, baik itu di kalangan orang dewasa, remaja
tingkat kesulitannya lebih mudah. Untuk awal, kenalkan anak anda maupun anak-anak. Kadang-kadang mudah mengucapkan kata
dengan puzzle sederhana yang terdiri dari sebuah keping saja, disiplin, tetapi tidak mengerti dengan apa maksudnya. Disiplin
misalnya angka dari 1-15. Makin tinggi usia anak, biasanya tingkat “adalah sebagai watak yang dimiliki seseorang merupakan hasil
kesulitan lebih rumit. Puzzle adalah salah satu cara yang dapat belajar sekaligus berdasarkan atas faktor yang dibentuk lewat
menarik karena cara ini dapat memotivasi anak untuk menyukai latihan atas disiplin di rumah maupun di sekolah. Disiplin
pelajaran biologi. Puzzle merupakan jenis permainan potongan- merupakan sesuatu yang berkenaan dengan kepatuhan
potongan gambar atau benda tiga dimensi yang utuh. Kreativitas seseorang terhadap aturan yang didasari oleh kemampuan
dan logika anak sangat dibutuhkan agar dapat menyelesaikan pengendalian diri. Menurut Drever dari sisi psikologis, disiplin
puzzle secara tepat dan cepat. adalah kemampuan mengendalikan perilaku yang berasal dari
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam diri seseorang sesuai dengan hal-hal yang telah diatur dari
bermain puzzle adalah kegiatan yang dilakukan dengan suka rela luar atau norma yang sudah ada. Dengan kata lain, disiplin dari
tanpa paksaan atau tekanan dari pihak luar yang dimainkan oleh segi psikologis merupakan perilaku seseorang yang muncul dan
anak untuk memotivasi anak agar dapat belajar dengan cara yang mampu menyesuaikan diri dengan aturan yang telah ditetapkan
menyenangkan. (http://www.duniapelajar.com/2014/07/16/pengertian-disiplin-
Puzzle memiliki beragam jenisnya ada yang terbuat dari menurut-para-ahli).
karton dan ada yang terbuat dari kayu. Seiring waktu, semakin Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat
tinggi usia anak, maka makin tinggi tingkat kesulitan puzzle akan dipertegas bahwa disiplin adalah suatu sikap seseorang untuk
semakin bertambah. Biasanya hal itu ditunjukkan dengan jumlah mentaati peraturan yang didasari oleh kesadaan untuk
kepingan yang semakin banyak dengan ukuran yang lebih kecil. malaksanakan peraturan atau norma-norma yang berlaku di
Adapun beberapa jenis puzzle yang dapat digunakan masyarakat.
dalam proses pembelajaran melalui bermain untuk meningkatkan Sikap Disiplin dapat dibentuk oleh beberapa faktor. Sikap
sikap disiplin pada anak usia dini, yaitu: disiplin tidak merupakan sikap yang dibawa dari sejak lahir, dapat
1. Spelling puzzle, yakni puzzle yang terdiri dari gambar-gambar dibentuk oleh fakor lingkungan, baik dari keluarga, sekolah maupun
dan huruf-huruf acak untuk dijodohkan menjadi kosakata yang masyarakat. Disiplin merupakan pembiasaan yang dimiliki oleh
benar. seseorang. Secara umum faktor-faktor yang membentuk sikap
2. Jigsaw puzzle, yakni puzzle yang berupa beberapa pertanyaan disiplin terdiri dari 4 faktor, yaitu: 1) Mengikuti dan mentaati
untuk dijawab kemudian dari jawaban itu diambil huruf-huruf peraturan, yaitu suatu sikap untuk mengikuti peraturan yang
pertama untuk dirangkai menjadi sebuah kata yang merupakan berlaku supaya tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dari
jawaban pertanyaan yang paling akhir, etika aturan yang berlaku di masyarakat. Hal ini sebagai kelanjutan
3. The thing puzzle, yakni puzzle yang berupa deskripsi kalimat- dari adanya kesadaran diri yang dihasilkan oleh kemampuan dan
kalimat yang berhubungan dengan gambar-gambar benda kemauan diri yang kuat. Tekanan dari luar dirinya sebagai upaya
untuk dijodohkan, mendorong, menekan dan memaksa agar disiplin diterapkan dalam
ISBN: 978-602-74245-0-0 331
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
diri seseorang sehingga peraturan-peraturan diikuti dan berhasil tidaknya sesuatu yang dikerjakan.
dipraktikkan, 2) Kesadaran diri, yaitu pemahaman diri bahwa Disiplin sangat penting untuk dimiliki oleh setiap individu.
disiplin dianggap penting bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya. Menurut Tu’u (2004:38) dalam sebuah situs disebutkan bahwa
Selain itu, kesadaran diri menjadi motif yang sangat kuat disiplin mempunyai beberapa fungsi. Adapun fungsi-fungsi disiplin
terwujudnya disiplin, 3) Alat pendidikan, yaitu alat pendidikan untuk yang dimaksud, yaitu: 1) Menata kehidupan bersama, dan 2)
mempengaruhi, mengubah, membina dan membentuk perilaku membangun kepribadian, 3) melatih kepribadian, 4) pemaksaan
yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan, dan dan 5) hukuman (http://digilib.unnes.ac). Menata kehidupan
4) Hukuman, yaitu sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan bersama
meluruskan yang salah sehingga orang kembali pada perilaku yang Disiplin mempunyai fungsi untuk mengatur tata
sesuai dengan harapan kehidupan manusia dalam kelompok tertentu atau dalam
(http://munabarakati.blogspot.com/2012/06/faktor-yang- masyarakat. Dengan tata kehidupan berdisiplin, hubungan antara
mempengaruhi-dan-membentuk.html). individu yang satu dengan yang lain akan menjadi lebih baik dan
Berdasarkan sumber di atas jelas bahwa alat atau media lancar. Disiplin sangat penting, yaitu dapat: 1) Membangun
pendidikan dapat membentuk sikap disiplin seseorang khususnya kepribadian: suatu lingkungan yang mempunyai tingkat
dalam hal ini anak usia dini yang berumur 5-6 tahun. Diantara kedisiplinan yang baik akan mempunyai pengaruh yang kuat
media yang dimaksud adalah puzzle. Untuk menggabungkan atau terhadap kepribadian seseorang. Siswa merupakan sosok manusia
memasang potongan-potongan gambar tidak bisa menaruh muda yang sedang tumbuh kepribadiannya, apabila dalam
dengan sembarangan, oleh karena itu dibutuhkan kesabaran dan lingkungan sekolah terdapat suasana yang tertib, teratur, tenang
patuh yang sering disebut dengan disiplin terhadap aturan yang dan tentram, maka akan sangat berperan dalam membangun
berlaku untuk menempatkan potongan sesuai dengan tempat yang kepribadian yang baik, 2) Melatih kepribadian: suatu sikap, prilaku
semestinya. dan pola kehidupan yang baik dan berdisiplin tidak terbentuk
Demikian juga faktor lainnya yang juga dapat secara serta merta dalam waktu yang singkat, akan tetapi
mempengaruhi seperti: 1) faktor genetik, yaitu segala sesuatu terbentuk melalui proses yang panjang. Salah satu proses untuk
dibawa pada setiap individu sejak lahir yang merupakan membentuk kepribadian tersebut dilakukan melalui latihan, 3)
keturunan/warisan dari gen orangtua, dan 3) faktor lingkungan Pemaksaan:disiplin dapat terjadi karena adanya dorongan dan
yang memiliki peran penting terhadap sikap disiplin dari setiap kesadaran dari dalam dirinya sendiri dan ada pula yang muncul
individu. karena adanya pemaksaan dan tekanan yang berasal dari luar
Bagi anak lingkungan yang menunjang terutama dari dirinya. Sikap disiplin yang timbul dari dalam kesadaran diri sendiri
orangtua, pengasuh dan guru serta media yang tersedia untuk sifatnya sangat baik dan kuat. Dengan melakukan kepatuhan dan
menstimulasi perkembangan anak yang dibutuhkan sesuai dengan ketaatan atas kesadaran sendiri akan bermanfaat bagi kemajuan
perkembangannya akan membantu mengoptimalkan dan pengembangan dirinya, dan 4) Hukuman: Tata tertib sekolah
perkembangannya seperti sikap disiplin pada anak usia dini yang berisi hal-hal positif yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh
berusia 5-6 tahun, karena pada umur tersebut anak suka bermain siswa. Pelanggaran atas tata tertib sekolah akan dikenakan sanksi
membongkar dan memasang mainannya seperti bermain puzzle. atau hukuman. Pemberian sanksi atau hukuman sangat penting
Setiap individu mempunyai sikap disiplin yang berbeda- untuk menegakkan kedisiplinan siswa dan disamping itu juga dapat
beda, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang memberi dorongan bagi siswa untuk selalu patuh dan mentaati
mempengaruhinya seperti yang sudah diuraikan di atas. Untuk segala macam peraturan yang berlaku disekolah.
membedakan individu satu dengan yang lainnya dapat dilihat dari Manfaat disiplin adalah membuat siswa menjadi lebih
kelengkapan unsur-unsur disiplin yang dimilikinya. Disiplin terdiri tertib dan teratur dalam menjalankan kehidupannya untuk menjadi
dari 3 (tiga) jenis yakni: disiplin positif, disiplin negatif, dan disiplin lebih baik dari sekarang (http://syopian.net/blog/), demikian juga
murid. Namun jika dilihat dari kehidupan sehari-hari yaitu: 1) disiplin pada anak usia dini perlu ditanamkan sikap disiplinnya dengan
waktu: disiplin terhadap waktu adalah taat dan patuh dengan harapan ke depannya mereka bisa hidup lebih teratur lagi dan
sesuatu yang telah ditetapkan, 2) disiplin diri: disiplin diri dari sudut sukses dalam menjalani hidup sehari-harinya yang dilandasi oleh
pandang sosiologis dan psikologis diuraikan sebagai “suatu proses sikap disiplin baik di sekolah, di rumah maupun di masyarakat.
belajar dimana individu secara progresif belajar mengembangkan Anak dari usia dini dibiasakan hidup dengan disiplin sesuai dengan
kebiasaan diri serta tanggung jawab pribadinya terhadap usinya, maka setelah mereka tumbuh menjadi anak remaja bahkan
masyarakat”. Dengan demikian, adanya disiplin pribadi dengan sampai menjadi orangtua, maka anak akan tetap patuh kepada
sifat dan kebiasaan yang langsung melekat pada diri seseorang. peraturan yang berlaku dimanapun mereka berada.
Dari sifat dan kebiasaan itulah akan timbul sifat dan kemauan Demikian besar manfaat dai bermain puzzle bagi anak
dalam tingkah laku untuk mematuhi dan taat pada suatu aturan khususnya anak usia 5-6 tahun. Sikap disiplin merupakan sikap
secara sadar, bebas dari perdebatan-perdebatan dan perselisihan taat kepada aturan, etika, adat istiadat, yang dimiliki oleh
dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. seseorang. Sikap disiplin menjadi modal atau pondasi untuk
Disiplin ini akan memberikan pondasi yang kuat dalam keteraturan membentuk karakter anak, sehingga anak tumbuh menjadi anak
hidupnya, 3) disiplin positif: disiplin positif dapat diartikan sebagai yang kreatif, inovatif dan berkarakter, serta mampu beradaptasi
“proses atau hasil pengembangan karakter, pengendalian diri, dengan lingkungan dimanapun berada, sedangkan puzzle
keadaan teratur dan efisien”. Disiplin positif adalah hasil dari merupakan salah satu jenis permainan yang menggunakan
kebiasaan yang baik pada diri seseorang, dimana ia akan dapat potongan-potonga gambar dan jika dipasang kembali sesuai
mengendalikan diri secara teratur, dan 4) disiplin perbuatan: jenis dengan tempat yang cocok akan membentuk sebuat bentuk.
disiplin ini mengharuskan orang untuk mengikuti dengan ketat Dalam menempatkan potongan-potongan tersebut kepada
langkah tertentu dalam perbuatan agar dapat mencapai atau pemainnya dituntut sabar, jujur, teliti, cekatan serta disiplin, dengan
menghasilkan sesuatu dengan standar. Keharusan mengikuti harapan supaya potongan-potongan gambar atau bentuk tersebut
dengan ketat langkah atau perbuatan tersebut menentukan tepat ditaruh pada posisinya yang benar.
ISBN: 978-602-74245-0-0 332
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Dalam bermain puzzle anak tidak bisa sembarangan dan masalah yaitu menyusun gambar, 5) belajar bersosialisasi dengan
mengabaikan aturan, konsentrasi serta ketertiban memasang teman-temannya, memupuk rasa saling membutuhkan, dan 6)
potongan-potongan gambar tersebut tepat pada tempatnya, jika itu meningkatkan sikap disiplin anak. Pendekatan yang digunakan
terjadi akan berdampak kepada gagalnya anak bermain puzzle dan yaitu pendekatan eksperimen, metode pengumpulan data
dapat juga berdampak kepada emosi anak menjadi tidak stabil. menggunakan pedoman observasi sebagai metode pokok,
Untuk memperoleh hasil yang baik dalam bermain puzzle dokumentasi dan wawancara sebagai metode pelengkap, teknik
diperlukan sikap disiplin di samping faktor lain yang mendukung, penentuan subyek dengan studi populasi, sedangkan analisis data
karena sikap disiplin dan diberengi dengan konsentrasi yang tinggi dengan rumus ttes dengan menggunakan program SPSS. Hasil
serta kemampuan kognitif yang cukup akan membantu anak analisis data diperoleh (thitung) sebesar 7.654. Setelah
berhasil dalam bermain puzzle. Oleh karena itu dengan semakin dikonsultasikan dengan ttabel dengan db 20 pada taraf signifikansi
sering berhasil dalam bermain puzzle akan membantu 5% yaitu 2,086. Artinya thitung (7.654) ≥ ttabel (2,086) atau
meningkatkan kedisiplinan anak, dan lama kelamaan semakin probabilitas kesalahan (0,000) < 0,05, atau probabilitas kesalahan
dewasa sikap disiplin anak akan semakin tumbuh. (0,000) < 0,05, maka Ho ditolak. Dengan demikian, terdapat
perbedaan rata-rata yang signifikan antara data skor sikap disiplin
METODE PENELITIAN awal dan data skor sikap disiplin akhir pada anak usia 5-6 Tahun
Metode adalah suatu teknik atau cara yang digunakan TK AL-Ishah Kabupaten Lombok Barat, artinya bahwa bermain
dalam rangka pendekatan terhadap masalah yaitu menggunakan puzzle berpengaruh terhadap sikap disiplin pada anak usia 5-6
pendekatan dengan eksperimen dengan rancangan one group tahun. Bermain puzzle mempunyai pengaruh terhadap sikap
dengan jumlah populasinya 21 orang. Teknik pengumpulan data disiplin pada anak usia 5-6 tahun, oleh karena itu disarankan
menggunakan instrumen pedoman observasi sebagai metode kepada: 1) Kepala sekolah supaya memotivasi guru-guru agar
pokok, sedangkan dokumentasi dan wawancara sebagai metode memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk bermain
pelengkap. Pedoman observasi disusun berdasarkan indikator dari terutama bermain puzzle untuk meningkatkan sikap disiplin anak
sikap disiplin. Bentuk dan penskorannya menggunakan pola skala dan akan bermanfaat bagi kehidupan anak setelah tumbuh menjadi
Likert. Data yang diperoleh dianalisis dengan rumus ttest orang dewasa. Di samping itu kepala sekolah supaya melengkapi
menggunakan program SPSS. alat-alat permainan yang bersifat edukatif termasuk puzzle, 2)
kepada guru TK maupun PAUD supaya memberikan kesempatan
HASIL DAN PEMBAHASAN yang cukup kepada anak untuk bermain puzzle untuk
Berdasarkan data yang diperoleh, maka hasil analisisnya meningkatkan sikap disiplin anak, 3) kepada para orangtua
(thitung) sebesar 7.654. Setelah dikonsultasikan dengan ttabel dengan hendaknya memperhatikan perkembangan dan usia anak serta
db 20 pada taraf signifikansi 5% yaitu 2,086. Artinya thitung (7.654) orangtua memberikan waktu yang cukup kepada anak-anak untuk
≥ ttabel (2,086) atau probabilitas kesalahan (0,000) < 0,05, atau bermain terutama bermain puzzle supaya anak tumbuh menjadi
probabilitas kesalahan (0,000) < 0,05, maka Ho ditolak. Dengan anak yang disiplin sehingga berguna bagi keluarga, masyarakat
demikian, terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara data dan bangsa, 4) kepada para pemerhati anak usia dini supaya lebih
skor sikap disiplin awal dan data skor sikap disiplin akhir pada anak banyak mengadakan penelitian-penelitian yang hasilnya dapat
usia 5-6 Tahun TK AL-Ishah Kabupaten Lombok Barat. dimanfaatkan untuk kelangsungan anak.
Kesimpulannya yaitu tidak banyak guru-guru dan
orangtua menyadari bahwa dengan bermain puzzle dapat melatih DAFTAR PUSTAKA
anak untuk berdidiplin. Ini terbukti berdasarkan teori dan hasil Adenan , 2008, Media Permainan Anak Usia Dini, Jakarta: Balai
analisis data, bahwa bermain adalah kegiatan yang menyenangkan Pustaka.
bagi anak. Media yang digunakan oleh anak untuk bermain sangat Artini, Ni Putu. Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi Orang Tua
bervariasi sangat tergantung dengan kemampuan sekolah atau dengan Kedisiplinan Belajar Siswa di SMPN 1 Gangga
orangtua menyediakannya, dan usia serta perkembangan anak Tahun 2010/2011.
juga berpengaruh terhadap media bermain. Salah satunya Fadlillah, dkk. 2014. Edutaimment Pendidikan Anak Usia Dini,
menggunakan media puzzle. Bermain puzzle merupakan salah Jakarta: Kencana
satu cara yang dapat menarik karena cara ini dapat memotivasi Hadfield, 2008, Jenis Permainan Puzzle, Surabaya: SIC.
anak untuk menyukai pelajaran biologi. Puzzle merupakan jenis Harlock, 2001. Perkembangan Anak, (Alih Bahasa), Jakarta:
permainan potongan-potongan gambar atau benda tiga dimensi Erlangga.
yang utuh. Kreativitas dan logika anak sangat dibutuhkan agar http://digilib.unnes.ac.id
dapat menyelesaikan puzzle secara tepat dan cepat. Puzzle http://munabarakati.blogspot.com/2012/06/faktor-yang-
memiliki banyak manfaat diantaranya: 1) meningkatkan mempengaruhi-dan-membentuk.html
kemampuan berpikir dan membuat anak belajarberkonsentrasi. http://www.duniapelajar.com/2014/07/16/pengertian-disiplin-
Saat bermain puzzle, anak akan melatih sel-sel otaknya untuk menurut-para-ahli
mengembangkan kemampuan berpikirnya dan berkonsentrasi http://syopian.net/blog/
untuk menyelesaikan potongan-potongan kepingan gambar Montolalu, dkk, Bermain dan Permainan Anak, Jakarta, Universitas
tersebut, Melatih koordinasi tangan dan mata, 2) Puzzle dapat Terbuka.
melatih koordinasi tangan dan mata anak untuk mencocokkan Mutiah Diana, 2012. Psikologi Bermain Anak Usia Dini, Jakarta:
keping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. Kencana Prenada Media Group.
Puzzle juga membantu anak mengenal dan menghapal bentuk, 3) Tadkiroatun, 2005, Media Permainan Anak, Surabaya: SIC.
meningkatkan keterampilan kognitif (cognitive skill) berkaitan Yuliani Nurani Sujiono, 2012. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia
dengan kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah, 4) Dini, Jakarta: Indeks.
dengan bermain puzzle anak akan mencoba memecahkan

ISBN: 978-602-74245-0-0 333


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
REVIU LITERATUR TENTANG KETERAMPILAN PROSES SAINS
Ni Nyoman Sri Putu Verawati1 & Saiful Prayogi2
1Dosen Prodi pendidikan Fisika FKIP Unram
2Dosen Prodi pendidikan Fisika IKIP Mataram

Email: veyra_unram@yahoo.com

Abstrak: Keterampilan proses sains merupakan wujud sains sebagai proses, dan sangatlah penting untuk membantu pebelajar belajar
keterampilan proses sains atau inquiry skills untuk memecahkan masalah. Keterampilan proses intelektual yang diharapkan dalam
pembelajaran yang berorientasi pada hakikat sains adalah membangun prinsip melalui induksi, menjelaskan dan meramalkan,
pengamatan dan mencatat data, identifikasi dan mengendalikan variabel, membuat grafik untuk menemukan hubungan, perancangan dan
melaksanakan penyelidikan ilmiah, menggunakan teknologi dan matematika selama penyelidikan. Tulisan ini merupakan reviu literatur
yang mengungkap bagaimana hakikat pembelajaran sains, klasifikasi keterampilan proses sains, hubungan keterampilan proses sains
dan kemampuan berpikir operasional formal, serta peran guru dalam membelajarkan keterampilan proses sains.

Kata Kunci: Reviu Literatur, Keterampilan Proses Sains

PENDAHULUAN Keterampilan proses sains merupakan wujud sains


Pengetahuan pada dasarnya merupakan persepsi sebagai proses. Dalam pembelajaran sains, sangatlah penting
subyektif manusia atas berbagai obyek yang ada di alam semesta untuk membantu pebelajar belajar keterampilan proses sains atau
bahkan mungkin tanpa adanya penyelidikan lebih lanjut, dan inquiry skills untuk memecahkan masalah. Keterampilan proses
keseringan pengetahuan hanya terbatas pada apa yang diketahui intelektual yang diharapkan dalam pembelajaran yang berorientasi
saja. Oleh karena itu, kebenaran dari pengetahuan perlu pada hakikat sains adalah membangun prinsip melalui induksi,
dipertanyakan kembali. Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu menjelaskan dan meramalkan, pengamatan dan mencatat data,
yang besar, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat identifikasi dan mengendalikan variabel, membuat grafik untuk
dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk menemukan hubungan, perancangan dan melaksanakan
mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. penyelidikan ilmiah, menggunakan teknologi dan matematika
Ilmu merupakan pengetahuan yang kita pelajari sejak mulai bangku selama penyelidikan.
sekolah dasar sampai pendidikan tinggi. Ilmu pengetahuan adalah
serangkaian pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan Klasifikasi Keterampilan Proses Sains
penyelidikan, pengalaman (empiris) dan percobaan (eksperimen) Gagne menyatakan keterampilan proses sains adalah
yang didukung oleh bukti nyata serta dapat dipertanggung kemampuan-kemampuan dasar tertentu yang dibutuhkan untuk
jawabkan secara rasional. Ilmu pengetahuan membatasi diri hanya menggunakan dan memahami sains. Setiap keterampilan proses
kepada kejadian yang bersifat empiris. Jadi, terlihat jelas merupakan keterampilan intelektual yang khas yang digunakan
perbedaan antara pengetahuan (knowledge) dengan ilmu oleh semua ilmuwan, serta dapat digunakan untuk memahami
pengetahuan (science). fenomena apapun juga (Dahar, 1996). Hal ini sejalan dengan
Manusia pada dasarnya ingin tahu lebih banyak tentang pemikiran Padila (1990), yang menyatakan bahwa keterampilan
sains, antara lain sifat sains, model sains, dan kebenaran (filsafat) proses sains (Science Process Skill) dapat diartikan sebagai satu
sains. Carin (1993), mendefinisikan sains sebagai “The activity of set keterampilan yang dapat ditransfer dan menggambarkan
questioning and exploring the universe and finding and expressing kebiasaan seorang peneliti. Untuk pertama kalinya, keterampilan
it’s hidden order,” yaitu suatu kegiatan berupa pertanyaan dan proses sains dipopulerkan melalui proyek kurikulum Science - A
penyelidikan alam semesta dan penemuan dan pengungkapan Process Approach (SAPA) oleh Commision on Science Education
serangkaian rahasia alam. Piaget dalam Sanjaya (2008), of American Association for Advancement of Science (AAAS) pada
menyatakan hakikat sains sebagai; (1) Pengetahuan bukanlah tahun 1965 (Lumbantobing, 2004). SAPA mengelompokkan
merupakan gambaran dunia nyata belaka, akan tetapi selalu keterampilan proses sains menjadi dua kelompok utama, yaitu
merupakan konstruksi nyata melalui kegiatan subjek. (2) Subjek keterampilan proses sains dasar (basic science process skill) dan
membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang keterampilan proses terintegrasi (integrated science process skill)
perlu untuk pengetahuan. (3) Pengetahuan dibentuk dalam struktur (Padila, 1990).
konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan Beranjak dari hal ini, terdapat perberbedaan jenis
bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman- pengelompokan yang berkembang sekarang ini. Menurut Ash
pengalaman seseorang. Sains mengandung makna pengajuan (2000), perbedaan jenis pengelompokan ini terjadi karena adanya
pertanyaan, pencarian jawaban, pemahaman jawaban, perbedaan standar pendidikan sains lokal, daerah maupun
penyempurnaan jawaban baik tentang gejala maupun karakteristik nasional yang disesuaikan dengan kebutuhan pada saat itu.
alam sekitar melalui cara-cara sistematis. Belajar sains tidak Sebagai contoh SAPA merumuskan 12 keterampilan proses sains,
sekedar belajar informasi sains tentang fakta, konsep, prinsip, yang kemudian dispesifikasikan lagi menjadi enam keterampilan
hukum dalam wujud pengetahuan deklaratif, akan tetapi belajar dasar dan enam keterampilan terintegrasi. Kemudian dalam
sains juga belajar tentang cara memperoleh informasi sains, cara perkembangannya, SAPA merumuskan 14 keterampilan proses
sains dan teknologi bekerja dalam bentuk pengetahuan prosedural, sains yang meliputi delapan keterampilan proses dasar dan enam
termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan metode ilmiah dan keterampilan proses sains terintegrasi. Sedangkan, Longfield
sikap ilmiah. (1999), mengelompokkan keterampilan proses sains menjadi tiga
kelompok, yaitu basic, intermediet dan advance. Sedangkan

ISBN: 978-602-74245-0-0 334


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
beberapa contoh yang lain seperti Rustaman, et al. (2005) dan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir formal ini
Mechling et al. (1985) tidak mengelompokkan jenis-jenis adalah pebelajar yang sudah dapat berpikir secara operasional
keterampilan proses sains secara lebih spesifik. formal akan melakukan pengumpulan dan pengujian informasi
Keterampilan proses sains terdiri dari sejumlah indikator untuk memahami sebuah fenomena yang terjadi. Hal ini secara
yang menggambarkan proses memperoleh pengetahuan baru atau persis merupakan kegiatan yang terangkum dalam keterampilan
mengembangkan kemampuan yang telah dimiliki. Menurut Dahar proses sains, yaitu melakukan kegiatan penyelidikan.
dalam Hermita (2008), indikator keterampilan proses sains terdiri
dari mengamati, menafsirkan pengamatan, meramalkan, Metode dan Peran Guru dalam Pembelajaran Keterampilan
menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep, merencanakan Proses Sains
penelitian, berkomunikasi, dan mengajukan pertanyaan. Radford et al. (2002) mengungkapkan tiga kondisi yang
Menurut Semiawan (1992), keterampilan proses sains harus dipenuhi sebuah pembelajaran agar pebelajar dapat
meliputi keterampilan mengobservasi (menghitung, mengukur, mengalami proses pembelajaran keterampilan proses sains.
mengklasifikasi), mencari hubungan ruang/waktu, membuat Kondisi tersebut meliputi: a) pemahaman mengenai keterampilan
hipotesis, merencanakan penelitian, mengendalikan variabel, proses sains serta pentingnya dalam pembelajaran oleh guru; b)
interpretasi, menyusun kesimpulan sementara, meramalkan, pebelajar harus diberikan kesempatan untuk mempraktikkan
menerapkan dan mengkomunikasikan. Peter C. Gega keterampilan proses sains yang dimilikinya; c) adanya kegiatan
(1977), menyebutkan ada enam aspek keterampilan proses, evaluasi mengenai perkembangan keterampilan proses sains yang
meliputi: observasi, klasifikasi, pengukuran, mengkomunikasikan, dimiliki oleh pebelajar. Prinsip-prinsip pembelajaran yang
memberikan penjelasan atau interpretasi terhadap suatu dikemukakan diatas pada praktiknya dapat dimplementasikan
pengamatan, melakukan eksperimen (Hermita, 2008). dalam berbagai jenis metode ataupun strategi pembelajaran yang
sekarang banyak juga dianggap menjadi cara terbaik dalam
Hubungan Keterampilan Proses Sains dan Kemampuan membelajarkan keterampilan proses sains.
Berpikir Operasional Formal Beberapa metode atau kegiatan pembelajaran yang
Berkenaan dengan pembelajaran keterampilan proses dianggap cocok untuk mengembangkan keterampilan proses sains
sains, diketahui bahwa terdapat hubungan yang kuat antara adalah dengan kegiatan pemecahan masalah (Keil, et al., 2009),
penguasaan keterampilan proses sains dengan keterampilan menilai sebuah produk sains (Chiapetta, 1997), belajar hands–on.
berpikir formal pebelajar (Padila, et al., 1982; Matheis, et al., 1986). Berkenaan dengan aspek peran guru dalam kegiatan
Di sisi lain, ditemukan juga hubungan yang kuat antara pembelajaran keterampilan proses sains, Norman (1989)
kemampuan berpikir operasional formal dengan penguasaan menyimpulkan salah satu poin yang menjelaskan pentingnya peran
konsep pebelajar yaitu mendefinisikan kemampuan berpikir guru dalam proses pembelajaran keterampilan proses sains, yaitu
operasional formal sebagai beberapa kemampuan berpikir abstrak guru dapat memberikan gain yang signifikan bagi penguasaan
yang terdiri dari operasi-operasi formal (Talisayon, 2007; Tobin, keterampilan proses sains pebelajar. Ditinjau dari sumber lain,
1989; Piaget dalam Padilla, 1982a). Lebih lanjut, Flavell dalam Rustaman, et al. (2005), juga mengindikasikan hal yang sama
Dahar (1996), secara lebih spesifik mengungkapkan empat dengan mengungkapkan adanya peran guru dalam pembelajaran
karakteristik berpikir operasional formal. Keempat karakteristik keterampilan proses sains. Peran guru tersebut dikelompokkan
tersebut meliputi kemampuan berpikir hipotesis-deduktif, menjadi peran umum dan peran khusus. Lebih dalam mengenai hal
proporsional, kombinatorial dan refleksif. Penjabaran lebih lanjut ini, berikut dijabarkan peran umum guru dalam pembelajaran
mengenai hal ini dikemukakan berikut ini: keterampilan proses sains yang meliputi:
a. Kemampuan berpikir hipotesis-deduktif, yaitu kemampuan 1. Memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk
berpikir yang berhubungan dengan penemuan alternatif menggunakan keterampilan proses dalam melakukan
penjelasan atau hipotesis dalam menanggapi sebuah eksplorasi materi dan fenomena.
masalah dan melakukan peninjauan data setiap hipotesis 2. Memberi kesempatan pebelajar untuk berdiskusi dalam
untuk membuat keputusan yang layak. kelompok kecil atapun kelas.
b. Kemampuan berpikir proporsional, yaitu kemampuan berpikir 3. Mendengarkan pembicaraan dan mempelajari produk
yang berhubungan dengan kemampuan berpikir yang tidak pebelajar untuk menemukan proses yang diperlukan untuk
dibatasi benda-benda atau peristiwa-peristiwa yang konkret. membentuk gagasan pebelajar tersebut.
c. Kemampuan berpikir kombinatorial, yaitu kemampuan berpikir 4. Mendorong pebelajar untuk mengulas secara kritis terutama
yang berhubungan dengan kemampuan mengombinasikan tentang kegiatan yang telah dilakukan dalam proses
benda-benda, gagasangagasan atau preposisi-preposisi yang pembelajaran.
mungkin. 5. Memberikan teknik atau strategi untuk meningkatkan
d. Kemampuan berpikir refleksif, yaitu kemampuan berpikir keterampilan proses sains yang dimiliki oleh pebelajar.
mengenai satu seri operasional formal yang telah
dilakukannya. Hal ini dapat disampaikan dengan kata lain KESIMPULAN
bahwa pebelajar berpikir mengenai proses “berpikirnya”. Keterampilan proses sains telah menjadi bagian utama
Hal yang sangat penting dalam memahami hubungan dalam membelajarkan sain kepada siswa. Keterampilan proses
antara keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir sains meliputi keterampilan mengobservasi (menghitung,
operasional formal adalah adanya kesamaan yang persis diantara mengukur, mengklasifikasi), merumuskan permasalahan,
keterampilan proses sains dan beberapa kemampuan berpikir logis membuat hipotesis, mengidentifikasi variabel dan mendefinisikan
Piaget. Kesamaan yang dimaksud adalah mengidentifikasi dan secara operasional variabel-variabel tersebut, merencanakan
mengendalikan variabel, berhipotesis, mengaplikasikan penalaran penelitian dengan prosedur-prosedur yang tepat, analisis,
proporsional, mengelompokkan, mendeskripsikan hubungan dan interpretasi, inferensi, dan mengkomunikasikan hasil.
lain-lain. Kesimpulan secara sederhana dari hubungan
ISBN: 978-602-74245-0-0 335
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
DAFTAR PUSTAKA North Carolina, Science Education. 76(2): 211-222.
Ash, D. (2000). The Process Skills of Inquiry, Foundation, edisi Mechling, K., et al. (1985) A Recommended Science Competency
Agustus: 51-62 Continuum for Grades K-6 for Pennsylvania Schools.
Carin, A.A. 1993. Teaching Modern Science. New York: Macmillan Harrisburg: Pennsylvania Department of Education.
Publishing Company. Padilla, M.,J. 1990. The Science Process Skills. University of
Chiapetta, E.L. (1997). Inquiry-Based Science Strategies and Georgia, Athens
Techniques for Encouraging Inquiry in The Classroom, Padilla, M., J., Okey, J. R. dan Dillashaw, G. (1982) The
The Science Teacher, edisi Oktober : 22-26 Relationship between Science Process Skill and Formal
Dahar, R. W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Penerbit Thinking Abilities, Journal of Research in Science
Erlangga Teaching, 20 (3): 239 – 246.
Harlen, W.(1992). Primary Science. Taking the Plunge. Boston, Padilla, M.J. (1982a) Science Activities-For Thinking dalam
USA: Heinemann Educational Books. Padilla, M.J. (ed) (1982) Science and Early Adolescent.
Keil. C., Haney, J. dan Zoffel, J. (2009) Improvements in Student Washington: National Science Teacher Association.
Achievement and Science Process Skills Using Padilla, M.J. (1982b) Formal Operations and Midlle/Junior
Environmental Health Science Problem-Based Learning High School Science Education dalam Padilla, M.J. (ed)
Curricula. Electronic Journal of Science Education. 13 (1): (1982) Science and Early Adolescent. Washington:
1-18 National Science Teacher Association.
Lumbantobing, R. (2004) Comparative Study in Process Skill in Rustaman, N., Dirdjosoemarto, S., Yudianto, S.A. Achmad, Y.,
Elementary School and Textbook between Indonesia and Subekti, R., Rochintawati, D., Nujhani, M. (2005). Strategi
Japan, Journal of Hiroshima University, 53 (-): 31-38. Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press
Mattheis, F. E., Spooner, W. E., Coble, C. R., Takemura, S., Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Matsumoto, S., Matsumoto, K. dan Yoshida, A. (1986) A
Study of The Logigical Thinking Skills, Integrated
Process Skill, And Attitudes of Junior Hingh School in

ISBN: 978-602-74245-0-0 336


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN DAN ASSESMEN PEMBELAJARAN DI INDONESIA
Ni Wayan Rasmini
E-mail: Wayanrasmini1967@gmail.com

Abstrak: Pemerintah Indonesia selalu merekonstruksi kebijakan pendidikan dan paradigma pembelajaran namun juga terjadi kesenjangan
antara paradigma pendidikan, dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan secara berkala setiap
10 tahun atau 5 tahun atau sesuai kebutuhan, kurikulum pendidikan di Indonesia selalu direkostruksi. Pembaharuan kurikulum seperti:
Kurikulum 1984, 2006 (KTSP) dan K.13 bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan merelevansikan produk pendidikan
dengan kebutuhan tenaga kerja dan kemampuan berkarya. Tulisan ini bertujuan untuk memberi pemahaman yang akurat tentang
perubahan paradigma pendidikan dan assesmen pembelajaran yaitu: perubahan penyelenggaraan pendidikan, paradigma proses
pendidikan, kurikulum pembelajaran dan paradigma assesmen pembelajaran. Tulisan ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif
terhadap buku ilmiah, hasil penelitian dan hasil observasi lapangan yang dirumuskan secara runtut, teratur dan sistematis untuk
menghasilkan sebuah kesimpulan yang memiliki nilai ilmiah yang kredibel. Hasil kajian menemukan bahwa ada perubahan pengelolaan
atau manajemen pendidikan dari manajemen sentralistik menjadi desentralistik yang disesuaikan dengan kemampuan daerah atau
institusi yang disebut dengan manajemen berbasis sekolah (MBS). Terjadi perubahan yang sangat mendasar terhadap proses pendidikan
menjadi pembelajaran berorientasi peserta didik dan kompetensi yaitu merupakan kompetensi yang utuh antara pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai. Terjadi rekonstruksi berkelanjutan tentang kurikulum dalam pembelajaran, dengan menerapkan 8 Standar
Nasional Pendidikan (SNP) untuk mencapai peserta didik yang cerdas dan kompetitif. Terjadi perubahan yang mendasar mengenai
paradigma assesmen pembelajaran menjadi assesmen berbasis kelas dengan melakukan penilaian formatif yang melekat dengan proses
pembelajaran dengan teknik utama assesmen kinerja. Perubahan paradigma ini bertujuan untuk merelevansikan kualitas pendidikan
secara nasional dan global sehingga diharapkan kepada semua pihak untuk berpartisipasi optimal dalam menyukseskan program nasional
bidang pendidikan.

Kata Kunci: Paradigma Pendidikan dan Assesmen Pembelajaran

PENDAHULUAN Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan PP Nomor 25 Tahun


Perubahan paradigma pendidikan merupakan 2000 tentang otonomi daerah adalah penyerahan wewenang dari
pembaharuan sistem pendidikan nasional untuk memperbaharui pemerintah pusat kepada daerah untuk mengurus rumah
visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Hal ini tangganya sendiri (Tim Dosen, 2009) . Hal ini membawa implikasi
tertuang dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan tersendiri dalam manajemen penyelenggaraan pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Dalam UU Sisdiknas ini ada ditingkat sekolah. Salah satu pendekatan yang mengakomodasi
disebut dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan. Dari prinsip tuntutan terbaru pengelolaan pendidikan di daerah adalah
ini terlihat dengan jelas terjadi perubahan paradigma pendidikan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang ditetapkan melalui
dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dari prinsip peraturan menteri nomor 053/u/2001. Konsep ini bertujuan untuk
penyelenggaraan pendidikan yang diatur dalam UU Sisdiknas yang mendirikan, memberikan otoritas kepada sekolah, keleluasaan
jauh lebih maju dan lebih berorientasi pada teori dan praksis mengembangkan program sekolah dan mengelola sumber daya
pendidikan yang semakin mengedepankan nilai-nilai demokrasi dan potensi yang ada di sekolah sehingga terwujud sekolah yang
dan nilai-nilai global-universal dalam sistem pendidikan nasional. efektif dan bermutu. Yusuf (2015: 57) menyatakan peningkatan dan
Prisip penyelenggaraan ini diatur dalam Bab III, Pasal 4, yang pengendalian mutu memerlukan persiapan dan kesiapan pada
berbunyi: masing-masing komponen pendidikan dan tidak mungkin dilakukan
1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan penyiapan mutu terbaik secara sekaligus. Mutu yang baik pada
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi suatu saat mungkin telah ditinggalkan pada saat yang lain, karena
hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultur, dan tuntutan kebutuhan dan kemajuan Iptek.
kemajemukan bangsa; Pada sisi lain, perubahan pendidikan ini juga berkiblat
2. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang pada visi dan misi pembangunan pendidikan nasional yang telah
sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna; dirumuskan sebelumnya, yaitu pertama meningkatkan pemerataan
3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses dan perluasan untuk memperoleh pendidikan dan bersamaan
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang dengan peningkatan mutu. Kedua, mengembangkan wawasan
berlangsung sepanjang hayat; persaingan dan keunggulan bangsa Indonesia sehingga dapat
4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladan, bersaing secara global. Ketiga, memperkuat keterkaitan dengan
membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas kebutuhan pembangunan. Keempat medorong terciptanya
peserta didik dalam proses pembelajaran; masyarakat belajar. Kelima, merupakan sarana untuk menyiapkan
5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya generasi masa kini sekaligus masa depan. Keenam, merupakan
membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga sarana untuk memperkuat jati diri dalam proses industrialisasi dan
masyarakat; mendorong terjadinya perubahan masyarakat Indonesia dalam
6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua memasuki era globalisasi. (Mulyasa dalam Masnur Muslich, 2007)
komponen masyarakat melalui peran serta dalam Berdasarkan visi dan misi pendidikan nasional tersebut,
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
Dalam penyelenggaraan pendidikan ada beberapa hal membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
yang perlu mendapatkan perhatian yaitu setelah ditetapkannya dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

ISBN: 978-602-74245-0-0 337


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang kebutuhan organisasi atau lembaga pendidikan. Desentralisasi
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, berilmu membutuhkan keseimbangan antara independensi para
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung administrator serta komitmennya terhadap kelangsungan hidup
jawab. Hal ini diperlukan untuk melakukan perubahan paradigma lembaga pendidikan.
pendidikan dalam menghadapi perubahan di segala aspek Secara umum desentralisasi manajemen adalah proses
kehidupan yang terus akan terjadi di era globalisasi ini. pendelegasian atau pelimpahan wewenang atau kekuasaan dalam
Permasalahan tersebut akan dikaji menggunakan metode analisis sistem organisasi diberikan dari pimpinan atau atasan ke tingkat
deskriptif kualitatif terhadap buku ilmiah, hasil penelitian dan hasil bawahan. Tujuan umum dari desntralisasi manajemen di dalam
observasi lapangan yang dirumuskan secara runtut, teratur dan kehidupan berorganisasi adalah untuk meningkatkan efisiensi
sistematis untuk menghasilkan sebuah kesimpulan yang memiliki manajemen dan kepuasan kerja pegawai melalui pemecahan
nilai ilmiah yang kredibel. masalah-masalah yang berhubungan langsung dengan daerah
lokal. Dengan demikian desentralisasi manajemen pendidikan
PEMBAHASAN adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada
A. Perubahan Penyelenggaraan atau Manajemen Pendidikan daerah untuk membuat keputusan manajemen dan menyusun
Perubahan penyelenggaraan pendidikan dari sistem perencanaan sendiri dalam mengatasi masalah
sentralisasi yaitu semua kebijakan yang dikeluarkan dari pendidikan,dengan mengacu kepada sistem pendidikan nasional.
pemerintah pusat menuju desentralisasi. Karakteristik yang Dari hal tersebut praktik desentralisasi manajemen pendidikan
melekat pada kitab UU. No. 32/2004 telah membawa implikasi dapat diterapkan di dalam beberapa tingkat dan struktur organisasi
terhadap penyelenggaraan atau manajemen pendidikan nasional penyelenggara pendidikan, mulai dari tingkat nasional sampai pada
(Tim Dosen, 2009). Implikasi tersebut diantaranya bahwa setiap tingkat satuan pendidikan. Namun demikian, dalam praktiknya
manajemen penyelenggaraan pendidikan nasional harus juga tidak seluruh kewenangan tersebut dapat didesentralisasikan.
berlandaskan bottom up approach, karena di samping organisasi Kewenangan perumusan atau pembuatan kebijakan nasional
dan manajemen pendidikan nasional harus acceptable bagi mengenai pendidikan yang meliputi kurikulum, persyaratan-
masyarakatnya, juga harus accountable dalam melayani publik persyaratan pokok tentang jenjang pendidikan, persyaratan
terhadap kebutuhan pendidikan. Secara teknis dan operasional, pembukaan program baru, persyaratan tentang guru atau pendidik
tingkat atas eksistensinya tergantung rekomendasi kebutuhan di setiap jenjang pendidikan, kegiatan-kegiatan strategis lainnya
pada tingkat bawahnya secara berjenjang, dalam arti substansi, yang dipandang lebih efektif, efisien dan tepat jika tidak
proses, dan konteks penyelenggaraan pendidikan pada didesentralisasikan masih dilakukan dan diperlukan sentralisasi.
kabupaten/kota tidak mutlak sama, baik dengan daerah lainnya Perubahan atau pembaharuan sistem manajemen dalam
yang sederajat maupun daerah provinsi. Secara teoritis keragaman pemerintahan tersebut membawa implikasi langsung terhadap
itu akan memunculkan sinergisme yang didukung oleh keunggulan sistem pendidikan nasional, terutama yang berkaitan dengan
komperatif dan kompetitif masing-masing daerah dalam mencapai masalah substansi, proses dan konteks manajemen
tujuan-tujuan pendidikan. penyelenggaraan pembangunan pendidikan. Namun demikian,
Besar dan luasnya kewenangan dalam manajemen penyelenggaraan sistem pendidikan nasional untuk masa-masa
penyelenggaraan pendidikan akan tergantung kepada sistem mendatang walaupun telah memiliki perangkat pendukung
politik dalam memberikan keleluasaan tersebut. Namun demikian, perundang-undangan, juga masih dihadapkan pada sejumlah
sekalipun keleluasaan itu diberikan tidak dapat diartikan sebagai faktor yang menjadi tantangan dalam penerapan desentralisasi
pemberian kebebasan mutlak tanpa mempertimbangkan pendidikan di daerah. Seperti tingkat kematangan Sumber Daya
kepentingan nasional, sehingga menimbulkan konflik kepentingan Manusia (SDM) yang diperlukan oleh daerah setempat,
antara administrator pada tingkat pusat dengan administrator perkembangan ilmu dan teknologi, perkembangan dunia industri
pendidikan ditingkat kelembagaan satuan pendidikan. dan tingkat perkembangan lembaga-lembaga satuan pendidikan di
Sesungguhnya konflik kepentingan tersebut tidak perlu terjadi setiap daerah serta hal yang paling penting adalah terlalu
apabila para administrator tersebut memahami hakekat dan banyaknya campur tangan politik terhadap penyelenggaraan
urgensi perlunya desentralisasi dalam manajemen, yang walaupun pendidikan di daerah. Ini semua mengisyaratkan perlunya
terjadi tarik menarik kepentingan tersebut harus berdasarkan pada pemikiran dan kajian yang lebih matang dalam menyiapkan situasi
prinsip saling ketergantungan untuk menghasilkan sinergitas bagi lokal atau lembaga satuan pendidikan, agar desentralisasi dalam
tujuan-tujuan pembangunan pendidikan yang lebih luas. manajemen penyelenggaraan sistem pendidikan nasional
Struktur organisasi desentralisasi secara teoritis dilaksanakan dengan baik.
ditunjukkan dengan tingkat pengambilan keputusan yang terjadi Desentralisasi manajemen pendidikan berusaha untuk
dalam organisasi. Sebagian keputusan yang diambil dalam struktur mengurangi campur tangan atau intervensi pejabat atau unit pusat
desentralisasi adalah pada tingkat hirarki organisasi tertinggi, dan terhadap persoalan-persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa
apabila sebagian besar otoritas didelegasikan pada tingkatan yang diputuskan dan dilaksanakan oleh unit di tataran bawah,
rendah dalam organisasi, maka organisasi tersebut tergolong pada pemerintah daerah, atau masyarakat. Sehingga diharapkan terjadi
organisasi yang terdesentralisasi. Dengan demikian inti dari pemberdayaan peran unit di bawah atau peran rakyat atau
desentralisasi adalah adanya pembagian kewenangan oleh tingkat masyarakat daerah. Walaupun begitu luasnya otonomi dalam
organisasi di atas kepada organisasi di bawahnya. Implikasi dari pendidikan diberikan kepada daerah, tetap harus konsisten dengan
hal tersebut adalah desentralisasi akan membuat tanggung jawab sistem konstitusi. Walaupun bidang administrasi dan manajemen
yang lebih besar kepada pimpinan di tiap level organisasi dalam pendidikan termasuk bidang yang diserahkan dan wajib
melaksanakan tugasnya serta memberikan kebebasan dalam dilaksanakan oleh daerah, namun perlu adanya ketegasan bidang-
bertindak. Dengan desentralisasi akan meningkatkan bidang garapan apa yang menjadi wewenang daerah. Tampaknya
independensi para administrator atau tenaga kependidikan untuk manajemen aspek-aspek pendidikan yang berkaitan dengan
berpikir dan bertindak dalam satu tim tanpa mengorbankan identitas dan integritas bangsa memerlukan standarisasi nasional
ISBN: 978-602-74245-0-0 338
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
melalui komitmen politik. Sedangkan manajemen aspek-aspek bebasis kecepatan kelompok akan mengabaikan kebutuhan
spesifik dan model penyelenggaraan pendidikan menjadi pembelajaran anak-anak di bawah rata-rata dan tidak memotivasi
wewenang masing-masing daerah, sehingga keinginan, kebutuhan kemampuan anak di atas rata-rata. Kurikulum yang menerapkan
dan harapan semua pihak dapat tercapai. Artinya, pencapain umpan balik tertunda membuat alat pendidikan tidak bermakna.
warga Negara yang bermutu dapat dapat diprediksi mempunyai Pembelajaran berbasis buku teks dan berorientasi mata pelajaran
kapabilitas dan keunggulan kompetitif dalam percaturan global. tidak akan menantang murid mencari pengalaman yang luas serta
pembentukan nilai-nilai kearifan lokal dan nasional. Kurikulum yang
B. Perubahan Paradigma Proses Pendidikan pembelajarannya berbasis ruang kelas dan berbasis guru tidak
Dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan nasional menantang peserta didik untuk menggunakan lingkungan sebagai
telah ditetapkan visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan sumber belajar serta tidak membangun kreativitas peserta didik
nasional. Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem sebagai subjek belajar. Kurikulum yang menerapkan penilaian
pendidikan sebagai pranata social yang kuat dan berwibawa untuk acuan norma membuat nilai yang diperoleh oleh peserta didik tidak
memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menggambarkan kompetensi capaian.
menjadi manusia berkualtas sehingga mampu dan proaktif Menanggapi perkembangan kurikulum pemerintah
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. secara nasional mengeluarkan PP No. 19 tahun 2005 tentang
Salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah Standar Nasional Pendidikan (SNP) (Masnur, 2009) dengan
pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan delapan Standar Nasional Pendidikan. SNP ini menjadi panduan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. dan dapat dikembangkan oleh masing-masing sekolah, sehingga
Dalam proses tersebut diperlukan guru yang memberikan setiap sekolah akan memiliki KTSP yang khas. Perkembangan
keteladanan, membangun kemauan, serta mengembangkan KTSP ini diharapkan dapat mengadopsi perbedaan-perbedaan
potensi dan kreativitas peserta didik. Implikasi dari prinsip ini yang terjadi di setiap sekolah di Indonesia sehingga dapat
adalah pergeseran atau perubahan paradigma proses digunakan sebagai alat pemersatu. Hal ini harus menjadi
pendidikan yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma kesadaran kita semua terutama bagi penyelenggara Negara dari
pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta hulu sampai hilir.
didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan Memahami uraian di atas selayaknyalah setiap
belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, perubahan kurikulum diantisifasi dan dipahami oleh semua pihak,
dinilai dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. karena perkembangan kurikulum sebagai rancangan pembelajaran
Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam keseluruhan
menengah harus interaktif, insfiratif, menyenangkan, menantang kegiatan pembelajaran yang menentukan kualitas proses dan hasil
dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta pembelajaran. Sekolah sebagai pelaksana pendidikan baik kepala
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik sangat
kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik, berkepentingan dan akan terkena dampak langsung oleh
serta psikologis peserta didik. Keberhasilan proses pembelajaran perubahan kurikulum. Di samping itu, masyarakat, orang tua,
ini sangat tergantung dari kurikulum dan guru sebagai agen pemakai lulusan, dan para birokrat dari pusat maupun daerah akan
pembelajaran. kena dampak dari perubahan kurikulum. Hal penting yang perlu
Proses pembelajaran pada kurikulum sebelum 2006 ditekankan adalah apa yang harus dilakukan, siapa yang harus
(KTSP), pengetahuan bersumber pada guru dan berorientasi dilibatkan dan bagaimana caranya kurikulum tersebut
proses belajar transper pengetahuan pada peserta didik sehingga diimplementasikan secara efektif dan efisien dalam proses
cenderung peserta didik sebagai objek dengan hanya melakukan pembelajaran. Oleh karena itu diperlukan strategi implementasi
interaksi yang terbatas sehingga hasil belajar hanya dibatasi oleh kurikulum di sekolah secara efektif dan efisien dalam
pembentukan ranah kognitif taraf rendah. Instrument penilaian mengoftimalkan kualitas pembelajaran. Diperlukan sikap positif
mengagungkan tes dengan pedoman acuan norma, sehingga tidak dengan mengkaji dan memahami implementasinya di sekolah,
menggambarkan kompetensi. memahami kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan dalam
implementasinya.
C. Perubahan Kurikulum dalam Pembelajaran Keberhasilan atau kegagalan implementasi kurikulum di
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sekolah sangat bergantung pada guru dan kepala sekolah, karena
persaingan global menuntut ketatnya persaingan sumber daya dua pigur tersebut merupakan kunci yang menentukan serta
manusia yang menjadi produk lembaga pendidikan. Maka menggerakkan berbagai komponen dan demensi sekolah lainnya.
senantiasa program pendidikan yang dikemas dalam bentuk Perubahan kurikulum menuntut guru dapat membuktikan
kurikulum selalu berkembang sesuai dengan tuntutan jamannya. profesionalismenya dalam mengembangkan RPP yang digali dari
Kurikulum 1975 berubah dan berkembang menjadi kurikulum 1984, KD, dan mengejawantahkan potensi diri, bakat, dan minat peserta
berubah lagi menjadi kurikulum 1994, dan berkembang dengan uji didik agar pembelajaran menjadi bermakna. Guru harus mampu
coba KBK tahun 2005 dan terbentuklah kurikulum 2006 (KTSP). menyusun RPP yang baik, juga mampu memberikan keleluasaan
Kurikulum sebelum uji coba KBK menjadi KTSP memiliki ciri-ciri dan ruang gerak kepada peserta didik untuk mencari, membangun,
sebagai berikut: berbasis isi, berbasis waktu, berorientasi pada membentuk, mengaplikasikan, serta mengembangkan ilmu,
kecepatan kelompok, pemberian umpan balik tertunda, berbasis pengetahuan, teknologi dan seni dalam kehidupan sehari-harinya.
buku teks, berorientasi pada mata pelajaran, berbasis ruang kelas, Pengembangan kualitas pembelajaran pada setiap perubahan
berbasis guru, dan penilaian menggunakan acuan norma. kurikulum menjadi tanggungjawab guru, agar pengelolaan
Penerapan kurikulum berbasis isi membuat beban pembelajaran dapat membentuk kompetensi peserta didik secara
pembelajaran berorientasi kognitif tanpa mempertimbangkan optimal. Sukses tidaknya implementasi kurikulum ditentukan oleh
pembentukan nilai-nilai dan keterampilan. Kurikulum berbasis kemampuan guru mengkaitkan pengetahuan dan pengalaman
waktu membuat waktu sebagai orientasi tamatan. Kurikulum mereka terhadap penerapan kurikulum dan tugas yang dibebankan
ISBN: 978-602-74245-0-0 339
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
kepadanya sebagai guru yang profesional. Sukmadinata (2002) penilaiannya akan berusaha meningkatkan prestasinya sesuai
mengungkapkan bahwa hambatan utama dalam pengembangan dengan kemampuannya.
kurikulum di sekolah terletak pada guru, karena kurangnya Kompetensi hasil belajar pada kurikulum KTSP terdiri
pengetahuan dan kemampuan guru itu sendiri. Komponen lain dari akumulasi kompotensi kognitif, afektif dan psikomotorik yang
seperti sumber belajar, sarana prasarana, kondisi ruang belajar, diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Masnur,
perpustakaan, laboratorium, dan alat bantu pembelajaran turut 2009). Tiga kompetensi tersebut dan juga beberapa kompetensi
memberi andil terhadap sukses atau gagalnya pelaksanaan pendukung lainnya dievaluasi dengan berbagai teknik secara
kurikulum. Pengelolaan pembelajaran yang efektif dan langsung dan terus menerus seperti: teknik unjuk kerja, penilaian
menyenangkan menuntut guru lebih sabar, penuh perhatian dan sikap, tes tertulis, penilaian produk, penilaian proyek, penilaian
pengertian, berpikir kreatif, berdedikasi dapat menumbuhkan rasa fortofolio dan penilaian diri. Masing-masing teknik tersebut
percaya diri pada peserta didik. Suasana ini menimbulkan situasi dilengkapi dengan instrument pengukuran, skala penilaian, dan
pembelajaran yang kondusif dan situasi bersehabat antara guru kreteria ketuntasan minimal. Disertai pula dengan petunjuk
dan peserta didik, serta dapat menyamakan persepsi semua pihak pelaksanaannya serta relevansi penggunaannya.
untuk melaksanakan kurikulum secara utuh dan konsekuen. Pada praktiknya, PBK sangat beragam, jenis dan model
Kondisi riil yang terjadi di dunia persekolahan di mana yang dipakai amat bergantung pada jenis kompetensi dan
Indonesia bahwa masih sangat sedikit sekolah sebagai satuan indikator hasil belajar yang ingin dicapai, tipe materi pembelajaran,
pendidikan memenuhi 8 standar nasional pendidikan seperti : 1) dan tujuan penilaian itu sendiri. Keragaman PBK dimaksudkan
standar pendidik dan tenaga kependidikan, 2) standar sarana untuk menuntut guru lebih profesional dan bertanggung jawab
prasana, 3) standar pengelolaan, 4) standar pembiayaan, 5) ketika menentukan pilihannya. Ada perubahan paradigma yang
standar isi, 6) standar proses, 7) standar penilaian, 8) standar cukup mendasar tentang visi dan misi penilaian paradigma lama
kompetensi lulusan. dengan paradigma baru seperti: tujuan penilaian, lama:
menghakimi dan memponis peserta didik, sedangkan yang baru:
D. Perubahan Paradigma Assesmen Pembelajaran mengetahui perkembangan hasil belajar peserta didik;
Perubahan paradigma pendidikan tidak hanya menuntut pelaksanaan, lama: akhir satuan pembelajaran, sedangkan yang
adanya perubahan dalam proses pembelajaran, tetapi juga baru: teritegrasi dalam proses pembelajaran; jenis penilaian, lama:
termasuk perubahan dalam melaksanakan assesmen tertentu dan tunggal, sedangkan yang baru: bervariasi dan
pembelajaran peserta didik, yang sering disebut assesmen kelas. konprehensif; cara penilaian, lama: dilakukan guru, sedangkan
Yusuf (2015:170) menyatakan bahwa assesmen kelas merupakan yang baru: dilakukan guru dan peserta didik; kegunaan, lama:
kegiatan penilaian yang berpusat pada peserta didik, merupakan untuk menentukan prestasi peserta didik, sedangkan yang baru:
assesmen formatif bukan sumatif, dilaksanakan terpadu dengan untuk menentukaan ketercapaian kompetensi peserta didik.
kegiatan pembelajaran, memiliki konteks spesifik, menggunakan Sedangkan hasil belajar paradigma lama mengutamakan
teknik yang bervariasi, berbasis pada praktik pembelajaran yang ranah kognitif atau pengetahuan fakta-fakta tanpa berorientasi
baik, mampu menilai kualitas belajar tinggkat tinggi sesuai dengan pada pembentukan nilai-nilai dan keterampilan hidup. Proses
perkembangan penilaian dewasa ini, dan dapat menciptakan penilaian dilakukan secara berkala seperti ujian tengah dan akhir
pembelajaran yang lebih bermakna. Dalam paradigma lama, semester dengan tes tertulis sebagai alat utama. Hal ini
penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) yang mengakibatkan lulusan menjadi tidak memiliki kompetensi yang
cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, dan kadang- utuh shingga tamatan lembaga pendidikan tidak mampu mengisi
kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes obyektif. kebutuhan tanaga kerja di lapangan, dan kurang mampu untuk
Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik berkarya.
kerapkali diabaikan. Evaluasi hasil belajar yang didapatkan di atas merupakan
Dalam pembelajaran KTSP maupun K.13 penilaian evaluasi internal yang dilakukan oleh guru dan peserta didik,
pembelajaran tidak hanya ditujukan untuk mengukur tingkat namun demikian dalam perundang-undangan ada disebutkan
kemampuan kognitif semata, tetapi mencakup seluruh aspek tentang evaluasi eksternal yang dilakukan oleh orang lain yang
kepribadian peserta didik, seperti: perkembangan moral, tidak terkait secara langsung dengan proses pembelajaran seperti
perkembangan emosional, perkembangan sosial dan aspek-aspek pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan
kepribadian individu lainnya. Demikian pula, penilaian tidak hanya Kebudayaan Nasional, dalam bentuk Ujian Nasional. Namun dalam
bertumpu pada penilaian produk, tetapi juga mempertimbangkan praktik pelaksanaan dilapangan terlalu banyak dipengaruhi oleh
segi proses. Kesemuanya itu menuntut adanya perubahan dalam situasi politik.
pendekatan dan teknik penilaian pembelajaran peserta didik. Untuk
itulah, Masnur (2007) meluncurkan Model Penilaian Pembelajaran KESIMPULAN
peserta didik, dengan apa yang disebut Penilaian Berbasis Kelas 1. Perubahan penyelenggaraan pendidikan dari sistem
(PBK). sentralisasi yaitu semua kebijakan yang dikeluarkan dari
Menurut Puskur (dalam Masnur 2007) bahwa PBK pemerintah pusat menuju desentralisasi yaitu pelimpahan
merupakan suatu kegiatan mengumpulkan informasi tentang wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah untuk
proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru membuat keputusan manajemen dan menyusun perencanaan
yang bersangkutan sehingga penilaian tersebut akan mengukur sendiri dalam mengatasi masalah pendidikan, dengan
apa yang hendak diukur dari peserta didik. salah satu prinsip mengacu kepada sistem pendidikan nasional.
penilaian berbasis kelas ialah penilaian dilakukan oleh guru dan 2. Pergeseran atau perubahan paradigma proses pendidikan
peserta didik. hal ini perlu dilakukan bersama karena hanya guru yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran.
yang bersangkutan yang paling mengetahui tingkat pencapaian Proses pembelajaran pada kurikulum sebelum 2006 (KTSP)
belajar peserta didik yang diajarnya. Selain itu, peserta didik yang atau K. 13 pengetahuan bersumber pada guru dan berorientasi
telah diberitahu oleh guru tersebut tersebut bentuk/cara proses belajar transper pengetahuan pada peserta didik
ISBN: 978-602-74245-0-0 340
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
sehingga cenderung peserta didik sebagai objek dengan hanya semata, tetapi mencakup seluruh aspek kepribadian peserta
melakukan interaksi yang terbatas sehingga hasil belajar hanya didik, seperti: perkembangan moral, perkembangan emosional,
dibatasi oleh pembentukan ranah kognitif taraf rendah. perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian individu
3. Perubahan kurikulum yaitu Kurikulum 1975 berubah dan lainnya, yang dilakukan secara terus menerus dan objektif,
berkembang menjadi kurikulum 1984, berubah lagi menjadi untuk memperoleh kesatuan kompetensi antara kognitif, afektif
kurikulum 1994, dan berkembang dengan uji coba KBK tahun dan psikomotor.
2005 dan terbentuklah kurikulum 2006 (KTSP). Kurikulum
sebelum uji coba KBK menjadi KTSP bahkan ke K.13 memiliki DAFTAR PUSTAKA
ciri-ciri sebagai berikut: berbasis isi, berbasis waktu, Muslich Masnur, 2007. KTSP Pembelajaran berbasis Kompetensi
berorientasi pada kecepatan kelompok, pemberian umpan dan Kontekstual. Jakarta: PT Bumi Aksara
balik tertunda, berbasis buku teks, berorientasi pada mata ------------------, 2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
pelajaran, berbasis ruang kelas, berbasis guru, dan penilaian (KTSP) Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta:
menggunakan acuan norma. Kurikulum berbasis kompetensi, PT. Bumi Aksara
dengan pembelajaran berpusat pada peserta didik, Republik Indonesia, 2003. Undang-Undang Republik Indonesia
berorientasi proses dan keaktifan peserta didik untuk Nomor 20 Tahun 2003Tentang Sistem Pendidikan
membangun manusia cerdas dan kompetitif, terampil bekerja Nasional. Departemen Pendidikan Nasional: Direktorat
dan berkarya di kancah nasional dan internasional. Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
4. Perubahan paradigma evaluasi hasil belajar dalam paradigma Sukmadinata, Nana Syaodih. 2002. Pengembangan Kurikulum.
lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil Bandung: Remaja Rosdakarya
(produk) yang cenderung hanya menilai kemampuan aspek Tim Dosen administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan
kognitif, dan kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui Indonesia, 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung:
bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif Alfabeta
dan psikomotorik kerapkali diabaikan. Sedangkan dalam Yusuf, A. Muri, 2015. Assesmen dan Evaluasi Pendidikan Pilar
pembelajaran KTSP, dan K. 13 penilaian pembelajaran tidak Penyedia Informasi dan Kegiatan Pengendali Mutu
hanya ditujukan untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif Pendidikan. Jakarta: PRENADA MEDIA GROUP.

ISBN: 978-602-74245-0-0 341


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
STUDI KETERAMPILAN PROSES SAINS MELALUI TEKNIK IDENTIFIKASI HEWAN
Nofisulastri
Dosen Prodi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram
E-mail: nofi2001millenia@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keefektifan tingkat keterampilan proses sains melalui studi komparatif
morfologi dan anatomi Planaria Sp dan Hydra Sp. guna menemukan strategi pengajaran tepat guna dalam mata kuliah Taksonomi Hewan
kedepannya. Sampel penelitian merupakan seluruh mahasiswa Semester III Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram
dari Tahun Akademik 2014/2015 (106 orang) dan Tahun Akademik 2015/2016 (70 orang). Penelitian ini berupa quasy experimental
dengan parameter diukur menggunakan lembar observasi (skala 1 – 4) dan intrepretasi data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.
Kegiatan dilaksanakan dalam dua pertemuan dengan proses penilaian masing-masing ditinjau dari kemampuan dalam teknik pengambilan
sampel, pengamatan langsung (mengamati dan mendeskripsikan), penafsiran data (menjelaskan proses dan hasil yang diperoleh), dan
berkomunikasi (mengemukakan pendapat dan menyimpulkan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui studi komparatif atau
identifikasi Planaria Sp. dan Hydra Sp. yang diberikan treatment lebih efektif meningkatkan keterampilan proses sains pada mahasiswa
semester III Tahun Akademik 2015/2016 dari pada periode sebelumnya yaitu 47,1% berkategori tinggi (4.93 > 1.68).

Kata Kunci: Keterampilan proses sains, Planaria Sp., Hydra Sp.

PENDAHULUAN 2015 dalam Bachtiar, 2015). Dengan demikian, pengembangan


Berdasarkan harian umum Batara Raya Media edisi kompetensi keterampilan metode ilmiah perlu diintegrasikan dalam
Rabu, tanggal 19 Sepember 2012 (Choiri), kegiatan membenahi proses pembelajaran agar capaian kompetensi pembelajaran
motivasi dan prestasi merupakan kegiatan awal pembelajaran. dapat diperoleh secara holistik.
Kegiatan itu perlu dirancang sebaik mungkin guna Penelitian ini merupakan aplikasi dari hasil penelitian
mengkoordinasikan murid-murid untuk “siap” belajar, menerima terdahulu yang membahas tentang teknik identifikasi hewan
pelajaran dengan bertanya dan menggali ilmu pengetahuan yang dengan tujuan akhir memperbaiki kinerja doisen pengampu mata
akan dipelajari. Kegiatan yang bisa memberikan motivasi dapat kuliah Taksonomi Hewan terutama dalam meningkatkan
dilakukan dengan menggunakan berbagai metode dan kemampuan atau keterampilan sains mahasiswa Pendidikan
pendekatan, misalnya metode ceramah (bercerita), peragaan, Biologi di FPMIPA IKIP Mataram.
demonstrasi, dan sosiodrama serta metode tanya jawab. Pada
kegiatan memberikan motivasi, guru hendaknya memberikan METODE
pertanyaan awal yang mengarahkan pada materi yang akan Penelitian ini merupakan quasy experiment dengan
dibahas, sehingga muncul berbagai opini anak tentang bebagai menggunakan the prepost design. Sampel penelitian adalah
macam pelajaran. Hal ini penting sekali bagi murid untuk seluruh mahasiswa semester III Tahun Akademik 2014/2015 dan
menghilangkan pola pembelajaran DDCH (duduk, dengar, catat 2015/2016 sebanyak 176 orang (disajikan pada Tabel 1).
dan hapal). Pola pembelajaran DDCH punya kelemahan, seperti, Menurut Trianto dalam Delisman dkk (2013),
kurangnya interaksi guru sehingga murid dapat menurunkan mengemukakan tentang enam keterampilan dasar dari
motivasi anak belajar, murid apatis karena tidak ada keaktifan keterampilan proses, yaitu observasi (pengamatan),
terlihat dalam proses pembelajaran, murid kesulitan memahami pengklasifikasian, penginferensian, peramalan,
konsep materi pelajaran, munculnya trauma murid kepada guru pengkomunikasikan, dan. pengukuran. Namun, dalam kegiatan
yang mengajar, materi pelajaran yang diserap murid masuk dalam yang dilakukan hanya diobservasi beberapa indikator dan
ingatan jangka pendek, prestasi pembelajaran cenderung dipertegas oleh Dimyati dan Mudjiono (2006), penerapan
menurun. pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran perlu
Dampaknya, sebagian mahasiswa Pendidikan Biologi mempertimbangkan dan memperhatikan karakteristik siswa dan
IKIP Mataram masih membawa tradisi tersebut. Artinya lebih mata pelajaran.
mengandalkan dosen memberikan materi, ceramah, dan Tahapan kegiatan K2014 meliputi teknik pengambilan
mahasiswa mengerjakan tugas saja. Sedangkan selain di kelas, sampel (Nofisulastri dkk., 2013), pengamatan langsung
beberapa matakuliah menuntut mahasiswa mampu menggunakan mikroskop disertai pengisian lembar kerja, dan
mengaplikasi/mendeskripsikan materi yang diterima. Hasil berkomunikasi (mengemukakan pendapat dan kemampuan
observasi yang disebar di angkatan sebelumnya, sebanyak 76% menarik kesimpulan. Sedangkan untuk K2013 hanya diperlakukan
masih mengeluhkan dengan apa yang mereka terima yaitu sebatas berbeda pada tahapan teknik pengambilan sampel dimana hanya
umpan balik biasa seperti diskusi, tugas, dan mengamati contoh diberikan dalam bentuk demonstrasi saja. Setiap keterlaksanaan
yang ada. Walaupun hasil kognitif diperoleh cukup memuaskan tahapan diobservasi dengan pemberian skoring (skala 1 – 4) untuk
tetapi perlu adanya penelusuran lebih jauh sejauh mana melihat aktivitas atau keterampilan proses sains mahasiswa secara
keterampilan sains yang nyata dan pada akhirnya bisa diterapkan klasikal, selanjutnya data dinterpretasi secara kualitatif (kategori
nantinya. rendah – sangat tinggi). Penarikan kesimpulan akhir dikemas
Sejumlah studi menunjukkan bahwa desain secara kuantitatif menggunakan uji t 1% (SPSS programme ver.
pembelajaran berbasis sains yang berorientasi pada 16).
pengembangan keterampilan siswa dengan cara metode ilmiah
dapat berdampak pada peningkatan tujuan pembelajaran aspek
kompetensi pengetahuan (Tsai, 2015; Hugerat, dkk, 2014; Wang,

ISBN: 978-602-74245-0-0 342


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 1. Sampel penelitian pengambilan sampel langsung lokasi langsung (lokasi cuplikan
Jumlah Mahasiswa berbeda), selanjutnya sampel (Planaria sp. dan Hydra Sp.) yang
Sampel Total
Laki-laki Perempuan diperoleh diamati langsung dengan pemberian lembar kerja
2014/2015 22 84 106 praktikum. Instrumen ini memuat mendeskripsikan struktur tubuh,
2015/2016 17 53 70 ada tidaknya perbedaan struktur pada lokasi cuplikan yang
berbeda (kemampuan menganalisis), menafsirkan hasil data, dan
HASIL DAN PEMBAHASAN menarik kesimpulan. Pemantapan mahasiswa dengan
Tabel 2. Hasil keterampilan proses sains pada masing-masing melayangkan pertanyaan dan diskusi kasus, diduga tahap ini
parameter amatan menstimulir minat belajarnya untuk mengetahui lebih banyak
Hasil tentang teknik identifikasi hewan. Hal ini diperkuat dari hasil
No. Parameter K.2013 K.2014 penelitian Haryono (2006) dan Rizal (2014) yang mengemukakan
P1 P2 P1 P2 bahwa model pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan
1 Persiapan sedang sedang Sedang tinggi proses sains didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang
2 Pengambilan sedang sedang Tinggi tinggi menterjemahkan keterampilan proses sains ke dalam rangkaian
sampel proses pembelajaran di kelas, serta model pembelajaran berbasis
3 Mengamati rendah sedang Sedang tinggi keterampilan proses sains secara signifikan efektif untuk
4 Penafsiran rendah sedang Tinggi tinggi meningkatkan kemampuan proses sains siswa (dari 46,08%
Data menjadi 67,27%).
5 Berkomunikasi sedang sedang Sedang sedang
Kesimpulan 18,3 (sedang) 29,6 (tinggi) SIMPULAN DAN SARAN
Ket. K.2013/2014 = kelompok mahasiswa per tahun akademik Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui studi
P1 = pertemuan ke-1 (Planaria Sp.) komparatif atau identifikasi Planaria Sp. dan Hydra Sp. yang
P2 = pertemuan ke-2 (Hydra Sp.) diberikan treatment lebih efektif meningkatkan keterampilan proses
Tabel 3. Distribusi dan frekuensi keterampilan proses sains secara sains pada mahasiswa semester III Tahun Akademik 2015/2016
klasikal dari pada periode sebelumnya yaitu 47,1% berkategori tinggi (4.93
> 1.68). Namun perlu ada eksplorasi pada materi lainnya untuk
Frekuensi Interval
Kualifikasi menganalisis adatidaknya peningkatan terhadap penguasaan dan
K2013 (%) K2014 (%) Skor Mentah
pemahaman konsep mahasiswa dengan pemberian teknik
0,9 1,4 Sangat Tinggi 31 - 40
identifikasi hewan secara langsung.
23,6 49,3 Tinggi 21 – 30
45,3 35,5 Sedang 11 – 20
DAFTAR PUSTAKA
30,2 15,7 Rendah ≤ 12
Bachtiar W.R., 2015. Pengembangan Model Pembelajaran
Ket. K2013 dan K2014= kelompok mahasiswa angkatan 2013 Problem Mapping Concept Untuk Meningkatkan
dan 2014 Keterampilan Proses. JPFK, Vol. 1 No. 2, September 2015,
Kualifikasi data dikembangkan dari Smarabawa, dkk. (2013) hal 90 – 98.
Studi keterampilan proses sains mahasiswa diobservasi Delismar1, Rayandra A., Bambang H. Peningkatan Kreativitas dan
mulai tahapan persiapan bahan dan alat yang dipergunakan, Keterampilan Proses Sains Siswa melalui Penerapan
pengambilan cuplikan sampel dari lokasi berbeda (performans), Model Group Investigation.
mendeskripsikan struktur yang diketemukan atau penafsiran data Dimyati, & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT
(ketelitian, ketepatan dalam mengoperasikan alat dan sampel, dan Asdi Mahasatya
kemampuan menyimpulkan), dan kemampuan berkomunikasi. Haryono 2006. Model Pembelajaran Berbasis Peningkatan
Pengambilan kesimpulan adatidaknya perubahan kemampuan Keterampilan Proses Sains. Jurnal Pendidikan Dasar,
keterampilan proses sains mahasiswa dijabarkan dari tiap-tiap (Online), Vol. 7, No.1 Tahun 2006: 1-13. Surabaya
indikator/parameter tahapan melalui rataan skor observasi (skala Nofisulastri, Fajri R.S., Fajriani L., 2014. Identifikasi Profil Planaria
1-4) disajikan pada Tabel 2. Persentase keterampilan proses sains sp. Habitat Sungai Sekitar Wilayah Kota Mataram melalui
tertinggi untuk kelompok K2013 didominasi 45,3 % berkategori Teknik Pemancingan. Prosiding Seminar Nasional IKIP
sedang), sedangkan kelompok K2014 sebesar 49,3% dengan Mataram: Sains dan Inovasi Pembelajaran Berbasis
kategori tinggi (disajikan pada Tabel 3). Atau dengan melihat Kearifan Lokal. Mataram
rataan distribusi secara klasikal, menunjukkan bahwa keterampilan
Rizal M., 2014. Pengaruh Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan
proses pada K2014 > K2013 sebesar 47,1%. Multi Representasi terhadap Keterampilan Proses Sains
Berdasarkan analisis statistik, menunjukkan bahwa dan Penguasaan Konsep IPA Siswa SMP. Jurnal
dengan pemberian langsung/mandiri teknik identifikasi kepada Pendidikan Sains Vol.2, No.3, September 2014, Hal 159-
mahasiswa efektif meningkatkan keterampilan proses sains 165. Aceh. Smarabawa IGBN., Arnyana IB., Setiawan,
mahasiswa (4.93 > 1.68). Artinya, kelompok K2014 secara IGAN., 2013. Pengaruh Model Pembelajaran STM
signifikan lebih efektif meningkatkan keterampilan proses sains terhadap Pemahaman Konsep biologi dan Keterampilan
yaitu pada mahasiswa semester III Tahun Akademik 2015/2016 Berpikir Kreatif Siswa SMA. e-Journal Program
dari pada periode sebelumnya. Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program
Meningkatnya keterampilan proses sains pada kelompok Studi IPA,volume 3, tahun 2013. Bali.
K2014 diduga karena adanya demonstrasi sekaligus teknik

ISBN: 978-602-74245-0-0 343


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
HUBUNGAN STRESS DENGAN KECENDERUNGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA REMAJA
KOTA MATARAM
Nuraeni
Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling FIP IKIP Mataram
Email: nuraenifip@gmail.com

Abstrak: Ancaman dan tekanan yang mempengaruhi kehidupan manusia disebut dengan stresor. Stresor dapat mengakibatkan terjadi
tidaknya stres pada seseorang, yang dimaksud dengan stres adalah suatu kondisi dinamis dimana seseorang individu dikonfrontasikan
dengan suatu peluang, kendala, tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkan. Penyalahgunaan NAPZA sebagian besar
dilakukan oleh remaja karena remaja merupakan individu yang sedang berkembang dalam fase transisi. NAPZA adalah zat atau obat
apabila disalahgunakan akan menimbulkan ketergantungan dan berakibat sangat merugikan si pemakai atau orang lain disekitarnya.
Penyalahgunaan NAPZA adalah pemakaian secara tetap dan bukan untuk tujuan pengobatan atau digunakan tanpa aturan dan takaran
semestinya, sehingga penyalahgunaan NAPZA dapat dibedakan menjadi pengguna, penyalahguna dan pecandu. Sampel penelitian ini
sebanyak 45 orang yang pernah menggunakan dan masih menggunakan NAPZA. Teknik pengumpulan data penggunakan angket dan
teknik analisisa data menggunakan Produtc Moment. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang
positif signifikan antara stres dengan kecenderungan penyalahgunaan NAPZA, artinya stress, mempengaruhi tinggi rendahnya
kecenderungan penyalahgunaan NAPZA, hal ini didukung dengan besar sumbangannya 28,72%. Terdapat hubungan positif signifikan
antara stres dengan kecenderungan penyalahgunaan NAPZA, Artinya stres mempengaruhi tinggi rendahnya kecenderungan
penyalahgunaan NAPZA, hal ini didukung. Dengan demikian maka stres tinggi menyebabkan kecenderungan penyalahgunaan NAPZA
yang tinggi.

Kata Kunci: NAPZA, Stress, dan Remaja

PENDAHULUAN Berdasarkan fenomena diatas penyalahgunaan NAPZA


Penyalahgunaan NAPZA sebagian besar dilakukan oleh pada remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang
remaja, ini sejalan dengan hasil penelitian Hawari (2001) yang menyebabkan penyalahgunaan NAPZA pada remaja, ada
menyimpulkan bahwa NAPZA mulai disalahgunakan remaja usia beberapa pendapat. Goldman (1996) menyatakan bahwa ada
13-17 tahun sebanyak 97 %; 68 % menggunakan zat ganda harapan dan kepercayaan (ekspektasi) yang salah mengenai efek
(Alkohol, Sedatika atau Hipnotika dan Ganja); 80 % Responden dapat mendorong seseorang untuk menyalahgunakan NAPZA,
memperoleh dari temannya; alasan utama 88 % pengguna zat mampu mengurangi ketegangan, membuat santai, meningkatkan
tersebut untuk menghilangkan kecemasan, kemurungan, sukar gairah seksual dan agresivitas telah terbukti mampu mendorong
tidur, dan 36 responden menggunakan zat tersebut untuk perilaku penyalahgunaan NAPZA remaja. Bruce dan Emshoff
kesenangan/kenikmatan sesaat. Dari data dan sejumlah informasi (1992) juga menyatakan bahwa kondisi yang mempengaruhi
yang didapat, kecenderungan penyalahgunaan NAPZA ditinjau penyalahgunaan NAPZA adalah komunikasi yang buruk dengan
dari sisi usia adalah usia-usia yang tergolong produktif, yaitu keluarga, harga diri rendah, mudah terkena tekanan kelompok
remaja dan dewasa muda berkisar antara 15 – 30 tahun. Dari teman dan fungsi keluarga yang buruk.
aspek pendidikan tersangka penyalahgunaan NAPZA sebagian Penyalahgunaan NAPZA erat kaitannya dengan stres.
besar adalah pelajar SMU/SMK, disusul SLTP dan mahasiswa Stres muncul diakibatkan adanya stresor. Hawari (1993)
perguruan tinggi (Kompas, 8 Oktober 2014). menjelaskan bahwa dalam kehidupan sehari-hari manusia akan
Remaja sebagai generasi penerus bangsa dapat selalu dihadapkan pada bermacam-macam tantangan kehidupan
dipengaruhi untuk menyalahgunakan NAPZA. Menurut Brook, dkk yang dapat mengganggu keseimbangan dirinya, setiap keadaan
(1993) menyatakan bahwa keluarga yang kurang harmonis, atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan
kepribadian individu dan tekanan kelompok sebaya merupakan seseorang (anak, remaja, dewasa) sehingga orang itu
faktor yang besar pengaruhnya terhadap penyalahgunaan NAPZA mengadakan adaptasi atau menanggulangi stresor yang timbul.
dikalangan remaja, adapun sebab-sebab terjerumusnya remaja Stresor akan menyebabkan terjadi tidaknya stres.
dalam perilaku penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol karena Menurut Shultz dan Shultz, (1998) stres merupakan tanggapan
kesulitan terhadap yang dialami sehari-hari dalam kondisi ekonomi yang ada pada seseorang ketika berhadapan dengan lingkungan
keluarga yang kurang serta kurangnya kasih sayang. Adger (1996) dan bila tidak dapat mengatasi berakibat penyimpangan perilaku
juga menyatakan bahwa remaja yang identitas dirinya negatif akan berupa merokok berlebihan, minum minuman keras berlebihan,
menyebabkan remaja tersebut mudah menerima perilaku penyalahgunaan NAPZA. Inzana, dkk (1996) menjelaskan bahwa
penyalahgunaan NAPZA. Blau dan Gullota (1996) menyatakan stres itu mengacu pada kondisi psikologis dan fisiologis seseorang
bahwa banyak bukti yang menunjukkan tentang penyalahgunaan sehingga situasi yang penuh stres, situasi yang banyak tututan
NAPZA pada remaja yang dipengaruhi faktor sosial, intrapersonal, dapat menyebabkan konsekuensi yang tidak menyenangkan
dan perkembangan. Santoso, dkk (2000) menyatakan bahwa termasuk menaikkan kecemasan dan menurunkan kinerja.
berbagai masalah yang dihadapi oleh remaja pada saat ini, Luthans (1998) menyatakan stres secara umum dapat
terutama penurunan prestasi di sekolah dan penyalahgunaan diamati, tingkat stres yang tinggi dapat mempengaruhi: fisik (tingkat
NAPZA dan Winarto (2003) menyatakan perkembangan psikologis stres yang tinggi diikuti oleh tekanan darah yang tinggi dan mungkin
remaja adalah sedang dalam tahap pencarian identitas diri mengakibatkan serangan jantung), psikologis (tingkat stres yang
sehingga membuat mereka memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi mungkin akan diikuti oleh kemarahan, kecemasan, depresi,
besar dan mudah terpengaruh oleh lingkungan. gugup, sakit hati, tensi dan kebosanan), dan perilaku (perilaku yang

ISBN: 978-602-74245-0-0 344


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
mungkin menemani tingkat stres yang tinggi meliputi tidak selera sehingga tidak ada hal yang lebih penting selain mendapatkan
makan atau makan berlebihan, tidak dapat tidur, meningkatkan NAPZA, bila tidak memperoleh orang tersebut akan mengalami
konsumsi merokok, minuman keras dan penyalagunaan NAPZA), kesakitan.
dari uraian di atas tampak jelas bahwa tingkat stres yang tinggi Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
akan meningkatkan kecenderungan penyalahgunaan NAPZA. penyalahgunaan NAPZA adalah pemakaian secara tetap dan
Dari fenomena di atas dapat diasumsikan bahwa dengan bukan untuk tujuan pengobatan atau digunakan tanpa aturan dan
adanya stresor baik bersumber dari individu maupun dari takaran semestinya, paling sedikit selama satu bulan lamanya.
lingkungan akan menyebabkan terjadi tidaknya stres. Stres yang sehingga penyalahgunaan NAPZA dapat dibedakan menjadi
tinggi pada remaja akan menyebabkan meningkatnya perilaku pengguna, penyalahguna dan pecandu. Penyalahgunaan NAPZA
kecenderungan penyalahgunaan NAPZA pada remaja. ini akan menyebabkan gangguan fisik, mental, sosial dan
ketergantungan.
KAJIAN PUSTAKA Menurut Soewadi (1996) bahwa zat- zat yang sering
NAPZA adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman disalahgunakan yang dapat menyebabkan gangguan dapat
atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat digolongkan sebagai berikut :
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya 1. Opioida misalnya morfin, heroin, petidin dan candu.
rasa, mengurangi sampai hilangnya rasa nyeri dan dapat 2. Ganja atau kanabis, Mariyuana dan Hashish.
menimbulkan ketergantungan (UU RI No.22 Tahun 1997), 3. Kokain atau daun koka.
disamping itu banyak para pakar memberikan pengertian yang 4. Amfetamin.
pada prinsipnya mempunyai kesamaan. Menurut Hawari (1998) 5. Halusinogen misalnya LSD, Meskalin dan psilosin.
yang dimaksud dengan zat atau obat yang sering disalahgunakan 6. Sedativa dan hipnotika misalnya matal, nipam, rivo
adalah narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) atau 7. Fensiklidin (PCP).
zat yang menimbulkan ketergantungan. 8. Solven dan inhalansia.
Halonen dan Santrocks (1999) menerangkan bahwa 9. Nikotin yang terdapat pada tembakau.
suatu zat adiktif dapat menimbulkan: 10. Kafein yang terdapat pada kopi.
1. Keinginan yang tak tertahankan terhadap zat tersebut dan 11. Semua zat ini dapat mempengaruhi susunan syaraf pusat
dengan jalan apapun berupaya untuk memperoleh zat tersebut. (otak) sehingga disebut zat psikotropika atau psikoaktif.
2. Kecenderungan untuk menambah takaran sesuai dengan Ogden (2000) menyatakan bahwa saat ini penggunaan
toleransi tubuh. dan penyalahgunaan NAPZA merupakan suatu bagian penting
3. Ketergantungan psikis sehingga apabila pemakaian zat ini dalam kehidupan sebagian besar remaja sehingga sebagian dari
dihentikan akan menimbulkan kecemasan, kegelisahan dan mereka mencoba berbagai zat adiktif. Steinberg (2002)
depresi. menjelaskan banyak remaja yang berjuang untuk mencapai
4. Ketergantungan fisik sehingga apabila pemakaian zat ini identitas diri dengan mencoba menggunakan zat adiktif, guna
dihentikan maka akan menimbulkan gejala fisik yang disebut untuk mencoba perilaku dan ide baru agar mendapatkan
dengan gejala putus obat seperti muntah, mual, keletihan, pengakuan.
berkeringat, sukar tidur, diare, demam dan peningkatan Penggunaan NAPZA yang berlebihan menimbulkan
tekanan darah. pengaruh yang negatif, baik yang bersifat fisik, psikologis dan
Menurut DepKes RI (2000) meskipun NAPZA tertentu perilaku. Faktor sosial dan kepribadian yang mendasari perilaku
sangat bermanfaat untuk pengobatan, namun apabila penyalahgunaan NAPZA adalah sebagai berikut:
disalahgunakan akan berakibat sangat merugikan sipemakai atau 1. Pengaruh keluarga
orang lain disekitarnya. Capuzzi (dalam Fuhrmann, 1990) melaporkan
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa beberapa gejala yang berhubungan dengan keluarga dan
pengertian NAPZA adalah zat atau obat apabila akan menimbulkan penggunaan NAPZA pada remaja yaitu: remaja yang
ketergantungan dan berakibat sangat merugikan si pemakai atau menggunakan NAPZA merasa ditolak dan jauh dari orang
orang lain disekitarnya. tuanya, disamping itu kehangatan keluarga dan kontrol yang
Menurut Yatim dan Irwanto (1999) penyalahgunaan positif dari orang tua berkorelasi secara positif dengan tidak
NAPZA adalah pemakaian secara tetap dan bukan untuk tujuan adanya penggunaan NAPZA yang juga ditunjukkan dengan
pengobatan atau digunakan tanpa aturan dan takaran semestinya. tidak adanya gangguan emosi dan kenakalan.
Sedangkan menurut Sarason dan Sarason (1998) mengemukakan 2. Kepribadian
bahwa penggunaan zat adalah penggunaan setiap bahan kimia Faktor kepribadian menurut Fuhrmann (1990)
baik legal atau ilegal yang menyebabkan kerusakan fisik, mental mencakup:
dan sosial seseorang dan menurut Wicaksono (1999) berpendapat a. Mereka percaya bahwa dengan menggunakan NAPZA
bahwa penyalahgunaan NAPZA merupakan suatu penggunaan zat akan dapat mengurangi kebosanan dan stres.
yang bersifat patologik, paling sedikit satu bulan lamanya, sehingga b. Rendahnya harga diri dan kurangnya keinginan untuk
menimbulkan gangguan fungsi sosial dan pekerjaan serta studi di mencapai prestasi.
sekolah. c. Lemahnya kontrol terhadap jiwa yang impulsif dan jiwa
Gordon dan Gordon (2000) membedakan pengertian petualangan.
pengguna, penyalahguna dan pecandu yang dimaksud dengan d. Cara untuk mendapatkan penerimaan dari teman-
pengguna adalah seseorang yang menggunakan NAPZA hanya temannya.
sekedar menggunakan saja, penyalahguna adalah seseorang yang Cooper, dkk (1992) menjelaskan remaja yang tidak
mempunyai masalah-masalah langsung yang berhubungan mampu menghadapi masalah dengan cara baik terutama masalah
dengan NAPZA, sedangkan pecandu adalah seseorang yang yang berat dan yang penuh ketegangan cenderung untuk
sudah mengalami hasrat secara mental dan emosional serta fisik berperilaku yang kurang baik seperti penyalahgunaan NAPZA.
ISBN: 978-602-74245-0-0 345
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Hubungan antara ketaatan ibadah dan perilaku perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari masa anak
penyalahgunaan NAPZA sangat erat, ini sesuai dengan pendapat menjadi dewasa) dan sosial ekonomis (individu dari
Hawari (1998) bahwa remaja dengan komitment agama yang ketergantungan sosial ekonomi penuh menjadi keadaan lebih
kurang atau lemah mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk mandiri), lebih lanjut Sarwono (1998) menyatakan batasan usia
menyalahgunakan zat-zat terlarang dibandingkan remaja dengan remaja untuk masyarakat Indonesia adalah 11 sampai 24 tahun.
komitment agama yang kuat. Ronodikoro & Afiatin (1995) meneliti Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan
dengan hasil bahwa pengaruh keagamaan merupakan faktor bahwa remaja adalah individu yang sedang berkembang dalam
penangkal yang utama dalam mencegah penggunaan alkohol. fase transisi (peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa)
Fuhrmann (1998) menyatakan bahwa lingkungan dengan rentang usia masa remaja untuk masyarakat Indonesia
sekolah seringkali dipandang kurang efektif dalam mencegah atau adalah usia 11 tahun sampai dengan 24 tahun dan pada masa
menghentikan penggunaan NAPZA, seperti orangtua, sekolah remaja ini terjadi kegoncangan sehingga dapat menimbulkan
sering bersikap otoriter atau permisif dan tidak efektif dalam munculnya penyesuaian negatif didalam diri remaja.
mempromosikan pemecahan masalah kesehatan yang Menurut Kartono (1998) masa remaja merupakan saat
dibutuhkan oleh remaja dalam usaha mencegah penyalahgunaan kritis dan mengandung risiko-risiko bahaya, terutama apabila ada
NAPZA, sehingga usaha ini dipandang tidak hanya kurang efektif orang lain yang sengaja menyalahgunakan kelemahan jiwa remaja
tetapi juga menurunkan kredibilitas sekolah dimata remaja. untuk tujuan jahat, ini nampak dari segi penyimpangan perilakunya
Clayton (1996) menjelaskan bahwa remaja cenderung misalnya tindak kriminal dan tindak amoral. Monks, dkk (1998)
untuk mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang lebih menyatakan bahwa ada dua macam gerak perkembangan remaja
banyak, sebab lebih sering mengalami masalah-masalah yang yaitu memisahkan diri dari orangtua dan yang lain menuju kearah
berkaitan dengan faktorfaktor: faktor keluarga, kepribadian, dan teman sebaya, remaja saling mencari teman sebaya karena
ketaatan beribadah. mereka mengetahui bahwa mereka ada dalam nasib yang sama
Hawari (1996) menyatakan bahwa sebagian besar dan sama-sama berusaha untuk mencari kebebasan serta
remaja 80 %dari temannya, hal tersebut menunjukkan bahwa kecenderungan yang sama untuk menghayati kebebasan tersebut,
teman sebaya memberikan konstribusi yang besar dalam sedangkan Faturochman (1998) menyebutkan bahwa lingkungan
merubah remaja dari seseorang yang bukan pecandu menjadi sosial adalah hubungan orangtua– anak, hubungan antar orangtua,
pecandu obat-obatan dan alkohol. jumlah anggota keluarga, jumlah anak, status sosial ekonomi,
Ronodikoro dan Prakosa (1989) menegaskan bahwa sekolah, agama, dan institusi sosial.
sampai saat ini prevalensi pengguna alkohol masih didominasi oleh Menurut Sprinthall dan Collins (1995) menyatakan bahwa
kaum pria yaitu hampir 20 % sedangkan untuk wanita hanya karakteristik kognitif sosial selama masa perkembangan remaja
sebesar 5 %. ada tiga yaitu kesadaran adanya diskrepansi antara kenyataan dan
Faktor-faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA yang kemungkinan, konsep disposisional tentang diri dan orang lain dan
lain pada remaja menurut Siswanto (1993) menambahkan lagi dua pengambilan peran dan berpikir perspektif.
faktor yang saling berkaitan yang menyebabkan seseorang Menurut Haryanto (2000) dalam penelitiannya
menyalahgunakan NAPZA yaitu : menunjukkan lima alasan para remaja menggunakan NAPZA
1. Faktor kemudahan mendapatkan narkotika, psikotropika, dan yaitu : Masalah fisik (ingin santai, ingin aktif, menghilangkan rasa
zat adiktif lainnya. Sebenarnya telah diadakan pengawasan sakit, ingin lebih kuat); Masalah emosional (pelarian, mengurangi
yang ketat mengenai penggunaannya tetapi kenyataannya ketegangan, memberontak, balas dendam, ingin menyendiri,
masih juga dapat sampai dengan ketergantungan merubah suasana hati); Masalah intelektual (bosan dengan
penyalahgunaan. kerutinan, coba-coba, ingin tahu, belajar); Masalah antar pribadi
2. Faktor khasiat narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. (ingin diakui, tekanan kelompok, ikut mode, solidaritas); Masalah
Orang menyalahgunakan NAPZA tentu mengharap suatu kebiasaan/adat (merasa akan lebih khusuk, lebih menghayati, dan
khasiat dari zat tersebut, walaupun banyak diantara para lebih bermakna).
penyalahguna yang sebenarnya telah tahu akibat buruk dan Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat
sanksi hukumnya, tetapi ternyata mereka berani mengambil pengguna NAPZA dapat dibagi menjadi empat tahap yaitu: tahap
risiko dan Penyalahguna mengatakan bahwa mereka ingin da- coba-coba, tahap rekreasional, tahap reguler, dan tahap
pat lepas dari penderitaan batin menghindari persoalan hidup kompulsif. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan
yang sulit di- dipecahkan. NAPZA adalah pengaruh keluarga, kepribadian, ketaatan ibadah,
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor- pengaruh sekolah, usia, lingkungan pergaulan, jenis kelamin,
faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA adalah kemudahan mendapatkan NAPZA, dan khasiat NAPZA. Masa
pengaruh keluarga, kepribadian, ketaatan ibadah, pengaruh remaja merupakan masa transisi atau peralihan, kritis,
sekolah, usia, lingkungan pergaulan, jenis kelamin, kemudahan mengandung risiko-risiko bahaya, dan banyak terjadi perubahan
mendapatkan NAPZA, dan khasiat NAPZA. baik dilihat dari aspek fisik, biologis, psikis, sosial serta kognitif,
Retnowati (1994) menyatakan bahwa masa remaja sedangkan alasan remaja menggunakan NAPZA adalah
terjadi kegoncangan sehingga dapat menimbulkan munculnya (membuktikan keberanian, menantang atau melawan otoritas,
penyesuaian negatif didalam diri remaja, konflik yang dihadapi oleh mempermudah dan penyaluran dan perbuatan sex, melepaskan
remaja disebabkan adanya tuntutan dari dalam dirinya maupun dari diri dari kesepian, menemukan arti dalam hidupnya, mengisi
luar dirinya. Jersild (dalam Simandjuntak, 1985) mempertegas kekosongan dan perasaan bosan, menghilangkan kegelisahan
bahwa masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak dan frustasi, mengikuti teman dan menggalang solidaritas dengan
menjadi dewasa. Sarwono (1994) menyatakan bahwa dapat teman, karena rasa ingin tahu dan iseng), dan alasan lain adalah
disebut remaja bila memenuhi kriteria biologis, (individu masalah fisik, masalah emosional, masalah intelektual, masalah
menunjukkan tanda seksual sekunder hingga mencapai antar pribadi, masalah kebiasaan atau adat.
kematangan seksual), psikologis (individu mengalami
ISBN: 978-602-74245-0-0 346
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Penyalahgunaan dan pengaruh NAPZA bagi pengguna Menurut Ancok (dalam Setiaji, dkk 1995) stres
dipengaruhi oleh perilaku. Morgan dkk (1989) mengartikan perilaku didefinisikan sebagai suatu perasaan yang tidak bahagia dan
sebagai segala sesuatu yang dilakukan individu dan dapat di tertekan, dikarenakan adanya ancaman terhadap kehidupan (ego)
observasi dengan cara baik langsung maupun tidak langsung, oleh seseorang. Miner (1994) mendefinisikan stres adalah suatu
karena itu perilaku dapat diukur yakni dengan melihat apa yang keadaan batin yang dirasakan seseorang karena adanya hal-hal
dikerjakan seseorang dan mendengar apa yang dikatakan yang menekan dan ada reaksi jiwa maupun raga terhadap stresor
seseorang sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan tentang yang dianggap menekannya. Miner menambahkan bahwa
perasaan-perasaan. Sikap-sikap pemikiran, dan proses mental strespun timbul dalam suatu keadaan dimana terjadi kesenjangan
yang lain. Melalui pengukuran perilaku, maka kejadian-kejadian antara kenyataan dan keinginan, sehingga menimbulkan gejala-
mental individu yang biasa disembunyikan dapat dipahami perilaku gejala secara psikologis maupun perilaku. Suhardiman (1998)
yang merupakan cermin proses mental internal tersebut menyatakan bahwa stres merupakan suatu gej ala tekanan dari
Menurut DepKes RI (2000) bahwa penyalahgunaan perasaan individu yang bersangkutan, karena adanya suatu
NAPZA mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan atau adanya dugaan
sudut medis, psikiatrik, kesehatan Jiwa, maupun psikososial. akan terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan.
Penyalahgunaan NAPZA adalah penyakit kronik yang berulangkali Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
kambuh, yang hingga sekarang belum ditemukan upaya Stres adalah suatu kondisi dinamis dimana seseorang individu
penanggulangan secara universal baik dari sudut prevensi, terapi dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala, tuntutan yang
maupun rehabilitasi. dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkan dan hasilnya
Stres timbul karena adanya stresor. Stresor adalah dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting atau dengan kata
sumber atau pembangkit stres, stresor ini dapat dimasukkan lain stres merupakan kegagalan individu dalam menyelesaian
sebagai unsur dari luar atau sebagai unsur dalam individu dan oleh tuntutan hidup baik biologis, psikologis maupun sosial yang
individu tersebut stresor dipersepsikan sebagai tanda ancaman merupakan tekanan dan ancaman bagi dirinya.
atau kebutuhan, keadaan eksistensi yang menyenangkan Dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang
sekalipun dapat menjadi stresor apabila melebihi batas intensitas mempengaruhi stres adalah: faktor situasi yang mencakup
tertentu dan sumber stres dapat berubah-rubah sejalan dengan (lingkungan, berada didaerah asing, tuntutan mendesak,
perkembangan manusia tetapi kondisi stres juga dapat terjadi perubahan hidup itu sendiri), disamping itu juga faktor pribadi yang
disetiap saat sepanjang kehidupan. mencakup (intelektual, motivasi kepribadian), terutama faktor
Sumber stres seperti yang diungkapkan oleh Sarafino kelelahan fisik yang sangat, kepribadian tipe A, umur muda akan
(1998) terdiri atas: sumber stres secara internal atau dalam diri lebih mudah mengalami stres, dan faktor-faktor tersebut akhirnya
individu, dan sumber stres dari lingkungan (lingkungan keluarga, akan menyebabkan perubahan fisik, mental dan sosial individu.
lingkungan teman, lingkungan masyarakat). Pada awalnya orang memakai narkoba karena
Hardjana (1997) menjelaskan bahwa stres dapat mengharapkan kenikmatan agar terbebas dari rasa kesal,
dipandang dalam sisi positif yang disebut eustres dan dipandang kecemasan, frustasi, pusing, rasa sakit, ingin tentram, tenang,
dari sisi negatif disebut distres. Eustres disebut juga stres yang damai, ingin menikmati badan sehat, fit, segar, kreatif, rasa
sehat yaitu penyesuaian diri yang cepat terhadap perubahan yang gembira, senang.
terjadi. sebaliknya yang merugikan dan merusak disebut distres Jadi dari kondisi yang menekan, mengancam dan tidak
atau stres yang tidak sehat, yaitu penyesuaian diri hanya kecil atau menyenangkan pada individu berdampak fisiologis, psikologis dan
tidak sama sekali Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku, itulah yang pada umumnya disebut Stres.
stresor adalah sumber pembangkit stres baik yang berasal dari Banyak pengguna narkoba awalnya dimulai dari orang
individu maupun dari luar dan stresor ini dipersepsikan sebagai lain atau lingkungan.
tanda ancaman/kebutuhan. Stresor yang sama tidak Mereka menawarkan narkoba sebagai vitamin, food
mengakibatkan dampak yang sama. supplement, pil sehat, pil pinter akhirnya terjebak menjadi
Secara umum stres dipahami sebagai kondisi yang kebiasaan karena tipu daya tadi.
mengancam, menekan dan tidak menyenangkan individu, konflik Dari Stres, individu tidak mampu berfikir secara baik dan
interpersonal ataupun intrapersonal, perubahan pada rutinitas efektif sehingga mempengaruhi kemampuan rasional dan
sehari-hari, dan kehilangan sesuatu atau seseorang yang penting penalarannya. Yang pada akhirnya terjebak pada kecenderungan
merupakan kondisi yang dapat menimbulkan stres, hal ini sesuai penggunaan NAPZA.
dengan pendapat para ahli yang mendefinisikan stres sebagai Penyalahgunaan NAPZA erat kaitannya dengan stres .
berikut: Cranwell-Ward (1996) mengatakan bahwa stres dapat Menurut Shultz dan Shultz (1998) stres merupakan tanggapan
diartikan sebagai reaksi fisiologis dan psikologis yang terjadi jika yang ada pada seseorang ketika berhadapan dengan lingkungan
seseorang merasakan tidak seimbang antara tuntutan yang dan bila tidak dapat mengatasi berakibat penyimpangan perilaku
dihadapi dengan kemampuan untuk mengatasinya. Sarafino berupa merokok berlebihan,minum minuman keras yang
(1995) mengemukakan bahwa stres adalah suatu kondisi yang berlebihan,penyalahgunaan NAPZA.
disebabkan oleh transaksi antara individu dengan hubungan Luthans (1998) mengatakan stres dapat diamati,tingkat
lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan- stres yang tinggi dapat mempengaruhi :
tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber yang fisik,psikologis,perilaku.Perilaku yang menemani tingkat stres
akan mempengaruhi sistem biologis, psikologis, dan sosial dari yang tinggi meliputi tidak selerah makan atau makan berlebihan
seseorang. Atkinson (1996) juga mengatakan bahwa stres adalah ,tidak dapat tidur ,meningkatkan komsumsi merokok ,minuman
suatu kondisi yang terjadi apabila individu dihadapkan dengan keras dan penyalahggunaan NAPZA. Dari uraian diatas tampak
kejadian yang mereka rasakan sebagai ancaman terhadap jelas bahwa ada hubungan stres dengan kecenderungan
kesejahteraan fisik maupun ketidakpastian akan kemampuan untuk penyalahgunaan NAPZA.
menghadapi kejadian tersebut.
ISBN: 978-602-74245-0-0 347
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
METODE PENELITIAN SIMPULAN
Dalam penelitian ini penulis melakukan metodologi Maka dapat disimpulkan terdapat hubungan positif
kuantitatif, dengan menggunakan 2 angket yaitu angket berbentuk signifikan antara stres dengan kecenderungan penyalahgunaan
skala kecenderungan penyalahgunaan NAPZA dan skala stress. NAPZA, dimana stres yang rendah dapat menyebabkan
Penilaian aitem menggunakan skala Likert empat (4) kategori kecenderungan penyalahgunaan NAPZA yang rendah pula pada
jawaban yaitu : Tidak pernah (TP), Jarang (JR), Sering (SR) dan remaja.
Selalu (SL). Dengan Sampel sebanyak 45 orang.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisi SARAN
koefisien korelasi product-moment. Populasi adalah keseluruhan Kepada para remaja; Angka stres walaupun rendah
subjek penelitian. Populasi dari penelitian ini adalah remaja laki-laki namun tidak tertutup kemungkinan akan berubah menjadi tinggi
yang berusia 11 tahun sampai 24 tahun pengguna NAPZA, mereka atau sangat tinggi, untuk itu perlu mengupayakan peningkatan
adalah yang pernah dan sedang menggunakan NAPZA. Usia 11 pencegahan dan penanggulangan stres melalui cara menciptakan
tahun sampai 24 tahun dipilih sesuai dengan batasan masyarakat suasana hati yang nyaman, mengadakan perubahan atau
Indonesia (Sarwono, 1998). remaja adalah individu yang sedang manipulasi pada situasi, menghindari situasi yang memperburuk
berkembang dalam fase transisi (peralihan antara masa anak-anak atau mengkhawatirkan, berusaha dan belajar untuk hidup dari
dan masa dewasa) dengan rentang usia masa remaja untuk ketidakamanan dan ketidakpuasan, hidup lebih produktif,
masyarakat Indonesia adalah usia 11 tahun sampai dengan 24 meluangkan waktu untuk istirahat guna menenangkan fisik dan
tahun dan pada masa remaja ini terjadi kegoncangan sehingga mental, serta berpikir secara rasional; Angka kecenderungan
dapat menimbulkan munculnya penyesuaian negatif di dalam diri penyalahgunaan NAPZA walaupun rendah namun tidak tertutup
remaja. kemungkinan akan berubah menjadi tinggi atau sangat tinggi,maka
perlu diwaspadai, untuk itu sangat perlu mengupayakan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN peningkatan pencegahan dan penanggulangan kecenderungan
Berdasarkan hasil analisis korelasi bahwa stres dengan penyalahgunaan NAPZA melalui cara: ketaatan ibadah, melakukan
kecenderungan penyalahgunaan NAPZA terdapat hubungan yang pekerjaan yang positif , mawas diri serta menjalin keserasian
signifikan. Besarnya koefisien korelasi adalah rxy= 0,539, t = 6,284 hubungan, dan menghindari pergaulan yang Negara. Pada para
> t tabel (0,05)= 1,98. Berdasarkan hasil penelitian besarnya orangtua, diharapkan selalu meningkatkan dukungan terhadap
koefisien determinasi atau pengaruh stress. siswa dengan cara memberikan: perhatian, empati, kasih sayang,
Melalui perhitungan uji t sebesar 6,284 dan ttabel (0,05) 100 nasehat, membimbing, mengarahkan, dukungan materi melalui
respnt. = 1,98, maka thitung > ttabel yang menyatakan terdapat cara yang komunikatif, agar siswa terhindar dari stres dan tidak
hubungan yang signifikan antara stress dengan penyalahgunaan berperilaku ke penyalahgunaaan NAPZA.
nafzah. Dengan demikian, bahwa hipotesis yang menyatakan
“adanya hubungan antara stress dengan penyalahgunaan DAFTAR PUSTAKA
nafzah” telah teruji kebenarannya. Adger, H. Jr., 1996, “Alcohol and Other Drug Use and Abuse in
Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh hasil bahwa Adolescents”. Dalam Rogers, D.E dan Ginzberg, E.
terdapat hubungan yang positif signifikan antara stres dengan Adolescents at Risk: Medical and Social Perspectives.
kecenderungan penyalahgunaan NAPZA, artinya stress, Oxford: Westview Press.
mempengaruhi tinggi rendahnya kecenderungan penyalahgunaan Adams, G.A.; King, L.A.,& King, D.W., 1996, Relationships of Job
NAPZA, hal ini didukung dengan besar sumbangannya 28,72%. and Family Involvement, Family Social Support and Work-
Terdapat hubungan positif signifikan antara stres dengan Family Conflict With Job Life Satisfaction. Journal of
kecenderungan penyalahgunaan NAPZA, Artinya stres Applied Psychology, 81, 411-420.
mempengaruhi tinggi rendahnya kecenderungan penyalahgunaan Afiatin, T., 2003, Pengaruh Program kelompok Aji Dalam
NAPZA, hal ini didukung. Dengan demikian maka stres tinggi Peningkatan Harga Diri, Asertivitas dan Pengetahuan
menyebabkan kecenderungan penyalahgunaan NAPZA yang NAPZA pada Remaja. Disertasi (Tidak diterbitkan),
tinggi, ini sesuai dengan pendapat Cooper, dkk (1992) dan Clayton Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
(1994) yang menyatakan bahwa remaja yang mengalami masalah Atkitson, J.M., 1996, Mengatasi Stres. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
berat cenderung untuk menyalahgunakan atau mengkonsumsi Blau, G.M., & Gullotta, T.P., 1996, Adolescent Dysfunctional
NAPZA; Shultz dan Shult (1994) juga mengatakan bahwa stres Behavior: Causes, Intervention, and Prevention. New
akan mengakibatkan perilaku penyalahgunaan NAPZA, Delhi: Sage Publication.
sedangkan Maria (1996) mengatakan bahwa remaja yang stres Brook, J.S; Gordon, S.A., & Whiteman, M., 1993, Stage of Drug
mudah terpengaruh untuk menggunakan NAPZA, karena mereka Use in Adolescent: Personality, Peer and Family
percaya dengan menggunakan NAPZA dapat mengurangi stres C0relates, Journal of Developmental Psychology, 19, (2).
(Fuhrmann 1990). Berdasarkan fakta di atas maka untuk menekan 269-277.
penyalahgunaan NAPZA pada remaja satu diantaranya melalui Clayton, P.R., 1994, Alcohol and Human Behavior: Theory and
upaya menurunkan tingkat stres. Research. New Jersey, Englewood Cliffs: Prentice Hall.
Hasil perbandingan mean empiris dengan hipotetik Cooper, M.L., & Wilson, T., 1992, Stress and Alcohol Use:
ditemukan bahwa kecenderungan penyalahgunaan NAPZA dan Moderating Effectsor Gender Coping and Alcohol
stres subjek tergolong rendah. Implikasi dari upaya menurunkan Expectancies. Journal of Abnormal Psychology, 101(1),
kecenderungan penyalahgunaan NAPZA pada remaja di sekolah 139-152.
perlu dimasukkan dalam kurikulum sekolah atau setidaktidaknya Cranwell Ward., 1990, Thriving on Stres. London: Routledge
melalui kegiatan ekstra kurikuler sekolah, kegiatan yang dimaksud Faturochman., 1990, Peranan Keluarga, Sekolah dan Masyarakat
adalah yang berkaitan dengan kesehatan yang dilaksanakan dalam Pembentukan Kepribadian Remaja. Jurnal Psikologi
secara reguler dan kontinyu (Munro, 1998 dalam Afiatin 2003). Indonesia, nomor 3, 1-14.
ISBN: 978-602-74245-0-0 348
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Haryanto, S., 2000, Penyalahgunaan NAPZA: Tantangan Psikologi Santoso, S.S., Kristanti, Ch.M., 2000, Kenakalan Remaja di
Menghadapi Millenium Baru. Yogyakarta: Yayasan Propinsi Jawa Barat dan Bali. Media Litbangkes, IX(4), 28-
Pembina Fak.Psikologi Universitas Gadjah Mada. 3 8.
Hawari, D., 1993, Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa Indonesia Sarafino. E.P., 1990, Health Psychology, Biopsychological
Merangsang Hari Esok. PJPT I, Jakarta. Interactions. New York: John Wiley & Sons.
Inzana, C.M.; Driskell, J.E.; Salas, E.D., & Johnston, J.H.,1996. Sarwono, S.W., 1994, Psikologi Remaja. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Effects of Preparatory Information on Enhancing Persada.
Performance Under Stress. Journal of Applied Psychology, Setyonugroho Kusumanto. R., 1994, Stres Usia dan Stroke. Artikel
429-43 5. Utama, Jakarta: Media Stroke no.6.
Luthans, F., 1998, Organizational Behavior. International Edition, Setiaji., dkk, 1991, Stres dan Kepuasan Kerja. Biro Penelitian dan
McGraw- Hill Companies. Konsultasi, Yogyakarta: Dian Nusantara.
Maria, M.P.,1996, Harga diri dan Strategi Menghadapi Masalah Shultz, D.P.,& Shultz, S.E., 1994. Industrial and Organizational.
pada Remaja Penyalahguna Narkotika dan Remaja Bukan Psychology at Work Todays.
Penyalahguna Narkotika. Skripsi, Tidak diterbitkan, Siswanto., 1993, Penyalahgunaan Alkohol dan Narkotika.
Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakara: Ikatan Dokter Indonesia Cabang Sleman.
Monks, F.J; Knoers, A.M.P. & Haditono, S.R., 1988, Psikologi Smet, B., 1994, Psikologi Kersehatan. Jakarta: Grasindo.
Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Soewadi., 1996, Penyalahgunaan Obat dan Tindak Kejahatan.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Makalah Dalam Seminar Bahaya Akibat Penyalahgunaan
Morgan, C.T, Knoers, A.M.P., & Haditono, S.R., 1989, Psikologi Ekstase. Dies Natalis Universitas Gadjah Mada.
Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University, Soewadi., 2002, Simptomatologi Dalam Psikiatri. Kadik Bagian
Press. Ilmu Kedokteran Jiwa Yogyakarta. Yogyakarta: Fak
Ronodikoro, S., & Prakoso, H., 1989, Perbedaan Sikap Remaja Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
SLTA DIY yang Pernah Mengikuti Penyuluhan dan Belum Winarto, RD.; Utami, M.S.S.; Suparmi., 2003, Prediktor bagi
Pernah Mengikuti Penyuluhan tentang Bahaya Narkotika Penggunaan Narkoba di Kalangan Remaja: Sebuah Studi
dan Obat-obatan Berbahaya lainnya. Laporan Penelitian. Pendahuluan. http: //www. atm ajaya. ac.
Yogyakarta. id/index/Workshop/Unika/Narkoba main.

ISBN: 978-602-74245-0-0 349


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII MTs TAHFIZHUL QUR’AN
Nur Ati1, Masjudin2, & Eliska Juliangkary 3
1Praktisi Pendidikan
2&3Dosen Prodi Pendidikan Matematika, FPMIPA IKIP MATARAM

E-mail: Nur.atye765@gmail.com

Abstrak: Masalah yang ditemukan dalam pembelajaran matematika di MTs. Tahfizhul Qur’an adalah rendahnya hasil belajar matematika
siswa. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan strategi pembelajaran problem-solving yang dapat
meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VII MTs Tahfizhul Qur’an. Problem-solving adalah suatu metode pembelajaran yang
menstimulasi peserta didik untuk memperhatikan, menelaah, berpikir tentang suatu masalah selanjutnya menganalisis masalah tersebut
sebagai upaya untuk memecahkan masalah. Jadi, disini siswa dituntut untuk berpikir sendiri bagaimana cara menyelesaikan masalah
yang dihadapi dalam proses pembelajaran. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan dalam dua
siklus. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi aktivitas guru dan tes evaluasi hasil belajar siswa.
Berdasarkan analisis data penelitian diperoleh hasil tes evaluasi belajar pada siklus I adalah 64,70% dan hasil tes evaluasi belajar siklus
II adalah 88,23%. Jadi, hasil penelitian yang didapatkan semakin meningkat dari tiap siklus. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh,
dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan strategi pembelajaran problem-solving dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa
kelas VIIB MTs Tahfizhul Qur’an.

Kata Kunci: Problem-Solving dan Hasil Belajar.

PENDAHULUAN
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka hanya sebagian yang mengerjakan, dan ketika guru merubah
mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik sedikit soal tentang materi yang dipelajari sebagian besar siswa
mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan tidak bisa menyelesaikan. Kemudian sebagian besar siswa
menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya mengatakan soal matematika itu sulit untuk dikerjakan tanpa
untuk berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat. mencoba mengerjakan soal terlebih dahulu. Hal inilah yang
Pengajaran bertugas mengarahkan proses ini agar sasaran dari menyebabkan hasil belajar siswa rendah. Sehingga menyebabkan
perubahan itu dapat tercapai sebagaimana yang diinginkan. Oleh guru mengulang kembali materi dan waktu mengajar menjadi tidak
karena itu, pendidikan sangat berperan dalam menentukan efektif. Siswa cenderung pasif menerima apa saja materi yang
kemajuan suatu bangsa dan Negara (Hamalik, 2003:79). Seperti disampaikan guru tanpa ada usaha siswa untuk memahaminya
yang tercantum dalam undang-undang Sistem Pendidikan sendiri. Berdasarkan arsip guru mata pelajaran matematika kelas
Nasional No. 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan nasional bertujuan VII semester ganjil MTs.Tahfizhul Qur’an, presentase ketuntasan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi klasikal pada MID semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016 dapat
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Masa dilihat pada tabel berikut :
Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Tabel 1. Nilai Rata-Rata MID Semester Ganjil Siswa Kelas VII
Negara yang demokratis, sehat dan bertanggung jawab. MTs.Tahfizhul Qur’an
Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau Nilai Ketunta
Jumlah
kegiatan guru yang dirancang untuk menciptakan interaksi antara No rata- san KKM
Kelas Siswa
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu rata Klasikal
lingkungan belajar untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam 18
pembelajaran matematika peserta didik akan mengkontruksikan VIIA 50,27 38,88 %
1 Orang
konsep matematika dengan cara sendiri melalui proses 60
18
matematisasi (Sutarto dan Syarifuddin, 2013:40). VIIB 41,94 22,22 %
2 Orang
Matematika adalah ilmu pengetahuan yang mendasari ( Sumber : Arsip Guru Mata Pelajaran Matematika MTs.Tahfizhul
berbagai ilmu pengetahuan lain, oleh karena itu matematika sangat Qur’an)
perlu diajarkan pada semua jenjang pendidikan. Namun demikian Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa nilai MID Semester
banyak siswa yang tidak menyukai mata pelajaran matematika. ganjil Kelas VII tidak sesuai dengan harapan (rendah). Hal ini dapat
Prestasi belajar matematika siswa pun rata-rata lebih rendah dilihat dari ketuntasan belajar siswa pada mata pelajaran
dibandingkan dengan prestasi belajar pada mata pelajaran yang matematika belum mencapai ketuntasa secara klasikal,
lainnya (Rahayu, dkk, 2013:55). sebagaimana yang telah ditentukan oleh sekolah sebesar 85%
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru mata dengan KKM ≥ 60, dan dapat dilihat juga bahwa kelas yang
pelajaran matematika kelas VII MTs.Tahfizhul Qur’an tahun memiliki ketuntasan klasikal paling rendah adalah kelas VIIB yang
pelajaran 2015/2016, diperoleh informasi bahwa guru masih mencapai ketuntasan klasikal sebesar 22,22% .
menggunakan metode ceramah. Di samping itu, berdasarkan hasil Terkait dengan masalah yang di kemukakan di atas,
diskusi dengan guru mata pelajaran matematika pada saat maka peneliti menerapkan strategi pembelajaran problem solving.
observasi awal yang dilakukan pada tanggal 7 November 2015, Strategi pembelajaran problem solving adalah salah satu strategi
diperoleh informasi bahwa ketika guru meminta siswa untuk pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk mencari dan
mengerjakan soal di depan kelas sebagian dari mereka memecahkan suatu masalah atau persoalan sampai masalah
mengatakan tidak bisa, ketika guru memberikan tugas rumah tersebut menjadi bukan masalah lagi.
ISBN: 978-602-74245-0-0 350
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Pemecahan masalah (problem solving) merupakan jumlah skor yang diperoleh siswa
metode kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa nilai = × 100
skor total
menghadapi berbagai masalah, baik masalah pribadi maupun b. Ketuntasan Belajar Secara Klasikal
masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama- Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara
sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan klasikal dianalisis dengan menggunakan rumus :
penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah X
KK = × 100%
(Hamdani, 2011:84). Z
Problem solving dirancang sebagai suatu proses dimana Keterangan :
seseorang menggunakan pengetahuan, keterampilan dan KK = ketuntasan Klasikal
pemahaman yang dimilikinya untuk menyelesaikan permasalahan X = Jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 60 atau
yang tidak sering dihadapinya sampai masalah tersebut menjadi yang lulus berdasarkan ketetapan standar nilai dari
bukan masalah lagi. Masalah bukanlah latihan soal-soal rutin yang sekolah tersebut
biasa diberikan dalam kelas melainkan masalah-masalah non rutin Z = Jumlah Siswa
yang belum diketahui prosedur pemecahannya. Masalah non rutin Sesuai dengan petunjuk tekhnik penilaian diatas, kelas
merupakan masalah yang belum diketahui prosedur dapat dinyatakan tuntas secara klasikal apabila ketuntasan
penyelesaiannya, untuk mencari pemecahannya diperlukan klasikal mencapai ketuntasan sebesar ≥ 85 %.
keterampilan tingkat tinggi yang diperoleh siswa setelah memiliki 2. Data Aktivitas Guru
pemahaman konsep dan keterampilan dasar matematika (Sutarto Data untuk aktivitas guru selama dalam proses belajar
dan Syarifuddin, 2013:95). mengajar berlangsung akan dianalis dengan cara sebagai
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di berikut:
atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan a. Menentukan skor aktivitas guru
penerapan starategi pembelajaran problem solving yang dapat Data aktivitas guru dapat di hitung dengan rumus :
meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VII MTs. Persentase Aktivitas (%) = x 100%
X
Y
Tahfizhul Qur’an.
Keterangan :
X = Jumlah kegiatan yang dilaksanakan
METODE
Y = Total kegiatan yang harus dilaksanakan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
Untuk melihat tingkat aktivitas guru dapat dicocokkan
adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). pada
dengan kriteria yang terlihat pada tabel dibawah ini :
penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam bentuk siklus, setiap
Tabel 2: Kriteria Aktivitas Guru
siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu: perencanaan, pelaksanaan
Persentase Aktivitas Kriteria
tindakan dan pengamatan/evaluasi, serta refleksi dengan objek
80% < Ag≤ 100% Sangat Baik
penelitian yang menerima tindakan kelas adalah siswa kelas VIIB
MTs Tahfizhul Qur’an semester genap tahun pelajaran 2015/2016. 60% < Ag≤ 80% Baik
Instrumen yang digunakan dalam instrumen penelitian adalah 40% < Ag ≤ 60% Cukup Baik
lembar observasi dan tes evaluasi. Penelitian ini dilaksanakan di 20% < Ag ≤ 40% Kurang Baik
MTs.Tahfizhul Qur’an pada semester genap tahun pelajaran 0% ≤ Ag≤ 20% Tidak Baik
2015/2016. Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini (Sumber: modifikai Riduwan, 2013:15)
yaitu diperoleh dari kelas VIIB MTs Tahfizhul Qur’an dengan jenis
data yang diperoleh adalah data kualitatif (data hasil observasi HASIL DAN PEMBAHASAN
aktivitas guru) dan data kuantitatif (hasil evaluasi belajar siswa). A. Hasil
Data diambil dengan observasi dan tes. Observasi digunakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi
untuk melihat kegiatan atau aktivitas guru yang dilakukan oleh peningkatan hasil belajar matematika siswa. Berikut disajikan
observer. Sedangkan untuk tes yaitu berupa soal essay yang dalam bentuk tabel yang diperoleh dari 18 siswa dengan dua
digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa setelah mengikuti siklus yaitu siklus I dan siklus II:
pembelajaran setiap siklusnya. 1. Observasi Aktivitas Guru
Problem solving (pemecahan masalah) adalah suatu Proses observasi dilaksanakan oleh guru bidang
metode pembelajaran yang menstimulasi peserta didik untuk studi matematika selama proses belajar mengajar dengan
memperhatikan, menelaah, berpikir tentang suatu masalah mengisi lembar observasi yang telah disiapkan. Berikut
selanjutnya menganalisis masalah tersebut sebagai upaya untuk pemaparan hasil observasi siklus I dan siklus II tersebut:
memecahkan masalah. Jadi, disini siswa dituntut untuk berpikir Tabel 3. Hasil Observasi Aktivitas Guru
sendiri bagaimana cara menyelesaikan masalah yang dihadapi SIKLUS
dalam proses pembelajaran. I II
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa Pert. I Pert. II Pert. I Pert. II
setelah melakukan proses pembelajaran. Hasil belajar siswa dapat
Skor yang
dilihat dari hasil tes evaluasi yang diperoleh siswa diakhir kegiatan 21 21 20 20
dilaksanakan
pembelajaran.
Skor yang harus
Tehnik analisis data dalam penelitian ini yaitu: 19 20 19 19
di laksanakan
1. Data Tes Hasil Belajar
Skor aktivitas
a. Ketuntasan Belajar Secara Individu 90,48% 95,24% 95% 95%
guru
Untuk menghitung ketuntasan belajar secara individu
Kriteria Sangat Sangat Sangat Sangat
digunakan rumus:
Baik Baik Baik Baik

ISBN: 978-602-74245-0-0 351


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Skor rata-rata 92,86% 95% Berdasarkan hasil penelitian, adapun hasil analisis
Kategori skor lembar jawaban LKS siswa pada siklus I dapat dilihat pada
rata-rata Sangat Baik Sangat Baik gambar berikut ini:

Berdasarkan tabel 3 di atas, menunjukan bahwa


skor aktivitas rata-rata guru pada siklus I mencapai 92,86%
dengan kriteria sangat baik. Pada proses belajar mengajar
di kelas pada siklus I, guru melaksanakan kegiatan
mengajar sesuai dengan Rencana Pelakanaan
Pembelajaran (RPP) yang telah direncanakan. Namun
pengamatan observer, terdapat beberapa kekurangan
dalam proses pembelajaran antara lain: (a) Guru belum
bisa menguasai kelas ketika belajar sehingga siswanya
belum terkontrol ketika belajar di dalam kelas, (b) Guru
kurang membimbing siswa saat diskusi, (c) Guru masih
kurang bisa mengalokasikan waktu. Sedangkan pada
siklus II diperoleh skor rata-rata aktivitas guru adalah 95%
dengan kriteria sangat baik, guru melaksanakan kegiatan
mengajar sesuai dengan Rencana Pelakanaan
Pembelajaran (RPP) yang telah direncanakan dengan
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada pada
siklus I.
Tabel 4. Hasil Tes Evaluasi
SIKLUS I SIKLUS II
KKM 60 60
Nilai Maksimal 95 100
Nilai Tertinggi 100 100
Nilai Terendah 26 51
Jumlah Siswa
17 siswa 17 siswa
yang mengikuti tes
Jumlah Siswa
11 siswa 15 siswa
Yang Tuntas
Jumlah Siswa
6 siswa 2 siswa
Yang Tidak Tuntas
Ketuntasan
64,70% 88,23%
Klasikal

Berdasarkan Tabel 4 di atas, menunjukan bahwa


hasil tes evaluasi siklus I yaitu dari 17 siswa yang mengikuti
tes terdapat 11 Siswa yang tuntas dan 6 siswa yang tidak
tuntas, sehingga ketuntasan klasikal pada siklus I adalah
64,70%, ini berarti hasil belajar siswa masih rendah dari
standar yang ditetapkan yaitu ketuntasan klasikal 85% dan
ketuntasan individu ≥ 60. Ketuntasan klasikal yang
diperoleh pada siklus I masih kurang dari indikator yang
sudah ditetapkan maka perlu dilanjutkan ke siklus
berikutnya dan ke-6 siswa yang belum tuntas perlu
mendapat bimbingan khusus secara individual. Bimbingan
yang dilakukan salah satunya adalah bertujuan agar ke-6
siswa tersebut dapat mencapai KKM yang telah ditetapkan
sebelumnya. Sedangkan hasil tes evaluasi siklus II dapat
dilihat bahwa ketuntasan klasikalnya sudah tercapai sesuai
dengan yang telah ditetapkan. Adapun hasil evaluasi pada
siklus II lebih baik dibandingkan dengan siklus I yaitu
menunjukan bahwa ketuntasan klasikal yang dicapai yaitu
88,23%, ini berarti indikator penelitian yang sudah
ditetapkan atau ketuntasan belajar secara individual dan
klasikal telah tercapai sehingga penelitian di hentikan pada Gambar 1: Hasil Diskusi Kelompok 4 pada siklus I
siklus ini yakni siklus II.

ISBN: 978-602-74245-0-0 352


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Berdasarkan langkah-langkah problem solving
pada Gambar 1 di atas, siswa sudah mampu menuliskan
apa yang diketahui tetapi, masih keliru dalam menuliskan
apa yang ditanyakan, dimana hasil jawaban siswa dapat
dilihat pada gambar 1 di atas dan jawaban yang
seharusnya adalah sebutkan sisi-sisi yang ada pada setiap
segitiga tersebut?, berapa jumlah sisi pada tiap segitiga
tersebut?, sebutkan sudut-sudut pada tiap segitiga
tersebut?, berapa jumlah sudut pada tiap segitiga tersebut?
Dan apa yang dimaksud dengan segitiga? (memahami
masalah), dan siswa juga masih keliru dalam
merencanakan cara penyelesaian, dimana jawaban yang
siswa kerjakan dalam merencanakan masalah lebih Gambar 2. Hasil Diskusi Kelompok 2 pada siklus I
tepatnya jawaban untuk melaksanakan rencana. Jawaban
merencanakan cara penyelesaian yang seharusnya adalah
Berdasarkan gambar 2, kekeliruan siswa pada
menyebutkan sisi-sisi pada setiap segitiga kemudian
gambar di atas adalah pada menarik kesimpulan, dimana
menghitung jumlah sisi pada setiap segitiga tersebut,
jawaban siswa dapat dilihat pada gambar di atas dan
menyebutkan sudut-sudut pada setiap segitiga dan
jawaban yang seharusnya adalah jumlah seluruhan besar
menghitung jumlah sudut pada setiap segitiga tersebut
serta setelah mengetahui jumlah sisi dan jumlah sudut sudut ∆ABC adalah 180° dan jumlah keseluruhan besar
pada setiap segitiga kemudian menyimpulkan pengertian sudut ∆DEF adalah 180° sehingga dapat disimpulkan
segitiga. Namun dalam melaksanakan rencana serta bahwa jumlah seluruhan besar sudut pada suatu segitiga
menarik kesimpulan siswa sudah tepat. adalah 180° sedangkan dalam memahami masalah,
merencanakan cara penyelesaian dan melaksanakan
rencana siswa sudah mampu.

ISBN: 978-602-74245-0-0 353


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
merencanakan cara penyelesaian dimana jawaban siswa
dalam merencanakan cara penyelesaian dan dilihat pada
gambar di atas dan jawaban yang seharusnya adalah
menghitung luas segitiga abc dengan menggunakan
panjang sisi ab dan bc yang diketahui, siswa sudah bisa
melaksanakan rencana dengan baik, serta siswa sudah
mampu dalam menarik kesimpulan.

B. Pembahasan
Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan
sebagai upaya meningkatkan hasil belajar matematika siswa
kelas VIIB MTs Tahfizhul Qur’an pada materi segitiga melalui
strategi pembelajaran problem solving. Penelitian ini dilakukan
2 siklus yang dibagi menjadi 6 kali yaitu 4 kali pertemuan
belajar mengajar dan 2 kali tes evaluasi.
Berdasarkan hasil observasi dan analisis data
evaluasi pada siklus I hasil belajar siswa masih belum
Gambar 3. Hasil Diskusi Kelompok 2 pada siklus II mencapai ketuntasan secara klasikal, dimana ketuntasan
klasikal pada siklus I hanya mencapai 64,70%. Ini terjadi
Berdasarkan Gambar 3 di atas, siswa sudah bisa karena terdapat beberapa kekurangan pada proses
memahami masalah hanya saja masih sedikit keliru dalam pembelajaran siklus I diantaranya adalah guru belum bisa
menuliskan apa yang ditanyakan dimana hasil jawaban menguasai kelas sehingga siswa masih ada yang main-main
siswa adalah tuliskan panjang sisi segitiga KLM yang saat proses belajar bahkan ada yang keluar masuk kelas, hal
diketahui dan jika diketahui keliling segitiga KLM adalah 15 ini sejalan dengan pendapat Djamarah & Zain (2006:39) yang
m, hitunglah panjang sisi KM? dan jawaban yang mengatakan bahwa biasanya permasalahan yang guru hadapi
seharusnya adalah siswa hanya menjawab hitunglah ketika berhadapan dengan sejumlah anak adalah masalah
panjang sisi KM?, siswa sudah bisa merencanakan cara pengelolaan kelas. Guru kurang membimbing siswa dalam
penyelesaian dan melaksanakan rencana dengan baik, diskusi sehingga beberapa siswa enggan untuk menanyakan
serta siswa sudah mampu dalam menarik kesimpulan. masalah yang belum jelas dalam LKS dan terlihat kurangnya
kerja sama siswa dalam diskusi kelompok, Menurut
(Slavin,2005:277) bahwa para siswa mungkin tadinya hanya
mengerjakan lembar kegiatan mereka saja dan berpikir bahwa
mereka sudah selesai jika lembar kegiatannya selesai
dikerjakan, tanpa memperdulikan atau menyadari apakah
teman satu timnya telah memahami materi tersebut,
sedangkan menurut (Sagala, 2011:2016) bahwa kelemahan
dalam kerja kelompok, pemimpin kelompok kadang-kadang
sukar untuk memberikan pengertian kepada kelompok, sulit
untuk menjelaskan dan mengadakan pembagian kerja serta
dalam belajar bersama kadang-kadang tidak terkendala
sehingga menyimpang dari rencana yang berlarut-larut. Hal
tersebut dikarenakan kemampuan guru dalam mengalokasikan
waktu pembelajaran karena problem solving membutuhkan
waktu yang cukup banyak, hal ini sejalan dengan pendapat
(Hamdani,2011:86) yang mengatakan bahwa problem-solving
memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dalam
pemecahan masalah dan guru masih kurang dalam mengelola
kelas.
Pada siklus II, guru melakukan beberapa upaya
perbaikan sesuai dengan kekurangan-kekurangan yang
terdapat pada siklus I. Perbaikan yang dilakukan antara lain
selalu menghimbau kepada seluruh siswa agar lebih fokus
belajar, dan menegur siswa apabila tidak serius dalam belajar.
Dalam kegiatan diskusi guru menghampiri setiap kelompok
untuk menanyakan masalah yang dihadapi kelompok tersebut
kemudian menghimbau setiap kelompok untuk tetap bekerja
sama dan saling menghargai dalam diskusi serta memberikan
Gambar 4. Hasil Diskusi Kelompok 1 penghaargaan kepada siswa yang memberikan tanggapan
maupun pertanyaan kepada kelompok lain.
Berdasarkan Gambar 4 di atas, siswa sudah bisa Setelah upaya yang dilakukan pada siklus II, terlihat
memahami masalah, siswa masih keliru dalam bahwa hasil obervasi kegiatan guru untuk setiap pertemuan di
siklus II berjalan baik sesuai rencana pembelajaran yang telah
ISBN: 978-602-74245-0-0 354
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dicantumkan dalam RPP. Proses pembelajaran pada siklus II pembelajaran problem solving dapat meningkatkan hasil
sudah berjalan efektif, guru menghimbau dan memotivasi belajar matematika siswa kelas VIIB MTs. Tahfizhul Qur’an.
siswa agar tidak malu mengungkapkan pendapat dan
bertanyaan kepada guru mengenai hal-hal yang belum
KESIMPULAN
dimengerti, melakukan tanya jawab mengenai materi yang di
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat
sampaikan dalam pembelajaran dan guru memberi bimbingan
disimpulkan bahwa dengan menerapkan strategi pembelajaran
tiap-tiap kelompok untuk diskusi dengan menghampiri ke
problem solving dapat meningkatkan hasil belajar matematika
mejanya masing-masing dan menanyakan apa yang menjadi
siswa kelas VII MTs Tahfihul Qur;an yang dilakukan melalui sintak
kesulitan kelompok kemudian menghimbau kelompok untuk
pembelajaran yang diawali dengan penjelasan materi secara
tetap bekerja sama dan saling menghargai dalam diskusi,
umum oleh guru, persiapan alat yang dibutuhkan dalam
siswa sudah mulai terkontrol dan focus dalam diskusi, sudah
pemecahan masalah (LKS), membagi kelompok kecil 4-5 orang
tidak ada siswa yang ribut ataupun ngobrol dengan temannya
pada tiap kelompok dan membagikan LKS pada masing-masing
bahkan selalu menanyakan hal-hal yang belum dipahami, hal
kelompok, menjelaskan masalah yang akan dipecahkan, siswa
ini sesuai dengan pendapat (Djamarah & Zain, 2006:40) bahwa
mengajukan pertanyaan terhadap masalah, dilanjutkan dengan
dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai
guru meminta siswa untuk mediskusikan masalah, memahami
pembimbing. Dalam peranannya sebagai pembimbing, guru
masalah, mencari keterangan yang dapat digunakan sebagai
harus berusaha menghidupkan dan memberikan memotivasi,
pemecahan masalah (merencanakan masalah), menetapkan
agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Hal tersebut
jawaban sementara dari masalah kemudian secara bergantian
bertimbal balik pada siswa dimana siswa lebih aktif untuk
setiap kelompok memaparkan hasil diskusinya di depan kelas
bertanya ketika ada yang belum dimengerti, siswa aktif dalam
sedangkan kelompok lain menanggapi serta menarik kesimpulan
diskusi kelompok, partisipasi siswa dalam memberikan respon
dari masalah yang dipecahkan. Hal tersebut dibuktikan dengan
antara siswa dengan siswa maupun guru, siswa tidak lagi
adanya peningkatan ketuntasan klasikal belajar siswa siklus I yaitu
bergantung pada temannya mampu menarik kesimpulan hasil
64,70% menjadi 88,23% pada siklus II.
diskusinya, hal ini sesuai dengan pendapat (Djamarah & Zain,
2006:45) bahwa aktivitas anak didik dalam kelompok sosial
akan membuahkan interaksi dalam kelompok, interaksi DAFTAR PUSTAKA
dikatakan maksimal bila interaksi itu terjadi antara guru dengan Djamarah, S.B., dan Zain, A. 2006. Strategi Belajar Mengajar.
semua anak didik, antara anak dengan guru dan antara anak Jakarta : Rineka Cipta
didik dengan anak didik dalam rangka bersama-sama Hamalik, O. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Hamdani, 2011.Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka
Dari hasil analisis lembar kerja siswa (LKS), siswa Setia.
sudah bisa mengamati, merencanakan masalah, Rahayu, N.S., Budiyono, dan Kurniawati, I. 2013. Eksperimentasi
menyelesaikan masalah dan menarik kesimpulan sementara Pembelajaran Matematika dengan Model Problem Solving
dari pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat pada Sub Materi Besar Sudut-sudut, Keliling dan Luas
(Hamdani,2011:84) bahwa pemecahan masalah (problem- Segitiga ditinjau dari Aktivitas Belajar Matematika Siswa
solving) merupakan metode kegiatan pembelajaran dengan Kelas VII Semester II SMP Negeri 2 Jaten Karanganyar
melatih siswa menghadapi berbagai masalah, baik masalah Tahun Pelajaran 2010/2011. Jurnal Pendidikan
pribadi maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri Matematika, 1 (1): 54-60
atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah Sagala, S. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran untuk
investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan
pemecahan masalah. Mengajar. Bandung : Alfabeta
Hasil belajar siswa yang mengalami peningkatan Slavin, Robert E. 2005.Cooperative Learning teori,riset dan praktik.
dapat dilihat dari hasil evaluasi pada siklus I ketuntasan Bandung: Nusamedia
klasikalnya 64,70% meningkat menjadi 88,23% pada siklus II. Sutarto, Syarifuddin. 2013. Desain Pembelajaran Matmatika.
Karena pada siklus II sudah mencapai ketuntasan belajar Yogyakarta: Samudra Biru.
secara klasikal maka penelitian dihentikan. Ketercapaian
ketuntasan pada siklus II menunjukan bahwa strategi

ISBN: 978-602-74245-0-0 355


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
BERPIKIR ALJABAR DAN PROBLEM SOLVING: SUATU TINJAUAN LITERATUR
Nur Hardiani
Institut Agama Islam Negeri Mataram
E-mail: nurhardiani25@gmail.com

Abstrak. Belajar matematika secara kognitif, tentunya tidak lepas dari aktivitas berpikir yaitu berpikir matematis. Berpikir matematis
adalah aktivitas mental yang terjadi ketika seseorang memproses pengetahuan matematika untuk menyelesaikan masalah
matematika. Aljabar merupakan bagian dari cabang ilmu matematika dan aljabar merupakan perluasan dari aritmatika, maka bisa
dikatakan bahwa salah satu bagian dari berpikir matematis adalah berpikir aljabar. Dalam pembelajaran matematika, pemecahan masalah
merupakan aktivitas yang penting. Kemampuan memecahkan masalah merupakan salah satu tujuan yang paling penting dalam
matematika baik bagi guru maupun siswa di semua tingkat, mulai dari SD sampai SMA bahkan perguruan tinggi. Aljabar itu sendiri dikenal
sebagai suatu cabang matematika yang mempelajari tentang struktur atau pola, hubungan variabel satu dengan variabel lainnya, dan
kuantitas yang tidak diketahui. Sehingga berdasarkan dari berbagai penelitian mengatakan untuk mengembangkan berpikir aljabar yang
paling tepat digunakan dengan pendekatan problem solving.

Kata Kunci: Berpikir Aljabar, Problem Solving.

