Anda di halaman 1dari 4

Universitas Mercu Buana

Mata Kuliah: Business Ethics & Good Governance


Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA
Nama Mahasiswa: Sukrasno
NIM: 55117120110

MARKETING ETHICS

Marketing Ethics (Etika pemasaran) merupakan sebuah standar moral yang digunakan untuk memandu
keputusan dan tindakan pemasaran. Etika pemasaran dibangun berdasarkan nilai-nilai yang dipegang oleh
individu atau perusahaan tertentu, oleh karenanya tidak selalu sama dan bervariasi antara satu orang dan
orang lainnya, dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya (Cannon, Joseph P.; Perreault, William D;
McCarthy, Jerome (2008). Basic Marketing, A Global-Managerial Approach. Jakarta: Penerbit Salemba
Empat. hlm. 30)
1. Pendahuluan
 Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap
karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik.
 Pemasaran adalah suatu proses social yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa
yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas
mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Philip Kotler).
 Promosi sangat diperlukan untuk dapat membuat barang yang produksi menjadi diketahui oleh
publik. Dalam berpromosi diperlukan etika-etika yang mengatur bagaimana cara berpromosi yang
baik dan benar serta tidak melanggar peraturan yang berlaku dan agar tidak ada pihak-pihak yang
dirugikan oleh tekhnik promosi.
 Dalam memasarkan produk perusahaan, dibutuhkan etika bisnis untuk mencegah praktik-praktik
pemasaran yang tidak etis, yang ujungnya menimbulkan persaingan yang tidak sehat dan
mencelakakan konsumen, yang meliputi etika pemasaran dalam konteks produk, etika pemasaran
dalam konteks harga, etika pemasaran dalam konteks distribusi/penyaluran, etika pemasaran dalam
konteks promosi, dan juga keetisan iklan.

2. Role of Marketing Ethics


Dalam menciptakan etika bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan beberapa hal
sebagai berikut:
a. Pengendalian Diri, artinya para pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka untuk tidak
memperoleh apa pun dari siapa pun dan dalam bentuk apapun.
b. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility), artinya pelaku bisnis dituntut untuk
peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan
sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
c. Mempertahankan Jati diri, artinya tidak mudah terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan
informasi dan teknologi.
d. Menciptakan Persaingan yang Sehat, artinya persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan
sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah ke
bawah, sehingga perkembangan perusahaan mampu memberikan spread effect terhadap
perkembangan sekitarnya.
e. Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”, artinya dunia bisnis seharusnya tidak
memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi juga bagaimana keadaan di masa datang.
f. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
g. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar, artinya kalau pelaku bisnis jangan menggunakan
“katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan
memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
h. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan, artinya harus ada sikap saling percaya (trust)
antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah
mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan untuk
menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif”.
i. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan Main Bersama, karena bila ada “oknum”, baik pengusaha
sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi,
jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu demi satu.
j. Memelihara Kesepakatan, atau menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa
yang telah disepakati.
k. Menuangkan ke dalam Hukum Positif, dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika
bisnis tersebut, misalnya seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.

3. Beyond the four Ps (Product, Price, Place, Promotion)


a. Etika Pemasaran dalam konteks promosi:
a) Sebagai sarana menyampaikan informasi yang benar dan obyektif.
b) Sebagai sarana untuk membangun image positif.
c) Tidak ada unsur memanipulasi atau memberdaya konsumen.
d) Selalu berpedoman pada prinsip-prinsipkejujuran.
e) Tidak mengecewakan konsumen.
Dalam berpromosi diperlukan etika yang mengatur bagaimana cara berpromosi yang baik dan benar
serta tidak melanggar peraturan yang berlaku dan tidak ada pihak yang dirugikan.
Sonny Keraf (1998) menjelaskan bahwa prinsip etika bisnis sebagai berikut:
- Prinsip Otonomi, yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran
dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang diambil.
- Prinsip Kejujuran.
- Prinsip Keadilan, dalam berbisnis tidak ada yang boleh dirugikan haknya.
- Prinsip Saling Menguntungkan.
- Prinsip Integritas Moral, dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus
menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya.
b. Pemasaran
Tiga konsep etika dalam pemasaran menurut John R. Boatright adalah :
1) Fairness (Justice), Setiap pertukaran atau transaksi dianggap fair atau adil ketika satu sama lain
memberikan keuntungan (mutually beneficial) dan memberikan informasi yang memadai. Pertanyaan
mengenai siapa yang memiliki kewajiban menyangkut informasi ini terbagi menjadi 2 doktrin
tradisional dalam pemasaran, yaitu caveat emptor (biarkan pembeli berhati -hati) dan caveat venditor
(biarkan penjual berhati -hati).
2) Freedom, berarti memberikan jangkauan pada pilihan konsumen.
3) Well-being, yaitu suatu pertimbangan untuk mengevaluasi dampak sosial dari produk, periklanan, dan
product safety.
c. Norma & Etika Umum dalam bidang Pemasaran
Etika pemasaran dalam konsep produk, di antaranya :
- Produk yang dibuat berguna dan dibutuhkan masyarakat.
- Produk yang dibuat berpotensi ekonomi atau benefit.
- Produk yang dibuat bernilai tambah tinggi.
- Produk yang dapat memuaskan masyarakat.
d. Etika pemasaran dalam konteks harga
- Harga diukur dengan kemampuan daya beli masyarakat.
- Perusahaan mencari margin laba yang layak.
- Harga dibebani cost produksi yang layak.
e. Etika pemasaran dalam konteks tempat/distribusi
- Barang dijamin keamanan dan keutuhannya.
- b) Konsumen mendapat pelayanan cepat dan tepat.
f. Etika pemasaran dalam konteks promosi
- Sebagai sarana menyampaikan informasi yang benar dan obyektif.
- Sebagai sarana untuk membangun image positif.
- Tidak ada unsur memanipulasi atau memberdaya konsumen.
- Selalu berpedoman pada prinsip-prinsipkejujuran.
- Tidak mengecewakan konsumen

Implementasi Marketing Ethics (Etika Pemasaran) di Indonesia


 Etika pemasaran merupakan sebuah standar moral yang digunakan untuk memandu keputusan dan
tindakan pemasaran. Etika pemasaran dibangun berdasarkan nilai-nilai yang dipegang oleh individu
atau perusahaan tertentu, oleh karenanya tidak selalu sama dan bervariasi antara satu orang dan
orang lainnya, dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya (Cannon, Joseph P.; Perreault, William D;
McCarthy, Jerome (2008).
 Suatu nilai bisa diterima dengan baik jika bisa dihargai oleh pasar. Karena itu kita dapat bersandar
pada sistem nilai masyarakat untuk menentukan apa itu etika. Sistem nilai tersebut harus mengakui
hak konsumen terhadap keamanan, informasi yang komplit, dan value yang sesuai dengan harga yang
mereka bayarkan.
 Etika pemasaran dalam konteks promosi, merupakan sarana menyampaikan informasi yang benar
dan obyektif, sarana untuk membangun image positif perusahaan. Perusahaan bisa mempertahankan
nilai-nilai yang menjunjung tinggi etika supaya bisa mendapatkan kepercayaan dari pihak pelanggan
karena perusahaan selalu mempertahankan integritas berpromosi dan beriklan yang baik dalam hal
kejujuran, tanggung jawab, keadilan, saling menghargai, dan bersifat transparan (tidak ada informasi
yang sifatnya merugikan pihak lain yang disembunyikan).
 Implementasi Marketing Ethics di Indonesia dapat dikatakan belum berjalan sebagaimana mestinya
atau dengan kata lain masih belum sejalan dengan sistem nilai yang hidup dalam masyarakat.
Misalnya masih banyak ditemukan aktivitas promosi atau pemasaran yang menyudutkan pihak lain,
memonopoli pihak tertentu, merugikan pihak lain, dan bahkan melanggar norma atau hukum.
 Salah satu patokan untuk melakukan pemasaran yang beretika bisa merujuk kepada kode etik yang
dibuat oleh American Marketing Association (AMA) yang cuplikannya berbunyi: “Pemasar harus
menegakkan dan mengedepankan integritas, kehormatan, dan martabat profesi marketing dengan
cara jujur dalam melayani konsumen, klien, pegawai, penmasok, distributor, dan masyarakat.“
Namun demikian kode etik AMA tersebut belum cukup lengkap untuk dijadikan panduan etika
pemasaran karena masih banyak persoalan yang tidak tercakup di dalamnya.
 Berdasarkan realita di atas, agar marketing ethics dapat diimplementasikan di Indoensia secara lebih
baik, perlu ditanamkan faktor kepercayaan dalam sistem pemasaran yang dianut perusahaan
sehingga bisa memberikan kontribusi yang bebas dari faktor-faktor negatif seperti penipuan dalam
hal desain produk, strategi pricing, komunikasi, dan distribusi.

Daftar Pustaka:

1. Hapzi Ali, 2018. Modul 5 BE & GG : Marketing Ethics, Univeristas Mercu Buana
2. Wikipedia https://id.wikipedia.org/wiki/Etika_pemasaran (7 Oktober 2018 pukul 21.05 WIB)
3. Sifa Fauzi https://sifafauziah692.wordpress.com/2015/10/01/norma-dan-etika-bisnis-dalam-
pemasaran/ (tanggal 7 Oktober 2018 pukul 20.15 WIB)
4. Ivan Mulyadi https://marketing.co.id/etika-dalam-pemasaran/ (tanggal 8 Oktober 2018 pukul 17.15)

Anda mungkin juga menyukai