Anda di halaman 1dari 6

Universitas Mercu Buana

Mata Kuliah: Business Ethics & Good Governance


Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA
Nama Mahasiswa: Sukrasno
NIM: 55117120110

Ethical Decision Making in Business

Pengambilan keputusan merupakan fungsi utama seorang pimpinan atau manajer di dalam
organisasi. Untuk pembuatan suatu keputusan haruslah meliputi pengidentifikasian masalah,
pencarian alternatif penyelesaian masalah, evaluasi dari alternatif-alternatif tersebut dan
pemilihaan alternatif keputusan yang terbaik.
Membuat keputusan dapat dikatakan relatif mudah pada area di mana aturan yang jelas atau
SOP sudah ada. Namun, keputusan tidak selalu dibuat dalam kondisi yang ideal di mana ada
aturan main yang jelas. Ketika ada satu keputusan untuk dijalankan, tetapi belum ada aturan
yang mengatur keputusan tersebut, apa yang menjadi kriteria pengambilan keputusan?
Bagaimana membuat keputusan pada area di mana tidak ada aturan yang jelas? Apa yang
menjadi acuan dalam pengambilan keputusan?
1. Hakikat Pengambilan Keputusan
Beberapa pendapat pakar dalam bidang Pengambilan Keputusan
- Salusu (1996) menyatakan bahwa aspek yang paling penting dari kegiatan
manajemen ialah merupakan kegiatan sentral manajemen.
- Pengambilan keputusan merupakan inti kepemimpinan (Siagian, 1988).
- Pengambilan keputusan sebagai suatu karateristik yang fundamental, atau sebagai
jantung kegiatan adimistrasi (Robbin 1978).
- Pengambilan keputusan merupakan kunci kepemimpinan (Gore,1959).
- Higgins (1979) menyatakan pengambilan keputusan adalah kegiatan yang paling
penting dari semua kegiatan.
- Hoy dan Miskel (1978) mengatakan pengambilan keputusan merupakan tanggung
jawab utama dari semua administrator.
Karena Kompleksnya pengambilan keputusan maka diperlukan semua disiplin ilmu dari
berbagai bidang karena itu seorang pimpinan atau manajer haruslah deang teliti dan cermat
serta menganalisis apa dampak dari pengambuilan keputusan yang dibuat agar di belakang
hari tidak terjadi kerusakan-kerusakan yang berakibat merugikan banyak pihak atau
kemunduran suatu perusahaan.

2. Pentingnya Pengambilan Keputusan


Pengambilan keputusan ialah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan
metode yang efisien sesuai dengan situasi untuk menemukan dan meyelesaikan masalah
organisasi. Jadi pengambilan keputusan memerlukan satu seri tindakan dan membutuhkan
beberapa langkah.
- Sesungguhnya pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan dalam manajemen
yang paling kompleks dalam suatu organisasi. Bukan hanya keputusan-keputusan
mengenai kebjaksanaan pokok yang rumit, tetapi juga pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan pelaksanaan program, penempatan, dan penganggaran, merupakan
titik-titik kritis terhadap mantapnya suatu kebijaksanan (Gortner et al dalam Salusus. 200).
- Pengambilan keputusan hendaknya dipahami dalam dua pengertian yaitu (1) penetapan
tujuan yang merupakan terjemahan cita-cita dan aspirasi, dan (2) pencapaian tujuan
melalui implementasinya (Inbar, dalam Salusu. 2001).

Jadi, Pengambilan keputusan mempunyai arti penting bagi maju mundurnya suatu
organisasi, terutama disebabkan oleh:
- Karena masa depan suatu organisasi banyak ditentukan oleh pengambilan keputusan
sekarang.
- Karena keputusan yang diambil oleh pimpinan merupakan hasil pemikiran akhir yang
harus dilaksanakan oleh bawahannya atau mereka yang bersangkutan dengan
organisasi yang ia pimpin.
- Karena menyangkut semua aspek manajemen. Kesalahan dalam mengambil
keputusan bisa merugikan organisasi, mulai dari kerugian citra sampai kepada
kerugian uang. Ada kalanya keputusan diambil oleh manajer sendiri, tetapi tidak jarang
juga bersama staf, tergantung dari besar kecilnya masalah dan gaya kepemimpinan
yang dianut oleh si manajer.