PENDAHULUAN Aljabar sudah ada sejak tahun 825 SM, seorang ahli
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar yang diberikan matematika dari Baghdad bernama Al-Khowarizmi menulis buku
sejak pendidikan dasar sampai sekolah menengah atas atau umum pelajaran pertama tentang aljabar. Penyelesaian pertama dari soal
mempunyai fungsi yang penting dalam kehidupan sehari-hari, yaitu aljabar ditulis diatas daun lontar Rhind Papyrus yang dibuat oleh
dalam menyelesaikan berbagai masalah yang berhubungan orang mesir kuno kira-kira 3500 tahun yang lalu dan aljabar sering
dengan matematika. Dalam menyelesaikan masalah matematika digunakan untuk mempermudah sistem matematika yang cukup
tentunya dibutuhkan kemampuan berpikir matematika. rumit. Aljabar juga sangat membantu dalam menyelesaikan
Ferri (2012) mengungkapkan: “A mathematical thinking masalah dengan menggunakan bahasa simbol, sehingga hal inilah
style is the way in which an individual prefers to present, to yang membuatnya penting untuk dipelajari sebagaimana yang
understand and to think through mathematical facts and diungkapkan oleh NCTM (2000) yaitu “algebraic competence is
connections by certain internal imaginations and/or externalized important in adult life, both on the job and as preparation for
representations”. Ungkapan Ferri tersebut dapat diartikan bahwa secondary education. All students should learn algebra ”. Ini
sebuah gaya berpikir matematis adalah cara seseorang memilih artinya, kompetensi aljabar adalah penting dalam kehidupan, baik
untuk merepresentasikan, memahami, dan memikirkan tentang di pekerjaan dan persiapan ke pendidikan yang lebih lanjut. Semua
fakta matematika dan hubungannya dengan imajinasi internal siswa harus belajar aljabar.
tertentu dan/ atau representasi eksternal. Standar aljabar untuk tingkat sekolah menurut NCTM
Sementara itu, menurut Carrol dkk (Karadag, 2009): (2000) yaitu “algebra standars from prekinder through grade 12
“Mathematical thinking as a process, which contains at least one of should enable all students to understand patterns, relations, and
the mental and math-related activities such as reasoning, functions; represent and analyze mathematical situations and
abstracting, conjecturing, representing, and switching between structures using algebraic symbols; use mathematical models to
different representations, visualizing, deducing, inducing, represent and understand quantitative relationships; anlyze change
analyzing, synthesizing, connecting, generalizing, and proving”. in various contexts”. Dengan belajar aljabar dari tingkat TK sampai
Berpikir matematis sebagai suatu proses yang berisi setidaknya dengan SMA, diharapkan siswa mampu memahami pola,
satu aktivitas mental yang berhubungan dengan matematika hubungan, dan fungsi; siswa mampu menyajikan dan menganalisis
seperti menalar, mengabstraksi, menduga, merepresentasi, dan situasi matematik dan struktur yang menggunakan simbol aljabar;
menukar representasi yang berbeda, memvisualisasi, siswa mampu menggunakan model matematika untuk menyajikan
menyimpulkan, menginduksi, menganalisis, mensintesis, dan memahami hubungan kuantitatif; serta siswa mampu
menghubungkan, mengeneralisasi, dan membuktikan. menganalisis perubahan pada berbagai macam situasi.
Di dunia matematika, matematika dibagi menjadi Namun kenyataan di lapangan sangat berbeda, aljabar
beberapa cabang ilmu yaitu aritmatika, aljabar, geometri, yang merupakan materi penting justru merupakan masalah bagi
trigonometri, dan kalkulus. Khususnya ilmu aljabar, jika dikaitkan siswa. Sebagian besar siswa kesulitan mempelajari materi
dengan pernyataan Ferri (2012) dan Carrol dkk (Karadag, 2009) aljabar. Padahal, pembelajaran aljabar pada kurikulum pendidikan
dengan cabang ilmu matematika maka bisa dikatakan bahwa salah nasional bertujuan untuk membekali siswa agar dapat berpikir
satu bagian dari berpikir matematika adalah berpikir aljabar. logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif.
Aljabar itu sendiri dikenal sebagai suatu cabang
matematika yang mempelajari tentang struktur, hubungan, dan HASIL DAN PEMBAHASAN
kuantitas. Menurut Skemp (1982:229) “Algebra is concerned with Berpikir Aljabar
statements involving variables of any kind”. Ini artinya aljabar Aljabar merupakan materi yang dapat digunakan untuk
dihubungkan dengan pernyataan yang memuat variabel. menggeneralisasi suatu permasalahan yang real ke abstrak untuk
Pengertian variabel menurut Skemp (1982:228) yaitu “an mempermudah masalah-masalah yang sulit dengan menggunakan
unspecified element of a given set is called a variable”. Variabel huruf-huruf untuk mewakili bilangan yang diketahui dalam
yang dimaksud Skemp adalah elemen yang tak ditentukan pada perhitungan. S e d a n g k a n d efinisi berpikir aljabar itu sendiri
suatu himpunan yang diberikan. menurut beberapa ahli, yang pertama Driscoll (1997) mengatakan

ISBN: 978-602-74245-0-0 356


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
“the facility with algebraic thinking includes the ability to think about mempromosikan pengembangan alat pemikiran dan ide-ide
functions and how they work and to think about the impaction matematika dan dasar aljabar, dan berfungsi sebagai pengingat
calculations a system’s structure has”. Kemampuan berpikir aljabar dari unsur penting dalam perkembangan pemikiran aljabar).
adalah kemampuan untuk berpikir tentang fungsi dan bagaimana Kaput (Walle, 2008) menjelaskan lima bentuk berpikir
fungsi itu bekerja dan berpikir tentang dampak perhitungan dari aljabar, diantaranya : (1) Generalisasi dari aritmetika dan pola yang
struktur sistem yang dimiliki. ada dalam matematika, (2) Penggunaan simbol yang cukup
Menurut Usiskin (1997), “algebra is a language. This bermanfaat, (3) Pembelajaran tentang struktur sistem bilangan, (4)
language has five major aspects: unknowns, formulas, generalized Pembelajaran tentang pola dan fungsi, (5) Proses pemodelan
patterns, placeholders, and relationships”. Aljabar merupakan matematis, yang menyatukan keempat ide diatas.
bahasa. Bahasa ini memiliki lima aspek utama yaitu sesuatu tidak Sementara itu, Windsor (2010) mendefinisikan
diketahui, formula, pola umum, variabel, hubungan. "Algebraic thinking is a crucial and fundamental element of
Senada dengan Greenes dan Findell (1998), “the big mathematical thinking and reasoning. It initially involves
ideas of algebraic thinking involve representation, proportional recognizing patterns and general mathematical relationships
reasoning, balance, meaning of variable, patterns andfunctions, among numbers, objects and geometric shapes". Definisi ini
inductive reasoning, and deductivereasoning. Ide besar dari menjelaskan bahwa berpikir aljabar merupakan elemen penting
berpikir aljabar terdiri dari representasi, keseimbangan penalaran, dan mendasar dari pemikiran matematik dan penalaran. Awalnya
proporsional, makna dari variabel, pola dan fungsi, penalaran melibatkan pengenalan pola dan hubungan matematis umum
induktif, dan penalaran deduktif. tentang bilangan, benda-benda, dan bentuk geometri.
Sementara Vance (1998) mengungkapkan, “algebra is Selain itu, bagi Banerjee (2011) : "Algebraic Thinking was
sometimes defined asgeneralized arithmetics or as a language for described in the context of clearly demarcating the difference in the
generalizing arithmetic. However algebraic more than a set of rules nature of thinking required to solve arithmetic and algebra
for manipulating symbols: itis a way of thinking”. Aljabar kadang- problems. It was pointed out that algebra problems are those that
kadang didefinisikan sebagai generalisasi dari aritmatika atau can only be solved by identifying the unknown, representing it with
sebagai bahasa untuk megeneralisasikan aritmatika. a letter and operating on it as if it were known". Pendapat ini
Bagaimanapun juga aljabar lebih dari seperangkat aturan untuk menyatakan berpikir aljabar dapat dideskripsikan dalam
memanipulasi simbol: itulah yang dimaksud berpikir aljabar. pembatasan konteks secara jelas berbeda dalam sifat pemikiran
Dalam sebuah studi kasus di Korea, Lew (2004) yang diperlukan dalam memecahkan masalah aritmetika dan
menjelaskan tentang enam bentuk kemampuan dalam berpikir aljabar. Hal ini menunjukan bahwa masalah aljabar hanya dapat
aljabar diantaranya : (1) Generalisasi (Generalization), (2) diatasi dengan mengidentifikasi sesuatu yang tidak diketahui,
Abstraksi (Abstraction), (3) Berpikir Analitik (Analytic Thinking), (4) mewakilinya dengan sebuah huruf, dan beroperasi diatasnya
Berpikir dinamik (Dynamic Thinking), (5) Pemodelan (Modeling) , seolah-olah itu diketahui.
(6) Pengorganisasian (Organization) Berdasarkan pendapat dari Shelley Kriegler dalam
Sementara itu, Kieran (2004) merumuskan beberapa jurnalnya yang berjudul “Just What is Algebraic Thinking ?”. Definisi
penyesuaian yang diperlukan dalam mengembangkan pola berpikir berpikir aljabar dalam jurnal ini menurut Kriegler, “algebraic thinking
aljabar, diantaranya : (1) fokus pada hubungan dan bukan sekedar is organized into two major components: the development of
jawaban dari perhitungan numerik, (2) fokus pada operasi serta mathematical thinking tools and the study of fundamental algebraic
rovers, dan pada gagasan yang terkait untuk melakukan/ tidak ideas. Mathematical thinking tools are analytical habits of mind.
melakukan, (3) fokus pada representasi dan pemecahan masalah They are organized around threetopics: problem-solving skills,
dari pada sekedar memecahkan masalah, (4) fokus pada angka representation skills, and quantitative reasoning skills.
dan huruf dan bukan pada angka saja, dan hal ini termasuk : (a) Fundamental algebraic ideas represent the content domain in
bekerja dengan huruf yang tidak diketahui, variabel atau which mathematical thinking tools develop. They are explored
parameter, (b) menerima ekspresi yang tidak tertutup sebagai through three lenses: algebra as generalized arithmetic, algebra as
tanggapan, (c) membandingkan ekspresi untuk kesetaraan language, and algebra as a tool for functions and mathematical
berdasarkan sifat bukan pada evaluasi numerik, (5) fokus pada modeling”. Shelley Kriegler berpendapat bahwa berpikir aljabar
tanda sama dengan. disusun berdasarkan 2 (dua) komponen utama: pengembangan
Dari beberapa pengertian tentang berpikir aljabar yang alat berpikir matematika dan pembelajaran ide dasar aljabar. Alat
telah diungkapkan diatas dapat dilihat bahwa berpikir aljabar bukan berpikir matematika adalah kebiasaan berpikir analitis. Yang terdiri
suatu pemikiran yang tunggal melainkan terdiri dari beberapa dari keterampilan menyelesaikan masalah, keterampilan
bentuk pemikiran dan pemahaman simbolisme. Menurut Kriegler representasi, dan keterampilan penalaran kuantitatif. Ide dasar
(2007), "For Students to achieve access to and success in the aljabar merepresentasikan domain konten dalam mengembangkan
formal study of algebra, they need to achieve fluency using alat berpikir matematika. Ide dasar aljabar dibagi menjadi 3 (tiga)
mathematical thinking tools and informal algebraic ideas. This bagian: aljabar sebagai generalisasi dari aritmatika, aljabar sebagai
research-based algebraic thinking framework can be used to bahasa, dan aljabar sebagai alat untuk pemodelan matematis dan
critically examine goals, materials, and instruction strategies that fungsi.
promote the development of mathematical thinking tools and Dari beberapa pengertian tentang berpikir aljabar yang
fundamental algebraic ideas, and serve as a reminder of important telah diungkapkan diatas dapat dilihat bahwa berpikir aljabar bukan
elements in the development of algebraic thinking" (bagi siswa suatu pemikiran yang tunggal melainkan terdiri dari beberapa
untuk mencapai akses dan sukses dalam belajar aljabar, mereka bentuk pemikiran dan pemahaman simbolisme. Menurut Kriegler
membutuhkan untuk mencapai kefasihan dengan menggunakan (2007), "For Students to achieve access to and success in the
alat pemikiran dan ide-ide matematika informal. Kerangka formal study of algebra, they need to achieve fluency using
pemikiran aljabar berbasis penelitian dapat digunakan untuk mathematical thinking tools and informal algebraic ideas. This
memeriksa tujuan kritis, materi, dan strategi instruksi yang research-based algebraic thinking framework can be used to
ISBN: 978-602-74245-0-0 357
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
critically examine goals, materials, and instruction strategies that Pola yang demikian ini merupakan jantungnya berpikir matematika
promote the development of mathematical thinking tools and dan sangat berkaitan dengan ide/gagasan abstrak.
fundamental algebraic ideas, and serve as a reminder of important Pemecahan masalah matematika tidak terlepas dari
elements in the development of algebraic thinking" (bagi siswa pengetahuan seseorang akan substansi masalah tersebut.
untuk mencapai akses dan sukses dalam belajar aljabar, mereka Misalnya bagaimana pemahamannya terhadap inti masalah
membutuhkan untuk mencapai kefasihan dengan menggunakan tersebut, prosedur atau langkah apa yang digunakan dalam
alat pemikiran dan ide-ide matematika informal. Kerangka pemecahan masalah tersebut. Selanjutnya menurut (Rodney dkk,
pemikiran aljabar berbasis penelitian dapat digunakan untuk 2001:67), pemecahan masalah didefinisikan sebagai proses yang
memeriksa tujuan kritis, materi, dan strategi instruksi yang dilakukan individu dalam mengkombinasi pengetahuan-
mempromosikan pengembangan alat pemikiran dan ide-ide pengetahuan sebelumnya untuk menghadapi situasi baru. Ini
matematika dan dasar aljabar, dan berfungsi sebagai pengingat berarti pemecahan masalah adalah proses yang dilakukan
dari unsur penting dalam perkembangan pemikiran aljabar). seseorang dalam mengkombinasikan pengetahuan-pengetahuan
sebelumnya untuk menyelesaikan tugas yang belum diketahui
Pemecahan Masalah (Problem Solving) prosedur penyelesaiannya.
Walle (2007:4) menyatakan pemecahan masalah adalah Dari pengertian di atas, terlihat bahwa dalam pemecahan
pengembangan ide matematika untuk menemukan penyelesaian masalah matematika dibutuhkan prosedur yang mengacu pada
masalah. Dalam NCTM (2005:2), pemecahan masalah merupakan keterampilan yang mengurutkan langkah-langkah yang dikenal
proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh dengan algoritma atau prosedur pemecahan masalah.
sebelumnya pada situasi baru dan berbeda.
Pemecahan masalah dapat dikarakterisasi sebagai KESIMPULAN
proses kognitif yang ditujukan secara langsung dan memerlukan Menurut beberapa penelitian, cara yang paling tepat
usaha serta konsentrasi dari perhatian secara penuh. Solusi tidak untuk menerapkan berpikir aljabar dikalangan siswa adalah
dapat diperoleh secara langsung hanya dengan satu langkah tetapi dengan menggunakan pendekatan penyelesaian masalah
melalui langkah-langkah penalaran perantara, dan dari beberapa dibandingkan dengan hanya memperkenalkan simbol dan
langkah tersebut mungkin ada yang masih kurang atau salah. penyelesaian soal-soal rutin dan mengabaikan makna dari berpikir
Beberapa masalah yang akan dipecahkan mungkin beberapa aljabar itu sendiri. Bednarz dkk (1992) menyatakan pemecahan
diantaranya telah terdefinisi dengan baik seperti sistem persamaan masalah memainkan peranan yang penting untuk perkembangan
linier dua variabel. aljabar. Penyelesaian masalah adalah medan ganda yang menarik
Berdasarkan kenyataan, harus disadari bahwa ternyata untuk memeriksa munculnya model berpikir aljabar dan
sebagian besar dari kehidupan manusia adalah berhadapan karakteristiknya.
dengan masalah-masalah yang perlu dicari penyelesaiannya. Menurut Herbert dan Brown (1997) yang merumuskan
Sehubungan dengan ini, Hudojo (2003:148) mengatakan bahwa kerangka kerja berpikir aljabar dalam pemecahan suatu masalah
tujuan pendidikan adalah suatu proses terus menerus manusia atau situasi yaitu :
untuk menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi sepanjang "Algebraic thinking is using mathematical symbols and tools to
hayat. Karena itu peserta didik dalam hal ini siswa harus benar- analyze different situations by:
benar perlu dilatih dan dibiasakan berpikir secara mandiri melalui 1. Extracting information from the situation
pembelajaran pemecahan masalah. 2. Representing that information mathematically in words,
Dengan demikian, pemecahan masalah seyogyanya diagrams, tables, graphs, and equations
memperoleh perhatian besar baik dalam hal mengintegrasikan 3. Interpreting and applying mathematical findings, such as
dalam pembelajaran matematika di sekolah-sekolah maupun solving for unknowns, testing conjectures, and identifing
sebagai objek kajian bagi para peneliti. Keterampilan memecahkan functional relationship to the same situations and the new
masalah harus dimiliki peserta didik. Pemecahan masalah akan related situation".
memberikan gambaran tentang bagaimana anak berpikir, Kerangka berpikir aljabar tersebut dituangkan dalam
menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. diagram berikut ini :
Pemecahan masalah dapat juga didefinisikan sebagai
proses yang dilakukan individu dalam mengkombinasikan
pengetahuan-pengetahuan sebelumnya untuk menghadapai
situasi baru (Rodney dkk, 2001: 67). Menurut Johnson & Rising
(1972), pemecahan masalah matematika merupakan suatu proses
mental yang kompleks yang memerlukan visualisasi, imajinasi,
manipulasi, analisis, abstraksi, dan penyatuan ide. Selanjutnya
Jonansen (Suparno, 1997:55) mengatakan bahwa hasil abstraksi
mental seseorang adalah skema yang digunakan untuk mengerti Gambar 1. Kerangka kerja untuk berpikir aljabar
suatu hal, menemukan jalan keluar atau memecahkan masalah. (Hebert dan Brown, 1997).
Untuk menyelesaikan masalah, siswa harus mengenali
dan menguasai hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya, dan Sementara itu Lee (Windsor, 2010) mengamati siswa
kemudian menggunakannya di dalam situasi baru. Siswa dalam menganalisis masalah dari perspektif berpikir aljabar, “when
mengabstraksikan hal-hal yang sudah dipelajari, yaitu children analyse problems from an algebraic thinking perspective
mengidentifikasi esensi dari bentuk atau struktur dari hal yang they may consider : (1) reasoning about patterns (in graphs,
diketahui, sehingga siswa menemukan atau menghasilkan sesuatu number patterns, shapes, etc) stressing and ignoring, detecting
untuk pertama kali dengan menggunakan imaginasi atau pikiran. sameness and difference, repletion, and order; (2) generalising or
thinking in terms of the general, seeing the general in the particular;
ISBN: 978-602-74245-0-0 358
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
(3) mentally handling the as-yet-unknown, inverting and reversing Herbert, K, & Brown, R. H. 1997. Patterns as Tools for Algebraic
operations; (4) thinking about mathematical relations rather than Reasoning. Teaching Children Mathematics, 3.
mathematical objects”. Ini artinya ketika siswa menganalisis Hudoyo, H. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
masalah dari perspektif berpikir aljabar mereka Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang.
mempertimbangkan; (1) melakukan penalaran terhadap pola Kaput, J. J. 2008. What is Algebra?What is Algebraic Reasonning?.
(dalam grafik, pola bilangan, bentuk, dsb) menekankan dan New York: Lawrence Erlbaum Associates.
mengabaikan, mendeteksi kesamaan dan perbedaan, hal yang Kieran, Carolyn. 2004. Algebraic Thinking in the Early Grades:
penuh dan urutan; (2) menggeneralisasi atau berpikir secara What Is It? The Mathematics Educator. Vol. 8. N0. 1,
umum, melihat keumuman dalam hal tertentu; (3) secara mental 139-151.
menangani sesuatu yang belum diketahui membalik dan Kriegler,S. 2007. Just What is Algebraic Thinking.
melakukan operasi secara terbalik; (4) berpikir tentang hubungan Lew, Hee Chan. 2004. Developing Algebraic Thinking In The Earlier
matematika dari pada objek-objek matematika. Grades: A Case Study of The South Korean Elementary
Adapun indikator yang digunakan untuk melihat School Mathematics Curriculum. The Mathematics
berpikir aljabar siswa adalah sebagai berikut. Bagi Norton dan Educator 8.
Windsor (2011) “by developing algebraic thinking using a problem R Borromeo, Ferri. 2012. Mathematical Thinking Styles-An
solving approach, students develop a way of thinking that builds Empirical Study. European Research in Mathematics
from their own mathematical understanding and provides an entry Education.
point into more sophisticated mathematics”. Skemp, R.R. 1982. Symbolic Understanding Mathematics
Dengan mengembangkan pemikiran aljabar Teaching.
menggunakan pendekatan pemecahan masalah, siswa Usiskin, Z. 1997. Doing Algebra in Grades K-4. Teaching Children
mengembangkan cara berpikir yang dibangun dari pemahaman Mathematics.3, 346-356.
matematika mereka sendiri dan menyediakan jalur masuk ke Vance, J. H. 1998. Number Operations from An Algebraic
matematika yang lebih canggih. Perspective. Teaching Children Mathematics. 4, 282-285.
Van de Walle, John A., Karp, Karen S, and Bay-Williams,
DAFTAR PUSTAKA Jennifer M. 2010. Elementary and Middle School
Bednarz, N & Janvier, B. 1992. Approach to Algebra. th
Mathematics, Teaching Develop-mentally (7 ed). Boston:
Driscoll, LUMR. 1997. Define Algebraic Thinking.
Allyn & Bacon.
Greenes, C. & Findell, C. 1998. Algebra Puzzles and Problems,
Z, Karadag. 2009. Analyzing Students’ Mathematical Thinking.
Grade 6. Mountain View, CA: Creative

ISBN: 978-602-74245-0-0 359


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELARAN DAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DENGAN
PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING PADA POKOK BAHASAN FAKTORISASI SUKU ALJABAR
KELAS VIII5 SMP NEGERI 3 WOHA
Nurrahmah
Dosen STKIP Taman Siswa Bima
E-mail:-

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep matematika
pada materi faktorisasi suku aljabarsiswa kelas VIII5SMP Negeri 3 Woha. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah: (1) data tentang kegiatan belajar mengajar dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi.(2) Data tentang kemampuan
penalaran pemahaman konsep matematika dikumpulkan dengan memberikan tes/evaluasi pada setiap akhir siklus. Ketentuan belajar
≥85% dan aktivitasbelajarsiswa minimal berkategoriaktif merupakan indikator yang digunakan untuk mengetahui peningkatan yang terjadi.
Hasil penelitian yang didapat adalah sebagai berikut: Siklus I; nilairata-ratahasil belajar siswa 63,21 terdapat 19 siswa yang telah tuntas
dari 31 siswa yang mengikuti tesdenganprosentaseketuntasanbelajarnyasebesar 61,29%, dan 12 siswa belum tuntas atau 38,7%.
Terjadipeningkatanpada Siklus II; nilairata-rata hasil belajarnaik 8,45 poinmenjadi 71,66 dengan presentase ketuntasan belajarnya
91,66%. Hasil tersebut menunjukkan sudah tercapainya indikator penelitian yang ditetapkan, sehingga dapat disimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran problem based learningpada materi faktorisasi suku aljabar dapat meningkatkan kemampuan penalaran
dan pemahaman konsep matematikasiswa kelas VIII5SMP Negeri 3 Woha.

Kata Kunci: Problem Based Learning (PBL), Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Konsep Matematika, Faktorisasi Suku Aljabar.
Tabel 1. Rata-rata Nilai Ulangan harian Semester II Siswa
PENDAHULUAN NO KELAS NILAI RATA-RATA
Pendidikan adalah upaya sadar yang dilakukan agar 1 VII1 70.30
peserta didik atau siswa dapat mencapai tujuan tertentu, 2 VII2 70.20
pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk 3 VII3 70.10
meningkatkan manusia Indonesia yang seutuhnya. Oleh sebab itu, 4 VII4 70.00
diperlukan manusia yang tidak hanya mempunyai pengetahuan 5 VII5 60.70
dan keterampilan, tetapi juga mempunyai kemampuan berfikir 6 VII6 65.90
rasional, kritis dan kreatif. 7 VII7 70.20
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari 8 VII8 65.00
perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting 9 VII9 65.00
dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia.
Perkembangan pesat dibidang teknologi, informasi dan komunikasi Belajar dipengaruhi juga oleh berbagai faktor, seperti
dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika dibidang teori pengalaman yang dimiliki sebelumnya, kemampuan bawaan,
bilangan, analisis, aljabar, teori peluang, dan matematika diskrit kematangan, minat dan motivasi dalam proses balajar mengajar
(Sutarto & Syarifuddin, 2013:1). matematika. Perlu juga diperhatikan faktor-faktor yang dimiliki oleh
Belajar matematika penting untuk diperhatikan dan siswa sehingga dapat diusahakan suatu kegiatan yang relevan.
diajarkan untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran dalam Dengan kata lain, metode atau pendekatan model serta strategi
matematika. Namun pada kenyataannya sampai saat ini yang digunakan hendaknya sesuai dengan kemampuan siswa.
matematika merupakan pelajaran yang sangat menyulitkan bagi Hal yang paling mendasar yang dituntut dalam proses
siswa (Sutarto & Syarifuddin, 2013:2). Mereka menganggap pembelajaran adalah keaktifan siswa. Keaktifan siswa dalam
matematika merupakan pelajaran yang membosankan, proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi
membingungkan dan kurang menarik sehingga mereka cenderung antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini
menghindari mata pelajaran ini. akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif,
Belum maksimalnya hasil belajar matematika siswa tidak dimana masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya
terlepas dari proses pembelajaran yang dilaksanakan, untuk itu semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan
perlu diciptakan kondisi belajar yang menyenangkan bagi siswa. mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan
Dengan kondisi belajar yang menyenangkan siswa lebih yang akan mengarah pada peningkatan kemampuan penalaran
termotivasi dalam belajar, minat belajar yang tinggi dan pada dan pemahaman konsep.
akhirnya dapat meningkatakan hasil belajar siswa (Sutarto & Salah satu model yang digunakan untuk mengatasi
Syarifuddin, 2013:2) yang mengakibatkan kemampuan bernalar persoalan tersebut adalah penerapan Problem Bassed Learning
dan pemahaman konsep siswa meningkat. (PBL), PBL memiliki ciri yaitu pengajuan masalah atau pertanyaan,
Berdasarkan hasil observasi awal pada hari Selasa berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, penyelidikan autentik,
tanggal 14 April 2015 di SMP Negari 3 Woha, bahwa nilai ulangan kerjasama menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya.
harian kelas VII dalam mata pelajaran matematika masing-masing Hasil belajar menggambarkan kemampuan siswa setelah
kelas masih belum mencapai standar ketuntasan sehingga mempelajari sesuatu. Peneliti mengambil sampel kelas yang
menunjukan bahwa kemampuan penalaran dan pemahaman memiliki nilai rata-rata paling rendah diantara kelas-kelas yang lain,
konsep siswa masih rendah. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1. dimana peneliti ingin mengetahui apakah penggunaan model
Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan
penalaran dan pemahaman konsep matematika pada siswa kelas
ISBN: 978-602-74245-0-0 360
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
VIII5 yang memiliki hasil belajar masih rendah dibandingkan a. Ketuntasan siswa individu
dengan kelas-kelas yang lain. Jika dilihat dari ketuntasan, seorang siswa
Model Problem Bassed Learning merupakan model yang dikatakan tuntas belajar apabila siswa tersebut telah
menitik beratkan pada aktivitas dan kreativitas siswa untuk mencapai nilai ≥ 65(𝐾𝐾𝑀).
membantu mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan b. Ketuntasan klasikal dihitung dengan persamaan
𝑥
masalah dan keterampilan intelektual yang dimilikinya dimana 𝐾𝐾 = × 100%
𝑧
siswa dapat memilih, merancang dan memimpin pekerjaannya Keterangan :
dalam memproses perolehan belajarnya, sehingga menjadi 𝐾𝐾 = Ketuntasan kelas
pembelajar yang otonom dan mandiri.
𝑥 = jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 65
Hasil belajar dari Problem Bassed Learning (PBL) adalah
𝑍 = jumlah siswa yang ikut tes
peserta didik memiliki keterampilan penyelidikan. Peserta didik
2. Data Proses Pembelajaran
mempunyai keterampilan mengatasi masalah. Peserta didik
Analisis di lakukan dengan langkah-langkah sebagai
mempuyai kemampuan mempelajari peran orang dewasa. Peserta
berikut:
didik dapat menjadi pembelajar yang mandiri dan independen
a. Mendiskripsikan hasil observasi pembelajaran untuk setiap
(Agus Suprijono, 2009 :72)
siklus pada penerapan model pembelajaran problem based
Berdasarkan uraian di atas, salah satu strategi untuk
learning.
meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahamn konsep
b. Mendskripsikan langkah–langkah guru dalam menerapkan
matematika adalah dengan penerapan model Pembelajaran yang
model pembelajaran problem based learning untuk
dapat memberikan pemahaman kepada siswa tentang materi yang
meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahaman
diajarkan. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
konsep matematika siswa.
dengan judul “Upaya Peningkatan Kemampuan Penalaran dan
3. Data Hasil Observasi
Pemahaman Konsep Matematika dengan Penerapan Problem
a. Aktivitas Belajar Siswa
Based Learning Pada Pokok Bahasan Faktorisasi Suku Aljabar
Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam
Siswa Kelas VIII5 SMP Negeri 3 Woha.
pembelajaran maka data hasil observasi yang berupa skor
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Upaya
diolah dengan rumus :
Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Konsep ∑𝑥
Matematika dengan Penerapan Problem Based Learning Pada 𝐴𝑠 =
𝑖
Pokok Bahasan Faktorisasi Suku Aljabar Kelas VIII5 SMP Negeri 3 Keterangan :
Woha. As = skor rata-rata aktivitas belajar siswa
Terjadi peningkatan kemampuan penalaran dan ∑𝑥 = jumlah skor aktivitas belajar seluruh siswa
pemahaman konsep matematika siswa yang ditandai dengan i = banyaknya deskriptor
siswa tersebut telah mencapai nilai ≥ 65 (KKM) dan kentutasan Tabel 2. Pedoman Penilaian Aktivitas Siswa dalam proses
klasikalnya yaitu ≥ 85 % siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 (KKM). pembelajaran
Interval Kategori
METODE MI + 1,5 SDI ≤ As Sangat Aktif
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, MI + 0,5 SDI ≤ As < MI + 1,5 SDI Aktif
yaitu Penelitian Tindkan Kelas yang dilakukan secara partisipatif MI – 0,5 SDI ≤ As < MI + 0,5 SDI Cukup Aktif
dan kolaboratif. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas MI – 1,5 SDI ≤ As < MI – 0,5 SDI Kurang Aktif
VIII5 SMP Negeri 3 Woha semester ganjil yang berjumlah 38 siswa As < MI – 1,5 SDI Sangat Kurang
dengan 21 siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan. Rancangan Aktif
penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini. b. Aktivitas Guru
Mengenai hasil observasi terhadap guru akan
dianalisa menggunakan rumus brikut:
∑𝑥
Ag=
𝑖
Keterangan :
Ag = skor rata–rata aktivitas guru
x = skor masing–masing indikator
i = banyaknya indikator
Tabel 3. Pedoman Penilaian Aktivitas Guru dalam proses
pembelajaran
Interval Kategori
MI + 1,5 SDI ≤ Ag Bagus Sekali
MI + 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 1,5 SDI Bagus
Gambar 1. Rancangan penelitian tindakan kelas MI – 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 0,5 SDI Cukup Bagus
MI – 1,5 SDI ≤ Ag < MI – 0,5 SDI Kurang Bagus
Teknik pengumpulan dalam penelitain ini menggunakan Ag < MI – 1,5 SDI Sangat Kurang Bagus
lembar observasi, tes, dan lembar permasalahan siswa untuk Sumber : Nurkencana (Sri Maryati, 2014:36) yang
mengetahui peningkatan penalaran dan pemahaman konsep dimodifikasi
matematika siswa dalam memahami materi yang diajarkan.
Sedangkan teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan:
1. Kemampuan penalaran dan pemahaman konsep
ISBN: 978-602-74245-0-0 361
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
HASIL DAN PEMBAHASAN 85%. Maka penelitian pada siklus I belum dikatakan
A. Hasil berhasil.
1. Analisis Data Hasil Penelitian Siklus I 2. Penelitian Tindakan Kelas Siklus II
Hasil observasi kegiatan siswa siklus I dapat dilihat Hasil observasi kegiatan siswa siklus II dapat dilihat
pada tabel 4 dibawah ini. pada tabel 7 dibawah ini.
Tabel 4. Data Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Tabel 7. Data Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa
Siklus I Siklus II

Berdasarkan tabel 4 diatas, hasil analisis observasi Berdasarkan tabel 7 diatas, hasil analisis observasi
siswa pada siklus I dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa pada siklus II dapat disimpulkan bahwa aktivitas
belajar siswa pada siklus I berkategori cukup aktif. belajar siswa pada siklus II berkategori aktif.
Hasil observasi aktivitas guru siklus I dapat dilihat Hasil observasi aktivitas guru siklus I dapat dilihat
pada tabel 5. pada tabel 8.
Tabel 5. Data Hasil Observasi Kegiatan Guru Siklus I Tabel 8. Data Hasil Observasi Kegiatan Guru Siklus II

Berdasarkan tabel 8 diatas, hasil analisis observasi


Berdasarkan tabel 5 hasil analisis observasi guru guru pada siklus II dapat disimpulkan bahwa aktivitas guru
pada siklus I dapat disimpulkan bahwa aktivitas guru pada pada siklus II berkategori sangat bagus.
siklus I berkategori bagus. Adapun nilai ketuntasan hasil belajar siswa siklus I
Adapun nilai ketuntasan hasil belajar siswa siklus I dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 9.Data Hasil Belajar Siswa Siklus II
Tabel 6. Data Hasil Belajar Siswa Siklus I No Siklus II
No Siklus I Jumlah siswa yang mengikuti 36 orang
1
Jumlah siswa yang mengikuti 31 orang evaluasi
1
evaluasi 2 Jumlah soal 5 butir
2 Jumlah soal 5 butir 3 Nilai tertinggi 96
3 Nilai tertinggi 92 4 Nilai terendah 40
4 Nilai terendah 40 5 Jumlah siswa yang tuntas 33
5 Jumlah siswa yang tuntas 19 6 Jumlah siswa yang tidak tuntas 3
6 Jumlah siswa yang tidak tuntas 12 Rata-rata nilai siswa 71,66
Rata-rata nilai siswa 63,21 Presentase ketuntasan klasikal 91,66%
Presentase ketuntasan klasikal 61,29%
Berdasarkan analisis hasil evaluasi siswa siklus II
Berdasarkan analisis hasil evaluasi siswa yang ada yang ada pada tabel 9 diatas, nilai siswa pada siklus II
pada tabel 6 diatas, nilai siswa pada siklus I dengan nilai dengan nilai tertinggi 96 dan nilai terendah 40. Dari 36
tertinggi 92 dan nilai terendah 40. Dari 31 orang siswa yang orang siswa yang mengikuti evaluasi, jumlah siswa yang
mengikuti evaluasi, jumlah siswa yang tuntas 19 orang tuntas 33 orang siswa dengan presentase ketuntasan
siswa dengan presentase ketuntasan 61,29% dan yang 91,66% dan yang tidak tuntas 3 orang siswa dengan
tidak tuntas 12 orang siswa dengan presentase ketuntasan presentase ketuntasan 8,33%. dengan demikian,
61,29%. dengan demikian, berdasarkan hasil belajar siswa berdasarkan hasil belajar siswa pada siklus II sudah
pada siklus I belum mencapai standar ketuntasan yaitu mencapai standar ketuntasan yaitu 85%. Maka penelitian
berakhir pada siklus II.

ISBN: 978-602-74245-0-0 362


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
B. Pembahasan siswa. Berdasarkan analisis hasil evaluasi belajar siswa siklus
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk II dengan skor rata-rata sebesar 71,66 dan presentase
mengetahui peningkatan kemampuan penalaran dan ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 91,66%. Evaluasi
pemahaman konsep matematika dapat di lihat dalam grafik pada siklus II sudah dikatakan tuntas sehingga penelitian
berikut: selesai sampai siklus II. Hal ini membuktikan bahwa dengan
diterapkannya model pembelajaran Poblem Based Learning
Nilai Rata-Rata Hasil Belajar siswa lebih termotivasi untuk mau mendengarkan dan lebih
aktif sehingga materi yang disampaikan menjadi mudah
dipahami dengan baik.
71,66  Dengan demikian, penerapan model pembelajaran
problem based learning mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kemampuan penalaran dan pemahaman
konsep matematika dan ketuntasan belajar matematika. Hal ini
63,21  disebabkan karena penerapan problem based learning
merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam Problem
60,70  based learning kemampuan befikir siswa betul-betul di
optimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang
sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan mengasah,
Nilai Siklus I Siklus menguji dan mengembangkan kemampuan bepikirnya secara
Awal II berkesinambungan (Menurut Tan dalam Rusman,:229)
Penelitian ini dilaksanakan dengan prosedur Dengan demikian, model pembelajaran problem
penelitian tindakan kelas yang telah ditetapkan sebelumnya based learning dapat diterapkan pada materi faktorisasi suku
dengan diawali pada perencanaan, pelaksanaan tindakan, aljabar karena dalam penelitian ini peneliti tidak menemukan
observasi dan evaluasi, serta refleksi. Pada pelaksanaan keadaan yang berarti. Akhirnya peneliti berkesimpulan bahwa
tindakan dilaksanakan dalam dua kali kegiatan pembelajaran penerapan problem based leaning dapat meningkatkan
problem based learning dengan faktorisasi suku aljabar. kemampuan penalaran dan pemahaman konsep matematika
Berdasarkan analisis data hasil evaluasi belajar siswa kelas VIII5 pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar.
siswa pada siklus I dengan nilai rata-rata sebesar 63,21 dan
dengan presentase ketuntasan belajar 61,29%. Sehingga SIMPULAN
menunjukkan bahwa pada siklus I belum mencapai ketuntasan Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat ditarik
klasikal dimana dikatakan tuntas secara klasikal minimal 85%. kesimpulan bahwa penerapan problem based learning (PBL) dapat
Dari hasil penerapan model pembelajaran problem based meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep
learning. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar matematika siswa kelas VIII5 SMP Negeri 3 Woha. Hal ini dapat
sebanyak 19 orang siswa dari 31 orang siswa yang mengikuti dilihat pada siklus I nilai rata-rata adalah 63,21 dan ketuntasan
tes evaluasi. Disamping itu, berdasarkan analisis data hasil klasikal sebesar 61,29%, sedangkan pada siklus II meningkat
observasi bahwa peningkatan hasil belajar matematika siswa menjadi 71,66 dan ketuntasan klasikalnya sebesar 91,66%.
pada siklus I terlihat bahwa skor rata-rata hasil belajar Tingkat kenaikan rata-rata siswa adalah 8,45 atau diporsentasikan
matematika siswa sebesar 63,21 dengan kategori cukup aktif. sebesar 30,37%.
Pada siklus II guru melakukan perbaikan terhadap
kekurangan yang terdapat pada siklus I dengan tetap DAFTAR PUSTAKA
menerapkan model pembelajaran problem based learning. Arikunto (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Adapun tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki Depdikbud, 1995. Petunjuk Teknik Penilaian Jakarta.
kekurangan tersebut adalah guru semaksimal mungkin Sri Maryati, 2014. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan Group Investigation untuk Meningkatkan Kemampuan
dengan memberikan beberapa pertanyaan dan kesempatan Komunikasi Matematis Siswa pada Materi Fungsi Kelas
kepada siswa untuk bertanya, sehingga materi dapat dipahami VIIIc SMPN 4 Monta Tahun Pelajaran 2014/2015. STKIP
dengan baik. Disamping itu, guru harus bisa meyakinkan dan Taman Siswa Bima. Bim
memberikan semangat siswa untuk berani mencoba Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Pustaka Belajar.
mempresentasikan hasil pekerjaannya walaupun sudah salah. Yogyakarta
Setelah dilakukan perbaikan siklus II, guru Sutarto & syarifudin. 2013. Desain Pembelajaran Matematika.
memberikan evaluasi untuk mengetahui peningkatan Samudra Biru. Yogyakarta.
kemampuan penalaran dan pemahaman konsep matematika

ISBN: 978-602-74245-0-0 363


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH PEMBELAJARAN MODEL STAD DENGAN HANDS ON ACTIVITIES TERHADAP
HASIL BELAJAR
Nurul Ismi1, Muhali2, & Pahriah3
1Pemerhati Pendidikan Kimia
2&3Dosen Program Studi Pendidikan Kimia, FPMIPA IKIP Mataram

E-mail: Nurulismi@g.mail.com

Abstrak: Dalam proses pembelajaran guru tidak hanya menggunakan satu model saja karna akan membuat siswa merasa kesulitan dan
menimbulkan kejenuhan. Hal ini menuntut guru untuk lebih kreatif dalam menerapkan model pembelajaran yang tepat dalam proses
belajar mengajar. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh model STAD
dengan Hands On Activities terhadap hasil belajar pada materi reduksi dan oksidasi di SMA IT Abu Hurairah tahun ajaran 2015 - 2016.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA IT Abu Hurairah. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling random dan
diperoleh kelas Xa Sebagai Kelas Eksperimen yang dibelajarkan dengan model STAD dengan Hands On Activities terhadap hasil belajar
dan kelas Xb sebagai kelas kontrol yang dibelajarkan dengan model pembelajaran STAD. Data dikumpulkan dengan teknik tes pilihan
ganda. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik –t (uji beda) dengan taraf signifikan 5%. Melalui analisis data
statistika- t hasil belajar menggunakan taraf signifikan yaitu 0,05% dan pada penelitian ini terdapat Sig (2-tailed) = 0,000 sehingga Sig (2-
tailed) < Sig. 𝛼 yaitu (0,05%) <(0,000). Menunjukan bahwa (Ha) yang diajukan dalam penelitian ini diterima yaitu ada pengaruh model
STAD dengan Hands On Activities terhadap hasil belajar pada reaksi reduksi dan oksidasi.

Kata Kunci: STAD, Hands On Activites,Hasil Belajar Kimia

PENDAHULUAN sehingga para pembelajar dapat diberikan rangsangan untuk


Ilmu kimia merupakan bagian dari sains yang erat mengamati, menanyakan, dan menyimpulkan apa yang mereka
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Ilmu kimia adalah ilmu pelajari.Reaksi oksidasi dan reduksi memiliki sifat abstrak sehingga
Pengetahuan Alam yang mempelajari tentang materi yang meliputi sangat sesuai dibelajarkan dengan STAD karena siswa akan lebih
struktur, susunan, sifat dan perubahan materi serta energi yang mudah mengkonstruksi konsep dengan diskusi dan adanya
menyertainya.Menurut Yohana (2010) menyatakan bahwa salah kompetisi antar kelompok menyebabkan persaingan antar
satu karakteristik materi kimia adalah konsep-konsep abstrak kelompok akan memberikan dampak positif terhadap keterlaksaan
banyak rumus dan perhitungan. Kimia memang bersifat tidak nyata pembelajaran. Menurut Trianto (2012), keunggulan model
akan tetapi kimia dapat memenuhi keinginana seseorang untuk pembelajaran kooperatif tipe Student TeamsAchievement Division
memahami berbagai pristiwa yang ditemukan dalam kehidupan (STAD) yaitu: (a) dapat memberikan kesempatan kepada siswa
sehari –hari. Ilmu kimia termasuk mata pelajaran dalam rumpun untuk menggunakan ketrampilan bertanya dan membahas suatu
sains yang bertujuan agar siswa mampu menguasai konsep- masalah; (b) dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
konsep kimia dan mampu menerapkan konsep kimia untuk lebih intensif mengadakan penyelidikan mengenai suatu masalah;
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari secara ilmiah. (c) dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan
Seiring perkembangan ilmu kimia, kimia menjadi salah satu yang berdiskusi; (d) dapat memungkinkan guru untuk lebih
mempengaruhi perkembangan dunia pendidikan. Dimana memperhatikan siswa sebagai individu dan kebutuhan belajarnya;
pembelajaran kimia diharapkan dapat menjadikan para peserta (e) para siswa lebih aktif bergabung dalam pelajaran mereka dan
didik mampu mengikuti perkembangan dunia pendidikan dan mereka lebih aktif dalam diskusi; (f) dapat memberikan
lingkungan sekitanya .Salah satu materi ilmu kimia adalah reaksi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa
oksidasi dan reduksi yang bersifat kompleks melilputi aspek menghargai, menghormati, pribadi temannya, dan menghargai
makroskopis, mikroskopis dan simbolik.makroskopis yang pendapat orang lain. Sedangkan hands on activities adalah suatu
merupakan tingkat yang paling mudahuntuk memahami proses pembelajaran yang dirancang agar siswa terlibat dalam
permasalahan – permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran menggali informasi, bertanya, beraktivitas, menemukan,
kimia. Karenatingkatkurangabstrak yang dapat dilihat dengan kasat mengumpulkan data, meganalisis serta membuat kesimpulan
mata sehingga mudah dipahami dalam proses pembelajaran reaksi sendiri. Pembelajaran dengan hand on activities memberikan
oksidasi dan reduksi. Ditunjukan dengan adanya perpindahan kebebasan kepada siswa dalam mengkonstruksikan pemikiran dan
bilangan oksidasi sehingga terjadi perubahan warna pada apel. temuan selama melakukan aktivitas sehingga siswa melakukan
Karakteristik simbolik merupakan proses yang melalui persamaan sendiri dengan tanpa beban, menyenangkan dan motivasi yang
kimia dengan menggunakan simbol, formula, dan tinggi.
angka.Berdasarkan karakteristik materi kimia yang relatif kompleks Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
menyebabkan pembelajaran kimia menjadi lebih sulit dibandingkan mengetahui:Untuk mengetahui pengaruh model pembejaran STAD
pelajaran yang lain, juga proses pembelajaran kimia yang tidak dengan hands on activities terhadap hasil belajar siswa
mendukung efektifitas dan bermaknanya suatu proses
pembelajaran. Pembelajaran kimia yang diterapkan guru yaitu METODE
khususnya materi reaksi oksidasi dan reduksi di SMA IT Abu Subjek penelitian ini yakni 79 siswa SMA IT Abu
Hurairah. Pembelajaran kimia akan lebih bermakna apabila yang Hurairah. Subjek penelitian kelas eksperimen dibelajarkan dengan
diberikan sesuai dengan karakteristik materi tersebut. Ilmu kimia model STAD dengan Hands On Activities Terhadap Hail
yang bersifat abstrak dan mikroskopis memerlukan pembelajaran Belajar.Sedangkan kelas kontrol dibelajarakan dengan model
yang dapat menampakkan suatu materi yang bersifat mikroskopis, pembelajaran STAD.Sebelum diajarkan siswa diberikan perlakuan

ISBN: 978-602-74245-0-0 364


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
atau kemampuan awal berdasarkan prettes.Dalam penelitian ini yang Table 3. Deskripsi data prêt-tes
diukur adalah hasil belajar sebagai variable bebasnya. Dalam kelas N Mean Std. deviation
penelitian ini, jenis penelitian eksperimental yang digunakan adalah XA 38 30.8421 9.39962
Quasi EksperimentalDesign yaitu penelitian eksperimen yang Kawal XB 41 26.3659 12.52948
memiliki kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya
untuk mengontrol variabel-variabel luar yang Tabel 4. Uji F dan uji t-tes
mempengaruhipelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2011). Levene’s test of
Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah t-test
variances
rancangan Pretest posttes kontrol grup design seperti pada Tabel. K.awal F sig t Sig. (2-tailend)
Tabel 1. Rancangan Penelitian Pretest posttes Kontrol Group 1.435 .235 1.804 .075
Design Hasil analisis perbandingan kemampuan awal siswa
Kelas Pre-test Perlakuan Post-test antara kelas XA dengan kelas XB diperoleh, nilai signifikansi
Eksperimen O1 X1 O2 (Sig.) = 0.235, sehingga (Sig.) > 0.05, dengan demikian Ho
Kontrol O3 X2 O4 diterima atau tidak ada beda kemampuan awal siswa pada
kelas XA dan kelas XB, artinya kemampuan awal siswa kelas
Keterangan: XA dan XB memiliki varian yang sama (homogen).
X1 : Perlakuan kelas eksperimen (model STAD dengan Hands On 2. Keterlaksanaan RPP
Activities) Observasi kegiatan guru bertujuan untuk melihat
X2 : Perlakuan kelas control (model STAD) keterlaksaan RPP yang telah disusun. Observasi kegiatan guru
O1: Pre-tes yang diberikan kepada kelas eksperimen (tes sebelum dilaksanakan dalam dua kelas yaitu kelas eksperimen dan
diberikan materi reaksi redoks) kelas kontrol. Aktivitas yang ditunjukan guru selama proses
O2 : Post-test yang diberikan kepada kelas eksperimen (tes setelah pengajaran dari pertemuan pertama sampai pertemuan
diberikan materi reaksi redoks ) keempat. Kelas eksperimen menggunakan model STAD
O3 : Pre-test yang diberikan kepada kelas kontrol (tes sebelum dengan HandsOn Activities dan kelas kontrol menggunkan
diberikan materi reaksi redoks) model STAD tanpa HandsOn Activitiespembelajaran telah
O4 : Post-test yang diberikan kepada kelas kontrol (tes setelah berlangsung dengan sangat baik. Maka dari itu, dapatdiyakini
diberikan materi reaksi redoks). bahwa segala fenomena yang terjadi baik di kelas eksperimen
Rancangan ini digunakan untuk mengetahui pengaruh maupunkontrol terkait variabel dalam penelitian ini merupakan
model STAD dengan Hands On Activities terhadap Hasil belajar dampak dari perlakuanpembelajaran yang diberikan. Hal
Beberapa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini tersebut dapat dilihat pada tabel 5.
yaitu: (1) instrument perlakuan yang meliputi silabus, RPP dan LKS; (2) Tabel 5. Hasil observasi keterlaksanaan RPP
isntrumen evaluasi yang meliputi lembar keterlaksanaan RPP, tes Rata-
kemampuan wal siswa berupa soal pilihan ganda .Data yang diperoleh Kelompok Pertemuan % Kategori
rata
dianalisis secara statistika inferensial dengan bantuan SPSS 16 for I 76 % Sangat Baik
Windows. II 80 % Sangat Baik
Eksperimen 79 %
III 80 % Sangat Baik
HASIL DAN PEMBAHASAN IV 80% Sangat baik
1. Kemampuan awal siswa I 72 % Baik
Data kemampuan awal siswa diperoleh dari prettes
Kontrol II 76 % Sangat Baik 76 %
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil kemampuan
III 76 % Sangat Baik
awal siswa dipaparkan pada tabel 2.
IV 80% Sangat baik
Tabel 2. Hasil kemampuan awal siswa
K.Awal K.awal
eksperimen kontrol
N 38 41
Kolmogorov-Smirnov 1.063 .973
Z
Sig (2-tailed) .209 .301
Data kemampuan awal siswa kelas eksperimen
menunjukkan nilai signifikansi Sig.= 0.209, sehingga Sig. >
0.05, dengan demikian data berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Sedangkan data kemampuan awal kelas
kontrol menunjukkan nilai menunjukkan nilai signifikansi Sig.= Gambar 1. Diagram perbandingan keterlaksanaan RPP
0.301, sehingga Sig. > 0.05, dengan demikian data berasal dari Persentase keterlakasanaan RPP keterlaksanaan
populasi yang berdistribusi normal. Maka dapat dilanjutkan RPP pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan
dengan Uji Homogenitas. kelas kontrol. Hal ini terjadi karena perlakuan yang diberikan
Kemampuan awal siswa kelas XA dan XB statistik pada kedua kelas berbeda-beda, dimana pada kelas
parametrik melalui Uji independent t-test SPSS 16.0 for eksperimen dibelajarkan dengan model STAD dengan hands
windows untuk melihat persebaran varian dua kelompok. on activities terhadap hasil belajar dan kelas kontrol
Adapun hasil uji homogenitas dan uji independendent t-tes dibelajarkan dengan model STAD. Sehingga dapat diyakini
SPSS 16.0 ddipaparkan pada tabel 3 dan 4. bahwa pembelajaran yang yang terja baik di kelas eksperimen
ISBN: 978-602-74245-0-0 365
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
maupun kontrol terkait variabel dalam penelitian ini terlaksana SIMPULAN
dengan baik. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang
3. Analisi data hasil belajar telah diuraian pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan
Data hasil nilai posstes siswa untuk kelas sebagai berikut :
eksperimendan dengan penerapan model pembelajaran STAD 1. Tidak ada perbedaan literasi sains antara siswa yang
dengan Hands On Activities dan kelas kontrol dengan diajarkann menggunakan model STAD dengan Hands On
penerapan model pembelajaran STAD disajikan pada tabel 6. Activities terhadap literasi sains dan yang dibelajrkan dengan
Tabel 6. Hasil analisis data hasil belajar model STAD.
Std. 2. Ada perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan antara siswa
kelas N Mean
deviation yang diajarkan menggunakan model STAD dengan Hands On
Post- XA 38 44.7368 18.55989 Activities
test XB 41 31.8293 8.37527
Berdasarkan nilai mean yang merupakan rata-rata DAFTAR PUSTAKA
kelas, diperoleh rata-rata kelas eksperimen 44.7368 dan kelas Hartina. (2008). Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe think
kontrol 31.8293, jadi rata -rata kelas eksperimen lebih sedang pair share (TPS) terhadap hasil belajar kimia siswa XI IPA
dibandingkan kelas kontrol. Berdasarkan data hasil belajar SMA Negeri 5 makasar [Online]. Tersedia:
siswa yaitu nilai rata- rata posttest, maka pembelajaran model http:///www.tunarungu.com/2012/06/ model pembelajaran
STAD dengan Hands On Activities terhadapa Hasil Belajar TPS.html [17 desember 2012]
lebih baik dari pada pembelajaran model STAD. Suprijono A. (2009). Cooperative learning,Yogyakarta: pustaka
Sebelum dilakukan uji homogenitas, maka data diuji pelajar, cetakan ll
normalitas terlebih dahulu. Hasil uji normalitas yang telah Slavin R.E. (2005). Cooperative learning,bandung : Nusa Media,
dilakukan terhadap kelas eksperimen diperoleh Sig. (0.242) cetakan 15 14 13
>(0.05) yang artinya bahwa terdistribusi normal selanjutnya uji Aini K. dan Dwiningsih K. (2008). Penerapan model pembelajaran
normalitas dilakukan terhadap kelas kontrol diperoleh sig. inkuiri dengan hands on minds on activity untuk
(0.724)> 0.05 yang artinya terdistribusi normal. Berikut ini meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok
merupakan tabel Uji normalitas data siswa kelas eksperimen termokimia.
maupun kelas kontrol menggunakan SPSS 16 for windows Siswati E.K, Herlina L, Budiyanto K, (2012), model hands on minds
melalui one- sample kolmogorov-smirnov tes. Data terdistribusi on dengan bantuan media asli pada materi spermatophyte
tidak normal yang disajikan pada tabel 7. Odja A.H, Citron S. Payu. (2014). Analisis kemampuan awal literasi
Tabel 7. Hasil data terdistribusi tidak normal. sains siswa pada konsep ipa
Posstes Posstes Yohana Y. (2010), Upaya peningkatan penguasaan konsep reaksi
Eksperimen Kontrol reduksi- oksidasi melalui model pembelajaran kooperatif
N 38 41 tipe-stad
Kolmogorov- 1.027 .692 Rufiati.E(2011). Apakah karakteristik pembelajaran kimia
Smirnov Z Utami E. (2011). Studi komparasi pembelajaran student teams
Sig (2-tailed) .242 .724 achievement divisions (STAD) dilengkapi lembar kerja
Diketahui Sig. (0.000) < (0.05) yang artinya bahwa siswa (LKS) dan lingkaran hidrokarbon pada materi pokok
terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang hidrokarbon pada materi pokok hidrokarbon kelas X
dibelajarkan dengan model STAD dengan Hands On Activities semester genap sma batik 2 surakarta tahun pelajaran
terhadap hasil belajar siswa dengan pembelajaran model 2010/2011
STAD tanpa Hands On Activities . Harmoko. (2013). Penerapan pembelajaran kooperatif model
Tabel 8. Uji F dan uji t tes student teams-achievement divisions (stad) ditinjau dari
Levene’s test of keaktifan siswa dan hasil belajar siswa mata pelajaran
t-test menggunakan alat ukur kelas x jurusan teknik pemesinan
variances
posstes F sig t Sig. (2- di smk muhammadiyah prambanan
tailend) Lie A. (2007). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
41.481 .000 50.616 .000 Rudiansyah (2012) Pengaruh pembelajaran kooperatif tipe student
team Achievement division (stad) terhadap hasil
Uji hipotesis dilakukan berdasarkan paradigma
belajarMatematika siswa smp
penelitian kuantitatif. Maka dari itu, dilakukan uji hipotesis
Sugiyono.(2011). Metode penelitian pendidikan pendekatan
antara kelas eksperimen dan kelaskontrol pada data hasil
kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta
belajar sesudah pembelajaranmenggunakan uji t independent
Sulami E. & Waldjimah.(2009). Kimia : PT Macanan jaya cemerlang
sample t-test dengan bantuan SPSS 16 forwindows dengan
Sumarjono, S.Pd. (2012). Mini Book Master SMA Kelas X, XI , XII
hipotesis sebagai berikut :Ha ada pengaruh signifikan
kimia jakarta : PT Wahyu Media
penerapan model STAD dengan hands on activities terhadap
Syukri S.(1999). Kimia dasar jilid 1 Bandung : ITB.
hasil belajar.

ISBN: 978-602-74245-0-0 366


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT TERHADAP KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH SISWA SMPN 3 BATUKLIANG
Ramdani1 & Bq.Azmi Sukroyanti2
1Pemerhati Pendidikan Fisika
2Dosen Program Studi Pendidikan Fisika, FPMIPA IKIP Mataram

E-mail: sbqazmi@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Siswa SMPN 3 Batukliang. Jenis dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen, Desain penelitian Pretest-Posttest
Control Group. Desain dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMPN 3 Batukliang yang berjumlah 69 orang , sedangkan
sampelnya adalah kelas VIIa dengan jumlah siswa 23 orang, sebagai kelas eksperimen dan VIIb dengan jumlah siswa 23 orang sebagai
kelas kontrol, teknik pengambilan sampel menggunakan Simple Random Sampling. Teknik analisi data deskriptif kuantitatif dengan
analisis uji hipotesis. Hasil analisis statistic dapat diinterpretasikan sebagai berikut. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMPN 3 Batukliang, diperoleh nilai t hitung 3,380, dengan ttabel 2,025, hasil ini
menunjukkan t hitung> t tabel dengan taraf signifikasi 5%. Sehingga dapat bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa: Terdapat Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMPN 3
Batukliang.

Kata Kunci: TGT dan Pemecahan Masalah

Abstract: This study aims to determine: The Effects of Cooperative Learning Model Problem Solving Ability Against TGT SMPN 3
Batukliang. Type in this study is quasi-experimental, pretest-posttest study design Control Group. Design in this study were all students of
class VII SMPN 3 Batukliang totaling 69 people, while the sample is a class VIIa with a number of students 23 people, as an experimental
class and VIIB the number of students 23 people as the control class, the sampling technique using Simple Random Sampling. Descriptive
data analysis technique quantitative analysis of hypothesis testing. Results of statistical analysis can be interpreted as follows. Influence
of Cooperative Learning Model Problem Solving Ability TGT Against Students of SMPN 3 Batukliang, obtained by value t count 3,380, with
2,025 ttabel, these results showed t count> t table with a significance level of 5%. So it can be that Ha Ho accepted and rejected. It
concluded that: There Influence of Cooperative Learning Model Problem Solving Ability Against TGT SMPN 3 Batukliang.

Keyword: TGT, Problem Solving

PENDAHULUAN dan hukum-hukum fisika yang ada. Dari hasil pengamatan di


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa SMPN 3 Batukliang, materi pembelajaran fisika dijelaskan dan
ini berkembang sangat pesat. Untuk dapat bersaing dengan dunia diselesaikan secara matematis. Hal-hal yang penting dari konsep-
luar dituntut adanya pengetahuan yang tinggi pula dari konsep fisika seperti fenomena alam yang terkandung di dalam
masyarakatnya. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses suatu konsep, seringkali terabaikan sehingga menimbulkan
untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya miskonsepsi pada siswa.
sehingga mampu untuk menghadapi setiap perubahan yang Siswa di SMPN 3 Batukliang masih membutuhkan
terjadi. Pembangunan dibidang pendidikan merupakan sarana dan motivasi dalam pembelajaran sehingga siswa bisa mencapai hasil
wahana yang sangat baik dalam pembinaan sumber daya yang maksimal. Saya mengambil penelitian di SMPN 3 Batukliang
manusia. ini karna tempat saya PPL sehingga saya udah paham kendala
Pembangunan di bidang pendidikan ini mengerucut pada yang di hadapi siswa dan solusi untuk mencapai hasil belajar yang
peningkatan mutu pendidikan terutama dalam proses memuaskan sehingga mampu bersaing sesuai dengan
pembelajaran. Di dalam proses pembelajaran ini banyak sekali perkembangan zaman.
faktor yang mempengaruhi. Faktor yang terlibat di dalam proses Menurut Burton dalam Anisah (2011) belajar adalah
pembelajaran antara lain siswa, guru, sekolah, lingkungan suatu perubahan dalam diri individu sebagai hasil interaksinya
masyarakat dan sebagainya. Adapun faktor-faktor yang ikut dengan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan dan
menentukan keberhasilan siswa dalam kegiatan menjadikannya lebih mampu melestarikan lingkungannya secara
pembelajaranialah kemampuan yang dimiliki siswa, motivasi, memadai. Sedangkan menurut Gagne belajar adalah suatu
minat, kebiasaan, ketekunan, dan kualitas proses belajar siswa. perubahan dalam disposisi (watak) atau kapabilitas (kemampuan)
Kemampuan guru dalam mengajar, penguasaan materi, manusia yang berlangsung selama suatu jangka waktu dan tidak
perencanaan program serta ketepatan guru memilih metode atau sekadar menganggapnya proses pertumbuhan. Jadi pada
model pembelajaran dalam menyampaikan materi pelajaran dasarnya belajar merupakan proses perubahan tingkah laku
menentukan keberhasilan proses pembelajaran. sesorang karena interaksinya dengan lingkungan. Sedangkan
Pembelajaran fisika merupakan salah satu pembelajaran pembelajaran menurut Botkin, pembelajaran adalah suatu
wajib di Sekolah Menengah Pertama yang tergabung dalam mata perubahan yang dapat memberi hasil jika (orang-orang)
pelajaran IPA terpadu. Pembelajaran fisika memiliki pokok berinteraksi dengan informasi (materi, kegiatan, pengalaman).
bahasan tentang berbagai konsep pengetahuan dan keterampilan. Keadaan inilah yang menuntut guru untuk menerapkan
Fisika merupakan pelajaran yang menuntut perlunya berpikir lebih model pembelajaran yang cocok dengan karakteristik siswa
tinggi untuk memecahkan masalah-masalah berdasarkan konsep Sekolah Menengah Pertama. Model pembelajaran kooperatif tipe

ISBN: 978-602-74245-0-0 367


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
TGT adalah model pembelajaran yang akan mengaktifkan siswa dilakukan diperoleh bahwa: 1) Pada kelas kontrol di peroleh nilai
dalam belajar secara berkelompok sehingga siswa dapat saling 𝜒ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 2,61 dan 𝜒𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 11,070. Sehingga diperoleh hasil
menutupi kelemahan masing-masing dan bertanggung jawab atas perhitunagan 𝜒ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 2,61 = 𝜒𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 11,070. sehingga data
keberhasilan kelompoknya, sehingga siswa akan terpacu untuk yang diperoleh pada kelas kontrol berasal dari data yang
belajar dan teman kelompoknya akan memastikan anggota terdistribusi normal 2) pada kelas eksperimen 𝜒ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 3,78 <
kelompoknya untuk belajar dengan serius untuk menghadapi 𝜒𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 11,070. Sehingga data yang diperoleh pada kelas
lomba atau turnamen. Sedangkan untuk menarik minat siswa agar eksperimen berasal dari data yang terdistribusi normal.
lebih antusias dalam belajar maka model pembelajaran TGT. Berdasarkan hasil uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan
homogenitas varians dapat di simpulkan bahwa data dari semua
METODE kelompok berasal dari populasi terdistribusi normal dan
Penelitian yang dilaksanakan ini termasuk jenis mempunyai varians yang homogen. Oleh karena itu uji hipotesis
penelitian quasi eksperimen. Lebih tepatnya lagi penelitian yang dengan mengunakn uji t dapat di lakukan.berikut merupakan hasil
dilakukan ini berupa eksperimen semu (quasi eksperimen) tempat uji t yang di sajikan dalam tabel 2.
penelitian ini adalah SMPN 3 Batukliang waktu semester genap. Tabel 2. Hasil uji t
Sedangkan rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian
t- t-
ini yaitu Pretest-Posttest Control Group Design. Desain penelitian Variabel Dk Keterangan
hitung tabel
ini dapat dilihat pada tabel 1.
Pemecahan 44 3,380 2,025 Ha diterima jika t-
Tabel 1. Rancangan penelitian
masalah hitung ˃ t-tabel
Kelo Pre Treat Post
dengan taraf
mpok test ment test
signifikan 5%
Kelas T X1 T
Berdasarkan perhitungan uji t pada tabel 2 dapat di
eksperimen
simpulkan bahwa Ho di tolak dan Ha di terima.ini berarti terdapat
Kelas T X2 T
pengaruh model pembelajaran TGT terhadap pemecahan masalah
Kontrol
siswa.
(Sugiyono, 2011) Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa
Populasi penelitian adalah semua siswa kelas VII SMPN kemampuan awal antara kelompok eksperimen dan kelompok
3 Batukliang. Pemilihan sampel dilakukan dengan Tekhnik kontrol relatif sama. Hal ini ditunjukkan dari data pre-test kedua
Random Sampling, yaitu kelas VIIa sebagai kelas eksperimen dan kelompok. Pada kelompok eksperimen rata-rata kemampuan
VIIb sebagai kelas kontrol. Instrumen penelitian mengunakan tes. awalnya mencapai 57,22 sedangkan pada kelompok kontrol
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengunakan tes mencapai 59,48. Hal ini berarti bahwa, ada perbedaan antara
kemampuan pemecahan masalah berupa tes pilihan ganda. kemampuan awal dari kedua kelompok namun masih dalam
instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan kategori kecil. Dari hasil pengumpulan data pre-test tersebut,
pemecahan masalah yang dapat diuji dengan soal pilihan ganda. sesuai rencana penelitian bahwa kelas VIIa sebagai kelas
tes diukur dengan menguji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, eksperimen dan akan diterapkan model pembelajaran kooperati
dan daya beda. Analisa data dalam penelitian ini adalah: 1) Uji tipe TGT dan kelas VIIb sebagai kelas kontrol yang diajarkan
homogenitas untuk mengetahui apakah pasangan data yang duji dengan model konvensional pada pokok materi yang sama yaitu
tergolong homogen, Uji homogenitas dilakukan dengan pada materi kalor. Perbedaan penerapan metode pembelajaran ini
mengunakan uji F 2) Uji normalitas bertujuan untuk mengatahui dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh model
apakah data yang diperoleh terdistribusi normal. Uji normalitas di pembelajaran kooperatif Tipe TGT dan metode konvensional yang
gunakan chi-kuadrat 3) Uji hipotesis mengunakan uji t untuk digunakan. Setelah proses pembelajaran dilakukan, dilakukan
menguji kemampuan pemecahan siswa manakah yang lebih baik evaluasi (post-test) pada kedua kelas tersebut untuk melihat nilai
antara kelompok yang mengunakan model TGT dan model akhir setelah mendapatkan perlakuan. Hasil analisis data hasil
pembelajaran konversional. belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol terlihat pada
diagram berikut :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa data dilakukan dengan uji t pada data
pemecahan masalah siswa. Sebelum data dianalisis dengan uji t
terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data dan uji homogenitas
varian antar kelompok.
Uji homogenitas varians dalam penelitian ini dilakukan
dengan uji F. Uji F digunakan untuk mencari homogenitas varian
antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model
pembelajaran TGT dan yang mengikuti model pembelajaran
konversionnal. Berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh nilai
Fhitung = 1,12. Besarnya Ftabel berdasarkan taraf signifikasi 5% yaitu Gambar 1. Nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas eksperimen dan
2,09. Sehingga diperoleh hasil berdasarkan perbandingan F hitung kelas kontrol
dan Ftabel menunjukan bahwa Fhitung <Ftabel atau 1,12 < 2,09. Hal ini Berdasarkan diagram 4.2 di atas, diperoleh bahwa
berarti kedua kelas yang berasal dari populasi homogen. pemecahan masalah siswa yang menggunakan pendekatan model
Uji normalitas dilakukan dengan mengunakan chi- pembelajaran kooperatif Tipe TGT lebih baik jika dibandingkan
kuadrat terhadap siswa yang mengikuti pembelajaran dengan dengan hasil belajar fisika siswa yang diajarkan tanpa model
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan yang mengikuti model pembelajaran kooperatif Tipe TGT. Hal ini dapat dilihat dari hasil
pembelajaran konversionnal. Berdasarkan uji normalitas yang
ISBN: 978-602-74245-0-0 368
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pos-test yang tertera pada diagram di atas yang menunjukkan pada dapat memperkecil terjadinya misskonsepsi. (3) Proses model TGT
kelas eksperimen diperoleh nilai rata- rata sebesar 74.96 dan pada masih memerlukan adanya perbaikan yaitu guru dapat lebih
kelas kontrol nilai rata-ratanya adalah 61,91. Selain dilihat dari nilai memotivasi peserta didik untuk aktif sehingga terjalin komunikasi
rata- rata, juga ditunjukkan oleh hasil uji t yang diperoleh yaitu thitung yang baik antar peserta didik ataupun guru dengan peserta didik.
= 2,71 dan ttabel = 2,01 pada taraf signifikan 5% dengan dk. 44. Ini
berarti thitung ≥ ttabel dengan demikian dapat disimpulkan bahwa DAFTAR PUSTAKA
hipotesis Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini disebabkan karena, Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka
model pembelajaran kooperatif Tipe TGT memiliki keunggulan Cipta.
yaitu: 1). Menambah pengalaman siswa dalam belajar 2). Gok, T., Silay, I. 2010. The Effects of Problem Solving Strategies
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih dekat lagi on Student
dengan sumber pengetahuan 3). Menggali kreatifitas siswa 4). Achievment, Atitude and Motivation. Lat. American Journal of
Mampu meningkatkan rasa percaya diri pada siswa dan 5). Physics Education. Vol. 4, No. 1. Jan. 2010
Meningkatkan kerja sama antar siswa . Burhanudin. 2012. Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif
Berdasarkan hasil analisis yang telah dipaparkan di atas, dan Kemampuan Pemecahan Verbal Terhadap Hasil
maka dapa disimpulkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran Belajar IPS MTS Ulumul Qur’an Langsa.
kooperatif Tipe TGT terhadap kemampuan pemecahan masalah Dian Riski Nugroho. 2004. Penerapan Model Pembelajaran Tipe
siswa kelas VII SMPN 3 Batukliang. Pengaruh model pembelajaran (Team Games Tournamen) TGT Terhadap Motivasi Siswa
kooperatif Tipe TGT ini berpengaruh baik karena dapat Mengikuti Pembelajaran Belawai Dikelas X SMAN 1
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Panggul Kabupaten Trenggalek
Yermita. 2014. Efektifitas model pembelajaran Kooperatif Tipe
SIMPULAN Team Games Tourrname (TGT) dengan menggunakan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat kartu bernomor terhadap hasil belajar matematika kelas XI
ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh penggunaan model IPA MAN Balai Padangpajang
pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap kemampuan Munadhi, Y. 2010. Media Pembelajaran. Jakarta. Gaung Persada
pemecahan masalah siswa SMPN 3 Batukliang. (GP) Press.
Riduwan. 2011. Dasar-dasar Statistika. Bandung : Alfabeta.
SARAN Robert, E. Slavin. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset, Dan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, Praktik. Bandung. Nusamedia.
beberapa saran dapat dikemukakan oleh peneliti antara lain : (1) Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan
Model pembelajaran TGT. (2) Proses pembelajaran dengan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Jakarta:Alfabeta.
menggunakan model TGT siswa perlu memperhatikan Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung:Alfabeta.
penguasaan kemampuan awal dan terus dikembangkan agar Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan
peserta didik mempunyai gambaran hubungan antara materi yang Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Jakarta:Alfabeta.
dipelajari dengan kegunaan bagi kehidupan sehari-hari, sehingga

ISBN: 978-602-74245-0-0 369


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA GRAFIS BERGAMBAR BESBASIS KOMUNIKASI TOTAL DALAM
MENINGKATKAN PEMBENDAHARAAN KATA SISWA TUNA RUNGU KELAS VII SEKOLAH LUAR BIASA
MATARAM
Restu Wibawa1 & Wiwien Kurniawati2
1&2Dosen Program Studi Teknologi Pendidikan FIP IKIP Mataram
Email:restusayang17@yahoo.com

Abstrak: Kesulitan bidang bahasa merupakan permasalahan umum bagi pendidikan anak gangguan pendengaran, bicara dan bahasa
yang masih sulit diatasi dan masih menjadi bahan renungan dari para guru SLB dan tenaga PLB pada umumnya. Kesulitan belajar siswa
juga dipengaruhi oleh tingkat kecacatan yang disandang oleh siswa yang kondisinya tidak sama. Menyadari hambatan yang dialami anak
gangguan pendengaran, bicara dan bahasa tersebut diperlukan penggunaan media dalam proses belajar mengajar, diantaranya adalah
untuk memudahkan siswa dalam menguasai pelajaran yang disampaikan oleh guru. Untuk itu sangatlah penting penggunaan media
pendidikan pada sekolah luar biasa, khususnya SLB, terutama media pendidikan yang bersifat visual . Adapun tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui efektifitas penggunaan media grafis bergambar berbasis komunikasi total dalam meningkatkan perbendaharaan kata
bagi siswa tuna rungu kelas VII sekolah luar biasa pembina Mataram Keabsahan data menggunakan Teknik triangulasi data dan
triangulasi metode pengumpulan data. Bentuk lain dari triangulasi adalah trianggulasi waktu, trianggulasi ruang, trianggulasi peneliti, dan
triangulasi teoritis. Dari hasil penelitiaan (1) Ada Peningkatan pembendaharaan kata terlihat dari hasil awal sampai akhir mengalami
peningkatan ketuntasan kelas mencapai 80 %. (2) 5 dari 6 siswa yang diteliti telah tuntas karena memiliki minat belajar yang tinggi, aktif
dalam kegiatan pembelajaran serta memiliki pemahaman bahasa yang baik. (3) Saat penerapan media grafis gambar berbasis komunikasi
total pembelajaran lebih menarik dan bimbingan terhadap siswa lebih optimal dan merata media yang digunakan mudah diterapkan,
menyenangkan dan menarik perhatian siswa.

Kata Kunci: Media grafis gambar, Pembendaharaan kosa kata.

PENDAHULUAN mementingkan kwalitas dari lembaga pendidikan yang


Disekolah luar biasa khususnya pada kelas yang bersangkutan akan tetapi dalam hal ini banyak hambatan yang
menangani siswa tuna rungu, kendala bahasa adalah hal yang dialami termasuk sekolah luar biasa dalam meningkatkan prestasi
paling sering menjadi hambatan terbesar dalam proses belajar belajar siswanya, khususnya bagi SLB yang melayani pendidikan
mengajar. Keterbatasan persepsi komunikasi dan interaksi siswa bagi anak gangguan pendengaran, bicara dan bahasa mengalami
terhadap maksud dari kata-kata yang diucapkan guru menjadikan hambatan peningkatan prestasi, karena para siswa umumnya
keberhasilan dari tujuan pembelajaran tidak tercapai secara mengalami kelainan fisik. Kelainan pendengaran ini menyebabkan
optimal. Seiring dengan pengalaman menghadapi siswa yang sulit hambatan dalam berkomunikasi dengan guru yang mengajar,
menerima komunikasi secara verbal, maka peneliti menganggap lebih-lebih apabila dalam penyampaian materi pelajaran banyak
perlu untuk menguji cobakan suatu media/alat pembelajaran yang menggunakan bahasa lisan.
nantinya dapat berguna bagi efektifitas kegiatan belajar mengajar. Menyadari hambatan yang dialami anak gangguan
Media tersebut berupa gambar sederhana yang sering kita jumpai pendengaran, bicara dan bahasa tersebut diperlukan penggunaan
dalam kehidupan sehari-hari. Media gambar-gambar ini memiliki media dalam proses belajar mengajar, diantaranya adalah untuk
struktur dalam pembelajaran siswa gangguan bicara dan bahasa, memudahkan siswa dalam menguasai pelajaran yang disampaikan
hal yang penting yang akan membantu pemahamannya terhadap oleh guru. Untuk itu sangatlah penting penggunaan media
intruksi guru guna meningkatkan pemahaman komunikasi sebagai pendidikan pada sekolah luar biasa, khususnya SLB, terutama
landasan utama dimulainya hubungan dua arah antara guru media pendidikan yang bersifat visual. Berdasarkan uraian diatas
dengan siswa. dirasa perlu adanya penggunaan media pendidikan dalam
Berdasarkan pengamatan di lapangan, kesulitan bidang meningkatkan prestasi belajar anak gangguan pendengaran,
bahasa merupakan permasalahan umum bagi pendidikan anak bicara dan bahasa di lingkungan SLB dengan melihat sebab,
gangguan pendengaran, bicara dan bahasa yang masih sulit pengaruh dan akibat gangguannya sebagai faktor yang khas,
diatasi dan masih menjadi bahan renungan dari para guru SLB dan sehingga dalam penelitian ini akan dikaji tentang “Efektifitas
tenaga PLB pada umumnya. Kesulitan belajar siswa juga Penggunaan Media Grafis Bergambar Berbasis Komunikasi Total
dipengaruhi oleh tingkat kecatatan yang disandang oleh siswa dalam Meningkatkan Perbendaharaan Kata Bagi Siswa Tuna
yang juga faktor lain yang kondisinya tiap siswa tidak sama. rungu Kelas VII ABC Sekolah Dasar Luar Biasa Pembina
Kesulitan belajar juga dipengaruhi oleh keterbatasan kemampuan Mataram”.
siswa dalam menangkap materi pelajaran yang disebabkan guru
dalam mengajar dituntut untuk menyelesaikan target kurikulum, METODE PENELITIAN
sehingga guru kurang memperhatikan alat-alat yang digunakan Subyek penelitian adalah siswa dan guru kelas VII SLB
dalam proses atau sering disebut media pendidikan sebagai Selagalas Mataram. Siswa yang dijadikan obyek penelitian ini
akibatnya banyak siswa yang tidak dapat mencapai prestasi adalah siswa tuna rungu kelas VII. Data yang dikumpulkan melalui
belajarnya secara maksimal. catatan observasi dan hasil evaluasi yang dilakukan sejak awal
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, banyak penelitian sampai dengan siklus perbaikan bersama mitra
tersedia media pendidikan dimana penggunaan media diantaranya kolaborasi. Teknik pengumpulan data yang dipilih adalah:
untuk meningkatkan prestasi belajar para siswanya. Peningkatan Observasi (pengamatan) Pengamatan terhadap guru dilakukan
tersebut sejalan dengan adanya tuntutan masyarakat yang sangat oleh guru lain pada saat guru (penulis) mengenalkan media
ISBN: 978-602-74245-0-0 370
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
gambar. Sementara itu, pengamatan terhadap siswa difokuskan Tabel 1. Data hasil observasi awal
pada tingkat partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. No Nama Nilai Kriteria
Catatan observasi dipergunakan untuk mengetahui peningkatan 1 Rini 4 Belum tuntas
aktivitas siswa dan perbendaharaan kata siswa. Metode 2 Hidayani 5 Belum tuntas
Dokumentasi Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal 3 Eli 6 Belum tuntas
atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, 4 Lia 7 Belum tuntas
majalah, prasasti, notulen rapat, sanggar, agenda, dan sebagainya 5 Rani 7.5 Tuntas
(Suharsimi, 2006: 231). sedangkan menurut Riduwan (2007:31)
dokumen adalah ditujukan untuk memperoleh data dari tempat Jumlah siswa
penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, tuntas 1 siswa
laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, data yang relevan Jumlah siswa
dalam penelitian.Sehubungan dengan penelitian yang dilakukan, belum tuntas 4
peneliti mengarahkan metode dokumentasi ini untuk menggali dan siswa
menyerap data yang dibutuhkan berupa jumlah siswa dan nama- Dari pembahasan hasil penelitian kondisi awal, dapat
nama siswa. Sedangkan Teknik validitas data yang penulis disimpulkan bahwa ada peningkatan kemampuan perbendaharaan kata,
gunakan yaitu teknik triangulasi. Teknik ini berupa triangulasi data kompetensi dasar melakukan percakapan pendek tentang
dan triangulasi metode pengumpulan data. Bentuk lain dari kegiatan sehari-hari bagi siswa tuna rungu kelas VII. Adapun
triangulasi adalah trianggulasi waktu, trianggulasi ruang, peningkatan ketuntasannya adalah sebagaiberikut : (1) Dari kondisi
trianggulasi peneliti, dan triangulasi teoritis. Teknik triangulasi yang awal hanya dari 5 siswa, hanya 1 siswa yang tuntas. (2) Ketidak
penulis gunakan untuk menguji validitas data hasil penelitian ini tuntasan beberapa siswa pada observasi awal disebabkan oleh
adalah triangulasi waktu yang dilakukan dengan mengumpulkan beberapa faktor antara lain : siswa masih takut berbicara dan
data dalam waktu yang berbeda, sedapat mungkin meliputi kesulitan mengungkapkan apa yang ada di dalam gambar,
rentangan waktu tindakan dilaksanakan dengan frekuensi yang karena masih terbatasnya kosa kata yang dimiliki sehingga
memadai untuk menjamin bahwa efek perilaku tertentu bukan tidak dapat mengikuti percakapan dengan optimal. Dari kondisi
hanya suatu kebetulan. Misalnya, data tentang hasil proses awal ke pemberlakuan treatmen mengalami peningkatan (3)
perbendaharaan kata siswa tuna rungu wicara dengan media Bila dilihat secara keseluruhan dari kondisi awal sampai akhir
gambar dikumpulkan pada minggu pertama, kedua dan minggu mengalami peningkatan ketuntasan kelas mencapai 80 %, (4)
seterusnya dengan jumlah pengamatan yang memadai. Teknik 5 dari 6 siswa yang diteliti telah tuntas karena memiliki minat
analisis data yang digunakan untuk menganalisis data-data hasil belajar yang tinggi, aktif dalam kegiatan pembelajaran serta
pembelajaran dengan media gambar yaitu teknik deskriptif memiliki pemahaman bahasa yang baik. Hal ini juga
komparatif. Peneliti membandingkan hasil kemampuan dipengaruhi penerapan media, alat peraga dan bimbingan yang
perbendaharaan kata sebelum diberi tindakan dengan sesudah sesuai dengan perkembangan siswa. (5) Saat penerapan media
diberi tindakan pada setiap siklus I, siklus II dan grafis gambar berbasis komunikasi total pembelajaran lebih
seterusnya).Indikator Kinerja Penggunaan Media Gambar Dalam menarik dan bimbingan terhadap siswa lebih optimal dan
meningkatkan Perbendaharaan Kata Anak Rungu Wicara. merata media yang digunakan mudah diterapkan,
Penggunaan media gambar bagi anak tuna rungu wicara dapat menyenangkan dan menarik perhatian siswa. Pada tahap ini
dikatakan berhasil apabila anak yang memperoleh nilai rata-rata lebih berperan sebagai pembimbing dalam kemampuan
perbendaharaan kata lebih dari 80% jumlah siswa di kelas VII. berbahasa melalui media grafis bergambar berbasis
komunikasi total karena pada dasarnya siswa diharapkan lebih
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN tertarik dan senang berbicara, kemudian dapat menemukan
A. Hasil sendiri tentang konsep kemampuan berbahasa. Dengan
Hasil dan analisis data penelitian dimulai dengan meningkatnya kemampuan berbicara maka siswa akan meningkat pula
tahap penyajian data dari hasil observasi awal yaitu untuk kemampuan berbahasanya dan menyebabkan siswa lebih
mengetahui penguasaan perbendaharaan kata siawa tuna bersemangat dan antusias dalam belajar.
rungu melalui keterampilan melafalkan kata-kata yang di Tabel 2. Data hasil observasi akhir
ucapkan oleh gurunya sebelum diberikan intervensi atau No Nama Nilai Kriteria
perlakuan dan observasi kedua yang dilaksanakan setelah 1 Rini 6 Belum tuntas
anak tuna rungu mendapatkan intervensi atau perlakuan 2 Hidayani 8.5 Tuntas
dengan jumlah 5 siswa, test yang diberikan berupa pelafalan 3 Eli 7.8 Tuntas
kata-kata yang hanya diberikan satu kali pada kondisi awal dan 4 Lia 7.5 Tuntas
satu kali saat setelah penerapan media grafis bergambar 5 Rani 8 Tuntas
berbasis komunikasi total. Dari hasil observasi awal
pembelajaran diperoleh fakta yang menunjukkan bahwa pada proses Jumlah siswa
pembelajaran siswa kurang berminat dalam mengikuti pembelajaran. tuntas 4 siswa
Hasil belajar siswa rendah karena penyampaian materi kurang Jumlah siswa
menarik, metode pembelajaran yang tidak relevan serta alat belum tuntas 1
peraga yang sangat terbatas. Akibatnya pada saat dilakukan siswa
tes maka anak tidak mampu mengerjakan dengan baik.
Setelah memperoleh fakta tersebut peneliti merencanakan studi B. Pembahasan
pembelajaran yang belum dilakukan sebelumnya. Adapun data awal Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini,
nilai formatif teretera dalam table berikut : dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan

ISBN: 978-602-74245-0-0 371


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
terhadap penggunaan media dalam pembelajaran disekolah tuna wicara memiliki kesempatan untuk mengembangkan
terlebih bagi anak berkebutuhan khusus. Media akan dirinya.
meperlancar proses belajar mengajar dalam kelas karena
dapat membantu interaksi antara guru dan siswa secara jelas SIMPULAN
dan menyenangkan serta siswa dapat dengan mudah Mengacu dari penelitian yang telah dilaksanakan dan
memahami materi yang disampaikan oleh guru sehingga tujuan perolehan data selama pelaksanaan penelitian, maka dapat
pembelajaran akan tercapai. Bagi anak tuna rungu media dipaparkan kesimpulan yaitu analisa data yang diperoleh dan dapat
pembelajaran sangatlah diperlukan terutama yang bersifat dibuktikan kebenarannya bahwa nilai siswa pada observasi akhir
visual mengalami peningkatan. Berarti dapat dinyatakan bahwa
Hal ini terlihat dari kondisi awal kemampuan penerapan media grafis bergambar berbasis komunikasi total
berbicara dari 5 siswa ada 4 siswa yang masih kurang dalam efektif dalam meningkatkan perbendaharaan kata siswa tuna rungu
perendaharaan kata, setelah observasi akhir dengan di SLB-A Selagalas Mataram. Pebendaharaan kata siswa tuna
diterapkannya media grafis bergambar berbasis komunikasi rungu di SLB-A Selagalas Mataram yang semula rendah
total mengalami peningkatan-peningaktan kemampuan mengalami peningkatan setelah mendapatkan perlakuan atau
berbicara bagi siswa selama kegiatan berlangsung, media intervensi menggunakan media grafis bergambar berbasis
grafis bergambar berbasis komunikasi total yang diterapkan komunikasi total.
dapat terarah sehingga membuat siswa semakin aktif
berpartisipasi dalam kegiatan belajar mengajar, dapat SARAN
menumbuhkan keberanian berbicara, bertanya dan Sesuai dengan kesimpulan yang ada di atas maka, ada
menanggapi percakapan orang lain serta dapat meningkatkan saran yang ditujukan kepada beberapa pihak, yaitu:
konsentrasi belajar dan dapat meningkatkan prestasi belajar. 1. Kepala Sekolah, Kepala Sekolah dapat menyarankan pada
Pembelajaran bahasa dalam perbendaharaan kata guru dalam pembelajaran perbendaharaan kata menggunakan
menggunakan media grafis bergambar berbasis komunikasi media grafis bergambar berbasis komunikasi total pada siswa.
total menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap 2. Guru, media grafis bergambar berbasis komu nikasi total ini
penguasaan perbendaharaan kata siswa kelas VII di SLB-A dapat digunakan sebagai salah satu metode alternatif dalam
Selagalas. Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan intervensi pembelajaran perbendaharaan kata untuk siswa.
yang dilakukan oleh guru terhadap siswa tuna rungu 3. Orang tua siswa, disarankan kepada orang tua untuk dapat
membuahkan hasil yang memadai, dengan cara menggunakan menerapkan media grafis bergambar berbasis komunikasi total
grafis bergambar. Ini berarti penggunaan grafis bergambar lebih banyak dalam pembelajaran anak di rumah.
besar pengaruhnya bagi siswa tuna rungu, karena siswa tuna 4. Peneliti media grafis bergambar dapat digunakan sebagai
rungu punya sifat pemata, sebagaimana yang disampaiakan referensi peneliti lainya sebagai pembelajaran di dalam kelas.
oleh Somad dan Hernawati (1996:13) bahwa “akibat kurang
berfungsinya pendengaran, anak tuna rungu DAFTAR PUSTAKA
mengalihkan pengamatannya pada mata, maka anak Arief S. Sadiman. 2001. Media Pendidikan. Bandung: PT.Remaja
tunarungu disebut sebagai”insane pemata”. Karya.
Media grafis bergambar berbasis komunikasi total, Arsyad. 2003. Media Pendidikan Dan Penerapannya. Bandung:
memperlancar interaksi antara guru dan siswa, karena dalam Remaja Karya.
kegiatan pembelajaran dengan memakai media ini sangat Aryes. 1972. Sensory Integrations and Learning Disabilities. Los
menarik dan menyenangkan siswa, karena gambar-gambar Angels: Psychological Service.
yang ditampilkan bervariasi dan menarik, sehingga dengan Burhan Nurgiyantoro. 1998. Pembelajaran Bahasa Indonesia I.
pembelajaran ini siswa dengan mudah akan memahami materi Jakarta: Balai Pustaka.
yang disampaiakan oleh guru. Seperti yang diungkapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1993. Pedoman
Kusminah dalam Journal Of Educational Research and Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita. Jakarta: Depkes.
Evaluation bahwa model kata bergambar ( picture word Frankenburg WK : Van Doorminck W. J. Lindell TN : Dick NP. 1976.
inductive model) merupakan salah satu strategi pengajaran The
tambahan yang sangat menarik dan luar biasa utamanya Denver Pre Screening Developmental Questionnaire (PPQ).
dalam hal keluasan dan penerapannya. Oxford: Oxford University.
Dengan demikian bahwa dengan menggunakan Gorys Keraf. 1991. Tata Bahasa Indonesia. Jakart : Balai Pustaka.
Media grafis bergambar berbasis komunikasi total maka guru Haimami Rasyad, dkk. 1981. Kosakata Bahasa Indonesia.
dalam pembelajaran mempunyai keluasan dan menyapaikan Bandung: Remaja karya.
materi. Sehingga mendorong siswa untuk meningkatkan Husain Junus. 1996. Leksikon dan Maknanya. Bukit Tinggi: Karya
perbendaharaan katanya. Berdasarkan hasil penelitian ini dan Muda.
teori-teori yang mendasari adalam pelaksanaannya, ternyata James W. Brown. 1959. Educational Media. England : Oxford
jelas bahwa penggunaan media grafis bergambar berbasis University.
komunikasi total mempunyai pengaruh terhadap Linda A. Hodqdon. 1999. Visual Strategies For Improving
perbendaharaan kata bahasa siswa tuna rungu. Comunication, Quir Robert. Michigan: Michigan University.
Media grafis bergambar berbasis komunikasi total Parera. 1990. Imbuhan dan Awalan Dalam Bahasa Indonesia.
memuat spektrum model bahasa yang lengkap, membedakan Bandung : Remaja Karya.
gerakan/mimic tubuh anak, bahasa isyarat yang formal, belajar Raharjo. 1991. Penerapan Media Pendidikan di Sekolah Dasar.
berbicara, membaca ucapan, abjad jari, serta belajar membaca Jakarta : Cipta Karya.
dan menulis. Dengan komunikasi total, anak tuna rungu dan

ISBN: 978-602-74245-0-0 372


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH MODEL KOOPERATIF TIPE STAD BERBASIS MINDS-ON ACTIVITY TERHADAP KEMAMPUAN
BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI REAKSI REDUKSI OKSIDASI
Rizka Linda Safitri1, Muhali2, & Ratna Azizah Mashami3
1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia, FPMIPA IKIP Mataram
2&3Dosen Program Studi Pendidikan Kimia FPMIPA, IKIP Mataram

E-mail : rizka_lindasafitri@yahoo.com

Abstrak: Metode pembelajaran yang cenderung digunakan guru yaitu metode ceramah dan tanya jawab. Dampak dari hal tersebut yaitu
banyak siswa yang pasif dan mereka cenderung duduk diam tanpa mampu mengembangkan informasi dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model kooperatif tipe STAD berbasis Minds-on Activity terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa pada materi reaksi reduksi oksidasi. Desain penelitian yang digunakan adalah nonequivalent control
group design. Populasi penelitian ini sebanyak 58 siswa yang tersebar di dua kelas yaitu Xmipa.1 dan Xmipa.2. Teknik pengambilan
sampel menggunakan sampling jenuh. Teknik pengumpulan data menggunkan observasi keterlaksanaan RPP yang dilaksanakan setiap
pertemuan di kelas eksperimen dan kelas kontrol serta tes essay untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Teknik analisis data
menggunakan uji homogenitas independent sample test, uji normalitas one-sample kolmogorov-smirnov test dan uji-u Mann-Whitney test.
Pengolahan data dilakukan dengan bantuan SPSS 22 for Windows, data tes awal kemampuan berpikir kritis siswa dengan uji-u diperoleh
perhitungan signifikanhitung 0,076 lebih besar dari taraf signifikan 0,05, data tes akhir diperoleh perhitungan signifikanhitung 0,000 lebih kecil
dari taraf signifikan 0,05 Dengan demikian disimpulkan ada pengaruh model kooperatif tipe STAD berbasis Minds-on Activity terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Reaksi Reduksi Oksidasi.

Kata Kunci: STAD, Minds-On Activity, Kemampuan Berpikir Kritis

PENDAHULUAN bagaimana memotivasi peserta didik untuk kreatif dan percaya diri
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk serta mendorong berpikir kritisnya. Menurut Diyas (2012)
mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar sehingga mereka Kemampuan berpikir kritis melatih siswa untuk membuat
dapat mencapai tujuan belajar sesuai dengan apa yang diharapkan keputusan dari berbagai sudut pandang secara cermat, teliti, dan
(Budiningsih, 2009). Pembelajaran berdasarkan makna leksikal logis. Kemampuan berpikir kritis siswa dapat mempertimbangkan
berarti proses, cara, perbuatan mempelajari (Suprijono, 2009). pendapat orang lain serta mampu mengungkapkan pendapatnya
Pembelajaran merupakan suatu sistem instruksional yang sendiri. Oleh karena itu pembelajaran di sekolah sebaiknya melatih
mengacu pada seperangkat komponen yang saling bergantung siswa untuk menggali kemampuan dan keterampilan dalam
satu sama lain untuk mencapai tujuan (Rohman, 2013). Sedangkan mencari, mengolah, dan menilai berbagai informasi secara kritis.
menurut Winataputra (2007) Pembelajaran merupakan kegiatan Materi reaksi reduksi oksidasi membutuhkan pemikiran
yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan yang kritis dalam menyelesaikan suatu permasalahan di dalamnya.
meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta Materi redoks juga terbilang materi yang sulit di pahami oleh siswa,
didik. dengan menggunakan metode ceramah saja siswa cenderung sulit
Terkait dengan itu, Syukri (2000) menjelaskan bahwa, memahami nya. Berpengaruh juga pada hasil belajar siswa yang
ilmu kimia sebagai bagian ilmu pengetahuan alam yang masih kurang pada materi reaksi redoks. Proses belajar mengajar
mempelajari komposisi dan struktur zat kimia serta hubungan guru dikelas kurang memperhatikan proses berpikir siswa yaitu
keduanya dengan sifat zat tersebut. Pembelajaran kimia di SMA berpikir secara kritis, namun cenderung hanya memperhatikan
umumnya dilaksanakan oleh guru lebih banyak menekankan pada hasil belajar siswa setelah dilakukan tes atau ulangan sehingga
aspek pengetahuan dan pemahaman, sedangkan aspek aplikasi, perlu diperhatikan aktifitas dan kreatifitas siswa dalam
analisis, sintesis, dan bahkan evaluasi hanya sebagian kecil dari menganalisis suatu permasalahan.
pembelajaran yang dilakukan (Miswadi, 2010). Hal ini Hasil observasi awal yang dilakukan peneliti di SMAN 1
menyebabkan siswa kurang mengembangkan daya nalarnya Sambelia dengan melakukan wawancara pada guru mata
dalam memecahkan masalah dan mengaplikasikan konsep- pelajaran kimia kelas X bahwa proses pembelajaran kurang efektif
konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata. Sikap peserta karena masih banyak siswa yang kurang memperhatikan
didik yang pasif atau hanya menerima apa yang diberikan pendidik penjelasan guru di dalam kelas. Hal ini terjadi karena metode yang
dan strategi pembelajaran yang berpusat pada guru menyebabkan digunakan kurang bervariasi sehingga menyebabkan hasil belajar
tidak teraktifkannya potensi kemampuan siswa sehingga menjadi siswa masih sangat kurang. Hasil belajar siswa yang terlihat dari
pasif dan kurang terampil berkomunikasi dalam kegiatan belajar nilai rata-rata mid semester siswa.
mengajar didalam kelas (Redhana, 2003). Upaya dalam mengantisipasi masalah di atas, perlu
Fenomena yang terjadi saat ini adalah begitu banyak dilakukan inovasi pembelajaran yaitu dengan menerapkan salah
peserta didik yang pasif, mereka cenderung duduk diam satu model pembelajaran kooperatif yaitu model kooperatif tipe
mendengarkan tanpa mampu mengembangkan informasi yang Student Team Achievement Division (STAD). Pembelajaran
diperoleh atau berdiskusi dan cenderung metode yang digunakan kooperatif model STAD kelas dibagi beberapa tim. Setiap tim terdiri
guru pada pelaksanaan pemblajaran ialah metode ceramah dan dari empat sampai lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari
tanya jawab Dampak dari hal tersebut yaitu siswa tidak dapat kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas.
mengembangkan kemampuan berpikirnya. Situasi tersebut harus Siswa akan mencoba menganalisis, membahas dan dapat
ditanggapi serius oleh pendidik untuk mencari alternatif menemukan jawaban dari masalah yang dibahas bersama,
pembelajaran mengenai model pembelajaran yang sesuai dan sehingga setiap anggota kelompok akan memahami setiap materi,

ISBN: 978-602-74245-0-0 373


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dan lebih khusus lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya sederhana, yang berisi; memfokuskan pertanyaan,
untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik (Slavin, 2005). menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab
Model kooperatif tipe STAD memiliki kelebihan dan pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan b)
kekurangan. Dimana kelebihan dari model kooperatif ini adalah Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas
meningkatkan kecakapan individu dan kelompok, adanya kerja mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak
sama dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan dan mengenai serta mempertimbangkan suatu laporan hasil
kelompok tergantung keberhasilan individu, sehingga setiap observasi. c) Menyimpulkan yang terdiri ataskegiatan
anggota kelompok tidak bisa menggantungkan pada anggota yang mendeduksi atau mempertimbangkan hasil deduksi,
lain. Kekurangan model kooperatif ini menurut Slavin (2005) yaitu meninduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan
siswa yang kurang pandai dan kurang rajin akan merasa minder membuat serta menentukan nilai pertimbangan, d)
berkerja sama dengan teman-teman yang lebih mampu. Terlihat Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas
bahwa dari kelemahannya maka penerapan model kooperatif tipe mengidentifikasi istilah-istilah dan deinisi pertimbangan dan
STAD ini dilengkapi dengan pembelajaran berbasis Minds-on juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi e)Mengatur
Activity. Minds-on activity merupakan suatu pendekatan yang strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan
aktivitasnya berpusat pada konsep inti, dalam hal ini siswa berinteraksi dengan orang lain.
mengembangkan proses berpikir untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan untuk menemukan konsep pengetahuan dan METODE PENELITIAN
memahaminya dalam kehidupan sehari-hari (Ates, 2011). Jenis penelitian eksperimental yang digunakan adalah
Penerapan model kooperatif tipe STAD berbasis Minds-on Ativity Quasi Eksperimental Design yaitu penelitian eksperimen yang
ini dirancang untuk membantu siswa dalam bekerja sama dan memiliki kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya
melatih siswa untuk berpikir secara aktif dalam menyelesaikan untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi
suatu permasalahan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pelaksanaan eksperimen.
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Desain penelitian dengan menggunakan Nonequivalent
pembelajaran model kooperatif tipe STAD berbasis Minds-on Control Group Design seperti pada gambar 3..1
Activity terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Tabel 1. Nonequivalent Control Group Design
reaksi reduksi oksidasi. Group Tes Awal Perlakuan Tes Akhir
Eksperimen O1 X1 O2
KAJIAN PUSTAKA Kontrol O3 X2 O4
1. Kooperatif Tipe STAD Desain ini melibatkan 2 kali tes, yaitu tes awal mengukur
Model kooperatif tipe STAD (Student Teams pengetahuan awal siswa tentang materi reaksi redoks dengan
Achievement Division) merupakan salah satu tipe dari model menggunakan instrumen test yang telah disusun sebelum
pembelajaran koperatif dengan menggunakan kelompok- pembelajaran (O1 & O3). Sedangkan tes akhir mengukur kemapuan
kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 berpikir kritis siswa setelah pembelajaran (O2 & O4). Pemberian tes
orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian awal dilakukan diawal pertemuan untuk mengetahui pengetahuan
tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, awal siswa, sedangkan pemberian tes akhir dilaksanakan diakhir
kuis dan penghargaan kelompok. STAD terdiri atas lima pertemuan setelah materi pembelajaran telah selesai. Pada
komponen utama-persentase kelas, tim, kuis, skor kemajuan akhirnya dua kelas tersebut diberikan tes yang sama untuk melihat
individual, rekognisi tim (Slavin, 2005). kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa. Teknik penelitian
2. Minds-on Activity ini menggunakan non-probability sampling atau sampling jenuh
Minds-on activity merupakan suatu pendekatan yang (Darmadi, 2006).
aktivitasnya berpusat pada konsep inti, dalam hal ini siswa Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
mengembangkan proses berpikir untuk menjawab pertanyaan- X IPA SMAN 1 Sambelia tahun pelajaran 2016/2017 yaitu terdiri
pertanyaan untuk menemukan konsep pengetahuan dan dari 2 kelas dengan jumlah seluruh siswa 58 orang. Teknik
memahaminya dalam kehidupan sehari-hari (Ates, 2011). pengambilan sampel dalam penelitian ini tidak dipilih secara acak.
Aktivitas Mind-on Activity adalah aktivitas yang mengandalkan Sampel dalam penelitian adalah 2 kelas yang siswanya yaitu kelas
otak. Minds-on Activity dapat memberikan penghayatan secara X IPA.1 sebagai kelas kontrol yang berjumlah 30 orang dan kelas
mendalam terhadap apa yang dipelajari, sehingga apa yang X IPA.2 sebagai kelas eksperimen yang berjumlah 28 orang.
diperoleh oleh siswa tidak mudah dilupakan (Aini dan Instrumen pengukuran proses pembelajaran yang
Dwiningsih, 2014). digunakan dalam penelitian ini meliputi lembar keterlaksanaan
3. Kemampuan Berpikir Kritis proses pembelajaran / RPP yang dibuat oleh peneliti, lembar soal
Berpikir kritis adalah proses terorganisasi yang tes essay (Kemampuan Berpikir Kritis).
melibatkan aktivitas mental seperti dalam pemecahan masalah Analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah:
(problem solving), pengambilan keputusan (decision making), 1. Analisis Data Keterlaksanaan Pembelajaran dilakukan dengan
analisis asumsi (analyzing asumption), dan inkuiri sains menggunakan lembar keterlaksanaan RPP
(scientific inquiry). Sebagai contoh, ketika seseorang sedang 2. Analisa Data Kemampuan Awal diuji menggunakan uji
membaca suatu naskah kimia ataupun mendengarkan suatu independent t-test tujuannya untuk mengetahui apakah sampel
ungkapan atau penjelasan tentang kimia seyogyanya ia akan yang menjadi objek penelitian bersifat homogen atau tidak.
berusaha memahami dan mencoba menemukan atau Menggunakan uji 1-samples Kolmogorov-Smirnov Test untuk
mendeteksi adanya hal-hal yang istimewa dan yang perlu mengetahui data bersifat terdistribusi normal atau tidak
ataupun yang penting. (Astrika, 2013). terdistribusi normal. Uji U atau uji 2-samples Kolmogorov-
Ennis mengelompokkan indikator berpikir kritis dalam Smirnov digunakan jika data tidak terdistribusi normal.
lima besar aktivitas sebagai berikut: a) Memberikan penjelasn
ISBN: 978-602-74245-0-0 374
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
3. Analisa Data kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan
tes tertulis dalam bentuk uraian yang dibuat berdasarkan
indikator berpikir kritis yag disesuaikan dengan materi reaksi
reduksi oksidasi dengan jumlah soal sebanyak 5 nomor.
Penskoran bergantung pada cara siswa menjawab soal tes
uraian tersebut. Skor kemampuan berpikir kritis siswa dapat
dihitung dengan rumus :
jumlah skor
(𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖) = x 100
skor maksimal
Tabel 2. Kriteria Kemampuan Berpikir Kritis
Skala Perolehan Kategori Gambar 1. Diagram perbandingan nilai rata-rata KBK kelas
81 – 100 Sangat kritis kontrol dan eksperimen
61 – 80 Kritis
41 – 60 Cukup kritis Berdasarkan gambar 1 diatas dapat dilihat bahwa
21 – 40 Kurang kritis kemampuan awal siswa kelas eksperimen hampir sama
0 – 20 Tidak kritis dengan kelas kontrol, sedangkan kemampuan akhir siswa
(Nurkencana dalam Dian, 2012) kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas
kontrol. Rata-rata nilai kelas eksperimen sebesar 67
HASIL DAN PEMBAHASAN sedangkan kelas kontrol sebesar 55.
A. Hasil Data nili rata-rata kemampuan akhir diuji prasyarat
Hasil observasi keterlaksanaan RPP Kelas dengan uji homogenitas dan uji normalitas sebelum diuji
eksperimen menggunakan model STAD berbasis Minds-on dengan uji u. Berdasarkan perhitungan homogenitas
Activity dan kelas kontrol menggunkan metode ceramah dan didapatkan nilai Sig (0,503) > (0,05) maka data dinyatakan
pembelajaran telah berlangsung dengan sangat baik. Maka homogen. Hasil perhitungan normalitas didapatkan nilai Sig
dari itu, dapat diyakini bahwa segala fenomena yang terjadi (0,016) < (0,05) maka data dinyatakan tidak normal.
baik di kelas eksperimen maupun kontrol terkait variabel dalam Berdasarkan uji prasyarat yang telah dilakukan, data
penelitian ini merupakan dampak dari perlakuan pembelajaran dinyatakan homogen dan tidak normal. Hal ini berarti bahwa uji
yang diberikan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1 prasyarat untuk melakukan uji t tidak terpenuhi, sehingga
Tabel 3. Hasil Observasi Keterlaksanaan RPP pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji u. Hal
Pertemua Keterlaksanaan Kateg ini dapat dilihat dari tabel hasil hopotesis berikut:
Kelas Tabel 4. Hasil analisis hipotesis kemampuan berpikir kritis
n RPP ori
I 80 %
Eksperime Sangat
II 80 %
n Baik
III 80 %
I 78 %
Kontrol II 78 % Baik
III 78 %

Dapat dilihat bahwa di kelas eksperimen berlangsung Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tes awal tidak
sangat baik dan kelas kontrol pembelajaran berlangsung terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara
dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun guru kelas kontrol dan kelas eksperimen, sedangkan pada tes akhir
menerapkan perlakuan yang berbeda pada kedua kelas tetapi terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara
presentase keterlaksanaan semua perlakuan yang diterapkan kelas eksperimen dan kelas kontrol yang menunjukkan ada
hampir sama. pengaruh model kooperatif tipe STAD berbasis Minds-on
Data penelitian ini diperoleh dari siswa kelas X SMA Activity terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.
Negeri 1 Sambelia Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok
Timur yang berjumlah 58 siswa yang terdiri dari 30 siswa kelas B. Pembahasan
kontrol dan 28 siswa kelas eksperimen. Data penelitian ini Proses belajar mengajar tidak terlepas dari model
merupakan nilai kemampuan berpikir kritis antara kelas pengajaran yang dilakukan oleh pengajar. Sebagai pengajar
eksperimen yang menggunakan model kooperatif tipe STAD harus dapat memberikan model yang sesuai. Sehingga dapat
berbasis Minds-on Activity dan kelas kontrol yang meningkatkan proses dan prestasi belajar pada mata pelajaran
menggunakan metode konvensional (ceramah). Untuk kimia. Hal ini tidak terlepas dari keaktifan siswa dan guru dalam
mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa diukur dengan mengikuti proses pembelajaran.
menggunakan soal tes uraian, berdasarkan hasil observasi Keterlaksanaan pembelajaran RPP pada kelas
didapatkan data sebagaimana pada gambar 1. eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Jika skor
dianalisis terlihat bahwa keterlaksanaan RPP pada kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal
ini terjadi mengingat bahwa treatment yang diberikan pada
kelas kontrol dan kelas eksperimen berbeda, kelas eksperimen
diterapkan model kooperatif tipe STAD berbasis Minds-on
Activity siswa dituntut untuk belajar berkelompok yang dibagi
secara heterogen sehingga proses pembelajaran menimbulkan
ISBN: 978-602-74245-0-0 375
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
penggalian informasi dan pengetahuan konsep serta berbagi siswa sehingga dapat mendorong daya berpikir kritis. Dengan
pendapat, bertanya, menganalisis data dan menarik demikian perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa
kesimpulan dari pembelajaran. Sedangkan pada kelas kontrol merupakan akibat pemberian perlakuan yaitu penerapan
diterapkan metode ceramah dan guru yang berperan aktif model kooperatif tipe STAD berbasis Minds-on Activity.
selama proses pembelajaran berlangsung. Maka dari itu, dapat Tahapan dalam model kooperatif tipe STAD berbasis
diyakini bahwa segala fenomena yang terjadi baik di kelas Minds-on Activity mempengaruhi kemampuan berpikir kritis
eksperimen maupun kelas kontrol terkait variabel dalam siswa. Pada tahap persiapan siswa diberikan motivasi agar
penelitian ini merupakan dampak dari perlakuan pembelajaran membangkitkan semangat belajar siswa dan siswa diberikan
yang diberikan. ilustrasi dan dituntut untuk menemukan konsep pengetahuan
Berdasarkan pengolahan data tes awal kemampuan mengenai materi yang dibahas. Pada tahap menyajikan
berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen terbilang rendah. informasi siswa diberi informasi atau materi sesuai dengan apa
Hal ini membuktikan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa yang akan dipelajari. Pada tahap pengelompokan
kurang tinggi dan rasa ingin tahu dari permasalahan tidak ada. mengarahkan siswa untuk duduk dengan teman kelompoknya
Rata-rata tes akhir kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas yang dibagi secara heterogen. Pada tahap membantu kerja tim
eksperimen mengalami kenaikan yang signifikan yaitu dengan kelompok siswa dibantu oleh peneliti jika mengalami kesulitan
rata-rata 66 dan termasuk kriteria cukup kritis. Hal ini dalam menemukan jawaban dari masalah yang diberikan dan
membuktikan bahwa model kooperatif tipe STAD berbasis dapat mendorong siswa untuk lebih bertoleransi dan
Minds-on Activity sangat berpengaruh terhadap kemampuan bekerjasama antar anggota kelompok dalam menyelesaikan
berpikir kritis siswa. Sedangkan rata-rata tes akhir kemampuan suatu permasalahan. Tahap ini siswa berdiskusi, berkumpul
berpikir kritis siswa pada kelas kontrol adalah rendah dan rata- untuk menyelesaikan masalah dan kelompok saling bertukar
rata tes akhirnya 54, terlihat bahwa kemampuan berpikir kritis pendapat dan mengklarifikasi serta menganalisis semua
siswa pada kelas kontrol cukup rendah dengan rata-rata 54 dan gagasan/ide yang ada pada kelompok. Tujuan berdiskusi untuk
kriteria sedang. Hal ini terjadi karena pada kelas kontrol hanya mengambil keputusan yang digunakan untuk penyusunan hasil
dibelajarkan dengan metode ceramah saja dan tidak terfokus diskusi
pada belajar kelompok dan mengembangkan proses Tahap evaluasi merupakan tahap inti dari model
berfikirnya. Rata - rata perolehan nilai kelas kontrol tersebut kooperatif tipe STAD karena siswa akan mengumpulkan data-
tidak sama dengan nilai rata-rata yang diperoleh siswa kelas data dari materi yang diterima dan mengumpulkan hasil diskusi
eksperimen yang dibelajarkan dengan model kooperatif STAD mereka. Kemudian melakukan presentasi, setelah kelompok
berbasis Minds-on Activity. Hal tersebut terlihat pada nilai rata melakukan kegiatan penyelidikan dan menarik kesimpulan,
– rata antara kedua kelas. dilanjutkan dengan presentasi atau menyampaikan jawaban
Rendahnya kemampuan awal dari berpikir kritis pada semua anggota kelas. Pada proses ini aspek kemampuan
siswa pada kelas eksperimen dan kontrol disebabkan oleh berpikir kritis yang terbentuk adalah memberikan pendapat,
beberapa hal. Pertama, siswa belum terbiasa dengan proses mennetukan hasil presentasi dan menilai keputusan. Pada
pembelajaran yang sebelumnya, misalnya guru selalu tahap ini dapat membentuk aspek kemampuan berpikir kritis
menjelaskan materi pembelajaran dan masih menggunakan karena kegiatan yang dilakukan sangat kompleks, dimana
metode yang kurang membangun semangat dan keaktifan siswa saling bertukar pengetahuan yang ditandai denga
siswa. Kedua, pengalaman mengajar guru dengan model yang adanya tanya jawab, pemberian pendapat dan sanggahan.
masih kurang sehingga cukup sulit dalam menguasai kelas dan Peneliti memberikan ulasan dan penjelasan
memotovasi siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan belajar. secukupnya sebagai klarifikasi dari jawaban siswa, peneliti
sejalan dengan Tyler (dalam Redhana, 2003) menyatakan memberikan penguatan dri hasil presentasi sehingga
bahwa pengalaman belajar atau pembelajaran yang kemampuan berpikir kritis siswa lebih tajam.
memberikan kesemapatan kepada siswa untuk memperoleh Dalam penelitian ini model kooperatif tipe STAD
keterampilan-keterampilan dalam memecahkan masalah dapat dapat berpengaruh untuk meningkatkan kemampuan berpikir
merangsang kemampuan berpikir kritis siswa. kritis karena model pembelajaran ini memiliki kelebihan yaitu 1)
Berdasarkan analisis hipotesis diperoleh perhitungan Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan
signifikan 0,000 dengan taraf signifikan 5% dengan uji dua pertanyaan – pertanyaan mengenai materi yang diajarkan
pihak = 0,05. Harga signifikanhitung < signifikan 0,05, hal ini karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan
menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan berpikir kritis yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk
siswa setelah penerapan model koperatif tipe STAD berbasis memikirkan materi yang diajarkan, 2) Adanya anggota
Minds-on Activity pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. kelompok lain yang menghindari kemungkinan siswa
Hasil penelitian ini menunjukkan model kooperatif ipe STAD mendapatkan nilai rendah, karena dalam pengetesan lisan
berbasis Minds-on Activity berpengaruh terhadap kemampuan siswa dibantu oleh anggota kelompoknya, 3) Menjadikan siswa
berpikir kritis siswa kelas X SMA Negeri 1 Sambelia. Hal ini mampu belajar berdebat, belajar mendengarkan pendapat
karena proses pembelajaran model kooperatif tipe STAD orang lain, dan mencatat hal-hal yang bermanfaat untuk
berbasis Mids-on Activity lebih menekankan pada partisipasi kepentingan bersama, 4) Menghasilkan pencapaian belajar
siswa secara aktif dalam menentukan topik bahasan, siswa yang tinggi serta menambah harga diri siswa dan
menginvestigasi masalah, menganalisis hasil temuan dan memperbaiki hubungan dengan teman sebaya, 5) Hadiah atau
menyampaikan hasil temuan. Model pembelajaran ini dapat penghargaan yang diberikan akan memberikan dorongan bagi
meningkatkan aktivitas dan partisipasi siswa untuk mencari siswa untuk mencapai hasil yang lebih tinggi, 6) Siswa yang
sendiri materi (informasi) dengan menggunakan bantuan lambat berfikir dapat dibantu untuk menambah ilmu
berbagai sumber seperti LKS, buku paket. Membaca berbagai pengetahuannya, 7) Memungkinkan guru untuk lebih banyak
refrensi maka secara langsung dapat menambah pengetahuan memantau siswa dalam proses pembelajaran. Kelebihan
ISBN: 978-602-74245-0-0 376
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
model pembelajaran ini juga membuat pemikiran siswa menjadi DAFTAR PUSTAKA
lebih terarah untuk menelaah dan mencari pemecahan suatu Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT
masalah sehingga dapat mendorong siswa untuk berpikir lebih Bumi Aksara, 2006
kritis. Brady, J. Kimia Universitas. 1999
Kelemahan model pembelajaran ini adalah 1) Model Budiningsih C.Asri. Pembelajaran yang Mendidik. Artikel Jurnal.
pembelajaran kooperatif model STAD belum banyak 2009
diterapkan disekolah, 2) Sangat memerlukan kemampuan dan Chang, R. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Erlangga. 2004. Edisi
keterampilan guru, waktu pembelajaran berlangsung guru ketiga. Jilid 2
melakukan intervensi secara maksimal, 3) Menyusun bahan Darmadi, H. Metode Penelitian. Bandung. Penerbit: Alfabeth, 2013.
ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai Diyas Sari. Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk
dengan taraf berfikir anak, 4) Mengubah kebiasaan siswa Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik
belajar dari yang dengan cara mendengarkan ceramah diganti pada Pembelajaran IPA Kelas VIII SMP Negeri 5 Sleman.
dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara Skripsi. Fak. Matematika dan IPA Universitas Negeri
kelompok, hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa. Yogyakarta. 2012
Johnson, Davis W and Roger T. Johnson, Learning Together and
SIMPULAN Alone, Boston: University of Minneosta, 1994
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat Miswadi, dkk. Pengaruh Penggunaan Metode Preview, Question,
disimpulkan bahwa Model kooperatif tipe STAD berbasis Minds-on Read, Summarize, and Test Melalui Pendekatan
Activity berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa Kontekstual Teaching And Learning Terhadap Hasil Belajar
pada materi reaksi reduksi oksidasi. Hal ini terbukti dari nilai Sig (2- Kimia. Jur.Kimia FMIPA UNESA. 2010
tailed) yang diperoleh sebesar dan lebih kecil dari signifikan yang Redhana, dkk. Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
ditentukan yaitu 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Strategi
“Pengaruh model kooperatif tipe STAD berbasis Minds-on Activity Pemecaha Masalah. Pendidikan Kimia Fak. Pendidikan
terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada MIPA. IKIP Negeri Singaraja. 2003
materi Reaksi Reduksi Oksidasi”. Rohman M. Strategi dan Desain Pengembangan Sistem
Pembelajaran. Penerbit Prestasi Pustakarya. Jakarta-
SARAN Indonesia. Juli. 2013
Beberapa hal yang perlu disarankan, yaitu guru Slavin E.R. Cooperatif Learning: Teori, Riset dan Praktik, Bandung:
sebaiknya menerapkan model kooperatif tipe STAD berbasis Penerbit Nusa Media, 2005. Cetakan ke 15.
Minds-on Activity karena dapat memperbaiki strategi pembelajaran Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
dalam meningkatkan berpikir kritis siswa dan kualitas proses Kualitatif dan R&D), Bandung: Alfabeta, 2012
pembelajaran. Sekolah sebaiknya menerapkan model kooperatif Sunarya, Y. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB 2012
tipe STAD karena dapat meningkatkan kualitas proses Suprijono, Agus. Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.
pembelajaran disekolah dan kemampuan berpikir kritis siswa. Bagi Yogyakarta. 2009.
peneliti lain hasil yang dicapai dalam penelitian ini dapat digunakan Syukri S, Kimia Dasar, Jilid 1, Bandung: ITB, 1999.
sebagai refrensi dalam penelitian yang serupa.

ISBN: 978-602-74245-0-0 377


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BULETIN FISIKA CERIA
Rohadah1, Lovy Herayanti2, & Muhammad Fuaddunazmi3
1Praktisi Pendidikan
2&3Dosen Prodi Pendidikan Fisika, FPMIPA IKIP Mataram

E-mail: Rohadah_fisika@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan media pembelajaran buletin fisika ceria. Jenis penelitian ini adalah penelitian
dan pengembangan dengan model 4 D (four D model), namun pada tahapan pelaksanaannya penelitian ini hanya pada tahap define
(pendefinisian), design (perencanaan), develop (pengembangan) dan tidak sampai pada tahap dissiminate (penyebaran). Produk hasil
pengembangan berupa media pembelajaran buletin fisika ceria yang berisi konteks-konteks materi pembelajaran pokok bahasan usaha
dan energi. Instrument penelitian yang digunakan berupa lembar validasi dan angket respon siswa kemudian analisis data dilakukan
secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh rata-rata skor oleh kedua validator berturut-turut sebesar 3 dan 3,5
dengan interpretasi “baik” sehingga media pembelajaran buletin fisika ceria ini layak digunakan sebagai media pembelajaran dengan
sedikit revisi. Respon siswa terhadap produk yang dikembangkan mendapat respon positif dengan skor rata-rata sebesar 3,38 dengan
interpretasi “baik” atau setuju untuk digunakan sebagai media pembelajaran. Berdasarkan hasil tersebut media pembelajaran buletin fisika
ceria dapat digunakan sebagai alternatif media pembelajaran fisika di sekolah.

Kata kunci: Media Pembelajaran, Buletin Fisika Ceria

PENDAHULUAN Berdasarkan pengalaman pada kegiatan Praktek


Pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks, Pengalaman Lapangan (PPL) yang pernah dilakukan oleh peneliti,
yang selalu mengikuti jaman seiring dengan perkembangan hal-hal yang sering dijumpai ketika praktek mengajar adalah siswa
manusia. Dengan pendidikan pula berbagai aspek kehidupan mempunyai minat membaca yang kurang terhadap sumber belajar
dikembangkan yaitu melalui proses pembelajaran, dan untuk yang ada, hal ini dibuktikan pada kegiatan belajar mengajar setiap
meningkatkan kualitas pendidikan tersebut diperlukan berbagai harinya yang menunjukan ketidaksiapan siswa dalam menerima
terobosan baik dalam pengembangan kurikulum, inovasi pelajaran.
pembelajaran serta pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan Permasalahan dari pengalaman mengajar peneliti
yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan tersebut diperkuat oleh observasi yang dilakukan peneliti di MTs
pembelajaran merupakan suatu proses yang tidak bisa lepas dari NW Mataram. Dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran
komponen-komponen lain yang saling berhubungan didalamnya. IPA Fisika diperoleh informasi bahwa media pembelajaran yang
Salah satu komponen dalam proses pembelajaran tersebut adalah digunakan guru dalam proses pembelajaran masih belum dapat
media pembelajaran, sebab media pembelajaran yang relevan menarik perhatian siswa sepenuhnya, dalam hal ini belum ada
akan menjadikan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan media pembelajaran yang inovatif yang dibuat sendiri oleh guru
efisien. agar dapat manarik perhatian siswa. Meskipun buku-buku yang
Menurut Syaiful & Aswan (2010), dalam proses belajar ada di perpustakaan cukup lengkap namun terkadang siswa
mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting, mempunyai minat baca yang kurang terhadap sumber belajar yang
kerena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang ada, hal ini disebabkan karena sumber belajar seperti buku paket
disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai yang ada disekolah kurang menarik perhatian siswa, akibatnya
perantara, dan kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada siswa merasa bosan dan jenuh terhadap bahan bacaan yang ada.
anak didik dapat disederhanakan. Sementara dalam (Gunawan, Untuk mempermudah proses pembelajaran baik bagi guru sendiri
2015) media pembelajaran juga dapat didefinisikan sebagai segala maupun bagi siswa dibutuhkan suatu media pembelajaran yang
sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, inovatif untuk menarik perhatian siswa, sehingga timbul gairahnya
perasaan, perhatian dan kemampuan atau keterampilan peserta untuk membaca dan memotivasi mereka untuk belajar yang pada
didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Seiring akhirnya mempengaruhi peningkatkan hasil belajar siswa dengan
dengan perkembangan jaman berbagai macam jenis media memperoleh hasil belajar yang lebih baik.
bermunculan termasuk media yang dapat digunakan dalam Buletin Fisika Ceria adalah suatu media belajar yang
kegiatan pembelajaran, salah satunya media cetak. Media cetak dibuat dalam format buletin yang dimodifikasi dari media belajar
merupakan suatu media yang produk akhirnya berupa cetakan, yang telah ada (seperti buku paket dan referensi lainnya) yang
contohnya seperti jurnal, buku teks, majalah, koran, brosur, dan mana di dalamnya terdapat beberapa karekteristik yang
buletin. Buletin dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) di membedakannya dengan buku paket atau buku ajar pada
artikan sebagai media cetak berupa selebaran atau majalah tipis umumnya diantaranya dari segi penyajian serta tampilan yang
yang berisi warta singkat atau pernyataan tertulis yang diterbitkan menarik. Buletin yang dibuat seperti majala tipis akan ringan
oleh kelompok profesi tertentu (dikutip dari layanan dibawa kemana-mana dan mewakili bahan bacaan menjadi salah
www.artikata.com). satu media pembelajaran yang mempermudah siswa dalam proses
Buletin dapat dikatatakan sebagai media pembelajaran belajar baik didalam kelas maupun di luar kelas. Kemudian selain
karena buletin adalah salah satu alat untuk menyampaikan merubah tampilan bahan bacaan menjadi berbeda, didalam buletin
informasi yang sifatnya mendidik. Pada dasarnya proses fisika ceria ini juga terdapat sesuatu yang menonjol yaitu dari
pembelajaran adalah proses komunikasi yaitu proses penyajian soal-soal, dimana dalam buletin fisika ceria ini terdapat
penyampaian pesan dari sumber pesan ke penerima pesan melalui soal-soal yang dinamakan “Soal Ceria” yaitu soal yang disajikan
saluran atau media-media tertentu (Sanaky dalam Nur, dkk, 2014). dalam bentu TTS, dan Square, serta soal biasa untuk soal

ISBN: 978-602-74245-0-0 378


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
hitungan, sehingga buletin ini terkesan mudah bagi siswa. Dengan X : Jumlah skor
pengembangan media pembelajaran “Buletin Físika Ceria” ini N : Jumlah butir pertanyaan
diharapkan siswa timbul gairannya untuk membaca karena 2. Mengubah skor rata-rata yang diperoleh ke dalam bentuk
tampilan sumber belajar yang menarik dan memotivasi mereka kualitatif berdasarkan Tabel 3.2 berikut:
untuk belajar, sehingga pada akhirnya membantu peningkatan Tabel 1. Kriteria Penilaian Produk
hasil belajar siswa. Kriteria
Skor rata-rata ( X )
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik mengangkat
judul “Pengembangan Media Pembelajaran Buletin Fisika Ceria”. 3,25 < X  4,00 Sangat valid(SV)
2,50 < X  3,25 Valid (V)
METODE PENELITIAN
1,75 < X  2,50 Kurang valid (KV)
Penelitian ini adalah penelitian pengembangan dengan
model pengembangan 4 D (four D model) Model ini terdiri dari 4 Sangat kurang valid
1,00 < X  1,75 (SKV)
tahap pengembangan yaitu define (pendefinisian), design
(perancangan), develop (pengembangan) dan dissminate (Widoyoko, 2012)
(penyebaran). Namun model 4D yang diadopsi dalam penelitian Tabel 2. Kriteria Penilaian Respon Siswa
ini terbatas pada tahap define, design, serta develop, dan tidak Skor rata-rata ( X ) Kriteria
sampai tahap disseminate dengan beberapa penyesuaian Sangat setuju (S)
berdasarkan kebutuhan pengembangan. Adapun rancangan 3,25 < X  4,00
penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 2,50 < X  3,25 Setuju (S)
1,75 < X  2,50 Tidak setuju (TS)
Sangat tidak setuju
1,00 < X  1,75 (STS)
(Widoyoko, 2012)

Media pembelajaran adalah bagian yang tidak


terpisahakan dari proses belajar mengajar yaitu segala sesuatu
yang dapat digunakan sebagai alat untuk menyampaikan pesan
pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran.
Buletin fisika ceria merupakan suatu media belajar yang
dibuat dalam format buletin yang dimodifikasi dari media belajar
yang telah ada seperti buku paket atau buku ajar.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
Sesuai dengan metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu penelitian pengembangan dengan
serangkaian tahap pengembangan, yakni tahap define
(pendefinisian), tahap design (perancangan) dan tahap develop
(pengembangan).
1. Tahap define (pendefinisian)
a) Analisis ujung-depan (front-end analysis): Analisis ujung-
Gambar 1. Rancangan Penelitian
depan dilakukan untuk menetapkan masalah mendasar
Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah yang dihadapi dalam pembelajaran fisika. Adapun hasil
berupa media pembelajaran buletin fisika ceria yang dibatasi hanya identifikasih masalah yang diperoleh dari pengalaman
pada obyek penelitian dengan pokok materi pada Kompetensi
mengajar pada kegiatan (PPL) peneliti serta berdasarkan
Dasar (KD) 5.3 yaitu “Usaha dan Energi”. observasi melalui wawancara, diperoleh bahwa siswa
Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, yaitu dari bulan
mempunyai minat baca yang kurang terhadap sumber
November 2015 sampai bulan April 2016 dan telah diuji cobakan di
belajar yang ada, dan belum ada media pembelajaran yang
kelas VIII-A MTs NW Mataram. Faktor yang diteliti yaitu berupa dibuat sendiri oleh guru agar dapat menarik perhatian siswa
kelayakan media dan respon siswa terhadap media pembelajaran
sehingga siswa mempunyai ketertarikan terhadap
buletin fisika ceria yang dikembangkan dengan menggunakan pembelajaran fisika. Berdasarkan masalah tersebut dapat
lembar validasi dan angket respon siswa, kemudian data hasil dijadikan dasar peneliti untuk mengembangkan buletin
validasi dan respon siswa tersebut dianalisis secara deskriptif
fisika ceria sebagai media pembelajaran.
kualitatif yaitu dengan memberikan gambaran dan paparan kualitas b) Analisis siswa (learner analysis); Tahap ini dilakukan untuk
dari media pembelajaran buletin fisika ceria sebagai berikut:
menelaah tentang karakteristik siswa secara umum yang
1. Menghitung skor rata-rata penilaian menggunakan rumus: meliputi kemampuan, latar belakang pengetahuan, motivasi
X belajar dan perkembangan kognitif siswa. Misalnya jika
X 
N terdapat siswa yang kurang berminat dalam belajar, maka
Keterangan : dapat diusahakan agar siswa mempunyai minat yang lebih
besar dengan cara-cara tertentu, salah satunya dalam hal
X : Skor rata-rata ini langkah yang diambil peneliti adalah dengan

ISBN: 978-602-74245-0-0 379


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
mengembangkan media pembelajaran yang menarik yaitu telah direvisi berdasarkankan masukan serta saran dari
media pembelajaran buletin fisika ceria. Buletin sebagai validator serta data yang diperoleh dari hasil respon siswa.
mdia cetak apabila dikemas dengan menarik yang berisi a) Data hasil validasi
materi pembelajaran terutama fisika tentu akan Berdasarkan hasil validasi media pembelajaran buletin
memunculkan ketertarikan siswa untuk membaca, fisika ceria yang dilakukan oleh dua orang validator,
sehingga timbul rasa ingin tahu dan pada akhirnya diperoleh data yang terdapat pada tabel 4.1 sebagai
merekapun belajar. berikut:
c) Analisis konsep (concept analysis); Tahap ini dilakukan Table 3. Data Hasil Analisis Validasi
untuk menganalisis konsep pokok yang akan ajarkan serta Aspek Penilaian Rata- Kreteri
menyusun langkah-langkah yang akan dilakukan. Analisis No Penilaian Validator rata a
konsep sangat diperlukan guna mengidentifikasi I II X
pengetahuan-pengetahuan deklaratif atau prosedural pada
1 Kualitas 3,66 3 3,33 Sgt
materi dalam media pembelajaran yang akan
Media Baik
dikembangkan yang tercantum dalam langkah-langkah
2 Isi Media 3,33 3 3,16 Baik
pembelajaran yang ada pada rencana pelaksanaan
Jumlah 3,5 3 3,25 Baik
pembelajaran (RPP).
Rata-rata
d) Analisis tugas (task analysis); Pada tahap ini yang
Berdasarkan tabel 1.1 diperoleh nilai rata-rata dari
dilakukan adalah merincikan materi ajar dalam bentuk garis
kedua aspek penilaian media pembelajaran buletin fisika
besar. Materi yang diajarkan pada penelitian ini adalah
ceria oleh dua orang validator yaitu sebesar 3,25. Nilai rata-
pokok bahasan Usaha dan Energi dengan berpedoman
rata ini jika diinpretasikan ke dalam kriteria penilaian produk
pada standar kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
menunjukan bahwa media pembelajaran buletin fisika ceria
sesuai kurikulum yang digunakan, yaitu KTSP. Kompetensi
yang telah dikembangkan dikategorikan baik atau valid.
dasar yang ada pada pokok bahasan usaha dan energi
b) Data Respon Siswa
dijabarkan menjadi beberapa indikator pembelajaran dan
Data respon siswa terhadap media pembelajaran
indikator pembelajaran tersebut selanjutnya digunakan
buletin fisika ceria yang dikembangkan diperoleh dari hasil
sebagai acuan untuk mengembangkan media
uji coba yang digunakan untuk mendeskripsikan respon
pembelajaran buletin fisika ceria.
siswa terhadap media pembelajaran buletin fisika ceria
e) Perumusan tujuan pembelajaran (specifying instructional
yang dikembangkan yang dilihat dari daya tarik media dan
objectives); Pada tahap ini dilakukan perumusan tujuan
kemudahan penggunaan media, kemudian hasil respon
pembelajaran sebagai dasar untuk menyusun media
dianalisis serupa dengan analisis hasil validasi yaitu
pembelajaran buletin fisika ceria yang akan dikembangkan.
dengan deskriptif kualitatif yang disajikan pada tabel 1.4
Tujuan pembelajaran dikembangkan dari indikator
berikut
pembelajaran yang ada.
Table 4. Data Hasil Analisis Respon siswa
2. Tahap Design (perancangan)
Aspek penilaian
a) Penyusunan tes acuan patokan (concructing criterion-
referenced test); Penyusunan tes acuan patokan disusun Respo Daya Kemudahan Rata-
berdasarkan perumusan tujuan pembelajaran, dalam nden tarik Penggunaa rata
kegiatan penyusunan tes, dikembangkan item soal yang Media n Media
mengacu pada indikator pokok bahasan usaha dan energi 1 3,67 3,67 3,67
untuk digunakan sebagai tes latihan maupun tes evaluasi 2 3,33 2,83 3,08
untuk mengukur ketercapaian hasil belajar siswa. 3 4 3,5 3,75
b) Pemilihan media (media selection); Media yang akan 4 3,33 3,67 3,5
digunakan harus sesuai dengan tujuan untuk 5 3,33 3,17 3,25
menghasilkan produk sebagai alat penyampaian materi 6 3,33 3,67 3,5
pelajaran, adapun media yang digunakan dalam penelitian 7 3,33 3,33 3,33
ini adalah media pembelajaran buletin fisika ceria. 8 3,33 3,67 3,5
c) Pemilihan format (format selection); Pemilihan format 9 3,33 3 3,16
dalam pengembangan media pembelajaran ini 10 2,83 2,83 2,83
dimaksudkan untuk mendesain atau merancang isi 11 3,33 3 3,16
pembelajaran dalam media buletin fisika ceria yang 12 4 3,83 3,9
dikembangkan dengan format yang dipilih adalah yang Rata-rata 3,38
memenuhi kriteria manarik, memudahkan dan membantu Dari tabel 1.4 diperoleh respon siswa terhadap media
dalam pembelajaran fisika. Adapun hasil penyusunan buletin fisika ceria yang dikembangkan yang dilihat dari
format buletin yang dikembangkan oleh peneliti yaitu: (1) daya tarik media dan kemudahan penggunaan media, nilai
Judul buletin, (2) Materi usaha dan energi, (3) serba-serbi, rata-rata tersebut adalah sebesar 3,38. Nilai rata-rata ini
(4) Soal ceria, (5) Daftar pustaka. menunjukan bahwa respon siswa terhadap media
d) Rancangan awal (initial design); Dalam konteks pembelajaran buletin fisika ceria yang dikembangkan
pengembangan media pembelajaran buletin fisika ceria mendapat respon positif dari siswa sehingga jika
tahap ini di lakukan untuk membuat produk sesuai dengan diipretasikan dalam kriteria penilaian respon siswa maka
format yang telah ditentukan. buletin fisika ceria yang dikembangkan masuk dalam
3. Tahap Develop (pengembangan); Tahap ini dilakukan untuk kriteria sangat setuju untuk digunakan dalam pembelajaran.
menghasilkan media pembelajaran buletin fisika ceria yang
ISBN: 978-602-74245-0-0 380
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
B. Pembahasan yang dikembangkan dapat digunakan sebagai alternatif media
Produk yang dikembangkan pada penelitian ini yaitu pembelajaran fisika di sekolah.
media pembelajaran buletin fisika ceria untuk siswa smp
kelas VIII pada pokok bahasan usaha dan energi dengan KESIMPULAN
mengadopsi model pengembangan 4 D (four D model) yang Media pemebelajaran buletin fisika ceria ini dikembangkan
terdiri dari empat tahap pengembangan, namun pada melalui 4 tahap pengembangan dengan model 4-D (four-D model)
penelitian ini hanya tiga tahap yang dilakukan yaitu, tahap yaitu: define, design, dan develop kecuali tahap disseminate tidak
pendefinisian (define), tahap perancangan (design), dan dilaksanakan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata skor
tahap pengembangan (develop). dari kedua validator sebesar 3,25 yang menunjukkan bahawa
Buletin fisika ceria yang dikembangkan telah dinilai oleh buletin fisika ceria ini layak digunakan sebagai media pembelajaran
dua orang validator dengan kriteria yang telah ditentukan. dengan sedikit revisi berdasarkan saran dan masukan dari
Ada dua aspek yang dinilai yaitu, dilihat dari kualitas media validator dan respon siswa terhadap media pembelajaran buletin
dan isi media. Skor rata-rata dari masing-masing kedua fisika ceria mendapat respon positif, yaitu dengan nilai rata-rata
aspek tersebut adalah sebagai berikut: (a) Aspek kualitas sebesar 3,38 yang dikategorikan “baik” dan sangat setuju
media mendapat skor rata-rata sebesar 3,33 dengan kriteria digunakan sebagai media pembelajaran fisika.
sangat baik, (b) Aspek isi media mendapat skor rata-rata
sebesar 3,16 dengan kriteria baik. Berdasarkan penilaian DAFTAR PUSTAKA
tersebut, media pembelajaran fisika ceria dapat dinyatakan Bahri Syaiful, Zain Aswan. 2010. Strategi Belajar Mengajar.
layak digunakan sebagai media pembelajaran dengan Jakarta: Rineka Cipta
sedikit revisi. Gunawan. 2015. Model Pembelajaran Sains Berbasis ICT.
Setelah media pembelajaran buletin fisika ceria direvisi, Mataram: FKIP Universitas Mataram.
langkah berikutnya adalah melakukan proses uji coba. Pada Widyoko, Eko Putro. 2012. Tehnik Penyususnan Instrumen
tahap uji coba ada dua hal yang diteliti yaitu, hasi belajar siswa Penelitian. Yogyakarta: Pustaka belajar
setelah menggunakan buletin fisika ceria dan respon siswa Rizki, Nur. dkk. 2015. Pengembangan Buletin Pembelajaran Fisika
terhadap buletin fisika ceria yang dikembangkan. Pokok Bahasan Gerak Melingkar Pada Siswa Kelas X IPA
Pada tahap uji coba, diketahui bahwa media pembelajaran SMA Negeri 3 Purworejo Tahun Pelajaran 2014/2015.
buletin fisika ceria yang di kembangkan mendapat respon Jurnal Radiasi 6 (1). Purworejo: Program Studi Pendidikan
positif dari siswa, dimana hasil respon siswa terhadap Fisika, Universitas Muhammadiyah Purworejo.
penggunaan buletin fisika ceria sebagai media pembelajaran, Thiagarajan, S., Semmel, D. S & Semmel, M. I. 1974. Instructional
12 responden memberikan respon positif dengan nilai rata- Development for Training Teachers of Expectional
rata keseluruhan kedua aspek yaitu aspek daya tarik siswa Children. Minneapolis, Minnesota: Leadership Training
dan aspek kemudahan penggunaan media adalah sebesar Institute/Special Education, University of Minnesota.
3,38 yang masuk dalam kategori sangat setuju untuk (Online):
digunakan sebagai media pembelajaran fisika. Berdasarkan http://ainamulyana.blogspot.co.id/2012/01/pengertian-
hasil di atas maka media pembelajaran buletin fisika ceria hasil-belajar-dan-faktor.html. Diakses tanggal 28
Desember 2015.

ISBN: 978-602-74245-0-0 381


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) MODEL SIKLUS BELAJAR 5E UNTUK
MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRTIS SISWA MAN 1 SENGKOL LOMBOK
TENGAH
Roniati Sukaisih1 dan Armansyah2
1Guru MAN 1 Sengkol
2Pemerhati Pendidikan

e-mail: muhali231@gmail.com

ABSTRAK: Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk menghasilkan lembar kegiata siswa model siklus
belajar (5E) yang valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan aktivitas dan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi kalor.
Pengembangan perangkat menggunakan model pengembangan 4D dan diujicobakan pada siswa semester ganjil MAN 1 Sengkol tahun
ajaran 2014/2015. Desain ujicoba menggunakan one group pre-test post-test Design. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
lembar validasi dan observasi, sedangkan teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil
uji coba diperoleh beberapa temuan, yaitu: LKS yang dikembangkan memiliki rata-rata skor validitas berkategori valid (3,35), dan siswa
yang aktivitasnya tinggi, kemampuan berpikir kritisnya tinggi. Berdasarkan hasil uji coba 2 dapat disimpulkan bahwa LKS yang
dikembangkan valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan aktivitas dan kemampuan berpikir kritis siswa sehingga layak untuk
diimplementasikan.

Kata kunci: model siklus 5E, aktivitas, kemampuan berpikir kritis

PENDAHULUAN dengan alasan/bukti yang mendukungnya, serta dalam mengambil


Berdasarkan Permendiknas Nomor 73 Tahun 2013 tentang suatu kesimpulan.
Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) pada Di beberapa negara maju istilah berpikir kritis telah dikenal
bidang Pendidikan Tinggi, diharapakan menguasai kompetensi- secara luas, bahkan otoritas kurikulum di negara maju telah
kompetensi lulusan sebagai berikut: (1) mampu mengaplikasikan mencantumkan keterampilan berpikir kritis dalam kurikulumnya
bidang keahliannya dan memanfaatkan IPTEK pada bidangnya sebagai tujuan pembelajaran (Bailin dkk., 2002). Sebagai contoh,
dalam penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi terhadap University of California telah mencanangkan“Executive Order 338”
situasi yang dihadapi, (2) menguasai konsep teoritis bidang pada tahun 1983, yaitu seluruh peserta didik belajar berpikir kritis
pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian sesuai jenjang pembelajaran dan menjadi salah satu kompetensi
khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara mendalam, dasar dalam pembelajaran (Ennis, 1991). Cabera dalam
serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural, Fachruruzi (2011), menyatakan bahwa mengajarkan dan
(3) mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis mengembangkan kemampuan berpikir kritis harus dipandang
informasi dan data, dan mampu memberikan petunjuk dalam sebagai sesuatu yang urgen dan tidak bisa disepelekan lagi.
memilih berbagai alternatif solusi secara mandiri dan kelompok; Penguasaan kemampuan berpikir kritis tidak cukup dijadikan
bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi sebagai tujuan pendidikan semata, tetapi juga sebagai proses
tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi. fundamental yang memungkinkan siswa untuk mengatasi
Usaha untuk mewujudkan tujuan pendidikan di perguruan ketidaktentuan masa mendatang.
tinggi seperti Permendiknas Nomor 73 Tahun 2013 di atas adalah Pernyataan yang diberikan oleh Bailin (2002), Ennis (2001)
dengan mengajarkan kemampuan berpikir kritis kepada siswa. Hal dan Cabera dalam Fachruruzi (2011), berbeda dengan apa yang
ini diperkuat oleh pernyataan Novak dan Gowin yang menyatakan terjadi di lapangan, yakni rendahnya kualitas hasil belajar siswa.
pemahaman materi fisika memerlukan pemikiran dan penalaran Hal ini dipengaruhi oleh penyajiannya materi kuliah yang lebih
agar dapat menyelesaikan masalah fisika. Hal senada juga sering menggunakan metode ceramah dan tidak ada kegiatan
disampaikan oleh Costa, untuk menguasai materi sains (fisika) laboratorium yang khusus mengenai mata kuliah ini, karena alat
diperlukan kemampuan berpikir dasar dan juga kemampuan praktikum untuk itu tidak tersedia. Dalam metode ceramah, siswa
berpikir kompleks, termasuk berpikir kritis (dalam Sarwi dan lebih sering hanya mendengarkan dan mencatat apa yang
Liliasari, 2009). Berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dijelaskan oleh dosen, sehingga keterampilan proses perolehan
dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti konsep menjadi rendah (Dwijananti dan Yulianti, 2010).
dipercaya atau dilakukan Norris dan Ennis dalam Fisher (2008). Berdasar data dari UNESCO (2000) tentang peringkat
Berpikir reflektif dalam kemampuan berpikir kritis menurut Dewey Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index),
dalam Fisher (2008), didefenisikan sebagai pertimbangan yang yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan
aktif, persistent (terus-menerus), mengenai sebuah keyakinan dan penghasilan per kepala menunjukkan bahwa indeks
tentang pengetahuan yang dipandang dari sudut alasan-alasan pengembangan manusia Indonesia semakin menurun, dan dari
pendukungnya dalam memutuskan tindakan apa yang harus 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 pada
dilakukan dan dalam mengambil kesimpulan. tahun 1996, ke-99 tahun 1997, ke-105 tahun 1998, dan ke-109
Berdasarkan pernyataan Norris dan Ennis, dan Dewey tahun 1999. Menurut survei Political and Economic Risk Consultant
dalam Fisher (2008), berpikir kritis adalah kemampuan yang harus (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-
dimiliki oleh siswa atau siswa dalam berinteraksi dengan 12 dari 12 negara di Asia dengan posisi Indonesia berada di bawah
materi/konsep dalam mengambil suatu keputusan yang diyakini Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum,
benar dan dengan tidak mudah menirima sesuatu tanpa dilandasi Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah yaitu
hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara dan berpredikat
ISBN: 978-602-74245-0-0 382
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara Model siklus belajar (5E) yang terdiri dari lima fase ini,
di dunia, dan di bagian lain terdapat fenomena menarik berkaitan diharapkan mampu memfasilitasi siswa, membuat siswa menjadi
dengan lulusan perguruan tinggi di Indonesia, yaitu lebih aktif baik dalam pembelajaran di kelas maupun dalam
ketidakmampuan lulusan itu untuk cepat beradaptasi dengan melakukan percobaan, mengemukakan pendapat serta
kebutuhan dunia industri modern. Hal ini berakibat pada tingkat mengajukan pertanyaan dalam menemukan, mengkonstruksi
pengangguran lulusan perguruan tinggi di Indonesia dari waktu ke pengetahuannya sendiri dan kemampuan berpikir kritisnya.
waktu terus meningkat, sebaliknya tenaga kerja asing yang berasal Penelitian terdahulu tentang model siklus belajar (5E) telah
dari perguruan tinggi luar negeri terus berdatangan ke Indonesia dilakukan oleh beberapa orang. Prayogi et. al., (2013), menyatakan
untuk memasuki pasar tenaga kerja di Indonesia. Menurut Vincent bahwa penerapan model siklus belajar (5E) dalam pembelajaran
Gasperz, hal tersebut disebabkan oleh terjadinya kesenjangan mampu meningkatkan hasil belajar fisika dan kemampuan berpikir
persepsi antara pengelola perguruan tinggi dalam menghasilkan krisis siswa. Penelitian Prayogi et. al., (2013) diperkuat dengan
lulusannya dan pengelola industri untuk menggunakan lulusan penelitian Indriyani (2013), pengembangan LKS berbasis Learning
perguruan tinggi di Indonesia. Cycle (7E) dalam pembelajaran fisika mampu mengembangkan
Mencermati pernyataan di atas, maka pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa.
perangkat pembelajaran fisika menggunakan model siklus belajar
5E untuk melatihkan kemampuan berpikir kritis siswa sebagai METODE PENELITIAN
alternatif untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Hal ini Penelitan ini merupakan penelitian pengembangan
didukung oleh pernyataan Purniati et.al., (2009), diperlukan suatu (Reseach and Development), karena mengembangkan Lembar
upaya untuk menciptakan proses pembelajaran yang melibatkan Kegiatan Siswa (LKS) menggunakan model siklus belajar (5E)
siswa untuk memperoleh pengetahuan. Dalam pengembangan untuk meningkatkan aktivitas kemampuan kemampuan berpikir
perangkat pembelajaran fisika, model pembelajaran yang kritis.
memfasilitasi siswa untuk lebih aktif diperlukan strategi belajar- Desain penelitian ini menggunakan rancangan One-Group
mengajar yang tepat. Piaget dalam Purniati et.al., (2009), Pretest-Posttest Design (Fraenkel dan Wallen, 2009). digambarkan
menyatakan bahwa dalam mengajar seharusnya diperhatikan dengan pola sebagai berikut:
pengetahuan yang telah diperoleh pembelajar sebelumnya.
Dengan demikian mengajar dianggap bukan sebagai proses di Uji awal Perlakuan Uji akhir
mana materi-materi ditransfer kepada pebelajar, melainkan 01 X 02
sebagai proses untuk membangun gagasan-gagasan si pebelajar
dan menghubungkannya dengan yang telah mereka ketahui.
Salah satu model pembelajar yang memfasilitasi siswa Keterangan:
untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran adalah model siklus 01 = Memberikan uji awal, untuk mengetahui
belajar (5E). Hal ini didukung oleh pernyataan Lawson et.al., dalam kemampuan berpikir kritis siswa sebelum diberikan
Iwan (2014), model siklus belajar (5E) merupakan rangkaian tahap- perlakuan
tahap kegiatan yang diorganisir supaya siswa menguasai X = perlakuan pada siswa, yaitu pembelajaran dengan
kompetensi-kompetensi dalam pembelajaran dengan jalan menggunakan LKS model siklus belajar (5E)
berperan lebih aktif dalam proses pembelajaran. 02 = Memberikan uji akhir, untuk mengetahui berpikir
Firdaus (2014), menyatakan bahwa usaha riil yang kritis siswa setelah diberikan perlakuan.
dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan yaitu dengan Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
melaksanakan proses pembelajaran yang memberdayakan siswa. sebagai berikut:
Memberdayakan (empowerment) adalah suatu tindakan untuk 1. Tes Kemampuan Bepikir Kritis
memberikan power (kekuatan) kepada seseorang, yang dalam hal Tes kemampuan berpikir kritis digunakan instrumen yang
ini adalah siswa (The Oxford English Dictionary dalam Firdaus, berbentuk tes uraian yang terdiri 10 soal yang mengacu pada
2014). Memberikan kekuatan kepada siswa, berarti memberikan indikator berpikir kritis.
kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dalam proses 2. Lembar Aktivitas Siswa
pembelajaran untuk memperoleh pengetahuan atau pemahaman Lembar pengamatan aktivitas siswa diisi oleh empat
(Rappaport dalam Lord & Hutchison, 1993). pengamat yang memungkinkan dapat mengamati dan mengikuti
Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh Lincoln, seluruh aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran. Perhitungan
Travers, Ackers, & Wilkinson (2002), Rappaport (1987) dan lawson reliabilitas instrumen pengamatan aktivitas siswa menggunakan
et.al., dapat dinyatakan bahwa memberdayakan dan lebih aktif rumus sebagai berikut:
adalah suatu proses pembelajaran dengan memberi kesempatan Percentage of agreement = [𝟏 −
𝑨−𝑩
] 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
kepada siswa untuk berinteraksi dengan materi yang dipelajari, 𝑨+𝑩
Keterangan:
sehingga siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya
A : frekuensi aspek aktivitas yang teramati oleh pengamat yang
maupun pemahamannya terhadap materi yang disampaikan.
memberikan frekuensi tinggi.
Model siklus belajar (5E) pertama kali diperkenalkan oleh
B : frekuensi aspek aktivitas yang teramati oleh pengamat yang
Robert Karplus dalam Science Curriculum Improvement
memberikan frekuensi rendah.
Study/SCIS. Lorsbach dalam Eka et.al., (2013), menyatakan
Instrumen yang dikembangkan dikatakan reliabel jika
bahwa model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) 5E
mempunyai persentase ≥ 75 % (Borich, 1994).
mempunyai lima tahapan. Tahapan tersebut diantaranya tahap
Terdapat beberapa teknik yang digunakan untuk
pembangkitan minat (engagement), tahap eksplorasi (exploration),
mendapatkan data atau informasi dalam penelitian ini antara lain
tahap penjelasan (explanation), tahap elaborasi (elaboration), dan
adalah:
evaluasi (evaluation).

ISBN: 978-602-74245-0-0 383


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
1. Teknik Validasi Skala Perolehan Kategori
Data mengenai validitas LKS yang dikembangkan
dikumpulkan dengan teknik validasi dengan menggunakan lembar > 62,50 - ≤ 81,25 Kritis
validasi LKS. Validator memberikan penilaiannya terhadap LKS > 43,75 - ≤
Kurang Ktitis
yang dikembangkan pada lembar validasi. 62,50
2. Teknik Perekaman/Pengamatan ≤ 25,00 - ≤ 43,75 Sangat Kurang Kritis
Teknik observasi atau pengamatan ini dilakukan untuk (Sumber: Yuliati dalam Prayogi 2013)
mengumpulkan data yang berhubungan dengan kegiatan atau
perilaku (aktivitas) selama kegiatan pembelajaran berlangsung HASIL DAN PEMBAHASAN
yang meliputi aktivitas siswa dan keterlaksanaan sintaks RPP. Hasil
Proses perekaman ataupun pengamatan, dibantu oleh dua orang 1. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
observer (pengamat) dengan menggunakan lembar observasi LKS yang dikembangkan dengan model siklus belajar
yang sama dan dilakukan dengan prosedur yang sama. (5E) untuk meningkatkan aktivitas dan kemampuan berpikir kritis
3. Tes yang diberikan kepada siswa sebagai panduan melakukan
Tes diberikan kepada siswa sebanyak 2 kali, yang eksperimen tentang materi kalor secara berkelompok. Hasil
pertama diberikan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, validasi LKS dengan model siklus belajar (5E) untuk melatihkan
dan tes yang kedua diberikan setelah materi pelajaran selesai kemampuan berpikir kritis disajikan dalam Tabel 3 berikut.
diajarkan. Siswa diberikan kesempatan untuk memberikan uraian Tabel 3. Hasil Validasi LKS
jawabannya berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Nilai Rata- Kate
No Aspek yang dinilai
V1 V2 rata gori
Data atau informasi yang akan dianalisis dalam
A Format
penelitian ini antara lain adalah data validitas LKS, data hasil 1 4 4 4 Sang
observasi aktivitas siswa, dan kemampuan berpikir kritis siswa. Kejelasan pembagian materi at
1. Analisis Validitas LKS valid
Data atau informasi mengenai validitas LKS diperoeh 2 Memiliki daya Tarik 3 3 3 Valid
3 Sistem penomoran jelas 3 4 3,5 Valid
dengan menggunakan lembar validasi dan berdasarkan penilaian 4 Pengaturan ruang/tata letak. 3 3 3 Valid
validator, kemudian dianalisis dengan menghitung rata-rata nilai 5 Jenis dan ukuran huruf sesuai 4 3 3,5 Valid
yang diberikan oleh validator. Rata-rata nilai validator tersebut Jumlah 17 17 17
digunakan untuk menentukan kualitas LKS. Rata-rata nilai aspek format 3,4 3,4 3,4 Valid
Tabel 1. Kriteria LKS Berdasarkan Rata-rata Nilai Validator B Bahasa
1 Kebenaran tata bahasa 3 3 3 Valid
Interval
Kriteria Kesesuaian kalimat dengan Sang
Nilai 2 taraf berpikir dan kemampuan 4 4 4 at
> 3,6 Sangat Valid membaca serta usia siswa. valid
2,8 – 3,6 Valid 3 4 4 4 Sang
Mendorong minat kerja at
1,9 – 2,7 Tidak Valid valid
1,0 – 1,8 Sangat Tidak Valid 4 Kesederhaan struktur kalimat. 3 3 3 Valid
(Sumber: Diadaptasi dari Ratumanan & Laurens, 2011) 5 Kalimat tidak mengandung 3 3 3 Valid
2. Analisis Tes Kemampuan Berpikir Kritis arti ganda.
6 Kejelasan petunjuk 3 3 3 Valid
Data kemampuan berpikir kritis siswa dianalisis melalui
7 Sifat komunikatif bahasa yang 3 3 3 Valid
rubrik berpikir kritis. Rubrik berpikir kritis yang digunakan dalam digunakan
penelitian ini berbentuk skala bertingkat, yaitu sebuah pernyataan Jumlah 23 23 23
yang diikuti kolom-kolom yang menunjukan tingkat-tingkat Rata-rata nilai aspek bahasa 3,3 3,3 3,3 Valid
penskoran dengan skala penskoran sesuai dengan kriteria yang C Isi
1 Kebenaran isi/materi 3 3 3 Valid
telah ditetapkan, dimana skor 4 jika jawaban siswa sangat benar;
2 4 Sang
skor 3 jika jawaban siswa benar; skor 2 jika jawaban siswa cukup Merupakan materi yang
4 4 at
benar, skor 1 jika jawaban siswa kurang benar. Data yang diperoleh esensial
valid
pada penelitian ini merupakan data kuantitatif yaitu data tentang 3
Dikelompokkan dalam bagian-
3 3 3 Valid
skor tes kemampuan berpikir kritis berbasis konten pada topik bagian yang logis
Sang
kalor. Untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir kritis siswa, 4
Kesesuaian materi dengan
4 4 4 at
dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan persentase untuk model siklus belajar (5E)
valid
menggambarkan tingkat pencapaian tiap indikator kemampuan 5 Kesesuaian materi dengan 3 3 3 Valid
berpikir kritis. berpikir kritis
𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒑𝒆𝒓𝒐𝒍𝒆𝒉 𝒔𝒊𝒔𝒘𝒂 6 Kesesuain tugas dengan 3 4 3,5 Valid
Tingkat berpikir kritis = x 100 urutan materi
𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
Setelah diperoleh hasil persentase kemampuan Mampu mendorong siswa
7 3 4 3,5 Valid
untuk berpikir kritis
berpikir kritis siswa, peneliti menentukan kategori kemampuan 8 Sistem penomoran jelas. 3 3 3 Valid
berpikir kritis siswa. Pemberian kategori bertujuan untuk 9 Kelayakan sebagai perangkat 3 4 3,5 Valid
mengetahui kualifikasi persentase kemampuan berpikir kritis siswa. pembelajaran.
Kemampuan berpikir kritis dibedakan menjadi 4 kategori, yaitu: Jumlah 29 32 30,5
Tabel 2. Pedoman Kategori Berpikir Kritis Rata-rata nilai aspek isi 3,2 3,5 3,4 Valid
Jumlah seluruh aspek LKS 69 72 70,5
Skala Perolehan Kategori Rata-rata nilai aspek LKS yang Valid
3,3 3,4 3,35
dikembangkan
>81,25 - ≤100 Sangat Kritis
ISBN: 978-602-74245-0-0 384
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

No Aspek yang dinilai


Nilai Rata- Kate 1. Analisis Tes Kemampuan Berpikir Kritis
V1 V2 rata gori Hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa, secara
99% Relia
Reliabilitas
bel
ringkas hasil analisis kemampuan berpikir kritis siswa pre-test dan
Keterangan: V1: validator 1, V2: validator 2 post-test pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa rata-rata skor validitas LKS Nama Pre- Post-
Kriteria Kriteria Kategori
yang meliputi format, bahasa, dan isi dengan rata-rata skor 3,3 Siswa Test Test
(kategori valid). Hal ini menunjukkan bahwa LKS dengan model
Kurang Sangat
siklus belajar (5E) yang dikembangkan valid untuk digunakan A 60
Kritis
90
Kritis
Tinggi
dengan reliabilitas rata-rata 99% (kategori reliabel). Sangat
2. Tes kemampuan berpikir kritis B 37.5 kurang 80 Kritis Tinggi
Tes ini dikembangkan untuk melihat kemampuan berpikir kritis
kritis siswa setelah melakukan pembelajaran terhadap materi kalor. C 47.5
Kurang
87.5
Sangat
Tinggi
Tes ini terdiri dari 10 soal uraian yang mewakili indikator Kritis Kritis
kemampuan berpikir kritis yaitu merumuskan masalah, Kurang Sangat
D 60 82.5 Sedang
Kritis Kritis
merumuskan hipotesis, menganalisis, mengevaluasi, dan
Kurang Sangat
membuat kesimpulan. Hasil validasi tes kemampuan berpikir kritis E 60
Kritis
90
Kritis
Tinggi
siswa secara ringkas disajikan pada Tabel 4 berikut. Sangat
Tabel 4. Hasil Validasi Tes Kemampuan Berpikir Kritis F 37.5 kurang 80 Kritis Tinggi
Aspek yang Dinilai kritis
Nomor Validasi Isi Validasi Bahasa Sangat
butir Penilaian Rata- Kate Penilaian Rata- Kate G 27.5 kurang 65 Kritis Sedang
soal V1 V2 rata gori V1 V2 rata gori kritis
Skor Skor Kurang
H 52.5 77.5 Kritis Sedang
Sang Sang Kritis
1 4 4 4 at 4 4 4 at Sangat
valid valid I 37.5 kurang 65 Kritis Sedang
Sang Sang kritis
2 4 4 4 at 4 4 4 at Kurang Sangat
J 55 82.5 Sedang
valid valid Kritis Kritis
3 2 4 3 Valid 3 4 3,5 Valid Kurang
K 45 80 Kritis Sedang
4 2 4 3 Valid 3 4 3,5 Valid Kritis
5 2 4 3 Valid 3 4 3,5 Valid Kurang Sangat
L 42.5 82.5 Tinggi
Kritis Kritis
Sang Sang
Kurang
6 4 4 4 at 4 4 4 at M 45 77.5 Kritis Sedang
Kritis
valid valid
Kurang
Sang Sang N 57.5 80 Kritis Sedang
Kritis
7 4 4 4 at 4 4 4 at
valid valid Kurang
O 42.5 67.5 Kritis Sedang
Kritis
Sang Sang
8 4 4 4 at 4 4 4 at Sangat
valid valid P 35 kurang 80 Kritis Tinggi
kritis
Sang Sang
9 4 4 4 at 4 4 4 at Sangat
Q 65 Kritis 85 Sedang
valid valid Kritis
Sang Sang Kurang
R 42.5 77.5 Kritis Sedang
10 4 4 4 at 4 4 4 at Kritis
valid valid Kurang
S 50 80 Kritis Sedang
Jumla 34 40 37 37 40 38,5 Kritis
h Kurang Sangat
T 45 87.5 Tinggi
Rata- 3,4 4 3,7 Sang 3,7 4 3,8 Sang Kritis Kritis
rata at at Kurang Sangat
U 45 87.5 Tingi
nilai valid valid Kritis Kritis
aspek Kurang
V 50 80 Kritis Sedang
Reliabi 91% Relia 96% Relia Kritis
litas bel bel Kurang Sangat
W 50 87.5 Tinggi
Kritis Kritis
Keterangan: V1: validator 1, V2: validator 2 Sangat
Sangat
X 30 kurang 82.5 Tinggi
Kritis
kritis
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa rata-rata skor validitas tes
Kurang
kemampuan berpikir kritisyang meliputi validitas isi dengan rata- Y 47.5
Kritis
80 Kritis Sedang
rata skor 3,7 (berkategori sangat valid) dan validitas bahasa Kurang
Z 45 72.5 Kritis Sedang
dengan rata-rata skor 3,8 (berkategori sangat valid). Hal ini Kritis
menunjukkan bahwa tes kemampuan berpikir kritis dengan model Jumla 1212. 2087.
h 5 5
siklus belajar (5E) yang dikembangkan valid untuk digunakan Rata- Kurang
dengan reliabilitas isi dan bahasa rata-rata 91% dan 96% 46.6 80 Kritis Sedang
rata kritis
(berkategori reliabel).

ISBN: 978-602-74245-0-0 385


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
2. Aktivitas Siswa dikembangkan dengan model siklus belajar (5E) telah valid
Aktivitas siswa terhadap pembelajaran dengan digunakan/diterapkan dengan sedikit revisi.
menggunakan model siklus belajar (5E) diukur dengan 1. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
menggunakan lembar pengematan aktivitas siswa yang diberikan LKS yang dikembangkan dengan model siklus balajar
oleh 2 pengamat. Pengamat dapat memberi penilaian terhadap (5E) untuk meningktkan aktivitas dan kemampuan berpikir kritis
aktivitas siswa mengisi lembar aktivitas siswa sesuai dengan adalah pedoman siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan
kategori ada pada lembar pemngamatan aktivitas siswa. Berikut eksperimen pada materi kalor. Sebelum digunakan LKS divalidasi
secara singkat disajikan analisis lembar aktivitas siswa terhadap oleh dua validator/pakar. Devi et.al, (2009), menyatakan bahwa
pembelajaran menggunakan model siklus belajar (5E) pada Tabel LKS terdiri atas 2 jenis LKS yaitu LKS eksperimen dan LKS non-
6. eksperimen, LKS yang digunakan dalam penelitian ini adalah LKS
Tabel 6. Rekapitulasi Aktivitas Siswa eksperimen. Penilaian validitas LKS mengandung 3 aspek yaitu:
Pertemuan 1 Pertemuan 2 aspek format, aspek bahasa, dan aspek isi. Penilaian terhadap
Kriteria aspek atau komponen LKS ini didukung oleh Prasetyo (2012),
aktivitas P1 P2 P1 P2
siswa Tryanasari, Mursidik, dan Riyanto (2012), menyatakan bahwa hal-
r P (%) R r P (%) R hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun LKS antara lain
1 49 9.66 95.92 50.5 9.40 97.03 adalah aspek format, isi, dan bahasa. Berdasarkan data hasil
analisis validasi LKS, aspek format mendapatkan skor rata-rata 3,4
2 48.5 9.56 96.91 50 9.30 96.00
dengan kategori valid, aspek bahasa mendapatkan skor rata-rata
3 25 4.93 96.00 28 5.21 96.43 3,3 dengan kategori valid dan aspek isi mendapatkan skor rata-rata
4 61 12.02 95.08 59.5 11.07 94.12 3,4 dengan kategori valid, sehingga penilaian validitas LKS dari
100.0 semua aspek mendapat skor rata-rata 3,4 dengan kategori valid,
5 26 5.12 28.5 5.30 98.25 hal ini menunjukkan bahwa kesesuaian anatara semua aspek yang
0
6 78 15.37
100.0
78 14.51
100.0 terkandung dalam LKS, dengan persentasi reliabilitas LKS antara
0 0 kedua validator sebesar 99% (reliabel), dengan demikian LKS
100.0 100.0
7 52 10.25
0
52 9.67
0
dapat/layak digunakan dengan sedikit revisi dari kedua validator,
100.0 100.0 yang disajikan dalam Tabel 4.6.
8 26 5.12 26 4.84 LKS yang dikembangkan dengan model siklus belajar
0 0
9 26 5.12
100.0
26 4.84
100.0 (5E) untuk meningkatkan aktivitas dan kemampuan berpikir kritis,
0 0 sehingga di dalam kegiatan praktikum ada kegiatan merumuskan
100.0 100.0
10 26 5.12
0
26 4.84
0
masalah, merumuskan hipotesis, menentukan variabel-variabel,
100.0 100.0 menganalisis, mengevaluasai dan membuat kesimpulan, yang
11 26 5.12 26 4.84
0 0 bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
12 23 4.53 95.65 28 5.21 96.43 Dimana siswa dengan kelompoknya masing-masing diberikan
100.0 100.0 kesempatan melakukan praktikum untuk selalu aktif dalam setiap
13 10 1.97 30 5.58
0 0 kegiatan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pernyataan Astuti
100.0 100.0 dan Setiawan (2013), bahwa melalui kegiatan dalam LKS yang
14 26 5.12 26 4.84
0 0
memuat keterampilan-keterampilan proses sains dan pertanyaan
15 5 0.99 60.00 3 0.56 66.67 yang termuat (yang disajikan) dalam LKS dapat membantu siswa
Rata-rata 33.83 6.67 95.97 35.83 6.67 96.32 dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya.
Keterangan: 2. Tes Kemampuan Berpikir Kritis (TKBK)
r: Rata-rata; P: Persentase; R: Reliabilitas TKBK adalah kumpulan soal dalam bentuk urain
dengan 10 soal yang digunakan untuk mengetahui kemampuan
PEMBAHASAN berpikir kritis siswa yang dikembangkan berdasarkan indikator dan
Berdasarkan hasil dan analisis data penelitian yang tujuan pembelajaran. TKBK sebelum digunakan seperti perangkat
telah dipaparkan, didapatkan bahwa pengembangan LKS model pembelajaran yang lain, terlebih dahulu divalidasi oleh dua
siklus belajar (5E) pada materi kalor dapat dijadikan alternatif untuk validator/pakar. Hasil analisis TKBK dari kedua validator dengan
meningkatkan aktivitas dan kemampuan berpikir kritis siswa serta skor rata-rata pada aspek isi 3,7 yang dikategorikan sangat valid
menghasilkan LKS yang valid, praktis dan efektif. LKS yang valid dan skor rata-rata pada aspek bahasa 3,8 yang dikategorikan
didapatkan dari hasil validasi yang dinilai oleh validator/pakar, sangat valid dengan persentasi hasil analisis reliabilitas TKBK,
sedangkan LKS yang praktis didapatkan dari aktivitas siswa memperoleh persentasi rata-rata pada aspek isi 91% (reliabel) dan
selama pembelajaran, dan LKS yang efektif didapatkan dari tes persentasi rata-rata reliabilitas aspek bahasa 96% (reliabel).
kemampuan berpikir kritis yang dikerjakan oleh siswa. Dengan demikian TKBK valid digunakan/diterapkan
Untuk memperoleh suatu kesesuaian atau kebenaran dalam pembelajaran dengan sedikit revisi dari kedua validator.
antara tujuan di lapangan dengan kajian teoritis, secara singkat Kevalidan TKBK ini dikarenakan prosedur penyusunan TKBK telah
dilanjutkan dengan diskusi hasil penelitian yang membahas memenuhi persyaratan, baik dalam aspek isi, yang memuat
tentang hasil pengembangan LKS dan hasil penerapan LKS yang kesesuai soal dengan tujuan pembelajaran yang tercermin dari
diujicobakan. indikator kemampuan berpikir kritis, kejelasan petunjuk soal, dan
A. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran. kejelasan maksud soal , maupun aspek bahasa, yang memuat
Hasil validasi LKS yang diberikan oleh validator/pakar yang telah kesesuaian bahasa dengan kaidah bahasa Indonesia, tidak
dikembangkan berkategori sangat valid dan valid, artinya LKS yang mengandung arti ganda, dan rumusan soal menggunakan bahasa
yang seerhana, sehingga TKBK ini dapat diujicobakan.

ISBN: 978-602-74245-0-0 386


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
B. Kepraktisan LKS diterapkannya LKS model siklus belajar (5E), berdasarkan skor
Kepraktisan LKS yang dikembangkan, ditinjau yang diperoleh siswa, kemampuan berpikir kritis siswa berada
berdasarkan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran direntang kategori kritis.
berlangsung. Aktivitas siswa dalam pembelajaran menentukan Keefektifan LKS yang dilihat dari tes kemampuan
kepraktisan LKS yang dikembangkan, untuk mengetahui aktifitas berpikir kritis dapat dikatakan mampu meningkatkan aktivitas dan
siswa dalam penelitian ini digunakan lembar pengamatan aktivitas kemampuan berpikir kritis siswa, pernyataan ini didukung oleh
siswa yang diberikan oleh dua orang pengamat. Berdasarkan hasil pernyataan Purniati et.al., (2009), diperlukan suatu upaya untuk
analisis data kemampuan berpikir kritis dan aktivitas siswa dalam menciptakan proses pembelajaran yang melibatkan siswa untuk
pembelajaran menggunakan model siklus belajar (5E), didapatkan memperoleh pengetahuan. Hal yang sedana disampaikan oleh
bahwa siswa yang aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran Lawson et.al., dalam Iwan (2014), model siklus belajar (5E)
berkorelasi dengan hasil kemampuan berpikir kritis. Hasil yang merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan yang diorganisir
didapatkan sesuai dengan pernyataan Lincoln, Travers, Ackers, & supaya siswa menguasai kompetensi-kompetensi dalam
Wilkinson (2002), Rappaport (1987) dan lawson et.al., bahwa pembelajaran dengan jalan berperan lebih aktif dalam proses
penekanan partisipasi aktif siswa pada suatu proses pembelajaran pembelajaran. Prayogi, et.al, (2013) telah melakukan penelitian
dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi menggunakan model siklus belajar (5E) bahwa dapat meningkat
dengan materi yang dipelajari, sehingga siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
kemampuan berpikir kritisnya maupun pemahamannya terhadap
materi yang disampaikan. SIMPULAN
Partisipasi aktif siswa tidak terlepas dari model yang Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dan diskusi
digunakan yaitu model siklus belajar (5E) yang memberi hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa LKS model siklus belajar
kesempatan siswa untuk lebih aktif dalam setiap kegiatan (5E) valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan aktivitas dan
pembelajaran. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan kemampuan berpikir kritis pada materi kalor.
yang disampaikan oleh Purniati et.al., (2009), diperlukan suatu A. Saran
upaya untuk menciptakan proses pembelajaran yang melibatkan Berdasarkan pada hasil temuan, baik pada tahap
siswa dan memfasilitasi siswa untuk lebih aktif diperlukan untuk pengembangan, maupun pada tahap implementasi/penelitian,
memperoleh pengetahuan. Hal ini didukung oleh pernyataan maka saran hasil temuan tersebut, antara lain adalah:
Lawson et.al., dalam Iwan (2014), model siklus belajar (5E) 1. Dalam mengembangkan LKS, hendaknya menggunakan
merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan yang diorganisir bahasa yang dapat dipahami siswa, memberikan gambar yang
supaya siswa menguasai kompetensi-kompetensi dalam dapat memotivasi mahaiswa untuk berpikir, pertanyaan-
pembelajaran dengan jalan berperan lebih aktif dalam proses pertanyaan yang disajikan dapat melatih kemampuan berpikir
pembelajaran. Pernyatan ini juga diperkuat oleh hasil penelitian kritis siswa.
dengan menggunakan model siklus belajar (5E), yang 2. Kegiatan penyelidikan dengan paduan LKS harus sering
menunjukkan bahwa beberapa siswa yang persentase aktivitasnya dilakukan.
lebih tinggi dalam pembelajaran memperoleh skor kemampuan 3. Penelitian lanjutan lebih menekankan siswa untuk
berpikir kritis. mengevaluasi dan membuat kesimpulan.
C. Efektifan Perangkat Pembelajaran yang Dikembangkan 4. Mengingat penelitian ini terbatas pada materi tertentu, maka
Keefektifan perangkat pembelajaran yang perlu penelitian lanjutan untuk materi yang lain.
dikembangkan, dapat ditinjau dari kemampuan berpikir kritis siswa.
Tes kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan merupakan DAFTAR PUSTAKA
instrumen untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa Adam, M. J. 2005. “Proses Peningkatan Pendidikan Berkelanjutan
sebelum pembelajaran dan sesudah pembelajaran. Indikator Sebagai Upaya Perbaikan Mutu Pendidikan Nasional”.
berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Prosiding Seminar Nasional Etika. Fakultas Tehnik
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, menganalisis, UNY.Yogyakarta: 1-2.
mengevaluasi dan membuat kesimpulan. Apriyani. (2010). “Pengaruh Model Siklus Belajar (5E) Terhadap
Kemampuan berpikir kritis siswa diukur dengan tes Kemampuan Berpikir Kritis IPA”. Prosiding Seminar
kemampuan berpikir kritis yang dilakukan dua kali yaitu pada saat Nasional. Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja:
pre-test dan post-test. Tes kemampuan berpikir kritis bertujuan 56-60
untuk melihat tinggkat kemampuan berpikir kritis siswa. Tes yang Bailin, Sharon. 2002. “Critical Thinking and Science Education”.
digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dalam Science Education. Netherlands: 361-375
bentuk soal uraian yang berjumlah 10 soal. Beyer, 1991. Teaching Thinking Skill: A Handbook For Secondary
Kemapuan berpikir kritis siswa pada saat pre-test dan School Teacher. Boston; Allyn and Bacon.
post-test dianalisis dengan mengacu pada kriteria kemampuan Borich, 1994. Observation Skill for Efective Teaching. New York:
berpikir kritis, yang bertujuan untuk menentukan kategori Merrill Publishing Company.
kemampuan berpikir kritis siswa baik secara individu maupun Bybee, 2009. The Bscs 5E Instructional Model and 21st Century
seluruh siswa. Kemampuan berpikir kritis dikategori ke dalam 4 Skills.A Commissioned Paper Prepared for A
kriteria yang dikemukan oleh Yulianti dalam Prayogi, (2013). Workshop on Exploring The Intersection of Science
Kemampuan berpikir kritis siswa pada saat pre-test Education and The Development of 21st Century Skills.
dikategorikan kurang kritis karena memperoleh nilai rata-rata Bybee, Taylor, Gardner, Scotter, Powell, Westbrook, & Landes,
kemampuan berpikir kritis siswa 46 dikategorikan kurang kritis, 2006. The BSCS 5E Instructional Model: Origins,
sedangkan kemampuan berpikir kritis siswa pada saat post-test Effectiveness, and Applications. Colorado Springs.
dikategorikan kritis karena nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis
siswa 80. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah
ISBN: 978-602-74245-0-0 387
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Campbell, Meghann. A. 2000. The Effects The 5E Learning Cycle King, F. J. 1989. Assessment And Evaluation Higher Order
On Studens Understanding Of Force And Motion Thinking Skills. A Publication Of The Educational
Concepts. B.S. Millersville University. Service Program.
Collette & Chiappetta, 1994. Science Instruction in The Middle and Lawson, A. E., Abraham, M. R., dan Renner, J. W. 1989. A Theory
Scondary School. New York: Macmilian Publishing. Of Instruction: Using The Learning Cycle To Teach
Costa, 1988. Developing Mind: A Resource Book for Teaching Science Concept And Thingking Skill. Cincinnnati :
Thinking”. Alexandria: ASCD. university of Cincinnati.
David, T. Moore. 2007. Center For Strategic Intelligence Research. Lederman, J. S. 2009. Levels Of Inquiry And The 5E’s Learning
Washington. Dc: National Defense Intelligence Cycle Model. Best Practices In Science Education.
College. Lord & Hutchison, 1993.”The Process of Empowerment:
Devi, Sofiraeni dan Khairuddin, 2009. Pengembangan Perangkat Implications for Theory and Practice”. Canadian
Pembelajaran untuk Guru SMP. Jakarta: Pusat Journal of Community Mental Health 12:1, Spring 1993,
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Pages 5-22.
Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam Kurnia, Binar. P. 2014. Pengembangan Perangkat Pembelajaran
(PPPPTK IPA) untuk Program Bermutu. Fisika Model Inkuiri Terbimbing Untuk Melatihkan
Dwijananti, P. dan Yulianti, D. 2010. “Pengembangan Kemampuan Kemampuan Multirepresentasi. Tesis Unesa. Surabaya.
Berpikir Kritis Mahasiswa Melalui Pembelajaran Mahardika K . I. Agus, S. dan Dadi, R.(2012). “Model inkuiri untuk
Problem Based Instruction pada Mata Kuliah Fisika meningatkan kemampuan representasi verbal dan
Lingkungan”. Jurnal Pendidikan Fisika. ISSN: 1693- matematis pada pembelajaran fisika”. Jurnal
1246. Pembelajaran Fisika. Vol.1 No.2, pp. 165-171.
Eka. A. et.,al. 2013. “Pengaruh Model SiklusBelajar 5E Terhadap Olson & Susan. 2013. Inkuiri Dan Standar-Standar Pendidikan
Kemampuan Berpikir Kritis IPA”. Jurnal Pendidikan Nasional. Bandung: National Academies Press.
UNDIKSHA. ISBN: 703-1288-1. Permendiknas no. 73 tahun 2013 tentang Penerapan Kerangka
Ennis, R. H. 1991. “Critical Thinking : A Streamllined Conception”. Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) pada bidang
Teaching Philosophy. University of Illionois: 14. Pendidikan Tinggi.
Ennis, Robert. H. 1996. Critical Thinking. New York: Prentice-Hall. Prayogi. S., et.,al. (2013). “Implementasi Model Siklus Belajar 5E
Fachrurazi. 2011. “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan
Untuk Meningkatkan Kemampuan BerpikirKritis Dan Hasil Belajar”. Jurnal Lensa Pendidikan Fisika PKPSM
Komunikasi Matematika”. Vol. 1.ISSN :1412-X. IKIP Mataram. Vol. 1.No. 1. ISSN: 2338-4530: 30-35.
Facione, Peter. 2011. Critical Thinking. What It Is and Why Its
Counts. Measured Reason and The California Academic Purniati, T. 2009. “Penerapan Model Siklus Beajar (Learning Cycle)
Press. untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Mahasiswa”.
Firdaus, Laras. 2014. “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Jurnal penelitian.Vol. 9 no. 1. April, 2009.
Sains Berorientasi pada Siklus Belajar 5E untuk Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Standar
Memberdayakan Keterampilan Berpikir dan Penilaian Buku Pelajaran Sains.
Pemahaman Konsep”.Tesis Unesa. Surabaya. Rai, A. 2001. “Quality Improvement Of Learning Process And Basic
Fisher. A. 2008. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Competency Student’s Physics In Using “5 E” Models
Erlangga. Of Learning”. Proceeding The Second International
Fraenkel & Wallen, 2009.How To Design And Evaluate Research Seminar On Science Education. ISBN : 978-979-
In Education. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 98546-4-2. Hal. 38-43.
Godin, N. Dauglas, and Pea, D. Roy. 1999. “Addressing The Ratumanan dan Lauren, 2011. Evaluasi Hasil Belajar pada Tingkat
Challenges Of Inquiry-Based Learning Through satuan Pendidikan Edisi 2. Surabaya: Unesa University
Technology And Curriculum Design”. The Journal Of Press.
The Learning Sciences. Northwestern University: Robert, H. Ennis. 1993. Theory Into Practice Teaching For Critical
Lawrence Erlbaum Associates.inc.. Thinking. Vol. 32. no. 3. College Of Education The Ohio
Ibrahim, M. 2002. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Dan State University.
Pengembengan Perangkat Pembelajaran. Direktorat Robert, H. Ennis. 1995. Critical Thinking. Ohio: University Of
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama , Direktorat Illinois.
Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah, Ron, E. McBride, Carl, C. Gabbard, dan Miller, G. 1990. “Teaching
Departemen Pendidikan Nasional. Critical Thinking Skills In The Psychomotor Domain”.
Ibrahim, M. 2008. Model Pembelajaran Inovatif IPA Melalui Vol. 6, January, 1990. Faculty Of College Of Education
Pemaknaan. Unesa. Surabaya: Tim Balitbang Diknas. In The Department Of Health And Physical Education
Ibrahim, M. dan Wahyusukrtiningsih. 2014. Model Pembelajaran At texas A & M. Texas : College Station.
Inovatif Melalui Pemaknaan, (Belajar Perilaku Positif Sarwi dan Liliasari. 2009. “Penerapan Strategi Kooperatif Dan
dari Alam). Surabaya: Unesa University Press. Pemecahan Masalah Pada Konsep Gelombang Untuk
Irma. 2013. “Pengembangan LKS Fisika Berbasis Siklus Belajar 7E Mengembangkan Keterampilan Berfikir Kritis”. Jurnal
untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Pendidikan Fisika Indonesia. ISSN: 1693-1246. Hal.
Berpikir Kritis”. Tesis UAD. Yogyakarta. 90-95
Joyce & Weil, 1996. Models of Teaching. Toronto: A Simon & Sidartha dan Darliana, 2005. Keterampilan Berpikir. Departemen
Schuster Company. Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan
Khaeruddin, dkk. 2013. Model Pembelajaran Fisika Berbasis Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan dan
Keterampilan Proses Sains. Surabaya. Penataran Guru Ilmu Pengetahuan Alam.
ISBN: 978-602-74245-0-0 388
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Sulaiman dan Bambang (2013). “Penerapan Model Pembelajaran TOT Nasional-Ekspansi 2010. 2010. Pembelajaran Aktif untuk
Siklus Belajar (Learning Cycle) Sebagai Upaya Perguruan Tinggi (ALFHE). Jakarta: DIKTI.
Melatihkan Kemampuan Berpikir Kritis ” Prosiding Woolfolk. A. 2008. Educational Phychology Active learning Edition
Seminar Nasional. FKIP Universitas Muhammadiyah Kesepuluh Bagian 1. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Purworejo. Purworejo: 50-56. Woolfolk. A. 2008. Educational Phychology Active learning Edition
Kesepuluh Bagian 2. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

ISBN: 978-602-74245-0-0 389


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA BERBASIS KEARIFAN LOKAL, BERKONTRIBUSI NASIONAL, DAN
BERDAYA SAING GLOBAL

Rozali Jauhari Alfanani1, Moh. Iwan Fatiri2, dan Khairul Umam3 & Hendra Prasetyo4
1,2,3&4Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Mataram

E-mail: zalipasca15@gmail.com

Abstrak: Pendidikan sebagai salah satu pilar penting dalam perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara harus mendapatkan
perhatian yang serius dari berbagai pihak. Hal tersebut ditunjukan dengan harus meningkatnya pula kesadaran masyarakat bersama
akademisi dan pemangku kebijakan untuk memperbaiki serta melaksanakan sistem pendidikan di negeri ini secara lebih optimal lagi.
Salah satu bentuk keseriusan yang harus ditunjukan ialah dengan menjadikan pendidikan sebagai bagian dari sistem yang merangkul
unsur-unsur lokalitas milik masyarakat yang nantinya akan memberikan kontribusi secara nasional dan diharapkan dapat bersaing pula
secara global. Dalam hal ini, sistem pendidikan yang akan dapat melaksanakan hal tersebut salah satunya ialah pendidikan bahasa dan
sastra (khususnya Indonesia). Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia yang telah ada dan berkembang sejak lama di tengah kehidupan
masyarakat tentu dapatlah menjadi bagian penting yang diprioritaskan sebagai pilar pembangun karakter dan kepribadian masyarakat
dalam kaitannya secara intelektual maupun emosional. Hal itu sesuai dengan hakikat bahasa yang mengacu pada aspek intelektual dan
sastra sebagai wadah pembentuk aspek emosional manusia. Oleh sebab itu, pendidikan bahasa dan sastra yang menumbuhkembangkan
sistem intelektual dan emosional harus dianggap penting dalam kaitannya dengan sifat lokalitas, nasionalisme, dan globalisasi.

Kata kunci: Pendidikan, Bahasa dan Sastra, Kearifan Lokal, Nasional, Global.

PENDAHULUAN dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan ditinggalkan. Bahasa selalu mengikuti kehidupan manusia sehari-
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa.
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahasa, sebagai bagian dari kebudayaan dapat
Rumusan fungsi tersebut dapat diterjemahkan bahwa pendidikan menunjukan tinggi-rendahnya kebudayaan bangsa. Bahasa akan
adalah untuk membantu pertumbuhan manusia muda yang tidak menggambarkan sudah sampai seberapa jauh kemajuan yang
berdaya menjadi manusia yang bahagia, bermoral, dan telah dicapai oleh suatu bangsa. Dengan demikian, bahasa yang
berdayaguna. Selaras dengan rumusan tersebut, dalam UU No. 20 dengan fungsinya baik sebagai bahasa persatuan, bahasa negara,
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahasa resmi, atau bahasa ilmu pengetahuan memegang peranan
bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda. penting bagi keberlangsungan hakikat kemajuan dari suatu bangsa
Pengangkatan manusia ke taraf insan itulah disebut mendidik. itu sendiri.
Dengan demikian, pendidikan adalah memanusiakan manusia, Namun demikian, kencangnya arus globalisasi dengan
khususnya manusia muda. konsep modernisme yang melanda “habitat kebahasaan” seperti
Pengertian pendidikan menurut Hasbullah (2009:1) sekarang ini telah mulai sedikit demi sedikit meruntuhkan atau
menyatakan bahwa “Pendidikan sering diartikan sebagai usaha mengaburkan hakikat bahasa sebagai unsur penting kemajuan
manusia untuk membina kepribadiannya sesuai nilai-nilai suatu bangsa. Bangsa yang ada di muka bumi ini akan dinilai maju
kebudayaan dan masyarakat.” Lebih lanjut Hasbullah (2009:1) atau mengalami perkembangan yang luar biasa apabila telah
menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha yang dijalankan memiliki, menguasai, atau mampu menciptakan perangkat-
oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa perangkat yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi yang sudah kadung dianggap sebagai satu—bahkan satu-
dalam arti mental.” Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 satunya—tolok ukur kemajuan pada era sekarang ini. Posisi
(dalam Hasbullah, 2009:4) menyatakan bahwa pendidikan adalah bahasa yang dahulunya menjadi dasar pemikiran yang maju untuk
“Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar suatu bangsa (dalam filsafat, agama, maupun ilmu) kini telah
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif terpinggirkan dengan sangat cepat, sehingga memiliki kemampuan
mengembangkan potensi dirinya untuk memilki kekuatan spiritual, berbahasa, terutama yang baik dan benar bukan lagi menjadi
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak budaya, tidak lagi membanggakan, bahkan cenderung dianggap
mulia serta keterampilan yang diperlukan utuk dirinya, masyarakat, biasa saja dan tidak dianggap sebagai hal yang penting dalam
bangsa dan negara.” perkembangan zaman seperti sekarang ini. Dalam setiap bidang
Berdasarkan uraian di atas maka diketahuilah bahwa kehidupan orang akan “meng-elu-elukan” seseorang yang mampu
pendidikan merupakan sarana yang sangat penting dalam proses menguasai teknologi terkini, namun cenderung memendang
pembentukan kehidupan manusia, baik dalam taraf kehidupan sebelah mata pihak-pihak yang mampu menguasai dan
afektif, kehidupan kognitif, hingga kehidupan psikomotorik. mengaplikasikan unsur kebahasaannya dalam kehidupannya. Hal
Pendidikan juga yang akan menjadikan manusia memiliki kekuatan ini tidak terlepas dari arus zaman yang memang sudah masuk pada
spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, masa kemenangan mutlak teknologi dan kekalahan telak
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan utuk dirinya, kebahasaan. Padahal, jika disadari dan mau membuka mata, hati,
masyarakat, bangsa dan negara. dan pikirannya bahwa tanpa bahasa maka ilmu itu hanya
Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual sekumpulan ruang hampa yang butuh diproduksi, dan produksinya
manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar pun harus menggunakan bahasa. Teknologi pun begitu, tanpa
bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai sosial. sedikitpun mengurangi esensi penting penguasaan teknologi maka
Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di bisa dipastikan perkembangan teknologi sejak dahulu, pada masa
ISBN: 978-602-74245-0-0 390
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
kini, dan untuk waktu-waktu yang akan datang telah disepakati tulisannya berjudul “The Making of Greater India: A Study in
bahwa bahasalah yang juga memainkan peranan penting untuk hal South-East Asia Culture Change” yang dimuat dalam Journal
tersebut. of the Royal Asiatic Sociaty. Ciri-ciri khas atau yang biasa
Namun demikian, akibat paradigma modernisme dan disebut sebagai ‘pribumi’ itulah, yang oleh Wales diistilahkan
globalisasi yang cenderung sempit tersebut maka kita (dan semua ‘local genius’, yang di dalamnya terkandung makna sebagai
manusia lainnya) menganggap bahwa “bahasa adalah hal yang ‘basic personality of each culture’. Dengan mengacu pendapat
tidak ada apa-apanya”. Padahal, modernisme dan globalisasi Wales mengenai local genius secara luas, dapat diartikan
tersebut diciptakan atau ditakdirkan bukan menjadi sesuatu yang sebagai proses cultural characteristic, yakni perkembangan
pada akhirnya melunturkan nilai-nilai dan semangat kemajuan itu dari proses fenomenologis ke sifat kognitif, memiliki dasar:1.
sendiri yang didasari oleh faktor bernama bahasa. Paradigma yang Menunjukkan pandangan hidup dan sistem nilai dari
salah tersebut pun sudah meracuni banyak orang, khususnya di masyarakat (orientation). 2. Menggambarkan tanggapan
negeri ini yang notabenenya merupakan negara yang berwilayah masyarakat terhadap dunia luar (perception). 3. Mewujudkan
luas, berpenduduk banyak, dan memiliki pula potensi kebahasaan tingkah laku masyarakat sehari-hari (attitude dan pattern of
yang sangat luar biasa. life). 4. Mewarisi pola kehidupan masyarakat (life style).
Sementara itu, aspek lain yang tidak kalah penting dalam 2. Tentang Definisi Kearifan Lokal Sebelumnya
mewujudkan masyarakat yang positif dan berkembang adalah Pada umumnya, pengertian kearifan lokal telah
sastra. Sastra adalah suatu bentuk hasil pemikiran dan pekerjaan banyak ditulis dan dikembangkan oleh berbagai ahli dengan
seni yang kreatif yang dihasilkan oleh manusia dan menjadikan jurnal-jurnal ilmiahnya, maupun orang awam yang sadar dan
kehidupannya sebagai objeknya. Sastra sebagai hasil seni kreatif tertarik tentang potensi yang tertimbun di daerahnya.
bukan hanya suatu media untuk menyampaikan ide, gagasan, Pengertian ini selain diperoleh dari sudut antropologis,
pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia, tetapi lebih dari itu kesejarahan, maupun khususnya dalam bidang arsitektur
sastra juga berperan sebagai wadah penampung segala ide, (lingkungan binaan). Kebanyakan pengertian tersebut menjadi
gagasan, pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia tersebut. sebuah ‘definisi’ yang mengalami degenerasi atau
Selanjutnya dikatakan sastra merupakan sebuah karya penyempitan makna, karena tidak satu-dua yang langsung
manusia yang berunsur kreatif dan bernilai seni. Selain itu, sastra mencontek referensinya tanpa ada contoh dari image realita
juga dikenal sebagai karya imajinatif yang dipandang lebih luas kehidupan.
pengertiannya daripada fiksi (Siswanto, 2013: 11). Berdasarkan Pada definisi sebelumnya, dalam kamus
penciptaannya, bahwa sastra adalah pengungkapan dari sebuah bahasa Inggris-Indonesia John M Echols dan Hassan Shadily,
fakta yang bersifat artistik dan imajinatif sebagai wujud dari kearifan lokal diderivasi dari dua kata yaitu kearifan (wisdom)
kehidupan manusia (dalam masyarakat) yang menggunakan atau kebijaksanaan; dan lokal (local) atau setempat. Jadi
bahasa sebagai mediumnya, baik secara lisan maupun tulisan. menurut beliau, gagasan setempat yang bersifat bijaksana,
Selain pengertian sastra di atas, menurut (Siswanto, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh
2013: 15) karya sastra ada berupa lisan yakni berupa dongeng, anggota masyarakatnya. Menurut Gobyah dalam Nugraha
legenda, dan karya sastra lain yang tersebar secara lisan di (2012:112) nilai terpentingnya adalah kebenaran yang telah
masyarakat. Semenara itu, sastra yang berupa tulisan adalah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Geriya dalam
sastra yang dipopulerkan melalui tulisan-tulisan yang berupa prosa Nugraha (2012:112) juga menjelaskan hal yang sama,
(novel), cerpen, roman, dan puisi. pengertiannya secara konseptual, kearifan lokal dan
Efek utama dari adanya konsep bahasa dan sastra yang keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang
tentu saja dapat berkolaborasi dalam kehidupan masyarakat bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku
adalah terlahirnya unsur seni yang memukau. Seni berupa karya yang melembaga secara tradisional. Menurut Antariksa (dalam
sastra dalam balutan bahasa pun menjadi salah satu modal dalam Nugraha,2012), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari
pengembangan nilai kultural lokal di era global. Melalui seni yang tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi
terlahir dari bahasa dan sastra, masyarakat dapat memberikan bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan
kontribusi positif dalam kaitannya dengan penghadapan terhadap (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi
arus globalisasi yang ada. kenusantaraan sebuah bangsa. Dari penjelasan beliau dapat
Arus globalisasi tersebut menjadi sesuatu yang mesti dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah penerapan dari
dipandang sebagai wahana mengekspresikan diri bagi kawasan tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik. Hal terpenting
global. Globalisasi dapat dijadikan sebagai proses yang penting dari kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi
sebagai bagian dari perkembangan zaman di era yang serba pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan
modernis tersebut. Demi mempertahankan eksistensi diri yang mengajarkan tentang bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan
bermodalkan aspek bahasa dan sastra dalam wujud lokalitas menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara
tersebut, maka hadirnya industri kreatif bisa dijadikan sebagai universal oleh masyarakat, khususnya dalam berarsitektur.
lahan dan peluang positif. Lahan dan peluang tersebut semestinya Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan
dimanfaatkan sedemikian rupa melalui kreativitas yang telah cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam
menjadi salah satu ciri khas bangsa Indonesia sebagai bangsa lingkungan (Pangarsa,2008:84). Hal ini dapat dilihat bahwa
intelek dan estetis. semakin adanya penyempurnaan arti dan saling mendukung,
yang intinya adalah memahami bakat dan potensi alam
PEMBAHASAN tempatnya hidup dan diwujudkannya sebagai tradisi.
1. Kearifan Lokal 3. Membaca Fenomena Nyata
Pertama kali konsep kearifan lokal (local genius) ini Kearifan lokal juga tergantung dari setiap
menurut Koentjaraningrat yang dikutip Kasiyan dan Ismadi individu untuk memaknainya, oleh karena itu tercipta beragam
diperkenalkan oleh arkeolog H.G Quaritch Wales dalam arti. Tidak ada kata pasti untuk menjelaskannya karena akan
ISBN: 978-602-74245-0-0 391
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu sehingga merasa modern cukup mengutamakan pemikiran logis dan
lebih cocok disebut konsepsi; bukan definisi. Perubahan mengesampingkan detail tradisi, padahal memberikan
tersebut sejalan dengan budaya manusia yang selalu tuntunan hidup. Pengetahuan seperti ini tidak pernah ada di
berkembang. Dalam proses pemahamannya, perlu kembali kalangan akademisi karena langsung dari alam, berkaitan
kepada kehidupan sehari-hari, yaitu membaca fenomena nyata dengan metafisik dan fenomenologi; yang berarti upaya
dengan pengalaman ruang. Sebatas yang diketahui, karena penggalian lapis demi lapis agar diketahui makna yang
kearifan lokal sebagai unsur dari tradisi budaya masyarakat, terkandung. Nilai tacit knowledge ini memberikan pesan bahwa
umumnya para ahli meletakkan tradisi sebagai katalisator adanya timbal balik terhadap detail tradisi dan alam untuk
untuk proses generalisasi arti. kehidupan manusia yang lebih baik.
Nusantara yang tercipta dari beragam budaya Dalam perspektif yang sedikit berbeda, adalah ketika
memiliki kesamaan dalam ranah nilai tradisi. Tradisi muncul bangunan kolonial di bumi nusantara. Daendels
merupakan nilai-nilai adat yang sudah mengakar dan diterima (±1800an), dengan diterapkannya langgam Empire Stijl dari
oleh masyarakat. Pada permukiman tradisional terdapat Perancis yang diadaptasikan di daerah Hindia-Belanda maka
sesuatu yang diagungkan yang mana menjadikan agama dan tercipta langgam Indische Empire Stijl yang kurang menghargai
kepercayaan sebagai sentral. Dari segi ini, manusia mencoba alam, ditunjukkan dengan adanya luas lahan yang diperlukan
memberi identitasnya melalui simbol tertentu pada hunian yang untuk membuat sebuah rumah, tanpa teritisan, penggunaan
mana sebagai karakter kesetempatan. Contohnya di madura kolom yang besar (doric, ionic, dan corintian), lantai satu yang
dengan tatanan permukiman Tanean Lanjeng dalam membagi masuk ke dalam tanah menyebabkan kelembaban tinggi.
zona sakral dan profan. Hunian berawal dari adanya masjid (Handinoto dalam Gazalba, 1963). Nilai individualitas tersebut
atau surau di sebelah barat dan diikuti rumah awal pada bagian kontras terhadap proses pemahaman terhadap alam justru
utara dan dapur pada bagian selatan. Hunian tumbuh mengubah cara pandang orang pribumi dan campuran
menyamping dengan didirikannya rumah secara linear sejalan terhadap nilai dari luar, dengan menganggapnya sebagai karya
dengan jumlah penduduk. Pada bagian tengah sebagai yang agung sebagai wujud kebesaran kekuasaan kolonial, dan
lapangan memanjang (tanean) sebagai zona sosial. Di tempat langgam tersebut dijadikan sebagai acuan langgam sampai
lain di dusun Sade, Lombok juga terdapat zonifikasi seratus tahun ke depan, bahkan sampai merasuki rumah
berdasarkan tingkat kesakralan. Permukiman di Sade tersusun rakyat. Indische Empire Stijl merupakan salah satu langgam
berdasarkan hierarki yang mengarah pada Gunung Rinjani, awal sebelum bertransformasi menjadi langgam yang lain
semakin tinggi posisinya, maka semakin tinggi peranan orang seperti NA, Romantiek, Voor dan 1915an (Veerhar,1989). Oleh
tersebut. Orang Sade juga mengkhususkan wanita dengan beberapa ahli dalam arsitektur, karya arsitektur kolonial tetap
menempatkan ruang tertentu dalam bale. Sedangkan, lelaki sebagai wujud local wisdom, salah satu faktornya adalah
hanya diberikan ruang publik di ruang luar ataupun berugak akulturasi budaya sehingga bangunan tersebut tidak ada di
(fungsi seperti gazebo untuk kebutuhan sosial). Ternyata dari Belanda ataupun Indonesia asli. Keunikan kulturnya
beberapa daerah tersebut terdapat kesamaan ciri dan disebut memberikan nilai bahwa tidak ada di tempat lain dan mewakili
sebagai kesetempatan dalam universalitas. Masyarakat masa tertentu dari sisi diakronik. Adapun nilai yang dipetik dari
tradisional merasa bahwa dia merupakan bagian dari alam dan perspektif ini adalah kegagalan sekaligus menumbuhkan
merasa memilikinya. Tidak ada bedanya antara tinggal di alam kreativitas baru dalam menghargai alam dan arsitektur.
maupun dalam rumah. Ini adalah wujud penghargaan Kontribusi dalam bidang arsitektur dalam metode
kehidupan manusia terhadap alam. Namun, kondisi berbeda visual skill atau imaging (melihat-bacakan dari fenomena
ketika berada pada iklim subtropis atau iklim ekstrim lainnya. nyata) ini adalah mampu membangun budaya arsitektur di
Mereka hidup untuk bertahan dari pengaruh iklim. Hal tersebut tanah air supaya lebih peduli dan adil terhadap masyarakat
mempengaruhi terhadap sikap sosial. Ciri yang tampak adalah manusia dan alam. Konsepsi sementara kearifan lokal adalah
masyarakat tropis hidup ‘lebih santai’ karena iklim lebih proses menemu-kenali potensi dan sifat-sifat alam untuk
bersahabat. Lain halnya seperti Jepang, negara subtropis yang keberlanjutan tradisi manusia khususnya dalam berarsitektur.
terkenal pekerja keras. Dari penjelasan ini diketahui dalam Melalui dengan pendekatan antropologis, ‘membaca
aspek tradisionalistik memperhatikan tanda-tanda yang fenomena’lah sebagai alat pengungkap kearifan lokal.
menjunjung potensi alam setempat dan mempengaruhi sikap 4. Kearifan Lokal Masa Kini
manusia di dalamnya. Konsepsi makna kearifan lokal tersebut merupakan
Ada contoh lain berupa tacit knowledge yang kondisi ideal untuk harapan kehidupan yang lebih baik. Namun
berarti aturan ini sebagai pengetahuan tidak tertulis tetapi dari perspektif lain, ada yang sedikit mengaburkannya. Dalam
dijunjung tinggi. Proses memahami alam akan berhasil apabila kehidupan saat ini, manusia telah merasa bahwa dirinya
terjadi resonansi antara masyarakat manusia dan alam. modern sehingga kebanyakan menganggap tradisi adalah
Sebagai contoh dalam permukiman Madura (tanean lanjang) primitif dan tidak perlu dipakai. Akibatnya terdapat rantai yang
dan permukiman Sade terdapat batas permukiman berupa terputus antara alam – tradisi – artefak fisik. Kearifan lokal
bambu atau alang-alang. Bahan yang banyak ditemukan ini mengalami distorsi makna.
juga dipakai sebagai bahan rumah mereka seperti atap di Sade Perubahan tersebut diperparah jika seseorang
menggunakan alang-alang. Contoh lain adalah petani ataupun menggunakan pendekatan ekonomi (materi) yang umumnya
nelayan tradisional, mereka tahu kapankah dimulai suatu berpikir cepat dan hubungannya dengan fisik. Kasusnya seperti
pekerjaan melalui tanda-tanda alam seperti munculnya rasi seseorang mendirikan rumah, maka dia akan merancang
bintang, hujan, arah angin, dan sebagainya. Tradisi Jawa juga sesuai dengan kebutuhan (fungsional dan efektif) dengan
mengajarkan hal yang baik seperti primbon daur hidup mengeluarkan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan
(kelahiran, pernikahan, kematian) selain itu juga arah hadap hasil maksimal termasuk kepuasan terhadap gaya saat ini.
dan prosesi upacara membangun rumah. Manusia yang Terkadang pula tidak menyediakan fungsi sosial terhadap
ISBN: 978-602-74245-0-0 392
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
tetangga. Hal ini benar-benar mengebiri nilai kosmologis dari pembelajaran secara nasional. Jika pembelajaran bahasa dan
tradisi, dan menghilangkan identitas setempat. sastra telah mampu mengaktualisasikan diri melalui kearifan lokal
Ada hal yang menarik yang dapat diambil tentang yang ada dan sanggup memberi kontribusi secara nasional, maka
upaya seorang arsitek memaknai kembali kearifan lokal segenap pelaku pembelajaran bahasa dan sastra di dunia
dengan menerapkan pada kehidupan modern. Dalam proses pendidikan harus yakin dan bisa membawa pembelajaran tersebut
perancangan tidak harus mengambil tipologi bentukan lama ke arah yang lebih mengglobal sebagai bentuk daya saing yang
(tradisional), tetapi mengambil esensi ruang atau detail tradisi mumpuni di kancah dunia.
yang lain, seperti kebiasaan tertentu. Ada baiknya seseorang
tetap mempertahankan perletakan ruang, misalkan rumah DAFTAR PUSTAKA
jawa, yang pada bagian depan mewadahi fungsi sosial, pada Gazalda, Sibi. 1963. Pengantar Kebudayaan sebagai Ilmu. Jakarta:
bagian belakangnya lebih privat dan seterusnya. Gaya boleh Pustaka Setia.
mutakhir sesuai selera tetapi tidak menghilangkan identitasnya Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Edisi Revisi.
yaitu masih menerapkan material lokal dan menghargai alam. Jakarta: Rajawali Pers.
Kayu yang sekarang sudah semakin terbatas jumlahnya dapat Nugraha, Adhi. 2012. Transforming Tradition: A Method for
diganti dengan bambu yang mudah dicari dan mudah Maintaining Tradition in a Craft and Design Contex.
tumbuhnya selain itu dapat menggunakan material lawasan Helsinki: Aalto University publication series, doctoral
seperti karya-karya Eko Prawoto. dissertations.
Pangarsa, Galih Widjil. 2008. Arsitektur untuk Kemanusiaan.
SIMPULAN Surabaya: PT. Wastu Lanas Grafika.
Pendidikan bahasa dan sastra harus benra-benar Siswanto. 2013. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:
mampu memaksimalkan proses pembelajaran yang mengacu pada RienekaCipta.
basis kearifan lokal tersebut. Hal tersebut tentu akan berdampak Veerhar, J.W.M. 1989. Identitas Manusia. Yogyakarta: Kanisius.
pada kontribusi nyata bahasa dan sastra sebagai salah satu pilar

ISBN: 978-602-74245-0-0 393


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENERAPAN MODEL KOOPERATIF BERBASIS ASESSMEN KINERJA DI TINJAU DARI PRAKTIKUM
FISIKA UNTUK MENUNTASKAN HASIL BELAJAR SISWA DI SMP ISLAM AN-NIDHOMIYAH PAMEKASAN

S. Ida Kholida
Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, Universitas Islam Madura.
E-mail: s.ida.kholida@gmail.com

Abstrak: Kesulitan dalam memahami materi fisika sering di jumpai di berbagai sekolah, sehinga menyebabkan hasil belajar siswa rendah.
Faktor yang menjadi penyebab hasil belajar rendah paling utama adalah sistem dalam kegiatan belajar mengajarnya kurang mrnciptakan
variasi dalam mengajarnya. Selain itu pembelajaran yang di lakukan guru kurang sesuai dengan apa yang di tuntut oleh kurikulum, yaitu
pada sistem penilaian guru harus mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Hal ini tercermin hasil observasi pada kelas IX SMP
Islam An-Nidhomiyah yang mempunyai nilai hasil belajar pelajaran fisika rendah di bawah nilai KKM. Penelitian ini bertujuan: “ Untuk
mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa di kelas IX SMPI An-Nidhomiyah dengan diterapkannya model kooperatif berbasis asessmen
kinerja di tinjau dari praktikum fisika.” Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian dilaksanakan tiga siklus, dengan tiap
siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, evaluasi, dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa kelas IX SMPIA An-
Nidhomiyah tahun pelajaran 2014/2015. Analisis data yang digunakan adalah teknik statistik deskriptif. Dari hasil analisis didapatkan
bahwa hasil belajar siswa dari Siklus I sampai Siklus III sudah mencapai kriteria ketuntasan dengan persentase yaitu, Siklus I (30%),
Siklus II (57,5%), Siklus III (87,5%) dan pencapaian kinerja siswa siklus I (55,31%), siklus II (65%), dan siklus III (70%). Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif berbasis asessmen kinerja di tinjau dari praktikum dapat menuntaskan hasil belajar
siswa di kelas IX SMP Islam An-Nidhomiyah.

Kata Kunci: Kooperatif, Asessmen Kinerja,Ketuntasan Hasil Belajar

PENDAHULUAN melaksanakan penilaian sikap peserta didik hanya melalui


Permasalahan besar dalam bidang pendidikan di pengamatan yang terlihat tanpa menggunakan instrumen yang
Indonesia yang lagi banyak diperbincangkan adalah rendahnya seharusnya. Meskipun sikap secara implisit masuk kedalam ranah
mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi kemampuan dan keterampilan, namun penilaian sikap sangat
belajar. (Depdiknas, 2007). Adapun masalah lain adalah bahwa diperlukan untuk mengetahui ketertarikan peserta didik dalam
pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran proses pembelajaran dan materi pelajaran, yang kemudian dapat
guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan peserta dijadikan sebagai umpan balik (feed back) untuk melakukan
didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. pembinaan pada peserta didik. Selain itu juga keterampilan
Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan psikomotor sebagai unjuk kinerja. Akibatnya hasil belajar siswa
terus diusahakan, diantaranya adalah pembaharuan dibidang rendah dan daya serap pada mata pelajaran tidak seperti yang
pendidikan. Dalam pembaharuan pendidikan ada tiga masalah diharapkan oleh guru. Hal ini terlihat dari hasil belajar siswa yang
pokok yang harus diperhatikan, yaitu pembaharuan kurikulum, masih banyak di bawah kreteria ketuntasan minimal (KKM) yang
peningkatan kualitas pembelajaran dan efektifitas metode ditetapkan yaitu 65, serta belum memenuhi standar kreteria
pembelajaran (Nurhadi, 2003). Kualitas proses belajar mengajar di ketuntasan minimal (KKM) kelas yang ditargetkan yaitu 85 % dari
sekolah harus ditingkatkan juga. Usaha untuk meningkatkan keseluruhan siswa.
keberhasilan proses belajar mengajar dilakukan dengan cara Memahami materi fisika yang berisi tentang konsep-konsep
melakukan evaluasi dalam tiap tahapan proses pembelajaran. di perlukan media berupa alat-alat praktikum, dimana untuk
Dari hasil pra siklus yang dilakukan di kelas IX SMP Islam mempraktekkan percobaan tentang konsep materi listrik dinamis
An-Nidhomiyah Pamekasan, terdapat banyak siswa yang hasil siswa menemukan sendiri dan guru mengarahkan serta
belajarnya rendah dan tidak mencapai ketuntasan standar hasil membimbingnya. Melakukan praktikum merupakan salahsatu cara
belajar. Kondisi tersebut, tentunya bukan semata-mata karena dalam memahami konsep fisika dan menumbuhkan aktivitas siswa
daya serap siswa yang rendah, tetapi banyak faktor yang yang aktif.
mempengaruhinya dan salah satunya adalah metode Berdasarkan hal tersebut peneliti menggunakan model
pembelajaran yang digunakan di sekolah tersebut hanya terpusat pembelajaran kooperatif karena dapat menciptakan revolusi
pada satu arah saja, dengan menggunakan pembelajaran pembelajaran di dalam kelas. Sehingga tidak ada lagi sebuah kelas
konvensional yang kegiatannya lebih berpusat pada guru, kondisi yang sunyi selama proses pembelajaran berlangsung. Sekarang
dalam kelas terlihat aktivitas siswa tidak antusias, siswa jarang kita tahu bahwa pembelajaran yang terbaik tercapai di tengah-
bertanya karena merasa takut pada guru untuk bertanya, dan tidak tengah percakapan di antara siswa dimana siswa secara rutin
terlihat adanya diskusi atau interaksi dengan siswa lain. Sehingga dapat saling membantu satu sama lain guna menuntaskan bahan
siswa kurang memahami konsep yang diberikan oleh guru, siswa ajar akademiknya (Nur, M. 2008: 2). Selain itu peneliti ingin
pun tidak mempunyai dorongan untuk memahami konsep dengan memadukan sebuah metode peta konsep.
interaksi yang intensif antara guru dan siswa serta antara siswa Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
dengan siswa. secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga
Selain itu pembelajaran yang di lakukan guru kurang sesuai sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi
dengan apa yang di tuntut oleh kurikulum, yaitu pada sistem juga sesama siswa (Wena, M. 2009). Menurut Lie pembelajaran
penilaian guru harus mencakup ranah kognitif, afektif dan kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan
psikomotorik. Dari instrument penilaian yang dilakukan oleh guru kepada siswa untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam
hanya pada ranah kognitif saja, selain itu sebagian besar dari guru
ISBN: 978-602-74245-0-0 394
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
tugas-tugas terstruktur, dan dalam sistem ini guru bertindak secara individu atau kompetitif. Sehingga materi yang
sebagai fasilitator. dipelajari akan melekat untuk waktu yang relatif lama.
Berdasarkan penelitian dari (Rofikoh, 2010). 3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Menjelaskan upaya meningkatkan kinerja siswa dalam praktikum Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
melalui penerapan pengajaran langsung pada pokok bahasan mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran, yaitu
pengukuran kelas X-1di MA AL-Mardiyah berhasil meningkat. Serta hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman,
penelitian dari (Hidayati,Nurul 2005) bahwa penerapan penilaian dan pengembangan keterampilan sosial. Beberapa ahli
kinerja pada pembelajaran sub konsep hukum ohm dan hambatan berpendapat bahwa pembelajaran ini unggul dalam
di kelas 3 SMP Taruna Surabaya dapat menuntaskan hasil belajar membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para ahli
siswa. telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada
dirumuskan masalah sebagai berikut: ”Untuk mengetahui belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan
ketuntasan hasil belajar siswa di kelas IX SMPI An-Nidhomiyah dengan hasil belajar.
dengan diterapkannya model kooperatif berbasis asessmen Pembelajaran kooperatif dapat memberi
kinerja di tinjau dari praktikum fisika”. keuntungan baik pada siswa yang memiliki kemampuan
rendah maupun siswa yang memiliki kemampuan tinggi
KAJIAN PUSTAKA yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas
A. Model Pembelajaran Kooperatif akademik, siswa yang memiliki kemampuan tinggi akan
Dalam model pembelajaran kooperatif, siswa dituntut menjadi tutor bagi siswa yang memiliki kemampuan
bekerjasama dan bergantung dalam struktur tugas, tujuan dan rendah. Dalam proses tutorial ini, siswa yang memiliki
hadiah. kemampuan tinggi akan meningkat kemampuan
1. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor
a. Siswa dalam kelompok secara kooperatif membutuhkan pemikiran lebih mendalam.
menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar Tujuan penting selanjutnya adalah mengajarkan
yang akan dicapai. kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi.
Keterampilan ini sangat penting untuk dimiliki di dalam
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki
masyarakat dimana banyak kerja orang dewasa sebagian
kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung
kemampuan tinggi, sedang dan rendah. satu sama lain (Ibrahim, M, dkk: 2000).
c. Anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang 4. Landasan Teori dan Empirik
berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. a. John Dewey (1916)
d. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari Dewey menyatakan bahwa kelas seharusnya
pada masing-masing individu. cermin masyarakat yang lebih besar dan berfungsi sebagai
Dari ciri-ciri tersebut, pembelajaran kooperatif laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata.
mempunyai banyak manfaat, diantaranya adalah mendidik Pedadogi dewey mengharuskan guru menciptakan di
siswa agar saling berbagi kemampuan, saling belajar dalam lingkungan belajarnya suatu sistem sosial yang
berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling bercirikan dengan prosedur demokrasi dan proses ilmiah.
memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling Tanggung jawab utama mereka adalah memotivasi siswa
membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan untuk bekerja secara kooperatif dan untuk memikirkan
diri sendiri maupun teman yang lain. masalah sosial penting yang muncul pada hari itu.
2. Unsur-Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif Disamping upaya pemecahan masalah di dalam kelompok
a. Menurut Lungdren Siswa harus memiliki persepsi kecil mereka, siswa belajar prinsip demokrasi melalui
bahwa mereka “Tenggelam atau berenang bersama” interaksi hari kehari satu sama lain (Riyadi, S: 2007).
(Isjoni: 2010). Dewey mengharuskan guru menciptakan di dalam
b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam lingkungan belajarnya suatu sistem sosial yang dicirikan
kelompoknya, seperti milik mereka sendiri. dengan prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Di samping
c. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di upaya pemecahan masalah di dalam kelompok kecil
dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama, mereka, siswa belajar prinsip demokrasi melalui interaksi
d. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab hari ke hari satu sama lain.
yang sama di antara anggota kelompoknya, b. Herbert Thelan (1954, 1969)
e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah Herbert berargumentasi bahwa kelas haruslah
atau penghargaan yang juga akan dikenakan untuk merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang
semua anggota kelompok, bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar
f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka pribadi. Thelan yang tertarik dengan dinamika kelompok,
membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama mengembangkan bentuk yang lebih rinci dan terstruktur
selama proses belajarnya ( Isjoni: 2010 ). dari penyelidikan kelompok yang akan dibicarakan,
g. Siswa akan diminta untuk mempertanggungjawabkan kemudian mempersiapkan dasar konseptual untuk
secara individual materi yang ditangani dalam pengembangan masa kini pembelajaran kooperatif (Riyadi,
kelompok kooperatif ( Isjoni: 2010 ). S: 2007).
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa lebih c. Teori Motivasi
memiliki kemampuan yang lebih tinggi selama dan setelah Menurut teori motivasi, siswa pada pembelajaran
berdiskusi dalam kelompok kooperatif dari pada belajar kooperatif terutama terletak pada bagaimana bentuk
ISBN: 978-602-74245-0-0 395
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
hadiah atau struktur pencapaian tujuan saat siswa Manfaat penilaian kinerja baik bagi guru, siswa
melaksanakan kegiatan. Pada pembelajaran kooperatif maupun orang tua adalah sebagai berikut: (a) memberikan
siswa yakin bahwa tujuan mereka tercapai jika dan hanya kesempatan kepada siswa untuk berkompetisi dengan
jika siswa lain juga akan mencapai tujuan tersebut (Riyadi, dirinya daripada orang lain, (b) dapat menyatu dengan
S: 2007). program pembelajaran, (c) membuat pembelajaran lebih
d. Teori Pembelajaran Kognitif relevan dengan dunia nyata, (d) memberikan informasi
Penelitian dalam psikologi kognitif telah yang lebih baik dan lengkap bagi guru menengahi
menemukan bahwa supaya informasi dapat disimpan di pemahaman, kesulitan, dan kemajuan belajar siswa
dalam memori dan terkait dengan informasi yang sudah (Henry, 2004 : 17).
ada di dalam memori itu, maka siswa harus terlibat dalam 2. Evaluasi Pembelajaran
beberapa macam kegiatan restruktif atau elaborasi kognitif a. Penilaian Berbasis Kelas (PBK)
atas suatu materi. Penilaian adalah pengumpulan informasi tentang
Tabel 1.Sintak Model Pembelajaran Kooperatif kualitas dan kuantitas dari suatu perubahan pada seorang,
kelompok, guru, administrator. Sebagai salah satu
FASE – FASE PERILAKU GURU
komponen kurikulum berbasis kompetensi (KBK), penilaian
Menjelaskan tujuan berbasis kelas merupakan prinsip, sasaran, dan penilaian
Fase 1: Menyampaikan pembelajaran dan berkelanjutan yang akurat dan konsisten tentang
tujuan dan mempersiapkan peserta kompetensi atau hasil belajar siswa serta pernyataan yang
mempersiapkan peserta didik siap belajar. jelas mengenai kemajuan siswa sebagai akuntabilitas
didik publik (Maesuri, 2002).
Mempresentasikan Penilaian berbasis kelas (PBK) merupakan salah
Fase 2: Menyajikan informasi kepada paserta satu komponen dalam kurikulum berbasis kompetensi.
informasi didik secara verbal. Penilaian berbasis kelas (PBK) dilakukan untuk
Memberikan penjelasan memberikan keseimbangan pada ketiga ranah kognitif,
Fase 3: Mengorganisir kepada peserta didik afektif, dan psikomotor dengan menggunakan berbagai
peserta didik ke dalam tim tentang tata cara bentuk dan model penilaian secara formal maupun non
– tim belajar pembentukan tim belajar formal dengan kesinambungan. PBK ini diharapakan
dan membantu kelompok bermanfaat untuk memperoleh keutuhan gambaran
melakukan transisi yang (profile) prestasi dan kemajuan belajar siswa. Penilaian ini
efisien. dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan belajar
Membantu tim- tim belajar mengajar, oleh karena itu PBK dilakukan dengan kerja
Fase 4: Membantu kerja selama peserta didik siswa (portofolio), hasil karya (produk), penugasan
tim dan belajar mengerjakan tugasnya. (proyek), kinerja (performance), dan tes tertulis (paper and
Menguji pengetahuan pen). Guru menilai kompetensi dan hasil belajar siswa
Fase 5: Mengevaluasi peserta didik mengenai berdasarkan level pencapaian prestasi siswa (Hidayati,
berbagai materi 2004).
pembelajaran atau Tes tertulis dapat berbentuk memilih jawaban
kelompok- kelompok (pilihan ganda) dan membuat jawaban sendiri (tes uraian).
mempresentasikan hasil Untuk PBK guru sebaiknya lebih banyak memberikan tes
kerjanya. uraian dari pada tes tertulis yang lain. Tes uraian dapat
Mempersiapkan cara memberikan informasi tentang kemampuan siswa dalam
Fase 6: Memberikan untuk mengakui usaha mengorganisasikan gagasan secara sistematis.
pengakuan atau dan prestasi individu Maesuri (2002) menyatakan bahwa prinsip-prinsip
penghargaan maupun kelompok. PBK adalah sebagai berikut:
(Ibrahim, M, dkk. dalam Riyadi, S. 2007: 19) 1) Valid artinya memberikan informasi yang akurat
B. Penilaian Kinerja tentang hasil belajar siswa, misal apabila pembelajaran
1. Tinjauan Umum Penilaian Kinerja menggunakan pendekatan eksperimen maka kegiatan
Penilaian kinerja adalah suatu asesmen alternatif melakukan eksperimen menjadi salah satu obyek yang
berdasarkan tugas jawaban terbuka (open-ended task)
dinilai.
atau kegiatan hands-on yang dirancang untuk mengukur
kriteria siswa terhadap seperangkat kriteria tertentu. 2) Mendidik artinya memberikan sumbangan positif
Tugas-tugas penilaian kinerja menuntut siswa terhadap pencapaian belajar siswa. Hasil penilaian
menggunakan berbagai macam keterampilan, konsep, dan harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai
pengetahuan. Penilaian kinerja tidak dimaksudkan untuk penghargaan bagi siswa yang berhasil atau sebagai
menguji ingatan faktual, melainkan untuk mengakses pemicu semangat belajar bagi yang kurang berhasil.
penerapan pengetahuan faktual dan konsep-konsep ilmiah 3) Berorientasi pada kompetensi artinya penilaian harus
pada suatu masalah atau tugas yang realistik. Asesmen
menilai pencapaian kompetensi yang dimaksud dalam
tersebut meminta siswa untuk menjelaskan “Mengapa atau
Bagaimana” dari suatu konsep atau proses. Dalam kurikulum.
asesmen kinerja, siswa menstruktur informasi faktual tidak 4) Adil artinya penilaian harus adil terhadap semua siswa
sekedar menyatakan ulang informasi tersebut (Nur, 2002). dengan tidak membedakan latar belakang sosial-
ekonomi, budaya, bahasa dan jenis kelamin.
ISBN: 978-602-74245-0-0 396
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
5) Terbuka artinya kriteria penilaian dan dasar penelitian, guru tidak bisa mengetahui beberapa besar
pengambilan keputusan harus jelas dan terbuka bagi keaslian (autentik) hasil pemikiran siswa. Meminta siswa
semua pihak. untuk membuat dan menyerahkan susunan grafik atau
6) Berkesinambungan artinya kriteria dilakukan secara daftar sederhana dari ide-ide pokok dan menambah
berencana, bertahap, dan terus menerus untuk kejelasan terhadap hasil akhir, akan mengikat mereka
memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar dalam kerja bermakna dan memberikan guru sebuah
siswa sebagai hasil kegiatan belajar. jendela pemikiran siswa.
7) Menyeluruh artinya dapat dilakukan dengan berbagai Adapun komponen-komponen dari penilaian
teknik dan prosedur termasuk mengumpulkan berbagai kinerja meliputi:
bukti hasil belajar siswa. Penilaian hasil belajar siswa 1) Tugas-tugas yang meminta siswa untuk menggunakan
meliputi pengetahuan (kognitif), keterampilan pengetahuan dan proses yang telah mereka pelajari.
(psikomotor), sikap dan nilai (afektif) yang direfleksikan 2) Ceklist yang mengindentifikasi elemen-elemen
dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. tindakan atau hasil yang diperiksa.
8) Bermakna artinya mudah dipahami, mempunyai arti 3) Rubrik atau seperangkat deskripsi dari suatu proses
berguna dan bisa ditindak lanjuti oleh semua pihak. atau suatu kontinum nilai kualitas yang digunakan
b. Penilaian Kinerja Salah Satu Bentuk Penilaian sebagai dasar untuk menilai keseluruhan kerja.
Berbasis Kelas 4) Contoh-contoh bermutu yang sangat baik sebagai
Penilaian kinerja adalah penilaian yang menuntut model dari tugas yang harus dikerjakan (Depdiknas,
siswa melalukan tugas dalam bentuk perbuatan yang dapat 2002).
diamati oleh guru. Menurut Nur, penilaian kinerja adalah Dengan komponen-komponen di atas, penilaian
suatu penilaian alternatif berdasarkan tugas terbuka (open- kinerja tidak hanya memberikan bukti seberapa banyak
ended task) atau kegiatan hands-on yang dirancang untuk informasi yang telah dikumpulkan siswa, tetapi mampu
mengukur kinerja siswa terhadap seperangkat kriteria memberikan suatu gambaran seberapa baik siswa itu
tertentu. dapat menggunakan satu atau lebih informasi yang dimiliki
Penilaian kinerja memungkinkan guru untuk (Nur, untuk memahami fenomena.
2002): 3. Beberapa Bentuk Penilaian Kinerja
1) Mengevaluasi siswa bagaimana menerapkan Diantara beberapa bentuk penilaian kinerja, hanya
pengetahuan ilmiah dan keterampilan-keterampilan akan dibahas tiga bentuk penilaian, yaitu: rubrik, tugas
proses. kinerja (performance task), dan portofolio.
2) Mengecek perkembangan keterampilan berfikir kritis. a. Rubrik
3) Mengakses pembelajaran siswa dalam situasi yang Menurut Nur (2002) rubrik adalah seperangkat
realistik dengan konteks yang berbeda-beda. kriteria pengsekoran yang digunakan untuk mengevaluasi
4) Mengukur kedalaman pemahaman dan pengertian kerja siswa dan menilai kerja siswa. Rubrik merupakan
siswa. panduan yang membantu khususnya dalam penilaian
5) Mengevaluasi bagaimana kegigihan, imajinasi dan aspek multi dimensional dari suatu asesmen kinerja. Rubrik
kreatifan siswa pada saat menghadapi tugas-tugas. juga dapat membantu guru dalam membuat perbedaan
Tujuh kriteria untuk mengevaluasi penilaian hasil belajar yang lebih halus daripada sekedar
keterampilan (Performance Assesment) (Fajar, 2002): mengidentifikasi suatu jawaban benar dan tidak benar.
1) Generability artinya kemampuan keterampilan proses Penggunaan rubriks juga memungkinkan pensekoran yang
tes dalam tugas penilaian keterampilan dapat lebih reliabel, konsisten, dan tidak bias.
digeneralisasikan dengan tugas yang lain. Rubrik tersebut menetapkan sejumlah kategori
2) Aunthenticityartinya tugas penilaian keterampilan rubrik menggunakan skala yang sama untuk menjamin
harus sesuai dengan tugas yang diharapkan dalam keseragaman dan reabilitas pensekoran, yaitu: 4 = sangat
kehidupan sehari-hari. baik, 3 = baik, 2 = cukup, 1 = jelek. Empat tingkat dari rubrik
3) Multiplefoci artinya tugas mampu mengetahui lebih dari tersebut mempertimbangkan mudahnya penggunaan
satu kemampuan peserta tes. dengan daya pembeda yang cukup untuk menilai rentang
4) Teachability artinya tugas harus sesuai dengan usaha kualitas dalam tugas-tugas asesmen kinerja tersebut.
guru dalam mengajar di kelas. Penetapan skala juga dapat disesuaikan dengan kriteria
5) Fairnessartinyatugas harus adil untuk semua peserta siswa yang ingin dicapai. Bila perlu guru dapat menelaah
tes. ulang rubrik tersebut dan mendiskusikan tiap kriteria
6) Facibility artinya adalah tugas harus relevan dengan dengan jelas, sebelum siswa mengerjakan tugas asesmen
pelaksanaannya mengingat. terbatasnya biaya, ruang, kinerja tersebut, sehingga siswa memahami apa yang
waktu atau peralatannya. diharapkan dari tugas tersebut dan bagaimana kinerja
7) Scorability artinya tugas harus diskor dengan akurat mereka dapat dinilai pemahaman akan konsep yang
dan relibel. dipelajari.
Berikut contoh rubrik keterampilan proses sains
c. Penilian Kinerja Sebagai Sistem yang Menilai siswa.
Proses dan Produk Tabel 2. Rubrik Pengamatan
Penilaian terhadap kerja siswa seharusnya meliputi Skor Kriteria Kinerja
dua dari belajar sebagai hasil akhir dan proses yang 4 Siswa melakukan pengamatan dengan
membawa kepada hasil akhir tersebut. Dengan hanya menggunakan lebih dari satu indera,
melihat hasil akhir, seperti sebuah poster atau laporan melakukan pengamatan secara kualitatif,
ISBN: 978-602-74245-0-0 397
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
melakukan pengamatan secara kuantitatif
ditunjukkan dengan digunakannya alat ukur Perencanaan Tindakan
dan menuliskan perubahan obyek
pengamatan yang meliputi perubahan awal
dan akhir. Atau siswa melakukan semua Refleksi Observasi
keterampilan pengamatan.
3 Siswa melakukan pengmatan dengan Gambar 1. Desain penelitian tindakan kelas
menggunakan lebih dari satu indera, 1. Perangkat Pembelajaran
menuliskan perubahan obyek pengamatan a) Silabus
yang meliputi perubahan awal dan akhir, Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu
melakukan melakukan pengamatan secara dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang
kuantitatif ditunjukkan dengan mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
menggunakannya alat ukur, tapi tidak pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator,
melakukan pengamatan secara kualitatif, atau penilaian, alokasi waktu, dan sumber bahan alat belajar.
siswa tidak melakukan semua keterampilan Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan
pengamatan sengan sempurna. kompetensi dasar ke dalam materi pokok pembelajaran,
2 Siswa hanya melakukan pengamatan dengan kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
menggunakan lebih dari satu indera, tidak kompetensi untuk penilaian (Supriadie, 2013 : 109).
menuliskan perubahan obyek pengamatan b) Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
yang meliputi perubahan awal dan akhir, tidak Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah
melakukan pengamatan secara kuantitatif suatu proses menganalisis, memperkirakan (melakukan
yang ditujukkan dengan tidak digunakannya proyeksi), mempertimbang-kan, dan mengambil keputusan
alat ukur, atau siswa hanya melakukan salah tentang apa yang dibutuhkan oleh sasaran didik yang
satu dari keterampilan pengamatan dengan digambarkan melalui rumusan kualifikasi atau kemampuan
benar. serta skenario tentang tindakan-tindakan yang diperkirakan
1 Siswa melakukan pengamatan hanya dengan dapat memfasilitasi sasaran didik belajar dan dapat
satu indera, tidak melakukan pengamatan mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif
secara kualitatif, tidak melakukan (Supriadie, 2013 : 122) dan penilaiannya menggunakan
pengamatan secara kuantitatif dan tidak performance assessment.
menuliskan seluruh perubahan obyek c) Lembar kerja siswa
pengamatan yang meliputi perubahan awal Lembar kerja siswa ini merupakan suatu rangkaian
dan perubahan akhir, atau siswa tidak tindakan yang akan dikerjakan oleh siswa guna
melakukan semua keterampilan pengamatan. mempermudah proses pembelajaran pada pokok bahasan
(Sumber: Hibbard, 1995) Listrik Dinamis. Lembar kerja siswa yang merupakan suatu
b. Tugas Kinerja (Performance Task) alat yang digunakan dalam proses penilaian aktifitas siswa.
Komponen pertama asesmen kinerja adalah 2. Instrumen penelitian
tersedianya tugas kinerja yang akan diberikan kepada Instrumen penelitian merupakan alat bantu untuk
siswa. Tugas itu menuntut siswa untuk menerapkan memperoleh data yang diperlukan ketika peneliti sudah masuk
pengetahuan dan proses yang telah mereka pelajari pada langkah pengumpulan informasi di lapangan. Instrumen
sebelumnya. penelitian yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut.
Tugas kinerja sangat tepat digunakan untuk 1. Lembar observasi
memberikan kesempatan kepada siswa Lembar observasi digunakan sebagai pedoman untuk
mendemonstrasikan pemahaman mereka atas konsep- melakukan observasi atau pengamatan guna memperoleh
konsep yang berkaitan atau mendemonstrasikan data yang diinginkan.
keterampilan proses. Tugas kinerja dapat dikenakan 2. Lembar penilaian kinerja
kepada perorangan atau kelompok. Daftar nilai tugas Lembar penilaian kinerja digunakan sebagai untuk
merupakan salah satu penilaian kinerja yang elemen- penilaian guna memperoleh data atau hasil.
elemen penilaiannya telah dirumuskan secara rinci. Pada
dasarnya, daftar penilaian tugas kinerja merupakan definisi HASIL DAN PEMBAHASAN
operasional suatu hasil belajar yang dinilai. Pengelolaan pembelajaran tiap siklus

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di kelas IX SMP Islam An-
Nidhomiyah yang terdiri dari 40 siswa. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian tindakan kelas (PTK) dengan 3 siklus yang tiap
siklusnya terdiri dari 4 tahap yakni tahap perencanaan (Planning),
tindakan (action), pengamatan (observation) dan refleksi
(refelction)

ISBN: 978-602-74245-0-0 398


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Berdasarkan tabel di atas, pengelolaan pembelajaran Dari garfik diatas diperoleh bahwa persentase
mengalami peningkatan hal ini tidak lepas dari peran guru bidang ketercapaian kelas semakin meningkat pada tiap siklus, dimana
studi dan observer yang selalu mengoreksi dan memberi masukan pada siklus I sebesar 0%; siklus ii 45% dan siklus III 87,5%
atas segala kekurangan.
Analisis Hasil Belajar Siswa
Asessmen Kinerja Siswa Dari evaluasi yang dierikan kepada siswa, diperoleh nilai
Tabel 3. Frekuensi Kinerja Siswa pada Tahap Siklus asil belajar pada siklus sebagai berikut:
Siklus I Siklus II Siklus III Tabel 4. Hasil Belajar pada Setiap Siklus
Rata- Rata- Rata- No. Siklus I Siklus II Siklus III
Sk kateg
rata rata rata Absen Nilai Ket Nilai Ket Nilai Ket
or ori % % %
frekue frekue frekue 1 65 T 67 T 80 T
nsi nsi nsi 2 60 TT 63 TT 85 T
Kuran 44,6 0,0 3 50 TT 60 TT 70 T
1 17,88 0,00 0,00 0,00
g 9 0 4 55 TT 62 TT 75 T
Cuku 55,3 26,0 26,0 2,1 5 50 TT 58 TT 80 T
2 22,12 0,88
p 1 0 0 8 6 60 TT 68 T 90 T
14,0 35,0 28,0 70, 7 75 T 78 T 68 T
3 Baik 0,00 0,00
0 0 0 00 8 45 TT 50 TT 70 T
Sang 9 70 T 75 T 82 T
11,1 27,
4 at 0,00 0,00 0,00 0,00 10 70 T 76 T 54 TT
2 82
Baik 11 75 T 70 T 94 T
12 60 TT 64 TT 85 T
13 45 TT 50 TT 80 T
14 60 TT 72 T 70 T
15 60 TT 66 T 87 T
16 60 TT 60 TT 70 T
17 70 T 74 T 54 TT
18 60 TT 67 T 80 T
19 45 TT 50 TT 85 T
20 60 TT 66 T 76 T
21 60 TT 62 TT 64 TT
22 70 T 68 T 80 T
23 75 T 75 T 82 T
24 65 T 65 T 78 T
25 55 TT 58 TT 80 T
26 60 TT 68 T 85 T
27 65 T 70 T 78 T
Dari tabel dan grafik di atas, dapat dilihat bahwa 28 60 TT 72 T 51 TT
persentase kinerja siswa yang diperoleh juga semakin meningkat 29 60 TT 60 TT 90 T
pada setiap siklus, dimana pada siklus I persentase sebesar 30 45 TT 56 TT 76 T
55,31% dengan kategori cukup; siklus II sebesar 65% dengan 31 70 T 77 T 80 T
kategori cukup dan pada siklus III sebesar 70% dengan kategori 32 50 TT 68 T 68 T
baik. 33 45 TT 60 TT 70 T
Standar ketercapaian kinerja siswa untuk kegiatan 34 60 TT 69 T 70 T
praktikum jika siswa memperoleh nilai 65% dari total skor tertinggi 35 70 T 73 T 60 TT
(32) yaitu 21. Sedangkan standar ketercapaian kelas diperoleh jika 36 45 TT 66 T 82 T
terdapat 85% siswa telah mencapai standar ketercapaian kinerja 37 45 TT 64 TT 80 T
siswa. Dari penjelasan ini, diperoleh grafik standar ketercapaian 38 60 TT 7 T 90 T
kinerja siswa pada setiap siklus adalah sebagai berikut: 39 60 TT 62 TT 78 T
40 55 TT 60 TT 80 T
*Keterangan: T = tuntas, TT = tidak tuntas
Berdasarkan tabel diatas, hasil elajar siswa pada siklus I
yang tidak tuntas 28 siswa, untuk siswa yang tuntas sebanya 12
siswa dengan persentase ketuntasan sebesar 30% dan nilai rata-
rata 59,25. Untuk hasil belajar siswa pada siklus II yang tidak tuntas
23 siswa, untuk siswa yang tuntas sebanyak 17 siswa dengan
persentase ketuntasan sebesar 57,5% dan nilai rata-rata 66,92.
Sedangkan untuk hasil belajar siswa pada siklus III yang tidak
tuntas 5 siswa, untuk siswa yang tuntas sebanyak 35 siswa dengan
persentase ketuntasan sebesar 87,5% dan nilai rata-rata 76,42.

ISBN: 978-602-74245-0-0 399


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
KESIMPULAN Putra Akbar, A. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan yang metode Student Teams Achievement Division (STAD)
telah diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa: Penerapan model untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata
kooperatif berbasis asessmen kinerja di tinjau dari praktikum dapat Pelajaran Komunikasi (Studi pada Siswa Jurusan
menuntaskan hasil belajar siswa di kelas IX SMP Islam An- Administrasi Perkantoran Kelas X SMK Negeri 1 Tanggul
Nidhomiyah Pamekasan Kabupaten Jember).Malang: Universitas Negeri Malang.
Riyadi, S. 2007. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
DAFTAR PUSTAKA dengan Pendekatan Struktural sebagai Upaya untuk
Groulund, N.E.1985. Measurement And Evaluation In Teaching. Meningkatkan Ketuntasan Belajar Siswa pada Pokok
newYork: Macmillan Bahasan Rangkaian Listrik Arus Searah di SMA Negeri I
Ibrahim, M. 2005. Asesmen Berkelanjutan: Konsep Dasar, Torjun Sampang. Surabaya: UNESA.
Tahapan Pengembangan dan Contoh. Surabaya: Unesa Sanjaya, W. 2009. Strategi Pembelajarn Berorentasi Standar
University Press. Proses Pendidkan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Ibrahim, M, dkk, 2000. Pembelajaran kooperatif. Surabaya: UNESA Group.
Press. Susilo, H., dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Malang:
Isjoni. 2009. Pembelajaran kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Bayumedia Publishing.
Pelajar. Wahyudi. D, dkk 2007. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas
Isjoni. 2010. Cooperative Learning. Bandung: CV. ALFABETA. Terbuka.
Nur, M. 2008. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Pusat Sains & Wena, M. 2009. Strategi pembelajaran Inovatif kontemporer.
Matematika Sekolah UNESA. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurhayati, N. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif www.fisika prastiprabandari.blogspot.com [ 30 Oktober 2011].
Tipe STAD Berbasis Realistik untuk Meningkatkan Hasil www.mulyono-website.blogspot.com [ 30 Oktober 2011].
Belajar Matematika pada Siswa Kelas IV SD Negeri www.muslimahkeadilan.blogspot.com [ 2 Nopember 2011].
Kebaturan Bawang Batang. Semarang: Universitas
Negeri Semarang.

ISBN: 978-602-74245-0-0 400


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERNALAR MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA MELALUI
PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING
Sanapiah
Pendidikan Matematika, FPMIPA IKIP Mataram
Email: sanapiah27@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pembelajaran problem solving yang dapat meningkatkan kemampuan
penalaran mahasiswa calon guru pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Mataram. Penelitian ini merupakan penelitian
tindakan Kelas (PTK) yang diuraikan secara deskriptif. Instrument penelitian yang digunakan antara lain lembar validasi, lembar tes,
lembar observasi, LKM dan catatan Lapangan. Tahapan penelitian dimulai dengan rencana (planning), tindakan (acting), pengamatan
(observing), dan refleksi (reflecting). Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dan 4 kali quis serta 1 kali tes yang dilaksanakan pada
saat mid semester. Hasil quis menjadi salah satu standar untuk mengukur kemampuan penalaran mahasiswa dalam memecahkan
masalah pada materi himpunan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi proses peningkatan kemampuan penalaran matematika
mahasiswa calon guru melalui pembelajaran pemecahan masalah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran
mahasiswa dapat dikembangkan melalui pembelajaran problem solving dengan menekankan pada proses bukan hasil akhir pembelajaran.

Kata Kunci: Kemampuan Bernalar, Pembelajaran Problem Solving.

PENDAHULUAN menjalani kehidupan manusia pasti akan berhadapan dengan


Pemecahan masalah telah menjadi subjek banyak masalah.
penelitian (Redhana, 2003; Hertiavi dkk, 2010) dalam berbagai Untuk menumbuh kembangkan kemampuan pemecahan
bidang ilmu pengetahuan (matematika, sains, dan dan ilmu-ilmu masalah matematika calon guru, tentunya harus dilatih di
umum lainnya. Belajar memecahkan masalah merupakan salah perguruan tinggi yang nantinya dapat diaplikasikan dalam
satu tolak ukur untuk mencapai keberhasilan dalam suatu kehidupan sekolah maupaun dalam kehidupan bermasyarakat.
pengajaran di sekolah. Keberhasilan ini dilihat dari kemampuan Kemampuan dalam memecahkan masalah matematika tidak
seorang siswa dalam mencari solusi dari suatu masalah. Hal ini terlepas dari kemampuan penalaran seseorang. Penalaran yang
sesuia dengan pernyataan NCTM bahwa Belajar untuk baik akan membantu seseorang untuk menemukan cara yang
memecahkan masalah adalah alasan utama untuk belajar terbaik dalam mengambil keputusan.
matematika, yang merupakan pendapat luas bahwa pemecahan Penalaran merupakan keterampilan berfikir kritis, kreatif,
masalah harus menjadi fokus utama dari kurikulum matematika logis dan sistemtik. Penalaran dan matematika adalah dua hal yang
(Bennett, Burton dan Nelson, 2012). tidak dapat dipisahkan, karena penalaran dipahami dan dilatih
Demikian halnya dalam kurikulum Indonesia (KTSP melalui belajar matematika, sedangkan materi matematika
ataupun Kurikulum 13). Salah satu tujuan utama siswa belajar dipahami melalui penalaran. Terkait dengan berpikir kritis, Splitter
matematika dalam KTSP adalah memecahkan masalah, yang (dalam Redhana, 2003) menyatakan bahwa siswa yang berpikir
meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model kritis adalah siswa yang mampu mengidentifikasi, mengevaluasi,
matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang dan mengkonstruksi argument serta mampu memecahkan
diperoleh. Dalam KTSP menyebutkan bahwa pembelajaran masalah dengan tepat.
pemecahan masalah harus sudah diberikan kepada siswa mulai Berdasarkan pengkajian terbatas peneliti terhadap hasil
Sekolah Dasar (SD) hingga perguruan tinggi. Sehingga banyak evaluasi mahasiswa pada beberapa mata kuliah, khususnya mata
penelitian tentang pemecahan masalah di fokuskan hanya pada kuliah yang terkait dengan materi matematika sekolah. Diperoleh
jenjang sekolah. Sedangkan penelitian tentang kemampuan kesimpulan akhir yang menunjukkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah mahasiswa sangat jarang dilakukan. pemecahan masalah mahasiswa masih sangat rendah. Hal ini
Pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) di diakibatkan oleh lemahnya kemampuan bernalar (berpikir)
perguruan tinggi, khususnya di IKIP Mataram yang merupakan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah. Lemahnya
lembaga pencetak calon guru harus menjadi focus utama dalam kemampuan penalaran siswa disebabkan oleh lemahnya
kegiatan perkuliahan pada berbagai bidang keahlian keguruan pengetahuan materi prasyarat untuk mendukung berpikirnya
yang ada. Tidak hanya pada bidang pendidikan matematika dan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah. Karena umumnya
sains saja, melainkan pada bidang keahlian umum lainnya. pembelajaran matematika di sekolah (SD, SMP dan SMA)
Pembelajaran pemecahan masalah di perguruan tinggi dapat umumnya banyak menekankan pada aspek pengetahuan dan
bertujuan untuk menciptkan kematang berpikir mahasiswa dalam pemahaman, tetapi sangat sedikit pembelajaran yang menekankan
memecahkan masalah yang dihadapai dalam kehidupannya untuk pada aktivitas mental siswa, khususnya aspek aplikasi dan analisis.
mencapai solusi terbaik dari hasil berpikirnya. Oleh karena itu, kegiatan bernalar siswa harus dilatih, yang salah
Tidak hanya itu, mahasiswa calon guru dilatih untuk satunya dapat dilakukan dengan menerapkan proses
mempertimbangkan berbagai alasan dalam menentukan solusi dari pembelajaran problem solving matematika.
masalah yang diahadapi. Demikian halnya dalam memecahkan Penalaran merupakan suatu kegiatan atau proses berfikir
masalah terkait konsep matematika untuk mengembangkan untuk menarik kesimpualan dari suatu permasalahan yang
kreativitas mahasiswa calon guru sebagai modal dasar dalam didasarkan pada hubungan-hubungan kebenaran konsep-konsep
membelajarkan siswanya dalam kehidupan sekolah. Hal ini senada yang sudah dimiliki seseorang. Dalam kegiatan pembelajaran di
dengan ungkapan Hertiavi dkk (2003) bahwa memecahkan suatu sekolah, penalaran merupakan salah satu dari dua kemampuan
masalah merupakan aktivitas dasar bagi manusia karena dalam dasar yang harus dikuasai oleh siswa mulai sekolah menengah

ISBN: 978-602-74245-0-0 401


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
(Permana dan Sumarmo, 2007). Dengan demikian, perlu
ditegaskan bahwa kegiatan bernalar mahasiswa di perguruan METODE PENELITIAN
tinggi harus dikembangkan, yang dapat dilakukan melalui proses Pendekatan penelitian dalam penelitian ini adalah
pembelajaran pemecahan masalah. Terutama dalam pendekatan kualitatif karena jenis penelitian yang digunakan
menyelesaikan masalah aplikasi matematika dalam kehidupan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Dipilihnya jenis penelitian
sehari-hari. Oleh karena itu, peneliti sangat tertarik untuk PTK ini adalah karena sesuai dengan tujuan PTK untuk
menerapkan proses pembelajaran problem solving untuk mengungkapkan permasalahan pembelajaran, mengidentifikasi
meningkatkan kemampuan penalaran matematika mahasiswa penyebabnya dan sekaligus memberikan pemecahan masalah
dengan mengunakan tahapan pembelajaran problem solving terhadap masalah yang terjadi. Serta sesuai dengan karakteristik
menurut Polya (1985). Keempat tahapan itu lebih dikenal dengan PTK untuk memperbaiki proses pembelajaran yang terjadi di kelas.
See (memahami masalah), Plan (menyusun rencana), Do Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai
(melaksanakan rencana) dan Check (menguji jawaban). Dalam pelaksana, pengumpul data, dan penganalisis data yang kemudian
pembelajaran matematika, selain pemecahan masalah mempunyai dilakukan refleksi berkolaborasi dengan rekan dosen dan teman
arti khusus, istilah tersebut mempunyai interpretasi yang berbeda, sejawat untuk proses pembelajaran selanjutnya. Oleh karena itu
misalnya menyelesaikan soal cerita yang tidak rutin, masalah open kehadiran peneliti mutlak diperlukan di dalam proses
ended (masalah terbuka) dan mengaplikasikan matematika dalam pembelajaran. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa jurusan
kehidupan sehari-hari. pendidikan matematika FPMIPA IKIP Mataram angkatan tahun
Di dalam memecahkan masalah tentu ada masalah yang 2014/2015.
akan diselesaikan. Sehingga itulah tugas guru atau tenaga Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data
pendidik yang amat besar untuk menyajikan masalah yang relevan keterlaksanaan pembelajaran, data observasi aktivitas mahasiswa
dengan pengetahuan yang dimiliki mahasiswa serta mengajarkan dan guru selama pembelajaran, hasil diskusi LKM mahasiswa
bagaimana cara pemecahan masalah tersebut. mahasiswa harus setiap pembelajaran, hasil wawancara, dan catatan lapangan
dibekali dan dilatih bagaimana belajar memahami masalah untuk sebagai data kualitatif, sedangkan data kuantitatif meliputi hasil
dipecahkan. Sehingga para mahasiswa mampu evaluasi mahasiswa pada setiap sub pokok materi pembelajaran.
mengaplikasikannya dalam membimbing siswa-siswa untuk Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
memahamkan proses yang perlu dilalui siswanya dalam adalah mahasiswa kelas III B yang memiliki nilai rata-rata
penyelesaian masalah tersebut. Dengan demikian, siswa-siswanya matematika dibawah kelas III A yang diampu oleh dosen yang
akan mampu meningkatan kemampuan pemecahan masalahnya sama.
seperti yang telah diajarkan hurunya secara bertahap. Perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKM serta
Banyak dan kompleksnya masalah yang terjadi dalam instrumen berupa lembar validasi, lembar tes, lembar observasi,
kehidupan sehari-hari terutama yang dihadapi siswa, menuntut kita dan catatan Lapangan. Prosedur penelitian yang digunakan dalam
untuk dapat mencari suatu program yang memberi keluwesan penelitian ini mengacu pada tahapan-tahapan Kemmis dan Mc
dalam kemampuan siswa untuk memecahakan masalah. Agar Taggart yang menyebutkan bahwa, tahapan penelitian dimulai
siswa dapat memiliki keterampilan dalam pemecahan masalah dengan rencana (planning), tindakan (acting), pengamatan
perlu dilatih mengembangkan pemecahan masalah sejak awal (observing), refleksi (reflecting), dan perencanaan kembali yang
masuk sekolah terutama pemecahan masalah yang bekaitan merupakan dasar untuk suatu ancang-ancang pemecahan
dengan matematika. Dengan demikian, tentu membutuhkan masalah.
tenaga-tenaga pendidik yang profesional dan kompeten yang
mampu membimbing siswa dalam memecahkan masalah HASIL DAN PEMBAHASAN
matematika. Disinilah peranan guru untuk terampil menyusun dan Kegiatan penelitian tindakan kelas (PTK) ini
menyelesaikan masalah yang sesuai dengan kerangka berfikir dilaksanakan sebanyak 6 minggu selama proses perkuliahan
siswanya. semester genap tahun 2015. Dengan rincian 5 kali pertemuan
Menurut Ellis, Contreras dan Cruz (2009) menyatakan untuk kegiatan pembelajaran siklus 1 dan 1 kali pertemuan untuk
bahwa tugas-tugas pemecahan masalah yang baik dibagi menjadi evaluasi. Kegiatan evalusi ini dilaksanakan sesuai dengan jadwal
beberapa fitur umum: 1) masalah dapat diakses oleh sejumlah Ujian Tengah Semester (UTS) FPMIPA IKIP Mataram agar
besar siswa namun tidak memiliki solusi cepat. 2) masalah kegiatan penelitian ini berjalan dengan normal. Adapun paparan
membutuhkan beberapa jumlah penyelidikan atau pengumpulan data kegiatan penelitian pada tiap siklus diuraikan secara deskriptif
data. 3) ada beberapa jalan untuk pemecahan matematika atau sebagai berikut:
solusinya. 4) kesempatan masalah yang ada untuk generalisasi Siklus 1 dilaksanakan selama 6 minggu, dengan 1 kali
akan dibentuk hubungan matematikanya. 5) masalah pertemuan tiap minggunya, dan setiap pertemuan dilaksanakan
membutuhkan pemecah masalah untuk membenarkan langkah- sesuai dengan tahapan penelitian model Kemmis dan Mc Taggart
langkah pemecahannya dan kesimpulan berdasarkan yang yaitu tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Diawal
diberikan tersebut. 6) masalah memungkinkan untuk pembuatan pembelajaran siklus 1, peneliti mencoba menghimpun kemampuan
pengertian dalam solusi dan generalisasi yang dapat dipahami awal yang sudah dimiliki oleh mahasiswa terkait materi himpunan.
dengan mengacu pada konteks masalah orisinal. Data yang berhasil dihimpun menunjukkan masih lemahnya
Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan penelitian ini kemampuan siswa dalam memahami penggunaan simbol-simbol
adalah untuk mendeskripsikan proses pembelajaran problem dalam belajar himpunan. Selain itu, hasil catatan lapangan peneliti
solving yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran dalam kegiatan tanya jawab dengan beberapa mahasiswa selama
matematika mahasiswa jurusan pendidikan matematika FPMIPA proses pembelajaran memberikan gambaran bahwa pemahaman
IKIP Mataram, dan juga untuk mengidentifikasi korelasi antara konsep yang dimiliki mahasiswa jarang diasah. Selain itu
pembelajaran problem solving dengan kemampuan penalaran mahasiswa beralasan bahwa mereka sudah lupa dengan materi
matematika mahasiswa. tersebut. Memang benar, materi himpunan sudah diperoleh
ISBN: 978-602-74245-0-0 402
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
mahasiswa ketika duduk dibangku SMP, namun dengan Hasil beberapa jawaban mahasiswa yang lain, seperti
berjalannya waktu materi yang dipelajari pun semakin banyak, disajikan pada gambar 2 berikut:
sehingga para mahasiswa tidak lagi mempelajari materi tersebut.
Terlebih lagi siswa tidak paham dengan alur dalam memecahkan
masalah. Mahasiswa kebanyakan dalam menyelesaikan masalah
yang diberikan secara langsung tanpa mau menuliskan kembali
apa yang dintanyakan, apa yang diketahu dari soal atau
bagaimana proses dalam menentukan selsaian dari masalah yang
diberikan. Berikut diuraikan gambaran hasil kegiatan PTK.

Gambaran hasil kegiatan PTK diuraikan secara deskriptif


sebagai berikut.
Kegiatan awal, mahasiswa diminta untuk menyatakan
himpunan dengan tiga cara antara lain menyatakan himpunan
dengan kata-kata, menyatakan himpunan dengan mendaftarkan
anggotanya, dan menyatakan himpunan dengan notasi. Kegiatan
ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan awal
yang sudah dimiliki siswa ketiga belajar materi himpunan ketika
duduk di bangku SMP. Hasil kegitan ini memberikan gambaran Gambar 2. Jawaban hasil jawaban beberapa mahasiswa
bahwa masih banyak mahasiswa yang tidak paham tentang 3 cara Contoh jawaban mahasiswa diatas menunjukkan bahwa
menyatakan suatu himpunan. Berikut salah satu hasil jawaban hampir sebagian besar mahasiswa mengalami masalah dalam
mahasiswa menyatakan himpunan dengan notasi pembentukkan himpunan.
Ketidakmampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah
berkaitan dengan masalah menyatakan himpunan dalam berbagai
cara. Dalam proses ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan
penalaran mahasiswa masih sangat lemah dalam mengkaitkan
ketiga cara menyatakan himpunan.
Hasil evaluasi menyimpulkan bahwa kemampuan
penalaran mahasiswa dalam proses menyelesaikan masalah
himpunan belum mencapai hasil yang signifikan. Artinya hasil
belajar yang diperoleh oleh mahasiswa masih berada dibawah
standar kelulusan berdasarkan standar penilaian yang digunakan
di Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Mataram yaitu
Gambar 1. Hasil jawaban salah satu mahasiswa mencapai nilai minimal 61 (C+). Salah satu contoh jawaban seorang
Hasil pekerjaan salah seorang mahasiswa pada gambar mahasiswa dari hasil tes evaluasi siklus 1 yang disajikan pada
1, menunjukkan bahwa mahasiswa tersebut sudah mampu gambar 3 sebagai berikut.
membuat soal dalam menyatakan himpunan dengan kata-kata.
Namun mahasiswa tersebut mengalami kesulitan dalam
menyatakan himpunan dengan kata-kata dan notasi
pembentukkan himpunan berdasarkan soal yang dibuat. Ketika
mahasiswa mampu mengetahui bahwa himpunan V = {-6,-5,-4,-3,-
2,-1}, yang artinya anggota himpunan V tersebut hanya mencakup
enam bilangan bulat ganjil yang pertama. Maka selanjutnya untuk
menyatakan himpunan dengan kata-kata seharusnya mahasiswa
tidak menjawab bahwa himpunan V adalah himpunan bilangan
negatif yang lebih kecil dari 0, karena jika dikatakan demikian maka
anggota himpunan V tidak terbatas sampai -6 melainkan anggota
himpunan V sampai tak hingga, yang dapat ditulis V = {…,-6,-5,-4,-
3,-2,-1}. Pada proses penalaran inilah letak kekeliruan jawaban
mahasiswa.
Jawaban mahasiswa tersebut tidak sepenuhnya salah,
namun proses penalaran mahasiswa yang masih kurang terhadap
penentuan interval dalam suatu himpunan yang terbatas.
Seharusnya beberapa jawaban yang mungkin diharapkan akan
ditemukan oleh mahasiswa antara lain himpunan V adalah
himpunan enam bilangan bulat negatif yang pertama atau V adalah
himpunan bilangan bulat negatif antara 0 dan -7. Selain itu, dapat
juga dikatakan bahwa V adalah himpunan bilangan bulat negatif
yang dimulai dari negatif satu sampai negatif enam. Sehingga
mahasiswa akan terbantu untuk menyatakan himpunan dengan Gambar 3. Contoh jawaban seorang mahasiswa dari hasil tes
notasi, misalkan V = {x| 0 < x < -7, x anggota bilangan bulat negatif} siklus 1
atau atauu V = {x| x > -7, x anggota bilangan bulat negatif}.
ISBN: 978-602-74245-0-0 403
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Penyajian soal diatas diberikan atas pertimbangan himpunan A yang merupakan anggota himpunan bilangan asli. Dari
bahwa mahasiswa sudah mampu menyajikan suatu himpunan rata-tara hasil pekerjaan mahasiswa menuliskan bahwa anggota
dengan mendaftarkan anggotanya. Untuk itu, soal yang disajikan himpunan A adalah -3 ½ sampai 5. Padahal jawaban yang
tersebut mengisyaratkan mahasiswa untuk menentukan angggota- diharapkan dari anggota himpunan A yang akan ditulis oleh
anggota himpuan berdasarkan data pada menyajian himpunan mahasiswa adalah 1 sampai 5 yang merupakan anggota bilangan
secara simbolik. Hal ini bertujuan untuk menilai sajauh mana asli berdasarkan syarat yang diberikan dari soal tersebut. Karena
perkembangan kemampuan penalaran mahasiswa dari masalah- kekeliruan mahasiswa menentukan anggota himpunan A
masalah yang disajikan berdasarkan hasil pembelajaran problem mengakibatkan semua jawaban mahasiswa menjadi salah.
solving. Grafik 1 menunjukkan hasil evaluasi mahasiswa dalam
Namun hasil evaluasi menunjukkan bahwa kemampuan pembelajaran problem solving dalam kaitan dengan proses
penalaran mahasiswa masih terhambat dalam proses menentukan bernalar mahasiswa dari 4 kali quis yang diberikan, disajikan
daerah penyelesian dari data himpunan yang dinyatakan secara sebagai berikut.
simbolik. Contohnya ketika mahasiswa menentukan anggota
100
90
80
Nilai Quis Mahasiswa

70
60
Quis 1
50
Quis 2
40
Quis 3
30
20 Quis 4
10
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39
Jumlah Mahasiswa

Gambar 4. Nilai rata-rata 4 kali Quis mahasiswa


100
Grafik diatas menunjukkan hasil belajar matematika dari
Nilai Mid Semester

40 mahasiswa pada mata kuliah Logika dan Himpunan dalam 4 kali


Quis yang diberikan. Rata-rata kemampuan penalaran mahasiswa 50
pada quis pertama hingga keempat berturut-turut adalah (68,62),
(70,77), (75,77), dan (84,05). Antara quis pertama dengan quis
kedua tidak mengalami banyak peningkatan terhadap kemampuan 0
penalaran mahasiswa. Namun pada tes selanjutnya mengalami 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40
peningkatan yang sangat signifikan. Jumlah Mahasiswa
Dari hasil quis pertama dan kedua ini diketahui ada
sekitar 15 mahasiswa yang masih memperoleh nilai sama. Namun Hasil mid semester ini memberikan gambaran bahwa
sebagian besar sudah mengalami peningkatan dalam proses kemampuan penalaran mahasiswa masih dalam level sedang
bernalar. Hasil penalaran ini diperoleh dengan menganalisis proses artinya kemampuan mahasiswa sudah mulai meningkat
mahasiswa dalam menyelesaikan masalah melalui tahapan dibandingkan dengan hasil quis pertama (68,625) dan memiliki nilai
pembelajaran problem solving. Analisis ini dilakukan secara rata-rata yang hampir sama dengan hasil quis kedua (75,77) dan
seksama dari hasil tes tiap mahasiswa dengan memperhatikan ketiga (75,77). Namun nilai rata-rata ini mengalami penurunan jika
setiap langkah penyelesaian masalah mahasiswa. dibandingkan dengan hasil quis keempat (84,05).
Sedangkan hasil mid semester mahasiswa menunjukkan Dari hasil analisis ini ditemukan bahwa rata-rata
bahwa rata-rata nilai mahasiswa adalah 70,75 dengan nilai mahasiswa masih kesulitan dalam menentukan strategi dalam
terendah 65 dan nilai tertinggi 80, yang ditunjukkan pada grafik 2 penyelesaian masalah akibat dari kurang pahamnya mahasiswa
berikut. terhadap beberapa konsep materi prasyarat. Sanapiah (2014)
menyatakan bahwa Proses penalaran mahasiswa calon guru
dalam memecahkan masalah menunjukkan bahwa kesalahan
konsep merupakan kesalahan yang paling sering dilakukan oleh
mahasiswa dibandingkan kesalahan prosedur. Kendala inilah yang
membuat hasil jawaban yang diberikan tidak tepat. Hal ini
mengindikasikan bahwa kurangnya kemampuan penalaran
mahasiswa dalam mengkonstruksi pengetahuan matematika

ISBN: 978-602-74245-0-0 404


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Untuk itu diperlukan Coleman, J. 2010. Elementary Teachers’ Instructional Practices
usaha untuk membantu mahasiswa dalam mengusai berbagai jenis Involving Graphical Representations. Department of
strategi dalam menyelasaikan masalah, karena setiap jenis Curriculum & Instruction The University of Alabama
masalah dibutuhkan strategi khusus dalam menyelesaikan Tuscaloosa, Alabama, US, (Online), 29 ( 2): 198-222.
masalah tergantung dari tiap materi matematikanya. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Standar Isi
Dari hasil analisis evaluasi belajar mahasiswa dapat untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar
memberikan wawasan yang luas bagi peneliti tentang betapa Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk SMP/MTs.
pentingnya pembelajaran pemecahan masalah dalam Jakarta: Kemendiknas.
mengembangkan kemampuan bernalar mahasiswa selain Eggen, P & Kauchak, D. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran:
komunikasi, koneksi, maupun refresentasi matematik. Hal ini Mengajar Konten dan Keterampilan Berfikir Edisi Keenam.
haruslah menjadikan mahasiswa sebagai tolak ukur untuk Terjemahan Satrio Wahono. TANPA Tahun. Jakarta: PT
membantu pemerintah, dalam hal ini untuk mendukung tercapainya Indeks.
kompetensi dasar yang diharapkan dalam kurikulum matematika di Hertiavi, M.A dkk. 2010. Penerapan model pembelajaran Tipe
Indonesia. Jigsaw untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
Dengan demikian dapat dapat disimpulkan bahwa masalah siswa SMP. Jurnal kependidikan Fisika Indonesia.
kemampuan penalaran mahasiswa dapat dikembangkan melalui Vol 6, Hal 53-57, Unnes.
pembelajaran problem solving. Hal ini didukung oleh pernyataan Melong, L. J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Widjajanti (2009) bahwa mahasiswa-mahasiswa yang mengikuti Rosda.
perkuliahan dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah NCTM. 1986. Principle and Standard for School Mathematics.
mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk belajar proses Reston: The National Council of Teacher Mathematics, Inc.
matematika yang berkaitan dengan komunukasi, representasi, Permana, Y & Sumarmo, U. 2007. Mengembangkan kemampuan
pemodelan dan penalaran. penalaran dan koneksi matematik siswa SMA melalui
pembeljaran berbasis masalah. Jurnal Educationist, Vol.1.
KESIMPULAN No. 2/Juli 2007.
Berdasarkan hasil analisi data dan pembahasan dapat Polya, G.1985. How To Solve It. New Jersey: Princeton University
disimpulkan bahwa kemampuan penalaran mahasiswa dapat Press.
dikembangkan melalui pembelajaran problem solving dengan Redhana, I.W. 2003. Meningkatkan berpikir kritis siswa melalui
menekankan pada proses bukan hasil akhir pembelajaran. Namun pembelajaran kooperatof dengan strategi pemecahan
kegiatan pembelajaran problem solving harus menjadi fokus utama masalah. Jurnal Pendidikan dan pengajaran IKIP
kegiatan perkuliahan dalam berbagai mata kuliah pendidikan Singaraja, No.3. TH. XXXVI Juli 2003.
matematika. Sanapiah. 2014. Analisis Penalaran Mahasiswa Calon Guru dalam
Pemecahan Masalah Matematika Sekolah. Jurnal
DAFTAR PUSTAKA Kependidikan LPPM IKIP Mataram, Vol. 14. No. 3
Bennett, Burton & Nelson. 2012. Mathematics for Elementary Desember 2014.
Teachers: A Conceptual Approach Ninth Edition. New York: Widjajanti, D.B. 2009. Kemampuan pemecahan masalah
McGraw-Hill Companies, Inc. matematis mahasiswa calon guru matematika: apa dan
Bell, F. H. 1978. Teaching and Learning Mathematics (in bagaimana mengembangkannya. Prosiding seminar
Secondary Schools). Second Printing. Dubuque, Iowa: nasional matematika dan pendidikan matematika jurusan
Wm. C. Brown. Company. pendidikan matematika FPMIPA UNY 5 Desember 2009.

ISBN: 978-602-74245-0-0 405


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR OPTIKA I : OPTIK GEOMETRI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
UNTUK MAHASISWA UNIVERSITAS MATARAM
Satutik Rahayu1, Kosim2, Muh. Taufik3 & Syahrial A4
1,2,3&4JurusanP.MIPA Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Mataram
Email:satuti4977@yahoo.co.id

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengembangkan bahan ajar Optika I : Optik Geometri untuk mereduksi miskonsepsi mahasiswa
pendidikan fisika. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Model pengembangan 4-D (Four D) merupakan model
pengembangan perangkat pembelajaran. Model pengembangan 4D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: 1. Define (Pembatasan), 2. Design
(Perancangan), 3. Develop (Pengembangan) dan 4. Disseminate (Penyebaran), diadaptasi Model 4-P, yaitu Pendefinisian, Perancangan,
Pengembangan, dan Penyebaran. Subyek penelitian ini adalah mahasiswa yang mengambil mata kuliah Optik. Analisis data yang
digunakan menggunakan analisis deskriptif dan prosentase. Hasil validasi ahli pada aspek materi, bahasa dan ahli dirata-rata
menghasilkan skor 77,9% , artinya bahan ajar yang dikembangkan masuk dalam kategori baik atau layak digunakan dengan sedikit revisi.
Sedangkan untuk angket respon mahasiswa diperoleh skor 78,3% yang artinya aspek tampilan dan aspek penyajian materi sangat baik.

Kata Kunci: Bahan Ajar, Optik, Optik Geometri, Pendekatan Kontekstual

Abstract: This research aims to develop teaching materials Optics I: Optical geometry to reduce physical education student
misconceptions . This research is development . 4 - D model of development ( Four D ) is a development model learning device . 4D
development model consists of four main phases : 1. Define, 2. Design, 3. Develop and 4. Disseminate, adapted model of the 4- P ,
namely Defining, Designing , Development , and Deployment . The subjects of this study were students who took a course Optics . Analysis
of the data used and the percentage using descriptive analysis . Results of the validation expert in material aspects , language and experts
produce scores averaged 77.9 % , meaning that the teaching materials developed into the category of good or feasible to use with little
revision . As for the questionnaire responses the students obtained a score of 78.3 %, which means that aspects of the appearance and
presentation of the material aspect is very good .

Key words: Teaching Materials , Optics , Optical Geometry , Contextual Approach

PENDAHULUAN materi optik geometri yang berkelanjutan, maka miskonsepsi yang


Optika Geometri merupakan bagian dari materi pokok terdapat pada mahasiswa harus diidentifikasi dan diperbaiki sedini
yang ada pada semua mata kuliah fisika dasar yang di ajarkan mungkin.
pada mahasiswa pendidikan MIPA. Secara garis besar bahan Berdasarkan permasalahan di atas, untuk mereduksi
kajian Optik Geometri mencakup materi pokok tentang gerak dan miskonsepsi mahasiswa tentang optik maka perlu dikembangkan
perilaku cahaya, pemantulan cahaya, serta pembiasan cahaya. suatu bahan ajar berupa bahan ajar tentang optik I : Optik Geometri
Berdasarkan hasil penelitian Fahmi (2015) masih banyak dengan menggunakan pendekatan konstekstual. Hal ini sejalan
mahasiswa pendidikan fisika semester IV yang telah mengambil dengan pendapat Santyasa, dkk (1995, 1996, 1997, 1998, 1999)
mata kuliah fisika dasar yang mengalami miskonsepsi. Para menyatakan bahwa penerapan modul dapat mengubah
mahasiwa, sebelum mengikuti proses pembelajaran optik sudah miskonsepsi siswa menjadi konsepsi ilmiah dan dapat
membawa konsep awal tentang optik geometri yang diperoleh meningkatkan hasil belajar siswa. Dipilihnya pendekatan
pada mata kuliah fisika dasar. Konsep awal yang mereka bawa itu kontekstual karena pendekatan kontekstual merupakan konsep
kadang-kadang tidak sesuai atau bertentangan dengan konsep belajar mengajar yang membantu pengajar mengaitkan antara
yang diterima para ahli. Konsep awal yang tidak sesuai dengan materi yang diajarkan di kelas dengan situasi dunia nyata
konsep ilmiah inilah yang disebut dengan miskonsepsi atau salah mahasiswa. Dengan dikembangkannya bahan ajar optik I: Optik
konsep (Suparno,2005). Berdasarkan hasil wawancara oleh geometri dengan pendekatan kontekstual diharapkan mahasiswa
beberapa mahasiswa diperoleh bahwa mereka sebagian besar akan tereduksi miskonsepsinya.
tidak memiliki bahan ajar tentang optik, materi yang diperoleh
mahasiswa pada saat belajar Fisika Dasar II juga kurang METODE PENELITIAN
membahas tentang konsep-konsep, sehingga mahasiswa merasa Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan,
kesulitan ketika dihadapkan pada soal-soal tentang konsep optik. karena mengembangkan bahan ajar optic I : Optik Geometri
Kesulitan tersebut pada umumnya disebabkan karena mereka berbasis kontekstual yang akan digunakan untuk mereduksi
cenderung berpikir matematis formal dan mengandalkan cara-cara miskonsepsi mahasiswa II pendidikan Fisika Universitas Mataram.
hafalan rumus (Mundilarto, 2001). Miskonsepsi yang terdapat pada Langkah-langkah yang digunakan untuk
mahasiswa program studi pendidikan fisika dapat menyebabkan mengembangkan bahan ajar/modul perkuliahan mengacu pada
salah kaprah dalam dunia pendidikan fisika jangka panjang Depdiknas (2007), sedangkan pengembangan modul dalam
terutama materi optik. Menurut Klammer dalam Deni Hafizah penelitian ini menggunakan (Four-D models) yang diadaptasi dari
(2014), adanya miskonsepsi ini bisa menghambat pada proses Thiagarajaan, Semmel, dan Semmel (1974) (Santiyasa, 2009)
penerimaan dan asimilasi pengetahuan-pengetahuan baru dalam sebagai berikut:
diri mahasiswa, sehingga dapat menghalangi keberhasilan proses
belajar lebih lanjut.Untuk menghindari terjadinya miskonsepsi

ISBN: 978-602-74245-0-0 406


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

Analisis Kurikulum

Analisis Karakteristik
Mahasiswa
Tahap
Analisis Materi Define

Merumuskan Tujuan

Rancangan Produk Awal (Prototype) bahan


ajar Optik I : Optik geometri
Penetapan Materi
pembelajaran
Penetapan Tujuan
pembelajaran Tahap Design
Penetapan Media

Penetapan Alat Evaluasi

Validasi Ahli

Revisi Model draft Awal Modul Tahap Develop

Uji Coba terbatas (10 Mahasiswa)

Revisi Model

Pengemasan (Packaging) Tahap


Disseminate
Peyebarluasan

Gambar 1. Diagram Alur Pengembangan Bahan Ajar


Pada tahap perancangan ini dilakukan perancangan
Dari diagram alur pengembangan di atas, dapat draft bahan ajar yang disesuaikan dengan analisis kebutuhan
dijelaskan lebih rinci sebagai berikut: mahasiswa juga sesuai dengan permasalahan tentang
1. Tahap Pendefinisian (Define) miskonsepsi mahasiswa. Perancangan bahan ajar mengikuti
Pada tahapan ini dilakuakan analisis terhadap standar pengembangan bahan ajar yaitu memuat komponen-
beberapa permasalahan pada mata kuliah optik, kemudian komponen sebagai berikut: 1. Pendahuluan, 2. Bagian kegiatan
dilakukan identifikasi essensial permasalahan. Dari hasil Belajar, 3. Daftar Pustaka. Dimana bagian kegiatan Belajar
identifikasi beberapa permasalahan diantaranya adalah masih mengandung: a. uraian isi pembelajaran, b. Rangkuman, c.
banyak mahasiswa yang mengalami miskonsepsi pada materi Tes,
optik geometri. Hasil identifikasi dari permasalahan- 3. Tahap Pengembangan (Develop)
permasalahan digunakan sebagai bahan untuk merumuskan Pada tahap ini telah dikembangkan bahan ajar optik
tujuan pembelajaran dan langkah kegiatan selanjutnya. geometri dengan pendekatan kontekstual yang telah direview
2. Tahap Perancangan (Design) baik sesama penulis maupun masukan dari pakar. Tahap ini
ISBN: 978-602-74245-0-0 407
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
meliputi: 1) validasi materi, media dan bahasa oleh para pakar Keakuratan fakta
yang ahli diikuti dengan revisi, 2) uji coba terbatas dengan 10 dan data
mahasiswa untuk menjaring respon terhadap bahan ajar yang Keakuratann contoh
telah dikembangkan. Hasil tahap 1 dan 2 digunakan sebagai Keakuratan soal
dasar revisi. Langkah berikutnya adalah uji coba lebih lanjut Keakuratan
dengan mahasiswa yang sesuai dengan kelas sesungguhnya. gambar, diagram
Uji coba untuk kelas sesungguhnya dilakukan pada tahun dan ilustrasi
berikutnya Dari hasil uji coba dianalisis apakah bahan ajar yang Keakuratan notasi,
telah dikembangkan dapat mereduksi miskonsepsi symbol
mahasiswa atau tidak. Penalaran
Keterkaitan
Metode Pengumpulan Data Pendukung Materi Komunikasi (Whrite
3 80%
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pembelajaran and Talk)
dengan menggunakan lembar penilaian validasi ahli dan lembar Penerapan
angket. Validasi ahli untuk mengetahui kelayakan bahan ajar yang Kemenarikan Materi
dikembangkan, lembar angket mahasiswa untuk mengetahui Kesesuaian materi
respon mahasiswa terhadap isi bahan ajar yang dikembangkan. dengan
perkembangan
Teknik Analisis Data ilmu
Data dari hasil penelitian ini dianalisis dengan Kemutakhiran Gambar, diagram
menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif yaitu untuk data 4 75%
materi dan ilustrasi actual
yang berupa kata-kata atau kalimat dilakukan reduksi data, Menggunakan
pemisahan atau pengelompokan contoh kasus
Pengelompokan sehingga dapat disimpulkan. Adapun data yang Kemutakhiran
bersifat kuantitatif dianalisis dengan teknik presentase untuk Pustaka
kelayakan bahan ajar. Analisis kelayakan bahan ajar Rata-Rata 78,9%
menggunakan rentang skor sebagai berikut:
∑𝑋 Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa nilai rata-rata
𝑃= 𝑥 100%
∑ 𝑆𝑀𝐼 dari angket validasi ahli materi diperoleh nilai rata-rata 78,9 % yang
(Wayan Nurkancana, 1990) berada pada kategori baik yaitu modul layak digunakan di lapangan
Skor kelayakan bahan ajar dianalisis dengan tetapi dengan revisi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
menggunakan rumus sebagai berikut: rata-rata prosentase untuk ahli materi : kesesuaian materi dengan
Tabel 1. Kelayakan Bahan Ajar/Bahan ajar Optik I SK dan KD dengan rata-rata skor 86,7% yang berarti komponen
No Nilai Skor Keterangan kelengkapan materi, keluasan dan kedalaman materi sudah
1 80% - 100% Sangat Baik mencukupi dalam pengembangan modul ini. Hasil keakuratan
2 60% - 79% Baik materi 76,7% artinya bahwa keakuratan mengenai konsep dan
3 50% – 59% Kurang Baik definisi, fakta dan data, contoh,gambar dan ilustrasi yang disajikan
4 < 50% Tidak Baik sudah kontekstual yaitu berkaitan dengan kehidupan nyata serta
symbol sudah baik untuk pengembangan modul dan sesuai
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN dengan judul modul yang dikembangkan. Hasil pendukung materi
Analisis tinjuan ahli atau pakar digunakan untuk pembelajaran 80% artinya penalaran materi yang disuguhkan
mengumpulkan pendapat pakar terkait bahan ajar yang telah sesuai dengan perkembangan intelektual mahasiswa, keterkaitan
dikembangkan yaitu berupa bahan ajar optic dengan judul “Optik I: antara meteri yang satu dengan yang lainnya , komunikasi (bahasa
Optik Geometri”. Evaluasi ahli dilakukan oleh dosen yang sesuai modul) yang disajikan mudah dipahami, penerapan dan
dengan bidang kajianya. Pendapat beberapa ini dikumpulkan kemenarikan modul yang disertai dengan gambar-gambar yang
dengan menggunakan lembar evaluasi bahan ajar untuk penilaian berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Bahan ajar yang telah
media, lembar evaluasi dari segi bahasa dan lembar evaluasi dari dikembangkan masuk dalam kategori baik. Hasil keakuratan
segi materi. materi 75% artinya materi yang disuguhkan dalam modul telah
Pendapat ahli ini dikumpulkan dengan menggunakan mengikuti perkembangan zaman, gambar dan ilustrasi actual, serta
kuesioner yang berisi pertanyaan, yang harus dijawab dengan dua dalam penggunaan contoh dalam modul menggunakan suatu
cara, yaitu: pertama dengan memilih salah satu diantara lima kasus. Jika dirata-rata dari semua komponen indicator penilaian
option yang menunjukkan sangat baik, baik,cukup baik, kurang hasilnya adalah 78,9% pada kategori layak digunakan dengan
baik, dan tidak baik. sedikit revisi. Kedua, dengan cara memberi tanggapan/saran
Tabel 2. Hasil Validasi Ahli Dilihat dari Aspek Materi untuk perbaikan draft. Khusus saran yang bersifat koreksi
No Indikator Butir Penilaian Prosentase terhadap pertanyaan dan isi daripada draft modul yang dianggap
Kesesuaian Kelengkapan Materi kurang tepat, dapat langsung dilakukan pencoretan dan
1 Materi dengan SK Keluasan Materi 86,7% pembetulan.Masukan dari ahli yang harus direvisi adalah seperti
dan KD Kedalaman materi tertera pada tabel 2.
Keakuratan Keakuratan Konsep Sedangkan validasi pada aspek media diperoleh hasil
2 76,7% seperti pada tabel 3.
Materi dan definisi

ISBN: 978-602-74245-0-0 408


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 3. Hasil Validasi Aspek Media Rata-Rata Prosentase 77,5%
Prosenta Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa nilai rata-rata
No Indikator Butir Penilaian
se dari angket validasi aspek media diperoleh 80% yang berada pada
Konsistensi kategori modul layak digunakan di lapangan tetapi dengan revisi.
Teknik Sistematika sajian Hasil validasi angket oleh aspek media diperoleh hasil
1 80%
Penyajian dalam kegiatan sebagai berikut: 1) teknik penyajian 80% artinya konsistensi
Keruntutan Penyajian sistematika sajian dalam kegiatan pembelajaran dan keruntutan
Contoh-contoh soal penyajian materi termasuk dalam kategori baik, 2) Pendukung
dalam setiap kegiatan penyajian 80% artinya semua komponen dalam isi bahan ajar telah
belajar disajikan dalam modul tersebut dan dalam kategori baik, 3)
Pendukung
2 Soal latihan pada 80% kelengkapan penyajian 73,5% artinya bahwa dalam komponen
Penyajian
setiap akhir kegiatan bahan ajar sudah menyajikan bagian pendahuluan, isi dan
belajar penyudah dengan baik. Hasil rata-rata dari indicator penilain
Rangkuman sebesar 77,5% dalam kategori layak digunakan dengan revisi.
Bagian Pendahuluan Sedangkan untuk validasi pada aspek bahasa disajikan pada tabel
Kelengkapan
3 Bagian Isi 73,5% 3.
Penyajian
Bagian penyudah
Tabel 3. Hasil Validasi Angket Ahli Bahasa
No Indikator Butir Penilaian Prosentase
Ketepatan struktur kalimat
1 Lugas Keefektifan kalimat 73,3%
Kebakuan Istilah
2 Komunikatif Keterbacaan pesan
80%
Ketepatan penggunaan bahasa
Kemampuan memotivasi pesan atau
Dialogis dan
3 informasi 70%
interaktif
Kemampuan berfikir kritis
Kesesuaian tingkat Kesesuaian intelektual Mahasiswa
4 perkembangan Kesesuaian dengan tingkat perkembangan 80%
peserta didik emosional peserta didik
Keruntutan dan keterpaduan antar kegiatan
Keruntutan dan belajar
5 80%
keterpaduan alur Keruntutan dan keterpaduan antar
paragraph
Penggunaan istilah Kosistensi penggunaan istilah
6 80%
dan symbol Kosistensi penggunaan symbol
Rata-Rata Prosentase 77,2%
Kesimpulan : Modul layak digunakan di lapangan dengan revisi

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa nilai rata-rata sudah menggunaikan kaidah bahasa yang tepat. Hasil penilaian
prosentase dari angket validasi ahli bahasa diperoleh nilai 77.2% pada indikator Dialogis dan interaktif sebesar 70% dalam kategori
yang berada pada kategori modul layak digunakan di lapangan baik artinya isi daripada modul sudah dapat memotivasi pembaca
tetapi dengan revisi. Sedangkan untuk ahli bahasa diperoleh skor untuk berfikir kritis. Hasil penilaian pada indicator kesesuaian
angket yang diperoleh untuk indikator lugas 73,3% artinya kalimat tingkat perkembangan peserta didik sebesar 80%, keruntutan dan
yang digunakan cukup efektif, menggunakan bahasa yang baku keterpaduan alur 80%, penggunaan istilah dan symbol 80%
dalam penulisan. Hasil penilaian indikator komunikatif 80% yang dengan rata-rata skor prosentase sebesar 77,2% berada pada
berarti dalam penyampain pesan dalam modul sudah baik, serta kategori modul layak digunakan dilapangan dengan revisi.
Tabel 4. Daftar Revisi Penilaian Ahli Materi
Bagian Sebelum Revisi Setelah Revisi
- Jarak spasi antara - Jarak antara gambar dengan tulisan di - Jarak antara gambar dengan tulisan
gambar dengan tulisan bawahnya terlalu rapat dibawahnya telah diberi jarak dua
spasi.
- Setiap Gambar kurang - Di bagian bawah gambar tokoh ada yang
konsisten dalam diberi nama tokoh ada yang belum - Semua gambar tokoh telah diberi
penulisan nama dan diberi nama, sumber gambar belum nama dan sumber dari
sumbernya semua dituliskan pengambilan gambar.

