Anda di halaman 1dari 91

Tekanan darah

tinggi

Artikel ini memberikan informasi dasar tentang


topik kesehatan. InformasiPelajari
dalam artikel ini
selengkapnya

Hipertensi (HTN) atau tekanan darah


tinggi, kadang-kadang disebut juga
dengan hipertensi arteri, adalah kondisi
medis kronis dengan tekanan darah di
arteri meningkat. Peningkatan ini
menyebabkan jantung harus bekerja
lebih keras dari biasanya untuk
mengedarkan darah melalui pembuluh
darah. Tekanan darah melibatkan dua
pengukuran, sistolik dan diastolik,
tergantung apakah otot jantung
berkontraksi (sistole) atau berelaksasi di
antara denyut (diastole). Tekanan darah
normal pada saat istirahat adalah dalam
kisaran sistolik (bacaan atas) 100–
140 mmHg dan diastolik (bacaan bawah)
60–90 mmHg. Tekanan darah tinggi
terjadi bila terus-menerus berada pada
140/90 mmHg atau lebih.
Hipertensi

Alat pengukur tekanan darah yang menunjukkan


hipertensi arterial (menunjukkan tekanan darah
sistolik 158 mmHg, tekanan darah diastolik
99 mmHg dan detak jantung 80 denyut per
menit).

Klasifikasi dan rujukan luar

Spesialisasi Family medicine 

ICD-10 I10. ,I11. ,I12. ,


I13. ,I15.

ICD-9-CM 401

OMIM 145500
DiseasesDB 6330

MedlinePlus 000468

eMedicine med/1106 ped/1097


emerg/267

Patient UK Tekanan darah tinggi

MeSH D006973

[sunting di Wikidata]

Hipertensi terbagi menjadi hipertensi


primer (esensial) atau hipertensi
sekunder. Sekitar 90–95% kasus
tergolong "hipertensi primer", yang
berarti tekanan darah tinggi tanpa
penyebab medis yang jelas.[1] Kondisi
lain yang mempengaruhi ginjal, arteri,
jantung, atau sistem endokrin
menyebabkan 5-10% kasus lainnya
(hipertensi sekunder).

Hipertensi adalah faktor risiko utama


untuk stroke, infark miokard (serangan
jantung), gagal jantung, aneurisma arteri
(misalnya aneurisma aorta), penyakit
arteri perifer, dan penyebab penyakit
ginjal kronik. Bahkan peningkatan
sedang tekanan darah arteri terkait
dengan harapan hidup yang lebih
pendek. Perubahan pola makan dan gaya
hidup dapat memperbaiki kontrol
tekanan darah dan mengurangi risiko
terkait komplikasi kesehatan. Meskipun
demikian, obat seringkali diperlukan
pada sebagian orang bila perubahan
gaya hidup saja terbukti tidak efektif atau
tidak cukup dan biasanya obat harus
diminum seumur hidup sampai dokter
memutuskan tidak perlu lagi minum
obat. Seseorang yang pernah mengalami
tekanan darah tinggi, pada kondisi
normal dapat saja mengalami tekanan
darah kembali dan ini yang harus
diwaspadai, banyak kasus stroke terjadi
pada saat seseorang lepas obat. Dan
banyak orang tidak menyangka bahwa
seseorang yang biasanya mengalami
tekanan darah rendah suatu kali dapat
juga mengalami tekanan darah tinggi.
Oleh karena itu pengontrolan tekanan
darah secara rutin mutlak dilakukan.

Klasifikasi
Tekanan sistolik Tekanan diastolik
Klasifikasi (JNC7)[2]
mmHg kPa mmHg kPa

Normal 90–119 12–15,9 60–79 8,0–10,5

Prahipertensi (normal tinggi) 120–139 16,0–18,5 80–89 10,7–11,9

Hipertensi Derajat 1 140–159 18,7–21,2 90–99 12,0–13,2

Hipertensi Derajat 2 ≥160 ≥21,3 ≥100 ≥13,3

Hipertensi sistolik
≥140 ≥18,7 <90 <12,0
tersendiri
Dewasa

Pada orang berusia 18 tahun ke atas,


hipertensi didefinisikan sebagai
pengukuran tekanan darah sistolik
dan/atau diastolik yang terus-menerus
melebihi nilai normal yang dapat diterima
(saat ini sistolik 139 mmHg, diastolik
89 mmHg: lihat tabel — Klasifikasi
(JNC7)). Bila pengukuran diperoleh dari
pemantauan ambulatori 24 jam atau
pemantauan di rumah, digunakan
batasan yang lebih rendah (sistolik
135 mmHg atau diastolik 85 mmHg).[3]
Beberapa pedoman internasional terbaru
tentang hipertensi juga telah membuat
kategori di bawah kisaran hipertensi
untuk menunjukkan risiko yang
berkelanjutan pada tekanan darah yang
lebih tinggi dari kisaran normal. JNC7
(2003)[2] menggunakan istilah pra-
hipertensi untuk tekanan darah dalam
kisaran sistolik 120–139 mmHg
dan/atau diastolik 80–89 mmHg,
sedangkan Pedoman ESH-ESC (2007)[4]
dan BHS IV (2004)[5] menggunakan
kategori optimal, normal, dan normal
tinggi untuk membagi tekanan sistolik di
bawah 140 mmHg dan diastolik di bawah
90 mmHg. Hipertensi juga digolongkan
lagi sebagai berikut: JNC7 membedakan
hipertensi derajat I, hipertensi derajat II,
dan hipertensi sistolik terisolasi.
Hipertensi sistolik terisolasi mengacu
pada peningkatan tekanan sistolik
dengan tekanan diastolik normal dan
umumnya terjadi pada kelompok usia
lanjut.[2] Pedoman ESH-ESC (2007)[4] dan
BHS IV (2004),[5] mendefinisikan
hipertensi derajat ketiga (derajat III)
untuk orang dengan tekanan darah
sistolik di atas 179 mmHg atau tekanan
diastolik di atas 109 mmHg. Hipertensi
tergolong “resisten” bila obat penurun
tekanan darah tertentu tidak mengurangi
tekanan darah (menjadi normal) dan
perlu mencoba obat yang lain.[2]

Disamping klasifikasi di atas, terdapat


juga:

Gestational hypertension atau tekanan


darah tinggi yang terjadi pada saat
kehamilan di atas 20 minggu dan
protein pada air seni adalah negatip
dan harus dilakukan pengukuran
tekanan darah dua kali dengan selang
waktu lebih dari 6 jam dan keduanya
menunjukkan tekanan darah lebih
besar dari 140/90.
Orthostatic hypertension atau postural
hypertension adalah kejadian
meningkatnya tekanan darah secara
tiba-tiba ketika bangun berdiri, jika
tekanan sistolik meningkat lebih dari
20mmHg dinamakan systolic
orthostatic hypertension dan jika
tekanan diastolik meningkat hingga 98
mmHg atau lebih dinamakan Diastolic
orthostatic hypertension. Hal ini lebih
banyak terjadi, ketika kita tiba-tiba
bangun dari tidur yang pulas, oleh
karenanya pengukuran tekanan darah
sebaiknya dilakukan 15 sampai 30
menit sesudah kita bangun tidur, tetapi
belum melakukan aktivitas apa pun,
kecuali misalnya buang air kecil dan
minum air putih saja.

Neonatus dan bayi

Hipertensi pada neonatus jarang terjadi,


dan hanya terjadi pada sekitar 0,2
sampai 3% neonatus. Tekanan darah
tidak diukur secara rutin pada bayi baru
lahir yang sehat.[6] Hipertensi lebih
umum terjadi pada bayi baru lahir
berisiko tinggi. Berbagai faktor, seperti
usia gestasi, usia pascakonsepsi, dan
berat badan lahir perlu dipertimbangkan
ketika memutuskan apakah tekanan
darah termasuk normal pada neonatus.[6]

Anak dan remaja

Hipertensi cukup umum terjadi pada


anak dan remaja (2–9% bergantung pada
usia, jenis kelamin, dan etnisitas)[7] dan
dikaitkan dengan risiko jangka panjang
mengalami kesehatan yang buruk.[8]
Rekomendasi saat ini adalah agar anak
di atas usia tiga tahun diperiksa tekanan
darahnya kapanpun mereka melakukan
kunjungan atau pemeriksaan rutin.
Tekanan darah tinggi baru dipastikan
setelah kunjungan berulang sebelum
menyatakan seorang anak mengalami
hipertensi.[8] Tekanan darah meningkat
seiring usia pada masa kanak-kanak, dan
pada anak, hipertensi didefinisikan
sebagai rerata tekanan darah sistolik dan
diastolik yang pada tiga atau lebih waktu
yang berbeda, sama dengan atau lebih
tinggi dari persentil ke-95 yang sesuai
untuk jenis kelamin, usia, dan tinggi
badan anak. Prahipertensi pada anak
didefinisikan sebagai rerata tekanan
darah sistolik dan diastolik yang lebih
besar atau sama dengan persentil ke-90,
tapi lebih kecil dari persentil ke-95.[8]
Pada remaja, diusulkan bahwa hipertensi
dan prahipertensi didiagnosis dan
digolongkan dengan menggunakan
kriteria dewasa.[8]

Gejala
Hipertensi jarang menunjukkan gejala,
dan pengenalannya biasanya melalui
skrining, atau saat mencari penanganan
medis untuk masalah kesehatan yang
tidak berkaitan. Beberapa orang dengan
tekanan darah tinggi melaporkan sakit
kepala (terutama di bagian belakang
kepala dan pada pagi hari), serta pusing,
vertigo, tinitus (dengung atau desis di
dalam telinga), gangguan penglihatan
atau pingsan.[9]

Pada pemeriksaan fisik, hipertensi juga


dicurigai ketika terdeteksi adanya
retinopati hipertensi pada pemeriksaan
fundus optik di belakang mata dengan
menggunakan oftalmoskop.[10] Biasanya
beratnya perubahan retinopati hipertensi
dibagi atas tingkat I-IV, walaupun jenis
yang lebih ringan mungkin sulit
dibedakan antara satu dan lainnya.[10]
Hasil oftalmoskopi juga dapat memberi
petunjuk berapa lama seseorang telah
mengalami hipertensi.[9]

Hipertensi sekunder

Beberapa tanda dan gejala tambahan


dapat menunjukkan hipertensi sekunder,
yaitu hipertensi akibat penyebab yang
jelas seperti penyakit ginjal atau penyakit
endokrin. Contohnya, obesitas pada dada
dan perut, intoleransi glukosa, wajah
bulat seperti bulan (moon facies), "punuk
kerbau" (buffalo hump), dan striae ungu
menandakan Sindrom Cushing.[11]
Penyakit tiroid dan akromegali juga dapat
menyebabkan hipertensi dan mempunyai
gejala dan tanda yang khas.[11] Bising
perut mungkin mengindikasikan stenosis
arteri renalis (penyempitan arteri yang
mengedarkan darah ke ginjal).
Berkurangnya tekanan darah di kaki atau
lambatnya atau hilangnya denyut arteri
femoralis mungkin menandakan
koarktasio aorta (penyempitan aorta
sesaat setelah meninggalkan jantung).
Hipertensi yang sangat bervariasi
dengan sakit kepala, palpitasi, pucat, dan
berkeringat harus segera menimbulkan
kecurigaan ke arah feokromositoma.[11]

Krisis hipertensi

Peningkatan tekanan darah yang sangat


tinggi (sistolik lebih atau sama dengan
180 atau diastolik lebih atau sama
dengan 110, kadang disebut hipertensi
maligna atau akselerasi) sering disebut
sebagai "krisis hipertensi." Tekanan
darah di atas tingkat ini memiliki risiko
yang tinggi untuk terjadinya komplikasi.
Orang dengan tekanan darah pada
kisaran ini mungkin tidak memiliki gejala,
tetapi lebih cenderung melaporkan sakit
kepala (22% dari kasus)[12] dan pusing
dibandingkan dengan populasi umum.[9]
Gejala lain krisis hipertensi mencakup
berkurangnya penglihatan atau sesak
napas karena gagal jantung atau rasa
lesu karena gagal ginjal.[11] Kebanyakan
orang dengan krisis hipertensi diketahui
memiliki tekanan darah tinggi, tetapi
pemicu tambahan mungkin
menyebabkan peningkatan secara tiba-
tiba.[13]

