BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 UMUM
Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan, karena daerah ini
merupakan pertemuan kekuatan yang berasal dari darat dan laut. Perubahan ini dapat
terjadi secara lambat hingga cepat tergantung pada imbang daya antara topografi, bantuan,
gelombang, dan aktivitas manusia yang berada di sekitar pantai tersebut. Kawasan pantai
adalah kawasan transisi dari lahan daratan dan perairan laut. Proses pembentukan kawasan
pantai sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya dinamis yang berada disekitarnya.
Daerah-daerah tepian pantai yang mengalami keruskan akan mudah bertambah parah
dengan datangnya terjangan gelombang yang besar dan tidak sesuai dengan kemampuan
daya tahan tanah. Dampak yang ditimbulkan adalah rusaknya daerah pantai, tempat
tinggal, kebun-kebun, sarana dan prasarana umum jalur perekonomian. Umumnya
kerusakan pantai akan dapat terjadi akibat ulah manusia dan kerusakan yang ditimbulkan
oleh siklus alami, dan bila keduanya terjad bersamaan akan semakin mempercepat proses
kerusakan tersebut.
2.2 ABRASI
Abrasi adalah suatu proses pengikisan tanah/pantai yang disebabkan oleh hantaman tenaga
gelombang laut, arus laut, sungai, pasang surut laut, gletser dan angin yang bersifat
merusak di sekitarnya. Abrasi disebut juga dengan erosi pantai. Intensitas abrasi tergantung
pada konsentrasi kecepatan kekerasan ombak dan massa partikel yang bergerak. Akibat
dari abrasi ini adalah pembentukan sebuah tebing yang bias mencapai beberapa meter
hingga puluhan kilometer.
Abrasi bisa disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari faktor alam hingga faktor manusia.
Fenomena-fenomena alam yang menyebabkan abrasi di antaranya adalah pasang surut air
laut, angin diatas lautan yang menghasilkan gelombang serta arus laut yang berkekuatan
merusak. Sebab-sebab yang demikian hamper tidak bisa dielakkan sebab laut memiliki
siklusnya sendiri dimana pada satu periode angina bertiup amat kencang dan menciptakan
gelombang serta arus yang tidak kecil.
Sementara itu, faktor-faktor yang menyebabkan abrasi dari ulah manusia di antaranya
adalah ketidakseimbangan ekosistem laut dan pemanasan global atau yang umum disebut
global warming. Ketidakseimbangan ekosistem laut misalnya terjadi eksploitasi besar-
besaran terhadap kekayaan laut mulai dari ikan, terumbu karang, dan lain sebagainya
sehingga arus dan gelombang laut secara besar-besaran mengarah ke daerah pantai dan
berpotensi menyebabkan abrasi.
Pertama, penyusutan area pantai. Penyusutan area pantai merupakan dampak yang paling
jelas dari abrasi. Gelombang dan arus laut yang biasanya membantu jalur berangkat dan
pulang nelayan ataupun memberi pemandangan dan suasana indah pinggir pantai
kemudian menjadi mengerikan. Hantaman-hantaman kerasnya pada daerah pantai dapat
menggetarkan bebatuan dan tanah sehingga keduanya perlahan akan berpisah dari wilayah
daratan dan menjadi bagian yang digenangi air. Ini tidak hanya merugikan sektor
pariwisata, akan tetapi juga secara langsung mengancam keberlangsungan hidup penduduk
di sekitar pantai yang memiliki rumah atau ruang usaha.
Kedua, rusaknya hutan bakau. Penanaman hutan bakau yang sejatinya ditunjukkan untuk
menagkal dan mengurangu resiko abrasi pantai juga berpotensi gagal total jika abrasi
pantai sudah tidak bisa dikendalikan. Ini umumnya terjadi ketika ‘musim’ badai, ketika
keseimbangan ekosistem sudah benar-benar rusak ataupun saat laut sudah kehilangan
sebagian besar dari persediaan pasirnya. Jika dampak yang satu ini terjadi, maka
penanganan yang lebih intensif harus dilakukan sebab dalam sebagian besar kasus,
keberadaan hutan bakau masih cukup efektif untuk mengurangi kemungkinan abrasi
pantai.
Ketiga, hilangnya tempat berkumpul ikan perairan pantai. Ini merupakan konsekuensi logis
yang terjadi dengan terkikisnya daerah pantai yang diawali gelombang dan arus laut yang
destruktif. Ketika kehilangan habitatnya, ikan-ikan pantai akan kebingungan mencari
tempat berkumpul sebab mereka tidak bisa mendiami habitat ikan-ikan laut karena
ancaman predator ataupun suhu yang tidak sesuai dengan gelombang air laut yang terlalu
besar. Akibatnya terburuknya adalah kematian ikan-ikan pantai tersebut.
d. Peran serta penduduk lokal dan masyarakat sekitar pantai mengatasi abrasi, oleh karena
itu perlu adanya kesadaran dari setiap orang untuk menemukan solusi terbaik untuk
mengatasi abrasi.
Sedimentasi adalah terbawanya material hasil dari pengikisan dan pelapukan oleh air,
angin, atau gletser ke suatu wilayah yang kemudian diendapkan. Semua batuan hasil
pelapukan dan pengikisan yang diendapkan lama kelamaan akan menjadi batuan sedimen.
Hasil dari proses sedimentasi di suatu tempat dengan tempat lain akan berbeda.
Batuan hasil pengendapan oleh air laut disebut sedimen marine. Pengendapan oleh air laut
dikarenakan adanya gelombang. Bentang alam hasil pengendapan oleh air laut antara lain,
pesisir, spit, tombolo, dan penghalang pantai.
a) Pesisir
b) Spit
Spit terjadi oleh arus pantai yang mengangkut material yang ada
disepanjang pantai. Jika terjadi perubahan arah, maka arus pantai akan tetap
mengangkut material-material ke laut dalam. Ketika material masuk ke laut
yang dalam, terjadi pengendapan material. Setelah sekian lama, terdapat
akumulasi material yang ada diatas permukaan laut. Akumulasi material itu
disebut spit.
Gambar II-5. Spit yang memisahkan Baltic Sea Coast dan Curonian Lagoon (Rusia)
c) Tombolo
Pencemaran pantai adalah masuknya bahan pencemar yang mengakibatkan rusaknya atau
terganggunya daerah pantai. Ciri-ciri pantai yang sudah tercemar adalah sebagai berikut:
6. Dan lain-lain
Dampak negatif dari pencemaran tidak hanya membahayakan kehidupan biota dan
lingkungan laut, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan manusia atau bahkan
menyebabkan kematian, mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan pesisir dan
lautan dan menimbulkan kerugian secara sosial ekonomi. Kemudian berdampak pada
kerusakan garis pantai oleh perubahan lingkungan dan abrasi pantai.
Survei oseanografi dilakukan sebagai langkah awal dalam menganalisis karakteristik suatu
perairan. Beberapa survei dasar yang bisa dilakukan, antara lain pengamatan pasang surut,
batimetri, pengukuran arus, penentuan garis pantai, dan kualitas air laut. Pelaksanaan
survei harus memperhatikan waktu lamanya survei agar data yang diperoleh akurat dan
mewakili keadaan yang terjadi di lapangan. Agar dapat dimanfaatkan lebih lanjut maka
data ersebut selanjutnya diolah dengan berbagai metode. Misalnya untuk data pasang surut,
perlu dilakukan analisis pasang surut untuk mengetahui komponen pasang surut apa saja
yang berpengaruh dan mengetahui nilai muka air rata-rata perairan tersebut. Daerah survei
dapat digambarkan dengan data koordinat garis pantai dan pengukuran batimetri.
Pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut
secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari
benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa
lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil. Puncak
gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah. Perbedaan
vertikal antara pasang tinggi dan pasang rendah disebut rentang pasang surut (tidal range).
a) Pasang purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari
berada dalam suatu garis lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi
yang sangat tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah. Pasang surut
purnama ini terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama.
b) Pasang perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari
membentuk sudut tegak lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi
yang rendah dan pasang rendah yang tinggi. Pasang surut perbani ini terjadi
pasa saat bulan 1/4 dan 3/4. Seperti pada gambar II-9
2.6.2 Gelombang
Pengadaan data gelombang laut dilakukan dengan 2 metode yaitu metode pengukuran
langsung dan metode pengadaan data tidak langsung atau data sekunder.
Pada metode pengukuran langsung, pengamatan gelombang dilakukan dengan mengamati
karakter gelombang pada kedua perairan dekat pantai. Pengamatan dilakukan dengan
menggunakan wave-staff atau peralatan perekam gelombang automatis (self recording).
Metode pengukuran tidak langsung dilakukan dengan pengumpulan data sekunder yang
berasal dari dinas meteorologi setempat. Data tersebut dapat digunakan dalam
pembangunan model gelombang.
2.6.3 Arus
Pengamatan arus diperlukan dengan tujuan untuk mendapatkan data arah dan kecepatan
arus. Data tersebut akan dikorelasikan dengan data pengamatan pasang surut.
Pengamatan arus dilaksanakan dengan 2 metode yaitu; 2 stasiun tetap yaitu pada perairan
dekat kedua pantai di mana landing point akan ditempatkan selama sekurang-kurangnya 30
hari pengukuran pada 3 lapisan kedalaman sebesar 0.2, 0.6 dan 0.8m di bawah permukaan
air. Pengukuran dengan metode transek sepanjang jalur poros rencana survey selama
sekurang-kurangnya 25 jam saat periode Spring Tide dengan menggunakan peralatan
pengukur arus hidro-akustik. Pembacaan atau pengumpulan data harus dilaksanakan
dengan interval tidak lebih dari 60 menit.
2.6.4 Angin
Angin adalah udara yang bergerak akibat adanya perbedaan tekanan udara dengan arah
aliran angin dari tempat yang memiliki tekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah
atau dari daerah yang memiliki suhu/temperatur rendah ke wilayah bersuhu tinggi. Angin
memiliki hubungan yang erat dengan sinar matahari karena daerah yang terkena banyak
paparan sinar matahari akan memiliki suhu yang lebih tinggi serta tekanan udara yang
lebih rendah dari daerah lain di sekitarnya sehingga menyebabkan terjadinya aliran udara.
Angin juga dapat disebabkan oleh pergerakan benda sehingga mendorong udara di
sekitarnya untuk bergerak ke tempat lain.
2.6.5 Batimetri