NIM : PO713203181005
Program Studi D3 Analis Kesehatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar
Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan (alimenter) yaitu tuba muscular
panjang yang merentang dari mulut sampai anus. Fungsi utama system ini adalah untuk
menyediakan makanan, air dan elektrolit bagi tubuh dari nutrient tang dicerna sehingga siap
diabsorbsi. Pencernaan berlangsung secara mekanik dan kimia serta meliputi proses ingesti
, pemotongan dan penggilingan makanan, peristalsis, digesti, absorbsi, egesti (defekasi).
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula
dan lemak.
Usus halus (intestinum tenue) adalah saluran pencernaan lanjutan lambung yang terdiri
dari, duodenum, jejenum, Ileum. Duodenum (usus halus/dua belas jari) yaitu tempat
bermuaranya pankreas dan kantung empedu hati, dan pencernaan makanan dengan enzim-
enzim kelenjar pencernaan. Jejenum (usus kosong), yaitu tempat pencernaan makanan
dengan enzimenzim usus halus. Ileum (usus penyerapan), yaitu tempat diserapnya sari-sari
makanan hasil pencernaan yang sudah paling sederhana.
Fungsi utama usus halus adalah untuk pencernaan dan penyerapan makanan yang
masuk. Makanan yang berasal dari lambung memasuki usus halus, nutrisi yang diserap dan
materi tercerna dikirim ke usus besar.
Gambar 1. Segmentasi.
Cara kerja usus besar dipengaruhi oleh pergerakan usus besar yang dibagi menjadi :
a. Gerakan mencampur ( haustra churning )
Sisa – sisa makanan dapat melalui usus besar dikarenakan gerakan dari
haustrum atau yang dikenal sebagai “haustral churning”. Seperti usus halus yang
memilki segmen, usus besar juga memiliki haustra yang merupakan kantung –
kantung kecil pembentuk segmen usus besar. Ketika sebuah kantung haustra terisi
sisa makanan, dinding otot usus besar akan berkontraksi dan mendorong sisa
makanan masuk ke kantung haustra selanjutnya. Kontraksi haustra biasanya terjadi
selama 30 detik dan akan menghilang pada 60 detik kemudian. Kontraksi bisa
berlangsung lambat menuju anus. Kerja usus halus yang lambat memungkinkan
bakteri untuk melakukan proses pembentukan feses.
Gerakan kontraktil haustra dikendalikan oleh reflex kontraktil yang merupakan
bagian dari sistem saraf otonom. Kerja sistem saraf otonom tidak disadari oleh tubuh.
b. Gerakan massa ( Mass Movement )
Makanan yang masuk ke dalam lambung akan berpengaruh terhadap pergerakan
usus besar dan menyebabkan pergerakanan massa ( Mass Movement ). Makana
yang dikonsumsi tiga atau empat kali sehari dan mengisi lambung, akan mendorong
sisa makanan atau feses bergerak maju sepertiga atau tiga perempat menuju rektum.
Gerakan ini dirangsang oleh sistem saraf yang disebut dengan reflek gastrokolik.
Reflek inilah yang menyebabkan orang buang air besar. Biasanya reflek ini paling
sering terjadi pada pagi hari dan hal ini pula yang menjelaskan mengapa terkadang
orang justru merasa ingin buang air besar setelah makan. Reflek gastrokolik juga
memicu perpindahan massa atau isi dari organ pencernaan yang satu ke organ
pencernaan yang lain, misalnya dari lambung ke usus halus dan dari usus halus ke
usus besar.
c. Defekasi
Reflek gastrokolik yang memicu gerakan massa selanjutnya akan merangsang
bagian rektum usus besar untuk meregang dan mengawali proses defekasi. Defekasi
adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses pengeluaran sisa makanan
atau feses dari dalam tubuh. Gerakan massa akan mendorong sisa makanan dalam
kolon menuju rektum dan memicu reflek defekasi.
Keenam bagian usus besar yang telah disebutkan di atas memiliki berbagai fungsi
dalam sistem pencernaan manusia. Secara garis besar, berikut ini beberapa fungsi usus
besar bagi manusia:
1) Usus besar berfungsi untuk melakukan penyerapan air. Dalam waktu 24 jam setelah
mengkonsumsi makanan, makanan yang tidak tercerna akan memasuki bagian usus
besar. Di bagian usus besar inilah akan terjadi proses penyerapan air dan juga
penyiapan limbah yang berupa feses untuk dikeluarkan melalui anus.
2) Usus besar dapat melakukan penerapan berbagai jenis vitamin. Di dalam usus besar
terdapat beberapa jenis bakteri baik yang berperan membantu proses pencernaan.
Bakteri-bakteri tersebut membantu memecah makanan yang tidak tercerna di dalam
usus halus. Selain itu, bakteri-bakteri itu juga akan memproduksi vitamin K untuk
kemudian diserap kembali ke dalam tubuh. Buang angin merupakan salah satu efek
yang ditimbulkan oleh bakteri baik di dalam usus besar ketika terjadi proses
pemecahan gula oleh bakteri.
3) Usus besar berfungsi untuk mengurangi keasaman dan juga mencegah terjadinya
infeksi. Di dalam usus besar terdapat berbagai jenis bakteri yang dapat membuat
makanan menjadi asam. Untuk mengurangi keasaman dan juga untuk
menyeimbangkan pH di dalam usus besar, usus besar memproduksi alkali yang
mampu membuat usus besar tidak lagi besifat asam. Di dalam usus besar juga
terdapat lapisan mukosa yang mampu mencegah terserapnya berbagai jenis bakteri
jahat.