"Hipertensi emergensi", sebelumnya


disebut sebagai "hipertensi maligna",
terjadi saat terdapat bukti kerusakan
langsung pada satu organ atau lebih
sebagai akibat meningkatnya tekanan
darah. Kerusakan ini bisa mencakup
ensefalopati hipertensi, disebabkan oleh
pembengkakan dan gangguan fungsi
otak, dan ditandai oleh sakit kepala dan
gangguan kesadaran (kebingungan atau
rasa kantuk). Papiledema retina dan
perdarahan fundus serta eksudat adalah
tanda lain kerusakan organ target. Nyeri
dada dapat merupakan tanda kerusakan
otot jantung (yang bisa berlanjut menjadi
serangan jantung) atau kadang diseksi
aorta, robeknya dinding dalam aorta.
Sesak napas, batuk, dan ekspektorasi
dahak bernoda darah adalah ciri khas
edema paru. Kondisi ini adalah
pembengkakan jaringan paru akibat
gagal ventrikel kiri, ketidakmampuan
ventrikel kiri jantung untuk memompa
cukup darah dari paru-paru ke sistem
arteri.[13] Penurunan fungsi ginjal secara
cepat (cedera ginjal akut/acute kidney
injury) dan anemia hemolitik
mikroangiopati (penghancuran sel-sel
darah) juga mungkin terjadi.[13] Pada
situasi ini, harus dilakukan penurunan
tekanan darah secara cepat untuk
menghentikan kerusakan organ yang
sedang terjadi.[13] Sebaliknya, tidak ada
bukti bahwa tekanan darah perlu
diturunkan secara cepat dalam keadaan
hipertensi emergensi bila tidak ada bukti
kerusakan organ target. Penurunan
tekanan darah yang terlalu agresif bukan
berarti tidak ada risiko.[11] Penggunaan
obat-obatan oral untuk menurunkan
tekanan darah secara bertahap selama
24 sampai 48 jam dianjurkan dalam
kedaruratan hipertensi.[13]

Kehamilan

Hipertensi atau tekanan darah tinggi


terjadi pada sekitar 8-10% kehamilan.[11]
Kebanyakan wanita hamil yang
mengalami hipertensi memiliki kondisi
hipertensi primer yang sudah ada
sebelumnya. Tekanan darah tinggi dalam
kehamilan dapat merupakan tanda awal
dari pre-eklampsia, suatu kondisi serius
yang muncul setelah melewati
pertengahan masa kehamilan, dan dalam
beberapa minggu setelah melahirkan.[11]
Diagnosa preeklampsia termasuk
peningkatan tekanan darah dan adanya
protein di dalam urin.[11] Preeklampsia
muncul pada sekitar 5% kehamilan dan
bertanggung jawab atas sekitar 16% dari
semua kematian ibu secara global.[11]
Preeklampsia juga menyebabkan risiko
kematian bayi meningkat hingga dua kali
lipat.[11] Biasanya preeklampsia tidak
menunjukkan gejala dan keadaan ini
terdeteksi pada pemeriksaan rutin. Bila
terjadi preeklampsia, gejala yang paling
umum adalah sakit kepala, gangguan
penglihatan (sering dalam bentuk
“kilatan cahaya”), muntah, nyeri
epigastrium, dan edema (bengkak).
Terkadang preeklampsia bisa
berkembang menjadi kondisi yang
mengancam nyawa yang disebut
eklampsia. Eklampsia adalah suatu
hipertensi emergensi dan menyebabkan
beberapa komplikasi berat, seperti
hilangnya penglihatan, pembengkakan
otak, kejang tonik-klonik atau konvulsi,
gagal ginjal, edema paru, dan koagulasi
intravaskular diseminata (gangguan
pembekuan darah).[11][14]

Bayi dan anak

Gagal tumbuh, kejang, iritabilitas, kurang


energi, dan kesulitan bernafas[15] bisa
dikaitkan dengan hipertensi pada bayi
baru lahir dan bayi usia muda. Pada bayi
yang lebih besar dan anak, hipertensi
bisa menyebabkan sakit kepala,
iritabilitas tanpa penyebab yang jelas,
lesu, gagal tumbuh, pandangan kabur,
mimisan, dan kelumpuhan wajah.[6][15]

Komplikasi

Diagram menggambarkan komplikasi utama


tekanan darah tinggi persisten.

Hipertensi adalah faktor risiko yang bisa


dicegah yang terpenting bagi kematian
prematur di seluruh dunia.[16] Hipertensi
meningkatkan risiko penyakit jantung
iskemik[17] strokes,[11] penyakit periferal
vaskular,[18] dan penyakit kardiovaskular
lain, termasuk gagal jantung, aneurisma
aorta, aterosklerosis difus, dan emboli
paru.[11] Hipertensi juga merupakan
faktor risiko terjadinya gangguan kognitif,
demensia, dan penyakit ginjal kronik.[11]
Komplikasi lain di antaranya:

Retinopati Hipertensi
Nefropati hipertensi[19]

Penyebab
Hipertensi primer

Hipertensi primer (esensial) adalah jenis


hipertensi yang paling umum, meliputi
sebanyak 90–95% dari seluruh kasus
hipertensi.[1] Dalam hampir semua
masyarakat kontemporer, tekanan darah
meningkat seiring penuaan dan risiko
untuk menjadi hipertensi di kemudian
hari cukup tinggi.[20] Hipertensi
diakibatkan oleh interaksi gen yang
kompleks dan faktor lingkungan.
Berbagai gen yang sering ditemukan
sedikit berpengaruh pada tekanan darah,
sudah diidentifikasi [21], demikian juga
beberapa gen yang jarang yang
berpengaruh besar pada tekanan darah
[22] tetapi dasar genetik dari hipertensi
masih belum sepenuhnya dimengerti.
Beberapa faktor lingkungan
mempengaruhi tekanan darah. Faktor
gaya hidup yang menurunkan tekanan
darah di antaranya mengurangi asupan
garam dalam makanan,[23] meningkatkan
konsumsi buah-buahan dan produk
rendah lemak (Pendekatan Diet untuk
Menghentikan Hipertensi (diet DASH)).
Olah Raga,[24] penurunan berat badan[25]
dan menurunkan asupan alkohol juga
membantu menurunkan tekanan
darah.[26] Kemungkinan peranan faktor
lain seperti stres,[24] konsumsi kafeina,[27]
dan defisiensi Vitamin D[28] kurang begitu
jelas. Resistensi insulin, yang umum
ditemukan pada obesitas dan
merupakan komponen dari sindrom X
(atau sindrom metabolik), juga diduga
ikut berperan dalam mengakibatkan
hipertensi.[29] Studi terbaru juga
memasukkan kejadian-kejadian pada
awal kehidupan (contohnya, berat lahir
rendah, ibu merokok, dan kurangnya air
susu ibu) sebagai faktor risiko bagi
hipertensi esensial dewasa.[30] Namun,
mekanisme yang menghubungkan
paparan ini dengan hipertensi dewasa
tetap tidak jelas.[30]

Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder terjadi akibat suatu


penyebab yang diketahui. Penyakit ginjal
adalah jenis penyebab sekunder yang
umum berasal dari hipertensi.[11]
Hipertensi juga bisa disebabkan oleh
kondisi endokrin, seperti sindrom
Cushing, hipertiroidisme, hipotiroidisme,
akromegali, sindrom Conn atau
hiperaldosteronisme,
hiperparatiroidisme, dan
feokromositoma.[11][31] Penyebab lain
dari hipertensi sekunder di antaranya
obesitas, henti nafas saat tidur,
kehamilan, koarktasio aorta, konsumsi
akar manis (licorice) yang berlebihan,
serta obat resep, obat herbal, dan obat-
obat terlarang.[11][32]

Patofisiologi
Suatu diagram yang menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi tekanan arteri.

Bagi kebanyakan orang dengan


hipertensi esensial (primer), peningkatan
resistensi terhadap aliran darah
(resistensi perifer total) bertanggung
jawab atas tekanan yang tinggi itu
sementara curah jantung tetap
normal.[33] Ada bukti bahwa beberapa
orang muda yang menderita
prahipertensi atau “hipertensi
perbatasan” memiliki curah jantung yang
tinggi, denyut jantung meningkat, dan
resistensi perifer yang normal. Kondisi ini
disebut sebagai hipertensi perbatasan
hiperkinetik .[34] Para penderita ini
mengembangkan fitur yang khas dari
hipertensi esensial tetap di kemudian
hari saat curah jantung menurun dan
resistensi perifer meningkat seiring
bertambahnya usia.[34] Masih
diperdebatkan apakah pola ini biasa
dialami oleh semua orang yang pada
akhirnya mengalami hipertensi.[35]
Peningkatan resistensi perifer pada
hipertensi tetap terutama disebabkan
oleh penyempitan struktur arteri dan
arteriol kecil.[36] Penurunan jumlah atau
kepadatan pembuluh kapiler juga bisa
ikut berperan dalam resistensi perifer.[37]
Hipertensi juga dikaitkan dengan
penurunan kelenturan vena perifer,[38]
yang bisa meningkatkan venous return
(volume darah yang kembali ke jantung),
meningkatkan preload jantung, dan
akhirnya menyebabkan disfungsi
diastolik. Masih belum jelas apakah
peningkatan konstriksi aktif pembuluh
darah memegang peranan dalam
hipertensi esensial.[39]

Tekanan nadi (perbedaan antara tekanan


darah sistolik dan diastolik) sering
meningkat pada orang lanjut usia dengan
hipertensi. Pada keadaan ini dapat terjadi
tekanan sistolik sangat tinggi di atas
normal, tetapi tekanan diastolik mungkin
normal atau rendah. Kondisi ini disebut
hipertensi sistolik terisolasi.[40] Tekanan
nadi yang tinggi pada orang lanjut usia
dengan hipertensi atau hipertensi sistolik
terisolasi disebabkan karena
peningkatan kekakuan arteri, yang
biasanya menyertai penuaan dan dapat
diperberat oleh tekanan darah tinggi.[41]

Banyak mekanisme yang sudah diajukan


sebagai penyebab peningkatan resistensi
yang ditemukan dalam sistem arteri
pada hipertensi. Sebagian besar bukti
menunjukkan keterlibatan salah satu
atau kedua penyebab berikut:

Gangguan dalam penanganan garam


dan air pada ginjal, khususnya
gangguan sistem renin-angiotensin
intrarenal[42]
Abnormalitas sistem saraf simpatis[43]

Mekanisme tersebut tidak berdiri sendiri


dan tampaknya keduanya ikut berperan
sampai batas tertentu dalam kebanyakan
kasus hipertensi esensial. Juga diduga
bahwa disfungsi endotel (gangguan
fungsi dinding pembuluh darah) dan
peradangan vaskular juga ikut berperan
dalam meningkatkan resistensi perifer
dan kerusakan pembuluh darah pada
hipertensi.[44][45]

Diagnosis
Pemeriksaan yang dilakukan pada hipertensi
Sistem Pemeriksaan

Renal Urinalisis mikroskopik, proteinuria, darah BUN (ureum) dan/atau kreatinin

Endokrin Darah natrium, kalium, kalsium, TSH (thyroid-stimulating hormone).

Metabolik Glukosa darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL dan LDL, trigliserida

Lain-lain Hematokrit, elektrokardiogram, dan foto Röntgen dada

Sources: Harrison's principles of internal medicine[46] others[47][48][49][50][51]

Diagnosis hipertensi ditegakkan saat


pasien menderita tekanan darah tinggi
secara persisten. Biasanya,[3] untuk
menegakkan diagnosis diperlukan tiga
kali pengukuran sfigmomanometer yang
berbeda dengan interval satu bulan.[52]
Pemeriksaan awal pasien dengan
hipertensi mencakup anamnesis dan
pemeriksaan fisik lengkap. Dengan
tersedianya pemantauan tekanan darah
ambulatori 24 jam dan alat pengukur
tekanan darah di rumah, demi
menghindari kekeliruan diagnosis pada
pasien dengan hipertensi white coat
(jenis hipertensi yang disebabkan oleh
stres saat bertemu dokter atau berada
dalam suasana medis) telah dihasilkan
suatu perubahan protokol. Di Inggris,
praktik terbaik yang dianjurkan saat ini
adalah dengan melakukan follow-up satu
kali hasil pengukuran tekanan darah yang
tinggi di klinik dengan pengukuran
ambulatori. Follow-up juga dapat
dilakukan, walaupun kurang ideal,
dengan memonitor tekanan darah di
rumah selama kurun waktu tujuh hari.[3]