- Untuk rumus perlu - Di dalam penulisan rumus tidak


adanya persamaan dituliskan persamaannya, persamaan
rumus berapa

ISBN: 978-602-74245-0-0 409


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
- Semua rumusan yang tercantum
- Letak gambar harus - Letak gambar masih tidak beraturan dalam bahan ajar telah diberikan
diatur yang rapi bentuk persamaan

- Letak gambar sudah dibuat secara


konsisten

Selain tinjuan dari ahli juga di sebarkan angket untuk mahasiswa masih ada beberapa komponen yang harus
mengetahui respon mahasiswa tentang penggunaan bahan ajar ditambahkan sesuai dengan kemauan belajar mahasiswa
dengan judul Optik I: Optik geometri. Tujuan dari penyebaran diantaranya adalah kurangnya kejelasan gambar pada sinar-sinar.
angket ini adalah untuk mengetahui respon mahasiswa apakah Selain tinjuan dari beberapa ahli juga di sebarkan angket
bahan ajar berbasis kontekstual yang dikembangkan mudah untuk mengetahui respon mahasiswa tentang penggunaan bahan
dipahami, sesuai dengan perkembangan intelektual mahasiswa ajar optik. Tujuan dari penyebaran angket ini adalah untuk
atau tidak guna perbaikan selanjutnya. Hasil dari respon mengetahui respon mahasiswa setelah menggunakan bahan ajar
mahasiswa, menunjukkan bahwa rata-rata prosentase 78,25% guna perbaikan selanjutnya.
pada kategori bahwa modul baik digunakan dengan revisi artinya
Tabel 5. Hasil Angket Respon Mahasiswa Terhadap Bahan Ajar Pada Uji Terbatas
Butir Penilaian Prosentase Rata-Rata Katerangan
A. Aspek Tampilan 76,7% 78,3% Bahan Ajar Optik, masih perlu
Modul diadakan sedikit perbaikan
B. Aspek Penyajian Materi 79,8%

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa nilai rata-rata Anwar, Ilham. 2010. Pengembangan Bahan Ajar. Bahan Kuliah
dari angket respon mahasiswa dalam pengujicobaan modul Online. Direktori UPI. Bandung.
diperoleh nilai rata-rata 78,3% yang berada pada kategori bahan Hafizah D, Haris V, Eliwatis. 2014. Analisis Miskonsepsi Siswa
ajar baik digunakan dalam mata kuliah Optik, namun masih perlu Melalui tes Multiple Choice menggunakan CRI pada Mata
diadakan perbaikan. Hasil dari respon mahasiswa, menunjukkan Pelajaran Fisika MAN 1. Edusaintika, Jurnal pendidikan
bahwa rata-rata prosentase 76,7% pada kategori bahwa bahan ajar MIPA Volume 1 Nomor 1 Januari 2014.
baik digunakan dengan revisi. Artinya mahasiswa masih Utomo, Tjipto. 1991. Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan.
membutuhkan beberapa komponen yang harus ditambahkan Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
sesuai dengan kemauan Mundilarto. 2005. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran
Sains. Makalah : Disampaikan pada PPM Terpadu di
KESIMPULAN SMPN 2 Mlati Sleman Yogyakarta, tanggal: 20 Agustus
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat 2005
disimpulakan bahwa: Nurkancana, Wayan. Sunartana. 1990. Evaluasi Hasil Belajar.
1. Respon mahasiswa setelah menggunakan bahan ajar Optik I : Surabaya: Usaha Nasional
Optik Geometri pada kategori baik untuk menunjang dan Santyasa, I W. 2009. Metode penelitian pengembangan dan teori
melengkapi bahan ajar pada proses perkuliahan Fisika Dasar pengembangan bahan ajar. Makalah disajikan dalam
dan Optik. pelatihan bagi para pendidik TK, SD, SMP, SMA, dan SMK
2. Hasil penilaian ahli menunjukkan bahwa bahan ajar Optik I : tanggal 12-14 Januari 2009, di Kecamatan Nusa Penida
Optik Geometri dengan pendekatan kontekstual pada kategori Kabupaten Klungkung.
baik dan layak digunakan dengan sedikit revisi Suparman, Atwi. 1997. Desain Instruktional. Jakarta: Rineka Cipta.
Suparno, Paul. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep
SARAN Pendidikan Fisika. Jakarta: Grasindo
Produk ini hanya merupakan sebuah bahan ajar sebagai Suryaningsih, Nunik Setiyo. 2010. Pengembangan media cetak
acuan/pegangan bagi mahasiswa yang sedang mengambil mata bahan ajar sebagai media pembelajaran mandiri pada mata
kuliah Fisika dasar dan Optik. Dalam hal pemanfaatannya sangat pelajaran teknologi Informasi dan Komunikasi kelas VII
perlu mempertimbangkan referensi/buku-buku optik yang lain, semester 1 di SMPN 4 Jombang. Surabaya: Skripsi yang
tingkat keberagaman teori dan pendekatan. Sebagai bahan ajar tidak dipublikasikan.
yang baru dikembangkan, modul ini masih memerlukan pengkajian Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan
dan pengujicobaan secara intensif dan kontinyu, penggunaan pada Praktek. Surabaya: Pustaka Ilmu
skala luas yang mempunyai karakteristik beragam sangat ____________. Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
disarankan, sebagai upaya untuk memperoleh umpan balik, guna Konstrutivistik. Surabaya: Pustaka Ilmu
melakukan Vembriarto, St. 1975. Pengantar Pengajaran Bahan ajar.
penyempurnaan dari bahan ajar. Yogyakarta.
Yahya.F .2015. Pengembangan Program Diagnostik dan Remidial
DAFTAR PUSTKA Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Mengatasi
Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. 2002. A taxonomi f learning Miskonsepsi Mahasiswa Pada Optik Geometri.
teaching and assessing: A revision of blooms taxonomy Malang:Tesis tidak dipublikasikan.
educational.

ISBN: 978-602-74245-0-0 410


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN HEURISTIC TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR
KRITIS MAHASISWA
Septiana Dwi Utami
Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram
Email: septiraffa@yahoo.com

Abstrak: Mahasiswa selaku calon guru yang profesional dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis untuk merancang dan
mengembangkan proses belajar yang efektif. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat melatih kemampuan berpikir kritis adalah
strategi pembelajaran heuristic. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan strategipembelajaran heuristic
terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Penelitian ini merupakan penelitian Quasy eksperiment menggunakan pretest-postes
control group design. Pengambilan sampel dilakukan dengan teksnik sampling jenuh. Pengukuran kemampuan berpikir kritis
menggunakan tes essay yang mengacu pada indikator berpikir kritis. Analisis data menggunakan Anacova dengan bantuan program
SPSS for windows. Hasil penelitian diperoleh nilai F = 5.494 dan p = 0,022 sehingga p < α (0,022 < 0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa
ada pengaruh penerapan strategi pembelajaran heuristic terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa.

Kata Kunci: Pembelajaran Heuristic, Kemampuan Berpikir Kritis.

PENDAHULUAN Dewi dan Utami (2014), menyatakan bahwa penerapan


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang strategi heuristik dapat membantu siswa untuk memahami
semakin pesat menyebabkan arus informasi menjadi cepat dan masalah serta menemukan solusi untuk pemecahan masalahnya.
tanpa batas. Hal ini berdampak langsung pada berbagai bidang Dengan strategi heuristic kemampuan berpikir kritis mahasiswa
kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan. Proses pendidikan dapat dikembangkan karena mahasiswa diberikan kesempatan
pun dituntut untuk menyiapkan serta menghasilkan sumber daya untuk mengembangkan segala kemampuan yang dimiliki. Oleh
manusia yang berkualitas agar dapat memproses informasi sebab itu mahasiswa diharapkan mampu menemukan dan
tersebut dengan baik dan benar (Depdiknas, 2007). memahami konsep, teori, hukum serta memecahkan masalah
Salah satu upaya dalam bidang pendidikan yang dapat kehidupan sehari-hari secara bersama-sama dengan cara
dilakukan untuk mencetak SDM yang berkualitas yaitu dengan mengalami dan terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran.
membiasakan membentuk budaya berpikir kritis. Menurut Redhana Berdasarkan hasil observasi, terdapat beberapa
dan Liliasari (2008), tujuan melatih kemampuan berpikir kritis kelemahan pada proses pembelajaran fisiologi tumbuhan yaitu
kepada siswa adalah untuk menyiapkan siswa menjadi seorang kurang menekankan pada proses pengembangan kemampuan
pemikir kritis, mampu memecahkan masalah, dan menjadi pemikir berpikir. Mahasiswa lebih menekankan pada aktifitas menghafal
independen, sehingga mereka dapat menghadapi kehidupan, dan mengingat. Begitu pula pada kegiatan praktikum, mahasiswa
menghindari diri dari penipuan, pencucian otak, mengatasi setiap tidak diberi kesempatan untuk membangun pengetahuannya
masalah yang dihadapi dan membuat keputusan yang tepat dan sendiri karena mereka fokus pada prosedur atau langkah kerja
bertanggung jawab. yang sudah ada pada buku petunjuk praktikum. Sehingga
Proses belajar yang efektif dan bermakna bagi siswa kemampuan berpikir kritis mereka kurang dalam memahami suatu
menuntut adanya strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai masalah serta menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karena itu,
dengan tujuan yang diharapkan. Pemilihan strategi belajar yang dilakukan penelitian dengan judul pengaruh penerapan strategi
tepat akan menciptakan iklim belajar yang kondusif dan bermakna heuristic terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa.
bagi siswa. Pada akhirnya diharapkan kemampuan berpikir kritis
siswa juga akan semakin berkembang. Menurut Dewi dan Utami METODE PENELITIAN
(2014), mahasiswa sebagai calon guru juga dituntut untuk memiliki Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitin ini adalah
keterampilan berpikir kritis. Mahasiswa selaku calon guru yang eksperimen semu (quasi experimental). Desain ini mempunyai
profesional dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis untuk kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untu
merancang dan mengembangkan proses belajar yang efektif. mengontrol variabel-variabel yang mempengaruhi pelaksanaan
Salah satu strategi pembelajaran yang dapat melatih eksperimen (Sugiyono, 2012). Variabel bebas dalam penelitian ini
kemampuan berpikir kritis adalah strategi pembelajaran heuristic. adalah penerapan srategi heuristic sedangkan variabel terikatnya
Strategi heuristik menyiasati agar aspek-aspek komponen adalah kemampuan berpikir kritis. Rancangan penelitian
pembentuk sistem instruksional mengarah pada pengaktifan menggunakan pretes-posttes control group design. Disain
peserta didik mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip, dan penelitian dapat dilihat pada tabel 1.
konsep yang mereka butuhkan. Sehingga siswa tidak hanya duduk, Tabel 1. Pretes-Posttes Control Group Design
diam, mencatat dan mendengar saja akan tetapi dapat berperan
dominan dalam proses pembelajaran yang akan menjadikan siswa Perlakuan Postest
Pretest
mandiri, kreatif, dapat berpikir kritis dan trampil dalam berkounikasi.
Selain itu juga, strategi heuristik merupakan strategi pembelajaran Eksperiment X O2
O1
yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik secara seimbang, sehingga pembelajaran Kontrol C O2
O1
melalui strategi ini dianggap lebih bermakna (Hervina, Nurhidayati Keterangan :
dan Jayanti, 2015). O1 : Tes awal
O2 :Tes akhir
ISBN: 978-602-74245-0-0 411
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
X : Perlakuan pada kelas eksperimen (pembelajaran dengan Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Berpikir
strategi heuristic). Kritis
C : Perlakuan pada kelas kontrol (pembelajaran dengan
Distribusi
strategi konvensional) Kelompok Strategi Sig
Data
Data
Populasi dalam penelitin ini adalah seluruh mahasiswa Heuristic 0,2
program studi pendidikan biologi semester 4 yang Normal
Pretes Konvensional 0,1
memprogramkan matakuliah Fisiologi tumbuhan I tahun akademik Heuristic 0,2
2014/2015 yang terdiri dari 2 kelas. Teknik pengambilan sampel Normal
Postes Konvensional 0,2
dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh yaitu
teknik penentuan sampel dengan semua anggota populasi Hasil perhitungan uji homogenitas data kemampuan
digunakan sebagai anggota sampel (Sugiyono, 2009). berpikir kritis mahasiswa diperoleh sig. (p-level) lebih besar dari
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes 0,05 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan Ho diterima, berarti varian
dengan bentuk soal uraian untuk mengukur kemampuan berpikir antar kelompok data tidak berbeda atau homogen. Hasil uji
kritis mahasiswa, meliputi indikator berpikir kritis (1) merumuskan homogenitas dalam bentuk ringkasan dapat dilihat pada Tabel 3.
masalah; (2) memberikan argument; (3) melakukan deduksi; (4) Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Data Kemampuan Berpikir
melakukan induksi; (5) melakukan evaluasi; dan (5) memutuskan. Krtitis
Teknik pengumpulan data dengan memberikan pretest sebelum Levene
perlakuan dan posttest setelah perlakuan pada kelas eksperimen df1 df2 Sig.
Statictic
dan kelas kontrol. Analisis data penelitian untuk pengujian hipotesis 0,34 1 68 0,56
dilakukan dengan anakova dalam program SPSS 18.0.
Berdasarkan uji normalitas dan homogenitas,
menunjukkan varian antar kelompok data berdistribusi normal dan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
homogen, maka data hasil kemampuan berpikir kritis mahasiswa
A. Hasil
memenuhi persyaratan dilakukan uji parametrik, sehingga uji
1. Nilai rata-rata Kemampuan berpikir kritis mahasiswa
anakova dapat dilakukan.
Nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis mahasiswa dapat
dihat pada gambar di bawah ini:
Hasil uji hipotesis pengaruh strategi pembelajaran
terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa diperoleh nilai F =
5,494 dan p = 0,022. Oleh karena angka probabilitas (p = 0,022) <
alpa (α = 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada
perbedaan kemampuan berpikir kritis antara mahasiswa yang
diajarkan dengan strategi heuristic dengan strategi konvensional.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa strategi pembelajaran
berpengaruh signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis
mahasiswa.

B. Pembahasan
Berdasarkan rerata nilai kemampuan berpikir kritis
Gambar 1. Histogram Nilai Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis
mahasiswa pada kelas eksperimen terjadi peningkatan pada nilai
pretes dan postesnya sebesar 24,1. Sedangkan pada kelas kontrol
Berdasarkan gambar 1 terlihat rata-rata kemampuan
peningkatan sebesar 22,7. Hal ini berarti penerapan strategi
berpikir kritis mahasiswa untuk nilai pretes pada kelas eksperimen
heuristic dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
yaitu 52,1 dan pada kelas kontrol 48. Sedangkan untuk nilai postes
mahasiswa. Hasil ini didukung oleh penelitian Dewi dan Utami
pada kelas eksperimen yaitu 76,2 dan pada kelas kontrol 70,7.
(2014), yang menyatakan perangkat pembelajaran berorientasi
Menurut Suyanik (2010), kriteria kemampuan berpikir kritis untuk
heuristic terbimbing mampu melatih kemampuan berpikir kritis
nilai pretest pada kelas eksperimen dan kontrol termasuk dalam
mahasiswa. Perbedaan peningkatan ini disebabkan karena setiap
kategori kurang. Sedangkan untuk nilai postest pada kelas
mahasiswa mempunyai kapasitas intelektual yang berbeda satu
eksperimen dan kontrol termasuk dalam kategori baik.
sama lain.
2. Hasil Uji Statistik
Hasil uji hipotesis menyatakan bahwa strategi
Sebelum dilakukan uji hipotesis menggunakan anacova
pembelajaran berpengaruh signifikan terhadap kemampuan
dilakukan uji prasyarat meliputi uji normalitas dan homogenitas. Uji
berpikir kritis mahasiswa. Pembelajaran dengan strategi heuristic
normalitas bertujuan untuk mengetahui data terdistribusi normal
merupakan salah satu pembelajaran yang menekankan pada
atau tidak. Hasil uji normalitas menggunkan Kolmogorov-Smirnov
proses menemukan, yang disebut dengan pembelajaran inkuiri
diperoleh sig. (p-level) pada semua kelompok data (pretes dan
yaitu rangkaian pembelajaran yang menekankan pada proses
postes) baik pada kelompok yang menggunakan strategi heuristic
berpikir baik secara kritis maupun analitis untuk mencari dan
maupun strategi konvensional menunjukkan hasil lebih besar dari
menemukan jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan
0,05 (p > 0,05), artinya Ho diterima, bahwa data berasal dari data
(Khorunnisa, 2013). Dengan strategi heuristic tersebut, mahasiswa
yang berdistribusi normal. Hasil uji normalitas dipaparkan pada
dituntut untuk dapat menemukan sendiri konsep sehingga
tabel 2.
mahasiswa memahami dan menguasai konsep secara benar.
Demikian juga Shoenfeld (1985) dalam Tambunan (2014),
menyatakan bahwa heuristic adalah saran-saran (petunjuk-

ISBN: 978-602-74245-0-0 412


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
petunjuk) umum yang dapat membantu individu mengerti lebih baik Dewi, IN dan Utami, SD. 2014. Pengembangan Panduan
suatu masalah atau membuat kemajuan ke arah pemecahan Praktikum fisiologi Tumbuhan I Berorientasi Heuristic
masalahnya. Terbimbing untuk Melatih Kemampuan Berpikir Kritis
Strategi pembelajaran heuristik dapat meningkatkan Mahasiswa. Jurnal Kependidikan Volume 13 No 3 hal 229
kemampuan berpikir kritis mahasiswa, hal ini sejalan dengan – 238 ISSN 1412-6087.
pendapat Ege (2010), yang menyatakan bahwa model Ege, B. 2010. Efektivitas Model Pembelajaran Heuristic vee untuk
pembelajaran heuristic vee efektif dalam meningkatkan Meningkatkan penguasaan Konsep dan kemampuan
kemampuan berpikir kritis siswa. Peningkatan kemampuan berpikir berpikir kritis Siswa SMA pada Konsep Sistem Saraf.
kritis disebabkan karena pertanyaan-pertanyaan yang disajikan (online): http://www.distrodoc.com/8391-efektivitas-model-
dalam lembar kerja mahasiswa dapat merangsang mereka untuk pembelajaran-heuristic-vee-untuk-meningkatkan-
berpikir aktif. Pada strategi ini lebih berpusat pada student-centre penguasaan-konsep-dan-kemampuan-berpikir-kritis-
(siswa) dan bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa-sma-pada-konsep-sistem-saraf. Diakses tanggal 5
intelektual, berpikir kritis dan memecahkan masalah sehingga Maret 2016.
mahasiswa akan berperan aktif dalam proses pengolahan pesan Hervina, Nurhidayati, S dan Jayanti, ET. 2015. Pengaruh Strategi
(pencapaian tujuan pembalajaran) (Hervina, Nurhidayati dan Belajar Heuristik Terhadap Keterampilan Komunikasi Dan
Jayanti, 2015). Hasil Belajar Kognitif Ipa (Biologi) Siswa Kelas VIII Mts
Arrahmah NW Pringgarata. Jurnal Ilmiah Pendidikan
SIMPULAN Biologi “Bioscientist” Vol. 3 No.1 hal. 314 – 320 ISSN 2338-
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data dapat 5006.
disimpulkan bahwa penerapan strategi pembelajaran heuristic Khoirunnisa, R. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Strategi
berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Heuristic Dalam Meningkatkan Koneksi Matematika Siswa.
Hasil uji hipotesis menunjukkan angka probabilitas (p = 0,044) < (online):
alpa (α = 0,05). http://ristikhoirunnisa.wordpress.com/2013/12/04/pengem
bangan-bahan-ajar-strategi-heuristik-dalam-penguasaan-
SARAN konsep-untuk-meningkatkan-kemampuan-koneksi-
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil yang matematika-siswa. Diakses 6 Maret 2016
didapat setelah melaksanakan pembelajaran berorientasi heurstic Tambunan, H. 2014. Strategi Heuristic dalam Pemecahan Masalah
terbimbing, disarankan beberapa hal sebagai berikut : (1) Dalam Sekolah. Jurnal Saintech Vol. 6-No.4-Desember 2014.
melaksanakan pembelajaran berorientasi heuristic terbimbing ISSN No. 2086-9681. (Online):
dibutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga dosen harus dapat www.universitasquality.ac.id/frontpage/download/strategi-
mengelola waktu sesuai dengan perencanaan; (2) Perlu dilakukan heuristik-dalam-pemecahan-masalah-matematika-
pelatihan yang lebih intensif pada aspek-aspek keterampilan sekolah. Diakses tanggal 7 Maret 2016.
berpikir kritis dalam pembelajaran, khususnya kemampuan Redhana, IW dan Liliasaari. 2008. Program pembelajaran
melakukan induksi, dan kemampuan memutuskan serta keterampilan Berpikir Kritis pada Topik Laju rekasi pada
melaksanakan, karena kedua kemampuan tersebut relatif sulit Siswa SMA. Jurnal Forum Kependidikan Vol 27 (2) hal 103
dipahami mahasiswa; dan (3) Dalam penelitian ini, pembelajaran – 112.
hanya menggunakan materi fisiologi dasar, oleh karena itu Suyanik. 2010. Pengaruh Penerapan Pola Pemberdayaan Berpikir
diharapkan ada penelitian serupa yang menggunakan materi untuk Melalui Pertanyaan (PBMP) Dengan Model Pembelajaran
fisiologi lanjut. Think Pair Share (TPS) dan Strategi ARIAS terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Kognitif pada
DAFTAR PUSTAKA Siswa Kelas X SMA Laboratorium Malang. Tesis tidak
Depdiknas. 2007. Standar Isi untuk Pendidikan dasar dan diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas
Menengah. Jakarta: Depdiknas. Negeri Malang.

ISBN: 978-602-74245-0-0 413


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
HUBUNGAN KEDISIPLINAN SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENJASKES SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 WERA

Shutan Arie Shandi1 & Furkan2


Dosen Prodi Penjaskesrek STKIP Taman Siswa Bima
Email: arie_shutan@yahoo.com

Abstrak: Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu system yang mengharuskan orang untuk tunduk pada
keputusan, perintah atau peraturan yang berlaku. Dengan kata lain disiplin adalah kepatuhan mentaati peraturan dan ketentuan yang telah
ditetapkan. Namun tidak sedikit siswa kurang memperhatikan tentang disiplin belajar mereka sehingga sangat berpengauh terhadap
kualitas hasil belajar atau pretastasi belajarnya. Begitu juga masih banyak oran tua kurang mmperhatikan disiplin belajar anaknya di
rumah. Maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan Disiplin belajar sebagai varabel bebas (X) dan Prestasi Belajar Sebagai Variabel
Terikat (Y). Peneliti ingin mengetahui ada atau tidaknya hubungan pretasi belajar dan disiplin belajar siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wera.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, ada kecenderungan bahwa seseorang yang melakukan disiplin belajar yang sangat tinggi maka
cenderung akan memiliki prestasi belajar penjaskes yang sangat tinggi pula, begitu juga bahwa siswa yang kurang disiplin belajar yang
rendah maka cenderung nilai pretasi belajar penjaskes yang sangat rendah. Sehingga prestasi belajar penjaskes yang tinggi sangat
berhubungan dengan semangatnya atau tinggi displin belajar siswa. Hal ini terlihat bahwa nilai hubungan atau korelasi antara disiplin
belajar dan prestasi belajar penjaskes rxy 0,906 berada di antara 0,800 – 1,00, yang artinya bahwa ada hubungan atau korelasi antara
dua varibel sangat tinggi. Sedangkan dari hasil pengujian hipotesa (analisis data), dengan menggunakan rumus korelasi product Moment
rxy ternyata hipotesis alternatif (ha) yang diajukan diterima sedangkan hipotesis nol (ho) ditolak, hal ini berarti terdapat: Ada hubungan
disiplin belajar dan prestasi belajar siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wera Kabupaten Bima.

Kata Kunci: Disiplin, Prestasi, Belajar

PENDAHULUAN karena itu betapa pentingnya disiplin dalam belajar. Siswa yang
Dari waktu ke waktu perkembangan ilmu pengetahuan dan memiliki disiplin belajar akan menunjukkan kesiapannya dalam
teknologi makin pesat. Arus globalisasi semakin hebat. Akibat dari mengikuti pelajaran di kelas, memperhatikan pelajaran guru,
fenomena ini antara lain munculnya persaingan dalam berbagai bidang mengerjakan tugas dan memiliki kelengkapan belajar seperti buku dan
kehidupan, diantaranya bidang pendidikan. Untuk menghadapi alatalat belajar lainnya
tantangan berat ini dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, Belajar adalah suatu perubahan dalam kepribadian (Winkel,
salah satu cara yang ditempuh adalah melalui peningkatan mutu 1987:161), menyiratkan bahwa hasil belajar itu sangat erat degan
pendidikan. usaha pembiasaan, sedangkan pembiasaan itu sendiri berhasil atau
Pemerintah telah berusaha melakukan perbaikan-perbaikan tidaknya tergantung pada kemampuan untuk menciptakan atau
agar mutu pendidikan meningkat, diantaranya dengan perbaikan memegang teguh kedisiplinan. Jadi faktor kedisiplinan sangat besar
kurikulum penataran bagi guru-guru, pemyempurnaan buku-buku pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa. Selain disiplin belajar,
pelajaran dan penambahan alat peraga. Namun demikian mutu pendidikan prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh iklim sekolah. Iklim sekolah. Iklim
yang dicapai belum seperti apa yang diharapkan. Perbaikan yang telah sekolah merupakan lingkungan belajar yang medorong prilaku positif dan
dilakukan pemerintah tidak ada artinya, jika tanpa dukungan dari guru, kepribadian sama sehingga menciptakan proses belajar mengajar yang
orang tuas siswa, siswa dan masyarakat yang turut serta dalam optimal. Menurut Larsen (1987) dalam Moedjiarto (2002:28) dijelaskan
meningkatkan mutu pendidikan. bahwa iklim sekolah merupakan suatu norma, harapan dan kepercayaan
Berbicara tentang mutu pendidikan tidak akan lepas dari dari personil-personil yang terlibat dalam organisasi sekolah yang dapat
kegiatan belajar. Hasil kegiatan belajar yang diharapkan adalah memberikan dorongan untuk bertindak guna pencapaian prestasi
prestasi belajar yang baik. Setiap orang pasti mendambakan prestasi sisawa yang tinggi.
belajar yang tinggi, baik orang tua, siswa dan lebih-lebih bagi guru. Pada kenyataanya, berdasarkan hasil survei pendahuluan
Untuk mencapai prestasi belajar yang optimal tidak lepas dari kondisi- yang telah peneliti lakukan di SMA Negeri 1 Wera, terlihat bahwa tingkat
kondisi dimana kemungkinan siswa dapat belajar dengan efektif dan kedisiplinan siswa SMA Negeri Wera khususnya siswa kelas XI masih
dapat mengembangkan daya eksplorasinya baik fisik maupun kurang terbukti dari masih seringnya siswa-siswa tersebut terlambat
psikhis. masuk kelas, banyaknya siswa yang tidak menyelesaikan tugas tepat
Memperoleh prestasi belajar yang baik tidaklah mudah, pada waktunya dan juga seringnya para siswa SMA Negeri Wera yang
banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor siswa memegang peranan terlibat tawuran antar pelajar. Selain tingkat kedisiplinan yang
dalam mencapai prestasi belajar yang baik, karena siswa yang kurang, kondisi iklim sekolah di SMA Negeri Wera juga peneliti anggap
melakukan kegiatan belajar perlu memiliki karakter belajar dan disiplin masing kurang pula, hal ini dapat dilihat baik kondisi secara fisik
belajar. (bangunan sekolah) yang berlum tertata secara rapi juga kondisi secara
Sekolah merupakan lembaga formal sebagai wadah psikis (hubungan antar civitas sekolah) yang belum terjalin secara baik.
untuk kegiatan belajar mengaja. Agar proses belajar mengajar Secara garis besar dapat dijelaskan bahwa keberhasilan belajar siswa
lancar, maka seluruh siswa harus mematuhi tata tertib dengan penuh dapat dipengaruhi oleh kedua factor, yaitu factor internal dan factor
rasa disiplin yang tinggi. Disiplin menurut Andi Rasdiyanah eksternasl. Factor internal disini salah satunya adalah kedisiplinan
(1995:28) adalah kepatuhan untuk menghormati dan siswa dalam proses belajar mengajar dan factor eksternal disini salah
melaksanakan suatu system yang mengharuskan orang untuk satunya adalah iklim sekolah. Kebenaran dari uraian di atas tentunya
tunduk pada keputusan, perintah atau peraturan yang berlaku. perlu dibuktikan melalui penelitian. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
Perilaku disiplin sangat diperlukan dalam pembinaan perkembangan mengadakan penelitian tetang “Hubungan kedisiplinan siswa dan
anak untuk menuju masa depan yang lebih baik. Kedisiplinan yang prestasi belajar Penjaskes siswa kelas XI di SMA Negeri 1 Wera.
menjadi kajian dalam penelitian ini adalah disiplin belajar. Oleh
ISBN: 978-602-74245-0-0 414
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
KAJIAN PUSTAKA Dalam penelitian ini iklim sekolah memiliki indicator-
1. Disiplin indikator sebagai berikut :
Secara etimologi disiplin berasal dari bahasa Latin a. Hubungan antat civitas sekolah
“disibel” yang berarti Pengikut. Seiring dengan perkembangan b. Tata tertib sekolah
zaman, kata tersebut mengalami perubahan menjadi “disipline” c. Aktivitas belajar mengajar
yang artinya kepatuhan atau yang menyangkut tata tertib. Sekarang ini d. Suasana sekolah
kata disiplin telah berkembang mengikuti kemajuan ilmu e. Kerapian dan kebersiahn kelas
pengetahuan, sehingga banyak pengertian disiplin yang 3. Prestasi Belajar
berbeda antara ahli yang satu dengan yang lain. Setelah siswa mengalami proses belajar diharapkan siswa
Andi Rasdiyanah (1995:28) mendefinisikan disiplin mengalami perubahan tingkah laku sebagai hasil dari kegiatan
adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu belajar. Salah saut petunjuk keberhasilan siswa dalam kegiatan
system yang mengharuskan orang untuk tunduk pada keputusan, belajar adalah prestasi belajar yang merupakan hasil belajar
perintah atau peraturan yang berlaku. Dengan kata lain disiplin individu secara maksimal.
adalah kepatuhan mentaati peraturan dan ketentuan yang telah Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah
ditetapkan. dilakukan atau dikerjakan, dan sebagainya). (Tim Penyusun KBBI,
Depdikbud (1992:3) memberikan arti disiplin adalah Depdikbud, 1996 : 787). Prestasi belajar adalah penguasaan
tingkat konsistensi dan konsekuensi seseorang terhadap suatu pengetahuan / ketrampilan yang dikembangkan oleh mata
komitmen atau kesepakatan bersama yang berhubungan dengan pelajaran, yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai
tujuan yang akan dicapai. angka yang diberikan oleh guru. (Tim Penyusun KBBI, Depdikbud,
Disiplin penting bagi perkembangan anak karena 1996 : 787).
memenuhi beberapa kebutuhan-kebutuhan tertentu antara lain : Penguasaan atau ketrampilan dalam prestasi adalah
a. Memberi rasa aman dengan memberi tahu apa yang boleh hasil belajar. Jadi hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi
dan apa yang tidak boleh dilakukan. milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukan.
b. Sebagai pendorong ego yang mendorong anak mencapai apa Indikator yang dijadikan sebagai tolok ukur dalam menyatakan
yang diharapkan darinya. bahwa proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil,
c. Anak belajar menafsir, bahwa pujian sebagai tanda rasa kasih berdasarkan ketentuan kurikulum yang disempurnakan yang
sayang dan penerimaan. saat ini digunakan adalah :
d. Memungkinkan hidup menurut standar yang disetujui a. Daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan
kelompok siswa. mencapai prestasi tinggi baik secara individu maupun
e. Membantu anak mengembangkan hati nurani, suara hati, kelompok.
membimbing dalam mengambil keputusan dan b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran telah dicapai
pengembangan tingkah laku. siswa baik individu maupun klasikal. Akan tetapi yang banyak
2. Iklim Sekolah dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan dari keduanya
Iklim sekolah merupakan bagaian dari lingkungan adalah daya serap siswa terhadap pelajaran.
belajar yang akan mempengaruhi kepribadian dan tingkah laku Moch. Uzer Usman dan Lilis Setiawati (1993)
seseorang, sebab dalam melaksanakan tugas sekolahnya seorang menjelaskan bahwa acua yang dapat digunakan untuk mengukur
siswa akan selalu berinteraksi dengan lingkungan belajarnya. tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar adalah
Iklim sekolah adalah suasana dalam organisasi sekolah sebagai berikut :
yang diciptakan oleh pola hubungan antar pribadi yang berlaku a. Istimewa/maksimal :apabila seluruh bahan pelajaran yang
(Depdikbud, 1982). Pola hubungan antar pribadi tersebut dapat disajikan itu dapat dikuasai siswa.
meliputi hubungan antara guru dengan murid, antara murid dengan b. Baik sekali/optimal : apabila sebagian besar (85%-94%)
murid, antara guru dengan guru dan antara guru dengan pimpinan bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai siswa.
sekolah. c. Baik sekali/minimal : apabila sebagian besar (75%-84%)
Iklim sekolah yang kondusif dapat dilihat dari keakraban, bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai siswa.
persaingan, ketertiban organisasi sekolah, keamanan dan fasilitas d. Kurang : apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari
sekolah. pola hubungan yang kondusif itu akan mengembangkan 75% dikuasai siswa.
potensi-potensi diri siswa secara terarah sehingga pada akhirnya
mereka merasa puas dalam belajar. Semakin baik pola hubungan METODE
antar pribadi yang terjadi di lingkungan sekolah diduga juga akan Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Wera yang
menyebabkan semakin tingginya prestasi belajar siswa. berolakasi Desa Tawali Kecamatan Wera Kabupaten Bima. Teknik
Menurut Moedjiharto (2002:36-37) cirri sekolah yang pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
memiliki iklim yang baik adalah : kuesioner dan dokumentasi.
a. Adanya hubungan yang akrab, penuh pengertian, dan rasa Data yang diperoleh dari suatu penelitian harus
kekeluargaan antar civitas sekolah dianalisa terlebih dahulu secara benar agar dapat ditarik suatu
b. Semua kegiatan sekolah diatur dengan tertib, dilaksanakan kesimpulan yang merupakan jawaban yang tepat dari permasalahan
dengan penuh tanggungjawab dan merata. yang diajukan. Ada dua teknik analisis data yang digunakan dalam
c. Di dalam kelas dapat dilihat adanya aktivitas belajar mengajar penelitian yaitu:
yang tinggi 1. Metode Analisis Deskriptif Persentase.
d. Suasana kelas tertip, tenah, jauh dari kegaduhan Metode ini digunakan untuk mengkaji variabel-variabel
dan kekacauan yang ada pada penelitian ini yang terdiri dari: tingkat disiplin siswa.
e. Meja kursi serta peralatan lainnya yang terdapat di kelas Variabel-variabel tersebut terdiri dari beberapa indikator yang
senantiasa ditata dengan rapi dan dijaga kebersihannya
ISBN: 978-602-74245-0-0 415
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
sangat mendukung dan kemudian indikator tersebut X = Varibel Bebas (Disiplin Belajar)
dikembangkan menjadi instrumen (angket). Y = Varibel Terikat (Prestasi Belajar)
Langkah - langkah yang yang digunakan untuk mengkaji Korelasi Produck Moment digunakan untuk
variable-variabel yang ada dalam penelitian ini yang terdiri dari menentukan hubungan antara dua gejala interval. Setelah
tingkat kedisiplinan siswa dan iklim sekolah. Variable-variabel mendapatkan nilai rxy, selanjutnya di uji dengan
tersebut terdiri dari beberapa indicator yang sangat mendukung menggunakan table interprestasi nilai rxx product moment
dan kemudian indicator tersebut dikembangakn menjadi atau di uji dengan menggunakan table 3.1 interprestasi nilai
instrumen (angket). sebagai berikut :
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penggunaan Tabel 2. Interprestasi Nilai rxy
teknik analisis ini adalah sebagai berikut : Interprestasi
Besarnya Nilai r
a. Membuat tabel distribusi jawaban angket. (Ada/Tidaknya Hubungan)
b. Menentukan skor jawaban responden dengan ketentuan skor 0,800 - 1,00 Tinggi
yang telah ditetapkan. 0,600 - 0,80 Cukup
c. Menjumlah skor jawaban yang diperoleh dari tiap - tiap 0,400 - 0,60 Agak Rendah
responden. 0,200 - 0,40 Rendah
d. Memasukkan skor tersebut kedalam rumus sebagai 0,100 - 0,20 Sangat Rendah (Tidak
berikut : Berkorelasi)

% = n x 100 % (MuhammadAli, 1984:184) HASIL DAN PEMBAHASAN


N A. Hasil
1. Analisis Data
Keterangan : Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara
n = Jumlah nilai yang diperoleh Displin belajr dan Prestasi belajar Penjaskes siswa kelas XI
N = Jumlah nilai ideal (jumlah reponden x jumlah SMA Negeri 1 Wera Kabupaten Bima tahun pelajaran
soal x skor tertinggi) 2012/2013, bahwa teknik analisis data dalam penelitian ini
e. Hasil yang diperoleh dikonsultasikan dengan tabel adalah menggunakan teknik analisis Korelasi Prduct
kategori. Momennt dengan rumus sebagai berikut:
f. Kesimpulan berdasarkan tabel kategori. (1/N) ∑(X − ̅ X ) (Y − ̅ Y)
Untuk menentukan kategori DP yang diperoleh dibuat r𝑥y =
Sx. Sy
tabel kategori yang disusun melalui perhitungan sebagai
̅ )2 ̅ )2
berikut : S𝑥 = √
∑(X−X
dan S𝑦 = √
∑(Y−Y

a. Persentase maksimal = (4/4) x 100% = 100 % N N

b. Persentase minimal = (1/4) x 100% = 25 %


c. Rentang persentase = 100% - 25% = 75 % Adapun langkah-langkah yang ditempuh
d. Interval kelas persentase = 75% = 19 % dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah
4 sebagai berikut:
e. Membuat tabel interval kelas persentase dan kategori sarana a. Merumuskan hipotesis nol (ho)
dan lingkungan sebagai berikut : b. Membuat tabel kerja
Tabel 1. Interval Kelas Persentase dan Kategorinya c. Memasukkan data kedalam rumus
d. Menguji nilai rxy
Interval Disiplin Belajar e. Menarik kesimpulan.
81% < % < 100% Sangat disiplin Analisis data hubungan disiplin belajar dan
63% < % < 81% Disiplin prestasi belajar siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wera
44% < % < 63% Cukup disiplin Kabupaten Bima.
25% < % < 44% Tidak disiplin a. Merumuskan hipotesis nol (ho)
Untuk keperluan perhitungan analisis statistik,
2. Pengujian Hipotesis maka hipotesis diajukan pada bab I dibagi kedalam 2
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dengan (dua) macam yaitu yang berbunyi:
menggunakan rumus Korelasi Produk Momen sebagai berikut: 1) ha : Ada hubungan disiplin belajar dan prestasi
belajar siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wera
Kabupaten Bima.
(1/N) ∑(X − ̅
X ) (Y − ̅
Y) 2) ho : Tidak Ada hubungan disiplin belajar dan
r𝑥y =
Sx. Sy prestasi belajar siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wera
Kabupaten Bima.
̅ )2
∑(X−X ̅ )2
∑(Y−Y b. Membuat tabel kerja
S𝑥 = √ dan S𝑦 = √
N N Sesuai dengan rumus yang digunakan, maka
tabel kerja yang dibutuhkan adalah tabel kerja untuk
Keterangan: menentukan komponen-komponen dalam rumus.
N = Jumlah responden atau sampel Tabel kerja yang dimaksud adalah sebagai berikut:

ISBN: 978-602-74245-0-0 416


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 3. Tabel Kerja Untuk Menguji Hipotesis hubungan disiplin belajar dan prestasi belajar siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wera
Kabupaten Bima.
No Nama X y 𝑿̅ = 𝒙−𝒙 ̅ ̅ =𝒚−𝒚
𝒀 ̅ (𝒙 − 𝒙̅)2 (𝒀 − 𝒀̅ )2 𝑿̅𝒀
̅

1 Anni Aryani 90 92 0 2 0 4 0
2 Ardhi Setiadin 86 87 -4 -3 16 9 12
3 Arif Budiman 86 87 -4 -3 16 9 12
4 Ayu Wandira 90 91 0 1 0 1 0
5 Deden Apriadin 92 90 2 0 4 0 0
6 Defi Putriani 86 87 -4 -3 16 9 12
7 Dian Lestari 89 90 -1 0 1 0 0
8 Didin Yasin Adh 92 93 2 3 4 9 6
9 Direman 91 92 1 2 1 4 2
10 Ekawati 92 93 2 3 4 9 6
11 Elsi 92 93 2 3 4 9 6
12 Erning Sulastri N 88 89 -2 -1 4 1 2
13 Faturahmaniah 90 91 0 1 0 1 0
14 Ihwan 86 87 -4 -3 16 9 12
15 Iin Nila Nuraini 90 91 0 1 0 1 0
16 Iwansyah 84 85 -6 -5 36 25 30
17 Jumrah 92 93 2 3 4 9 6
18 Kurniati 89 90 -1 0 1 0 0
19 Lisdaniati 84 85 -6 -5 36 25 30
20 Medi Asnandawati 92 93 2 3 4 9 6
21 Muhammad Kadafi 90 91 0 1 0 1 0
22 Muhammad Sader 90 91 0 1 0 1 0
23 Muliadin 92 93 2 3 4 9 6
24 Nurazizah 86 87 -4 -3 16 9 12
25 Nurmasyitha 89 90 -1 0 1 0 0
26 Puput Yunarti 91 92 1 2 1 4 2
27 Hermansyah 91 92 1 2 1 4 2
28 Ratnaningsih 92 93 2 3 4 9 6
29 Rusmiati 92 93 2 3 4 9 6
30 Sahrir Soabirin 92 93 2 3 4 9 6
31 Siska Puji Astuti 92 93 2 3 4 9 6
32 Sumiati 88 89 -2 -1 4 1 2
33 Widayah 87 88 -3 -2 9 4 6
34 Zulaqidah 92 93 2 3 4 9 6
35 Aditia Saputra 89 90 -1 0 1 0 0
36 Adi Satria Saputra 90 91 0 1 0 1 0
37 Al Ma'ruf Rezeki 92 93 2 3 4 9 6
38 Andri 92 93 2 3 4 9 6
39 Anna Aryana 89 90 -1 0 1 0 0
40 Darmin 92 93 2 3 4 9 6
41 Dedi Hidayat 90 91 0 1 0 1 0
42 Devi Putriani 92 93 2 3 4 9 6

ISBN: 978-602-74245-0-0 417


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

43 Didi Supriadin 92 93 2 3 4 9 6
44 Dwi Anggun Pratiwi 90 91 0 1 0 1 0
45 Eni Ratnawati 92 93 2 3 4 9 6
46 Fahrurozi 92 93 2 3 4 9 6
47 Imam Sayuti 91 92 1 2 1 4 2
48 Inayah 92 93 2 3 4 9 6
49 Istiqomalasari Dewi 92 93 2 3 4 9 6
50 Marliana 90 91 0 1 0 1 0
51 Nantri 92 93 2 3 4 9 6
52 Nila Ramadhani 89 90 -1 0 1 0 0
53 Novita Sari 91 92 1 2 1 4 2
54 Nuni Widiastuti 92 93 2 3 4 9 6
55 Nuralidah 93 94 3 4 9 16 12
56 Nurfaturrahman 92 93 2 3 4 9 6
57 Nurkomalasari 91 92 1 2 1 4 2
58 Radiman 92 93 2 3 4 9 6
Jumlah (∑ ) 5234 5290 14 70 290 370 298
Rata-rata 90 91

Untuk mencari Korelasi Produk Momen dengan Artinya apabila data rxy berada diantaran 0,800 – 1,000
menggunakan rumus : maka data tersebut memiliki interprestasi yang sangat
(1/N) ∑(X − ̅ X ) (Y − ̅Y) tinggi yaitu varibel X dan Y memiliki hubungan atau korelasi
r𝑥y = yang sangat tinggi. Sebagaimana pada tabel berikut :
Sx. Sy
Tabel 4. Interpretasi variabel X dan Y
̅ )2
∑(X−X ̅ )2
∑(Y−Y
S𝑥 = √ dan S𝑦 = √ Interprestasi
N N Besarnya Nilai r
(Ada/Tidaknya Hubungan)
Memasukan dalam rumus pada tabel 3 dapat di 0,800 - 1,00 Tinggi
analisis dengan cara: 0,600 - 0,80 Cukup
N = 58 0,400 - 0,60 Agak Rendah
0,200 - 0,40 Rendah
∑(x − x̅) = 14 0,100 - 0,20 Sangat Rendah (Tidak
∑(y − y̅) = 70 Berkorelasi)
(x ) 2
∑ − x̅ = 290
∑ (y − y̅)2 = 370 Dari hasil pengujian nilai rxy bahwa hipotesis nol
∑(x − x̅)∑(y − y̅) = 298 (ho) ditolak dan hipotesis alternatif (ha) diterima, maka
kesimpulan analisis dalam penelitian ini bahwa ada
̅ )2
∑(X−X 290 hubungan disiplin belajar dan prestasi belajar siswa kelas
S𝑥 = √ = √ = 2,24 XI SMA Negeri 1 Wera Kabupaten Bima.
N 58
̅ )2
∑(Y−Y 370
S𝑦 = √ = √ = 2,53 B. Pembahasan
N 58
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, ada
Maka : kecenderungan bahwa seseorang yang melakukan disiplin
1 belajar yang sangat tinggi maka cenderung akan memiliki
̅ ) (Y − Y
( ) ∑(X − X ̅) prestasi belajar penjaskes yang sangat tinggi pula, begitu juga
r𝑥y = N
Sx. Sy bahwa siswa yang kurang disiplin belajar yang rendah maka
1
(58).298 cenderung nilai pretasi belajar penjaskes yang sangat rendah.
=
2,24 x 2,53
Sehingga prestasi belajar penjaskes yang tinggi sangat
5,137 berhubungan dengan semangatnya atau displin belajar siswa.
=
5,6672 Hal ini terlihat bahwa nilai hubungan atau korelasi antara
= 0,906 disiplin belajar dan prestasi belajar penjaskes rxy 0,906 berada
di antara 0,800 – 1,00, yang artinya bahwa ada hubungan atau
2. Pengujian Hipotesis korelasi antara dua varibel sangat tinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan data analis ternyata Sedangkan dari hasil pengujian hipotesa (analisis
nilai rxy yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 0,906. data), dengan menggunakan rumus korelasi product Moment
Dan nilai rxy = 0,906 ini berada diantara 0,800 – 1,00. rxy ternyata hipotesis alternatif (ha) yang diajukan diterima
ISBN: 978-602-74245-0-0 418
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
sedangkan hipotesis nol (ho) ditolak, hal ini berarti terdapat: Departemen Pendidikan Nasional. 1982. Administrasi Pendidikan
Ada hubungan disiplin belajar dan prestasi belajar siswa kelas Materi Dasar Akta V. Jakarta : Dirjen Dikti.
XI SMA Negeri 1 Wera Kabupaten Bima. Depdikbud. 1985. Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan Latihan
Kepemimpinan Siswa. Jakarta : Direktorat Jendral
SIMPULAN Dikdasmen, Pembinaan Siswa.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, ada kecenderungan Hurlock, Elizabeth, E., 1999. Perkembangan Anak : Erlangga.
bahwa seseorang yang melakukan disiplin belajar yang sangat Oemar, Hamalik. 1985. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta :
tinggi maka cenderung akan memiliki prestasi belajar penjaskes Bumi Aksara.
yang sangat tinggi pula, begitu juga bahwa siswa yang kurang Sudjana, 1983. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi. Bandung :
disiplin belajar yang rendah maka cenderung nilai pretasi belajar Tarsito.
penjaskes yang sangat rendah. Sehingga prestasi belajar Sudjana, 1996. Metode Statistika. Bandung : Tarsito.
penjaskes yang tinggi sangat berhubungan dengan semangatnya Suharsimi, Arikunto. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
atau tinggi displin belajar siswa. Hal ini terlihat bahwa nilai Praktek. Yogyakarta : Rineka Cipta.
hubungan atau korelasi antara disiplin belajar dan prestasi belajar Suharsimi, Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
penjaskes rxy 0,906 berada di antara 0,800 – 1,00, yang artinya Praktek. Yogyakarta : Rineka Cipta.
bahwa hubungan atau korelasi antara dua varibel sangat tinggi. Sumadi, Suryabrata. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo
Sehingga dari hasil pengujian hipotesa (analisis data), Persada. Sutrisno, Hadi. 1981. Statistik. Yogyakarta :
dengan menggunakan rumus korelasi product Moment rxy ternyata Fakultas Psikologi UGM. Sutrisno, Hadi. 1987. Metode
hipotesis alternatif (ha) yang diajukan diterima sedangkan hipotesis Research. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.
nol (ho) ditolak, hal ini berarti terdapat: Ada hubungan disiplin Singgih D., Gunarso. 1983. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
belajar dan prestasi belajar siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wera Jakarta : PT BPK Gunung Mulia.
Kabupaten Bima. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta : Diperbanyak
DAFTAR PUSTAKA Oleh Media Wiyata.
Andi, Rasdiyanah, 1995. Pendidikan Agama Islam. Bandung : Moh Uzer Usman, Lilis Setiawati. 1993. Upaya Optimalisasi
Lubuh Agung. Kegiatan BelajarMengajar. Bandung : PT. Remaja
Bimo, Walagito, 1989. Bimbingan dan Penyluhan di Sekolah. Rosdakarya.
Yogyakarta : Andi Offset. W.S. Winkel. 1984. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar.
Jakarta : Gramedia.

ISBN: 978-602-74245-0-0 419


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
KAJIAN PERSPEKTIF MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA PADA KESEJAJARAN GEOMETRI
NON-EUCLIDE
Sri yuliyanti
Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, FPMIPA IKIP Mataram
E-mail: yuliyantisrie@gmail.com

Abstrak: Makalah ini membahas pemasalahan tentang bagaimana kesejajaran pada geometri non-euclide yaitu geometri hiperbolik dan
geometri eliptik. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan jawaban terhadap masalah yang dihadapi mahasiswa tentang
kesejajaran pada geometri non-euclide. Dari kajian literature diperoleh bahwa garis sejajar merupakan dua garis yang tidak berpotongan
pada satu titik. Ini dapat diterima pada kedudukan dua garis. Tetapi pada geometri non-euclide apakah pernyataan ini akan sama?
Berdasarkan hasil kajian dari beberapa makalah mahasiswa, kesejajaran pada geometri hiperbolik dan eliptik dijelaskan dalam bentuk
aksioma maupun teorema yang dapat diterima secara logika. Meskipun geometrri hiperbolik dan geometri eliptik keduanya merupakan
geometri non-euclide tetapi pada postulat kesejajarannya geometri tersebut berbeda yaitu geometri eliptik tidak mempunyai garis yang
sejajar.

Kata Kunci: Kesejajaran, Geometri Non-Euclide

PENDAHULUAN eliptik dengan mengacu pada beberapa buku atau literature


Sebagai awal dalam suatu pembelajaran perkuliahan, Matematika. Pembahasannya akan lebih difokuskan pada
mahasiswa dituntut untuk mempersiapkan diri baik mental, konsep kesejajaran geometri hiperbolik dan geometri eliptik.
maupun semangat mahasiswa dalam belajar. Tetapi itu juga tidak
terlepas dari materi dan pengajaran yang dilakukan oleh dosen PEMBAHASAN
pengampu pada masing-masing mata kuliah. Bagaimana strategi Geometri non-euclide adalah geometri yang muncul
maupun pendekatan yang akan dilakukan dalam proses karena perbedaan pendapat matematikawan pada postulat ke 5
perkuliahan juga sangat mempengaruhi aktivitas mahasiswa. dari postulat kesejajaran euclide. Berikut penjelasan secara rinci
Materi yang di fokuskan pada makalah ini adalah materi mengenai kesejajaran pada geometri non-euclide.
kesejajaran pada geometri non-euclide. Kesejajaran merupakan dua garis yang tidak memiliki
Banyak perbedaan pendapat mengenai kesejajaran pada perpotongan pada satu titik. Pada geometri, kesejajaran dapat
geometri non-euclide. Perbedaan ini juga menjadi masalah yang ditunjukkan dengan aksioma maupun teorema. Aksioma dan
dihadapi oleh sebagian besar mahasiswa semester 5 pendidikan teorema pada geometri hiperbolik dan geometri eliptik akan
matematika IKIP Mataram. Masalah yang dihadapi itu antara lain dijelaskan sebagai berikut.
kurangnya pemahaman mahasiswa mengenai kesejajaran pada Pada geometri hiperbolik, Postulat kesejajaran
geometri non-euclide. Pemahaman yang diasumsikan bahwa (Prenowitz, 1965: 54). didapatkan “dua garis melalui titik A di luar
sejajar itu merupakan garis yang tidak berpotongan pada satu titik. garis r yang sejajar dengan r”. representasi dari postulat tersebut
Akan tetapi lebih dari itu terdapat beberapa teorema untuk pada gambar dibawah ini
membuktikan kesejajaran pada geometri.
Berdasarkan pengalaman mengajar pada mata kuliah
geometri selama 4 semester, penulis memperoleh data yang cukup
dinamis terkait kesejajaran geometri non-euclide. Saat melakukan
diskusi pada beberapa mahasiswa ada beberapa hal yang mereka
hadapi. Salah satunya adalah kesulitan mereka dalam memahami
kesejajaran pada geometri hiperbolik dan geometri eliptik.
Di beberapa literature kesejajaran sangat identik dengan
garis sejajar, kesejajaran memuat dua garis yang tidak Kedua garis yang melalui A dan sejajar r membentuk
berpotongan pada satu titik. Pada geometri euclide maupun non- sudut NAM. Dari A ditarik AB tegak lurus r. Refleksi terhadap AB
euclide kesejajaran dapat ditunjukkan oleh aksioma-aksioma, menunjukkan, bahwa BAM dan NAM sama dan
postulat, definisi dan teorema serta istilah-istilah lain yang terkait keduanya lancip
dengan pembuktian. Jika dalam proses pembelajaran perkuliahan Akibat yang ditimbulkan dari postulat kesejajaran
muncul suatu pertanyaan “ bagaimana geometri eliptik dan tersebut adalah jumlah ukuran sudut segitiga kurang dari 180.
geometri hiperbolik berbeda dalam suatu postulat kesejajaran? Bukti: Buat garis l dan itik P tidak pada l. Digambar garis m melalui
Padahal keduanya termasuk geometri non-euclide?” maka seorang
P sejajar l, dengan cara biasa. 𝑃𝑄 tegak lurus terhadap l pada Q
Dosen akan bingung menjelaskan mulai dari mana dan mungkin
akan mendapatkan kesulitan untuk menjelaskan mahasiswanya. dan m tegaklurus terhadap 𝑃𝑄 pada P. Menurut postulat
Pertanyaan ini seringkali muncul pada setiap pengajaran mata kesejajaran Hiperbolik, ada garis selain m melewati P sejajar l.
kuliah geometri. Misal garis tersebut adalah n, sehingga sudut yang dibentuk oleh
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis garis n dan 𝑃𝑄 besarnya harus kurang dari 90°. Y titik pada garis
menjabarkan secara rinci mengenai geometri non-euclide yaitu m, dan X titik pada garis n, terdapat ά = ∠XPY, maka ∠QPX = 90°
geometri hiperbolik dan geometri eliptik dengan kajian literature - ά.
sehingga dalam makalah ini akan membahas secara konseptual
materi geometri non-euclide yaitu geometri hiperbolik dan geometri

ISBN: 978-602-74245-0-0 420


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

Teorema 2 :
“Dalam sebarang segitiga ABC dengan ∠𝐶 = 90°, sudut A
Dengan menggunakan teorema, buatlah titik R pada l, kurang dari, sama dengan atau lebih dari 90°, tergantung dari
sedemikian sehingga ∠PRQ < ά. terbentuk ΔPQR. segmen BC kurang dari, sama dengan atau lebih dari jarak
∠PQR = 90° polar K”.
∠QRP < α Bukti :
∠RPQ < m∠XPQ = 90° - ά Diketahui : segitiga ABC dengan ∠𝐶 = 90°
Dijumlahkan diperoleh : Akan dibuktikan :
∠PQR + ∠QRP + ∠RPQ < 90° + ά + 90° - ά = 180° 1) ∠𝐴 < 90° bila segmen BC < jarak polar
Jadi Δ PQR memiliki jumlah sudut kurang dari 180°. 2) ∠𝐴 = 90° bila segmen BC = jarak polar
Berbeda dengan geometri eliptik, postulat kesejajarannya 3) ∠𝐴 > 90° bila segmen BC > jarak polar
(Riemann) menyatakan bahwa “Tidak ada garis sejajar dengan Pembuktian 1 :
garis lain” Berdasarkan pada postulat tersebut, pada Geometri K adalah titik kutub dari garis m, sehingga ∠𝐾𝐴𝐶 = 90° dan
Elliptik ini dua garis selalu berpotongan dan tidak ada garis sejajar. ∠𝐾𝐶𝐴 = 90°. Segmen BC < jarak polar. ∠𝐾𝐴𝐶 > ∠𝐵𝐴𝐶
Berikut aksioma pada geometri eliptik: (keseluruhan lebih besar dari sebagian). Karena ∠𝐾𝐴𝐶 =
90° maka 90° > ∠𝐵𝐴𝐶 . Jadi, ∠𝐴 < 90°. (terbukti)
Aksioma pada geometri eliptik
Sebarang dua garis yang berpotongan tepat pada satu titik, tetapi
tidak ada garis yang memisahkan bidang tersebut. Dua garis
berpotongan tepat pada dua titik, dan setiap garis memisahkan
bidang.

Pembuktian 2 :
Segmen BC = jarak polar. B adalah titik kutub dari garis m,
sehingga ∠𝐵𝐶𝐴 = 90° dan ∠𝐵𝐴𝐶 = 90°. Atau dapat
dikatakan ∠𝐴 = 90°. (terbukti)

Berikut adalah teorema – teorema yang berlaku pada Geometri


Elliptik yaitu :
Teorema 1 :
“Dua garis yang tegak lurus pada suatu garis bertemu
pada suatu titik”
Bukti :
Misalkan ada a dan b adalah dua garis yang tegak lurus
pada suatu garis m. U dan S merupakan kutub dari m. Akan Pembuktian 3 :
dibuktikan bahwa dua garis itu bertemu pada suatu titik. K adalah titik kutub dari garis m, sehingga ∠𝐾𝐴𝐶 = 90° dan
Pembuktian : ∠𝐾𝐶𝐴 = 90°. Segmen BC > jarak polar. ∠𝐵𝐴𝐶 > ∠𝐾𝐴𝐶
 Berdasarkan sifat dari double Elliptik yaitu setiap 2 garis (keseluruhan lebih besar dari sebagian). Karena ∠𝐾𝐴𝐶 =
berpotongan pada 2 titik, maka : 90° maka ∠𝐵𝐴𝐶 > 90°. Jadi, ∠𝐴 > 90°. (terbukti)
a berpotongan m di dua titik yaitu A dan A’.
b berpotongan m di dua titik yaitu B dan B’.
 A, A’, B, dan B’ titik yang terletak pada m dan garis a serta
b tegak lurus m, maka berdasarkan sifat kutub, segmen
yang melalui titik A, A’, B, dan B’ terhubung dengan titik U
dan S.
 Jadi garis a dan b bertemu titik yang sama yaitu U dan S
(terbukti).

ISBN: 978-602-74245-0-0 421


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Teorema 3 : SIMPULAN
“Jumlah besar sudut suatu segitiga lebih dari 180°”. Berdasarkan uraian pada pembahasan, maka dapat
Bukti : disimpulkan bahwa:
Misal diberikan garis l dan garis m dan n yang tegak lurus l 1. Postulat kesejajaran pada geometri Hiperbolik merupakan dua
dititik A dan B. berdasarkan postulat kesejajaran eliptik, garis garis yang melalui titik A di luar garis r yang sejajar dengan r,
m dan n akan berpotongan di P yang merupakan kutub dari l. sehingga pada geometri ini dikatakan memiliki garis yang
perhatikan bahwa PAB adalah segitiga sama kaki (∠𝐴 = sejajar
∠𝐵 = 90° ), sehingga PA = PB. ∠𝑃 positif. 2. Postulat kesejajaran pada geometri Eliptik merupakan tidak
Maka jumlah sudut segitiga PAB adalah : ada garis sejajar dengan garis lain. Artinya pada Geometri
Elliptik ini dua garis selalu berpotongan dan tidak ada garis
sejajar.

DAFTAR PUSTAKA
Adi, A. I. (2012). Geometri Hiperbolik. [online] Tersedia:
http://mathc edu.blogspot.com/2012/12/geometri-
hiperbolik.html. [05 Desember 2014].
∠𝐴 + ∠𝐵 + ∠𝑃 = 90° + 90° + ∠𝑃 Azmi, M. P. (2013). Geometri Euclid dan Geometri Hiperbolik.
= 180° + ∠𝑃 Jurnal 3: Universitas Pendidikan Indonesia.
> 180° Hvidsten,M. 2005. Geometry with geometry explorer. Singapore :
McGraw-Hill International Edition
Dari yang di jabarkan di atas maka terbukti jumlah besar sudut Rahmawati, K. S. (2013). Geometri Hiperbolik. [online] Tersedia:
– sudut suatu segitiga lebih besar 180°. (terbukti). http://khilfisuci.blogspot.com/2013/06/geometri-hiperbolik-
geometri-hiperbolik.html [05 Desember 2014].

ISBN: 978-602-74245-0-0 422


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL: SEBUAH KAJIAN LITERATUR
St. Nurbayan
Dosen STKIP Taman Siswa Bima
e-mail:-

ABSTRAK: Proses-proses sosial memungkinkan seseorang untuk memperoleh pengertian mengenai segi yang dinamis dari masyarakat
atau gerak masyarakat. Proses sosial yang mencakup ruang lingkup yang luas merupakan serangkaian studi sosiologi pada tingkat
lanjutan. Bentuk-bentuk interaksi sosial adalah tampak apabila orang-orang perorangan ataupun kelompok-kelompok manusia
mengadakan hubungan satu sama lain terutama dengan mengetengahkan kelompok serta lapisan sosial sebagai unsur pokok struktur
sosial. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan
bersama. Bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial.
Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia bererjasama, saling
berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian, dan lain sebagainya. Maka
interaksi sosial merupakan proses sosial, yang menunjukan pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.

Kata Kunci: Proses social, interaksi sosial

PENDAHULUAN sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang


Para sosiologi memandang betapa pentingnya dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang
pengetahuan tentang proses sosial, mengingat bahwa perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara
pengetahuan perihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk orang perorangan dengan kelompok manusia.
memperoleh gambaran yang nyata mengenai kehidupan bersama Interaksi sosial antar kelompok-kelompok manusia terjadi
manusia. Bahkan Tamotsu Shibutani menyatakan bahwa sosiologi antara kelompok tersebut sebagai kesatuan dan biasanya tidak
mempelajari transaksi-transakai sosial yang mencakup usaha- menyangkut pribadi anggota-anggotanya. Contohnya perang dunia
usaha bekerjasama antara para pihak karena semua kegiatan kedua yang lalu sebagaimana dilukiskan oleh Gillin dan Gillin. Pada
manusia didasarkan pada gotong royong. tanggal 7 Desember 1939, patroli Prancis telah berhasil menawan
Pengetahuan tentang proses-proses sosial memungkinkan tiga orang prajurut jerman. Salah seorang tawanan menderita luka-
seseorang untuk memperoleh pengertian mengenai segi yang luka pada tangannya sewaktu terjadi pertempuran. Para tawaran
dinamis dari masyarakat atau gerak masyarakat. Dahulu banyak dibawa kegaris belakang. Ditempat yang agak terang, para
sarjana sosiologi yang menyamakan perubahan sosial dengan tawanan yang luka-luka dan prajurit prancis yang telah
proses sosial, karena ingin melepaskan diri dari titik berat menembaknya saling mengenal dan saling memeluk. Ternyatas
pandangan para sarjana sosiologi klasik yang lebih sebelum perang, keduanya adalah sahabat yang selalu bersaing
menitikberatkan pada struktur dari pada masyarakat. pada setiap perlombaan balap sepeda bayaran. Mereka bukan
Pembahasan mengenai proses sosial yang mencakup musuh secara pribadi, tetapi kelompoknya masing-masing (yaitu
ruang lingkup yang luas merupakan serangkaian studi sosiologi negara jerman dan prancis) yang bermusuhan. Interaksi sosial
pada tingkat lanjutan. Bentuk-bentuk interaksi sosial adalah antara kelompok-kelompok sosial tersebut tidak bersifat pribadi.
tampak apabila orang-orang perorangan ataupun kelompok- Contoh interaksi sosial
kelompok manusia mengadakan hubungan satu sama lain Interaksi sosial antara kelompok-kelompok
terutama dengan mengetengahkan kelompok serta lapisan sosial manusia terjadi pula didalam masyarakat. Interaksi
sebagai unsur pokok struktur sosial. Dengan cara itu diharapkan tersebut lebih mencolok ketika terjadi perbenturan antara
akan diperoleh, baik aspek dinamis maupun statis dari masyarakat. kepentingan perorangan dengan kepentingan kelompok.
Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan Misalnya, dikalangan banyak banyak susku bangsa di
sosial karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada indonesia berlaku suatu tradisi yang telah melembaga
kehidupan bersama. Bertemunya orang perorangan secara dalam diri masyarakat bahwa dalam perkawinan, pihak
badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam laki-laki diharuskan memberikan mas kawin kepada
suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan pihak wanita, yang sering kali jumlahnya besar sekali.
terjadi apabila orang-orang perorangan atau kelompok-kelompok Dasar adanya mas kawin tersebut antara lain berasal dari
manusia bererjasama, saling berbicara, dan seterusnya untuk alam pikiran bahwa dengan berpisahnya wanita dari
mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, keluarganya (karena dibawa oleh suaminya), maka
pertikaian, dan lain sebagainya. Maka interaksi sosial merupakan timbul ketidak seimbangan magis dalam keluarga si
proses sosial, yang menunjukan pada hubungan-hubungan sosial wanita tersebut. Keseimbangan akan di capai kembali
yang dinamis. apabila syarat-syarat mas kawin tadi dipenuhi. Beratnya
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki
PEMBAHASAN sering kali menyebabkan terjadinya kawin lari, yang
A. Interaksi Sosial sebagai Faktor Utama dalam Kehidupan dalam hal ini disetujui oleh seluruh masyarakat, karena
Sosial menyangkut kepentingan umum dan tatatertib seluruh
Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang masyarakat.
juga dinamakan proses sosial) karena interaksi sosial merupakan Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada
syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain proses berbagai faktor, antara lain, faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan
sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi

ISBN: 978-602-74245-0-0 423


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
simpati. Faktor-faktor tersebut bergerak sendiri-sendiri secara Dalam hal A menelpon B, maka terjadi kontak sekunder langsung,
terpisah maupun dalam keadaan tergabung. tetapi apabila A meminta tolong kepada B supaya diperkenalkan
Interaksi sosial sangat berguna untuk menelaah dan dengan gadis C, kontak tersebut bersifat sekunder tidak langsung.
mempelajari banayak masalah didalam masyarakat. Sebagai Arti penting komunikasi adalah bahwa seseorang
contoh di indonesia, dapat dibahas bentuk-bentuk interaksi sosial memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud
yang berlangsung antara berbagai suku bangsa, antara golongan- pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-
golongan yang disebut mayoritas dan minoritas, dan antara perasaan apa yang ingiin disampaikan oleh orang tersebut. Dalam
golongan terpelajar dengan golongan agama dan seterusnya. komunikasi kemingkinan sekali terjadi berbagai macam penafsiran
Interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial karna terhadap tingkah laku orang lain. Seulas senyum, misalnya, dapat
tanpa interaksi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama. ditasrifkan sebagai keramah-tamahan, sikap bersahabat, atau
B. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial. bahkan sebagi sikap sinis dan sikap ingin menunjukan kemenang.
Suatu interaksi sosial tidak akan mugkin terjadi apabila Selarik lirikan, misalnya, dapat ditafsirkan sebagai tanda bahwa
tidak memenuhi dua syarat yaitu: orang yang bersangkutan merasa kurang senang atau bahkan
1. Adanya kontak sosial (social-contact) sedang marah. Dengan demikian, komunikasi memungkinkan
2. Adanya komunikasi kerjasama antara orang-perorangan atau antar kelompok-
Kata kontak berasal dari bahasa latin con atau cum kelompok manusia dan memang komunikasi merupakan salah satu
(bersama-sama) daru an tango (menyentuh). Jadi, secara harfiah syarat terjadinya kerjasama. Akan tetapi, tidak selalu komunikasi
adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi menghasilkan kerjasama bahkan suatu pertikaian mugkin akan
apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak terjadi sebagai akibat salah paham atau karena masing-masing
perluerbicara dengan pihak lain terseb berarti suatu hubungan tidak mau mengalah.
badaniah, karna orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak C. Kehidupan yang Terasingi
lain tanpa menyentuhnya, seperti misalnya, dengan cara berbicara Pentingnya kontak dan komunikasi bagi terwujudnya
dengan pihak lain tersebut. interaksi sosial dapat teruji terhadap suatu kehidupan yang
Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu: terasing(isolation). Kehidupan terasing yang sempurna ditandai
1. Antara orang-perorangan dengan ketidakmampuan untuk mengadakan interaksi sosial
Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil dengan pihak-pihak lain.
mempelajari kebiasaan-kebiasaan dalam keluarganya. Kehidupan terasing dapat disebabkan karena secara
Proses demikian terjadi melalui sosialisasi, yaitu melalui badaniah seseorang sama sekali diasingkan dari hubungan
proses, dimana anggota masyarakat yang baru dengan orang-orang lainya. Padahal, seperti diketahui,
mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat perkembangan jiwa seseorang banyak ditentukan oleh
dimana dia menjadi anggota. pergaulanya dengan orang-orang lain. Terasingnya seseorang
2. Antra orang-perorangan dengan suku kelompok manusia dapat pula disebabkan oleh karena cacat pada salah-satu
dan sebaliknya. indranya. Seseorang yang sejak kecil buta dan tuli, misalnya,
Kontak sosial ini misalnya adalah apabila mengasingkan dirinya dari pengaruh-pengaruh kehidupan yang
seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya tersalur melalui kedua indra tersebut. Dari beberapa hasil
berlawanan dengan norma-norma masyarakat atau penyelididkan bahwa ternyata bahwa kepribadian orang-orang
apabila suatu partai politik memaksa anggota- demikian mengalami banyak penderitaan sebagai akibat
anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan idiologi dan kehidupan terasing karena cacat indra itu. Orang-orang cacat
programnya. tersebut akan mengalami perasaan rendah diri, karena
3. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok kemungkinan-kemungkinan untuk mengembangkan
manusia lain. kepribadiannya seolah-seolah terhadap dan bahkan sering kali
Umpamanya adalah dua parta politik tertutup sama sekali.
mengadakan kerjasama untuk mengalahkan partai politik Terasingnya seseorang mugkin juga disebabkan karena
yang ketiga didalam pemilihan umum. Atu apabila dua pengaruh perbedaan ras atau kebudayaan yang kemudian
buah perusahaan bangunan mengadakan suatu kontrak menimbulkan prasangka-prasangka. Misalnya, seorang Amerika
untuk membuat jalan raya, jembatan, dan seterusya di yang untuk pertama kalinya pergi ke Jakarta, dan dengan segera
suatu wilayah yang baru dibuka. dapat dikenal sebagai orang asing. Pada beberapa suku bangsa di
Suatu kontrak dapat pula bersifat primer atau sekunder. Indonesia yang tertutup atau terasing dan kurang mengadakan
Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan hubungan dengan dunia luar agak sulit juga untuk mengadakan
langsung bertemu dan berhadapan muka, seperti misalnya apabila suatu interaksi sosial.hal ini antara lain disebabkan karena adanya
orang-orang tersebut berjabat tangan, saling senyum, dan suatu prasangka buruk terhadap warga-warga suku bangsa lain,
seterusnya. Sebaliknya kontak yang sekunder memerlukan suatu dan juga terhadap pengaruh-pengaruh yang masuk dari luar, yang
perantara. Misalnya A berkata kepada B bahwa C mengagumi dikhawatirkan akan dapat merusak norma-norma yang yang
permainannya sebagai pemegang peranan utama salah satu tradisional. Atas dasar prasangka demikian, sulit untuk
sandiwara. A sama sekali tidak bertemu dengan C, tetapi telah mengadakan interaksi sosial karena komunikasi tak dapat
terjadi kontak antara mereka karena masing-masing memberi berlangsung dengan baik.
tanggapan, walaupun dengan perantara B. suatu kontak sekunder D. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
dapat dilakukan secara langsung. Pada yang pertama, pihak ketiga Bentuk-bentuk interaksi sosial adalah kerjasama
bersifat pasif, sedangkan yang terakhir pihak ketiga sebagai (cooperation), persaingan (competition), akomodasi
perantara mempunyai peranan yang aktif dalam kontak tersebut. (accomodation), dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan
Hubungan-hubungan yang sekunder tersebut dapat dilakukan atau pertikaian (confict). Proses-proses interaksi yang pokok
melalui alat-alat misalnya telepon, telegraf, radio dan seterusnya. adalah sebagai berikut:
ISBN: 978-602-74245-0-0 424
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
1. Proses-proses yang Asosiatif a) Untuk mengurangi pertentangan antara orang-
a. Kerjasama (cooperation) perorangan atau kelompok-kelompok manusia
Beberapa sosiolog menganggap bahwa sebagai akibat perbedaaan paham. Akomodasi
kerjasama merupakan bentuk interaksi sosial yang di sini bertujuan untuk menghasilkan suatu
pokok. Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat sintesa antara kedua pendapat tersebut, agar
dijumpai pada semua kelompok manusia. menghasilkan suatu pola yang baru.
Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian b) Mencegah meledaknya suatu pertentangan
dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam untuk sementara waktu atau secara temporer.
kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok c) Untuk memungkinkan terjadinya kerjasama
kekerabatan. antara kelompok-kelompok sosial yang
Betapa pentingnya fungsi kerjasama, hidupnya terpisah sebagai akibat faktor-faktor
digambarkan oleh Charles H. Cooley sebagai sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang
berikut: dijumpai pada masyarakat yang mengenal
“kerjasama timbul apabila orang menyadari sistem berkasta.
bahwa mereka mempunyai kepentinhan- d) Mengusahakan peleburn antara kelompok-
kepentingan yang sama dan pada saat yang kelompok sosial yang terpisah, misalnya, lewat
bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti
pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi luas.
kepentingan-kepentingan tersebut, kesadaran akan 2. Bentuk-bentuk akomodasi
adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan Akomodasi sebagai suatu proses mempunyai
adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang beberapa bentuk, yaitu:
penting dalam kerjasama yang berguna.” a) Coercion adalah suatu bentuk akomodasi yang
Ada lima bentuk kerjasama, yaitu antara prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya
lain: paksaan.
1. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan b) Compromise adalah suatu bentuk akomodasi
tolong menolong. dimana pihak-pihak yang terlibat saling
2. Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengurangi tuntutanya agar tercapai suatu
mengenai pertukaran barang-barang dan jasa penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
antara dua organisasi atau lebih. c) Arbitration merupakan suatu cara untuk
3. Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses mencapai compromise apabila pihak-pihak
penerimaan unsur-unsur baru dalam yang berhadapan tidak sanggup mencapainya
kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam sendiri
suatu organisasi sebagai salahsatu cara untuk d) Mediation hampir menyerupai arbitration. Pada
menghindari terjadinya kegoncangan dalam mediation diundanglah pihak ketiga yang netral
stabilitas organisasi yang bersangkutan. dalam soal perselisihan yang ada. Pihak ketiga
4. Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua tersebut tugas utamanya adalah untuk
organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan- mengusahakan suatu penyelesaian secara
tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan damai. Kedudukan pihak ketiga hanyalah
keadaan yang tidak stabil untuk sementara sebagai penasehat belaka. Dia tak mempunyai
waktu karena dua organisasi atau lebih wewenang untuk memberikan keputusan-
tersebut kemungkinan mempunyai struktur keputusan penyelesaian perselisihan tersebut.
yang tidak sama antara satu dengan yang e) Consiliation adalah suatu usaha
lainnya. Akan tetapi, karena maksud utama untukmempertemukan keinginan-keinginan
adalah untuk mencapai satu atau beberapa dari pihak-pihak yang berselisih demi
tujuan bersama, maka sifatnya adalah tercapainya suatu persetujuan bersama.
kooperatif f) Teleration juga sering dinamakan tolerant-
5. Joint venture, yaitu kerjasama dalam participation. Ini merupakan suatu bentuk
pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya akomodasi tanpa persetujuan yang formal
pengeboran minyak, pertambangan batubara, bnetuknya.
perfilman, perhotelan, dan seterusnya. g) Stalemate merupakan suatu akomodasi,
b. Akomodasi (accomodation) dimana pihak-pihak yang bertentangan karena
1. Pengertian. mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti
Menurut Gillian dan Gillin, akomodasi adalah pada suatu titik tertentu dalam melakukan
suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog pertentangannya.
untuk menggambarkan suatu proses dalam h) Adjudication, yaitu penyelesaian perkara atau
hubungan- hubungan sosial yang sama artinya sengketa dipengadilan.
dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang 3. Hasil-hasil akomodasi
dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjuk Gillin dan Gillin mengemukakan hasil-hasil
pada suatu proses dimana makhluk-makhluk hidup suatu proses akomodasi dengan mengambil contoh-
menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya. contoh dari sejarah. Hasil-hasilnya antara lain:
Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai a) Akomodasi dan integrasi masyarakat.
dengan situasi yang dihadapinya, yaitu: b) Menekan oposisi.
ISBN: 978-602-74245-0-0 425
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
c) Kooordinasi berbagai kepribadian yang c) Perasaan takut terhadap kekuatan suatu
berbeda. kebudayaan yang dihadapi.
d) Perubahan lembaga-lembga kemasyarakatan d) Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan
agar sesuai dengan keadaan baru atau atau kelompok tertentu lebih tinggi dari pada
keadaan yang berubah. kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
e) Perubahan-perubahan dalam kedudukan e) Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna
f) Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi. kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniah dapat
Akomodasi dipergunakan dalam dua pula menjadi salah satu penghalang terjadinya
arti, yaitu: asimilasi.
1) Akomodasi yang menunjuk pada suatu f) In-group feiling. In-group feiling yang kuat
keadaan, berarti kenyataan adanya suatu menjadi penghalang berlangsungnya asimilasi.
keseimbangan (equilibrium) dalam g) Gangguan dari golongan yang berkuasa
interaksi dalm individu dan kelompok terhadap golongan minoritas lain yang dapat
sehubungan dengan norma-norma sosial mengganggu kelancaran proses asimilasi
dan nilai-nilai sosial yang berlaku didalam adalah apabila golongan minoritas mengalami
masyarakat. gangguan-gangguan yang berkuasa.
2) Akomodasi yang menunjuk pada suatu h) Kadangkala faktor perbedaan kepenting yang
proses. Sebagai suatu proses, kemudian ditambah dengan pertentangan-
akomodasi menunjuk pada usaha-usaha pertentangan pribadi juga dapa menyebabkan
manusia untuk meredakan suatu terhalangnya proses asimilasi.
pertentangan yaitu usaha-usaha untuk 2. Proses Disosiatif
mencapai kestabilan. Agaimana Proses-proses disosiatif sering disebut sebagai
hubungannya dengan arti akomodasi. oppositional processes, yang persis hanya dengan
3) Tujuan akomodasi untuk mengurangi kerjasama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat,
pertentangan antar individu, kelompok, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan
untuk mencegah meledaknya dan sistem sosial masyarakat yang bersangkutan. Proses-
pertentangan untuk sementara waktu proses yang disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk yaitu:
agar terjadi kerjasama. a. Persaingan (competition).
4. Asimilasi (assimilation) Persaingan atau competition dapat diartikan
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau
lanjut. Proses asimilasi timbul bila ada: a) Kelompok- kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari
kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya, b) keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang
Orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian
saling bergaul secara langsung dan intensif untuk umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia)
waktu yang lama sehingga, c) Kebudayaan- dengan cara menarik perhatian publik atau dengan
kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia mempertajam prasangka yang telah ada tanpa
tersebut masing-masing berubah dan saling mempergunakan ancaman atau kekerasan.
menyesuaikan diri. Persaingan mempunyai dua tipe umum, yakni yang
Faktor-faktor yang dapat mempermudah bersifat pribadi, orang-perorangan, atau individu
terjadinya suatu asimilasi antara lain: secara langsung bersaing untuk, misalnya memperoleh
a) Toleransi. kedudukan tertentu didalam suatu organisasi . tipe ini
b) Kesempatan-kesempatan yang seimbang juga dinamakan rivalry.
dibidang ekonomi. Tipe-tipe tersebut diatas menghasilkan beberapa
c) Sikap menghargai orang asing dan bentuk persaingan yaitu sebagai berikut:
kebudayaannya. 1) Persaingan ekonomi.
d) Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa 2) Persaingan kebudayaan.
dalam masyarakat. 3) Persaingan kedudukan dan peranan.
e) Persamaan dalam unsur-unsur 4) Persaingan ras.
kebudayaannya. Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat
f) Perkawinan campuran (amalgamation). mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
g) Adanya musuh bersama dari luar . 1) Menyalurkan keinginan-keinginan individu atau
Faktor-faktor umum yang dapat menjadi kelompok-kelompok yang bersifat competitif.
penghalang terjadinya asimilasi adalah sebagai 2) Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta
berikut: nilai-nilai yang pada suatu mata menjadi pusat
a) Terisolasinya Kehidupan suatu golongan perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka
tertentu dalam masyarakat (biasanya golongan yang bersaing.
minoritas). 3) Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar
b) Kurangnya pengetahuan mengenai teks dan sosial. Persaingan berfungsi untuk
kebudayaan yang dihadapi dan sehubungan mendudukan individu pada kedudukan serta
dengan itu sering kali menimbulkan faktor peranannya yang sesuai dengan kemampuannya.
ketiga. 4) Sebagai alat menyaring para warga golongan
karya (fungsional). Persaingan dapat juga
ISBN: 978-602-74245-0-0 426
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
berfungsi sebagai alat untuk menyaring para Sebab-musabab atau akar-akar dari pertentangan
warga, golongan karya (fungsional) yang akhirnya antara lain sebagai berikut:
akan menghasilkan pembagian kerja yang efektif. a) Perbedaan antara individu-individu.
Hasil suatu persaingan terkait erat dengan b) Perbedaan kebudayaan.
berbagai faktor yang mengikutinya c) Perbedaan kepentingan.
1) Kepribadian seseorang. d) Perubahan sosial.
2) Kemajuan. Pertentangan mempunyai beberapa bentuk khusus,
3) Solidaritas kelompok. yaitu sebagai berikut:
4) Disorganisasi. a) Pertentangan pribadi.
b. Kontravensi (contravention). b) Pertentanagan rasial.
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu c) Pertentangan antara kelas-kelas sosial.
bentuk proses sosial yang berada antara persaingan d) Pertentangan politik.
dan pertentangan atau pertikaian. e) Pertentangan yang bersifat internasional.
Bentuk kontravensi menurut Leopold von Akibat-akibat bentuk pertentangan adalah sebagai
wiese dan Howard Becker, ada lima yaitu: berikut:
1) Yang umum meliputi perbuatan-perbuatan a) Tambahnya solidaritas in-group.
seperti penolakan, keengganan, perlawanan, b) Apabila pertentangan antara golongan-golongan terjadi
perbuatan menghalang-halangi, protes, dalam satu kelompok tertentu, akibatnya adalah
gangguan, perbuatan kekerasan, dan sebaliknya, yaitu goyah dan retaknya persatuan
mengacaukan rencana pihak lain. kelompok tersebut.
2) Yang sederhana seperti menyangkal pernyataan c) Perubahan kepribadian para individu.
orang lain dimuka umum, memaki-maki melalui d) Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia.
surat-surat selebaran, mencerca, menfitnah, e) Akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak.
melemparkan beban pembuktian kepada pihak
lain, dan seterusnya. KESIMPULAN
3) Yang intensif mencakup penghasutan, Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial
menyebarkan desas desus, mengecewakan yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang
pihak-pihak lain, dan seterusnya. perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara
4) Yang rahasia, umpamanya mengumumkan orang perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial
rahasia pihak lain, perbuatan berkhianat, dan sangat berguna untuk menelaah dan mempelajari banayak
seterusnya. masalah di dalam masyarakat. Bentuk-bentuk interaksi sosial
5) Yang taktis, misalnya mengejutkan lawan, adalah kerjasama (cooperation), persaingan (competition),
mengganggu atau membingungkan pihak lain, akomodasi (accomodation), dan bahkan dapat juga berbentuk
umpama dalam kampanye partai-partai politik pertentangan atau pertikaian (confict).
dalam pemilihan umum.
Ada beberapa tipe-tipe kontravensi. Menurut DAFTAR PUSTAKA
Von Wiiese dan Becker, terdapat tiga tipe umum Achmad, Ali dkk. 2012. Sosiologi Hukum. Jakarta. Kencana
kontravensi, yaitu kontravensi generasi masyarakat, Prenada Media Group.
kontravensi yang menyagkut seks, dan kontravensi Eka Adinugraha, dkk. 2010. Metode Sosiologi Terjemahan.
parlementer. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Adapula beberapa tipe kontravensi yang Kamanto Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta. Lembaga
sebenarnya terletak di antara kontravensi dan Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
pertentangan atau pertikaian. Tipe tersebut antara lain: Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. PT
1) Kontravensi antar masyarakat setempat. Rineka Cipta.
2) Antagonisme keagamaan. Nookholish. 2006. Sosiologi Terjemahan. Yogyakarta. Pustaka
3) Kontravensi intelektual. pelajar.
4) Oposisi moral. Soerjono Soekanto. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. PT
3. Pertentangan (pertikaian atau conflict). Rajagrafindo Persada
Zainuddin,Ali. 2012. Sosiologi Hukum. Jakarta. Sinar Grafika.

ISBN: 978-602-74245-0-0 427


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI DAN INSTRUMEN PENILAIAN KINERJA
PRAKTIKUM BERBASIS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN EFEKTIVITASNYA TERHADAP
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA/MA KELAS XI
St. Rahmadani1, Jamaluddin2, & Lalu Zulkifli3
1Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima
2&3Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram

E-mail: rahma_dhany99@yahoo.com /HP: 082359227105

Abstrak: Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1) mengembangkan dan mengetahui karakteristik sertakelayakan petunjuk praktikum biologi
berbasis model pembelajaran kooperatif tipe TGTyang dilengkapi dengan instrumen penilaian kinerja praktikum; 2)mengetahuiefektivitas
penerapan produk terhadap keterampilan proses sainssiswa SMA kelas XIpada mata pelajaran Biologi.Pengembangan produk dalam
penelitian ini mengacu pada model Borg dan Gall. Hasil validasi produk oleh validator dengan rata-rata skor berturut-turut 4,41 dan 4,48
yang berkategori “sangat baik”. Uji coba terbatas dilakukan terhadap 10 orang siswa dengan persentase rata-rata yang diberikan untuk
produk utama berturut-turut 82,67% dan 83,33% dengan kategori “sangat baik”. Uji coba diperluas dilakukan pada dua kelas dengan
rancangan percobaan pre-test post-test control-group design.Dataketerampilan proses sains yang diuji terdiri atas lima indikator: (1)
mengamati; (2) mencatat atau merekam data informasi; (3) mengikuti perintah atau instruksi; (4) melakukan pengukuran; (5)
mengimplementasikan prosedur, teknik atau penggunaan peralatan..Analisis data dilakukan menggunakan rumus uji beda dua sampel
dengan bantuan SPSS 20 for windows. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada perbedaan untukindikator keterampilan proses sains ke 2,
3,43, dan 5 pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, sedangkan indikator ke-1 tidak berbeda. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
nilai n-gain pada kelas eksperimen yaitu sebesar 0,71 dengan kategori “tinggi”.

Kata Kunci: Petunjuk Praktikum, Penilaian Kinerja, Keterampilan Proses Sains

Abstract: The aims of this study were: 1) to develop and to determine a biology practical guidance based on TGT cooperative models
equipped with practical performance assessment instrument; 2) to know it’s effectiveness in sains process skills on biology subject of
students in class XI. Product development process in this study by following Borg and Gall’s Development. The result of the expert
validation showed that each of the average score were 4,41 and 4,48 and categorized as “very good”. Limited testing conducted on 10
students showed that each of percentage score average of product were 82,67% and 83,33% and categorized as “very good”. Field trial
testing using a pre-test post-test control group design. The data of sains process skills are tested in this studi consist of 5 indicators skill:
(1) observing; (2) noting or recording information data; (3) follow orders or instruction; (4) take measurements; and (5) implement
procedures, techniques, or the use of equipment. Data analysis were performed using two independent sample test formula by SPSS 20
for windows. The analysis showed that the critical thinking abilities for indicator 1, 2, 3, and 5 of experimental group different from the
control group, while the fourth indicator not different. The result of the data analysis showed that the value of n-gain in experimental groupis
equal to 0,71 and categorized as “high”.

Keywords: Practical Guidance, Performance assessment, TGT, Performance assessment, Sains Process Skills.

PENDAHULUAN pembelajaran di laboratorium juga masih memiliki beberapa


Pembelajaran IPA memberikan kesempatan peserta kelemahan. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh
didik untuk mendeskripsikan objek dan kejadian, mengajukan Rahayuningsih dan Dwiyanto (2005: 4-5) bahwa beberapa
pertanyaan, memperoleh pengetahuan, menguji penjelasan penelitian yang membandingkan pembelajaran di laboratorium
dengan berbagai cara dan mengkomunikasikannya kepada orang dengan metode pembelajaran yang lain menunjukkan bahwa
lain. Jadi pengetahuan IPA diperoleh melalui proses dengan praktikum di laboratorium lebih efektif untuk memperoleh
menggunkan metode ilmiah dan memberikan kesempatan kepada kemampuan pengamatan dan keterampilan teknik, tetapi kurang
peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Hal inilah efektif untuk pembelajaran ilmu pengetahuan faktual, konsep,
yang perlu dipertegas dan dikembangkan agar peserta didik pada penelitian ilmiah, atau keterampilan pemecahan
akhirnya memiliki kemampuan dan keterampilan dalam menjalani masalah.Berdasarkan temuan dalam rangka peninjauan ulang
kehidupan sehari-hari. Salah satu metode pembelajaran IPA yang terhadap proses pembelajaran di laboratorium konvensional, dapat
mampu membangun motivasi peserta didik untuk dapat bekerja disimpulkan bahwa perlu ditambahkan beberapa hal antara lain:
secara ilmiah adalah metode eksperimen (Sayekti dkk.,2012: 143). kegiatan untuk meningkatkan pengalaman dan kemampuan
Salah satu teknik yang dilakukan metode eksperimen kognitif, mengurangi pekerjaan yang sifatnya pengulangan, serta
adalah praktikum. Rustaman (2003) dalam Ardli dkk (2012: 148) menyusun aktivitas-aktivitas yang hemat waktu.
menambahkan bahwa kegiatan praktikum merupakan bagian dari Melihat fenomena bahwa materi pembelajaran IPA
proses pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik biologi perlu dilengkapi dengan kegiatan praktikum, maka dalam
mendapatkan kesempatan untuk menguji dan melaksanakan pelaksanaannya kegiatan ini harus tetap dipertahankan dengan
dalam keadaan nyata apa yang diperoleh dalam teori. Kegiatan menambahkan kreasi dan inovasi-inovasi baru agar kualitas
praktikum merupakan latihan aktivitas ilmiah yaitu berupa kegiatan praktikum menjadi lebih baik.Hal ini bisa dilakukan
eksperimen, observasi maupun demonstrasi yang menunjukkan dengan mengintegrasikan model pembelajaran yang bermakna,
adanya keterkaitan antara teori dengan fenomena yang misalnya model pembelajaran kooperatif.Slavin (2005: 163)
dilaksanakan di laboratorium maupun di luar laboratorium.Namun, menyatakan bahwa salah satu tipe dari model pembelajaran
ISBN: 978-602-74245-0-0 428
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
kooperatif adalah teams games tournament (TGT).Model terhadap produk yang telah dikembangkan; (6) revisi I, yaitu revisi
pembelajaran kooperatif tipe teams games turnamen ini ternyata produk berdasarkan hasil uji coba terbatas; (7) uji coba lapangan
bisa dikombinasikan dengan kegiatan lainnya. Slavin (2005: 178- menggunakan metode quasi eksperimen dengan menggunakan
179) menyatakan bahwa para guru atau pendidik bisa saja Pre-test Post-Test Control-Group Design; (8) Revisi II, yaitu revisi
menggunakan TGT untuk satu bagian pengajaran yang mereka berdasarkan uji coba lapangan.
lakukan, dan menggunakan metode-metode yang lainnya sebagai Desain penelitian untuk ujicoba lapangan dilakukan
pelengkap, misalnya dikombinasikan dengan STAD, atau sesuai dengan desain penelitian pre-test post-test control group
dikombinasikan dengan menggunakan praktik laboratorium. Di design seperti yang tertera pada Tabel 1 di bawah ini.
samping itu, ia juga menambahkan bahwa tipe TGT ini mampu Tabel 1.Desain penelitian Pre-test Post-test Control Group
menambah dimensi kegembiraan bagi siswa. Kelas Pre- Perlakuan Post-
Produk yang dikembangakan yaitu petunjuk praktikum test test
berbasis pembelajaran kooperatif tipe TGT (teams games Eksperimen O1 X O2
tournament) yang dilengkapi dengan instrumen penilaian kinerja Kontrol O3 O4
praktikum. Petunjuk praktikum yang dikembangkan dilengkapi (Sugiyono, 2013:112)
dengan perlengkapan untuk melakukan permainan (game) Keterangan :
akademik setelah melakukan praktikum. Hal ini dimaksudkan agar
siswa tidak hanya memahami tehnik dalam berpraktikum tetapi X= Pelaksanaan praktikum menggunakan petunjuk
konsep yang terkandung di dalamnya masih dapat diingat dan praktikumyang dilengkapi instrumen penilaian kinerja
dipahami. praktikum.
Penggunaan performance assessment untuk menilai O1 dan O3=Tes Kemampuan awal
kemampuan siswa memberikan kesempatan lebih kepada mereka O2 dan O4=Tes Kemampuan akhir
untuk terlibat dalam proses pembelajaran. Dengan demikian Teknik analisis data untuk kelayakan produk
penggunaan performance assessment dalamkegiatan pembelajaran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
pembelajaran di kelas menjadikan siswa lebih aktif. Keterlibatan 1. Analisis Hasil Validasi Produk Pembelajaran Utama yang
dan keaktifan dalam pembelajaran akan lebih memotivasi siswa Dikembangkan.
dalam memahami materi pembelajaran (Sari dan Wiyarsi, 2011: a. Tabulasi semua data yang diperoleh dari para validator
129).Sudaryono (2012: 74) menambahkan bahwa penilaian unjuk untuk setiap komponen, sub komponen dari butir penilaian
kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati yang tersedia dalam istrumen penilaian.
kegiatan siswa dalam melakukan sesuatu.Penilaian ini cocok b. Menghitung skor total rata-rata dari setiap komponen
digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut dengan menggunakan rumus:
siswa melakukan tugas tertentu seperti praktek di laboratorium.
Melalui penelitian ini, peneliti ingin mengetahui
karakteristik dan kelayakan dari produk tersebut,dan juga
mengetahuiefektivitas penggunaan produk yang dikembangkan
tersebut terhadap keterampilan proses sains siswa yang terdiri dari Keterangan : X = skor rata-rata
5 (lima) indikator: : (1) mengamati; (2) mencatat atau merekam data ΣX = jumlah skor
informasi; (3) mengikuti perintah atau instruksi; (4) melakukan n = jumlah penilai
pengukuran; (5) mengimplementasikan prosedur, teknik atau c. Mengubah skor rata-rata menjadi nilai dengan kriteria.
penggunaan peralatan. Untuk mengetahui kualitas produk hasil pengembangan
maka data yang mula-mula berupa skor, diubah menjadi
METODE data kualitatif (data interval) dengan skala lima. Adapun
Prosedur pengembangan yang dilakukan dalam acuan pengubahan skor menjadi skala lima tersebut
penelitian ini adalah sesuai dengan langkah-langkah berdasarkan menurut Eko Putro Widoyoko (2009) dalam Prasetyo
model prosedural yang ditetapkan oleh Borg dan Gall (1983: 771). (2011: 42) dapat dilihat pada Tabel2 berikut ini:
Prosedur yang dimaksud adalah sebagai berikut: (1) tahap studi Tabel 2.Kriteria Nilai Rerata Skor Validasi Produk
pendahuluan, yaitu mencakup studi pustaka yang dilakukan untuk Interval Skor Nilai Kategori
mengumpulkan berbagai informasi terhadap kebutuhan yang akan > 4,20 A Sangat Baik
berhubungan dengan pengembangan produk; (2) perencanaan, 3,41 – 4,20 B Baik
yaitu kumpulan prosedur untuk menentukan isi dari produk yang 2,61 – 3,40 C Cukup
akan dikembangkan. Analisis dilakukan dengan merinci isi mata 1,81 – 2,60 D Kurang
ajar ataumateri ajar dalam bentuk garis besar; (3) tahap <1,80 E Sangat
pengembangan, yaitu pengembangan produk pembelajaran Kurang
berupa petunjuk praktikum dan produk assessment berupa lembar 2. Analisis Validasi Perangkat Pembelajaran Pendukung
penilaian kinerja (performance assessment)praktikum, serta Dalam perhitungan validitas perangkat ini digunakan
perangkat-perangkat pembelajaran lainnya yang mendukung tipe skala pengukuran rating scale.Riduwan (2003: 46)
kegiatan penelitian; (4) validasi produk, dilakukan untuk mengatakan bahwa dengan menggunakan rating scale maka
memperoleh data tentang penilaian dari para ahli terhadap data mentah yang diperoleh dalam bentuk angka dapat
petunjuk praktikum TGT dilengkapiprodukassessment yang ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Selanjutnya Minarno
dikembangkan; (5) ujicoba terbatas, dilakukan dengan mengambil dan Pramukantoro (2013: 337) merincikan langkah-langkah
beberapa orang siswa kelas XI sekolah menengah atas dengan validasi tersebut sebagai berikut :
kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Siswa yang telah dipilih
tersebut kemudian akan memberikan tanggapan atau respon
ISBN: 978-602-74245-0-0 429
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
a. Menentukan jumlah total nilai tertinggi validator. prasyarat yang harus dipenuhi, antara lain normalitas data dan
Selanjutnya Menentukan jumlah total jawaban validator homogenitas. Uji-t dilakukan dengan bantuan SPSS.
dengan mengkalikan jumlah validator pada tiap-tiap Kriteria penerimaan atau penolakan H0 pada taraf
penilaian kualitatif dengan bobot nilainya, kemudian signifikansi 5% dengan menggunakan uji-t, maka H0 ditolak
menjumlahkan semua hasilnya.Adapun rumus yang apabila thitung lebih besar daripada harga tTabel dengan derajat
digunakan untuk menentukan jumlah total nilai tertinggi bebas n-1. Penerimaan atau penolakan H0 juga dapat dilihat
validator adalah sebagai berikut: melalui probabilitas (signifikansi) yaitu apabila probabilitas
(signifikansi) > 0,05 maka H0 diterima, demikian sebaliknya jika
∑ validator = n x p probabilitas (signifikansi) < 0,05 maka H0 ditolak.Data yang
Keterangan : akan dibandingkan dalam penelitian ini adalah nilai
∑ validator = Jumlah total nilai tertinggi keterampilan proses sains peserta didik kelas eksperimen
validator dengan kelas kontrol.
n = Banyaknya validator
p = bobot nilai tertinggi penilaian kualitatif HASIL DAN PEMBAHASAN
b. Hasil Rating Hasil pengembangan petunjuk praktikum berbasis TGT
Setelah melakukan penjumlahan jawaban yang dimaksud dalam penelitian ini memiliki kriteria sebagai
validator, langkah berikutnya adalah menentukan hasil berikut: 1) memiliki sintaks kegiatan praktikum laboratorium yang
rating dengan rumus: mengacu pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT; 2)
dilengkapi dengan kegiatan untuk memberi penguatan terhadap
HR =
∑ 𝒋𝒂𝒘𝒂𝒃𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓
𝒙 𝟏𝟎𝟎% ingatan siswa mengenai konsep dari materi yang dipraktikumkan;
∑ 𝒗𝒂𝒍𝒊𝒅𝒂𝒕𝒐𝒓
3) dilengkapi dengan kartu yang digunakan dalam turnamen
Keterangan : akademik; dan 4) memuat instrumen penilaian kinerja untuk setiap
HR = Hasil Rating jawaban validator. kegiatan yang dipraktikumkan.
∑ jawaban validator = jumlah total jawaban Produk yang telah dikembangkan tersebut selanjutnya
validator. divalidasi oleh para validator untuk mengetahui kelayakan dari
∑ validator= jumlah total nilai tertinggi produk tersebut.Hasil validasi produk utama dan produk
validator pendukung pembelajaran ditampilkan berturut-turut pada Tabel 4
c. Konversi Hasil Rating ke dalam Tabel berikut : dan Tabel 5.
Tabel 3. Kriteria Penilaian validaitas perangkat Tabel4. Hasil Validasi Ahli Terhadap Produk Hasil
pembelajaran Pengembangan
Hasil Rating Kriteria No. Produk SKor Kriteria
0% - 20% Sangat Tidak Valid Validasi
21% - 40% Tidak Valid 1. Petunjuk Praktikum 4,41 Sangat Baik
41% - 60% Kurang Valid berbasis TGT
61% - 80% Valid 2. Instrumen Penilaian Kinerja 4,48 Sangat Baik
81% - 100% Sangat Valid Tabel5. Hasil Validasi Ahli Terhadap perangkat-perangkat
pendukung
3. Analisis Angket No. Perangkat Persentase Kriteria
Analisis angket pada uji coba terbatas dilakukan Skor
dengan cara menghitung persentase jawaban angket
1. RPP kelas eksperimen 89,2% Sangat valid
sebagai berikut :
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ RPP kelas control
𝑝= 𝑥 100% 2. 88,4% Sangat valid
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙
3. LKS kelas eksperimen 89,6% Sangat valid
Keterangan :
p = Persentase jumlah jawaban responden 4. LKS kelas control 89,6% Sangat valid
(Minarno dan Pramukantoro ,2013: 338)
Petunjuk praktikum kelas
4. Analisis N-gain 5. control 88,1% Sangat valid
Untuk analisis efektivitas pembelajaran peserta didik,
data yang digunakan adalah gain standar. Perhitungan gain Instrumen soal
standar mengacu pada persamaan 3 Meltzer (2002) dalam keterampilan proses
6. 89,2% Sangat valid
Prasetyo (2011: 44). Persamaan untuk teknik tersebut adalah sains
sebagi berikut:
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 − 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡 Instrumen soal
𝐺𝑎𝑖𝑛 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 = 7. kemampuan berpikir 89,7% Sangat valid
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 − 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡
5. Analisis Keterampilan Proses Sains kritis
Untuk menguji perbedaanketerampilan proses sains Berdasarkan Tabel 4 dan Tabel 5 di atas, dapat diketahui
pada siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen, maka dibuat bahwa produk yang telah dikembangkan memiliki skor validasi
hipotesis dan untuk mengujinya digunakan statistik uji-t atau lebih dari 4,20 (>4,20) sehingga dinilai layak untuk diterapkan.
dengan uji Mann-Whitney (jika memenuhi syarat statistik non Begitu pula halnya dengan perangkat-perangkat pendukung
parametris) . Penggunaan teknik statistik uji-t memerlukan
ISBN: 978-602-74245-0-0 430
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
memiliki persentase skor lebih dari 80%, dengan kategori “sangat mencatat atau merekam 0,00 Ho ditolak
valid”. data informasi (Ada Perbedaan)
Produk yang telah divalidasi oleh ahli selanjutnya
diujicobakan terhadap siswa. Uji coba terbatas dilakukan terhadap mengikuti perintah atau 0,00 Ho ditolak
10 orang siswa dengan kategori kemampuan yang berbeda, yaitu instruksi (Ada Perbedaan)
3 orang berkemampuan tinggi, 4 orang berkemampuan sedang,
dan 3 orang lainnya berkemampuan rendah. Hasil uji coba terbatas melakukan pengukuran; 0,016 Ho ditolak
disajikan pada Tabel 6. (Ada Perbedaan)
Tabel6. Rekapitulasi Kesimpulan Hasil Analisis Uji Coba Terbatas mengimplementasikan 0,009 Ho ditolak
Terhadap Produk Yang Dikembangkan prosedur, teknik atau (Ada Perbedaan)
Kategori Persentase penggunaan peralatan.
kemam- Penilaian
Kriteria produk …
No. puan Terhadap Berdasarkan Tabel7 di atas diketahui bahwa untuk
peserta Produk…. keterampilan peserta didik pada indikator 2,3,4, dan 5 berbeda
didik I II I II antara kelas eskperimen dan kelas kontrol, tetapi untuk indikator
Sangat ke-1(mengamati) ternyata tidak ada perbedaan pada kedua kelas
1. Tinggi 82% 80% Baik
Baik tersebut.Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena peserta
Sangat didik baik di kelas kontrol maupun eksperimen melakukan
2. Sedang 80% 84% Baik pengamatan dengan sederhana, artinya tidak kompleks secara
Baik
ilmiah.kemungkinantersebut dipertegas dengan pendapat yang
Sangat Sangat
3. Rendah 86% 86%
Baik Baik dinyatakan oleh Djojosoediro (tanpa tahun: 28) bahwa pada tahap
pengamatan orang cenderung hanya mengatakan kejadian yang
Keterangan :
mereka lihat, dengar, raba, rasa, dan cium saja.
Produk I = Petunjuk Praktikum Berbasis TGT Untuk mengetahui efektivitas penggunaan produk dapat
Produk II = Instrumen Penilaian Kinerja Praktikum
dilihat dari nilai N-gain pada kelompok eksperimen dan kelompok
Hasil uji coba terbatas pada Tabel 6 menunjukkan bahwa
kontrol.Menurut Margendoller (2006) dalam Taufiq dan Masitoh
para siswa memberikan penilaian positif terhadap petunjuk (2011: 20), suatu pembelajaran dikatakan efektif jika menghasilkan
praktikum berbasis TGT yang dilengkapi dengan instrumen
N-gain tinggi. Hasil analisis data menunjukkan nilai nilai n-gain
penilaian kinerja hasil pengembangan, dengan persentase skor pada kelas eksperimen sebesar 0,71 dan berkategori tinggi. Hal ini
minimal 80%.
menunjukkan bahwa penggunaan petunjuk praktikum berbasis
Hasil Analisis Nilai Keterampilan Proses Sains
TGT yang dilengkapi dengan instrumen penilaian kinerjanya efektif
Keterampilan proses sains yang diukur dalam uji coba terhadap keterampilan proses sains peserta didik.
diperluas meliputi 5 (lima) indikator keterampilan yaitu: (1)
mengamati; (2) mencatat atau merekam data informasi; (3)
SIMPULAN
mengikuti perintah atau instruksi; (4) melakukan pengukuran; (5) Kelayakan dari petunjuk praktikum berbasis TGT (teams
mengimplementasikan prosedur, teknik atau penggunaan
games tournament) yang dilengkapi dengan instrumen penilaian
peralatan. Indikator-indikator keterampilan proses sains tersebut kinerja praktikumnya barkategori “sangat baik” berdasarkan
diukur dengan menggunakan soal essay pada tes akhir (post-test).
validasi ahli dan uji coba terhadap siswa.
Analisis keterampilan proses sains dilakukan secara
Hasil analisis data menunjukkan bahwa secara umum
keseluruhan untuk semua indikator secara umum, dan juga terdapat perbedaan keterampilan proses sains kelas eksperimen
dilengkapi dengan analisis untuk setiap indikator keterampilan
dan kelas kontrol. Di samping itu, nilai n-gain pada kelas
secara khusus. Dari hasil analisis uji normalitas data diketahui eksperimen berkategori “tinggi”, yang berarti pembelajaran pada
bahwa nilai sig.sebesar0,004 yang berarti kurang dari 0,05
kelas eksperimen berlangsung efektif.
sehingga data tersebut berkategori tidak normal. Oleh karena itu,
maka analisis tidak bisa dilakukan dengan menggunakan uji-t tetapi DAFTAR PUSTAKA
menggunakan uji statistik nonparametris Mann-Whitney U Test.
Ardli, I., A. G. Abdullah., S. Mujdalipah. & Ana. 2012. Perangkat
Darihasil uji tersebut dapat diketahui bahwa nilai sig. yang
Penilaian Kinerja Untuk Pembelajaran Teknik
diperoleh adalah 0,00 yang berarti kurang dari 0,05 sehingga Pemeliharaan Ikan.INVOTEC, Volume VIII, No.2,
keputusan yang seharusnya diambil adalah menolak hipotesis nol.
September 2012: 147-166.
Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai keterampilan proses sains Borg, W. R. dan Meredith, D. G. 1983. Educational Research An
kelompok eksperimen secara statistik lebih besar daripada
Introduction, Fourth Edition. New York: Longman Inc.
kelompok kontrol. Selanjutnya analisis dilakukan secara mendetail
Djojosoediro, W. (tanpa tahun).Hakikat IPA dan Pembelajaran IPA
untuk masing-masing (lima) indikator keterampilan proses sains SD. Modul. Diakses dari
yang diuji. Hasil uji ditampilkan pada Tabel 7 di bawah ini.
http://pjjpgsd.unesa.ac.id/dok/1.ModulHakikat%20IPA%20
Tabel7. Hasil Uji Beda Pada Masing-Masing Indikator
dan%20Pembelajaran%20IPA.pdf
Keterampilan Proses Sains Minarno, S. A. dan J. A. Pramukantoro, 2013.Pengembangan
Indikator Ket. Proses Sig. Keputusan Perangkat Pembelajaran Active Learning Dengan Strategi
Sains Learning Tournament Pada Standar Kompetensi
mengamati 0,121 Ho diterima Memperbaiki CD Player Di SMK Negeri 2 Surabaya.Jurnal
(Tidak ada Perbedaan) Pendidikan Teknik Elektro, Volume 2 Nomor 1 Tahun 2013:
333-342.

ISBN: 978-602-74245-0-0 431


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Prasetyo, Z. K. 2011. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Sayekti, I. C., Sarwanto. & Suparmi. 2012. Pembelajaran IPA
Sains Terpadu Untuk Meningkatkan Kognitif, Keterampilan Menggunakan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Melalui
Proses,Kreativitas Serta Menerapkan Konsep Ilmiah Metode Eksperimen dan Demonstrasi Ditinjau Dari
Peserta Didik SMP. Yogyakarta: Penelitian Dibiayai Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah Siswa.JURNAL
Dengan Dana DIPA BLU UNY Tahun Anggaran 2010. INKUIRI. ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 2, 2012: 142-153.
Nomor: 1805/UN34.17/LK/2011. Slavin, R. E. 2005.Cooperatif Learning: Teori, riset dan praktik.
Rahayuningsih, E. dan Dwiyanto, D. 2005. Pembelajaran Di Bandung: Nusa Media.
Laboratorium. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Sudaryono, 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran.
Pendidikan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Riduwan. 2003. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan
Sari, L. dan A. Wiyarsi. 2011. Efektivitas Penerapan Performance Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Assessment Terhadap Motivasi dan Prestasi Belajar Kimia Taufiq dan Masitoh.2011. Efektivitas Pembelajaran IPA Kelas
Siswa SMA di Daerah Istimewa Yogyakarta.Prosiding Tinggi Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan
Seminar Nasional Kimia Unesa 2011 (ISBN: 978-979-028- Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Calon Guru SD.
378-7). Surabaya: UNESA Press. Seminar Nasional Pendidikan MIPA, Unila, 2011.

ISBN: 978-602-74245-0-0 432


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PROSES MENGONSTRUKSI KONEKSI MATEMATIKA SISWA SMP DALAM PEMECAHAN
MASALAH GEOMETRI
Sudarsono
Dosen STKIP Bima
E-mail: Jager_Mhacy@yahoo.co.id

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses mengonstruksi koneksi matematika dalam pemecahan masalah geometri.
Untuk tujuan tersebut, peneliti memilih 3 subjek penelitian, terdiri atas 1 siswa berkemampuan matemtaika tinggi, 1 siswa berkemampuan
matematika sedang dan 1 siswa berkemampuan matematiika rendah.Pengelompokan kemampuan siswa menggunakan tes kemampuan
matematika yang diambil dari soal UN matematika SMP/MTs yang materinya telah dipelajari oleh siswa kelas VIII SMP. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Peneliti melakukan wawancara berbasis tugasterhadap ketiga
subjek penelitian. Wawancara yang dilakukan direkam, kemudian ditranskrip dan dikodekan. Untuk memperoleh data yang valid, peneliti
melakukan dua kali pemberian tugas dan wawancara untuk setiap subjek penelitian. Data yang diperoleh, selanjutnya, ditriangulasi.
Kemudian, data yang valid dianalisis untuk menarik kesimpulan. Hasilnya adalah proses mengonstruksi koneksi matematika dalam
pemecahan masalah geometri. Proses mengonstruksi koneksi matematika dalam pemecahan masalah geometri untuk subjek
berkemampuan matematika tinggi memahami masalah dengan membaca masalah kemudian menuliskan apa yang dipahami dalam
masalah. Subjek juga dapat menceritakan kembali apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam masalah. Dalam membuat rencana
penyelesaian, subjek berkemampuan matematika tinggi dengan cara mencoba membuat gambar. Gambar ynag dimaksud adalah gambar
ketiga lingkaran seperti pada jawaban tertulis untuk memahami masalah. Setelah mencermati gambar subjek menemukan unsur-unsur
yang digunakan untuk menentukan panjang kawat, misalnya garis singgung persekutuan sejajar dengan sisi-sisi segitiga yang titik
sudutnya adalah pusat lingkaran, kemudian subjek menyimpulkan bahwa panjang kawat adalah menjumlahkan panjang keliling lingkaran
dengan keliling segitiga sama sisi. Dalam melaksanakan rencana penyelesaian subjek berkemampuan matematika tinggi langsung
menggunakan rencana yang dibuat. Subjek menghitung panjang keliling lingkaran dan panjang keliling segitiga sama sisi lalu dijumlahkan.
Subjek merasa yakin dengan jawaban yang dihasilkannya. Dalam memeriksa kembali jawaban subjek berkemampuan matematika tinggi
dengan cara memeriksa kembali kebenaran hasil penyelesaian dengan cara melakukan perhitungan (coret-coretan) ulang pada
kebenaran hasil yang diperoleh. Subjek merasa yakin akan jawaban yang diperolehnya sudah benar. Proses mengonstruksi koneksi
matematika dalam pemecahan masalah geometri untuk subjek berkemampuan matematika sedang memahami masalah dengan
membaca masalah, kemudian menulis apa yang dipahami dalam masalah. Subjek juga dapat menceritakan kembali apa yang diketahui
dan yang ditanyakan dalam masalah. Dalam membuat rencana penyelesaian subjek berkemampuan matematika sedang dengan cara
membuat gambar, gambar yang dimaksudkan adalah gambar ketiga lingkaran seperti pada jawaban tertulis untuk memahami masalah.
Subjek juga mencermati gambar. Subjek menemukan unsur-unsur yang digunakan untuk menetukan panjang kawat. Akhirnya subjek
menyimpulkan bahwa panjang kawat adalah menjumlahkan panjang keliling lingkaran dengan keliling segitiga sama sisi. Subjek
menentukan operasi hitung yaitu perkalian, penjumlahan, pengurangan dan pembagian. Dalam melaksakan rencana penyelesaian subjek
berkemampuan matematika sedang dengan cara langsung mengerjakan dari apa yang telah direncakan. Subjek dapat menjelaskan
secara matematis perhitungan atau rumus yang digunakan, misalnya mengapa merupakan segitiga sama sisi-sisi. Subjek menghitung
keliling lingkaran dan keliling segitiga sam sisi lalu dijumlahkan. Subjek juag merasa yakin dengan jawaban yang dihasilkannya. Dalam
memeriksa kembali jawaban subjek berkemampuan matematika sedang melakukan dengan cara mengulangi perhitungan (coret-coretan)
ulang pada hasil yang diperoleh. Subjek juga merasa yakin akan jawabannya. Proses mengonstruksi koneksi matematika dalam
pemecahan masalah geomtri untuk subjek berkemampuan matematika rendah memahami masalah dengan membaca masalah, kemudian
menuliskan apa yang dipahami dalam masalah. Subjek juga dapat menceritakan kembali apa yag diketahui dan apa yang ditanyakan
dalam masalah. Dalam membuat rencana penyelesaian subjek berkemampuan matematika rendah dengan cara membuat gambar yaitu
gambar ketiga lingkaran seperti pada jawaban tertulis. Subjek mencermati gambar tersebut untuk menentukan panjag kawat, kemudian
subjek menyimpulkan bahwa panjang kawat sama dengan panjang keliling segitiga sama sisi ditambah panjang keliling lingkaran.

Kata Kunci: Koneksi Matematika, Pemecahan Masalah, Masalah Geometri

PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di


Dalam NCTM (2000), yang menyatakan bahwa standar sekolah dinilai sangat memegang peranan penting karena
matematika sekolah meliputi standar isi dan standar proses. matematika dapat meningkatkan pengetahuan siswa dalam
Standar proses meliputi pemecahan masalah, penalaran dan berpikir secara logis, rasional, kritis, cermat, efektif, dan efisien,
pembuktian, koneksi, komunikasi, dan representasi. Adapun sehingga diharapkan peserta didik dapat memiliki kemampuan
Soedjadi (2004) menyatakan bahwa ada dua tujuan pokok memperoleh, menganalisis, menyimpulkan dan memanfaatkan
pembelajaran matematika di setiap jenjang pendidikan, yaitu informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu
tujuan formal dan tujuan material. Tujuan formal pembelajaran berubah, berkembang pesat dan kompetitif.
matematika berkaitan dengan penataan nalar dan pembentukan Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (2006),
sikap peserta didik, sedangkan tujuan material pembelajaran dideskripsikan bahwa tujuan pembelajaran matematika dalam
matematika adalah tujuan yang berkaitan dengan penggunaan KTSP (Depdiknas, 2006: 346) yaitu agar peserta didik memiliki
dan penerapan matematika, baik dalam matematika itu sendiri kemampuan sebagai berikut :
maupun dalam bidang-bidang lainnya. 1) Memahami konsep matematika,
menjelaskan hubungan antarkonsep atau logaritma

ISBN: 978-602-74245-0-0 433


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam Selain kemampuan koneksi, hal lain yang penting dalam
pemecahan masalah. matematika adalah apresiasi siswa terhadap matematika.
Berkaitan dengan tujuan pembelajaran matematika di Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan
atas, National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) juga Nasional (Permendiknas) Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar
menyatakan bahwa “problem solving should be the central focus Kompotensi Lulusan (SKL) mata pelajaran matematika untuk
of the mathematics. As such, it is primary goal of all mathematics siswa SMP/MTs, salah satu tujuan pembelajaran matematika
instructional and an integral part of all mathematical activity” yang adalah memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya
artinya bahwa pemecahan masalah harus menjadi pusat perhatian dalam kehidupan. Apresiasi terhadap matematika merupakan
dari kurikulum matematika. Dengan demikian, pemecahan sikap menghargai kegunaannya dalam matematika dan dalam
masalah menjadi tujuan utama dari semua instruksi matematika kehidupan, yaitu sikap memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan
dan sebagai bagian integral dari semua aktivitas minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya
matematika(Practical Inquiry, 2000). diri dalam pemecahan masalah.
Dari beberapa pendapat di atas nampak bahwa salah Pemecahan masalah matematika merupakan hal yang
satu tujuan pengajaran matematika adalah agar siswa dapat sangat penting dalam pembelajaran matematika karena dapat
menghubungkan antar konsep matematika dengan mata membangkitkan keterampilan siswa untuk merespon pertanyaan-
pelajaran lain yang diperoleh sebelumnya untuk memecahkan pertanyaan yang diajukan, siswa menjadi terampil dalam memilih
persoalan-persoalan dalam dunia nyata. Oleh karena itu dan mengidentifikasi kondisi dan konsep yang relevan, mencari
diperlukan adanya peningkatan kemampuan koneksi matematika generalisasi, merumuskan rencana penyelesaian dan
dalam pembelajaran matematika karena topik-topik dalam mengorganisasikan keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya.
matematika banyak memiliki relevansi dan manfaat dengan Pemecahan masalah bukan sekedar keterampilan untuk diajarkan
bidang lain, baik di sekolah maupun diluar sekolah. Tanpa dan digunakan dalam matematika tetapi juga merupakan
koneksi-koneksi para siswa harus mempelajari dan mengingat keterampilan yang akan dibawa pada masalah-masalah
dan terlalu banyak konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan keseharian siswa atau situasi-situasi pembuatan keputusan,
yang berdiri sendiri. Dengan koneksi para siswa dapat dengan demikian kemampuan pemecahan masalah membantu
membangun pemahaman-pemahaman baru berdasarkan seseorang secara baik dalam hidupnya.
pengetahuan sebelumnya. Hal ini memerlukan upaya yang Berkaitan dengan pemecahan masalah matematika,
optimal bagi guru dan pihak lain untuk memikirkannya. setidaknya bagi seorang siswa harus memiliki pengalaman berupa
NCTM (1989:223) juga menyebutkan pentingnya pengetahuan-pengatuhuan serta keterampilan-keterampilan yang
koneksi matematika bagi siswa, yaitu “... to help students broaden cukup. Tanpa pengetahuan atau ketermpilan yang cukup siswa
their perspective, to view mathematics as an integral whole rather akan kesulitan dalam memecahkan masalah tersebut. Shadiq
than as an isolated set of topics and to acknowledge its relevance (2004) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan
and usefulness both in and out of school”. Koneksi matematika hal yang sangat penting dilakukan dalam pembelajaran
digunakan untuk membantu siswa memperluas perspektif mereka, matematika di kelas karena diyakini bahwa keterampilan dan
untuk melihat matematika sebagai suatu keseluruhan yang utuh kemampuan berpikir yang didapat di kelas dapat ditransfer atau
bukan sebagai serangkain topik yang terpisah dan mengakui digunakan dalam menghadapi masalah didalam kehidupan
relevansi dan kegunaan baik salam dan luar sekolah. apabila sehari-hari. Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikn guru
siswa dapat menghubungkan konsep-konsep matematika, maka dalam pemecahan masalah matematika adalah proses berpikir.
pemahaman merelka akan lebih mendalam dan lebih bertahan Proses berpikir perlu diketahui guru dalam upaya mengidentifiksi
lama. Pemahaman siswa akan lebih mendalam jika siswa dapat jenis kesalahan dan bentuk kesulitan yang dihadapi siswa dalam
mengaitkan antara konsep yang telah diketahui siswa dengan memecahkan masalah.
konsep baru yang akan dipelajari oleh siswa. Hal ini sesuai dengan tuntutan di era modern ini yanng
Dari beberapa pendapat di atas nampak bahwa salah mengharapkan penambahan kompetensi dari liberasi matematika
satu tujuan pengajaran matematika adalah agar siswa dapat di era lampau. Kompetensi yang ditambahkan dalam liberasi
menerapkan konsep matematika yang diperoleh untuk matematika modern yaitu kemampuan bernalar dan bekerja
memecahkan persoalan-persoalan dalam mata pelajaran dengan matematika. Kemampuan bernalar dan kemampuan
matematika dan menghubngkan antar konsep matematika. Oleh berpikir tingkat tinggi sangat menentukan kesuksesan di era
karena itu diperlukan adanya peningkatan kemampuan koneksi global ini, oleh karena itu pembelajaran matematika setidaknya
matematika dan pembelajaran matematika karena topik-topik harus melatih dan mengembangkan kemampuan peserta didik
dalam matematika banyak memiliki relevansi dan manfaatnya untuk bernalar.
antara konsep matematika yang satu dengan konsep matematika Bahkan, Multiyasa pada salah satu makalahnya
yang lainnya. Tanpa koneksi-koneksi para siswa harus menuliskan “ pada hakikatnya matematika adalah metode berpikir,
mempelajari dan mengingat terlalu banyak konsep-konsep dan metode untuk memecahkan masalah” terkait dengan proses
keterampilan-keterampilan berdiri sendiri. Dengan koneksi para pembelajaran, Sawyer (Shadiq, 2004) menyatakan bahwa
siswa dapat membangun pemahaman-pemahaman baru pengetahuan yang diberikan atau ditransformasikan langsung
berdasarkan pengetahuan sebelumnya. Hal ini memerlukan kepada para siswa akan kurang meningkat kemampuan bernalar
upaya yang optimal bagi guru dan pihak lain untuk memikirkannya. mereka. Sehingga, pengintegrasian pemecahan masalah
Dalam hal ini, siswa diberi banyak peluang untuk lebih memahami (Problem Solving) menjadi keharusan selama pembelajaran
suatu konsep matematika dan keterkaitannya untuk berbagi ide berlangsung (Shadiq, 2004). Pemecahan masalah secara umum
antara siswa itu sendiri. Sedangkan guru dapat mengajukan disetujui sebagai cara untuk mempercepat keterampilan
pertanyaan-pertanyan yang dapat memancing siswa berpikir kritis berpikir.Pehkonen (2007) menyatakan bahwa “problem solving
untuk memecahkan permasalahan. has generally been accepted as means for advancing thinking

ISBN: 978-602-74245-0-0 434


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
skills.”, artinya bahwa pemecahan masalah telah diterima secara yang diperoleh mulai dari awal pengumpulan data sampai
umum sebagai cara untuk meningkatkan keahlian berpikir. penyusunan laporan penelitian. Data hasil pekerjaan soal
Pemecahan masalah merupakan aspek penting dalam pemecahan masalah matematika dan data hasil wawancara,
proses belajar secara umum dan lebih khusus dalam dapat dilakukan reduksi data sehingga penelitian dapat
pengembangan matematika sekolah sehingga pembelajaran membuat kesimpulan yang akurat dan dapat dipertanggung
matematika di sekolah seharusnya difokuskan pada peningkatan jawabkan.
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika. 2. Menyajikan data
Menurut Polya (Hasbulah, 2000:11), pemecahan masalah adalah Penyajian data penelitian ini
suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai meliputipengorganisasian informasi hasil reduksi yang disusun
suatu tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai. Kemudian secara naratif, sehingga memungkinkan penelitian untuk
Polya lebih lanjut mengemukakan bahwa di dalam matematika menarik kesimpulan.
terdapat dua macam masalah, yaitu masalah untuk menemukan 3. Menarik simpulan
dan masalah untuk membuktikan. Menyimpulkan semua data yang diperoleh dari
Kemampuan koneksi matematika siswa kelas VIII SMP langkah-langkah di atas yang berupa data alamiah
Negeri 2 Madapangga, Kabupaten Bima yang masih belum sebagaimana dikatakan oleh Patton (dalam Rulam
optimal yang tidak sesuai dengan pendapat NCTM (2000:29) Ahmadi,2005:3) bahwa data alamiah ini utamanya diperoleh
dalam Principles and Standart for School Mathematics, yang dari hasil ungkapan langsung dari subjek penelitian karena apa
menyatakan bahwa standart proses dalam pembelajaran yang dikatakan siswa merupakan sumber utama dari data
matematika yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem kualitatif. Penarikan kesimpulan ini, dimaksudkan untuk
solving), kemampuan penalaran (reasoning), kemampuan memberikan penjelasan makna data yang telah disajikan.
komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), Secara garis besar prosedur penelitian ini adalah
dan kemampuan representasi (representation). sebagai beriikut:
1. Merancang instrumen penelitian, yaitu tes kemampuan
METODE PENELITIAN matematika, soal pemecahanmasalah geometri dan pedoman
Dalam penelitian ini, penulis ingin memperoleh data wawancara.
secara alami tentang proses mengonstruksi koneksi matematika 2. Melaksanakan validasi instrumen penelitian oleh pembimbing I
dalam pemecahan masalah geometri. Data hasil penelitian dan pembimbing II.
merupakan data verbal meskipun ada data yang berupa angka- 3. Penentuan subjek penelitian berdasarkan tes kemampuan
angka tetapi hanya bersifat melengkapi dan akan dipaparkan matematika yang dimiliki anak dalam pemecahan masalah
sesuai dengan kejadian yang terjadi dalam penelitian, analisis matematika.
data dilakukan secara induktif. Sesuai dengan karakteristik yang 4. Pengumpulan data dengan memberikan soal pemecahan
dikemukakan di atas maka jenis penelitian ini adalah penelitian masalah geometri -1 kepada subjek penelitian kemudian
eksploratif dengan pendekatan kualitatif. dilanjutkan dengan wawancara.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP 5. Pengumpulan data dengan memberikan soal pemecahan
dipilih siswa yang sudah mempelajari Luas Bangun Datar untuk masalah geometri -2 kepada subjek penelitian kemudian
tingkat SLTP.Penetapan kategori kemampuan matematika siswa dilanjutkan dengan wawancara
didasarkan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Tes 6. Analisis data, meliputi:
kemampuan matematika dalam penelitian ini merupakan tes a. Menganalisis hasil pekerjaan soal pemecahan masalah
matematika yang terstandarisasi sebab soal-soal diambil dari soal geometri yang diberikan peneliti.
UN SMP dengan kurang waktu 5 tahun terakhir. b. Menganalisis hasil wawancara-1
Instrumen untuk mengetahui proses mengonstruksi c. Menganalisa hasil wawancara-2 (setara dengan lembar
koneksi matematikasiswa dalam pemecahan masalah geometri tugas pemecahan masalah-1)
merupakan pedoman wawancara berbasis tugas yang digunakan d. Melakukan perbandingan hasil paparan data wawancara
untuk mendapatkan informasi lebih dalam tentang kemampuan pertama dan kedua.
siswa dalam mengonstruksi koneksi matematika dalam 7. Menyusun laporan akhir (tesis).
pemecahan masalah geometri, mengacu pada tahap-tahap
pemecahan masalah menurut Polya, proses ini meliputi 4 (empat) HASIL DAN PEMBAHASAN
langkah: 1). Memahami masalah, 2) merencanakan cara Pada penelitian ini data yang dianalisis terdiri dari hasil
penyelesaian, 3) melaksanakan rencana, dan 4) melakukan wawancara berbasis tugas terkait dengan koneksi matematika
pengecekan kembali. siswa dalam pemecahan masalah geometri yang dilakukan di
Teknik analisis data yang dilakukan dengan tahapan rumah subjek. Selanjutnya dikaji dan dideskripsikan secara
sebagai berikutAnalisis data dilakukan apabila semua data sudah kualitatif proses mengonstruksi koneksi matematika SMP kelas
terkumpul, yang berupa data hasil pemecahan masalah geometri VIII dalam pemecahan masalah geometri. Untuk itu dipaparkan
dan data hasil wawancara teknik analisis data yang digunakan tiga kelompok subjek penelitian yang memiliki tiga karateristik
oleh penelitian adalah model alir (flow model) yang dikemukan yang berbeda, selanjutnya disebut siswa berkemampuan
oleh Miles dan Huberman (1998:18) dengan tahap-tahap sebagai matematika tinggi, siswa berkemampuan matematika sedang, dan
berikut ; (a) mereduksi, (b) menyajikan data, dan (c) menarik siswa berkemampuan matematika rendah. Subjek yang termasuk
kesimpulan. dalam siswa berkemampuan matematika tinggi adalah Subjek 1
1. Mereduksi data. (S1). Subjek yang termasuk dalam siswa berkemampuan
Mereduksi data adalah kegiatan yang dilakukan matematika sedang adalah subjek 2 (S2). Subjek yang termasuk
dalam hal ini yakni melakukan proses yang meliputi dalam siswa berkemampuan matematikarendah adalah Subjek 3
menyeleksi, memfokus data, menyederhanakan semua data (S3).
ISBN: 978-602-74245-0-0 435
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Pengambilan data dilakukan masing-masing dua kali
untuk setiap subjek. Penjelasan lebih rinci dapat dilihat pada tabel
berikut:
Kegiatan wawancara dilakukan untuk setiap subjek
Tabel 1. Jadwal Wawancara dengan Subjek Penelitian penelitian yang direkam, kemudian ditranskripsi. Untuk
memudahkan penulisan paparan data maka dibuat kode
menggunakan hurus kapital sebagai inisial subjek penelitian,
dengan menambahkan huruf kapital P atau S di depaninisial
subjek dan angka dibelakang inisial subjek. P dan S menunjukkan
pewawancara dan subjek, diikuti dua huruf capital inisial subjek,
angka pertama menunjukkan kode tugas pemecahan masalah
geometri 1 dan tugas pemecahan masalah geometri 2, sedangkan
dua angka terakhir menunjukkan urutan kegiatan wawancara.

Tabel 2. Ringkasan Proses Koneksi Matematika dalam Pemecahan Masalah Geometri


Subjek Langkah Pemecahan Masalah Komponen Koneksi Matematika
Subjek 1. Memahami masalah 1. Mengenali hubungan antarkonsep matematika
Berkemampuan Subjek memahami masalah dengan Hubungan antarkonsep yang dikenali subjek
Matematika Tinggi cara membaca masalah kemudian menuliskan dimulai dari penggunaan konsep lingkaran, keliling
apa yang dipahami dalam masalah. Subjek lingkaran, panjang busur lingkaran, sudut pusat
juga dapat menceritakan kembali apa yang lingkaran, garis singgung lingkaran, garis tegak lurus
diketahui dan apa yang ditanyakan dalam jari-jari, dua lingkaran bersinggung, besar sudut
masalah. pusat lingkaran, segitiga sama sisi dan
2. Membuat rencana penyelesaian persegipanjang.
Subjek terlebih dahulu membuat 2. Menggunakan hubungan antarkonsep
gambar yaitu gambar ketiga lingkaran seperti matematika
pada jawaban tertulis. Subjek mencermati Subjek menggunakan hubungan
gambar tersebut untuk menentukan panjang antarkonsep matematika untuk menyelesaikan
kawat, kemudian menyimpulkan bahwa masalah, yaitu mencari besar sudut segitiga yang
panjang kawat = panjang keliling lingkaran dihubungkan dengan konsep sudut pusat lingkaran,
ditambah panjang keliling segitiga sama sisi. besar sudut pusat lingkaran, keliling segitiga, segitiga
Subjek menentukan operasi hitung yaitu sama sisi dan garis singgung tegak lurus jari-jari.
perkalian, penjumlahan, pengurangan dan kemudian mencari panjang busur lingkaran yang
pembagian. dihubungkan dengan konsep besar sudut pusat
3. Melaksanakan rencana lingkaran, sudut pusat lingkaran dan keliling
Subjek langsung mengerjakan dengan lingkaran. dan mencari panjang sisi segitiga yang
menggunakan rencana yang dibuat. Subjek dihubungkan dengan konsep segitiga sama sisi,
menjelaskan mengapa menghitung segitiga persegi panjang, lingkaran bersinggung dan keliling
sama sisi dan menjelaskan mengapa segitiga.
panjangnya sama dengan keliling lingkaran. 3. Menggunakan hubungan konsep dengan operasi
Subjek menghitung panjang keliling lingkaran hitung tertentu
dan panjang keliling segitiga sama sisi lalu Dalam menyelesaikan masalah geometri,
dijumlahkan. Subjek merasa yakin dengan subjek menggunakan operasi hitung perkalian,
jawaban yang dihasilkannya. penjumlahan, pengurangan dan pembagian.

4. Memeriksa kembali
Subjek juga memeriksa kembali
kebenaran hasil penyelesaian dengan cara
melakukan perhitungan (coret-coretan) ulang
pada hasil yang diperoleh. Subjek merasa
yakin akan jawaban yang diperolehnya sudah
benar.
Subjek 1. Memahami masalah 1. Mengenali hubungan antarkonsep matematika
Berkemampuan Subjek memahami masalah dengan Hubungan antarkonsep yang dikenali subjek
Matematika Sedang cara membaca masalah kemudian menuliskan dimulai dari penggunaan konsep keliling lingkaran,
apa yang dipahami dalam masalah. Subjek panjang busur lingkaran, sudut pusat lingkaran, garis
juga dapat menceritakan kembali apa yang singgung lingkaran, segitiga sama sisi, besar sudut
diketahui dan apa yang ditanyakan dalam pusat lingkaran dan persegipanjang.
masalah. 2. Menggunakan hubungan antarkonsep
2. Membuat rencana penyelesaian matematika

ISBN: 978-602-74245-0-0 436


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Subjek terlebih dahulu membuat Subjek menggunakan hubungan
gambar yaitu gambar ketiga lingkaran seperti antarkonsep matematika untuk menyelesaikan
pada jawaban tertulis. Subjek mencermati masalah, yaitu mencari panjang sisi segitiga yang
gambar tersebut untuk menentukan panjang dihubungkan dengan konsep lingkaran bersinggung,
kawat,kemudian menyimpulkan bahwa persegipanjang, segitiga sama sisi dan keliling
panjang kawat = panjang keliling lingkaran lingkaran. selanjutnya mencari besar sudut segitiga
ditambah panjang keliling segitiga sama sisi. yang dihubungkan dengan konsep besar sudut
Subjek menentukan operasi hitung yaitu pusat lingkaran, sudut pusat lingkaran, segitiga
perkalian, penjumlahan, pengurangan dan sama sisi, keliling segitiga dan garis singgung tegak
pembagian. lurus. dan mencari panjang busur lingkaran yang
3. Melaksanakan rencana dihubungkan dengan konsep besar sudut pusat
Subjek langsung mengerjakan dengan lingkaran, sudut pusat lingkaran dan keliling
menggunakan rencana yang dibuat. Subjek lingkaran.
menjelaskan mengapa segitiga sama sisi 3. Menggunakan hubungan konsep dengan
Subjek menghitung panjang keliling lingkaran operasi hitung tertentu
dan panjang keliling segitiga sama sisi lalu Dalam menyelesaikan masalah geometri,
dijumlahkan. Subjek merasa yakin dengan subjek menggunakan operasi hitung perkalian,
jawaban yang dihasilkannya penjumlahan, pengurangan dan pembagian
4. Memeriksa kembali
Subjek juga memeriksa kembali
kebenaran hasil penyelesaian dengan cara
melakukan perhitungan (coret-coretan) ulang
pada hasil yang diperoleh. Subjek merasa
yakin akan jawaban yang diperolehnya sudah
benar.
Subjek 1. Memahami masalah 1. Mengenali hubungan antarkonsep matematika
Berkemampuan Subjek memahami masalah dengan Hubungan antarkonsep yang dikenali subjek
Matematika Rendah membaca masalah kemudian menuliskan apa dimulai dari penggunaan konsep keliling lingkaran,
yang dipahami dalam masalah. Subjek juga sudut pusat lingkaran, garis singgung lingkaran,
dapat menceritakan kembali apa yang segitiga sama sisi, besar sudut pusat lingkaran dan
diketahui dan apa yang ditanyakan dalam persegipanjang.
masalah. 2. Menggunakan hubungan antarkonsep
2. Membuat rencana penyelesaian matematika
Subjek terlebih dahulu membuat Subjek menggunakan hubungan
gambar yaitu gambar ketiga lingkaran seperti antarkonsep matematika untuk menyelesaikan
pada jawaban tertulis. Subjek mencermati masalah, yaitu mencari panjang sisi segitiga yang
gambar tersebut untuk menentukan panjang dihubungkan dengan konsep keliling segitiga,
kawat, kemudian menyimpulkan bahwa segitiga sama sisi dan mencari panjang busur
panjang kawat = panjang keliling segitiga lingkaran yang dihubungkan dengan konsep keliling
sama sisi ditambah panjang keliling lingkaran. lingkaran, besar sudut pusat lingkaran dan sudut
Subjek menentukan operasi hitung pusat lingkaran
yaitu perkalian, penjumlahan dan pembagian. 3. Menggunakan hubungan konsep dengan
3. Melaksanakan rencana operasi hitung tertentu
Subjek langsung mengerjakan dengan Dalam menyelesaikan masalah geometri,
menggunakan rencana yang dibuat. Subjek subjek menggunakan operasi hitung perkalian,
menjelaskan mengapa segitiga sama sisi dan penjumlahan, dan pembagian.
subjek tidak dapat menjelaskan mengapa 1/3
lingkaran. Subjek merasa yakin dengan
jawaban yang dihasilkannya
4. Memeriksa kembali
Subjek juga memeriksa kembali
kebenaran hasil penyelesaian dengan cara
melakukan perhitungan (coret-coretan) ulang
pada hasil yang diperoleh. Subjek merasa
yakin akan jawaban yang diperolehnya sudah
benar.

SIMPULAN lingkaran, keliling lingkaran, panjang busur lingkaran, sudut


Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: pusat lingkaran, garis singgung lingkaran, garis tegak lurus jari-
1. Hubungan antarkonsep matematika untuk subjek jari, dua lingkaran bersinggung, besar sudut pusat lingkaran,
berkemampuan matematika tinggi. Hubungan antarkonsep segitiga sama sisi dan persegipanjang. Subjek menggunakan
yang dikenali subjek dimulai dari penggunaan konsep hubungan antarkonsep matematika untuk menyelesaikan
ISBN: 978-602-74245-0-0 437
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
masalahyaitu mencari besar sudut segitiga, panjang busur benar-benar berada ditingkat kemampuan matematika yang
lingkaran dan panjang sisi segitiga yang dihubungkan dengan tepat.
keliling segitiga dan keliling lingkaran. Subjek menggunakan
operasi hitung perkalian, penjumlahan, pengurangan dan DAFTAR PUSTAKA
pembagian. National Council of Teachers of Mathematics. (1989), Curriculum
2. Hubungan antarkonsep matematika untuk Subjek and Evaluation Standards for School Mathematics, Reston,
berkemampuan matematika sedang. Subjek menghubungkan Virginia: NCTM.
keliling segitiga dan keliling lingkaran dengan cara menentukan National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000.
panjang sisi segitiga tersebut dengan besar sudut segitiga dan Principles and Standards for School Mathematics.
panjang busur lingkaran sehingga didapatkan keliling segitiga Washington, D.C: National Academy Press.
dan keliling lingkaran. Subjek menggunakan hubungan Nurhadi, dkk, 2003.Pembelajaran Kontekstual dan
antarkonsep matematika untuk menyelesaikan masalah, yaitu Pembelajarannya dalam KBK, Malang: Universitas Negeri
mencari panjang sisi segitiga tersebut dengan besar sudut Malang
segitiga dan panjang busur lingkaran yang dihubungkan Orhan.2008. Pembelajaran Perkalian Bilangan Dengan Strategi
dengan konsep keliling segitiga dan keliling lingkaran. Subjek Intraksi Sebagai Upaya Membangun Kemampuan Koneksi
juga menggunakan operasi hitung: perkalian, penjumlahan, Matematika Siswa Kelas II SDN 6 Panarung Palangkaraya.
pengurangan dan pembagian. Tesis tidak diterbitkan malang. Program Pascasarjana
3. Hubungan antar konsep matematika untuk berkemampuan Universitas Negeri Malang.
matematika rendah. Subjek menghubungkan keliling segitiga Pehkonen, E. 2007. Problem Solving In Mathematics Education In
dan keliling ligkaran dengan cara menentukan panjang sisi Finland. http://www.docstoc.com. Diakses 15 September
segitiga tersebut dengan panjang busur lingkaran sehingga 2011
didapatkan keliling segitiga dan keliling linkgaran. Subyek Practical inquiry, Mamhematics and Science Educational Center,
menggunakan hubungan antarkonsep matematika untuk 2000. Mamhematics Problem Solving, Northwest Regional
menyelesaikan masalah, yaitu mencari panjang sisi segitiga Educational Laboratory.
tersebut dan panjang busur lingkaran yang dihubungkan PPPG Matematika. 2004. Model-model Pembelajaran Matematika
dengan konsep keliling segitiga dan keliling lingkaran. Subyek SMP Disampaikan Pada Diklat Instruktur/Pengembangan
juga menggunakan operasi hitung: perkalian, penjumlahan, Matematika SMP Jenjang Dasar. Depdiknas Direktorat
dan pembagian. Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat
Pengembangan Penataan Guru (PPPG) Matematika
SARAN Yogyakarta
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka beberapa saran Polya, G. 1973. How to Solve It. New York. Doubleday
perlu disampaikan sebagai berikut: Poramentier, A.S dan Stepelmen, J. 1990. Teaching Second
1. Kajian dalam penelitian ini masih terbatas pada proses School Mhatematics: Techniques dan Enrichment Units
mengonstruksi koneksi matematika dalam pemecahan Ohio Merril Publisshing Company
masalah geometri, karena itu masih dapat dilakukan penelitian Shadiq, F. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi
lanjutan. Oleh sebab itu disarankan untuk peneliti lanjutan Masalah disajikan Instruktur/Pengembangan Matematika
untuk mencermati kembali metode pengumpulan data dan SMA Jenjang Dasar. PPPG Matematika , Yogyakarta 12-
instrumen bantu penelitian, sehingga memungkinkan koneksi 21 Juli
matematika tersebut lebih banyak muncul. Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia.
2. Pada penelitian ini pemberian tes kemampuan matematika Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa
hanya dilakukan satu kali sehingga kurang menunjukkan Depan. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.
konsistensi kemampuan matematika siswa yang sebenarnya, Soedjadi, R. 2007. Masalah Konstektual Sebagai Batu Sendi
sehingga perlu dilakukan pemberian tes kemampuan Matematika Sekolah. Pusat Sains dan Matematika
matematika lebih dari sekali untuk melihat konsistensi Sekolah. Surabaya. Unesa Press.
kemampuan matematikanya, agar subjek yang diperoleh

ISBN: 978-602-74245-0-0 438


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) NON FORMAL PADA SATUAN
KELOMPOK BERMAIN
Suharyani
Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram.
Email: suharyani.pls.ikip.mataram@gmail.com

Abstrak: Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengkaji Context, Input, Process, dan Product program PAUD Non Formal pada
satuan Kelompok Bermain pada satuan Kelompok Bermain di desa Sesela Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik wawancara, Observasi, dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang
digunaka adalah analisis deskriptif kualitatif, yakni dengan cara menggambarkan dan memaknai data dari masing-masing komponen yang
dievaluasi. Kriteria untuk mengetahui tingkat kecenderungan hasil evaluasi terhadap komponen context, input, process, dan product
menggunakan kreteria masing-masing komponen yang sudah ditetapkan oleh peneliti yang dikembangkan dengan pendekatan fidelity.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada komponen Context (1) lingkungan sosial mendukung pelaksanaan program. Pada komponen
Imput yaitu: (1) karakteristik input warga belajar sudah sesuai dengan kreteria penilaian yang sudah ditetapkan, sedangkan tutor dan
penyelenggara program belum sesuai dengan kriteria penilaian, (2) sarana kelengkapan dikategorikan cukup lengkap, Pada komponen
Process yaitu (1) proses belajar mengajar anak, (2) starategi yang digunakan adalah starategi belajar sambil bermain dan (3) proses
pembelajaran sudah berbasis RKH, RKM, RKB, RKT. Pada komponen Product yaitu: (1) hasil dari proses pembelajaran terlihat bahwa
peserta didik sudah memiliki kemampuan pada aspek moral, nilai kegamaan, aspek fisik, aspek bahasa, aspek kognitif, aspek sosial
emosional, dan seni.

Kata Kunci: Implementasi Program, PAUD Nonformal, dan Kelompok Bermain

PENDAHULUAN kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), Kelompok Bermain, dan


Usia dini merupakan masa emas (golden age) Penitipan Anak sebanyak 4,63 juta (36,54%). Artinya baru sekitar
perkembangan anak yang tidak terjadi pada masa atau periode 7,16 juta (27,36%) anak yang terlayani PAUD melalui berbagai
berikutnya. Untuk melejitkan potensi perkembangan tersebut, program PAUD, sehingga dapat disimpulkan masih terdapat sekitar
anak-anak membutuhkan rangsangan pendidikan yang lebih 53,7% anak usia dini yang belum terlayani program PAUD. Masih
lengkap sehingga memerlukan tambahan layanan pendidikan di rendahnya jumlah anak usia dini yang terlayani tersebut
luar rumah yang dilakukan oleh lingkungan maupun lembaga disebabkan minimnya pengetahuan di kalangan masyarakat
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Ransangan pendidikan yang tentang konsep pendidikan anak usia dini dan sikap ragu-ragu
dilakukan di rumah (home base) dan di luar rumah (center base) dalam memberikan pendidikan pada anak usia dini. Hal ini menjadi
hendaknya selaras dan saling mendukung sehingga diperoleh sebab masih rendahnya peran masyarakat terhadap pendidikan
manfaat yang. anak usia dini, baik peran dalam bentuk memasukkan anaknya di
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang lembaga PAUD, mengantarkan anak mengikuti kegiatan
Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa “Pendidikan Anak pendidikan di PAUD, serta kurangnya pengetahuan dan kesadaran
Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada orang tua dalam memberikan rangsangan pendidikan bagi anak di
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan rumah (BPKB DIY, 2003: 4-5). Permasalahan lain adalah masih
melalui upaya pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu kurangnya tenaga pendidik dan kependidikan untuk anak usia dini
pertumbunhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak secara kuantitas, serta masih relatif rendahnya kualitas tenaga
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lanjut”. Selanjutnya pendidik dan kependidikan yang sudah ada. Hal ini terindikasi pada
dinyatakan pula bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dapat lembaga satuan PAUD Non Formal yang sebagian besar
diselenggarakan pada jalur formal (Taman Kanak-Kanak / menggunakan tenaga pendidik dan kependidikan dari tenaga
Raudatul Athfal), jalur non formal (Kelompok Bermain, Taman relawan setempat seperti kader posyandu, kader desa, kader
Penitipan Anak, dan Satuan PAUD sejenis), dan pada jalur informal kesehatan, guru yang secara sukarela mengabdikan dirinya
(melalui pendidikan keluarga atau lingkungan). sebagai pendidik. Para tenaga pendidik dan kependidikan tersebut
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terus mengalami banyak yang tidak memiliki latar belakang pendidikan anak usia
perkembangan yang pesat setidaknya jika dilihat dari adanya dini atau pendidikan non formal sehingga pelaksanaan proses
peningkatan jumlah penyelenggara program PAUD Non Formal pembelajaran belum berjalan optimal dan dalam pengelolaan
(Kelompok Bermain / Play Group) secara signifikan yang programnya belum dilakukan secara profesional.
diprakarsai oleh masyarakat secara mandiri maupun perorangan di Pendidikan anak usia dini sebagai gerbang pertama di
seluruh pelosok tanah air. Perkembangan ini tentu memiliki samping pendidikan keluarga diharapkan mampu meletakkan
dampak positif dalam konteks perluasan akses layanan dasar-dasar yang kokoh sebagai persiapan memasuki pendidikan
pendidikan. Namun di sisi lain, sebagai bagian penting dari upaya lanjut dan realitas kehidupan selanjutnya. Hal ini berarti dalam
pembangunan pendidikan nasional, layanan PAUD Non Formal mengahadapi dan menangani masalah anak usia dini tidak dapat
tersebut masih belum seirama dengan peningkatan kualitas dalam dilakukan secara parsial dan ”trial and error”, karena pemahaman
konteks penyelenggaraannya (Ditjen PAUDNI, 2011:4). tentang konsep pendidikan anak usia dini yang mencakup pola
Menurut data dari Direktorat Pembinaan Pendidikan pertumbuhan dan perkembangan merupakan bagian yang sangat
Anak Dini Usia (2011: 2), diperkirakan jumlah anak usia dini (0 – 6) penting dalam penanganan pendidikan anak usia dini. Berdasarkan
di Indonesia adalah 28,8 juta jiwa. Untuk anak usia 4-6 tahun pada kenyataan diatas, dipandang perlu untuk melakukan
dengan jumlah 12,67 juta yang terlayani melalui Taman Kanak- penelitian yang diarahkan pada Evaluasi Implementasi Program

ISBN: 978-602-74245-0-0 439


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal yang di desa Sesela e. Menggunakan alat permainan edukatif yang sesuai dengan
Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat. karakteristik materi pembelajaran dan peserta didik.
f. Evaluasi terhadap hasil belajar sesuai dengan karakteristik
METODE PENELITIAN peserta didik dan tingkat perkembangannya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4. Kriteria Product
metode deskriptif dengan jenis penelitian evaluasi. Tujuan Penilaian ini dilakukan terhadap hasil belajar yang
penelitian evaluasi ini adalah untuk mengumpulkan data, diperoleh peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran.
menyajikan informasi untuk mendeskripsikan keadaan yang Kriteria Product dikatakan efektif apabila potensi anak terutama
sesungguhnya terjadi di lapangan, mengenai pelaksanaan pada aspek kognitif, motorik, bahasa, seni, moral-keagamaan,
program dan menarik kesimpulan berdasarkan kriteria yang telah dan aspek sosial-emosional anak berkembang secara optimal.
ditetapkan, serta memberi makna terhadap hasil penelitian agar Unit analisis dalam penelitian ini adalah satuan
bermanfaat untuk pemecahan masalah yang dihadapi. Data Kelompok Bermain yang berada di Desa Sesela, Kecamatan
penelitian yang diperoleh dilapangan dapat dijadikan sebagai Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat. Untuk memperoleh
bahan masukan untuk pengambilan keputusan terhadap deskripsi data yang komprehensif dan lebih mendalam, maka
keberlangsungan pelaksanaan program PAUD Non Formal. penetuan pemilihan satuan Kelompok Bermain dilakukan
Pendekatan evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara bertujuan atau purposif (purposive sampling) yang
menggunakan pendekatan evaluatif dengan model CIPP (context, dalam hal ini melakukan pengumpulan data melalui
input, process, products) yang dikembangkan oleh Stufflebeam pertimbangan tertentu. Kriteria penentuan satuan Kelompok
(2003). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan evaluasi terhadap Bermain sebagai unit analisis penelitian ini antara lain; satuan
seluruh komponen context, input, process, dan products program Kelompok Bermain yang didirikan oleh inisiatif masyarakat
PAUD Non Formal pada satuan Kelompok Bermain di desa Sesela, (kelompok), telah berdiri relatif lama (minimal 5 tahun;
Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat. Ideal/mandiri), terdaftar di Asosiasi HIMPAUDI Kecamatan,
Dalam penelitian evaluasi harus memiliki kriteria sebagai dan memiliki ijin operasional penyelenggaran program dari
acuan melakukan analisis data. Kriteria evaluasi dalam penelitian UPT Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga setempat.
ini dikembangkan dengan pendekatan fidelity, artinya peneliti Untuk memperoleh data yang valid, subyek penelitian
mengembangkan sendiri kriteria evaluasinya dengan mengacu ini adalah peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan
pada pedoman penyelenggaraan program pendidikan anak usia pimpinan satuan Kelompok Bermain. Sedangkan variabel
dini yang telah ditetapkan oleh Direktorat Pembinaan PAUD. dalam penelitian ini difokuskan pada evaluasi implementasi
Kriteria evaluasi tersebut, adalah: program PAUD Non Formal.
1. Kriteria Context Instrumen pengumpulan data penelitian ini adalah
a. Lingkungan pembelajaran baik sosial maupun fisik alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam
kondusif mendukung pelaksanaan program. kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut
b. Satuan Kelompok Bermain memiliki jaringan kemitraan menjadi sistematis dan mudah memperolehnya. Adapun
dengan pihak lain. instrumen pengumpulan data yang dipergunakan dalam
2. Kriteria Input penelitian ini adalah pedoman wawancara, lembar observasi,
a. Setiap pembelajaran diikuti minimal 80% peserta didik dari dan pedoman dokumentasi untuk memperoleh data yang
jumlah keseluruhan yang terdaftar pada masing-masing komprehensif, obyektif, dan faktual.
Kelompok Bermain. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian
b. Memiliki tenaga pendidik yang kualifikasinya Sarjana ini adalah analisis deskriptif kualitatif, yakni dengan cara
Pendidikan PAUD, PGTK atau minimal Diploma 2, memiliki menggambarkan dan memaknai data dari masing-masing
masa kerja lebih dari 5 tahun dan pernah mengikuti diklat komponen yang dievaluasi. Kriteria untuk mengetahui tingkat
tentang PAUD. kecenderungan hasil evaluasi terhadap komponen context,
c. Memiliki tenaga kependidikan yang berpendidikan sarjana input, process, dan product menggunakan kreteria masing-
(Pendidikan Luar Sekolah), memiliki masa kerja lebih dari masing komponen yang sudah ditetapkan oleh peneliti yang
5 tahun dan pernah mengikuti diklat tentang pengelolaan dikembangkan dengan pendekatan fidelity
program PAUD.
d. Memiliki program atau menu belajar yang sesuai dengan HASIL DAN PEMBAHASAN
tujuan PAUD. A. Hasil
e. Memiliki sarana dan prasarana yang memadai guna Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu
menunjang kelancaran pelaksanaan program. upaya pembinaan yang ditujukan pada anak sejal lahir sampai
3. Kriteria Process dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
a. Pendidik mampu menyiapkan materi, bahan ajar dan rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dana
kegiatan-kegiatan sesuai dengan tujuan pembelajaran. perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
b. Proses pembelajaran menggunakan strategi instruksional kesiapan dalam memasuki pendidikan lanjut. Pendidikan anak
yang mampu menciptakan iklim pembelajaran yang usia dini (PAUD) yang bertujuan untuk mengembangkan
menyenangkan dan dapat membangkitkan motivasi belajar seluruh potensi anak agar kelak dapat berfungsi sebagai
peserta didik. manusia yang seutuhnya. Tak lebihnya pada 3 pada PAUD
c. Mengggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan yang berada di desa sesela kecamatan gunung sari tempat di
materi pembelajaran dan perkembangan anak. adakan penelitian ini memiliki tujuan dan cita-cita yang sama.
d. Terdapat interaksi dua arah antara pendidik dengan Adapun 3 PAUD yang menjadi sasaran penelitian ini adalah (1)
peserta didik dan sesama peserta didik. PAUD Alang-alang Lombok; (2) PAUD Al-Quroba; dan (3)
PAUD Ceria. Gambaran umum ke tiga PAUD yang menjadi
ISBN: 978-602-74245-0-0 440
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
sasaran penelitian ini berada di daerah yang cukup strategis satu aspek penunjang dalam kemajuan lembaga dari
untuk berdirinya lembaga pendidikan sehingga mempermudah pengedaan fasilitas maupun bantuan dana . Demikian
akkses para masyarakat atau orang tua untuk menyekolahkan juga pada lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD).
anaknya. Ketiga PAUD ini memiliki jaringan kerjasama yang
Dari hasil penelitian dilapangan terkait dengan berbeda satu dengan yang lain. Untuk PAUD Alang-
evaluasi implementasi program pendidikan anak usia dini pada alang Lombok memiliki kerjasama dengan pihak
satuan kelompok bermain di desa sela kabupaten Lombok internal dan eksternal guna untuk memajukan lembaga
barat, peneliti merumuskan masalah yang di angkat dalam dari ketersediaan sarana maupun prasarana oleh
penelitian ini antara lain : 1 Context, (2) input, (3) process, dan lembaga mitra. Untuk mitra internal pada PAUD alang
(4) product yang bertujuan untuk mengevaluasi seberapa jauh alang Lombok adalah dikpora kabupaten Lombok barat
pelaksanaan program pendidikan anak usia dini pada satuan dan mitra eksternal PAUD Alang-alang Lombok adalah
kelompok bermain yang berada di desa sesela. beberpa diantranya berasal dari luar negeri. untuk
1. Context donaturnya. Bantuan yang diberikan berupa
a. Dukungan Lingkungan: Salah satu faktor yang harus pengadaan fasilitas belajar mengajar, dan mereka
diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan anak tetap megontrol kegiatan pembelajaran selama tiga
usia dini adalah ketersediaan lingkungan pembelajaran bulan sekali.bahkan kadang-kadang setiap bulan.
yang nyaman, menarik, dan menyenangkan bagi anak (wawancara, Asmuni, 20 agustus 2014).
dan satuan kelompok bermain memiliki jaringan Pada PAUD “CERIA” memiliki kerja sama
kemitraan dengan pihak lain guna mendukung dengan beberapa pihak di antaranya adalah instansi
pelaksanaan program dengan baik. Dari hasil pemerintahan seperti Dinas Dikpora kabupaten dan
observasi peneliti terkait dengan konteks ini pada institusi pendidikan yang memiliki kualifiksai atau
ketiga PAUD yang menjadi sasaran adalah sebagai disiplin ilmu yang sesuai dengan lembaga pendidikan
berikut: PAUD Alang-alang Lombok dan PAUD Non Formal. memiliki kerjasama dengan instansi
“CERIA” memiliki kondisi lingkungan belajar yang bisa pemerintahan seperti dikpora kabupaten dan juga
dikatakan memnuhi standar kualitas yang baik. Ini di PAUD ini sudah memulai kerjasama dengan Perguruan
buktikan dari bentuk tata ruang tempat pembelajaran Tinggi IKIP Mataram sejak 21 Nopember tahun 2013
dan kelengkapan sarana yang sangat baik sehingga PAUD ini juga sudah dijadikan sebagai lab site
kondisi belajar dan proses belajar mengajar dapat mahasiswa jurusan pendidikan luar sekolah FIP”.
berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan (Observasi, (wawancara, Sartini 24 agustus 2014).
20 Agustus 2014). PAUD Al-Quroba memiliki jalinan kerjasama
Pada PAUD alang alang Lombok seting dengan pihak aparatur desa sesela namun donatur
penataan lingkungan belajar pengelola membedakan hingga saat ini PAUD Al-Quroba belum menjalin
antara ruang belajar dengan tempat bermain anak. Hal kerjasama yang intensif dengan berbagai pihak terkait.
ini bertujuan untuk mengefektifkan setiap ruanngan (wawancara, Ninayah, 20 agustus 2014).
sesuai dengan fungsinya masing-masing. 2. Input
(wawancara, Asmuni, 20 agustus 2014). Sedangkan 1) Peseta didik: Komponen input (masukan) guna
pada PAUD “CERIA” seting penataan lingkungan mendukung tetrcapainya efektivitas pembelajaran yang
belajar mingkuti RKH dengan pijkan awal sesuai dengan perencanaan awal. Dari ketiga PAUD yang
mempersiapkan rencana pembelajaran sesuai menjadi sasaran pnelitian ini pengelompokkan peserta
dengan tema. Pada saat kondisi belajar yang harus didik disesuaikan dengan usianya guna mempermudah
menuntut para peserta didik berada di dalam ruangan pendidik dalam proses belajar mengajar di kelas mauapun
maka para peserta didik di tempatkan di dalam ruangan di luar kelas. Keterlibatan peserta didik dalam mengikuti
namun pada saat bermain peserta didik ditempatkan di kegiatan belajar mengajar lebih dari 80% sehingga
luar dengan kondisi fasilitas yang cukup memadai memenuhi kriteria penilaian dan dapat dikatakan efektif.
sehingga tidak membuat para peserta didik jenuh 2) Tenaga Pendidik: Untuk menciptakan kondisi belajar
dengan menggunakan satu tempat belar. (wawancara, mengajar yang baik diimbangi dengan latar belakang
Sartini, 22 agustus 2014). pendidikan yang sesuai. Kualifikasi pendidikan para tenaga
Namun berbeda dengan kondisi penataan pendidik yang ada di ketiga PAUD dapat dikatakan sebagai
lingkungan pembelajaran pada PAUD Al-Quroba yang pendidik semi professional karena para tenaga pendidik
memiliki ruang belajar yang sempit dengan jumlah tersebut berlatar belakang pendidikan lanjutan tingkat atas.
peserta didik yang lumayan banyak dengan pembagian Sekitar 80% tenaga pendidik pada PAUD Non Formal yang
kelas disesuaikan dari usia anak sehingga proses berada di desa sesela jenjang pendidikan yang mereka
belajar mngajar tidak berjalan efektif. Ini dibuktikan dari capai hanya sampai SMA namun telah mendapatkan
hasil pengamatan peneliti terkait dengan kondisi pembekalan tentang pendidikan anak usia dini melalui
lingkungang tempat belajar dengan jumlah ruangan program program pelatihan atau sertifikasi yang dilakukan
hanya 2 ruangan dan fasilitas bermain anak atau APE oleh instansi terkait.
luar hanya memiliki satu ayunan. Sehingga dapat Hal ini di buktikan dengan hasil wawancara
menyebabkan ketidak nyamanan dalam proses belajar peneliti dengan ketiga tenaga pendidik PAUD sebagai
mnegajar di kelas maupun bermain di luar kelas beriukut: “Sering rata-rata untuk tutor tetap mengikuti
(Observasi, 22 agustus 2014). pelatihan, seperti pelatihan Diklat dasar di gerung, di BP-
b. Jalinan Kerjasama atau jaringan kemitraan: PAUDNI, seminar nasional di IKIP Mataram” (wawancara,
Kerjasama atau jaringan kemitraan merupakan salah Muhibbah Bahri, 20 agustus 2014). Hal yang sama juga
ISBN: 978-602-74245-0-0 441
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
disamapikan oleh tutor PAUD “CERIA” bahwa tenaga Mulyani, 20 agustus 2014). Hal tersebut bertujuan untuk
pendidiknya juga sudah mengikuti pelatihan diklat dasar memudahkan para tutor dalam meberikan pelajaran bagi
PAUD.” di SKB Lombok barat dan materi ( Wawancara, Ni anak-anak didik secara terkonsep dan secara baik sesuai
Nyoman Sriwindari, 24 agustus 2014). Demikian juga dengan rencana yang sudah di tetapkan oleh pengelola
dengan tutor PAUD Al-Quroba juga pernah mengikuti bersama para tutor. Keseuaian tema dengan program atau
,pelatihan dan materinya berkaitan dengan PAUD, RKH, menu pembelajaran dari ketiga PAUD berdasarkan
Psikologi, deteksi dini dan perkembangan peserta didik.” pengamatan peneliti bisa dikatakan baik karena pemilihan
(Wawancara, Ninayah, 20 agustus 2014). Ini membuktikan bahan ajar dan pemilihan kegiatan dalam proses
bahwa tutor atau tenaga pendidik pada PAUD di desa pembelajaran disesuaikan dengan umur dan tingkat
sesela memeiliki materi atau pembekalan ilmu terkait pemahaman anak .
dengan pendidikan anak usia dini memenuhi satandar 3. Process
kualifikasi sebagai seorang tutor pendidik PAUD dengan Pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada satuan
rata-rata masa kerja lebih dari 3 tahun dan pernah pendidikan anak usia dini harus mengembangkan seluruh
mengikuti diklat dasar tentang PAUD. aspek. Antara lain (1) proses pembelajaran tidak perlu
3) Tenaga Kependidikan: Dibutuhkan pengelolaan yang diatur dalam urtan yang ketat. (2) dalam melaksanakan
baik guna untuk meningkatkan dan mengembangkan kegiatan pembelajaran sebaiknya di mulai dengan kegiatan
lembaga secara professional adalah salah satu komponen yang dapat merangsang minat anak (3) kegiatan yang
utama dalam manajement program khususnya program dijalankan dalam satu hari hendaknya bervariasi anatara
pendidikan luar sekolah. Pengelola yang memiliki latar kegiatan yang bersifat ramai dan kegiatan yang melatih
belakang tingkat pendidikan yang sesuai dengan program konsentrasi anak. Secara umum pelaksanaan
hanya dimiliki oleh lembaga PAUD yang berada di PAUD pembelajaran pada PAUD Non Formal dilaksanakan
“CERIA” karena salah satu pengelola PAUD ini memiliki melalui 3 tahap antara lain: perencanaan, pelaksanaan,
latar belakang pendidikan luar sekolah. Namun PAUD evaluasi..
Alang-alang dan PAUD Al-Quroba hingga saat ini a. Tahap perencanaan: Pada tahap ini ketiga PAUD
kualifikasi tenaga kependidikannya belum mencapai melakukan perencanaan mengajar untuk
standar karena latar belakang pendidikan belum ada yang mempersiapkan baahan bahan serta kegiatan yang
berpendidikan sarjana pendidikan, namun secara materi akan dilaksanakan. RKH atau rencana kegiatan harian
pengelolaan kelembagaan ketiga PAUD ini bisa dikatakan , RKM atau rencana kegiatan mingguan, RKB atau
baik karena rata rata para pengelola PAUD ini sering rencana kegiatan bulanan, dan RKT atau rencana
mengikuti diklat dasar tentang pengelolaan program PAUD kegiatan tahunan merupakan proses awal yang harus
4) Menu Belajar: Program (menu) pembelajaran merupakan dilakukan oleh seluruh tutor. Dari ketiga PAUD yang di
unsur pokok penyelenggaraan pendidikan anak usia dini. teliti keseluruhan PAUD ini selalu membuat rencana
Pendidikan pada program PAUD Non Formal (kelompok kegiatan pembelajaran. Mereka membuat untuk RKH
bermain) pada dasarnya bertujuan untuk memfasilitasi nya karena itu yang membuat kegiatan mereka menjadi
pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal dan terkonsep (wawancara dengan tutor PAUD Alang-
menyeluruh baik pada aspek kognitif, motorik, seni, alang Lombok 20 agustus 2014). Demikian pula hasil
bahasa, sosial emosional dan moral serta nilai keagamaan. wawancara dengan tutor PAUD “CERIA”, bahwa
Pencapaian tujuan oendidikan anak usia dini pada ketiga mereka juga membuat“RKH, RKM, RKB, dan RKT
PAUD tersebut bisa dikatakan efektiv karena menu belajar untuk memudahkan proses pembelajaran
sudah dirancang sedemikian rupa sehingga proses belajar anak”(wawancara, Sriwindari, 24 agustus 2013).
mengajar berjalan dengan baik dan lancar. Hal ini di Sedangkan PAUD Al-Quroba membuat RKH sekaligus
buktikan berdasarkan pengamatan peneliti dan hasil untuk satu tahun. (wawancara, Rohani, 20 agustus
wawancara peneliti bersama ketiga tutor PAUD terkait 2014). Dengan demikian dapat disimpulan bahwa
dengan menu pembelajaran dan RKH yang diterapkan oleh pelaksanaan pemebelajaran di ketiga PAUD ini selalu
tutor sebagai berikut: “membuat pagi-pagi pada waktu menggunaka RKH atau rencana kegiatan belajar yang
anak-anak murid datang persiapan awal mereka bermain sudah di tetapkan dan dirancang guna untuk
out bond , setelah itu persiapan media belajar selama 30 memudahkan kegiatan belajar mengajar yang
menit, setelah itu memulai proses belajar mengajar dengan dilaksanakan didalam kelas maupun di luar kelas.
belajar yang pertama membaca iqro’ dan selanjutnya di b. Tahap pelaksanaan: Pada tahap ini hal yang
sesuaikan denagn tema pada hari itu.”(wawancara, terpenting bagi seorang pendidik adalah melaksanakan
Asmuni, 20 agustus 2014). kegiatan, memimpin dan mengelola kelas atau ruangan
Hal yang sama disampaikan pula oleh tutor saat para peserta didik sudah akan memulai kegiatan
PAUD terkait dengan menu belajar atau rencana kegiatan pembelajaran. Dari ketiga PAUD berdasarkan
harian pada PAUD “CERIA” adalah sebelum proses pengamatan atau observasi peneliti di lapangan
pembelajaran dimulai terlebih dahulu melihat bahwa sebelum memulai kegiatan
disiapkan seperti LKS karena pembelajaran semua PAUD melakukan kegiatan yang
anak anak kegiatannya menggunting kertas yang sudah di bisa merangsang minat anak. Salah satu contoh PAUD
buatkan dan di foto kopi gambar-gambar Alang-alang Lombok menggunakan system belajar out
tersebut”.(wawancara, Ni nyoman Sriwindari, 24 agustus bond yang mana sebelum memulai pembelajaran
2014). PAUD Al-Quroba juga mnyampaikan hal yang sama anak-anak diberikan waktu selama 30 menit untuk
terkait dengan RKH sebagai berikut: “RKH di PAUD ini bermain out bond yang mampu menumbuhkan rasa
dibuat sekali-kali, dibuat satu tahun skali” (Wawancara, Sri senang bagi anak sebelum mengikuti kegiatan belajar
ISBN: 978-602-74245-0-0 442
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
mengajar di kelas. Faktor pendukung dari pelkasanaa internal dan eksternal guna untuk memajukan lembaga dari
kegiatan di ketiga PAUD ini adalah kelengkapan sarana ketersediaan sarana maupun prasarana oleh lembaga mitra.
dan prasarana baik itu APE luar maupun APE dalam. Untuk mitra internal pada PAUD Alang-alang Lombok adalah
Permasalahan yang kerap terjadi pada saat dikpora kabupaten Lombok barat dan mitra eksternal PAUD
kegitan berlangsung pada ketiga PAUD ini adalah Alang-alang Lombok adalah beberpa diantranya berasal dari
permasalahan masih bnayaknnya peserta didik yang luar negeri. Pada PAUD “CERIA” memiliki kerja sama dengan
boleh dikatakan nakal atau mengganggu penyampaian beberapa pihak di antaranya adalah dikpora kabupaten dan
guru pada saat di kelas. Solusi yang di guakan oleh institusi pendidikan yang memiliki kualifiksai atau disiplin ilmu
para masing masing tutor ini adalah melakukan yang sesuai dengan lembaga pendidikan Non Formal yaitu PT
pendekatan persuasif secara individual atau klasikal IKIP Mataram Fakultas Ilmu Pendidikan khususnya Jurusan
jika terdapat peserta didik yang mengganggu di dalam Pendidikan Luar Sekolah yang sudah terjalin sejak penanda
kelas pada saat proses pembelajaran. Metode belajar tanganan MOU pada tanggal 21 Nopember 2013. PAUD Al-
yang di gunkan pada ketiga PAUD ini adalah Quroba memiliki jalinan kerjasama dengan pihak aparatur desa
menggunkan metode belajar sambil bermain. Evaluasi sesela namun donatur hingga saat ini PAUD Al-Quroba belum
pembelajaran selalu dilakukan oleh semua tutor PAUD. menjalin kerjasama yang intensif dengan berbagai pihak
4. Product terkait.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti terkait Komponen Input : Komponen input (masukan) dapat
masalah tumbuh kembang anak para peserta didik ada mendukung tetrcapainya efektivitas pembelajaran yang sesuai
beberapa aspek yang menjadi aucuan peneliti melihat hasil dengan perencanaan awal. Dari ketiga PAUD yang menjadi
dari proses pembelajaran yang telah di lakukan oleh ke tiga sasaran pnelitian ini pengelompokkan peserta didik
PAUD ini antara lalin adalah: (1). Aspek moral, nilai disesuaikan dengan usianya guna mempermudah pendidik
kegamaan (2) aspek fisik (3) aspek bahasa, (4) aspek dalam proses belajar mengajar di kelas mauapun di luar kelas.
kognitif (5) aspek sosial emosional (6) dan seni. Keterlibatan peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar
Pada aspek moral tingkah laku budi pekerti anak mengajar lebih dari 80% sehingga memenuhi kriteria penilaian
pada ketiga PAUD ini bisa dikatakan baik. Terlihat dari dan mampu di katakan efektif. Kualifikasi pendidikan para
setiap anak-anak yang baru datang sekolah rata rata tenaga pendidik yang ada di ketiga PAUD dapat dikatakan
hampir seluruhnya mengucapkan salam dan mencium sebagai pendidik semi professional karena para tenaga
tangan guru atau tutor. Hal semacam ini merupakan salah pendidik tersebut berlatar belakang pendidikan lanjutan tingkat
satu hasil yang sangat positif setelah mengikuti kegiatan atas. Hasil penelitian mengatakan hampir 80% tenaga pendidik
belajar mengajar di PAUD. keagamaan yang dituntut oleh pada PAUD Non Formal yang berada di desa sesela jenjang
setiap PAUD dapat terlaksana sesuai dengan visi dan misi pendidikan yang mereka capai hanya sampai SMA namun
dari setiap PAUD. Pada aspek bahasa serta sosial telah mendapatkan pembekalan tentang pendidikan anak usia
emosional anak dari hasil pengamtan peneliti bisa dini melalui program program pelatihan atau sertifikasi yang
dikatakan baik karena pada aspek ini anak-anak peserta dilakukan oleh instansi terkait. Dibutuhkan pengelolaan yang
didik mampu mengungkapkan bagaimana perasaan saat baik guna untuk meningkatkan dan mengembangkan lembaga
kondisi anak mampu diutarakan secara baik kepada tutor secara professional adalah salah satu komponen utama dalam
sehingga tutor mengetahui bagaimana kondisi dari setiap manajement program khususnya program pendidikan luar
anak yang di didik. Pada aspek kognitif atau yang sekolah. Pengelola yang memiliki latar belakang tingkat
berhubungan dengan pengetahuan anak terlihat dari hasil pendidikan yang sesuai dengan program hanya dimiliki oleh
pembelajaran ketiga PAUD ini bisa dikatakan berhasil lembaga PAUD yang berada di PAUD “CERIA” karena salah
karena anak-anak peserta memiliki pengetahuan terkait satu pengelola PAUD ini memiliki latar belakang pendidikan
dengan kondisi lingkungan dan mampu mngetahui huruf luar sekolah. Namun PAUD Alang-alang dan PAUD Al-Quroba
angka dan nama-nama hewan yang disesuaikan dengan hingga saat ini kualifikasi tenaga kependidikannya belum
tema pemeblajaranya. Untuk seni atau hasil karya dari mencapai standar karena latar belakang pendidikan belum ada
kegiatan pembelajaran anak peserta didik tutor selalu yang berpendidikan sarjana pendidikan luar sekolah. Namun
memajang hasil karya anak di tembok dengan judul hasil secara materi pengelolaan kelembagaan ketiga PAUD ini bisa
karya ku. Ini di buktikan dari hasil observasi peneliti saat dikatakan baik karena rata rata para pengelola PAUD ini sering
turun lapangan. mengikuti diklat dasar tentang pengelolaan program PAUD.
Program (menu) pembelajaran merupakan unsur pokok
B. Pembahasan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini. Pendidikan pada
Komponen Context ; Salah satu faktor yang harus program PAUD Non Formal (kelompok bermain) pada
diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini dasarnya bertujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan
adalah ketersediaan lingkungan pembelajaran yang nyaman, perkembangan anak secara optimal dan menyeluruh baik pada
menarik, dan menyenangkan bagi anak dan satuan kelompok aspek kognitif, motorik, seni, bahasa, sosial emosional dan
bermain memiliki jaringan kemitraan dengan pihak lain guna moral serta nilai keagamaan. Pencapaian tujuan pendidikan
mendukung pelaksanaan program dengan baik. Kerjasama anak usia dini pada ketiga PAUD tersebut bisa dikatakan efektif
atau jaringan kemitraan merupakan salah satu aspek karena menu belajar sudah dirancang sedemikian rupa
penunjang dalam kemajuan lembaga dari pengedaan fasilitas sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan
maupun bantuan dana . Tak lebihnya pada lembaga lancar.
pendidikan anak usia dini (PAUD). Ketiga PAUD ini memiliki Komponen Process : merupakan pelaksanaan
jaringan kerjasama yang berbeda satu dengan yang lain. Untuk kegiatan pembelajaran pada satuan pendidikan anak usia dini
PAUD Alang-alang Lombok memiliki kerjasama dengan pihak harus mengembangkan seluruh aspek. Antara lain (1) proses
ISBN: 978-602-74245-0-0 443
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pembelajaran tidak perlu diatur dalam urtan yang ketat. (2) pelaksanaan proses pembelajaran agar pengelolaan Program
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sebaiknya di Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI)
mulai dengan kegiatan yang dapat merangsang minat anak (3) dapat dilaksanakan secara efektif;(2) Pengelola program PAUD
kegiatan yang dijalankan dalam satu hari hendaknya bervariasi Non Formal di desa Sesela agar memaksimalkan pengelolaan dan
anatara kegiatan yang bersifat ramai dan kegiatan yang melatih proses pembelajaran sesuai dengan RKH, RKM, RKB, dan RKT
konsentrasi anak. Secara umum pelaksanaan pembelajaran untuk memudahkan proses pembelajaran anak dan agar menjalin
pada PAUD Non Formal dilaksanakan melalui 3 tahap yaitu: kemitraan yang lebih intensif dengan instansi-instansi terkait untuk
tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. meningkatkan mutu penyelenggaraan program;(3) Ketua Jurusan
Dari ketiga tahap ini semua PAUD telah melakukan secara PLS FIP IKIP Mataram, agar dapat memberikan pendampingan
baik. yang lebih intensif dalam penyelenggaraan program pembelajaran
Sedangkan Product atau hasil dari proses maupun dalam menjalin kemitraan dengan instansi terkait, serta
pembelajaran yang telah di lakukan oleh ke tiga PAUD ini memaksimalkan pemanfaatan PAUD Nonformal sebagai labside
antara lalin adalah: (a). Aspek moral, nilai kegamaan (b) aspek bagi mahasiswa-mahasiswa jurusan PLS untuk matakuliah-
fisik (c) aspek bahasa, (d) aspek kognitif (e) aspek sosial matakuliah yang sifatnya peraktis.
emosional (f) dan seni. Telah terlihat baik dan mampu dimilliki
oleh para peserta didik yang menjadi sasaran belajar di ketiga DAFTAR PUSTAKA
PAUD tersebut. BPKB DIY. (2005). Model permainan anak di alam terbuka untuk
anak usia dini. Yogyakarta: Tim Penulis.
SIMPULAN Depdiknas. (2002). Acuan menu pembelajaran pada pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang anak dini usia (menu pembelajaran generic). Jakarta:
telah dilakukan, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai Depdiknas.
berikut: Implementasi program pendidikan anak usia dini (PAUD) _________, (2006). PAUD investasi masa depan bangsa. Jakarta:
Non Formal pada satuan kelompok bermain di desa Sesela Depdiknas.
Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat menunjukkan _________, (2006) Pedoman pendidik PAUD. Semarang: BPPLSP
(1) lingkungan sosial mendukung pelaksanaan program (2) Reg.III.
karakteristik input warga belajar tutor dan penyelenggara program _________,(2006). Pedoman teknis penyelenggaraan pos paud.
belum sesuai dengan kriteria penilaian, sarana kelengkapan Jakarta: Depdiknas.
dikategorikan cukup lengkap, (3) dalam proses belajar mengajar Dirjen PLS & P. (2005). Peran tenaga pendidik dalam
anak starategi yang digunakan adalah starategi belajar sambil penyelenggaraan program PAUD. Jakarta: Dirjen PLSP.
bermain dan proses pembelajaran sudah berbasis RKH, RKM, Direktorat PAUD. (2002). Konsep dasar PAUD. Jakarta: Proyek
RKB, RKT (4) hasil dari proses pembelajaran terlihat bahwa Pengembangan Anak Usia Dini Pusat.
peserta didik sudah memiliki kemampuan pada aspek moral, nilai Riyanto Handoko. (2004) Pendidikan usia dini. Jakarta: Gramedia
kegamaan, aspek fisik, aspek bahasa, aspek kognitif, aspek sosial Widya Sarana Indonesia.
emosional, dan seni. Stufflebeam, D.L., & Shinkfield, A.J. (1985). Systematic evaluation.
Boston: Kluwer-Nljhoff Publising.
SARAN . 2003. The CIPP model for evaluation. Portland,
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian Oregon: Western Michigan University.
ini, maka peneliti menyarankan kepada: (1) Kepala bidang . 2003. Evaluation models, view points on
Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI) UPT educational and human services evaluation,2nd. Boston.
DIKPORA Kecamatan Gunung Sari agar memberikan pembinaan Kluwer Nijhof Publishing.
dan pendampingan baik dari segi manajemen pengelolaan maupun

ISBN: 978-602-74245-0-0 444


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA MELALUI PRAKTIKUM
BIOLOGI DASAR BERORIENTASI GUIDED DISCOVERY LEARNING
Sumarjan1 & Ika Nurani Dewi2
1Dosen Fakultas Pertanian Universitas Mataram
2Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

Email: sumarjandns@gmail.com

Abstrak: Kemampuan berpikir kritis salah satu modal intelektualitas penting bagi mahasiswa, sehingga perlu dikembangkan agar
berpeluang berkompetisi memperoleh posisi pada grade dalam komunitasnya. Penekanan yang utama berpikir kritis yakni memahami
dan merasakan makna belajar, karena itu kegiatan praktikum dapat memunculkan indicator yang terukur untuk mengetahui tingkatan
kemampuan berpikir kritis. Mahasiswa memperoleh keleluasaan bertanya, berlatih yang mengarah pada penyelesaian masalah,
membangun konsep-konsep yang ditemukan berdasarkan arahan dan bimbingan dosen dan atau asisten. Dalam pelaksanaan praktikum
baik yang diadakan di lapangan terbuka maupun di gedung laboratorium, tidak jarang ditemukan hal baru yang dianggap anomali. Pada
kasus demikian para mahasiswa dituntut kemampuannya untuk melakukan analisis yang dapat dikomunikasi secara logis baik dalam
bentuk lisan, gambar ataupun tulisan. Metode yang digunakan yakni survey pada lima program studi yang melaksanakan praktikum di
lingkungan Fakultas Pertanian dan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa aktivitas belajar termasuk dalam kategori tinggi, hasil praktikum semua program studi termasuk dalam kategori baik kecuali
Agribisnis Reguler Sore, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis bagi mahasiswa Agribisnis Reguler Sore belum
dapat disetarakan dengan mahasiswa Agribisnis Reguler Pagi, Agroekoteknologi, Ilmu Teknologi Pangan dan Teknologi Pertanian.

Kata Kunci: Berpikir kritis, Praktikum, Guided Discovery Learning

PENDAHULUAN pada sumber pembelajaran, sehingga diharapkan tujuan


Biologi bagian dari sains berperan strategis dalam upaya pembelajaran kognitif, afektif dan psikomotorik dapat dievaluasi,
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan membangun sikap disamping itu alokasi waktu pelaksanaan praktikum relatif lebih
pada diri mahasiswa. Bentuk-bentuk interaksi yang berlangsung di lama jika dibandingkan pelasanaan kuliah di ruang kelas, sehingga
alam bersifat dinamis memberikan pelajaran yang berharga, bimbingan dari dosen dan atau asisten saat praktikum dapat
fenomena alam yang terjadi secara periodik dan proses yang termanfaatkan agar kegiatan terarah pada sasaran, bahkan dosen
berkesinambungan merupakan bahan kajian yang mendalam guna dan asisten dalam hal ini bertindak sebagai fasilitator yang mampu
menstimulasi kemampuan berpikir kritis. Peristiwa biologi yang melakukan tugas teknis termasuk pengoperasian dan perbaikan
mencakup metabolisme, tumbuh, berkembang dan reproduksi jelas peralatan laboratorium dan menjelaskan pertanyaan. Di dalam
dialami, dirasakan dan diamati langsung oleh para mahasiswa, kegiatan praktikum diperlukan sejumlah perangkat pembelajaran
sehingga memberikan pengalaman untuk memahami kehidupan antara lain: petunjuk praktikum, silabus dan satuan acara praktikum
yang keberadaannya tidak terlepas dari lingkungannya serta buku asistensi yang didukung dengan peralatan juga bahan
(Depdikbud, 2003). Peristiwa perkecambahan biji hingga terbentuk praktikum,bahkan untuk melakukan evaluasi diperlukan berbagai
suatu tanaman dewasa kemudian berbunga, berbuah sampai instrumen. Namun ketuntasan pembelajarannya dalam hal ini
dengan menghasilkan biji kembali merupakan sumber bukan hanya bergantung pada laporan akhir dan nilai saja, tetapi
pembelajaran untuk memahami proses imbibisi, osmosis, difusi, yang lebih penting adalah keberhasilan pengembangan
transportasi hara, energy, mitosis dan meiosis. keterampilan dan kemampuan berpikir (Hand on and Mind on).
Keterampilan berpikir kritis berkaitan dengan kemampuan Dalam kegiatan praktikum para mahasiswa
melakukan identifikasi, analisis, pemecahan masalah yang berkesempatan mengembangkan segala kemamampuannya
menghasilkan pertimbangan dan keputusan yang tepat (Liliasari, termasuk keterampilan berpikir kritis. Oleh sebab itu kegiatan
2000). Lebih lanjut Warnick, et al (dalam Friedrichen,2001) tersebut dirancang sedemikian rupa agar para mahasiswa merasa
menyatakan bahwa dalam aktivitas berpikir kritis terjadi proses mengalami kegiatan aktif, mampu menemukan dan memahami
analisis dan evaluasi bukti, identifikasi pertanyaan, kesimpulan konsep, teori, hukum serta menyelesaikan masalah yang dihadapi.
logis, implikasi argument, sehingga merupakan modal dasar praktikum merupakan salah satu metode pembelajaran yang
intelektulitas yang penting bagi setiap orang (Penner dalam berfungsi menemukan konsep melalui kontak alat, bahan dan atau
Dwijananti, 2010). Oleh karena itu keterampilan berpikir kritis harus peristiwa alam secara langsung, sehingga kesiapan mahasiswa
dikembangkan dan dilatihkan kepada para mahasiswa melalui merupakan bekal untuk memperoleh dan mengolah informasi
proses pembelajaran untuk mengantarkan pada sifat kemandirian, melalui aktivitas berpikir melalui perencanaan percobaan,
sebab kompetensi ini sangat diperlukan dalam berbagai aspek pengamatan, identifikasi masalah, mengajukan hipotesis,
kehidupan (Schafersman, 1991). Seorang dosen harus mampu menentukan variable, penyelidikan, komunikasi dan menentukan
menggunakan strategi untuk mengembangkan kemampuan kesimpulan. Kegiatan praktikum merupakan alternatif untuk
keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah guna mencapai pembelajaran yang lebih bermakna, karena mahasiswa
menghasilkan pembelajaran yang bermutu dan bermanfaat bagi telah dibekali teori dalam perkuliahan dan belajar buku asistensi.
peserta didik dan masa depan bangsa (Arends, 1997). Saat pelaksanaan praktikum terdapat pendamping yang terdiri satu
Metode pembelajaran terbimbing (Guided Discovery) dosen dan empat asisten, sehingga para mahasiswa akan
sangat sesuai untuk melatihkan para mahasiswa membangun mendapat pelayanan optimal.
kemampuan keterampilam berpikir kritis pada saat pelaksanaan Tidak semua matakuliah dapat dipraktekkan, tetapi dosen
kegiatan praktikum, sebab peserta didik dihadapkan langsung dituntut untuk mengadakan pendekatan dengan simulasi. Dengan

ISBN: 978-602-74245-0-0 445


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
demikian ada peluang pengembangan keterampilan dan komponen nilai yang menentukan kelulusan, ruang lingkup atau
kemampuan berpikir yang terbimbing. Apabila para mahasiswa cakupan matakuliah, buku pegangan wajib dan buku penunjang.
dapat merasakan adanya proses pembelajaran, maka muncul Beberapa specimen yang digunakan pada kegiatan praktikum
motivasi, aktivitas bahkan kreativitas untuk mendapatkan yang digunakan sebagai contoh pada saat membahas materi kuliah,
terbaik . Oleh karena itu perlu dibarengi upaya pengembangan cara demikian akan memberikan dorongan rasa keingintahuan
keterampilan berpikir kritis, agar tujuan pembelajaran lebih mudah yang akhirnya pada saat praktikum para mahasiswa bersikap
dicapai (Ennis, 1985). serius dan aktif bertanya (pengoperasian mikroskop, cara
membuat preaparat, mencari focus bayangan dalam mikroskop
PEMBAHASAN dan terminology biologi). Aada empat alasan mengenai pentingnya
Semua program studi yang ada pada Fakultas Pertanian kegiatan praktikum, yaitu (1) membangkitkan motivasi belajar, (2)
dan Teklonologi dan Agroindustri Pangan Universitas Mataram, mengembangkan kemampuan dasar bereksperimen, (3) menjadi
pada semester 1 diselenggarakan praktikum Biologi Dasar yang wahana belajar pendekatan ilmiah dan (4) menunjang materi
memiliki bobot 1 sks terdiri atas 12 acara sesuai dengan silabus pelajaran
pada matakuliah. Sebagai perangkat praktikum yaitu buku Berpikir merupakan keaktifan pribadi seseorang yang
asistensi, petunjuk praktikum yang didukung dengan buku kerja, menghasilkan penemuan terarah sampai pada tujuan.
bahan praktek dan peralatan. Instrumen yang digunakan dalam Keterampilan berpikir terus berkembang dengan berbagai stimulus
evaluasi yakni lembar observasi, lembar kerja (pelaporan). Adapun lingkungan dan dalam suasana yang beragam, hingga sampai
hasil selengkapnya dapat dilihat pada table berikut: pada tingkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Akhir Praktikum Biologi Dasar di kemampuan berpikir kritis yang merupakan modal dasar intelektual
Laboratorium Produksi fakultas Pertanian Unram bagi setiap orang (Depdiknas, 2003). Akan tetapi belajar Biologi di
Tahun Ajaran 2015/2016 perguruan tinggi khususnya Fakultas Pertanian dan Teknologi
Hasil Persentase Pangan dan Agroindustri tidak mungkin dimulai dari awal, karena
Program Studi Aktivitas
Akhir Lulus waktu yang tersedia hanya satu semester. Pemampatan materi
Agroekoteknologi Tinggi Baik 89 kuliah dan atau praktikum biologi merupakan salah satu penyebab
Agribisnis Tinggi Baik 82,76 kejenuhan bagi mahasiswa terutama yang berasal dari non-IPA.
RegulerPagi Sekalipun setiap mahasiswa memiliki potensi untuk tumbuh dan
Agribisnis Reguler Tinggi Kurang 50 berkembang menjadi pemikir yang kritis, namun tetap diperlukan
Sore bekal awal pengetahuan (Liliasari, 2000), selanjutnya dilakukan
Teknik Pertanian Tinggi Baik 76 pelatihan keterampilan berpikir kritis agar atmosfer kelas positip,
Ilmu dan Teknologi Tinggi Baik 89,1 terjadi integrasi pengetahuan, wawasan berkembang, merasakan
Pangan kebermanaan belajar dan mengembangkan perilaku berpikir yang
menguntungkan (Marzano, 1992 dalam Morgan, 1995).
Berdasarkan table di atas, data aktivitas mahasiswa Berbagai upaya yang telah dilakukan, agar mahasiswa
setiap program studi termasuk dalam kategori tinggi dan hasil akhir terbangun motivasinya, mau melakukan aktivitas dan
kategori baik kecuali program studi Agribisnis Regular Sore dalam berkreativitas, maka selain memberikan penjelasan arti-pentingnya
kategori kurang dan persentase kelulusan paling rendah yakni hasil evaluasi praktikum juga diberikan asistensi kelas dan
50%. Hal demikian ada kaitannya dengan mekanisme seleksi calon penugasan. Pada saat pelaksanaan praktikum telah diuji-cobakan
mahasiswa yang waktu penyelenggaraannya tidak sama yakni sesuai pendapat Ennis (1985) yang menyatakan bahwa indikator
untuk Program Studi Agribisnis Reguler Sore dilaksanakan setelah berpikir kritis terdiri 12 komponen antara lain; Kemampuan
regular pagi, sehingga sangat dimungkinkan bahwa calon merumuskan masalah, memberikan agumen, kemampuan
mahasiswa yang memiliki grade lebih tinggi akan terseleksi untuk melakukan deduksi, induksi, evaluasi dan solusi. Salah satu contoh
reguler pagi. Hal ini terbukti persentase kelulusan Agribisnis soal test yakni: Mengapa ukuran sel penyusun tubuh organism
Reguler Pagi mencapai 82,76%. Untuk Program Studi Teknik multiseluler bersifat mikroskopis? Jelaskan!, selanjutnya diikuti
Pertanian sekalipun hasil akhir praktikum termasuk dalam kategori praktikum tentang pengamatan bentuk dan struktur sel. Bagi
baik, tetapi persentase kelulusannya relatif lebih rendah (76 %) jika mahasiswa yang mampu berpikir kritis akan terfokus langsung
dibandingkan dengan Agribisnis Regular Pagis (82,76%), pada proses pertumbuhan makhluk hidup yang terkait langsung
Agroekoteknologi (89%) dan Ilmu dan Teknologi Pangan (89,1%). dengan pembelahan sel yang secara singkat bahwa pertambahan
Berdasarkan isian angket tertutup oleh mahasiswa Teknik sel menyebabkan pertumbuhan, atau ukuran sel tetap
Pertanian 50% menyatakan bahwa praktikum Biologi Dasar kurang dipertahankan mikroskopis sekalipun individu bertambah besar.
penting dan kurang menarik. Hal ini sesuai dengan hasil observasi Lebih jelasnya indikator kemampuan berpikir kritis dapat dilihat
khususnya terhadap gambar preparat, keterangan gambar dan pada table berikut:
deskripsi yang kurang lengkap. Namun disisi lain mahasiswa sadar Tabel 2. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
arti pentingnya praktikum, bahwa 1 sks pada parktikum merupakan Kemampuan Indikator
satu kesatuan dengan 2 sks pada matakuliah, sehingga Berpikir Kritis
mahasiswa paham bahwa tanpa nilai praktek maka nilai Merumuskan Memformulasikan pertanyaan yang
matakuliahpun tidak akan diproses yang mengakibatkan nilai masalah terarah untuk memperoleh jawaban
Biologi Dasar dalam khs kosong. Memberikan Argumen dengan alasan yang
Seorang dosen yang memiliki kompetensi sebagai argument sesuai dengan pertanyaan
pengampu matakuliah Biologi Dasar, tidak akan pernah Melakukan deduksi Memberikan penjelasan deduksi
mengabaikan kegiatan praktikum. Pada saat pertemuan pertama logis dan diterima nalar
tentu akan dibahas tentang kontrak kuliah, sistem evaluasi dan

ISBN: 978-602-74245-0-0 446


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Melakukan induksi Melakukan investigasi yang III.Pelaksanaan kegiatan Membimbing dan mengarahkan
diterjemahkan dalam bentuk gambar kegiatan eksperimen
dan membuat kesimpulan IV.Pengamatan Membantu kesulitan dalam
Melakukan evaluasi Menyusun fakta/fenomena alam pengamatan dan organisasi data
untuk dilakukan evaluasi dan V.Presentasi hasil Membimbing saat presentasi
memberikan alternatif VI.Evaluasi Membimbing dalam merumuskan
Memutuskan/solusi Memilih solusi yang tepat kesimpulan
(Sumber: Ennis, 1985/telah dimodifikasi)
SIMPULAN
Pada kegiatan praktikum ini mahasiswa didorong Kemampuan berpikir kritis merupakan proses mental
menemukan prinsip-prinsip bagi diri-sendiri, karena Discovery yang terorganisir berperan dalam menentukan keputusan untuk
learning menekankan pengalaman pembelajaran berpusat pada menyelesaikan masalah, sehingga ini sebagai modal dasar
mahasiswa (Carin, 1993). Slavin (1994) menambahkan bahwa intelektual mahasiswa. Penerapan pembelajaran praktikum
melalui suatu percobaan, mahasiswa didorong untuk bekerja berorientasi penemuan terbimbing merupakan cara efektif untuk
menemukan jawaban sendiri, belajar keterampilan memecahkan mencapai tingkat pembelajaran yang lebih bermakna.
masalah (problem solving) dan melatih keterampilan berpikir kritis.
Markaban (2006) menegaskan bahwa pada pembelajaran DAFTAR PUSTAKA
penemuan para mahasiswa akan terlibat aktif yang menjadikan Arends, R. 1997. Learning to Teach, fifth edition. New York,
suatu pengalaman dan ini memungkinkan mampu McGraw-Hill Inc.
mengkontruksikan pengetauan sendiri. Berpedoman pada Carin, A.A. 1993. Guided Discovery Activites for Elementary School
petunjuk praktikum, mahasiswa dapat mendesain percobaan, Science. New York, Oxford Singapore, Sydney, Maxwell
mengumpulkan fakta, melakukan analisis dan membuat Macmillan International
kesimpulan. Selama kegiatan praktikum, jika para mahasiswa Depdiknas. 2003 Kurikulum Berbasis Kompetensi Matapelajaran
mehadapi kesulitan maka dapat leluasa bertanya pada dosen atau sains. Jakarta. Depdiknas
asisten yang memang sengaja disiapkan untuk memberikan Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta,
bimbingan, arahan dan pelatihan (Guided Discovery Learning). Depdiknas.
Pada saat para mahasiswa melakukan pengamatan Dwijananti, P. & yulianti, D. 2010. Pengembangan kemampuan
proses fotosintesis, disediakan bahan tumbuhan Hydrilla, air Berpikir Kritis Mahasiswa Melalui Pembelajaran Problem
dengan peralatan gelas ukur, corong kaca dan tabung reaksi yang Based Instruction pada Matakuliah Fisika Lingkungan.
selanjutnya dirangkaikan sesuai desain percobaan. Satu unit Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6 (2010) 108.114.
percobaan diletakkan di tempat terbuka dan menerima langsung Htpp://journal.unnes.ac.id. Diakses 2 Januari 2016.
cahaya matahari dan satu unit percobaan diletakkan pada daerah Ennis, R.H. 1985. Goals for a Critical Thinking Curriculum. Dalam
ternaung, setiap satu menit dihitung frekuensi gelembung yang A.L. Costa (ED). Developing Mind: A Resource Book for
muncul dalam tabung. Setelah 10 menit maka diperoleh data Teaching Thinking, Virginia: Assosiation for Supervisions
bahwa frekuensi gelembung udara yang dihasilkan pada tempat and Curriculum Development (ASCD)
terbuka jauh lebih banyak daripada tempat ternaung. Berdasarkan Friedrichen, P.M. 2001. Abiology Course for Prospective
hasil diskusi para mahasiswa maka dapat disimpulkan bahwa Elementary Teacher Journal T (8)he Amirican Biology
proses fotosintesis diperlukan sumber energy cahaya matahari dan Teacher, Vol. 63 (8): 562=568
gelembung yang muncul di dalam tabung adalah oksigen. Hal Liliasari, 2000. Model Pembelajaran untuk Meningkatkan
demikian membuktikan bahwa perkembangan kognitif lebih mudah Keterampilan Berpikir Knseptual Tingkat Tinggi Calon Guru
diperoleh melalui cara berinteraksi aktif dengan lingkungan (Piaget IPA. Proceeding Nasionnal Science Education Seminar,
dalam Nur, 2008). Selain itu terbukti pula bahwa pembelajaran The Problem of Mathematies and Science Education and
berorientasi penemuan terbimbing memberikan keleluasaan Alternative to Solve the Problems. Malang, JICA-IMSTEP
mengembangakan strategi belajar dan dapat mengekspresikan FMIPA UM
potensi intektual mahasiswa (Depdiknas, 2008). Pelaksanaan Markaban. 2006 Model Pembelajaran dengan Pendekatan
pembelajaran penemuan terbimbing dalam kegiatan praktikum Penemuan Terbimbing. Yogyakarta. Departemen
biologi dasar diadopsi dari Carin, 1993 yang diadaptasikan dengan Pendidikan Nasional Pusat Pengembangan dan Penataran
Markaban, 2006 yang tahapannya seperti table berikut: Guru Matematika.
Tabel 3. Tahapan Pembelajaran dengan Metode Penemuan Morgan, W.R. !995. Critical Thinking Whar does That Mean.
Terbimbing Journal of College and Science Teaching. 336 -390
Tahapan Kegiatan Dosen/Asisten Nur, M. 2008. Pengajaran Berpusat pada Siswa dan Pendekatan
I.Motivasi, tujuan orientasi Memberikan motivasi, kontruktivis Dalam Pengajaran edisi kelima. Universiotas
masalah menjelaskan tujuan dan masalah Negeri Surabaya. PSMS
sederhana tentang materi Schafersman. S.D. 1991. An Introduction to Critical Thinking
praktikum (Online) http//www.freeinquiry. com/critical-thinking-html.
II. Prosedur penyelidikan Menjelaskan langkah kerja dalam Diakses 11 Februari 2016
praktikum dengan pendekatan Slavin. R.E. 1994. Educational Psychology Theory ang Practice
penemuan terbimbing edisi 4 Singapore: Allyn Bacon.

ISBN: 978-602-74245-0-0 447


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
EFEKTIFITAS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP
PENINGKATAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA PADA SUB POKOK BAHASAN
PERPINDAHAN KALOR SECARA KONDUKSI
Suprianto1 & Herman Jufri Andi2
1&2Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Madura
E-mail: irpus_07@yahoo.com

Abstrak: Kurangnya proses kontruktivisme dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa tidak memiliki pengetahuan dan
keterampilan memecahkan suatu permasalahan, sehingga hasil belajar siswa rendah. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui efektifitas penggunaan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap peningkatan hasil belajar siswa dan
juga untuk mengidentifikasi aktivitas siswa dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dan metode
konvensional. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas X B sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan pendekatan CTL, sedangkan
kelas X C sebagai kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan penggunaan pendekatan CTL terhadap hasil belajar siswa dengan model pembelajaran langsung sebagai
pembanding. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji t, diperoleh nilai thitung sebesar 4,1889912 sedangkan besar ttabel dengan taraf signifikansi
0,01 adalah 3,499 yang menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan CTL mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan
hasil belajar siswa. Menurut rerata g factor diperoleh 0,39 (kategori sedang) untuk kelas eksperimen dengan rentang g factor (0,00 – 1,00)
sedangkan untuk kelas kontrol rerata g factor sebesar 0,23 (kategori rendah) dengan rentang g factor (0,00 – 0,60) Sedangkan rata-rata
skor aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen dengan pendekatan CTL adalah 56,25 dan rata-rata skor aktivitas belajar siswa pada
kelas kontrol dengan metode konvensional adalah 48,75. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa lebih baik menggunakan
pendekatan CTL daripada metode konvensional. Berdasarkan uji efektifitas hasil belajar siswa didapatkan nilai ES sebesar 0,15, yang
menunjukkan bahwa efektifitas penggunaan pendekatan CTL masih rendah dengan pembanding model pembelajaran langsung. Maka
dapat disimpulkan bahwa Pendekatan CTL lebih efektif dibandingkan model pembelajaran langsung dan aktivitas belajar siswa dengan
pendekatan CTL lebih baik dibandingkan dengan aktivitas belajar siswa dengan metode konvensional.

Kata Kunci: Inkuiri, Aktivitas Belajar, Dan Peningkatan Hasil Belajar

PENDAHULUAN kemampuan yang di milki siswa serta dapat mengkonstruksi sendiri


Indonesia tergolong negara berkembang memiliki pengetahuan dan keterampilan barunya. Maka dari hal itu,
sumberdaya manusia yang dapat dikatakan masih cukup rendah. diperlukan inovasi dalam sistem pembelajaran untuk membuat
Rendahnya kualitas pengembangan sumber daya manusia siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran, sehingga dapat
Indonesia ditunjukkan dari hasil riset yang dilakukan oleh beberapa meningkatkan hasil belajar mereka yaitu dengan menggunakan
lembaga riset dunia. Pada tahun 2009, PISA mempublikasikan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) yang
hasil survei yang menunjukkan bahwa dari 65 negara, merupakan salah satu pembelajaran dengan pendekatan
berdasarkan kemampuan membaca, Indonesia berada pada kontekstual
peringkat 57 dengan nilai 402, kemampuan matematika pada Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
peringkat 61 dengan nilai 371, dan kemampuan IPA pada peringkat mempunyai kelebihan yaitu: Pembelajaran menjadi lebih bermakna
60 dengan nilai 383 (OECD, 2012). Selanjutnya, hasil survei dan riil. Artinya, siswa dituntut dapat menangkap hubungan antara
Education for All (EFA) Global Monitoring Report 2010 yang pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
dikeluarkan oleh UNESCO menilai, indeks pembangunan Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan
pendidikan atau Education Development Index (EDI) Indonesia penguatan konsep para siswa, karena metode pembelajaran CTL
berada pada peringkat ke 65 dari 128 negara dengan indeks menganut aliran konstruktivisme, yakni seorang siswa dituntut
pengembangan pendidikan sebesar 0,947 dengan katagori menemukan pengetahuannya sendiri. Kontekstual adalah model
indeks pengembangan pendidikan menengah (EFA, 2010). Pada pembelajaran yang menekankan pada aktifitas siswa secara penuh
tahun 2011 ternyata peringkat Indonesia turun ke peringkat 69 dari , baik fisik maupun mental. Kelas dalam pembelajaran kontekstual
127 negara yang disurvei dengan nilai indeks pengembangan bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi tetapi sebagai
pendidikan sebesar 0,934 (EFA, 2011). tempat untuk menguji data hasil temuan di lapangan. Materi
Berdasarkan hasil wawancara terbatas dengan sebagian pembelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil
guru fisika MA se kecamatan Pamekasan pada semester ganjil pemberian dari guru. Penerapan pembelajaran kontekstual bisa
Tahun Ajaran 2015/2016, menunjukkan bahwa hampir 70% hasil menciptakan susana pembelajaran yang bermakna.
belajar siswa masih di bawah KKM dan rata-rata hasil belajar siswa Adapun tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi
pun masih rendah. Hal ini disebabkan karena pembelajaran masih Efektifitas Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
bersifat teacher centered sehingga siswa bersifat pasif dan tidak Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Sub Pokok Bahasan
memiliki keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari Perpindahan Kalor Secara Konduksi dengan model pembelajaran
satu permasalahan ke permasalahan lainnya dalam konteks langsung sebagai pembanding.
kehidupan, karena pengetahuan yang mereka peroleh adalah hasil
menghafal, bukan hasil dari menemukan sendiri, siswa kurang METODE
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya, karena Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
tidak ada proses kontruktivisme dalam proses pembelajaran, yaitu adalah penelitian eksperimen yaitu penelitian yang dimaksudkan
dengan mengembangkan pemikiran siswa dengan berlandaskan untuk mengetahui adanya peningkatan yang signifikan terhadap
ISBN: 978-602-74245-0-0 448
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
prestasi belajar siswa, akibat dari sesuatu yang dikenakan pada sampai tinggi). Prosentase siswa yang gain faktornya <g> dalam
subjek. Dengan membandingkan satu atau lebih kelompok kategori rendah adalah 44 %, dalam kategori sedang adalah 44%,
eksperimen yang diberi perlakuan dengan satu atau lebih dan kategori tinggi adalah 12%. Rerata g factor adalah 0,39
kelompok pembanding yang tidak menerima perlakuan (Arikunto, termasuk dalam kategori sedang. Jadi, penerapan pendekatan
2005:61) CTL dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas eksperimen
Penelitian ini menggunakan subjek yang berbeda yaitu dalam kategori sedang. Tabel 2 menunjukkan skor pre-test, post-
terdiri dari dua kelas kontrol dan kelas eksprimen, kelas test dan g factor kelas kontrol.
eksperimen menggunakan pendekatan CTL sedangkan pada kelas Tabel 2. Data peningkatan hasil belajar Post-Test siswa pada
kontrol menggunakan model pembelajaran langsung (kelompok perlakuan pendekatan CTL dan model Pembelajaran
pembanding). Untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran Langsung.
menggunakan pretest-posttes.
Model Pembelajaran Langsung
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data peningkatan hasil belajar siswa yang menggunakan No Pretest Posttest N Gain
pendekatan CTL seperti pada Tabel 1. 1 30 45 0,30
Tabel 1. Data peningkatan hasil belajar siswa yang menggunakan 2 45 40 -0,14
pendekatan CTL 3 30 35 0,10
PENDEKATAN CTL 4 35 40 0,11
No pretest posttest N Gain 5 45 55 0,29
1 45 60 0,43 6 25 25 0,00
2 30 35 0,10 7 55 55 0,00
3 45 50 0,14 8 45 60 0,43
4 65 65 0,00 9 30 60 0,60
5 25 45 0,36 10 30 30 0,00
6 60 75 0,75 11 20 35 0,25
7 35 60 0,56 12 50 50 0,00
8 30 60 0,60 13 45 45 0,00
9 60 70 0,50 14 50 65 0,50
10 40 45 0,13 15 30 45 0,30
11 30 40 0,20 16 35 55 0,44
12 55 70 0,60 17 25 45 0,36
13 55 70 0,60 18 30 35 0,10
14 45 55 0,29 19 45 65 0,57
15 40 70 0,75 20 30 40 0,20
16 30 55 0,50 21 30 45 0,30
17 30 40 0,20 22 30 40 0,20
18 35 50 0,33 23 25 40 0,27
19 45 55 0,29 24 25 25 0,00
20 45 55 0,29 25 50 65 0,50
21 20 35 0,25 Rata-rata 35,6 45,6 0,23
22 70 80 1,00
23 50 60 0,33 Dari Tabel 2 kemampuan awal siswa diperoleh nilai Chi
24 30 40 0,20 Kuadrat hitung 11,00 sedangkan Chi Kuadrat tabel adalah 18,48
25 40 55 0,38 dengan taraf signifikansi 0,01. Dari data tersebut dapat dilihat
bahwa χ2hitung < χ2tabel maka bisa disimpulkan bahwa data skor post
Rata-rata 42,2 55,8 0,39 test siswa terdistribusi normal. Sehingga data pos test siswa dapat
Dari Tabel 1 kemampuan awal siswa diperoleh nilai Chi di lanjutkan dengan uji hipotesis yaitu uji t. Hasil pengujian hipotesis
Kuadrat hitung 18,89 sedangkan Chi Kuadrat tabel adalah 20,09 dengan menggunakan perhitungan uji t memperoleh thitung = 4,19,
dengan taraf signifikansi 0,01. Dari data tersebut dapat dilihat sedangkan nilai ttabel untuk taraf signifikansi 0,01 adalah 3,499.
bahwa χ2hitung < χ2tabel maka bisa disimpulkan bahwa data skor pre Karena nilai thitung > ttabel maka hal ini menunjukkan adanya
test atau kemampuan awal siswa terdistribusi normal. pengaruh yang signifikan penggunaan pendekatan CTL terhadap
Kemudian dilakukan uji homogenitas didapatkan harga hasil belajar siswa di bandingkan dengan menggunakan model
Fhitung = 1,36 sedangkan harga Ftabel = 2,66. Karena harga Fhitung< pembelajaran langsung
Ftabel maka hal tersebut menyatakan bahwa kemapuan awal siswa Berdasarkan Tabel 2 juga tampak bahwa g factor kelas
bersifat homogen atau dengan kata lain rata-rata nilai kemampuan eksperimen merentang dari 0,00 s.d 0,60 (dari kategori rendah
antar kelas tidak jauh berbeda. sampai sedang). Prosentase siswa yang gain faktornya <g> dalam
Berdasarkan Tabel 1 juga tampak bahwa g factor kelas kategori rendah adalah 60%, dalam kategori sedang adalah 40%,
eksperimen merentang dari 0,00 s.d 1,00 (dari kategori rendah
ISBN: 978-602-74245-0-0 449
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dan kategori tinggi adalah 0%. Rerata g factor adalah 0,23 KESIMPULAN
termasuk dalam kategori rendah. Jadi, penerapan model Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan hal-
pembelajaran langsung dapat meningkatkan hasil belajar siswa hal sebagai berikut:
kelas kontrol dalam kategori rendah. 1. Pendekatan CTL lebih efektif dibandingkan model
Berdasarkan hasil uji efektifitas didapatkan nilai ES pembelajaran langsung.
sebesar 0,15. Hal ini menunjukkan bahwa efektifitas pendekatan 2. Berdasarkan hasil analisis pengamatan aktivitas belajar siswa
CTL terhadap peningkatan hasil belajar siswa tergolong rendah. maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa dengan
Pengaruh pendekatan CTL juga nampak pada hasil pendekatan CTL lebih baik dibandingkan dengan aktivitas
pengamatan aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen dengan belajar siswa dengan metode konvensional.
pendekatan pembelajaran CTL selama pembelajaran berlangsung,
aktivitas belajar siswa yang tertinggi adalah kerjasama dalam DAFTAR PUSTAKA
kelompok yaitu sebesar 70 skor, selanjutnya partisipasi dalam Amri, Sofan. 2013. Pengembangan & model pembelajaran dan
kegiatan sebesar 64 skor, bertanya sebesar 53 skor dan yang kurikulum 2013. Jakarta: PT Pustaka Raya
paling rendah adalah menjawab yaitu 38 skor. Sedangkan pada Andayani, Ana sofia. 2011. Pengaruh Pendekatan Contekstual
kelas kontrol dengan metode konvensional selama pembelajaran Teaching And Learning (CTL) Terhadap Hasil Belajar
berlangsung, aktivitas belajar siswa yang tertinggi adalah Fisika Siswa Pada Konsep Bunyi. UIN Syarif Hidayatullah
partisipasi dalam kegiatan sebesar 62 skor, kerjasama dalam Jakarta
kelompok sebesar 60 skor, bertanya sebesar 41 skor dan yang Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen penelitian. Jakarta: PT
paling rendah adalah menjawab yaitu 32 skor. Hal ini menunjukkan Rineka Cipta
bahwa aktivitas belajar siswa lebih baik menggunakan pendekatan Djamanah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2006. Strategi Belajar
CTL daripada metode konvensional. Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta
Berdasarkan tabel 4.7 dan tabel 4.8 dapat di buktikan EFA. 2010. “Education for All Global Monitoring Report 2010,
bahwa dalam pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru dengan UNESCO. Tersedia pada:www.unesco.org. Diunduh pada
menggunakan pendekatan CTL dan metode konvensional tidak 23 Mei 2015.
ada yang di unggulkan atau bisa dikatakan setara. EFA. 2011. “Education for All Global Monitoring Report 2010”.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Siti atafa UNESCO. Tersedia pada:www.unesco.org. Diunduh pada
(2013) tentang kelebihan CTL, yaitu: 1) Pembelajaran menjadi 23 Mei 2015
lebih bermakna dan riil. Artinya, siswa dituntut dapat menangkap Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran Kontekstual Konsep Dan
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan Aplikasi. Bandung: PT. Refika Aditama
kehidupan nyata. 2) Materi pembelajaran dapat ditemukan sendiri OECD (2012), PISA 2009 Technical Report. PISA: OECD
oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru. 3) Penerapan Publishing. Tersedia pada: www.pisa.oecd.org. Diakses
pembelajaran kontekstual bisa menciptakan susana pembelajaran pada 23 mei 2015.
yang bermakna. Putra, Sirtiatava Rizema.2013. Desain Belajar Mengajar Kreatif
Hal ini di dukung oleh penelitian dari Ana Sovia Andayani Berbasis Sains. Jogja: Diva Pers
(2011), yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan Yulianto, Agung dan Yulianto, Arief. 2006. Peningkatan Hasil
menggunakan pendekatan CTL dapat memberikan pengaruh yang Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Ekonomi melalui
signifikan terhadap hasil belajar siswa dan penelitian dari Agung Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (Contextual
Yulianto dan Arief Yulianto (2006) yang menyatakan bahwa Teaching and Learning) pada SMA Negeri 11 Semarang.
pembelajaran dengan pendekatan CTL menunjukan peningkatan Universitas Negeri Semarang.
hasil belajar siswa yang memenuhi SKBM sebesar 75%.

ISBN: 978-602-74245-0-0 450


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
REVIEW LITERATUR TENTANG LITERASI SAINS
Suryati
Dosen Program Studi Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram
Email: Suryatiagsurfa2@gmail.com

Abstrak: Banyak tantangan dari abad ke-21 membutuhkan solusi inovatif dalam berpikir ilmiah dan discovery ilmiah. Masyarakat mungkin
akan membutuhkan kader dari pendidik sains dan untuk melakukan penelitian dan inovasi sains dan teknologi yang penting untuk
menemukan tantangan ekonomi, sosial dan lingkungan yang dihadapi dunia. Untuk menggali pengetahuan awal masyarakat luas, masing-
masing peneliti juga membutuhkan banyak pengetahuan sains dan literasi sains yang tinggi dengan pemahaman yang lebih dalam tentang
hakekat sains, batasan dan konsekuensi dari aplikasi sains. Harapan ini akan tercapai jika masyarakat memiliki literasi sains (scientific
literacy). Oleh karena itu literasi sains semakin diperlukan dewasa ini agar kita dapat hidup di tengah-tengah masyarakat modern (New
Zealand Curriculum, 2013). PISA 2015 mendefinisikan Literasi sains merupakan kemampuan untuk menggali pengetahuan awal siswa
dengan menghubungkan isu-isu sains dan ide-ide sains, sebagai refleksi bagi siswa. Review metode dari kajian literatur ini adalah dari
teori dan hasil-hasil penelitian berupa artikel yang dipublikasikan pada jurnal Nasional dan International serta laporan hasil penelitian.
Beberapa kajian literatur yang sudah dikaji tentang literasi sains yaitu dengan menerapkan model-model dan media pembelajaran:(Suryati
& Permatasary, 2014), Pembelajaran berbasis Inkuiri; (Nisa, Suryati, & Dewi, 2015), Pengembangan Bahan Ajar KAPRA Berbasis Literasi
Sains; (Suryati, Juhaini, & Faina, 2014-2015), bahan ajar literasi sains berbasis CTL; (Husandi, Suryati, & Hatimah, 2015), pembelajaran
LC & Literasi Sains. Penelitian-penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan (Research & Development) yang mengembangan
bahan ajar dengan berbagai model pembelajaran untuk meningkatkan literasi sains siswa dan menguji keefektifannya. Di samping itu
review literatur juga dari Draft kerangka Sains PISA 2006, 2009 dan 2015. Dari beberapa penelitian yang sudah dipaparkan menunjukkan
bahwa: bahan ajar yang dikembangkan dengan model pembelajaran KAPRA, CTL, LC dan Creative Problem Solving setelah dianalisis
pada langkah-langkah pembelajarannya di bahan ajar, dasarnya adalah model pembelajaran Inkuiri yang berpeluang dapat meningkatkan
literasi sains siswa. Proses pembelajaran yang erat kaitannya dengan hakikat sains adalah inkuiri ilmiah (scientific inquiry) (NRC; 1996).
Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang cocok digunakan jika ingin melatihkan kemampuan literasi sains siswa. Bahan ajar
yang dikembangkan baik menggunakan Inkuiri, KAPRA, CTL, LC, Creative Problem Solving setelah divalidasi sudah sangat layak untuk
digunakan pada skala ujicoba yang lebih besar. Hal ini dibuktikan dari persentase hasil uji validasi bahan ajar atau perangkat pembelajaran
80% sampai dengan 98,75%. Setelah diuji keefektifan dari bahan ajar tersebut dilaporkan bahwa rata-rata bahan ajar tersebut efektif
digunakan dalam pembelajaran untuk menumbuhkan kemampuan literasi sains siswa.

Kata Kunci : Literasi Sains

PENDAHULUAN Literasi Sains Berdasarkan PISA 2006, 2009 dan PISA 2015
Banyak tantangan dari abad ke-21 membutuhkan solusi 1. Literasi Sains berdasarkan PISA 2006 dan PISA 2009
inovatif dalam berpikir ilmiah dan discovery ilmiah. Masyarakat Literasi sains menurut PISA diartikan sebagai “ the
mungkin akan membutuhkan kader dari pendidik sains dan untuk capacity to use scientific knowledge , to identify questions and to
melakukan penelitian dan inovasi sains dan teknologi yang penting draw evidence-based conclusions in order to understand and help
untuk menemukan tantangan ekonomi, sosial dan lingkungan yang make decisions about the natural world and the changes made to
dihadapi dunia. Untuk menggali pengetahuan awal masyarakat it through human activity”. Literasi sains didefinisikan sebagai
luas, masing-masing peneliti juga membutuhkan banyak kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi
pengetahuan sains dan literasi sains yang tinggi dengan pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti,
pemahaman yang lebih dalam tentang hakekat sains, batasan dan dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan
konsekuensi dari aplikasi sains. Harapan ini akan tercapai jika dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui
masyarakat memiliki literasi sains (scientific literacy). Oleh karena aktivitas manusia. Definisi literasi sains ini memandang literasi
itu literasi sains semakin diperlukan dewasa ini agar kita dapat sains bersifat multidimensional, bukan hanya pemahaman
hidup di tengah-tengah masyarakat modern (New Zealand terhadap pengetahuan sains, melainkan lebih dari itu.
Curriculum, 2013). Secara harfiah literasi berasal dari kata literacy yang
Untuk semua alasan ini, literasi sains dianggap menjadi berarti melek huruf/gerakan pemberantasan buta huruf
kompetensi utama (Rychen & Salganik, 2003) dan didefinisikan (Echols&Shadily, 1990).Sedangkan istilah sains berasal dari
dalam hal kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan bahasa Inggris Science yang bearti ilmu pengetahuan. Sains
informasi secara interaktif/berkelanjutan-pemahaman tentang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
bagaimana pengetahuan sains mengubah cara seseorang dapat sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan
berinteraksi dengan dunia dan bagaimana hal itu dapat digunakan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
untuk mencapai tujuan yang lebih luas. Masing-masing hal itu prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan
merepresentasikan tujuan utama bagi pendidikan sains untuk (Depdiknas dalam Mahyuddin, 2007). Pudjiadi mengatakan bahwa
semua siswa. Oleh karena itu gambaran literasi sains sebagai “sains merupakan sekelompok pengetahuan tentang obyek dan
bentuk dasar untuk penilaian internasional 2015 dari yang berusia fenomena alam yang diperoleh dari pemikiran dan penelitian para
15 tahun merupakan respon terhadap pertanyaan: Apa yang ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen
penting bagi anak-anak muda ketahui, nilai, dan bisa terlibat dalam menggunakan metode ilmiah”.Literasi sains dapat diartikan
situasi yang melibatkan sains dan teknologi? (PISA 2015) sebagai pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan
masyarakat (Widyaningtyas dalam Yusuf, 2008).

ISBN: 978-602-74245-0-0 451


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Holbrook (2009) dalam jurnalnya The meaning of mengevaluasi apakah kesimpulan dapat dijamin. Dengan
science, menyatakan literasi sains berarti penghargaan pada ilmu demikian, literasi sains dalam PISA 2015 didefinisikan oleh tiga
pengetahuan dengan cara meningkatkan komponen-komponen kompetensi untuk:
belajar dalam diri agar dapat memberi kontribusi pada lingkungan • Menjelaskan fenomena secara ilmiah;
sosial. Berdasarkan pernyataan di atas literasi sains memiliki arti • Mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah;
luas, setiap kalangan dapat memberikan kontribusi dalam dan
mengartikan literasi sains. Setiap kalangan umur memberikan • Menafsirkan data dan bukti ilmiah.
kontribusi terhadap teknologi berdasarkan tingkat pemahaman Semua kompetensi tersebut memerlukan pengetahuan.
yang dimilikinya. Secara umum literasi sains memiliki beberapa Menjelaskan fenomena ilmiah dan teknologi, misalnya, menuntut
komponen, komponen tersebut adalah: pengetahuan tentang konten dari sains - selanjutnya disebut
 mampu membedakan mana konteks sains dan mana yang sebagai pengetahuan konten. Kompetensi kedua dan ketiga,
bukan konteks sains bagaimanapun, memerlukan lebih dari pengetahuan tentang apa
 mengerti bagian-bagian dari sains dan memiliki pemahaman yang kita tahu. Sebaliknya, mereka bergantung pada pemahaman
secara umum aplikasi sains tentang bagaimana pengetahuan ilmiah didirikan dan tingkat
 memiliki kemampuan untuk menerapkan pengetahuan sains kepercayaan dengan yang diadakan. Sebutan tertentu, oleh karena
dalam pemecahan masalah itu, telah dibuat untuk mengajar tentang apa yang disebut sebagai
 mengerti karakteristik dari sains dan mengerti kaitannya 'hakikat sains' (Lederman, 2006), 'ide-ide tentang sains' (Millar &
dengan budaya Osborne, 1998) atau 'praktek ilmiah' (National Research Council,
 mengetahui manfaat dan resiko yang ditimbulkan oleh sains 2012). Mengenali dan mengidentifikasi fitur yang menjadi ciri inkuiri
ilmiah memerlukan pengetahuan tentang prosedur standar yang
2. Literasi sains berdasarkan PISA 2015 merupakan dasar dari metode yang beragam dan praktek yang
Jalan berpikir tentang hasil akhir yang diinginkan dari digunakan untuk membangun pengetahuan ilmiah - disebut di sini
pendidikan sains merupakan kepercayaan yang kuat dalam sebagai pengetahuan prosedural. Akhirnya, kompetensi
memahami sains yang merupakan suatu hal penting yang harus memerlukan pengetahuan epistemik - pemahaman tentang alasan
diutamakan oleh setiap pendidikan anak-anak muda (AAAS,1989; untuk praktek umum dari inkuiri ilmiah, status klaim pengetahuan
CSCE, 2011; Fensham, 1985; Millar & Obsorne, 1998; NRC, 2012; yang dihasilkan, dan arti dari istilah dasar seperti teori, hipotesis
Sekretariat der Standigen Konferenz der Kultuzminister der Lander dan data.
in der Bundesrepublik Deutschland (KMK), 2005; Taiwan Ministry Kedua pengetahuan prosedural dan epistemik yang
of Education, 1999). Tentu saja, dalam banyak Negara sains diperlukan untuk mengidentifikasi pertanyaan yang disetujui untuk
merupakan unsur wajib dalam kurikulum sekolah dari taman kanak- inkuiri ilmiah, untuk menilai apakah prosedur yang tepat telah
kanak sampai selesai dari pendidikan yang diwajibkan. digunakan untuk memastikan bahwa klaim dibenarkan, dan untuk
Banyak dokumen dan pernyataan kebijakan yang dikutip membedakan isu-isu ilmiah dari hal-hal nilai atau pertimbangan
di atas memberikan keunggulan untuk pendidikan untuk ekonomi. Dari signifikansi dalam mengembangkan definisi literasi
kewarganegaraan. Namun, secara internasional banyak kurikulum sains adalah bahwa seorang individu, untuk hidup perlu
sekolah sains berdasarkan pada tujuan utama dari pendidikan memperoleh pengetahuan, bukan melalui inkuiri ilmiah, tetapi
sains seharusnya menyiapkan generasi sains berikutnya (Millar & melalui penggunaan sumber daya seperti perpustakaan dan
Obsorne,1998). Dua tujuan ini tidak selalu sesuai. Mencoba internet. Pengetahuan prosedural dan epistemik sangat penting
memecahkan masalah antara kebutuhan utama siswa tidak akan untuk memutuskan apakah banyak klaim pengetahuan yang
menjadi peneliti (saintis) dan kebutuhan kecil siswa akan dipimpin meliputi media kontemporer telah diturunkan menggunakan
pada penekanan pengajaran sains melalui inkuiri (National prosedur yang tepat dan dijamin.
Academy of Science, 1995; NRC, 2000), dan model-model
kurikulum baru (Millar, 2006) dialamatkan pada dua kebutuhan
kelompok. Penekanan dalam kerangka kerja dan keberadaaan
assosiasi kurikulum mereka tidak pada produksi individu-individu
akan dihasilkan dari pengetahuan sains. Selain itu, ini sebagai
pendidikan anak-anak muda menjadi pemakai/konsumen informasi
kritis dari pengetahuan sains-suatu kompetensi dari semua individu
diharapkan sebagai kebutuhan selama hidup mereka.
Untuk memahami dan terlibat dalam diskusi kritis tentang
isu-isu yang melibatkan sains dan teknologi membutuhkan tiga
domain-kompetensi tertentu. Yang pertama adalah kemampuan
untuk menyediakan akun penjelas dari fenomena alam, artefak
teknis dan teknologi dan implikasinya bagi masyarakat. Seperti
kemampuan membutuhkan pengetahuan tentang ide-ide utama
yang jelas dari sains dan pertanyaan-pertanyaan yang membingkai
praktek dan tujuan dari sains. Yang kedua adalah kompetensi
untuk menggunakan pengetahuan dan pemahaman dari
penemuan ilmiah untuk: mengidentifikasi pertanyaan yang dapat
dijawab oleh penyelidikan ilmiah; mengidentifikasi apakah sesuai
prosedur yang telah digunakan; dan mengusulkan cara di mana
pertanyaan tersebut bisa saja diatasi. Ketiga adalah kompetensi
untuk menafsirkan dan mengevaluasi data dan bukti ilmiah dan
ISBN: 978-602-74245-0-0 452
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

Pengetahuan ilmiah: Terminologi PISA 2015 tentang alasan yang mendasari untuk
Dokumen ini didasarkan pada pandangan prosedur ini dan pembenaran untuk
pengetahuan ilmiah terdiri dari tiga unsur yang mereka gunakan (Epistemic
berbeda namun terkait. Yang pertama dan paling Knowledge).
akrab adalah pengetahuan tentang fakta-fakta, Kompetensi Kemampuan untuk menjelaskan
konsep-konsep, ide-ide dan teori-teori tentang (Competensies) fenomena ilmiah, mengevaluasi dan
dunia alam bahwa ilmu pengetahuan telah merancang penyelidikan ilmiah, dan
ditetapkan. Misalnya, bagaimana tanaman menafsirkan data dan bukti secara
mensintesis molekul kompleks menggunakan ilmiah
cahaya dan karbon dioksida atau sifat partikel Sikap (Attitudes) Sikap terhadap sains ditandai dengan
materi. Ini jenis pengetahuan disebut sebagai ketertarikan dalam sains dan
"pengetahuan konten" atau "pengetahuan tentang teknologi; menghargai pendekatan
konten ilmu". ilmiah untuk
Pengetahuan tentang prosedur yang ilmuwan penyelidikan, tepat, dan persepsi dan
gunakan untuk membangun pengetahuan ilmiah kesadaran isu-isu lingkungan.
disebut sebagai "Pengetahuan prosedural". Ini
adalah pengetahuan tentang praktik dan konsep Penelitian Tentang Literasi Sains
yang penyelidikan empiris didasarkan seperti Dari hasil studi Internasional PISA tahun 2006, diperoleh
mengulangi pengukuran untuk meminimalkan hasil bahwa (Tjalla, 2009); kemampuan literasi sains siswa
kesalahan dan mengurangi ketidakpastian, control Indonesia berada pada peringkat ke-50 dari 57 negara.Skor rata-
variabel, dan prosedur standar untuk mewakili dan rata sains yang diperoleh siswa Indonesia adalah 393.Skor rata-
komunikasi data (Millar, Lubben, Gott, & Duggan, rata tertinggi dicapai oleh Finlandia (563) dan terendah dicapai oleh
1995). Baru-baru ini telah diuraikan sebagai Kyrgyzstan (322). Kemampuan literasi sains rata-rata siswa
seperangkat "bukti konsep" (Gott, Duggan, & Indonesia tidak berbeda secara signifikan dengan kemampuan
Roberts, 2008). literasi sains siswa dari Argentina, Brazil, Colombia, Tunisia, dan
Azerbaijan.Kemampuan literasi sains rata-rata siswa Indonesia
lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan kemampuan
PISA 2015 mendefinisikan Literasi sains merupakan literasi sains siswa dari Qatar dan Kyrgyzstan. Dua negara yang
kemampuan untuk menggali pengetahuan awal siswa dengan berada dua peringkat di atas Indonesia adalah Mexico dan
menghubungkan isu-isu sains dan ide-ide sains, sebagai refleksi Montenegro.Di samping itu hasil Studi PISA tahun 2009
bagi siswa. Di samping itu, literasi sains dalam PISA 2015 menunjukkan tingkat literasi sains siswa Indonesia yang tidak jauh
merupakan definisi dari tiga kompetensi untuk:menjelaskan berbeda dengan hasil studi tahun 2006. Tingkat literasi sains siswa
fenomena sains,evaluasi dan merancang inkuiri ilmiah, dan Indonesia berada pada peringkat ke 57 dari 65 negara peserta
interpretasi data dan bukti-bukti sains.Orang yang mempunyai dengan skor yang diperoleh 383 dan skor ini berada di bawah rata-
literasi sains akan mengenal wacana ilmiah tentang sains dan rata standar dari PISA (OECD, PISA 2009 Database) (Suryati, dkk
teknologi pada kompetensi: (1) Menjelaskan fenomena sains 2014). Di samping itu dari laporan PISA 2012 (OECD, 2013) urutan
(mengenal, memberikan dan mengevaluasi penjelasan untuk tingkat literasi sains siswa Indonesia urutan ke 64 (dari 65 negara)
bidang fenomena alam dan teknologi); (2) Evaluasi dan merancang (Rahayu, 2014 dan Kurnia, dkk; 2014). Berdasarkan data tersebut
inkuiri ilmiah (menggambarkan dan menilai investigasi saintifik dan nampak bahwa siswa Indonesia memiliki literasi sains yang sangat
mengajukan cara-cara menunjukan pertanyaan-pertanyaan rendah, yaitu peringkat 2 sampai 4 dari peringkat terbawah
saintifik; dan (3) interpretasi data dan bukti-bukti saintifik (analisis dibandingkan dengan negara-negara lain. Dengan adanya
dan evaluasi data, tuntutan dan argumen dalam berbagai keyakinan bahwa anak-anak Indonesia memiliki potensi yang tidak
representasi dan gambaran kesimpulan saintifik yang tepat). kalah dengan anak-anak Negara lain, tentunya dapat di duga
Untuk tujuan penilaian, definisi literasi sains pada PISA bahwa pembelajaran yang dilakukan di Negara kita berbeda
2015 dapat terdiri dari empat aspek yang saling terkait.Ini dapat dengan tuntutan zaman. Pemerintah menganggap perlu
dilihat pada Gambar 1 berikut. memberlakukan kurikulum 2013 untuk mewujudkan masyarakat
Gambar 1. Empat Aspek Literasi Sains menurut PISA 2015 berliterasi sains. Namun untuk sementara waktu kurikulum 2013
Konteks Pribadi, lokal, nasional dan isu-isu diberhentikan dibanyak sekolah. Dengan alasan banyak pengajar
(Contexts) global, baik saat ini dan masa lalu, maupun siswa belum siap untuk dilaksanakannya kurikulum ini.
yang menuntut beberapa pemahaman Berbagai terobosan dilakukan oleh pemerintah untuk
sains dan teknologi. dilaksanakannya kembali kurikulum 2013 sampai target yang
Pengetahuan Pemahaman tentang fakta-fakta diharapkan yaitu tahun 2019 melalui berbagai pelatihan seperti
(Knowledge) utama, konsep dan penjelasan teori- dilakukannya program IN-Service-ON-Service Lesson Study untuk
teori yang menjadi dasar para pengajar. Dengan hasil-hasil penelitian yang sudah dilaporkan
pengetahuan ilmiah. Seperti dapat mempercepat target yang diharapkan oleh pemerintah.
pengetahuan keduanya meliputi Dengan melihat rendahnya kemampuan literasi sains
hakekat alam dan zaman kuno pada siswa Indonesia, ini menunjukkan bahwa pembelajaran sains di
teknologi (Content Knowledge), Indonesia umumnya masih didominasi oleh praktik yang
pengetahuan tentang bagaimanaide- menganggap bahwa pengetahuan sains itu berupa seperangkat
ide tersebut dihasilkan (Procedural fakta yang harus dihafal.Toharudin, Hendrawati & Rustaman
Knowledge) dan pemahaman (2011) dalam (Haristy, dkk; 2013) menyimpulkan dalam

ISBN: 978-602-74245-0-0 453


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
penelitiannya bahwa hasil ini memiliki perbedaan yang sangat persentase uji kelayakan bahwa produk pengembangan bahan ajar
signifikan dengan skor rata-rata internasional yang mencapai 500. berupa modul yang dikembangkan layak untuk digunakan dan
Dengan pencapaian tersebut, kemampuan rata-rata peserta didik produk yang dikembangkan layak untuk dipakai di SMA khususnya
Indonesia baru sampai pada kemampuan mengenali sejumlah di SMAN 1 Gunungsari.
fakta dasar, tetapi belum mampu mengkomunikasikan dan Dari Juhaini & Suryati (2014) dengan judul
mengaitkan kemampuan itu dengan berbagai topik sains. Hal Pengembangan Bahan Ajar dan Instrumen Literasi Sains Berbasis
tersebut menunjukkan bahwa siswa (mahasiswa) mengalami CTL (Contextual Teaching Learning) Pada Materi Minyak Bumi.
kesulitan dalam mendapatkan makna dan menggunakan sains Bahan ajar yang dikembangkan adalah Modul yang mengacu pada
untuk memecahkan berbagai permasalahan yang terjadi dalam silabus kurikulum 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
kehidupan sehari-hari yang sebenarnya membutuhkan menghasilkan bahan ajar pada materi minyak bumi dengan
pemahaman sains yang baik. pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning) untuk SMA kelas
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di atas XI serta menguji tingkat kelayakannya. Model pengembangan yang
berbagai penelitian sudah dilakukan dengan menerapkan model- digunakan dalam penelitian ini adalah model pengembangan 4-D
model dan media pembelajaran yang dikaji dari review literatur. yang terbatas pada tahap define, design, dan develop, dan tidak
(Suryati & Permatasary, 2014), Pembelajaran berbasis Inkuiri; sampai tahap disseminate dengan beberapa penyesuaian. Hasil
(Nisa, Suryati, & Dewi, 2015), Pengembangan Bahan Ajar KAPRA dari penelitian ini adalah sebuah produk yaitu Modul yang mengacu
Berbasis Literasi Sains; (Suryati, Juhaini, & Faina, 2014-2015), pada silabus kurikulum 2013. Hal ini ditunjukkan dari hasil validasi
bahan ajar literasi sains berbasis CTL; (Husandi, Suryati, & ahli oleh dosen kimia terhadap modul minyak bumi menunjukkan
Hatimah, 2015), pembelajaran LC & Literasi Sains. Penelitian- persentase 82,14% yang berarti sangat layak, hasil penilaian guru
penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan (Research diperoleh persentase sebesar 80%, dan pada uji coba kelompok
& Development) yang mengembangan bahan ajar dengan terbatas terhadap 10 orang siswa SMAN 1 Gangga diperoleh rata-
berbagai model pembelajaran untuk meningkatkan literasi sains rata persentase kelayakan sebesar 85,53% dengan kriteria sangat
siswa dan menguji keefektifannya. layak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa produk pengembangan
Sebagian besar penelitian memberikan bukti bahwa dari bahan ajar telah berhasil dikembangkan dan produk yang
pengembangan bahan ajar dan setelah diuji keefektifannya dapat dikembangkan layak untuk dipakai di SMA khususnya di SMAN 1
mengembangkan literasi sains siswa maupun mahasiswa. Suryati, Gangga. Untuk melihat efektifitas dari bahan ajar yang sudah
dkk, (2014) melakukan sebuah penelitian dengan judul dikembangkan oleh Juhaini, dkk, selanjutnya Lidya & Suryati
pengembangan pembelajaran termokimia berbasis inkuiri (2015) melakukan penelitian yang berjudul Efektivitas Modul CTL
terbimbing untuk meningkatkan literasi sains siswa. Penelitian ini (Contextual Teaching Learning) Materi Minyak Bumi terhadap
merupakan penelitian pengembangan dengan rancangan model 4- Peningkatan Literasi Sains Siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah
D yang terdiri dari 4 tahap yaitu: (1) tahap define, (2) tahap design, untuk mengetahui efektivitas modul CTL (Contextual Teaching
(3) tahap develop, dan (4) tahap disseminate. Penelitian ini tidak Learning) materi minyak bumi dalam meningkatkan literasi sains
sampai pada tahap disseminate dengan beberapa penyesuaian siswa. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas.
berdasarkan kebutuhan pengembangan. Hasil pengembangan Instrumen penelitian berupa angket untuk mengukur aspek sikap
divalidasi oleh dua validator ahli yaitu dua orang dosen yang siswa terhadap sains, lembar observasi untuk mengukur aktivitas
mengajar pada program studi pendidikan kimia dan empat validator guru dalam proses pembelajaran dan aktivitas siswa serta soal tes
praktisi yaitu guru kimia serta ujicoba kepada 40 orang siswa di digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan literasi sains
SMAN 7 Mataram dengan menggunakan instrumen berupa angket. siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas
Data kuantitatif hasil validasi dianalisis dengan rumus persentase yaitu pada siklus I sebesar 73,89% dan pada siklus II sebesar
dan data kualitatif berupa tanggapan dan saran perbaikan dari 80,94% sedangkan ketuntasan klasikal siswa pada siklus I sebesar
validator dan siswa yang digunakan sebagai pertimbangan untuk 72,22% dan pada siklus II sebesar 88,89%. Kesimpulan penelitian
melakukan revisi terhadap perangkat yang dikembangkan. ini adalah modul CTL (Contextual Teaching Learning) sangat
Berdasarkan hasil validasi dari uji ahli terhadap perangkat efektif dalam meningkatkan literasi sains siswa pada materi minyak
pembelajaran hasil pengembangan diperoleh persentase rata-rata bumi kelas X3 MA NW Perian.
dari dua dosen ahli 86%, dan empat dari guru kimia 88%. Untuk Di samping itu dari penelitian Husandi, Suryati & Husnul
validasi instrumen literasi sains diperoleh persentase rata-rata dari (2015) yang berjudul Pengembangan Modul Pembelajaran
dosen ahli 89%, dan dari guru kimia 87%. Untuk uji coba kepada Learning Cycle 5E untuk Menumbuhkan Literasi Sains Pada materi
40 orang siswa diperoleh persentase rata-rata sebesar 83% Kesetimbangan Kimia. Penelitian ini bertujuan untuk
terhadap perangkat pembelajaran. Kesimpulannya perangkat mengembangkan bahan ajar berupa modul pembelajaran Learning
pembelajaran yang dikembangkan sangat valid dan layak untuk Cycle 5E (Engagement, Exploration, Explanation, Elaboration, dan
digunakan. Evaluation untuk menumbuhkan literasi sains pada materi
Dalam penelitian yang lain (Nisa, Suryati & Dewi, 2015) kesetimbangan kimia. Hasil pengembangan divalidasi oleh dua
dengan judul pengembangan bahan ajar KAPRA berbasis literasi validator ahli, dua validator praktisi, dan dua validator teman
sains pada materi laju reaksi untuk kelas XI SMA / MA. Hasil dari sejawat menggunakan instrumen validasi berupa angket, serta uji
penelitian ini adalah sebuah produk yaitu Modul KAPRA berbasis coba kelompok kecil kepada 16 orang mahasiswa di jurusan kimia
Literasi Sains yang mengacu pada silabus kurikulum 2006. Hal ini FPMIPA IKIP Mataram. Data kuantitatif hasil validasi dianalisis
ditunjukkan dari hasil validasi ahli oleh dosen kimia terhadap modul dengan rumus persentase.Data kualitatif berupa tanggapan dan
laju reaksi menunjukkan persentase 86,35% yang berarti sangat saran perbaikan dari validator digunakan sebagai pertimbangan
layak, hasil penilaian guru diperoleh persentase sebesar 98,75% untuk melakukan revisi terhadap modul yang dikembangkan.
dan pada ujicoba kelompok terbatas terhadap 10 orang siswa Berdasarkan validasi dengan angket expert appraisal terhadap
SMAN 1 Gunungsari diperoleh rata-rata persentase kelayakan modul hasil pengembangan diperoleh persentase rata-rata dari
sebesar 85,42% dengan kriteria sangat layak. Dilihat dari dosen ahli, dosen praktisi, teman sejawat dan uji coba kelompok
ISBN: 978-602-74245-0-0 454
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
terbatas 97,11%, 87,49%, 96,63%, dan 81%. Hal ini menunjukkan DAFTAR PUSTAKA
modul yang dikembangkan sangat layak untuk digunakan, dan Holbrook Jack. (2009). “ The Meaning of Scientific
modul ini dapat menumbuhkan literasi sains mahasiswa. Literacy”.International Journal of Environmental &
ScienceEducational,4 (3), 144-150.
KESIMPULAN Mahyuddin.(2007). Pembelajaran Asam Basa dengan Pendekatan
Dari beberapa penelitian yang sudah dipaparkan Konstektual Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa
menunjukkan bahwa: bahan ajar yang dikembangkan dengan SMA.Tesis. Sekolah Pascasarjana UPI.
model pembelajaran KAPRA, CTL, LC dan Creative Problem Nisa, B.C, Suryati & Dewi, C.A. 2015. Pengembangan Bahan Ajar
Solving setelah dianalisis pada langkah-langkah pembelajarannya KAPRA Berbasis Literasi Sains Pada Materi Laju Reaksi
tersebut, di bahan ajar dasarnya adalah model pembelajaran Inkuiri Untuk Kelas XI SMA / MA. Jurnal Kependidikan Kimia
yang berpeluang dapat meningkatkan literasi sains siswa. Proses Hydrogen: 3(1): 228-234.
pembelajaran yang erat kaitannya dengan hakikat sains adalah PISA. 2006.Assessing, Scientific, Reading And Mathematical
inkuiri ilmiah (scientific inquiry) (NRC; 1996). Pembelajaran inkuiri Literacy.OECD Publishing.
merupakan pembelajaran yang cocok digunakan jika ingin www.oecd.org/pisa/pisaproducts/pisa2006/37464175.pd
melatihkan kemampuan literasi sains siswa. Bahan ajar yang f, (1 April 2014).
dikembangkan baik menggunakan Inkuiri, KAPRA, CTL, LC, PISA 2015.2013. Draft Science Framework, 1–54.
Creative Problem Solving setelah divalidasi sudah sangat layak Suryati dan Permatasary, Y. 2014. Pengembangan
untuk digunakan pada skala ujicoba yang lebih besar. Hal ini Pembelajaran Termokimia Berbasis Inkuiri
dibuktikan dari persentase hasil uji validasi bahan ajar atau Terbimbing Untuk Meningkatkan Literasi
perangkat pembelajaran 80% sampai dengan 98,75%. Setelah diuji Sains Siswa. Jurnal Kependidikan Kimia
keefektifan dari bahan ajar tersebut dilaporkan bahwa rata-rata Hydrogen: 2(2): 200-215.
bahan ajar tersebut efektif digunakan dalam pembelajaran untuk Wenning J Carl. (2007). “ Assessing Inquiry Skills As A
menumbuhkan kemampuan literasi sains siswa. Component of Scientific Lietracy”. Journal of Physics
Teacher Education Online, 4 (2), 91-100.

ISBN: 978-602-74245-0-0 455


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TERPADU MELALUI POLA LESSON STUDY PADA MATAKULIAH
FISIKA UMUM
Susilawati1, Aris Doyan2, Harry Soepriyanto3 & Gunawan4
1,2,3&4Program
Studi Magister Pendidikan IPA Universitas Mataram
E-mail:-

Abstrak: Telah dilakukan Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui : penerapan model pembelajaran terpadu melalui pola lesson studi
pada matakuliah fisika umum. Pembelajaran terpadu pada penelitian ini mengintegrasikan konsep fisika matematika, media pembelajaran
interaktif, konsep fisika untuk peningkatan pemahaman konsep, kemampuan berfikir kritis dan hasil belajar fisika umum yang dilaksanakan
melalui pola lesson study. Sampel penelitian merupakan total sampling mahasiswa magister IPA pada semester pertama tahun pelajaran
2015/2016. Pengambilan data dilakukan dengan tehnik tes (pretes dan postes) untuk instrumen pemahaman konsep, kemampuan berpikir
kritis dan hasil belajar fisika umum. Data dianalisis menggunakan bantuan program SPSS 20,0 for windows, dan N-gain. Hasil penelitian
menunjukkan terdapatnya peningkatan pemahaman konsep, kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar untuk setiap integrasi konsep
fisika matematika, media pembelajaran interaktif, konsep fisika umum .

Kata Kunci: Model Pembelajaran Terpadu, Pemahaman Konsep, Kemampuan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Fisika Umum.

PENDAHULUAN berpikir kritis dan hasil belajar setelah diberikan perlakuan dalam
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangatlah pembelajaran.
memprihatinkan. Hal ini dapat terlihat pada mutu pendidikan Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu
Indonesia yang begitu rendah jika dibandingkan dengan negara- dengan Purposive sampling. Purposive sampling yaitu teknik
negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, pemilihan sampel yang didasarkan atas tujuan tertentu atau
dan Thailand. Hasil riset yang dilakukan oleh UNDP (United pertimbangan tertentu (menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki
Nations Development Programme) terhadap Human Development sampel). Ciri spesifik tersebut bergantung pada penilaian dan
Index (HDI) yang dirilis pada tahun 2010, Indonesia menduduki pertimbangan yang diambil peneliti. Adapun yang menjadi sampel
peringkat ke-108 dari 169 negara (UNDP, 2010). Oleh karena itu, penelitian mahasiswa semester 1 magister IPA tahun ajaran
diperlukanlah upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. 2015/2016 dengan jumlah 30 orang. Instrument penelitian yang
Mutu pendidikan salah satunya ditentukan di dalam kelas melalui digunakan berupa tes pilihan ganda sebanyak 20 soal dan soal
proses pembelajaran. essay sebanyak 10 soal. Analisis data tes akhir menggunakan rata-
Pada proses pembelajaran yang dilaksanakan saat ini rata dan N-Gain.
masih menggunakan paradigma lama yaitu pembelajaran yang
berpusat pada pendidik (teacher-centered). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Proses pembelajaran yang bersifat teacher-centered 1. Model Pembelajaran Terpadu Pada Materi Fisika
tidak memberikan akses bagi peserta didik untuk berkembang Matematika.
secara mandiri dalam menemukan sendiri pengetahuannya. Materi fisika matematika yang mendukung
Sehingga akan berdampak pada kemampuan pemahaman perkuliahan fisika umum meliputi differensial dan integral. Pada
konsep, cara berpikir peserta didik terutama berpikir kritis yang siklus pertama untuk tiga kali tatap muka dengan memberikan
rendah, hal ini karena kemampuan berpikir peserta didik yang tidak pretes, perkuliahan (Do) dan postes. Hasil rata-rata pretes
pernah dilatih dan aspek kognitif peserta didik hanya dalam bentuk adalah 60,59 pada kategori cukup dan setelah diberikan
teori dan bersifat hapalan semata dan tidak memahami hirarki perkuliahan terlihat ada perubahan pemahaman konsep dan
materi kuliah berupa memadukan beberapa konsep menjadi suatu peningkatan hasil belajar mahasiswa yang ditandai dengan
konsep baru. Menurut Anggraeni, dkk (2013), pembelajaran yang rata-rata hasil postes 89,57 pada kategori tinggi. nilai N-
dilaksanakan saat ini semestinya sudah mengalami pergeseran Gainnya 70,68 dengan kategori tinggi yang terlihat pada
menuju pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student- gambar 1. berikut.
centered), sehingga akan melibatkan peserta didik secara aktif
dalam proses pembelajaran. 100
Berdasarkan persoalan di atas, peneliti akan meneliti
model pembelajaran yang akan mengaktifkan peran serta peserta 80
didik dalam proses pembelajaran dan akan melatih kemampuan 60
pemahaman konsep dan berpikir peserta didik yaitu dengan
menggunakan model pembelajaran terpadu melalui pola lesson 40
study. Menurut Trianto (2012), model pembelajaran terpadu adalah
20
model yang memadukan beberapa pokok bahasan dan merupakan
suatu model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik 0
secara individu maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan
Pretes
menemukan konsep serta prinsip secara menyeluruh. Postes
N-Gain
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif
untuk melihat pemahaman konsep, peningkatan kemampuan

ISBN: 978-602-74245-0-0 456


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Gambar 1. Histogram rata-rata Hasil Belajar tes awal (pretes), dan penguasaan konsep fisika. Setiap bagian diukur
tes akhir (Postes) dan N-Gain untuk model menggunakan instrumen terpisah. Penguasaan tentang media
pembelajaran terpadu (MPT) dalam skala 100 pembelajaran diukur menggunakan instrumen penelitian
2. Model Pembelajaran Terpadu Pada Materi Media Interaktif. berbentuk essay. Instrumen dapat dikelompokkan dalam 3
Kemampuan dan penguasaan terhadap media kelompok utama, yaitu kemampuan dasar media (KDM), media
pembelajaran merupakan salah satu aspek dari tiga dalam belajar dan pembelajaran (MDB), serta program dan
kemampuan yang diukur dalam penelitian ini. Kemampuan manfaatnya (PDM). Perbandingan rata-rata skor setiap
lainnya yang juga diukur yaitu penguasaan dasar matematika indikator kemampuan diperlihatkan pada Gambar 2. berikut.
80.0 76.2
71.4 69.8
70.0 65.3 64.4
61.3
60.0

50.0

40.0
29.9
30.0 25.2

20.0
12.5
10.0

0.0
Pre-test Post-test N-gain

KDM MDB PDM

Gambar 2. Histogram Perbandingan Rata-rata Skor Setiap Indikator Kemampuan diperlihatkan pada tes awal (pretes), tes
akhir (Postes) dan N-Gain untuk model pembelajaran terpadu (MPT) dalam skala 100

Dari gambar 2. tersebut dapat diketahui bahwa adanya beberapa istilah yang salah diinterpretasikan dalam
kemampuan dan penguasaan mahasiswa pada kemampuan memberikan tanggapan terhadap pertanyaan yang diberikan.
dasar media mengalami peningkatan yang lebih tinggi Misalnya ketika membedakan computer assissted instruction
dibandingkan 2 kemampuan lainnya. Pada indikator dan computer based instruction.
kemampuan ini, mahasiswa diuji kemampuannya pada Sebelumnya sebagian mahasiswa kesulitan
beberapa istilah yang berhubungan dengan media, sumber mengidentifikasi jenis media digunakan dalam pembelajaran
belajar, dan bahan ajar. Mahasiswa juga diminta menjelaskan IPA, termasuk fisika. Penyebutan umumnya hanya pada LCD,
perbedaan media dan multimedia, hingga karakteristik pada atau alat praktikum saja. Hal ini menunjukkan bahwa ada
multimedia interaktif dan multimedia linier. pemahaman yang keliru tentang definisi media yang dipahami
Secara umum mahasiswa lebih mudah menjawab mahasiswa. Keinginan mahasiswa untuk lebih mengetahui
karena istilah-istilah tersebut umumnya sudah sering didengar tentang karakteristik media hingga penggunaanya dalam
mahasiswa magister pendidikan IPA yang sebagian besar seeting pembelajaran termasuk cukup tinggi. Hal ini
merupakan pendidik baik guru maupun dosen. Hal ini dapat ditunjukkan pada banyaknya pertanyaan saat sesi diskusi dan
dilihat pada tingginya hasil tes awal pada kemampuan ini. tanya jawab pada materi ini. Diskusi komprehensif yang
Informasi yang disampaikan membantu mahasiswa untuk dilakukan membantu mahasiswa memahami indikator ini
memahami lebih mendalam tentang konsep ini, sehingga juga dengan lebih baik, sehingga umumnya mahasiswa dapat
mengalami peningkatan tertinggi, sebesar 69,8%. menjawab soal yang diberikan dengan memuaskan.
Dalam penjelasan tentang multimedia interaktif dan Indikator ketiga yang diujikan adalah kemampuan
linier, mahasiswa dibagian awal hanya fokus pada interaksi dan penguasaan tentang program, mulai dari jenis program
mahasiswa dengan mahasiswa yang lain, atau interaksi yang umum digunakan, jenis tools yang ada pada program,
pendidik dengan peserta didiknya. Di bagian akhir perlakuan, serta fungsinya masing-masing. Indikator ini merupakan
mahasiswa sudah lebih mengerti bahwa interaksi yang indikator dengan peningkatan terendah. Hal ini dapat dipahami
dimaksud seharusnya pada aspek interaksi peserta didik karena pertanyaan tentang program termasuk pertanyaan
dengan program, ada yang bisa diintervensi secara interaktif teknis, dan tidak semua mahasiswa pernah mengetahui
melalui menu yang disediakan, ada yang bisa satu arah saja sebelumnya. Hal ini ditunjukkan rendahnya skor pre-tes pada
(program – peserta didik) secara linier. indikator ini, dimana sebagian mahasiswa tidak mampu
Media dalam belajar merupakan sub dengan menjawab sama sekali.
peningkatan kedua terbesar. Sub kemampuan yang diujikan Materi perkuliahan yang diterima sebelumnya pada
pada bagian ini fokus pada peranan media dalam jenjang S-1 tidak cukup membantu mahasiswa pada indikator
pembelajaran, setting pembelajaran menggunakan komputer ini, mengingat beberapa mahasiswa berasal dari jurusan non
di kelas, hingga contoh media yang umum digunakan dalam kependidikan. Mahasiswa dari jurusan kependidikan pun
pembelajaran. Kesulitan mahasiswa umumnya muncul pada sebagian tidak mampu menjawab karena perkuliahan media di
ISBN: 978-602-74245-0-0 457
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
jenjang S-1 masih bersifat normatif, berisi teori pengembangan 100
dan sejenisnya. Masih cukup jarang matakuliah produktif,
dimana mahasiswa dilibatkan secara langsung untuk 80
eksplorasi fitur dan menu pada program komputer. Namun
mulai tahun 2011, matakuliah ini sudah mulai muncul pada 60
jenjang S-1 sebagai matakuliah pilihan di beberapa LPTK
dengan nama “Media berbasis Komputer”. 40
Mahasiswa terlihat sangat termotivasi dan antusias
belajar tentang program multimedia ini. Harapannya kegiatan 20
ini tidak hanya untuk keperluan perlakuan penelitian saja,
melainkan dapat dijadikan matakuliah khusus pada jenjang S- 0
2 pada Program Studi Magister Pendidikan IPA Universitas Pretes Postes N-Gain
Mataram. Gambar 3. Histogram Rata-rata Skor tes awal (pretes), tes
3. Model Pembelajaran Terpadu Pada Materi Fisika Umum akhir (Postes) dan N-Gain Untuk Pemahaman
Pemahaman Konsep Materi Fisika Umum Konsep Fisika Umum model pembelajaran
Siklus kedua dengan memberikan pembelajaran terpadu (MPT) dalam skala 100
materi fisika umum dengan lima pokok bahasan dengan materi
1 : Fisika dan pengukuran, materi 2 : Gerak satu dimensi, Pada proses menggali pemahaman konsep fisika
materi 3 : Vektor, materi 4 : Gerak dua dimensi, dan materi 5 : umum ini diawali dengan perkuliahan fisika dan pengukuran.
Hukum-hukum tentang gerak. Hasil menunjukkan pemahaman Pada saat pembelajaran banyak mahasiswa yang belum
konsep mahasiswa sebelum dan setelah pembelajaran memahami konversi satuan panjang, massa dan waktu.
mengalami peningkatan dengan nilai pretes 45,56 dan postes Kemudian dengan satuan yang lebih rumit lagi seperti massa
dengan nilai 76,69 dan didapatkan nilai N-Gainnya 66,23 jenis zat yang perlu kombinasi dari dua besaran pokok.
dengan kategori sedang. Proses perubahan pemahaman Kesulitan dapat diatasi dengan beberapa mahasiswa langsung
konsep fisika umum ini terlihat dari gambar 3. berikut ini. menyelesaikan perrmasalahan di depan kelas, dan dosen
dapat langsung melihat dan mengoreksi jawaban yang benar.
Selanjutnya dapat ditelaah perubahan peningkatan
pemahaman konsep untuk setiap pokok bahasan yang terlihat
pada gambar 4. berikut.
S 80
k 70
o
r r 60
a 50
R t
a a 40 Pretes
t
30 Postes
a
- 20 N-Gain
10
0
1 2 3 4 5
Materi

Gambar 4. Histogram Rata-rata Skor tes awal (pretes), tes akhir (Postes) dan N-Gain Untuk Pemahaman
Konsep Fisika Umum untuk setiap pokok bahasan model pembelajaran terpadu (MPT) dalam
skala 100
Keterangan :
Materi 1 : Fisika dan pengukuran
Materi 2 : Gerak satu dimensi
Materi 3 : Vektor
Materi 4 : Gerak dua dimensi
Materi 5 : Hukum-hukum tentang gerak

Pemahaman konsep untuk setiap pokok bahasan pembelajaran terlihat hasil postes mengalami peningkatan
terlihat dari gambar 4.5 bahwa nilai pretes masih dalam untuk setiap pokok bahasan dalam rentang (70,23 – 70,89) dan
kategori rendah dalam rentang (40,56-48,68) dan dengan peningkatan N-Gain nya dalam rentang (58,89-60,56) yang
adanya model pembelajaran terpadu mahasiswa telah dibantu termasuk kategori sedang.
dengan materi fisika matematika dan ilustrasi dari media
ISBN: 978-602-74245-0-0 458
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Kemampuan Berpikir Kritis dalam materi Fisika Umum Gambar 5. Histogram Rerata Skor tes awal (pretes), tes
Dari data histogram menunjukkan rerata kemampuan akhir (Postes) dan N-Gain Untuk Kemampuan
berpikir kritis hasil pretes (65,67) dan postes (78,89) dengan Berpikir Kritis pada Fisika Umum model
nilai N-Gain (72,68) untuk skala maksimal 100. Data pembelajaran terpadu (MPT) dalam skala 100
menunjukkan setelah diberikan pembelajaran terpadu terjadi
peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa magister Analisis hasil kemampuan berpikir kritis untuk
IPA dengan kategori baik yang terlihat pada gambar 5. berikut. setiap indikator yang diteliti terdiri dari enam indikator yang
dimulai dari memfokuskan pertanyaan, mengidentifikasi
90R alasan, mengidentifikasi suatu ketidaktepatan, menginduksi
80 dan mempertimbangkan hasil induksi, dan diakhiri dengan
S e kemampuan memberikan alasan dapat terlihat pada gambar 6.
70
k r berikut.
60
o a
50
r40 t
30a
20
10
0
Pretes Postes N-Gain
Kemampuan Berpikir Kritis (KBK)

90

S 80
k 70
o 60
r 50
R Pretes
40
e
30 Postes
r
20 N-Gain
a
t 10
a 0
1 2 3 4 5 6
Kemampuan Berpikir Kritis (KBK)

Gambar 6. Histogram Rerata Skor tes awal (pretes), tes akhir (Postes) dan N-Gain Untuk keenam Kemampuan Berpikir
Kritis pada Fisika Umum model pembelajaran terpadu (MPT) dalam skala 100

Keterangan :
KBK- 1: memfokuskan pertanyaan; KBK- 4: menginduksi dan mempertimbangkan hasil
KBK -2: mengidentifikasi alasan; induksi;
KBK -3: mengidentifikasi suatu KBK- 5: mengevaluasi atau menilai hasil pertimbangan;
ketidaktepatan; KBK- 6: Kemampuan memberikan alasan.

Hasil data menunjukkan pretes untuk KBK 1 sampai dengan KBK 71,35 sampai dengan 75,78 yang termasuk kategori sangat baik,
5 termasuk pada kategori cukup dengan rentang nilai 50,56 sampai kecuali untuk KBK-2 termasuk kategori sedang.
dengan 60,45 kecuali untuk KBK 6 dengan nilai 67,45 termasuk
kategori baik. Setelah diberikan pembelajaran terpadu kemampuan Hasil Belajar dalam materi Fisika Umum
berpikir kritis untuk setiap indikator meningkat dengan rentang nilai Hasil belajar fisika umum secara keseluruhan materi
82,35 sampai dengan 84,67 yang termasuk kategori baik dan untuk pretes mahasiswa memperoleh skor rata-rata sedang (60,78)
sangat baik. Sedangkan nilai N-Gain mempunyai rentang skor dan setelah dilaksanakan pembelajaran terpadu skor rata-rata nilai
postes meningkat mencapai 80,69 dengan kategori tinggi serta nilai
ISBN: 978-602-74245-0-0 459
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
untuk N-Gain termasuk pada kategori tinggi 75,23 yang terlihat
pada gambar 7. berikut ini

90
S
80
k
70
o
r 60
50
R 40
e 30
r
20
a
10
t
a 0
Pretes Postes N-Gain
Hasil Belajar Fisika Umum

Gambar 7. Histogram Rerata Skor tes awal (pretes), tes akhir (Postes) dan N-Gain Untuk Hasil Belajar Pada Fisika
Umum Model Pembelajaran Terpadu (MPT) Dalam Skala 100

Selanjutnya data hasil belajar untuk setiap materi yaitu materi 1 hingga 5 pada pembelajaran terpadu terlihat pada gambar 8.
100
90
R 80
S e 70
k r 60
o a 50 Pretes
r t 40
Postes
a 30
20 N-Gain
10
0
1 2 3 4 5
Hasil Belajar Fisika Umum

Gambar 8. Histogram Rerata Skor tes awal (pretes), tes akhir (Postes) dan N-Gain Untuk Hasil Belajar Pada Lima Pokok
Bahasan Fisika Umum Model Pembelajaran Terpadu (MPT) Dalam Skala 100

Data pada gambar 8. menunjukkan rata-rata hasil umum. Satu materi dengan materi lain sangat mendukung
belajar tes awal untuk kelima materi pokok termasuk kategori terhadap keberhasilan mahasiswa dalam memahami konsep
cukup dengan rentang 55,13 sampai dengan 67,80 dan setelah fisika umum.
proses pembelajaran terpadu dilaksanakan maka nilai tes akhir 2. Pemahaman konsep mahasiswa dengan menerapkan model
mengalami peningkatan dengan kategori sangat baik dengan pembelajaran terpadu (MPT) lebih baik yang terlihat dari
rentang 80,17 sampai dengan 88,87 dan nilai N-Gainnya termasuk perubahan nilai pretes dan postes serta N-Gain yang termasuk
kategori tinggi dengan rentang nilai 70,45 -70,68. kategori tinggi.
3. Kemampuan berpikir kritis mahasiswa dengan menerapkan
KESIMPULAN model pembelajaran terpadu (MPT) lebih kritis yang terlihat dari
Berdasarkan data yang dikumpulkan dan hasil dari proses pembelajaran data kemampuan berpikir kritis dalam
analisis data yang diperoleh dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: kategori tinggi.
1. Penerapan model pembelajaran terpadu (MPT) melalui pola 4. Penerapan model pembelajaran terpadu (MPT) melalui pola
lesson studi dapat dilaksanakan dalam dua siklus dengan lesson studi dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik
pengelompokan materi fisika matematika, pembelajaran pada matakuliah fisika umum.
dengan media interaktif dan diakhiri dengan materi fisika
ISBN: 978-602-74245-0-0 460
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
SARAN Ennis, R.H. 2011. The Nature of Critical Thinking: An Outline of
Meninjau dari keseluruhan penelitian yang telah Critical Thinking Dispositions and Abilities. The Sixth
dilakukan, maka peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu International Conference on Thinking at MIT. Cambridge.
sebagai berikut: Fisher, A. 2009. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Diterjemahkan
Pelaksanaan model pembelajaran terpadu disarankan dengan oleh Benyamin Hadinata. Jakarta: Penerbit Erlangga.
menggunakan pola lesson study dengan tim pengajar yang ahli Heit., E. 1997. Knowledge and Concept Learning. In Laberts, K and
dalam bidang masing-masing sehingga dapat disatukan dalam Shank, D. Knowledge, Concepts, and Categories.
penelitian bersama untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Massachusetts: MIT Press.
Ibrohim, 2010, Panduan Pelaksanaan Lesson Study di KKG, Diktat,
DAFTAR PUSTAKA Universitas Malang.
Anderson, L.W., and Kratwohl, D.R. 2001. A Taxonomy for Johnson, E.B. 2008. Contextual Teaching and Lerning: Menjadikan
Learning, Teaching and Assessing. A Revision of Bloom,s Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna.
Taxonomy of Education Objective. New York: Longman, Diterjemahkan oleh Ibnu Setiawan. Bandung: Penerbit
Inc MLC.
Anggareni, N.W., Ristiati, N.P., dan Widiyanti, N.L.P.M. 2013. Paul, R. and Elder, L. 2008. The Miniature Guide to Critical
Implementasi Strategi Pembelajaran Inkuiri Terhadap Thinking: Concepts and Tools. 28th Annual International
Kemampuan Berpikir Kritis dan Pemahaman Konsep IPA Conference On Critical Thinking. California.
Siswa SMP. e-Journal Pascasarjana Universitas Purwanto. 2013. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka
Pendidikan Ganesha Program Studi IPA. Vol. 3 Tahun Pelajar.
2013. Diakses tanggal 26 September 2014. Susanto, P. 2004. Penilaian Belajar Berbasis Bidang Studi IPA.
Arikunto, S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Malang : Universitas Negeri Malang.
Aksara. Sugiyono. 2014. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Cottrell, S. 2005. Critical Thinking Skills: Developing Effective Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan
Analysis and Argument. New York: Palgrave Macmillan. Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Dahar, R.W. 1996 Teori-teori belajar: Bandung Surya, H. 2013. Cara Belajar Orang Genius: Study Hard Belumlah
Eggen, P. dan Kauchak, D. 2012. Strategi dan Model Cukup Tanpa Didukung Study Smart. Jakarta: PT
Pembelajaran: Mengajarkan Konten dan Keterampilan Gramedia
Berpikir Edisi 6. Diterjemahkan oleh Satrio Wahono. Trianto. 2012. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan
Jakarta Barat: PT Indeks. Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Ennis, R.H. 1996. Critical Thinking. USA: Prentice-Hall, Inc. UNDP. 2010. Human Development Report 2010: 20th Anniversary
Ennis, R.H. 1998. Is Critical Thinking Culturally Biased? Teaching Edition. New York: Palgrave Macmillan.
Philosophy, 21,1 (March), 15-33.

ISBN: 978-602-74245-0-0 461


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
IMPLEMENTASI MODEL PBL (PROBLEM BASED LEARNING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA SISWA KELAS VI SDN DURIAN
Syafrudin
Guru Kelas VI SDN Durian Kecamatan Janapria Lombok Tengah
E-mail: syafrudin16@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas VI di SDN Durian melalui model pembelajaran
PBL (Problem Based Learning). Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), oleh
karenanya prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah prosedur penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilaksanakan dalam II
siklus. Setiap siklus dilakukan empat tahap perencanaan, tindakan, observasi atau pengamatan, dan refleksi. Data hasil belajar siswa
diperoleh dari hasil tes menggunakan tes esayan. Objek pada penelitian ini adalah SDN Durian dengan subjeknya siswa kelas VI yang
berjumlah 31 siswa. Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VI setelah penerapan model PBL
(Problem Based Learning). Pada siklus I ketuntasan klasikal hasil belajar siswa sebesar 64,52 %, kemudia di siklus II meningkat menjadi
93,55%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dapat meningkatkan hasil
belajar Matematika siswa kelas VI SDN Durian.

Kata Kunci: PBL (Problem Based Learning), Hasil Belajar

Abstract: This research aimed to improve student’s Mathematics learning achievement grade VI SDN Durian in the Academic Year
2015/2016 through learning by PBL (Problem Based Learning) model . The type of research used in this research is the classroom action
research, therefore the procedure used in this study is research of class action procedures. This research was conducted in the second
cycle. Each carried a four-stage cycle of planning, action, observation or observation, and reflection. Student’s learning achievement data
obtained from the tests using test esayan. The object of this research is SDN Durian and the subject is grade VI students totaling 31
students. Results showed there was an increase in student’s Mathematics learning achievement sixth grade after implementation of the
PBL (problem based learning) model. In the first cycle of student’s learning achievement outcomes classical completeness of 64.52%,
later in the second cycle became 93.55%. It can be concluded that the learning by PBL (Problem Based Learning) model can improve
student’s Mathematics learning achievement grade VI SDN Durian in the Academic Year 2015/2016.

Key Words: PBL ( Problem Based Learning ), Learning Achievement

PENDAHULUAN pada pendekatan dan teknik-teknik pembelajaran akan


Pendidikan pada hakikatnya merupakan salah satu memudahkan siswa dalam memahami suatu pembelajaran.
kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berfikir Berdasarkan hasil observasi selama dalam proses
bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka pembelajaran berlansung di kelas VI SDN Durian Kecamatan
mempertahankan hidup dalam hidup dan penghidupan manusia Janapria diperoleh keterangan bahwa masih terdapat beberapa
yang mengemban tugas dari sang khalik untuk beribadah. kendala dalam proses pembelajaran seperti siswa cenderung pasif,
Berdasarkan undang-undang No.20 Tahun 2003, bahwa siswa cenderung kuran aktif dan mengantuk selama proses
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan pembelajaran berlansung. Sebagai gambaran situasi tersebut,
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik berikut dicantumkan tentang perolehan nilai rata-rata ulangan
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki tengah smester siswa kelas VI semester ganjil Tahun Pelajaran
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, 2015/2016, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan Tabel 1. Nilai rata-rata MID Matematika semester ganjil siswa kelas
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Hafid, 2013). VI SDN Durian
Bahan pembelajaran dalam proses pembelajaran No Kelas Nilai Rata-rata
merupakan peransang tindakan pendidikan, pememberi motivasi 1 VI 46,45
dalam belajar yang tertuju pada pencapaian tujuan belajar. Antara Sumber: Data arsip SDN Durian.
belajar, mengajar, dan pendidikan bukanlah sesuatu yang terpisah Tabel 1 di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
dan bertentangan. Justru proses pembelajaran merupakan aspek siswa masih kurang memuaskan walaupun guru sering
yang terintegrasi dari proses pendidikan. Pembelajaran sebagai memberikan kesempatan untuk bertanya dan mengajukan
proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan pendapat. Siswa cenderung menerima apa yang diberikan oleh
kreativitas berfikir yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil guru dan lebih terlihat pasif. Hal tersebut diakibatkan karena siswa
belajar siswa. masih memiliki motivasi yang sangat kurang dalam mengikuti
Kegagalan pendidikan dalam menyampaikan materi ajar pembelajaran Matematika sehingga berdampak pada hasil belajar
bukan bagaimana cara menyampaikan materi pembelajaran siswa yang masih belum bisa dianggap memuaskan.
tersebut dengan baik dan tepat, akan tetapi bagaimana agar siswa Mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan upaya perbaikan
dapat belajar materi tersebut dengan suasana yang kualitas pembelajaran dengan cara melakukan inovasi dalam
menyenangkan. Maka pendidik perlu memiliki pengetahuan pembelajaran. Inovasi yang dimaksud dapat berupa metode,
tentang pendekatan dan teknik-teknik pembelajaran dengan pendekatan, dan strategi pembelajaran yang dapat menetapkan
memahami teori-teori yang baik dan tepat. Penguasaan pendidik kondisi belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Untuk
mengupayakan agar siswa belajar lebih efektif, hati-hati, berpikir
ISBN: 978-602-74245-0-0 462
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
lebih kritis, dan lebih berpartisipasi dalam proses belajar mengajar keterampilan siswa setelah menerima atau menyelesaikan
serta mampu berinteraksi satu sama lain, diperlukan pemilihan pengalaman belajar (Atikah, dkk, 2013).
metode pembelajaran yang tepat oleh guru. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,
Salah satu cara agar siswa lebih tertarik terhadap materi pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan
pembelajaran yang disampaikan oleh guru adalah dengan keterampilan-keterampilan (Suprijono, 2013).
menerapkan suatu metode atau pendekatan pembelajaran yang Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan
mudah, guna mendapat partisipasi kelas dan dapat meningkatkan kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif adalah
interaksi siswa dalam proses mengajar. Salah satu metode knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension
pembelajaran yang dimaksud adalah model PBL (Problem Based (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application
Learning). (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan
Depdiknas (2006), menghendaki pembelajaran hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan,
sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain
untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap afektif adalah receving (sikap menerima), responding
ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting (memberikan respons), valuing (nilai), organisation
kecakapan hidup. Salah satu model pembelajaran yang meyajikan (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain
fenomena kondisi nyata melalui masalah autentik dan bermakna psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized.
adalah pembelajaran berdasarkan masalah atau Problem Based Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik fisik,
Learning. sosial, manajerial, dan intelektual. Sementara, menurut
Dari latar belakang di atas maka penulis dalam penelitian Lindgren hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi,
ini mengambil judul “Implementasi Model Pembelajaran PBL pengertian, dan sikap.
(Problem Based Learning) untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Siswa kelas VI SDN Durian Tahun Pelajaran METODE PENELITIAN
2015/2016”. Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan
KAJIAN PUSTAKA Kelas, terdiri dari tiga kata yang dapat dipahami pengertiannya
1. Problem Based Learning (PBL) sebagai berikut.
Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu 1. Penelitian, kegiatan mencermati objek, menggunakan aturan
pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia metodelogi tertentu untuk memperoleh data atau informasi
nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu suatu hal yang
cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta menarik mianat dan penting bagi peneliti.
untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial 2. Tindakan, suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan
dari materi kuliah atau materi pelajaran. Guru dalam dengan tujuan tertentu, yang dalam penelitian ini berbentuk
pembelajaran berbasis masalah berperan dalam menyajikan rangkaian siklus kegiatan.
masalah, memberikan pertanyaan, mengadakan dialog, 3. Kelas, adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama
membantu menemukan masalah dan memberi fasilitas menerima pelajaran yang sama dari seorang guru. Batasan
penelitian. Selain itu guru juga menyiapkan dukungan dan yang ditulis untuk pengertian tentang kelas tersebut adalah
dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inquiri dan pengertian lama, untuk melumpuhkan pengertian yang salah
intelektual (Sudarman, 2007). dan dipahami secara luas oleh umum dengan “ruangan tempat
Cuhadaroðlu et al. dalam Akinoglu (2007), model guru mengajar”. Kelas bukan wujud ruangan tetapi sekelompok
Problem Based Learning dapat mengubah siswa dari peserta didik yang sedang belajar.
menerima informasi pasif menjadi aktif (student centered). Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata
Model ini memungkinkan siswa untuk memperoleh tersebut segera dapat disimpulkan bahwa pengertian penelitian
pengetahuan baru dalam pemecahan masalah. Dalam tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan
Problem Based Learning, sikap siswa seperti pemecahan yang sengaja dimunculkan, dan terjadi dalam sebuah kelas
masalah, berpikir, bekerja kelompok, komunikasi dan informasi (Arikunto, 2010).
berkembang secara positif (Akinoglu, 2007). Berdasarkan Penelitian tindakan kelas yang dimaksud dalam
penelitian Akinoglu (2007), Problem Based Learning lebih penelitian ini adalah suatu penelitian untuk perubahan dan
mempengaruhi prestasi belajar siswa dibandingkan dengan perbaikan di ruang kelas yaitu peningkatan hasil belajar siswa.
model pembelajaran tradisional yang mana telah diterapkan di Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sekolah. Selain itu, penelitian lain menyebutkan bahwa tes hasil belajar siswa. Tes digunakan untuk memperoleh data hasil
Problem Based Active Learning lebih efektif dibandingkan belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran PBL (Problem
dengan model klasik yang berbasis penemuan. Dalam Problem Based Learning) . Jenis tes yang digunakan dalam peneliti adalah
Based Learning tampak bahwa banyak siswa yang menyukai tes uraian dengan jumlah item 5 soal untuk siklus I dan 5 soal untuk
model ini. Hal ini disebabkan model Problem Based Learning siklus II untuk memperoleh nilai hasil belajar kognitif siswa. Tes
dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan hasil belajar kognitif meliputi aspek pengetahuan (C1), pemahaman
bekerja sama dalam satu kelompok (dalam U. Setyorini, dkk: (C2), aplikasi (C3), analisis (C4).
2011). Setelah memperoleh data tes hasil belajar siswa dengan
2. Hasil Belajar menerapkan strategi pembelajaran PBL (Problem Based
Hasil belajar adalah segala ilmu pengetahuan yang Learning), selanjutnya dianalisis secara kuantitatif yaitu:
telah diperoleh individu dalam hal ini ialah seorang siswa baik 1. Ketuntasan individu, setiap siswa dalam proses pembelajaran
adanya perubahan sikap dan peningkatan kemampuan serta dinyatakan tuntas secara individu terhadap materi pelajaran

ISBN: 978-602-74245-0-0 463


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
yang disampaikan apabila siswa mampu memperoleh nilai ≥ Banyak siswa yang tuntas 20
73. Nilai ketuntasan individu dapat dihitung dengan rumus : Rata-rata 75,12
Ketuntasan klasikal 64,52 %
skor jawaban benar Adapun hasil evaluasi pada siklus I
KI = x 100 sebagaimana yang terdapat pada tabel diatas
skor maximal menunjukkan bahwa dari 31 siswa, yang mengikuti tes
evaluasi sebanyak 31 siswa dan dari tabel dapat
Keterangan:
diketahui bahwa masih ada siswa yang nilainya kurang
KI = Ketuntasan Individu
dari 73. Ketuntasan klasikal yang dicapai pada siklus I
2. Ketuntasan klasikal tercapai bila 85% dari jumlah siswa
adalah 64,52% dari 31 siswa yang mengikuti tes
mencapai skor ≥ 73, dapat dihitung dengan menggunakan
evaluasi. Jadi berdasarkan hasil ketuntasan klasikal
rumus sebagai berikut:
yang diperoleh belum terpenuhi ketuntasan yang ingin
X dicapai yaitu 85% dari keseluruhan siswa kelas VI SDN
KK  x100 %
Z Durian yang mengikuti tes evaluasi.
Keterangan: Ketuntasan klasikal yang diperoleh pada siklus
KK = Ketuntasan Belajar Klasikal I masih kurang dari indikator yang telah ditetapkan,
x = Jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 73 maka perlu dilanjutkan kesiklus selanjutnya.
z = Jumlah siswa yang ikut tes d. Refleksi
Untuk mengetahui hasil belajar siswa secara Berdasarkan hasil observasi dan hasil evaluasi
deskriptif dengan menentukan skor rata-rata hasil tes. yang silaksanakan pada siklus I ternyata masih
Ketuntasan belajar klasikal tercapai jika ≥ 85%siswa terdapat kekurangan, sehingga peneliti harus
memperoleh skor minimal 73 yang akan terlihat pada hasil melanjutkan kegiatan pembelajaran pada siklus II
belajar evaluasi tiap-tiap siklus. dengan memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus
I. Langkah-langkah yang dilakukan peneliti untuk
HASIL DAN PEMBAHASAN memperbaiki kekurangan yang ada diantaranya
A. Hasil adalah:
1. Hasil Penelitian Siklus I Tabel 3. Kekurangan dan Langkah Perbaikan Siklus I
a. Pelaksanaan Tindakan Kekurangan-
Langkah perbaikan
Pelaksanaan tindakan pada siklus I dimulai kekurangan
pada tanggal 4 Januari sampai dengan 28 Januari 2016 Siswa kurang Memotivasi siswa dengan
yang terdiri dari tiga kali pertemua yang mana satu kali memperhatikan memberikan pertanyaan-
pertemuan untuk proses belajar mengajar dan dua penjelasan guru. pertanyaan kontekstual
pertemuan untuk evaluasi hasil belajar. Pertemuan sesuai dengan materi pada
pertama membahas tentang menyederhanakan dan siklus II.
mengurutkan pecahan. Siswa mengikuti proses belajar Siswa belum berani Memberikan reward atau
mengajar, yang dimana siswa diberikan permasalahan maju ke depan untuk ganjaran kepada kelompok
dan siswa melakukan diskusi kelompok yang dibentuk mengerjakan contoh- atau individu siswa yang
oleh guru, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Siswa contoh soal yang bisa mengerjakan contoh
tersebut berdiskusi dan memecahkan masalah yang diberikan guru. soal yang diberikan guru.
diberikan oleh gurunya melalui buah papaya yang Berdasarkan tabel 3 sudah terlihat kekurangan-
mereka bawa. Pada siklus tersebut diikuti oleh 31 siswa kekurangan dalam proses pembelajaran. Kekurangan-
pada pertemuan pertama siklus I. kekurangan tersebut akan diperbaiki pada siklus
b. Hasil Obervasi selanjutnya. Dengan adanya perbaikan tersebut,
Pada tahap observasi, ada dua jenis lembar diharapkan proses pembelajaran lebih efektif dan hasil
observasi yang digunakan, yaitu lembar observasi yang diperoleh akan lebih maksimal.
keterlaksanaan kegiatan guru dan lembar observasi 2. Hasil Penelitian Siklus II
keterlaksanaan kegiatan siswa. Adapun hasil observasi a. Pelaksanaan Tindakan
keterlaksanaan kegiatan guru dan siswa dapat dilihat Pelaksanaan tindakan pada siklus II dimulai
pada lampiran observasi keterlaksanaan kegiatan guru pada tanggal 1 Februari sampai dengan 18 Februari
dan siswa. 2016 yang terdiri dari dua kali pertemua yang mana
c. Evaluasi satu kali pertemuan untuk proses belajar mengajar dan
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilaksanakan satu pertemuan untuk evaluasi hasil belajar.
pada tanggal 28 Januari 2016, diperoleh data hasil Pertemuan pertama siklus II membahas tentang
belajar siswa sebagai berikut: menyederhanakan dan mengurutkan pecahan. Siswa-
Tabel 2. Hasil Evaluasi Belajar Siklus I siswa dibagi dalam beberapa kelompok belajar
Hasil Evaluasi Belajar Siklus I kemudian diberikan kartu masalah yang berisi soal
Banyak siswa keseluruhan 31 sesuai dengan materi yang disampaikan guru. Guru
Banyaknya siswa yang 31 mempersilahkan setiap perwakilan kelampok untuk
mengikuti tes evaluasi mengerjakan kartu masalah tersebut di depan dan guru
Nilai tertinggi 90 akan memberikan reward kepada kelompok yang
Nilai terendah 50 mengerjakan dengan baik dan benar.

ISBN: 978-602-74245-0-0 464


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
b. Hasil Observasi ketuntasan klasikal siswa masih kurang dari 85 % sehingga
Tahap observasi siklus II sama halnya dengan penelitian harus dilanjutkan ke silkus II.
tahap observasi siklus I, dimana pada tahap observasi Berdasarkan hasil observasi siklus I diperoleh
ini ada dua jenis lembar observasi yang digunakan, beberapa kekurangan-kekurangan antara lain : siswa masih
yaitu lembar observasi keterlaksanaan kegiatan guru kurang memperhatikan penjelasan guru dan belum berani maju
dan lembar observasi keterlaksanaan kegiatan siswa. ke depan untuk mengerjakan contoh-contoh soal yang
Hasil obsevasi tersebut dapat dilihat di lampiran diberikan guru.
observasi keterlaksanaan kegiatan guru dan siswa. Berdasarkan kekurangan pada siklus I dilakukan
c. Evaluasi perbaikan pembelajaran pada siklus II. Perbaikan itu antara
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilaksanakan lain: memotivasi siswa dengan memberikan pertanyaan-
pada tanggal 18 Februari 2016, diperoleh data hasil pertanyaan kontekstual sesuai dengan materi pada siklus II
belajar siswa sebagai berikut: dan memberikan reward kepada kelompok atau individu siswa
Tabel 4. Hasil Evaluasi Belajar Siklus II yang bisa mengerjakan contoh soal yang diberikan guru.
Hasil Evaluasi Belajar Siklus II Berasarkan hasil pada sisklus II diperoleh hasil
Banyak siswa keseluruhan 31 penelitian yaitu evaluasi hasil belajar meningkat dari rata-rata
Banyaknya siswa yang 31 75,12 pada siklus I menjadi 85,13 dengan persentase
mengikuti tes evaluasi ketuntasan kalsikal dari 64,52% pada siklus I menjadi 93,55 %.
Nilai tertinggi 100 Karena semua indikator keberhasilan telah tercapai maka
Nilai terendah 60 penelitian dihentikan hingga siklus ke II.
Banyak siswa yang tuntas 29 Dari penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa
Rata-rata 85,13 hasil belajar siswa meningkat dari siklus I hingga siklus II dan
Ketuntasan klasikal 93,55% dapat tuntas pada siklus ke II, karena ketutasan kalsikal >
Adapun hasil evaluasi pada siklus II 85%, dengan demikian implementasi model PBL (Problem
sebagaiman yang terdapat pada tabel diatas Based Learning) dapat meningkatkan hasil belajar dan
menunjukkan bahwa dari 31 siswa, yang mengikuti tes kemampuan berpikir kritis siswa.
evaluasi sebanyak 31 siswa dan dari tabel dapat Melalui implementasi model PBL (Problem Based
diketahui bahwa nilai rata-rata kelas adalah 85,13. Learning) yang dilakukan dalam penelitian ini telah
Ketuntasan klasikal yang dicapai pada siklus II adalah memberikan alternatif tambahan untuk dapat digunakan
93,55% dari 31 siswa yang mengikuti tes evaluasi. Jadi sebagai pilihan model pembelajaran yang dapat meningkatkan
berdasarkan hasil ketuntasan klasikal yang diperoleh, hasil belajar. Banyak keuntungan yang dapat diambil dalam
penelitian dihentikan pada siklus II karena telah penerapan model ini, PBL memberikan tantangan pada siswa
mencapai indicator ketuntasan klasikal yaitu 85% dari sehingga mereka bisa memperoleh kepuasan dengan
29 siswa SDN Durian yang mengikuti tes dan dianggap menemukan pengetahuan baru bagi dirinya sendiri serta
tuntas. mengembangkan keterampilan berpikir kritis setiap siswa.
Dalam penerapan model ini hal lain yang perlu dilakukan
adalah memotivasi siswa dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan yang sifatnya kontekstual untuk memfokuskan
perhatian mereka.

SIMPULAN
Implementasi model PBL (Problem Based Learning)
dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas VI SDN
Durian Tahun Pelajaran 2015/2016. Hal ini terbukti dari persentase
ketuntasan klasikal hasil belajar siswa pada siklus I ketuntasan
klasikal hasil belajar siswa sebesar 64,52 %, kemudia di siklus II
meningkat menjadi 93,55%.

Gambar 1. Rata-rata Persentase Ketuntasan Tiap SARAN


Siklus Adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut: 1) Bagi guru kelas di SD khususnya pada mata
B. Pembahasan pelajaran Matematika diharapkan dapat menerapkan model PBL
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan untuk (Problem Based Learning) sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SDN Durian meningkatkan hasil belajar siswa; 2) Dalam penerapan model PBL
kecamatan Janapria Tahun Pelajaran 2015/2016 pada pokok (Problem Based Learning) hal lain yang perlu diperhatikan adalah
bahasan pecahan dengan menggunakan model PBL (Problem tentang pembagian kelompok, diharapkan pembagian kelompok
Based Learning). Penelitian tindakan kelas ini terselesaikan memperhatikan aspek intelektualitas dan emosinal siswa; 3) Bagi
dalam dua siklus, dimana pada setiap siklusnya terdiri dari peneliti lain yang ingin meneliti dengan menerapkan model PBL
empat tahap yaitu : (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (Problem Based Learning) diharapkan dapat menggunakannya
(3) observasi dan evaluasi, dan (4) refleksi. Pada siklus I dengan media pembelajaran lain yang diharapkan lebih
diperoleh hasil penelitian evaluasi hasil belajar berupa rata- komunikatif.
rata kelas 75,12 dengan persentase ketuntasan klasikal 64,52
%,. Dari hasil analisis siklus I dapat diketahui bahwa indikator
ISBN: 978-602-74245-0-0 465
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
DAFTAR PUSTAKA Sudarman. 2007. Problem Based Learning: suatu model
Akinoglu O dan Ruhan Ozkardes Tandogan, R. O. 2007. The pembelajaran untuk mengembangkan dan meningkatkan
effects of problem based active learning of student' kemampuan memecahkan masalah. Jurnal Pendidikan
academic achievement, attitude and concept learning. Inovatif, 2 (2)
Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Setyorini,dkk. 2011. Penerapan Model Problem Based Learning
Education, 3 (1): 71-81 untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia FPMIPA
(edisi revisi). Jakarta: Rineka Cipta. UNNES, ISSN : 1693-1246.
Atikah, dkk. 2013. Hubungan Antara Keterampilan Dasar Guru Yusfi. 2012. Kelebihan Dan Kekurangan Model Pembelajaran
dalam Mengajar dengan Hasil Belajar PKN Siswa. Jurnal Problem Based Learning. (online),
PPKN UNJ Online.Volume 1. ISSN: 2337-5205. Jakarta. http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2254000-
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri No 22/2006: Standar Isi untuk kelebihan-dan-kekurangan-model-pembelajaran/ diakses
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP. pada tanggal 6 Januari 2013.
Hafid Anwar, dkk. 2013. Konsep Dasar Ilmu Pendidikan. Bandung: Suprijono Agus. 2013. Cooperative Learning Teori & Aplikasi
Alfabeta. Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

ISBN: 978-602-74245-0-0 466


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING
SISWA SMP
Syahrir
Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, FPMIPA IKIP Mataram
E-mail: Syahrir.mandala@yahoo.com

Abstrak: Modul pembelajaran saat ini belum mampu membangkitkan kesadaran dan kemampuan siswa dalam mengelolah pemikirannya
sendiri, serta belum mampu untuk memenuhi tuntutan kurikulum. Untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan mengembangkan modul
pembelajaran dengan pendekatan problem based leraning pada materi persegi panjang dan persegi yang menuntun siswa lebih aktif
untuk mengeksplorasikan berdasarkan kemampuannya sehingga tercipta belajar lebih mandiri dan mampu menyelesaikan permasalahan
yang ada. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah modul dan RPP yang mengacu pada silabus. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menghasilkan modul pembelajaran dengan pendekatan problem based learning pada materi segiempat untuk Kelas VII
MTs. Hidayatullah Mataram serta menguji tingkat kelayakannya. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan rancangan
model 4-D yang terdiri dari 4 tahap yaitu: (1) tahap (Define, (2) tahap (Design), (3) tahap (Develop), dan tidak sampai tahap (disseminate)
dengan beberapa penyesuaian.Hasil pengembangan divalidasikan oleh ahli 4 validator dan diujicobakan pada guru dan 10 orang siswa
MTs. Hidayatullah Mataram. Hal ini ditunjukkan dari hasil validasi ahli matematika terhadap modul pembelajaran menunjukkan skor rata-
rata 82,73% yang berarti sangat layak, pada validasi praktisi diperoleh 92,85% dengan katagori sangat layak, pada ujicoba kelompok
terbatas pada siswa MTs. Hidayatullah Mataram diperoleh rata-rata 80,89% dengan kategori sangat layak. Dilihat dari persentase uji
kelayakan bahwa produk pengembangan modul pembelajaran telah berhasil dikembangkan dan produk yang dikembangkan layak untuk
digunakan di MTs. Hidayatullah Mataram.

Kata Kunci : Modul Pembelajaran, Problem Based Learning,Persegi Panjang, Persegi.

PENDAHULUAN diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini (Sutarto


Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 dan Syarifuddin, 2013).
tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah mengembangkan Matematika mempunyai ciri yang sangat menonjol yaitu
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang konsep – konsep yang saling terkait artinya untuk dapat menguasai
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, suatu konsep baru atau tertentu, siswa harus sudah memahami
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik. Belajar konsep-konsep lain yang terkait langsung atau tidak langsung
merupakan proses yang terjadi pada semua manusia dan dengan konsep yang sedang dipelajarinya. Tapi kita sering
berlangsung seumur hidup. Seseorang dikatakan berhasil dalam menjumpai tentang keluhan siswa mengenai pelajaran
belajarnya jika adanya perubahan tingkah laku pada diri seseorang matematika. Para siswa selalu beranggapan bahwa matematika itu
tersebut. Berubahan yang dimaksud meliputi, pengetahuan sulit dan menakutkan. Selain dari siswanya sendiri, guru dalam
(kognitif), sikap (afektif), dan ketrampilan (psikomotor). penyampaian materi kurang bisa dipahami oleh siswanya.
Dalam pembelajaran seseorang butuh juga pendidikan, Kebanyakan guru menggunakan metode ceramah tanpa
karena pendidikan merupakan peranan penting dalam kehidupan memperdulikan sejauh mana siswa itu memahami materi yang
suatu bangsa. Salah satu yang dihadapi dalam dunia pendidikan disampaikan. Guru hanya mengejar materi, agar materi cepat
kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Tetapi pada tuntas ketika menjelang Ujian Akhir Sekolah. Padahal matematika
kenyataan sekarang ini mutu pendidikan belum menunjukkan suatu merupakan pengetahuan dasar yang sangat diperlukan oleh
peningkatan itu disebabkan karena dalam proses pembelajaran peserta didik untuk menunjang ke tingkat pendidikan selanjutnya.
anak kurang didorong untuk berfikir secara kreatif. Dalam dunia pendidikan, siswa sebagai objek dalam
Banyak kritik yang ditujukan pada para guru dalam pendidikan sangat diharapkan mampu memahami apa yang
proses pengajaran yang menekankan pada penguasaan sejumlah diajarkan, namun tidak bisa dielakan melihat permasalahan yang
informasi/konsep saja. Penumpukan pada peserta didik hanya terjadi dilapangan, faktanya banyak siswa yang tidak menyukai
bermanfaat namun ada baiknya tidak bermanfaat kalau hanya pelajaran matematika. Dari hasil observasi awal di MTs.
dikomunikasikan oleh guru kepada subyek didik melalui satu arah Hidayatullah Mataram, diperoleh bahwa dalam proses
(Rampengan 1993). Suatu konsep merupakan hal yang penting, pembelajaran terdapat beberapa masalah. Masalah-masalah
namun tidak harus mengetahui juga bagaimana konsep itu bisa tersebut diantaranya jarang siswa merespon pertanyaan guru pada
terapkan dan benar-benar dipahami oleh peserta didik. saat proses belajar mengajar, kurangnya perhatian siswa pada
Pemaahaman konsep sangat penting bagi siswa karena bisa saat guru menjelaskan materi, dan aktivitas.
mempengaruhi sikap, keputusan dan cara-cara pemecahan Siswa hanya terbatas untuk melihat, mendengar, serta
masalah. mencatat apa yang ini mengakibatkan banyak siswa yang bermain-
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari main, tidur, dan hanya duduk diam saja di kelas ketika proses
perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting belajar mengajar sedang berlangsung. Hal ini akan sangat
dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. dijelaskan oleh guru.
Perkembangan pesat dibidang teknologi, informasi dan komunikasi Serta kurangnya pemahaman siswa dalam menangkap pelajaran
dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika dibidang teori matematika.Jika kita mampu mendesain proses belajar mengajar
bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan matematika diskrit. baik dari metode belajar atau media yang digunakan maka kita
Untuk menguasai dan menciptakan teknologi dimasa depan optimis bahwa permasalahan yang terjadi pada peserta didik akan
mampu diatasi.

ISBN: 978-602-74245-0-0 467


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Pembelajaran dengan sistem modul yang disertai berkaitan dengan kehidupan nyata.
metode PBL (Problem Based Learning) memberi kesempatan Menurut Mutoharoh (2011) pembelajaran berbasis
kepada siswa untuk lebih mengeksplorasikan berdasarkan masalah (Problem Based Learning) merupakan pelaksanaan
kemampuannya sehingga tercipta belajar lebih mandiri dan hal ini pembelajaran berangkat dari sebuah kasus tertentu dan kemudian
akan mengubah orientasi belajar yang semula berpusat pada guru, dianalisis lebih lanjut guna untuk ditemukannya pemecahan
kemudian berubah menjadi berpusat pada kegiatan siswa sendiri. masalahnya, dan Problem Based Learning juga merupakan salah
satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi
KAJIAN PUSTAKA belajar aktif kepada siswa.
Menurut Ditjen PMPTK (2008), modul dapat dikatakan Menurut Dewey ( Rusman, 2012) belajar berdasarkan
baik apabila terdapat karakteristik sebagai berikut : masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons,
1. Self Instructional merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan.
Melalui penggunaan modul, siswa mampu belajar Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan
secara mandiri dan tidak selalu tergantung pada guru maupun masalah, sedangkan sistem syaraf otak berfungsi menafsirkan
pihak lainnya. Untuk memenuhi karakter Self Instructional bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat
maka dalam modul harus memenuhi kriteria (1) memuat tujuan diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan
yang dirumuskan dengan jelas, (2) memuat materi baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan
pembelajaran yang dikemas kedalam unit-unit kecil sehingga menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh
memudahkan belajar secara tuntas, (3) memuat contoh dan pengertianserta bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.
ilustri yang mendukung kejelasan pemaparan meteri langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai
pembelajaran, (4) memuat latihan soal dan tugas yang berikut:
memungkinkan siswa memberikan respon dan dapat Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning
mengukur tingkat penguasaannya, (5) memuat permasalahan (PBL)
kontekstual, (6) menggunakan bahasa yang sederhana dan Fase Indikator Tingkahlakuguru
komunikatif, (7) memuat rangkuman materi pembelajaran, (8) Orientasi siswa Menjelaskan tujuan
memuat instrumen penilaian yang memungkinkan penggunaan 1 pada masalah pembelajaran menjelaskan
melakukan Self assessment , (9) memuat umpan balik atas logistik yang diperlukan,
penilaian, sehingga penggunaannya mengetahui tingkat memotivasi peserta didik untuk
penguasaan materi, (10) menyediakan informasi tentang terlibat dalam aktivitas
rujukan atau referensi yang mendukung materi pembelajaran pemecahan masalah, dan
dan modul. Mengorganisasi Membagi peserta didik ke dalam
mengajukan masalah.
2. Self Contained 2 waktu untuk kelompok, membantu peserta
Seluruh materi pembelajaran dari satu unit belajar didik mendefinisikan dan
kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di mengorganisasikan tugas belajar
dalam suatu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini yang berhubungan dengan
adalahmemberi kesempatan sisiwa untuk belajar secara tuntas Membimbing Mendorong
masalah. peserta didik untuk
dan modul bisa memuat rangkaian kegiatan belajar yang 3 pengalaman mengumpulkan informasi
direncanakan dan sistematis. individual/kelom eksperimen dan penyelidikan
3. Stand Alone pok untuk mendapatkan penjelasan
Modul yang dikembangkan tidak tergantung pada dan pemecahan masalah.
media lain atau tidak harus digunakanbersama-sama dengan Mengembangka Membantu peserta didik dalam
media pembelajaran lain. Jika modul tersebut masih 4 n dan merencanakan dan menyiapkan
berhubungan atau masih membutuhkan media lain, maka tidak menyajikan laporan, dokumenatau modeldan
bisa dikatakan modul tersebut berdiri sendiri. hasil karya membantu mereka berbagi tugas
4. Adaftive dengan sesametemannya.
Modul dapat menyusun perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan, ini Menganalisis Membantu siswa untuk
merupakan suatu modul yang dikatakan Adaftive. Selain itu 5 dan melakukan refleksi atau evaluasi
modul yang adaptive adalah jika isi materi pembelajaran dapat mengevaluasi terhadap penyelidikan mereka
digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu. proses dan proses yang mereka
5. User Friendly pemecahan gunakan.
Modul harus memiliki sifat bersahabat dengan masalah.
pemiliknya. Dengan kata lain modul harus mudah dipahami Pembelajaran berbasis masalah mengutamakan proses
sehingga memudahkan siswa untuk memahami dari isi modul pembelajaran, di mana tugas guru harus menggunakan proses
yang sudah disediakan, sehingga tidak hanya sebagai buku pembelajaran yang akan menggerakkan siswa menuju
pegangan saja namun juga sebagai pegangan dan buku kemandirian, kehidupan yang lebih luas, dan belajar sepanjang
pelajaran yang harus dipelajari. hayat. Lingkungan belajar yang dibangun guru harus mendorong
Sanjaya W dalam Yoni Sunaryo (2014) menyatakan cara berfikir reflektif, evaluasi kritis, dan cara berfikir yang berdaya
bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan guna. Peran guru dalam PBLberbeda dengan guru di dalam kelas
sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada umumnya, Guru dalam PBL terus berfikir tentang beberapa
kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. hal, yaitu:
Pada pelaksanaan model pembelajaran berbasis masalah, siswa 1. Bagaimana dapat merancang dan menggunakan
berkelompok dan berdiskusi dalam menyelesaikan masalah yang permasalahan
4 yang ada di dunia nyata, sehingga siswa dapat
ISBN: 978-602-74245-0-0 468
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
menguasai hasil belajar? dianalisis menggunakan teknik deskriptif gabungan kuantitatif
2. Bagaimana bisa menjadi pelatih siswa dalam proses kualitatif untuk menentukan tingkat kelayakan yang diadaptasi dari
pemecahan masalah, pengarahan diri, dan belajar dengan uraian tentang teknik analisis deskriptif kuantitatif dan teknik
teman sebaya? analisis deskriptif kualitatif, yaitu menggunakan rumus persentase
3. Dan bagaimana guru bisa memberikan kepercayaan pada diri yang dituliskan sebagai berikut:
siswa agar mereka memandang diri mereka sendiri sebagai Σx
pemecah masalah yang aktif? 𝑃= × 100%
Σ𝑥𝑖
Guru dalam model pembelajaran berbasis masalah PBM
juga memusatkan perhatiannya pada beberapa hal yaitu: Keterangan:
1. Memfasilitasi proses PBM, mengubah cara berfikir, P = persentase hasil penskoran
mengembangkan keterampilan inquiri menggunakan Σx = jumlah total skor jawaban reponden (nilai nyata)
pembelajaran kooperatif. Σxi = jumlah total skor jawaban tertinggi (nilai harapan)
2. Melatih siswa tentang strategi pemecahan masalah; Tingkat kelayakan hasil pengembangan dideskripsikan
pemberian alasan yang mendalam, berpikir tingkat tinggi, dan dengan mengkonfirmasikan persentase hasil penskoran yang
Menjadi perantara proses penguasaan informasi, dicapai dengan kriteria kelayakan sebagaimana disajikan pada
meneliti lingkungan informasi, mengakses sumber informasi yang tabel 3.1 di bawah ini.
beragam, dan mengadakan koneksi. Tabel 2. Kriteria Kelayakan
Persentase Hasil
Tingkat Kelayakan
METODE PENGEMBANGAN Penskoran (%)
Penelitian ini merupakan penelitian Research and 76 – 100 Sangat layak
Development (R&D) yaitu berupa prosedur penelitian yang 51 – 75 Layak
dilakukan dengan menciptakan suatu produk tertentu dan menguji 26 – 50 Kurang layak, perlu revisi
keefektifan produk tersebut(Sugiyono, 2010).Produk yang 0 – 25 Tidak layak, revisis total
dihasilkan dalam penelitian pengembangan ini berupa modul Dalam penelitian diterapkan nilai kelayakan produk
pembelajaran matematika yang memuat beberapa sub pokok minimal “51” kriteria layak. Dengan demikian, dari penilaian para
materi persegi panjang dan persegi. ahli jika memberi hasil akhir “51” atau layak, maka produk
Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian pengembangan layak digunakan sebagai bahan ajar.
ini adalah model 4D yang merupakan singkatan dari Define,
Design, Defelopment and Dessimination yang dikembang oleh HASIL DAN PEMBAHASAN
thiagrajan (1974). Alasan kenapa model 4D dipilih dalam penelitian A. Hasil
ini antara lain; (a) model 4D disusun dengan urutan kegiatan yang Penelitian pengembangan ini bersifat prototipe yakni
sistematis; (b) model 4D khusus dikembangkan untuk tujuan berupa modul pembelajaran yang materinya disusun
pengembangan model pembelajaran dan bukan rancangan berdasarkan tahapan pembelajaran problem based learning
pembelajaran; (c) model 4D sudah banyak digunakan dalam pada materi persegi panjang dan persegi untuk siswa kelas VII
penelitian pengembangan model pembelajaran. Sebagaimana MTs. Hidayatullah Mataram yang bertujuan untuk memperoleh
telah disampaikan pada bagian keterbatasan, pengembangan ini modul pembelajaran yang baik. Nantinya modul yang
terbatasa pada tahap Define, Design Dan Development dan tidak dikembangkan diharapkan akan menjadi referensi guru dalam
sampai pada tahap Dessiminate yang dikarenakan adanya penyampaian materi pembelajran matematika khusunya
penyesuain berdasarkan kebutuhan pengembangan. materi persegi panjang dan persegi. Prosedur penelitian yang
Prosedur pengembangan merupakan penjelasan dari digunakan adalah penelitian pengembangan 4D Thiagarajan
model pengembangan yang telah di tetapkan. Adapun langkah- (1974) yang melalui beberapa tahap, yakni tahap define (
langkah yang ditempuh dalam prosedur pengembangan 4-D, pendefinisian), tahap design (perancangan), dan tahap
sebagaimana dijelaskan di atas, prosedur penelitian antara lain: develop (pengembangan) serta tahap desseminate
1. Tahap Pendefinisian (Define) (penyebaran).
2. Tahap Perancangan (Design) 1. Tahap Pendefinisian (Define).
3. Tahap Pengembangan (develop) a. Analisis awal-akhir (Front-end Analysis), analisis siswa
 Tahap Validasi Produk: (Learner Analysis) dan analisis konsep (Concept
a. Validasi produk awal Analysis)
b. Revisi I dan II b. Analisis tugas (Task Analysis)
 Tahap Ujicoba: c. Spesifikasi tujuan pembelajaran (Specifying
a. Uijcoba perorangan InstructionalObjectives)
b. Revisi III 2. Tahap Perancangan (Design).
 Produk akhir: Produk awal yang akandikembangkan yaitu modul
Produk akhir yang sudah divalidasi dan sudah layak yang mengacu pada silabus dan RPP.
digunakan. a. Penyusunan tes (Constructing Criterion Referenced
Data-data yang telah diperoleh dikelompokkan Tests)
berdasarkan keperluan tujuan analisis. Tujuan analisis tersebut Berdasarkan alur penyusunan pembelajaran
hanya terdiri dari deskripsi tingkat kelayakan hasil pengembangan. matematika, disusun tahapan-tahapan sebagai berikut:
Data-data yang termasuk dalam keperluan analisis deskripsi 1) Mempelajari Standar Kompetensi (SK) dan
tingkat kelayakan hasil pengembangan adalah data kuantitatif yang KompetensiDasar (KD)
diperoleh melalui kegiatan penilaian dari ahli. Data kuantitatif a) Standar Kompetensi

ISBN: 978-602-74245-0-0 469


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Memahami konsep segiempat serta Keterangan :
menentukan ukurannya. V1 = validator pertama
b) Kompetensi Dasar V2 = validator kedua
6.2 Mengindentifikasi sifat-sifat persegi V3 = validator ketiga
panjang dan persegi V4 = validator keempat
6.3 Menghitung keliling dan luas bangun
segiempat serta menggunakannya dalam
pemecahan masalah. b. Data Validasi Guru Bidang Studi
2) Materi Tabel 4. Data kuantitatif uji Guru Bidang Studi
Materi yang dipilih yaitu persegi panjang dan Rata-
Produk Penilaian Kategori
persegi, telah ditentukan Standar Kompetensi dan rata
Kompetensi Dasar untuk memudahkan dalam Modul V1 92,85% 92,85% Sangat layak
mengarahkan pembuatan modul pembelajaran Keterangan :
agar lebih terfokus pada judul yang telah V1 :validator Kesatu
ditentukan. c. Data Uji coba kelompok Terbatas
3) Merumuskan Indikator Pembelajaran Tabel 5. Data kuantitatif kelompok kecil (Siswa)
Indikator pembelajaran dibuat berdasarkan
kompetensi dasar yang telah ditentukan, yaitu: Ujicoba Jumlah Interval
a) Menjelaskan pengertian persegi panjang dan Skor Kategori
Kelompok Deskriptor Kelayakan
persegi menurut sifatnya. Kecil
b) Menurunkan rumus keliling persegi panjang 42 14 75% Sangat layak
dan persegi. Siswa 1
c) Menurunkan rumus luas persegi panjang dan 47 14 83,92% Sangat layak
persegi. Siswa 2
d) Menyelesaikan masalah yang berkaitan 49 14 87,5% Sangat layak
dengan menghitung keliling dan luas persegi Siswa 3
panjang dan persegi. 49 14 87,5% Sangat layak
4) Mengembangkan Item Soal Siswa 4
Soal-soal yang dikembangkan adalah soal yang 47 14 83,92% Sangat layak
ditemukan jawabannya sendiri berdasarkan Siswa 5
langkah-langkah Problem Based Learningyang 42 14 75% Sangat layak
mengacu pada indikator pembelajaran untuk Siswa 6
digunakan sebagai latihan tingkat 42 14 75% Sangat layak
pemahamanpeserta didik pada materi persegi Siswa 7
panjang dan persegi. 45 14 80,35% Sangat layak
5) Pemilihan format (Format Selection) dan Siswa 8
Perancangan awal (Initial Design) 44 14 78,57% Sangat layak
Kegiatan dalam bagian ini adalah membuat Siswa 9
44 14 78,57% Sangat layak
spesifikasi hasil pengembangan yaitu bahan ajar
berupa modul dengan pendekatan Problem Based Siswa 10
Learning yang mengacu pada silabus. 80.53% Sangat layak
a) Pada bagian pendahuluan terdapat SK, KD, Rata-Rata Persentase Kelayakan
indikator dan tujuan pembelajaran.
b) Pada bagian isi, terdapat pertanyaan- B. Pembahasan
pertanyaan yang ada dalam modul. Berdasarkan hasil penelitian produk yang dihasilka
c) Bagian penutup pada penelitian ini adalahmodul pembelajaran dengan
d) Glosarium dan Daftar pustaka pendekatan problem based learning pada materi segiempat
3. Tahap Pengembangan(Develop) untuk siswa kelas VII MTs. Hidayatullah Mataram yang di
Tahap iniberkaitan dengan validasi hasil produk kembangkan melalui tahapan-tahapan model 4D Thiagarajan
yang dikembangkan.Modul pembelajaran yang (1974). Tahap pertama model pengembangan 4D yaitu tahap
dikembangkan divalidasi terlebih dahulu oleh para ahli pendefinisian (define )yang merupakan langkah awal
(guru matematika, ahli bahasa, ahli pendidikan mengembangkan bahan ajar berupa modul pembelajaran
matematika) untuk mengetahui kelayakan dari produk matematika.Oleh karena itu, tahap ini berfokus pada
kemudian diuji coba terbatas terhadap siswa. situasi/permasalahan yang dihadapi oleh guru dan siswa saat
a. Data Validasi Ahli kegiatan pembelajaran.Tahap awal peneliti menetapkan
Tabel 3. Data kuantitatif uji ahli masalah yang dihadapi oleh pihak sekolah khusunya pada
mata pelajaran matematika adalah masalah sarana dan
prasarana pendukung pada kegiatan pembelajaran dalam
memberikan pengalaman langsung kepada siswa.
Kegiatan selanjutnya pada tahap pendefinisian
(define) yaitu menganalisi konsep materi yang digunakan
peneliti dalam modul khususnya materi persegi panjang dan
ISBN: 978-602-74245-0-0 470
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
persegi yang mengacu pada kompetensi dasar, peneliti 2. Modul pembelajaran matematika SMP/MTs dengan
menganalisis latar belakang kemampuan siswa terhadap pendekatan Problem Based Learning yang layak digunakan.
pembelajaran matematika siswa MTs. Hidayatulah Mataram Modul tersebut sebagai salah satu instrumen pembelajaran
kelas VII pada umumnya kurang menyukai pelajaran pada pendekatan Problem Based Learning yang mencakup
matematika karena kurang memahami konsep-konsep materi materi persegi dan persegi panjang, setelah modul melalui
akibatnya siswa menganggap pelajaran matematika proses validasi dan dilakukan uji coba terbatas, Kelayakan
merupakan salah satu pelajaran yang sulit. Tidak adanya modul hasil pengembangan mangacu pada hasil penilaian para
interaksi timbal balik antara guru dan siswa yang menyebabkan validator. Skor kelayakan modul dengan skor rata-rata dari
proses pembelajaran berjalan satu arah yang menyebabkan para ahli sebesar 82,73% kategori sangat layak. Skor rata-rata
keterampilan berfikir siswa kurang aktif. validasi sebesar 92,85% kategori sangat layak. Sedangkan
Berdasarkan hal tersebut, diperlukan adanya modul skor rata-rata hasil ujicoba kelompok terbatas sebesar 80,89%
pembelajaranyang mampu mengarah proses berfikirnya siswa kategori sangat layak. Dengan demikian modul pembelajaran
dengan menghadirkan masalah-masalah yang harus yang di kembangkan dinyatakan layak untuk di gunakan.
dipecahkan yang ada di dalam modul. Oleh karena itu, peneliti
menyediakan alternatif dengan mengembangkan SARAN
modulpembelajaran matematika dengan pendektan problem Berdasarkan hasil pengembangan, dapat diajukan saran
based learning sebagai bahan ajar yang akan digunakan dalam antara lain:
kegiatan pembelajaran. 1. Masih diperlukan penelitian yang dapat menunjukkan
Produk yang dihasilkan pada penelitian ini adalah efektivitas penggunaan modul dengan pendekatan problem
modulpembelajaran yang mengacuh pada RPP dan Silabus. based learning pada materi segiempat untuk kelas VII MTs.
Modul ini dapat digunakan dalam proses pembelajaran baik Hidayatullah Mataram dalam suatu pembelajaran.
oleh guru maupun siswa secara mandiri. Hal ini disebabkan 2. Masih diperlukan penelitian yang dapat menunjukkan bahwa
karena melalui modul siswa diarahkan untuk menemukan penggunaan modul dengan pendekatan problem based
masalah dan mampu memecahkan masalah secara mandiri learning pada materi segiempat untuk kelas VII MTs.
atau kelompok . Hidayatullah Mataram dapat memberikan hasil belajar yang
Berdasarkan hasil analisis data lembar validasi yang lebih baik bagi siswa.
berupa modul pembelajaran yang dinilai oleh para ahli yang 3. Perlu diujicobakan kepada peserta didik dalam kelompok
mencakup 4 kompenen. Keempat komponen yang dinilai besar, karena pada penelitian ini hanya diujicobakan pada
adalah penyajian, kelayakn isi, bahasa, keterbacaan serta kelompok terbatas, sehingga dapat dibuktikan apakah
kesesuaian antara model pembelajaran dengan pendekatan penggunaan produk hasil pengembangan dalam suatu
Problem Based Learning. pembelajaran dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik.
Hasil analisis terhadap lembar validasi di dapatkan
nilai rata-rata dari para ahli sebesar 82,73% sedangkan dari DAFTAR PUSTAKA
hasil analisis lembar validasi yang dinilai oleh praktisi Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
mendapatkan nilai rata-rata sebesar 92,85%. Hal ini Praktik. Jakatra: Rineka Cipta.
mengidentikasikan bahwa modul pembelajaran dengan Huda, Mifatul, Model Pengajaran Dan Pembelajaran. 2013.
pedekatan Problem Based Learning dengan kategori sangat Yogyakarta : Pustaka Belajar.
layakuntuk digunakan dalam suatu proses pembelajaran Riyanto, Y. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya:
matematika. Sedangkan hasil analisis Rencana Pelaksanaan Penerbit SIC.
Pembelajaran(RPP)dari para ahli atau guru bidang studi Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan
mendapatkan nilai rata-rata 83,33% dengan kategori sangat Profesionalism Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
layak untuk digunakan oleh guru matematika sebagai panduan Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan
untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Penilaian yang Profesionalisme Guru, Edisi2. Jakarta:Rajawali Pers.
dilakukan oleh peserta didik sebagai uji coba kelompok Sugiyono. 2010. MetodePenelitianKuantitatif, Kualitatifdan R & D.
terbatas terhadap penilaian modul hasil pengembangan Bandung:Alfa Beta.
mendapatkan nilai rata-rata 80,89% dengan kategori sangat Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R &
layak dan mendapatkan respon yang baik untuk digunakan D. Bandung : Alfabeta.
sebagai sumber belajar. Sutarto dan Syarifuddin. 2013. Desain Pembelajaran Matematika.
Yogyakarta: Samudra Biru.
SIMPULAN Syahrir, 2010. Metodelogi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta :
Berdasarkan análisis data dan pembahasan, didapatkan Naufan Pustaka.
kesimpulan sebagai berikut: Syahrir. 2013. Statistik Pendidikan. Samudra Biru: Yogyakarta.
1. Pengembangan ini menghasilkan modul pembelajaran Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.
matematika SMP/MTs “Persegi dan Persegi Panjang” berbasis Jakarta: Kharisma Putra Utama.
Problem Based Learning. Menggunakan 3 (tiga) Tahap yaitu
Tahap Pendefinisian, perancangan, dan pengembangan.

ISBN: 978-602-74245-0-0 471


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN IPA MENGGUNAKAN MODEL TERPADU TIPE CONNECTED BERVISI
SETS DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK KELAS VII SMP AL-
IKHLAS TALIWANG
Tilal Afian1, Rizka Donny Agung Saputra2 & Deni Harmoko3
1,2&3Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Cordova Indonesia
E-mail: fkipundova@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model terpadu tipe connected bervisi SETS dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas VII di SMP AL-Ikhlas Taliwang tahun pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini merupakan
penelitian eksperimen semu dimana terdapat dua kelas sampel yang terbagi atas kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kedua kelas sampel
ditentukan dengan menggunakan teknik cluster purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan tes berbentuk uraian yang
telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hasil posttest menunjukkan rata-rata kelas eksperimen sebesar 73,49 dan kelas kontrol sebesar
64,44. Data posttest kelas sampel dianalisis dengan menggunakan uji-t. Dari hasil perhitungan diperoleh thitung sebesar 3,172 lebih besar
dari ttabel pada taraf signifikan 5% yaitu 2,026. Dari analisis uji-t dapat dikatakan bahwa Ha diterima dan H0 ditolak. Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa model Connected Bervisi SETS efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas VII SMP AL-
Ikhlas Taliwang.

Kata Kunci: Efektivitas, Model Pembelajaran Connected, Bervisi SETS, Berpikir Kritis

Abstract: The study aims to determine the effectiveness of the integrated model envisions SETS type connected in improving students'
critical thinking skills in the junior class VII AL-Ikhlas Taliwang the school year 2015/2016. This type of research is a quasi-experimental
research where there are two classes of samples were divided into experimental class and control class. The second class of the samples
was determined using cluster technique purposive sampling. Data collection techniques using the test in the form of descriptions that have
been tested for validity and reliability. Posttest results showed an average grade of 73,49 experimentation and control class is 64,44. Data
class post-test samples were analyzed using t-test. From the calculation results obtained t of 3,172 is greater than ttable at 5% significance
level is 2,026. Of the t-test analysis can be said that Ha is accepted and H0 is rejected. In other words it can be said that the model of the
Connected Visionary SETS effective in improving critical thinking skills of students of class VII SMP Al-Ikhlas Taliwang.

Keywords: Effectivity, Learning Connected Model, Visionary SETS, Critical Thinking.

PENDAHULUAN dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu


Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dan Undang- pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah
Undang Nomor 13 Tahun 2015 Pasal 3 tentang dasar, fungsi, dan secara kritis, kreatif dan mandiri.
tujuan. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan Hasil observasi dan wawancara kepada guru IPA terpadu
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang kelas VII SMP AL-Ikhlas Taliwang, diperoleh informasi rata-rata
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam hasil belajar
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi khususnya pada mata pelajaran IPA masih dibawah KKM. Rata-
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha rata hasil Ujian Tengah Semester peserta didik kelas VII SMP AL-
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan Ikhlas Taliwang pada mata pelajaran IPA masih beragam,
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. beberapa diantara peserta didik sudah memperoleh nilai di atas
Tujuan pembelajaran IPA dalam Permendiknas No. 22 KKM yaitu ≥ 70. Data nilai rata-rata UTS peserta didik kelas VII
Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) yaitu kelompok mata pelajaran SMP AL-Ikhlas Taliwang, dapat dilihat pada Tabel 1.
ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/SMPLB
Tabel 1. Hasil Observasi Perolehan Nilai Rata-Rata Kelas VII
Aspek penilaian
No. Kelas Rata-Rata Nilai
Kognitif Afektif Psikomotorik
1. VII A 70,21 72,62 71,03 71,18
2. VII B 73,20 72,30 63,70 70,29
3. VII C 71,89 71,89 62,42 69,05
Rata-rata 71,77 72,27 65,72 70,17
Sumber : Administrasi Guru mata pelajaran IPA Terpadu kelas VII
Pembagian waktu istirahat yang sangat minim, didik, dengan tujuan mengasah bakat dan potensi yang ada pada
mengakibatkan peserta didik sering mengantuk dan bahkan tidur diri mereka, namun hal ini berdampak kurang fokus terhadap
saat jam pelajaran berlangsung. Padatnya kegiatan ekstrakurikuler keberhasilan proses belajar mengajar di kelas. Berdasarkan
yang harus dilakukan peserta didik membuat mereka sering permasalahan tersebut diperlukan model pembelajaran yang dapat
mengalami kejenuhan dan kurang termotivasi dalam proses memanfaatkan waktu belajar agar lebih maksimal sekaligus
pembelajaran di kelas, hal ini berakibat pada rendahnya mampu menarik perhatian peserta didik tanpa mengganggu
kemampuan berpikirnya (Aspek psikomotorik). kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan pondok Model pembelajaran terpadu berpijak pada landasan
pesantren Al-Ikhlas Taliwang wajib diikuti oleh seluruh peserta praktis. Landasan praktis penggunaan model terpadu
ISBN: 978-602-74245-0-0 472
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
mengharapkan bahwa pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan Jumlah soal test yang diberikan sebanyak 9 soal bentuk uraian
memperhatikan situasi dan kondisi praktis yang berpengaruh yang sudah di uji validitas dan reliabilitasnya.
terhadap kemungkinan pelaksanaannya mencapai hasil yang Teknik analisis data yang digunakan mengikuti prosedur
optimal (Trianto, 2010). Model terpadu memiliki beberapa tipe, dalam statistik inferensial. Statistik inferensial bertujuan untuk
salah satunya tipe connected. menganalisis data sampel, dan hasilnya akan digeneralisasikan
Model connected (keterhubungan) merupakan salah satu (diinferensikan) untuk populasi dimana sampel diambil (Sugiyono,
model yang tepat digunakan dalam desain pembelajaran IPA 2009). Setelah data dari hasil pemberian test pada sampel
terpadu, selain itu model connected ini lebih mudah diterapkan dan diperoleh, langkah yang dilakukan selanjutnya dalam proses
lebih banyak kemungkinan untuk dipadukan dengan berbagai analisis data yaitu:
aspek (Hidayat, 2009). 1. Uji Coba Instrumen
Penerapan model connected yang dihubungkan kedalam Instrumen penelitian yang akan digunakan terlebih
aspek SETS, akan menambah keberkesanan materi pelajaran dahulu harus di uji coba pada kelas yang sudah mempelajari
yang sedang dibahas. Visi SETS (Science, Environment, materi tersebut. Uji coba instrumen dilakukan pada kelas VIII A
Technology, Society) merupakan cara pandang ke depan yang dengan jumlah peserta didik 19 orang. Uji ini dilakukan untuk
membawa ke arah pemahaman bahwa segala sesuatu yang kita mengetahui kelayakan instrumen sebagai alat ukur.
hadapi dalam kehidupan ini mengandung aspek sains, lingkungan, a. Uji Validitas
teknologi dan masyarakat sebagai satu kesatuan serta saling Uji validitas dilakukan untuk mengetahui ketepatan
mempengaruhi secara timbal balik (Binadja, 2008). instrumen penelitian yang digunakan. Perhitungan validitas
Pembelajaran menggunakan model connected bervisi instrumen menggunakan rumus Korelasi Product Moment dari
SETS bertujuan agar materi pelajaran yang sedang dipelajari Karl Pearson sebagai berikut:
terlihat lebih menarik ketika dibahas, karena dihubungkan langsung N ∑ XY − (∑ X)(∑ Y)
sesuai hal-hal yang terjadi pada kehidupan nyata. Model connected rxy =
√(N ∑ X − (∑ X)2 )(N ∑ Y 2 − (∑ Y)2 ))
2
bervisi SETS dapat menggali pemahaman peserta didik terhadap
(Subana, 2009)
materi pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya karena
keterpaduan di dalam materi yang sudah dipelajari kemungkinan
Keterangan:
ada yang saling berkaitan.
rxy : Koefisien korelasi antara variabel x dan y .
N : Jumlah peserta didik.
METODE
∑x : Jumlah nilai varibel x.
Jenis penelitian yang dilakukan Pre-Experimental
∑y : Jumlah nilai variabel y.
Designs (nondesigns), dengan rancangan penelitian Randomized
∑xy : Jumlah nilai perkalian x dan y.
Control-Group Only Design yaitu suatu desain penelitian
(∑x)2 : Jumlah variabel x dikuadratkan.
menggunakan dua kelompok kontrol yang tidak dipilih secara
∑x2 : Jumlah kuadrat variabel x.
random. Satu kelompok eksperimen diberikan perlakuan dan satu
(∑y)2 : Jumlah variabel y dikuadratkan.
kelompok kontrol tidak diberikan perlukan. Pada keduanya
∑y2 : Jumlah kuadrat variabel y.
dilakukan pasca-uji dan hasilnya dibandingkan (Subana, 2009).
Nilai rxy kemudian dikonsultasikan dengan tabel r product
Tabel 2. Desain Randomized Control-Group Only Design
moment dengan taraf signifikan 5% . Kemungkinan yang akan
Kelompok Pretest Perlakuan terjadi:
Post Test 1) Jika rxy > r tabel, maka item tersebut dikatakan valid.
Eksperimen X O1 2) Jika rxy < r tabel, maka item tersebut dikatakan tidak valid.
Kontrol O2
Keterangan: b. Uji Reliabilitas
X : Perlakuan pembelajaran Connected bervisi SETS Menurut Arikunto (2006), reliabilitas adalah ketetapan
O1 : Kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas eksperimen suatu tes apabila diujikan kepada subjek yang sama. Uji
setelah diberikan pembelajaran model Connected bervisi Reliabilitas butir soal bentuk uraian dengan menggunakan
SETS rumus Alfa Cronbach (Arikunto, 2006).
O2 : Kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas
n ∑ σi 2
kontrol setelah diberikan pembelajaran model ri = {1 − }
Non Connected SETS (n − 1) σt 2
Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas Keterangan:
VII SMP AL-Ikhlas Taliwang pada tahun pelajaran 2015/2016, ri : Reliabilitas yang dicari
yaitu: n : Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
Tabel 3. Jumlah distribusi peserta didik kelas VII SMP AL-Ikhlas ∑ σi 2 : Jumlah varians skor tiap-tiap item.
Taliwang σt 2 : Varians total
Pembagian Kelas VII Jumlah Peserta didik
Kelas VII A 28 Peserta didik Selanjutnya hasil perhitungan tes dikonsultasikan
Kelas VII B 20 Peserta didik dengan rtabel. Jika hasil rhitung > rtabel maka soal tergolong dalam
Kelas VII C 19 Peserta didik kategori reliabel dan jika hasil perhitungan menunjukkan rhitung
Total 67 Peserta didik < rtabel maka soal tersebut dikatakan tidak reliabel.
Teknik pengumpulan data melalui test dengan 2. Uji Hipotesis
memberikan soal berbentuk uraian yang dipakai untuk menguji Uji hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan
sejauh mana tingkat kemampuan berpikir kritis peserta didik. data posttest dari kedua kelompok. Sebelum uji hipotesis
dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis.
ISBN: 978-602-74245-0-0 473
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
a. Uji Homogenitas x̅1 − x̅ 2
t=
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui tingkat 2 2
pemahaman sampel yang digunakan sama. Perumusan untuk √(n1 − n2 )S1 + (n2 − 1)S2 ( 1 + 1 )
uji homogenitas, digunakan uji F (Sugiyono, 2009): n1 + n2 − 2 n1 n2
𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
𝐹=
𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙 Keterangan:
Varians dicari dengan menggunakan rumus sebagai T : t tes (t hitung)
berikut: x̅1 : rata-rata kelas eksperimen
∑ (𝑋𝑖 − 𝑋)2 x̅2 : rata-rata kelas kontrol
𝑆2 =
(𝑛 − 1) S12 : variansi kelas eksperimen
S22 : variansi kelas kontrol
∑Xi : Jumlah X n1 : jumlah peserta didik kelas eksperimen
X : Rata-rata perolehan skor sebelum perlakuan n2 : jumlah peserta didik kelas kontrol
S2 : Varians skor
n : Jumlah peserta didik Nilai thitung kemudian dikonsultasikan ke ttabel pada taraf
signifikan 5 %. Jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan Ha
Data dikatakan homogen apabila Fhitung ≤ Ftabel dengan ditolak. Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak dan Ha diterima.
dbpembilang = n-1 (untuk varians terbesar), dbpenyebut = n-1 (untuk
varians terkecil), dan taraf signifikan 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN
b. Uji Normalitas 1. Hasil Uji Coba Instrumen
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data Uji coba instrumen penelitian dilakukan pada kelas IX B di
berdistribusi normal atau tidak. Teknik yang digunakan untuk SMP Al-Ikhlas Taliwang yang terdiri dari 19 peserta didik.
mengetahui kenormalan dengan menggunakan rumus Chi a. Uji Validitas Instrumen
Kuadrat (Sugiyono, 2009): Uji validitas instrumen menggunakan rumus korelasi
k (O − E )2 product moment. Nilai rtabel ditentukan berdasarkan jumlah
i i
c2 = ∑ peserta uji yang berjumlah 19 orang dan taraf signifikan 5%
i=1 Ei yaitu 0,456. Berdasarkan perbandingan yang dilakukan hasil
Keterangan: rhitung dan rtabel, dari 15 instrumen yang diujikan diperoleh 9 soal
c2 : Harga Chi Kuadrat yang valid dan 6 soal yang tidak valid.
Oi : Frekuensi hasil pengamatan b. Uji Reliabilitas Instrumen
Ei : Frekuensi yang diharapkan Uji reliabilitas instrumen menggunakan rumus Alfa
k : Jumlah kelas interval Cronbach yaitu r11 sebesar 0,771. Nilai ri yang diperoleh
kemudian dikonsultasikan dengan nilai kritis pada tabel r
Data terdistribusi normal jika c2 hitung ≤ c2 tabel pada Pearson Product Moment pada taraf 5% dengan jumlah N=19
derajat kebebasan, db = k-1 dan taraf signifikan 5%. yaitu diperoleh rtabel = 0,456. Hasil pembandingan menunjukkan
c. Uji Hipotesis ri > rtabel, sehingga hasil uji coba instrumen yang diperoleh
Statistik parametris merupakan alat yang digunakan bersifat reliabel, dengan interpretasi nilai antara 0,600 sampai
untuk menganalisis data interval atau rasio, yang diambil dari dengan 0,800 yaitu kriteria tinggi (Arikunto, 2006).
populasi yang berdistribusi normal (Sugiyono, 2009). Sesuai
data yang diperlukan, alat analisis data untuk uji hipotesisnya 2. Hasil Test
menggunakan rumus t-test, dengan ketentuan berikut: Data test yang diperoleh dari hasil posttest dengan
1) Bila jumlah sampel n1 = n2 dan varians homogen, maka memberikan soal uraian pada kedua kelas sampel yang dilakukan
dapat digunakan rumus Separated Varians atau Polled setelah adanya perlakuan, ditunjukkan pada Tabel 4.2 berikut:
Varians. Tabel 2. Data Hasil Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
2) Bila n1 ≠ n2 dan varians homogen, maka dapat
diguanakan Polled Varians.
Jumlah Nilai Nilai
3) Bila jumlah sampel n1 = n2 dan varians tidak homogen, Jumlah Mean Varians
No Kelas Peserta Tertin Terenda
maka dapat digunakan rumus Separated Varians atau Polled Nilai ̅ (S2)
𝐗
Didik ggi h
Varians.
1 Eksperime 19 96,29 51,85 1396,30 73,49
4) Bila n1 ≠ n2 dan varians tidak homogen, maka 180,25
n
diguanakan Separated Varians
Rumus Separated Varians 2 Kontrol 20 85,18 40,74 1288,89 64,44
163,74
x̅1 − x̅2
t= Analisis terhadap nilai posttest pada kedua kelompok
S2 S2 sampel, diperoleh hasil bahwa Model Pembelajaran Connected
√ 1+ 2 Bervisi SETS dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
n1 n2
peserta didik dengan hasil uji t diperoleh nilai thitung = 3,17
sedangkan ttabel = 2,02 pada taraf signifikan 5%. Sesuai dengan
Rumus Polled Varians kriteria jika t hitung ≥ t tabel maka Ha diterima dan H0 ditolak, sehingga
saat nilai thitung dibandingkan dengan ttabel akan terlihat bahwa thitung
> ttabel yaitu 3,172 > 2,02. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa Ha diterima dan H0 ditolak, atau dengan kata lain dapat
ISBN: 978-602-74245-0-0 474
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
disimpulkan bahwa model pembelajaran Connected Bervisi SETS Ashari, Ari. 2013. Penerapan Pembelajaran Sumbang Saran Pada
efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik Pokok Bahasan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan
kelas VII di SMP Al-Ikhlas Taliwang. Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
Hasil uji hipotesis yang diperoleh sesuai dengan pernyataan Kelas VII SMP AL-Ikhlas Taliwang Tahun Pelajaran
hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2012), yaitu terdapat 2012/2013. Taliwang: Universitas Cordova Indonesia.
pengaruh positif pada penerapan Model Pembelajaran Connected Binadja. A. 2002. Program Studi Pendidikan IPA (bervisi SETS)
bervisi SETS terhadap hasil belajar peserta didik dalam Pemikiran dalam SETS (Science, Enviroment,
pencapaian kompetensi IPA Terpadu. Technology, Society). Semarang: PPS Unnes Press.
Depdiknas. 2007. Model Kurikulum Pendidikan Yang Menerapkan
SIMPULAN Visi SETS (Science, Environment, Technology, and
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh perbedaan nilai Society). Jakarta : Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan
antara kelas yang menggunakan Model Pembelajaran Connected Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.
Bervisi SETS dengan kelas yang menggunakan model Fitriani, Siska. 2012. Penerapan Model Connected Bervisi Science,
pembelajaran langsung, yang ditunjukkan dengan hasil uji thitung = Environment, Technology, Society Pada Pembelajaran
3,17 dan ttabel = 2,02 dengan kriteria t hitung ≥ t tabel maka Ha diterima IPA Terpadu. Universitas Negeri Semarang.
dan H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa model Hamalik, Oemar. 2009. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar
pembelajaran Connected Bervisi SETS efektif dalam meningkatkan Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas VII SMP AL-Ikhlas Hidayat, Nuruddin. 2009. Pengembangan Pembelajaran Terpadu
Taliwang. Model Connected Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Dalam Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.
SARAN Gunung
1. Bagi guru IPA disarankan dapat menerapakan model Khomsatun, Siti. 2005. Pengaruh Pembelajaran Di Luar Kelas
pembelajaran Connected Bervisi SETS untuk menghindari Terhadap Prestasi Belajar Siswa Ditinjau Dari
peserta didik yang tidur saat proses pembelajaran Antusiasme Belajar Siswa Pada Siswa SMP Tahun
berlangsung, agar dapat meningkatkan kemampuan berpikir Ajaran. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
kritis peserta didik. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat Nisak, Khoirun. 2013. Pengembangan Perangkat Pembelajaran
ini bahwa aspek kehidupan berlandaskan pada Science, IPA Terpadu Tipe Connected Pada Materi Pokok Sistem
Environtmen, Technology, Society (Salingtemas) yang Ekskresi untuk Kelas IX SMP. Program Studi Pendidikan
bertujuan membekali peserta didik dengan IPTEK sesuai Sains FMIPA Universitas Negeri Surabaya.
kebutuhan perkembangan dan kemajuan zaman. Bagi peserta Nugraha, Danu Aji. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Reaksi
didik diharapkan lebih termotivasi lagi dalam melaksanakan Redoks Bervisi SETS, Berorientasi Konstruktivistik.
pembelajaran agar pengetahuan yang diperoleh lebih Semarang: Universitas Negeri Semarang.
bernanfaat. Nurwahyunani, Atip. 2011. Penerapan Pendekatan SETS
2. Bagi sekolah diharapkan untuk senantiasa melakukan evaluasi (Science, Environment, Technology, Society) Untuk
terhadap penyelenggaraan pendidikan, baik yang berkenaan Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Mengelola
dengan kualitas guru, peserta didik maupun sarana dan Lingkungan. IKIP PGRI Semarang.
prasarana yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas Prijana. 2005. Metode Sampling Terapan Untuk Penelitian Sosial.
pendidikan. Selain itu diharapkan bagi sekolah dapat Bandung: Humaniora.
mengembangkan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Riyanto, Yatim. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya:
Pendidikan) dengan berlandaskan model Connected Bervisi Penerbit SIC.
SETS, agar tumpang tindih materi pelajaran pada intern Rohmadi, Mukhlis. 2013. Pembelajaran I-SETS. STAIN Palangka
maupun antar mata pelajaran dapat dimaksimalkan sesuai Raya.
kriteria/tema yang berkaitan, sehingga waktu yang digunakan Santoso, Fedrik Joko. 2009. Penggunaan Model Pembelajaran
selama pembelajaran dapat lebih maksimal dan efisien. Terpadu Sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Siswa
Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
DAFTAR PUSTAKA Kelas VIII Smp Muhammadiyah 6 Surakarta. Universitas
Anonim. 2015. Undang - Undang Nomor. 20 Tahun 2003. Sebelas Maret Surakarta.
http://kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf (Diakses Setiyawati, Enik. 2011. Pengembangan Kompetensi Ilmiah Siswa
pada hari senin, Berorientasi Model Pembelajaran Terpadu Tipe
Afriawan, Muhammad. 2012. Pengaruh Penerapan Pendekatan Connected Pada Pokok Bahasan Cahaya. Universitas
SAVI Bervisi SETS Pada Pencapaian Kompetensi Muhammadiyah Sidoarjo.
Terkait Reaksi Redoks. Semarang: Universitas Negeri Setiyono, Fiengky Priyo. 2011. Pengembangan Perangkat
Semarang. Pembelajaran Kimia Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
Ahmadi, Iif Khoiru dan Amri, Sofan. 2011. PAIKEM GEMBROT (Ksp) dengan Pendekatan SETS untuk Meningkatkan
(Mengembangkan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa.
Menyenangkan, Gembira, dan Berbobot). Jakarta: PT. Subana. 2009. Statistika Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Prestasi Pustakaraya. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan
. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Cetakan ke 13. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya. Sumaryati, Enung. 2013. Pendekatan Induktif-Deduktif Disertai
Ariyati, Eka. 2010. Pembelajaran Berbasis Praktikum Untuk Strategi Think-Pair-Square-Share Untuk Meningkatkan
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahapeserta Kemampuan Pemahaman Dan Berpikir Kritis Serta
didik. FPMIPA Universitas Tanjungpura.
ISBN: 978-602-74245-0-0 475
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Disposisi Matematis Siswa SMA. STKIP Siliwangi Wahyuningsih. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Terpadu
Bandung. Tipe Connected Untuk Meningkatkan Konsep Diri Siswa
Trianto. 2007. Model - Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Dalam Belajar Matematika. Universitas Islam Negeri
Konstruktivistik. Surabaya: Prestasi Pustaka Publisher. Syarif Hidayatullah. Jakarta.

ISBN: 978-602-74245-0-0 476


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN ARTIKULASI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR
TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF IPA TERPADU SISWA

Titi Laily Hajiriah1, Adi Cahyadi2, & Hizbul Fajri3


1,2 Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, FPMIPA IKIP Mataram
3 Pemerhati Pendidikan Biologi

Email:ti2_laily@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran artikulasi dengan menggunakan media gambar
terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif IPA Terpadu siswa kelas VII MTs NM Ad-dinul Qayyim Kapek Gunungsari
Tahun Pelajaran 2014/2105. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII putra MTs NM Ad-dinul Qayyim Kapek Gunungsari Tahun Pelajaran 2014/2015. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kelas VIIB putra yang berjumlah 31 orang sebagai kelas eksperimen dan kelas VIIC putra yang
berjumlah 32 orang sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling. Data
kemampuan berpikir kritis siswa dianalisis dengan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kemampuan berpikir kritis
siswa untuk kelas eksperimen 23,51 dan 22,84 pada kelas kontrol dengan rata-rata presentase 24% pada kelas eksperimen dan 23%
pada kelas kontrol atau kedua kelas belum mencapai kriteria ketuntsan klasikal yaitu 70%, berarti model pembelajaran artikulasi dengan
menggunakan media gambar tidak mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa Data hasil belajar dalam penelitian ini diambil dengan
memberikan soal tes pada sebelum dan setelah pembelajaran pada kedua kelas sampel. Teknik analisis data hasil belajar kognitif
menggunakan rumus t-testpolled varians. Hasil nilai test akhir siswa menunjukkan nilai rata-rata hasil belajar untuk kelas eksperimen
sebesar 59,03 dan kelas kontrol sebesar 57,5. Hasil analisis menunjukkan t-hitung sebesar 0,69 dan t-tabel 1,99. Dari data tersebut t-hitung< t-
tabel pada taraf signifikan 5% dengan dk 61 sehingga H0 diterima dan Ha ditolak atau tidak ada pengaruh model pembelajaran artikulasi
dengan menggunakan media gambar terhadap hasil belajar kognitif siswa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada pengaruh yang
signifikan model pembelajaran artikulasi dengan menggunakan media gambar terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif
IPA Terpadu siswa kelas VII putra MTs NM-Ad-dinul Qayyim Kapek Gunungsari Tahun Pelajaran 2014/2015.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Artikulasi, Media Gambar, Kemampuan Berpikir Kritis, Hasil Belajar Kognitif

Abstract: The aim of this research is to know the effect of articulation learning model by picture media toward critical thinking ability and
cognitive learning outcome in integrated science of the VIIth grade male students of MTs NM AD-DINUL QAYYIM KAPEK GUNUNGSARI
in academic year 2014/2015. The sample in this research is the VIIth B grade students with the total number of 31 as the experimental
class and the VII C grade students with the total number of 32 as the control class. The sampling technique used in this class is purposive
sampling. The data analysis used to find students’ critical thinking is descriptive statistic. The data analysis used to find cognitive learning
result is polled varians t-test. The result show that the average percentage for students’ critical thinking for experimental class is 23,51 with
24% and for control group is 22,84 with 23%. This result means that both model haven’t reach the clasical completeness criteria yet which
is 70%. The result of the last test for experimental class is 59,03 and for control group is 57,5. The rusult of t- test is 0,69 and t-table is
1,99. t-test < t- table at the level of significance of 5% with dk 61 so that Ho is accepted and Ha is rejected. It can be concluded that there
is no sicnificant effect of articulation learning model by picture media towerd critical thinking ability and cognitive learning outcime in
integrated sceince of the VIIth grade male students of MTs NM AD-DINUL QAYYIM KAPEK GUNUNGSARI in academic year 2014/2015.

Keywords: Articulated Instructional Model, Media Image, Critical Thinking Skills, Cognitive Learning Outcomes.

PENDAHULUAN untuk dapat menganalisis, mensintesis dan menyimpulkan


Usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia yang informasi-informasi yang didapatkan dengan kemampuan berpikir
dilaksanakan melalui jalur pendidikan merupakan tugas besar dan kritisnya, sehingga siswa dapat membedakan antara informasi
berjangka waktu panjang, sehingga harus melalui proses yang baik yang baik dan buruk, serta dapat mengambil keputusan terhadap
dan terarahSebagaimana definisi pendidikan yang tertuang dalam informasi yang didapatkan melalui berpikir kritis. Pada
UU No.20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah kenyataannya belum banyak disekolah yang berorientasi kearah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar pembiasaan dan kecakapan keterampilan berpikir tingkat tinggi
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif (berpikir kritis) namun masih menitik beratkan pada hasil belajar
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual kognitif yang rendah. Siswa diharapkan menyerap informasi secara
keagamaan, pengembangan diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak pasif dan mengingatnya pada saat tes. Proses pembelajaran yang
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, seperti ini mengakibatkan siswa tidak memperoleh pengalaman
bangsa dan bernegara. (Depdiknas, 2003). untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya.
Selain itu salah satu upaya dalam dunia pendidikan untuk Berdasarkan hasil observasi di MTs NM Ad-dinul Qayyim
meningkatkan kualitas sumber data manusia yang berkualitas Kapek Gunungsari khususnya dikelas VII Putra yang berjumlah 91
adalah dengan membiasakan membentuk berpikir kritis pada siswa siswa yang terbagi dalam 3 kelas yaitu kelas VII A, VII B dan VII C.
dalam proses pembelajaran. Berpikir kritis adalah kemampuan Pada mata pelajaran IPA khususnya saat membahas materi
berpikir reflektif yang berfokus pada pola pengambilan keputusan biologi, guru masih jarang melatih siswa untuk mengembangkan
tentang apa yang harus diyakini dan apa yang harus dilakukan, kemampuan berpikir kritisnya, hal ini terlihat dari soal-soal evaluasi
Ennis (dalam Prayoga, 2013). Dalam berpikir kritis siswa dituntut yang diberikan masih jarang yang berorientasi pada
ISBN: 978-602-74245-0-0 477
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa. Siswa kesulitan Model pembelajaran artikulasi merupakan suatu model
menganalisis informasi yang ada, lebih cenderung menerima apa pembelajaran inovatif yang melibatkan semua siswa aktif dalam
adanya informasi yang disampaikan maupun yang tertulis dibuku proses pembelajaran. Semua siswa aktif terlibat dalam diskusi,
dan masih pasif dalam mengajukan pertanyaan maupun menjawab presentasi, dan penugasan, sehingga siswa tidak akan jenuh
pertanyaan dari permasalahan yang diajukan oleh guru, hal ini dalam pembelajaran di kelas. Siswa saling bekerjasama dalam
otomatis akan berdampak pada hasil belajar siswa yang rendah. pemahaman materi secara berkelompok kemudian
Hal ini terlihat dari nilai siswa yang masih dibawah KKM yaitu ≥70 dipresentasikan secara bergantian, sehingga semua anggota
Tabel 1. Nilai Ujian Mid Semester Ganjil Mata Pelajaran IPA Kelas kelompok harus menguasai materi (Awallysa, 2011).
VII MTs NM Ad-dinul Qayyim Dalam pengertian pembelajaran artikulasi yang
Nilai rata- sesungguhnya, proses pembelajarannya adalah siswa membentuk
No Kelas Jumlah siswa
rata kelompok berpasangan, kemudian seorang menceritakan materi
1 VII A 28 72, 85 yang disampaikan oleh guru dan yang lain sebagi pendengar
2 VII B 32 62,84 setelah itu berganti pera
3 VII C 31 65, 25 Menurut Aqib (2013) langkah - langkah pembelajaran
Jumlah total siswa 91 artikulasi adalah sebagai berikut :
Tabel 1 menunjukkan nilai rata-rata ujian MID semester 1. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
siswa masih dibawah KKM yang diterapkan di sekolah. Hal ini 2. Guru menyajikan materi disertai gambar yang ditampilkan
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya siswa masih kurang melalui LCD Proyektor.
memperhatikan penjelasan dari guru. Selain itu guru lebih banyak 3. Untuk daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua
menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas, yang atau empat orang.
sifatnya menonton dan kurang variatif. Guru juga masih 4. Guru membagikan gambar tentang materi yang dipelajari
menggunakan metode dan pendekatan yang belum tepat dengan kepada masing-masing kelompok
materi yang diajarkan sehingga hasil belajar siswa rendah. 5. Menyuruh seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang
Selain itu permasalahan yang dijumpai adalah guru baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil
masih jarang memanfaatkan media dalam proses membuat catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga
pembelajaranguru hanya menyampaikan materi tersebut berupa kelompok lainnya.
konsep sehingga siswa hanya bisa mengira-ngira terhadap bentuk 6. Memerintahkan siswa secara bergiliran / diacak
atau keadaan dari apa yang dipelajari. menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, guru pasangannya, sampai sebagian siswa sudah menyampaikan
hendaknya mampu menerapkan model pembelajaran yang lebih hasil wawancaranya.
inovatif dalam proses pembelajaran dan mampu memanfaatkan 7. Guru mengulangi / menjelaskan kembali materi yang sekiranya
peran media didalam pembelajaran sehingga siswa mampu belum dipahami siswa.
mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan mampu 8. Kesimpulan / Penutup
menigkatkan hasil belajar kognitif siswa.Salah satu model yang Media gambar adalah media yang mengutamakan indra
dapat digunakan adalah model pembelajaran artikulasi dengan pengelihatan dalam penerapannya dalam pembelajaran. Media
menggunakan media gambar. gambar termasuk media visual, sebagaimana halnya media yang
Shoimin (2014) model pembelajaran artikulasi sebagai lain media gambar berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber
suatu model pembelajaran yang menekankan pada kemampuan ke penerima pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera
siswa untuk pandai berbicara atau menggunakan kata-kata dengan penglihatan
jelas, pengetahuan dan cara berpikir dalam penyampaian kembali Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam
materi yang telah disampaikan oleh guru. simbol-simbol komunikasi siswa. Simbol-simbol tersebut perlu
Menurut Jamarah dan Zain (2010) dalam proses dipahami benar artinya agar proses penyampaian pesan dapat
pembelajaraan peran media sangat penting, karena dengan berhasil dan efisien. Selain fungsi umum tersebut, secara khusus
adanya media kerumitan dan ketidakjelasan bahan pelajaran yang gamabar berfungsi pula untuk menarik perhatian, memperjelas
disampaikan dapat disederhanakan dengan bantuan media.. sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin
Media gambar merupakan media yang merupakan reproduksi akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digambarkan. Selain
bentuk asli dalam dua dimensi, yang berupa foto atau lukisan. sederhana dan mudah pembuatannya, media gambar termasuk
Rohani (1997) mengemukakan bahwa media gambar sangat media yang relatif murah bila ditinjau dari segi biaya. Media
penting digunakan dalam usaha memperjelas pengertian pada gambar sangat penting digunakan dalam usaha memperjelas suatu
peserta didik, sehingga dengan menggunakan gambar peserta pengertian kepada peserta didik, sehingga dengan menggunakan
didik dapat lebih memperhatikan terhadap benda-benda atau hal- media gambar peserta didik akan lebih memperhatikan terhadap
hal yang belum pernah dilihatnya yang berkaitan dengan pelajaran. benda-benda yang belum dilihat yang berkaitan dengan apa yang
Oleh karena itu dengan menerapkan model pembelajaran artikulasi sedang dipelajari. ( Rohani, 1997)
dengan menggunakan media gambar diharapkan menjadi salah Sadiman, dkk (2014) mengemukakan bahwa media
satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan gambar mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan media
hasil belajar kognitif siswa. Berdasarkan uraian latar belakang, gambar yaitu:
maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul 1. Sifatnya konkret, gambar lebih realistis menunjukkan pokok
“Pengaruh Model Pembelajaran Artikulasi Dengan Menggunakan masalah dibandingkan dengan media verbal semata.
Media Gambar Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil 2. Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, tidak
Belajar Kognitif IPA Terpadu Siswa Kelas VII Putra MTs NM Ad- semua benda atau objek atau peristiwa kedalam kelas, maka
dinul Qayyim Kapek Gunungsari. gambar dapat mengatasi masalah tersebut.

ISBN: 978-602-74245-0-0 478


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
3. Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan (Sumber: Arikunto, (dalam Hidayati, 2014)
kita, contohnya gambar sel dan penampang daun yang tak Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi
pungkin kita lihat dengan mata telanjang dapat disajikan dalam dalam penelitian ini adalah kelas VII Putra MTs NM Ad-dinul
bentuk gambar atau foto. Qayyim Kapek Gunungsari yang berjumlah 91 orang siswa yang
4. Gambar murah dan mudah didapat serta digunakan tanpa terdiri dari kelas VII A yang berjumlah 28 siswa, kelas VII B
memerlukan peralatan khusus. berjumlah 32 siswa dan kelas VII C berjumlah 31 siswa.
Selain memiliki kelebihan, gambar juga mempunyai Menurut Arikunto (2006) Sampel merupakan sebagian atau
beberapa kelemahan yaitu : wakil dari populasi yang diteliti. Adapun teknik pengambilan sampel
1. Gambar hanya menekankan persepsi indra pengelihatan dalam penelitian ini adalah Sampling Porpusive. Sampel dalam
2. Gambar yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan penelitian ini adalah siswa kelas VII B dengan jumlah 32 siswa
pembelajaran sebagai eksperimen dan siswa kelas VII C yang berjumlah 31
3. Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar. siswa sebagai kelas kontrol..
Media gambar termasuk media pembelajaran berbasis Instrumen penelitian merupakan alat atau fasilitas yang
visual, seperti diketahui bahwa media berbasis visual seperti digunakan peneliti untuk mengumpulkan data dan untuk mengukur
gambar dapat memudahkan pemahaman terhadap suatu materi nilai variabel yang akan diteliti. Instrumen penelitian akan dilakukan
pelajaran yang rumit atau kompleks. Media gambar dapat dalam pengukuran untuk menghasilkan data yang akurat.
meyuguhkan elaborasi yang menarik tentang struktur atau (Sugiyono, 2011 dalamHaspianti, 2014)
organisasi suatu hal, sehingga juga memperkuat ingatan. Media 1. Lembar Observasi
gambar dapat menumbuhkan minat siswa dan memperjelas Lembar observasi digunakan sebagai panduan untuk
hubungan antara isi materi pembelajaran dengan dunia nyata. melakukan observasi atau pengamatan terhadap pelaksanaan
Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat pembelajaran IPA dengan model artikulasimenggunakan
dengan cara yang terorganisasi. Berpikir kritis merupakan media gambar dan di kelas yang menggunakan model
kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pembelajaran konvensional. Lembar observasi ini diisi oleh
pendapat pribadi dan pendapat orang lain. Selanjutnya berpikir observer ketika proses pembelajaran berlangsung dengan
kritis adalah kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke arah yang memberikan tanda checklist pada kolom “Ya” atau “Tidak” .
lebih spesifik, membedakannya secara tajam, memilih, Skor 1 diberikan jika kegiatan “Nampak” dan skor 0 diberikan
mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkannya ke arah yang jika kegiatan “Tidak Nampak”.
lebih sempurna (Cece Wijaya, 1996 dalam Anonim 2014). 2. Soal tes
Menurut Yuliana (2014) kemampuan berpikir kritis Untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dan hasil
seseorang berbeda-beda oleh karena itu diperlukan indikator belajar kognitif siswa digunakan instrumen tes berupa sola
sehingga kita dapat menilai tingkat berpikir kritis seseorang. uraian sebanyak 8 soal.
Adapun indikator berpikir kritis adalah sebagai berikut: Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
1. Kemampuan mengenal masalah adalah sebagai berikut:
2. Menganalisis 1. Observasi
3. Mengevaluasi Pengamatan dan pencatatan yang dilakukan terhadap
Hasil belajar merupakan kemampuan yang didapatkan objek di tempat kejadian atau berlangsungnya peristiwa,
seseorang melalui proses belajar terlebih dahulu yang diwujudkan sehingga observasi berada bersama objek yang diselidiki.
dalam bentuk perubahan-perubahan dalam diri seseorang itu Peneliti dalam penelitian ini bertindak sebagai guru yang
sendiri baik itu kata-kata maupun kalimat. memberikan tindakan yaitu menggunakan model pembelajaran
artikulasi dengan menggunakan media gambar.
METODE PENELITIAN 2. Tes
Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi Tes dalam penelitian ini adalah tes yang berupa soal
eksperimen) merupakan pengembangan dari true uraian sebanyak 8 soal untuk mengukur kemampuan berpikir
eksperimentdesign yang sulit dilaksankan. Desain ini mempunyai kritis dan hasil belajar kognitif siswa.
kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk 3. Dokumentasi
mengontrol variabel-variabel yang mempengaruhi pelaksanaan Peneliti menggunakan dokumentasi data untuk
eksperimen. (Sugiyono, 2014)Pendekatan yang digunakan dalam mengetahui data hasil belajar kognitif siswa di sekolah berupa
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan pendekatan nilai MID semester ganjiltahun ajaran 2014/2015
kuantitatif. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian ini adalah untuk menganalisis data kemampuan berpikir
pretest-posttest control group design Untuk lebih jelasnya kritis siswa manggunakan statistik deskriptif sedangkan untuk
perhatikan tabel rancangan penelitian dibawah ini. menganalisis hasil belajar kognitif siswa menggunakan rumus uji-t
Polles varians, karena kedua varians homogen dengan n1≠n2. Uji
Tabel 2. Rancangan penelitian Pretest-Posttest Control Group –t dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan pengaruh perlakuan
Design antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
Kelas Pre test Perlakuan Post test HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
E 𝑂1 𝑋1 𝑂2 A. Hasil
K 𝑂3 𝑋2 𝑂4 1. Data kemampuan berpikir kritis siswa

ISBN: 978-602-74245-0-0 479


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 3. Data kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
Eksperimen Kontrol
No Parameter
Pre-test Post-test Pre-test Post-test
1 Skor terendah 1 0 0 16
2 Skor tertinggi 9 31 12 32
Jumlah 156 729 155 734
Rata-rata 5,03 23,51 4,84 22,94
Presentase (%) 5% 24% 5% 23%
Berdasarkan Tabel di atas data hasil kemampuan berpikir kritis siswa dapat diuraikan dengan grafik di bawah ini :

Gambar 1. Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kontrol

2. Data hasil belajar kognitif siswa


Data hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
Tabel 5. Ringkasan Hasil belajar kognitif kelas eksperimen dan kontrol
Eksperimen Kontrol
No Parameter Pre Jumlah Post Pre Jumlah Post
test siswa Test Test siswa Test
1 Nilai Tertinggi 40 77,5 48 80
2 Nilai Terendah 4 40 0 40
31 32
3 Jumlah 616 1830 580 1840
4 Rata-Rata 19,87 59,03 18,12 57,5
a. Uji Normalitas Data Hasil Belajar
Tabel 5. Ringkasasn Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar
No Sumber Data dk 𝑿𝟐 hitung 𝑿𝟐 tabel Klasifikasi
1 Kelas Eksperimen 5 -59,06 11,070 Normal
2 Kelas Kontrol 5 -40,6 11,070 Normal
b. Uji Homogenitas Data Hasil Belajar
Tabel 6. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Belajar
Nilai Rata- Varians
No Kelas ∑ 𝑺𝒊𝒔𝒘𝒂 Fhitung Ftabel
rata 𝑺𝟐
1 Eksperimen 31 59,03 151,16
1,33 1,83
2 Kontrol 32 57,5 201,20

B. Pembahasan pembelajaran baik di kelas kontrol maupun di kelas ekperimen


Berdasarkan analisis data untuk mengukur masih tergolong jelek atau masih dikategorikan sangat kurang
kemampuan berpikir krtitis siswa pada kelas eksperimen kritis dengan rata-rata skor pada kelas eksperimen 5,03 dan
dengan menggunakan model pembelajaran artikulasi dengan pada kelas kontrol 4,84 dengan presentase 5% baik untuk
menggunakan media gambar lebih baik jika dibandingkan kelas eksperimen maupun kelas eksperimen. Sedangkan
dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran kemampuan berpikir kritis siswa setelah pembelajaran 23,51
konvensional( diskusi presentasi) terlihat dari hasil rata-rata (𝑋̅ untuk kelas eksperimen dengan penjabaran dari 31 siswa yang
) kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas ikut test 5 siswa masih dikategorikan kurang kritis, 12 siswa
kontrol yaitu 23,51 dengan presentase 24% untuk kelas dikategorikan kritis dan 14 siswa dikategorikan sangat kritis dari
eksperimen dan 22,94 dengan presentase 23% untuk kelas data tersebut diperoleh presentase kemampuan berpikir kritis
kontrol. Kemampuan berpikir kritis siswa sebelum siswa pada kelas eksperimen sebesar 24%. Sedangkan pada
ISBN: 978-602-74245-0-0 480
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
kelas kontrol kemampuan berpikir kritis siswa setelah terhadap hasil belajar kognitif IPA Terpadu siswa kelas VII
pembelajaran didapatkan rata-rata skor 22,94 dengan putra MTs NM Ad-dinul Qayyim Kapek Gunungsari”.
penjabaran 9 siswa masih dikategorikan kurang kritis, 11 siswa
dikategorikan kritis dan 12 siswa dikategorikan sangat kritis. SIMPULAN
Dari data tersebut diperoleh presentase kemampuan berpikir Berdasrkan hasil analisi data dan pembahasan maka
kritis siswa pada kelas kontrol sebesar 23%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran artikulasi dengan
kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen lebih menggunkan media gambar tidak berpengaruh signifikan terhadap
tinggi dari pada kelas kontrol hal ini disebabkan oleh faktor kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif IPA terpadu
internal yaitu model pembelajaran yang diterpakan. Dimana siswa kelas VII putra MTs NM Ad-dinul Qayyim.
pada kelas eksperimen diterpakan model pembelajaran
artikulasi dengan menggunakan media gambar, yang dalam SARAN
pengaplikasiannya siswa dituntut untuk lebih aktif dan pandai Adapun saran dari penelitian ini adalah dapat
berbicara serta berpikir tentang materi yang sudah dijelaskan menggunakan model pembelajaran artikulasi dalam meningkatkan
oleh guru sedangkan pada kelas kontrol pembelajaran dengan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif siswa dan sisw
model pembelajaran konvensional yaitu diskusi presentasi dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar
yang dimana dalam pembelajaran ini siswa hanya kognitifnya melalui penerapan model pembelajaran artikulasi yang
mendengarkan apa yang dijelaskan guru tanpa melatih diterapkan oleh guru dan untuk peneliti selanjutnya hendaknya
kemampuan berpikir siswa dalam proses pembelajaran. lebih mempertimbangkan masalah waktu dan kecocokan antara
Berdasarkan presentase kedua kelas, kemampuan berpikir model pembelajaran dan materi yang akan diajarkan.
kritis siswa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
kelas yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran DAFTAR PUSTAKA
artikulasi dengan menggunakan media gambar dan kelas yang Anonim. 2014. Pengertian Kekemampuan Berpikir Kritis. (Online)
diberi perlakuan dengan pembelajaran konvensional(diskusi http://www.kajianteori.com/2014/02/pengertian-
presentasi). Dimana tingkat presentase kemampuan berpikir kemampuan-berpikir-kritis. html di download hari rabu
kritis siswa dapat dikatakan baik atau terdapat pengaruh yang 10/12/2014 jam 10.37 WITA
signifikan harus mencapai presentase ≥ 70%. Masih Aqib, Zainal. 2013. Model-model, Media, dan Strategi
rendahnya tingkat kemampuan berpikir kritis siswa Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama
dikarenakan pada saat pembelajaran masih banyakknya siswa Widya
yang kurang memperhatikan arahan dan penjelasan dari guru Arikunto, S. 2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
pada saat pembelajaran berlangsung. Selain itu disebabkan Praktek.Jakarta: Rineka Cipta
oleh faktor internal dan eksternal. Dimana faktor internal yaitu Awallysa. 2011. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Dan
faktor dari dalam diri siswa yaitu tingkat kecerdasan dan Kemampuan Pemahaman Matematika Pada Sub Materi
keseriusan siswa dalam mengikuti pembelajaran, serta faktor Statistika Melalui Metode Articulation Learning Semester
eksternal yaitu lingkungannya Gasal SMA Muhammadiyah 2 Surakarta Tahun 2011/2012.
Berdasarkan hasil analisis data hasil belajar siswa Jurnal Skripsi.
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas kelas Haspianti, 2014, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe
eksperimen yang diperlakuan dengan model pembelajaran Team Achiavement Division (Stad) Terhadap Hasil Belajar
artikulasi dengan menggunakan media gambar dan hasil Kognitif dan Keterampilan Sosial Siswa Di Kelas VII SMP
belajar kelas kontrol yang diberi perlakuan dengan Negeri 1 Buer. Skripsi IKIP Mataram.
pembelajaran konvensional (diskusi presentasi). Berdasarkan Hidayati, 2014, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
hasil uji beda (uji-t) dari nilai post-test siswa menunjukkan STAD Berbantuan LKS Terhadap Kemampuan Berpikir
bahwa nilai thitung< ttabel (0,69 < 1,99) artinya model Kritis dan Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelas VII SMPN 2
pembelajaran artikulasi dengan menggunakan media gambar Gunungsari. Skripsi IKIP Mataram
tidak memberikan pengaruh yang lebih secara signifikan Jamarah & Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
terhadap hasil belajar kognitif siswa. Meskipun demikian dari cipta.
nilai post-test kedua kelas nilai rata-rata dan ketuntasan Prayoga. 2013. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada
klasikal kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Pembelajaran Materi Pengelolaan Lingkungan Dengan
Hal tersebut terlihat dari nilai rata-rata post-test kelas Pendekatan Keterampilan Proses Sains. Jurnal Skripsi
eksperimen sebesar 59,03 dan nilai rata-rata post-test untuk Universitas Semarang.
kelas kontrol sebesar 57,5, sedangkan ketuntasan klasikal Rohani, Ahmad. 1997. Media Instruktusional Edukatif. Jakarta: PT.
kelas eksperimen sebesar 35,48% dari 31 siswa yang ikut tes Rineka Cipta
yang tuntas sebanyak 11 siswa dan yang tidak tuntas sebanyak Sadiman, dkk. 2014. Media Pendidikn: Pengertian, Pengembangan
20 siswa. Sedangkan ketuntasan klasikal untuk kelas kontrol dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Pers.
sebesar 31,25% dari 32 siswa yang ikut tes yang tuntas hanya Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif Dalam
10 orang siswa dan yang tidak tuntas sebanyak 22 siswa. Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Dari perhitungan statistik uji-t polled varians diperoleh Slameto. 2013. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi.
thitung sebesar 0,69 dan harga ttabel untuk taraf signifikan 5% Jakarta: Rineka Cipta.
sebesar 1,99 maka harga thitung lebih kecil dibandingkan dengan Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R &
harga ttabel (0,69≤ 1,99 ) karena thitung lebih kecil dibandingkan D. Bandung: Alfabeta
dengan ttabel hal ini berarti hipotesis yang diajukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang
penelitian ini ditolak yaitu “ tidak ada pengaruh model sistem pendidikan nasional. 2008. Jakarta: Sinar grafika
pembelajaran artikulasi dengan menggunakan media gambar
ISBN: 978-602-74245-0-0 481
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Yuliana. 2014.Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas X Sman 2 Aikmel Tahun
Probing Prompting Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Pelajaran 2013 2014. Skripsi. IKIP Mataram.

ISBN: 978-602-74245-0-0 482


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH LATIHAN DEPTH JUMP DAN RIM JUMP TERHADAP PENINGKATAN KETEPATAN SMASH
DALAM PERMAINAN BOLA VOLI
Wahyu Hananingsih1 & Yadi Imansyah2
1&2DosenProgram Studi Penjaskesrek UNU NTB
E-mail: Wahyu_hananingsih@yahoo.com

Abstrak: Mengingat pentingnya lompatan atau loncatan yang tinggi untuk menghindari blokan pada saat melakukan smash dalam
permainan bola voli, maka penulis termotivasi untuk melaksanakan penelitian yang berjudul “Pengaruh Latihan Depth Jumpn dan Rim
Jump terhadap Peningkatan Ketepatan Smash dalam Permainan Bola Voli pada Siswa Putra Kelas VIII di MTs Negeri 1 Mataram”. Dari
uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Apakah ada pengaruh latihan depth jump
dan rim jump terhadap peningkatan ketepatan smash dalam permainan bola voli pada siswa putra kelas VIII di MTs Negeri 1 Mataram.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh latihan depth jumpdan rim jump terhadap peningkatan ketepatan smash dalam permainan bola voli pada siswa putra kelas VIII
di MTs Negeri 1 Mataram. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan dua metode yaitu : metode dokumentasi dan
metode tes perbuatan. Sesuai dengan rancangan yang digunakan dalam penelitian ini kemudian yang dikaitkan dengan tujuan penelitian,
maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis uji statistik atau uji “t” dengan taraf signifikan 5%. Berdasarkan hasil analisis data
ternyata t-hitung lebih kecil dari pada t-tabel dengan derajat kebebasan 17 dan taraf signifikansi 5% yaitu -0,038 < 2,110 ini berarti hipotesis
alternatif (Ha) ditolak dan hipotesis nol (Ho) yang berbunyi “Tidak ada pengaruh latihan knee tuck jump terhadap peningkatan ketepatan
smash dalam permainan bola voli pada siswa putra kelas VIII di MTs Negeri 1 Mataram” diterima.

Kata Kunci : Latihan Depth Jump, Rimp Jump, Ketepatan Smash


yang telah berhasil diraih oleh tim bolavoli Nusa Tenggara Barat
PENDAHULUAN pada Pekan Olahraga Nasional ataupun kejuaraan-kejuaraan
Pembangunan diberbagai bidang sedang giat-giatnya bertaraf nasional lainnya. Dalam permainan bolavoli, dibutuhkan
dilakukan oleh pemerintah saat ini yang bertujuan untuk berbagai unsur kondisi fisik, seperti: kekuatan, kecepatan,
mewujudkan cita-cita pergerakan kemerdekaan Indonesia. Salah kelincahan, keseimbangan, daya ledak dan lainnya. Seluruh
satu dari cita-cita tersebut adalah mewujudkan masyarakat adil dan komponen itu dibutuhkan untuk menunjang kegiatan permainan
makmur serta sejahtera. Untuk terealisasinya cita-cita tersebut, seperti: service, blocking, smash, dan passing. Ketinggian
haruslah didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas lompatan secara vertikal yang optimal akan memudahkan seorang
sebagai pelaku pembangunan. atlet melakukan blocking dan smash. Untuk itu, pada setiap atlet
Salah satu indikator manusia yang berkualitas adalah bolavoli dituntut mempunyai kemampuan melompat yang
manusia yang memiliki tingkat kesehatan dan kesegaran jasmani sempurna.
yang tinggi, baik fisik maupun psikis. Pertumbuhan dan Prestasi yang dicapai olahraga bolavoli akumulatif dari
perkembangan antara fisik dan psikis haruslah sejalan. Seseorang berbagai factor. Faktor-faktor tersebut diantaranya fisik, teknik,
yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi, kurang dapat berbuat taktik, dan mental. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal,
banyak apabila memiliki tingkat kesehatan dan kesegaran jasmani komponen tersebut harus dilakukan dengan persiapan,
yang rendah. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan kesehatan dan perencanaan, dan pelaksanaan secara matang dan terprogram.
kesegaran jasmani, salah satunya dengan berolahraga. Pelatih fisik merupakan dasar dari setiap program pelatihan,
Perlu ditingkatkan upaya pembibitan olahragawan, karena itu komponen fisik merupakan faktor yang pertama harus
pembinaan pelatih, penyediaan sarana dan prasarana olahraga, ditingkatkan, sebab tanpa kemampuan fisik yang baik, sulit untuk
pengembangan sistem olahraga yang baik, agar apa yang telah menungkatkan komponen yang lain (Bompa, 2009).
digariskan dapat terwujud. Pembinaan olahraga dilakukan secara Dari pengamatan yang penulis lakukan terlihat bahwa
terpadu, dengan melibatkan berbagai disiplin dan terkait seperti : siswa putra yang mengikuti O2SN cabang olahraga bolavoli di
anatomi, fisiologi, psikologi, dan ilmu gizi. Dengan melibatkan MTs Negeri 1 Mataram ini kemampuan melompat dalam
berbagai bidang ilmu yang dibutuhkan itu, maka upaya latihan yang melakukan smash dengan tepat masih rendah. Hal ini bisa dilihat
dilakukan diharapkan dapat meningkat. dari pelaksanaan smash yang dilakukan, dimana smash itu banyak
Dalam setiap cabang olahraga, kebutuhan unsur-unsur dilakukan di bawah blocking lawan. Seharusnya siswa itu harus
kesegaran fisik tersebut berbeda-beda. Hal ini terkait langsung mampu melakukan smash di atas blocking lawan, agar bola dapat
pada karakteristik atau kebutuhan cabang olahraga itu sendiri. Ada masuk ke lapangan tanpa terkena blocking.
cabang olahraga yang membutuhkan kekuatan, kecepatan, dan Untuk dapat melompat lebih tinggi sehingga dapat
daya tahan, tetapi ada cabang olahraga yang hanya membutuhkan melakukan smash dengan tepat banyak bentuk latihan yang
kelentukan dan kekuatan. Hal ini menjadi perhatian para pelatih dilakukan antara lain : decline hop, side hop, knee tuck jump, depth
dan pembina cabang olahraga agar prestasi yang diinginkan jump, rim jump dan box jump. Dari sekian banyak bentuk latihan di
terlaksana dengan baik. atas depth jump dan rim jump merupakan bentuk-bentuk latihan
Bolavoli merupakan salah satu cabang olahraga yang plaiometrik yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan daya
cukup populer di indonesia. Cabang bolavoli juga diharapkan ledak otot tungkai bagian bawah.
mampu mengharumkan nama bangsa dan negara di event Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan
Internasional. Namun fakta menunjukkan bahwa prestasi bolavoli penelitian untuk melihat sejauhmana pengaruh latihan depth jump
di Indonesia pada umumnya, dan Nusa Tenggara Barat khususnya dan rim jump terhadap peningkatan ketepatan smash. Dengan
relatif masih rendah. Hal ini bisa dilihat dengan minimnya prestasi adanya penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peningkatan

ISBN: 978-602-74245-0-0 483


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
prestasi siswa putra dalam bermain bolavoli di MTs Negeri 1 menghasilkan gerakan tubuh dalam keadaan atau waktu
Mataram khususnya, serta bagi kemajuan atlet bolavoli Nusa yang singkat mungkin. Menurut Jonath dan Krempel
Tenggara Barat pada umumnya. (dalam Syahfrizar, 2007:23) secara biologis kecepatan
dapat diartikan sebagai kemampuan berdasarkan
KAJIAN PUSTAKA kemudahan gerak persatuan waktu tertentu. Keterangan
Bola voli merupakan permainan yang dimainkan oleh dua para ahli di atas membuktikan bahwa banyak faktor-faktor
regu atau kelompok yang masing-masing regu terdiri dari enam yang dapat mempengaruhi kecepatan.
orang pemain. Mereka berhak melakukan service, passing atas, c. Latihan Depth Jump
passing bawah, smash, dan block. Menurut peraturan PBVSI Menurut (Chu, 1998 : 113)
(dalam Syahfrizar, 2007:9) menyatakan bahwa, permainan bola “Latihan deth jump merupakan latihan yang dilakukan
voli dimainkan dua regu yang masing-masing regu terdiri dari enam dengan cara melangkah dari kotak dan turun ke tanah
orang. Tiap-tiap regu berusaha meraih poin pada setiap set yang dengan kedua kaki”. Cobalah untuk mengantisipasi
sudah ditentukan. Untuk mendapatkan poin tidak jarang pemain pendaratan dan bermunculan secepat yang anda bias.
berusaha untuk mematikan bola di daerah regu lawan, apakah itu Menjaga tubuh tetap pada saat mendarat, dan membuat
dengan service, smash, block, passing serta tipuan. Hal ini sejalan kontak dengan tanah sesingkat mungkin.
yang dikemukakan Yunus (dalam Syahfrizar, 2007:9) bahwa teknik d. Latihan Rim Jump
dasar dalam permainan bola voli yaitu (1) service, (2) passing (3) Menurut (Chu, 1998 : 96) “Latihan Rimp
umpan, (4) smash, (5) block. Jump merupakan latihan yang dilakukan dengan melompat
Permainan bola voli dimainkan pada lapangan yang terus menerus, mencapai dengan telapak tangan dan
berukuran panjang 18 meter dan lebar 9 meter, dengan tinggi net mencoba untuk mencapai obyek pada setiap lompatan”.
2,43 meter untuk putra dan 2,24 meter untuk putri. Lebar net 1 Waktu di tanah harus minimal, dengan masing-masing
meter dan panjangnya 9,50 meter dipasang secara vertikal di atas melompat menjadi setidaknya setinggi yang sebelumnya
garis tengah lapangan. Bola terbuat dari kulit lunak dan lentur e. Metode Latihan
dengan keliling bola 165-167 sentimeter dan beratnya 200-280 Menurut Fox (dalam Syahfrizar, 2007: 28) “latihan
gram. Permainan ini melibatkan hampir semua bentuk gerakan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
yang bersifat melompat, memukul dan gerakan eksplosif lainnya. menyiapkan atlet pada penampilan tingkat tinggi, Proses
Suharno (dalam Syahfrizar, 2007:10) menyatakan untuk dilakukan berulang-ulang dengan beban yang makin
dapat melakukan smash, block, dan jumping service diperlukan meningkat”. Latihan pada prinsipnya adalah memberikan
gerakan-gerakan melompat. Untuk dapat bermain bola voli dengan tekanan atau stress fisik secara teratur, sistematis,
baik diperlukan penguasaan teknik dan kemampuan fisik, terutama berkesinambungan, sehingga dapat meningkatkan
kelincahan dan daya ledak. kemampuan fisik dalam melakukan kerja
Pada dasarnya permainan bola voli mempunyai prinsip Menurut Bompa (dalam Syahfrizar,
penyerangan dan bertahan. Kemampuan dan penguasaan teknik 2007:28).mengemukakan bahwa latihan adalah :
dasar merupakan persyaratan untuk mampu melaksanakan 1) Untuk meningkatkan kondisi fisik secara umum.
penyerangan dan pertahanan. Penguasaan teknik dasar serta 2) Untuk mengembangkan fisik secara khusus sesuai
kemampuan mengaplikasikan pada taktik, penyerangan, dan dengan olahraga yang ditekuni.
pertahanan ditentukan oleh kualitas kondisi fisik dari setiap pemain. 3) Untuk mencegah terjadinya cedera.
Dalam permainan bola voli, seorang atlet sangat dituntut 4) Untuk memelihara kesehatan atlet.
untuk dapat melakukan gerakan-gerakan secara eksplosif baik 5) Untuk menyempurnakan dan mengembangkan
dalam waktu berlari dan pada saat melompat maupun saat strategi.
memukul bola. Hal ini ada kaitannya dengan karakteristik cabang Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk
bola voli yang membutuhkan gerakan-gerakan yang cepat dan mencapai hasil yang maksimal, latihan harus sitematis
ekplosif. dilakukan dalam waktu yang panjang dan dilaksanakan
1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketepatan Smash berulang-ulang dengan beban yang semakin meningkat
a. Kekuatan sesuai dengan cabamg olahraganya. Di samping itu latihan
Kekuatan merupakan komponen yang penting dari juga untuk meningkatkan kondisi fisik, teknik, taktik,
kondisi fisik secara keseluruhan, karena merupakan daya strategi, disiplin, mental dan percaya diri dalam mencapai
penggerak setiap aktivitas fisik. Menurut Jensen (dalam prestasi tinggi.
Syahfrizar, 2007:21).mengemukakan kekuatan merupakan f. Latihan Plaiometrik
kemampuan tubuh mempergunakan kekuatan otot untuk Plaiometrik adalah suatu model atau bentuk latihan
menerima beban. Menurut Nurhasan (2011:14), “kekuatan fisik khusus untuk meningkatkan daya ledak otot. Prinsip
adalah Besarnya tenaga yang digunakan oleh otot atau pelaksanaanya dengan melakukan rangsangan otot
sekelompok otot saat melakukan kontraksi”. sebelum berkontraksi. Menurut Radelliffe dan Forentinos
Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat (dalam Furqon dan Doewes, 2002: 1) plaiometrik
ditarik kesimpulan bahwa kekuatan merupakan komponen merupakan bentuk latihan yang memiliki ciri khusus
yang penting dari kondisi fisik. Kekuatan itu dilakukan oleh kontraksi otot yang sangat kuat dari pembebanan dinamik
sekelompok otot untuk menahan beban sewaktu bekerja. secara tepat. Sementara itu Mangi (dalam Syahfrizar,
b. Kecepatan 2007:33) menjelaskan bahwa plaiometrik merupakan salah
Menurut (Nurhasan, 2011:15), “kecepatan satu bentuk latihan isotonik dengan pembebanan otot
merupakan kemampuan berpindah dengan cepat dari satu sebelum berkontraksi.
tempat ke tempat yang lain”. Menurut Mattew (dalam Berdasarkan kedua pengertian plaiometrik di atas,
Syahfrizar, 2007:23) kecepatan suatu kemampuan untuk pada prinsipnya adalah sama yaitu merupakan bentuk
ISBN: 978-602-74245-0-0 484
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
latihan isotonik dengan kontraksi otot yang sangat kuat, Alat-alat penunjang instrumen penelitian tersebut adalah
kekuatan kontraksi pada latihan plaiometrik diakibatkan sebagai berikut :
oleh rangsangan otot sebelum kontraksi, namun 1. Bola voli
rangsangan ini harus tetap dalam batas panjang fisiologis 2. Net
otot. 3. Lapangan bola voli
METODE PENELITIAN 4. Lakban untuk mebuat petak garis
Desain penelitian merupakan sebuah rancangan 5. Stopwatch
bagaimana suatu penelitian akan dilakukan. Rancangan tersebut 6. Pluit
digunakan untuk mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan 7. Meteran untuk mengukur batas petak sasaran
penelitian yang dirumuskan. Ditinjau dari proses pengambilan data, 8. Kertas dan alat-alat tulis
bentuk-bentuk data yang akan didapat maka, jenis penelitian Adapun metode pengumpulan data yang digunakan
tergolong dalam penelitin eksperimental. dalam penelitian ini yaitu metode tes perbuatan dan dokumentasi.
Dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan serta sifat Metode tes perbuatan adalah suatu alat atau prosedur yang
masalahnya dari kesembilan macam rancangan penelitian sistematis dan objektif untuk memperoleh data atau keterangan-
tergolong poin kedua yaitu melakukan “One Group Pretest-Posttest keterangan yang dibutuhkan instrumen. Dokumentasi digunakan
Design” (Maksum, 2009: 48). untuk mendapatkan data tentang nama-nama siswa putra kelas
Bentuk rancangan yang dimaksud adalah seperti yang VIII di MTs Negeri 1 Mataram.
tertera pada gambar Metode pengolahan data terdiri dari analisa statistik dan
analisa non statisik, pengolahan data ini tergantung pada jenis data
yang dikumpulkan. Mengingat data-data dalam penelitian ini
bersifat kuantitatif maka analisis data menggunakan uji statistik.
Teknik analisis data yang cocok digunakan untuk pengujian
hipotesis adalah menggunakan uji-t dengan taraf signifikan 5 %.
Maka rumus yang dipakai adalah rumus t-test.

Gambar 1. Rancangan Penelitian


Kelebihan desain ini adalah dilakukannya pretest dan
posttest sehingga dapat diketahui dengan pasti perbedaan hasil (1)
akibat perlakuan yang diberikan.
Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data Keterangan :
tentang ketepatan smash dalam permainan bola voli pada siswa Md = mean dari perbedaan pre-test dengan post-test
putra kelas VIII di MTs Negeri 1 Mataram adalah instrument tes, tes (posttes-pretest)
yang dilakukan adalah tes awal yang dilaksanakan sebelum siswa Xd = deviasi masing-masing subjek (d-Md)
mendapatkan perlakuan berupa latihan depth jump dan rim jump, ∑x²d = jumlah kuadrat deviasi
dan tes akhir yaitu setelah siswa mendapatkan perlakuan latihan N = subjek pada sampel
depth jump dan rim jump. “Untuk mengukur keterampilan atau d.b = ditentukan dengan N-1 ( Arikunto, 2006:
kemampuan melakukan smash dilakukan serangan ke sasaran 306 )
dengan cepat dan terarah menggunakan instrumen ketepatan
smash” (Nurhasan, 2001: 172). HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil

ISBN: 978-602-74245-0-0 485


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 1. Data Mentah Hasil Pre-Test Skor Sasaran Smash.

Tabel 2. Data Mentah Hasil Pre-Test Skor Waktu Smash.


No Nama Repetisi Skor Waktu Smash Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Adam Rahmadi Akbar 5x 1,0 1,1 0,5 0,9 1,3 4,8
2 Ghafara Rahmantyo 5x 0,8 1,1 0,7 1,4 0,6 4,6
3 Heri Rahmadi 5x 1,0 1,5 0,7 0,9 1,2 5,3
4 M. Shibghatulloh 5x 0,9 1,0 0,6 0,9 0,7 4,1
5 Syarip Hidayatullah 5x 1,0 1,1 0,6 0,7 0,5 3,9
6 Fauzi Rahman 5x 1,1 0,7 0,8 1,0 0,6 4,2
7 Gufran Gunadi 5x 0,7 0,5 0,9 0,6 1,1 3,8
8 Ihsan Sani 5x 0,8 1,0 1,1 0,7 0,9 4,5
9 M. Fathur Rozi 5x 0,5 1,6 0,6 0,5 0,6 3,8
10 Muhammad Hasbi 5x 0,6 0,5 0,9 1,1 1,2 4,3
11 Abit Dzar Gifari 5x 1,1 0,6 1,3 1,4 0,7 5,1
12 Khairul Fahmi 5x 1,1 0,6 1,0 0,8 0,6 4,1
13 Krisman Ranjip Batarfi 5x 1,1 0,6 0,4 0,8 0,7 3,6
14 Lalu Nidzam 5x 0,6 1,2 1,1 0,9 1,5 5,3
15 Qais Gifarih 5x 1,1 0,8 0,5 0,7 1,0 4,1
16 Hervan Rizkiya 5x 0,6 0,7 1,6 0,7 0,5 4,1
17 M. Alwan Hasyim 5x 1,5 1,0 1,2 0,9 0,7 5,3
18 Yusril Gazali 5x 0,7 0,9 0,6 1,0 1,2 4,4

Tabel 3. Data Mentah Hasil Post-Test Skor Sasaran Smash.


No Nama Repetisi Skor Sasaran Smash Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Adam Rahmadi Akbar 5x 2 1 0 1 3 7
2 Ghafara Rahmantyo 5x 1 0 3 2 4 10
3 Heri Rahmadi 5x 1 3 1 2 1 8
4 M. Shibghatulloh 5x 2 1 5 4 0 12
5 Syarip Hidayatullah 5x 1 4 2 3 2 12

ISBN: 978-602-74245-0-0 486


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
6 Fauzi Rahman 5x 1 0 1 2 2 6
7 Gufran Gunadi 5x 1 0 1 2 0 4
8 Ihsan Sani 5x 2 1 1 0 4 8
9 M. Fathur Rozi 5x 2 2 1 1 3 9
10 Muhammad Hasbi 5x 1 5 1 1 2 10
11 Abit Dzar Gifari 5x 1 0 4 1 3 9
12 Khairul Fahmi 5x 5 1 1 2 1 10
13 Krisman Ranjip Batarfi 5x 1 1 0 2 0 4
14 Lalu Nidzam 5x 5 1 2 5 2 15
15 Qais Gifarih 5x 5 3 1 2 2 13
16 Hervan Rizkiya 5x 1 2 1 1 3 8
17 M. Alwan Hasyim 5x 1 3 1 2 2 9
18 Yusril Gazali 5x 1 3 1 5 1 11

Tabel 4. Data Mentah Hasil Post-Test Skor Waktu Smash.


No Nama Repetisi Skor Waktu Smash Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Adam Rahmadi Akbar 5x 0,7 0,9 1,4 1,0 0,5 4,5
2 Ghafara Rahmantyo 5x 1,2 1,5 0,6 0,9 0,5 4,7
3 Heri Rahmadi 5x 1,0 0,5 0,9 0,8 0,7 3,9
4 M. Shibghatulloh 5x 0,9 1,0 1,1 0,4 1,6 5
5 Syarip Hidayatullah 5x 0,9 0,5 0,8 0,6 0,9 3,7
6 Fauzi Rahman 5x 1,1 1,3 1,0 0,9 0,7 5
7 Gufran Gunadi 5x 1,2 1,4 1,0 0,7 1,6 5,9
8 Ihsan Sani 5x 0,8 0,9 1,1 1,5 0,5 4,8
9 M. Fathur Rozi 5x 0,7 0,9 1,0 1,2 0,6 4,4
10 Muhammad Hasbi 5x 1,0 1,3 1,0 1,1 0,9 5,3
11 Abit Dzar Gifari 5x 0,7 1,6 0,5 0,7 0,6 4,1
12 Khairul Fahmi 5x 1,2 0,9 1,0 0,7 1,5 5,3
13 Krisman Ranjip Batarfi 5x 1,0 1,1 1,6 0,8 1,4 5,9
14 Lalu Nidzam 5x 1,3 1,0 0,7 1,2 0,9 5,1
15 Qais Gifarih 5x 1,2 0,5 0,9 0,8 0,6 4
16 Hervan Rizkiya 5x 1,1 0,9 1,0 1,1 0,5 4,6
17 M. Alwan Hasyim 5x 1,2 0,6 1,0 0,7 0,9 4,4
18 Yusril Gazali 5x 0,7 0,5 1,0 1,3 0,9 4,4

Tabel 5. Data Mentah Hasil Skor Ketepatan Smash.


Pre- test Post test
No Nama
Sasaran Waktu Sasaran Waktu
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Adam Rahmadi Akbar 12 4,8 7 4,5
2 Ghafara Rahmantyo 13 4,6 10 4,7
3 Heri Rahmadi 10 5,3 8 3,9
4 M. Shibghatulloh 9 4,1 12 5
5 Syarip Hidayatullah 11 3,9 12 3,7
6 Fauzi Rahman 9 4,2 6 5
7 Gufran Gunadi 12 3,8 4 5,9
8 Ihsan Sani 12 4,5 8 4,8
9 M. Fathur Rozi 13 3,8 9 4,4
10 Muhammad Hasbi 14 4,3 10 5,3
11 Abit Dzar Gifari 11 5,1 9 4,1
ISBN: 978-602-74245-0-0 487
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
12 Khairul Fahmi 10 4,1 10 5,3
13 Krisman Ranjip Batarfi 10 3,6 4 5,9
14 Lalu Nidzam 15 5,3 15 5,1
15 Qais Gifarih 16 4,1 13 4
16 Hervan Rizkiya 12 4,1 8 4,6
17 M. Alwan Hasyim 9 5,3 9 4,4
18 Yusril Gazali 15 4,4 11 4,4

Tabel 6. Tabel Kerja Menghitung T-Score Sasaran dan Waktu Pre-Test


Skor Skor
No Testee Sasaran x (X1 - M1) x² Waktu X2' x (X2 - M2) x²
( X1 ) ( X2 )
1 A 12 0,2 0,04 4,8" 48 4 16
2 B 13 1,2 1,44 4,6" 46 2 4
3 C 10 -1,8 3,24 5,3" 53 9 81
4 D 9 -2,8 7,84 4,1" 41 -3 9
5 E 11 -0,8 0,64 3,9" 39 -5 25
6 F 9 -2,8 7,84 4,2" 42 -2 4
7 G 12 0,2 0,04 3,8" 38 -6 36
8 H 12 0,2 0,04 4,5" 45 1 1
9 I 13 1,2 1,44 3,8" 38 -6 36
10 J 14 2,2 4,84 4,3" 43 -1 1
11 K 11 -0,8 0,64 5,1" 51 7 49
12 L 10 -1,8 3,24 4,1" 41 -3 9
13 M 10 -1,8 3,24 3,6" 36 -8 64
14 N 15 3,2 10,24 5,3" 53 9 81
15 O 16 4,2 17,64 4,1" 41 -3 9
16 P 12 0,2 0,04 4,1" 41 -3 9
17 Q 9 -2,8 7,84 5,3" 53 9 81
18 R 15 3,2 10,24 4,4" 44 0 0
Jumlah 213 80,52 793 515

M1 = M2 =

= =
= =

= =

= =

= =
= 2,11 = 5,35
Tabel 7. Tabel Kerja Menghitung T-Score Sasaran dan Waktu Post- Test
Skor Skor
No Testee Sasaran x (X1 - M1) x² Waktu X2' x (X2 - M2) x²
( X1 ) ( X2 )
1 A 7 -2,2 4,84 4,5” 45 -2,2 4,84
2 B 10 0,8 0,64 4,7” 47 -0,2 0,04

ISBN: 978-602-74245-0-0 488


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

3 C 8 -1,2 1,44 3,9” 39 -8,2 67,24


4 D 12 2,8 7,84 5,0” 50 2,8 7,84
5 E 12 2,8 7,84 3,7” 37 -10,2 104,04
6 F 6 -3,2 10,24 5,0” 50 2,8 7,84
7 G 4 -5,2 27,04 5,9” 59 11,8 139,24
8 H 8 -1,2 1,44 4,8” 48 0,8 0,64
9 I 9 -0,2 0,04 4,4” 44 -3,2 10,24
10 J 10 0,8 0,64 5,3” 53 5,8 33,64
11 K 9 -0,2 0,04 4,1” 41 -6,2 38,44
12 L 10 0,8 0,64 5,3” 53 5,8 33,64
13 M 4 -5,2 27,04 5,9” 59 11,8 139,24
14 N 15 5,8 33,64 5,1” 51 3,8 14,44
15 O 13 3,8 14,44 4,0” 40 -7,2 51,84
16 P 8 -1,2 1,44 4,6” 46 -1,2 1,44
17 Q 9 -0,2 0,04 4,4” 44 -3,2 10,24
18 R 11 1,8 3,24 4,4” 44 -3,2 10,24
Jumlah 165 142,52 850 675,12

M1 = M2 =

= =
= =

= =

= =

= =
= 2,81 = 6,12

Tabel 8. Tabel Hasil Pre-Test dan Post-Test Ketepatan Smash


Pre-Test Post-Test
No Testee Skor Jumlah Skor Skor Jumlah
Skor Waktu
Sasaran Sasaran Waktu
1 A 50,95 42,52 93,47 42,17 53,59 95,76
2 B 55,69 46,26 101,95 52,85 50,33 103,18
3 C 41,47 33,18 74,65 45,73 63,4 109,13
4 D 36,73 55,61 92,34 59,96 45,43 105,39
5 E 46,21 59,34 105,55 59,96 66,67 126,63
6 F 36,73 53,74 90,47 38,61 45,43 84,04
7 G 50,95 61,21 112,16 31,5 30,72 62,22
8 H 50,95 48,13 99,08 45,73 48,69 94,42
9 I 55,69 61,21 116,9 49,29 55,23 104,52
10 J 60,43 51,87 112,3 52,85 40,52 93,37
11 K 46,21 36,92 83,13 49,29 60,13 109,42
12 L 41,47 55,61 97,08 52,85 40,52 93,37
13 M 41,47 64,95 106,42 31,5 30,72 62,22
14 N 65,16 33,18 98,34 70,64 43,79 114,43

ISBN: 978-602-74245-0-0 489


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016

15 O 69,9 55,61 125,51 63,52 61,76 125,28


16 P 50,95 55,61 106,56 45,73 51,96 97,69
17 Q 36,73 33,18 69,91 49,29 55,23 104,52
18 R 65,16 50 115,16 56,4 55,23 111,63
Jumlah 901,77 898,13 1800,98 897,87 899,35 1797,22

Tabel 9. Perbedaan (Gain) antara Tes Awal dan Tes Akhir Ketepatan Smash.
Gain (d). (Post-test)-
No Testee Pre-test Post-test
(pre-test)
1 A 93,47 95,76 2,29
2 B 101,95 103,18 1,23
3 C 74,65 109,13 34,48
4 D 92,34 105,39 13,05
5 E 105,55 126,63 21,08
6 F 90,47 84,04 -6,43
7 G 112,16 62,22 -49,94
8 H 99,08 94,42 -4,66
9 I 116,9 104,52 -12,38
10 J 112,3 93,37 -18,93
11 K 83,13 109,42 26,29
12 L 97,08 93,37 -3,71
13 M 106,42 62,22 -44,2
14 N 98,34 114,43 16,09
15 O 125,51 125,28 -0,23
16 P 106,56 97,69 -8,87
17 Q 69,91 104,52 34,61
18 R 115,16 111,63 -3,53
Jumlah 1800,98 1797,22 -3,76

Tabel 10. Tabel Kerja Untuk Meghitung Nilai Perbedaan Antara Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Ketepatan Smash.
X1 X2 D xd x²d
No Testee
(Pre-tes) (Post-test) (X2 –X1) (d.Md) (d.Md)²
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 A 93,47 95,76 2,29 2,5 6,25
2 B 101,95 103,18 1,23 1,44 2,0736
3 C 74,65 109,13 34,48 34,69 1203,3961
4 D 92,34 105,39 13,05 13,26 175,8276
5 E 105,55 126,63 21,08 21,29 453,2641
6 F 90,47 84,04 -6,43 -6,22 38,6884
7 G 112,16 62,22 -49,94 -49,73 2473,0729
8 H 99,08 94,42 -4,66 -4,43 19,8025
9 I 116,9 104,52 -12,38 -12,17 148,1089
10 J 112,3 93,37 -18,93 -18,72 350,4384
11 K 83,13 109,42 26,29 26,5 702,25
12 L 97,08 93,37 -3,71 -3,5 12,25
13 M 106,42 62,22 -44,2 -43,99 1935,1201
14 N 98,34 114,43 16,09 16,3 265,69
15 O 125,51 125,28 -0,23 -0,02 0,0004
16 P 106,56 97,69 -8,87 -8,66 74,9956
17 Q 69,91 104,52 34,61 34,82 1212,4324
18 R 115,16 111,63 -3,53 -3,32 11,0224
∑ -3,76 0,04 9084,6834

Keterangan :
X1 = skor hasil ketepatan smash siswa sebelum mendapatkan treatment.
X2 = skor hasil ketepatan smash siswa setelah mendapatkan treatment.
d = (X2 - X1) = perbedaan (gain), hasil post-test dikurangi pre-test
= (d – Md) = perbedaan (gain) dikurangi dengan rata-rata perbedaan(gain) dengan cara mencari Md =

ISBN: 978-602-74245-0-0 490


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
ketepatan smash jika dilihat dari komponen perlakuan yang
Md = = = -0,21 mendukung meningkatnya kemampuan smash tersebut, salah
x²d = (d – Md)² = hasil dari perbedaan (gain) satunya adalah komponen latihan kekuatan atau kecepatan
dikurangi dengan rata-rata perbedaan (gain) lalu otot lengan, karena peningkatan ketepatan smash tidak hanya
dikuadratkan dan hasil kuadratnya dijumlahkan, dilihat dari satu sisi yaitu skor sasarannya saja, akan tetapi
sehingga mendapatkan hasil penjumlahannya waktu kecepatan bola sejak perkenaan hingga menyentuhnya
“∑x²d” bola pada lantai harus dihitung pula. Sehingga hasil skor
1. Memasukkan Data ke Dalam Rumus (Analisis Data) sasaran dan skor waktu dijumlahkan untuk mendapatkan skor
mentah dari ketepatan smash.
Dari hasil yang ditunjukkan bahwa tidak adanya
t= pengaruh latihan knee tuck jump terhadap peningkatan
ketepatan smash pada siswa putra kelas VIII di MTs Negeri 1
Mataram dikarenakan berbagai macam fakor yaitu, kondisi fisik
siswa seiring dengan ujian semester yang berlangsung pada
= saat penelitian, kemampuan smash yang dimiliki siswa terbatas
karena tidak semua siswa yang mengikuti pertandingan O2SN
menjadi sampel, pelambung bola yang tidak maksimal dalam
melambungkan bola tepat kepada testee sehingga
menyebabkan testee mendapat kesulitan untuk menepatkan
=
bola ke sasaran yang skornya lebih besar, dan dengan rentang
waktu satu bulan untuk mendapatkan perlakuan sangatlah
minim sehingga hasil yang di dapat tidak ada pengaruh latihan
knee tuck jump terhadap peningkatan ketepatan smash.
= Informasi ditunjukkan bagi guru pendidikan jasmani
dan para pelatih cabang olahraga bola voli, bahwa seseorang
yang menginginkan peningkatan kemampuan atau prestasi
= dalam seluruh cabang olahraga secara umum dan cabang
olahraga bola voli secara khusus, tidak hanya bisa dilakukan
dengan satu macam perlakuan latihan saja, tetapi berbagai
= macam bentuk perlakuan latihan pembebanan yang harus
= -0,038 diberikan dan dikombinasikan sesuai dengan cabang olahraga
2. Menguji Nilai “t” yang ditekuni. Latihan tersebut juga harus dilaksanakan secara
Setelah nilai t-hitung diperoleh, yakni sebesar - terencana, teratur, terprogram dan berkesinambungan. Hanya
0,038 yang selanjutnya dibandingkan dengan nilai t-tabel dengan latihan terencana, teratur, terprogram dan
dengan derajat kebebasan (d.b) N-1 = 18 -1 = 17 pada taraf berkesinambunganlah efek latihan positif dapat dirasakan dan
signifikansi 5% yang menunjukkan angka 2,110. Dengan bisa dilihat hasilnya melalui prestasi yang diraih.
hasil, maka terlihat bahwa nilai t-hitung lebih kecil dari pada
nilai t-tabel ( -0,038 < 2,110 ). SIMPULAN
3. Menarik Kesimpulan Dari hasil analisis data untuk menjawab hipotesis yang
Berdasarkan hasil pengujian nilai t, maka dapat dilakukan dalam penelitian ini, membuktikan bahwa nilai t-hitung
ditarik kesimpulan bahwa hipotesis nol (Ho) yang berbunyi yang diperoleh, yaitu sebesar -0,038 yang selanjutnya
“Tidak ada pengaruh latihan knee tuck jump terhadap dibandingkan dengan nilai t-tabel dengan derajat kebebasan (db)
peningkatan ketepatan smash dalam permainan bola voli N-1 = 18 -1 = 17 pada taraf signifikansi 5% yang menunjukkan
pada siswa putra kelas VIII di MTs Negeri 1 Mataram” angka 2,110. Dengan demikian, terlihat bahwa nilai t-hitung lebih
diterima. kecil dari pada nilai t-tabel (-0,038 < 2,110). Sehingga hipotesis
Dengan diterimanya Ho, maka hipotesis kerja (Ha) alternatif (Ha) ditolak dan hipotesis nol (Ho) yang berbunyi “Tidak
yang berbunyi “Ada pengaruh latihan knee tuck jump ada pengaruh latihan knee tuck jump terhadap peningkatan
terhadap peningkatan ketepatan smash dalam permainan ketepatan smash dalam permainan bola voli pada siswa putra
bola voli pada siswa putra kelas VIII di MTs Negeri 1 kelas VIII di MTs Negeri 1 Mataram” diterima.
Mataram” ditolak.
SARAN
B. Pembahasan 1. Guru Pendidikan Jasmani : Agar dalam memberikan materi
Penelitian ini memperoleh hasil yang menyatakan maupun perlakuan latihan memilih jenis latihan yang tepat
“Tidak adanya pengaruh latihan knee tuck jump terhadap untuk cabang olahraga yang diajarkan.
peningkatan ketepatan smash. Secara analitis latihan knee 2. Pelatih : Memberikan Latihan-latihan yang dilakukan dalam
tuck jump ini menghasilkan loncatan yang tinggi, akan tetapi setiap cabang olahraga haruslah dilakukan dengan cara
setelah terjun ke lapangan latihan ini tidak berdampak adanya terencana, teratur, terprogram dan berkesinambungan,
pengaruh terhadap ketepatan smash. Mengapa demikian, sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.
secara logikanya kemungkinan besar perlakuan latihannya 3. Peneliti : Melakukan penelitian yang sejenis, tetapi
sangatlah minim diberikan, jika perlakuan latihan hanya menggunakan sampel yang berbeda dan lokasi penelitian yang
diberikan satu macam perlakuan saja, sedangkan peningkatan berbeda pula.

ISBN: 978-602-74245-0-0 491


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
DAFTAR PUSTAKA Mardapi, Djemari. 2008. Teknik Penyusunan Instrumen Tes Dan
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Nontes. Mitra Cendikia Press: Yogyakarta
Praktik. PT Rineka Cipta: Jakarta Nurhasan. 1986. Tes dan Pengukuran. Karunika Jakarta
Ambarukmi, Hatmisari D. 2007. Pelatihan Pelatih Fisik Level 1. Universitas Terbuka: Jakarta.
Asdep Pengembangan Tenaga dan Pembinaan Nurhasan. 2001. Tes dan Pengukuran dalam Pendidikan Jasmani.
Keolahragaan Deputi Bidang Peningkatan Prestasi dan Direktorat Jenderal Olahraga Depdiknas: Jakarta
Iptek Olahraga Kementerian Negara Pemuda dan Nurhasan. 2011. Menjaga Kebugaran Jasmani. Abil Pustaka:
Oahraga: Jakarata. Gresik Jawa Timur.
Ahmadi, Nuril. 2007. Panduan Olahraga Bola Voli. Era Pustaka Radellife, JC dan Farentinos, RC. 2002. Plaiometrik Untuk
Utama: Surakarta. Meningkatkan Power. Program Pascasarjana Universitas
Azwar, Saifuddin. 2010. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar: Sebelas Maret: Surakarta.
Yogyakarta. Sekaton, Rezky A. 2008. Kamus Populer Lengkap Bahasa
Bompa, T. O. & Haff, G. Gregory. 2009. Theory and Methology of Indonesia. IndoBook Citra Media: Bogor.
training (Fifth edition). Human Kinetic: United State of Subana., Rahadi, M., dan Sudrajat. 2000. Statistik Pendidikan. CV
Amerika. Pustaka Setia: Bandung.
Chu, D. A. 1998. Jumping Into Plyometric (Second edition). Human Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Kinetic: United State of Amerika. Alfabeta: Bandung.
Gulo, W. 2010. Metodologi Penelitian. PT Grasindo: Jakarta. Syahfrizar. 2007. Latihan Knee Tuck Jump dan Box Jump untuk
Maksum, Ali. 2009. Metodologi Penelitian dalam Olahraga. FIK- Atlet Bola Voli. http://id.wikipedia.org/wiki/Bola
Universitas Negeri Surabaya: Surabaya Voli#Smash.28spike.29. Wineka Media: Malang. Diakses
tanggal 24 Oktober 2015.

ISBN: 978-602-74245-0-0 492


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
REVIEW MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN STRATEGI SCAFFOLDING UNTUK
MELATIHKAN BERPIKIR KREATIF SISWA
Widia
Mahasiswa Prodi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya
E-mail: widi_ansya34@yahoo.co.id

Abstrak: Artikel ini bertujuan sebagai kajian konseptual bagi pemerhati pendidikan untuk dijadikan pedoman atau acuan dalam menyusun
karya ilmiah. Penulis mencoba mereview berbagai sumber ilmiah tentang berpikir kreatif baik perkembangannya, krakteristik sampai pada
tahap implementasinya.Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) semakin berkembang, sehingga siswa dituntut untuk berfikir
kreatif.Tujuan pendidikan dapat dicapai, jika selama proses pembelajaran guru mampu merangsang siswa untuk menyampaikan ide-ide
baru, mampu menyelesaikan masalah, menganalisis dan membuat kesimpulan sebagai alternative dalam pemecahan masalah dengan
bantua atau bimbingan guru secara bertahap. Guru sebagai pembimbing dan fasilitator dapat memilih model dan strategi yang tepat, agar
siswa mampu berfikir kreatif. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)dengan strategi scaffolding diyakini dapat melatih berfikir
kreatif siswa, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang tanggu dan kreatif dalam menyikapi masalah hidup maupun bersaing di era
globalis dan abad ke-21ini.

Kata kunci: Berpikir Kreatif, PBL dan Scaffolding

Abstract: This article purpose conceptual study education for observers to be used as guidelines for or reference in composing scientific
work. Writer trying to review the governor of various sources scientific about creative thinking as its progress, krakteristik on stage until it
is implemented .Science and technology keeps growing, so the students sued for creative thinking .The purpose of education could be
achieved, if during the process of learning teachers capable of inducing students to convey new ideas, able to solve the problem, analyze
and make inferences as an alternative in solving problems by bantua teachers or guidance gradually. Teachers as mentor and facilitator
can choose model and proper strategy , that students able to reflect creative .Learning model Problem Based Learning with strategy
scaffolding believed to train reflect creative students , so that it can produce graduates who tanggu and creative in response to a matter of
life and compete in the globalis and 21st century.

Keywords: Creative Thinking PBL and Scaffolding

PENDAHULUAN kepada peserta didik, sebagai bagian dari proses menuju


Tulisan ini sebagai bagian darihasil kajian linterasi kreativitas.
penulis pada artikel “Creative Cognitif in Social Inovation” yang Berdasarkan hal demikian penulis mencoba untuk
ditulis Paul Thagard, dalamCreativity Research Journal, Vol. 26 membuat sederet pertanyaan-pertanyaan:
No.4, pp, 375–388, Tahun 2014.Paul Thagard menjelaskan: 1. Bagaimana berpikir kreatif itu berkembang?
bagaimana hubungan kreativitas dan kehidupan sosialKreativitas 2. Apakah berpikir kreatif bisa dilatihkan?
sangat penting dalam kehiupan sehari-hari, baik dalam kehidupan 3. Model pembelajaran apayang cocok untuk melatihkan berpikir
sosisal, hokum ekonomi dan berbudaya. Namun pada artikel ini kreatif?
lebih spesifik membahas inovasi sosial Sebuah produk kreatif jika 4. Kenapa berpikir kreatif penting untuk dilatihkan?
mengandung unsur kebaruan, berharga dan mengejutkan/ 5. Bagaimana peniliaian berpikir kreatif?
spontan. Dikatakan “Produk kreatif jika memenuhi 2 syarat: (a) Ide-ide yang dimunculkan di atas sangat penting untuk
Masyarakat termotivasi dengan kebutuhan tersebut (b) mempunyai pengembangan pembelajaran yang efektif dan bermanfaat baik
nilai sosial bagi masyarakat yang membutuhkan. Namun, jika secara teoritis maupun empirissehingga mereka bisa bersaing,
produk kreatif muncul karena kebutuhan social tetapi tidak memiliki ide yang inovatif dan bermanfaat untuk masyarakat,
memberikan nilai sosisal, itu tidak dikatakan kreatif karena tidak bangsa dan negaranya.
berharga”.Maka pentingnya peran kognitif kreatif sosisal inovasi
disajikan dalam berbagai disiplin ilmu, agar merangsang seseorang PEMBAHASAN
untuk berpikir kreatif. Metode yang digunakan adalah; a) Membuat Dewasa ini kurikulum bukan lagi diarahkan kepada
hipotesis, b) memilih masalah sosisal, c) Mengidentifikasi masalah, Kecakapan hidup (life skill) tetapi diarahkan kepada memperoleh
d) memberikan ide-ide yang inovatif, e) Menganalisis, f) ijazah sebagai bentuk legitimasi didalam kehidupan
Mengevaluasi Hipotesis. bermasyarakat, yaitu menjadi pegawai negeri, menjadi DPRD/DPR
Dia mencoba menghubungkan antara pembelajaran dan posisi publik yang dipilih. Sehingga pembelajaran yang
dengan kreativitas, Dia menyusun konsep pengajaran di Amerika berlangsung tidak hanya berorientasi pada tiga mata pelajaran
untuk mengajarkan kreatif kognitif dalam inovasi sosial selama 2 saja, tetapi membentuk seluruh pribadi peserta-didik yang tidak
tahun.Ternyata hasil penelitian yang dilakukannya adalah dengan dapat diukur oleh Ujian Nasional (UN).UN seharusnya dijadikan
pemecahan masalah seseorang bisa berpikir kreatif.Ketika sebagai pemetaan masalah-masalah pendidikan sehingga dengan
seseorangmemiliki masalah dalam hidupnya, laluseseorang informasi yang diberikan oleh UN dapat dirumuskan kebijakan
tersebutmencoba memecahkan masalah, pendidikan yang lebih tepat (Tilaar, 2012).
Namun dalam artikel yang ditulus oleh Paul Thagardtidak Sehingga UN tidak lagiberfungsi sebagai menghakimi
dijelaskan secara detail bagaimana cara melatihkan berpikir kreatif peserta didik tetapi membantu peserta didik untuk memperoleh
pelayanan pendidikan yang lebih baik seperti guru yang lebih

ISBN: 978-602-74245-0-0 493


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
profesional, isi pendidikan yang lebih sesuai dengan kehidupan 1) Berpikir kreatif biasanya tidak mempunyai koherensi
yang nayata sehingga berfungsi untuk menaikkan derajat structural
kehidupan baik secara ekonomis maupun peradaban dan bagi 2) Berpikir kreatif timbul dengan spontan, dengan kata
peserta didik berarti lahirnya manusia-manusia kreatif dan inovatif lain berpikir kreatif bisa berhubungan dengan masa lalu
dan bukan sekedar untuk menjadi pegawai negeri saja. Maka life juga bisa muncul dengan tiba-tiba untuk masa yang
skill yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan adalah akan datang.
keterampilan berpikir (Sulardi, 2015).Guru dapat menggabungkan 3) Berpikir kreatif tidak berstruktural, dengan kata lain
pengajaran dan pengalaman diruang kelas sehari-hari untuk proses berpikir kita bisa dari arah mana saja.
menciptakan ‘budaya berpikir’ sedang budaya berpikr adalah 4) Berpikir kreatif dapat terjadi analogi dengan sesuatu
bagian dari pengajaran berpikir (Ivey & Fisher, 2006) yang lain.
1. Berpikir Kreatif Guru dapat menggunakan banyak model dalam
Tujuan pendidikan dapat tercapai apabila dalam proses menyampaikan materi pelajaran, salah satunya melalui
pembelajaran yang berlangsung, pengajar mampu melatihkan inkuiri terbimbing. Menurut Vajoczki (2011) model
kepada peserta didik kemampuan berpikir kreatif. Hal ini sejalan pembelajaran inkuiri merupakan suatu model
dengan pemikiran Nasution, (2008).“Berpikir kreatif sebagai pembelajaran yang berorientasi pada proses dan keahlian
sarana untuk mencapai tujuanpendidikan yaitu agar siswa untuk melakukan penelitian. Siswa dapat menemukan
mampu memecahkan masalah”.Sedangkan menurut Maslow konsep atau pengetahuan baru melalui proses hands-on
(dalam Munandar, 2012)berpikir kreatif merupakam activity yang terdapat pada model inkuiri terbimbing.
manifestasi dari individu yang berfungsi sepenuhnya.Menurut Kreativitas seseorang ditunjukkan dalam berbagai
Razik (dalam Dennis 2008) berpikir kreatif melibatkan hal,seperti kebiasaan berpikir, sikap, pembawaan atau
kemampuan untuk memproduksi ide-ide orisinil, merasakan kepribadian, atau kecakapandalam memecahkan masalah
hubungan baru dan tidak dicurigai, atau membangun sebuah (Muktar, 2015)
rangkaian unik dan baik diantara faktor-faktor yang nampaknya Hasil penelitian-penelitian selama ini menunjukkan
tidak saling berkaitan. Stokes (dalam Zhanetta , 2011) betapa pentingnya berpikir kreatif, namun implementasi
mengatakan “creativity is what happens when an individual pembelajaran di sekolah masih jauh dari harapan yang
produces something that is novel as well as appropriate, dimaksud di atas, pembelajaran masih cenderung
generative or influential” menghambat pertumbuhan dan perkembangan kreativitas
a. Krakteristik Berpikir Kreatif siswa. Contoh pembelajaran yang bersifat teoritis tampa
Ada empat karakter berpikir kreatif menurut dibarengi dengan pemaknaan dalam bentuk kontekstual
Torrance (Dennis K. F, 2008), yakni (1) Originality yakni siswa. Sehingga dalam memunculkan ide-ide baru sangat
keunikan dari ide yang diungkapkan; (2) Fluency yakni terbatas, mereka hanya mengikuti teori-teori dan konsep
kemampuan untuk menciptakan ide sebanyak-banyaknya; yang ada dalam buku-buku pedoman.Maka pembelajaran
(3) Flexibility yakni kemampuan untuk mengatasi rintangan perlu dimodifikasi dengan konsep-konsep yang baru,
mental saat mengeluarkan ide. Ini ditunjukkan dengan tidak memberi ruang kepada siswa untuk memencahkan
adanya ide yang sama saat seseorang diminta menemukan masalah dalam pembelajaran dan
mengungkapkan ide atau pendapatnya; (4) Elaboration memecahkannya sendiri.
ditunjukkan oleh sejumlah tambahan dan detail pada setiap b. Hambatan dalam Berpikir Kreatif
ide sehingga stimulus sederhana menjadi lebih kompleks. Seeorang dalam mengembangkan pola pikir sering
Untuk melihat sejauh mana siswa bisa berpikir mendapatkan hambatan-hambata, baik dari diri sendiri
kreatif guru haruslah menyajikan materi-materi yang bisa maupun dari lingkungan sekitar. Beberapa penghalang
merangsa pemikiran mereka, menyajikan masalah yang berpikir kreatif adalah:(1) Takut akan kegagalan:
otentik sehingga siswa bisa memunculkan banyak ide- Ketakutan ini yang sering melumpuhkan kita menjadi orang
ide.Karena semakin banyak ide yang dimunculkan maka yang kreatif (Dennis, 2008).Untuk menghilangkan
semakin besar peluang untuk mendapatkan ide yang penghalang ini, sebagai guru kita harus memotivasi dan
bagus. meyakinkan siswa bahwa membuat kesalahan adalah
Kreatif pada dasarnya terbagi dalam tiga bidang normal dan merupakan sebuah proses untuk menuju
utama: 1) Orang atau individu, 2) sebuah produk atau hasil keberhasilan. Guru juga harus menyediakan lingkungan
dan 3) proses (Dennis, 2008). Artinya sebuah kreativitas yang terbuka dan bebas dari kritik selama proses kreatif.
bukan hanya faktor genetik atau keturunan namun (2) Kesulitan berpikir: Kesulitan untuk menghubungkan
kreativitas bisa dilatihkan kepada siswa pada jenjang pengerahuan yang dimiliki dengan fakta merupak faktor
pendidikan apapun (Play Group, SD, SMP, SMA bahkan di pengahalang seseorang untuk berpikir kreatif. Cara untuk
Perguruan Tinggi sekalipun). Karenanya kemampuan mengatasi kesulitan konseptual dan faktual adalah
berpikir akan dapat dilatihkan pada siswa dengan memberi lingkungan yang bebas dari campur tangan orang
memunculkan masalah-masalahsehingga membawa lain. Biarkan mereka mencari jawaban sendiri atas maslah
dampak yang positif bagi peserta didik dan lingkungan yang ada, guru hanya berfungsi sebagai fasilitator,
sekitarnya. Sementara menurut Gregor (2007) mengukur pembimbing dan konsultan. (3) Rendahnya toleransi
kemampuan berpkir kreatif siswa dapat pula dilakukan terhadap ambigutas:Seseorang dengan toleransi yang
dengan mendasarkan pada yang dikomunikasikan siswa, rendah pada ambiguitas akan terhalangi untuk menjadi
secara verba maupun tulisan. kreatif karena mereka tidak mampu untuk berpikiran
Ada beberapa krakteristik dalam berpikir kreatif terbuka saat menghadapi pikiran yang ambigu.(4) Kurang
Wiesberg (dalam Tilaar, 2012). motivasi: Kurangnya motivasi intrinsik akan membuat
seseorang mempunyai perasaan tidak berguna dalam
ISBN: 978-602-74245-0-0 494
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
mengekspresikan idenya, sehingga menghalangi berpikir (slavin, 2011). Menurut Nur, & Wikandari (2004) Scaffolding,
kreatif. Terlalu banyak hadiah yang diberikan, maka berarti membrikan kepada seorang individu sejumlah besar
kreativitas menjadi berkurang (motovasi ekstrinsik).Cara bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian
untuk mengatasi hal di atas adalah dengan cara mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan
membentuk lingkungan kerja, dimana anak-anak diajarkan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang
lebih bisa mempercayai sistem evaluasi diri dan semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri.
penghargaan diri. Bantuan yang diberikan oleh pembelajar (guru) dapat berupa
2. Model Problem Based Learning petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke
Model Model Problem Based Learning (PBL)lebih dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri
menekankan pada usaha penyelesaian masalah melalui (Ratnawati, 2008).Sejalan dengan itu Selden J. (2007)
kegiatan penyelidikan. Pernyataan ini didukung oleh Sulardi mengatakan agarkemampuan pemecahan masalah siswa
dkk, (2015)PBLadalah menyuguhkan berbagai situasi dapat membaik, siswa harus selalu dibimbing dan diberi
bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa yang bantuan agar dapat mengkonstruksi pengetahuan.Ketika
berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan kompetensi siswa meningkat maka bantuan/bimbingan itu
penyelidikan siswa. Sedangkan menurut Arends (2008) PBL dapat dikurangi sampai akhirnya dihilangkan.
merupakan model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai Vigotsky (2003) mengemukakan tiga kategori
situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan
peserta didik, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan permasalahan, yaitu:
untuk investigasi dan penyelidikan.Menurut Trianto (2010) a. Siswa mencapai keberhasilan dengan baik,
model PBL atau pembelajaran berdasarkan masalah b. Siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan,
merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada c. Siswa gagal meraih keberhasilan.
banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan 4. Melatihkan Keterampilan Berpikir Kreatif
autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian Abad 21 menuntut manusia untuk memiliki
nyata dari permasalahan yang nyata. keterampilan (skill) salah satunya adalah keterampilan berpikir
Dasna (2007) juga berpendapat bahwa dengan kreatif. Maka perlu kiranya untuk ddilatihkan pada siswa di
pembelajaran yang dimulai dengan adanya suatu masalah, sekolah, karena salah satu pemicu munculnya berpikir kreatif
siswa akan berusaha untuk memperdalam pengetahuannya adalah ketika seseorang menghadapi masalah, untuk
tentang apa yang telah diketahui dan apa yang perlu diketahui menyelesaikan masalahnya seseorang akan berusah
untuk memecahkan masalah tersebut. Sama halnya menurut mencarikan solusi, memunculkan ide-ide baru kemudian
Yatim Riyanto (2009:288) model PBL merupakan model mengambil langkah untuk penyelesaian masalah tersebut.Hal
pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk aktif ini sejalan dengan pemikiran (Sulwansu, 2010) memiliki
dan mandiri dalam mengembangkan kemampuan berpikir kemampuan melihat masalah membantu siswa untuk melihat
memecahkan masalah, melalui pencarian data sehingga sudut pandang dan mampu melahirkan banyak gagasan.
diperoleh solusi dengan rasional dan autentik.Masalah yang Karlin Adam, (2005) mengatakan “Creative Thinking:
disajikan pada siswa merupakan masalah kehidupan sehari- Relates to how people approach problems and depends on
hari atau kontekstual (Epa Puspiana, 2012) personality and thinking/working style”.
Menurut Made Wina (2009) terdapat tiga karakteristik
pemecahan masalah, yakni pemecahan masalah merupakan
aktivitas kognitif, tetapi dipengaruhi perilaku. Kemudian hasil
pemecahan masalah dapat dilihat dari tindakan dalam mencari
permasalahan, selanjutnya pemecahan masalah merupakan
proses tindakan manipulasi dari pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya. Model pembelajaran PBL dipilih karena PBL
memiliki karakteristik, yaitu penyelidikan autentik.PBL
mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik yang
meliputi menganalisis dan mendefinisikan masalah, membuat
hipotesis, mengumpulkan dan menganalisa informasi,
melakukan percobaan (eksperimen), dan
merumuskankesimpulan (Trianto, 2007).Sehingga PBL dapat Gambar:1.1 Tiga Kompones Kreativitas
digunakan pada siswa dengan tingkat kemampuan intelektual Tiga komponen di atas harus dimiliki oleh siswa yang
yang beragam, tidak perlu memisahkan antara anak yang yang memiliki kreativitas. 1). Keahlian meliputi Pengetahuan
tingkat kemampuan intelektual yang tinggi dan anak dengan teknis, prosedur dan intelektual ; 2). Keterampilan berpikir
kemampuan intelektual menengah ke bawah sehingga tidak kreatif: Bagaimana keluasan dan imajinasi orang dalam
ada siswa yang merasa”terpinggirkan (Dian & Arifin, 2013). melihat masalah; 3). Motivasi: intrinsik adalah lebih efektif
3. Strategi Scaffolding daripada ekstrinsik.
Guru harus memberikan bantuan secaara bertahap Menurut Fenita Dewi (2015) institusi pendidikan perlu
kepada siswa dalam rangka mengembangkan keterampilan mempertimbangkan cakupan kesuksesan lulusannyatidak
berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah, hal ini sejalan hanya terbatas pada kemampuan akademik saja, tetapi lebih
dengan pendangan Vigotsky. Dia menyatakan bahwa siswa mengarah padakemampuan dan keterampilan yang dapat
hendaknya diberikan tugas yang rumit, sulit dan relatif yang membantu para lulusannya berkompetisidalam dunia global
kemudian siswa diberikan cukup bantuan untuk mencapai dan digital yang berkembang saat ini.
tugas yang diberikan, hal ini dikenal dengan teori scaffolding
ISBN: 978-602-74245-0-0 495
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Menurut Yandri Soeyono (2013) saat ini, ide-ide baru menurut Gregor (2007) mengukur kemampuan berpkir kreatif
memiliki nilai lebih jika dibandingkan dengan konten dari siswa dapat pula dilakukan dengan mendasarkan pada yang
ilmupengetahuan, bagaimana menggunakan pengetahuan dikomunikasikan siswa, secara verba maupun tulisan.
yang ada untuk mendapatkan ide-ide baru merupakan nilai a. Tes secara lansung
lebih dalam abad 21 ini. Tes berpikir kreatif yang paling banyak digunakan
Di abad ke 21 ini, pendidikan menjadi semakin secara luas adalah The Torrance Test of Creative Thinking
penting untuk menjamin pesertadidik memiliki keterampilan (TTCT).Menurut Kim (dalam Nur 2014) tes ini juga
belajar dan berinovasi, keterampilan menggunakan teknologi merupakan salah satu tes yang paling luas diteliti tentang
dan media informasi, serta dapat bekerja, dan bertahan dengan reliabilitas dan validitasnya. Setiap tes digunakan untuk
menggunakan kecakapan hidup (Murti, 2015). mengukur: (a) Fluency (Kelancaran); (b) Originality
Sumber daya manusia yang berkualitas berasal dari (Keorisinilan); (c)Elaboration (Elaborasi); (d)Flexibility
proses pendidikan yang berkualitas juga, dimana dalam proses (Kelenturan).
pendidikan tersebut siswa dibekali dengan keterampilan- b. Pengukuran kreatif secara non-test
keterampilan guna memecahkan masalah, mencari alternatif Tes ini dikembangkan dengan beberapa
solusi pemecahan masalah, dan berpikir reflektif serta pendekatan alternatif, antara lain: (a) Daftar periksa
evaluative (Anjarsari, 2014)..Berpikir divergen digunakan untuk (Cheklist) dan Kuisioner; alat ini disusun berdasarkan
mencari ide-ide untuk menyelesaikan masalah (Suryawati& penelitian tentang karakteristik khusus yang dimiliki pribadi
Ardiyas, 2011). Sejalan dengan itu Fasco (2001) mengatakan kreatif. (b) Daftar pengalaman, seseorang diminta
“Creativity is associated with the ability to handle high task menuliskan autobiografi secara singkat dan dinilai untuk
novelty” maksudnya dengan adanya masalah seseorang akan menentukan kuantitas dan kualitas perilaku kreatif. Metode
terbiasa untuk berpikir, dia akan mengkaitkan pengetahuan yang lebih formal adalah The State of past Creative
yang dimilikinya dengan masalah yang ada, memunculkan ide- Activities yang dikembangkan oleh Bell (Munandar, 2009).
ide sebagai solusi alternatif atas masalah yang ia hadapi. c. Menilai produk kreatif nyata
Kebanyakan soal yng dihadapi siswa disekolah Besenmer dan Treffinger (dalam Munandar, 2009)
mungkin saja memerlukan kemampuan membaca dengan menyatakan bahwa produk kreatif dapat digolongkan
seksama dan pemikiran tetapi sedikit kreatvitas.Namun, berdasarkan tiga kategori, yakni: (a) Kebaruan
banyak masalah yang kita hadapi dalam kehidupan tidak (Novelty)meliputi; prosesnya baru, teknik baru, bahan baru,
sesuai dengan keinginan (Slavin. 2011).Guru sebagai konsep baru yang terlibat, dampak terhadap produk di
pengelola pembelajaran, juga harus mengubah mindset masa depan. (b) Pemecahan (Resolution); Produk yang
mereka. Guru tidak hanya sebagai sumber informasi utama dihasilkan dapat menyelesaikan permasalahan yang
bagi siswanya, namun lebih berperanan sebagai fasilitator dan sedang dihadapi oleh masyarakat. (c) Kerincian
inspirator yang bertugas mengarahkan dan memotivasi siswa. (Elaboration); Produk menggabungkan beberapa unsur
Siswa akan menemukan dan membangun pengetahuannya yang tidak sama menjadi keseluruhan yang canggih dan
sendiri dari berbagai sumber belajar yang tidak lagi dibatasi bertahan secara logis (Munandar, 2009).
oleh dinding kelas kemudian menggunakan bangunan
pengetahuannya untuk memecahkan permasalahan dalam SIMPULAN
kehidupan nyata. Berdasarkan kajian linteratur dan tinjauan penelitan
Selanjutnya siswa difasilitasi/dibantu dan dibimbing terdahulu, sangatlah jelas bahwa model inkuiri terbimbing bisa
untuk menggunakan pengetahuan yang telah dibangun untuk melatihkan keterampilan berpikir kreatif.Keterampilan berpikir yang
mengenali berbagai fenomena sains, dapat menyelesaikan dilatih terus menerus (kontinyu) akan menjadi kebiasaan, sehingga
masalah-masalah yang ada, membuat keputusan, serta ketika siswa berada dalam suatu permasalahan, maka ia dapat
dirangsang untuk berani menyampaikan ide atau gagasan- mengambil keputusan secara cepat, tepat, dan efisien.
gagasan yang kreatif, sehingga siswa akan menjadi lulusan Keterampilan berpikir inilah yang mejadi bekal bagi siswa untuk
yang berkompeten, meningkatkan kemaslahatan dalam bersaing dalam era globalisasi.
kehidupan yang lebih baik dalam bermasyarakat. Kualitas
kehidupan suatu bangsa sangat ditentukan oleh faktor DAFTAR PURTAKA
pendidikan.Hal itulah yang menjadikan dasar Kreativitas Adam. K. (2005).The Sources of Innovation and Creativity.National
sebagai kemampuan yang dirancang untuk menstimulasikan Center on Education and the Economy.Diakses tanggal 20
imajinasi berdasarkan data dan informasi yang tersedia untuk Novemver 2015.
memberikan gagasan-gagasan baru dengan menemukan Anjarsari, Putri (2014). Pentingnya Melatih Keterampilan Berpikir
banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, (Thinking Skills) dalam Pembelajaran IPA SMP. Makalah
yangmenekankan pada segi kuantitas, ketergantungan dan disampaikan dalam PPM “Optimalisasi Implementasi
keragaman jawaban, dan menerapkannya dalam pemecahan Kurikulum 2013 dengan Workshop Pengembangan LKS
masalah (Puspitasari, 2012). IPA Berpendekatan Guided-Inquiry untuk
5. Penilaian Berpikir Kreatif Mengembangkan Thinking Skills dan Sikap Ilmiah Siswa”
Tujuan paling penting dari tes kreativitas adalah Arends, Richard. (2008). Learning to Teach. Penerjemah: Helly
untuk mengidentifikasi potensi kreatif seorang anak (siswa). Prajitno & Sri Mulyani. New York: McGraw Hill Company.
Potensi kreatif dapat diukur melalui beberapa pendekatan, Buchari Alma. (2008). Guru Profesional Menguasai Metode dan
yakni pengukuran secara langsung; pengukuran tidak Terampil Mengajar. Bandung: Alfabeta.
langsung; mengukur unsur-unsur kreativitas; mengukur ciri Dasna, I. W. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah.
kepribadian kreatif; mengukur potensi kreatif secara non-test, (http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/19/pembelajar
dan menilai produk kreatif nyata (Munandar 2009).Sementara
ISBN: 978-602-74245-0-0 496
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
an-berbasismasalah/.html), diakses tanggal 03 Maret ______. Psikologi pendidikan: teori dan praktik. Edisi kesembilan
2016. jilid 2 (Alih Bahasa: Drs. Marianto Samosir). Jakarta: PT
Dennis, K. & Filasaime, (2008).Menguak Rahasia bepikir Kritis dan Indeks.
Kreatif.Jakarta; Prestasi Pustakaraya. Soeyono, Yandri (2013) “Mengasah Kemampuan Berpikir Kritis
Dewi, Fenita (2015) “Proyek Buku Digital: Upaya Peningkatan dan KreatifSiswa Melalui Bahan Ajar Matematika
Keterampilan Abad 21 Calon Guru Sekolah Dasar Melalui denganPendekatan Open-Ended” Proseding Seminar
Model Pembelajaran Berbasis Proyek” Metodik Didaktik Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA
Vol. 9, No. 2, pp. 1-15. UNY. ISBN: 978-979-16353-9-4.
Fasko, D. (2001). Education and Creativity.Journal Creativity Sulardi, dkk (2015),Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika
Research.Vol. 13. No. 3 & 4, p. 317-327. Model Problem Based Learning (PBL) untuk Melatih
Grogor. (2007). Developing Thingking Developing Learning. Keterampilan Berpikir Kritis Siswa.Jurnal Pendidikan Sains
Poland: Open University Press. Pasca Unesa. Vol. 5. No. 1, pp. 802-810.
Laksmi, P. (2012) Pengaruh Model Problem Based Learning Sulwansu, R. A. (2010). Pembelajran IPS dengan metode problem
Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Mata solving untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
Pelajaran Biologi Kelas X SMA Negeri 2 Surakarta Tahun siswa di SD Negeri Naikoten Satu Kota Kupang. Tesis
Pelajaran 2011/2012.Skripsi tidak dipuplikasikan. Pendidikan dasar, tidak dipublikasikan. Surabaya: Pasca
Surakarata: Universitas Sebelas Maret Unesa.
Muktar (2015).Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMP dalam Suryawati, E. W. & Ardiyas R.S (2011)Kemampuan Berpikir Kreatif
Pembelajaran Sains.Proseding Seminar Nasional Sains dan Penguasaan Konsep Siswa Melalui Model Problem
Pasca Sarjana Unesa.ISBN: 978-602-72071-0-3. Based Learning (PBL) dalam Pembelajaran Biologi Kelas
Munandar, Utami. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak XI IPA SMAN 2 Pekanbaru Tahun Ajaran 2010/2011.
Berbakat Jakarta: Rineka Cipta. Jurnal Biogenesis, Vol. 8, No.1,pp. 1-7.
Murti, K.E. (2015). Pendidikan abad 21 dan Aplikasinya dalam Tilaar (2012) Pengembangan Kreativitas dan Entrepreneuship
Pembelajaran di dalam Pendidikan Nasional.Jakarta: Kompas Media
SMK.http://www.p4tksb.com/arsip/Pendidika.Diakses Nusantara
tanggal 21 Desember 2015. Trianto.(2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi
Nur, Mohamad & Wikandari, P. R. (2004).Pengajaran Berpusat Aksara.
kepada Siswadan Pendekatan Konstruktivis dalam Utama, D. W. & Arifin, R. (2013) Kajian Moral dan
Pengajaran. UNESA, PSMS. Kewarganegaraan No 1 Vol 1, pp, 257-271.
_____. (2014). Berpikir KreatifSurabaya: Penelitian Unggulan Vygotsky’s (2003) Educational Theory in Cultural Context.
Perguruan Tinggi UNESA. Cambridge: Universty press.
Puspiana, E (2012): Penerapan Pembelajaran Problem Based Wasis, (2015).Hasil Pembelajaran Sains Di Indonesia: Problem &
Learning (PBL) untuk Meningkatkan Berpikir Kreatif Siswa Upaya Mengatasinya.Prosiding Seminar Nasional
pada PokokBahasan Pencemaran dan Kerusakan Pendidikan Sains 2015 PPs Unesa.Suarabaya.
Lingkungan diKelas VII SMP Negeri 9 Kota Cirebon. Yatim, R. (2009). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta:
Selden, J. (2007) Constructivism in Mathematics Education-What Kencana. Prenada.
Does It Mean? Zhanetta, G. (2011). Unraveling The Mystery Behind
http://www.mathforum.org/orlando/construct.selden.html. Creativity.The Journal of Effective Teaching.Vol. 3. No. 2,
di akses tangal 03 Maret 2016. pp. 234-246.
Slavin. (2011). Psikologi pendidikan: teori dan praktik. Edisi
kesembilan jilid 1 (Alih Bahasa: Drs. Marianto Samosir).
Jakarta: PT Indeks.

ISBN: 978-602-74245-0-0 497


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE KARTU ARISAN (Lottery Card) MATERI
SEGITIGA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA
Wirdani1 & Saeful Jaelani2
1GuruMatematika MA Nurul Wathan Remajun
2Guru Matematika Mts. Nurul Wathan Remajun

Email: wir.dani@gmail.com

Abstrak: Rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang dikemas dalam bentuk soal yang berbeda
dengan contoh soal yang diberikan guru mengakibatkan banyak siswa yang mengalami kesulitan dan berdampak pada rendahnya
motivasi dan prestasi belajar yang rendah. Motivasi dan prestasi belajar perlu ditingkatkan melalui perbaikan proses pembelajaran dengan
menggunakan model kooperatif tipe kartu arisan. Model pembelajaran kooperatif tipe kartu arisan lebih menekankan pada prinsip belajar
yang kontinu, berulang-ulang dan pemberian penguatan. Adapun langkah-langkahnya yaitu siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang
heterogen, kemudian guru membagi kartu jawaban pada setiap kelompok, setelah itu guru mengundi soal yang sudah disiapkan dalam
gelas kemudian siswa menjawab soal tersebut pada kartu jawaban yang sudah disiapkan. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar matematika di MTs. Nurul Wathan Remajun. Adapun jenis penilitian yang digunakan adalah
PTK. Data yang diperoleh dari penelitian yaitu data motivasi belajar siswa yang diperoleh dari lembar angket motivasi belajar siswa dan
data prestasi belajar siswa yang diperoleh melalui soal tes tulis. Berdasarkan hasil analisis data, bahwa motivasi belajar siswa termasuk
kriteria tinggi dengan nilai rata-rata angket motivasinya sebesar 108,48 dan prestasi belajar siswa pada materi segitiga dinyatakan tuntas
secara klasikal sebesar 88,9%. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Kartu Arisan dapat Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Matematika.

Kata Kunci: Pembelajaran Kooperatif, Kartu Arisan, Motivasi dan Prestasi

PENDAHULUAN menekankan pada pemahaman dan penguasaan konsep suatu


Matematika sebagai salah satu bagian dari ilmu pokok bahasan tertentu.
pengetahuan, merupakan mata pelajaran yang diajarkan pada Berkaitan dengan hal tersebut, setelah peneliti
semua tingkat pendidikan rendah sampai kejenjang pendidikan melakukan observasi proses pembelajaran matematika yang
tinggi. Dari masing-masing jenjang tersebut, banyak siswa yang dilaksanakan di MTs. Nurul Wathan Remajun, ditemukan
mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika sehingga permasalahan antara lain: 1) Guru memberikan soal latihan yang
wajar jika matematika tidak banyak disenangi orang, bahkan ada kebanyakan hampir sama dengan contoh soal yang diberikan
yang merasa takut. Matematika selain sebagai salah satu bidang sehingga siswa tidak memiliki pengalaman dalam menyelesaikan
ilmu dalam dunia pendidikan juga merupakan salah satu bidang soal-soal yang berbeda dengan contoh. 2) Siswa bekerja atas
studi yang sangat penting, baik bagi peserta didik maupun bagi permintaan guru, menurut cara yang ditentukan guru, sehingga
pengembangan bidang keilmuan yang lain. Kedudukan proses pembelajaran tidak mendorong siswa untuk berfikir dan
matematika dalam dunia pendidikan sangat besar manfaatnya beraktivitas. 3) Guru jarang mendekati dan membimbing siswa
karena matematika adalah alat yang tak bisa lepas keberadaanya pada saat latihan soal dikerjakan, sehingga banyak siswa yang
dalam pengembangan bidang studi lainnya. Selain itu matematika main-main dan tidak mengerjakan soal latihan yang diberikan. Hal
berperan penting dalam pendidikan perkembangan dan ini mengakibatkan banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam
kecerdasan akal. memahami materi, terlihat dari kurang mampunya siswa dalam
Pada kenyataannya matematika sering menjadi hal yang menerapkan konsep matematika dalam persoalan yang berbeda
menakutkan bagi para siswa karena mereka harus berhadapan dengan contoh soal yang dikerjakan guru, prestasi kurang dan
dengan soal-soal hitungan yang membutuhkan kecepatan berpikir metode yang diterapkan cenderung menjadi tidak efisien.
dan logika, belum lagi kesan guru matematika yang kaku, judes dan Kondisi pembelajaran yang telah diuraikan di atas,
tidak ramah terhadap siswa semakin menambah ketakutan mereka disebabkan oleh pembelajaran yang kurang memperhatikan
terhadap matematika sehingga yang terjadi adalah mereka belajar kebutuhan siswa akan soal-soal latihan yang bervariasi. Akibat dari
matematika karena terpaksa bukan semata-mata karena senang pembelajaran tersebut prestasi belajar yang dicapai pun masih
atau karena keinginan sendiri. Hanafiah dan Suhana (2009: 103) belum semuanya mencapai tuntutan kurikulum yakni masih di
menyatakan guru sebagai pelaku otonomi kelas memiliki bawah standar 70. Salah satu materi pokok yang diajarkan dalam
wewenang untuk melakukan reformasi kelas (classroom reform) pelajaran matematika kelas VII semester II adalah segitiga.
dalam rangka melakukan perubahan perilaku peserta didik secara Berdasarkan dari hasil wawancara dengan guru matematika dan
berkelanjutan yang sejalan dengan tugas perkembangannya dan sebagian besar siswa kelas VIII MTs. Nurul Wathan Remajun
tuntutan lingkungan di sekitarnya. Oleh karena itu perubahan menilai bahwa materi segitiga merupakan materi yang sulit. Hal ini
perilaku peserta didik dapat tercapai secara baik, jika seorang guru berdampak pada kurangnya penguasaan konsep-konsep dalam
mampu memilih pendekatan, model pembelajaran, dan metode matematika. Idealnya, guru juga tidak harus mengajarkan konsep–
yang sesuai dengan karakteristik pokok bahasan yang akan konsep, teori–teori dalam bentuk kognitif tingkat rendah yang
diajarkan. hanya mengedepankan kemampuan menghafal saja tetapi guru
Salah satu masalah dalam pembelajaran matematika di membimbing siswa untuk menganalisa konsep dan memberikan
MTs. adalah rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan kesempatan kepada siswa atau peserta didik untuk berinteraksi
masalah matematika yang dikemas dalam bentuk soal yang langsung dengan obyek.
berbeda dengan contoh soal yang diberikan guru dan lebih

ISBN: 978-602-74245-0-0 498


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Berkenaan dengan permasalahan di atas, perlu bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang
dilakukan perubahan dan perbaikan terhadap model pembelajaran mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang.
yang diterapkan. Salah satu model pembelajaran yang dapat Perbedaan tersebut antara lain perbedaan ras, suku, agama,
digunakan oleh guru adalah model pembelajaran kooperatif tipe kemampuan akademik, dan tingkat social. c) Pengembangan
kartu arisan, yang menitik beratkan pada pemberian latihan soal keterampilan sosial. Model pembelajaran kooperatif bertujuan
secara berkelompok. Hal ini bertujuan agar siswa memiliki mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial
pengalaman dalam menyelesaikan soal–soal yang bervariasi. yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif antara lain adalah:
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain,
yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerja sama antara bekerja dalam kelompok, dan sebagainya.
siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran Dalam pembelajaran kooperatif terdapat enam fase,
(Irzani,2009: 39). Menurut Slavin (2009: 4), pembelajaran yang dimulai dengan langkah guru menyapaikan tujuan
kooperatif merajuk pada berbagai macam metode pengajaran di pembelajaran dan mempersilakan peserta didik untuk belajar,
mana para siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil hingga diakhiri dengan langkah pemberian pengakuan terhadap
untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari usaha-usaha kelompok maupun individu. Selanjutnya, Suprijono
materi pelajaran. Sedangkan menurut Suprijono (2009: 58), model (2009: 65) mengemukakan keenam fase dari model pembelajaran
pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran kooperatif: fase satu, Present goals and set (Menyampaikan tujuan
efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan: (1) ”memudahkan siswa dan mempersiapkan peserta didik); fase dua, Present information
belajar” sesuatu yang “bermamfaat” seperti, fakta, keterampilan, (Menyajikan informasi); fase tiga, Organize students into learning
nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama; (2) teams (Mengorganisasikan peserta didik ke dalam tim-tim belajar);
pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang fase empat, Assist team work and study (Membantu kerja tim dan
berkompetensi menilai. belajar); fase lima, Test on the materials (Evaluasi); fase enam,
Irzani (2009: 40-41) mengatakan model pembelajaran Provide recognition (Memberikan pengakuan atau penghargaan).
kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Siswa belajar dalam Model pembelajaran kooperatif tipe kartu arisan adalah
kelompok, aktif mendengarkan, mengemukakan pendapat dan model yang menggunakan prinsip arisan, yaitu mendapatkan
membuat keputusan bersama; 2) Kelompok siswa terdiri dari giliran menjawab atas suatu pertanyaan sesuai undian. Seluruh
siswa-siwa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah; jawaban dibagi merata kepada seluruh siswa. Kartu jawaban ada
3) Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari berbagai ditangan guru, ketika guru membacakan pertanyaan, siswa yang
ras, suku, agama, budaya, dan jenis kelamin yang berbeda, maka membawa jawaban yang sesuai harus menunjukkanya. Bagi siswa
diupayakan agar dalam setiap kelompok pun terdapat ras, suku, yang mampu menunjukkan jawaban yang sesuai, mendapat
agama, dan jenis kelamin yang berbeda pula; 4) Penghargaan hadiah tepuk tangan dari temannya, dan mendapat poin
lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada kerja perorangan. (Suprayogo, 2009: 279 ).Pada penerapan model pembelajaran
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk kooperatif tipe kartu arisan ini menggunakan media sebagai
mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, pelengkapnya yaitu gelas, kartu jawaban dan kartu soal yang
menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. manfaatnya dapat memenuhi kebutuhan siswa akan soal-soal
Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif latihan yang bervariasi karena kartu soal dibuat dengan berbagai
menuntut kerja sama dan interdependensi peserta didik dalam macam bentuk sesuai dengan indikator pencapaian, sehingga
struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya antusias siswa dalam pembelajaran meningkat dan siswa tidak
(Suprijono,2009: 61). Sedangkan Johnson dan Johnson (dalam bekerja atas permintaan guru atau pun menurut cara yang
Lie, 2008: 7) mengatakan bahwa suasana belajar secara kooperatif ditentukan guru karena siswa dituntut untuk berfikir, beraktivitas
learning menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang dan aktif berdiskusi serta bertanya dalam menyelesaikan soal
lebih positif dan penyesuaian psikologis yang lebih baik dari pada latihannya, dan penguasaan konsep suatu pokok bahasan dapat
suasana belajar yang penuh dengan persaingan dan memisah- terasah melalui soal latihan yang diberikan sehingga motivasi dan
misahkan siswa. prestasi belajar siswa pun dapat meningkat.
Dalam model pembelajaran kooperatif, para siswa akan Model pembelajaran tipe kartu arisan ini adalah model
duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan beberapa yang menggunakan prinsip arisan, yaitu mendapatkan giliran
orang untuk mendiskusikan materi yang disampaikan oleh guru. menjawab atas suatu pertanyaan sesuai undian. Seluruh jawaban
Model pembelajaran kooperatif dapat membuat perbedaan menjadi dibagi merata kepada seluruh siswa. Kartu jawaban ada ditangan
bahan pelajaran, selain itu pembelajaran kooperatif memiliki guru, ketika guru membacakan pertanyaan, siswa yang membawa
kelebihan mengembangkan hubungan antara siswa dari berbagai jawaban yang sesuai harus menunjukkanya. Bagi siswa yang
perbedaan yang ada, baik dari latar belakang etnik yang berbeda mampu menunjukkan jawaban yang sesuai, mendapat hadiah
hingga prestasi akademik. Pembelajaran kooperatif tidaklah tepuk tangan dari temannya, dan mendapat poin (Suprayogo,
sebatas duduk berdekatan antar siswa, melainkan mendiskusikan 2009: 279 ).
materi pelajaran bersama, saling membantu antar siswa Langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif
kendatipun aspek-aspek tersebut akan muncul dalam tipe Kartu Arisan adalah: (1) Guru menyiapkan beberapa soal dan
pembelajaran kooperatif. jawaban tentang materi yang telah diajarkan secara berpasangan.
Menurut Irzani (2009: 42), ada tiga tujuan yang ingin Soal dan jawaban ditulis dalam kartu, sedangkan kartu soal
dicapai dalam pengelolaan pembelajaran dengan model digulung. Masing-masing siswa mendapat 2 kartu jawaban dari 2
pembelajaran kooperatif: a) Hasil belajar akademik. Pembelajaran soal. (2) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diacapai.
kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam (3) Menjelaskan materi. (4) Membagi siswa ke dalam beberapa
tugas- tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model kelompok heterogen secara berpasangan. (5) Membagi kartu
pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa yang sulit. jawaban pada siswa masing-masing 2 lembar yang berbeda antara
b) Pengakuan adanya keragaman. Model pembelajaran kooperatif 1 siswa dengan siswa lainnya dan gulungan kartu soal dimasukkan
ISBN: 978-602-74245-0-0 499
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
ke dalam gelas. Sehingga dalam 1 kelompok terdapat 4 kartu Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 siklus.
jawaban. (6) Gelas yang telah berisi gulungan kartu soal diundi, Menurut Arikunto, Suhardjono dan Supardi (2011:16) menyatakan
kemudian dibacakan kepada siswa. (7) Memberi waktu pada siswa bahwa ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian
agar berdiskusi dengan kelompoknya untuk menyelesaikan soal tindakan dengan bagan yang berbeda, namun secara garis besar
yang dibacakan guru. (8) Memerintahkan kepada siswa yang terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan,
memiliki jawaban yang sesuai atas pertanyaan yang dibacakan (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun model
guru untuk tunjuk jari. (9) Apabila ada 1 siswa dari suatu kelompok dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai
yang tunjuk jari, menjawab benar sesuai dengan kartu jawaban berikut:
yang dibawa maka siswa tersebut mewakili kelompoknya untuk
mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas dan
mendapatkan poin 1 untuk kelompoknya. Dan apabila tidak ada
yang tunjuk jari atau yang tunjuk jari lebih dari satu orang, maka
guru harus menjelaskan jawabannya. Jawaban yang sesuai diberi
poin 1, tidak menjawab/salah diberi poin 0. (10) Menghitung
perolehan poin dari tiap-tiap kelompok, menjumlahkannya dan
mengumumkannya. Guru Memberikan penghargaan pada
kelompok yang mendapat poin terbanyak. Guru memberikan
pertanyaan rebutan, jika terdapat jumlah poin yang sama pada dua
kelompok atau lebih. Kelompok yang paling cepat dan menjawab
pertanyaan rebutan itu dengan tepat, kelompok itulah yang berhak
mendapat predikat juara. ?
Berdasarkan uraian langkah-langkah pembelajaran di
atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Gambar 1. Skema Model Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto,
Kartu Arisan merupakan tipe pembelajaran dimana siswa dibentuk 2007:16)
dalam kelompok kecil yang eterogen kemudian diberikan
kartu/kertas soal yang telah disiapkan dalam gelas dan setiap Berdasarkan Gambar 1 di atas dapat dijelaskan bahwa,
siswa akan mendapatkan soal tergantung hasil kocokan yang sesudah suatu siklus selesai diterapkan, khususnya sesudah
didapatkannya. Kemudian siswa menjawab kartu/kertas soal adanya refleksi, kemudian diikuti dengan adanya perencanaan
tersebut pada kartu jawaban yang telah disiapkan. Sehingga ulang (Planning) atau revisi terhadap penerapan siklus
melalui pembelajaran kooperatif tipe Kartu Arisan diharapkan dapat sebelumnya. Selanjutnya berdasarkan perencanaan ulang
meningkatkan motivasi belajar serta antusias siswa dalam tersebut dilaksanakan dalam bentuk tersendiri. Demikian untuk
pembelajaran karena siswa dituntut untuk aktif berdiskusi dan seterusnya, secara rinci prosedur tindakan ini dijabarkan sebagai
bertanya dalam menyelesaikan soal latihannya, sehingga berikut: 1) Tahap Perencanaan Tindakan, meliputi penyusunan
penguasaan konsep suatu pokok bahasan dapat terasah melalui RPP, lembar observasi kegiatan guru, angket motivasi belajar, soal
soal-soal yang diberikan, dan dengan penerapan model evaluasi, dan pedoman penilaian. 2) Tahap Pelaksanaan
pembelajaran kooperatif tipe Kartu Arisan ini siswa dapat lebih Tindakan, melaksanakan semua hal yang telah direncanakan pada
memahami konsep-konsep dari materi segitiga tersebut sebagai tahap perencanaan. Sedangkan evaluasinya dilakukan dengan
hasil dari proses berfikir mereka setelah siswa mengerjakan variasi memberikan tes pada akhir tindakan atau akhir setiap siklus untuk
soal latihan yang diberikan, sehingga motivasi dan prestasi belajar mengetahui sejauh mana penguasaan materi yang telah diberikan.
siswa pun dapat meningkat. 3) Tahap Observasi, dilakukan secara kontinyu setiap kali
berlangsungnya pelaksanaan tindakan dengan mengamati
METODE PENELITIAN kegiatan belajar siswa dan kegiatan guru dalam proses belajar
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian mengajar. Observasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian
ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan antara perencanaan dan pelaksanaaan tindakan. 4) Tahap
kelas merupakan suatu penelitian yang akar permasalahanya Refleksi, dilakukan pada akhir siklus. Pada tahap ini, peneliti
muncul di kelas, dan dirasakan langsung oleh guru yang bersama guru mengkaji pelaksanaan dan hasil yang diperoleh
bersangkutan (Arikunto, 2011: 104). Penelitian tindakan kelas dalam pemberian tindakan tiap siklusnya. Sebagai acuan dalam
bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran yang terjadi di refleksi ini adalah hasil observasi dan evaluasi serta melalui
dalam kelas. Beberapa permasalahan di dalam kelas diantaranya pengamatan langsung jika ada hal-hal yang perlu untuk ditambah
kurangnya motivasi yang berakibat pada keaktifan siswa dalam ataupun dikurangi dalam lembar observasi berikutnya. Hasil ini
proses pembelajaran juga semakin jauh dari harapan serta digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki serta
rendahnya prestasi belajar siswa dikelas menyebabkan peneliti menyempurnakan perencanaan dan pelaksanaan tindakan pada
melakukan penelitian tindakan kelas, karena motivasi belajar yang siklus selanjutnya.
tinggi tentu akan mempengaruhi kualitas hasil pembelajaran. Penilaian motivasi siswa dilakukan secara klasikal
Kualitas hasil pembelajaran dapat dilihat pada perolehan nilai menggunakan angket. Kemudian data yang diperoleh dianalisis
sehingga minimal mencapai batas minimal atau kriteria ketuntasan sebagai berikut: 1) Menentukan skor motivasi belajar siswa.
minimal (KKM). Oleh sebab itu PTK adalah solusi yang paling tepat Penskoran motivasi belajar siswa dalam proses belajar mengajar
untuk memperbaiki kondisi tersebut karena PTK bertujuan untuk sebagai berikut: Pertanyaan positif, Skor 5 untuk selalu, Skor 4
memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran sehingga untuk sering, Skor 3 untuk kadang-kadang, Skor 2 untuk jarang,
permasalahan-permasalahan yang ada di dalam kelas dapat Skor 1 untuk tidak pernah. Pertanyaan negatif, Skor 5 untuk tidak
teratasi. Penelitian ini dilakukan di kelas VII MTs. Nurul Wathan pernah, Skor 4 untuk jarang, Skor 3 untuk kadang-kadang, Skor 2
Remajun.
ISBN: 978-602-74245-0-0 500
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
untuk sering, Skor 1 untuk selalu. 2) Menentukan rata-rata motivasi kegiatan guru lebih besar atau sama dengan 66,5 dan lebih kecil
belajar siswa. dari 85,5 maka kriteria kegiatan guru termasuk dalam kategori baik.
Untuk menggetahui kriteria motivasi belajar matematika Jika nilai kegiatan guru lebih besar atau sama dengan 47,5 dan
dalam proses pembelajaran, maka data hasil angket motivasi yang lebih kecil daripada 66,5 maka kriteria kegiatan guru termasuk
berupa skor diolah dengan menggunakan rumus sebagai berikut: dalam kategori sedang. Jika nilai kegiatan guru lebih besar atau
𝑋̅ =
∑𝑋 sama dengan 28,5 dan lebih kecil daripada 47,5 maka kriteria
𝑁 kegiatan guru termasuk dalam kategori kurang. Sedangkan jika
Keterangan:
nilai kegiatan guru kurang dari 28,5 termasuk dalam kategori
𝑋̅ = Rata-rata skor angket motivasi belajar sangat kurang.
Σ𝑥 = Jumlah seluruh skor angket siswa Setelah memperoleh data tes hasil belajar maka data
N = Jumlah siswa tersebut dianalisis dengan mencari ketuntasan individu dan
Nilai Standar Deviasi ideal (SDi) dan rata–rata/mean ketuntasan klasikal kemudian dianalisis secara kuantitatif.
ideal (Mi) dikonversikan ke dalam lima kategori berikut: 1. Ketuntasan Individu.
Tabel 1. Kriteria Motivasi Belajar Siswa Setiap siswa dalam proses belajar mengajar
Interval Interval skor Kategori
dikatakan tuntas secara individu apabila memperoleh nilai ≥ 70
Ms ≥ MI + 1,5 SDI 𝑋̅ ≥ 135 Sangat Tinggi
yang menjadi kriteria ketuntasan minimum (KKM) di MTs. Nurul
MI + 0,5 SDI ≤ Ms < MI + 1,5 SDI 105 ≤ 𝑋̅ < 135 Tinggi
MI – 0,5 SDI ≤ Ms < MI + 0,5 SDI 75 ≤ 𝑋̅< 105 Sedang
Wathan Remajun untuk mata pelajaran matematika.
MI – 1,5 SDI ≤ Ms < MI – 0,5 SDI 45 ≤ 𝑋̅< 75 Rendah 2. Ketuntasan belajar secara klaksikal
Ms < MI – 1,5 SDI 𝑋̅< 45 Sangat Rendah Nilai evaluasi diperoleh setelah dilakukan tindakan
(Nurkancana dan Sunartana, 1990:103) kelas, kemudian dianalisis untuk mengetahui kentuntasan hasil
Berdasarkan tabel di atas, ada lima kriteria motivasi belajar. Ketuntasan secara klaksikal dihitung dengan
belajar siswa yakni sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan menggunakan rumus:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 ≥70
sangat rendah. Jika nilai Standar Deviasi ideal (SDi) dan rata- KK= 𝑋 100 %
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑖𝑘𝑢𝑡𝑖 𝑡𝑒𝑠
rata/mean ideal (Mi) dikonversikan ke dalam lima kategori rumus di Sesuai dengan petunjuk tekhnik penilaian diatas, kelas
atas, jika nilai rata-rata lebih besar atau sama dengan 135, maka dapat dinyatakan tuntas secara klasikal apabila ketuntasan klasikal
kriteria motivasi belajar siswa termasuk dalam kategori sangat mencapai ketuntasan sebesar ≥ 85 %
tinggi. Jika nilai rata-rata lebih besar atau sama dengan 105 dan
lebih kecil dari 135 maka kriteria motivasi belajar siswa termasuk HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam kategori tinggi. Jika nilai rata-rata lebih besar atau sama Penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan prosedur
dengan 75 dan lebih kecil daripada 105 maka kriteria motivasi penelitian tindakan kelas yang telah ditetapkan yaitu diawali
belajar siswa termasuk dalam kategori sedang. Jika nilai rata-rata dengan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi sampai
lebih besar atau sama dengan 45 dan lebih kecil daripada 75 maka dengan refleksi yang telah dipaparkan pada hasil penelitian.
kriteria motivasi belajar siswa termasuk dalam kategori rendah. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari siklus I
Sedangkan motivasi belajar siswa termasuk dalam kategori sangat dan siklus II, kenyataan hasilnya mengalami peningkatan pada
rendah jika nilai rata –rata kurang dari 45. motivasi belajar dan kegiatan guru secara kualitatif maupun
Penilaian kegiatan guru dilakukan dengan menggunakan kuantitatif (prestasi belajar siswa). Dari hasil observasi pada siklus
lembar observasi pada saat dilaksanakan kegiatan pembelajaran I dan siklus II diperoleh rata-rata motivasi siswa sebesar 72,27
dan dilakukan oleh observer. Dimana kegiatan guru bisa dikatakan dengan kategori sedang untuk siklus 1 dan pada siklus II motivasi
optimal apabila kegiatan guru minimal berkatagori baik. Kemudian siswa meningkat sebesar 108,48 dengan kategori tinggi. Hal ini
data yang telah diperoleh dianalisis sebagai berikut: 1) Menentukan terlihat dari kegiatan siswa pada saat pembelajaran saling berebut
skor. Adapun cara menentukan skor kegiatan guru sebagai berikut: untuk mengerjakan soal di depan (mempresentasikan jawaban
Untuk kegiatan guru skor maksimal adalah 95 yang diperoleh dari kelompok yang diundi oleh guru). Sehingga motivasi siswa
semua aspek yang diobservasi (19) yang ada pada lembar mengalami peningkatan karena sebagian besar dari siswa
observasi guru kemudian dikalikan dengan skor tertinggi (5), termotivasi dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif
sedangkan skor minimal adalah 19 diperoleh dari semua aspek tipe kartu arisan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sahran (1990)
yang diobservasi (19) kemudian dikalikan dengan skor terendah yang menyatakan bahwa siswa yang belajar menggunakan metode
(1). 2) Menentukan kriteria kegiatan guru. Kriteria kegiatan cooperative learning akan memiliki motivasi yang tinggi karena
mengajar guru dapat dilihat pada tabel berikut: didorong dan didukung dari rekan sebaya (Isjoni, 2010: 23).
Tabel 2. Kriteria Untuk Menentukan Kegiatan Guru Dalam belajar, motivasi memegang peranan penting.
Interval Interval skor Kategori
Motivasi adalah sebagai pendorong siswa dalam belajar.
Kg ≥ MI + 1,5 SDI kg ≥ 85,5 Sanagat Baik
Intensitas belajar siswa sudah barang tentu dipengaruhi oleh
MI + 0,5 SDI ≤ Kg < MI + 1,5 SDI 66,5 ≤ Kg < 85,5 Baik
MI – 0,5 SDI ≤ Kg < MI + 0,5 SDI 47,5 ≤ Kg 66,5 Cukup Baik
motivasi. Siswa yang ingin mengetahui sesuatu dari apa yang
MI – 1,5 SDI ≤ Kg < MI – 0,5 SDI 28,5 ≤ Kg < 47,5 Kurang dipelajarinya adalah sebagai tujuan yang ingin siswa capai selama
Kg < MI – 1,5 SDI Kg < 28,5 Sangat kurang belajar. Karena siswa mempunyai tujuan ingin mengetahui
(Nurkancana dan Sunartana, 1990:103) sesuatu itulah akhirnya siswa terdorong untuk mempelajarinya
Berdasarkan tabel di atas, ada lima kriteria kegiatan guru (Djamarah, 2012: 27).
yakni sangat baik, baik, cukup baik, kurang, dan sangat kurang. Dari hasil evaluasi pada siklus I diperoleh rata-rata kelas
Jika nilai Standar Deviasi ideal (SDi) dan rata-rata/mean ideal (Mi) 69,12 dari 29 siswa dengan nilai terendah 28,5 dan nilai tertinggi
dikonversikan ke dalam lima kategori rumus di atas, jika nilai 100. Pada tahap I juga diperoleh persentase ketuntasan kelas
kegiatan giru lebih besar atau sama dengan 85,5, maka kriteria 71.42%. Hasil ini belum sesuai dengan ketuntasan minimal yang
kegiatan guru termasuk dalam kategori sangat baik. Jika nilai
ISBN: 978-602-74245-0-0 501
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
diharapkan yaitu >85%. Ketidak tuntasan ini disebabkan oleh penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi
beberapa hal, diantaranya: siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan
1. Guru kurang mempersiapkan diri dalam pelaksanaan sosial.
pembelajaran sehingga guru kurang mampu melaksanakan Hal ini juga sesuai dengan teori cooperative learning
rencana pembelajaran dengan maksimal. dimana dalam cooperative learning meskipun mencakup beragam
2. Kesiapan dan semangat siswa masih belum terlihat dalam tujuan sosial, juga memperbiki prestasi siswa atau tugas-tugas
proses pembelajaran. akademis penting lainya (Isjoni, 2010: 27).
3. Kesulitan siswa dalam berkomunikasi dan kurangnya rasa
percaya diri siswa dalam bertanya maupun menanggapi KESIMPULAN
pertanyaan guru, sehingga siswa kurang partisipatif dalam Berdasarkan analisa data dan pembahasan hasil
pembelajaran. penelitian setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif
4. Suasana kelas kurang efektif karena guru kurang maupun tipe kartu arisan maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa
dalam mengelola kelas secara kondusif. analisis angket motivasi belajar meningkat dan termasuk pada
Dari hasil ini perlu adanya perbaikan dan penyempurnaan kategori tinggi dengan rata-rata nilainya 108,48%. Hal ini juga
demi tercapai prestasi belajar yang mencapai ketuntasan minimal, dapat dilihat dengan adanya peningkatan prestasi belajar siswa
berbagai perbaikan dan penyempurnaan dilakukan anatara lain: dari siklus I ke siklus II yaitu 71,42% meningkat menjadi 88,88%.
1. Guru lebih meningkatkan persiapannya sebelum pelaksanaan Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam proses
pembelajaran supaya dapat menjalankan rencana pembelajarannya adalah: 1) Guru membagi siswa kedalam
pembelajaran dengan maksimal. beberapa kelompok yang heterogen, 2) Guru memberikan
2. Guru lebih memotivasi siswa sehingga semangat dalam dan kartu/kertas soal yang telah disiapkan dalam gelas dan setiap
partisipatif dalam mengikuti pembelajaran. siswa akan mendapatkan soal tergantung hasil undian, 3) Siswa
3. Guru lebih giat lagi melatih siswa dalam berkomunikasi dan menjawab kartu soal tersebut pada kartu jawaban yang telah
lebih dekat siswadengan siswa sehingga siswa tidak merasa disiapkan.
takut dan sungkan dalam bertanya maupun mengemukakan
pendapatnya. DAFTAR PUSTAKA
4. Guru harus mampu menciptakan suasana yang lebih kondusif Arikunto, S.2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan praktik (
sehingga siswa dapat belajar dengan tenang. Edisi Revisi VI ). Jakarta: Rineka Cipta.
Karena hasil yang dicapai pada siklus I belum mencapai Arikunto, S.2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan praktik
ketuntasan, maka penelitian ini dilanjutkan ke siklus II. Pada siklus (Edisi Revisi 2010). Jakarta: Rineka Cipta.
II ini, setelah guru memberikan evaluasi, maka diperoleh nilai rata- Arikunto, S. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: BumiAksara.
rata kelas 74,72 dari 27 siswa yang hadir. Presentasi ketuntasan Djamarah, S. B. 2012. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru.
kelas mencapai 88,88%, dengan jumlah siswa yang tuntas Surabaya: Usaha Nasional.
sebanyak 24 orang dan siswa yang tidak tuntas sebanyak 5 orang. Hanafiah. N dan C. Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran.
Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada siklus II ini Bandung: Refika Aditama.
terjadi peningkatan,baik pada motivasi siswa maupun pada Hudoyo. H. 1983. Pengembangan Kurikulum Matematika Dan
kegiatan guru yang ditandai oleh indikator-indikator pada angket Pelaksanaannya Di Depan Kelas. Surabaya: Usaha
motivasi siswa yang sebagian besar berada pada kategori tinggi Nasional.
dan kegiatan guru berkategori baik, maupun peningkatan secara Irzani. 2009. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Banguntapan
kuantitatif. Sehingga persentase ketuntasan pada siklus II ini Bantul: Media Grafindo Press.
sudah mencapai standar ketuntasan minimum yaitu >85%, yaitu Nuharini. W. dan T. Wahyuni. 2008. Matematika Konsep dan
sebesar 88,88%. Aplikasinya 2 (BSE). Jakarta: Pusat Pembukuan
Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang dicapai siswa Departemen Pendidikan Nasional.
telah mencapai standar ketuntasan yang telah ditetapkan yaitu Nurkancana dan Sunartana. 1984. Evaluasi Hasil Belajar.
>85%. Ini berarti penelitian tindakan ini tidak dilanjutkan lagi ke Surabaya: Usaha Nasional.
siklus berikutnya. Nurkancana. 1990. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha
Tabel 3. Data Ketuntasan belajar siswa kelas VII MTs. Nurul Nasional.
Wathan Remajun Slameto. 2004. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang
Evaluasi Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Rata-rata % ketuntasan Keterangan Sudjana. N. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Transito Bandung.
siklus
1 69,12 71,42% Tidak tuntas Suprayogo, P. 2009. Pembelajaran Model Kartu Arisan. Jurnal
2 74,72 88,88% Tuntas Didaktika, 279.
Suprijono. A. 2009. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi
Dari tabel di atas rata-rata masing-masing siklus dan Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
persentasi ketuntasan mengalami peningkatan antara siklus I dan Sutarto. 2011. Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
siklus II rata-ratanya meningkat sekitar 5,00 poin dengan Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dan jigsaw
porsentasi ketuntasan meningkat 17,46%. Ditinjau dari Motivasi Belajar, Sikap dan Kemampuan
Dengan demikian pembelajaran menggunakan model Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA. Volume 10
pembelajaran kooperatif kartu arisan pada pembelajaran nomor 2. Lembaga penelitian dan pengabdian pada
matematika dapat meningkatkan motivasi siswa yang berdampak masyarakat. jurnal kependidikan, 1999.
pada peningkatan prestasi belajar siswa. Hal ini sejalan dengan Isjoni. 2010. Cooperative learning. Bandung: Alfabeta.
pendapat Slavin dalam Sanjaya yang menyatakan bahwa

ISBN: 978-602-74245-0-0 502


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PEMBUATAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG DAN
APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN UNTUK
MENURUNKAN KADAR LOGAM Cu
Yeti Kurniasih1, Ahmadi2, Dwi Sabda Budi Prasetya.3, Sry Agustina4
1,2,4Penddikan Kimia IKIP Mataram.
3Pendidikan Fisika IKIP Mataram

e-mail: yeti_kurniasih2000@yahoo.com

ABSTRAK: Kitosan merupakan modifikasi dari senyawa kitin yang banyak terdapat dalam kulit luar hewan golongan crustaceae seperti
udang, lobster dan kepiting. Salah satu sumber daya alam di bidang perikanan yang sangat melimpah adalah udang. Selama ini
pemanfaatan cangkang udang hanya terbatas sebagai pakan ternak dan bahkan dibiarkan begitu saja sampai membusuk sehingga
menggangu estetika lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar rendemen serta kualitas kitin dan kitosan yang
dihasilkan dari cangkang udang serta untuk mengetahui seberapa besar kapasitas adsorpsi kitosan dari cangkang udang sebagai
adsorben untuk menurunkan kadar logam Cu. Tahap pembuatan kitosan meliputi: tahap demineralisasi dengan HCl 1,5M, tahap
deproteinasi dengan NaOH 3,5% serta tahap deasetilasi dengan NaOH 60%. Selanjutnya kitosan yang diperoleh dikarakterisasi dan
ditentukan kapasitas adsorpsinya terhadap ion logam Cu. Kadar Cu pada sampel sebelum dan sesudah diadsorpsi diukur dengan AAS
(Atomic Absorption Spectroscopy). Dari hasil penelitian diperoleh karakterisasi kitosan sebagai berikut: rendemen 67,08%, memiliki tekstur
serbuk bewarna putih, tidak berbau, memiliki kadar air 1,55% serta larut sempurna dalam asam asetat glasial 2%. Kitosan yang diperoleh
dari hasil penelitian mampu mengadsorpsi logam Cu sampai konsentrasi 100 ppm dengan persen adsorpsi sebesar 90,37%.

Kata Kunci: Cangkang Udang, Adsorben, Kitosan

PENDAHULUAN METODE PENELITIAN


Kitosan merupakan polimer yang bersifat polikationik. 1. Alat
Kitosan dengan struktur [β-(1-4)-2-amina -2-deoksi - D-glukosa] Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
merupakan hasil dari deasetilasi dari kitin (Apsari, 2010). Seperangkat alat penggerus, Magnetic stirrer with heater 79-1,
Keberadaan gugus hidroksil dan amino sepanjang rantai polimer Oven memmert UNB-400, Desikator, Timbangan analitik ohaus,
mengakibatkan kitosan sangat efektif mengadsorpsi kation ion Stop watch, Spektrofotometer AAS, Statif dan klem, pH universal,
logam berat maupun kation dari zat-zat organik (protein dan Termometer, Pengaduk magnetik, Alat Sentrifugasi, Corong,
lemak). Interaksi kation logam dengan kitosan terjadi melalui Ayakan 80 mesh, Pipet volume, Labu ukur, Gelas beker, dan alat-
pembentukan kelat koordinasi oleh atom N gugus amino dan O alat kimia lainnya yang biasa digunakan di laboratorium.
gugus hidroksil (Tao Lee, et al. 2001). Kitosan adalah turunan dari 2. Bahan
kitin yang banyak terdapat dalam kulit luar hewan golongan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
crustaceae seperti udang, lobster dan kepiting (Kusumaningsih, Cangkang udang yang dikumpulkan dari pasar Kebun Roek
2004). Kitosan dapat diaplikasikan dalam banyak bidang Ampenan, HCl p.a, NaOH p.a, CH3COOH p.a, CuSO4.5H2O
dikarenakan adanya gugus amino pada posisi C2 dan juga karena sebagai larutan standar, Ninhidrine sebagai pengoksidasi gugus
gugus hidroksil primer dan sekunder pada posisi C3 dan C6. amina pada kitosan, AgNO3 untuk mengidentifikasi ion Cl- ,
Adanya gugus fungsi tersebut menyebabkan kitosan memiliki Indikator PP untuk mengidentifikasi kandungan OH-, Aquades.
reaktifitas kimia yang tinggi (Marganof, 2003). Kitosan merupakan 3. Tahap Penelitian
senyawa yang tidak larut dalam air, namun hanya larut dalam asam Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan yaitu
organik dan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat pembuatan kitosan dari cangkang udang serta mengukur kapasitas
organik lainnya seperti protein (Karthikeyan, et al. 2004). Menurut adsorpsi kitosan terhadap logam Cu. Tahapan-tahapan tersebut
Li, et al. (1992), kitosan juga dapat larut dalam asam anorganik dapat diuraikan secara rinci sebagai berikut :
seperti asam nitrat, HCl, asam perklorat, dan H3PO4 setelah a. Tahap persiapan : pada tahap ini dilakukan proses penyiapan
dikocok dan dipanaskan untuk waktu yang lama. Kelarutannya larutan diperlukan yaitu stok Cu 100 ppm, HCl 1,5 M, NaOH
dalam asam organik disebabkan oleh kandungan amino yang 3,5%, NaOH 60%, dan CH3COOH 2%.
dimiliki oleh kitosan akan membentuk larutan kental yang dapat b. Tahap pembuatan kitosan : pada tahap ini dimulai dari
digunakan untuk membentuk gel dalam berbagai bentuk seperti persiapan bahan yaitu limbah cangkang udang yang diproses
partikel, membran, lapisan, serat dan spon (Jin, et al. 2003). hingga membentuk serbuk dengan ukuran 80 mesh untuk
Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan kitosan selanjutnya dihilangkan mineral yang terkandung. Tahap
dari cangkang udang dan diaplikasikan sebagai absorben untuk berikutnya adalah menghilangkan protein, yaitu dengan
menurunkan kadar kandungan logam Cu. Melalui penelitian yang menambahkan larutan NaOH 3,5% perbandingan 1:10 (b/v)
telah dilakukan dapat diketahui seberapa besar rendemen serta antara pelarut dengan sampel. Campuran tersebut dipanaskan
kualitas kitin dan kitosan yang dihasilkan dari cangkang udanng. pada suhu 40-50oC selama 4 jam sambil dilakukan
Kitosan yang dihasilkan juga dapat diketahui kapasitas adsorpsi pengadukan dengan kecepatan 50 rpm kemudian dilakukan
kitosan dari cangkang udang sebagai adsorben untuk menurunkan sentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 2000 rpm,
kadar logam Cu. sehingga diperoleh padatan dalam bentuk supersenatan. Filtrat
terakhir yang diperoleh diuji dengan indikator PP, bila tidak
terjadi perubahan warna merah bata maka sisa ion OH- yang
terkandung sudah hilang. Selanjutnya padatan disaring dan
ISBN: 978-602-74245-0-0 503
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
didinginkan sehingga diperoleh kitin yang kemudian dicuci Parameter Kitosan Kitosan
dengan aquades. Padatan yang diperoleh dikeringkan dalam Hasil standard
oven 80oC selama 24 jam kemudian didinginkan dalam Peneliian internasional
desikator. Tahap berikutnya deasetilasi Hasil yang diperoleh Uji dengan Positif -
dari proses deproteinasi dilanjutkan dengan proses deasetilasi larutan berwarna
dengan menambahkan NaOH 60% dengan perbandingan 1:20 ninhidrin ungu
(b/v). Campuran diaduk dan dipanaskan pada suhu 40-50oC
selama 4 jam dengan kecepatan pengadukan 50 rpm
kemudian dilakukan sentrifugasi selama 15 menit pada Hasil penelitian seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.2
kecepatan 2000 rpm, sehingga diperoleh padatan dalam diketahui bahwa kitosan yang diperoleh telah memenuhi nilai
bentuk supersenatan. Padatan yang diperoleh dinetralkan standar internasional sehingga bisa digunakan untuk berbagai
dengan aquades sampai pH netral. Padatan kemudian aplikasi. Kitosan yang dihasilkan memiliki kadar air yang rendah.
dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC selama 24 jam. Kadar air pada kitosan dipengaruhi oleh proses keberhasilan pada
saat pengeringan, lama pengeringan yang dilakukan, jumlah
HASIL DAN PEMBAHASAN kitosan yang dikeringkan dan luas permukaan tempat kitosan yang
1. Sintesis kitosan dikeringkan. Kelarutan kitosan dalam asam asetat glasial
Proses sintesis kitosan terdiri dari 2 tahapan yaitu isolasi merupakan salah satu parameter yang dapat dijadikan sebagai
kitin dan tahap deasetilasi. Tahap isolasi kitin terbagi menjadi dua standar penilaian mutu kitosan. Semakin tinggi kelarutan kitosan
tahapan yaitu tahap demineralisasi dan deproteinasi. Dari setiap dalam asam asetat glasial 2% (1gr/100ml) berarti mutu kitosan
tahapan proses pembuatan kitosan tersebut diperoleh rendemen yang dihasilkan semakin baik. Kitosan yang dihasilkan memiliki
yang dapat dilihat pada tabel 1. kelarutan yang sempurna dalam asam asetat glasial 2%. Kelarutan
Tabel 1. Tabel 4.1. Rendemen Kitin dan Kitosan. diamati dengan 37 membandingkan kejernihan larutan kitosan
Berat cangkang udang awal (g) 200 dengan kejernihan pelarutnya. Membuktikan ada tidaknya gugus
Berat sampel setelah demineralisasi (g) 95 amina pada kitosan, dilakukan uji menggunakan larutan ninhidrin,
uji ninhidrin kitosan hasil sintesis menunjukkan positif yang dapat
Berat sampel setelah deproteinasi/kitin 73,521
dilihat dari perubahan warna ungu yang terjadi setelah kitosan
(g)
diinteraksikan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin merupakan
Kitosan yang diperoleh (g) 47,305
oksidator kuat yang bereaksi dengan gugus amina dari senyawa
Rendemen kitosan (%) 67,08
kitosan pada pH 4-8 menghasilkan senyawa hasil ikatan antara
hidrindantin dan ninhidrin melalui jembatan nitrogen yang bewarna
Rendemen kitosanyang diperoleh dalam penelitian ini ungu (Sanjaya, at al, 2007).
sebesar 67,08%, apabila dibandingkan dengan penelitian yang 3. Kapasitas absorbsi
dilakukan oleh Sinaga (2009) yang menggunakan NaOH 50% pada Kapasitas adsorbsi dilihat dengan menganalisa kandungan
proses deasetilasinya menghasilkan rendemen kitosan sebesar Cu sebelum dan sesudah diadsorbsi menggunakan AAS. Hasil
26,33%. Hal ini disebabkan karena NaOH yang digunakan pada analisa dapat dilihat pada table 3.
penelitian ini dengan konsentrasi basa tinggi (60%) menyebabkan Tabel 3. Persen Cu yang teradsorbsi
zat-zat yang bereaksi semakin cepat berlangsung sehingga
Konsenrasi Konsentrasi Konsentrasi %
semakin besar kemungkinan terjadinya tumbukan antara kitin dan
Cu awal Cu yang Cu yang Adsorbsi
basa kuat tersebut, sehingga semakin banyak kitin yang diubah
(ppm) tersisa eradsorbsi
menjadi kitosan.
(ppm) (ppm)
2. Karakterisasi kitosan
25 0,734 23,266 97,06
Kitosan yang telah dihasilkan pada penelitian ini
50 1,34 48,652 97,3
dikarakterisasi untuk melihat mutu dari produk.Hasil karakterisasi
kitosan hasil penelitian dibandingkan dengan standar internasional 75 3,803 71,197 94,93
dapat dilihat pada table 2. 100 9,633 90,367 90,37
Tabel 2. Karakterisasi kitosan
Parameter Kitosan Kitosan Kapasitas adsorpsi terhadap logam Cu dari kitosan dalam
Hasil standard penelitian ini dibandingkan dengan adsorben tanah liat dari tanah
Peneliian internasional awu yang mengandung 14,98% monmorillonite, menunjukkan
Kadar air 1,55% ≤ 10% bahwa kitosan memiliki kemampuan adsorpsi 290 kali lebih besar
dibandingkan tanah liat. Hal ini ditunjukkan oleh persentase Cu
Kelarutan Larut Larut
yang teradsorpsi oleh tanah liat sebesar 62% dengan konsentrasi
dalam asam
Cu 5 ppm dengan volume larutan 25 ml untuk 1 gram tanah liat
asetat 2% (1
sehingga kapasitas adsorpsi adalah 0,0775 mg Cu/g adsorben.
gr/100ml)
Kitosan yang diperoleh dari penelitian dapat mengadsorpsi 90%
Tekstur Serbuk Serbuk
logam Cu 100 ppm dengan volume larutan 25 ml untuk 0,1 gram
Warna Putih Putih sampai
kitosan sehingga diperoleh kapasitas adsorpsi adalah 22,5 mg
kuning pucat
Cu/gr adsorben.
Bau Tidak Tidak berbau
berbau SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

ISBN: 978-602-74245-0-0 504


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
1. Hasil karakterisasi kitosan sebagai berikut: rendemen 67,08%, Kusumaningsih, Triana, et al. 2004. Pembuatan Kitosan dari Kitin
memiliki tekstur serbuk bewarna putih, tidak berbau, memiliki Cangkang Bekicot. Jurnal Biofarmasi 2 (2): 64-68,
kadar air 1,55% serta larut sempurna dalam asam asetat glasial Agustus 2004, ISSN: 1693- 2242. Surakarta: UNS.
2%. Li, et al. 1992. Application and Properties of Chitosan.: Goosen
2. Kitosan dengan massa 0,1 gr mampu menurunkan kadar logam MFA, editor.Application and Properties of Chitosan.
Cu sampai konsentrasi 100 ppm dengan persentasi adsorpsi ≥ Lancaster: technomic, hlm 3-21.
90% Marganof. 2003. Potensi Limbah Udang sebagai Penyerap Logam
Berat (Timbal, Kadmium, dan Tembaga) di Perairan.
Dafar Pustaka Makalah Pribadi. Bogor: Program Pasca
Apsari, Ajeng Tanindya, et al. 2010. Studi Kinetika Penjerapan Ion Sarjana/S3, IPB
Chromium dan Ion Tembaga Menggunakan Kitosan Sanjaya, Indah, et al. 2007. Adsorpsi Pb(II) oleh Kitosan Hasil
Produk dari Cangkang Kepiting. Skripsi. Semarang: Isolasi Kitin Cangkang Kepiting Bakau (Scylla).
UNDIP. Jurnal Ilmu Dasar Vol. 8 No.1 2007 : 30-36.
Jin, J, et al. 2004. Novel Chitosan-Based film Cross-Linked by Tao lee, S, et al. 2001. Equilibrium and Kinetic Studies of Copper(II)
Genipin with Improved Physical Properties. Jurnal Ion Uptake by Chitosan Tripolyphosghate Chelating
Biomacromol. 5:162-168. Resin. Polymer 42: 1879- 1892.
Karthikeyan, G, et al. 2004. Adsorption Dynamic and Equilibrium
Studies of Zn(II) Onto Chitosan. J Chem Sci 116:119-
127.

ISBN: 978-602-74245-0-0 505


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PERBANDINGAN AKTIVASI ASAM DAN BASA PADA TANAH LIAT DARI TANAK AWU TERHADAP
KARAKTERISTIK DAN DAYA ADSORBSINYA UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM PERAK
DALAM AIR
Yeti Kurniasih1, Nova Kurnia2, Baiq Asma Nufida3
123Dosen Program Studi Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram
e-mail: yeti_kurniasih2000@yahoo.com

ABSTRAK: Tanah liat dari Tanak Awu berpotensi untuk dikembangkan sebagai adsorben, namun penggunaannya secara langsung
memberikan hasil yang kurang maksimal. Peningkatan potensi tanah liat sebagai adsorben dapat dilakukan melalui aktivasi secara kimia
menggunakan larutan asam atau basa. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan karakteristik dan daya adosrbsi tanah liat yang
diaktivasi menggunakan larutan asam dan basa. Pada penelitian ini aktivasi secara asam dilakukan menggunakan HCl dan secara basa
menggunakan larutan NaOH. Variabel yang dipelajari adalah pengaruh konsentrasi asam dan basa pada aktivasi tanah liat terhadap luas
permukaan adosrben, keasaman permukaan dan kemampuan adsorbsinya dalam menurunkan kadar logam Ag. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa konsentrasi larutan pengaktivati berpengaruh terhadap karakteristik dan kemampuannya mengadsorbsi ion logam
perak. Hasil optimum diperoleh pada aktivasi dengan larutan HCl 1 M, dimana luas permukaan adsorben meningkat menjadi 4,50
m2/gram, keasaman permukaan 1,80 mmol NaOH/gram dan kemampuan adsorbsinya dalam menurunkan kadar logam perak sebesar
93,06 % dengan jumlah teradsorbsi 0,4653 mg/g.

Kata kunci : Adsorbsi, aktivasi, tanah liat

ABSTRACT: Clay of Tanak Awu has the potential to be developed as an adsorbent, but its use directly results less than the maximum.
Increasing the potential of clay as an adsorbent can be done through the activation of chemically using a solution of acid or base. This
study aimed to compare the characteristics and ability adsorbstion activated clay using a solution of acids and bases. In this study, the
activation is performed using HCl and alkaline using NaOH solution. The variables studied were the effect of the concentration of acids
and bases on the activation of the clay against adosrben surface area, surface acidity and ability adsorbstion in lowering levels of metals
Ag. The results showed that the concentration of the activator solution affect the characteristics and ability to adsorb metal ions of silver.
The optimum results obtained on activation with a solution of 1 M HCl, wherein the adsorbent surface area increased to 4,50 m2/gram,
surface acidity 1,80 mmol/gram and ability adsorbstion in lowering levels of silver is 93.06% by the number of adsorbed 0.4653 mg / g.

Key Word: Adsorption, Silver Industry, Clay

PENDAHULUAN liat sebagai adsorben, dimungkinkan karena mineral


Logam berat merupakan salah satu pencemar yang sangat Montmorillonite yang terkandung dalam tanah liat mempunyai
berbahaya bagi manuasia dan lingkungannya. Perak (Ag) struktur yang berongga, sehingga tanah liat mampu menyerap
merupakan salah satu contoh logam berat yang banyak digunakan sejumlah besar molekul yang berukuran lebih kecil atau sesuai
dalam bidang industri, khususnya industri kerajinan. Sekarbela dengan ukuran rongganya. Penelitian sebelumnya untuk
merupakan sentra kerajinan perak di Lombok dimana sebagian mengetahui potensi tanah liat dari Tanak Awu sebagai adsorben
penduduknya bekerja sebagai pengrajin perak. Dari proses sudah dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah liat
pengolahan perak tersebut dihasilkan limbah cair yang berpotensi tanpa diaktivasi dapat menurunkan kadar logam Cu pada limbah
mencemari lingkungan. Limbah cair kerajinan perak adalah limbah cair karajinan perak sebesar 62 % dengan massa tanah liat 4 gram
berbentuk cair yang berasal dari proses perendaman dengan per liter limbah (Hallaby, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa tanah
tawas, larutan HCl dan proses pengolahan mineral perak. liat dari Tanak Awu berpotensi untuk dikembangkan sebagai
Parameter yang digunakan untuk mendefinisikan daya pencemar adsorben untuk menurunkan kadar logam berbahaya di perairan.
dari limbah kerajinan perak meliputi: asam, warna, kekeruhan, Namun demikian sifat adsorbsinya belum selektif dan kemampuan
sianida (CN-), tembaga (Cu) dan perak (Ag) (Anonim,1980). adsorbsinya masih perlu ditingkatkan.
Limbah cair yang dihasilkan oleh industri kerajinan perak bersifat Untuk meningkatkan kemampuan adsorbsi tanah liat
asam (pH antara 1 sampai dengan 2) dan mengandung kadar Ag+ maka perlu dilakukan aktivasi. Aktivasi bertujuan untuk
dan Cu2+ yang tinggi. Air yang mengandung ion – ion perak (Ag+) menghilangkan pengotor organik ataupun anorganik yang
tersebut sangat berbahaya bagi tubuh manusia. Logam ini menutupi permukaan porinya sehingga menambah luas
berbahaya karena cenderung berakumulasi dalam jaringan tubuh permukaan adsorben. Aktivasi dapat dilakukan secara kimia
manusia dan menimbulkan bermacam–macam keracunan (Palar, menggunakan larutan asam ataupun basa. Larutan asam yang
2008). Oleh karena itu, upaya untuk menurunkan kadarnya dalam dapat digunakan adalah HCl dan larutan basa Aktivasi dengan
air limbah perlu dilakukan. larutan basa dapat dilakukan dengan larutan NaOH karena NaOH
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan merupakan basa kuat dan memiliki sifat higroskopis yang mampu
kadar Ag dalam air adalah dengan cara adsorpsi menggunakan mengeluarkan molekul air yang terperangkap dalam pori – pori
padatan yang berpori di antaranya tanah liat. Tanah liat yang tanah liat.
digunakan sebagai adsorben dalam penelitian ini adalah tanah liat Pada penelitian ini akan dilakukan aktivasi tanah liat dari
dari daerah Tanak Awu – Lombok Tengah. Tanah liat dari daerah Tanak Awu menggunakan larutan asam HCl dan larutan basa
Tanak Awu berpotensi sebagai adsorben karena mengandung NaOH karena HCl dan NaOH merupakan asam dan basa kuat dan
14,98 % mineral Monmorillonite (Sulistiyowati, 2008). Sifat tanah memiliki sifat higroskopis yang mampu mengeluarkan molekul air
ISBN: 978-602-74245-0-0 506
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
yang terperangkap dalam pori-pori tanah liat sehingga diharapkan d. Karakterisasi Tanah Liat yang telah Diaktivasi
dapat meningkatkan kapasistas adsorbsinya terhadap ion logam Tanah liat yang telah diaktivasi dikarakterisasi luas
Ag. Variabel yang dipelajari dalam penelitian ini adalah pengaruh permukaan pori spesifik dengan metode adsorpsi terhadap
konsentrasi asam dan basa pada aktivasi tanah liat terhadap luas metilen biru (Methylen Blue Method), dan dikarakterisasi
permukaan adosrben, keasaman permukaan dan kemampuan keasaman permukaannya dengan metode titrasi asam basa.
adsorbsinya dalam menurunkan kadar logam Ag. Tanah liat tanpa aktivasi dijadikan sebagai kontrol
e. Penggunaan Tanah Liat sebagai Adsorben Logam Ag
METODOLOGI PENELITIAN Sebagai limbah buatan pada penelitian ini digunakan larutan
Alat dan Bahan AgNO3 yang mengandung 20 ppm Ag+. Proses adsorbsi
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain: alat dilakukan dengan merendam masing-masing sebanyak 1
penggerus, Hot plate, Oven, Timbangan analitik, pengaduk gram tanah liat tanpa diaktivasi (kontrol) dan tanah liat hasil
magnet, pH meter, Stop watch, Kertas saring, corong penyaring, aktivasi dalam 25 mL larutan Ag+ 20 ppm, diaduk selama 15
pipet volume, Labu ukur, gelas beker, desikator, Spektrofotometer menit dan didiamkan selama 30 menit lalu disaring. Filtrat
Serapan Atom (AAS), Spektrofotometer Uv-Vis dan alat-alat gelas yang diperoleh diukur absorbansinya untuk menentukan
kimia lainnya yang biasa digunakan di laboratorium konsentrasi Ag yang tersisa, sehingga persentase Ag yang
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah: teradsorbsi dapat ditentukan, dimana :
Sampel tanah liat dari Tanak Awu dengan ukuran partikel 50 mesh,
HCl dan NaOH masing-masing dengan konsentrasi 0,5; 1,0 dan 1,5 % Cu yang teradsorpsi=
M sebagai larutan pengaktivasi dan AgNO3 sebagai limbah buatan. Dengan :
Prosedur Penelitian co : konsentrasi larutan Ag+ sebelum adsorpsi (ppm)
a. Preparasi Tanah Liat ct : konsentrasi larutan Ag+ setelah adsorpsi (ppm)
Tanah liat diambil dari Tanak Awu Kecamatan Pujut
Kabupaten Lombok Tengah dengan kedalaman ± 40 cm dari HASIL DAN PEMBAHASAN
pemukaan tanah, digerus dan diayak sehingga diperoleh 1. Pengaruh Konsentrasi Larutan Pengaktifasi terhadap
butiran tanah liat dengan ukuran serbuk 50 mesh. Serbuk Keasaman Permukaan dan Luas Permukaan Efektif
tanah liat tersebut kemudian dicuci dengan air untuk Adsorben
menghilangkan pengotor yang melekat hingga benar-benar Karakterisasi tanah liat meliputi keasaman permukaan
bersih, terakhir dibilas dengan akuades lalu disaring dengan dan luas permukaan spesifik tanah liat hasil aktivasi disajikan
kertas saring. Selanjutnya tanah liat tersebut dikeringkan dalam tabel dan gambar berikut :
dengan oven pada suhu 100-110 oC Tabel 1. Keasaman Permukaan dan Luas Permukaan Spesifik
b. Aktivasi Tanah Liat dengan HCl Tanah Liat Hasil Aktivasi
Ke dalam 3 buah gelas beaker 500 mL dimasukkan masing- Larutan Konsentrasi Keasaman Luas
masing 50 gram serbuk tanah liat ukuran serbuk 50 mesh, Pengaktivasi Permukaan Permukaan
lalu ditambahkan 250 mL larutan HCl 0,5; 1,0 dan 1,5 M (mmol/gram) (m2/gram)
sambil diaduk dengan pengaduk magnetik. Proses aktivasi 0 (Kontrol) 1,34 4,43
dilakukan selama 24 jam, kemudian disaring dan residu yang HCl 0,5 M 1,68 4,54
didapat dicuci dengan akuades panas sampai pH netral dan 1,0 M 1,77 4,63
bebas ion klorida atau tes negatif terhadap AgNO3, lalu 1,5 M 1,78 4,43
dikeringkan dalam oven pada suhu 100-110 oC. Selanjutnya 0 (Kontrol) 4,43 1,34
setelah kering, tanah liat yang telah diaktivasi dengan asam NaOH 0,5 M 4,59 1,46
tersebut disimpan dalam desikator. 1,0 M 4,45 1,31
c. Aktivasi Tanah Liat dengan NaOH 1,5 M 4,45 1,2
Ke dalam 3 buah gelas beaker 500 mL dimasukkan masing-
masing 50 gram serbuk tanah liat ukuran serbuk 50 mesh,
Pengaruh konsentrasi larutan pengaktivasi terhadap luas
lalu ditambahkan 250 mL larutan NaOH 0,5; 1,0 dan 1,5 M
permukaan dan keasaman permukaan adsorben dapat dilihat pada
sambil diaduk dengan pengaduk magnetik. Proses aktivasi
tabel 1. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa konsentrasi
dilakukan selama 24 jam, kemudian disaring dan residu yang
larutan pengaktivasi berpengaruh terhadap luas permukaan dan
didapat dicuci dengan akuades panas sampai pH netral atau
keasaman permukaan adsorben. Hubungan antara konsentrasi
tes negatif terhadap fenolptalin, lalu dikeringkan dalam oven
larutan pengkativasi terhadap keasaman dan luas permukaan
pada suhu 100-110 oC. Selanjutnya setelah kering, tanah liat
adsorben dapat dilihat pada gambar berikut :
yang telah diaktivasi dengan basa tersebut disimpan dalam
desikator.

ISBN: 978-602-74245-0-0 507


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Pengaruh Konsentrasi Larutan Pengaktifasi terhadap Luas Permukaan
Efektif Adsorben

4.65

4.6

Luas Permukaan (m2/gram) 4.55


Aktivasi dengan
NaOH
4.5
Aktivasi dengan
HCl
4.45

4.4
0 0.5 1 1.5 2
Konsentrasi Larutan Pengaktifasi (M)

Gambar 1. Pengaruh Konsentrasi Larutan Pengaktifasi terhadap Luas Permukaan Efektif Adsorben

Pengaruh Konsentrasi Larutan Pengaktifasi terhadap Keasaman


Permukaan
2
Keasaman Permukaan (mmol/gram)

1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8 Aktivasi dengan NaOH
0.6 Aktivasi dengan HCl
0.4
0.2
0
0 0.5 1 1.5 2
Konsentrasi Larutan Pengaktifasi

Gambar 2. Pengaruh konsentrasi larutan pengaktivasi terhadap keasaman permukaan adsorben

Dari tabel dan grafik tersebut terlihat bahwa keasaman Semakin banyak jumlah SiO2 pada adsorben, akan meningkatkan
permukaan tanah liat setelah diaktivasi. Peningkatan keasaman jumlah gugus Si-OH (silanol) pada permukaan adsorben.
permukaan pada tanah liat yang diaktivasi dengan larutan HCl lebih Nilai keasaman permukaan meningkat dengan naiknya
besar dibandingkan keasaman permukaan tanah liat yang konsentrasi HCl pengaktivasi, dan keasaman permukaan tertinggi
diaktivasi dengan larutan basa NaOH. Hal ini menunjukkan bahwa dimiliki oleh tanah liat yang diaktivasi HCl dengan konsentrasi 1 M.
HCl dapat melarutkan pengotor-pengotor yang terdapat pada Pada aktivasi dengan konsentrasi HCl yang lebih tinggi (1,5M),
permukaan tanah liat sehingga situs aktif yang semula tertutupi keasaman permukaannya tidak naik lagi bahkan cenderung sedikit
menjadi terbuka. Selain itu aktivasi dengan HCl mengakibatkan menurun. Hal ini disebabkan karena konsentrasi asam yang terlalu
terjadinya pertukaran kation dan garam mineral (Ca2+ dan Mg2+) tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada struktur tanah liat.
pada lapisan interlayer tanah liat dengan ion H+ dari asam, Demikian pula dengan luas permukaan spesifik tanah liat
kemudian dikuti dengan pelarutan ion Al3+ dan ion logam lainnya. meningkat setelah aktivasi. Luas permukaan spesifik tertinggi
Pelarutan Al3+ dapat menaikan perbandingan SiO2 dan Al2O3. dimiliki oleh tanah liat yang diaktivasi dengan HCl 1 M. Ini
menunjukkkan bahwa dengan konsentrasi HCl 1 M cukup untuk

ISBN: 978-602-74245-0-0 508


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
melarutkan pengotor yang terdapat pada permukaan tanah liat Tabel 2. Daya serap tanah liat terktivasi terhadap ion perak
sehingga pori-porinya menjadi lebih terbuka dan luas permukaan Larutan Konsentrasi Daya serap
spesifiknya lebih besar. Luas permukaan spesifik merupakan Pengaktivasi tanah liat
parameter penting suatu adsorben karena menggambarkan terhadap ion
kapasitas adsorbsinya. perak (%)
2. Daya Adsorbsi Tanah Liat Teraktivasi Asam dan Basa 0 (Kontrol) 84,30
dalam Menurunkan ion logam Perak dalam Air HCl 0,5 M 84,30
Daya serap tanah liat teraktivasi dalam menurunkan kadar 1,0 M 93,06
ion logam perak dalam air dapat dilihat pada tabel dan gambar 1,5 M 81,89
berikut : 0 (Kontrol) 84,30
NaOH 0,5 M 92,67
1,0 M 92,43
1,5 M 92,74

Daya Adsorbsi Tanah Liat Teraktivasi Asam dan Basa terhadap ion Perak

94
92
90
% perak teradsorbsi

88
86
Aktivasi dengan HCl
84 Aktivasi dengan NaOH
82
80
0 0.5 1 1.5 2
Konsentrasi Larutan Pengaktivasi (M)

Gambar 3. Pengaruh konsentrasi larutan pengaktivasi terhadap daya serapnya dalam menurunkan kadar ion logam perak

Pada tabel 2 terlihat bahwa kadar Ag dalam larutan menyebabkan semakin banyak gugus Si-OH (silanol) yang
sebelum dan setelah diadsorbsi dengan 1 gram tanah liat/ 25 ml terbentuk pada permukaan adsorben. Gugus silanol inilah yang
larutan mengalami penurunan. Persentase penurunan kadar Ag akan menyerap zat-zat organik dan zat-zat lain yang bersifat polar
dengan tanah liat hasil aktivasi lebih besar dibandingkan dengan seperti ion logam (Yang, 2003). Sehingga jika gugus silanol
tanah liat tanpa aktivasi. Konsentrasi HCl pada aktivasi semakin banyak pada permukaan adsorben, maka semakin
berpengaruh terdahap daya adsorbsi tanah liat. Semakin besar banyak pula zat yang terserap pada saat proses adsorpsi.
konsentrasi HCl pada aktivasi akan meningkatkan jumlah situs aktif
dan keasaman permukaan tanah liat sehingga semakin besar KESIMPULAN
konsentrasi HCl pada aktivasi maka daya serap tanah liat Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jenis
meningkat. Daya serap optimum diperoleh pada tanah liat ukuran larutan pengaktivasi dan konsentrasinya berpengaruh terhadap
serbuk 50 mesh yang diaktivasi dengan HCl 1 M. Pada aktivasi karakteristik dan daya serap adsorben. Hasil optimum diperoleh
dengan konsentrasi HCl yang lebih tinggi (1,5 M) daya serapnya pada aktivasi dengan larutan HCl 1 M, dimana luas permukaan
menurun. adsorben meningkat menjadi 4,50 m2/gram, keasaman permukaan
Dari gambar 3 tersebut terlihat bahwa daya serap tanah 1,80 mmol NaOH/gram dan kemampuan adsorbsinya dalam
liat setelah diaktivasi mengalami peningkatan dibandingkan menurunkan kadar logam perak sebesar 93,06 % dengan jumlah
dengan tanah liat sebelum diaktivasi. Penggunaan HCl sebagai teradsorbsi 0,4653 mg/g.
pengaktif akan mempengaruhi daya serap karena asam mineral
tersebut dapat melarutkan komponen Fe2O3, Al2O3, CaO, dan MgO PUSTAKA
yang mengisi pori-pori adsorben. Hal ini mengakibatkan Hallaby, Al Mushoffa & Yeti Kurniasih. (2013) . Penurunan Kadar
terbukanya pori-pori yang tertutup sehingga menambah luas Ion Logam Cu dalam Limbah Cair Kerajinan Perak
permukaan adsorben. Pelarutan Al2O3 dapat menaikkan Sekarbela dengan Adsorbsi Menggunakan Tanah Liat dari
perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 dari (2-3) : 1 menjadi (5-6) : 1 Tanak Awu, Makalah dalam Seminar “Peran Sains dalam
(Ketaren, 2008). Naiknya perbandingan jumlah SiO2 ini

ISBN: 978-602-74245-0-0 509


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Abad 21”, diselenggarakan oleh PPs Pendidikan Sains Palar, Heryando. (2008). Pencemaran dan Toksikologi Logam
Unesa, Tanggal 19 Januari 2013 di Surabaya. Berat. Rineka Cipta : Jakarta.
Anonim, (1980), “Kerajinan Perak”, Departemen Perindustrian dan Sulistyowati,Tri. (2008). Pengaruh Rembesan Terhadap
Perdagangan, Yogyakarta. Settlement Akibat Pembebanan Statis Pada Tanah
Ketaren, S.2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Lempung Ekspansif Yang di Stabilisasi Dengan Fly Ash.
Jakarta: Universitas Indonesia. Mataram: Lemlit UNRAM

ISBN: 978-602-74245-0-0 510


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
RESPON SISWA DAN GURU PADA PENERAPAN PENDEKATAN SOMATIS AUDITORI
VISUAL INTELEKTUAL (SAVI) DI SEKOLAH SWASTA DENGAN STANDAR PROSES PEMBELAJARAN
KIMIA YANG RENDAH
Yusran Khery1, Ratna Azizah2, Pahriah3, Khaeruman4 & Baiq Asma Nufida5
1,2,3,4&5Dosen Program Studi Pendidikan Kimia, FMIPA IKIP Mataram

E-mail: yusrankhery@gmail.com

Abstrak: Makalah ini mendeskripsikan tentang hasil kegiatan demonstrasi pembelajaran yang dilakukan oleh dosen pendidikan kimia IKIP
Mataram di sekolah swasta dengan standar proses pembelajaran yang rendah. Demonstrasi pembelajaran yang telah dilakukan berupa
pembelajaran kimia dengan pendekatan Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI). Dalam kegiatan ini juga dilakukan evaluasi respon siswa
dan guru terhadap demonstrasi yang dilakukan di kelas. Instrumen yang digunakan yakni angket respon siswa dan guru, dan lembar
observasi kegiatan siswa. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa: (1) respon guru dan siswa terhadap penerapan pembelajaran kimia dengan
pendekatan SAVI termasuk dalam kategori sangat baik; (2) aktivitas siswa pada setiap kali kegiatan penerapan pembelajaran kimia
dengan pendekatan SAVI sangat baik. Kegiatan demonstrasi tersebut memberi gambaran suasana pembelajaran kimia yang baru bagi
siswa dan membuka wawasan guru untuk dapat menerapkan pendekatan pembelajaran semisal di sekolahnya walaupun dengan sumber
daya terbatas.

Kata Kunci: Respon Guru Dan Siswa, Pendekatan Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI).

PENDAHULUAN Karakteristik yang multi kompleks dari materi asam basa


Ilmu kimia adalah salah satu ilmu yang dipelajari di yang menuntut pemahaman konsep, praktikum, dan keahlian
SMA/MA. Ilmu kimia di SMA mempelajari segala sesuatu tentang menyelesaikan permasalahan algoritmik membutuhkan banyak
zat yang melibatkan keterampilan, dan penalaran, karena ilmu latihan, menyebabkan siswa beranggapan bahwa materi tersebut
kimia adalah Control Science (salah satu induk dari ilmu-ilmu lain) merupakan materi yang abstrak dan sulit dipahami. Untuk
yang sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari, yang juga mengatasi masalah di tersebut, maka dibutuhkan peran guru untuk
memberikan sumbangan penting dalam perkembangan IPTEKS. mengubah cara belajar dan pandangan siswa terhadap mata
Oleh karena itu, dalam proses belajar di sekolah, mata pelajaran pelajaran kimia, karena sesungguhnya kimia bukan merupakan
kimia tidak bisa dianggap remeh keberadaannya (Agustina dan pelajaran yang sulit. Untuk mengubah pandangan tersebut guru
Novita, 2012). dituntut memiliki pengetahuan yang mendalam tentang materi-
Ilmu kimia diajarkan dengan tiga tingkatan yang berbeda materi yang akan disampaikan, dan mampu mengolah materi
yaitu makroskopis, mikroskopis, dan simbolis. (Johnston : 1982) tersebut dengan baik. Guru harus pandai memilih strategi atau
dalam (Chtleborough : 2004) menggambarkan bahwa umumnya pendekatan yang akan digunakan. Selain itu, memilih dan
konsep kimia digambarkan melalui tiga tahapan, yaitu ; (1) tahap menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan materi
makroskopis yang merupakan fenomena kimia yang dapat diamati yang akan disampaikan, guna memunculkan tiga aspek kimia, yaitu
termasuk pengalaman sehari-hari siswa. (2) tahap simbolis makroskopis, mikroskopis, dan simbolis, dalam proses
merupakan perwujudan fenomena kimia melalui berbagai media pembelajaran.
seperti model, gambar, dan bentuk komputasi. (3) tahap sub Pembelajaran yang diterapkan juga harus dapat
mikroskopis merupakan fenomena yang tidak bisa dilihat secara meningkatkan motivasi, perhatian, pemahaman dan hasil belajar
langsung seperti elektron, molekul, dan atom. Pemahaman siswa. Hal ini dapat tercapai secara efektif jika suatu pembelajaran
terhadap aspek mikroskopis melandasi aspek makroskopis, artinya dapat memaksimalkan seluruh sumber daya pada diri siswa dan
untuk dapat memahami aspek makroskopis dengan benar memfasilitasi gaya belajar siswa. Salah satu pendekatan yang
dibutuhkan pemahaman aspek mikroskopis (Kavanaugh : 1981) dapat memenuhi tuntutan-tuntutan pembelajaran di atas yakni
dalam (Fajaroh : 2006). Kimia menggunakan simbol-simbol seperti pendekatan pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual,
persamaan reaksi, bentuk molekul, dan grafik sebagai perwujudan Intelektual). Unsur-unsur pendekatan SAVI adalah :
fenomena kimia. Simbol tersebut merupakan wujud dalam aspek 1. Somatis (S) : bergerak dan berbuat.
mikroskopis (Chtleborough : 2004). 2. Auditori (A) : berbicara dan mendengar.
Salah satu materi pokok kimia di SMA adalah asam– 3. Visual (V) : melihat dan mengamati.
basa. Fenomena pada materi asam basa dapat secara langsung 4. Intelektual (I) : memecahkan masalah.
kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam Pembelajaran Kimia dengan pendekatan SAVI bisa
laboratorium, misalnnya pada buah jeruk yang terasa masam, dan optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam suatu pembelajaran
pada sabun yang terasa pahit, selain itu terjadinya pengkaratan Kimia. Misalnya, siswa akan belajar sedikit tentang Kimia dengan
pada besi oleh asam kuat seperti HCl dan H2SO4. Namun dalam menyaksikan presentasi (V), tetapi mereka dapat belajar lebih
fenomena tersebut terjadi peristiwa yang tidak dapat dilihat oleh banyak jika mereka dapat melakukan sesuatu (S), membicarakan
mata (mikroskopis) seperti pergerakan dan tumbukan antar partikel atau mendiskusikan apa yang mereka pelajari (A), serta
sebagai pemicu terjadinya reaksi pada proses pengkaratan. memikirkan dan mengambil kesimpulan atau informasi yang
Pergerakan dan tumbukan antar partikel-partikel tersebut tidak mereka peroleh untuk diterapkan dalam menyelesaikan soal-soal
dapat dilihat oleh mata sehingga harus dinyatakan dalam bentuk (I) (Meier, dalam Ekawati, 2011).
simbolis berupa persamaan reaksi dan gambar-gambar simulasi Namun, proses pembelajaran sebagaimana pada
partikel yang bertumbukan. penjelasan di atas, masih dianggap sulit untuk diterapkan di
beberapa sekolah. Kesulitan ini banyak ditemukan di sekolah-
ISBN: 978-602-74245-0-0 511
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
sekolah swasta di Lombok Barat. Beberapa alasan yang HASIL DAN PEMBAHASAN
menyebabkan kesulitan tersebut antara lain, (1) kompetensi guru 1. Deskripsi Kegiatan
yang kurang memadai, guru kimia tidak memiliki kompetensi Kegiatan ini dilaksanakan melalui persiapan perangkat
kesarjanaan bidang pendidikan kimia; (2) Ketersediaan sarana pembelajaran kimia materi Asam Basa dengan pendekatan SAVI.
pendukung seperti laboratorium kimia, perpustakaan, dan jaringan Perangkat pembelajaran yang diterapkan terdiri dari silabus,
komunikasi; (3) Penerapan pembelajaran berbasis komputer masih Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), buku kimia siswa
kurang walaupun sarana ini sudah ada di sekolah. Keadaan dan dilengkapi dengan CD-Pembelajaran. Buku kimia siswa dan
tersebut menyebabkan standar proses pembelajaran kimia CD-Pembelajaran yang disusun merupakan buku panduan
disekolah-sekolah tersebut masih tergolong rendah. belajar bagi siswa dalam proses pembelajaran di kelas dan
Maka dari itu, tim dosen dari jurusan pendidikan kimia belajar mandiri. Selain untuk melengkapi bahan ajar bagi
IKIP Mataram melaksanakan kegiatan demonstrasi pembelajaran siswa, juga bertujuan menghadirkan setiap gaya belajar siswa
ke sekolah-sekolah yang memiliki masalah dalam proses kegiatan dalam satu proses pembelajaran sesuai dengan pendekatan
pembelajarannya seperti yang dijelaskan di atas. Kegiatan ini SAVI.
diharapkan dapat memberi gambaran suasana pembelajaran kimia Pengalaman belajar Somatis, Auditori, Visual, dan
yang baru bagi siswa dan membuka wawasan guru untuk dapat Intelektual ini diberikan melalui kegiatan pebelajaran yakni: (1)
menerapkan pendekatan pembelajaran semisal di sekolahnya. Diskusi dan tanya jawab, pada kegiatan ini siswa mendengar dan
Guru juga mendapatkan gambaran bagaimana menerapkan berbicara. (2) menyajikan video demonstrasi praktikum, pada
pembelajaran SAVI sesuai dengan keadaan dan konteks yang ada kegiatan ini siswa melihat, mengamati, mencatat data, dan
di sekitar siswa. dipandu untuk menarik kesimpulan dan menemukan suatu
konsep; (3) Praktikum inkuiri, dilaksanakan dengan menggunakan
METODE alat dan bahan yang mudah didapat seperti
Kegiatan ini dilakukan di sekolah/madrasah swasta di peralatan/perlengkapan dapur dan bahan kimia yang bisa
daerah Lombok Barat yang memiliki permasalahan standar proses diperoleh di toko bangunan atau makanan atau sampel air dari
pembelajaran kimia yang masih rendah. Kegiatan ini dilaksanakan lingkungan sekitar sekolah, pada kegiatan ini siswa bergerak,
setelah mendapatkan persetujuan dengan pihak berbuat, dan menyelesaikan suatu permasalahan.
sekolah/madrasah. 2. Respon Siswa dalam Pembelajaran dengan Pendekatan SAVI
Dalam pengumpulan data, dalam kegiatan ini diterapkan Kegiatan pembelajaran yang dilakukan yakni sebanyak
rancangan One-Shot Case Study yakni terdapat suatu kelompok 4 kali pertemuan, dengan masing-masing pertemuan terdiri dari
yang diberi perlakuan dan selanjutnya diobservasi hasilnya materi asam basa, stoikiometri larutan, larutan penyangga dan
(Sugiyono, 2012). Rancangan One-Shot Case Study dapat dilihat hidrolisis garam. Pembelajaran pada materi asam basa dilakukan
pada Tabel 1. sebanyak dua kali pertemuan, dan disetiap akhir pertemuan
Tabel 1. Skema Rancangan Penelitian kepada siswa diberikan angket respon siswa.
Sampel Perlakuan Hasil Ringkasan data hasil respon siswa tersaji pada
X P O gambar 1. Pada Gambar 1, nampak bahwa rata-rata tingkat
Keterangan: respon siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan
X = subjek penelitian menggunakan perangkat pembelajaran asam basa dengan
P = pembelajaran dengan pendekatan SAVI pendekatan SAVI pada materi asam basa hingga hidrolisis
O = respon siswa dan guru terhadap perlakuan garam berkategori “sangat baik”, namun menurun dari 81, 77,
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: (1) dan 76. Penurunan respon siswa disebabkan karena materi
Angket respon siswa yang diadaptasi dari Fajriatin (2013). Deskripsi yang disampaikan semakin sulit.
respon siswa terdistribusi ke dalam 20 item pernyataan dengan 10 Bagi siswa materi asam basa lebih menarik
pernyataan positif dan 10 pernyataan negatif, dengan skala 4 yakni dibandingkan materi yang lain. Pada materi asam basa tidak
sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Untuk terdapat rumus-rumus yang menyulitkan siswa. Saat praktikum
pernyataan positif skor 4 diberikan jika sangat setuju, dan untuk bahan-bahan yang digunakan sebagian besar adalah bahan-
pernyataan negatif skor 4 jika sangat tidak setuju; (2) Angket respon bahan yang ada di sekitar, yaitu jeruk, tomat, deterjen, obat
guru yang merupakan lembar penilaian guru terhadap proses mag, kol ungu, cuka, dan kunyit. Jadi, siswa lebih familiar dan
pembelajaran dan aktivitas siswa pada penerapan setiap unsur SAVI; lebih tertarik dengan kegiatan eksperimen yang dilakukan.
(3) Lembar observasi aktivitas siswa dirumuskan dari unsur pembentuk Pada kegiatan selanjutnya untuk materi stoikiometri larutan,
kata SAVI yang terdiri dari kegiatan somatis, auditori, visual dan larutan penyangga, dan hidrolisis garam, bahan-bahan yang
intelektual dalam satu proses pembelajaran. digunakan merupakan bahan-bahan kimia yang biasa dijumpai
Kriteria respon siswa, aktivitas guru dan aktivitas siswa di laboratorium, jadi siswa kurang familiar.
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria Respon Siswa
Kelayakan Kriteria Respon Siswa
76 – 100 Sangat baik
51 – 75 Baik
26 – 50 Cukup Baik
0 – 25 Kurang Baik
(adaptasi Sugiyono, 2012)

Gambar 1. Grafik rata-rata Respon Siswa

ISBN: 978-602-74245-0-0 512


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Pada materi stoikiometri larutan, larutan penyangga, terhadap soal yang diberikan juga masih kurang. Oleh sebab
dan hidrolisis garam terdapat rumus-rumus yang saat itu, proses pembelajaran yang dilakukan agak menurun dari
diaplikasikan, beberapa siswa antusias dalam mengerjakan. kegiatan sebelumnya. Namun setelah aktivitas 2, aktivitas
Namun, ada beberapa siswa yang tidak mengerjakan, karena pembelajaran kembali mengingkat yang menunjukkan bahwa
tidak paham dengan cara penyelesaiannya. Dari hasil respon siswa telah terbiasa dengan pendekatan pembelajaran yang
siswa, beberapa tanggapan menyatakan siswa lebih suka diterapkan.
melakukan kegiatan praktikum yang disertai aplikasi dalam Selain itu guru bidang studi juga memberikan respon
kehidupan sehari-hari. Pada saat melakukan kegiatan terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran
eksperimen, aktivitas siswa sangat bagus, baik dalam unsur berlangsung. Guru bidang studi menyaksikan bagaimana
somatis, auditori, dan visual, namun bila dilihat pada unsur demonstrasi pembelajaran dengan pendekatan SAVI
intelektual, dalam pemecahan masalah berupa soal-soal, berlangsung dan bagaimana aktivitas siswa mereka di
aktivitas selalu dibawah unsur lain, tapi masih dalam kategori dalamnya. Rata-rata respon guru terhadap aktivitas siswa
sangat baik. mereka selama demonstrasi pembelajaran ini tersaji pada tabel
3. Respon Guru dalam Pembelajaran dengan Pendekatan SAVI 3.
Respon guru terhadap proses pembelajaran dan Tabel 3. Rata-Rata Respon Guru terhadap Aktivitas Siswa
aktivitas siswa dalam penerapan setiap unsur SAVI disajikan pada Unsur Persentase Kategori
tabel 3. Respon guru menggambarkan penilaian guru di sekolah Somatis 82,0% Sangat Baik
terhadap proses pembelajaran yang berlangsung dan aktivitas Auditori 95,0% Sangat Baik
siswa mereka selama pembelajaran berlangsung. Angket respon Visual 85,0% Sangat Baik
guru diisi oleh guru bidang studi selama kegiatan demonstrasi Intelektual 86,5% Sangat Baik
pembelajaran dilakukan. Dengan begitu guru mendapatkan Pengamatan mereka terhadap aktivitas siswa yang
gambaran yang jelas tentang bagaimana pendekatan sangat baik selama kegiatan pembelajaran dapat mendorong
pembelajaran SAVI dilaksanakan. mereka untuk menerapkan pendekatan pembelajaran yang sama
Bentuk respon yang diberikan oleh guru adalah setelah kegiatan demonstrasi pembelajaran ini selesai
respon terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dilaksanakan.
oleh guru model (demonstrator pembelajaran). Pada bagian ini, 4. Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran
guru bidang studi memberikan tentang bagaimana kegiatan Aktivitas siswa menggambarkan tentang seberapa baik
pembelajaran dilaksanakan. Guru mengamati secara langsung siswa terlibat dalam kegiatan pemelajaran dan memunculkan
bagaimana pendekatan SAVI bisa dihadirkan dalam setiap aktivitas yang diharapkan selama proses pembelajaran
aktivitas pembelajaran. Respon guru terhadap aktivitas berlangsung. Aktivitas tersebut terkait dengan aktivitas siswa
pembelajaran tersaji dalam Gambar 2. dalam mendengar dan berbicara atau menanggapi, mengamati
dan mengumpulkan data, melakukan/ menerapkan suatu metode,
dan menyelesaikan permasalahan. Persentase rata-rata aktivitas
siswa dalam kegiatan pembelajaran tersaji pada Gambar 3.

Gambar 2. Grafik rata-rata Respon Guru terhadap Aktivitas


Pembelajaran
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa respon guru
pada setiap kegiatan pembelajaran di atas 90. Hal ini Gambar 3. Grafik Persentase Rata-rata Aktivitas Siswa
menunjukkan bahwa guru model (demonstrator) dapat Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan,
melaksanakan rencana dan sekenario pembelajaran dengan dapat dilihat pada gambar 3 bahwa rata-rata aktivitas siswa, di
sangat baik; dan dapat menghadirkan setiap setiap unsur SAVI atas 80% dengan kategori “sangat baik”. Hal ini menandakan
dengan maksimal pada setiap kegiatan pembelajaran. siswa lebih antusias bila dalam satu proses pembelajaran
Kegiatan pengamatan dan penilaian oleh guru bidang studi ini mereka dapat belajar dengan bergerak dan berbuat
akan memberikan gambaran dan memunculkan kesadaran (kinestetik), berdiskusi, melihat gambar atau video, dan
guru bidang studi bahwa penerapan SAVI di kelas dapat memecahkan masalah bersama. Jadi, setiap gaya belajar
dilakukan dengan mudah. siswa dihadirkan dan difasilitasi dengan baik dalam satu proses
Pada gambar 2 nampak bahwa guru (observer pembelajaran. Dengan pembelajaran yang tidak hanya
pembelajaran) mengamati terjadi nya penurunan aktivitas menghadirkan satu gaya belajar, semua siswa dapat
pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh materi pada aktivitas 2 menikmati proses pembelajaran yang dilakukan.
lebih sulit daripada aktivitas 1. Pada aktivitas 2 dibutuhkan
konsentrasi dan pemahaman terhadap materi. Saat kegiatan SIMPULAN
praktikum dilakukan, masih ada beberapa siswa yang kurang Berdasarkan hasil observasi guru bidang studi, maka dapat
faham dengan proses praktikum dan bagaimana metode disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
dilakukan. Dalam proses pemecahan masalah, analisis siswa
ISBN: 978-602-74245-0-0 513
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
1. Respon siswa terhadap penerapan pembelajaran dengan Ekawati. 2011. Efektivitas Pembelajaran Dengan Pendekatan “Savi
pendekatan SAVI sangat baik, begitu juga dengan respon (Somatis Auditori Visual Intelektual)” Terhadap Hasil Belajar
guru. Biologi Siswa Kelas Viii Semester 1 Smp Negeri 2
2. Aktivitas siswa pada setiap pertemuan dalam penerapan Gunungsari Tahun Ajaran 2010/2011. Skripsi. Mataram :
perangkat pembelajaran asam basa dengan pendekatan SAVI FKIP Universitas Mataram.
sangat baik. Fajaroh F, Nazriati, dkk. 2006. Dampak Pembelajaran Kimia
Menggunakan Model Penggambaran Mikroskopik Terhadap
DAFTAR PUSTAKA Hasil Belajar Siswa SMA. Jurnal Pendidikan Tahun 16 Nomor
Agustina, A, dan Novita, D. 2012. Pengembangan Media 1.
Pembelajaran Video untuk Melatih Kemampuan Fajriatin, T. 2012. Peggunaan Demonstrasi, Animasi, dan Diskusi
Memecahkan Masalah pada Materi Larutan Asam Basa. serta Pengaruhnya Terhadap Pemahaman Konsep Reaksi
Jurnal Pendidikan Kimia Unesa Tahun 16 Nomor 1. Redoks Siswa Kelas X MA-Yusuf Abdussatar Lombok Barat
Ardyansyah. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tahun Pelajaran 2012/2013. Proposal. Mataram: FPMIPA
Tipe Think Pair Share (Tps) untuk Meningkatkan Aktivitas IKIP Mataram
dan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VIII di Mts. Nm Addinul Rahman, N. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kimia
Qayyimu Kapek Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi. SMA Kelas XI Materi Asam Basa untuk Pembentukan
Mataram: FPMIPA IKIP Mataram Karakter Peserta Didik. Skripsi. Yogyakarta: Universitas
Chittleborough G. D, Treagust D. F, dkk. 2002. Contraints to the Negeri Yogyakarta.
development of first year University Chemistry Students’ Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R &
Mental Models of Chemical. Curtin University of Technology. D. Bandung: Penerbit Alfabeta.

ISBN: 978-602-74245-0-0 514


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN SUMBER BELAJAR E-LEARNING MENGGUNAKAN WEBLOG MATERI POKOK FLUIDA
STATIS BERORIENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Zainudin
STKIP PGRI Bangkalan
E-mail: zains.habibi2014@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sumber belajar e-learning menggunakan weblog berorientasi model
pembelajaran kooperatif pada materi pokok fluida statis. Ujicoba sumber belajar e-learning dilakukan di SMK Farmasi Sekolah Kesehatan
Angakatan Laut (SEKESAL) Surabaya yaitu siswa kelas XIA sebanyak 30 siswa dengan menggunakan design penelitian one group pre
test-post test design. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Hasil validasi sumber belajar e-
learning menggunakan weblog yaitu 3,50. Hal ini menunjukkan bahwa sumber belajar e-learning menggunakan weblog layak digunakan
dalam pembelajaran e-learning. Pada waktu ujicoba pembelajaran e-learning keterlaksanaan RPP e-learning di kelas XIA sebesar 94%,
hal ini menunjukkan bahwa RPP e-learning terlaksana sangat baik, pengamatan kegiatan pendahuluan, inti dan penutup rata-rata
mendapat nilai baik. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan yaitu pada saat pre test 100% siswa tidak tuntas, sedangkan pada saat
post test terdapat 2 siswa tidak tuntas dan 28 siswa tuntas, sehingga ketuntasan klasikal sebesar 93%. Penilaian proses mencari informasi
melalui weblog baik sesuai dengan panduan weblog dan penilaian presentasi untuk mengetahui kemampuan kelompok presentasi dalam
mempelajari tiap materi dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa sumber belajar e-learning menggunakan
weblog layak digunakan dalam pembelajaran e-learning dan penerapan weblog dalam pembelajaran e-learning dengan model
pembelajaran kooperatif pada materi pokok fluida statis efektif.

Kata Kunci: E-Learning, Weblog Dan Pembelajaran Kooperatif.

PENDAHULUAN Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa


Weblog merupakan sebuah aplikasi berbasis web (web- ditempatkan dalam kelompok–kelompok belajar dengan empat-
based application) yang setiap orang dapat mendesain sebuah anggota yang berasal dari tingkat kinerja, jenis kelamin yang
weblog yang menarik dan komunikatif secara gratis tanpa harus heterogen. Guru menyampaikan materi pembelajaran, siswa
memahami bahasa pemrograman. Salah satu situs yang bekerja dalam kelompok untuk memastikan bahwa seluruh
menyediakan layanan weblog secara gratis adalah anggota kelompok menguasai materi pembelajaran tersebut
http://www.wordpress.com. Kelebihan Weblog antara lain kemudian seluruh siswa dikenai kuis secara individu. Model
pengguna (user) dapat mengupload file (format docx, excel, ppt, Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa dituntut untuk bekerja
pdf dll), gambar/foto, video, dan membuat link ke weblog lainnya sama dalam kelompok untuk menuntaskan pelajaran, sehingga
dan situs-situs penting lainnya. Selain itu, weblog menyediakan memungkinkan terjadi interaksi untuk berdiskusi dan tanya jawab
tempat buat orang lain meninggalkan pesan atau memberi antar siswa dengan siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe
komentar. Hal tersebut, memberikan kesempatan kepada siswa STAD dengan bantuan weblog menyediakan sarana bagi siswa
untuk berkomunikasi baik dengan guru, maupun dengan dan guru, atau sesama siswa untuk bekerja sama dan proses
sesamanya. Interaksi antara guru dengan siswa, maka guru dapat belajar mengajar (entri, komentar, respon) dapat tersimpan dalam
membimbing langkah demi langkah penyelesaian tugas mata situs weblog, sebagai evaluasi lebih lanjut.
pelajaran (scaffolding), jika siswa mendapatkan kesulitan dalam
mengerjakan tugas di luar tatap muka. KAJIAN PUSTAKA
Interaksi sosial dalam pembelajaran berbasis weblog 1. Pengembangan e-learning
berbeda dengan interaksi sosial seperti orang-orang dalam ruang Menurut Haughey (1998) ada tiga kemungkinan dalam
kelas. Mereka menyimpulkan pembelajaran berbasis weblog harus pengembangan pembelajaran e-learning berbasis internet, yaitu
didukung oleh strategi pembelajaran yang tepat (Huang, Huang, & web course, web centric course, dan web enhanced course. Web
Yu, 2011). Pembelajaran kooperatif sering digunakan untuk course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan,
memfasilitasi interaksi dalam suasana kelas nyata. Namun, yang mana siswa dan guru sepenuhnya terpisah dan tidak
interaksi tatap muka dapat menimbulkan rasa kurang percaya diri diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi,
karena suasana faktor sosial, rasa malu, tekan teman dan waktu konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran
yang terbatas. Untuk mengurangi tersebut, digunakan model lainnya sepenuhnya disampaikan melalui internet.
pembelajaran kooperatif berbantuan weblog. Web centric course adalah penggunaan internet yang
Model pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik memadukan antara belajar jarak jauh dan tatap muka
kelas praktis yang dapat digunakan guru untuk membantu siswa (konvensional). Sebagian materi disampaikan melalui internet, dan
belajar mata pelajaran, mulai dari keterampilan-keterampilan dasar sebagian lagi melalui tatap muka, Fungsinya saling melengkapi.
sampai pemecahan masalah yang kompleks. Dalam model Dalam model ini guru bisa memberikan petunjuk pada siswa untuk
pembelajaran kooperatif, siswa bekerja sama dalam kelompok– mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya.
kelompok kecil saling membantu belajar satu dengan lainnya dan Siswa juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-
bertanggung jawab terhadap proses belajar teman sekelompoknya situs yang relevan. Dalam tatap muka, sisw dan guru lebih banyak
di samping juga bertanggung jawab atas proses belajar sendiri. diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui internet
Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif Student Team tersebut.
Achievement Divisions (STAD). Sedangkan web enhanced course adalah pemanfaatan
internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang

ISBN: 978-602-74245-0-0 515


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dilakukan di kelas. Fungsi internet adalah untuk memberikan Ciri weblog adalah isi utama biasanya berupa informasi yang
pengayaan dan komunikasi antara siswa dengan guru, sesama bersifat kronologis, dan terbagi menjadi beberapa kategori,
siswa, anggota kelompok, atau siswa dengan nara sumber lain. terdapat arsip untuk berita atau informasi lama, ada tempat buat
Oleh karena itu peran guru dalam hal ini dituntut untuk menguasai orang lain meninggalkan pesan atau memberi komentar, terdapat
teknik mencari informasi di internet, membimbing siswa mencari link ke weblog lain/weblog favorit yang sering dikunjungi yang
dan menemukan situs-situs yang relevan dengan bahan biasanya disebut blogroll. Hal ini, berfungsi untuk memudahkan
pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang menarik dan siswa dalam mencari informasi yang dibutuhkan secara efisien.
diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui internet, dan Dalam pembelajaran e-learning guru tidak hanya
kecakapan lain yang diperlukan. menyajikan meteri pelajaran secara online saja, namun harus
Sedangkan untuk strategi pelaksanaan model komunikatif sehingga terjadi interakasi baik guru dengan siswa
pembelajaran e-learning, setidaknya terdapat empat model yang maupun sesama siswa. Interaksi antara guru dengan siswa, maka
dapat digunakan dalam pelaksanaan e-learning di sekolah- guru dapat membimbing langkah demi langkah penyelesaian tugas
sekolah. Setiap model yang digunakan mempunyai kelebihan dan mata pelajaran (scaffolding), jika siswa mendapatkan kesulitan
kelemahan masing-masing. Pemilihan bergantung kepada dalam mengerjakan tugas di luar tatap muka, serta dapat
infrastruktur telekomunikasi dan peralatan yang tersedia di memperhatikan perkembangan belajar siswa. Pembelajaran
sekolah. Model-model tersebut adalah: kooperatif sering digunakan untuk memfasilitasi interaksi dalam
a. Selective Model suasana tatap muka kelas. Kelemahan interaksi tatap muka seperti
Jika jumlah komputer sangat terbatas, ia dapat rasa kurang percaya diri karena suasana faktor sosial, rasa malu,
ditunjukkan kepada siswa sebagai bahan demontrasi saja. Jika tekan teman dan waktu yang terbatas dapat diatasi dengan
ada beberapa komputer, siswa diberi peluang untuk mendapat menggunakan pembelajaran model kooperatif berbasis e-learning.
sedikit pengalaman hands-on. menyatakan bahwa pembelajaran berbasis weblog harus
b. Sequential Model didukung oleh strategi pembelajaran yang tepat (Huang, Huang, &
Jika jumlah komputer sedikit, siswa dalam kelompok Yu, 2011). Penggunaan teknologi weblog dalam sarana pendidikan
kecil bergerak dari satu set sumber informasi ke sumber yang adalah meningkatkan sharing informasi, mudah dalam
lain. Bahan e-learning digunakan sebagai bahan rujukan atau mempublikasikan informasi, dan memudahkan guru untuk
bahan informasi baru. Jika terdapat beberapa komputer, siswa memonitoring. Bagi guru weblog juga berguna sebagai media
diberi peluang untuk mendapatkan pengalaman hands-on. belajar dengan cara mempostingkan materi pelajaran di weblog.
c. Static Station Model Siswa dapat mencari dan mengunduhnya sebagai referensi
Jika jumlah komputer sedikit, guru mempunyai pelajaran. Hal ini sebagai suatu solusi sistem pembelajaran di luar
beberapa sumber berbeda untuk mencapai objektif kelas sekaligus mengenalkan siswa dalam dunia teknologi dan
pembelajaran yang sama. Bahan e-learning digunakan oleh informasi khusunya dunia internet.
beberapa kelompok siswa manakala siswa lain menggunakan 3. Model Pembelajaran Kooperatif
sumber yang lain untuk mencapai tujuan pembelajaran yang Model pembelajaran kooperatif berlandaskan pada teori
sama. belajar kognitif konstruktivisme. Vygotsky yang mencetuskan
d. Laboratory Model hakekat sosiokultur dari pembelajaran meyakini bahwa fungsi yang
Jika jumlah komputer mencukupi untuk semua siswa, lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau
maka bahan e-learning dapat digunakan oleh semua siswa kerjasama antar individu tersebut. Susunan kelas hendaknya
sebagai bahan pembelajaran mandiri. Model ini boleh berbentuk pembelajaran kooperatif. Menurut John Dewey, dalam
digunakan jika sekolah mempunyai perangkat komputer yang bukunya yang berjudul “Democrasy And Education” mengatakan
dilengkapi dengan jaringan internet. bahwa kelas seharusnya menjadi cermin masyarakat yang lebih
2. Weblog luas dan menjadi laboratorium bagi pembelajaran kehidupan nyata
Weblog merupakan sebuah aplikasi berbasis web (web- (Arends, 2008). Guru berkewajiban menciptakan lingkungan
based application) yang setiap orang dapat membuat dan belajar yang ditandai dengan prosedur yang demokratis dan
mengembangkan sebuah situs dinamis tanpa harus memahami proses-proses ilmiah. Tanggung jawab utama guru adalah
bahasa pemrograman. Salah satu situs yang menyediakan weblog melibatkan siswa dalam inquiry (penyelidikan) tentang berbagai
secara gratis tanpa harus memahami bahasa pemrograman adalah masalah sosial dan interpersonal. Siswa dalam kelompok
http://www.wordpress.com. Sehingga tidak memerlukan biaya belajarnya berusaha mengatasi masalah dengan mencari sendiri
yang besar untuk membuat weblog dan tidak harus memahami jawabannya dan mempelajari prinsip-prinsip demokrasi melalui
bahasa pemrograman untuk mendesain weblog yang komunikatif interaksi sehari-harinya dengan teman sebayanya. Harbert Thelan
dan menarik. Weblog mempunyai aplikasi lebih luas dibandingkan berpendapat bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium dan
dengan software aplikasi sosial lainya (forum online, wiki), yaitu miniatur demokrasi yang bertujuan mempelajari dan menyelidiki
sebagai halaman web yang sederhana, link dan sumber informasi berbagai masalah sosial dan interpersonal (Arends, 2008). Dewey
(Huang, Huang, & Yu, 2011). Weblog adalah sebuah website untuk dan Thelan sama-sama memandang sekolah sebagian
memposting tulisan catatan pribadi seseorang di internet berisi laboratorium untuk mengembangkan tingkah laku demokrasi.
informasi yang sering diperbarui (update) dan bersifat kronologis. Penelitian dalam metode-metode pembelajaran
Weblog selain untuk memposting tulisan juga dapat mamasukkan kooperatif telah menunjukkan bahwa penghargaan tim dan
gambar, foto, video. Guru dapat memasukkan materi pelajaran, tanggung jawab individual merupakan unsur penting untuk
artikel, jurnal pendidikan di weblog, begitu juga guru dapat mencapai hasil belajar keterampilan-keterampilan dasar. Guru
memasukkan animasi pelajaran baik berupa gambar, foto maupun tidak hanya cukup sekedar mengatakan kepada siswa untuk
video. Weblog juga dapat membuat link ke situs/weblog pendidikan bekerja sama, alasan untuk saling membelajarkan satu sama lain
lainnya. Hal ini, dapat memperkaya informasi pengetahuan, tidak secara sungguh-sungguh. Selanjutnya, penelitian menunjukkan
hanya informasi dari guru yang telah diperbarui (update) di weblog. apabila siswa dihargai lebih tinggi daripada yang mereka peroleh
ISBN: 978-602-74245-0-0 516
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
di waktu lampau, mereka akan lebih termotivasi untuk belajar Tabel 1. Hasil Validasi Kelayakkan sumber belajar e-learning
daripada jika mereka dihargai berdasarkan kinerja mereka yang menggunakan weblog
hanya dibandingkan siswa lain, karena penghargaan untuk
Aspek Penilaian Nilai Kategori
peningkatkan menyebabkan keberhasilan itu tidak terlalu sukar
atau terlalu mudah bagi siswa untuk mencapainya. Menurut RPL 3,40 Layak
hierarki kebutuhan Maslow, kebutuhan untuk dihargai ini Isi (contents) 3,60 Layak
merupakan kebutuhan dasar manusia setelah kebutuhan fisiologis, Komunikasi Visual 3,50 Layak
kebutuhan akan rasa aman, dan kebutuhan untuk dicintai (Nur, Nilai Rerata 3,50 Layak
2008)
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa hasil validasi atau
untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama atau penilaian kelayakkan sumber belajar e-learning menggunakan
kolaborasi. Keterampilan ini amat sangat penting untuk dimiliki di weblog mendapatkan nilai rata-rata 3,50. Hal ini menunjukkan
dalam masyarakat dimana banyak kerja orang dewasa sebagian bahwa sumber belajar e-learning menggunakan weblog layak
besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu digunakan dalam pembelajaran e-learning. Aspek RPL terdiri atas
sama lain dimana masyarakat secara budaya semakin beragam. pengelolaan weblog mudah (maintainable) dan mudah
mengoperasikannya (usabilitas). Aspek isi (contents) terdiri atas
METODE PENELITIAN tujuan pembelajaran, kesesuaian materi dengan kurikulum,
Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan, sistematis. Aspek komunikasi visual terdiri atas lay out design,
karena mengembangkan sumber belajar e-learning menggunakan komunikatif dan interaktif. Berdasarkan validasi pakar diperoleh
weblog, kemudian weblog diujicobakan pada pembelajaran fisika beberapa saran antara lain visual (layout design, typography,
materi pokok fluida statis warna) diperbaiki, layout navigasi diperjelas, ukuran dan warna
Pada tahap pengembangan yang menjadi objek font, persamaan fisika sebaiknya menggunakan aplikasi Math
penelitian adalah weblog dengan mengikuti langkah-langkah equation.
pengembangan pembelajaran menurut Kemp (1994 : 9), Keterlaksanaan RPP e-learning diamati dengan
sedangkan pada tahap ujicoba yang menjadi subyek penelitian menggunakan Lembar Penilaian Keterlaksanaan RPP e-learning.
adalah siswa SMK Farmasi (SEKESAL) Surabaya kelas XIA Aspek-aspek keterlaksanaan RPP e-learning yang diamati yaitu
semester I. menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan
Penelitian untuk ujicoba dilakukan di SMK Farmasi informasi, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar,
(SEKESAL) Surabaya. Pemilihan sekolah tersebut sebagai tempat membimbing kelompok bekerja dan belajar, mengarahkan diskusi,
penelitian karena fasilitas sekolah menunjang pembelajaran yang menyelenggarakan diskusi, mengakhiri diskusi, memberikan
berbasis ICT. penghargaan dan mengadakan tanya jawab singkat mengenai
Metode pengambilan data pada penelitian ini, antara lain pembelajaran e-learning rata-rata skala penilaian antara 3,00
validasi atau penilaian sumber belajar e-learning menggunakan sampai dengan 4,00. Hal ini menunjukkan bahwa pengamatan
weblog kepada ahli IT dan pakar pendidikan, pengamatan dan Tes keterlaksanaan RPP e-learning memiliki kriteria baik.
Hasil Belajar (THB), dan pemberian angket. Teknik analisis data Pada pertemuan pertama guru menyajikan informasi
kelayakkan sumber belajar e-learning menggunakan weblog dengan menjelaskan metode pelaksanaan dan penilaian
dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan pembelajaran e-learning, membagikan panduan weblog dan
merata-rata skor yang diperoleh dari dua validator (ahli IT dan mendemonstrasikan cara mencari informasi melalui weblog dan
praktisi pendidikan), keterlaksanaan RPP e-learning menggunakan mengunduhnya. Kemudian, guru meminta beberapa siswa
deskriptif kualitatif yaitu dengan persentase keterlaksanaan RPP e- mempraktekkan cara mencari informasi melalui weblog dan
learning yang dilakukan oleh 2 pengamat yang sudah dilatih mengunduhnya menggunakan laptop, LCD dan wifi di kelas.
memberikan penilaian yang tepat pada LP Keterlaksanaan RPP e- Menurut Bandura, sebagian manusia belajar melalui pengamatan
learning. Ketuntasan hasil belajar siswa secara individu dapat yang selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Teori
dilihat dari nilai post test. Siswa dikatakan tuntas belajarnya jika pemodelan tingkah laku dengan baik apabila tingkah laku
telah berhasil memperoleh Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) merupakan proses tiga tahap, yang meliputi atensi, retensi,
mata pelajaran fisika di SMK Farmasi SEKESAL Surabaya yang produksi. Pada tahap atensi pengamat akan dapat memperhatikan
ditetapkan sebesar 72. Ketuntasan hasil belajar siswa secara tingkah laku dengan baik apabila tingkah laku tersebut jelas dan
klasikal dikatakan tuntas apabila ≥ 85 % individu tuntas. Penilaian tidak terlalu kompleks. Retensi dari suatu perilaku yang teramati
mencari informasi melalui weblog dan presentasi dianalisis dapat dimantapkan jika pengamat dapat menghubungkan
menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan menjumlahkan observasi itu dengan pengalaman sebelumnya yang bermakna
hasil penilaian mencari informasi dan presentasi kemudian dihitung baginya dan terlibat dalam pengulangan kognitif atas kegiatan itu
nilai rata-rata. (Arends, 2008).
Pada pertemuan kedua dan ketiga digunakan diskusi
HASIL DAN PEMBAHASAN kelas. Diskusi digunakan untuk mencapai sedikitnya tiga tujuan
Validasi atau penilaian kelayakkan sumber belajar khusus yang penting. Pertama, diskusi untuk meningkatkan
menggunakan weblog terdiri dari 3 aspek, yaitu rekayasa kemampuan berpikir siswa dan membantu mereka
perangkat lunak (RPL), isi (contents), dan komunikasi visual. mengkontruksikan pemahaman sendiri tentang isi akademik.
Berikut disajikan hasil validasi kelayakkan sumber belajar e- Kedua, diskusi meningkatkan keterlibatan dan keikutsertaan siswa,
learning menggunakan weblog pada tabel 2 berikut. siswa harus bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan
tidak sepenuhnya bergantung pada guru. Ketiga, diskusi digunakan
oleh guru untuk membantu siswa mempelajari berbagai

ISBN: 978-602-74245-0-0 517


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
keterampilan komunikasi dan proses berpikir yang penting (Arends, Presentase keterlaksanaan dan realibilitas RPP e-learning
2008). disajaikan pada tabel 4 berikut.
Tabel 2. Presentase keterlaksanaan dan realibilitas RPP e-learning
Penilaian RPP Pertemuan Rerata
Keterangan
1 2 3
Aspek Terlaksana 23 28 24 75
Aspek Tidak Terlaksana 3 2 0 5
Keterlaksanaan 88,5 93,3 100 93,9
Frekuensi Kecocokan Kedua Pengamat 12 13 12 37
Frekuensi Ketidakcocokan Kedua Pengamat 1 2 0 3
Reliabilitas 92,3 86,7 100 92,9

Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase keterlaksanaan dibutuhkan secara efisien (Huang dan Yu, 2011). Weblog
RPP e-learning 93,9%, dengan reliabilitas 92,9%. Hal ini mempunyai aplikasi lebih luas dibandingkan dengan software
menunjukkan bahwa RPP e-learning dapat terlaksana sangat baik aplikasi sosial lainya (forum online, wiki), yaitu sebagai halaman
dan Lembar Keterlaksanaan RPP e-learning dapat dikatakan web yang sederhana, link dan sumber informasi (Yuang dan Hsu).
reliabel. Weblog adalah sebuah website yang memuat tulisan (posting)
Nilai pre test siswa sebelum pembelajaran e-l arning catatan pribadi seseorang di internet berisi informasi yang sering di
dilakukan dibawah nilai KKM 72, sehingga secara individu belum update dan kronologis. Weblog selain untuk memposting tulisan
ada siswa yang tuntas. Setelah dilakukan pembelajaran e-learning, juga dapat mamasukkan gambar, foto, video, dan membuat link.
nilai post test kelas XIA terdapat 2 siswa tidak tuntas dan 28 siswa Guru dapat memasukkan materi pelajaran, artikel, jurnal
tuntas, sehingga ketuntasan secara klasikal sebesar 93%. Hal ini pendidikan di weblog, begitu juga guru dapat memasukkan animasi
disebabkan selama kegiatan pencarian informasi melalui weblog pelajaran baik berupa gambar, foto maupun video. Selain itu,
siswa dipandu dengan LKS dan panduan presentasi, sehingga weblog dapat membuat link ke weblog lainnya dan situs-situs
siswa mampu menggali konsep-konsep penting materi pokok fluida pendidikan. Hal ini, dapat memperkaya informasi pengetahuan,
statis secara mandiri dan kelompok. Menurut prinsip dari psikologi tidak hanya informasi dari guru yang telah di upload di weblog.
pendidikan adalah guru tidak dapat hanya semata-mata Dalam pembelajaran e-learning guru tidak hanya menyajikan
memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun meteri pelajaran secara online saja, namun harus komunikatif
pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu sehingga terjadi interakasi baik guru dengan siswa maupun
proses ini, dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi sesama siswa. Weblog dapat memberikan komentar dan
menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan meninggalkan pesan, sehingga siswa dapat bertanya kepada guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau apabila mengalami kesulitan untuk mengerjakan tugas mandiri
menerapkan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar tanpa dibatasi ruang dan waktu. Hal tersebut, memberikan
menyadari secara sadar menggunakan strategi-strategi mereka kesempatan kepada siswa untuk berkomunikasi baik dengan guru,
sendiri untuk belajar (Nur, 2008). Dengan demikian dapat maupun dengan sesamanya. Interaksi antara guru dengan siswa,
dikatakan bahwa melalui pembelajaran e-learning pada siswa maka guru dapat membimbing langkah demi langkah penyelesaian
dapat meningkatkan hasil belajar siswa, baik ketuntasan individu tugas mata pelajaran (scaffolding), jika siswa mendapatkan
maupun ketuntasan klasikal. kesulitan dalam mengerjakan tugas di luar tatap muka.
Penilaian proses mencari informasi melalui weblog bagi Kegiatan presentasi dinilai bagi tiap kelompok yang
tiap siswa meliputi aspek mencatat judul artikel/jurnal/informasi mempresentasikan hasil kerja kelompoknya pada saat tatap muka
beserta alamat websitenya, kesesuaian artikel/jurnal/informasi di kelas.. Penilaian ini meliputi kelengkapan materi presentasi,
dengan materi presentasi, dan mencetak artikel/jurnal/informasi. penulisan materi presentasi dan kemampuan presentasi kelompok.
Pada penilaian ini siswa melakukan pencarian informasi melalui Tujuan penilaian ini adalah untuk mengetahui kemampuan
weblog diluar jam tatap muka dengan panduan weblog. Kemudian kelompok presentasi dalam mempelajari tiap materi.
mengumpulkan hasil pencarian informasi dalam bentuk print out Pelaksanaan presentasi dengan baik dengan kisaran
kepada guru untuk dinilai dan dikembalikan sebagai referensi nilai antara 115 sampai 200. Hal ini menunjukkan bahwa siswa
belajar. Siswa kelas XIA SMK Farmasi SEKESAL Surabaya dapat mampu membuat materi presentasi sesuai tujuan pembelajaran,
melaksanakan dengan baik pencarian informasi melalui weblog menuliskan materi presentasi menggunakan bahasa yang baik,
sesuai dengan panduan weblog. Tujuan penilaian ini adalah untuk benar dan jelas, menggunakan slide power point dengan
mengetahui kemampuan siswa dalam mencari informasi melalui background yang sesuai bentuk, warna dan ukuran font,
weblog sebagai tugas individu. Siswa dapat melaksanakan mepresentasikan dengan percaya diri, suara yang lantang,
dengan baik pencarian informasi melalui weblog sesuai dengan mengemukakan ide serta bekerja sama dalam kelompok belajar.
panduan weblog. Secara keseluruhan nilai rata-rata tiap siswa Presentasi pertama mempresentasikan tentang Hukum
adalah 3,00 sampai 4,00 yang menunjukkan bahwa siswa telah Pascal dan presentasi kedua tentang Hukum Archimedes.
melaksanakan tugas mencari dan mengunduh informasi melalui Beberapa kelompok belum maksimal melaksanakan presentasi,
weblog dengan baik. Ciri weblog adalah isi utama biasanya berupa sehingga mendapat nilai kurang maksimal. Hal ini disebabkan
informasi yang bersifat kronologis dan menjadi beberapa kategori, persiapan kelompok presentasi kurang maksimal, salah satunya
terdapat arsip untuk berita atau informasi lama. Hal ini, berfungsi belum terjalin kerja sama yang solid antar anggota kelompok
untuk memudahkan siswa dalam mencari informasi yang

ISBN: 978-602-74245-0-0 518


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Respon siswa dikumpulkan menggunakan Lembar Depdiknas. (2003). Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Angket Respon Siswa terhadap proses pembelajaran e-learning Republik Indonesia No.20/2003 Tentang Dasar, Fungsi
menggunakan weblog sebagai sumber belajar pada materi pokok dan Tujuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
fluida statis dengan model pembelajaran kooperatif. Hasil Grounlund, E. N. (1985). Constructing Achievemment Test.
penyebaran angket menunjukkan bahwa 100% siswa senang Prence-Hall: Englewood Cliffs.
mengikuti proses pembelajaran e-learning, siswa senang Huang, C. T., Huang, M. Y., & Yu, Y. F. (2011). Cooperative
melakukan keterampilan mencari informasi melalui weblog dengan Weblog Learning in Higher Education. Its Facilitating
persentase sebesar 97,22%, siswa senang kegiatan presentasi Effects on Social Interaction, Time Lag,and Cognitive Load
dengan persentase sebesar 97,22% dan siswa senang dengan Ibrahim, M. (2005). Assesmen Berkelanjutan. Surabaya: Unesa
penilaian kooperatif dengan presentase 100%. University Press.
Kemp, J. E., & Marisson. (1994). Designing Effective Instruction .
SIMPULAN New York: Mac Millan College Publishing Company.
Berdasarkan temuan hasil penelitian, dapat disimpulkan Nur, M. (2008). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Pusat Sains
bahwa sumber belajar e-learning menggunakan weblog layak dan Matematika Sekolah UNESA.
digunakan dalam pembelajaran e-learning dan penerapan weblog Nur, M. (2008). Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan
dalam pembelajaran e-learning dengan model pembelajaran Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran . Surabaya:
kooperatif pada materi pokok fluida statis efektif. Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA.
Nur, M. (2008). Teori Pembelajaran Sosial. Surabaya: Pusat Sains
SARAN dan Matematika Sekolah UNESA.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, Prabowo. (1998). Metodologi Penelitian. Surabaya: Institut
disarankan: Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surabaya.
1 Mengingat penelitian hanya dilakukan pada materi pokok Prayitno. (2010). Cara Mudah Blogging Gratis di Multiply,
fluida statis, maka efektivitas sumber belajar e-learning Wordpress, Blogger, LivEjournal, dan Blogsome.
menggunakan weblog tidak dapat disimpulkan dari hasil Yogyakarta: Gava Media.
penelitian ini saja, tetapi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut Ratumanan, T. T., & Laurens, T. (2003). Evaluasi Hasil Belajar.
dengan materi pokok yang lain. Surabaya: Unesa University Press.
2 Keterbatasan waktu guru dan siswa untuk segera Slavin, R. E. (1995). Cooperative Learning Theory, Research, and
merespon/memberi umpan balik, karena tidak setiap saat di Practice. Fourth Edition. Messachusetts: Allyn and Bacon.
depan laptop, sehingga perlu penelitian lanjut dengan Surendro, K. (2009). Pengembangan Learning Content
menggunakan software aplikasi yang lain. Management System yang Mendukung Peningkatan
3 Mengingat kurikulum pendidikan menghendaki penilaian Efektifitas Proses Belajar Jarak Jauh. Dipetik Pebruari 2,
yang terdiri dari produk, afektif, dan psikomotor, maka 2011
sumber belajar e-learning menggunakan weblog dilengkapi Suyanto, A. (2010). Pengenalan E-learning. Dipetik Desember 7,
dengan laboratorium virtual yang dapat mengukur 2010, dari http://www.asep-hs.web.ugm.ac.id
psikomotor siswa. Tafiardi. (2005). Meningkatkan Mutu Pendidikan Melalui E-
learning. Dipetik Pebruari 2, 2011
DAFTAR PUSTAKA Tuckman, W. B. (1978). Conducting Educational Research.
Arends, R. (2008). Learning to Teach (Fifth ed.). New York: Second Edition. . New York: Rutgers University.
McGraw-Hill. Yuang, & Hsu, J. (2008). education and knowledge-oriented
Arifin, z. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Rosdakarya. applications of blogs, wikis, podcasts, and more. Innovative
Arikunto, S. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara. Technologies for Education and Learning .

ISBN: 978-602-74245-0-0 519


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN YANG MERUPAKAN KEBUTUHAN PUBLIK
DI INDONESIA
Zulfakar
Program Studi Administrasi Pendidikan, FIP IKIP Mataram
E-mail: zulfakar07@gmail.com

ABSTAK: Analisis kebijakan adalah sebagai suatu metode menggunakan argumentasi rasional dan fakta-fakta untuk menjelaskan,
menilai, dan membuahkan pemikiran dalam rangka upaya memecahkan masalah publik. Atau suatu prosedur menggunakan metode
inquiri dan argumentasi berganda untuk menghasilkan dan mendayagunakan informasi kebijakan yang sesuai dalam suatu proses
pengambilan keputusan dalam rangka memecahkan masalah kebijakan. Pendekatan dalam analisis kebijakan menggunakan pendekatan
deskriptif dan normative. Pendekatan deskriptif dimaksudkan untuk menyajikan informasi apa adanya kepada pengambil keputusan, agar
pengambil keputusan memahami permasalahan yang sedang disoroti dari suatu isu kebijakan. Sedangkan pendekatan normative
dimaksudkan untuk membantu para pengambil keputusan dalam memberikan gagasan hasil pemikiran agar para pengambil keputusan
dapat memecahkan suatu kebijakan. Dalam analisis kebijakan ada dua paradigma metodologi yang sering dipakai, yaitu paradigma
kuantitatif dan paradigma kualitatif. Namun paradigma kualitatiflah yang sering dipakai karena analisis kebijakan pada dasarnya
merupakan suatu proses pemahaman terhadap masalah kebijakan sehingga dapat melahirkan gagasan dan pemikiran mengenai
pemecahannya. Prosedur analisis kebijakan pendidikan mempertimbangkan tiga hal yaitu, pertama fungsi alokasi yaitu mengalokasikan
agenda penelitian, pengembangan, dan analisis kebijakan itu sendiri, kedua fungsi inquiri yaitu penemuan yang bersifat integral dari
semua agenda yang telah dilakukan, ketiga fungsi komunikasi dilaksanakan jika analisis kebijakan telah menghasilkan berbagai gagasan
atau usulan kebijakan yang realistis.

Kata Kunci: Analisis kebijakan, Pendidikan, Publik.

PENDAHULUAN ini pemerintah mewajibkan wajib belajar 12 tahun bagi seluruh


Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, sebab komponen anak bangsa yang berdomisili di seluruh pelosok
biasanya kualitas kecerdasan manusia dilihat dari seberapa tinggi negeri. Hal ini juga yang menjadi kecemasan sebagian warga
seseorang tersebut mengenyam pendidikan. Tidak hanya itu masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya walau dengan
dengan adanya pendidikan, manusia juga dapat mencapai kondisi ekonomi keluarga yang masih morat-marit sementara
pemenuhan kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja. Bukan hal untuk memperoleh pendidikan yang berqualitas identik dengan
yang istimewa lagi jika banyak orang berlomba-lomba untuk biaya pendidikan yang cukup mahal.
mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Pemerintah juga tidak Seharusnya pemerintah mengadakan pemerataan
main-main dalam menggalakkan pendidikan, terbukti dari adanya terhadap pendidikan. Pemanfaatan alokasi dana pendidikan yang
salah satu peraturan yang mengatur tentang pendidikan. sudah dicanangkan Negara dengan control dan pengawasan yang
Peraturan tersebut tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) baik dan berkesinambungan benar-benar bisa dinikmati secara
disebutkan bahwa : Tap-tiap warga negara berhak mendapatkan adil dan merata oleh masyarakat baik dari kalangan masyarakat
pengajaran; ayat (2) Pemerintah mengusahakan dan ekonomi lemah sampai ke level elite bangsa ini demi tercapainya
menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur pendidikan yang memadai dan berqualitas dengan menerapkan
dengan undang-undang. Dari penjelasan pasal ini pemerintah azas adil dan merata. Seharunsya pendidikan bukan hal yang sulit
memberikan petunjuk bahwa pemerintah mendapatkan amanat untuk di dapat di tengah era globalisasi dengan Masyarakat
untuk menjamin hak-hak warga negara dalam mendapatkan Ekonomi Asean yang sudah di depan mata. Namun pada
layanan pendidikan, selain itu pemerintah juga berkewajiban untuk kenyataannya, fenomena yang tampak di tengah masyarakat
menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional. adalah masih rendahnya qualitas pendidikan anak bangsa secara
Kepedulian pemerintah akan pendidikan juga umum di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik
terlihat pada besarnya alokasi dana untuk pendidikan dari APBN masyarakat dan permasalahan yang muncul misalnya: tingginya
20%, ini membuktikan keseriusan pemerintah untuk menjamin tingkat buta huruf, masih banyaknya pemuda/remaja yang
tiap-tiap warga negaranya agar mendapatkan pendidikan yang mengkonsumsi narkoba, munculnya geng motor, tindakan
layak. Namun sayangnya hal ini tidak disadari betul oleh premanisme, Bahkan maraknya gerakan Lesbian Gay Bisexual
masyarakat, sebab masih banyak masyarakat yang menganggap dan Transgender yang biasa di singkat LGBT serta berbagai kasus
pendidikan bukan hal yang utama dalam mencapai kesejahteraan lainnya yang bersinggungan langsung dengan tujuan pendidikan.
hidup. Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang telah
Di samping itu pemerintah juga kurang mengawasi dijelaskan di atas, pemerintah telah berupaya menerapkan
ketepatan pemanfaatan alokasi dana yang sudah dianggarkan berbagai kebijakan di bidang pendidikan, diantaranya: penerapan
bagi dunia pendidikan, sebab sebagian masyarakat yang pendidikan budaya dan karakter bangsa, peningkatan
menyadari akan pentingnya pendidikan masih profesionalisme guru, pembaharuan kurikulum, serta
sulit dalam mengenyam pendidikan. Pendidikan masih terasa diterapkannya program SM3T (Sarjana Mendidik daerah
sangat mahal bagi sebagian masyarakat yang garis kehidupannya Tertinggal, Terdalam dan Terluar)
masih rata-rata di bawah garis kemiskinan.Masih ada ketimpangan Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka penulis
antara sesama warga negara dalam mengenyam akan membahas dan mengkaji lebih lanjut dalam sebuah makalah
pendidikan.Untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang baik yang berjudul “Analisis Kebijakan Pendidikan yang merupakan
dirasakan sangat mahal bagi sebagian masyarakat. Apalagi saat kebutuhan publik di Indonesia”.

ISBN: 978-602-74245-0-0 520


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan di beranggapan bahwa kebijakan publik mempunyai akibat dan
atas, maka yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah: dampak yang dapat diramalkan atau diantisipasi sebelumnya.
1. Untuk mengetahui arah kebijakan pendidikan di Indonesia. Dari berbagai pendapat para ahli di atas,
2. Untuk mengetahui karakteristik kebijakan pendidikan. dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan
3. Untuk mengetahui implementasi kebijakan pendidikan di program yang dibuat oleh pemerintah dalam suatu negara
Indonesia. yang ditujukan untuk mengatasi segala persoalan ataupun
masalah-masalah yang ada di tengah-tengah masyarakat, baik
KAJIAN PUSTAKA yang sudah diterapkan maupun yang masih direncanakan.
A. Pengertian Kebijakan Publik Pada dasarnya kebijakan publik dicanangkan pemerintah
Menurut Wahab (dalam Bakry 2010) kebijakan publik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam setiap
merupakan ilmu yang relatif baru muncul pada pertengahan pembuatan kebijakan, pemerintah harus mengacu kepada
dasawarsa 1960-an sebagai sebuah disiplin yang menonjol masyarakat karena objek dari kebijakan publik adalah
dalam lingkup administrasi publik maupun ilmu politik. kepentingan masyarakat.
Sementara itu analisis kebijakan publik bisa dibilang telah lama Definisi kebijakan publik telah dikemukakan pada
eksis sejak adanya peradaban manusia. Sejak itu kebijakan bagian terdahulu, sementara pengertian kebijakan pendidikan
publik tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dalam bentuk berangkat dari pemikiran Tilaar dan Nugroho (dalam Bakry
tataran mikro individual maupun konteks tataran makro dalam 2010) yang mengungkapkan bahwa kebijakan pendidikan tidak
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. dapat dilepaskan dengan hakikat pendidikan dalam proses
Kebijakan publik mengatur, mengarahkan dan memanusiakan anak manusia menjadi merdeka. Manusia
mengembangkan interaksi sosial individu manusia dalam merdeka adalah manusia yang kreatif yang terwujud di dalam
komunitas dan antara suatu kaum dengan lingkungannya budayanya.
untuk suatu kepentingan agar komunitas tersebut dapat Menurut Chan (2005:65) pendidikan merupakan hal
memperoleh atau mencapai kebaikan yang diharapkannya yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang
secara efektif. Berbagai ahli memberikan pendapat yang selalu ingin berkembang dan berubah. Pendidikan mutlak ada
berbeda-beda mengenai pengertian kebijakan publik, dan selalu diperlukan selama ada kehidupan. Oleh karena itu,
diantaranya sebagai berikut : menurut Dye (dalam Eddi, 2004: dibutuhkan suatu kebijakan pendidikan.
45) yang dimaksud dengan kebijakan publik adalah “Segala Kebijakan pendidikan berhubungan dengan
yang dilakukan pemerintah, sebab-sebab mengapa hal keputusan-keputusan yang berkaitan dengan perbaikan dan
tersebut dilakukan, dan perbedaan yang ditimbulkan sebagai penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan (Gaffar, 2007
akibatnya”. Sedangkan menurut Lasswell (dalam Eddi, 2004: dalam Prasojo). Kebijakan Pendidikan merupakan sebagai
45) menjelaskan bahwa “Kebijakan publik adalah serangkaian kebijakan publik, bukan kebijakan pendidikan bagian dari
program terencana yang meliputi tujuan, nilai, dan praktik”. kebijakan publik. Pendidikan merupakan milik publik dan tiap
Dalam hal ini kebijakan publik dapat juga diartikan sebagai warga negara mendapat kesempatan yang sama untuk
program. memperoleh akses pendidikan yang layak. Maka dari itu
Berbeda dengan dengan kedua pendapat di atas, kebijakan pendidikan adalah program-program yang
Ranney dalam (Eddi,2004: 45) memberikan sumbangan direncanakan oleh pemerintah dalam rangka mengatasi
pemikiran mengenai kebijakan publik sebagai “tindakan- permasalahan-permasalahan yang timbul di bidang pendidikan
tindakan tertentu yang telah ditentukan atau pernyataan demi memenuhi kewajiban pemerintah dalam memberikan
mengenai sebuah kehendak”. Selain itu, menurut Lester dalam pendidikan bagi setiap warga negaranya.
(Eddi 2004: 45-46) yang dimaksud dengan kebijakan publik B. Kebijakan Pendidikan di Indonesia
adalah “Proses atau serangkaian keputusan atau aktifitas Pendidikan merupakan suatu kegiatan, proses, hasil
pemerintah yang didesain untuk mengatasi masalah publik, dan sebagai ilmu yang pada dasarnya merupakan sebagai
apakah hal itu riil ataukah masih direncanakan. Feriedrick usaha sadar yang dilakukan manusia sepanjang hayat guna
(dalam Nugroho, 2011:93) mendefinisikan kebijakan publik memenuhi kebutuhan hidup. Pandangan ini secara umum
sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, telah menjadi istilah konvensional di masyarakat dan sarana
kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, manusia memperoleh pengetahuan secara
dengan ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang berkesinambungan. Pada dasarnya, bahwa kebijakan
diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi pemerintah Indonesia 2014-2019 yang memiliki orientasi
sekaligus mengatasi hambatanyang ada dalam rangka berbasis ekonomi sesuai dengan rancangan strategis
mencapai tujuan tertentu. pendidikan nasional 2014-2019 yang mengacu pada amanat
Beragam definisi tentang konsep kebijakan publik Undang-Undang Dasar Tahun 1945
dapat ditarik kesimpulan menurut Sutapa (2008) bahwa Setiap kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan
terdapat dua pendapat umum yang mengemuka. Pertama, akan berdampak pada pengambilan keputusan oleh para
pendapat yang memandang bahwa kebijakan publik identik pembuat kebijakan dalam bidang pendidikan, baik di tingkat
dengan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah. nasional maupun daerah dan tingkat satuan pendidikan.
Pendapat ini beranggapan bahwa pada umumnya semua Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
tindakan yang dilakukan pemerintah adalah kebijakan publik. Indonesia sebagai sebuah lembaga negara yang memiliki
Kedua, pendapat yang memusatkan perhatian pada kewenangan untuk membuat sebuah kebijakan paling tinggi di
implementasi kebijakan (Policy Implementation). Pandangan Indonesia tentunya sangat mempengaruhi eksistensi dan
yang pertama melihat bahwa kebijakan publik merupakan prosesi pendidikan yang diharapkan memiliki standar mutu
keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan yang layak di dalam lingkungan masyarakat dalam negeri
atau sasaran tertentu, dan pandangan yang kedua maupun luar negeri. Kemudian keberadaan dewan perwakilan
ISBN: 978-602-74245-0-0 521
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
rakyat, dewan perwakilan daerah dan pemerintah pusat yang masyarakat untuk mendirikan dan menyelenggarakan sekolah-
dipimpin oleh presiden dan seorang wakil presiden, jajaran sekolah swasta (Nugroho, 2011:112).
kementerian, dan jajaran badan/ lembaga kelengkapan Dengan demikian, kebijakan publik dalam dunia
eksekutif negara adalah para pembuat kebijakan yang bisa pendidikan selalu mengandung multi fungsi, untuk menjadikan
mempengaruhi dunia pendidikan nasional. kebijakan sebagai kebijakan yang adil dan seimbang dalam
Namun, khususnya pada tingkat nasional, para mendorong kemajuan kehidupan bersama. Meski pemahaman
pengambil keputusan khusus masalah pendidikan di tingkat ini penting, hal yang lebih penting lagi bagi pemerintah atau
DPR RI adalah Komisi X DPR RI Presiden RI, dan Menteri lembaga publik adalah berkenaan dengan perumusan,
Pendidikan dan Kebudayaan RI. Sehingga, segala bentuk implementasi, dan evaluasi kebijakan.
kebijakan pendidikan nasional yang dihasilkan oleh ketiga
elemen ini akan mempengaruhi kebijakan pendidikan di PEMBAHASAN
seluruh daerah dan seluruh satuan pendidikan di Indonesia. A. Pengertian Analisis Kebijakan Pendidikan
Pengambil kebijakan yang bisa mempengaruhi Analisis kebijakan merupakan suatu prosedur
masalah pendidikan di tingkat daerah ialah DPRD dan berpikir yang sudah lama dikenal dan dilakukan dalam sejarah
Pemerintah Daerah. Khususnya dalam masalah pendidikan, kehidupan umat manusia, paling tidak sejak manusia mampu
posisi Komisi E di DPRD dan Dinas Pendidikan di Pemda melahirkan dan memelihara pengetahuan dalam kaitannya
sangatlah berperan untuk memfasilitasi adanya pemberlakuan dengan tindakan yang harus dipertanggungjawabkan dalam
kebijakan pendidikan di tingkat daerahnya masing-masing kehidupan berbangsa dan benegara. Para ahli memiliki
yang didasari oleh peraturan perundang-undangan dari hasil pengertian yang berbeda dalam mengartikan analisis
permusyawaratan policy maker nasional. Akhirnya, kebijakan, diantaranya:
keberadaan satuan pendidikan pun tak kalah pentingnya untuk 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia analisis adalah
membuat kebijakan pendidikan yang akan mempengaruhi (1) penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk
fenomena dunia pendidikan yang berlangsung di tingkat mengetahui keadaan yg sebenarnya (sebab-musabab,
satuan pendidikan yang ada. duduk perkaranya, dsb); (2) penguraian suatu pokok atas
Evaluasi kebijakan pendidikan Era Otonomi masih berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri
belum terformat secara jelas maka di lapangan masih timbul serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian
bermacam-macam metode dan cara dalam melaksanakan yg tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
program peningkatan mutu pendidikan. Sampai saat ini hasil 2. Menurut Dunn: bahwa analisis kebijakan adalah suatu
dari kebijakan tersebut belum tampak, namun berbagai prosedur untuk menghasilkan informasi mengenai
improvisasi di daerah telah menunjukkan warna yang lebih masalah-masalah kemasyarakatan berikut tindakan
baik. Misalnya, beberapa langkah program yang telah pemecahannya.
dijalankan di beberapa daerah, berkaitan dengan kebijakan 3. Patton: mengungkapkan analisis kebijakan adalah suatu
pendidikan dalam rangka peningkatan mutu berbasis sekolah rangkaian proses dalam menghasilkan kebijakan.
dan peningkatan mutu pendidikan berbasis masyarakat 4. Duncan MacRae: berpendapat analisis kebijakan
diimplementasikan sebagai berikut : a) Telah berlakunya UAS merupakan suatu disiplin ilmu sosial terapan yang
dan UAN sebagai pengganti EBTA /EBTANAS; b) Telah menggunakan argumentasi rasional dengan
dibentuknya Komite Sekolah sebagai pengganti BP3; c) Telah menggunakan fakta-fakta untuk menjelaskan, menilai, dan
diterapkan muatan lokal dan pelajaran ketrampilan di sekolah membuahkan pikiran dalam rangka upaya memecahkan
menengah SMP; d) Dihapuskannya sistem Rayonisasi dalam masalah publik.
penerimaan murid baru; e) Pemberian insentif kepada guru- 5. Stokey dan Zekhauser: analisis kebijakan sebagai suatu
guru negeri; f) Bantuan dana operasional sekolah, serta proses rasional dengan menggunakan metode dan teknik
bantuan peralatan praktik sekolah; g) Bantuan peningkatan rasional.
SDM sebagai contoh pemberian beasiswa pada guru untuk Dari beberapa pendapat di atas dapat kita
mengikuti program Pascasarjana; h) Peniningkatan argumentasikan bahwa analisis kebijakan merupakan
profesionalisme guru dan dosen melalui penyelenggaraan pemahaman manusia tentang cara memecahkan masalah-
prfesi guru dan dosen untuk memperoleh sertifikat pendidik masalah kebijakan. Jadi analisis kebijakan pendidikan
dan menjadi guru dan dosen profesional; i) Penerapan merupakan cara memecahkan masalah yang ada dalam
pendidikan budaya dan karakter bangsa bagi smua jenjang kebijakan-kebijakan tentang pendidikan menggunakan
pendidikan. pemahaman yang ada.
Setiap kebijakan mengandung multi tujuan yaitu B. Analisis Kebijakan Pendidikan
untuk menjadikan kebijakan itu sebagai kebijakan yang adil Badan penelitian dan pengembangan di lingkungan
dan seimbang dalam mendorong kemajuan kehidupan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak awal
bersama. Kebijakan pendidikan nasional disebut memperkuat reformasi tahun 1998, berbagai bentuk kegiatan penelitian,
peran negara dengan memastikan 20% anggaran negara penilaian, dan pengembangan pendidikan telah banyak
untuk pendidikan nasional, namun di sisi lain ada pasal yang dilakukan untuk menunjang proses pembuatan keputusan.
memperkuat peran publik dengan adanya komite-komite Badan ini terus berkembang dengan pesat, khususnya dalam
sekolah. Tujuan dinamisasi dalam bentuk mendorong memberikan masukan pemikiran terhadap proses
terbentuknya sekolah-sekolah swasta dan tujuan stabilisasi pembangunan pendidikan yang telah direncanakan dan
dengan adanya standar-standar pendidikan yang harus diikuti. dilaksanakan secara sistematis. Badan ini terus berperan
Ada tujuan regulasi seperti batasan-batasan setiap jenjang dalam melahirkan berbagai gagasan pembaharuan pendidikan
pemerintahan dalam melakukan peran pendidikan nasional sehingga proses pembangunan pendidikan telah melewati
dan tujuan deregulasi dengan adanya ruang-ruang bagi masa-masa yang penuh tantangan.
ISBN: 978-602-74245-0-0 522
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Para analis kebijakan dalam bidang pendidikan tidak oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat
hanya dituntut untuk menguasai teknik-teknik penelitian dan berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan
pengembangan tetapi juga dituntut untuk menguasai isu-isu dan lindungan sesuai dengan potensinya; h) Meningkatkan
pendidikan yang relevan baik isu pendidikan secara internal penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu
maupun isu-isu pendidikan dalam kaitannya secara lintas pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri
sektoral. Isu-isu pendidikan secara internal meliputi sistem dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan
pendidikan berikut komponen-komponennya yang integral, koperasi.
seperti pendidikan dasar (berfungsi menanamkan kemampuan D. Karakteristik kebijakan pendidikan
dasar), pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi, Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang
pendidikan profesi, serta komponen-komponen penunjang khusus, yakni:
sistem pendidikan. 1. Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan yang jelas,
Isu-isu pendidikan secara eksternal, yang juga namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan
sangat penting untuk terus dikaji oleh para analisis kebijakan, pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan
menyangkut keterkaitan yang integral antar pendidikan dengan kontribusi pada pendidikan;
kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang seperti politik, 2. Kebijakan pendidikan yang memiliki legalitas formal, maka
ekonomi, ketenagakerjaan, lingkungan hidup, serta kehidupan perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus
sosial. dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara
Dalam kaitannya dengan hal-hal di atas suatu sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan
lembaga penelitian dan pengembangan pendidikan perlu pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai
mencurahkan perhatiannya untuk memenuhi tantangan yang dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah
dimaksudkan. Kemampuan lembaga penelitian dan hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di
pengembangan dalam melaksanakan analisis kebijakan tidak wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu
hanya dituntut untuk menghasilkan gagasan-gagasan kebijakan pendidikan yang legitimit;
pembaharuan berdasarkan isu-isu yang realistis dan sesuai 3. Kebijakan pendidikan yang memiliki konsep operasional
dengan tuntutan zaman, tetapi yang sama pentingnya ialah yang jelas, sebagai sebuah panduan yang bersifat umum,
kemampuan dalam mengkomunikasikan gagasan-gagasan tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar
yang dihasilkan tersebut agar benar-benar terwujud dalam dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan
bentuk kebijakan pemerintah yang dapat dilaksanakan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang
sebagaimana mestinya. ingin dicapai. Apalagi kebutuhan akan kebijakan
C. Arah kebijakan pendidikan di Indonesia pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan
Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan keputusan;
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 4. Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di
tentang Sistem Pendidikan Nasional, diarahkan untuk bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga
mencapai hal-hal sebagai berikut: a) Mengupayakan perluasan tak sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan
dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang lingkungan di luar pendidikan. Para administrator
bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para
terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah
peningkatan anggaran pendidikan secara berarti; b) unsur minimal pembuat kebijakan pendidikan;
Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta 5. Kebijakan pendidikan yang dapat dievaluasi, tentunya tak
meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan luput dari keadaan yang sesungguhnya untuk
sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal ditindaklanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau
terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan,
pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan
tenaga kependidikan; c) Melakukan pembaharuan sistem pendidikan memiliki karakter dapat memungkinkan adanya
pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa evaluasi terhadapnya secara mudah dan efektif;
diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta 6. Kebijakan pendidikan yang memiliki sistematika, oleh
didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal karenanya harus memiliki sistematika yang jelas
sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya.
pendidikan secara professional; d) Memberdayakan lembaga Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi
pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat dan sustainabilitas yang tinggi agar kebijakan pendidikan
pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh
meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang strukturnya akibat serangkaian faktor yang hilang atau
didukung oleh sarana dan prasarana memadai; e) Melakukan saling berbenturan satu sama lainnya. Hal ini harus
pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak
berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan tidak menimbulkan kecacatan hukum secara internal.
manajemen; f) Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan
yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun harus berpadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik;
pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan lainnya.
efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu E. Implementasi Kebijakan Pendidikan di Indonesia
pengetahuan, teknologi, dan seni; g) Mengembangkan kualitas Proses implementasi atau pelaksanaan kebijakan
sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-
dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif sasaran yang semula bersifat umum telah dirinci, program-
ISBN: 978-602-74245-0-0 523
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
program aksi telah dirancang dan sejumlah dana/biaya telah perubahan, hal ini didasari karena semata-mata ingin
dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan sasaran- mempengaruhi tujuan pendidikan itu sendiri agar proses
sasaran tersebut. Ini merupakan syarat-syarat pokok bagi belajar mengajar semakin efektif; c)
implementasi kebijakan publik. Adanya pelatihan-pelatihan keguruan; d) Saat ini
Tanpa adanya syarat-syarat tersebut, maka pemerintah tengah menggalakkan pelatihan guru-guru yang
kebijakan publik boleh dikatakan sekedar retorika politik atau ada di daerah agar semata-mata meningkatkan kualitas guru
slogan politik. Secara teoretik pada tahap implementasi ini agar semakin baik. Pelatihan guru ini juga menuntut guru agar
proses perumusan kebijakan dapat digantikan tempatnya oleh lebih loyalitas terhadap profesinya sehingga dapat menjadikan
proses implementasi kebijakan, dan program-program anak didik semakin berkarakter.
kemudian diaktifkan. Tetapi dalam praktik, pembedaan antar
tahap perumusan kebijakan dan tahap implementasi kebijakan SIMPULAN
sebenarnya sulit dipertahankan, karena umpan balik dari Suatu kebijakan dibuat untuk menjadi pedoman dalam
prosedur-prosedur implementasi mungkin menyebabkan bertindak dan mengarahkan kegiatan dalam organisasi pendidikan
diperlukannya perubahan-perubahan tertentu pada tujuan- untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses implementasi
tujuan dan arah kebijakan yang sudah ditetapkan. Atau aturan- kebijakan hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-
aturan dan pedoman-pedoman yang sudah dirumuskan sasaran yang semula bersifat umum telah dirinci, program-
ternyata perlu ditinjau kembali sehingga menyebabkan program aksi telah dirancang dan sejumlah dana/biaya telah
peninjauan ulang terhadap pembuatan kebijakan pada segi dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan sasaran-
implementasinya. sasaran tersebut.
Pelaksanaan kebijakan publik yang telah diterapkan Pelaksanaan kebijakan publik di bidang pendidikan
di Indonesia yang telah dilakukan pemerintah cukup banyak merupakan hal yang sangat penting, sebab pemerintah sudah
salah satunya adalah penetapan alokasi dana untuk seharusnya membuat perubahan-perubahan di dalam pendidikan
pendidikan sebesar 20% dari APBN, pemusatan oleh perintah demi tercapainya pelaksanaan pendidikan yang lebih baik. Selain
untuk wajib belajar 12 tahun serta yang tengah marak saat ini itu adanya perencanaan-perencanaan dalam bidang pendidikan
adalah perubahan kurikulum. Yang semunya itu dilakukan juga tengah digalakkan, contohnya saja penempatan guru-guru
demi pencapaian tujuan pendidikan yang lebih maksimal. yang dianggap profesional untuk bersedia ditempatkan di tempat-
Berbicara tentang kurikulum perubahan ini cukup tempat terpencil.
memberikan dampak bagi pendidikan dari berbagai Hal ini merupakan suatu kebijakan yang sangat baik,
perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terdapat nuansa mengingat banyaknya guru yang berlomba-lomba ke daerah
lain yang terlihat dari kelompok masyarakat adalah perubahan perkotaan mengakibatkan kurangnya guru di daerah
kurikulum pendidikan. Perubahan tersebut tampak dari tahun pedesaan/terpencil. Maka dari itu perlu adanya suatu kebijakan
ke tahun, seperti pada Kurikulum tahun 1984 (CBSA) dengan dari pemerintah khususnya yang mana mampu membuat suatu
penambahan suplemen pada kurikulum tersebut pada tahun program-program baru untuk perubahan pendidikan yang lebih
1994, kemudian keinginan yang terus menerus untuk berkualitas.
peningkatan mutu pendidikan Indonesia sehingga
memungkinkan kembali perubahan kurikulum dilakukan SARAN
dengan sebutan Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK (2004), Pemerintah dalam membuat kebijakan publik dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang disingkat (KTSP), dunia pendidikan agar melibatkan seluruh elemen perwakilan anak
dan di akhir pemerintahan Kabinet Gotong Royong yang bangsa sebagai sumbangsih saran yang bisa mewakili suara
menjadi Menteri Pendidikan saat itu Adalah Prof. M. Nuh rakyat banyak dalam membuat suatu kebijakan-kebijakan yang
menerapkan kurikulum 2013 yang biasa disingkat K13 di lebih mengena bagi rakyat untuk perubahan di bidang pendidikan.
seluruh tingkat satuan pendidikan yang ada di Indonesia. Pemerintah bisa merangsang masyarakat agar turut serta
Tujuan diadakannya pendidikan bukan hanya berpartisipasi dalam sebuah inovasi di bidang pendidikan agar
mempersiapkan tenaga kerja siap pakai, melainkan pendidikan di Indonesia dapat bersaing dengan negara lain.
mengemban misi yang jauh lebih besar. Seperti: pendidikan
juga mempersiapkan generasi penerus dengan akhlak, moral, DAFTAR PUSTAKA
dan kepribadian yang baik; pendidikan juga bertanggungjawab Chan, Sam M dkk.2005. Analisis SWOT Kebijakan Pendidikan Era
atas karakter jatidiri sebagai bangsa; dunia pendidikan; Otonomi Daerah. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.
terutama pendidikan tinggi juga diharapkan mampu Halim, Abdul Rahman. Aktualisasi Implementasi Kebijakan
menghasilkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang Pendidikan Pada Madrasah Swasta di Sulawesi Selatan.
dapat mengangkat taraf hidup orang banyak, bermanfaat bagi Dalam Jurnal Lentera Pendidikan, Vol. 11 No. 1 Juni 2008
kemajuan hidup masyarakat, bangsa, dan kemanusiaan. : 83-100.
Kebijakan dasar dalam kaitannya dengan isu relevansi Imron, Ali. 2010, Kebijakansanaan Pendidikan di Indonesia,
pendidikan dapat dikemukakan, yaitu: a) Penuntasan wajib Proses, Produk dan Masa Depannya. Jakarta: Bumi
belajar pendidikan dasar 12 tahun. Empat pilar pendidikan Aksara.
yang dikemukakan oleh UNESCO yaitu bahwa pendidikan Mahfudz, Asep dkk.Analisis Kebijakan dan Kelayakan Mutu
harus memungkinkan dan membekali siswa dengan Tenaga Pendidik dalam Rangka Meningkatkan Mutu
kemampuan untuk belajar mengetahui (lerning to know), Penyelenggaraan Pendidikan Dasar di Provinsi
belajar untuk mengerjakan sesuatu (learning to do), belajar Sulawesi Tengah.Dalam Jurnal Media Litbang Sulteng 2
menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar untuk hidup (2) : 75-85, Desember 2009.
bermasyarakat (learning to live together); b) Perubahan Nugroho, Riant. 2008. Public Policy. Jakarta: PT Elex Media
Kurikulum, Kurikulum pendidikan selalu mengalami Komputindo.Prasojo, Lantip Diat. Financial Resources
ISBN: 978-602-74245-0-0 524
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Sebagai Faktor Penentu Dalam Implementasi Kebijakan Wibowo, Edi. 2004, Kebijakan Publik Pro Civil Society.
Pendidikan. Yogyakarta: Cipta Mandiri.
Rosyada, Dede, 2010, Arah Kebijakan Pembangunan
Pendidikandi Indonesia, ISPI Pusat dan Dekan FITK UIN
Jakarta.

ISBN: 978-602-74245-0-0 525


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
ANALISIS UJI IMPAK PADA ELEKTROPLATING KROM DEKORATIF MENGGUNAKAN LOGAM BASIS
TEMBAGA DENGAN VARIASI SUHU
Zulfikar Maulana Putra1, Sukainil Ahzan2, dan Dwi Pangga3
1,2&3Program Studi Pendidikan Fisika FPMIPA, IKIP Mataram

Email: zulfikarmaulana03@gmail.com

Abstrak: Telah dilakukan penelitian tentang proses elektroplating menggunakan nikel krom sebagai pelapis dari logam tembaga. Proses
ini dilakukan dengan memvariasikan suhu. Hasil elektroplating akan diuji menggunakan uji impak. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa
pada masing-masing sampel yang telah di uji impak untuk suhu dengan variasi 50 oC, 60oC, dan 70oC dengan jarak eletroda, waktu dan
arus diatur konstan. Hasil uji impak lapisan menggunakan suhu 50oC adalah 1,8371 joule/mm2, pada suhu 60oC adalah 1,8875 joule/mm2,
dan pada suhu 70oC adalah 1,9259 joule/mm2. Berdasarkan hasil penelitan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi temperatur saat
elektropating, semakin besar energi impak yang di butuhkan untuk merusak lapisan sampel.

Kata kunci: Uji impak, elektroplating krom dekoratif, tembaga, suhu.

PENDAHULUAN setelah dielektroplating krom melalui uji impak dengan variasi


Seiring perkembangan zaman, banyak industri dan suhu.
teknologi yang membutuhkan bahan dalam proses menghasilkan
suatu produk. Salah satu bahan yang dimaksud adalah logam, METODE PENELITIAN
dimana logam dimanfaatkan sebagai material penunjang dalam Rancangan kegiatan pada penelitian ini yaitu:
proses produksi. Tetapi banyak faktor yang menyebabkan daya 1. Persiapan sampel yang akan dielektroplating
guna logam menurun, salah satunya adalah kekuatan logam. Plat tembaga dipotong sesuai dengan ukuran
Meskipun logam merupakan suatu senyawa kimia berbentuk padat standarisasi sampel uji impak, dimana panjang = 55 mm, lebar
yang memiliki tingkat kekuatan yang tinggi. Logam masih saja = 10 mm, tinggi = 10 mm, ketinggian takik = 8 mm, kedalaman
dikatakan bahan yang belum maksimal atau masih kurang takik = 2 mm, dan sudut takikan = 45o. Pada gambar 1 dapat
kekuatannya, sebab industri maupun teknologi membutuhkan dilihat sampel tembaga yang akan dilapisi.
suatu bahan yang benar-benar kuat dalam proses produksi suatu
produk. Salah satu cara mengatasi masalah tersebut adalah
melapisi logam tersebut dengan logam lainya.
Di NTB misalnya, sudah terdapat bengkel-bengkel
variasi mobil maupun motor yang menawarkan jasa elektroplating.
Dimana komponen dan aksesoris kendaraan bermotor
menggunakan pelapisan krom yang bertujuan sebagai pelapis
dekoratif. Maksud dari dekoratif ini bertujuan agar benda tersebut
terlihat lebih menarik. Gambar 1. Sampel elektroplating
Putri dan Handani (2015) mengungkapkan bahwa 2. Pembersihan sampel
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi waktu Plat tembaga dibersihkan menggunakan amplas seri
terhadap persentase massa, kuat tarik, kuat tekan, dan kekerasan 500cc dan diamplas lagi menggunakan amplas seri 1500cc
hasil elektroplating nikel karbonat (NiCO3) pada tembaga (Cu). untuk menghilangkan kotoran pada tembaga, kemudian plat
Dengan variasi waktu yang digunakann adalah 5, 10, 15, 20 dan tembaga dicelupkan kedalam larutan H2SO4 95% selama 3
25 menit. Hasil uji tarik, uji tekan dan uji kekerasan tertinggi menit dan dibilas menggunakan aquades untuk mendapat
diperoleh pada waktu pelapisan 15 menit yang menghasilkan permukaan yang bersih. Setelah itu plat tembaga dikeringkan.
persentase massa deposit 7,407% dengan nilai kuat tarik yaitu 3. Pelapisan nikel
3,041 N/cm2, nilai kuat tekan 3,139 N/cm2 dan nilai kekerasan Adapun larutan elektrolit yang digunakan pada
adalah 60,8 HRB. pelapisan nikel yaitu NiCl2.6H2O yang sudah dilarutkan dengan
Suarsana (2008) mengungkapkan bahwa dengan variasi aquades. Kemudian larutan tersebut dimasukkan dalam
waktu pelapisan nikel pada tembaga yang dilakukan (dengan wadah elektroplating. Setelah itu plat tembaga yang akan
range 5 menit – 25 menit), nilai iluminasi cahayanya dan ketebalan dilapisi dipasang pada katoda dan pada anoda dipasang plat
lapisnnya meningkat. Pada waktu pelapisan nikel 5 menit nilai nikel. Proses ini dilakukan elektroplating dengan variasi suhu
iluminasi cahayanya adalah 3297,027 lux dan ketebalannya 50oC, 60oC dan 70oC, selanjutnya menggunakan arus 2 A,
adalah 14,1 µm. Pada waktu pelapisan nikel 20 menit nilai waktu 10 menit dan jarak elektroda 7 cm.
iluminasi cahayanya adalah 8242,904 lux dan ketebalanya adalah 4. Pelapisan krom
55,77 µm. Pada waktu pelapisan 25 menit nilai iluminasi Larutan yang digunakan pada pelapisan krom yaitu
cahayanya adalah 6868,862 lux dan ketebalannya adalah 55,77 asam kromat (CrO3) yang sudah dilarutkan dengan aquades.
µm. Proses ini dilakukan elektroplating dengan suhu 30oC, arus 0,2
Berdasarkan penelitian tersebut, maka dalam penelitian A, waktu 3 menit dan jarak elektroda 7 cm.
ini akan dilakukan uji impak pada elekktroplating krom dekoratif 5. Uji impak
menggunakan logam basis tembaga dengan variasi suhu. Dimana pada pengujian impak ini untuk menganalisis
Tujuan dalam melakukan penelitian ini adalah untuk kekuatan suatu bahan. Pada pengujian impak dilakukan
menentukan besarnya tingkat kekuatan logam basis tembaga dengan cara menjatuhkan sebuah massa bola besi (m) dengan
ketinggian (h) tertentu. Pengujian ini dilakukan sebanyak
ISBN: 978-602-74245-0-0 526
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
empat kali, satu sampel pertama tidak dielektroplating, tetapi warna dari variasi suhu 70oC lebih cerah dibanding variasi suhu
langsung di uji impak untuk mengetahui kekuatan awal dari 60oC, kemudian variasi suhu 60oC lebih cerah dibanding variasi
tembaga, dan ketiga sampel berikutnya yang dielektroplating suhu 50oC. Untuk penentuan tingkat kecerahan sampel ini dilihat
nikel krom dengan variasi suhu yang berbeda. Maka untuk menggunakan mata, sebab hasil tingkat kecerahan dari sampel
menentukan nilai impak (HI) dapat digunakan persamaan tersebut bisa dilihat.
energi potensial, dimana:
𝐸 = 𝑚𝑔𝜆(cos 𝛽 − cos 𝛼)
𝐻𝐼 = 𝐸⁄𝐴
Ruang lingkup penelitian ini hanya memfokuskan proses
elektroplating pada logam tembaga dan dari hasil elektroplating
tersebut kemudian di uji impak untuk mengetahui kekuatannya
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah 1. Alat: Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
gelas kimia 500 mL, batang pengaduk, jangka sorong, termometer, Gambar 2. Sampel setelah dielektroplating
rectifier (model 3005S), magnetic sterrir, neraca digital, penghitung Dari hasil pengujian impak didapatkan hasil yang
waktu (stopwatch), amplas seri cc 1500, pH meter, anoda nikel 99 ditunjukan pada tabel. 1 dan gambar. 3.
%, anoda Pb (timbal). 2. Bahan: Adapun bahan-bahan yang Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pada sampel non
digunakan pada penelitian ini yaitu: Bahan-bahan yang digunakan plating diperoleh harga impak sebesar 1,7636 joule/mm 2,
dalam penelitian ini adalah: Pelat tembaga, aqua dm, NiCl2.6H2O, kemudian pada suhu 50oC diperoleh harga impak sebesar 1,8371
CrO3, H2SO4 95 – 97 %. joule/mm2, sedangkan pada suhu 60oC harga impak mengalami
Langkah – langkah percobaan: peningkattan sebesar 1,8875 joule/mm2, dan pada suhu 70oC
1. Penghalusan: tahap ini dilakukan secara mekanik pada harga impak mengalami peningkatan sebesar 1,9259 joule/mm2.
permukaan plat tembaga menggunakan amplas seri cc 1500. Tabel 1. Data hasil uji impak
2. Pencucian menggunakan asam: proses ini dilakukan dalam Non
larutan asam H2SO4 95 – 97 % selama 3 menit, kemudian bilas Suhu (oC) 50oC 60oC 70oC
plating
menggunakan air. Panjang
3. Elektroplating nikel: proses ini dilakukan dengan variasi suhu 54,98 55 54,98 54,90
(mm)
dengan tahap-tahap sebagai berikut:
Lebar (mm) 10,08 10,08 10 10
a. Sebelum dilapisi nikel, tembaga ditimbang terlebih dahulu.
b. Tembaga dihubungkan dengan kutub negatif pada rectifier Tinggi (mm) 10,08 10,08 9,98 10,10
sedangkan logam pelapis nikel dihubungkan kutub positif, Ketinggian
tembaga diletakkan pada posisi menggantung pada kawat 8,10 8,10 8 8,10
takik (mm)
tembaga dengan jarak 7 cm.
c. Arus pada rectifier diatur 2 Amper yang diberikan untuk Luasan (mm2) 81,648 81,648 80 81
waktu 10 menit dengan suhu 50oC. Energi serap
144 150 151 156
d. Prosedur (a-c) diulangi untuk variasi suhu, 60oC, dan 70oC. (joule)
e. Tembaga yang telah dilapisi nikel dibilas dengan aqua dm Harga impak
1,7636 1,8371 1,8875 1,9259
dan dikeringkan dan logam basis ditimbang kembali untuk (joule/mm2)
mendapatkan massa nikel yang diendapkan.
4. Elektroplating krom: tahap ini merupakan tahap akhir pelapisan Hubungan suhu terhadap uji impak sangat berpengaruh,
dengan langkah-langkah sebagai berikut: dimana semakin besar suhu yang digunakan maka semakin besar
a. Tembaga yang telah dilapisi dengan nikel dihubungkan pula energi impak yang dibutuhkan untuk merusak sampel yang
dengan kutub negatif pada rectifier sedangkan logam dielektroplating.
timbal dihubungkan dengan kutub positif, tembaga
maupun timbal diletakkan pada posisi menggantung pada Harga Impak Vs Suhu
kawat tembaga dengan jarak 7 cm. 1.95
b. Pada rectifier arus diatur pada 0,2 Amper dan waktu
Harga impak
(Joule/mm2)

1.9
elektroplating dilakukan selama 2 menit pada suhu 30oC. 1.85
c. Tembaga yang telah dilapisi krom dicuci dengan aqua dm 1.8
kemudian dikeringkan. 1.75
5. Pengujian impak: tahap ini merupakan tahap akhir, dimana 1.7
untuk mengetahui harga impaknya, sehingga dapat diketahui 1.65
berapa kekuatan dari logam tembaga yang sudah
dielektroplating menggunakan nikel krom dengan variasi suhu.
Hasil yang diperoleh dari pengujian impak pada logam Suhu (oC)
yang telah dielektroplating akan dibuat tabel dan dianalisa,
kemudian dibuat grafik nilai harga impak.
Gambar 3. Hubungan antara harga impak dan suhu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari proses pelapisan nikel krom didapatkan warna
(kecerahan) pelapisan yang berbeda – beda. Dimana diperoleh

ISBN: 978-602-74245-0-0 527


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
KESIMPULAN Putri dan Handani, 2015. Karakterisasi Sifat Mekanik Hasil
Pengujian impak pada masing – masing sampel yang telah Elektroplating Nikel Karbonat (NiCO3) pada Tembaga (Cu).
dielektroplating, untuk variasi suhu 50oC, 60oC dan 70oC dengan Jurnal Fisika Unad Vol. 4, No. 1, Januari 2015. ISSN: 2302-
jarak elektroda, waktu, dan arus diatur konstan, didapatkan bahwa 8491. Universitas Andalas, Padang
semakin tinggi suhu yang digunakan maka semakin tinggi pula Rusnoto, 2013. Studi Kekuatan Impak pada Pengecoran Padual
energi impak yang dibutuhkan untuk merusak sampel. Al-Si (Piston Bekas) dengan Penambahan Unsur Mg.
Jurnal Foundry Vol. 3 No. 2 Oktober 2013. ISSN : 2087-
225. Universitas Pancasakti, Tegal
Suarsana, 2008. Pengaruh Waktu Pelapisan Nikel pada Tembaga
dalam Pelapisan Khrom Dekoratif terhadap Tingkat
Kecerahan dan Ketebalan Lapisan. Jurnal Ilmiah Teknik
Mesin Cakram Vol. 2 No. 1, Juni 2008 (48 –60). Universitas
Udayana, Bali
Gambar 4. Sampel setelah di uji impak Widodo & Asmoro, 2012. Analisa Chrome Deposit dan Hardness
pada Proses Hard Chrome dengan Variasi Arus untuk
DAFTAR PUSTAKA Roda Gigi Sepeda Motor. Jurnal Teknologi Technoscientia.
Kaban, dkk., 2010. Menguji Kekuatan Bahan Elektroplating ISSN: 1979-8415 Vol. 4 No. 2 Februari 2012. Institute
Pelapisan Nikel pada Substrat Besi dengan Uji Impak Teknnologi Nasional, Malang
(Impact Test). Jurnal Penelitian Sains Vol. 13 No. 3 (B) Zuchry Muhammad, 2012. Pengaruh Temperatur dan Bentuk
13305. Jurusan Fisika PMIPA, Universitas Sriwijaya, Takikan terhadap Kekuatan Impak Logam. “Mektek” Tahun
Sumatra Selatan XIV No. 1, Januari 2012. Jurusan Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Tadulako, Palu.

ISBN: 978-602-74245-0-0 528


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN DAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP HASIL
BELAJAR SMP
Zulkifli
Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Mataram
E-mail: Ijulk.bima@gmail.com

Abstrak: Pendidikan melibatkan tiga unsur pelaksana yaitu: sekolah, keluarga, dan masyarakat. Di sekolah guru mempunyai peranan
ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Peningkatan hasil belajar siswa tidak lepas dari proses belajar mengajar, karena proses
belajar mengajar pada hakikatnya merupakan inti kegiatan dalam proses pendidikan. Segala sesuatu yang belum di programkan akan di
laksanakan dalam proses belajar mengajar yang melibatkan semua komponen pembelajaran dan akan menentukan sejauh mana tujuan
yang telah di tetapkan dapat tercapai. Salah satu tujuan penggunaan metode pembelajaran dalam proses belajar mengajar adalah siswa
diharapkan dapat dengan mudah menerima dan memahami materi yang disampaikan oleh guru selain itu, metode pembelajaran memiliki
korelasi yang sangat esensial terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Metode pembelajaran ceramah, merupakan metode
pembelajaran yang paling tradisional atau klasik yang telah lama di gunakan dalam dunia pendidikan. Walaupun metode pembelajaran
ceramah dalam sejarah pendidikan merupakan metode klasik, namun medote tersebut masih relevan untuk digunakan bahkan sebagian
besar tenaga pendidik dalam dunia pendidikan kontenporer masih menggunakan metode pembelajaran ceramah yang dikolaborasi
dengan metode pembelajaran lainnya. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dapat dicapai
siswa dalam menguasai mata pelajaran bahasa Indonesia, maka metode pembelajaran ceramah digunakan sebagai salah satu strategi
pembelajaran. Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu
terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks.
Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar.

Keywords: belajar, metode, media pembelajaran, sekolah, masyarakat

PENDAHULUAN memahami materi yang disampaikan oleh guru selain itu, metode
Pendidikan melibatkan tiga unsur pelaksana yaitu: pembelajaran memiliki korelasi yang sangat esensial terhadap
sekolah, keluarga, dan masyarakat. Di sekolah guru mempunyai peningkatan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, guru
peranan ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Dalam proses hendaknya menggunakan metode pembelajaran yang tepat agar
pembelajar, tugas utama guru tenaga pengajar adalah membantu dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif, yang dapat
perkembangan intelektual, afektif, dan psikomotorik melalui memacu keiginan tahuan siswa agar terlibat aktif dalam kegiatan
transpormasi pengetahuan, pemecahan masalah, latihan-latihan, belajar mengajar, karena keterlibatan siswa secara aktif dalam
dan dan keterampilan. Sebagai pendidik guru membantu proses belajar akan memberi peluang besar terhadap pencapaian
mendewasakan anak-anak secara psikologis, sosial, dan moral. tujuan pembelajaran.
Secara subtansial, guru selain sebagai pengajar dan pendidik juga Salah satu metode pembelajaran yang sudah umum
mempunyai tanggungjawab dalam kegiatan proses belajar digunakan adalah metode pembelajaran ceramah. Berbeda
mengajar khususnya dalam pengelolaan kelas dan penggunaan dengan metode dengan pembelajaran lainnya, misalnya metode
metode atau strategi pembelajaran. Dalam pengelolaan kelas dan proyek, metode ekperimen, metode diskusi, metode demonstrasi,
penggunaan metode pembelajaran, guru di tuntut untuk kreatif dan dan lain-lain. Metode pembelajaran ceramah, merupakan metode
inovatif karena gurulah yang tahu secara pasti situasi dan kondisi pembelajaran yang paling tradisional atau klasik yang telah lama
kelas, serta keadaan peserta didik dengan berbagai latar belakang di gunakan dalam dunia pendidikan. Hal ini senada dengan asumsi
sosialnya. Roestiyah (2001: 136) bahwa sejak dulu guru dalam usaha
Kemampuan siswa dalam satu kelas tentu beragam, ada menularkan pengetahuannya pada siswa, ialah secara lisan atau
yang pandai, sedang, dan ada pula yang kurang. Sehubungan ceramah. Walaupun metode pembelajaran ceramah dalam sejarah
dengan keragaman kemampuan tersebut, guru perlu mengatur pendidikan merupakan metode klasik, namun medote tersebut
secara cermat, kapan siswa harus bekerja secara perorangan, masih relevan untuk digunakan bahkan sebagian besar tenaga
secara berpasangan, secara kelompok, dan secara kelasik. Oleh pendidik dalam dunia pendidikan kontenporer masih
karena itu, maksimalisasi fungsi dan peran guru akan berimplikasi menggunakan metode pembelajaran ceramah yang dikolaborasi
pada perbaikan dan peningkatan dari aspek proses pembelajaran, dengan metode pembelajaran lainnya. Oleh karena itu, untuk
yang salah satu tolak ukurnya berupa peningkatan prestasi belajar dapat mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dapat
siswa. dicapai siswa dalam menguasai mata pelajaran bahasa Indonesia,
Peningkatan hasil belajar siswa tidak lepas dari proses maka metode pembelajaran ceramah digunakan sebagai salah
belajar mengajar, karena proses belajar mengajar pada hakikatnya satu strategi pembelajaran.
merupakan inti kegiatan dalam proses pendidikan. Segala sesuatu
yang belum di programkan akan di laksanakan dalam proses METODE
belajar mengajar yang melibatkan semua komponen pembelajaran Penjelasan mengenai rancangan atau desain penelitian
dan akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah di tetapkan yang digunakan perlu diberikan untuk setiap jenis penelitian,
dapat tercapai. Salah satu komponen pembelajaran selain guru terutama penelitian eksperimental. Rencana perlakuan diartikan
adalah pengunaan metode pembelajaran. Salah satu tujuan sebagai strategi mengatur latar penelitian agar peneliti
penggunaan metode pembelajaran dalam proses belajar mengajar memperoleh data yang valid sesuai dengan karakteristik variabel
adalah siswa diharapkan dapat dengan mudah menerima dan dan tujuan penelitian. Dalam penelitian eksperimental, rencana

ISBN: 978-602-74245-0-0 529


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
perlakuan yang dipilih adalah yang paling memungkinkkan peneliti 5. Penggunaan media pengajaran harus diorganisir secara
untuk mengendalikan variabel-variabel lain yang diduga ikut sistematis bukan sembarang mengunakannya.
berpengaruh terhadap variabel-variabel terikat. Pemilihan rancana 6. Jika sekiranya suatu pokok bahasan memerlukan lebih dari
perlakuan dalam penelitian eksperimental selalu mengacu pada macam media, maka guru dapat memanfaatkan multi media
hipotesis yang akan diuji. Pada penelitian noneksperimental, yang menguntungkan dan memperlancar proses belajar-
bahasan dalam subbab rencana perlakuan berisi penjelasan mengajar dan juga dapat merangsang siswa dalam belajar.
tentang jenis penelitian yang dilakukan ditinjau dari tujuan dan Beberapa syarat umum yang harus dipenuhi dalam
sifatnya; apakah penelitian eksploratoris, deskriptif, eksplanatoris, pemanfaatan media pengajaran dalam yakni:
survai, atau penelitian historis, korelasional, dan komparasi 1. Media pengajaran yang digunakan harus sesuai dengan tujuan
kausal. Di samping itu, dalam bagian ini dijelaskan pula variabel- pembelajaran yang telah ditetapkan.
variabel yang dilibatkan dalam penelitian serta sifat hubungan 2. Media pengajaran tersebut merupakan media yang dapat
antara variabel-variabel tersebut dilihat atau didengar.
3. Media pengajaran yang digunakan dapat merespon siswa
PEMBAHASAN belajar.
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi 4. Media pengajaran juga harus sesuai denga kondisi individu
pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu siswa.
terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan 5. Media pengajaran tersebut merupakan perantara (medium)
lingkungannya. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa dalam proses pembelajaran siswa.
yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami Penggunaan media pengajaran seharusnya
oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak mempertimbangkan beberapa hal berikut ini:
terjadinya proses belajar. Menurut Skinner, bahwa belajar adalah 1. Guru harus berusaha dapat memperagakan atau merupakan
suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi model dari suatu pesan (isi pelajaran) disampaikan.
lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya 2. Jika objek yang akan diperagakan tidak mungkin dibawa ke
menurun. Lebih lanjut Skinner mengemukakan bahwa dalam dalam kelas, maka kelaslah yang diajak ke lokasi objek
belajar ditemukan adanya hal berikut. tersebut.
1. Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon 3. Jika kelas tidak memungkinkan dibawa ke lokasi objek
pelajar. tersebut, usahakan model atau tiruannya.
2. Respon si pelajar. 4. Bilamana model atau maket juga tidak didapatkan, usahakan
3. Konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut. gambar atau foto-foto dari objek yang berkenaan dengan
Menurut Pieget, bahwa pengetahuan dibentuk oleh materi (pesan) pelajaran tersebut.
individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus 5. Jika gambar atau foto juga tidak didapatkan, maka guru
dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. berusaha membuat sendiri media sederhana yang dapat
Dengan adanya interaksi dengan lingkungan, maka fungsi intelek menarik perhatian belajar siswa.
semakin berkembang. Belajar adalah suatu proses usaha yang 6. Bilamana media sederhana tidak dapat dibuat oleh guru,
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah gunakan papan tulis untuk mengilustrasikan objek atau pesan
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman tersebut melalui gambar sederhana dengan garis lingkaran.
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Metode inkuiri merupakan metode pembelajaran yang
Proses belajar mengajar akan efektif apabila terdapat berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa
guru yang professional yang mampu menyelaraskan antara media yang berperan sebagai subjek belajar, sehingga dalam proses
pendidikan yang ada dengan metode pembelajaran. Jadi antara pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri,
materi ajar, metode, dan media pembelajaran yang digunakan mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah.
dalam proses belajar mengajar di dunia pendidikan harus selaras Menurut piaget bahwa model pembelajaran inquiry
dan sesuai. Dengan kata lain media pembelajaran harus sesuai adalah model pembelajaran yang mempersiapkan siswa pada
dengan metode pembelajaran yang dipakai oleh guru. Sedangkan situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar
motede pembelajaran harus sesuai dengan materi pembelajaran melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan
yang akan disampaikan oleh guru kepada peserta didiknya. pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawabannya sendiri, serta
Media pengajaran digunakan dalam rangka upaya menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang
peningkatan atau mempertinggi mutu proses kegiatan belajar- lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang
mengajar. Oleh karena itu harus diperhatikan prinsip-prinsip ditemukan siswa lain.
penggunaanya antara lain: Menurut Sanjaya (2012), metode pembelajaran Inkuiri
1. Penggunaan media pengajaran hendaknya dipandang adalah strategi pembelajaran inkuiri, yakni rangkaian kegiatan
sebagai bagian integral dari suatu sistem pengajaran dan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis
bukan hanya sebagai alat bantu yang berfungsi sebagai dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari
tambahan yang digunakan bila dianggap perlu dan hanya suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri
dimanfaatkan sewaktu-waktu. biasanya dilakukan melalui Tanya jawab antara guru dan siswa.
2. Media pengajaran hendaknya dipandang sebagai sumber Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan
belajar yang digunakan dalam usaha memecahkan masalah strategi heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani,
yang dihadapi dalam proses belajar-mengajar. yaituheuriskein yang berarti saya menemukan.
3. Guru hendaknya benar-benar menguasai teknik-teknik dari Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI) berangkat dari
suatu media pengajaran yang digunakan. asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki
4. Guru seharusnya memperhitungkan untung ruginya dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin
pemanfaatan suatu media pengajaran. tahu tentang keadaan alam disekelilingnya merupakan kodrat
ISBN: 978-602-74245-0-0 530
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
manusia sejak ia lahir ke dunia. Sejak kecil manusia memiliki 6. Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk mengguanakan
keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui indera pendekatan yang berpusat pada siswa.
pengecapan, pendengaran, penglihatan, dan indera-indera Secara umum Sanjaya (2012: 199) mengemukakan
lainnya. Hingga dewasa keingintahuan manusia secara terus- bahwa proses pembelajaran dengan mengguanakan strategi
menerus berkembang dengan menggunakan otak dan pikirannya. pembelajaran inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai
Pengetahuan yang dimiki manusia akan bermakna (meaningfull) berikut:
manakala didasari oleh keingintahuan itu. Dalam rangka itulah 1. Orientasi
strategi inkuiri dikembangkan (Sanjaya, 2012:197). Ada beberapa Langkah orientasi adalah langkah untuk membina
hal yang menjadi ciri utama metode pembelajaran inkuiri suasana atau iklim pembelajaran yang responsive. Pada
adalah strategi pembelajaran inkuiri yang meliputi: langkah ini guru mengondisikan agar siswa siap
1. Strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara melaksanakan proses pembelajaran. Berbeda dengan
maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi tahapan preparation dalam strategi pembelajaran ekspositori
inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam (SPE) sebagai langkah untuk mengkondisikan agar siswa tiap
proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai menerima pelajaran , pada langkah orientasi dalam SPI , guru
penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan
tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari masalah. Langkan orientasi merupakan langkah yang sangat
materi pelajaran itu sendiri. penting. Keberhasilan stratgi pembelajaran inkuiri sangat
2. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas
mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah;
ditanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap tanpa kemauan dan kemampuan itu tak mungkin proses
percaya diri (self belief). Dengan demikian, strategi pembelajaran akan berjalan dengan lancar. Beberapa hal yang
pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai dapat dilakukan dalam tahapan orientasi ini adalah
sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator a. Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang
belajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan diharapkan dapat dicapai oleh siswa.
melalui proses Tanya jawab antara guru dan siswa. Oleh b. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakuakn
sebab itu, kemampuan guru dalam menggunakan tekhnik oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini
bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap
3. Tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai
mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis, logis, dengan merumuskan kesimpulan.
dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual c. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini
sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar
strategi pembelajaran inkuiri siswa tak hanya dituntut agar siswa.
menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka 2. Merumuskan Masalah
dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang Merumuskan masalah merupakan langkah
hanya mnguasai pelajaran belum tentu dapat membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung
mengembangkan kemampuan berfikir secara optimal, namun teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang
sebaliknya siswa akan dapat mengembangkan kemampuan menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka teki itu.
berfikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran. Dikatakan teka teki dalam rumusan masalah yang ingin dikaji
Metode pembelajaran inkuiri yang disebut Strategi disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya dan siswa
pembelajaran inkuiri oleh Sanjaya (2012) merupakan bentuk dari didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari
pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh
(student centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam sebab itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh
strategi ini siswa memegang peran yang sangat dominan dalam pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya
proses pembelajaran. Strategi pembelajaran inkuiri akan efektif mengembangkan mental melalui proses berpikir. Dengan
manakala: demikian, teka teki yang menjadi masalah dalam berinkuiri
1. Guru mengaharapkan siswa dapat menemukan sendiri adalah teka teki yang mengandung konsep yang jelas yang
jawaban dari suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. harus dicari dan ditemukan. Ini penting dalam pembelajaran
Dengan demikian dalam strategi inkuiri penguasaan materi inkuiri. Beberapa halyang harus diperhatiakan dalam
pelajaran bukan sebagai tujuan utama pembelajaran, akan merumuskan masalah, diantaranya:
tetapi yang lebih dipentingkan adalah proses belajar. a. Masalah hendaknya dirumusakn sendiri oleh siswa. Siswa
2. Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta akan memiliki motivasi belajar yang tinggi manakala
atau konsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan dilibatkan dalam merumuskan masalah yang hendak dikaji.
yang perlu pembuktian. Dengan demikian, guru sebaiknya tidak merumuskan
3. Jika proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa sendiri masalah pembelajaran, guru hanya memberikan
terhadap sesuatu. topik yang akan dipelajari, sedangkan bagaimana rumusan
4. Jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata- masalah yang sesuai dengan topik yang telah ditentukan
rata memiliki kemauan dan kemampuan berpikir. Strategi sebaiknya diserahkan kepada siswa.
inkuiri akan kurang berhasil diterapkan kepada siswa yang b. Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung
kurang memiliki kemampuan untuk berpikir. teka teki yang jawabannya pasti. Artinya guru dapat
5. Jika jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa mendorong agar siswa dapat merumuskan masalah yang
dikendalikan oleh guru. menurut guru jawaban sebenarnya sudah ada, tinggal
siswa mencari dan mendapatkan jawabannya secara pasti.
ISBN: 978-602-74245-0-0 531
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
c. Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep kemampuan berikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang
yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa. Artinya diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi
sebelum masalah itu dikaji lebih jauh melalui proses inkuiri, harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat
guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa siswa sudah dipertanggung jawabkan.
memiliki pemahaman tentang konsep-konsep yang ada 6. Merumuskan Kesimpulan
dalam rumusan masalah. Jangan harapkan siswa dapat Merumuskan kesimpulan adalah proses
melakukan tahapan inkuiri selanjutnya, manakalaia belum mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil
paham konsep-konsep yang terkandung dalam rumusan pengujian hipotesis. Merumukan kesimpulan merupakangong-
masalah. nya dalam proses pembelajaran. Sering terjadi, oleh karena
3. Merumuskan Hipotesis banyaknya data yang diperoleh, menyebabkan kesimpulan
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu yang dirumuskan tidak focus terhadap masalah yang hendak
permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang
sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Kemampuan akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data
atau potensi individu untuk berpikir pada dasarnya sudah mana yang relevan.
dimiliki sejak individu itu lahir. Potensi berpikir itu dimulai dari
kemampuan setiap individu untuk menebak atau mengira-ngira KESIMPULAN
(berhipotesis) dari suatu permasalahan. Manakala individu Penggunaan media pengajaran hendaknya dipandang
dapat membuktikan tebakannya, maka ia akan sampai pada sebagai bagian integral dari suatu sistem pengajaran dan bukan
posisi yang bisa mendorong untuk berpikir lebih lanjut. Oleh hanya sebagai alat bantu yang berfungsi sebagai tambahan yang
sebab itu, potensi untuk mengembangkan kemampuan digunakan bila dianggap perlu dan hanya dimanfaatkan sewaktu-
menebak pada setiap individu harus dibina. Salah satu cara waktu. Guru harus berusaha dapat memperagakan atau
yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan merupakan model dari suatu pesan (isi pelajaran) disampaikan.
kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah Metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar
dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat berfikir ilmiah pada diri siswa yang berperan sebagai subjek
mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban belajar, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih
sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam
kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. memecahkan masalah. Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI)
Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, berangkat dari asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia,
tetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh, sehingga manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri
hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis. pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang keadaan alam
Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat berpengaruh disekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke dunia.
oleh kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan Sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala
pengalaman. Dengan demikian, setiap individu yang kurang sesuatu melalui indera pengecapan, pendengaran, penglihatan,
mempunyai wawasan akan sulit mengembangkan hipotesis dan indera-indera lainnya. Hingga dewasa keingintahuan manusia
yang rasional dan logis. secara terus-menerus berkembang dengan menggunakan otak
4. Mengumpulkan Data dan pikirannya. Pengetahuan yang dimiki manusia akan bermakna
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring (meaningfull) manakala didasari oleh keingintahuan itu.
informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang
diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri, mengumpulkan DAFTAR PUSTAKA
data merupakan proses mental yang sangat penting dalam Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka
pengembangan intelektal. Proses pengumpulan data bukan Cipta.
hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan Asnawir dan M. Basyiruddin Usman. 2002. Media Pembelajaran.
tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan Jakarta: Ciputat Pers.
menggunakan potensi berpikirnya. Oleh sebab itu, tugas dan Arsyad, Azhar. 2005. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja
peran gutu dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan- Grafindo Persada.
pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
mencari informasi yang dibutuhkan. Sering terjadi kemacetan Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta :
berinkuiri adalah manakal siswa tidak apresiatif terhadap Rineka Cipta.
pokok permasalahan. Tidak apresiatif itu biasanya ditunjukkan Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2008. Evaluasi Pembelajaran.
oleh gejala-gejala ketidakbergairahan dalam belajar. Manakala Yogyakarta: Multi Pressindo.
guru menemukan gejala-gejala semacam ini, maka guru Mulyasa. 2008. Menjadi guru Professional Menciptakan
hendaknya secara terus menerus memberikan dorongan Pembelajaran Kreatif Dan Menyenangkan. Bandung:
kepada siswa untuk belajar melalui penyuguhan berbagai jenis Remaja Rosda Karya.
pertanyaan secara merata kepada seluruh siswa sehingga Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka
meraka terangsang untuk berpikir. Cipta.
5. Menguji Hipotesis Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran.
Menguji hipotesis adalah proses menentukan Bandung: Alfabeta
jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data dan Sardiman, Arief, dkk.1986. Media Pendidikan, Jakarta: CV. Raja
informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Wali.
Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari Sanjaya, Wina. 2012. Strategi Pembelajaran: Berorentasi Standar
tingkat keyakinan siswa atau jawaban yang diberikan. Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Predana Media
Disamping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan Grup.
ISBN: 978-602-74245-0-0 532
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Syukur, Fatah. 2005. Teknologi Pendidikan. Semarang: Rasail.
Bandung: Alfabeta.

ISBN: 978-602-74245-0-0 533


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Syiar Islam Di Bima Abad XVII
Zuriatin
STKIP Taman Siswa Bima
e-mail: atinamin57@gmail.com

Abstrak: Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Bima melewati tahapan yang cukup panjang dan di warnai dengan
ketegangan politik dimana terjadi perebutan kekuasaan kerajaan antara putera mahkota yang sah kerajaan Bima dengan tureli nggampo
(perdana menteri) kerajaan Bima yang bernama salisi. Dan ketegangan politik inilah yang menjadi gambaran umum kondisi masyarakat
Bima sebelum kedatangan Islam di Bima. Ketegangan politik ini berakhir setelah putera mahkota La Kai memeluk Islam dan di anggkat
menjadi sultan Bima yang pertama dan salisi di kalahkan oleh angakatan perang raja Gowa. Kedatangan Islam tidak hanya merubah
kepercayaan masyarakat namun juga merubah seluruh tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di kerajaan bima mulai dari
perubahan pemerintahan, perubahan sosial dan budaya dalam masyarakat yang semuanya di jalankan berdasarkan Ajaran agama islam.

Kata Kunci: Syiar, Islam, Bima

PENDAHULUAN Adapun yang menjadi inti atau pokok permasalahan


Kedatangan Islam di berbagai daerah di Indonesia dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
tidaklah bersamaan, demikian pula kerajaan-kerajaan dan daerah- 1. Kepercayaan apakah yang di anut oleh masyarakat Bima
daerah yang didatanginya mempunyai situasi politik dan sosial sebelum menganut Agama Islam
budaya yang berlainan. (poesponegoro ; 1984. Hal 1) masyarakat 2. Bagaimana proses masuknya Agama Islam di Bima
yang berdiam di daerah pesisir memungkinkan lebih dahulu 3. Siapa tokoh pembawa Agama Islam masuk di Bima dan kapan
mengenal Islam dibandingkan dengan masyarakat yang bermukim waktunya?
di wilayah pedalaman hal ini terjadi karena mereka yang berdiam 4. Bagaimana pengaruh Islam di masyarakat Bima.?
di wilayah pesisir lebih mudah dan sering berhubungan dengan Dari beberapa pokok permasalahan yang dikemukakan di
orang luar yang melakukan hubungan perdagangan dengan atas, maka dalam pembahasan nantinya dapat memberikan
mereka. kejelasan sesuai dengan yang diharapkan dalam penulisan skripsi
Dari kontak dagang yang datang dari berbagai penjuru ini. Adapun batasan Spasialnya adalah lokasinya di Daerah Tingkat
dunia itulah, mereka saling memperkenalkan budaya masing- II Bima dan batasan Temporalnya yaitu pada saat utusan dari
masing. Islam masuk di Indonesia pada awal abad ke VII-XIII oleh Gowa mendarat di selat Sape sekitar tahun 1617 pada masa Sultan
muslim Arab, Persia, dan India (Gujarat, benggala). Penyebaran Abdul Kahir selaku raja pertama yang memeluk Islam dan di mulai
Islam di Indonesia adalah melalui perdagangan. dari keadaan masyarakat Bima sebelum kedatangan Islam sampai
Khusus di kerajaan Bima atau yang secara lokalnya di kepada beralihnya Bima dari Kerajaan menjadi Kesultanan pada
sebut Mbojo, penulisan awal mula proses awal penyiaran Islam saat agama Islam di jadikan agama resmi kerajaan. Pemberian
merupakan pokok permasalahan yang memerlukan pengkajian. batasan adalah untuk menghindari pembahasan yang meleset dari
Oleh sebab itu sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Sejarah yang pokok permasalahan.
tertarik untuk mengangkat Syiar Islam Agama Islam di kerajaan
Bima sebagai bahan kajian dalam penyusunan karya ilmiah ini. METODE PENELITIAN
Dengan tujuan agar kita lebih mengetahui dengan jelas proses Jenis penelitian ini adalah penelitian sejarah yang
masuknya Agama Islam di kerajaan Bima sampai berpangkal pada masa lampau Penelitian ini menggunakan
perkembangannya menjadi agama resmi kerajaan Bima sehingga pendekatan Tekstual yaitu Penelitian dengan menggunakan Arsip,
menjadikan Bima dari pemerintahan yang bercorak kerajaan Proses penelitian ini berfokus pada masa lampau, yang akan
menjadi pemerintahan yang bercorak kesultanan. Dan dengan dilaksanakan dengan metode sejarah. Pada dasarnya Penelitian
sendirinya kita dapat mengetahui apa dan bagaimana kebudayaan sejarah juga dapat dikategorikan sebagai penelitian Deskriptif
dan kepercayaan serta adat istiadat kerajaan Bima sebelum dan Analisis yang berusaha memberikan gambaran yang lebih
sesudah menjadi kerajaan Islam. mendalam tentang pelabuhan Bima pada masa lampau. Dalam
Dalam sejarah local dan nasional kerajaan Bima melakukan penelitian sejarah, kita melakukaan kegiatan yang lajim
mempunyai kedudukan tersendiri sebagai kerajaan yang patut di lakukan pada semua metode penelitian ilmiah lain. Begitu pula
untuk di kenang keberadaannya walaupun tulisan ataupun bahan dalam ilmu sejarah memiliki metode penelitian (Abdurahman ; 2017
bacaan tentang daerah ini masih sangat kurang jumlahnya. Oleh hal 30)
sebab itu penulis tertantang untuk menyuguhkan sebuah skripsi Dalam ruang lingkup Ilmu Sejarah, metode penelitian itu
yang membahas tentang kerajaan Bima walaupun dalam skala disebut metode sejarah. Menurut gottschalk (dalam notosusanto,
kecil. Tema yang di angkat dalam karya ilmiah ini adalah: ”SYIAR 1986) menyatakan bahwa “ yang dinamakan metode sejarah
ISLAM DI BIMA” adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan
Topic ini sangat menarik karena kesultanan Bima tidak peninggalan masa lampau. Rekonstruksi imajinatif dari masa
mungkin tumbuh dan berkembang seandainya pengaruh Islam lampau berdasarkan data yang diperoleh melalui proses
tidak masuk dan berkembang di Bima. Karena pada hakekatnya historiografi’’.
kesultanan adalah pemerintahan yang berdasarkan Islam. Antara Penelitian sejarah yang pada dasarnya adalah penelitian
Islam dan kesultanan tidak dapat di pisahkan laksana roh dan terhadap sumber-sumber sejarah, merupakan implementasi dari
jasad, seperti halnya kita tidak dapat memisahkan antara lahirnya tahapan kegiatan yang tercakup dalam metode sejarah, yaitu (1)
kerajaan dan datangnya agama Hindu. heuristik merupakan langkah awal dalam penelitian sejarah yaitu

ISBN: 978-602-74245-0-0 534


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
kegiatan mencari dan menemukan sumber yang diperlukan yang B. Proses Islamisasi Di Bima.
berkaitan dengan masalah yang sedang di teliti. (2) kritik yaitu Proses penyebaran Islam di bima dapat dilihat dari
Sumber untuk penulisan sejarah ilmiah bukan sembarang sumber, beberapa tahap:
tetapi sumber-sumber itu terlebih dahulu harus dinilai melalui kritik  Pertama pengetahuan orang bima mengenai adanya orang-
ekstern dan kritik intern. (3) interpretasi Setelah fakta untuk orang di luar daerah bima yang menganut agama islam.
mengungkap dan membahas masalah yang diteliti cukup  Kedua, datang untuk pertama kali orang yang beragama Islam
memadai, kemudian dilakukan interpretasi, Interfretasi adalah di Bima,
menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta tersebut hingga  Ketiga adanya orang bima yang mula-mula memeluk Agama
menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Dari Islam,
berbagi fakta yang ada kemudian perlu disusun agar mempunyai  Keempat pengislaman orang-orang Bima menurut tahap
bentuk dan struktur Penafsiran atas fakta harus dilandasi oleh ketiga. (Abdullah ; 2004 hal 81)
sikap obyektif. Rekonstruksi peristiwa sejarah harus menghasilkan  Pengislamam menurut tahap pertama apabila pengislaman
sejarah yang benar atau mendekati kebenaran. dan yang ke (4) maka hubungan kerajaan Bima dengan dunia luar mendukung
historiografi. Kegiatan terakhir dari penelitian sejarah (metode kebenaran tahap itu mengenai kapan mulainya hubungan
sejarah) adalah merangkaikan fakta berikut maknanya secara antara Bima dengan daerah lain belum dapat dipastikan kapan
kronologis/diakronis dan sistematis, menjadi tulisan sejarah permulaannya, hanya dapat dikira-kira yaitu sejak bima mulai
sebagai kisah. (Kuntowijoyo ; 2003 hal 23) ditaklukan oleh kerajaan sriwijaya atau sejak abad XIV,
(Abdullah ; 2004 hal 81) akan tetapi dapat di catat bahwa sejak
PEMBAHASAN abad itu kerajaan Bima telah berada di jalur maritime dari
A. Kondisi Umum Masyarakat Bima Menjelang Masuknya Malaka ke Maluku. Bima sebagai penghasil padi asam, dan
Islam kain tenun, memungkinkan hubungan itu terjadi. Karena
Menjelang akhir abad XVI atau awal abad XVII Kerajaan letaknya yang sangat strategis, yakni di tengah-tengah jalur
Bima mencapai puncak kemakmuran dibawah pemerintahan Raja maritim yang melintasi kepulauan Indonesia, Kerajaan Bima
Ma Ntau Asi Sawo. Pada masanya pula diadakan perjanjian merupakan tempat singgah yang penting dalam jalur
persahabatan dengan Kerajaan Gowa yang menyebutkan bahwa perdagangan antara Malaka dan Maluku.
Kerajaan Bima tidak mengadakan hubungan dagang dengan  Hubungan Bima dengan dunia luar tersebut memberikan
kompeni dan raja bersedia menerima Agama Islam Raja Mantau peluang bagi kerajaan Bima untuk melakukan kontak dengan
Asi Sawo meninggal sebelum memeluk Agama Islam.(Tajib : 1995 dunia luar yang telah memeluk Agama Islam dan orang-orang
hal 107) Bima telah nmengetahui bahwa sudah ada orang yang
Raja Mantau Asi Sawo mempunyai 2 orang putera yang menganut agama Islam, walaupun mereka sendiri belum
tertua sudah dilantik menjadi Raja Muda atau Jene Teke, kelak menunjukan ketertarikan mereka pada Agama Islam. jika tahap
dikenal dengan nama Ruma Ma Mbora Di Mpori Wera (raja yang pengetahuan masyarakat Bima ini di anggap sebagai tahap
meninggal dipadang rumput Wera) adiknya La Kai yang masih awal pengislaman maka mungkin pengislaman Bima telah di
kecil. Jabatan Tureli Nggampo dipangku oleh Pamannya yang mulai pada abab ke XIV. (Abdullah ; 2004 hal 81)
bernama Salisi. (Achmad; 1992 hal 40) Tahap kedua datangnya untuk pertama kali orang yang
Pada saat inilah Kerajaan Bima mengalami kemelut beragama Islam di Bima. Pada tahap ini dapat di lihat dua
politik yang berkepanjangan yaitu terjadi perebutan kekuasaan kemungkinan yaitu pengislaman yang di lakukan oleh sunan
yang dilakukan oleh Salisi, pada masa kekosongan itu Tureli prapen dan hubungan kerajaan Bima dengan kerajaan Gowa
Nggampo Salisi mengangkat dirinya menjadi Raja Bima dengan Dari dr. E. utrech dalam bukunya Sejarah Hukum
gelar Rumata Ma Ntau Asi Peka. Dengan dalih bahwa Jena Teke Internasional di Bali dan Lombok menulis: menurut babat tanah
masih kecil. Tindakan Salisi itu tentu saja bertentangan dengan lombok maka pengislaman pulau lombok terjadi dibawah
adat yang telah ditentukan secara turun temurun mulai dari masa pemerintahan sunan prapen, putera susuhunan ratu giri yang
pemerintahan raja Manggampo Donggo dan Tureli Nggampo pernah menaklukan kerajaan-kerajaan sumbawa dan bima. (Tajib:
Bilmana. Sumpah tersebut jelas diketahui oleh salisi karena tiap 1995 hal 106)
hari selalu di baca dan diingatkan oleh para pejabat hadat. .(Tajib : Dari pernyataan di atas dapat di ketahui bahwa Islam
1995 hal 107) masuk di Kerajaan Bima dalam abad XV atau XVI hampir
Mendengar bahwa rakyat menginginkan putera mahkota bersamaan dengan penyiaran Islam di Pulau Jawa. Namun masa
yang sah menjadi raja atau pewaris tahta yang sah kelak. Membuat pengislaman ini belum di temui bukti fisik maupun pencatatan
Salisi mengatur siasat untuk melenyapkan putera mahkota. dalam BO yang mengukuhkan pernyataan tersebut.
Usahanya ini berhasil sehingga putera mahkota berhasil di bunuh Namun penerimaan Islam pada masa ini masih sangat
yang kemudian di kenal dengan Rumata Ma Mbora Di Mpori Wera. terbatas yaitu hanya pada kalangan para pedagang dan penduduk
Sekalipun putera mahkota telah tiada namun masih ada di pesisir pantai saja. namun demikian setidaknya dapat di
lagi satu pewaris tahta kerajaan yang sah dia adalah La Kai adik katakana bahwa Islam telah masuk di Bima pada abad ke XVI.
dari Ruma Ta Ma Mbora Di Mpori Wera. Dengan demikian Hubungan kerajaan Bima dengan Kerajaan Gowa dan
selanjutnya La Kai lah yang akan menjadi pewaris tahta Tallo memerupakan titik perhatian terpenting, karena pengislaman
selanjutnya. Dan putera mahkota la kai sekarang yang menjadi Bima merupakan lanjutan dari pengislaman wilayah Gowa. Dan ini
perhatian nya selanjutnya. Dengan demikian kemelut yang terjadi lah titik tumpu pada pengislaman wilayah bima. Kira-kira 11 tahun
didalam istana kerajaan bima terus berlanjut sampai La Kai setelah pengislaman Gowa dan Tallo, yakni sekitar april 1616
memeluk Islam dan berhasil meraih kembali tahta kerajaan dengan hulubalang Kerajaan Goa di bawah pimpinan lo,mo mandallo
bantuan dari kerajaan gowa. Dan hal; inilah yang kemudian dengan angkatan perangnya disusul oleh hulubalang Karaeng
menjadi latar belakang berdirinya Kesultanan Bima. Maroanging pada tahun 1618, dan pasukan sultan Alaudin ( raja

ISBN: 978-602-74245-0-0 535


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
goa XIV ) menaklukan Bima pada tahun 1619, dan terakhir pada Bima beserta empat orang Bima yang mula-mula memeluk Agama
tahun 1632 karaeng ri bura,ne berangkat ke Bima untuk Islam. Hal ini dalam BO di tulis sebagai berikut:
meredakan huru-hura yang terjadi di Bima. (Abdullah ; 2004 hal 81 “Kemudian daripada itu raja berempat dan orang-orang islam
Kedatangan orang-orang Gowa dan Tallo yang sudah dibersihkan dan bersumpah setia di raba parapi dan kembali raja
memeluk Islam tersebut diatas menunjukan telah datangnya di berenmpat dan gurunya ke dusun kalodu dan diislamkanya orang-
Bima utusan yang yang membawa Agama Islam dari Gowa dan orang didusun kalodu dan islamlah orang-orang semuanya di
Tallo pada tahun 1616 apabila tahap kedua sebagai dasap konsep dusun kalodu. Maka didirikanlah masjid di dusun kalodu maka
pengislaman Bima, maka dari sini kita dapat menarik kesimpulan masjid itu dibuat persegi empat benar tiada bermihrab dan
bahwa pengislaman Bima telah di mulai pada tahun 1616. bertiang delapan yang bersegi delapan untuk tanda empat raja
Penyiaran Islam di bima pada saat ini memiliki bukti yang dan empat guru juga tanda asal guru”. Bo suatu himpunan
kuat karena di tulis oleh orang Bima dalam kitab BO kerajaan Bima catatan kuno deerah bima. (Loir ; 1993 hal 10)
yaitu catatan yang ditulis pada masa kerajaan hingga kesultanan Tahap pengislaman yang keempat adalah proses
yang memuat kejadian atau peristiwa penting yang terjadi di Bima pengislaman yang merupakan lanjutan dari peristiwa Islamisasisi
serta memuat silsilah raja kerajaan Bima dan hal lain yang pada tahap ketiga yaitu orang-orang Bima secara luas menganut
menyangkut pemerintahan. atau beragama Islam setelah putera mahkota dan ketiga
Dalam catatan yang terdapat dalam BO Kerajaan Bima bangsawan lainnya memeluk islam atau ada pula yang menerima
proses awal penyiaran Islam dicatat sebagai berikut: Islam setelah Abdul Kahir dinobatan menjadi Sultan Bima yang
“ sanat 1028 sebelas hari bulan Jumadil Awal telah datang labuhan pertama adapun dalam naskah BO kerajaan tentang penobatan
Sape saudara daeang manggali di Bugis Sape dengan orang Luwu Sultan Abdul Kahir tersebut adalah sebagai berikut:
dan orang Tallo dan orang bone, kemudian menghadapi ruma bumi “hijratun nabi salallahu alaihi wa salam seribu lima puluh genap
jara yang memegang Sape untuk menyampaikan ci’lo dan kain pada lima belas hari bulan rabiul awal maka dinobatkanlah Rumata
Bugis, juga suratnya saudara sepupu Ruma Bumi Jara di Bone Ma Bata Wadu menjadi raja Alrajaan Bima dan Rumata La Mbila
yang bernama daeng malaba. Adapun surat itu menghabarkan menyerahkan payung lontar dan keris samparaja kepada Rumata
bahwa orang-orang itu adalah pedagang ci’lo dan kain dan keris Ma Bata Wadu menurut tertib adat Tanah Bima”. (Loir ; 1999 hal
serta membawa Agama Islam.” ( Bo suatu himpunan catatan kuno 40)
deerah bima. ) Dengan demikian pengislaman tahap keempat adalah
Kedatangan keempat utusan dari Goa tersebut dengan pada tanggal 5 juli 1640 M pada saat Abdul Kahir dianggkat
maksud ganda yakni berdagang dan menyampaikan khabar menjadi Sultan Bima yang menjadi titik pangkal peralihan
tentang telah masuknya Agama Islam di Kerajaan Goa, Tallo dan kekuasaan pemerintahan dari pemerintahan yang bercorak
Bone serta mengajak orang Bima untuk masuk Islam, menurut Kerajaan ke bentuk pemerintahan yang bercorak Kesultanan dan
sumber BO tersebut kemungkinan besar tahap pengislaman Bima menjadikan Islam sebagai Agama resmi kerajaan Bima dan banyak
terjadi pada tahun 1618. jika tahap pengislaman Bima di lihat pada rakyat yang mengikuti kepercayaan tersebut.( Majid ; 2007 hal 30)
saat datangnya untuk pertama kali orang Islam ke Bima dan C. Berdirnya kesultanan Bima
mennyampaikan secara terperinci maksud dan tujuan kedatangan Sebelum Islam masuk dan menjadi agama resmi
mereka. ( Loir ; 1999 hal 45) kerajaan Bima. Bima telah dipimpin oleh 26 raja dari dinasti Sang
Tahap ketiga yaitu adanya orang Bima yang mula-mula Bima. Dan raja yang ke 26 inilah yang pertama kali beragama Islam
memeluk Agama Islam maka hal ini dapat di lihat dan sesuai dan memerintah di Kerajaan Bima dengan system pemerintahan
dengan yang tertulis dalam naskah BO di sebutkan: berdasarkan Islam dan disinilah peralihan Bima dari bentuk
“maka pada sepuluh lima hari bulan rabi’ul awal sanat seribu tiga pemerintahan yang bercorak kerajaan ke bentuk pemerintahan
puluh genap raja berempat itu mengucap kalimat sahadat dengan yang bercorak kesultanan dimana pemimpin kerajaan tidak lagi
saksi keempat gurunya mubaligh itu maka banyaklah pengikut bergelar raja atau dalam bahasa Bima di sebut sangaji akan tetapi
yang menurutnya”. (Kutipan dari naskah bo tercecer Klp. IV) berubah dan popular menjadi gelar sultan dan pemerintahannya di
Pada tanggal 15 rabiul awal 1030 H atau pada tanggal 7 jalankan berdasarkan hukum Islam dan hukum adat.
Februari 1621. pada saat itu mula-mula empat orang Bima Pada saat raja yang ke 26 ini dilantik menjadi sultan Bima
mengucapkan dua kalimat sahadat sebagai pengakuan memeluk maka di mulailah pembabakan baru dalam sejarah kerajaan Bima.
Agama Islam.Adapun keempat orang tersebut ialah: Karena dengan dilantiknya sultan Bima yang bernama La Kai yang
1. La Kai setelah memeluk Islam merubah namanya menjadi setelah masuk Islam merubah nama menjadi Abdul Kahir dan
Sultan Abdul Kahir setelah meninggal bergelar Ruma Ta Ma setelah dilantik menjadi Sultan Abdul Kahir. Peristiwa bersejarah ini
Bata Wadu makamnya ada di Doro Dana Taraha Bima. menandai beralihnaya kerajaan bima menjadi kesultanan Bima
2. Rato Waro Bewi yang setelah meninggal dunia bergelar Ruma dengan mayoritas penduduknya beragama Islam mengikuti Agama
Manuru Bata. dan Keyakinan pemimpin mereka.
3. La Mbila Manuru Suntu yang setelah memeluk Islam merubah Peristiwa penting ini di abadikan dalam catatan Kerajaan
namanya menjadi Jamaluddin. Bima BO Kerajaan Bima di mana didalamya disebutkan.
4. Ruma Bumi Jara setelah memeluk Agama Islam merubah “Hijratun nabi salallahu alaihi wa salam seribu lima puluh
namanya menjadi Awaluddin. (Rahman ; 2008 hal 30) genap pada lima belas hari bulan rabiul awal maka dinobatkanlah
Setelah keempat orang tersebut memeluk Agama Islam Rumata Ma Bata Wadu menjadi raja Alrajaan Bima dan Rumata La
maka orang Bima didesa kalodu memeluk Agama Islam.untuk Mbila menyerahkan payung lontar dan keris samparaja kepada
memperingati keempat orang Bima yang telah memeluk Islam Rumata Ma Bata Wadu menurut tertib adat Tanah Bima”
tersebut didirikanlah sebuah masjid pertama di Bima bertempat di Peristiwa penting ini menjadi tanda dan pengukuhan
Desa Kalodu maka bangunan masjid itu didirikan dengan bentuk berdirinya kesultanan Bima menjadi salah satu kerajaan Islam di
persegi empat di topang oleh tiang bersegi delapan. Segi delapan nusantara, setelah Sultan Abdul Kahir dilantik menjadi Sultan Bima
tiang masjid itu mengambarkan empat orang pembawa Islam di beliau mulai merubah dan menata kembali perangkat kesultanan
ISBN: 978-602-74245-0-0 536
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
berdasarkan syariat dan ajaran Islam hanya saja penataan tersebut utusan tersebut berlabuh di pelabuhan sape. Penyiaran Islam di
belum meliputi secara keseluruhan perangkat kerajaan. Bima mula-mula diterima oleh empat orang bangsawan Bima yaitu
D. Sistem pemerintahan Kesultanan Bima La Kai yang setelah masuk Islam berganti nama menjadi Abdul
Struktur pemerintahan kesultanan Bima terdiri dari dua Kahir, Ruma Bumi Jara yang setelah masuk Islam berganti nama
unsure pokok pelaksana pemerintahan yaitu majelis hadat dan menjadi Awaluddin, La Mbila Manuru Suntu yang setelah Islam
hukum. Dimana majelis hadat adalah unsure pelaksana merubah nama menjadi Jalaluddin, dan Rumata Manuru Bata.
pemerintahan yang dipimpin oleh tureli nggampo sementara Setelah keempat orang bangsawan Bima tersebut memeluk Islam
majelis “hukum” adalah unsure pelaksana pemerintahan banyak rakyat yang mengikutinya dan berganti keyakinan mereka
pengurusan agama Islam yang dipimpin oleh seorang imam. dengan agama Islam,
E. Kebudayaan Yang Berkembang Pada Masa Penyiaran agama Islam di Bima telah masuk dan meresap
Setelah islam masuk dan berkembang di bima adat istiadat dalam setiap sendi kehidupan Bima hal ini dapat di lihat pada tradisi
yang berkaitan dengan daur hidup disesuaikan dengan ajaran dan adapt istiadat sehari-hari pada masyarakat seperti pada
agama islam meskipun tradisi pra islam tetep di pertahankan upacara pernikahan yang penuh dengan baluran Islam, upacara
namun juga disisipkan nilaa-nilai yang terkandung dalam ajaran khitanan, upacara khataman alkuran, perayaan mauled nabi
islam. Adat istiadat tersebut dapat kita lihat alam acara seperti Muhammad SAW yang kesemuannya mencerminkan kebudayaan
berikut ini : Islam telah berpengaruh dalam kehidupan masyarakat
a. Adat perkawinan
b. Upacara khitanan KESIMPULAN
c. Upacara khatam Qur’an’ Kedatangan Islam tidak hanya merubah kepercayaan
d. Kesenian masyarakat namun juga merubah seluruh tatanan kehidupan
 Hanta ua pua bermasyarakat dan bernegara di kerajaan bima mulai dari
Pada masa kesultana banyak berkembangan kesenian yang perubahan pemerintahan, perubahan sosial dan budaya dalam
berakar pada kebudayaan islam kesenian tersebut selalu masyarakat yang semuanya di jalankan berdasarkan Ajaran
dipertunjukan pada hari besar islam seperti pada saat agama islam.
memperingati hari kelahiran Nabi (Maulud Nabi Muhammad SAW)
 Dali DAFTAR PUSTAKA
Adalah puisi atau lagu yang berisi “dalil” yang memuat petuah yang Achmad, Abdullah. 1992. Kerajaan Bima dan Keberadaanya. Bima
bersandar atas adat dan agama. Berisi nasehat tentang hal yang : Paguyuban La Mbila.
baik dan buru, hidup dan mati, hidup setelah mati, dan banyak Abdullah, Abdul Gani. 2004. Peradilan Agama Dalam
nasihat tentang kehidupan terkandung di dalamnya. Dali terkadang Pemerintahan Islam Di Kesultanan Bima (1947-1959).
dibaca secara bersyair dan sering dilagukan oleh para penyanyi Mataram : Lengge
tradisional. Bo suatu himpunan catatan kuno deerah bima.
e. Adat berpakaian Dudung Abdurahman. (2007) metodologi penelitian sejarah.
Pakain yang paling menonjol dan berdasarkan syariat islam Jokjakarta : Ar-Ruzz MediaGottschalk, louis. Mengerti
pada masa kesultanan adalah rimpu (pakaian yang dikenakan oleh sejarah. Terjemahan oleh Nugroho Notosusanto. 1986.
para gadis atau wanita yang sudah berkeluarga) Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Rimpu atau jilbab local adalah sebagai bagian dari busana Tajib, Abdullah. 1995. Sejarah Bima Dana Mbojo. Jakarta : PT.
yang di lahirkan dalam tradisi local dan Islam yang terlaksanaan Harapan Masa PGRI Jakarta.
dalam tradisi Bima sebagai pakaian adat atau pakaian keseharian Loir, Henri Chamber & Salahuddin, Siti Maryam R. 1999. Bo’
yang di gunakan oleh kaum wanita di daerah Bima yang mulai Sangaji Kai Catatan Kerajaan Bima. Jakarta : Yayasan
popular sejak awal masa kesultanan sampai sekarang. ( Rahman ; Obor Indonesia.
2008 hal 50) Loir, Henri Chambert. State, City, Commerce : The Case Of
Penutup Bima.Sumber : Indonesia, 1993, No. 57
Pada saat Islam masuk di Bima terjadi ketegangan politik Kuntowijoyo. 2003. Metode Serjarah Edisi Kedua. Yogyakarta :
dimana terjadi perebutan kekuasaan kerajaan antara putera Tirta Wacana Yogyakarta.
mahkota yang sah kerajaan Bima dengan tureli nggampo (perdana Kutipan dari naskah bo tercecer Klp. IV
menteri) kerajaan Bima yang bernama salisi. Dan ketegangan Ismail, M. Hilir. 2004. Peran Kesultanan Bima Dalam Perjalanan
politik inilah yang menjadi gambaran umum kondisi masyarakat Sejarah Nusantara. Mataram : Lengge.
Bima sebelum kedatangan Islam di Bima. Ketegangan politik ini Rahman, M. Fachrir. 2008. Islam Di Bima. Kajian Historis Tentang
berakhir setelah putera mahkota La Kai memeluk Islam dan di Proses Islamisasi dan Perkembangannya Sampai Masa
anggkat menjadi sultan Bima yang pertama dan salisi di kalahkan Kesultanan. Mataram : Lengge.
oleh anggakatan perang raja Gowa. Majid, saleh.M. 2007. Islamisasi Kerajaan Bima 1621-1682. Jurnal.
Penyiaran Islam di Bima dilakukan oleh para pedagang dari Makassar : Lensa Budaya
Gowa yang bernama Daeng Malaba dan ketiga orang rekannya Marwati djoened poesponegoro dan nugroho notosusanto. Sejarah
yang masing-masing berasal dari Luwu, Bone dan Tallo. Keempat nasional Indonesia III, (Jakarta: PN. balai pustaka, 1984

ISBN: 978-602-74245-0-0 537


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
MEMBUDAYAKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN PEMECAHAN MASALAH
I Ketut Sukarma
Dosen Prodi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Mataram
e-mail:

Abstrak: Berpikir kritis merupakan keterampilan esensial yang harus dibelajarkan pada siswa. Seseorang akan menggunakan atribusi-
atribusi berpikir kritis ketika mendapatkan masalah yang memerlukan proses analisis dan evaluasi untuk menemukan soolusi pemecahan
masalaha yang dihadapi. Menemukan solusi pemecahan masalah yang tepat erat kaitannya dengan berpikir kritis. Permasalahan yang
sederhana tentu akan mudah diselesaikan dan tidak memerlukan analisis mendalam untuk menemukan solusi pemecahannya. Berpikir
kritis merupakan proses yang terfokus pada penemuan solusi yang nantinya akan diterapkan dan dipercayai sebagai solusi terbaik pada
konteks permasalahan yang dihadapi sehigga dapat dinyatakan bahwa hasil dari proses berpikir kritis tersebut merupakan pemecahan
masalah.

Kata kunci: keterampilan berpikir kritis, metode pemecahan masalah

PENDAHULUAN menyatakan bahwa “problem solving has generally been accepted


Tujuan umum diberikannya mata pelajaran matematika as means for advancing thinking skills,” artinya bahwa pemecahan
pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah adalah untuk masalah telah diterima secara umum sebagai cara utuk
mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan meningkatkan keahlian berpikir. Pemecahan masalah merupakan
keadaan, mampu bertahan hidup pada keadaan yang selalu aspek penting dalam proses belajar secara umum dan lebih khusus
berkembang dengan dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, dalam pengembangan matematika sekolah sehingga
cermat, jujur, efisien dan efektif. Di samping itu, pembelajaran pembelajaran matematika di sekolah seharusnya difokuskan pada
matematika diharapkan dapat memberikan penataan nalar, berpikir peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
kritis, pembentukan sikap siswa serta mampu menerapkannya matematika.
dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam mempelajari berbagai Pentingnya pemecahan masalah dalam matematika
ilmu pengetahuan (Depdiknas, 2006). Hal ini sejalan dengan sekolah sudah lebih dulu dicanangkan dalam Agenda for Action
kompetensi inti kurikulum 2013 pada mata pelajaran matematika, oleh The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM)
yaitu yang menginginkan siswa pada jenjang pendidikan sekolah pada tahun 1980, yang menyatakan bahwa “Problem Solving must
menengah di mana siswa mampu mengolah, menalar, dan menyaji be the focus of school mathematics” (Schoenfeld, 1992). Lebih
dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan lanjut Schoenfeld mengemukakan idenya berdasarkan Curiculum
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, and Evaluation Standart of Schools Mathematics bahwa “there is
bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan general acceptance of the idea that the primary goal of
metoda sesuai kaidah keilmuan (Kemendikbud, 2013). mathematics should be to have students become competent
Soedjadi dalam Mataheru (2011) bahwa objek dasar problem solver.” Sedangkan tujuan pengajaran matematika yang
matematika yang berupa fakta, konsep, operasi atau relasi, dan distandarkan NCTM adalah: (1) pegembangan kemampuan
prinsip merupakan objek mental atau objek pikiran. Karena objek pemecahan masalah, (2) pengembangan kemampuan berpikir, (3)
dasar matematika merupakan objek mental atau objek pikiran, pengembangan pengetahuan konseptual, (4) pengembangan
maka pembelajaran matematika bukan hanya sekedar hafalan pengetahuan prosedural, (5) pengembangan sikap positif, dan (6)
tetapi harus lebih memberi penekanan dan perhatian pada proses pegembangan kemamapuan untuk bekerja dan berkomunikasi
berpikir dan aktivitas siswa. dengan orang lain (Holmes, 1995 dalam Ratumanan, 2001). Hal ini
Perlunya aspek proses berpikir mendapat perhatian dalam berarti pemecahan masalah dan kemampuan berpikir harus
pembelajaran matematika mengacu pada teori Cognitive menjadi fokus dari pembelajaran matematika sekolah. Stanick dan
Depelovement yang dikembangkan oleh Piaget (Djaali, 2007). Kilpatrick (Laurens, 2010) mengemukakan bahwa penyelesaian
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir masalah dalam matematika dapat dipandang sebagai alat untuk
merupakan aktivitas gradual dari fungsi intelektual, yaitu dari mencapai tujuan kurikulum, sebagai keterampilan yang perlu
berpikir konkret menuju abstrak. Hal ini berarti bahwa diajarkan untuk dapat digunakan dalam menyelesaikan berbagai
perkembangan kapasitas mental memberikan kemampuan baru masalah, dan sebagai seni yang merupakan inti dari matematika,
yang sebelumnya tidak ada, sehingga dengan memberikan karena memerlukan pemikiran yang kritis.
perhatian pada proses berpikir siswa, maka siswa akan mengalami
peningkatan kemampuan intelektual yang berimbas pada PEMBAHASAN
peningkatan hasil belajar siswa. Apa itu berpikir kritis?
Untuk merangsang dan melatih kemampuan berpikir dalam Berpikir kritis telah lama menjadi pendekatan dalam
pembelajaran matematika, maka perlu digunakan cara atau teknik melakukan pembelajaran. John Dewey sebagai seorang filusuf dan
yang tepat dalam pembelajaran yang dapat merangsang siswa psikolog dikenal sebagai orang yang telah lama mengenalkan
untuk menggunakan segenap potensi berpikir yang dimiliki. konsep berpikir kritis. Dewey memperkenalkan berpikir kritis
Pemecahan masalah merupakan cara yang tepat dalam dalam sebagai “berpikir reflektif” (Fisher, 2003). Dewey dalam Fisher
pembelajaran untuk melatih siswa untuk berpikir dan hal ini sudah (2003) menjelaskan berpikir reflektif sebagai pertimbangan yang
dibuktikan para ahli melalui sejumlah penelitian. Pehkonen (2007) aktif, persisten, teliti mengenai sebuah keyakinan dan bentuk

ISBN: 978-602-74245-0-0 538


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pengetahuan yang diterima dipandang dari sudut alasan yang mempertimbangkan, atau mengkomunikasi, sebagai panduan
mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjut yang menjadi untuk dipercaya dan dilakukan.
kecenderungannya. Secara spesifik berpikir kritis dipandang sebagai proses
Fisher (2003) menjelaskan bahwa proses aktif bisa kognitif. Muhfahroyin (2009) mengungkapkan kemampuan berpikir
dikontraskan dengan suatu contoh di mana seseorang menerima kritis merupakan proses kognitif untuk memperoleh pengetahuan.
begitu saja gagasan-gagasan dan informasi dari orang lain, dan Kemampuan kognitif yang umum meliputi kemampuan untuk
tidak berpikir secara mendalam yang tidak melibatkan proses aktif menafsirkan, menganalisis, mengevaluasi, menyimpulkan,
dalam pikiran yang mungkin cara berpikir seperti ini disebut menjelaskan dan meregulasi diri (Facione dalam Bailin dkk., 1999).
sebagai berpikir pasif. Di samping itu dalam berpikir kritis Hampir setiap orang yang bergelut dalam bidang berpikir
dibutuhkan proses-proses yang persisten atau terus menerus serta kritis telah menghasilkan daftar keterampilan-keterampilan berpikir
teliti. Fisher sendiri menjelaskan berpikir kritis sebagai proses yang mereka pandang sebagai landasan untuk berpikir kritis.
interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap Lipman dalam Jeevanantham (2005) berpendapat bahwa berpikir
observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi (Fisher and kritis sebagai suatu keterampilan, berpikir dengan bertanggung
Scriven dalam Fisher, 2003). jawab yang memfasilitasi keputusan yang baik karena (a)
Glaser mendefinisikan berpikir kritis sebagai: (1) suatu bergantung pada kriteria, (b) mengoreksi diri, (c) peka pada
sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah konteks. Ditambahkan oleh Rudinow dan Barry (2008) bahwa
dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; berpikir kritis layaknya sekumpulan perangkat-perangkat terkonsep
(2) pengetahuan tentang metode-metode inkuiri dan penalaran dengan menghubungkan kemampuan intelektual dan strategi yang
yang logis; dan (3) suatu keterampilan untuk menerapkan metode- berguna untuk membuat keputusan-keputusan yang beralasan
metode tersebut. Berpikir kritis menuntun usaha secara persisten tentang apa yang akan dilakukan atau diyakini.
atau terus menerus untuk menguji setiap keyakinan atau anggapan Ennis (1996) mengembangkan istilah FRISCO (focus,
berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan reason, inference, situation, clarity, overview) sebagai metode
lanjutan yang diakibatkannya (Glaser dalam Fisher, 2003; Burris pendekatan untuk mengembangkan, memformulasikan, dan
dan Garton, 2006). mengecek kesimpulan dan penalaran.
Menurut Facione (2011) berpikir kritis pada dasarnya Beberapa ahli berpendapat bahwa elemen lain dari berpikir
merupakan deskripsi yang rinci dari beberapa karakteristik yang kritis tidak hanya terfokus pada aspek kemampuan dan atau
meliputi proses interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, eksplanasi keterampilan, tetapi juga elemen lain yang menjadi inti dari konsep
dan pengaturan diri. Salah satu kontributor terkenal dalam tradisi berpikir kritis (Kiltz, 2009). Watson dan Glaser dalam Kiltz (2009)
berpikir kritis adalah Robert Ennis. Ennis (1996) memberikan berpendapat bahwa berpikir kritis adalah gabungan dari
definisi yang sama dengan Hassard (2005) tentang konsep berpikir keterampilan (skills), pengetahuan (knowledge) dan sikap
kritis, yaitu berpikir kritis sebagai pemikiran yang masuk akal dan (attitude). Watson dan Glaser lebih lanjut menjelaskan bahwa
reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang harus diyakini berpikir kritis terdiri dari pemahaman tentang membuat kesimpulan
atau dilakukan. dan generalisasi, serta keterampilan untuk bisa hati-hati
Paul menjelaskan berpikir kritis dalam definisi lain yaitu mempertimbangkan logika dan ketepatan bukti. Facione, dkk.;
cara berpikir mengenai hal, substansi atau masalah apa saja, di Facione dan Sanchez dalam Kiltz (2009) menunjukkan bagaimana
mana seorang pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya sikap memainkan peran penting dalam berpikir kritis. Sikap ini
dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat penting karena mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual menganalisis pertanyaan atau mendasari asumsi dalam situasi
padanya (Paul, Fisher dan Nosich dalam Fisher, 2003). Paul juga atau keadaan. Selanjutnya McPeck dalam Kiltz (2009) percaya
menjelaskan berpikir kritis sebagai suatu seni dalam menganalisis bahwa berpikir kritis melibatkan aspek karakter (disposition) dan
dan mengevaluasi dengan maksud untuk meningkatkan keterampilan. Oleh karena itu, mengajarkan seseorang untuk
kemampuan itu sendiri (Paul dan Elder, 2006). Berpikir kritis sering menjadi pemikir yang kritis memerlukan penalaran baik pada
disebut berpikir mandiri, berpikir mempertimbangkan, atau berpikir domain kognitif dan afektif.
mengevaluasi (Reid, 2006). Untuk menjadi seorang pemikir kritis yang berhasil, siswa
Pada dasarnya segala hal yang tertuju pada suatu harus mahir dalam keterampilan kognitif tertentu, misalnya;
pemikiran maka disebut sebagai suatu proses, dalam hal ini terampil melakukan interpretasi, analisis, evaluasi, menyimpulkan,
kaitannya dengan berpikir kritis, Ibrahim dalam Dwijananti dan menjelaskan, self-regulation, serta mengembangkan karakter
Yuliyanti (2010) menjelaskan berpikir kritis merupakan proses (disposition) terhadap pemikiran kritis, misalnya; rasa ingin tahu,
mental yang mengorganisasi dengan baik dalam mengambil berpikir terbuka, self-convident, systematicity, analyticity, truth-
keputusan penyelesaian memecahkan masalah dengan seeking, judiciousness (Facione, 2006). Tes terstandar untuk
menganalisis dan menginterpretasi data dalam kegiatan inkuiri mengukur karakter (disposition) dari seseorang berpikir kritis, yaitu
ilmiah. California Critical Thinking Disposition Inventory (CCTDI)
Menurut Russel dalam Philanthananond (1993) menggunakan indikator yang diadopsi dari Facione, yaitu truth-
menjelaskan berpikir kritis sebagai proses memeriksa informasi seeking, open-mindedness, analyticity, systematicity, self-
dari sudut pandang fakta yang terkait, membandingkan objek atau confidence, inquisitiveness, dan maturity (Ricketts dan Rudd,
pernyataan dengan beberapa aturan atau standar, dan 2004).
menyimpulkan atau melaksanakan keputusan yang telah dibuat.
Scriven dan Paul; dan Scriven dalam Karen (2006), menjelaskan Bagaimana kaitan berpikir kritis dengan pemecahan masalah?
berpikir kritis sebagai suatu proses intelektual secara aktif dan Menemukan solusi pemecahan masalah yang tepat erat
terampilan mengkonseptualisasi, menerapkan, menganalisis, kaitannya dengan berpikir kritis. Permasalahan yang sederhana
mensintesis, dan atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan, tentu akan mudah diselesaikan dan tidak memerlukan analisis
atau dihasilkan dengan mengobservasi, merefleksi, mendalam untuk menemukan solusi pemecahannya. Berpikir kritis
ISBN: 978-602-74245-0-0 539
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
merupakan proses yang terfokus pada penemuan solusi yang melakukan proses-proses kritis dalam menemukan solusi
nantinya akan diterapkan dan dipercayai sebagai solusi terbaik pemecahan masalah
pada konteks permasalahan yang dihadapi sehigga dapat 2. Pemecahan masalah merupakan wadah untuk membelajarkan
dinyatakan bahwa hasil dari proses berpikir kritis tersebut siswa berpikir kritis.
merupakan pemecahan masalah. Bailin et al (1999) menyatakan
bahwa keterampilan berpikir kritis sangat berkaitan erat dengan DAFTAR PUSTAKA
pemecahan masalah, berpikir kritis merupakan proses dengan Bailin, S., Case, R., Coombs, J.R., Daniels, L.B. 1999. “Common
atribut-atribut tertentu untuk tujuan memecahkan masalah atau Misconceptions of Critical Thinking”. Journal of Curriculum
mencari solusi. Studies. 31 (3): 269-283.
Pemecahan masalah merupakan inti dari pembelajaran Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri No 22/2006: Standar Isi untuk
matematika karena keterampilan tidak hanya untuk mempelajari Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.
suatu subjek, tetapi untuk menekankan dan mengembangkan Dreyfus. 1990. “Educational Experience and Cognitive
metode keterampilan dengan baik. Pajares, Pajares dan Kranzler Development”. Educational Psychologist Journal. 12
(Pimta, et. al., 2009), siswa dapat menerapkan pengetahuan dan (2):179-197.
keterampilan-keterampilan pemecahan masalah yang berguda Dwijananti dan Yuliyanti. 2010. “Pengembangan Kemampuan
dalam aktivitas sehari-hari dari proses-proses pemecahan masalah Berpikir Kritis Mahasiswa Melalui Pembelajaran Problem
yang telah mereka ketahui hingga proses-proses pemecahan Based Instruction Pada Mata Kuliah Fisika Lingkungan”.
masalah yang umum dan abstrak. Permasaahan umum siswa Jurnal Pendidikan
adalah pemecaha masalah matematika yang merupakan Ennis, Robert. H. 1991. Critical Thinking: A Streamlined Conception.
keterampilan penting di masa depan. Oleh karna itu, Teaching Philosophy. 14:1. University of Illionis.
pengembangan pemecahan masalah matematika sangat penting Ennis, Robert. H. 1996. Critical Thinking. New York: Prentice-Hall.
dilakukan guru sehingga keterampilan-keterampilan penting Ernest, Paul. 1991. The Philosophy of Mathematics Education.
lainnya dapat dikuasai siswa. London: Routledge Falmer.
Siswa akan memiliki keterampilan pemecahan masalah Facione P, Giancarlo, Facione N, Gainen J. 1995. “The Disposition
yang baik tergantung pada tiga faktor yang disampaikan Bloom Toward Critical Thinking”. Journal of General Education. 44
dalam teori belajar kognitif yaitu: domain kognitif seperti (1): 1-25.
pengetahuan dan keterampilan awal siswa, domain afektif seperti Facione Peter. 2006. Critical Thinking: What It Is and Why Its
sikap terhadap materi ajar, proses pembelajaran, minat, motivasi, Counts. Insight Assessment. Millbrae, CA: California
keyakinan diri, penghargaan diri, dan faktor kualitas pembelajaran Academic Press.
seperti: penghargaan, partisipasi dalam aktivitas kelas, system Facione, Peter. 1991. Critical Thinking: A statement of Expert
penguatan guru (hukuman dan penghargaan), dan pemberian Consensus for Purposes of Educational Assessment and
feedback. Teori yang mempengaruhi hasil belajar siswa juga Instruction. The California Academic Press.
dipegaruhi oleh motif prestasi yang memfokuskan pada motif Facione, Peter. 2011. Critical Thinking. What It Is and Why Its
prestasi lebih dari faktor yang lain. Teori ini meyakini bahwa motif Counts. Measured Reason and The California Academic
prestasi atau motif belajar siswa merupakan kunci penting untuk Press.
sukses dalam belajar. Siswa yang memiliki motif belajar akan Fisher, A. 2003. Critical Thinking An Introduction. Cambridge
memiliki konsentarasi yang lebih sehingga dapat mencapai tujuan University Press.
pembelajaran yang diinginkan, sedangakan siswa dengan motif Hassard, Jack. 2005. The Art Teaching Science. New York: Oxford
belajar rendah tidak akan memiliki konsentrasi yang baik sehingga University Press.
gagal dalam pembelajaran. Karen, Adsit. 2006. What Is Critical Thinking. UTC Workshop.
Teori belajar social kognitif oleh Bandura (1997) Kiltz, Linda. 2009. “Developing Critical Thinking Skills in Homeland
menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan dasar dari Security and Emergency Management Courses.” Journal of
motivasi. Seseorang yang mengakui kemampuannya dan memiliki Homeland Security and Emergency Management. Vol 1.
tujuan yang tinggi akan memiliki motivasi yang lebih besar untuk Issue 1.
bekerja dan belajar dan senderung lebih sukses dalam hidupnya Mufahroyin. 2009. Memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis.
dari pada seseorang yang masih ragu akan kemampuan diri Versi online di http//muhfahroyin.blogspot.com.
sendiri. Berdasarkan pengajaran dan pembelajaran masalah Paul, R. dan Elder, L. 2006. Critical Thinking (Concepts and Tools).
matematika dan teori-teori belajar kognitif, pembelajaran dengan The foundation for critical thinking.
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pemecahan Paul, Richard and Elder, Linda. 2008. The Miniature Guide to
masalah siswa penting dan menarik untuk dibelajarkan, karena jika Critical Thinking Concepts and Tools. The Foundation for
guru mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Critical Thinking.
pengembangan keterampilan pemecahan masalah siswa, guru Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Tentang
dapat mengatur aktivitas belajar siswa dengan efektif sehingga Kerangka Dasar Dan Struktut Kurikulum Sekolah
dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah matematika Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Jakarta:
dengan baik. Depdiknas
Phan, Huy. 2010. “Critical Thinking As a Self-Regulatory Process
KESIMPULAN Component in Teaching And Learning”. Psycothema. -
Berdasarkan penjabaran tersebut, dapat ditarik beberapa (22): 289-292.
kesimpulan yaitu: Pilanthananond, M. 2007. “The Development of Critical Thinking
1. Berpikir kritis merupakan keniscayaan yang harus dikuasai dan Competency Amongst Vocational Administrators”. The
semestinya dibelajarkan pada siswa untuk melatih mereka Vocational Aspect of Education. 44 (3): -.

ISBN: 978-602-74245-0-0 540


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Pintrich, P. R. 1999. Motivational Beliefs as Resources for and Reid, Jerry C. 2006. Mengajar Anak Berpikir Kreatif, Mandiri,
Constraints on Conceptual Change. In W. Schnotz, S. Mental dan Analitis. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Vosniadou, dan M. Carretero (Eds.), New perspectives on Ricketts, John dan Rudd, Rick. 2004. “The Relationship between
conceptual change. Amsterdam: Pergamon. Critical Thinking Dispositions and Critical Thinking Skills of
Pintrich, P. R., Marx, R. W., dan Boyle, R. A. 1993. “Beyond Cold Selected Youth Leaders in the National FFA Organization”.
Conceptual Change: The Role Of Motivational Beliefs and Journal of Southern Agricultural Education Research. 54
Classroom Contextual Factors in the Process of (1): -.
Conceptual Change.” Review of Educational Research, 63
(2): 167–200.

ISBN: 978-602-74245-0-0 541


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN FISIKA MATERI USAHA, GAYA, ENERGI UNTUK
MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA
Eka Astuti1, Syifaul Gummah2, Bq. Azmi Syukroyanti3
1Pemerhati Pendidikan
2&3Dosen Pendidikan Fisika FPMIPA IKIP Mataram

Email: ekaastuty6@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul pembelajaran Fisika pada materi usaha, gaya dan energi untuk
meningkatkan kreativitas siswa. Penelitian ini merupakan penelitian R&D yang menghasilkan suatu produk. Menurut Nieveen, produk
berkualitas meliputi tiga kriteria, yaitu validitas (validity), kepraktisan (practicality), dan efektivitas (effectiveness). Namun, sesuai dengan
keterbatasan penelitian maka kriteria yang digunakan hanya dua yaitu validitas (validity) dan kepraktisan (practicality). Adapun produk
yang dihasilkan yaitu modul pembelajaran Fisika. Hasil penelitian ini : (1) tahap validitas (validity) modul pembelajaran yang dilakukan
oleh 2 validator untuk dosen ahli dan dua validator untuk guru dengan skor rata-rata keseluruhan aspek sebesar 2,52 dan 3,11 dengan
kriteria valid, (2) tahap implementasi secara praktis yang diuji coba lapangan skala kecil kepada 10 orang siswa kelas VIII SMP dengan
skor rata-rata aktivitas siswa yang diperoleh dari lembar observasi sebesar 3,3 dengan kriteria sangat baik. Sedangkan respon siswa
diperoleh dari angket sebesar 3,3 dengan kriteria setuju. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa modul pembelajaran Fisika telah
memenuhi kriteria dan layak digunakan.

Kata Kunci :Pengembangan, Modul Pembelajaran, Kreativitas.

Abstract : This research aimed to develop a physics learning module of force and energy to enhance students creativity. This research is
R & D (Research & Depelopment) which producing a product. Quality product includes there criteria : Validity, practicality and effectiveness.
However, accordance on the limitations of the study, the criteria used only two, were the validity and practicality. The resulting product is
physics learning modules. The results of this study (1) Phase validity of the learning modules which conducted by two validator for experts
lecturers and two validator for subject teacher with overall average score about 2,52 and 3,11 with valid criteria. (2) The implementation
phase practically tested on small-sale field trials to 10 people of VIII grade of junior high school students with an average score of student
activity derived from the observation sheet of 3,3 with the very well criteria. While the students response was obtained from questionnaires
at 3,3 with agreed criteria. The results of this study indicate that the learning module physics has qualified criteria and proper to use.

Key Word : Development, Learning module, Creativity

PENDAHULUAN pembelajaran dimanfaatkan. Dari kenyataan yang ditemukan dapat


Pendidikan merupakan peranan yang penting dalam disimpulkan bahwa modul dan pengembangannya tidak
proses pembangunan suatu bangsa. Dunia pendidikan diharapkan dimanfaatakan secara maksimal.
dapat meningkatkan sumber daya untuk memajukan negara. Bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi
Setiap negara pasti meniginkan setiap anggota masyarakat dapat pembelajaran yang disusun secara sistematis, mencerminkan
mengembangkan kemampuannya dalam bidang fisik, intelektual, kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan
dan moral secara demokratis. Pada era globalisasi dengan pembelajaran. Bahwa, dalam suatu bahan ajar harus terdapat
persaingan yang sangat ketat maka penguasaan ilmu pengetahuan kesesuaian dengan karakteristik masing-masing materi. Segala
dan teknologi memegang peranan yang penting. Tantangan ini alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa
menghajatkan kesiapan sumber daya manusia menguasai IPTEK untuk belajar. Salah satu media ajar yang dapat digunakan siswa
serta mampu membentuk karakter bangsa. untuk belajar mandiri adalah dalam bentuk modul. Modul
Mata pelajaran IPA Pendidikan MIPA yang diajarakan pada merupakan bahan ajar yang dapat digunakan oleh siswa untuk
jenjang pendidikan tingkat SLTP/SMP/MTs memberikan peran belajar secara mandiri dengan bantuan seminimal mungkin dari
strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia. Peran penting orang lain. Dapat dipahami bahwa modul dalam proses
sebagai potensi yang dapat melahirkan siswa yang kuat, berpikir pembelajaran bisa mendukung kreatifitas dalam belajar. Sehingga,
logis, berpikir kritis, kreatif, berinisiatif dan adaptif. IPA merupakan pengembangan media pembelajran dibutuhkan untuk menarik
ilmu yang berkembang dari pengamatan gejala-gejala alam dan perhatian siswa. Salah satu media yang dapat dikembangkan
interaksi dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. adalah berupa modul sesuai dengan mata pelajran dan materi
dimana dapat dinyatakan IPA merupakan ilmu yang berkaitan pelajaran.
dengan cara mencari tahu tentang fenomena, bukan hanya Pengembangan modul mata pelajaran Fisika khusus
penguasaan kumpulan ilmu pengetahuan. materi usaha, gaya, dan energi bukan sebagai suatu hal yang
Berdasarkan hasil observasi prapenelitian, ditemukan dari mustahil untuk diwujudkan dan digunakan serta dimanfaatkan
tiga komponen proses terlaksananya pembelajaran yakni, guru, sebagai penunjang belajar. Dengan keberagman materi pada
siswa, dan media pemelajaran. Adapun data awal ditemukan guru setiap mata pelajaran maka akan semakin banyak cara untuk
mengajar mata pelajaran IPA materi usaha gaya dan energi tidak meningkatkan kreatifitas dalam belajar. Guru mata pelajaran
memaksimalkan penggunaan modul. Demikain halnya siswa, sebagai penggugah hadirnya kreatifitas maka tentu tidak bisa jauh
menyatakan selama pelaksanaan pembelajaran IPA jarang sekali dari penggunaan media seperti modul. Jelasnya, dengan adanya
diajarkan menggunkan modul sebagai penunjang pembelajaran. penggunaan modul siswa akan mampu mengembangkan
Kemudian modul sebagai salah satu sarana atau media keterampilan-keterampilan berupa kreatifitas dalam belajar.

ISBN: 978-602-74245-0-0 542


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Dengan adanya kreatifitas secara logika, dapat menjawab Berdasarkan hasil analisa di atas dapat diketahui bahwa
persoalan yang sesuai dengan mata pelajaran dan materi yang nilai rata-rata ketiga aspek dari penilaian modul pembelajaran oleh
diajarkan. Melalui kreativitas juga akan dapat mengembangkan mata pelajaran adalah 4. Nilai ini jika diinterprestasikan ke dalam
potensi dirinya. Pada dasarnya kreativitas mejadi hal penting yang criteria penilaian produk menunjukkan bahwa modul pembelajaran
ingin dicapai oleh pendidikan, kreativitas juga menjadi salah satu Fisika yang telah dikembangkan dikategorikan sangat valid.
dari lima pilar pondasi kurikulum KTSP. Berdasarkan latarc. Uji Coba Pengembangan
belakang di atas, peneliti menemukan masalah dengan Data uji coba pengembangan ini diperoleh dari data
merencanakan penelitian dengan judul “Pengembangan Modul observasi oleh dua orang observer terhadap keterlaksanaan
Pembelajaran Fisika pada Materi Usaha, Gaya, dan Energi untuk proses pembelajaran menggunakan modul pembelajaran Fisika
Meningkatkan Kreativitas Siswa”. pada siswa SMP kelas VIII yang diuji coba terbatas dengan jumlah
siswa 10 orang. Setelah melakukan uji oba produk yang telah
METODE dikembankan diperoleh data hasil respon siswa (tanggapan siswa).
Tempat penelitian ini adalah SMPN 4 Praya Tengah pada Tabel 3. Data Hasil Observasi Keterlaksanaan Modul
siswa kelas VIII dengan jumlah siswa 22 orang. Tetapi, hanya 10 Pembelajaran
orang yang dijadikan sampel. Penelitian ini hanya sebatas Penilaian Rata-
pengembangan modul (untuk mengetahui kevalidan modul) dan Aspek Penilaian observer rata Kriteria
untuk mengetahui kepraktisan atau kelayakan modul I II
pembelajaran.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan Berpikir Sintatik 3 3 3 Valid
(Research and Defelopment/ R & D). Model yang digunakan pada Berpikir Analis atau Kritis 3,3 3,6 3,5 SV
pengembangan modul ini adalah model 4D (four-D). Model ini
Berpikir Praktik 3 3 3 V
merupakan singkatan dari define, design, development, and
dissemination yang dikembangkan oleh Thiagarajan (1974). Jumlah 9,3 9,6 3,1 V
Instumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1)
Lembar validasi; (2) lembar observasi (3) angket respon siswa. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui hasilpengamatan
oleh dua observer, diperoleh rata-rata yaitu 3, Nilai tersebut jika
PEMBAHASAN dikategorikan ke dalam kriteria keterlaksanan modul pembelajaran
a. Validitas dosen ahli yang telah dikembangkan adalah baik dalam proses kegiatan
Aspek yang dinilai oleh dosen ahli adalah sampul, isi (sajian pembelajaran.
materi) dan kebahasaan. Adapun data hasil validasi dosen ahli Tabel 4 Analisa Data Berdasarkan Penilaian Respon Siswa
dapat dilihat pada tabel 1. Jumlah 𝑋̅ Kriteria
Tabel 1. Data Hasil Validasi Dosen Ahli Skor (Rata-
Validator pada Rata)
Aspek Rata- Krit Setiap
No
penilaian I II Rata eria Indikator
1. Sampul 2,5 3,2 3 V 1 3,6 Sangat Setuju
2. Isi 1,6 3,2 2,4 KV 2 3,7 Sangat Setuju
3. Kebahasaan 1 3 2,2 TV 3 3,3 Sangat Setuju
Jumlah 1,7 3,25 2,52 V 4 3 Setuju
5 2,7 Setuju
Berdasarkan hasil analisa di atas dapat diketahui bahwa 6 3,1 Setuju
nilai rata-rata ketiga aspek dari penilaian modul pembelajaran oleh 7 3,3 Sangat Setuju
dosen ahli 2,52. Nilai ini jika diinterprestasikan ke dalam criteria 8 3,4 Sangat Setuju
penilaian produk menunjukkan bahwa modul pembelajaran Fisika 9 3,3 Sangat Setuju
yang telah dikembangkan dikategorikan valid. 10 3,3 Sangat Setuju
b. Validasi Guru Mata Pelajaran
Aspek yang dinilai oleh dosen ahli adalah sampul, isi Jumlah 32,9 Sangat Setuju
(sajian materi) dan kebahasaan. Adapun data hasil validasi dosen (3,29)
ahli dapat dilihat pada tabel 2 Berdasarkan tabel hasil analisa data di atas dapat diketahui
Tabel 2. data hasil validasi dosen ahli bahwa nilai rata-rata dari hasil respon siswa terhadap modul
Aspek Validator Rata- pembelajaran Fisika yang dikembangkan adalah 3,29 dengan
No Kriteria criteria sangat setuju.
penilaian I II Rata
3,2 KESIMPULAN
1. Sampul 3 3,1 V
5 Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan, dapat
2. Isi 3,1 2,9 6 SV disimpulkan bahwa: modul pembelajaran Fisika pada materi
Kebahasa 2,8 usaha, gaya dan energi untuk meningkatkan kreativitas siswa.
3. 3,16 3 V telah memenuhi kriteria dan layak digunakan untuk membantu
an 3
Jumlah 9,3 8,98 4 SV pembentukan pola pikir siswa.

DAFTAR PUSTAKA
ISBN: 978-602-74245-0-0 543
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Budi P, 2011, Pentingnya Kreativitas Guru dan Calon Guru Fisika Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Sma dalam Upaya Pengembangan dan Pengadaan Alat ALFABETA
Demonstrasi / Eksperimen untuk Menjelaskan Konsep Tawil, 2013. Berpikir Kompleks dan Implementasinya dalam
Dasar Fisika, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pembelajaran Fisika. Makassar: Universitas Negeri
Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Makasar
Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011. Widoyoko, Eko P. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian.
Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Suatu Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Panduan Praktis). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

ISBN: 978-602-74245-0-0 544


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
KAJIAN LITERATUR TENTANG MEMBELAJARKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MENGGUNAKAN
BLANDED LEARNING
Lovy Herayanti
Dosen Prodi Pendidikan Fisika FPMIPA IKIP Mataram
e-mail: lovy_fis@yahoo.com

Abstrak: Kemajuan teknologi menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia untuk memperoleh informasi dalam waktu singkat.
Pemenuhan kebutuhan manusia akan informasi menjadi lebih cepat dengan hadirnya internet. Internet merupakan suatu media untuk
berbagi informasi dan berinteraksi kapan dan di mana saja. Blanded learning merupakan metode pembelajaran dengan
mengkombinasikan pembelajaran tatap muka dan pembelajaran berbasis internet, blanded learning dapat dilakukan dengan
menggunakan bantuan aplikasi seperti moodle yang merupakan aplikasi yang dibuat untuk memudahkan seorang dosen mengatur
kegiatan pembelajaran dan berinteraksi dengan mahasiswa secara langsung dengan memanfaatkan jaringan internet sehingga dosen
dan mahasiswa dapat melakukan kegiatan pembelajaran kapan pun dan di mana pun. Membelajarkan keterampilan berpikir kritis sangat
mungkin dilakukan dengan penerapan blanded learning karena menuntut mahasiswa untuk belajar mandiri dalam memecahkan masalah
yang dihadapi menggunakan pengetahuan atau kognisi yang telah dimiliki. Hal tersebut sejalan dengan konsep dasar keterampilan berpikir
kritis yang menekankan pada proses reflektif tentang apa yang dilakukan atau dipercaya. Dengan penerapan blanded learning,
keterampilan berpikir kritis mahasiswa dapat dibelajarkan melalui fitur-fitur mandiri dalam aplikasi yang diintegrasikan dan menuntut
mahaiswa memecahkan permasalahan secara mandiri dan monitoring aktif proses-proses kognisi mereka.

Kata kunci: blanded learning, keterampilan berpikir kritis

PENDAHULUAN pembelajaran serta bagaimana cara menggunakan ICT, dan pada


Pendidikan yang bermutu diharapkan akan menghasilkan fase mana pengajaran ICT dapat membantu para guru. Internet
generasi muda yang tangguh dan mampu beradaptasi dengan menawarkan banyak cara untuk melakukan pengajaran dan juga
kemajuan teknologi. Teknologi harus dipandang sebagai alat untuk sumber-sumber belajar, seperti kemungkinan-kemungkinan
mempermudah pencapaian tujuan, salah satu teknologi yang dukungan keseragaman, ketidakseragaman, autodidak, dan
berkembang pesat adalah teknologi informasi dan komunikasi. pengajaran kolaborasi, dan juga aktivitas-aktivitas pembelajaran
Kemajuan teknologi menawarkan berbagai kemudahan bagi (Barker, 1999; Neo, 2003).
manusia untuk memperoleh informasi dalam waktu singkat.
Pemenuhan kebutuhan manusia akan informasi menjadi lebih PEMBAHASAN
cepat dengan hadirnya internet. Internet merupakan suatu media Blanded learning merupakan kombinasi antara
untuk berbagi informasi dan berinteraksi kapan dan di mana saja. pembelajaran tatp muka dengan pembelajaran berbasis internet.
Kehadiran internet menjadikan ruang dan waktu tidak lagi menjadi Guru dapat memperoleh berbagai informasi yang diperlukan
masalah. Internet telah membawa perubahan besar di setiap dengan memasuki dunia online untuk memenuhi kebutuhan bahan
bidang kehidupan, termasuk pada bidang pendidikan. Salah satu pembelajaran. Teks, foto, video, animasi, dan simulasi merupakan
manfaat internet bagi pendidikan adalah sebagai media beberapa contoh media yang tersedia di situs-situs pembelajaran.
pembelajaran. Terdapat tiga fungsi internet sebagai media dalam Dengan memanfaatkan berbagai media tersebut, guru dapat
kegiatan pembelajaran, yaitu sebagai komplemen (pelengkap), mempresentasikan konsep-konsep IPA dalam berbagai
suplemen (tambahan), dan substitusi (pengganti). Internet sebagai representasi (multiple representation) yang mempermudah siswa
media pembelajaran telah menjadi salah satu pilihan untuk memahami sebuah konsep. Teknologi online juga memberikan
mendukung kegiatan pembelajaran (Munir, 2009). kemudahan bagi siswa untuk mendapatkan tambahan informasi
dalam rangka memenuhi tuntutan kompetensi dan juga
Komputer bukan lagi merupakan perangkat mewah, langka pengayaan. Tersedianya fasilitas e-learning juga memungkinkan
dan terbatas yang hanya terdapat di laboratorium komputer atau siswa menerobos sekat-sekat waktu dan tempat guna mengikuti
kampus saja. Komputer saat ini juga sudah digunakan secara luas course yang tersedia secara online. Tetapi tidak semua dapat
oleh siswa maupun guru untuk mendukung proses belajar memanfaatkan teknologi secara optimal, sehingga metode
mengajar di sekolah. Komputer yang ada dan terhubung satu sama pembelajaran yang digunakan masih bersifat konvensional dan
lain, sehingga memungkinkan adanya pertukaran informasi dan hanya guru sebagai sumber belajar, pernyataan tersebut sejalan
berbagai sumber daya dalam jaringan private dikenal dengan dengan pernyataan Yulianti, Yulianti, dan Khanafiyah (2011)
istilah internet (Lee dan Diana, 2004). bahwa guru lebih banyak memberikan ceramah yang hanya
Para pakar pendidikan mempercayai bahwa ICT memiliki menyampaikan konsep sains saja, keadaan tersebut dapat
potensi yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mengubah menghambat pengembangan kemampuan bernalar siswa
pembelajaran. Bransford et al (1999) menyatakan bahwa teknologi sehingga menghambat pengembangan berpikir kritis mereka. Hal
terbaru termasuk ICT menawarkan kemungkinan untuk tersebut disebabkan antara lain kurangnya pengetahuan guru
menciptakan lingkungan pembelajaran yang baru, yang lebih kaya terhadap teknologi, keterbatasan waktu guru kerena jam
dibandingkan dengan teknologi lama seperti penggunaan buku- mengajarnya padat padahal infrastruktur sarana dan prasarana
buku, papan tulis, radio, dan televisi. Bagaimanapun juga, yang ada sudah memadai.
pembelajaran berbasis ICT tidak menjamin bahwa pembelajaran Koran (2002), mendefinisikan e-learning sebagai
akan berjalan efektif. Para pendidik harus mengetahui sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan
kemungkinan-kemungkinan mana yang efektif di dalam kegiatan rangkaian elektronik untuk menyampaikan isi pembelajaran,

ISBN: 978-602-74245-0-0 545


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
interaksi, atau bimbingan. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, dan tatap muka, waktu perkuliahan yang biasanya digunakan
2002) mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar melalui dalam kelas akan dikurangi, tetapi tidak dihilangkan. Shibley dkk
perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar (2011) mendefinisikan sebagai “the thoughtful fusion of face-to-
yang sesuai dengan kebutuhannya. E-learning terdiri dari dua face and online learning.” Dengan menggabungkan ciri terbaik dari
bagian, yaitu ‘e’ yang merupakan singkatan dari electronic dan pembelajaran di kelas (tatap muka) dan ciri-ciri terbaik
learning yang berarti pembelajaran. Jadi e-learning berarti pembelajaran online untuk meningkatkan pembelajaran mandiri
pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat secara aktif oleh mahasiswa dan mengurangi jumlah waktu tatap
elektronika, khususnya perangkat komputer (Kusmana, 2011). muka di kelas. Dengan teknologi berbasis komputer, dosen
Munadi (2010) menjelaskan pemanfaatan internet sebagai menggunakan model perkuliahan dirancang ulang sehingga ada
media pembelajaran dimungkinkan terjadi dengan menyediakan kegiatan online berupa studi kasus, tutorial, latihan mandiri,
sarana pembelajaran online. Pembelajaran online diartikan simulasi atau kolaborasi kelompok online. Shibley dkk (2001)
sebagai jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampainya mengatakan bahwa mata kuliah blended learning difokuskan untuk
bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media internet atau mengubah bentuk perkuliahan klasik sehingga mahasiswa lebih
media jaringan komputer lainnya. Pembelajaran online dapat aktif mempelajari materi kuliah di dalam dan di luar kelas. Tujuan
dilakukan dengan menggunakan software LMS (Learning akhirnya adalah meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai
Management System) yang menyediakan fitur-fitur yang materi kuliah yang diajarkan.
menunjang kegiatan pembelajaran. LMS merupakan software yang Pengkombinasian belajar peserta didik mempunyai
dibuat untuk memudahkan seorang guru untuk mengatur kegiatan kesempatan untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide,
pembelajaran dan berinteraksi dengan siswa tanpa terbatas ruang sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar sehingga
dan waktu. Salah satu LMS yang banyak digunakan adalah diharapkan peserta didik memiliki kemampuan memperoleh dan
moodle. membangun pengetahuan dalam benaknya sendiri untuk belajar
Moodle merupakan aplikasi yang dibuat untuk dan mampu berkerja sama melalui interaksi dengan teman sebaya
memudahkan seorang dosen mengatur kegiatan pembelajaran dan yang lebih mampu sesuai dengan zona perkembangan terdekat
berinteraksi dengan mahasiswa secara langsung dengan atau zona of proximal development mereka pada saat terlibat
memanfaatkan jaringan internet sehingga dosen dan mahasiswa dalam tugas-tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri,
dapat melakukan kegiatan pembelajaran kapan pun dan di mana serta mampu memanfaatkan perkembangan teknologi sebagai
pun. Melalui penggunaan moodle sebagai media pembelajaran, sumber belajar.
dosen dapat memberikan bimbingan yang lebih intensif kepada Untuk mengatasi dan membantu mahasiswa dan dosen
mahasiswa dalam mempelajari fisika karena moodle menyediakan agar materi yang di ajarkan tidak terhambat serta kebutuhan
fitur-fitur yang menunjang suatu kegiatan pembelajaran secara sumber-sumber belajar yang lebih luas suatu pendekatan dengan
online. blended learning menggunakan Moodle. Moodle adalah sebuah
Pembelajaran berbasis web merupakan sebuah bentuk Open Source Course Management System (CMC), yang berarti
aplikasi ICT di dalam pendidikan yang digunakan di mana-mana di tempat belajar dinamis dengan menggunakan model berorientasi
banyak Universitas di Estonia (Laanpere, Ruul & Valk, 2002). Di objek, juga dikenal sebagai Learning Management System (LMS)
sekolah-sekolah umum, berbagai macam software yang berbeda- atau Virtual Leaning Environment (VLE). Moodle merupakan
beda digunakan untuk berbagai jenis aktivitas pembelajaran di sebuah program aplikasi yang dapat mengubah media
Estonia, baik untuk melatih beberapa bidang keterampilan, pembelajaran ke dalam bentuk web. Aplikasi ini memungkinkan
mendapatkan informasi baru, pengulangan materi ajar, ujian, dan peserta didik untuk masuk kedalam “ruang kelas” digital untuk
sebagainya (Toots, et al., 2004). Sistem manajemen berbasis web mengakskes materi-materi pembelajaran. Beberapa fasilitas yang
VIKO dikembangkan untuk para siswa di sekolah umum. Bahwa disediakan oleh Moodle antara lain: modul bacaan, modul
yang menjadi salah satu tujuan rencana pengembangan ICT di penugasan, modul chatt, modul forum, modul pilihan, modul kuis,
Estonia (Learning Tiger, 2005) adalah untuk menyediakan layanan dan sebagainya (Prakoso, 2005). Moodle dapat dijalankan
pembelajaran berbasis web di sekolah, tetapi hal yang juga penting menggunakan komputer dengan memakai program linux maupun
diketahui adalah bagaimana tanggapan siswa tentang Window. Manfaat dari pengunaan LMS menggunakan Moodle
pembelajaran berbasis web ini dan pada fase-fase mana proses secara online sangat penting, di antaranya adalah mengatasi
pengajaran sebaiknya menggunakan fasilitas web. Para ahli keterbatasan frekuensi tatap muka antara siswa dengan guru.
pendidikan juga mencoba untuk terus merancang suatu basis Mendesain pembelajaran berbantuan web juga telah
belajar yang dapat memanfaatkan kemajuan teknologi ini untuk banyak diteliti oleh para peneliti antara lain oleh Chang et al,
mengembangkan suatu proses belajar yang mengkombinasi (2006), Capus et al, (2006) dan Liu (2005). Desain pengajaran
antara penggunaan internet dengan e-learning dan pembelajaran yang mereka buat berisi latihan-latihan dan penyelesaiannya
seperti biasa, yaitu melalui tatap muka (face-to-face) di lingkungan dengan tujuan agar mahasiswa lebih aktif dan termotivasi belajar
belajar. Kombinasi ini yang kemudian dikenal dengan istilah lebih banyak di luar kelas.
blended learning. Beberapa penelitian telah dilakukan antara lain: Sutarno
Blanded learning sering didefinisikan sebagai kombinasi (2010) telah melakukan penelitian dengan mengaplikasikan model
antara pembelajaran tatap muka dan pembelajaran berbasis pembelajaran berbasis web untuk meningkatkan pengetahuan
internet atau pembelajaran online (Williams, 2002 dalam Vaughan, konsep, keterampilan generik sains dan berpikir kritis mahasiswa
2010) yang dalam penerapannya, blended learning akan dalam materi Medan Magnet. Dalam penelitian tersebut ditemukan
mengurangi kontak langsung dengan mahasiswa saat jam kuliah di bahwa pembelajaran medan magnet menggunakan online
kampus (reduce seat time). Manfaat pembelajaran yang berbasis interactive multimedia dapat lebih meningkatkan penguasaan
online yang diintegrasikan dengan baik adalah dapat meningkatkan konsep, keterampilan generik sain dan keterampilan berpikir kritis
aktivitas belajar yang mandiri. Menurut Garnham (2002), pada mahasiswa. Fathoni, dkk (2013) menunjukkan bagaimana program
matakuliah yang akan diajarkan dengan perpaduan antara online PJJB berbasis ICT mampu memberikan pengaruh yang positif
ISBN: 978-602-74245-0-0 546
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
terhadap penguasaan kompetensi guru. Padayachee, dkk (2011) KESIMPULAN
dalam artikelnya menyatakan bahwa model blended learning Kombinasi dalam kegiatan pembelajaran dapat membantu
dengan menggunakan disk vidio digital (DVD) dapat meningkatkan siswa lebih aktif dalam berpikir dan dapat memunculkan ide-ide
hasil belajar mahasiswa di South Afrika. Samsudin, dkk (2011) pemecahan masalah yang dihadapi. Dengan
menyatakan efektifitas pembelajaran fisika dengan menggunakan mengimplementasikan model blanded learning, pebelajar akan
media animasi komputer dapat meningkatkan keterampilan berpikir lebih terlatih untuk berpikir mandiri sehingga dapat meniningkatkan
kritis siswa. e-learning efektif digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis mereka.
kompetensi mahasiswa (Alan, 2008). Melalui pertimbangan ini DAFTAR PUSTAKA
maka konsep blended learning menjadi salah satu model Ariyati, Eka. 2010. Pembelajaran Berbasis Praktikum Untuk
pembelajaran yang patut dikembangkan untuk mengatasi berbagai Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa.
permasalahan dalam dunia pendidikan. Jurusan matematika dan IPA. Volume 1 No. 2.
Berpikir kritis merupakan keterampilan yang diperlukan Chang, Chun-Yen, Mao, Song-Ling. 1999. he effect of students’
dalam mempromosikan pikiran siswa. Tujuan akhir pendidikan cognitive achievement when using the cooperative
adalah generalisasi yang dicapai melalui pemikiran kritis dan method in earth science classrooms. Journal of School
interaksi sosial, saat mereka keluar dari ruang kelas, dan peserta Science and Mathematics, 99 (7) 374-379
didik memahami subjek dengan berpikir, dan menganalisa masalah Fathoni, dkk. (2013). Program Pendidikan Jarak Jauh Berbasis ICT
yang diajukan kepada mereka melalui pertanyaan-pertanyaan dan Penguasaan Kompetensi Guru. Jurnal Pendidikan
yang sesuai (Girle, 1991 dalam Hashemi, 2011). UPI.
Berpikir kritis adalah salah satu tujuan baru dalam sistem Hashemi S. Ahmad. 2011. The Use of Critical Thinking in Social
pendidikan. Model ini memberikan perhatian khusus terhadap Science Textbooks of High School: , A Field Study of Fars
pengembangan fitur individual dan sosial manusia sehingga Province of Iran. International Journal of Instruction Vol 4,
kekuatan mental dan tanggung jawab sosial akan terbina antara No. 1.
peserta didik. Dalam strategi berpikir kritis, penciptaan pikiran, Koran, Kumar C, 2002. Aplikasi E-Learning dalam Pengajaran dan
ekspresi mereka dan menempatkan mereka untuk berlatih Pembelajaran di Sekolah Malaysia.
ditekankan sebagai karakteristik dasar dari pemikiran. Haynes Laanpere, M., Ruul, K. & Valk, A. (2002). Eesti e-Ulikol: tana ja
(2002) dalam Hashemi (2011) mengemukakan bahwa berpikir kritis tulevikus (Estonian e University: Today and in the
penting dalam aspek baik individu dan sosial, karena dalam future). A & A.
pemikiran kritis manusia dianggap bebas, mereka dibantu untuk Learning Tiger. (2005). Development plan Of e- Lerning in General
memutuskan tentang cara hidupnya. Dalam kehidupan sehari-hari, Education for years 2006-2009 (in Estonian)
kita perlu memiliki kekuatan selektivitas yang tinggi untuk Availeble online
menghadapi situasi yang berbeda dalam hidup. Keberhasilan akan http://www.hm.ee/index.php?=download&id=4148
dicapai hanya jika orang mampu membuat pilihan yang tepat dalam (30.10.2006).
situasi ini. Munir, 2009. Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis Teknologi
Menurut Richard Paul dalam Ariyati (2010), kemampuan Informasi dan Komunikasi. Bandung:CV Alfabeta.
berpikir kritis dapat dilatihkan dalam proses pembelajaran dengan Padayachee. (2011). A Blended Learning Grade 12 Intervention
pemilihan strategi pembelajaran yang tepat. Melatih berpikir kritis Using DVD Tecnology to Enhance The Teaching and
dapat dilatihkan dengan cara mempertanyakan apa yang dilihat Learning of Mathematics. Departement of Mathematics,
dan didengar. Setelah itu dilanjutkan dengan bertanya mengapa University of Pretoria, South Afrika.
dan bagaimana tentang hal tersebut. Informasi yang diperoleh Radford., D.L., Deture, L.R., Doran L.R. (2002) A Plemininary
harus diolah dengan baik dan cermat sebelum akhirnya Assesment of Science Process Kkills Achievement of
disimpulkan. Ada beberap hal yang menjadi ciri umum dari berpikir Preservice Elementary Teachers, disampaikan dalam
kritis diantaranya mampu membuat simpulan dan solusi yang Annual Meeting of The National Association for
akurat, jelas dan relevan terhadap kondisi yang ada, berpikir Research in Science Teaching, Boston, 1992.
terbuka dengan sistematis dan mempunyai asumsi, implikasi, dan Riyana. (2013). Blended Learning.
konsekuensi yang logis, serta berkomunikasi secara efektif dalam http://kurtek.upi.edu/tik/content/blended_pdf diakses
menyelesaikan suatu masalah yang kompleks. tanggal 23 oktober 2013.
Kemampuan berpikir kritis dalam memecahkan masalah Samsudin, Liliawati. (2011). Efektifitas Pembelajaran Fisika
pelajaran fisika sebagai salah satu aspek dalam mengukur Dengan Menggunakan Media Animasi Komputer
peningkatan hasil belajar guna mewujudkan pembelajaran yang Terhadap Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis
berkualitas dapat ditunjang dengan menggunakan bantuan Siswa SMA. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan,
komputer. Komputer yang terhubung dengan jaringan internet akan Universitas Negeri Yogyakarta.
memberikan layanan web yang berfungsi membantu mahasiswa Toots, A., Plakk, M. & Idanurm, T. (2004). Tiger in Focus. Executive
dan dosen dalam proses pembelajaran. Penggunaan web summary. Availeble online:
diharapkan dapat mempermudah mahasiswa dalam memahami http://www.tiigrihype.ee/eng/publikatsioonid/summary.pd
materi fisika yang bersifat abstrak, melakukan pengulangan- f
pengulangan pada bagian materi yang susah dan mendapatkan Voughan. 2010. Designing for a Blanded Community of Inquiry.
pengauatan dengan membaca sumber belajar dan latihan soal Blanded Learning in Finland. Helsinki: Faculty of
yang telah disiapkan. Social Science at the University of Helsinki.

ISBN: 978-602-74245-0-0 547


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
KAJIAN LITERATUR TENTANG PENTINGNYA SIKAP ILMIAH

Hunaepi
Dosen Prodi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram
Email: hunaepibio@ymail.com

Abstrak: Berbicara tentang axiology ilmu tentu tidak bisa disangkal bahwa ilmu pengetahuan telah banyak mengubah tatanan kehidupan
manusia. Kesadaran akan dampak baik dan buruk perkembangan ilmu pengetahuan sangat penting bagi kebaikan manusia itu sendiri
dan di sinilah sikap ilmiah sangat diperllukan. Sikap ilmiah tidak hanya berarti sifat dasar manusia yang memiliki rasa ingin tahu namun
juga menekankan pada nilai kepedulian dan menghormati nilai dari ilmu pengetahuan yang ada. Pendidikan memegang peran penting
dalam menanam sikap ilmiah kepada siswa sejak dini, untuk menumbuhkan pribadi siswa yang tidak hanya cerdas intelektual, namun
juga matang secara emosional.

Kata kunci: sikap ilmiah

PENDAHULUAN seseorang untuk memperoleh obyek khusus, aktivitas,


Aspek penting dalam pengetahuan dan penerapannya pemahaman dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau
adalah aspek afektif atau sikap atau dalam pembelajaran sains pencapaian. Hal yang penting dalam minat adalah
sering dikenal dengan istilah sikap ilmiah. Dalam aspek sikap intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik
ilmiah, siswa dibelajarkan untuk membandingkan fakta yang afektif yang memiliki intensitas tinggi. Jika seseorang
ditemui terhadap dampak yang mungkin terjadi terhadap hasil berminat terhadap sesuatu maka orang tersebut akan
belajar. Aspek sikap ilmiah lebih berorientasi pada rasa atau melakukan langkah – langkah konrit untuk mencapai hal
kesadaran. Banyak dikalangan para ahli menginterpretasikan tersebut.
ranah afektif menjadi sikap, nilai sikap yang diartikan tentu akan c. Konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu
berpengaruh terhadap penyusunan tujuan instruksional yang akan bersangkutan terhadap kemampuan dan kelemahan yang
ditetapkan dalam tujuan pembelajaran. Beberapa pertanyaan dimilikinya. Arah konsep diri bisa posistif bisa juga negative.
penting yang akan dijabarkan dalam artikel ini diantaranya: Intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinu
1. Bagaimana pentinnya sikap ilmiah? yaitu mulai dari yang rendah sampai yang tinggi.
2. Sudahkah sikap ilmiah terintegrasi dalam model d. Nilai menurut Tayler (1973), adalah suatu obyek, aktivitas
pembelajaran yang diterapkan oleh guru di sekolah? Jika atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan
sikap ilmiah sudah teeintergasi, sudah terlihatkah sikap minat, sikap dan kepuasan. Nilai berakar lebih dalam dan
ilmiah tersebut? Bagaimana memunculkan sikap ilmiah? lebih stabil dibandingkan dengan sikap individu. Bahkan
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan diuraikan beberapa ahli mengatakan bahwa nilai merupakan kunci bagi
berdasarkan kajian teori maupun emperis yang telah dilakukan lahirnya sikap dan perilaku seseorang. Manusia mulai belajar
penulis. menilai obyek, aktifitas, dan ide sehingga obyek ini pengatur
penting minat, sikap dan kepuasa. Sekolah (guru) harus
PEMBAHASAN membantu peserta didik untuk menemukan dan menguatkan
Bagaimana pentinnya sikap ilmiah? nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik dalam
Pophan (1995) dalam Andeson dan Krathwohl (2001), memperoleh kebahagiaan personal dan member kontribusi
mengatakan bahwa ranah sikap ilmiah menentukan keberhasilan positif terhadap masyarakat.
seseorang. Artinya ranah sikap ilmiah sangat menentukan e. Moral secara bahasa berasal dari bahasa latin mores yang
keberhasilan seorang peserta didik untuk mencapai ketuntasan artinya tata cara, adat kebiasaan social yang dianggap
dalam proses pembelajaran. permanen sifatnya bagi ketertiban dan kesejahteraan
Karakteristik ranah sikap ilmiah yang terpenting masyarakat. Moral menyinggung akhlak, tingkah laku,
diantaranya sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral. karakter seseorang atau kelompok yang berperilaku pantas,
a. Sikap menurut Fishbein dan Ajzen (1975), yaitu suatu baik dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Proses belajar
predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara posistif akhlak (moral) memegang peranan penting, begitu juga
atau negative terhadap suatu obyek, situasi, konsep dan perkembangan kognitif memberikan pengaruh besar
orang. Sikap di sini adalah sikap peserta didik terhadap terhadap sifat perkembangan tingkah laku (moral).
sekolah dan terhadap mata pembelajaran. Menurut Pophan Sikap imiah merupakan disposisi berpikir yang menjadi tren
(1999), ranah sikap peserta didik penting untuk ditingkatkan. penelitian yang terintegrasi dalam keterampilan berpikir tingkat
Sikap peserta didik terhadap mata pembelajaran matematika tinggi seperti berpikir kritis, kreatif, metakognisi, problem solving
harus lebih positif dibanding sebelum mengikuti pelajaran. dan decision making serta sangat menentukan kualitas individu
Perubahan ini merupakan salah satu indicator keberhasilan siswa. Facione (2011) menyatakan bahwa sikap ilmiah seperti: 1)
guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Oleh keingintahuan; 2) kepedulian; 3) kewaspadaan; 4) kepercayaan; 5)
karena itu, seorang guru harus membuat rencana kepercayaan- diri; 6) berpikir terbuka; 7) fleksibilitas; 8)
pembelajaran termasuk pengalaman belajar yang membuat menghormati pendapat-pendapat orang lain; 9) berpikir adil; `10)
sikap peserta didik terhadap mata pembelajaran menjadi jujur; 11) kehati-hatian; 12) kesediaan untuk mempertimbangkan
lebih posistif. kembali dan merevisi pandangan di mana refleksi yang jujur
b. Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang menunjukkan diperlukannya perubahan; menjadi disposisi-
terorganisasikan melalui pengalaman yang mendorong disposisi berpikir yang mencirikan kualitas berpikir seseorang.

ISBN: 978-602-74245-0-0 548


Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Sudahkah sikap ilmiah terintegrasi dalam model pembelajaran Rohaeti, Widjajanti, dan Padmaningrum (2007), menyatakan
yang diterapkan oleh guru di sekolah? Jika sikap ilmiah sudah bahwa keberadaan LKS sebagai suatu media pembelajaran cetak
teeintergasi, sudah terlihatkah sikap ilmiah tersebut? (hand out) berperan untuk membantu siswa belajar secara
Bagaimana memunculkan sikap ilmiah? terarah. Untuk mendukung siswa dapat belajar secara terarah,
Berdasarkan kajian teoritis maupun empiris, penulis dapat mandiri, melatih keterampilan-keterampilan proses untuk
menyimpulkan bahwa setiap model pembelajaran yang ada dan melatihkan kemampuan berpikir siswa (Damayanti; Ngazizah; dan
sering digunakan guru dalam proses pembelajaran sejatinya telah Setyadi, 2013; Rohaeti, Widjajanti, dan Padmaningrum, 2007).
mengintegrasikan karakteristik-karakteristik sikap ilmiah, namun Untuk menarik rasa ingin tahu siswa guru dapat menggunakan
siswa sering tidak menyadari ha tersebut hingga tidak tertanam fenomena-fenomena kontekstual kearifan lokal sehingga
dengan baik dalam benak siswa. Dewey dan Friere dalam pembelajaran menjadi bermakna serta dapat memunculkan sikap
Gautreau dan Binns (2012) menyatakan bahwa kurikulum ilmiah siswa. Ibarahim (2008) menyatakan bahwa pembelajaran
berbasis inkuiri dimulai dengan asumsi bahwa siswa membangun yang bermakna dan menekankan pada sikap ilmiah siswa dapat
pengetahuan dan makna melalui pengalaman mereka sedangkan dilakuakan dengan pemberian contoh fenomena sekitar dan
pembelajaran tradisional beroperasi dengan kepercayaan bahwa meminta atau menyajikan makna hal tersebut kepada siswa.
pengetahuan berasal dari luar diri siswa, objektif, dan dapat Penilaian merupakan salah satu teknik yang digunakan
ditrasfer oleh guru pada siswa. Pendapat tersebut untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa. Penilaian dapat
mengindikasikan bahwa pembelajaran seharusnya dilakukan dilkaukan, jika tersedia instrumen/alat penilaian, baik
dengan proses-proses interaktif yang objektif serta sesuai dengan menggunakan instrumen berupa tes, maupun berupa lembar
konteks kehidupan nyata siswa atau lebih sering dikenal dengan pengamatan. Penilaian dapat dilakukan menggunakan instrumen
istilah kearifan lokal daerah setempat. tertulis, atau teknik penilaian menggunakan strategi tertulis
Uraian tersebut di atas itulah yang kurang diperhatikan dengan bentuk soal uraian untuk mengetahui sikap ilmiah siswa
guru dalam proses pembelajaran sehingga meskipun pada dengan memperhatikan indicator-indikator sikap ilmiah.
dasarnya model pembelajaran telah mengintegrasikan dan
menekankan sikap ilmiah dalam pembelajaran. Disamping itu, KESIMPULAN
kendala yang sering ditemukan guru sehingga kurang Berdasarkan uraian yang telah disampaikan maka dapat
memperhatikan aspek sikap ilmiah adalah kurannya instrumen disimpulkan bahwa sikap ilmiah sangat penting untuk dibelajarkan,
yang valid baik untuk mengukur maupun mengobservasi sikap manusia berpikir bukan karena manusia senang untuk berpikir,
ilmiah siswa (Facione dalam Nur, 2013). namun berpikir disebabkan manusia menghadapi masalah,
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kegiatan berpikir merupakan ciri dasar manusia yang menunjukkan
kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur bahwa manusia memiliki raasa ingin tahu akan masalah yang
adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, Menghargai, dihadapi. Model-model pembelajaran yang telah ada dan sering
Mengorganisasi, dan Karakteristik suatu nilai. Skala yang digunakan guru dalam proses pembelajaran di dalam kelas
digunakan untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap memang telah mengintegrasikan sikap-sikap ilmiah namun dalam
kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa pelaksanaannya sikap ilmiah ini kurang maksimal dalam
kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan pengkondisiannya sehingga sering kabur dan membuat siswa tidak
netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku sadar akan sikap ilmiah itu sendiri.
pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, Penyediaan bahan ajar yang lebih mengutamakan
dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang kontektualisasi dan pemaknaan materi ajar sangat dibutuhkan
tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan untuk menumbuhkan sikap ilmiah siswa.
perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi
berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek DAFTAR PUSTAKA
tersebut. Oleh sebab itu, sikap selalu bermakna bila dihadapkan Adisendjaja dan Romlah, 2007. Analisis Buku Ajar Sains
kepada objek tertentu. Berdasarkan Literasi Ilmiah Sebagai Dasar untuk Memilih
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk Buku Ajar Sains (Biologi). Jurnal Pendidikan Biologi
dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, Adisendjaja, 2010. Analisis Buku Ajar Biologi SMA Kelas X di
pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni Kota Bandung Berdasarkan Literasi Sains. Jurnal
pernyataan positif dan pernyataan negatif. Salah satu skala sikap Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan
yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, Indonesia.
pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif
maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, Anderson, L.W., Krathwohl, D.R., and Airasian, P.W., 2001. A
tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju. Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing, A
Sikap ilmiah siswa dapat dimunculkan melalui kegiatan- Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational
kegiatan interaktif berbasis kearifan lokal sehingga dapat Objectives. New York: Addison Wesley Longman, Inc.
memupuk fleksibelitas, kurositas dan minat belajar siswa seperti Damayanti, Ngazizah, dan Setyadi, 2013. Pengembangan Lembar
yang direkomendasikan Dewey dan Fiere. Guru dapat berinovasi Kerja Siswa (LKS) Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing
dengan mengembangkan baha ajar yang sesuai seperti buku ajar Untuk Mengoptimalkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta
siswa (BAM), lembar kegiatan siswa (LKS) dan lembar observasi Didik Pada Materi Listrik Dinamis SMA Negeri 3 Purworejo
yang mengintegrasi indicator-indikator sikap ilmiah. Kelas X Tahun Pelajaran 2012/2013. Radiasi. Vol.3 .No.1
LKS dan BAM merupakan suatu bahan ajar memuat materi Progam Studi Pendidikan Fisika Universitas
pelajaran yang dikemas sedemikian rupa, sehingga siswa dapat Muhammadiyah Purworejo.
belajar secara mandiri (Damayanti, Ngazizah, dan Setyadi, 2013).
ISBN: 978-602-74245-0-0 549
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Facione, Peter. 2011. Critical Thinking. What It Is and Why Its Rohaeti, Widjajanti, dan Padmaningrum, 2007. Pengembangan
Counts. Measured Reason and The California Academic Lembar Kerja Siswa (LKS) Mata Pelajaran Sains Kimia
Press. Untuk Smp Kelas VII, VIII, dan IX. Artikel Penelitian Dosen
Ibrahim, M., 2008. Model Pembelajaran Inovetif IPA Melalui Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UNY.
Pemaknaan. Surabaya: Departemen Pendidikan
Nasional Balitbang.

ISBN: 978-602-74245-0-0 550

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai