net/publication/318562258
CITATIONS READS
0 1,729
2 authors, including:
Suprianto Suprianto
Universitas Islam Madura
5 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Efektifitas Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Fisika View project
All content following this page was uploaded by Suprianto Suprianto on 20 July 2017.
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PUSAT KAJIAN PENDIDIKAN SAINS DAN MATEMATIKA (PKPSM)
IKIP MATARAM 2016
ISBN: 978-602-74245-0-0 i
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika (PKPSM)
IKIP Mataram 2016
ISBN: 978-602-74245-0-0
Diterbitkan:
ISBN: 978-602-74245-0-0 ii
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Advisory Committee
Prof. Toho Cholik Mutohir, Ph.D
Dr. Jamaludin, M.Pd
Saiful Prayogi, M.Pd
Muhali, S.Pd., M.Sc.
Agus Mulyadi, M.Pd.
Hunaepi, M.Pd
Organizing Committee
Syahrir, M.Pd
Taufik Samsuri, M.Pd
Sri Yuliyanti, M.Pd
Muhammad Asy’ari, M.Pd
Baiq Mirawati, S.P., M.Pd.
Masjudin, M.Pd
Abdul Aziz, S.Pd
Technical Committee
Laras Firdaus, M.Pd Suryati, M.Pd L. Lian Hari Wangi, S.Pd
Ali Imran, M.Pd.Si Iwan Dody, D., M.Sc Supriadi
Wirawan Putrayadi, S.T., M.Pd. Samsun Hidayat, M.Pd Sahnan
Sabrun, M.Pd Fahriah, M. Pd
Eliska Juliangkary, M.Pd Citra Ayu Dewi, M.Pd
Syifa’ul Gummah, M.Pd Dwi Sabda Budi P. M.Sc
KATA PENGANTAR
Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika (PKPSM) IKIP Mataram 2016 ini
mengambil tema “Assessment of Higher Order Thinking Skills” dan diselenggarakan pada tanggal 12 Maret 2016
di Mataram, merupakan suatu kegiatan ilmiah tahunan pertama yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian
Pendidikan Sains dan Matematika (PKPSM) IKIP Mataram. Seminar ini merupakan tempat bertukar pikiran para
pelaku, pemerhati, dan stakeholder pada bidang sains, terapan, pembelajaran sains dan umum yang meliputi guru,
mahasiswa, dosen, widyaiswara, dan peneliti.
Seminar ini diikuti oleh sejumlah peserta yang terdiri atas dua orang pembicara kunci yakni Prof. Dr.
Sugiyono, M.Pd (Dosen Pascasarjana Universitas Yogyakarta) dan Dr. Wasis, M.Si. (Dosen PPs Universitas Negeri
Surabaya, UNESA), dengan keynote speaker yaitu Prof. Toho Cholik Mutohir, Ph.D (Rektor IKIP Mataram), serta
dari berbagai kalangan yang mengikuti presentasi paralel.
Segenap upaya penyuntingan Prosiding ini telah diupayakan sebaik-baiknya, namun kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam proses penyuntingan, sehingga kritik dan
saran sangat kami harapkan guna perbaikan pada penerbitan yang akan datang. Kami selaku panitia mengucapkan
terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu terselenggaranya Seminar ini serta
terselesaikannya proses penyuntingan dan penerbitan Prosiding ini. Tidak lupa juga kami memohon maaf atas
segala kekurangan dan kesalahan baik selama kegiatan Seminar berlangsung maupun masih adanya kesalahan
dalam isi Prosiding ini. Semoga acara Seminar Nasional PKPSM IKIP Mataram tahun 2016 dan penerbitan
Prosiding ini bermanfaat bagi kita semua. Sampai jumpa pada Seminar Nasional PKPSM IKIP Mataram tahun 2017
yang akan datang.
Mataram, Maret 2016
Ketua Pelaksana
Syahrir, M.Pd.
ISBN: 978-602-74245-0-0 iv
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Copyright Notice
© Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika (PKPSM) IKIP Mataram 2016
Seluruh isi dalam Prosiding ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab masing-masing penulis. Jika dikemudian hari ditemukan
indikasi plagiasi dan berbagai macam kecurangan akademik yang dilakukan oleh para penulis maka pihak penyelenggara
dan tim penyunting (editor) tidak bertanggungjawab atas segala bentuk plagiasi dan berbagai macam kecurangan akademik
yang terdapat pada isi masing-masing naskah yang diterbitkan dalam Prosiding ini. Para penulis tetap mempunyai hak penuh
atas isi tulisannya tetapi mengijinkan bagi setiap orang yang ingin mengutip isi tulisan dalam Prosiding ini sesuai dengan
aturan akademik yang berlaku.
Terbitan Pertama: Maret 2016
ISBN: 978-602-xx
Penyunting Ahli:
Prof. Toho Cholik Mutohir, Ph.D
Drs. I Ketut Sukarma, M.Pd.
Drs. Wayan Karmana, M.Pd
Muhali, S.Pd., M.Sc.
Saiful Prayogi, M.Pd
Agus Muliadi, M.Pd
Hunaepi, M.Pd.
Penyunting Pelaksana:
Laras Firdaus, M. Pd
Muhammad Asy’ari, M.Pd
Abdul Aziz, S.Pd
Suryati, M.Pd
Herdiana Fitriani, M.Pd
Diterbitkan oleh:
Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika (PKPSM)
IKIP Mataram
ISBN: 978-602-74245-0-0 v
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
DAFTAR ISI
Halaman
Abdul Sakban
Penerapan Pendekatan Deep Dialog And Critical Thinking Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ............................................................................................................ 6-9
Ade Kurniawan
Peningkatan Penalaran Matematika Dengan Berbantuan Media Software (Program Maple).................................... 10-12
Agus Fahmi
Pengambilan Keputusan Berbasis Kecerdasan Emosi .............................................................................................. 13-15
Ahmad Muzaki
Mengukur Kemampuan Advanced Mathematical Thinking Mahasiswa Pada Analisis Real ...................................... 16-18
Ahmad Muzanni
Hubungan Antara Sosial Ekonomi Orang Tua Terhadap Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelas VII SMP Negeri 1
Kopang ....................................................................................................................................................................... 19-22
Arshy Prodyanatasari
Implementasi Tutor Sebaya Untuk Melatih Keterampilan Proses Sains .................................................................... 31-34
Baiq Rohiyatun
Analisis Keterlibatan Guru Dalam Pengambilan Keputusan (Kajian Teoritis Organisasi Sekolah) ....................... 43-48
Duwi Purwati
Pengembangan Modul Pembelajaran Drama Berbasis Potensi Lokal Masyarakat Sasak ........................................ 61-69
Fitri Ningsi
A Descriptive Study On Teaching Writing To The First Semester Of English Program STKIP Taman Siswa Bima 105-107
Hariadi Ahmad
Teknik Structure Learning Approach (SLA) Sebagai Model Pembelajaran Dalam Peningkatan Self Advocacy
Siswa.......................................................................................................................................................................... 135-143
Herlina
Evaluasi Program Pembinaan Lembaga Kursus Terhadap Pelaksanaan Asas Pengembangan Program PLS di
Kota Mataram............................................................................................................................................................. 151-153
Hulyadi
Identivikasi Massa, Luas Permukan, Dan Suhu Optimasi Zeolit Sebagai Filter Destilat Terhadap Kemurnian
Alkohol ....................................................................................................................................................................... 154-158
Husnul Hatimah
Kajian Pengaruh Ion Cd(ii) Dan Cr(vi) Terhadap Efektivitas Fotoreduksi Ion Cu(ii) Yang Terkatalisis Oleh Tio2....... 159-163
I Wayan Karta
Aplikasi Teori Karl R. Popper Dalam Assesmen Pembelajaran di Indonesia ............................................................. 170-172
Ibnu Khaldun
Pengertian, Makna, Dan Perkembangan Ilmu Politik ................................................................................................. 178-182
Iin Shoaliha
Pelanggaran Prinsip Kerjasama Dalam Acara Indonesia Lawyers Club (ILC) Di TV One ......................................... 187-190
Imamul Arif
Membangun Kesejahteraan Umat Melalui Revitalisasi Fungsi Keluarga (Perspektif Alquran) .................................. 191-197
Jumailiyah
Validitas Tes Potensi Akademik Dengan Pembelajaran Statistika Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan ................. 221-224
M. Abdurrahman Sunni
Pengaruh Pembelajaran Problem Solving Berbantuan Phet Terhadap Penguasaan Konsep Fisika Dan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMAN 8 Mataram .................................................................................... 229-234
M. Fuadunnazmi
Pengembangan Pola Lembar Kerja Mahasiswa Saintifik Berbantuan Software Electronics Workbench Pada
Pokok Bahasan Loading Effect .................................................................................................................................. 246-248
Masiah1, Saiful Ridlo2, Sri Mulyani ES3., & Dyah Rini Indriyanti4
Pengembangan Model Pembelajaran Inkuiri Untuk Membentuk Habits Of Mind Siswa ............................................ 249-252
Masjudin
Diagnosis Dan Scaffolding Kesulitan Mahasiswa Dalam Memahami Konsep Barisan Dan Deret
Geometri .................................................................................................................................................................... 257-262
Maulid Huda Adh Dhuhri1), Sanapiah2) & Baiq Rika Ayu Febrilia3)
Pemodelan Regresi Nonparametrik Kernel Pada Nilai Tes SPMB Terhadap Indeks Prestasi Mahasiswa ................ 263-268
ISBN: 978-602-74245-0-0 ix
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Muh. Nasir
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model 5E Untuk Meningkatkan Kemampuan Berargumen
Siswa SMA ................................................................................................................................................. 284-287
Muhali
Metakognisi Sebagai Strategi Dan Model Pembelajaran Untuk Membelajarkan Keterampilan Berpikir .................... 288-291
Muhammad Faqih
Kelas Karakter (Character Class) (Penerapan Model Pendidikan Karakter Berbasis Kelas Karakter di IKIP
Mataram) .................................................................................................................................................................... 299-301
Muhammad Nur1, Sukainil Ahzan2, Dwi Pangga3 & Dwi Sabda Budi Prasetya4
Identifikasi Kandungan Tembaga (Cu) Di Lokasi Penambangan Emas Tradisional Sumbawa ................................. 302-304
Musparlin Halid
Hubungan Status Sosial Ekonomi Dengan Tingkat Konsumsi Fast Food Pada Remaja ........................................... 314-321
Ni Wayan Rasmini
Perubahan Paradigma Pendidikan Dan Assesmen Pembelajaran Di Indonesia ....................................................... 337-341
Nofisulastri
Studi Keterampilan Proses Sains Melalui Teknik Identifikasi Hewan ......................................................................... 342-343
ISBN: 978-602-74245-0-0 x
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Nuraeni
Hubungan Stress Dengan Kecenderungan Penyalahgunaan Napza Pada Remaja Kota Mataram .......................... 344-349
Nur Hardiani
Berpikir Aljabar Dan Problem Solving: Suatu Tinjauan Literatur ................................................................................ 356-359
Nurrahmah
Upaya Peningkatan Kemampuan Penelaran Dan Pemahaman Konsep Matematika Dengan Penerapan
Problem Based Learning Pada Pokok Bahasan Faktorisasi Suku Aljabar Kelas VIII5 SMP Negeri 3 Woha .............. 360-363
Rozali Jauhari Alfanani1, Moh. Iwan Fatiri2, dan Khairul Umam3 & Hendra Prasetyo4
Pendidikan Bahasa dan Sastra Berbasis Kearifan Lokal, Berkontribusi Nasional, Dan Berdaya Saing Global ......... 390-393
S. Ida Kholida
Penerapan Model Kooperatif Berbasis Asessmen Kinerja Di Tinjau Dari Praktikum Fisika Untuk Menuntaskan
Hasil Belajar Siswa Di SMP Islam An-Nidhomiyah Pamekasan ................................................................................ 394-400
Sanapiah
Mengembangkan Kemampuan Bernalar Mahasiswa Calon Guru Matematika Melalui Pembelajaran Problem
Solving ....................................................................................................................................................................... 401-405
ISBN: 978-602-74245-0-0 xi
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Sri Yuliyanti
Kajian Perspektif Mahasiswa Pendidikan Matematika Pada Kesejajaran Geometri Non-Euclide.............................. 420-422
St. Nurbayan
Proses Sosial Dan Interaksi Sosial: Sebuah Kajian Literatur ..................................................................................... 423-427
Sudarsono
Proses Mengonstruksi Koneksi Matematika Siswa SMP Dalam Pemecahan Masalah Geometri ............................. 433-438
Suharyani
Evaluasi Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Non Formal Pada Satuan Kelompok Bermain ...................... 439-444
Suryati
Review Literatur Tentang Literasi Sains..................................................................................................................... 451-455
Syafrudin
Implementasi Model PBL (Problem Based Learning) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas
VI SDN Durian............................................................................................................................................................ 462-466
Syahrir
Pengembangan Modul Pembelajaran Matematika Berbasis Problem Based Learning Siswa SMP .......................... 467-471
Widia
Review Model Problem Based Learning Dengan Strategi Scaffolding Untuk Melatihkan Berpikir Kreatif Siswa ....... 493-497
Yusran Khery1, Ratna Azizah2, Pahriah3, Khaeruman4 & Baiq Asma Nufida5
Respon Siswa Dan Guru Pada Penerapan Pendekatan Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI) Di Sekolah
Swasta Dengan Standar Proses Pembelajaran Kimia Yang Rendah ........................................................................ 511-514
Zainudin
Pengembangan Sumber Belajar E-Learning Menggunakan Weblog Materi Pokok Fluida Statis Berorientasi Model
Pembelajaran Kooperatif............................................................................................................................................ 515-519
Zulfakar
Analisis Kebijakan Pendidikan Yang Merupakan Kebutuhan Publik di Indonesia ...................................................... 520-525
Zulkifli
Pengaruh Media Pembelajaran Dan Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Hasil Belajar SMP ................................ 529-533
Zuriatin
Syiar Islam di Bima Abad XVII ................................................................................................................................... 534-537
I Ketut Sukarma
Membudayakan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Pemecahan Masalah ................................................................... 538-541
Lovy Herayanti
Kajian Literatur Tentang Membelajarkan Keterampilan Berpikir Kritis Menggunakan Blanded Learning .................. 545-547
Hunaepi
Kajian Literatur Tentang Pentingnya Sikap Ilmiah ..................................................................................................... 548-550
Wasis
wasisfaa@yahoo.com; wasis@unesa.ac.id
Universitas Negeri Surabaya
Pendahuluan
Abad XXI mengalami perkembangan teknologi yang sangat pesat, serta perkembangan yang luar biasa
dalam ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Perkembangan tersebut pada akhirnya juga
menuntut transformasi paradigma pendidikan sebagaimana ditunjukkan gambar di bawah ini (Partnership for 21st
Century Skills, 2011).
Berdasarkan gambar di atas, pendidikan abad XXI tidak cukup hanya menekankan capaian substansi
keilmuan (core subjects) sebagaimana terjadi pada abad sebelumnya, tetapi juga harus memberikan penekanan
pada berbagai dimensi keterampilan, meliputi: kecakapan hidup dan berkarir (life and career skills), keterampilan
belajar dan berinovasi (learning & innovation skills), serta keterampilan dalam pemanfaatan informasi, media, dan
teknologi (IMT skills).
Untuk membentuk kecakapan hidup dan memberikan bekal dalam pengembangan karir, diperlukan: (1)
kemampuan beradaptasi dan bersikap fleksibel, yaitu peka dan kritis terhadap perubahan, berpikir positif terhadap
masukan, serta menindaklanjuti umpan balik secara efektif; (2) memiliki inisiatif dan kemampuan mengarahkan diri
sendiri, yaitu kemampuan menggunakan waktu secara taktis dan efisien dalam mencapai tujuan, mampu bekerja
mandiri, serta memiliki komitmen terhadap pilihan; (3) memiliki kecakapan sosial dan lintas budaya, yaitu
kemampuan berinteraksi dan bekerjasama secara efektif dengan orang lain yang berbeda-beda budaya dan status
sosialnya; (4) produktif dan akuntabel, yaitu kemampuan merancang, menyusun prioritas, dan mengelola capaian
berbagai tugas dalam berbagai situasi sehingga hasilnya selalu dapat dipercaya; dan (5) memiliki jiwa
kepemimpinan dan bertanggungjawab, yaitu kemampuan memandu dan memimpin orang lain serta bersedia
menanggung resiko dari tindakan yang diambil atau dilakukan.
Untuk melatihkan keterampilan belajar dan berinovasi, diperlukan: (1) kreativitas, yaitu kreatif dalam berpikir
dan beraktivitas serta mampu melahirkan dan menerapkan inovasi-inovasi; (2) Berpikir kritis dan mampu
memecahkan masalah, yaitu menggunakan penalaran secara efektif, berpikir secara sistemik, dan mengambil
keputusan secara akurat, sehingga mampu memecahkan masalah dengan baik; dan (3) Kemampuan
berkomunikasi dan bekerjasama, yaitu mampu menyampaikan gagasan dan menjadi pendengar yang efektif
dengan memanfaatkan berbagai media, teknologi, dan bahasa serta mampu bekerjasama dengan orang lain
secara tulus, fleksibel, dan responsif.
Untuk membentuk literasi informasi, media, dan teknologi, diperlukan: (1) literasi informasi, yaitu kemampuan
mengakses informasi secara efisien dan efektif, menilai informasi secara kritis, dan menggunakan serta mengelola
berbagai informasi secara kreatif, akurat, dan bertanggungjawab; (2) literasi media, yaitu kemampuan memilih dan
menggunakan media secara kritis serta kemampuan memproduksi media yang baik sehingga memberi pengaruh
ISBN: 978-602-74245-0-0 xiv
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
yang positif pada sikap dan perilaku; dan (3) literasi teknologi, yaitu kemampuan menggunakan teknologi dalam
berbagai aspek kehidupan.
Tim Partnership for 21st Century Skills lebih lanjut merumuskan 4 (empat) keterampilan esensial abad XXI,
yaitu: berpikir kritis dan menyelesaikan masalah (critical thinking and problem solving), berkomunikasi secara efektif
(effective communication), bekerjasama (collaboration), serta berkreasi dan berinovasi (creativity and innovation).
Empat keterampilan abad XXI di atas didasari oleh keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking
skills/HoTs) yang sejak tahun 2003-an disinyalir oleh Zohar & Dori sebagai tujuan pendidikan yang sangat penting
dan harus dijadikan fokus arah perkembangan pendidikan.
ISBN: 978-602-74245-0-0 xv
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
menyelesaikan masalah. Berpikir logis adalah berpikir nalar, yaitu berpikir yang dapat diterima oleh akal sehat
karena memenuhi kaidah berpikir ilmiah. Berpikir kritis adalah berpikir reflektif-evaluatif sehingga mampu
merasakan adanya masalah dan mengambil keputusan. Sedangkan, berpikir kreatif adalah kemampuan
menemukan ide/gagasan yang baru atau berbeda. Seseorang yang mampu berpikir logis, belum tentu mampu
berpikir kritis, apalagi kreatif. Tetapi orang yang kreatif, pasti telah melewati proses berpikir logis dan kritis. Berpikir
kreatif terbukti mendasari kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Hasil komparasi ketiga soal di atas terlihat bahwa soal UN untuk topik suhu mengukur pengetahuan dimensi
pengetahuan faktual pada level C3 (menerapkan konversi skala termometer). Soal TIMSS mengukur pengetahuan
dimensi konseptual pada level C4 (menganalisis melalui komparasi/membandingkan). Soal PISA mengukur
kemampuan C4 (menganalisis) dan C5 (mengevaluasi dalam bentuk ungkapan ketidaksetujuan terhadap
pendapat orang lain). Bila dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari, ketiga soal di atas sudah terkait dengan
kehidupan sehari-hari, tetapi soal PISA memiliki bobot kontekstual paling tinggi, paling kompleks, dan paling riil.
Penutup
Keterampilan berpikir tingkat tinggi meliputi keterampilan berpikir logis, kritis, kreatif, dan problem solving
sudah selayaknya menjadi fokus pengembangan pendidikan di Indonesia. Fokus pengembangan mencakup
bagaimana mewujudkan pembelajaran yang kondusif dan mengimplementasikan sistem penilaian yang mampu
men-drive berkembangnya keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir tingkat tinggi diyakini potensial
menjadikan seseorang memiliki kecakapan hidup, mampu melakukan kreasi dan inovasi, serta memiliki literasi
dalam memanfaatkan informasi, media, dan teknologi, sehingga mampu menyelesaikan berbagai permasalahan
kehidupan yang semakin kompleks di abad XXI.
Daftar Pustaka
Anderson, L. W. & Krathwohl, D. R. (eds) (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing. A revision
of Bloom’s taxonomy of educational objectives. New York: Longman.
Arends, R. I. (2001). Learning to Teach. (5th ed.). Boston: McGraw-Hill Comp., Inc.
Brookhart, S. M. (2010). How to Assess Higher Order Thinking in Your Classroom. Alexandria: ASCD.
Forster, M. (2004). Higher order thinking skills. Research Development, 11 (13-17).
Martin, M.O., Mullis, I.V.S., Foy, P., dan Stanco, G.M. (2012). TIMSS 2011 International Results in Science. Boston
College, Chestnut Hill: TIMSS & PIRLS International Study Center.
Nebraska Department of Education. (2007). 21st Century Education Frame Work, www.21stcenturyskills.org.
OECD. (2014). PISA 2012 Results in Focus. What 15-years-old know and what they can do with what they know?
Paris: OECD.
Palmer, J. A. (eds) (2003). 50 Pemikir Pendidikan, dari Piaget sampai masa sekarang. Terjemahan. Jakarta:
Jendela.
Partnership for 21st Century Skills. (2011). Framework for 21st Century Learning, www.p21.org.
Wasis, Yuni, S.R, dan Sukarmin. (2014). Karakterisasi Instrumen Penilaian Berpikir Tingkat Tinggi dan Literasi
Sains: Studi komparatif soal TIMSS, PISA, dan UN. Laporan penelitian fundamental yang didanai oleh DP2M
Dikti.
Zohar, A. and Dori, Y. J. (2003). Higher order thinking skills and low-achieving students: Are they mutuall exclusive?.
The Journal of The Learning Sciences, 12 (2), 145.
E-mail: haris.suksesuny@gmail.com
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas VII F di MTs Al-Aziziyah Putra Kapek
Gunung Sari dengan penerapan model kooperatif tipe TPS (Think Pair Share). Penelitian ini menggunakan tindakan kelas yang dilakukan
dalam 3 siklus, yang terdiri dari 3 pertemuan. Pertemuan pertama dan kedua adalah proses pembelajaran, pertemuan ketiga untuk
evaluasi. Sampel penelitian merupakan siswa kelas VIIF yang berjumlah 26 siswa. Data hasil belajar siswa dikumpulkan melalui tes
evaluasi, data aktivitas siswa dan guru melalui lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah skor aktivitas siswa dalam
3 siklus mengalami peningkatan. Pada siklus I skor aktivitas siswa 12,65 dengan kategori cukup, pada siklus II skor aktivitas siswa 16,25
dengan ketegori tinggi, dan siklus III skor aktivitas siswa 19,33 dengan katagori sangat tinggi. Peningkatan ketuntasan belajar dapat dilihat
pada masing-masing siklus, ini terlihat dari perolehan nilai rata-rata siswa pada siklus I sebesar 57,8 dengan ketuntasan belajar siswa
68,97%, nilai rata-rata pada siklus II sebesar 64,60 dengan ketuntasan belajar siswa 81,82%, dan nilai rata-rata pada siklus III sebesar
74,17 dengan ketuntasan belajar siswa 86,96%. Kesimpulan penelitian ini bahwa penerapan model kooperatif tipe TPS dapat
meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa.
Abstract: This research aims to improve the activity and student achievement VIIF class in MTs Al-Aziziyah Putra Kapek Gunung Sari with
the implementation of cooperative models TPS (Think Pair Share). The action of this research conducted in three cycles, which consist of
3 meetings. The first and the second meeting is a learning process, the third for evaluation. The sample is graders VIIF (26 student). The
collected of data through student learning outcomes evaluation tests, the activity data of students and teachers through observation sheet.
The results showed that the number of students in the activity score 3 cycles increased. In the first cycle activity score 12.65 students with
enough categories, the second cycle activity score 16.25 students with high category, the third cycle activity score 19.33 with very high
categories. Increased mastery learning can be seen in each cycle, is evident from the acquisition value of the average student in the first
cycle of 57.8 with 68.97% mastery learning students, in the second cycle of 64.60 with 81.82% mastery learning students, the third cycle
of 74.17 with 86.96 % mastery learning students. The conclusion is the application of the model cooperative TPS can increase the activity
and student achievement.
ISBN: 978-602-74245-0-0 1
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
membutuhkan guru yang sesuai dengan standar tenaga lebih jelas tentang batasan prestasi, Jhonson & Johnson (2002: 8)
kependidikan. Guru adalah guru yang berkompetensi. Kompetensi menyatakan bahwa definisi prestasi siswa diharapkan mampu
tersebut diharapkan adalah sebagai agen pembelajaran yang menunjukkan: (a) prestasi yang berhubungan erat dengan perilaku
meliputi kompetensi padegogik, kompetensi kepribadian, (kemampuan untuk berkomunikasi, bekerjasama, menampilkan
kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. (Peraturan aktivitas tertentu, dan menyelesaikan masalah yang kompleks); (b)
Pemerintah No 19 pasal 28 ayat 3, 2005). prestasi yang berhubungan erat dengan produk/hasil (menulis
Sebagi seorang guru yang baik, tentunya juga tema atau hasil laporan, hasil seni, hasil kerajinan); atau (c)
memperhatikan faktor lingkungan berupa interaksi dalam belajar prestasi yang berhubungan erat dengan sikap dan
dalam lingkungan tersebut siswa akan belajar matematika dengan disposisi/pengaturan (menyediakan pekerjaan, menginginkan
mengeksplorasi konsep-konsep matematika, menemukan prinsip- untuk meningkatkan suatu kompetensi secara kontinu, komitmen
prinsip matematika, bekerjasama menyelesaikan masalah, dan pada kualitas, lokus internal dari kontrol, harga diri).
sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan suatu lingkungan yang Pentingnya siswa memiliki motivasi serta keaktifan
memungkinkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam belajar dan dalam belajar matematika hal ini sangat berperan dalam proses
mampu memenuhi standar ketercapaian kompetensi yang pembelajaran siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang baik.
ditentukan. Aktivitas belajar adalah berbagai aktivitas yang diberikan pada
Pembelajaran bukanlah suatu proses pemindahan pembelajaran dalam situasi belajar mengajar (Sudjana, 2006).
pengetahuan yang dimiliki guru kepada siswa, melainkan suatu Aktivitas merupakan suatu bentuk partisipasi siswa dalam proses
kesempatan bagi siswa untuk menemukan ide dan konsep. Siswa belajar mengajar yang dapat dilihat dari bentuk interaksi siswa
tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi diberikan dengan guru dan interaksi siswa dengan siswa.
kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep dibawah Hadi (2005, p.11) menyatakan bahwa proses
bimbingan guru. Oleh karena itu pembelajaran harus dikemas pembelajaran matematika selama ini yang terjadi belum sesuai
sehingga siswa dapat dengan mudah mempelajari ilmu dengan yang diharapkan. Ciri praktik pendidikan selama ini adalah
pengetahuan termasuk matematika. Untuk itu salah satu upaya pembelajaran berpusat pada guru. Guru menyampaikan pelajaran
pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan sekolah adalah dengan menggunakan metode ceremah atau ekspositori,
perbaikan proses belajar mengajar yang berkualitas. sementara siswa mencatatnya pada buku catatan. Dominasi guru
Sebagaimana dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No dalam proses pembelajaran menyebabkan kecenderungan siswa
41 tahun 2007 tentang standar proses, menyebutkan proses lebih bersifat pasif sehingga mereka lebih banyak menunggu
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara sajian guru dari pada mencari dan menemukan sendiri
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi pengetahuan, keterampilan atau sikap yang mereka butuhkan.
peserta didik untuk berpartisipatif aktif serta memberikan ruang Pembelajaran matematika seperti ini menyebabkan siswa
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai mengalami kesulitan untuk memahami materi pelajaran yang
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi abstrak. Hal senada juga disampaikan oleh (Muijs & Reynalds
peserta didik. 2005, p.212) mengatakan bahwa kondisi ini mengakibatkan mata
Dalam proses pembelajaran matematika masih dijumpai pelajaran matematika masih dipandang sebagai mata pelajaran
guru yang mengeluhkan rendahnya kemampuan peserta didik, yang sulit oleh para pelajar maupun masyarakat umumnya.
dan berdampak pada rendahnya kualitas proses dan prestasi Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan
belajar matematika peserta didik dan guru lebih melihat siswa dari interaksi yang dinamis antara pandidikan yang melaksanakan
kemampuan kognitif. Menurut Soedjadi (2000, p.179) mengatakan tugas mengajar dengan anak didik yang melaksanakan kegiatan
bahwa guru matematika perlu merenungi kembali sebenarnya belajar, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.
untuk apa matematika diajarkan kepada siswa, tentu bukan untuk Menurut undang-undang sistem pendidikan No 20 tahun 2003
mengetahui semua matematika yang ada atau sebanyak mungkin pasal 1, menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi
mengetahui matematika. Jawaban yang harus menjadi perhatian peserta didik dengan pendidik. Proses interaksi ini sangat penting
adalah matematika diberikan kepada siswa untuk membantu siswa sekali dalam kelangsungan proses belajar mengajar, karena
agar tertata nalarnya, terbentuk kepribadiannya serta terampil dalam proses belajar mengajar pendidik menyampaikan suatu
menggunakan matematika dan penalarannya dalam pesan berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan etika kepada
kehidupannya kelak. peserta didik melalui proses interaksi.
Penelitian yang dilakukan oleh Noer (2009, p.475) Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu
mengatakan bahwa rendahnya kualitas pendidikan terlihat pula pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek
dari standar kelulusan ujian nasional. Standar kelulusan siswa pembelajaran (student oriented), dengan suasana kelas yang
sekolah menengah meskipun dari tahun ke tahun makin demokratis serta saling berbagi untuk memberi kesempatan
meningkat, namun standar kompetensi masih tergolong rendah. peluang lebih besar dalam memberdayakan potensi siswa secara
Proses pembelajaran matematika masih banyak guru matematika maksimal. Tujuan pembelajaran kooperatif yang diungkapkan oleh
yang menganut paradigma transfer of knowledge, dalam hal ini Jacobsen, Eggen, & Kauchak (2009, p.231) siswa dapat
interaksi dalam pembelajaran hanya terjadi satu arah yaitu dari mengembangkan keterampilan-keterampilan kerja sama dan juga
guru sebagai sumber informasi dan siswa tidak diberikan banyak sasaran-sasaran konten pembelajaran.
kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Arends (2008, p.6), menyatakan bahwa pembelajaran
Prestasi belajar menjadi salah satu tujuan utama yang kooperatif dapat menguntungkan bagi siswa yang berprestasi
ingin dicapai dalam setiap pembelajaran. Manusia pada rendah maupun tinggi yang mengajarkan tugas akademik
hakikatnya dapat belajar di mana saja dan kapan saja. Dan setiap bersama-sama. Mereka yang berprestasi tinggi mengajari teman-
proses belajar pasti akan membuahkan suatu hasil yang ditandai temannya yang berprestasi lebih rendah, sehingga memberikan
dengan adanya perubahan tingkah laku dari diri pebelajar. Hasil bantuan khusus dari sesama temannya. Melalui pembelajaran
capaian belajar inilah yang disebut dengan prestasi belajar. Agar kooperatif diharapkan kepada siswa lebih aktif menyalurkan
ISBN: 978-602-74245-0-0 2
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pengetahuan, gagasan dan menerima gagasan dari temannya. yang diberikan untuk tahap ini. Interaksi
Adanya interaksi yang baik dalam kelompok dapat menumbuh yang diharapkan adalah siswa dapat
kembangkan sikap positif dan minat tinggi terhadap pelajaran berbagi jawaban dari pertanyaan atau ide
matematika sehingga dapat meningkatkan standar kompetensi bila persoalan telah diidentifikasi.
matematika (prestasi belajar siswa). Hal ini sesuai dengan hasil Sepasang siswa kemudian diminta untuk
penelitian Zakaria, Chin & Daud (2010, p.1) dalam penelitiannya berbagi dan mereka mendiskusikannya
yang berjudul “the effects of cooperative learning on student’ dengan seluruh siswa dalam kelas.
Share
mathematics achievement and attitude toward mathematics” Mereka diminta tidak hanya
menemukan bahwa pendekatan yang berpusat pada siswa seperti mendiskusikan isinya tetapi juga tentang
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar cara mereka memikirkannya.
matematika dan sikap belajar siswa terhadap matematika. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat kita
Kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) yang simpulkan bahwa pada pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair
dikembangkan oleh Frank Lyman dari university of Maryland Share (TPS), siswa dikelompokan secara berpasangan, yang
(Slavin, 2005: 132), siswa berperan aktif dalam mengajukan mengakibatkan terjadinya interaksi di antara siswa tersebut.
pertanyaan selama pembelajaran di kelas adalah cara yang tepat Dalam pengelompokannya, siswa dipasangkan secara heterogen
untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Terkait berdasarkan nilai awal mereka yang bertujuan memberikan peran
penerapan Think Pair Share (TPS) Slavin (2005: 132) menjelasan aktif siswa dalam proses belajar kelompok. Berdasarkan uraian
bahwa ketika guru mengajar di kelas, siswa diarahkan untuk duduk diatas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana
berpasangan dalam timnya. Kemudian guru mengajukan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
pertanyaan. Siswa diarahkan untuk memikirkan sebuah jawaban dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa.
mereka sendiri, kemudian siswa duduk berpasangan dengan
pasangannya untuk memperoleh jawaban yang disepakati berdua. METODE PENELITIAN
Terakhir guru meminta siswa untuk berbagi pendapat dengan Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas
kelompok lain dalam kelas. (classroom action risearch), menurut Suyanto (Mansur Muslich,
Menurut Kinzie & Markovchick (2005: 1) Think-Pair- 2009) PTK adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif
Share menjelaskan bahwa merupakan strategi yang dirancang dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat
untuk mendorong keterlibatan siswa. Tahap pertama, siswa memperbaiki dan meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di
mendengarkan pertanyaan guru. Kemudiak memikirkan sebuah kelas secara profesional. Penelitian ini dilaksanakan di MTs AL-
jawabannya. Mereka berpasangan dengan seorang siswa lainnya Aziziyah Putra Kapek Gunung Sari kelas VIIF Semester II tahun
dan mendiskusikan jawaban mereka. Terakhir, mereka diminta pelajaran 2009/2010. Banyak Siswa kelas VIIF sebanyak 26 orang
untuk menjelaskan/berbagi jawaban dengan kelompok lain. Pada siswa. Penelitian ini dimulai tanggal 12 April sampai tanggal 10 Mei
umunya tiap tahap ditentukan waktunya. 2010. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini dengan
Menurut Ledlow (2001: 1) Think-Pair-Share adalah pembelajaran kooperatif tipe TPS, setiap tiap siklus terdiri dari
strategi berisiko rendah untuk membuat banyak siswa secara aktif empat tahap yaitu: Perencanaan, Kegiatan yang dilakukan adalah:
terlibat dalam kelas dari berbagai ukuran. Prosedurnya sederhana: 1). Merancang RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), 2).
setelah mengajukan pertanyaan, guru menyampaikan kepada mempersiapkan materi pembelajaran, 3). membuat LKS (Lembar
siswa untuk berpikir tentang jawabannya dengan diam atau tanpa Kerja Siswa), 4). menyiapkan alat dan bahan yang digunakan, 5).
bertanya pada teman. Sebagai variasi, siswa dapat diarahkan membuat lembar observasi aktivitas guru dan siswa, dan 6).
untuk menulis jawaban masing-masing, hal ini tentu tergantung membuat alat evaluasi, Pelaksanaan Tindakan, Kegiatan yang
pada kompleksitas dari pertanyaan dan jumlah waktu, untuk dilakukan adalah melaksanakan kegiatan belajar mengajar
kegiatan ini idealnya diberikan waktu dari 10 detik sampai lima berdasarkan RPP yang dirancang, observasi dilakukan oleh
menit untuk bekerja secara individual. Kemudian minta para siswa pengamat terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan
untuk berpasangan dengan pasangannya untuk membandingkan lembar observasi, dan refleksi dilakukan berdasarkan hasil analisis
atau mendiskusikan tanggapan mereka. terakhir, guru memanggil data yang didapat, untuk melihat kekurangan-kekurangan yang
secara acak beberapa siswa untuk meringkas diskusi mereka atau ada, mengidentifikasi hal-hal yang sudah dan belum tercapai,
memberi jawaban mereka. mengapa terjadi demikian dan langkah apa saja yang perlu
Arends & Kilcher (2010: 247) menjelaskan, “TPS dilakukan untuk perbaikan pada siklus berikutnya.
consists of three steps: thinking, pairing, sharing”.Dari penjelasan Variabel dalam penelitian ini ada dua macam yaitu
di atas dapat dipahami bahwa Think-Pair-Share terdiri dari tiga variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen).
tahap: Adapun variabel bebasnya adalah model pembelajaran kooperatif
Tabel 1. Sintak Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS tipe TPS, yang menjadi variabel terikat adalah meningkatkan
Tahapan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Instrument penelitian
Aktivitas pembelajaran
Pembelajaran adalah Lembar observasi untuk mendapatkan data kualitatif yaitu
Guru mengajukan sebuah pertanyaan berupa data aktivitas guru dan siswa pada proses pembelajaran
atau isu dan meminta setiap siswa dan Tes hasil belajar untuk mengetahui prestasi belajar yaitu
Think mempergunakan waktu beberapa menit berupa data kuantitatif maka digunakan instrumen berupa tes.
untuk memikirkan jawaban mereka secara Jenis tes yang digunakan adalah dalam bentuk essay. Setiap tes
mandiri untuk beberapa saat. berisikan 5 soal dengan bobot skor yang sama. Hal ini
Siswa diminta untuk berpasangan dengan dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan
siswa lain dan meminta mendiskusikan siswa dalam memahami materi yang telah diberikan. Skor yang
Pair
apa yang telah dipikirkan pada tahap diperoleh selanjutnya dikonversi sehingga menjadi nilai dengan
pertama. 4–5 menit adalah waktu normal rentang antara 0 sampai dengan 100. Skor tersebut kemudian
ISBN: 978-602-74245-0-0 3
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
digolongkan dalam kriteria berdasarkan Kriteria Ketuntasan 1. Menentukan skor yang diperoleh
Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah untuk mata pelajaran Skor setiap individu tergantung banyaknya perilaku yang
matematika yaitu 65. Nilai KKM ini digunakan untuk menentukan dilakukan guru dari sejumlah indikator yang diamati.
persentase banyak siswa yang mencapai kriteria ketuntasan. Data Skor 4 diberikan jika 3 deskriptor yang nampak
hasil belajar yang diperoleh dengan memberikan tes kepada Skor 3 diberikan jika 2 deskriptor yang nampak
siswa, yang diberikan setiap berakhir siklus dan data tentang Skor 2 diberikan jika 1 deskriptor yang nampak
situasi belajar mengajar pada saat di laksanakanya tindakan Skor 1 diberikan jika tidak ada deskriptor nampak yang
diperoleh dari lembar observasi. dilakukan guru.
Ketuntasan secara klasikal diperoleh dengan 2. Menentukan Mi dan SDi
menggunakan rumus sebagai berikut : Mi = ½ (skor tertinggi + skor terendah)
K SDi = 1/3 . Mi
KK = x 100 % Keterangan:
Z
SDi = Standar Deviasi Ideal
Keterangan:
Mi = Mean Ideal
KK : Ketuntasan klasikal
Tabel 4. Kriteria aktivitas guru
K : Jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 65
Interval Kriteria
Z : Jumlah seluruh siswa
Sesuai dengan petunjuk teknis penilaian kelas dikatakan A ≥ Mi + 1,5 Sdi Sangat baik
tuntas secara klasikal terhadap materi yang disajikan jika Mi + 0,5 SDi ≤ A < Mi + 1,5 SDi Baik
ketuntasan klasikal mencapai ≥ 85 % siswa mendapat nilai > 65 Mi – 0,5 SDi ≤ A < Mi + 0,5 SDi Cukup baik
(Depdikbud, 1994). Mi – 1,5 SDi ≤ A < Mi – 0,5 SDi Kurang baik
Aktivitas siswa diamati secara klasikal menggunakan A < Mi – 1,5 Sdi Sangat kurang
lembar observasi. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Menentukan skor aktivitas belajar siswa dengan rumus: HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus, dari hasil
A
X observasi diperoleh data kualitatif tentang aktivitas siswa dan guru,
n yang memberikan gambaran tentang kegiatan guru dan siswa
selama proses belajar mengajar dan data kuantitatif berupa hasil
Keterangan:
evaluasi belajar siswa yang diperoleh melalui tes yang dialakuakan
A : Skor rata-rata aktivitas belajar siswa
pada setiap akhir siklus.
X : Jumlah skor tiap deskriptor Tabel 5. Hasil observasi aktivitas siswa dan guru
n: Banyaknya deskriptor
(Nurkencana, 1993)
2. Menentukan skor yang diperoleh
Skor aktivitas siswa tergantung dari banyaknya siswa
dalam kelas yang aktif melaksanakan aktivitas sesuai dengan
deskriptor dari sejumlah indikator yang diamati. Adapun
aturannya sebagai berikut: Tabel 6. Hasil prestasi belajar siswa
Tabel 2. Penentuan skor aktivitas belajar siswa
A ≥ 75% siswa melakukan deskriptor
Skor 3 jika
yang nampak
50% ≥ A <75% siswa melakukan
Skor 2 jika
deskriptor yang nampak
25% ≥ A <50% siswa melakukan
Skor 1 jika
deskriptor yang nampak
A < 25% siswa melakukan deskriptor yang
Skor 0 jika
nampak
Berdasarkan data hasil observasi yang diperoleh dapat
3. Menentukan Mi dan SDi
dinyatakan bahwa aktivitas siswa dan guru dan hasil belajar siswa
Mi = ½ (skor tertinggi + skor terendah)
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS di
SDi = 1/3 . MI
VIIF di MTs Al-Aziziyah Putra Kapek Gunung Sari mengalami
Ket:
peningkatan pada tiap siklusnya. Pada siklus I, ketika dibentuk
Mi = Mean Ideal
kelompok diskusi beberapa siswa masih belum bisa bekerja sama
SDi = Standar Deviasi Ideal
sesuai tahap TPS dimana siswa yang berkemampuan tinggi masih
Tabel 3. Kriteria aktivitas belajar siswa
sibuk menjawab soal yang diberikan secara individual. Belum ada
Interval Kategori
pembagian tugas sesuai arahan yang diberikan guru, sehingga
A ≥ Mi + 1,5 Sdi Sangat tinggi siswa yang berkemampuan rendah masih bersifat sebagai
Mi + 0,5 SDi ≤ A < Mi + 1,5 Sdi Tinggi penerima. Guru kurang membimbing siswa dengan baik dan
Mi – 0,5 SDi ≤ A < Mi + 0,5 Sdi Cukup memandu siswa dalam melaksanakan tahaptahap pembelajaran
Mi – 1,5 SDi ≤ A < Mi – 0,5 Sdi Kurang kooperatif tipe TPS.
A < Mi – 1,5 Sdi Sangat rendah Berdasarkan refleksi siklus I, maka dilakukan perbaikan-
Data hasil observasi aktivitas guru selama pembelajaran perbaikan pada siklus II. Individualization yaitu saling membagi
berlangsung dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut : tugas, mengoreksi jawaban dan membantu teman yang kurang
ISBN: 978-602-74245-0-0 4
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
memahami materi serta yang berkemampuan rendah. Pada Disarankan pada peneliti yang berminat untuk menerapkan kedua
pelaksanaan siklus II saat diskusi kelompok masih ada siswa yang pembelajaran pada materi yang lain sehingga dapat memberikan
kurang aktif bertanya kepada temannya dimana letak kesulitannya bukti yang lebih kuat menggenai pengaruh pembelajaran model
dalam menjawab soal. Pada siklus II ini siswa diberi arahan untuk kooperatif tipe TPS.
lebih terbuka kepada sesama serta agar menjawab soal yang
mudah dulu bagi siswa yang berkemampuan rendah. Disamping itu DAFTAR PUSTAKA
guru juga memberikan motivasi dan arahan betapa pentingnya Arends, R.I & Kilcher, A. (2010). Teaching for student learning
untuk bekerja sama agar tugas menjadi ringan dan dapat selesai “becoming an accumplhised teacher”. Madision Avenue:
tepat pada waktunya, dan pada siklus III dengan pengalaman pada Routladge.
siklus I dan siklus II hasil belajar siswa sanagat meningkat, berkat Arends, R. I. (2008). Learning to teach (Terjemahan Helly Prajitno
bimbingan dan arahan guru serta ada kerja sama dan interaksi guru Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto). New York: McGraw
dengan siswa dan siswa dengan siswa. Hill Companies. (Buku asli diterbitkan tahun 2007).
Guru sudah baik dalam membimbing siswa dan interaksi Depdiknas. (2007). Peraturan menteri pendidikan nasional RI
antar anggota kelompok sudah baik dan antusias dalam Nomor 22, tentang Standar Isi.
menyelesaikan soal-soal. Siswa yang berkemampuan tinggi sudah Hadi, S. (2005). Pendidikan matematika realistik dan
perduli dan merasa bertanggung jawabuntuk membantu temannya. implementasinya. Yogyakarta.
Sehingga siswa yang punya kemampuan rendah lebih Jacobsen, D.A, Kauchak D., & Eggen P. (2009). Methods for
bersemangat dalam belajar. Hasilnya sangat terlihat pada teaching. (Terjemahan Achmad Fawaid &Khoirul Anam).
sebagian siswa yang biasanya malas dan tidak memperhatikan New Jersey: Peason Education, Inc. (Buku asli diterbitkan
ketika belajar. Dimana dengan penerapan model pembelajaran ini tahun 2009).
mereka ada keinginan untuk belajar dan mereka dapat menjawab Johnson, D.W. & Johnson, R.T. (2002). Meaningfull assessment: a
soal hitungan, yang selama ini mereka anggap sulit. Mereka mulai manageable
mengerti bahwa kesulitan tersebut didasari dari ketidak mauan and cooperative process. Boston, MA: Allyn and Bacon.
mereka untuk memperhatikan serta malu bertanya kepada guru Ledlow, S. (2001). Using Think-Pair-Share in the College
atau teman tentang kesulitan-kesulitan yang mereka rasakan. Di Classroom. Diambil tanggal 9 Januari 2010, dari
samping itu siswa juga semakin aktif dalam mengeluarkan http://clte.asu.edu/active/usingtps.pdf
pendapat maupun memberi tanggapan terhadap hasil presentasi Muijs, D., & Reynolds, D. (2008). Efective teaching. (Terjemah
kelompok lain. Helly Prajitno Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto). London:
Sage Pulication Ltd. (Buku asli diterbitkan tahun 2008)
SIMPULAN Nurkencana & Sunartana. 1990. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya:
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat Usaha Nasional
disimpulkan sebagai berikut: (1) Model pembelajaran kooperatif Noer, S.R. (2009). Peningkatan kemampuan berpikir kritis
tipe TPS dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VIIF di matematis siswa SMP melalui pembelajaran berbasis
MTs Al-Aziziyah Putra Kapek Gunung Sari, (2) Model masalah. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional
pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan prestasi Pendidikan Matematika, di Universitas Negeri Yogyakarta.
belajar siswa kelas VIIF di MTs Al-Aziziyah Putra Kapek Gunung Slavin, R.E. (2005). Cooperative learning: teory, research, and
Sari yang mereka peroleh. Secara umum prestasi belajar siswa practice (2nd ed). Sydney: AllymandBroon.
mengalami peningkatan setiap siklus. Hal ini dapat disebabkan Shumway, R.J. (1980). Research in mathematics education.
oleh beberapa faktor diantaranya siswa dapat lebih memahami Virginia: The National Council of Teacher of Mathematics.
konsep yang diberikan dengan adanya demonstrasi yang dilakukan Sudjana, (2006), Penilaian hasil proses belajar mengajar. Remaja
guru. Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap siswa bekerja Rosda Karya:
sama dan saling membantu dalam memahami materi melalui Bandung.
diskusi. Dalam memecahkan masalah siswa juga dibimbing oleh Soedjadi. (2000). Kiat pendidikan matematika di Indonesia.
guru baik secara individu maupun kelompok. Jakarta: Raja Grasindo Persada.
Van De Walle, J. A. (2008). Sekolah dasar dan menengah:
SARAN pengembangan pengajaran. (Terjemahan Suyono ). New
Berdasarkan hasil dan temuan penelitian, saran yang Jersey: Peason Education, Inc. (Buku asli diterbitkan tahun
dapat disampaikan adalah sebagai berikut: (1) Bagi dinas 2007).
pendidikan atau pihak sekolah, hendaknya mengadakan pelatihan Zakaria E., Chin, LC., & Daud, Md.Y. (2010). The effects of
kepada para guru metematika untuk menguasai dan cooperative learning on students’ mathematics
mengembangkan pembelajaran dengan model pembelajaran achievement and attitude towards mathematics. Selangor:
kooperatif tipe TPS, dengan harapan dapat meningkatkan aktivitas Journal of Social Sciences, 272-275.
belajar matematika sehingga dapat memberikan pengaruh positif
terhadap proses belajar dan hasil untuk siswa, (2) Disarankan
kepada guru untuk menerapkan inovasi-inovasi baru dalam
pembelajaran matematika dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam proses pembelajaran, (3)
Disarankan kepada peneliti yang berminat agar mempergunakan
populasi yang lebih besar sehingga generalisasi hasil penelitian
lebih akurat, misalnya dengan mengambil SMP satu kabupaten
sebagai populasinya dan sampelnya dipilih berdasarkan tingkat
kualitas sekolah seperti rendah, sedang, dan tinggi, dan (4)
ISBN: 978-602-74245-0-0 5
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENERAPAN PENDEKATAN DEEP DIALOG AND CRITICAL THINKING TERHADAP KETERAMPILAN
BERPIKIR KRITIS SISWA PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Abdul Sakban
Dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Mataram
Abstrak: Pendekatan Deep Dialogue and Critical Thinking merupakan pembelajaran yang membina keberagaman siswa dengan cara
dialog antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru kemudian berpikir kritis berhubungan dengan memilih dan memutuskan suatu
konsep. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh penerapan pendekatan Deep Dialogue and Critical Thinking terhadap
keterampilan berpikir kritis siswa pada pembelajaran pendidikan kewarganegraan di SMP Negeri 7 Mataram. Metode penelitian digunakan
adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan quasi eksperimental, pengumpulan data menggunakan teknik observasi, angket, tes, dan
dokumentasi, serta alat menganalisis data menggunakan statistic deksripsi dan statistic inferensial regresi linear sederhana. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dalam menerapkan pendekatan Deep Dialogue and Critical Thinking dapat mempengaruhi keterampilan
berpikir kritis siswa pada pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Cara berpikir kritis yang dikembangkan siswa adalah
mengidentifikasi masalah, mampu menjelaskan cara pandang mereka, menelusuri berdasarkan fakta atau hasil temuan, menyusun ide
atau gagasan dan mampu mengambil keputusan.
PENDAHULUAN yang aktif dimana siswa diajak untuk berkomunikasi satu arah
Kenyataan dan realitas sosial yang terjadi pada abad 21 ini antara kelompok satu atau dengan kelompok lain dan atau
sangat bervariasi terutama berhubungan dengan tingkat berpikir komunikasi guru dengan siswa. Hal ini disenada dengan
kritis siswa yang masih minim, sulitnyanya siswa menyampaikan pernyataan “To open oneself to Deep-Dialogue it is also necessary
pendapat pada saat berdiskusi, belum mampu memahami konsep- to develop the skills of thinking carefully and clearly, of Critical-
konsep pendidikan kewarganegaraan secara alamiah. Oleh sebab Thinking (critical, from the Greek, krinein, to choose, to judge)”
itu diperlukan salah satu solusi pembelajaran yang membentuk (Swidler, 2010: 31).
daya berpikir tinggi (higher thinking), karakteristik anak bangsa Dalam pandangan tersebut disimpulkan bahwa dialog
yang kritis dan memiliki wawasan kebangsaan yang sangat luas mendalam dapat membuka diri untuk itu diperlukan untuk
serta berkepribadian patriotisme. Kita ketahui bersama bahwa mengembangkan keterampilan berpikir secara hati-hati dan jelas
pendidikan kewarganegaraan merupakan pembelajaran yang kemudian berpikir kritis diamksud untuk memilih dan menilai
membentuk watak dan karakter anak bangsa, akan tetapi tidak pengetahuan. Jadi dalam pembelajaran diperlukan juga metode
hanya membentuk watak dan karakter anak bangsa saja, maka belajar yang mendorong siswa membuka cakrawala berpikir secara
diperlukan juga membentuk berpikir kritis dan wawasan variatif terhadap objek atau permasalahan yang sedang diamati
kebangsaan, sehingga mereka mampu mendorong sikap dan secara indrawi.
perilaku menjadi lebih baik dan membentuk karakter yang kritis, Dalam perkembangan keilmuan, ada beberapa penulis
aktif, berpikir logis dan berakhlak mulia serta berjiwa patriotisme. yang telah meneliti tentang pendekatan Deep Dialogue and Critical
Sehubungan dengan itu, sangat diperlukan pola pikir atau cara Thinking pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan,
pandang seorang guru dalam merancang pendekatan, metode, menurut Untari (2007: 81) menyatakan bahwa “…model
strategi atau teknik pembelajaran berbasis siswa aktif dan mampu pembelajaran Pendidikan Kewarganeganaan dengan pendekatan
menerapkan sifat, kritis dan wawasan yang luas dalam kehidupan Deep Dialog and Critical Thinking merupakan pembelajaran
sehari-hari baik pada lingkungan sekolah, keluarga maupun alternatif yang membawa siswa belajar melalui mengalami,
masyarakat dan bangsa. merasakan, mendialogkan dan bukannya menghafal semata….”.
Mengingat pentingnya pembelajaran yang membentuk Demikian juga dengan Sukma (2011: 1) menyatakan
berpikir kritis dan wawasan kebangsaan, maka penelitian ini bahwa “dalam menerapkan pendekatan Deep Dialogue and Critical
penting dilakukan untuk mengkaji, memahami dan mengetahui Thinking dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa”
lebih dalam lagi tentang pelaksanaan pendekatan pembelajaran senada pula dengan pernyataan Handariyanti (2010: 1)
yang akan diujicobakan dalam penelitian ini. Disamping itu pula menunjukkan bahwa “dalam menerapkan pendekatan
bahwa pencapaian keberhasilan siswa kadang dipengaruhi oleh pembelajaran Deep Dialog and Critical Thinking dapat
ketepatan pendekatan atau cara menyajikan materi ajar di dalam meningkatkan proses belajar dan hasil belajar siswa pada mata
kelas. Oleh karena itu, salah satu cara untuk meningkatkan pelajaran PKn”. Pembelajaran dengan pendekatan Deep Dialogue
pengetahuan dan sikap kritis siswa dapat dilakukan dengan and Critical Thinking dianggap sebagai pendekatan alternative
menerapkan pendekatan Deep Dialogue and Critical Thinking yang memberikan peluang aktivitas belajar melalui mengalami,
dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan, karena merasakan, mendialogkan dan bukannya menghafal semata,
berdasarkan kutipan seorang pemerhati pendidikan menyatakan selain itu dapat juga meningkatkan aktivitas dan hasil belajar serta
bahwa “pendekatan pembelajaran Deep Dialogue and Critical meningkatkan proses belajar dan hasil belajar siswa.
Thinking mengutamakan adanya dialog mendalam dan berpikir Sehubungan dengan hal tersebut, bahwa pendekatan
kritis dalam proses pembelajaran di kelas. Deep Dialogue and Critical Thinking merupakan penggabungan
Dialog dimaksud dapat terlihat selama proses dua definisi kata yaitu deep dialogue yang berarti dialog mendalam
pembelajaran berlangsung, baik dialog antara guru dengan siswa kemudian berpikir kritis berarti memilih dan memutuskan suatu
ataupun siswa dengan siswa, siswa/guru dengan lingkungannya” konsep. Maka secara definisinya bahwa Deep Dialogue and Critical
(Widarwati, 2006: 9). Pendekatan ini memberikan pembelajaran Thinking yang dipelopori oleh Swidler menyatakan bahwa dialog
ISBN: 978-602-74245-0-0 6
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
mendalam, apabila dilakukan akan membuka diri untuk negara yang patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara,
mengembangkan keterampilan berpikir secara hati-hati dan jelas, beragama, demokrati, Pancasila sejati (Somantri, 2001: 279).
sedangkan berpikir kritis diamksudkan untuk memilih dan menilai Maksudnya bahwa pendidikan kewarganegaraan
pengetahuan. merupakan pembelajaran yang membentuk karakter siswa yang
Demikian juga menurut pandangan lain yang menyatakan bertoleransi, cinta tanah air, selalu setiap membela Negara atau
bahwa pendekatan Deep Dialogue and Critical Thinking membela daerah atau lembaga pendidikan dalam kegiatan
mengandung prinsip: komunikasi multi arah, pengenalan diri perlombaan. Artinya bahwa ada harapan dalam pendidikan ini
sendiri untuk mengenal dunia orang lain, saling memberi yang membina perilaku aktif siswa dalam pembelajaran. Pendapat lain,
terbaik, menjalin hubungan kesederajatan, saling memberadabkan Wahab mengemukakan bahwa "...kewarganegaraan yang
(civilizing) dan memberdayakan (empowering), keterbukaan dan dikembangkan haruslah mengandung pengetahuan, keterampilan-
kejujuran serta empatisitas yang tinggi (Al Hakim, dkk. 2002) dalam keterampilan, nilai-nilai dan disposisi yang idealnya dimiliki
Untari, 2007: 71). Penjelasan menurut beberapa pendapat tersebut warganegara…." (Wahab, 2006: 62). Jika warganegara sudah
pada esensi merupakan suatu konstruktif cara belajar yang terbentuk dalam aspek-aspek tersebut maka tujuan pendidikan
membangun karakter siswa untuk bercakap, berkomunikasi saling kewarganegaraan (PKn) sudah dapat dikatakan berhasil.
memberikan informasi dan pengalaman yang disampaikan secara
kritis untuk memberikan kemampuan dalam perpendapat. METODE PENELITIAN
Berpikir kritis dapat juga dinamakan sebagai `berpikir Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian
reflektif`dalam definisinya adalah sebagai pertimbangan yang aktif, kuantitatif dengan pendekatan quasi eksperimental, karena
persistent (terus-menerus), dan teliti mengenai sebuah keyakinan penelitian ini mengggunakan quasi eksperimental maka paradigma
atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari yang dipakai adalah rancangan penelitian menggunakan
sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan- paradigma ganda dengan dua variabel dependen untuk
kesimpulann lanjutan yang menjadi kecenderungannya (Dewey menunjukkan hubungan atau pengaruh antara variable independen
dalam Fisher, 2008: 2). Sehubungan dengan itu, penggunaan terhadap variable dependen, kemudian pengumpulan data
berpikir kritis dapat dilakukan dalam pembelajaran sehingga dapat menggunakan teknik observasi, angket, tes, dan dokumentasi,
memberikan dorongan cara berpikir siswa, berikut langkah-langkah serta alat menganalisis data menggunakan statistic deksripsi dan
penerapan strategi berpikir kritis adalah sebagai berikut: statistic inferensial regresi linear sederhana.
a. Guru memberikan peserta didik tugas atau bahan ajar yang
akan dikaji. HASIL DAN PEMBAHASAN
b. Guru menyampaikan aturan main dalam mengkaji bahan ajar a. Hasil Penelitian
tersebut (boleh dilakukan secara kelompok atau mandiri). Data keterampilan berpikir kritis siswa dapat dideskripsikan
c. Peserta didik (secara kelompok atau mandiri) mengidentifikasi dan diambil kesimpulan berdasarkan kategori yang ditentukan.
hakikat dari objek yang dikaji. Data keterampilan berpikir kritis bertujuan untuk mengetahui
d. Siswa menggunakan sudut pandang atau menentukan pengaruh perlakuan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa
pendekatan yang digunakan dalam menganalisis bahan ajar pada pembelajarana pendidikan kewarganegaraan. Secara
tersebut. ringkas, data keterampilan berpikir kritis siswa pada pembelajaran
e. Siswa mencari dan membuat alasan yang mendasari pendidikan kewarganegaraan dapat dideskripsikan dengan Tabel
temuannya. 1.
f. Siswa membuat berbagai asumsi yang mungkin terjadi (boleh Tabel 1. Deskripsi Data Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
menggunakan penyataan jika, maka). Berpikir Kritis Siswa
g. Siswa merumuskan pandangannya dengan bahasa yang Deskripsi
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
sesuai. Mean 72,02 76,81
h. Siswa menyediakan bukti-bukti empiris berdasarkan data. Nilai maksimum 82,00 84,00
i. Siswa membuat keputusan berdasarkan bukti empiris Nilai minimum 59,00 65,00
j. Guru dan Siswa bersama-sama melakukan evaluasi terhadap Standar Deviasi 6,27 5,12
implikasi yang ditimbulkan dari hasil keputusan tersebut (Yaumi Variansi 39,34 26,25
dan Nurdin, 2013: 69-70). N 42 43
Jadi dalam kegiatan aktivitas berpikir kritis, siswa (secara
kelompok atau mandiri) dianjurkan untuk mengidentifikasi hakikat Berdasarkan data deskripsi keterampilan berpikir kritis
dari objek yang dikaji secara mandiri sesuai dengan kemampuan siswa pada Tabel 1.1 menunjukkan bahwa untuk kelas kontrol nilai
mereka sendiri. mean mencapai 72,02, maksimum mencapai 82,00, minimum
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang studi mencapai 59,00, standar deviasi 6,27 dan variansi mencapai
yang bersifat multifaset dengan konteks lintas bidang keilmuan. 39,34. Sedangkan untuk kelas eksperimen menunjukkan bahwa
Namun secara filsafat keilmuan ia memiliki ontology pokok ilmu nilai mean mencapai 76,81, maksimum mencapai 84,00, minimum
politik khususnya konsep “political democracy” untuk aspek “duties mencapai 65,00, standar deviasi mencapai 5,12 dan variansi
and rights of citizen (Chreshore,1886; dalam Yosaphat, 2011, 149). mencapai 26,25.
Dari ontologi pokok inilah berkembang konsep “civics”, yang secara
harafiah diambil dari bahasa latin “civicus” yang artinya warga b. Pembahasan
negara pada jaman Yunani kuno, yang kemudian diakui secara Pelaksanaan penelitian dengan menerapkan pendekatan
akademis sebagai embrionya “civic education”, yang selanjutnya di Deep Dialogue and Critical Thinking dengan diawali dengan
Indonesia diadaptasi menjadi“pendidikan kewarganegaraan“. pengenalan topik yang akan dipelajari pada papan tulis. Guru
Tujuan dari pendidikan kewarganegaraan adalah mendidik warga menanyakan kepada siswa apa yang mereka ketahui mengenai
negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan ‘warga negara demokrasi. Guru menjelaskan indikator-indikator materi
ISBN: 978-602-74245-0-0 7
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pembelajaran kepada siswa untuk dipelajari lebih mendalam, sebagai bukti kemampuannya dalam menganalisa bahan ajar,
kemudian setiap siswa memiliki lembar kerja yang diberikan oleh kemudian langkah keenam adalah siswa saling tukar pandangan
guru untuk diamati secara seksama. Kegiatan ini dibentuk sebelum menurut pemahaman mereka terhadap konsep-konsep pendidikan
dilaksanakan proses pembelajaran berlangsung, setelah persiapan kewarganegaraan, serta langkah terakhir adalah langkah ketujuh
tersebut sudah lengkap maka kegiatan pembelajaran Deep pembentukan kepribadian siswa yang kritis dan berwawasan luas.
Dialogue and Critical Thinking dilaksanakan. Hal inilah yang menyebabkan aplikasi dari pendekatan
Langkah pertama, masing-masing siswa akan mengamati Deep Dialogue and Critical Thinking dapat mempengaruhi
LKS/gambar dan artikel singkat, kemudian langkah kedua, siswa keterampilan berpikir kritis siswa.
mencari tahu, mencermati, menyelidiki apa saja simbol yang Fakta ini didukung oleh perbedaan hasil berpikir kritis siswa
dihasilkan pada lembar kerja siswa (LKS), gambar dan artikel kelas VIII1 (kelas eksperimen) yang diajarkan dengan pendekatan
singkat. Langkah ketiga, menguraikan dan menuliskan pada Deep Dialogue and Critical Thinking dan siswa kelas VIII3 (kelas
lembaran kerja menurut pendapat atau pandangan siswa secara kontrol) yang diajarkan dengan pendekatan konvensional. Jika
mendalam. dikaitkan dengan hasil rata-rata dimana kelas eksperimen total
Langkah keempat siswa merefleksi atau melihat kembali rata-ratanya (76,81) lebih tinggi dari kelas kontrol (72,02), demikian
hasil analisisnya untuk diketahui ada kata-kata ataupun kalimat juga dengan nilai uji t secara parsial menunjukkan (0,891) lebih
yang tidak logis sehingga mereka bisa memperbaikinya sesuai tinggi dibandingkan kelas kontrol (0,597), hal tersebut dibuktikan
materi pembelajaran yang dibahas. Langkah kelima, siswa dalam tabel 2 dan tabel 3 sebagai berikut.
menguraikan pendapat atau gagasan melalui diskusi atau tulisan
Sehubungan dengan uraian tabel di atas, maka dapat dengan pendekatan Deep Dialogue and Critical Thinking dapat
disimpulkan bahwa pendekatan Deep Dialogue and Critical meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa terhadap pendidikan
Thinking lebih tinggi pengaruhnya dari pada pendekatan kewarganegaraan.
konvensional dalam aspek kemampuan berpikir kritis siswa. Pendekatan Deep Dialogue and Critical Thinking dapat
Sejalan dengan hasil penelitian Hadi (2008: 34) mempengaruhi peningkatan kemampuan keterampilan berpikir
menunjukkan bahwa “… dalam menerapkan pendekatan Deep kritis siswa baik di dalam kelas maupun luar kelas. Keterampilan
Dialog and Critical Thinking dapat menumbuhkan pengetahuan berpikir kritis yang tinggi, dapat diartikan sebagai nilai positif karena
yang beragam, dapat mengetahui perkembangan pembelajaran ada faktor yang mempengaruhi transformasi kemampuan berpikir
pendidikan kewarganegaraan yang selalu monolitik, dan adanya kritis siswa sehingga dapat menambah penguasaan konsep pada
harapan mahasiswa untuk memperbaiki kualitas pembelajaran pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
pendidikan kewarganegraan….”. Hal itu, dipengaruhi oleh cara Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan melalui
belajar yang variatif, lebih banyak siswa aktif, mengamati, pendekatan Deep Dialogue and Critical Thinking ini dapat
menganalisa objek-objek yang diberikan dalam lembar kerja siswa mempengaruhi keterampilan berpikir kritis siswa karena cara yang
dan selalu diberikan motivasi. Demikian pula dengan, hasil dikembangkan relevan dengan materi sistem pemerintahan,
penelitian Sukma (2011: 1) mengatakan bahwa pembelajaran hukum dan konstitusi dan pendidikan antikorupsi.
ISBN: 978-602-74245-0-0 8
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
KESIMPULAN Somantri, M. N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan
Dalam menerapkan pendekatan Deep Dialogue and IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Critical Thinking dapat mempengaruhi keterampilan berpikir kritis Sukma, S. F. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Deep
siswa pada pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di SMP Dialogue/Critical Thinking dalam Pembelajaran PKn untuk
Negeri 7 Mataram. Cara berpikir kritis yang kembangkan siswa Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV
adalah mengidentifikasi masalah, mampu menjelaskan cara SDN Bareng 03 Kecamatan Klojen Kota Malang. Skripsi.
pandang mereka, menelusuri berdasarkan fakta atau hasil temuan, UPT. Perpustakaan Universitas Negeri Malang UM,
menyusun ide atau gagasan dan mampu mengambil keputusan. (Online), (http://library.um.ac.id/, Diakses 06 Januari
Pendekatan Deep Dialogue and Critical Thinking merupakan suatu 2015).
strategi pembelajaran yang berbasis siswa aktif, karena Swidler, L. 2010. From Diatribe to Deep-Dialogue: The Technology
pendekatan ini memberikan peluang siswa untuk berpikir of Deep-Dialogue/Critical-Thinking. ©copyright ebook
mendalami suatu kasus yang akan diamati dalam objek (Online), (http://xa.yimg.com/, Diakses 30 Januari 2015).
pembelajaran misalnya mengamati, mencari tahu, menganalisis, Untari, S. 2007. Penerapan Pembelajaran Deep Dialogue Critical
menuliskan ide berdasarkan pengamatan dan menyampaikan ide Thinking dalam PKn untuk Meningkatkan Aktivitas,
gagasan secara konseptual. Kreativitas, dan Rasa Senang Siswa SD Sriwedari Malang.
Jurnal Kependidikan, 17, (1), 69-84.
DAFTAR PUSTAKA Wahab, A. A. (2006). Pengembangan Konsep dan paradigm
Al Hakim, Suparlan & Milan R. 2002. Strategi Pembelajaran Kewarganegaraan baru Indonesia Bagi Terbinanya warga
Berdasarkan Pendekatan Deep Dialogue/Critical Thinking, Negara Dimensional Indonesia. Dalam Pendidikan Nilai
Malang, PPPG PMP-IPS. Moral dimensi PKn Menyanbut 70 tahun Prof. Drs. H. A.
Chreshore (1886) “Education“ in The Citizens and Civics, Vol.VII, Kosasih Djahiri. Bandung: Laboratorium PKn FPIPS UPI.
p.204. Dalam Yosaphat, H. N. 2011. Filsafat dan Eksistensi Winataputra, U. S. 1992. “Model-model Pembelajaran” dalam
Ekstrakurikuler dan Pendidikan Kewarganegaraan. Jurnal Belajar dan Pembelajaran, Soekamto dkk, 1992, Jakarta:
Prospektus, Tahun IX Nomor 2, 145-158. PAU PPAI Ditjen Dikti Depdikbud.
Dahar, R. W. 1998. Teori-teori Belajar. Jakarta: Depdikbud. Widarwati. 2006. Strategi dan Metode Pembelajaran Bernuansa
Hadi, W. 2014. Kajian Teoritik Pengembangan Kemampuan Deep Dialogue and Critical Thinking (DD/CT). Departemen
Berpikir Kritis-Dialogis Mahasiswa Melalui Pendekatan Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan
DD/CT dalam Perkuliahan Pendidikan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Pusat
Kewarganegaraan/CE di Perguruan Tinggi. Artikel Pengembangan Penataran Guru IPS dan PMP Malang.
(Online), (http://wirajunior.blogspot.com/, Diakses 06 Yaumi, M. & Nurdin, I. 2013. Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Januari 2015). Jamak (Multiple Intellegences) Mengidentifikasi dan
Handariyanti, D. S. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Deep Mengembangkan Multitalenta Anak. Jakarta: Prenada
Dialog/Critical Thinking (DD/CT) untuk meningkatkan Media Group.
proses dan hasil belajar PKn kelas V di SDN Pakisaji 2 Yosaphat, H. N. 2011. Filsafat dan Eksistensi Ekstrakurikuler dan
tahun pelajaran 2009. Skripsi. UPT. Perpustakaan Pendidikan Kewarganegaraan. Jurnal Prospektus, Tahun
Universitas Negeri Malang UM, (Online), IX Nomor 2, 145-158.
(http://library.um.ac.id/, Diakses 06 Januari 2015).
ISBN: 978-602-74245-0-0 9
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENINGKATAN PENALARAN MATEMATIKA DENGAN BERBANTUAN MEDIA SOFTWARE (PROGRAM
MAPLE)
Ade Kurniawan
Fakultas Pendidikan Matematika dan IPA, IKIP Mataram
Email: ade.berare@yahoo.co.id
Abstrak: Salah satu prinsip pengembangan KTSP adalah penguasaan teknologi dalam pembelajaran ,Mengingat Perkembangan
teknologi pada abad 21 mengarah kepada penggunaan software dan aplikasi yang bernuansa digital. Oleh karena itu guru seharusnya
mempunyai keterampilan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan perkembangan teknologi dan media
pembelajaran salah satu yang upaya yang dapat dilakukan adalah pemamfaatan teknologi ( software maple) program komputer untuk
merancang media pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan penalaran matematika.pada makalah ini penulis menguraikan
pentingnya penggunaan software dalam pembelajaran serta contoh penggunaannya dalam matematika.
KESIMPULAN
Penggunaan media dalam belajar matematika maka
diperlukan keilmuan serta keseriusan dalam merancang
pengajaran yang optimal, jika perencanaan pembelajaran disusun
serta diajarkan dengan benar maka hasil yang akan dicapai adalah
peserta didik mampu berpikir kritis, berargumen secara logis, dan
menyusun justifikasi untuk suatu penyelesaian yang diperoleh dari
proses berpikir logis.
ISBN: 978-602-74245-0-0 12
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS KECERDASAN EMOSI
Agus Fahmi
Program Studi Administrasi Pendidikan, FIP IKIP Mataram.
Email: raktzha86@yahoo.co.id
Abstrak: Kecerdasan emosional sejatinya harus dimiliki oleh setiap individu, pengambilan keputusan yang baik dilakukan pada saat
kondisi emosi seseorang dalam keadaan stabil. Pemimpin sebagai penentu kebijakan apabila dilandaskan pada kecerdasan emosional,
maka keputusan yang diambil cenderung berhasil. Oleh karena itu, pemimpin paling tidak memiliki 5 (lima) elemen utama dalam
kecerdasan emosional dalam kepemimpinannya yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial.
Memutuskan rencana terbaik untuk mencapai tujuan tertentu juga merefleksikan keputusan untuk mengadopsi satu arah tindakan sebagai
pilihan dari tindakan lainnya. Sifat utama dari pembuatan sebuah keputusan yang baik adalah memiliki fleksibelitas (flexibility). Makalah
prosiding ini dianalisis dari berbagai studi pustaka, dan dikomparasi juga dari hasil penelitian penulis yang berjudul “Proses Decision
Making Kepala Sekolah dengan melibatkan Stakeholder Sekolah” (Fahmi:2012). Penulis menemukan bahwa pengambilan keputusan
seorang pemimpin haruslah mewakili kebutuhan seluruh anggota organisasi, sehingga keputusan tersebut merupakan keputusan
bersama. Selain itu, dalam proses pembuatan keputusan harus berbasis pada kecerdasan emosional, baik yang dimiliki oleh seorang
pemimpin maupun seluruh stakeholder yang ada. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu menjadi teladan yang baik bagi
orang lain, terutama dalam hal pengendalian emosi, cepat dan tepat dalam pengambilan keputusan, dan pemimpin dapat mencontohkan
perilaku melalui tindakan mereka sendiri atau melalui dorongan yang positif kepada anggotanya untuk melakukan sesuatu yang
membangun kemampuan emosi kelompok
ISBN: 978-602-74245-0-0 15
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
MENGUKUR KEMAMPUAN ADVANCED MATHEMATICAL THINKING MAHASISWA PADA ANALISIS REAL
Ahmad Muzaki
Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, FPMIPA IKIP Mataram
E-mail: zackyborju@gmail.com
Abstrak: Pengembangan kemampuan advanced mathematical thinking dan cara mengukurnya menjadi salah satu fokus pembelajaran
matematika. Salah satu cara mengukur kemampuan advanced mathematical thinking adalah dengan soal terbuka, yaitu soal yang memiliki
beragam solusi atau strategi penyelesaian. Cara lainnya adalah dengan metode problem posing, yaitu pembuatan soal dari suatu
pernyataan, pertanyaan, atau pernyataan terkait soal atau situasi matematis tertentu. Kedua cara tersebut digunakan untuk mengukur
aspek-aspek kemampuan advanced mathematical thinking, yaitu proses representasi; proses abstraksi; hubungan refresentasi dan
abstraksi; kreativitas mathematis dan bukti matematis.
.
Kata Kunci: Kemampuan Advanced Mathematicalthinking, Soal Terbuka, Problem Posing.
PENDAHULUAN satu dengan yang lain. Bahkan representasi mental yang terbentuk
bisa beragam. Sebagai contoh, representasi mental dari konsep
Pada dasarnya, kemampuan berfikir matematis tingkat fungsi dapat berbentuk grafik, formula aljabar, diagram panah,
lanjut (advanced mathematical thinking) merupakan kemampuan himpunan pasangan berurutan dan tabel nilai.
yang perlu dikembangkan pada mahasiswa. Kemampuan ini Komponen lain dari representasi adalah memodelkan yang
sangat diperlukan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugas diartikan sebagai menemukan representasi matematis dari suatu
perkuliahan matematika tingkat perguruan tinggi khususnya mata situasi, objek atau prosesmatematika. Dalam kasus tertentu,
kuliah analisis real. Pemilikan kemampuan tersebut akan mampu proses merepresentasi beranalogi dengan proses memodelkan,
membuat mahasiswa memiliki kemamapuan untuk bersaing dan namun keduanya tidak sama. Dalam memodelkan situasi yang
secara bersamaan mampu bekerja sama menghadapi tantangan disajikan dapat bersifat fisik dan modelnya bersifat matematis,
global yang semakin ketat. sedangkan pada proses merepresentasi, objeknya adalah struktur
Pengertian istilah advanced mathematical thinking (AMT) matematika dan modelnya adalah struktur mental. Dengan
dapat tertukar dengan istilah berfikir matematik tingkat tinggi (high demikian representasi mental berelasi dengan model matematis
order mathematical thingking). Ditinjau dari segi proses yang dan model matematis berelasi dengan sistem fisik.
berlangsung, dalam beberapa kondisi proses high order b. Abstraksi
mathematical thinking juga dijumpai pada proses AMT, misalnya Kemampuan abstraksi meliputi: menggeneralisasi,
keduanya memuat proses kognisi yang tidak sederhana, namun mensintesa dan membuat ringkasan. Kemampuan
sebaliknya terdapat proses AMT yang tidak berlangsung dalam menggeneralisasi merupakan kemampuan membuat
proses high order mathematical thingking. Proses perpindahan dari pengumuman berdasarkan contoh khusus. Sebagai contoh:
elementer ke AMT memuat transisi dari melukiskan ke 1) Misalkan 𝑓(𝑥) = 𝑥 tentukan 𝑓′(𝑥) = 𝑥. Dengan
mendefinisikan, dari meyakinkan ke membuktikan secara logik menggunakan definisi turunan fungsi, 𝑓′(𝑥) =
𝑓(𝑥+ℎ)−𝑓(𝑥)
.
(Tall, 1991). Proses yang kedua tidak terjadi pada low order (𝑥+ℎ)−(𝑥) ℎ
ℎ
mathematical thingking ke high order mathematical thingking, diperoleh 𝑓′(𝑥) = lim =lim =1
ℎ→0 ℎ ℎ→0 ℎ
karena yang berlangsung pada transisi kedua adalah proses 2) Misal diberikan 𝑓(𝑥) = 𝑥 2 . Tentukan 𝑓′(𝑥). Dengan
sederhana yang algoritmik atau prosedural ke proses menyadari 𝑓(𝑥+ℎ)−𝑓(𝑥)
menggunakan definisi turunan fungsi 𝑓′(𝑥) =
tindakan yang dilaksanakan atau dari hafalan ke proses yang ℎ
(𝑥+ℎ)2 −(𝑥)2 2𝑥ℎ−ℎ2 2𝑥ℎ
bermakna. diperoleh 𝑓′(𝑥) = lim = lim =lim =
ℎ→0 ℎ ℎ→0 ℎ ℎ→0 ℎ
lim 2𝑥 = 2𝑥.
PEMBAHASAN ℎ→0
1. Kemampuan Advanced Mathematical Thinking. Dengan cara yang serupa akan diperoleh 𝑓 ′ (𝑥 3 ) = 3𝑥 2 ,
′ (𝑥 4 )
Proses yang tergolong dalam AMT diantaranya adalah 𝑓 = 4𝑥 3 , dan seterusnya. Dengan mengamati sifat-sifat
proses representasi, proses abstraksi, hubungan representasi dan pada proses menurunkan di atas, maka secara induktif akan
abstraksi, kreativitas matematis dan bukti matematis. diperoleh generalisasi 𝑓 ′ (𝑥 𝑛 ) = 𝑛𝑥 𝑛−1 . Selanjutnya untuk
a. Representasi membuktikan kebenaran dari generalisasi tadi maka harus
Ketika kita memberikan suatu simbol untuk suatu ide dilakukan dengan pembuktian yang deduktif.
matematik tertentu, maka simbol tersebut memiliki makna khusus Proses mensintesa adalah proses mengkombinasikan atau
yang mewakili ide tersebut. Misalkan simbol ∫ untuk menyusun bagian-bagian sedemikian hingga membentuk suatu
menyatakan integral, dan simbol lim untuk menyatakan limit. keseluruhan, kesatuan atau entitas. Keseluruhan tersebut bukan
Representasi dapat dalam bentuk representasi simbol atau sekedar jumlah bagian-bagiannya, namun lebih dari itu karena
representasi mental. Representasi simbol misalnya dalam proses dalam proses tersebut berlangsung juga proses mengaitkan
bagian-bagian yang saling lepas menjadi satu entitas yang saling
pembuktian limit suatu fungsi ditulis lim 𝑓(𝑥) = 𝐿 dikenalkan
𝑥→𝑐 berelasi. Sebagai contoh dalam menggambar grafik suatu fungsi
bilangan kecil positif disimbolkan dengan 𝜀 dan 𝛿. perlu dicari dulu titik esensial pada grafik, antara lain titik potong
Sedangkan representasi mental terlukis ketika individu grafik dengan sumbu-sumbu koordinat, turunan fungsi: ekstrim
merumuskan, mendefinisikan, mengilustrasikan atau memberi fungsi, fungsi turun dan fungsi naik, kurva cekung ke atas, cekung
contoh atau non contoh suatu konsep matematika. Representasi
mental seorang mahasiswa sangat mungkin berbeda antara yang
ISBN: 978-602-74245-0-0 16
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
ke bawah. Selanjutnya pengetahuan yang saling lepas tersebut manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Dari penjelasan di
digabungkan untuk memperoleh grafik fungsi yang cermat. atas terlihat bahwa kreativitas mempunyai peranan penting dalam
c. Kreativitas kehidupan, sehingga kreativitas perlu dikembangkan terutama
Poerwadarminta (Syukur, 2004), mengartikan berpikir pada generasi muda yang mengemban cita-cita sebagai penerus
sebagai penggunaan akal budi manusia untuk mempertimbangkan bangsa.
atau memutuskan sesuatu. Sedangkan Herdian (2010) Menurut Pehkonen (Mahmudi, 2010), kreativitas tidak
berpendapat bahwa berpikir merupakan aktivitas mental yang hanya terjadi pada bidang-bidang tertentu, seperti seni, sastra,
disadari dan diarahkan untuk maksud tertentu. Maksud yang dapat atau sains, melainkan juga ditemukan dalam berbagai bidang
dicapai dalam berpikir adalah memahami, mengambil keputusan, kehidupan termasuk matematika. Pembahasan mengenai
merencanakan, memecahkan masalah dan menilai tindakan. Dari kreativitas dalam matematika lebih ditekankan pada prosesnya,
kedua pendapat diatas, tampak bahwa kata berpikir mengacu pada yakni proses berpikir kreatif. Oleh karena itu, kreativitas dalam
kegiatan akal yang disadari dan terarah. matematika lebih tepat diistilahkan sebagai berpikir kreatif
Terdapat bermacam-macam cara berpikir, diantaranya matematis. Meski demikian, istilah kreativitas dalam matematika
berpikir vertikal, lateral, kritis, analitis, kreatif dan strategis. Tetapi dipandang memiliki pengertian yang sama dengan berpikir kreatif
pada tuisan ini akan difokuskan pada berpikir kreatif. Menurut matematis, sehingga istilah keduanya dapat digunakan secara
Hariman (Huda, 2011), berpikir kreatif adalah suatu pemikiran yang bergantian.
berusaha menciptakan gagasan yang baru. Berpikir kreatif dapat Krutetski (Mahmudi, 2010) mendefinisikan kemampuan
juga diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan berpikir kreatif matematis sebagai kemampuan menemukan solusi
seorang untuk membangun ide atau pemikiran yang baru. masalah matematika secara mudah dan fleksibel. Menurut Livne,
Pendapat lain dari Pehkonen (Huda,2011), beliau memandang berpikir kreatif matematis merujuk pada kemampuan untuk
berpikir kreatif sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan menghasilkan solusi bervariasi yang bersifat baru terhadap
berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam masalah matematika yang bersifat terbuka.
kesadaran. Maksud berpikir divergen sendiri adalah memberikan Dari pendapat tokoh-tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa
bermacam-macam kemungkinan jawaban dari pertanyaan yang berpikir kreatif matematis adalah aktivitas mental yang disadari
sama. Sementara itu Munandar (Huda,2011) menjelaskan secara logis dan divergen untuk menemukan jawaban atau solusi
pengertian berpikir kreatif adalah kemampuan menemukan banyak bervariasi yang bersifat baru dalam permasalahan matematika.
kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana d. Pembuktian
penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keberagaman Kemampuan melaksanakan pembuktian dalam matematis
jawaban. Pengertian ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir meliputi kemampuan membaca bukti, kemampuan mengkonstruksi
kreatif seseorang makin tinggi, jika ia mampu menunjukkan banyak bukti dan kemampuan menuliskan bukti.
kemungkinan jawaban pada suatu masalah. Tetapi semua jawaban 1) Kemampuan membaca bukti
itu harus sesuai dengan masalah dan tepat, selain itu jawabannya Kemampuan membaca bukti merupakan kemampuan
harus bervariasi. untuk mengungkapkan ide atau gagasan yang termuat dalam teks
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka berpikir tersebut secara lisan atau tulisan. Hal ini sejalan dengan yang
kreatif dapat diartikan sebagai berpikir secara logis dan divergen diungkapkan Sumarmo (2003) yang menyatakan bahwa seorang
untuk menghasilkan ide atau gagasan yang baru. Produk dari pembaca dikatakan memahami teks matematika misalnya sajian
berpikir kreatif itu sendiri adalah kreativititas. Sebagaimana bukti matematis, apabila ia dapat mengemukakan gagasan
dikemukakan oleh beberapa tokoh mengenai definisi kreativitas matematika yang termuat dalam teks tersebut dengan bahasanya
berikut ini (Huda, 2011): sendiri. Dengan demikian, ia tidak hanya sekedar melafalkan
1) Menurut Munandar kreativitas merupakan kemampuan umum uraian suatu bukti, melainkan mengemukakan makna yang
untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan terkandung di dalam bukti yang bersangkutan.
untuk memberi gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan 2) Kemampuan mengkonstruksi bukti
dalam pemecahan masalah atau sebagai kemampuan untuk Sedangkan kemampuan mengkonstruksi bukti merupakan
melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang kemampuan menyusun suatu bukti yang didasarkan pada definisi,
sudah ada sebelumnya. prinsip dan teorema.
2) Barron menyatakan bahwa kreativitas merupakan 3) Kemampuan menulis bukti.
kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu Pembuktian matematis akan mudahdifahami oleh orang
yang baru. lain apabila pembuktian tersebut ditulis. Menulis bukti matematis
3) Siswono menjelaskan bahwa kreativitas merupakan produk berarti melibatkan penjelasan informasi masalah, merinci
dari berpikir (dalam hal ini berpikir kreatif) untuk menghasilkan informasi, mengorganisasi cara berfikir dan menggunakan istilah-
suatu cara atau sesuatu yang baru dalam memandang suatu istilah matematis.
masalah atau situasi. Untuk mengases bahwa mahasiswa dapat menulisdengan
4) Solso menjelaskan bahwa kreativitas merupakan aktivitas baik maka peneliti menggunakan rubrik yang dimodifikasi dari
kognitif yang menghasilkan sesuatu yang baru dalam Brown dan Michel (2010). Menurut Brown dan Michel (2010), ada
menghadapi masalah. tiga aspek penting yang dinilai terkait dengan kemampuan menulis
Sementara itu, Munandar (Huda, 2011) mengemukakan bukti matematis mahasiswa, antara lain yaitu: (1) aspek logika atau
alasan mengapa kreativitas pada diri siswa perlu dikembangkan. penalaran, (2) aspek pemahaman dan istilah yang digunakan
Pertama, dengan berkreasi maka orang dapat mewujudkan dirinya dalam pembuktian, (3) aspek komunikasi. Aspek logika atau
(Self Actualization). Kedua, pengembangan kreativitas khususnya penalaran meliputi urutan langkah logis dan seluruh rangkaian
dalam pendidikan formal masih belum memadai. Ketiga, bersibuk penalarannya menunjukkan rincian yang tepat. Aspek pemahaman
diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat tetapi juga memberikan dan penggunaan istilah-istilah dalam pembuktian meliputi
kepuasan tersendiri. Keempat, kreativitaslah yang memungkinkan ketepatan dan keajegan penggunaan bahasa, definisi, teorema
ISBN: 978-602-74245-0-0 17
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dan esensinya. Sedangkan aspek komunikasi meliputi kemampuan SIMPULAN
untuk mengekspresikan dengan jelas yang memuat keterbacaan, Kemampuan advanced mathematical thinking merupakan
menulis dengan struktur kalimat dan tanda bahasa yang sesuai kemampuan matematis pada level tertinggi. Salah satu cara
dengan aturan serta rangkaian susunan keseluruhan tulisan. mengukur kemampuan advanced mathematical thinking adalah
Berbagai cara dapat diterapkan dalam mengkonstruksi dengan soal terbuka, yaitu soal yang memiliki beragam solusi atau
bukti matematis menurut Hammack (2013) yakni (1) bukti langsung strategi penyelesaian. Cara lainnya adalah dengan metode
(direct proof), (2) bukti dengan kontrapositif (contrapositive proof), problem posing, yaitu pembuatan soal dari pernyataan semi
(3) bukti dengan kontradiksi (proof by contradiction), (4) contoh terstruktur, pertanyaan, atau pernyataan terkait soal atau situasi
penyangkal (counterexamples), dan (5) induksi matematis matematis tertentu. Kedua cara tersebut digunakan untuk
(mathematical induction). mengukur aspek-aspek kemampuan advanced mathematical
2. Mengukur Kemampuan Advanced Mathematical Thinking. thinking, yaitu proses representasi; proses abstraksi; hubungan
Mengukur kemampuan advaced mathematical refresentasi dan abstraksi; kreativitas mathematis dan bukti
thinkingmahasiswa dapat dilakukan dengan cara mengeksplorasi matematis.
hasil kerja mahasiswa yang merepresentasikan proses berpikirnya.
Sementara menurut McGregor (2007), mengukur kemampuan DAFTAR PUSTAKA
berpikir kreatif mahasiswa dapat pula dilakukan dengan Brown, D. E., Michel, S. (2010). Assesing Proofs With Rubrics: The
mendasarkan pada apa yang dikomunikasikan mahasiswa, secara RTV Methode. Proceding of the 13th Annual Conference
verbal maupun tertulis. Apa yang dikomunikasikan mahasiswa on Research in UndergraduateMathematics education.
tersebut dapat berupa hasil kerja mahasiswa terkait tugas, [Online]. Tersedia di:
penyelesaian masalah, atau jawaban lisan mahasiswa terhadap http://sigma.maaa.org/rume/crume2010/Archive/Brown_D.
pertanyaan dosen. Pdf[Diakses 3 Juni 2015].
Jensen (Park, 2004) mengukur kemampuan berpikir kreatif Herdian. (2010). Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. [Online].
matematis dengan memberikan tugas membuat sejumlah Tersedia :
pertanyaan atau pernyataan berdasarkan informasi pada soal-soal http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-
yang diberikan. Soal-soal yang diberikan tersebut disajikan dalam berfikir-kreatif siswa/.
bentuk narasi, grafik, atau diagram. Huda, C. (2011). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Cara atau metode pengukuran kemampuan advanced dalam Memecahkan Masalah Matematika dengan Model
mathematical thinking mahasiswa yang digunakan Balka, Pembelajaran Treffinger pada Materi Pokok Keliling dan
Torrance, dan Jensen di atas sering disebut tugas problem posing Luas Persegipanjang. [Online]. Tersedia http://digilib.sunan
atau problem finding atau production divergen. Tes ini mengukur ampel.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptiain--
tiga aspek kemampuan berpikir kreatif matematis, yaitu chotmilhud-9908.
kelancaran, keluwesan, dan kebaruan. Aspek kelancaran berkaitan Livne, N. L. (2008). Enhanching Mathematical Creativity through
dengan banyaknya pertanyaan relevan. Aspek keluwesan Multiple Solution to Open-Ended Problems Online.
berkaitan dengan banyaknya ragam atau jenis pertanyaan. [Online]. Tersedia: http://www.
Sedangkan aspek kebaruan berkaitan dengan keunikan atau Iste.org/Content/NavigationMenu/Research/NECC_Resea
seberapa jarang suatu jenis pertanyaan. rch_Paper_Archive/NECC2008/Livne.pdf.[Diakses 3 Juni
Di samping itu, untuk mengukur kemampuan advanced 2015].
mathematical thinking yakni dengan soal terbuka (open-ended Mahmudi, A. (2010). Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif
problem). Menurut Becker dan Shimada (Livne, 2008), soal terbuka Matematis. Makalah, Yogyakarta.
(open-ended problem) adalah soal yang memiliki beragam jawab. McGregor, D. (2007). Developing Thinking Developing Learning.
Contoh. Poland: Open University Press.
a. Misalkan 𝑥 ∈ 𝑍. Jika 7𝑥 + 9 genap maka 𝑥 ganjil. Park, H. (2004). The Effects of Divergen Production Activities With
Soal ini merupakan soal terbuka, strategi penyelesaiannya Math Inquiry and Think Aloud of Students With Math
yang digunakan untuk membuktikan pernyataan tersebut Difficulty. Disertasi [Online]. Tersedia:
bermacam-macam, antara lain dengan strategi bukti langsung, http://txspace.tamu.edu/bitstream/handle/1969.1/2228/etd-
kontrapositif maupun bukti tidak langsung. tamu-
Bentuk contoh di bawah in merupakan tugas problem 2004;jsessionid=BE099D46D00F1A54FDB51BF2E73CC6
posing yakni membuat pertanyaan dari beberapa pernyataan semi- 09?sequence=1. [Diakses 3 Juni 2015].
struktur yang diberikan. Sumarmo,U. (2003). Pembelajaran Keterampilan membaca
b. Susunlah pertanyaan yang berelasi dengan pernyataan di Matematika pada Siswa Sekolah Menengah. Disampaikan
bawah ini. Jangan batasi pertanyaan yang anda buat pada pada Seminar Nasional Pendidikan MIPA di FPMIPA UPI.
pertanyaan yang pernah anda lihat atau dengar. Syukur, M. (2004). Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis
𝑎
1) Elemen 𝑅 yang dapat dituliskan dalam bentuk , dimana Siswa SMU Melalui Pembelajaran Matematika dengan
𝑏
Pendekatan Open-Ended. Tesis Magister pada FPS UPI
𝑎, 𝑏 ∈ 𝑍 dan 𝑎 ≠ 0 disebut bilangan rasional. √2 bukan
Bandung: tidak diterbitkan.
bilangan rasional.
Tall, D. (1991). Advanced Mathematical Thinking. Dordrecht:
2) Nilai mutlak (absolute value) dari suatu bilangan real 𝑎, Kluwer Academic Publisher.
dinotasikan dengan |𝑎|, didefinisikan sebagai
𝑎, jika … . .
|𝑎| ≔ {0, jika 𝑎 = 0
−𝑎, jika … .
ISBN: 978-602-74245-0-0 18
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
HUBUNGAN ANTARA SOSIAL EKONOMI ORANG TUA TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA
KELAS VII SMP NEGERI 1 KOPANG
Ahmad Muzanni
Prodi Bimbingan dan Konseling IKIP Mataram
E-mail: Ezan.pgsd@gmail.com
Abstrak: Sosial ekonomi merupakan posisi yang disandang anggota masyarakat yang berdasarkan pekerjaan, kepemilikan materi dan
lain sebagainya. Dengan status sosial ekonomi yang berbeda yang dimiliki setiap siswa tentu berpengaruh pada hasil belajar kognitif
siswa. Hasil belajar kognitif menjadi masalah penting dalam evaluasi pembelajaran. Hasil belajar kognitif sangat dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan fisik yang pada gilirannya dapat memicu terjadinya perubahan emosional, perubahan kognitif yang memberikan
pemikiran logis tentang cara berpikir yang mendasari tingkah laku, serta perubahan nilai dalam peran sosial melalui pengasuhan orang
tua dan aktivitas individu. Secara spesifik, masalah hasil belajar menuntut suatu kesiapan fisik maupun emosional untuk mengatur,
mengurus dan melakukan aktivitas atas tanggung jawabnya sendiri tanpa banyak menggantungkan diri pada orang lain. Sedangkan
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara sosial ekonomi orang tua terhadap hasil belajar kognitif siswa
kelas VII SMPN 1 Kopang. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui hubungan antara sosial ekonomi orang
tua terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas VII SMPN 1 Kopang. Metode yang digunakan dalam penentuan subyek penelitian yakni
dengan stratified random sampling, dengan pengambilan sampel secara acak. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 64 orang siswa.
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode angket. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode
statistik dengan rumus korelasi product moment. Hasil analisis data yang diperoleh dalam penelitian adalah rhitung lebih besar dari nilai
rtabel (rhitung >rtabel ) yaitu (5,293 >0,254) yang berarti penelitian ini signifikan. Dengan kata lain hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis
yang diajukan (Ha) diterima, dengan demikian kesimpulnya adalah ada hubungan antara sosial ekonomi orang tua terhadap hasil belajar
kognnitif siswa kelas VII SMPN 1 Kopang.
ISBN: 978-602-74245-0-0 19
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
1. Sosial Ekonomi Bloom (Dalam Sumarni, 2007 : 30) menyebutkan ada tiga
Masyarakat pada umumnya mengenal tentang sosial ranah belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar
ekonomi didasarkan pada materi/kekayaan yang dimiliki merupakan keluaran dari suatu pemprosesan masukan. Masukan
seseorang. Hal ini cenderung mengakibatkan orang yang dengan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi
status ekonomi tinggi memiliki banyak harta dan dihormati. Samuel sedangkan keluarannya adalah perbuatannya atau kinerja.
(1997: 96) mengemukakan bahwa status sosial ekonomi Perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi
merupakan posisi yang disandang anggota masyarakat dan hasil belajar dapat dikelompokkan kedalam dua macam saja
berdasarkan pekerjaan dan kepemilikan materi atau kekayaan yaitu pengetahuan dan keterampilan. Masih menurut (Sumarni
yang dimiliki. Hal senada juga dijelaskan oleh Gunarsa (1981: 23) 2007 : 35), pengetahuan terdiri dari 4 kategori, yaitu 1)
yang mengemukakan bahwa sosial ekonomi adalah keadaan atau pengetahuan tentang fakta, 2) pengetahuan tentang prosedur, 3)
kedudukan seorang masyarakat yang menetapkan pada posisi pengetahuan tentang konsep, dan 4) pengetahuan tentang prinsip.
tertentu. Keterampilan juga terdiri atas empat kategori, yaitu 1) keterampilan
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat untuk berpikir atau keterampilan kognitif, 2) keterampilan untuk
disimpulkan bahwa status sosial ekonomi adalah kedudukan atau bertindak atau keterampilan motorik, 3) keterampilan bereaksi atau
posisi seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan tingkat bersikap, 4) keterampilan berinteraksi.
pendidikan, tingkat pendapatan, pekerjaan, pemilikan kekayaan Lebih lanjut, Soedijarto (Masnaini, 2007 : 6) menyatakan
atau fasilitas serta jenis tempat tinggal. bahwa Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh
Salah satu faktor yang menjadi pengaruh dalam rendahnya pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan
status sosial ekonomi adalah tingkat pendidikan. Kebutuhan tujuan pendidikan. Hasil belajar dalam kerangka studi ini meliputi
terhadap pendidikan terkadang diabaikan oleh masyarakat, kawasan kognitif, afektif, dan kemampuan/kecepatan belajar
padahal pendidikan dapat meningkatkan kualitas hidup seorang pelajar. Sedangkan Keller (Abdurrahman, 2002 : 39),
masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam UU. RI. Tahun 2003 yang mengemukakan hasil belajar adalah prestasi aktual yang
berbunyi: ditampilkan oleh anak, hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya
“Pendidikan bertujuan untuk, Mencerdaskan kehidupan usaha (perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu belajar) yang dilakukan oleh anak.
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua
Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri
ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang siswa (Sudjana, 2002 : 39). Lebih lanjut Clark (2000: 21)
mantap dan bertanggung jawab kemasyarakatan dan mengemukakan bahwa faktor hasil belajar dimaksud adalah faktor
kebangsaan.” dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya serta
Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan hasil belajar siswa disekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan
diselenggarakan melalui jalur pendidikan sekolah (pendidikan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor
formal) dan jalur pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal). dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa
Jalur pendidikan sekolah (pendidikan formal) terdapat jenjang kualitas pembelajaran (Sudjana, 2002 : 39). "Belajar adalah suatu
pendidikan sekolah, jenjang pendidikan sekolah pada dasarnya perubahan perilaku, akibat interaksi dengan lingkungannya" (Ali
terdiri dari pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan Muhammad, 2004 : 14). Perubahan perilaku dalam proses belajar
menengah dan pendidikan tinggi. terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya
Di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat pembeda berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan
posisi atau kedudukan seseorang maupun kelompok di dalam berhasil. apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya
struktur sosial tertentu. Perbedaan kedudukan dalam masyarakat apabila terjadi perubahan dalam diri individu maka belajar tidak
dalam sosiologi dikenal dengan istilah lapisan sosial. Lapisan dikatakan berhasil.
sosial merupakan sesuatau yang selalu ada menjadi ciri yang
umum di dalam kehidupan manusia. Dalam buku sosilogi sebagai METODE PENELITIAN
suatu pengantar dijelaskan bahwa lapisan sosial adalah perbedaan Rancangan pada dasarnya merupakan keseluruhan
penduduk atau masayakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat proses pemikiran dan penentuan matang tentang hal-hal yang
(Soejono Soekanto, 2003: 228). akan dilakukan”. Ia merupakan landasan berpijak, dapat pula
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dijadikan dasar penilaian baik oleh peneliti itu sendiri maupun
kelas-kelas sosial ekonomi adalah tingkat atau kedudukan ekonomi orang lain terhadap kegiatan penelitian.
orang tua siswa yang ada di dalam masyarakat yang biasanya Dengan demikian rancangan penelitian bertujuan untuk
terdiri dari tiga tipe yaitu sebagai berikut : 1) kelas ekonomi atas; 2) memberikan pertanggung jawaban terhadap semua langkah yang
kelas ekonomi menengah dan 3) kelas ekonomi rendah. diambil. Agar rancangan dapat memperkirakan hal-hal apa yang
2. Hasil Belajar Kognitif akan dilakukan dan dipegang selama penelitian. (Margono, 2005:
Hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa yang 100). Rancangan pada dasarnya merupakan penggambaran
telah mengikuti proses belajar mengajar. Hasil pada dasarnya mengenai keseluruhan aktivitas peneliti selama kerja penelitian
merupakan sesuatu yang diperoleh dari suatu aktivitas, sedangkan mulai dan persiapan sampai dengan pelaksanaan penelitian.
belajar merupakan suatu proses yang mengakibatkan perubahan Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini tergolong penelitian
pada individu, yakni perubahan tingkah laku, baik aspek kuantitatif (penelitian statistik), dalam buku statistik untuk penelitian
pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Hasil dijelaskan jenis penelitian kuantitatif yang diangkakan/scoring
belajar merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan (Sugiyono, 2010: 50).
tingkat keberhasilan yang dicapai oleh seseorang setelah Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
melakukan usaha tertentu. berupa angket. Dalam penelitian angket ini merupakan alat
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
ISBN: 978-602-74245-0-0 20
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pertanyaan secara tertulis kepada responden untuk dijawab secara koofisien correlation product moment untuk mendapatkan nilai rxy
tertulis pula. Dalam penelitian ini, angket disusun dalam bentuk (rhitung) sebagai berikut.
sejumlah pertanyaan untuk dijawab oleh responden (siswa)
kaitannya dengan hubungan sosial ekonomi orang tua terhadap
hasil belajar kognitif pada siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Kopang
tahun pelajaran 2013/2014.
Sedangkan untuk jawaban alternatif angket terdiri dari 3
jawaban alternatif yaitu : untuk jawaban ya (Y) skornya 3, untuk
jawaban kadang-kadang (KK) skornya 2, sedangkan untuk
jawaban untuk tidak pernah (TP) skornya 1.
Teknik pengumpulan data merupakan bagian terpenting Dari hasil perhitungan diperoleh dalam penelitian ini adalah
dalam suatu penelitian. Adapun metode yang digunakan dalam 5,293. Selanjutnya nilai tersebut dikonsultasikan dengan rtabel
penelitian ini yaitu: 1) angket, 2) observasi, dan 3) dokumentasi. Product Moment pada taraf signifikasi 5% dengan N = 64 adalah,
Adapun selengkapnya sebagai berikut. maka diperoleh nilai rtabel ProductMoment sebesar 0,254
Azwar (2010: 123) mengemukakan bahwa Analisis data kenyataan tersebut menunjukkan bahwa nilai r-hitung lebih besar
merupakan pengolahan data penelitian yang sudah diperoleh dari niali r-tabel atau (5,293 > 0,254). Dengan demikian, hasil
dengan maksud mengorganisasikan data sedemikian rupa analisa data dalam penelitian ini dinyatakan signifikan.
sehingga dapat dibaca dan dapat ditafsirkan. Kegiatan dalam Berdasarkan taraf signifikan 5% dan N= 66 , maka
analisis data adalah: mengelompokkan data berdasarkan variabel hipotesis nihil (H0) yang berbunyi: Tidak ada hubungan antara
dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, sosial ekonomi orang tua terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas
melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan VII SMP Negeri 1 Kopang tahun pelajaran 2013/2014 dinyatakan
melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah ditolak, maka sebaliknya hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan
diajukan (Sugiyono, 2012: 147). Analisis data merupakan suatu yakni Ada hubungan antara sosial ekonomi orang tua terhadap
cara dalam mengelola data yang telah diperoleh di lapangan, hasil belajar kognitif siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kopang
sehingga dapat diperoleh berbagai informasi yang berguna diterima.
sebagaimana yang diharapkan. Analisis dalam penelitian ini harus
sesuai dengan metode penelitian yang digunakan yaitu metode B. Pembahasan
penelitian kuantitatif. Hasil analisis data diatas kemudian dikonsultasikan pada
Untuk memperoleh hasil data yang akurat dan dapat rtabel dengan taraf signifikasi 5% dan N = 64 diperoleh r-tabel =
dipertanggung jawabkan kaitannya dengan rumusan masalah dan 0,329, hasil ini menunjukkan bahwa rhitung > r-tabel (5,293 >
tujuan penelitian serta hipotesis yang diajukan yaitu hubungan 0,254). Karena r-hitung > r-tabel maka dapat dikemukakan bahwa
antara sosial ekonomi orang tua dengan kemandirian pada siswa hipotesis nihil (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima,
kelas VII di SMP Negeri 1 Kopang tahun pelajaran 2013/2014. maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ada
Maka peneliti menggunakan analisis data dengan rumus Hubungan Antara Sosial Ekonomi Terhada Hasil Belajar Kognitif
correlationproduct moment karena data yang dinilai sifatnya Siswa Kelas VII di SMP Negeri 1 Kopang.
bergolong atau pengelompokkan. Hasil belajar kognitif merupakan hasil yang diperoleh oleh
Adapun analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan siswa melalui proses belajar yang konsisten. Hasil belajar bukanlah
menggunakan rumus koefisien korelasi r Product Moment sebagai bawaan sejak lahir atau keturunan, melainkan pola yang dapat
berikut. dibentuk oleh siswa sendiri serta lingkungan pendukungnya. Suatu
∑𝑥𝑦
rxy = (∑𝑥²)(∑𝑦²) tuntutan atau tekad serta cita-cita yang ingin dicapai dapat
mendorong seseorang untuk membiasakan dirinya melakukan
Keterangan: sesuatu agar apa yang diinginkannya tercapai dengan baik. Sosial
rxy = Koefisien correlation product moment ekonomi orang tua yang tinggi akan dapat mempengaruhi hasil
∑xy = Jumlah dari hasil perkalian variabel x dan y belajar kognitif siswa, sebaliknya sosial ekonomi orang tua yang
∑x2 = Jumlah skor dari variabel x kuadrat rendah cenderung menimbulkan hasil belajar kognitif siswa
∑y2 = Jumlah skor dari variabel y kuadrat menjadi tinggi. dengan demikian ada hubungan antara sosial
(Suharsimi, 2006: 170) ekonomi orang tua terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas VII di
SMP Negeri 1 Kopang.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil SIMPULAN
Untuk keperluan perhitungan analisis statistik, maka Berdasarkan hasil analisa data yang dipaparkan dalam bab
hipotesis yang berbunyi: ada hubungan antara sosial ekonomi IV, diketahui nilai rhitung sebesar 5,293 dengan nilai rtabel sebesar
terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas VII di SMP Negeri 1 0,254 pada taraf signifikan 5% dengan N = 64, kenyataan ini
Kopang tahun pelajaran 2013/2014. Maka perlu diubah terlebih menunjukkan bahwa rhitung lebih besar dari rtabelproduct moment
dahulu ke dalam sebuah hipotesis nol (Ho) sehingga berbunyi: atau 5,293 > 0,254 yang berarti hasil penelitian ini
tidak ada hubungan antara sosial ekonomi dengan hasil belajar adalahsignifikan. Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
kognitif siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Kopang tahun pelajaran antara sosial ekonomi orang tua terhadap hasil belajar kognitif
2013/2014. siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kopang tahun pelajaran 2013/2014.
Berdasarkan tabel kerja di atas diketahui ∑x2 =
2431.992; ∑y2 = 1970.25; ∑x.y = 11588.33; dan N = 64. DAFTAR PUSTAKA
Selanjutnya, nilai-nilai tersebut dimasukkan ke dalam rumus Abdulsyani. (2003). Sosiologi skematika teori dan terapan. Jakarta:
Bumi Aksara.
ISBN: 978-602-74245-0-0 21
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Ahmadi. (2003). Pengantar sosiologi. Jakarta: Rineka Cipta. Jonggat tahun pelajaran 2007/2008”. IKIP Mataram. Tidak
Ali dan Asrori. (2004). Psikologi remaja. Jakarta: Rineka Cipta diterbitkan.
Saifuddin, A. (2010). Metodologi penelitian. Yogyakarta: Pustaka Margono, S. (2004). Metodelogi penelitian pendidikan. Jakarta: PT.
Pelajar. Rineka Cipta
Bossard. (1991). Sosiologi skematika 2. Jakarta: Rineka Cipta Riduwan, 2012. Metode dan teknik menyusun Tesis. Bandung:
Gunarsa. (1981). Psikologi untuk keluarga. Jakarta: BPK Gunung Alfabeta.
Mulia. Sahirun, (2008), “Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi Orang Tua
Sutrisno, H. (2004). Pengantar statistic. Yogyakarta: UGM Press terhadap Motivasibelajar siswa di SMU Labu Api Tahun
Herdiansyah, H. (2010). Metodologi penelitian kualitatif (untuk ilmu- Pelajaran 2007/2008”. Tidak diterbitkan.
ilmu sosial). Jakarta: Salemba Humanika. Samuel H, dkk. (1997). Sosiologi 1. Jakarta: Fakultas Psikologi UI
Kluckhon dan Sjarkawi.(1991). Psikologi perkembangan peserta Sugiyono. (2012). Metode Penelitian kuantitatif Kualitatif daan R &
didik. Bandung: Alfabeta. D. Bandung, Alfabeta.
Maftukah, (2006), “hubungan antara sosial ekonomi orang tua ________(2012). Metodologi penelitian administrasi Dan R&D.
dengan prestasi belajar siswa pada kelas XII SMA 1 Bandung Alfabeta
Soekanto, S. (2004). Psikologi remaja. Bandung: PT. Rineka Cipta.
ISBN: 978-602-74245-0-0 22
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN LKS TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP
DAN LITERASI SAINS SISWA
Aniza1, Ismail Efendi2, Saidil Mursali3
1Pemerhati Pendidikan
2Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram
3Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram
e-mail: aniza@ymail.com
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kontekstual berbantuan LKS terhadap pemahaman konsep
dan literasi sains siswa. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment dengan rancangan penelitian pretest-posttest control group
design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MA Ad-Diinul Qayyim Gunungsari dengan sampel kelas XD sebagai
kelas eksperimen dan XC sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purpossive sampling. Data pemahaman
konsep siswa diperoleh dengan memberikan tes diakhir pertemuan dan kemudian dianalisis menggunakan uji-t menggunakan program
SPSS. Sedangkan data literasi sains siswa diperoleh dengan lembar observasi dan kemudian dideskripsikan. Hasil analisis data
pemahaman konsep pada kelas kontrol mencapai nilai rata-rata 62, sedangkan pada kelas eksperimen nilai rata-rata 77,63, sehingga
hasil uji hipotesis diperoleh nilai thitung sebesar 6,73 dan ttabel 2,021 artinya thitung > ttabel. Selain itu, hasil literasi sains siswa diperoleh kelas
kontrol memiliki nilai rata-rata cukup baik sedangkan kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata baik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pembelajaran kontekstual berbantuan LKS terhadap pemahaman konsep dan literasi sains siswa.
ISBN: 978-602-74245-0-0 23
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
sendiri. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha (diadaptasi dari Multazam, 2011 dalam Fatmalia, 2013).
siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru Keterangan: Kelas kontrol diajarakan dengan metode
ketika siswa belajar. Sedangkan menurut Sanjaya (2006 dalam konvensional, sedangkan kelas eksperimen diajarkan dengan
Toharudin, dkk, 2011), menyatakan bahwa pembelajaran pembelajaran kontekstual berbatuan LKS.
kontekstual merupakan pembelajaran yang menekankan pada
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X
proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk menemukan
di MA Ad-Diinul Qayyim Gunungsari yang terbagi dalam empat
materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kelas, dengan sampel diambil dua kelas yaitu satu kelas
kehidupan nyata sehingga mendorong peserta didik untuk dapat
eksperimen dan satu untuk kelas kontrol. Sampel yang digunakan
menerapkannya dalam kehidupan peserta didik.
pada penelitian ini adalah kelas XD sebagai kelas eksperimen dan
Menurut Djaramah (2002 dalam Handayani, 2011)
kelas XC sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan
mengatakan bahwa konsep adalah satuan arti yang mewakili
dengan menerapkan prinsip purpossive sampling atau sampel
sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Konsep
yang bertujuan.
sangat penting bagi manusia, karena digunakan dalam
Instrumen dalam penelitian ini terdiri atas tes pemahaman
berkomunikasi, berpikir ilmiah, belajar atau mengaplikasikan pada
konsep, lembar observasi untuk literasi sains dan lembar observasi
masalah yang sedang dihadapi. Sebagian besar apa yang
keterlaksanaan pembelajaran. Adapun teknik pengumpulan data
dipelajari di sekolah terdiri dari konsep-konsep. Selama menuntut
dilakukan dengan tes untuk mengumpulkan data pemahaman
ilmu, siswa dituntut untuk menguasi konsep kata-kata tertentu.
konsep dan observasi untuk mengumpulkan data literasi sains
Melalui pemahaman konsep siswa diharapkan tidak sekedar untuk
siswa dan keterlaksanaan pembelajaran.
memilikinya, tetapi siswa diharapkan dapat menggunakan konsep
Teknik analisis data untuk pemahaman konsep siswa dilakukan
yang dimilikinya untuk mengorganisasikan dan mengklasifikasikan
dengan uji-t yang dioperasikan menggunakan program SPSS.
pengalamannya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Sebelum dilakakan uji-t, terlebuh dahulu data tersebut ditentukan
Sebab dengan pemahaman konsep didapatkan pengertian atas
homogenitasnya dengan menggunakan uji-F. Analisis data
kata-kata yang dipelajari. Seseorang yang tidak menguasai konsep
kemamuan literasi sains siswa dan keterlaksanaan pembelajaran
kata-kata tertentu akan mengalami kesulitan memahami suatu
dilakukan dengan deskriptif berdasarkan table dibawah ini:
kalimat yang dibaca. Ini berarti belajar konsep mempunyai arti
Tabel 2. Kriteria Literasi Sains Siswa
penting bagi keberhasilan belajar.
Interval
Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan membaca Katagori Kriteria
danmenulis tentang sains dan teknologi, namun literasi sains lebih Skor
sekedar mengingat istilah-istilah sains. Pada dasarnya, literasi 16 – 20 A Sangat Baik
sains meliputi dua kompetensi utama. Pertama, kompetensi belajar 14 -15 B Baik
sepanjang hayat, termasuk membekali peserta didik untuk belajar 10 – 13 C Cukup Baik
di sekolah yang lebih lanjut. Kedua, kompetensi dalam ≤ 10 D Kurang Baik
menggunakan pengetahuan yang dimilikinya untuk memenuhi (Diadopsi dari Permendiknas, 2008)
kebutuhan hidupnya yang dipengaruhi oleh perkembangan sains Tabel 3. Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran
dan teknologi. Proses sains merujuk pada proses mental yang Interval Kriteria
terlibat ketika peserta didik menjawab suatu pertanyaan atau Persentase
memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan ≥ 85% Sangat Baik
menginterpretasi bukti, serta menerangkan kesimpulan. Tujuan 71 - 84% Baik
pendidikan sains adalah meningkatkan kompetensi siswa untuk 56 - 70% Cukup Baik
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai situasi ≤ 55% Tidak Baik
sehingga siswa akan mampu belajar lebih lanjut dan hidup di (Arikunto, 2006 dalam Ernawaty, 2012)
masyarakat yang saat ini banyak dipengaruhi oleh perkembangan
sains dan teknologi. Upaya yang dapat dilakukan untuk HASIL DAN PEMBAHASAN
membenahi proses pembelajaran sains adalah mengkaji faktor- Penelitian ini dilakukan di MA Ad-Diinul Qayyim
faktor penyebab rendahnya prestasi sains peserta didik Indonesia Gunungsari dengan subjek penelitian adalah siswa kelas X.
(Toharudin, dkk, 2011). Adapun hasil penelitian, sebagai berikut:
Hasil Pemahaman Konsep Siswa
METODE PENELITIAN Hasil pemahaman konsep siswa diperoleh dari hasil
Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment atau posttest yang dilakukan pada akhir pertemuan di kelas kontrol (25
disebut juga eksperimen semu, penelitian eksperimen semu adalah siswa) dan di kelas eksperimen (22 siswa) dengan alokasi waktu
penelitian mencari hubungan sebab akibat kehidupan nyata, di 2x45 menit untuk 15 butir soal, tabel berikut akan menguraikan
mana pengendalian perubahan sulit dilakukan (Masyhuri dan hasil pemahaman konsep siswa.
Zainudin, 2011). Penelitian ini menggunakan 2 kelas sebagai Tabel 4. Hasil Analisis Data Pemahaman Konsep Siswa
sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Desain pada Kelas
Aspek Kelas Esperimen
penelitian ini menggunakan pretest-posttest control group design. Kontrol
Rancangan penelitian yang akan digunakan oleh peneliti disajikan Jumlah peserta didik 25 siswa 22 siswa
pada tabel berikut. yang mengikuti tes
Tabel 1. Rancangan Penelitian Nilai tertinggi 73 91
Kelas Pretest Perlakuan Posttest Nilai terendah 40 60
XC (Kelas Kontrol) Ya Ya Ya Nilai rata-rata 62,28 77,63
XD (Kelas Ya Ya Ya Ketuntasan klasikal 44% 95,45%
Eksperimen) t hitung 6,73
ISBN: 978-602-74245-0-0 24
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Kelas Berdasarkan data di atas dari kedua kelas, pada kelas
Aspek Kelas Esperimen
Kontrol kontrol siswa yang mendapatkan nilai A sebanyak 2 siswa
t tabel 2,021 sedangkan pada kelas eksperimen sebanyak 5 siswa, nilai B pada
kelas kontrol didapatkan oleh 9 orang sama halnya dengan kelas
Berdasarkan tabel di atas, pada kelas kontrol diperoleh nilai eksperimen sedangkan pada kriteria literasi sains C, untuk siswa
tertinggi 73 dan nilai terendah 40 dengan nilai rata-rata 62,28, kelas kontrol diperoleh oleh 14 siswa sedangkan pada kelas
sedangkan pada kelas eksperimen diperoleh nilai tertinggi sebesar eksperimen sebanyak 8 siswa.
91 dan nilai terendah sebesar 60 dengan rata-rata 77,63. Kriteria Hasil di atas menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis
Ketuntasan Klasikal (KKM) untuk mata pelajaran Biologi di MA Ad- kontekstual berbantuan LKS ini, juga mampu mengembangkan
Diinul Qayyim Gunungsari adalah 66, sehingga dari hasil literasi sains siswa. Siswa dalam kegiatan pembelajaran
perhitungan dapat ditentukan kentuntasan klasikal (ketuntasan mengalami secara langsung, bukan sekedar menghafal, karena
peserta didik yang memenuhi KKM) setiap kelas yaitu kelas kontrol dengan mengalami peserta didik akan lebih mudah mengingat
44% dan kelas eksperimen 95,45%. kembali pelajaran yang didapatkan dari kegiatan yang sudah
Data hasil penelitian sebelumnya telah dilakukan uji dilakuan dibandingkan dengan menghafal. Pembelajaran
homogenitas dengan hasil data homogen. Selanjutnya hasil uji kontekstual merupakan proses pembelajaran yang menekankan
hipotesis dengan uji-t diperoleh nilai thitung sebesar 6,73, sedangkan pada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat
ttabel sebesar 2, 021. Hal ini menunjukkan t hitung > t tabel yang artinya menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya
hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan diterima, oleh karena itu dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong peserta didik
pembelajaran kontekstual berbantuan LKS berpengaruh terhadap untuk dapat menerapkan dalam kehidupannya (Toharudin, dkk,
pemahaman konsep siswa. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian 2011).
Mustika (2008) yang menunjukkan bahwa pembelajaran
kontekstual dapat meningkatkan hasil hasil belajar siswa pada Data Hasil Keterlaksanaan RPP
pelajaran biologi. Hal ini juga didukung oleh Sapriati (2010) Data keterlaksanaan pembelajaran merupakan data hasil
menemukan bahwa ada pengaru LKS berbasis kontekstual observasi proses pembelajaran yang disesuai dengan RPP.
terhadap pencapaian KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) siswa Berikut hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran yang
pada mata pelajaran Biologi. berlangsung:
Pembelajaran kontekstual berbantuan LKS akan Tabel 6. Data Hasil Keterlaksanaan Pembelajaran
menciptakan ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi
Eksperimen
lebih aktif dan bukan hanya pengamat yang pasif. Disamping itu Kontrol
peserta didik lebih bertanggung jawab terhadap belajarnya, karena Pertemuan
2 3 1 2 3
dalam pembelajarannya ini menggunakan pendekatan lingkungan, 1
yang didukung dengan alat yang sederhana sehingga dengan Persentase (%) 8 9 9 6 9
keterlibatnya siswa secara langsung dalam proses pembelajaran, Keterlaksanaan 97,5 5,7 7 9 5
menjadikan siswa lebih cepat memahami dan mengingat materi RPP 2,7% % % % % %
yang diajarkan oleh guru. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Rata-Rata
Trianto (2008) bahwa untuk membantu siswa memahami konsep- Persentase
konsep dan memudahkan dalam mengajarkan konsep-konsep 87%
Keterlaksanaan 92,06%
tersebut diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang RPP
langsung mengkaitkan materi konteks pelajaran dengan
pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kategori Sangat Baik
Sangat Baik
ISBN: 978-602-74245-0-0 25
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
bahwa pembelajaran yang diterapkan memang mempengaruhi Darmadi, H. 2013. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial.
hasil belajar siswa baik pemahaman konsep maupun literasi sains. Pontianak: Alfabeta.
Depdiknas. 2008. Peneilaian Hasil Belajar. Jakarta: Dirjen
SIMPULAN Dikdesmen.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebegai Ernawaty. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Screamble
berikut: 1) ada pengaruh pembelajaran berbasis kontekstual Menggunakan Metode Pendukung Talking Stick untuk
berbantuan LKS terhadap pemahaman konsep siswa kelas X di MA Meningkatkan Kreativitas dan Ketuntasan Belajar Bidang
Ad-Diinul Qayyim Gunungsari; 2) penggunaan pembelajaran Studi IPA Terpadu Siswa Kelas VII MTs Raudatusshibiyan
berbasis kontekstual berbantuan LKS memiliki pengaruh yang baik NW Belencong Tahun 2012/2013. Skripsi IKIP Mataram.
terhadap literasi sains siswa, ini dapat dilihat dari nilai rata-rata Fatmalia, E. 2013. Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran
literasi sains pada kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran Flashcard yang dipadukan dengan Model Pembelajaran
biasa memiliki nilai 13,83 dengan kriteria cukup baik, sedangkan Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Terhadap Motivasi
pada kelas eksperimen yang diajarkan dengan kontekstual dan Prestasi Belajar Biologi Kelas VII MTs Negeri Kelebuh
memiliki nilai rata-rata literasi sains 14,36 dengan kriteria baik. Tahun Ajaran 2013/2014. Skripsi IKIP Mataram.
Handayani, D. F. 2011. Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa
SARAN Melalui Pendekatan Keterampilan Proses Pada Konsep
Dari hasil penelitian, penulis menyarankan: 1) untuk Laju Reaksi. Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif
mencapai keberhasilan di dalam proses pembelajaran harus Hidayatullah. Jakarta.
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses Masyhuri dan Zainudin, M. 2011. Metodelogi Penelitian. Bandung:
pembelajaran sehingga hasil pembelajaran yang akan didapatkan PT Refika Adiatma.
lebih maksimal; 2) untuk peneliti selnjutnya dapat mencoba Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta:
pembelajaran kontekstual berbantuan LKS ini pada materi yang Yuma Pustaka.
berbeda untuk menguji keunggulan pembelajaran kontekstual Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R &
terhadap pemahaman konsep dan literasi sains siswa. D. Bandung: Alfabeta.
Toharudin, U. Hendrawati, S. dan Rustaman,
DAFTAR PUSTAKA A. 2011. Membangun Literasi Sains Peserta Didik.
Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Pontianak: Bandung: Humaniora.
Alfabeta. Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual (Contekstual
Aqib. 2009. Menjadi Guru Profesional Berstandar Nasional. Teaching and Learning) di Kelas. Jakarta: Cerdas Pustaka
Bandung: Yrama Widya. Publisher.
ISBN: 978-602-74245-0-0 26
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DAN PROBLEM BASED LEARNING
MELALUI POLA LESSON STUDY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL
BELAJAR PADA MATAKULIAH FISIKA DASAR
Aris Doyan1, Susilawati2, & Wahyudi3
Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Mataram
E-mail:-
Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui penerapan model pembelajaran inkuiri
terbimbing dan problem based learning melalui pola lesson study terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar fisika. Data hasil
kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa diperoleh dari hasil pretest dan postest. Soal yang digunakan sebagai pretest dan postest
telah diuji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda. Hasil pretest diperoleh nilai rata-rata kelas untuk kelas eksperimen I
adalah 30.91 sedangkan untuk kelas eksperimen II adalah 29.45. Hasil postest diperoleh nilai rata-rata kelas untuk kelas eksperimen I
adalah 67.82 sedangkan untuk kelas eksperimen II adalah 63.27. Berdasarkan hasil uji hipotesis pertama diperoleh thitung sebesar 0,26
dan ttabel sebesar 2.02 pada taraf signifikan 5%. thitung < ttabel berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Hipotesis kedua diperoleh thitung sebesar
0,41 , ttabel sebesar 2.02 pada taraf signifikan 5%. Karena thitung < ttabel berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Hipotesis ketiga diperoleh thitung
sebesar 3,17 , ttabel sebesar 2.02 pada taraf signifikan 5%. Karena thitung > ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hipotesis keempat
diperoleh thitung sebesar 3,82 , ttabel sebesar 2.02 pada taraf signifikan 5%. Karena thitung > ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hipotesis
kelima diperoleh thitung sebesar 4,78 , ttabel sebesar 2.02 pada taraf signifikan 5%. Karena thitung > ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Kata Kunci : inkuiri terbimbing, Problem based learning, kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar fisika.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan tabel 4 di atas, terlihat bahwa rata-rata nilai
1. Deskripsi data hasil Pretest tes akhir (post-test) kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II
a. Data Pretest memiliki perbedaan. Kelas eksperimen I memiliki nilai rata-rata
Data hasil pretest kelas eksperimen I dan eksperimen II disajikan yang lebih besar dibandingkan dengan kelas eksperimen II. Selisih
dalam tabel berikut: nilai rata-rata kedua kelas tersebut adalah 4,55.
Tabel 1. Data hasil pretest b. Uji homogenitas data hasil postest
Rata- Standar
Jumlah
Nilai Nilai rata Deviasi
Uji homogenitas data hasil postest ini perlu dilakukan
Kelas Siswa sebagai prasyarat uji hipotesis. Uji homogenitas ini menggunakan
Minimum Maximum
(n)
uji-F dengan taraf signifikansi 5%. Hasil yang diperoleh disajikan
Eksperimen 30.91 9.66
I (PBL)
25 16 52 oleh tabel 4.8. berikut ini.
Eksperimen 29.45 9.12 Tabel 5. Uji Homogenitas data hasil postest
25 16 48
II (IT) Kelas Varians Fhitung 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Kesimpulan
(𝑆 2 )
Berdasarkan tabel 1 di atas, terlihat bahwa kelas eksperimen I Eksperimen 83.01
memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas I (PBL)
eksperimen II. Selisih nilai rata-rata kedua kelas tersebut adalah 1.70 2.08 Homogen
Eksperimen 141.16
1.46. II (IT)
b. Uji homogenitas hasil pretest
Selanjutnya dilakukan uji homogenitas data hasil pretest Berdasarkan nilai yang tertera dari tabel 5 di atas, terlihat
menggunakan uji-F dengan taraf signifikansi 5%. Uji homogenitas bahwa nilai 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Sehingga kedua sampel berasal
ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah siswa kelas dari populasi yang homogen.
eksperimen I dan eksperimen II memiliki kemampuan yang sama. c. Uji normalitas data hasil postest
Hasil yang diperoleh disajikan oleh tabel berikut ini Hasil uji normalitas untuk masing-masing kelompok
Tabel 2. Uji Homogenitas data hasil pretest ditunjukkan dalam Tabel 6
Kelas Varians Fhitung 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Kesimpulan
(𝑆 2 )
Tabel 6. Uji normalitas data hasil postest
2
Eksperimen 92,32 Kelas 𝜒ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 2
𝜒𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Kesimpulan
I (PBL) Eksperimen
1,23 2,08 Homogen 7.520 9.488 Normal
Eksperimen 75,26
II (IT)
I (PBL)
Eksperimen
8.078 9.488 Normal
Berdasarkan nilai yang tertera dari tabel 2 di atas, terlihat II (IT)
bahwa nilai 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Sehingga kedua sampel (kelas
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai χ²hitung kelas
eksperimen I dan eksperimen II) berasal dari populasi yang
eksperimen I dan eksperimen II lebih kecil dari nilai χ²tabel. Hal ini
homogen.
berarti bahwa data kedua kelas terdistribusi normal.
c. Uji normalitas hasil pretest
3. Data Kemampuan Berpikir Kritis
Hasil uji normalitas untuk masing-masing kelompok
1. Data Kemampuan Berpikir Kritis Tes Awal (Pre-test)
ditunjukkan dalam Tabel dibawah ini:
Deskripsi tes awal siswa untuk kemampuan berpikir kritis
Tabel 3. Uji normalitas nilai pretest
Kelas 2
𝜒ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 2
𝜒𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Kesimpulan
siswa
Eksperimen
5.481 9.488 Normal
I (PBL)
Eksperimen
2.948 9.488 Normal
II (IT)
ISBN: 978-602-74245-0-0 28
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
b. Hasil Belajar Fisika Dasar
60 Kelas Eksp I Kelas Eksp II
52 72%
50
70% 69.52%
42
40 68%
30 27.41 66%
25.27
64%
20
62%
10 10 62%
10
60%
0
Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rata-rata 58%
Gambar 4. Histogram Hasil Belajar Fisika Dasar
Gambar 1 Histogram Kemampuan Berpikir Kritis Tes Awal Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan
mengambil data dari hasil pretest dan postest dari kelas
2. Data Kemampuan Berpikir Kritis Tes Akhir (Post-test) eksperimen I. Hasil pretest dan postest kelas eksperimen I diolah
dengan membandingkan selisih kedua mean. Pengujian
Kelas Eksp I Kelas Eksp II perbedaan mean dihitung dengan rumus uji-t. Setelah data
100 dianalisis menggunakan uji t diperoleh hasil 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 0.41 dan
90 86 84 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2,02 pada dk=42 dengan taraf kepercayaan 5%.
80 Didapatkan bahwa 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 > 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 artinya H01 diterima dan Ha1
ditolak hasil menunjukkan bahwa model pembelajaran problem
70 62.27 60.95 based learning melalui pola lesson studi tidak berpengaruh
60 signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar
50 fisika siswa.
38 Pengujian hipotesis Kedua dilakukan dengan mengambil
40 data dari hasil pretest dan postest dari kelas eksperimen II. Hasil
28
30 pretest dan postest kelas eksperimen II diolah dengan
20 membandingkan selisih kedua mean. Pengujian perbedaan mean
dihitung dengan rumus t-test. Setelah data dianalisis menggunakan
10 uji t diperoleh hasil 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 0.26 dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2,02 pada
0 dk=42 dengan taraf kepercayaan 5%. Didapatkan bahwa 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rata-rata > 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 artinya Ho diterima dan Ha ditolak menunjukkan bahwa
model pembelajaran problem based learning melalui pola lesson
study tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan berpikir
Gambar 2 Histogram Kemampuan Berpikir Kritis Tes Akhir
kritis dan hasil belajar fisika siswa.
Berdasarkan hasil uji hipotesis pertama dan kedua, Ha1 dan
4. Histogram N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil
Ha2 ditolak karena masing masing kelas eksperimen I dan II diberi
Belajar
perlakuan yaitu kelas eksperimen I diberi perlakuan model
a. Kemampuan Berpikir Kritis
pembelajaran problem based learning dan kelas eksperimen II
60.10% diberi perlakuan model pembelajaran inkuiri terbimbing dimana
60% kedua perlakuan yang diberikan pada masing-masing kelas
60.00% berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar
59.90% fisika siswa. Karena dalam analisis uji-t , untuk mendapatkan nilai
59.80% dari t hitung, kita harus mencari selisih rata-rata dari kedua kelas.
Akibat dari kedua perlakuan tersebut berpengaruh maka pada hasil
59.70% uji hipotesis pertama dan kedua, maka Ha1 dan Ha2 ditolak.
59.60% Pengujian hipotesis ketiga dilakukan dengan
59.5% membandingkan hasil dari postest kemampuan berpikir kritis pada
59.50% kelas eksperimen I yang diberi perlakuan model pembelajaran
59.40% problem based learning (PBL) dengan kelas eksperimen II yang
diberi perlakuan model pembelajaran inkuiri terbimbing (IT).
59.30% Berdasarkan data yang didapatkan bahwa Ho ditolak dan Ha
59.20% diterima, ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan
berpikir kritis antara siswa yang mengikuti model pembelajaran
Gambar 3. Histogram Kemampuan Berpikir Kritis problem based learning dengan siswa yang mengikuti model
ISBN: 978-602-74245-0-0 29
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pembelajaran inkuiri terbimbing melalui pola lesson study. pembelajaran inkuiri terbimbing. Hal ini berarti ada hubungan
Berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh pada hasil post test, antara kemampuan berpikir kritis dengan hasil belajar, artinya
menunjukkan bahwa siswa yang mengikuti model pembelajaran apabila siswa memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi maka hasil
problem based learning memiliki kemampuan berpikir kritis sedikit belajarnya juga tinggi begitupun sebaliknya.
lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti model
pembelajaran inkuiri terbimbing, artinya siswa dapat lebih mudah KESIMPULAN DAN SARAN
menumbuh kembangkan kemampuan berpikir kritis mereka melalui Berdasarkan data yang dikumpulkan dan hasil dari analisis
masalah-masalah yang diberikan kepada siswa, siswa bisa data yang diperoleh dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:
menjadi berpikir aktif dan membangun sendiri pengetahuan yang 1. Model pembelajaran problem based learning melalui pola
didapatkan melalui proses pemecahan masalah. Berbeda dengan lesson study tidak berpengaruh signifikan terhadap
siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri terbimbing yang kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar fisika.
menekankan pada belajar mandiri. Siswa yang memiliki 2. Model pembelajaran inkuiri terbimbing melalui pola lesson
kemampuan kurang mengalami kesulitan pada saat proses study tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan
pembelajaran berlangsung. Hal ini sesuai dengan apa yang berpikir kritis dan hasil belajar fisika.
dikemukakan pendapat ahli tentang penggunaan masalah nyata 3. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa
dapat mendorong minat dan keingintahuan peserta didik karena yang mengikuti model pembelajaran problem based learning
mereka mengetahui kebermanfaatan pengetahuan yang dipelajari dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri
[4]. terbimbing melalui pola lesson study. Siswa yang diajar
Pengujian hipotesis keempat dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning
membandingkan hasil dari postest hasil belajar pada kelas memberikan kemampuan berpikir kritis yang lebih tinggi
eksperimen I yang diberi perlakuan model pembelajaran problem dibanding dengan siswa yang diajar menggunakan model
based learning (PBL) dengan kelas eksperimen II yang diberi pembelajaran inkuir terbimbing.
perlakuan model pembelajaran inkuiri terbimbing (IT). Berdasarkan 4. Terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang mengikuti
data yang didapatkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini model pembelajaran problem based learning dengan siswa
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri terbimbing melalui
yang mengikuti model pembelajaran problem based learning pola lesson study. Siswa yang diajar menggunakan model
dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuir pembelajaran problem based learning memberikan hasil
terbimbing melalui pola lesson study. Berdasarkan hasil test akhir belajar fisika yang lebih tinggi dibanding dengan siswa yang
yang dilakukan bahwa siswa yang mengikuti model problem based diajar menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing.
learning memiliki hasil belajar fisika yang lebih baik dibandingkan 5. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis dan hasil
dengan siswa yang mengikuti model inkuiri terbimbing. Pada saat belajar antara siswa yang mengikuti model pembelajaran
proses pembelajaran siswa yang mengikuti model inkuiri problem based learning dengan siswa yang mengikuti model
terbimbing mengalami kesulitan berfikir dalam mengungkapkan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui pola lesson study.
hubungan konsep-konsep, yang tertulis atau lisan sehingga pada Meninjau dari keseluruhan penelitian yang telah dilakukan,
gilirannya siswa menjadi malas belajar (frustasi). Hal ini sesuai maka peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu sebagai berikut:
dengan apa yang dikemukakan pakar pendidikan bahwa 1. Pelaksanaan model pembelajaran problem based learning dan
pengajaran inkur terbimbing lebih cocok untuk mengembangkan inkuiri terbimbing membutuhkan waktu yang relatif lama. Oleh
pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, karena itu, dibutuhkan strategi atau aturan tertentu agar waktu
keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat yang tersedia dapat dimanfaatkan seefektif mungkin sehingga
perhatian [5]. kegiatan pembelajaran dapat berjalan lebih lancar.
Kemudian pengujian hipotesis kelima dilakukan dengan 2. Peneliti merekomendasikan agar kedua tipe model
uji manova. Setelah dianalisis didapatkan harga 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 4,78 pembelajaran ini dapat diterapkan oleh dosen/guru dalam
lebih besar dari 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2.02 sehingga Ho ditolak dan hipotesis proses pengajaran, karena dapat meningkatkan kemampuan
alternatif diterima. Hal ini berarti terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa.
berpikir kritis dan hasil belajar antara siswa yang mengikuti model 3. Peneliti merekomendasikan agar model pembelajaran
pembelajaran problem based learning dengan siswa yang discovery learning diterapkan pada siswa yang memiliki
mengikuti model pembelajaran inkuiri terbimbing melalui pola kemampuan cukup-atas agar dapat lebih efektif pada saat
lesson study. Peranan kemampuan berpikir kritis terhadap proses pembelajaran.
pencapaian hasil belajar dapat terwujud jika pengajar mampu
menyesuaikan model pembelajaran yang digunakan dengan DAFTAR PUSTAKA
karakteristik siswanya. Siswa yang menggunakan model [1] Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
pembelajaran problem based learning memiliki kemampuan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta:
berpikir kritis dan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan model Departemen Pendidikan Nasional.
pembelajaran inkuiri terbimbing, tetapi model inkuir terbimbing [2] Fisher, Alec. 2007. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar.Bandung:
tetap bisa meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil Erlangga.
belajar siswa. Berdasarkan hasil hipotesis pertama dan kedua [3] Sugiyono.2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
sebelumnya, siswa yang mengikuti model pembelajaran problem R&D. Bandung : Alfabeta
based learning memiliki kemampuan berpikir kritis lebih baik [4] Priyatni, Endah Tri. 2014. Desain pembelajaran bahasa
dibandingkan dengan inkur terbimbing, serta siswa yang mengikuti Indonesia dalam Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara.
model problem based learning memiliki hasil belajar yang lebih baik [5] Kurniasih,Imas.2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum
juga dibandingkan dengan siswa yang mengikuti model 2013. Jakarta: Kata Pena.
ISBN: 978-602-74245-0-0 30
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
IMPLEMENTASI TUTOR SEBAYA UNTUK MELATIH KETERAMPILAN PROSES SAINS
Arshy Prodyanatasari
Fakultas Ilmu Kesehatan, Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
Email: r.shy.sari@gmail.com
Abstrak: Kemampuan keterampilan proses sains mahasiswa pada mata kuliah Teknologi Analisa Fisika masih rendah. Hal ini dikarenakan
persepsi mahasiswa tentang sulitnya mata kuliah fisika dan orientasi pembelajaran yang hanya ditekankan pada rumus-rumus fisika tanpa
adanya aplikasi dan contoh nyata dalam bidang kefarmasian. Kegiatan pembelajaran cenderung berpusat pada dosen, sehingga aktivitas
dan kreativitas serta proses perolehan informasi yang dilakukan oleh mahamahasiswa sangat sedikit. Hal ini menyebabkan
mahamahasiswa menjadi pasif selama proses pembelajaran dan kurang termotivasi untuk mencari informasi-informasi terkait materi yang
dipelajari. Selain itu pengkotak-kotakan rumpun ilmu juga menjadi penghambat proses pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut diperlukan
pelatihan keterampilan proses sains untuk meningkatkan peran aktif mahasiswa dalam pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan solusi peningkatan kemampuan keterampilan proses sains, motivasi belajar, dan hasil belajar mahamahasiswa pada mata
kuliah Teknologi Analisa Fisika, khususnya pada materi Fluida melalui implementasi tutor sebaya. Implementasi tutor sebaya untuk melatih
keterampilan proses sains dipandu dengan Lembar Kegiatan Mahamahasiswa (LKM). Subjek penelitian adalah mahamahasiswa D-3
Analisis Farmasi dan Makanan Tahun Akademik 2014/2015 yang berjumlah 20 mahasiswa dengan desain penelitian pretes-postes
kelompok tunggal. Analisis data menggunakan analisis deskriptif dan analisis statistik inferensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
keterlaksanaan pembelajaran berjalan dengan baik sesuai dengan SAP, kemampuan keterampilan proses mahasiswa mengalami
peningkatan dengan ketuntasan klasikal sebesar 92,15%. Ketuntasan hasil belajar produk pada materi Fluida secara klasikal sebesar
87,50%. Simpulan dari hasil analisis statistika inferensial menunjukkan bahwa implementasi tutor sebaya untuk melatih keterampilan
proses sains berpengaruh positif untuk meningkatkan kemampuan keterampilan proses dan hasil belajar mahasiswa pada materi Fluida.
ISBN: 978-602-74245-0-0 31
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
aspek-aspek keterampilan proses yang akan dilatihkan calon tutor untuk melatih keterampilan proses sains pada materi Fluida
kepada teman sekelasnya. terhadap hasil belajar mahasiswa.
Calon tutor yang telah mendapat bimbingan dan latihan
keterampilan proses dari dosen, kemudian diseleksi lagi untuk METODE PENELITIAN
mendapatkan tiga orang tutor yang lebih mahir dan mampu Penelitian ini merupakan praksperimen dengan
melatihkan keterampilan proses sains kepada teman sekelasnya. menggunakan rancangan penelitian pretes-postes kelompok
Calon tutor yang telah terpilih menjadi tutor akan tunggal dan analisis menggunakan uji Wilcoxon untuk menguji
bertugas membimbing dan melatih keterampilan proses kepada hipotesis penelitian. Populasi penelitian ini adalah seluruh
mahasiswa dalam meyelesaikan suatu permasalahan yang mahasiswa Prodi D-3 Analisis Farmasi dan Makanan Tingkat 1
diberikan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Semester Genap Tahun Akademik 2014/2015 berjumlah 20
Implementasi tutor sebaya untuk melatih keterampilan mahasiswa.
proses mahasiswa bertujuan untuk meningkatkan keaktifan Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: (1)
mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan dan meningkatkan hasil keterlaksanaan implementasi tutor sebaya untuk melatih
belajar mahasiswa. Hasil belajar merupakan perubahan tingkah keterampilan proses sains, (2) kemampuan keterampilan proses
laku sebagai akibat dari proses belajar yang dapat diukur secara sains mahasiswa, dan (3) hasil belajar produk mahasiswa. Data
langsung. Hasil belajar, meliputi ranah kognitif, ranah afektif, dan dikumpulkan melalui lembar pengamatan yang dilakukan oleh dua
ranah kinerja. orang pengamat, tes hasil belajar proses, dan tes hasil belajar
Setiap ranah memiliki beberapa tingkatan, misalnya produk.
untuk ranah kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu: (1) Instrumen penelitian yang digunakan, antara lain lembar
pengetahuan atau ingatan; (2) pemahaman; (3) penerapan; (4) pengamatan keterlaksanaan pembelajaran, lembar keterlaksanaan
sintesis; (5) analisis; dan (6) kreasi. Pada penelitian ini, hasil belajar tutorial keterampilan proses oleh tutor sebaya, tes hasil belajar
yang diamati ditekankan pada ranah kognitif dan ranah kinerja. proses, dan tes hasil belajar produk. Adapun teknik pengumpulan
Hasil belajar mahasiswa akan dikatakan tuntas jika nilai yang data menggunakan Lembar Pengamatan dan Tes Hasil Belajar.
diperoleh mahasiswa mencapai standar kompetensi Minimal Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah
(SKM) yang ditentukan oleh Program Studi. SKM yang ditentukan analisis deskriptif dan analisis statistik inferensial. Analisis
oleh Prodi D-3 Anafarma adalah 55 atau setara dengan nilai huruf deskriptif bertujuan untuk menjabarkan hasil penelitian dalam
C. bentuk persentasi, grafik, dll. Hasil penelitian yang menggunakan
Implementasi tutor sebaya untuk melatih keterampilan analisis deskriptif adalah keterlaksaan pembelajaran dan
proses mahasiswa didasarkan atas teori belajar konstruktivis dan keterlaksanaan tutorial keterampilan proses oleh tutor sebaya.
teori belajar kognitif. Pada teori belajar konstruktivis menekankan Analisis statistik inferensial digunakan untuk menguji
pada peran aktif mahasiswa dalam membangun pemahaman, hipotesis penelitian. Adapn hipotesis penelitian yang akan diuji,
menemukan dan menerapkan informasi komplek, mengecek yaitu adakah pengaruh implementasi tutor sebaya terhadap
informasi baru dibandingkan dengan aturan lama, dan kemampuan keterampilan proses sains mahasiswa dan adakah
memperbaiki aturan lama itu apabila tidak sesuai lagi. Teori ini lahir pengaruh implementasi tutor sebaya untuk melatih keterampilan
dari gagasan Piaget dan Vigotsky. proses sains terhadap hasil belajar mahasiswa pada materi Fluida.
Salah satu prinsip penting yang dikemukakan Vigotsky
adalah scaffolding. Scaffolding, yaitu dukungan tahap demi tahap HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
untuk belajar dan pemecahan masalah. Scaffolding ini didasarkan A. Hasil
pada konsep pembelajaran dengan bantuan, yaitu metode Hasil pengamatan keterlaksanaan pembelajaran yang
mengajar dimana dosen memandu pengajaran sedemikian rupa, dilakukan oleh dosen mendapatkan nilai rata-rata untuk setiap
sehingga mahasiswa akan menguasai tuntas dan aspek yang diamati ≥3,00. Hal ini dapat dikategorikan bahwa
mendarahdagingkan keterampilan yang memungkinkan proses pembelajaran yang dilakukan dosen berjalan dengan baik
pemfungsian kognitif yang lebih tinggi. sesuai dengan rencana yang dimuat dalam Satuan Acara
Pada teori belajar kognitif lebih mementingkan proses Perkuliahan (SAP).
belajar daripada hasil belajar. Teori ini menekankan bahwa perilaku Hasil pengamatan terhadap keteraksanaan tutorial
seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang keterampilan proses sains yang dilakukan olen tutor sebaya
situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya, sehingga mendapatkan hasil yang baik juga. Hal ini terlihat dari hasil
keterampilan proses sangat penting untuk dilatihkan kepada penilaian pengamat terhadap proses tutorial berdasarkan lembar
mahasiswa. pengamatan tutorial keterampilan proses yang mendapat nilai rata-
Menurut Suyono (2011:75), pendekatan kognitif dalam rata ≥3,00.
kaitannya dengan teori pemrosesan informasi, unsur terpenting Pada pertemuan berikutnya setelah proses pembelajaran
dalam proses belajar adalah pengetahuan yang dimiliki setiap SAP 3, mahasiswa diberikan posttes yang meliputi tes hasil belajar
individu sesuai dengan situasi belajarnya. Perspektif kognitif proses dan tes hasil belajar produk. Berdasarkan tes tersebut
membagi jenis pengetahuan menjadi tiga, yaitu: pengetahuan diperoleh nilai postes tes hasil belajar proses dan tes hasil belajar
deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional. produk.
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Berdasarkan nilai pretes tes hasil belajar proses yang
Mengevaluasi keterlaksanaan implementasi tutor sebaya untuk diperoleh di awal pertemuan sebelum pembelajaran SAP 1,
melatih keterampilan proses sains pada materi Fluida, (2) kemudian dibandingkan dengan hasil postes di akhir pembelajaran
Mengevaluasi pengaruh implementasi tutor sebaya terhadap dan dianalisis ketuntasan mahasiswa yang mengikuti
kemampuan keterampilan proses sains mahasiswa pada materi pembelajaran. Data nilai pretes dan postes kemudian dianalisis
Fluida, dan (3) Mengevaluasi pengaruh implementasi tutor sebaya menggunakan uji normalitas untuk mengetahui apakah sampel
berdistribusi normal atau tidak dan uji homogenitas. Perhitungan
ISBN: 978-602-74245-0-0 32
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
untuk uji normalitas dan homogenitas menggunakan software Tutor sebaya membimbing mahasiswa untuk menyelesaikan
SPSS for Windows versi 15.0. diperoleh bahwa sampel tidak tugas-tugas yang terdapat pada LKM tahap demi tahap. Langkah-
berdistribusi normal dan homogen, maka salah satu syarat untuk langkah menyelesaikan tugas yang bertahap bermanfaat untuk
menggunakan uji-t tidak terpenuhi. Jika salah satu syarat uji-t tidak melatih keterampilan proses sains mahasiswa dan membantu anak
terpenuhi, maka analisis inferensial menggunakan statistik mampu berfikir induktif, yaitu mampu menemukan konsep
nonparametrik, yaitu uji Wilcoxon. berdasarkan persoalan yang diberikan.
Berdasarkan uji Wilcoxon yang dilakukan dengan Adanya pelatihan keterampilan proses akan membuat
menggunakan software SPSS for Windows versi 15.0 diperoleh pembelajaran menjadi lebih bermakna, sehingga mahasiswa lebih
nilai signifikansi sebesar 0,000 dan nilai signifikansi ini lebih lama dalam mengingat materi yang diperoleh, karena memori
kecildari 0,050. Jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari tersebut akan masuk kedalam memori jangka panjang mahasiswa.
0,050; maka hipotesis null ditolak. Jika hipotesis null ditolak. Jadi Proses pembelajaran ini tidak hanya menekankan pada hasilnya
implementasi tutor sebaya berpengaruh positif terhadap tetapi juga pada proses perolehan informasi mahasiswa. Hal ini
kemampuan keterampilan proses mahasiswa. dimaksudkan agar mahasiswa dapat menguasai kompetensi dasar
Data yang digunakan untuk uji hipotesis pada rumusan yang diharapkan.
masalah ketiga adalah nilai pretes dan postes THB produk Berdasarkan hasil penilaian keterampilan proses untuk tiap
mahasiswa. Berdasarkan nilai pretes dan postes THB produk, kelompok, diketahui bahwa kemampuan keterampilan proses tiap
dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas kelompok berkategori baik. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata tiap
Berdasarkan uji Wilcoxon terhadap nilai pretes dan postes kelompok diatas 3,00. Hasil penilaian terhadap kemampuan
THB produk, diperoleh bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 dan keterampilan proses sains pada saat menyelesaian persoalan yang
lebih kecil dari 0,050. Hal ini berarti bahwa hipotesis null ditolak dan terdapat pada LKM telah menunjukkan bahwa mahasiswa telah
hipotesis alternatif diterima. Jika hipotesis null ditolak, maka dapat tuntas dan menguasai aspek-aspek keterampilan proses yang
disimpulkan bahwa implementasi tutor sebaya untuk melatih dilatihkan. Setelah kegiatan pembelajaran, mahasiswa diberikan
keterampilan proses sains berpengaruh positif terhadap hasil tes hasil belajar proses untuk mengetahui kemampuan
belajar mahasiswa. keterampilan proses mahasiswa secara individu.
Tes hasil belajar proses terdiri dari sepuluh soal essay yang
B. Pembahasan mencerminkan aspek-aspek keterampilan proses yang sudah
Proses pembelajaran yang dilakukan adalah menekankan dilatihkan kepada mahasiswa. Hasil yang diperoleh pada tes hasil
pada proses belajar dengan bantuan atau scaffolding dari teman belajar proses menunjukkan peningkatan antara nilai pretes dan
sebaya agar mahasiswa mampu menemukan sendiri konsep atau postes mahasiswa. Perbedaan hasil yang cukup signifikan
informasi penting, sehingga mampu mengimplementasikan dalam menunjukkan bahwa implementasi tutor sebaya efektif digunakan
kehidupan sehari-hari. untuk melatih keterampilan proses sains.
Adanya implementasi dari konsep dan informasi yang Pada tes hasil belajar proses ditemukan 17 mahasiswa
diperoleh menjadikan pembelajaran lebih bermakna. Hal ini (85,00%) telah tuntas dalam menguasai keterampilan proses yang
mengingat bahwa mahasiswa merupakan unsur pokok dalam dilatihkan dan 3 mahasiswa (15,00%) belum tuntas. Ketuntasan
pengajaran, maka mahasiswa yang harus menerima dan mencapai klasikal yang diperoleh sebesar 85,00%, hal ini menunjukkan
berbagai informasi pengajaran yang pada akhirnya dapat bahwa pelatihan keterampilan proses yang dilakukan oleh tutor
mengubah tingkah laku sesuai dengan yang diharapkan. sebaya dapat dikatakan berhasil. Mahasiswa yang belum tuntas
Proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh tutor sebaya pada tes hasil belajar proses disebabkan karena satu mahasiswa
pada masing-masing kelompok akan membantu proses sering absen (tidak mengikuti perkuliahan) dan dua mahasiswa
pemagangan kognitif mahasiswa. Proses pemagangan kognitif lainnya kurang aktif dan tidak bis mengikuti kegiatan pembelajaran
mahasiswa merupakan proses dimana seorang mahasiswa secara dengan baik dikarenakan kurangnya pengetahuan yang mereka
tahap demi tahap akan mencapai tingkat kepakaran dalam miliki serta ketidakingintahuan tentang materi yang sedang
berinteraksi dengan pakar. Pakar dalam pemagangan kognitif dipelajari, serta kebiasaan malas dan mencontek dalam
dapat berasal dari dosen, orang dewasa, maupun teman sebaya menyelesaikan tugas yang diberikan dosen. Berdasarkan hasil
yang lebih tinggi pengetahuannya. Proses pemagangan kognitif wawancara dengan kedua mahasiswa diperoleh bahwa kedua
yang diberikan harus berada dalam zona perkembangan terdekat mahasiswa tidak mengerti mengenai tugas yang harus
dari mahasiswa pada usia tersebut. Hal ini dimaksudkan agar diselesaikan tiap kelompok, sehingga mereka hanya diam dan
perkembangan mahasiswa, baik perkembangan kemampuan melihat anggota kelompoknya melakukan eksperimen dan mereka
akademik maupun interaksi sosial sedikit diatas tingkat tinggak mencontek hasil yang diperoleh kelompok kerjanya.
perkembangan mahasiswa seusianya. Proses pemagangan Pada hasil postes, persentase mahasiswa yang tuntas
kognitif dapat dilatihkan dengan pembelajaran scaffolding. sudah melebihi 75%, maka pelatihan keterampilan proses sains
Pembelajaran scaffolding yang diberikan oleh tutor sebaya dapat dikategorikan tuntas dan tujuan pembelajaran telah tercapai.
akan membuat mahasiswa menjadi lebih aktif dalam menggali Untuk skor peningkatan yang diperoleh mahasiswa pada uji awal
pengetahuan dan menemukan konsep serta informasi baru. Sesuai (U1) dan uji akhir (U2) terdapat skor peningkatan tiap mahasiswa
dengan teori belajar kognitif, pembelajaran scaffolding lebih antara 45-70, sehingga besarnya skor peningkatan rata-rata
menekankan pada proses belajar daripada hasil belajar. Pada saat secara klasikal sebesar 61,92.
kegiatan pembelajaran, akan terjadi pemrosesan informasi baru, Adanya perbedaan nilai rata-rata pretes dan postes yang
sehingga mahasiswa akan menyimpan informasi baru tersebut dan signifikan, terlihat dari nilai rata-rata mahasiswa setelah
menghubungkannya dengan informasi awal yang telah pembelajaran jauh lebih baik daripada uji awal. Hal ini berarti
diperolehnya. adanya implementasi tutor sebaya mampu meningkatkan
LKM yang dibuat oleh peneliti bertujuan sebagai panduan kemampuan keterampilan proses sains mahasiswa. Apabila
dalam melatihkan keterampilan proses sains kepada mahasiswa. keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh tutor sebaya
ISBN: 978-602-74245-0-0 33
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dalam melatih keterampilan proses sains berjalan baik dan Brady, L. 1995. Curriculum Development. Australia: Prentice Hall
diperoleh nilai keterlaksanaan yang memuaskan, maka of Australia Pty Ltd.
kemampuan keterampilan proses yang dikuasai mahasiswa juga Carin, A. A. 1993. Teaching Modern Science. New York: Macmillan
akan semakin baik. Publishing Company.
Pada hasil postes tes hasil belajar produk, persentase Cism, N. V. N. 2007. Peer Review of Teaching. Bolton: Anker
mahasiswa yang tuntas sudah melebihi 75%, maka pembelajaran Publishing Company, Inc.
pada materi Fluida dapat dikategorikan tuntas dan tujuan Collete, Alfred T., and Chiappetta, Eugene L. 1994. Science
pembelajaran telah tercapai. Untuk skor peningkatan yang Insruction In The Middle and Secondary Schools Third
diperoleh mahasiswa pada uji awal (U1) dan uji akhir (U2) terdapat Edition. New York: Macmillan Publishing Company.
skor peningkatan tiap mahasiswa antara 40-75, sehingga besarnya Dimyati & Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
skor peningkatan rata-rata secara klasikal sebesar 55,81. Adanya Rineka Cipta.
perbedaan nilai rata-rata pretes dan postes yang signifikan, terlihat Gray, K., Steer D., McConnell D., and Owens K. 2010. “Using a
dari nilai rata-rata mahasiswa setelah pembelajaran jauh lebih baik Student Manipulated Model to Enhance Student in a Large
daripada uji awal. Lecture Class”. Review of Educational Research. Diakses
Pada tes hasil belajar produk ditemukan 16 mahasiswa melalui http://www. highbeam.com/doc/1G1-2351946
(80,00%) telah tuntas dalam menguasai keterampilan proses yang 09.html pada tanggal 2 September 2015.
dilatihkan dan 4 mahasiswa (20,00%) belum tuntas. Ketuntasan Groundlund, N. E. 1985. Constructing Achievement Test. Fifth
klasikal yang diperoleh sebesar 80,00%, hal ini menunjukkan Edition. New York: Prentive Hall, Inc.
bahwa pelatihan keterampilan proses yang dilakukan oleh tutor Indahwati, S. 2004. “Pengembangan Perangkat Pembelajaran
sebaya dapat meningkatkan kemampuan kinerja mahasiswa. Fisika SLTP Materi Tekanan dengan Model Penemuan
Ketidaktuntasan yang dialami ketiga mahasiswa Terbimbing Berorientasi Pendekatan Keterampilan
dikarenakan waktu yang diberikan dalam mengerjakan tugas Proses”. Tesis Magister Pendidikan, Universitas Negeri
kinerja terlalu sedikit, sehingga tidak cukup untuk menyelesaikan Surabaya.
tes produk yang diberikan. Jika waktu yang diberikan untuk Julianto, Suprayitno, dan Supriyono. 2011. Teori dan Implementasi
mengerjakan soal-soal sesuai dengan yang dibutuhkan, ketiga Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surabaya: University
mahasiswa tersebut yakin dapat menyelesaikan tes produk dengan Press Unesa.
baik. Berbeda dengan satu mahasiswa yang juga belum tuntas Kemp, J. E., Morrison. G. R., Ross, S. M. 1994. Designing Effective
dalam pembelajaran. Ketidaktuntasan pembelajaran pada Instruction. New York: Merril.
mahasiswa ini mahasiswa tersebut tidak pernah mengikuti McGee, G. G., Almeida, M. C., AzmRoFP, B. S., and Fedman, A.
perkuliahan (absen). R. 1992. “Promoting Reciprocal Interactions Via Peer
Incidental Teaching”. Review of Educational Research.
SIMPULAN diakses melalui http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa /articles/PMC1279660/pdf/jaba00015-0119.pdf pada
implementasi tutor sebaya berpengaruh positif terhadap tanggal 1 Januari 2011.
keterampilan proses sains dan hasil belajar konsep pada materi Mellita, D. 2008. “Metode Pembelajaran Peer Teaching dan
Fluida. Problem Based Learning untuk Memotivasi Sosialisasi
dalam Kelas Pada Pembelajaran Statistika”. Jurnal Online.
DAFTAR PUSTAKA Diakses melalui http://isjd.pdii.lipi. go.id/
Anderson L. W. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and admin/jurnal/12088798.pdf pada tanggal 10 Januari 2011.
Assessing. New York: Addison Wesley Longman, Inc. Slavin, R. E. 1994. Educational Psycology Theory and Practice.
Arends, R. I. 1997. Clasroom Instruction and Management. United Boston: Allyn and Bacon.
States of America: McGraw-Hill Companies, Inc. Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung:
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik PT. Remaja Rosda Karya.
Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta. Tipler. 1996. Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga Jilid 2.
Arikunto, S. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Terjemahan Soegijono. Jakarta: Erlangga.
Bumi Aksara. Tuckman, B. W. 1978. Conducting Educational Research, Second
Borich, G. D. 1994. Observational Skill for Effective Teaching. Edition. New York: Harcourt Brace Jovanovich.
Englewood Clift: Merril Publishers.
ISBN: 978-602-74245-0-0 34
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
MENDORONG MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA MELALUI PENERAPAN MODUL
BERKARAKTER RELIGIUS
Aticha Bucit Syamzuli1, Yusran Khery2, Muhali3
1Praktisi pendidikan
2,3Dosen Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram
Email:Atichaucitz36@gmail.com
Abstrak:Makalah ini mendeskripsikan tentang hasil penelitian yang mempelajari pengaruh penerapan modul struktur atom berkarakter
relugius terhadap motivasi dan hasil belajar kimia siswa. Penelitian ini tergolong ke dalam jenis quasi experimental research dengan
menggunakan rancangan pretest-posttest control group design. Sampel terdiri dari 2 kelas yaitu kelas eksperimen yang dibelajarkan
dengan modul berkarakter religius dan kelas kontrol yang dibelajarkan dengan modul konvensional. Pengumpulan data dilakukan
menggunakan angket motivasi belajar dan tes hasil belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata motivasi belajar siswa di
kelas eksperiman sebesar 81,65 lebih tinggi dari kelas kontrol sebesar 77,6. Sedangkan rata-rata hasil belajar siswa di kelas eksperimen
lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hasil uji-t terhadap data hasil belajar dengan bantuan SPSS 16.0 for windows menunjukkan nilai
signifikansi sebesar 0.024 ≤ 0.05. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa modul berkarakter religius dapat mendorong motivasi belajar
dan hasil belajar kimia siswa.
ISBN: 978-602-74245-0-0 36
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
belajar salah satunya melalui latihan-latihan yang ada pada modul. DAFTAR PUSTAKA
Dengan demikian akan memberikan dampak positif pada Darmana, Ayi. 2013. Pandangan Siswa Internalisasi Nilai Tauhid
peningkatan hasil belajar siswa. Melalui Materi Termokimia.SMA Al-Azhar Medan
Sumatra utara: FPMIPA Universitas Lampung.
Rata-rata Hasil Fauziyah, Nur.2014. Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi
Rendahnya Motivasi Belajar Siswa Kelas IX Smp Negeri
Belajar 22 Semarang Tahun Ajaran 2013/2014.Semarang:
Universitas Negeri Semarang.
90
Ismail, Muratni.2011. Meningkatkan Hasil Belajar Ikatan Kimia
88 Dengan Menerapkan Strategi Pembelajaran Peta
Konsep Pada Siswa Kelas X Di SMA Negeri I
86 Telaga.Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.
84 Muhammad, Arifudin.2014. Pengembangan Bahan Ajar Kimia
88.6
Berkarakter Religius Pada Materi Struktur Atom.
82 Mataram: Ikip Mataram
82.15 Nurul Inyatul Hikmah.2013.Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam
80
Proses Pembelajaran Kimia Berbasis Integrasi Sains
78 Dan Agama Pada Materi Larutan Penyangga Kelas XI
kelas kelas kontrol IPA SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang.Semarang:
eksperimen Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Institut Agama
Islam Negeri Walisongo
Gambar 3 : Grafik Rata-Rata Hasil Belajar Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Administrasi Dilengkapi
Dengan Metode R&D. Bandung: Alfabeta.
Pada pembelajaran menggunakan modul berkarakter
religius ini, siswa melakukan diskusi dengan teman kelompoknya.
Pembelajaran dimulai dengan pemahaman siswa terhadap
hubungan materi struktur atom dengan ayat-ayat al-qur’an yang
dilakukan oleh siswa dengan kelompoknya, setelah itu siswa
diberikan tugas pada tiap kegiatan belajar yang ada pada modul
harus dijawab melalui diskusi. Kemudian salah satu dari teman
kelompoknya mempresentasikan jawabannya di depan kelas.
Pada materi struktur atom dengan pokok bahasan perkembangan
teori atom.
Modul dalam proses pembelajaran merupakan suatu
media untuk memperoleh pengetahuannya, dengan media yang
berbeda dari biasanya (buku paket) maka akan didapatkan suatu
persepsi yang berbeda dari siswa. Modul berkarakter religius
adalah modul kimia yang komponen kegiatan belajarnya dikaitkan
dengan pemahaman ajaran agama islam terhadap materi struktur
atom. Timbulnya motivasi sebagai respon dari stimulus berawal
dari adanya persepsi siswa tentang belajar. Seringkali siswa
memiliki persepsi bahwa belajar itu membosankan, maka dengan
digunakannya modul berkarekter religius diharapkan siswa
menyadari bahwa materi struktur atom merupakan tanda-tanda
kebesaran Allah sehingga siswa medapatkan dorongan dan
kesadaran untuk meningkatkan ibadah kepada Allah, serta siswa
mendapat rangsangan yang kemudian akan mengubah persepsi
belajar yang membosankan menjadi menyenangkan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai rata-
rata motivasi belajar siswa kelas eksperiman lebih tinggi sebesar
81,65 dibandingkan kelas kontrol sebesar 77,65. Nilai rata-rata
hasil belajar kelas eksperimen sebesar 88,6 dengan ketuntasan
klasikal 90% sedangkan nilai rata-rata hasil belajar kelas kontrol
sebesar 82,15 dengan ketuntasan klasikal sebesar 85%. Hasil uji
hipotesis (uji-t) pada hasil belajar menunjukkan nilai signifikan
sebesar 0.024 ≤ 0,05. Maka dari itu dapat disimpulakan bahwa
penerapan modul berkarakter religius dapat mendorong motivasi
dan hasil belajar kimia siswa.
ISBN: 978-602-74245-0-0 37
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN KETERAMPILAN GURU MATEMATIKA PADA PERANCANGAN LEMBAR KERJA
DINAMIS MENGGUNAKAN GEOGEBRA
Abstrak: Makalah ini memaparkan tentang kegiatan pengembangan keterampilan guru dalam memanfaatkan teknologi. GeoGebra
digunakan sebagai platform untuk merancang lembar kerja dinamis matematika. Kegiatan yang dirancang selama satu hari ini ditujukan
untuk membantu guru mengenal GeoGebra dan memanfaatkannya sebagai bahan baku media pembelajaran matematika yang interaktif
dan dinamis. Kegiatan ini melibatkan 6 orang guru matematika, 2 orang calon guru dan 1 orang laboran fisika. Modul GeoGebra sederhana
yang dapat memandu guru dalam proses perancangan lembar kerja dinamis dirancang dan dikembangkan untuk mendukung proses
belajar guru. Umpan balik yang diperoleh dari partisipan menunjukkan bahwa mereka sangat tertarik untuk memanfaatkan teknologi dalam
proses belajar mengajar. Mereka mendapatkan alternatif baru dalam membuat media pembelajaran yang dapat membantu untuk
menyiapkan materi ajar bagi siswa. Partisipan juga mengkehendaki diadakannya workshop sejenis dengan durasi yang lebih lama, peserta
yang lebih banyak dan materi yang lebih mendalam. Selama kegiatan workshop berlangsung, guru telah menghasilkan 5 macam produk
untuk topik matematika tertentu, diantaranya garis lurus dan gradien garis lurus, dua garis lurus dan titik potongnya, pembuktian teorema
Phytagoras, penjumlahan/pengurangan dan perkalian bilangan bulat.
Gambar 3
Gambar 3 menunjukkan simulasi atau ilustrasi dari
pembuktian teorema Phytagoras dengan menggunakan 3 macam
persegi. Melalui simulasi ini siswa akan lebih mudah dalam
memahami teorema Phytagoras, tidak hanya menghafal rumus
semata.
Gambar 1
Gambar 1 menunjukkan lembar kerja dinamis yang
dibuat oleh guru untuk topik persamaan garis lurus. Lembar kerja
ini digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa terkait
dengan kemiringan garis lurus. Siswa dipercayai akan lebih mudah
membayangkan hubungan antara suatu persamaan garis lurus
dengan gradien. Pada gambar nampak sebuah garis lurus yang Gambar 4
dilengkapi dengan gambar segitiga siku-siku di bawahnya. Segitiga Mengingat masih banyaknya siswa yang mengalami
tersebut terbentuk melalui garis-garis baru yang ditarik secara kesulitan dalam menjumlahkan/mengurangkan dua buah bilangan
vertikal dan horizontal dari garis lurusnya. Segitiga ini umumnya bulat, maka kami merasa guru perlu untuk merancang sebuah
digunakan sebagai alat untuk menghitung gradien garis lurus. lembar kerja dinamis untuk membantu siswa mengilustrasikan
konsep penjumlahan/pengurangan seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4. Dua buah slider yang dibuat menunjukkan dua nilai
pada bilangan bulat yang direpresentasikan oleh gambar panah
dan warnanya saling bersesuaian. Hasil penjumlahan/
pengurangannya dicari dengan cara menghitung jarak yang
terbentuk dari dua buah garis panah.
ISBN: 978-602-74245-0-0 39
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dan titik potongnya, pembuktian teorema Phytagoras,
penjumlahan/pengurangan bilangan bulat dan perkalian bilangan
asli.
Dua orang calon guru yang terlibat beranggapan bahwa
kegiatan semacam ini sangat bermanfaat untuk mendukung
keterampilannya dalam mengajar nanti. Keduanya sepakat bahwa
workshop seperti ini perlu untuk terus dilaksanakan mengingat
manfaatnya yang luar biasa.
Salah seorang guru menunjukkan antusiasme yang
sangat tinggi ketika mengonstruksi media pembelajaran untuk topik
pembuktian teorema Phytagoras. Guru tersebut merasa penasaran
tentang bagaimana visualisasi pembuktian teorema Phytagoras
Gambar 5 melalui GeoGebra. Terlebih lagi GeoGebra memberikan fasilitasi
Selain pada penjumlahan/pengurangan bilangan bulat, penggunanya untuk membuat animasi dari produk yang dibuat.
banyak siswa juga merasa kesulitan dalam menghitung perkalian Peserta lain adalah laboran fisika sekolah. Setelah
bilangan bulat. Ilustrasi seperti pada Gambar 5 merupakan lembar mengikuti kegiatan ini, dia mampu mendapatkan ide media
kerja dinamis yang dirancang untuk memberikan kemudahan pembelajaran yang baru. Menurutnya, GeoGebra dapat
kepada siswa dalam merepresentasikan hal tersebut. Akan tetapi membantunya dalam menjelaskan konsep pencerminan. Lebih
lembar kerja ini belum rampung diselesaikan guru karena lanjut lagi, beberapa materi pada pelajaran fisika dipercayai dapat
terkendala oleh waktu. Lembar kerja ini seharusnya menunjukkan divisualisasi melalui GeoGebra.
kotak-kotak kecil berukuran 1×1 yang disusun sedemikian Berdasarkan lembar feedback yang diberikan oleh guru
sehingga membentuk kotak besar berukuran 10×10 (lihat Gambar dapat disimpulkan bahwa guru sangat tertarik dalam menggunakan
6). GeoGebra sebagai lembar kerja dinamis pembelajaran
matematika. Mereka berpendapat bahwa GeoGebra dapat
membantu untuk menyiapkan materi ajar yang dinamis dan
interaktif bagi siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Dikovic, Ljubica. 2009. Implementing Dynamic Mtahematics
Resources with GeoGebra at the College Level. iJET, Vol
4, Issue 3. Dapat diakses pada laman : http://online-
journals.org/i-jet/article/view/784
Gambar 6 Haciomeroglu et al. 2009. Learning to Develop Mathematics
Kotak-kotak inilah yang merepresentasikan perkalian 1 Lessons with GeoGebra. MSOR Connections, Vol 2, No. 2.
sampai 10. Nantinya siswa bisa mengatur slider horizontal dan Dapat diakses pada laman :
vertikal sesuai dengan bilangan mana yang ingin dicari hasil https://www.heacademy.ac.uk/sites/default/files/msor.9.2g
kalinya. Misalkan saja slider horizontal diatur pada 9 dan slider .pdf.
vertikal diatur pada 7 (ini artinya kita akan menghitung hasil 9×7). Hohenwarter et al. 2007. Incorporating GeoGebra into Teaching
Secara otomatis akan terbentuk kotak-kotak kecil berukuran 1×1 Mathematics at the College Level. Proceeding of ICTCM.
yang tersusun sehingga terbentuk kotak besar berukuran 9×7. Dapat diakses pada laman :
Hasil perkaliannya dihitung melalui banyaknya kotak- kotak kecil http://archives.math.utk.edu/ICTCM/i/19/S100.html
yang terbentuk. Hohenwarter, Judith dan Markus. 2013. Introduction to GeoGebra
Harapannya, kelima produk yang dihasilkan dapat Version 4.4. Dapat diakses di
digunakan secara maksimal oleh guru dalam proses belajar- https://static.geogebra.org/book/intro-en.pdf
mengajar matematika. Selain menghasilkan produk lembar kerja http://www.geogebra.org
dinamis, kami mengupayakan guru dapat merancang penugasan
kepada siswa melalui lembar kerja yang telah dirancang, akan
tetapi hal ini tidak berjalan sesuai dengan rencana karena durasi
kegiatan yang tidak cukup. Kegiatan berikutnya akan disusun untuk
mencapai tujuan ini.
KESIMPULAN
Workshop yang dirancang satu hari ini menggunakan
GeoGebra sebagai platform dalam merancang lembar kerja yang
dinamis dan interaktif. Peserta yang terlibat sebanyak 9 orang yang
terdiri atas 6 orang guru, 2 orang calon guru dan 1 orang laboran
fisika. Modul GeoGebra sederhana dirancang dan dikembangkan
untuk memandu proses belajar guru dalam merancang lembar
kerja untuk bahan ajar siswa. Selama kegiatan berlangsung, guru
menghasilkan 5 macam produk pada topik tertentu, yaitu
persamaan garis lurus dan gradiennya, persamaan dua garis lurus
ISBN: 978-602-74245-0-0 40
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENERAPAN MODEL INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KETUNTASAN BELAJAR SISWA
SMP IT PUTRI ABU HURAIRAH MATARAM
Baiq Rina Amalia Safitri
Pemerhati Pendidikan Fisika
E-mail:-
Abstrak: Penelitian ini dilaksanakan untuk meningkatkan aktivitas dan ketuntasan belajar siswa pada mata pelajaran fisika. Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas VIII A yang terdiri
dari 39 siswa dengan menerapkan model inkuiri pada materi getaran dan gelombang. Hal ini ditunjukkan dengan data hasil aktivitas dan
ketuntasan belajar yang diperoleh dari tiap siklus yang meningkat. Hasil observasi tentang aktivitas belajar siswa pada siklus I sebesar
3,3 berkategori sangat aktif dan pada siklus II sebesar 3,55 berkategori sangat aktif sedangkan untuk ketuntasan belajar pada siklus I
diperoleh nilai rata-rata kelas sebesar 69,95 dan persentase ketuntasan 66,67% sedangkan pada siklus II siswa memperoleh nilai rata-
rata 80,20 dengan persentase ketuntasan 87,18%. Dapat di simpulkan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan Penerapan
Model Inkuiri di kelas VIII A SMP IT Putri Abu Hurairah Mataram dapat meningkatkan aktivitas dan ketuntasan belajar siswa pada pokok
bahasan getaran dan gelombang.
PENDAHULUAN Tabel 1. Data Nilai Ujian Tengah Semester Siswa SMP IT Putri Abu
Proses pembelajaran pada siswa kurang didorong untuk Hurairah Mataram
mengembangkan aktivitas dan kemampuan siswa dalam mencari Nilai
Ketuntasan
dan menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan, akan No Kelas rata- KKM
Klasikal
tetapi proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada rata
kemampuan siswa untuk menghafal informasi. Siswa dipaksa
untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut VIII A 57.5 12.82% 75
1
untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk
menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga, VIII B 63.5 32.43% 75
2
lulusnya siswa dari Sekolah berdampak siswa pintar secara teoritis,
namun tidak dalam aplikasi (Sanjaya, 2011). Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang
Siswa pintar secara teoritis tetapi lemah dalam aplikasi diperoleh siswa yaitu sebesar 57.5 untuk kelas VIII A dan 63.5
menurut Lalu dan Asep (2012), hal ini disebabkan karena proses untuk kelas VIII B belum memenuhi standar ketuntasan, dalam arti
pembelajaran yang digunakan yaitu pembelajaran konvensional. belum mencapai KKM yang telah ditentukan oleh sekolah yaitu
Proses pembelajaran konvensional merupakan proses sebesar 75. Rendahnya ketuntasan belajar siswa dipengaruhi oleh
pembelajaran yang berorientasi pada guru yang menyampaikan beberapa faktor, salah satunya faktor eksternal seperti metode
materi, sedangkan siswa berperan menerima informasi saja. pelajaran yang diterapkan kurang bervariasi. Oleh karena itu,
Dalam hal ini siswa dianggap sebagai individu yang pasif dengan diupayakan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan
tugas hanya sebatas mendengarkan, mencatat dan menghafal aktivitas dan ketuntasan belajar siswa.
informasi yang diberikan oleh guru, sehingga siswa merasa bosan Elsy (2012) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis
dan minat belajar siswa berkurang serta siswa tidak semangat inkuiri ini akan membawa dampak belajar bagi perkembangan
dalam proses belajar mengajar. Fakta ini menunjukkan bahwa mental positif siswa, sebab melalui pembelajaran ini, siswa
aktivits dan kemampuan menemukan sendiri dari siswa masih mempunyai kesempatan yang luas untuk mencari dan menemukan
kurang dilatih secara optimal. sendiri apa yang dibutuhkannya terutama dalam pembelajaran
Pada kenyataannya, di SMP IT Putri Abu Hurairah yang bersifat abstrak.
Mataram, khususnya pada kelas VIII terlihat bahwa aktivitas belajar Menurut Sund (dalam Elsy, 2012) menyatakan bahwa
siswa masih kurang. Hal ini disebabkan karena siswa kurang seorang siswa harus menggunakan segenap kemampuannya dan
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, yaitu kurang aktifnya bertindak sebagai ilmuan (scientist) yang melakukan eksperimen
siswa dalam bertanya, mengeluarkan pendapat, menjawab dan mampu melakukan proses mental berinkuiri yang digambarkan
pertanyaan dari suatu permasalahan, dan ketika proses dengan terapan-terapan yang dilaluinya.
pembelajaran berlangsung hanya sebagian siswa yang Model pembelajaran inkuiri yang diterapkan, diharapkan
memperhatikan guru yang menyampaikan materi. Sehingga lebih bermakna dan menarik, karena siswa dapat berbagi tanggung
mempengaruhi ketuntasan belajar siswa pada bidang studi fisika jawab, dan bersama-sama mencari dan menemukan jawaban dari
khususnya pada ujian tengah semester belum mencapai suatu permasalahan, sehingga dapat membantu meningkatkan
ketuntasan belajar yang maksimal. Hal ini dapat dilihat dari nilai aktivitas dan ketuntasan belajar siswa secara maksimal.
rata-rata bidang studi IPA fisika yang masih belum mencapai Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran inkuiri
standar, seperti terlihat pada Tabel 1 berikut ini : dipandang sebagai model pembelajaran yang tepat untuk
meningkatkan aktivitas dan ketuntasan belajar siswa, maka perlu
dilakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Inkuiri Untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Ketuntasan Belajar Siswa Kelas VIII
SMP IT Putri Abu Hurairah Mataram”.
ISBN: 978-602-74245-0-0 41
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
METODE pada siklus I sebesar 3,3 sedangkan pada siklus II sebesar
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas 3,55 berkategori sangat aktif.
(classroom action research atau PTK). Penelitian tindakan kelas Berdasarkan hasil tersebut diperoleh keterangan
adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar yang sengaja bahwa aktivitas siswa menggunakan model inkuiri mengalami
dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan peningkatan pada setiap siklus, sehingga dapat disimpulkan
(Suyadi, 2012). bahwa aktivitas siswa dengan penggunaan model inkuiri
Penelitian tindakan kelas ini direncanakan beberapa meningkat.
siklus. Prosedur ini dilaksanakan dengan harapan dapat 2. Ketuntasan Belajar Siswa
memberikan gambaran analisis data yang akurat sesuai dengan Pembelajaran menggunakan model Inkuiri
perubahan yang ingin dicapai. Perolehan data dari setiap siklus dinyatakan dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa.
dijadikan sebagai dasar untuk melakukan tindakan pada siklus Jumlah siswa yang tuntas atau siswa yang memperoleh nilai ≥
berikutnya. Seperti pada gambar 1 berikut ini: 75 pada siklus I yaitu 26 orang dan jumlah siswa yang yang
memperoleh nilai ≤ 75 berjumlah 13 orang, sehingga
Perencanaan persentase ketuntasan yang diperoleh sebesar 66,67 %. Hasil
tersebut belum dapat dinyatakan tuntas karena belum
Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan mencapai standar ketuntasan yaitu 85 %, dan pembelajaran
dilanjutkan ke siklus II. Pada siklus II siswa yang memperoleh
nilai ≥ 75 berjumlah 34 orang dan jumlah siswa yang
Pengamatan memperoleh nilai ≤ 75 sebanyak 5 orang, sehingga diperoleh
presentase ketuntasan klasikal sebesar 87,18 %. Hasil tersebut
mengalami peningkatan.
Perencanaan
Tercapainya ketuntasan belajar menggunakan model
inkuiri karena selama proses pembelajaran berlangsung siswa
SIKLUS II Perencanaan
lebih aktif dalam mengemukakan pendapat dan lebih bersedia
Refleksi
dalam menjawab pertanyaan dalam LKS, sehingga proses
tersebut memancing siswa lain untuk lebih berani mengajukan
Pengamatan pendapatnya masing-masing. Hal ini membuat suasana belajar
mengajar menjadi lebih hidup.
Diterapkannya model inkuiri maka pembelajaran
Gambar 1. Skema Penelitian Tindakan Kelas (Sumber : Arikunto, akan menjadi lebih menyenangkan, tidak membosankan, dan
2007) bermakna. Sehingga siswa lebih bergairah dalam belajar dan
motivasi belajarpun meningkat. Jadi dengan menerapkan
Data yang diambil dalam penelitian ini ada dua yaitu data model inkuiri dapat meningkatkan aktivitas dan ketuntasan
hasil observasi dan tes evaluasi. Data hasil observasi dilihat dari belajar siswa.
lembar observasi aktivitas siswa pada saat pembelajaran
berlangsung, sedangkan ketuntasan belajar diperoleh dengan cara SIMPULAN
memberikan tes evaluasi kepada siswa setelah materi diberikan. Berdasarkan analisis data dan pembahasan dalam
Adapun tempat penelitian yang dilaksanakan di kelas VIIIA SMP IT penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model inkuiri
Putri Abu Hurairah Mataram. dapat meningkatkan aktivitas dan ketuntasan belajar fisika siswa
kelas VIIIA pada mata pelajaran fisika SMP IT Putri Abu Hurairah
HASIL DAN PEMBAHASAN Mataram.
1. Keterlaksanaan penggunaan model inkuiri
Adanya hasil keterlaksanaan proses mengajar DAFTAR PUSTAKA
menggunakan model inkuiri, merupakan salah satu cara yang Ria, Lalu dan Saepul, Asep. 2012. Pengaruh Metode Inkuiri
dilakukan dalam penelitian ini untuk melakukan upaya terhadap Keterampilan Proses Dan Hasil Belajar Ipa Fisika
perbaikan secara bertahap melalui kegiatan refleksi yang Siswa Kelas VIII SMP Negeri 6 Singaraja. Jurnal Teknologi
dilakukan antara peneliti dengan observer, sehingga Pendidikan. Program pascasarjana UIKA Bogor. Volume 2
berdasarkan kegiatan tersebut proses belajar mengajar Nomor 1.
selanjutnya dapat dilakukan dengan baik. Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Hasil keterlaksanaan proses belajar mengajar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
menggunakan model inkuiri dapat dilakukan dengan baik pada Suyadi. 2012. Buku Panduan Guru Professional-Penelitian
setiap siklus. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan hasil Tindakan Kelas (PTK) dan Penelitian Tindakan Sekolah
pengamatan lembar observasi aktivitas siswa yang diperoleh (PTS). Yogyakarta: Andi Offset.
pada siklus I dan siklus II. Rata-rata keterlaksanaan diperoleh Zuriyani, Elsy. 2012. Strategi Pembelajaran Inkuiri pada Mata
Pelajaran IPA. Jurnal.Widiyaswara BDK Palembang.
ISBN: 978-602-74245-0-0 42
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
ANALISIS KETERLIBATAN GURU DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN (KAJIAN TEORITIS
ORGANISASI SEKOLAH)
Baiq Rohiyatun
Dosen Program Studi Administrasi Pendidikan, FIP IKIP Mataram
E-mail: rbaiq@yahoo.co.id
Abstrak: Membuat keputusan dan pemecahan masalah merupakan salah satu peranan yang harus dimainkan setiap leader dan
manajer. Semua fungsi manajemen seperti perencanaan, pengarahan, dan pengawasan. Kepala sekolah adalah anggota dalam
organisasi sekolah yang secara formal memikul tanggung jawab administrator di sekolahnya. Dalam memikul tanggung jawabnya, kepala
sekolah dihadapkan kepada berbagai masalah yang muncul dalam rangkaian kegiatan administrasi atau managemen. Masalah itu di
samping beragam juga sangat kompeks sehingga memerlukan pemahaman dan keterampilan untuk menemukan dan
mempertimbangkan sejumlah alternatif pemecahanya ini tidak lain terkait dengan proses pengambilan keputusan. Pengambilan
keputusan yang efektif adalah apabila setiap prosesnya dilakukan secara cermat dan menghasilkan keputusan yang tepat dalam
kaitannya dengan tujuan organisasi. Dalam organisasi sekolah, untuk dapat menghasilkan keputusan yang tepat, kepala sekolah dapat
melibatkan guru dalam proses penentuan keputusan. Keterlibatan guru dalam pengambilan keputusan sangat berpengaruh besar dalam
peningkatan kualitas guru. Kualitas tidak hanya dimaknai bahwa guru tersebut semakin banyak menguasai materi dan tehnik mengajar,
tetapi dari segi moral kerja dan motivasi melaksanakan tugas dan tanggung jawab juga akan berdampak positif. Keterlibatan guru dalam
kerjasama pengambilan keputusan memiliki nilai yang sangat penting karena cenderung akan menghasilkan keputusan yang lebih
berkualitas dari pada keputusan yang bersumber dari seorang individu saja.
ISBN: 978-602-74245-0-0 43
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dikutip ole h Sulthon (2009) menyatakan bahwa kepemimpinan a. Intuisi. Keputusan berdasarkan perasaan subjektif dari
yang partisipatif dari kepala sekolah akan dapat meningkatkan pengambil keputusan. Sehingga sangat dipengaruhi oleh
semangat atau “morale” kerja para guru. Salah satu indikator sugesti dan faktor kejiwaan.
kepemimpinan partisipatif adalah pelibatan guru dalam b. Rasional, Pengambilan keputusan bersifat objektif, logis,
pengambilan keputusan di sekolah. Pengambilan keputusan transparan dan konsisten karena berhubungan dengan
yang efektif adalah apabila setiap prosesnya dilakukan secara tingkat pengetahuan seseorang.
cermat dan menghasilkan keputusan yang tepat dalam kaitannya c. Fakta, Pengambilan keputusan yang didasarkan pada
dengan tujuan organisasi. Dalam organisasi sekolah, untuk dapat kenyataan objektif yang terjadi sehingga keputusan yang
menghasilkan keputusan yang tepat, kepala sekolah dapat dimabil dapat lebih sehat, solid dan baik.
melibatkan guru dalam proses penentuan keputusan. Keterlibatan d. Wewenan, Pengambilan keputusan ini didasarkan pada
guru sangat memungkinkan karena latar budaya bangsa dan wewenang dari manajer yang memiliki kedudukan lebih
kajian studi menunjukkan peluang dan kesempatan untuk tinggi dari bawahannya.
bekerjasama. Kerjasama dalam pengambilan keputusan akan e. Pengalaman, Pengambilan keputusan yang didasarkan
bermakna apabila persyaratannya dapat dipenuhi. Sebaliknya, pada pengalaman seorang manajer.
kerjasama tidak akan pernah bermakna atau akan merusak 3. Fungsi Keputusan
tujuan jika dilakukan secara sembarangan. Menurut Hasan (2002:10) pengambilan keputusan
Keterlibatan guru dalam pengambilan keputusan sebagai sebagai suatu kelanjutan dari cara pemecahan masalah
wujud kerjasama dengan kepala sekolah memiliki arti yang sangat memiliki fungsi antara lain sebagai berikut:
penting bagi guru itu sendiri di samping dapat bermakna bagi a. Pangkal permulaan dari semua aktivitas manusia yang
kualitas keputusan. Selanjutnya untuk memaksimalkan keterlibatan sadar dan terarah, baik secara individual maupun secara
guru dalam proses pengambilan keputusan, timbul pertanyaan kelompok, baik secara institusional maupun secara
yang masih perlu dicari jawabanya yaitu: pada kondisi apakah guru organisasional;
dilibatkan, pada tingkat apakah dan bagaimanakah guru b. Sesuatu yang bersifat futuristik, artinya bersangkut paut
dilibatkan, dan peranan apakah yang lebih efektif bagi kepala dengan hari depan atau masa yang akan datang, di mana
sekolah itu sendiri ?. efeknya atau pengaruhnya berlangsung cukup lama.
4. Jenis-Jenis Pengambilan Keputusan
KAJIAN PUSTAKA Setiap pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
1. Definisi pengambilan keputusan pimpinan memiliki pola- pola yang berlainan, antara pemimpin
Konsep dasar dari istilah pengambilan keputusan organisasi yang satu dengan yang lain. Hal ini berkaitan
adalah “keputusan”, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan konteks permasalahan dan lingkungan yang ada.
dengan istilah “decision”. Keputusan merupakan hasil dari Berdasarkan kriteria yang menyertainya, pengambilan
proses aktivitas “membuat” atau “to make”, yang kemudian keputusan menurut Hasan (2002:17) dapat diklasifikasikan
dalam bahasa Indonesia lebih banyak dikomunikasikan atas beberapa jenis, yaitu:
dengan kata “mengambil’. Kata “membuat” atau “mengambil” a. Berdasarkan programnya, pengambilan keputusan dapat
mengandung pengertian adanya proses yang dinamis. Kedua dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sebagai berikut:
kata dari bahasa Inggris itu akhirnya dirangkai menjadi 1) Pengambilan keputusan terprogram
“pengambilan keputusan”. Pengambilan keputusan yang terprogram
Kamaluddin (2003:89) mengemukakan dengan adalah pengambilan keputusan yang bersifat rutinitas,
singkat, bahwa pengambilan keputusan dapat diartikan berulang-ulang dan cara menanganinya telah
sebagai pemilihan di antara banyak alternatif. Penentuan ditentukan. Menurut Hasan (2002:17) Pengambilan
alternatif ini merupakan akhir dari proses panjang yang harus keputusan terprogram ini digunakan untuk
dilalui. Sedangkan Stoner (2003:205) memandang menyelesaikan masalah-masalah yang terstruktur
pengambilan keputusan sebagai proses pemilihan suatu arah melalui hal-hal berikut:
tindakan sebagai cara untuk memecahkan sebuah masalah a) Prosedur, yaitu serangkaian langkah yang
tertentu. Menurut Handoko (2001:129) melihat pengambilan berhubungan dan berurutan yang harus diikuti
keputusan sebagai proses di mana serangkaian kegiatan oleh pengambil keputusan;
dipilih sebagai penyelesaian suatu masalah tertentu. b) Aturan, yaitu ketentuan yang mengatur apa yang
Dari beberapa pengertian yang dijabarkan oleh para harus dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh
ahli sebelumnya dapat disimpulkan, bahwa pengambilan pengambil keputusan;
keputusan adalah pemecahan masalah melalui proses yang c) Kebijakan, yaitu pedoman yang menentukan
sistematis guna memilih alternatif terbaik dari beberapa parameter untuk membuat keputusan.
pertimbangan pemecahan permasalahan yang ada. Sebagai 2) Pengambilan keputusan tidak terprogram
seorang pemimpin, memiliki tanggung jawab terhadap Pengambilan keputusan tidak terprogram
berlangsungnya seluruh kegiatan dalam usaha pencapaian adalah pengambilan keputusan yang tidak rutinitas dan
tujuan, maka aktivitas yang dilakukan tentu akan terkait sifatnya unik, sehingga memerlukan pemecahan yang
dengan jabatannya sebagai pemimpin, yang salah satu khusus. Pengambilan keputusan yang tidak
fungsinya adalah sebagai pengambil keputusan untuk terprogram ini digunakan untuk menyelesaikan
menentukan arah kebijakan yang sejalan dengan tujuan yang permasalahan yang tidak terstruktur.
telah direncanakan sebelumnya. b. Berdasarkan lingkungannya, keputusan dapat dibedakan
2. Dasar-dasar pengambilan keputusan menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut:
Menurut George Terry (dalam Hasan, 2002:12-13) 1) Pengambilan keputusan dalam kondisi pasti
dasar-dasar pengambilan keputusan adalah : Menurut Hasan (2002:18) pengambilan
ISBN: 978-602-74245-0-0 44
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
keputusan dalam kondisi pasti adalah pengambilan dan penuh tanggung jawab. Menurut Kamaluddin
keputusan di mana berlangsung hal-hal berikut: (2003:31) prosedur teknik ini meliputi empat tahap
a) Alternatif yang harus dipilih hanya memliki satu atau aturan dasar, yaitu:
konsekuensi/jawaban hasil; a) Tidak boleh memberikan kritik terhadap ide-ide
b) Keputusan yang akan diambil didukung oleh yang disampaikan oleh anggota kelompok;
informasi/data yang lengkap, sehingga diramalkan b) Bebas mengemukakan ide (pendapat), makin
akurat atau eksak hasil dari setiap tindakan yang radikal suatu nilai, maka akan semakin baik;
dilakukan; c) Makin besar jumlah ide-ide yang diperoleh, maka
c) Biasanya selalu dihubungkan dengan keputusan semakin besar kemungkinan memperoleh
yang menyangkut masalah rutin, karena kejadian penyelesaian yang baik;
tertentu di masa yang akan datang dijamin terjadi. d) Diharapkan ada kombinasi dan perbaikan ide.
2) Pengambilan keputusan dalam kondisi berisiko 2) Teknik Synectics
Menurut Hasan (2002:18) pengambilan Teknik ini didasarkan pada asumsi, bahwa
keputusan dalam kondisi berisiko adalah pengambilan proses kreatif dapat dijabarkan dan diajarkan dengan
keputusan di mana berlangsung hal-hal berikut: maksud untuk meningkatkan keluaran aktivitas
a) Alternatif yang dipilih mengandung lebih dari satu individual dan kelompok dalam pengambilan
kemungkinan hasil; keputusan. Menurut Kamaluddin (2003:32) mekanisme
b) Pengambil keputusan memiliki lebih dari satu teknik ini meliputi dua tahap dasar, yaitu:
alernatif tindakan; a) Membuat yang aneh menjadi lazim. Tahap ini
c) Resiko terjadi karena hasil pengumpulan membiarkan setiap individu membuat ide-ide yang
keputusan tidak dapat diketahui dengan pasti, dapat dikemukakan di forum, atau disampaikan
walaupun diketahui nilai probabilitasnya. secara tertulis agar ide itu berkembang. Pada
3) Pengambilan keputusan dalam kondisi tidak pasti tahap ini lebih analitis dan biasanya ada
Pengambilan keputusan dalam kondisi tidak penyelesaian yang dicapai;
pasti menurut Hasan (2002:19) adalah pengambilan b) Membuat yang lazim menjadi aneh. Tahap ini
keputusan di mana: dilakukan dengan maksud untuk melihat masalah
a) Tidak diketahui sama sekali hal jumlah kondisi dari sudut pandangan yang sepenuhnya berbeda
yang mungkin timbul serta kemungkinan- dengan selama ini yang pernah ada. Tujuannya
kemungkinan munculnya kondisi-kondisi itu; agar setiap individu mempunyai kreatifitas lain
b) Yang diketahui hanyalah kemungkinan hasil dari guna mencari penyelesaian masalah yang
suatu tindakan, tetapi tidak dapat diprediksi berapa dihadapi. Teknik ini dapat membantu dalam
besar probabilitas setiap hasil tersebut; pengambilan keputusan dasar atau yang
c) Hal yang diputuskan relatif belum pernah terjadi. mengandung risiko besar dan ketidakpastian.
4) Pengambilan keputusan dalam kondisi konflik 3) Teknik Pengambilan Keputusan Partisipatif
Menurut Hasan (2002:19) pengambilan Teknik ini melibatkan individu-individu dan
keputusan dalam kondisi konflik adalah pengambilan kelompok-kelompok pada organisasi dalam proses
keputusan di mana: pengambilan keputusan. Proses ini dapat bersifat
a) Kepentingan dua atau lebih pengambil keputusan formal, dapat juga informal dan menyangkut
saling bertentangan dalam situasi persaingan; keterlibatan intelektual dan emosional serta
b) Pengambil keputusan saling bersaing dengan keterlibatan fisik. Pada praktiknya, besar kecilnya
pengambil keputusan yang rasional, tanggap dan keterlibatan individu dalam pengambilan keputusan
bertujuan untuk memenangkan persaingan dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu siapa yang
tersebut. mengajukan gagasan, berapa porsi bawahan
5. Tehnik-Tehnik pengambilan keputusan melaksanakan setiap tahapan dalam pengambilan
Dalam pengambilan keputusan, diperlukan teknik keputusan, dan besarnya bobot seorang pelaksana
atau metode tertentu agar apa yang diharapkan dalam mempengaruhi gagasan yang dia terima. Teknik-teknik
pencapaian tujuan dapat berjalan dengan baik serta sesuai partisipasi ini dapat diterapkan secara informal
tidak melenceng dari alurnya. Menurut Kamaluddin (2003:30) dengan basis individual atau kelompok dengan
ada tiga teknik pengambilan keputusan yang dianggap paling basis program formal.
efektif dalam organisasi, yaitu: b. Teknik Pengambilan Keputusan Modern
a. Teknik Pengambilan Keputusan Kreatif Teknik pengambilan keputusan modern dapat
Teknik ini menekankan pada setiap individu dalam dibedakan menjadi dua, yaitu:
organisasi untuk memanfaatkan semua fasilitas yang ada 1) Teknik Delphi
guna melatih dalam pengambilan keputusan, sehingga Teknik ini digunakan mana kala situasi dan
diharapkan tiap individu dapat terangsang kreativitasnya. kondisi masa yang akan datang sudah tidak mampu
Dalam aplikasinya, teknik pengambilan keputusan kreatif lagi diprediksikan dengan data empiris (data masa
dibedakan menjadi teknik Brainstorming dan Synectics. lalu). Teknik ini dapat menggunakan berbagai program
1) Teknik Brainstorming perencanaan dan masalah-masalah yang rumit dalam
Teknik ini berusaha menggali dan suatu organisasi, dengan cara mendatangkan para
mendapatkan kreativitas maksimal dari kelompok pakar dalam bidang masalah masing-masing untuk
dengan memberikan kesempatan para anggota dimintai pendapat terhadap masalah yang dihadapi.
untuk melotarkan ide- ide mereka, tanpa rasa takut Prosedur umum yang dapat digunakan untuk
ISBN: 978-602-74245-0-0 45
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
merealisasikan penggunaan teknik Delphi, menurut tersebut dalam urutan yang telah ditentukan
Kasim (dalam Kamaluddin, 2003:35) adalah sebagai sebelumnya;
berikut: d) Usahakan para anggota menggunakan rank
a) Langkah 1 Rumuskan masalah yang akan voting (memilih ide kreatif yang baik dan
dipecahkan dengan teknik Delphi kemudian desain memberikan urutan dari yang terbaik sampai
kuesioner dengan seksama akan lebih baik jika ada dengan yang tidak baik) untuk menyampaikan
test kuesioner terlebih dahulu. pendapat mereka tentang ide tersebut;
b) Langkah 2 Tentukan siapa yang harus e) Diskusikan hasil penilaian (voting) tersebut dan
berpartisipasi dan minta mereka berpartisipasi. tentukan apakah proses (langkah ke 4) perlu
c) Langkah 3 Kritik semua materi yang diperlukan dan diulangi.
kuesioner untuk ronde pertama kepada semua 6. Proses Pengambilan keputusan
peserta Pengambilan keputusan merupakan suatu proses
d) Langkah 4 Buatlah tabulasi dan analisis serta dengan langkah-langkah yang sistematis sebagai suatu
buatlah ringkasan hasil dari ronde pertama tindakan atas konteks permasalahan yang ada. Dari
kemudian desain kuesioner untuk ronde kedua. definisi- definisi yang telah dikemukakan para ahli
e) Langkah 5 Kirimkan semua ringkasan sebagai sebelumnya, maka pengambilan keputusan merupakan suatu
umpan balik dan kuesioner ronde kedua kepada proses, yaitu adanya kegiatan yang sistematis sebagai upaya
para peserta. mencapai alternatif pemecahan dari analisis permasalahan.
f) Langkah 6 Analisis hasil kuesioner ronde kedua. Simon (1957) mengemukakan proses pengambilan
Lebih lanjut Kamaluddin (2003:35) keputusan pada dasarnya terdiri atas tiga langkah
mengemukakan, bahwa para pakar berpendapat, (Reksohadiprodjo & Handoko, 2001:144-145; Hasan,
teknik Delphi ini akan digunakan dengan baik, lebih 2002:24), yaitu: (1) Kegiatan Intelejen, menyangkut pencarian
cocok dari teknik lain dalam lima kondisi (situasi), berbagai kondisi lingkungan yang diperlukan bagi
yaitu: keputusan; (2) Kegiatan desain, merupakan pembuatan,
a) Bilamana dari individu-individu diperlukan pengembangan dan penganalisaan berbagai rangkaian
kontribusi pengetahuan mereka untuk menguji kegiatan yang mungkin dilakukan; (3) Kegiatan pemilihan,
masalah yang kompleks dan mereka tidak yakni memilih serangkain kegiatan tertentu dari alternatif-
mempunyai sejarah tentang proses komunikasi alternatif yang tersedia.
yang cukup dan proses komunikasi tersebut harus Proses pengambilan keputusan memerlukan analisis
dibuat secara terstruktur untuk memudahkan saling yang peka terhadap realita baik anggota maupun kondisi
pengertian; lingkungan. Oleh karena itu diperlukan pola proses
b) Bilamana masalah sangat luas, lebih banyak pengambilan keputusan yang rasional dan teliti. Aktivitas-
individu yang diperlukan daripada kemampuan aktivitas proses itu meliputi:
interaksi dalam saling bertukar pendapat pada a. Merumuskan masalah
suatu tatap muka; Pada tahapan ini merupakan pendefinisian
c) Bilamana terdapat ketidaksepahaman yang masalah, dengan cara menjelaskan bagaimana mengenal,
sangat tajam di antara individu- individu, proses mengidentifikasi, menentukan masalah dan
komunikasi harus diwasiti; merumuskannya secara operasional. Adanya masalah
d) Bilamana individu-individu yang terlibat sangat dalam suatu organisasi, berpangkal dari ketidak-
sibuk atau mereka datang dari tempat yang seimbangan antara tujuan dengan hasil dan situasi yang
sangat berjauhan, tidak mungkin sering ada, dari sinilah kebutuhan organisasi itu diketahui,
mengadakan rapat; sehingga dengan demikian dapat dilakukan analisis untuk
e) Bilamana tambahan proses komunikasi kelompok mengorganisir, dan membatasi masalah, serta mengetahui
bersifat konduktif bagi peningkatan efisiensi secara mendalam suatu fakta yang diidentifikasi apakah
pertemuan tatap muka selanjutnya. suatu masalah ataukah bukan.
2) Teknik kelompok nominal b. Mengindentifikasi alternatif pemecahan masalah
Teknik ini digunakan dalam rangka Secara prinsip setiap alternatif yang diperoleh
memperoleh pengakuan dari sekelompok orang dalam perlu dijelaskan dan disertai alasan yang rasional,
organisasi tentang ide-ide dari pimpinan dalam sehingga alternatif yang didapat dapat dikembangkan dan
membuat keputusan. Teknik ini digunakan untuk disusun menurut rentangan prioritasnya.
mengidentifikasi kekhawatiran dan perhatian dari c. Menentukan kriteria
anggota kelompok sehubungan dengan penyelesaian Kriteria menggambarkan, bahwa pengambilan
masalah yang akan ditempuh. Menurut Kamaluddin keputusan menggunakan pikirannya secara relevan.
(2003:36) untuk mencapai hasil yang terbaik terhadap Dalam suatu organisasi, adanya kriteria sebagai petunjuk
implementasi teknik ini, perlu ditempuh langkah- manajerial untuk mengevaluasi dan menilai satu atau
langkah sebagai berikut: seperangkat aktivitas pemecahan untuk menghasilkan
a) Usahakan para anggota dalam kelompok keputusan. Kriteria yang digunakan dibimbing oleh dan
menemukan ide-ide dan informasi dalam situasi konsisten dengan misi organisasi serta memperhatikan
kelompok nominal; kondisi khusus yang dihadapi.
b) Usahakan agar para anggota mengutarakan ide- d. Menguji alternatif pemecahan
ide mereka melalui mekanisme giliran; Pada tahap ini, strategi dan rencana tindakan
c) Usahakan para anggota mendiskusikan ide-ide dipertimbangkan bersamaan dengan pengujian alternatif,
ISBN: 978-602-74245-0-0 46
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
sekaligus memprediksi konsekuensi-konsekuensinya. sebagai proses dari seseorang dalam memahami lingkungannya
Pengambil keputusan yang kreatif dapat menguji dengan yang melibatkan pengorganisasian dan penafsiran sebagai
baik tiap alternatif itu jika cukup waktu diberikan untuk rangsangan dalam suatu pengalaman psikologis. Sedangkan
pengujian tersebut. Robbins (2003: 169) mendefinisikan persepsi sebagai proses yang
e. Memilih alternatif pemecahan terbaik dan digunakan individu dalam mengelola dan menafsirkan kesan
melaksanakannya dari sejumlah alternatif yang telah teruji indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada
konsekuensi dan prediksi manfaat yang dihasilkannya, lingkungan mereka. Dalam konteks teori ini peran serta para guru
dipilihlah alternatif pemecahan yang terbaik. Rivai adalah bagaimana mereka mempersepsikan pandangan,
(2004:152) menjelaskan, bahwa proses pengambilan penghayatan, perasaan mereka sebagai sesuatu yang bermakna
keputusan yang analisis harus dapat diimplementasikan. dan dapat disumbangkan bagi kemajuan pembelajaran dan
Implementasi alternatif adalah melaksanakan keputusan sekolah.
yang telah ditetapkan. Pelaksanaan ini menyangkut Konsep kedua adalah aspirasi. Aspirasi dalam bahasa
pemberian kekuatan legal terhadap keputusan yang Inggris aspiration yang berarti cita-cita, keinginan (Nasution,
diambil, seperti menerbitkan surat keputusan, 1990:14). Jadi aspirasi guru dan staf adalah keinginan- keinginan
mengusahakan agar keputusan dapat diterima orang yang atau kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan oleh para guru dan staf
terkena keputusan dengan memberikan informasi, sekolah untuk dipenuhi guna peningkatan kesejahteraan kerja
melakukan persuasi dan memberikan pengarahan dalam rangka mereka berpartisipasi dalam pengambilan
bagaimana melaksanakan hasil keputusan tersebut. keputusan di sekolah.
f. Evaluasi Keputusan Aspirasi guru dan staf sekolah pada umumnya ada yang
Proses terakhir dalam memecahkan persoalan ini tinggi dan ada yang rendah. Menurut Thurnburg (Prayitno, 1989,
adalah evaluasi. Setiap langkah diadakan pemantauan, dalam Rawis, 2000:40 ) ada faktor- faktor yang menimbulkan
hasilnya segera dievaluasi apakah pelaksanaan tersebut tinggi-rendahnya tingkat aspirasi. Faktor yang menyebabkan
sesuai dengan keinginan dan harapan. Proses evaluasi ini aspirasi tinggi adalah : (1) pengalaman sukses, (2) tugas-tugas
dilakukan secara bersama antara pimpinan dan para staf yang sukar menuntut kerja keras, (3) merasa terkontrol oleh diri
yang ada di sekolah dan harus konsisten dengan apa yang sendiri, (4) tugas-tugas yang relevan dengan kebutuhan akademis
telah diputuskan. maupun jabatan yang diharapkan, (5) infromasi yang berguna, (6)
kelompok orang yang homogen, (7) tujuan yang realistic untuk
PEMBAHASAN dicapai. Sedangkan faktor yang menyebabkan aspirasi rendah
Keterlibatan guru dalam pengambilan keputusan sangat adalah : (1) pengalaman gagal, (2) tugas-tugas yang mudah
berpengaruh besar dalam peningkatan kualitas guru. Kualitas tidak sehingga dengan usaha yang sedikit dapat menyelesaikannya,
hanya dimaknai bahwa guru tersebut semakin banyak menguasai (3) tergantung oleh kontrol orang lain, (4) tugas-
materi dan tehnik mengajar, tetapi dari segi moral kerja dan tugas yang dirasakan relevan dengan kebutuhan akademik
motivasi melaksanakan tugas dan tanggung jawab juga akan maupun jabatan yang diharapkan, (5) informasi dirasakan tidak
berdampak positif. Keterlibatan guru dalam kerjasama berguna, (6) kelompok yang heterogen, (7) tujuan yang tidak
pengambilan keputusan memiliki nilai yang sangat penting karena realistik.
cenderung akan menghasilkan keputusan yang lebih berkualitas Menurut Ubben, Hughes & Norris (2004:57) terdapat tiga
dari pada keputusan yang bersumber dari seorang individu saja. tingkatan pengambilan keputusan dalam lingkup sekolah di mana
Organisasi adalah sekumpulan orang yang bekerja bersama untuk para guru dapat terlibat, yakni ; (1) pengambilan keputusan oleh
mencapai tujuan. Jadi dalam suatu organisasi mengandaikan guru sebagai individu, (2) pengambilan keputusan dibuat secara
adanya pribadi-pribadi yang disebut anggota organisasi. bersama antara kepala sekolah dan guru, (3) pengambilan
Keterlibatan seluruh anggota organisasi dalam penentuan keputusan secara bersama dari para guru, kepala sekolah, orang
kebijakan dan pengambilan keputusan suatu organisasi dan siswa.
sangatlah penting. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mendekati
Dalam kaitannya dengan kepuasan kerja karyawan, Fielder (1967) hasil keputusan yang efektif adalah dengan melibatkan pihak-pihak
dalam Yanti (2013) mengemukakan bahwa kebanyakan studi yang terkait dalam melakukan pengambilan keputusan. Seperti
organisasi menyimpulkan bahwa para karyawan dalam suatu pendapat Stoner (1996 : 195) dalam Supana (2006) yang
organisasi lebih puas di bawah pimpinan yang partisipatif dari menyatakan bahwa ada bukti yang kuat bahwa keterikatan pada
pada pemimpin yang non-partisipatif (Reksohadiprodjo dan keputusan biasanya meningkat jika para bawahan dilibatkan
Handoko, 2001: 291). Banyak ahli riset dan manajer yang percaya dalam proses pengambilan keputusan. Pelibatan ini menentukan
bahwa sebagian besar anggota organisasi ingin memperoleh kualitas dan sambutan atas berbagai keputusan yang dihasilkan.
kesempatan untuk ikut terlibat dalam proses pembuatan dan Di lingkungan sekolah, kepala sekolah yang mampu melibatkan
pengambilan keputusan. Mereka yakin bahwa semakin besarnya para guru dalam mengambil keputusan akan dapat
keterlibatan mereka dalam proses tersebut akan meningkatkan menghasilkan keputusan yang lebih berkualitas, sehingga dapat
keikatan kepada organisasi, kepuasan kerja, pertumbuhan dan memberi pengaruh sangat positif terhadap berbagai pemecahan
perkembangan pribadi serta sikap menerima perubahan. masalah, selanjutnya dapat mengantarkan para guru tumbuh
Keterlibatan dan partisipasi segenap komponen sekolah menjadi dalam jabatan, dan pada gilirannya menimbulkan dampak positif
unsur yang menentukan kinerja dan keberhasilan bagi kemajuan sekolah. Sebaliknya kepala sekolah yang tidak
penyelenggaraan sekolah sebagai lembaga pendidikan. melibatkan guru dalam pengambilan keputusan, berarti kurang
Sehubungan dengan keterlibatan guru dalam memikirkan kemajuan sekolah secara lebih luas, karena
pengambilan keputusan di sekolah ada dua konsep yang perlu dipandang kurang dapat membangun motivasi kerja dan rasa
dikaji, yakni persepsi dan aspirasi (Rawis, 2000:35). Gibson, kerjasama antara sesama warga sekolah, dan kurang dapat
Ivancevich dan Donnelly (1996: 241) mengartikan persepsi membimbing para guru untuk tumbuh berkembang dalam karier
ISBN: 978-602-74245-0-0 47
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajian Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
mereka. dalam proses membuat keputusan dan peluang tersebut tidak
Hasil penelitian Barley (1987) dalam Supana (2006) di dibatasi dengan kriteria-kriteria tertentu. Hal ini adalah untuk
Amerika Serikat menyimpulkan bahwa jika suatu keputusan bukan memastikan keputusan tersebut dapat diterima dan dilaksanakan
diambil berdasarkan permufakatan bersama, maka keputusan itu oleh setiap warga sekolah dengan lebih efektif. Walaupun guru
akan sukar dilaksanakan dan hasilnya kurang memuaskan. Pada seyogyanya harus melibatkan diri dalam proses membuat
lingkungan sekolah, hampir semua keputusan yang diambil oleh keputusan tetapi kepala sekolah mempunyai tanggungjawab dan
kepala sekolah, langsung maupun tidak langsung bersinggungan keputusan terakhir tetap ditentukan oleh kepala sekolah. Oleh
dengan kepentingan guru. Guru merupakan ujung tombak karena itu, kebijakan kepala sekolah adalah penting
pelaksanaan keputusan-keputusan yang diambil oleh memandangkan setiap keputusan yang dibuat akan memberi
pimpinannya. Oleh karena itu, pelibatan guru dalam perencanaan implikasi kepada warga sekolah khususnya murid dan guru.
sebuah keputusan menjadi sebuah modal awal bagi Kebijakan dalam menentukan keputusan akan mempengaruhi
terlaksananya keputusan yang diambil oleh kepala sekolah. sikap guru untuk turut terlibat dalam membuat keputusan. Sikap
Pelibatan guru dalam pengambilan keputusan setidaknya dapat positif guru seterusnya akan memberi kesan kepada perubahan
dilakukan pada tataran meminta pertimbangan yang bersifat teknis positif guru dalam membuat keputusan di sekolah.
operasional dari pelaksanaan tugas keguruan. Pelibatan guru
dalam proses pengambilan keputusan oleh kepala sekolah DAFTAR PUSTAKA
merupakan bentuk penghargaan. Guru merasa “dimanusiakan”. Hasan, M. I. 2002. Teknik Pengambilan Keputusan. Jakarta:
Apalagi bila keputusan kepala sekolah itu diambil berdasarkan Ghalia.
usulan guru-guru yang terlibat di dalamnya. Pemberian Handoko, H., 2001, Manajemen edisi 2, Fakultas Ekonomi
penghargaan melalui pelibatan guru dalam bentuk partisipasi itu Universitas Gajah Madah, Yogyakarta: BPFE.
memberikan kepuasan tersendiri bagi guru yang bersangkutan. Reksohadiprodjo, S., dan Handoko, H., 2 0 0 1 . Organisasi
Dengan demikian, kepuasan guru terwujud karena partisipasinya Perusahan, Teori, Struktur danPerilaku, edisi 2, Fakultas
dalam pengambilan keputusan dan kepuasan dalam penentuan Ekonomi UGM Yogyakarta: BPFE.
keputusan. Pada akhirnya guru terdorong untuk melaksanakan Kamaluddin. 2003. Pengambilan Keputusan Manajemen. Malang:
keputusan kepala sekolah dengan sebaik- baiknya. Dioma Malang.
Berdasarkan hasil penelitian (Rahmad Sukor Ab. Samad Rahmad Sukor Ab. Samad & Norliza Shoib. (2006). Amalan
& Norliza Shoib, 2006; Mualuko, Mukasa & Judy, 2009). kolaboratif dalam pembuatan keputusan dalam kalangan
Menjelaskan bahwa sikap dan perilaku guru menjadi lebih positif, guru sekolah menengah di Kuala Lumpur. Jurnal
merasa lebih dihargai dan termotivasi serta lebih terbuka apabila Pendidikan. Kuala Lumpur: Universiti Malaya.
diberi peluang untuk terlibat dalam proses membuat keputusan. Reksohadiprodjo, S., dan Handoko, H., 2 0 0 1 . Organisasi
Dapat terjadi dalam masalah-masalah tertentu keterlibatan guru Perusahan, Teori, Struktur dan Perilaku, edisi 2, Fakultas
secara langsung dalam proses pengambilan keputusan tampak Ekonomi UGM Yogyakarta: BPFE.
bermanfaat, namun pada masalah-masalah lain keikutsertaan guru Rivai, V. 2004. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta:
secara langsung dalam proses pengambilan keputusan kurang Raja Grafindo Persada.
begitu diperlukan. Owen (dalam Grover (1976 : 70) menunjukkan Supana (2006). Hubungan Tingkat Partisispasi Guru dan Proses
bahwa guru tidak begitu ingin dilibatkan terlalu jauh dalam Pengambilan Keputusan Kepala Sekolah Terhadap
pengambilan keputusan pada setiap masalah. Keterlibatan yang Kepuasan guru. Tesis tidak dipublikasikan. Pascararjana
tidak perlu dalam pengambilan keputusan akan mengganggu dan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
meresahkan kepala sekolah. Sebaliknya, pelibatan guru yang Syamsi, I. 2000. Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi.
begitu jauh pada pengelolaan sekolah akan mengganggu dan Jakarta: Bumi Aksara.
meresahkan guru karena ia harus menjaga rahasia. Ia harus Stoner, J.A.F, & Winkel C., 2003, Perencanaan dan Pengambilan
menutup diri dengan temannya atau setidaknya harus berbicara Keputusan dalamManajemen, (alih bahasa: Simamora
tidak objektif guna menjaga rahasia itu. Suatu keputusan yang Sahat), Jakarta: PT Rineka Cipta.
diambil akan mudah diterima oleh yang langsung terlibat dalam Sulthon, M. (2009). Membangun Semangat Kerja Guru.
pelaksanaannya, jika keputusan itu diambil berdasarkan skala Yogyakarta: LaksBang.
prioritas yang jelas, yang sekaligus juga mengindikasikan Ubben, G., Hughes L.W., & Norris C.J., 2004, The Principal
adanya hal-hal yang penting untuk didahulukan. Creative Leadership for Excellence in Schools, Boston-
Pelibatan guru dalam pengambilan keputusan tidaklah USA: Pearson Education Inc.
selalu memperlancar tindak lanjutnya. Pada kasus-kasus tertentu Rawis, J.A.M., 2000, Partisipasi Guru Dalam Pengambilan
pelibatan tersebut justru menimbulkan masalah baru. Bahkan, bisa Keputusan di Sekolah Menengah Berprestasi (Studi
jadi dalam pengambilan keputusan itu menimbulkan pertentangan Kasus pada Sekolah Menengah Umum Negeri I Manado),
atau friksi antara kepala sekolah dengan guru atau antara guru Tesis, Malang: Universitas Negeri Malang.
dengan guru (yang dilibatkan). Jika terjadi hal yang demikian, Yanti. H. (2013). Persepsi Guru Terhadap Pengambilan
situasi kerja di sekolah tidak harmonis. Oleh karena itu, dalam Keputusan Oleh Kepala Sekolah. Jurnal. Bahana
hal ini diperlukan kejelian kepala sekolah dalam mengelola guru Manajemen Pendidikan Volume 1 No 1 hal 84-461 (2013)
dalam pengambilan keputusan tersebut.
SIMPULAN
Secara keseluruhan, paparan diatas telah menjelaskan
bahwa sikap guru positif ditunjukkan oleh mereka yang diberi
peluang untuk terlibat dalam membuat keputusan di sekolah.
Oleh k a r e n a itu, guru-guru perlu diberi peluang yang seimbang
ISBN: 978-602-74245-0-0 48
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN MEDIA ANIMASI DALAM PEMBELAJARAN IKATAN KIMIA UNTUK MAHASISWA
CALON GURU
Citra Ayu Dewi
Dosen Program Studi Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram
E-mail: Ayudewi_citra@yahoo.co.id
Abstrak: Ikatan Kimia merupakan salah satu materi yang dipelajari dalam Matakuliah Kimia Dasar yang konsep-konsepnya dianggap sulit
bagi sebagian besar mahasiswa. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor: 1). Konsep-konsep ikatan kimia sebagian besar bersifat abstrak,
2). Masih kurangnya pemanfaatan alat bantu mengajar berupa media pembelajaran, 3) Ketidakcocokan teori belajar, media, metode
pembelajaran dan bahan ajar yang diterapkan dalam proses pmbelajaran. Adapun solusi untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan
mengembangkan media pembelajaran berupa media animasi dalam pembelajaran ikatan kimia. Penelitian ini bertujuan untuk
menghasilkan media animasi dalam pembelajaran ikatan kimia untuk mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Semester ganjil IKIP
Mataram. Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu: studi pendahuluan, studi
pengembangan, dan pengujian produk. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa skor rata-rata yang diperoleh dari hasil validasi
ahli media yaitu 85%, sedangkan skor rata-rata yang diperoleh dari pengajar mitra yaitu 90% dengan kategori sangat layak. Hasil ujicoba
terbatas yang telah dilakukan pada mahasiswa diperoleh sebesar 86%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa media animasi dalam pembelajaran
ikatan kimia yangn telah dikembangkan berkategori sangat layak untuk digunakan dalam pembelajaran ikatan kimia pada matakuliah
kimia dasar 1.
PENDAHULUAN
Ilmu kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus Pengajar tampaknya kurang mengembangkan
yaitu membekali peserta didik dengan pengetahuan, pemahaman kreativitasnya untuk merencanakan, menyiapkan dan membuat
dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk dapat media pembelajaran secara matang yang kaya inovasi sehingga
mempelajari konsep-konsep kimia yang lebih tinggi serta menarik bagi peserta didik.Ini tentu menjadi persoalan serius,
mengembangkan ilmu dan teknologi.Akan tetapi, mahasiswa persoalan yang tidak sekedar bisa dipecahkan dalam dataran
sering menganggap bahwa ilmu kimia merupakan salah satu ilmu wacana semata, namun harus ada aksi nyata guna mengatasi
yang sulit untuk dipahami karena berisi teori dan konsep yang persoalan dan mencapai tujuan perlu adanya perbaikan.
terkadang bersifat abstrak, yang salah satunya pada materi ikatan Perbaikan yang dimaksud disini adalah melakukan
kimia. Anggapan itu terjadi karena adanya berbagai faktor pengembangan terhadap media pembelajaran berupa media
terutama ketidakcocokan teori belajar, media, metode animasi yang sudah ada dengan menambah atau mengurangi
pembelajaran dan bahan ajar yang diterapkan oleh dosen. materi pembelajaran dengan ketentuan (1) media animasi yang
Tingkat kesulitan kimia dasar khususnya materi ikatan disusun harus mampu meningkatkan kualitas hasil proses
kimia disusun berdasarkan tingkat abstraksinya, kualitas materi, pembelajaran di kelas baik dari penguasaan konsep, keterampilan
perhitungan pemecahan soal dan grafik, serta kualitas materi yang maupun motivasi bagi mahasiswa, (2) media animasi bersifat
berupa informasi tentang pemahaman konsep dan aturan dari kompeten, praktis, dan efektif serta (3) materi yang disajikan dalam
materi yang bersangkutan. Disisi lain, mahasiswa kemungkinan media animasi harus memenuhi tuntutan kurikulum. Dimana media
dapat lebih memahami materi yang disajikan, bila penyajiannya pembelajaran yang akan dikembangkan oleh peneliti adalah media
dilakukan secara sistematis, misalnya dimulai dengan materi yang animasi menggunakan Macromedia Flash yang akan menyajikan
termudah kemudian dilanjutkan ketingkat yang selanjutnya. Untuk pembelajaran yang menarik, kreatif, menantang dan
itu perlu diterapkan media pembelajaran agar mahasiswa mudah menyenangkan bagi mahasiswa. Cara kerja dari Macromedia
memahami materi tersebut. Flash ini berupa penyajian animasi secara visual dalam bentuk
Berdasarkan hasil wawancara dengan dosen pengampu tulisan, gambar dan lain-lain yang dapat digerakkan sesuai yang
matakuliah kimia dasar, yang dilakukan sebagai kegiatan diinginkan sehingga konsep tentang ikatan kimia mudah dipahami
investigasi awal di Prodi Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram, mahasiswa.
diperoleh informasi bahwa hasil belajar mahasiswa prodi Menurut penelitian Salim, dkk, (2011) Macromedia Flash
pendidikan kimia IKIP Mataram mulai dari angkatan tahun ke-12 adalah salah satu Future Splash animator yang memudahkan
(tahun 2010) sampai dengan ke-15 (tahun 2013 semester ganjil) ± pembuatan animasi pada layar komputer dalam menampilkan
50% dalam katagori cukup, ±10% katagori baik, ≤ 5% katagori gambar secara visual dan lebih menarik. Flash adalah salah satu
sangat baik, dan sisanya kurang dari cukup bahkan masih terdapat software yang merupakan produk unggulan pembuatanimasi
mahasiswa dengan kategori sangat kurang. Rendahnya hasil gambar vektor, sehingga sangat membantu dosen dalam
belajar mahasiswa pada matakuliah kimia dasar disebabkan membuat instrumen pembelajaran. Menurut Nilawasti, dkk, (2013)
karena media pembelajaran yang masih kurang dimanfaatkan oleh Macromedia flash 8 merupakan perangkat lunak yang dapat
pengajar dan mengakibatkan mahasiswa jenuh untuk belajar, dan digunakan untuk membuat sebuah animasi. Animasi adalah
cenderung membosankan. Isi suatu media pembelajaran akan “susunan objek yang diatur sedemikian rupa sehingga
berpengaruh kepada output yang dihasilkan oleh pembelajaran menghasilkan suatu gerakan yang mampu menarik setiap orang
masih tergolong rendah sehingga kemampuan mahasiswa untuk untuk melihatnya”. Menurut Badi, dkk, (2013) animasi memberikan
memahami materipun rendah. informasi secara kreatif yang membuat mahasiswa mampu
ISBN: 978-602-74245-0-0 49
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
mengingatnya sehingga mengakibatkan retensi pengetahuan yang HASIL DAN PEMBAHASAN
lebih baik dan kinerja akademik ditingkatkan. A. Hasil Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini penting Kegiatan penelitian pengembangan dengan judul
dilakukan untuk mengembangkan media animasi dalam “Pengembangan Media Animasi dalam Pembelajaran Ikatan Kimia
pembelajaran ikatan kimiadengan harapan dapat meningkatkan untuk mahasiswa calon guru“ telah dilaksanakan mulai bulan
pemahaman konsep mahasiswa pada matakuliah kimia dasar. Januari sampai Februari 2016 di FPMIPA IKIP Mataram. Seluruh
Penelitian ini difokuskan pada pengembangan media animasi kegiatan yang telah dilaksanakan melibatkan ahli pakar media,
menggunakan Macromedia Flash. pengajar mitra, dan mahasiswa pendidikan kimia semester ganjil.
Pengembangan Media Animasi dalam Pembelajaran Ikatan Kimia
METODE PENELITIAN bertujuan untuk memperoleh media pembelajaran yang baik.
Penelitian ini adalah penelitian pengembangan yang Nantinya, produk ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam upaya
berorientasi pada produk dalam bidang pendidikan. Fokus meningkatkan pemahaman konsep mahasiswa pada materi ikatan
penelitian pengembangan untuk menghasilkan produk tertentu. kimia. Dalam penelitian ini, telah dikembangkan media
Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa media animasi pembelajaran berupa media animasi dengan materi ikatan kimia
untuk mahasiswa pada matakuliah kimia dasar.\Penelitian yang mengacu pada pedoman akademik yang terdapat di program
dilaksanakan pada semester ganjil tahun akademik 2015-2016 studi pendidikan kimia FPMIPA IKIP Mataram. Penelitian ini
dengan subyek penelitian mahasiswa IKIP Mataram Program Studi dilakukan melalui tahap pengembangan media pembelajaran
Pendidikan Kimia Semester 1. Lokasi penelitian di IKIP Mataram dengan menggunakan model pengembangan yang dikembangkan
Jl. Pemuda No. 59A Mataram Nusa Tenggara Barat. oleh sugiyono meliputi: tahap studi pendahuluan, tahap studi
Pengembangan media animasi menggunakan desain pengembangan dan tahap pengujian produk.
pengembangan R&D (Research and Development). Secara garis 1. Tahap Studi Pendahuluan
besar R&D terdiri dari tiga langkah: (1) studi pendahuluan meliputi Tahap studi pendahuluan yang telah dilakukan terdiri dari
analisis kebutuhan, studi pustaka dan survei lapangan untuk analisis kebutuhan dan studi lapangan. Analisis kebutuhan meliputi
mengamati produk dan kegiatan yang ada, (2) tahap analisis mahasiswa dan analisis tugas.
pengembangan produk meliputi penyusunan draf produk, dan (3) 1) Analisis Kebutuhan
tahap pengujian produk (Sugiyono, 2013). a. Analisis mahasiswa
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini Tahap ini merupakan suatu tahapan yang menjelaskan
terdiri dari angket persepsi mahasiswa dan lembar penilaian mengenai hal-hal yang harus dipelajari oleh mahasiswa. Analisis
validasi produk. Aspek penilaian validasi produk meliputi: ini juga digunakan untuk mengklarifikasi apakah ada masalah yang
kelayakan materi, kelayakan konstruksi dan kelayakan bahasa. akan dihadapi sehingga nantinya dapat menemukan solusi yang
Sedangkan angket persepsi mahasiswa terkait dengan tepat untuk menghadapi masalah dalam penyelenggaraan
penggunaan media animasi dalam pembelajaran kimia pada program pembelajaran. Dalam penelitian ini, yang menjadi subjek
matakuliah kimia dasar. penelitian adalah mahasiswa semester ganjil program studi
Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa pendidikan kimia FPMIPA IKIP Mataram.
deskriptif melalui uji validasi produk dan angket persepsi b. Analisis tugas
mahasiswa yang akan dijelaskan sebagai berikut: Pada analisis tugas dilakukan dengan merinci tugas isi
a. Uji Validitas Produk materi ikatan kimia dalam bentuk garis besar. Analisis ini
Uji validitas yang dilakukan adalah validitas isi mencakup analisis struktur isi. Berdasarkan pedoman akademik
produk.Untuk menganalisis validitas isi produk ini dinilai oleh para program studi pendidikan kimia pada matakuliah kimia dasar 1
ahli.Validitas isi ditetapkan berdasarkan penilaian dan dianalisis dan diperoleh hasil yaitu standar kompetensi yang harus
pertimbangan dari pakar pendidikan dan pakar pengajar mitra. dikuasai oleh mahasiswa tentang konsep-konsep pokok kimia
Hasil validasi dari validator kemudian dihitung persentasenya sebagai landasan untuk mempelajari kimia lebih lanjut meliputi:
untuk mengetahui validitas isi produk yang digunakan. Suatu Struktur atom, Sistem Periodik Unsur, Ikatan kimia dan struktur
instrumen secara keseluruhan dikatakan valid jika harga molekul, Kimia unsur, Stoikiometri, Energetika kimia, Kimia koloid,
persentase pemberian skor adalah ≥ 75%. Senyawa karbon dan biokimia. Kompetensi dasar yang harus
b. Angket Persepsi Mahasiswa dikuasai, yaitu: Membandingkan proses pembentukan ion, ikatan
Angket digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang kovalen, ikatan koordinasi dan ikatan logam serta hubungannya
respon mahasiswa terhadap media animasi dalam pembelajaran dengan sifat fisika senyawa yang terbentuk. Beberapa konsep-
ikatan kimia yang dikembangkan. Angket diberikan setelah konsep yang dituangkan dalam media pembelajaran ini adalah:
mahasiswa selesai mempelajari matakuliah kimia dasar. Standar kestabilan dalam suatu ikatan kimia, pembentukan ikatan ion,
untuk menentukan persepsi mahasiswa terhadap penggunaan ikatan kovalen, ikatan kovalen tunggal, rangkap dua, dan rangkap
media animasi digunakan kriteria sebagai berikut: tiga, kepolaran ikatan kovalen, ikatan kovalen koordinasi dan
Jika R = 0-20% = mahasiswa berpendapat sangat negatif ikatan logam.
Jika R = 21-40% = mahasiswa berpendapat negatif 2) Studi Lapangan
Jika R = 41-60% = mahasiswa berpendapat netral Pada studi lapangan ini dikaji masalah mendasar yang
Jika R = 61-80% = mahasiswa berpendapat positif dihadapi di lapangan sehingga perlu dilakukan pengembangan
Jika R = 81-100% = mahasiswa berpendapat sangat media animasi dalam pembelajaran ikatan kimia. Pada langkah ini,
Positif (Sugiyono, 2013). peneliti mengamati permasalahan-permasalahan yang muncul
dalam pembelajaran ikatan kimia. Permasalahan yang ada antara
lain, mahasiswa merasa bahwa pembelajaran ikatan kimia
ISBN: 978-602-74245-0-0 50
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
merupakan salah satu materi yang dianggap sulit karena memiliki dilakukan dimana saja dan kapan saja, dapat mengubah peran
tiga representatif yaitu: makroskopik, mikroskopik, dan simbolik. pengajar ke arah yang lebih positif dan produktif. Dengan
Sehingga diperlukan suatu pemahaman konsep secara benar. memanfaatkan media ini secara baik, seorang pengajar bukan lagi
Artinya, mahasiswa tidak mengalami kekeliruan dalam memahami menjadi satu-satunya sumber belajar bagi mahasiswa. Dengan
masing-masing konsep yang terdapat pada materi tersebut, adanya media ini pengajar tidak perlu menjelaskan seluruh materi
sehingga dapat menerapkan solusi yang tepat untuk setiap pembelajaran, karena bisa berbagi peran dengan media dengan
permasalahan yang berbeda dan mampu mengaplikasikan dalam demikian pengajar akan lebih banyak memiliki waktu untuk
kehidupan nyata sehingga pembelajarannya menjadi lebih memberikan perhatian kepada aspek-aspek edukatif lainnya,
bermakna. seperti membantu kesulitan belajar mahasiswa, pembentukan
2. Tahap Studi Pengembangan kepribadian, memotivasi belajar, dan sangat membantu pengajar
Pada tahap studi pengembangan, produk yang akan dalam proses belajar mengajar dan membuat mahasiswa belajar
dikembangkan yaitu media animasi mengacu pada pedoman lebih mandiri lagi.
akademik prodi pendidikan kimia. Dalam tahap ini berisi identifikasi Menurut penelitian Salim, dkk, (2011) Macromedia Flash
terhadap program. Melalui identifikasi ditentukan judul, tujuan dan adalah salah satu Future Splash animator yang memudahkan
pokok-pokok materi yang akan dituangkan pada program tersebut. pembuatan animasi pada layar komputer dalam menampilkan
Studi pengembangan merupakan tahap setelah proses analisis gambar secara visual dan lebih menarik. Flash adalah salah satu
dimana tahap ini adalah tidak lanjut atau kegiatan inti dari langkah software yang merupakan produk unggulan pembuatanimasi
analisis. Studi pengembangan produk juga dikatakan sebagai gambar vektor, sehingga sangat membantu dosen dalam
rancangan dalam proses pengembangan produk. Studi membuat instrumen pembelajaran. Menurut Nilawasti, dkk, (2013)
pengembangan produk disusun dengan mempelajari masalah, Macromedia flash 8 merupakan perangkat lunak yang dapat
kemudian mencari solusi melalui identifikasi dari tahap analisis digunakan untuk membuat sebuah animasi. Animasi adalah
kebutuhan pada proses sebelumnya. Salah satu tujuan dari tahap “susunan objek yang diatur sedemikian rupa sehingga
ini adalah menentukan strategi pembelajaran yang tepat agar menghasilkan suatu gerakan yang mampu menarik setiap orang
mahasiswa dapat mencapai tujuan dalam proses pendidikan, untuk melihatnya”. Menurut Badi, dkk, (2013) animasi memberikan
khususnya dalam mencapai standar kompetensi yang telah informasi secara kreatif yang membuat mahasiswa mampu
ditentukan dalam proses pembelajaran. mengingatnya sehingga mengakibatkan retensi pengetahuan yang
3. Tahap Pengujian Produk lebih baik dan kinerja akademik ditingkatkan. Penelitian lain yang
Media pembelajaran hasil pengembangan, sebelum telah dilakukan oleh Sigit Priatmoko, Dkk (2011). Dari hasil
diujicobakan divalidasi terlebih dahulu oleh ahli media, pengajar penelitiannya bahwa ada perbedaan hasil belajar kimia siswa yang
mitra (praktisi) dan mahasiswa (subyek uji coba) untuk mengetahui disampaikan melalui pendekatan CET dengan media macromedia
kelayakan dari produk yang telah dikembangkan. Validasi produk flash dan media microsoft powerpoint pada pokok bahasan
dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif melalui lembar validasi. Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia.
1) Data Validasi Produk
Berdasarkan hasil validasi yang telah dilakukan oleh ahli KESIMPULAN
media diperoleh hasil validasinya sebesar 85% dengan kategori Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
layak. Sedangkan hasil validasi dari pengajar mitra sebesar 90% validitas media animasi hasil pengembangan mengacu pada hasil
dengan kategori sangat layak. Hal ini menunjukan bahwa media penilaian validasi ahli serta ujicoba terbatas. skor rata-rata yang
animasi hasil pengembangan dinyatakan sangat layak untuk diperoleh dari ahli media dan pengajar mitra masing-masing sebesar
digunakan sebagai media pembelajaran dalam ikatan kimia. 85% dan 90% dengan kategori sangat layak. hasil ujicoba terbatas
Masukan dari ahli media dan pengajar mitra berupa penilaian, diperoleh sebesar 86% sehingga media animasi yang telah
komentar dan saran dijadikan sebagai pedoman dalam merevisi dikembangkan layak untuk digunakan dalam pembelajaran ikatan
produk awal. Produk hasil revisi tahap pertama dan kedua akan kimia
digunakan untuk uji coba terbatas. .
2) Data Ujicoba Terbatas DAFTAR RUJUKAN
Berdasarkan hasil uji coba terbatas yang telah dilakukan Badi, H. J. Zeki, A.M. Faris, W. F. Othman, R. B. 2013. Animation
pada mahasiswa semester ganjil prodi pendidikan kimia diperoleh as a Problem Solving Technique in Mechanical
hasil uji coba sebesar 86% dengan kategori layak. Engineering Education. International Jurnal of Scientific &
Engineering Reseach. Vol. 4. No. 5. ISSN 2229-5518.
B. Pembahasan Nilawasti Z.A. 2013. Penggunaan Macromedia Flash 8 Pada
Berdasarkan masukan saran dan tanggapan dari ahli Pembelajaran Geometri Dimensi Tiga. Prosiding Semirata
media, pengajar mitra sebagai praktisi dan mahasiswa sebagai FMIPA Universitas Lampung.
subyek uji coba maka diperoleh media animasi dalam Priatmoko, S. Prasetya, A. 2011. Komparasi Hasil Belajar Siswa
pembelajaran ikatan kimia sesuai dengan yang diharapkan. Media Dengan Media Macromedia Flash dan Microsoft Powerpoit
animasi ini dapat memudahkan pengajar dalam menyajikan yang Disampaikan Melalui Pendekatan Chemo-
informasi mengenai materi yang cukup kompleks dalam Edutaintment. Semarang: FPMIPA Universitas Negeri
kehidupan, memotivasi mahasiswa untuk memperhatikan karena Semarang.
menghadirkan daya tarik bagi mahasiswa karena media dilengkapi Salim, S. Toifur, M. 2011. Pemanfaatan Media Pembelajaran
dengan suara, media dapat menumbuhkan sikap positif (Macromedia Flash) Dengan Pendekantan Kontruktivis
mahasiswa terhadap materi ikatan kimia dalam proses belajar, Dalam Memecahkan Efektipitas Pembelajaran Fisika Pada
media animasi ini memungkinkan proses pembelajaran dapat
ISBN: 978-602-74245-0-0 51
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Konsep Gaya. Seminar Nasional Penelitian: Fakultas
MIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
ISBN: 978-602-74245-0-0 52
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENERAPAN CARA BELAJAR SISWA AKTIF (CBSA) DALAM MATA PELAJARAN SEJARAH DI SMP
NEGERI 1 WOHA KABUPATEN BIMA
Damhuji
Dosen STKIP Taman Siswa Bima
E-mail:-
Abstrak: Penelitian bertujuan untuk mengetahui penerapan Cara Belajar Siswa Aktuf (CBSA) dalam mata pelajaran Sejarah di SMP
Negeri 1 Woha dan untuk mengetahui Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam mata pelaran Sejarah SMP Negeri 1 Woha kabupaten
Bima. Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi, populasi penelitian yaitu seluruh siswa sebanyak 411 orang siswa, sedangkan sampel
penelitian sebanyak 30 orang siswa, teknik analisis data yaitu Deskriptif Presentase. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, penerapan
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam mata pelajaran Sejarah di SMP Negeri 1 Woha yaitu diterapkan secara intensi dalam rangka
meningkatkan kualitas siswa. Faktor penghambat Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) seperti: Kurangnya buku paket Sejarah, kurangnya
media belajar dan kurangnya tiangkat kreatifitas siswa terhadap materi yang diberikan oleh guru.
Kata Kunci: Penerapan cara belajar siswa aktif, mata pelajaran sejarah.
ISBN: 978-602-74245-0-0 54
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
kepada responden. tanggapan siswa yang mengatakan 27 orang atau 90% sangat
Indikator adanya penerapan prinsip CBSA yakni menarik, 3 orang atau 10% yang mengatakan tidak menarik.
bilamana dalam proses belajar mengajar ditemukan keaktifan Sebagai bukti bahwa penerapan CBSA sudah terlaksana
dari siswa. Hal ini penulis melihat dari siswa ketika mata dengan baik, sebagai factor yang turut menunjang adalah minat
pelajaran Sejarah diajarkan nampak adanya keaktifan dari siswa dalam mengikuti pelajaran Sejarah yang sangat besar. Hal
siswa yang belajar. ini dapat dilihat dari angket yang disebarkan oleh penulis dimana
Untuk membuktikan hal tersebut, dapat dilihat dari hasil 90% menjawab sangat suka dengan mata pelajaran Sejarah.
angket yang telah dianalisis seperti pada tabel berikut ini. Tabel 3. Tanggapan siswa terhadap intensitas menjawab
Tabel 1. Tanggapan Siswa Tentang Keaktifan Dalam Bertanya pertanyaan pada proses belajar mengajar berlangsung
Frekuensi Frekuensi
Frekuensi Frekuensi No. Tanggapan Siswa
No. Tanggapan Siswa Absolut Relatif
Absolut Relatif
1. Selalu 18 60
1. Selalu 25 83,3
2. Kadang-kadang 8 26,7
2. Kadang-kadang 3 10
3. Jarang 2 6,7
3. Jarang 2 6,7
4. Tidak pernah 2 6.7
4. Tidak pernah - -
Jumlah 30 100
Jumlah 30 100
Dari tabel diatas dapat diperoleh gambaran bahwa
intensitas siswa menjawab pertanyaan adalah selalu, hal ini
Dari tabel diatas dapat diperoleh gambaran bahwa
terbukti dari tanggapan siswa dimana 18 orang atau 60% yang
keatifan siswa dalam bertanya selalu dilakukan, hal ini terbukti dari
mengatakan selalu, 8 orang atau 26,7% mengatakan kadang-
tanggapan siswa yang mengatakan 25 orang atau 83,3% selalu, 3
kadang, 2 orang atau 6,7% dan 2 orang atau 6,7% yang
orang atau 10% yang mengatakan kadang-kadang dan 2 orang
mengatakan tidak pernah.
atau 6,7% yang mengatakan tidak pernah.
Dengan hasil tabel diatas, nampak adanya keterlibatan
Tanggapan siswa di atas sejalan dengan apa yang
siswa dalam kegiatan belajar mengajar dalam bentuk feed back
dikatakan oleh guru Sejarah Hermansyah bahwa: “Sebenarnya
atas adanya umpan balik sehingga terwujud tujuan pembelajaran.
penerapan prinsip CBSA di sekolaj ini khususnya dalam mata
Dalam bentuk lain siswa juga menunjukkan keberaniannya di
pelajaran Sejarah telah tercapai, hal ini karena siswa selalu
dalam mengajukan pertanyaan terhadap materi yang dianggap
menggunakan kesempatan yang diberikan kepadanya untuk
kurang jelas, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
bertanya. Jadi proses belajar mengajar semakin nampak karena
Tabel 4. Tanggapan siswa mengenai kesempatan untuk
penekanan mengajar dari guru adalah bagaimana menjadikan
mengajukan pertanayaan terhadap materi yang kurang
suasana kelas menjadi hidup dengan adanya metode mengajar
jelas
yang bervariasi”.
Penerapan prinsip CBSA dalam proses belajar mengajar Frekuensi Frekuensi
No. Tanggapan Siswa
mata pelajaran Sejarah dengan menggunakan menggunakan Absolut Relatif
metode mengajar bervariasi sangat menarik bagi siswa. Hal
tersebut nampak dalam menerima materi pelajaran, disini penulis 1. Selalu 21 70
melihat adanya interaksi yang baik antara pihak guru dengan siswa 2. Kadang-kadang 6 20
setelah guru menjelaskan pokok bahasan yang diajarkan, nampak
adanya motivasi siswa untuk bertanya ini senantiasa terwujud 3. Jarang 3 10
dalam mengikuti mata pelajaran Sejarah. 4. Tidak pernah - -
Pelajaran Sejarah yang umumnya dominan dengan
aspek kognitif, maka karenanya lebih efisien jika metode mengajar Jumlah 30 100
yang digunakan adalah metode bervariasi, seperti metode diskusi, Dari tabel diatas dapat diperoleh gambaran bahwa
tanya jawab dan ceramah, sebagaimana tercermin dari sikap siswa kesempatan siswa untuk bertanya adalah selalu, hal ini terungkap
yang dapat dilihat pada tabel berikut ini. dari hasil tanggapan responden di mana 21 orang atau 70% yang
Tabel 2. Tanggapan Siswa Mengenai Metode Mengajar Guru yang mengatakan selalu, 6 orang atau 20% yang mengatakan kadang-
Bervariasi kadang dan 3 orang atau 10% yang mengatakan jarang.
Frekuensi Frekuensi Disini nampak bahwa adanya keterlibatan siswa dalam
No. Tanggapan Siswa
Absolut Relatif kegiatan belajar mengajar dan bentuk mengajukan pertanyaan
1. Sangat menarik 27 90 yang kurang jelas akan memberikan motivasi kepada siswa untuk
memecahkan permasalah belajar yang dihadapinya.
2. Tidak menarik 3 10 2. Faktor Penghambat Penerapan Cara Belajar Siswa Aktif
Jumlah 30 100 (CBSA) Dalam Mata Pelajaran Sejarah SMP Negeri 1 Woha
kabupaten Bima
Sudah menjadi tekad bersama para guru di SMP Negeri
Dari tabel diatas dapat diperoleh gambaran bahwa metode 1 Woha bahwa kualitas siswa merupakan sasaran yang
mengajar guru yang bervariasi sangat menarik, hal ini terbukti dari diutamakan, disamping bagaimana caranya seupaya tingkat
kelulusan siswa semakin baik dalam rangka melanjutkan
ISBN: 978-602-74245-0-0 55
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi.
Menurut Firdamayanti, S.Pd bahwa: “Proses SARAN
pelaksanaan prinsip CBSA di sekolah kami khususnya dalam mata 1. Disarankan supaya guru dalam proses belajar mengajar mata
pelajaran Sejarah sudah lama diterapkan karena memang cara pelalajaran Sejarah supaya menggunakan prinsip CBSA.
tersebut sangat efektif”. Namun demikianproses penerapan CBSA 2. Disarankan kepada pihak sekolah untuk melengkapi media
dalam proses belajar mengajar mata pelajaran Sejarah diakui pembelajaran Sejarah.
masih dirasakan adanya faktor penghambat, baik oleh pihak guru 3. Disarankan kepada siswa untuk selalu aktif dalam proses
maupun oleh pihak siswa sendiri. belajar mengajar mata pelajaran Sejarah.
Adapun hambatan yang dirasakan tersebut antara lain
sebagai berikut : DAFTAR PUSTAKA
a. Kurangnya buku paket Sejarah Abdu Mali, 2000. Pengelolaan Fasilitas Pengajaran, Malang, FIK –
Akibat kurangnya buku paket Sejarah yang dimiliki oleh IKIP,
pihak guru terlebih bagi siswa menyebutkan adanya keluhan- Achmad, A. 1995. Tanya Jawab Ilmu Jiwa Pendidikan, Jakarta,
keluhan di dalam penerapan materi. Hal ini diakui oleh guru Sejarah Rajawali Press.
bahwa: “Pada dasarnya proses belajar mengajar akan semakin Ali Muhammad, 2001. Penelitian Kependidikan, Prosedur dan
efektif kalau ditunjang dengan buku paket Sejarah yang tidak Strategi, Bandung, Bina Aksara.
hanya dimiliki oleh guru, tetapi juga oleh siswa agar supaya materi Hadi Sutrisno, 2000. Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia.
dapat dijelaskan, siswa tidak lagi mencatatnya karena materi Joni Raka, T. , 1994. Pengelolaan Kelas, Jakarta, Depdikbud Dirjen
tersebut sudah ada buku. Keuntungan lain adalah membiasakan Dikti.
siswa memahami materi tersebut dengan cepat sebelum Maman Achdiat, 1999. Mengajar Yang Efektif, Jakarta, Depdikbud.
diterangkan oleh guru”. Moh. Uzer Usman, 1991. Menjadi Guru Profesional,Jakarta, Bina
b. Kurangnya media belajar Aksara.
Peranan media dalam proses belajar mengajar sangat Nana Sudjana, 1992. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar,
penting, sebab dapat menambah semangat siswa dalam kegiatan Bandung, Sinar Baru.
belajar mengajar. Hambatan yang dirasakan dalam menerapkan Poewadarminta, W.J.S, 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia,
CBSA ialah terbatasnya media pengajaran seperti penggunaan Jakarta, Ghalia Indonesia.
gambar-gambar serta fasilitas lainnya yang biasa digunakan dalam Sardiman,1982. Membina Hasrat Belajar di Sekolah, Bandung,
kegiatan belajar mengajar. Remaja Rosda.
Meskipun pengaruh media tidaklah selalu menentukan, Suriabrata Sumadi, 1982. Pedoman Didaktik Metodik MPM,
namun demikian setidaknya dapat menciptakan suasana yang Surabaya, Pn. Nasional.
kondusif ditambah dengan adanya motivasi belajar yang tinggi. Suwarno, 1995. Proses Belajar Mengajar PMP, Surabaya, Usaha
c. Rendahnya keberanian siswa untuk memberikan tanggapan Nasional.
terhadap materi yang belum jelas dari guru The Liang Gie. 1992. Proses Belajar Mengajar Keterampilan
Realita yang terjadi ketika proses belajar mengajar Dasar, Bandung Remaja Karya.
berlangsung, yakni masih rendahnya keberanian siswa untuk Tomdike,1995. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta,
memberikan tanggapan terhadap materi yang dianggap jelas. Pada Raja Grafindo Persada.
hal dari penjelasan guru masih banyak yang belum ditangkap dan Wibowo, Sudiarjo, 1999, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar,
dimengerti oleh siswa karena dengan bahasa yang terlalu tinggi Bandung, Sinar Baru.
serta adanya materi yang memerlukan penjelasan yang sejelas-
jelasnya.
SIMPULAN
Adapun yang akan menjadi kesimpulan dari skripsi ini
adalah sebagai berikut:
1. Penerapan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam mata
pelajaran Sejarah di SMP Negeri 1 Woha kabupaten Bima yaitu
diterapkan secara intensif dalam rangka meningkatkan kualitas
siswa dan juga kualitas kelulusan untuk selanjutnya memberi
kesempatan dan peluang siswa untuk menlanjutkan
pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi.
2. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar mata pelajaran
Sejarah di SMP Negeri 1 Woha kabupaten Bima, masih
dijumpai adanya bebrapa faktor penghambat seperti:
kurangnya buku paket Sejarah yang dimiliki oleh pihak guru
terlebih bagi siswa ketika kegiatan belajar mengajar
berlangsung, kurangnya media belajar yang menunjang dan
kurangnya tingkat kreatifitas siswa terhadap materi yang
diberikan oleh guru.
ISBN: 978-602-74245-0-0 56
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH BRAINSTORMING DALAM PROJECT BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN
BERPIKIR KREATIF PADA PENERAPAN IMPULS-MOMENTUM DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Dewi Dewantara1 & Nurdiansyah2
E-mail: dewantarafisika@gmail.com
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh brainstorming dalam PjBL terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa
pada materi penerapan impuls-momentum dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed methods:
embedded experimental design. Penelitian dilakukan pada kelas XI MIA 1 SMAN 8 Malang tahun ajaran 2014/2015. Data kuantitatif
berupa nilai kemampuan analisis dan berpikir kreatif siswa diambil melalui pretest dan posttest dan dianalisa melalui uji-t berpasangan.
Hasil analisis data kuantitatif dilengkapi dan diperkuat oleh hasil analisis data kualitatif. Data kualitatif diambil melalui observasi langsung
dan wawancara open-ended kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Seluruh tahapan dalam
pelaksanaan PjBL dengan brainstorming mampu melatih siswa dalam mengoptimalkan dan mengembangkan kemampuan berpikir
kreatifnya karena siswa yang diwajibkan memberikan ide (brainstorming) dalam proyek; 2) terdapat perubahan kemampuan berpikir kreatif
antara sebelum dan sesudah pelaksanaan PjBL dengan brainstorming.
PENDAHULUAN kemampuan berpikir kreatif siswa dalam dekade terakhir ini. Hal ini
Fisika adalah ilmu yang mempelajari sifat materi, energi sesuai dengan hasil tes kemampuan analisis dan kemampuan
dan gejala yang dialami benda-benda di alam, serta menjadi dasar berpikir kreatif oleh siswa kelas XII SMAN 8 Malang pada bulan
perkembangan ilmu teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Salah april 2014. Tes ini dilakukan pada materi fluida dinamis yang
satu pokok bahasan dalam fisika di sekolah menengah atas (SMA) memiliki tuntutan kurikulum yang serupa dengan impuls-
adalah impuls-momentum. Sub-materi yang dijarkan pada pokok momentum. Tes tersebut meminta siswa untuk memodifikasi
bahasan impuls-momentum adalah: (1) impuls: berkaitan dengan bentuk pesawat yang telah disediakan serta menganalisis
gaya yang bekerja interval waktu tertentu yang sangat singkat modifikasinya tersebut. Hasil modifikasi dan analisis siswa tersebut
(Young & Fredman, 2002: 228); (2) momentum: ukuran kesukaran akan menunjukkan pola kemampuan berpikir kreatif siswa.
untuk memberhentikan gerak suatu benda (Kanginan, 2014:200); Aspek yang diukur dalam melihat kemampuan berpikir
(3) hukum kekekalan momentum: momentum total sistem sesaat kreatif siswa yang sangat rendah tersebut adalah attention to
sebelum tumbukan sama dengan momentum total sistem sesaat purpose, attention to aesthetics, dan working at the edge one’s
sesudah tumbukan, asalkan tidak ada luar yang bekerja pada competence (Costa, 1985:60-61). Hasil yang diperoleh tidak jauh
sistem (Kanginan, 2014:213); dan (4) tumbukan: tumbukan lenting berbeda dengan kemampuan analisis siswa, yakni kemampuan
sempurna, tumbukan lenting sebagian, dan tumbukan tidak lenting berpikir kreatif siswa masih sangat rendah. Pada aspek attention
sama sekali (5) penerapan impuls-momentum dalam kehidupan to purpose masih rendah dimana 64% siswa kurang mampu
sehari-hari. menggambarkan hasil modifikasi sesuai dengan tujuan serta
Belajar pada materi penerapan impuls-momentum dalam kurang sesuai dengan penjelasan (analisis) materi yang
kehidupan sehari-hari. di SMA tidak hanya menghapal rumus dan diuraikannya. 36% siswa mampu menggambarkan sesuai dengan
menyelesaikan soal saja tetapi siswa diharapkan mampu tujuan dan materi fluida dinamis. working at the edge one’s
memahami, mengamati, menganalisis, menyelesaikan masalah, competence siswa masih sangat rendah karena dari seluruh
menerapkan, dan mengkreasikannya dalam kehidupan sehari- jawaban siswa hanya terdapat empat variasi jawaban karena 86%
hari. Mengacu pada Kompetensi Dasar SMA/MA (Kemdikbud, siswa memiliki jawaban yang sama dengan rekannya sehingga
2013), siswa diharapkan mampu: (3.5) menerapkan konsep hanya 14% siswa yang memiliki jawaban tunggal. Hal ini
momentum dan impuls, serta hukum kekekalan momentum dalam menunjukkan bahwa siswa masih belum bekerja secara maksimal
kehidupan sehari-hari; dan (4.5) memodifikasi roket sederhana untuk melebihi kompetensi yang dimiliki oleh orang lain bahkan
dengan menerapkan hukum kekekalan momentum. Dengan dirinya sendiri. Walaupun seluruh siswa mampu mengembangkan
demikian, Kurikulum 2013 menghendaki dalam pembelajaran gagasan awal pesawat menjadi konteks baru, kemampuan siswa
impuls-momentum siswa memiliki kemampuan analisis dan dalam attention to aesthetics tetap saja masih sangat rendah. Hal
kemampuan berpikir kreatif. ini dikarenakan 86% siswa kurang mampu membuat bagan
Kemampuan berpikir kreatif materi impuls-momentum pesawat secara menarik.
adalah keterampilan untuk berpikir berbeda dengan yang telah Fakta mengenai rendahnya kemampuan berpikir kreatif ini
ada, dimana keterampilan ini meliputi (a) attention to aesthetics: dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pembelajaran penerapan
kemampuan membuat karya dengan kualitas yang terbaik dan impuls-momentum dalam kehidupan sehari-hari yang menekankan
menarik secara estetika, (b) attention to purpose: menghasilkan pada kemampuan berpikir kreatif yang sesuai kurikulum 2013
karya yang tidak lepas dari tujuan proyek serta materi impuls- belum pernah dilaksanakan. Pada kurikulum sebelumnya,
momentum, (c) working at the adge of one’s competence: kebutuhan akan kemampuan analisis tidak diiringi dengan
kemampuan bekerja lebih dari kompetensi yang dimiliki siswa lain pembelajaran yang mendukung perkembangan hal tersebut.
bahkan dirinya sendiri. Mihardi,dkk (2013) dan Luthvitasari,dkk (2013) menyebutkan
Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan penyebabnya adalah pembelajaran tidak berkembang hingga ke
permasalahan masih belum mencapai yang diharapkan. Hasil tahap yang mengembangkan kemampuan analisis siswa.
penelitian Kim (2011) yang menunjukkan penurunan drastis Pembelajaran terkadang hanya berupa penyampaian materi dan
ISBN: 978-602-74245-0-0 57
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pengerjaan soal terkait rumus-rumus impuls-momentum yang tidak PjBL diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir
sesuai dengan target kognitif yang dikehendaki kurikulum. kreatif siswa sekolah pada materi penerapan impuls-momentum
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk
kemampuan analisis dan berpikir kreatif pada impuls-momentum mengidentifikasi pengaruh brainstorming dalam PjBL terhadap
menuntut tenaga pendidik untuk memperbaiki dan menemukan kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi penerapan impuls-
solusi dari permasalahan tersebut. Dari permasalahan tersebut, momentum dalam kehidupan sehari-hari.
diperlukan pembelajaran yang mengasah kemampuan berpikir
kreatif siswa hingga mampu menerapkan konsep impuls METODE
momentum dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang baik Desain penelitian ini adalah mixed method. Model
haruslah mengupayakan siswa untuk terjun langsung dalam penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah embedded
kehidupan sehari-hari untuk menerapkan secara kreatif berbagai design: embedded experimental model. Tahap pertama dalam
konsep fisika dalam kehidupan (Munawaroh,dkk. 2013; desain ini adalah pengambilan data qual before invention dengan
Luthvitasari,dkk. 2012). Pembelajaran juga harus menggunakan wawancara open-endded sebelum pelaksanaan
mendayagunakan kemampuan berpikir kreatif siswa hingga PjBL dengan brainstorming. Tahap selanjutnya adalah
mampu mencipta/memodifikasi produk yang menerapkan konsep pengambilan data QUAN measure yang diambil berupa pretest
impuls momentum. Pembelajaran yang tepat menjadi solusi dalam untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa. Intervention
pencapaian kemampuan berpikir kreatif tersebut adalah project yang diberikan adalah PjBL dengan brainstorming dengan proyek
based learning (PjBL). berupa pembuatan roket sederhana yang disertai eksperimen
PjBL adalah sebuah model pembelajaran yang sistematik untuk memperoleh pengetahuan tentang impuls dan momentum.
yang melibatkan siswa dalam mempelajari pengetahuan dasar dan Selama intervention, dilakukan wawancara dan observasi
kecakapan hidup melalui sebuah perluasan, proses penyelidikan, mengenai perencanaan proyek, pelaksanaan proyek, dan produk
pertanyaan otentik, serta perancangan produk dan kegiatan yang hasil proyek yakni roket dan poster. Setelah pembelajaran
seksama. Ketika siswa diberikan proyek dalam PjBL yang berakhir, diambil data QUAN measure yakni posttest
berkaitan dengan materi penerapan impuls-momentum dalam menggunakan soal yang sama dengan pretest. Setelah itu,
kehidupan sehari-hari, maka siswa akan mampu meningkatkan dilakukan wawancara open-endded terhadap responden yang
kemampuan berpikir kreatif siswa. Hal ini didukung oleh hasil sama untuk memperoleh data qual after intervention. Tahapan
penelitian Yalcin,dkk (2009) dan Munawaroh,dkk (2013) yang selanjutnya adalah menginterpretasikan data yang diperoleh yakni
mengemukakan bahwa PjBL dapat meningkatkan prestasi belajar, data kuantitatif diolah dan dianalisis kemudian dilengkapi dan
sikap fisika, dan keterampilan proses sains. Kemampuan berpikir diperkuat oleh hasil analisis data kualitatif. Subjek penelitian terdiri
kritis dan kreatif dapat ditingkatkan berdasarkan hasil penelitian dari 1 kelas yakni kelas XI MIA 1 di SMA Negeri 8 Malang dengan
Luthvitasari, dkk (2012) dalam penelitiannya menggunakan PjBL. jumlah subjek sebanyak 30 siswa. Penelitian dilaksanakan pada
Salah satu proses yang dapat disisipkan dalam model bulan Oktober 2014, semester ganjil tahun ajaran 2014/2015di
pembelajaran PjBL guna meningkatkan kemampuan analisis dan SMA Negeri 8 Malang, Jawa Timur.
kemampuan berpikir kreatif siswa adalah brainstorming.
Brainstorming adalah salah satu proses pembelajaran inovatif HASIL DAN PEMBAHASAN
dimana seluruh siswa dituntut untuk mengeluarkan ide-ide kreatif Proyek dalam pembelajaran ini melatih pendayagunaan
yang berbeda dari siswa lain serta sesuai dengan konsep fisika. kemampuan analisis siswa secara maksimal. Hal ini sesuai
Adanya brainstorming membuat siswa-siswa wajib mengasah dengan hasil penelitian Luthvitasari, dkk (2012) dan Jack (2013)
kemampuan berpikir kreatifnya sehingga ide-ide tidak hanya yang menyatakan bahwa PjBL mampu meningkatkan kemampuan
diwakili oleh siswa tertentu saja. Syarat wajib dalam brainstorming berpikir siswa dalam pembelajaran fisika. Berdasarkan hasil
adalah kesesuaian konsep fisika dengan ide yang diberikan. wawancara, siswa telah mampu menganalisis kasus karena
Brainstorming yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir rangkaian kegiatan dalam PjBL dengan brainstorming membantu
kreatif siswa dalam memecahkan permasalahan didukung oleh siswa memahami konsep dan penerapan materi impuls-
hasil penelitian Al-Khatib (2012) dan El-Rabadhi (2012). momentum. Siswa mampu memahami konsep impuls-momentum
PjBL dengan brainstorming materi penerapan impuls- dari eksperimen menggunakan roket sederhana yang telah dibuat
momentum dalam kehidupan sehari-hari adalah suatu siswa. Diskusi kelas yang membahas hasil eksperimen roket
pembelajaran dimana siswa diberikan suatu permasalahan yang sederhana siswa membantu siswa menggeneralisasi konsep yang
diselesaikan dengan melakukan perancangan roket sederhana, telah didapatkan kepenerapan lain yang lebih luas dalam
pengimplementasian rancangan roket sederhana, serta kehidupan sehari-hari. Poster yang dibuat oleh siswa merupakan
penyelidikan autentik terhadap suatu masalah melalui suatu rangkuman dari keseluruhan hasil yang telah dikerjakan dan
proyek pembuatan roket sederhana untuk mengkonstruk diperoleh siswa selama pembelajaran.
pengetahuannya pada materi impuls-momentum. Ketika membuat PjBL dengan brainstorming memaksimalkan tahapan
rancangan proyek roket sederhana secara individu, rancangan brainstorming yang salah satunya dilakukan ketika siswa
secara kelompok, analisis hasil proyek, serta analisis hasil merancang roket sederhana baik secara individu maupun yang
eksperimen, seluruh siswa diwajibkan memberikan ide hasil berkelompok. Brainstorming mendayagunakan seluruh
pemikiran mereka sendiri. Tahapan dalam PjBl dengan kemampuan analisis siswa agar mampu mengidentifikasi konsep
brainstorming adalah (a) mendeskripsikan tujuan pembelajaran, fisika yang berkaitan pada rancangan roket sederhana yang dibuat
(b) mendeskripsikan masalah, (c) meneliti masalah, (d) memahami siswa. Siswa akan mengidentifikasi apakah rancangan dapat
dan mencari ide (brainstorming), (e) menyusun rencana proyek diwujudkan dalam praktik. Cara siswa dalam merancang kegiatan
(brainstorming), (f) implementasi rencana proyek (brainstorming), eksperimen dan analisis hasil eksperimen dapat meningkatkan
dan (g) evaluasi dan refleksi. Penekanan brainstorming dalam kemampuan analisis siswa karena hasil eksperimen yang
ISBN: 978-602-74245-0-0 58
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
diperoleh dapat dibangun menjadi struktur pengetahuan baru Brainstorming dalam PjBL sangat membantu siswa dalam
dalam pengetahuan siswa oleh siswa itu sendiri. Hal ini sesuai mendayagunakan kemampuan berpikir kreatifnya. Pada tahapan
dengan pernyataan El-Rabadhi (2012) bahwa brainstorming pembuatan rancangan roket dan rancangan eksperimen
mampu menciptakan pembelajaran yang berpusat pada siswa menggunakan roket serta pada pembuatan poster, maka disitulah
untuk membangun potensi mereka sendiri. ide-ide kreatif siswa didayagunakan. Setelah siswa terbiasa
Pretest dan posttest untuk mengetahui kemampuan mengeluarkan ide kreatifnya masing-masing, maka ketika
berpikir kreatif siswa terdiri dari tiga soal tentang materi impuls- diberikan kasus yang berkaitan dengan impuls-momentum, siswa
momentum. Materi impuls momentum dibagi menjadi tiga kasus telah mampu menjawabnya dengan ide-ide kreatif mereka.
yakni: impuls dan momentum; hukum kekekalan momentum; dan Keefektifan brainstorming dalam PjBL untuk meningkatkan
tumbukan. Tiap-tiap materi dikategorikan level kemampuan kemampuan berpikir kreatif siswa sesuai dengan pernyataan Al-
berpikir kreatifnya dalam level rendah, sedang, dan tinggi. Berikut Blwi (2006) yang menyatakan bahwa brainstorming mampu
ini adalah tabel perbandingan dari pretest dan posttest meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan cara
kemampuan berpikir kreatif. membimbing siswa dalam menumbuhkan suatu permasalahan
Tabel 1. Pretest dan Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif yang memungkinkan siswa untuk menumbuhkan idenya. Zarif
Persentase (2013) juga menyatakan bahwa brainstorming dalam
Materi Level pembelajaran mampu membantu siswa mendatangkan ide-ide
Pretest Posttest
Rendah 96,7 23,3% baru dan membantu siswa mendapatkan keuntungan dari gagasan
Impuls dan orang lain melalui pengembangan dan rekonstruksi mereka.
Sedang 3,3% 46,7%
momentum Kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi impuls-
Tinggi 0% 30%
Rendah 100% 33,3% momentum masih rendah sebelum pelaksanaan PjBL dengan
Hukum kekekalan brainstorming. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa
Sedang 0% 56,7%
momentum mendayagunakan kemampuan berpikir kreatif dalam
Tinggi 0% 10%
Rendah 100% 20% pembelajaran fisika. Berdasarkan hasil wawancara, siswa belum
pernah diajarkan atau diberi penugasan yang mengasah
Tumbukan Sedang 0% 56,7%
kemampuan berpikir kreatif baik dalam bentuk soal, maupun dalam
Tinggi 0% 23,3%
praktik nyata. Siswa juga belum pernah melaksanakan proyek dan
Dari hasil uji-t untuk kemampuan berpikir kreatif siswa
brainstorming dalam pembelajaran fisika. Alasan lain adalah siswa
yang dilakukan pada dua kelompok nilai dari satu kelompok
belum mengetahui tentang impuls dan momentum yang
sampel menunjukkan nilai thitung sebesar13,614 Lebih besar dari
ditunjukkan oleh hasil wawancara dimana 90% siswa tidak
ttabel sebesar 1,699 Berdasarkan kriteria tersebut, maka Ho ditolak
mengetahui tentang impuls dan momentum.
dan H1 diterima. Hasil uji-t menunjukkan bahwa μo ≠ 0, sehingga
terdapat perbedaan pada hasil pretest dan posttest. Jadi, siswa
SIMPULAN
mengalami perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara sebelum
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang
dan sesudah dilakukan PjBL dengan brainstorming.
diuraikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Gain score akan menunjukkan bagaimana posisi atau
1. Seluruh tahapan dalam pelaksanaan PjBL dengan
peningkatan dari hasil pretest terhadap hasil posttest. Hasil
brainstorming mampu melatih siswa dalam mengoptimalkan
perhitungan menunjukkan bahwa gain score pada pretest dan
dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya. Hal ini
posttest kemampuan analisis bernilai 0,598. Dengan demikian gain
dikarenakan ketika pelaksanaan brainstorming dalam PjBL,
tersebut berada pada level sedang, yakni terdapat peningkatan
siswa yang diwajibkan memberikan ide (brainstorming) dalam
sebesar 59,8% antara nilai pretest dan posttest. Hasil perhitungan
proyek akan terlatih untuk mengembangkan kemampuan
juga menunjukkan bahwa gain score pada pretest dan posttest
berpikir kreatifnya.
kemampuan berpikir kreatif siswa bernilai 0,6302. Dengan
2. Terdapat perubahan kemampuan berpikir kreatif antara
demikian gain tersebut berada pada level sedang, yakni terdapat
sebelum dan sesudah pelaksanaan PjBL dengan
peningkatan sebesar 63,02% antara nilai pretest dan posttest.
brainstorming. Perubahan kemampuan berpikir kreatif
Kriteria dari kemampuan berpikir kreatif yang digunakan
ditunjukkan melalui hasil analisis uji-t berpasangan, hasil
dalam penelitian ini merupakan kriteria yang dijabarkan oleh
analisis pretest-posttest, wawancara, dan observasi selama
Perkins (dalam Costa, 1985) yakni attention to aesthetics, attention
pembelajaran berlangsung. Terdapat peningkatan
to purpose, dan, working at the egde one’s competence.
kemampuan berpikir kreatif sebesar 63,02% antara sebelum
Peningkatan kemampuan berpikir kreatif ini terbukti dari tiga kasus
dan sesudah pelaksanaan PjBL dengan brainstorming. Rata-
yang diberikan, terlihat bahwa sebelum pembelajaran hasil
rata skor kemampuan analisis berubah dari 15,00 menjadi
kemampuan berpikir kreatif siswa dominan berada pada level
68,57.
rendah. Setelah pelaksanaan PjBL dengan brainstorming, hasil
kemampuan berpikir kreatif siswa lebih dominan pada level tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Proyek pembuatan roket sederhana yang disertai eksperimen
Al-Khatib, B.A. 2012. The Effect of Using Brainstorming Strastegy
menggunakan roket tersebut membantu siswa dalam
in Developing Creative Problem Solving Skills Among
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Ketika tahapan
Female Students in Princess Alia University College.
proyek yakni pembuatan dan eksperimen dengan roket sederhana,
American Internation Journal of Contemporary Research,
siswa mengasah kemampuan berpikirnya untuk memberikan ide-
(Online), 2 (10): 29-38, (http://www.aijcrnet.com), diakses
ide mereka. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mihardi, dkk
9 Februari 2014.
(2013), Balkevicius, dkk (2013), Munawaroh, dkk (2012), dan
Balkevicius,M., Mazeikiene, A., & Svediene,S. 2013. The First
Luthvitasari, dkk (2012) yang menyatakan bahwa PjBL mampu
Steps of Project-Based Education in Lithuanian High
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
ISBN: 978-602-74245-0-0 59
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Schools. Procedia-Social and Behavioral Sciences, Education Sciences, (Online), 1 (1): 81-105,
(Online), 83 (2013): 483-492, (http://www.iojes.net), diakses 2 Februari 2014.
(http://www.sciencedirect.com), diakses 6 Februari 2014. Young, H.D. & Fredman, R.A. 2000. Fisika Universitas Jilid 1.
El-Rabadhi, I.G.S. 2012. The Effect of Brainstorming Strategy on Terjemahan Silaban,P. 2002. Jakarta: Erlangga.
Grade Eight Students Achievement in General Science in Zarif, T. & Mateen, A. 2013. Rule of Using Brainstorming on
Aljun Governorate-Jordan. Research Journal of Student Learning Outcomes During Teaching of S.Studies
Commercee and Behavioral Science, (Online), 02 (02): 5- at Middle Level. Interdisciplinary Journalof Contemporary
11, (http://www.theinter-nationaljournal.org), diakses 9 Research in Business, (Online), 4 (09): 1089-1096,
Februari 2014. (http://ijcrb. webs.com), diakses 2 Februari 2014.
Jack, G.U. 2013. The Influence of Identified Student and School
and School Variables on Students’ Science Process Skills
Acquisition. Journal of Education and Practice, (Online), 4
(5): 15-23, (http://www.liste.org), diakses 13 Februari 2014.
Kanginan, M. 2014. Fisika Jilid 2 Untuk SMA/MA Kelas XI:
Kelompok Peminatan Matematika dan Ilmu Alam. Jakarta:
Erlangga.
Kanginan, M. 2007. Fisika untuk SMA Kelas XI Semester 1: 2A.
Jakarta: Erlangga
Kemdikbud. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
No 65 Tahun 2013 tentang standar Pengelolaan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Kim, K.H. 2011. The Creativity Crisis: The Decrease in Creative
Thinking Scores on The Torrance Tests of Creative
Thinking. Creativity Research Journal, (Online), 23 (4):
285-295, (http://www.tandfonline.com), di akses 3 Maret
2014.
Krathwohl, D.R. 2002. A Revision of Bloom’s Taxonomy: An
Overview. Theory into Practice, (Online), 41 (4): 212-264,
(http://www.tandfonline.com), diakses 14 Maret 2014.
Luthvitasari, N. Made, N.D.P, & Linuwih, S. 2012. Implementasi
Pembelajaran Fisika Dengan Proyek terhadap
Keterampilan Berpikir Kritis, Berpikir Kreatif, dan
Kemahiran Generik Sains. Journal of Innovative Science
Education, (Online), 1 (02): 92-97,
(http://journal.unnes.ac.id), diakses 6 Februari 2014.
Mihardi, S., Harahap, M.B., & Sani, R.A. 2013. The effect of Project
Based Learning Model with KWL Worksheet on Student
Creative Thingking Process in Physics Problems. Journal
of Education and Practice, (Online), 4 (25): 188-200, (http://
www.liste.org), diakses 6 Februari 2014.
Munawaroh, R., Subali, B., & Sopyan,A. 2012. Penerapan Model
Project Based learning dan Kooperatif untuk Membangun
Empat Pilar Pembelajaran Siswa SMP. Unnes Physics
Educational Journal, (Online), 1 (1): 33-37,
(http://journal.unnes.ac.id), diakses 9 Februari 2014.
Perkins, D.N. 1984. What Creative Thinking Is. Dalam A.L. Costa
(Ed.), Developing Minds (hlm. 58-62). Virginia: ASCD.
Teodorestu, R.E., Bennhold, C., Feldman, G., & Medsker, L. 2013.
New Approach to analyzing physics problem: A Taxonomy
of Introductory Physics Problems. Physical Review Special
Topics- Physics Education Research, (Online), 9 (01): 1-
20, (http://journals.aps.org), diakses 11 Februari 2014.
Tipler, P.A. 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik Jilid 1.
Terjemahan Lea P. & Adi R.W. 1998. Jakarta: Erlangga.
Yacob, Y. 1996. The Efficacy of the Interactive Methods in teaching
Islamic Education. Unpublishe M.A. Thesis. Syria:
Damascus University.
Yalcin, S.A., Turgut, U., & Buyukkasai, E. 2009. The Effect of
Project Based Learning on Science Undergraduates’
Learning of Electricity, Attitude Towards Physics and
Scientific Process Skills. International Online Journal of
ISBN: 978-602-74245-0-0 60
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN DRAMA BERBASIS POTENSI LOKAL MASYARAKAT SASAK
Duwi Purwati
Fakultas Pendidikan, Prodi Sendratasik, Universitas Nahdhatul Ulama NTB
Email: karimbumiarsyal@gmail.com
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul pembelajaran drama berbasis potensi lokal masyarakat Sasak. Penelitian
ini merupakan Research and Development (R&D). Pengembangan dilakukan dengan mengacu pada model 4-D dengan tahapan Define,
Design, Develop, dan Disseminate. Penelitian ini hanya sampai pada Develop, Tahap Disseminate tidak dilaksanakan. Subjek uji coba
pada penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Selong Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner,tes (pre-test dan
post-test), dan lembar observasi. Masukan terhadap modul hasil pengembangan digunakan untuk dasar perbaikan modul pada uji coba
tahap berikutnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa modul pembelajaran drama potensi lokal masyarakat Sasak adalah sebagai
berikut. (1) Prosedur pengembangan yang digunakan, yaitu tahap pendefinisian meliputi analisis kurikulum, analisis siswa, analisis tugas,
dan analisis tujuan pembelajaran. Tahap perancangan meliputi pemilihan format dan desain modul. Tahap pengembangan meliputi hasil
validasi, uji coba terbatas, dan uji coba lapangan. (2) Kualitas modul pembelajaran berdasarkan hasil penilaian ditinjau dari aspek
kelayakan isi, aspek bahasa dan gambar, aspek penyajian, dan aspek kegrafisan secara keseluruhan berkualitas “baik”. Berdasarkan
penilaian dari para ahli, guru, dan teman sejawat dapat dikatakan bahwa modul pembelajaran hasil pengembangan tersebut layak
digunakan. (3) Penerapan modul pembelajaran berbasis potensi lokal masyarakat Sasak secara umum dapat terlaksana. (4) Respon
siswa terhadap modul pembelajaran drama termasuk dalam kategori “baik”.(5) Pembelajaran dengan modul dapat meningkatkan
pemahaman siswa yang ditunjukkan oleh peningkatan skor post-test terhadap pre-test sebesar 17,2 dan persentase ketuntasan siswa
sebesar 96%. Pembelajaran juga mampu melatih kemandirian siswa dalam belajar, meningkatkan kemampuan siswa bekerjasama dan
menumbuhkan sikap untuk menghargai potensi lokal yang ada.
ISBN: 978-602-74245-0-0 61
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
1. Memaparkan prosedur pengembangan modul pembelajaran antara lain, dengan sosial budaya, politik, dan hankam.
drama berbasis potensi lokal masyarakat Sasak yang layak (Asef Juanda dan Kaka Rosdiayanto, 2006: 343).
digunakan untuk pembelajaran. Sedangkan Tekstur merupakan unsur yang
2. Menghasilkan produk penelitian berupa modul pembelajaran menjadikan teks itu terdengar dan terlihat (Soemanto C.
drama berbasis Potensi Lokal Masyarakat Sasak yang layak Soebakti, 2001:86). Tekstur terdiri dari dialogue, mood, dan
digunakan. spectacle. Dialogue selanjutnya disebut dengan spektakel.
3. Mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran menggunakan Dialog, suasana hati, dan spektakel disajikan secara
modul pembelajaran drama berbasis potensi lokal masyarakat bersama-sama. Dialog merupakan ciri khas dalam naskah
Sasak. drama yang membedakan antara drama dengan karya
4. Mendeskripsikan respon siswa selama pembelajaran sastra yang lainnya.
menggunakan modul pembelajaran drama berbasis potensi b. Strategi Menulis Naskah Drama
lokal masyarakat Sasak. Kegiatan menulis naskah drama tidaklah semudah
5. Mendeskripsikan keefektifan modul pembelajaran drama yang dibayangkan. Siswa dituntut untuk mengembangkan
berbasis potensi lokal masyarakat Sasak untuk kegiatan unsur—unsur yang menjadi kekuatan sebuah naskah
pembelajaran. drama sehingga naskah tersebut lebih mantap dan hidup,
baik dari segi aktualisasi tema, alur, penggambaran tokoh,
KAJIAN PUSTAKA setting maupun penyususnan dialog.Untuk itu dalam
1. Pengertian Drama pelajaran menulis, siswa harus memahami langkah-
Drama merupakan bentuk kiasan yang langkah yang dilakukan. Dengan demikian tulisan siswa
menggambarkan kehidupan dan watak manusia melalui akan mudah dipahami oleh pembaca. Ada beberapa tahap
tingkah laku (akting) yang dipentaskan. Drama dapat pula yang umum dilakukan siswa dalam menulis yaitu
diartikan sebagai karya sastra yang diproyeksikan di atas mempersiapkan kata, ide. gagasan dan mempunyai
pentas. Berbeda dengan karya sastra lainnya, seperti puisi dan kemampuan dalam mengorganisasikan pesan dengan
prosa, drama terbentuk atas dialog-dialog atau biasanya baik. Terkait dengan pembelajaran menulis di kelas
disebut sebagai seni pertunjukan atau teater. Drama dapat pula Urguhart & Mclver (2005:69) menjelaskan beberapa hal
diartikan sebagai bentuk karya sastra yang menggambarkan berikut ini.
kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi
melalui lakuan dan dialog. Lakuan dan dialog dalam drama “Previewing the writing strategies that you mat
tidak jauh berbeda dengan lakuan serta dialog yang terjadi ask your student to use allows you to better understand
dalam kehidupan sehari-hari. (Asef Juanda dan Kaka the difficulties they may experience from actually getting
Rosdiayanto, 2006: 343). words on paper coherently to hazarding a public reading.”
Selain itu, pembicaraan tentang drama yang muncul Dalam pengajaran menulis, guru perlu
di tengah masyarakat lebih banyak terfokus pada pementasan memperhatikan model, metode dan teknik dalam
atau seni lakonnya Padahal, sesungguhnya drama sendiri pembelajaran menulis. Pemahaman tersebut berimplikasi
mempunyai dua dimensi, yakni dimensi sastra dan dimensi terhadap kesuksesan dalam proses belajar mengajar.
pemanggungan. Masing-masing dimensi dalam drama Pemahaman model, metode, dan teknik akan
tersebut dapat dibicarakan secara terpisah untuk kepentingan memudahkan guru dalam pengajaran menulis. Disamping
analisis. (Hassanuddin, 1996:9 dalam Cahyaningsih 2010: 2). itu, guru akan dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi
Drama juga bisa dikatakan kualitet komunikasi, oleh siswa dalam menulis. Hal ini perlu diorganisir dengan
situasi, action, (dan segala apa saja yang terlihat dalam pentas baik agar informasi atau pesan yang disampaikan dapat
baik secara objektif atau subjektif, nyata atau khayalan), yang dipahami. Terkait dengan apa saja yang kita tulis dijelaskan
menimbulkan kehebatan, keterenyuhan dan ketegangan oleh Burton, Quirke, Reichman, & Peyton (2009: 8) sebagai
perasaan pada pendengar atau penontonnya. atau juga suatu berikut:
bentuk cerita konflik sikap dan sifat manusia dalam bentuk “The reflective writing process begins with writing
dialog, yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan what you already know, or believe, about an incident,
percakapan dan gerak (action) dihadapan pendengar atau topic or problem and then increasingly questioning the
penonton (Karmini, 2011: 142-143). substance and meaning of what you wrote in relation to
Kaitannya dalam pembelajaran sastra anak (Taufik the other events, resources, practices and
Ampera, 2010:40) menjelaskan bahwa harus dirancang suatu environments.”
bentuk pertunjukan drama yang tidak terlalu rumit. Intinya Menulis adalah salah satu cara untuk
siswa mampu bermain peran dan memahami dasar-dasar mengkomunikasikan perasaan, peristiwa, dan
bermain drama. Siswa tidak perlu melakukan suatu kepercayaan kepada pembaca. Dengan menulis dapat
pertunjukan utuh suatu naskah drama, melainkan dapat menyalurkan pokok-pokok pikiran, menawarkan ide-ide,
memainkan pragmen atau sempalan dalam suatu naskah dan konsep-konsep kepada orang lain, dan menseirkan
a. Unsur dan Tekstur Drama pengetahuan dan pengalaman dan pengalaman. Menulis
Drama tersusun dari unsur instrinsik dan ekstrinsik. berbeda dengan berbicara, kebanyakan bahasa yang
unsur instrinsik adalah unsur yang membangun sebuah diujarkan secara spontan, tidak kompleks, dan
drama dan berada di dalam drama itu sendiri, seperti tokoh, berhubungan dengan situasi-situasi yang ada.
dialog, alur, latar, dan sebagainya. adapun unsur ekstrinsik 2. Modul
adalah unsur yang berada di luar drama, namun berkaitan Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran
dengan cerita drama tersebut. unsur yang dimaksud, yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara
ISBN: 978-602-74245-0-0 62
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah
untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan dimengerti serta istilah yang umum digunakan merupakan
tingkat kompleksitasnya (Depdiknas, 2003:1). Modul biasanya salahsatu bentuk user friendly.
disajikan dalam bentuk pembelajaran mandiri (self instruction). 3. Desain Modul Pembelajaran Berbasis Potensi Lokal
Siswa dapat mengatur kecepatan dan intensitas belajarnya Masyarakat Sasak
secara mandiri. Waktu belajar untuk menyelesaikan satu modul Bahan ajar berbasis potensi lokal, yaitu program
tidak harus sama, berbeda beberapa menit sampai beberapa pembuatan bahan ajar yang isi dan media penyampaiannya
jam.n Definisi modul juga dikemukakan oleh Meyer (1978 :2), dikaitkan dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya
beliau mengatakan definisi modul sebagai berikut: serta kebutuhan daerah. Potensi lokal yang dimaksud oleh
”A module is a relatively short self-contained, peneliti adalah memberdayakan kembali kearifan lokal dari
independent unit of instruction designed to achive a limited set beberapa naskah asli yang sudah ditransliterasi untuk dijadikan
of specific and well-defined educational objectives. It usually sebagai dasar dari pembuatan bahan ajar. Beberapa cerita
has a tangible format as a set or kit of co-ordinated and highly rakyat NTB khususnya cerita rakyat yang berkembang dalam
produced materials involving a variety of media. A module may masyarakat Sasak juga ditonjolkan.
or may not be designed for individual self paced learning and Senada dengan Karmini, Murti Bunanda dalam
may employ a variety of teaching technique.” seminar sastra anak dengan tema “Membangun Karakter
Modul adalah suatu unit desain pembelajaran yang Bangsa Menjemput Masa Depan” (2011:9-10) menyatakan
isinya relatif singkat dan spesifik, yang disusun untuk mencapai bahwa cerita rakyat menembus batas umur, suku bangsa,
tujuan pembelajaran. Modul biasanya memiliki suatu rangkaian maupun bangsa. Cerita rakyat dapat dinikmati dan untuk
kegiatan yang terkoordinasi dengan baik berkaitan dengan siapapun tanpa batasan asal usul dan tingkatan. Karena itu,
materi dan media serta evaluasi. Modul dapat digunakan berbagai cerita rakyat Nusantara juga menjadi bahan cerita
secara individual dan dapat pula digunakan dalam kelompok yang banyak dituliskan kembali oleh penulis luar dan
seperti kelas. Modul berisi tujuan pembelajaran yang ingin diterbitkan oleh penerbit luar juga. Bila pendukung
dicapai melalui kegiatan belajar, materi yang berisi bahan ajar, kebudayaannya sendiri meremehkan budayanya, maka kelak
media yang digunakan dan langkah pembelajaran serta mungkin terjadi generasi mendatang Indonesia akan
evaluasi. Berikut dijabarkan karakteristik Modul (Depdiknas, mendatangkan, mendapatkan, dan mengenalnya dari penulis
2003:6-8). luar. Hal ini telah terjadi dan beberapa contoh akan dipaparkan
a. Self Instructional dapat diartikan bahwa melalui modul dalam bagian ini.
tersebut siswa mampu membelajarkan diri sendiri, tidak
tergantung pada pihak lain. Sesuai dengan tujuan modul METODE
adalah agar siswa mampu belajar mandiri Penelitian ini adalah jenis penelitian dan pengembangan
b. Self Contained yaitu seluruh materi pembelajaran dari (R&D). Adapun yang akan dikembangkan dalam penelitian ini
satu kompetensi atau subkompetensi yang dipelajari adalah modul pembelajaran drama berbasis potensi lokal
terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari masyarakat Sasak yang mampu meningkatkan hasil belajar siswa
konsep ini adalah memberikan kesempatan siswa pada materi menulis naskah drama. Model yang digunakan untuk
mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena dasar pengembangan modul pembelajaran drama berbasis potensi
materi dikemas ke dalam kesatuan utuh. Jika harus lokal masyarakat Sasak ini merupakan hasil adaptasi dari
dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari pengembangan perangkat model 4-D (four-D model) yang
kompetensi/subkompetensi harus dilakukan dengan hati- dikemukakan oleh Thiagarajan (1974:5).
hati dan memperhatikan keluasan Tahap pertama dari model 4-D adalah Define
kompetensi/subkompetensi yang harus dikuasai oleh (pendefinisian), Kemudian diikuti dengan tahap Design
siswa. (perancangan),Develop (pengembangan), dan satu tahap lagi
c. Stand Alone atau berdiri sendiri yaitu modul yang tersebut adalah tahap Disseminate (penyebarluasan). Karena hasil
dikembangkan tidak tergantung pada bahan ajar lain. penelitian ini tidak disebarkan pada sekolah lain (selain tempat
Dengan menggunakan modul, siswa tidak perlu bahan ajar peneliti) maka hanya digunakan tiga tahap, yaitu sampai tahap
yang lain untuk mempelajari atau mengerjakan tugas pada develop.
modul tersebut. Jika siswa masih menggunakan dan Subjek penelitian dalam penelitian pengembangan modul
bergantung pada bahan ajar lain tidak dikategorika sebagai ini adalah siswa kelas XI SMA N Selong. Jumlah total subjek
modul berdiri sendiri. ujicoba ada 49 siswa dengan rincian sebagi berikut:
d. Adaptif. Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi 1. 20 orang siswa digunakan untuk uji kelompok kecil yang terdiri
terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan dari yaitu 5 siswa dari kelas XI IPA 1, 5 Siswa dari kelas XI IPA
adaptif jika modul tersebut dapat menyesuaikan 2 , 5 siswa dari kelas XI IPA 3 dan 5 siswa dari kelas X1 IPA 4
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta SMA N 1 Selong. Subjek uji coba terbatas ini dipilih secara acak
fleksibel digunakan diberbagai tempat. Modul yang adaptif pada masing-masing kelas.
adalah jika isi materi pembelajaran dan perangkat lunaknya 2. 29 orang siswa kelas XI IPA 5 digunakan untuk uji lapangan.
dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu. Instrumen penelitian ini terdiri dari: a) lembar validasi, b)
e. User Friendly. Modul hendaknya juga memenuhi kaidah lembar observasi pengelolaan pembelajaran, c) lembar observasi
‘user firendly’ atau bersahabat/ akrab dengan pemakainya. aktivitas, d) angket respon siswa, dan e) instrumen berupa tes hasil
Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat belajar menulis naskah drama awal dan akhir. Kriteria penilaian
membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk yang dipakai untuk penilaian ini berupa faktor-faktor yang berkaitan
kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan penilaian karangan siswa berupa naskah drama seperti
ISBN: 978-602-74245-0-0 63
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
yang diungkapkan oleh Hertfield dkk melalui Nurgiyantoro (2004: memahami pementasan drama dan menulis naskah drama.
307) yang diadaptasi dari Lisa Yunita (2011: 30) sebagai kriteria Materi pada kompetensi dasar tersebut dapat digunakan untuk
penilaian. Skor tersebut dikumpulkan dan digunakan sebagai pembelajaran modul drama berbasis potensi lokal masyarakat
bahan analisis. Sasak. Materi dikemas dalam pembelajaran modul ini dapat
Teknik analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif. membantu siswa dalam mempelajari konsep-konsep dalam
data yang dianalisis meliputi analisis kelayakan, respon siswa, hasil materi yang diberikan dengan aplikasinya dalam kehidupan
belajar, dan keterlaksanaan pembelajaran. sehari-hari.
1. Analisis kelayakan modul oleh ahli,guru,teman dan respon 2. Tahap Design (Perancangan)
siswa Hasil rancangan terhadap pengembangan modul
Teknik analisis data untuk kelayakan modul dan pembalajaran drama berbasis potensi lokal masyarakat Sasak
respon siswa terhadap modul, dilakukan dengan langkah- ini adalah sebagai berikut:
langkah sebagai berikut. a. Modul pembelajaran yang dikembangkan terbagi dalam
a. Tabulasi semua data yang diperoleh untuk setiap tiga kegiatan belajar, yaitu kegiatan belajar 1 (bentuk-
komponen, sub komponen dari butir penilaian yang bentuk drama, unsur-unsur drama, perbedaan drama
tersedia dalam instrumen penilaian. dengan novel, cerpen, dan puisi), kegiatan belajar 2 (kiat-
b. Menghitung skor total rata-rata dari setiap komponen kiat menulis naskah, memanfaatkan potensi lokal) dan
dengan menggunakan rumus. kegiatan belajar 3 (teknik membuat dialog dalam naskah
𝑋̅ =
∑𝑋 drama, teknik menyunting naskah, contoh naskah).
𝑛 Kegiatan belajar tersebut terdiri dari bagian-bagian sebagai
Keterangan :
berikut:
𝑋̅ = skor rata-rata 1) Tujuan berisi kompetensi yang harus dicapai siswa
∑ 𝑋 = Jumlah skor
setelah mempelajari materi dalam setiap kegiatan
n= Jumlah penilai belajar.
c. Mengubah skor rata-rata menjadi nilai dengan kategori. 2) Advance Organizer berisi gambar dan kalimat-kalimat
Adapun acuan pengubahan skor menjadi skala lima pembuka yang berfungsi untuk menambah motivasi
tersebut menurut Sukardjo (2006:53) adalah sebagai dan daya tarik dalam mempelajari materi yang terbuat
berikut: dalam sub tema (kegiatan belajar).
Tabel 1. Kategori penskoran 3) Gambar dan Ilustrasi yang berfungsi sebagai sarana
membantu pemahaman materi.
4) Asah Pemahaman terdapat tugas individu berisi soal-
soal latihan yang digunakan sebagai sarana untuk
meningkatkan kemampuan dan pemahaman siswa
dalam mempelajari materi dalam subtema yang
dibahas.
5) Tugas Kelompok berisi kegiatan percobaan yang
berfungsi sebagai sarana untuk menguji dan
Keterangan: menerapkan kaidah atau konsep bahasa dan sastra
X = Skor aktual (skor yang dicapai)
𝑥̅ = Rerata skor ideal
Indonesia serta sebagai sarana bagi siswa
= (1/2) (skor ideal + skor terendah ideal) mengembangkan kreatifitas dan keaktifan dalam
SBi = Simpangan baku skor ideal belajar. Oleh karena itu kegiatan percobaan yang
= (1/2) (1/3) (skor tertinggi ideal - skor terendah tertuang pada tugas terdapat pada tiap-tiap
ideal) pembahasan suatu konsep materi..
Skor tertinggi ideal = ∑ butir kriteria x skor tertinggi 6) Lelakak Sasak berisi pesan moral khas Sasak atau
Skor terendah ideal = ∑ butir kriteria x skor t𝑒rendah informasi pengetahuan yang berkaitan dengan pesan
Dalam penelitian ini kelayakan ditentukan dengan nilai moral. Lelakak Sasak berfungsi membahas tentang
minimal “C” dengan kategori cukup baik. Jadi jika hasil penilaian tindak tanduk dalam pergaulan yang bisa dijadikan
oleh ahli dan guru reratanya memberikan hasil akhir “C”, maka pedoman.
produk pengembangan modul pembelajaran ini sudah dianggap 7) Tokoh-tokoh berisi para tokoh atau penulis terkemuka
layak digunakan. dalam bidang tokoh terkenal. Tokoh-tokoh berfungsi
untuk menambah pengetahuan tentang naskah-
HASIL DAN PEMBAHASAN naskah drama yang terkenal pada zamannya.
Pengembangan modul pembelajaran berbasis potensi 8) Berita Budaya berisi tentang beberapa kebiasaan yang
lokal yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi empat tahap terjadi dalam masyarakat Sasak. Berita budaya
pengembangan yaitu tahap define (pendefinisian), tahap design berfungsi untuk menambah pengetahuan siswa
(perancangan) tahap develop (pengembangan), dan disseminate tentang budaya yang berkembang dalam masyarakat
(penyebaran). Secara rinci, tahap pengembangan tersebut adalah mereka.
sebagai berikut. 9) Rangkuman berisi konsep-konsep yang harus
1. Tahap Define (Pendefinisian) dipahami siswa. Rangkuman berfungsi sebagai sarana
Berdasarkan analisis kurikulum dan materi pelajaran bagi siswa agar dapat memahami garis besar materi
maka telah dipilih dua kompetensi dasar yang menjadi sasaran dalam sub tema yang dibahas.
pengembangan. Kompetensi dasar tersebut adalah
ISBN: 978-602-74245-0-0 64
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
10) Refleksi Diri berisi sarana bagi siswa untuk
merenungkan kembali apa yang telah dipelajari dalam b. Analisis Data Hasil Evaluasi Produk dari Aspek Bahasa dan
satu subtema. Gambar
b. Modul yang dikembangkan juga dilengkapi dengan Berdasarkan data pada Tabel diketahui bahwa
petunjuk bagi siswa dan motivasi menulis yang keduanya modul pembelajaran hasil pengembangan ditinjau dari
berada diawal modul, evaluasi, glosarium, daftar pustaka, aspek kelayakan isi, dari ahli diperoleh skor total 30,0, dari
yang berada di bagian belakang modul. Berikut penjelasan guru diperoleh skor total 33,5 dan dari teman sejawat
dari bagian-bagian tersebut. diperoleh skor 34,0. Berdasarkan Tabel skala penilaian
1) Tata cara penggunaan modul yaitu petunjuk bagi siswa maka dapat dinyatakan bahwa modul pembelajaran
berisi perihal ketentuan/peraturan yang harus ditinjau dari aspek bahasa dan gambar, berdasarkan hasil
diketahui, dipahami dan diikuti siswa selama belajar penilaian baik dari ahli materi maupun guru diperoleh nilai
menggunakan modul. Petunjuk bagi siswa berfungsi B dengan kategori “baik”, sedangkan dari teman sejawat
untuk memberi arahan bagi siswa agar siswa lebih diperoleh nilai A dengan kategori “sangat baik”. Hasil
cepat berhasil mempelajari modul. penilaian dari ahli materi, guru dan teman sejawat tersebut
2) Evaluasi yang berisi soal-soal untuk menentukan tergambar dalam bentuk diagram maka hasilnya adalah
kriteria dari penulisan naskah. Evaluasi berfungsi sebagai berikut:
sebagai sarana bagi siswa untuk menguji penguasaan
materi yang dipelajari dalam sub tema.
3) Glosarium berisi penjelasan kosakata. Siswa dapat
menemukan penjelasan dari istilah/kata yang ada
dalam kosakata drama.
4) Daftar Pustaka berisi rujukan tentang materi yang
disajikan. Siswa dapat mengakses alamat email yang
tersedia dalam daftar pustaka untuk menelusuri lebih
lanjut perkembangan materi. c. Data Hasil Evaluasi Produk dari Aspek Penyajian
3. Tahap Develop (Pengembangan) Berdasarkan data diketahui bahwa modul
Tahap develop (pengembangan) dalam penelitian ini pembelajaran ditinjau dari aspek penyajian, dari ahli media
meliputi hasil uji coba ahli, uji terbatas, dan uji coba lapangan. diperoleh skor total 59,5 dari guru diperoleh skor total 70,5
Uji coba ahli dilakukan untuk mengevaluasi modul dan dari teman sejawat diperoleh skor 76,0. Berdasarkan
pembelajaran menulis naskah drama berbasis potensi lokal Tabel skala penilaian dapat dinyatakan bahwa modul
yang dikembangkan berupa penilaian dan saran ataupun pembelajaran ditinjau dari aspek penyajian,hasil penilaian
masukan. Uji coba ahli dibagi menjadi empat bagian yaitu ahli dari ahli media maupun guru diperoleh nilai B dengan
materi, ahli media, guru bahasa dan Sastra Indonesia dan kategori “baik”, sedangkan dari teman sejawat diperoleh
Teman Sejawat. Setelah evaluasi dari ahli, guru dan teman nilai A dengan kategori “sangat baik”. Hasil penilaian
sejawat dilakukan, penilaian dan masukan yang diperoleh dari tersebut tergambar dalam bentuk diagram maka hasilnya
para ahli,guru, dan teman sejawat tersebut dijadikan pedoman adalah sebagai berikut:
untuk merevisi produk awal modul. Setelah produk awal modul
direvisi, selanjutnya diujicobakan siswa pada ujicoba kelompok
kecil.
4. Analisis Data Hasil Evaluasi Produk
a. Analisis Data Hasil Evaluasi Produk dari Aspek Kelayakan
Isi
Berdasarkan data pada Tabel diketahui bahwa
modul pembelajaran hasil pengembangan ini dari ahli d. Data Hasil Evaluasi Produk dari Aspek Kegrafisan
diperoleh skor total 36,5 dari guru bahasa diperoleh skor Berdasarkan data pada Tabel diketahui bahwa
total 41,5 dan dari teman sejawat diperoleh skor total 42,0. modul pembelajaran hasil pengembangan ditinjau dari
Berdasarkan Tabel skala penilaian maka dapat dinyatakan aspek kelayakan isi, dari ahli diperoleh skor total 24,0, dari
bahwa modul pembelajaran hasil penilaian baik dari ahli guru Bahasa dan Sastra Indonesia diperoleh skor total 26,0
materi maupun guru, aspek kelayakan isi mendapakan nilai dan dari teman sejawat diperoleh skor 27,0. Berdasarkan
B dengan kategori “baik”, sedangkan berdasarkan hasil Tabel skala penilaian maka dapat dinyatakan bahwa
penilaian teman sejawat diperoleh nilai A dengan kategori modul pembelajaran ditinjau dari aspek kegrafisan,
“sangat baik”. Hasil penilaian dari ahli materi, guru bahasa berdasarkan hasil penilaian baik dari ahli materi maupun
dan sastra, dan teman sejawat tersebut tergambar dalam guru diperoleh nilai B dengan kategori “baik”, sedangkan
bentuk diagram maka hasilnya adalah sebagai berikut: dari teman sejawat diperoleh nilai A dengan kategori
“sangat baik”. Hasil penilaian dari tersebut tergambar
dalam bentuk diagram maka hasilnya adalah sebagai
berikut:
ISBN: 978-602-74245-0-0 65
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
b. Analisis Respon Siswa
Respon siswa terhadap modul pembelajaran
menulis hasil pengembangan ini dari aspek materi
mendapatkan skor total 14,8 dari aspek keterbacaan
bahasa dan gambar mendapatkan skor total 22,5, dari
aspek penyajian mendapatkan skor total 45,8 dan dari
aspek tampilan mendapatkan skor 22,0. Berdasarkan tabel
skala penilaian maka dapat dinyatakan bahwa modul
pembelajaran baik dari aspek keterbacaan bahasa dan
5. Analisis Hasil Uji Coba Kelompok Kecil gambar, aspek penyajian, dan aspek tampilan
Siswa yang digunakan untuk uji coba berasal dari mendapatkan nilai B dengan kategori “baik”, sedangkan
kelas XI IPA 1 sebanyak 5 orang, XI IPA 2 sebanyak 5 orang , aspek materi mendapatkan nilai C dengan kategori “cukup
XI IPA 3 sebanyak 5 orang dan XI IPA 4 sebanyak 5 orang. baik”.
Pemilihan subjek uji coba dilakukan secara acak dengan Kesulitan siswa untuk memahami istilah-istilah
memperhatikan perbedaan kemampuan siswa (kemampuan yang digunakan dalam modul berdampak pada kesulitan
baik dan kurang). Tujuan uji coba ini adalah untuk siswa dalam memahami materi. Pembelajaran menulis
mengumpulkan informasi yang dapat digunakan sebagai naskah yang menginginkan siswa belajar secara utuh
bahan untuk memperbaiki produk dalam revisi berikutnya. menuntut siswa untuk mempelajari materi dengan cukup
Informasi yang diperoleh peneliti dalam uji kelompok kecil beragam sampai pada lintas bidang kajian potensi lokal,
terkumpul dalam data keterlaksanaan pembelajaran, data dengan demikian banyak pula istilah-istilah yang harus
respon siswa terhadap produk, dan data hasil belajar siswa. dipelajari siswa. Dalam hal ini, siswa masih perlu adaptasi
Berikut ini analisis data secara lengkap dari masing-masing dengan metode pembelajaran yang sedang diterapkan.
data tersebut. c. Analisis Ketuntasan Hasil Belajar Siswa
a. Analisis Keterlaksanaan Pembelajaran Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa
Keterlaksanaan modul pembelajaran hasil modul pembelajaran menulis naskah mampu menaikkan
pengembangan dalam pembelajaran secara sistematis rerata nilai post-test terhadap nilai pre test (dari rerata 64,2
tertuang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). menjadi 76,0). Ada kenaikkan rerata post test terhadap
Rencana pelaksanaan pembelajaran menggunakan rerata nilai pre-test sebesar 11,8. Apabila dilihat dari
produk ini adalah tiga kali pertemuan. Berdasarkan pada ketuntasan minimal belajar kognitif adalah 70, maka 85%
Tabel diketahui bahwa keterlaksanaan RPP untuk siswa yang telah tuntas belajar.
pertemuan pertama rata-ratanya adalah 95,2, pertemuan Hasil penilaian kemampuan siswa melakukan
kedua rata-ratanya 100,0 dan pertemuan ketiga rata- percobaan didapatkan rerata nilai 73,8. Artinya siswa telah
ratanya 100,0. Hasil keterlaksanaan RPP pada uji tuntas melakukan percobaan. Apabila dilihat dari nilai
kelompok kecil tersebut tergambar dalam bentuk diagram, ketuntasan minimal belajar psikomotor adalah 70, maka
maka hasilnya adalah sebagai berikut: 100% siswa telah tuntas belajar. Sedangkan untuk hasil
penilaian terhadap hasil belajar afektif siswa yang terdiri
dari “kemampuan siswa bekerjasama antar anggota
kelompok” dan “kemampuan siswa dalam belajar mandiri”
didapatkan rerata nilai 71,2. Apabila dilihat dari nilai
ketuntasan minimal belajar afektif adalah 70, maka ada
70% siswa yang telah tuntas belajar. Artinya siswa telah
tuntas dalam bekerjasama dan tuntas dalam belajar secara
mandiri.
Dari diagram tersebut dapat diketahui bahwa pada Berdasarkan hasil analisis terhadap data kegiatan
pertemuan kedua dan ketiga semua langkah dapat pembelajaran ini mengindikasikan bahwa pembelajaran
terlaksana, dan untuk pertemuan pertama ada beberapa dengan modul pembelajaran menulis hasil pengembangan
langkah yang tidak terlaksana, yaitu kegiatan penutup efektif untuk pembelajaran karena dapat menuntaskan
(guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran 85% siswa, mampu melatih siswa melakukan percobaan
dengan cara menuliskan hasil kesimpulan di papan tulis dengan baik, dan mampu melatih siswa belajar mandiri,
dan siswa mencatat kesimpulan yang disampaikan guru). serta menumbuhkan semangat kerjasama siswa.
Hal ini disebabkan guru dan siswa masih dalam proses 6. Analisis Hasil Uji Coba Lapangan
adaptasi dengan kondisi pembelajaran dengan Uji coba lapangan dilakukan pada siswa SMA N I
menggunakan cerita rakyat, dimana alokasi waktu yang Selong Lombok Timur . Siswa yang digunakan untuk uji coba
telah disediakan menuntut guru dan siswa untuk mengelola berasal dari kelas XI IPA sebanyak 29 orang. Tujuan Uji coba
waktu seefektif mungkin. Hal ini juga disebabkan lapangan adalah mengoperasionalkan produk dalam situasi
pembuatan naskah drama dalam pretes. Namun secara dan kondisi kelas yang sesungguhnya.
umum, RPP telah terlaksana dengan baik, hal ini dapat a. Analisis Keterlaksanaan Pembelajaran
dilihat terjadi peningkatan rerata keterlaksanaan RPP pada Keterlaksanaan modul pembelajaran hasil
pertemuan pertama sampai ketiga secara berurutan pengembangan dalam pembelajaran secara sistematis
sebagai berikut 95,2, 100,0, 100,0 dan 100,0. tertuang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Rencana pelaksanaan pembelajaran menggunakan
ISBN: 978-602-74245-0-0 66
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
produk ini adalah tiga kali pertemuan. Data keterlaksanaan melatih siswa melakukan percobaan dengan baik, dan
RPP ini merupakan hasil pengamatan oleh peneliti sendiri. mampu melatih siswa belajar mandiri, serta menumbuhkan
Berdasarkan pada Tabel diketahui bahwa keterlaksanaan semangat kerjasama siswa.
RPP untuk pertemuan pertama, kedua, dan ketiga rata- 7. Revisi Produk
ratanya adalah 100,0. Apabila hasil keterlaksanaan RPP a. Revisi Tahap Pertama
pada Uji coba lapangan tersebut tergambar dalam bentuk Revisi tahap pertama dilakukan setelah produk
grafik,adalah sebagai berikut: awal divalidasikan ke ahli materi, ahli media, guru dan
teman sejawat. Hasil Validasi yang berupa penilaian, saran
dan kritikan dijadikan sebagai pedoman dalam merivisi
produk awal. Revisi produk awal ini menghasilkan produk
yang layak digunakan untuk ujicoba kelompok kecil. Pada
revisi tahap pertama ini, digunakan untuk uji kelompok
kecil. Pada revisi tahap pertama ini, perbaikan dilakukan
yaitu pada hal-hal sebagai berikut:
1) Deskripsi Validasi Ahli Media dan Ahli Materi
Data yang diperoleh dari hasil validasi Ahli
Dari diagram tersebut dapat diketahui mulai Media dan Ahli Materi berupa masukan dan saran.
pertemuan pertama, kedua dan ketiga kemampuan guru Untuk memperoleh modul pembelajaran yang layak
dalam pengelolaan waktu mengalami peningkatan digunakan, maka ahli media memberikan saran dan
dibandingkan dengan pada saat uji kelompok kecil, rekomendasi perbaikan. Ahli media dan ahli materi
sehingga alokasi waktu yang disediakan sesuai. memberikan penilaian dari keseluruhan aspek dengan
b. Analisis Respon Siswa penilaian baik. Hasil Validasi ini kemudian dianalisis
Berdasarkan data diketahui bahwa respon siswa dan dapat dipakai untuk merevisi modul pembelajaran
terhadap modul pembelajaran menulis hasil menulis naskah drama berdasarkan masukan ahli.
pengembangan ini dari aspek materi mendapatkan skor Adapun saran perbaikan dari ahli adalah
total 14,7, dari aspek keterbacaan bahasa dan gambar perbaikan pada cover,perbaikan soal-soal pada uji
mendapatkan skor total 22,3, dari aspek penyajian kemampuan dan evaluasi dan perbaikan lembar
mendapatkan skor total 22,5. Berdasarkan tabel skala observasi, ahli media dan ahli materi memberikan
penilaian maka dapat dinyatakan bahwa modul perbaikan yaitu pada tujuan dalam rencana
pembelajaran menulis baik dari aspek materi, aspek pelaksanaan pembelajaran perlu diubah, materi agar
keterbacaan bahasa dan gambar, aspek penyajian dan lebih disesuaikan dengan tujuan, istilah-istilah yang
aspek tampilan mendapatkan nilai B dengan ategori “baik”. ada agar dijelaskan sesuai dengan lingkungan peserta
c. Analisis Ketuntasan Hasil Belajar Siswa didik dan menggunakan fenomena-fenomena yang
Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa bisa menambah pengetahuan siswa tentang potensi
modul pembelajaran mampu menaikkan rerata nilai post lokal yang terdapat di daerahnya sehingga siswa
test terhadap rerata nilai pre test (dari rerata 63,1 menjadi menjadi lebih mengenal budaya, dan penilaian proses
80,3). Ada kenaikan sebesar 17,3, dan nilai tersebut agar dinilai dengan melakukan lembar observasi selain
merupakan nilai kebermaknaan siswa (effect size) ketika dengan tes tulis.
belajar menggunakan modul hasil pengembangan. Hal ini 2) Deskripsi validasi teman sejawat
membuktikan terjadinya peningkatan pemahaman siswa Teman sejawat memberikan penilaian
tentang konsep menulis. Dengan kata lain ada terhadap modul pembelajaran termasuk dalam kategori
kebermaknaan belajar menggunakan modul pembelajaran. baik dan layak digunakan untuk pembelajaran.
Bila dilihat dari ketuntasan belajar minimal sebesar 70, Perbaikan-perbaikan yang dilakukan yaitu pada
maka dapat dikatakan bahwa 90% siswa telah tuntas. pemilihan beberapa naskah lontar yang sudah
Hasil penilaian terhadap kemampuan siswa ditransliterasi. Penggunaan istilah bahasa daerah agar
melakukan percobaan didapatkan rerata nilai 86,6. Artinya di berikan penjelasan dalam bahasa Indonesia,
siswa telah tuntas melakukan percobaan. Apabila dilihat penambahan unsur Lelakak yang berisi pesan moral,
dari nilai ketuntasan minimal belajar psikomotor adalah 70, dan untuk bagian pada berita budaya agar memilih
maka 100% siswa telah tuntas belajar. Sedangkan untuk fenomena-fenomena yang menarik dan pernah dialami
hasil penilaian terhadap hasil belajar afektif siswa yang oleh siswa namun fenomena tersebut tidak diketahui
terdiri dari” kemampuan siswa bekerjasama antar anggota maknanya sehingga siswa bisa mengenal lebih dalam
kelompok” dan “ kemampuan siswa dalam belajar mandiri” potensi lokal.
didapatkan rerata nilai 76,7. apabila dilihat dari nilai b. Revisi Tahap Kedua
ketuntasan minimal belajar afektif adalah 70 maka ada 96% Revisi terhadap produk pada tahap ini dilakukan
siswa yang tuntas belajar. Artinya siswa telah tuntas dalam oleh guru bahasa dan sastra Indonesia. Validasi oleh guru
bekerjasama dan tuntas dalam belajar secara mandiri. tersebut dilakukan sebelum uji coba terbatas. Masukan/
Berdasarkan hasil analisis terhadap data dari saran dan rekomendasi untuk perbaikan dari guru yang
kegiatan pembelajaran pada uji coba lapangan ini dapat dilakukan adalah butir soal harus disesuaikan dengan
dikatakan bahwa pembelajaran dengan modul waktu pada saat pembelajaran berlangsung. Perbaikan
pembelajaran hasil pengembangan efektif untuk pada beberapa kalimat dan istilah yang digunakan agar
pembelajaran karena menuntaskan 80% siswa, mampu bisa lebih di sesuaikan.
ISBN: 978-602-74245-0-0 67
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
c. Revisi Tahap Ketiga kenaikan rerata skor pemahaman siswa (effect size =
Revisi terhadap produk yang diujicobakan secara 17,2).
terbatas ini dilakukan setelah uji kelompok kecil b. Adanya keterampilan siswa dalam melakukan percobaan
dilaksanakan. Revisi ini berdasarkan hasil kegiatan atau uji kreativitas.
pembelajaran menggunakan modul hasil pengembangan Berdasarkan klasifikasi tingkatan hasil belajar
serta berdasarkan data observasi yang dilakukan pada uji psikomotor menurut kemampuan melakukan percobaan
kelompok kecil. Pada revisi tahap kedua, perbaikan yang termuat dalam modul termasuk kemampuan
dilakukan yaitu pada hal-hal sebagai berikut: melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah
1) Perbaikan pada aktivitas 1. Berdasarkan hasil dilihatnya tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk
observasi keterlaksanaan pembelajaran saja. Dalam modul hasil pengembangan, terdapat petunjuk
(keterlaksanaan RPP) diketahui bahwa alokasi waktu dalam melakukan percobaan menulis sehingga siswa
yang disediakan untuk mempelajari aktivitas 1 masih dapat melakukan percobaan secara mandiri sesuai dengan
kurang, sehingga perlu adanya perbaikan pada petunjuk. Dengan demikian, pembelajaran dengan
aktivitas belajar 1. Perbaikan dilakukan dengan cara menggunakan modul hasil pengembangan mampu
mengurangi jumlah soal pada asah pemahaman. menuntaskan aspek psikomotor siswa “kemampuan
Pengurangan soal tersebut tidak mengurangi jumlah melakukan percobaan” sebesar 100%. Hal ini juga
soal pada tugas individu. Pengurangan soal tersebut dibuktikan dengan rerata hasil belajar klasikal psikomotor
tidak mengurangi kompetensi yang harus dikuasai yang dicapai siswa sebesar 86,6.
siswa, karena soal-soal tersebut lebih pada c. Adanya sikap kerjasama yang muncul pada saat
pengulangan saja. pembelajaran.
2) Perbaikan kesimpulan pada aktivitas belajar. Menurut Depdiknas (2004), kelakuan yang
Berdasarkan hasil observasi siswa masih merasa mencakup kerjasama, prilaku sosial, saling menghormati,
kesulitan dalam menyimpulkan hasil percobaan, maka suka membantu, dan sejenisnya merupakan bentuk
perbaikan dilakukan dengan cara mencantumkan kemampuan efektif siswa. Dalam pembelajaran
pertanyaan yang mengarahkan siswa pada kesimpulan menggunakan modul kerjasama, prilaku sosial, saling
hasil percobaan atau uji kreativitas. menghormati , suka membantu tersebut muncul dalam
d. Revisi Tahap Keempat proses pembelajaran siswa. Hal ini juga dibuktikan dengan
Revisi tahap keempat merupakan revisi terhadap rerata hasil belajar klasikal afektif siswa dalam aspek
produk yang digunakan pada uji coba lapangan. Revisi ini kemampuan kerjasama 84,3.
berdasarkan hasil kegiatan pembelajaran menggunakan d. Adanya sikap kemandirian siswa yang muncul pada saat
modul hasil pengembangan serta berdasarkan data pembelajaran.
observasi yang dilakukan pada uji coba lapangan. Pada Kemandirian merupakan salahsatu bentuk domain
revisi tahap ketiga, perbaikan dilakukan yaitu pada hal-hal afektif. Menurut Krathwohl, Bloom, & Masia (1973-175),
sebagai berikut: Kemandirian masuk dalam tingkat organizing
1) Perbaikan pada aktivitas belajar, yaitu pada bagian (pengorganisasian). Dalam kegiatan belajar mengajar,
asah pemahaman 2. Perbaikan dilakukan dengan cara sikap siswa pada tingkat ini ditunjukkan dengan mengenal
mengubah asah pemahaman menjadi tugasi individu, tanggung jawab, Mengorganisasi tugas-tugas,
hal ini dilakukan karena seringkali siswa bingung mengembangkan rencana pekerjaan. Dalam pembelajaran
apakah asah pemahaman dikerjakan secara menggunakan modul sikap tanggung jawab terhadap apa
berkelompok atau mandiri. Perbaikan juga dilakukan yang dipelajari, dan sikap mampu mengorganisasi tugas-
dengan menambah soal isian yang mulanya pilihan tugas dalam ukuran waktu tertentu, nampak dalam proses
ganda diselingi soal isian pada tugas individu. pembelajaran siswa menggunakan modul hasil
2) Perbaikan pada setiap aktivitas belajar meliputi pengembangan. Hal ini dibuktikan dengan adanya
penambahan tampilan. Penambahan ini dilakukan peningkatan rerata hasil belajar klasikal afektif siswa dalam
berdasarkan hasil observasi siswa melakukan aktivitas. aspek kemandirian pada setiap pertemuan yaitu pada
3) Perbaikan pada setiap aktivitas belajar , dilakukan pertemuan pertama, kedua, dan ketiga berturut-turut
berdasarkan masukan dari siswa, yang menyatakan adalah 66,6; 71.2; dan 74,9.
bahwa ‘gambar agar dibuat berwarna seperti gambar Berdasarkan empat temuan tersebut dapat
yang lainnya agar lebih menarik dan ditambahkan dikatakan bahwa pembelajaran menulis dengan
mengenai perbedaan drama dengan film dan sinetron”. menggunakan modul hasil pengembangan adalah efektif.
a. Prosduk hasil revisi pada tahap keempat ini merupakan Tercapainya keefektifan dalam pembelajaran tersebut
produk akhir. Produk akhir hasil pengembangan ini tentu saja didukung dengan kesesuaian pengembangan
dapat dilihat pada lampiran. modul yang diperuntukkan bagi siswa SMA. Dengan
8. Temuan pada Uji Lapangan demikian, berdasarkan kajian akhir tersebut dapat
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan dikatakan bahwa modul pembelajaran menulis hasil
modul pembelajaran hasil pengembangan pada uji coba pengembangan ini merupakan produk yang telah layak
lapangan, ditemukan hasil antara lain: untuk digunakan dalam pembelajaran menulis di lapangan.
a. Siswa memperoleh pemahaman bukan hanya drama tetapi Kelayakan tersebut juga didukung oleh rerata penilaian dari
sekaligus menulis naskah dan potensi lokal. Hal ini keempat aspek (aspek kelayakan isi, aspek bahasa dan
dibuktikan rerata pencapaian ketuntasan belajar klasikal gambar, aspek penyajian, dan aspek kegrafisan) dari ahli,
sebesar 96%, (ketuntasan uji coba lapangan) dan adanya guru, dan teman sejawat.
ISBN: 978-602-74245-0-0 68
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Karakteristik lain dari modul pembelajaran hasil ____________. (2003). Pedoman penulisan modul. Jakarta :
pengembangan ini adalah beberapa keunggulan yang Direktorat PLP, Ditjen, Dikdasmen,
dimilikinya. Keunggulan tersebut antaralain: disusun Dinas Kebudayaan & Pariwisata Provinsi NTB. (2007). Transliterasi
dengan menggunakan kaidah-kaidah penulisan modul dan terjemahan naskah lontar Doyan Neda. Mataram :
pembelajaran, terdapat umpan balik didalamnya, ada Museum Negeri Provinsi NTB.
kesempatan melatih kamandirian siswa dalam belajar, dan Karmini. N.N., (2011) Teori pengkajian fiksi dan drama. Denpasar:
dihadirkannya cerita rakyat, berita budaya, dan lelakak Pustaka Larasan.
yang memaparkan nilai-nilai pembentukan karakter dalam Meyer, R. (1978). Designing learning modules for inservice teacher
bersikap, bermoral, dan berharkat penghargaan sehingga education. Australia: Centre for Advancement of Teaching.
memungkinkan untuk diimplementasikan pada siswa Mohammad Ali & Mohammad Asrori. (2010). Psikologi remaja –
melalui pembelajaran secara klasikal, kelompok, ataupun perkembangan peserta didik. Jakarta : PT Bumi Aksara.
mandiri. Muhammad Thobroni. (2009). Pendidikan multikultural dalam
cerita tradisional yogyakarta dan urgensi implementasinya
SIMPULAN sebagai pendidikan sastra anak. Tesis magister, tidak
Pengembangan modul pembelajaran drama berbasis diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
potensi lokal dapat disimpulkan sebagai berikut. Murti Bunanta. (2011). Cerita rakyat, kearifan lokal merambah
1. Dikembangkan dengan tiga tahap meliputi, a) pendefinisian dunia: mengajarkan bersikap, bermartabat, bermoral,
tentang analisis kebutuhan, b) perancangan desain produk berkeadilan, dan menjadi tangguh. Makalah disajikan
awal, c) pengembangan produk, evaluasi, dan produk akhir. dalam Seminar Sastra Anak Membangun Karakter Bangsa
2. Kualitas modul pembelajaran ditinjau dari aspek kelayakan isi, Menjemput Masa Depan, di Universitas Negeri Yogyakarta.
aspek bahasa dan gambar, aspek penyajian, dan aspek Muslimin Ibrahim. (2005). Asesmen berkelanjutan, konsep dasar,
kegrafisan secara keseluruhan berkualitas “baik”. Berdasarkan tahapan pengembangan, dan contoh. Surabaya: Unesa
penilaian dari para ahli, guru dan teman sejawat, dapat University Press.
dikatakan bahwa modul pembelajaran hasil pengembangan Nana Sudjana. (2009). Penilaian hasil proses belajar mengajar.
tersebut layak digunakan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
3. Berdasarkan hasil observasi penerapan modul dalam Rahmanto. (1988). Metode pengajaran sastra . Yogyakarta:
pembelajaran secara umum dapat terlaksana. Hal ini Kanisius.
dibuktikan dengan hasil keterlaksanaan rencana pelaksanaan Soemanto. C. Soebakti. (2001). Makna kehadiran lakon waiting for
pembelajaran baik pada pertemuan pertama, kedua, dan ketiga godot karya Samuel becket dari Amerika dan Indonesia.
mencapai persentase keterlaksanaan sebesar 95,2%. Suatu Studi Banding. Yogyakarta: FIB UGM.
4. Berdasarkan hasil respon siswa terhadap modul pembelajaran, Sony Set. (2008). Rahasia menulis skenario profesional.
diketahui bahwa modul pembelajaran menulis termasuk dalam Yogyakarta: Liliput.
kategori “baik”. Taufik Ampera. (2010). Pengajaran sastra teknik mengajar sastra
5. Modul pembelajaran menulis berbasis potensi lokal terbukti anak berbasis aktivitas. Bandung: Widya Padjadjaran.
efektif meningkatkan rerata skor pemahaman siswa (effect size Thiagarajan & Sammel. (1974). Instructional development for
= 17,2) dan 96% siswa mencapai ketuntasan belajar. Selain itu, training teacher of exceptional children. Blommington
penggunaan modul pembelajaran juga mampu melatih Indiana: Indiana University.
kemandirian siswa dalam belajar, menumbuhkan kemampuan Tian Belawati. (2003). Materi pokok pengembangan bahan ajar.
siswa dalam bekerjasama dan menumbuhkan sikap Jakarta : Universitas Terbuka.
menghargai potensi lokal melalui kinerja dalam manulis Urguhart, V.& Mclver, M. (2005). Teaching writing in the context
naskah. area. United States of Amerika.
Vembriarto. (1975). Pengantar pengajaran modul. Yogyakarta:
DAFTAR PUSTAKA Yayasan Pendidikan Paramita.
Burton, J, Quirke, P, Reichman, C,L, & Peyton, J.K. (2009). Wagiran. (2006). Meningkatkan keaktifan mahasiswa dan reduksi
Reflective writing: A way to lifelong teacher learning. miskonsepsi melalui pembelajaran konstruktivistik model
Washington, DC. kooperatif berbantuan modul. Jurnal Ilmu Pendidikan. Jilid
Cahyaningsih Dewojati. (2010). Drama, sejarah, teori, dan 13 No.1, hal. 25-32.
penerapannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Yahya Ganda. (1990). Pendidikan seni teater buku sekolah
Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 SMA – pedoman khusus menengah pertama. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
pengembangan silabus dan penilaian mata pelajaran Kebudayaan.
bahasa dan sastra indonesia. Jakarta : Dirjen Dikdasemen,
Dir pendidikan menengah umum.
ISBN: 978-602-74245-0-0 69
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR
KREATIF
Eka Kurniawati1, Saiful Prayogi2 & Syifaul Gummah3
1Pemerhati Pendidikan Fisika
2&3Dosen Program Studi Pendidikan Fisika, FPMIPA IKIP Mataram
Email: Ekarnia80@gmaiL.com
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model inkuiri terbimbing terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa.
Indikator keterampilan berpikir kreatif meliputi fluency (kelancaran), flexibility (keluwesan), originality (keaslian/orisinal) dan elaboration
(perincian). Penelitian ini merupakan quasi eksperimen dengan desain postest only control group design. Populasi penelitian adalah
seluruh siswa kelas VIII SMPN 8 Mataram. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian ini terdiri
dari dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kontrol, di mana kelas eksperimen diajarkan menggunakan model inkuiri terbimbing dan kelas
kontrol menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Instrumen dalam penelitian ini berupa tes keterampilan berpikir kreatif. Hasil
analisis data postest diperoleh thitung sebesar 2,19 dan ttabel 1,67 (pada taraf signifikansi 5%). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh model inkuiri terbimbing terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa pada materi getaran dan gelombang.
ISBN: 978-602-74245-0-0 71
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
siswa pada materi getaran dan gelombang kelas VIII SMP Negeri 8 hadap Keterampilan Berpikir Kreatif Dan Penguasaan Kon
Mataram. sep IPA. Journal Program Pascasarjana Universitas Pendi
dikan Ganesha (Vol. 5 Tahun 2015).
DAFTAR PUSTAKA Irwandi. 2015. Pengembangan Vitur sebagai Media pembelajaran
Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Fisika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif
Jakarta: Rineka Cipta. Siswa. Skripsi : IKIP Mataram.
Armadani, Suci. 2015. Penerapan Metode Eksperimen untuk Liliasari. 2013. Berpikir Kompleks Dan Implementasinya dalam
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa Pembelajaran IPA. Makasar : Badan Penerbit Universitas
SMAN 1 Lape Sumbawa Besar. Skripsi : IKIP Mataram. Negeri Makasar.
Astuti, Widia. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Sanjaya, I Putu Hendra. 2013. Pengaruh model pembelajaran
Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa. Skripsi : IKIP inkuiri laboratorium terhadap keterampilan berpikir kreatif
Mataram. dan keterampilan proses sains siswa ditinjau dari
Charista Putri, Dotama rulin. 2013. Pengembangan model BTL kemandirian belajar siswa. jurnal.
untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Sitiatava. 2013. Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains.
Karakter Siswa SMP. Skripsi : Universitas Negeri malang. Yogjakarta : DIVA Press.
Fauziah. 2011. Analisis Kemampuan Guru Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R &
Dalam Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif D. Bandung : Alfabeta.
Siswa Sekolah Dasar Kelas V Pada Pembelajaran Ilmu Sugiyono. 2014. Statistik Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Pengetahuan Alam. Edisi Khusus No. 2, Agustus 2011. Suryani, Erma. 2013. Peningkatan Keterampilan Berpikir Kreatif
Hamruni. 2012. Strategi Pembelajaran. Yogjakarta : Insan Madani. Dan Komunikasi Matematis Siswa SMA Melalui
Hermansyah. 2014. Pengaruh penggunaan laboratorium Virtual Pembelajaran Math-Talk Learning
terhadap Penguasaan Konsep dan kemampuan Berpikir Community. Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia.
Kreatif Siswa pada Materi Getaran dan Gelombang. Jurnal Wan, Syafi’i. 2011. Kemampuan Berpikir Kreatif dan Penguasaan
Pendidikan Fisika dan teknologi (ISSN 2407-6902) volume Konsep Siswa Melalui Model Problem Based
1 No 2 April 2015. Learning (Pbl) Dalam Pembelajaran Biologi Kelas XI IPA
I Ketut Neka, dkk. 2015. Pengaruh Model Sman 2 Pekan Baru Tahun Ajaran 2010/2011. Jurnal
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis Lingkungan Ter Biogenesis, Vol. 8, Nomor 1, Juli 2011.
ISBN: 978-602-74245-0-0 72
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
KAJIAN PERSPEKTIF MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA IKIP
MATARAM PADA METODE CERAMAH
Eliska Juliangkary1 & I Ketut Sukarma2
1&2Dosen Prodi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Mataram
E-mail: eliska01juliangkary@gmail.com
Abstrak: Dari hasil kajian literatur, berupa skripsi mahasiswa pada Periode I Tahun Akademik 2014/2015 sebanyak 67 mahasiswa yang
mengerjakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Alasan yang menjadi masalah penelitian yang timbul sebagian besar mahasiswa yang
melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penggunaan metode ceramah oleh guru. Metode ceramah dianggap sebagai penyebab
utama dari rendahnya minat belajar siswa. Metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari
guru kepada peserta didik. Tujuan utama dari pembahasan metode ceramah dalam makalah ini adalah untuk memberikan jawaban serta
penjelasan singkat pada mahasiswa IKIP Mataram khususnya Program Studi Pendidikan Matematika tentang metode ceramah dalam
pembelajaran matematika. Dari kajian literatur diperoleh bahwa metode ceramah yang dianggap sebagai penyebab utama dari rendahnya
minat belajar siswa terhadap pelajaran memang patut dibenarkan, akan tetapi juga anggapan itu sepenuhnya kurang tepat karena setiap
metode pembelajaran baik metode pembelajaran klasik termasuk metode ceramah maupun metode pembelajaran modern sama-sama
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, yang saling melengkapi satu sama lain.
PENDAHULUAN PEMBAHASAN
Sesuai dengan Peraturan Mentri Pendidikan Dan Perlu diketahui bahwa tidak ada satu metode pun yang
Kebudayaan Republik Indonesia No. 49 Tahun 2014 tentang dianggap paling baik diantara metode-metode yang lain. Tiap
Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Khususnya yang tertera pada metode mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan
Pasal 2 (1) Standar Nasional Pendidikan Tinggi terdiri atas salah dan kelemahan masing masing. Suatu metode mungkin baik untuk
satunya yaitu Standar Nasional Pendidikan tentang Standar suatu tujuan tertentu, pokok bahasan maupun situasi dan kondisi
Kompetensi Kelulusan pada Pasal 5 dan 6 bahwa mahasiswa tertentu, tetapi mungkin tidak tepat untuk situasi yang lain.
harus melakukan penelitian. Laporan penelitian yang ditulis disebut Demikian pula suatu metode yang dianggap baik untuk suatu
juga dengan skripsi. Skripsi dalah istilah yang digunakan di pokok bahasan yang disampaikan oleh guru tertentu, kadang-
Indonesia untuk mengilustrasikan suatu karya tulis ilmiah berupa kadang belum tentu berhasil dibawakan oleh guru lain
paparan tulisan hasil penelitian sarjana S1 yang membahas suatu Ceramah merupakan suatu cara penyampaian informasi
permasalahan/fenomena dalam bidang ilmu tertentu dengan dengan lisan dari seseorang kepada sejumpa sejumlah pendengar
menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku. di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada penceramah dan
Salah satu jenis penelitian yang biasa dilakukan di komunikasi yang terjadi searah dari pembicara kepada pendengar.
Perguruan Tinggi yang berlatar belakang Pendidikan adalah Penceramah mendominasi seluruh kegiatan sedang pendengar
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas adalah hanya memperhatikan dan membuat catatan seperlunya.
penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri Metode ceramah merupakan metode mengajar yang
melalui refleksi dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya paling banyak dipakai, terutama untuk bidang studi non eksak. Hal
sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa meningkat (Aqib, 2006). ini mungkin dianggap oleh guru sebagai metode mengajar yang
Dari hasil kajian literatur, berupa skripsi mahasiswa pada paling mudah dilaksanaka. Kalau bahan pelajaran yang dikuasai
Periode I Tahun Akademik 2014/2015 sebanyak 67 mahasiswa dan sudah ditentukan urutan penyampaiannya, guru tinggal
yang mengerjakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Alasan yang menyajikan di depan kelas. Siswa-siswa memperhatikan guru
menjadi masalah penelitian yang timbul sebagian besar berbicara, mencoba menangkap apa isinya dan membuat catatan.
mahasiswa yang melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu (Suherman, 2003). Metode ceramah yaitu sebuah metode
penggunaan metode ceramah oleh guru. Metode ceramah mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan
dianggap sebagai penyebab utama dari rendahnya minat belajar saecara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya
siswa. Metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui mengikuti secara pasif. (Syah, 1995).
penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada peserta didik. Gambaran pengajaran matematika dengan metode
(Sagala, 2003) ceramah adalah sebagai berikut. Guru mendominasi kegiatan
Berdasarkan paparan di atas penulis melakukan kajian belajar mengajar. Definisi dan rumus diberikan oleh guru.
literatur sehingga dalam makalah ini akan membahas secara Penurunan rumus atau pembuktian dalil dilakukan sendiri oleh
konseptual materi tentang metode ceramah yang mengacu pada guru. Diberitahukannya apa yang harus dikerjakan dan bagaimana
beberapa buku serta jurnal hasil penelitian tentang metode menyimpulkannya. Contoh-contoh soal diberikan dan kerjakan pula
ceramah. Langkah berikutnya yang harus ditempuh adalah dengan sendiri oleh guru. Langkah-langkah yang dilakukan dengan teliti
cara menyeminarkan makalah ini dalam acara Seminar Nasional oleh siswa. Mereka meniru cara kerja dari cara penyelesaian yang
PKPSM IKIP Mataram. 2016. dilakukan oleh guru. Para pendukung dan pengeritik dari metode
Tujuan utama dari pembahasan metode ceramah dalam ceramah, antara lain, mengemukakan pendapatnya sebagai
makalah ini adalah untuk memberikan jawaban serta penjelasan berikut.
singkat pada mahasiswa IKIP Mataram khususnya Program Studi
Pendidikan Matematika tentang metode ceramah dalam
pembelajaran matematika.
ISBN: 978-602-74245-0-0 73
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Kekuatannya: kekurangan masing-masing kaitannya dengan hasil belajar
a. Dapat mnampung kelas besar, tiap siswa mempunyai siswa”. Tidak semua pendekatan, model dan metode cocok
kesempatan yang sama untuk mendenagrkan, dan karenanya digunakan dalam mencapai semua tujuan dan semua
biaya yang diperlukan menjadi relatif lebih murah. keadaan. Setiap pendekatan, model dan metode
b. Konsep yang disajikan secara hirarki akan memberikan fasilitas mempunyai kekhasan sendiri-sendiri. Hal tersebut seperti
belajar kepada siswa. yang dikemukan Killen bahwa “ No teaching strategy is
c. Guru dapat memberi tekamnan terhadap hal-hal yang penting, better than others in all curcumstances, so you have to be
hingga waktu dan energi dapat digunakan sebaik mungkin. able to use a variety of teaching strategies, and make
d. Isi silabus dapat diselesaikan dengan lebih mudah, karena guru rational decision about whwn each of the teaching
tidak harus menyesuaikan dengan kecepatan belajar siswa. strategies is likely to most effective: artinya “ Tidak ada
e. Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu strategi mengajar yang lebih baik daripada yang lain dalam
pelajaran, tidak menghambat dilaksanakannya pelajaran segala situasi, sehingga Anda harus dapat menggunakan
dengan ceramah. berbagai strategi pengajaran, dan membuat keputusan
Keelemahannya: yang rasional tentang kapan masing-masing strategi
a. Pelajaran berjalan membosankan siswa-siswa menjadi pasif, mengajar cenderung paling efektif”. (Marsella, 2014)
karena tidak berkesempatan untuk menentukan sendii konsep b. Penggunaan metode ceramah bervariasi dengan metode
yang diajarkan. Siswa hanya aktif membuat catatan saja. tanya jawab, pemberian tugas, demonstrasi dan beberapa
b. Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat metode lain yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan. yang kondusif dengan menggunakan multiple set efektif
c. Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat digunakan untuk anak yang berkesulitan belajar kelas III di
terlupakan. SDN 17 Jawa Gadut karena mempermudah siswa dalam
d. Ceramah menyebabkan belajar siswa menjadi “belajar menjawab soal perkalian tanpa menghafal tabel perkalian
menghafal” (rote learning) yang tidak mengakibatkan timbulnya dan untuk menanggulangi anak berkesulitan belajar pada
pengertian. perkalian dapat teratasi dan juga dapat meningkatkan
Matematika merupakan ilmu yang memerlukan prasyarat kemampuan anak dalam perkalian. (Novita, 2014)
untuk dapat dimengerti. Karena itu, kalau akan menggunakan c. Penerapan gabungan metode ceramah dengan metode
metode ceramah untuk mengajarkan matematika, perlu simulasi dapat berpengaruh positif terhadap prestasi dan
diperhatikan hal-hal berikut: motivasi belajar Siswa Kelas VI (enam) SDN 112186
1. Metode ceramah perlu dipakai jika: Tanjung Siram, Kec. Bilah Hulu Kab. Labuhanbatu. Tahun
a. Bertujuan untuk memberikan informasi. Pelajaran 2012/2013, serta model pembelajaran ini dapat
b. Materi yang disajikan belum ada sumber-sumber lain digunakan sebagai salah satu alternative pembelajaran
c. Materi sajian telah disesuaikan dengan kemampuan Matematika.(Siregar, 2013)
kelompok yang akan menerimanya. 2. Penelitian yang menyatakan kurang berhasilnya penggunaan
d. Materinya menarik atau dibuat menarik. metode ceramah
e. Setelah ceramah selesai diadakan acara lain untuk a. Berdasarkan hasil penelitian Pengaruh Metode Everyone
mengendapkan agar lebih lama diingat. Is A Teacher Here Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X
2. Metode ceramah tidak dipakai apabila: MAN 2 Mataram Materi Ruang Dimensi Tiga diperoleh
a. Tujuan instruksionalnya bukan hanya memberikan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara
informasi, tetapi misalnya agar siswa kreatif, terampil, atau kelas eksperimen (metode Everyone Is A Teacher Here)
menyangkut aspek kognitif yang lebih tinggi. dan kelas kontrol (metode konvensional/ceramah), dimana
b. Diperlukan ingatan yang tahan lama. nilai rata-rata hasil belajar kelas eksperimen adalah 83,62
c. Diperlukan partisipasi aktif dari siswa untuk mencapai lebih dari nilai rata-rata hasil belajar kelas kontrol sebesar
tujuan intruksional. 73,81. Selain itu, mengukur perbedaan yang signifikansi
d. Kemampuan kelas rendah. antara hasil belajar kelas eksperimen (metode Everyone Is
Dari beberapa hasil kajian dari penelitian yang telah A Teacher Here) dan kelas kontrol (metode konvensional)
dilakukan tentang metode ceramah adalah sebagai berikut. adalah dengan menggunakan uji statistik yaitu uji-t dua
1. Penelitian yang menyatakan keberhasilan penggunaan sampel. Hasil dari uji-t diperoleh thitung sebesar 3,137 dan
metode ceramah: ttabel sebesar 1,980 dan nilai thitung lebih dari ttabel maka Ho
a. Berdasarkan hasil penelitian tidak ada perbedaan hasil ditolak dan Ha diterima. Sehingga terdapat perbedaan
belajar matematika pada pokok bahasan sifat-sifat bangun yang signifikan antara hasil belajar kelas eksperimen
datar dengan menggunakan pendekatan Realistic (metode Everyone Is A Teacher Here) dan kelas kontrol
Mathematics Education dan menggunakan metode (metode konvensional/ceramah).
ceramah siswa kelas V SDN Tulesrejo dan SDN Kalirejo, b. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
Grabag, Purworejo hal tersebut disebabkan karena kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang
pendekatan Realistic Mathematics Education dan metode mengikuti pembelajaran metode pembelajaran problem
ceramah mempunyai kelebihan dan kelemahan masing- posing dan siswa yang mengikuti metode pembelajaran
masing pada saat diterapkan dalam pembelajaran. Hal konvensional pada siswa kelas IV Sekolah Dasar di Gugus
tersebut sesuai dengan pendapat Mulyani dan Johar VI Kecamatan Banjar. Penelitian ini adalah penelitian quasi
(1999) yang menyatakan bahwa “sejatinya tidak ada eksperiment dengan desain penelitian ”non-equivalent
pendekatan, model dan metode yang buruk. Setiap posttest only control group design”. Populasi penelitian ini
pendekatan, model dan metode mempunyai kelebihan dan adalah semua siswa kelas IV di gugus VI kecamatan
ISBN: 978-602-74245-0-0 74
Prosiding Seminar Nasional Pusat Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Banjar yang terdiri dari 6 sekolah. Pengambilan sampel termasuk metode ceramah maupun metode pembelajaran modern
ditentukan mengunakan teknik random sampling dengan sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-
sampel penelitian 27 orang siswa kelas IV di SD N masing, yang saling melengkapi satu sama lain.
Banyuseri sebagai kelas eksperimen dan 38 orang siswa
kelas IV di SD N 3 Kayuputih sebagai kelas kontrol. DAFTAR PUSTAKA
Pengumpulan data dalam penelitian ini didapatkan dari Aryani, Feny, dkk. 2015. Pengaruh Penerapan Metode Everyone Is
metode tes. Data yang didapatkan dari metode tes A Teacher Here Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X
dianalisis dengan teknik analisis deskriptif dan statistik Man 2 Mataram Materi Ruang Dimensi Tiga.
inferensial (uji-t). Hasil penelitian pada tes kemampuan Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika. Vol. 2 No. 1, ISSN
pemecahan masalah matematika siswa menunjukkan 2338-3836.
bahwa rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah Aqib, Z.,. 2006. Penelitian Tindakan kelas. Bandung: Yrama Widya
matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Marsella, Linda. 2014. Perbedaan hasil Belajar Matematika dengan
menggunakan metode pembelajaran problem posing Menggunakan Pendekatan Realistic Mathematics
sebesar 73,76. Sedangkan rata-rata skor kemampuan Education dan Menggunakan Metode Ceramah Siswa
pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti Kelas V SDN Tulerejo dan SDN Kalirejo, Grabag,
pembelajaran dengan pembelajaran konvensional sebesar Purwerejo. [Online] Tersedia. ejournal.uny.ac.id [8 Maret
62,05. Pengujian hipotesis menggunakan uji-t 2016]
menunjukkan thitung>ttabel (thitung=3,03>ttabel=2,00). Hasil Novita, Resmi. 2014. Efektivitas Penggunaan Metode Ceramah
penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat Bervariasi dalam Meningkatkan Operasi Perkalian Bagi
perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan Anak Berkesulitan Belajar.[Online]. Tersedia.
masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran http//ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu [8 Maret 2016]
dengan metode pembelajaran problem posing dengan Rasmianti, Ike & Agustina, Tri. 2013. Pengaruh Metode
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang Pembelajaran Problem Posing Terhadap Kemampuan
mengikuti pembelajaran dengan metode pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas IV SD
konvensional. Dengan demikian, metode problem posing Gugus VI Kecamatan Banjar. [Online]. Tersedia.
berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/
matematika siswa kelas IV SD di gugus VI Kecamatan view/1370 [8 Maret 2016]
Banjar tahun pelajaran 2012/2013. (Rasmianti 2013) Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran.
Bandung: Alfabeta
SIMPULAN Siregar, Amidar Pida. 2013. Penerapan Gabungan Metode
Berdasarkan uraian maka dapat kita simpulkan bahawa Ceramah dengan Metode Simulasi Untuk Meningkatkan
metode ceramah merupakan suatu cara penyampaian informasi Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas VI DSN
dengan lisan dari seseorang kepada sejumpa sejumlah pendengar 112186 Tanjung Siram Kecamatan Bilah Hulu kabupaten
di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada penceramah dan Labuhanbatu Tahun Pelajaran 2012-2013. [Online].
komunikasi yang terjadi searah dari pembicara kepada pendengar. Tersedia http//digilib.unimed.ac.id [8 Maret 2016]
Penceramah mendominasi seluruh kegiatan sedang pendengar Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika
hanya memperhatikan dan membuat catatan seperlunya. Metode Kontemporer. Bandung: Jica Universitas Pendidikan
ceramah yang dianggap sebagai penyebab utama dari rendahnya Indonesia
minat belajar siswa terhadap pelajaran memang patut dibenarkan, Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan
akan tetapi juga anggapan itu sepenuhnya kurang tepat karena Baru. Bandung: Remaja
setiap metode pembelajaran baik metode pembelajaran klasik Rosda Karya
ISBN: 978-602-74245-0-0 75
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH PENERAPAN METODE OUTDOOR LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR
KREATIF MAHASISWA PADA MATA KULIAH MORFOLOGI TUMBUHAN
Erni Suryani1, Dwi Soelistya Dyah Jekti2, Agus Ramdani2
1Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima
2Program Studi Magister Pendidikan IPA Universitas Mataram
E-mail: erny_suryani22@yahoo.com
Abstract: The nature of learning will be more meaningful if the learning is done in the real environment is natural. Conditions such as
these enable learners to improve their thinking skills, especially creative thinking. Increased creative thinking can be pursued by applying
the method of outdoor learning is good and right. The purpose of this study was to determine the effect of the application of methods of
outdoor learning to creative thinking skills of students in the course of plant morphology. This study was a quasi-experimental research
design with nonequivalent Pretest-Posttest Control Group Design. The sample was composed of students from four classes: two
experimental classes and two classes of control. Data collection instruments such as creative thinking skills test questions in essay form.
Statistical testing using anacova. The results showed that there are effects of the application of outdoor learning method significantly to
the creative thinking skills of students in the course of plant morphology
ISBN: 978-602-74245-0-0 76
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dan dua kelas kontrol menggunakan metode pembelajaran Tabel 2. Nilai keterampilan berpikir kreatif (KBK) tiap indikator
ekspositori. metode outdoor learning (kelas eksperimen) dan metode
Instrumen yang digunakan dalam mengumpulkan data ekspositori (kelas kontrol)
adalah tes keterampilan berpikir kreatif berupa soal bentuk essay. Indikator Rata-rata Nilai
Uji normalitas data menggunakan tes Kolmogorov-Smirnov, Metode Outdoor Metode Ekspositori
sedangkan uji homogenitas data menggunakan Levene test. Uji Learning (eskperimen) (kontrol)
hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis kovarian 1 76,50 77,63
(Anacova) dengan pre-test sebagai kovarian. Analisis data statistik 2 86,38 61,88
dengan bantuan SPSS 20 for Window. 3 84,25 64,50
4 77,25 78,50
HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata 81,09 70,63
Ringkasan hasil uji hipotesis menggunakan Anacova
pengaruh perlakuan terhadap keterampilan berpikir kreatif dapat Berdasarkan Tabel 2, rata-rata nilai keterampilan berpikir
dilihat pada Tabel 1 kreatif mahasiswa yang menggunakan metode outdoor learning
Tabel 1. Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Perlakuan terhadap lebih tinggi (81,09) dibandingkan dengan mahasiswa yang
Keterampilan Berpikir Kreatif menggunakan metode ekspositori (70,63). Temuan penelitian ini
Metode Nilai Rata- Sig. SD membuktikan bahwa penerapan metode outdoor learning lebih
No Pembel N Rata dapat mengembangkan keterampilan berpikir kreatif mahasiswa
Maks Min
ajaran nilai
dibandingkan dengan metode ekspositori.
Outdoor 80,74 0,00 4,88
1 55 90,63 68,75 Kegiatan outdoor learning pada penelitian ini yang
Learning
Eksposit 70,40 0,00 5,83 menonjol adalah kegiatan mengamati berbagai bentuk daun
2 ori 58 81,25 53,13 tumbuhan. Pada saat melakukan pengamatan, mahasiswa
(Kontrol) menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap masalah
yang diberikan, mereka dapat mengungkapkan keberagaman atau
Data dalam Tabel 1 menunjukkan bahwa ada pengaruh variasi jawaban sesuai dengan salah satu indikator keterampilan
penerapan metode pembelajaran terhadap keterampilan berpikir berpikir kreatif yaitu flexibility. Menurut Munandar (1999)
kreatif mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Bima menyatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif seseorang makin
pada mata kuliah morfologi tumbuhan. Hal ini terlihat dari nilai tinggi jika ia mampu menunjukkan banyak kemungkinan jawaban
signifikansi yang ditetapkan (p < 0,05). pada suatu masalah, selain itu jawaban harus bervariasi.
Berdasarkan Tabel 1 diperoleh nilai rata-rata kemampuan Hal ini didukung oleh Djojosoediro (2012) yang
berpikir kreatif pada kelas eksperimen yang menggunakan metode mengatakan bahwa keterampilan mengamati adalah kegiatan yang
outdoor learning lebih tinggi dan memiliki standar deviasi yang lebih melibatkan satu atau lebih alat indera. Hal tersebut dipertegas oleh
rendah dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan Mintohari, dkk (2011) bahwa dalam melakukan pengamatan
metode ekspositori. Standar deviasi yang lebih kecil pada kelas melibatkan semua indera yang dibutuhkan. Semakin banyak indera
ekpserimen menunjukkan data mengumpul. Dengan standar yang digunakan, semakin lengkap dan konprehensip informasi
deviasi yang lebih kecil menunjukkan kemampuan berpikir kreatif yang bisa dikumpulkan tentang obyek yang diamati.
mahasiswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan Pada kegiatan outdoor learning terjadi interaksi antara
kelas kontrol. Hal ini semakin jelas terlihat pada grafik berikut: sesama mahasiswa sehingga terjalin komunikasi yang
memudahkan mereka untuk melakukan diskusi tentang apa dan
bagaimana obyek yang diamati. Sudrajat (2004) mengatakan
Nilai Keterampilan Berpikir Kreatif bahwa pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang
berbasis sosial. Peserta didik dapat belajar lebih baik dan lebih
20 banyak apabila mereka berinteraksi dengan sesama temannya bila
dibandingkan dengan belajar sendiri. Hasil penelitian Ali (2008),
15 metode outdoor study menjadikan peserta didik lebih bersemangat,
Frekuensi
kreativitas siswa.
Lebih lanjut hasil penelitian Widowati (2010) bahwa outdoor
Nilai learning sangat kondusif untuk mengembangkan keterampilan
berpikir kreatif peserta didik. Berpikir kreatif akan mudah
KBK Outdoor Learning diwujudkan dalam lingkungan belajar yang secara langsung
memberikan peluang bagi peserta didik untuk berpikir terbuka dan
Gambar 1. Grafik Nilai Keterampilan Berpikir Kreatif Kelas Outdoor fleksibel.
Learning (Eskperimen) dan Kelas Ekspositori (Kontrol) Implikasi dari temuan-temuan dalam penelitian ini
bahwa pembelajaran biologi khususnya morfologi tumbuhan harus
Data skor dan nilai indikator keterampilan berpikir kreatif selalu disertai dengan pengajaran keterampilan dalam
masing-masing metode pembelajaran disajikan dalam Tabel 2.
ISBN: 978-602-74245-0-0 77
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
memecahkan persoalan secara kreatif, antara lain mahasiswa Mintohari. 2011. Keterampilan Proses dalam IPA. Suplemen
mampu menghasilkan banyak ide (fluency) dan mampu Pengembangan Pembelajaran IPA SD.
mengemukakan jawaban bervariasi atau beragam (flexibility). http://pjjpgsd.unesa.acid/dok/1.Suplemen-1-
Kemampuan berpikir kreatif sangat penting dilatihkan pada Ketr%20Proses%20dan%20inkuiri.pdf
mahasiswa, karena sangat diperlukan pada proses pembelajaran Munandar, U. 2009. Mengembangkan Kreativitas anak Berbakat.
pemecahan masalah. Pendidik harus dapat menciptakan suasana Jakarta: Rineka Cipta.
pembelajaran yang komunikatif sehingga dapat mengakomodasi New World Encyclopedia. 2007. Divergen Thinking. (Online)
mahasiswa belajar lebih bermakna. https://www.newworldencyclopedia.org/entry/J._P._Guilfor
d (diakses 12 Mei 2014)
KESIMPULAN Potur, A. A. & Barkul, O. 2009. Gender and Creative Thingking In
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka Education: A Theoretical and Experimental Overview. 6 (2):
diperoleh kesimpulan yaitu ada pengaruh penggunaan metode 46-57.
outddoor learning terhadap keterampilan berpikir kreatif Rizal, M. 2008. Pengertian Outdoor Activities. //dadang rizal
mahasiswa ditinjau dari kemampuan akademik awal (p = 0,000) blogspot.com/2008/07/outdooractivities-pengertian.
mahasiswa semester II mata kuliah morfologi tumbuhan pada (Diakses 29 Juni 2014)
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Bima tahun akademik Rohaeti, E. 2008. Pembelajaran dengan Pendekatan Ekspositori
2013/2014. untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan
Kreatif Matematik Siswa SMP. Disertasi Doktor pada SPS.
DAFTAR PUSTAKA UPI: Tidak diterbitkan.
Ali, H. 2008. Efektivitas Pembelajaran Biologi Melalui Out Door Sabandar, J. 2008. Berpikir Reflektif. Makalah. Prodi Pendidikan
Study dalam Upaya Meningkatkan Minat Belajar Siswa. Matematika SPS. UPI.
Jurnal Bionature Vol. 8 (1): Hlm 18 – 23, April 2008. ISSN: Sudrajat, Hari. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasisi
1411-4720. Kompetensi.Bandung: Cipta Cerah Grafika.
Amirudin, Achmad, Ach. Fatchan. 2006. Pengembangan Model Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.
Pendidikan Keterampilan Hidup (Life Skill) bagi Anjal Bandung: Alfabeta.
dengan Menggunakan Chain of Response. Dirjen Dikti, Wibowo, Y. 2010. Bentuk-Bentuk pembelajara Outdoor.
DP2m, Jakarta: Lemlit UM-Malang. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Biologi. FPMIPA UNY
Asmani. 2011. Tujuh Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Widowati, A. 2010. Dongkrak Creative Thinking Siswa dengan
Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Mencipatkan Metode Metode Outdoor Learning dalam Pembelajaran Sains
Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Diva Biologi. Jurdik Biologi FMIPA UNY. Makalah Seminar
Press. Nasional Biologi, 2010. (online)
Djojosoediro, W. 2012. Hakikat IPA dan Pembelajaran IPA SD. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132319972/Dongkra
http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/BA_DIPB k. (Diakses 5 Pebruari 2013).
PJJ_BATCH_1/Pengembangan%20Pembelajaran%20IPA
%20SD/01.%20Inisiasi%20Online%20.pdf
ISBN: 978-602-74245-0-0 78
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH KONSELING BEHAVIORISTIK TERHADAP RASA TANGGUNG JAWAB PADA SISWA KELAS
VIII SMPN 13 MATARAM
Farida Herna Astuti
Prodi Bimbingan dan Konseling IKIP Mataram
Email: farida.herna@yahoo.com
Abstrak: Konseling behavioristik harus dimiliki dan diterapkan oleh setiap siswa karena rasa tanggung jawab sangat dibutuhkan untuk
bekal siswa hidup di masa depan. Konseling behavioristik diharapkan mampu menjadi solusi pemecahan masalah siswa dalam
meningkatkan rasa tanggung jawabnya. Pada dasarnya konseling behavioristik merupakan suatu gagasan yang menyatakan bahwa siswa
mampu berprilaku secara sadar dan rasional agar dapat mengarahkan perilakunya sendiri, mengambil dan memenuhi tanggung jawab
secara efektif serta mampu memilih apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya. Rumusan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut: Apakah ada pengaruh konseling behavioristik terhadap rasa tanggung jawab siswa kelas VIII pada SMPN 13 Mataram?
Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui pengaruh pendekatan humanistik terhadap rasa tanggung jawab siswa Kelas VIII Pada
SMPN 13 Mataram. Populasi dalam penelitian ini sejumlah 68 siswa dan sampel dalam penelitian ini adalah populasi itu sendiri. Dalam
pengumpulan data menggunakan metode angket sebagai metode pokok dan metode dokumentasi, metode wawancara, dan metode
observasi sebagai metode pelengkap. Adapun teknik analisis data menggunakan rumus T-test. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini,
yaitu t hitung lebih besar dari t tabel (t hitung 16,2 > t tabel 2,000). Yang berarti hasil penelitian ini adalah signifikan, dengan demikian dapat
ditarik kesimpulan bahwa ”Ada Pengaruh Konseling Behavioristik Terhadap Rasa Tanggung Jawab Siswa pada SMPN 13 Mataram”.
ISBN: 978-602-74245-0-0 81
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS MASALAH MATEMATIKA KONTEKSTUAL
Feti Andira1 & Ade Kurniawan2
1 &2Fakultas Pendidikan Matematika dan IPA, IKIP Mataram
Email: fetiandira@gmail.com
Abstrak: Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan bahan ajar yang menekankan peserta didik untuk aktif dan kreatif memikirkan penerapan
dari isi materi, namun kenyataannya pada LKS yang ada soal-soal yang disajikan tidak terlalu bervariasi dan tidak ditekankan pada aplikasi
pada kehidupan sehari-hari siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Lembar Kerja Siswa berbasis masalah matematika
kontekstual pada materi segitiga yang valid, praktis, dan efektif di MTs. Namun, dengan keterbatasan penelitian maka kriteria yang
terpenuhi hanya valid dan praktis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and
develovment) dengan model pengembangan ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation). Hasil dari penelitian
ini adalah: (1) Berdasarkan penilaian dari validator ahli materi dan ahli media, LKS dikatakan valid dengan kriteria sangat valid dimana
persentase kevalidan berturut-turut dari ahli materi dan media adalah 80% dan 84,6%. (2) Tahap implementasi dengan uji coba skala kecil
kepada 14 siswa dan evaluasi LKS oleh guru matematika serta analisis hasil pengerjaan soal-soal pada LKS oleh siswa diperoleh rata-
rata persentase kepraktisan LKS adalah 76,16% dengan kriteria kepraktisan sangat praktis. Sedangkan respon siswa terhadap LKS
diperoleh dari angket dengan rata-rata 33,71 termasuk dalam kategori baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa LKS yang
dikembangkan sudah dikatakan layak untuk digunakan pada proses pembelajaran di sekolah yang menggunakan Kurikulum 2013 karena
sudah memenuhi dua kriteria kualitas LKS.
ISBN: 978-602-74245-0-0 82
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
yang menggunakan pendekatan Saintifik (Mengamati, Menanya, diamati adalah kevalidan, kepraktisan, dan respon siswa terhadap
Mengumpulkan Informasi, Menalar, Menyimpulkan, LKS berbasis masalah matematika kontekstual bagi siswa kelas VII
mengkomunikasikan). Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan MTs/SMP yang diperoleh dari hasil uji coba LKS.
judul Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah LKS yang telah dikembangkan akan di validasi oleh ahli
Matematika Kontekstual Bagi Kelas VII MTs Nurul Huda Tempos. materi dan ahli media, setelah itu kemudian diuji coba secara
Pengajaran yang efektif dan kreatif sangat diperlukan oleh terbatas pada siswa kelas VII MTs Nurul Huda Tempos sebanyak
peserta didik, hal ini akan tercapai dengan penggunaan perangkat 14 orang siswa. Adapun objek pada penelitian ini adalah Lembar
pembelajaran berupa Lembar Kerja Siswa yang disusun susuai Kerja Siswa berbasis masalah matematika kontekstual pada pokok
dengan kondisi dan permasalahan matematika yang ada pada materi segitiga bagi siswa kelas VII MTs/SMP.
lingkungan peserta didik sehingga pembelajaran akan lebih Adapun teknik pengunpulan data yang digunakan pada
kontekstual. penelitian ini adalah :
Menurut Depdiknas (2008 : 15), lembar kerja siswa adalah a. Validasi Lembar Kerja Siswa (LKS)
lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh Uji kevalidan LKS dilakukan dengan membagikan lembar
peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah- Validitas kepada ahli Materi dan ahli Media. Pengumpulan data
langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Suatu tugas yang dilakukan secara langsung dan pengumpulan data dilakukan pada
diperintahkan dalam lembar kerja siswa harus jelas kompetensi saat proses pengembangan LKS untuk memperbaiki kekurangan
dasar yang akan dicapainya. LKS sebelum diujikan ke sekolah.
Adapun menurut Prastowo (2014 : 204), LKS bukan Validitas Lembar Kerja Siswa (LKS), untuk mengetahui
merupakan dari Lembar Kegiatan Siswa akan tetapi Lembar Kerja kevalidan LKS yang dikembangkan ditentukan dua dosen ahli
Siswa, yaitu materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa, sebagai validator yang akan menilai LKS dari segi materi dan
sehingga peserta didik diharapkan dapat mempelajari materi ajar media yang disebut dengan ahli media dan ahli materi. Validator
tersebut secara mandiri. Dalam LKS, peserta didik akan akan mengisi lembar validasi LKS, dimana lembar validasi tersebut
mendapatkan materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan akan dianalisis hasilnya berdasarkan skor yang telah diberikan oleh
materi. Selain itu, peserta didik juga dapat menemukan arahan masing-masing validator, yaitu dengan menggunakan rumus:
yang terstruktur untuk memahami materi yang diberikan. ∑𝑋
Menurut Hendro Darmodjo dalam Andrian (2014 : 18) 𝑃= × 100%
∑ 𝑋𝑖
menyatakan bahwa syarat-syarat yang harus dimiliki dalah Keterangan:
menyusun LKS adakah sebagai berikut : P = persentase
a. Syarat-syarat didaktik, artinya LKS sebagai salah satu bentuk ∑ 𝑋 = jumlah skor yang diperoleh
sarana berlangsungnya proses pembelajaran haruslah ∑ 𝑋𝑖 = jumlah skor maksimum
memenuhi persayaratan didaktik, yaitu harus mengikuti asas- Kemudian persentase yang diperoleh disimpulkan
asas pembelajaran yang efektif berdasarkan tabel kriteria kevalidan LKS.
b. Syarat-syarat konstruksi, yang dimaksud dengan syarat-syarat Tabel 1. Kriteria Kevalidan LKS
konstruksi adalah syarat-syarat yang berkenaan dengan No. Persentase (%) Kriteria Kevalidan
penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat 1. 75 ≤ 𝑷 ≤ 100 Sangat valid
kesukaran, dan kejelasan yang pada hakikatnya haruslah tepat 2. 50 ≤ 𝑷 < 75 Valid
guna dalam arti dapat dimengerti oleh pihak penggunanya yaitu 3. 25 ≤ 𝑷 < 50 Cukup valid
peserta didik. Adapun syarat-syarat konstruksi LKS. 4. 1 ≤ 𝑷 < 25 Tidak Valid
c. Syarat-syarat teknis, yaitu tulisan, gambar, penampilan LKS.
(Adaptasi dari Yamasari dalam Fikriyaturrohmah, 2013:3)
Menurut Komalasari (2013 : 6), di dalam pembelajaran
b. Evaluasi Lembar Kerja Siswa (LKS)
kontekstual siswa menemukan hubungan penuh makna antara ide-
Untuk memperoleh data mengenai kepraktisan LKS yang
ide abstrak dengan penerapan praktis di dalam konteks dunia
dikembangkan dan diujicobakan ke sekolah yaitu dengan
nyata. Siswa menginternalisasi konsep melalui penemuan,
menggunakan lembar evaluasi LKS untuk guru matematika dan
penguatan, dan keterhubungan. Pembelajaran kontekstual
siswa kelas VII MTs Nurul Huda Tempos serta menganalis hasil
menghendaki kerja dalam sebuah tim, baik di kelas, laboratorium,
pengerjaan soal-soal pada LKS oleh siswa. Pengumpulan data
tempat kerja maupun bank.
dilakukan secara langsung dan dilakukan diakhir ujicoba LKS untuk
Menurut Komalasari (2013 : 10-11) dengan mengutip
melihat penilaian guru matematika dan siswa mengenai LKS yang
pendapat Fellows (2000 : 2-7) , menjelaskan bahwa karakteristik
dikembangkan.
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah Problem-
Setelah divalidasi oleh validator, LKS kemudian diuji coba
based (Berbasis masalah), Using multiple contexts (Penggunaan
dengan uji coba terbatas kepada 14 siswa kelas VII. Data
berbagai konteks), Drawing upon student diversity (Penggambaran
kepraktisan LKS diperoleh dari lembar evaluasi LKS yang diberikan
keanekaragaman siswa), Supporting self-regulated learning
kepada guru matematika dan siswa kelas VII sebanyak 14 siswa
(Pendukung pembelajaran pengaturan diri), Using interdependent
yang menjadi subjek uji coba. Selain itu, data kepraktisan diperoleh
learning groups (Penggunaan kelompok belajar yang saling
dari analisis hasil pengerjaan soal-soal pada LKS oleh siswa.
ketergantungan), dan Employing authentic assessment
Lembar evaluasi yang telah diisi oleh guru matematika dan siswa
(Memanfaatkan penilaian asli).
serta lembar analisis hasil pengerjaan soal-soal pada LKS akan
dianalisis hasilnya berdasarkan skor yang telah diberikan oleh
METODE
guru, siswa, dan peneliti, yaitu dengan menggunakan rumus:
Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan ∑𝑋
pengembangan (Research and Development) dengam model yang 𝑃= × 100%
dugunakan adalah model pengembangan ADDIE (Analysis, ∑ 𝑋𝑖
Design, Development, Implementation, Evaluation). Adapun yang Keterangan:
ISBN: 978-602-74245-0-0 83
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
P = persentase dikembangkan sudak sangat praktis dengan rata-rata persentase
∑ 𝑋 = jumlah skor yang diperoleh adalah 76,16%. Ketika dievaluasi hasil uji coba LKS dengan uji
∑ 𝑋𝑖 = jumlah skor maksimum coba terbatas, masih banyak siswa yang merasa kesulitan dalam
Kemudian persentase yang diperoleh disimpulkan berdasarkan mengerjakan soal-soal pada LKS hal itu terlihat pada jawaban
tabel kriteria kepraktisan LKS. siswa yang tidak sesuai dengan pertanyaan pada soal. Selain itu,
Tabel 2. Kriteria Kepraktisan LKS karena pengetahuan siswa mengenai cara mengukur
No. Persentase (%) Kriteria Kepraktisan menggunakan penggaris dan busur derajad masih minim sehingga
1. 75 ≤ 𝑷 ≤ 100 Sangat praktis hal tersebut menghambat proses pengerjaan soal-soal pada LKS
2. 50 ≤ 𝑷 < 75 Praktis terutama pada soal melukis segitiga. Namun, ditinjau dari antusias
3. 25 ≤ 𝑷 < 50 Cukup praktis siswa dalam menggunakan LKS yang diuji cobakan, siswa sangat
4. 1 ≤ 𝑷 < 25 Tidak praktis antusias.
(Adaptasi dari Yamasari dalam Fikriyaturrohmah, 2013:4) Untuk hasil angket respon siswa, diperoleh kesimpulan
c. Pembagian angket respon siswa bahwa LKS mendapat respon yang baik dari siswa dengan rata-
Pembagian angket respon siswa dilakukan setelah proses rata jumlah skor yang berikan oleh siswa adalah 33,71. Jumlah skor
pembelajaran selesai. Tujuannya, untuk mengetahui respon siswa yang diberikan oleh siswa dapat dilihat pada grafik berikut.
terhadap penggunaan LKS yang sudah dikembangkan.
Untuk megetahui respon siswa terhadapm LKS yang
Grafik jumlah skor pada angket
dikembangakan, maka angket yang telah diisi oleh siswa akan respon siswa
dianalisis hasilnya berdasarkan skor yang telah diberikan yaitu 100
dengan menggunakan rumus:
Jumlah Skor
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 50
𝑁𝑅 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎
Keterangan : 0
NR : rata-rata skor respon siswa
NH
NU
NK
HU
QA
LI
RI
RP
ZM
AR
DR
MA
DA
WS
Kemudian rata-rata yang diperoleh disimpulkan berdasarkan tabel
kriteria simpulan angket respon siswa. Responden
Tabel 3. Kriteria Simpulan Angket Respon Siswa
Interval rata-rata skor Kriteria Berdasarkan penjabaran tersebut, maka Lembar Kerja
40 < 𝑵𝑹 ≤ 50 Sangat baik Siswa berbasis masalah matematika kontekstual pada materi
30 < 𝑵𝑹 ≤ 40 Baik segitiga bagi siswa kelas VII SMP/MTs dinyatakan valid dan praktis
20 < 𝑵𝑹 ≤ 30 Cukup baik serta mendapat respon yang baik dari siswa.
10 < 𝑵𝑹 ≤ 20 Kurang baik
0 < 𝑵𝑹 ≤ 10 Sangat kurang baik KESIMPULAN
(Adaptasi dari Sukardjo dalam Andrian 2014:45) Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis masalah matematika
kontekstual pada pokok materi segitiga bagi siswa kelas VII
HASIL DAN PEMBAHASAN MTs/SMP yang dikembangkan dengan menggunakan model
Dari hasil validasi LKS yang dilakukan oleh ahli materi ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation,
sudah menyatakan bahwa LKS yang telah dikembangkan layak Evaluation), berdasarkan rumusan masalah dan hasil
diuji coba dengan revisi terlebih dahulu. Serta LKS disimpulkan pengembangan dapat disimpulkan bahwa LKS yang
sangat valid. dikembangkan tersebut mecapai kriteria kevalidan dengan sangat
Setelah melalui proses pengembangan, Lembar Kerja valid, mencapai kriteria kepraktisan dengan sangat praktis dan
Siswa berbasis masalah matematika kontekstual ini telah medapat respon yang baik dari siswa. Akan tetapi, masih perlu
dikembangkan menggunakan model ADDIE melalui serangkaian pengembangan lebih lanjut untuk mengetahui keefektivan LKS
tahap pengembangan yaitu tahap Analysis (Analisis), Design yang dikembangkan dengan uji coba yang lebih luas lagi.
(Perancangan), Development (Pengembangan), Implementation
(Implementasi), dan Evaluation (Evaluasi). DAFTAR PUSTAKA
Validitas Lembar Kerja Siswa ini telah diperiksa oleh yang Andrian, J. 2014. Pengembangan Lembar Kerja Siswa Mata
dipilih dari dosen yang mengabdi sebagai dosen tetap di IKIP Pelajaran Matematika Materi Bentuk Aljabar Dengan
Mataram. Sedangkan kepraktisan LKS ini dilihat dari penilaian LKS Pendekatan Kontekstual untuk Siswa SMP kelas VIII.
oleh Guru matematika MTs Nurul Huda dan 14 siswa kelas VII MTs Skripsi. http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/13206. Diakses
Nurul Huda. Validitas Lembar Kerja Siswa yang telah pada 11 November 2015
dikembangkan mengacu pada hasil penilaian validator (ahli materi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
dan ahli media), sehingga validitasnya diperoleh kesimpulan Jakarta : Rineka Cipta
bahwa LKS yang dikembangkan sangat valid. Pada proses validasi Aryani, F. 2008. “Pengembangan LKS Untuk Metode Penemuan
LKS, ada beberapa saran dan komentar yang diberikan oleh Terbimbing Pada Pembelajaran Matematika Kelas VIII Di
validator ahli materi dan media sehingga sebelum diuji coba secara SMP Negeri 18 Palembang”
terbatas LKS yang sudah divalidasi harus direvisi terlebih dahulu. .http://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jpm/article/view/578.
Sedangkan untuk kepraktisan LKS mengacu pada hasil Diakses pada 13 Desember 2015
evaluasi LKS oleh guru matematika dan 14 siswa kelas VII MTs Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar.Jakarta :
Nurul Huda serta analisis hasil pengerjaan soal-soal pada LKS oleh Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan
siswa, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa LKS yang Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
ISBN: 978-602-74245-0-0 84
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Efendi, P. 2014. “Pengembangan Modul Berbasis Pendekatan
Kontekstual Pada Menulis Resensi”. Jurnal Bahasa, Sastra
dan Pembelajaran. Vol.2. No.2
.http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bsp/article/view/4995/0
. Diakses pada 13 Desember 2015
Fanrista, Y, dkk. 2014. “Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS)
Berbasis Kontekstual Untuk Materi Bilangan Bulat Pada
Pembelajaran Matematika”
.http://ejournals1.stkippgrisumbar.ac.id/index.php/matemat
ika/article/view /2115 / 2103. Diakses pada 10 November
2015
Fikriyaturrohmah. 2013. “Pengembangan Media Pembelajaran
Interaktif Hands-On Equations Berbantu Komputer Pada
Materi Persamaan Linier Satu Variabeluntuk Siswa Kelas
VII”.
http://ejournal.lpkia.ac.id/files/students/essays/journals/26
9.pdf. Diakses pada 10 November 2015
Komalasari, K. 2013. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan
Aplikasi. Bandung: PT. Repika Aditama.
Komsiyah, I. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Teras
M. Haviz. 2013. “Research and Development Penelitian di Bidang
Kepedidikan yang Inovatif, Produktif dan Bermakna”.
Vol.16. No. 1. http://ojs.stainbatusangkar
.ac.id/index.php/takdib/article/viewFile/194/187. Diakses
pada 3 Februari 2016
Mu’ammaroh, S. 2013. “Pengembangan LKS Berbasis Inkuiri
Materi Pemerolehan Nutrisi Tumbuhan SMP Kelas VIII”.
Jurnal Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi. Volume 2. No.3.
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/bioedu. Diakses pada
10 November 2015.
Prastowo, A. 2014. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif
Menciptakan Metode Pembelajaran yang Menarik dan
Menyenangkan. Jokjakarta: DIVA Press
Pratiwi, D.M. 2015. “Pengembangan LKS Praktikum Berbasis
Inkuiri Terbimbing Pada Pokok Bahasan Larutan
Penyangga Kelas XI IPA SMA”. Jurnal Pendidikan Kimia
(JPK). Vol. 4 No. 2.
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/kimia. Diakses pada
10 November 2015
Salamah, U. 2012. Matematika SMP/MTs kelas VII. Solo: PT. Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta
Suherman, E, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung: JICA
Sukardjo. 2005. Evaluasi Pembelajaran. Diktat Mata Kuliah
Evaluasi Pembelajaran Prodi TP PPs UNY.
Surmilasari, N. 2012. “Pengembangan LKS Matematika Berbasis
Konstruktivisme Untuk Pembelajaran Materi Perkalian Dua
Matriks Di Kelas XII SMA”.Volume 67.ISBN:978-979-
16353-8-7.http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/8523. Diakses
pada 10 November 2015
Tegeh, I. M, dkk. 2014. Model Penelitian Pengembangan.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Wintarti, A, dkk. 2008. Matematika Contextual Teaching and
Learning SMP kelas VII. Jakarta: Pusat Perbukuan
Depertemen Pendidikan Nasional.
ISBN: 978-602-74245-0-0 85
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) TERHADAP PRESTASI
BELAJAR SISWA KELAS III SD NEGERI 20 WOJA
Fifi Fitriana Sari
STKIP YAPIS DOMPU
E-mail:-
Abstrak: Realistic Mathematics Education (RME) atau Matematika Realistik adalah pemanfaatan realitas, lingkungan dan pengalaman
yang pernah dialami serta dilakukan siswa yang akan berpengaruh pada tingkat pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran dan
menghasilkan prestasi yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education
(RME) Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas III SD Negeri 20 Woja Tahun Pembelajaran 2015/2016. Masalah yang dijawab ini adalah
apakah ada pengaruh pendekatan Realistics Mathematics Education (RME) terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas III SD
Negeri 20 Woja tahun pembelajaran 2015/2016?. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif menggunakan pendekatan
empiris, dan dalam penelitian ini menggunakan penelitian total populasi karena semua populasi diambil semua untuk diteliti sejumlah 20
oang siswa. Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan ialah metode angket, metode tes, dan metode dokumentasi.
Dari hasil analisis diperoleh perhitungan secara lineritas didapatkan Fhitung = 1,00 ≤ Ftabel = 3,18, untuk uji signifikan didapatkan hasil Fhitung
= 4,74 ≥ Ftabel = 4,41, dan dari uji hipotesis hubungan didapatkan r hit 0,457 ≥ rtab 0,444, koefisien determinasinya sebesar r2xy = 0,2088,
yang mengandung makna bahwa 20,88% pengaruh pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yaitu proses pembelajaran yang
mengkaitkan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari yang pernah dilihat, dilakukan, serta dialami oleh siswa dapat meningkatkan
prestasi belajar, melalui persamaan regresi Y = 42,22 + 0,67 X, sisanya 79,12% ditentukan oleh faktor lain. Maka analisis dalam penelitian
ini adalah ada Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas III SD Negeri 20
Woja Tahun Pembelajaran 2015/2016.
ISBN: 978-602-74245-0-0 86
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
memanfaatkan realitas dan lingkungan yang dipahami oleh siswa
untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga Ŷ = a + ƅX
dapat mencapai pendidikan matematika secara lebih baik dari pada
masa yang lalu.
a. Karakteristik Realistic Mathematics Education (RME) Keterangan:
Trefers (dalam Wijaya, 2012: 22-24) merumuskan lima Ŷ = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan
karakteristik pendekatan Matematika Realistik, yaitu: a = Harga Y ketika harga X = 0 (harga konstanta)
1) Penggunaan Konteks b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka
2) Penggunaan Model untuk Matematisasi Progresif peningkatan ataupun penurunan variabel independen. Bila (+)
3) Pemanfaatan Hasil Kontruksi Siswa arah garis naik, dan bila (-) maka arah garis turun.
4) Interaktivitas X = Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai
5) Keterkaitan tertentu.
b. Tujuan Pembelajaran Matematika Realistik
Menurut Kuiper dan Kouver (dalam Supinah, 2001: 15) Untuk menghitung harga a dan b dengan rumus sebagai
tujuan Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) berikut:
adalah sebagai berikut: a = (Σy) (Σx²) – (Σx) (Σxy)
1) Menjadikan matematika lebih menarik, relevan dan bermakna, . n(Σx²) – (Σx)²
tidak terlalu formal dan tidak terlalu abstrak. b = n(Σxy) – (Σx) (Σy)
2) Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa. . n(Σx²) – (Σx)² ( Sugiyono, 2014: 261)
3) Menekankan belajar matematika “learning by doing”. 1. Menghitung F hitung melalui Tabel ANOVA.
4) Memfasilitasi penyelesaian masalah matematika tanpa Tabel 1. Daftar Análisis Varians (ANOVA) Regresi Linear
menggunakan penyelesaian yang baku. Sederhana
5) Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran
matematika. Sumber dk JK KT
Wanti (2013: 2) berpendapat bahwa Prestasi belajar dapat Varian F
dikatakan sebagai ukuran kemampuan yang didapat, dicapai atau n ΣY² ΣY²
ditampilkan seseorang sebagai bukti dari usaha yang dilakukannya Total
dalam belajar. Oleh karena itu, dapat dikatakan juga bahwa yang
1 JK (a) JK (a)
disebut dengan prestasi belajar kemampuan yang diperoleh
Koef (a) 1 JK (b/a) S2reg = JK (b/a) S2reg
dengan nilai yang tinggi. Sedangkan nilai yang sedang bahkan
Reg(b/a) n-2 JK (S) S2sis = JK (S) S2sis
rendah belumlah disebut sebagai prestasi, walaupun sebenarnya
Sisa n–2
tingkatan sedang atau rendah/kurang adalah gambaran dari
kemampuan atau prestasi yang dicapai seseorang, karena
K– 2 JK (TC) S2TC = JK (TC)
kemampuan seseorang tidak ada yang sama tentunya
Tuna K–2
prestasinyapun tidak sama.
Cocok S2TC
Berdasarkan paparan ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
n-k JK (G) S2G = JK (G) S2G
prestasi belajar merupakan nilai yang diperoleh setelah melalui
n-k
kegiatan belajar ukuran kemampuan dan kecakapan siswa yang
Galat
dinyatakan dalam bentuk angka/nilai. Pengukuran dengan
2. Kesimpulan Dengan Melakukan Uji
menggunakan nilai tersebut sebagai bukti dari usaha yang
a. Uji Linearitas
dilakukan siswa dalam proses pembelajaran.
Ho : Regresi Linear
Ha : Regresi non-linear
METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
kuantitatif dengan “pendekatan empiris/deskriptif. Penelitian ini Statistik F = S2TC dibandingkan dengan F tabel
terdiri dari dua variabel yaitu variabel X pendekatan RME sebagai dengan dk
variabel independen dan variabel Y prestasi belajar siswa sebagai S2TC
variabel dependen. Sifat dari penelitian adalah regresi yaitu
menentukan tingkat pengaruh antara kedua variable.Populasi Pembilang (k – 2) dan dk penyebut (n – k). untuk
dalam penelitian ini adalah sejumlah 20 orang siswa, sehingga menguji hipotesis nol, tolak hipotesis regresi linear, jika
dalam penelitian ini menggunakan penelitian total populasi. Untuk statistik F hitung untuk tuna cocok yang diperoleh lebih
memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini maka teknik besar dari harga F tabel menggunakan taraf kesalahan
pengumpulan data menggunakan metode/teknik angket dan tes. yang dipilih dan dk yang bersesuaian.
Instrumen yang digunakan yaitu angket tertutup. Muatan b. Uji Signifikam
angket tersebut berisi pernyataan dan pilihan jawaban yang Ho : koefisien arah regresi tidak berarti (b = 0)
ditujukan kepada responden yang telah disediakan oleh peneliti Ha : koefisien itu berarti (b≠ 0)
berupa lembar angket/kuesioner. Untuk menguji hipotesis nol, dipakai statistik F = S2reg
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini S2sis
adalah teknik analisis kuantitatif dengan analisis yang digunakan
adalah teknik analisis statistik dengan rumus Regresi Linier Dibandingkan dengan F tabel dengan dk
Sederhana sebagai berikut: pembilang = 1 dan dk pennyebut = n – 2. Untuk menguji
hipotesis nol, kriterianya adalah tolak hipotesis nol apabila
ISBN: 978-602-74245-0-0 87
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
koefisien F hitung lebih besar dari harga F tabel HASIL DAN PEMBAHASAN
berdasarkan taraf kesalahan yang dipilih dan dk yang A. Hasil
bersesuaian. 1. Data yang diperoleh Melalui Pembagian Lembar Angket
ISBN: 978-602-74245-0-0 88
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
MA 15 20 20 15 100
12 30
LA 10 20 15 15 85
13 25
M.R 15 20 20 15 90
14 25
M.IR 15 20 20 15 90
15 20
M.IK 10 20 15 15 85
16 25
SN 15 15 15 15 80
17 20
RA 15 20 20 15 100
18 30
EA 15 20 20 15 95
19 25
G 15 15 15 15 80
20 20
Data diatas merupakan perolehan nilai siswa setelah Langkah-langkah dalam menganalisis rumus tersebut,
proses pemberian tes evaluasi dan dinilai oleh guru dengan bobot adalah sebagai berikut:
skor yang berbeda-beda, tes tersebut untuk mengetahui prestasi a. Mengumpulkan Data
belajar siswa dan sebagai variable Y. b. Melakukan Perhitungan Regresi Linear Sederhana.
3. Analisis Rumus Regresi Linear Sederhana
Tabel 3. Tabel Penolong untuk Menghitung Persamaan Regresi Linear Sederhana
No Nama X Y X2 Y2 XY
1 AA 75 100 5625 10000 7500
2 JA 74 95 5476 9025 7030
3 J 72 80 5184 6400 5760
4 N 61 100 3721 10000 6100
5 SCM 71 95 5041 9025 6745
6 WYN 72 95 5184 9025 6840
7 NM 71 80 5041 6400 5680
8 RA 75 95 5625 9025 7125
9 F 77 100 5929 10000 7700
10 NS 69 80 4761 6400 5520
11 E 76 95 5776 9025 7220
12 MA 78 100 6084 10000 7800
13 LA 73 85 5329 7225 6205
14 M.R 76 90 5776 8100 6840
15 M.IR 78 90 6084 8100 7020
16 M.IK 74 85 5476 7225 6290
17 SN 65 80 4225 6400 5200
18 RA 79 100 6241 10000 7900
19 EA 77 95 5929 9025 7315
20 G 60 80 3600 6400 4800
ISBN: 978-602-74245-0-0 89
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Y = 42,22 + 0,67X X Kelompok n Y
Arti dari nilai 0,67
Setiap kenaikkan satu perolehan nilai yang diperoleh siswa 100
maka akan meningkatkan prestasi belajar siswa sebesar 0,67. 78 12 2
90
Arti dari nilai 42,22 78
Pada saat guru tidak melakukan proses pembelajaran 13 1 100
dengan menggunakan pendekatan RME maka siswa akan 79
memperoleh nilai sebesar 42,22. 13 20 1820
Jumlah
2) Garis Regresi Linear
f. Menghitung F hitung melalui Tabel ANOVA
Tabel 5. Daftar ANOVA untuk Regresi Linier
Y = 42,22 + 0,63X
Sumber
dk JK RJK F
Varians
JK(a) =
Regresi ( a ) 1 -
165620
JK(b/a)=
Reg (b/a) 1 245,89 Fhit = 4,74
Gambar 1. Garis Regresi Variabel Independen X 245,89
Terhadap .Variabel Dependen Y.
Sisa ( S ) 18 JK(S) = 934,11 51,90
e. Menghitung Jumlah Kuadrat (JK) beberpa Sumber Varian,
dimana: JK(TC) =
Tuna Cocok 9 51,97
571,61 Fhit = 1,00
Tabel 4. Skor Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics
Education (RME) (X) dan Prestasi Belajar (Y) setelah Galat ( G ) 9 JK(G) = 362,5 51,79
dikelompokkan
X Kelompok n Y
B. Pembahasan
60 1 1 80 1. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).
Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
2 1 100 merupakan suatu cara yang dilakukan guru untuk memberikan
61
kemudahan dan menciptakan suasana belajar yang
3 1 80 menyenangkan, karena pembelajaran RME merupakan
65
pendekatan pembelajaran yang mengkaitkan materi pembelajaran
4 1 80 dengan kehidupan sehari-hari siswa, lingkungan baermain yang
69
pernah dialami, dan dilihat siswa.
95 2. Prestasi Belajar
71 5 2
80 Prestasi belajar diketahui dari data yang diperoleh melalui
71
tes evaluasi pada Kompetensi Dasar (KD) yaitu “Memilih alat ukur
95 dengan fungsinya (meteran, timbangan ,dan jam) dan
72 6 2
80 menggunakan alat ukur dalam pemecahan masalah” melalui teknik
72
tes yang dibuat dan dinilai oleh guru yang mengajar saat itu, soal
7 1 85 tes ini mempunyai bobot skor yang berbeda untuk soal nomor 1
73
diberi bobot 30, nomor 2 diberi bobot 15, nomor 3 diberi bobot 20,
85 nomor 4 diberi bobot 20, nomor 5 diberi bobot 15.
74 8 2
95 3. Pengaruh Realistic Mathematics Education (RME) Terhadap
74
Prestasi Belajar.
100 Dari hasil perhitungan diperoleh dalam penelitian ini adalah
75 9 2 secara uji linearitas didapatkan Fhitung = 1,00 dan Ftabel dengan taraf
95
75 signifikan 5% dan N = 20 adalah 3,18, jadi perhitungan secara
90 lineritas ini didapatkan Fhitung = 1,00 ≤ Ftabel = 3,18, maka analisis
76 10 2 regresinya dapat dilanjutkan dengan melakukan uji signifikan
95
76 (keberartian), dari uji signifikan didapatkan hasil Fhitung sebesar
100 4,74, sedangkan nilai Ftabel dengan taraf signifikan 5% dan N = 20
77 11 2 orang siswa adalah 4,41, yaitu Fhitung lebih besar dibanding Ftabel
95
77 (Fhitung = 4,74 ≥ Ftabel = 4,41), Setelah mendapatkan nilai koefisien
ISBN: 978-602-74245-0-0 90
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
korelasi dapat ditentukan koefisien determinasi antara X dan Y Etin, dkk. 2008. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran
adalah kuadrat dari rxy = 0,4572 maka koefisien determinasinya IPS. Jakarta: Bumi Aksara.
sebesar r2xy = 0,2088, yang mengandung makna bahwa 20,88% Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi
pengaruh pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Aksara
yaitu proses pembelajaran yang mengkaitkan pengalaman siswa Nur, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA
dalam kehidupan sehari-hari yang pernah dilihat, dilakukan, serta University Press.
dirasakan oleh siswa dapat meningkatkan prestasi belajar, melalui Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.
persamaan regresi Y = 42,22 + 0,67 X, sisanya 79,12% ditentukan Cetakan ke- 4. Jakarta: PT Rineka Cipta.
oleh faktor lain, yaiu faktor bakat, minat, perhatian, kesehatan, Sudjana, Nana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar.
perhatian orang tua, dan lingkungan. Bandung: Sinar Baru Algesindo
BerdasarkaN hasil penelitian maka diketahui ada pengaruh Sudjana, Nana. 2008. Penilaian Hasil Proses BelajarMengajar.
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Terhadap Bandung: Remaja Rosdakarya.
Prestasi Belajara Siswa Kelas III SD Negri 20 Woja Tahun Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Pembelajaran 2015/2016. Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sukayasa. 2010. Karakteristik Penalaran Dalam Pemecahan
SIMPULAN Masalah Matematika. Makalah disajikan pada Seminar
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan ada Nasional Matematika Universitas Muhammadiyah Malang..
pengaruh pendekatan Realistic Mathematics education (RME) Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Konteporer
terhadap prestasi belajar siswa kelas III SD Negeri 20 Woja tahun Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi
pembelajaran 2015/2016 pola linearitas dan mempunyai hubungan Aksara
pengaruh yang poisitif dan signifikan. Hal ini dilihat dari hasil Widdiharto, Rachmadi. 2009. Pemilihan dan Pengembangan
perhitungan secara lineritas ini didapatkan Fhitung = 1,00 ≤ Ftabel = Model-Model Pembelajaran Matematika Sekolah. Makalah
3,18, untuk uji signifikan didapatkan hasil Fhitung = 4,74 ≥ Ftabel = disajikan pada Seminar Nasional Matematika Universitas
4,41, dan dari uji hipotesis hubungan didapatkan rhit 0,457 ≥ rtab Islam Malang.
0,444. Zuriah, Nurul. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan
Setelah mendapatkan nilai koefisien korelasi dapat Teori– Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara
ditentukan koefisien determinasi antara X dan Y adalah kuadrat
dari rxy = 0,4572 maka koefisien determinasinya sebesar r2xy =
0,2088, yang mengandung makna bahwa 20,88% pengaruh
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yaitu proses
pembelajaran yang mengkaitkan pengalaman siswa dalam
kehidupan sehari-hari yang pernah dilihat, dilakukan, serta dialami
oleh siswa dapat meningkatkan prestasi belajar, melalui
persamaan regresi Y = 42,22 + 0,67 X, sisanya 79,12% ditentukan
oleh faktor lain.
SARAN
Adapun saran yang diperoleh dalam penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Bagi Kepala Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi
bagi pemimpin sekolah (kepala sekolah) dalam rangka tetap
mengawasi pelaksanaan proses pembelajaran.
2. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai
bahan masukan kepada para guru bahwa menggunakan
pendekatan pembelajaran yang tepat mampu meningkatkan
prestasi belajar siswa, dan gunakanlah pendekatan
pembelajaran yang bervariasi tidak hanya penekatan (RME)
saja.
3. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat terus
meningkatkan prestasi belajar siswa, karena pembelajaran
matematika adalah pembelajaran yang menyenangkang
karena selalu ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktik. Edisi Revisi VI. Cetakan ke-13. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2003. Manajemen Penelitian Edisi Revisi VI.
Cetakan ke-6. Jakarta: Asdi Mahasatya.
ISBN: 978-602-74245-0-0 91
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM-SOLVING DENGAN MEDIA FLASHCARD UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMPN 4 PRAYA TIMUR
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Fitratunnayaty1, Masjudin2, & Sri Yuliyanti3
1FPMIPA, IKIP MATARAM
2&3Dosen FPMIPA, IKIP MATARAM
e-mail: Fitratunnayaty2703@gmail.com
Abstrak: Masalah yang ditemukan dalam pembelajaran matematika diSMPN 4 Praya Timur adalah rendahnya kemempuan pemecahan
masalah, siswa kurang dapat menjawab soal secara runtun akibatnya hasil belajar siswa menjadi rendah, oleh karena itu tujuan
penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMPN 4 Praya Timur melalui penerapan metode
problem-solving dengan media flashcard. Metode problem-solving adalah metode pembelajaran yang mengarahkan siswa berpikir
kreatif untuk mengamati masalah, memahami masalah, merencanakan masalah, menganalisis serta menemukan pemecahan dari
masalah yang dipecahkan. Sedangakan flashcard adalah alat sebagai bahan penyajian masalah dan konsep sebagai pengingat materi.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tes evaluasi hasil belajar siswa untuk mengetahui hasil belajar siswa dan angket lembar observasi siswa untuk mengukur
kegiatan siswa dalam kelas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penerapan metode pembelajaran problem-solving dengan
media flashcard diperoleh data aktivitas belajar siswa siklus I sebesar 2.42 dengan kategori cukup aktif, pada siklus II sebesar 3.18
dengan kategori aktif. Data hasil belajar siswa, dengan persentase ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar 36,84%, pada siklus II
terjadi peningkatan hasil belajar siswa menjadi 85%. Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan metode
pembelajaran problem-solving dengan media flashcard dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMPN 4 Praya Timur tahun pelajaran
2015/2016.
ISBN: 978-602-74245-0-0 94
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
ISBN: 978-602-74245-0-0 97
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
PENGEMBANGAN EBOOK BERBASIS ANDROID SEBAGAI SARANA PRAKTIS ALTERNATIF MEDIA AJAR
BAGI MAHASISWA FIP IKIP MATARAM
Fitri Astutik1 & Menik Aryani2
1Program Studi Teknologi Pendidikan, FIP IKIP Mataram
2Program Studi Administrasi Pendidikan, FIP IKIP Mataram
Abstrak: Seorang Dosen dalam sistem pembelajaran saat ini dituntut memperhatikan buku ajar dan referensi lain. Sebagian besar dosen
menggunakan buku ajar untuk mengembangkan pokok bahasan dalam mata kuliah yang diampunya. Perlu persiapan yang matang baik
dari segi isi content bukunya, juga dari segi finansialnya untuk proses pencetakan. Sisi lain perkembangan teknologi informatika dewasa
ini telah mampu menggeser kebiasaan semua orang dalam hal membawa buku dan membacanya. Sebagian besar mahasiswa lebih
nyaman membawa smartphone atau gadget nya yang dianggap oleh mereka lebih simple dan ringan untuk dibawa. Ebook merupakan
Electronic Book atau buku elektronik. Menggunakan sarana Ebook memiliki banyak keuntungan salah satunya yaitu lebih efisien karena
menghemat kertas dan ruang karena kita tidak perlu menenteng-nenteng buku-buku tebal dan berat. Buku elektronik ini tersusun secara
digital sehingga siapa pun dapat membacanya di smartphone dan gadget lainnya. Berhubung hampir semua mahasiswa saat ini memiliki
smartphone atau gadget dan lebih mudah mengakses materi menggunakan fasilitas internet di Indonesia, khususnya di Fakultas Ilmu
Pendidikan IKIP Mataram, maka hadirnya aplikasi Ebook ini diharapkan mampu membantu mahasiswa dalam mengakses bahan ajar
mata kuliah dari dosennya. Pada artikel ini akan membahas tentang pengembangan bahan ajar Ebook berbasiskan HTML. Software yang
akan digunakan adalah menggunakan pemrograman Android. Software ini rencana akan masuk di aplikasi Android secara free atau gratis.
Obyek penelitian memanfaatkan pengembangan bahan ajar pada mata kuliah Aplikasi Dasar Komputer. Tempat penelitian dilakukan di
Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram. Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif yang memaksimalkan
objektivitas desain dalam penelitian dengan memakai struktur dan percobaan terkontrol. Analisa sistemnya menggunakan metode SDLC
dengan model Waterfall dan untuk pengujian sistem serta implementasinya menggunakan metode pengujian White Box. Hasil penelitian
ini sudah mendekati 85% berhasil karena belum proses upload ke perangkat Android. Dalam waktu dekat ini akan dilakukan proses Upload
ke perangkat Android karena saat ini masih dalam tahap proses editing isi content nya.
ISBN: 978-602-74245-0-0 98
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
2. Rifiana Arief dan Naeli Umniati, 2012. Vol.21, No.2 dalam 1. Rekayasa sistem / Perencanaan. Tahap ini merupakan dimulai
Jurnal Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan yang berjudul dengan menetapkan bagian yang diperlukan oleh piranti lunak
PENGEMBANGAN VIRTUAL CLASS UNTUK yang ada dan dilanjutkan dengan menentukan beberapa
PEMBELAJARAN AUGMENTED REALITY BERBASIS bagian dari yang diperlukan untuk piranti lunak.
ANDROID. Hasil penelitian ini adalah berhasilnya 2. Analisis. Tahap ini merupakan proses pengumpulan data yang
diimplementasikan pengembangan konten virtual class untuk difokuskan untuk pembuatan piranti lunak. Pada tahap ini
pembelajaran augmented reality. Metode penelitian yang meliputi gambaran umum media ajar yang digunakan di FIP
dilakukan adalah Persiapan menyusun satuan acara IKIP Mataram, sistem yang berjalan dan sistem yang
perkuliahan “Augmented Reality pada Telepon Genggam ditawarkan. Gambar 2.2 berikut merupakan gambaran sistem
berbasis Android”, Menganalisa dan mengembangkan konten yang sedang berjalan. Dan gambar 2.3 merupakan gambaran
materi pembelajaran, merancang storyboard dan membuat sistem yang diusulkan.
website virtual class. 3. Perancangan (design). Tahap ini mendefinisikan kebutuhan-
3. Yayu Laila Sulastri dan Luki Luqmanul Hakim ( 2014) dalam kebutuhan fungsional dan persiapan untuk rancang bangun
Jurnal Pengajaran JPMIPA Vol 19, No.2, yang berjudul implementasi dari sistem tersebut. Berikut kebutuhan-
Pembelajaran Berbasis Mobile, bahwa aplikasi Android pada kebutuhan fungsional yang harus disiapkan :
penelitian ini berhasil mengunduh aplikasi materi pelajaran Kebutuhan Hardware:
untuk diinstall di telepon selular (handphone). a. Laptop merk Asus Series A43S,
Dari studi pustaka dan uraian dari jurnal penelitian yang b. Processor intel core i3,
sudah peneliti temukan, selama ini masih belum dilakukan c. HDD 640GB,
penelitian pengembangan Ebook berbasis kan HTML d. Memory 4 GB NVIDIA GEFORCE.
menggunakan perangkat Android dengan memanfaatkan software e. HP berbasis aplikasi Android
Appsgeyser sebagai media ajar alternatif praktis pada mahasiswa Kebutuhan Software:
di FIP IKIP Mataram. Berdasarkan latar belakang di atas, a. Pemrograman Android
dirumuskan permasalahan yakni: Bagaimana merancang dan b. Aplikasi AppsGeyser
membuat aplikasi Ebook berbasis HTML sebagai sarana praktis Bahan:
alternatif media ajar bagi mahasiswa di FIP IKIP Mataram. Adapun Data percobaan ini berupa bahan ajar dari mata kuliah Aplikasi
tujuan penelitian ini adalah sebagai salah satu pengembangan Komputer yang isi materinya diambil dari berbagai sumber
media ajar berbasis Android sebagai sarana praktis alternatif bagi referensi.
mahasiswa di FIP IKIP Mataram. 4. Pengujian (Testing). Adapun testing terhadap program
dilakukan dengan menggunakan metode white box. Pengujian
METODE terhadap perangkat lunak yang dibangun dilakukan oleh:
Penelitian ini termasuk model pengembangan sistem a. Dosen sebagai pembuat aplikasi Ebook
yang mencakup beberapa tahapan. Penjabaran secara bagan b. Mahasiswa sebagai pemakai atau user.
metode kuantitatif pada langkah-langkah penelitian ini bisa dilihat 5. Peneliharaan (Maintenance). Perubahan akan terjadi setelah
di Gambar 1 berikut. piranti lunak digunakan oleh pengguna. Perubahan-perubahan
yang terjadi pada software aplikasi disesuaikan dengan
perubahan lingkungan eksternal, contohnya adanya
perubahan teknologi ter-update yang perlu mahasiswa tahu
dan dimasukkan ke dalam Ebook tersebut.
Tahap kelima perlu diadakan pembahasan secara ilmiah
hasil penelitian. Dan tahap akhirnya atau tahap keenam adalah
menarik kesimpulan dari hasil penelitian.
ISBN: 978-602-74245-0-0 99
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Alur Sistem Yang Sedang Berjalan Saat Mahasiswa Menerima Bahan Ajar
Dosen Mahasiswa
Start
Mengikuti
Perkuliahan
Mengajar
Unduh Bhn ajar
Materi Per-
Pertemuan
Materi Per-
Pertemuan
Tidak
Pilih
ya
End
Gambar 2. Alur Proses Sistem Yang Sedang Berjalan (Sumber : Diolah oleh Penulis)
Gambar 2 menjelaskan sebagai berikut: Saat perkuliahan 1. Persiapan menyusun Silabus Acara Perkuliahan (SAP).
dimulai dikelas, seorang dosen mengajar mahasiswa di kelas Penyusunan SAP diperoleh melalui referensi yang
sesuai dengan mata kuliah yang diampunya. Mahasiswa mengikuti sudah diberikan oleh FIP IKIP Mataram. Tabel 1 adalah Satuan
perkuliahan di kelas. Saat mengajar seorang Dosen memberikan Acara Perkuliahan Mata Kuliah Aplikasi Komputer. Pada mata
materi per pertemuan adalah satu pokok bahasan. Usai kuliah SAP akan dilakukan 14 kali pertemuan, dengan 2 SKS.
perkuliahan, mahasiswa mengunduh materi setiap pertemuan di Pada Tabel 1 merupakan contoh silabus beberapa penggal
kelas. Mahasiswa melihat isi materi perkuliahan, selanjutnya akan yang akan dipakai pada penyusunan materi di Ebook.
memilih untuk memtuskan unduh isi materi, jika keputusannya ya,
maka isi materi perkuliahan hari tersebut akan terunduh, jika
pilihannya tidak untuk mengunduh, maka seorang mahasiswa
hanya melihat isi materi saja.
2. Menganalisa dan mengembangkan konten materi perkuliahan. Dibawah ini adalah Gambar 4 Alur Proses Aplikasi
Strategi yang akan diterapkan adalah Appsgeyser pembuatan Ebook. Langkah pertama adalah
*)Mengembangkan modul pembelajaran dengan penerapan masuk ke link Appsgeyser yang sudah diinfokan sebelumnya
multimedia interaktif yang mengitegrasikan unsur-unsur teks di sub pokok bahasan 3. Maka tampilan Appsgeyser bisa dilihat
dan grafis untuk menciptakan modul pengajaran komunikatif, pada Gambar 4 berikut ini.
informatif dan mdah dipahami oleh mahasiswa. *) Topik mata
kuliah disusun secara inetraktif dan bida di unggah kapan saja
dan dimana saja. *) Pengembangan modul ajar yang berisi
materi pembejaran untuk diunggah ke web platform yang
digunakan.
3. Merancang alur aplikasi Appsgeyser pada perangkat Android.
Gambar 4. Tampilan Awal Apssgeyser (Sumber: Gambar 8. Pemberian logo FIP IKIP Mataram
http://www.appsgeyser.com/)
4. Membuat aplikasi Appsgeyser Ebook pada perangkat Android. Ketika isi materi modul ajar mata kuliah Aplikasi
Gambar 5 maerupakan tampilan depan cover Ebook Komputer ini sudah lengkap, maka dipilih klik Create App.
Modul Ajar Aplikasi Komputer. Berikut ini gambarnya. 5. Implementasi Ebook pada perangkat Android
Gambar 9 merupakan salah satu implementasi
Ebook yang diambil dari tampilan depan cover Modul Ajar
Aplikasi Komputer.
SIMPULAN
Hasil pengujian sistem untuk pengembangan sistem ini
berhasil merancang dan membuat aplikasi Ebook berbasis HTML
sebagai sarana praktis alternatif media ajar bagi mahasiswa di FIP
IKIP Mataram. Tingkat keberhasilan pengembangan sistem ini
masih 85%, karena masih belum tahap build up disebabkan saat
ini sedang proses pengeditan isi materi ajar mata kuliah Aplikasi
Komputer di sistemnya. Kedepan akan dilakukan build up
Gambar 7. Pemberian Deskripsi Mata Kuliah selanjutnya adalah proses download di halaman AppsGeyser pada
perankat Android peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. What is SDLC ? . Diakses di :
http://www.tutorialspoint.com/sdlc/sdlc_overview.htm.
Tanggal akses: 5 Maret 2016.
ISBN: 978-602-74245-0-0 103
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Hanif Irsyad, 2015. Aplikasi Android dalam 5 menit. Penerbit : Android. Diakses di:
Elex Media Komputindo. http://journal.uny.ac.id/index.php/jptk/article/view/3262/274
Jason Morris, 2011. Android User Interface Development 3. tanggal akses: 5 Maret 2016.
Beginner’s Guide. Packt Publishing Ltd. Sigit Wahyudi, 2010. Pembuatan Aplikasi Digital Library (Studi
Mohamad Arif Sudarsono & Krisnawati, 2014. Analisis Dan Kasus Perpustakaan Sains Dan Teknologi Universitas
Perancangan Aplikasi “Fun 2D Shapes Learning” Berbasis Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta). Skripsi. Diakses
mobile Android. di:
Diakses di: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1
http://ojs.amikom.ac.id/index.php/dasi/article/viewFile/193/ 156/1/SIGIT%20WAHYUDI-FST.PDF. Tanggal akses: 5
176. Tanggal Akses: 4 Maret 2015. Maret 2016.
R Arief & N Umniati, 2015. Pengembangan Virtual Class Untuk Sri Wahyuni, 2014. Pengembangan Interactive E-Book Bidang
Pembelajaran Augmented Reality Berbasis Android. Bahasa Untuk Mengembangkan Kompetensi dan
Diakses di: Kemandirian Mahasiswa Program Pendidikan Bahasa.
http://journal.uny.ac.id/index.php/jptk/article/view/3262/274 Diakses di:
3. Tanggal akses: 5 Maret 2016. http://journal.uny.ac.id/index.php/litera/issue/view/273.
R.D Cahyanti & I Akhlis, 2015. Pengembangan E-Book Sebagai Tanggal akses: 4 Maret 2016.
Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Suryana, 2010. Metodologi Penelitian Model Praktis Penelitian
Materi Mesin ATW OOD Untuk Siswa SMAN 1 Kradenan. Kuantitatif dan Kualitatif. Buku Ajar Perkuliahan.
Diakses di: Universitas Pendidikan Indonesia.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej/article/view/47 Yayu Laila Sulastri & Luki Luqmanul Hakim, 2014. Pembelajaran
32/4353. Tanggal akses: 4 Maret 2015. Berbasis Mobile. Diakses di:
Rifiana Arief & Naeli Umniati, 2012. Pengembangan Virtual Class http://journal.fpmipa.upi.edu/index.php/jpmipa/article/view/
Untuk Pembelajaran Augmented Reality Berbasis 458/pdf_16. Tanggal akses: 5 Maret 2016.
Abstract: This research paper is intended to describe a teaching writing to the first semester of English Program STKIP Taman Siswa
Bima. Writer focuses on teaching-learning process of writing. Objectives of this research are to describe the techniques are implemented
in teaching writing, to describe kinds of difficulties faced in teaching-learning writing and to describe the kinds of strategies used by lecturer
to solve difficulties faced in class. The type of this research is descriptive which does not include any calculation or statistic procedure.
Data are taken from informant and document. The informants are students that consist of 36 students and second informant is writing
lecturer. While document are lesson plan or syllabus and textbook that used by lecturer in class. Technique of collecting data are employing
interview and analyzing document. Technique implemented in teaching learning process of writing to the first semester of English Program
STKIP Taman Siswa Bima is using portfolios. The kinds of difficulties faced in learning writing by students are vocabulary, tenses and
translation process. The kinds of strategies used by lecturer to solve students ‘difficulties are giving motivation to practice for students in
English especially writing, provide some resources and conducting learn of label.
Email: fitrianifct11@gmail.com
Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurang aktifnya siswa dalam proses pembelajaran, siswa belum mampu menyampaikan
pertanyaan, pendapat dan menyimpulkan hasil dari suatu permasalahan. Selain itu, siswa juga belum mampu membuat sketsa/gambar
dengan benar tentang ide-ide matematis yang dimiliki, sehingga kemampuan komunikasi matematis dan hasil belajar matematika siswa
menjadi kurang dan perlu untuk ditingkatkanPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis
dan hasil belajar matematika siswa melalui pendekatan RME di kelas XI IPA MA NW Ketangga. Penelitian ini merupakan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri dari tiga pertemuan termasuk evaluasi. Instrumen yang digunakan
adalah lembar observasi untuk mengukur aktivitas guru dan kemampuan komunikasi matematis siswa sedangkan tes evaluasi digunakan
untuk mengetahui hasil belajar siswa. Adapun hasil analisis data menunjukkan hasil observasi kemampuan komunikasi matematis siswa
mengalami peningkatan dari 45,83% pada siklus I dengan kategori Sedang dan 62,29% pada siklus II dengan kategori Tinggi. Adapun
hasil belajar matematika siswa juga mengalami peningkatan dari 77,41 % pada siklus I dan 93,32 % pada siklus II. Dari observasi dan
analisis data, dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis dan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dengan
penerapan pendekatan RME.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan sebagai upaya memungkinkan siswa berlatih untuk mengekspresikan
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan hasil belajar pemahaman, memverbalkan proses berfikir, dan mengklarifikasi
matematika siswa kelas XI IPA MA NW Ketangga pada materi pemahaman atau ketidakmampuan mereka. Dalam diskusi
Fungsi Komposisi dan Invers Fungsi melalui pendekatan RME. kelompok perlu diperhatikan beberapa hal, mislanya jenis tugas
Penelitian ini dilakukan 2 siklus yang dibagi menjadi 6 kali apa yang memungkinkan siswa dapat mengeksplorasi kemampuan
pertemuan belajar mengajar. kmatematikanya dengan baik. Selain itu perlu dirancang pula peran
Berdasarkan hasil observasi dan analisis data evaluasi guru dalam diskusi kelompok (Novi & Nila, 2012).
pada siklus I diperoleh persentase kemampuan komunikasi Melihat hasil yang dicapai pada siklus II menunjukkan
matematis siswa adalah 45,83% dengan kategori Sedang dan bahwa indikator kerja penelitian sudah terpenuhi. Peningkatan
ketuntasan klasikal siswa hanya 77,41% dan belum mencapai hasil belajar siswa diiringi dengan meningkatnya kemampuan
kriteria ketuntasan yaitu ≥ 85%. Rendahnya ketuntasan klasikal komunikasi matematis siswa dalam mengikuti pembelajaran
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya masih kurangnya sehingga dengan pendekatan RME ini siswa dapat memahami
keaktifan guru dalam menyampaikan materi dalam membimbing materi dengan mudah, mampu memberikan argumen dan
dan mengarahkan kelompok siswa sehingga terlihat bahwa ada pendapat, mampu mengekspresikan ide-ide matematis, mampu
beberapa anggota kelompok yang tidak ikut berdiskusi dengan memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide
anggota kelompok lainnya, sebagian besar siswa masih malu-malu matematis baik secara lisan, tulisan maupun menggambarkannya
untuk bertanya, mengeluarkan pendapat, dan menjawab secara visual, serta siswa mampu dalam menggunakan istilah-
pertanyaan dari guru sehingga menyebabkan kemampuan istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya serta
komunikasi matemastis siswa juga kurang. Penelitian Tammi mampu menarik kesimpulan dari materi yang sudah dipelajari.
(dalam Astuti & Leonard) menemukan bahwa pada kelompok siswa RME banyak diwarnai oleh pandangan freudenthal tentang
yang memiliki kemampuan komunikasi tinggi memberikan hasil matematika. Pertama, matematika harus dekat terhadap siswa dan
belajar yang tinggi pula. Sebaliknya pada kelompok siswa yang harus dikaitkan dengan situasi yang pernah mereka alami dalam
memiliki kemampuan komunikasi rendah, maka memberikan hasil kehidupan sehari-hari. Kedua, matematika sebagai aktivitas
belajar yang rendah pula. Hal ini membuktikan bahwa hasil belajar manusia, siswa harus diberi kesempatan untuk belajar melakukan
akan berjalan secara signifikan dengan kemampuan komunikasi aktivitas matematisasi pada semua topik dalam matematika
matematis siswa. (Freudenthal dalam Zulkardi, 2005).
Dari hasil observasi kemampuan komunikasi matematis Dengan demikian, pembelajaran dengan menggunakan
siswa pada siklus II mengalami peningkatan persenatse dari pendekatan RME merupakan salah satu pendekatan pembelajaran
45,83% dengan kategori Sedang pada siklus I menjadi 62,29% alternative yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan
pada siklus II dengan kategori Tinggi, aktivitas guru berkategori kemampuan komunikasi dan hasil belajar matematika siswa kelas
sangat baik dan hasil belajar mencapai ketuntasan klasikal XI IPA MA NW Ketangga pada materi komposisi fungsi dan invers
93,32%. Hal ini disebabkan karena kegiatan siswa pada proses fungsi tahun pelajaran 2016/2017.
pembelajaran berlangsung, siswa sudah mampu bekerja sama
dengan kelompoknya, guru melatih siswa agar mudah mengajukan KESIMPULAN
sebuah pertanyaan, pernyataan dan menyimpulkan dengan baik Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat
dan benar. Guru membimbing siswa yang mengalami kesulitan disimpulkan bahwa penerapan pendekatan RME dengan langkah-
mengerjakan LKS secara merata agar mengetahui kesulitan yang langkah Siswa diberikan suatu soal kontekstual yang berhubungan
dihadapi siswa dalam diskusi kelompok. Diskusi kelompok dengan topik sebagai titik mulainya yang diaplikasikan
ISBN: 978-602-74245-0-0 110
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
menggunakan LKS. Siswa diminta memecahkan masalah tersebut Astuti & Leonard. 2014. Peran Kemampuan Komunikasi
dengan cara mereka sendiri lalu mendiskusikan dengan teman Matematika Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa,
kelompoknya. Setiap siswa atau kelompok mempresentasikan Jurnal Penelitian: Universitas Indraprasta PGRI.
hasil kerjanya didepan siswa atau kelompok lain kemudian siswa Ekasari, N, N. 2014. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah
atau kelompok lain memberikan tanggapan terhadap hasil siswa Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan
atau kelompok penyaji. Siswa diajak menarik kesimpulan dari Komunikasi Matematis Siswa Kelas VIII SMPN 3 Labuapi
pelajaran saat itu, dapat meningkatkan kemampuan komunikasi Tahun Pelajaran 2014/2015. Skripsi Prodi Pendidikan
matematis dan hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA MA NW Matematika, FPMIPA IKIP Mataram.
Ketangga. Hal ini ditunjukkan dari lembar observasi kemampuan Novi & Nila. 2012. Keterkaitan Kemampuan Komunikasi Matematis
komunikasi matematis pada siklus II mengalami peningkatan Dengan Pendekatan Pendidikan Matematika. Prosiding
dengan persentase dari 45,83% dengan kategori Sedang pada Makalah Semnas: UNY.
siklus I menjadi 62,29% dengan kategori Tinggi pada siklus II, Rahayu, T. 2010. Pendekatan RME terhadap Peningkatan Prestasi
sedangkan hasil belajar matematika siswa pada siklus II juga Belajar Matematika Siswa Kelas 2 SDN Penaruban 1
mengalami peningkatan persentase dari 77,41% pada siklus I Purbalinggo, Laporan Penelitian: UNY.
menjadi 93,32% pada siklus II. Susanto, S, T. 2013. Peningkatan Kemampuan Komunikasi
Matematika dan Keaktifan Siswa Melalui Pendekatan
DAFTAR PUSTAKA Realistic Mathematics Education (RME) Pokok Bahasan
Arikunto, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Segi Empat, Jurnal Penelitian: UMS.
Aksara. Sutarto & Syarifuddin. 2013. Desain Pembelajaran Matematika.
Yogyakarta: Samudra Biru.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model permainan kotak dan bola untuk mengembangkan keterampilan
multilateral siswa sekolah dasar kelas bawah. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (researchand development). Subjek
penelitian ini adalah siswa sekolah dasar kelas bawah. Model yang dikembangkan adalah permainan kotak dan bola dengan tujuan untuk
mengembangkan keterampilan multilateral. Pengembangan model didasarkan pada kajian literatur,karakteristik pertumbuhan dan
perkembangan anak, pola perkembangan bermain anak, tingkat keamanan serta kreativitas guru. Penelitian ini mencakup tiga tahapan
yaitu validasi terhadap kualitas model yang dikembangkan oleh ahli (dosen ahli). Hasil validasi ahliselanjutnya dilakukan uji coba skala
kecil dengan melibatkan 6 orang siswa SD Negeri Donggobolo. Pelaksanaan uji skala kecil diobservasi langsung oleh 2 guru Penjas dan
1 dosen ahli dengan menilai hasil dokumentasi. Hasil revisi skala kecil digunakan untuk melaksanakan uji skala besar yang melibatkan
12 orang siswa. Pelaksanaan uji skala besar juga diobservasi langsung oleh 2 Guru Penjas dan1dosen ahli melalui dokumentasi
menggunakan foto dan CD. Pada tahapan uji skala besar terlihat bahwa baik guru maupun pakar telah sepakat model permainan yang
dikembangkan layak digunakan untuk mengembangkan kemampuan multilateral anakSD usia kelas bawah. Sebagian besar siswa
memberikan respon yang positif terhadap model permainan kotak dan bola. Hasil tes kemampuan siswa juga menunjukkan kemampuan
multilateral siswa semakin baik setelah mengikuti model permainan kotak dan bola. Hasil dari pengembangkan model permainan kotak
dan bola terdiri dari 8 jenis permainan yaitu: (1) permainan melempar bola dengan sasaran mengenai kotak, (2) permainan
menendang bola dengan sasaran mengenai kotak, (3) permainan keliling dunia,(4)permainan melompat kotak dilanjutkan dengan lari
zig-zag,(5) sprint kelak-kelok, (6) lari dan lompat keliling, (7) berlari menjatuhkan bola yang disimpan di atas kotak yang berada di samping
kanan dan kiri, dan (8) lomba gabungan lari danlempar. Produk akhir pengembangan model permainan berupa buku pedoman
pelaksanaan permainan yang sudah direvisi dan dibuat dalam bentuk CD.
Kata Kunci : Pengembangan Permainan Multilateral Kotak Dan Bola Kelas Bawah
Abstract: This study aims to develop a model for box and ball games to develop multilateral skills of lower class elementary school
students. This was a research and development study. The research subjects were lower class elementary school students.The developed
model was for box and ball games to develop multilateral skills. The development model was based on a literature review, characteristics
of children’s growth and development, development of children’s playing patterns, safety level, and teachers’ creativity. This study was
conducted in three stages, i.e. validation of the quality of the developed model by experts (expert lecturers). The results of the validation
by experts were then implemented in a small-scale tryout in volving 6 students of SD Negeri Bawuran Pleret Bantul. The small-scale
tryout implementation was observed by 2 physical education teachers and1expert lecturer by evaluating the documentation results. The
results of there vision based on the small-scale tryout were use data basis to implementa large-scale try out in volving 12 students. The
large-scale tryout implementation was also observed by 2 physical education teachers and 1 expert lecturer through documentation using
photo and CD. In the large-scale tryout stage, the teachers and expert reached an agreement that the developed game model was
appropriate to develop lateral skills of lowerage elementary school students. Most of the students gave positive responses to the box and
ball games. The results of the student performance test showed that the students’ multilaterall skills were better after they played the box
and ball games. The final produc to the development of the box and ball game model consisted of 8 games, i.e. (1) ag ame of throwing a
ball with a box as the target, (2) a game of kick in ga ball with a box as the target, (3) a game of going around the world, 4) a game of
jumping over a box followed by zig-zag running, (5) winding sprint, 6) running and jumping around, (7) running and taking down balls
placed on boxes on the right and left sides, and (8) a competition combining running and throwing.
Key Word: Multilateral Development through Box and Ball Games for Lower Class.
2 µ≤X<µ+1,5σ Baik
3 µ–1,5σ≤X<µ Cukup
4 X ≤µ–1,5σ Kurang
Keterangan:
µ :nilai rerata
σ :nilai standar deviasi
Selanjutnya data akan dianalisis menggunakan
persentase dengan rumus sebagai berikut
(AnasSudijono,2006:43):
P=F/Nx100%
Keterangan:
P :Persentaseyangdicari
F :Frekuensi
N :NumberofCases(jumlahindividu)
Gambar 1 . Flow Chart Penelitian
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Subjek coba dalam penelitian ini adalah siswa SD A. Hasil
Donggobolo kelas bawah ( yaitu kelas1, kelas2, dan kelas3). Proses pelaksanaan penerapan model permainan
Kemudian sesuai dengan tahapan penelitian, akan dilaksanakan pada siswa adalah sebagai berikut.
beberapa tahapan proses pengambilan data. Dalam penelitian ini 1. Sesi pertama : Peneliti didampingi guru menjelaskan
dilakukan uji coba model di lapangan, yaitu uji coba model skala proses uji coba, model permainan yang akan diterapkan.
kecil dan besar. Untuk Ujicoba produk skala kecil melibatkan 6 Sikap siswa cukup antusias ketika pertama kali menerima
siswa dan uji coba model skala besar melibatkan 12 siswa. penjelasan dan mengetahui model permainanyang akan
Instrumen dalam penelitian ini adalah angket yang dilakukan.
disusun oleh peneliti yang kemudian dijadikan alat penilaian dari 2. Sesi kedua : Pelaksanaan model permainan, semua siswa
3orang pakar/ahli dan 2 orang guru pendidikan jasmani SD. nampak berkonsentrasi dan cukup antusias dalam
Sedangkan dalam uji coba di lapangan instrument yang digunakan melakukan permainan. Dalam pengamatan peneliti,
untuk mengungkap pendapat dari para pakar serta guru pendidikan kendala utama yang dihadapi adalah cuaca yang panas.
jasmani adalah pedoman observasi. Pakar/ahli yang dipilih 3. Sesi ketiga: Meminta guru untuk mengisi angket observasi
merupakan seorang yang pakar/ahli dalam bidang permainan yaitu penilaian model pembelajaran yang telah diterapkan pada
Irfan, M.Or dari Prodi Penjaskesrek STKIP Taman Siswa Bima , siswa.
seorang yang ahli dalam pembelajaran pendidikan jasmani yaitu Dalam pelaksanaan uji coba skala kecil, peneliti
Rabwan Satriawan, M.Pd, dari prodi Penjaskesrek STKIP Taman melakukan proses pengambilan gambar dengan
Siswa Bima dan pakar/ahli olahraga usia dini yaitu Samsudin, M.Or menggunakan foto. Hasil dokumentasi dan pengamatan yang
Selanjutnya 2 orang guru pendidikan jasmani ( Ahmad, S.Pd dan dilakukan oleh guru di lapangan dijadikan sebagai dasar untuk
Didi Mizwar, S.Pd) diangggap perlu untuk dijadikan responden memberikan penilaian terhadap draf tmodel permainan yang
karena guru adalah yang akan menggunakan model yang disusun. diterapkan. Uji skala kecil juga dinilai oleh seorang dosen ahli
Dalam penelitian ini menggunakan instrumen tes. menggunakan dokumentasi penelitian. Adapun hasil penilaian
Tenik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yang diperoleh dari 3 orang observer yaitu 2 guru Penjas dan 1
adalah analisis data deskriptif. Ada dua macam teknik analisis data Dosen ahli dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
deskriptif yang dilakukan, yang pertama yaitu analisis data
deskriptif kuantitatif. Analisis ini dilakukan untuk menganalisis data
hasil observasi para ahli dan guru penjas terhadap kualitas draf
ISBN: 978-602-74245-0-0 114
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Tabel 1. Hasil Penilaian Guru Pendidikan Jasmani dan Ahli komponen yang mampu meningkatkan kemampuan gerak
terhadap Draft Model Dalam Uji coba Skala Kecil anak baik aspek kekuatan, kelincahan, power, daya tahan
maupun koordinasi.
Perhitungan validitas dan reliabilitas menggunakan
hasil penilaian antar rater yaitu guru Penjas diperoleh nilai
rhitung sebesar 0,816 dengan nilai koefisien alpha sebesar
0,897. Hasil ini menunjukkan bahwa model telah memenuhi
criteria valid dan reliable sehingga model permainan ini dapat
dinyatakan layak diujikan pada skala besar.
Setelah dilakukan uji skala kecil dan telah dilakukan
revisi terhadap model permainan, tahap selanjutnya adalah
melakukan uji coba skala besar. Uji coba skala besar tetap
dilaksanakan di SD negeri Donggobolo. Siswa yang dijadikan
sebagai subjek adalah sebanyak 12 orang, dengan asumsi
bahwa apabila menggunakan terlalu banyak siswa proses
pembelajaran menjadi kurang efektif.
Uji skala besar akan dilakukan menggunakan model
permainan yang telah direvisi. Penerapan model juga dilakukan
dengan langkah-langkah pembelajaran yang lebih jelas dan
terarah sesuai dengan revisi dan masukan yang diberikan oleh
guru. Persiapan sarana dan prasarana juga dilakukan secara
lebih matang, di mana sarana dan prasarana dipersiapkan
beberapa saat sebelum pelaksanaan pembelajaran.
Pelaksanaan uji skala besar dinilai langsung oleh dua
guru Penjas yang melakukan observasi langsung di lapangan.
Pada skala besar ini penilaian juga dilakukan oleh 1 dosen ahli
yang menilai melalui doukumentasi CD yang dibuat peneliti.
Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat diketahui hasil Penilaian terhadap model permainan kotak dan bola pada uji
penilaian dar iguru Penjas. Hasil tersebut menunjukkan bahwa skala besar dapat dilihat pada Tabe l8 berikut
draft model permainan yang dikembangkan telah memenuhi Tabel 2. Hasil Penilaian Guru Pendidikan Jasmani dan Ahli
item obvervasi. Hal ini dapat dilihat dari tidak ada guru yang terhadap Model Permainan Dalam Uji Skala Kecil
menilai ”tidak” pada aspek yang ditanyakan dalam kuesioner Besar.
Nilai %rerata penilaian dari pengamatan guru terhadap
pelaksanaan model permainan sebesar 72,22%.
Sebagian besar item pertanyaan dinilai telah dicakup
oleh model permainan. Beberapa item pertanyaan dinilai
kadang-kadang yaitu pada item ”model mudah dimainkan
siswa”. Penilaian dari guru dimungkinkan karena banyaknya
jenis permainan yang harus dimainkan siswa sehingga pada
permainan tertentu siswa sedikit kesulitan. Hal lain dapat
dimungkinkan karena siswa kurang paham terhadap
penjelasan prosedur pelaksanaan tes yang diberikan oleh
peneliti.
Pada item ”model permainan sudah cukup
merangsang siswa untuk melempar” .Hal ini dapat dijelaskan
karena beberapa siswa belum mampu melempar tepat pada
sasaran sehingga guru menilai kemampuan siswa belum
meningkat dengan maksimal. Hasil akan dicapai dengan baik
apabila siswa melakukan beberapa kali latihan menggunakan
model permainan lempar pada sasaran.
Pada item ”model permainan sudah cukup
merangsang siswa untuk berlari” dinilai kadang-kadang oleh
guru. Hal ini dapat dijelaskan karena setelah melakukan
beberapa model permainan terlihat stamina siswa mulai
menurun. Faktor cuaca yang panas mempunyai kontribusi
dalam hal ini, karena cuaca yang panas membuat siswa
menjadi cepat lelah.
Secara keseluruhan guru sepakat bahwa model
permainan tepat untuk merangsang kemampuan multilateral Berdasarkan Tabel 2 di atas diketahui hasil penilaian
anak. Hal ini dapat dijelaskan karena model yang ditawarkan dari guru yang melakukan pengamatan langsung terhadap
dapat dimainkan dengan baik oleh anak. Selain itu model penerapan model permainan pada anak pada uji skala besar
permainan kotak dan bola di dalamnya terdiri dari berbagai menunjukkan hasil yang semakin baik. Hasil penilaian
ISBN: 978-602-74245-0-0 115
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
menunjukkan adanya kesamaan penilaian dari guru dan dosen latihan yang sedikit menggunakan kekuatan fisik, siswa akan
ahli yang mengacu pada semakin baikny amodel permainan mengalami sedikit kelelahan. Secara keseluruhan, model
yang dikembangkan dalam meningkatkan kemampuan permainan kotak dan bola yang dikembangkan dinilai baik oleh
multilateral pada anak. Nilai % hasil penilaian meningkat siswa.
menjadi 80,56%.
Kedua guru memberikan penilai yang baik pada B. Pembahasan
sebagian besar item pertanyaan yang ada. Hal ini Penelitian ini diawali dengan merancang model
menunjukkan adanya kesesuaian antara harapan guru permainan dengan melakukan kajian literatur yang
dengan model permainan kotak dan bola yang dikembangkan. berhubungan dengan pengembangan kemampuan multilateral
Dapat diketahui dari 12 item pertanyaan guru sepakat pada 10 pada anak. Tahap selanjutnya yaitu perencanaan,
itemyang menunjukkan kualitas model permainan. Sebagian pengorganisasian berbagai bentuk modul permainan,dan
kecil item masih perlu untuk dilakukan perbaikan yaitu pada penyusunan menjadi sebuah draft awal model permainan.
aspek model mudah dimainkan siswa dan merangsang Draft awal model permainan yang telah disusun,
kemampuan lompat siswa. Secara keseluruhan dapat terlebih dahulu dilakukan revisi oleh dosen dosen ahli.
disimpulkan bahwa model permainan kotak dan bola layak Kemudian dilakukan revi sitahap I terhadap draft model
digunakan sebagai alternative model pembelajaran permainan permainan yang telah ditinjau oleh dosenahli. Hasil revisi tahap
untuk mengembangkan kemampuan multilateral pada anak I ditinjau kembali dosen ahli, dan seterusnya sampai diperoleh
sekolah dasar kelas bawah. persetujuan dari 3 dosen ahli, di mana permainan dinyatakan
Dalam penerapan skala besar, peneliti juga layak untuk dilakukan tindaklanjut uji skala kecil.
memberikan kuesioner kepada siswa. Hal ini dilakukan untuk Uji skala kecil dilakukan dengan melibatkan 6 siswa
mengetahui tanggapan dan minat siswa terhadap model sekolah dasar kelas bawah. Pelaksanaan uji skala kecil
permainan kotak dan bola yang telah dipraktikkannya. berjalan lancar, dengan sedikit terkendala faktor cuaca yang
Berdasarkan hasil pengisian angket siswa diperoleh jawaban panas. Pelaksanaan ujiskala kecil melibatkan langsung2 guru
pada Tabel 3 berikut. Penjas sekolah yang bersangkutan.Guru diberikewenangan
Tabel 3. Jawaban Angket Siswa untuk melakukan pengamatan sekaligus pengamatan
terhadap pelaksanaan model permainan.
Hasil uji skala kecil, secara keseluruhan guru
menyatakan bahwa model permainan sudah baik dan layak
untuk digunakan pada siswa kelas bawah. Beberapa revisi
yang diberikan guru berkaitan dengan model permainan yaitu
terutama pada permainan nomor 3 dan nomor 8, dimana guru
menyarankan agar jarak dipersempit agar anak lebih mudah
melakukan permainan. Revisi lain berhubungan dengan teknis
pelaksanaan proses pembelajaran.
Hasil uji skala kecil dijadikan peneliti sebagai bahan
untuk melakukan revisi sebelum penerapan pada skala besar.
Peneliti melakukan revisi jarak terutama pada permainan
nomor 3 dan nomor 8 sesuai dengan masukan dari guru. Tahap
selanjutnya adalah melakukan uji skala besar dimana pada
tahap ini peneliti melibatkan 12 orang anak sebagai subjek
penelitian. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan lebih
terencana, terarah dengan langkah- langkah teknis
pelaksanaan yang lebih baik sehingga berjalan dengan lancar.
Hasil uji skala besar menunjukkan penilaian yang
baik dari guru Penjas maupun dosen ahli. Permainan
dinyatakan baik dan layak sebagai permainan yang dapat
mengembangkan kemampuan multilateral anak. Hasil
pengisian angket siswa juga didapatkan respon yang positif di
mana siswa senang melakukan permainan, dan siswa tidak
mengalami kesulitan untuk melakukan permainan tersebut.
Hasil jawaban angket siswa diketahui, sebagian Hasil uji kompetensi siswa juga menunjukkan hasil yang baik
besar siswa memberikan respon yang positif. Siswa merasa pada kemampuan berlari, menggiringbola, menendangbola,
senang melakukan permainan dan merangsang anak untuk maupun kemampuan lompat siswa.
semakin aktif bergerak. Item yang paling banyak dijawab tidak Kemampuan multilateral anak diketahui berdasarkan
adalah takut cidera. Hal ini disebabkan karena permainan hasil tes yang dilakukan sebelum dan sesudah mengikuti
termasuk jenis permainan yang aktif. Walau demikian, model pembelajaran menggunakan model kotak dan bola. Tes
permainan telah dikembangkan dengan meminimalkan risiko pengukuran dilakukan dengan beberapa komponen tes yaitu
cedera dengan menggunakan sarana dan prasarana yang tes lari 30m, tes lari zig-zag, menggiring bola, menendang bola
tidak membahayakan siswa. Item lain yang dinilai kurang juga dan tes melompat. Secara keseluruhan menunjukkan adanya
oleh siswa adalah siswa merasa lelah setelah melakukan peningkatan kemampuan multilateral sebelum dan sesudah
permainan. Hal ini dapat dijelaskan karena aktifitas fisik siswa mengikuti permainan kotak dan bola. Dapat diartikan model
dalam keseharian masih termasuk kurang sehingga pemberian permainan kotak dan bola efektif digunakan untuk
ISBN: 978-602-74245-0-0 116
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
meningkatkan kemampuan multilateral pada anak usia SD pembelajaran permainan untuk mengembangkan kemampuan
tingkat bawah multilateral pada anaksekolah dasar kelas bawah.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa model Hasil penelitian ini berimplikasi bahwa sangat perlu
permainan yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat untuk meningkatkan kemampuan multilateral anak mengingat
digunakan untuk mengembangkan kemampuan multilateral semakin jarangnya anak melakukan permainan yang melibatkan
anak tingkat sekolah dasar terutama kelas bawah. Model aktivitas fisik. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
permainan tersebut terdiri dari 8 jenis permainan yaitu: (1) memberikan pembelajaran yang sesuai dengan usia
permainan melempar bola dengan sasaran mengenai kotak, perkembangan anak, namun di dalamnya mengandung unsur-
(2) permainan menendang bola dengan sasaran mengenai unsur yang mampu meningkatkan kemampuan multilateral
kotak, (3) permainan keliling dunia, (4) permainan melompat anak. Hasil penelitian diketahui pengembangan model permainan
kotak dilanjutkan dengan lari zig-zag, (5) sprint kelak-kelok, (6) kotak dan bola dinilai layak oleh ahli maupun guru untuk digunakan
lari dan lompat keliling, (7) berlari menjatuhkan bola yang dalam mengembangkan kemampuan multilateral terutama pada
disimpan di atas kotak yang berada di samping kanan dan kiri, anak usia sekolah dasar kelas bawah. Hal ini berimplikasi bahwa
dan (8) lomba gabungan lari dan lempar. model permainan kotak dan bola dapat dijadikan sebagai
Kemampuan multilateral merupakan kemampuan alternative model permainan yang dapat digunakan oleh guru
gerak menyeluruh yang mencakup berbagai aspek gerak terutama dalam pembelajaran pada anak usia sekolah dasar kelas
seperti berlari, melompat, menendang, melempar dan bawah untuk mengembangkan kemampuan multilateral anak.
sebagainya. Kemampuan gerak multilateral pada anak dapat Keterbatasan yang ada dalam penelitian ini diantaranya
dikembangkan melalui permainan. Model permainan yang adalah sebagai berikut:
dikembangkan dalam penelitian ini menggunakan media kotak 1. Peneliti tidak dapat mengontrol pemilihan siswa sebagai subjek
dan bola dengan modifikasi berbagai model permainan sesuai penelitian, karena pihak sekolah yang memilihkan siswa
dengan kemampuan yang ingin di capai. Hasil penelitian sebagai subjek penelitian.
diketahui bahwa model permainan kotak dan bola yang 2. Pada saat pelaksanaan penelitian, sebagian siswa ada
dikembangkan telah dinilai efektif untuk digunkan yang merasa canggung dan takut, karena peneliti sendiri yang
mengembangkan kemampuan gerak multilateral anak oleh turun langsung di lapangan sehingga dimungkinkan ada siswa
dosen ahli maupun guru. Berdasarkan hasil pengukuran yang tidak mengeluarkan kemampuannya secara maksimal.
kemampuan multilateral anak juga diperoleh hasil yang baik 3. Pengamat lapangan hanya menggunakan 2 guru Penjas yang
pada kemampuan anak setelah mengikuti pembelajaran ada di sekolah, akan lebih baik lagi apabila dilibatkan juga ahli
menggunakan model permainan kotak dan bola. untuk mengamati dan menilai pelaksanaan model permainan
di lapangan.
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah SARAN
dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan Berdasarkan kesimpulan penelitian, saran yang dapat
bahwa model permainan kotak dan bola mampu mengembangkan diberikan adalah sebagai berikut.
keterampilan multilateral anak SD kelas bawah. Permainan yang 1. Bagi guru
dikembangkan telah disesuaikan dengan karakteristik Model permainan kotak dan bola dapat digunakan
pertumbuhan dan perkembangan anak, mampu meningkatkan pada saat mengajar, sebagai salah satu alternatif model
minat dan menggembirakan anak. Permainan juga menggunakan permainan yang berhubungan peningkatan kemampuan
sarana dan prasarana yang sederhana sehingga mudah multilateral siswa kelas bawah.
didapatkan dilingkungan sekitar sekolah serta permainan juga 2. Bagi sekolah
aman bagi anak karena tidak menggunakan sarana prasarana Mendukung penggunaan model permainan dengan
yang berbahaya dengan gerak dasar yang telah biasa dilakukan menyediakan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan oleh
anak. guru dalam melakukan pembelajaran menggunakan model
Model permainan kotak dan bola tersebut terdiri dari permainan kotak dan bola.
8 model permainan. Uji coba model permainan dilakukan 3. Bagi penelitian selanjutnya
sebanyak dua kali yaitu skala besar dan skala kecil. Hasil Melakukan tindak lanjut dalam mengembangkan
pelaksanaan uji skala kecil terdapat beberapa revisi dan model permainan ini agar diperoleh model permainan yang
perbaikan model diantaranya perlu dilakukan pengelolaan kelas berkualitas baik sehingga dapat digunakan sebagai alternative
yang lebih efektif, tahapan pelaksanaan model permainan lebih model pembelajaran bagi guru dalam melakukan proses
jelas, evaluasi pada jarak pada beberapa permainan. Hasil akhir belajar mengajar.
pengembangkan model permainan ini adalah 8 model permainan
dinilai efektif digunakan untuk mengembangkan kemampuan DAFTAR PUSTAKA
multilateral anak yaitu: (1) permainan melempar bola dengan AbasSanusi. (1998). Pendekatan pembelajaran pendidikan
sasaran mengenai kotak, (2) permainan menendang bola dengan jasmani untuk siswa SD. Jurnal Pendidikan. Jawa Barat :
sasaran mengenai kotak, (3) permainan keliling dunia, (4) FKIP UNSUR.
permainan melompat kotak dilanjutkan dengan lari zig-zag, (5) ACHPER. (2007). Sport start (Mengembangkan Kemampuan
sprint kelak- kelok, (6) lari dan lompat keliling, (7) berlari Anak Anda di Rumah). Australia : ACHPER.
menjatuhkan bola yang disimpan diatas kotak yang berada di AnasSudijono. (2006) .Pengantar statistik. Jakarta : PT Raja
samping kanan dan kiri, dan (8) lomba gabungan lari dan lempar. Grafindo Persada. Biddle, StuartJ. H. and Mutrie, Nanette.
Hasil penilaian skala besar oleh guru diperoleh persen skor (2008) .Psychology of physica lactivity. New York :
penilaian sebesar 91,67%, dapat diartikan bahwa model permainan Routledge.
kotak dan bola layak digunakan sebagai alternative model
ISBN: 978-602-74245-0-0 117
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Bompa, Tudor. O. (2000). Total training for young champions. USA Hyun, E.(1998). Making sense ofdevelopmentally and culturally
: Human Kinetics. appropriate practice (DCAP) inearlychildhood education.
Borg, WalterR . & Gall., M.D. (1983). Educational research: New York: Peter Lang. Chapter 2. All rights reserved.
Anintroduction. 4th edition. New York & London : Longman. Artikel tersedia dalam:
Bunker,D.and Thorpe, R. (1986).Thecurriculum model, InR. http://ruby.fgcu.edu/courses.Diunduh 19 Januari 2009.
Thorpe, Bunker, D.,& Almond,I.,(Ed.),Rethinking games Slee, Phillip and Shute, Rosalyn. (2003). Child development:
teaching (pp.7-10). Loughborough:University of thinking about theories.NewYork: Oxford University
Loughborough. PressInc.
Cally Setiawan. (2008). Model kurikulum.Yogyakarta:FIK UNY. Smith,Peter.K.(2010). Children and play. United Kingdom: A John
Chandler, T., Cronin, M., and Vamplew, W. (2007). Sport and Wiley & Sons, Ltd.,Publication.
physical education:thekeyconcepts.Oxon:Routledge. Soepartono.(2004).Pembelajaranatletikmodul2.Jakarta:Depdiknas
Dauer, Victor P.,Pangrazi. Robert P.(1989). Dynamic physical Spence, John., C,and Lee, Rebecca., E.,L.(2002). Toward
education for elementary school children, ninth edition. acomprehensive model ofphysical activity. Journal.
New York: Mac Millan PublishingCompany. Psychology ofSport and Exercise
Duffy,B.(2006).Supporting creativity and imagination in theearl Journal.Volume4,Issue1,January2003,Pages7-24.
yyears. New York: Open University Press. Sucipto, Adi. (2008). Mengembangkan Kecerdasan Majemuk.
Ermawan Susanto. (2009). Model pembelajaran akuatik Jurnal: Paradigma Tahun III,Nomor 25,Januari-Juni2008.
prasekolah. Tesis. Semarang:UNNES.(tidak diterbitkan). Sudono,A.(2006).Sumber belajar dan alat
Hari, A.,Rachman. (2006). Model aktivitas jasmani siswa seolah permainan.Jakarta:PT.Gramedia.
dasar 10-15 menit sebelum pembelajarandimulai.Laporan Sugiyono.(2008).Metode Penelitian Bisnis.Bandung:Alfabeta.
penelitian.Yogyakarta: Fakultas Ilmu Keolahragaan Tedjasaputra, M.S.(2005).Bermain, mainan dan permainan
(tidakditerbitkan). (untukpendidikan usiadini).Jakarta:Grasindo.
Harrow, A.J. (1976). A taxonomy of the psychomotor domain. New Yudanto. (2008).Model modifikasi materi permainan sepak bola
York &London:Longman. dalam pembelajaran penjasorkes untuk siswa sekolah dasar usia
Huizinga,J.(1990).Homoludens(terjemahan:Hartanti,W.S).Jakarta: 10-12 tahun Tesis.Semarang : UNNES (tidak diterbitkan).
LP3ES. Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan
(suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, edisi ke-
5) (terjemahan: Alimuddin, T). Jakarta: Erlangga.
ABSTRAK: Media radio sebagai sarana komunikasi pendidikan khususnya dalam mempelajari atau meningkatkan kemampuan menyimak
siswa secara tepat dan benar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh media radio pembelajaran terhadap
kemampuan menyimak siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas V SDN 4 Gelanggang Kecamatan Sakra Timur Tahun
Pelajaran 2006/2007. Variabel penelitian meliputi media radio pembelajaran dan kemampuan. Penentuan subyek penelitiannya
menggunakan metode populasi, sedangkan pengumpulan datanya menggunakan lembar observasi (cek list). Analisis datanya
menggunakan analisis deskriptif dan analisis t-test / test-T. Hasil analisis deskriptif pada tabel 2, dimana kriteria media radio pembelajaran
pada umumnya tergolong cukup berpengaruh (cukup baik). Data tersebut di dasarkan pada jumlah frekuensi sebesar 7 atau 24%
merupakan kriteria yang tergolong kurang berpengaruh dan 14 atau 48 % merupakan kriteria yang cukup berpengaruh, sedangkan 8 atau
28 % merupakan kriteria yang tergolong kurang. Begitu juga dengan kriteria kemampuan menyimak siswa yaitu: frekuensi yang besarnya
14 atau 48 % merupakan kategori yang tergolong cukup berpengaruh sama dengan kategori berikutnya yaitu 14 atau 48 %. Berbeda
dengan kategori kurang berpengaruh yaitu memiliki jumlah frekuensi 1 atau 3 %. Dengan demikian dapat di katakana bahwa pada
umumnya pengaruh media radio pembelajaran terhadap kemampuan menyimak siswa kelas V SDN 4 Gelanggang tergolong cukup baik
(berpengaruh). Sedangkan berdasarkan pada hasil perhitungan statistik, yaitu diperolehnya t o = 2,953 yang ternyata lebih besar dari “t”
yang tercantum pada tabel nilai “t” (ttabel 5%=2,205 dan 1%=2,76), maka dapat disimpulkan 2,05 < 2,953 > 2,76. Artinya bahwa secara
meyakinkan dapat dikatakan penggunaan media radio pembelajaran telah menunjukkan efektivitasnya yang nyata, atau dapat diandalkan
sebagai metode untuk meningkatkan kemampuan menyimak siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas V SDN 4 Gelanggang
Kecamatan Sakra Timur Tahun Pelajaran 2006/2007”. Berdasarkan hasil kedua analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa “ada
pengaruh media radio pembelajaran terhadap kemampuan menyimak siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas V SDN 4
Gelanggang Kecamatan Sakra Timur Tahun Pelajaran 2006/2007. Saran-saran : 1) sekolah, untuk memberikn pelayanan pendidikan yang
efektif dan optimal dalam rangka pembinaan peserta didik yang lebih berkualitas. 2) bagi tenaga pendidik (guru) diharapkan bekerja sama
dengan pihak sekolah (kepala sekolah, guru-guru dan tenaga administrasi) untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang implikasinya
pada peningkatan proses belajar siswa yang lebih optimal terutama dalam kemampuan menyimak siswa, dan 3) bagi rekan-rekan
mahasiswa yang akan meneliti tentang media radio pembelajaran untuk senantiasa meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang
media pendidikan secara umum yang sesuai bidangnya.
ABSTRAK: Tantangan masa mendatang akan semakin sulit, oleh karena itu siswa perlu dilatihkan kemampuan berpikir kreatif agar
mereka siap menghadapinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan perangkat pembelajaran IPA materi Pencemaran
Lingkungan yang layak untuk melatih kemampuan berpikir kreatif SMP kelas VII. Jenis dari penelitian ini adalah penelitian pengembangan
yang menggunakan model 4D. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), Buku ajar Siswa (BAS), serta tes kemampuan berpikir kreatif. Sasaran penelitian adalah perangkat
pembelajaran yang diuji cobakan pada 15 siswa SMP kelas VII dengan rancangan One-Group Pre test-Post Test Design. Analisis data
secara deskriptif kualitatif dengan hasil: (a) Validasi perangkat pembelajaran dengan kategori valid dan sangat valid; (b) Respon siswa
positif; (c) Kemampuan berpikir kreatif siswa terlatih (skor post test 71 yang berarti kreatif dengan N-gain 0,73); Simpulan penelitian ini,
bahwa perangkat pembelajaran IPA materi Pencemaran Lingkungan layak digunakan untuk melatihkan kemampuan berpikir kreatif.
ABSTRACT: Creative thinking required to be facilitated to students in order they are ready to face the challenge in the future which will
be more complicated. This research aimed to develop science learning materials which feseable to facilitate creative thinking skill of grade
VII junior high school. This research is development research, that is developing science learning materials including (syllabus, lesson
plan, student work sheet, student text book, and creative thinking capability test), by using 4D development model. Target of this research
is learning instrument which tested on 15 graders VII junior high school with plan One-Group Pretest-Posttest Design. Data analysis using
descriptive qualitative resulting: (a) validation of learning instrument with category valid and very valid; (b) positive student response; (c)
student creative thinking capability is trained (posttest score 71 which meant creative with N-Gain 0.73); The conclusion of this research
is that the science learning instrument is proper to be used to facilitate creative thinking skill.
Abstrak: Dari hasil observasi yang dilakukan di MTs. Nahdlatul Mujahidin NW Jempong mataram ditemukan bahwa ketuntasan klasikal
yang diperoleh jauh dari indikator yang telah ditentukan. Rendahnya hasil belajar siswa diduga terjadi karena penyajiannya lebih sering
menggunakan metode ceramah dan tidak ada kegiatan tanyajawab untuk membuat siswa menjadi lebih aktif. Selain itu, dalam setiap
pembelajaran yang menggunakan metode ceramah sering kali guru menjadi pusat perhatian dan murid hanya sebagai objek penerima
saja. Sehingga peserta didik tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan. Model quantum leraning mengajak siswa
agar mampu melatih kemampuan siswa dalam meningkatkan kemampuan memecahkan masalah sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi model quantum leraning pada sub pokok bahasan besran dan
satuan yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam 2 siklus
yang terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, evaluasi dan refleksi. Data penelitian berupa hasil belajar siswa diambil
dengan teknik tes dalam bentuk pilihan ganda, dengan tes pilihan ganda diperoleh hasil ketuntasan belajar 63,16% pada siklus pertama
dan 85% pada siklus kedua. Simpulan penelitian ini yaitu implementasi model quantum leraning dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Abstrak: Wajib belajar diberikan untuk memberikan bekal pengetahuan mendasar yang berguna sebagai bekal dalam berinteraksi dalam
lingkungannya. Pendidikan dasar merupakan masa depan yang sangat diperlukan individu untuk hidup, mampu memilih apa yang mereka
lakukan, mengambil bagian dalam membangun masa depan secara kolektif, dan terus menerus belajar. Pelayanan bimbingan dan
konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas tugas perkembangan, perkembangan potensi, dan penguasaan
masalah-masalah konseli. Dalam pelaksanaan tugas sebagai seorang konselor dalam sistem pendidikan nasional, konselor di tuntut harus
mempunyai sosok kompetensi konselor yang utuh yang mencakup kopetensi akademik dan profesional. Self Advocacy didefinisikan
sebagai keterampilan yang dimiliki individu dalam mengenali dan mengetahui kekurangan, kelebihan, keinginan dan minat, dapat
berkomunikasi secara efektif dalam menyampaikan pendapat, bernegoasiasi dalam memperoleh hak-haknya, serta dapat bertanggung
jawab atas segala keputusan yang diambil tanpa mengorbankan hak dan martabat diri sendiri dan orang lain, sehingga dapat memperoleh
kesuksesan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan lapangan pekerjaan. Komponen-komponen self advocacy terdiri dari: 1)
kesadaran diri (self awareness), 2) keterampilan komunikasi, 3) keterampilan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, dan 4)
kesadaran tanggung jawab. Banyak keuntungan apabila self advocacy diberikan dalam bentuk kelompok, kelompok fokus pada situasi
sosial tertentu dan diberikan suatu kesempatan yang realistis untuk menghadapi dan menantang kesulitan tersebut dalam lingkungan
yang terstruktur dan aman. Structure Learning Approach memiliki pola langkah-langkah pelatihan yang terdiri atas empat komponen yang
bersipat herarhis. aplikasi Structure Learning Approach dalam pelatihan self advocacy ini meliputi tahapan: 1) arahan/tinjauan, 2)
pemberian model, 3) bermain peran, 4) pemberian umpan balik, 5) pemberian tugas.
ABSTRAK: Tinta adalah cairan berisikan bermacam pigmen atau celupan yang digunakan untuk mewarnai bidang atau untuk
menghasilkan suatu gambar, relif atau suatu desain.Namun, untuk mendapatkan hasil yang efektif dari penggunaan tinta harus tergantung
pada kualitasnya yang diukur dari beberapa hal seperti tingkat kekentalan, daya rekat, kepekatan, transparansi/sifat tembus cahaya, daya
tahan dan aromanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan kualitas dari ciran buah Gendola (Basella rubra linn)
dengan tinta kimia. Kegunaan dalam penelitian ini adalah Memberikan nilai ekonomi bagi tanaman Gendola (Basella rubra Linn.).
Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Sekolah Tinggi Kerguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima mulai pada tanggal 23 Mei 2014
sampai dengan tanggal 23 Juli 2014. Metode yang digunakan adalah metode eksperimental dengan mengunakan Rancangan Acak
Lengakap (RAL) dengan tiga perlakuan di tambah satu perlakuan sebagai control menjadi empat perlakuan dan setiap perlakuan dilakukan
empat kali pengulangan, sehingga diperoleh 16 unit percobaan. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas tinta semakin bagus
dengan campuran gula 5 gram yang dicampurkan dengan cairan buah Gendola (Basella rubra Linn. Hasil analisis data dengan analisis of
variance (ANOVA) menunjukan hasil yang sangat signifikan pada parameter, ada satu parameter yang tidak signifikan, dimana F- hitung
lebih besar dari F- tabel (83,8 > 4,42). Perlakuan (P4) kosentarsi 15 ml dengan mengunakan spidol, yang paling berpengaruh terhadap
kualitas tinta dilihat dari kekentalan dengan hasil rata-rata tertingi 14,25 (Vikositas) dan daya rekat dengan hasil rata-rata tertinggi 12,25
(Per Satuan)
Kata-Kata Kunci : Cairan Buah Gendola (Basella rubra linn), Tinta Kimia
Rata-rata penambahan
tanggal 23 Mei sampai dengan 23 Juli 2015 bertempat
(Vikositas)
Laboratorium pendidikan Biologi sekolah tinggi keguruan dan ilmu 10.0
pendidikan (STKIP) Bima. Pengamatan daya rekat, warna, tahan
lama cairan buah Gendola (Basella rubra Linn.) dilakukan di
5.0
lapangan Laboratorium. Analisis kekentalan dilaksanakan Sub di
Laboratorium Kimia Universitas sunan kalijaga Jogjakarta
Cara Kerja 0.0
Jenis penelitian ini adalah eksperimen, yaitu suatu penelitian P0 P1 P2 P3 P4
yang berusaha mencari pemanfaat cairan buah Gendola (Basella
rubra linn.) sebagai biotinta untuk mengantikan tinta kimia, dan Jenis Perlakuan
yang menjadi variabel bebas adalah cairan buah Gendola terhadap
tinta kimia sebagai variabel terikat. Rancangan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Gambar 1. Rata-rata tingkat kekentalan cairan buah (Basella
dengan 4 (empat) kali perlakuan dan tiap perlakuan dilakukan 4 rubra) linn dengan berbagai perlakuan dengan
(empat) kali pengulangan, sehingga diperoleh 16 (enam belas) unit mengunakan spidol
prcobaan. Pengamatan indikator keberhasilan yang diamat, yaitu :
a. Kekentalan. Pengukuran kekentalan dilakukan untuk melihat kekentalan cairan buah Basella rubra linn terbaik terjadi
seberapa kuat cairan buah (Basella rubra linn.) seperti “daya dengan perlakuan mengunakan spidol P4 15 ml/campuran gula 3
alir” Kalau tinta secara mudah mengalir dikatakan gram dengan nilai rata-rata tertinggi pada tinggi tanaman 14,25
berkekentalan rendah, kalau tidak mudah mengalir, ia (Gambar 2). Pengaturan kekentalan tinta dibutuhkan untuk
berkekentalan tinggi membuktikan kualitas cairan tinta, dimana cairan buah Gendola
b. Daya Rekat. Dilakukan untuk melihat Daya rekat cairan seperti (Basella rubra linn) dengan campuran gula menunjukaan hasil
mudah tidaknya melekat berarti kurang daya lenturnya dan kekentalan yang berkualitas. Hasil penelitian ini didukung dengan
karenanya juga keefektifannya. Bilamana kerekatan tinta lebih hasil penelitian yang dilakukan oleh (Alva et al, 2013) menyatakan
besar dari pada kekuatan yang menahan kertas maka kertas bahwa dalam industri percetakan, kekentalan tinta akan menjadi
akan melekat pada plat/rol karet, dan akibatnya kertas akan penentu baik tidaknya kualitas hasil percetakan. Hal ini disebabkan
lepas pegangannya kekentalan tinta akan menentukan pudar dan pekatnya warna tinta
Analisis Data yang dihasilkan.
Data penelitian yang diperoleh dianalisis menggunakan 2. Daya Rekat Tinta
analisis deskriptif untuk menjelaskan faktor-faktor kualitatif maupun Daya rekat juga merupakan salah satu parameter yang
kuantitatif. Untuk mengetahui secara pasti signifikansi antar menunjukan baik dan tidaknya kualitas tinta dari cairan buah
perlakuan di lakukan dengan mengunakan Analysis of Variance Gendola (Basella rubra linn). Parameter yang terbaik pada Daya
(ANAVA) rekat tinta terjadi pada perlakuan mengunakan spidol dengan
kosentrasi P4 15 ml/campuran gula 3 gram dengan hasil nilai rata-
HASIL DAN PEMBAHASAN rata tertinggi 12,25 (Per Satuan) Gambar 2.
1. Kekentalan Hasil penelitian ini didukung pula dengan hasil penelitian
Kekentalan pada cairan buah Gendola (Basella rubra linn) yang dilakukan oleh Rudy (2010) menjelaskan bahwa sebuah tinta
merupakan salah satu parameter yang sangat berpengaruh yang baru dikembangkan apabila memenuhi persyaratan proses
terhadap keberhasilan manfaat dari tanaman Basella rubra linn. pencetaka, penulisan tinta substrat,baru akan digunakan atau
kekentalan cairan buah Gendola (Basella rubra linn) merupakan dipasarkan. Tinta harus memiliki kualitas seperti : kekentalan daya
parameter yang paling sering diamati untuk mengukur kualitas rekat pada kertas, tahan air dan cepat kering ketika ditulis.
tinta. Hasil penelitian ini didukung pula dengan hasil penelitian Alva Hasil Analysis of Variance diperoleh bahwa pada
et al (2013) menyatakan bahwa sebuah tinta yang berkualitas perlakuan empat (P4) dengan mengunakan spidol menunjukan
harus memiliki kriteria seperti tingkat kekentalan yang bagus adanya pengaruh nyata secara signifikan pada kualitas tinta dari
Hasil Analysis of Variance diperoleh bahwa pada jenis cairan buah Basella rubra linn dilihat dari daya rekat dengan nilai
perlakuan P4 dengan mengunakan spidol menunjukan adanya p-volue = 0,001
pengaruh nyata secara signifikan pada kualitas tinta dari cairan
buah Basella rubra linn dilihat dari kekentalan dengan nilai p-volue
= 0,001
e-mail: aryhasim5@gmail.com
ABSTRAK: Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana menerapkan prinsip dan kriteria-kriteria sekolah AGSI dalam konsep
‘ESD’ di SDN 5 Mataram. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan konsep Pendidikan untuk
Pembangunan yang Berkelanjutan (ESD) dalam model sekolah AGSI di SDN 5 Mataram. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
dengan sifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan berupa laporan, jurnal serta catatan-catatan lain yang
penting yang berhubungan dengan pelaksanaan program AGSI ini di SDN 5 Mataram. Pemaparan data serta deskripsi data dilakukan
berdasarkan teori-teori pendidikan yang mendukung serta fakta, laporan serta hasil yang telah dicapai selama program ini berjalan.
Education for Sustainable Development (ESD) sebagai program yang dikembangkan di Indonesia telah membawa pengaruh yang sangat
positif dalam pengembangan model sekolah AGSI di SDN 5 Mataram. Dalam kontribusinya, ESD ditujukan untuk pembangunan yang
berkelanjutan dengan cara pemberdayaan manusia melalui pendidikan dimana semua orang memperoleh kesempatan untuk bertanggung
jawab demi menciptakan dan menikmati masa depan yang berkelanjutan. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengamatan sementara
adalah bahwa prinsip-prinsip, ciri-ciri dan kriteria yang telah digariskan dalam ESD telah mampu menginspirasi dan membawa perubahan
dalam membentuk poses pendidikan yang membawa ke arah kemajuan dan perubahan tanpa melupakan nilai-nilai kearifan lokal serta
menyesuaikan dengan isu global terkini di SDN 5 Mataram.
Abstrak: Tuntutan pemenuhan asas pengembangan dalam setiap program PLS merupakan suatu keniscayaan sehubungan dengan
berbagai tantangan yang dihadapi PLS dewasa ini. Konsekuensi dari keharusan tersebut adalah perlunya penanganan, pembinaan dan
pengembangan yang serius baik oleh internal penyelenggara PLS maupun oleh pihak ekstern dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan
Masyarakat (Dirjen Dikmas) di bawah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses
pembinaan dengan tuntutan pemenuhan keempat asas pengembangan yang meliputi asas kebutuhan, asas pendidikan sepanjang hayat
asas relevansi dengan pembangunan masyarakat dan asas wawasan ke masa depan. Keempat asas tersebut dapat dievaluasi melalui
model evaluasi yang dikemukakan oleh Kaufman dan Thomas melalui model evaluasi OEM (Organisasation Element Model). Penelitian
ini menggabungkan antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif untuk mendapatkan kajian yang lebih mendalam. Penelitian ini
dilaksanakan di LPK Modes Kartini yang berada di Kota Mataram, Propinsi Nusa Tenggara Barat selama 6 bulan. Subyek penelitian terdiri
dari 1 orang pengelola, 2 orang narasumber dan 3 orang warga belajar. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut:
Pada elemen Input yakni pada segi asas kebutuhan diperoleh hasil 85% (kategori sangat efektif), pada komponen proses yakni pada segi
asas pendidikan sepanjang hayat diperoleh hasil 82% (kategori sangat efektif), pada komponen product yakni pada segi asas relevansi
dengan pembangunan masyarakat diperoleh hasil 80% (kategori efektif) dan pada komponen outcome yakni pada segi asas wawasan ke
masa depan hayat diperoleh hasil 85% (kategori sangat efektif).
Abstract: Demands the fulfillment of the principle of development in any PLS program is a necessity in connection with various challenges
facing today's PLS. The consequence of this requirement is the need for handling, training and development seriously both by internal
organizers PLS or by external parties in this case the Directorate General of Public Education (Dirjen Dikmas) under the Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (Depdiknas). This study aims to determine the fulfillment of the demands of the coaching process with the
four principles of development which include the principles of necessity, the principle of lifelong education principle of relevance to the
development of society and the principle of insight into the future. The fourth principle can be evaluated through the evaluation model
proposed by Kaufman and Thomas through modelevaluasi OEM (Organisasation Element Model). This study combines quantitative and
qualitative approaches to get deeper study. This research was conducted in LPK Modes Kartini located in Mataram, West Nusa Tenggara
for 6 months. The research subjects consisted of 1 manager, 2 speakers and 3 learners. Based on the results of this study showed the
following results: In the element Input namely in terms of the principle of necessity result 85% (category very effective), the component of
the process that is in terms of the principle of lifelong education obtained results of 82% (category very effective), the component product
that is in terms of the principle of relevance to community development result of 80% (category effective) and the components of the
outcome in terms of the principle of insight into the future of life result 85% (category very effective).
Hulyadi
Dosen Prodi Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram
e-mail: hulyadi11@yahoo.com
Abstrak: Akhir-akhir ini banyak orang berlomba-lomba mencari energi alternatif terbarukan sebagai pengganti energi dari fosil, dimana
yang paling populer adalah pembuatan bahan bakar gasohol. Gasohol merupakan bahan bakar hasil pencampuran bensin dengan alkohol,
dimana alkohol yang dipakai sebagai campuran adalah etanol absolut. Selain sebagai campuran bensin, alkohol dapat digunakan untuk
berbagai penggunaan seperti pelarut dalam industri parfum, cat, obat, minuman beralkohol, dan sebagai disinfektan dalam dunia
kedokteran. Metode yang selama ini telah dikenal dapat menghasilkan alkohol absolut adalah metode distilasi. Metode ini kurang efisien
dalam memumikan etanol di sekitar titik azeotrope (pada saat etanol mencapai kadar 95%, dengan titik didih 78.15°C). Oleh sebab itu
diperlukan modifikasi alat destilasi untuk menghasilkan alkohol dengan kemurnian diatas 95%. Salah satu caranya mebuat filter destilat.
Filter dibuat dengan tujuan menyerap air dan asetat yang dalam destilat sampel fermentasi alkohol. Hasil penelitian menunjukkan variasi
massa, luas permukaan dan suhu optimasi filter berpengaruh secara signifikan menigkatkan kemurnian yaitu dari 26% mejadi 94,57%
dan 99,08 pada perlakuan variasi massa, 26% mejadi 94,57% dan 98,46 pada perlakuan variasi suhu optimasi, dan 26% mejadi 94,16%
dan 96,58 pada perlakuan luas permukaan filter. Peningkatan paling tinggi terdapat pada perlakuan massa filter 100 gram, luas permukan
100 mess dan suhu optimasi 6000C dan paling rendah pada perlakuan massa filter 50 gram, luas permukan 80 mess dan suhu optimasi
6000C.
100 99.08
94.57
100
90
80
70
60 50
50
40
30
20 5.43 0.92
10
0
Massa Zolit Etanol As. Asetat
Gambar 1. Pengaruh Massa zeolit terhadap kadar etanol dan asam asetat.
Gambar 1 menunjukkan pengaruh massa zeolit yag telah semakin banyak. Flow rate etanol yang dihasilkan oleh volume
diaktivasi pada suhu 6000C dengan ukuran 100 mess. Semakin etanol yang dihasilkan dari proses destilasi absorsi itu sendiri.
besar massa zeolit menunjukkan peningkatan kadar etanol yang Volume etanol yang dihasilkan dipengaruhi oleh prositas zeolit,
dihasil dan penurunan konsentrasi asam esetat. Hal ini terjadi luas permukaan, daya serap zeolit terhadap molekul air dalam
karena meningkatnya jumlah zeolit yang mampu mengikat air dan larutan etanol. Selain mengidentivikasi pengaruh massa zeolit
asam asetat yang berasal dari produk samping fermentasi. (Nadzif peneliti juga melakukan analisis suhu optimasi terhadap kadar
dkk, 2009) juga menyatakan bahwa semakin banyak jumlah zeolit etanol dan asam asetat yang dihasilkan. Pengaruhnya dapat dilihat
dan konsenterasi alkohol mula-mula tetap maka air yang terjerap pada gambar 2.
600
600
500
400
400
300
200
94.57 98.46
100
5.43 1.54
0
Suhu % Etanol % As. Asetat
Gambar 2. Pengaruh suhu aktivasi zeolit terhadap konsenterasi etanol dan asam asetat.
Suhu optimasi dalam penelitian divariasikan menjadi dua lebih tinggi jika dibandingkan dengan suhu aktivasi pada suhu
yaitu sebesesar 4000C dan 6000C. Berdasarkan temuan peneliti 4000C. Jika dilihat dari konsentrasi alkohol yang dihasil suhu
suhu optimasi berpengaruh secara signifikan terhadap kenaikan aktivasi tidak memberikan perbedaan yang signifikan. Pemanasan
konsentrasi alkohol dari 26% menjadi 94,57 dan 26% menjadi zeolit diatas suhu 6000C dapat merusak struktur zeolit sehingga
98,4%. Pemanasan zeolit menghilangkan air yang terikat didalam dapat mengurangi kemampuannya dalam menyerap air dan asam
zeolit. Kuatnya air terikat dalam zeolit menyembabkan zeolit butuh asetat. Selain suhu luas permuakan zeolit sebagai filter destilat
suhu yang besar untuk menghilangkan air dari zeolit. Aktivasi zeolit dapat juga mempengaruhi konsentarasi alkohol yang dihasil.
pada suhu 6000C menghasilkan alkohol dengan kemurnian yang Pengaruh luas permuakaan zeolit dapat dilihat pada gambar 3.
100
94.16 96.58
100
90 80
80
70
60
50
40
30
20 5.84 3.42
10
0
Luas Permukaan % Etanol % As. Asetat
Gambar 3. Pengaruh luas permukaan zeolit terhadap konsentrasi alkohol dan asam asetat.
Husnul Hatimah
Dosen Program Studi Pendidikan Kimia IKIP Mataram
e-mail:-
ABSTRAK: Dalam penelitian ini telah dilakukan kajian pengaruh penambahan fotokatalis TiO2, ion Cd(II) dan Cr(VI) pada pH dan
konsentrasi yang bervariasi, terhadap efektivitas fotoreduksi ion Cu(II) yang terkatalisis oleh TiO2. Proses fotoreduksi dilakukan dengan
cara menyinari campuran yang terdiri dari larutan ion Cu(II) dan serbuk fotokatalis TiO2 tanpa maupun dengan adanya ion Cd(II) dan
Cr(VI) dalam reaktor tertutup yang dilengkapi dengan lampu UV yang disertai pengadukan. Kondisi proses fotoreduksi adalah 50 mL
larutan ion Cu(II) 10 ppm (0.157 mmol/L), ion Cd(II) dan Cr(VI) dengan konsentrasi yang bervariasi, dan TiO2 seberat 20 mg, dengan
waktu reaksi selama 24 jam. Hasil fotoreduksi ditentukan berdasarkan selisih konsentrasi ion Cu(II) awal dengan konsentrasi ion Cu(II)
sisa dalam larutan setelah proses fotoreduksi yang ditentukan dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (AAS). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penambahan TiO2 dapat meningkatkan efektivitas fotoreduksi ion Cu(II) dari 9,03% menjadi 43,21%, yang diawali
dengan proses adsorpsi. Adanya ion Cd(II) dalam sistem reaksi fotoreduksi dengan konsentrasi yang semakin besar menyebabkan
penurunan fotoreduksi ion Cu(II) karena adanya kompetisi dalam adsorpsi. Sebaliknya, kenaikan konsentrasi awal ion Cr(VI) dalam sistem
reaksi fotoreduksi dapat meningkatkan fotoreduksi ion Cu(II) karena terbentuknya endapan CuCrO 4.
ABSTRAK: Dari hasil observasi awal hasil belajar siswa masih tergolong rendah, siswa yang mendapatakan nilai di bawah KKM lebih
banyak dari pada siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa. Penelitian ini adalah penelitian ekseperimen semu (quasi experiment)
dengan rancangan pre-test post-test control group design Sampel penelitian adalah siswa kelas X2 dan X5 yang ditetapkan dengan teknik
purposive sampling. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan statistik parametrik (uji-t). Hasil penelitian
menunjukan bahwa keterampilan berpikir kreatif pada kelas eksperimen lebih tinggi (88,57%) dibandingkan dengan kelas kontrol (81%).
Sedangkan hasil analisi data hasil belajar yaitu nilai thitung sebesar 2,581 lebih besar dari nilai ttabel sebesar 2,048. Oleh sebab itu, dapat
disimpulkan bahwa Ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray terhadap keterampilan berpikir kreatif dan hasil
belajar kognitif siswa kelas X SMAN I Bayan.
Kata Kunci: kooperatif tipe two stay two stray, media gambar, keterampilan berpikir kreatif, hasil belajar kognitif.
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha yang di lakukan dengan sengaja METODE PENELITIAN
dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu serta Jenis penelitian quasi eksperimen, penelitian ini di
membimbing seseorang untuk mengembangkan segala laksanakan pada bulan februari 2016 di SMA Negeri 1 Bayan tahun
potensinya sehingga siswa mencapai kualitas diri yang lebih baik. pelajaran 2015/2016. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa
Pada intinya pendidikan adalah usaha pendewasaan manusia kelas X2 sebagai kelas eksperimen dan kelas X5 sebagai kelas
seutuhnya (lahir dan batin), baik oleh diri sendiri maupun oleh kontrol yang dipilih dengan teknik purposive sampling.
orang lain, dalam arti tuntutan agar anak didik memiliki Data pada penelitian ini berupa data kuantitatif yakni data
kemerdekaan berfikir, merasa, berbicara dan bertindak serta yang diperoleh dari hasil belajar kognitif siswa yang di analisis
percaya diri dengan penuh rasa tanggung jawab dalam setiap secara statistic dengan uji-t. Data kualitatif diperoleh dari hasil
tindakan dan perilaku sehari-hari ( Basri 2007 dalam Tatang 2012 keterampilan berpikir kreatif dan keterlaksanaan proses belajar
: 14) mengajar yang dianalisis secara deskriptif.
Selama ini banyak keluhan tentang siswa yang kurang
mandiri, kurang berani berpendapat karna takut salah, kurangnya HASIL PENELITIAN
kerja sama dalam kelompok belajar, selalu ingin menonjolkan diri Data Hasil keterampilan berpikir kreatif
sendiri dan kebiasaan di dalam kelompok belajar adalah kurangnya Hasil keterampilan berpikir kreatif siswa dapat dilihat pada
rasa tanggung jawab antar individu artinya tidak semua anggota Tabel 1 kelas eksperimen dan kelas kontrol dibawah ini:
kelompok mengerjakan tugas yang di berikan oleh guru hal ini juga Tabel 1. Hasil keterampilan berpikir kreatif siswa kelas konrol dan
di sebabkan karna tugas tidak di bebankan pada setiap anggota kelas eksperimen.
kelompok, semua anggota kelompok memiliki tugas yang sama
Kelompok Kontrol eksperimen
sehingga setiap anggota terkadang bingung mengerjakan apa.
keterampilan siswa berfikir kreatif dalam mengerjakan tugas yang 1 75 90
di berikan guru masih kurang.
Dari hasil observasi awal hasil belajar siswa masih 2 75 85
tergolong rendah, siswa yang mendapatakan nilai di bawah KKM
lebih banyak dari pada siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM, 3 80 80
namun tidak sepenuhnya kesalahan siswa dalam proses belajar
mengajar model pembelajaran atau cara mengajar perlu juga di 4 80 85
perhatikan karna cara mengajar juga akan mempengaruhi hasil
5 90 95
belajar.
Sekolah Menengah Atas Negeri I Bayan merupakan 6 80 90
sekolah yang memiliki berbagai fasilitas yang mendukung proses
pembelajaran untuk menunjang proses belajar mengajar yang 7 85 95
baik, namun masih memerlukan strategi pembelajaran yang
sesuai untuk mengasilkan siswa yang memiliki keterampilan jumlah 565 620
berfikir kreatif dan hasil belajar kognitif siswa memuaskan.
Tujuan dalam penelitian ini adalah “Untuk mengetahui Rata-rata 81% 88,57%
pengaruh model pembelajaran koopertif tipe two stay two stray
Kategori Tinggi Sangat tinggi
dengan media gambar terhadap keterampilan birfikir kreatif dan
hasil belajar kognitif siswa kelas X SMAN I Bayan tahun pelajaran
2015/2016”.
ISBN: 978-602-74245-0-0 164
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Pada keterampilan berpikir kreatif siswa, nilai rata-rata terendahnya 70, nilai tertinggi 95 dengan nilai rata-rata yaitu
kelas kontrol yaitu 81% dengan kategori tinggi sedangkan nilai rata- 82,467.
rata pada kelas eksperimen yaitu 88,57% dengan kategori sangat Data Hasil Keterlaksanaan RPP
tinggi. Hasil dari keterlaksanaan RPP dalam penelitian ini berupa
data tentang keterlaksanaan pembelajaran (RPP) yang dilakukan
Grafik keterampilan berpikir guru dan siswa selama melaksanakan proses belajar mengajar.
kreatif Dapat di lihat pada Tabel 3 berikut berikut ini.
100%
Tabel 3. Hasil keterlaksanaan RPP kelas kontrol dan kelas
eksperimen
80% Kelas Jumlah yang Rata-rata
terlaksana
60% Guru Siswa
kelas Kontrol 10 10 100%
40% kontrol Eksperiment 13 13 100%
kelas Jumlah keterlaksanaan pada kelas kontrol 10 pada guru
20% eksperimen dan siswa, maka rata-rata keterlaksanaan yaitu 100%, sedangkan
pada kelas eksperimen jumlah keterlaksanaan yaitu 13 pada guru
0% dan siswa, maka rata-rata keterlaksanaan yaitu 100%.
rata-
rata Diagram
Gambar 1 Grafik keterampilan berpikir kreatif Keterlaksanaan RPP
Data Hasil Belajar Kognitif Siswa
100
Setelah memberikan pada kelas kontrol dengan metode
80
yang biasa digunakan guru pengampu mata pelajaran dan kelas
60 rata-
eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
40 rata (%)
tipe TSTS, selanjutnya diberikan post-test untuk melihat hasil
20
belajar kognitif siswa. Data akhir kelas eksperimen dan kelas
0
kontrol dapat di lihat pada Tabel 4.2 berikut ini:
Tabel 2. Hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol
Kelas Jumlah Nilai Nilai Rata-
siswa tertinggi terendah rata
Kontrol 30 91 62 76,4
Eksperim 30 95 70 82,467
Gambar 3 Keterlaksanaan RPP
en
Pembahasan
a. Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TSTS terhadap
Tabel di atas dapat diinterpretasikan dalam diagram berikut
keterampilan berpikir kreatif siswa.
ini:
Pada keterampilan berpikir kreatif siswa, nilai rata-rata
91 95 kelas eksperimen yaitu 88,57% dengan kategori sangat tinggi
100 76 70 82 sedangkan nilai rata-rata pada kelas kontrol yaitu 81% dengan
62
kategori tinggi. Jadi dapat dilihat perbandingan keterampilan
50 berpikir kreatif siswa pada kelas kontrol dengan kelas eksperimen,
dimana keterampilan berpikir kreatif pada kelas eksperimen lebih
tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen
0 kelompok yang mendapatkan kategori sangat tinggi yaitu
didapatkan oleh kelompok 1, 5, 6, dan kelompok 7 sedangkan pada
kelas kontrol
kelas eksperimen
ABSTRAK : Bimbingan dan Konseling disekolah memiliki peranan yang sangat penting tapi banyak pelaksanaannya yang belum
maksimal, lebih-lebih siswa yang mengalami kesulitan belajar, siswa yang mengalami kesulitan belajar perlu mendapatkan bimbingan
konseling yang bisa membantu mereka dalam mengatasi kesulitan belajar. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh bimbingan konseling dalam mengatasi kesulitan belajar siswa. Penelitian ini menggunakan metode populasi dan yang menjadi
populasi adalah seluruh siswa kelas VIII yang mengalami kesulitan belajar yang berjumlah 35 orang. Dalam penelitian ini, metode
pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi sebagai metode pokok sedangkan metode wawancara sebagai metode
pelengkap. Untuk menganalisis data menggunakan rumus t test. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat di
simpulkan bahwa ada pengaruh bimbingan konseling dalam mengatasi kesulitan belajarsiwa di SMPN 14 Mataram tahun pelajaran
2012/2013. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yaitu : nilai t hitung sebesar 6,673 dan nilai t tabel pada taraf signifikan 5% dengan
N=34, lebih besar dari pada nilai t pada tabel (6,673> 2,042) sehingga dapat disimpulkan “signifikan”.
Abstark: Assesmen merupakan komponen penting dalam pembelajaran, selama sejarah perkembangan pendidikan dan pembelajaran
di Indonesia sudah banyak terjadi perubahan kurikulum, pendekatan pembelajaran, proses pembelajaran dan luaran pembelajaran yang
menuntut terjadinya penyesuaian terhadap assesemen yang digunakan mengukur, menilai dan mengevaluasi hasil belajar. Dinamika
perubahan pola assesmen pembelajaran wajib mengikuti suatu kerangka konsep, dalam hal ini digunakan konsep Popper. Perkembangan
ilmu berdasarkan konsep Popper menyatakan bahwa kebenaran ilmiah tidak dibuktikan dengan proses verifikasi induktif tetapi dengan
logika deduktif melalui falsifikasi. Falsifikasi adalah upaya membuktikan bahwa kebenaran teori yang bersangkutan tidak benar. Jika suatu
teori tidak dapat dibuktikan salah, maka teori tersebut dapat diterima sementara sampai teori tersebut terbukti salah. Berarti semua ilmu
pengetahuan kebenarannya bersifat sementara dan masih dapat dikoreksi dimasa depan. Assesmen pembelajaran juga mengikuti konsep
Popper dalam memandang kebenaran suatu ilmu, pada suatu saat tertentu assesmen konvensional yang dilakukan secara berkala
menggunakan alat tes sebagai teknik utama, dan sebagian besar hanya mengukur kompetensi kognitif dianggap cocok pada kurun waktu
tertentu. Namun karena perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap luaran pendidikan dan pembelajaran, dan perkembangan ilmu
pengetahuan yang selalu berubah menuntut assesmen pembelajaran untuk selalu mengikuti perkembangan agar assesmen tetap menjadi
bagian integral yang penting dari pembelajaran sebagai sistem. Pada saat pembelajaran berorientasi peserta didik dengan proses
pembelajaran partisipatif untuk mengembangkan peserta didik memiliki kompetensi yang utuh tentang kognitif afektif dan psikomotorik
maka diperlukan assesmen kelas dengan penilaian autentik. Diharapkan kepada pelaku pendidikan untuk mengembangkan assesmen
pembelajaran sesuai dengan perkembangan paradigma pembelajaran dan tuntutan kompetensi hasil belajar.
ABSTRAK: Pembangunan pendidikan di Kabupaten/kota di Provinsi NTB khususnya dalam garapan pendidikan Non Formal dan Informal,
Pemerintah Daerah Provinsi NTB sedang fokus terhadap pengembangan Program Pendidikan Keaksaraan Fungsional (KF) tingkat dasar,
guna pemberantasan buta aksara bagi masyarakat yang belum mampu membaca, menulis dan berhitung. Dan hal ini merupakan
kebijakan Pemerintah Provinsi NTB dalam menindaklanjuti Instruksi Presiden tentang Gerakan Penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun dan
Pemberantasan Buta Aksara. Pendidikan luar sekolah bertujuan untuk memberikan kesempatan belajar yang seluas-luasnya bagi
masyarakat di berbagai faktor seperti kesulitan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang kurang mendukung dan tidak mendapatkan
kesempatan untuk mengikuti pendidikan melalui jalur pendidikan formal. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui Efektivitas Program PKK Kecamatan Praya dalam pelaksanaan Program Absano. Untuk memperoleh data dalam penelitian
ini digunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan angket, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan analisis data
menggunakan model analisis interaktif. Hal ini dilakukan karena penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif, dari
penyajian data dalam bentuk persentase. Selanjutnya dideskripsikan dan diambil kesimpulan tentang masing-masing indikator
keberhasilan berdasarkan kriteria. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa program PKK Kecamatan Praya cukup efektif dalam
mensukseskan Gerakan Absano, hal ini dapat dilihat dari hasil angket dengan nilai rata-rata sebesar 44,55.
Peneliti melakukan sedikit modifikasi terhadap model di atas dengan hanya mengevaluasi pada 4 elemen, contexs, input, process,
product seperti yang di tunjukan pada gambar di bawah ini:
Evaluasi
Input Proses Output
program
Proses pengumpulan data didasarkan pada prinsif yang efektif, dan tidak efektif. Untuk menentukan katagori tersebut di
dianjurkan oleh naturalistic approach pada situasi dan kondisi gunakan perhitungan sebagai berikut : prosentase pencapaian
setting penelitian, kejadian yang dialami oleh obyek penelitian dan (PP) sama dengan jumlah kesiapan yang di peroleh (JK) di bagi
subyek penelitian (individu atau kelompok) atas dasar latar dengan jumlah kesiapan ideal, yaitu jumlah kesiapan yang sudah
belakang baik history dan hubungan personal atau hubungan yang dirumuskan (JKI) di kali 100% (Wexley dan Latham, 1991:120).
terjalin antar kelompok. Teknik pengumpulan data yang di gunakan Kriteria dan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
dalam penelitian ini meliputi angket, dan dokumentasi. Table 1. Kriteria penilaian efektifitas input pengelolaan program
Untuk mengetahui apakah pengelolaan program PKK TP.PKK dalam gerakan (absano)
dalam mensukseskan gerakan absano itu efektif atau tidak perlu di
Nilai Katagori
buat criteria efektivitasnya. Criteria tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kriteria Input 81-100 Sangat efektif
Penilaian terhadap komponen input di tunjukan untuk 61-80 Efektif
menilai kelengkapan fasilitas program Absano, tenaga pelaksana, 41-60 Cukup efektif
sarana dan prasarana, dan pengelola. Persiapan dari TP.PKK di 21-40 Kurang efektif
nilai dari kesiapan dalam mengikuti kegiatan yang telah di ˂20 Tidak efektif
jadwalkan di TP.PKK, kesiapan dalam tenaga pelaksana di nilai (Wexley Dan Latham, 1991:120)
dari kesiapan melaksanakan proses kegiatan, sedangkan
persiapan pengelola di nilai dari kelengkapan fasilitas yang
menunjang kelancaran proses kegiatan. b. Kriteria proses
Data yang di peroleh melalui angket di katagorikan Dalam mengevaluasi perlu dipilah antara proses
menjadi 5 katagori yaitu sangat efektif, efektif, cukup efektif, kurang pelaksanaan program sehingga data yang diperoleh dapat dicros
ISBN: 978-602-74245-0-0 174
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
cek dengan criteria yang dibutuhkan. Pada evaluasi proses di d. Evaluasi Pelaksanaan
tujukan untuk menilai proses program kerja TP.PKK pada satu Program Pemberantasan Buta AksaraEvaluasi suatu
priode dan pencapaian target dapat terpenuhi. Pelayanan program program ditujukan untuk mengukur efek suatu program dalam
TP.PKK berdasarkan dari pengamatan terhadap program mencapaitujuan yang telah ditetapkan, sebagai pertimbangan
ABSANO dapat berjalan sesuai dengan tujuan program. Peneliti untuk pembuatan keputusan lebih lanjutmengenai program itu dan
dalam analisa data melalui proses pengorganisasi dan peningkatan program di masa yang akan datang agar lebih
mengurutkan data dalam pola, katagori dan satuan uraian dasar baik.Untuk mengukur atau menilai apakah suatu program yang
sehingga ditemukan tema dan rumusan hipotesa kerja (Moleong, dilaksanakan dapat mencapaitujuan yang telah ditetapkan atau
2005: 287) tidak, maka harus dilihat dulu pelaksanaannya. Sedangkan
Analisis data yang digunakan adalah analisis data model untukmengetahui keberhasilan dari pelaksanaan tersebut, maka
interaktif.Hal ini dilakukan karena penelitian ini menggunakan salah satunya dapat diukur atau dinilaidengan menggunakan
pendekatan Diskriptif kwantitatif.Dari penyajian data dalam bentuk model evaluasi CIPP (Contex, Input, Process, and Product) dengan
prosentase selanjutnya didiskripsikan dan diambil kesimpulan empatsasaran penilaian, yaitu: konteks, masukan, proses,
tentang masing-masing indikator keberhasilan berdasarkan produk.Penulis menggunakan model evaluasi CIPP (Contex, Input,
criteria. Process, and Product) ini untukmengevaluasi program
Pemberantasan Buta Aksara. Berikut ini hal - halyang akan peneliti
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN evaluasi:
Pelaksanaan Program Pemberantasan Buta Aksara 1) Evaluasi Konteks (Contex)
Dalam rangka pelaksanaan program Pemberantasan Buta Evaluasi konteks merupakan penilaian yang mengarah
Aksara ini, perlu dilakukanbeberapa langkah agar dicapai pada konteks kebutuhan yangterkait dengan lingkungan.Evaluasi
pelaksanaan yang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh ini menggambarkan hal - halyang perlu dipertimbangkandalam
penyelenggara. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: perencanaan program, yang menyangkut tujuan dan sasaran
1. Langkah Persiapan pelaksanaan program.
Langkah persiapan dalam program Pemberantasan Buta 2) Evaluasi Masukan (Input)
Aksara meliputi hal-hal sebagai beriku: Evaluasi masukan (Input) ini mengarah pada masukan-
a. Sosialisasi masukanyang akan diproses dalam rangka pencapaian tujuan
Sosialisasi program Pemberantasan Buta Aksara yang program. Evaluasi ini juga menentukan bagaimana penggunaan
dilakukan oleh Pemilik Pendidikan Non Formal dan Informal di Unit sumber-sumber yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan
Pelaksana Teknis Daerah Dinas Kecamatan Praya ini program.
dilaksanakan pada bulan April 2009. Pemilik Pendidikan Non 3) Evaluasi Proses (Process)
Formal danInformal mensosialisasikan tentang program Evaluasi proses merupakan evaluasi yang mengarah pada
Pemberantasan Buta Aksara pada perangkat desa dan tokoh bagaimana proses pelaksanaanprogram.
masyarakat setempat untuk dipublikasikan kepada 4) Evaluasi Produk (Product)
masyarakatnya. Namun terdapat hambatan dalam proses Evaluasi produk mengukur dan menginterpretasi
sosialisasi yaitu sulitnya meyakinkan masyarakat untukmengikuti pencapaian program selamapelaksanaan program dan pada akhir
program ini, karena memang masyarakat merasa tidak program sehingga kemudian dapat diketahui dampak
membutuhkannya. Selain itu, sosialisasi juga untuk menentukan daripelaksanaan suatu program.Dalam evaluasi produk ini, hal
pihak siapa yang bisa menjadi penyelenggara dan tutor. yang dinilai adalah mengenaidampak dari pelaksanaan program
Penyelenggara adalah orang atau lembaga yang Pemberantasan Buta Aksara dalam rangka meningkatankualitas
menyelenggarakan program Pemberantasan Buta Aksara, sumber daya manusia dan masyarakat agar mampu berperan
sedangkan tutor adalah guru atau orang yang mengajar secara aktif dalampembangunan dan mampu meningkatkan
padaproses pembelajaran program Pemberantasan Buta Aksara. efisiensi dan produktivitas bagi peningkatankesejahteraan
b. Langkah Pelaksanaan hidupnya.
Proses pembelajaran program Pemberantasan Buta Unit Pelaksana Teknis Daerah Dinas Pendidikan
Aksara dapat dilaksanakan setelah adanya akan kerja sama antara Kecamatan Praya sebagaiperpanjangan tangan dari Dinas
penyelenggara program Pemberantasan Buta Aksara Pendidikan Kabupaten Lombok Tengah berupaya untuk
denganDinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB. menggalakkanprogram Pemberantasan Buta Aksara di seluruh
c. Langkah Monitoring dan Evaluasi Kecamatan Praya. Sebelum dilaksanakanprogram ini maka
Pemantauan dan evaluasi reguler dilakukan untuk dilakukan sosialisasi dan pendataan terlebih dahulu untuk
mengetahui perkembangan kelompokbelajar dan masalah yang mengetahui tingkatbuta huruf masyarakatnya yang kemudian
dihadapi dalam proses pembelajaran. Dengan pemantauan regular sebagai acuan untuk menentukan daerah mana yangharus segera
maka kegiatan pembelajaran dapat terkendali.Monitoring dan dilaksanakan program Pemberantasan Buta Aksara. Berikut ini
evaluasi merupakan upaya pengendalian dan pembinaan yang hasil pendataan padaTahun 2012/2013.
terus menerus sejak tahap persiapan, pelaksanaan, dan tindak
lanjut.
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat buta sebagai salah satu wadah pemberdayaanmasyarakat di tingkat
aksara di Kecamatan Praya cukup tinggi.Dari Kecamatan Praya kecamatan perlu menggalakkan program Pemberantasan Buta
yang terdiri dari 15 Desa, dan terdapat 15 Kelurahanyang dengan Aksara, karenalebih dari 50% Kelurahan di Kecamatan Praya
jumlah 1223 penduduk penyandang buta aksara. Oleh karena itu terdapat penduduk yang masih menyandangbuta aksara.
Unit Pelaksana TeknisDaerah Dinas Pendidikan Kecamatan Praya
Tabel 3. Perhitungan angket program ABSANO dikecamatan Praya Tahun 2013/2014.
Butir angket
No. Nama Responden Efektivitas program absano Komponen program absano Skor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 Nurhidayah 2 3 3 2 3 3 3 3 4 4 4 3 4 4 45
2 I Aminah 3 2 3 3 2 2 2 3 4 4 2 4 4 4 42
3 I Zakiah 3 2 3 3 3 3 3 3 4 2 4 4 4 4 45
4 Ermayanti 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 48
5 Bq husna 2 2 3 2 3 2 3 3 4 3 3 4 4 3 41
6 I maimunah 3 3 3 3 3 2 3 3 4 4 4 2 4 4 45
7 Nurhayati 3 2 3 3 3 2 3 3 4 4 3 3 4 3 43
8 Salmah 3 2 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 43
9 Parida 3 2 1 3 3 1 2 3 4 4 3 4 4 4 41
10 Roudatul janah 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 48
11 Muni’ah 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 48
12 risnawati 3 3 2 2 3 2 3 3 4 3 4 4 4 4 44
13 Ayuni apriani 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 48
14 Istti trianingsih 3 2 3 3 2 3 3 3 4 4 3 3 4 4 44
15 Rina apriana 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 48
16 Pazira rizka 3 3 3 2 2 3 3 3 4 4 4 4 3 3 44
17 Hj jumaiyah 2 3 2 3 3 3 3 3 4 3 2 3 4 4 42
18 Bq wiwit 3 3 2 3 2 3 3 3 4 4 4 2 4 4 44
19 Linda cahyani 3 3 2 2 3 3 2 3 4 4 3 3 4 4 43
20 Hj aminah 3 3 3 3 3 2 2 2 4 4 4 4 4 4 45
Jumlah skor 891
Nilai rata - rata 44.55
Butir angket
No. Nama Responden Efektivitas program absano Komponen program absano Skor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kategori Cukuf Efektif
Abstrak: Istilah “politik” (politics) sering dikaitan dengan bermacam-macam kegiatan dalam sistem politik ataupun negara yang
menyangkut proses penentuan tujuan maupun dalam melaksanakan tujuan tersebut. Di samping itu juga menyangkut pengambilan
keputusan (decision making) tentang apakah yang menjadi tujuan sistem politik yang menyangkut seleksi antara beberapa alternatif serta
penyusunan untuk membuat skala prioritas dalam menentukan tujuan-tujuan itu. Sub-bidang utama dari penyelidikan ilmu politik meliputi:
(1) pemikiran politik; (2) teori politik; (3) sejarah politik; (4) analisis politik perbandingan; (5) administrasi publik; (6) kebijakan publik; (7)
sosiologi politik; (8) hubungan internasional; (9) teori-teori kenegaraan. Ilmu politik berkembang secara pesat berdampingan dengan
cabang-cabang ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, anthropologi dan psikologi, dan dalam perkembangan ini mereka saling
berdampingan.
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk limbah kulit durian terhadap pertumbuhan bayam
(Amaranthus Sp). Penelitian dilaksanakan di Laboratorium MTs Islam Selaparang Kediri pada bulan Mei 2015 sampai Juni 2015.
Rancangan penelitian menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap). Pengambilan sampel biji bayam menggunakan Random sampling
khususnya stratified random sampling (sampel acak sederhana). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung dan
penelitian ini adalah Eksperimen dengan teknik pengumpulan data secara observasi langsung. Teknik analisis data menggunakan Analisis
Of Variance (ANOVA) dengan bantuan SPSS 18. Sampel diberikan 3 perlakuan yang berbeda dan empat kali ulangan masing-masing
perlakuan , yaitu kontrol P(A) Tanpa pemberian pupuk kulit durian, perlakuan kedua P(B) diberi pupuk limbah kulit durian 75% dan
perlakuan ketiga yaitu P(C) pemberian pupuk kulit durian 50%. Berdasarkan hasil penelitian, pertumbuhan tanaman bayam (Amarantus
SP) pada parameter tinggi batang diperoleh hasil Fhitung 1,928≤ dari pada Ftabel 4.26. Pada parameter jumlah helaian daun diperoleh
hasil Fhitung 0.296 ≤ dari pada Ftabel 4.26. Pada parameter diameter batang diperoleh hasil Fhitung 1.101 ≤ dari pada Ftabel 3,49. Dan
pada parameter panjang akar diperoleh hasil Fhitung 14, 643 ≥ daripada Ftabel 4.26. Sehingga dapat terlihat pada masing-masing
parameter ada yang segifikan yaitu pada perlakuan panjang akar. Kesimpulan penelitian yang diperoleh, ada pengaruh pemberian pupuk
limbah kulit durian sebagai pupuk organik pada pertumbuhan tanaman bayam (Amarantus SP).
0.46 0.46
0.5 0.5 0.42
0.42
0.4 0.3
0.4
0.3 0.3
0.3 0.2
0.1
0.2
0
0.1 A B C
diameter Batang 0
A B C
0.6 0.46 Gambar 4. Grafik panjang akar tanaman bayam pada semua
0.42
perlakuan.
0.4 0.3
Gambar di atas menggambarkan bahwa pada semua
0.2 perlakuan menunjukan adanya perbedaan pada pengamatan
panjang akar, yaitu perlakuan P (A) Kontrol, panjang akar tanaman
0 bayam (Amaranthus Sp) rata-rata adalah 4,9 cm, perlakuan P (B)
A B C pemberian pupuk limbah kulit durian 50% dengan panjang akar
tanaman bayam Amaranthus Sp) rata-rata adalah 8,7 cm. Dan
Gambar 3. Grafik diameter batang pada semua perlakuan perlakuan P (C) Pemberian pupuk limbah kulit durian 50%, panjang
akar tanaman bayam (Amaranthus Sp) rata-rata adalah 11,7 cm.
Pengamatan parameter diameter batang dilakukan setelah pada perlakuan P (C) disebabkan karena pemberian pupuk kulit
tanaman berumur 18 hari dan pengamatan dilakukan selama 2 durian yang di campur dengan tanah dalam jumlah yang sama
minggu, dan 1 kali seminggu pengambilan data dilakukan. Pada banyak menyebabkan pupuk dari limbah kulit durian dapat
parameter diameter batang, menujukan bahwa parameter diameter menyimpan air dengan waktu yang lama sehingga tanah menjadi
batang paling terendah pada perlakuan P (A) yaitu 0,33 cm, lembab, gembur dan memudahkan akar untuk menembus tanah.
kemudian mengalami penikatan yang ditunjukan pada perlakuan P Berdasarkan hasil analisis data menggunakan ANOVA satu arah
(B) yaitu 0,42 cm, dan perlakuan P (C) di mana pada perlakuan ini dengan bantuan SPSS versi 18 di peroleh data yang segenifikan
paling tertinggi yaitu 0,49cm ..Diameter batang pada bayam yang terdapat pertumbuhan panjang akar tanaman bayam ( Amaranthus
paling mempengaruhi adalah perlakuan P (C) yaitu dengan SP), karna diperoleh hasil Fhitung 14.643 ≥ daripada Ftabel 4,26.
pemberian perlakuan pupuk limbah kulit durian 50% memberi
pengaruh yang sangat nyata dan sesuai yang dikatakan oleh Alen SIMPULAN
Salvo Pratomo, (2011) berhasil membuat pupuk organik dari Pada parameter jumlah helaian daun diperoleh hasil
limbah kulit durian. Alen mengatakan, pemilihan kulit durian Fhitung 0.296 ≤ dari pada Ftabel 4.26. Pada parameter diameter
sebagai karya ilmiahnya dikarenakan kulit durian kaya akan serat batang diperoleh hasil Fhitung 1.101 ≤ dari pada Ftabel 3,49. Dan
yang mampu menjadi resapan air, sehingga dapat menahan air pada parameter panjang akar diperoleh hasil Fhitung 14, 643 ≥
untuk jangka waktu yang lama. daripada Ftabel 4.26. Sehingga dapat terlihat pada masing-masing
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan ANOVA parameter ada yang segifikan yaitu pada perlakuan panjang akar.
satu arah dengan bantuan SPSS versi 18 di peroleh data yang tidak Kesimpulan penelitian yang diperoleh, ada pengaruh pemberian
ISBN: 978-602-74245-0-0 185
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
pupuk limbah kulit durian sebagai pupuk organik pada Kusriningrum. 2008. Perancangan Percobaan. Surabaya:
pertumbuhan tanaman bayam (Amarantus SP). Airlangga University Press.
Mirzani. 2013. http://laborr-ilmu.blogspot.com/2013/02/hara-dan-
DAFTAR PUSTAKA hubungannya-dengan-tanaman.html: Artikel (Diakses 21-
Frandy. 2013. Durian dan Kandungan Kulitnya. (Diakses. 27 Mei-2015).
September 2013)
Abstrak: Penelitian ini berjudul Pelanggaran Prinsip Kerjasama dalam Acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di TV One. Penelitian ini
didasari oleh adanya pelanggaran-pelanggaran prinsip kerjasama yang dilakukan oleh narasumber dalam acara ILC tersebut. Data yang
digunakan adalah video perbincangan di acara ILC yang membahas tentang kejahatan seksual di sekolah JIS (Jakarta International
School)diunduh pada tanggal 22 April 2014. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan
pragmatik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelanggaran-pelanggran prinsip kerjasama yang terjadi dalam acara Indonesia
Lawyers Club khususnya pada topik yang membahas mengenai kejahatan seksual di sekolah Jakarta International School. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa pelanggaran prinsip kerjasama yang terjadi pada acara ILC yakni pelanggaran maksim kuantitas,
pelanggaran maksim kualitas, pelanggaran maksim relevansi, dan pelanggaran maksim pelaksanaan.
Imamul Arif
Dosen STKIP Yapis Dompu,
Jl. Syech Muhammad Ling. Sawete Dompu NTB.
Email: haworoninu@ymail.com
Abstrak: Tingkat kesejahteraan masyarakat indonesia dewasa ini makin mengkhawatirkan, hususnya dilihat dari kualitas dilingkup
keluarga-keluarga, baik kualitas pendidikan yang diberikan orang tua pada anak-anaknya, ekonomi, dan kualitas cinta kasih antar anggota
keluarga. Problem ini tidak bisa terlepas dari kualitas pelaksanaan fungsu-fungsi keluarga yang kurang efektif dari anggota keluarga
terutama suami dan istri. Oleh karena itu tulisan ini menawarkan revitalisasi fungsi-fungsi keluarga dalam perspektif Alquran. Pendekatan
ini diharapkan mampu mengefektivkan peran dan fungsi keluarga sehingga bisa mengantar pada peningkatan kesejahteraan, bukan
hanya kesejahteraan lahir tetapi juga kesejahteraan batin.
ABSTRAK: Pembelajaran fisika sebenarnya tidak bisa lepas dari pembelajaran sains. Pembelajaran sains adalah memahami fenomena
alam dan hakikat sains dengan penyelidikan dan penemuan. Pernyataan tersebut memberikan indikasi bahwa tidak hanya penguasaan
konsep fisika yang harus baik, tetapi siswa juga harus tahu bagaimana konsep itu ditemukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh laboratorium inkuiri terbimbing terhadap penguasaan konsep fisika dan keterampilan proses sains siswa. Penelitian
ini merupakan quasi experiment dengan menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah
kelas yang belajar dengan menggunakan laboratorium inkuiri terbimbing dan kelas kontrol adalah kelas yang belajar dengan
menggunakan laboratorium verifikasi. Penelitian ini dilakukan pada pokok bahasan fluida. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
kelas XI-IPA SMA Negeri 7 Mataram pada semester genap tahun ajaran 2013/2014. Sampel diambil dengan cara acak dan diperoleh
kelas XI-IPA 1 sebagai kelas kontrol dan kelas XI-IPA 5 sebagai kelas eksperimen. Data dianalisis dengan menggunakan multivariate of
anova. Hasil analisis menghasilkan bahwa hipotesis penelitian diterima. Hasil analisis dan pembahasan menunjukkan bahwa siswa yang
belajar dengan laboratorium inkuiri terbimbing mempunyai penguasaan konsep fisika dan keterampilan proses sains lebih baik daripada
siswa yang belajar dengan laboratorium verifikasi.
Kata Kunci: Desain Aktivitas Laboratorium Inkuiri Terbimbing, Penguasaan Konsep, Keterampilan Proses Sains
Abstract: Actually learning physics can not be separated from learning science . Learning science is to understand natural phenomena
and the nature of science by inquiry and discovery. The statement indicates that not only the mastery of physics concepts that should be
good, but students also need to know how the concept was found. The purpose of this study was to determine the effect of guided inquiry
labs to mastery of physics concepts and science process skills of students. This study was a quasi -experiment using two classes of
experimental class and control class. Experimental class is a class that is taught using guided inquiry labs and control class is a class that
is studying the use of laboratory verification. The research was conducted on the subject of fluid. The population in this study were all class
XI Science SMAN 7 Mataram in the second semester of academic year 2013/2014. Samples were taken in a random way and obtained
class - XI IPA 1 as the control class and class XI - IPA 5 as a class experiment. Data were analyzed using multivariate analyzes of ANOVA.
The results of the analysis yields that the research hypothesis is accepted. The results of the analysis and discussion showed that students
who learn with guided inquiry labs have mastery of physics concepts and science process skills better than students who studied with
laboratory verification.
Keywords: Design Of Guided Inquiry Lab Activity, Mastery Of Concepts, Science Process Skills
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa keterlaksanaan Tabel 3. Deskripsi Data Penguasaan Konsep Siswa
pembelajaran pada kelas kontrol untuk kegiatan guru diperoleh Kelas
rata-rata 95%, sedangkan untuk kegiatan siswa diperoleh rata-rata Parameter eksperimen Kelas kontrol
92%. Pada kelas eksperimen untuk kegiatan guru diperoleh rata- N 34 34
rata 95% dan untuk kegiatan siswa diperoleh rata-rata 93%.
Terlihat pula pada setiap materi kegiatan guru dan siswa X 86,32 72,65
mengalami peningkatan persentase. Hal ini menunjukkan bahwa Xmin 75 55
proses pembelajaran semakin membaik baik dari siswa ataupun Xmax 100 85
guru.
Data penguasaan konsep fisika diperoleh berdasarkan Sd 6,78 8,09
hasil postes yang dilakukan pada dua kelas yaitu kelas XI-IPA 1
dengan penerapan laboratorium verifikasi dan kelas XI-IPA 5 Pada Tabel 2 terlihat adanya selisih nilai rata-rata
dengan laboratorium inkuiri terbimbing. penguasaan konsep antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Pada kelas eksperimen rata-rata penguasaan konsep sebesar
86,32, sedangkan kelas kontrol nilai rata-rata penguasaan konsep
sebesar 72,65 Jika ditampilkan dalam bentuk diagram seperti
gambar 1 di bawah ini.
NIlai Rata-Rata
80.00
Data keterampilan proses sains merupakan nilai rata-rata yang 60.00
diperoleh dari hasil observasi selama pembelajaran berlangsung 40.00 Kontrol
yang dilakukan pada kelas XI-IPA 1 dengan penerapan Eksperimen
20.00
laboratorium verifikasi dan kelas XI-IPA 5 dengan laboratorium
inkuiri terbimbing. 0.00
Tabel 4. Deskripsi Data Keterampilan Proses Sains Siswa 2 3 1
Kelas Materi
Parameter eksperimen Kelas kontrol Gambar 3: Diagram Kenaikan Keterampilan Proses Sains Setiap
N 34 34 Materi
X 79,83 70,26
Data keterampilan proses sains yang diperoleh dari hasil
Xmin 64,65 48,48 rata-rata penilaian dengan melakukan observasi selama proses
Xmax 91,92 84,85 pembelajaran berlangsung pada kedua kelas baik kelas
eksperimen (laboratorium inkuiri terbimbing) maupun kelas kontrol
Sd 5,94 8,09
(laboratorium verifikasi) bersifat normal dan homogen. Nilai rata-
rata yang diambil, dengan harapan dapat memberikan gambaran
Pada Tabel 3 terlihat adanya selisih nilai rata-rata keterampilan
semua hasil keterampilan proses sains siswa dari materi pertama
proses sains antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Terlihat
sampai materi ketiga. Begitu pula data penguasaan konsep
pada kelas eksperimen nilai rata-rata kerja ilmiah sebesar 79,83
fisikayang diperoleh dari hasil postes pada kedua kelas bersifat
dan pada kelas kontrol sebesar 70,26. Jika ditampilkan dalam
normal dan homogen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sampel
bentuk diagram seperti gambar 2 di bawah ini.
yang digunakan representatif dan memiliki keterampilan proses
sains siswa yang homogen.
Keterampilan Proses Sains Data keterampilan proses sains pada peneilitian ini setiap
85 pertemuan mengalami kenaikan. Kenaikan keterampilan proses
Nilai Rata-rata
Abstrak: Pemisahan emas menggunakan metode natrium bisulfit merupakan salah satu upaya untuk mengurangi bahaya yang di
timbulkan pada proses penambangan yang mencemari lingkungan. Dalam paper ini dipaparkan hasil penelitian yang bertujuan untuk
memisahkan logam emas dari batuan alam. Sampel yang digunakan pada penelitian ini di ambil dari wilayah penambangan emas
tradisional sumbawa. Pada penelitian ini digunakan metode natrium bisulfit. Proses natrium bisulfit dilakukan dengan cara, Sampel
dilarutan menggunakan air raja kemudian disaring dan hasil saringan diendapkan menggunakan NaHSO 3. Endapan yang dihasilkan
dipanaskan dengan suhu 10000C atau menggunakan las karbit selama 1 sampai 5 menit untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal
atau disesuaikan dengan jumlah sampel yang digunakan. Hasil dari penelitian ini diperolek rendemen sebesar 0,3% dari 10 gram sampel.
Abstract: Separation of gold using sodium bisulfite method is an effort to reduce the harm that caused the mining process that pollutes
the environment. In this paper presented the results of research aimed to separate the gold metal from natural rock. The sample used in
this study was taken from the traditional gold mining areas sumbawa. Pada penelitian ini digunakan metode natrium bisulfit. Proses natrium
bisulfit dilakukan dengan cara, Sampel dilarutan menggunakan air raja kemudian disaring dan hasil saringan diendapkan menggunakan
NaHSO3. The resulting precipitate was heated to a temperature of 1000 0C or using carbide weld for 1 to 5 minutes to get the maximum
results or adjusted by the number of samples used. The results of this study were obtained yield of 0.3% on 10 gram samples.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen
murni dan penelitian ini dilakukan di laboratorium fisika IKIP
mataram. Populasi sampel yang digunakan adalah semua daerah
pertambangan tradisiona yang ada di NTB dan sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah material alam yang berasal di
wilayah penambangan emas tradisional sumbawa.
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Natrium Bisulfit yang digunakan untuk memisahkan material alam
menjadi emas. Alat yang digunakan berupa AAS (Atomic
Absorption Spectropothometer), Magnet, Pournis (Open),
Penggerus Baja, Magnetik Stirrer, Gelas Kimia, Gelas Ukur, HASIL DAN PEMBAHASAN
Corong kimia, Palu dan Neraca Ohaus. Sedangkan bahan yang
digunakan, yaitu (Bebatuan/Tanah) Material Alam, 20 mL HCL Sampel yang sudah melewati tahap peleburan sampai
35%, 20 mL Air Raja (campuran HCl 35% dan HNO3), 10 mL pengendapan dan pemanasan akan dianalisa menggunakan AAS
NaHSO3 1 M, Aquades, Kertas saring dan Pipet tetes (Atomic Absorption Spectropothometer) untuk mengetahui jumlah
Prosedur penelitian ini, yaitu: kandungan emas dalam sampel.
1. Pengambilan bahan material alam di lokasi pertambangan Berdasarkan data hasil AAS (Atomic Absorption
2. Peleburan bahan, digerus dan diayak sampai mencapai ukuran Spectropothometer) sampel tersebut dapat ditentukan jumlah
100 mesh. emas dalam sampel sumbawa terdapat 0,505 mg/L atau sama
3. Menghilangkan kandungan besi menggunakan magnet. dengan 25,154 mg/Kg (ppm)
4. Sampel yang sudah melewati tahap 2 dan 3 ditimbang Tabel 1. Hasil Analisis Sampel
sebanyak 10 geram dan diuji AAS untuk mengetahui Massa Massa Masa Logam
kandungan emas dalam sampel. Sampel
Total Emas Lain
5. Dipanaskan pada suhu 1000C -2000C untuk proses Sampel 10 g 3 mg 9,7 g
pengeringan. Penerapan metode natrium bisulfit dilakukan dengan
6. Sampel di aduk menggunakan magnetik stirrer dengan 20 mL cara merendam serbuk sampel terlebih dahulu dengan HCl
larutan HCl 35% sampai homogen. pekat(32%), larutan tersebut digunakan untuk mempercepat
7. Disaring menggunakan kertas saring (whatman) dengan proses peleburan.
ukuran No 42 diameter 125 mm. waktu yang dibutuhkan untuk mencapai homogen pada
8. Hasil penyaringan ditambah 20 mL air raja (campuran HCl 35% saat diputar menggunakan magnetik stirrer adalah 1 jam dengan
dan HNO3) dengan perbandingan 1:3 mL dan diaduk selama 3 suhu 1000C dengan putaran 2 most atau sekitar 120 putaran
jam lalu disaring kembali. permenit, setelah larutan homogen hasil residu dari penyaringan
9. Ditambahkan 10 mL NaHSO3 1 M dan dibiarkan sampai ditambahkan air raja (campuran HCL 35% + HNO3 dengan
terendap sempurna lalu disaring kembali. perbandingan 3:1) untuk melarutkan emas dalam sampel, agar
10. Endapan dicuci dengan HCl 35% kemudian diuapkan dan proses pelarutan emas dalam residu lebih cepat maka perlu
dicuci ulang dengan aquades lalu diuapkan. dilakukan perendaman selam 30 menit sebelum pengadukan,
11. Diendapkan kemudian dipanaskan pada suhu 5000C -10000C kemudian diaduk kembali menggunakan magnetik stirrer sampai
atau menggunakan las karbit. larutan menjadi homogen.
12. Amati dan analisa hasil pemisahan. Setelah larutan mencapai homogen kemudian disaring
Skema penelitian ini, yaitu: menggunakan kertas saring (whatman) dengan ukuran No 42
diameter 125mm sehingga larutan emas akan melewati kertas
saring sejalan dengan air raja tersebut karena logam emas dapat
larut pada larutan air raja.
Setelah penyaringan dilakukan larutan hasil saringan
tersebut ditambahkan NaHSO3 (Natrium Bisulfit) pada proses
DAFTAR PUSTAKA
Serbuk sampel pada saat di magnet Ahyani,mochammad. 2011. Pengaruh Kegiatan Pertambangan
2 untuk menghilangkan kandungan besi Emas Terhadap Kondisi Kerusakan Tanah Pada Wilayah
Pertambangan Rakyat di Dambana Sulawesi Tenggara.
Tesis. Universitas diponegoro semarang.
Badri, saiful. 2012. Pemisahan Emas dari Limbah Elektronik IC
Proses penyaringan larutan melalui Pengendapan Tembaga (Cu) Secara Elektro Kimia.
3 Skripsi: Universitas Jember.
I Wayan Dasna, Parian, Dwi Mei Susiyadi. 2013. Pemisahan dan
karaktrisasi Emas dari Batuan Alam Dengan Metode
Penambagan natrium bisulfit pada natrium bisulfit. Universitas Negeri Malang.
4 larutan sampel Lestari, trilianti. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Keracunan Merkuri Pada Penambang Emas Tanpa Ijin.
Tesis. Universitas Diponegoro Semarang.
Tim redaksi buku SMU. 2005. Mengenal nsur-unsur kimia.
Hasil endapan setelah penambahan Poliyama widya pustaka: Jakarta.
5 natrium bisulfit Kuswari,Tine Maria dkk. 2007. Sains Kimia 3 SMA/MA Kelas VII.
PT Bumi aksara: Jakarta.
Abstrak : Biologi sebagai salah satu cabang sains merupakan proses dan produk. Proses yang dimaksud di sini adalah proses melalui
kerja ilmiah, sedangkan produk adalah konsep-konsep, azas, prinsip, teori dan hukum. Media laboratorium merupakan mata kuliah yang
sangat berhubungan dengan kegiatan tersebut. Mata kuliah ini berbobot 3 SKS, dengan rincian 2 SKS tatap muka di kelas dan 1 SKS
praktikum. Selama ini, dosen belum pernah melakukan identifikasi semua indicator-indikator keterampilan proses sains yang muncul
selama kegiatan praktikum media laboratorium. Penilaian terhadap laporan, dan keterampilan kerja ilmiah mahasiswa sudah dilakukan,
namun belum dilengkapi dengan instrumen penilaian yang relevan, sehingga keterampilan proses sains yang sudah dimiliki mahasiswa
belum teridentifikasi dengan baik. Oleh karena itu, peneliti sangat tertarik untuk menerapkan metode pembelajaran demonstrasi dalam
membelajarkan mata kuliah media laboratorium. Penelitian ini merupakan jenis penelitian pra-eksperiment, dengan desain penelitian
menggunakan rancangan The One-Shot Case Study. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi pendidikan biologi di
FPMIPA IKIP Mataram, yang memprogramkan mata kuliah media laboratorium pada semester genap TA 2014/2015. Jenis data yang
dikumpulkan adalah data keterampilan proses sains dan respon mahasiswa. Instrumen yang digunakan adalah untuk keterampilan proses
sains lembar observasi dan tes keterampilan proses sains, sedangkan untuk data respon siswa menggunakan angket. Analisis data
menggunakan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian ini dengan menghitung lembar observasi keterampilan proses sains mahasiswa, maka
data yang diperoleh berupa beberapa kategori keterampilan proses sains, diantaranya sebanyak 23 mahasiswa memiliki persentasi
ketercapaian keterampilan proses sains, dengan kategori Sangat baik (15.86 %), sebanyak 39 mahasiswa kategori Baik (26.90%),
sebanyak 72 mahasiswa memiliki kategori Cukup (48.96%), dan sebanyak 12 mahasiswa memiliki kategori kurang (8.27%).
Kata Kunci: Keterampilan Proses Sains, Media Laboratorium, Metode Pembelajaran Demonstrasi.
Hasil penskoran dideskripsikan berdasarkan tabel Tabel 2. Kategori Keterampilan Proses Sains Data Hasil Tes.
berikut: No Kategori Jumlah nilai Keterangan
1 A 80-100 Sangat baik
2 B 65-79 Baik
3 C 50-64 Cukup
ISBN: 978-602-74245-0-0 206
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
4 D 35-49 Kurang sehingga kemampuan keterampilan proses sains
5 E 01-34 Sangat kurang mahasiswa termasuk ke dalam kategori yang berbeda-
(Diadaptasi dari Depdiknas, 2008). beda. Rata-rata kemampuan mahasiswa pada masing-
2. Analisis Data Respon Mahasiswa. masing jenis keterampilan proses sains pada mata kuliah
Data angket respon mahasiswa dalam pembelajaran media laboratorium biologi termasuk ke dalam kategori cukup.
dianalisis dengan menghitung persentase jawaban untuk tiap- Faktor-faktor yang menyebabkan keterampilan
tiap pertanyakan yang diajukan dalam angket respon. Untuk mahasiswa tergolong cukup yaitu: (1) selama perkuliahan
melihat respon dapat menggunakan rumus: mahasiswa kurang berlatih dalam membuat preparat,
A sedangkan dalam pembuatan preparat dibutuhkan skill atau
Persentase respon mahasiswa X 100 % keterampilan (2) penguasaan tentang terminologi atau arti
B kata masih kurang, dilihat pada aspek menggunakan alat dan
Keterangan: bahan, saat melihat hasil pengamatan di bawah mikroskop
A = proporsi peserta didik yang memilih. mahasiswa masih belum mengetahui apa itu revolver dan
B = jumlah peserta didik (responden). bagian mikroskop lainnya, (3) rasio tutor tidak sebanding
dengan jumlah mahasiswa, artinya dengan jumlah mahasiswa
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN yang banyak di dalam kelas, menyebabkan materi yang
A. Hasil disampaikan koordinator asisten tidak efektif, sehingga pada
Telah dilakukan penelitian mengenai keterampilan saat pelaksanaan praktikum antara koordinator asisten
proses sains mahasiswa pada mata kuliah media laboratorium dengan mahasiswa praktikan kurang komunikatif, (4)
melalui metode pembelajaran demonstrasi. Untuk mengetahui kesesuaian waktu yang diberikan dalam pembuatan preparat
keterampilan proses sains mahasiswa, dengan menganalisis tidak di manfaatkan dengan baik, sehingga mahasiswa tidak
lembar observasi keterampilan proses sains mahasiswa, dapat menyelesaikan sampai indikator pelabelan.
sehingga didapatkan data sebagai berikut : Menurut Carrol dan Feltam (2007) dalam Maknun,
Tabel 3. Kategori Keterampilan Proses Sains Mahasiswa. mahasiswa akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika
Jumlah diberi waktu yang lebih lama untuk berlatih mengenai
No Kategori Jumlah Skor Persentase
Mahasiswa keterampilan-keterampilan laboratorium. Akan tetapi, pada
1 A 29 – 36 23 Orang 15.86 % beberapa indikator sudah dapat di laksanakan dengan baik
2 B 25 – 28 39 Orang 26.90 % oleh beberapa mahasiswa, pada aspek melakukan
3 C 18 – 24 71 Orang 48.96 % pengamatan atau observasi, yaitu ketepatan memilih
bagian specimen yang akan dibuat preparat sesuai
4 D 1 – 17 12 Orang 8.27 %
ketentuan karena dalam melakukan pengamatan untuk
Keterangan: memilih bagian akar, batang maupun daun mahasiswa
Kategori A : Sangat baik menggunakan indera penglihatan, dan peraba dengan baik.
Kategori B : Baik
Kategori C : Cukup KESIMPULAN
Kategori D : Kurang Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka
Tabel 3 di atas menunjukkan hasil perhitungan dapat ditarik kesimpulan bahwa dari 145 Mahasiswa yang
akhir dari data yang terkumpul pada lembar observasi menjadi sampel di dalam penelitian ini, memiliki kemampuan dan
keterampilan proses sains mahasiswa pada praktikum media jenis keterampilan proses s a i n s yang berbeda-beda. Untuk
laboratorium. Data tersebut kemudian dianalisis dan kemampuan mahasiswa pada jenis keterampilan proses sains
dikonversi menggunakan skor berdasarkan tabel kategori dalam pembuatan preparat semi permanen praktikum media
keterampilan proses sains (dari depdiknas 2008). Maka data laboratorium memiliki keterampilan dengan kategori sangat baik
yang diperoleh berupa beberapa kategori keterampilan proses sebanyak 23 orang dengan persentasi (15.86 %); kategori baik
sains, diantaranya kategori sangat baik dengan jumlah skor sebanyak 39 orang (26.90 %); kategori cukup 71 orang dengan
29-36 yang diperoleh oleh 23 mahasiswa. Kategori baik persentasi (48.96 %); dan kategori kurang sebanyak 12 orang
dengan jumlah skor 25-28 yang diperoleh oleh 39 mahasiswa. dengan persentasi (8.27%).
Kategori cukup dengan jumlah skor 18-24 yang diperoleh oleh
71 mahasiswa. dan kategori kurang dengan jumlah skor 1-17 DAFTAR PUSTAKA
yang diperoleh oleh 12 mahasiswa. A’yun, Prihandono, dan Wahyuni. 2012. “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Multimedia
B. Pembahasan Audio Visual dalam Pembelajaran Fisika di SMP”. Jurnal
Berdasarkan hasil analisis data penelitian di atas, Ilmu Pendidikan.
dari 145 Mahasiswa yang dijadikan sebagai sampel didalam Depdiknas. 2008. Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif.
penelitian ini. diperoleh data hasil observasi selama Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan
praktikum berlangsung sebagai berikut: sebanyak 23 Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
mahasiswa memiliki Persentasi ketercapaian keterampilan Jakarta: Depdiknas.
proses sains, dengan kategori Sangat baik (15.86 %), _________. 2008. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Dirjen
sebanyak 39 mahasiswa kategori Baik (26.90 %), sebanyak Dikdasmen.
71 mahasiswa memiliki kategori Cukup (48.96 %), dan Efendy. 2011. Aplikasi Pembelajaran IPA dalam Pembelajaran
sebanyak 12 mahasiswa memiliki kategori Kurang (8.27 %). Karakter Siswa. Makalah disajikan pada Seminar Nasional
Dari data di atas dapat dikatakan kemampuan mahasiswa Sains 2011. Surabaya.
pada setiap jenis keterampilan proses berbeda-beda,
ISBN: 978-602-74245-0-0 207
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Ibrahim, M. 2005. Asesmen Berkelanjutan Konsep Dasar Tahapan Setyosari, P. 2013. Metode Penelitian & Pengembangan. Jakarta:
Pengembangan dan Contoh. Surabaya: Unesa University Kencana.
Press. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.
Surabaya: Kharisma Putra Utama.
ABSTRAK: Mencapai hasil belajar matematika yang baik terutama pada level kemampuan berpikir tingkat tinggi memang bukan persoalan
yang mudah. Diperlukan suatu alat penilaian yang tepat yang benar-benar dapat memfasilitasi siswa menaikkan kemampuan matematika
sedikit demi sedikit ke level yang lebih tinggi. Merancang alat penilaian matematika pun juga ternyata diperlukan suatu acuan yang dapat
membantu kita merumuskan secara lebih baik suatu soal matematika. Bloom sudah lama meletakkan teori mengenai evaluasi proses dan
hasil belajar matematika sejak tahun 1956 melalui suatu teori yaitu taksonomi Bloom awal (original taxonomy Bloom). Taksonomi ini
membagi dimensi proses kognitif menjadi enam yaitu (1) ingat (remember), (2) paham (understand), (3) gunakan (apply), (4) analisis
(analyze), (5) sintesis (synthesis), dan (6) evaluasi (evaluate). Kemudian seiiring dengan perkembangan dunia pendidikan yang
membutuhkan jangkauan yang lebih luas lagi, maka dilakukanlah revisi taksonomi Bloom yang terbagi menjadi dua dimensi yaitu dimensi
proses kognitif dan dimensi pengetahuan. Kedua dimensi itu bersama-sama membantu kita memetakan secara terstruktur suatu rumusan
soal matematika. Dimensi proses kognitif diubah dari kata benda menjadi kata kerja serta mengubah aspek pada level ke-5 dan ke-6,
sehingga menjadi (1) mengingat (remember), (2) memahami (understand), (3) menggunakan (apply), (4) menganalisis (analyze), (5)
mengevaluasi (evaluate), dan (6) menciptakan (create), sedangkan dimensi pengetahuan terdiri dari (1) pengetahuan faktual, (2)
pengetahuan konseptual, (3) pengetahuan procedural, dan (4) pengetahuan metakognitif. Semua komponen itu dinyatakan pada suatu
tabel revisi taksnomi Bloom yang membantu kita memetakan kebutuhan belajar siswa.
Kata Kunci : Revisi Taksonomi Bloom, Sistem Persamaan Linier Dua Variabel
The Cognitive
The Knowledege
Process
Dimension
Dimension
Remember Understand Apply Analyze Evaluate Create
Factual
Knowledge
Conceptual
Knowledge
Procedural
Knowledge
Metacognitive
Knowledge
Abstrak: Keanekaragaman adalah jenis atau macam yang menunjukan adanya perbedaan satu dengan yang lain. Insecta merupakan
salah satu mahluk hidup yang paling luas keberadaannya dan penyebarannya.Insecta tanah dapat didefinisikan sebagai hewan yang
menempati tanah sebagai habitatnya. Penelititan ini adalah penelitian deskriptif eksploratif dengan cara mengumpulkan data, menganalisis
dan akhirnya menarik kesimpulan dari objek yang diteliti. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
keanekaragaman insecta tanah di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani.Penangkapan insecta menggunakan bor tanah, kemudian
serangga dalam tanah dipisahkan menggunakan Corrong Barlese Tullgren untuk selanjutnya diiidentifikasi menggunakan Borror
(1992).Hasil penelitian ini adalah ditemukan insectatanah di daerah berkanopi diperoleh sebanyak 113 individu, 5 ordo dan 6 Famili.
sedangkaninsecta tanah yang diperoleh di daerah tidak berkanopi diperoleh sebanyak 31 individu, 3 ordo dan 4 Famili. Setelah dianalisis
indeks keanekaragaman daerah berkanopi tergolong tinggi karena berada pada interval (H’) >3, sedangkan indeks keanekaragaman pada
daerah tidak berkanopi tergolong sedang karena nilai indeks keanekaragamannya berada pada interval 1≤ H’ ≤ 3.Indeks keseragaman
pada daerah berkanopi lebih tinggi dibandingkan dengan pada daerah tidak berkanopi, pada daerah berkanopi nilai indeks
keseragamannya adalah 1,516 sedangkan pada daerah tidak berkanopi indeks keseragamannya 1,188. Sehingga indeks
keseragamaanya tergolong tinggi Karena berada pada interval e ≥ 0,6.
E-mail: iyanmulyana313@yahoo.com
Abstrak: Artikel ini memaparkan hasil penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir divergen dan konvergen siswa
dalam pembelajaran hidrokarbon yang dibelajarkan dengan model STAD berbantuan chemsketch. Penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian eksperimental semu. Subjek peneitian sebanyak 48 siswa yang terbagi dalam kelompok eksperimen 25 siswa dan kelompok
kontrok 23 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir divergen dan konvergen. Data dianalisis secara
statistik inferensial dengan uji multi varian menggunakan bantuan SPSS 16 for windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) siswa
dengan kemampuan awal tinggi mempeoleh skor kemampuan berpikir divergen yang lebih tinggi dari pada siswa dengan kemampuan
awal rendah dalam pembelajaran STAD baik dengan penerapan chemsketch maupun tanpa chemsketch (2) tidak terdapat kemampuan
berpikir divergen antara siswa yang diibelajarkan dengan model STAD berbantuan chemsketch dan tanpa chemsketch (3) kemampuan
berpikir divergen siswa dengan kemampuan awal tinggi lebih baik secara signifikan daripada siswa dengan kemampuan awal rendah baik
dalam pembelajaran hidrokarbon dengan model STAD chemsketch maupun dengan model STAD biasa (4) kemampuan berpikir
konvergen yang dibelajarkan dengan model STAD berbantuan chemsketch lebih baik secara signifikan dari pada siswa siswa yang
dibelajarkan dengan model STAD tanpa chemsketch.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas prediksi Tes Potensi Akademik pada tes seleksi masuk IKIP Mataram,
khususya pada matakuliah yang menuntut kemampuan berpikir tinggi hasil pembelajaran Statistika Deskriptif, dan validitas kongruen hasil
ujian Mid semester dengan Ujian Akhir Semester pada Program Studi Teknologi Pendidikan FIP IKIP Mataram. Konten Tes Potensi
Akdemik yang dijadikan bidang kajian yaitu subtes numerikal dan subtes kemampuan spasial. Instrumen Tes Potensi Akademik masing-
masing subtes 20 item Mid semester terdiri dari 40 item dalam bentuk tes pilihan ganda dengan lima pilihan, sedangkan UAS
menggunakan tes esai. Sampel penelitian ini terdiri dari 50 orang mahasiswa angkatan 2014. Analisis data penelitian statistik korelasi
pada setiap subtes TPA dan dua jenis ujian semester, dengan bantuan program Excel. Hasil análisis data menunjukkan validitas congruen
pada korelasi Ujian Midsemester dengan Ujian Akhir Semester ditemukan r = 0,642 sedangkan validitas predictive pada korelasi subtes
numerikal dengan subtes kemampuan spasial berkorelasi r = 0,002 subtes numerikal dengan MID r = - 0,035. subtes numerikal dengan
UAS r = - 0,180. Kemampuan spasial dengan MID dan UAS berturut-turut r = - 0,134 dan r = - 0,18. Dengan demikian maka disimpulkan
bahwa Tes Potensi Akademik tidak memiliki validitas prediksi, dan tes hasil belajar statististika memiliki validitas kongruen yang cukup
baik.
Kata Kunci: Tes Potensi Akademik, Tes Hasil Belajar, Validitas Prediktif dan Validitas kongruen.
Abstract: This research aimed to determine the validity of prediction of academic potential test on admission test of IKIP (The Institute of
Education) Mataram, particularly in test subjects which require candidates to critically think on Descriptive Statistics, and to determine
congruent validity the result of examination in the middle and the end of semester on Study Program of Educational Technology Faculty
of Educational Science. The content of the test analyzed were numerical and spatial skill subtests. The sample was exactly 50 students
on the third semester. The test's instrument had 40 items, which were divided into 20 items in numerical and spatial skill subtests,
respectively. The item was provided in five-option question in the middle examination, whereas the end-semester examination consisted
of essay-based questions. The analysis of statistical correlation in every subtest and the two examination was done by applicating Microsoft
Excel. The result showed that the congruent validity of middle and end semester correlation was found r=0.642, whereas the predictive
validity in numerical and spatial skill subtest correlation was found r=0.002, the correlation of numerical subtest and the middle examination
was found r= -0.035, the correlation of numerical subtest and the end examination was found r= -0.180, the correlation of spatial skill
subtest and the middle examination and the correlation of spatial skill subtest and the end examination were found r = -0.134 and r= -0.18,
respectively. In conclusion, the academic potential test did not have predictive validity, and the test of Descriptive Statistics was
considerably good in the concurruent validity.
Keyword: The Academic Potential Test, Test Of Descriptive Statistics, Predictive Validity And Concurruent Validity
E-mail: firdauslegacy19@gmail.com
Abstrak: Abad 21 identik dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi (economic growth and development), sehingga abad 21 juga
disebut sebagai abad globalisasi ekonomi. Dalam globalisasi ekonomi tersebut semua warga negara dituntut untuk dapat berkerja secara
efektif, hal ini tidak lain adalah bertujuan untuk mempertahankan kedaulatan ekonomi itu sendiri. Adalah dapat dipahami bahwa untuk
dapat berkerja secara efektif, warga negara dituntut untuk memiliki pengetahuan praktis (practical knowledge). Tujuan dari penulisan
artikel ini adalah untuk menguraikan tentang keterampilan berpikir kritis sebagai salah satu tujuan pendidikan di abad globalisasi, abad 21
ini, karen demikian, maka harapan dari tulisan ini adalah adanya suatu pandangan atau konsepsi bagi kita untuk mengintegrasikan
keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran, atau dengan lain pernyataan adanya pandangan/konsepsi tentang bagaimana kita
membelajarkan keterampilan berpikir kritis kepada siswa, serta bagaimana untuk mengevaluasinya.
M. Abdurrahman Sunni
Pendidikan Fisika-Pascasarjana Universitas Negeri Malang
Email: man.sunni@gmail.com. HP: 08175741958
Abstrak: Pembelajaran fisika diarahkan agar siswa terlibat aktif sehingga dapat menguasai materi pelajaran dengan baik dan dapat
menerapkan pengetahuannya dalam memecahkan masalah. Pembelajaran problem solving merupakan pembelajaran yang menekankan
pada proses penyelesaian masalah secara ilmiah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran problem
solving berbantuan PhET, pembelajaran problem solving, dan pembelajaran konvensional terhadap penguasaan konsep fisika dan
kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen kuasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penguasaan konsep fisika dan kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan pembelajaran problem solving berbantuan
PhET lebih baik dari siswa yang menggunakan pembelajaran problem solving dan pembelajaran konvensional.
Kata Kunci: Problem Solving, Phet, Penguasaan Konsep, Kemampuan Berpikir Kritis.
Abstract: Physics learning is intended to provide students become active so that students can master the concepts well and
apply their knowledge in problem solving. Problem solving learning is a method that emphasize the scientific problem solving
process. The purpose of this study was to determine the influence of problem solving learning assisted by PhET, problem solving
learning, and conventional learning on physics concept acquisition and critical thinking skills of students. This study was a quasi
experiment study. The results of study indicated that physics concept acquisition and critical thinking skills of students used problem
solving learning assisted by PhET is better than problem solving without PhET learning and conventional learning.
Key Words: Problem Solving, Phet, Concept Acquisition, Critical Thinking Skills.
Dalam kehidupan sehari-hari yang erat kaitannya masalah fisika dalam kehidupan sehari-hari kepada siswa untuk
dengan materi listrik dinamis. Ketika siswa diberikan masalah dapat mengetahui letak pemahaman siswa pada suatu materi,
berupa pertanyaan langsung dari guru, tampak semua siswa serta mengetahui letak miskonsepsi pada siswa. Siswa
mencoba menjawab pertanyaan dari guru dengan berbagai macam diupayakan dapat bertanya di setiap proses pembelajaran.
argumen masing-masing. Apersepsi ini dilakukan sesuai dengan Kemampuan bertanya men- dukung kemampuan berpikir siswa.
karakter pelajaran fisika yang me- nyajikan gejala dalam kehidupan Pertanyaan faktual dan memprovokasi pemikiran memiliki efek
sehari-hari (Suhandi dan Wibowo, 2012). positif pada prestasi dan pemikiran siswa (Arends,2012).
Selain itu, pada tahap awal guru meng- komunikasikan Tahap kedua yaitu merencanakan pemecahan
tujuan pembelajaran. Memberitahu siswa tentang apa yang akan masalah. Pada tahap ini, siswa mengumpulkan informasi dari buku
mereka pelajari akan membantu siswa menghubungkan antara dan sumber lainnya terkait masalah yang diberikan oleh guru.
pelajaran tertentu dengan relevansinya dengan kehidupan sehari- Pemberian masalah kontekstual di awal pembelajaran dapat
hari (Osborne, 2009). Pembelajaran dengan PS berbantuan PhET membuat siswa lebih tertarik dalam pembelajaran serta
membantu siswa meng- hubungkan konsep-konsep. Kemampuan mempersiapkan siswa dalam memasuki pem- belajaran inti.
berpikir siswa dalam mengkontruksi apa yang dipelajari lebih Terkait masalah yang diberikan oleh guru, siswa harus
mudah dengan kegiatan eksperimen dibantu media simulasi PhET. menentukan alat dan bahan yang diperlukan dalam kegiatan
Hal ini mendukung ke- mampuan siswa dalam mengingat praktikum untuk me- nyelesaikan masalah di awal pembelajaran.
informasi. Siswa yang terlibat langsung dalam eksperimen riil Tahap berikutnya, yaitu melaksanakan rencana pemecahan
dan virtual di pembelajaran akan lebih mudah untuk mengasah masalah. Pada tahapan ini siswa melakukan kegiatan praktikum
kemampuan berpikir kritis. sesuai dengan masalah yang diberikan guru diawal pembelajaran.
Adanya penyajian gejala fisika dalam kehidup- an Pada tahapan melaksanakan rencana pemecahan masalah ini
sehari-hari pada pembelajaran PS menjadikan PS dapat siswa diminta untuk membuktikan hasil praktikumnya melalui
digunakan sebagai salah satu strategi pembelajaran yang dapat media simulasi PhET sehingga siswa mendapatkan gambaran
digunakan untuk melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Ini alat-alat praktikum yang ideal tentang materi yang di- pelajari. Pada
sesuai dengan pernyataan dari Miri (2007) bahwa penyajian gejala tahap ini, siswa dapat mengembang- kan kemampuan berpikir
fisika dalam kehidupan sehari-hari dalam pem- belajaran akan kritis dan dapat meng- konstruksi apa yang dipelajarinya melalui
melatih kemampuan berpikir kritis. Guru memberikan suatu kegiatan eksperimen baik riil maupun virtual.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat efektivitas program pelatihan kerja bidang administrasi perkantoran bagi calon
tenaga kerja di Balai Latihan Kerja (BLK) Mataram. Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif dengan menggunakan metode deskriptif
kuantitatif. Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
statistik deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek proses pelaksanaan pelatihan dengan indikator peran instruktur pelatihan
mendapat prosentase 82,73%, indikator materi pelatihan 78,76%, indikator metode pelatihan 79,76%, sedangkan aspek hasil mengikuti
pelatihan dengan indikator ranah kognitif mendapat prosentase 84,92%, indikator ranah afektif 81,34%, indikator ranah psikomotor
79,16%, sedangkan aspek ketercapaian tujuan setelah mengikuti pelatihan mendapatkan prosentase 82,03%. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa efektivitas program pelatihan kerja bidang administrasi perkantoran bagi calon tenaga kerja di Balai Latihan Kerja
(BLK) Mataram telah terlaksana dengan efektif.
b. Materi Pelatihan
Skor jawaban responden untuk indikator materi
pelatihan administrasi perkantoran di BLK Mataram,
berdasarkan hasil persepsi warga belajar didapat hasil
rata-rata skor jawaban responden 397 dengan skor 2. Analisis Persepsi Peserta Terhadap Hasil Dari
ideal 504 dengan demikian didapat nilai persentase : Mengikuti Pelatihan
Menganalisis persepsi warga belajar terhadap hasil
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 yang didapat dari mengikuti pelatihan merupakan
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = pengukuran terhadap output yang dihasilkan, dimana
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙
× 100% warga belajar dapat merasakan manfaat dari mengikuti
397 pelatihan yang akan dipergunakan didalam kehidupan
= × 100% sehari-hari. Dalam menganalisis mengenai hasil yang
504
= 78,76 % didapat warga belajar dari mengikuti pelatihan administrasi
perkantoran di BLK Mataram, terdapat tiga indikator yang
Hasil penyebaran kuesioner yang peneliti diujikan yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek
lakukan tentang materi pelatihan administrasi psikomotor. Hasilnya adalah sebagai berikut:
perkantoran di BLK Mataram dapat dilihat dalam tabel a. Aspek Kognitif
berikut ini : Skor jawaban responden untuk indikator ranah
Tabel 3. Jawaban Responden Mengenai Materi kognitif hasi dari warga belajar mengikuti pelatihan
Pelatihan administrasi perkantoran di BLK Mataram, berdasarkan
hasil persepsi warga belajar didapat hasil rata-rata skor
jawaban responden 428 dengan skor ideal 504 dengan
demikian didapat nilai persentase:
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 =
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙
× 100%
428
= × 100%
504
= 84,92 %
c. Metode Pelatihan
Skor jawaban responden untuk indikator metode Hal tersebut ditegaskan juga dari jawaban
pelatihan administrasi perkantoran di BLK Mataram, responden terhadap tiga pernyataan yang peneliti
berdasarkan hasil persepsi warga belajar didapat hasil ajukan, dimana mayoritas responden menjawab sangat
rata-rata skor jawaban responden 402 dengan skor setuju dan setuju dengan hasil pelatihan pada ranah
ideal 504 dengan demikian didapat nilai persentase : kognitif yang dirasakan seperti pengetahuan terhadap
tugas dan pekerjaan kantor yang meningkat. Hasil
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 penyebaran kuesioner yang peneliti lakukan tentang
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = hasil pelatihan yang dirasakan warga belajar pada
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙
× 100% aspek kognitif dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
402 Tabel 5. Hasil pelatihan yang dirasakan warga belajar
= × 100% pada aspek kognitif
504
= 79,76 %
E-mail: ramandhap@yahoo.com
Abstrak: Artikel ini memaparkan hasil penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah
siswa, pada materi asam dan basa yang dibelajarkan dengan Context-Rich Problems (CRP) berbasis multimedia. Penelitian ini
menggunakan rancangan penelitian eksperimental semu. Subjek penelitian ini berjumlah 142 siswa yang terbagi kedalam 3 kelas,
Eksperimen 1, Eksperimen 2 dan Kontrol. Untuk menjawab tujuan penelitian nomor satu sampai dua secara berturut-turut. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) lembar observasi keterampilan proses sains; (2) lembar observasi sikap ilmiah;. Data dianalisis secara
statistik dengan menggunakan SPSS 22 for windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1 )penggunaan Context-Rich Problems (CRP)
berbasis multimedia interaktif dalam pembelajaran kimia dengan pendekatan sintifik membuat keterampilan proses sains (KPS) siswa
lebih baik dari pada penggunaan Context-Rich Problems (CRP) tanpa multimedia interaktif dan penerapan pembelajaran saintifik tanpa
Context-Rich Problems (CRP); (2) Penggunaan Context-Rich Problems (CRP) berbasis multimedia interaktif dalam pembelajaran kimia
dengan pendekatan sintifik membuat sikap ilmiah siswa lebih baik dari pada penggunaan Context-Rich Problems (CRP) tanpa multimedia
interaktif dan penerapan pembelajaran saintifik tanpa Context-Rich Problems (CRP).
Kata Kunci: Sikap Ilmiah, Proses Sains, Context-Rich Problems, Sikap Ilmiah, Multimedia Interaktif.
Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Perbedaan Keterampilan Proses Sains siswa kelas Eksperimen 1 dan Kontrol
Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji Perbedaan Keterampilan Proses Sains siswa kelas Eksperimen 2 dan Kontrol
Rerata Kelas
Sig. α Alat
Variabel Pendekatan F
CRP (p) = 0.05. analisis
Saintifik
K. KPS Kegiatan 1 82,70 70,07 5,672 0,000 Uji t
L. KPS Kegiatan 2 81,33 72,02 4,126 0,000 (SPSS
M. KPS Kegiatan 3 87,62 75,13 5,390 0,000 15 for
N. KPS Kegiatan 4 91,24 70,60 1,225 0,000 Windows)
O. KPS Total 85,71 71,95 0,214 0,000
Signifikansi perbedaan diuji dengan uji t sampel bebas. Eksperimen 1 dan Eksperimen 2, padahal kedua kelas tersebut
Uji t dilakukan melalui uji prasyarat yang terdiri dari uji normalitas dibelajarkan dengan Context-Rich Problems (CRP). Perbedaan ini
dengan metode Kolmogorov- Smirnov dan uji homogenitas dengan disebabkan karena, pada kelas eksperimen 1 soal-soal Context-
metode uji F. Rich Problems (CRP), di multimediakan, dan soal-soal soal
Context-Rich Problems (CRP), di multimediakan ini ada pilihan-
Keterampilan proses sains pilihan jawaban, yang mempermudah siswa dalam menjawab dan
Sebagaimana tersaji pada Tabel 3, rata-rata memvisualisasikan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan,
keterampilan proses sains siswa di kelas Eksperimen 1 lebih tinggi sehingga siswa bisa memilih, komposisi bahan, alat, tujuan, dan
daripada siswa di kelas eksperimen 2 dan dikelas kontrol. Hasil uji apa yang harus dilakukan sesuai dengan kegiatan apa yang akan
t sampel bebas menunjukkan bahwa signifikansi perbedaan dilakukan. Dengan begitu muncul kesadaran dari diri siswa,
keterampilan proses sains antara siswa yang dibelajarkan dengan bagaimana siswa itu, mengolah data, memproses data, dan
context-rich problems berbasis multimedia interaktif, tanpa menginvestigasinya. Sehingga keterampilan proses sains siswa
multimedia interaktif dan dengan pendekatan saintifik mulai dari yang dibelajarkan dengan Context-Rich Problems (CRP), berbasis
kegiatan satu hingga kegiatan 4 secara berturut-turut nilai multimedia interaktif ini terbukti membuat keterampilan proses
signifikansinya lebih kecil daripada nilai alpha (α = 0,05) sehingga sains siswa lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternative (Ha) diterima. dibelajarkan dengan Context-Rich Problems (CRP) tanpa
Kesimpulannya bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada multimedia interaktif maupun yang tanpa Context-Rich Problems
keterampilan proses sains antara siswa yang dibelajarkan dengan (CRP)/ pembelajaran saintifik.
context-rich problems berbasis multimedia interaktif, siswa yang Berbeda dengan kelas kontrol yang tanpa di berikan
dibelajarkan dengan context-rich problems tanpa multimedia perlakuan terlihat jelas, siswa tidak siap dalam mengikuti kegiatan
interaktif, dan siswa Hal ini berarti multimedia interaktif pembelajaran, siswa yang tanpa diberikan perlakuan ini tidak
berpengaruh untuk menstimulasi keterampilan proses sains siswa, mampu memvisualisasikan, dan memecahkan masalah pada saat
perbedaan secara nyata dapat terlihat saat proses kegiatan kegiatan pembelajaran terutama pada saat kegiatan praktikum,
praktikum berlangsung, dimana siswa yang dibelajarkan dengan siswa tidak mengetahui komposisi bahan yang digunakan, tidak
context-rich problems berbasis multimedia interaktif lebih siap mengetahui apa yang harus diamati, dan bahan apa yang
dalam kegiatan pembelajaran. Para siswa yang dibelajarkan digunakan. Ini yang membuat keterampilan proses sains kelas
dengan context-rich problems berbasis multimedia interaktif. kontrol lebih rendah dibandingkan dengan kelas eksperimen 1 dan
Menurut pengamatan peneliti, Siswa yang dibelajarkan eksperimen 2.
dengan dengan Context-Rich Problems (CRP) siswa lebih siap
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran terutama kegiatan Perbedaan sikap ilmiah antara siswa di kelas eksperimen 1,
praktikum, karena dengan Context-Rich Problems (CRP) siswa eksperimen 2 dan kontrol
tahu dan paham apa yang akan dilakukan, siswa dapat Ringkasan data sikap ilmiah siswa pada setiap setiap
memvisualisasikan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan kegiatan pembelajaran yang dibelajarkan dengan Context-Rich
dan dapat memecahkan masalah dengan baik. Namun, Problems (CRP) berbasis multimedia interaktif, tanpa multimedia
berdasarkan data yang tersaji pada tabel diatas terlihat bahwa ada interaktif maupun dengan pendekatan saintifik disajikan pada Tabel
perbedaan keterampilan proses sains siswa antara kelas berikut :
Tabel 5. Ringkasan Hasil Uji Perbedaan Sikap Ilmiah siswa kelas Eksperimen 1 dan Kontrol
ISBN: 978-602-74245-0-0 243
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Rerata Kelas
CRP Sig. α Alat
Variabel Pendekatan F
+ Multimedia (p) = 0.05. analisis
Saintifik
interaktif
P. KPS Kegiatan 1 84,24 67,17 0,282 0,000 Uji t
Q. KPS Kegiatan 2 81,57 60,69 1,630 0,000 (SPSS
R. KPS Kegiatan 3 83,92 65,31 0,468 0,000 15 for
S. KPS Kegiatan 4 86,06 71,20 1,677 0,000 Windows)
T. KPS Total 83,96 66,09 0,441 0,000
Tabel 6. Ringkasan Hasil Uji Perbedaan Sikap Ilmiah siswa kelas Eksperimen 1 dan Eksperimen 2
Rerata Kelas
CRP Sig. α Alat
Variabel F
+ Multimedia CRP (p) = 0.05. analisis
interaktif
U. KPS Kegiatan 1 84,24 74,46 1,994 0,000 Uji t
V. KPS Kegiatan 2 81,57 78,87 0,106 0,052 (SPSS
W. KPS Kegiatan 3 83,92 76,82 4,878 0,000 15 for
X. KPS Kegiatan 4 86,06 70,54 11,048 0,000 Windows)
Y. KPS Total 83,96 75,17 0,700 0,000
Tabel 7. Ringkasan Hasil Uji Perbedaan Keterampilan Proses Sains siswa kelas Eksperimen 1 dan Kontrol
Rerata Kelas Alat
Sig. α
Variabel Pendekatan F analisis
CRP (p) = 0.05.
Saintifik
Z. KPS Kegiatan 1 74,46 67,17 5,002 0,000 Uji t
AA. KPS Kegiatan 2 78,87 60,69 0,991 0,000 (SPSS
BB. KPS Kegiatan 3 76,82 65,31 2,432 0,000 15 for
CC. KPS Kegiatan 4 70,54 71,20 1,746 0,682 Windows)
DD. KPS Total 75,17 66,09 2,173 0,000
Sebagaimana tersaji pada Tabel 5, rata-rata sikap ilmiah ekperimen 2, memiliki keseragaman nilai kemunculan atau
siswa di kelas Eksperimen 1 lebih tinggi daripada siswa dikelas keterlaksanaan aspek sikap ilmiah, karena keseragaman nilai ini
kontrol. Hasil uji t sampel bebas menunjukkan bahwa signifikansi disinyalir yang menimbulkan tidak adanya perbedaan signifikan
perbedaan sikap ilmiah antara siswa yang dibelajarkan dengan antara siswa kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2. Keseragaman
context-rich problems berbasis multimedia interaktif, dan dengan nilai terjadi karena kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2
pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik mulai dari sama-sama dibelajarkan dengan menggunakan context-rich
kegiatan satu hingga kegiatan 4 secara berturut-turut nilai problems, dengan context-rich problems ini siswa lebih mudah
signifikansinya lebih kecil daripada nilai alpha (α = 0,05) sehingga dalam melaksanakan pembelajaran dan bisa memvisualisasikan
hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternative (Ha) diterima. pembelajaran yang akan dilaksanakan, sehingga aspek-yang
Kesimpulannya terdapat perbedaan signifikan sikap ilmiah siswa diinginkan agar terjadi perbedaan tidak dapat dibedakkan dengan
yang dibelajarkan dengan menggunakan context-rich problems baik. Secara rata-rata dari kegiatan 1 hingga kegiatan 4 terlihat
berbasis, multimedia interaktif dengan siswa yang dibelajarkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan sikap ilmiah siswa
dengan menggunakan pendekatan saintifik. Hal ini disebabkan antara siswa yang dibelajarkan dengan context-rich problems
karena, siswa yang dibelajarkan dengan context-rich problems berbasis multimedia interaktif dengan siswa yang dibelajarkan
berbasis multimedia interaktif, lebih siap dalam melaksanakan dengan context-rich problems tanpa multimedia interaktif.
kegiatan pembelajaran, tahu apa yang akan dilakukan dalam Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 7. diatas
kegiatan pembelajaran tersebut dan dapat memvisualisasikan nilai signifikansi siswa kelas eksperimen 2 dan kotrol pada kegiatan
kegiatan pembelajaran yang dilakukan. 4 lebih besar dibandingkan dengan nilai alpha (α = 0,05), hal ini
Sebagaimana tersaji pada tabel, rata-rata sikap ilmiah berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang
siswa di kelas eksperimen 1 lebih tinggi daripada siswa dikelas dibelajarkan dengan context-rich problems dan dengan siswa yang
eksperimen 2. Hasil uji t sampel bebas menunjukkan bahwa nilai dibelajarkan dengan pendekatan Sintifik. Tidak adanya perbedaan
signifikansinya lebih kecil daripada nilai alpha (α = 0,05), namun disebabkan karena, menurut pengamatan peneliti, adanya
pada kegiatan 2 nilai signifikansinya lebih besar daripada nilai keseragaman data sikap ilmiah antara siswa yang dibelajarkan
alpha, hal ini berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan sikap dengan context-rich problems maupun tanpa context-rich
ilmiah siswa baik dikelas kontrol maupun dikelas eksperimen 2, problems, dari kegiatan 1 hingga kegiatan 4, kegiatan 4 inilah yang
untuk kegiatan pembelajaran yang ke-2 Menurut pengamatan cukup rumit pembelajarannya, karena siswa di kedua kelas
peneliti, pada kegiatan 2, siswa kelas ekperimen 1 dan kelas tersebut tidak tahu apa yang harus dilakukan, tidak tahu tahapan-
ISBN: 978-602-74245-0-0 244
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
tahapan atau langkah kegiatan selanjutnya dari kegiatan Ibnu, S. 2009. Kaidah Dasar Pembelajaran Sains. Makalah
pembelajaran yang akan dilakukan, berbeda dengan siswa yang disajikan dalam kuliah Landasan Pendidikan dan
dibelajarkan dengan context-rich problems berbasis multimedia Pembelajaran IPA, PPS Universitas Negeri Malang, PSSJ
interaktif, mereka bisa memvisualisasikan kegiatan pembelajaran Pendidikan IPA (RSBI), Malang, 18 Mei.
yang dilakukan, dan tahu apa yang harus dilakukan, karena soal- Khery, Y., 2010. Context-Rich Problems dan Pengantar Bilingual
soal context-rich problems yang dimultimediakan, terdapat untuk Pengembangan Bahan Ajar Materi Kimia Larutan,
alternative-alternative pilihan jawaban, yang memudahkan mereka Prosiding Seminar Nasional Lesson Study 3 Peran Lesson
untuk memilih dan mengetahui tahapan-tahapan selanjutnya dari Study dalam Meningkatkan Profesionalitas Pendidik dan
kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan, adanya keseragaman Kualitas Pembelajarn Fmipa Universitas Negeri Malang, 9
angka terjadi pada indicator sikap ilmiah mengenai, menyimpulkan Oktober 2010 24, Hal. 24-39
kegiatan pembelajaran yang dilakukan, hal ini disebabkan Khery, Y., 2013. Kesadaran Metakognitif, Proses Sains, dan Hasil
kebingungan siswa pada saat kegiatan pembelajaran terjadi, yang Belajar Kimia Mahasiswa Divergen dan Konvergen dalam
tidak mengetahui langkah-langkah yang akan dilakukan PBL. Jurnal Pendidikan Sains.
selanjutnya setelah satu langkah pada satu kegiatan pembelajaran Kurniawan, A. 2011. SPSS Serba-serbi Analisis Statistika dengan
itu selesai. Namun secara keseluruhan setelah data sikap ilmiah Cepat dan Mudah. Indonesia: Jasakom.
dirata-ratakan dan di analisis dengan uji t terlihat bahwa nilai Mölle, M., Marshall, L., Wolf, B., Fehm, H.L., & Born, J. 1999. EEG
signifikansinya lebih kecil dibandingkan dengan nilai alpha (α = Complexity And Performance Measures of Creative
0,05), ) sehingga hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternative Thinking. Psychophysiology, (36): 95–104.
(Ha) diterima. Kesimpulannya terdapat perbedaan signifikan sikap Muzani, J.S. 2011. Pengembangan Bahan Ajar Mata Kuliah Inovasi
ilmiah antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan Pendidikan dengan Model EDDIE. Tesis tidak diterbitkan.
context-rich problems(CRP) dengan siswa yang dibelajarkan tanpa Malang: Program Pascasarjana Program Studi Teknologi
context-rich problems (CRP) Pembelajaran Universitas Negeri Malang.
Odubunmi, O., & Balogun, T.A. 1991. The effect of laboratory and
SIMPULAN lecture teaching methods on cognitive achievement in
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka integrated science. Editor Ronald G. Good. Journal of
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. Research in Science Teaching, 28(3):213 - 224.
1. Penggunaan Context-Rich Problems (CRP) berbasis Partanto, P. A. & Al Barry, M. D. 1994. Kamus Ilmiah Populer.
multimedia interaktif dalam pembelajaran kimia dengan Surabaya: Penerbit Arloka Surabaya.
pendekatan sintifik membuat keterampilan proses sains (KPS) Pavelich, M.J. 1982. Using General Chemistry to Promote the
siswa lebih baik dari pada penggunaan Context-Rich Problems Higher Level Thinking Abilities. Journal of Chemical
(CRP) tanpa multimedia interaktif dan penerapan pembelajaran Education, 59(9): 721-724.
saintifik tanpa Context-Rich Problems (CRP). Sardinah, dkk. (2012). Relevansi Sikap Ilmiah Siswa Dengan
2. Penggunaan Context-Rich Problems (CRP) berbasis Konsep Hakikat Sains Dalam Pelaksanaan Percobaan
multimedia interaktif dalam pembelajaran kimia dengan Pada Pembelajaran Ipa Di Sdn Kota Banda Aceh.
pendekatan sintifik membuat sikap ilmiah siswa lebih baik dari Universitas Serambi Mekah : Jurnal Pendidikan.
pada penggunaan Context-Rich Problems (CRP) tanpa Senocak, E., Taskesenligil, Y., & Sozbilir, M. 2007. A Study on
multimedia interaktif dan penerapan pembelajaran saintifik Teaching Gases to Prospective Primary Science Teachers
tanpa Context-Rich Problems (CRP). Through Problem-Based Learning. Research in Science
Education, (37): 279–290.
DAFTAR RUJUKAN Stanley, C. 1995. Differences in Divergent Thinking as a Function
Azwar, S. 2010. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: of Handedness and Sex. The American Journal of
Pustaka Pelajar. Psychology, Vol. 108, Iss. 3, hlm. 311.
De Bono, E. 1970. Berpikir Lateral. Terjemahan oleh Sutoyo. 1991. Suardana, I.N. 2006. Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis
Jakarta: Penerbit Erlangga. Masalah Dengan Pendekatan Kooperatif Berbantuan
Effendy. 1985. Pengaruh Pengajaran Ilmu Kimia dengan Cara Modul Untuk Meningkatkan Kualitas Proses Dan Hasil
Inkuairi Terbimbing dan dengan Cara Verifikasi terhadap Belajar Mahasiswa Pada Perkuliahan Kimia Fisika I. Jurnal
Perkembangan Intelek dan Prestasi Belajar Mahasiswa Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, (4):
IKIP Jurusan Pendidikan Kimia Tahun Pertama. Tesis tidak 239-256.
diterbitkan. Jakarta: Fakultas Pascasarjana Institut Subali, B. 2009. Pengembangan Tes Pengukur Keterampilan
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta. Proses Sains Pola Divergen Mata Pelajaran Biologi SMA.
Enghag, Margareta., 2004. Context-Rich Problems in Physics for Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Biologi,
Upper Secondary School. Science Education Internasional. Lingkungan dan Pembelajarannya, Jurdik Biologi, FMIPA,
Vol.16, No.4, December 2004 ,pp. 293-302. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 4 Juli, hlm.
Hamdan, A. 2015. Analisis keterampilan proses sains siswa kelas 581-593.
XI pada pembelajaran titrasi asam basa menggunakan Sugiyono. 2015. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
metode problem solving. Skripsi. UIN Syarif Hydayatullah. Susiwi, Hinduan, A.A., Liliasari, & Ahmad, S. 2009. Analisis
Jakarta. Keterampilan Proses Sains Siswa SMA pada “Model
Herron, J.D. 1996. The Chemistry Classroom. Washington DC: Pembelajaran Praktikum D-E-H”. Jurnal Pengajaran MIPA,
American Chemical Society. 14(2): 87-104.
M. Fuadunnazmi
Dosen Program Studi Pendidikan Fisika, FPMIPA IKIP Mataram
E-mail : mr_fu_0001@yahoo.com
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berfikir saintifik atau berfikir ilmiah bagi mahasiswa IKIP
Mataram, khususnya pada Jurusan Pendidikan Fisika. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pengembangan. Objek dari penelitian
adalah efek penambahan alat ukur amperemeter dan voltmeter terhadap hasil pengukuran arus dan tegangan pada rangkaian listrik. Hasil
penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: (1) pemasangan alat ukur listrik berupa amperemeter secara seri dengan hambatan
yang akan diukur tegangannya berdampak pada akurasi hasil pengukuran tegangan pada voltmeter, sehingga untuk meminimalisir
kesalahan pembacaan alat ukur, maka harus diupayakan nilai tahanan dalam amperemeter sekecil mungkin, idealnya nol ohm; (2)
pemasangan alat ukur listrik berupa voltmeter secara paralel dengan hambatan yang akan diukur arusnya berdampak pada akurasi hasil
pengukuran arus pada amperemeter, sehingga untuk meminimalisir kesalahan pembacaan alat ukur, maka harus diupayakan nilai
tahanan dalam voltmeter setinggi mungkin, idealnya tidak berhingga ohm; dan (3) pemasangan alat ukur listrik pada saat pengukuran
besaran listrik memiliki efek pembebanan (loading effect) yang dapat mempengaruhi akurasi hasil pengukuran nilai besaran listrik.
Selanjutnya, format LKS yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi model pengembangan LKS Scientific tidak hanya pada mata kuliah
Pengukuran Besaran Listrik namun juga pada mata kuliah lain dan untuk jurusan lain diluar Pendidikan Fisika.
Abstrak: Kemampuan memberdayakan pikiran sangat dibutuhkan untuk menghadapi era global. Media yang paling tepat untuk
menumbuhkan hal tersebut adalah proses pembelajaran di sekolah, sehingga pengembangan model inkuiri menjadi media yang tepat
untuk menjawab hal tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan model pembelajaran inkuiri yang dapat membentuk habits
of mind siswa. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan langkah-langkahnya meliputi; observasi potensi masalah, desain
produk, validasi desain, uji coba skala terbatas, revisi desain produk, uji coba skala luas, revisi produk. Hasil uji terbatas menunjukkan
respon siswa sangat baik, n-gain habits of mind dan hasil tes siswa dengan kategori sedang, sehingga dapat dikatakan berhasil karena
nilai n-gain >0,31. Hasil penelitian pada uji implementasi menunjukkan respon siswa dan guru sangat baik. Hasil n-gain tes 0,73 dengan
kategori tinggi dan habits of mind siswa adalah 0,62 dengan kategori sedang. Hasil observasi siswa habits of mind siswa menunjukkan
peningkatan dari pertemuan pertama hingga pertemuan terakhir. Korelasi antara habits of mind dan hasil belajar siswa sebesar 0,64
dengan kategori kuat. Sintak pembelajaran inkuiri yang dikembangkan spesifik mengarah pada pembentukan habits of mind siswa, valid
secara empiris dan berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.
Abstract: The ability to empower the mind is absolutely needed to face the global era. The most appropriate media to grow it is a learning
process at schools, so that the development of inquiry model is a good way for answering it. This study is aimed to generate inquiry
learning model that can form the students’ habits of mind. This research used R and D procedure, included: observation of potential
problems, product design, and validation of the design, a limited scale trial and revision of product design, large-scale trial and product
revision. The results of limited trial showed that the students gave the positive response, in case of n-gain habits and the test results were
in the medium category, thus it can be said that those results were above the n-value gain set at> 0.31. The implementation test showed
that, both the teacher and students positively responded it. The N-gain test results were 0.73 (high category) and the students’ habits of
mind were 0.62 (medium category). The results of observations on the students’ habits of mind increased from the first until the last
meeting. The correlation between the students’ habits of mind and learning outcomes were 0.64 (strong category). The specific developed
syntax inquiry learning led to the formation of students’ habits of mind, was empirically valid and positively affected toward the students’
learning outcomes
E-mail: zackyborju@gmail.com
Abstrak: Problem posing merupakan konten yang penting dalam kurikulum matematika. hal ini dikarenakan, jantungnya bermatematika
adalah mengajukan masalah dan menyelesaikannya. Pentingnya konten problem posing, dimuat dalam kurikulum matematika di semua
jenjang sekolah, baik sebagai perangkat pembelajaran (kegiatan belajar yang akan menghasilkan pemahaman konsep dan prosedur yang
mendalam) maupun sebagai objek pembelajaran (kemahiran mengidentifikasi dan memformulasikan masalah dari situasi matematis yang
tidak terstruktur). Pengembangan kemampuan MPP antara lain dengan memberikan tugas latihan matematika yang baik selama
pembelajaran. Sedangkan untuk mengukur kemampuan problem posing yakni dengan menggunakan rubrik penskoran yang terdiri empat
komponen antara lain: pemahaman konsep, solusi masalah, dimensi kreatif dan solusi masalah partner.
Kata Kunci: Kemampuan Mathematical Problem Posing, Tugas Latihan Matematika, Rubrik Penskoran.
SIMPULAN
Pengembangan kemampuan MPP antara lain dengan
memberikan tugas latihan matematika yang baik selama
pembelajaran. Sedangkan untuk mengukur kemampuan problem
posing yakni dengan menggunakan rubrik penskoran yang terdiri
empat komponen antara lain: pemahaman konsep, solusi masalah,
kekreatifan masalah dan solusi masalah partner.
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 2. Analisis terhadap kualitas bentuk masalah yang Bonotto, C. (2013). Artifacts as sources for problem-posing
disajikan guru/siswa. activities. Educational Studies in Mathematics (2013)
83:37-55. DOI 10.1007/s10649-012-9441-7.
Selanjutnya MPP yang rasional (memiliki solusi) dan Chang, K-E, Wu, L-J, Weng, S-E, Sung, Y-T. (2012). Embedding
dilengkapi dengan informasi yang cukup dianalisis kedalaman Game-Based Problem-Solving Phase into Problem-Posing
atau tingkat berfikir yang termuat dalam MPP yang System for Mathematics Learning. Coputers & Educational
bersangkutan memiliki kekompleksan yang memadai dengan 58 (2012) 775-786. Journal homepage:
tingkat berfikir siswa. Bila MPP hanya memuat tugas terlalu www.elsevier.com/locate/compedu. Published online: 8
sederhana untuk siswa tingkat kelas tertentu maka MPP November 2012.
tersebut dieliminasi dalam analisis selanjutnya. Kemudian MPP Ellerton, N. F. (2013). Engaging pre-service middle-school teacher
yang telah memenuhi kelayakan (berbentuk pertanyaan atau education students in mathematical problem posing:
masalah matematika yang memiliki solusi, dan kekompleksan development of an active learning framework. Educational
memadai) dinalisis berdasarkan dimensi berfikir kreatif. Studies in Mathematics (2013) 83: 87-101. DOI
Analisis kualitas MPP yang lain ditawarkan oleh 10.1007/s10649-012-9449-z.
Chang, Wu, Weng dan Sung (2012). Chang dkk (2012) NCTM. (2000). Defining Problem Solving. [Online]. Tersedia:
melakukan studi dengan desain pretest-postest dengan http://www.learner.org/channel/courses/teachingmath/grad
memberikan kegiatan problem posing berbantuan ICT untuk esk2/session03/section03 a.html. [Diakses 12 Januari
menilai kemampuan MPS dan MPP siswa kelas 5 dan 6 SD. 2015].
Instrumen untuk mengukur MPP disusun dalam bentuk tugas Rosli, R., Goldsby, D., Capraro, M.M. (2013). Assesing Students’
menyusun soal matematika yaiut: 5 MPP bebas dan 5 MPP Mathematical Problem-Solving and Problem-Posing Skills.
semi-struktural. Selanjutnya, MPP yang disusun siswa Asian Social Science; Vol. 9, No. 16; 2013.
dianalisis berdasarkan dimensi kreatif yaitu: ketepatan, Shriki, A. (2013). A Model for Assesing the Development of
keluwesan, elaborasi, dan keaslian dengan kriteria seperti Students Creativity in the Context of Problem Posing.
tercatum pada Tabel 1. Creative Education, Vol. 4, No. 7, 430-439, 2013.
Tabel 1. Kriteria pemberian skor dimensi kreatif suatu MPP Silver, E. A. (1994). On Mathematical Problem Posing. For the
berdasarkan studi Chang dkk (2013) Learning Mathematics. 14(1), 19-28.
Singer, F. M., Ellerton, N., Cai, J. (2013). Problem Posing Research
in Mathematics Education: New Question and Direction.
Educational Studies in Mathematics (2013) 83:1-7. DOI
10.1007/s10649-013-9478-2.
Singer, F. M., Ellerton, N., Cai, J. (2013). Problem Posing Research
in Mathematics Education: New Question and Direction.
Educational Studies in Mathematics (2013) 83:1-7. DOI
10.1007/s10649-013-9478-2.
Singer, F.M and Voica, C. (2013). A Problem-Solving conceptual
framework and its implication in designing problem-posing
tasks. Educational Studies in Mathematics. (2013). 83: 9-
26. DOI 10.1007/s10649-012-9422-x.
Van Harpen, X. Y., Presmeg, N. C. (2013). An Investigation of
Relationships Between Students’ Mathematical Problem
ISBN: 978-602-74245-0-0 255
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Posing Abilities and Their Mathematical Conten
Knowledge. Educational Studiesin Mathematics. (2013)
83:117-132. DOI. 10.1007/s10649-012-9456-0.
Abstrak: Salah satu tugas penting dosen Matematika adalah melakukan proses diagnosis terhadap kesulitan yang dialami mahasiswa.
Dengan diagnosis yang tepat dosen dapat mengetahui letak kesulitan mahasiswa dalam memahami konsep/materi. Setelah mengetahui
kesulitan yang dialami mahasiswa selanjutnya dosen dapat memberikan scaffolding untuk membantu mahasiswa dalam menyelesaikan
kesulitan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesulitan mahasiswa dalam memahami konsep barisan dan deret
geometri serta memberikan scaffolding untuk mengatasi permasalahan tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Prosedur
penelitian ini akan dilaksanakan sebagai berikut: (1) Melakukan tes diagnosis untuk mendiagnosis letak kesulitan; (2) Memberikan
scaffolding untuk membantu menyelesaikan masalah; (3) Melakukan wawancara dengan dengan beberapa subjek untuk mengklarifikasi
letak kesulitan yang diperoleh pada tes diagnosis dan mencari kesulitan lain yang tidak terungkap; (4) Melakukan tes akhir. Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa kesulitan yang dialami oleh mahasiswa dalam mempelajari barisan dan deret
geometri antara lain: (1) mahasiswa kesulitan dalam membuktikan rumus suku ke n dan rumus jumlah n suku pertama dari barisan
geometri. (2)Mahasiswa masih kesulitan dalam membuat model matematika dari permasalahan-permasalahan yang ada dalam
kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, Scaffolding yang efektif diberikan kepada mahasiswa yang mengalami kesulitan adalah dengan
membuatkan lembar kerja mahasiswa berbasis inquiry discovery learning
Keterangan:
Soal yang dapat dijawab dengan benar
Soal yang dijawab dengan salah
Soal yang tidak dijawab sama sekali
Bedasar data di atas terlihat maka dapat diperoleh mahasiswa. Banyak yang tidak menjawab. Dan 2 orang
informasi bahwa: menjawab dengan salah. Kesalahan ini muncul karena
1. Semua mahasiswa dapat menjawab soal nomor satu mahasiswa tidak urut dalam menyebutkan apa yang
dengan baik dan benar. Artinya, semua mahasiswa dapat diketahui dari soal. Sehingga salah dalam membuat
mendefinisikan barisan dan deret geometri dengan baik rumus suku ke-n dan jumlah n suku pertama.
dan benar. Dengan demikian, semua mahasiswa sudah 3. Soal nomor dua adalah mendiagnosa kesulitan
memahami definisi barisan dan deret geometrid an tidak mahasiswa dalam menghitung nilai suatu suku dari
memiliki kesulitan apapun barisan geometri. Dari data tersebut diketahui bahwa
2. Soal nomor dua adalah mendiagnosa kesulitan 63% mahasiswa dapat menjawab. Dengan
mahasiswa dalam membuat model rumus suku ke-n dan memperhatikan lembar jawaban mahasiswa diperoleh
jumlah n suku pertama barisan dan deret geometri. Dari informasi bahwa 6 orang mahasiswa menjawab dengan
data tersebut diketahui bahwa 36% mahasiswa dapat rumus suku ke-n. dan 5 orang menjawab dengan
membuat model rumus suku ke-n dan jumlah n suku menghitung secara manual. Akibatnya. Mahasiswa yang
pertama barisan dan deret geometri. Artinya masih menjawab manual karena mereka tidak dapat
banyak (64%) mahasiswa yang mengalami kesulitan menemukan rumus suku ke-n pada soal nomor dua.
dalam membuat rumus suku ke-n dan jumlah n suku Uniknya, 1 orang yang lainnya yang menjawab dengan
pertama. Dengan memperhatikan lembar jawaban benar, menggunakan rumus, tapi tidak menjawab soal
ISBN: 978-602-74245-0-0 259
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
nomor 2. Hal ini disebabkan dia hanya menghafal rumus, Dalam mendefinisikan barisan geometri, mahasiswa
tapi tidak memahami dengan baik. 7 orang lainnya mendefinisikannya sebagai berikut.
menjawab soal, akan tetapi hasilnya salah. Mereka
menyelesaikan soal dengan cara manual, tapi salah
dalam menentukan apa yang diketahui dari soal.
4. Soal nomor empat adalah mendiagnosa kesulitan
mahasiswa dalam menghitung jumlah n suku pertama
dari barisan geometri. Dari data tersebut diketahui bahwa
47% mahasiswa dapat menjawab. Dengan Gambar 1. Hasil Pekerjaan dan Definisi Barisan Geometri Oleh
memperhatikan lembar jawaban mahasiswa diperoleh M1
informasi bahwa 6 orang mahasiswa menjawab dengan
baik dan benar. Dalam menyelesaikan soal mereka
menggunakan rumus jumlah n suku pertama. dan 5 orang Definisi lainnya oleh M3 sebagai berikut:
menjawab dengan menghitung secara manual.
Akibatnya. Mahasiswa yang menjawab manual karena
mereka tidak dapat menemukan rumus suku ke-n pada
soal nomor dua. Tapi mereka menjawab dengan benar.
Uniknya, 1 orang yang lainnya yang menjawab dengan Gambar 2. Hasil Pekerjaan dan Definisi Barisan Geometri oleh
benar, menggunakan rumus, tapi tidak menjawab soal M3
nomor 2. Hal ini disebabkan dia hanya menghafal rumus,
tapi tidak memahami membuat modelnya dengan baik. 7
orang lainnya menjawab soal, akan tetapi hasilnya salah. Selanjutnya pendefinisian barisan geometri oleh M17
Mereka menyelesaikan soal dengan cara manual, tapi Sebagai berikut.
salah dalam menentukan apa yang diketahui dari soal.
5. Soal nomor lima dan enam adalah mendiagnosa
kesulitan mahasiswa dalam membuktikan rumus suku ke
n dan rumus jumlah n suku pertama dari barisan
geometri. Dari data tersebut diketahui bahwa 100%
mahasiswa tidak dapat membuktikan. 18 orang tidak Gambar 3. Hasil Pekerjaan dan Definisi Barisan Geometri oleh
menjawab dan 1 orang menjawab, tapi salah. M17
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa beberapa
kesulitan yang dialami oleh mahasiswa dalam mempelajari Pendefinisian berbeda-beda namun memiliki
barisan dan deret antara lain: maksud mereka sama, mereka hanya memiliki perbedaan
1. Mahasiswa kesulitan dalam membuktikan rumus suku ke redaksi. Hal ini menyebabkan peneliti memberikan pandangan
n dan rumus jumlah n suku pertama dari barisan bahwa pendapat pendapat tersebut sudah benar. Sambil
geometri. BeM13asar hasil diskusi dengan mahasiswa, menjelaskan “Silahkan gunakan definisi masing-masing
Kesulitan ini disebabkan oleh beberapa alasan: (1) walaupun berbeda, yang penting maksud yang kalian pahami
Selama ini mahasiswa tidak diajarkan membuktikan sama”.
rumus di sekolah, baik pada materi barisan dan deret Selanjutnya, dalam menemukan rumus suku ke-n
maupun materi lainnya. Mereka hanya diajarkan dengan suatu barisan geometri. Dengan bantuan LKM, beberapa
memberikan rumus langsung, memberikan contoh soal, mahasiswa dapat menemukan rumus suku ke n. berikut hasil
dan memberikan latihan. (2) mahasiswa cepat bosan pekerjaan salah seorang mahasiswa.
dalam belajar dengan membuktikan rumus karena
membuktikan rumus dirasakan terlalu sulit dan
membosankan.
2. Mahasiswa masih kesulitan dalam membuat model
matematika dari permasalahan-permasalahan yang ada
dalam kehidupan sehari-hari. Kesulitan-kesulitan ini
disebabkan karena mahasiswa tidak menjawab soal
secara runtun, miaslnya (1) menetukan yang diketahui
dari soal; (2) menentukan yang ditanyakan; (3)
menentukan langkah penyelesaian, dan (4) melakukan
penyelesaiaan, (5) menarik kesimpulan.
B. PEMBERIAN SCAFFOLDING Gambar 4. Hasil Pekerjaan M19 tentang Rumus Suku ke-n
Proses pemberian scaffolding dilaksanakan dalam
pembelajaran. Pemberian scaffolding dilakukan dengan Dalam penyelidikan untuk menemukan rumus suku
memberikan naskah scaffolding. Naskah scaffolding yang ke-n barisan geometri, beberapa mahasiswa juga
dimaksud berupa pemberian lembar kerja mahasiswa. lembar mendapatkan suatu kesulitan sehingga peneliti membantu
kerja mahasiswa dibuat mengacu pada kesulitan-kesulitan dengan memberikan penjelasan. Demikian halnya dalam
yang dialami mahasiswa setelah dilaksanakan diagnose menemukan rumus jumlah n suku pertama suatu barisan
kesulitan mahasiswa. berikut hasil mahasiswa dalam geometri. Peneliti memberikan bimbingan dalam
mengerjakan lembar kerja mahasiswa. menyelesaikan LKM
ISBN: 978-602-74245-0-0 260
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Selanjutnya, dalam membuat model matematika, yang cukup aktif di kelas, sering mengajari teman-teman
pertama-tama peneliti memberikan contoh dan mengajarkan kelompoknya pada saat pembelajaran, memiliki kemampuan
cara menyeleasaikan permasalahan dengan mengidentifikasi yang cukup baik dalam memahami konsep, dan berdasasar
apa yang diketahui, merencanakan penyelesaian, pada hasil tes diagnose kesulitan termasuk mahasiswa yang
melaksanakan penyelesaian, dan menarik kesimpulan. berkemampuan tinggi.
Selanjutnya mahasiswa focus menyelesaiakan permasalahan Selanjutnya peneliti memilih M10 sebagai objek
yang ada pada LKM. Mahasiswa sudah mulai terbiasa dan wawancara dengan pertimbangan berdasar nilai hasil tes
terbimbing dengan menentukan yang diketahui, yang diagnose kesulitan termasuk mahasiswa yang berkemampuan
ditanyakan, dan cara menyelesaikan masalah dalam rendah. Dalam pembelajaran M10 merupakan mahasiswa
kehidupan sehari-hari. yang tergolong mahasiswa agak pendiam. Terakhir peneliti
Kegiatan scaffolding dengan memberikan bantuan memilih M13 sebagai objek wawancara dengan pertimbangan
berupa LKM cukup membantu mahasiswa dalam memahami M13 merupakan mahasiswa yang cukup aktif di kelas, berdasar
konsep barisan dan deret geometri. pada hasil tes diagnose kesulitan M13 termasuk mahasiswa
C. WAWANCARA DENGAN 3 ORANG MAHASISWA yang berkemampuan sedang
Setelah scaffolding dilaksanakan, peneliti melakukan Berdasar hasil wawancara dengan ketiga objek
wawancara dengan 3 orang mahasiswa. Kegiatan wawancara wawancara dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara lebih dalam scaffolding mahasiswa dapat menguasai konsep barisan dan
pemahaman mahasiswa dalam memahami materi barisan dan deret dengan baik.
deret. D. TES AKHIR MAHASISWA
Penentuan objek wawancara didasarkan pada hasil Pengambilan data dilaksanakan dengan memberikan
tes diagnose kesulitan. Masing-masing objek dipilih berdasar lembar soal diagnosis kesulitan mahasiswa. Mahasiswa bata
tingkat kemampuan, yaitu mahasiswa yang berkemampuan yang diberikan lembar tugas berjumlah 19 orang yang berasal
rendah, sedang, dan tinggi. Peneliti memilih M4 sebagai objek dari empat kecamatan yang telah disurvey. Adapun hasil
wawancara dengan pertimbangan M4 merupakan mahasiswa analisis data lembar tugas disajikan pada table berikut.
Tabel 2. Hasil Analisis Tes Evaluasi Mahasiswa
NOMOR SOAL
MAHASIS-WA
1 2 3 4 5 PROSENTASE
(M)
a B a b C A b c D
M1 100%
M2 100%
M3 100%
M4 100%
M5 82%
M6 100%
M7 91%
M8 100%
M9 100%
M10 100%
M11 100%
M12 100%
M13 100%
M14 100%
M15 100%
M16 91%
M17 91%
M18 100%
M19 73%
Persentase 100 100 100 100 100 100
90% 95% 84% 95% 95%
jawaban benar % % % % % %
Keterangan:
soal yang dijawab dengan benar pembelajaran yang lebih berorientasi kepada student
Bedasar data di atas terlihat maka dapat diperoleh center learning.
informasi bahwa hampir semua mahasiswa sudah memehami b. Membimbing peserta didik dengan cara menemukan
materi dengan sangat baik. Ada beberapa kesalahan kecil rumus, dan tidak hanya dengan menghafal rumus
yang terjadi, pada M19, tapi itu karena keteledoran dalam c. Menggunakan media pembelajaran yang dapat
memasukkan bilangan saja. mengantarkan eserta didik berfikir secara aktif dan efktif,
misalnya lembar kerja yang berorientasi pada inquiry
SIMPULAN discovery learning.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat 2. Kepada peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian
disimpulkan bahwa terkait dengan diagnose dan scaffolding, disarankan agar
1. Terdapat beberapa kesulitan yang dialami oleh mahasiswa memperbanyak subjeck wawancara dan lebih heterogen.
dalam mempelajari barisan dan deret geometri antara lain:
a. Mahasiswa kesulitan dalam membuktikan rumus suku ke DAFTAR PUSTAKA
n dan rumus jumlah n suku pertama dari barisan Juliangkar, Eliska, 2012. Proses Berpikir Mahasiswa Matematika
geometri. Berdasar hasil diskusi dengan mahasiswa, Ikip Mataram Dalam Membuktikan Keterbagian
Kesulitan ini disebabkan oleh beberapa hal: (1) Selama Berdasarkan Teori Pemrosesan Informasi. Malang:
ini mahasiswa tidak diajarkan membuktikan rumus di Universitas Negeri Malang.
sekolah, baik pada materi barisan dan deret maupun Khodijah, Nyayu. 2006. Psikologi Belajar. Palembang: IAIN Raden
materi lainnya. Mereka hanya diajarkan dengan Fatah Press Suriasumantri (ed), 1983. Psikologi
memberikan rumus langsung, memberikan contoh soal, Pendidikan. Diakses dari http://www.andragogi.com.
dan memberikan latihan. (2) mahasiswa cepat bosan Senin, 12 Desember 2012 Suryabarata
dalam belajar dengan membuktikan rumus karena Moleong, L.J. 2010. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung:
membuktikan rumus dirasakan terlalu sulit dan Remaja Rosdakarya Moleong, L.J. 2010. Metodelogi
membosankan. Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
b. Mahasiswa masih kesulitan dalam membuat model Muhammad Rizal. 2011. Proses Berpikir Siswa SD Berkemampuan
matematika dari permasalahan-permasalahan yang ada Matematika Tinggi Dalam Melakukan Estimasi Masalah
dalam kehidupan sehari-hari. Kesulitan-kesulitan ini Berhitung. Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
disebabkan karena mahasiswa tidak menjawab soal Pendidikan, dan Penerapan MIPA Tanggal 14 Mei 2011,
secara runtun, miaslnya (1) menetukan yang diketahui hal 19 -28. Yogyakarta: FMIPA, Universitas Negeri
dari soal; (2) menentukan yang ditanyakan; (3) Yogyakarta.
menentukan langkah penyelesaian, dan (4) melakukan Ruffini, Michael F. 2004.Using emindmaps as a graphic organizer
penyelesaiaan, (5) menarik kesimpulan. Dan kesalahan for instruction. Dambil pada tanggal 22 Januari 2009, dari
juga banyak terjadi karena mahasiswa tidak memahami http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132302517/mind%2
cara menyelesaikan masalah dengan model polya 0map.pdf.
2. Scaffolding yang efektif diberikan kepada mahasiswa yang Subanji. 2007. Proses Berpikir KovariasionalPseudo Dalam
mengalami kesulitan adalah dengan membuatkan lembar Mengkonstruksi Grafik FungsiKejadian Dinamika
kerja mahasiswa berbasis inquiry discovery learning Berkebalikan. Disertasitidak dipublikasikan. Surabaya:
sehingga mahasiswa dapat menemukan sendiri rumus- Pascasarjana UNESA.
rumus barisan dan deret geometri dengan bimbingan dosen Sudarman. 2009. Proses Berpikir siswa climber dalam
dan lembar kerja yang terstruktur dengan baik menyelesaikan masalah matematika. Jurnal Didaktita Vol
10 No 1, Hal 1 – 9. Diunduh dari http: //
SARAN http://eprints.uny.ac.id/10096/1/P%20-%2084.pdf. tanggal
1. Kepada dosen dan guru, dalam membelajarkan peserta didik 9 Desember 2013.
disarankan agar Vygotsky, L.S.1978. Mind and Society The Develoment of Higher
a. Melaksanakan pembelajaran tidak hanya dengan Psycologcal Processes. London. Harvad University Press.
ceramah, memberikan contoh soal, dan memberikan Widiharto, Rahmadi 2008. Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika
latihan. Akan tetapi dengan cara menerapkan SMP Dan Alternatif Proses Remidinya. Jakarta: Depdiknas
Direktorat PMPTK PPPG Matematika.
Abstrak: Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui model regresi nonparametrik Kernel pada nilai tes Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (SPMB) terhadap Indeks Prestasi (IP) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Angkatan 2014 IKIP Mataram. Dalam
penelitian ini, peneliti mencoba mencari hubungan yang mungkin terjadi antara Nilai Tes SPMB dengan IP Mahasiswa dengan
menggunakan regresi nonparametrik Kernel. Variabel respon (Y) adalah IP Mahasiswa dan variabel prediktor (X) adalah nilai tes SPMB.
Dalam mengestimasi kurva regresi digunakan pendekatan secara nonparametrik, yaitu dengan pendekatan Kernel, fungsi Kernel Gauss,
estimator Nadaraya-Watson dan pemilihan bandwidth optimum menggunakan Cross Validation. Model regresi yang diperoleh dalam
penelitian ini dapat digunakan untuk memprediksi nilai IP Mahasiswa apabila diberikan nilai tes SPMB tertentu, agar mahasiswa lulus
dengan standar minimal IP 2.75 maka dengan model yang diperoleh peneliti memprediksi mahasiswa harus mendapat nilai tes SMPB
pada rentang 45-50. Batasan nilai tes SPMB ini, bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan kampus untuk menerima calon mahasiswa
baru IKIP Mataram.
Kata Kunci: Tes SPMB, IP Mahasiswa, Regresi Nonparametrik Kernel, Fungsi Kernel Gauss, Estimator Nadaraya-Watson
PENDAHULUAN METODE
Tujuan diadakannya SPMB di kampus IKIP Mataram Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kausal
adalah untuk menjaring dan menyaring calon mahasiswa yang komparatif. Menurut Narbuko dan Achmadi (2003) penelitian
mempunyai kemampuan akademik untuk mengikuti dan kausal komparatif bersifat ex post facto artinya dikumpulkan
menyelesaikan pendidikan sesuai dengan batas waktu yang telah setelah semua kejadian yang diperoleh berlangsung atau lewat dan
ditetapkan. Sehingga diharapkan dengan seleksi ini dapat mengambil satu atau lebih akibat serta menguji data itu dengan
dihasilkan lulusan yang berkualitas baik. Akan tetapi, harapan menelusur ke masa lalu untuk mencari hubungan sebab-akibat.
tersebut tidak selamanya dapat tercapai, karena seringkali didapat Dalam penelitian ini yang menjadi variabel 𝑋 (variabel bebas) yaitu
mahasiswa yang prestasi belajar atau indeks prestasinya kurang nilai tes SPMB dan yang menjadi variabel 𝑌 (variabel terikat) yaitu
memadai/rendah. Indeks Prestasi Mahasiswa angkatan 2104. penelitian ini
Hal tersebut di atas terjadi juga pada IKIP Mataram, menggunakan pendekatan kuantitatif karena data yang diambil
penyebab indeks prestasi mahasiswa rendah karena sistem atau dikumpulkan di lapangan adalah berbentuk angka yang cara
penerimaan mahasiswa baru IKIP Mataram berbeda dengan penyelesaiannya menggunakan hitungan statistik. Adapun teknik
perguruan tinggi lainnya. Mahasiswa baru yang masuk IKIP pengumpulan data pada penelitian ini meliputi sumber data, jenis
Mataram bebas dari jurusan manapun pada saat SMA-nya. Begitu data, dan cara pengambilan data akan dijelaskan dibawah ini:
juga yang terjadi pada jurusan Pendidikan Matematika IKIP 1) Sumber Data
Mataram. Berdasarkan angket yang disebarkan, mahasiswa Sumber data penelitian diperoleh dari IKIP Mataram
angkatan 2014 program studi pendidikan Matematika terdiri dari tahun akademik 2014/2015.
berbagai jurusan pada saat SMA-nya, mereka tidak hanya dari 2) Jenis Data
jurusan IPA, ada yang dari jurusan IPS, Bahasa, dan ada juga yang Jenis data penelitian ini adalah data sekunder.
dari jurusan Tata Boga. Karena diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui
Penyebab selanjutnya adalah kurang ketatnya media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).
penyaringan dan penjaringan mahasiswa melalui tes SPMB, 3) Cara Pengambilan Data
sehingga mahasiswa baru yang memiliki nilai tes SPMB rendah - Data nilai tes SPMB Mahasiswa prodi pendidikan
dengan mudah masuk ke IKIP Mataram. Berdasarkan paparan di matematika diperoleh melalui Wakil dekan III FPMIPA
atas, peneliti mencoba mencari model hubungan antara Nilai Tes IKIP Mataram sebagai panitia pelaksana tes SPMB
SPMB dengan Indeks Prestasi Mahasiswa Program Studi
Mahasiswa baru angkatan 2014.
Matematika IKIP Mataram. Untuk melihat pola hubungan antara
nilai tes SPMB dengan Indeks Prestasi Mahasiswa prodi - Data indeks prestasi mahasiswa prodi Matematika
matematika, peneliti menggunakan regresi nonparametrik karena FPMIPA IKIP Mataram diperoleh dari ketua tingkat
data yang peneliti gunakan tidak terikat asumsi bentuk kurva masing-masing kelas yang akan diteliti.
regresi tertentu dengan kata lain tidak ada informasi sebelumnya
mengenai bentuk kurva regresi. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kurva regresi berdasarkan pendekatan nonparametrik ini, 1) Regresi Nonparametrik Kernel
diwakili oleh model yang disebut model regresi nonparametrik. Smoothing kernel adalah suatu teknik smoothing dalam
Dalam penelitian ini, pendekatan regresi nonparametrik yang regresi nonparametrik untuk menduga kondisi yang diharapkan
digunakan adalah pendekatan kernel, karena pendekatan ini dari variabel acak. Smoothing dengan pendekatan kernel yang
memiliki bentuk yang lebih fleksibel dan perhitungan matematisnya selanjutnya dikenal sebagai kernel smoother sangat tergantung
mudah dikerjakan. pada fungsi kernel dan bandwith. Taksiran kepadatan kernel
sangat tergantung pada fungsi kernel yang digunakan, dinamakan
fungsi kernel didefinisikan dengan:
𝐶𝑉 = 0.2515668
Dengan plotting data nilai bandwith estimator Kernel seperti
Gambar 1:
Gambar 1. Nilai Bandwith dan CV Estimator Kernel
Setelah mendapat bandwith optimum dengan kriteria CV,
maka ditentukan nilai estimator kurva regresi dengan
menggunakan nilai dari bandwith optimum tersebut. Nilai estimator
kurva regresi dapat dilihat pada Tabel 2.
Uji Independen
Untuk memeriksa apakah residualnya independen atau
tidak, digunakan hipotesis berikut,
𝐻0 ∶ 𝜌𝑘 = 0
𝐻1 ∶ 𝜌𝑘 ≠ 0
Pengujian dilakukan dengan melihat nilai autokorelasi pada
tiap lag, jika seluruh nilai autokorelasi berada di dalam batas selang
Gambar 2. Bentuk Estimator Kurva Regresi 2 2
kepercayaan 95% atau (− , ), dimana n adalah jumlah data.
√𝑛 √𝑛
Pada Gambar 2 terlihat bahwa estimator kurva regresi Hasil plotnya terdapat dalam Gambar 5. Dari hasil plot ACF
dapat mewakili kelompok data yang ada dengan bentuk kurva terdapat autokorelasi yang berada di luar batas kepercayaan, yaitu
regresi mendekati sebaran data. Sehingga, estimator dengan pada lag 1 dan lag 3 sehingga 𝐻0 ditolak yaitu 𝜌𝑘 ≠ 0, artinya
bandwith optimum tersebut dapat dikatakan estimator kurva terdapat korelasi antara residual satu dengan residual lainnya.
yang baik. Akibatnya residualnya tidak independen. Berikut Gambar 4 hasil
3) Uji Asumsi Model plot ACF terhadap residual.
Dalam pemeriksaan asumsi model, terdapat dua
asumsi yang harus dipenuhi yang berkaitan dengan
residualnya. Asumsi yang harus dipenuhi adalah residual
yang diperoleh harus bersifat identik dan independen.
Uji Identik
Suatu data dikatakan identik apabila plot residualnya
menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola
tertentu. Nilai varians rata-ratanya sama antara varians satu
dengan yang lainnya (Sudjana,1996).
Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya
ketidaksamaan ini dapat dilakukan dengan melihat
scatterplot antara nilai prediksi variabel respon dengan
residualnya (Palestin, 2011: 7). Dari hasil scatterplot, dilihat
pola hubungan antara nilai prediksi variabel respon dengan
residualnya. Jika tidak terdapat pola hubungan, maka
residual tidak dipengaruhi oleh nilai prediksi variabel
responnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual Gambar 4. Plot ACF Terhadap Residual
mempunyai varian yang sama atau bersifat identik (Hadijati,
2005: 61). Untuk uji asumsi residual yang identik dilihat dari Dari uraian di atas, dengan mengabaikan asumsi model
nilai prediksi variabel respon dengan residualnya adalah residual yang independen. Maka, model kurva regresi yang
pada Gambar 3. diperoleh berdasarkan hasil penelitian ini adalah
𝑦̂ = 𝑟̂ (𝑥)
𝑛 𝑥 − 𝑋𝑗
∑𝑗=1 𝐾 ( ) 𝑌𝑗
ℎ
=
𝑥 − 𝑋𝑗
∑𝑛𝑗=1 𝐾 ( )
ℎ
2
1 𝑥−𝑋𝑗
− ( )
∑71
𝑗=1 𝑒
2 1.66 𝑌𝑗
= 2
1 𝑥−𝑋𝑗
− ( )
∑71
𝑗=1 𝑒
2 1.66
Keterangan:
𝑦̂ = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐼𝑃 𝑃𝑟𝑒𝑑𝑖𝑘𝑠𝑖
𝑒 = 2.17
DAFTAR PUSTAKA
Alfiani ML, et al. 2014. Model Regresi Nonparametrik berdasarkan
Estimator Polinomial Lokal Pada Kasus Pertumbuhan
Balita, Mei 2014, Vol. 2, No. 1, p:34-39.
Anwar. (2001). Kualitas tes potensi akademik Universitas Wangsa
Manggala (TPA-UNWAMA) dan kemampuannya sebagai
prediktor prestasi belajar mahasiswa. Tesis. Yogyakarta:
Gambar 6. Plot ACF Terhadap IP Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
Febrilia, 2010. Model Regresi Nonparametrik Kernel antara Indeks
Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa pada plot ACF dari Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Nilai Inflasi. Skripsi.
data SPMB terdapat lag yang di luar garis batas selang Mataram: Program Studi MIPA Universitas Mataram.
kepercayaan. Akibatnya, terdapat autokorelasi antar data SPMB. Budiantara IN, et al. 2006. Pemodelan B-Spline dan Mars pada nilai
Demikian juga Gambar 6 pada data IP Mahasiswa, terdapat Ujian Masuk terhadap IPK Mahasiswa Jurusan Disain
autokorelasi antar datanya karena terdapat lag yang diluar garis Komunikasi Visual UK. Petra Surabaya, Jurnal Teknik
batas selang kepercayaan. Industri, Vol. 08, No. 1, p:1-13.
Karena data tes SPMB (𝑋) dan IP Mahasiswa (𝑌) Djarwanto. 2007. Mengenal Beberapa Uji Statistik Dalam
memiliki autokorelasi antar masing-masing datanya, maka Penelitian. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
memungkinkan residual yang dihasilkan juga memiliki autokorelasi Eubank, R.L,. 1988. Spline Smoothing and Nonparametric
(antara residual yang satu dengan yang lainnya saling Regression, New York: Mercel Dekker,.
berhubungan) atau tidak independen. Hadi, Sutrisno. 1975. Statistik: Jilid II. Yogyakarta : Yayasan
Hasil yang sama juga didapat ketika peneliti mencoba penerbitan Fak. Psikologi UGM.
mengganti jenis fungsi Kernel yang sebelumnya dari jenis fungsi Hadijati, Mustika. 2005. Estimasi Kernel dalam Regresi
Kernel gaussian menjadi jenis fungsi Kernel cossinus, triangle, Nonparametrik dengan Residual Berkorelasi. Program
uniform, dan epanechnikov. Hasil yang didapat dari keempat jenis Studi Magister Jurusan Statistika FMIPA ITS.
fungsi tersebut adalah tidak independen karena terdapat lag yang Hardle, W. 1990. Smoothing Technique with Implementation in
berada diluar batas selang kepercayaan. Statisticss. New York : Springer.
Iriansyah, A.Y. (1998). Hubungan antara tes potensi akademik, tes
KESIMPULAN bahasa inggris, tes pengetahuan dasar dengan prestasi
Berdasarkan hasil dan pembahasan, ada beberapa belajar mahasiswa Program Studi Magister Manajemen
simpulan dari penelitian ini antara lain:
ABSTRAK: Penelitian ini merupakan studi eksperimen di SMKN HANGTUAH surabaya yang meneliti tentang minat belajar siswa dengan
menggunakan media berbasis macromedia flash pada pembelajaran fisika. Penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui
perbedaan minat belajar siswa pada kelas yang menggunakan media berbasis macromedia flash dan yang menggunakan media berbasis
power point. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di SMKN HANGTUAH surabaya. Pengambilan sampel menggunakan
teknik Cluster random sampling. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain Pretest-Posttest Control Group Design.
Pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan instrumen angket. Pengujian hipotesis data minat belajar siswa diuji
dengan menggunakan statistik Uji-t dan diperoleh nilai thitung ttabel yaitu 4,47 2,00. Rata-rata skor kemajuan minat belajar siswa diperoleh
pada kelas eksperimen lebih tinggi yaitu sebesar 16,23 % sedangkan rata-rata skor kemajuan minat belajar siswa yang diperoleh pada
kelas kontrol hanya sebesar 10,46 %.
Jenis Perasaan
No Kelas Partisipasi Perhatian
Angket Senang
Min Maks Min Maks Min Maks
Eksperimen 16 35 18 32 22 38
1. Pre-test
Kontrol 22 39 19 32 21 36
Eksperimen 28 45 24 38 29 45
2. Post-test
Kontrol 24 42 23 38 29 46
Berdasarkan tujuan penelitian yang dikemukakan adalah perpindahan kalor yaitu secara konduksi, konveksi dan radiasi.
untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara kelas yang Animasi yang ditampilkan bertujuan untuk mengajak siswa berpikir
menggunakan media pembelajaran berbasis macromedia flash ke arah yang lebih abstrak, sehingga siswa dengan mudah
dan kelas yang menggunakan media berbasis power point. Tahap memahami dan mengetahui penerapan konsep kalor dan
awal yang dilakukan peneliti adalah menyiapkan instrumen perpindahan kalor dalam kehidupan sehari-hari.
penelitian untuk mengumpulkan data berupa angket. Jenis angket Model pembelajaran yang digunakan dalam proses
yang digunakan yaitu angket dengan item tertutup. Sebelum pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif yang terdiri
digunakan pada penelitian, terlebih dahulu angket divalidasi untuk dari enam fase. Dari keenam fase tersebut penggunaan media
mengetahui apakah angket layak digunakan untuk mengukur minat pembelajaran memiliki peran pokok pada fase pertama dan kedua.
belajar siswa. Proses validasi dilakukan melalui beberapa tahap, Pada fase pertama memberikan apersepsi dan memotivasi siswa
yaitu melalui bimbingan dosen, guru ahli dan uji coba. Validasi yang dengan menampilkan animasi tentang konsep kalor yang dialami
dilakukan melalui bimbingan dosen dan guru ahli mencakup dalam kehidupan sehari-hari, yang bertujuan mengajak siswa
redaksi kalimat dan bahasa yang diterapkan pada pernyataan. untuk berfikir dan memudahkan untuk masuk ke materi yang akan
Sedangkan validasi melalui uji coba angket dilakukan di kelas diajarkan. Fase kedua yaitu menyampaikan informasi, memberikan
selain sampel penelitian. penjelasan tentang materi dengan menampilkan animasi-animasi
Peneliti melakukan uji coba angket di kelas X dengan tentang konsep kalor.
jumlah responden sebanyak 27 siswa. Hasil Uji coba angket Setelah diberi perlakuan, kedua kelas diberikan post-test
kemudian diolah dengan melakukan pengujian validitas dan yang bertujuan untuk mengetahui minat belajar siswa setelah
reliabilitas menggunakan rumus product moment dengan koefisien diberikan perlakuan media macromedia flash dan media power
reliabel sebesar r11 = 0,878. point. Dari hasil skor pre-test dan post-test minat belajar siswa
Sebelum kedua kelas mendapatkan perlakuan, terlebih dapat diketahui skor kemajuan minat belajar siswa untuk masing-
dahulu diberikan pre-test berupa angket awal yang bertujuan untuk masing indikator. penggunaan media pembelajaran pada kelas
mengetahui minat belajar awal siswa. Setelah itu, kedua kelas eksperimen lebih baik dibandingkan pada kelas kontrol. Dari 27
diberi perlakuan yang berbeda. Pada kelas eksperimen siswa pada kelas eksperimen 1 siswa kriteria minat baik, 17 siswa
dibelajarkan dengan menggunakan macromedia flash dan kelas kriteria minat cukup dan 9 siswa kriteria minat kurang untuk
kontrol dibelajarkan dengan menggunakan power point. Dalam partisipasi. Untuk perhatian 2 siswa kriteria minat baik, 9 siswa
pembelajaran dengan menggunakan media berbasis macromedia kriteria minat cukup dan 16 siswa kriteria minat kurang. Sedangkan
flash berisi animasi-animasi yang berhubungan dengan konsep- untuk perasaan senang 8 siswa kriteria minat baik, 15 responden
konsep fisika sehingga siswa lebih tertarik untuk belajar kriteria minat cukup dan 4 siswa kriteria minat kurang. Pada kelas
dibandingkan dalam pembelajaran yang menggunakan media kontrol dari 26 siswa, 12 siswa kriteria minat cukup dan 14 siswa
berbasis power point. Salah satu materi fisika yang diajarkan kriteria minat kurang untuk partisipasi. Untuk perhatian 11 siswa
dengan menggunakan macromedia flash yaitu materi tentang kriteria minat cukup dan 15 siswa kriteria minat kurang. Sedangkan
kalor. Pada materi kalor sangat cocok dibuat animasi yang untuk perasaan senang 11 siswa kriteria minat cukup dan 15 siswa
memberikan pemahaman pada siswa serta dari animasi yang kriteria minat kurang. Persentase siswa yang termasuk kategori
ditampilkan siswa dapat menganalisis dan menjelaskan konsep minat kurang, cukup, baik dan sangat baik pada kelas eksperimen
kalor itu sendiri. Pada materi kalor membahas tentang proses dan kelas kontrol dapat dilihat pada gambar 2 berikut.
70
60
Persentase (%) Siswa
50 (1%-25%) Kurang
40
(26%-50%) Cukup
30
20 (51%-75%) Baik
Gambar 2. Distribusi Jumlah Responden Terhadap Indikator Minat Belajar Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol.
Persentase kemajuan minat belajar siswa pada masing- mempengaruhi minat belajar siswa. Proses pembelajaran
masing indikator pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan menggunakan macromedia flash dapat melatih siswa dalam
pada kelas kontrol. Perbandingan kemajuan minat belajar siswa mengajukan pendapat dan memberikan komentar tentang animasi
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol yang tertinggi yaitu pada yang ditampilkan, mendorong siswa untuk lebih giat belajar
indikator partisipasi sebesar 7,49%. Hal ini menunjukkan bahwa, terutama dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh
perlakuan yang diberikan pada kedua kelas khususnya media guru. Persentase kemajuan minat belajar siswa dapat dilihat pada
pembelajaran yang digunakan pada masing-masing kelas sangat gambar 3 berikut.
MinatBelajarSiswa
25
19,37
20 17,83
Persentase (%) Kemajuan
15 13,42 13,94
10,34 Eksperimen
10 8,85
Kontrol
0
Partisipasi Perhatian Perasaan Senang
Gambar 3. Persentase (%) Kemajuan Minat Belajar Siswa Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Untuk Setiap
Indikator.
Selanjutnya dari hasil penelitian diperoleh perbandingan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang diterapkan dalam
minat belajar siswa antara siswa laki-laki dan perempuan. Minat proses pembelajaran. Siswa laki-laki lebih tertarik dengan hal-hal
belajar siswa laki-laki pada kelas eksperimen dan kelas kontrol yang baru, terutama yang berhubungan dengan teknologi masa
lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan. Perbandingan skor kini. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dalam proses
minat belajar siswa laki-laki dan perempuan pada kelas pembelajaran dengan menerapkan media berbasis macromedia
eksperimen sebesar 2,27 sedangkan pada kelas kontrol flash dan power point minat belajar mereka lebih tinggi.
perbandingan skor minat belajar siswa laki-laki dan perempuan Perbandingan skor minat belajar siswa laki-laki dan perempuan
sebesar 3,23. Salah satu faktor yang mempengaruhi minat belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dillihat pada
siswa laki-laki lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan yaitu gambar 4 berikut.
30
23,89
Rata -Rata Minat Belajar Siswa 25
21,17
20
15,85
Laki-Laki
15 12,62
Perempuan
10
5
0
Kontrol Eksperimen
80 73,35
70
Rata-Rata Hasil Belajar Siswa
60,61
60
50
40
30
20
10
0 Kontrol Eksperimen
Berdasarkan hasil penelitian di atas, sangat jelas pengujian hipotesis diperoleh thitung ttabel = 4,47 > 2,00. Hal ini
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara minat belajar menunjukkan bahwa, hipotesis H0 ditolak dan H1 diterima yang
siswa yang diajarkan menggunakan media berbasis macromedia berarti terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal minat belajar
flash dan yang diajarkan menggunakan media berbasis power siswa pada kelas yang menggunakan macromedia flash dengan
point. Dalam hal ini minat belajar siswa yang diajarkan kelas yang menggunakan power point. Berdasarkan hal tersebut,
menggunakan media berbasis macromedia flash lebih tinggi penggunaan macromedia flash sangat berpengaruh terhadap
dibandingkan minat belajar siswa yang diajarkan power point minat belajar siswa.
dengan hasil pengujian hipotesis thitung > ttabel = 4.47 > 2.00 yang
menunjukkan bahwa kriteria pengujian hipotesis H0 ditolak dan H1 SARAN
diterima. 1. Kesuksesan hasil belajar dipengaruhi oleh media pembelajaran
yang digunakan. Dari hasil penelitian diharapkan guru dapat
SIMPULAN menggunakan media pembelajaran berbasis macromedia flash
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dalam pembelajaran fisika, untuk meningkatkan minat dan
diperoleh dapat disimpulkan bahwa, media pembelajaran sangat memudahkan siswa dalam memahami materi yang diajarkan.
berpengaruh terhadap minat dan hasil belajar siswa. Pengaruh 2. Untuk para peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar
tersebut dapat dilihat dari perbedaan yang signifikan antara minat untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang masalah yang
belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari hasil sama, baik ditingkat SMP maupun SMA atau yang sederajat.
ISBN: 978-602-74245-0-0 274
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
DAFTAR PUSTAKA Pembelajaran. Jakarta: Ciputat.
Agung, Iskandar. 2010. Meningkatkan Kreativitas Pembelajaran Djamarah B. Syaiful. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka
Bagi Guru. Jakarta: Bestari Buana Murni. Cipta.
Ambarjaya S. Beni. 2012. Psikologi Pendidikan & Pengajaran. Hamid, Sholeh. 2011. Metode Edutainment. Jogjakarta: DIVA
Yogyakarta: CAPS. Press. Muataqim & Wahib. 2010. Psikologi Pendidikan.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Jakarta: Rineka Cipta.
Cipta. Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya.
Arsyad, Ashar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian
Grafindo Persada. Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Ary, Donald, dkk. 2011. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
(Terjemahan Arief Furchan) Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Konstruktivistik. Jakarta:Prestasi Pustaka.
Asyhar, Rayandra. 2012. Kreatif Mengembangkan Media
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan metode tri-focus steve snyder dalam membaca cepat
250 kata per menit (kpm) sebagai upaya meningkatkan keterampilan menyimpulkan isi bacaan pada siswa kelas VIII MTs Nurul Hikmah.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus, dengan tiap siklus terdiri
atas perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas VIII MTs Nurul Hikmah. Sumber
data penelitian berasal dari siswa, informan, dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui tes, wawancara, dan
dokumentasi foto. Pengujian validitas data, menggunakan uji instrument yang dikonsultasikan pada pembimbing dan guru bidang studi.
Teknik analisis yang digunakan yaitu teknik deskriptif presentase dan teknik deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar siswa kelas VIII MTs Nurul Hikmah dapat menerapkan pembelajaran membaca cepat 250 kpm dengan menggunakan
metode tri-fokus steve snyder. Siswa kelas VIII MTs Nurul Hikmah mengalami peningkatan kemampuan menyimpulkasn isi bacaan dengan
membaca cepat 250 kpm menggunakan metode tri-fokus steve snyder. Nilai rata-rata siswa menunjukkan dari pra siklus rata-rata hasil
tes siswa memperoleh nilai 54.13 (lima puluh empat koma tiga belas) meningkat menjadi 65.27 (enam puluh lima koma dua puluh tujuh)
pada siklus I, dan kembali mengalami peningkatan pada siklus II yaitu dengan rata-rata perolehan nilai 76,67 (tujuh puluh enam koma
enam puluh tujuh).
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran model 5E dan menganalisis pengaruh implementasinya
terhadap perbedaan kemampuan berargumen. Pengembangan perangkat pembelajaran dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah
model Dick dan Carey. Desain penelitian eksperimen menggunakan pretes-posttes non-equivalen control group desain. Populasi
penelitian eksperimen adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Woha Bima, sejumlah 10 kelas dengan populasi 350 siswa. Sampel dipilih
dengan tehnik simple random sampling dari 10 kelas yang ada diambil 4 kelas sebagai sampel dengan jumlah sampel 131 siswa. Kelas
X1, dan X2, menerapkan perangkat model 5E dan kelas X5,dan X9 menerapkan perangkat model EEK. Hasil uji ahli terhadap perangkat
yang dikembangkan memenuhi kriteria sangat layak dengan skor rata-rata sebesar 3,37 dengan kategori sangat baik. Hasil penelitian
eksperimen menunjukkan bahwa: terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berargumen siswa pada kelas eksperimen dan kontrol
(t = 4,482, p = 0,000).
Abstract: This study aims to develop of learning package 5E model and to analyze the effect of its implementation on the differences in
student’s Argument Skills. Development process follows R & D model by Dick and Carey. Research design follows pretest-posttest
nonequivalent control group design. The population of this study was tenth graders of SMA 1 Woha Bima. Total population is 350 students
from ten class. The sample was selected by simple random sampling technique and 131 students (four class) is obtained. X1 and X2 class
are taught using the 5E models, while the X5 and X9 class with EEK models. Expert judgement results meet the criteria for the development
of a very good result with an average value of 3.37. The results of experimental studies showed that: there is a difference in students’
Argument Skills in the experimental and control group.
PENDAHULUAN pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara fisik dan mental
Salah satu upaya yang sedang dilakukan pemerintah dalam proses pembelajaran (Deming, 2004).
dalam meningkatkan mutu pendidikan IPA adalah pembelajaran Salah satu model pembelajaran yang potensial untuk
berpusat pada siswa dengan cara menekankan kegiatan inkuiri, ini membantu siswa agar terlibat aktif dalam kegiatan belajar adalah
berarti bahwa pembelajaran yang dilakukan hendaknya mengacu model 5E (Bass et al, 2009). Model 5E merupakan suatu model
pada peningkatan keterampilan dan partisipasi siswa. Guru tidak yang terdiri dari lima tahapan, yaitu engage, exsplore, explain,
hanya melakukan kegiatan penyampaian pengetahuan, elaborate, dan evaluate. Setiap tahap model 5E bertujuan untuk
keterampilan, dan sikap kepada siswa, akan tetapi guru diharapkan membangkitkan rasa ingin tahu siswa. Dasna dan Sutrisno (2005)
mampu membawa siswa untuk aktif dalam berbagai bentuk menyatakan bahwa dalam model 5E siswa mengembangkan
pembelajaran diantaranya lewat kegiatan inkuiri. Pada kegiatan pemahamannya terhadap suatu konsep dengan kegiatan mencoba
inkuiri, siswa dilibatkan sebagai pelaku inkuiri secara aktif ketika (hand-on activities) sebelum diperkenalkan dengan kata-kata
melakukan observasi, eksplorasi, investigasi, pemodelan, melalui diskusi atau memperoleh informasi dari buku. Oleh sebab
perumusan hipotesis dan eksperimen terhadap berbagai gejala itu, model 5E juga dapat mengembangkan keterampilan proses
alam sedangkan peran guru dalam pembelajaran IPA sebagai siswa, memberi kesempatan kepada mereka melakukan
pemandu inkuiri (Anonim, 2011). percobaan sains secara langsung dan membuat pembelajaran
Kenyataan yang terjadi pada lembaga-lembaga bermakna.
pendidikan di Indonesia, terutama pada jenjang sekolah dasar dan Salah satu upaya untuk memfasilitasi perkembangan
menengah adalah guru masih kurang memperhatikan aspek kemampuan berargumen siswa sekolah menengah atas, maka
keterampilan berpikir dalam proses pembelajaran (Corebima, dalam penelitian ini perlu dilakukan kegiatan pengembangan
2005). Siswa hanya difokuskan pada kegiatan menghafal materi perangkat pembelajaran biologi model 5E, perangkat yang
pelajaran. Ketika siswa dihadapkan pada permasalahan yang dikembangkan meliputi silabus, RPP, PKS, LHKS dan instrumen
terjadi di lingkungan sekitarnya, siswa kurang mampu kemampuan berargumen yang diintegrasikan dengan langkah-
menggabungkan pengetahuan yang dimilikinya untuk mencari langkah pendekatan saintifik. Perangkat yang dikembangkan
penjelasan dan memberikan pendapat berupa solusi dari masalah diharapkan dapat digunakan oleh guru sebagai media
tersebut menggunakan kemampuan berargumen dan kemampuan pengembangan yang efektif dan efisien. Selain itu, juga dapat
berargumen.. Pelajaran biologi disekolah menengah dapat digunakan oleh siswa sebagai sumber belajar sehingga dapat
berperan sebagai sarana yang efektif untuk mengembangkan meningkatkan kualitas pembelajaran biologi, memotivasi siswa
kemampuan berargumen siswa. Kemampuan berargumen dalam belajar, dan ajang berlatih untuk belajar mandiri dalam
merupakan salah satu komponen kecakapan hidup yang dapat memahami konsep-konsep biologi.
dikembangkan melalui proses pembelajaran (Tim BBE, 2003. Berdasarkan atas permasalahan tersebut tujuan dari
Pengembangan kemampuan berargumen seharusnya dapat penelitian ini adalah menghasilkan Perangkat pembelajaran model
dibantu oleh guru melalui pemilihan dan penerapan model
Tabel 3 menunjukkan bahwa walaupun rata-rata N-gain Kemampuan berargumen merupakan indikator hasil
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai kategori belajar yang dicapai siswa dalam proses pembelajaran. Hasil
sama yaitu sedang, tetapi frekuensi siswa pada kategori n-gain belajar siswa berkaitan dengan kemampuan siswa dalam
tinggi sebanyak 1 (1,52%) siswa, sedangkan pada kelas kontrol menyerap dan memahami bahan kajian yang diajarkan. Hasil
tidak ada siswa yang berkategori n-gain tinggi, begitu juga pada belajar dapat dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan
kategori sedang pada kelas eksperimen jumlah siswa lebih banyak pembelajaran (Usman, 1993). Selanjutnya Usman (1993)
dibanding kelas kontrol yaitu sebanyak 51 (77,27%) siswa untuk menyatakan bahwa indikator yang dapat dijadikan tolok ukur
kelas eksperimen dan 18 (27,69%) siswa untuk kelas kontrol, keberhasilan kegiatan belajar mengajar adalah: 1) daya serap
sementara pada kategori rendah, jumlah siswa pada kelas terhadap bahan pelajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi,
eksperimen lebih sedikit dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu baik individu maupun kelompok, 2) perilaku yang digunakan dalam
sebanyak 14 (21,21%) siswa untuk kelas eksperimen dan 47 tujuan pembelajaran khusus yang telah dicapai siswa baik individu
(72,31%) untuk kelas kontrol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa maupun kelompok.
peningkatan kemampuan berargumen siswa kelas eksperimen Hasil uji normalitas data dengan statistik parametrik
lebih tinggi daripada kelas kontrol. Kolmogorov – Smirnov tes menunjukkan bahwa data pada seluruh
Meningkatnya kemampuan berargumen dalam penelitian perlakuan berdistribusi normal. Demikian pula dengan hasil
ini sesuai dengan pendapat Suppe (2000) dan Osborne et al (2007) ujihomogenitas data dengan Levene’s test menunjukkan bahwa
bahwa argumentasi ilmiah adalah kemampuan koefisien statistik Leven’s untuk kemampuan berargumen adalah
mengkomunikasikan dan mengkoordinasi fakta dan teori untuk 0,80. Angka tersebut lebih besar dari 0,05 dan memberikan makna
memberikan penjelasan yang lebih mendalam tentang suatu bahwa varian data pada semua perlakuan adalah homogen,
model, prediksi atau suatu evaluasi. Argumentasi adalah eksplorasi sehingga data dapat dianalisis dengan tehnik uji-t. Hasil uji-t
yang sistimatis dari suatu konfirmasi teoritis melalui koordinasi terhadap kemampuan berargumen dari dua perlakuan eksperimen
bukti-bukti yang menggambarkan hasil observai empiris atau hasil dan kontrol disajikan pada tabel 4.
eksperimen tentang fenomena alam (Bell & Linn, 2007).
Tabel 4. Hasil Uji-t Kemampuan berargumen
Mean Std Error Sig
Df T
Diference Diference (2-talled)
Posttes_KBK equal variances 129 4,92681 1,09931 4,482 0,000
assumed
equal variances not 128,85 4, 92681 1,09947 4,481 0,000
assumed
Data pada tabel 4 menunjukkan bahwa ada perbedaan mencoba, menalar, menyimpulkan dan menyajikan) untuk
kemampuan berargumen siswa yang belajar dengan perangkat meningkatkan kemampuan berargumen siswa. Karakreistik
pembelajaran model 5E dengan siswa yang belajar dengan LKS (PKS dan LHKS) yaitu materi pengamatan memuat
perangkat pembelajaran model EEK di SMA Negeri 1 Woha (thitung konteks permasalahan yang dekat dengan kehidupan di sekitar
= 4,482 dan p = 0,000) > 0,05. Hasil ini mengindikasikan bahwa siswa, dan dirancang mengikuti tahapan model 5E, komponen
kemampuan berargumen siswa yang belajar dengan perangkat PKS meliputi judul pengamatan, masalah pengamatan, tujuan,
model 5E berbeda signifikan dengan siswa yang belajar dengan prosedur pengamatan yang memuat alat dan bahan dan
perangkat model EEK. langkah kerja, bahan diskusi, dan kesimpulan. Sementara
Instrumen kemampuan berargumen memiliki karakteristik yaitu
SIMPULAN memuat indikator kemampauan berargumen. Hasil penilaian
1. Perangkat pembelajaran model 5E yang dikembangkan perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah sangat
meliputi silabus, RPP, LKS (PKS dan LHKS), dan instrumen layak untuk digunakan dalam pembelajaran biologi khususnya
kemampuan berargumen berargumen. Karakteristik silabus pada materi ekologi.
yang dikembangkan terletak pada kegiatan pemberian 2. Ada perbedaan kemampuan berargumen siswa yang belajar
pengalaman belajar siswa yang memuat tahapan model 5E dengan perangkat pembelajaran model 5E dengan siswa yang
(Engage, Explore, Explain, Elaborate, dan Evaluasi) dan belajar dengan perangkat pembelajaran model EEK di SMA
memuat indikator pembelajaran kemampuan berargumen . Negeri 1 Woha.
Karakteristik RPP terletak pada kegiatan pembelajaran yang
disusun berdasarkan tahapan model pembelajaran 5E yang
memuat langkah-langkah saintifik (mengamati, menanya,
ISBN: 978-602-74245-0-0 286
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
DAFTAR PUSTAKA Jufri, A.W. dan Jekti, S. D. D. 2010. Efektifitas Pembelajaran Sains
Anonim, 2011. Mata Pelajaran Science. Kementrian Pendidikan Berbasis Inkuiri dengan Strategi Kooperatif dalam
Nasional. Direktorat Pendidikan Dasar. Direktorat Pembina Meningkatkan Keterampilan Berpikir Siswa SMP. Jurnal
Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Quality Endorsed Pendididkan dan Pembelajaran, vol 17, No 2. Oktober
Company. 2010.
Bass, J. EContat, T.L. and Carin, A. A. 2009. Teaching Science as Osborne, J, Erduran, S, Simon, S. 2007. Enhancing The Quality of
Inquiry. Boston: Pearson. Argument in School Science. School Science Review, June
Bell, P., & Linn, M. C., 2007. Scientific Argument as Learning 2001, 82(301).
Artifact: Designning for Learning from the Web with KIE. Purnama Sari. Ismono, Laili. 2014. Pengembangan Perangkat
International Journal of Science Education. (online): Pembelajaran Dengan Model Learning Cycle Pada Materi
http://www.designbasedresearch.org/reppubs/bell- Suhu Dan Perubahannya Untuk Siswa SMP Kelas VII.
Linn.pdf, Diakses tanggal 13 Desember 2013. Jurnal Unesa Vol 2, No 02.
Corebima, A.D. 2005. Keterampilan Proses: Pemberdayaan dan Sari.,S.I 2013. Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa
Asesmen. Makalah disajikan dalam Workshop bagi Beroreantasi Model Learning Cycle 5E pada Materi
Mahasiswa dan Guru Pelaksana PTK A2 di Batu, Malang, Ekosistem. Jurnal Unesa BioEdu vol.2/No.1/Januari.
24 Juni 2005 Shofiyah, N., Supardi, Jatmiko. 2013. Mengembangkan Penalaran
Dasna, I.W dan Sutrisno. 2005. Model-model Pembelajaran Ilmiah (Scientific Reasoning) Siswa Melalui Model
Konstruktivistik dalam Pengajaran Sains/ Kimia. Malang: Pembelajaran 5E pada Siswa Kelas X SMAN 15 Surabaya.
Universitas Negeri Malang. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia.
Deming, J.C., and M.S. Cracolice. 2004. Learning How to Think. Suppe, F., 2000. Understanding Scientific Theories: An
The Science Teacher. Assessment of Developments 1969–1998. Philosophy of
Dick,W, Carey, L, Carey, J.O. 2001. The Systematic Design of Science. (online)
Instruction. United States: Addison-Wesley Education https://www.princeton.edu/~hhalvors/teaching/phi520_f20
Publisher. 12/Suppe_2000.pdf, Diakses tanggal 25 Agustus 2014.
Gronlund, N.E & R.L Linn., 1990. Measurement and Evaluation in TIM BBE. 2003. Pola Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup,
Teaching. 6th. Ed. New York: MacMillan Publishing Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas. Lembaga
Company. Pengabdian Masyarakat UNESA_JATIM: SIC. Depdiknas.
Indriyani.,R.I. 2013. Pengembangan LKS Berbasis Siklus Belajar Usman, U.M. 1996. Menjadi Guru Profesional. Bandung:
(Learning Cycle) 7E Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Gramedia.
Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Pada Siswa Widoyoko E.P. 2012. Tehnik Penyusunan Instrumen Penelitian.
SMA Kelas X Pokok Bahasan Elektromagnetik. Tesis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
FKIP.Yogyakarta.
MUHALI
Dosen Program Studi Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram
e-mail: muhali231@gmail.com
Abstrak: Level 5 KKNI menuntut siswa untuk mampu menyelesaikan pekerjaan berlingkup luas, memilih metode yang sesuai dari
beragam pilihan yang sudah maupun belum baku dengan menganalisis data, serta mampu menunjukkan kinerja dengan mutu dan
kuantitas yang terukur. Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum, serta mampu memformulasikan
penyelesaian masalah prosedural. Mampu mengelola kelompok kerja dan menyusun laporan tertulis secara komprehensif; Bertanggung
jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok. Selain itu keterampilan-keterampilan
abad 21 juga mengaruskan siswa untuk menguasai beberapa keterampilan agar dapat bersaing di era globalisasi seperti: 1) kemampuan
beradaptasi atau penyesuaian diri dengan lingkungannya, 2) keterampilan berkomunikasi, dan 3) kemampuan menyelesaikan
permasalahan yang tidak rutin ditemukan siswa, 4) manajemen diri/pengembangan diri, 5) system berpikir. Tuntutan-tuntutan dalam tujuan
pendidikan nasional dan global tersebut dapat dengan membelajarkan keterampilan berpikir pada siswa sehingga ke depannya siswa
mampu secara kritis mengidentifikasi untuk merumuskan alternative pemecahan masalah yang dihadapi sehingga dapat mengambil
keputusan yang tepat. Hal tersebut berkaitan erat denganmetakognisi yang sering didefinisikan dengan berpikir tentang berpikir. Melaui
penerapan strategi maupun model pembelajaran metakognisi, siswa secara aktif dapat merefleksi proses kognisi mereka dan dapat
berdampak pada peningkatan kualitas berpikir dan ide-ide alternative pemecahan masalah.
Emai: asyari891@gmail.com
ABSTRAK: Workshop pendidikan sains dan pengembangan keterampilan abad 21 menganjurkan agar dalam pembelajaran, siswa lebih
ditekankan pada pembelajaran keterampilan-keterampilan abad 21 seperti: 1) kemampuan beradaptasi atau penyesuaian diri dengan
lingkungannya, 2) keterampilan berkomunikasi, dan 3) kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak rutin ditemukan siswa, 4)
manajemen diri/pengembangan diri, 5) system berpikir. Keterampilan-keterampilan tersebut perlu dibelajarkan untuk menghadapai
tuntutan global saat ini. Keterampilan-keterampilan tersebut erat kaitannya dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti keterampilan
berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatif, dan metakognisi. Jika keterampilan-keterampilan yang dianjurkan pada workshop tersebut
merupakan tujuan utama dalam dunia pendidikan saat ini, maka seharusnya keterampilan-keterampilan berpikir tingkat tinggi atau yang
lebih dikenal dengan istilah Higher Order Thinking Skills (HOTS) harus dibelajarkan dalam proses pembelajaran kelas. Keterampilan-
keterampilan berpikir kritis, kreatif dan metakognisi berdasarkan banyak literatur mutakhir dinyatakan saling berkaitan baik dalam
pengetahuan (kognitif) maupun disposisi-disposisi keterampilan berpikir tersebut.
Abstrak: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif evaluatif. Penentuan subjek penelitian
dilakukan dengan purposive sampling yang dipilih sesuai dengan kebutuhan atau pertimbangan tertentu dari peneliti. Subjek penelitian ini
adalah dosen dan mahasiswa. Sedangkan objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah implemenetasi Model Kelas Karakter di IKIP
Mataram. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini
dilakukan dengan metode deskriptif evaluatif. Metode ini menyelidiki keadaan atau kegiatan setelah selesai lalu memaparkan hasilnya
dalam bentuk laporan. Hasil penelitian menunjukkan, Implementasi model Kelas Karakter di IKIP Mataram menunjukkan: 1) pelaksanaan
Model Kelas Karakter di IKIP Mataram sudah terpenuhi dan mempunyai kriteria baik. 2) implementasi model Kelas Karakter di IKIP
Mataram dapat dikatakan efektif. 3) faktor yang mdalah kegiatan pembiasaan.
Email: mnursan93@gmail.com
Abstrak: Pulau Sumbawa memiliki potensi mineral logam yang cukup beragam seperti emas, perak, tembaga, nikel dan mangan.
Keberadaan penambangan tradisional manjadi bukti nyata banyaknya kandungan logam tetapi penambang hanya terfokus pada emas
sementara logam lain menjadi limbah, misalnya Tembaga. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kandungan tembaga (Cu) dari batuan
alam di lokasi penambangan emas tradisional Sumbawa yaitu Lubang Olat Pakirum Kelurahan Sampir Sumbawa Barat, Lubang Upak
Desa Mapin Rea Sumbawa dan Lubang Olat Labaong Sumbawa. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode kopresipitasi
untuk memperoleh serbuk sampel yang berukuran sangat kecli. Sedangkan untuk menganalisa kandungan digunakan metode AAS. Hasil
pengujian menggunakan AAS dari batuan alam tersebut menunjukkan batuan Pakirum Sumbawa Barat memiliki kandungan tembaga
1063,9251 ppm, batuan Upak Sumbawa 86,5422 ppm dan Labaong Sumbawa 6,7110 ppm.
PENDAHULUAN METODE
Tembaga (Cu) merupakan salah satu logam yang paling Penelitian ini tergolong penelitian murni terlaksana dalam
banyak dimanfaatkan oleh manusia selain karena kelimpahannya beberapa tahapan yaitu preparasi sampel, peleburan dengan
yang sangat besar di alam juga karena sifat-sifat yang dimiliki oleh metode kopresipitasi, pengovenan serta pengujian kandungan
tembaga. Menurut Askeland, dkk (2011) tembaga memiliki menggunakan AAS.
kondukvitas termal dan elektrik yang sangat baik, ketahanan Material alam yang digunakan berasal dari
terhadap korosi serta mudah ditempa kedalam berbagai bentuk. penambangan emas tradisional Sumbawa yaitu batu dari lubang
Hal ini menjadikan tembaga tidak asing lagi terdengar ketika Olat Pakirum kelurahan Sampir Sumbawa Barat, lubang Upak desa
disebutkan karena banyaknya pemanfaatan tembaga yang secara Mapin Rea Sumbawa dan dari lubang Olat Labaong desa Hijjrah
nyata terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bidang idustri Sumbawa
misalkan seperti komponen dan produk elektrik, logam alloy, Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisika IKIP
kawat, peralatan rumah tangga, uang logam, bodi automobil Mataram dan Laboratorium Kimia Analitik Unram dengan alat dan
bahkan bodi pesawat serta sebagai Electroplating. Unsur tembaga bahan sebagai berikut:
bersumber dari hasil pelapukan/pelarutan mineral-mineral yang 1. Alat-alat yang digunakan: Palu, Mortar Baja, Pengayak, AAS,
terkandung dalam bebatuan (Napitupulu, 2008). Di indonesia Magnetik Stirer, Oven, Termometer, Stopwatch, Corong,
tercatatat tambang tembaga hanya terdapat di pegunungan Jaya Kertas saring Whatman no. 42, Sendok, Neraca Ohuss dan
Wijaya dan Kalimantan Barat namun masih terdapat beberapa Gelas-gelas Kimia
wilayah lain yang memiliki potensi mineral logam tembaga. 2. Bahan-bahan: sampel batu penambangan tradisional
Sumbawa adalah wilayah kepulauan di provinsi Nusa Sumbawa, Larutan HCl 32%, Larutan NH4OH 25% dan
Tenggara Barat yang kaya akan hasil tambang terlihat dengan Aquades.
banyaknya bermunculan penambangan emas tradisional. Namun Sampel dilebur menggunakan metode kopresipitasi
selama ini masyarakat hanya terfokus pada penambangan emas. untuk memperoleh sampel yang berukuran sangat kecil bahkan
Sementara berdasarkan penelitian Moe’tamar dan Ernowo pada akan menuju ukuran nano melalui proses peleburan menggunakan
tahun 2011 menyebutkan bahwa Sumbawa memiliki prospek larutan asam dan pengendapan menggunakan larutan basa.
keterdapatan mineral logam selain emas dalam batuan. Pengujian kandungan ion logam Cu dari batuan ditentukan dengan
Batuan dari dalam lubang galian beberapa lokasi AAS menggunakan metode kurva kalibrasi. Hasil analisa akan
penambangan emas tradisional Sumbawa akan dijadikan sampel dikonversikan kedalam satuan (ppm) berdasarkan persamaan
untuk diidentifikasi secara terfokuskan pada kandungan berikut ini:
tembaganya. Sampel akan diberikan perlakuan pada tahap
peleburannya dengan metode kopresipitasi untuk selanjutnya diuji X=
𝑘𝑘 𝑥 𝑓𝑝
…………. (1)
kandungan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer 𝑚
Bentuk Batuan
Upak Labaong
Pakirum
Abstrak: Konsep parenting bertujuan untuk mensinergikan pengasuhan dan pendidikan anak yang dilakukan oleh orang tua anak di
rumah dengan yang dilakukan guru di sekolah agar anak mencapai pekembangan maksimal. faktanya menunjukan bahwa parenting di
sekolah dasar kurang terkelola oleh pihak penyelenggara pendidikan. Karena itulah peneliti tertarik untuk mengkaji lebih mendalam
tentang pengelolaan parenting education di sekolah dasar dengan tujuan untuk mendeskripsikan pengelolaa dan jenis kegiatan parenting
education in school pada jenjang pendidikan dasar kelas 1, 2 dan 3 di SDN Jereneng dan Madrasah Ibtidaiyah Kabupaten Lombok Tengah.
Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan deskriptif evaluatif, data yang akan dikumpulkan adalah
data-data yang berhubungan dengan kegiatan parenting berupa observasi dan dokumen kegiatan, serta akan dilakukan wawancara
mendalam kepada informan. Berdasarkan hasil paparan data, ditemukan bahwa pengelolaan parenting educationdi sekolah dasar dasar
meliputi (a) pengelolaan Parenting tidak terprogram (b) parenting melibatkan pihak sekolah dengan, unsur komite sekolah, dan wali
murid. (c) Pelaksanaannya berkordinasi dengan sekolah dan tempat ibadah. Sedangkan Jenis parenting education in school pada jenjang
pendidikan dasar meliputi (a) Acara Kegiatan rutin tahunan seperti kenaikan kelas, (b) Ceramah Pendidikan dan keagamaan oleh unsur
sekolah dan Tokoh agama dan Masyarakat baik dilingkungan sekolah dan masyarakat. (c) Kegiatan pengajian rutin mingguan di masjid
lingkungan sekitar masyarakat.(d) Kunjungan guru kerumah wali murid secara peribdi. Penelitian ini merekomendasikan Pertama, kepada
Kepala Sekolah, membagi informasi yang berguna dalam mendidik anak sesuai dengan tugas dan kompentsi masing. Kedua, Guru, agar
terus meningkatkan hubungan dekat dengan wali murid. Ketiga,Wali Murid, agar senantiasa menggali informasi dan pengetahuan tentang
cara mendidik anak yang lebih efektif, selain itu terus menimba ilmu agama sebagai bekal terbaik mendidik anak. Dan keempat, Bagi
Masyarakat sekitar sekolah, menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat bagi anak merupakan bentuk dukungan nyata terhadap
pendidikan.
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa sekolah dasar pada pelajaran IPA (Biologi)
kelas V SDN 1 Bengkel melalui penggunaan strategi peta konsep. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V semester Semester I
Tahun pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan
pendekatan kuantitatif yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Penelitian Tindakan
Kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus pada pokok bahasan organ pada manusia dan hewan, dengan subjek penelitian yaitu kelas V
SDN 1 Bengkel yang berjumlah 31 siswa. Siklus pertama dan kedua dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan yang mana dua kali
pertemuan untuk proses belajar mengajar dan satu pertemuan untuk evaluasi hasil belajar. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantitatif mengenai keterlaksanaan
kegiatan guru, keterlaksanaan kegiatan siswa, hasil belajar siswa dan motivasi belajar siswa. Hasil evaluasi meningkat dari 67%
ketuntasan klasikal pada siklus I menjadi 87% pada siklus II. Data motivasi siswa didapat melalui proses pemaparan tujuan dari
pembelajaran yang diikuti dengan penyebaran angket kepada siswa, kemudian dilanjutkan dengan melaksanakan proses kegiatan belajar
mengajar selama 2 kali pertemuan di setiap siklus. Berdasarkan data yang diperoleh, motivasi belajar siswa mengalami peningkatan
di siklus I sebesar 78,41 dan pada siklus ke II sebesar 83 sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi starategi peta konsep dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA (Biologi) siswa kelas v SDN 1 Bengkel.
Abstract: The objective of this research is to improve motivation and learning achievement of elementary school students in science
subjects matter (Biology) of 5th grade of SDN 1 Bengkel through concept maps learning strategy. Subjects in this study were students in
second semester of 5th grade. This research is Classroom Action Research with a quantitative approach that is data expressed in numbers
and analize by statistical analysis. Class Action Research was conducted in two cycles on the subject of organ in humans and animals,
that followed by 31 students of 5th grade SDN 1 as the subject of this research. The first and second cycles carried out in three meetings
where the two meetings on the learning process and one meeting for the evaluation of learning achievement. Each cycle consists of four
stages: planning, implementation, observation and reflection. The evaluation results increased from 67% classical completeness in the
first cycle to 87% in the second cycle. Data obtained student motivation through the learning objectives of the exposure process followed
by the deployment of student’ questionnaires, followed by carrying out the process of learning during two meetings in each cycle. Based
on the data obtained, the motivation of students has increased in the first cycle that is 78.41 to 83 in the second cycle so it can be concluded
that the utilizing of concept maps learning strategy can enhance student’ motivation and learning achievement.
PENDAHULUAN tradisional ini pada bidang sains adalah nilai siswa mengalami
Pendidikan merupakan hal yang sangat urgen dalam kemerosotan.
mengukur tingkat kemajuan bangsa. Keberhasilan suatu bangsa Berdasarkan tujuan pembelajaran sains, maka kegiatan
sangat ditentukan dari keberhasilan bangsa itu dalam belajar mengajar sains, termasuk bidang studi IPA semestinya
mengkonstruksi sistem pendidikannya. Dalam mengkonstruksi diarahkan pada kegiatan yang mendorong siswa belajar secara
sistem pendidikan yang baik tidak terlepas dari keberhasilan dalam aktif, baik fisik, maupun mental. Selama KBM, diharapkan
proses belajar mengajar. Upaya yang dilakukan dalam keterlibatan siswa menemukan dan membangun sendiri
meningkatkan kualitas pembelajaran secara nasional dapat pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya. Hal ini
dilakukan dengan upaya pengembangan kurikulum, penyediaan didukung oleh Fisher (1975) yang mengemukakan bahwa sains
sarana, dan penelitian-penelitian yang inovatif terhadap model, adalah suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan
metode, strategi, pendekatan, dan pengembangan perangkat metode-metode berdasarkan pengamatan. Profesi guru sains
pembelajaran. mampu menyampaikan informasi tentang alam, fakta-faktanya dan
Perubahan kurikulum adalah sebuah keniscayaan, keterkaitannya dengan ilmu lain serta mampu mengembangkan
seiring perkembangan zaman serta untuk menjawab kebutuhan suatu perangkat pembelajaran yang mencerminkan kompetensi
bangsa dan masyarakat. Hal ini tercermin pada evaluasi dan siswa tentang merancang dan melakukan kinerja ilmiah untuk
perubahan dari kurikulum KTSP 2006 menjadi Kurikulum 2013. membentuk sikap ilmiah, sehingga pada akhirnya akan sejalan
Pendekatan saintifik menurut Kurikulum 2013 adalah menerapkan dengan hakikat sains yang mencakup proses, produk dan sikap
sains untuk memecahkan masalah di kehidupan sehari-hari. ilmiah.
Namun dalam kenyataannya di lapangan hal ini belum sepenuhnya Ketuntasan pembelajaran pada pelajaran IPA tidak hanya
diterapkan di lingkungan sekolah, karena masih banyak guru yang berfokus pada percobaan, tetapi siswa juga dituntut untuk
menerapkan model pembelajaran tradisional, yaitu model memahami dan menguasai konsep materi IPA itu sendiri.
pembelajaran yang didominasi dengan menggunakan metode Berdasarkan pernyataan tersebut konsep-konsep dasar diberikan
ceramah. Dampak yang terjadi akibat model pembelajaran secara benar dan memberikan penekanan pada kegiatan serta
40% 87.00%
Setelah memperoleh data tes hasil belajar siswa dengan 67.00%
menerapkan model pembelajaran inkuiri, selanjutnya dianalisis
20%
secara kuantitatif yaitu:
a. Ketuntasan individu, setiap siswa dalam proses pembelajaran 0%
dinyatakan tuntas secara individu terhadap materi pelajaran siklus I siklus II
yang disampaikan apabila siswa mampu memperoleh nilai ≥ Gambar 1. Rata-rata Persentase Ketuntasan Tiap Siklus
73. Nilai ketuntasan individu dapat dihitung dengan rumus :
skor jawaban benar Data motivasi siswa didapat melalui proses pemaparan
KI= x 100
skor maximal tujuan dari pembelajaran yang diikuti dengan penyebaran angket
Keterangan: kepada siswa, kemudian dilanjutkan dengan melaksanakan proses
KI = Ketuntasan Individu kegiatan belajar mengajar selama 2 kali pertemuan di setiap
ISBN: 978-602-74245-0-0 311
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
siklus, peneliti melaksanakan evaluasi terhadap proses Berdasarkan hasil observasi siklus I diperoleh beberapa
pembelajaran yang telah berlangsung dengan menggunakan kekurangan-kekurangan antara lain: siswa masih kurang
model peta konsep. Berdasarkan data hasil penyebaran angket memperhatikan penjelasan guru dan belum berani maju ke depan
yang dilaksanakan sebanyak 2 kali pengukuran diperoleh data untuk mengerjakan contoh-contoh soal yang diberikan guru.
seperti pada tabel di bawah ini: Berdasarkan kekurangan pada siklus I dilakukan
Tabel 2. Data Motivasi Belajar Siswa perbaikan pembelajaran pada siklus II. Perbaikan itu antara lain:
Keterangan memotivasi siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan
No. Deskripsi kontekstual sesuai dengan materi pada siklus II dan memberikan
Siklus I Siklus II
reward kepada kelompok atau individu siswa yang bisa
1. Nilai Tertinggi 91 92 mengerjakan contoh soal yang diberikan guru.
2. Nilai Terendah 41 73 Berasarkan hasil pada sisklus II diperoleh hasil penelitian
3. Nilai Rata – rata 78,41 83 yaitu evaluasi hasil belajar meningkat dari rata-rata 75 pada siklus
I menjadi 76 dengan persentase ketuntasan kalsikal dari 67% pada
4. Peningkatan Nilai 4,59
siklus I menjadi 87%. Karena semua indikator keberhasilan telah
tercapai maka penelitian dihentikan hingga siklus ke II.
Untuk lebih jelasnya perbandingan antara motivasi belajar Dari penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa hasil
siswa dari siklus I sampai siklus II dapat dilihat pada diagram belajar siswa meningkat dari siklus I hingga siklus II dan dapat
batang berikut: tuntas pada siklus ke II, karena ketutasan kalsikal > 85%, dengan
demikian implementasi model peta konsep dapat meningkatkan
Motivasi Belajar Siswa motivasi dan hasil belajar siswa.
Melalui implementasi model peta konsep yang dilakukan
83.00 dalam penelitian ini telah memberikan alternatif tambahan untuk
82.00 dapat digunakan sebagai pilihan model pembelajaran yang dapat
81.00 meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Banyak
keuntungan yang dapat diambil dalam penerapan model ini, (1)
80.00
siswa diberi kesempatan untuk mengamati fenomena yang akan
79.00 menggiring pemikiran dan ide siswa untuk merumuskan
78.00 permasalahan. Proses mengamati fenomena alam, fenomena
77.00 sosial, dan fenomena seni budaya, kemudian bertanya dan
76.00 menalar hasil pertanyaan tersebut merupakan proses siswa untuk
Rata- menjadi kreatif (Setyaningrum, 2013).
rata (2) Masalah yang dirumuskan siswa menjadi titik awal
proses penyelidikan siswa. Proses mencari jawaban sementara
Siklus I Siklus II berupa sebuah hipotesis atas permasalahan tersebut adalah
dengan cara mengeksplorasi pengetahuan awal siswa dari
membaca buku ajar siswa kemudian menuangkanya dalam
PEMBAHASAN Concept Mapping, tujuanya agar siswa dari awal sudah aktif
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan untuk meningkatkan mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Diawali dengan
hasil belajar kelas V SDN 1 Bengkel tahun pelajaran 2015/2016 membaca buku ajar dengan sub-bab yang telah ditentukan, siswa
pada pokok bahasan system pernapasan manusia dan hewan diharapkan mampu mengekstrak konsep-konsep penting dari
dengan menggunakan model peta konsep. Penelitian tindakan bacaan dengan menggaris bawahi ide-ide pentingguna
kelas ini terselesaikan dalam dua siklus, dimana pada setiap menghasilkan keyword berupa kata-kata inklusif dan proposisi
siklusnya terdiri dari empat tahap yaitu: (1) perencanaan, (2) yang digunakan dalam membuat concept mapping. Hal ini sesuai
pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan evaluasi, dan (4) refleksi. dengan teori “pengatur kemajuan” seperti yang diungkapkan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dengan Ausuble bahwa menggarisbawahi ide-ide utama dalam suatu
Penelitian Tindakan Kelas selama 2 siklus terlihat bahwa terjadi situasi pembelajaran yang baru merupakan bentuk
peningkatan motivasi belajar yakni sebesar 4,59. Hal ini dilihat pengorganisasian awal guna mengkaitkan ide-ide baru tersebut
dari proses pengukuran diperoleh data kualitatif tentang motivasi dengan pengetahuan yang telah ada pada pembelajaran (Riyanto,
belajar siswa. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan metode 2009). Agar concept mapping yang dibuat siswa tidak terlalu jauh
statistik deskriptif. keluar konteks, maka pada pertemuan pertama guru memberikan
Motivasi belajar siswa dilaksanakan sebanyak 2 kali bimbingan berupa penentuan kata-kata inklusif untuk mengisi
pengukuran. Motivasi sebagai objek penelitian ini mengalami cabang utama.
peningkatan di siklus I sebesar 78,41 dan pada siklus ke II sebesar
83. Peningkatan ini dipengaruhi oleh siswa merasa senang KESIMPULAN
belajar biologi, dalam penyampaian pembelajaran peneliti 1. Implementasi model peta konsep dapat meningkatkan motivasi
menggunakan metode pembelajaran yang baru dalam proses belajar siswa kelas V SDN 1 Bengkel tahun pelajaran
pembelajaran siswa ikut aktif dalam proses pembelajaran. Pada 2015/2016.
siklus I diperoleh hasil penelitian evaluasi hasil belajar berupa rata- 2. Implementasi model peta konsep dapat meningkatkan hasil
rata kelas 75 dengan persentase ketuntasan klasikal 67 %. Dari belajar siswa kelas V SDN 1 Bengkel tahun pelajaran
hasil analisis siklus I dapat diketahui bahwa indikator ketuntasan 2015/2016.
klasikal siswa masih kurang dari 85% sehingga penelitian harus
dilanjutkan ke silkus II.
ISBN: 978-602-74245-0-0 312
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
SARAN Kasihani dan Wayan. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Malang:
Adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah sebagai Universitas Negeri Malang.
berikut: Novak, J.D. & Gowin D.B. 2006. Learning How to Learn. New York:
3. Bagi guru IPA diharapkan dapat menerapkan model peta Cambride University Press.
konsep sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan motivasi Nur, M. 2000. Buku Panduan Keterampilan Proses dan Hakikat
dan hasil belajar siswa. Sains. Surabaya: Unesa University Press.
4. Dalam penerapan model peta konsep hal lain yang perlu Nur, M. 2011. Strategi-Strategi Belajar. Surabaya: Penerbit Pusat
diperhatikan adalah tentang pembagian kelompok, diharapkan Sains dan Matematika Sekolah. Surabaya:Unesa
pembagian kelompok memperhatikan aspek intelektualitas dan University Press.
emosinal siswa. Purwati, Endang. 2012. ‘Efektivitas Strategi Peta Konsep untuk
5. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti dengan menerapkan meningkatkan Pengetahuan Prosedural dan Daya
model peta konsep diharapkan dapat menggunakannya media Nalar Siswa Dalam menata Dokumen (Study
pembelajaran lain yang diharapkan lebih komunikatif. Eksperimen Kuasi pada Siswa kelas XI administrasi
perkantoran di SMKN 1 Bandung)”. Tesis. UPI
DAFTAR PUSTAKA Bandung.
Adi, M. R., Sudiana, I. W., Resana, I. Dw. Pt. 2012. Pengaruh Ruiz-Primo. 2000. “On The Use of Concept Maps as An Assesment
Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantukan Tool in Science”. Revista Electronica de Investigation
Teknik Peta Konsep Terhadap Pemahaman Konsep Educativa. Universidad Autonoma de baja California.
IPA Siswa Kelas V SD Desa KaliAsem.Singaraja: PPs. Ensenada mexico. 2(1), 29-53.
PGSD.Universitas Ganesha.Tersedia di Saptorini. 2008. Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis
ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/vie Inkuiri Sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Inkuiri
wFile/3058 /2532. Diakses tanggal 15 April 2014. Guru Kimia Kabupaten Demak. Demak. Jurnal unnes.
Arends, R.I. 2009. Belajar untuk Mengajar. Penerjemah oleh Tersedia di @.id/njy/index.php/rekayasa/…/291.
Soetjipto, H.P & Soetjipto, S.M. Yogyakrta: PT. Pustaka Diakses tanggal 6 Maret 2014.
Pelajar. Stoddart, Trish. 2000. Concept Maps As Assessments In Science
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik In Aviry Learning A report of Methodology. The
(edisi revisi). Jakarta: Rineka Cipta. International Journal of Science Education, 22 p. 1221-
Badan Penelitian dan Pengembangan Nasional Kementrian 1246.
Pendidikan dan Kebudayaan. 2011. Ringkasan studi Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
PISA 2011. Jakarta: Depdiknas Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Buzan, Tony. 2006. Buku pintar mind map. Jakarta: PT. Gramedia Wahyudi, A. 2013. Pengaruh Peta Konsep dalam Pembelajaran
Pustaka Utama Inkuiri Terbimbing Ditinjau dari Kemampuan Bernalar
Dahar, R.W. 1988. Teori- Teori belajar. Jakarta: Erlangga. siswa Kelas XI. Malang: PPS. Universitas Negeri
Edmondson, K. 2000. Assessing Science Understanding Through Malang. Jurnal Pendidikan. 1 (3), 237-245.
Concept Maps. In J. Mintzes, J. Wandersee, & J. Novak Widodo, A., 2006. “Profil Pertanyaan Guru dan Siswa dalam
(Eds). Assessing Science Understanding: A Human Pembelajaran Sains”. Jurnal Ilmu Pendidikan. Vol. 4
Constructivist View. San Diego, CA: Academic Press. No. 2, pp.139-148.
Abstrak: Modernisasi telah membawa pengaruh negatif kepada masyarakat termasuk pada remaja secara langsung maupun tidak
langsung yang telah mengarahkan terjadinya penyimpangan pola makan yang sehat. Fast food merupakan makanan yang mengandung
tinggi kalori, tinggi lemak dan rendah serat. Remaja merupakan kelompok yang rentan terhadap pola konsumsi makanan jenis fast food.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status sosial ekonomi dengan tingkat konsumsi fast food pada remaja. Penelitian
menerapkan studi observasional dengan rancangan cross sectional. Sampel sebanyak 373 siswa. Variabel dependen yaitu konsumsi fast
food, dan variabel independen yaitu status sosial ekonomi. Instrumen digunakan adalah kuesioner dan FFQ. Analisis data dengan cara
deskriptif dan uji Chi Square (χ²). Berdasarkan durasi per minggu, terdapat hubungan antara status sosial ekonomi dengan tingkat
konsumsi western fast food (p=0.00; RP=1.07; CI 95%=0.84-1.36) dan fast food lokal (p=0.00; RP= 0.96; CI 95%= 0.84-1.11). Berdasarkan
frekuensinya, terdapat hubungan yang signifikan antara status sosial ekonomi dengan tingkat konsumsi western fast food dengan p=0.00;
RP= 6.35; CI 95%= 3.01-13.4 dan fast food lokal dengan p=0.00; RP= 7.08; CI 95%= 4.54-11.0. Pengaruh teman sebaya signifikan
(p=0.002; RP=1.30; CI 95%=0.90-1.87) dengan tingkat konsumsi western fast food pada remaja. Kebiasaan makan makanan rumah
(makan siang dengan p=0.007 RP= 0.78; CI 95%= 0.61-0.99) dan pengaruh media massa (RP= 1.01; CI 95%= 0.91-1.12) signifikan
dengan tingkat konsumsi fast food lokal (p=0.04). Remaja dengan status sosial ekonomi yang sejahtera mempunyai peluang lebih besar
untuk mengkonsumsi fast food.
Tabel 3, menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan demikian, remaja dengan status sosial ekonomi sejahtera (50.34%)
antara status sosial ekonomi dengan frekuensi konsumsi western mempunyai peluang sebesar 1.07 kali untuk mengkonsumsi fast
fast food (p=0.00; RP=1.07 dan CI 95%=0.84-1.36). Dengan food.
Tabel 4. Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Tingkat Konsumsi Western Fast Food pada Remaja
Western Fast Food
RP
Variabel Sering Rendah χ2 p
CI 95%
n % n %
Status Sosial Ekonomi
Sejahtera 288 96.64 10 3.36 6.35
29.8 0.00*
Kurang sejahtera 59 78.67 16 21.33 3.01-13.4
Keterangan:
χ2 = Chi-Square RP = Rasio Prevalensi * = Signifikan
p = p-value CI 95% = Confidence Interval 95%
Tabel 4, memperlihatkan terdapat hubungan yang sosial ekonomi sejahtera (96.64%) mempunyai peluang 6.35 kali
signifikan antara status sosial ekonomi dengan tingkat konsumsi untuk mengkonsumsi western fast food dibandingkan dengan
fast food pada remaja di Kota Mataram dengan p=0.00; RP= 6.35 keluarga yang kurang sejahtera.
dan CI 95%= 3.01-13.4. Dengan demikian, remaja dengan status
Tabel 5. Hubungan antara Jenis Kelamin, Kebiasaan Makan Makanan Rumah, Pengaruh Teman Sebaya dan Pengaruh Media
Massa dengan Tingkat Konsumsi Western Fast Food Berdasarkan Durasi per Minggu
Western Fast Food
1x/m 2x/m ≥3x/m TP RP
Variabel χ2 p
n n n n CI 95%
% % % %
Jenis kelamin
Laki-laki 57 39 24 14
0.80
42.54 29.10 17.91 10.45 6.93 0.07
0.66-0.98
Perempuan 128 67 32 12
53.56 28.03 13.39 5.02
Kebiasaan Makan Makanan Rumah
1. Sarapan
Sering 121 54 34 19
1.19
53.07 23.68 14.91 8.33 7.61 0.05
0.97-1.45
Jarang 64 52 22 7
44.14 35.86 15.17 4.83
2. Makan Siang
Sering 166 94 47 23
1.12
50.30 28.48 14.24 6.97 1.42 0.70
0.84-1.49
Jarang 19 12 9 3
44.19 27.91 20.93 6.98
3. Makan Malam 1.03
0.45 0.92
Sering 161 92 47 23 0.77-1.38
ISBN: 978-602-74245-0-0 316
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
49.85 28.48 14.55 7.12
Jarang 24 14 9 3
48 28 18 6
Pengaruh Teman Sebaya
Ya 179 103 53 21
1.30
50.28 28.93 14.89 5.90 14.4 0.002*
0.90-1.87
Tidak 6 3 3 5
35.29 17.65 17.65 29.41
Pengaruh Media Massa
Ya 97 48 27 10
1.15
53.30 26.37 14.84 5.49 2.62 0.45
0.94-1.41
Tidak 88 58 29 16
46.07 30.37 15.18 8.38
Keterangan:
χ2 = Chi-Square RP = Rasio Prevalensi * = Signifikan
p = p-value CI 95% = Confidence Interval 95% TP = Tidak pernah
Tabel 5, memperlihatkan ada hubungan yang signifikan sebaya mempunyai frekuensi lebih tinggi (50.28%) dalam
secara statistik antara pengaruh teman sebaya (p=0.002; RP=1.30 mengkonsumsi fast food dengan durasi 1 kali/minggu. Hasil
dan CI 95%=0.90-1.87) dengan tingkat konsumsi western fast food penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara
pada remaja. Dengan demikian, remaja yang terpengaruh oleh jenis kelamin, kebiasaan makan makanan rumah dan pengaruh
teman sebaya mempunyai peluang sebesar 1.30 kali untuk media massa dengan frekuensi konsumsi western fast food
mengkonsumsi fast food. Remaja yang terpengaruh oleh teman (p>0.05).
Tabel 6. Hubungan antara Jenis Kelamin, Kebiasaan Makan Makanan Rumah, Pengaruh Teman Sebaya dan Pengaruh Media
Massa dengan Tingkat Konsumsi Western Fast Food
Western Fast Food
RP
Variabel Sering Rendah χ2 p
CI 95%
n % n %
Jenis kelamin
Laki-laki 122 91.04 12 8.96 0.65
1.27 0.26
Perempuan 225 94.14 14 5.86 0.31-1.37
Kebiasaan Makan Makanan Rumah
1. Sarapan
Sering 212 92.98 16 7.02 0.98
0.00 0.96
Jarang 135 93.10 10 6.90 0.45-2.10
2. Makan Siang
Sering 306 92.73 24 7.27 0.63
0.40 0.52
Jarang 41 95.35 2 4.65 0.15-2.61
3. Makan Malam
Sering 299 92.57 24 7.43 0.53
0.78 0.37
Jarang 48 96 2 4 0.13-2.20
Pengaruh Teman Sebaya
Ya 333 93.54 23 6.46 2.73
3.13 0.07
Tidak 14 82.35 3 17.65 0.90-8.20
Hasil analisis Tabel 7, menunjukkan ada hubungan yang mengkonsumsi fast food lokal. Berdasarkan hasil analisis tersebut,
signifikan antara status sosial ekonomi dengan frekuensi konsumsi remaja dengan status sosial ekonomi sejahtera mempunyai
fast food lokal (p=0.00; RP=0.96; CI 95%=0.84-1.11). Dengan frekuensi lebih tinggi dalam mengkonsumsi fast food dengan durasi
demikian, remaja yang tergolong dengan status sosial ekonomi 2 kali/minggu (42.95%).
sejahtera dapat mengurangi peluang sebesar 0.96 kali untuk
Tabel 8. Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Tingkat Konsumsi Fast Food Lokal pada Remaja
Fast Food Lokal
RP
Variabel Sering Rendah χ2 p
CI 95%
n % n %
Status Sosial Ekonomi
Sejahtera 275 92.28 23 7.72 7.08
92.9 0.00*
Kurang sejahtera 34 45.33 41 54.67 4.54-11.0
Keterangan:
χ2 = Chi-Square RP = Rasio Prevalensi * = Signifikan
p = p-value CI 95% = Confidence Interval 95%
Tabel 8, memperlihatkan terdapat hubungan yang status sosial ekonomi sejahtera (92.28%) memiliki peluang 7.08
signifikan antara status sosial ekonomi dengan tingkat konsumsi kali untuk mengkonsumsi fast food lokal dibandingkan dengan
fast food lokal dengan p=0.00; RP= 7.08 dan CI 95%= 4.54-11.0. remaja yang kurang sejahtera.
Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa remaja dengan
Tabel 9. Hubungan antara Jenis Kelamin, Kebiasaan Makan Makanan Rumah, Pengaruh Teman Sebaya dan Pengaruh Media
Massa dengan Tingkat Konsumsi Fast Food Lokal Berdasarkan Durasi per Minggu
Fast Food Lokal
1x/m 2x/m ≥3x/m TP RP
Variabel χ2 p
n n n n CI 95%
% % % %
Jenis kelamin
Laki-laki 31 53 28 22
1.02
23.13 39.55 20.90 16.42 0.20 0.97
0.91-1.14
Perempuan 51 96 50 42
21.34 40.17 20.92 17.57
Kebiasaan Makan Makanan Rumah
1. Sarapan
Sering 49 96 43 40
0.98
21.49 42.11 18.86 17.54 1.90 0.57
0.88-1.09
Jarang 33 53 35 24
22.76 36.55 24.14 16.55
2. Makan Siang
Sering 66 129 73 62
0.78
20 39.09 22.12 18.79 12.08 0.007*
0.61-0.99
Jarang 16 20 5 2
37.21 46.51 11.63 4.65
3. Makan Malam
Sering 72 127 69 55
1.02
22.29 39.32 21.36 17.03 0.59 0.89
0.88-1.19
Jarang 10 22 9 9
20 44 18 18
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 9, menunjukkan massa mempunyai peluang 1.01 kali untuk mengkonsumsi fast
bahwa kebiasaan makan makanan rumah (makan siang dengan food lokal.
p=0.007 RP: 0.78 dan CI 95%: 0.61-0.99) dan pengaruh media Remaja dengan kebiasaan makan siang di rumah
massa (RP: 1.01 dan CI 95%: 0.91-1.12) mempunyai hubungan (39.09%) dan terpengaruh media massa (46.15%) mempunyai
signifikan dengan tingkat konsumsi fast food lokal (p=0.04). Hasil
frekuensi lebih tinggi untuk mengkonsumsi fast food dengan durasi
RP memperlihatkan remaja yang mempunyai kebiasaan makan 2 kali/minggu. Tabel 9, juga memperlihatkan bahwa tidak terdapat
siang di rumah dapat mengurangi peluang sebesar 0.78 kali untuk hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, kebiasaan makan
mengkonsumsi fast food lokal dan remaja yang terpengaruh media makanan rumah (sarapan dan makan malam) dan pengaruh teman
sebaya dengan tingkat konsumsi fast food lokal (p>0.05).
Tabel 10. Hubungan antara Jenis Kelamin, Kebiasaan Makan Makanan Rumah, Pengaruh Teman Sebaya dan Pengaruh
Media Massa dengan Tingkat Konsumsi Fast Food Lokal
Fast Food Lokal
RP
Variabel Sering Rendah χ2 p
CI 95%
n % n %
Jenis kelamin
Laki-laki 114 85.07 20 14.93 1.23
0.73 0.39 0.75-2.00
Perempuan 195 81.59 44 18.41
Kebiasaan Makan Makanan Rumah
1. Sarapan
Sering 187 82.02 41 17.98 0.88
0.28 0.59
Jarang 122 84.14 23 15.86 0.55-1.40
2. Makan Siang
Sering 270 81.82 60 18.18 0.51
2.11 0.14
Jarang 39 90.70 4 9.30 0.19-1.33
3. Makan Malam
Sering 268 82.97 55 17.03 1.05
0.02 0.86
Jarang 41 82 9 18 0.55-2.00
Pengaruh Teman Sebaya
Ya 297 83.43 59 16.57 1.77
1.88 0.17
Tidak 12 70.59 5 29.41 0.81-3.84
Pengaruh Media Massa
Ya 154 84.62 28 15.38 1.22
0.78 0.37
Tidak 155 81.15 36 18.85 0.78-1.92
Keterangan:
χ2 = Chi-Square RP = Rasio Prevalensi
p = p-value CI 95% = Confidence Interval 95%
Hasil analisis pada Tabel 10 memperlihatkan remaja Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Frekuensi
perempuan memiliki frekuensi lebih tinggi sebesar 81.59% dalam Konsumsi Fast Food
mengkonsumsi fast food lokal. Frekuensi sangat tinggi juga Berdasarkan hasil analisis statistik membuktikan bahwa
diperlihatkan pada remaja yang mempunyai kebiasaan makan terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi status sosial
makanan rumah dengan kategori sering sarapan (82.02%), makan ekonomi keluarga dengan frekuensi konsumsi western fast food
siang (81.82%) dan makan malam (82.97%). Remaja yang maupun fast food lokal (p<0.05). Berdasarkan durasi konsumsi per
terpengaruh oleh teman sebaya mempunyai frekuensi sangat tinggi minggu, remaja dengan status sosial ekonomi sejahtera
sebesar 83.43% dan yang tidak terpengaruh media massa sebesar mempunyai peluang sebesar 1.07 kali untuk mengkonsumsi fast
81.15%. Tetapi, hasil statistik menunjukkan tidak terdapat food. Selain itu, remaja dengan status sosial ekonomi sejahtera
hubungan antara jenis kelamin, kebiasaan makan makanan rumah, mempunyai frekuensi lebih tinggi (50.34%) untuk mengkonsumsi
pengaruh teman sebaya dan pengaruh media massa dengan fast food dengan durasi 1 kali/minggu.
tingkat konsumsi fast food dengan p>0.05. Sedangkan berdasarkan frekuensinya, remaja dengan
status sosial ekonomi sejahtera mempunyai peluang 6.35 kali
ISBN: 978-602-74245-0-0 319
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
untuk mengkonsumsi fast food dibandingkan dengan keluarga frekuensi konsumsi fast food lokal pada remaja di Kota Mataram
yang kurang sejahtera. Remaja yang mengkonsumsi fast food (p>0.05). Hasil survei lainnya mengungkapkan bahwa responden
mempunyai frekuensi sangat tinggi sebesar 96.64% dari golongan cenderung sering mengkonsumsi makanan cepat saji (≥ 3
keluarga yang sejahtera. Hal tersebut, sejalan dengan hasil kali/minggu) didasari terhadap kurangnya perhatian dari teman
penelitian lainnya memaparkan bahwa terdapat hubungan yang terhadap dirinya tentang makan sehat(10,22,27). Sumber utama
signifikan (p<0.05) antara keadaan status sosial ekonomi keluarga informasi diet adalah siswa sendiri, orang tua, teman-teman, guru
dengan tingkat konsumsi fast food selama ≥1 kali/minggu pada sekolah dan ahli gizi(28).
siswa(5, 9,10,15,16).
Menurut Evans et al. menjelaskan bahwa keluarga yang Hubungan antara Pengaruh Media Massa dengan Tingkat
sejahtera lebih sering mengkonsumsi fast food dibandingkan Konsumsi Fast Food
dengan keluarga yang kurang sejahtera(8), serta terdapat hubungan Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini
yang kompleks dengan akses untuk mengunjungi restauran menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
makanan cepat saji(23). Fast food dapat menyebabkan risiko pengaruh media massa dengan tingkat konsumsi western fast food
terhadap status kesehatan individu, seperti obesitas, (p>0.05). Ditemukan hubungan antara pengaruh media massa
cardiovascular disease dan diabetes(4,26). dengan tingkat konsumsi fast food lokal pada remaja di Kota
Mataram (p<0.05). Remaja yang terpengaruh media massa
Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Konsumsi mempunyai peluang 1.01 kali untuk mengkonsumsi fast food lokal.
Fast Food Media massa merupakan faktor yang menentukan tingkat
Hasil analisis statistik membuktikan bahwa tidak terdapat konsumsi fast food pada remaja. Remaja merupakan target utama
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan frekuensi dari periklanan dalam promosi makanan cepat saji, makanan
konsumsi western fast food maupun fast food lokal (p>0.05) pada ringan dan minuman manis yang dapat mempengaruhi perilaku
remaja di Kota Mataram. Namun, frekuensi remaja yang pemilihan makanan yang baik dan sehat(14,6,22,25). Media yang
mengkonsumsi western fast food sangat tinggi pada remaja paling sering digunakan sebagai sumber informasi gizi termasuk
perempuan sebesar 53.56% dengan durasi 1 kali/minggu dan pada tentang makanan cepat saji, yaitu televisi, internet, majalah atau
fast food lokal sebesar 40.17% dengan durasi 2 kali/minggu. koran, papan buletin yang ada di kantin sekolah(28).
Serupa dengan hasil penelitian lainnya menjelaskan
bahwa negatif ditemukan hubungan yang signifikan. Selain itu, SIMPULAN
responden yang mengkonsumsi makanan cepat saji cukup tinggi Berdasarkan hasil analisis statistik dan pembahasan
berdasarkan jenis kelamin dengan durasi konsumsi ≥ 3-4 dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa ada hubungan antara
kali/minggu(5, 15,20). status sosial ekonomi dengan tingkat konsumsi western fast food
maupun pada fast food lokal pada remaja di Kota Mataram. Remaja
Hubungan antara Kebiasaan Makan di Rumah dengan Tingkat dengan status sosial ekonomi yang sejahtera mempunyai peluang
Konsumsi Fast Food lebih besar untuk mengkonsumsi fast food dari pada remaja
Hasil analisis statistik pada penelitian ini memaparkan dengan status sosial ekonomi kurang sejahtera. Selain itu,
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan pengaruh teman sebaya berhubungan dengan tingkat konsumsi
makan makanan rumha dengan tingkat konsumsi western fast food western fast food, serta pengaruh media massa dan kebiasaan
(p>0.05). Terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan makanan rumah (makan siang) berhubungan dengan
makan makanan rumah (makan siang) dengan tingkat konsumsi tingkat konsumsi fast food lokal pada remaja.
fast food lokal (p<0.05), namun tidak pada kebiasaan sarapan dan
makan malam (p>0.05). Remaja yang mempunyai kebiasaan DAFTAR PUSTAKA
makan siang di rumah dapat mengurangi peluang sebesar 0.78 kali Adriani, Merryana & Wirjatmadi, B. (2012). Peranan Gizi dalam
untuk mengkonsumsi fast food lokal. Siklus Kehidupan (1st ed.). Jakarta: Kencana Prenada
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian lainnya yang Media Group.
menjelaskan bahwa yang mempunyai kebiasaan makan siang di Akman, M., Akan, H., İzbirak, G., Tanrıöver, Ö., Tilev, S., Yıldız, A.,
rumah yang kurang baik mempunyai peluang untuk mengkonsumsi Tektaş, S., et al. (2010). Eating patterns of Turkish
fast food dengan durasi 1-2 kali/minggu dan ≥ 3 kali/minggu(10,11). adolescents: a cross-sectional survey. Nutrition Journal,
9(1), 67.
Hubungan antara Pengaruh Teman Sebaya dengan Tingkat Almatsier, S., Soetardjo, S. & Soekatri, M. (2011). Gizi Seimbang
Konsumsi Fast Food dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Berdasarkan hasil uji statistik menjelaskan bahwa Utama.
terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh teman sebaya Anderson, B., Rafferty, A. P., Lyon-Callo, S., Fussman, C., & Imes,
dengan frekuensi konsumsi western fast food pada remaja di Kota G. (2011). Fast-food consumption and obesity among
Mataram (p<0.05). Remaja yang terpengaruh oleh teman sebaya Michigan adults. Preventing chronic disease, 8(4), A71.
mempunyai peluang sebesar 1.30 kali untuk mengkonsumsi fast Arcan, C., Kubik, M. Y., Fulkerson, J. A., & Story, M. (2009).
food. Remaja yang terpengaruh oleh teman sebaya mempunyai Sociodemographic differences in selected eating practices
frekuensi lebih tinggi (50.28%) dalam mengkonsumsi fast food among alternative high school students. Journal of the
dengan durasi 1 kali/minggu. Penelitian ini sejalan dengan hasil American Dietetic Association, 109(5), 823–9.
penelitian lainnya yang mengungkapkan bahwa pengaruh teman Barr-Anderson, D. J., Larson, N. I., Nelson, M. C., Neumark-
merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat konsumsi Sztainer, D., & Story, M. (2009). Does television viewing
fast food(21). predict dietary intake five years later in high school students
Berbeda antara hasil analisis membuktikan tidak terdapat and young adults? The international journal of behavioral
hubungan yang signifikan antara pengaruh teman sebaya dengan nutrition and physical activity, 6, 7.
ISBN: 978-602-74245-0-0 320
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Bowman, S. A., Gortmaker, S. L., Ebbeling, C. B., Pereira, M. A., & intake among adolescents. Journal of the American Dietetic
Ludwig, D. S. (2003). Effects of Fast-Food Consumption on Association, 103(3), 317–22.
Energy Intake and Diet Quality Among Children in a Niemeier, H. M., Raynor, H. a, Lloyd-Richardson, E. E., Rogers, M.
National Household Survey. PEDIATRICS, 113(1), 112– L., & Wing, R. R. (2006). Fast food consumption and
118. breakfast skipping: predictors of weight gain from
Dubé, L., Bechara, A., Dagher, A., Drewnowski, A., Lebel, J., adolescence to adulthood in a nationally representative
James, P., & Yada, R. Y. (2010). Obesity Prevention: The sample. The Journal of adolescent health : official
Role of Brain and Society on Individual Behavior (1st ed.). publication of the Society for Adolescent Medicine, 39(6),
London: Academic Press. 842–9.
French, S. a, Harnack, L., & Jeffery, R. W. (2000). Fast food Prentice, A. M., & Jebb, S. A. (2003). Fast foods, energy density
restaurant use among women in the Pound of Prevention and obesity: a possible mechanistic link. Obesity reviews :
study: dietary, behavioral and demographic correlates. an official journal of the International Association for the
International journal of obesity and related metabolic Study of Obesity, 4(4), 187–94.
disorders : journal of the International Association for the Satia, J., Galanko, J., & Siega-Riz, A. (2004). Eating at fast-food
Study of Obesity, 24(10), 1353–9. restaurants is associated with dietary intake, demographic,
French, S. a, Story, M., Neumark-Sztainer, D., Fulkerson, J. a, & psychosocial and behavioural factors among African
Hannan, P. (2001). Fast food restaurant use among Americans in North Carolina. Public health nutrition, 7(8),
adolescents: associations with nutrient intake, food choices 1089–1096.
and behavioral and psychosocial variables. International Seo, H.-S., Lee, S.-K., & Nam, S. (2011). Factors influencing fast
journal of obesity and related metabolic disorders : journal food consumption behaviors of middle-school students in
of the International Association for the Study of Obesity, Seoul: an application of theory of planned behaviors.
25(12), 1823–33. Nutrition research and practice, 5(2), 169–78.
Fulkerson, J. A., Kubik, M. Y., Story, M., Lytle, L., & Arcan, C. Seubsman, S.-A., Kelly, M., Yuthapornpinit, P., & Sleigh, A. (2009).
(2009). Are there nutritional and other benefits associated Cultural resistance to fast-food consumption? A study of
with family meals among at-risk youth? The Journal of youth in North Eastern Thailand. International journal of
adolescent health : official publication of the Society for consumer studies, 33(6), 669–675.
Adolescent Medicine, 45(4), 389–95. Sharkey, J. R., Johnson, C. M., Dean, W. R., & Horel, S. a. (2011).
Gordis, L. (2014). Epidemiology (5th ed.). Philadelphia: Saunders Association between proximity to and coverage of
Elsevier. traditional fast-food restaurants and non-traditional fast-
Hadi, H. (2005). Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya food outlets and fast-food consumption among rural adults.
terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. International journal of health geographics, 10, 37.
Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Story, M., Neumark-Sztainer, D., & French, S. (2002). Individual
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. and environmental influences on adolescent eating
Jeffery, Robert W, Baxter, J., McGuire, M., & Linde, J. (2006). Are behaviors. Journal of the American Dietetic Association,
fast food restaurants an environmental risk factor for 102(3 Suppl), S40–51.
obesity? The international journal of behavioral nutrition Utter, J., Scragg, R., & Schaaf, D. (2006). Associations between
and physical activity, 3, 2. television viewing and consumption of commonly
Larson, N., Neumark-Sztainer, D., Laska, M. N., & Story, M. (2011). advertised foods among New Zealand children and young
Young adults and eating away from home: Associations adolescents. Public health nutrition, 9(5), 606–12.
with dietary intake patterns and weight status differ by Voorhees, C., Catellier, D., Ashwood, J., Cohen, D., Rung, A., Lytie,
choice of restaurant. Journal of the American Dietetic L., Conwey, T., et al. (2009). Neighborhood socioeconomic
Association, 111(11), 1696–1703. status and non school physical activity and body mass
Moore, L. V., Diez Roux, A. V., Nettleton, J. a, Jacobs, D. R., & index in adolescent girls. … of physical activity & …, 6(6),
Franco, M. (2009). Fast-food consumption, diet quality, and 731–740.
neighborhood exposure to fast food: the multi-ethnic study Wijaya, S. (2005). Studi Eksploratif Perilaku Mahasiswa Universitas
of atherosclerosis. American journal of epidemiology, Kristen Petra dalam Memilih Fast Food Restauran dan Non
170(1), 29–36. Fast Food Restauran di Surabaya. Jurnal Manajemen
Neumark-Sztainer, D., Hannan, P. J., Story, M., Croll, J., & Perry, Perhotelan, 1(2), 80–86.
C. (2003). Family meal patterns: associations with Yoon, J.-Y., Lyu, E.-S., & Lee, K.-A. (2008). Korean adolescents’
sociodemographic characteristics and improved dietary perceptions of nutrition and health towards fast foods in
Busan area. Nutrition research and practice, 2(3), 171–7.
Abstract. Problem-Based Learning using Mind Mapping technique is a model, it is the theoretical framework which oriented
constructivism. On this method, students must answer the real problem by using visual techniques for studying a topic in the class. The
purpose of this research was to increase the students’ motivation and learning outcomes using the Problem-Based Learning and
Mind Mapping technique, on sub topics: SD Negeri Sukarara The research method was a collaborative action research. The results
showed that motivation increased 10,60%, consisting of attention aspects was 8,53%,the increased relevance aspects was 10,63%,
the increased confidence aspects was 16,53%, satisfaction aspects increased 6,72%, and cognitive learning result of students increased
72,98%, and 3,06% of the affective domain. It can be concluded that a Problem-Based Learning model can increased a motivation
and learning outcomes students.
Berdasarkan Tabel 3, motivasi belajar siswa mengalami dilengkapi kombinasi teknik mind mapping dan setelah
peningkatan dari pra siklus ke siklus I. Pada aspek attention diterapkannya model pembelajaran (Problem-Based Learning)
mengalami peningkatan rata-rata capaian sebesar 1,79 atau dilengkapi kombinasi teknik mind mapping. Peningkatan dari
2,40%, aspek relevance meningkat 2,16 atau 6,75%, aspek aspek attention, relevance, confidence, dan satisfaction dalam
confidence meningkat 2,25 atau 7,03%, dan aspek satisfaction pembelajaran berkelompok lebih besar dibandingkan dengan
meningkat 3,05 atau 9,53%. Hal ini berarti bahwa motivasi belajar metode pembelajaran sebelumnya. Siswa terlihat lebih
siswa menunjukkan peningkatan yang signifikan dari sebelum memperhatikan penjelasan dari teman mereka sendiri saat
diterapkannya model pembelajaran (Problem-Based Learning) presentasi baik itu presentasi topik kecil dalam satu kelompok
ISBN: 978-602-74245-0-0 323
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
maupun presentasi topik tim di depan kelas sehingga setiap sehingga dapat menumbuhkan sikap lebih percaya diri dan
siswa dapat mengaitkan topik masing-masing yang dipelajari kepuasan terhadap topik yang sudah mereka peroleh untuk
dengan topik lain dari teman mereka dalam satu kelompok dipresentasikan di kelas.
Tabel 4. Peningkatan Motivasi Belajar Siswa dari Siklus I ke Siklus II
Rata-rata Rata-rata Peningkatan Persentase
Persentase Persentase
Aspek capaian capaian rata-rata peningkatan
Siklus I (%) siklus II (%)
Siklus I siklus II capaian (%)
Attention 27,08 81,43 28,02 87,56 0,94 6,13
Relevance 23,51 73,46 24,75 77,34 1,24 3,88
Comfidence 24,70 77,18 26,16 86,50 1,46 9,32
Satisfaction 28,10 84,90 29,37 85,00 1,27 0,1
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa motivasi belajar pengukuran keempat aspek motivasi hasilnya hampir sama
siswa mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan dari dengan hasil pada siklus I. Dalam hal ini peningkatan yang terjadi
aspek attention rata-rata capaian meningkat 0,94 atau 6,13%, sudah dikatakan baik bahwa dengan menerapkan pembelajaran
aspek relevance meningkat 1,24 atau 3,88%, aspek confidence model pembelajaran (Problem- Based Learning) dilengkapi
meningkat 1,46 atau 9,32%, aspek satisfaction meningkat 1,27 kombinasi teknik mind mapping dapat meningkatkan motivasi
atau 0,1%. Hal ini karena pada siklus II siswa sudah mengetahui belajar siswa terhadap pelajaran IPA.
alur pembelajaran seperti sebelumnya pada siklus I, sehingga dari
Tabel 5. Peningkatan rata-rata dan persentase hasil belajar dari Pra Siklus ke Siklus I
Pra siklus Siklus I
Persentase Persentase
Ranah Peningkatan (%)
Rata-rata ± SD ketuntasan Rata-rata ± SD ketuntasan
klasikal klasikal
Kognitif 57,94±15,26 18,91 84,17±11,17 81,08 62,17
Afektif - - 64,41±16,85 64,35 -
Berdasarkan Tabel 5, pada hasil belajar ranah kognitif kombinasi teknik mind mapping terhadap pencapaian prestasi
persentase ketuntasan klasikal pada pra siklus ke siklus I siswa, dimana dengan menggunakan pembelajaran pembelajaran
meningkat sebesar 62,17%. Peningkatan aspek kognitif ini terjadi model pembelajaran (Problem-Based Learning) dilengkapi
karena guru terus memotivasi siswa untuk belajar dan juga kombinasi teknik mind mapping yang menggunakan tujuan
didukung oleh kesadaran diri siswa untuk lebih meningkatkan kelompok dan tanggung jawab individual yaitu dalam hal ini model
kemampuannya dalam memahami materi yang diberikan. Hal ini pembelajaran model pembelajaran (Problem Based Learning)
sesuai dengan dasar teoritis mengenai prediksi pembelajaran dilengkapi kombinasi teknik mind mapping akan meningkatkan
model pembelajaran (Problem-Based Learning) dilengkapi pencapaian prestasi siswa.
Tabel 6. Peningkatan Rata-rata dan Persentase Hasil Belajar dari Siklus I ke Siklus II.
Siklus I Siklus II
Persentase Persentase
Ranah Peningkatan (%)
Rata-rata ± SD ketuntasan Rata-rata ± SD ketuntasan
klasikal klasikal
Kognitif 84,17±11,17 18,91 82,89±7,48 91,89 10,81
Afektif 64,41±16,85 64,35 67,11±16,19 67,41 3,06
Berdasarkan Tabel 6, pada hasil belajar ranah kognitif serta lingkungan belajar dalam mendorong dan
pada siklus I diperoleh persentase klasikal 81,08%, dalam hal ini mempertahankan motivasi siswa untuk belajar. Penggunaan
persentase ketuntasan tersebut sudah memenuhi kriteria model pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning)
ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh SD Negeri Sukarara dilengkapi kombinasi teknik mind mapping dapat membantu siswa
dimana ketuntasan klasikal adalah apabila mencapai 75%, akan untuk ikut berpikir dalam situasi PBM dan baik digunakan untuk
tetapi pada aspek ranah afektif siswa masih belum tuntas maka mengetahui pengetahuan awal siswa maupun menemukan
perlu diadakan tindakan pada siklus II. Adapun pada siklus II jawaban alternative terhadap pertanyaan yang dikemukakan oleh
persentase ketuntasan klasikal menjadi 91,89% dan telah siswa. Siswa yang mengikuti pembelajaran akan dituntut untuk
memenuhi kriteria ketuntasan minimal. Peningkatan hasil belajar mampu mentransfer atau mengkomunikasikan materi pada
kognitif dari siklus I ke siklus II adalah sebesar 10,81%. Hal ini kelompoknya, juga dituntut mampu berbicara di depan kelompok
dapat terjadi karena siswa sudah berhasil dalam mengikuti yang mungkin sebelumnya tak pernah dialami. Siswa harus
pembelajaran dan memahami materi yang telah mereka terima. mampu berkomunikasi, berbicara, mengemukakan pendapat,
Pada hasil belajar ranah afektif, persentase yang diperoleh dari berfikir kritis dan aktif dalam kelompoknya masing-masing sesuai
siklus I ke siklus II hanya meningkat sebesar 3,06 %. dengan tugas yang diembannya. Dengan kata lain, siswa yang
Peningkatan motivasi belajar siswa dari hasil angket mengikuti pembelajaran dengan penggunaan model pembelajaran
motivasi yang terdiri dari empat aspek, yaitu attention, relevance, berbasis masalah (Problem-Based Learning) dilengkapi kombinasi
confidence, dan satisfaction. ARCS merupakan suatu bentuk teknik mind mapping lebih mampu meningkatkan kerjasama dan
pendekatan pemecahan masalah untuk merancang aspek motivasi tanggung jawab mereka dalam mengerjakan tugas pada
ISBN: 978-602-74245-0-0 324
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
kelompoknya masing-masing bila dibandingkan dengan metode Peningkatan hasil belajar siswa dipengaruhi oleh
pembelajaran konvensional. Hal inilah yang menyebabkan prestasi motivasi belajar siswa. Fungsi motivasi belajar bagi siswa adalah
belajar biologi siswa yang mengikuti pembelajaran dengan mendorong tercapainya prestasi. Motivasi akan berpengaruh
penggunaan model pembelajaran berbasis masalah (Problem- terhadap hasil belajar siswa, dimana semakin besar motivasinya
Based Learning) dilengkapi kombinasi teknik mind mapping lebih akan semakin besar kesuksesan belajarnya. Hasil belajar siswa
baik bila dibandingkan dengan siswa yang mengikuti metode ranah afektif dapat dilihat pada hasil observasi selama proses
pembelajaran konvensional. Aspek attention (perhatian) pembelajaran yang dilakukan oleh observer. Persentase yang
mengalami peningkatan sebesar 8,53%, dari pra siklus ke siklus diperoleh dari siklus I ke siklus II hanya meningkat sebesar 3,06%.
II. Aspek attention mengkaji beberapa aspek diantaranya yaitu, Peningkatan tersebut tidak terlalu signifikan, hal ini terjadi karena
siswa memiliki rasa senang dalam menerima pelajaran. Siswa dari penilaian ranah afektif dari siklus I ke siklus II menunjukkan
merasa senang karena siswa diajak terlibat langsung dalam karakter yang hampir sama. Hasil belajar siswa ranah kognitif pada
proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. Selain itu siklus I lebih baik jika dibandingkan dengan hasil ulangan harian
siswa senang memiliki kesempatan untuk menyalurkan bakat dan pada materi sebelum dilaksanakannya tindakan. Pada ulangan
minat sekaligus mengekspresikan diri melalui kegiatan berdiskusi harian materi sebelumnya hasil belajar siswa yang tuntas secara
kelompok, karena pada model pembelajaran (Problem Based klasikal sebesar 18,91% yaitu hanya
Learning) dilengkapi kombinasi teknik mind mapping setiap siswa 7 siswa yang tuntas dari jumlah 37 siswa. Pada siklus I hasil
dituntut untuk menyampaikan hasil temuannya kepada teman lain belajar siswa yang tuntas secara klasikal sebesar 81,08% atau
dalam satu kelompoknya. Rasa senang merupakan awal dari siswa 30 siswa yang tuntas.
untuk menumbuhkan motivasi belajarnya sendiri. Rasa senang ini Berdasarkan hasil perbandingan antara pra siklus dan
akan membantu dalam konsentrasi belajarnya dan sebaliknya sesudah siklus I, dapat dikatakan bahwa hasil belajar siswa sudah
siswa dalam kondisi tidak senang akan kurang berminat dalam mengalami peningkatan dimana menurut beberapa kajian ketika
belajarnya dan mengalami kesulitan terhadap pelajaran yang para siswa berkerja bersama-sama untuk meraih sebuah tujuan
sedang berlangsung. kelompok mereka akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk
Aspek relevance (keterkaitan) juga mengalami keberhasilan kelompok. Selain itu juga pembelajaran
peningkatan. Besar peningkatan pada aspek relevance dari pra (Problem-Based Learning) dilengkapi kombinasi teknik mind
siklus ke siklus II yaitu 10,63%. Pada aspek ini siswa mampu mapping merupakan cara efektif untuk meningkatkan kualitas
memahami materi yang dipelajari yaitu materi jamur (fungi) dan pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran dengan
peranannya bagi kehidupan. Pemahaman materi ini dapat terjadi menggunakan pembelajaran pembelajaran (Problem-Based
karena dalam proses pembelajaran siswa diajak berpikir dan Learning) dilengkapi kombinasi teknik mind mapping sudah
menyalurkan pendapat berdasarkan yang mereka amati di berhasil diterapkan. Setelah dilaksanakan siklus II diperoleh hasil
lingkungan sekitar mengenai jamur serta bagaimana peranannya belajar siswa yang tuntas 91,89% atau 34 siswa yang tuntas dan
dalam kehidupan sehingga dapat dimanfaatkan. Salah satu telah memenuhi ketetapan ketuntasan klasikal. Peningkatan hasil
tahapan dalam model pembelajaran (Problem Based Learning) belajar ini sebesar 10,81%.
dilengkapi kombinasi teknik mind mapping dimana setiap siswa
saling berbagi pengalaman kepada anggota lain dalam satu KESIMPULAN
kelompok menunjukkan adanya keterkaitan materi pelajaran Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas
dengan kehidupan sehari-hari. Motivasi akan terpelihara apabila dapat disimpulkan bahwa dengan pembelajaran berbasis
siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki masalah (Problem Based Learning) dilengkapi kombinasi
nilai, bermanfaat dan berguna bagi kehidupan mereka. teknik mind mapping ada peningkatan motivasi belajar siswa
Aspek confidence (percaya diri) mengalami peningkatan dan hasil belajar siswa SD di desa Sukarara pada pokok
16,53%. Pada aspek ini siswa memiliki rasa percaya diri dalam bahasan Jamur (fungi). Peningkatan motivasi siswa sebesar
proses pembelajaran. Rasa percaya diri ini dapat terlihat saat siswa 10,60% dengan rincian: aspek attention meningkat sebesar
melakukan presentasi baik itu presentasi topik kecil maupun topik 8,53%, aspek relevance meningkat sebesar 10,63%, aspek
tim di depan kelas. Rasa percaya diri merupakan aspek yang confidence meningkat sebesar 16,53%, dan aspek satisfaction
penting dalam proses pembelajaran karena menyangkut meningkat sebesar 6,72%.
keyakinan, ketekunan, dan usaha sungguh-sungguh untuk Ada peningkatan hasil belajar siswa SD di desa
mengatasi tantangan saat proses pembelajaran yang berlangsung Sukarara dengan menggunakan model pembelajaran berbasis
dalam kegiatan presentasi topik tim. masalah (Problem-Based Learning) dilengkapi kombinasi teknik
Aspek satisfaction (kepuasan) mengalami mind mapping dari pra siklus ke siklus II. Peningkatan ketuntasan
peningkatan 6,72%. Hal tersebut berarti siswa memiliki kepuasan klasikal ranah kognitif sebesar 72,98%. Pada ranah afektif
terhadap pembelajaran menggunakan model pembelajaran meningkat sebesar 3,06% dari siklus I ke siklus II.
(Problem Based Learning) dilengkapi kombinasi teknik mind Pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah
mapping. Siswa puas dengan pembelajaran kelompok yang (Problem-Based Learning) dilengkapi kombinasi teknik mind
membuat mereka merasa senang, karena dalam pembelajaran mapping dapat digunakan untuk melibatkan penilaian dari ranah
ini siswa dapat menyalurkan pendapat masing-masing sesuai kognitif, afektif, dan psikomotor dan dapat dijadikan alternatif dalam
dengan pengalaman yang mereka miliki terhadap materi yang pembelajaran IPA
bersangkutan, membuat peta pikirannya (mind mapping) yang
memudahkan siswa untuk memahami alur materi yang diberikan DAFTAR PUSTAKA
guru serta mereka saling bertukar pendapat dengan teman dalam Abidin, Z. 2006. “Motivasi dalam Strategi Pembelajaran dengan
anggota kelompoknya sehingga pembelajaran tidak monoton dan Pendekatan ARCS”. SUHUF. Vol. 18 (2):143-155.
membosankan. Alamsyah. 2009. Kiat Jitu Meningkatkan Prestasi dengan Mind
Mapping. Jogjakarta: Mitra Pelajar
ISBN: 978-602-74245-0-0 325
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Amir, MT. 2010. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based http://edukasi.kompas.com/read/2013/02/23/22411819/
Learning: Bagaimana Kemendikbud.Kurikulum.2013.Dorong.Siswa.Lebih.Kreat
Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan. Jakarta: if
Kencana Sardiman. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. P.T
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Raja Grafindo Persada: Jakarta
Praktik. Jakarta: Rineka cipta. Slavin, R. E. 2005. Cooperative Learning: Teori, Riset dan
Dalyono, M dan Tim MKDK IKIP Semarang. 1997. Psikologi Praktik. Bandung: Nusa Media.
Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang Press. Sutirman. (2011.April). Motivasi dalam Pembelajaran. [serial
Hamalik, O. 1995. Kurikulum dan online]. http://tirman.wordpress.com/motivasi-dalam-
Pembelajaran. Jakarta: Bumi pembelajaran/.
Aksara. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif:
Hobri. 2009. Model-model Pembelajaran Inovatif. Jember: Center Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum
For Society Studies (CSS) Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.
Kompasiana. (2013, Maret). Kemendikbud Kurikulum 2013
Dorong Siswa Lebih Kreatif. [serial online].
Email: Nazarcekho94@gmail.com
Abstrak: Di lokasi Penambangan emas tradisional Sekotong masyarakat hanya mengetahui kandungan emas yang sangat melimpah.
Belum ada tindak lanjut untuk mengetahui seberapa banyak jumlah kandungan-kandungan lain yang bisa dimanfaatkan selain emas
seperti aluminium, silikon, magnesium, mangan dll. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan mangan pada material
alam di lokasi penambangan emas tradisioanl Sekotong dengan melalui proses ekstrtrasi padat cair (Leaching) asam. Metode ini bertujuan
untuk melarutkan kandungan mangan ataupun mengikat ion mangan (Mn). Dari proses leaching selanjutnya disaring untuk memisahkan
residu dari filtratnya. Residu yang diperoleh dilanjutkan dengan metode sepektrofotometer serapan atom (SSA). Filtrat yang diperoleh
dari metode SSA dianalisa kandungan mangan dengan menggunakan alat sepektrofotometer serapan atom. Kandungan logam mangan
yang teridentifikasi di penambangan Merebek desa Pelangan sebesar 65,438 ppm, Pondok Ganjar logam mangan yang teridentifikasi
sebesar 94,254 ppm dan Batu Montor sebesar 22,523 ppm.
PENDAHULUAN kimia analitik UNRAM untuk metode SSA dan analisa kandungan
Mangan merupakan salah satu dari 12 unsur terbesar logam mangan dengan alat spektrofotometer serapan atom.
yang terkandung dalam kerak bumi dan banyak digunakan dalam Alat yang digunakan: Pournis (Open), Penggerus Baja,
kehidupan sehari-hari selain besi, tembaga dan nikel. Hampir 90% Magnetik Sterrir, Gelas Kimia, Sepektofotometer Serapan
mangan yang ada di dunia ini dipergunakan untuk industri besi dan Atom(SSA) TP A55, Gelas Ukur, Palu, Neraca Digital, Cawan Petri.
baja. Mangan digunakan dalam produksi Mild steel, High carbon Sedangkan Bahan yang digunakan: material Alam, H2SO4,
ferromanganese dan silicomanganese. Fungsi logam mangan ini Aquades, Pipet Tetes, Kertas saring whatman 42.
jika dipadukan dengan baja maka baja akan memiliki keuletan Prosedur penelitian ini, yaitu:
sehingga tidak mudah patah. Selain untuk kepentingan metalurgi 1. Preparasi Sampel
logam mangan juga di gunakan untuk produksi senyawa kimia Sampel yang digunakan diambil di penambangan
seperti Kalium permanganat (KMnO4) yang digunakan untuk emas tradisional Sekotong. Sampel dihancurkan dengan
desinfektan, Mangan Sulfat MnSO4 untuk pakan ternak dan menggunakan palu, dicuci dengan aquades dan dikeringkan
manganese dioxide yang digunakan sebagai komponen baterei dalam oven dengan suhu ± 90 0C. Selanjutnya sampel digerus
kering yang berfungsi untuk depolarisator. (Slamet Sumardi, 2014). dan diayak sampai halus.
Potensi bahan galian logam yang ditemukan di 2. Metode Leaching Asam
Indonesia, ada yang bersekala besar dan bersekala kecil. Potensi Sebanyak 2 gram sampel dari proses preparasi
yang bersekala besar pada umumnya dikelola oleh perusahaan ditambah 20 ml asam sulfat (H2SO4) konsentrasi 2M diaduk
pertambangan, sedangkan yang bersekala kecil dikelola oleh dengan mengunakan magnetik sterrir pada suhu 900C sampai
penambang tradisional. Salah satu wilayah yang dikelola secara mencapai homgen. Campuran disaring dan diresedu dengan
tradisional berada di provinsi Nusa Tengara Barat khususnya di aquades. Residu yang diperoleh akan diproses dengan
Kabupaten Lombok Barat tepatnya di Kecamatan Sekotong yang mengunakan metode sepektroftometri serapan atom. Filtrat
kaya akan hasil tambang. Telah kita ketahui bahwa selama ini yang diperoleh dari metode sepektroftometer serapan
masyarakat hanya mengetahui bahwa kandungan emas atom(SSA) akan dianalisa kandungan logam mangan dengan
dipenambangan tersebut begitu banyak dan melimpah maka dari menggunakan alat sepektroftometer serapan atom (SSA).
itu masyarakat hanya terfokus pada mengambil emas sedangkan
kandungan-kandungan lain terbuang begitu saja tanpa ada tindak HASIL DAN PEMBAHASAN
lanjut untuk mengetahui seberapa besar kandungan-kandungan A. HASIL
lain yang bisa dimanfaatkan selai emas yang terdapat dilokasi Hasil dari analisa sepektroftometer serapan atom
penambanagan emas tradisional Sekotong seperti silikon, ditunjukan pada tabel dan gambar diagram berikut:
tembaga, besi, magnesium, aluminium, mangan dll. Tabel 1. Tabel kadar ion mangan yang teridentifikasi.
Identifikasi kandungan mangan dilokasi penambangan Kadar ion Mangan
emas tradisional sekotong belum ditelitih dan dikaji seberapa Sampel (Mn)
banyak jumlah kandungan mangan (Mn) maka perlu dilakukan
penelitian tentang identifikasi kandungan mangan pada material 65,438 ppm
Merebek
alam dilokasi penambangan emas trasisional Sekotong.
94,254 ppm
Pondok Ganjar
METODE
Penelitian ini termasuk eksperimen murni yang telah 22,523 ppm
Batu Montor
dilaksanakan dilaboratorium fisika , kimia IKIP Mataram untuk
preparasi sampel dan metode leaching asam dan laboratorium \
1. Merebek
Batu Montor
Abstrak: Bermain bagi anak adalah dunianya, oleh karena itu anak tidak pernah bosan untuk bermain. Bermain adalah kegiatan yang
menyenangkan bagi anak. Media yang digunakan oleh anak untuk bermain sangat bervariasi sangat tergantung dengan kemampuan
sekolah atau orangtua menyediakannya, usia serta perkembangan anak juga menjadi pertimbangan dengan yang digunakan untuk
bermain, salah satunya media puzzle. Bermain puzzle merupakan salah satu cara yang dapat menarik karena cara ini dapat memotivasi
anak untuk menyukai pelajaran biologi. Puzzle merupakan jenis permainan potongan-potongan gambar atau benda tiga dimensi yang
utuh. Kreativitas dan logika anak sangat dibutuhkan agar dapat menyelesaikan puzzle secara tepat dan cepat. Puzzle memiliki banyak
manfaat diantaranya: 1) meningkatkan kemampuan berpikir dan membuat anak belajarberkonsentrasi. Saat bermain puzzle, anak akan
melatih sel-sel otaknya untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dan berkonsentrasi untuk menyelesaikan potongan-potongan
kepingan gambar tersebut, melatih koordinasi tangan dan mata, 2) puzzle dapat melatih koordinasi tangan dan mata anak untuk
mencocokkan keping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. Puzzle juga membantu anak mengenal dan menghapal
bentuk, 3) meningkatkan keterampilan kognitif (cognitive skill) berkaitan dengan kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah,
4) dengan bermain puzzle anak mencoba memecahkan masalah dengan menyusun gambar, 5) belajar bersosialisasi dengan teman-
temannya, memupuk rasa saling membutuhkan, dan 6) meningkatkan sikap disiplin anak. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan
eksperimen, metode pengumpulan data menggunakan pedoman observasi sebagai metode pokok, dokumentasi dan wawancara sebagai
metode pelengkap, teknik penentuan subyek dengan studi populasi, sedangkan analisis data menggunakan rumus ttes dengan
menggunakan program SPSS. Hasil analisis data diperoleh (thitung) sebesar 7.654. Setelah dikonsultasikan dengan ttabel dengan db 20
pada taraf signifikansi 5% yaitu 2,086. Artinya thitung (7.654) ≥ ttabel (2,086) atau probabilitas kesalahan (0,000) < 0,05, atau probabilitas
kesalahan (0,000) < 0,05, maka Ho ditolak. Dengan demikian, terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara data skor sikap disiplin
awal dan data skor sikap disiplin setelah bermain puzzel pada anak usia 5-6 Tahun TK AL-Ishah Kabupaten Lombok Barat.
Email: veyra_unram@yahoo.com
Abstrak: Keterampilan proses sains merupakan wujud sains sebagai proses, dan sangatlah penting untuk membantu pebelajar belajar
keterampilan proses sains atau inquiry skills untuk memecahkan masalah. Keterampilan proses intelektual yang diharapkan dalam
pembelajaran yang berorientasi pada hakikat sains adalah membangun prinsip melalui induksi, menjelaskan dan meramalkan,
pengamatan dan mencatat data, identifikasi dan mengendalikan variabel, membuat grafik untuk menemukan hubungan, perancangan dan
melaksanakan penyelidikan ilmiah, menggunakan teknologi dan matematika selama penyelidikan. Tulisan ini merupakan reviu literatur
yang mengungkap bagaimana hakikat pembelajaran sains, klasifikasi keterampilan proses sains, hubungan keterampilan proses sains
dan kemampuan berpikir operasional formal, serta peran guru dalam membelajarkan keterampilan proses sains.
Abstrak: Pemerintah Indonesia selalu merekonstruksi kebijakan pendidikan dan paradigma pembelajaran namun juga terjadi kesenjangan
antara paradigma pendidikan, dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan secara berkala setiap
10 tahun atau 5 tahun atau sesuai kebutuhan, kurikulum pendidikan di Indonesia selalu direkostruksi. Pembaharuan kurikulum seperti:
Kurikulum 1984, 2006 (KTSP) dan K.13 bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan merelevansikan produk pendidikan
dengan kebutuhan tenaga kerja dan kemampuan berkarya. Tulisan ini bertujuan untuk memberi pemahaman yang akurat tentang
perubahan paradigma pendidikan dan assesmen pembelajaran yaitu: perubahan penyelenggaraan pendidikan, paradigma proses
pendidikan, kurikulum pembelajaran dan paradigma assesmen pembelajaran. Tulisan ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif
terhadap buku ilmiah, hasil penelitian dan hasil observasi lapangan yang dirumuskan secara runtut, teratur dan sistematis untuk
menghasilkan sebuah kesimpulan yang memiliki nilai ilmiah yang kredibel. Hasil kajian menemukan bahwa ada perubahan pengelolaan
atau manajemen pendidikan dari manajemen sentralistik menjadi desentralistik yang disesuaikan dengan kemampuan daerah atau
institusi yang disebut dengan manajemen berbasis sekolah (MBS). Terjadi perubahan yang sangat mendasar terhadap proses pendidikan
menjadi pembelajaran berorientasi peserta didik dan kompetensi yaitu merupakan kompetensi yang utuh antara pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai. Terjadi rekonstruksi berkelanjutan tentang kurikulum dalam pembelajaran, dengan menerapkan 8 Standar
Nasional Pendidikan (SNP) untuk mencapai peserta didik yang cerdas dan kompetitif. Terjadi perubahan yang mendasar mengenai
paradigma assesmen pembelajaran menjadi assesmen berbasis kelas dengan melakukan penilaian formatif yang melekat dengan proses
pembelajaran dengan teknik utama assesmen kinerja. Perubahan paradigma ini bertujuan untuk merelevansikan kualitas pendidikan
secara nasional dan global sehingga diharapkan kepada semua pihak untuk berpartisipasi optimal dalam menyukseskan program nasional
bidang pendidikan.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keefektifan tingkat keterampilan proses sains melalui studi komparatif
morfologi dan anatomi Planaria Sp dan Hydra Sp. guna menemukan strategi pengajaran tepat guna dalam mata kuliah Taksonomi Hewan
kedepannya. Sampel penelitian merupakan seluruh mahasiswa Semester III Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram
dari Tahun Akademik 2014/2015 (106 orang) dan Tahun Akademik 2015/2016 (70 orang). Penelitian ini berupa quasy experimental
dengan parameter diukur menggunakan lembar observasi (skala 1 – 4) dan intrepretasi data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.
Kegiatan dilaksanakan dalam dua pertemuan dengan proses penilaian masing-masing ditinjau dari kemampuan dalam teknik pengambilan
sampel, pengamatan langsung (mengamati dan mendeskripsikan), penafsiran data (menjelaskan proses dan hasil yang diperoleh), dan
berkomunikasi (mengemukakan pendapat dan menyimpulkan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui studi komparatif atau
identifikasi Planaria Sp. dan Hydra Sp. yang diberikan treatment lebih efektif meningkatkan keterampilan proses sains pada mahasiswa
semester III Tahun Akademik 2015/2016 dari pada periode sebelumnya yaitu 47,1% berkategori tinggi (4.93 > 1.68).
Abstrak: Ancaman dan tekanan yang mempengaruhi kehidupan manusia disebut dengan stresor. Stresor dapat mengakibatkan terjadi
tidaknya stres pada seseorang, yang dimaksud dengan stres adalah suatu kondisi dinamis dimana seseorang individu dikonfrontasikan
dengan suatu peluang, kendala, tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkan. Penyalahgunaan NAPZA sebagian besar
dilakukan oleh remaja karena remaja merupakan individu yang sedang berkembang dalam fase transisi. NAPZA adalah zat atau obat
apabila disalahgunakan akan menimbulkan ketergantungan dan berakibat sangat merugikan si pemakai atau orang lain disekitarnya.
Penyalahgunaan NAPZA adalah pemakaian secara tetap dan bukan untuk tujuan pengobatan atau digunakan tanpa aturan dan takaran
semestinya, sehingga penyalahgunaan NAPZA dapat dibedakan menjadi pengguna, penyalahguna dan pecandu. Sampel penelitian ini
sebanyak 45 orang yang pernah menggunakan dan masih menggunakan NAPZA. Teknik pengumpulan data penggunakan angket dan
teknik analisisa data menggunakan Produtc Moment. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang
positif signifikan antara stres dengan kecenderungan penyalahgunaan NAPZA, artinya stress, mempengaruhi tinggi rendahnya
kecenderungan penyalahgunaan NAPZA, hal ini didukung dengan besar sumbangannya 28,72%. Terdapat hubungan positif signifikan
antara stres dengan kecenderungan penyalahgunaan NAPZA, Artinya stres mempengaruhi tinggi rendahnya kecenderungan
penyalahgunaan NAPZA, hal ini didukung. Dengan demikian maka stres tinggi menyebabkan kecenderungan penyalahgunaan NAPZA
yang tinggi.
E-mail: Nur.atye765@gmail.com
Abstrak: Masalah yang ditemukan dalam pembelajaran matematika di MTs. Tahfizhul Qur’an adalah rendahnya hasil belajar matematika
siswa. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan strategi pembelajaran problem-solving yang dapat
meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VII MTs Tahfizhul Qur’an. Problem-solving adalah suatu metode pembelajaran yang
menstimulasi peserta didik untuk memperhatikan, menelaah, berpikir tentang suatu masalah selanjutnya menganalisis masalah tersebut
sebagai upaya untuk memecahkan masalah. Jadi, disini siswa dituntut untuk berpikir sendiri bagaimana cara menyelesaikan masalah
yang dihadapi dalam proses pembelajaran. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan dalam dua
siklus. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi aktivitas guru dan tes evaluasi hasil belajar siswa.
Berdasarkan analisis data penelitian diperoleh hasil tes evaluasi belajar pada siklus I adalah 64,70% dan hasil tes evaluasi belajar siklus
II adalah 88,23%. Jadi, hasil penelitian yang didapatkan semakin meningkat dari tiap siklus. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh,
dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan strategi pembelajaran problem-solving dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa
kelas VIIB MTs Tahfizhul Qur’an.
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka hanya sebagian yang mengerjakan, dan ketika guru merubah
mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik sedikit soal tentang materi yang dipelajari sebagian besar siswa
mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan tidak bisa menyelesaikan. Kemudian sebagian besar siswa
menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya mengatakan soal matematika itu sulit untuk dikerjakan tanpa
untuk berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat. mencoba mengerjakan soal terlebih dahulu. Hal inilah yang
Pengajaran bertugas mengarahkan proses ini agar sasaran dari menyebabkan hasil belajar siswa rendah. Sehingga menyebabkan
perubahan itu dapat tercapai sebagaimana yang diinginkan. Oleh guru mengulang kembali materi dan waktu mengajar menjadi tidak
karena itu, pendidikan sangat berperan dalam menentukan efektif. Siswa cenderung pasif menerima apa saja materi yang
kemajuan suatu bangsa dan Negara (Hamalik, 2003:79). Seperti disampaikan guru tanpa ada usaha siswa untuk memahaminya
yang tercantum dalam undang-undang Sistem Pendidikan sendiri. Berdasarkan arsip guru mata pelajaran matematika kelas
Nasional No. 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan nasional bertujuan VII semester ganjil MTs.Tahfizhul Qur’an, presentase ketuntasan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi klasikal pada MID semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016 dapat
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Masa dilihat pada tabel berikut :
Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Tabel 1. Nilai Rata-Rata MID Semester Ganjil Siswa Kelas VII
Negara yang demokratis, sehat dan bertanggung jawab. MTs.Tahfizhul Qur’an
Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau Nilai Ketunta
Jumlah
kegiatan guru yang dirancang untuk menciptakan interaksi antara No rata- san KKM
Kelas Siswa
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu rata Klasikal
lingkungan belajar untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam 18
pembelajaran matematika peserta didik akan mengkontruksikan VIIA 50,27 38,88 %
1 Orang
konsep matematika dengan cara sendiri melalui proses 60
18
matematisasi (Sutarto dan Syarifuddin, 2013:40). VIIB 41,94 22,22 %
2 Orang
Matematika adalah ilmu pengetahuan yang mendasari ( Sumber : Arsip Guru Mata Pelajaran Matematika MTs.Tahfizhul
berbagai ilmu pengetahuan lain, oleh karena itu matematika sangat Qur’an)
perlu diajarkan pada semua jenjang pendidikan. Namun demikian Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa nilai MID Semester
banyak siswa yang tidak menyukai mata pelajaran matematika. ganjil Kelas VII tidak sesuai dengan harapan (rendah). Hal ini dapat
Prestasi belajar matematika siswa pun rata-rata lebih rendah dilihat dari ketuntasan belajar siswa pada mata pelajaran
dibandingkan dengan prestasi belajar pada mata pelajaran yang matematika belum mencapai ketuntasa secara klasikal,
lainnya (Rahayu, dkk, 2013:55). sebagaimana yang telah ditentukan oleh sekolah sebesar 85%
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru mata dengan KKM ≥ 60, dan dapat dilihat juga bahwa kelas yang
pelajaran matematika kelas VII MTs.Tahfizhul Qur’an tahun memiliki ketuntasan klasikal paling rendah adalah kelas VIIB yang
pelajaran 2015/2016, diperoleh informasi bahwa guru masih mencapai ketuntasan klasikal sebesar 22,22% .
menggunakan metode ceramah. Di samping itu, berdasarkan hasil Terkait dengan masalah yang di kemukakan di atas,
diskusi dengan guru mata pelajaran matematika pada saat maka peneliti menerapkan strategi pembelajaran problem solving.
observasi awal yang dilakukan pada tanggal 7 November 2015, Strategi pembelajaran problem solving adalah salah satu strategi
diperoleh informasi bahwa ketika guru meminta siswa untuk pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk mencari dan
mengerjakan soal di depan kelas sebagian dari mereka memecahkan suatu masalah atau persoalan sampai masalah
mengatakan tidak bisa, ketika guru memberikan tugas rumah tersebut menjadi bukan masalah lagi.
ISBN: 978-602-74245-0-0 350
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Pemecahan masalah (problem solving) merupakan jumlah skor yang diperoleh siswa
metode kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa nilai = × 100
skor total
menghadapi berbagai masalah, baik masalah pribadi maupun b. Ketuntasan Belajar Secara Klasikal
masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama- Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara
sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan klasikal dianalisis dengan menggunakan rumus :
penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah X
KK = × 100%
(Hamdani, 2011:84). Z
Problem solving dirancang sebagai suatu proses dimana Keterangan :
seseorang menggunakan pengetahuan, keterampilan dan KK = ketuntasan Klasikal
pemahaman yang dimilikinya untuk menyelesaikan permasalahan X = Jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 60 atau
yang tidak sering dihadapinya sampai masalah tersebut menjadi yang lulus berdasarkan ketetapan standar nilai dari
bukan masalah lagi. Masalah bukanlah latihan soal-soal rutin yang sekolah tersebut
biasa diberikan dalam kelas melainkan masalah-masalah non rutin Z = Jumlah Siswa
yang belum diketahui prosedur pemecahannya. Masalah non rutin Sesuai dengan petunjuk tekhnik penilaian diatas, kelas
merupakan masalah yang belum diketahui prosedur dapat dinyatakan tuntas secara klasikal apabila ketuntasan
penyelesaiannya, untuk mencari pemecahannya diperlukan klasikal mencapai ketuntasan sebesar ≥ 85 %.
keterampilan tingkat tinggi yang diperoleh siswa setelah memiliki 2. Data Aktivitas Guru
pemahaman konsep dan keterampilan dasar matematika (Sutarto Data untuk aktivitas guru selama dalam proses belajar
dan Syarifuddin, 2013:95). mengajar berlangsung akan dianalis dengan cara sebagai
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di berikut:
atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan a. Menentukan skor aktivitas guru
penerapan starategi pembelajaran problem solving yang dapat Data aktivitas guru dapat di hitung dengan rumus :
meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VII MTs. Persentase Aktivitas (%) = x 100%
X
Y
Tahfizhul Qur’an.
Keterangan :
X = Jumlah kegiatan yang dilaksanakan
METODE
Y = Total kegiatan yang harus dilaksanakan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
Untuk melihat tingkat aktivitas guru dapat dicocokkan
adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). pada
dengan kriteria yang terlihat pada tabel dibawah ini :
penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam bentuk siklus, setiap
Tabel 2: Kriteria Aktivitas Guru
siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu: perencanaan, pelaksanaan
Persentase Aktivitas Kriteria
tindakan dan pengamatan/evaluasi, serta refleksi dengan objek
80% < Ag≤ 100% Sangat Baik
penelitian yang menerima tindakan kelas adalah siswa kelas VIIB
MTs Tahfizhul Qur’an semester genap tahun pelajaran 2015/2016. 60% < Ag≤ 80% Baik
Instrumen yang digunakan dalam instrumen penelitian adalah 40% < Ag ≤ 60% Cukup Baik
lembar observasi dan tes evaluasi. Penelitian ini dilaksanakan di 20% < Ag ≤ 40% Kurang Baik
MTs.Tahfizhul Qur’an pada semester genap tahun pelajaran 0% ≤ Ag≤ 20% Tidak Baik
2015/2016. Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini (Sumber: modifikai Riduwan, 2013:15)
yaitu diperoleh dari kelas VIIB MTs Tahfizhul Qur’an dengan jenis
data yang diperoleh adalah data kualitatif (data hasil observasi HASIL DAN PEMBAHASAN
aktivitas guru) dan data kuantitatif (hasil evaluasi belajar siswa). A. Hasil
Data diambil dengan observasi dan tes. Observasi digunakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi
untuk melihat kegiatan atau aktivitas guru yang dilakukan oleh peningkatan hasil belajar matematika siswa. Berikut disajikan
observer. Sedangkan untuk tes yaitu berupa soal essay yang dalam bentuk tabel yang diperoleh dari 18 siswa dengan dua
digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa setelah mengikuti siklus yaitu siklus I dan siklus II:
pembelajaran setiap siklusnya. 1. Observasi Aktivitas Guru
Problem solving (pemecahan masalah) adalah suatu Proses observasi dilaksanakan oleh guru bidang
metode pembelajaran yang menstimulasi peserta didik untuk studi matematika selama proses belajar mengajar dengan
memperhatikan, menelaah, berpikir tentang suatu masalah mengisi lembar observasi yang telah disiapkan. Berikut
selanjutnya menganalisis masalah tersebut sebagai upaya untuk pemaparan hasil observasi siklus I dan siklus II tersebut:
memecahkan masalah. Jadi, disini siswa dituntut untuk berpikir Tabel 3. Hasil Observasi Aktivitas Guru
sendiri bagaimana cara menyelesaikan masalah yang dihadapi SIKLUS
dalam proses pembelajaran. I II
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa Pert. I Pert. II Pert. I Pert. II
setelah melakukan proses pembelajaran. Hasil belajar siswa dapat
Skor yang
dilihat dari hasil tes evaluasi yang diperoleh siswa diakhir kegiatan 21 21 20 20
dilaksanakan
pembelajaran.
Skor yang harus
Tehnik analisis data dalam penelitian ini yaitu: 19 20 19 19
di laksanakan
1. Data Tes Hasil Belajar
Skor aktivitas
a. Ketuntasan Belajar Secara Individu 90,48% 95,24% 95% 95%
guru
Untuk menghitung ketuntasan belajar secara individu
Kriteria Sangat Sangat Sangat Sangat
digunakan rumus:
Baik Baik Baik Baik
B. Pembahasan
Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan
sebagai upaya meningkatkan hasil belajar matematika siswa
kelas VIIB MTs Tahfizhul Qur’an pada materi segitiga melalui
strategi pembelajaran problem solving. Penelitian ini dilakukan
2 siklus yang dibagi menjadi 6 kali yaitu 4 kali pertemuan
belajar mengajar dan 2 kali tes evaluasi.
Berdasarkan hasil observasi dan analisis data
evaluasi pada siklus I hasil belajar siswa masih belum
Gambar 3. Hasil Diskusi Kelompok 2 pada siklus II mencapai ketuntasan secara klasikal, dimana ketuntasan
klasikal pada siklus I hanya mencapai 64,70%. Ini terjadi
Berdasarkan Gambar 3 di atas, siswa sudah bisa karena terdapat beberapa kekurangan pada proses
memahami masalah hanya saja masih sedikit keliru dalam pembelajaran siklus I diantaranya adalah guru belum bisa
menuliskan apa yang ditanyakan dimana hasil jawaban menguasai kelas sehingga siswa masih ada yang main-main
siswa adalah tuliskan panjang sisi segitiga KLM yang saat proses belajar bahkan ada yang keluar masuk kelas, hal
diketahui dan jika diketahui keliling segitiga KLM adalah 15 ini sejalan dengan pendapat Djamarah & Zain (2006:39) yang
m, hitunglah panjang sisi KM? dan jawaban yang mengatakan bahwa biasanya permasalahan yang guru hadapi
seharusnya adalah siswa hanya menjawab hitunglah ketika berhadapan dengan sejumlah anak adalah masalah
panjang sisi KM?, siswa sudah bisa merencanakan cara pengelolaan kelas. Guru kurang membimbing siswa dalam
penyelesaian dan melaksanakan rencana dengan baik, diskusi sehingga beberapa siswa enggan untuk menanyakan
serta siswa sudah mampu dalam menarik kesimpulan. masalah yang belum jelas dalam LKS dan terlihat kurangnya
kerja sama siswa dalam diskusi kelompok, Menurut
(Slavin,2005:277) bahwa para siswa mungkin tadinya hanya
mengerjakan lembar kegiatan mereka saja dan berpikir bahwa
mereka sudah selesai jika lembar kegiatannya selesai
dikerjakan, tanpa memperdulikan atau menyadari apakah
teman satu timnya telah memahami materi tersebut,
sedangkan menurut (Sagala, 2011:2016) bahwa kelemahan
dalam kerja kelompok, pemimpin kelompok kadang-kadang
sukar untuk memberikan pengertian kepada kelompok, sulit
untuk menjelaskan dan mengadakan pembagian kerja serta
dalam belajar bersama kadang-kadang tidak terkendala
sehingga menyimpang dari rencana yang berlarut-larut. Hal
tersebut dikarenakan kemampuan guru dalam mengalokasikan
waktu pembelajaran karena problem solving membutuhkan
waktu yang cukup banyak, hal ini sejalan dengan pendapat
(Hamdani,2011:86) yang mengatakan bahwa problem-solving
memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dalam
pemecahan masalah dan guru masih kurang dalam mengelola
kelas.
Pada siklus II, guru melakukan beberapa upaya
perbaikan sesuai dengan kekurangan-kekurangan yang
terdapat pada siklus I. Perbaikan yang dilakukan antara lain
selalu menghimbau kepada seluruh siswa agar lebih fokus
belajar, dan menegur siswa apabila tidak serius dalam belajar.
Dalam kegiatan diskusi guru menghampiri setiap kelompok
untuk menanyakan masalah yang dihadapi kelompok tersebut
kemudian menghimbau setiap kelompok untuk tetap bekerja
sama dan saling menghargai dalam diskusi serta memberikan
Gambar 4. Hasil Diskusi Kelompok 1 penghaargaan kepada siswa yang memberikan tanggapan
maupun pertanyaan kepada kelompok lain.
Berdasarkan Gambar 4 di atas, siswa sudah bisa Setelah upaya yang dilakukan pada siklus II, terlihat
memahami masalah, siswa masih keliru dalam bahwa hasil obervasi kegiatan guru untuk setiap pertemuan di
siklus II berjalan baik sesuai rencana pembelajaran yang telah
ISBN: 978-602-74245-0-0 354
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
dicantumkan dalam RPP. Proses pembelajaran pada siklus II pembelajaran problem solving dapat meningkatkan hasil
sudah berjalan efektif, guru menghimbau dan memotivasi belajar matematika siswa kelas VIIB MTs. Tahfizhul Qur’an.
siswa agar tidak malu mengungkapkan pendapat dan
bertanyaan kepada guru mengenai hal-hal yang belum
KESIMPULAN
dimengerti, melakukan tanya jawab mengenai materi yang di
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat
sampaikan dalam pembelajaran dan guru memberi bimbingan
disimpulkan bahwa dengan menerapkan strategi pembelajaran
tiap-tiap kelompok untuk diskusi dengan menghampiri ke
problem solving dapat meningkatkan hasil belajar matematika
mejanya masing-masing dan menanyakan apa yang menjadi
siswa kelas VII MTs Tahfihul Qur;an yang dilakukan melalui sintak
kesulitan kelompok kemudian menghimbau kelompok untuk
pembelajaran yang diawali dengan penjelasan materi secara
tetap bekerja sama dan saling menghargai dalam diskusi,
umum oleh guru, persiapan alat yang dibutuhkan dalam
siswa sudah mulai terkontrol dan focus dalam diskusi, sudah
pemecahan masalah (LKS), membagi kelompok kecil 4-5 orang
tidak ada siswa yang ribut ataupun ngobrol dengan temannya
pada tiap kelompok dan membagikan LKS pada masing-masing
bahkan selalu menanyakan hal-hal yang belum dipahami, hal
kelompok, menjelaskan masalah yang akan dipecahkan, siswa
ini sesuai dengan pendapat (Djamarah & Zain, 2006:40) bahwa
mengajukan pertanyaan terhadap masalah, dilanjutkan dengan
dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai
guru meminta siswa untuk mediskusikan masalah, memahami
pembimbing. Dalam peranannya sebagai pembimbing, guru
masalah, mencari keterangan yang dapat digunakan sebagai
harus berusaha menghidupkan dan memberikan memotivasi,
pemecahan masalah (merencanakan masalah), menetapkan
agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Hal tersebut
jawaban sementara dari masalah kemudian secara bergantian
bertimbal balik pada siswa dimana siswa lebih aktif untuk
setiap kelompok memaparkan hasil diskusinya di depan kelas
bertanya ketika ada yang belum dimengerti, siswa aktif dalam
sedangkan kelompok lain menanggapi serta menarik kesimpulan
diskusi kelompok, partisipasi siswa dalam memberikan respon
dari masalah yang dipecahkan. Hal tersebut dibuktikan dengan
antara siswa dengan siswa maupun guru, siswa tidak lagi
adanya peningkatan ketuntasan klasikal belajar siswa siklus I yaitu
bergantung pada temannya mampu menarik kesimpulan hasil
64,70% menjadi 88,23% pada siklus II.
diskusinya, hal ini sesuai dengan pendapat (Djamarah & Zain,
2006:45) bahwa aktivitas anak didik dalam kelompok sosial
akan membuahkan interaksi dalam kelompok, interaksi DAFTAR PUSTAKA
dikatakan maksimal bila interaksi itu terjadi antara guru dengan Djamarah, S.B., dan Zain, A. 2006. Strategi Belajar Mengajar.
semua anak didik, antara anak dengan guru dan antara anak Jakarta : Rineka Cipta
didik dengan anak didik dalam rangka bersama-sama Hamalik, O. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Hamdani, 2011.Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka
Dari hasil analisis lembar kerja siswa (LKS), siswa Setia.
sudah bisa mengamati, merencanakan masalah, Rahayu, N.S., Budiyono, dan Kurniawati, I. 2013. Eksperimentasi
menyelesaikan masalah dan menarik kesimpulan sementara Pembelajaran Matematika dengan Model Problem Solving
dari pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat pada Sub Materi Besar Sudut-sudut, Keliling dan Luas
(Hamdani,2011:84) bahwa pemecahan masalah (problem- Segitiga ditinjau dari Aktivitas Belajar Matematika Siswa
solving) merupakan metode kegiatan pembelajaran dengan Kelas VII Semester II SMP Negeri 2 Jaten Karanganyar
melatih siswa menghadapi berbagai masalah, baik masalah Tahun Pelajaran 2010/2011. Jurnal Pendidikan
pribadi maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri Matematika, 1 (1): 54-60
atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah Sagala, S. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran untuk
investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan
pemecahan masalah. Mengajar. Bandung : Alfabeta
Hasil belajar siswa yang mengalami peningkatan Slavin, Robert E. 2005.Cooperative Learning teori,riset dan praktik.
dapat dilihat dari hasil evaluasi pada siklus I ketuntasan Bandung: Nusamedia
klasikalnya 64,70% meningkat menjadi 88,23% pada siklus II. Sutarto, Syarifuddin. 2013. Desain Pembelajaran Matmatika.
Karena pada siklus II sudah mencapai ketuntasan belajar Yogyakarta: Samudra Biru.
secara klasikal maka penelitian dihentikan. Ketercapaian
ketuntasan pada siklus II menunjukan bahwa strategi
Abstrak. Belajar matematika secara kognitif, tentunya tidak lepas dari aktivitas berpikir yaitu berpikir matematis. Berpikir matematis
adalah aktivitas mental yang terjadi ketika seseorang memproses pengetahuan matematika untuk menyelesaikan masalah
matematika. Aljabar merupakan bagian dari cabang ilmu matematika dan aljabar merupakan perluasan dari aritmatika, maka bisa
dikatakan bahwa salah satu bagian dari berpikir matematis adalah berpikir aljabar. Dalam pembelajaran matematika, pemecahan masalah
merupakan aktivitas yang penting. Kemampuan memecahkan masalah merupakan salah satu tujuan yang paling penting dalam
matematika baik bagi guru maupun siswa di semua tingkat, mulai dari SD sampai SMA bahkan perguruan tinggi. Aljabar itu sendiri dikenal
sebagai suatu cabang matematika yang mempelajari tentang struktur atau pola, hubungan variabel satu dengan variabel lainnya, dan
kuantitas yang tidak diketahui. Sehingga berdasarkan dari berbagai penelitian mengatakan untuk mengembangkan berpikir aljabar yang
paling tepat digunakan dengan pendekatan problem solving.
PENDAHULUAN Aljabar sudah ada sejak tahun 825 SM, seorang ahli
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar yang diberikan matematika dari Baghdad bernama Al-Khowarizmi menulis buku
sejak pendidikan dasar sampai sekolah menengah atas atau umum pelajaran pertama tentang aljabar. Penyelesaian pertama dari soal
mempunyai fungsi yang penting dalam kehidupan sehari-hari, yaitu aljabar ditulis diatas daun lontar Rhind Papyrus yang dibuat oleh
dalam menyelesaikan berbagai masalah yang berhubungan orang mesir kuno kira-kira 3500 tahun yang lalu dan aljabar sering
dengan matematika. Dalam menyelesaikan masalah matematika digunakan untuk mempermudah sistem matematika yang cukup
tentunya dibutuhkan kemampuan berpikir matematika. rumit. Aljabar juga sangat membantu dalam menyelesaikan
Ferri (2012) mengungkapkan: “A mathematical thinking masalah dengan menggunakan bahasa simbol, sehingga hal inilah
style is the way in which an individual prefers to present, to yang membuatnya penting untuk dipelajari sebagaimana yang
understand and to think through mathematical facts and diungkapkan oleh NCTM (2000) yaitu “algebraic competence is
connections by certain internal imaginations and/or externalized important in adult life, both on the job and as preparation for
representations”. Ungkapan Ferri tersebut dapat diartikan bahwa secondary education. All students should learn algebra ”. Ini
sebuah gaya berpikir matematis adalah cara seseorang memilih artinya, kompetensi aljabar adalah penting dalam kehidupan, baik
untuk merepresentasikan, memahami, dan memikirkan tentang di pekerjaan dan persiapan ke pendidikan yang lebih lanjut. Semua
fakta matematika dan hubungannya dengan imajinasi internal siswa harus belajar aljabar.
tertentu dan/ atau representasi eksternal. Standar aljabar untuk tingkat sekolah menurut NCTM
Sementara itu, menurut Carrol dkk (Karadag, 2009): (2000) yaitu “algebra standars from prekinder through grade 12
“Mathematical thinking as a process, which contains at least one of should enable all students to understand patterns, relations, and
the mental and math-related activities such as reasoning, functions; represent and analyze mathematical situations and
abstracting, conjecturing, representing, and switching between structures using algebraic symbols; use mathematical models to
different representations, visualizing, deducing, inducing, represent and understand quantitative relationships; anlyze change
analyzing, synthesizing, connecting, generalizing, and proving”. in various contexts”. Dengan belajar aljabar dari tingkat TK sampai
Berpikir matematis sebagai suatu proses yang berisi setidaknya dengan SMA, diharapkan siswa mampu memahami pola,
satu aktivitas mental yang berhubungan dengan matematika hubungan, dan fungsi; siswa mampu menyajikan dan menganalisis
seperti menalar, mengabstraksi, menduga, merepresentasi, dan situasi matematik dan struktur yang menggunakan simbol aljabar;
menukar representasi yang berbeda, memvisualisasi, siswa mampu menggunakan model matematika untuk menyajikan
menyimpulkan, menginduksi, menganalisis, mensintesis, dan memahami hubungan kuantitatif; serta siswa mampu
menghubungkan, mengeneralisasi, dan membuktikan. menganalisis perubahan pada berbagai macam situasi.
Di dunia matematika, matematika dibagi menjadi Namun kenyataan di lapangan sangat berbeda, aljabar
beberapa cabang ilmu yaitu aritmatika, aljabar, geometri, yang merupakan materi penting justru merupakan masalah bagi
trigonometri, dan kalkulus. Khususnya ilmu aljabar, jika dikaitkan siswa. Sebagian besar siswa kesulitan mempelajari materi
dengan pernyataan Ferri (2012) dan Carrol dkk (Karadag, 2009) aljabar. Padahal, pembelajaran aljabar pada kurikulum pendidikan
dengan cabang ilmu matematika maka bisa dikatakan bahwa salah nasional bertujuan untuk membekali siswa agar dapat berpikir
satu bagian dari berpikir matematika adalah berpikir aljabar. logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif.
Aljabar itu sendiri dikenal sebagai suatu cabang
matematika yang mempelajari tentang struktur, hubungan, dan HASIL DAN PEMBAHASAN
kuantitas. Menurut Skemp (1982:229) “Algebra is concerned with Berpikir Aljabar
statements involving variables of any kind”. Ini artinya aljabar Aljabar merupakan materi yang dapat digunakan untuk
dihubungkan dengan pernyataan yang memuat variabel. menggeneralisasi suatu permasalahan yang real ke abstrak untuk
Pengertian variabel menurut Skemp (1982:228) yaitu “an mempermudah masalah-masalah yang sulit dengan menggunakan
unspecified element of a given set is called a variable”. Variabel huruf-huruf untuk mewakili bilangan yang diketahui dalam
yang dimaksud Skemp adalah elemen yang tak ditentukan pada perhitungan. S e d a n g k a n d efinisi berpikir aljabar itu sendiri
suatu himpunan yang diberikan. menurut beberapa ahli, yang pertama Driscoll (1997) mengatakan
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep matematika
pada materi faktorisasi suku aljabarsiswa kelas VIII5SMP Negeri 3 Woha. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah: (1) data tentang kegiatan belajar mengajar dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi.(2) Data tentang kemampuan
penalaran pemahaman konsep matematika dikumpulkan dengan memberikan tes/evaluasi pada setiap akhir siklus. Ketentuan belajar
≥85% dan aktivitasbelajarsiswa minimal berkategoriaktif merupakan indikator yang digunakan untuk mengetahui peningkatan yang terjadi.
Hasil penelitian yang didapat adalah sebagai berikut: Siklus I; nilairata-ratahasil belajar siswa 63,21 terdapat 19 siswa yang telah tuntas
dari 31 siswa yang mengikuti tesdenganprosentaseketuntasanbelajarnyasebesar 61,29%, dan 12 siswa belum tuntas atau 38,7%.
Terjadipeningkatanpada Siklus II; nilairata-rata hasil belajarnaik 8,45 poinmenjadi 71,66 dengan presentase ketuntasan belajarnya
91,66%. Hasil tersebut menunjukkan sudah tercapainya indikator penelitian yang ditetapkan, sehingga dapat disimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran problem based learningpada materi faktorisasi suku aljabar dapat meningkatkan kemampuan penalaran
dan pemahaman konsep matematikasiswa kelas VIII5SMP Negeri 3 Woha.
Kata Kunci: Problem Based Learning (PBL), Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Konsep Matematika, Faktorisasi Suku Aljabar.
Tabel 1. Rata-rata Nilai Ulangan harian Semester II Siswa
PENDAHULUAN NO KELAS NILAI RATA-RATA
Pendidikan adalah upaya sadar yang dilakukan agar 1 VII1 70.30
peserta didik atau siswa dapat mencapai tujuan tertentu, 2 VII2 70.20
pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk 3 VII3 70.10
meningkatkan manusia Indonesia yang seutuhnya. Oleh sebab itu, 4 VII4 70.00
diperlukan manusia yang tidak hanya mempunyai pengetahuan 5 VII5 60.70
dan keterampilan, tetapi juga mempunyai kemampuan berfikir 6 VII6 65.90
rasional, kritis dan kreatif. 7 VII7 70.20
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari 8 VII8 65.00
perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting 9 VII9 65.00
dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia.
Perkembangan pesat dibidang teknologi, informasi dan komunikasi Belajar dipengaruhi juga oleh berbagai faktor, seperti
dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika dibidang teori pengalaman yang dimiliki sebelumnya, kemampuan bawaan,
bilangan, analisis, aljabar, teori peluang, dan matematika diskrit kematangan, minat dan motivasi dalam proses balajar mengajar
(Sutarto & Syarifuddin, 2013:1). matematika. Perlu juga diperhatikan faktor-faktor yang dimiliki oleh
Belajar matematika penting untuk diperhatikan dan siswa sehingga dapat diusahakan suatu kegiatan yang relevan.
diajarkan untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran dalam Dengan kata lain, metode atau pendekatan model serta strategi
matematika. Namun pada kenyataannya sampai saat ini yang digunakan hendaknya sesuai dengan kemampuan siswa.
matematika merupakan pelajaran yang sangat menyulitkan bagi Hal yang paling mendasar yang dituntut dalam proses
siswa (Sutarto & Syarifuddin, 2013:2). Mereka menganggap pembelajaran adalah keaktifan siswa. Keaktifan siswa dalam
matematika merupakan pelajaran yang membosankan, proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi
membingungkan dan kurang menarik sehingga mereka cenderung antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini
menghindari mata pelajaran ini. akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif,
Belum maksimalnya hasil belajar matematika siswa tidak dimana masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya
terlepas dari proses pembelajaran yang dilaksanakan, untuk itu semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan
perlu diciptakan kondisi belajar yang menyenangkan bagi siswa. mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan
Dengan kondisi belajar yang menyenangkan siswa lebih yang akan mengarah pada peningkatan kemampuan penalaran
termotivasi dalam belajar, minat belajar yang tinggi dan pada dan pemahaman konsep.
akhirnya dapat meningkatakan hasil belajar siswa (Sutarto & Salah satu model yang digunakan untuk mengatasi
Syarifuddin, 2013:2) yang mengakibatkan kemampuan bernalar persoalan tersebut adalah penerapan Problem Bassed Learning
dan pemahaman konsep siswa meningkat. (PBL), PBL memiliki ciri yaitu pengajuan masalah atau pertanyaan,
Berdasarkan hasil observasi awal pada hari Selasa berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, penyelidikan autentik,
tanggal 14 April 2015 di SMP Negari 3 Woha, bahwa nilai ulangan kerjasama menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya.
harian kelas VII dalam mata pelajaran matematika masing-masing Hasil belajar menggambarkan kemampuan siswa setelah
kelas masih belum mencapai standar ketuntasan sehingga mempelajari sesuatu. Peneliti mengambil sampel kelas yang
menunjukan bahwa kemampuan penalaran dan pemahaman memiliki nilai rata-rata paling rendah diantara kelas-kelas yang lain,
konsep siswa masih rendah. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1. dimana peneliti ingin mengetahui apakah penggunaan model
Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan
penalaran dan pemahaman konsep matematika pada siswa kelas
ISBN: 978-602-74245-0-0 360
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
VIII5 yang memiliki hasil belajar masih rendah dibandingkan a. Ketuntasan siswa individu
dengan kelas-kelas yang lain. Jika dilihat dari ketuntasan, seorang siswa
Model Problem Bassed Learning merupakan model yang dikatakan tuntas belajar apabila siswa tersebut telah
menitik beratkan pada aktivitas dan kreativitas siswa untuk mencapai nilai ≥ 65(𝐾𝐾𝑀).
membantu mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan b. Ketuntasan klasikal dihitung dengan persamaan
𝑥
masalah dan keterampilan intelektual yang dimilikinya dimana 𝐾𝐾 = × 100%
𝑧
siswa dapat memilih, merancang dan memimpin pekerjaannya Keterangan :
dalam memproses perolehan belajarnya, sehingga menjadi 𝐾𝐾 = Ketuntasan kelas
pembelajar yang otonom dan mandiri.
𝑥 = jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 65
Hasil belajar dari Problem Bassed Learning (PBL) adalah
𝑍 = jumlah siswa yang ikut tes
peserta didik memiliki keterampilan penyelidikan. Peserta didik
2. Data Proses Pembelajaran
mempunyai keterampilan mengatasi masalah. Peserta didik
Analisis di lakukan dengan langkah-langkah sebagai
mempuyai kemampuan mempelajari peran orang dewasa. Peserta
berikut:
didik dapat menjadi pembelajar yang mandiri dan independen
a. Mendiskripsikan hasil observasi pembelajaran untuk setiap
(Agus Suprijono, 2009 :72)
siklus pada penerapan model pembelajaran problem based
Berdasarkan uraian di atas, salah satu strategi untuk
learning.
meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahamn konsep
b. Mendskripsikan langkah–langkah guru dalam menerapkan
matematika adalah dengan penerapan model Pembelajaran yang
model pembelajaran problem based learning untuk
dapat memberikan pemahaman kepada siswa tentang materi yang
meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahaman
diajarkan. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
konsep matematika siswa.
dengan judul “Upaya Peningkatan Kemampuan Penalaran dan
3. Data Hasil Observasi
Pemahaman Konsep Matematika dengan Penerapan Problem
a. Aktivitas Belajar Siswa
Based Learning Pada Pokok Bahasan Faktorisasi Suku Aljabar
Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam
Siswa Kelas VIII5 SMP Negeri 3 Woha.
pembelajaran maka data hasil observasi yang berupa skor
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Upaya
diolah dengan rumus :
Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Konsep ∑𝑥
Matematika dengan Penerapan Problem Based Learning Pada 𝐴𝑠 =
𝑖
Pokok Bahasan Faktorisasi Suku Aljabar Kelas VIII5 SMP Negeri 3 Keterangan :
Woha. As = skor rata-rata aktivitas belajar siswa
Terjadi peningkatan kemampuan penalaran dan ∑𝑥 = jumlah skor aktivitas belajar seluruh siswa
pemahaman konsep matematika siswa yang ditandai dengan i = banyaknya deskriptor
siswa tersebut telah mencapai nilai ≥ 65 (KKM) dan kentutasan Tabel 2. Pedoman Penilaian Aktivitas Siswa dalam proses
klasikalnya yaitu ≥ 85 % siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 (KKM). pembelajaran
Interval Kategori
METODE MI + 1,5 SDI ≤ As Sangat Aktif
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, MI + 0,5 SDI ≤ As < MI + 1,5 SDI Aktif
yaitu Penelitian Tindkan Kelas yang dilakukan secara partisipatif MI – 0,5 SDI ≤ As < MI + 0,5 SDI Cukup Aktif
dan kolaboratif. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas MI – 1,5 SDI ≤ As < MI – 0,5 SDI Kurang Aktif
VIII5 SMP Negeri 3 Woha semester ganjil yang berjumlah 38 siswa As < MI – 1,5 SDI Sangat Kurang
dengan 21 siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan. Rancangan Aktif
penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini. b. Aktivitas Guru
Mengenai hasil observasi terhadap guru akan
dianalisa menggunakan rumus brikut:
∑𝑥
Ag=
𝑖
Keterangan :
Ag = skor rata–rata aktivitas guru
x = skor masing–masing indikator
i = banyaknya indikator
Tabel 3. Pedoman Penilaian Aktivitas Guru dalam proses
pembelajaran
Interval Kategori
MI + 1,5 SDI ≤ Ag Bagus Sekali
MI + 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 1,5 SDI Bagus
Gambar 1. Rancangan penelitian tindakan kelas MI – 0,5 SDI ≤ Ag < MI + 0,5 SDI Cukup Bagus
MI – 1,5 SDI ≤ Ag < MI – 0,5 SDI Kurang Bagus
Teknik pengumpulan dalam penelitain ini menggunakan Ag < MI – 1,5 SDI Sangat Kurang Bagus
lembar observasi, tes, dan lembar permasalahan siswa untuk Sumber : Nurkencana (Sri Maryati, 2014:36) yang
mengetahui peningkatan penalaran dan pemahaman konsep dimodifikasi
matematika siswa dalam memahami materi yang diajarkan.
Sedangkan teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan:
1. Kemampuan penalaran dan pemahaman konsep
ISBN: 978-602-74245-0-0 361
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
HASIL DAN PEMBAHASAN 85%. Maka penelitian pada siklus I belum dikatakan
A. Hasil berhasil.
1. Analisis Data Hasil Penelitian Siklus I 2. Penelitian Tindakan Kelas Siklus II
Hasil observasi kegiatan siswa siklus I dapat dilihat Hasil observasi kegiatan siswa siklus II dapat dilihat
pada tabel 4 dibawah ini. pada tabel 7 dibawah ini.
Tabel 4. Data Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Tabel 7. Data Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa
Siklus I Siklus II
Berdasarkan tabel 4 diatas, hasil analisis observasi Berdasarkan tabel 7 diatas, hasil analisis observasi
siswa pada siklus I dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa pada siklus II dapat disimpulkan bahwa aktivitas
belajar siswa pada siklus I berkategori cukup aktif. belajar siswa pada siklus II berkategori aktif.
Hasil observasi aktivitas guru siklus I dapat dilihat Hasil observasi aktivitas guru siklus I dapat dilihat
pada tabel 5. pada tabel 8.
Tabel 5. Data Hasil Observasi Kegiatan Guru Siklus I Tabel 8. Data Hasil Observasi Kegiatan Guru Siklus II
E-mail: Nurulismi@g.mail.com
Abstrak: Dalam proses pembelajaran guru tidak hanya menggunakan satu model saja karna akan membuat siswa merasa kesulitan dan
menimbulkan kejenuhan. Hal ini menuntut guru untuk lebih kreatif dalam menerapkan model pembelajaran yang tepat dalam proses
belajar mengajar. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh model STAD
dengan Hands On Activities terhadap hasil belajar pada materi reduksi dan oksidasi di SMA IT Abu Hurairah tahun ajaran 2015 - 2016.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA IT Abu Hurairah. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling random dan
diperoleh kelas Xa Sebagai Kelas Eksperimen yang dibelajarkan dengan model STAD dengan Hands On Activities terhadap hasil belajar
dan kelas Xb sebagai kelas kontrol yang dibelajarkan dengan model pembelajaran STAD. Data dikumpulkan dengan teknik tes pilihan
ganda. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik –t (uji beda) dengan taraf signifikan 5%. Melalui analisis data
statistika- t hasil belajar menggunakan taraf signifikan yaitu 0,05% dan pada penelitian ini terdapat Sig (2-tailed) = 0,000 sehingga Sig (2-
tailed) < Sig. 𝛼 yaitu (0,05%) <(0,000). Menunjukan bahwa (Ha) yang diajukan dalam penelitian ini diterima yaitu ada pengaruh model
STAD dengan Hands On Activities terhadap hasil belajar pada reaksi reduksi dan oksidasi.
E-mail: sbqazmi@yahoo.com
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Siswa SMPN 3 Batukliang. Jenis dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen, Desain penelitian Pretest-Posttest
Control Group. Desain dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMPN 3 Batukliang yang berjumlah 69 orang , sedangkan
sampelnya adalah kelas VIIa dengan jumlah siswa 23 orang, sebagai kelas eksperimen dan VIIb dengan jumlah siswa 23 orang sebagai
kelas kontrol, teknik pengambilan sampel menggunakan Simple Random Sampling. Teknik analisi data deskriptif kuantitatif dengan
analisis uji hipotesis. Hasil analisis statistic dapat diinterpretasikan sebagai berikut. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMPN 3 Batukliang, diperoleh nilai t hitung 3,380, dengan ttabel 2,025, hasil ini
menunjukkan t hitung> t tabel dengan taraf signifikasi 5%. Sehingga dapat bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa: Terdapat Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMPN 3
Batukliang.
Abstract: This study aims to determine: The Effects of Cooperative Learning Model Problem Solving Ability Against TGT SMPN 3
Batukliang. Type in this study is quasi-experimental, pretest-posttest study design Control Group. Design in this study were all students of
class VII SMPN 3 Batukliang totaling 69 people, while the sample is a class VIIa with a number of students 23 people, as an experimental
class and VIIB the number of students 23 people as the control class, the sampling technique using Simple Random Sampling. Descriptive
data analysis technique quantitative analysis of hypothesis testing. Results of statistical analysis can be interpreted as follows. Influence
of Cooperative Learning Model Problem Solving Ability TGT Against Students of SMPN 3 Batukliang, obtained by value t count 3,380, with
2,025 ttabel, these results showed t count> t table with a significance level of 5%. So it can be that Ha Ho accepted and rejected. It
concluded that: There Influence of Cooperative Learning Model Problem Solving Ability Against TGT SMPN 3 Batukliang.
Abstrak: Kesulitan bidang bahasa merupakan permasalahan umum bagi pendidikan anak gangguan pendengaran, bicara dan bahasa
yang masih sulit diatasi dan masih menjadi bahan renungan dari para guru SLB dan tenaga PLB pada umumnya. Kesulitan belajar siswa
juga dipengaruhi oleh tingkat kecacatan yang disandang oleh siswa yang kondisinya tidak sama. Menyadari hambatan yang dialami anak
gangguan pendengaran, bicara dan bahasa tersebut diperlukan penggunaan media dalam proses belajar mengajar, diantaranya adalah
untuk memudahkan siswa dalam menguasai pelajaran yang disampaikan oleh guru. Untuk itu sangatlah penting penggunaan media
pendidikan pada sekolah luar biasa, khususnya SLB, terutama media pendidikan yang bersifat visual . Adapun tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui efektifitas penggunaan media grafis bergambar berbasis komunikasi total dalam meningkatkan perbendaharaan kata
bagi siswa tuna rungu kelas VII sekolah luar biasa pembina Mataram Keabsahan data menggunakan Teknik triangulasi data dan
triangulasi metode pengumpulan data. Bentuk lain dari triangulasi adalah trianggulasi waktu, trianggulasi ruang, trianggulasi peneliti, dan
triangulasi teoritis. Dari hasil penelitiaan (1) Ada Peningkatan pembendaharaan kata terlihat dari hasil awal sampai akhir mengalami
peningkatan ketuntasan kelas mencapai 80 %. (2) 5 dari 6 siswa yang diteliti telah tuntas karena memiliki minat belajar yang tinggi, aktif
dalam kegiatan pembelajaran serta memiliki pemahaman bahasa yang baik. (3) Saat penerapan media grafis gambar berbasis komunikasi
total pembelajaran lebih menarik dan bimbingan terhadap siswa lebih optimal dan merata media yang digunakan mudah diterapkan,
menyenangkan dan menarik perhatian siswa.
E-mail : rizka_lindasafitri@yahoo.com
Abstrak: Metode pembelajaran yang cenderung digunakan guru yaitu metode ceramah dan tanya jawab. Dampak dari hal tersebut yaitu
banyak siswa yang pasif dan mereka cenderung duduk diam tanpa mampu mengembangkan informasi dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model kooperatif tipe STAD berbasis Minds-on Activity terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa pada materi reaksi reduksi oksidasi. Desain penelitian yang digunakan adalah nonequivalent control
group design. Populasi penelitian ini sebanyak 58 siswa yang tersebar di dua kelas yaitu Xmipa.1 dan Xmipa.2. Teknik pengambilan
sampel menggunakan sampling jenuh. Teknik pengumpulan data menggunkan observasi keterlaksanaan RPP yang dilaksanakan setiap
pertemuan di kelas eksperimen dan kelas kontrol serta tes essay untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Teknik analisis data
menggunakan uji homogenitas independent sample test, uji normalitas one-sample kolmogorov-smirnov test dan uji-u Mann-Whitney test.
Pengolahan data dilakukan dengan bantuan SPSS 22 for Windows, data tes awal kemampuan berpikir kritis siswa dengan uji-u diperoleh
perhitungan signifikanhitung 0,076 lebih besar dari taraf signifikan 0,05, data tes akhir diperoleh perhitungan signifikanhitung 0,000 lebih kecil
dari taraf signifikan 0,05 Dengan demikian disimpulkan ada pengaruh model kooperatif tipe STAD berbasis Minds-on Activity terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Reaksi Reduksi Oksidasi.
PENDAHULUAN bagaimana memotivasi peserta didik untuk kreatif dan percaya diri
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk serta mendorong berpikir kritisnya. Menurut Diyas (2012)
mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar sehingga mereka Kemampuan berpikir kritis melatih siswa untuk membuat
dapat mencapai tujuan belajar sesuai dengan apa yang diharapkan keputusan dari berbagai sudut pandang secara cermat, teliti, dan
(Budiningsih, 2009). Pembelajaran berdasarkan makna leksikal logis. Kemampuan berpikir kritis siswa dapat mempertimbangkan
berarti proses, cara, perbuatan mempelajari (Suprijono, 2009). pendapat orang lain serta mampu mengungkapkan pendapatnya
Pembelajaran merupakan suatu sistem instruksional yang sendiri. Oleh karena itu pembelajaran di sekolah sebaiknya melatih
mengacu pada seperangkat komponen yang saling bergantung siswa untuk menggali kemampuan dan keterampilan dalam
satu sama lain untuk mencapai tujuan (Rohman, 2013). Sedangkan mencari, mengolah, dan menilai berbagai informasi secara kritis.
menurut Winataputra (2007) Pembelajaran merupakan kegiatan Materi reaksi reduksi oksidasi membutuhkan pemikiran
yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan yang kritis dalam menyelesaikan suatu permasalahan di dalamnya.
meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta Materi redoks juga terbilang materi yang sulit di pahami oleh siswa,
didik. dengan menggunakan metode ceramah saja siswa cenderung sulit
Terkait dengan itu, Syukri (2000) menjelaskan bahwa, memahami nya. Berpengaruh juga pada hasil belajar siswa yang
ilmu kimia sebagai bagian ilmu pengetahuan alam yang masih kurang pada materi reaksi redoks. Proses belajar mengajar
mempelajari komposisi dan struktur zat kimia serta hubungan guru dikelas kurang memperhatikan proses berpikir siswa yaitu
keduanya dengan sifat zat tersebut. Pembelajaran kimia di SMA berpikir secara kritis, namun cenderung hanya memperhatikan
umumnya dilaksanakan oleh guru lebih banyak menekankan pada hasil belajar siswa setelah dilakukan tes atau ulangan sehingga
aspek pengetahuan dan pemahaman, sedangkan aspek aplikasi, perlu diperhatikan aktifitas dan kreatifitas siswa dalam
analisis, sintesis, dan bahkan evaluasi hanya sebagian kecil dari menganalisis suatu permasalahan.
pembelajaran yang dilakukan (Miswadi, 2010). Hal ini Hasil observasi awal yang dilakukan peneliti di SMAN 1
menyebabkan siswa kurang mengembangkan daya nalarnya Sambelia dengan melakukan wawancara pada guru mata
dalam memecahkan masalah dan mengaplikasikan konsep- pelajaran kimia kelas X bahwa proses pembelajaran kurang efektif
konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata. Sikap peserta karena masih banyak siswa yang kurang memperhatikan
didik yang pasif atau hanya menerima apa yang diberikan pendidik penjelasan guru di dalam kelas. Hal ini terjadi karena metode yang
dan strategi pembelajaran yang berpusat pada guru menyebabkan digunakan kurang bervariasi sehingga menyebabkan hasil belajar
tidak teraktifkannya potensi kemampuan siswa sehingga menjadi siswa masih sangat kurang. Hasil belajar siswa yang terlihat dari
pasif dan kurang terampil berkomunikasi dalam kegiatan belajar nilai rata-rata mid semester siswa.
mengajar didalam kelas (Redhana, 2003). Upaya dalam mengantisipasi masalah di atas, perlu
Fenomena yang terjadi saat ini adalah begitu banyak dilakukan inovasi pembelajaran yaitu dengan menerapkan salah
peserta didik yang pasif, mereka cenderung duduk diam satu model pembelajaran kooperatif yaitu model kooperatif tipe
mendengarkan tanpa mampu mengembangkan informasi yang Student Team Achievement Division (STAD). Pembelajaran
diperoleh atau berdiskusi dan cenderung metode yang digunakan kooperatif model STAD kelas dibagi beberapa tim. Setiap tim terdiri
guru pada pelaksanaan pemblajaran ialah metode ceramah dan dari empat sampai lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari
tanya jawab Dampak dari hal tersebut yaitu siswa tidak dapat kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas.
mengembangkan kemampuan berpikirnya. Situasi tersebut harus Siswa akan mencoba menganalisis, membahas dan dapat
ditanggapi serius oleh pendidik untuk mencari alternatif menemukan jawaban dari masalah yang dibahas bersama,
pembelajaran mengenai model pembelajaran yang sesuai dan sehingga setiap anggota kelompok akan memahami setiap materi,
Dapat dilihat bahwa di kelas eksperimen berlangsung Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tes awal tidak
sangat baik dan kelas kontrol pembelajaran berlangsung terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara
dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun guru kelas kontrol dan kelas eksperimen, sedangkan pada tes akhir
menerapkan perlakuan yang berbeda pada kedua kelas tetapi terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara
presentase keterlaksanaan semua perlakuan yang diterapkan kelas eksperimen dan kelas kontrol yang menunjukkan ada
hampir sama. pengaruh model kooperatif tipe STAD berbasis Minds-on
Data penelitian ini diperoleh dari siswa kelas X SMA Activity terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.
Negeri 1 Sambelia Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok
Timur yang berjumlah 58 siswa yang terdiri dari 30 siswa kelas B. Pembahasan
kontrol dan 28 siswa kelas eksperimen. Data penelitian ini Proses belajar mengajar tidak terlepas dari model
merupakan nilai kemampuan berpikir kritis antara kelas pengajaran yang dilakukan oleh pengajar. Sebagai pengajar
eksperimen yang menggunakan model kooperatif tipe STAD harus dapat memberikan model yang sesuai. Sehingga dapat
berbasis Minds-on Activity dan kelas kontrol yang meningkatkan proses dan prestasi belajar pada mata pelajaran
menggunakan metode konvensional (ceramah). Untuk kimia. Hal ini tidak terlepas dari keaktifan siswa dan guru dalam
mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa diukur dengan mengikuti proses pembelajaran.
menggunakan soal tes uraian, berdasarkan hasil observasi Keterlaksanaan pembelajaran RPP pada kelas
didapatkan data sebagaimana pada gambar 1. eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Jika skor
dianalisis terlihat bahwa keterlaksanaan RPP pada kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal
ini terjadi mengingat bahwa treatment yang diberikan pada
kelas kontrol dan kelas eksperimen berbeda, kelas eksperimen
diterapkan model kooperatif tipe STAD berbasis Minds-on
Activity siswa dituntut untuk belajar berkelompok yang dibagi
secara heterogen sehingga proses pembelajaran menimbulkan
ISBN: 978-602-74245-0-0 375
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
penggalian informasi dan pengetahuan konsep serta berbagi siswa sehingga dapat mendorong daya berpikir kritis. Dengan
pendapat, bertanya, menganalisis data dan menarik demikian perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa
kesimpulan dari pembelajaran. Sedangkan pada kelas kontrol merupakan akibat pemberian perlakuan yaitu penerapan
diterapkan metode ceramah dan guru yang berperan aktif model kooperatif tipe STAD berbasis Minds-on Activity.
selama proses pembelajaran berlangsung. Maka dari itu, dapat Tahapan dalam model kooperatif tipe STAD berbasis
diyakini bahwa segala fenomena yang terjadi baik di kelas Minds-on Activity mempengaruhi kemampuan berpikir kritis
eksperimen maupun kelas kontrol terkait variabel dalam siswa. Pada tahap persiapan siswa diberikan motivasi agar
penelitian ini merupakan dampak dari perlakuan pembelajaran membangkitkan semangat belajar siswa dan siswa diberikan
yang diberikan. ilustrasi dan dituntut untuk menemukan konsep pengetahuan
Berdasarkan pengolahan data tes awal kemampuan mengenai materi yang dibahas. Pada tahap menyajikan
berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen terbilang rendah. informasi siswa diberi informasi atau materi sesuai dengan apa
Hal ini membuktikan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa yang akan dipelajari. Pada tahap pengelompokan
kurang tinggi dan rasa ingin tahu dari permasalahan tidak ada. mengarahkan siswa untuk duduk dengan teman kelompoknya
Rata-rata tes akhir kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas yang dibagi secara heterogen. Pada tahap membantu kerja tim
eksperimen mengalami kenaikan yang signifikan yaitu dengan kelompok siswa dibantu oleh peneliti jika mengalami kesulitan
rata-rata 66 dan termasuk kriteria cukup kritis. Hal ini dalam menemukan jawaban dari masalah yang diberikan dan
membuktikan bahwa model kooperatif tipe STAD berbasis dapat mendorong siswa untuk lebih bertoleransi dan
Minds-on Activity sangat berpengaruh terhadap kemampuan bekerjasama antar anggota kelompok dalam menyelesaikan
berpikir kritis siswa. Sedangkan rata-rata tes akhir kemampuan suatu permasalahan. Tahap ini siswa berdiskusi, berkumpul
berpikir kritis siswa pada kelas kontrol adalah rendah dan rata- untuk menyelesaikan masalah dan kelompok saling bertukar
rata tes akhirnya 54, terlihat bahwa kemampuan berpikir kritis pendapat dan mengklarifikasi serta menganalisis semua
siswa pada kelas kontrol cukup rendah dengan rata-rata 54 dan gagasan/ide yang ada pada kelompok. Tujuan berdiskusi untuk
kriteria sedang. Hal ini terjadi karena pada kelas kontrol hanya mengambil keputusan yang digunakan untuk penyusunan hasil
dibelajarkan dengan metode ceramah saja dan tidak terfokus diskusi
pada belajar kelompok dan mengembangkan proses Tahap evaluasi merupakan tahap inti dari model
berfikirnya. Rata - rata perolehan nilai kelas kontrol tersebut kooperatif tipe STAD karena siswa akan mengumpulkan data-
tidak sama dengan nilai rata-rata yang diperoleh siswa kelas data dari materi yang diterima dan mengumpulkan hasil diskusi
eksperimen yang dibelajarkan dengan model kooperatif STAD mereka. Kemudian melakukan presentasi, setelah kelompok
berbasis Minds-on Activity. Hal tersebut terlihat pada nilai rata melakukan kegiatan penyelidikan dan menarik kesimpulan,
– rata antara kedua kelas. dilanjutkan dengan presentasi atau menyampaikan jawaban
Rendahnya kemampuan awal dari berpikir kritis pada semua anggota kelas. Pada proses ini aspek kemampuan
siswa pada kelas eksperimen dan kontrol disebabkan oleh berpikir kritis yang terbentuk adalah memberikan pendapat,
beberapa hal. Pertama, siswa belum terbiasa dengan proses mennetukan hasil presentasi dan menilai keputusan. Pada
pembelajaran yang sebelumnya, misalnya guru selalu tahap ini dapat membentuk aspek kemampuan berpikir kritis
menjelaskan materi pembelajaran dan masih menggunakan karena kegiatan yang dilakukan sangat kompleks, dimana
metode yang kurang membangun semangat dan keaktifan siswa saling bertukar pengetahuan yang ditandai denga
siswa. Kedua, pengalaman mengajar guru dengan model yang adanya tanya jawab, pemberian pendapat dan sanggahan.
masih kurang sehingga cukup sulit dalam menguasai kelas dan Peneliti memberikan ulasan dan penjelasan
memotovasi siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan belajar. secukupnya sebagai klarifikasi dari jawaban siswa, peneliti
sejalan dengan Tyler (dalam Redhana, 2003) menyatakan memberikan penguatan dri hasil presentasi sehingga
bahwa pengalaman belajar atau pembelajaran yang kemampuan berpikir kritis siswa lebih tajam.
memberikan kesemapatan kepada siswa untuk memperoleh Dalam penelitian ini model kooperatif tipe STAD
keterampilan-keterampilan dalam memecahkan masalah dapat dapat berpengaruh untuk meningkatkan kemampuan berpikir
merangsang kemampuan berpikir kritis siswa. kritis karena model pembelajaran ini memiliki kelebihan yaitu 1)
Berdasarkan analisis hipotesis diperoleh perhitungan Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan
signifikan 0,000 dengan taraf signifikan 5% dengan uji dua pertanyaan – pertanyaan mengenai materi yang diajarkan
pihak = 0,05. Harga signifikanhitung < signifikan 0,05, hal ini karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan
menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan berpikir kritis yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk
siswa setelah penerapan model koperatif tipe STAD berbasis memikirkan materi yang diajarkan, 2) Adanya anggota
Minds-on Activity pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. kelompok lain yang menghindari kemungkinan siswa
Hasil penelitian ini menunjukkan model kooperatif ipe STAD mendapatkan nilai rendah, karena dalam pengetesan lisan
berbasis Minds-on Activity berpengaruh terhadap kemampuan siswa dibantu oleh anggota kelompoknya, 3) Menjadikan siswa
berpikir kritis siswa kelas X SMA Negeri 1 Sambelia. Hal ini mampu belajar berdebat, belajar mendengarkan pendapat
karena proses pembelajaran model kooperatif tipe STAD orang lain, dan mencatat hal-hal yang bermanfaat untuk
berbasis Mids-on Activity lebih menekankan pada partisipasi kepentingan bersama, 4) Menghasilkan pencapaian belajar
siswa secara aktif dalam menentukan topik bahasan, siswa yang tinggi serta menambah harga diri siswa dan
menginvestigasi masalah, menganalisis hasil temuan dan memperbaiki hubungan dengan teman sebaya, 5) Hadiah atau
menyampaikan hasil temuan. Model pembelajaran ini dapat penghargaan yang diberikan akan memberikan dorongan bagi
meningkatkan aktivitas dan partisipasi siswa untuk mencari siswa untuk mencapai hasil yang lebih tinggi, 6) Siswa yang
sendiri materi (informasi) dengan menggunakan bantuan lambat berfikir dapat dibantu untuk menambah ilmu
berbagai sumber seperti LKS, buku paket. Membaca berbagai pengetahuannya, 7) Memungkinkan guru untuk lebih banyak
refrensi maka secara langsung dapat menambah pengetahuan memantau siswa dalam proses pembelajaran. Kelebihan
ISBN: 978-602-74245-0-0 376
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
model pembelajaran ini juga membuat pemikiran siswa menjadi DAFTAR PUSTAKA
lebih terarah untuk menelaah dan mencari pemecahan suatu Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT
masalah sehingga dapat mendorong siswa untuk berpikir lebih Bumi Aksara, 2006
kritis. Brady, J. Kimia Universitas. 1999
Kelemahan model pembelajaran ini adalah 1) Model Budiningsih C.Asri. Pembelajaran yang Mendidik. Artikel Jurnal.
pembelajaran kooperatif model STAD belum banyak 2009
diterapkan disekolah, 2) Sangat memerlukan kemampuan dan Chang, R. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Erlangga. 2004. Edisi
keterampilan guru, waktu pembelajaran berlangsung guru ketiga. Jilid 2
melakukan intervensi secara maksimal, 3) Menyusun bahan Darmadi, H. Metode Penelitian. Bandung. Penerbit: Alfabeth, 2013.
ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai Diyas Sari. Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk
dengan taraf berfikir anak, 4) Mengubah kebiasaan siswa Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik
belajar dari yang dengan cara mendengarkan ceramah diganti pada Pembelajaran IPA Kelas VIII SMP Negeri 5 Sleman.
dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara Skripsi. Fak. Matematika dan IPA Universitas Negeri
kelompok, hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa. Yogyakarta. 2012
Johnson, Davis W and Roger T. Johnson, Learning Together and
SIMPULAN Alone, Boston: University of Minneosta, 1994
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat Miswadi, dkk. Pengaruh Penggunaan Metode Preview, Question,
disimpulkan bahwa Model kooperatif tipe STAD berbasis Minds-on Read, Summarize, and Test Melalui Pendekatan
Activity berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa Kontekstual Teaching And Learning Terhadap Hasil Belajar
pada materi reaksi reduksi oksidasi. Hal ini terbukti dari nilai Sig (2- Kimia. Jur.Kimia FMIPA UNESA. 2010
tailed) yang diperoleh sebesar dan lebih kecil dari signifikan yang Redhana, dkk. Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
ditentukan yaitu 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Strategi
“Pengaruh model kooperatif tipe STAD berbasis Minds-on Activity Pemecaha Masalah. Pendidikan Kimia Fak. Pendidikan
terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada MIPA. IKIP Negeri Singaraja. 2003
materi Reaksi Reduksi Oksidasi”. Rohman M. Strategi dan Desain Pengembangan Sistem
Pembelajaran. Penerbit Prestasi Pustakarya. Jakarta-
SARAN Indonesia. Juli. 2013
Beberapa hal yang perlu disarankan, yaitu guru Slavin E.R. Cooperatif Learning: Teori, Riset dan Praktik, Bandung:
sebaiknya menerapkan model kooperatif tipe STAD berbasis Penerbit Nusa Media, 2005. Cetakan ke 15.
Minds-on Activity karena dapat memperbaiki strategi pembelajaran Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
dalam meningkatkan berpikir kritis siswa dan kualitas proses Kualitatif dan R&D), Bandung: Alfabeta, 2012
pembelajaran. Sekolah sebaiknya menerapkan model kooperatif Sunarya, Y. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB 2012
tipe STAD karena dapat meningkatkan kualitas proses Suprijono, Agus. Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.
pembelajaran disekolah dan kemampuan berpikir kritis siswa. Bagi Yogyakarta. 2009.
peneliti lain hasil yang dicapai dalam penelitian ini dapat digunakan Syukri S, Kimia Dasar, Jilid 1, Bandung: ITB, 1999.
sebagai refrensi dalam penelitian yang serupa.
E-mail: Rohadah_fisika@yahoo.com
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan media pembelajaran buletin fisika ceria. Jenis penelitian ini adalah penelitian
dan pengembangan dengan model 4 D (four D model), namun pada tahapan pelaksanaannya penelitian ini hanya pada tahap define
(pendefinisian), design (perencanaan), develop (pengembangan) dan tidak sampai pada tahap dissiminate (penyebaran). Produk hasil
pengembangan berupa media pembelajaran buletin fisika ceria yang berisi konteks-konteks materi pembelajaran pokok bahasan usaha
dan energi. Instrument penelitian yang digunakan berupa lembar validasi dan angket respon siswa kemudian analisis data dilakukan
secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh rata-rata skor oleh kedua validator berturut-turut sebesar 3 dan 3,5
dengan interpretasi “baik” sehingga media pembelajaran buletin fisika ceria ini layak digunakan sebagai media pembelajaran dengan
sedikit revisi. Respon siswa terhadap produk yang dikembangkan mendapat respon positif dengan skor rata-rata sebesar 3,38 dengan
interpretasi “baik” atau setuju untuk digunakan sebagai media pembelajaran. Berdasarkan hasil tersebut media pembelajaran buletin fisika
ceria dapat digunakan sebagai alternatif media pembelajaran fisika di sekolah.
e-mail: muhali231@gmail.com
ABSTRAK: Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk menghasilkan lembar kegiata siswa model siklus
belajar (5E) yang valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan aktivitas dan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi kalor.
Pengembangan perangkat menggunakan model pengembangan 4D dan diujicobakan pada siswa semester ganjil MAN 1 Sengkol tahun
ajaran 2014/2015. Desain ujicoba menggunakan one group pre-test post-test Design. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
lembar validasi dan observasi, sedangkan teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil
uji coba diperoleh beberapa temuan, yaitu: LKS yang dikembangkan memiliki rata-rata skor validitas berkategori valid (3,35), dan siswa
yang aktivitasnya tinggi, kemampuan berpikir kritisnya tinggi. Berdasarkan hasil uji coba 2 dapat disimpulkan bahwa LKS yang
dikembangkan valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan aktivitas dan kemampuan berpikir kritis siswa sehingga layak untuk
diimplementasikan.
Rozali Jauhari Alfanani1, Moh. Iwan Fatiri2, dan Khairul Umam3 & Hendra Prasetyo4
1,2,3&4Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Mataram
E-mail: zalipasca15@gmail.com
Abstrak: Pendidikan sebagai salah satu pilar penting dalam perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara harus mendapatkan
perhatian yang serius dari berbagai pihak. Hal tersebut ditunjukan dengan harus meningkatnya pula kesadaran masyarakat bersama
akademisi dan pemangku kebijakan untuk memperbaiki serta melaksanakan sistem pendidikan di negeri ini secara lebih optimal lagi.
Salah satu bentuk keseriusan yang harus ditunjukan ialah dengan menjadikan pendidikan sebagai bagian dari sistem yang merangkul
unsur-unsur lokalitas milik masyarakat yang nantinya akan memberikan kontribusi secara nasional dan diharapkan dapat bersaing pula
secara global. Dalam hal ini, sistem pendidikan yang akan dapat melaksanakan hal tersebut salah satunya ialah pendidikan bahasa dan
sastra (khususnya Indonesia). Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia yang telah ada dan berkembang sejak lama di tengah kehidupan
masyarakat tentu dapatlah menjadi bagian penting yang diprioritaskan sebagai pilar pembangun karakter dan kepribadian masyarakat
dalam kaitannya secara intelektual maupun emosional. Hal itu sesuai dengan hakikat bahasa yang mengacu pada aspek intelektual dan
sastra sebagai wadah pembentuk aspek emosional manusia. Oleh sebab itu, pendidikan bahasa dan sastra yang menumbuhkembangkan
sistem intelektual dan emosional harus dianggap penting dalam kaitannya dengan sifat lokalitas, nasionalisme, dan globalisasi.
Kata kunci: Pendidikan, Bahasa dan Sastra, Kearifan Lokal, Nasional, Global.
PENDAHULUAN dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan ditinggalkan. Bahasa selalu mengikuti kehidupan manusia sehari-
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa.
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahasa, sebagai bagian dari kebudayaan dapat
Rumusan fungsi tersebut dapat diterjemahkan bahwa pendidikan menunjukan tinggi-rendahnya kebudayaan bangsa. Bahasa akan
adalah untuk membantu pertumbuhan manusia muda yang tidak menggambarkan sudah sampai seberapa jauh kemajuan yang
berdaya menjadi manusia yang bahagia, bermoral, dan telah dicapai oleh suatu bangsa. Dengan demikian, bahasa yang
berdayaguna. Selaras dengan rumusan tersebut, dalam UU No. 20 dengan fungsinya baik sebagai bahasa persatuan, bahasa negara,
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahasa resmi, atau bahasa ilmu pengetahuan memegang peranan
bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda. penting bagi keberlangsungan hakikat kemajuan dari suatu bangsa
Pengangkatan manusia ke taraf insan itulah disebut mendidik. itu sendiri.
Dengan demikian, pendidikan adalah memanusiakan manusia, Namun demikian, kencangnya arus globalisasi dengan
khususnya manusia muda. konsep modernisme yang melanda “habitat kebahasaan” seperti
Pengertian pendidikan menurut Hasbullah (2009:1) sekarang ini telah mulai sedikit demi sedikit meruntuhkan atau
menyatakan bahwa “Pendidikan sering diartikan sebagai usaha mengaburkan hakikat bahasa sebagai unsur penting kemajuan
manusia untuk membina kepribadiannya sesuai nilai-nilai suatu bangsa. Bangsa yang ada di muka bumi ini akan dinilai maju
kebudayaan dan masyarakat.” Lebih lanjut Hasbullah (2009:1) atau mengalami perkembangan yang luar biasa apabila telah
menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha yang dijalankan memiliki, menguasai, atau mampu menciptakan perangkat-
oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa perangkat yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi yang sudah kadung dianggap sebagai satu—bahkan satu-
dalam arti mental.” Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 satunya—tolok ukur kemajuan pada era sekarang ini. Posisi
(dalam Hasbullah, 2009:4) menyatakan bahwa pendidikan adalah bahasa yang dahulunya menjadi dasar pemikiran yang maju untuk
“Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar suatu bangsa (dalam filsafat, agama, maupun ilmu) kini telah
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif terpinggirkan dengan sangat cepat, sehingga memiliki kemampuan
mengembangkan potensi dirinya untuk memilki kekuatan spiritual, berbahasa, terutama yang baik dan benar bukan lagi menjadi
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak budaya, tidak lagi membanggakan, bahkan cenderung dianggap
mulia serta keterampilan yang diperlukan utuk dirinya, masyarakat, biasa saja dan tidak dianggap sebagai hal yang penting dalam
bangsa dan negara.” perkembangan zaman seperti sekarang ini. Dalam setiap bidang
Berdasarkan uraian di atas maka diketahuilah bahwa kehidupan orang akan “meng-elu-elukan” seseorang yang mampu
pendidikan merupakan sarana yang sangat penting dalam proses menguasai teknologi terkini, namun cenderung memendang
pembentukan kehidupan manusia, baik dalam taraf kehidupan sebelah mata pihak-pihak yang mampu menguasai dan
afektif, kehidupan kognitif, hingga kehidupan psikomotorik. mengaplikasikan unsur kebahasaannya dalam kehidupannya. Hal
Pendidikan juga yang akan menjadikan manusia memiliki kekuatan ini tidak terlepas dari arus zaman yang memang sudah masuk pada
spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, masa kemenangan mutlak teknologi dan kekalahan telak
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan utuk dirinya, kebahasaan. Padahal, jika disadari dan mau membuka mata, hati,
masyarakat, bangsa dan negara. dan pikirannya bahwa tanpa bahasa maka ilmu itu hanya
Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual sekumpulan ruang hampa yang butuh diproduksi, dan produksinya
manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar pun harus menggunakan bahasa. Teknologi pun begitu, tanpa
bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai sosial. sedikitpun mengurangi esensi penting penguasaan teknologi maka
Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di bisa dipastikan perkembangan teknologi sejak dahulu, pada masa
ISBN: 978-602-74245-0-0 390
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
kini, dan untuk waktu-waktu yang akan datang telah disepakati tulisannya berjudul “The Making of Greater India: A Study in
bahwa bahasalah yang juga memainkan peranan penting untuk hal South-East Asia Culture Change” yang dimuat dalam Journal
tersebut. of the Royal Asiatic Sociaty. Ciri-ciri khas atau yang biasa
Namun demikian, akibat paradigma modernisme dan disebut sebagai ‘pribumi’ itulah, yang oleh Wales diistilahkan
globalisasi yang cenderung sempit tersebut maka kita (dan semua ‘local genius’, yang di dalamnya terkandung makna sebagai
manusia lainnya) menganggap bahwa “bahasa adalah hal yang ‘basic personality of each culture’. Dengan mengacu pendapat
tidak ada apa-apanya”. Padahal, modernisme dan globalisasi Wales mengenai local genius secara luas, dapat diartikan
tersebut diciptakan atau ditakdirkan bukan menjadi sesuatu yang sebagai proses cultural characteristic, yakni perkembangan
pada akhirnya melunturkan nilai-nilai dan semangat kemajuan itu dari proses fenomenologis ke sifat kognitif, memiliki dasar:1.
sendiri yang didasari oleh faktor bernama bahasa. Paradigma yang Menunjukkan pandangan hidup dan sistem nilai dari
salah tersebut pun sudah meracuni banyak orang, khususnya di masyarakat (orientation). 2. Menggambarkan tanggapan
negeri ini yang notabenenya merupakan negara yang berwilayah masyarakat terhadap dunia luar (perception). 3. Mewujudkan
luas, berpenduduk banyak, dan memiliki pula potensi kebahasaan tingkah laku masyarakat sehari-hari (attitude dan pattern of
yang sangat luar biasa. life). 4. Mewarisi pola kehidupan masyarakat (life style).
Sementara itu, aspek lain yang tidak kalah penting dalam 2. Tentang Definisi Kearifan Lokal Sebelumnya
mewujudkan masyarakat yang positif dan berkembang adalah Pada umumnya, pengertian kearifan lokal telah
sastra. Sastra adalah suatu bentuk hasil pemikiran dan pekerjaan banyak ditulis dan dikembangkan oleh berbagai ahli dengan
seni yang kreatif yang dihasilkan oleh manusia dan menjadikan jurnal-jurnal ilmiahnya, maupun orang awam yang sadar dan
kehidupannya sebagai objeknya. Sastra sebagai hasil seni kreatif tertarik tentang potensi yang tertimbun di daerahnya.
bukan hanya suatu media untuk menyampaikan ide, gagasan, Pengertian ini selain diperoleh dari sudut antropologis,
pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia, tetapi lebih dari itu kesejarahan, maupun khususnya dalam bidang arsitektur
sastra juga berperan sebagai wadah penampung segala ide, (lingkungan binaan). Kebanyakan pengertian tersebut menjadi
gagasan, pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia tersebut. sebuah ‘definisi’ yang mengalami degenerasi atau
Selanjutnya dikatakan sastra merupakan sebuah karya penyempitan makna, karena tidak satu-dua yang langsung
manusia yang berunsur kreatif dan bernilai seni. Selain itu, sastra mencontek referensinya tanpa ada contoh dari image realita
juga dikenal sebagai karya imajinatif yang dipandang lebih luas kehidupan.
pengertiannya daripada fiksi (Siswanto, 2013: 11). Berdasarkan Pada definisi sebelumnya, dalam kamus
penciptaannya, bahwa sastra adalah pengungkapan dari sebuah bahasa Inggris-Indonesia John M Echols dan Hassan Shadily,
fakta yang bersifat artistik dan imajinatif sebagai wujud dari kearifan lokal diderivasi dari dua kata yaitu kearifan (wisdom)
kehidupan manusia (dalam masyarakat) yang menggunakan atau kebijaksanaan; dan lokal (local) atau setempat. Jadi
bahasa sebagai mediumnya, baik secara lisan maupun tulisan. menurut beliau, gagasan setempat yang bersifat bijaksana,
Selain pengertian sastra di atas, menurut (Siswanto, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh
2013: 15) karya sastra ada berupa lisan yakni berupa dongeng, anggota masyarakatnya. Menurut Gobyah dalam Nugraha
legenda, dan karya sastra lain yang tersebar secara lisan di (2012:112) nilai terpentingnya adalah kebenaran yang telah
masyarakat. Semenara itu, sastra yang berupa tulisan adalah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Geriya dalam
sastra yang dipopulerkan melalui tulisan-tulisan yang berupa prosa Nugraha (2012:112) juga menjelaskan hal yang sama,
(novel), cerpen, roman, dan puisi. pengertiannya secara konseptual, kearifan lokal dan
Efek utama dari adanya konsep bahasa dan sastra yang keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang
tentu saja dapat berkolaborasi dalam kehidupan masyarakat bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku
adalah terlahirnya unsur seni yang memukau. Seni berupa karya yang melembaga secara tradisional. Menurut Antariksa (dalam
sastra dalam balutan bahasa pun menjadi salah satu modal dalam Nugraha,2012), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari
pengembangan nilai kultural lokal di era global. Melalui seni yang tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi
terlahir dari bahasa dan sastra, masyarakat dapat memberikan bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan
kontribusi positif dalam kaitannya dengan penghadapan terhadap (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi
arus globalisasi yang ada. kenusantaraan sebuah bangsa. Dari penjelasan beliau dapat
Arus globalisasi tersebut menjadi sesuatu yang mesti dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah penerapan dari
dipandang sebagai wahana mengekspresikan diri bagi kawasan tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik. Hal terpenting
global. Globalisasi dapat dijadikan sebagai proses yang penting dari kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi
sebagai bagian dari perkembangan zaman di era yang serba pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan
modernis tersebut. Demi mempertahankan eksistensi diri yang mengajarkan tentang bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan
bermodalkan aspek bahasa dan sastra dalam wujud lokalitas menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara
tersebut, maka hadirnya industri kreatif bisa dijadikan sebagai universal oleh masyarakat, khususnya dalam berarsitektur.
lahan dan peluang positif. Lahan dan peluang tersebut semestinya Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan
dimanfaatkan sedemikian rupa melalui kreativitas yang telah cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam
menjadi salah satu ciri khas bangsa Indonesia sebagai bangsa lingkungan (Pangarsa,2008:84). Hal ini dapat dilihat bahwa
intelek dan estetis. semakin adanya penyempurnaan arti dan saling mendukung,
yang intinya adalah memahami bakat dan potensi alam
PEMBAHASAN tempatnya hidup dan diwujudkannya sebagai tradisi.
1. Kearifan Lokal 3. Membaca Fenomena Nyata
Pertama kali konsep kearifan lokal (local genius) ini Kearifan lokal juga tergantung dari setiap
menurut Koentjaraningrat yang dikutip Kasiyan dan Ismadi individu untuk memaknainya, oleh karena itu tercipta beragam
diperkenalkan oleh arkeolog H.G Quaritch Wales dalam arti. Tidak ada kata pasti untuk menjelaskannya karena akan
ISBN: 978-602-74245-0-0 391
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu sehingga merasa modern cukup mengutamakan pemikiran logis dan
lebih cocok disebut konsepsi; bukan definisi. Perubahan mengesampingkan detail tradisi, padahal memberikan
tersebut sejalan dengan budaya manusia yang selalu tuntunan hidup. Pengetahuan seperti ini tidak pernah ada di
berkembang. Dalam proses pemahamannya, perlu kembali kalangan akademisi karena langsung dari alam, berkaitan
kepada kehidupan sehari-hari, yaitu membaca fenomena nyata dengan metafisik dan fenomenologi; yang berarti upaya
dengan pengalaman ruang. Sebatas yang diketahui, karena penggalian lapis demi lapis agar diketahui makna yang
kearifan lokal sebagai unsur dari tradisi budaya masyarakat, terkandung. Nilai tacit knowledge ini memberikan pesan bahwa
umumnya para ahli meletakkan tradisi sebagai katalisator adanya timbal balik terhadap detail tradisi dan alam untuk
untuk proses generalisasi arti. kehidupan manusia yang lebih baik.
Nusantara yang tercipta dari beragam budaya Dalam perspektif yang sedikit berbeda, adalah ketika
memiliki kesamaan dalam ranah nilai tradisi. Tradisi muncul bangunan kolonial di bumi nusantara. Daendels
merupakan nilai-nilai adat yang sudah mengakar dan diterima (±1800an), dengan diterapkannya langgam Empire Stijl dari
oleh masyarakat. Pada permukiman tradisional terdapat Perancis yang diadaptasikan di daerah Hindia-Belanda maka
sesuatu yang diagungkan yang mana menjadikan agama dan tercipta langgam Indische Empire Stijl yang kurang menghargai
kepercayaan sebagai sentral. Dari segi ini, manusia mencoba alam, ditunjukkan dengan adanya luas lahan yang diperlukan
memberi identitasnya melalui simbol tertentu pada hunian yang untuk membuat sebuah rumah, tanpa teritisan, penggunaan
mana sebagai karakter kesetempatan. Contohnya di madura kolom yang besar (doric, ionic, dan corintian), lantai satu yang
dengan tatanan permukiman Tanean Lanjeng dalam membagi masuk ke dalam tanah menyebabkan kelembaban tinggi.
zona sakral dan profan. Hunian berawal dari adanya masjid (Handinoto dalam Gazalba, 1963). Nilai individualitas tersebut
atau surau di sebelah barat dan diikuti rumah awal pada bagian kontras terhadap proses pemahaman terhadap alam justru
utara dan dapur pada bagian selatan. Hunian tumbuh mengubah cara pandang orang pribumi dan campuran
menyamping dengan didirikannya rumah secara linear sejalan terhadap nilai dari luar, dengan menganggapnya sebagai karya
dengan jumlah penduduk. Pada bagian tengah sebagai yang agung sebagai wujud kebesaran kekuasaan kolonial, dan
lapangan memanjang (tanean) sebagai zona sosial. Di tempat langgam tersebut dijadikan sebagai acuan langgam sampai
lain di dusun Sade, Lombok juga terdapat zonifikasi seratus tahun ke depan, bahkan sampai merasuki rumah
berdasarkan tingkat kesakralan. Permukiman di Sade tersusun rakyat. Indische Empire Stijl merupakan salah satu langgam
berdasarkan hierarki yang mengarah pada Gunung Rinjani, awal sebelum bertransformasi menjadi langgam yang lain
semakin tinggi posisinya, maka semakin tinggi peranan orang seperti NA, Romantiek, Voor dan 1915an (Veerhar,1989). Oleh
tersebut. Orang Sade juga mengkhususkan wanita dengan beberapa ahli dalam arsitektur, karya arsitektur kolonial tetap
menempatkan ruang tertentu dalam bale. Sedangkan, lelaki sebagai wujud local wisdom, salah satu faktornya adalah
hanya diberikan ruang publik di ruang luar ataupun berugak akulturasi budaya sehingga bangunan tersebut tidak ada di
(fungsi seperti gazebo untuk kebutuhan sosial). Ternyata dari Belanda ataupun Indonesia asli. Keunikan kulturnya
beberapa daerah tersebut terdapat kesamaan ciri dan disebut memberikan nilai bahwa tidak ada di tempat lain dan mewakili
sebagai kesetempatan dalam universalitas. Masyarakat masa tertentu dari sisi diakronik. Adapun nilai yang dipetik dari
tradisional merasa bahwa dia merupakan bagian dari alam dan perspektif ini adalah kegagalan sekaligus menumbuhkan
merasa memilikinya. Tidak ada bedanya antara tinggal di alam kreativitas baru dalam menghargai alam dan arsitektur.
maupun dalam rumah. Ini adalah wujud penghargaan Kontribusi dalam bidang arsitektur dalam metode
kehidupan manusia terhadap alam. Namun, kondisi berbeda visual skill atau imaging (melihat-bacakan dari fenomena
ketika berada pada iklim subtropis atau iklim ekstrim lainnya. nyata) ini adalah mampu membangun budaya arsitektur di
Mereka hidup untuk bertahan dari pengaruh iklim. Hal tersebut tanah air supaya lebih peduli dan adil terhadap masyarakat
mempengaruhi terhadap sikap sosial. Ciri yang tampak adalah manusia dan alam. Konsepsi sementara kearifan lokal adalah
masyarakat tropis hidup ‘lebih santai’ karena iklim lebih proses menemu-kenali potensi dan sifat-sifat alam untuk
bersahabat. Lain halnya seperti Jepang, negara subtropis yang keberlanjutan tradisi manusia khususnya dalam berarsitektur.
terkenal pekerja keras. Dari penjelasan ini diketahui dalam Melalui dengan pendekatan antropologis, ‘membaca
aspek tradisionalistik memperhatikan tanda-tanda yang fenomena’lah sebagai alat pengungkap kearifan lokal.
menjunjung potensi alam setempat dan mempengaruhi sikap 4. Kearifan Lokal Masa Kini
manusia di dalamnya. Konsepsi makna kearifan lokal tersebut merupakan
Ada contoh lain berupa tacit knowledge yang kondisi ideal untuk harapan kehidupan yang lebih baik. Namun
berarti aturan ini sebagai pengetahuan tidak tertulis tetapi dari perspektif lain, ada yang sedikit mengaburkannya. Dalam
dijunjung tinggi. Proses memahami alam akan berhasil apabila kehidupan saat ini, manusia telah merasa bahwa dirinya
terjadi resonansi antara masyarakat manusia dan alam. modern sehingga kebanyakan menganggap tradisi adalah
Sebagai contoh dalam permukiman Madura (tanean lanjang) primitif dan tidak perlu dipakai. Akibatnya terdapat rantai yang
dan permukiman Sade terdapat batas permukiman berupa terputus antara alam – tradisi – artefak fisik. Kearifan lokal
bambu atau alang-alang. Bahan yang banyak ditemukan ini mengalami distorsi makna.
juga dipakai sebagai bahan rumah mereka seperti atap di Sade Perubahan tersebut diperparah jika seseorang
menggunakan alang-alang. Contoh lain adalah petani ataupun menggunakan pendekatan ekonomi (materi) yang umumnya
nelayan tradisional, mereka tahu kapankah dimulai suatu berpikir cepat dan hubungannya dengan fisik. Kasusnya seperti
pekerjaan melalui tanda-tanda alam seperti munculnya rasi seseorang mendirikan rumah, maka dia akan merancang
bintang, hujan, arah angin, dan sebagainya. Tradisi Jawa juga sesuai dengan kebutuhan (fungsional dan efektif) dengan
mengajarkan hal yang baik seperti primbon daur hidup mengeluarkan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan
(kelahiran, pernikahan, kematian) selain itu juga arah hadap hasil maksimal termasuk kepuasan terhadap gaya saat ini.
dan prosesi upacara membangun rumah. Manusia yang Terkadang pula tidak menyediakan fungsi sosial terhadap
ISBN: 978-602-74245-0-0 392
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
tetangga. Hal ini benar-benar mengebiri nilai kosmologis dari pembelajaran secara nasional. Jika pembelajaran bahasa dan
tradisi, dan menghilangkan identitas setempat. sastra telah mampu mengaktualisasikan diri melalui kearifan lokal
Ada hal yang menarik yang dapat diambil tentang yang ada dan sanggup memberi kontribusi secara nasional, maka
upaya seorang arsitek memaknai kembali kearifan lokal segenap pelaku pembelajaran bahasa dan sastra di dunia
dengan menerapkan pada kehidupan modern. Dalam proses pendidikan harus yakin dan bisa membawa pembelajaran tersebut
perancangan tidak harus mengambil tipologi bentukan lama ke arah yang lebih mengglobal sebagai bentuk daya saing yang
(tradisional), tetapi mengambil esensi ruang atau detail tradisi mumpuni di kancah dunia.
yang lain, seperti kebiasaan tertentu. Ada baiknya seseorang
tetap mempertahankan perletakan ruang, misalkan rumah DAFTAR PUSTAKA
jawa, yang pada bagian depan mewadahi fungsi sosial, pada Gazalda, Sibi. 1963. Pengantar Kebudayaan sebagai Ilmu. Jakarta:
bagian belakangnya lebih privat dan seterusnya. Gaya boleh Pustaka Setia.
mutakhir sesuai selera tetapi tidak menghilangkan identitasnya Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Edisi Revisi.
yaitu masih menerapkan material lokal dan menghargai alam. Jakarta: Rajawali Pers.
Kayu yang sekarang sudah semakin terbatas jumlahnya dapat Nugraha, Adhi. 2012. Transforming Tradition: A Method for
diganti dengan bambu yang mudah dicari dan mudah Maintaining Tradition in a Craft and Design Contex.
tumbuhnya selain itu dapat menggunakan material lawasan Helsinki: Aalto University publication series, doctoral
seperti karya-karya Eko Prawoto. dissertations.
Pangarsa, Galih Widjil. 2008. Arsitektur untuk Kemanusiaan.
SIMPULAN Surabaya: PT. Wastu Lanas Grafika.
Pendidikan bahasa dan sastra harus benra-benar Siswanto. 2013. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:
mampu memaksimalkan proses pembelajaran yang mengacu pada RienekaCipta.
basis kearifan lokal tersebut. Hal tersebut tentu akan berdampak Veerhar, J.W.M. 1989. Identitas Manusia. Yogyakarta: Kanisius.
pada kontribusi nyata bahasa dan sastra sebagai salah satu pilar
S. Ida Kholida
Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, Universitas Islam Madura.
E-mail: s.ida.kholida@gmail.com
Abstrak: Kesulitan dalam memahami materi fisika sering di jumpai di berbagai sekolah, sehinga menyebabkan hasil belajar siswa rendah.
Faktor yang menjadi penyebab hasil belajar rendah paling utama adalah sistem dalam kegiatan belajar mengajarnya kurang mrnciptakan
variasi dalam mengajarnya. Selain itu pembelajaran yang di lakukan guru kurang sesuai dengan apa yang di tuntut oleh kurikulum, yaitu
pada sistem penilaian guru harus mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Hal ini tercermin hasil observasi pada kelas IX SMP
Islam An-Nidhomiyah yang mempunyai nilai hasil belajar pelajaran fisika rendah di bawah nilai KKM. Penelitian ini bertujuan: “ Untuk
mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa di kelas IX SMPI An-Nidhomiyah dengan diterapkannya model kooperatif berbasis asessmen
kinerja di tinjau dari praktikum fisika.” Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian dilaksanakan tiga siklus, dengan tiap
siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, evaluasi, dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa kelas IX SMPIA An-
Nidhomiyah tahun pelajaran 2014/2015. Analisis data yang digunakan adalah teknik statistik deskriptif. Dari hasil analisis didapatkan
bahwa hasil belajar siswa dari Siklus I sampai Siklus III sudah mencapai kriteria ketuntasan dengan persentase yaitu, Siklus I (30%),
Siklus II (57,5%), Siklus III (87,5%) dan pencapaian kinerja siswa siklus I (55,31%), siklus II (65%), dan siklus III (70%). Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif berbasis asessmen kinerja di tinjau dari praktikum dapat menuntaskan hasil belajar
siswa di kelas IX SMP Islam An-Nidhomiyah.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di kelas IX SMP Islam An-
Nidhomiyah yang terdiri dari 40 siswa. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian tindakan kelas (PTK) dengan 3 siklus yang tiap
siklusnya terdiri dari 4 tahap yakni tahap perencanaan (Planning),
tindakan (action), pengamatan (observation) dan refleksi
(refelction)
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pembelajaran problem solving yang dapat meningkatkan kemampuan
penalaran mahasiswa calon guru pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Mataram. Penelitian ini merupakan penelitian
tindakan Kelas (PTK) yang diuraikan secara deskriptif. Instrument penelitian yang digunakan antara lain lembar validasi, lembar tes,
lembar observasi, LKM dan catatan Lapangan. Tahapan penelitian dimulai dengan rencana (planning), tindakan (acting), pengamatan
(observing), dan refleksi (reflecting). Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dan 4 kali quis serta 1 kali tes yang dilaksanakan pada
saat mid semester. Hasil quis menjadi salah satu standar untuk mengukur kemampuan penalaran mahasiswa dalam memecahkan
masalah pada materi himpunan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi proses peningkatan kemampuan penalaran matematika
mahasiswa calon guru melalui pembelajaran pemecahan masalah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran
mahasiswa dapat dikembangkan melalui pembelajaran problem solving dengan menekankan pada proses bukan hasil akhir pembelajaran.
70
60
Quis 1
50
Quis 2
40
Quis 3
30
20 Quis 4
10
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39
Jumlah Mahasiswa
Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengembangkan bahan ajar Optika I : Optik Geometri untuk mereduksi miskonsepsi mahasiswa
pendidikan fisika. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Model pengembangan 4-D (Four D) merupakan model
pengembangan perangkat pembelajaran. Model pengembangan 4D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: 1. Define (Pembatasan), 2. Design
(Perancangan), 3. Develop (Pengembangan) dan 4. Disseminate (Penyebaran), diadaptasi Model 4-P, yaitu Pendefinisian, Perancangan,
Pengembangan, dan Penyebaran. Subyek penelitian ini adalah mahasiswa yang mengambil mata kuliah Optik. Analisis data yang
digunakan menggunakan analisis deskriptif dan prosentase. Hasil validasi ahli pada aspek materi, bahasa dan ahli dirata-rata
menghasilkan skor 77,9% , artinya bahan ajar yang dikembangkan masuk dalam kategori baik atau layak digunakan dengan sedikit revisi.
Sedangkan untuk angket respon mahasiswa diperoleh skor 78,3% yang artinya aspek tampilan dan aspek penyajian materi sangat baik.
Abstract: This research aims to develop teaching materials Optics I: Optical geometry to reduce physical education student
misconceptions . This research is development . 4 - D model of development ( Four D ) is a development model learning device . 4D
development model consists of four main phases : 1. Define, 2. Design, 3. Develop and 4. Disseminate, adapted model of the 4- P ,
namely Defining, Designing , Development , and Deployment . The subjects of this study were students who took a course Optics . Analysis
of the data used and the percentage using descriptive analysis . Results of the validation expert in material aspects , language and experts
produce scores averaged 77.9 % , meaning that the teaching materials developed into the category of good or feasible to use with little
revision . As for the questionnaire responses the students obtained a score of 78.3 %, which means that aspects of the appearance and
presentation of the material aspect is very good .
Analisis Kurikulum
Analisis Karakteristik
Mahasiswa
Tahap
Analisis Materi Define
Merumuskan Tujuan
Validasi Ahli
Revisi Model
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa nilai rata-rata sudah menggunaikan kaidah bahasa yang tepat. Hasil penilaian
prosentase dari angket validasi ahli bahasa diperoleh nilai 77.2% pada indikator Dialogis dan interaktif sebesar 70% dalam kategori
yang berada pada kategori modul layak digunakan di lapangan baik artinya isi daripada modul sudah dapat memotivasi pembaca
tetapi dengan revisi. Sedangkan untuk ahli bahasa diperoleh skor untuk berfikir kritis. Hasil penilaian pada indicator kesesuaian
angket yang diperoleh untuk indikator lugas 73,3% artinya kalimat tingkat perkembangan peserta didik sebesar 80%, keruntutan dan
yang digunakan cukup efektif, menggunakan bahasa yang baku keterpaduan alur 80%, penggunaan istilah dan symbol 80%
dalam penulisan. Hasil penilaian indikator komunikatif 80% yang dengan rata-rata skor prosentase sebesar 77,2% berada pada
berarti dalam penyampain pesan dalam modul sudah baik, serta kategori modul layak digunakan dilapangan dengan revisi.
Tabel 4. Daftar Revisi Penilaian Ahli Materi
Bagian Sebelum Revisi Setelah Revisi
- Jarak spasi antara - Jarak antara gambar dengan tulisan di - Jarak antara gambar dengan tulisan
gambar dengan tulisan bawahnya terlalu rapat dibawahnya telah diberi jarak dua
spasi.
- Setiap Gambar kurang - Di bagian bawah gambar tokoh ada yang
konsisten dalam diberi nama tokoh ada yang belum - Semua gambar tokoh telah diberi
penulisan nama dan diberi nama, sumber gambar belum nama dan sumber dari
sumbernya semua dituliskan pengambilan gambar.
Selain tinjuan dari ahli juga di sebarkan angket untuk mahasiswa masih ada beberapa komponen yang harus
mengetahui respon mahasiswa tentang penggunaan bahan ajar ditambahkan sesuai dengan kemauan belajar mahasiswa
dengan judul Optik I: Optik geometri. Tujuan dari penyebaran diantaranya adalah kurangnya kejelasan gambar pada sinar-sinar.
angket ini adalah untuk mengetahui respon mahasiswa apakah Selain tinjuan dari beberapa ahli juga di sebarkan angket
bahan ajar berbasis kontekstual yang dikembangkan mudah untuk mengetahui respon mahasiswa tentang penggunaan bahan
dipahami, sesuai dengan perkembangan intelektual mahasiswa ajar optik. Tujuan dari penyebaran angket ini adalah untuk
atau tidak guna perbaikan selanjutnya. Hasil dari respon mengetahui respon mahasiswa setelah menggunakan bahan ajar
mahasiswa, menunjukkan bahwa rata-rata prosentase 78,25% guna perbaikan selanjutnya.
pada kategori bahwa modul baik digunakan dengan revisi artinya
Tabel 5. Hasil Angket Respon Mahasiswa Terhadap Bahan Ajar Pada Uji Terbatas
Butir Penilaian Prosentase Rata-Rata Katerangan
A. Aspek Tampilan 76,7% 78,3% Bahan Ajar Optik, masih perlu
Modul diadakan sedikit perbaikan
B. Aspek Penyajian Materi 79,8%
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa nilai rata-rata Anwar, Ilham. 2010. Pengembangan Bahan Ajar. Bahan Kuliah
dari angket respon mahasiswa dalam pengujicobaan modul Online. Direktori UPI. Bandung.
diperoleh nilai rata-rata 78,3% yang berada pada kategori bahan Hafizah D, Haris V, Eliwatis. 2014. Analisis Miskonsepsi Siswa
ajar baik digunakan dalam mata kuliah Optik, namun masih perlu Melalui tes Multiple Choice menggunakan CRI pada Mata
diadakan perbaikan. Hasil dari respon mahasiswa, menunjukkan Pelajaran Fisika MAN 1. Edusaintika, Jurnal pendidikan
bahwa rata-rata prosentase 76,7% pada kategori bahwa bahan ajar MIPA Volume 1 Nomor 1 Januari 2014.
baik digunakan dengan revisi. Artinya mahasiswa masih Utomo, Tjipto. 1991. Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan.
membutuhkan beberapa komponen yang harus ditambahkan Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
sesuai dengan kemauan Mundilarto. 2005. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran
Sains. Makalah : Disampaikan pada PPM Terpadu di
KESIMPULAN SMPN 2 Mlati Sleman Yogyakarta, tanggal: 20 Agustus
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat 2005
disimpulakan bahwa: Nurkancana, Wayan. Sunartana. 1990. Evaluasi Hasil Belajar.
1. Respon mahasiswa setelah menggunakan bahan ajar Optik I : Surabaya: Usaha Nasional
Optik Geometri pada kategori baik untuk menunjang dan Santyasa, I W. 2009. Metode penelitian pengembangan dan teori
melengkapi bahan ajar pada proses perkuliahan Fisika Dasar pengembangan bahan ajar. Makalah disajikan dalam
dan Optik. pelatihan bagi para pendidik TK, SD, SMP, SMA, dan SMK
2. Hasil penilaian ahli menunjukkan bahwa bahan ajar Optik I : tanggal 12-14 Januari 2009, di Kecamatan Nusa Penida
Optik Geometri dengan pendekatan kontekstual pada kategori Kabupaten Klungkung.
baik dan layak digunakan dengan sedikit revisi Suparman, Atwi. 1997. Desain Instruktional. Jakarta: Rineka Cipta.
Suparno, Paul. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep
SARAN Pendidikan Fisika. Jakarta: Grasindo
Produk ini hanya merupakan sebuah bahan ajar sebagai Suryaningsih, Nunik Setiyo. 2010. Pengembangan media cetak
acuan/pegangan bagi mahasiswa yang sedang mengambil mata bahan ajar sebagai media pembelajaran mandiri pada mata
kuliah Fisika dasar dan Optik. Dalam hal pemanfaatannya sangat pelajaran teknologi Informasi dan Komunikasi kelas VII
perlu mempertimbangkan referensi/buku-buku optik yang lain, semester 1 di SMPN 4 Jombang. Surabaya: Skripsi yang
tingkat keberagaman teori dan pendekatan. Sebagai bahan ajar tidak dipublikasikan.
yang baru dikembangkan, modul ini masih memerlukan pengkajian Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan
dan pengujicobaan secara intensif dan kontinyu, penggunaan pada Praktek. Surabaya: Pustaka Ilmu
skala luas yang mempunyai karakteristik beragam sangat ____________. Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
disarankan, sebagai upaya untuk memperoleh umpan balik, guna Konstrutivistik. Surabaya: Pustaka Ilmu
melakukan Vembriarto, St. 1975. Pengantar Pengajaran Bahan ajar.
penyempurnaan dari bahan ajar. Yogyakarta.
Yahya.F .2015. Pengembangan Program Diagnostik dan Remidial
DAFTAR PUSTKA Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Mengatasi
Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. 2002. A taxonomi f learning Miskonsepsi Mahasiswa Pada Optik Geometri.
teaching and assessing: A revision of blooms taxonomy Malang:Tesis tidak dipublikasikan.
educational.
Abstrak: Mahasiswa selaku calon guru yang profesional dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis untuk merancang dan
mengembangkan proses belajar yang efektif. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat melatih kemampuan berpikir kritis adalah
strategi pembelajaran heuristic. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan strategipembelajaran heuristic
terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Penelitian ini merupakan penelitian Quasy eksperiment menggunakan pretest-postes
control group design. Pengambilan sampel dilakukan dengan teksnik sampling jenuh. Pengukuran kemampuan berpikir kritis
menggunakan tes essay yang mengacu pada indikator berpikir kritis. Analisis data menggunakan Anacova dengan bantuan program
SPSS for windows. Hasil penelitian diperoleh nilai F = 5.494 dan p = 0,022 sehingga p < α (0,022 < 0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa
ada pengaruh penerapan strategi pembelajaran heuristic terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa.
B. Pembahasan
Berdasarkan rerata nilai kemampuan berpikir kritis
Gambar 1. Histogram Nilai Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis
mahasiswa pada kelas eksperimen terjadi peningkatan pada nilai
pretes dan postesnya sebesar 24,1. Sedangkan pada kelas kontrol
Berdasarkan gambar 1 terlihat rata-rata kemampuan
peningkatan sebesar 22,7. Hal ini berarti penerapan strategi
berpikir kritis mahasiswa untuk nilai pretes pada kelas eksperimen
heuristic dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
yaitu 52,1 dan pada kelas kontrol 48. Sedangkan untuk nilai postes
mahasiswa. Hasil ini didukung oleh penelitian Dewi dan Utami
pada kelas eksperimen yaitu 76,2 dan pada kelas kontrol 70,7.
(2014), yang menyatakan perangkat pembelajaran berorientasi
Menurut Suyanik (2010), kriteria kemampuan berpikir kritis untuk
heuristic terbimbing mampu melatih kemampuan berpikir kritis
nilai pretest pada kelas eksperimen dan kontrol termasuk dalam
mahasiswa. Perbedaan peningkatan ini disebabkan karena setiap
kategori kurang. Sedangkan untuk nilai postest pada kelas
mahasiswa mempunyai kapasitas intelektual yang berbeda satu
eksperimen dan kontrol termasuk dalam kategori baik.
sama lain.
2. Hasil Uji Statistik
Hasil uji hipotesis menyatakan bahwa strategi
Sebelum dilakukan uji hipotesis menggunakan anacova
pembelajaran berpengaruh signifikan terhadap kemampuan
dilakukan uji prasyarat meliputi uji normalitas dan homogenitas. Uji
berpikir kritis mahasiswa. Pembelajaran dengan strategi heuristic
normalitas bertujuan untuk mengetahui data terdistribusi normal
merupakan salah satu pembelajaran yang menekankan pada
atau tidak. Hasil uji normalitas menggunkan Kolmogorov-Smirnov
proses menemukan, yang disebut dengan pembelajaran inkuiri
diperoleh sig. (p-level) pada semua kelompok data (pretes dan
yaitu rangkaian pembelajaran yang menekankan pada proses
postes) baik pada kelompok yang menggunakan strategi heuristic
berpikir baik secara kritis maupun analitis untuk mencari dan
maupun strategi konvensional menunjukkan hasil lebih besar dari
menemukan jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan
0,05 (p > 0,05), artinya Ho diterima, bahwa data berasal dari data
(Khorunnisa, 2013). Dengan strategi heuristic tersebut, mahasiswa
yang berdistribusi normal. Hasil uji normalitas dipaparkan pada
dituntut untuk dapat menemukan sendiri konsep sehingga
tabel 2.
mahasiswa memahami dan menguasai konsep secara benar.
Demikian juga Shoenfeld (1985) dalam Tambunan (2014),
menyatakan bahwa heuristic adalah saran-saran (petunjuk-
Abstrak: Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu system yang mengharuskan orang untuk tunduk pada
keputusan, perintah atau peraturan yang berlaku. Dengan kata lain disiplin adalah kepatuhan mentaati peraturan dan ketentuan yang telah
ditetapkan. Namun tidak sedikit siswa kurang memperhatikan tentang disiplin belajar mereka sehingga sangat berpengauh terhadap
kualitas hasil belajar atau pretastasi belajarnya. Begitu juga masih banyak oran tua kurang mmperhatikan disiplin belajar anaknya di
rumah. Maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan Disiplin belajar sebagai varabel bebas (X) dan Prestasi Belajar Sebagai Variabel
Terikat (Y). Peneliti ingin mengetahui ada atau tidaknya hubungan pretasi belajar dan disiplin belajar siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wera.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, ada kecenderungan bahwa seseorang yang melakukan disiplin belajar yang sangat tinggi maka
cenderung akan memiliki prestasi belajar penjaskes yang sangat tinggi pula, begitu juga bahwa siswa yang kurang disiplin belajar yang
rendah maka cenderung nilai pretasi belajar penjaskes yang sangat rendah. Sehingga prestasi belajar penjaskes yang tinggi sangat
berhubungan dengan semangatnya atau tinggi displin belajar siswa. Hal ini terlihat bahwa nilai hubungan atau korelasi antara disiplin
belajar dan prestasi belajar penjaskes rxy 0,906 berada di antara 0,800 – 1,00, yang artinya bahwa ada hubungan atau korelasi antara
dua varibel sangat tinggi. Sedangkan dari hasil pengujian hipotesa (analisis data), dengan menggunakan rumus korelasi product Moment
rxy ternyata hipotesis alternatif (ha) yang diajukan diterima sedangkan hipotesis nol (ho) ditolak, hal ini berarti terdapat: Ada hubungan
disiplin belajar dan prestasi belajar siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wera Kabupaten Bima.
PENDAHULUAN karena itu betapa pentingnya disiplin dalam belajar. Siswa yang
Dari waktu ke waktu perkembangan ilmu pengetahuan dan memiliki disiplin belajar akan menunjukkan kesiapannya dalam
teknologi makin pesat. Arus globalisasi semakin hebat. Akibat dari mengikuti pelajaran di kelas, memperhatikan pelajaran guru,
fenomena ini antara lain munculnya persaingan dalam berbagai bidang mengerjakan tugas dan memiliki kelengkapan belajar seperti buku dan
kehidupan, diantaranya bidang pendidikan. Untuk menghadapi alatalat belajar lainnya
tantangan berat ini dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, Belajar adalah suatu perubahan dalam kepribadian (Winkel,
salah satu cara yang ditempuh adalah melalui peningkatan mutu 1987:161), menyiratkan bahwa hasil belajar itu sangat erat degan
pendidikan. usaha pembiasaan, sedangkan pembiasaan itu sendiri berhasil atau
Pemerintah telah berusaha melakukan perbaikan-perbaikan tidaknya tergantung pada kemampuan untuk menciptakan atau
agar mutu pendidikan meningkat, diantaranya dengan perbaikan memegang teguh kedisiplinan. Jadi faktor kedisiplinan sangat besar
kurikulum penataran bagi guru-guru, pemyempurnaan buku-buku pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa. Selain disiplin belajar,
pelajaran dan penambahan alat peraga. Namun demikian mutu pendidikan prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh iklim sekolah. Iklim sekolah. Iklim
yang dicapai belum seperti apa yang diharapkan. Perbaikan yang telah sekolah merupakan lingkungan belajar yang medorong prilaku positif dan
dilakukan pemerintah tidak ada artinya, jika tanpa dukungan dari guru, kepribadian sama sehingga menciptakan proses belajar mengajar yang
orang tuas siswa, siswa dan masyarakat yang turut serta dalam optimal. Menurut Larsen (1987) dalam Moedjiarto (2002:28) dijelaskan
meningkatkan mutu pendidikan. bahwa iklim sekolah merupakan suatu norma, harapan dan kepercayaan
Berbicara tentang mutu pendidikan tidak akan lepas dari dari personil-personil yang terlibat dalam organisasi sekolah yang dapat
kegiatan belajar. Hasil kegiatan belajar yang diharapkan adalah memberikan dorongan untuk bertindak guna pencapaian prestasi
prestasi belajar yang baik. Setiap orang pasti mendambakan prestasi sisawa yang tinggi.
belajar yang tinggi, baik orang tua, siswa dan lebih-lebih bagi guru. Pada kenyataanya, berdasarkan hasil survei pendahuluan
Untuk mencapai prestasi belajar yang optimal tidak lepas dari kondisi- yang telah peneliti lakukan di SMA Negeri 1 Wera, terlihat bahwa tingkat
kondisi dimana kemungkinan siswa dapat belajar dengan efektif dan kedisiplinan siswa SMA Negeri Wera khususnya siswa kelas XI masih
dapat mengembangkan daya eksplorasinya baik fisik maupun kurang terbukti dari masih seringnya siswa-siswa tersebut terlambat
psikhis. masuk kelas, banyaknya siswa yang tidak menyelesaikan tugas tepat
Memperoleh prestasi belajar yang baik tidaklah mudah, pada waktunya dan juga seringnya para siswa SMA Negeri Wera yang
banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor siswa memegang peranan terlibat tawuran antar pelajar. Selain tingkat kedisiplinan yang
dalam mencapai prestasi belajar yang baik, karena siswa yang kurang, kondisi iklim sekolah di SMA Negeri Wera juga peneliti anggap
melakukan kegiatan belajar perlu memiliki karakter belajar dan disiplin masing kurang pula, hal ini dapat dilihat baik kondisi secara fisik
belajar. (bangunan sekolah) yang berlum tertata secara rapi juga kondisi secara
Sekolah merupakan lembaga formal sebagai wadah psikis (hubungan antar civitas sekolah) yang belum terjalin secara baik.
untuk kegiatan belajar mengaja. Agar proses belajar mengajar Secara garis besar dapat dijelaskan bahwa keberhasilan belajar siswa
lancar, maka seluruh siswa harus mematuhi tata tertib dengan penuh dapat dipengaruhi oleh kedua factor, yaitu factor internal dan factor
rasa disiplin yang tinggi. Disiplin menurut Andi Rasdiyanah eksternasl. Factor internal disini salah satunya adalah kedisiplinan
(1995:28) adalah kepatuhan untuk menghormati dan siswa dalam proses belajar mengajar dan factor eksternal disini salah
melaksanakan suatu system yang mengharuskan orang untuk satunya adalah iklim sekolah. Kebenaran dari uraian di atas tentunya
tunduk pada keputusan, perintah atau peraturan yang berlaku. perlu dibuktikan melalui penelitian. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
Perilaku disiplin sangat diperlukan dalam pembinaan perkembangan mengadakan penelitian tetang “Hubungan kedisiplinan siswa dan
anak untuk menuju masa depan yang lebih baik. Kedisiplinan yang prestasi belajar Penjaskes siswa kelas XI di SMA Negeri 1 Wera.
menjadi kajian dalam penelitian ini adalah disiplin belajar. Oleh
ISBN: 978-602-74245-0-0 414
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
KAJIAN PUSTAKA Dalam penelitian ini iklim sekolah memiliki indicator-
1. Disiplin indikator sebagai berikut :
Secara etimologi disiplin berasal dari bahasa Latin a. Hubungan antat civitas sekolah
“disibel” yang berarti Pengikut. Seiring dengan perkembangan b. Tata tertib sekolah
zaman, kata tersebut mengalami perubahan menjadi “disipline” c. Aktivitas belajar mengajar
yang artinya kepatuhan atau yang menyangkut tata tertib. Sekarang ini d. Suasana sekolah
kata disiplin telah berkembang mengikuti kemajuan ilmu e. Kerapian dan kebersiahn kelas
pengetahuan, sehingga banyak pengertian disiplin yang 3. Prestasi Belajar
berbeda antara ahli yang satu dengan yang lain. Setelah siswa mengalami proses belajar diharapkan siswa
Andi Rasdiyanah (1995:28) mendefinisikan disiplin mengalami perubahan tingkah laku sebagai hasil dari kegiatan
adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu belajar. Salah saut petunjuk keberhasilan siswa dalam kegiatan
system yang mengharuskan orang untuk tunduk pada keputusan, belajar adalah prestasi belajar yang merupakan hasil belajar
perintah atau peraturan yang berlaku. Dengan kata lain disiplin individu secara maksimal.
adalah kepatuhan mentaati peraturan dan ketentuan yang telah Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah
ditetapkan. dilakukan atau dikerjakan, dan sebagainya). (Tim Penyusun KBBI,
Depdikbud (1992:3) memberikan arti disiplin adalah Depdikbud, 1996 : 787). Prestasi belajar adalah penguasaan
tingkat konsistensi dan konsekuensi seseorang terhadap suatu pengetahuan / ketrampilan yang dikembangkan oleh mata
komitmen atau kesepakatan bersama yang berhubungan dengan pelajaran, yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai
tujuan yang akan dicapai. angka yang diberikan oleh guru. (Tim Penyusun KBBI, Depdikbud,
Disiplin penting bagi perkembangan anak karena 1996 : 787).
memenuhi beberapa kebutuhan-kebutuhan tertentu antara lain : Penguasaan atau ketrampilan dalam prestasi adalah
a. Memberi rasa aman dengan memberi tahu apa yang boleh hasil belajar. Jadi hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi
dan apa yang tidak boleh dilakukan. milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukan.
b. Sebagai pendorong ego yang mendorong anak mencapai apa Indikator yang dijadikan sebagai tolok ukur dalam menyatakan
yang diharapkan darinya. bahwa proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil,
c. Anak belajar menafsir, bahwa pujian sebagai tanda rasa kasih berdasarkan ketentuan kurikulum yang disempurnakan yang
sayang dan penerimaan. saat ini digunakan adalah :
d. Memungkinkan hidup menurut standar yang disetujui a. Daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan
kelompok siswa. mencapai prestasi tinggi baik secara individu maupun
e. Membantu anak mengembangkan hati nurani, suara hati, kelompok.
membimbing dalam mengambil keputusan dan b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran telah dicapai
pengembangan tingkah laku. siswa baik individu maupun klasikal. Akan tetapi yang banyak
2. Iklim Sekolah dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan dari keduanya
Iklim sekolah merupakan bagaian dari lingkungan adalah daya serap siswa terhadap pelajaran.
belajar yang akan mempengaruhi kepribadian dan tingkah laku Moch. Uzer Usman dan Lilis Setiawati (1993)
seseorang, sebab dalam melaksanakan tugas sekolahnya seorang menjelaskan bahwa acua yang dapat digunakan untuk mengukur
siswa akan selalu berinteraksi dengan lingkungan belajarnya. tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar adalah
Iklim sekolah adalah suasana dalam organisasi sekolah sebagai berikut :
yang diciptakan oleh pola hubungan antar pribadi yang berlaku a. Istimewa/maksimal :apabila seluruh bahan pelajaran yang
(Depdikbud, 1982). Pola hubungan antar pribadi tersebut dapat disajikan itu dapat dikuasai siswa.
meliputi hubungan antara guru dengan murid, antara murid dengan b. Baik sekali/optimal : apabila sebagian besar (85%-94%)
murid, antara guru dengan guru dan antara guru dengan pimpinan bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai siswa.
sekolah. c. Baik sekali/minimal : apabila sebagian besar (75%-84%)
Iklim sekolah yang kondusif dapat dilihat dari keakraban, bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai siswa.
persaingan, ketertiban organisasi sekolah, keamanan dan fasilitas d. Kurang : apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari
sekolah. pola hubungan yang kondusif itu akan mengembangkan 75% dikuasai siswa.
potensi-potensi diri siswa secara terarah sehingga pada akhirnya
mereka merasa puas dalam belajar. Semakin baik pola hubungan METODE
antar pribadi yang terjadi di lingkungan sekolah diduga juga akan Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Wera yang
menyebabkan semakin tingginya prestasi belajar siswa. berolakasi Desa Tawali Kecamatan Wera Kabupaten Bima. Teknik
Menurut Moedjiharto (2002:36-37) cirri sekolah yang pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
memiliki iklim yang baik adalah : kuesioner dan dokumentasi.
a. Adanya hubungan yang akrab, penuh pengertian, dan rasa Data yang diperoleh dari suatu penelitian harus
kekeluargaan antar civitas sekolah dianalisa terlebih dahulu secara benar agar dapat ditarik suatu
b. Semua kegiatan sekolah diatur dengan tertib, dilaksanakan kesimpulan yang merupakan jawaban yang tepat dari permasalahan
dengan penuh tanggungjawab dan merata. yang diajukan. Ada dua teknik analisis data yang digunakan dalam
c. Di dalam kelas dapat dilihat adanya aktivitas belajar mengajar penelitian yaitu:
yang tinggi 1. Metode Analisis Deskriptif Persentase.
d. Suasana kelas tertip, tenah, jauh dari kegaduhan Metode ini digunakan untuk mengkaji variabel-variabel
dan kekacauan yang ada pada penelitian ini yang terdiri dari: tingkat disiplin siswa.
e. Meja kursi serta peralatan lainnya yang terdapat di kelas Variabel-variabel tersebut terdiri dari beberapa indikator yang
senantiasa ditata dengan rapi dan dijaga kebersihannya
ISBN: 978-602-74245-0-0 415
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
sangat mendukung dan kemudian indikator tersebut X = Varibel Bebas (Disiplin Belajar)
dikembangkan menjadi instrumen (angket). Y = Varibel Terikat (Prestasi Belajar)
Langkah - langkah yang yang digunakan untuk mengkaji Korelasi Produck Moment digunakan untuk
variable-variabel yang ada dalam penelitian ini yang terdiri dari menentukan hubungan antara dua gejala interval. Setelah
tingkat kedisiplinan siswa dan iklim sekolah. Variable-variabel mendapatkan nilai rxy, selanjutnya di uji dengan
tersebut terdiri dari beberapa indicator yang sangat mendukung menggunakan table interprestasi nilai rxx product moment
dan kemudian indicator tersebut dikembangakn menjadi atau di uji dengan menggunakan table 3.1 interprestasi nilai
instrumen (angket). sebagai berikut :
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penggunaan Tabel 2. Interprestasi Nilai rxy
teknik analisis ini adalah sebagai berikut : Interprestasi
Besarnya Nilai r
a. Membuat tabel distribusi jawaban angket. (Ada/Tidaknya Hubungan)
b. Menentukan skor jawaban responden dengan ketentuan skor 0,800 - 1,00 Tinggi
yang telah ditetapkan. 0,600 - 0,80 Cukup
c. Menjumlah skor jawaban yang diperoleh dari tiap - tiap 0,400 - 0,60 Agak Rendah
responden. 0,200 - 0,40 Rendah
d. Memasukkan skor tersebut kedalam rumus sebagai 0,100 - 0,20 Sangat Rendah (Tidak
berikut : Berkorelasi)
1 Anni Aryani 90 92 0 2 0 4 0
2 Ardhi Setiadin 86 87 -4 -3 16 9 12
3 Arif Budiman 86 87 -4 -3 16 9 12
4 Ayu Wandira 90 91 0 1 0 1 0
5 Deden Apriadin 92 90 2 0 4 0 0
6 Defi Putriani 86 87 -4 -3 16 9 12
7 Dian Lestari 89 90 -1 0 1 0 0
8 Didin Yasin Adh 92 93 2 3 4 9 6
9 Direman 91 92 1 2 1 4 2
10 Ekawati 92 93 2 3 4 9 6
11 Elsi 92 93 2 3 4 9 6
12 Erning Sulastri N 88 89 -2 -1 4 1 2
13 Faturahmaniah 90 91 0 1 0 1 0
14 Ihwan 86 87 -4 -3 16 9 12
15 Iin Nila Nuraini 90 91 0 1 0 1 0
16 Iwansyah 84 85 -6 -5 36 25 30
17 Jumrah 92 93 2 3 4 9 6
18 Kurniati 89 90 -1 0 1 0 0
19 Lisdaniati 84 85 -6 -5 36 25 30
20 Medi Asnandawati 92 93 2 3 4 9 6
21 Muhammad Kadafi 90 91 0 1 0 1 0
22 Muhammad Sader 90 91 0 1 0 1 0
23 Muliadin 92 93 2 3 4 9 6
24 Nurazizah 86 87 -4 -3 16 9 12
25 Nurmasyitha 89 90 -1 0 1 0 0
26 Puput Yunarti 91 92 1 2 1 4 2
27 Hermansyah 91 92 1 2 1 4 2
28 Ratnaningsih 92 93 2 3 4 9 6
29 Rusmiati 92 93 2 3 4 9 6
30 Sahrir Soabirin 92 93 2 3 4 9 6
31 Siska Puji Astuti 92 93 2 3 4 9 6
32 Sumiati 88 89 -2 -1 4 1 2
33 Widayah 87 88 -3 -2 9 4 6
34 Zulaqidah 92 93 2 3 4 9 6
35 Aditia Saputra 89 90 -1 0 1 0 0
36 Adi Satria Saputra 90 91 0 1 0 1 0
37 Al Ma'ruf Rezeki 92 93 2 3 4 9 6
38 Andri 92 93 2 3 4 9 6
39 Anna Aryana 89 90 -1 0 1 0 0
40 Darmin 92 93 2 3 4 9 6
41 Dedi Hidayat 90 91 0 1 0 1 0
42 Devi Putriani 92 93 2 3 4 9 6
43 Didi Supriadin 92 93 2 3 4 9 6
44 Dwi Anggun Pratiwi 90 91 0 1 0 1 0
45 Eni Ratnawati 92 93 2 3 4 9 6
46 Fahrurozi 92 93 2 3 4 9 6
47 Imam Sayuti 91 92 1 2 1 4 2
48 Inayah 92 93 2 3 4 9 6
49 Istiqomalasari Dewi 92 93 2 3 4 9 6
50 Marliana 90 91 0 1 0 1 0
51 Nantri 92 93 2 3 4 9 6
52 Nila Ramadhani 89 90 -1 0 1 0 0
53 Novita Sari 91 92 1 2 1 4 2
54 Nuni Widiastuti 92 93 2 3 4 9 6
55 Nuralidah 93 94 3 4 9 16 12
56 Nurfaturrahman 92 93 2 3 4 9 6
57 Nurkomalasari 91 92 1 2 1 4 2
58 Radiman 92 93 2 3 4 9 6
Jumlah (∑ ) 5234 5290 14 70 290 370 298
Rata-rata 90 91
Untuk mencari Korelasi Produk Momen dengan Artinya apabila data rxy berada diantaran 0,800 – 1,000
menggunakan rumus : maka data tersebut memiliki interprestasi yang sangat
(1/N) ∑(X − ̅ X ) (Y − ̅Y) tinggi yaitu varibel X dan Y memiliki hubungan atau korelasi
r𝑥y = yang sangat tinggi. Sebagaimana pada tabel berikut :
Sx. Sy
Tabel 4. Interpretasi variabel X dan Y
̅ )2
∑(X−X ̅ )2
∑(Y−Y
S𝑥 = √ dan S𝑦 = √ Interprestasi
N N Besarnya Nilai r
(Ada/Tidaknya Hubungan)
Memasukan dalam rumus pada tabel 3 dapat di 0,800 - 1,00 Tinggi
analisis dengan cara: 0,600 - 0,80 Cukup
N = 58 0,400 - 0,60 Agak Rendah
0,200 - 0,40 Rendah
∑(x − x̅) = 14 0,100 - 0,20 Sangat Rendah (Tidak
∑(y − y̅) = 70 Berkorelasi)
(x ) 2
∑ − x̅ = 290
∑ (y − y̅)2 = 370 Dari hasil pengujian nilai rxy bahwa hipotesis nol
∑(x − x̅)∑(y − y̅) = 298 (ho) ditolak dan hipotesis alternatif (ha) diterima, maka
kesimpulan analisis dalam penelitian ini bahwa ada
̅ )2
∑(X−X 290 hubungan disiplin belajar dan prestasi belajar siswa kelas
S𝑥 = √ = √ = 2,24 XI SMA Negeri 1 Wera Kabupaten Bima.
N 58
̅ )2
∑(Y−Y 370
S𝑦 = √ = √ = 2,53 B. Pembahasan
N 58
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, ada
Maka : kecenderungan bahwa seseorang yang melakukan disiplin
1 belajar yang sangat tinggi maka cenderung akan memiliki
̅ ) (Y − Y
( ) ∑(X − X ̅) prestasi belajar penjaskes yang sangat tinggi pula, begitu juga
r𝑥y = N
Sx. Sy bahwa siswa yang kurang disiplin belajar yang rendah maka
1
(58).298 cenderung nilai pretasi belajar penjaskes yang sangat rendah.
=
2,24 x 2,53
Sehingga prestasi belajar penjaskes yang tinggi sangat
5,137 berhubungan dengan semangatnya atau displin belajar siswa.
=
5,6672 Hal ini terlihat bahwa nilai hubungan atau korelasi antara
= 0,906 disiplin belajar dan prestasi belajar penjaskes rxy 0,906 berada
di antara 0,800 – 1,00, yang artinya bahwa ada hubungan atau
2. Pengujian Hipotesis korelasi antara dua varibel sangat tinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan data analis ternyata Sedangkan dari hasil pengujian hipotesa (analisis
nilai rxy yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 0,906. data), dengan menggunakan rumus korelasi product Moment
Dan nilai rxy = 0,906 ini berada diantara 0,800 – 1,00. rxy ternyata hipotesis alternatif (ha) yang diajukan diterima
ISBN: 978-602-74245-0-0 418
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
sedangkan hipotesis nol (ho) ditolak, hal ini berarti terdapat: Departemen Pendidikan Nasional. 1982. Administrasi Pendidikan
Ada hubungan disiplin belajar dan prestasi belajar siswa kelas Materi Dasar Akta V. Jakarta : Dirjen Dikti.
XI SMA Negeri 1 Wera Kabupaten Bima. Depdikbud. 1985. Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan Latihan
Kepemimpinan Siswa. Jakarta : Direktorat Jendral
SIMPULAN Dikdasmen, Pembinaan Siswa.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, ada kecenderungan Hurlock, Elizabeth, E., 1999. Perkembangan Anak : Erlangga.
bahwa seseorang yang melakukan disiplin belajar yang sangat Oemar, Hamalik. 1985. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta :
tinggi maka cenderung akan memiliki prestasi belajar penjaskes Bumi Aksara.
yang sangat tinggi pula, begitu juga bahwa siswa yang kurang Sudjana, 1983. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi. Bandung :
disiplin belajar yang rendah maka cenderung nilai pretasi belajar Tarsito.
penjaskes yang sangat rendah. Sehingga prestasi belajar Sudjana, 1996. Metode Statistika. Bandung : Tarsito.
penjaskes yang tinggi sangat berhubungan dengan semangatnya Suharsimi, Arikunto. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
atau tinggi displin belajar siswa. Hal ini terlihat bahwa nilai Praktek. Yogyakarta : Rineka Cipta.
hubungan atau korelasi antara disiplin belajar dan prestasi belajar Suharsimi, Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
penjaskes rxy 0,906 berada di antara 0,800 – 1,00, yang artinya Praktek. Yogyakarta : Rineka Cipta.
bahwa hubungan atau korelasi antara dua varibel sangat tinggi. Sumadi, Suryabrata. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo
Sehingga dari hasil pengujian hipotesa (analisis data), Persada. Sutrisno, Hadi. 1981. Statistik. Yogyakarta :
dengan menggunakan rumus korelasi product Moment rxy ternyata Fakultas Psikologi UGM. Sutrisno, Hadi. 1987. Metode
hipotesis alternatif (ha) yang diajukan diterima sedangkan hipotesis Research. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.
nol (ho) ditolak, hal ini berarti terdapat: Ada hubungan disiplin Singgih D., Gunarso. 1983. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
belajar dan prestasi belajar siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wera Jakarta : PT BPK Gunung Mulia.
Kabupaten Bima. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta : Diperbanyak
DAFTAR PUSTAKA Oleh Media Wiyata.
Andi, Rasdiyanah, 1995. Pendidikan Agama Islam. Bandung : Moh Uzer Usman, Lilis Setiawati. 1993. Upaya Optimalisasi
Lubuh Agung. Kegiatan BelajarMengajar. Bandung : PT. Remaja
Bimo, Walagito, 1989. Bimbingan dan Penyluhan di Sekolah. Rosdakarya.
Yogyakarta : Andi Offset. W.S. Winkel. 1984. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar.
Jakarta : Gramedia.
Abstrak: Makalah ini membahas pemasalahan tentang bagaimana kesejajaran pada geometri non-euclide yaitu geometri hiperbolik dan
geometri eliptik. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan jawaban terhadap masalah yang dihadapi mahasiswa tentang
kesejajaran pada geometri non-euclide. Dari kajian literature diperoleh bahwa garis sejajar merupakan dua garis yang tidak berpotongan
pada satu titik. Ini dapat diterima pada kedudukan dua garis. Tetapi pada geometri non-euclide apakah pernyataan ini akan sama?
Berdasarkan hasil kajian dari beberapa makalah mahasiswa, kesejajaran pada geometri hiperbolik dan eliptik dijelaskan dalam bentuk
aksioma maupun teorema yang dapat diterima secara logika. Meskipun geometrri hiperbolik dan geometri eliptik keduanya merupakan
geometri non-euclide tetapi pada postulat kesejajarannya geometri tersebut berbeda yaitu geometri eliptik tidak mempunyai garis yang
sejajar.
Teorema 2 :
“Dalam sebarang segitiga ABC dengan ∠𝐶 = 90°, sudut A
Dengan menggunakan teorema, buatlah titik R pada l, kurang dari, sama dengan atau lebih dari 90°, tergantung dari
sedemikian sehingga ∠PRQ < ά. terbentuk ΔPQR. segmen BC kurang dari, sama dengan atau lebih dari jarak
∠PQR = 90° polar K”.
∠QRP < α Bukti :
∠RPQ < m∠XPQ = 90° - ά Diketahui : segitiga ABC dengan ∠𝐶 = 90°
Dijumlahkan diperoleh : Akan dibuktikan :
∠PQR + ∠QRP + ∠RPQ < 90° + ά + 90° - ά = 180° 1) ∠𝐴 < 90° bila segmen BC < jarak polar
Jadi Δ PQR memiliki jumlah sudut kurang dari 180°. 2) ∠𝐴 = 90° bila segmen BC = jarak polar
Berbeda dengan geometri eliptik, postulat kesejajarannya 3) ∠𝐴 > 90° bila segmen BC > jarak polar
(Riemann) menyatakan bahwa “Tidak ada garis sejajar dengan Pembuktian 1 :
garis lain” Berdasarkan pada postulat tersebut, pada Geometri K adalah titik kutub dari garis m, sehingga ∠𝐾𝐴𝐶 = 90° dan
Elliptik ini dua garis selalu berpotongan dan tidak ada garis sejajar. ∠𝐾𝐶𝐴 = 90°. Segmen BC < jarak polar. ∠𝐾𝐴𝐶 > ∠𝐵𝐴𝐶
Berikut aksioma pada geometri eliptik: (keseluruhan lebih besar dari sebagian). Karena ∠𝐾𝐴𝐶 =
90° maka 90° > ∠𝐵𝐴𝐶 . Jadi, ∠𝐴 < 90°. (terbukti)
Aksioma pada geometri eliptik
Sebarang dua garis yang berpotongan tepat pada satu titik, tetapi
tidak ada garis yang memisahkan bidang tersebut. Dua garis
berpotongan tepat pada dua titik, dan setiap garis memisahkan
bidang.
Pembuktian 2 :
Segmen BC = jarak polar. B adalah titik kutub dari garis m,
sehingga ∠𝐵𝐶𝐴 = 90° dan ∠𝐵𝐴𝐶 = 90°. Atau dapat
dikatakan ∠𝐴 = 90°. (terbukti)
DAFTAR PUSTAKA
Adi, A. I. (2012). Geometri Hiperbolik. [online] Tersedia:
http://mathc edu.blogspot.com/2012/12/geometri-
hiperbolik.html. [05 Desember 2014].
∠𝐴 + ∠𝐵 + ∠𝑃 = 90° + 90° + ∠𝑃 Azmi, M. P. (2013). Geometri Euclid dan Geometri Hiperbolik.
= 180° + ∠𝑃 Jurnal 3: Universitas Pendidikan Indonesia.
> 180° Hvidsten,M. 2005. Geometry with geometry explorer. Singapore :
McGraw-Hill International Edition
Dari yang di jabarkan di atas maka terbukti jumlah besar sudut Rahmawati, K. S. (2013). Geometri Hiperbolik. [online] Tersedia:
– sudut suatu segitiga lebih besar 180°. (terbukti). http://khilfisuci.blogspot.com/2013/06/geometri-hiperbolik-
geometri-hiperbolik.html [05 Desember 2014].
ABSTRAK: Proses-proses sosial memungkinkan seseorang untuk memperoleh pengertian mengenai segi yang dinamis dari masyarakat
atau gerak masyarakat. Proses sosial yang mencakup ruang lingkup yang luas merupakan serangkaian studi sosiologi pada tingkat
lanjutan. Bentuk-bentuk interaksi sosial adalah tampak apabila orang-orang perorangan ataupun kelompok-kelompok manusia
mengadakan hubungan satu sama lain terutama dengan mengetengahkan kelompok serta lapisan sosial sebagai unsur pokok struktur
sosial. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan
bersama. Bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial.
Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia bererjasama, saling
berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian, dan lain sebagainya. Maka
interaksi sosial merupakan proses sosial, yang menunjukan pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.
Abstrak: Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1) mengembangkan dan mengetahui karakteristik sertakelayakan petunjuk praktikum biologi
berbasis model pembelajaran kooperatif tipe TGTyang dilengkapi dengan instrumen penilaian kinerja praktikum; 2)mengetahuiefektivitas
penerapan produk terhadap keterampilan proses sainssiswa SMA kelas XIpada mata pelajaran Biologi.Pengembangan produk dalam
penelitian ini mengacu pada model Borg dan Gall. Hasil validasi produk oleh validator dengan rata-rata skor berturut-turut 4,41 dan 4,48
yang berkategori “sangat baik”. Uji coba terbatas dilakukan terhadap 10 orang siswa dengan persentase rata-rata yang diberikan untuk
produk utama berturut-turut 82,67% dan 83,33% dengan kategori “sangat baik”. Uji coba diperluas dilakukan pada dua kelas dengan
rancangan percobaan pre-test post-test control-group design.Dataketerampilan proses sains yang diuji terdiri atas lima indikator: (1)
mengamati; (2) mencatat atau merekam data informasi; (3) mengikuti perintah atau instruksi; (4) melakukan pengukuran; (5)
mengimplementasikan prosedur, teknik atau penggunaan peralatan..Analisis data dilakukan menggunakan rumus uji beda dua sampel
dengan bantuan SPSS 20 for windows. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada perbedaan untukindikator keterampilan proses sains ke 2,
3,43, dan 5 pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, sedangkan indikator ke-1 tidak berbeda. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
nilai n-gain pada kelas eksperimen yaitu sebesar 0,71 dengan kategori “tinggi”.
Abstract: The aims of this study were: 1) to develop and to determine a biology practical guidance based on TGT cooperative models
equipped with practical performance assessment instrument; 2) to know it’s effectiveness in sains process skills on biology subject of
students in class XI. Product development process in this study by following Borg and Gall’s Development. The result of the expert
validation showed that each of the average score were 4,41 and 4,48 and categorized as “very good”. Limited testing conducted on 10
students showed that each of percentage score average of product were 82,67% and 83,33% and categorized as “very good”. Field trial
testing using a pre-test post-test control group design. The data of sains process skills are tested in this studi consist of 5 indicators skill:
(1) observing; (2) noting or recording information data; (3) follow orders or instruction; (4) take measurements; and (5) implement
procedures, techniques, or the use of equipment. Data analysis were performed using two independent sample test formula by SPSS 20
for windows. The analysis showed that the critical thinking abilities for indicator 1, 2, 3, and 5 of experimental group different from the
control group, while the fourth indicator not different. The result of the data analysis showed that the value of n-gain in experimental groupis
equal to 0,71 and categorized as “high”.
Keywords: Practical Guidance, Performance assessment, TGT, Performance assessment, Sains Process Skills.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses mengonstruksi koneksi matematika dalam pemecahan masalah geometri.
Untuk tujuan tersebut, peneliti memilih 3 subjek penelitian, terdiri atas 1 siswa berkemampuan matemtaika tinggi, 1 siswa berkemampuan
matematika sedang dan 1 siswa berkemampuan matematiika rendah.Pengelompokan kemampuan siswa menggunakan tes kemampuan
matematika yang diambil dari soal UN matematika SMP/MTs yang materinya telah dipelajari oleh siswa kelas VIII SMP. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Peneliti melakukan wawancara berbasis tugasterhadap ketiga
subjek penelitian. Wawancara yang dilakukan direkam, kemudian ditranskrip dan dikodekan. Untuk memperoleh data yang valid, peneliti
melakukan dua kali pemberian tugas dan wawancara untuk setiap subjek penelitian. Data yang diperoleh, selanjutnya, ditriangulasi.
Kemudian, data yang valid dianalisis untuk menarik kesimpulan. Hasilnya adalah proses mengonstruksi koneksi matematika dalam
pemecahan masalah geometri. Proses mengonstruksi koneksi matematika dalam pemecahan masalah geometri untuk subjek
berkemampuan matematika tinggi memahami masalah dengan membaca masalah kemudian menuliskan apa yang dipahami dalam
masalah. Subjek juga dapat menceritakan kembali apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam masalah. Dalam membuat rencana
penyelesaian, subjek berkemampuan matematika tinggi dengan cara mencoba membuat gambar. Gambar ynag dimaksud adalah gambar
ketiga lingkaran seperti pada jawaban tertulis untuk memahami masalah. Setelah mencermati gambar subjek menemukan unsur-unsur
yang digunakan untuk menentukan panjang kawat, misalnya garis singgung persekutuan sejajar dengan sisi-sisi segitiga yang titik
sudutnya adalah pusat lingkaran, kemudian subjek menyimpulkan bahwa panjang kawat adalah menjumlahkan panjang keliling lingkaran
dengan keliling segitiga sama sisi. Dalam melaksanakan rencana penyelesaian subjek berkemampuan matematika tinggi langsung
menggunakan rencana yang dibuat. Subjek menghitung panjang keliling lingkaran dan panjang keliling segitiga sama sisi lalu dijumlahkan.
Subjek merasa yakin dengan jawaban yang dihasilkannya. Dalam memeriksa kembali jawaban subjek berkemampuan matematika tinggi
dengan cara memeriksa kembali kebenaran hasil penyelesaian dengan cara melakukan perhitungan (coret-coretan) ulang pada
kebenaran hasil yang diperoleh. Subjek merasa yakin akan jawaban yang diperolehnya sudah benar. Proses mengonstruksi koneksi
matematika dalam pemecahan masalah geometri untuk subjek berkemampuan matematika sedang memahami masalah dengan
membaca masalah, kemudian menulis apa yang dipahami dalam masalah. Subjek juga dapat menceritakan kembali apa yang diketahui
dan yang ditanyakan dalam masalah. Dalam membuat rencana penyelesaian subjek berkemampuan matematika sedang dengan cara
membuat gambar, gambar yang dimaksudkan adalah gambar ketiga lingkaran seperti pada jawaban tertulis untuk memahami masalah.
Subjek juga mencermati gambar. Subjek menemukan unsur-unsur yang digunakan untuk menetukan panjang kawat. Akhirnya subjek
menyimpulkan bahwa panjang kawat adalah menjumlahkan panjang keliling lingkaran dengan keliling segitiga sama sisi. Subjek
menentukan operasi hitung yaitu perkalian, penjumlahan, pengurangan dan pembagian. Dalam melaksakan rencana penyelesaian subjek
berkemampuan matematika sedang dengan cara langsung mengerjakan dari apa yang telah direncakan. Subjek dapat menjelaskan
secara matematis perhitungan atau rumus yang digunakan, misalnya mengapa merupakan segitiga sama sisi-sisi. Subjek menghitung
keliling lingkaran dan keliling segitiga sam sisi lalu dijumlahkan. Subjek juag merasa yakin dengan jawaban yang dihasilkannya. Dalam
memeriksa kembali jawaban subjek berkemampuan matematika sedang melakukan dengan cara mengulangi perhitungan (coret-coretan)
ulang pada hasil yang diperoleh. Subjek juga merasa yakin akan jawabannya. Proses mengonstruksi koneksi matematika dalam
pemecahan masalah geomtri untuk subjek berkemampuan matematika rendah memahami masalah dengan membaca masalah, kemudian
menuliskan apa yang dipahami dalam masalah. Subjek juga dapat menceritakan kembali apa yag diketahui dan apa yang ditanyakan
dalam masalah. Dalam membuat rencana penyelesaian subjek berkemampuan matematika rendah dengan cara membuat gambar yaitu
gambar ketiga lingkaran seperti pada jawaban tertulis. Subjek mencermati gambar tersebut untuk menentukan panjag kawat, kemudian
subjek menyimpulkan bahwa panjang kawat sama dengan panjang keliling segitiga sama sisi ditambah panjang keliling lingkaran.
4. Memeriksa kembali
Subjek juga memeriksa kembali
kebenaran hasil penyelesaian dengan cara
melakukan perhitungan (coret-coretan) ulang
pada hasil yang diperoleh. Subjek merasa
yakin akan jawaban yang diperolehnya sudah
benar.
Subjek 1. Memahami masalah 1. Mengenali hubungan antarkonsep matematika
Berkemampuan Subjek memahami masalah dengan Hubungan antarkonsep yang dikenali subjek
Matematika Sedang cara membaca masalah kemudian menuliskan dimulai dari penggunaan konsep keliling lingkaran,
apa yang dipahami dalam masalah. Subjek panjang busur lingkaran, sudut pusat lingkaran, garis
juga dapat menceritakan kembali apa yang singgung lingkaran, segitiga sama sisi, besar sudut
diketahui dan apa yang ditanyakan dalam pusat lingkaran dan persegipanjang.
masalah. 2. Menggunakan hubungan antarkonsep
2. Membuat rencana penyelesaian matematika
Abstrak: Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengkaji Context, Input, Process, dan Product program PAUD Non Formal pada
satuan Kelompok Bermain pada satuan Kelompok Bermain di desa Sesela Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik wawancara, Observasi, dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang
digunaka adalah analisis deskriptif kualitatif, yakni dengan cara menggambarkan dan memaknai data dari masing-masing komponen yang
dievaluasi. Kriteria untuk mengetahui tingkat kecenderungan hasil evaluasi terhadap komponen context, input, process, dan product
menggunakan kreteria masing-masing komponen yang sudah ditetapkan oleh peneliti yang dikembangkan dengan pendekatan fidelity.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada komponen Context (1) lingkungan sosial mendukung pelaksanaan program. Pada komponen
Imput yaitu: (1) karakteristik input warga belajar sudah sesuai dengan kreteria penilaian yang sudah ditetapkan, sedangkan tutor dan
penyelenggara program belum sesuai dengan kriteria penilaian, (2) sarana kelengkapan dikategorikan cukup lengkap, Pada komponen
Process yaitu (1) proses belajar mengajar anak, (2) starategi yang digunakan adalah starategi belajar sambil bermain dan (3) proses
pembelajaran sudah berbasis RKH, RKM, RKB, RKT. Pada komponen Product yaitu: (1) hasil dari proses pembelajaran terlihat bahwa
peserta didik sudah memiliki kemampuan pada aspek moral, nilai kegamaan, aspek fisik, aspek bahasa, aspek kognitif, aspek sosial
emosional, dan seni.
Email: sumarjandns@gmail.com
Abstrak: Kemampuan berpikir kritis salah satu modal intelektualitas penting bagi mahasiswa, sehingga perlu dikembangkan agar
berpeluang berkompetisi memperoleh posisi pada grade dalam komunitasnya. Penekanan yang utama berpikir kritis yakni memahami
dan merasakan makna belajar, karena itu kegiatan praktikum dapat memunculkan indicator yang terukur untuk mengetahui tingkatan
kemampuan berpikir kritis. Mahasiswa memperoleh keleluasaan bertanya, berlatih yang mengarah pada penyelesaian masalah,
membangun konsep-konsep yang ditemukan berdasarkan arahan dan bimbingan dosen dan atau asisten. Dalam pelaksanaan praktikum
baik yang diadakan di lapangan terbuka maupun di gedung laboratorium, tidak jarang ditemukan hal baru yang dianggap anomali. Pada
kasus demikian para mahasiswa dituntut kemampuannya untuk melakukan analisis yang dapat dikomunikasi secara logis baik dalam
bentuk lisan, gambar ataupun tulisan. Metode yang digunakan yakni survey pada lima program studi yang melaksanakan praktikum di
lingkungan Fakultas Pertanian dan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa aktivitas belajar termasuk dalam kategori tinggi, hasil praktikum semua program studi termasuk dalam kategori baik kecuali
Agribisnis Reguler Sore, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis bagi mahasiswa Agribisnis Reguler Sore belum
dapat disetarakan dengan mahasiswa Agribisnis Reguler Pagi, Agroekoteknologi, Ilmu Teknologi Pangan dan Teknologi Pertanian.
Abstrak: Kurangnya proses kontruktivisme dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa tidak memiliki pengetahuan dan
keterampilan memecahkan suatu permasalahan, sehingga hasil belajar siswa rendah. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui efektifitas penggunaan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap peningkatan hasil belajar siswa dan
juga untuk mengidentifikasi aktivitas siswa dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dan metode
konvensional. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas X B sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan pendekatan CTL, sedangkan
kelas X C sebagai kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan penggunaan pendekatan CTL terhadap hasil belajar siswa dengan model pembelajaran langsung sebagai
pembanding. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji t, diperoleh nilai thitung sebesar 4,1889912 sedangkan besar ttabel dengan taraf signifikansi
0,01 adalah 3,499 yang menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan CTL mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan
hasil belajar siswa. Menurut rerata g factor diperoleh 0,39 (kategori sedang) untuk kelas eksperimen dengan rentang g factor (0,00 – 1,00)
sedangkan untuk kelas kontrol rerata g factor sebesar 0,23 (kategori rendah) dengan rentang g factor (0,00 – 0,60) Sedangkan rata-rata
skor aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen dengan pendekatan CTL adalah 56,25 dan rata-rata skor aktivitas belajar siswa pada
kelas kontrol dengan metode konvensional adalah 48,75. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa lebih baik menggunakan
pendekatan CTL daripada metode konvensional. Berdasarkan uji efektifitas hasil belajar siswa didapatkan nilai ES sebesar 0,15, yang
menunjukkan bahwa efektifitas penggunaan pendekatan CTL masih rendah dengan pembanding model pembelajaran langsung. Maka
dapat disimpulkan bahwa Pendekatan CTL lebih efektif dibandingkan model pembelajaran langsung dan aktivitas belajar siswa dengan
pendekatan CTL lebih baik dibandingkan dengan aktivitas belajar siswa dengan metode konvensional.
Abstrak: Banyak tantangan dari abad ke-21 membutuhkan solusi inovatif dalam berpikir ilmiah dan discovery ilmiah. Masyarakat mungkin
akan membutuhkan kader dari pendidik sains dan untuk melakukan penelitian dan inovasi sains dan teknologi yang penting untuk
menemukan tantangan ekonomi, sosial dan lingkungan yang dihadapi dunia. Untuk menggali pengetahuan awal masyarakat luas, masing-
masing peneliti juga membutuhkan banyak pengetahuan sains dan literasi sains yang tinggi dengan pemahaman yang lebih dalam tentang
hakekat sains, batasan dan konsekuensi dari aplikasi sains. Harapan ini akan tercapai jika masyarakat memiliki literasi sains (scientific
literacy). Oleh karena itu literasi sains semakin diperlukan dewasa ini agar kita dapat hidup di tengah-tengah masyarakat modern (New
Zealand Curriculum, 2013). PISA 2015 mendefinisikan Literasi sains merupakan kemampuan untuk menggali pengetahuan awal siswa
dengan menghubungkan isu-isu sains dan ide-ide sains, sebagai refleksi bagi siswa. Review metode dari kajian literatur ini adalah dari
teori dan hasil-hasil penelitian berupa artikel yang dipublikasikan pada jurnal Nasional dan International serta laporan hasil penelitian.
Beberapa kajian literatur yang sudah dikaji tentang literasi sains yaitu dengan menerapkan model-model dan media pembelajaran:(Suryati
& Permatasary, 2014), Pembelajaran berbasis Inkuiri; (Nisa, Suryati, & Dewi, 2015), Pengembangan Bahan Ajar KAPRA Berbasis Literasi
Sains; (Suryati, Juhaini, & Faina, 2014-2015), bahan ajar literasi sains berbasis CTL; (Husandi, Suryati, & Hatimah, 2015), pembelajaran
LC & Literasi Sains. Penelitian-penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan (Research & Development) yang mengembangan
bahan ajar dengan berbagai model pembelajaran untuk meningkatkan literasi sains siswa dan menguji keefektifannya. Di samping itu
review literatur juga dari Draft kerangka Sains PISA 2006, 2009 dan 2015. Dari beberapa penelitian yang sudah dipaparkan menunjukkan
bahwa: bahan ajar yang dikembangkan dengan model pembelajaran KAPRA, CTL, LC dan Creative Problem Solving setelah dianalisis
pada langkah-langkah pembelajarannya di bahan ajar, dasarnya adalah model pembelajaran Inkuiri yang berpeluang dapat meningkatkan
literasi sains siswa. Proses pembelajaran yang erat kaitannya dengan hakikat sains adalah inkuiri ilmiah (scientific inquiry) (NRC; 1996).
Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang cocok digunakan jika ingin melatihkan kemampuan literasi sains siswa. Bahan ajar
yang dikembangkan baik menggunakan Inkuiri, KAPRA, CTL, LC, Creative Problem Solving setelah divalidasi sudah sangat layak untuk
digunakan pada skala ujicoba yang lebih besar. Hal ini dibuktikan dari persentase hasil uji validasi bahan ajar atau perangkat pembelajaran
80% sampai dengan 98,75%. Setelah diuji keefektifan dari bahan ajar tersebut dilaporkan bahwa rata-rata bahan ajar tersebut efektif
digunakan dalam pembelajaran untuk menumbuhkan kemampuan literasi sains siswa.
PENDAHULUAN Literasi Sains Berdasarkan PISA 2006, 2009 dan PISA 2015
Banyak tantangan dari abad ke-21 membutuhkan solusi 1. Literasi Sains berdasarkan PISA 2006 dan PISA 2009
inovatif dalam berpikir ilmiah dan discovery ilmiah. Masyarakat Literasi sains menurut PISA diartikan sebagai “ the
mungkin akan membutuhkan kader dari pendidik sains dan untuk capacity to use scientific knowledge , to identify questions and to
melakukan penelitian dan inovasi sains dan teknologi yang penting draw evidence-based conclusions in order to understand and help
untuk menemukan tantangan ekonomi, sosial dan lingkungan yang make decisions about the natural world and the changes made to
dihadapi dunia. Untuk menggali pengetahuan awal masyarakat it through human activity”. Literasi sains didefinisikan sebagai
luas, masing-masing peneliti juga membutuhkan banyak kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi
pengetahuan sains dan literasi sains yang tinggi dengan pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti,
pemahaman yang lebih dalam tentang hakekat sains, batasan dan dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan
konsekuensi dari aplikasi sains. Harapan ini akan tercapai jika dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui
masyarakat memiliki literasi sains (scientific literacy). Oleh karena aktivitas manusia. Definisi literasi sains ini memandang literasi
itu literasi sains semakin diperlukan dewasa ini agar kita dapat sains bersifat multidimensional, bukan hanya pemahaman
hidup di tengah-tengah masyarakat modern (New Zealand terhadap pengetahuan sains, melainkan lebih dari itu.
Curriculum, 2013). Secara harfiah literasi berasal dari kata literacy yang
Untuk semua alasan ini, literasi sains dianggap menjadi berarti melek huruf/gerakan pemberantasan buta huruf
kompetensi utama (Rychen & Salganik, 2003) dan didefinisikan (Echols&Shadily, 1990).Sedangkan istilah sains berasal dari
dalam hal kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan bahasa Inggris Science yang bearti ilmu pengetahuan. Sains
informasi secara interaktif/berkelanjutan-pemahaman tentang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
bagaimana pengetahuan sains mengubah cara seseorang dapat sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan
berinteraksi dengan dunia dan bagaimana hal itu dapat digunakan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
untuk mencapai tujuan yang lebih luas. Masing-masing hal itu prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan
merepresentasikan tujuan utama bagi pendidikan sains untuk (Depdiknas dalam Mahyuddin, 2007). Pudjiadi mengatakan bahwa
semua siswa. Oleh karena itu gambaran literasi sains sebagai “sains merupakan sekelompok pengetahuan tentang obyek dan
bentuk dasar untuk penilaian internasional 2015 dari yang berusia fenomena alam yang diperoleh dari pemikiran dan penelitian para
15 tahun merupakan respon terhadap pertanyaan: Apa yang ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen
penting bagi anak-anak muda ketahui, nilai, dan bisa terlibat dalam menggunakan metode ilmiah”.Literasi sains dapat diartikan
situasi yang melibatkan sains dan teknologi? (PISA 2015) sebagai pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan
masyarakat (Widyaningtyas dalam Yusuf, 2008).
Pengetahuan ilmiah: Terminologi PISA 2015 tentang alasan yang mendasari untuk
Dokumen ini didasarkan pada pandangan prosedur ini dan pembenaran untuk
pengetahuan ilmiah terdiri dari tiga unsur yang mereka gunakan (Epistemic
berbeda namun terkait. Yang pertama dan paling Knowledge).
akrab adalah pengetahuan tentang fakta-fakta, Kompetensi Kemampuan untuk menjelaskan
konsep-konsep, ide-ide dan teori-teori tentang (Competensies) fenomena ilmiah, mengevaluasi dan
dunia alam bahwa ilmu pengetahuan telah merancang penyelidikan ilmiah, dan
ditetapkan. Misalnya, bagaimana tanaman menafsirkan data dan bukti secara
mensintesis molekul kompleks menggunakan ilmiah
cahaya dan karbon dioksida atau sifat partikel Sikap (Attitudes) Sikap terhadap sains ditandai dengan
materi. Ini jenis pengetahuan disebut sebagai ketertarikan dalam sains dan
"pengetahuan konten" atau "pengetahuan tentang teknologi; menghargai pendekatan
konten ilmu". ilmiah untuk
Pengetahuan tentang prosedur yang ilmuwan penyelidikan, tepat, dan persepsi dan
gunakan untuk membangun pengetahuan ilmiah kesadaran isu-isu lingkungan.
disebut sebagai "Pengetahuan prosedural". Ini
adalah pengetahuan tentang praktik dan konsep Penelitian Tentang Literasi Sains
yang penyelidikan empiris didasarkan seperti Dari hasil studi Internasional PISA tahun 2006, diperoleh
mengulangi pengukuran untuk meminimalkan hasil bahwa (Tjalla, 2009); kemampuan literasi sains siswa
kesalahan dan mengurangi ketidakpastian, control Indonesia berada pada peringkat ke-50 dari 57 negara.Skor rata-
variabel, dan prosedur standar untuk mewakili dan rata sains yang diperoleh siswa Indonesia adalah 393.Skor rata-
komunikasi data (Millar, Lubben, Gott, & Duggan, rata tertinggi dicapai oleh Finlandia (563) dan terendah dicapai oleh
1995). Baru-baru ini telah diuraikan sebagai Kyrgyzstan (322). Kemampuan literasi sains rata-rata siswa
seperangkat "bukti konsep" (Gott, Duggan, & Indonesia tidak berbeda secara signifikan dengan kemampuan
Roberts, 2008). literasi sains siswa dari Argentina, Brazil, Colombia, Tunisia, dan
Azerbaijan.Kemampuan literasi sains rata-rata siswa Indonesia
lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan kemampuan
PISA 2015 mendefinisikan Literasi sains merupakan literasi sains siswa dari Qatar dan Kyrgyzstan. Dua negara yang
kemampuan untuk menggali pengetahuan awal siswa dengan berada dua peringkat di atas Indonesia adalah Mexico dan
menghubungkan isu-isu sains dan ide-ide sains, sebagai refleksi Montenegro.Di samping itu hasil Studi PISA tahun 2009
bagi siswa. Di samping itu, literasi sains dalam PISA 2015 menunjukkan tingkat literasi sains siswa Indonesia yang tidak jauh
merupakan definisi dari tiga kompetensi untuk:menjelaskan berbeda dengan hasil studi tahun 2006. Tingkat literasi sains siswa
fenomena sains,evaluasi dan merancang inkuiri ilmiah, dan Indonesia berada pada peringkat ke 57 dari 65 negara peserta
interpretasi data dan bukti-bukti sains.Orang yang mempunyai dengan skor yang diperoleh 383 dan skor ini berada di bawah rata-
literasi sains akan mengenal wacana ilmiah tentang sains dan rata standar dari PISA (OECD, PISA 2009 Database) (Suryati, dkk
teknologi pada kompetensi: (1) Menjelaskan fenomena sains 2014). Di samping itu dari laporan PISA 2012 (OECD, 2013) urutan
(mengenal, memberikan dan mengevaluasi penjelasan untuk tingkat literasi sains siswa Indonesia urutan ke 64 (dari 65 negara)
bidang fenomena alam dan teknologi); (2) Evaluasi dan merancang (Rahayu, 2014 dan Kurnia, dkk; 2014). Berdasarkan data tersebut
inkuiri ilmiah (menggambarkan dan menilai investigasi saintifik dan nampak bahwa siswa Indonesia memiliki literasi sains yang sangat
mengajukan cara-cara menunjukan pertanyaan-pertanyaan rendah, yaitu peringkat 2 sampai 4 dari peringkat terbawah
saintifik; dan (3) interpretasi data dan bukti-bukti saintifik (analisis dibandingkan dengan negara-negara lain. Dengan adanya
dan evaluasi data, tuntutan dan argumen dalam berbagai keyakinan bahwa anak-anak Indonesia memiliki potensi yang tidak
representasi dan gambaran kesimpulan saintifik yang tepat). kalah dengan anak-anak Negara lain, tentunya dapat di duga
Untuk tujuan penilaian, definisi literasi sains pada PISA bahwa pembelajaran yang dilakukan di Negara kita berbeda
2015 dapat terdiri dari empat aspek yang saling terkait.Ini dapat dengan tuntutan zaman. Pemerintah menganggap perlu
dilihat pada Gambar 1 berikut. memberlakukan kurikulum 2013 untuk mewujudkan masyarakat
Gambar 1. Empat Aspek Literasi Sains menurut PISA 2015 berliterasi sains. Namun untuk sementara waktu kurikulum 2013
Konteks Pribadi, lokal, nasional dan isu-isu diberhentikan dibanyak sekolah. Dengan alasan banyak pengajar
(Contexts) global, baik saat ini dan masa lalu, maupun siswa belum siap untuk dilaksanakannya kurikulum ini.
yang menuntut beberapa pemahaman Berbagai terobosan dilakukan oleh pemerintah untuk
sains dan teknologi. dilaksanakannya kembali kurikulum 2013 sampai target yang
Pengetahuan Pemahaman tentang fakta-fakta diharapkan yaitu tahun 2019 melalui berbagai pelatihan seperti
(Knowledge) utama, konsep dan penjelasan teori- dilakukannya program IN-Service-ON-Service Lesson Study untuk
teori yang menjadi dasar para pengajar. Dengan hasil-hasil penelitian yang sudah dilaporkan
pengetahuan ilmiah. Seperti dapat mempercepat target yang diharapkan oleh pemerintah.
pengetahuan keduanya meliputi Dengan melihat rendahnya kemampuan literasi sains
hakekat alam dan zaman kuno pada siswa Indonesia, ini menunjukkan bahwa pembelajaran sains di
teknologi (Content Knowledge), Indonesia umumnya masih didominasi oleh praktik yang
pengetahuan tentang bagaimanaide- menganggap bahwa pengetahuan sains itu berupa seperangkat
ide tersebut dihasilkan (Procedural fakta yang harus dihafal.Toharudin, Hendrawati & Rustaman
Knowledge) dan pemahaman (2011) dalam (Haristy, dkk; 2013) menyimpulkan dalam
Abstrak: Telah dilakukan Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui : penerapan model pembelajaran terpadu melalui pola lesson studi
pada matakuliah fisika umum. Pembelajaran terpadu pada penelitian ini mengintegrasikan konsep fisika matematika, media pembelajaran
interaktif, konsep fisika untuk peningkatan pemahaman konsep, kemampuan berfikir kritis dan hasil belajar fisika umum yang dilaksanakan
melalui pola lesson study. Sampel penelitian merupakan total sampling mahasiswa magister IPA pada semester pertama tahun pelajaran
2015/2016. Pengambilan data dilakukan dengan tehnik tes (pretes dan postes) untuk instrumen pemahaman konsep, kemampuan berpikir
kritis dan hasil belajar fisika umum. Data dianalisis menggunakan bantuan program SPSS 20,0 for windows, dan N-gain. Hasil penelitian
menunjukkan terdapatnya peningkatan pemahaman konsep, kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar untuk setiap integrasi konsep
fisika matematika, media pembelajaran interaktif, konsep fisika umum .
Kata Kunci: Model Pembelajaran Terpadu, Pemahaman Konsep, Kemampuan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Fisika Umum.
PENDAHULUAN berpikir kritis dan hasil belajar setelah diberikan perlakuan dalam
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangatlah pembelajaran.
memprihatinkan. Hal ini dapat terlihat pada mutu pendidikan Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu
Indonesia yang begitu rendah jika dibandingkan dengan negara- dengan Purposive sampling. Purposive sampling yaitu teknik
negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, pemilihan sampel yang didasarkan atas tujuan tertentu atau
dan Thailand. Hasil riset yang dilakukan oleh UNDP (United pertimbangan tertentu (menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki
Nations Development Programme) terhadap Human Development sampel). Ciri spesifik tersebut bergantung pada penilaian dan
Index (HDI) yang dirilis pada tahun 2010, Indonesia menduduki pertimbangan yang diambil peneliti. Adapun yang menjadi sampel
peringkat ke-108 dari 169 negara (UNDP, 2010). Oleh karena itu, penelitian mahasiswa semester 1 magister IPA tahun ajaran
diperlukanlah upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. 2015/2016 dengan jumlah 30 orang. Instrument penelitian yang
Mutu pendidikan salah satunya ditentukan di dalam kelas melalui digunakan berupa tes pilihan ganda sebanyak 20 soal dan soal
proses pembelajaran. essay sebanyak 10 soal. Analisis data tes akhir menggunakan rata-
Pada proses pembelajaran yang dilaksanakan saat ini rata dan N-Gain.
masih menggunakan paradigma lama yaitu pembelajaran yang
berpusat pada pendidik (teacher-centered). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Proses pembelajaran yang bersifat teacher-centered 1. Model Pembelajaran Terpadu Pada Materi Fisika
tidak memberikan akses bagi peserta didik untuk berkembang Matematika.
secara mandiri dalam menemukan sendiri pengetahuannya. Materi fisika matematika yang mendukung
Sehingga akan berdampak pada kemampuan pemahaman perkuliahan fisika umum meliputi differensial dan integral. Pada
konsep, cara berpikir peserta didik terutama berpikir kritis yang siklus pertama untuk tiga kali tatap muka dengan memberikan
rendah, hal ini karena kemampuan berpikir peserta didik yang tidak pretes, perkuliahan (Do) dan postes. Hasil rata-rata pretes
pernah dilatih dan aspek kognitif peserta didik hanya dalam bentuk adalah 60,59 pada kategori cukup dan setelah diberikan
teori dan bersifat hapalan semata dan tidak memahami hirarki perkuliahan terlihat ada perubahan pemahaman konsep dan
materi kuliah berupa memadukan beberapa konsep menjadi suatu peningkatan hasil belajar mahasiswa yang ditandai dengan
konsep baru. Menurut Anggraeni, dkk (2013), pembelajaran yang rata-rata hasil postes 89,57 pada kategori tinggi. nilai N-
dilaksanakan saat ini semestinya sudah mengalami pergeseran Gainnya 70,68 dengan kategori tinggi yang terlihat pada
menuju pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student- gambar 1. berikut.
centered), sehingga akan melibatkan peserta didik secara aktif
dalam proses pembelajaran. 100
Berdasarkan persoalan di atas, peneliti akan meneliti
model pembelajaran yang akan mengaktifkan peran serta peserta 80
didik dalam proses pembelajaran dan akan melatih kemampuan 60
pemahaman konsep dan berpikir peserta didik yaitu dengan
menggunakan model pembelajaran terpadu melalui pola lesson 40
study. Menurut Trianto (2012), model pembelajaran terpadu adalah
20
model yang memadukan beberapa pokok bahasan dan merupakan
suatu model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik 0
secara individu maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan
Pretes
menemukan konsep serta prinsip secara menyeluruh. Postes
N-Gain
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif
untuk melihat pemahaman konsep, peningkatan kemampuan
50.0
40.0
29.9
30.0 25.2
20.0
12.5
10.0
0.0
Pre-test Post-test N-gain
Gambar 2. Histogram Perbandingan Rata-rata Skor Setiap Indikator Kemampuan diperlihatkan pada tes awal (pretes), tes
akhir (Postes) dan N-Gain untuk model pembelajaran terpadu (MPT) dalam skala 100
Dari gambar 2. tersebut dapat diketahui bahwa adanya beberapa istilah yang salah diinterpretasikan dalam
kemampuan dan penguasaan mahasiswa pada kemampuan memberikan tanggapan terhadap pertanyaan yang diberikan.
dasar media mengalami peningkatan yang lebih tinggi Misalnya ketika membedakan computer assissted instruction
dibandingkan 2 kemampuan lainnya. Pada indikator dan computer based instruction.
kemampuan ini, mahasiswa diuji kemampuannya pada Sebelumnya sebagian mahasiswa kesulitan
beberapa istilah yang berhubungan dengan media, sumber mengidentifikasi jenis media digunakan dalam pembelajaran
belajar, dan bahan ajar. Mahasiswa juga diminta menjelaskan IPA, termasuk fisika. Penyebutan umumnya hanya pada LCD,
perbedaan media dan multimedia, hingga karakteristik pada atau alat praktikum saja. Hal ini menunjukkan bahwa ada
multimedia interaktif dan multimedia linier. pemahaman yang keliru tentang definisi media yang dipahami
Secara umum mahasiswa lebih mudah menjawab mahasiswa. Keinginan mahasiswa untuk lebih mengetahui
karena istilah-istilah tersebut umumnya sudah sering didengar tentang karakteristik media hingga penggunaanya dalam
mahasiswa magister pendidikan IPA yang sebagian besar seeting pembelajaran termasuk cukup tinggi. Hal ini
merupakan pendidik baik guru maupun dosen. Hal ini dapat ditunjukkan pada banyaknya pertanyaan saat sesi diskusi dan
dilihat pada tingginya hasil tes awal pada kemampuan ini. tanya jawab pada materi ini. Diskusi komprehensif yang
Informasi yang disampaikan membantu mahasiswa untuk dilakukan membantu mahasiswa memahami indikator ini
memahami lebih mendalam tentang konsep ini, sehingga juga dengan lebih baik, sehingga umumnya mahasiswa dapat
mengalami peningkatan tertinggi, sebesar 69,8%. menjawab soal yang diberikan dengan memuaskan.
Dalam penjelasan tentang multimedia interaktif dan Indikator ketiga yang diujikan adalah kemampuan
linier, mahasiswa dibagian awal hanya fokus pada interaksi dan penguasaan tentang program, mulai dari jenis program
mahasiswa dengan mahasiswa yang lain, atau interaksi yang umum digunakan, jenis tools yang ada pada program,
pendidik dengan peserta didiknya. Di bagian akhir perlakuan, serta fungsinya masing-masing. Indikator ini merupakan
mahasiswa sudah lebih mengerti bahwa interaksi yang indikator dengan peningkatan terendah. Hal ini dapat dipahami
dimaksud seharusnya pada aspek interaksi peserta didik karena pertanyaan tentang program termasuk pertanyaan
dengan program, ada yang bisa diintervensi secara interaktif teknis, dan tidak semua mahasiswa pernah mengetahui
melalui menu yang disediakan, ada yang bisa satu arah saja sebelumnya. Hal ini ditunjukkan rendahnya skor pre-tes pada
(program – peserta didik) secara linier. indikator ini, dimana sebagian mahasiswa tidak mampu
Media dalam belajar merupakan sub dengan menjawab sama sekali.
peningkatan kedua terbesar. Sub kemampuan yang diujikan Materi perkuliahan yang diterima sebelumnya pada
pada bagian ini fokus pada peranan media dalam jenjang S-1 tidak cukup membantu mahasiswa pada indikator
pembelajaran, setting pembelajaran menggunakan komputer ini, mengingat beberapa mahasiswa berasal dari jurusan non
di kelas, hingga contoh media yang umum digunakan dalam kependidikan. Mahasiswa dari jurusan kependidikan pun
pembelajaran. Kesulitan mahasiswa umumnya muncul pada sebagian tidak mampu menjawab karena perkuliahan media di
ISBN: 978-602-74245-0-0 457
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
jenjang S-1 masih bersifat normatif, berisi teori pengembangan 100
dan sejenisnya. Masih cukup jarang matakuliah produktif,
dimana mahasiswa dilibatkan secara langsung untuk 80
eksplorasi fitur dan menu pada program komputer. Namun
mulai tahun 2011, matakuliah ini sudah mulai muncul pada 60
jenjang S-1 sebagai matakuliah pilihan di beberapa LPTK
dengan nama “Media berbasis Komputer”. 40
Mahasiswa terlihat sangat termotivasi dan antusias
belajar tentang program multimedia ini. Harapannya kegiatan 20
ini tidak hanya untuk keperluan perlakuan penelitian saja,
melainkan dapat dijadikan matakuliah khusus pada jenjang S- 0
2 pada Program Studi Magister Pendidikan IPA Universitas Pretes Postes N-Gain
Mataram. Gambar 3. Histogram Rata-rata Skor tes awal (pretes), tes
3. Model Pembelajaran Terpadu Pada Materi Fisika Umum akhir (Postes) dan N-Gain Untuk Pemahaman
Pemahaman Konsep Materi Fisika Umum Konsep Fisika Umum model pembelajaran
Siklus kedua dengan memberikan pembelajaran terpadu (MPT) dalam skala 100
materi fisika umum dengan lima pokok bahasan dengan materi
1 : Fisika dan pengukuran, materi 2 : Gerak satu dimensi, Pada proses menggali pemahaman konsep fisika
materi 3 : Vektor, materi 4 : Gerak dua dimensi, dan materi 5 : umum ini diawali dengan perkuliahan fisika dan pengukuran.
Hukum-hukum tentang gerak. Hasil menunjukkan pemahaman Pada saat pembelajaran banyak mahasiswa yang belum
konsep mahasiswa sebelum dan setelah pembelajaran memahami konversi satuan panjang, massa dan waktu.
mengalami peningkatan dengan nilai pretes 45,56 dan postes Kemudian dengan satuan yang lebih rumit lagi seperti massa
dengan nilai 76,69 dan didapatkan nilai N-Gainnya 66,23 jenis zat yang perlu kombinasi dari dua besaran pokok.
dengan kategori sedang. Proses perubahan pemahaman Kesulitan dapat diatasi dengan beberapa mahasiswa langsung
konsep fisika umum ini terlihat dari gambar 3. berikut ini. menyelesaikan perrmasalahan di depan kelas, dan dosen
dapat langsung melihat dan mengoreksi jawaban yang benar.
Selanjutnya dapat ditelaah perubahan peningkatan
pemahaman konsep untuk setiap pokok bahasan yang terlihat
pada gambar 4. berikut.
S 80
k 70
o
r r 60
a 50
R t
a a 40 Pretes
t
30 Postes
a
- 20 N-Gain
10
0
1 2 3 4 5
Materi
Gambar 4. Histogram Rata-rata Skor tes awal (pretes), tes akhir (Postes) dan N-Gain Untuk Pemahaman
Konsep Fisika Umum untuk setiap pokok bahasan model pembelajaran terpadu (MPT) dalam
skala 100
Keterangan :
Materi 1 : Fisika dan pengukuran
Materi 2 : Gerak satu dimensi
Materi 3 : Vektor
Materi 4 : Gerak dua dimensi
Materi 5 : Hukum-hukum tentang gerak
Pemahaman konsep untuk setiap pokok bahasan pembelajaran terlihat hasil postes mengalami peningkatan
terlihat dari gambar 4.5 bahwa nilai pretes masih dalam untuk setiap pokok bahasan dalam rentang (70,23 – 70,89) dan
kategori rendah dalam rentang (40,56-48,68) dan dengan peningkatan N-Gain nya dalam rentang (58,89-60,56) yang
adanya model pembelajaran terpadu mahasiswa telah dibantu termasuk kategori sedang.
dengan materi fisika matematika dan ilustrasi dari media
ISBN: 978-602-74245-0-0 458
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Kemampuan Berpikir Kritis dalam materi Fisika Umum Gambar 5. Histogram Rerata Skor tes awal (pretes), tes
Dari data histogram menunjukkan rerata kemampuan akhir (Postes) dan N-Gain Untuk Kemampuan
berpikir kritis hasil pretes (65,67) dan postes (78,89) dengan Berpikir Kritis pada Fisika Umum model
nilai N-Gain (72,68) untuk skala maksimal 100. Data pembelajaran terpadu (MPT) dalam skala 100
menunjukkan setelah diberikan pembelajaran terpadu terjadi
peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa magister Analisis hasil kemampuan berpikir kritis untuk
IPA dengan kategori baik yang terlihat pada gambar 5. berikut. setiap indikator yang diteliti terdiri dari enam indikator yang
dimulai dari memfokuskan pertanyaan, mengidentifikasi
90R alasan, mengidentifikasi suatu ketidaktepatan, menginduksi
80 dan mempertimbangkan hasil induksi, dan diakhiri dengan
S e kemampuan memberikan alasan dapat terlihat pada gambar 6.
70
k r berikut.
60
o a
50
r40 t
30a
20
10
0
Pretes Postes N-Gain
Kemampuan Berpikir Kritis (KBK)
90
S 80
k 70
o 60
r 50
R Pretes
40
e
30 Postes
r
20 N-Gain
a
t 10
a 0
1 2 3 4 5 6
Kemampuan Berpikir Kritis (KBK)
Gambar 6. Histogram Rerata Skor tes awal (pretes), tes akhir (Postes) dan N-Gain Untuk keenam Kemampuan Berpikir
Kritis pada Fisika Umum model pembelajaran terpadu (MPT) dalam skala 100
Keterangan :
KBK- 1: memfokuskan pertanyaan; KBK- 4: menginduksi dan mempertimbangkan hasil
KBK -2: mengidentifikasi alasan; induksi;
KBK -3: mengidentifikasi suatu KBK- 5: mengevaluasi atau menilai hasil pertimbangan;
ketidaktepatan; KBK- 6: Kemampuan memberikan alasan.
Hasil data menunjukkan pretes untuk KBK 1 sampai dengan KBK 71,35 sampai dengan 75,78 yang termasuk kategori sangat baik,
5 termasuk pada kategori cukup dengan rentang nilai 50,56 sampai kecuali untuk KBK-2 termasuk kategori sedang.
dengan 60,45 kecuali untuk KBK 6 dengan nilai 67,45 termasuk
kategori baik. Setelah diberikan pembelajaran terpadu kemampuan Hasil Belajar dalam materi Fisika Umum
berpikir kritis untuk setiap indikator meningkat dengan rentang nilai Hasil belajar fisika umum secara keseluruhan materi
82,35 sampai dengan 84,67 yang termasuk kategori baik dan untuk pretes mahasiswa memperoleh skor rata-rata sedang (60,78)
sangat baik. Sedangkan nilai N-Gain mempunyai rentang skor dan setelah dilaksanakan pembelajaran terpadu skor rata-rata nilai
postes meningkat mencapai 80,69 dengan kategori tinggi serta nilai
ISBN: 978-602-74245-0-0 459
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
untuk N-Gain termasuk pada kategori tinggi 75,23 yang terlihat
pada gambar 7. berikut ini
90
S
80
k
70
o
r 60
50
R 40
e 30
r
20
a
10
t
a 0
Pretes Postes N-Gain
Hasil Belajar Fisika Umum
Gambar 7. Histogram Rerata Skor tes awal (pretes), tes akhir (Postes) dan N-Gain Untuk Hasil Belajar Pada Fisika
Umum Model Pembelajaran Terpadu (MPT) Dalam Skala 100
Selanjutnya data hasil belajar untuk setiap materi yaitu materi 1 hingga 5 pada pembelajaran terpadu terlihat pada gambar 8.
100
90
R 80
S e 70
k r 60
o a 50 Pretes
r t 40
Postes
a 30
20 N-Gain
10
0
1 2 3 4 5
Hasil Belajar Fisika Umum
Gambar 8. Histogram Rerata Skor tes awal (pretes), tes akhir (Postes) dan N-Gain Untuk Hasil Belajar Pada Lima Pokok
Bahasan Fisika Umum Model Pembelajaran Terpadu (MPT) Dalam Skala 100
Data pada gambar 8. menunjukkan rata-rata hasil umum. Satu materi dengan materi lain sangat mendukung
belajar tes awal untuk kelima materi pokok termasuk kategori terhadap keberhasilan mahasiswa dalam memahami konsep
cukup dengan rentang 55,13 sampai dengan 67,80 dan setelah fisika umum.
proses pembelajaran terpadu dilaksanakan maka nilai tes akhir 2. Pemahaman konsep mahasiswa dengan menerapkan model
mengalami peningkatan dengan kategori sangat baik dengan pembelajaran terpadu (MPT) lebih baik yang terlihat dari
rentang 80,17 sampai dengan 88,87 dan nilai N-Gainnya termasuk perubahan nilai pretes dan postes serta N-Gain yang termasuk
kategori tinggi dengan rentang nilai 70,45 -70,68. kategori tinggi.
3. Kemampuan berpikir kritis mahasiswa dengan menerapkan
KESIMPULAN model pembelajaran terpadu (MPT) lebih kritis yang terlihat dari
Berdasarkan data yang dikumpulkan dan hasil dari proses pembelajaran data kemampuan berpikir kritis dalam
analisis data yang diperoleh dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: kategori tinggi.
1. Penerapan model pembelajaran terpadu (MPT) melalui pola 4. Penerapan model pembelajaran terpadu (MPT) melalui pola
lesson studi dapat dilaksanakan dalam dua siklus dengan lesson studi dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik
pengelompokan materi fisika matematika, pembelajaran pada matakuliah fisika umum.
dengan media interaktif dan diakhiri dengan materi fisika
ISBN: 978-602-74245-0-0 460
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
SARAN Ennis, R.H. 2011. The Nature of Critical Thinking: An Outline of
Meninjau dari keseluruhan penelitian yang telah Critical Thinking Dispositions and Abilities. The Sixth
dilakukan, maka peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu International Conference on Thinking at MIT. Cambridge.
sebagai berikut: Fisher, A. 2009. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Diterjemahkan
Pelaksanaan model pembelajaran terpadu disarankan dengan oleh Benyamin Hadinata. Jakarta: Penerbit Erlangga.
menggunakan pola lesson study dengan tim pengajar yang ahli Heit., E. 1997. Knowledge and Concept Learning. In Laberts, K and
dalam bidang masing-masing sehingga dapat disatukan dalam Shank, D. Knowledge, Concepts, and Categories.
penelitian bersama untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Massachusetts: MIT Press.
Ibrohim, 2010, Panduan Pelaksanaan Lesson Study di KKG, Diktat,
DAFTAR PUSTAKA Universitas Malang.
Anderson, L.W., and Kratwohl, D.R. 2001. A Taxonomy for Johnson, E.B. 2008. Contextual Teaching and Lerning: Menjadikan
Learning, Teaching and Assessing. A Revision of Bloom,s Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna.
Taxonomy of Education Objective. New York: Longman, Diterjemahkan oleh Ibnu Setiawan. Bandung: Penerbit
Inc MLC.
Anggareni, N.W., Ristiati, N.P., dan Widiyanti, N.L.P.M. 2013. Paul, R. and Elder, L. 2008. The Miniature Guide to Critical
Implementasi Strategi Pembelajaran Inkuiri Terhadap Thinking: Concepts and Tools. 28th Annual International
Kemampuan Berpikir Kritis dan Pemahaman Konsep IPA Conference On Critical Thinking. California.
Siswa SMP. e-Journal Pascasarjana Universitas Purwanto. 2013. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka
Pendidikan Ganesha Program Studi IPA. Vol. 3 Tahun Pelajar.
2013. Diakses tanggal 26 September 2014. Susanto, P. 2004. Penilaian Belajar Berbasis Bidang Studi IPA.
Arikunto, S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Malang : Universitas Negeri Malang.
Aksara. Sugiyono. 2014. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Cottrell, S. 2005. Critical Thinking Skills: Developing Effective Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan
Analysis and Argument. New York: Palgrave Macmillan. Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Dahar, R.W. 1996 Teori-teori belajar: Bandung Surya, H. 2013. Cara Belajar Orang Genius: Study Hard Belumlah
Eggen, P. dan Kauchak, D. 2012. Strategi dan Model Cukup Tanpa Didukung Study Smart. Jakarta: PT
Pembelajaran: Mengajarkan Konten dan Keterampilan Gramedia
Berpikir Edisi 6. Diterjemahkan oleh Satrio Wahono. Trianto. 2012. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan
Jakarta Barat: PT Indeks. Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Ennis, R.H. 1996. Critical Thinking. USA: Prentice-Hall, Inc. UNDP. 2010. Human Development Report 2010: 20th Anniversary
Ennis, R.H. 1998. Is Critical Thinking Culturally Biased? Teaching Edition. New York: Palgrave Macmillan.
Philosophy, 21,1 (March), 15-33.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas VI di SDN Durian melalui model pembelajaran
PBL (Problem Based Learning). Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), oleh
karenanya prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah prosedur penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilaksanakan dalam II
siklus. Setiap siklus dilakukan empat tahap perencanaan, tindakan, observasi atau pengamatan, dan refleksi. Data hasil belajar siswa
diperoleh dari hasil tes menggunakan tes esayan. Objek pada penelitian ini adalah SDN Durian dengan subjeknya siswa kelas VI yang
berjumlah 31 siswa. Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VI setelah penerapan model PBL
(Problem Based Learning). Pada siklus I ketuntasan klasikal hasil belajar siswa sebesar 64,52 %, kemudia di siklus II meningkat menjadi
93,55%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dapat meningkatkan hasil
belajar Matematika siswa kelas VI SDN Durian.
Abstract: This research aimed to improve student’s Mathematics learning achievement grade VI SDN Durian in the Academic Year
2015/2016 through learning by PBL (Problem Based Learning) model . The type of research used in this research is the classroom action
research, therefore the procedure used in this study is research of class action procedures. This research was conducted in the second
cycle. Each carried a four-stage cycle of planning, action, observation or observation, and reflection. Student’s learning achievement data
obtained from the tests using test esayan. The object of this research is SDN Durian and the subject is grade VI students totaling 31
students. Results showed there was an increase in student’s Mathematics learning achievement sixth grade after implementation of the
PBL (problem based learning) model. In the first cycle of student’s learning achievement outcomes classical completeness of 64.52%,
later in the second cycle became 93.55%. It can be concluded that the learning by PBL (Problem Based Learning) model can improve
student’s Mathematics learning achievement grade VI SDN Durian in the Academic Year 2015/2016.
SIMPULAN
Implementasi model PBL (Problem Based Learning)
dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas VI SDN
Durian Tahun Pelajaran 2015/2016. Hal ini terbukti dari persentase
ketuntasan klasikal hasil belajar siswa pada siklus I ketuntasan
klasikal hasil belajar siswa sebesar 64,52 %, kemudia di siklus II
meningkat menjadi 93,55%.
Abstrak: Modul pembelajaran saat ini belum mampu membangkitkan kesadaran dan kemampuan siswa dalam mengelolah pemikirannya
sendiri, serta belum mampu untuk memenuhi tuntutan kurikulum. Untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan mengembangkan modul
pembelajaran dengan pendekatan problem based leraning pada materi persegi panjang dan persegi yang menuntun siswa lebih aktif
untuk mengeksplorasikan berdasarkan kemampuannya sehingga tercipta belajar lebih mandiri dan mampu menyelesaikan permasalahan
yang ada. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah modul dan RPP yang mengacu pada silabus. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menghasilkan modul pembelajaran dengan pendekatan problem based learning pada materi segiempat untuk Kelas VII
MTs. Hidayatullah Mataram serta menguji tingkat kelayakannya. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan rancangan
model 4-D yang terdiri dari 4 tahap yaitu: (1) tahap (Define, (2) tahap (Design), (3) tahap (Develop), dan tidak sampai tahap (disseminate)
dengan beberapa penyesuaian.Hasil pengembangan divalidasikan oleh ahli 4 validator dan diujicobakan pada guru dan 10 orang siswa
MTs. Hidayatullah Mataram. Hal ini ditunjukkan dari hasil validasi ahli matematika terhadap modul pembelajaran menunjukkan skor rata-
rata 82,73% yang berarti sangat layak, pada validasi praktisi diperoleh 92,85% dengan katagori sangat layak, pada ujicoba kelompok
terbatas pada siswa MTs. Hidayatullah Mataram diperoleh rata-rata 80,89% dengan kategori sangat layak. Dilihat dari persentase uji
kelayakan bahwa produk pengembangan modul pembelajaran telah berhasil dikembangkan dan produk yang dikembangkan layak untuk
digunakan di MTs. Hidayatullah Mataram.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model terpadu tipe connected bervisi SETS dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas VII di SMP AL-Ikhlas Taliwang tahun pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini merupakan
penelitian eksperimen semu dimana terdapat dua kelas sampel yang terbagi atas kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kedua kelas sampel
ditentukan dengan menggunakan teknik cluster purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan tes berbentuk uraian yang
telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hasil posttest menunjukkan rata-rata kelas eksperimen sebesar 73,49 dan kelas kontrol sebesar
64,44. Data posttest kelas sampel dianalisis dengan menggunakan uji-t. Dari hasil perhitungan diperoleh thitung sebesar 3,172 lebih besar
dari ttabel pada taraf signifikan 5% yaitu 2,026. Dari analisis uji-t dapat dikatakan bahwa Ha diterima dan H0 ditolak. Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa model Connected Bervisi SETS efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas VII SMP AL-
Ikhlas Taliwang.
Kata Kunci: Efektivitas, Model Pembelajaran Connected, Bervisi SETS, Berpikir Kritis
Abstract: The study aims to determine the effectiveness of the integrated model envisions SETS type connected in improving students'
critical thinking skills in the junior class VII AL-Ikhlas Taliwang the school year 2015/2016. This type of research is a quasi-experimental
research where there are two classes of samples were divided into experimental class and control class. The second class of the samples
was determined using cluster technique purposive sampling. Data collection techniques using the test in the form of descriptions that have
been tested for validity and reliability. Posttest results showed an average grade of 73,49 experimentation and control class is 64,44. Data
class post-test samples were analyzed using t-test. From the calculation results obtained t of 3,172 is greater than ttable at 5% significance
level is 2,026. Of the t-test analysis can be said that Ha is accepted and H0 is rejected. In other words it can be said that the model of the
Connected Visionary SETS effective in improving critical thinking skills of students of class VII SMP Al-Ikhlas Taliwang.
Email:ti2_laily@yahoo.com
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran artikulasi dengan menggunakan media gambar
terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif IPA Terpadu siswa kelas VII MTs NM Ad-dinul Qayyim Kapek Gunungsari
Tahun Pelajaran 2014/2105. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII putra MTs NM Ad-dinul Qayyim Kapek Gunungsari Tahun Pelajaran 2014/2015. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kelas VIIB putra yang berjumlah 31 orang sebagai kelas eksperimen dan kelas VIIC putra yang
berjumlah 32 orang sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling. Data
kemampuan berpikir kritis siswa dianalisis dengan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kemampuan berpikir kritis
siswa untuk kelas eksperimen 23,51 dan 22,84 pada kelas kontrol dengan rata-rata presentase 24% pada kelas eksperimen dan 23%
pada kelas kontrol atau kedua kelas belum mencapai kriteria ketuntsan klasikal yaitu 70%, berarti model pembelajaran artikulasi dengan
menggunakan media gambar tidak mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa Data hasil belajar dalam penelitian ini diambil dengan
memberikan soal tes pada sebelum dan setelah pembelajaran pada kedua kelas sampel. Teknik analisis data hasil belajar kognitif
menggunakan rumus t-testpolled varians. Hasil nilai test akhir siswa menunjukkan nilai rata-rata hasil belajar untuk kelas eksperimen
sebesar 59,03 dan kelas kontrol sebesar 57,5. Hasil analisis menunjukkan t-hitung sebesar 0,69 dan t-tabel 1,99. Dari data tersebut t-hitung< t-
tabel pada taraf signifikan 5% dengan dk 61 sehingga H0 diterima dan Ha ditolak atau tidak ada pengaruh model pembelajaran artikulasi
dengan menggunakan media gambar terhadap hasil belajar kognitif siswa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada pengaruh yang
signifikan model pembelajaran artikulasi dengan menggunakan media gambar terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif
IPA Terpadu siswa kelas VII putra MTs NM-Ad-dinul Qayyim Kapek Gunungsari Tahun Pelajaran 2014/2015.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Artikulasi, Media Gambar, Kemampuan Berpikir Kritis, Hasil Belajar Kognitif
Abstract: The aim of this research is to know the effect of articulation learning model by picture media toward critical thinking ability and
cognitive learning outcome in integrated science of the VIIth grade male students of MTs NM AD-DINUL QAYYIM KAPEK GUNUNGSARI
in academic year 2014/2015. The sample in this research is the VIIth B grade students with the total number of 31 as the experimental
class and the VII C grade students with the total number of 32 as the control class. The sampling technique used in this class is purposive
sampling. The data analysis used to find students’ critical thinking is descriptive statistic. The data analysis used to find cognitive learning
result is polled varians t-test. The result show that the average percentage for students’ critical thinking for experimental class is 23,51 with
24% and for control group is 22,84 with 23%. This result means that both model haven’t reach the clasical completeness criteria yet which
is 70%. The result of the last test for experimental class is 59,03 and for control group is 57,5. The rusult of t- test is 0,69 and t-table is
1,99. t-test < t- table at the level of significance of 5% with dk 61 so that Ho is accepted and Ha is rejected. It can be concluded that there
is no sicnificant effect of articulation learning model by picture media towerd critical thinking ability and cognitive learning outcime in
integrated sceince of the VIIth grade male students of MTs NM AD-DINUL QAYYIM KAPEK GUNUNGSARI in academic year 2014/2015.
Keywords: Articulated Instructional Model, Media Image, Critical Thinking Skills, Cognitive Learning Outcomes.
Abstrak: Mengingat pentingnya lompatan atau loncatan yang tinggi untuk menghindari blokan pada saat melakukan smash dalam
permainan bola voli, maka penulis termotivasi untuk melaksanakan penelitian yang berjudul “Pengaruh Latihan Depth Jumpn dan Rim
Jump terhadap Peningkatan Ketepatan Smash dalam Permainan Bola Voli pada Siswa Putra Kelas VIII di MTs Negeri 1 Mataram”. Dari
uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Apakah ada pengaruh latihan depth jump
dan rim jump terhadap peningkatan ketepatan smash dalam permainan bola voli pada siswa putra kelas VIII di MTs Negeri 1 Mataram.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh latihan depth jumpdan rim jump terhadap peningkatan ketepatan smash dalam permainan bola voli pada siswa putra kelas VIII
di MTs Negeri 1 Mataram. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan dua metode yaitu : metode dokumentasi dan
metode tes perbuatan. Sesuai dengan rancangan yang digunakan dalam penelitian ini kemudian yang dikaitkan dengan tujuan penelitian,
maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis uji statistik atau uji “t” dengan taraf signifikan 5%. Berdasarkan hasil analisis data
ternyata t-hitung lebih kecil dari pada t-tabel dengan derajat kebebasan 17 dan taraf signifikansi 5% yaitu -0,038 < 2,110 ini berarti hipotesis
alternatif (Ha) ditolak dan hipotesis nol (Ho) yang berbunyi “Tidak ada pengaruh latihan knee tuck jump terhadap peningkatan ketepatan
smash dalam permainan bola voli pada siswa putra kelas VIII di MTs Negeri 1 Mataram” diterima.
M1 = M2 =
= =
= =
= =
= =
= =
= 2,11 = 5,35
Tabel 7. Tabel Kerja Menghitung T-Score Sasaran dan Waktu Post- Test
Skor Skor
No Testee Sasaran x (X1 - M1) x² Waktu X2' x (X2 - M2) x²
( X1 ) ( X2 )
1 A 7 -2,2 4,84 4,5” 45 -2,2 4,84
2 B 10 0,8 0,64 4,7” 47 -0,2 0,04
M1 = M2 =
= =
= =
= =
= =
= =
= 2,81 = 6,12
Tabel 9. Perbedaan (Gain) antara Tes Awal dan Tes Akhir Ketepatan Smash.
Gain (d). (Post-test)-
No Testee Pre-test Post-test
(pre-test)
1 A 93,47 95,76 2,29
2 B 101,95 103,18 1,23
3 C 74,65 109,13 34,48
4 D 92,34 105,39 13,05
5 E 105,55 126,63 21,08
6 F 90,47 84,04 -6,43
7 G 112,16 62,22 -49,94
8 H 99,08 94,42 -4,66
9 I 116,9 104,52 -12,38
10 J 112,3 93,37 -18,93
11 K 83,13 109,42 26,29
12 L 97,08 93,37 -3,71
13 M 106,42 62,22 -44,2
14 N 98,34 114,43 16,09
15 O 125,51 125,28 -0,23
16 P 106,56 97,69 -8,87
17 Q 69,91 104,52 34,61
18 R 115,16 111,63 -3,53
Jumlah 1800,98 1797,22 -3,76
Tabel 10. Tabel Kerja Untuk Meghitung Nilai Perbedaan Antara Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Ketepatan Smash.
X1 X2 D xd x²d
No Testee
(Pre-tes) (Post-test) (X2 –X1) (d.Md) (d.Md)²
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 A 93,47 95,76 2,29 2,5 6,25
2 B 101,95 103,18 1,23 1,44 2,0736
3 C 74,65 109,13 34,48 34,69 1203,3961
4 D 92,34 105,39 13,05 13,26 175,8276
5 E 105,55 126,63 21,08 21,29 453,2641
6 F 90,47 84,04 -6,43 -6,22 38,6884
7 G 112,16 62,22 -49,94 -49,73 2473,0729
8 H 99,08 94,42 -4,66 -4,43 19,8025
9 I 116,9 104,52 -12,38 -12,17 148,1089
10 J 112,3 93,37 -18,93 -18,72 350,4384
11 K 83,13 109,42 26,29 26,5 702,25
12 L 97,08 93,37 -3,71 -3,5 12,25
13 M 106,42 62,22 -44,2 -43,99 1935,1201
14 N 98,34 114,43 16,09 16,3 265,69
15 O 125,51 125,28 -0,23 -0,02 0,0004
16 P 106,56 97,69 -8,87 -8,66 74,9956
17 Q 69,91 104,52 34,61 34,82 1212,4324
18 R 115,16 111,63 -3,53 -3,32 11,0224
∑ -3,76 0,04 9084,6834
Keterangan :
X1 = skor hasil ketepatan smash siswa sebelum mendapatkan treatment.
X2 = skor hasil ketepatan smash siswa setelah mendapatkan treatment.
d = (X2 - X1) = perbedaan (gain), hasil post-test dikurangi pre-test
= (d – Md) = perbedaan (gain) dikurangi dengan rata-rata perbedaan(gain) dengan cara mencari Md =
Abstrak: Artikel ini bertujuan sebagai kajian konseptual bagi pemerhati pendidikan untuk dijadikan pedoman atau acuan dalam menyusun
karya ilmiah. Penulis mencoba mereview berbagai sumber ilmiah tentang berpikir kreatif baik perkembangannya, krakteristik sampai pada
tahap implementasinya.Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) semakin berkembang, sehingga siswa dituntut untuk berfikir
kreatif.Tujuan pendidikan dapat dicapai, jika selama proses pembelajaran guru mampu merangsang siswa untuk menyampaikan ide-ide
baru, mampu menyelesaikan masalah, menganalisis dan membuat kesimpulan sebagai alternative dalam pemecahan masalah dengan
bantua atau bimbingan guru secara bertahap. Guru sebagai pembimbing dan fasilitator dapat memilih model dan strategi yang tepat, agar
siswa mampu berfikir kreatif. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)dengan strategi scaffolding diyakini dapat melatih berfikir
kreatif siswa, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang tanggu dan kreatif dalam menyikapi masalah hidup maupun bersaing di era
globalis dan abad ke-21ini.
Abstract: This article purpose conceptual study education for observers to be used as guidelines for or reference in composing scientific
work. Writer trying to review the governor of various sources scientific about creative thinking as its progress, krakteristik on stage until it
is implemented .Science and technology keeps growing, so the students sued for creative thinking .The purpose of education could be
achieved, if during the process of learning teachers capable of inducing students to convey new ideas, able to solve the problem, analyze
and make inferences as an alternative in solving problems by bantua teachers or guidance gradually. Teachers as mentor and facilitator
can choose model and proper strategy , that students able to reflect creative .Learning model Problem Based Learning with strategy
scaffolding believed to train reflect creative students , so that it can produce graduates who tanggu and creative in response to a matter of
life and compete in the globalis and 21st century.
Email: wir.dani@gmail.com
Abstrak: Rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang dikemas dalam bentuk soal yang berbeda
dengan contoh soal yang diberikan guru mengakibatkan banyak siswa yang mengalami kesulitan dan berdampak pada rendahnya
motivasi dan prestasi belajar yang rendah. Motivasi dan prestasi belajar perlu ditingkatkan melalui perbaikan proses pembelajaran dengan
menggunakan model kooperatif tipe kartu arisan. Model pembelajaran kooperatif tipe kartu arisan lebih menekankan pada prinsip belajar
yang kontinu, berulang-ulang dan pemberian penguatan. Adapun langkah-langkahnya yaitu siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang
heterogen, kemudian guru membagi kartu jawaban pada setiap kelompok, setelah itu guru mengundi soal yang sudah disiapkan dalam
gelas kemudian siswa menjawab soal tersebut pada kartu jawaban yang sudah disiapkan. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar matematika di MTs. Nurul Wathan Remajun. Adapun jenis penilitian yang digunakan adalah
PTK. Data yang diperoleh dari penelitian yaitu data motivasi belajar siswa yang diperoleh dari lembar angket motivasi belajar siswa dan
data prestasi belajar siswa yang diperoleh melalui soal tes tulis. Berdasarkan hasil analisis data, bahwa motivasi belajar siswa termasuk
kriteria tinggi dengan nilai rata-rata angket motivasinya sebesar 108,48 dan prestasi belajar siswa pada materi segitiga dinyatakan tuntas
secara klasikal sebesar 88,9%. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Kartu Arisan dapat Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Matematika.
e-mail: yeti_kurniasih2000@yahoo.com
ABSTRAK: Kitosan merupakan modifikasi dari senyawa kitin yang banyak terdapat dalam kulit luar hewan golongan crustaceae seperti
udang, lobster dan kepiting. Salah satu sumber daya alam di bidang perikanan yang sangat melimpah adalah udang. Selama ini
pemanfaatan cangkang udang hanya terbatas sebagai pakan ternak dan bahkan dibiarkan begitu saja sampai membusuk sehingga
menggangu estetika lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar rendemen serta kualitas kitin dan kitosan yang
dihasilkan dari cangkang udang serta untuk mengetahui seberapa besar kapasitas adsorpsi kitosan dari cangkang udang sebagai
adsorben untuk menurunkan kadar logam Cu. Tahap pembuatan kitosan meliputi: tahap demineralisasi dengan HCl 1,5M, tahap
deproteinasi dengan NaOH 3,5% serta tahap deasetilasi dengan NaOH 60%. Selanjutnya kitosan yang diperoleh dikarakterisasi dan
ditentukan kapasitas adsorpsinya terhadap ion logam Cu. Kadar Cu pada sampel sebelum dan sesudah diadsorpsi diukur dengan AAS
(Atomic Absorption Spectroscopy). Dari hasil penelitian diperoleh karakterisasi kitosan sebagai berikut: rendemen 67,08%, memiliki tekstur
serbuk bewarna putih, tidak berbau, memiliki kadar air 1,55% serta larut sempurna dalam asam asetat glasial 2%. Kitosan yang diperoleh
dari hasil penelitian mampu mengadsorpsi logam Cu sampai konsentrasi 100 ppm dengan persen adsorpsi sebesar 90,37%.
ABSTRAK: Tanah liat dari Tanak Awu berpotensi untuk dikembangkan sebagai adsorben, namun penggunaannya secara langsung
memberikan hasil yang kurang maksimal. Peningkatan potensi tanah liat sebagai adsorben dapat dilakukan melalui aktivasi secara kimia
menggunakan larutan asam atau basa. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan karakteristik dan daya adosrbsi tanah liat yang
diaktivasi menggunakan larutan asam dan basa. Pada penelitian ini aktivasi secara asam dilakukan menggunakan HCl dan secara basa
menggunakan larutan NaOH. Variabel yang dipelajari adalah pengaruh konsentrasi asam dan basa pada aktivasi tanah liat terhadap luas
permukaan adosrben, keasaman permukaan dan kemampuan adsorbsinya dalam menurunkan kadar logam Ag. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa konsentrasi larutan pengaktivati berpengaruh terhadap karakteristik dan kemampuannya mengadsorbsi ion logam
perak. Hasil optimum diperoleh pada aktivasi dengan larutan HCl 1 M, dimana luas permukaan adsorben meningkat menjadi 4,50
m2/gram, keasaman permukaan 1,80 mmol NaOH/gram dan kemampuan adsorbsinya dalam menurunkan kadar logam perak sebesar
93,06 % dengan jumlah teradsorbsi 0,4653 mg/g.
ABSTRACT: Clay of Tanak Awu has the potential to be developed as an adsorbent, but its use directly results less than the maximum.
Increasing the potential of clay as an adsorbent can be done through the activation of chemically using a solution of acid or base. This
study aimed to compare the characteristics and ability adsorbstion activated clay using a solution of acids and bases. In this study, the
activation is performed using HCl and alkaline using NaOH solution. The variables studied were the effect of the concentration of acids
and bases on the activation of the clay against adosrben surface area, surface acidity and ability adsorbstion in lowering levels of metals
Ag. The results showed that the concentration of the activator solution affect the characteristics and ability to adsorb metal ions of silver.
The optimum results obtained on activation with a solution of 1 M HCl, wherein the adsorbent surface area increased to 4,50 m2/gram,
surface acidity 1,80 mmol/gram and ability adsorbstion in lowering levels of silver is 93.06% by the number of adsorbed 0.4653 mg / g.
4.65
4.6
4.4
0 0.5 1 1.5 2
Konsentrasi Larutan Pengaktifasi (M)
Gambar 1. Pengaruh Konsentrasi Larutan Pengaktifasi terhadap Luas Permukaan Efektif Adsorben
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8 Aktivasi dengan NaOH
0.6 Aktivasi dengan HCl
0.4
0.2
0
0 0.5 1 1.5 2
Konsentrasi Larutan Pengaktifasi
Dari tabel dan grafik tersebut terlihat bahwa keasaman Semakin banyak jumlah SiO2 pada adsorben, akan meningkatkan
permukaan tanah liat setelah diaktivasi. Peningkatan keasaman jumlah gugus Si-OH (silanol) pada permukaan adsorben.
permukaan pada tanah liat yang diaktivasi dengan larutan HCl lebih Nilai keasaman permukaan meningkat dengan naiknya
besar dibandingkan keasaman permukaan tanah liat yang konsentrasi HCl pengaktivasi, dan keasaman permukaan tertinggi
diaktivasi dengan larutan basa NaOH. Hal ini menunjukkan bahwa dimiliki oleh tanah liat yang diaktivasi HCl dengan konsentrasi 1 M.
HCl dapat melarutkan pengotor-pengotor yang terdapat pada Pada aktivasi dengan konsentrasi HCl yang lebih tinggi (1,5M),
permukaan tanah liat sehingga situs aktif yang semula tertutupi keasaman permukaannya tidak naik lagi bahkan cenderung sedikit
menjadi terbuka. Selain itu aktivasi dengan HCl mengakibatkan menurun. Hal ini disebabkan karena konsentrasi asam yang terlalu
terjadinya pertukaran kation dan garam mineral (Ca2+ dan Mg2+) tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada struktur tanah liat.
pada lapisan interlayer tanah liat dengan ion H+ dari asam, Demikian pula dengan luas permukaan spesifik tanah liat
kemudian dikuti dengan pelarutan ion Al3+ dan ion logam lainnya. meningkat setelah aktivasi. Luas permukaan spesifik tertinggi
Pelarutan Al3+ dapat menaikan perbandingan SiO2 dan Al2O3. dimiliki oleh tanah liat yang diaktivasi dengan HCl 1 M. Ini
menunjukkkan bahwa dengan konsentrasi HCl 1 M cukup untuk
Daya Adsorbsi Tanah Liat Teraktivasi Asam dan Basa terhadap ion Perak
94
92
90
% perak teradsorbsi
88
86
Aktivasi dengan HCl
84 Aktivasi dengan NaOH
82
80
0 0.5 1 1.5 2
Konsentrasi Larutan Pengaktivasi (M)
Gambar 3. Pengaruh konsentrasi larutan pengaktivasi terhadap daya serapnya dalam menurunkan kadar ion logam perak
Pada tabel 2 terlihat bahwa kadar Ag dalam larutan menyebabkan semakin banyak gugus Si-OH (silanol) yang
sebelum dan setelah diadsorbsi dengan 1 gram tanah liat/ 25 ml terbentuk pada permukaan adsorben. Gugus silanol inilah yang
larutan mengalami penurunan. Persentase penurunan kadar Ag akan menyerap zat-zat organik dan zat-zat lain yang bersifat polar
dengan tanah liat hasil aktivasi lebih besar dibandingkan dengan seperti ion logam (Yang, 2003). Sehingga jika gugus silanol
tanah liat tanpa aktivasi. Konsentrasi HCl pada aktivasi semakin banyak pada permukaan adsorben, maka semakin
berpengaruh terdahap daya adsorbsi tanah liat. Semakin besar banyak pula zat yang terserap pada saat proses adsorpsi.
konsentrasi HCl pada aktivasi akan meningkatkan jumlah situs aktif
dan keasaman permukaan tanah liat sehingga semakin besar KESIMPULAN
konsentrasi HCl pada aktivasi maka daya serap tanah liat Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jenis
meningkat. Daya serap optimum diperoleh pada tanah liat ukuran larutan pengaktivasi dan konsentrasinya berpengaruh terhadap
serbuk 50 mesh yang diaktivasi dengan HCl 1 M. Pada aktivasi karakteristik dan daya serap adsorben. Hasil optimum diperoleh
dengan konsentrasi HCl yang lebih tinggi (1,5 M) daya serapnya pada aktivasi dengan larutan HCl 1 M, dimana luas permukaan
menurun. adsorben meningkat menjadi 4,50 m2/gram, keasaman permukaan
Dari gambar 3 tersebut terlihat bahwa daya serap tanah 1,80 mmol NaOH/gram dan kemampuan adsorbsinya dalam
liat setelah diaktivasi mengalami peningkatan dibandingkan menurunkan kadar logam perak sebesar 93,06 % dengan jumlah
dengan tanah liat sebelum diaktivasi. Penggunaan HCl sebagai teradsorbsi 0,4653 mg/g.
pengaktif akan mempengaruhi daya serap karena asam mineral
tersebut dapat melarutkan komponen Fe2O3, Al2O3, CaO, dan MgO PUSTAKA
yang mengisi pori-pori adsorben. Hal ini mengakibatkan Hallaby, Al Mushoffa & Yeti Kurniasih. (2013) . Penurunan Kadar
terbukanya pori-pori yang tertutup sehingga menambah luas Ion Logam Cu dalam Limbah Cair Kerajinan Perak
permukaan adsorben. Pelarutan Al2O3 dapat menaikkan Sekarbela dengan Adsorbsi Menggunakan Tanah Liat dari
perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 dari (2-3) : 1 menjadi (5-6) : 1 Tanak Awu, Makalah dalam Seminar “Peran Sains dalam
(Ketaren, 2008). Naiknya perbandingan jumlah SiO2 ini
E-mail: yusrankhery@gmail.com
Abstrak: Makalah ini mendeskripsikan tentang hasil kegiatan demonstrasi pembelajaran yang dilakukan oleh dosen pendidikan kimia IKIP
Mataram di sekolah swasta dengan standar proses pembelajaran yang rendah. Demonstrasi pembelajaran yang telah dilakukan berupa
pembelajaran kimia dengan pendekatan Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI). Dalam kegiatan ini juga dilakukan evaluasi respon siswa
dan guru terhadap demonstrasi yang dilakukan di kelas. Instrumen yang digunakan yakni angket respon siswa dan guru, dan lembar
observasi kegiatan siswa. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa: (1) respon guru dan siswa terhadap penerapan pembelajaran kimia dengan
pendekatan SAVI termasuk dalam kategori sangat baik; (2) aktivitas siswa pada setiap kali kegiatan penerapan pembelajaran kimia
dengan pendekatan SAVI sangat baik. Kegiatan demonstrasi tersebut memberi gambaran suasana pembelajaran kimia yang baru bagi
siswa dan membuka wawasan guru untuk dapat menerapkan pendekatan pembelajaran semisal di sekolahnya walaupun dengan sumber
daya terbatas.
Kata Kunci: Respon Guru Dan Siswa, Pendekatan Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI).
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sumber belajar e-learning menggunakan weblog berorientasi model
pembelajaran kooperatif pada materi pokok fluida statis. Ujicoba sumber belajar e-learning dilakukan di SMK Farmasi Sekolah Kesehatan
Angakatan Laut (SEKESAL) Surabaya yaitu siswa kelas XIA sebanyak 30 siswa dengan menggunakan design penelitian one group pre
test-post test design. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Hasil validasi sumber belajar e-
learning menggunakan weblog yaitu 3,50. Hal ini menunjukkan bahwa sumber belajar e-learning menggunakan weblog layak digunakan
dalam pembelajaran e-learning. Pada waktu ujicoba pembelajaran e-learning keterlaksanaan RPP e-learning di kelas XIA sebesar 94%,
hal ini menunjukkan bahwa RPP e-learning terlaksana sangat baik, pengamatan kegiatan pendahuluan, inti dan penutup rata-rata
mendapat nilai baik. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan yaitu pada saat pre test 100% siswa tidak tuntas, sedangkan pada saat
post test terdapat 2 siswa tidak tuntas dan 28 siswa tuntas, sehingga ketuntasan klasikal sebesar 93%. Penilaian proses mencari informasi
melalui weblog baik sesuai dengan panduan weblog dan penilaian presentasi untuk mengetahui kemampuan kelompok presentasi dalam
mempelajari tiap materi dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa sumber belajar e-learning menggunakan
weblog layak digunakan dalam pembelajaran e-learning dan penerapan weblog dalam pembelajaran e-learning dengan model
pembelajaran kooperatif pada materi pokok fluida statis efektif.
Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase keterlaksanaan dibutuhkan secara efisien (Huang dan Yu, 2011). Weblog
RPP e-learning 93,9%, dengan reliabilitas 92,9%. Hal ini mempunyai aplikasi lebih luas dibandingkan dengan software
menunjukkan bahwa RPP e-learning dapat terlaksana sangat baik aplikasi sosial lainya (forum online, wiki), yaitu sebagai halaman
dan Lembar Keterlaksanaan RPP e-learning dapat dikatakan web yang sederhana, link dan sumber informasi (Yuang dan Hsu).
reliabel. Weblog adalah sebuah website yang memuat tulisan (posting)
Nilai pre test siswa sebelum pembelajaran e-l arning catatan pribadi seseorang di internet berisi informasi yang sering di
dilakukan dibawah nilai KKM 72, sehingga secara individu belum update dan kronologis. Weblog selain untuk memposting tulisan
ada siswa yang tuntas. Setelah dilakukan pembelajaran e-learning, juga dapat mamasukkan gambar, foto, video, dan membuat link.
nilai post test kelas XIA terdapat 2 siswa tidak tuntas dan 28 siswa Guru dapat memasukkan materi pelajaran, artikel, jurnal
tuntas, sehingga ketuntasan secara klasikal sebesar 93%. Hal ini pendidikan di weblog, begitu juga guru dapat memasukkan animasi
disebabkan selama kegiatan pencarian informasi melalui weblog pelajaran baik berupa gambar, foto maupun video. Selain itu,
siswa dipandu dengan LKS dan panduan presentasi, sehingga weblog dapat membuat link ke weblog lainnya dan situs-situs
siswa mampu menggali konsep-konsep penting materi pokok fluida pendidikan. Hal ini, dapat memperkaya informasi pengetahuan,
statis secara mandiri dan kelompok. Menurut prinsip dari psikologi tidak hanya informasi dari guru yang telah di upload di weblog.
pendidikan adalah guru tidak dapat hanya semata-mata Dalam pembelajaran e-learning guru tidak hanya menyajikan
memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun meteri pelajaran secara online saja, namun harus komunikatif
pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu sehingga terjadi interakasi baik guru dengan siswa maupun
proses ini, dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi sesama siswa. Weblog dapat memberikan komentar dan
menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan meninggalkan pesan, sehingga siswa dapat bertanya kepada guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau apabila mengalami kesulitan untuk mengerjakan tugas mandiri
menerapkan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar tanpa dibatasi ruang dan waktu. Hal tersebut, memberikan
menyadari secara sadar menggunakan strategi-strategi mereka kesempatan kepada siswa untuk berkomunikasi baik dengan guru,
sendiri untuk belajar (Nur, 2008). Dengan demikian dapat maupun dengan sesamanya. Interaksi antara guru dengan siswa,
dikatakan bahwa melalui pembelajaran e-learning pada siswa maka guru dapat membimbing langkah demi langkah penyelesaian
dapat meningkatkan hasil belajar siswa, baik ketuntasan individu tugas mata pelajaran (scaffolding), jika siswa mendapatkan
maupun ketuntasan klasikal. kesulitan dalam mengerjakan tugas di luar tatap muka.
Penilaian proses mencari informasi melalui weblog bagi Kegiatan presentasi dinilai bagi tiap kelompok yang
tiap siswa meliputi aspek mencatat judul artikel/jurnal/informasi mempresentasikan hasil kerja kelompoknya pada saat tatap muka
beserta alamat websitenya, kesesuaian artikel/jurnal/informasi di kelas.. Penilaian ini meliputi kelengkapan materi presentasi,
dengan materi presentasi, dan mencetak artikel/jurnal/informasi. penulisan materi presentasi dan kemampuan presentasi kelompok.
Pada penilaian ini siswa melakukan pencarian informasi melalui Tujuan penilaian ini adalah untuk mengetahui kemampuan
weblog diluar jam tatap muka dengan panduan weblog. Kemudian kelompok presentasi dalam mempelajari tiap materi.
mengumpulkan hasil pencarian informasi dalam bentuk print out Pelaksanaan presentasi dengan baik dengan kisaran
kepada guru untuk dinilai dan dikembalikan sebagai referensi nilai antara 115 sampai 200. Hal ini menunjukkan bahwa siswa
belajar. Siswa kelas XIA SMK Farmasi SEKESAL Surabaya dapat mampu membuat materi presentasi sesuai tujuan pembelajaran,
melaksanakan dengan baik pencarian informasi melalui weblog menuliskan materi presentasi menggunakan bahasa yang baik,
sesuai dengan panduan weblog. Tujuan penilaian ini adalah untuk benar dan jelas, menggunakan slide power point dengan
mengetahui kemampuan siswa dalam mencari informasi melalui background yang sesuai bentuk, warna dan ukuran font,
weblog sebagai tugas individu. Siswa dapat melaksanakan mepresentasikan dengan percaya diri, suara yang lantang,
dengan baik pencarian informasi melalui weblog sesuai dengan mengemukakan ide serta bekerja sama dalam kelompok belajar.
panduan weblog. Secara keseluruhan nilai rata-rata tiap siswa Presentasi pertama mempresentasikan tentang Hukum
adalah 3,00 sampai 4,00 yang menunjukkan bahwa siswa telah Pascal dan presentasi kedua tentang Hukum Archimedes.
melaksanakan tugas mencari dan mengunduh informasi melalui Beberapa kelompok belum maksimal melaksanakan presentasi,
weblog dengan baik. Ciri weblog adalah isi utama biasanya berupa sehingga mendapat nilai kurang maksimal. Hal ini disebabkan
informasi yang bersifat kronologis dan menjadi beberapa kategori, persiapan kelompok presentasi kurang maksimal, salah satunya
terdapat arsip untuk berita atau informasi lama. Hal ini, berfungsi belum terjalin kerja sama yang solid antar anggota kelompok
untuk memudahkan siswa dalam mencari informasi yang
ABSTAK: Analisis kebijakan adalah sebagai suatu metode menggunakan argumentasi rasional dan fakta-fakta untuk menjelaskan,
menilai, dan membuahkan pemikiran dalam rangka upaya memecahkan masalah publik. Atau suatu prosedur menggunakan metode
inquiri dan argumentasi berganda untuk menghasilkan dan mendayagunakan informasi kebijakan yang sesuai dalam suatu proses
pengambilan keputusan dalam rangka memecahkan masalah kebijakan. Pendekatan dalam analisis kebijakan menggunakan pendekatan
deskriptif dan normative. Pendekatan deskriptif dimaksudkan untuk menyajikan informasi apa adanya kepada pengambil keputusan, agar
pengambil keputusan memahami permasalahan yang sedang disoroti dari suatu isu kebijakan. Sedangkan pendekatan normative
dimaksudkan untuk membantu para pengambil keputusan dalam memberikan gagasan hasil pemikiran agar para pengambil keputusan
dapat memecahkan suatu kebijakan. Dalam analisis kebijakan ada dua paradigma metodologi yang sering dipakai, yaitu paradigma
kuantitatif dan paradigma kualitatif. Namun paradigma kualitatiflah yang sering dipakai karena analisis kebijakan pada dasarnya
merupakan suatu proses pemahaman terhadap masalah kebijakan sehingga dapat melahirkan gagasan dan pemikiran mengenai
pemecahannya. Prosedur analisis kebijakan pendidikan mempertimbangkan tiga hal yaitu, pertama fungsi alokasi yaitu mengalokasikan
agenda penelitian, pengembangan, dan analisis kebijakan itu sendiri, kedua fungsi inquiri yaitu penemuan yang bersifat integral dari
semua agenda yang telah dilakukan, ketiga fungsi komunikasi dilaksanakan jika analisis kebijakan telah menghasilkan berbagai gagasan
atau usulan kebijakan yang realistis.
Email: zulfikarmaulana03@gmail.com
Abstrak: Telah dilakukan penelitian tentang proses elektroplating menggunakan nikel krom sebagai pelapis dari logam tembaga. Proses
ini dilakukan dengan memvariasikan suhu. Hasil elektroplating akan diuji menggunakan uji impak. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa
pada masing-masing sampel yang telah di uji impak untuk suhu dengan variasi 50 oC, 60oC, dan 70oC dengan jarak eletroda, waktu dan
arus diatur konstan. Hasil uji impak lapisan menggunakan suhu 50oC adalah 1,8371 joule/mm2, pada suhu 60oC adalah 1,8875 joule/mm2,
dan pada suhu 70oC adalah 1,9259 joule/mm2. Berdasarkan hasil penelitan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi temperatur saat
elektropating, semakin besar energi impak yang di butuhkan untuk merusak lapisan sampel.
1.9
elektroplating dilakukan selama 2 menit pada suhu 30oC. 1.85
c. Tembaga yang telah dilapisi krom dicuci dengan aqua dm 1.8
kemudian dikeringkan. 1.75
5. Pengujian impak: tahap ini merupakan tahap akhir, dimana 1.7
untuk mengetahui harga impaknya, sehingga dapat diketahui 1.65
berapa kekuatan dari logam tembaga yang sudah
dielektroplating menggunakan nikel krom dengan variasi suhu.
Hasil yang diperoleh dari pengujian impak pada logam Suhu (oC)
yang telah dielektroplating akan dibuat tabel dan dianalisa,
kemudian dibuat grafik nilai harga impak.
Gambar 3. Hubungan antara harga impak dan suhu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari proses pelapisan nikel krom didapatkan warna
(kecerahan) pelapisan yang berbeda – beda. Dimana diperoleh
Abstrak: Pendidikan melibatkan tiga unsur pelaksana yaitu: sekolah, keluarga, dan masyarakat. Di sekolah guru mempunyai peranan
ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Peningkatan hasil belajar siswa tidak lepas dari proses belajar mengajar, karena proses
belajar mengajar pada hakikatnya merupakan inti kegiatan dalam proses pendidikan. Segala sesuatu yang belum di programkan akan di
laksanakan dalam proses belajar mengajar yang melibatkan semua komponen pembelajaran dan akan menentukan sejauh mana tujuan
yang telah di tetapkan dapat tercapai. Salah satu tujuan penggunaan metode pembelajaran dalam proses belajar mengajar adalah siswa
diharapkan dapat dengan mudah menerima dan memahami materi yang disampaikan oleh guru selain itu, metode pembelajaran memiliki
korelasi yang sangat esensial terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Metode pembelajaran ceramah, merupakan metode
pembelajaran yang paling tradisional atau klasik yang telah lama di gunakan dalam dunia pendidikan. Walaupun metode pembelajaran
ceramah dalam sejarah pendidikan merupakan metode klasik, namun medote tersebut masih relevan untuk digunakan bahkan sebagian
besar tenaga pendidik dalam dunia pendidikan kontenporer masih menggunakan metode pembelajaran ceramah yang dikolaborasi
dengan metode pembelajaran lainnya. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dapat dicapai
siswa dalam menguasai mata pelajaran bahasa Indonesia, maka metode pembelajaran ceramah digunakan sebagai salah satu strategi
pembelajaran. Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu
terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks.
Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar.
PENDAHULUAN memahami materi yang disampaikan oleh guru selain itu, metode
Pendidikan melibatkan tiga unsur pelaksana yaitu: pembelajaran memiliki korelasi yang sangat esensial terhadap
sekolah, keluarga, dan masyarakat. Di sekolah guru mempunyai peningkatan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, guru
peranan ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Dalam proses hendaknya menggunakan metode pembelajaran yang tepat agar
pembelajar, tugas utama guru tenaga pengajar adalah membantu dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif, yang dapat
perkembangan intelektual, afektif, dan psikomotorik melalui memacu keiginan tahuan siswa agar terlibat aktif dalam kegiatan
transpormasi pengetahuan, pemecahan masalah, latihan-latihan, belajar mengajar, karena keterlibatan siswa secara aktif dalam
dan dan keterampilan. Sebagai pendidik guru membantu proses belajar akan memberi peluang besar terhadap pencapaian
mendewasakan anak-anak secara psikologis, sosial, dan moral. tujuan pembelajaran.
Secara subtansial, guru selain sebagai pengajar dan pendidik juga Salah satu metode pembelajaran yang sudah umum
mempunyai tanggungjawab dalam kegiatan proses belajar digunakan adalah metode pembelajaran ceramah. Berbeda
mengajar khususnya dalam pengelolaan kelas dan penggunaan dengan metode dengan pembelajaran lainnya, misalnya metode
metode atau strategi pembelajaran. Dalam pengelolaan kelas dan proyek, metode ekperimen, metode diskusi, metode demonstrasi,
penggunaan metode pembelajaran, guru di tuntut untuk kreatif dan dan lain-lain. Metode pembelajaran ceramah, merupakan metode
inovatif karena gurulah yang tahu secara pasti situasi dan kondisi pembelajaran yang paling tradisional atau klasik yang telah lama
kelas, serta keadaan peserta didik dengan berbagai latar belakang di gunakan dalam dunia pendidikan. Hal ini senada dengan asumsi
sosialnya. Roestiyah (2001: 136) bahwa sejak dulu guru dalam usaha
Kemampuan siswa dalam satu kelas tentu beragam, ada menularkan pengetahuannya pada siswa, ialah secara lisan atau
yang pandai, sedang, dan ada pula yang kurang. Sehubungan ceramah. Walaupun metode pembelajaran ceramah dalam sejarah
dengan keragaman kemampuan tersebut, guru perlu mengatur pendidikan merupakan metode klasik, namun medote tersebut
secara cermat, kapan siswa harus bekerja secara perorangan, masih relevan untuk digunakan bahkan sebagian besar tenaga
secara berpasangan, secara kelompok, dan secara kelasik. Oleh pendidik dalam dunia pendidikan kontenporer masih
karena itu, maksimalisasi fungsi dan peran guru akan berimplikasi menggunakan metode pembelajaran ceramah yang dikolaborasi
pada perbaikan dan peningkatan dari aspek proses pembelajaran, dengan metode pembelajaran lainnya. Oleh karena itu, untuk
yang salah satu tolak ukurnya berupa peningkatan prestasi belajar dapat mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dapat
siswa. dicapai siswa dalam menguasai mata pelajaran bahasa Indonesia,
Peningkatan hasil belajar siswa tidak lepas dari proses maka metode pembelajaran ceramah digunakan sebagai salah
belajar mengajar, karena proses belajar mengajar pada hakikatnya satu strategi pembelajaran.
merupakan inti kegiatan dalam proses pendidikan. Segala sesuatu
yang belum di programkan akan di laksanakan dalam proses METODE
belajar mengajar yang melibatkan semua komponen pembelajaran Penjelasan mengenai rancangan atau desain penelitian
dan akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah di tetapkan yang digunakan perlu diberikan untuk setiap jenis penelitian,
dapat tercapai. Salah satu komponen pembelajaran selain guru terutama penelitian eksperimental. Rencana perlakuan diartikan
adalah pengunaan metode pembelajaran. Salah satu tujuan sebagai strategi mengatur latar penelitian agar peneliti
penggunaan metode pembelajaran dalam proses belajar mengajar memperoleh data yang valid sesuai dengan karakteristik variabel
adalah siswa diharapkan dapat dengan mudah menerima dan dan tujuan penelitian. Dalam penelitian eksperimental, rencana
Abstrak: Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Bima melewati tahapan yang cukup panjang dan di warnai dengan
ketegangan politik dimana terjadi perebutan kekuasaan kerajaan antara putera mahkota yang sah kerajaan Bima dengan tureli nggampo
(perdana menteri) kerajaan Bima yang bernama salisi. Dan ketegangan politik inilah yang menjadi gambaran umum kondisi masyarakat
Bima sebelum kedatangan Islam di Bima. Ketegangan politik ini berakhir setelah putera mahkota La Kai memeluk Islam dan di anggkat
menjadi sultan Bima yang pertama dan salisi di kalahkan oleh angakatan perang raja Gowa. Kedatangan Islam tidak hanya merubah
kepercayaan masyarakat namun juga merubah seluruh tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di kerajaan bima mulai dari
perubahan pemerintahan, perubahan sosial dan budaya dalam masyarakat yang semuanya di jalankan berdasarkan Ajaran agama islam.
Abstrak: Berpikir kritis merupakan keterampilan esensial yang harus dibelajarkan pada siswa. Seseorang akan menggunakan atribusi-
atribusi berpikir kritis ketika mendapatkan masalah yang memerlukan proses analisis dan evaluasi untuk menemukan soolusi pemecahan
masalaha yang dihadapi. Menemukan solusi pemecahan masalah yang tepat erat kaitannya dengan berpikir kritis. Permasalahan yang
sederhana tentu akan mudah diselesaikan dan tidak memerlukan analisis mendalam untuk menemukan solusi pemecahannya. Berpikir
kritis merupakan proses yang terfokus pada penemuan solusi yang nantinya akan diterapkan dan dipercayai sebagai solusi terbaik pada
konteks permasalahan yang dihadapi sehigga dapat dinyatakan bahwa hasil dari proses berpikir kritis tersebut merupakan pemecahan
masalah.
Email: ekaastuty6@gmail.com
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul pembelajaran Fisika pada materi usaha, gaya dan energi untuk
meningkatkan kreativitas siswa. Penelitian ini merupakan penelitian R&D yang menghasilkan suatu produk. Menurut Nieveen, produk
berkualitas meliputi tiga kriteria, yaitu validitas (validity), kepraktisan (practicality), dan efektivitas (effectiveness). Namun, sesuai dengan
keterbatasan penelitian maka kriteria yang digunakan hanya dua yaitu validitas (validity) dan kepraktisan (practicality). Adapun produk
yang dihasilkan yaitu modul pembelajaran Fisika. Hasil penelitian ini : (1) tahap validitas (validity) modul pembelajaran yang dilakukan
oleh 2 validator untuk dosen ahli dan dua validator untuk guru dengan skor rata-rata keseluruhan aspek sebesar 2,52 dan 3,11 dengan
kriteria valid, (2) tahap implementasi secara praktis yang diuji coba lapangan skala kecil kepada 10 orang siswa kelas VIII SMP dengan
skor rata-rata aktivitas siswa yang diperoleh dari lembar observasi sebesar 3,3 dengan kriteria sangat baik. Sedangkan respon siswa
diperoleh dari angket sebesar 3,3 dengan kriteria setuju. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa modul pembelajaran Fisika telah
memenuhi kriteria dan layak digunakan.
Abstract : This research aimed to develop a physics learning module of force and energy to enhance students creativity. This research is
R & D (Research & Depelopment) which producing a product. Quality product includes there criteria : Validity, practicality and effectiveness.
However, accordance on the limitations of the study, the criteria used only two, were the validity and practicality. The resulting product is
physics learning modules. The results of this study (1) Phase validity of the learning modules which conducted by two validator for experts
lecturers and two validator for subject teacher with overall average score about 2,52 and 3,11 with valid criteria. (2) The implementation
phase practically tested on small-sale field trials to 10 people of VIII grade of junior high school students with an average score of student
activity derived from the observation sheet of 3,3 with the very well criteria. While the students response was obtained from questionnaires
at 3,3 with agreed criteria. The results of this study indicate that the learning module physics has qualified criteria and proper to use.
DAFTAR PUSTAKA
ISBN: 978-602-74245-0-0 543
Prosiding Seminar Nasional Pusat Kajin Pendidikan Sains dan Matematika Tahun 2016
“Assessment of Higher Order Thinking Skills”
Mataram, 12 Maret 2016
Budi P, 2011, Pentingnya Kreativitas Guru dan Calon Guru Fisika Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Sma dalam Upaya Pengembangan dan Pengadaan Alat ALFABETA
Demonstrasi / Eksperimen untuk Menjelaskan Konsep Tawil, 2013. Berpikir Kompleks dan Implementasinya dalam
Dasar Fisika, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pembelajaran Fisika. Makassar: Universitas Negeri
Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Makasar
Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011. Widoyoko, Eko P. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian.
Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Suatu Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Panduan Praktis). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Abstrak: Kemajuan teknologi menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia untuk memperoleh informasi dalam waktu singkat.
Pemenuhan kebutuhan manusia akan informasi menjadi lebih cepat dengan hadirnya internet. Internet merupakan suatu media untuk
berbagi informasi dan berinteraksi kapan dan di mana saja. Blanded learning merupakan metode pembelajaran dengan
mengkombinasikan pembelajaran tatap muka dan pembelajaran berbasis internet, blanded learning dapat dilakukan dengan
menggunakan bantuan aplikasi seperti moodle yang merupakan aplikasi yang dibuat untuk memudahkan seorang dosen mengatur
kegiatan pembelajaran dan berinteraksi dengan mahasiswa secara langsung dengan memanfaatkan jaringan internet sehingga dosen
dan mahasiswa dapat melakukan kegiatan pembelajaran kapan pun dan di mana pun. Membelajarkan keterampilan berpikir kritis sangat
mungkin dilakukan dengan penerapan blanded learning karena menuntut mahasiswa untuk belajar mandiri dalam memecahkan masalah
yang dihadapi menggunakan pengetahuan atau kognisi yang telah dimiliki. Hal tersebut sejalan dengan konsep dasar keterampilan berpikir
kritis yang menekankan pada proses reflektif tentang apa yang dilakukan atau dipercaya. Dengan penerapan blanded learning,
keterampilan berpikir kritis mahasiswa dapat dibelajarkan melalui fitur-fitur mandiri dalam aplikasi yang diintegrasikan dan menuntut
mahaiswa memecahkan permasalahan secara mandiri dan monitoring aktif proses-proses kognisi mereka.
Hunaepi
Dosen Prodi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram
Email: hunaepibio@ymail.com
Abstrak: Berbicara tentang axiology ilmu tentu tidak bisa disangkal bahwa ilmu pengetahuan telah banyak mengubah tatanan kehidupan
manusia. Kesadaran akan dampak baik dan buruk perkembangan ilmu pengetahuan sangat penting bagi kebaikan manusia itu sendiri
dan di sinilah sikap ilmiah sangat diperllukan. Sikap ilmiah tidak hanya berarti sifat dasar manusia yang memiliki rasa ingin tahu namun
juga menekankan pada nilai kepedulian dan menghormati nilai dari ilmu pengetahuan yang ada. Pendidikan memegang peran penting
dalam menanam sikap ilmiah kepada siswa sejak dini, untuk menumbuhkan pribadi siswa yang tidak hanya cerdas intelektual, namun
juga matang secara emosional.