Sekali diagnosis telah ditegakkan, dokter


berusaha mengindentifikasi
penyebabnya berdasarkan faktor risiko
dan gejala lainnya, bila ada. Hipertensi
sekunder lebih sering ditemukan pada
anak usia prapubertas dan sebagian
besar kasus disebabkan oleh penyakit
ginjal. Hipertensi primer atau esensial
lebih umum pada orang dewasa dan
memiliki berbagai faktor risiko, di
antaranya obesitas dan riwayat
hipertensi dalam keluarga.[53]
Pemeriksaan laboratorium juga dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi
kemungkinan penyebab hipertensi
sekunder, dan untuk menentukan apakah
hipertensi menyebabkan kerusakan pada
jantung, mata, dan ginjal. Pemeriksaan
tambahan untuk diabetes dan kadar
kolesterol tinggi dilakukan karena kondisi
ini merupakan faktor risiko terjadinya
penyakit jantung dan mungkin
memerlukan penanganan.[1]
Kadar kreatinin darah diukur untuk
menilai adanya gangguan ginjal, yang
mungkin merupakan penyebab atau
akibat dari hipertensi. Kadar kreatinin
darah saja dapat memberikan dugaan
yang terlalu tinggi untuk laju filtrasi
glomerulus. Panduan terkini
menganjurkan penggunaan rumus
prediktif seperti formula Modification of
Diet in Renal Disease (MDRD) untuk
memperkirakan laju filtrasi glomerulus
(eGFR).[2] eGFR juga dapat memberikan
nilai awal/dasar fungsi ginjal yang dapat
digunakan untuk memonitor efek
samping obat antihipertensi tertentu
pada fungsi ginjal. Pemeriksaan protein
pada sampel urin digunakan juga
sebagai indikator sekunder penyakit
ginjal. Pemeriksaan Elektrokardiogram
(EKG/ECG) dilakukan untuk memeriksa
tanda-tanda adanya beban yang
berlebihan pada jantung akibat tekanan
darah tinggi. Pemeriksaan ini juga dapat
menunjukkan adanya penebalan dinding
jantung (hipertrofi ventrikel kiri) atau
tanda bahwa jantung pernah mengalami
gangguan ringan seperti serangan
jantung tanpa gejala (silent heart attack).
Pemeriksaan foto Röntgen dada atau
ekokardiogram juga dapat dilakukan
untuk melihat tanda pembesaran atau
kerusakan pada jantung.[11]

Pencegahan
Cukup banyak orang yang mengalami
hipertensi tetapi tidak menyadarinya.[54]
Diperlukan tindakan yang mencakup
seluruh populasi untuk mengurangi
akibat tekanan darah tinggi dan
meminimalkan kebutuhan terapi dengan
obat antihipertensi. Dianjurkan
perubahan gaya hidup untuk menurunkan
tekanan darah, sebelum memulai terapi
obat. Pedoman British Hypertension
Society 2004 [54] mengajukan perubahan
gaya hidup yang konsisten dengan
pedoman dari US National High BP
Education Program tahun 2002[55] untuk
pencegahan utama bagi hipertensi
sebagai berikut:

Menjaga berat badan normal


(misalnya, indeks massa tubuh 20–
25 kg/m2).
Mengurangi asupan diet yang
mengandung natrium sampai
<100 mmol/ hari (<6 g natrium klorida
atau <2,4 g natrium per hari). Banyak
yang tidak menyadari bahwa makanan
ringan dan juga mie instan banyak
mengandung garam, demikian juga
vetsin yang sebenarnya adalah
monosodium glutamate, karena sodium
sebenarnya adalah nama lain dari
natrium.
Melakukan aktivitas fisik aerobik
secara teratur, misalnya jalan cepat
(≥30 menit per hari, pada hampir
setiap hari dalam seminggu).
Batasi konsumsi alkohol tidak lebih
dari 3 unit/hari pada laki-laki dan tidak
lebih dari 2 unit/hari pada perempuan.
Mengonsumsi makanan yang kaya
buah dan sayuran (misalnya,
sedikitnya lima porsi per hari).

Perubahan gaya hidup yang efektif dapat


menurunkan tekanan darah setara
dengan masing-masing obat
antihipertensi. Kombinasi dari dua atau
lebih perubahan gaya hidup dapat
memberikan hasil lebih baik.[54]

Penatalaksanaan hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi dibedakan
menjadi dua. Pada hipertensi ringan
tanpa faktor risiko atau kerusakan organ,
penatalaksanaannya adalah dengan
perubahan gaya hidup dan memantau
pasien selama 6-12 bulan. Pada
hipertensi berat yang disertai dengan
faktor risiko dan kerusakan organ,
penatalaksanaannya menggunakan
terapi farmakologi (obat).[56]

Perubahan gaya hidup


Penanganan tipe pertama untuk
hipertensi identik dengan menganjurkan
perubahan gaya hidup yang bersifat
pencegahan[57] dan meliputi perubahan
diet[58], olahraga, dan penurunan berat
badan. Semua perubahan ini telah
terbukti menurunkan tekanan darah
secara bermakna pada orang dengan
hipertensi.[59] Jika hipertensi cukup tinggi
dan memerlukan pemberian obat segera,
perubahan gaya hidup tetap disarankan.
Berbagai program diiklankan dapat
mengurangi hipertensi dan dirancang
untuk mengurangi tekanan psikologis
misalnya biofeedback, relaksasi, atau
meditasi. Namun, secara umum belum
ada penelitian yang secara ilmiah
mendukung efektivitas program ini,
karena penelitian yang ada masih
berkualitas rendah.[60][61][62]

Perubahan asupan diet seperti diet


rendah natrium sangat bermanfaat. Diet
rendah natrium jangka panjang (lebih
dari 4 minggu) pada Kaukasia efektif
menurunkan tekanan darah, baik pada
penderita hipertensi maupun pada orang
dengan tekanan darah normal.[63] Selain
itu, diet DASH, suatu diet kaya kacang-
kacangan, biji-bijian, ikan, unggas, buah,
dan sayuran, yang dipromosikan oleh
National Heart, Lung, and Blood Institute,
menurunkan tekanan darah.
Keistimewaan utama dari program ini
adalah membatasi asupan natrium,
namun demikian diet ini kaya kalium,
magnesium, kalsium, dan protein.[64]

Pengobatan

Saat ini tersedia beberapa golongan obat


yang secara keseluruhan disebut obat
antihipertensi, untuk pengobatan
hipertensi. Risiko kardiovaskuler
(termasuk risiko infark miokard dan
stroke) dan hasil pemeriksaan tekanan
darah menjadi pertimbangan ketika
meresepkan obat.[65] Jika pengobatan
dimulai, Seventh Joint National
Committee on High Blood Pressure
(JNC-7) dari National Heart, Lung, and
Blood Institute [2] menyarankan agar
dokter memonitor respons pasien
terhadap pengobatan serta menilai
apakah terjadi efek samping akibat obat
yang digunakan. Penurunan tekanan
darah sebesar 5 mmHg dapat
mengurangi risiko stroke sebesar 34%
dan risiko penyakit jantung iskemik
hingga 21%. Penurunan tekanan darah
juga dapat mengurangi kemungkinan
demensia, gagal jantung, dan mortalitas
yang disebabkan oleh penyakit
kardiovaskuler.[66] Pengobatan harus
ditujukan untuk mengurangi tekanan
darah hingga kurang dari 140/90 mmHg
untuk sebagian besar orang, dan lebih
rendah lagi untuk mereka yang memiliki
diabetes atau penyakit ginjal. Sejumlah
praktisi medis menyarankan agar
tekanan darah dijaga pada level di bawah
120/80 mmHg.[65][67] Jika tekanan darah
yang diharapkan tidak tercapai, maka
diperlukan pengobatan lebih lanjut.[68]

Pedoman mengenai pilihan obat dan


cara terbaik untuk menentukan
pengobatan untuk berbagai sub-
kelompok pun berubah seiring
berjalannya waktu dan berbeda-beda di
berbagai negara. Para ahli berbeda
pendapat mengenai pengobatan terbaik
untuk hipertensi.[69] Pedoman Kolaborasi
Cochrane, World Health Organization,
dan Amerika Serikat mendukung diuretik
golongan tiazid dosis rendah sebagai
terapi pilihan untuk lini pertama.[69][70]
Pedoman di Inggris menekankan
penghambat kanal kalsium (calcium
channel blocker/CCB) untuk orang yang
berusia di atas 55 tahun atau yang
berdarah Afrika atau Karibia. Pedoman
ini menyarankan penghambat enzim
konversi angiotensin (angiotensin-
converting enzyme inhibitor/ACEI) yang
merupakan obat pilihan yang dianjurkan
untuk pengobatan lini pertama pasien
berusia muda.[71] Di Jepang, pengobatan
dianggap wajar apabila dimulai dengan
satu dari 6 golongan obat termasuk:
CCB, ACEI/ARB, diuretik tiazid,
penghambat reseptor beta, dan
penghambat reseptor alfa. Di Kanada
semua obat ini, kecuali penghambat
reseptor alfa, dianjurkan sebagai lini
pertama yang dapat digunakan.[69]

Kombinasi obat

Banyak orang memerlukan lebih dari satu


obat untuk mengendalikan hipertensi
mereka. Pedoman JNC7[2] dan ESH-ESC
[4] menyarankan untuk memulai
pengobatan dengan dua macam obat
apabila tekanan darah lebih dari
20 mmHg di atas target tekanan darah
sistolik atau lebih dari 10 mmHg di atas
target diastolik. Kombinasi yang lebih
dipilih adalah penghambat sistem renin–
angiotensin dengan antagonis kalsium,
atau penghambat sistem renin–
angiotensin dengan diuretik.[72]
Kombinasi yang dapat digunakan adalah
sebagai berikut:

Penghambat kanal kalsium dengan


diuretik
Penghambat beta dengan diuretik
Penghambat kanal kalsium
dihidropiridin dengan penghambat
reseptor beta
Penghambat kanal kalsium
dihidropiridin dengan verapamil atau
diltiazem

Kombinasi yang tidak boleh digunakan


adalah sebagai berikut:

Penghambat kanal kalsium non-


dihidropiridin (seperti verapamil atau
diltiazem) dengan penghambat
reseptor beta
Dua jenis penghambat sistem renin–
angiotensin (contohnya, penghambat
enzim konversi angiotensin +
penghambat reseptor angiotensin)
Penghambat sistem renin–angiotensin
dan penghambat reseptor beta
Penghambat reseptor beta dan obat
anti-adrenergik.[72]

Hindari kombinasi penghambat ACE atau


antagonis reseptor angiotensin II,
diuretik, dan OAINS (termasuk
penghambat COX-2 selektif dan obat
bebas tanpa resep seperti ibuprofen) jika
tidak mendesak, karena tingginya risiko
gagal ginjal akut. Istilah awam dari
kombinasi ini adalah "triple whammy"
dalam literatur kesehatan Australia.[57]
Tersedia tablet yang mengandung
kombinasi tetap dari dua golongan obat
tersebut. Meskipun nyaman dikonsumsi,
obat-obatan tersebut sebaiknya tidak
diberikan untuk pasien yang biasa
menjalani terapi dengan komponen obat
tunggal.[73]

Pasien usia lanjut


Pengobatan hipertensi pada hipertensi
sedang hingga berat menurunkan tingkat
kematian dan efek samping
kardiovaskuler pada pasien usia 60
tahun ke atas.[74] Pada pasien yang
berusia lebih dari 80 tahun pengobatan
tampaknya tidak mengurangi tingkat
kematian secara bermakna namun
mengurangi risiko penyakit jantung.[74]
Target tekanan darah yang
direkomendasikan adalah kurang dari
140/90 mm Hg dengan diuretik tiazid
sebagai obat pilihan di Amerika
Serikat.[75] Pada versi revisi pedoman
Inggris, penghambat kanal kalsium
merupakan obat pilihan dengan target
hasil pemeriksaan secara klinis kurang
dari 150/90 mmHg, atau kurang dari
145/85 mmHg pada pemantauan
dengan tekanan darah ambulatori atau di
rumah.[71]

Hipertensi resisten

Hipertensi resisten adalah hipertensi


yang terus berada di atas target tekanan
darah, meskipun telah digunakan tiga
obat antihipertensi sekaligus dari
golongan obat antihipertensi yang
berbeda. Pedoman pengobatan
hipertensi resisten telah dipublikasikan di
Inggris [76] and the US.[77]

Kemungkinan terkena
penyakit ini
Per tahun 2000, hampir satu miliar orang
atau kira-kira 26% dari populasi dewasa
dunia mengalami hipertensi.[78] Ini biasa
terjadi baik di negara maju (333 juta)
maupun negara berkembang (639
juta).[78] Namun, angka ini sangat
bervariasi di beberapa wilayah dengan
angka terendah 3,4% (laki-laki) dan 6,8%
(perempuan) di pedalaman India dan
tertinggi 68,9% (laki-laki) dan 72,5%
(perempuan) di Polandia.[79]

Pada 1995 diperkirakan 43 juta orang di


Amerika Serikat mengalami hipertensi
atau menjalani terapi antihipertensi.
Angka ini mewakili hampir 24% dari
populasi dewasa di AS.[80] Jumlah
hipertensi di Amerika Serikat meningkat
dan mencapai 29% pada 2004.[81][82] Per
tahun 2006 hipertensi menyerang 76 juta
orang dewasa di Amerika Serikat (34%
dari populasi) dan kasus terbanyak
terjadi pada orang dewasa ras Afrika-
Amerika yakni sebesar 44%.[83] Penyakit
ini lebih banyak dialami oleh penduduk
asli Amerika dan lebih sedikit dialami
oleh kelompok kulit putih dan ras
Meksiko-Amerika. Jumlah ini meningkat
seiring bertambahnya usia, dan lebih
banyak ditemukan pada Amerika Serikat
bagian tenggara. Hipertensi lebih banyak
ditemukan pada laki-laki daripada
perempuan (meskipun selisih tersebut
cenderung menurun pada perempuan
menopause) dan pada kelompok dengan
status sosioekonomi rendah.[1]

Anak

Jumlah tekanan darah tinggi pada anak


semakin meningkat.[84] Sebagian besar
hipertensi pada anak, terutama pada usia
pra-remaja, merupakan hipertensi
sekunder akibat penyakit yang
mendasarinya. Selain obesitas, penyakit
ginjal menjadi penyebab hipertensi yang
tersering (60–70%) pada anak. Remaja
biasanya mengalami hipertensi primer
atau esensial (tidak diketahui
penyebabnya), yakni mencapai 85–95%
dari seluruh kasus.[85]

Sejarah

Gambar pembuluh vena dari Exercitatio anatomica


de motu cordis et sanguinis in animalibus karya
Harvey (“Suatu Praktik Anatomi mengenai
Pergerakan Jantung dan Darah pada Makhluk
Hidup”)
Pemikiran modern tentang sistem
kardiovaskuler dimulai dengan karya
dokter William Harvey (1578–1657).
Harvey menjelaskan tentang sirkulasi
darah di dalam bukunya yang berjudul De
otu ordis ("Pergerakan Jantung dan
Darah"). Seorang pendeta Inggris
Stephen Hales membuat publikasi
pertama mengenai pengukuran tekanan
darah pada tahun 1733.[86][87] Deskripsi
hipertensi sebagai suatu penyakit datang
dari, di antaranya, Thomas Young pada
tahun 1808 dan Richard Bright pada
tahun 1836.[86] Laporan pertama tentang
tekanan darah yang meningkat pada
seseorang tanpa bukti adanya penyakit
ginjal dibuat oleh Frederick Akbar
Mahomed (1849–1884).[88] Namun,
hipertensi sebagai sebuah entitas klinis
baru muncul pada 1896 dengan
ditemukannya sfigmomanometer
menggunakan manset oleh Scipione
Riva-Rocci pada 1896.[89] Dengan
penemuan ini, pengukuran tekanan darah
dapat dilakukan di klinik. Pada 1905,
Nikolai Korotkoff mengembangkan
teknik tersebut dengan mendeskripsikan
bunyi Korotkoff yang terdengar saat
arteri diauskultasi dengan stetoskop
pada saat manset sfigmomanometer
dikempiskan.[87]

Menurut sejarah, pengobatan untuk apa


yang disebut dengan "penyakit nadi keras
(hard pulse disease)" terdiri dari
penurunan jumlah darah melalui
pengeluaran darah atau penggunaan
lintah.[86] Yellow Emperor dari Tiongkok,
Cornelius Celsus, Galen, dan Hippocrates
menyarankan pengeluaran darah.[86]
Pada abad ke-19 dan ke-20, sebelum
adanya terapi farmakologi yang efektif
untuk hipertensi, digunakan tiga
modalitas pengobatan, semuanya
dengan berbagai efek samping.
Modalitas ini mencakup pembatasan
ketat konsumsi natrium (contohnya, diet
nasi[86]), simpatektomi (ablasi bedah
pada bagian sistem saraf simpatis), dan
terapi pirogen (penyuntikan zat yang
menyebabkan demam, secara tidak
langsung menurunkan tekanan
darah).[86][90] Zat kimia pertama untuk
hipertensi, natrium tiosianat, digunakan
pada 1900 namun memiliki banyak efek
samping dan kurang disukai.[86]
Beberapa jenis obat lainnya
dikembangkan setelah Perang Dunia
Kedua. Yang paling disukai dan cukup
efektif adalah tetrametilamonium klorida
dan turunannya heksametonium,
hidralazin, dan reserpin (turunan dari
tumbuhan obat Rauwolfia serpentina).
Terobosan besar dicapai dengan
penemuan obat oral pertama yang dapat
ditoleransi dengan baik. Yang pertama
klorotiazid, diuretik tiazid pertama, yang
dikembangkan dari antibiotik
sulfanilamid dan mulai tersedia pada
1958.[86][91] Obat ini meningkatkan
ekskresi garam dan mencegah
akumulasi cairan. Uji klinik acak
terkontrol yang disponsori oleh Veterans
Administration membandingkan
hidroklorotiazid plus reserpin plus
hidralazin versus plasebo. Penelitian ini
dihentikan lebih awal karena pada
kelompok tekanan darah tinggi yang
tidak mendapatkan pengobatan terjadi
lebih banyak komplikasi dibandingkan
pasien yang diobati, dan dirasakan tidak
etis untuk tidak memberikan pengobatan
kepada mereka. Penelitian tersebut
dilanjutkan pada kelompok pasien
dengan tekanan darah yang lebih rendah
dan menunjukkan bahwa bahkan pada
pasien dengan hipertensi ringan,
pengobatan dapat mengurangi hampir
lebih dari setengah risiko kematian
akibat penyakit kardiovaskuler.[92] Pada
1975, Lasker Special Public Health
Award diberikan kepada tim yang telah
mengembangkan klorotiazid.[90] Hasil
penelitian ini mendorong kampanye
kesehatan masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran terhadap
hipertensi dan mempromosikan
pengukuran dan pengobatan tekanan
darah tinggi. Pengukuran ini tampaknya
telah memegang sebagian peranan
dalam penurunan angka stroke dan
penyakit jantung iskemik sebesar 50%
antara 1972 dan 1994.[90]

Masyarakat dan budaya


Kesadaran

Grafik menunjukkan perbandingan prevalensi


kesadaran, pengobatan dan pengendalian hipertensi
t t liti NHANES[81]
antara empat penelitian NHANES[81]

World Health Organization telah


mengidentifikasi hipertensi, atau tekanan
darah tinggi, sebagai penyebab utama
mortalitas kardiovaskuler. World
Hypertension League (WHL), sebuah
organisasi yang menaungi 85 organisasi
masyarakat dan liga hipertensi nasional,
menyatakan bahwa lebih dari 50% orang
yang terkena hipertensi di seluruh dunia
tidak menyadari kondisi mereka.[93]
Untuk mengatasi masalah ini, WHL
merintis suatu kampanye hipertensi di
seluruh dunia pada 2005 dan
menetapkan tanggal 17 Mei sebagai Hari
Hipertensi Dunia (WHD). Selama tiga
tahun terakhir, semakin banyak
organisasi masyarakat dari berbagai
negara yang terlibat dalam WHD dan
mulai melakukan kegiatan inovatif untuk
menyampaikan pesan mereka kepada
masyarakat. Pada 2007, tercatat ada 47
negara anggota WHL yang berpartisipasi.
Selama pekan WHD, semua negara ini
bermitra dengan pemerintah setempat,
organisasi profesi, organisasi non-
pemerintah, dan industri swasta untuk
mempromosikan kesadaran mengenai
hipertensi tersebut melalui beberapa
media dan kampanye masyarakat.
Dengan menggunakan media massa
seperti Internet dan televisi, pesan
tersebut menjangkau lebih dari 250 juta
orang. Dengan semakin meningkatnya
momentum ini dari tahun ke tahun, WHL
yakin bahwa hampir semua dari sekitar
1,5 miliar orang yang terkena tekanan
darah tinggi dapat dijangkau.[94]

Segi ekonomi
Tekanan darah tinggi adalah masalah
medis kronis tersering yang membawa
orang berobat ke tempat pelayanan
kesehatan primer di Amerika Serikat.
American Heart Association
memperkirakan biaya kesehatan
langsung dan tidak langsung dari
tekanan darah tinggi sebesar $76,6 miliar
pada 2010.[83] Di Amerika Serikat, 80%
orang yang mengalami hipertensi
menyadari kondisi mereka dan 71%
mengonsumsi obat antihipertensi.
Namun, hanya 48% orang yang
mengetahui bahwa mereka mengalami
hipertensi, melakukan pengendalian
hipertensi secara adekuat.[83] Diagnosis,
pengobatan, atau kontrol tekanan darah
tinggi yang tidak cukup dapat
mengganggu tata laksana hipertensi.[95]
Penyedia layanan kesehatan menghadapi
banyak kendala dalam mencapai
pengendalian tekanan darah, termasuk
penolakan terhadap penggunaan
beberapa obat untuk mencapai target
tekanan darah yang diharapkan. Pasien
juga mengalami kesulitan mematuhi
jadwal minum obat dan mengubah gaya
hidup. Meskipun demikian, target
tekanan darah sangat mungkin dapat
dicapai. Menurunkan tekanan darah
berarti mengurangi biaya untuk
perawatan medis yang lebih lanjut.[96][97]

Kesadaran

Grafik menunjukkan perbandingan prevalensi


kesadaran, pengobatan dan pengendalian hipertensi
antara empat penelitian NHANES[81]
World Health Organization telah
mengidentifikasi hipertensi, atau tekanan
darah tinggi, sebagai penyebab utama
mortalitas kardiovaskuler. World
Hypertension League (WHL), sebuah
organisasi yang menaungi 85 organisasi
masyarakat dan liga hipertensi nasional,
menyatakan bahwa lebih dari 50% orang
yang terkena hipertensi di seluruh dunia
tidak menyadari kondisi mereka.[93]
Untuk mengatasi masalah ini, WHL
merintis suatu kampanye hipertensi di
seluruh dunia pada 2005 dan
menetapkan tanggal 17 Mei sebagai Hari
Hipertensi Dunia (WHD). Selama tiga
tahun terakhir, semakin banyak
organisasi masyarakat dari berbagai
negara yang terlibat dalam WHD dan
mulai melakukan kegiatan inovatif untuk
menyampaikan pesan mereka kepada
masyarakat. Pada 2007, tercatat ada 47
negara anggota WHL yang berpartisipasi.
Selama pekan WHD, semua negara ini
bermitra dengan pemerintah setempat,
organisasi profesi, organisasi non-
pemerintah, dan industri swasta untuk
mempromosikan kesadaran mengenai
hipertensi tersebut melalui beberapa
media dan kampanye masyarakat.
Dengan menggunakan media massa
seperti Internet dan televisi, pesan
tersebut menjangkau lebih dari 250 juta
orang. Dengan semakin meningkatnya
momentum ini dari tahun ke tahun, WHL
yakin bahwa hampir semua dari sekitar
1,5 miliar orang yang terkena tekanan
darah tinggi dapat dijangkau.[94]

Lihat pula
Tekanan darah rendah

Referensi
1. ^ a b c d Carretero OA, Oparil S
(2000). "Essential hypertension. Part
I: Definition and etiology" .
Circulation. 101 (3): 329–35.
doi:10.1161/01.CIR.101.3.329 .
PMID 10645931 .
2. ^ a b c d e f g Chobanian AV, Bakris GL,
Black HR; et al. (2003). "Seventh

Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Tekanan_darah_tinggi&oldid=14656080"

Terakhir disunting 11 bulan yang lalu oleh Bennylin


Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali
dinyatakan lain.

Anda mungkin juga menyukai