3. Proses Pengambilan Keputusan


Di lingkungan suatu organisasi, pengambilan keputusan dan atau kebijaksanaan yang
ditetapkan pucuk pimpinan atau pimpinan unit/satuan kerja bawahannya, harus dirasakan
sebagai keputusan bersama dan terarah pada kepentingan organisasi, bukan untuk
kepentingan kelompok atau pribadi tertentu saja.
Model yang bermanfaat yang terkenal sebagai kerangka dasar proses pengambilan
keputusan yang dikemukakan oleh Herbert A. Simon dalam Sutabari (2003) akan digunakan
sebagai dasar untuk menjelaskan proses pengambil keputusan.
a. Pengambilan Keputusan Etika Bisnis
Etika bisnis adalah suatu tindakan yang berakhlak dan berbudi dalam proses bisnis yang
mengedepankan output usaha yang layak untuk mencukupi dan memenuhi kebutuhan
konsumen yang bermutu dan bermanfaat.
Dalam penerapan etika di dunia bisnis sangat penting bagaimana dunia bisnis membuat
suatu keputusan yang bertanggung jawab baik internal dan eksternal. Hal ini dikarenakan tidak
semua keputusan dipandang dari dimensi ekonomi saja namun haruslah juga dipandang dari
dimensi sosial budaya, sosial politik dan keamanan suatu negara. Untuk itu suatu keputusan
bisnis haruslah sangat berkaitan erat dengan nilai-nilai atau norma yang patut dan dalam
kehidupan suatu kelompok masyarakat atau bangsa.
Adapun tahapan-tahapan dalam pengambilan keputusan ialah sebagai berikut :
1) Menganalisis masalah
Mengenali masalah dari perbedaan hasil aktual dengan hasil yang diharapkan,
definisikan apa masalahnya.
Langkah pertama dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab secara etis
adalah menentukan fakta-fakta dalam situasi tersebut, membedakan fakta-fakta dari
opini belaka, adalah hal yang sangat penting. Seseorang yang bertindak sesuai
dengan pertimbangan yang cermat akan fakta telah bertindak dalam cara yang lebih
bertanggung jawab secara etis daripada orang yang bertindak tanpa pertimbangan
yang mendalam.
2) Membuat asumsi
Langkah kedua dalam pengambilan keputusan yang etis yang bertanggung jawab
mensyaratkan kemampuan untuk mengenali sebuah keputusan atau permasalahn
sebagai sebuah keputusan etis atau permasalahan etis.
Secara struktural terletak di dalam/di luar tanggung jawab? Secara personal bersedia
menerima resiko/tidak? Tersedia sumber daya atau tidak? Masalahnya urgen/tidak?
3) Membuat alternatif pemecahan masalah
Membuat beberapa alternatif pemecahan masalah yang bersifat layak, efektif dan
efisien. Mengidentifikasi dan mempertimbangkan semua pihak yang dipengaruhi oleh
sebuah keputusan (stakeholder).
4) Mengevaluasi alternatif
Mengumpulkan data untuk mengevaluasi setiap alternatif, menolak / menerima
alternatif dari sudut kelayakan, efektifitas dan efisiensi setiap alternatif.
Caranya dengan membandingkan dan mempertimbangkan alternatif-alternatif,
membuat suatu spreadsheet mental yang mengevaluasi setiap dampak tiap alternatif
yang telah dipikirkan terhadap masing-masing pemegang kepentingan yang telah
identifikasi.
5) Memilih dan menerapkan alternatif
Pilih alternatif yang paling layak, efektif, dan efisien. Lebih baik menerapkan alternatif
yang kurang layak daripada di luar kemampuan, lebih baik menerapkan alternatif yang
kurang efektif daripada tidak bertindak dan lebih baik menerapkan alternatif yang
mahal daripada murah tak bermutu.
6) Mengevaluasi hasil
Selesai, jika sesuai harapan. Ulangi, jika belum sesuai.

b. Pendekatan-pendekatan etika bisnis dalam pengambilan keputusan


Beberapa kriteria dalam pengambilan keputusan yang etis di antaranya adalah:
1) Pendekatan bermanfaat (utilitarian approach), yaitu konsep tentang etika bahwa
perilaku moral menghasilkan kebaikan terbesar bagi jumlah terbesar.
2) Pendekatan individualisme, bahwa suatu tindakan dianggap pantas ketika mengusung
kepentingan terbaik jangka panjang seorang individu.
3) Konsep tentang etika, bahwa keputusan yang sangat baik adalah yang menjaga hak-
hak yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
4) Hak persetujuan bebas, individu akan diperlakukan hanya jika individu tersebut
secara sadar dan tidak terpaksa setuju untuk diperlakukan.
5) Hak atas privasi, individu dapat memilih untuk melakukan apa yang ia inginkan di luar
pekerjaanya.
6) Hak kebebasan hati nurani, individu dapat menahan diri dari memberikan perintah
yang melanggar moral dan norma agamanya.
7) Hak untuk bebas berpendapat, individu dapat secara benar mengkritik etika atau
legalitas tindakan yang dilakukan orang lain.
8) Hak atas proses hak, individu berhak untuk berbicara tanpa berat sebelah dan berhak
atas perlakuan yang adil.
9) Hak atas hidup dan keamanan, individu berhak untuk hidup tanpa bahaya dan
ancaman terhadap kesehatan dan keamanannya.

4. Pengambilan Keputusan Etis dalam Manajerial


Keadaan sosial dapat mempermudah ataupun mempersulit kita untuk bertindak sesuai
dengan penilaian kita. Dalam situasi bisnis, para individu harus mempertimbangkan implikasi
etis dan pengambilan keputusan pribadi dan profesional (personal and prosfessionanl
decision making). Beberapa dari peran yang kita emban bersifat sosial: teman, anak,
pasangan, warga negara, tetangga. Beberapa bersifat institusional: manajer, pengajar,
pengacara, akuntan, auditor, analis keuangan, dan sejenisnya. Pengambilan keputusan
dalam konteks ini menimbulkan pertanyaan yang lebih luas berkaitan dengan tanggung jawab
sosial dan keadilan sosial.
Dalam konteks bisnis, para individu mengisi peran sebagai karyawan, manajer, eksekutif
senior, dan anggota dewan. Para manajer, eksekutif, dan anggota dewan memiliki
kemampuan untuk menciptakan dan membentuk konteks organisasi di mana semua
karyawan mengmbil keputusan. Oleh karena itu, mereka memiliki sebuah tanggung jawab
untuk meningkatkan pengaturan organisasi yang mendorong perilaku etis dan menekan
perilaku tidak etis.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang etis


Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang etis di antaranya:
1) Tahap perkembangan moral
Tahap ini merupakan suatu tahap penilaian (assessment) dari kapasitas seseorang untuk
menimbang-nimbang apakah secara moral benar, makin tinggi perkembangan moral seorang
berarti makin kurang ketergantungannya pada pengaruh-pengaruh luar sehingga ia akan
makin cenderung berperilaku etis.
2) Lingkungan Organisasi
Dalam lingkungan organisasional merujuk pada persepsi karyawan mengenai
pengharapan (ekspetasi) organisasional. Kode etis yang tertulis, perilaku moral yang tinggi
dari para seniornya, pengharapan yang realistis akan kinerja, penilaian kinerja sebagai dasar
promosi bagi individu-individu, dan hukuman bagi individu-individu yang bertindak tak-etis
merupakan suatu contoh nyata dari kondisi atau keadaan terhadap lingkungan lingkungan
organisasional sehingga kemungkinan besar dapat menumbuh kembangkan pengambilan
keputusan yang sangat etis.
3) Tempat kedudukan kendali
Tempat kedudukan kendali tidak lepas dengan struktur organisasi, pada umumnya
individu-individu yang memiliki moral kuat dan baik akan sangat jauh lebih kecil
kemungkinannya untuk mengambil keputusan yang tak etis, namun jika mereka dikendalai
oleh suatu lingkungan organisasi sebagai tempat kedudukannya yang sedikit banyak tidak
menyukai pengambilan keputusan etis, ada kemungkinan individu-individu yang telah
mempunyai moral yang kuatpun dapat tercemari oleh suatu lingkungan organisasi sebagai
tempat kedudukannya yang mengizinkan atau mendorong praktik-praktik pengambilan
keputusan tak-etis.

6. Pengaruh Etika dalam Pengambilan Keputusan


Ada lima kriteria dalam mengambil keputusan organisasional yang etis, yaitu:
1) Utilitarian, keputusan-keputusan yang diambil semata-mata atas dasar hasil atau
konsekuensi mereka. Tujuannya adalah memberikan kebaikan yang terbesar untuk jumlah
yang terbesar. Pandangan ini cenderung mendominasi pengambilan keputusan bisnis,
seperti efisiensi, prokduktifitas dan laba yang tinggi.
2) Universalisme (duty), kriteria ini menekankan pada baik buruknya perilaku tergantung
pada niat (intention) dari keputusan atau perilaku. Berdasarkan prinsip Immanuel Kant
(categorical imperative), paham ini mempunyai dua prinsip:
- Pertama, seseorang seharusnya memilih suatu perbuatan.
- Kedua, orang-orang lain harus diperlakukan sebagai akhir (tujuan), bukan sekedar alat
untuk mencapai tujuan.
3) Penekanan pada hak, kriteria ini memberikan kesempatan kepada individu untuk
mengambil keputusan yang konsisten dengan kebebasan dan keistimewaan mendasar
seperti dikemukakan dalam dokumen-dokumen (contoh Piagam Hak Asasi). Suatu
tekanan pada hak dalam pengambilan keputusan berarti menghormati dan melindungi hak
dasar dari individu.
4) Penekanan pada keadilan, kriteria ini mensyaratkan individu untuk menegakkan dan
memperkuat aturan-aturan yang adil dan tidak berat sebelah sehingga ada pembagian
manfaat dan biaya yang pantas. Keadilan distributif, perilaku didasarkan pada satu nilai:
keadilan.
5) Relativisme (self-interest), kriteria ini menekankan bahwa baik buruknya perilaku manusia
didasarkan pada kepentingan atau kebutuhan pribadi (self-interest and needs). Dengan
demikian, setiap individu akan mempunyai kriteria moral yang berbeda dengan individu
lainnya, atau akan terjadi perbedaan kriteria moral dari satu kultur ke kultur lainnya.

Implementasi/Contoh Kasus:

Kasus Etika dan Pengambilan Keputusan dalam Perusahaan Nike

Nike adalah produsen sepatu nomor satu di dunia. Dengan permodalan yang sedikit, Nike
tidak mampu untuk membuat iklan untuk produknya. Nike kemudian hanya menggunakan
image dari atlet terkenal untuk menarik minat konsumen. Selain itu untuk menekan biaya yang
besar, Nike membeli sepatu dari supplier Asia. Para pekerja Asia yang terkenal murah bisa
menekan harga yang ditawarkan supplier sehingga Nike bisa membeli dengan harga yang
lebih murah.
Strategi Nike dalam membuat image yaitu dengan mensponsori seorang atlet atau suatu klub
olahraga sehingga akan timbul image bahwa Nike dipakai oleh para atlet terkenal, hal ini tidak
dilakukan oleh saingannya seperti Reebok yang justru hanya mensponsori suatu event
olahraga saja. Disinilah pembuktian kekuatan merek dagang. Banyaknya masalah ataupun
konflik yang terpublikasi, tidak akan membuat kosumen beralih ke merek lain. Hal ini karena
ikatan psikologis antara Nike dengan konsumen fanatiknya telah terjadi, selebihnya, biarlah
konsumen yang menilai. Krisis yang dialami Nike pada tahun 1983 tak lepas dari proses
pertumbuhan organisasi. Menurut Lary Greiner ada 5 tahap pertumbuhan organisasi, 1)
kreativitas, 2) pengarahan, 3) pendelegasian, 4) koordinasi, dan 5) kerja sama. Nike
mengalami krisis disaat tahap pendelegasian dimana Knight tidak melakukan kontrol yang
ketat sehingga keputusan bawahannya membawa dampak bagi Nike. Knight kemudian
melakukan terobosan kilat untuk membentuk kembali brand image dari Nike. Menurut Agyris
“intervensi merupakan suatu aktivitas masuk ke dalam sistem relationship yang berjalan, baik
diantara individu, kelompok, maupun organisasi, dengan tujuan membantu menuju suatu
perubahan yang sukses”
Dalam intervensi, terkadang perlu mendatangkan konsultan dari luar organisasi, tetapi
intervensi terbanyak dapat dilakukan oleh managemen internal. Apa yang dilakukan oleh
Knight merupakan intervensi dari manajemen internal. Marketing differentiation strategy
mencoba menciptakan kesetiaan para pelanggan dengan cara memenuhi kebutuhan tertentu
secara khusus.
Organisasi tersebut mencoba menciptakan kesan yang menguntungkan bagi produk-
produknya melalui iklan, segmentasi pasar, dan harga yang bersaing. Hal tersebut salah satu
strategi yang dilakukan oleh Knight dengan menciptakan produk baru sesuai kebutuhan
konsumen yang tidak lepas dari image olah raga. Nike sebenarnya memiliki posisi yang
sedikit lemah bila dihadapkan dengan retailer. Keuntungan Nike didapat dari penjualan ke
retailer. Retailer tentunya akan bersaing dengan retailer lain dengan harga termurah, hal ini
dapat mengancam Nike karena dengan hal tersebut maka retailer akan menekan Nike untuk
menjual sepatunya dengan lebih murah. Etis dan tidak etisnya Nike menggunakan supplier
Asia sehingga mereka saling bersaing tidaklah dapat dipandang dari hanya salah satu sudut
pandang saja. Pada intinya dengan sistem semacam tender ini maka akan tercipta
persaingan, kompetisi untuk menjadi lebih baik sehingga akan meningkatkan motivasi pekerja.
Dengan kualitas yang sama tetapi berbeda harga. Dari sudut pandang pekerja hal ini bisa
menjadi sebuah ancaman tersendiri. Pekerja akan dituntut untuk bekerja lebih giat demi untuk
meningkatkan jumlah produksi sehingga bisa terjadi para pekerja bekerja di luar jam kerja
yang semestinya. Dengan adanya kebijakan dari Nike yang berhak memutuskan kerja sama
bila supplier menaikkan harga terlalu tinggi dapat mengakibatkan supplier menggunakan
tenaga kerja anak-anak agar biayanya lebih murah. Isu ini muncul di Pakistan, bahwa Nike
mengambil sepatu dari Pakistan yang dibuat oleh anak-anak pekerja di bawah umur.
Apabila supplier dari Amerika atau Australia, hal ini bisa berdampak bagi Nike maupun bagi
konsumen. Bagi Nike ini merupakan mimpi buruk karena tentunya tidak akan ada pekerja yang
murah, harga jual dari supplier akan lebih tinggi karena biaya produksi yang lebih tinggi bila
diproduksi di Amerika atau Australia. Bagi konsumen ada dua kemungkinan yang akan terjadi.
Yang pertama, akan timbul kepercayaan lebih karena produk dibuat di Amerika atau Australia
yang sangat memperhatikan kualitas. Yang kedua, tidak akan terlalu berdampak karena
konsumen percaya pada Nike melakukan kontrol pada supplier Asia sehingga mutunya akan
dianggap sama saja dengan buatan Amerika. Peran Phill Knight tentunya sangat besar dalam
mengembangkan Nike hingga saat ini. Dengan gaya kepemimpinannya, dengan solusinya
yang cepat dan tepat saat menghadapi krisis Nike di tahun 1983 membuat Nike dapat
bertahan dan mampu menempati posisi nomor satu lagi sebagai produsen sepatu di dunia.
Membicarakan keberhasilan Nike tidak lepas dari Bill Bowerman, co-founder Nike. Bowerman
sangat berjasa dalam mendirikan Nike, ide untuk memberi semacam karet di sepatu olahraga
datang darinya yang disebut waffle sole. Bowerman jugalah yang memiliki ide untuk memberi
karet pada lintasan lari. Pada awalnya Bowerman beserta Knight menjual sepatu yang dibuat
oleh Bowerman menggunakan latex, leather, glue dan waffle iron istrinya. Saat itu mereka
memproduksi 330 pasang sepatu.
Daftar Pustaka:
1. Hapzi Ali, 2018. Modul 12 BE & GG: Ethical Decision Making in Business, Universitas
Mercu Buana.
2. Business Ethics and Decision Making https://www.putra-putri-indonesia.com/business-
ethics.html tanggal 1 Desember 2018 pukul 20.30 WIB
3. Kasus Etika dan Pengambilan Keputusan dalam Perusahaan Nike
http://www.academia.edu/34830421/Kasus_Etika_dan_Pengambilan_Keputusan_dalam
_Perusahaan_Nike tanggal 1 Desember 2018 pukul 21.15 WIB.

Anda mungkin juga menyukai