4) Usus buntu juga berperan dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Usus buntu
merupakan salah satu bagian dari usus besar. Bagian usus buntu pada awalnya
dianggap tidak memiliki manfaat. Ternyata bagian tersebut justru bermanfaat untuk
meningkatkan sistem kekebalan tubuh manusia. Bagian usus buntu memproduksi
sejenis zat yang dapat meningkatkan sistem imunitas.
6. Proses Defekasi
Proses defekasi atau pengeluaran feses juga difasilitasi oleh otot pada perut yang
termasuk dalam tiga jenis otot yang memiliki berbagai banyak fungsi dan diafragma.
Fungsi diafragma pada pernafasan manusia telah banyak diketahui terutama saat
mempelajari sistem pernafasan pada manusia. Kontraksi otot – otot tersebut akan
meningkatkan tekanan pada perut atau abdominal pressure dan selanjutnya kontraksi
otot muskular levator ani yang ada pada dasar panggul akan menggerakkan feses keluar
melalui anus.
Defekasi adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses pengeluaran sisa
makanan atau feses dari dalam tubuh. Gerakan massa akan mendorong sisa makanan
dalam kolon menuju rektum dan memicu reflek defekasi. Defekasi juga merupakan
bagian dari sistem eksresi pada manusia. Terdapat dua refleks defekasi yang terjadi
dalam proses defekasi :
a. Refleks defekasi intrinsik
Refleks defekasi intrinsik terjadi di dalam usus besar. Feses yang masuk ke
dalam rektum, akan menggembungkan rektum dan dinding rektum akan
mengirimkan sinyal – sinyal aferen yang akan menyebar melalui pleksus mesentrikus
dan memulai gerakan feses pada kolon descenden, sigmoid dan rektum. Ketika
pergerakan feses hampir mencapai anus, feses tersebut akan didorong keluar jika
otot spingter interna tidak menutup dan spingter eksternal dalam keadaan tenang.
b. Refleks defekasi parasimpatis
Refleks defekasi parasimpatis adalah reflesk defekasi yang yang dipengaruhi
oleh sistem saraf parasimpatis ( baca selengkapnya di Fungsi saraf Simpatik dan
Parasimpatik )Ketika terjadi rangsangan pada rektum, sinyal akan diteruskan ke
spinal cord yang kemudian akan dikembalikan kembali ke kolon descenden, sigmoid
dan rektum. Sinyal ini akan meringkatkan intensitas refleks defekasi intrinsik dan
merangsang otot spingter pada anus untuk melemas. Saat feses akan dikeluarkan
dari tubuh, otot spingter eksterna juga dalam keadaan lemas.
Jika seseorang merasakan refleks gastrokolik dan ingin buang air besar namun ia
menundanya, dinding rektum yang semula meregang akan melemas dan meredakan
rasa ingin buang air besar sampai refleks defekasi yang selanjutnya terjadi.
Buranda, Theopilus Dkk. 2008. Anatomi Umum. Makassar: Bagian Anatomi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Hasanuddin.
Burtis CA. Fecal Collection in Tietz Fundamentals of Clinical Chemistry, Fourth Ed, WB
Sounders Company, 1996; 722-723.
Closky, Bulaceck G. 2000. Nursing intervention classification (NIC). Mosby: Philadelphia.
Dermawan, dkk. 2010. Keperawatan medika bedah sistem pencernaan. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Fischbach FT.Stool Examination, In A of Laboratory and Diagnostic Test, Ed V, Lippincott
Philadelphia, New York, 1998; 254-276
Ganda Subrata. R. Penuntun Laboratorium Klinik, Cetakan ke-9, Dian Rakjat, Jakarta, 1999;
180- 185
Herry J.B. et al. Examination of feces, in Clinical Diagnosis and Management by Laboratory
Methods, Nine Ed, WB Saunder Co, Philadelphia, 1996 ; 537-541
Inayah, Iin. 2004. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan.
Jakarta: Salemba Medika.
Johnson. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby: Philadelphia. Inayah, Iin.
2004. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan. Jakarta:
Salemba Medika.
Narang B,S and Reynolds T. Stool Examination, In Medical Laboratory Technology A
Procedure manual for Ruotine Diagnoctic Test, Vol.II, Tata Mc Graw hill Publisching
Co Limited, New Delhi, 1988 ; 880-891
Pemeriksaan tinja. Dalam Petunjuk Pemeriksaan Laboratorium puskesmas, Pusat Lab.
Kesehatan Bekerja sama dengan Dit. jend. Binkesmas, Jakarta, 1991 ; 63-67
Prianto J, dkk. Atlas Parasitologi Kedokteran, Cetakan ketiga, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1999.
Price, Sylvia Anderson. 1994. Pathophysiology : clinical concepts of disease processes. Alih
Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC.
Standar Pelayanan Medis FK-UNPAD-RSUP dr. Hasan Sadikin, Bandung, 1996; 38-40
Syaifuddin. 2006. Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan . Jakarta : EGC.\
Tucker, Susan Martin et al. 1998. Patient care standards : nursing process, diagnosis, and
outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC.
Widmann FK. Tinjauan Klinis atas Hasil pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 1995 ; 571- 584
Yusuf, Irawan. 2005. Fisiologi Sistem Gastro-Intestinal. Makassar: Bagian Ilmu Faal,
Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin.