1. Pendahuluan
Di lingkungan masyarakat telah tumbuh etika bisnis – khususnya berkaitan dengan perlindungan
konsumen yang pada pokoknya telah cukup memberikan perlindungan kepada konsumen dari tindakan-
tindakan pelaku bisnis/pelaku usaha. Namun demikian etika saja masih dianggap kurang tanpa hukum,
karena permberlakukan etika perlu ditegakkan secara hukum.
Seperangkat regulasi telah dibuat di Indonesia yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan
perlindungan adalah:
- UUD 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
- UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
- UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
- UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa.
- PP No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan
Konsumen.
- SE Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 tentang Penangan Pengaduan
Konsumen yang ditujukan kepada seluruh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi/Kab/Kota
- SE Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman
Pelayanan Pengaduan Konsumen.
UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen antara lain menjelaskan tentang definisi dan
hak konsumen yaitu:
a. Definisi konsumen, yaitu setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun maklhuk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan
b. Hak konsumen adalah:
- Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa;
- Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
4. Stakeholder Alliance
Setiap pemangku kepentingan (stakeholder) dapat diukur menggunakan dua parameter yaitu (i) tingkat
minatnya dalam bisnis dan (ii) tingkat pengaruhnya terhadap bisnis. Bisnis harus memusatkan upaya
membangun aliansi pada para pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan kuat dan pengaruh kuat
karena mereka adalah pemangku kepentingan yang dapat membantu bisnis dan dapat dibujuk menjadi
aliansi.
Lebih spesifik lagi, penerapan etika perlindungan konsumen (“Ethics of Consumer Protection”) di
Indonesia juga masih jauh dari kata ideal atau belum menggembirakan yang terutama disebabkan oleh:
Pertama, adanya fakta masih terabaikannya hak-hak dasar warga negara, baik itu hak ekonomi, hak
sosial, maupun budaya.
Kedua, tidak jelasnya sejumlah kasus-kasus pelanggaran konsumen yang pada akhirnya menyebabkan
hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, aparat penegak hukum dan perusahaan go
public.
Ketiga, masih adanya hubungan asimetris antara produsen dengan konsumen.
Keempat, konsumen secara umum tidak memiliki posisi tawar yang cukup terhadap pelaku usaha.
Kelima, pemerintah secara umum masih terkesan cenderung berpihak kepada pelaku usaha.
Keenam, masih kurangnya rasa kepedulian yang cukup dari institusi penegak hukum yang ada, baik itu
kejaksaan, pengadilan maupun kepolisian.
Yang sering terjadi, konsumen selalu dirugikan dan pada posisi yang lemah. Salah satu penyebabnya
karena mereka kurang menyadari hak-haknya sebagai konsumen yang dijamin Undang-Undang.
Kalaupun ada yang merasa dirugikan mereka lebih banyak diam karena merasa enggan menuntut hak-
haknya sesuai koridor regulasi yang ada. Yang terbayang di benak mereka adalah proses panjang,
birokratis, dan melelahkan bahkan harus mengeluarkan biaya ekstra.
Sebab lainnya adalah karena lembaga-lembaga (khususnya lembaga yang dibiayai APBN) yang tugasnya
melindungi kepentingan konsumen seperti BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Nasional) belum
memainkan perannya secara optimal. Bahkan masyarakat masih banyak yang belum mengenal BPKN,
mereka justru lebih mengenal YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) yang notabene adalah
lembaga swasta (LSM).
Adapun implementasi “Ethics of Consumer Protection” dalam kaitannya dengan Business Ethics dan
Good Governance di kantor tempat saya bekerja (Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan)
agak berbeda dengan implementasi di perusahaan bisnis atau BUMN. Perbedaan utamanya terletak
pada konsumen yang harus dilayani. Bila konsumen pada perusahaan bisnis atau BUMN adalah
masyarakat pemakai barang/jasa yang mereka hasilkan, maka “konsumen” bagi DJA adalah sesama
instansi pemerintah (Kementerian/Lembaga).
Namun demikian, prinsip-prinsip Business Ethics dan Good Governance juga diimplementasikan di
tempat saya bekerja tentu dalam konteks pelaksanaan tugas dan fungsi yang diemban sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan SOP yang ditetapkan, contohnya:
- Dalam rangka pembahasan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL), tidak
diperkenankan melakukan pembahasan tersebut di luar kantor.
- Semua wakil Kementerian/Lembaga yang hadir ke DJA untuk melakukan pembahasan RKA-KL harus
diperiksa terlebih dahulu untuk memastikan mereka tidak membawa barang-barang berharga
(khususnya uang dalam jumlah besar) yang diduga dapat digunakan untuk melakukan tindakan
mempengaruhi jalannya pembahasan.
- Untuk meminimalisir terjadinya tatap muka, telah mulai dikembangkan aplikasi pembahasan secara
online.
- Adanya kejelasan waktu penyelesaian revisi DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) yang tercantum
dalam SOP. Apabila waktu penyelesaian tersebut terlampaui, otomatis penilaian kinerja pegawai DJA
yang melakukan layanan revisi tersebut akan terdampak.
Daftar Pustaka:
1) Hapzi Ali, 2016. Modul 3 BE & GG : Ethics of consumer protection, Univeristas Mercu Buana
2) http://www.kemendag.go.id/id/about-us/task-and-function/directorate-general-of-consumer-
protection-and-trade-order (tanggal 23 September 2018 pukul 18.30 WIB
3) https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Penyelesaian_Sengketa_Konsumen diakses tanggal 23
September 2018 pukul 18.45 WIB
4) Perlindungan Konsumen di Indonesia Belum Menggembirakan
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol14078/perlindungan-konsumen-di-indonesia-
belum-menggembirakan (tanggal 23 September 2018 pukul 17.05 WIB)